Upload
others
View
27
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
KARAKTERISTIK PERPINDAHAN KALOR PADA MATERIAL
BERUBAH FASA BERUPA PARAFIN DI DALAM ALAT PENUKAR
KALOR SEBAGAI PENDINGINAN UDARA
(Skripsi)
Oleh
MARDLO AKMAL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ii
ABSTRAK
KARAKTERISTIK PERPINDAHAN KALOR PADA MATERIAL
BERUBAH FASA BERUPA PARAFIN DI DALAM ALAT PENUKAR
KALOR SEBAGAI PENDINGINAN UDARA
Oleh
MARDLO AKMAL
Konsumsi energi pada sebuah bangunan sebagian besar digunakan untuk sistem
pengkondisian udara (air conditioning disingkat AC). Solusi alternatif untuk
mengurangi besarnya konsumsi energi AC yaitu dengan meningkatkan efisiensi
sistem dan mengurangi besarnya beban pendinginan. Di Indonesia temperatur udara
dingin pada malam hari dinilai memiliki potensi untuk membantu mendinginkan
ruangan. Salah satunya yaitu menggunakan material berubah fasa (phase change
material disingkat PCM). PCM digunakan untuk menyimpan energi panas dalam
jumlah yang besar dengan memanfaatkan panas laten yang terjadi pada saat
material berubah fasa. Udara dingin pada malam hari dimanfaatkan untuk proses
pembekuan PCM kemudian pada siang hari PCM dapat dimanfaatkan untuk
menyerap energi termal pada ruangan. Untuk mengetahui pengaruh temperatur
udara dingin terhadap karakteristik perpindahan kalor PCM pada proses pembekuan
dilakukan pengujian. Pengujian ini dilakukan menggunakan 2 alat penukar kalor
yang berbeda yaitu alat penukar kalor tipe double helical coil dan alat penukar kalor
iii
tipe staggered fin.Variable yang digunakan adalah kecepatan udara dan temperatur
udara dingin masuk alat penukar kalor. Pengujian ini tidak membandingkan
karakteristik perpindahan kalor PCM pada kedua alat penukar kalor, tetapi
ditujukan untuk mengetahui karakteristik perpindahan kalor PCM pada masing-
masing alat penukar kalor. Hasil dari uji pembekuan PCM menunjukkan bahwa
peningkatan kecepatan udara dan penurunan temperatur udara dingin masuk
meningkatkan laju pendinginan PCM pada alat penukar kalor dan memperbesar
persentase padatan yang terbentuk. Aliran udara yang melewati alat penukar kalor
mengalami rugi-rugi aliran yang berdampak pada kebutuhan fannya. Hasil-hasil
penelitian secara rinci dalam pembahasan skripsi ini.
Kata kunci: AC, PCM, kalor laten, double helical coil, staggered fin
iv
ABSTRACT
KARAKTERISTIK PERPINDAHAN KALOR PADA MATERIAL
BERUBAH FASA BERUPA PARAFIN DI DALAM ALAT PENUKAR
KALOR SEBAGAI PENDINGINAN UDARA
Oleh
MARDLO AKMAL
Energy consumption in a building is mostly used for air conditioning systems (air
conditioning abbreviated as AC). An alternative solution to reduce the amount of
AC energy consumption is by increasing system efficiency and reducing the amount
of cooling load. In Indonesia the temperature of cold air at night is considered to
have the potential to help cool the room. One of them is using phase change material
phase change material (PCM). PCM is used to store large amounts of heat energy
by utilizing latent heat that occurs when the material changes phase. Cold air at
night is used for the freezing process of PCM then during the day PCM can be used
to absorb thermal energy in the room. To determine the effect of cold air
temperature on the characteristics of PCM heat transfer in the freezing process was
tested. This test is carried out using 2 different heat exchanger, namely double
helical coil heat exchanger and staggered fin heat exchanger. variable used is air
velocity and cold air temperature in a heat exchanger. This test does not compare
the characteristics of PCM heat transfer in both heat exchangers, but is intended to
v
determine the characteristics of PCM heat transfer in each heat exchanger. The
results of the PCM freezing test indicate that an increase in air velocity and a
decrease in cold air temperature increase the PCM cooling rate in the heat
exchanger and increase the percentage of solids formed. The air flow through the
heat exchanger experiences flow losses which have an impact on the fan's needs.
The results of the study in detail in the discussion of this thesis.
Keywords: AC, PCM, latent heat, double helical coil, staggered fin
vi
KARAKTERISTIK PERPINDAHAN KALOR PADA MATERIAL
BERUBAH FASA BERUPA PARAFIN DI DALAM ALAT PENUKAR
KALOR SEBAGAI PENDINGINAN UDARA
Oleh
MARDLO AKMAL
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Lampung
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
i
SANWACANA
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, karena berkat karunia, rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir serta menyelesaikan
Skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah menghantarkan kita menuju zaman yang lebih
baik seperti sekarang ini. Skripsi ini merupakan syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung.
Skripsi ini disusun berdasarkan studi pustaka, berdiskusi bersama dosen
pembimbing, dan eksperimental yang dilakukan di Laboratorium Termodinamika
dalam mengkaji Karakteristik Perpindahan Kalor Pada Material Berubah
Fasa Berupa Parafin di Dalam Alat Penukar Kalor Sebagai Pendinginan
Udara. Semua sumber yang dirangkum dan dijadikan acuan berasal dari jurnal
nasional maupun internasional, dan juga berdasarkan literatur untuk menunjang
dalam proses analisis. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa penurunan
temperatur material berubah fasa pada proses pendinginan menggunakan fluida
udara dengan variasi kecepatan dan temperatur udara yang telah dirangkap di
lampiran.
ii
Pada kesempatan ini, penulis ingin sampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Orang Tua Ibu Nur Rohmah yang selalu memberikan kasih sayang,
semangat motivasi, dan mendo’akan atas harapan serta kesuksesan penulis.
2. kedua kakak saya Muhammad Nasihudin dan Syarif Hidayat serta adik saya
Lulu Munawaroh atas dukungan, motivasi, dan do’a sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
3. Bapak Ahmad Su’udi, S.T.,M.T. selaku ketua jurusan Teknik Mesin
Universitas Lampung.
4. Dr. Muhammad Irsyad, S.T, M.T. selaku pembimbing utama tugas akhir,
yang telah banyak meluangkan waktu, ide, perhatian dan sabar untuk
membimbing penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
5. Bapak M. Dyan Susila ES, S.T., M.Eng selaku pembimbing kedua tugas
akhir ini, yang telah banyak mencurahkan waktu dan fikirannya bagi penulis
serta motivasi yang diberikan.
6. Dr. Amrizal, S.T., M.T., selaku pembahas tugas akhir ini, yang telah
banyak meberikan kritik dan saran yang sangat bermanfaat bagi penulis.
7. Seluruh Dosen pengajar Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung.
8. Mas marta selaku admin yang telah banyak membantu penulis dalam
mengurus adminitrasi di jurusan.
9. Mas Dadang, mas Nanang yang telah banyak membantu penulis dalam
menyiapkan ruang untuk seminar.
10. Sahabat-sahabat seperjuangan Teknik Mesin 2014 yang telah menemani
penulis dari awal perkuliahan dan selalu ada baik susah maupun senang.
iii
11. Tim tugas akhir Aji Muhamad Yulian dan Tri May Fransisko yang telah
bersusah payah menyelesaikan proyek akhir ini.
12. Keluarga besar Teknik Mesin atas kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun
Penulis memiliki harapan agar skripsi yang sederhana ini dapat memberi
inspirasi dan berguna bagi semua kalangan civitas akademik.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bandar Lampung, 08 Juli 2019
Penulis
Mardlo Akmal
iv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii
DAFTAR SIMBOL ............................................................................................... x
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Tujuan ....................................................................................................... 4
C. Batasan Masalah ....................................................................................... 4
D. Sistematika Penulisan ............................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 7
A. Penyimpanan Energi Termal..................................................................... 7
B. Material Berubah Fasa .............................................................................. 8
C. Klasifikasi PCM ........................................................................................ 9
1. Parafin ................................................................................................ 10
2. PCM Non-parafin ............................................................................... 12
3. Garam Hidrat ...................................................................................... 13
4. Eutectic ............................................................................................... 15
D. Sifat-sifat Parafin .................................................................................... 16
1. Masa Jenis .......................................................................................... 16
2. Panas Spesifik .................................................................................... 17
3. Konduktifitas Termal ......................................................................... 17
4. Panas Laten ........................................................................................ 18
5. Temperatur Leleh ............................................................................... 18
E. Metode Penggunaan PCM Sebagai Penyimpan Energi Termal ............. 19
1. Metode Penggabungan Langsung (Direct Incorporation) ................. 20
2. Metode Pencelupan (Immertion) ........................................................ 20
3. Metode Enkapsulasi (Encapsolation)................................................. 21
F. Metode Peningkatan Laju Perpindahan Kalor PCM ............................... 22
G. Alat Penukar Kalor Helical Coil ............................................................. 24
1. Perhitungan Laju Perpindahan kalor Pada Alat Penukar Kalor Helical
Coil .......................................................................................................... 25
2. Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi ............................................. 26
v
III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. 29
A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan ............................................................. 29
B. Tahapan Penelitian .................................................................................. 30
1. Studi Literatur .................................................................................... 30
2. Persiapan ............................................................................................ 30
3. Pengujian ............................................................................................ 31
4. Penulisan Laporan .............................................................................. 31
C. Alat dan Bahan ........................................................................................ 31
1. Alat ..................................................................................................... 31
2. Bahan .................................................................................................. 36
D. Skema Pengujian ..................................................................................... 37
E. Metode Pengambilan Data ...................................................................... 38
F. Alur Pengambilan Data ........................................................................... 39
G. Variabel Pengujian .................................................................................. 40
1. Pengujian PCM pada Alat Penukar Kalor Tipe Double Helical Coil 41
2. Pengujian Alat Penukar Kalor Tipe Staggered Fin ............................ 42
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 43
A. Alat Penukar Kalor Double helical coil .................................................. 43
1. Laju Pendinginan................................................................................ 43
2. Kesetimbangan Energi ....................................................................... 49
B. Alat Penukar Kalor Tipe staggered fin ................................................... 52
1. Laju Pendinginan................................................................................ 52
2. Kesetimbangan Energi ....................................................................... 56
V. SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 61
LAMPIRAN …………………………………………………………………… 64
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1. Karakteristik PCM .............................................................................................. 10
Tabel 2. Jenis-jenis material PCM garam hidrat ............................................................... 15
Tabel 3. Jenis-jenis material PCM eutectic ....................................................................... 16
Tabel 4. Temperatur leleh dan panas laten pada beberapa jenis parafin ........................... 19
Tabel 5. Jadwal kegiatan penelitian .................................................................................. 30
Tabel 6. Variasi pengujian ................................................................................................ 41
Tabel 7. Data hasil pengujian PCM pada alat penukar kalor tipe double helical coil ...... 41
Tabel 8. Temperatur akhir PCM pada alat penukar tipe double helical coil .................... 41
Tabel 9. Data hasil pengujian pada alat penukar kalor tipe staggered fin ........................ 42
Tabel 10. Temperatur akhir PCM pada alat penukar kalor tipe staggered fin .................. 42
Tabel 11. Temperatur akhir PCM pada alat penukar kalor double helical coil untuk waktu
pendinginan 360 menit .................................................................................................. 48
Tabel 12. Laju pendinginan PCM pada alat penukar kalor tipe double helical coil ......... 49
Tabel 13. Temperatur akhir PCM pada alat penukar kalor tipe staggered fin untuk waktu
pendinginan 60 menit..................................................................................................... 55
Tabel 14. Laju pendinginan PCM pada alat penukar kalor tipe staggered fin .................. 55
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1. Klasifikasi PCM. ................................................................................... 9
Gambar 2. Parafin (a) Parafin padat (b) Parafin cair. ........................................... 11
Gambar 3. Asam lemak. ........................................................................................ 13
Gambar 4. PCM garam hidrat (Tisa, 2016)........................................................... 14
Gambar 5. Penggunaan PCM dengan metode direct incorporation ..................... 20
Gambar 6. Penggunaan PCM dengan metode enkapsulasi. .................................. 21
Gambar 7. Pengukuran temperatur PCM selama proses pemadatan berlangsung
dengan debit udara 300 m3/h (kiri) dan 900 m3/h (kanan) .................................... 22
Gambar 8. Alat penukar kalor helical coil. ........................................................... 25
Gambar 9. Geometri helical coil. .......................................................................... 28
Gambar 10. Sistem pendingin. .............................................................................. 32
Gambar 11. Wadah PCM pada alat penukar kalor (a) Tipe double helical coil (b)
Tipe staggered fin. ................................................................................................ 33
Gambar 12. Pipa coil (a) Tampak samping (b) Tampak atas. .............................. 34
Gambar 13. Saluran pengarah udara. .................................................................... 34
Gambar 14. Blower. .............................................................................................. 35
Gambar 15. Anemometer dan humidity meter Extech 45170. .............................. 35
Gambar 16. Termometer (a) Temperature Recorder Lutron BTM-4208SD (b)
Termokopel jenis K. .............................................................................................. 36
viii
Gambar 17. Skema pengujian. .............................................................................. 37
Gambar 18. Penempatan termometer pada alat penukar kalor (a) Tipe staggered fin.
(b) Tipe double helical coil. .................................................................................. 38
Gambar 19. Alur pengambilan data. ..................................................................... 40
Gambar 20. Profil penurunan temperatur PCM dengan variasi temperatur udara 16 oC kecepatan udara 5,6 mps: (a) Distribusi temperatur PCM secara vertical, (b)
Distribusi temperatur PCM secara horizontal. ...................................................... 44
Gambar 21. Pengaruh kecepatan udara terhadap penurunan temperatur PCM untuk
masing-masing temperatur udara masuk: (a) 16 oC, (b) 18 oC dan (c) 20 oC. ...... 46
Gambar 22. Pengaruh temperatur udara masuk pada penurunan temperatur PCM
untuk masing-masing kecepatan udara: (a) 2,1 mps, (b) 3,8 mps dan (c) 5,6 mps.
............................................................................................................................... 47
Gambar 23. Grafik kesetimbangan energi pada uji penurunan temperatur PCM
kondisi cair jenuh dengan variasi temperatur udara 16 oC dan kecepatan udara 5,6
mps. ....................................................................................................................... 50
Gambar 24. Grafik persentase padatan yang tebentuk pada uji penurunan
temperatur PCM pada alat penukar kalor double helical coil. .............................. 51
Gambar 25. Profil distribusi penurunan temperatur PCM pada kecepatan udara 3
mps. ....................................................................................................................... 53
Gambar 26. Pengaruh kecepatan udara terhadap penurunan temperatur PCM. ... 54
Gambar 27. Grafik kesetimbangan energi pada uji penurunan temperatur PCM
kondisi cair jenuh kecepatan udara 3 mps............................................................. 56
Gambar 28. Grafik persentase padatan yang tebentuk pada uji penurunan
temperatur PCM dalam alat penukar kalor tipe staggered fin. ............................. 57
Gambar 29. Grafik hasil pengujian PCM pada alat penukar kalor tipe double helical
coil dengan variasi kecepatan udara 2,1 mps dan temperatur udara masuk 16 oC.64
Gambar 30. Grafik hasil pengujian PCM pada alat penukar kalor tipe double helical
coil dengan variasi kecepatan udara 3,8 mps dan temperatur udara masuk 16 oC.64
Gambar 31. Grafik hasil pengujian PCM pada alat penukar kalor tipe double helical
coil dengan variasi kecepatan udara 5,6 mps dan temperatur udara masuk 16 oC.
............................................................................................................................... 65
ix
Gambar 32. Grafik hasil pengujian PCM pada alat penukar kalor tipe double helical
coil dengan variasi kecepatan udara 2,1 mps dan temperatur udara masuk 18 oC.65
Gambar 33. Grafik hasil pengujian PCM pada alat penukar kalor tipe double helical
coil dengan variasi kecepatan udara 3,8 mps dan temperatur udara masuk 18 oC.66
Gambar 34. Grafik hasil pengujian PCM pada alat penukar kalor tipe double helical
coil dengan variasi kecepatan udara 5,6 mps dan temperatur udara masuk 18 oC.66
Gambar 35. Grafik hasil pengujian PCM pada alat penukar kalor tipe double helical
coil dengan variasi kecepatan udara 2,1 mps dan temperatur udara masuk 20 oC.67
Gambar 36. Grafik hasil pengujian PCM pada alat penukar kalor tipe double helical
coil dengan variasi kecepatan udara 3,8 mps dan temperatur udara masuk 20 oC.67
Gambar 37. Grafik hasil pengujian PCM pada alat penukar kalor tipe double helical
coil dengan variasi kecepatan udara 5,6 mps dan temperatur udara masuk 20 oC.68
Gambar 38. Data hasil pengujian PCM pada alat penukar kalor tipe staggered fin
dengan variasi kecepatan udara 1 mps dan temperatur udara masuk 20 oC.......... 68
Gambar 39. Data hasil pengujian PCM pada alat penukar kalor tipe staggered fin
dengan variasi kecepatan udara 2 mps dan temperatur udara masuk 20 oC.......... 69
Gambar 40. Data hasil pengujian PCM pada alat penukar kalor tipe staggered fin
dengan variasi kecepatan udara 3 mps dan temperatur udara masuk 20 oC.......... 69
Gambar 41. Alat uji eksperimen pada alat penukar kalor tipe double helical coil. (a)
Double helical coil. (b) Tabung penyimpanan PCM. ........................................... 70
Gambar 42. Pengujian PCM pada alat penukar kalor tipe double helical coil. .... 70
Gambar 43. Perbedaan PCM antara sebelum dan sesudah pengujian. (a) PCM
sebelum diuji. (b) PCM sesudah diuji. .................................................................. 71
Gambar 44. Alat uji eksperimen pada alat penukar kalor tipe staggered fin. ....... 71
Gambar 45. Pengujian PCM pada alat penukar kalor tipe staggered fin. ............. 72
x
DAFTAR SIMBOL
Simbol Keterangan Satuan Unit
A Luas permukaan m2
a Thermal diffusivity m2/s
β Koefisien ekspansi termal 1/K
Cp Panas spesifik J/kg.K
Dp Diameter luar pipa tube m
𝑑𝑇 Perubahan temperatur K
𝑔 Percepatan grafitasi m2/s
𝐻 Tinggi helical coil m
h Koefisien perpindahan kalor konveksi W/m2.K
h𝑜 Koefisien perpindahan kalor konveksi luar pipa W/m2.K
h𝑖 Koefisien perpindahan kalor konveksi didalam pipa W/m2.K
k Konduktifitas termal bahan W/m.K
L Kalor laten J/kg
𝐿𝑐 Characteristic length m
𝑚 Masa kg
m Laju aliran masa kg/s
𝑁𝑢 Bilangan Nusselt
xi
𝑃𝑟 Bilangan Prandtl
𝑄 Jumlah kalor J
Q Laju perpindahan kalor W
𝑅𝑒 Bilangan Reynold
𝑅𝑎 Bilangan Rayleigh
𝑇 Temperatur K
U Koefisien perpindahan kalor menyeluruh W/m2.K
V kecepatan fluida m/s
V Debit fluida m3/s
ρ Masa jenis fluida kg/m3
𝑣 viskositas kinematic m2/s
𝛽 Koefisien ekspansi termal K-1
𝜇 viskositas dinamik kg/m.s
𝜌 masa jenis fluida kg/m3
lmtd Log mean temperature different K
∆𝑥 persentase %
xii
Subscribe
𝑓 Final
𝑓𝑡 Fluid tank
𝑖 Initial
𝑖𝑛 Masuk
𝑙 Liquid
𝑜𝑢𝑡 Keluar
𝑜𝑤 Outer wall
𝑠 solid
𝑠𝑙 Solid liquid
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsumsi energi listrik di Indonesia terus meningkat seiring dengan
pertumbuhan ekonomi dan penduduk. Pada tahun 2010 penjualan tenaga
listrik Indonesia yaitu 147 TWh dan terus mengalami pertumbuhan sebesar
6,4% pertahun. Pangsa konsumsi tenaga listrik terbesar yaitu dari sektor
rumah tangga (40%) diikuti oleh industri (35%), komersil (18%), penerangan
(2%), sosial (3%), dan pemerintah (2%) (Sugiono, 2012). Hal ini menunjukan
bahwa sektor bangunan di Indonesia membutuhkan konsumsi energi listrik
terbesar dari pada sektor-sektor yang lain.
Konsumsi energi pada sebuah bangunan di Indonesia sebagian besar
digunakan untuk sistem pengkondisian udara. Konsumsi energi yang
dibutuhkan untuk sistem pengkondisian udara berkisar antara 47% sampai
65% dari kebutuhan energi total pada sebuah bangunan (Afriani dkk, 2018).
(Sukisno dkk, 2016) bahkan menjelaskan bahwa sebanyak 83% energi listrik
pada sebuah bangunan kampus di UNY digunakan sebagai sistem
pengkondisian udara dan sisanya digunakan sebagai pencahayaan dan alat
bantu proses belajar mengajar. Hal ini menunjukan bahwa konsumsi energi
2
yang dibutuhkan untuk mengoperasikan sistem pengkondisian udara pada
sebuah bangunan sangat besar.
Besarnya konsumsi energi pada sistem pengkondisian udara disebabkan oleh
beban termal internal dan beban termal eksternal. Beban termal internal yakni
berasal dari peralatan-peralatan yang ada di dalam ruang pendinginan seperti
lampu, televisi, pengeras suara, kipas angin, dan peralatan-peralatan lainnya.
Sedangkan beban eksternal yakni berasal dari pancaran radiasi matahari yang
juga dipengaruhi oleh konduktivitas termal dinding bangunan itu sendiri.
Secara umum beban pendinginan pada sebuah bangunan di Indonesia lebih
banyak diakibatkan karena beban termal eksternal yakni sebanyak 67% dan
sisanya diakibatkan karena beban internal (Malik, 2013). Hal ini disebabkan
karena negara Indonesia yang merupakan kawasan tropis yang mana dapat
menerima pancaran sinar matahari selama 2-8 jam/hari sehingga nilai overall
Thermal transfer value (OTTV) pada bangunan di Indonesia cukup tinggi
(Hamdi, 2014).
Keresahan akan besarnya konsumsi energi pada sebuah bangunan akibat
penggunaan sistem pengkondisian udara mendorong masyarakat untuk
mencari solusi mengurangi besarnya konsumsi energi secara alternatif. Salah
satunya yaitu dengan menggunakan material berubah fasa atau yang biasa
disebut PCM (phase change material). PCM dapat digunakan untuk
mengurangi beban termal ruangan pada sebuah bangunan. Penggunaan PCM
pada sebuh bangunan dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya
yaitu dengan memanfaatkan siklus udara dingin yang terjadi pada malam hari.
3
Pada aplikasinya udara dingin yang terjadi pada malam hari digunakan
sebagai media pendinginan PCM menggunakan bantuan alat penukar kalor
sehingga PCM berubah fasa menjadi beku, kemudian pada siang hari PCM
tersebut dapat digunakan untuk mengurangi beban termal ruangan pada
sebuah bangunan sehingga besarnya konsumsi energi akibat penggunaan
sistem kondisi udara dapat dikurangi.
Siklus udara dingin di Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai proses
pembekuan PCM. Pada tahun 2017 suhu rata-rata minimum di Indonesia
khususnya di propinsi Lampung yaitu 23,5 oC dimana suhu minimium atau
terendah di propinsi Lampung pernah mencapai 20,2 oC yang terjadi pada
bulan September 2017 (BMKG, 2017). Dalam hal ini suhu tersebut berpotensi
untuk mendinginkan PCM dengan menyerap panas pada PCM sehingga PCM
dapat berubah fasa menjadi beku dan dapat digunakan sebagai sistem
penyimpanan energi termal atau yang biasa disebut TES (thermal energy
storage).
Salah satu PCM yang dapat digunakan sebagai TES yaitu parafin.
Penggunaan parafin sebagai TES memiliki banyak kelebihan. Selain karena
ketersediaannya yang melimpah dan mudah didapatkan oleh masyarakat,
parafin juga memiliki nilai ekonomis yang rendah sehingga lebih terjangkau
oleh semua kalangan. Disisi lain, parafin memiliki kriteria yang cocok untuk
mengurangi beban termal ruangan pada sebuah bangunan. Hal ini disebabkan
karena parafin memiliki temperatur leleh yang dapat disesuaikan dengan
4
kenyaman termal manusia (25oC) dan memiliki nilai panas laten yang tinggi
yaitu sekitar 200-250 kJ/kg (Pudjiastuti, 2011). Tidak hanya itu, parafin juga
memiliki sifat yang cocok dipadukan dengan logam karena tidak mudah
berkarat sehingga aman disimpan dalam storage berbahan logam dan tidak
mengurangi kualitas perpindahan kalor pada alat pernukar kalor yang
digunakan (Sarier dan Onder, 2012). Hal ini yang melatarbelakangi penelitian
yang dilakukan yaitu karakteristik perpindahan kalor pada material berubah
fasa berupa parafin di dalam alat penukar kalor sebagai pendinginan udara
pada proses pendinginan.
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengkaji karakteristik perpindahan kalor pada
material berubah fasa berupa parafin di dalam alat penukar kalor sebagai
pendinginan udara pada proses pendinginan.
C. Batasan Masalah
Kajian pada penelitian ini memfokuskan karakteristik perpindahan kalor pada
material berubah fasa berupa parafin di dalam alat penukar kalor sebagai
pendinginan udara pada proses pendinginan. Adapun batasan masalah yang
dikaji pada penelitian ini antara lain yaitu:
1. Bahan baku yang digunakan adalah parafin hasil paduan antara parafin
padat dan parafin cair.
5
2. Komposisi paduan parafin yaitu 95.5% parafin cair dan 4.5% parafin
padat.
3. Alat yang digunakan untuk menguji karakteristik perpindahan kalor pada
PCM parafin ada dua yaitu 2 alat penukar kalor tipe yakni tipe double
helical coil dan penukar kalor tipe staggered fin.
4. Masa bahan baku yang digunakan yaitu 25,5 kg yang diuji menggunakan
alat penukar kalor tipe double helical coil dan 1,5 kg yang diuji alat
penukar kalor tipe staggered fin.
5. Penelitian ini tidak membandingkan karakteristik PCM pada kedua alat
penukar kalor yang digunakan, tetapi ditujukan untuk mengetahui
karakteristik PCM pada masing-masing alat penukar kalor yang
digunakan.
6. Variasi temperatur udara yang digunakan pada proses pendinginan PCM
yaitu 16 oC, 18
oC, 20
oC untuk alat penukar kalor tipe double helical coil
dan 20 oC untuk alat penukar kalor tipe staggered fin.
7. Variasi kecepatan udara yang digunakan pada proses pendinginan PCM
yaitu 1,5 mps, 2,7 mps, 4 mps untuk alat penukar double helical coil dan 1
mps, 2 mps, dan 3 mps untuk alat penukar kalor tipe staggered fin.
8. Batas waktu pengujian yaitu selama 6 jam per variasi pengujian untuk alat
penukar kalor tipe double helical coil dan 1 jam untuk alat penukar kalor
tipe staggered fin.
D. Sistematika Penulisan
I. PENDAHULUAN
6
Bab ini berisi tentang latar belakang dilakukannya penelitian, tujuan
penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan laporan tugas
akhir.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini memuat teori dasar mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
penelitian seperti penyimpanan energi termal, material berubah fasa
(PCM), metode penggunaan material berubah fasa, dan parafin.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini yang menjelaskan tentang tempat dan waktu pengujian, alat dan
bahan yang di gunakan saat pengujian, metode pengambilan data, dan
variabel yang digunakan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan tentang hasil eksperimen dan pembahasan yang didapat
dari data-data yang dilakukan saat pengujian.
V. PENUTUP
Bab ini berisikan tentang kesimpulan hasil eksperimen dari penelitian
yang dilakukan dan saran yang ingin disampaikan penulis.
DAFTAR PUSTAKA
Berisikan tentang referensi yang digunakan oleh penulis untuk menyelesaikan
laporan tugas akhir ini
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyimpanan Energi Termal
Penyimpanan energi termal merupakan penyimpanan suatu energi dalam
sebuah material sebagai energi panas sensibel (sensible heat storage), panas
laten (laten heat storage) dan termokimia (thermochemical) atau kombinasi
diantara ketiganya (Kumar dan shukla, 2015). Didalam sensible heat storage
(SHS) energi panas disimpan dalam bentuk peningkatan temperatur pada
material padat maupun cair. Sehingga, jumlah panas sensibel yang dapat
disimpan bergantung pada besarnya nilai panas spesifik, perubahan
temperatur selama proses penyerapan dan pelepasan panas pada material,
serta banyaknya material tersimpan di dalam storage. Dalam hal ini Jumlah
panas yang dapat disimpan dari panas sensibel dapat ditentukan dengan
persamaan 1.
∫
....................... (1)
Sistem thermal energy storage selain dari pada panas sensibel yaitu panas
laten. Latent heat storage didasarkan pada seberapa besar panas yang dapat
diserap atau dilepaskan ketika material tersimpan mengalami perubahan fasa
dari padat menjadi cair atau cair menjadi gas dan sebaliknya. Jumlah panas
8
yang dapat disimpan dalam bentuk panas laten bergantung pada banyaknya
masa yang ada dalam suatu sistem. Dalam hal ini jumlah panas laten yang
dapat diserap maupun dilepaskan dapat ditentukan dengan persamaan 2.
Latent heat storage memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan sensible
heat storage yaitu memiliki jumlah energi yang lebih besar untuk menyerap
maupun melepaskan panas.
.................. (2)
B. Material Berubah Fasa
Material berubah fasa merupakan sebuah material yang dapat menyerap dan
melepaskan energi panas dalam jangka waktu yang lama tanpa mengalami
perubahan temperatur dan ditandai dengan perubahan fasa. Perubahan fasa
tersebut dapat berupa benda padat menjadi cair atau sebaliknya. PCM sering
ditemui dalam kehidupan sehari-hari misalnya asam lemak, minyak nabati,
garam hidrat dan parafin atau yang biasa digunakan sebagai bahan baku lilin.
Setiap PCM mempunyai titik leleh dan energi panas laten yang berbeda-beda
sehingga dalam penggunaannya sebagai thermal energy storage (TES) harus
disesuaikan dengan aplikasinya (Pudjiastuti, 2011).
Penggunaan PCM sebagai thermal energy storage (TES) memiliki banyak
keuntungan. Adapun keuntungan penggunaan PCM sebagai thermal energy
storage yaitu dapat mengurangi konsumsi energi dalam sebuah bangunan. Hal
ini disebabkan karena PCM dapat mengurangi beban termal ruangan pada
9
sebuah bangunan sehingga penggunaan mesin pendingin dapat dikurangi.
Selain itu, penggunaan PCM sebagai thermal energy storage dapat
mengurangi fluktuasi temperatur ruangan yang tinggi sehingga kenyamanan
termal dapat terpenuhi.
C. Klasifikasi PCM
Berdasarkan kondisi perubahan fasanya, PCM terbagi menjadi 3 bagian yaitu
solid-liquid, liquid-gas dan solid-gas. Diantara jenis-jenis tersebut PCM solid-
liquid merupakan PCM yang paling banyak digunakan sebagai thermal
energy storage. Secara umum PCM solid-liquid diklasifiksikan menjadi 3
bagian yaitu PCM senyawa organik, senyawa inorganik dan eutectic (Zhou et
al, 2011). Adapun klasifikasi PCM organik, senyawa inorganik dan eutectic
dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Klasifikasi PCM (Zhou et al, 2011).
10
Setiap jenis PCM mempunyai karakter yang berbeda-beda. Adapun karakter
dari masing-masing PCM dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik PCM (Kalnas et al, 2015)
Klas
ifika
si
Kelebihan Kekurangan
Org
anik
1. Tersedia secara luas dalam
berbagai temperatur oprasi
2. Rendah atau tidak mengalami
supercooling
3. mempunyai panas lebur yang
tinggi
4. dapat didaur ulang
5. Tidak korosif
6. dapat dioprasikan dengan
berbagai material
a. Memiliki konduktifitas termal
yang rendah
b. Memiliki perubahan volume
yang besar
c. Mudah terbakar
Inor
gaik
1. Memiliki panas lebur yang
tinggi
2. Memiliki konduktifitas termal
yang tinggi
3. Memiliki perubahan volume
yang rendah
4. Tersedia dengan biaya yang
murah
1. Mengalami supercooling
2. Mengalami korosi
Eute
ktik
1. Memiliki temperatur leleh yang
tinggi
2. Memiliki densitas termal yang
tinggi
Kurangnya literatur mengenai
data-data termal properties
1. Parafin
Parafin merupakan bagian dari hidrokarbon alkana dengan formula
CnH2n+2. Parafin didapatkan dari proses destilasi minyak bumi yang mana
hasil destilasinya masih banyak mengandung hidrokarbon. Parafin
memiliki kandungan atom C yang berbeda-beda, semakin banyak
kandungan atom C maka rantai karbonnya akan semakin panjang
sehingga fasa parafin akan semakin padat. Parafin dengan kandungan
11
atom C5-C15 merupakan parafin dengan fasa cair, sedangkan parafin
dengan kandungan atom karbon lebih dari C15 merupakan parafin dengan
fasa padat atau yang biasa disebut parafin wax seperti yang terlihat pada
gambar 2.
(a) (b)
Gambar 2. Parafin (a) Parafin padat (b) Parafin cair.
Parafin padat mempunyai temperatur leleh antara 53-59 oC dan
memepunyai panas laten yang cukup tinggi antara 160 kJ/kg sehingga
sering dimanfaatkan sebagai penyimpan energi termal. Hal tersebut
disebabkan karena mudah menyerap, menyimpan, dan melepaskan energi
termal yang ditandai dengan perubahan fasa dari bentuk padat menjadi
cair atau sebaliknya (Gasia et al, 2016).
Penggunaan parafin sebagai penyimpan energi termal memiliki kelebihan
dan kekurangan. Kelebihan parafin merupakan keuntungan bagi
pengguna, sedangkan kekurangan dari pada parafin merupakan masalah
12
yang harus diatasi ketika digunakan sebagai penyimpan energi termal.
Oleh sebab itu, pemilhan material PCM sebagai penyimpanan energi
termal perlu dipertibangkan. Berikut adalah kelebihan dan kekurangan
parafin sebagai penyimpan energi termal.
a. Kelebihan
Kelebihan parafin sebagai penyimpan energi termal yaitu tidak
menunjukkan adanya perubahan thermal properties setelah digunakan
terus menerus, memiliki panas laten yang tinggi, cenderung tidak
mengalami proses supercooling, non-reaktif, tidak berbau, secara
ekologi tidak berbahaya, tidak beracun, cocok disimpan di dalam
kontainer logam, serta cocok diaplikasikan sebagai penyimpan energi
termal dengan berbagai tipe (Sarier dan Onder, 2012).
b. Kekurangan
Kekurangan parafin sebagai penyimpan energi termal yaitu memiliki
konduktivitas termal yang rendah pada saat fasa padat sehingga
menjadi masalah jika digunakan sebagai penyimpan energi termal,
akan tetapi masalah ini dapat diatasi dengan penambahan fin pada
permukaan perpindahan kalor atau dengan menambahkan material
logam pada parafin untuk meningkatkan konduktivitas termal. Selain
itu parafin mempunyai sifat yang mudah terbakar sehingga
perancangan kontainer sebagai penyimpan parafin harus lebih
diperhatikan (Sharma dan Sagara, 2005).
13
2. PCM Non-parafin
PCM non-parafin merupakan material PCM yang paling beragam diantara
material PCM yang lain. Material PCM non-parafin secara umum di
antaranya yaitu asam lemak (gambar 3), ester, alkohol dan glikol. PCM
non-Parafin memiliki sifat fluida yang beragam ditiap jenisnya baik dari
titik lelehnya, masa jenisnya, konduktivitas termalnya hingga panas
latennya. Material non-parafin memiliki titik leleh yang berbeda-beda
mulai dari yang terkecil yaitu 7,8 oC (asam formic) hingga yang terbesar
yaitu 187 oC (asam amino benzoic). Selain itu, material non-parafin juga
memiliki panas laten yang sangat beragam mulai dari yang terendah 126
kJ/kg (methyl brombrenzoate) hingga yang tertinggi 259 kJ/kg
(caprylone). Akan tetapi, PCM non-parafin memiliki kekurangan yang
cukup menonjol yaitu memiliki sifat yang mudah sekali terbakar
(flammable) sehingga riskan dalam penggunaannya sebagai thermal
energy storage (Sharma dan Sagara, 2005).
Gambar 3. Asam lemak.
14
3. Garam Hidrat
Garam hidrat merupakan salah satu jenis PCM inorganik yang terdiri dari
campuran air dan garam, yang mana keduanya berkombinasi membentuk
krital-krital matrik pada saat mengalami pembekuan. Garam hidrat
merupakan jenis PCM yang memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
dengan PCM lain. Salah satu kelebihan garam hidrat yaitu persediaannya
yang melimpah sehingga mudah didapatkan. Selain itu, garam hidrat
memiliki nilai ekonomis yang rendah sehingga terjangkau oleh semua
kalangan. Dari segi termofisiknya garam hidrat memiliki nilai panas laten
yang tinggi sehingga dapat menyerap panas lebih banyak tanpa
mengalami perubahan temperatur. Tidak hanya itu, garam hidrat juga
mengalami proses perubahan fasa yang cepat sehingga tidak
membutuhkan waktu yang lama pada proses penyerapan dan pelepasan
panas. Hal ini disebabkan karena garam hidrat memiliki nilai
konduktifitas termal yang tinggi. Adapun bentuk dari garam hidrat dapat
dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. PCM garam hidrat (Tisa, 2016).
15
Garam hidrat memiliki beberapa kekurangan sebagai thermal energy
storage. Salah satunya yaitu sifat garam yang mudah mengendap
sehingga dapat mengurangi fungsi utama sebagai thermal energy storage
karena menurunkan daya penyerapan dan pelepasan panas. Selain itu,
garam hidrat menunjukkan adanya supercooling pada saat pelepasan
panas. akibatnya, garam hidrat hanya dapat digunakan di tempat-tempat
tertentu dan tidak dapat digunakan secara luas. Tidak hanya itu, garam
hidrat juga memiliki sifat yang korosif terhadap logam yang mana
kebanyakan sistem yang digunakan dalam heat storage adalah logam
sehingga penggunaan garam hidrat sebagai thermal energy storage perlu
disesuaikan dengan sistemnya sebelum diaplikasikan. Beberapa material
PCM garam hidrat dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Jenis-jenis material PCM garam hidrat (Sharma dan Sagara,
2005)
Nama Titik
Leleh
(oC)
Densitas
(kg/m3)
Konduktifitas
Termal
(W/m.K)
Panas
Laten
(kJ/kg)
K2HO4.4H2O 18,5 144720C
- 231
CaCl2.6H2O 29-30 156232C
0.56161.2C
170-192
Zn(NO3)2.6H2O 36 182836C
0.46439.9C
134-147
Na2S2O3.5H2O 48 1600 - 209
Na2SO4.12H2O 35 1522 - 256-281
Mn(NO3)2.6H2O 25,8 172840C
- 125.9
LiNO3.3H2O 30 - - 124
Mg(NO3)2.6H2O 78 193784C
0.65385.7C
265-280
MgCL2.6H2O 115-117 1450120C
0.570120C
165-169
4. Eutectic
16
PCM eutectic merupakan gabungan antara dua material PCM atau lebih
untuk menghasilkan material PCM baru. PCM eutectic dapat dibuat
dengan menggabungkan antara material PCM organic-organic, organic-
inorganic, dan inorganic-inorganic (Tabel 3). Sarat dari penggabungan
kedua material ini yaitu kedua materialnya harus dapat bercapur rata
(tidak memisah). Selain itu, gabungan antara dua material tersebut harus
memiliki temperatur leleh dan temperatur beku yang sama sehingga pada
saat PCM mengalami pembekuan dan peleburan kedua material tersebut
dapat berlangsung secara bersamaan.
Tabel 3. Jenis-jenis material PCM eutectic (Sharma dan Sagara, 2005)
Nama Komposisi
(%)
Titik
Leleh (OC)
Panas Laten
(kJ/kg)
C14H28O2+C10H20O2 34+66 24 147.7
AICI3+NaCL+ZrCL2 79+17+4 68 234
AICI3+NaCL+KCI 66+20+14 70 209
NH2CONH2+NH4Br 66.6+33.4 76 151
AICI3+NaCI+KCI 60+26+14 93 213
AICI3+NaCI 66+34 93 213
D. Sifat-sifat Parafin
Sifat-sifat parafin merupakan karakteristik fluida yang terdapat pada parafin.
Karaktristik tersebut dapat berupa masa jenis, panas spesifik, konduktifitas
termal, panas laten hingga temperatur leleh parafin. Beberapa sifat-sifat
parafin dijelaskan sebagai berikut.
1. Masa Jenis
17
Parafin memiliki masa jenis 880 kg/m3
pada temperatur 20oC. Parafin
dapat mengalami peningkatan masa jenis ketika pada temperatur rendah.
Peningkatan masa jenis ini disebabkan karena parafin mengalami
penyusutan atau peningkatan kerapatan masa sehingga volume parafin
menjadi berkurang. Namun sebaliknya, parafin juga dapat mengalami
penurunan masa jenis ketika pada temperatur tinggi. Hal ini disebabkan
karena parafin memuai pada temperatur tinggi sehingga volume parafin
menjadi meningkat (Inouye, 1934). Oleh sebab itu, penggunaan parafin
sebagai thermal energy storage perlu diwaspadai terutama mengenai
volume parafin pada saat mengalami pemuaian. Volume yang digunakan
untuk menyimpan parafin harus dibuat lebih besar sehingga pada saat
parafin mengalami kenaikan temperatur, proses pemuaian dapat
diantisipasi dengan besarnya volume yang telah disiapkan sehingga tidak
mengalami kebocoran.
2. Panas Spesifik
Parafin memiliki panas spesifik yang cukup tinggi dan cocok digunakan
sebagai penyimpanan energi termal. Pada saat fasa padat parafin memiliki
panas spesifik 3.78 J.g-1
.K-1
sedangkan pada saat fasa cair parafin
memiliki panas spesifik yang lebih besar yaitu 2.95 J.g-1
.K-1
. Artinya, jika
parafin digunakan sebagai penyimpanan energi termal maka jumlah panas
pada bangunan yang dapat diserap oleh parafin cukup besar sesuai dengan
jumlah masa parafin yang digunakan. Adapun kelemahanya adalah waktu
yang diperlukan untuk melepaskan panas menjadi lebih lama. Hal ini
18
disebabkan karena panas spesifik pada saat fasa cair lebih besar dari pada
saat fasa padat (Fischer, 2006).
3. Konduktifitas Termal
Parafin memiliki nilai konduktivitas termal yang rendah. Nilai
konduktivitas termal parafin yaitu 0,232 W/m.K. Rendahnya nilai
konduktivitas termal parafin mengakibatkan rendahnya laju perpindahan
kalor pada saat proses penyerapan maupun pelepasan kalor. Akibatnya,
waktu yang dibutuhkan untuk melelehkan parafin dari fasa padat menjadi
cair dan membekukan parafin dari fasa cair menjadi padat menjadi lebih
lama. Akan tetapi rendahnya konduktivitas termal pada parafin dapat
ditingkatkan dengan mencampurkan material yang memiliki nilai
konduktivitas termal yang tinggi pada parafin seperti metal foam.
4. Panas Laten
Parafin merupakan PCM yang memiliki panas laten yang cukup tinggi.
Nilai panas laten pada parafin berbeda-beda tergantung dari jumlah ikatan
karbonnya. Tingginya panas laten pada parafin merupakan keuntungan
sebagai thermal energy storage karena pada dasarnya material yang
memiliki panas laten yang tinggi dapat menyerap dan menyimpan panas
yang lebih banyak tanpa mengalami perubahan temperatur. Beberapa
panas laten parafin berdasarkan jumlah ikatan karbon yang berbeda dapat
dilihat pada tabel 4.
19
5. Temperatur Leleh
Parafin memiliki temperatur leleh yang berbeda-beda bergantung pada
jumlah ikatan atom karbonnya. Parafin dengan atom karbon C5-C15
merupakan parafin fasa cair sedangkan >C15 merupakan parafin fasa
padat. Semakin banyak jumlah ikatan karbon pada parafin maka
temperatur lelehnya semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena jumlah
ikatan atom karbon yang banyak memiliki rantai karbon yang semakin
panjang dan membentuk molekul yang lurus dan beraturan. Akibatnya,
persinggungan antara molekul-molekul semakin luas dan gaya tarik
menarik antar molekul semakin kuat sehingga diperlukan energi yang
besar yang dapat dicapai pada temperatur tinggi untuk mengalahkan gaya-
gaya tersebut. Beberapa temperatur leleh pada parafin berdasarkan jumlah
ikatan karbonnya dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Temperatur leleh dan panas laten pada beberapa jenis parafin
(Pudjiastuti, 2011)
Jumlah Atom Titik Leleh (oC) Panas Laten (kJ/kg)
14 5,5 228
15 10,0 205
16 16,7 237,1
17 21,7 213
18 28,0 244
19 32,0 222
20 36,7 246
21 40,2 200
22 44,0 249
23 47,5 232
24 50,6 255
25 49,4 238
26 56,3 256
27 58,8 236
20
28 61,6 253
E. Metode Penggunaan PCM Sebagai Penyimpan Energi Termal
Penerapan PCM pada sebuah bangunan dapat dilakukan dengan beberapa
metode di antaranya yaitu dengan metode penggabungan langsung (direct
incorporation), metode pencelupan (immertion) dan metode enkapsulasi
(encapsolation).
1. Metode Penggabungan Langsung (Direct Incorporation)
Metode penggabungan langsung dapat dilakukan dengan mencampurkan
PCM dengan bahan-bahan bangunan seperti semen, gypsum dan
wallboard secara langsung dimana kandungan dari PCM yang dicampur
dengan bahan bangunan berbeda-beda bergantung dari material
bangunannya seperti pada gambar 5 yaitu PCM micronal dari BSAF yang
dicampur dengan gypsum wallboard.
Gambar 5. Penggunaan PCM dengan metode direct incorporation
(Zhou et al, 2011).
21
2. Metode Pencelupan (Immertion)
Metode pencelupan yaitu dilakukan dengan cara mencelupkan bahan
bangunan atau material seperti bata, gypsum dan kayu pada PCM panas,
dengan metode ini secara langsung PCM panas tersebut masuk ke dalam
pori-pori bahan bangunan, sehingga pada saat penggunaan material
sebagai bahan bangunan, material tersebut sudah mengandung PCM
(Soares et al, 2012).
3. Metode Enkapsulasi (Encapsolation)
Metode enkapsulasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu metode
makro-enkapsulasi dan metode mikro-ekapsulasi. Metode makro-
enkapsulasi dilakukan dengan memasukkan PCM pada sebuah storage
baik itu berbentuk kotak, silinder maupun bola, kemudian tabung tersebut
padukan pada bangunan. Sedangkan metode mikro-enkapsulasi yaitu
metode yang dilakukan dengan cara memadukan PCM pada sebuah
bangunan secara langsung kemudian dilapisi dengan material yang tipis
seperti pada gambar 6 (Cabeza et al, 2011).
22
Gambar 6. Penggunaan PCM dengan metode enkapsulasi (Soares et al,
2012).
Labat (2014) telah melakukan penelitian tentang PCM yang disimpan didalam
storage untuk tujuan penghangat ruangan. PCM yang digunakan yaitu berupa
Paraffin Microtek 37D1 sebanyak 27.88 kg. Storage yang digunakan yaitu
berupa fin aluminium yang diaplikasikan sebagai ventilasi dan dapat dialirkan
udara. Udara yang digunakan untuk pengujian yaitu bertemperatur 20 oC.
Sedangkan variasi yang digunakan yaitu debit udara 300 m3/h
dan 900 m
3/h.
Hasilnya menunjukan bahwa PCM mengalami periode temperatur yang stabil
pada temperatur 35 oC baik pada variasi debit 300 m
3/h maupun 900 m
3/h.
Pada pengujian variasi debit udara 300 m3/h terjadi periode temperatur yang
stabil kedua pada temperatur 30,5 oC yang mengindikasikan bahwa terjadi
proses perubahan fasa menjadi padat secara terus menerus seperti yang
terlihat pada gambar 7.
Gambar 7. Pengukuran temperatur PCM selama proses pemadatan
berlangsung dengan debit udara 300 m3/h (kiri) dan 900 m
3/h (kanan)
Pada saat proses pelepasan kalor berlangsung, temperatur PCM dengan
variasi uji 900 m3/h menjadi sama dengan temperatur inlet (20
oC) ketika
23
tertempuh waktu 1 jam 30 menit dan menunjukan bahwa proses pelepasan
kalor telah tercapai. Sementara temperatur PCM dengan variasi 300 m3/h
menjadi sama dengan temperatur inlet (20 oC) ketika tertempuh waktu 3,8
jam.
F. Metode Peningkatan Laju Perpindahan Kalor PCM
Kebanyakan PCM yang digunakan sebagai penyimpan energi termal memiliki
konduktivitas termal yang rendah. Sebagai contoh, parafin memiliki
konduktivitas termal 0,2 W/m.K sedangkan garam hidrat memiliki
konduktivitas termal 0,5 W/m.K. Rendahnya konduktivitas termal PCM
memperpanjang waktu yang diperlukan untuk menyerap dan melepaskan
panas, misalnya pada saat proses menyerap panas pada siang hari dan
melepaskan panas pada malam hari. Rendahnya konduktivitas termal PCM
menyebabkan proses penyerapan dan pelepasan panas tidak sempurna
sehingga perlu adanya inovasi untuk meningkatkan konduktivitas termal
PCM, sehingga waktu yang diperlukan untuk menyerap dan melepaskan
panas menjadi lebih cepat. Secara umum, teknik yang digunakan untuk
mempercepat perpindahan kalor pada PCM ada dua macam yaitu
meningkatkan konduktivitas termal PCM dan menambah luas area permukaan
perpindahan kalor.
Peningkatan konduktivitas termal PCM dapat dilakukan dengan
mencampurkan PCM secara langsung dengan material yang memiliki
konduktivitas termal yang tinggi seperti grapit dan serat karbon. (Liu dan
24
Yang, 2017) pernah melakukan penelitian mengenai peningkatan laju
perpindahan kalor dengan meningkatkan konduktivitas termal PCM parafin
menggunakan campuran grapit. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
penambahan grapit sebanyak 9% pada parafin dapat meningkatkan
konduktivitas termal PCM hingga 2 kali lipat lebih tinggi dari pada parafin
murni.
Teknik yang digunakan untuk mempercepat laju perpindahan kalor pada PCM
juga dapat dilakukan dengan penambahan luas area permukaan perpindahan
kalor. Teknik ini dapat dilakukan dengan cara memadukan PCM dengan
metal foam, selain itu dapat juga menambahkan fin pada permukaan
perpindahan kalor (Pomianowski et al, 2013). Penelitian mengenai
penambahan luas area permukaan dengan metal foam pernah dilakukan
sebelumnya. (Beyne et al, 2017) menunjukkan bahwa penelitiannya mengenai
perpaduan antara mental foam dan PCM dapat mengurangi waktu proses
pelepasan termal atau proses pembekuan lebih cepat hingga 28%.
Peningkatan laju perpindahan kalor PCM dengan memperluas area
permukaan pada pipa coil dapat meningakatkan performa perpindahan kalor
hingga 100%, sehingga proses penyerapan dan pelepasan termal pada PCM
menjadi lebih cepat (Kukulka et al, 2015).
G. Alat Penukar Kalor Helical Coil
Alat penukar kalor helical coil merupakan salah satu jenis alat penukar kalor
yang memiliki efisiensi yang baik dalam beberapa hal. Sebagai alat pemindah
25
panas, alat penukar kalor helical coil memiliki kelebihan dibandingkan
dengan alat penukar kalor yang lain. Alat penukar kalor helical coil sangat
efisien terhadap tempat, dimana alat penukar kalor helical coil memiliki
daerah perpindahan kalor yang luas di ruangan yang kecil. Dalam proses
produksinya alat penukar kalor helical coil mudah dibuat dan tidak
membutuhkan biaya yang besar. Tidak hanya itu, alat penukar kalor helical
coil juga tidak memiliki banyak sambungan-sambungan sehingga sangat
aman terhadap kebocoran-kebocoran terutama jika media fluidanya berupa
minyak. Adapun alat penukar kalor helical coil dapat dilihat pada gambar 8.
Gambar 8. Alat penukar kalor helical coil.
1. Perhitungan Laju Perpindahan kalor Alat Penukar Kalor Helical Coil
Laju perpindahan kalor merupakan parameter penting pada alat penukar
kalor. Laju perpindahan kalor pada alat penukar kalor helical coil secara
umum dapat ditentukan dengan persamaan kesetimbangan energi seperti
yang tercantum pada persamaan 3.
26
................ (3)
Koefisien perpindahan kalor menyeluruh ( ) yang terdapat pada
persamaan 3 ditentukan dengan persamaan analisis thermal resistance,
diantaranya yaitu resistance fluida di dalam pipa, resistance dinding pipa
tube, dan resistance fluida diluar pipa seperti yang tercantum pada
persamaan 4.
(
)
(
) ................ (4)
Sedangkan (logarithmic mean temperatur difference) yang
terdapat pada persamaan 3 dapat ditentukan dengan persamaan 5 sebagai
berikut.
( ) ( )
(
)
............................ (5)
2. Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi
Koefisien perpindahan kalor konveksi merupakan laju perpindahan energi
panas pada fluida per satuan luas per satuan temperatur. Koefisien
perpindahan kalor konveksi pada alat penukar kalor helical coil terjadi
pada dua bagian diantaranya yaitu bagian pipa dan bagian tabung (shell).
Berikut adalah penjelasan dari kedua bagian tersebut.
a. Bagian Pipa
27
Koefisien perpindahan kalor konveksi di dalam pipa dapat ditentukan
dengan beberapa parameter diantaranya yaitu bilangan Nusselt,
diameter dalam pipa dan konduktifitas termal fluida di dalam pipa.
Koefisien perpindahan kalor konveksi di dalam pipa dapat ditentukan
secara langsung dengan persamaan 6.
............................................. (6)
Dimana bilangan Nu dapat ditentukan dengan:
..................................... (7)
Persamaan 7 merupakan persamaan bilangan Nusselt untuk
menentukan koefisien perpindahan kalor fluida didalam pipa helical
coil. Sementara bilangan Reynold dan bilangan Prandlt yang terdapat
pada persamaan 7 dapat ditentukan dengan persamaan (8) dan (9)
sebagai berikut.
Bilangan Reynold:
................. (8)
Bilangan Prandlt:
........................... (9)
b. Bagian Tabung (shell)
Perpindahan kalor yang terjadi pada fluida didalam tabung yang
digunakan sebagai tanki penyimpanan adalah perpindahan kalor
konveksi natural. Koefisien perpindahan kalor konveksi natural yang
28
terjadi di dalam tabung (shell) dapat ditentukan dengan 2 persamaan
yang berbeda. Kedua persamaan tersebut ditentukan berdasarkan
posisi helical coil di dalam tabung. (Jasim,2016) menjelaskan jika
posisi helical coil didalam tabung dalam kondisi vertical maka
persamaan koefisien perpindahan kalornya dapat ditentukan dengan
persaamaan 10. Sementara jika posisi helical coil didalam tabung
dalam kondisi horizontal maka koefisien perpindahan kalornya dapat
ditentukan dengan persaamaan 11. Adapun geometri dari kedua
persamaan tersebut dapat dilihat pada gambar 9.
{
⁄
[ ⁄ ] ⁄ }
(Vertikal) .......... (10)
{
⁄
[ ⁄ ] ⁄ }
(Horizontal) ... (11)
29
Gambar 9. Geometri helical coil (Jassim, 2016).
Sementara bilangan Rayleigh yang terdapat pada persamaan 10 dan
11 dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut.
( )
...................................... (12)
30
Penelitian ini merupakan penelitian yang mengkaji karakteristik perpindahan
kalor pada material berubah fasa berupa parafin di dalam alat penukar kalor
sebagai pendinginan udara pada proses pendinginan. Bahan baku PCM yang
digunakan pada penelitian ini yaitu parafin. Hal ini disebabkan karena parafin
memiliki harga yang ekonomis dan ketersediaannya yang melimpah di
Indonesia serta memiliki karakteristik yang baik sebagai thermal energy
storage. Alat utama yang digunakan pada penelitian ini yaitu alat penukar
kalor (heat exchanger). Ada dua alat penukar kalor yang digunakan yaitu alat
penukar kalor tipe double helical coil dan alat penukar kalor tipe staggered
fin. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimentasi
sehingga membutuhkan waktu dan tempat untuk melakukan pengujiannya.
Adapun waktu dan tempat serta hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini
dijelaskan sebagai berikut.
A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Pengambilan data Penelitian dilakukan di Laboratorium Termodinamika
Teknik Mesin Universitas Lampung. Adapun pelaksanaannya dilakukan dari
bulan November 2018 sampai dengan bulan Juni 2019. Adapun deskripsi
penelitian dapat dilihat pada tabel 5.
III. METODOLOGI PENELITIAN
31
B. Tahapan Penelitian
Adapun tahapan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:
Tabel 5. Jadwal kegiatan penelitian
Kegiatan NOV DES JAN FEB MAR APR MEI JUN
Studi Literatur
Persiapan Bahan
Baku
Persiapan Alat
Uji
Pengujian
Analisis Data
Penulisan laporan
1. Studi Literatur
Studi literatur yang dilakukan pada penelitian ini diantaranya yaitu
mengenai penyimpanan kalor (heat storage), material berubah fasa,
aplikasi material berubah fasa sebagai penyimpanan kalor, PCM parafin,
sifat-sifat fluida parafin, dan alat penukar kalor tipe double helical coil dan
tipe staggered fin yang digunakan sebagai alat uji PCM.
2. Persiapan
a. Persiapan Bahan Baku PCM
Bakan baku PCM yang digunakan pada penelitian ini yaitu parafin.
Adapun persiapan bahan baku PCM sebelum dilakukan pengujian
yaitu mengukur volume parafin yang dibutuhkan.
32
b. Persiapan Alat Uji
Alat uji yang digunakan pada penelitian ini yaitu alat penukar kalor.
Alat uji yang digunakan ada dua buah yaitu alat penukar kalor tipe
double helical coil dan alat penukar kalor tipe staggered fin.
3. Pengujian
Pengujian ini dilakukan dengan variasi temperatur udara dan kecepatan
aliran udara berdasarkan batasan masalah yang telah ditentukan.
4. Penulisan Laporan
Penulisan laporan merupakan tahapan akhir dari penelitian ini. Penulisan
laporan ditujukan untuk melaporakan hasil penelitian yang telah
dilakukan. Sedangkan isi dari laporan meliputi pendahuluan, tinjauan
pustaka, metodologi penelitian, hasil dan pembahasan serta simpulan dan
saran.
C. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu:
1. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu:
a. Sistem pendingin
Sistem pendingin merupakan alat yang digunakan untuk
mengkondisikan udara pada saat pengujian. Selain itu sistem
pendingin juga digunakan untuk mengatur variasi temperatur udara
33
dingin masuk alat penukar kalor yang digunakan pada saat pengujian.
Sistem pendingin ini menggunakan mesin LG air conitioner dual
inverter seperti pada gambar 10.
Gambar 10. Sistem pendingin.
b. Wadah PCM
Wadah PCM merupakan tempat yang digunakan untuk menyimpan
PCM. Pada penelitian ini ada dua alat penukar kalor yang digunakan
sehingga wadah PCMnya juga berbeda. Pada alat penukar kalor double
helical coil wadah yang digunakan berupa tabung berongga seperti
pada gambar 11(a) dengan diameter dalam dan luar 0,35 m dan 0,50
m secara berurutan. Sedangkan tinggi tabung yaitu 0,27 m sehingga
menghasilkan volume ±28,9 liter.
Alat penukar kalor yang kedua adalah alat penukar kalor tipe
staggered fin. Alat penukar kalor tipe staggered fin yang digunakan
berbentuk hollow persegi panjang seperti pada gambar 11(b) dengan
ukuran penampang hollow 2x1 in dengan tinggi 5,9 in sehingga
34
menghasilkan volume ±0,036 liter per hollow dimana jumlah hollow
pada alat penukar kalor tipe staggered fin berjumlah 39 buah. Hal yang
menarik pada alat penukar kalor tipe staggered fin ini yaitu hollow
yang digunakan sebagai penyimpanan PCM juga merupakan
komponen yang sekaligus digunakan sebagai media perpindahan kalor.
(a) (b)
Gambar 11. Wadah PCM pada alat penukar kalor (a) Tipe double
helical coil (b) Tipe staggered fin.
c. Pipa Coil
Pipa coil merupakan komponen utama di dalam alat penukar kalor
double helical coil. Pipa ini berfungsi sebagai permukaan perpindahan
kalor dimana udara dingin mengalir didalamnya dengan menyerap
beban panas PCM yang ada dibagian luar pipa.
Pipa yang digunakan pada alat penukar kalor memiliki dua lingkaran
helic yakni besar dan kecil dengan ukuran diameter 0,46 m dan 0,37 m
secara berurutan dan panjang masing-masing 7,89 m dan 6,38 m secara
berurutan. Sedangkan coil yang digunakan yaitu coil tembaga dengan
35
diameter ¾ in. Bentuk dari pada pipa coil dapat dilihat pada gambar
12.
(a) (b)
Gambar 12. Pipa coil (a) Tampak samping (b) Tampak atas.
d. Saluran Pengarah Udara
Pada penelitian ini saluran pengarah udara digunakan untuk
mengarahkan udara dari sistem pendingin menuju alat penukar kalor.
saluran ini mengarahkan udara dari penampang 1125 cm2 menjadi 225
cm2. Saluran ini di buat dari papan triplek dengan ketebalan 7 mm
seperti pada gambar 13.
Gambar 13. Saluran pengarah udara.
e. Blower
36
Pada penelitian ini blower digunakan untuk mengalirkan udara yang
melewati alat penukar kalor. Selain itu blower juga digunakan untuk
mengatur variasi laju aliran udara yang digunakan pada saat pengujian.
Blower yang digunakan pada penelitian ini bermerek Nankai dengan
ukuran 2” seperti pada gambar 14.
Gambar 14. Blower.
f. Anemometer dan Humidity Meter
Pada penelitian ini anemometer digunakan untuk mengukur kecepatan
aliran udara yang melewati alat uji. Anemometer yang digunakan pada
penelitian ini yaitu Extech 45170 seperti yang terlihat pada gambar 15.
Selain dapat digunakan untuk mengukur kecepatan udara Extech
45170 juga dapat digunakan sebagai humidity meter untuk mengukur
kelembapan udara.
37
Gambar 15. Anemometer dan humidity meter Extech 45170.
g. Termometer
Pada penelitian ini termometer digunakan untuk merekam data hasil
pengujian. Hasil yang didapat dari alat ini yaitu berupa temperatur
yang direkam persatuan waktu. Termometer yang digunakan pada
penelitian ini yaitu Temperature Recorder Lutron BTM-4208SD
seperti yang tertera pada gambar 16(a). Termometer ini dilengkapi
dengan sensor termokopel jenis K seperti yang terlihat pada gambar
16(b). Selain itu, termometer ini dapat digunakan untuk merekam data
temperatur sebanyak 12 titik yang berbeda.
38
(a) (b)
Gambar 16. Termometer (a) Temperature Recorder Lutron BTM-
4208SD (b) Termokopel jenis K.
2. Bahan
Pada penelitian ini bahan baku yang digunakan yaitu parafin. Parafin yang
digunakan merupakan parafin komersil yang banyak terdapat dipasaran.
Parafin yang digunakan pada penelitian ini berasal dari 2 bahan baku
parafin yang berbeda yaitu parafin padat dan parafin cair. Adapun
komposisi dari kedua bahan baku tersebut yang digunakan pada penelitian
ini yaitu 95,5% parafin cair dan 4,5% parafin padat.
D. Skema Pengujian
Adapun skema pengujian yang dilakukan pada penelitian ini yaitu berawal
dari sistem pendingin yang menghasilkan udara dengan temperatur rendah
kemudian dimanfaatkan untuk mendinginkan PCM. Udara dingin ini dialirkan
ke dalam alat penukar kalor menggunakan blower. Adapun skema pengujian
yang dilakukan pada penelitian ini yaitu seperti pada gambar 17.
Gambar 17. Skema pengujian.
39
Sementara posisi termokopel pada sistem storage yaitu seperti pada gambar
18.
(a)
(b)
Gambar 18. Penempatan termometer pada alat penukar kalor (a) Tipe
staggered fin. (b) Tipe double helical coil.
E. Metode Pengambilan Data
Metode pengambilan data pengujian yang dilakukan pada penelitian ini yaitu:
1. Menyiapkan alat-alat yang digunakan seperti alat penukar kalor,
anemometer, terkopel, termometer, blower dan sistem pendingin.
2. Mengukur volume PCM yang akan diuji pada alat penukar kalor, baik
pada alat penukar kalor tipe double helical coil maupun tipe staggered fin.
40
3. Memasukan PCM yang telah ditentukan pada alat penukar kalor.
4. Menyambungkan saluran pengarah udara dari saluran pendingin menuju
saluran masuk alat penukar kalor dan kemudian memasang blower untuk
dialirkan udara.
5. Melakukan kalibrasi pada alat ukur yang akan digunakan seperti terkopel,
termometer dan anemometer.
6. Memasang anemometer pada saluran alat penukar kalor.
7. Memasang termokopel pada bagian alat dan bahan uji yang telah
ditentukan dan kemudian menghubungkannya ke termometer.
8. Menghubungkan kabel sistem pendingin (AC) pada penyedia listrik.
9. Menghidupkan mesin sistem pendingin dengan menekan sakelar ON/OFF.
10. Mengatur temperatur udara dan kecepatan udara yang telah ditentukan
sesuai dengan data tiap pengujian.
11. Record data temperatur pada termometer.
12. Mencatat kecepatan udara yang melewati alat penukar kalor dengan
anemometer.
13. Mengulangi langkah 9-11 dengan pengujian yang telah ditentukan.
F. Alur Pengambilan Data
Alur pengambilan data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu:
Mulai
Persiapan
1. Persiapan bahan baku parafin
2. Persiapan alat uji eksperimen
41
Kesimpulan
Selesai
Persiapan set up alat uji untuk
variasi pengujian
Proses pengujian sesuai dengan variasi
yang ditentukan yaitu temperatur dan
kecepatan udara
Mencatat data hasil pengujian
A
A
42
Gambar 19. Alur pengambilan data.
G. Variabel Pengujian
Adapun variabel pengujian pada penelitian ini yaitu dapat dilihat pada tabel 6.
Hal ini ditentukan guna mendapatkan hasil karakteristik perpindahan kalor
terbaik pada proses perubahan fasa PCM parafin.
Tabel 6. Variasi pengujian
Pengujian Variabel Variasi Variabel Pengujian
karakteristik
perpindahan kalor
pada parafin
didalam alat
penukar kalor
Temperatur udara
masuk alat
penukar kalor
Tipe double helical coil: 16, 18,
20 oC
Tipe staggered fin: 20 oC
Temperatur awal
PCM parafin
30 oC
Kecepatan udara Double helical coil: 1,5, 2,7, dan
4 mps
Fin: 1, 2, dan 3 mps
Lama pengujian Double helical coil: 6 jam
Fin: 1 jam
1. Pengujian PCM pada alat penukar kalor tipe double helical coil
Tabel 7. Data hasil pengujian PCM pada alat penukar kalor tipe double
helical coil
Alat penukar kalor:
Kecepatan udara: mps
Temperatur udara: oC
Waktu
(min)
TInlet T1.PCM T2.PCM T3.PCM T6.PCM T9.PCM TOutlet
0
1
2
3
4
5
6
43
7
8
9
Dst …
Tabel 8. Temperatur akhir PCM pada alat penukar tipe double helical coil
Temperatur
Udara (oC)
Temperatur akhir PCM (oC)
1 mps 2 mps 3 mps
16 (oC)
18 (oC)
20 (oC)
2. Pengujian alat penukar kalor tipe staggered fin
Tabel 9. Data hasil pengujian pada alat penukar kalor tipe staggered fin
Alat penukar kalor:
Kecepatan udara: mps
Temperatur udara: oC
Waktu
(min)
TInlet T1.PCM T2.PCM T3.PCM TOutlet
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Dst …
Tabel 10. Temperatur akhir PCM pada alat penukar kalor tipe staggered
fin
Temperatur
Udara (oC)
Temperatur akhir PCM (oC)
1 mps 2 mps 3 mps
20 (oC)
61
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Peningkatan kecepatan udara dan penurunan temperatur udara dingin masuk
memperbesar laju pendinginan PCM pada alat penukar kalor. Pada alat
penukar kalor tipe double helical coil laju pendinginan paling besar yaitu
21x10-3
oC/min dari pengujian dengan variasi kecepatan udara 5,6 mps dan
temperatur udara 16 oC. Sementara pada alat penukar kalor tipe staggered fin
laju pendinginan paling besar yaitu 16x10-2
oC/min dari pengujian dengan
variasi kecepatan udara 3 mps. Uji penurunan temperatur PCM ini melewati
proses perubahan fasa sehingga ada proses perpindahan kalor laten yang
terjadi. Adapun persentase perubahan fasa pada alat penukar kalor tipe double
helical coil paling besar yaitu 6,20% dari pengujian dengan variasi kecepatan
udara 5,6 mps dan temperatur udara 16 oC. Sementara persentase perubahan
fasa pada alat penukar kalor tipe staggered fin paling besar yaitu 34,4% dari
pengujian dengan variasi kecepatan udara 3 mps.
62
B. Saran
Untuk mengoptimalkan karakteristik perpindahan kalor pada parafin di dalam
alat penukar kalor berikut adalah saran-saran yang dapat diberikan.
1. Perlunya luas area permukaan yang lebih pada alat penukar kalor guna
meningkatkan laju perpindahan kalor karena pada proses penurunan
temperatur PCM melibatkan proses perubahan fasa (ada proses
perpindahan kalor laten) sehingga PCM butuh melepaskan kalor dalam
jumlah yang besar.
2. Disarankan untuk meningkatkan kecepatan udara sehingga laju aliran
masa udara yang melewati alat penukar kalor lebih besar dan dapat
mengoptimalkan karakteristik perpindahan kalor.
63
DAFTAR PUSTAKA
Afriani, Susi., Rika., dan Darminto. 2018. Efisiensi energi dari aspek selubung
bangunan. Riau: UIN Sultan Syarif Kasim.
Beyne, W., Bagci, O., Huisseune, H., Caniere, H., Danneels, J., Daenens, D. and
Paepe, M De. 2017. Experimental investigation of solidification in metal
foam enhanced phase change material. Materials Science and Engineering
251 (2017) 012112.
Cabeza, L.F., Castell, A., Barreneche, C., de Graci, A. and Fernandez, A.I. 2011.
Materials used as PCM in thermal energy storage in buildings: a review.
Renewable and Sustainable Energy Reviews 15 (2011) 1675–1695.
Fischer, U.R. 2006. Thermal conductivity and melting point measurements on
paraffin zeolite mixtures. Brandenburg University of Technology Cottbus,
PF 101344, 03013 Cottbus Germany.
Gasia, Jaume., Miro, Laia., Gracia, Alvaro de., Barreneche, Camila. and Cabeza,
Luisa F. 2016. Experimental evaluation of a paraffin as phase change
material for thermal energy storage in laboratory equipment and in a shell-
and-tube heat exchanger. Aplied Sciences. Universitat de Lleida: Spain.
Hamdi, Saipul. 2014. Mengenal lama penyinaran matahari sebagai salah satu
parameter klimatologi. Peneliti Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer Lapan.
Berita Dirgantara Vol.15 No.1 Juni 2014:7-16.
Inouye, Kuramitsu. 1934. The relation between tensile strength and density of
paraffin wax at various temperatures. The University of British Columbia
:Columbia.
64
Kalnas, Simen Edsjo. and Jelle, Bjorn Petter. (2015). Phase change materials and
products for building applications: a state-of-the-art review and future
research opportunities. Energy and Buildings. 94(Supplement C), 150-176.
Kukulka, David J. and Fuller, Kevin G. 2015. Development of enhanced heat
transfer tubes. Chemical Engineering Traonsactins. 21, 985-990.
Kumar, A. and Shukla, S.K. 2015. A review on thermal energy storage unit for
solar thermal power plant application. Energy Procedia 74 ( 2015 ) 462 –
469.
Labat M., Virgone J., David D., Kuznik F. 2014. Experimental assessment of a
PCM to air heat exchanger storage system for building ventilation
application. HAL archieves-ouvertes id: hal-00985318
Liu, Zhang-Peng. and Yang, Rui. 2017. Synergistically-enhanced thermal
conductivity of shape-stabilized phase change materials by expanded
graphite and carbon nanotube. Applied Sciences. Department of Chemical
Engineering. Tsinghua University. Beijing.
Malik, Abdul. 2013. Audit Energi Pada Gedung IV Kantor PT PLN (PERSERO)
Wilayah Kalimantan Barat. Jurnal ELKHA Vol.5, No 2, Oktober 2013. PT
PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Barat.
Pomianowski, Michal., Heiselberga, Per. and Zhang, Yinping. 2013. Review of
thermal energy storage technologies based on pcm application in buildings.
Energy and Buildings 67(2013)56–69.
Pudjiastuti, Wiwik. 2011. Jenis-jenis bahan berubah fasa dan aplikasinya. Balai
Besar Kimia dan Kemasan, Kementerian Perindustrian. Jakarta Timur.
Sarier, N., and Onder, E. 2012. Organic phase change material and their textile
application: an overview. Thermochimica acta 540(2012) 7-60.
Sharma, S.D., and Sagara, K. 2005. Laten heat storage material and system: a
review. International journal green energy. 2: 1-56,2005.
65
Soares, N., Costa, J.J., Gaspar, A.R., Santos, P. 2012. Review of passive PCM
latent heat thermal energy storage systems towards buildings’ energy
efficiency. Energy and Buildings 59 (2013) 82–103.
Sukisno, T., Yuniarti, N., Sunyoto. 2016. Tingkat intensitas konsumsi energi
listrik di jurusan pendidikan teknik elektro FT UNY: sebuah upaya menuju
iso 50001. Yogyakarta: UNY.
Tisa, Sujail. 2016. Global Salt Hydrates Market Analysis 2016-2021. Egypt
Business Directory. Diunduh di https://www.egypt-
business.com/Ticker/details/1639-Global-Salt-Hydrates-Market-Analysis-
2016-2021/60679 pada tanggal 26 November 2018 pukul 18.10 WIB.
Zhou, D., Zhao, C.Y., Tian, Y. 2011. Review on thermal energy storage with
phase change materials (pcms) in building applications. Applied Energy 92
(2012) 593–605.