Upload
others
View
15
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK BISKUIT DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG IKAN TERI NASI
(Stolephorus spp.)
SKRIPSI
Oleh : LIANITYA CAHYO ASMORO
NIM 0811030117-103
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2013
3
KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK BISKUIT DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG IKAN TERI NASI
(Stolephorus spp.)
Oleh : LIANITYA CAHYO ASMORO
NIM 0811030117-103
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2013
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul TA : Karakteristik Organoleptik Biskuit Dengan
Penambahan Tepung Ikan Teri Nasi (Stolephorus
spp.)
Nama Mahasiswa : Lianitya Cahyo Asmoro
NIM : 0811030117 - 103
Jurusan : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Pembimbing pertama, Pembimbing kedua,
Prof. Dr. Ir. Sri Kumalaningsih, M.App.Sc Arie Febriyanto M, STP, MP NIP 19420426 1 96804 2 001 NIP 198002160 2008120 1 001 Tanggal persetujuan: Tanggal persetujuan:
LEMBAR PENGESAHAN
Judul TA : Karakteristik Organoleptik Biskuit Dengan
Penambahan Tepung Ikan Teri Nasi (Stolephorus
spp.)
Nama Mahasiswa : Lianitya Cahyo Asmoro
NIM : 0811030117 - 103
Jurusan : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Dosen Penguji I, Dosen Penguji II, Dr. Ir. Nur Hidayat, MP Nimas Mayang S, STP, MP, M.Sc NIP 19610223 198701 1 001 NIK 841130 10 1 20159
Dosen Penguji III, Dosen Penguji IV, Prof. Dr. Ir. Sri Kumalaningsih, M.App.Sc Arie Febriyanto M, STP, MP NIP 19420426 1 96804 2 001 NIP 198002160 2008120 1 001
Ketua Jurusan,
Dr. Ir. Nur Hidayat, MP NIP 19610223 198701 1 001
Tanggal lulus TA: …………………………
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 28 Januari 1990 dari ayah yang bernama Dwi Tjahjo dan ibu bernama Rini Lies Minarti. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Laboratorium UM Malang pada tahun 1996 dan lulus pada tahun 2002. Kemudian Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 5 Malang dan tamat pada tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 3 Malang dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2013 penulis telah berhasil menyelesaikan pendidikannya di Universitas Brawijaya Malang di Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian. Pada masa pendidikannya, penulis pernah bergabung di dalam Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (HIMATITAN) sebagai staf bidang kesejahteraan mahasiswa dan pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Production Planning and Quality Control. Penulis juga aktif menjadi panitia di berbagai acara himpunan.
Alhamdulilah…terima kasih Ya Allah
Karya kecil ini aku persembahkan untuk
orang-orang terbaik dalam hidupku
orang tua, adik, kakak, dan sahabat yang
telah banyak membantu dan memberi dukungan
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa : Lianitya Cahyo Asmoro
NIM : 0811030117
Jurusan : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Judul TA : Karakteristik Organoleptik Biskuit Dengan
Penambahan Tepung Ikan Teri Nasi
(Stolephorus spp.)
Menyatakan bahwa,
TA dengan judul di atas merupakan karya asli penulisa tersebut
di atas. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak
benar say abersedia dituntut sesuai hokum yang berlaku.
Malang, 20 Februari 2013
Pembuat Pernyataan,
Lianitya Cahyo Asmoro
Lianitya Cahyo Asmoro. 0811030117. Karakteristik Organoleptik Biskuit Dengan Penambahan Tepung Ikan Teri Nasi (Stolephorus spp.). TA. Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Sri Kumalaningsih, M.App, Sc. dan Arie Febrianto Mulyadi, STP, MP.
RINGKASAN
Salah satu potensi perikanan laut di Indonesia adalah ikan teri nasi (Stolephorus Spp.). Sampai saat ini pemanfaatannya masih terbatas pada usaha pengasinan dan dikonsumsi secara langsung. Pada penelitian ini, ikan teri nasi diolah menjadi tepung ikan yang dimanfaatkan dalam pembuatan biskuit. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui proporsi tepung ikan teri nasi (Stolephorus spp.) dan tepung terigu yang tepat dalam pembuatan biskuit terhadap perubahan organoleptik biskuit dan mengetahui biaya produksi pada pembuatan biskuit dengan proporsi tepung ikan teri nasi (Stolephorus spp.) dan tepung terigu yang paling disukai.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan satu fakktor yaitu proporsi tepung ikan teri nasi dan tepung terigu. Terdapat tujuh level proporsi tepung ikan teri nasi dan tepung terigu yaitu 5%:95%, 10%:90%, 15%:85%, 20%:80%, 25%:75%, 30%:70% dan 35%:65%. Ketujuh proporsi tepung ikan teri nasi dan tepung terigu tersebut diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 21 satuan percobaan. Biskuit yang dihasilkan dianalisa organoleptik dengan metode hedonic scale. Hasil uji organoleptik dianalisa dengan Analysis of varians (ANOVA). Apabila hasil uji menunjukkan berbeda nyata (α=0,05), dilakukan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Biskuit terpilih dilakukan preference test, uji kimia, dan perhitungan biaya.
Berdasarkan hasil penelitian, biskuit dengan proporsi tepung ikan 5% dan tepung terigu 95% menghasilkan produk biskuit terbaik dari hasil uji organoleptik dengan nilai rerata kesukaan terhadap warna 5,30 (menyukai), aroma 5,30 (menyukai), rasa 5,50 (menyukai), dan tekstur 5,40 (menyukai). Hasil uji kimia biskuit dengan perlakuan terbaik memiliki kadar air 2,95%, kadar protein 13,05%, kadar abu 1,55%, kadar lemak 15,21%, dan kadar karbohidart 67,24%. Harga pokok produksi biskuit adalah Rp 2.900 per 100 gram kemasan. Kata kunci: biskuit, proporsi, tepung ikan teri nasi
Lianitya Cahyo Asmoro. 0811030117. Organoleptic Characteristic Of Biscuits With Teri Nasi (Stolephorus spp.) Fish Flour Addition. TA. Supervisor: Prof. Dr. Ir. Sri Kumalaningsih, M.App. Sc,. Co-supervisor: Arie Febrianto Mulyadi, STP, MP.
SUMMARY
One of the Indonesia’s marine fisheries potency is teri nasi (Stolephorus spp.), a kind of anchovy. Until now, teri nasi is only used in salting industry and consumed directly. In this research, teri nasi has processed into fish flour, which is used in the biscuits production. The purpose of the research is to find out the right proportion of teri nasi (Stolephorus spp.) flour and wheat flour in making biscuits in an effort to increase the levels of the protein in change panelist preference and know the cost of production in the manufacture of biscuits with the proportion of teri nasi (Stolephorus spp.) flour and wheat flour that is most preferred.
This research uses randomized block design with a factor, proportion of teri nasi flour and wheat flour. There are seven-level proportions of teri nasi flour and wheat flour, 5%:95%, 10%:90%, 15%:85%, 20%:80%, 25%:75%, 30%:70% dan 35%:65%. The seventh proportions are repeated 3 times so that there are 21 units of the experiment. The biscuits produced are analyzed by organoleptic test with hedonic scale method. Organoleptic results data were analyzed with ANOVA. If the test results indicate real different (α=0,05), the DMRT has to be used. The choosen biscuits preference test is used in order to find out consumer acceptability. Chemical and production cost are analyzed as well.
Based on the results of the study, the proportion of 5% fishmeal and 95% wheat flour produce is the best organoleptic with average of colour parameter is 5.30 (like), average of smell parameter is 5.30 (like), average of tasted parameter is 5.50 (like), and average of texture parameter is 5,40 (like). The chemical test result, the biscuits content of 2.95% of water, 15.05% of protein, 1.55% of ash, 15.21% of fat, and 67.24% of carbohydrate. Cost of goods production is Rp 2,900 per 100 grams packaging. Key words: biscuits, proportions, teri nasi flour
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan TA ini. TA ini berjudul “Karakteristik Organoleptik Biskuit Dengan Penambahan Tepung Ikan Teri Nasi (Stolephorus spp.)” yang
merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Kumalaningsih, M. App. Sc dan Bapak Arie Febrianto Mulyadi, STP, MP, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan ilmunya.
2. Bapak Dr. Ir. Nur Hidayat, MP, selaku ketua jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertnaian Universitas Brawijaya Malang.
3. Bapak Dr. Ir. Nur Hidayat, MP dan Ibu Nimas Mayang Sabrina, STP, MP, M.Sc, selaku dosen penguji atas segala saran dan masukannya.
4. Orang tua, keluarga, dan sahabat yang telah menemani, membantu, dan memberikan doa.
5. Bapak Yudo, selaku asisten laboratorium Bioindustri yang telah banyak membantu.
6. Teman-teman, kakak, dan adik tingkat di Teknologi Industri Pertanian yang telah memberikan dukungan.
Menyadari adanya keterbatasan pengetahuan, referensi, dan pengalaman, penyusun mengharapkan saran dan masukan demi lebih baiknya TA ini. Semoga TA ini dapat bermanfaat bagi penyusum maupun semua pihan yang membutuhkan.
Malang, Februari 2013
Penyusun
DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................ ii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................. iii RIWAYAT HIDUP .......................................................................... iv LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................ vi RINGKASAN ................................................................................. vii SUMMARY .................................................................................... viii KATA PENGANTAR ..................................................................... ix DAFTAR ISI .................................................................................. xi DAFTAR TABEL ........................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ....................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................... xiv I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................ 3 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 3 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Teri (Stolephorus spp.) ...................................... 5 2.2 Tepung Ikan ............................................................................. 9 2.3 Kandungan Tepung Ikan .......................................................... 10 2.4 Biskuit .................................................................................... 11 2.5 Penelitian Terdahulu ................................................................ 16 2.6 Hipotesis ................................................................................. 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 17 3.2 Alat dan Bahan ........................................................................ 17 3.3 Batasan Masalah ................................................................... 17 3.4 Metode Penelitian .................................................................... 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Potensi Bahan Baku................................................................. 30 4.2 Karakteristik Kualitas Tepung Ikan Teri Nasi ............................ 31 4.3 Uji Organoleptik Biskuit ............................................................ 35 4.4 Penentuan Perlakuan Terbaik .................................................. 43 4.5 Neraca Massa Pembuatan Biskuit Perlakuan Terbaik .............. 45
4.6 Rendemen Biskuit .................................................................... 46 4.7 Uji Penerimaan Biskuit Perlakuan Terbaik ................................ 46 4.8 Anasilis Kimia Biskuit Perlakuan Terbaik .................................. 47 4.9 Perhitungan Biaya .................................................................... 50 V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan .............................................................................. 52 5.2 Saran ....................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 53
LAMPIRAN ................................................................................... 59
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman 2.1 Komposisi Kimia Ikan Teri Segar ........................................... 7 2.2 Perbandingan Kadar Protein Beberapa Jenis Ikan ................. 8 2.3 Syarat Mutu Tepung Ikan Berdasarkan SNI ............................ 9 2.4 Kandungan Tepung Ikan Berkualitas ...................................... 10 2.5 Standar Mutu Biskuit (SNI 01-2973-1992) .............................. 15 3.1 Proporsi Tepung Ikan Teri Nasi dan Tepung Terigu ................ 21 3.2 Komposisi Tepung Ikan Teri Nasi ........................................... 22 3.3 Formula Dasar Pembuatan Biskuit ......................................... 23 4.1 Perkembangan Produksi Ikan Teri Nasi di Indonesia .............. 30 4.2 Karakteristik Kimia Tepung Ikan Teri Nasi .............................. 33 4.3 Rerata Kesukaan Terhadap Warna ........................................ 36 4.4 Rerata Kesukaan Terhadap Aroma ........................................ 38 4.5 Rerata Kesukaan Terhadap Rasa .......................................... 40 4.6 Rerata Kesukaan Terhadap Kerenyahan ................................ 42 4.7 Hasil Perhitungan Nilai Biskuit Perlakuan Terbaik ................... 44 4.8 Presentase Responden yang Menyukai Biskuit ...................... 47 4.9 Hasil Analisis Kimia Biskuit Terbaik ........................................ 48
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman 2.1 Ikan Teri Nasi (Stolephorus spp.) ........................................... 6 3.1 Diagram Alir Tahapan Penelitian ........................................... 19 3.2 Proses Pembuatan Tepung Ikan Teri Nasi ............................. 24 3.3 Proses Pembuatan Biksuit ..................................................... 25 4.1. Tepung Ikan Teri Nasi ............................................................ 33 4.2. Histogram Nilai Rerata Kesukaan Terhadap Warna ................ 36 4.3. Histogram Nilai Rerata Kesukaan Terhadap Aroma ................ 38 4.4. Histogram Nilai Rerata Kesukaan Terhadap Rasa .................. 40 4.5. Histogram Nilai Rerata Kesukaan Terhadap Tekstur .............. 42 4.6. Biskuit Formula Terpilih .......................................................... 44
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Teks Halaman 1 Lembar Pengujian Organoleptik ................................................ 59 2 Lembar Tingkat Kepentingan Atribut Produk ............................. 60 3 Prosedur Pemilihan Perlakuan Terbaik ..................................... 61 4 Lembar Uji Penerimaan Biskuit ................................................ 62 5 Lembar Uji Penerimaan Biskuit ................................................. 63 6 Prosedur Analisa Kimia ............................................................ 64 7 Peramalan Potensi Bahan Baku Menggunakan Time Series ..... 67 8 Neraca Massa Pembuatan Tepung Ikan Teri Nasi ..................... 68 9 Neraca Massa Pembuatan Biskuit Dengan Penambahan Tepung Ikan Teri Nasi ............................................................... 72 10 Biodata Panelis ......................................................................... 75 11 Tabel Data dan Analisa Organoleptik Biskuit Dengan Penambahan Tepung Ikan Teri Nasi ......................................... 76 12 Data Penilaian Panelis Terhadap Tingkat Kepentingan dan Pemilihan Perlakuan Terbaik ..................................................... 82 13 Rekapitulasi Uji Penerimaan Organoleptik Biskuit Formulasi Terbaik ..................................................................... 84 14 Hasil Uji Kimia Biskuit Dengan Perlakuan Terbaik ..................... 85 15 Perhitungan Harga Pokok Produksi ........................................... 86 16 Foto Proses .............................................................................. 89
1
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki wilayah perairan yang sangat luas dengan potensi perikanan yang tinggi. Hampir 75% dari seluruh wilayah Indonesia merupakan perairan pesisir dan lautan. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), tiga perempat wilayah Indonesia terdiri dari laut, yaitu kurang lebih 5,8 juta km dengan potensi sumberdaya perikanan tangkap 6,4 juta ton per tahun (Annonymousa, 2010). Salah satu
potensi perikanan laut di Indonesia adalah ikan teri. Menurut Sijabat (2004), ikan teri menempati posisi penting diantara 55 spesies ikan yang memiliki nilai ekonomis setelah ikan layang, lemuru, tembang dan tongkol. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perikanan (2011), produksi ikan teri di Indonesia pada tahun 2006 mencapai 165.024 ton dan pada tahun 2007 mencapai 175.522 ton sehingga peningkatan produksi yang terjadi adalah sebesar 6,36%. Dari data di atas terlihat bahwa potensi ikan teri di Indonesia masih tergolong tinggi (Saputro, 2010). Kandungan gizi dalam 100 gram teri segar meliputi energi 77 kkal; protein 16 gr; lemak 1,0 gr; kalsium 500 mg; phosfor 500 mg; besi 1,0 mg; Vitamin A 0,1 mg; dan Vitamin B 0,1 mg. Jenis ikan teri yang biasa diperjualbelikan adalah ikan teri halus, ikan teri jengki dan ikan teri nasi (Astawan, 2008). Sampai saat ini pemanfaatan ikan teri nasi masih terbatas pada usaha pengasinan dan dikonsumsi secara langsung. Ikan teri nasi (Stolephorus spp.) mempunyai ciri umum warnanya putih transparan dan ukurannya relatif lebih kecil dari jenis ikan teri lainnya (Hutomo, 1997 dalam Supriyadi, 2008). Harga ikan teri nasi di Kota Malang saat ini berkisar Rp 30.000 per kilogram. Jika dibandingkan dengan ikan jenis lain, harga ikan teri nasi memang relatif lebih mahal. Namun, ikan teri nasi dapat diolah seluruh bagian tubuhnya sehingga akan lebih ekonomis dibandingkan ikan lain yang hanya dapat diambil daging atau tulangnya saja.
2
Ikan teri nasi seperti ikan lainnya relatif lebih cepat mengalami pembusukan sehingga ikan teri segar harus segera diolah. Salah satu pengolahan ikan teri nasi adalah menjadi tepung ikan. Tepung ikan adalah suatu produk padat kering yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan sebagian besar cairan dan sebagian atau seluruh lemak yang terkandung di dalam tubuh ikan (Afrianto dan Liviawaty, 2005). Tepung ikan teri nasi yang dihasilkan pada penelitian ini mengandung kadar air 4,44%, kadar protein 80,94%, kadar abu 7,33%, kadar lemak 4,75%, dan kadar karbohidrat 2,54%. Tepung ikan untuk pangan masih jarang pemanfaatannya dibandingkan tepung ikan untuk pakan, sehingga perlu dilakukan upaya pemanfaatan tepung ikan dalam penganekaragaman produk pangan misalnya dalam pembuatan biskuit (Mervina, 2012). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain dengan proses pemanasan dan pencetakan. (Annonymousb, 2011). Berdasarkan catatan
riset Nielsen Indonesia tahun 2008, pertumbuhan pasar biskuit tahun 2008 tumbuh sekitar 19,45%, meningkat 4,25% dari tahun sebelumnya yakni 15,2% di tahun 2007 (Julaeha, 2010). Biskuit banyak disukai karena rasanya yang enak dan bervariasi, jenis dan bentuk yang beraneka ragam, harga relatif murah, cukup mengenyangkan, hingga kandungan gizi yang lengkap. Biskuit sifatnya mudah dibawa karena volume dan beratnya yang kecil dan umur simpannya yang relatif lama (Hadi, 2007). Penambahan tepung ikan teri nasi ke dalam biskuit ini diharapkan dapat meningkatkan nilai gizi biskuit, terutama kadar protein pada biskuit. Namun, penambahan tepung ikan pada produk makanan lebih dari 40 % dapat menyebabkan adonan yang terbentuk menjadi mudah pecah karena tidak adanya gluten pada tepung pensubstitusi yang menyebabkan substitusi yang dilakukan dapat menurunkan kadar dan mutu gluten dari tepung yang disubstitusi (Winarno, 1998). Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan, proporsi yang menghasilkan biskuit terbaik dari penambahan tepung ikan lemuru adalah sebesar 20% tepung ikan lemuru dan 80% tepung terigu (Artama, 2001). Sedangkan proporsi biskuit dari penambahan tepung ikan nila
3
merah yang paling disukai panelis adalah 5% tepung ikan nila merah dan 95% tepung terigu (Hiswaty, 2002). Pada pembuatan tepung ikan dari ikan lemuru dan nila merah dinilai kurang ekonomis karena hanya memakai dagingnya saja sehingga biaya produksi tinggi. Penggunaan ikan teri nasi dalam pembuatan biskuit dengan penambahan tepung ikan diharapkan dapat lebih ekonomis dibandingkan ikan lemuru dan ikan nila merah karena ikan teri nasi dapat diolah seluruh bagian tubuhnya. Namun, penambahan tepung ikan ke dalam biskuit dapat mempengaruhi kualitas organoleptik dan harga pokok produksi biskuit tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian proporsi tepung ikan teri nasi (Stolephorus spp.) dan tepung terigu yang tepat dalam pembuatan biskuit
sebagai upaya peningkatan kadar protein terhadap perubahan organoleptik dan harga pokok produksi. 1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini meliputi: 1. Berapakah proporsi tepung ikan teri nasi (Stolephorus spp.)
dan tepung terigu yang tepat dalam pembuatan biskuit sebagai upaya peningkatan kadar protein terhadap perubahan organoleptik biskuit?
2. Berapakah harga pokok produksi pada pembuatan biskuit dengan proporsi tepung ikan teri nasi (Stolephorus spp.) dan
tepung terigu yang paling disukai? 1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini meliputi: 1. Mengetahui proporsi tepung ikan teri nasi (Stolephorus spp.)
dan tepung terigu yang tepat dalam pembuatan biskuit terhadap perubahan organoleptik biskuit.
2. Mengetahui harga pokok produksi pada pembuatan biskuit dengan proporsi tepung ikan teri nasi (Stolephorus spp.) dan
tepung terigu yang paling disukai.
4
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini meliputi: 1. Meningkatkan pemanfaatan tepung ikan menjadi bahan tambahan dalam makanan yang mengandung protein tinggi. 2. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai makanan dengan penambahan tepung ikan teri nasi tinggi protein sebagai alternatif produk pangan.
5
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Ikan Teri (Stolephorus spp.) 2.1.1 Klasifikasi Ikan Teri (Stolephorus spp.) Ikan teri umumnya tidak berwarna atau agak kemerah-merahan. Sepanjang tubuhnya terdapat garis putih keperak-perakan memanjang dari kepala hingga ke ekor. Ikan dari marga Stolephorus dikenal di Jawa dengan nama teri (bilis di Sumatera dan Kalimantan, dan puri di Ambon). Sedikitnya ada sembilan jenis teri yang terdapat di Indonesia. Ikan-ikan ini umumnya berukuran kecil sekitar 6-9 cm, misalnya Stolephorus heterolobus, Stolephorus insularis, dan Stolephorus collingeri. Tetapi ada pula yang berukuran besar misalnya Stolephorus commersonii dan Stolephorus indicus yang dikenal sebagai teri
kasar atau teri gelagah yang bisa mencapai panjang 17,50 cm. Ikan teri termasuk dalam filum Chordata, sub-filum Vertebrata, kelas Pisces, sub-kelas Teleostei, ordo Malacopterygii, famili Clopeidae, sub-famili Engraulidae, genus Stolephorus dan spesies Stolephorus spp (Nontji, 2005). Ikan teri (Stolephorus spp.) bersifat pelagik dan menghuni perairan pesisir tetapi beberapa jenis dapat hidup pada salinitas rendah antara 10-15%. Ikan teri berdasarkan sifatnya yang sering melakukan migrasi memiliki penyebaran yang dipengaruhi oleh perubahan musim pada suatu daerah. Pola musim ikan teri itu sendiri terjadi secara periodik setiap tahunnya (Hutomo, 1997 dalam Wahyudi, 2004). Hasil identifikasi sumberdaya ikan teri yang terdapat di perairan Selat Madura berdasarkan morfologi, morfometri, dan penamaan secara lokal menunjukkan bahwa jenis ikan teri diklasifikasikan dalam 3 jenis yaitu ikan teri halus, ikan teri jengki, dan ikan teri nasi (Setyohadi et al, 2001).
2.1.2 Ikan Teri Nasi (Stolephorus spp.) Teri nasi (Stolephorus spp.) mempunyai ciri umum warnanya putih transparan, ukurannya relatif lebih kecil dibandingkan teri lainnya, belum terlihat bagian perutnya, kepala lebih pendek,
6
dan selempangan lateral relatif lebih kecil dan kurang jelas terlihat (transparan). Sedangkan ciri khusus tubuh memanjang agak silindrik, lebih tinggi daripada Stolephorus heterolobus. Panjang baku 4,5 - 5,4 kali tinggi tubuh; 3,4 - 3,8 kali panjang kepala. Moncong lebih pendek daripada diameter mata. Sisik pada garis lateral 36 buah. Saringan insang pada lengkung isang pertama bagian bawah 21 - 24 buah. Sisik abdominal 4 - 6 buah, yang terakhir di depan sirip ventral. Sebuah selempang keperak-perakan pada sisi tubuh. Sirip dorsal berbintik-bintik kecil dan sirip lain bening (Hutomo, 1997 dalam Supriyadi, 2008). Bentuk tubuh ikan teri nasi secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Ikan Teri Nasi (Stolephorus spp.)
Sumber: Rahayu (2012)
Teri nasi sangat mudah dibedakan dengan jenis teri lainnya karena warnanya putih transparan dan ukurannya lebih kecil dari teri putih, teri merah, dan teri hitam. Teri putih warnanya putih transparan, teri merah warna daging agak kemerahan, sedangkan teri hitam warnanya relatif lebih kotor. Nama ilmiah untuk jenis ikan teri nasi masih belum diidentifikasikan dengan pasti. Hal ini disebabkan oleh kecilnya ukuran ikan dan petunjuk dari identifikasi belum pernah disinggung ciri yang sesuai dengan ikan tersebut (Setyohadi et al, 2001).
7
Produksi ikan teri nasi di Indonesia mencapai 109.299 ton/tahun dengan perairan Utara Jawa merupakan penghasil teri terbanyak yaitu 21.252 ton/tahun yang didominasi oleh Jawa Timur yaitu 12.797 ton/tahun. Kabupaten Tuban yang terletak di utara pulau Jawa merupakan penghasil teri terbesar dari Jawa Timur, khususnya jenis ikan teri nasi. Produksi ikan teri nasi Kabupaten Tuban tahun 1998-2002 rata-rata mencapai 877.907,20 kg. Sedangkan di Kabupaten Malang, produksi ikan teri nasi rata-rata 352.709,81 kg (Wahyudi, 2004). 2.1.3 Komposisi Kimia Ikan Teri Nasi Ikan teri nasi mengandung protein, mineral, vitamin, dan zat gizi lainnya yang sangat bermanfaat untuk kesehatan dan kecerdasan. Protein teri nasi mengandung beberapa macam asam amino esensial. Adanya variasi dalam komposisi kimia maupun komposisi penyusunnya disebabkan karena faktor biologis dan alami. Faktor biologis antara lain jenis ikan, umur dan jenis kelamin. Faktor alami yaitu faktor luar yang tidak berasal dari ikan, yang dapat mempengaruhi komposisi daging ikan. Golongan faktor ini terdiri atas daerah kehidupannya, musim dan jenis makanan yang tersedia (Muchtadi dan Sugiyono, 1989). Adapun komposisi kimia di dalam 100 gram ikan teri segar dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Komposisi Kimia Ikan Teri Nasi Segar
Paramater Nilai
Air Protein Lemak Abu Karbohidrat
30-60% 16% 1% 1% 0,9%
Sumber: Muchtadi dan Sugiyono (1989) Menurut Juniato (2003), ikan dengan kadar protein lebih dari 15% adalah ikan berkadar protein tinggi. Protein ikan menyediakan lebih kurang 2/3 dari kebutuhan protein hewani yang diperlukan manusia. Kandungan protein ikan relatif besar
8
yaitu antara 15-25% tiap 100 gram daging ikan. Ikan teri nasi memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dari beberapa jenis ikan yang cukup populer di masyarakat. Perbandingan kadar protein dari beberapa jenis ikan dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Perbandingan Kadar Protein Beberapa Jenis Ikan
Jenis ikan Kadar protein (%)
Ikan teri nasi Ikan lele Ikan wader Ikan bandeng Ikan tongkol Ikan mujair
16,00 14,94 14,80 14,80 13,00 10,05
Sumber: Annonymousb (2001)
Protein sangat diperlukan sebagai pembentuk jaringan baru. Kekurangan asupan protein dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan serta tidak optimalnya pertumbuhan jaringan tubuh dan jaringan pembentuk otak. Protein tertinggi dapat diperoleh dari mengonsumsi ikan laut jika dibandingkan dengan daging. Protein itu sangat diperlukan sebagai pembentuk jaringan baru. Tersedianya protein dalam tubuh, mencukupi atau tidaknya bagi keperluan-keperluan yang harus dipenuhinya adalah sangat bergantung dari susunan bahan makanan yang dikonsumsi setiap hari (Harli, 2004). Kandungan protein ikan erat kaitannya dengan kandungan lemak dan airnya. Kandungan protein ikan umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan hewan darat yang akan menghasilkan kalori lebih tinggi. Dalam tubuh manusia, protein memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan. Kandungan protein pada daging ikan cukup tinggi dan berpola mendekati pola kebutuhan asam amino tubuh manusia (Adawiyah, 2006). Selain protein, ikan juga mengandung lemak yang terdiri dari 95% trigliserida dan asam-asam lemak penyusunnya berantai lurus. Kandungan lemak pada daging ikan berwarna merah lebih tinggi dari pada daging ikan berwarna putih, tetapi pada
9
daging ikan berwarna merah kandungan proteinnya lebih sedikit dibandingkan dengan ikan berwarna putih. Lemak ikan banyak mengandung asam lemak tak jenuh dan jenis asam lemak tak jenuh yang paling banyak adalah asam linoleat, linoleat dan arachidonat. Ketiga jenis asam lemak ini merupakan asam lemak essensial (Junianto, 2003). 2.2 Tepung Ikan Salah satu pengolahan ikan adalah menjadi tepung ikan. Tepung ikan adalah suatu produk padat kering yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan sebagian besar cairan dan sebagian atau seluruh lemak yang terkandung di dalam tubuh ikan. Berbagai jenis ikan dapat diolah menjadi tepung ikan. Indonesia mempunyai potensi besar dalam memproduksi tepung ikan karena mempunyai banyak sumber ikan murah (Afrianto dan Liviawaty, 2005). Ilyas (2003) menyatakan, tepung ikan merupakan salah satu hasil pengawetan ikan dalam bentuk kering untuk kemudian digiling menjadi tepung. Cara pengolahan yang paling mudah dan praktis adalah dengan mencincang ikan kemudian mengeringkannya dengan sinar matahari atau dengan mengeringan mekanis. Berdasarkan SNI 01-2715-1996 tentang tepung ikan, persyaratan mutu standar kimia tepung ikan yang harus dipenuhi dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Syarat Mutu Tepung Ikan Berdasarkan SNI
Parameter Mutu I Mutu II Mutu III
a. Kadar air (%) maksimum b. Protein kasar (%) minimum c. Serat kasar (%) maksimum d. Abu (%) maksimum e. Lemak (%) maksimum f . Calsium (%) g. Fosfor (%) h. NaCl (%) maksimum
10 65 1.5 20 8
2.5-5.0 1.6-3.2
2
12 55 2.5 25 10
2.5-6.0 1.6-4.0
3
12 45 3 30 12
2.5-7.0 1.6-4.7
4 Sumber: Annonymous
c (1996)
10
Proses pembuatan tepung ikan dimulai dengan memotong-motong bahan baku ikan kemudian dicuci bersih. Bahan yang telah bersih diaduk dan dibiarkan selama 30 menit di dalam bak berisi air garam. Ikan yang mengandung banyak lemak dimasukkan ke dalam panci masak, ditambahkan air hingga terendam, dan direbus selama 1 jam, sedangkan ikan yang sedikit mengandung lemak direbus dalam dandang selama 30 menit. Selanjutnya ikan dipres dan dihancurkan dengan alat penggiling (penggilingan basah), kemudian dijemur di bawah sinar matahari selama 30 menit sebelum dikeringkan di dalam oven pada suhu 60-650C selama 6 jam. Setelah kering, digiling kembali sampai menjadi tepung (Latief, 2006). 2.3 Kandungan Tepung Ikan
Komposisi kimia yang ada dalam tepung ikan tidak jauh berbeda dengan yang ada dalam ikan sebagai bahan bakunya, yaitu air, protein, lemak, mineral dan vitamin. Namun setelah mengalami pengolahan, komposisi kimia dalam tepung ikan menjadi berubah, terutama akibat terjadinya pengurangan kadar minyak, kadar air dan kerusakan (perubahan) senyawa kimia tertentu terutama dalam pemanasan (thermo processing) (Sunarya, 1990 dalam Amaliah, 2002). Komposisi kimia tepung
ikan juga ditentukan oleh jenis ikan, mutu bahan baku yang digunakan dan cara pengolahannya (Hapsari, 2002). Menurut Irianto dan Giyatmi (2009), kandungan gizi tepung ikan tergantung dari jenis ikan yang digunakan sebagai bahan bakunya. Sebagai pedoman, tepung ikan yang bermutu harus mempunyai komposisi yang dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. Kandungan Tepung Ikan Berkualitas
No Parameter Kandungan
1. 2. 3. 4.
Air Lemak Protein Abu
6-10% 5-12% 60-75% 10-20%
Sumber: Irianto dan Giyatmi (2009)
11
2.4 Biskuit 2.4.1 Definisi Biskuit Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan. Biskuit diproses dengan pemanggangan sampai kadar air tidak lebih dari 5%. Biskuit sifatnya mudah dibawa karena volume dan beratnya yang kecil dan umur simpannya yang relatif lama (Annonymousb, 2011). Berdasarkan SNI tahun 1990, biskuit dapat diklasifikasikan menjadi biskuit keras, crackers, cookies, dan wafer. Biskuit keras dibentuk dari adonan keras dan memliki tekstur padat. Crackers adalah biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui fermentasi dan memiliki struktur yang berlapis-lapis. Cookies merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak dengan sifat yang lebih renyah karena tekstur yang kurang padat. Sedangkan wafer adalah jenis biskuit dengan adonan cair dengan sifat yang sangat renyah dan memiliki tekstur berongga (Mayang, 2007). 2.4.2 Bahan Baku Pembuatan Biskuit
Bahan baku utama untuk pembuatan biskuit adalah terigu, gula, minyak dan lemak, sedangkan bahan bahan pembantu yang digunakan adalah garam, susu, flavor, pewarna, pengembang, air, dan pengemulsi. Bahan baku pembuatan biskuit lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut (Mervina, 2009). a. Tepung terigu Tepung terigu adalah tepung/bubuk halus yang berasal dari bulir gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mi dan roti. Tepung terigu mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Di dalam tepung terigu terdapat senyawa yang dinamakan gluten, hal ini yang membedakan tepung terigu dengan tepung-tepung lainnya. Gluten adalah senyawa yang bersifat kenyal dan elastik yang diperlukan dalam pembuatan biskuit dan roti agar adonan
12
dapat mengambang dengan baik. Gluten menentukan kekenyalan pada mie serta berperan dalam pembuatan kulit martabak telur supaya tidak mudah robek. Kadar gluten di dalam tepung terigu tergantung dari jenis gandumnya (Lucia dan Sari, 2007). b. Lemak Lemak merupakan bahan baku yang penting dalam pembuatan biskuit dan merupakan satu dari tiga komponen terbesar dalam pembuatan biskuit selain tepung dan gula, namun harganya relatif mahal. Sifat fisik dan kimia lemak cukup kompleks. Nilai kalori dari lemak paling tinggi dibandingkan karbohidrat dan protein yaitu 9 kkal. Secara kimia lemak merupakan campuran trigliserida yang terdiri dari asam lemak yang berbeda jenis maupun sama (Winarno, 1997 dalam Hadi, 2007). Dalam pembuatan biskuit, lemak dapat digunakan langsung sebagai bahan baku dalam adonan, pengisi, penyemprot maupun pelapis. Dalam adonan, lemak berperan dalam pembentukan tekstur biskuit. Penggunaan lemak akan menghasilkan biskuit yang lebih lembut (tidak terlalu keras) dibandingkan tanpa lemak. Penggunaan lemak sebagai krim pengisi maupun pelapis, berfungsi sebagai pembawa dan melepaskan flavor yang enak ketika biskuit dimakan (Manley, 1983 dalam Hadi, 2007).
c. Susu Susu digunakan untuk memperbaiki warna, aroma, menahan penyerapan air, sebagai bahan pengisi dan untuk meningkatkan nilai gizi biskuit. Susu dapat meningkatkan kandungan energi biskuit karena adanya lemak dan gula alami (laktosa) dan penggunaan susu bubuk lebih menguntungkan dibangding dengan susu cair (Labib, 1997 dalam Amaliah, 2002).
d. Telur Fungsi telur dalam penyelenggaraan gizi kuliner adalah sebagai pengental, perekat atau pengikat. Telur juga berfungsi sebagai pelembut atau pengempuk dan pengembang suatu masakan, di samping sebagai penambah aroma dan zat gizi (Tarwotjo, 1998 dalam Mervina, 2009). Dalam pembuatan biskuit, fungsi utama telur adalah sebagai pengemulsi untuk
13
mempertahankan kestabilan adonan. Selain itu, telur juga berperan meningkatkan dan menguatkan flavor, warna, dan kelembutan biskuit. (Winarno, 1997 dalam Mervina, 2009).
e. Gula Gula dalam pembuatan biskuit berfungsi sebagai pemberi rasa manis, pelunak gluten, membentuk flavor dan membentuk warna coklat pada biskuit melalui reaksi pencoklatan non-enzimatis. Jumlah gula yang ditambahkan harus tepat, bila terlalu banyak maka adonan biskuit akan menjadi lengket dan menempel pada cetakan, biskuit menjadi keras, dan rasanya akan terlalu manis. Jenis gula yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah sukrosa. Gula yang digunakan biasanya berbentuk gula halus atau gula pasir (Matz dan Matz 1978 dalam Mervina, 2009).
f. Bahan Pengembang Menurut Manley (1983) dalam Mervina (2009), fungsi bahan pengembang (leavening agent) adalah untuk mengembangkan
produk yang pada prinsipnya adalah menghasilkan gas karbondioksida. Bahan pengembang yang umumnya digunakan dalam pembuatan biskuit adalah baking powder dan amonium bikarbonat (soda kue). Menurut Wheat Associates (1981) dalam Rieuwpassa (2005) fungsi baking powder adalah melepaskan gas hingga jenuh dengan gas CO2 lalu dengan teratur melepaskan gas selama pemanggangan agar adonan mengembang sempurna, menjaga penyusutan, dan untuk menyeragamkan remah. Baking powder adalah bahan peragi hasil reaksi antara asam dan sodium bikarbonat. Asam yang
biasanya digunakan adalah tartrat, fosfat dan sulfat. 2.4.3 Proses Pembuatan Biskuit
Proses pembuatan biskuit cukup mudah. Formulasi adonan merupakan tahap awal yang sangat penting karena menentukan mutu yang dihasilkan. Setelah ditemukan formulasi yang tepat, adonan kemudian dicampur agar adonan dapat mengembang dan memiliki tekstur yang halus (Astawan, 2008). Proses pencampuran formula tidak boleh dilakukan dengan sembarangan. Agar menghasilkan adonan yang baik, semua
14
bahan, kecuali tepung, diaduk dengan mixer sampai tercampur
halus, baru kemudian diaduk lagi bersama-sama. Segera setelah proses pencampuran selesai, adonan harus dicetak maksimal 30 menit kemudian. Bila dibiarkan terlalu lama, adonan dapat menyerap air dari lingkungan, sehingga mempengaruhi pengembangan atau menjadi keras karena terjadi penguapan air (Situngkir, 2010). Pembuatan biskuit dimulai dengan menimbang bahan-bahan yang akan digunakan kemudian margarin, gula halus dan telur dicampur dan dikocok sampai mengembang sekitar 15 menit. Setelah mengembang dan bercampur merata, ditambahkan bahan-bahan lain satu per satu, yaitu susu full cream, garam, baking powder dan vanili sambil diaduk. Kemudian ditambahkan
tepung sedikit demi sedikit dan ditambahkan air diaduk sampai adonan kalis. Setelah terbentuk adonan kemudian dicetak pada loyang. Kemudian adonan yang telah dicetak tersebut dipanggang dalam oven dengan suhu 120o C selama 30 menit (Nugroho, 2006). Bahan baku biskuit yang digunakan dalam persiapan bahan harus bebas dari kotoran. Setelah bahan siap dilakukan pencampuran dilanjutkan dengan pengadukan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pencampuran adalah jumlah adonan, lama pencampuran, dan kecepatan pengadukan. Pengadukan yang berlebihan akan merusak susunan gluten dan membuat adonan rusak serta menyebabkan retak pada permukaan biskuit saat pemanggangan. Sebaliknya jika waktu pengadukan kurang maka adonan akan kurang menyerap air sehingga adonan kurang elastis (Sunaryo, 1985). Ukuran biskuit yang dicetak haruslah sama, agar ketika dioven biskuit matang secara merata dan tidak hangus. Untuk mencegah lengketnya biskuit pada loyang, biasanya pada loyang dioleskan sedikit lemak atau dilapisi dengan kertas roti. Pada saat proses pemanggangan biskuit, banyak faktor yang mempengaruhi, diantaranya tipe oven yang digunakan, metode pemanggangan kadar air adonan berkurang dari 20% menjadi lebih kecil dari 5%. Makin sedikit kandungan gula dan lemak dalam adonan, biskuit dapat dibakar pada suhu yang lebih tinggi (Mervina, 2009).
15
2.4.4 Kualitas Biskuit
Menurut Ginting (2010), mutu biskuit ditinjau dari dua aspek yaitu aspek sifat tersembunyi yaitu kadar zat-zat tertentu yang terkandung di dalamnya (obyektif) dan aspek inderawi yaitu melalui indera manusia (subyektif). 1. Mutu Biskuit Ditinjau Dari Aspek Sifat Tersembunyi (Obyektif)
Penilaian mutu biskuit ditinjau dari aspek ini dapat dilakukan dengan analisis kimia. Berdasarkan SNI 01-2973-1992, syarat mutu biskuit dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Standar Mutu Biskuit (SNI 01-2973-1992)
No Parameter Kandungan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Air Protein Lemak Karbohidrat Abu Logam berbahaya Serat kasar Kalori (kal/100 g) Jenis tepung Bau dan rasa
Maksimum 5% Minimum 9% Minimum 9.5% Minimum 70% Maksimum 1.6% Tidak terdapat/negatif Maksimum 0.5% Minimum 400% Terigu Normal, tidak tengik
Sumber: Wijaya (2010) 2. Mutu Biskuit Ditinjau Dari Aspek Inderawi (Subyektif)
Penilaian mutu biskuit ditinjau dari aspek sifat karakteristik bahan dengan menggunakan indera manusia meliputi beberapa hal yaitu warna, aroma, rasa, dan tekstur. 1) Warna
Warna yang baik untuk biskuit adalah kuning kecokelatan. Warna tepung akan berpengaruh terhadap warna biskuit yang dihasilkan. Warna tepung yang putih menghasilkan biskuit yang kuning kecokelatan, sedangkan warna tepung yang agak kekuningan akan
menghasilkan biskuit yang warnanya lebih cokelat.
16
2) Aroma Aroma biskuit didapat dari bahan-bahan yang digunakan, dapat memberikan aroma yang khas dari butter dan lemak sebagai bahan pembuatan biskuit. Jadi, aroma biskuit sesuai dengan bahan yang digunakan.
3) Rasa Rasa biskuit cenderung lebih dekat dengan aroma. Rasa biskuit yang baik adalah gurih sesuai dengan bahan yang digunakan dalam membuat adonan.
4) Tekstur Biskuit yang baik mempunyai tekstur renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis.
2.5 Penelitian Terdahulu
Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan, proporsi yang menghasilkan biskuit terbaik dari penambahan tepung ikan lemuru adalah sebesar 20% tepung ikan lemuru dan 80% tepung terigu. Penambahan tepung ikan lemuru sebesar 20% dapat meningkatkan kadar protein kasar biskuit dari 8,37% menjadi 13,84% dengan rendemen 10% (Artama, 2001). Sedangkan proporsi biskuit dari penambahan tepung ikan nila merah yang paling disukai panelis adalah 5% tepung ikan nila merah dan 95% tepung terigu. Penambahan tepung ikan nila merah sebesar 5% dapat meningkatkan kadar protein kasar biskuit dari 11,02% menjadi 13,39% dengan rendemen 15,29% (Hiswaty, 2002). Berdasarkan kedua penelitian tersebut, penggunaan ikan lemuru dan ikan nila merah dinilai kurang ekonomis karena hanya memakai dagingnya saja sehingga biaya produksi tinggi. 2.6 Hipotesa Diduga proporsi tepung ikan teri nasi (Stolephorus spp.) dan
tepung terigu dalam pembuatan biskuit berpengaruh terhadap perubahan organoleptik.
17
III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2012 sampai September 2012 di Laboratorium Bioindustri, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Malang. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat-alat yang digunakan antara lain pisau, kompor gas, panci, baskom, kain saring, alat penggiling, loyang, oven, blender, mixer, ayakan 60 mesh, timbangan dan alat yang
digunakan untuk analisis nilai gizi biskuit antara lain cawan porselin, desikator, gelas Erlenmeyer, tabung destilasi, labu soxhlet, dan labu Kjeldhal. 3.2.2 Bahan
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan teri nasi segar untuk membuat tepung ikan. Sedangkan untuk membuat biskuit diperlukan tepung terigu, telur, margarin, gula, garam, susu bubuk full cream, baking powder, dan vanili. Bahan
lain berupa larutan yang digunakan untuk analisis nilai gizi biskuit antara lain dietil eter, Natrium hidroksida (NaOH) 30%, asam sulfat (H2SO4) pekat, akuades, indikator metil merah, indikator metil biru, asam borat (H3BO3), dan asam klorida (HCl).
3.3 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah: a. Bahan baku utama adalah ikan teri nasi segar yang didapat
dari pasar besar Malang. Sedangkan bahan baku dalam pembuatan kue didapat dari toko kue Avia Malang.
18
b. Analisa biskuit yang pertama dilakukan yaitu analisa organoleptik meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur untuk mendapatkan perlakuan terbaik dengan jumlah panelis terlatih sebanyak 5 orang. Perlakuan terbaik yang didapat kemudian dilakukan preference test kepada 20 responden bebas untuk mengetahui penerimaan konsumen dan dilakukan analisa kimia meliputi kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, dan kadar karbohidrat.
c. Pada penelitian ini, pembuatan biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi memakai skala laboratorium.
d. Harga yang dipakai pada perhitungan biaya produksi adalah harga yang berlaku saat penelitian berlangsung.
3.4 Metode Penelitian
Prosedur penelitian pengaruh penambahan tepung ikan teri nasi terhadap perubahan kualitas organoleptik dan harga pokok produksi biskuit terdiri dari beberapa tahap. Alur kerja tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.
19
Gambar 3.1. Diagram Alir Tahapan Penelitian
Mulai
Studi Pustaka
Identifikasi Masalah
Penentuan Hipotesis
Penentuan Rancangan Percobaan
Kesimpulan
Selesai
Pelaksanaan Penelitian
Analisis data:
Potensi Bahan Baku
Neraca Massa Pembuatan Biskuit
Karakteristik Tepung Ikan Teri Nasi
Analisa Organoleptik Biskuit
Pemilihan Perlakuan Terbaik
Perhitungan Rendemen Biskuit Preference Test
Analisis Kimia
Perhitungan Harga Pokok Produksi
20
3.4.1 Identifikasi Masalah
Indonesia memiliki wilayah perairan yang sangat luas dengan potensi perikanan yang tinggi. Salah satu potensi perikanan laut di Indonesia yang tergolong tinggi adalah ikan teri nasi. Sampai saat ini pemanfaatan ikan teri nasi masih terbatas pada usaha pengasinan dan dikonsumsi secara langsung. Kandungan gizi dalam 100 gram teri segar meliputi energi 77 kkal; protein 16 gr; lemak 1,0 gr; kalsium 500 mg; fosfor 500 mg; besi 1,0 mg; Vit A 0,1 mg; dan Vit B 0,1 mg. Ciri umum teri nasi adalah warnanya putih transparan dan ukurannya relatif lebih kecil dari jenis ikan teri lainnya. Ikan teri nasi dapat diolah seluruh bagian tubuhnya menjadi tepung ikan dan ditambahkan ke dalam biskuit. Penggunaan ikan teri nasi dalam pembuatan biskuit dengan penambahan tepung ikan diharapkan lebih ekonomis dan dapat meningkatkan nilai gizi biskuit, terutama kadar protein pada biskuit. Namun, penambahan tepung ikan dapat mempengaruhi kualitas organoleptik biskuit dan biaya produksi sehingga perlu dilakukan penelitian proporsi tepung ikan teri nasi (Stolephorus spp.) dan tepung terigu yang tepat dalam pembuatan biskuit
sebagai upaya peningkatan kadar protein terhadap perubahan organoleptik dan harga pokok produksi. 3.4.2 Studi Pustaka
Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan informasi, data–data serta berbagai masukan yang berguna untuk penelitian melalui buku, jurnal, dan literature dari internet. Informasi yang dikumpulkan meliputi ikan teri nasi, kandungan gizi ikan teri nasi, syarat mutu tepung ikan dan biskuit, proses pembuatan tepung ikan dan biskuit dengan penambahan tepung ikan, serta perhitungan analisa biaya. 3.4.3 Penentuan Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan satu faktor perlakuan yaitu proporsi tepung ikan teri nasi
21
dan tepung terigu. Terdapat tujuh level proporsi tepung ikan teri nasi dan tepung terigu yaitu 5%:95%, 10%:90%, 15%:85%, 20%:80%, 25%:75%, 30%:70%, dan 35%:65%. Ketujuh proporsi tepung ikan teri nasi dan tepung terigu tersebut diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 21 satuan percobaan. Proporsi tepung ikan teri nasi dan tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Proporsi Tepung Ikan Teri Nasi dan Tepung Terigu
Perlakuan Proporsi Tepung Ikan Teri Nasi dan Tepung Terigu
Ulangan
1 2 3
K1 5% : 95% K11 K12 K13
K2
10% : 90% K21
K22
K23
K3
15% : 85%
K31
K32
K33
K4
20% : 80%
K41
K42
K43
K5
25% : 75%
K51
K52
K53
K6
30% : 70%
K61
K62
K63
K7
35% : 65%
K71
K72
K73
3.4.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.4.1 Pembuatan Tepung Ikan Teri Nasi Pelaksanaan penelititan yang dilakukan pertama kali adalah persiapan alat dan bahan yang akan digunakan kemudian dilakukan pembuatan tepung ikan teri nasi. Pada pembuatan tepung ikan teri nasi, dimulai dengan mencuci ikan teri nasi segar dengan air mengalir dan direndam di dalam air jeruk nipis untuk mengurangi aroma ikan. Selanjutnya, ikan teri nasi dikukus selama 10 menit dengan air mendidih. Hal ini dimaksudkan untuk menginaktifkan enzim dan mikroba pada
22
ikan sehingga dapat mencegah pembusukan pada waktu pengeringan (Marliyati et al., 1992). Setelah dikukus, ikan teri nasi diperas dengan kain saring dan dihancurkan dengan alat penggiling (penggilingan basah) untuk mengeluarkan kandungan air dan lemak, kemudian dijemur di bawah sinar matahari sampai kadar air ±80% dan dilanjutkan dengan mengeringkan di dalam oven pada suhu 50-550C selama 8 jam sampai kadar air ≤ 8%. Setelah itu dilakukan penggilingan kembali sampai menjadi tepung ikan dan diayak dengan ayakan 60 mesh. Tepung ikan teri nasi kemudian
dilakukan analisa kimia untuk mengetahui kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, dan kadar karbohidrat. Diagram alir pembuatan tepung ikan teri nasi dapat dilihat pada Gambar 3.2. 3.4.4.2 Pembuatan Biskuit Pembuatan biskuit dilakukan dengan menambahkan tepung ikan teri nasi dengan proporsi ikan teri nasi dan tepung terigu yaitu 5%:95%, 10%:90%, 15%:85%, 20%:80%, 25%:75%, 30%:70%, dan 35%:65%. Ketujuh perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Komposisi tepung ikan teri nasi dan tepung terigu dalam 500 gram tepung pada pembuatan biskuit dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Komposisi Tepung Ikan Teri Nasi
Formulasi Tepung Terigu (gram)
Tepung Ikan Teri Nasi (gram)
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7
25 50 75
100 125 150 175
475 450 425 400 375 350 325
23
Pembuatan biskuit dimulai dengan menimbang bahan-bahan yang akan digunakan meliputi tepung terigu, tepung ikan teri, margarin, gula halus, telur, susu full cream, baking powder,
garam, dan vanili. Kemudian margarin, gula halus dan telur dicampur dan dikocok sampai mengembang sekitar 15 menit. Setelah mengembang dan bercampur merata, ditambahkan bahan-bahan lain satu per satu, yaitu susu full cream, garam, baking powder, dan vanili sambil diaduk. Selanjutnya,
ditambahkan tepung terigu dan tepung ikan teri nasi (sesuai formulasi) sedikit demi sedikit, vanili dan air, kemudian diaduk sampai adonan kalis. Setelah terbentuk adonan kemudian dicetak pada loyang. Adonan yang telah dicetak tersebut dipanggang dalam oven dengan suhu 120oC selama 30 menit. Biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi kemudian dilakukan analisa organoleptik meliputi rasa, aroma, warna, dan tekstur untuk diperoleh perlakuan terbaik. Kemudian perlakuan terbaik dilakukan analisa kimia untuk mengetahui kandungan biskuit. Diagram alir pembuatan biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi dapat dilihat pada Gambar 3.3 sedangkan komposisi bahan-bahan pembuatan biskuit dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3. Formula Dasar Pembuatan Biskuit Dalam 100 Gram
Tepung (Modifikasi Manley, 2000)
Komposisi Jumlah (gram)
Persentase
Tepung terigu (gram) Tepung ikan teri nasi (gram) Gula halus (gram) Margarin (gram) Air (ml) Garam (gram) Kuning telur (gram) Susu full cream (gram) Baking powder (gram) Vanili (gram)
X Y 25,80 28,10 17,80 0,80 0,60 4,40 1,00 1,00
X% (b/b) Y% (b/b) 25,80% (b/b) 28,10% (b/b) 17,80% (v/b) 0,80% (b/b) 0,60% (b/b) 4,40% (b/b) 1% (b/b) 1% (b/b)
Keterangan : X dan Y adalah komposisi tepung terigu dan tepung ikan teri nasi pada Tabel 3.2.
24
Gambar 3.2. Proses Pembuatan Tepung Ikan Teri Nasi (Nugroho, 2006)
Ikan teri nasi segar (5 kg)
Dicuci dengan air mengalir
Direndam air dengan perasan jeruk
Dikukus selama 10 menit,
dengan air mendidih
Diperas dengan kain saring
Digiling (penggilingan basah)
Dikeringkan dalam oven suhu 50-55°C sampai kadar air ≤ 8%
Dihancurkan dengan blender
(penepungan)
Diayak 60 mesh
Dijemur di bawah sinar matahari
sampai kadar air ± 80%
Tepung ikan teri nasi
(1,11 kg)
air sisa
perasan
25
Gambar 3.3. Proses Pembuatan Biksuit (Nugroho, 2006)
Dicampur
secara manual
Diaduk secara
manual
sampai kalis
Dipanggang
(suhu 120° C,
30 menit)
Dicetak pada
loyang
Analisa organoleptik
(warna, aroma,
rasa, tekstur)
Analisa kimia:
1. Kadar air 2. Kadar protein 3. Kadar abu
4. Kadar lemak 5. Kadar
karbohidrat
Dicampur
secara manual
Perlakuan Terbaik
Biskuit
penambahan
tepung ikan teri nasi
Susu bubuk 4,4% (b/b)
Garam 0,8% (b/b)
Baking powder 1%
(b/b)
Tepung terigu : tepung
ikan teri nasi (sesuai
perlakuan)
Vanili 1% (b/b)
Air 18,8% (v/b)
Kuning telur 0,6% (b/b) Gula halus 25,8% (b/b) Margarin 28,1% (b/b)
Dicampur dengan mixer
26
3.4.5 Analisa Data 3.4.5.1 Potensi Bahan Baku Melakukan peramalan terhadap produksi ikan teri nasi di Indonesia untuk tahun 2014-2018 dengan menggunakan salah satu metode time series yaitu single moving average
berdasarkan data perkembangan produksi ikan teri nasi di Indonesia pada tahun 2005 sampai tahun 2009. 3.4.5.2 Neraca Massa Pembuatan Biskuit
Perhitungan neraca massa pada pembuatan biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi dilakukan dengan cara menimbang berat bahan tiap kali proses untuk mengetahui massa yang masuk dan massa yang keluar dengan menggunakan timbangan analitik. Sebelum melakukan penimbangan, timbangan harus dalam keadaan nol. Berat massa tiap proses dicatat dan dihitung penurunan beratnya. 3.4.5.3 Karakteristik Kualitas Tepung Ikan Teri Nasi
Karakteristik tepung ikan teri nasi diketahui dengan melakukan analisis kimia yang meliputi kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan rendemen. Perhitungan rendemen dilakukan dengan membandingkan berat tepung ikan teri nasi yang dihasilkan dengan berat iakn teri nasi segar. Rendemen tepung ikan teri nasi dihitung dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:
% rendemen = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑝𝑢𝑛𝑔 𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑖 𝑛𝑎𝑠𝑖
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑖 𝑛𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑔𝑎𝑟 x 100%
3.4.5.4 Analisa Organoleptik
Biskuit yang dihasilkan dari penelitian kemudian dianalisa organoleptik yang dilakukan oleh 5 panelis terlatih dengan menggunakan metode tingkat kesukaan (hedonic scale) yang meliputi 4 parameter mutu yaitu rasa, warna, aroma dan tekstur. Hasilnya dinyatakan dalam bentuk angka yaitu 7 (sangat
27
menyukai), 6 (menyukai), 5 (agak menyukai), 4 (netral), 3 (agak tidak menyukai), 2 (tidak menyukai) dan 1 (sangat tidak menyukai). Lembar kuisioner dapat dilihat pada Lampiran 1. Data hasil uji organoleptik dianalisa dengan menggunakan metode Analysis of Varians (ANOVA) untuk mengetahui apakah ada perbedaan atau pengaruh tiap perlakuan (α=0,,05). Apabila hasil uji menunjukkan bahwa interaksi antar perlakuan berbeda nyata, dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). 3.4.5.5 Penentuan Perlakuan Terbaik Hasil dari penilaian organoleptik dianalisa untuk menentukan pemilihan alternatif terbaik dari semua perlakuan berdasarkan hasil uji organoleptik dengan menggunakan metode indeks efektivitas. Nilai akhir produk (NP) dalam metode indeks efektivitas didapatkan dari nilai pembobotan atribut produk yang telah diberikan oleh panelis dikalikan dengan nilai efektivitas tiap produk. Lembar tingkat kepentingan atribut produk dapat dilihat pada Lampiran 2. Perlakuan dan produk terbaik adalah perlakuan yang memiliki nilai (NP) tertinggi dari hasil perkalian tersebut. Prosedur pemilihan perlakuan terbaik dapat dilihat pada Lampiran 3. 3.4.5.6 Perhitungan Rendemen Biskuit Formulasi Terpilih
Rendemen biskuit formulasi terpilih dihitung menggunakan timbangan analitik. Perhitungan rendemen dilakukan dengan membandingkan berat biskuit yang dihasilkan dengan berat adonan. Rendemen biskuit formulasi terpilih dihitung dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:
% rendemen = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑠𝑘𝑢𝑖𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑠𝑖𝑙𝑘𝑎𝑛
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑑𝑜𝑛𝑎𝑛 x 100%
28
3.4.5.7 Preference test Preference test dilakukan terhadap 20 responden. Penilaian diberikan pada 4 aspek yaitu warna, aroma, rasa dan tekstur. Hasilnya dinyatakan dalam bentuk angka yaitu 7 (sangat menyukai), 6 (menyukai), 5 (agak menyukai), 4 (netral), 3 (agak tidak menyukai), 2 (tidak menyukai) dan 1 (sangat tidak menyukai). Kemudian dihitung persentase jumlah responden yang menyukai biskuit formulasi terpilih yaitu responden yang memberikan nilai 5 (agak menyukai), 6 (menyukai), dan 7 (sangat menyukai). Jika jumlah persentase responden yang menolak kurang dari 25% maka biskuit tersebut dapat diterima. Prosedur uji penerimaan (preference test) biskuit formulasi
terpilih dapat dilihat pada Lampiran 4, sedangkan lembar uji penerimaan biskuit dapat dilihat pada Lampiran 5. 3.4.5.8 Analisa Kimia
Kandungan gizi biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi dengan formulasi terpilih dilakukan analisa kimia meliputi kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, dan kadar karbohidrat. Hasil analisa kimia biskuit kemudian dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia biskuit SNI 01-2973-1992. Prosedur analisa kimia pada Lampiran 6. 3.4.5.9 Perhitungan Harga Pokok Produksi Perhitungan harga pokok produksi produksi meliputi biaya bahan baku, utilitas, dan tenaga kerja langsung. Biaya bahan meliputi biaya tepung ikan teri nasi, tepung terigu, telur, margarin, gula halus, susu bubuk full cream, garam, vanili, air, dan baking powder. Sedangkan biaya utilitas biaya listrik dan air. Dari total biaya, kemudian dihitung harga pokok produksi biskuit menggunakan perhitungan sebagai berikut:
HPP = 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑏𝑎𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢 +𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 +𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑙𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑠𝑘𝑢𝑖𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑘𝑎𝑛
29
3.4.6 Kesimpulan Penyusunan kesimpulan diperoleh berdasarkan hasil penelitian tentang proporsi tepung ikan teri nasi (Stolephorus spp.) dan tepung terigu yang paling disukai panelis dalam pembuatan biskuit dan biaya produksi pembuatan biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi.
30
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Potensi Bahan Baku Pemilihan jenis bahan baku pada sebuah industri pangan harus mempertimbangkan potensi dan kontinuitas bahan baku tersebut. Potensi tersebut dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku sesuai kapasitas produksi yang diharapkan. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan teri nasi karena ikan teri nasi mudah didapat dan lebih ekonomis dibandingkan dengan ikan jenis lain. Ikan teri adalah ikan yang termasuk dalam kelompok ikan pelagis yang diduga merupakan salah satu komoditas Indonesia yang paling melimpah di perairan Indoensia. Sumberdaya ini merupakan sumberdaya neritik karena penyebarannya terutama di perairan dekat pantai. Penyebarannya cukup merata sehingga jenis ikan ini sangat popular di masyarakat. Makanan utama ikan teri adalah plankton sehingga kelimpahannya sangat tergantung kepada faktor-faktor lingkungan (Resmiati, 2003). Ikan teri nasi termasuk jenis ikan musimam. Tangkapan akan meningkat pada bulan November hingga akhir Maret setiap tahun (Annonymousd, 2004). Oleh karena itu, perlu adanya perencanaan inventori, misalnya dengan menyediakan cold storage untuk menyimpan kelebihan bahan baku pada saat hasil tangkapan melimpah. Perkembangan produksi ikan teri nasi tahun 2005-2009 di perairan Indonesia dan proyeksi untuk tahun 2014-2018 dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Perkembangan Produksi Ikan Teri Nasi di Indonesia
Data Masa Lalu Data proyeksi
Tahun Jumlah produksi (ton) Tahun Jumlah produksi (ton)
2005 1.009,68 2014 1.430,97 2006 1.296,41 2015 1.460,24 2007 1.456,13 2016 1.474,08 2008 1.908,17 2017 1.475,25 2009 1.284,63 2018 1.470,20
31
Sumber: Annonymouse, 2010
Dari data perkembangan produksi ikan teri nasi tahun 2005-2009 tersebut maka dapat diramalkan produksi ikan teri nasi di perairan Indonesia untuk 5 tahun ke depan yaitu pada tahun 2014 sampai tahun 2018. Pada tahun 2014, peramalan jumlah produksi ikan teri nasi sebesar 1.430,97 ton dan mengalami peningkatan pada tahun 2015 yaitu sebesar 1.460,24 ton. Pada tahun 2016 dan 2017, produksi ikan teri nasi diproyeksikan akan meningkat yaitu sebesar 1.474,08 ton dan 1.475,25 ton. Sedangkan pada tahun 2018, produksi ikan teri nasi diproyeksikan akan menurun yaitu sebesar 1.470,20 ton. Dari data proyeksi untuk 5 tahun mendatang dapat dilihat bahwa persediaan ikan teri nasi di Indonesia masih cukup tinggi. Perhitungan peramalan potensi bahan baku dengan metode time series dapat dilihat pada Lampiran 7.
Produksi ikan teri nasi terbesar terdapat di perairan barat Sumatera dan perairan utara Jawa. Dari 6 propinsi penghasil teri nasi di perairan utara Jawa, Jawa Timur merupakan daerah penghasil teri terbesar. Salah satu daerah pengahasil teri nasi terbesar di Jawa Timur adalah wilayah perairan Tuban. Pada tahun 2001, total hasil tangkapan teri nasi yang tercatat di Dinas Perikanan Jawa Timur dihasilkan di perairan Kabupaten Tuban yaitu sebesar 1.291,84 ton (Gunawan, 2004).
4.2 Karakteristik Kualitas Tepung Ikan Teri Nasi
Tepung ikan adalah suatu produk padat kering yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan sebagian besar cairan dan sebagian atau seluruh lemak yang terkandung di dalam tubuh ikan.Berbagai jenis ikan dapat diolah menjadi tepung ikan.Indonesia mempunyai potensi besar dalam memproduksi tepung ikan karena mempunyai banyak sumber ikan murah (Afrianto dan Liviawaty, 2005). Tepung ikan yang dikonsumsi manusia sebaiknya diolah dengan cara yang tepat. Bahan baku yang baik dan pengolahan yang tepat, diharapkan tepung ikan yang dihasilkan dapat memenuhi selera konsumen sehingga dapat digunakan sebagai
32
salah satu sumber pangan. Pengolahan tepung ikan harus memperhatikan kondisi kebersihan, standar mutu tepung ikan
dan cara pengepakan yang baik sehingga terhindar dari kontaminasi yang mengakibatkan oksidasi maupun dari serangan serangga (Ilyas, 2003). Rendemen dihitung dengan membandingkan berat tepung yang dihasilkan dengan berat bahan baku masing-masing. Dari 5 kg ikan teri nasi segar menghasilkan 1,11 kg tepung ikan teri nasi, sehingga rendemennya adalah 22,2%. Jika dibandingkan dengan rendemen pada pembuatan beberapa tepung ikan pada penelitian terdahulu, seperti tepung ikan ikan lemuru pada penelitian Artama (2001) dengan rendemen 10%, tepung ikan nila merah pada penelitian Hiswaty (2002) yaitu 15,29%, tepung ikan mujair pada penelitian Rosyidah (2000) yaitu 14%, tepung ikan selar pada penelitian Amaliah (2002) yaitu 12,65%, tepung ikan kembung pada penelitian Haryanti (2006) yaitu 10,66%, tepung ikan patin pada penelitian Asni (2004) yaitu 8%, tepung ikan pepetek pada penelitian Nugroho (2006) yaitu 17,69%, maka rendemen dalam pembuatan tepung ikan teri nasi lebih tinggi. Hal itu dikarenakan ikan teri nasi dapat diolah seluruh bagian tubuhnya, berbeda dengan ikan lain yang hanya diambil dagingnya saja. Menurut Satriyo (2012), semakin tinggi nilai rendemen yang dihasilkan pada bahan pangan maka semakin ekonomis bahan pangan tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa ikan teri nasi lebih ekonomis dibandingkan dengan ikan yang digunakan pada penelitian terdahulu. Tepung yang dihasilkan berukuran sekitar 60 mesh dengan warna cokelat
muda. Gambar tepung ikan teri nasi dapat dilihat pada Gambar 4.1.
33
Gambar 4.1. Tepung Ikan Teri Nasi
Tepung ikan teri nasi kemudian dilakukan analisis kimia yaitu analisis proksimat yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat (by difference). Hasil analisis karakteristik kimia tepung ikan teri nasi dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Karakteristik Kimia Tepung Ikan Teri Nasi
Parameter Tepung Ikan Teri Nasi SNI 01-2715-1996* (SNI Tepung Ikan)
Kadar air Kadar protein Kadar abu Kadar lemak Kadar karbohidrat
4,44% 80,94% 7,33% 4,75% 2,54%
Max 10% Min 65% Max 20% Max 8%
-
(Data primer, 2012) Sumber: Annonymous
c, 2011*
Hasil analisis kadar air tepung ikan teri nasi adalah 4,44%. Angka ini telah memenuhi standar tepung ikan yang ditetapkan yaitu kurang dari 10%. Jika dibandingkan dengan tepung ikan lele dumbo pada penelitian Mervina (2012) yaitu 7,99%, tepung ikan lemuru pada penelitian Artama (2001) yaitu 8,50%, tepung ikan mujair pada penelitian Rosyidah (2000) yaitu 5,75%, tepung ikan selar pada penelitian Amaliah (2002) yaitu 7,34%, dan tepung ikan nila merah pada penelitian Hiswaty (2002) yaitu
34
6,04%, kandungan air tepung ikan teri nasi lebih rendah. Menurut Winarno (1997) tepung merupakan produk yang memiliki kadar air rendah. Kadar air yang rendah berperan penting terhadap keawetan bahan pangan. Hasil analisis kadar protein tepung ikan teri nasi adalah 80,94%. Angka ini telah memenuhi standar yang ditetapkan yaitu minimum 65%. Jenis ikan dan proses produksi akan mempengaruhi kadar protein yang terkandung di dalam tepung ikan. Jika dibandingkan dengan tepung ikan lele dumbo pada penelitian Mervina (2012) yaitu 63,83%, tepung ikan lemuru pada penelitian Artama (2001) yaitu 77,45%, tepung ikan selar pada penelitian Amaliah (2002) yaitu 80,86%, dan tepung ikan pepetek pada penelitian Nugroho (2006) yaitu 60,13%, kandungan protein tepung ikan teri nasi lebih tinggi. Tingginya kadar protein tepung ini disebabkan karena bahan baku yang digunakan yaitu ikan teri nasi mempunyai kandungan protein yang tinggi. Hasil analisis kadar abu tepung ikan teri nasi adalah 7,33%. Angka ini telah memenuhi standar yang ditetapkan yaitu maksimum 20%. Kadar abu dipengaruhi oleh kandungan mineral yang terkandung di dalam ikan teri nasi seperti kalsium dan fosfor. Jika dibandingkan dengan tepung ikan lele dumbo penelitian Mervina (2012) yaitu 4,83%, tepung ikan mujair pada penelitian Rosyidah (2000) yaitu 0,31%, tepung ikan lemuru pada penelitian Artama (2001) yaitu 6,80%, kandungan abu tepung ikan teri nasi lebih tinggi. Hal ini diduga karena ikan teri nasi mengandung mineral yang tinggi seperti kalsium. Hasil analisis kadar lemak tepung ikan teri nasi adalah 4,75%. Angka ini telah memenuhi standar yang ditetapkan yaitu maksimum 8%. Menurut Irianto dan Giyatmi (2009), kadar lemak berpengaruh terhadap kualitas tepung ikan. Semakin tinggi kadar lemak akan menyebabkan tepung ikan menjadi cepat tengik. Jika dibandingkan dengan tepung ikan lele dumbo penelitian Mervina (2012) yaitu 10,83%, tepung ikan mujair pada penelitian Rosyidah (2000) yaitu 4,99%, tepung ikan lemuru pada penelitian Artama (2001) yaitu 7,25%, kandungan lemak pada tepung ikan teri nasi lebih rendah. Hal ini dikarenakan ikan teri nasi memiliki kandungan lemak yang sedikit.
35
Hasil analisis kadar karbohidrat tepung ikan teri nasi adalah 2,54%. Jika dibandingkan dengan tepung ikan mujair pada penelitian Rosyidah (2000) yaitu 0,03% dan tepung ikan pepetek pada penelitian Nugroho (2006) yaitu 0,83%, kandungan karbohidrat tepung ikan teri nasi lebih tinggi. Kadar karbohidrat yang terkandung di dalam tepung ikan relatif kecil karena karbohidrat pada ikan berasal dari glikogen yang jumlahnya sangat sedikit. 4.3 Uji Organoleptik Biskuit 4.3.1 Warna Warna merupakan sifat sensori pertama yang dapat dilihat langsung oleh panelis. Parameter warna dalam bahan pangan memiliki peran yang penting. Warna pada makanan dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah pigmen, pengaruh panas pada gula (caramel), dan adanya pencampuran
bahan lain (Winarno, 1997). Secara visual, faktor warna sangat menentukan mutu. Warna juga dapat menarik perhatian para konsumen sehingga dapat menilai atau memberi kesan suka atau tidak suka. Hasil analisis menggunakan Analysis of Varians (ANOVA)
pada parameter warna biskuit menunjukkan bahwa formulasi
biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi dalam
pembuatan biskuit tidak memberikan pengaruh nyata untuk
tingkat kesukaan panelis terhadap warna biskuit dengan selang
kepercayaan 95% (Lampiran 11). Hal itu diduga dikarenakan
range proporsi penambahan tepung ikan teri nasi antar
perlakuan terlalu dekat sehingga tingkat kesukaan panelis
kurang tampak perbedaannya. Nilai rerata masing-masing
perlakuan pada parameter warna dapat dilihat pada Tabel 4.3.
36
Tabel 4.3. Rerata Kesukaan Terhadap Warna
Formulasi Proporsi tepung ikan teri nasi :
tepung terigu Rerata
K1 5% : 95% 5,3 K2 10% :90% 5,4 K3 15% : 85% 4,8 K4 20% : 80% 4,7 K5 25% : 75% 4,5 K6 30% : 70% 3,6 K7 35% : 65% 3,7
Penilaian kesukaan panelis terhadap parameter warna berkisar antara 3,70 sampai dengan 5,40 (netral sampai dengan menyukai). Nilai warna tertinggi didapat pada formulasi biskuit K2 dengan nilai rata-rata 5,40. Sedangkan nilai warna terendah dihasilkan oleh formulasi biskuit K6 dengan nilai rata-rata 3,70 (Gambar 4.2).
Gambar 4.2. Histogram Nilai Rerata Kesukaan Terhadap Warna
Keterangan : K1 = Tepung ikan teri nasi 5 %, tepung terigu 95% K2 = Tepung ikan teri nasi 10%, tepung terigu 90% K3 = Tepung ikan teri nasi 15 %, tepung terigu 85% K4 = Tepung ikan teri nasi 20 %, tepung terigu 80% K5 = Tepung ikan teri nasi 25 %, tepung terigu 75% K6 = Tepung ikan teri nasi 30 %, tepung terigu 70%
37
K7 = Tepung ikan teri nasi 35 %, tepung terigu 65%
Semakin tinggi tepung ikan teri nasi yang ditambahkan ke dalam formulasi biskuit maka biskuit yang dihasilkan menjadi lebih gelap. Warna coklat pada biskuit disebabkan oleh penambahan tepung ikan teri nasi yang berwarna coklat. Semakin banyak tepung ikan teri nasi yang ditambahkan, semakin gelap warna biskuit yang dihasilkan karena warna coklat pada tepung ikan teri nasi semakin dominan. Akibatnya, akan terbentuk warna biskuit yang semakin coklat (gelap) yang menyebabkan rerata kesukaan panelis terhadap warna biskuit semakin menurun. Menurut Maulida (2005), panelis lebih menyukai biskuit dengan warna yang lebih cerah daripada biskuit dengan warna yang gelap sehingga semakin banyak tepung ikan teri nasi yang ditambahkan maka nilai rata-rata kesukaan terhadap warna biskuitnya semakin kecil. 4.3.2 Aroma
Aroma banyak dipengaruhi oleh pancaindera penciuman. Pada umumnya bau yang dapat diterima oleh hidung dan otak merupakan campuran empat bau, yaitu harum, asam, tengikdan hangus. Aroma mempunyai peranan yang sangat penting dalam penentuan derajat penilaian dan kualitas suatu bahan pangan. Selain bentuk dan warna, bau atau aroma akan berpengaruh dan menjadi perhatian utama. Setelah bau diterima maka penentuan selanjutnya adalah cita rasa disamping teksturnya (Winarno, 1997). Hasil analisis Analysis of Varians (ANOVA) menunjukkan
bahwa formulasi biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi dalam pembuatan biskuit berpengaruh nyata untuk tingkat kesukaan panelis terhadap aroma biskuit dengan selang kepercayaan 95% (Lampiran 11). Uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa formulasi biskuit K1, K2, dan K3 berbeda nyata dengan formulasi K4, K5, K6 dan sangat berbeda nyata dengan biskuit formulasi K7. Sedangkan biskuit K1, K2, dan K3 tidak berbeda nyata. Nilai rerata masing-masing perlakuan pada parameter aroma dapat dilihat pada Tabel 4.4.
38
Tabel 4.4. Rerata Kesukaan Terhadap Aroma
Formulasi Proporsi tepung ikan teri nasi :
tepung terigu Rerata Notasi
K1 5% : 95% 5,3 a K2 10% :90% 4,9 a K3 15% : 85% 4,1 a K4 20% : 80% 3,1 b K5 25% : 75% 2,7 b K6 30% : 70% 2,8 b K7 35% : 65% 2,5 c
Keterangan: angka dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata
Hasil analisis organoleptik terhadap parameter aroma dihasilkan nilai rata-ratanya berkisar antara 2,50 sampai dengan 5,30 (agak menyukai sampai dengan menyukai). Nilai rata-rata parameter aroma tertinggi dihasilkan oleh formulasi biskuit K1 dengan nilai 5,30 dan nilai rata-rata terkecil dihasilkan oleh formulasi biskuit K7 dengan nilai rata-rata 2,50 (Gambar 4.3).
Gambar 4.3. Histogram Nilai Rerata Kesukaan Terhadap Aroma
Keterangan : K1 = Tepung ikan teri nasi 5 %, tepung terigu 95% K2 = Tepung ikan teri nasi 10%, tepung terigu 90% K3 = Tepung ikan teri nasi 15 %, tepung terigu 85% K4 = Tepung ikan teri nasi 20 %, tepung terigu 80% K5 = Tepung ikan teri nasi 25 %, tepung terigu 75%
39
K6 = Tepung ikan teri nasi 30 %, tepung terigu 70% K7 = Tepung ikan teri nasi 35 %, tepung terigu 65%
Semakin tinggi konsentrasi tepung ikan teri nasi yang ditambahkan ke dalam formulasi biskuit, maka nilai rata-rata kesukaan terhadap aroma semakin kecil. Hal ini diduga panelis masih belum terbiasa dengan aroma ikan yang terlalu dominan pada produk biskuit. Menurut Hadiwiyoto (1993), senyawa yang menyebabkan aroma ikan adalah berbagai peptida dan asam amino bebas serta asam lemak bebas yang terdapat pada ikan. Semakin banyak tepung ikan yang ditambahkan ke dalam biskuit maka senyawa penyebab aroma ikan semakin tinggi sehingga aroma ikan pada biskuit juga semakin dominan. 4.3.3 Rasa
Rasa merupakan faktor penting untuk menentukan diterima atau tidaknya suatu produk makanan. Rasa yang enak dapat menarik perhatian konsumen sehingga konsumen lebih suka makanan dari rasanya. Walaupun semua parameter normal tetapi jika tidak diikuti oleh rasa yang enak maka makanan tersebut tidak akan diterima oleh konsumen. Rasa lebih banyak melibatkan indera pengecap (Winarno, 1997). Hasil analisis Analysis of Varians (ANOVA) menunjukkan
bahwa formulasi biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi dalam pembuatan biskuit memberikan pengaruh yang nyata untuk tingkat kesukaan panelis terhadap rasa biskuit dengan selang kepercayaan 95% (Lampiran 11). Uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa formulasi biskuit K1 berbeda nyata dengan formulasi biskuit K2, K3, K4, K5, K6, dan K7. Nilai rerata masing-masing perlakuan pada parameter rasa dapat dilihat pada Tabel 4.5.
40
Tabel 4.5. Rerata Kesukaan Terhadap Rasa
Formulasi Proporsi tepung ikan teri nasi :
tepung terigu Rerata Notasi
K1 5% : 95% 5,8 a K2 10% :90% 4,5 b K3 15% : 85% 4,0 b K4 20% : 80% 3,6 b K5 25% : 75% 2,9 b K6 30% : 70% 2,9 b K7 35% : 65% 2,3 bc
Keterangan: angka dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata
Berdasarkan uji kesukaan terhadap rasa biskuit, penilaian rata-rata panelis terhadap rasa berkisar antara 2,30 sampai dengan 5,80 (agak tidak menyukai sampai dengan menyukai). Nilai rata-rata parameter rasa tertinggi dihasilkan oleh formulasi biskuit K1 dengan nilai 5,80 dan nilai rata-rata terkecil dihasilkan oleh formulasi biskuit K7 dengan nilai 2,30 (Gambar 4.4).
Gambar 4.4. Histogram Nilai Rerata Kesukaan Terhadap Rasa
Keterangan : K1 = Tepung ikan teri nasi 5 %, tepung terigu 95% K2 = Tepung ikan teri nasi 10%, tepung terigu 90% K3 = Tepung ikan teri nasi 15 %, tepung terigu 85% K4 = Tepung ikan teri nasi 20 %, tepung terigu 80%
41
K5 = Tepung ikan teri nasi 25 %, tepung terigu 75% K6 = Tepung ikan teri nasi 30 %, tepung terigu 70% K7 = Tepung ikan teri nasi 35 %, tepung terigu 65%
Semakin tinggi konsentrasi tepung ikan teri nasi yang ditambahkan ke dalam biskuit, nilai rata-ratanya semakin kecil. Dari segi panelis, diduga panelis belum terbiasa dengan biskuit yang mempunyai rasa ikan yang terlalu dominan karena produk biskuit ikan belum beredar luas di kalangan masyarakat, padahal biskuit ikan mengandung protein yang tinggi. Menurut Winarno (1997), rasa suatu bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, temperatur, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Pada penelitian ini, rasa biskuit lebih dipengaruhi oleh komponen rasa ikan dari penambahan tepung ikan teri nasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui formulasi yang tepat atau dengan penambahan bumbu agar biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi dapat lebih disukai. Penambahan bumbu berfungsi sebagai pengawet alami dan memberikan rasa tertentu terhadap produk (Anggit, 2011). 4.3.4 Tekstur
Tekstur merupakan parameter mutu utama yang menentukan daya terima konsumen terhadap produk kering seperti biskuit. Tekstur mempengaruhi citarasa yang ditimbulkan dan dinilai berdasarkan kemudahannya untuk digigit. Hasil analisis Analysis of Varians (ANOVA) menunjukkan bahwa
penambahan tepung ikan teri nasi dalam biskuit tidak memberi pengaruh nyata untuk tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit dengan selang kepercayaan 95% (Lampiran 11). Hal itu diduga karena range proporsi penambahan tepung ikan teri nasi
antar perlakuan terlalu dekat sehingga tingkat kesukaan panelis kurang tampak perbedaannya. Nilai rerata masing-masing perlakuan pada parameter tekstur dapat dilihat pada Tabel 4.6.
42
Tabel 4.6. Rerata Kesukaan Terhadap Tekstur
Formulasi Proporsi tepung ikan teri nasi :
tepung terigu Rerata
K1 5% : 95% 5,4 K2 10% :90% 5,6 K3 15% : 85% 5,0 K4 20% : 80% 3,9 K5 25% : 75% 4,1 K6 30% : 70% 3,5 K7 35% : 65% 2,9
Penilaian rata-rata kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit berkisar antara 2,90 sampai dengan 5,60 (agak tidak menyukai sampai dengan menyukai). Nilai tekstur biskuit tertinggi dihasilkan oleh formulasi biskuit K2 dengan nilai rata-rata sebesar 5,60 dan nilai rata-rata tekstur biskuit terendah dihasilkan oleh formulasi biskuit K7 dengan nilai 2,90 (Gambar 4.5).
Gambar 4.5. Histogram Nilai Rerata Kesukaan Terhadap Tekstur
Keterangan : K1 = Tepung ikan teri nasi 5 %, tepung terigu 95% K2 = Tepung ikan teri nasi 10%, tepung terigu 90% K3 = Tepung ikan teri nasi 15 %, tepung terigu 85% K4 = Tepung ikan teri nasi 20 %, tepung terigu 80%
43
K5 = Tepung ikan teri nasi 25 %, tepung terigu 75% K6 = Tepung ikan teri nasi 30 %, tepung terigu 70% K7 = Tepung ikan teri nasi 35 %, tepung terigu 65%
Semakin tinggi konsentrasi tepung ikan teri nasi yang ditambahkan ke dalam formulasi biskuit, maka nilai rata-ratanya semakin kecil. Secara umum, tepung ikan teri nasi dapat mensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan biskuit hanya sampai batas tertentu atau hanya dalam jumlah yang kecil. Hal ini dapat terjadi karena pada tepung ikan teri nasi tidak mengandung gluten yang merupakan komponen sangat penting dalam proses adonan yang akan mempengaruhi tekstur biskuit (Manley, 2000). Tidak adanya gluten pada tepung pensubstitusi menyebabkan substitusi yang dilakukan dapat menurunkan kadar dan mutu gluten dari tepung yang disubstitusi. Pada tepung ikan teri nasi terdapat kandungan protein yang sangat besar, tetapi dari kandungan tersebut tidak terdapat gluten seperti halnya pada tepung terigu (Winarno, 1997).
4.4 Penentuan Perlakuan Terbaik
Pemilihan perlakuan terbaik menggunakan metode pembobotan (De Garmo et al, 1984) yang ditentukan oleh
panelis berdasarkan tingkat kepentingan parameter yang diamati. Perlakuan terbaik biksuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi dipilih dengan membandingkan nilai produk setiap perlakuan. Perlakuan dengan nilai produk tertinggi merupakan perlakuan terbaik. Nilai perlakuan didasarkan pada parameter organoleptik. Pada tabel data tingkat kepentingan (Lampiran 12) menunjukkan parameter rasa memiliki bobot yang tertinggi yaitu 0,34. Bobot tertinggi kedua adalah aroma dengan nilai sebesar 0,26, tekstur memiliki bobot tertinggi ketiga dengan nilai sebesar 0,24, dan bobot terendah dimiliki parameter warna sebesar 0,16. Perlakuan terbaik didapat dari perhitungan dengan menggunakan metode pembobotan dari penilaian organoleptik biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi. Hasil perhitungan nilai biskuit pada parameter organoleptik untuk perlakuan terbaik dapat dilihat pada Tabel 4.7
44
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Nilai Biskuit Untuk Pemilihan Perlakuan Terbaik
Formulasi Proporsi tepung ikan teri nasi : tepung terigu
Nilai Produk
K1 5% : 95% 0,97* K2 10% :90% 0,85 K3 15% : 85% 0,61 K4 20% : 80% 0,38 K5 25% : 75% 0,27 K6 30% : 70% 0,14 K7 35% : 65% 0,09
(*) perlakuan terbaik Tabel 4.7 menunjukkan bahwa perhitungan perlakuan terbaik dari parameter organoleptik diperoleh pada biskuit dengan proporsi tepung ikan teri nasi 5% dan tepung terigu 95%. Biskuit formulasi K1 merupakan perlakuan terbaik karena memiliki nilai produk tertinggi dan memiliki nilai rerata kesukaan tertinggi pada parameter aroma dan rasa. Biskuit dengan formulasi terpilih dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6. Biskuit Formula Terpilih
Biskuit formulasi K1 mempunyai nilai produk tertinggi sebesar 0,97 dengan nilai rata-rata rangking kesukaan warna sebesar 5,30 yang berarti menyukai, aroma sebesar 5,30 yang berarti menyukai, rasa sebesar 5,50 yang berarti menyukai, dan tekstur sebesar 5,40 yang berarti menyukai.
45
4.5 Neraca Massa Pembuatan Biskuit Perlakuan Terbaik
Persiapan utama dalam pembuatan biskuit pada penelitian ini adalah pembuatan tepung ikan teri nasi. Pembuatan ikan teri nasi diawali dengan pencucian ikan teri nasi segar sebanyak 5 kg dan direndam di dalam air perasan jeruk nipis untuk mengurangi aroma ikan. Setelah itu, ikan teri nasi segar dikukus selama 10 menit yang menyebabkan pengurangan massa pada ikan teri nasi karena air yang terkandung di dalam ikan teri nasi segar mengalami penguapan, sehingga menghasilkan teri nasi sebanyak 4,6 kg dan uap air 0,4 kg. Ikan teri yang telah dikukus kemudian diperas dengan kain saring menghasilkan ikan teri nasi sebanyak 4,6 kg dan mengeluarkan air perasan sebanyak 1,7 L. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi kadar air yang terkandung di dalam ikan teri nasi. Langkah selanjutnya yaitu penggilingan yang menghasilkan bubur ikan sebanyak 2,6 kg dan diketahui penurunan kadar air sebanyak 0,3 L. Bubur hasil gilingan ikan teri nasi dijemur di bawah sinar matahari selama 60 menit lalu ditimbang untuk mengetahui penurunan kadar airnya. Dari hasil penimbangan didapat berat bubur ikan setengah kering adalah 2,06 kg, sehingga dapat diketahui bahwa air yang menguap sebanyak 0,54 L. Bubur ikan setengah kering tersebut dioven selama 360 menit dan ditimbang. Dari hasil penimbangan didapat berat bubur kering sebanyak 1,11 kg dan uap panas sebanyak 0,95 L. Kemudian dilakukan penepungan dan pengayakan dengan ayakan manual 60 mesh sehingga menghasilkan tepung ikan teri nasi sebanyak 1,11 kg. Neraca massa pembuatan tepung ikan teri nasi dapat dilihat pada Lampiran 8. Langkah selanjutnya adalah pembuatan biskuit yang diawali dengan pencampuran kuning telur (3 g), gula halus (129 g), dan margarin (140,5 g) dengan mixer yang menghasilakn adonan I sebanyak 272,5 g. Dilanjutkan dengan penambahan susu bubuk (22 g), garam (4 g), baking powder (5 g) yang dicampur secara
manual dan menghasilkan adonan II sebanyak 303,5 g. Setelah tercampur rata, kemudian ditambah tepung terigu (475 g), tepung ikan teri nasi (25 g), vanili (5 g), dan air (94 ml) yang menghasilkan adonan sebanyak 902,5 g dan diaduk sampai
46
adonan menjadi kalis. Selanjutnya, adonan dicetak pada loyang dan dioven pada suhu 120°C selama 30 menit sehingga menghasilkan biskuit sebanyak 67 keping dengan berat total 834,3 gram (12,5 gram per keping) dan mengeluarkan uap panas sebanyak 57,5 ml. Waktu yang dibutuhkan dalam pembuatan biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi ini secara keseluruhan sekitar 480 menit. Neraca massa pembuatan biskuit dapat dilihat pada Lampiran 9. Biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi ini diharapkan dapat menjadi pangan potensial sumber protein untuk anak-anak karena protein sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. 4.6 Rendemen Biskuit
Rendemen merupakan persentase bahan baku menjadi produk akhir. Manfaat pengukuran rendemen adalah untuk mengetahui kesetaraan hasil dari suatu produk. Penetapan rendemen dilakukan dengan membandingkan berat produk dengan adonan awal. Berdasarkan perhitungan, nilai rendemen biskuit adalah sebesar 92,44% dengan berat adonan adalah 902,5 gram dan berat biskuit yang dihasilkan adalah 834,3 gram (67 keping dengan berat per keping adalah 12,50 gram). Pengurangan berat ini disebabkan oleh penguapan air yang terjadi pada proses pemanggangan dan sisa yang tertinggal pada proses pencetakan, sehingga berat akhir yang didapat pada pembuatan biskuit lebih kecil daripada berat bahan yang digunakan. 4.7 Uji Penerimaan Biskuit Perlakuan Terbaik
Setelah diperoleh formula terpilih yaitu biskuit dengan formulasi tepung ikan 5% dan tepung terigu 95%, kemudian dilakukan uji penerimaan (preference test) terhadap 20
responden, 15 diantaranya adalah anak-anak dengan umur 6-12 tahun. Menurut Winarno (1997) dalam Muchtadi (1994), salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk menguji apakah suatu formula makanan tambahan dapat diterima atau tidak adalah
47
kriteria penerimaan. Kriteria penerimaan terdiri dari jumlah persentase responden yang menolak harus kurang dari 25%. Tabel 4.8 merupakan persentase jumlah responden yang menyukai biskuit formulasi K1 (memberikan nilai 5, 6, dan 7). Penilaian diberikan pada 4 aspek yaitu warna, aroma, rasa dan tekstur biskuit. Rekapitulasi uji penerimaan organoleptik biskuit formulasi K1 dapat dilihat pada Lampiran 13. Tabel 4.8 Persentase Responden yang Menyukai Biskuit
%kesukaan
Warna Aroma Rasa Tekstur
∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
17 85 15 80 14 80 16 80
Berdasarkan persentase kesukaan dapat dilihat bahwa responden menyukai seluruh atribut biskuit yang diujikan. Hal ini dapat dilihat dari responden yang memberikan penilaian menyukai biskuit dengan formulasi tepung ikan 5% dan tepung terigu 95% untuk semua atribut berada di kisaran 80-85% dari 20 orang yang menjadi responden. Sehingga berdasarkan kriteria, biskuit formulasi K1 yang dihasilkan dapat diterima. 4.8 Analisis Kimia Biskuit Perlakuan Terbaik Analisis kimia yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat. Biskuit yang dianalasis kimia adalah biskuit dengan perlakuan terbaik yaitu biskuit dengan proporsi tepung ikan 5% dan tepung terigu 5%. Hasil analisis kimia biskuit dengan perlakuan terbaik dapat dilihat pada Tabel 4.9.
48
Tabel 4.9. Hasil Analisis Kimia Biksuit Terbaik
Parameter Nilai SNI*
Kadar air Kadar protein Kadar abu Kadar lemak Kadar karbohidrat
2,95% 13,05% 1,55% 15,21% 67,24%
Maks. 5% Min. 9% Maks. 1,5% Min. 9,5% Min. 70%
(Data primer, 2012) Sumber: Wijaya, 2010*
Hasil uji kadar air pada biskuit dengan proporsi tepung ikan teri nasi 5% dan tepung terigu 95% yaitu 2,95%. Syarat mutu biskuit berdasarkan SNI 01-2973-1992 menyatakan kadar air maksimum yang terdapat pada biskuit adalah 5%. Kadar air biskuit yang dihasilkan masih berada di bawah persyaratan SNI, sehingga dapat dikatakan bahwa kadar air biskuit dengan substitusi penambahan tepung ikan teri nasi 5% memenuhi persyaratan mutu biskuit berdasarkan SNI. Jika dibandingkan dengan rata-rata kadar air pada biskuit dengan penambahan tepung ikan pepetek 5% (paling disukai) pada penelitian Nugroho (2006) yaitu 2,28%, kandungan air biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi lebih tinggi. Namun, jika dibandingkan dengan kadar air biskuit dengan penambahan tepung ikan patin 5% (paling disukai) pada penelitian Asni (2004) yaitu 3,06%, kadar air biskuit dengan penambahan kandungan air biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi lebih rendah. Menurut Winarno (1997), kandungan air pada biskuit akan mempengaruhi penerimaan konsumen terutama pada atribut tekstur. Biskuit dengan kadar air tinggi cenderung kurang renyah. Pengujian kadar protein bertujuan untuk mengetahui total protein yang terkandung dalam biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi. Menurut syarat mutu biskuit berdasarkan SNI 01-2973-1992, kadar protein minimum dalam biskuit adalah 9,00%. Kadar protein biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi sebesar 13,05% lebih tinggi dari SNI.
49
Jika dibandingkan dengan kadar protein biskuit dengan penambahan tepung ikan patin 5% pada penelitian Asni (2004) yaitu 6,61% dan biskuit dengan penambahan tepung ikan pepetek 5% pada penelitian Nugroho (2006) yaitu 8,38%, kadar protein biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi lebih tinggi. Tingginya kadar protein pada bsikuit dikarenakan penggunaan ikan teri nasi yang mengandung protein tinggi. Penggunaan tepung ikan teri nasi dapat dikatakan berhasil meningkatkan kadar protein biskuit dan dapat digunakan sebagai alternatif makanan tinggi protein untuk anak-anak. Pengujian kadar abu bertujuan untuk mengetahui total abu yang terkandung dalam biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi. Abu merupakan ukuran dari komponen anorganik yang ada dalam suatu bahan pangan. Mineral merupakan zat gizi esensial yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah kecil (Winarno, 1997). Syarat mutu biskuit berdasarkan SNI 01-2973-1992, kadar abu maksimum pada biskuit adalah 1,5%. Kadar abu biskuit yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 1,55%. Jika dibandingkan dengan biskuit penambahan tepung ikan pepetek 5% pada penelitian Nugroho (2006) yaitu 2,72%, kadar abu biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi lebih rendah. Namun, jika dibandingkan dengan kadar abu pada biskuit dengan penambahan tepung ikan patin 5% pada penelitian Asni (2004) yaitu 1,37% kadar abu biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi lebih tinggi. Hal ini diduga karena ikan teri nasi mengandung mineral seperti kalsium. Pengujian kadar lemak bertujuan untuk mengetahui total lemak yang terkandung dalam biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi. Kandungan lemak biskuit yang dihasilkan adalah 19,21%, sedangkan menurut SNI 01-2973-1992, kadarlemak minimum dalam biskuit adalah 9,5%. Kadar lemak produk berada di atas persyaratan kadar lemak minimum pada SNI, sehingga dapat dikatakan bahwa berdasarkan kadar lemaknya, biskuit yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan mutu biskuit jika mengacu pada persyaratan mutu biskuit pada SNI. Jika dibandingkan dengan rata-rata kadar lemak pada biskuit dengan penambahan tepung ikan seperti tepung ikan patin 5% pada penelitian Asni (2004) yaitu 48,49% dan tepung ikan
50
pepetek 5% pada penelitian Nugroho (2006) yaitu 15,73%, kandungan lemak biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi lebih rendah. Hal ini dikarenakan kandungan lemak pada ikan teri nasi lebih rendah dibanding dengan ikan patin dan ikan gabus. Lemak yang terkandung dalam biskuit dapat mempengaruhi tekstur biskuit. Apabila kadar lemak tinggi, tesktur biskuit menjadi lebih renyah tetapi menjadi lebih cepat tengik (Manley, 2000). Kadar karbohidrat pada biskuit dihitung dengan penentuan kadar karbohidrat secara kasar menggunakan metode by difference. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar karbohidrat
biskuit yang dihasilkan adalah 67,24%. Jika dibandingkan dengan persyaratan minimum kadar karbohidrat biskuit terigu yang tercantum pada SNI (70%), kadar karbohidrat pada biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi ini lebih rendah karena terjadi penggantian sebagian tepung terigu yang menjadi sumber utama karbohidrat dengan tepung ikan teri nasi yang tinggi protein namun rendah karbohidrat. Jika dibandingkan kadar karbohidrat pada biskuit dengan penambahan tepung ikan pepetek 5% pada penelitian Nugroho (2006) yaitu 70,89%, kandungan karbohidrat pada biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi lebih rendah. Namun, jika dibandingkan dengan biskuit penambahan tepung ikan patin 5% pada penelitian Asni (2004) yaitu 32%, kandungan karbohidrat pada biskuit dengan penambahan tepung ikan teri nasi lebih tinggi. 4.9 Perhitungan Harga Pokok Produksi
Perhitungan biaya dilakukan untuk mengetahui perkiraan biaya yang akan dikeluarkan sebelum melakukan suatu usaha. Harga tepung ikan teri nasi ditentukan oleh besarnya biaya yang dikeluarkan selama proses pembuatannya. Biaya pembuatan tepung ikan teri nasi mencakup biaya bahan baku, listrik, dan tenaga kerja. Biaya untuk membeli bahan baku berupa ikan teri nasi basah yaitu Rp 30.000/kg, biaya utilitas listrik sebesar Rp 522,63 dengan pemakaian 14,02 jam dan biaya bahan bakar berupa LPG sebesar Rp 52,10 dengan pemakaian 10,42 gram, serta biaya tenaga kerja yaitu Rp 43.500 (berdasar UMR Kota
51
Malang tahun 2012). Total biaya pembuatan tepung ikan teri nasi yaitu Rp 199.898,73 dan diperoleh harga tepung ikan teri nasi yaitu Rp 181.000/kg atau Rp 200/g. Jika dibandingkan dengan harga tepung ikan teri nasi pada penelitian Hiswaty (2002) yaitu tepung ikan nila merah dengan harga Rp 325.000/kg dan pada penelitian Amaliah (2002) yaitu tepung ikan selar dengan harga Rp 252.324,13/kg, harga tepung ikan teri nasi ini lebih murah. Hal tersebut dikarenakan rendemen pada pembuatan tepung ikan teri nasi lebih besar. Dilihat dari hal ini maka pemakaian ikan teri nasi dalam pembuatan tepung ikan dapat dikatakan lebih ekonomis. Langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan terhadap biaya pokok produksi biskuit proporsi tepung ikan teri nasi 5% yang terdiri dari biaya bahan baku, utilitas, dan tenaga kerja. Harga tepung ikan teri nasi sesuai dengan perhitungan yang dilakukan yaitu Rp 181.000/kg, sedangkan pemakaiannya 25 gram sehingga biaya yang dikeluarkan yaitu Rp 5.000. Biaya yang dikeluarkan untuk bahan-bahan lain seperti tepung terigu, gula halus, margarin, susu bubuk, kuning telur, baking powder, vanili, air, dan garam (sesuai poporsi) yaitu Rp 19.148,60 serta biaya bahan pengemas sebesar Rp 72,00, sehingga total biaya bahan baku adalah Rp 19.978,20. Biaya utilitas terdiri dari biaya listrik dengan pemakaian 8,51 jam sebesar Rp 100,87 dan air sebesar Rp 92 untuk pemakaian 0,05 m3, sehingga total biaya utilitas sebesar Rp 192,87. Sedangkan biaya tenaga kerja langsung yaitu Rp 3.800. Berat biskuit yang dihasilkan adalah834,3 gram sehingga diperoleh harga pokok produksi sebesar Rp 2.900 per 100 gram kemasan. Perhitungan biaya dapat dilihat pada Lampiran 15.
52
V PENUTUP 5.1 Kesimpulan
Biskuit dengan proporsi tepung ikan 5% dan tepung terigu 95% menghasilkan produk biskuit terbaik dari hasil uji organoleptik dengan nilai rerata kesukaan terhadap warna 5,30 (menyukai), nilai rerata kesukaan terhadap aroma 5,30 (menyukai), nilai rerata kesukaan terhadap rasa 5,50 (menyukai), dan nilai rerata kesukaan terhadap tekstur 5,40 (menyukai). Hasil uji kimia biskuit dengan perlakuan terbaik memiliki kadar air 2,95%, kadar protein 13,05%, kadar abu 1,55%, kadar lemak 15,21%, dan kadar karbohidart 67,24%. Harga pokok produksi biskuit adalah Rp 2.900 per 100 gram kemasan. 5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui formulasi yang tepat atau dengan penambahan bumbu tambahan agar biskuit dengan penambahan tepung ikan dapat lebih disukai baik dari segi rasa maupun aromanya.
53
DAFTAR PUSTAKA Annonymousa. 2011. Konsumsi Ikan Masih Rendah.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/6296/Konsumsi-Ikan-Masih-Rendah/. Diakses tanggal 10 Maret 2012
b. 2001. Daftar Komposisi Bahan Pangan
Direktorat Gizi Depkes RI. Bhrata Karya Aksara. Jakarta
c. 1996. Persyaratan Mutu Tepung Ikan: SNI 01-
2715-1996. Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil
Perikanan, Ditjen Perikanan. Jakarta
e. 2004. Pola Pembiayaan Usaha Kecil Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Pola Pembiayaan Syariah).
Direktorat Kredit, BPR, dan UMKM. Jakarta
f. 2010. Statistik Perikanan Tangkap 2009. Dirjen
Perikanan Tangkap. Jakarta g. 2000. Pembuatan Tepung Ikan. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. http://www.warintek.net/tepung_ikan.htm22k. Diakses tanggal 21 Maret 2012
Adawiyah R. 2006. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi
Aksara. Jakarta Afrianto, E, Liviawaty, E. 2005. Pengawetan dan Pengolahan
Ikan. Kasinisius. Yogyakarta Anggit, S. 2011. Analisa Mutu Satsuma Age Ikan Kurisi
Dengan Penggunaan Jenis Tepung yang Berbeda.
Jurnal Saintek Perikanan Vol. 6 No. 2 pp: 13-22.
54
AOAC. 1990. Official Methods of Analysis of Assosiaciation of Official Analytical Chemist 11th Edition. AOAC Inc. Washington DC
Ginting, S. 2010. Pemanfaatan Ubi Jalar Orange Sebagai
Bahan Pembuat Biskuit Untuk Alternatif Makanan Tambahan Anak Sekolah Dasar Di Desa Ujung Bawang Kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun. Skripsi Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarat, Universitas Sumatera Utara. Medan
Gunawan, A. 2004. Analisis Pola Musim Penangkapan dan
Tingkat Pemanfaatan Ikan Teri di Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Skripsi Program Studi Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Hadi, M. N. 2007. Kajian Formulasi Lighter Biscuit Dalam
Rangka Pengembangan Produk Baru di PT Arnott’s Indonesia, Bekasi. Skripsi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.
Penerbit Liberty. Yogyakarta Hapsari, R. D. 2002. Pengolahan Daging Ikan Patin
(Pangasius pangasius) Menjadi Bakso, Sosis, Nugget, dan Pemanfaatan Limbahnya Menjadi Tepung Ikan. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Harli M. 2004. Makan Ikan Mencegah Kanker.
http://www.indomedia.com/media_sehat/makan_ikan_mencegah_kanker/. Diakses tanggal 03 April 2012
55
Hiswaty. 2002. Pengaruh Penambahan Tepung Ikan Nila Merah (Oreochromis sp) Terhadap Karakteristik Biskuit. Skripsi Program Studi Teknologi Hasil
Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Ilyas. 2003. Formulasi Biskuit Dengan Penambahan Tepung
Ikan Lele Dumbo. Skripsi Departemen Gizi Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Irianto, H. E. dan Giyatmi. 2009. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Penerbit Universitas Terbuka. Jakarta
Julaeha. 2010. Analisis Persepsi Dan Sikap Konsumen
Terhadap Produk Oreo Setelah Adanya Isu Melamin (Kasus : Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor). Skripsi Departemen
Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya.
Jakarta Laksmi, R. 2012. Daya Ikat Air, pH dan Sifat Organoleptik
Chicken Nugget yang Disubstitusi Telur Rebus. Animal Agriculture Journal Vol 1 No. 1 pp:453-460
Latief, F. 2006. Karakteristik Sifat Fisik Tepung Ikan Serta
Tepung Daging Dan Tulang. Skripsi Program Studi
Nutrisi Dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Lucia, P dan Sari, P. 2007. Meraup Untung Dari Usaha
Camilan. Transmedia Pustaka. Jakarta
Manley D. 2000. Technology of Biscuit, Cracker, and
Cookies Third Edition. CRC Press. Washington
56
Marliyati, S., Ahmad, S., dan Faisal A. 1992. Pengolahan Pangan Tingkat Rumah Tangga. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor
Maulida, N. 2005. Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan
Madidihang (Thunnus albacores) Sebagai Suplemen Dalam Pembuatan Biskuit (Crackers). Skripsi Program
Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Mayang, A. 2007. Formulasi dan Optimasi Produk Biskuit
Berbahan Baku Sagu Ubi Jalar dan Kacang Hijau.
Skripsi Institut Pertanian Bogor. Bogor Mervina, C. 2012. Formulasi Biskuit Dengan Substitusi
Tepung Ikan Lele Dumbo dan Isolat Protein Kedelai Sebagai Makanan Potensial Untuk Anak Balita Gizi Kurang. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol 23 No. 1 pp: 9-16
Muchtadi, D. 1994. Gizi untuk Bayi: ASI, Susu Formula dan
Makanan Tambahan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta
Muchtadi, D. dan T.R. Sugiyono, 1989. Petunjuk Laboratorium
Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Nontji, A. 2005. Laut Nusantara, Cetakan keempat (edisi
revisi). Penerbit Djambatan. Jakarta Nugroho. 2006. Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek
(Leiognathus sp.) dan Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas L.) Untuk Substitusi Parsial Tepung Terigu Dalam Pembuatan Biskuit. Skripsi Fakultas Perikanan
Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor
57
Rahayu, S. M. 2012. Pengaruh Konsentrasi Garam Dalam Proses Perebusan Ikan Teri Nasi (Stolephorus spp.) Setengah Kering dan Pendugaan Umur Simpannya Dengan Metode Akselerasi. Skripsi Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Teknologi Bogor. Bogor Resmiati, T. 2003. Pengasinan Ikan Teri (Stolephorus spp)
dan Kelayakan Usahanya di Desa Karanghantu Serang. Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran. Bandung
Rosyidah, U. 2000. Pemanfaatan Tepung Ikan Mujair Untuk
Pembuatan Makanan Tambahan Bayi Dengan Bahan Dasar Pati Garut. Skripsi Jurusan Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga, Institut Pertanian Bogor. Bogor Saputro, H. 2010. Desain Sistem Pengaturan Udara Alat
Pengering Ikan Teri untuk Meningkatkan Produksi Ikan Teri Nelayan. Tugas Akhir Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, FTK-ITS. Surabaya
Satriyo, B, dkk. 2012. Stabilitas Warna Ekstrak Buah Merah
(Pandanus conoideus) Terhadap Pemanasan Sebagai Sumber Potensial Pigmen Alami. Jurnal
Teknologi Pertanian Vol. 12 No. 3 pp: 157-168 Setyohadi, D. J, Widodo, D, Wiadnya, dan A. M Harianti. 2001.
Identifikasi Biologi, Komposisi, dan Daerah Penyebaraan Sumberdaya Ikan Teri (Stolephorus spp.) di Perairan Selat Madura. Jurnal Ilmu Hayati Vol
13, pp:56 Sijabat, R. 2004. Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Pola
Pembiayaan Syariah). Jurnal PSEK Universitas Gajah
Mada. Yogyakarta. Vol 1, pp:23
58
Situngkir, D. Y. 2010. Studi Pengaruh Tepung Komposit Biji-Bijian Dan Konsentrasi Penstabil Terhadap Mutu Makanan Pendamping Asi-Biskuit. Skripsi Program
Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan
Sunaryo, E., 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-
Bijian. Skripsi Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi
Institut Pertanian Bogor. Bogor Supriyadi. 2008. Dampak Perikanan Layang Terhadap
Kelestarian Stok Ikan Teri Nasi (Stolephorus spp.) di Perairan Kabupaten Cirebon dan Alternatif Pengolahannya. Skripsi Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor
Tampubolon, V. 2004. Kecukupan Energi, Protein, Lemak,
dan Serat Makanan. Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi VIII. Jakarta Wahyudi, Y. 2004. Pengembangan Sistem Perikanan Teri
Nasi di Kabupaten Tuban Jawa Timur. Skripsi
Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Wijaya, H. 2010. Kajian Teknis Standar Nasional Indonesia
Biskuit SNI 01-2973-1992. Prosiding PPI Standarisasi
2010. Banjarmasin Winarno, F.G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta
59
Lampiran 1. Lembar Pengujian Organoleptik Hedonic Scale Scoring
(Uji Kesukaan) Nama Panelis : Umur / Pekerjaan : Tanggal : Nama Peneliti : Lianitya Cahyo Asmoro Nama Produk : Biskuit Penambahan Tepung Ikan Teri Nasi Saudara dimohon memberikan penilaian terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur dari sampel biskuit penambahan tepung ikan teri nasi sesuai dengan tingkat kesukaan Anda. Hasil penilaian Anda dinyatakan dalam skala angka. Skala penilaian : 1 = Sangat tidak menyukai 5 = agak menyukai 2 = Tidak menyukai 6 = menyukai 3 = Agak tidak menyukai 7 = sangat menyukai 4 = Netral
No. Kode Warna Aroma Rasa Tekstur
1. K11
2. K12
3. K13
4. K21
5. K22
6. K23
7. K31
8. K32
9. K33
10. K41
11. K42
12. K43
13. K51
14. K52
15. K53
16. K61
17. K62
18. K63
19. K71
20. K72
21. K73
Komentar : ………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Dan atas penilaian yang anda berikan, kami mengucapkan terima kasih
60
Lampiran 2. Lembar Tingkat Kepentingan Atribut Produk
Lembar Penilaian Atribut Produk
Nama Panelis : Umur / Pekerjaan : Nama Peneliti : Lianitya Cahyo Asmoro Nama Produk : Biskuit Penambahan Tepung Ikan Teri Nasi
Setelah Anda melakukan uji kesukaan, selanjutnya Anda diminta untuk membandingkan tingkat kepentingan atribut biskuit.Perbandingan ini digunakan untuk mengetahui kriteria mana yang Anda utamakan atau lebih Anda pentingkan ketika hendak membeli biskuit. Adapun atribut-atribut yang akan Anda nilai meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur.
Dimohon parameter dibawah ini diurut sesuai dengan skala kepentingan yang telah ditentukan : Skala Kepentingan : 1 = Tidak penting sekali 2 = Agak penting 3 = Penting 4 = Penting sekali
No. Atribut Produk Urutan tingkat kepentingan
1. Warna
2. Aroma
3. Rasa
4. Tekstur
Terima kasih atas partisipasinya
61
Lampiran 3. Prosedur Pemilihan Perlakuan Terbaik
Penentuan perlakuan terbaik dengan menggunakan metode indeks efektifitas dengan prosedur pembobotan sebagai berikut: 1. Pengelompokan parameter, yaitu parameter kimia
dikelompokkan terpisah dengan parameter organoleptik. 2. Setiap parameter diberi bobot 0-1 pada masing-masing
kelompok. Bobot yang diberikan sesuai dengan tingkat kepentingan setiap parameter dalam mempengaruhi konsumen, yang diwakili oleh panelis.
3. Bobot =Nilai total setiap parameter
Nilai total semua parameter
4. Nilai Efektifitas (NE) dihitung dengan rumus :
NE=Np−Ntj
Ntb −Ntj
Dimana NE : Nilai Efektifitas Np : Nilai perlakuan Ntj : Nilai perlakuan terjelek Ntb : Nilai Perlakuan terbaik Untuk parameter dengan rerata semakin besar maka semakin baik, maka nilai terendah sebagai nilai terjelek dan nilai tertinggi sebagai nilai terbaik.Sebaiknya untuk parameter dengan nilai semakin kecil semakin baik, maka nilai tertinggi sebagai nilai terjelek dan nilai terendah sebagai nilai terbaik.
5. Perhitungan Nilai produk (Np) Nilai produk diperoleh dari perkalian Nilai Efaktifitas dengan Nilai Bobot Np = NE x Bobot
6. Nilai produk dari semua parameter pada masing-masing kelompok perlakuan dijumlah. Perlakuan yang memiliki Nilai Produk Tertinggi adalah perlakuan terbaik pada kelompok parameter.
Perlakuan terbaik dipilih berdasarkan perlakuan yang memiliki Nilai Produk Tertinggi untuk parameter organoleptik.
62
Lampiran 4. Prosedur Uji Penerimaan Biskuit
Untuk mengetahui penerimaan biskuit formulasi terpilih, dilakukan dengan uji penerimaan (preferance test). Prosedurnya
adalah sebagai berikut. 1. Pembagian kuisoner kepada 20 responden bebas untuk
memberikan penilaian terhadap biskuit formulasi terpilih dengan taraf penilaian angka 1 (sangat tidak menyukai) sampai angka 7 (sangat menyukai) untuk masing-masing aspek yaitu warna, aroma, rasa, dan kerenyahan.
2. Menghitung skor modus yaitu jumlah responden yang sangat tidak menyukai, tidak menyukai, agak tidak menyukai, netral, agak menyukai, menyukai, dan sangat menyukai dari masing-masing aspek.
3. Menghitung persentase skor modus tiap taraf penilaian dengan cara skor modus dibagi jumlah seluruh responden dikali 100%.
4. Menjumlah presentase penilaian responden dari taraf agak menyukai sampai menyukai untuk mengetahui apakah biskuit formulasi terpilih dapat diterima atau tidak.
Salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk menguji apakah suatu formula makanan tambahan dapat diterima atau tidak adalah kriteria penerimaan. Kriteria penerimaan terdiri dari jumlah persentase responden yang menolak harus kurang dari 25% (Winarno, 1987 dalam Muchtadi ,1994).
63
Lampiran 5. Lembar Uji Penerimaan Biskuit
Preferance Test (Uji Penerimaan)
Nama Panelis : Umur / Pekerjaan : Tanggal : Nama Peneliti : Lianitya Cahyo Asmoro Nama Produk : Biskuit Formulasi Terpilih
Saudara dimohon untuk memberikan penilaian terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur dari sampel biskuit formulasi terpilih sesuai dengan tingkat kesukaan Anda. Hasil penilaian Anda akan dinyatakan dalam skala angka. Skala penilaian :
1 = Sangat tidak menyukai 5 = agak menyukai 2 = Tidak menyukai 6 = menyukai 3 = Agak tidak menyukai 7 = sangat menyukai 4 = Netral
Produk Warna Aroma Rasa Tekstur
Biskuit formulasi terpilih
Komentar : ………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Dan atas penilaian yang anda berikan, kami mengucapkan terima kasih
64
Lampiran 6. Prosedur Analisa Kimia
a. Kadar air metode oven (AOAC 2007) Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah cawan porselen yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam oven pada suhu 105-110oC selama 15 menit atau sampai berat konstan, kemudian cawan diletakkan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan (A). Sampel sebanyak 2 gram ditimbang dan diletakkan ke dalam cawan yang sudah dikeringkan (B), kemudian dipanaskan ke dalam oven pada suhu 105-110oC selama 3-4 jam.Setelah selesai, cawan tersebut didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan setelah dingin ditimbang kembali (C).Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot yang konstan. Kadar air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar air (%) = 𝐵−𝐶
𝐵−𝐴 x 100%
Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan dengan sampel sebelum dikeringkan (gram) C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram) b. Kadar lemak metode ekstraksi Soxhlet (AOAC 2007) Sampel sebanyak 5 gram (W1) ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring serta dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet.Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Saat destilasi, pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan ke dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam. Labu lemak lalu
65
didinginkan ke dalam desikator selama 20-30 menit sampai beratnya konstan (W3). Persentase kadar lemak dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kadar lemak (%) = (W3-W2)/W1 x 100% Keterangan: W1 = Berat sampel (gram) W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram) c. Kadar protein metode Kjeldahl (AOAC 2007) Analisis kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. Cara penentuan meliputi tahap destruksi, destilasi dan titrasi.Tahap destruksi dilakukan untuk mengubah protein dalam bahan menjadi garam amonium sulfat.Pada tahap destilasi, garam ini direaksikan dengan basa dan amonia diuapkan untuk diserap dalam larutan asam borat. Jumlah nitrogen yang terkandung dapat ditentukan dengan tahap titrasi dengan HCl. Sampel sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml, kemudian ditambahkan 1,9 gr K2SO4, kjeltab 40 mg jenis HgO dan 2,5 ml H2SO4 pekat. Sampel didihkan sampai cairan berwarna jernih (sekitar 1-1,5 jam); didinginkan dan dipindahkan ke alat destilasi. Lalu dibilas dengan air sebanyak 5 sampai 6 kali dengan akuades (20 ml) dan air bilasan tersebut juga dimasukkan dalam wadah yang terdapat dibawah kondensor dengan ujung kondensor terendam di dalamnya. Ke dalam tabung reaksi ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung kondensor ditampung dengan Erlenmeyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (campuran metil merah 0,2% dalam alkohol dan metilen biru 0,2% dalam alkohol dengan perbandingan 2:1) yang diletakkan dibawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmeyer. Destilat dititrasi dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi merah. Volume titran dibaca dan dicatat. Penetapan blanko dilakukan dengan prosedur yang sama, akan tetapi sampel diganti dengan akuades. Hal yang sama dilakukan terhadap blanko.
66
Persentase kadar protein dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar nitrogen(%) = 𝑉𝐻𝐶𝑙𝑥𝑁𝐻𝐶𝑙𝑥𝐵𝑀𝑁 (14,007 ) 𝑥𝑓𝑝
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔 ) x 100%
Kadar protein (%) = % 𝑁𝑥6,25 d. Kadar abu metode tanur (AOAC 2007) Cawan yang akan digunakan dikeringkan di dalam oven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-105oC, kemudian didinginkan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel basah ditimbang sebanyak 2 gram dan diletakkan ke dalam cawan yang sudah dikeringkan, kemudian sampel yang sudah kering dibakar menggunakan hotplate sampai tidak berasap selama ±
20 menit.Dilanjutkan dengan pengaburan didalam tanur dengan suhu 600oC sampai pengabuan sempurna (sesekali pintu tanur dibuka sedikit agar oksigen masuk).Sampel yang sudah diabukan didinginkan ke dalam desikator dan ditimbang.Tahap pembakaran dalam tanur diulangi hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar abu (%) = 𝐶−𝐴
𝐵−𝐴 x100%
Keterangan: A = Berat cawan abu porselen kosong (gram) B =Berat cawan abu porselen dengan sampel sebelum dikeringkan (gram) C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan (gram) e. Kadar kabohidrat (AOAC 2007) Dilakukan dengan menghitung sisa (by difference) dengan rumus: Kadar Karbohidrat (%) = 100%- [Kadar (air) + (protein) + (lemak) + (abu)]
67
Lampiran 7. Peramalan Potensi Bahan Baku Menggunakan
Time Series Perhitungan dilakukan menggunakan metode single moving average
Data: Tahun Jumlah produksi (ton)
2005 1.009,68 2006 1.296,41 2007 1.456,13 2008 1.908,17 2009 1.284,63
Rumus:
MAn = 𝐷𝑖𝑛𝑖=1
𝑛
Keterangan: MA = rata-rata bergerak (moving average)
n = jumlah periode dalam rata-rata bergerak Di = data selama periode i Hasil peramalan (5 tahunan):
Tahun Jumlah produksi (ton)
Ramalan (ton)
2005 1.009,68 - 2006 1.296,41 - 2007 1.456,13 - 2008 1.908,17 - 2009 2014 2015 2016 2017 2018
1.284,63 - - - - -
- 1.430,97 1.460,24 1.474,08 1.475,45 1.470,25
68
4
Lampiran 8. Neraca Massa Proses Pembuatan Tepung Ikan Teri Nasi Rendemen pembuatan tepung ikan teri nasi = 22,2% Perhitungan neraca massa setiap tahapan proses produksi adalah sebagai berikut. 1. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk membersihkan ikan teri nasi.
Konversi satuan: Massa jenis air adalah 1000 kg/m3, jadi 1 Liter air =1 kg
2. Perendaman
Perendaman dilakukan dengan menggunakan air yang ditambah dengan perasan jeruk nipis selama 3 menit untuk mengurangi aroma ikan yang terlalu kuat.
Konversi satuan: Massa jenis air adalah 1000 kg/m3, jadi 1 Liter air = 1 kg
Masuk Berat Keluar Berat - Ikan teri nasi segar (1) - Air (2)
5 kg 3 kg
- Sisa air (3) - Ikan teri nasi (4)
3 kg 5 kg
TOTAL 8 kg 8 kg
Masuk Berat Keluar Berat - Ikan teri nasi (4) - Air dengan perasan jeruk nipis (5)
5 kg 5 kg
- Sisa air (6) - Ikan teri nasi (7)
5 kg 5 kg
TOTAL 10 kg 10 kg
6
7 5
1
2 4
3
Pencucian
Pencucian
69
11 9
7
8
9
10
3. Pengukusan Pengukusan dilakukan selama 10 menit yang menyebabkan pengurangan massa dari ikan teri nasi segar karena air yang terkandung di dalam ikan teri nasi segar mengalami penguapan.
Konversi satuan: Massa jenis air adalah 1000 kg/m3, jadi 1 Liter air = 1 kg
4. Pemerasan Pemerasan dilakukan untuk mengurangi kadar air yang terkandung di dalam ikan teri nasi. Pemerasan dilakukan dengan menggunakan kain saring.
Konversi satuan: Massa jenis air adalah 1000 kg/m3, jadi 1 Liter air = 1 kg
5. Penggilingan Penggilingan dilakukan untuk memperkecil luas permukaan ikan teri nasi sehingga mempercepat proses pengeringan. Proses ini dilakukan menggunakan penggiling manual.
Masuk Berat Keluar Berat - Ikan teri nasi (7) 5 kg - Uap air (8)
- Ikan teri nasi (9)
0,4 kg 4,6 kg
TOTAL 5 kg 5 kg
Masuk Berat Keluar Berat - Ikan teri nasi (9) 4,6 kg - Air perasan (10)
- Ikan teri nasi (11)
1,7 kg 2,9 kg
TOTAL 4,6 kg 4,6 kg
Pengukusan
Pemerasan
70
13 11
12
14
Konversi satuan: Massa jenis air adalah 1000 kg/m3, jadi 1 Liter air = 1 kg
6. Penjemuran Penjemuran dilakukan di bawah sinar matahari selama 1 jam sampai kadar air 80%. 13 15
Konversi satuan: Massa jenis air adalah 1000 kg/m3, jadi 1 Liter air = 1 kg
7. Pengeringan Selanjutnya, bubur teri nasi yang sudah dijemur di bawah sinar matahari dikeringkan dengan menggunakan oven sampai kadar air kurang dari 8%.
16
15 17
Masuk Berat Keluar Berat - Ikan teri nasi (11) 2,9 kg - Air (12)
- Bubur teri nasi (13)
0,3 kg 2,6 kg
TOTAL 2,9 kg 2,9 kg
Masuk Berat Keluar Berat - Bubur teri nasi
(13) 2,6 kg - Air (14)
- Bubur setengah kering (15)
0,54 kg 2,06 kg
TOTAL 2,6 kg 2,6 kg
Penggilingan
Penjemuran
Pengeringan
71
Konversi satuan: Massa jenis air adalah 1000 kg/m3, jadi 1 Liter air = 1 kg 8. Penepungan
Penepungan dilakukan dengan menggunakan blender untuk
menghancurkan bubur kering sehingga menjadi tepung ikan.
17 18
Masuk Berat Keluar Berat - Bubur setengah
kering (13) 2,06 kg - Uap panas (16)
- Bubur kering (17) 0,54 kg 2,06 kg
TOTAL 2,06 kg 2,6 kg
Masuk Berat Keluar Berat
- Bubur kering (17) 1,11 kg - Tepung ikan (18) 1,11 kg
TOTAL 1,11 kg 1,11 kg
Penepungan
72
4
2 4
Lampiran 9. Neraca Massa Proses Pembuatan Biskuit Dengan Penambahan Tepung Ikan Teri Nasi Rendemen pembuatan biskuit (tepung ikan teri nasi 25 gr dan tepung terigu 475 gr) adalah 92,44%. Perhitungan neraca massa setiap tahapan proses produksi adalah sebagai berikut. 1. Pencampuran I
Pencampuran I dilakukan dengan mencampurkan kuning telur, gula, dan margarin kemudian diaduk dengan menggunakan mixer untuk menjadi suatu adonan.
2. Pencampuran II
Pencampuran II dilakukan dengan mencampurkan adonan pada pencampuran I dengan susu bubuk, garam, baking powder, dan vanili kemudian diaduk secara manual sampai
menjadi adonan.
8
Masuk Berat Keluar Berat - Kuning telur (1) - Gula (2) - Margarin (3)
3 kg 129 kg
140,5 kg
- Adonan I (4)
272,5 kg
TOTAL 272,5 kg 272,5 kg
Masuk Berat Keluar Berat - Adonan I (4) - Susu bubuk (5) - Garam (6) - Baking powder (7)
272,5 kg 22 kg 4 kg 5 kg
- Adonan II (8)
303,5 kg
TOTAL 303,5 kg 303,5 kg
3
1
Pencampuran I
5
7
6
Pencampuran II
73
13
14
3. Pencampuran III Pencampuran III dilakukan dengan mencampurkan adonan pada pencampuran II dengan tepung ikan, tepung terigu dan air kemudian diaduk secara manual sampai membentuk suatu adonan yang kalis.Tepung ikan dan tepung terigu menggunakan proporsi yang telah ditentukan.
Konversi satuan: Massa jenis air adalah 1000 kg/m3, jadi 1 Liter air = 1 kg 4. Pencetakan
Pencetakan dilakukan secara manual untuk memberi bentuk pada biskuit.
13 15
Masuk Berat Keluar Berat - Adonan II (8) - Tepung ikan (9) - Tepung terigu (10) - Vamili (11) - Air (12)
303,5 kg 25 kg 475 kg 5 kg
94 kg
- Adonan II (13)
902,5 kg
TOTAL 902,5 kg 902,5 kg
Masuk Berat Keluar Berat
- Adonan kalis (13)
902,5 kg - Bahan yang tertinggal di cetakan (14) - Hasil cetakan (15)
10,7 kg 891,8 kg
TOTAL 902,5 kg 902,5 kg
8
9
10
12
11
Pencampuran III
Pencetakan
74
5. Pemanggangan Pemanggangan dilakukan dengan menggunakan oven dengan suhu 120° C selama 30 menit.
Konversi satuan: Massa jenis air adalah 1000 kg/m3, jadi 1 Liter air = 1 kg
Masuk Berat Keluar Berat - Hasil cetakan (15) 891,8 kg - Biskuit (16)
- Uap panas (17)
834,3 kg 57,5 kg
TOTAL 891,8 kg 891,8 kg
16
17
15
Pemanggangan
75
Lampiran 10. Biodata Panelis
No. Nama Umur Pekerjaan
1. Gangsar 38 tahun Manager Bakery Hypermart Malang
2. Tutik 40 tahun Manager Hypermart Malang
3. Bayu 35 tahun Team Leader Hypermart Malang
4. Setyo 28 tahun Team Leader Hypermart Malang
5. Rahayu 61 tahun Pemilik Toko Kue Rahayu
76
Lampiran 11. Tabel Data dan Analisa Organoleptik Biskuit Dengan Penambahan Tepung Ikan Teri Nasi Warna
Panelis
Formulasi Biskuit
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7
I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III
1 5 6 5 6 6 5 3 4 5 3 5 5 3 3 4 3 5 1 5 4 5
2 4 5 6 5 5 6 5 4 5 6 5 6 6 5 5 5 5 2 3 2 5 3 6 5 5 4 6 5 6 5 5 4 6 5 6 6 3 5 3 4 5 4 2 4 5 7 6 6 6 7 5 5 6 5 4 6 5 5 5 4 5 5 4 1 3
5 5 6 5 3 5 5 3 6 5 2 5 3 4 5 2 2 3 2 5 3 4 Σ 25 29 27 24 28 28 22 24 26 20 25 25 24 24 19 19 21 14 22 14 19
Rerata Σ 5,0 5,8 5,4 4,8 5,6 5,6 4,4 4,8 5,2 4,0 5,0 5,0 4,8 4,8 3,8 3,8 4,2 2,8 4,4 2,8 3,8
Frekuensi
Skala X X2 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 Σƒ Σƒx Σƒx
2
7 Sangat suka 3 9 1 1 0 0 0 0 0 2 6 18
6 Suka 2 4 5 6 3 4 3 0 0 21 42 84 5 Agak Suka 1 1 8 6 8 6 6 6 5 45 45 45 4 Netral 0 0 1 1 2 2 2 2 3 13 0 0
3 Agak tidak suka -1 1 0 1 2 2 3 3 4 15 -15 15 2 Tidak suka -2 4 0 0 0 1 1 3 2 7 -14 28 1 Sangat tidak suka -3 9 0 0 0 0 0 1 1 2 -6 18
Total 15 15 15 15 15 15 15 105 Σƒx 21 20 12 10 7 -6 -6 58 208
Rerata 1,40 1,33 0,80 0,67 0,47 -0,40 -0,40
Tabel Analisis Ragam Organoleptik Warna SK dB JK KT F hitung F tabel (5%) Notasi
Total 104 175,96 1,69 Perlakuan 20 48,46 2,42 1,59 3,37 tn
Galat 84 127,50 1,52
77
Aroma
Panelis
Formulasi Biskuit
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7
I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III
1 5 6 6 6 5 5 5 3 6 2 5 3 5 4 3 3 5 4 3 2 5 2 4 6 5 5 4 3 3 4 4 2 3 2 2 5 2 3 4 2 2 2 1
3 7 5 5 6 4 4 5 3 5 3 4 5 1 2 3 3 3 3 1 5 4 4 6 4 6 4 5 6 6 6 5 4 1 3 2 3 3 4 2 1 3 1 1 5 5 5 4 5 6 6 5 2 2 4 5 2 3 2 1 1 1 3 2 3 3
Σ 27 26 26 26 24 24 24 18 22 15 18 15 13 16 12 14 15 13 11 13 14 Rerata Σ 5,4 5,2 5,2 5,2 4,8 4,8 4,8 3,2 4,4 3,0 3,2 3,0 2,6 3,2 2,4 2,8 3,0 2,6 2,2 2,6 2,8
Frekuensi
Skala X X2 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 Σƒ Σƒx Σƒx
2
7 Sangat suka 3 9 1 0 0 0 0 0 0 1 3 9
6 Suka 2 4 5 5 3 0 0 0 0 13 26 52 5 Agak Suka 1 1 6 5 5 3 2 1 2 24 24 24 4 Netral 0 0 3 4 2 3 1 3 1 17 0 0
3 Agak tidak suka -1 1 0 1 3 4 5 6 4 23 -23 23 2 Tidak suka -2 4 0 0 2 4 5 2 6 19 -38 76 1 Sangat tidak suka -3 9 0 0 0 1 2 3 2 8 -24 72
Total 15 15 15 15 15 15 15 105 Σƒx 19 14 4 -12 -19 -18 -20 -32 256
Rerata 1,27 0,93 0,27 -0,80 -1,27 -1,20 -1,33
Tabel Analisa Ragam Organoleptik Aroma SK dB JK KT F hitung F tabel (5%) Notasi
Total 104 246,25 2,37
Perlakuan 20 110,38 5,52 3,41 3,37 *
Galat 84 135,87 1,62
78
Rerata 2,5 2,7 2,8 3,1 4,1 4,9 5,3 p SSR SSR
2,5 0,0 0,2 0,3 0,6 1,6 2,4 3,8 7 3,27 0,36
2,7 0,0 0,1 0,4 1,4 2,2 2,6 6 3,23 0,35
2,8 0,0 0,3 1,3 2,1 2,5 5 3,18 0,35
3,1 0,0 1,0 1,8 2,2 4 3,01 0,33
4,1 0,0 0,8 1,2 3 2,96 0,32
4,9 0,0 0,4 2 2,81 0,31
5,3 0,0
Notasi a a a b b b c
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7
s.e. = 𝐾𝑇𝐺
𝑛 =
1,62
15 = 0,11
SSR = Significant Studentized Range / titik kritis (dalam tabel) LSR = Least Significant Range / jarak nyata terkecil (J.N.T) = SSR x s.e.
Rerata 2,2 2,4 2,6 2,6 2,6 2,8 2,8 p SSR SSR
2,2 0,0 tn tn * * * * 7 3,27 0,39
2,4 0,0 tn tn * * * 6 3,23 0,39
2,6 0,0 tn * * * 5 3,18 0,38
2,6 0,0 * * * 4 3,01 0,36
2,8 0,0 * * 3 2,96 0,35
2,8 0,0 * 2 2,81 0,34
2,8 0,0
Notasi a a a b b b c
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7
79
Rasa
Panelis
Formulasi Biskuit
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7
I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III
1 5 6 6 5 5 6 6 5 3 3 5 3 5 3 3 3 1 2 3 4 4 2 6 5 6 6 3 4 2 5 5 5 3 3 4 3 4 3 5 3 2 3 1
3 5 6 7 3 5 3 5 3 6 5 3 2 3 5 2 4 3 4 2 4 2 4 6 5 5 5 6 6 2 6 3 1 2 4 3 1 1 3 5 2 1 2 2 5 5 5 5 3 3 4 4 2 3 4 3 5 2 2 3 2 1 3 2 1 1
Σ 27 27 29 22 22 23 19 21 20 18 19 17 17 14 13 15 15 14 10 14 10 Rerata Σ 5,4 5,4 5,8 4,4 4,4 4,6 3,8 4,2 4,0 3,6 3,8 3,4 3,4 2,8 2,6 3,0 3,0 2,8 2,0 2,8 2,0
Frekuensi
Skala X X2 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 Σƒ Σƒx Σƒx
2
7 Sangat suka 3 9 1 0 0 0 0 0 0 1 3 9
6 Suka 2 4 6 4 3 0 0 0 0 13 26 52 5 Agak Suka 1 1 8 5 4 4 2 2 0 25 25 25 4 Netral 0 0 0 2 1 2 2 1 3 11 0 0
3 Agak tidak suka -1 1 0 4 4 5 6 5 2 26 -26 26 2 Tidak suka -2 4 0 0 3 3 3 5 6 20 -40 80 1 Sangat tidak suka -3 9 0 0 0 1 2 2 4 9 -27 81
Total 15 15 15 15 15 15 15 105 Σƒx 23 9 0 -10 -16 -19 -26 -39 273
Rerata 0,13 0,60 0,00 -0,67 -1,07 -1,27 -1,73
Tabel Analisa Ragam Organoleptik Rasa
SK dB JK KT F hitung F tabel (5%) Notasi
Total 104 258,51 2,48
Perlakuan 20 119,04 5,95 3,58 3,37 *
Galat 84 139,47 1,66
80
Rerata 2,3 2,9 2,9 3,6 4,0 4,5 5,5 p SSR LSR
2,3 0,0 0,6 0,6 1,3 1,7 2,2 3,2 7 3,27 0,39
2,9 0,0 0,0 0,7 1,1 1,6 2,6 6 3,23 0,39
2,9 0,0 0,7 1,1 1,6 2,6 5 3,18 0,38
3,6 0,0 0,4 0,9 1,9 4 3,01 0,36
4,0 0,0 0,5 1,5 3 2,96 0,35
4,5 0,0 1,0 2 2,81 0,34
5,5 0,0
Notasi a b b b b b bc
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7
s.e. = 𝐾𝑇𝐺
𝑛 =
1,66
15 = 0,12
SSR = Significant Studentized Range / titik kritis (dalam tabel)
LSR = Least Significant Range / jarak nyata terkecil (J.N.T) = SSR x s.e.
Rerata 2,3 2,9 2,9 3,6 4,0 4,5 5,5 p SSR LSR
2,3 0,0 tn tn * * * * 7 3,27 0,39
2,9 0,0 tn tn * * * 6 3,23 0,39
2,9 0,0 tn * * * 5 3,18 0,38
3,6 0,0 tn * * 4 3,01 0,36
4,0 0,0 tn * 3 2,96 0,35
4,5 0,0 * 2 2,81 0,34
5,5 0,0
Notasi a b b b b b bc
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7
81
Tekstur
Panelis
Formulasi Biskuit
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7
I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III
1 6 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 3 4 2 5 4 4 5 4 2 1 2 5 7 6 5 6 5 5 6 5 4 3 5 6 5 3 5 5 3 3 4 3 3 7 5 6 6 5 7 6 5 3 6 3 2 3 5 4 3 3 5 5 4 2 4 6 5 5 6 6 5 6 6 5 5 5 3 4 3 3 3 2 4 2 5 4
5 5 5 6 4 6 6 4 5 5 5 2 4 4 5 5 4 1 2 3 1 5 Σ 29 27 28 26 28 28 26 27 22 25 17 17 21 20 20 19 15 19 17 16 15
Rerata Σ 5,8 5,4 5,6 5,2 5,6 5,6 5,2 5,4 4,4 5,0 3,4 3,4 4,2 4,0 4,0 3,8 3,0 3,8 3,4 3,2 3,0
Frekuensi
Skala X X2 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 Σƒ Σƒx Σƒx
2
7 Sangat suka 3 9 2 1 0 0 0 0 0 3 9 27 6 Suka 2 4 5 6 4 1 1 0 0 17 34 68
5 Agak Suka 1 1 8 7 8 5 5 4 3 40 40 40 4 Netral 0 0 0 1 2 3 4 4 4 18 0 0 3 Agak tidak suka -1 1 0 0 1 4 4 4 3 16 -16 16
2 Tidak suka -2 4 0 0 0 2 1 2 3 8 -16 32 1 Sangat tidak suka -3 9 0 0 0 0 0 1 2 3 -9 27 Total 15 15 15 15 15 15 15 105
Σƒx 24 22 15 -1 1 -7 -12 42 210 Rerata 1,60 1,47 1,00 -0,07 0,07 -0,47 -0,80
Tabel Analisa Ragam Organoleptik Tekstur SK dB JK KT F hitung F tabel (5%) Notasi
Total 104 193,20 1,86
Perlakuan 20 81,87 4,09 3,08 3,37 tn
Galat 84 111,33 1,33
82
Lampiran 12. Data Penilaian Panelis Terhadap Tingkat Kepentingan dan Pemilihan Perlakuan Terbaik Tabel Data Tingkat Kepentingan
Parameter Panelis
Total Bobot 1 2 3 4 5
Warna 2 2 1 1 2 8 0,16 Aroma 1 3 3 2 4 13 0,26
Rasa 3 4 4 3 3 17 0,34 Tekstur 4 1 2 4 1 12 0,24 TOTAL 10 10 10 10 10 50 1,00
Tabel Rerata Nilai Organoleptik
Nilai Ulangan Formulasi Biskuit
Ntj Ntb K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7
Warna
1 5,0 4,8 4,4 4,0 4,8 3,8 4,4
3,6 5,4 2 5,8 5,6 4,8 5,0 4,8 4,2 2,8
3 5,4 5,6 5,2 5,0 3,8 2,8 3,8
Rerata 5,3 5,4 4,8 4,7 4,5 3,6 3,7
Aroma
1 5,4 5,2 4,8 3,0 2,6 2,8 2,2
2,5 5,3 2 5,2 4,8 3,2 3,2 3,2 3,0 2,6
3 5,2 4,8 4,4 3,0 2,4 2,6 2,8
Rerata 5,3 4,9 4,1 3,1 2,7 2,8 2,5
Rasa
1 5,4 4,4 3,8 3,6 3,4 3,0 2,0
2,3 5,5 2 5,4 4,4 4,2 3,8 2,8 3,0 2,8
3 5,8 4,6 4,0 3,4 2,6 2,8 2,0
Rerata 5,5 4,5 4,0 3,6 2,9 2,9 2,3
Tekstur
1 5,8 5,2 5,2 5,0 4,2 3,8 3,4
2,9 5,6 2 5,4 5,6 5,4 3,4 4,0 3,0 3,2
3 5,6 5,6 4,4 3,4 4,0 3,8 2,0
Rerata 5,4 5,6 5,0 3,9 4,1 3,5 2,9
83
Tabel Nilai Efektivitas Organoleptik
Nilai Formulasi Biskuit
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7
Warna 0,94 1,00 0,67 0,61 0,50 0,00 0,06
Aroma 1,00 0,86 0,57 0,21 0,07 0,11 0,00 Rasa 1,00 0,69 0,53 0,41 0,19 0,19 0,00
Tekstur 0,92 1,00 0,78 0,37 0,44 0,22 0,00
Tabel Pemilihan Perlakuan Terbaik
Kriteria Bobot K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7
NE NP NE NP NE NP NE NP NE NP NE NP NE NP
Warna 0,16 0,94 0,15 1,00 0,16 0,67 0,11 0,61 0,10 0,50 0,08 0,00 0,00 0,06 0,09
Aroma 0,26 1,00 0,26 0,86 0,22 0,57 0,15 0,21 0,05 0,07 0,02 0,11 0,03 0,00 0,00
Rasa 0,34 1,00 0,34 0,69 0,23 0,53 0,18 0,41 0,14 0,19 0,06 0,19 0,06 0,00 0,00
Tekstur 0,24 0,92 0,22 1,00 0,24 0,78 0,17 0,37 0,09 0,44 0,11 0,22 0,05 0,00 0,00
TOTAL 1,00
0,97*
0,85
0,61
0,38
0,27
0,14
0,09
84
Lampiran 13. Rekapitulasi Uji Penerimaan Biskuit Formulasi
Terbaik
No responden Warna Aroma Rasa Tekstur
1. 6 5 4 6 2. 6 6 6 4 3. 4 5 6 3 4. 6 6 5 5 5. 4 5 6 6 6. 6 4 6 5 7. 6 6 5 6 8. 6 6 6 3 9. 6 5 3 6
10. 6 6 5 6 11. 5 3 6 5 12. 7 5 6 6 13. 6 6 5 7 14. 3 4 2 5 15. 5 6 6 6 16. 5 5 5 5 17. 5 6 6 5 18. 6 7 5 5 19. 6 3 5 4 20. 6 6 4 5
Skor modus
Sangat tidak suka
- - - -
Tidak suka - - 1 - Agak tidak suka 1 2 1 1 Netral 2 2 2 3 Agak suka 4 5 7 7 Suka 12 10 9 8 Sangat suka 1 1 - 1
% Sangat tidak suka - - - - % Tidak suka - - 5% - % Agak tidak suka 5% 10% 5% 5% % Netral 10% 10% 10% 15% % Agak suka 20% 25% 35% 35% % Suka 60% 50% 45% 40% % Sangat suka 5% 5% - 5%
Skala penilaian :
1 = Sangat tidak menyukai 5 = agak menyukai
2 = Tidak menyukai 6 = menyukai
3 = Agak tidak menyukai 7 = sangat menyukai
4 = Netral
85
Lampiran 14. Hasil Uji Kimia Biskuit Formulasi Terbaik
Parameter
Nilai Uji Kimia Biskuit
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-rata
Kadar air
Kadar protein
Kadar abu
Kadar lemak
Kadar kabrohidrat
3,07%
13,97%
1,55%
15,96%
67,25%
3,02%
13,34%
1,54%
15,14%
67,30%
2,77%
13,83%
1,58%
15,52%
67,17%
2,95%
13,05%
1,55%
15,21%
67,24%
86
Lampiran 15. Perhitungan Harga Pokok Produksi
• Tepung Ikan Teri Nasi Jenis Biaya Harga (Rp) Pemakaian Biaya (Rp)
1. Bahan:
- Ikan teri nasi segar
Rp 30.000/kg
5 kg
Rp 150.000,00
2. Utilitas:
- Listrik
(oven, blender, lampu)
- Elpiji
Rp 7.327,38/hari
Rp 15.000/3 kg
14,02 jam
10,42 gram
Rp 522,63
Rp 52,10
3. Tenaga kerja langsung:
(1 orang)
Rp 5.900/jam
8,36 jam
Rp 49.324
Total biaya Rp 199.898,73
Berat tepung ikan hasil (kg) 1,11
Harga tepung ikan per kg Rp 181.000
Harga tepung ikan per g Rp 200
• Biskuit Formulasi Terbaik
Jenis Biaya Harga (Rp) Pemakaian Biaya (Rp)
1. Bahan:
- Tepung ikan
- Tepung terigu
- Gula halus
- Margarin
- Susu bubuk full cream
- Kuning telur
- Baking powder
- Vanili
- Garam
- Air
- Bahan pengemas
Rp 200/g
Rp 8.500/kg
Rp 7.250/kg
Rp 5.600/500 g
Rp 28.000/500 g
Rp 12.500/kg
Rp 10.000/kg
Rp 12.000/kg
Rp 1000/kg
Rp 2.500/500 ml
Rp 550/50 buah
25 gram
475 gram
129 gram
140,5 gram
22 gram
3 gram
5 gram
5 gram
4 gram
94 ml
9 buah
Rp 5.000
Rp 4.087,5
Rp 1.573,60
Rp 730,60
Rp 7.868
Rp 35,50
Rp 50,00
Rp 60,00
Rp 4,00
Rp 470,00
Rp 100,00
2. Utilitas:
- Listrik
(oven, mixer, lampu)
- Air
Rp 858,42/hari
Rp 1.840/m3
8,51 jam
0,05m3
Rp 100,87
Rp 92
3. Tenaga kerja langsung:
(1 orang)
Rp 5.900/jam
0,64 jam
Rp 3.800
Perhitungan Harga Pokok Produksi
No. Jenis Biaya
Produksi
Jumlah Biaya
Produksi
Berat biskuit
hasil (gram)
Biaya produksi per
kemasan (100 gram)
1. Bahan Baku Rp 19.978,20 834,3 Rp 2.394,61
2. Utilitas Rp 192,87 834,3 Rp 23,12
3. Tenaga kerja Rp 3.800 834,3 Rp 455,47
TOTAL Rp 2.900
87
Utilitas
Tepung ikan teri nasi
No Peralatan Daya (Kw)
∑ Alat
Daya Total
Jam Kebutuhan
per hari (Kwh)
1 Oven 1,40 1 1,40 6,00 8,40
2 Blender 0,13 1 0,13 0,017 0,003
3 Lampu
produksi 0,02 2 0,04 8,00 0,32
TOTAL 14,017 8,723
Daya listrik terpasang 2.200 VA.
Biaya listrik per Kwh = Rp 840,-
Total kebutuhan listrik/bulan = 226,80 Kwh
Biaya listrik per bulan = 226,80 x 840
= Rp 190.512
Biaya listrik per hari = Rp 190.512 / 26 hari
= Rp 7.327,38
Biaya listrik per proses = Rp 7.327,38 / 14,02
= Rp 522,63
Biskuit
No Peralatan Daya (Kw)
∑ Alat
Daya Total
Jam Kebutuhan
per hari
1 Oven 1,40 1 1,40 0,50 0,70 2 Mixer 0,30 1 0,30 0,008 0,002 3 Lampu
produksi 0,02 2 0,04 8,00 0,32
TOTAL 8,508 1,022
Daya listrik terpasang 2.200 VA
Biaya listrik per Kwh = Rp 840,-
Total kebutuhan listrik/bulan = 26,57 Kwh
Biaya listrik per bulan = 26,57 x 840
= Rp 22.318,80
Biaya listrik per hari = Rp 22.318,80 / 26 hari
= Rp 858,42
Biaya listrik per proses = Rp 858,42 / 8,51
= Rp 100,87
88
Bahan bakar (LPG)
Diasumsikan untuk lama waktu operasi 8 jam, tabung LPG 3 kg habis selama 6 hari (500 gr/8 jam).
Tenaga Kerja Langsung
UMR Kota Malang adalah Rp 1.132.254/bulan (BPS,2012)
Rata-rata jam kerja seminggu sebanyak 48 jam (1 bulan = 192 jam)
Biaya tenaga kerja langsung per jam = Rp 5.900
Jika lama proses pembuatan tepung ikan teri nasi adalah 7,36 jam,
maka biaya tenaga kerja langsung = Rp 43.500
Jika lama proses pembuatan biskuit adalah 0,64 jam,
maka biaya tenaga kerja langsung = Rp 3.800
89
Lampiran 16. Foto Proses
Gambar 1. Ikan Teri Nasi Segar Gambar 2. Pengukusan
Gambar 3. Bubur basah teri nasi Gambar 4. Pengeringan
Gambar 5. Ayakan Gambar 6. Tepung Ikan Teri Nasi
Gambar 7. Adonan Biskuit Gambar 8. Pencetakan
90
Gambar 9. Pemanggangan Gambar 10. Biskuit Formulasi K1
Gambar 11. Biskuit Formulasi K2 Gambar 12. Biskuit formulasi K3
Gambar 13. Biskuit Formulasi K4 Gambar 14. Biskuit Formulasi K5
Gambar 15. Biskuit Formulasi K6 Gambar 16. Biskuit Formulasi K7
91