Upload
dothuan
View
247
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
KAPASITAS DAN KEWENANGAN LURAH DALAM MENGELUARKAN
SURAT KETERANGAN WARIS
Skripsi
DiajukankepadaFakultasSyariahdanHukumuntukmemenuhi
Salah SatuSyaratUntukmemperolehGelarSarjanaSyariah (S.H)
Oleh:
TAUFIQ REZEKY SARAGIH
NIM : 1111044100005
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTASSYARIAH DANHUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
ii
KAPASITAS DAN KEWENANGAN LURAH DALAM MENGELUARKAN
SURAT KETERANGAN WARIS
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi
Salah Satu Syarat Untuk memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.H)
Oleh:
TAUFIQ REZEKY SARAGIH
NIM : 1111044100005
Pembimbing
Sri Hidayati, M.Ag
NIP. 19710215 199703 2 002
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DANHUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayyatullah Jakarta.
2. Sumber-sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil
jiplakan dari karya orag lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta 06April2016
Taufiq Rezeky Saragih
iv
ABSTRAK
Taufiq Rezeky Saragih, NIM 1111044100005, “ KAPASITAS DAN KEWENANGAN
LURAH DALAM MENGELUARKAN SURAT KETERANGAN AHLI WARIS” , Program Studi Peradilan Agama, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
1437H/2016M Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan-permasalahan Surat
Keterangan Waris yang dibuat oleh Lurah sebagai Pemerintah setempat. Latar belakang Skripsi
ini adalah apakah Lurah yang sebagai pejabat politik memilki kapasitas dalam pengeluaran Surat
Keterangan Waris.
Mengenai kewenangan dan kapasitas Lurah dalam mengeluarkan Surat Keterangan Waris bagi
masyarakat yang ada di sekitarnya . Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kepustakaan dan
lapangan, yang mengkaji dari kasus yang berkaitan dengan penelitian. Metode yang di gunakan
dalam penelitian ini menggunakan yuridis normative dengan spesifikasi penelitian yaitu
deskriptif. Teknik pengumpulan data yang di gunakan adalah data primer yang di peroleh dari
Peraturan perundang-undangan data sekunder berupa buku-buku, kitab-kitab, dan karya tulis
ilmiah.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif. Selanjutnya ada tiga bahan hukum
yang digunakan dalam penelitian ini, yakni bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan
bahan non-hukum. Berdasarkan hasil penelitian penulis menunjukkan bahwa, sebagian besar
Lurah yang sudah diteliti tidak memiliki kapasitas (ilmu kewarisan Islam) yang memadai dalam
mengeluarkan Surat Keterangan Waris.
Hal ini dibuktikan dengan kasus yang terjadi yang berkaitan dengan Surat Keterangan Waris
yang dikeluarkan oleh Kelurahan Jatirahayu, yang mengakibatkan terjadinya konflik antara
keluarga yang bersangkutan, ini merupakan salah satu akibat kurang mengertinya Lurah dalam
ilmu kewarisan Islam, sehingga Lurah dengan mudah memberikan Surat Keterangan Waris
kepada Pemohon tanpa harus mencari bukti yang lebih kuat lagi.
Kata Kunci : Hukum Waris, Kapasitas, Dan Kewenangan Lurah dalam pengeluaran SKW
Pembimbing : Sri Hidayati, M.Ag
v
K A T A P E N G A N T A R
Puji syukur kehadirat Allah semesta alam, tidak ada kata yang pantas di ucapkan selain
rasa syukur akan segala nikmat yang diberikan oleh Allah SWT, baik nikmat kesehatan, nikmat
Islam, nikmat Iman, dan juga nikmat diberikan umur yang berkah. Sehingga kita masih bisa
melaksanakan segala aktivitas kita sebagai manusia yang taat terhadap perintah Allah, dan
menjauhi segala larangan Allah SWT. Semoga saya, dan kita semua termasuk golongan hamba
Allah yang benar-benar bertaqwa kepada Allah SWT, dan akan masuk kedalam syurga Nya
bersama orang-orang yang beramal sholeh.
Sholawat dan salam mari kita sampaikan kepada baginda kita Muhammad SAW, yang
tidak ada bandingannya, membuat hukum dengan kemaslahatan yang mengelilinginya,
menegakkan hukum dengan penuh kebersihan akal dan jiwa sehingga setiap keputusan sesuai
dengaan yang disyariat oleh Allah SWT, sehingga tidak ada yang menentangnya. Semoga
sholwat dan salam menolong hamba pada saat penghakiman di akhirat kelak.
Penulisan skripsi ini bukan lah akhir dari studi penulis lakukan mudah-mudahan penulis
akan terus melanjutkan ketingkat yang lebih tinggi lagi. Itu semua penulis persembahkan kepada
al-marhum ayahanda dan ibunda tercinta semoga Allah, memelihara serta memberikan nikmat
terbaik Nya. Kepada kakak-kakak dan abang-abang semoga kita dilancarkan segala urusan kita,
amin
Tidak lupa juga, penulis sampaikan terimakasih kepada orang-orang yang turut
mempengaruhi hamba dalam mendewasakan penulis, yang terhormat.
vi
1. Dr. Asep Saepuddin Jahar MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah.
2. Dr. H. Abdul Halim MA. ketua Program Studi PA dan Arif Purqon MA..selaku
sekretaris Program Peradilan Agama UIN Syarif Hidayatullah
3. Sri Hidayati M.Ag selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi ini dengan penuh
kesabaran, ke ikhlasan, serta ketelitian beliau.
4. Dr. KH. A. Juani Syukri Shofia. Lc. MA selaku dosen pembimbing akademik dari
semester satu hingga semester akhir perkuliahan.
5. Segenap Staf Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya
dosen Program Studi Peradilan Agama yang telah memberikan ilmu pengetahuan dengan
tulus ikhlas, semoga ilmu pengetahuan yang saya dapatkan dapat bermanfaat.
6. Terima kasih juga buat abanganda abdul karim munthe yang telah meluangkan waktunya
untuk membimbing dalam penulisan skripsi ini dan sudah memberikan masukan-
masukan dalam penulisan ini, semoga abanganda abdul karim munthe diberikan
kemudahan oleh Allah dalam segala hajat dan cita-cita.
7. Buat orang tua saya, al-marhum ayah terima kasih banyak atas perjungan dan doa serta
motivasinya buat anak mu ini semoga anak mu ini menjadi anak yang bermanfaat dan
menjadi anak yang sholeh yang mendoakan kedua orang tua. Dan buat umi tercinta
terima kasih juga atas kasih dan sayang serta nasehat, bimbingan, yang sudah umi
berikan kepada anak umi ini, sehingga semua berjalan dengan baik. Dan juga buat
saudara-saudaraku terimakasih atas dukungan dan semangatnya yang tidak pernah
padam, serta doa dan kasih sayangnya, khususnya buat adik saya Zay Saragih.
8. Temen-temen Peradilan Agama angkatan 2011 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
9. Temen-temen seperjuangan Muhammad Azhar Rizki Dlmt, Mukhsin, Fisal Tanjung, Izul
Hsb yang bersama-sama berjuang dalam melanjutkan Studi diperguruan tinggi di ibu kota
ini.
10. Keluarga besar IKRH Jabodetabek, KMSU, HIMLAB Jakarta Raya, yang telah
memberikan ilmu, dan yang paling utama sudah menerima saya sebagai saudara di
perantauan ini.
11. Temen-temen kos “Pria Sejati” Roni Binsar Pasaribu, Selamet Riyadi, Faisal Hrp,
terima kasih sudah memberikan semangat dan sudah saling berbagi,
12. Bitoku, terimakasih atas doa, harapan, serta nasehat, arahan, perhatian, dan juga
waktunya buat saya karena sudah menemani selalu dalam penulisan skripsi ini, semoga
hajat dan cita-cita kita dipermudah oleh Allah SWT.
Akhirnya penulis sampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis
tuliskan satu persatu, semoga doa dan harapan kita semua dikabulkan oleh Allah SWT, Amin.
Wabillahi taufiq walhidayah wassalamualaikum Wr. Wb
Jakarta 06-April-20
Taufiq Rezeky Saragih
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………… i
PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………………………….. ii
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………. iii
LEMBAR PERNYATAAN………………………………………………………. iv
ABSTRAK………………………………………………………………………… v
DAFTAR ISI………………………………………………………………………. Vi
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………… 1
A. Latar Belakang Masalah…………………………………….. 1
B. Identifikasi Masalah………………………………………… 8
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah……………………….... 9
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………… 10
E. Tinjauan Pustaka……………………………………………. 11
F. Metode Penelitian…………………………………………… 12
G. Sistematika Penulisan……………………………………….. 13
BAB II HUKUM KEWARISAN ISLAM………………………………… 15
A. Dasar-dasar hukum waris……………………………………….. 15
1. Al-Quran……………………………………………………. 15
2. HadistNabi…………………………………………………. 20
B. Ahli Waris dan Pembagiaannya………………………………..... 22
vii
1. Hubungan Kekerabatan……………………………………... 23
2. Hubungan Perkawinan………………………………………. 28
C. Contoh pembagian menurut Kewarisan Islam……………………. 30
BAB III MACAM-MACAM INSTANSI YANG BERWENANG DALAM
MENGELUARKAN SURAT KETERANGAN WARIS………… 34
A. Peradilan Agama………………………………………………... 34
1. Kewenangan Peradilan Agama………………………………. 34
2. Prosedur Penetapan Ahli Waris dalam Peradilan Agama ……. 37
B. Peradilan Negeri……………………………………………….... 40
1. Kewenangan Peradilan Negeri………………………………… 40
2. Prosedur Penetapan Ahli Waris dalam Peradilan Negeri ……… 42
C. Kelurahan………………………………………………………… 43
1. Pengertian Lurah…………………………………………......... 43
2. Kewenangan Lurah………………………………………......... 43
3. Prosedur dalam mengeluarkan keteranganWaris……………... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN: PENGETAHUAN LURAH DALAM
ILMU WARIS DAN IMPLIKASINYA…………………………...... 48
A. Kompetensi Lurah Dalam Ilmu Waris…………………………... 48
B. Kasus gugatan Surat KeteranganWaris
Yang di keluarkan oleh Lurah…………………………………….. 57
viii
C. Analisis Penulis……………………………………………………. 65
BAB V PENUTUP…………………………………………………………….. 70
A. Kesimpulan………………………………………………………… 71
B. Saran-saran………………………………………………………… 72
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………… 74
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum alam menetapkan tidak semua apa yang kita miliki saat ini akan
bertahan menjadi milik kita untuk selamanya, akan tetapi kepemilikan manusia
hanyalah bersifat sementara, selama manusia itu masih hidup. Ketika manusia sudah
meninggal harta yang ditinggalkan akan beralih kepada orang lain dengan ketentuan
hukum yang berlaku.
Oleh karena tidak ada seorangpun yang menjamin dia akan hidup selamanya
dan pada akhirnya semua manusia akan kembali kepada Allah, maka perlu persiapan
dan aturan-aturan yang harus diperhatikan tentang hak waris, atau siapa saja sebagai
ahli waris, agar tidak terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan bersama. Maka sebagai
Negara hukum kita patut untuk mengetahui aturan-aturannya.
Kewarisan dalam pelaksanaanya merupakan salah satu cara dari penggambaran
diatas. Kewarisan merupakan proses peralihan dan pergantian kekuasaan terhadap
sesuatu kepada yang lain . Hal ini bertujuan untuk mencapai kesejahteraan dan
kedamaiaan anatar sesama manusia.
Waris adalah berbagai aturan tentang perpindahan hak milik seorang yang
telah meninggal dunia kepada ahli warisnya, dalam istilah lain, waris juga disebut
2
dengan faraid, yang artinya bagian tertentu yang dibagi menurut agama Islam kepada
semua yang berhak menerimanya.1
Ahli waris dalam hukum waris dibagi dalam dua kategori besar: asabah atau
keturunan melalui pihak laki-laki dan ahl al-faraid atau mereka yang berhak atas
bagian yang jumlahnya telah ditentukan’(selanjutnya: fard). Kategori yang pertama,
meliputi semua laki-laki yang memiliki hubungan dengan pewaris , khususnya
melalui jalur laki-laki: (1) Putera dan keturunannya (2) Bapak dan kakek-kakeknya;
(3) Keturunan bapaknya; (4) Keturunan kakek dari jalur bapaknya; (5) Keturunan
buyut dari jalur bapak, dan seterusnya keatas. Seorang anggota dari kelas yang lebih
tinggi akan menghalangi anggota-anggota lain yang tingkat kedekatannya dengan
pewaris lebih jauh. Misalnya putera menghalang cucu laki-laki.2
Pewarisan itu hanyalah terjadi mengenai hubungan-hubungan yang terletak
dalam lapangan hukum harta kekayaan dan orang yang mewariskan saja, fungsi dari
yang mewariskan yang bersifat pribadi atau yang bersifat hukum keluarga (misalnya
suatu perwalian) tidak lah beralih.3
Hukum kewarisan Islam atau yang dalam kitab-kitab fiqih biasa disebut faraid
adalah hukum kewarisan yang diakui oleh umat Islam dalam usaha mereka
menyelesaikan pembagian harta peninggalan keluarga yang meninggal dunia. Di
1 Beni Ahmad saebani, fiqih mawaris,pustaka setia Bandung, cetakan 1. Tahun 2009.h.1.
2 David S. Powers, Peralihan kekayaan dan politik kekuasaan lkis Yogyakarta, cetakan 1,
tahun 2001, h. 10
3 H,F.A. Vollamar, Pengantar studi hukum perdata, Tahun 1992, h. 375
3
beberapa negara yang berpenduduk beragama Islam faraid telah menjadi hukum
posotif, meskipun hanya berlaku disaudi Arabia.
Hukum kewarisan diakui dan dijalankan oleh umat Islam seluruh dunia
terlepas dari perbedaan bangsa, negara maupun latar belakang budayanya . Pada masa
sebelum faraid atau hukum kewarisan Islam dilaksanakan, biasanya mereka telah
melaksanakan aturan tertentu berkenaan dengan pembagian warisan berdasarkan adat
istiadat yang menjadi hukum tak tertulis diantara mereka. Hukum tak tertulis itu
dirancang dan disusun oleh nenek moyang mereka berdasarkan apa yang baik dan
yang adil menurut mereka dan disampaikan kepada generasi berikutnya secara lisan
dari mulut kemulut.4
Berbicara tentang waris, diantara hal penting yang perlu dibahas selain dari
pewaris dan harta peninggalan ialah ahli waris sebab, seperti yang dikemukakan para
ahli hukum Islam ada tiga unsur dalam kewarisan yaitu: ahli waris, harta peninggalan
simayit, dan sipewaris. Pewaris ialah setiap orang yang meninggal dan meninggalkan
harta kekayaan, sedangkan ahli waris ialah orang yang bernisbah (memiliki akses
hubungan) kepada simayit karena ada salah satu dari beberapa sebab yang
menimbulkan kewarisan .5 Tirkah atau harta peninggalan yang ditinggalkan oleh
pewaris yang harus dibagikan kepada ahli waris.
4 Amir Syarifuddin, hukum kewarisan islam, PRENADA MEDIA, tahun 2004, hal. 34
Pada dasarnya , tidak ada perbedaan hukum Islam dan system hukum lainnya mengenai
defenisi/ batasan tentang ahli waris, pewaris, (lihat misalnya: al-Sayyid Sabiq, op. cit. , jil . 3, hal. 606;
Surini Ahlan sjarif, inti Asari hukum waris menurut bergerjlik Wetboek, 1983, Jakarta; ghalia, hlm.
17)
4
Dalam pembagian harta waris sudah diatur demikian rupa dalam al-Quran,
tepatnya dalam surah al-Nisa (4): 7, 8, 11, 12 , 33 dan 176. Dibandingkan dengan
ayat-ayat hukum yang lain, ayat-ayat hukum waris adalah merupakan ayat-ayat
hukum al-Quran yang paling tegas dan rinci isi kandungannya. Ini pasti ada
hikmahnya mengapa al-Quran begitu tegas dalam pembahasan harta waris. karena
masalah waris yang sangat penting, dimana kebanyakan manusia yang salah faham
karena mereka tidak mengerti dengan tata cara pembagian harta waris, sehingga
banyak terjadi perselisihan dan pertengkaran antar sesama keluarga.
Selain menentukan siapa yang berhak menjadi hak waris, berapa bagian
masing-masing ahli waris, dan berapa harta peninggalan simayyit (tirkah) boleh
dibagi, ayat-ayat hukum kewarisan juga tampak eksplisit maupun implisit
memastikan jaminan keharusan kaum perempuan (terutama ibu, istri dan anak
perempuan bahkan saudara perempuan dalam kondisi tertentu) untuk mendapatkan
warisan. Jaminan hak-hak itu termaktub dalam (QS . An-Nisa (4);11-12.6
Pembagian waris berdasarkan Kompilasi Hukum Islam secara umum, seperti
halnya ketentuan umum dalam waris barat, namun ahli waris yang berhak menerima
peralihan warisan harta peninggalan pewaris tidak hanya berdasarkan adanya
hubungan darah dan hubungan perkawinan seperti halnya dalam konsep waris barat.
Dalam pasal 171 huruf c KHI ditegaskan bahwa yang disebut ahli waris adalah orang
yang pada saat pewaris meninggal.
6 Muhammad Amin Suma, Hukum keluarga Islam didunia Islam,( PT Raja Grafindo
Persada, tahun 2015,hal.118)
5
1. Memiliki hubungan darah dengan pewaris
2. Memiliki hubungan perkawinan dengan pewaris, duda atau janda,.
3. Beragama Islam
4. Tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
Selain empat criteria yang ditentukan oleh Kompilasi Hukum Islam tersebut,
sebenarnya masih ada satu hal lagi yang menimbulkan kewarisan, yaitu hubungan
antara majikan dan budak yang dimerdekakan, sesuai dengan al-Quran surah an-Nisa
(4): ayat 33. Namun demikian, dengan terhapusnya perbudakan, kondisi tersebut
hampir tidak mungkin terjadi didalam masyarakat modern.7
Kemudian hubungan hukum waris Islam dengan hukum waris nasional juga
berkaitan tata cara pembagian harta waris dan siapa saja yang menjadi ahli waris
berikut haknya masing-masing. Muhammad Jawad Mughniyah mengatakan bahwa
berbagai macam hak yang terkait wasiat yang dikeluarkan dari sepertiga harta
peninggalan tersebut mencukupi, atau yang dikeluarkan dari sepertiga harta
peninggalan tersebut mencukupi atau yang dikeluarkan dari harta pokok, yang terdiri
dari berbagai jenis. Kalau harta peninggalan tersebut mencukupi, hal-hal tersebut
harus tertunaikan selengkapnya, sedangkan sisanya, termasuk dari kelebihan dari
yang diwasiatkan, menurut kesepakatan para ulama mazhab, dibagikan kepada ahli
7 Irma Devita Purnama Sari, Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Hukum
Waris, cetakan 1 bandung, tahun 2012, hal.31-32.
6
waris, akan tetapi, bila harta peninggalan tidak mencukupi, maka yang lebih penting
yang harus didahulukan. Demikian seterusnya sesuai dengan kepentingan.8
Di Indonesia sendiri sudah mengatur harta waris dan penetapan ahli waris
demi ketertiban administrasi, sehingga terhindar dari hal-hal yang tidak di inginkam
oleh ahli waris, karena adanya surat keterangan ahli waris, maka seluruh ahli waris
lebih tenang dan tidak merasa takut lagi adanya sengketa tentang siapa yang berhak
menjadi ahli waris.
Dan adapun yang berwenang membuat surat keteranga waris yaitu dibagi
menjadi tiga golongan, adanya penggolongan penduduk Indonesia sejak zaman
Belanda menyebabkan perbedaan bentuk dan pejabat yang berwenang membuat
keterangan surat waris. Berdasarkan Surat Keputusan Departemen Dalam Negeri
Direktorat Pendaftaran Tanah No.DPT/12/63/12/69 juncto pasal 111 Ayat 1 C Point
4 PMNA No 3/1997, dibedakan siapa saja yang berwenang dalam membuat
keterangan waris tersebut adalah.
1. Untuk penduduk golongan Eropa dan WNI keturunan Tionghoa, keterangan
waris dibuat Notaris.
2. Untuk penduduk pribumi, Keterangan Waris dibuat cukup dibuat dibawah
tangan, yang disaksikan dan dibenarkan oleh Lurah dan dikuatkan oleh
Camat.
8 Beni Ahmad Saebani mengutip pendapat Muhammad Jawad Mughniyah, fiqih mawaris,
cetakan 1 bandung, pustaka setia, 2009, hal.101.
7
3. Untuk WNI keturunan Timur Asing (India atau Arab) yang berwenang
membuat keterangan waris adalah balai harta peninggalan.9
Berdasarlan Keputusan Departemen Dalam Negeri Direktorat Pendaftaran
Tanah No. DPT/12/63/12/69 juncto pasal 111 Ayat 1 C point 4 PMN No 3/1997,
sudah jelas bahwa memilki wewenang untuk mengeluarkan surat keterangan ahli
waris. Dan pengadilan agama juga memiliki kewenangan dalam penetapan ahli waris
bagi agama yang beragama islam, itu terdapat pada pasal 49 huruf b UU No. 3
tahun 2006 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1998 tentang peradilan
Agama (“ UU Peradilan Agama”) disebutkan bahwa:
“…Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memerikasa, memutuskan,
dan menyelesaikan perkara tingkat pertama bagi orang-orang yang
beragama islam dibidang: b. waris
Dengan adanya UU. Tentang kewenangan Pengadilan Agama tentang
penetapan ahli waris, maka disini ada dualisme antara pengadilan agama dan kantor
kelurahan.
disinilah yang menjadi sumber masalahnya ketika lurah diberi wewenang
dalam masalah waris tersebut karena sepengetahuan kita Lurah adalah jabatan politik,
dan tidak semua lurah mengerti tentang hukum waris. Dan akhirnya dengan
kewenangan yang dimilki Lurah tersebut menimbul konflik atau sengketa seperti
yang terjadi di kantor Kelurahan Jatirahayu No. 390 / XII / 2009 yang mana Lurah
9 Irma Devita Purnama Sari, kiat-kiat cerdas, dan bijak memahami masalah hukum waris,
cetakan 1 bandung, tahun 2012, hal. 89.
8
tersebut mengelurkan Surat Keterangan Waris yang diminta oleh suami al-marhum.
Padahal masih ada ahli waris yang tercantum dalam Keterangan Ahli Waris
tersebut.inilah masalah yang akan saya teliti dengan judul. “ KAPASTAS DAN
KEWENANGAN LURAH DALAM MENGELUARKAN SURAT
KETERANGAN WARIS.”
B. Identifikasi Pembatasan dan Perumusan masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan Surat Keputusan Departemen Dalam Negeri Direktorat
Pendaftaran Tanah No. DPT/12/63/12/63 juncto pasal 111 Ayat 1 C point 4 PMNA
No. 3/1997, dijelaskan bahwa untuk penduduk pribumi , keterangan waris cukup
dibuat dibawah tangan, yang disaksikan dan dibenarkan oleh Lurah dan dikuatkan
oleh Camat setempat.
Dari Keputusan Departemen Dalam Negeri tersebut sudah jelas bahwa Lurah
memiliki wewenang dalam mengeluarkan Surat Keterangan Waris, namun yang
menjadi masalahnya adalah apakah Lurah memiliki kapasitas yang cukup atau
memiliki pengetahuan yang memadai dalam penetapan ahli waris, karena tidak
semua Lurah memiliki ilmu tentang kewarisan, sehingga yang penulis takutkan
kekeliruan dalam menetapkan ahli waris.
2. Pembatasan masalah
Untuk menghindari adanya kekeliruan dalam memahami masalah yang akan
dibahas, dirasakan perlu mengadakan pembatasan masalah dan perumusan masalah
tersebut sesuai dengan judul yang dimaksud. Maka penulis memberikan batasan
9
masalah dalam penelitian ini hanya terfokus pada konsep dan kapasitas Lurah sebagai
pejabat yang berwenang dalam menetapkan ahli waris dalam pembagian harta waris.
Rumusan masalah
Sehubungan dengan permasalahan di atas dan untuk memudahkan penulis
dalam penulisan skripsi ini, maka rincian rumusan masalah skripsi adalah sebagai
berikut:
a. Apakah Lurah memilki kapasitas umtuk mengeluarkan Surat Penetapan Ahli
Waris ?
b. Bagaimana cara Lurah dalam menetapkan ahli waris ?
c. Bagaimana kekuatan hukumnya?
C. Tujuan dan manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui kapasitas Lurah dalam mengeluarkan Surat Keterangan
Waris.
b. Untuk mengetahui bagaimana cara Lurah dalam menetapkan ahli waris.
c. Untuk mengetahui kekuatan Hukum Surat Keterangan Waris yang
dikeluarkan oleh Kelurahan.
2. Manfaat Penelitian
Selain tinjauan sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini
juga diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis,
antara lain:
a. Secara Teoritis
10
Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang hukum Islam, baik
materil maupun formil dan menambah khazanah pengetahuan dibidang
hukum waris.
b. Secara Praktis
Sebagai referensi bagi akademisi dan memberikan kejelasan pada masyarakat
pada umumnya tentang kewenangan Lurah dalam menangani kasus kewarisan
khususnya penetapan harta waris atau dalam penetapan ahli waris.
D. Tinjauan Pustaka
Berkaitan dengan tujuan pustaka mengenai judul yang hendak penulis teliti,
disini penulis menemukan sebuah tulisan yang membahas tentang waris yaitu:
Irma Devita Purnamasari, SH, M.kn, kiat-kiat cerdas, mudah, dan bijak
memahami masalah hukum waris dan diterbitkan oleh kaifa PT. Mizan pustaka. Buku
ini juga membahas masalah pengeluaran Surat Keterangan Ahli Waris yang
dikeluarkan pejabat Negara yang berwenang.Berdasarkan Surat Keputusan
Departemen Dalam Negeri Direktorat Pendaftaran Tanah. DPT/12/63/12/69 juncto
pasal 111 Ayat 1 huruf C point 4 PMNA No 3/1997, dibedakan siapa saja yang
berwenang membuat Keterangan Waris. Pembagian kewenangan tersebut adalah:
1. Untuk penduduk golongan Eropa dan WNI keturunan tionghoa, keterangan
Waris dibuat dihadapan Notaris.
2. Untuk penduduk pribumi waris cukup dibawah tangan, yang disaksikan dan
dibenarkan oleh Lurah dan dikuat kan oleh Camat setempat.
11
3. Untuk WNI Keturunan Timur Asing (India Arab), yang berwenang membuat
Surat Keterangan Waris adalah balai Harta peninggaln.
Yaitu Kapasitas dan wewenang Lurah dalam mengeluarkan Surat Keterangan
Ahli Waris.
E. Metode Penelitian
Dalam menyusun skripsi ini, penulis menggunakan metode sebagai berikut:
1. Metode Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan
yuridis normatif dan sosiolegal.
2. Jenis Penelitian
Adapun dalam penulisan skripsi ini penulisan menggunakan metode deskriptif
analisis yakni menggambarkan dan memaparkan secara sistematika tentang apa yang
terjadi obyek penelitian kemudian dilakukan analisis yang dilakukan melalui
pendekatan kualitatif, yakni menggambar dengan kata-kata, ungkapan, norma aturan-
aturan dari fenomena yang diteliti.10
3. Metode Pengumpulan Data
a. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan sebagai referensi untuk menunjang keberhasilan penelitian
yakni meliputi, data primer, data sekunder.
1). Data primer adalah data-data yang didapat langsung dari perpustakaan
yakni dengan mencari fakta-fakta yang ada dilapangan tersebut, melakukan
10
Lexi J. Moleong, Metode penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h.3
12
observasi, mengumpulkan data-data serta melihat langsung obyek yang akan
dijadika topik skripsi. Dalam hal ini adalah undang-undang dalam penetapan
ahli waris.
2). Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dalam penelitian hukum
normative (penelitian hukum kepustakaan) dan penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yaitu buku-buku yang
mendukun g dan memperjelas bahan hukum tersebut tentang waris.
b. Studi Lapangan
Adapun studi lapangan ini dilakukan dengan dua teknik berikut;
1. Wawancra yang dilakukan dengan Lurah-Lurah di daerah Ciputat
Timur .wawancara ini dilakukan dengan metode wawancara tak
tersturuktur (open-ended) yaitu wawancara dengan pertanyaan yang
bersifat terbuka dimana responden secara bebas menjawab pertanyaan
tersebut.11
2. Wawancara juga terhadap Hakim Pengadilan Agama agar lebih jelas
dan lebih dimengerti.
3. Observasi langsung kelapangan dengan cara langsung datang
kekelurahan di daerah Ciputat Timur untuk mendapatkan hasil yang
maksimal.
4. Metode analisis data
11
Zainal Arifin, penelitian pendidikan,(Bandung;PT Remaja Rosdakarya) h. 233.
13
Data yang diproleh baik dari penelitian kepustakaan maupun dari penelitian
lapangan akan diolah berdasarkan analisis normative kualitatif. Normative karena
penelitian bertitik tolak dari peraturan yang ada sebagai norma hukum yang positif,
sedangkan kualitatif yang dimaksud yaitu analisis yang bertitk tolak pada usaha
penemuan asas dan informasi yang bersifat Monografis atau yang berwujud kasus-
kasus (sehingga tidak dapat disususn kedalam suatu sturuktur klasifikatoris) dari
responden. Memahami kebenaran yang diperoleh dsri hasil pengamatan dan
pertanyaan kepada sejumlah responden baik secara lisan maupun secara tertulis
selama dalam melakuakan peneltian.12
5. Metode dan Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan dalam penelitian ini menggunakan Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
tahun 2012
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis menyajikan lima bab, dengan
harapan mempunyai sistematika yang dapat membantu dan memudahkan untuk
mengetahui dan memahaminya. Adapun sistematika yang dimaksud adalah berikut:
Bab pertama, pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi,
pembatasan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, ,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
12
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta:1997), h. 269
14
Bab kedua, merupakan bab teori tentang hukum kewarisan Islam di dalamnya,
pengertian waris, Dasar hukum waris, hal-hal yang dilakukan sebelum pembagian
waris, system kekerabatan atau kewarisan dalam kewarisan islam.
Bab ketiga, merupakan bab yang membahas tentang macam-macam Instansi
yang berwenang dalam mengeluarkan Surat Keterangan Waris, di dalamnya,
Kewenangan Pengadilan Agama, Pengadilan Negeri, dan Kewenangan Kelurahan.
Bab keempat, merupakanbab yang membahas tentang analisa tentang
Kapasitas dan kewenangan Lurah dalam mengeluarkan Surat Keterangan Waris. di
dalamnya membahas analisis terhadap Kapasitas dan kewenangan Lurah dalam
mengeluarkan surat keterangan ahli waris. kompetensi Lurah dalam menetapkan ahli
waris, Studi kasus, dan analisa penulis.
Bab Kelima, dalam bab penutup ini penulis memberikan kesimpulan dari
keseluruhan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Serta saran-
saran yan g dapat penulis sampaikan dalam penulis skripsi ini.
15
B A B II
HUKUM KEWARISAN ISLAM
A. Dasar-dasar hukum kewarisan Islam
1. Pengertian Waris
Kata waris atau mawaris secara etimologi berasal dari bahasa arab, yaitu
“waritsa, yaritsu, waritsan atau wirtsan, yang berarti mempusakai”.1 Dalam literature
hukum Islam ditemui beberapa istilah untuk menamakan Hukum kewarisan Islam,
seperti fiqih mawaris, ilmu faraid dan hukum kewarisan.
Fiqih adalah memahami dan mengetahui wahyu dengan menggunakan
penalaran akal dan metode tertentu, sehingga diketahui ketentuan hukumnya dengan
dalil secara rinci.2 Menurut Hazairin dalam bukunya Hukum kewarisan Bilateral
menurut Quran dan Hadist, beliau menulis fiqih adalah hasil dari pemikiran manusia
yang dapat melahirkan suatu norma yang berdaarkan kepada al-Quran dan Sunnah.
Namun karena fiqih dari hasil pemikiran manusia, tentunya mengenal batas-batas
tertentu sebagaimana ilmu-ilmu yang lain. Pemikiran itu berada dalam batas-batas
disiplinnya, yaitu dengan metode dan sumber di atas maka tidak setiap hasil
1 Mahmud Yunus, kamus arab indonesia, Cetakan, VII (Jakarta PT. Hidakarya
Agung), h. 496
2 Moh. Muhibbin, Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam sebagai
pembaharuan Hukum positif di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika 2009), Cetakan, 1,
h. 5
16
pemikiran manusia dapat dipahami sebagai fiqh.3 Fiqih mawaris kaang juga disebut
dengan istilah faraid. Faraid adalah masalah pembagian harta warisan. Lafazd al-
faraid yaitu sebagai jamak dari lafaz faridah , oleh para ulama faradiyun diartikan
sebagai mafrudah , yakni bagian yang dipastikan kadarnya.4
2. Tujuan dan Hikmah Waris dalam Islam
Setiap ilmu pengetahuan tentunya memilki tujuan yang sesuai dengan
subtansi ilmu tersebut , dalam hal waris, objek atau subtansi kajiannya adalah
peninggalan mayit.5
Hikmah Waris sendiri sangat besar, yaitu memperkuat hubungan keluarga
dan perasaan alami. Aturan-aturan yang terdapat dalam pewarisan Islam telah
memperbaiki dan menghapuskan kepincangan-kepincangan sistem pewarisan yang
telah dijalankan oleh orang-orang yang terdahulu dan oleh sebagian orang-orang
sekarang.
Adapun salah satu hikmah atau keistimewaan yang terdapat dalam
kewarisan Islam yaitu, tidak memberikan kebebasan secara mutlak kepada pewaris
untuk memindahkan harta peninggalannya kepada orang lain, baik melalui wasiat,
atau Hibah, seperti yang berlaku di masyarakat Kapitalis individualis, juga tidak
3 Hazairin, Hukum kewarisan Islam Menurut Al-Quran dan Hadist,
(Jakarta:Tintamas 1982), h.10
4 Fathurrahman, Ilmu Waris , (Bandung: Al-Maarif 1975), h.31
5 Komite Fakultas Syariah Universitas al-Azhar, Mesir, Hukum Waris
(Jakarta:Maret 2014), h. 14
17
melarang sama sekali pewaris untuk memindahkan sebagian harta peninggalan
(maksimalnya sepertiganya) kepada orang lain selama tidak merugikan pihak lain.6
Dasar dan sumber utama dari hukum Islam, sebagai hukum agama (Islam)
adalah nash atau teks yang terdapat dalam al-Quran dan sunnah Nabi Muhammad.
Ayat-ayat al-Qur‟an dan sunnah Nabi yang secara langsung mengatur kewarisan itu
adalah sebagai berikut:
2. Ayat-ayat al-Qur‟an:
a) QS. al-Nisa (4):7
Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan karib
kerabat, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-
bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah
ditetapkan.”
b) QS. al-Nisa‟ (4) 12:
6 Suparman, dan Yunus Somawinata, Fiqih Mawaris Hukum Kewarisan Islam
(Jakarta: Gaya Media Pratama 2002), Cetakan II, H, 10.
18
Dan bagimu ( suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-
istrimu, jika mereka tidak memilki anak, jika istri-istrimu itu memilki anak, maka
kamu mendapatkan seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi
wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para isteri
memproleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak memiliki anak,
jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memproleh seperdelapandari harta
yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah
dibayar hutang-hutangmu, jika seorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang
tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang
saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), Makan bagi
masing-masing dari kedua jenis saudara itu deperenam harta. Tetapi jika saudara-
saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga
itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya
dengan tidak memberikan mudhorat kepada ahli waris.
c) QS. al-Nisa‟(4): 13
Hukum-hukum tersebut itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang siapa
taat kepada Allah dan Rasul Nya, Niscaya Allah akan memasukkannya kedalam
syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal didalamnya;
dan itulah kemenangan yang besar.
d) QS. al-Nisa‟(4): 14
19
e)
Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul Nya dan melanggar
ketentuan-ketentua Nya, niscaya Allah akan memasukkan kedalam api neraka sedang
ia kekal didalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.
e) QS. al-Nisa‟(4): 176
“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: Allah member
fatwa kepadamu tentang kalalah taitu: jka seorang meninggal dunia, dan ia tidak
mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudara yang
perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkan, dan saudaranya yang laki-laki
mempusakai ( seluruh harta perempun ), jika ia tidk mempunyai anak; tetapi jika
saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan oleh yang meninggal. Jika mereka ( ahli waris itu terdiri dari ) saudara-
saudara laki dan perempuan maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak
bahagian dua orang saudara perempuan.
f) QS. al-Nisa‟(4):9
20
“ Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka.Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada
Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
g) QS. an-Nisa‟(4):10
Artinya; Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim dengan
dzolim sesungguhnya mereka itu menelan api sepenuhnya di dalam perutnya dan
mereka akan masuk ke dalam api (neraka).
h) QS. an-Nisa‟(4):11
“ Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu,
yaitu: bagian seorang laki-laki sama dengan dua bagian perempuan, dan jika anak
itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta
yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memproleh
separuh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam
dari harta yang ditinggalkan jika yang meninggal itu punya anak, jika orang yang
meninggal itu tidak ada meninggalkan anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya, maka
ibunya mendapat sepertiga, jika yang mninggal itu memilki beberapa saudara, maka
ibunya mendapat seperenam, (pembagian-pembagian terssebut diatas) sesudah
21
dipenuhi wasiat yang ia buat atau sudah dibayar utangnya. Tentang orang-orang
tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih
dekat (banyak manfaatnya bagimu) ini adalah ketetapan Allah, sesungguhnya Allah
maha mengetahui dan Maha Bijaksana.7
1. Sunnah Nabi
Hadist Nabi Muhammad SAW. Yang secara langsung mengatur kewarisan
adalah:
ألحقوا الفرائض بأهلها، فما بقي ف هو لولى رجل »عن ابن عباس، قال: قال رسول الله صلى اهلل عليه وسلم: ”«ذكر
“ Ibnu Abbas berkata, Rasulullah SAW bersabda, berikanlah hak-hak ahli
waris sesuai dengan besarnya dan adapun sisanya berikanlah kepada anak laki-laki.8
صلى ا سعد بن -ي النب عن جابر بن عبد الله، قال: جاءت امرأة سعد بن الربيع باب نتي سعد إلى ، ف قالت: يا -ه عليه وسلم الربيع، ف قال: "أعط اب نتي سعد ث لثي ماله، وأعط امرأته الثمن، وخذ أنت ما بقيالل
هما أخذ جميع ما ت رك أبوهما، وإن المرأة ل ت نكح سعد، قتل معك ي وم له، هاتان اب نتا رسول ال أحد، وإن عمصلى -حتى أنزلت آية الميراث، فدعا رسول الله -صلى الله عليه وسلم -إل على مالها، فسكت النبي
أخ –يه وسلم الله عل “ Dari Jabir bin Abdillah bin ia bercerita‟ datang istrinya Ibni said bersama
dua anak perempuannya kepada Rasulullah SAW, dia mengadu wahai Rasulullah, ini
dua orang anak perempuan Ibni said, yang mati syahid saat perang uhud saat
bersamamu, kemudian pamannya mengambil seluruh harta yang ditinggalkan oleh
said, dan perempuan itu tidak dinikahi kecuali ibnu bersama hartanya, Rasulullah
SAW terdiam sa,pai turunnya ayat tentang waris, barulah Allah memanggil istri said,
Rasulullah menjawab, berikan dua anak perempuan itu dua pertiga dari harta yang
7 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam,Cetakan ke 3 jakarta,tahun
2004,hal.7-8 8 Abu Daud, Musnad Abi Daud, al-thoyalisi, (Mesir;Darul Hijr, 1999), h, 337, Juz 4
22
ditinggalkan, dan berikan jandanya satu perdelapan dan bagi saudaranya ibnu said
sisanya.9
Itu beberapa sumber hukum Islam kewarisan yang diambil dari al-Quran dan
Hadis yang sampai sekarang ini masih dijadikan sebagai pedoman dalam memahami
kewarisan Islam yang ada di Indonesia ini, namun dasar hukum kewarisan yang ada
di Indonesia ini bukan hanya dalam al-Quran saja, akan tetapi ada beberapa diambil
dari Kompilasi Hukum Islam yang merupakan sumber Hukum atau merupakan
rujukan bagi orang-orang yang beragama Islam yang ada di Indonesia, yang mana
Kompilasi hukum islam juga mengatur tentang kewarisan yang ada di indonesi
sendiri khususnya yang beragama islam.
Itulah beberapa dasar-dasar hukum waris yang berlaku di Indonesia khusus
yang beragama Islam tidak terlepas dari Al-Quran dan hadist Nabi Muhammad SAW
sebagai rujukan yang paling utama dalam penyelesaian kewarisan ini
B. Ahli Waris dan bagiaannya
Dalam literatur Hukum Islam atau fiqih, dinyatakan ada empat hubungan yang
menyebabkan seseorang menerima harta warisan dari seseorang yang telah mati,
yaitu: Hubungan kerabat, hubungan perkawinan, Hubungan wala’ dan hubungan
sesama Islam.10
9 Ibnu Majah, Sunan Ibn Majah, (Beirut : Darul Risalah al-„Alamiyah,
2009), h.24 Juz 4.
10 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam,Cetakan ke 3 (Jakarta,tahun
2004),h. 174
23
Agar lebih jelas lagi yang sudah dijelaskan di atas disini penulis akan lebih
menjelaskan yang mungkin ada yang kurang dimengerti maksud dari penjelasan yang
diatas karena ada suatu kalimat yang sangat asing untuk didengar dan sangat jarang
terjadi di Indonesia sendiri.
Saat ini dua hubungan terakhir, terutama hubungan wala’, hanya terdapat
dalam tawaran wacana saja. Sedangkan hubungan Islam sangat jarang terjadi,
meskipun hubungan tersebutada dalam teori. Hubungan wala’ terjadi disebabkan oleh
usaha seseorang pemilik budak yang dengan suka rela memerdekakan
budaknya.Sebagai imbalan dan sebagai perangsang agar orang memerdekakan
budak.Rasulullah memberikan hak wala’ kepada yang memerdekakan itu sesuai
dengan hadist Nabi yang berbunyi;” Haka wala’ adalah untuk orang yang
memerdekakan”.
Diantara hak wala’ itu adalah hak mewarisi harta orang yang telah
dimerdekakannya itu jika orang tersebuttidak mempunyai lagi kerabat.
Kemudian hubungan islam yang dimaksud disini terjadi bila seorang yang
meninggal tidak memilki ahli waris, maka harta warisannya itu diserahkan ke
perbendaharaan umum yang disebut baitul maal yang akan digunakan oleh umat
Islam. Dengan demikian harta orang Islam yang tidaqk memilki ahli waris itu
diwarisi oleh umat Islam.
1. Hubungan kekerabatan
Di antara sebab beralihnya harta seseorang yang telah mati kepada yang masih
hidup adalah adanya hubungan Silaturrahmi atau kekerabatn antara keduanya.
24
Adanya hubungan kekerabatan ditentukan oleh adanya hubungan darah yang
ditentukan pada saat adanya kelahiran.
Pada tahap pertama seseorang anak menemukan hubungan kerabat dengan ibu
yang melahirkannya.Seseorang anak yang dilahirkan oleh seorang ibu mempunyai
hubungan kerabat dengan ibu yang melahiirkannya.Hal ini bersifat alamiah. Dan
tidak ada seorang pun yang membantah hal ini karena sianak jelas keluar dari rahim
ibunya itu. memang menurut biasanya dan secara alamiah anak yang dilahirkan
seseorang ibu berasal dari bibit ibu itu yang telah berpadu dengan bibit laki-laki
yang menggaulinya; sehingga dapat dikatakan bahwa ibu yang melahirkan adalah
ibu yang punya bibit.Namun dengan adanya kasus bayi tabung dan rahim titipan,
mungkin terjadi anak yang dilahirkan seseorang ibu bukan dari bibitnya
sendiri.Dalam kasus seperti ini siapa sebenarnya ibu dari anak yang lahit itu, apakah
yang melahirkan atau yang punya bibit atau keduanya.Hal ini masih dalam lingkup
wacana, belum ada keputusan yang tuntas.
Adapun rincian ahli waris, sebagian besar telah dijelaskan Allah SWT. Dalam
al-Quran atau melalui penjelasan Nabi dalam hadist serta yang dipahami melalui
perluasan pengertian ahli waris yang terdapat dalam al- Quran tersebut. Atas dasar
ketentuan yang disebutkan di atas, maka keseluruhan ahli yang berhak menerima
warisan adalah sebagai berikut:
1. Anak laki-laki dan anak perempuan
Dasar kewarisan anak, baik laki-laki maupun perempuan, adalah firman Allah
dalam surah al-Nisa‟ ayat 11.Dalam ayat ini Allah mempergunakan kata al-walad
25
.kata al-walad itu baik secara arti kata atau dalam arti istilah hukum berlaku untuk
anak laki-laki dan anak perempuan.Anak laki-laki dan anak perempuan dalam
keadaan apapun tidak terhijab oleh ahli waris manapun.
Bagian masing-masing yang sudah ditetapkan adalah, kemungkinan bagian
anak perempuan adalah sebagai berikut:
- ½ kalau ia sendiri saja (dan tidak bersama laki-laki).
- 2/3 kalau anak perempuan ada dua atau lebih dan tidak bersama anak laki-
laki
- Cucu, baik laki-laki maupun perempuan
Kewarisan cucu secara spesifik tidak terdapat dalam al-Quran.Pengertian cucu
dipahami dari perluasan kata walad atau walad dalam al-Quran. Dalam pengertian
bahasa arab, kata al-walad juga berlaku untuk keturunan garis lurus ke bawah. Hal ini
dapat dipahami dari pemakaian kata “anak Adam” bagi semua manusia; sebagaimana
terdapat dalam banyak ayat-ayat al-Quran .Begitu pula pengertian bani israil yang
berarti anak israil yang terdapat banyak dalam ayat al-Quran yang digunakan untuk
seluruh keturunan dan warga israil.Dalam pengertian sempit kata walad memang
memang berlaku untuk anak; namun dalam pengertian luas juga berlaku untuk
keturunan garis lurus kebawah.Dengan demikian kata “anak” ada yang digunakan
untuk arti sebenarnya dan adapula yanhg digunakan untuk arti sebenarnya dan ada
pula yang digunakan dalam pengertian metaforis.
Bagian cucu perempuan adalah:
- ½ kalau ia sendiri saja atau;
26
- 2/3 kalau ia dua orang atau lebih dan tidak bersama dengan cucu laki-laki.
2. Ayah
Ayah dalam kedudukannya sebagai ahli waris dijelaskan Allah dalam al-
Quran surah al-Nisa‟ ayat 11. Ayah sebagai ahli waris tidak dapat terhijab secara
penuh oleh siapa pun.
Bagian Ayahadalah sebagai berikut:
- 1/6 kalau ia bersama anak atau cucu laki-laki
- 1/6 dan kemudian mengambil sisa harta bila ia bersama dengan anak atau
cucu perempuan.
3. Ibu
Hak ibu dalam kewarisan dijelaskan Allah dalam al-Quran ayat 11 surah al-
Nisa.Dan seperti Ayah, ibu tidak dapat dihijab secara penuh oleh siapapun.
Bagian ibu adalah sebagai berikut:
- 1/6 bila ia bersama dengan anak atau cucu dari pewaris bersama dua orang
saudara atau lebih;
- 1/3 dari sisa bila ibu tidak bersama dengan anak cucu, tetapi hanya
bersama ayah;
- 1/3 dari sisa bila ibu tidak bersama anak cucu, tetapi bersama dengan
suami atau istri.
4. Kakek
Secara lahiriah kewarisan kakek tidak tersebuat dalam al-Quran;
kewarisannya hanya terdapat dalam hadist Nabi yang kurang kuat, walaupun
27
pengertian kakek secara tidak langsung disebut dalam al-Quran, namun secara tidak
langsung sudah tercakup dalam pengertian Ayah dalam pengertian bahasa arab yang
disebut abunberarti juga kakek dan seterusnya.
Bagian kakek adalah sebagai berikut:
- 1/6 kalau bersamanya ada anak atau cucu laki-laki;
- 1/6 bagian kemudian mengambil sisa harta bila ia bersama anak atau cucu
perempuan.
5. Nenek
Kewarisan nenek tidak terdapat dalam al-Quran, juga dalam hadist Nabi yang
kuat. Hak kewarisannya di samping dapat dipahami melalui perluasan pengertian ibu
dalam al-Quran, juga didasarkan pada hadist Nabi melalui mughirah bin syu‟bah dan
Muhammad bin Maslamah, yang kemudian di laksanakan oleh khalifah Abu Bakar
dan di benarkan oleh para sahabat lainnya.
Bagian Nenek adalah sebagai berikut:
- Nenek mendapat 1/6, baik ia sendirian atau lebih.
6. Saudara
Saudara-saudara, baik kandung, seayah atau seibu baik laki-laki maupun
perempuan adalah ahli waris.hak kewarisan saudara dijelaskan secara langsung dalam
al-Quran. Surah al-Nisa ayat 12 dan 176.Para ahli tafsir menjelaskan bahwa
kewarisan saudara seibu, baik laki-laki maupun perempuan diatur dalam ayat 12 dan
saudara kandung maupun seayah, baik laki-laki maupun perempuan diatur dalam ayat
176.
28
Bagian Saudara adalah sebagai berikut:
- ½ bila ia hanya seorang dan tidak ada bersamanya saudara laki-laki;
- 2/3 bila ada dua orang atau lebih dan tidak ada bersamanya saudara laki-
laki
7. Anak saudara
Anak saudara secara jelas tidak terdapat hak kewarisannya dalam al-Quran
dan juga tidak dalam hadist Nabi. Adanya hak kewarisan anak saudara itu pada
dasarnya adalah melalui perluasan pengertian dari saudara yang haknya dijelaskan
dalam al-Quran, karena bila saudara sudah tidak ada, maka kedudukannya digantikan
oleh anaknya dan anak saudara itu belum akan mendapatkan hak selama ayahnya
yang menghubungkannya kepada pewaris yang masih hidup.
- ½ bila ia hanya seorang diri dan tidak ada saudara seayah laki-laki;
- 2/3 bila ada dua orang atau lebih dan tidak ada saudara laki-laki seayah;
- 1/6 bila ia bersama seorang saudara kandung perempuan
8. Paman
Kewarisan paman tidak dijelaskan dalam al-Quran dan tidak pula dalam
hadist Nabi, hak kewarisannya ditentukan melalui ijtihad ulama dengan
menghubungkannya kepada kakek.
9. Anak Paman
29
Kewarisan anak paman diproleh dari perluasan pengertian paman, dalam
perluasan ini kelihtannya ulama ahli sunnah berpedoman kepada hadist tersebut
diatas yaitu memperluasnya kepada laki-laki dalam garis laki-laki.11
Kemudian bagian-bagian secara garis besar hukum kewarisan Islam
menetapkan dua macam ahli waris, yaitu ahli waris yang bagiannya telah ditentukan
secara pasti dan tertutup di dalam al-Quran maupun hadist Nabi dan ahli waris yang
bagiannya masih terbuka karena tidak ditentukan bagiaannya secara pasti.
2. Hubungan Perkawinan
Ahli waris yang disebabkan oleh hubungan perkawinan ialah suami atau
istri.Suami bagi ahli waris bagi istrinya dan sebaliknya istrinya adalah ahli waris bagi
suaminya.Kedudukan suami sebagai ahli waris dijelaskan Allah dalam surah al-Nisa
ayat 12.
Adanya hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan tidak menyebabkan hak kewarisan apapun terhadap kerabat istri atau
kerabat suami.Dalam hal ini anak tiri dari suami bukanlah bukan lah ahli waris dari
suami, demikian pula dengan anak tiri dari istri bukanlah ahli waris dari istri.
Bagian Suami adalah sebagai berikut:
- ½ kalau tidak ada anak atau cucu;
- ¼ kalau ada bersamanya anak cucu;
Bagian Istri adalah sebagai berikut:
11
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam,Cetakan ke 3 Jakarta,tahun 2004),h. 211-220
30
- ¼ bila tidak ada bersamanya anak atau cucu dari pewaris;
- 1/8 bila ia bersama dengan anak atau cucu dalam kewarisan.12
Demikian lah penjelasan tentang ahli waris yang berhak menerima harta
peninggalan yang ditinggalakan oleh si mayyit tersebut, serta bagian-bagian masing
diantara mereka.
C. Beberapa contoh
1. Jika seorang laki-laki wafat dan meninggalkan ahli waris yang terdiri dari
seorang istri, seorang annak perempuan, ibu dan ayah, sedangkan harta yang
ditinggalkan bernilai 480 juta rupiah. Berapakah bagian masing-masing?
Ahli waris Bagian 24
Istri 1/8 3
Seorang anak pr 1/2 12
Ibu 1/6 4
Ayah „ashabah 5
Nilai satu sham = 480 juta rupiah : 24 = 20 juta rupiah
Bagian istri = 3 x 20 juta rupiah = 60 juta rupiah
Bagian anak pr = 12 x 20 juta rupiah = 240 juta rupiah
Bagian ibu = 4 x 20 juta rupiah = 80 juta rupiah
Bagian ayah = 5 x 20 juta rupiah = 100 juta rupiah
Jumlah = 480 juta rupiah
2. Jika seorang perempuan wafat dan meninggalkan ahli waris yang terdiri dari
suami, ibu, seorang cucu perempuan dari anak laki-laki dan dua orang saudara
perempuan kandung dengan harta warisan sebesar 960 juta rupiah, berapakah bagian
masing-masing?
12
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam,Cetakan ke 3( Jakarta,tahun 2004),h.225-227
31
Ahli waris Bagian 12 x 2 = 24
suami ¼ 3 6
ibu 1/6 2 4
Cucu pr dari ank lk ½ 6 12
2 sdr pr kndung „ashabah 1 2
Nilai satu sahm = 960 juta rupiah : 24 = 40 juta rupiah
Bagian suami 6 x 40 juta rupiah = 240 juta rupiah
Bagian ibu 4 x 40 juta rupiah = 160 juta rupiah
Bagian cucu pr 12 x 40 juta rupiah = 480 juta rupiah
Bagian 2 saudara pr kandung 2 x 40 juta rupiah= 80 juta rupiah
Jumlah = 960 juta rupiah
3. Jika seorang laki-laki wafat dan meninggalkan ahli waris yang terdri dari
ayah, ibu, empat orang anak perempuan, dua orang anak laki-laki dan tiga orang
saudara laki-laki kandung dengan harta warisan sebesar 3000 juta rupiah. Berapakah
bagian masing-masing?
Ahli waris Bagian 6 12
Ayah 1/6 1 2
Ibu 1/6 1 2
2 anak lk „ ashabah 4 4
4 anak pr „ ashabah 4 4
3 sdr lk kandung „ mahjub - -
Nilai satu saham = 3.000 juta rupiah : 12 = 250 juta rupiah
Bagian Ayah 2 x 250 juta rupiah = 500 juta rupiah
Bagian ibu 2 x 250 juta rupiah = 500 juta rupiah
Bagian 4 anak pr 4 x 250 juta rupiah = 1.000 juta rupiah
Bagian 2 anak lk 4 x 250 juta rupiah = 1.000 juta rupiah
32
Jumlah = 3.000 juta rupiah
4. Jika seorang oerempuan wafat dan meninggalkan ahli waris yang
terdiri dari suami, saudara perempuan kandung, dua orang saudara laki-laki seibu,
dan seorang nenek dengan harta warisan sebesar 9.900 juta rupiah. Berapakah bagian
masing-masing?
Ahli waris Bagian 9 „ aul dari 6
Suami ½ 3
Saudara pr sekandung ½ 3
2 sdr lk seibu 1/3 2
Nenek 1/6 1
Nilai satu sahm = 9.900 juta rupiah : 9 = 1.100 juta rupiah
Bagian Suami 3 x 1.100 juta rupiah = 3.300 juta
rupiah
Bagian sdr pr sekandung 3 x 1.100 juta rupiah = 3.300 juta
rupiah
Bagian 2 sdr lk seibu 2 x 1.100 juta rupiah = 2.200 juta
rupiah
Nenek 1 x 1.100juta rupiah = 1.100 juta
rupiah
Jumlah = 9.900 juta rupiah
5. Jika seorang perempuan wafat dan meninggalkan ahli waris yang terdiri
dari suami, ibu, cucu perempuan dari anak laki-lakidan dua orang saudara laki-laki
sekandung dengan harta warisan sebesar 240 juta rupiah. Berapakah bagian masing-
masing?
33
Ahli waris Bagian 12 x 2 = 24
Suami ¼ 3 6
ibu 1/6 2 4
Cucu pr dari anak lk ½ 6 12
2 saudara lk kndng „ ashabah 1 2
Bagian Suami 6 x 240 = 60 juta rupiah
24
Bagian ibu 4 x 240 = 40 juta rupiah
24
Bagian cucu pr 12 x 240 = 120 juta rupiah
24
2 saudara lk kndung 2 x 240 = 20 juta rupiah
24
Jumlah = 240 juta rupiah
6 Jika seorang laki-laki wafat dan meninggalkan ahli waris yang terdiri
dari ibu, cucu perempuan dari anak laki-laki, dua orang saudara perempuan kandung,
seorang saudara perempuan seayah dan dua orang saudara laki-laki dengan harta
warisan sebesar 1.500 juta rupiah. Berapakah bagian masing-masing?
Ahli waris Bagian 6
Ibu 1/6 1
Cucu pr dr anak lk ½ 3
2 sdr pr kndung „ ashabah 2
Sdr pr seayah „mahjub -
2 sdr lk2 seayah „ mahjub -
Bagian ibu 1 x 1.500 = 250 juta rupiah
6
Bagian cucu pr 3 x 1.500 = 750 juta rupiah
6
Bagian 2 sdr pr kdg 2 x 1.500 = 500 juta rupiah
6
Jumlah =1.500 juta rupiah.13
13
Muhammad Ali Al-Sabouni,Hukum Kewarisan, Cetakan 1, (Jakarta 2005),h.180-184
34
BAB III
MACAM-MACAM INSTANSI YANG BERWENANG MENGELUARKAN
SURAT KETERANGAN WARIS
A. Peradilan Agama
1. Pengertian Peradilan Agama
Dalam khazanah Islam klasik telah dikenal pengertian peradilan dengan
istilah-istilah keislaman, wilayat al-aqdha, hisbah, dan madzalim.1 Kata “peradilan”
berasal dari akar kata “adil”, dengan awalan “per” dan dengan imbuhan “an”. Kata
“peradilan” sebagai terjemahan dari “qadha”, yang berarti “memutuskan”,
“melaksanakan” dan “menyelesaikan”.2 Adapula yang menyatakan bahwa, umumnya
kamus tidak membedakan antara peradilan dan pengadilan.3 Sebagaimana pengertian
ini dijelaskan secara rinci didalam buku Peradilan Agama di Indonesia.
Disamping kata “menyelesaikan” dan menunaikan seperti di atas, arti qadha
yang dimaksud adapula yang berarti “memutuskan hukum” atau “menetapkan suatu
1 Ketiga badan peradilan tersebut, merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman
pada masa Islam klasik. Ketiganya berada di bawah; dinasti Umayyah menyebutnya
dengan nizham al-qadhai, yakni pelaksana hukum. Muhammad jalal Syaraf dan Ali
Abd al- Muth”i Muhammad, Fikr al-syasi fi al-Islam, (Iskandariyah: Dar al-Jami’at
al-Mishriyat, 1978), h. 155-157).
2Ahmad Warson, Al-Munawwir (Kamus Arab-Indonesia), (Jakarta; M.
Jakarta, 1996),cet. Pertama, h. 1225
3 Abdul Mujib Mabruri Thallah Sapiah AM, Kamus Istilah Fikih, (Jakartta;
PT. Pustaka Firdaus, 1994), cet. Ketiga, h, 258. Lihat juga Kamus Tim Penyusun
Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta; Depdikbud, Balai Pustaka, 1996), cet ketujuh, h. 7
35
ketetapan”. Dalam dunia peradilan menurut para pakar, makna yang terakhir inilah
yang dianggap lebih signifikan. Dimana maknahukum di sini pada asalnya berarti
“menghalangi” atau “mencegah”, karenanya qadhi dinamakan hakim karena seorang
hakim berfungsi untuk menghalangi orang yang zalim dari penganiyaan.4
Kata peradilan menurut istilah ahli fikih ialah:
1. Lembaga Hukum (tempat di mana seseorang mengajukan permohonan
keadilan).
2. Perkataan yang harus dituruti yang diucapkan oleh seorang yang
mempunyai wilayah umum atau menerangkan hukum agama atas dasar
harus mengikutinya.5
Peradilan Islam di Indonesia yang dikenal dengan Peradilan Agama
keberadaannya jauh sebelum Indonesia merdeka karena ketika Islam mulai
berkembang di Nusantara, Peradilan Agama juga telah muncul bersamaan dengan
perkembangan kelompok di kala itu, kemudian memperoleh bentuk-bentuk
ketatanegaraan yang sempurna dalam kerajaan-kerajaan Islam6.
Selanjutnya jika kata peradilan atau pengadilan disatukan dengan kata agama,
maka pengertian Peradilan Agama adalah “ kekuasaan negara dalam memeriksa,
4 Hasby As-siddieqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam, (Yogyakarta; PT. Ma’arif, 1994), h.
29.
5Hasby As-siddieqy, Peradilan dan..., h. 30.
6Zaini Ahmad Noeh dan Abdul Basit Adnan, Sejarah Singkat Peradilan
Agama di Indonesia, (Surabaya: Bina Ilmu, 1983), h. 29.
36
mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara tertentu antar orang-orang
yang beragama Islam untuk menegakkan hukum dan keadilan”. Sedangkan Peradilan
Agama adalah pengadilan tingkat pertama pada lingkungan peradilan agama.7
Menurut Ramulyo, Peradilan Agama adalah tempat dimana dilakukan usaha mencari
keadilan dan kebenaran yang diridhai Tuhan Yang Maha Esa yakni melalui suatu
majelis hakim atau mahkamah.8
2. Dasar Hukum Peradilan Agama
Kekuasaan Kehakiman menjadi UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman yang juga dirubah dengan UU No. 48 tahun 2009. Perubahan ini juga
Peradilan Agama sebagai institusi yang bertugas untuk menegakkan hukum dan
keadilan atas adanya persengketaan-persengketaan diantara orang-orang yang
beragama Islam yang diajukan kepadanya dalam menjalankan tugas dan fungsinya
harus memenuhi standar pengadilan. Terpenuhinya standar pengadilan pada
Peradilan Agama harus memenuhi tiga perangkat dasar, yakni peraturan
perundang-undangan, organisasi dan aparat penegak hukum, serta tatalaksana,
sarana dan prasarana. Ketiga perangkat tersebut merupakan kebutuhan mutlak bagi
7 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta; Pt. Rajawali
Grafindo Persada, 1996), cet. Pertama, h. 6.
8 Moh. Idris Ramulyo, Beberapa Masalah tentang Hukum Acara Perdata
Peradilan Agama, (Jakarta: Ind-Hill Co, 1991), h. 12.
37
terlaksananya tugas-tugas dan fungsi Peradilan Agama dalam menegakkan hukum
dan keadilan di Negara Hukum Republik Indonesia.9
Peradilan Agama sebagai sub sistem Peradilan Nasional, keberadaannya
harus didasarkan kepada peraturan perundang-undangan. Sepanjang sejarah
perjalanan Peradilan Agama di Indonesia sebagai lembaga penengak hukum dan
keadilan, hal-hal yang mengaturnya asal mulanya berupa penunjukan oleh para
pihak yang bersengketa terhadap seseorang sebagai muhakkam.10
Selanjutnya
berlanjut pada peraturan di masa kerajaan Islam, masa kolonial yang ditandai
dengan hadirnya Stbl 1882 No. 152. Kemudian pada tahun 1937 diperbaharui
dengan Stbl 1937 Nomo. 116 dan 610.
Puncak kekokohan perangkat dasar peraturan perundang-undangan terjadi
saat diundangkannya perubahan ketiga UUD Negara Republik Indonesia 1945.
Perubahan ketiga ini menegaskan kedudukan konstitusional Peradilan Agama.
Perihal dimaksud mengandung beberapa makna:11
1. Peradilan Agama adalah badan kenegaraan konstitusional dengan
kedudukan yang dijamin Undang-undang Dasar.
9 Taufiq Hamami, Peradilan Agama Dalam Reformasi Kekuasaan Kehakiman
di Indonesia, (Ciputat; PT. Tatanusa, 2013), h. 68.
10
Adalah pengertian bagi orang yang dianggap padanya mengerti tentang
suatu hukum, memiliki naluri keadilan yang tinggi dan dapat dipercaya. Kemudian
dipercayakan kepadanya untuk memberikan suatu keputusan terhadap suatu
permasalahan. 11
Jaelani Arifin, Peradilan Agama Dalam Bingkai..., h. 325.
38
2. Peradilan Agama adalah salah satu penyelenggara kekuasaan kehakiman
yang bebas dan merdeka, yang mempunyai kedudukan yang sederajat
dengan lingkungan peradilanyang lain.
3. Peradilan Agama berhak atas “Privilage” dan Negara mempunyai
kewajiban serta tanggung jawab memberikan dukungan yang sama
dengan lingkungan peradilan yang lain.
4. Peradilan Agama merupakan satu kesatuan sistem peradilan nasional
(national integrated judicial system), dalam sistem ketatanegaraan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai konsekwensi konstitusional dari perubahan tersebut, maka yang
pertama kali diubah adalah UU No. 14 tahun 1970 tentang Pokok-pokok
mengakibatkan perubahan UU No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
menjadi UU No. 5 tahun 2004 yang telah diubah menjadi UU NO. 49 tahun 2009
dan UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama menjadi UU No. 3 tahun 2006
dan UU No. 50 tahun 2009.
Oleh karena itu perangkat yang menjadi dasar hukum Peradilan Agama tidak
hanya sebatas yang menyangkut kelembagaan dan organisasi, akan tetapi juga
menyangkut hukum materiil dan hukum acaranya, maka selain peraturan
perundangan yang disebutkan diatas, peraturan-peraturan perundangan lain juga
sebagai perangkat dasar hukum bagi Peradilan Agama diantaranya: 1) Reglemen
Indonesia yang diperbaharui (RIB/HIR) dan Reglemen Buiten Govesten, 2) UU.
No. 20 tahun 1947 tentang Pengadilan-pengadilan Ulangan, 3) UU. No. 1 tahun
39
1974 tentang Perkawinan, 4) UU. No. 32 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
5) UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,
6) UU No. 38 tahun 2004 tentang Zakat, 7). UU No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf,
8) UU No. 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah dan UU No. 21 tahun
2008 tentang Perbankan Syariah, 9). PERMA No. 2 tahun 2003 tentang Mediasi,
10) Peraturan Menteri Agama No. 2 tahun 1987 tentang Wali Hakim, 11) Inpres
No. 1 tahun 1991 tentang Pemasyarakatan Kompilasi Hukum Islam (KHI).
3. Asas-asas Peradilan Agama
Asas-asas peradilan merupakan landasan pokok (fundamental) dalam
pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia. Asas-asas yang berlaku di
lingkungan Peradilan Umum pada dasarnya berlaku juga di Peradilan Agama
kecuali di atur lain. diantaranya; asas personalitas ke-Islaman, asas kebebasan,
asas tidak boleh menolak perkara dengan alasan hukum tidak jelas, asas wajib
mendamaikan, asas sederhana, cepat dan biaya ringan, asas mengadili menurut
hukum dan persamaan hak, asas persidangan terbuka untuk umum, asas aktif
memberi bantuan, asas peradilan dilakukan dengan cara majelis hakim.
Ketentuan mengenai asas personalitas ke-Islaman sebagaimana tercantum di
dalam Pasal 2 dan Pasal 49 UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang
telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2006 kemudian dirubah lagi dengan UU No.
50 tahun 2009. Pasal 2 menegaskan bahwa: “Peradilan Agama merupakan salah
satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang
beragama Islam mengenai perkara tertentu yang diatur dalam Undag-undang ini”.
40
Pasal 49 menegaskan bahwa: “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara tertentu di tingkat pertama antara
orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan” dan seterusnya.12
Mengenai hubungan antara asas personalitas keislaman ini dengan ekonomi
syariah adalah sangat berkaitan. Hal ini karena konsep dari ekonomi syariah
adalah suatu prinsip-prinsip yang dibangun dengan pondasi dan nilai-nilai yang
terkandung di dalam ajaran Islam.
4. Tugas dan Fungsi Peradilan Agama
Tugas dan fungsi peradilan dalam lingkungan peradilan Agama dapat dipilah
menjadi dua macam, yakni tugas yudisial yang merupakan tugas pokok dan tugas non
yudisial yang merupakan tugas tambahan, namun tidak mengurangi nilai penting
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
1. Tugas dan Fungsi memberi keadilan (yudisial)
Yang dimaksud dengan tugas yudisial ialah tugas dan fungsi memberikan
keadilan kepada masyarakat pencari keadilan. Inti dari tugas ini adalah
menegakkan hukum dan keadilan. 13
Realisasi pelaksanaan tugasnya dalam bentuk
12
Taufiq Hamami, Peradilan Agama Dalam Reformasi Kekuasaan
Kehakiman di Indonesia, (Ciputat; PT. Tatanusa, 2013), h. 160-162.
13
Purwoto S. Ganda Subrata, Dengan Etika dan Profesi Hakim Kita
Tegakkan Citra, Wibawa dan Martabat hakim Indonesia, (Jakarta; Bina Yustisia
Mahkamah Agung RI, 1994), h. 3.
41
mengadili apabila terjadi sengketa, pelanggaran hukum atau perbedaan
kepentingan antar sesama warga masyarakat (perorangan atau badan hukum).14
Jadi tugas utama peradilan dalam lingkungan Peradilan Agama (Hakim)
adalah menyelesaikan sengketa diantara pihak-pihak, memberi keputusan kepada
pihak yang berperkara. Hakim harus memutus menurut hukum, baik dalam arti
harfiah maupun hukum yang sudah ditafsirkan atau dikonstruksi. Keadilan atau
kepastian yang lahir dari putusan peradilan dalam lingkungan Peradilan Agama
(hakim) adalah keadilan atau kepastian yang dibangun atas dasar dan menurut
hukum, bukan sekedar kehendak hakim yang bersangkutan atau sekedar
memenuhi tuntutan masyarakat.15
Tugas dan fungsi Peradilan Agama diatur jelas dalam perundang-undangan,
diantaranya UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 1 angka
1, Pasal 25 ayat (3). Pasal 49 UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang
telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2006 kemudian diubah lagi dengan UU No.
50 tahun 2009 tugas penegakan hukum dan keadilan di Peradilan Agama adalah
dalam bentuk menerima, memeriksa, memutus/mengadili dan menyelesaikan
perkara orang-orang yang beragama Islam menyangkut persengketaan perkawinan,
14
Purwoto S. Ganda Subrata, Tugas dan Fungsi Hakim, (Jakarta; Bina
Yustisia Mahkamah Agung RI, 1994), h. 10 15
Bagir Manan, Tugas hakim: Antara Melaksanakan Fungsi Hukum dan
Tujuan Hukum Dalam Peradilan Agama Dalam Perspektif Ketua Mahkamah Agung,
(Jakarta; Dirjen PA, 2007), h. 122.
42
waris, wasiat, hibah, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah. Khusus untuk
Peradilan di wilayah Aceh mencakup juga bidang mu’amalat dan jinayat.
2. Tugas non Yudisial
Tugas non yudisial adalah tugas di luar tugas mengadili. Tugas semacam ini
dapat dilakukan hanya atas dasar ketentuan Undang-undang. Tugas dimaksud
diatur dalam Pasal 52 dan 52 A UU No. 3 tahun 2006 tentang perubahan atas UU
No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang diubah pula dengan UU No. 50
tahun 2009. Dinyatakan bahwa:
1. Pengadilan dapat memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat
tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah
hukumnya, apabila diminta.
2. Selain tugas dan kewenangan sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 49 dan Pasal 51, Pengadilan dapat diserahi tugas dan
kewenangan lain oleh atau berdasarkan undang-undang.
Tugas lain sebagaimana dimaksud pada pasal 52 ayat (2)UU No. 3 tahun 2006
tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang diubah
pula dengan UU No. 50 tahun 2009. Dinyatakan bahwa:
1. Tugas sebagaimana ditunjuk pasal 52 A Undang-undang tersebut,
berupa pemberian istbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal
bulan pada tahun Hijriah.
2. Tugas sebagaimana yang diatur di dalam pasal 107 ayat (2) Undang-
undang tersebut. Pasal tersebut menegaskan bahwa: “ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 236 a Reglemen Indonesia yang
diperbaharui (RIB), Staatblad 1941 Nomor 44, mengenai permohonan
pertolongan pembahagian harta peninggalan diluar sengketa antara
orang-orang yang beragama Islam yang dilakukan berdasarkan hukum
Islam, diselesaikan oleh Pengadilan Agama.
B. Kedudukan Peradilan Agama di Indonesia
43
Untuk lebih memahami dimana letak kedudukan Peradilan Agama dalam
susunan ketatanegaraan Republik Indonesia dapat dilihat dengan memperhatikan alat-
alat kekuasaan negara yang diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945
(UUD NRI 1945) bahwa untuk melaksanakan kekuasaan negara dalam arti yang luas,
UUD NRI 1945 menetapkan lima badan kekuasaan yang ada, yaitu; a. Kekuasaan
Pemerintahan atau eksekutif, b. Dewan Pertimbangan Agung (DPA), c. Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), d. Badan Pemeriksa keuangan (BPK) dan e. Badan
Kekuasaan Kehakiman.
Selanjutnya mengenai poin yang kelima di atas, yakni tentang Badan
Kekuasaan Kehakiman telah ditentukan dalam Pasal 24 UUD NRI 1945 dan untuk
memenuhinya hadirlah UU No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman. Pasal 10 undang-undang ini telah menetapkan kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan:
a. Peradilan Umum
b. Peradilan Agama
c. Peradilan Militer,
d. Peradilan Tata Usaha Negara16
Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi juga ditetapkan oleh UU
No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang diubah
dengan UU No. 48 Tahun 2009 berdasarkan Pasal 10 Ayat 2. Mahkamah Agung juga
16
Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, cet.
Ketiga, (jakarta; PT. Sarana Bakti Semesta, 1997), h. 87 dan 89.
44
sebagai peradilan tingkat akhir yang menyelesaikan perkara kasasi serta
melaksanakan pengawasan kepada semua lingkungan peradilan termasuk diantaranya
Peradilan Agama.
Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudisial power) di Indonesia. Sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman,
keberadaan Peradilan Agama jelas mempunyai kedudukan dan fungsi tersendiri di
tengah-tengah pelaksana kekuasaan kehakiman lainnya. Untuk memahami bagaimana
kedudukan dan fungsi Peradilan Agama diantara sesama pelaksana kekuasaan
kehakiman tersebut, dapat dilihat dari sistem penyelenggaraan kekuasaan kehakiman
di Indonesia saat ini.17
Kemudian mengenai sistem penyelenggaraan kekuasaan kehakiman di
Indonesia, kita harus merujuk pada UUD NRI 1945 yang sekarang telah
diamandemen dalam beberapa perbaikan. Berdasarkan ketentuan pasal 24 UUD NRI
1945 telah dinyatakan sebagai berikut:
1. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
2. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
3. Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
diatur dalam undang-undang.
17
Rika Delfa Yona, Eksistensi Kewenangan Peradilan Agama Dalam
Mengeksekusi Putusan Arbitrase Syariah , (Jakarta: UIN SYAHID Jakarta, 2010), h.
45.
45
Sejalan dengan maksud Pasal 24 UUD 1945 tersebut, Pasal 1 dan 2 UU No. 4
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman juga telah menyatakan bahwa:
Pasal 1: Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
Pasal 2: Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di
bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi.
Dalam penjelasan pasal demi pasal yang telah dijelaskan di atas, dikatakan
bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka. Dari ketentuan
tersebut dapat dipahami bahwa kekuasaan kehakiman tidak lain merupakan salah satu
badan kekuasaan negara18
atau badan penyelenggara negara di samping MPR,
Presiden, DPR, dan lainnya yang setara, yang kemudian fungsi utamanya adalah
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
Pancasila. Dalam menjalankan fungsinya tersebut, kekuasaan kehakiman adalah
kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah.19
18
Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan, dan Acara Peradilan Agama,
(Jakarta; Pustaka Kartini, 1993), h. 88.
19
Merdeka bermaksud bahwa penyelenggara kekuasaan kehakiman yang
termasuk di dalamnya Peradilan Umum, Militer, Agama dan Tata Usaha negara
adalah sebagai lembaga peradilan yang bebas dari campur tangan dan interpensi dari
46
Diundangkannya UU No. 3 tahun 2006 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun
1989 tentang Peradilan Agama adalah sebagai upaya singkronisasi segala urusan dan
tanggung jawab organisasi, administrasi dan finansial badan Peradilan Agama dengan
ketentuan UU No. 4 tahun 2004. Dengan demikian, jika sebelumnya segala urusan
dan tanggung jawab organisasi, administrasi dan finansial badan Peradilan Agama
dimaksud berada di bawah otoritas Departemen Agama, maka pasca UU No. 3 tahun
2006 semuanya telah niscayadiserahkan dan dialihkan menjadi otoritas Mahkamah
Agung.20
Keempat peradilan yang ada, yakni Peradilan Umum, Peradilan Agama,
Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai kedudukan yang
sama dan sejajar yang kesemuanya berpuncak kepada Mahkamah Agung sebagai
pengadilan tertinggi. Peradilan Umum merupakan peradilan bagi rakyat pada
umumnya mengenai perkara perdata maupun perkara pidana. Sedangkan Peradilan
Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara merupakan peradilan
khusus, karena mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat
tertentu.21
siapapun, dimanapun dan kapanpun. Bertujuan menciptakan sistem hukum yang benar-benar
berasaskan nilai-nilai ketuhanan dan keadilan demi menjamin hukum yang berkeadilan diantara
sesama pelaku hukum.
20
Syamsuhadi Irsyad, Eksistensi Peradilan Agama Pasca Lahirnya Undang-
undang No. 3 Tahun 2006, (Makalah, 10 Juli 2006), h. 10.
21
Taufiq Hamami, Peradilan Agama..., h. 85.
47
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan
Peradilan Agama dalam sistem tata hukum di Indonesia merupakan salah satu
penyelenggara kekuasaan kehakiman. Dan sebagai badan peradilan khusus, maka
kekuasaan kehakiman yang diselenggarakannya adalah dikhususkan untuk rakyat
pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu atau bagi golongan
rakyat atau badan hukum yang dengan sendiri menundukkan diri dengan sukarela
kepada ketentuan-ketentuan hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi
kewenangan Peradilan Agama.
C. Prosedur Peradilan Agama Dalam Penetapan Ahli Waris
Pengadilan Agama memilki kewenangan dalam penetapan ahli waris bagi
agama yang beragama islam, itu terdapat pada pasal 49 huruf b UU No. 3 tahun2006
tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1998 tentang peradilan Agama (“
UUPeradilan Agama”) disebutkan bahwa:
“…Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memerikasa, memutuskan, dan
menyelesaikan perkara tingkat pertama bagi orang-orang yang beragama
Islam dibidang: b. waris
Penjelasan lebih detail mengenai permasalahan waris apa saja yang diatur
dapat kita lihat pada penjelasan pasal 49 huruf b UU Peradilan Agama yang berbunyi:
“…Yang dimaksud dengan “ waris “ adalah siapa penentuan siapa yang
menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan
48
bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta
peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan
seorangtentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian
masing-masing ahli waris…”22
Berdasarkan penjelasan diatas jelas bahwa yang berhak menetapkan atau yang
mengeluarkan ahli waris adalah pengadilan agama .
Dalam masalah warisan ini dapat ditempuh dua cara, yakni:
Melalui gugatan dalam hal gugatan yang diajukan, berarti terdapat
sengketa terhadap objek waris. hal ini bisa disebabkan karena adanya
ahli waris yang tidak mau membagi warisan sehingga terjadi konflik
antara ahli waris. proses akhir dari gugatan ini akan melahirkan produk
hukum berupa putusan.
Melalui Permohonan yang diajukan para ahli waris dalam hal tidak
terdapat sengketa, terhadap permohonan tersebut pengadilan agama
akan mengeluarkan produk hukum berupa Penetapan.
Adapun proses untuk mengajukan permohonan ke pengadilan agama bisa
ditempuh dengan cara mengajukan permohonan yang ditanda tangani oleh pemohon
atau kuasanya yang sah dan ditujukan ke Ketua Pengadilan Agama yang meliputi
tempat tinggal pemohon. (lihat pasal 118 HIR/142 RBG).
22
Sumber online: http:// m. hukum online.com/klinik/detail it4d9ed1f603631/ dasar hukum
Penetapan Waris-dan akta-waris, diambil pada tanggal 2 maret 2016 hari sabtu.
49
Bagi pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis dapat mengajukan
permohonannya secara lisan dihadapan ketua Pengadilan Agama (lihat pasal 120HIR,
pasal 144 R.BG).kemudian, pemohon membayar biaya perkara (lihat pasal 121ayat
[4] HIR, 145 ayat [2] R.BG, Pasal 89 dan pasal 91AUU No. 50 tahun 2009 tentang
perubahan kedua atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama). Setelah itu
hakim akan memeriksa perkara permohonan tersebut dan terhadap permohonan
tersebut hakim kemudian akan mengeluarkan suatu penetapan.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi Pemohon dalam penetapan Ahli Waris
adalah sebagai berikut:
1. Foto copi KTP Pemohon da semua ahli waris 1 sebanyak I lembar folio
(tidak boleh dipotong) yang dimateraikan Rp. 6000, dan di stempel oleh
Kantor Besar.
2. Foto copi akta nikah pewaris sebanyak 1 lembar yang dimateraikan Rp.
6000 dan di stempel oleh Kantor Besar.
3. Foto copi kartu keluarga pewaris 1 lembar yang dimateraikan Rp. 6000,
dan di stempel oleh Kantor Besar.
4. Foto copi akta kelahiran semua anak dari pewaris sebanyak 1 lembar yang
dimateraikan Rp. 6000, dan di stempel oleh Kantor Besar.
5. Foto copi Surat kematian orang tua pewaris sebanyak 1 lembar yang
dimateraikan Rp. 6000, dan di stempel oleh Kantor Besar.
6. Suart Keterangan dari kelurahan yang menyatakan dengan sebenarnya
bahwa ahli waris dari al-marhum.
50
7. Foto copi Surat Keterangan Waris sebanyak 1 lembar yang dimateraikan
Rp. 6000, dan di stempel oleh Kantor Besar.
8. Foto copi rekening bank sebanyak 1 lembar yang dimateraikan Rp. 6000,
dan di stempel oleh Kantor Besar.23
B. Pengadilan Negeri
1. Kewenangan Pengadilan Negeri
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna untuk menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24
ayat 1 Undang-Undang Dasar PascaAmandement). Kekuasaan kehakiman
dilaksanakan oleh Mahkamah Agung RI, badan-badan peradilan lain dibawah
Mahkamah Agung (Peradilan Umum), PTUN, Peradilan Militer, Peradilan Agama)
serta Mahkamah konstitusi (Pasal 24 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945).
Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman tersebut diserahkan kepada badan-
badan peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan militer dan
Mahkamah Agung sebagai pengadilan tertinggi dengan tugas pokok dengan
menerima , memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkarayang
diajukan kepadanya). (Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2)).
23
http://www.pa.kotamadiun.go.id/index.php/transparansiperkara/tahap-tingkat
pertama/syarat penetapan-ahli-waris, sumber diambil pada tanggal 3 maret 2016 bertepatan pada hari
minggu sore.
51
Peradilan Umum adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakimanbagi
rakyat mencari keadilan pada umumnya (Pasal 2 UU No.2 Tahun 1984). Pengadilan
Negeri bertugas dan berwenang, memeriksa, mengadili, memutuskan dan
menyelesaikan perkara pidana dan perdata ditingkat pertama (Pasal 50 UU No. 2
Tahun 1986) Pengadilan dapat memberikan keterangan , pertimbangan dan nasihat
tentang hukum kepada instansi pemerintah didaerahnya apabila diminta (Pasal 52 UU
No. 2 Tahun 1986). Selain menjalankan tugas pokok, pengadilan dapat diserahi tugas
dan kewenangan lain oleh atau berdasarkan Undang-Undang.
Dan adapun salah satu kewengan Pengadilan Negeri dalam perdata yaitu
mengatur kewarisan, hukum waris menurut perdata yaitu waris berasal dari bahasa
Belanda Erfrechat. Pasal 830 KUH Perdata pada intinya menyebutkan bahwa hukum
waris adalah hukum yang mengatur kedududkan harta kekayaan seseorang ia
meninggal, terutama berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang lain.
Dari ketentuan tersebut maka dakam hukum waris BW mengandung tiga
unsure pokok yaitu:
(1) Orang yang meninggalkan harta warisan (erflater);
(2) Harta warisan (erfernus);
(3) Ahli waris (erfergenaam).
Menurut KUHPer. Tidak semua ahli waris secara otomatis mewarisi segala
sesuatu yang dimiliki ditinggalkan oleh sipewaris.
2. Prosedur Peradilan Negeri Dalam Penetapan Ahli Waris
52
Kemudian masalah penetapan ahli waris di Pengadilan Negeri biasanya
diajukan oleh warga Negara Indonesia selain penganut/beragama Islam. Prosesnya
sendiri tidak lama, karena sifatnya yang permohonan. Namun, yang harus diingat
dalam permohonan penetapan ahli waris, seluruh ahli waris terlibat dalam
permohonan tersebut.
Beberapa bukti yang harus dilengkapi adalah kutipan akta nikah, kartu
keluarga, akta kelahiran anak, foto copy KTP seluruh pemohon, surat keterangan
kematian ahli waris dari Lurah/kepala desa setempat. Jika memungkinkan bisa
mengajukan saksi yang dapat menerangkan ikhwal perkawinan dan anak-anak yang
dilahirkandari perkawinan tersebut.
Setelah melengkapi bukti untuk permohonan penetapan ahli waris,
selanjutnya dapat membuat permohonan yang ditujukan kepada ketua Pengadilan
Negeri setempat yang berisi identitas para pemohon, alasan, permohonan, dan
petitum permohonan.
Dasar hukum penetapan ahli waris yang dikeluarkan oleh pengadilan negeri
yang berlaku bagi semua agama selain agama Islam yaitu pasal 833 KHUPerdata.
Disamping itu, Surat Keterangan waris juga dapat dibuat dibawah tangan dan
ditanda tangani oleh semua ahli waris, diketahui oleh Lurah dan dikuatkan oleh
camat.
C. Kelurahan
1. Pengertian Lurah
53
Lurah adalah Pegawai Negeri yang diangkat oleh Bupati atau Walikota atas
nama Gubernur dengan memperhatikan syarat dan ketentuan kepegawaian sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku. Lurah melaksanakan fungsinya sebagai
penyelenggara dan penangung jawab utama dibidang pemerintahan, pembangunan
dan pemasyarakatan dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintah daerah.
Urusan lain yang ditanganinya meliputi pembinaan dan ketentraman dan ketertiban
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Lurah bertanggung jawab kepada
pejabat yang mengangkatnya, namun tanggung jawab itu disalurkan melalui camat.
2. Kewenangan Lurah
Lurah memiliki tugas pokok memimpin, mengkoordinasikan dan
mengendalikan penyelenggaraan pemerintah, pembangunan dan pembinaan
kemasyarakatan dalam wilayah kerja kelurahan.
Untuk melaksanakan tugas pokok Lurah memiliki fungsi:
Penyelenggaraan kegiatan pelayanaan masyarakat yang menjadi
kewenangannya;
Penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan, administrasi
kependudukan, dan pembinaan keagrariaan.
Penyelenggaraan kegiatan pembinaan dan pembangunan,
perekonomian, produksi dan distribusi serta pembinaan lingkungan
hidup.
Penyelenggaraan pemberdayaaan masyarakat diwilayah kelurahan;
54
Penyelenggaraan pembinaan kesejahteraan social;
Penyelenggaraan usaha dalam rangka peningkatan partisipasi dan
swadaya gotong royong masyarakat;
Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan kewenangannya.
Dan salah satu kewenangan Lurah dalam administrasi kependudukan adalah
membuat surat keterangan ahli waris, namun di Indonesia sejak zaman Belanda
menyebabkan perbedaan bentuk dan pejabat yang berwenang membuat keterangan
waris; berdasarkan Surat Keputusan Departemen Dalam Negeri Direktorat
Pendaftaran Tanah No. DPT/12/63 juncto Pasal 111 Ayat 1 C Point 4 PMNA No
3/1997, dibedakan siapa saja yang berwenang membuat keterangan waris.
Pembagian kewenangan tersebut adalah:
1. Untuk penduduk golongan Eropa dan WNI keturunan Tionghoa,
keterangan waris dibuat dihadapan notaries.
2. Untuk penduduk pribumi, keterangan waris cukup dibuat dibawah
tangan, yang disaksikan dan dibenarkan oleh Lurah dan dikuatkan oleh
camat setempat.
3. Untuk WNI keturunan Timur Asing (india arab), yang berwenang
yang membuat keterangan waris adalah Balai Harta Peninggalan
(BHP).24
24
Irma Devita Purnamasari, Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, Dan Bijak Menahami Masalah Hukum Waris,(Bandung, PT Mizan Putaka, 2012). h. 91.
55
Jadi terkhusus bagi penduduk asli Indonesia atau penduduk pribumi, memiliki
kemudahan tersendiri dalam pengurusan surat keterangan ahli waris, karena Lurah
setempat juga memiliki wewenang dalam pengeluaran surat keterangan ahli waris.
Tanpa harus berurusan kepengadilan Agama.
Pada tahun 1990 an, pembagian waris secara Islam dibuat oleh Pengadilan
Agama dalam bentuk Fatwa Waris. Namun demikian, pada awal 1990, ada edaran
dari Mahkamah Agung yang melarang Pengadilan Agama membuat Fatwa Waris
untuk WNI yang beragama islam dalam hal tidak terjadi sengketa waris. Sejak itulah,
keterangan waris bagi beragama Islam pun cukup dibuat dibawah tangan dengan
disahkan oleh Lurah dan dikuatkan oleh camat setempat.25
3. Prosedur Kelurahan Dalam Penetapan Ahli Waris
Lurah adalah salah satu pemerintah daerah yang memiliki kewenangan di desa
setempat, dan siap memberikan pelayanan terbaik terhadap masyarakat yang dibawah
pimpinannya, karena itu sudah merupakan kewajiban sebagai Lurah harus
memberikan pelayanan yang terbaik terhadap masyarakat yang membutuh bantuan
dari Kekelurahan itu sendiri. Dan salah satu tugas Lurah dalam masyarakat yaitu
mengurus Surat Keterangan Ahli Waris bagi yang membutuhkan keterangan tersebut.
Karena Lurah memiliki kewenangan dalam mengeluarkan Surat Keterangan Ahli
Waris, dengan syarat-syarat yang sudah ditentukan.
Dalam pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris ada beberapa langkah-
langkah yang harus diketahui dan juga harus dilalui sebelum meminta tanda tangan
25
Irma Devita Purnamasari,Kiat-Kiat cerdas…(Bandung, PT Mizan Pustaka, 2012). h. 94
56
atau meminta Surat Keterangan Waris kepada Kekelurahan. Dan langkah yang
pertama harus diketahui RT, RW setempat bahwa yang bersangkutan adalah benar-
benar ahli waris yang sah dari al-marhum, karena RT/RW adalah orang yang paling
dekat dengan warganya sendiri, sehingga dia lebih mengetahui seluk beluk keluarga
yang bersangkutan itu sendiri. Kemudian ketika sudah mendapat persetujuan atau
sudah diketahui RT/RW setempat barulah boleh diantar kekantor Kekelurahan dan
akan diperiksa di kekelurahan jika semua syarat-syarat sudah terpenuhi disitu Lurah
memiliki kewenangan untuk menanda tangani pernyataan yang sudah dibuat oleh
pemohon. Kemudian pihak kelurahan akan menyerahkan Surat Keterangan Waris itu
contoh dari syarat-syarat untuk mengurus Surat Keterangan Waris adalah
sebagai berikut:
1. Foto copi Al-marhum
2. Foto copi kartu keluarga
3. foto copi KTP Anak (semua ahli waris)
4. Foto copi Istri
5. foto copi Akta kelahiran
6. Foto copi surat kematian Al-marhum
7. Pengantar RT/RW
Apabila semua syarat-syarat sudah terlengkapi maka pihak dari Kelurahan
akan memberikan Surat Keterangan Waris, tanpa harus mengetahui terlebih dahulu
mencari kebenaran data yang diterima mereka. Dan ini akan berdampak kurang baik,
karena ditakutkan adanya pemalsuan atau penipuan data yang mengaku sebagai Ahli
57
waris dan pada akhirnya akan menimbulkan konflik ditengah-tengah masyarakat.
Karena alangkah baiknya jika Kelurahan yang diberikan kewenangan masalaha
kewarisan seharusnya bukan hanya memeriksa syarat yang diberikan pemohon
kepada Kelurahan, akan tetapi juga lebih teliti lagi mencari kebenaran data yang
diberikan apakah si pemohon benar-benar Ahli Waris yang sah, yang sesuai dengan
data yang diterima. Dengan begitu seharusnya dan sewajar harus lebih mengetahui
tentang kewarisan yang ada di Indonesia, khususnya kewarisan Islam. Agar
masyarakat dapat pelayanan yang baik tanpa merugikan satu pihak saja.Bagi
masyarakat yang mengurus Surat Keterangan Ahli Waris tersebut, tidak butuh waktu
lama untuk menunggu proses pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris,
48
B A B IV
HASIL PENELITIAN: PENGETAHUAN LURAH DALAM ILMU
WARIS DAN IMPLIKASINYA.
A. Kompetensi Lurah Dalam Ilmu Waris
Berbicara tentang ilmu waris maka kita berbicara tentang harta peninggalan,
harta peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia sering kali menimbulkan
sengketa dan pertengkaran dalam sebuah keluarga, dimana akhirnya memutuskan
hubungan silaturrahmi atau tali persaudaraan dalam keluarga. Putusnya tali
persaudaraan disebabkan karena masing-masing ahli waris pada dasarnya ingin
mendapatkan seluruh harta waris sedangkan ahli waris lainnya tidak perlu
mendapatkan bagian.
Masalah waris adalah masalah yang sangat sensitif karena berhubungan
dengan harta peninggalan, oleh karena itu kita sebagai umat Islam harus mempelajari
hukum waris itu sendiri, agar tidak terjadi kesalah paham anatara saudara.Secara
umum tujuan mempelajari waris itu sendiri untuk memahami dan melaksanakan
pembagian harta waris kepda ahli waris yang berhak menerimanya sesuai dengan
ketentuan syariat Islam. Dan adapun tujuan secara khusus mempelajari ilmu waris
antara lain:
1. Untuk mengetahui secara jelas orang yang berhak menerima harta
warisan berapa bagiannya.
2. Untuk menentukan pembagian harta warisan secara adil dan benar.
49
3. Untuk menghindari perselisihan dan perebutan harta waris akibat ketidak
jelasan aturan maen pembagian waris tersebut.
4. Untuk memperingan beban dan tanggung jawab simayit, dengan aturan
dalam fiqih mawaris ini maka tidak ada pihak-pihak yang merasa
dirugikan karena pembagian harta warisan ini dibagi sesuai dengan aturan
yang berlaku.
Akan tetapi secara hukum mempelajari ilmu faraid itu sendiri adalah fardu
kifayah, dalam arti tidak harus semua orang yang beragama Islam mengerti dengan
ilmu kewarisan itu sendiri. Akan tetapi harus ada diantara kaum muslim yang wajib
mengetahiu ilmu waris yang benar dan baik yang sesuai yang dengan syariat Islam
yang berlaku. Dan adapun Indonesia yang berkewajiban penuh dalan kewarisan ini
dan yang dituntut juga harus mengerti dan sangat paham dengan ilmu waris itu
adalah, Pengadilan Agama, karena pengadilan agama memiliki kewenangan dalam
menangani masalah kewarisan Islam.Kemudian selain Pengadilan Agama ada lagi
yang berhak dan yang berwenang dalam mengurus harta waris. dan itu berdasarkan
Surat Keputusan DPT/12/63/12/69 juncto Pasal 111 Ayat 1 C point 4 PMNA No
3/1997, dibedakan siapa saja yang berhak dan berwenang membuat keterangan Waris
yaitu:
1. Untuk penduduk golongan Eropa dan WNI keturunan tionghoa,
Keterangan Waris dibuat oleh Notaris.
50
2. Untuk penduduk pribumi, Keterangan Waris cukup dibuat dibawah tangan
, yang disaksikan dan dibanarkan (disahkan) oleh lurah dan dikuatkan oleh
camat setempat.
3. Untuk WNI keturunan Timur Asing (india atau arab), yang berwenang
membuat Keterangan Waris adalah Balai Harta peninggalan (BHP)1.
Itu beberapa instansi yang berwenang dalam mengurus keterangan ahli waris
yang berlaku dan memiliki kekuatan hukum. Jadi ketika masyarakat Indonesia
mendapat kesulitan maka Negara sendiri telah menyediakan lembaga untuk mengurus
masalah yang berkaitan dengan waris. tapi disini penulis hanya ingin membahas
kompetensi Lurah yang sudah memang diberi kewenangan dalam hal waris ini.
Karena ketika sudah diberi kewenangan akan suatu hal berarti sudah memiliki
kapasitas yang bagus, atau memiliki kompetensi dalam bidangnya sendiri. Ada
beberapa hasil dari penelitian tentang pengetahuan Lurah/kompetensi Lurah dalam
ilmu kewarisan, dan penelitian hanya terhadap beberapa Lurah yang di kota
Tangerang Selatan ini.
Sebagian dari Kelurahan yang ada di Tangerang Selatan ini memiliki lurah
yang rata-rata sudah berusia lebih dari 40 tahunan. Ada yang sudah empat tahun
menjabat sebagai Lurah, ada yang sudah lima tahun menjabat sebagai Lurah, dan
1Irma devita purnama sari, kiat-kiat cerdas, mudah, dan bijak memahami masalah hukum
waris, cetakan 1( Bandung, tahun 2012), hal.88-89
51
bahkan ada juga yang menjabat menjadi Lurah sampai tiga belas tahun. Dan semua
Lurah memiliki latar belakaang yang berbeda.
Tabel 1: Usia Lurah
No. Identitas/Usia
15-30 30-40 40-50 50-60 60-70
1 - 1 orang 3 orang 3 orang 1
Pendidikan hal yang sangat terpenting yang harus dimiliki seorang pemimpin,
karena seorang pemimpin selain dituntut harus bijaksana juga harus pintar dan
berpengetahuan yang luas. Bagaimana mungkin sesuatu yang dipimpin akan
mendapat keadilan jika dipimpin oleh pemimpin yang bodoh atau yang tidak
berpendidikan. Menurut hasil survey yang dapatkan dari sebagian kelurahan yang
ada di Tangerang Selatan ini hampir rata-rata kelurahan memiliki Lurah yang
berpendidikan setara dengan S.1, dan ada juga yang S.2 namun ada juga yang belum
Sarjana. Tapi secara keseluruhan Sebagian kelurahan yang ada di Tangerang Selatan
ini sudah S.1.
Tabel 2: Pendidikan Lurah
Pendidikan
SD SMP SMA KULIAH
- - 2 orang 6 orang
Di Indonesia sendiri memiliki beberapa agama yang diakui di Indonesia yaitu:
Islam, Protestan, Hindu, Katolik, agama Budha, dan Kanghucu Dan semua agama
yang ada di Indonesia ini memiliki hak masing-masing yang harus dipenuhi oleh
52
Negara tersebut, tanpa harus ada mendiskriminasikan agama yang lain. Salah satu
contoh hak semua agama yaitu dalam pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris yang
dibuat oleh Kelurahan setempat. Namun dari hasil penelitian, bahwa jumlah Agama
yang sering mengurus Surat Keterangan Ahli Waris adalah agama Islam, dan Agama
yang lainnya hanya beberapa saja. Mungkin ini dikarenakan jumlah penduduk yang
beragama Islam lebih banyak, jadi hal yang wajar jika agama Islam lebih banyak
yang mengurus Surat Keterangan Ahli Waris.
Tabel 3: Agama yang mengurus SKW
Agama
Islam Protestan Hindu Budha Katolik
8 8 4 3 1
Kewenangan Lurah salah satunya adalah memberikan Surat Keterangan Ahli
Waris, bagi masyarakatnya yang meminta atau yang memohon, secara otomatis
Lurah dituntut harus mengerti tentang kewarisan Islam atau kewarisan agama yang
lainnya yang ada di Indonesia ini. Karena jika Lurah atau staf lainnya tidak mengerti
tentang kewarisan maka yang akan terjadi timbulnya konflik atau masalah yang
ditengah-tengah masyarakat, sedangkan tujuan adanya pemimpin untuk memberikan
ketenangan dan kemaslahatan kepada masyarakat yang dipimpinnya. Kemudian hasil
dari penelitian terhadap sebagian Lurah yang ada di Tangerang Selatan ini, mayoritas
dari mereka hanya sekedar mengerti tentang kewarisan. Baik kewarisan Islam, Barat,
Adat, dan lain sebagainya. Dan bahkan yang sangat disayangkan ada yang tidak
mengerti sama sekali tentang kewarisan tersebut.
53
Tabel 4: Pengetahuan Waris
Belajar Kewarisan
Pernah Tidak Pernah
6 orang 2 orang
adapun lembaga atau tempat mereka (Lurah) untuk belajar kewarisan Islam
atau kewarisan lainnya menurut hasil dari penelitian adalah sebagai baerikut: ada
yang dibangku kuliah, ada juga dibangku aliyah/ SMA. Namun mayoritas mereka
hanya pernah belajar di bimtek yang diadakan oleh seluruh kelurahan yang ada di
Tangerang Selatan.dengan adanya bimtek itulah mereka mengerti tentang ilmu waris,
baik waris Islam, barat, adat dan lainnya sebagainya. Dengan demikian mayoritas
Lurah yang saya teliti hanya sekedar mengerti tentang ilmu kewarisan.
Tabel 5: Tempat belajar waris
Tempat Belajar Kewarisan
SMA KULIAH PENGAJIAN BIMTEK
1 orang 1 orang - 6 orang
Kemudian tentang tingkat kepemahaman mereka terhadap ilmu waris tersebut
sangatlah minim sekali, secara keseluruhan sebagian Lurah yang di teliti di
Tangerang Selatan ini mereka hanya sekedar paham saja dan bahkan diantara
mereka ada yang tidak mengerti sama sekali tentang ilmu kewarisan, khususnya
ilmu kewarisan Islam.
54
Tabel 6: Pemahaman kewarisan
Paham Kewarisan Islam
Paham P. sekali T. paham T. paham sekali
4 orang 2 orang 2 orang -
Maka seharusnya ketika tidak mengerti dalam suatu hal, alangkah baiknya
jika bertanya kepada orang lain yang lebih mengerti agar terhindar dari kesalahan.,
seharusnya inilah yang dilakukan oleh seluruh Kelurahan atau Lurah yang ada di
Tangerang Selatan ini jika mereka tidak mengerti dengan hal-hal yang berkaitan
dengan ilmu waris, baik kewarisan Islam, Barat, Adat dan lain sebagainya, agar tidak
terjadi kesalahan yang berdampak negative bagi masyarakat. Dari hasil penelitian
terhadap sebagian kelurahan yang ada di Tangerang Selatan ini kebanyakan dari
mereka berkonsultasi dengan tokoh-tokoh Agama yang ada ditempat tersebut yang
mengerti dengan ilmu kewarisan. Tapi tidak sedikit juga diantara mereka yang tidak
mau berkonsultasi dengan ulama dan para tokoh-tokoh yang mengerti tentang
kewarisan tersebut. Karena mereka beralasan itu tidak penting dan mereka juga sudah
paham
Tabel 7: Konsultasi dengan ulama
Konsultasi dengan Ulama/ustaz
Pernah Tidak Pernah
4 orang 4 orang
55
Hal yang sangat terpenting dalam mengeluarkan Surat Keterangan Ahli Waris
tersebut adalah terlebih dahulu untuk memeriksa kebenaran informasi yang didapat
atau yang diajukan oleh si pemohon tersebut.Agar tidak terjadi kesalahan dalam
mengeluarkan Surat Keterangan Ahli Waris tersebut. Dan bagi seluruh Lurah yang
ada di Tangerang Selatan ini harus benar-benar teliti akan kebenaran informasi. Dan
Ahamdulillah secara keseluruhan semua kelurahan yang sudah saya teliti mereka
memeriksa berkas terlebih dahulu, kemudian mencari kebenaran informasi yang
diajukan pemohon terebut.
Tabel 8: Memeriksa data lebih dahulu
Memeriksa Kebenaran Informasi
Ya Tidak
8 KELURAHAN -
Dalam mengeluarkan Surat Keterangan Ahli Waris tersebut seharusnya bukan
dalam sengketa, karena itu bukan lagi kewenangan bagi Lurah.Namun sebagian
Lurah yang ada di Tangerang Selatan ini mendapatkan sebagian penduduk yang
mengurus Surat Keterangan Ahli Waris dalam keadaan sengketa.Namun secara
keseluruhan mereka hanya melayani yang tidak memiliki sengketa didalamnya.
Tabel 9: Sengketa
SENGKETA
Ya Tidak
2 Kelurahan 6 Kelurahan
56
Ternyata didalam kelurahan yang sudah saya teliti secara keseluruhan tidak
memiliki tim khusus untuk menangani masalah kewarisan ini, atau dengan kata lain
dalam mengeluarkan Surat Keterangan Ahli Waris. Karena di Kelurahan itu hanya
ada bagian-bagian saja atau juga sering di seksi. Namun kalau untuk tim khusus
mereka sama sekali tidak ada. Jadi setiap ada masalah kewarisan maka ada seksi nya
yang sudah memiliki tanggung jawab tersendiri.
Ada beberapa system kewarisan yang ada di Indonesia ini yang masih berlaku
sampai saat ini, diantaranya: system kewarisan Islam, Barat, Adat dan lain
sebagainya. Akan tetapi menurut dari yang saya teliti hampir rata-rata Lurah yang ada
di Tangerang Selatan ini mempelajari system kewarisan Islam, sekalipun ada
beberapa yang mempelajari kewarisan Adat, dan Barat.
Tabel 10: Kewarisan yang dipelajari
N 1
Sistem Kewarisan apa yang dipelajari
Islam Adat Barat Lain lainnya
6 orang 2 orang - -
karena hampir seluruh Kelurahan yang ada di Tangerang Selatan ini
mengatakan bahwa pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris tersebut hanya butuh
satu hari jika semua persyaratanya sudah terpenuhi. Dan selambat-lambatnya tidak
sampai satu minggu.
Tabel 11: Proses pembuatan
57
PROSES PEMBUATAN
1-7 hari 7-14 hari 14-30 hari 30-dst
8 Kelurahan
- - -
Dan berikut ini contoh dari kasus yang terjadi sengketa akibat dari Surat
Keterangan Ahli Waris yang terjadi di bekasi dan nama yang bersangkutan kami
rahasiakan dan kami hanya kasi inisial saja kaena itu merupkan bentuk privasi.
B. Kasus gugatan Surat Keterangan Waris yang di keluarkan oleh Lurah
Berikut ini adalah kasus yang bersangkutan dengan Surat Keterangan Waris yang di
keluarkan oleh Kelurahan.
Bahwa pelapor ir.S.B kenal dengan terlapor W.H karena sebagai saudara ipar
dimana kakak kandung pelapor bernama S.I.B adalah istri dari terlapor.
- Bahwa perkara memberikan keterangan palsu dibawah sumpah dan atau
menyuruh menempatkan keterangan palsu kedalam akte authentik dan atau
penggelapan, tersebut terjadi dari bulan Desember 2009 s/d bulan januari 2010 dikota
Bekasi yang diduga dilakukan oleh pelapor W. H dengan cara memberikan
keterangan tidak benar dalam Surat Keterangan Waris yang dikeluarkan oleh
kantor kelurahan jatirahayu No. 390 / 91/ XII / 2009 tanpa tanggaldan diketahui
oleh Camat Pondok Melati nomor: 1/742/06/PM/XII/09 Tanggal 21 Desember 2009
dan dalam Surat Keterangan Waris yang dikeluarkan oleh kantor Pengadilan Negeri
Bekasi No . 23 / SKW / XII / 2009 / PN.Bks tanggal 28 Desember 2009.
58
- Bahwa Almh. S.I.B SH telah meninggal dunia pada tanggal 5 Desember
2009 di RS.Pertamina karena sakit degan bukti Surat kematian No. 474. 3 / 189 / XII
/ 2009 Tanggal 21 Desember 2009 dari kantor kelurhan jatirahayau, kec. Pondok
Melati, kota bekasi.
- Bhawa kakak pelapor atau istri terlapor (Alm, S.I.B, SH) Menikah dengan
sdr. W.H Pada tanggal 7 januari 1982 namun sampai dengan meninggalnya
Almarhum pada tanggal 5-12-2009, mereka tidak memiliki keturunan, dan setahu
pelapor bahwa suami alm. S.I.B, SH yaitu terlapor W.H Alias D. tidak memiliki
penghasilan tetap sehingga semua kehidupan Rumah tangganya dibiayai oleh kakak
pelapor sebagai karyawati Pertamina.
- Bahwa sewaktu pelapor berumah tangga dengan suaminya W.H kakak
sering ditinggal sendiri tanpa ada kabar padahal kakak saksi dalam keadaan sakit dan
yang terakhir sebelum kakak saksi meninggal suaminya tersebut telah meninggalkan
tanpa kabar selama setahun yaitu mulai dari tanggal 28 Oktober 2008 s/d 23 Oktober
2009 , padahal waktu itu kakak saksi dalam keadaan sakit keras (Kanker stadium 4)
sehingga yang merawat Almahrum adalah S.R, SH.
- Bahwa pada tanggal 28 September 2009, kakak saksi (Alm. S.I.B, SH)
pernah mengajukan cerai ke Pengadilan Agama Bekasi, namun karena pada bulan
Oktober 2009 suaminya balik kerumah dan meminta maaf dan memohon untuk
mengurus dan berjanji dan tidak akan mempermasalahkan harta gono gini milik
Almarhum maka almarhum mau menerima dan kami keluarga besar setuju untuk
menerima suaminya (W.H) kembali sampai dengan almarhum meninggal dunia pada
59
tanggal 5 Desember, sehingga gugatan cerai almarhum tidak diproses sidang yang
kemudian tanggal 20 Juni Januari 2010 keluar penetapan Pengadilan Agama Bekasi
Nomor 1376/Pdt.G/2007/Pa. Bks yang menggugurkan gugatan almarhum karena
almarhum S.I.B, SH. Sudah meninggal dunia.
- Bahwa sebelum kakak saksi meninggal, kakak ipar saksi / suami almarhum
(W. H) pernah mengatakan kepada kami bahwa akan pulang ke Kediri untuk
menghadiri pernikahan ponakannya karena itu setelah kakak saya meninggal (tanggal
5-12 2009), maka pada tanggal 6-12-2009, adik ipar saya atau suaminya adik saksi
S.R memberitahukan kepada kami sekeluarga untuk kumpul sebagai saksi
(Rawamangun) guna membicarakan Amanah dari Almarhum, karena itu pada tanggal
7-12-2009 kami sekeluarga yaitu saya dan istri saya (F), S.R Dan suaminya (E. G.,
SH) kakak ipar saya (W.H) Dan saudarra . DR. ( kakak ipar nya pak W.H) Dan pada
saat kumpul tersebut adik ipar saksi E.G SH, yang kebetulan kakak ipar saksi /
terlapor W.H bahwa setelah mbak (kakak kami almahrum S.I. B , SH ) meninggal
maka pewarisnya adalah mas D. (W.H) dan saudara kandung almarhum yaitu saksi
dan saudara kandung 4 (empat) orang lainnya dan juga meninggalkan banyak harta
warisan, namun harta warisan tersebut sudah dibagi oleh almarhum melalui surat
wasiat namun karena mba baru meninggal dunia maka pamali untuk dibicarakan
warisannya karena itu warisan almarhum akan dibicarakan setelah 40 (empat puluh)
hari almarhum) status warisan almarhum dibekukan atau tidak dibicarakan atau di
urus pembagiaannya dan waktu itu kami semua setuju dan termasuk pak W.H namun,
60
ada satu isu Surat Warisan tersebut yang tidak disetujui adalah adanya Surat Waisiat
tapi kami sepakat untuk membicarakan setelah terlapor (mas W.H) balik dari kediri
Pada tanggal 20-12-2009 pelapor dapat kabar dari adik ipar saksi (S.S) bahwa
terlapor. sudah balik dari Kediri dan sudah mengambil 3 (tiga) kartu ATM
(MANDIRI, BNI Dan BTN) yang dipegang oleh oleh adik ipar saya ( S. S)
Setelah ATM tersebut diambil oleh terlapor. dan selanjutnya kami dengar
terlapor (W.H) Sudah mencairkan dana ditabungan BNI maupun deposito milik
almarhum kakak saya tanpa kami ketahui, padahal dana ditabung dan deposito
tersebut termasuk warisan Almh S.I.B, SH sehingga dana tersebut sebagian adalah
milik kami karena kami juga sebagai pewaris dari almarhum S.I B, SH.
Bahwa pada bulan Desember 2009 terlapor telah memberikan keterangan
dalam Surat Keterangan Waris yang dikeluarkan oleh kantor Kelurahan jatirahayu
No. 390 / 91 / XII / 2009 tanpa tanggal dan diketahui oleh camat Pondok Melati
Nomor : 1 / 742 /06/PM/xii / 09 / PN. Bks tanggal 28 Desember 2009 dimana isi dari
Surat Keterangan Ahli Waris tersebut tidak benar karena menerangkan dengan
sesungguhnya dan sanggup diangkat sumpah bahwa pada tanggal 5 Desember
2009, S.I.B SH, telah meninggal dunia di RS. Pertamina Jakarta, selama
hidupnya menikah satu kali dengan W. H dengan demikian suami (W.H) adalah
satu-satunya ahli waris dari mendiang S.I.B SH, dan tidak ada ahli waris lain
yang berhak mewarisdan Surat Keterangan Waris tersebut dibuat untuk pengurusan
/ penutupan rekening tabungan / deposito atas nama S.I.B SH, (Almarhum). Di Bank,
Bank Mandiri dan BTN cabang Jakarta.
61
Bahwa Surat Keterangan Ahli Waris tersebut digunakan oleh W.H untuk
mencairkan tabungan dan deposito Almh . S.I.B SH, di Bank BNI Cabang
Rawamangun dan cabang kramat, sebesar Rp. 765.818.
Bahwa sdr. W. H tahu bahwa ada waris lain selain diri nya yaitu saksi dan 5
orang lainya sebagai saudara kandung dari istrinya karena sejak H.W menikah
dengan Almarhum pada tanggal 7 januari 1982 sampai dengan almarhum meninggal
pada tanggal 5 -12- 2009, tidak memiliki anak kandung, sehingga setahu saksi
pewaris menurut hukum Islam adalah suami nya almarhum (W.H). dan kami saudara
kandung almarhum yaitu sakti (S ir. S.B), B. A, S S SE, S.R SH dan almarhum P.H
(kelima) yang di wakili oleh ahli waris nya yaitu A.H. P dan A. A.H karena bapak
dan ibu saksi sudah meninggal terlebih dahulu.
Sedangkan Ahli Waris dari kakak saya Alm. S.I.B, SH adalah suaminya sdr
W. H, namun karena semasa hidup Almarhum tidak dikaruniai Anak sehingga
menurut hukum Islam, pewarisnya adalah suami dan saudara-saudara kandungnya
karena bapak kami (Drs. S. H) sudah meninggal tanggal 21 April 1989 di Jakarta dan
ibu kami (Ny. S. H) sudah meninggal pada tanggal 14 April 2008, sehingga saudara
kandung juga sebagai pewaris almarhum S.I.B, SH.
- Namun untuk bukti bahwa kami ( pelapor dan 4 Saudara kandungnya) adalah
pewaris dari Alm. S.I.B, SH sampai saat ini belum ada karena belum ajukan
untuk pembuatan Surat Keterangan Waris dikareana kan W.H suami
almarhum telah lebih dahulu membuat Surat Keterangan Waris yang
diterbitkan oleh Lurah jatirahayu, kec. Pondok Melati kota bekasi Nomor 590/
62
91/ XII / 2009 tanpa tanggal yang menerangkan bahwa W. H adalah satu-
satunya ahli waris dari mendiang S.I.B, SH dan tidak ada ahli waris yang
berhak mewarisi.
- Bahwa selain dari Surat Keterangan Waris yang kami duga palsu ada juga
Surat Kehilangan yang dikeluarkan oleh kepolisian berdasarkan keterangan W.H
yang kami duga menerangkan tentang hilangnya buku tabungan ataupun sertifikat
deposito milik almarhum padahal setahu saksi tidak ada dokumen almarhum milik
kakak saksi yang hilang karena ada dokumen kakak saksi sebagian ada disimpan
oleh adik saksi S. R karena diberikan almarhum sebelum meninggal dan sdr. W.H
juga tahu kalau dokumen tersebut disimpan oleh adik saksi yaitu sertifikat deposito
dan sertifikat tanah dan surat keterangan Kehilangan dari Kepolisian tersebut telah
digunakan oleh W.H sebagai surat pendukung untuk mencairkan tabungan dan
deposito BNI milik almarhum kakak saksi.
Bahwa selain uang milik kakak saksi yang digelapkan oleh sdr. W.H, ia juga
menggelapkan mobil pick up tahun 1974 merek luv milik ibu saksi (almh. S) yang
sudah dijual tapi tidak memberitahu kepada kami selaku pewaris ibu S. dan ia juga
menggelapkan uang kontrakan selama empat bulan sebesar Rp. 10.000.000 atas
rumah kakak saksi yang terletak di jl. Radio dalam Kel.Gandaria utara, Kebayoran
Baru, Jakarta Selatan dengan SHM No. 02966 an. S.I.B, SH seluas 189 M2.
Berdasarkan kronologi diatas dan serta bukti-bukti dan fakta-fakta yang ada
sudah jelas bahwa saudara W.H selaku suami almarhum S.I.B, SH adalah benar
sebagai ahli waris dari S.I.B, SH berdasarkan hubungan perkawinan sebagimana
63
diatur dalam Al-quran Surah an-Nisa Ayat 12.Kemudian saudara-saudara kandung al-
marhum, yaitu Ir. S.B, B.A, S.R, SH, adalah benar sebagai ahli warisa dari almarhum
S.I.B, SH dan tidak terhalang mewarisi karena bapak kandung dan anak almarhum
yang menjadi penghalang mewarisi tidak ada. Dalam kewarisan islam diatur bahwa
sudara-saudara kandung dapat mewarisi bila tidak ada bapak dan anak dari pewaris
(almarhum).
Kemudian tindakan yang dilakukan oleh suami almarhum sangatlah tindakan
yang sangat salah. Karena ia telah memberikan keterangan bahwa dirinya adalah ahli
waris satu-satunya yang berhak akan harta peninggalan tersebut, padahal ia juga
sudah mengetahui bahwa ada ahli waris juga yang berhak mendapat bagian dari harta
yang ditinggalkan almarhum yaitu saudara-saudara kandung almarhum.
Inilah salah satu contoh konflik yang terjadi disebabkan Surat
Keterangan Ahli Waris yang dikeluarkan oleh kelurahan itu sendiri.Karena pada
dasarnya Lurah itu sendiri menerut hasil penelitian bahwasanya Lurah hanya sekedar
memeriksa administrasi aja, tanpa harus lebih hati-hati ada penipuan seperti kasus
yang terjadi diatas.
C. Analisis Penulis
Lurah adalah jabatan politik yang diberikan kewenangan oleh Wali Kota
untuk menjadi pemimpin bagi masyarakat yang ada di sekitarnya, fungsi dari Lurah
itu sendiri yakni untuk melayani masyarakat, tujuananya agar masyarakat lebih
mudah untuk mengurus segala kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat itu
64
sendiri, seperti membuat Surat Keterangan Waris yang dikeluarkan oleh Luarah
setempat,.
Salah satu fungsi Lurah yaitu Membuat Surat Keterangan Waris bagi warga
yang membutuhkan Surat keterangan tersebut, dan kewenangan itu tercantum
berdasarkan Surat Keputusan Departemen Dalam Negeri direktorat Pendaftaran
Tanah No. DPT/12/63/12/69 juncto Pasal 111 Ayat 1 C point 4 PMNA No. 3/1997,
dibedakan siapa saja yang membuat Surat Keterangan Waris, dan salah satunya
adalah Kelurahan, yang menjelaskan bagi penduduk Pribumi, Keterangan Waris
cukup dibuat dubawah tangan, yang disaksikan oleh Lurah dan dikuatkan oleh
Camat.2
Karena terbukti dengan Surat Keterangan Waris yang dikeluarkan oleh
Kelurhan menimbulkan masalah yang sangat merugikan sepihak, seperti contoh kasus
yang sudah dijelaskan diatas, itu menunjukkan banyak penipuan yang akan terjadi
karena mengaku sebagai ahli waris dan kelurahan dengan mudah memberikan Surat
Keterangan Waris yang akan disalah gunakan orang-orang yang tidak bertanggung
jawab.Dari data yang saya dapatkan dari beberapa Kelurahan yang ada di Tangerang
Selatan ini, saya mengambil kesimpulan bahwa, hanya sedikit Lurah yang mengerti
betul dengan masalah kewarisan yang ada di Indonesia ini, khususnya kewarisan
Islam. Dan ini akan menjadi masalah yang sangat serius ditengah-tengah masyarakat
khususnya yang beragama Islam. Karena masalah waris adalah masalah yang sangat
2 Irma Devita Purnamasari, kiat-kiat cerdas, mudah, dan bijak memahami masalah hukum
waris, cetakan 1 (Bandung, tahun 2012), h.89
65
sensitif.Sesangkan Lurah merupakan salah satu instansi yang berwenang
mengeluarkan Surat Keterangan Waris.Berdasarkan Keputusan Departemen Dalam
Negeri Direktorat Pendaftaran Tanah No.DPT/12/6312/69 juncto pasal 111 Ayat 1 C
point 4 PMNA No 3/1997 dibedakan siapa saja yang berwenang membuat
Keterangan Waris.dan adapun Instansi-Instansi yang berwenang adalah:
1. Untuk Penduduk Golongan Eropa dan WNI Keturunan Tionghoa,
Keterangan Waris di buat oleh Notaris.
2. Untuk penduduk pribumi, Keterangan Waris cukup dibuat dibawah
tangan, yang disaksikan oleh Lurah dan dikuatkan oleh camat setempat.
3. Untuk WNI keturunan Timur Asing (India Arab), yang berwenang
membuat Keterangan Waris adalah Balai Harta Peninggalan.3
Disini dijelaskan bahwa Lurah memiliki kewenangan dalm membuat Surat
Keterangan Waris,.Dalam arti secara keseluruhan Lurah dituntut harus mengerti
tentang kewarisan, baik kewarian Islam, Barat, Adat, dan lain sebagainya. Karena
jika Lurah tidak mengerti tentang bagaimana kewarisan itu sendiri bagaimana
mungkin Lurah akan mengeluarkan Surat Keterangan Waris.
Dan jika Lurah hanya menjalankan tugasnya tanpa didasari ilmu pengetahuan
tentang kewarisan, takutnya banyak yang akan terdzolimi dan merugikan satu pihak
saja. Sedangkan salah satu tujuan pemerintah memberikan kewenangan kepada Lurah
dalam mengeluarkan Surat Keterangan Waris adalah untuk memebrerikan
3 Irma Devita Purnamasari, Kiat-Kiat cerdas, mudah, dan bijak memahami masalah hukum
waris, cetakan 1( Bandung, tahun 2012), h. 88-89
66
kemudahan bagi penduduk pribumi itu sendiri.akan tetapi jika yang diberikan
kewenangan tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk menangani masalah ini,
maka bukan kemaslahatan yang didapatkan oleh masyaratkat, akan tetapi kerugian
dan merasa terdzolimi dengan ketidak tahuan oleh pemimpin/yang berwenang itu
sendiri.
Kemudian lurah hanya berhak memberikan Surat Keterangan Waris hanya
bagi pemohon yang tidak memiliki sengketa didalamnya, karena kalau ada sengketa
itu bukan lagi wilayah kewenagan Lurah akan tetapi itu sudah menjadi kewenangan
Pengadilan Agama sendiri. Lurah hanya berhak memberikan Surat Keterangan Waris
hanya bagi yang tidak memiliki sengketa didalamnya.Namun dalama prakteknya
sendiri, masih ada kelurahan yang melayani masyarakat yang meminta Surat
Keterangan Waris dalam keadaan sengketa.Dan ini sudah melanggar aturan-aturan
yang sudah menjadi ketetapan. Dengan terjadinya seperti ini maka banyak pihak-
pihak yang akan dirugikan dan akhirnya menimbul konflik yang lebih parah lagi.
Jadi, Kelurahan tidak berhak untuk memberikan Surat Keterangan Waris
kepada pemohon jika dalam sengketa, karena itu sudah diluar kekuasaan Lurah.Dan
yang berhak untuk mengadili dan menangani itu dalah Pengadilan Agama. Karena itu
salah satu kompetensi absolute Peradilan Agama, yaitu kekuasaan yang berhubungan
dengan jenis perkara dan sengketa kekuasaan Pengadilan Agama. Kekuasaan
Pengadilan Agama adalah memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara perdata
tertentu dikalangan golongan rakyat tertentu, yaitu orang-orang yang beragama Islam.
Kekuasaan absout Peradilan Agama diatur dalam pasal 49 Undang-Undang No 3
67
Tahun 2006 perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan
Agama yang pada pokoknya adalah sebagai berikut.
- Waris
- Wasiat
- Hibah
- Wakaf
- Zakat
- Infaq
- Shadaqah
- Ekonomi Syariah
Pengadilan Agama hanya berwenang untuk memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara-perkaradi tingkat pertama antara orang-orang yang beragama
Islam.
Kemudian kewenangan Pengadilan Agama mengenai sengketa dapat dilihat
dalam putusan Mahkamah Agung tanggal 13 Desember 1997 No.11K/1997. Dalam
putusan tersebut dtentukan suatu kaidah hukum acara yang menegaskan:” Apabila
dalam suatu gugatan yang menyangkut pembagian harta waris masih terkandung
sengketa hak milik maka perkara yang bersangkutan tidak termasuk Pengadilan
Agama untuk memeriksanya tapi termasuk kewenangan Peradilan Umum.” Kaidah
diatas telah dianggap dalam peraktek peradilan sebagai salah satu yurisprudensi
tetap.Hampir semua kalangan menjadikanya sebagai pedoman, baik lingkungan
Peradilan Agama maupun lingkungan Peradilan Umum. Sebagian besar
68
menjadikannya sebagai patokan dalam menentukan kewenangan perkara-perkara
warisan bagi mereka yang beragama Islam.
Kemudian jika terjadi sengketa hak milik sebagaimana yang dimaksud pada
ayat (1) yang subjek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam, objek
sengketa tersebut diputus oleh Pengadilan Agama bersama perkara sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 49.Ketentuan ini memberi wewenang kepada Pengadilan
Agama untuk sekaligus memutuskan sengketa milik atau keperdataan lainnya tersebut
sering dibuat oleh pihak yang merasa dirugikan dengan adanya gugatan dipengadilan
agama.
Dari penjelasan diatas menunjukkan bahwasanya Lurah tidak memiliki
kewenangan dalam mengeluarkan Surat Keterangan Waris ketika dalam sengketa,
karena itu merupakan sepenuhnya kewenangan Pengadilan Agama.
Perbedaan yang dikeluarkan oleh Kelurahan sama yang dikeluarkan oleh
pengadilan adalah, bahwa yang dikeluarkan oleh Kelurahan merupakan Surat
Keterangan Waris dan itu hanya bersifat sementara, dan juga merupakan alat bukti
ketika dipengadilan Agama jika terjadi sengketa . dan Surat Keterangan Waris yang
dikeluarkan oleh Lurah, belum bersifat mutlak, dan bisa saja suatu saat nanti ada
perubahan tentang keterangan waris tersebut jika terbukti bahwa yang Keterangan
Waris itu tidak benar ada kesalahan, dan digugat oleh yang bersangkutan yang merasa
dirugikan.
Sedangkan yang dikeluarkan oleh Peradilan Agama bukan merupakan Surat
Keterangan Waris, akan tetapi Surat Penetapan Ahli Waris, akan tetapi Surat
69
Penetapan Ahli Waris ini, hanya didapatkan jika ada Keterangan Surat Ahli Waris
yang di keluarkan oleh Kantor Kelurahan tersebut. Dan penetapan Ahali Waris yang
dikeluarkan oleh Peradilan Agama tersebut bersifat mutlak jika sudah ditetapkan oleh
Pengadilan itu sendiri.4
4 Sumber informasi dari hasil wawancara pada hari sabtu, tanggal 2 dengan ketua Pengadilan
Agama yang berada di Aceh.
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa pemaparan dari bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat
mengambil kesimpulan dan sekaligus sebagai jawaban atas beberapa perumusan
masalah yang penulis berikan.
1. Bahwa hasil dari penlitian penulis di beberapa Kelurahan yang ada di
Tangerag Selatan ini yakni ada delapan Kelurahan, Kompetensi Lurah
dalam ilm waris sangatlah minim sekali, bahkan yang lebih parahnya lagi
masih ada Lurah yang sama sekali tidak mengerti dengan ilmu kewarisan
Islam. Karena rata-rata Lurah yang menjabat sebagai pemerintah setempat
tidak memilki latar belakang pendidikan yang berkitan dengan ilmu waris
Islam, sehingga wajar saja mereka tidak mengerti dengan ilmu kewarisan
Islam.
2. Dalam pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris ada beberapa langkah-
langkah yang harus diketahui dan juga harus dilalui sebelum meminta
tanda tangan atau meminta Surat Keterangan Waris kepada Kekelurahan.
Dan langkah yang pertama harus diketahui RT, RW setempat bahwa yang
bersangkutan adalah benar-benar ahli waris yang sah dari al-mahrum,
karena RT/RW adalah orang yang paling dekat dengan warganya sendiri,
sehingga dia lebih mengetahui seluk beluk keluarga yang bersangkutan itu
sendiri. Kemudian ketika sudah mendapat persetujuan atau sudah
70
diketahui RT/RW setempat barulah boleh diantar kekantor Kekelurahan
dan akan diperiksa di kekelurahan jika semua syarat-syarat sudah
terpenuhi disitu Lurah
71
Memiliki kewenangan untuk menandatangani pernyataan yang sudah dibuat
oleh pemohon. Kemudian pihak kelurahan akan menyerahkan Surat Keterangan
Waris itu
Contoh dari syarat-syarat untuk mengurus Surat Keterangan Warisan adalah
sebagai berikut:
1. Fotocopi Al-marhum
2. Fotocopikartukeluarga
3. fotocopi KTP Anak (semuaahliwaris)
4. FotocopiIstri
5. fotocopiAktakelahiran
6. Fotocopisuratkematian Al-marhum
7. Pengantar RT/RW
Tapi dengan kewenangan yang di berikan kepada salah satu instansi seperti
Lurah dalam prakteknya mereka tida kmemilki kapasitas atau pengetahuan tentang
kewenangan yang sudah di berikan kepada Lurah tersebut, dan ini yang akan menjadi
masalah bagi di tengah-tengah kehidupan masyarakat
3. Kewenangan Lurah dalam mengeluarkan Surat Keterangan waris
tercantum berdasarkan Surat Keputusan Departemnen Dalam Negeri Direktorat
Pendaftaran Tanah No. DPT/12/63/12/69 juncto Pasal 111 Ayat 1 C point 4 PMNA
No. 3/1997, dibedakan siapa saja yang berwenang membuat Keterangan Waris.
pembagiannya sebagaiberikut:
72
a. Untuk penduduk golongan Eropa dan WNI keturunan Tionghoa,
KeteranganWaris dibuat oleh Notaris.
b. Untuk penduduk Pribumi, Keterangan Waris cukup dibuat dibawah
tangan, yang disaksikan dan dibenarkan oleh Lurah dan dikuatkan oleh Camat.
c. Untuk WNI keturunan Timur Asing (India,Arab), yang berwenang
membuat Keterangan Warisnya adalah Balai Harta Peninggalan.1
Selain dari Lurah, Notaris, dan Balai Harta Peninggalan, masih ada yang
berwenang dalam pengeluaran Surat Keterangan Waris, seperti Peradilan Agama, dan
Peradilan Umum, dan untuk peradilan Agama diatur dalam pasal 49 huruf b UU No.
3 tahun 2006 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1998 tentang peradilan Agama
(“ UU Peradilan Agama”) disebutkan bahwa:
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memerikasa, memutuskan,
danmenyelesaikan perkara tingkat pertama bagi orang-orang yang beragama Islam
dibidang: b. waris
Penjelasan lebih detail mengenai permasalahan waris apa saja yang diatur dapat
kita lihat pada penjelasa npasal 49 huruf b UU Peradilan Agama yang berbunyi:
“…Yang dimaksuddengan “ waris “ adalah siapa penentuan siapa yang
menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian
masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut,
1 Irma Devita Purnamasari, Kiat-Kiat cerdas, mudah, dan bijak memahami masalah hukum
waris, cetakan 1 (Bandung, tahun 2012), h.88
73
serta penetapan pengadilan atas permohonan seorang tentang penentuan siapa
yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masin gahli waris…”
B. Saran-saran
Sebagai penutup dari kesimpuan di atas penulis disini akan memberikan saran-
saran terkait dengan perbaikan mengenai Kewenangan Lurah dalam mengeluarkan
Surat Keterangan Waris:
1. Jabatan Lurah merupakan jabatan politik, dan secara otomatis tidak semua
Lurah memiliki ilmu pengetahuan tentang ilmu kewarisan, oleh sebab itu penulis
menyarankan agar setiap Kelurahan memilki tim khusus atau orang-orang yang
benar-benar mengerti tentang ilmu kewarisan khususnya ilmu kewarisan Islam. Agar
tidak terjadi kesalahan dalam mengeluarkan Surat Keterangan Waris, dan tidak akan
merugikan orang yang bersangkutan demi kemaslahatan masyarakat itu sendiri.
2. Agar pihak-pihak bank yang bersangkutan dengan Ahli Waris tidak langsung
mencairkan dana yang diminta oleh ahli waris jika belum memiliki bukti yang kuat
dan sebelum ada penetapan dari Pengadilan Agama agar tidak terjadi Kesalahan dan
terjadi konflik, karena Surat Keterangan Waris dari kelurahan belum tentu benar,
alangkah baiknya pihak bank atau sejenis yang bersangkutan dengan harta
peninggalan tidak memberikan sebelum ada Surat Penetapan dari Peradilan Agama.
3. Agar Kelurahan lebih berhati-hati lagi dalam memeriksa kebenaran data yang
diterima, bukan hanya sekeda rmemeriksa syarat-syaratnya saja akan tetapi juga lebih
mencari kebenaran yang sesungguhnya agar tidak terjadi kesalahan dalam
mengeluarkan Surat Keterangan Waris, karena Surat Keterangan Waris merupakan
74
bukti nanti di Pengadilan Agama. Demikianlah saran-saran yang bisa penulis
sampaikan semoga kedepannya hukum yang berlaku di Indonesia semakin membaik
dan semua kebutuhan dan hak-hak masyarakat terpenuhi tanpa harus ada yang
dirugikan satu dengan yang lain.
74
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Referensi
Al-Quranul al-Karim
Abdul Mujib Mabruri Thallah Sapiah AM, Kamus Istilah Fikih, (Jakartta; PT.
Pustaka Firdaus, 1994), cet. Ketiga, h, 258
Abu Daud, Musnad Abi Daud, al-thoyalisi, Mesir; Darul Hijr, 1999
Ahmad Warson, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Jakarta; M. Jakarta, 1996,
cet. Pertama.
Al-Sobuni Ali Muhammad, Hukum Kewarisan, Cetakan 1, Jakarta; 2005
Arifin Zainal, Penelitian Pendidikan, Bandung; PT. Remaja Rosdakarya
Bagir Manan, Tugas hakim: Antara Melaksanakan Fungsi Hukum dan Tujuan
Hukum Dalam Peradilan Agama Dalam Perspektif Ketua Mahkamah Agung,
Jakarta; Dirjen PA, 2007.
Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta; Pt. Rajawali Grafindo
Persada, 1996, cet. Pertama.
Daud Muhammad, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta; PT.Raja Grafindo
Persada, 2002
Fathurrahman, Ilmu Waris , Bandung: Al-Maarif 1975.
Hasby As-siddieqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam, Yogyakarta; PT. Ma‟arif,
1994.
Hazairin, Hukum kewarisan Islam Menurut Al-Quran dan Hadist, Jakarta; Tintamas
1982.
Ibnu Majah, Sunan Ibn Majah, Beirut : Darul Risalah al-„Alamiyah, 2009.
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta; 1997.
Komite Fakultas Syariah Universitas al-Azhar, Mesir, Hukum Waris Jakarta:Maret
2014.
75
Mahmud Yunus, kamus arab indonesia, Cetakan, VII Jakarta; PT. Hidakarya Agung.
Moh. Idris Ramulyo, Beberapa Masalah tentang Hukum Acara Perdata Peradilan
Agama, Jakarta: Ind-Hill Co, 1991.
Moh. Muhibbin, Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam sebagai pembaharuan
Hukum positif di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika 2009, Cetakan, 1.
Moleong Lexi j, Metode penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2004.
Purwoto S. Ganda Subrata, Dengan Etika dan Profesi Hakim Kita Tegakkan Citra,
Wibawa dan Martabat hakim Indonesia, Jakarta; Bina Yustisia Mahkamah
Agung RI, 1994.
Purwoto S. Ganda Subrata, Tugas dan Fungsi Hakim, Jakarta; Bina Yustisia
Mahkamah Agung RI, 1994. Rika Delfa Yona, Eksistensi Kewenangan Peradilan Agama Dalam Mengeksekusi
Putusan Arbitrase Syariah , Jakarta: UIN SYAHID Jakarta, 2010.
Saebani Beni Ahmad, fiqih Mawaris, Pustaka setia Bandung, cetakan 1. Tahun 2009
Sari Purnama Devita Irma, Kiat-Kiat Cerdas, dan bijak memahami masalah hukum
waris, cetakan 1 Bandung, Tahun 2012.
Suma Amin Muhammad, Hukum Keluarga Islam di dunia Islam, PT Raja Grafindo
Persada, Tahun 2015.
Suparman, dan Yunus Somawinata, Fiqih Mawaris Hukum Kewarisan Islam Jakarta:
Gaya Media Pratama 2002, Cetakan II.
Syamsuhadi Irsyad, Eksistensi Peradilan Agama Pasca Lahirnya Undang-undang
No. 3 Tahun 2006, Makalah, 10 Juli 2006.
Syarifuddin Amir, Hukum Kewarisan Islam, Cetakan ke 3 jakarta; tahun 2004
Taufiq Hamami, Peradilan Agama Dalam Reformasi Kekuasaan Kehakiman di
Indonesia, Ciputat; PT. Tatanusa, 2013.
Taufiq Hamami, Peradilan Agama Dalam Reformasi Kekuasaan Kehakiman di
Indonesia, Ciputat; PT. Tatanusa, 2013.
76
Hamami, Taufiq. Kedudukan dan Eksistensi Peradilan Agama dalam sistem Tata
Hukum di Indonesia, Bandung: P. T. ALUMNI, 2003.
Vollamar H.F.A, Pengantar Studi Hukum Perdata,Tahun 1992,
Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, cet. Ketiga,
jakarta; PT. Sarana Bakti Semesta, 1997.
Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan, dan Acara Peradilan Agama, Jakarta;
Pustaka Kartini, 1993.
Zaini Ahmad Noeh dan Abdul Basit Adnan, Sejarah Singkat Peradilan Agama di
Indonesia, Surabaya: Bina Ilmu, 1983.
B. Peraturan Perundang-Undangan
Dasar hukum penetapan ahli waris yang dikeluarkan oleh pengadilan negeri yang
berlaku bagi semua agama selain agama Islam yaitu pasal 833 KHUPerdata.
pasal 49 huruf b UU No. 3 tahun 2006 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1998
tentang peradilan Agama (“ UU Peradilan Agama”)
Surat Tanah No. DPT/12/63 junctoPasal 111 Ayat 1 C Point 4 PMNA No 3/1997,
dibedakan siapa saja yang berwenang membuat keterangan waris