95
i

Kapal Oleng

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 1/95

Page 2: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 2/95

ii

Page 3: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 3/95

iii

KAPAL OLENGBERLAYAR DARI JOGJA BERLABUH DI SKANDINAVIA

Catatan Perjalananku Meraih Beasiswa

Studi di Swedia

Sidiq Hari Madya

Page 4: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 4/95

iv

Published by Supported by

2015

www.kongko.co

Page 5: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 5/95

v

Kan ku arungisamudera duniaTanpa henti

pancarkan cahayaSebagai anak bangsa yang mengabdiRaih semua asa untukmu negeriSagara JayasvarnaKami laut emasmu oh IndonesiaSagara JayasvarnaSatukan tekad menuju

Indonesia JayaTerimakasihkutuk pejuang bangsaKini waktukutuk balas semua jasaBeriku gelombang kan kuterjangBeriku perompak ku tetap menang

‘Sagara Jayasvarna’ cipt. Fergie Verantianes) 

Page 6: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 6/95

vi

MENGAPA KAPAL OLENG?

apal Oleng menyimbolkan situasi yang penuh

dengan rasa was-was dan kecemasan karenadihadapkan dengan ancaman tenggelam. Aku

menggunakan istilah ini untuk menggambarkan

perjalananku melanjutkan studi S2 ke luar negeri. Kapal

oleng berkaitan erat dengan pelayaran. Kabar baik

mendapat beasiswa aku peroleh ketika berada di

pelabuhan, malam sebelum berlayar dalam program

Ekspedisi Nusantara Jaya. Sebagai amatiran yang coba

ikut-ikutan berlayar, aku selalu was-was jika berada di atas

kapal karena membayangkan suatu saat kapal bisa oleng.

Angkatan penerima beasiswa dimana aku berada di

dalamnya mengusung tema kemaritiman dengan nama

Sagara Jayasvarna yang artinya Kelautan, Kejayaan,

Keemasan. Di angkatan itu aku bergabung dalam

kelompok yang selalu meneriakkan yel-yel “Kapten! kapal

kita oleng Kapten!”. Aku memilih Kapal Oleng sebagai

representasi situasi yang merangkai garis lurus

perjalananku sejak berjuang sampai meraih kesempatan

studi.

Ebook ini aku sadur dari penggalan buku harian yang aku

narasikan ulang agar ceritanya nyambung dan enakdibaca. Isinya cuma tiga bagian yang keseluruhannya

merupakan curhatan dari niatanku untuk melanjutkan

studi, perjuanganku melamar beasiswa, sampai

kedatanganku di Swedia. Atas rampungnya e-book ini,

terimakasih aku ucapkan kepada orang-orang yang telah

berkontribusi besar. Kedua orang tuaku: Papah (alm) yang

telah mewasiatkanku untuk selalu menempatkan ilmu

K

Page 7: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 7/95

vii

diatas harta, Mamah yang telah memberiku restu untuk

studi di luar negeri, dan Mas Gun yang selalu

mendukungku secara moral dan finansial sampai aku

meraih kesempatan melanjutkan studi. Selebihnya kepadadosen dan guru-guruku, saudara dan teman-teman yang

tak bisa aku sebut namanya satu-persatu. Teman-temanku

di Leisure Community, EnglishDiscuss, Jogja Berkebun,

Ngangsu Kawruh, The Dream Team, Kontrakan JW3, Tim

Ekspedisi Nusantara Jaya Kepulauan Seribu, Sagara

Jayasvarna, dan PPI Swedia.

Catatan ini adalah persembahan kecilku untuk teman-

teman dan adik-adikku di mana pun berada agar tetap

semangat menimba ilmu dan terus bercita-cita tinggi.

Selamat membaca, semoga bisa mengambil inspirasi!

Stockholm, 17 Oktober 2015

Sidiq Hari Madya 

Page 8: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 8/95

viii

DAFTAR ISI

MENGAPA KAPAL OLENG? viDAFTAR ISI viii

DAFTAR FOTO ix

BAGIAN I KISAH PERJALANANKU MERAIH

KESEMPATAN STUDI DI SWEDIA 1

BAGIAN II KISAH PERJALANANKU MERAIHBEASISWA LPDP 28 

BAGIAN III KISAH KEDATANGANKU DI

SWEDIA 52

PENULIS 85

Page 9: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 9/95

ix

DAFTAR FOTO

Ibuku mendampingiku wisuda 4Aku dan teman-teman EnglishDiscuss

setelah makan malam bersama 7

Selfie bersama para penggagas Leisure Community 9

Belajar berkebun bersama Komunitas Jogja Berkebun 11

Aku bersama guru sosiologiku di SMA, Pak Bagyo 13

Peta dunia yang aku pajang di dinding kamar kosku

di Jogja 16

Aku diterima di University of Leicester, Inggris,

tapi tidak beasiswanya 20

Email penolakan yang aku terima

dari beasiswa Chevening 22

Email balasan dari Stockholm University

yang membuka harapan 26

Surat rekomendasi yang akhirnya ditandatangani

Pak Dekan 34

Dengan penuh harap, aku mendaftar beasiswa LPDP 36

Bersama teman-teman LGD setelah selesai diskusi 38

Bersama teman-teman Ekspedisi Nusantara Jaya

wilayah pelayaran Kepulauan Seribu 44

Masjid di Muara Angke, tempat aku mendapat

keajaiban lolos seleksi beasiswa LPDP 45

Aku dan teman-teman ENJ di Pulau Harapan 46

Personil angkatan PK 37 LPDP 48

Kopdar penerima beasiswa LPDP di Yogyakarta 49

Aku tergabung dalam kelompok PK yang selalu

meneriakkan yel-yel "Kapten! kapal kita oleng

Kapten!" 50

Ruang tunggu di Kedutaan Besar Swedia di Jakarta 55

Page 10: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 10/95

x

Boarding Pass Jakarta-Doha-Stockholm 55

Chattinganku dengan Satu. Aku mendapat

pencerahan setelah cukup lama kebingungan 56

Bersama ibu dan kakakku di Bandara Soetta 57Boneka Tedy Bear raksasa di Bandara Doha, Qatar 59

Bandara Arlanda, Stockholm 62

Pressbyran, tempat wifi gratis 63

Pemandangan menuju City Terminalen 64

Aku tiba di City Terminalen 65

Kereta bawah tanah di Stockholm 66

Kios SL di pusat kota Stockholm 67Bertemu teman-teman PPI Swedia di Skogas,

Stockholm 68

Papan petunjuk arah „Lost and found‟, sempat

membuka harapan dalam misi pencarianku 70

Mengikuti tour kota Stockholm bersama

mahasiswa internasional Stockholm University 72

Suasana di area kampus dihari pertamaku tiba 73Wisma Duta, tempat diselenggarakan penyambutan

mahasiswa baru 75

Penyambutan mahasiswa Indonesia di Swedia oleh

Pak Dubes 76

Bus di Swedia 77

Sesi perkenalan dengan PPI Swedia di Stockholm 78

Apartemen tempat dimana aku tinggal 80Berkumpul dan makan-makan bersama

teman-teman di kampus 82

Selamat datang di Swedia! 83

Page 11: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 11/95

 

BAGIAN I

KISAH PERJALANANKU

MERAIH KESEMPATAN

STUDI DI SWEDIA

 

Page 12: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 12/95

 

idak lebih dari sekadar ucapan terimakasih,

pengalaman yang masih hangat ini sengaja aku

tulis sebagai bagian dari persembahan rasa

syukurku karena diberikan anugerah berupa orang-orang

tercinta yang selalu mendoakan dan mendukung dengan

sepenuh hati niatanku melanjutkan S2 program studi

sosiologi.

Sebagaimana banyak diketahui, kebanyakan orang setelah

memperoleh beasiswa studi ke luar negeri, akan dengansenang hati menuliskan pengalamannya di media-media

online terutama blog pribadi untuk sekadar berbagi info

atau malahan inspirasi kepada yang lain. Aku cukup

banyak membaca blog yang isinya tulisan semacam itu,

tulisan yang berisi „perjalanan hidup‟ peraih beasiswa 

lengkap dengan tips-tips dan kadang kata-kata motivasi.

Aku membaca berbagai tulisan yang ditulis oleh merekasendiri, dari yang tidak pernah aku kenal sama sekali,

sampai orang-orang dilingkaran temanku sendiri. Tentu

saja mereka semua akan selalu aku anggap sebagai

inspiratorku. Layaknya hubungan antara penulis dan

pembaca, bagiku inspirasi lebih sering datang dari kata-

kata.

Sebelum terlalu jauh, harus kusampaikan terlebih dahulu,

aku menulis di sini bukan karena giliran, bukan karena

ikut-ikutan. Sengaja aku mengompilasi tulisan ini ke dalam

bentuk ebook agar tidak terpotong-potong narasinya. Aku

menulis disini karena terlalu banyak keinginan untuk

memberi balasan sebisanya kepada orang-orang yang

T

Page 13: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 13/95

 

telah berjasa membantuku memperoleh keberuntungan

ini. Mereka yang secara langsung maupun tidak telah

membimbingku, mengajariku, menemaniku, dan

menyemangatiku. Sebagai orang tua, dosen, guru,

saudara, teman-teman, dan juga mungkin mereka yang

hanya sebentar aku kenal.

Maka tulisan ini akan lebih bergaya reflektif, ketimbang

tutorial. Lebih banyak bercerita soal „mereka‟ ketimbang

„aku‟. Meski sebisa mungkin, terutama di bagian agaktengah dan akhir, aku akan tetap mencoba narsis sedikit

dengan memamerkan narasi tentang perjalananku

mendapat beasiswa yang penuh dengan keberuntungan

ini. Aku akan mulai ceritaku dari lulus kuliah.

*-*

Kebanyakan mahasiswa lulus dengan predikat biasa-

biasa saja

Saat mengikuti upacara wisuda sarjana, aku mendapati

diriku bukan lulusan terbaik. Tak jadi soal, sebagaimana

kebanyakan mahasiswa di dunia ini yang lulus bukan

sebagai lulusan terbaik. Aku juga mendapati diriku lulus

dengan predikat tidak cum laude. Kebanyakan sarjana di

dunia ini juga tidak cum laude. Namun harus kusampaikan

disini bahwa aku berada dibarisan orang-orang yang

mengatakan IPK itu penting. Tapi yang lebih penting dari

itu adalah keberuntungan setelah lulus. Entah ini

pandangan yang baik atau tidak, sejak lama aku selalu

Page 14: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 14/95

Page 15: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 15/95

 

Oleh karena bukan mahasiswa jenius, namun setelah lulus

berambisi melanjutkan studi ke luar negeri, tidak ada

pilihan lain kecuali aku harus belajar lagi. Segala persiapan

sampai layak kuliah lagi aku jalani, dengan tekun dan

serius. Aku rasa semua orang sudah tahu, syarat pertama

sekaligus terpenting dalam perburuan beasiswa ke luar

negeri adalah Bahasa Inggris. Tidak ada yang membantah

soal ini, kecuali mereka yang mau menuju ke negara non

berbahasa Inggris.

Kurang lebih hampir dua tahun lamanya aku menyiapkan

kemampuan bahasa Inggrisku. Baik lisan maupun tulisan.

Sejak awal aku sadar, aku harus mulai berusaha lebih

keras. Maklum saja, saat itu aku sambil bekerja melakukan

penelitian di jurusan. Ikut beberapa program penelitian

yang diselenggarakan oleh kampus, membuatku terlalu

asik di lapangan, bertemu orang-orang baru, mentranskriphasil wawancara, mengolah data, dan membuat laporan.

Ditahun pertama belajar Bahasa Inggris, aku memang

tidak mencapai progress berarti, namun aku mendapat

gantinya, sebuah pengalaman riset yang begitu bernilai.

Pengalaman itu jelas sangat berharga, terutama sebagai

bekal untuk melamar beasiswa nantinya. Semua

pengorbanan ada hikmahnya.

*-*

Teman-teman terbaik selalu menyukai kita apa adanya

Bulan Mei 2014, aku bertemu beberapa temanku sewaktu

aktif di organisasi pers mahasiswa. Lama tidak bertemu,

Page 16: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 16/95

 

kami berbincang singkat tentang kegiatan kami selama ini.

Akhirnya, pembicaraan mengarah pada gagasan untuk

belajar Bahasa Inggris bersama, dengan mengadakan

pertemuan mingguan sambil ngobrol berbahasa Inggris.

Beberapa minggu berselang, kelompok belajar Bahasa

Inggris yang kami gagas makin banyak peminatnya.

Sebagian datang reguler, sebagian yang lain peserta baru.

Orang-orang baru silih berganti datang, aku senang sekali

karena memiliki teman baru. Setelah itu, siapa kami dan

darimana kami berasal tidak lagi penting. Yang lebihpenting adalah apa yang sedang kami kejar.

Minimal sekali seminggu kami bertemu. Sering kali secara

tersirat, aku menyampaikan keinginanku dan menanyakan

apa keinginan mereka. Obrolan apa adanya membuatku

serasa menyatu dengan mereka. Aku adalah bagian dari

teman-temanku, dan mereka bagian dari diriku. Merekatelah menjadi bagian hidupku. Teman-teman terbaik akan

selalu datang, sekarang dan nanti.

Aku harus menyampaikan tentang kontribusi teman-

temanku yang terlibat aktif dalam komunitas yang kami

beri nama EnglishDiscuss. Oleh karena merekalah,

semangatku mengejar mimpi tetap terjaga. Memangbenar kata orang, enaknya berkumpul dengan orang-

orang yang memiliki kesamaan mimpi adalah selalu

terjaganya semangat dan antusiasme bersama, ketika ragu

ada yang meyakinkan, ketika malas ada yang

menyemangati.

Page 17: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 17/95

 

[Aku dan teman-teman EnglishDiscuss setelah makan malam

bersama]

Setahun berlalu, kini pertengahan tahun 2015. Disini aku

harus narsis sedikit dalam rangka mengapresiasi

kemampuan bahasa Inggrisku terutama kemampuan lisan

yang lumayan meningkat. Tidak terlalu signifikan memang,

tetapi jauh lebih baik ketimbang saat diskusiEnglishDiscuss di edisi perdana. Komunitas diskusi

berbahasa Inggris EnglishDiscuss memberi asupan energi

untuk terus menyalakan ambisiku demi meraih masa

depan.

Page 18: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 18/95

 

Beberapa hari sebelum berangkat, aku menerima sebuah

bingkisan berisi tas sporty hitam yang didalamnya

terdapat kartu pos, tertera tulisan di bagian bawah; “Best

wishes, EnglishDiscuss Squad”. Aku bawa hadiah itu

bersamaku. Kini tas itu selalu menempel dipundakku,

menemaniku ke kampus. Aku sampaikan kepada teman-

temanku yang sampai hari ini masih berjuang dengan

senang hati, belajar Bahasa Inggris bersama, aku akan

selalu berada di sisi kalian, mendukung dengan sepenuh

hati sampai impian kalian tercapai.

*-*

Serius menikmati hidup dengan nongkrong, ngobrol,

dan nulis

Di sela-sela waktuku mempersiapkan diri untuk

melanjutkan studi, kira-kira dimulai dari pertengahan

tahun 2013 sampai memasuki 2015, aku sering

menghabiskan waktu untuk nongkrong bersama teman-

teman. Yogyakarta adalah kota yang sangat kondusif

untuk aktivitas selo semacam ini. Biasanya aktivitas seperti

ini mengiringi aktivitasku lainnya terutama menjelang

malam. Misalnya saja setelah main futsal, jalan-jalan,nonton film, atau event-event lainnya, aku selalu ikut

teman-teman untuk nongkrong dan menghabiskan malam

bersama. Tempat makan seperti; burjo, angkringan, dan

cafe menjadi arena bersantai dan melepas penat.

Nongkrong yang kami lakukan punya sebutan khusus

yang populer, setidaknya dikalangan kami sendiri, yakni

Page 19: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 19/95

 

kongko. Kongko tak sekadar nongkrong karena aku

menemukan teman-teman diskusi disitu. Teman-teman

yang bisa diajak bertukar pikiran dan ide sehingga

mengasah intelektualitas dan daya pikir kritis. Oleh karena

sering kongko-lah terbersit ide di kepala kami untuk

membuat sebuah gerakan. Gerakan populer yang orientasi

utamanya mengajak sebanyak mungkin anak muda untuk

senang berdiskusi dan menulis buku. Kami buat payung

gerakan itu bernama Leisure Community.

Aku harus mengatakan banyak terimakasih yang tiada

pernah habis-habisnya kepada teman-temanku yang

selalu menjadi teman kongko di waktu selo. Leisure

Community adalah bayi yang masih suka menangis owek-

owek. Tapi suatu saat ia akan tumbuh dewasa, memberi

banyak manfaat pada sebanyak mungkin anak muda

sesuai dengan tujuan awal mulanya. Bahkan, suatu harinanti aku yakin akan mampu menghidupi orang-orang

terutama mereka yang merawatnya sejak pertama kali lahir

di dunia ini.

[Selfie bersama para penggagas Leisure Community]

Page 20: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 20/95

 

10 

Pertemuan Leisure Community tidak terjadwal secara

formal, kecuali sesekali pertemuan penting dalam kondisi

tertentu. Selebihnya hanya ajakan kongko yang isinya

nongkrong dan ngobrol. Namun di situ, secara tak

langsung aku selalu diingatkan untuk tetap fokus pada

tujuanku melanjutkan studi. Cerita tentang perjalananku

dalam mengejar target hampir selalu jadi bagian dari

bahan pembicaraan yang aku ceritakan meskipun hanya

sesaat. Justru itulah yang membuatku untuk kembali

merenung kedalam diri agar aku tetap konsisten, tidaklabil dalam mengejar masa depan. Aku pikir, teman-teman

bergaul dalam keseharianku memberi pengaruh besar

lebih dari yang aku kira.

*-*

Berusaha menjadi manusia yang memahami relasikeberadaan diri dengan alam sekitar

Relasi sosial yang terjalin dalam pertemanan memberiku

kekuatan besar untuk berjuang dan berkontribusi aktif

pada orang lain. Selalu aku mengingatkan pada diriku

sendiri untuk menjaga teman-teman terbaik tetap dekat,

dan keluarga lebih dekat. Sebelum melangkah lebih jauh,aku harus sampaikan bahwa usahaku saat itu juga tidak

lepas dari dukungan kondisi sosial dimana aku tinggal.

Yogyakarta sedang mengalami geliat aktivisme anak muda

dalam gerakan-gerakan yang berbasis pada semangat

kesukarelaan. Barangkali beberapa kota besar di Indonesia

 juga demikian. Sejak lama aku ingin menjadi bagian dalam

geliat itu. Aku coba memperkenalkan diri dan ikut pada

Page 21: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 21/95

 

11 

beberapa komunitas. Kadang 24 jam sehari terasa kurang,

apalagi setelah mengenal begitu banyaknya wadah untuk

berkontribusi, namun tidak semua tempat bisa disinggahi.

Salah satu komunitas yang aku senang bergabung di

dalamnya, namun sayangnya tidak punya cukup waktu

untuk mengikuti setiap kegaiatannya adalah Jogja

Berkebun. Chapter organisasi besar yang berpusat di

Jakarta dengan nama Indonesia Berkebun ini bergerak di

bidang urban farming. Kegiatannya mengenalkan,mengajak, dan mempromosikan pertanian urban pada

orang kota agar mau memanfaatkan lahan kosong

meskipun hanya sejengkal.

[Belajar berkebun bersama Komunitas Jogja Berkebun]

Secara filosofis, aku mencoba menangkap visi komunitas

ini untuk melekatkan kembali hubungan antara manusia

kota dengan alam yang kini makin terdistraksi akibat

Page 22: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 22/95

 

12 

“kemajuan” yang nihil nilai-nilai ekologis. Melalui kegiatan

berkebun, tanpa disadari oleh anggotanya, komunitas ini

telah mengajakku untuk memaknai kembali relasi diriku

dengan alam dimana aku tinggal.

Tidak ada yang mengajarkanku tentang definisi

kesukarelaan. Melalui keterlibatan di berbagai komunitas

sosial yang sedang tumbuh aku didorong untuk memaknai

sendiri apa artinya berpikir dan bertindak secara sukarela.

Orang mungkin saja lebih suka menyebut keterlibatansemacam itu sebagai aktivitas sosial. Tapi yang terpenting

bagiku adalah pelajaran tentang nilai yang ada

didalamnya. Nilai tentang kontribusi, voluntarism, respect ,

dan sebagainya, selalu ada dalam setiap aktivitas sosial.

Dengan keterlibatan pada kegiatan-kegiatan kesukarelaan

inilah justru aku menemukan lebih banyak teman. Makin

banyak teman, makin aku merasa tak sendirian, dan yanglebih penting makin banyak orang yang bisa aku mintai

dukungan, maksimal dalam bentuk doa.

*-*

Sampai pada suatu titik dimana keajaiban terjadi

didepan mata, kita baru percaya bahwa yang metafisikitu nyata

Suatu kali aku pernah ditanya oleh temanku dengan nada

setengah ragu-ragu. “Selain belajar dan melengkapi semua

syarat untuk apply beasiswa, apa yang kamu lakukan?” aku

 jawab “berdoa”. Rupanya jawaban ini agak kurang

memuaskan, mungkin terlalu biasa bagi kebanyakan

Page 23: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 23/95

 

13 

orang. Aku tau ia menginginkan jawaban yang lebih detail

dan praktikal. Lalu aku ceritakan pendapatku mengenai hal

klasik yang selalu diulang-ulang sehingga kembali populer

belakangan ini; doa Ibu. Banyak yang bilang bahwa doa

Ibu adalah doa yang paling manjur. Tapi setelah aku

mencobanya sendiri dengan meminta doa pada Ibuku,

ternyata benar. Alasanku sederhana; aku percaya pada doa

dan harapan, namun dikabulkannya doa tergantung pada

amalan yang memanjatkan doa. Tentu aja aku mengira

diriku kebanyakan dosa, maka tidak ada pilihan lain bagikuuntuk meminta doa saja. Aku bertemu guruku SMA yang

mengajar subjek sosiologi. Aku juga minta doa padanya.

[Aku bersama guru sosiologiku di SMA, Pak Bagyo]

Page 24: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 24/95

 

14 

Kebanyakan orang akan percaya bahwa yang metafisik itu

nyata sampai ia tiba di suatu titik dimana keajaiban terjadi

didepan matanya. Mimpi yang semula berupa angan-

angan menjadi kenyataan adalah salah satu pendorong

utama untuk percaya pada hal-hal yang semula

dianggapnya tidak mungkin, tidak nyata, atau bahkan

mungkin tidak ada. Hal-hal yang berkaitan dengan

metafisika, atau aku maksudkan disini sebagai yang gaib

dan tak kasat mata, sebenarnya nyata. Agar tulisan ini

tidak berubah menjadi mistis, aku jelaskan saja bahwayang aku maksud adalah doa.

Aku juga selalu diminta untuk tidak berhenti bermimpi,

saking seringnya sampai bosan. Namun setelah dipikir-

pikir, tampaknya sulit untuk tidak menggunakan ajakan itu

lagi di sini, apalagi ketika mengajak orang lain untuk

bergerak meraih apa yang sudah diucapkannya dalamdoa. Aku menganggap semua orang sudah tau bahwa

punya keinginan itu penting, punya harapan itu penting,

dan punya mimpi itu penting. Maka tidak ada yang perlu

aku sampaikan disini, kecuali menambahkan sedikit bahwa

mimpi bisa dimulai dengan berangan-angan. Berbaring

sambil berangan-angan membayangkan bahwa suatu saat

aku akan mengalami pergi ke kampus sebagai mahasiswa

internasional di salah satu universitas terbaik di Eropa. Aku

merasa harus menceritakan bahwa aku benar-benar

memulai mimpiku dengan berangan-angan atau silahkan

saja menyebut dengan istilah lain, berkhayal, misalnya.

*-*

Page 25: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 25/95

 

15 

Tidak ada salahnya berangan-angan untuk studi ke

sebanyak mungkin pilihan negara

Angan-anganku dimulai pada pertengahan 2014 ketikaterpantik keinginan untuk studi di negara-negara Timur

Tengah. Pikiran ini muncul ketika seorang dosen muda di

 jurusanku nyeletuk bahwa ia ditawarkan studi S3 di Abu

Dhabi. Kemudian ia berbincang kepadaku tentang peluang

itu. Tentu saja langsung aku browsing dimana Abu Dhabi

berada dan mendapati negara yang masih asing ditelingabernama Uni Emirat Arab. Lalu aku berkhayal, menarik

 juga sepertinya belajar di Timur Tengah. Namun aku justru

melirik negara tetangganya Qatar, gara-gara buku yang

ditulis oleh mahasiswa Indonesia di Qatar Muhammad

Assad yang aku baca dua tahun lalu berjudul Notes from

Qatar. Ya, negara itulah yang pertama kali menjadi impian

pertamaku sebagai negara tujuan studi. Tanpa memilikipengetahuan mengenai syarat-syarat apa saja yang

diperlukan, aku mulai kepo segala tentang negara ini.

Maka saat ditanya guru IELTS-ku mengapa ingin

mengambil kursus, aku menjawab karena ingin studi di

Qatar. Ketika ditanya pegawai jurusan di kampus mau

studi kemana, aku menjawab Qatar. Negara ini juga

 jawaban yang sering aku berikan pada teman-temanku

ketika ditanya pertanyaan yang sama. Ya, pada awalnya

aku memang ingin ke Qatar.

Beberapa bulan berselang. Aku mendapati bahwa sesuatu

yang paling aku butuhkan dalam hidup ini hanyalah satu,

sertifikat IELTS. Dengan memandangi peta dunia yang

Page 26: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 26/95

 

16 

terpajang di dinding kamar kosan, aku coba memotivasi

diri. Qatar tampaknya makin mustahil, apalagi ketika aku

temukan prasyarat sertifikat bahasa Arab disitu.

Mempertimbangkan waktu dan kemampuanku saat itu,

Maka aku memilih bergeser ke barat sedikit dan melirik

Turki.

[Peta dunia yang aku pajang di dinding kamar kosku di Jogja]

Mengapa memilih Turki? Aku beranggapan negara ini

memiliki beberapa kemiripan dengan Indonesia, selain

sistem demokrasi yang sedang berkembang, umat muslim

yang katanya cenderung “moderat” juga dominan.

Motivasi yang paling kuat mendorongku barangkali adalah

chapter buku yang pernah aku baca semasa kuliah, ditulis

oleh sejarawan Lebanon Tamim Ansary tentang Dinasti

Page 27: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 27/95

 

17 

Ustmani sebagai salah satu babak sejarah terpenting yang

membentuk peradaban dunia pada abad 15 sampai 20

awal. Untuk beberapa saat aku luangkan waktu lebih demi

mengenal negara kebab ini.

Bulan Agustus 2014, sertifikan IELTS ku keluar dengan nilai

yang pas. Dibawah target, namun diatas kemungkinan

terburuk. Apalagi kalau mau studi di negara-negara Timur

Tengah, kemampuan Bahasa Inggrisku boleh dibilang

cukup. Sambil menunggu beberapa universitas terbaikyang menawarkan program studi sosiologi membuka

pendaftaran, aku terus bertanya pada beberapa teman dan

kolega, ada peluang beasiswa apa hari ini. Spanduk dan

banner dipinggir jalan yang berisi informasi pameran

pendidikan luar negeri selalu menarik perhatianku. Aku

ingat pada tahun 2013 rela pergi sendirian ke Hotel

Shangri-La Jakarta untuk menghadiri pameran pendidikanUS. Amerika bos! negara yang paling sering aku kutuk

ternyata memiliki universitas-universitas terbaik di dunia.

*-*

Kita dibombardir tiada habis-habisnya oleh ribuan

informasi beasiswa sampai lupa harus ngapain dulu

Sampai sekarang aku tak kunjung mengerti mengapa aku

tidak pernah apply studi ke universitas-universitas di Timur

Tengah plus Turki sampai sebuah kunjungan ke jurusan

Sosiologi UGM mempertemukanku dengan informasi

paling berharga. UGM bekerja sama dengan University of

Oslo, Norwegia dalam program beasiswa master bernama

Page 28: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 28/95

 

18 

Quota Scheme. Di jurusan aku mengenal baik dua dosen

yang merupakan alumni program beasiswa itu. Segera aku

sampaikan minatku untuk apply beasiswa itu.

Sejak saat itulah aku sadar mengapa aku tak kunjung

mendaftar. Jawabannya adalah karena dokumennya belum

lengkap! Aku mulai mengumpulkan kelengkapan

dokumen satu-persatu. Proses ini penting agar angan-

angan tidak sekadar angan-angan. Berkhayal tidak sekadar

berkhayal. Pertama, aku menghubungi beberapa dosenkuvia email, ada juga yang via WA dan sms. Isinya aku

menyampaikan minatku untuk lanjut studi dan tentu saja

minta doa restu. Lalu aku meminta surat rekomendasi dari

beberapa dosen yang aku kenal. Aku buat sendiri

Motivation Letter sebagai salah satu syarat utama

mendaftar di universitas-universitas tujuan. Berikutnya,

dokumen formal seperti ijasah dan transkrip nilai aku bawake jasa terjemahan yang terpercaya. Mahal biayanya,

untung masih punya uang, maka saat itu aku tidak mau

ambil pusing. Dokumen berikutnya yang tidak kalah

penting adalah sertifikat Bahasa Inggris. Setelah semuanya

lengkap saatnya eksekusi!

Kini, proses mendaftar universitas terutama yang ke luarnegeri bisa dilakukan melalui online. Biasanya universitas

mempunyai alamat website resmi dengan platform yang

sudah canggih. Pelamar tinggal buat akun di situ,

kemudian upload semua dokumen. Tentu saja dokumen

fisik harus discan terlebih dahulu. Selanjutnya ikuti

petunjuk dan perhatikan tanggal-tanggal penting sesuai

Page 29: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 29/95

 

19 

dengan yang tercantum pada laman universitas yang

dituju.

Selesai mendaftar Quota Scheme via online, aku menerimainformasi beasiswa lagi, kali ini beasiswa yang konon

katanya paling prestisius di dunia, Chevening. Beasiswa

dari pemerintah UK itu mengcover seluruh biaya kuliah

dengan memilih tiga universitas di UK sebagai prioritas.

Sejak awal aku mengira tidak akan studi ke UK. Tapi aku

harus menangkap setiap peluang betapapun tidak akuinginkan pada awalnya. Maka aku mendaftar University of

Leicester sebagai pilihan pertama. Semua berkas aku kirim.

Sambil menunggu, aku pelajari tradisi intelektual di

Leicester dan menemukan nama-nama besar macam

Norbert Elias dan Anthony Giddens yang mengawali karier

akademiknya sebagai sosiolog di Leicester. Akhirnya akumulai berhasrat untuk studi di sana. Hasratku begitu besar

sehingga nekat mendaftar di University of Leicester secara

pribadi tanpa jalur beasiswa. “Beasiswa bisa dicari nanti”,

pikirku waktu itu. Kurang dari sebulan aku mendapat email

yang berisi bahwa aku diterima di University of Leicester.

Tidak ada lagi yang aku pikirkan selain tinggal mencari

beasiswanya.

Jika Chevening lolos, tentu saja itu kabar baik. Namun aku

memikirkan kemungkinan terburuk, maka untuk pertama

kalinya aku melirik beasiswa yang pernah aku dengar

namun belum aku kenal, namanya LPDP. Beasiswa itu

disediakan oleh pemerintah di negaraku sendiri. Untuk

Page 30: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 30/95

 

20 

pertama kalinya aku membayangkan betapa kaya

negeriku.

[Aku diterima di University of Leicester, Inggris, tapi tidak

beasiswanya]

Januari 2015 sejumlah universitas di negara yang tidak

pernah sekalipun terbersit dipikiranku sebelumnya,

Swedia, membuka pendaftaran. Namun konon karena

kisruh politik di parlemen saat itu, Swedia tidak lagi

Page 31: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 31/95

 

21 

memberikan beasiswa penuh bagi pelamarnya, yang

sebelumnya diberikan melalui beasiswa Swedish Institute.

Artinya, aku harus mencari sendiri beasiswa dari lain

tempat. Tidak ada yang aku ketahui tentang Swedia selain

Zlatan Ibrahimovic. Siapa yang tidak tau Zlatan? pemain

paling fenomenal dari pemain yang „maha‟  fenomenal

sekalipun!

Dari daftar nama-nama universitas di Swedia, aku hanya

butuh sepersekian detik untuk menentukan bahwaStockholm University adalah pilihanku. Entah siapa yang

membisikiku. Barangkali buku babon yang menjadi

referensi utamaku skripsi dulu berjudul „Economic

Sociology‟-lah yang membuatku bisa secepat kilat

menentukan pilihan. Buku itu ditulis oleh Richard

Swedberg, seorang visiting professor Sosiologi di

Stockholm University. Boleh percaya boleh tidak,departemen Sosiologi di Stockholm University adalah yang

terbaik se-Skandinavia versi The Times Higher Education.

Tapi, peringkat tidak penting, yang penting aku bisa

diterima disana. Satu hal lagi yang membuat pilihanku

pada Stockholm University tidak bisa diganggu gugat

adalah kotanya. Aku betul-betul mempertimbangkan

bahwa aku tidak hanya akan menjalani kehidupan

akademik di kampus, namun juga kehidupan sosial secara

lebih luas di kota dimana kampus itu berada. Esok harinya

aku ke bank, membayar formulir pendaftaran ke

Stockholm University seharga 900 Swedish Kronor yang

 jika dirupiahkan saat itu berjumlah 1,5 juta.

Page 32: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 32/95

 

22 

*-*

Keuntungan dari mengambil setiap peluang yang

lewat adalah bisa merasakan manis-pahitnyakegagalan

Beberapa hari kemudian kabar dari Chevening datang. Aku

berharap kabar baik, namun ternyata yang datang adalah

kabar menyedihkan. “We regret to inform you.... bla bla

bla”. Segera aku menyambut dalam hati; “Goodbye

Chevening!”. 

[Email penolakan yang aku terima dari beasiswa Chevening]

Segala sesuatunya baik-baik saja meski aku gagal, sampai

kabar dari Norwegia menyusul datang kepadaku. Beasiswa

Quota Scheme ke University of Oslo menginformasikanbahwa ternyata aku sekali lagi gagal. Alasannya, pelamar

beasiswa itu sangat banyak dan seleksinya begitu

kompetitif, dalam penafsiran lain aku menganggap

memang aku belum layak. Sekali lagi aku membaca

pemberitahuan itu dengan seksama, ternyata University of

Oslo menerimaku tapi tidak beasiswanya. Tentu saja ini

artinya aku disuruh mencari beasiswa sendiri. Kegagalan

Page 33: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 33/95

 

23 

meraih Chevening lalu Quota Scheme membuatku

terpuruk. Untuk beberapa hari aku melamun dengan

pikiran kosong. Malam sebelum tidur aku berusaha sekuat

hati menerima realitas itu. Sangat berat untuk bangkit.

Akhirnya aku nge-twit; “sudah berlalu”. Esoknya aku

berusaha menjalani hidup seperti biasa. Aku tak sanggup

menyangkal betapa sakitnya merasakan sebuah

kegagalan.

Terpaksa aku harus menyandarkan harapanku pada halyang lain. Aku harus mencari pintu-pintu yang lain.

Beberapa hari berselang, beasiswa AAS dari Australia

dibuka. Tanpa minat sama sekali pada awalnya, aku mulai

mempertimbangkan.

Tak lama berselang aku menerima email dari Stockholm

University yang berisi kabar gembira bahwa aku diterima.Kabar ini sedikit memulihkan kesedihanku akibat

kegagalan beruntun memperoleh beasiswa. Kini aku hanya

perlu satu keberuntungan lagi yaitu mendapatkan

beasiswanya. Dengan didahului kebingungan

mempertimbangkan tiga universitas, aku mulai

berkontemplasi. Leicester University, University of Oslo,

dan Stockholm University, sudah mengirimku Letter ofAcceptance untuk studi. Tapi tanpa beasiswa aku hanya

akan gigit jari. Sadar cuma butuh satu keberuntungan lagi.

Aku mulai bertekad untuk lebih fokus pada beasiswa yang

satu itu saja. Apalagi yang aku harapkan kalau bukan

LPDP?

Page 34: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 34/95

 

24 

Mungkin karena kelewat fokus, aku sampai tak minat

mendaftar yang lain lagi, sampai salah seorang teman

baikku mengabarkan deadline beasiswa AAS tinggal

menghitung hari. H-3 aku langsung submit. Itulah

untungnya punya dokumen-dokumen yang telah siap.

Dengan pertimbangan administratif, aku putuskan

Macquire University sebagai satu-satunya universitas

tujuan. Sejak itu aku hanya punya dua tugas hidup:

memutuskan satu diantara tiga universitas di tiga negara

yang berbeda dan menyiapkan diri untuk ikut seleksiprogram beasiswa LPDP.

*-*

Pengambilan keputusan penting dalam hidup selalu

diawali dengan penuh rasa bimbang

Beruntung aku tidak mengambil keputusan sendiri.

Beberapa hari sebelumnya aku sering iseng bertanya pada

beberapa saudara dan teman-temanku. Kebanyakan

mereka berpendapat bahwa Inggris adalah tempat tebaik

untuk studi. Studi di Inggris memang kaya prestise selain

karena keberadaan universitas-universitas dengan reputasi

mumpuni di sana. Inggris telah dikenal sebagai magnetbagi para pelajar seluruh dunia. Tetapi semakin aku

merenung, semakin aku berpikir realistis. Beasiswa yang

tak kunjung aku peroleh, memantik pemikiran untuk

segera mengeluarkan Deferment Letter. Deferment Letter

adalah surat penangguhan kuliah. Aku memutuskan akan

memulai kuliah tahun depan (2016) karena belum

mendapat beasiswa, sedangkan waktu kuliah makin

Page 35: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 35/95

 

25 

mendekat. Bahkan aku beranggapan, sekalipun aku

mendapat beasiswa LPDP pada tahun ini, waktu yang

kumiliki terlalu singkat, yakni kurang dari 6 bulan.

Sebagaimana peraturan dari LPDP yang mengatakan

bahwa pengajuan beasiswa harus dilakukan tidak lebih

dari 6 bulan agar tidak terlalu mepet dengan

keberangkatannya.

Aku mengajukan Deferment Letter ke University of

Leicester. Tiga hari kemudian, universitas mengirimkanemail bahwa aku boleh mulai studi tahun depan. Cukup

waktu untuk mempersiapkan semuanya. Selang sebulan

aku mengirim Deferment Letter juga ke Stockholm

University, kemudian menerima balasan yang agak aneh

tapi membuka harapan. Stockholm University mengatakan

bahwa jika aku mendapat beasiswa LPDP periode ini, aku

bisa berangkat tahun ini juga. Pembayaran tuition feediundur sepihak oleh universitas. Deadline pembayaran

tuition fee menjadi tanggal 31 Agustus 2015. Sekadar

informasi, sebelumnya deadline pembayarannya adalah

pada awal bulan Mei 2015. Universitas mengabarkan

bahwa tahun lalu ada mahasiswa dari Indonesia dengan

beasiswa LPDP juga berangkat dengan kondisi yang

hampir sama dengan yang aku alami. Jadi aku tak perlu

khawatir. Dapat diartikan pula bahwa LPDP memiliki

reputasi yang baik dimata universitas ini. Makin sahih aku

memutuskan studi di Stockholm University.

Page 36: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 36/95

 

26 

[Email balasan dari Stockholm University yang membuka

harapan]

Rasa bimbangku lenyap, lalu datang rasa bimbang yang

baru. Aku harus “berjudi”  dengan beasiswa LPDP. Akumemasang taruhan bahwa aku diterima. Jika kalah, aku

akan mencari “tempat judi” lain. Agak menggelikan juga

menyamakan perburuan beasiswa dengan main judi. Tapi

ini hanya perumpamaan saja. Begitu banyak pilihan dalam

hidup. Seorang Blaise Pascal pernah mengatakan mau

percaya pada Tuhan atau tidak adalah sebuah pilihan.Namun sebaiknya seseorang memasang taruhan bahwa

Tuhan benar-benar ada, agar kalau kehidupan setelah mati

ada, ia menang, kalau tidak, ia tidak kalah. Tampaknya

tulisan ini mulai melenceng kemana-mana. Baik, tinggal

satu “tugas hidupku”, melamar LPDP untuk menjadi

kekasih.

Sebagaimana lamaran pada pujaan hati, semua orang

ingin diterima. Kisah perjalananku melamar beasiswa LPDP

akan aku ceritakan pada bagian berikutnya dengan judul

“Kisah Perjalananku Meraih Beasiswa LPDP”. Dengan

harapan semoga dapat memberi informasi dan inspirasi

agar semakin banyak pembaca yang berminat dan dapat

Page 37: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 37/95

 

27 

meraih kesempatan untuk melanjutkan studi melalui

skema beasiswa LPDP.

Page 38: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 38/95

 

28 

BAGIAN II

KISAH PERJALANANKU

MERAIH BEASISWA LPDP

 

Page 39: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 39/95

 

29 

ekilas merefleksikan kembali momentum saat lulus

kuliah, saat itu bulan Mei 2013, baru saja aku

menerima berbagai ucapan selamat dari orang-

orang tercinta. Aku baru saja ditahbiskan sebagai sarjana.

Sosial media begitu ramai dengan perayaan dan ucapan

selamat, seolah-olah semuanya ditujukan padaku. Aku

merasa bahagia. Untuk beberapa saat, aku berleha-leha,

berbaring di ayunan di tepi pantai pasir putih di sebuah

pulau di Indonesia yang belum terjamah. Aku sendiri tak

tau nama pulau itu karena tampaknya belum ada yangmemberi nama. Aku menghirup udara segar, menikmati

betapa tenang dan membahagiakannya hidup ini. Tiba-

tiba aku terbangun. aku tak tau dimana ini sampai aku

menyadari diriku sedang berada di atas Kapal Oleng.

Aku terbangun dan menyadari berada di tengah

kebingungan setelah lulus kuliah. Entah karenadihadapkan oleh begitu banyak pilihan, atau tidak tau

sama sekali mau ngapain. Tapi Mei 2013 aku benar-benar

lulus. Jauh sebelum itu, papahku pernah berpesan

setengah meramalkan “suatu saat nanti kamu pasti masuk

ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi”. Aku sengaja tulis

kembali di sini karena pesan itu mengingatkanku akan

sosok papahku yang selalu mengingatkan akan

pentingnya pendidikan. Maka beberapa saat kemudian,

aku akhiri kebingunganku dengan bertekad melanjutkan

studi. Saat sebagian yang lain menganggap pendidikan

sebagai persiapan untuk menjalani kehidupan, aku

memilih bergabung dengan mereka yang menganggap

pendidikan adalah kehidupan itu sendiri.

S

Page 40: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 40/95

 

30 

Tulisan pada bagian ini akan sedikit lebih praktis meski

masih bercampur aduk dengan cerita pengalamanku yang

akan aku ceritakan dalam bentuk narasi. Di dalam cerita

aku selipkan saran dan tips-tips lolos seleksi beasiswa

yang tentunya boleh diambil dan boleh tidak. Satu hal

yang pasti, dalam proses seleksi beasiswa, setiap

pengalaman bersifat personal. Kalaupun ada kesamaan, ya

disyukuri saja.

*-*Kisah seorang teman menceritakan pengalamannya

mengikuti seleksi beasiswa lebih menarik daripada

materi beasiswa itu sendiri

Sejak tahun 2013 aku sudah mendengar nama LPDP

melalui Facebook. Waktu itu belum cukup populer karena

bidang studi yang ditawarkan masih terbatas. Bidang

ekonomi dan keuangan adalah yang utama. Minatku pada

ilmu sosial dan sosiologi secara khusus belum

terakomodir. Maka aku lupakan untuk beberapa saat. Pada

pertengahan Agustus 2014. Salah satu teman baikku se-

 jurusan mengenalkanku kembali pada beasiswa LPDP yang

saat itu sudah memperluas pilihan bidang studi bagipelamarnya. Ilmu sosial masuk dalam satu diantara sekian

banyak pilihan yang lain. Aku mulai banyak menghabiskan

waktu pedekate dengan LPDP, menyelami laman resmi

LPDP, bergabung di grup facebook, sambil sesekali

mengikuti sosialisasi LPDP di Yogyakarta.

Page 41: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 41/95

 

31 

Namun cerita langsung dari teman-teman yang pernah

ikut seleksi lebih menarik perhatianku. Baik yang lolos

maupun yang belum beruntung, aku memperhatikan

dengan sungguh-sungguh cerita mereka. Pada suatu siang

di taman sekitar perpustakaan UGM, aku “menginterogasi”

salah satu temanku yang baru saja mendapat beasiswa

LPDP, kira-kira seminggu sebelum ia berangkat ke Eropa.

Langkah-langkah praktis ia jelaskan secara detail. Aku

mencatat setiap kata seperti seorang murid

mendengarkan gurunya. “Pada dasarnya, LPDPmemberikan beasiswa pada orang yang siap. Ibaratnya,

besok kamu siap berangkat, maka LPDP akan membiayai”,

begitu katanya. Kesiapan adalah kata kunci yang aku

pegang. Secara praktis, salah satu bukti kesiapan adalah

sudah diterima di universitas tujuan dengan mengantongi

Letter of Acceptance/Letter of Admission/Notification of

Second Selection Result (LOA) atau apapun namanya, tiap

negara biasanya berbeda.

Tentu saja ada beberapa orang berhasil menjadi awardee

(penerima beasiswa) meski belum diterima di universitas

tujuan, begitu pula sebaliknya. Mengenai hal ini, aku hanya

berpendapat sederhana; Perjalanan hidup orang berbeda-

beda, termasuk “cara” dalam meraih beasiswa. Aku sendiri

memilih langkah-langkah yang diberikan “guru-guruku”.

Bukti diterima di universitas dulu, lalu mengajukan

beasiswa. Kesiapan adalah kata kunci yang selalu aku

pegang. Lagipula, aku selalu berpikiran kalau satu pintu

beasiswa tertutup, cari pintu lain, kalau tertutup juga, ada

 jendela, kalau tertutup juga, gedor saja. Oleh karena aku

Page 42: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 42/95

 

32 

sudah “siap berangkat”, aku pede mencoba kemana-mana,

mencoba masuk ke beberapa pintu. Jadi tinggal gedor

saja, tapi jangan mendobrak karena itu lebay.

*-*

Kalau tau pasti beres, kita tidak akan terburu-buru dan

cemas meskipun sudah di penghujung deadline

Oleh karena selalu mantengin website resmi, mengikuti

update informasi di grup facebook, dan ngobrol bersamateman-teman tentang LPDP, aku tidak ketinggalan

informasi. Tahun 2015 pendaftaran dibuka sebanyak 4

periode. Periode pertama wawancara bulan Januari.

Periode kedua wawancara bulan Mei. Sengaja aku memilih

periode kedua, karena saat periode pertama aku masih

bimbang memilih universitas, apalagi belum memegang

LOA. Pendaftaran periode kedua ditutup pada akhir April.

Semua mekanisme pendaftaran diselenggarakan secara

online, melalui uploading dokumen yang sudah discan.

Pada awal bulan April aku memastikan harus sudah

melengkapi semua berkasnya, diantaranya: KTP, ijasah,

transkrip nilai, sertifikat Bahasa Inggris, surat rekomendasi,

LOA, dan 3 esai yaitu mengenai rencana studi, kontribusiuntuk bangsa, dan sukses terbesar dalam hidup. Konon

periode setelah ini (periode ketiga tahun 2015, dst),

syaratnya ditambah yakni Surat Keterangan Catatan

Kepolisian (SKCK), surat keterangan dokter, dan essay on

the spot.

Page 43: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 43/95

 

33 

Maunya semua berkas siap segera. Tapi kenyataan bicara

lain. Aku belum mendapat surat rekomendasi sampai

menjelang deadline. Sempat muncul pikiran untuk

menyerah, lalu mendaftar pada periode ketiga. Bagaimana

tidak, dosen yang aku kenal, yang aku bayangkan akan

memberi rekomendasi secepatnya, sedang berada di

Australia dan baru akan pulang ke Indonesia bulan

berikutnya. Tentu saja ini membuatku kalang kabut. Lalu

aku mencoba tenang. Hari berikutnya muncul ide entah

dari mana. Aku berniat meminta rekomendasi kepadadekan yang hari-hari itu aku bayangkan berada di kampus.

Namun masalahnya aku tidak kenal beliau. Tentu saja

beliau juga tidak mengenalku. Aku memikirkan hal

terburuk, ini tidak mungkin dilakukan.

Tiba-tiba aku teringat satu hal. Aku memang tidak

mengenal dekan, tapi aku punya teman-teman yangmengenalnya. Segera aku kontak dan bertanya bagaimana

caranya supaya aku mendapat rekomendasi dari dekan.

Kabar melegakan disampaikan. Katanya, “Pak Dekan selalu

menerima siapa saja mahasiswa yang berniat mau

melanjutkan studi. Tinggal dibuat draftnya, lalu berikan ke

dekanat, nanti biar dekanat menyampaikan ke Pak Dekan.

Kalau disetujuti akan langsung ditandatangani dekan atau

 jika ada yang kurang, paling minta direvisi”. Aku mengikuti

petunjuk itu, kira-kira katanya akan memakan waktu satu

minggu. Aku sedang berada di pertengahan bulan,

sedangkan deadline di akhir bulan. Segalanya masih aman

sampai aku menyadari ternyata Pak Dekan sedang berada

di Norwegia, seminggu kemudian baru balik, namun

Page 44: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 44/95

 

34 

langsung ke Makassar, tidak ke kampus dulu. Lama aku

menunggu dengan cemas sampai minggu terakhir

sebelum deadline tiba.

Selama 6 hari sebelum deadline, aku bolak-balik ke

dekanat menanyakan kabar surat rekomendasiku. Hari

Jumat 24 April 2015 adalah hari terakhir aku bisa

mendapatkan suratku atau mengubur rencanaku, lalu

mendaftar pada periode selanjutnya saja. Pagi hari aku ke

kampus, menanyakan suratku, belum ada tanda-tandasuratku ditandatangani. Sore hari sebelum selesai jam

kerja, aku datangi lagi, kali ini dengan hati pasrah karena

sudah tidak berharap banyak. Aku menerima suratku

kembali. Dengan penuh keterkejutan bercampur kelegaan

hati aku melihat tandatangan dekan sudah tergores disitu.

Lucu sekali rasanya mengingat diriku dalam kekalutan.

[Surat rekomendasi yang akhirnya ditandatangani Pak Dekan]

Page 45: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 45/95

 

35 

“Kalau tau pasti ditandatangani, kenapa grusa-grusu dan

cemas?” pikirku pada diri sendiri. Masih dengan suasana

lega, aku melihat masih ada kesempatan di penghujung

deadline. Segera aku scan dokumen itu, lalu aku upload.

Lega rasanya, kini waktunya menunggu hasil seleksi

berkas.

*-*

Kalau tidak bisa jadi yang terhebat, jadilah yang

pertama

Pada dasarnya ada beberapa tahapan dalam mengikuti

seleksi beasiswa LPDP. Secara detail sudah dijelaskan

cukup gambalang di websitenya. Disini, aku coba

menyederhanakannya ke beberapa tahap saja, yaitu,

seleksi berkas, verifikasi berkas, Leaderless Group

Discussion (LGD), dan Wawancara. Diantara ketiganya,

tahap wawancara adalah yang terpenting. Apabila lolos

wawancara, peserta boleh dikatakan sudah mencapai 99%

keberhasilan meraih beasiswa. 1 % -nya lagi tinggal

mengikuti Persiapan Keberangkatan (PK) yang didahului

dengan tugas Pra-PK. Asalkan dijalani dengan penuh

semangat dan berjiwa pancasila, PK bakal menjadi tahapyang paling menyenangkan. Bahkan aku sendiri

menganggap tahap yang paling dirindukan. Soal PK nanti

aku ceritakan dibelakang.

Page 46: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 46/95

 

36 

[Dengan penuh harap, aku mendaftar beasiswa LPDP]

Jika semua berkas lengkap, dipastikan peserta akan lolos

seleksi berkas. Namun tidak berhenti disitu. Tahap

selanjutnya adalah verifikasi. Tahap ini perlu diperhatikan

karena tidak sedikit dari peserta yang gugur. Aku

mengikuti proses verifikasi berkas, sekaligus LGD, dan

wawancara di Yogyakarta. Tempatnya di Gedung Dinas

Keuangan Povinsi DIY. Di aula yang disediakan untuk

seleksi berkas, beberapa peserta berkumpul. Setelah

duduk sesuai antrian, tiba giliranku. Tahap verifikasi berkasmensyarakatkan semua peserta membawa berkas yang

asli. Di sampingku, ada salah seorang peserta yang harus

gugur lebih dini karena sertifikat Bahasa Inggrisnya

dibawah standar. Ia berhasil mengupload kelengkapan

dokumen tapi gugur saat verifikasi. Pada tahap verifikasi

ini reviewer benar-benar memperhatikan dokumen asli

yang kita bawa.

Page 47: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 47/95

 

37 

Setelah lolos verifikasi, tahap selanjutnya adalah LGD.

Sebagian peserta mengikuti tahap wawancara terlebih

dahulu kemudian LGD, tergantung jadwal yang diberikan

oleh panitia seleksi. Kebetulan, aku mengikuti tahap LGD

dulu, hari berikutnya baru wawancara. LGD adalah diskusi

kelompok tanpa ada yang berperan sebagai pemimpin

atau dalam hal ini moderator. Definisi ini sering

diperdebatkan, tapi secara substansial kita terlibat dalam

diskusi kelompok. Aku beri tahu yang terpenting dari LGD

adalah diskusi kelompok kita berjalan lancar, tidak heningtapi juga tidak debat, apalagi debat kusir. Satu lagi, diskusi

tidak didominasi oleh segelintir orang saja, tetapi semua

orang dalam kelompok memiliki porsi yang relatif sama

untuk mengungkapkan pendapat.

Dalam proses seleksi beasiswa LPDP, biasanya jumlah tiap

kelompok kisaran 8-10 orang. Kelompokku berjumlah 8orang, yang sudah dibagi oleh panitia berdasar bidang

studi. Satu kelompok terdiri dari peserta dengan latar

belakang keilmuan yang berbeda. Panitia memiliki

beberapa isu, namun hanya satu isu yang akan dibahas

oleh satu kelompok. Waktunya kisaran 30 menit. Saat itu,

sebelum kelompokku masuk ruangan untuk memulai

giliran, aku berada di depan pintu ruangan. Beberapa saat

kemudian para peserta datang. Kami saling berkenalan

dan akhirnya tau bahwa kami satu kelompok. Kesempatan

bertemu dengan peserta lain yang sekelompok dengan

kita sebaiknya dimanfaatkan untuk kenalan, mengetahui

latar belakang keilmuan dan rencana studi. Tapi yang lebih

penting lagi adalah “berkonsolidasi”  dalam artian positif

Page 48: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 48/95

 

38 

mengenai bagaimana berjalannya LGD nanti, misalnya,

siapa yang akan memantik pertama kali, siapa yang akan

mencatat, dan siapa yang akan menyimpulkan. Semua ini

harus dikembalikan lagi ke substansi, yakni memastikan

diskusi berjalan lancar, tidak hening, tidak debat.

[Bersama teman-teman kelompok LGD setelah selesai diskusi]

Tibalah giliran kelompokku masuk ruangan. Reveiewer

memberi pengantar dan memberi lembaran bahan bacaan

yang menjadi topik diskusi kelompok kami. Topiknya

adalah tentang kisruh pembekuan PSSI oleh Kemenpora.

Tentu saja aku shock pertama kali mengetahui topik ini

yang keluar. Tapi setelah melihat sesaat teman-temanku,aku mengerti, diantara kami tidak ada yang menguasai

topik. Namun bahan bacaan itu diberikan sebagai bekal

untuk kita berdiskusi. Sekali lagi substansinya adalah

diskusi itu sendiri. Setelah 5 menit berlangsung dan semua

selesai membaca, aku mengangkat tangan, menjadi orang

pertama yang berargumen.

Page 49: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 49/95

 

39 

Aku sarankan pada kalian yang akan mengikuti LGD untuk

menjadi orang pertama yang berpendapat sebab orang

pertama akan selalu diperhatikan. Esensi dari pendapat

yang diungkapkan memang penting, tapi jika tidak

mengusai topiknya, bisa “diakali” dengan me-review

bacaan dari lembaran yang diberikan saja. Jadi, ketika

membaca, sambil menggaris bawahi bagian-bagian mana

saja yang nanti akan menjadi pendapatmu. Tidak memberi

analisis dan solusi? tak jadi soal, sebab pendapatmu itu

baru pembuka.

*-*

Momentum paling intimidatif yang kita rasakan lenyap

seketika setelah orang melihat karya kita

LGD berakhir dengan tanda tanya besar apakah aku dinilai

baik atau tidak. Tapi aku telah melupakan itu segera sesaat

LGD berakhir. Kini saatnya fokus untuk wawancara

keesokan harinya. Tahap ini adalah tahap yang paling

menentukan karena penilai bertemu langsung dengan

peserta. Mereka benar-benar menguji kita dengan

menggali kepribadian kita, dan ingin mengetahui isi kepala

kita. Namun sebelumnya, aku harus sampaikan kepadakalian yang akan wawancara, untuk tidak menjadikan

pengalamanku sebagai “standar” akan apa yang akan

kalian alami nantinya. Sebab boleh jadi akan sangat

berbeda. Jadikan pengalamanku wawancara ini sebagai

“bahan bacaan” saja. Jadi apabila soal yang dipelajari tidak

keluar dalam ujian, itu hal biasa.

Page 50: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 50/95

Page 51: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 51/95

 

41 

“kedatanganku”. Aku berjalan dengan grogi membawa

goddie bag berisi buku yang pernah aku tulis. ketiganya

menatapku dengan seksama. Itulah salah satu momentum

paling intimidatif dalam sejarah hidupku.

Sampai di depan meja, aku dipersilahkan duduk. Dengan

berusaha tetap tenang, aku meletakkan goddie bag di

samping kakiku. Salah satu reviewer dihadapanku

memperkenalkan diri, lalu memperkenalkan reviewer yang

lain. Aku lupa semua namanya, karena saat itu aku grogidan hanya memikirkan bagaimana agar wawancara ini

berlangsung baik. Namun, yang aku ingat pasti, sebelah

kiri dihadapanku duduk seorang psikolog, di depan

professor bidang ilmu sosial, sebelah kanan sosiolog.

Wawancara dimulai bukan dengan pertanyaan, tapi

permintaan untuk mempresentasikan diriku dan cerita

mau studi kemana. Aku memulai dengan menyebutkannamaku, lalu bercerita minat studiku. Aku bercerita dalam

bahasa Indonesia karena ditanya dengan bahasa

Indonesia.

Pertanyaan kedua, aku ditanya dengan bahasa Inggris,

maka aku jawab dengan bahasa Inggris semampuku. “Why

Stockholm?”, aku masih ingat pertanyaan ini, karena jawabanku digali terus, tampaknya tidak pernah

“memuaskan”. Pertanyaan terus berlanjut ke pertanyaan

lain yang lebih banyak diajukan oleh sosiolog ini.

Semuanya tentang studiku, rencana risetku, pekerjaanku

saat itu, dan karierku setelah studi. Tak ada satupun

pertanyaan tentang kepribadianku, kisah cinta misalnya,

Page 52: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 52/95

 

42 

atau rencana menikah, yang aku bakal kelabakan

menjawab kalau diprobing. Setelah beberapa menit yang

terasa sebentar padahal lama, sang psikolog akhirnya

bertanya. Ia memulai pertanyaan dengan memuji esaiku.

“Saya tertarik dengan esaimu”, katanya. Sebagaimana

disampaikan diawal, salah satu berkas yang harus diupload

adalah 3 esai. Salah satunya esai tentang „Sukses terbesar

dalam hidup‟. Entah ia tertarik betulan atau ingin

mengetahui sikapku kalau dipuji. Aku sadar aku sedang

berhadapan dengan psikolog.

Aku harus sampaikan bahwa psikolog menilai dari sudut

pandang yang sering kali kita tak sangka. Ia bisa menilai

dari reaksi spontan kita, gerak tubuh, ekspresi selama

wawancara, dan bahkan melalui tulisan. Tampaknya

psikolog yang menilaiku banyak mengambil penilaian

lewat tulisan. Aku melihat ia tak terlalu “peduli” dengan jawaban yang aku berikan. Secara kebetulan, esaiku yang

menarik perhatiannya adalah tentang „sukses terbesar

dalam hidupku‟. Mengenai esai ini, aku sarankan pada

kalian untuk menulis esai secara jujur, kaitkan kesuksesan

itu dengan nilai (value), bukan materi (money), sebab yang

menilai persepsi kita tentang kesuksesan adalah psikolog

bukan ekonom, misalnya.

Menjelang akhir wawancara, reviewer didepanku bertanya

tentang apa aktivitas sosial yang aku lakukan. Aku

ceritakan saja pengalaman terlibat dalam komunitas yang

bernama Leisure Community. Aku harus katakan bahwa

kemungkinan terbesar, keberhasilanku dalam wawancara

Page 53: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 53/95

 

43 

ditentukan ketika menjelang akhir wawancara. Sesaat

sebelum selesai, aku ditanya mengenai LOA. “Sudah punya

LOA?”, dengan yakin aku menjawab “sudah”. Saat itulah

aku teringat pada goddie bag di samping kakiku. Aku

keluarkan LOA, lalu tanpa diminta, aku juga sodorkan buku

yang sudah aku bawa. Itulah karya yang aku punya sejauh

ini. Entah kenapa, atmosfer di meja itu mendadak serasa

menghangat. Apalagi ketika tiga reviewer itu melihat

karyaku. Sebuah kekuatan dari “alat peraga”.

*-*

Berlayar bersama Ekspedisi Nusantara Jaya, berlabuh

di Sagara Jayasvarna

Waktu menunggu pengumuman hasil wawancara relatif

lama, kira-kira 3 minggu. Tentu saja aku sibuk

menganggur. Meskipun menganggur aku tidak tenang,

karena cemas-cemas berharap menunggu hasil

pengumuman. Aku berusaha menghilangkan kecemasan

itu tapi tidak bisa. Akhirnya aku coba ikut-ikutan berlayar

bersama Ekspedisi Nusantara Jaya (ENJ), program rintisan

dari Kemenko Kemaritiman untuk anak-anak muda

dengan tujuan mengenalkan Indonesia kepada pendudukdi pulau-pulau terluar di Indonesia. Kebetulan saat itu

pendaftaran dibuka untuk pelayaran bulan Juni. Peminat

ENJ sangat banyak, sehingga pelayaran dibagi ke

beberapa rute. Aku berharap terpilih sebagai salah satu

yang terlibat untuk mengelilingi nusantara. Tapi nasib

membawaku untuk berkeliling di area Kepulauan Seribu.

Seperti biasa, aku terima apa adanya. Sebuah anugerah

Page 54: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 54/95

 

44 

karena aku belum pernah ke sana. Apalagi di ENJ aku

mendapat teman-teman baru.

[Bersama teman-teman Ekspedisi Nusantara Jaya wilayah

pelayaran Kepulauan Seribu]

Lagi-lagi sebuah kebetulan menimpaku. Hari

keberangkatan ENJ bersamaan dengan hari pengumumanbeasiswa LPDP. Pagi hari ketika sinyal full, aku

mengaktifkan internet, mencari-cari hasil seleksi.

Sayangnya, belum diumumkan. Siang hingga malam, aku

kehilangan sinyal karena pergi ke pelabuhan Muara Angke,

Jakarta untuk persiapan berangkat paginya. Tidak ada

akomodasi penginapan karena ini program ristisan yang

penuh dengan kekurangan. Terpaksa aku dan beberapa

teman tidur di masjid pelabuhan di Muara Angke. Dengan

diselimuti dingin aku terus berdoa, semoga hasilnya baik.

Aku mengaktifkan handphone, mendapatkan sinyal

internet tapi tidak stabil. Saat itu baru saja selesai sholat

Maghrib. Sambil berharap, aku mendapati sedikit koneksi

internet, notifikasi Whatsapp berangsung-angsur masuk.

Page 55: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 55/95

 

45 

Sebagian grup aku buka, namun karena sinyalnya payah

aku tak bisa langsung merespon.

Sebagian pesan dari teman-teman aku baca, isinya ucapanselamat bahwa aku lolos seleksi wawancara. Tanpa berpikir

panjang aku langsung masuk kembali ke dalam masjid,

bersujud dan menangis. Mataku berlinang, segera aku

usap karena tak ingin orang lain tau. Batinku mengharu,

sungguh anugerah yang tidak pantas aku terima. Tanpa

sempat klarifikasi, aku percaya saja pada teman-temankuyang memberi kabar baik ini. Menjelang tengah malam,

aku keluar menuju sekitaran pelabuhanan sampai

mendapatkan sinyal yang lebih kuat. Akhirnya aku

download sendiri pengumuman hasil wawancara dan

mendapati namaku benar-benar tertera di sana. Langsung

aku mengabarkan keluarga.

[Masjid di Muara Angke, tempat aku mendapat keajaiban lolos

seleksi beasiswa LPDP]

Page 56: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 56/95

 

46 

Esok paginya aku diselimuti bahagia bercampur haru. Aku

berbaring di bagian depan kapal menatap langit pagi yang

biru cerah bersiap menuju Pulau Harapan di Kepulauan

Seribu. Seolah-olah nama pulau itu sudah ditakdirkan

untukku. Akupun pergi berlayar dengan penuh suka cita.

Pada saat tiba di Pulau itu aku langsung membalas pesan

masuk yang sejak kemarin sempat tertunda. Ucapan

terimakasih tak habis-habisnya aku ungkapkan pada

mereka yang berada disisiku selama aku berjuang.Merekalah teman-teman yang sesunguhnya. Selama

ekspedisi, aku seringkali membuka email untuk

mengetahui update terbaru dari LPDP. Tak sabar aku

menanti tahap selanjutnya, yang konon paling dirindukan,

Persiapan Keberangkatan (PK).

[Aku dan teman-teman ENJ di Pulau Harapan]

Page 57: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 57/95

Page 58: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 58/95

 

48 

Semangat kemaritiman dipadukan dengan keemasan yang

menjadi cita-cita bersama peraih beasiswa LPDP.

[Personil angkatan PK 37 LPDP]

Tahap PK didahului oleh tahap Pra-PK, dimana para

awardee berinteraksi, bersinergi, dan berkolaborasi

melaksanakan tugas-tugas Pra-PK sekaligus persiapan PK.

Oleh karena kami berlokasi berjauhan, media online

menjadi satu-satunya sarana yang digunakan. Mulai dari

milis email, aplikasi sosial media, dan sms atau telepon

kami gunakan dalam rangka menggarap tugas Pra-PK.

Kecuali para awardee yang berada di satu kota, kami tidak

bisa bertatap muka.

Kopdar adalah sarana tatap muka awardee di tiap kota.

Oleh karena aku di Yogyakarta, aku bergabung dengan

kopdar Yogyakarta. Momentum kopdar menjadi

kesempatan untuk saling mengenal. Persiapan apa saja

yang dibutuhkan untuk melaksanakan PK juga menjadi

topik pembahasan. Selebihnya kami makan-makan dan

foto-foto.

Page 59: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 59/95

 

49 

[Kopdar penerima beasiswa LPDP di Yogyakarta]

Periode Pra-PK boleh dibilang lebih panjang ketimbang PK

itu sendiri. Tugas Pra-PK memiliki fungsi laten mempererat

hubungan sesama awardee se-angkatan. Nilai-nilai LPDP

 juga dimanifestasikan dalam diri awardee melalui tugas-tugas itu. Namun itu semua baru terasa ketika PK, dimana

awardee seangkatan bertemu dan bertatap muka, dan

 juga setelah PK ketika semua awardee menyebar ke

negara dan universitas tujuan masing-masing. PK sendiri

hanya berlangsung 6 hari. Bayangkan saja, lama kami

menunggu untuk dipertemukan, lalu bertemu hanya

sebentar, kemudian dipisahkan kembali. Siapa yang tidakdidera penyakit rindu? Sungguh kejamnya PK!

Tepat di hari kemerdekaan yang ke 70 Republik Indonesia,

PK Sagara Jayasvarna resmi dibuka. Lokasinya di Wisma

Hijau, Depok. Dua hari sebelumnya aku telah tiba di

Jakarta untuk mempersiapkan diri. Satu angkatanku

berjumlah 127 orang yang dibagi ke dalam beberapa

Page 60: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 60/95

 

50 

kelompok selama PK. Sebanyak 127 pelaut itu akan

menyebar ke seluruh penjuru dunia dalam hitungan hari.

PK berisi tentang materi-materi mengenai kepemimpinan,

profesionalisme, sinergi, dan kebangsaan. Ada yang

diselenggarakan dalam bentuk diskusi kelas, outbond,

kunjungan ke institusi, dan seminar. Semua itu

menyenangkan dan menggugah selera, tapi yang paling

menarik bagiku adalah mengenal teman-teman satu

angkatan. Sudah lama aku ingin punya teman seperti

mereka. Ingin sekali aku mengenal semuanya, tapi waktu 6hari terlalu singkat. Maka setelah rampung PK aku hanya

bisa melamun dan mengajukan pertanyaan bodoh, “kapan

PK lagi?” 

[Aku tergabung dalam kelompok PK yang selalu meneriakkan yel-

 yel “Kapten! Kapal kita oleng Kapten!”] 

Hidup berjalan tidak selalu seperti yang kita inginkan,

bahkan sering kali berbeda atau bertolak belakang. Sering

Page 61: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 61/95

Page 62: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 62/95

 

52 

BAGIAN III

KISAH KEDATANGANKU DI

SWEDIA

 

Page 63: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 63/95

 

53 

emang benar kata orang, perjalanan paling berat

ke luar negeri bukan ketika kita naik pesawat

menuju negara tujuan, tetapi melangkahkan kaki

dari rumah ke stasiun. Langkah pertama keluar rumah

adalah yang terberat dari ribuan langkah yang aku jalani,

sebab disitulah aku benar-benar harus rela meninggalkan

orang-orang yang aku sayangi; keluarga, saudara, dan

teman-teman. Harga yang harus dibayar untuk sebuah

perjalanan semacam itu terlalu mahal, tak bisa dibeli

dengan uang.

Aku melangkahkan kaki ke stasiun jauh sebelum hari-H

keberangkatan, dari rumahku di kota kecil di Batang

menuju Stasiun Pekalongan. Dari Pekalongan aku

langsung menuju ibukota Jakarta. Sengaja sebulan

sebelum keberangkataan aku memilih tinggal di sebuah

kosan di Jakarta untuk mempersiapkan diri mengikuti PKbeasiswa LPDP sebagai rangkaian syarat wajib yang harus

diikuti awardee sebelum secara legal berstatus sebagai

penerima beasiswa.

Bulan Agustus 2015 barangkali menjadi bulan paling

menentukan dalam sejarah hidupku. Selain karena di bulan

itu aku harus meninggalkan tanah air, aku juga harusmempersiapkan diri untuk tinggal di negeri asing, di tanah

Viking yang kini dikenal dengan nama Skandinavia. Swedia

adalah negara yang aku tuju. Untuk setidaknya dua tahun

ke depan, aku akan tinggal di kota Stockholm „the Capital

of Scandinavia‟. Aku akan studi sosiologi di Stockholm

University.

M

Page 64: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 64/95

 

54 

Bagian ini akan menceritakan kisahku sejak keberangkatan

sampai hari-hari pertama kedatanganku di Stockholm

yang ternyata penuh dengan peristiwa-peristiwa

mengejutkan dan diluar dugaan. Sengaja baru aku

ceritakan sekarang karena khawatir membuat orang-orang

yang aku sayangi cemas jika sejak awal sudah tau keseruan

yang aku alami.

*-*

Meski belum mendapat tempat tinggal, aku tetapberangkat

Persiapanku berangkat ke Swedia penuh dengan

kekurangan. Selain karena belum mendapat kepastian

berangkat tahun ini dari pihak pemberi beasiswa, jadwal

perkuliahan yang aku terima sangat mepet dengan jadwal

PK oleh LPDP. Sedemikian mepetnya sampai aku harus

merelakan tidak ikut Orientation Week sejak awal.

Ditengah kekalutan, diselimuti ketidakpastian, aku harus

mengambil keputusan tak peduli nantinya bagaimana.

Sebulan sebelumnya, aku memutuskan pergi ke kantor

Kedutaan Besar Swedia di Jakarta untuk mengajukan

Resident Permit atau kartu ijin tinggal. Setelah berputar-putar mencari kantor kedutaan di bilangan Mega

Kuningan itu, akhirnya sampai juga aku di ruang tunggu.

Resident Permit merupakan kartu pengganti Visa bagi

siapapun yang akan tinggal lebih dari 3 bulan di Swedia.

Jadi, kalau-kalau aku diijinkan berangkat tahun ini,

dokumen penting itu sudah siap.

Page 65: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 65/95

 

55 

[Ruang tunggu di Kedutaan Besar Swedia di Jakarta]

Selasa, 25 Agustus 2015 pukul 17:45 adalah jadwal

penerbanganku dari Jakarta ke Stockholm, dengan transit

di Doha, Qatar. Tiket pesawat aku beli sendiri, uang dari

hasil pinjaman yang nanti aku ganti setelah beasiswa cair.

[Boarding Pass Jakarta-Doha-Stockholm]

Page 66: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 66/95

 

56 

Dengan mengantongi Resident Permit dan tiket pesawat,

sedikit lagi aku boleh berangkat. Tinggal satu dokumen

tak kalah penting yang harus diurus yaitu kontrak

beasiswa. Rencana keberangkatanku tidak pernah

sempurna. Apalagi sampai hari-H keberangkatan, aku

masih disibukkan oleh usaha mencari kos-kosan (housing)

di sana. Lelah mencari setelah meng-email ribuan kali, aku

memutuskan mencari tumpangan sementara. Untung saja

ada Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Swedia, yang siapsedia memberi bantuan bagi yang mau studi.

Satu-persatu aku tanyakan kepada mereka dimana aku

bisa tinggal untuk sementara. Malam sebelum

penandatanganan kontrak beasiswa, ada salah seorang

anggota PPI Swedia yang dengan rela bersedia

memberikan tumpangan untukku menginap, namanyaSatu Cahaya Langit.

[Chattinganku dengan Satu. Aku mendapat pencerahan setelah

cukup lama kebingungan]

Page 67: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 67/95

 

57 

Aku harus menyebut namanya di sini karena ia telah

berbaik hati memberi tumpangan untukku menginap.

Bahkan di malam pertama ketadanganku, aku

dipersilahkan tidur di kasur, dan ia tidur di karpet. Setelah

mendapat kepastian dimana aku tinggal untuk sementara,

aku menandatangani lembaran beasiswa. Hari

keberangkatan sudah semakin dekat, Keluarga dan

saudaraku menyusul ke Jakarta untuk melepas

kepergianku ke Eropa.

[Bersama ibu dan kakakku di Bandara Soetta]

*-*

“Jangan sampai ketinggalan pesawat, jangan sampai

kehabisan uang” 

Itulah pesan kakakku didetik-detik terakhir menjelang

keberangkatanku. Perjalanan ini adalah perjalanan

Page 68: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 68/95

 

58 

pertamaku ke luar negeri. Tanpa pengalaman sama sekali

aku merasa antusias namun sekaligus was-was. Semua

dokumen penting seperti Resident Permit dan Passport

aku jaga baik-baik. Uang dalam dompet beserta kartu

ATM-nya aku simpan rapat-rapat dalam tas hitam kecil

yang selalu aku selempangkan di depan. Aku jaga semua

barang-barang bawaanku yang penuh baju hangat karena

diingatkan berulang-ulang Eropa sangat dingin. Satu

koper, satu tas carrier yang biasanya dipakai orang naik

gunung, dan satu tas gendong, menjadi bawaanku. Pintugerbang keberangkatan pesawat Qatar Airways telah

dibuka, aku berlari ke ruang tunggu, masuk pesawat,

duduk, dan memandang kagum suasana cabin.

Perjalanan dari Jakarta ke Stockholm memakan waktu total

sekitar 18 jam, sudah termasuk transit 3 jam di Doha.

Perbedaan waktu membuat perjalanan seakan lebih cepat.Tepat tengah malam waktu setempat, aku tiba di Bandara

Doha. Negeri gurun yang berubah penampilannya menjadi

super-modern karena minyak ini konon memiliki airport

paling sibuk di dunia. Sesaat setelah turun dari pesawat,

aku berjalan masuk ke bagian scanning metal dan logam.

Seperti penumpang lainnya, barang-barang yang

mengandung unsur logam harus dilepas. Bagiku, melepas

sabuk menjadi hal yang paling merepotkan. Setelah

dianggap aman, aku berjalan ke depan mengambil

barang-barang yang di scan. Tapi dimana sabukku?

Sepertinya aku kehilangan sabukku. Untuk beberapa saat

aku tidak kemana-mana, menunggu semua pemeriksaan

barang beres. Repot juga kalau aku harus pakai celana

Page 69: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 69/95

 

59 

kendor dan sabukku terbawa penumpang lain. Tidak

berapa lama, akhirnya aku menemukannya terselip di

samping tas salah satu penumpang terakhir. “This is my

belt”, kataku langsung mengklaim, “ya it‟s not mine” kata

penumpang bermuka Arab ini dengan ekspresi datar.

Masuk ke bandara Doha, aku disambut boneka Tedy Bear

raksasa. Sepertinya boneka ini menjadi ikon airport, tapi

apa artinya? Waktu 3 jam sebenarnya masih cukup untuk

keliling airport sejenak, memuaskan rasa kagumku padaairport raksasa ini. Tapi, karena masih takut ketinggalan

pesawat, aku memutuskan mencari ruang boarding dulu

untuk penumpang yang transit ke Stockholm, baru

kemudian jalan-jalan.

[Boneka Tedy Bear raksasa di Bandara Doha, Qatar]

Papan digital penunjuk arah ruang boarding yang aku tuju

menunjukkan durasi waktu untuk mencapai ke sana.

Page 70: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 70/95

 

60 

Terpampang jelas disitu bahwa ke tempat tujuan

memakan waktu 45 menit. Tanpa banyak berpikir aku

bergegas jalan menuju tempat tujuan. Karena khawatir

kesasar, lalu menanggung resiko bisa kehabisan waktu di

„jalan‟, aku mencari ruang boarding sambil setengah

berlari. Akhirnya sampai juga. Masih ada waktu sekitar 2

 jam untuk menunggu penerbangan ke Stockholm. Tapi

airport itu terlalu luas untuk dikelilingi.

Sambil menunggu, aku aktifkan handphone sembariberharap mendapat koneksi internet gratis. Keinginanku

bersambut, aku mendapatkannya! Lalu aku buka salah satu

grup whatsapp yang berisi pesan penting karena terkait

pencarianku pada housing di Stockholm. Salah seorang

mahasiswa yang sudah setahun di sana memberi informasi

bahwa ada mahasiswa lain yang membuka tawaran untuk

menyewakan roomnya selama sebulan. Aku segeramengontaknya, menuliskan kondisiku saat ini dan minatku

pada tawaran itu. Bahkan ditengah perjalanan menuju

negara tujuan, aku masih mencari tempat tinggal!

Khusyuk mengutak-utik keypad, mikrofon di atasku

memecah keheningan, mengabarkan bahwa pesawat

menuju Stockholm telah siap diterbangkan. Parapenumpang mengantri masuk ke pemeriksaan tiket.

Ditengah antrian, aku melihat diriku paling berbeda.

Berbeda dengan perjalanan sebelumnya, aku tak lagi

melihat muka-muka orang Indonesia, apalagi Jawa. Saat

berada pada situasi seperti itu, aku baru benar-benar

merasakan bahwa aku pergi sendirian ke negara asing.

Page 71: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 71/95

 

61 

Rasanya seperti menginggalkan semua yang kumiliki. Aku

melihat diriku bukan siapa-siapa lagi karena tanpa siapa-

siapa aku pergi. Baru kali ini aku benar-benar merasa

sendirian. Kini, untuk kedua kalinya, aku naik Qatar. Seperti

yang biasanya aku lakukan dalam perjalanan, aku berusaha

menganggap orang-orang se-perjalanan bukanlah orang

asing. Tentu saja, aku tidak akan bicara pada semua orang.

Tapi memahami hukum kerumunan, berada di satu tempat

bersama menuju suatu tempat bersama. Di pesawat, aku

sering kali tersenyum sendiri keheranan, bisa-bisanya akuterbang bersama Qatar Airways menuju Stockholm.

*-*

Merasa gumun berada ditengah kerumunan para bule

Pagi hari kira-kira pukul 6. Dari jendela pesawat aku lihat

kabut putih tipis menyelimuti bangunan dari kaca. Aku

telah tiba di Arlanda, bandara internasional Stockholm.

Ditengah kerumunan penumpang lain, aku turun dari

pesawat, kakiku agak bergetar melangkah keluar. Akhirnya

aku mendarat di Swedia! Sepanjang lorong menuju

pemeriksaan visa dan passport, aku masih terkagum,

merasa ini hanya mimpi. Dengan identitas lengkap, akuberjalan mulus ke bagian pengambilan koper. Berusaha

sabar namun tetap gelisah menanti dua koperku yang tak

kunjung tiba. Tinggal sedikit koper yang tersisa. Aku mulai

cemas bukan main, khawatir kalau-kalau terjadi sesuatu

dengan koperku. Langsung saja aku mendatangi petugas

terdekat dan menanyakan apakah terjadi sesuatu dengan

koperku karena aku belum melihatnya dari tadi. Petugas

Page 72: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 72/95

 

62 

itu menunjuk ke arah depan, tempat alternatif penerimaan

barang-barang penumpang yang melalui pemeriksaan

khusus. Di situ aku menemukan koperku.

[Bandara Arlanda, Stockholm]

Selanjutnya aku harus menemukan tempat yang tak kalah

penting sebelum keluar dari airport; kios penukaran uang.

Dengan berbekal uang cash 300 USD aku bisa menukarnya

dengan uang sekitar 2400 Kronor (sekitar 4 juta rupiah),

mata uang yang berlaku di negara ini. Aku menunggu

giliran, di depanku, seseorang yang tampaknya dari Asia

Tengah, bertanya padaku; “Sri Lanka?”,  aku tak tau apa

maksudnya “sorry, I don‟t get it, what do you mean?”, “Areyou from Sri Lanka?”,  katanya. “No, I am Indonesian”.

Dalam hati aku bergumam, mungkin wajahku mirip orang

Sri Lanka. Kami kemudian bercakap sejenak. Aku tak ingat

namanya, tapi ia juga baru sampai di Stockholm untuk

memulai kuliah di Universitas Umea, yang belakangan aku

tahu letaknya di sekitar lingkaran Arktik, tempat tinggal

beruang kutub.

Page 73: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 73/95

 

63 

Di dompetku masih tersimpan mata uang rupiah sejumlah

ratusan ribu. Tampaknya tidak terpakai disini, tidak bisa

pula ditukar dengan kronor karena tidak laku. Tanpa tau

arah kemana dan naik apa untuk sampai ke pusat kota,

uang benar-benar barang yang paling aku jaga. Aku harus

segera mengontak temanku yang akan menemuiku

sekaligus memberi tumpangan menginap sementara.

Nomor bawaan yang aku pakai tak berlaku, harus diganti

dengan provider lokal, maka aku butuh wifi. Untung saja,

ada wifi gratis di salah satu kios di bandara. Kiosbertuliskan Pressbyran di atasnya. Sebut saja „Indomaret‟-

nya Swedia. Aku berdiri disamping retail itu, menghubungi

temanku.

[Pressbyran, tempat wifi gratis]

“Naik Flygbussarna, menuju City Terminalen, tiket bisa

dibeli di airport”, demikian pesan yang aku terima. Aku

menuju tempat pembelian tiket. Tertera tulisan

Flygbussarna di depannya. Dengan yakin aku langsung

mengantri beli tiket itu. Tiba giliranku untuk

Page 74: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 74/95

 

64 

menyampaikan maksudku. Petugas tiket bertanya dengan

bahasa lokal, tentu saja aku tak paham sama sekali.

Dengan bahasa Inggris yang terbata-bata, aku jelaskan

maksudku untuk membeli tiket bus ke City Terminalen. Ia

melirik ke dompetku. Rupanya setengah tak percaya kalau

aku punya kronor. “What time the bus will come up?”

tanyaku. “It will be in 2 minutes, but you have to walk to

the bus stop, so it will be 10 minutes to come”. Aku benar-

benar masih ingat dialog ini, karena ketika aku sampai di

pemberhentian bus, tepat 10 menit kemudian bus tiba.Tepat waktu adalah kesan pertamaku berada di negara ini.

Sepanjang perjalanan menuju pusat kota, aku terus

tersenyum sendiri. Melihat Eropa rasanya benar-benar

seperti mimpi.

[Pemandangan menuju City Terminalen]

Page 75: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 75/95

 

65 

Bus tiba di City Terminalen, pusat kota Stockholm. Di sini

aku janjian bertemu temanku. Angin dingin berhembus

kencang menyambutku turun dari bus.

[Aku tiba di City Terminalen]

Aku mencari-cari ruang tunggu yang berada di dalam

gedung untuk berlindung. Eropa memang dingin, apalagi

Stockholm berada di Eropa utara yang lebih dingin

dibanding Eropa daratan lainnya. Masih terkagum-kagum,aku berjalan diantara kerumunan para bule. Banyak sekali

bule berlalu lalang di sini. Perempuan dan laki-lakinya

tinggi-tinggi, pakaiannya modis-modis. Aku tak akan

 jelaskan detail bagaimana warna rambut, mata, dan kulit

rata-rata orang di sini, karena sekarang bukan jaman

baheula. Siapapun bisa melihatnya di internet. Berada di

tengah kerumunan para bule benar-benar mengesankan.

Page 76: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 76/95

 

66 

“Apanya yang mengesankan?”  Aku sendiri tak tau,

mungkin hanya rasa gumun yang berlebihan saja sehingga

sebaiknya kusembunyikan rapat-rapat. Nyatanya di sini

banyak beredar orang-orang dengan warna kulit berbeda

yang memberi kesan kehidupan masyarakat yang

multikultur.

Setelah menunggu beberapa menit, aku bertemu Satu

Cahaya Langit. Senang sekali rasanya bertemu teman baru

di sini. Ia pernah bekerja di sini setahun sebelum kembalilagi untuk studi. Sedikit banyak ia tau tentang Stockholm,

sehingga aku mulai banyak bertanya tentang kehidupan

sehari-hari orang-orang sini. Kami meneruskan perjalanan

menuju apartemennya. Agar tidak rancu, aku jelaskan

terlebih dahulu bahwa apartemen di sini boleh diistilahkan

sama dengan kosan di Indonesia. Karena kosan di sini

memang berupa apartemen yang air kran-nya bisa

diminum. Perjalanan menuju apartemen menggunakan

Tunnelbana atau sebut saja kereta bawah tanah.

[Kereta bawah tanah di Stockholm]

Page 77: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 77/95

 

67 

Namun sebelumnya, aku harus beli kartu yang namanya

Storstockholm Localtrafik (SL) di kios SL. Kartu SL ini

berlaku untuk periode tertentu, tak peduli berapa kali

melakukan perjalanan dalam kota, selama masa berlaku

belum habis, tiket bisa dipakai kemana-mana.

Istimewanya, tiket itu bisa dipakai untuk transportasi

umum lain selain kereta bawah tanah, seperti; trem atau

bus, kereta listrik atau KRL, dan kapal ferry. Sistem

transportasi umum yang sudah terintegrasi memudahkan

mobilitas orang-orang di sini untuk menjelajah sampai kepelosok kota. Beginilah sistem transportasi publik ala

walfare state.

[Kios SL di pusat kota Stockholm]

Saat itu pukul 11 siang, kami sudah sampai di apartemen.

Tampak dingin di luar meskipun matahari masih bersinar

cerah. Setelah istirahat sejenak, aku diajak ke sebuah

Page 78: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 78/95

 

68 

apartemen lain di daerah yang bernama Skogas yang

katanya biasa jadi tempat berkumpulnya mahasiswa

Indonesia yang studi di Stockholm.

[Bertemu teman-teman PPI Swedia di Skogas, Stockholm]

Di situ juga akan diadakan latihan perdana tari saman

untuk acara kebudayaan di Stockholm. Aku datang dan

berkenalan dengan mahasiswa asal Indonesia yang studi

di sini. Oleh karena semuanya latihan tari saman, maka

tanpa beban sama sekali aku ikut nimbrung.

*-*

Kadang kita harus memulai sesuatu yang baru tidak

dari nol, tapi dari minus

Rasa lelahku dikalahkan oleh kenikmatan melihat Eropa.

Malam pertama di Stockholm, hawa dingin bertiup

Page 79: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 79/95

 

69 

lumayan menusuk. Dengan dibungkus pakaian hangat

lengkap dengan kaos kaki, aku tidur di kasur. Esok pagi,

aku harus ke kampus menyusul ikut program Orientation

Week yang sudah berlangsung sejak aku belum tiba di

Stockholm. Orientation Week adalah program tidak wajib

tapi terlalu penting untuk di lewatkan. Aku hanya bisa

bergabung dengan program-progam sisa, yakni

pengenalan perpustakaan universitas, dan touring keliling

kota Stockholm. Bangun tidur, langsung aku bersiap pergi

ke kampus. Tak disibukkan dengan bawaan apa-apakecuali tas berisi buku dan alat tulis serta pakaian untuk

melindungi tubuhku dari udara dingin di luar. Ada sesuatu

yang kurang dan tampaknya sangat penting sekali; aku tak

melihat dompetku yang biasanya ada di dalam tas kecil

yang selalu aku selempangkan. Sambil mencari, aku

berusaha mengingat-ingat kapan terakhir kali aku

mengeluarkan dompet. Barang berharga dalam dompet

itu hanya uang, ATM, dan KTP. KTP tidak penting karena

tidak laku di sini, tapi kalau ATM benar-benar hilang,

sumber finansialku benar-benar terputus!

Tak kunjung ketemu, aku mengubah rencanaku dari

menghadiri Orientation Week ke main petak umpet

dengan dompet. Aku yang jaga. Untuk beberapa saat, aku

harus melupakan sejenak anggapan bahwa Stockholm

adalah salah satu ibu kota paling aman di Eropa. Paris dan

Barcelona konon katanya memang rawan copet, tapi di

sini, silahkan menilai sendiri. Seperti biasanya, dalam

kekalutan, aku mencoba tenang. Tampaknya bukan

kecopetan, cuma lupa menaruh, sebab, setelah

Page 80: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 80/95

Page 81: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 81/95

 

71 

Petugas Lost and found benar-benar mencatat setiap

barang yang diterima. Konon katanya setiap hari ada

sekitar 300 barang hilang yang diterima, kebanyakan

berupa kunci dan dompet. Sambil mencoba peruntungan,

aku datangi tempat itu, dan menjelaskan detail kronologi

dimana terakhir kali aku memegang dompetku. Hasilnya?

nihil!

Misi pencarianku belum selesai. Keesokan harinya, aku

harus temukan kios SL untuk memastikan apakah adadompet tertinggal di sana. Tapi misi ini bakal berhenti

total begitu saja kalau yang menjalankan tidak bisa

kemana-mana. Maka aku pinjam uang temanku 500

Kronor (sekitar 800 ribu rupiah) untuk melaksanakan misi

sekaligus tentu saja menyambung napas. Harus kuakui di

sini, aku memulai semuanya tidak dari nol, melainkan dari

minus. Tapi ada perasaan sedikit ganjil karena aku takpanik sama sekali sejak pertamakali mendapati dompetku

tak ada. Hanya kebingungan sesaat yang tampaknya lebih

karena aku tak tahu arah, bukan karena sesuatu yang

hilang.

Pelayaranku baru saja dimulai! Aku mendatangi

Departemen yang menangani Lost and found, kali ini lebihbesar lingkupnya karena mencakup area kota. Di kantor

itu, aku duduk manis mengantri, menunggu seorang

nenek yang sedang laporan kuncinya hilang. Lama sekali

nenek itu melapor dengan bahasa lokal yang aku tak

mengerti. Akhirnya petugas itu mengeluarkan beberapa

kunci yang salah satunya adalah kunci miliknya. Mendapati

Page 82: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 82/95

 

72 

benar itu kuncinya, nenek itu langsung berteriak pelan

bahagia, seolah bertemu cucunya setelah bertahun-tahun

tak berjumpa. Kini giliranku melapor. Setelah menceritakan

kronologi kejadiannya, petugas itu mencari cukup lama di

beberapa laci dan lemari tempat barang-barang hilang

ditaruh. Ia juga mengidentifikasi dengan memasukkan

nama lengkapku di data arsip di komputernya. Hasilnya?

Nihil. Berusaha tak ambil pusing, aku berjalan menuju

pintu keluar, melihat peta menuju kampus, ikut

Orientation Week!

[Mengikuti tour kota Stockholm bersama mahasiswa

internasional Stockholm University]

Berbekal arahan orang lain, papan penunjuk arah, dan

tentu saja google map, akhirnya sampai juga aku di

Stockholm University. Aku menatap kampusku dengan

kagum yang tiada habis-habisnya. Sambil berjalan menuju

Page 83: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 83/95

 

73 

papan peta kampus, aku masih merasa seperti mimpi.

Papan peta kampus dikerumuni banyak orang, “banyak

mahasiswa baru yang masih kebingungan” pikirku dalam

hati sedikit menghibur diri bahwa aku tak sendirian di sini.

[Suasana di area kampus dihari pertamaku tiba]

Aktivitas kampus akan dimulai segera setelah Orientation

Week selesai. Artinya tidak ada jeda sama sekali. Aku

menghadiri kuliah perdana dengan antusias. Kelas

pertama dibuka dengan perkenalan, lalu langsung masuk

ke materi. Aku mengenal beberapa mahasiswa

internasional dalam satu kelas yang datang dari Pakistan,

Page 84: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 84/95

 

74 

Jerman, dan Spanyol. Sisanya warga Swedia. Aku satu-

satunya mahasiswa Indonesia di kelas itu. Kelas pertama di

kampus banyak diisi dengan diskusi. Aku mendapati diriku

diam saja. Kemampuan bahasa Inggris yang pas-pasan ini

sukses membuatku merasa inferior. Tapi seusai kelas aku

seringkali mendekati dosen untuk bertanya langsung apa

yang tidak aku mengerti. Dihari-hari pertama kuliah, aku

benar-benar minder bicara di kelas.

*-*Sensasi senasib-seperantauan menumbuhkan rasa

kekeluargaan

Hari-hari pertama di Swedia, banyak sekali undangan

acara yang aku terima. Salah satunya, undangan dari Pak

Dubes. Tiap tahun, keduataan RI di Swedia mengadakan

acara penyambutan mahasiswa baru yang akan memulai

studi. Kali ini acara diselenggarakan di Wisma Duta,

tempat tinggal Pak Dubes di Swedia. Acara yang pasti ada

makan-makannya ini sangat penting bagi mahasiswa baru

dan sangat menarik bagi mahasiswa lama. Di sini aku

bertemu teman-teman mahasiswa dari Indonesia yang

sedang dan akan memulai studi di Swedia. Bertemumereka rasanya seperti bertemu anggota keluarga yang

terpisah. Ada sensasi senasib-seperantauan yang mengikat

sehingga menimbulkan rasa kekeluargaan.

Page 85: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 85/95

 

75 

[Wisma Duta, tempat diselenggarakan penyambutan mahasiswa

baru]

Pak Dubes memberi sambutan berisi cerita tentang

kehebatan Swedia. Mulai dari cerita dibalik ikon-ikon

terkenal seperti IKEA, Volvo, Oriflame, SAAB, Scania,

Ericsson, dan Zlatan Ibrahimovic, sampai dengan karakterkhas orang Swedia yang reserved, toleran, menghargai

privasi orang, dan ramah, Pak Dubes sampaikan dengan

cerita mengalir dan enak didengar. Materi tentang

hubungan kedepan Swedia-Indonesia juga disampaikan

melalui cerita berupa pengalaman-pengalaman

sebelumnya.

Page 86: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 86/95

 

76 

[Penyambutan mahasiswa Indonesia di Swedia oleh Pak Dubes]

Selesai acara, aku beserta rombongan mahasiswa pergi

menuju ke satu-satunya pemberhentian bus yang terdekatdari Wisma Duta. Tiba-tiba aku ingat, kartu SL ku sudah

habis masa berlakunya. Ketika bus tiba, semua rombongan

naik, aku berada di barisan paling belakang. Tiket yang

sudah habis itu terdeteksi kalau memang benar-benar

expired. Tentu saja aku balik badan memutuskan turun

dari bus. Tapi supir bus memanggil, menyuruhku naik saja.

“All of them are your friend?” ia bertanya seolahmemastikan aku tidak ditinggal teman-temanku, karena di

tempat pemberhentian bus itu, tidak ada tempat untuk

memperpanjang masa berlaku tiket. Artinya kalau aku

tidak naik bus, aku harus jalan sampai menemukan tempat

penjualan tiket SL. “Yes, I am with them”  jawabku. Bus

 jalan, aku duduk di belakang supir, lalu berdiri karena

Page 87: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 87/95

 

77 

dipanggil dan ditanya; “Where are you from?”, “Indonesia,

it is just my second week to be here” jawabku. Supir yang

berbaik hati mempersilahkanku naik busnya tanpa tiket itu

menjelaskan tentang sistem ticketing di Swedia. Katanya,

 jika ada pemeriksaan tiket, dan aku ketahuan tidak

membawa tiket, aku akan didenda sebesar 1400 Kronor

(sekitar 2,3 juta rupiah). Pihak keamanan akan melapor ke

universitas, surat denda akan sampai di tempat dimana

aku tinggal dalam hitungan hari. “What!? I will get fined

here?” tanyaku mengira akan ada pemeriksaan tiketsekarang juga. “no no no, you are with me, but next time if

you caught not having any ticket, you get fined”. 

[Bus di Swedia]

Bus gratis berhenti di stasiun Tunnelbana, kami semua

turun. Ketika turun, teman-teman bertanya apa yang aku

bicarakan dengan supir bus tadi. Maklum saja, selama

perjalanan aku tidak duduk, berdiri terus di samping supir

mendengar ceramahnya. Beberapa teman menuju stasiun

kereta bawah tanah melanjutkan perjalanan. Aku berjalan

Page 88: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 88/95

 

78 

di belakang bersama temanku Winda Pasadena dan

Mustafa Kamal. Aku sebutkan nama mereka karena kepada

mereka aku ceritakan bahwa aku memulai semuanya dari

minus. Winda dengan baik hati meminjamkan uangnya

padaku untuk beli tiket kereta menuju Skansen. Skansen

adalah salah satu taman terkenal di Stockholm yang

dipenuhi museum dengan arsitektural klasik, dimana kami

akan berkumpul dalam rangka sesi perkenalan internal PPI

Swedia wilayah Stockholm. Sejak mengenal teman-teman

PPI, aku tak lagi merasa asing di sini. Swedia bukan laginegeri antah berantah, Eropa tak jauh-jauh amat dari

tanah air.

[Sesi perkenalan dengan PPI Swedia di Stockholm]

Page 89: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 89/95

 

79 

Rupanya kabar tentang „aku memulai semuanya dari

minus‟ dengan cepat menyebar dan  sampai di telinga

ketua PPI Swedia wilayah Stockholm Muhammad Iqbal. Ia

berinisiatif sendiri membantuku dengan mencarikan

pinjaman uang. Seminggu kemudian, aku dipinjami 2000

Kronor (sekitar 3,3 juta rupiah). “Tidak ada jangka waktu

kapan harus dikembalikan” katanya. Minggu pertama dan

kedua di sini, penuh dengan peristiwa-peristiwa tak

terduga. Seperti menerjang ombak di atas kapal oleng, aku

berpegangan kuat menerobos ombak. Tanpa tempattinggal, tanpa uang, aku benar-benar berada di atas kapal

oleng. Sayangnya, aku sendiri kaptennya. Orang bilang

“kapal tidak dibuat untuk sekadar bersandar di dermaga”.

Maka ada alasan jelas kenapa aku harus bertahan.

*-*

Beriku gelombang kan kuterjang, beriku perompak ku

tetap menang!

Minggu berikutnya, orang penting yang mengatur skema

pembiayaan kuliahku datang berkunjung ke Stockholm.

Direktur LPDP beserta rombongan didampingi Pak Dubes

menemui sejumlah mahasiswa yang tengah studi diStockholm. Aku adalah salah satu peserta yang hadir,

duduk manis mendengar arahan beliau mengenai „tugas-

tugas kenegaraan‟ agar jangan sampai dilupakan. Dalam

kesempatan itu, kami juga sampaikan tentang sistem

pendidikan di Swedia dan peluang-peluang yang harus

dibuka oleh pemerintah pada anak-anak muda Indonesia

agar kedepannya makin banyak lagi mahasiswa Indonesia

Page 90: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 90/95

 

80 

datang ke sini untuk studi. Negara-negara di Skandinavia

telah dikenal memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia.

Dalam pertemuan itu, hadir pula beberapa masyarakatIndonesia yang telah lama tinggal di Swedia. Salah satunya

yang mengubah kondisiku di sini adalah Bu Srie. Temanku

yang duduk di sebelaku Dhani Saputra mengenalkanku

pada Bu Srie setelah ia tau aku belum mendapat tempat

tinggal di Stockholm. Pertemuanku dengan Bu Srie

mengawali fase kehidupanku yang baru di Stockholm. Akuharus sampaikan kebaikan Bu Srie yang telah

mempersilahkanku untuk menyewa salah satu kamar di

apartemennya.

[Apartemen tempat dimana aku tinggal]

Page 91: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 91/95

 

81 

Bu Srie tinggal bersama suaminya, Pak Rauf, yang baru

saja pensiun. Mereka memiliki tiga kamar, dua diantaranya

disewakan. Aku menyewa salah satu kamarnya dengan

biaya setengah dari rata-rata harga sewa kamar di

Stockholm. Di kota yang dikenal dengan biaya hidupnya

yang sangat tinggi ini, aku mendapat harga sewa kamar

yang murah. Bu Srie dan Pak Rauf memang dikenal suka

menyewakan kamar dengan harga dibawah rata-rata

untuk mahasiswa yang tengah studi. “cuma bantu-bantu,

apalagi cari kamar di kota ini memang sulit” katanya,ketika aku tanya kenapa harganya miring. Aku tinggal

bersama Bu Srie dan Pak Rauf seperti keluarga.

Beberapa hari sebelum pindah ke kamar baru, aku

berkemas memastikan jangan sampai ada barang yang

tertinggal di apartemen tumpanganku. Saat berkemas

itulah, aku menemukan salah satu kartu ATM terselipdalam buku tabungan. Ini adalah keberuntungan besar

karena artinya aku tersambung kembali dengan sumber

finansial. Rasanya seperti bisa bernapas kembali setelah

beberapa saat berada di ruang bawah tanah tanpa

oksigen. Aku langsung tarik tunai untuk melunasi hutang-

hutangku.

Dalam hitungan hari, aku mendapati diriku dalam keadaan

punya uang dan tempat tinggal. Kini aku telah berubah

dari kehidupan minus, menjadi plus-plus. Keajaiban

memang selalu datang dari arah yang tidak disangka-

sangka. Aku langsung mencukupi kekuranganku dan

memulai hidup baru di sini. Aku membeli buku, jalan-jalan

Page 92: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 92/95

 

82 

dengan teman-teman baru menyusuri pusat keramaian

kota sambil menikmati keindahan arsitektur khas Eropa.

Aku minum kopi di cafe-cafe eksotik di Stockholm, belanja

kebutuhan sehari-hari di IKEA, mencicip ragam kuliner

khas ala Skandinavia. Aku juga mulai terlibat di berbagai

kegiatan kampus, mendaftar kelas Bahasa Swedia, dan

aktif di PPI Swedia wilayah Stockholm. Godaanku kini lebih

berat karena punya uang. Aku minta doa pada kalian

semoga bisa jaga diri dan tidak kalap, tetap fokus pada

studi agar hasilnya baik.

[Berkumpul dan makan malam bersama teman-teman di kampus]

Tiga minggu sudah aku berada di sini. Ombak sudah

tampak tenang, bahkan berayun dengan lembut,

mengayunkan kapalku menuju ke suatu tempat dimana

Page 93: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 93/95

 

83 

aku akan berlabuh. Tapi ternyata belum terlihat setitikpun

daratan di sekeliling. Perjalananku tampaknya masih jauh.

Aku tau di depan masih banyak ombak yang harus

kuterjang. Pelayaran ini akan penuh dengan keseruan-

keseruan lain tak terduga. Namun dengan spirit Sagara

Jayasvarna, aku siap membawa „Kapal Oleng‟ ini

menerjang ombak-ombak berikutnya.

[Selamat datang di Swedia!]

Sekian catatan perjalan yang bisa aku ceritakan.

Terimakasih aku ucapkan kepada semua yang telah

meluangkan waktu membaca ebook ini. Selalu aku

doakan, bagi mereka yang sedang berjuang untuk

melanjutkan studi, semoga segera datang kesempatan

yang ditunggu-tunggu. Dengan setia aku menunggu

Page 94: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 94/95

 

84 

komentar para pembaca, baik kritik maupun saran, agar

lebih baik lagi kedepannya nanti. Tack!

Page 95: Kapal Oleng

8/16/2019 Kapal Oleng

http://slidepdf.com/reader/full/kapal-oleng 95/95

PENULIS

Sidiq Hari Madya, lahir di Batang pada 17Oktober 1989. Sewaktu masih bayi pernah

dibawa orang tuanya ke Solo, lalu dibawa ke

Jakarta, menikmati masa kecil di ibukota

sampai kelas 2 SD. Kelas 3 pulang ke

kampung kelahiran, melanjutkan sekolah

sampai lulus SMA. Setelah tamat, pindah ke

Kota Gudeg Jogja melanjutkan studi S1 Sosiologi. Sekarang

tinggal di Stockholm untuk studi S2 Sosiologi juga. Sidiq suka

mengamati perilaku orang-orang yang dianggapnya menarik

untuk dijadikan inspirasi. Hobinya kadang membaca kadang

menulis, kalau capek tidur, kalau bosan seringkali pergi ke luar

atau nongkrong di cafe. Catatan kekinian tentang kegiatan

kesehariannya sering ia unggah melalui akun instagramnya

@sidiqharim