7
28 Februari 2018 ISSN : 2580-2100 e-ISSN : 2580-6327 Tersedia daring http://horticulturae.ipb.ac.id Comm. Horticulturae J, Februari 2018, 2(1):28-34 DOI : http://dx.doi.org/10.29244/chj.2.1.28-34 * Penulis untuk korespondensi. e-mail: [email protected] Karakterisasi Morfologi Beberapa Genotipe Kentang (Solanum tuberosum) yang Dibudidayakan di Indonesia Morphological Characterization of Some Genotypes of Potato(Solanum tuberosum) Cultivated in Indonesia Yudi Slamet Hidayat 1 , Darda Efendi 1 , dan Sulassih 2 1 Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Bogor Agricultural University) Jl. Meranti, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680, Indonesia. 2 Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Baranangsiang, Jl. Raya Pajajaran - Bogor 16144, Indonesia. Diterima 23 November 2017/Disetujui 24 Januari 2018 ABSTRACT The research was conducted at Cikajang Garut West Java from March 2013 until July 2013. The purpose of this research is characterize of vegetative and generative character some genotypes of potato cultivated in Indonesia qualitatively and quantitatively. The genotypes of potato consist of Intan, Bengkulu, Jambi, Bukit Tinggi, Wonosobo, Blis, and Mikraset and three tester that are Granola, Atlantic, South Sulawesi. Observations consist of a plant height, stem (diameter and color), leaves (number of leaves, color, shape, and size), flowers (flowering time, shape, and color), time of harvest, tubers (the number of tuber, weight, shape, size, color, and moisture content). The research result showed genotype Jambi and Intan has a higher yield than the tester. Ten genotypes of potato that is used is divided into 3 groups. The first group consists of Jambi, Atlantic, Bukit Tinggi, and Mikraset. The second group consists of Granola, Intan, South Sulawesi, Blis and Wonosobo and the third group is Bengkulu. Genotype of Bengkulu have the purple stem and red skin of tuber, so it can potentially a new variety. Key words : Bengkulu, intan, Jambi, purple, red, stem, tuber ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di Cikajang Garut Jawa Barat dari bulan Maret 2013 sampai Juli 2013. Tujuan penelitian ini adalah melakukan karakterisasi vegetatif dan generatif pada beberapa genotipe kentang yang dibudidayakan di Indonesia secara kualitatif dan kuantitatif.Genotipe kentang yang digunakan terdiri dari tiga pembanding (Granola, Atlantic, Sulawesi Selatan) dan tujuh genotipe uji (Intan, Bengkulu, Jambi, Bukit Tinggi, Wonosobo, Blis, dan Mikraset). Pengamatan terdiri tinggi tanaman, batang (diameter dan warna),daun (jumlah, warna, bentuk, dan ukuran daun),bunga (waktu berbunga, bentuk, dan warna), waktu panen, umbi (jumlah, bobot, bentuk, ukuran, warna, dan kadar air). Hasil penelitian menunjukkan genotipe Jambi dan Intan memiliki hasil yang lebih tinggi daripada pembanding. Sepuluh genotipe kentang yang digunakan terbagi kedalam 3 kelompok. Kelompok pertama terdiri dari Jambi, Atlantic, Bukit Tinggi, dan Mikraset. Kelompok kedua terdiri dari Granola, Intan, Sulawesi Selatan, Blis dan Wonosobo. Kelompok ketiga adalah kelompok yang tidak mempunyai kesamaan dengan ketiga pembanding yaitu Bengkulu. Genotipe Bengkulu memiliki warna batang ungu muda dan warna kulit umbi merah sehingga berpotensi untuk dilakukan pendaftaran varietas. Kata kunci : batang, Bengkulu, intan, Jambi, merah, umbi, ungu PENDAHULUAN Kentang (Solanum tuberosum) merupakan salah satu tanaman yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia. Menurut FAO (2008) budidaya kentang di Indonesia dilakukan di dataran tinggi antara 800–1800 mdpl oleh petani skala kecil. Konsumsi kentang di Indonesia baik sebagai sayuran maupun olahan setiap tahun semakin meningkat. Menurut Samadi (2007) peningkatan konsumsi dan permintaan pasar terhadap komoditas kentang seiring dengan peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya.

Karakterisasi Morfologi Beberapa Genotipe Kentang (Solanum

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Karakterisasi Morfologi Beberapa Genotipe Kentang (Solanum

28

Hidayat et al. / Comm. Horticulturae Journal 2(1):28-34

Februari 2018

ISSN : 2580-2100 e-ISSN : 2580-6327 Tersedia daring http://horticulturae.ipb.ac.id

Comm. Horticulturae J, Februari 2018, 2(1):28-34DOI : http://dx.doi.org/10.29244/chj.2.1.28-34

* Penulis untuk korespondensi. e-mail: [email protected]

Karakterisasi Morfologi Beberapa Genotipe Kentang (Solanum tuberosum) yang Dibudidayakan di Indonesia

Morphological Characterization of Some Genotypes of Potato(Solanum tuberosum) Cultivated in Indonesia

Yudi Slamet Hidayat1, Darda Efendi1, dan Sulassih2

1Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Bogor Agricultural University)Jl. Meranti, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680, Indonesia.

2Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Baranangsiang, Jl. Raya Pajajaran - Bogor 16144, Indonesia.

Diterima 23 November 2017/Disetujui 24 Januari 2018

ABSTRACT

The research was conducted at Cikajang Garut West Java from March 2013 until July 2013. The purpose of this research is characterize of vegetative and generative character some genotypes of potato cultivated in Indonesia qualitatively and quantitatively. The genotypes of potato consist of Intan, Bengkulu, Jambi, Bukit Tinggi, Wonosobo, Blis, and Mikraset and three tester that are Granola, Atlantic, South Sulawesi. Observations consist of a plant height, stem (diameter and color), leaves (number of leaves, color, shape, and size), flowers (flowering time, shape, and color), time of harvest, tubers (the number of tuber, weight, shape, size, color, and moisture content). The research result showed genotype Jambi and Intan has a higher yield than the tester. Ten genotypes of potato that is used is divided into 3 groups. The first group consists of Jambi, Atlantic, Bukit Tinggi, and Mikraset. The second group consists of Granola, Intan, South Sulawesi, Blis and Wonosobo and the third group is Bengkulu. Genotype of Bengkulu have the purple stem and red skin of tuber, so it can potentially a new variety.

Key words : Bengkulu, intan, Jambi, purple, red, stem, tuber

ABSTRAK

Penelitian dilaksanakan di Cikajang Garut Jawa Barat dari bulan Maret 2013 sampai Juli 2013. Tujuan penelitian ini adalah melakukan karakterisasi vegetatif dan generatif pada beberapa genotipe kentang yang dibudidayakan di Indonesia secara kualitatif dan kuantitatif.Genotipe kentang yang digunakan terdiri dari tiga pembanding (Granola, Atlantic, Sulawesi Selatan) dan tujuh genotipe uji (Intan, Bengkulu, Jambi, Bukit Tinggi, Wonosobo, Blis, dan Mikraset). Pengamatan terdiri tinggi tanaman, batang (diameter dan warna),daun (jumlah, warna, bentuk, dan ukuran daun),bunga (waktu berbunga, bentuk, dan warna), waktu panen, umbi (jumlah, bobot, bentuk, ukuran, warna, dan kadar air). Hasil penelitian menunjukkan genotipe Jambi dan Intan memiliki hasil yang lebih tinggi daripada pembanding. Sepuluh genotipe kentang yang digunakan terbagi kedalam 3 kelompok. Kelompok pertama terdiri dari Jambi, Atlantic, Bukit Tinggi, dan Mikraset. Kelompok kedua terdiri dari Granola, Intan, Sulawesi Selatan, Blis dan Wonosobo. Kelompok ketiga adalah kelompok yang tidak mempunyai kesamaan dengan ketiga pembanding yaitu Bengkulu. Genotipe Bengkulu memiliki warna batang ungu muda dan warna kulit umbi merah sehingga berpotensi untuk dilakukan pendaftaran varietas.

Kata kunci : batang, Bengkulu, intan, Jambi, merah, umbi, ungu

PENDAHULUAN

Kentang (Solanum tuberosum) merupakan salah satu tanaman yang banyak dibudidayakan oleh petani

di Indonesia. Menurut FAO (2008) budidaya kentang di Indonesia dilakukan di dataran tinggi antara 800–1800 mdpl oleh petani skala kecil. Konsumsi kentang di Indonesia baik sebagai sayuran maupun olahan setiap tahun semakin meningkat. Menurut Samadi (2007) peningkatan konsumsi dan permintaan pasar terhadap komoditas kentang seiring dengan peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya.

Page 2: Karakterisasi Morfologi Beberapa Genotipe Kentang (Solanum

29

Hidayat et al. / Comm. Horticulturae Journal 2(1):28-34

Februari 2018

Menurut BPS (2013) konsumsi rumah tangga kentang periode tahun 2002–2012 rata rata meningkat sebesar 1.76% setiap tahunnya. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2007 dimana konsumsi kentang naik sekitar 25% dibandingkan tahun sebelumnya. Sebaliknya penurunan konsumsi kentang terjadi pada tahun 2009 sebesar 15.38%. Tahun 2012 konsumsi kentang sebesar 1.46 kg kapita-1

tahun-1.Peningkatan produksi seharusnya sejalan dengan

peningkatan permintaan kentang di Indonesia, hal tersebut agar kebutuhan akan komoditas tanaman kentang dapat terpenuhi. Menurut BPS (2012) terjadi penurunan produksi kentang dari tahun 2009 sampai dengan 2011, produksi tahun 2009 mencapai 1.17 juta ton, tahun 2010 menurun menjadi 1.06 juta ton, dan pada tahun 2011 produksi kentang mencapai 955.48 ribu ton. Terjadi peningkatan produksi pada tahun 2012 tetapi masih lebih rendah dari tahun 2009 yaitu mencapai 1.09 juta ton.

Penurunan produksi tersebut salah satunya disebabkan oleh rendahnya produktivitas suatu varietas kentang yang dibudidayakan, serta kurang tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Varietas kentang yang banyak dibudidayakan saat ini adalah kentang Granola untuk sayur dan Atlantickuntuk olahan. Menurut Setiadi (2009) dari ketiga golongan kentang yaitu kentang kuning, merah, dan putih yang paling disukai adalah kentang kuning Granola.

Berdasarkan hal tersebut salah satu cara untuk meningkatkan produksi kentang adalah dengan menggunakan varietas unggul dari plasma nutfah kentang yang ada di Indonesia. Namun beberapa plasma nutfah kentang yang ada di Indonesia belum terdaftar sebagai suatu varietas, sehingga perlu dilakukan pendaftaran varietas dari beberapa plasma nutfah yang ada. Akan tetapi, untuk melakukan pendaftaran varietas diperlukan adanya deskripsi varietas secara kualitatif maupun kuantitatif serta hasil uji keunggulan varietas (38/Permentan.OT.140/7/2011), maka pada penelitian ini akan diuji tujuh plasma nutfah kentang yang ada di Indonesia dengan tiga pembanding (Granola, Atlantik, dan Sulawesi Selatan). Penelitian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi vegetatif dan generatif pada beberapa genotipe kentang yang dibudidayakan di Indonesia secara kualitatif dan kuantitatif.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Cikajang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat dengan ketinggian tempat 1283 m dpl titik koordinat 7022’14.33” LS, 107048’49.86” BT, mulai dari bulan Maret sampai dengan Juli 2013. Bahan yang digunakan adalah umbi kentang yang terdiri atas 10 genotipe yaitu 3 genotipe pembanding (Granola, Atlantic, dan Sulawesi Selatan) dan 7 genotipe uji yaitu Intan, Bengkulu, Jambi, Bukit Tinggi, Wonosobo, Blis, dan Mikraset. Umbi kentang Sulawesi Selatan, Bengkulu, Wonosobo, Bukit Tinggi, dan Jambi diperoleh dari daerah sesuai dengan nama umbinya masing-masing. Umbi kentang Granola, Atlantik, Intan, Mikraset, dan Blis diperoleh dari daerah Garut. Umbi kentang yang digunakan berukuran 22–72 g, sudah

memiliki tunas dengan panjang rata-rata 1 cm. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk kandang, Urea, SP-36, dan KCl serta Furadan. Peralatan yang digunakan berupa alat pertanian, timbangan, kamera, jangka sorong, dan color chart.

Percobaan terdiri dari 10 genotipe kentang dengan jumlah bibit per petak sebanyak 50 bibit dengan 4 ulangan. Luas petakan 12 m2 dengan jarak tanam 30 cm x 80 cm, bibit ditanam satu umbi perlubang. Dua minggu sebelum tanam dilakukan pengolahan tanah. Tanah diolah sempurna sampai tanah menjadi gembur. Pemupukan diberikan bersamaan dengan penanaman dengan dosis 16 ton ha-1 pupuk kandang, 208 kg ha-1NPK (15:15:15), 312 kg ha-1 SP-36, 208 kg ha-1 ZA serta 10 kg ha-1 furadan. Pemupukan susulan dilakukan pada 40 HST dengan dosis 208 kg ha-1 NPK (15:15:15).

Pemeliharaan meliputi pengendalian hama dan penyakit, penggemburan, pengendalian gulma, pemasangan ajir, serta pembumbunan. Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan pada 20 HST. Penggemburan dan pengendalian gulma dilakukan pada 30 HST. Pemasangan ajir dilakukan pada 35 HST. Pembumbunan pertama dilakukan pada 40 HST bersamaan dengan pemupukan susulan. Pembumbunan kedua dilakukan pada 50 HST.

Pengamatan morfologi mengacu pada deskriptor International Board for Plant Genetic Resource (IBPGR) dan International Union for the Protection of New Varieties of Plants (UPOV) meliputi pertumbuhan vegetatif dan generatif baik dari segi kualitatif maupun kuantitatif. Pengamatan vegetatif meliputi tinggi tanaman, batang (diameter dan warna), daun (jumlah, warna, bentuk, dan ukuran). Pengamatan generatif meliputi bunga (waktu berbunga, bentuk, dan warna), waktu panen, umbi (jumlah, bobot, bentuk, ukuran, warna, dan kadar air).

Data kuantitatif yang telah diperoleh dianalisis menggunakan software SAS 9.1. Uji F dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pengaruh antar perlakuan. Jika uji F menunjukan pengaruh nyata pada taraf alfa 5% maka dilakukan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test), sedangkan data kualitatif dianalisis dengan uji Mantel Statistic Z menggunakan software NTSYS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakter Kualitatif

Warna batang tanaman kentang berbeda-beda tergantung varietasnya tetapi pada umumnya batang tanaman kentang memiliki warna hijau. Hasil penelitian karakter kualitatif pada Gambar 1 menunjukkan terdapat beberapa batang tanaman kentang yang memiliki warna selain dari hijau yaitu ungu muda dan ungu tua. Genotipe Bengkulu memiliki warna batang ungu muda. Genotipe Jambi dan Bukit Tinggi memiliki warna batang ungu tua, sedangkan Atlantik, Granola, Intan, Sulawesi Selatan, Blis, dan Wonosobo memiliki warna batang hijau. Mikraset memiliki warna batang hijau kekuningan. Bentuk penampang batang pada 10 genotipe kentang yang digunakan terdiri dari dua bentuk yaitu segi lima (Jambi, Mikraset, Granola, dan Bengkulu), dan segitiga (Atlantik, Bukit Tinggi, Intan,

Page 3: Karakterisasi Morfologi Beberapa Genotipe Kentang (Solanum

30

Hidayat et al. / Comm. Horticulturae Journal 2(1):28-34

Februari 2018

Sulawesi Selatan, Blis, dan Wonosobo). Daun kentang merupakan daun majemuk memiliki bentuk, ukuran, dan warna yang berbeda tergantung varietasnya. Menurut UPOV (1986) karakter susunan daun terbagi atas tiga bagian yaitu tertutup, sedang, dan terbuka. Hasil penelitian pada Gambar 1 menunjukkan bahwa Atlantik, Mikraset, dan Sulawesi Selatan termasuk genotipe yang memiliki susunan daun tertutup. Genotipe Bukit Tinggi, Blis, dan Bengkulu memiliki susunan daun sedang. Genotipe yang memiliki susunan daun terbuka yaitu Jambi, Granola, Intan, dan Wonosobo. Warna daun pada Gambar 1 menunjukkan Atlantik, Bukit Tinggi, dan Bengkulu memiliki warna daun hijau tua. Genotipe Jambi, Granola, Sulawesi Selatan, Intan, Blis, dan Wonosobo memiliki warna daun hijau muda. Genotipe Mikraset memiliki warna daun hijau kekuningan.

Bunga tanaman kentang terletak pada ketiak daun, pada penelitian ini tidak semua genotipe menghasilkan bunga sehingga beberapa genotipe tidak dapat diamati karakter bunganya. Genotipe yang menghasilkan bunga yaitu Atlantik, Sulawesi Selatan, dan Blis. Menurut Kusmana dan Eri (2007) untuk dapat berbunga varietas Granola memerlukan perlakuan khusus, misalnya dengan penambahan cahaya, grafting, atau perlakuan bahan kimia. Granola terkadang dapat berbunga apabila ditanam pada elevasi yang lebih tinggi (>1700 m dpl). Pada Gambar 1 yang membedakan antara bunga Atlantic, Sulawesi Selatan, dan Blis adalah warna mahkota dan bentuknya, sedangkan pada karakter warna dan bentuk kelopak, warna benang sari, dan warna kepala putik memiliki karakter yang sama yaitu warna kelopak hijau berbentuk regular, warna benang sari kuning, dan warna kepala putik hijau. Warna mahkota bunga Atlantik adalah putih berbentuk semi stellate (seperti

bintang), Sulawesi Selatan ungu berbentuk pentagonal (segi lima), dan Blis putih agak pucat berbentuk pentagonal.

Warna kulit umbi pada Gambar 1 menunjukkan bahwa genotipe Bengkulu memiliki warna yang berbeda dengan semua genotipe yaitu merah. Genotipe Jambi, Atlantik, Bukit Tinggi, Mikraset, Granola, Intan, Sulawesi Selatan, dan Blis memiliki kulit umbi yang berwarna cream. Wonosobo memiliki warna kulit umbi putih cream. Warna daging umbi kentang belum tentu memiliki warna yang sama dengan warna kulitnya. Berdasakan penelitian terlihat bahwa daging umbi kentang memiliki warna antara putih, cream dan kuning agak cream. Jambi, Atlantik, Mikraset, Sulawesi Selatan, dan Blis memiliki warna daging umbi putih. Daging umbi Granola memiliki warna cream, genotipe yang memiliki warna daging umbi yang sama dengan Granola yaitu Bukit tinggi dan Wonosobo. Bengkulu yang memiliki kulit umbi berwarna merah memiliki daging umbi yang berwarna kuning agak cream yang sama dengan Intan.

Pendugaan Kekerabatan Berdasarkan Karakter Kualitatif

Beberapa karakter kualitatif (warna batang, warna daun, bentuk daun, warna kulit umbi, warna daging umbi, dan bentuk umbi) yang dianalisis dengan menggunakan software NTSYS yang terlihat dalam bentuk dendrogram (Gambar 2) menunjukan bahwa berdasarkan karakter kualitatifnya pada jarak koefesien kemiripan 0.36 atau memiliki kemiripan 36%, genotipe kentang dikelompokan ke dalam 3 kelompok. Kelompok pertama terdiri dari Atlantik, Jambi, Bukit Tinggi, dan Mikraset. Kelompok kedua terdiri dari Granola, Intan, Sulawesi Selatan, Blis, dan

Gambar 1. Karakter kualitatif kentang

Karakter Genotipe

Jambi AtlantikBukit Tinggi Mikraset Granola Intan Blis Wonosobo Bengkulu

SulawesiSelatan

Batang

Daun

Bunga

Kulit Umbi

Daging umbi

Page 4: Karakterisasi Morfologi Beberapa Genotipe Kentang (Solanum

31

Hidayat et al. / Comm. Horticulturae Journal 2(1):28-34

Februari 2018

Gambar 2. Dendrogram 10 genotipe kentang berdasarkan karakter kualitatif (warna batang, warna daun, bentuk daun, warna kulit umbi, warna daging umbi, dan bentuk umbi)

Jambi

Atlantik

Bukit Tinggi

Mikraset

Granola

Intan

Blis

Sulawesi Selatan

Wonosobo

Bengkulu

Koefisien kemiripan0.22 0.36 0.50 0.64 0.78

1

2

3

Wonosobo. Kelompok ketiga merupakan Kelompok yang secara kualitatif tidak mempunyai kesamaan terhadap ketiga pembanding yaitu Bengkulu. Genotipe Bengkulu dikatakan berbeda dengan semua pembanding karena memiliki batang yang berwarna ungu muda, kulit umbi yang berwarna merah dan daging umbi berwarna kuning cream.

Karakter Kuantitatif Pertumbuhan Vegetatif

Tanaman kentang merupakan tanaman herba (tidak berkayu), sehingga dalam budidayanya dibutuhkan ajir untuk membantu tanaman agar dapat tumbuh tegak. Tinggi tanaman yang terlalu tinggi menyebabkan kesulitan pada budidayanya yaitu pada proses pengajiran. Tanaman kentang yang terlalu tinggi harus diikat beberapa kali pada ajir supaya tanaman tidak roboh, sehingga tinggi tanaman yang pendek

sampai sedang lebih baik untuk dibudidayakan. Menurut UPOV (1986) tinggi tanaman kentang di klasifikasikan ke dalam lima tingkatan yaitu sangat pendek (<44.0 cm), pendek (44.1–49.9 cm), sedang (50.0–54.9 cm), tinggi (55.0–59.9 cm), dan sangat tinggi (>59.9 cm). Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan tinggi tanaman yang beragam sehingga dapat diklasifikasikan menjadi 3 kriteria yaitu sangat pendek (Atlantik, Mikraset, Granola, Bengkulu, dan Wonosobo), pendek (Intan, Blis, dan Sulawesi Selatan), sedang (Bukit Tinggi), dan tinggi (Jambi).

Selain tinggi tanaman faktor lain yang mempengaruhi tumbuh tegaknya suatu tanaman adalah diameter batang. Kriteria diameter batang yang diinginkan yaitu berukuran besar. Diameter batang yang besar diharapkan mampu menopang tanaman untuk tumbuh tegak sehingga tanaman tidak mudah roboh. Hasil pada Tabel 1 menunjukkan genotipe

Genotipe Tinggi tanaman (cm)

Diameter batang (cm) Jumlah daun Panjang daun

(cm)Lebar daun

(cm)Jambi 59.0a 0.6a 12.2abc 27.6ab 14.4bAtlantik 40.2de 0.4c 11.0c 16.8de 16.4aBukit Tinggi 52.5ab 0.4c 13.0a 21.3cd 12.5dMikraset 42.4cde 0.4c 12.0abc 14.4e 11.5eGranola 36.7e 0.4c 9.2d 29.7a 14.1bIntan 49.0bc 0.5ab 11.2bc 25.5abc 11.4eBlis 44.2bcd 0.5ab 9.2d 22.0c 14.1bSulawesi Selatan 45.2bcd 0.5ab 12.7ab 22.1c 13.0cWonosobo 36.3e 0.3d 8.5d 23.9bc 12.2dBengkulu 39.7de 0.4c 12.2abc 13.4e 12.0d

Tabel 1. Pengaruh genotipe terhadap pertumbuhan vegetatif kentang

Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5 %

Page 5: Karakterisasi Morfologi Beberapa Genotipe Kentang (Solanum

32

Hidayat et al. / Comm. Horticulturae Journal 2(1):28-34

Februari 2018

Jambi, Intan, Blis dan Sulawesi Selatan memiliki diameter batang yang lebih baik daripada semua genotipe. Genotipe yang memiliki diameter batang tidak berbeda nyata dengan Granola dan Atlantik adalah Bengkulu, Bukit Tinggi, dan Mikraset. Genotipe Wonosobo memiliki diameter batang yang paling kecil diantara semua genotipe.

Daun sangat penting dalam proses fotosintesis tanaman. Kriteria daun kentang yang diharapkan yaitu memiliki jumlah yang banyak dan berukuran besar. Jumlah daun yang banyak dan berukuran besar diharapkan mampu menangkap sinar matahari secara maksimal sehingga dapat meningkatkan hasil fotosintesis. Hasil pada Tabel 1 menunjukkan bahwa genotipe Sulawesi Selatan memiliki jumlah daun yang lebih banyak daripada Atlantik dan Granola. Genotipe yang memiliki jumlah daun tidak berbeda nyata dengan Sulawesi Selatan adalah Bukit tinggi. Genotipe yang memiliki jumlah daun tidak berbeda nyata dengan Sulawesi Selatan dan Atlantik adalah Jambi, Mikraset, Intan, dan Bengkulu. Granola memiliki jumlah daun yang lebih sedikit daripada Atlantik dan Sulawesi Selatan, genotipe yang memiliki jumlah daun tidak berbeda nyata dengan Granola adalah Blis dan Wonosobo.

Karakter panjang daun pada Tabel 1 menunjukkan Granola memiliki daun yang lebih panjang daripada Atlantik dan Sulawesi Selatan. Genotipe yang memiliki panjang daun tidak berbeda nyata dengan Granola adalah Jambi. Genotipe yang memiliki panjang daun tidak berbeda nyata dengan Granola dan Sulawesi Selatan adalah Intan. Genotipe Blis dan Wonosobo memiliki panjang daun yang tidak berbeda nyata dengan Sulawesi Selatan. Atlantik memiliki daun yang paling pendek diantara Granola dan Sulawesi Selatan. Genotipe yang memiliki panjang daun tidak berbeda nyata dengan Atlantik adalah Mikraset dan Bengkulu. Genotipe Bukit Tinggi memiliki panjang daun yang tidak berbeda nyata dengan Atlantik dan Sulawesi Selatan. Karakter lebar daun pada Tabel 1 menunjukkan Atlantic memiliki ukuran

Genotipe PU DU BU KA JU BU HP HTJambi 7.8a 4.1cd 38.8bc 76.8abc 7.2b 324.1b 11.7a 9.8aAtlantik 5.3cde 4.2c 32.6bc 71.1cd 7.2b 209.4de 5.3cd 4.4cdBukit Tinggi 5.6bcd 4.0d 39.7bc 74.7bcd 7.0b 254.2cd 7.5bc 6.3bcMikraset 5.1de 2.7e 12.9e 77.7abc 9.2a 113.6f 3.7d 3.1dGranola 5.6bcd 4.6b 43.7b 86.3a 6.2b 269.7bcd 8.5b 7.1bIntan 7.3a 5.0a 64.3a 83.7ab 7.5b 424.9a 13.2a 11.0aBlis 5.8bc 5.1a 68.8a 76.7abc 3.2c 185.9e 4.8cd 4.1cdSulawesi Selatan 4.8e 3.9d 29.6cd 70.1cd 7.0b 178.1e 4.9cd 4.1cdWonosobo 6.0b 4.7b 46.3b 83.5ab 7.5b 306.1bc 8.6b 7.2bBengkulu 4.6e 2.9e 17.0de 66.2d 7.0b 107.0f 3.3d 2.7d

Keterangan: PU = panjang umbi, DU = diameter umbi, BU = bobot per umbi, KA = kadar air, JU = jumlah umbi per tanaman, BU = bobot umbi per tanaman, HP = hasil umbi per petak, HT = hasil umbi ton per ha. Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5 %

Tabel 2. Pengaruh genotipe terhadap pertumbuhan generatif kentang

daun paling lebar dari semua genotipe. Granola memiliki lebar daun yang lebih kecil daripada Atlantik dan lebih lebar daripada Sulawesi Selatan, genotipe yang memiliki lebar daun tidak berbeda nyata dengan Granola adalah Jambi dan Blis. Genotipe Sulawesi Selatan memiliki lebar daun yang paling kecil diantara pembanding lainnya. Genotipe Bengkulu, Bukit Tinggi, dan Wonosobo memiliki lebar daun yang berbeda nyata lebih kecil daripada ketiga pembanding. Genotipe Intan dan Mikraset memiliki lebar daun yang paling kecil dari semua genotipe.

Pertumbuhan Generatif

Karakter panjang umbi pada Tabel 2 menunjukkan genotipe Jambi dan Intan memiliki ukuran umbi yang paling panjang dari semua genotipe. Genotipe Bukit Tinggi dan mikraset memiliki panjang umbi yang tidak berbeda nyata dengan ketiga pembanding. Genotipe Wonosobo memiliki panjang umbi yang tidak berbeda nyata dengan Granola. Blis memiliki panjang umbi yang tidak berbeda nyata dengan Granola dan Atlantik. Genotipe Bengkulu memiliki panjang umbi yang tidak berbeda nyata dengan Atlantik dan Sulawesi Selatan.

Menurut Kusmana dan Basuki (2004) ukuran umbi kentang yang diterima industri memiliki diameter besar yaitu 5–7 cm. Berdasarkan ukuran diameter dan bobot umbi, hasil pada Tabel 2 menunjukkan Intan dan Blis memiliki diameter yang lebih besar dari semua genotipe dan termasuk kedalam umbi yang berukuran besar. Genotipe Jambi, Atlantik, Bukit Tinggi, Mikraset, Granola, Sulawesi Selatan, Wonosobo, dan Bengkulu memiliki umbi yang berukuran kecil karena memiliki diameter kurang dari 5 cm.

Bobot hasil umbi dipengaruhi oleh jumlah umbi dan bobot umbi yang dihasilkan. Bobot hasil yang tinggi harus diikuti dengan kualitas umbi yang dihasilkan. Menurut

Page 6: Karakterisasi Morfologi Beberapa Genotipe Kentang (Solanum

33

Hidayat et al. / Comm. Horticulturae Journal 2(1):28-34

Februari 2018

Kusmana (2012) banyaknya jumlah umbi yang dihasilkan menjadi kurang berarti apabila berukuran kecil, karena umbi yang kecil memiliki nilai jual yang rendah. Proporsi yang ideal dikehendaki petani ialah 70–80% umbi berukuran besar (>60 g) dan sisanya yaitu 20–30% umbi ukuran kecil (<60 g). Berdasarkan ukuran bobot umbi, hasil pada Tabel 2 menunjukkan Intan dan Blis memiliki bobot/umbi yang lebih besar dari semua genotipe dan termasuk kedalam umbi yang berukuran besar. Genotipe Jambi, Atlantik, Bukit Tinggi, Mikraset, Granola, Sulawesi Selatan, Wonosobo, dan Bengkulu memiliki umbi yang berukuran kecil.

Varietas kentang yang memiliki kadar air tinggi biasanya digunakan sebagai kentang sayur sedangkan varietas yang memiliki kadar air rendah biasanya cocok digunakan sebagai kentang olahan. Menurut Kusmana dan Basuki (2004) salah satu kriteria varietas kentang yang sesuai untuk olahan adalah memiliki kadar air ±75%. Hasil pada Tabel 2 menunjukkan bahwa berdasarkan kadar airnya genotipe Atlantik, Bukit Tinggi, Sulawesi Selatan, dan Bengkulu cocok untuk kentang olahan. Genotipe Jambi, Mikraset, Granola, Intan, Blis, dan Wonosobo cocok untuk kentang sayur karena memiliki kadar air lebih dari 75%.

Kandungan kadar air pada suatu varietas kentang bukan merupakan faktor tunggal untuk menentukan suatu varietas kentang cocok digunakan sebagai kentang sayur maupun olahan, tetapi perlu adanya informasi mengenai kadar gula dan kadar pati kentang. Menurut Kusdibyo dan Asandhi (2004) keripik kentang yang baik berasal dari umbi kentang yang mempunyai kadar air dan gula rendah serta kadar pati tinggi. Kadar air yang tinggi dan kadar pati yang rendah akan menghasilkan keripik kentang dengan tekstur kurang renyah.Kadar gula yang tinggi pada kentang akan menurunkan kualitas keripik kentang yaitu timbulnya warna coklat pada keripik kentang.

Salah satu ciri varietas kentang unggul yaitu memiliki hasil yang tinggi. Hasil umbi/tanaman pada Tabel 2 menunjukkan Mikraset merupakan genotipe yang menghasilkan jumlah umbi paling banyak daripada semua genotipe. Blis merupakan genotipe yang menghasilkan jumlah umbi paling sedikit dari semua genotipe. Genotipe Intan, Bengkulu, Jambi, Bukit tinggi, dan Wonosobo memiliki jumlah umbi pertanaman yang tidak berbeda nyata dengan ketiga pembanding. Bobot umbi/tanaman dipengaruhi oleh bobot/umbi dan jumlah umbi/tanaman yang dihasilkan. Pada Tabel 2 menunjukkan genotipe Intan memiliki bobot umbi/tanaman yang paling besar diantara semua genotipe. Genotipe Bengkulu dan Mikraset memiliki bobot umbi/tanaman paling kecil dari semua genotipe.

Hasil umbi pada Tabel 2 menunjukkan bahwa genotipe Intan dan Jambi memiliki hasil yang paling tinggi daripada semua genotipe serta memiliki keunggulan yaitu tahan terhadap penyakit hawar daun (Phytopthora infestans) dan layu (Ralstonia solanacearum). Granola memiliki hasil yang lebih baik daripada Atlantik dan Sulawesi Selatan. Genotipe yang memiliki hasil umbi tidak berbeda nyata dengan Granola adalah Wonosobo. Genotipe yang memiliki hasil umbi yang tidak berbeda nyata dengan Atlantik dan Sulawesi Selatan adalah Mikraset, Blis, dan Bengkulu.

Atlantik, Mikraset, dan Bengkulu memiliki hasil yang rendah karena rentan terhadap penyakit hawar daun (Phytopthora infestans). Genotipe Bukit tinggi memiliki hasil umbi yang tidak berbeda nyata dengan ketiga pembanding. Hasil produktivitas pada Tabel 2 masih rendah dibandingkan dengan produktivitas kentang pada tahun 2012. Menurut BPS (2012) produktivitas kentang pada tahun 2012 mencapai 16.58 ton ha-1. Hal tersebut terjadi karena kondisi lingkungan yang kurang baik, selama penelitian sering terjadi hujan dan kondisi lingkungan mendung. Menurut Sunarjono (2007) tanaman kentang memerlukan banyak air, terutama pada stadia berbunga, tetapi tidak menghendaki hujan lebat yang berlangsung terus menerus. Hujan lebat terus menerus menghambat pancaran radiasi surya dan memperlemah energi surya sehingga fotosintesis tidak berlangsung optimal. Hal tersebut menyebabkan umbi yang terbentuk kecil dan produksi menjadi rendah. Tanaman kentang memerlukan sinar matahari penuh (60–80%) untuk fotosintesis. Kondisi lingkungan yang mendung dan berkabut akan menghambat proses fotosintesis dan mendorong timbulnya penyakit busuk daun yang disebabkan oleh cendawan.

Hama dan Penyakit Tanaman

Tanaman kentang mulai terserang hama dan penyakit pada saat berumur 20 HST. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman kentang yaitu ulat jengkal (Crysodeixis arichalcea L.), ulat grayak (Spodoptera litura F.), ulat buah (Helicoverpa armigera Hubn.), hawar daun (Phytopthora infestans) dan layu (Ralstonia solanacearum). Genotipe yang terserang ulat yaitu Jambi, Intan, dan Bukit Tinggi. Tanaman yang terserang ulat, daunnya berlubang-lubang tak beraturan atau sampai habis (Gambar 3). Pengendalian hama dilakukan dengan menggunakan insektisida curacron dengan dosis 1.33 l ha-1 dan decis 0.71 l ha-1.

Semua genotipe yang digunakan pada penelitian terserang oleh penyakit hawar daun, namun yang rentan yaitu Atlantik, Bukit Tinggi, dan Mikraset. Gejala serangan yang terjadi yaitu daun berbercak kecil berwarna cokelat dan agak basah, kemudian menyebar sampai seluruh daun hingga menjadi busuk dan kering (Gambar 3). Genotipe yang terserang penyakit layu yaitu Atlantik, Sulawesi Selatan, Jambi, Bukit Tinggi, dan Mikraset. Pengendalian penyakit tanaman dilakukan dengan menggunakan fungisida antracol dengan dosis 1.42 kgha-1, daconil 1.42 kg ha-1, dan acrobat 70.80 g ha-1.

KESIMPULAN

Genotipe Jambi dan Intan memiliki hasil yang lebih tinggi daripada ketiga pembanding. Genotipe Intan memiliki potensi untuk mendampingi Granola sebagai kentang sayur karena memiliki hasil yang tinggi, namun secara kualitatif (warna batang, warna daun, bentuk daun, warna kulit umbi, dan bentuk umbi) memiliki kesamaan dengan Granola. Genotipe Bukit Tinggi memiliki potensi untuk mendampingi Atlantik apabila termasuk ke dalam jenis kentang olahan. Sepuluh genotipe kentang yang digunakan terbagi kedalam

Page 7: Karakterisasi Morfologi Beberapa Genotipe Kentang (Solanum

34

Hidayat et al. / Comm. Horticulturae Journal 2(1):28-34

Februari 2018

3 kelompok. Kelompok pertama terdiri dari Jambi, Atlantik, Bukit Tinggi, dan Mikraset. Kelompok kedua terdiri dari Granola, Intan, Sulawesi Selatan, Blis dan Wonosobo. Kelompok ketiga adalah kelompok yang tidak mempunyai kesamaan dengan ketiga pembanding yaitu Bengkulu. Genotipe Bengkulu berbeda dengan ketiga pembanding karena memiliki warna batang ungu muda dan kulit umbi merah, sehingga genotipe Bengkulu memiliki potensi untuk dilakukan pendaftaran varietas.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi tanaman kentang. http://www.bps.go.id. [31 Januari 2013].

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS) tahun 2012. Jakarta

[FAO] Foods and Agriculture Organisation. 2008. International year of the potato http://www.potato2008.org/en /potato/index.html. [13 Maret 2013].

Huaman, Z., J.T. Williams, W. Salhuana, L. Vincent. 1977. Descriptor for the Cultivated Potato. International Board for Plant Genetic Resources. Rome Italy.

Kusdibyo, A.A. Asandhi. 2004. Waktu panen dan penyimpanan pasca panen untuk mempertahankan mutu umbi kentang olahan. J. Ilmu Pertanian. 11(1):51-62.

Kusmana, R.S. Basuki. 2004. Produksi dan mutu klon kentang dan kesesuaiannya sebagai bahan baku kentang goreng dan kerupuk kentang. J. Hortikultura. 149(4): 246-252.

Kusmana, S. Eri. 2007. Karakterisasi kentang varietas Granola, Atlantic, dan Balsa dengan metode UPOV. Bul Plasma Nutfah. 13(1):29.

Kusmana. 2012. Seleksi klon harapan kentang di dataran tinggi pada musim kering. J. Agrivigor. 11(2): 284-291.

Samadi. 2007. Kentang dan Analisis Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta. 117 hal.

Setiadi. 2009. Budidaya Kentang. Penebar Swadaya. Jakarta. 156 hal.

Sunarjono. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya Kentang. Agromedia Pustaka. Jakarta. 110 hal.

[UPOV] International Union for the Protection of New Varieties of Plants. 1986. Guidelines for The Conduct of Test for Distincness, Homogenity and Stability of Potato. International Union for The Protection of New Varieties of Plants. 27 p.

Gambar 3. Hama dan penyakit tanaman kentang; (a) ulat buah tomat (Helicoverpa armigera Hubn.), (b) hawar daun (Phytopthora infestans), dan (c) layu (Ralstonia solanacearum)