Upload
muhamad-dahlan
View
111
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5/12/2018 karbida baja - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/karbida-baja 1/7
41
Investigasi Derajad Presipitasi Karbida Krom pada Baja Tahan Karat
Austenitik dengan Pengamatan Makro
Suwarno, Abdullah Shahab
Laboratorium MetalurgiJurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknologi Industri ITS
Kampus ITS Keputih Sukolilo Surabaya, Email: [email protected]
AbstrakPresipitasi karbida pada batas butir baja tahan karat austenitik menurunkan kadar kromium
disekitarnya, sehingga menyebabkan baja tahan karat terserang korosi batas butir. Setiap seri baja
tahan karat mempunyai tendensi yang berbeda-beda terhadap presipitasi karbida tergantung dari
komposisi kimia, serta parameter pengerjaan yang memberikan input panas seperti yang terjadi
dalam proses pengelasan.
Digunakan pengamatan makro untuk mendeteksi derajat presipitasi karbida, yaitumemberikan input panas dengan las TIG diam, dengan variasi arus pengelasan. Spesimen
digrinding kemudian dietsa dengan waktu berlebih akan tampak presipitasi secara makro,
berupa daerah berwarna kontras yang berbentuk seperti korona, dan dapat diukur jarak awal,
jarak akhir, serta lebar presipitasinya.
Pengamatan mikro memberikan validasi bahwa daerah korona tersebut adalah presipitasi
karbida disekitar batas butir, sehingga pengamatan makro dapat digunakan sebagai alternatif
untuk mendeteksi tendensi suatu baja tahan karat mengalami presipitasi karbida. Dari data
disimpulkan bahwa semakin tinggi arus, dan kadar karbon yang semakin tinggi akan menaikkan
derajat presipitasi karbida.
Kata kunci : pengamatan makro,derajat presipitasi, lebar presipitasi
Korosi batas butir telah lama menjadi
obyek penelitian, dimulai oleh Hanfield pada
tahun 1926 yang mengamati tangki yang
mengandung sulfida tembaga, pada tahun
1950 Mahla dan Nielson melihat lebih teliti,
bentuk, ukuran serta letak dari presipitasi
karbida sebagai penyebab korosi batas butir.
Kasus yang paling sering ditemui adalah korosi
batas butir pada baja tahan karat austenitik (austenitic stainless steels), dimana terjadi
presipitasi karbida (M23C6) pada batas butir,
sehingga daerah sekitar batas butir mengalami
chromium depletion, yaitu kurang dari 12 %
yang merupakan syarat ketahanan baja
terhadap korosi [3,7]. Korosi terjadi sebagai
akibat tidak terjadinya lapisan tipis yang
mampu melindungi baja karena kurangnya
kromium pada paduan tersebut. Karbida terjadi
sebagai akibat adanya unsur kimia yang
membentuk senyawa, sebagai akibat energi
yang mengaktifasi unsur paduan. Energi dapat
terjadi sebagai akibat proses pengerjaan pada
baja tahan karat, seperti yang terjadi dalam
proses pengelasan [2,4]. Sehingga dapat
dikatakan bahwa faktor yang paling
berpengaruh terhadap presipitasi karbida
adalah unsur paduan dalam baja tahan karat
dan kuantitasnya dipengaruhi oleh perlakuan
yang diberikan kepadanya. Dalam aplikasinya
baja tahan karat tidak selalu didesain untuk
tahan terhadap korosi batas butir, sehinggagolongan baja tahan karat tertentu, seperti
beberapa seri baja tahan karat austenitik
mempunyai kecenderungan terkorosi batas
butir yang berbeda-beda.
Metode pengamatan korosi sering
digunakan untuk mengamati korosi batas butir
dan menentukan tingkat kecenderungan baja
tahan karat terserang korosi batas [12]. Percobaan ini memerlukan waktu yang relatif
lama dengan rangkaian proses yang panjang
yaitu pemberian spesimen dengan panas
supaya terjadi temperatur sensitisasi,
screeening secara mikrografi, percobaan
5/12/2018 karbida baja - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/karbida-baja 2/7
42 Jurnal Teknik Mesin, Volume 5, Nomor 2, Mei 2005
korosi, dan kemudian persiapan untuk
pengamatan mikrografi sebagai validasi laju
korosi, baru kemudian dapat diketahui hasilnya
yaitu weight lost. Metode yang lain dengan
pengukuran potensial korosi dari spesimen
yang telah disensitisasi yaitu dengan
electrochemical potentiokinetic reactivation
(EPR) test [13]. Metode ini mengukur
banyaknya arus yang terjadi saaat
berlangsungnya korosi batas butir, sehingga
dapat diketahui kecenderungan korosi pada
stainless steel. Kedua metode tersebut tentu
saja mempunyai kelebihan dan kekurangan,
namun keduanya tidak menunjukkan angka
kuantitas yang berkaitan langsung dengan
presipitasi karbida.
Dalam tulisan ini akan dicoba sebuah
alternatif yang baru yang bisa dikembangkan
untuk mendeteksi tendensi baja tahan karat
mengalami korosi batas butir. Pengamatan
makro dipakai yaitu dengan memberikan input
panas pada spesimen dengan pengelasan TIG
diam (stationer), dengan variasi arus 60, 75,
dan 90 dengan lama waktu penyalaan busur 15
detik. Kemudian spesimen dipoles, dietsa
elekrolitik, dan diukur jarak awal, jarak akhir,
dan lebar presipitasinya secara makro. Baja
tahan karat yang mempunyai, jarak awal, jarak akhir dan lebar presipitasi yang lebih besar
dikatakan mempunyai derajad presipitasi yang
lebih tinggi, kondisi tersebut ditunjukkan pada
spesimen yang mempunyai kadar C tinggi
dalam hal ini SS 304 dan arus yang tertinggi.
MetodologiFaktor yang berpengaruh terhadap
presipitasi karbida adalah komposisi kimia baja
tahan karat sebagai base potential serta adanya
input panas seperti pengelasan sebagaipengaktif potensial tersebut. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa faktor kadar
karbon dan besarnya energi yang
direpresentasikan sebagai arus mempunyai
pengaruh yang besar terhadap jumlah
chromium depletion [1,4,9,11]. Besarnya
pengaruh variabel–variabel tersebut akan
diselidiki dengan metode makro oleh karena
itu akan dilakukan serangkain percobaan yang
digambarkan dengan flowchart gambar 1.
Tabel 1. Komposisi kimia spesimenC Cr Ni Mo TI Si
1 304L 0,018 19,09 11,79 0,177 0,052 0,209
2 304 0,044 19,29 12,55 0,12 0,082 0,3
material
Langkah-langkah percobaan adalah sebagaiberikut :
1. Persiapan spesimen, spesimen adalah baja
tahan karat austenitik 304 & 304L dengan
dimensi 40x40x5 mm dengan komposisi
kimia seperti pada tabel 1, jumlah
spesimen 6 buah.
Gambar 1. Diagram alir rangkaian penelitian
2. Persiapan pengelasan, menggunakan Las
TIG diam DCSP high frekuensi gaspelindung argon, dengan kapasistas 15
liter/menit, elektroda yang digunakan
tungten dengan kadar thorium 2 %, jarak
tip dengan spesimen 4 mm.
3. Pelaksanaan pemberian panas, dilakukan
dengan penyalaan busur las TIG diam
dengan memberikan variasi heat input.
Variasi heat input didapatkan dari variasi
arus pengelasan dan lama waktu penyalaan
tertentu, dalam percobaan ini digunakan
arus sebesar 60A, 75 A, 90A, dengan
variasi waktu penyalaan 15 detik.
5/12/2018 karbida baja - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/karbida-baja 3/7
Suwarno, Investigasi Derajad Presipitasi Karbida Krom 43
4. Pemberian input panas dilakukan dengan
meletakkan spesimen dibawah torch las
TIG, tepat pada tengah-tengah spesimen,
kemudian baru dinyalakan dengan waktu
sesuai desain eksperimen yaitu 15 detik.
5. Setelah dilakukan pengelasan, spesimen
digrinding dengan kertas gosok dari yang
paling kasar, grid 120 sampai grid 2000.
6. Electrolytic etching, dilakukan dengan
spesimen sebagai anoda, sedangkan
sebagai katoda adalah bahan dengan jenis
dan dimensi yang sama. Jarak katoda
anoda adalah 25 mm dengan larutan asam
oksalat 10 %. Arus yang digunakan
adalah 5 A dengan Voltase 12 V lama
waktu etsa yang digunakan adalah 15
menit.
7. Setelah itu tampak seperti korona
disekitar weld metal, sehingga dapat
dilakukan pengukuran seperti pada gambar
2, Diamater lingkaran korona yang dalam
(D2) dibagi 2 sebagai jarak awal, Diamater
lingkaran yang terluar (D3) dibagai 2
sebagai jarak akhir, dan lebar presipitasi
adalah jarak akhir dikurangi jarak awal
(Lb).
Gambar 2. metode pengukuran makro, jarak
awal, jarak akhir, dan lebar presipitasi
8. Untuk memvalidasi apakah benar yang
tampak putih tersebut adalah presipitasi
karbida, maka dilakukan pengujian
dengan pengamatan mikro. Pengamatan
mikro dilakukan dengan jalan
mengrinding ulang spesimen, sampai grid
2000 atau sampai tahap polishing,kemudian dilakukan electrolytic etching
dengan metode yang sama seperti pada
pengamatan makro, hanya waktu yang
digunakan adalah 3 menit.
Hasil Percobaan
Hasil electrolytic etching selama 15menit, ditunjukkan pada gambar 3, terlihat
bahwa terjadi daerah putih berbentuk korona
mengelilingi weld metal. Terlihat semakin
tinggi arus yang digunakan akan semakin
besar diameter dan lebar presipitasi yang
dihasilkan. Jika dibandingkan antara dua
material dalam hal ini SS 304 dan SS 304 L
maka SS 304 mempunyai lebar presipitasi
yang makin besar pada arus yang sama, dan
juga mempunyai kekontrasan warna yang
berbeda terlihat SS 304 lebih menghasilkan
warna yang kontras dibanding dengan SS
304L.
Kemudian pengukuran dilakukan dengan
alat bantu jangka sorong, dihasilkan jarak
awal, jarak akhir, dan lebar presipitasi karbida
krom, Jika hasil tersebut digrafikkan maka
akan terlihat grafik seperti pada gambar 4,
terlihat semakin tinggi arus maka akan semakin
tinggi jarak awal, jarak akhir serta tebal
presipitasi karbida krom. Dan jika
dibandingkan kedua jenis SS mempunyai maka
jarak awal, jarak akhir, lebar presipitasi yang
berbeda.
Hasil percobaan berikutnya adalah
sebagai validasi bahwa daerah putih kontras
pada spesimen adalah merupakan presipitasi
karbida. Pengamatan mikro dilakukan dengan
melakukan grinding dan polishing ulang pada
spesimen yang telah diukur secara makro.
Kemudian di etsa secara electrolytic hanya saja
waktu yang digunakan lebih pendek yaitu 3
menit. Hasilnya secara makro terlihat bentuk
yang mirip sama seperti jika dilakukan denganwaktu etsa yang lebih lama, namun tidak
begitu kontras. Pada titik-titik tertentu
dilakukan pengambilan gambar struktur mikro
yaitu pada daerah tidak terkena pengaruh
panas lebih (base metal), tepat garis korona
yang disebut sebagai daerah antara, dan pada
daerah yang terlihat putih yang disebut sebagai
daerah HAZ, hasilnya terlihat pada gambar 5.
Pada gambar 5 terlihat struktur mikro
spesimen pada arus pengelasan 75 A, dimana
pada base metal, gambar 5a dan d tidak terlihat presipitasi dengan tidak ada warna
hitam-hitam disekitar batas butir, Sedangkan
D2 D3
Lb
5/12/2018 karbida baja - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/karbida-baja 4/7
44 Jurnal Teknik Mesin, Volume 5, Nomor 2, Mei 2005
pada gambar 5 b dan e terlihat sebagaian yang
terdapat presipitasi sebagian lagi tidak, karena
merupakan batasan daerah HAZ dengan base
metal. Sedangkan pada daerah HAZ terlihat
banyak sekali presipitasi karbida, sebagaimana
terlihat pada gambar 5 c dan f. Bila
dibandingkan antara material SS 304 dengan
SS 304 L maka lebar presipitasi karbida akan
lebih lebar SS 304. kondisi ini dipengaruhi
karena kadar karbon SS 304 yang lebih tinggi,
jika dibandingkan dengan SS 304 L.
PembahasanHasil percobaan dengan memberikan
input panas dengan las TIG diam
memperlihatkan hasil yang bisa diamati
dengan pengamatan makro. Pengamatan makro
dihasilkan dari electrolytic etching yang
diperlama waktunya (over-etch), sehingga pada
spesimen terlihat bentuk korona disekitar weld
metal. Pada gambar 3 dan digrafikkan pada
gambar 4, memperlihatkan diameter korona
dan lebar korona yang berbeda-beda pada
masing-masing kondisi dan parameter
pemberian input panas. Input panas dalam hal
ini dibedakan dengan variasi arus pada
pengelasan, terlihat semakin besar arus maka
akan semakin besar diameter korona yang
terjadi, dan semakin lebar daerah korona yang
dihasilkan, dimana pada kedua jenis spesimen
memperlihatkan trend yang sama. Arus 90 A
memberikan jarak awal, jarak akhir, dan lebar
presipitasi yang terbesar. kondisi tersebut
dijelaskan karena terbentuknya karbida
dipengaruhi oleh heat input yang diberikan dan
lama waktu spesimen berada pada temperatur
sensitisasi.
A
SS 304, I = 60 A
B
SS 304, I = 75 A
C
SS 304, I = 90 A
D
SS 304L, I = 60 A
E
SS 304L, I = 75 A
F
SS 304L, I = 90 A
Gambar 3. Hasil pengamatan presipitasi karbida secara makro pada SS 304 dan SS 304L
5/12/2018 karbida baja - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/karbida-baja 5/7
Suwarno, Investigasi Derajad Presipitasi Karbida Krom 45
Pengaruh arus terhadap Jarak awal, Jarak akhir, serta lebar
presipitasi pada 304 dan 304L dengan t =15 detik
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
Arus ( ampere)
J a r a k a w a l , a k h i r ,
l e b a r ( m m )
lebar presipitasi304
Jarak akhir304
Jarak awal 304
lebar Presipitasi304L
Jarak awal 304L
Jarak akhir 304L
Gambar 4. Grafik hubungan arus pengelasan dengan presipitasi karbida
Lama waktu suatu spesimen dalam
temeperatur sensitisasi dapat dijelaskan dengan
siklus termal las untuk masing-masing kondisi
pengelasan. Heat input yang tinggi dalam hal
ini arus yang besar akan mempercepat
spesimen berada pada daerah sensitisasi tetapidengan laju pendinginan yang lambat sehingga
specimen berada pada range temperatur
sensitisasi antara 450-800oC yang lebih lama
dibandingkan dengan arus yang lebih rendah.
Jika dibandingkan antara SS 304 dengan
304 L, pada arus yang sama maka terjadi
perbedaan lebar, jarak awal, serta jarak akhir
presipitasinya. Kondisi tersebut dipengaruhi
oleh komposisi kimia masing-masing material
terhadap kemampuan merambatkan panas
sehingga, mempunyai perbedaan letak suatu
daerah mengalami presipitasi karbida.
Presipitai karbida juga dipengaruhi oleh kadar
karbon spesimen, dalam hal ini kadar karbon
yang tinggi akan mempunyai kuantitas karbida
yabg lebih banyak dalam waktu yang sama
dapat dikatakan juga laju pembentukan
karbida akan lebih tinggi pada stainless steel
yang mempunyai kadar karbon yang tinggi.
Sehingga SS 304 mempunyai lebar presipitasi
yang lebih besar dibanding dengan SS 304L,
kondisi tersebut sejalan dengan diagram
presipitasi pada gambar 5. Kuantitas karbidatersebut ditunjukkan juga dengan warna korona
yang lebih kontras pada SS 304 dibanding pada
304 L.
Gambar 5. Temperature precipitation diagram
stainless steel dengan kadar karbon yang
berbeda
Hasil tersebut dikonfirmasikan dengan
pengamatan mikro dibeberapa titik tertentu
dalam spesimen yang hasilnya digambarkan
pada gambar 6. Pada base metal tidak
ditemukan adanya presipitasi karbida, karena
logam induk belum mendapatkan input panas
yang memadai. Sedangkan pada daerah HAZ
ditemukan presipitasi karbida krom disekitar
batas butir, karena daerah tersebut menerima
pengaruh temperatur yang cukup. Terlihat pada
arus 90 A akan mempunyai presipitasi karbidayang lebih banyak dibanding pada Arus 75 A
dan 60 A. Kuantitas karbida pada arus 90 A
5/12/2018 karbida baja - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/karbida-baja 6/7
46 Jurnal Teknik Mesin, Volume 5, Nomor 2, Mei 2005
berbeda pada SS 304 dan SS 304L karena
pengaruh kadar karbon.
Hasil ini memberikan alternatif, selain
percobaan korosi [12,13], untuk mengetahui
tendensi suatu baja tahan karat terserang
korosi batas butir dengan melihat kuantitas
presipitasi karbida. Dimana lebar korona dan
warna memberikan informasi derajad
(tendensi) suatu baja tahan karat terserang
korosi batas butir. Lebar yang besar dan warna
yang makin terang berarti tendensi yang
semakin besar. Selain itu pengamatan makro
memberikan informasi letak (lokasi) awal dan
berakhirnya korosi batas butir pada baja tahan
karat di lingkungan korosif.
a. 304 base metal b. 304 antara c. 304 HAZ
d. 304L base metal e. 304L antara f. 304 L HAZ
Gambar 6. Struktur mikro pada masing-masing daerah pengamatan
KesimpulanEksperimen pemberian input panas
dengan pengelasan TIG diam pada baja tahan
karat austenitik, memberikan alternatif
mendeteksi derajat suatu baja tahan karat
terserang korosi batas butir dengan melihatpresipitasi karbida yang terjadi secara makro.
Dengan metode tersebut dapat diukur derajad
presipitasi, yaitu dengan mengukur jarak awal,
jarak akhir, lebar presipitasi, serta kekontrasan
warna. Arus yang tinggi dan kadar karbon
yang tinggi akan memberikan lebar yang
besar, dan warna yang lebih kontras, yang
dikatakan mempunyai derajad presipitasi yang
besar. Pengamatan mikro memberikan validasi
bahwa daerah korona yang terbentuk disekitar
weld metal adalah karbida krom. Semakinkontras warna dan semakin lebar korona akan
semakin banyak kromium dan karbon yang
membentuk karbida, yang berarti akan
semakin sensitif terhadap korosi batas butir.
Daftar Pustaka[1] AWS, 1987, “Welding Stainless Steels”,
Welding Handbook Vol IV: Material and Aplications, AWS, New York.
[2] Farouq, Achmad, 1996, ”Analisa Derajad
Presipitasi Karbida Pada Baja Tahan
Karat Type 304 Akibat Pendinginan dan
Perlakuan Panas”, Tugas akhir , Jurusan
Teknik Mesin FTI, ITS Surabaya.
[3] Fontana, Mars. Guy, 1987, Corrosion
Engineering, 2nd
edition, Mc-Graw Hill,
New York.
[4] Kuncoro, Kukuh, R. 1994, ”Analisa
Pengaruh Parameter Las terhadap DerajatPresipitasi karbida pada Baja tahan Karat
5/12/2018 karbida baja - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/karbida-baja 7/7
Suwarno, Investigasi Derajad Presipitasi Karbida Krom 47
Type 304. 316L, 317, 321”. Tugas Akhir ,
Jurusan Teknik Mesin FTI, ITS Surabaya.
[5] Lincoln Electric, 1973, “Weldability of
Stainless Steel”, The Procedure of Arc
Welding, London.
[6] Messler.Jr, Robert W, 1999, Principle of
Welding: Process, Physics, Chemistry,
and Metallurgy, John willey & Sons,
New York.
[7] Packer, Donald, Berstain, 1979,
Handbook of Stainless Steels, Mc-
GrawHill, New York.
[8] Smith, William. F, 1999, Struktur and
Properties of Engineering Alloys, Mc-
GrawHill, Singapore
[9] Sulistijono. Suharto, 1993, “Korosi Batas
Butir Pada Stainless Steel”, Seminar
Teknologi Industri, ITS, Surabaya:1993.
[10] Korostelev, AB, Abramov VY, 1996,
Belous VN, “Evaluation of stainless steel
for their resistance to intergranular
corrosion”, Journal of Nuclear Materials
233-237, 1996: 1361-1363
[11] Matula, M,Hyspecka, L, Svoboda M,
Vodarek V, Dagbert C, Galland J,
Stonawska Z, Tuma L, 2001,
”Intergranular corrosion of 316L steel”,
Materials Characterization 46, 2001:203-210.
[12] ASTM A 262-90, “Standard practices for
detecting susceptibility to intergranular
attack in austenitic stainless steels”,
Annual Book of ASTM Standards 1990:
Section 3. Metals test methods and
analytical procedures: vol. 03.02. Wear
and erosion. Metal corrosion. Philadelpia,
PA: ASTM, 1992.
[13] ASTM G 108-92. “Standard test method
for electrochemical reactivation (EPR) for
detecting sensitization of AISI 304 and
304L stainless steels”. Annual Book of
ASTM Standards 1999: Section 3. Metals
test methods and analytical procedures:
vol. 03.02.Wear and erosion. Metal
corrosion. Philadelpia, PA:ASTM, 2002.
[14] Padilha A F, Rios, PR, 2002,
“Decomposition of Austenite in
Austenitic Stainless Steels”, ISIJ
International, Vol. 42 (2002), No. 4, pp.
325–337.