22

Click here to load reader

Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/6/universitas negeri... · Web viewRokok sudah menjadi favorit sekalipun beresiko, konsumsi rokok terus

  • Upload
    vudat

  • View
    213

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/6/universitas negeri... · Web viewRokok sudah menjadi favorit sekalipun beresiko, konsumsi rokok terus

Ikhtiyar, Edisi Khusus HUT Proklamasi Kemerdekaan RI Ke-66, 17 Agustus 2011

PEROKOK (STUDI KASUS PADA PELAJAR SMA

DI KECAMATAN SINJAI UTARA KABUPATEN SINJAI)Oleh:

A. Octamaya Tenri AwaruFakultas Ilmu Sosial

ABSTRAKTujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: faktor-faktor yang

mempengaruhi pelajar dalam melakukan kebiasaan merokok, dan bagaimana perilaku merokok pelajar SMA di Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai. Jenis penelitian ini deskriptif kualitatif. Sasaran dan informan penelitian adalah pelajar perokok. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan wawancara mendalam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor internal, terlihat dari adanya rasa ingin tahu pelajar bagaimana rasanya merokok dan kenikmatan psikologis merokok yang dialami sesama teman sekolahnya seperti merasa tenang atau tidak stress, mudah bergaul, dan rasa percaya diri yang meningkat, telah mendorong perilaku imitasi seorang pelajar menjadi perokok. Sedangkan faktor eksternal, terlihat dari kurangnya sosialisasi nilai-nilai tentang bahaya merokok dalam keluarga, seperti orang tua yang perokok. Kemudian penerapan sangsi dan aturan sekolah yang kurang ketat, seperti terlihatnya beberapa pelajar merokok di lingkungan sekolah, juga telah mendorong seorang pelajar menjadi perokok. Kebiasaan berulang (mores) tersebut membentuk perilaku merokok dikalangan pelajar. Hal ini terlihat dalam empat tahapan perilaku merokok pelajar yakni: tahap preparatory, pelajar perokok tertarik untuk mencoba rokok karena melihat kenikmatan merokok dari orang yang merokok disekitarnya, seperti orang tua dan saudara (keluarga), lingkungan teman sebaya (di sekolah dan diluar sekolah). Tahap initiation, diawali pelajar dengan mencoba-coba bagaimana rasanya merokok walaupun mereka mengetahui efek negatif/bahaya dari merokok. Tahap becoming a smoker, dimulai dari kebiasaan merokok seorang pelajar dengan menghabiskan 1-3 batang rokok sehari, kemudian dalam waktu 2 minggu sampai satu bulan mereka telah menjadi pelajar perokok dengan mengkonsumsi 4-16 batang rokok sehari dan biasanya dilakukan setelah bangun tidur pagi, saat bersama temannya baik itu di sekolah atau di tempat mereka biasa nongkrong. Pada tahap maintenance of smoking, pelajar perokok belum berniat untuk berhenti merokok disebabkan oleh kebutuhan menghilangkan stress, memudahkannya dalam bergaul, meningkatnya rasa percaya diri, dan secara fisik menghilangkan rasa kantuk. Kebiasaan merokok pelajar terlihat tidak berpengaruh langsung terhadap prestasi belajar mereka walaupun terkadang ketika keinginan merokok muncul saat jam pelajaran, konsentrasinya terpecah.

Kata kunci: Pelajar SMA perokok

PENDAHULUAN Merokok bagi sebagian masya-rakat Indonesia sudah

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar1

Page 2: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/6/universitas negeri... · Web viewRokok sudah menjadi favorit sekalipun beresiko, konsumsi rokok terus

Ikhtiyar, Edisi Khusus HUT Proklamasi Kemerdekaan RI Ke-66, 17 Agustus 2011

menjadi pola perilaku. Rokok sudah menjadi favorit sekalipun beresiko, konsumsi rokok terus meningkat meski catatan medis menyatakan rokok sangat berbahaya bagi kesehatan. Banyak yang pro dan kontra dengan pola perilaku merokok, dan dalam wacana keseharian masya-rakat kita merokok merupakan per-buatan yang sudah terlanjur mendapat stigma yang buruk. Meskipun banyak fakta dan studi kasus yang memberikan penilaian ataupun rujukan bahwa me-rokokpun mempunyai sisi baik, baik dari tinjauan psikologis, sosiologis bahkan dalam kacamata kesehatan sekalipun.

Perilaku merokok juga menjadi pola perilaku dan favorit di kalangan pelajar, bahkan hasil survey menun-jukkan bahwa sebagian besar perokok di Indonesia adalah kalangan pemuda dan pelajar (baik di tingkat SMP atau-pun di tingkat SMU, dan seringkali di-temui juga anak-anak SD sudah me-rokok). The Global Youth Survey Tahun 2006, menunjukkan 6 dari 10 pelajar (64,2 persen) yang disurvei terpapar asap rokok selama mereka di rumah. Lebih dari sepertiga (37,3 persen) merokok, bahkan 3 di antara 10 pelajar atau 30,9 persen pertama kali merokok pada umur di bawah 10 tahun dan 3,2 persen dari mereka sudah kecanduan. Survey terhadap remaja berusia 13-15 tahun itu menyimpulkan, sebanyak 3 dari 10 pelajar mencoba merokok sejak di bawah usia 10 tahun (Sukendro, 2007).

Dalam kacamata masyarakat Indonesia pada umumnya pelajar yang merokok adalah suatu perilaku yang tidak wajar. Dan cenderung meng-anggap bahwa tindakan atau perilaku merokok adalah perbuatan anak yang nakal.

Sehingga akhirnya mereka ber-anggapan jika anak merokok maka mereka sudah tergolong anak nakal, walaupun pada kenyataan tidaklah selalu demikian. Tentunya pertanyaan ini mengundang banyak jawaban ter-gantung dari sudut mana kita me-mandang. Akan tetapi harus digaris bawahi bahwa idealnya seorang pelajar tugasnya adalah belajar di sekolah menuntut ilmu agar bisa berprestasi dan membanggakan orang tuanya.

Pada saat anak duduk di Sekolah Menengah Atas, kebanyakan pada siswa laki-laki, merokok merupakan kegiatan yang menjadi kegiatan sosialnya. Siswa SMU yang berada pada masa remaja, merasa dirinya harus lebih banyak menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok sebaya dari pada norma-norma orang dewasa. Dalam hal ini remaja menganggap merokok se-bagai lambang pergaulannya. Khusus-nya siswa laki-laki merokok merupakan suatu tuntutan pergaulan bagi mereka. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Hurlock (1998) bahwa bagi remaja, rokok dan alkohol merupakan lambang kematangan.

Perilaku merokok bagi ke-hidupan manusia merupakan kegiatan yang fenomenal, artinya meskipun sudah diketahui akibat negatif merokok tetapi jumlah perokok bukan semakin menurun tetapi semakin meningkat dan usia merokok semakin bertambah muda. Berbagai macam cara telah di-lakukan untuk menekan meningkatnya jumlah perokok. Bahkan MUI telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa ”merokok itu haram”, fatwa ini dikeluarkan dengan alasan merokok itu hukumnya makruh dan mendekati haram. Bahkan Gubernur Provinsi DKI Jakarta

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar2

Page 3: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/6/universitas negeri... · Web viewRokok sudah menjadi favorit sekalipun beresiko, konsumsi rokok terus

Ikhtiyar, Edisi Khusus HUT Proklamasi Kemerdekaan RI Ke-66, 17 Agustus 2011

mengeluarkan peraturan tentang kawasan dilarang merokok. Akan tetapi berbagai peraturan yang dikeluarkan dan fatwa MUI ini tidak mampu menekan jumlah orang yang meng-konsumsi rokok malah jumlahnya terus meningkat.

Smet (1994) menyatakan bahwa mulai merokok terjadi akibat pengaruh lingkungan sosial. Sarafino (1994) menyatakan Modelling (meniru perilaku orang lain) menjadi salah satu deter-minan dalam memulai perilaku me-rokok. Merokok tidak hanya identik pada laki-laki dewasa tetapi juga pada remaja laki-laki. Usia mulai merokok pada umumnya berkisar antara 11-13 tahun dan pada umumnya individu pada usia tersebut merokok sebelum usia 18 tahun. Perilaku merokok banyak dilakukan pada masa remaja, karena masa remaja adalah peralihan dari usia kanak-kanak ke usia dewasa, dimana dimasa peralihan ini para remaja berusaha mencari jati dirinya. Sehingga remaja sering berusaha memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa sehingga mereka selalu ber-tingkah laku yang membuat mereka merasa seperti orang dewasa yaitu me-rokok, minum minuman keras dan menggunakan obat-obatan (Hurlock, 1998).

Perokok remaja laki-laki jauh lebih tinggi dari remaja perempuan, hal ini karena remaja laki-laki lebih sering mengalami stres dari remaja perem-puan. Sebuah studi menemukan bahwa bagi kalangan remaja jumlah merokok yang mereka konsumsi berkaitan dengan stres yang mereka alami. Se-makin besar stres yang mereka alami makin banyak rokok yang mereka konsumsi. Remaja laki-laki lebih sering mengalami konflik dengan orang tua dan guru. Mereka sering

menentang aturan-aturan yang ada baik peratiran di sekolah maupun peratiran dirumah. Pelajar laki-laki sering tidak mengerja-kan tugas sekolah, tidak masuk sekolah dan melakukan kenakalan-kenakalan lain sperti merokok menggunakan obat terlarang dan berkelahi dengan teman-temannya. Pelajar laki-laki lebih mudah terpengaruh teman-temannya dalam melakukan perilaku menyimpang.

Lewin (dalam Komalasari & Helmi, 2001) menyatakan bahwa peri-laku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya peri-laku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan faktor lingkungan. Faktor dari dalam diri remaja itu sendiri berupa perilaku pemberontak dan suka mengambil resiko turut mempengaruhi remaja mulai merokok. Faktor lingkungan seperti orang tua yang merokok dan teman sebaya yang merokok juga mem-pengaruhi pelajar merokok atau tidak. Mu’tadin (2002) faktor penyebab peri-laku merokok pada remaja adalah peng-aruh orang tua, teman sebaya, faktor kepribadian dan pengaruh iklan.

Bandura (dalam Sigelman & Rider, 2003) menyatakan bahwa orang dapat belajar mengobservasi perilaku orang lain dan mempraktekkan perilaku tersebut. Peran kognitif sangat penting dalam belajar yang menekankan pada observational learning sebagai mekanisme yang sangat penting pada perubahan perilaku manusia. Observational learning adalah perilaku yang dihasilkan dari mengobservasi perilaku orang lain (disebut model) dengan belajar. Observational learning tidak akan terjadi jika proses kognitif tidak bekerja. Kita harus memberikan perhatian yang penuh

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar3

Page 4: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/6/universitas negeri... · Web viewRokok sudah menjadi favorit sekalipun beresiko, konsumsi rokok terus

Ikhtiyar, Edisi Khusus HUT Proklamasi Kemerdekaan RI Ke-66, 17 Agustus 2011

terhadap perilaku model, secara aktif mengkoding apa yang kita observasi dan menyimpan informasi ini dalam memori. Faktanya banyak peri-laku yang ditampilkan dan diingat oleh anak hasil dari mengobservasi perilaku model seperti belajar berbicara, makan sambil bicara dan merokok. Jadi ketika seorang anak mengobservasi perilaku orang tuanya yang merokok, maka anak tersebut akan cenderung menjadi se-orang perokok juga.

Bukan hanya pengaruh orang tua yang menyebabkan anak merokok akan tetapi pengaruh teman sebaya juga menjadi faktor yang menyebabkan remaja merokok. Mu’tadin (2002) menyatakan bahwa diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai se-kurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu juga dengan remaja non perokok. Anak yang mempunyai teman-teman perokok mempunyai kemungkinan lebih besar untuk menjadi perokok daripada anak yang memiliki teman yang tidak merokok.

Salah satu tugas perkembangan remaja adalah mencapai hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya. Kelompok teman sebaya sebagai ling-kungan sosial bagi remaja mempunyai peranan penting bagi perkembangan kepribadiannya. Ketika remaja berada didalam kelompok teman sebaya, remaja merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya. Remaja dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya ketika remaja berada didalam kelompok teman sebaya. Pengaruh teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penam-pilan dan perilaku lebih besar daripada pengaruh orang tua. Misalnya bila anggota kelompok mencoba minum alkohol, obat-obat

terlarang atau rokok maka remaja cenderung mengikutinya tanpa memperdulikan perasaan mereka sendiri atau akibatnya (Hurlock, 1998). Hal ini dapat dijelaskan dengan konsep konformitas yang terajdi pada remaja.

Santrock (1998) menyatakan bahwa konformitas terjadi ketika remaja mengadopsi sikap atau perilaku remaja lain karena adanya tekanan baik secara langsung atau tidak. Remaja menyerah pada tekanan kelompok secara langsung karena adanya permintaan secara lang-sung mengikuti apa yang telah dibuat oleh kelompok tersebut. Mereka meng-ikuti apa yang dilakukan oleh kelom-poknya walaupun bertentangan dengan hati nurani dan keinginannya untuk mepertahankan posisinya pada kelom-poknya. Remaja melakukan apa yang dilakukan oleh kelompoknya agar sikap dan perilakunya sama dengan teman-temannya dan tidak dianggap aneh oleh teman-temannya. Konformitas pada norma kelompok terjadi apabila norma tersebut jelas dinyatakan dan individu berada dibawah pengawasan kelompok.

Konformitas dijelaskan oleh Syamsu (2000) sebagai motif untuk menjadi sama, sesuai, seragam, dengan nilai-nilai, kebiasaan, kegemaran (hobi), atau budaya teman sebayanya. Remaja yang berada didalam kelompok teman sebaya cenderung untuk menyamakan kebiasaan dan budaya temannya. Hal ini dapat dikaitkan dengan perilaku merokok, dimana remaja akan merokok jika teman sebaya mereka juga merokok. Hal ini sejalan dengan penelitian Nicher (dalam Kimberly, 2003) yang menyata-kan bahwa remaja yang merokok di-pengaruhi oleh teman yang berada di-kelompoknya yang juga merokok.

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar4

Page 5: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/6/universitas negeri... · Web viewRokok sudah menjadi favorit sekalipun beresiko, konsumsi rokok terus

Ikhtiyar, Edisi Khusus HUT Proklamasi Kemerdekaan RI Ke-66, 17 Agustus 2011

Salah satu penyebab pelajar merokok serta meningkatnya jumlah perokok dikalangan pelajar, adalah gencarnya produsen rokok untuk meng-iklankan, mempromosikan produknya dan juga menjadi sponsor utama untuk kegiatan-kegiatan yang melibatkan pelajar dalam jumlah yang banyak, misalnya konser musik, olahraga dan lain sebagainya, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi pelajar, apalagi ada stigma bagi pelajar yang tidak merokok dianggap pelajar yang masih kecil dan pengecut, sehingga dalam pergaulan seringkali dijauhi oleh teman-temannya.

Industri rokok memanfaatkan karasteristik pelajar yang menginginkan kebebasan, independen, dan berontak dari norma-norma, dalam iklan yang membius mereka. Sebagai konsumen muda mereka lebih sering memperoleh promosi menyesatkan dibanding pen-didikan tentang bahaya merokok. Para perokok remaja telah menjadi faktor penting dalam perkembangan setiap industri rokok dalam 50 tahun terakhir karena mereka adalah satu-satunya sumber perokok pengganti. Jika para remaja tidak merokok industri akan bangkrut sebagaimana sebuah masya-rakat yang tidak melahirkan generasi penerus akan punah.

Kecamatan Sinjai Utara yang merupakan Ibu Kota Kabupaten Sinjai merupakan kecamatan yang memiliki jumlah pelajar terbanyak di Kabupaten Sinjai yaitu sekitar 3226 pelajar SMA/ SMK, 3123 pelajar SMP dan 5234 pelajar SD (data Dinas Pendidikan Kabupaten Sinjai). Saat ini sebahagian besar pelajar di Kabupaten Sinjai telah terkena dampak buruk dari kebiasaan

merokok. Hasil observasi awal yang dilakukan menunjukkan bahwa saat ini pelajar yang merokok di Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai semakin meningkat yang dibuktikan dengan mudahnya menemui pelajar berseragam putih biru (SMP) dan putih abu-abu (SMA) yang sedang merokok terutama pada saat mereka pulang dari sekolahan misalnya diterminal, di jalan-jalan, di warnet, tempat main game dan tempat umum lainnya bahkan di kantin sekolah dan kelasnya.

Hasil wawancara awal dengan tiga guru BK SMA yang ada di Kecamatan Sinjai Utara menyatakan bahwa hampir 75 persen siswa laki-laki di sekolah mereka sudah merokok. Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya Pelajar SMA, SMP bahkan SD yang merokok baik saat mereka pulang sekolah atau saat menuju sekolah. Bahkan peraturan sekolah yang me-larang siswa merokok di lingkungan sekolah tidak berarti dalam menekan jumlah siswa yang merokok di sekolah.

Menurut pandangan masya-rakat Kabupaten Sinjai merokok di kalangan pelajar adalah merupakan suatu tindakan yang menyimpang dan merupakan perilaku yang melanggar norma dan etika dalam masyarakat. Bagi mereka anak yang merokok di usia sekolah adalah kegagalan bagi orang tua dalam mendidik anaknya. Norma yang berlaku di masyarakat Kabupaten Sinjai lebih memandang bahwa remaja khususnya remaja yang masih berada diusia sekolah yang melakukan aktivitas merokok diidentikan sebagai anak yang nakal. Hampir sebagian pelajar atau remaja memahami akibat-akibat ber-bahaya dari asap rokok tapi mengapa mereka tidak

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar5

Page 6: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/6/universitas negeri... · Web viewRokok sudah menjadi favorit sekalipun beresiko, konsumsi rokok terus

Ikhtiyar, Edisi Khusus HUT Proklamasi Kemerdekaan RI Ke-66, 17 Agustus 2011

mencoba atau meng-hindari perilaku tersebut?

Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang ”Perokok” (Studi Kasus Pada Pelajar SMA Di Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, yang bertujuan memperoleh gambaran tentang pelajar perokok dilihat dari faktor yang mem-pengaruhi pelajar dalam melakukan kebiasaan merokok dan perilaku me-rokok pelajar SMA perokok. Sasaran penelitian ini adalah pelajar yang mem-punyai perilaku atau kebiasaan me-rokok. Karena penelitian ini adalah penelitian kualitatif, maka dalam menentukan informan dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Informan dalam penelitian ini adalah tujuh pelajar yang mempunyai perilaku dan ke-biasaan merokok (sesuai dengan kriteria informan yang telah ditetapkan).

Fokus penelitian ini adalah faktor yang mempengaruhi pelajar untuk melakukan kebiasaan menghisap rokok yang terlihat dari: Faktor dari dalam diri pelajar sendiri (internal) faktor kepribadian, pengaruh psiko-logis, dan faktor External berupa keluarga, orang tua, teman sebaya, dan iklan. Perilaku pelajar perokok adalah ciri-ciri atau sifat yang melekat pada diri pelajar yang melakukan kebiasan me-rokok yang terlihat dari 4 tahap: tahap preparatory, tahap initiation, tahap becoming a smoker, tahap maintenance of smoking.

Definisi konsep yaitu penjelasan atas uraian yang bersifat konkrit dan aktual tentang

sasaran atau obyek spesifik yang akan diamati dan dijaring datanya. Adapun definisi konsep penelitian ini sebagai berikut: Pelajar perokok, yaitu pelajar yang melakukan kebiasaan merokok dan mengkonsumsi 4 batang rokok dalam satu hari. Faktor internal, yaitu faktor dari luar diri pelajar yang mempengaruhi pelajar untuk melakukan kebiasaan merokok yang membentuk pola kebiasaannya. Indikator ukurannya adalah: (1) faktor kepribadian dan (2) pengaruh psiko-logis. Faktor eksternal, yaitu faktor dari luar yang mempengaruhi pelajar meng-hisap rokok yang membentuk pola ke-biasaannya. Indikator ukurannya ada-lah: (1) pengaruh orang tua/ keluarga, (2) pengaruh teman/ orang lain, dan (3) pengaruh iklan. Perilaku pelajar pe-rokok, yaitu kegiatan pelajar menghisap rokok menurut jenis rokok, jumlah, tempat, dan cara menghisap. Indikator ukurannya adalah: (1) tahap preparatori, (2) tahap initiation, (3) tahap becoming a smoker,(4) tahap maintenance of smoking.

Instrumen penelitian atau alat yang digunakan dalam mengumpulkan data pada penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai instrumen utama (Key instument) dengan menggunakan alat bantu antara lain daftar cek, kutipan hasil rekaman, foto dan pedoman wawancara. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Observasi dan wawancara. Teknik analisis data dengan cara data yang terkumpul melalui wawancara, observasi dan dokumentasi dinalisis dengan metode deskriktif kualitatif kemudian data tersebut

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar6

Page 7: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/6/universitas negeri... · Web viewRokok sudah menjadi favorit sekalipun beresiko, konsumsi rokok terus

Ikhtiyar, Edisi Khusus HUT Proklamasi Kemerdekaan RI Ke-66, 17 Agustus 2011

diolah dan diklarifikasi melalui proses pengum-pulan data, reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. Untuk memperoleh keabsahan data dari pene-litian ini, dilakukan langkah-langkah, yaitu: Kredibilitas data dengan cara triangulasi dan Member cek. Transferability: yaitu pemenuhan aspek kompetensi implementasi temuan, dengan melihat generalisasi temuan apakah berlaku pada semua konsep. Deppendability yaitu pemenuhan aspek kompetensi konsistensi. Dan Komfirma-bility yaitu pemenuhan aspek ke-netralan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Faktor yang Mempengaruhi Pelajar SMA dalam Melakukan Kebiasaan Merokok di Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai

Perilaku merokok merupakan perilaku yang dipelajari dan terbentuk karena adanya sebuah interaksi sosial baik itu dalam keluarga misalnya orang tua, lingkungan sekitar dan adanya pengaruh dari teman sepergaulan. Ada banyak hal atau alasan yang melatar belakangi sehingga seorang siswa atau pelajar akhirnya memilih untuk menjadi seorang perokok. Hasil penelitian pada pelajar SMA Di Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi pelajar SMA untuk merokok adalah: a. Faktor Internal 1) Faktor kepribadian

Pelajar SMA di Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai hidup dan bergaul di tengah lingkungan orang yang merokok misalnya orang tua pe-rokok,

teman perokok, keluarga pe-rokok dan orang-orang yang merokok disekitarnya. Setiap hari bahkan setiap saat mereka melihat orang yang me-rokok hal ini bahkan terjadi saat mereka masih kecil sehingga menimbulkan rasa ingin tahu dan rasa penasaran ingin mencoba rokok. Seluruh subyek pene-litian ingin mencoba rokok karena penasaran atau rasa ingin tahu yang besar dan rasa ingin coba bagaimana rasanya rokok. Perasaan ingin tahu atau rasa penasaran itu ada karena sering melihat orang di sekitarnya merokok. Seorang siswa/pelajar berada pada masa remaja yang memiliki rasa ingin tahu yang besar sehingga keinginan untuk mencoba-coba sesuatu yang baru selalu ada meskipun mereka tahu akan sisi negatifnya. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan subyek penelitian yang menyatakan bahwa mereka penasaran ingin mencoba dan ingin tahu bagaimana rasanya merokok karena sering melihat atau memper-hatikan orang tua mereka yang me-rokok, teman sepergaulan yang me-rokok, keluarga lain yang merokok.

Subyek penelitian menangkap gambaran bahwa merokok itu nikmat, terkesan santai, kelihatan dewasa dan jantan. Hal positif yang mereka lihat itulah yang akhirnya membuat mereka tidak mampu membendung keinginan atau hasrat untuk mencoba rokok. Di samping itu adanya keinginan untuk ke-lihatan sama dengan teman sepergaulan mereka membuat subyek penelitian semakin tidak bisa menghindar atau menahan keinginan untuk mencoba rokok. Akhirnya dapat dikatakan bahwa pelajar SMA di Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai yang memutuskan untuk

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar7

Page 8: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/6/universitas negeri... · Web viewRokok sudah menjadi favorit sekalipun beresiko, konsumsi rokok terus

Ikhtiyar, Edisi Khusus HUT Proklamasi Kemerdekaan RI Ke-66, 17 Agustus 2011

mencoba rokok dan pada akhir-nya menjadi seorang perokok karena mereka tidak mempunyai kepribadian yang kuat untuk menahan rasa penasar-an dan rasa ingin tahu mereka. Mereka tidak mampu menahan keinginan atau godaan untuk mencoba rokok karena mereka hidup dilingkungan orang-orang yang merokok. 2) Pengaruh Psikologis

Salah satu alasan pelajar SMA di Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai melakukan kebiasaan merokok adalah alasan psikologis. Subyek I menyatakan bahwa ia merokok saat merasa stress karena dengan merokok bisa menghilangkan stressnya, mening-katkan percaya diri, dan ingin terlihat jantan dan dewasa. Subyek II merokok karena stress dan rokok dapat mem-berikan perasaan tengan dan gampang berkonsentrasi. Subyek III menjadikan rokok sebagai pelariannya, dari masa-lah-masalah yang dihadapinya. Subyek merasa rokok dapat menghilangkan stress, dan perasaan bosan. Subyek IV Subyek menjadikan rokok sebagai peng-hilang stress, rasa bosan yang kadang datang. Dengan rokok subyek merasa tenang dan gampang bergaul.

Subyek V Subyek menjadikan rokok sebagai penghilang stress, jika ada masalah yang dihadapinya. Dengan rokok subyek merasa memiliki soli-daritas dengan temannya. Subyek VI Subyek mengisap rokok saat merasa stress, subyek merasa rokok bisa mem-berikan ketenangan, menghilang kan ketegangan atau memberikan efek relaksasi. Subyek VII Subyek merokok saat merasa stress, karena rokok bisa membuatnya merasa lebih tenang. Serta

membuatnya mudah bergaul serta memberinya rasa percaya diri.

Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa subyek akan merokok dan banyak merokok apabila merasa stres. Dengan merokok mereka akan merasa tenang dan bisa berpikir dengan baik. Bagi para perokok rokok bisa membuat terjadinya perubahan emosi selama merokok. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Aritonang (Komalasari dan Helmi, (2001) yang menyatakan bahwa merokok dianggap dapat memudahkan berkonsentrasi, memperoleh pengalaman yang menyenangkan, relaksasi, dan mengu-rangi ketegangan atau stress. Stress seringkali menghinggapi para siswa kita saat ini, dan mereka cenderung gampang stress. Banyak hal yang menyebabkan mereka stress baik itu yang berkaitan dengan sekolah maupun yang berkaitan dengan kehidupan pribadi Siswa.

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar8

Page 9: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/6/universitas negeri... · Web viewRokok sudah menjadi favorit sekalipun beresiko, konsumsi rokok terus

Ikhtiyar, Edisi Khusus HUT Proklamasi Kemerdekaan RI Ke-66, 17 Agustus 2011

Perilaku merokok pada remaja juga dapat timbul karena pengaruh emosi yang menyebabkan seorang individu mencari relaksasi. Saat ini para Siswa menghadapi berbagai tuntutan, harapan, resiko-resiko, dan godaan-godaan yang nampaknya lebih banyak dan kompleks daripada yang dihadapi para siswa pelajar generasi sebelumnya. Semua ini sangat berpotensi menye-babkan mereka merasa tertekan dan stres. Siswa atau pelajar yang meng-alami stres ini sangat mungkin meng-embangkan perilaku merokok sebagai suatu cara untuk mengatasi stres yang mereka hadapi karena kurangnya ke-terampilan menghadapi masalah secara kompeten dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab (Santrock, 1998). b. Faktor Eksternal1) Pengaruh Orang Tua

Hasil penelitian pada pelajar SMA perokok di Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai menunjukkan bahwa Orang tua subyek I tidak merokok tapi keluarga yang lainnya banyak yang perokok. Ayah subyek II perokok dan melihat ayahnya merokok sejak dari dia kecil, kakak subyek juga adalah seorang perokok. Subyek III Orang tuanya tidak merokok, dalam rumahnya hanya subyek yang merokok. Ayah subyek IV seorang perokok berat, sejak dari kecil subyek sudah melihat ayahnya me-rokok, sehingga timbul keinginannya untuk mencoba bagaimana rasanya me-rokok. Orang tua subyek V bukan pe-rokok tetapi kakek subyek perokok. Subyek selalu melihat dan memper-hatikan kakeknya merokok hingga akhirnya timbul keinginan untuk men-cobanya. Ayah subyek VI adalah pe-rokok berat, dari kecil

subyek melihat ayahnya merokok. Karena selalu me-lihat ayahnya merokok akhirnya ia tertarik juga untuk mencobanya. Ayah subyek VII seorang perokok, subyek melihat ayahnya merokok sejak dia kecil dan rata-rata keluarga subyek adalah perokok.

Nainggolan (2004) menyatakan bahwa anak-anak yang orang tuanya perokok cenderung menjadi perokok kemudian hari. Hal ini di sebabkan oleh paling sedikit dua hal. Pertama, karena anak itu mau seperti bapaknya yang kelihatan gagah dan lebih dewasa saat merokok. Kedua, anak tersebut sudah terbiasa dengan asap rokok di rumah. Maksudnya, saat masih kecil anak sudah menjadi perokok pasif sehingga pada saat dia sudah besar maka akan gampang menjadi perokok aktif. Kedua pendapat diatas sesuai dengan keadaan yang dialami oleh subyek II, IV, VI, VII yang memiliki orang tua perokok. Dengan melihat ayahnya merokok maka subyek akhirnya tertarik juga untuk mencoba rokok.

Dalam hal ini orang tua sangat berpengaruh terhadap pembentukan tingkah laku anak sehari-hari, karena orang tua adalah orang yang paling dekat dan paling sering bersama dengan anaknya. Kita ketahui banyak sekali orang tua yang saat ini merokok, walau-pun di depannya ada anaknya sendiri. Hal inilah yang dapat menyebabkan anak merokok, berawal dari melihat akhirnya mencoba, sehingga pada akhir-nya ketagihan. Orang tua harusnya lebih mengerti dan mengajarkan hal-hal yang baik terhadap anak. Dan tidak memberi contoh yang jelek kepada anak misalnya merokok. Pada dasarnya peri-laku merokok adalah perilaku yang di-pelajari. Hal itu berarti ada

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar9

Page 10: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/6/universitas negeri... · Web viewRokok sudah menjadi favorit sekalipun beresiko, konsumsi rokok terus

Ikhtiyar, Edisi Khusus HUT Proklamasi Kemerdekaan RI Ke-66, 17 Agustus 2011

pihak-pihak yang berpengaruh besar dalam proses sosialisasi. Konsep sosialisasi pertama berkembang dari sosiologi dan psikologi sosial yang merupakan suatu proses transmisi nilai-nilai, system belief, sikap ataupun generasi-generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya. Orang tua atau keluarga yang merokok dapat memberi inspirasi seorang anak untuk mulai merokok.b) Pengaruh Teman Sebaya

Salah satu faktor yang mem-pengaruhi pelajar SMA Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai untuk merokok adalah teman sebaya. Hal ini terlihat dari hasil penelitian pada subyek I yang merokok karena teman-nya banyak yang merokok akhirnya subyek ikut merokok karena tidak mau dikatakan tidak gaul, dan ada perasaan tidak enak berada diantara teman yang merokok. Subyek II teman subyek banyak yang merokok sehingga tiap hari melihat teman-temanya merokok. Dan akhirnya ketika di tawari temannya rokok subyek mengambilnya. Subyek III, teman subyek banyak yang perokok sehingga menyebabkan subyek tertarik juga untuk mencoba rokok.

Subyek IV kebanyakan teman subyek perokok, setiap hari subyek melihat temannya merokok dan hingga akhirnya subyek tergoda untuk mem-beli rokok dan mengisapnya. Subyek V teman subyek kebanyakan adalah perokok, karena bergaul dengan mereka akhirnya subyek mencoba rokok dan kemudian menjadi ketagihan. Subyek VI teman subyek yang paling berpengaruh terhadap keinginanya mencoba rokok, karena setiap hari melihat dan bergaul dengan teman-teman yang merokok. Subyek VII subyek selalu melihat temannya merokok

di sekolah, pertama ditawari rokok oleh temannya subyek tidak menolak karena ingin terliat sama dengan temannya dan ada perasaan tidak enak jika tidak merokok diantara teman-temanya yang merokok.

Hasil penelitian diatas menun-jukkan bahwa pengaruh teman sebaya dan keinginan untuk diterima dalam kelompoknya membuat pelajar SMA Negeri Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai mencoba untuk meng-hisap rokok. Dalam pergaulan mereka jika ada seorang teman yang tidak me-rokok dalam kelompoknya biasanya mereka diolok-olok dengan sebutan bencong. Sehingga karena merasa malu dan merasa tidak enak tidak merokok di antara temannya yang merokok seorang anak akhirnya tergoda untuk mencoba rokok. hal ini sesuai dengan pendapat Komalasari dan Helmi (2001) yang menyatakan kebutuhan untuk diterima sering kali membuat remaja berbuat apa saja agar dapat diterima kelompoknya dan terbebas dari sebutan “pengecut” dan “banci”.

Saat ini seorang anak remaja menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman sebayanya daripada dengan orang tua. Hal ini berarti bahwa teman sebaya mempunyai peran yang sangat berarti terhadap tingkah laku mereka, pada masa ini seorang anak sudah mulai memisahkan diri dari orang tuanya dan lebih banyak bergaul dengan teman-temannya baik saat ber-ada disekolah maupun saat dirumah. Kelompok teman sebaya sebagai ling-kungan sosial bagi anak remaja mem-punyai peranan penting bagi perkem-bangan kepribadiannya. Ketika seorang anak berada di dalam kelompok

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar10

Page 11: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/6/universitas negeri... · Web viewRokok sudah menjadi favorit sekalipun beresiko, konsumsi rokok terus

Ikhtiyar, Edisi Khusus HUT Proklamasi Kemerdekaan RI Ke-66, 17 Agustus 2011

teman sebaya, remaja merumuskan dan mem-perbaiki konsep dirinya. Remaja dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya ketika remaja berada dalam kelompok teman sebaya.2. Perilaku Merokok Pelajar

SMA di Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai

Pada dasarnya ada empat tahapan untuk bisa menjadi seorang perokok. Empat tahapan itu adalah tahap preparatory, tahap initiation, tahap becoming a smoker dan tahap maintenance of smoking. Dari keempat tahap yang dilaluinya inilah kemudian akan terlihat dan tergambar perilaku merokok pelajar SMA di Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai. a. Tahap Preparatory

Pada tahap ini Siswa men-dapatkan gambaran yang menyenang-kan mengenai merokok dengan cara mendengar atau melihat dari hasil baca-an atau dari orang-orang yang merokok di lingkungan sekitarnya. Berdasarkan hasil wawancara pada 7 subyek pene-litian mereka mengatakan bahwa hal yang membuat mereka tertarik untuk mencoba rokok karena banyak melihat tingkah laku dari orang-orang yang me-rokok disekitarnya. Mereka mendapat-kan gambaran perilaku tentang ke-nikmatan rokok itu dari orang tua, keluarga, dan teman sebaya mereka.

Subyek II, III, IV, VI, VII penasaran ingin merokok karena me-lihat ayah mereka merokok. Mereka melihat ayahnnya merokok sejak dari kecil. Melihat ayahnya merokok dan terkesan memberikan gambaran bahwa merokok itu kelihatan asyik, nikmat dan efek positif lain yang mereka tangkap mengakibatkan mereka penasaran ingin mencoba rokok. Hasil

penelitian ini sesuai dengan pendapat Mu’tadin (2002) yang menyatakan bahwa bila orang tua sendiri yang menjadi figur atau contoh yaitu perokok maka anak-anaknya ke-mungkinan besar untuk mencontohnya dan menjadi perokok.

Berbagai gambaran tentang kenikmatan rokok yang diperoleh Siswa tersebut yang pada akhirnya menimbul-kan rasa penasaran pada diri mereka untuk mencoba rokok. Biasanya tahap ini dimulai saat masih berumur 7-9 tahun atau pada saat duduk dibangku sekolah dasar. Mereka melihat perilaku merokok itu dari orang-orang yang ada disekitarnya, baik itu orang tua mereka sendiri, keluarga, teman dan bahkan orang yang tidak dikenalnya. Mudah-nya melihat orang yang merokok ini karena rokok sudah menjadi suatu feno-mena atau kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat kita yang semakin hari jumlahnya semakin bertambah.

Sigelman dan Rider (2003) menjelaskan bahwa observasional learning sebagai perilaku yang dihasilkan dari mengobservasi perilaku orang lain. Teori ini sejalan dengan hasil penelitian ini karena semua subyek penelitian ini mempelajari dan melihat perilaku me-rokok dari orang lain yaitu dari orang tua yang perokok, teman perokok serta kakekyang perokok. Hasil penelitian ini juga memperkuat hasil penelitian Theodorus (Komalasari dan Helmi, 2001) yang menunjukkan bahwa keluarga perokok sangat berperan ter-hadap perilaku merokok anak-anaknya di bandingkan keluarga non perokok. b. Tahap Initiation

Tahap ini merupakan tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar11

Page 12: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/6/universitas negeri... · Web viewRokok sudah menjadi favorit sekalipun beresiko, konsumsi rokok terus

Ikhtiyar, Edisi Khusus HUT Proklamasi Kemerdekaan RI Ke-66, 17 Agustus 2011

meneruskan ataukah tidak perilaku merokok yang telah mereka amati. Subyek I, III, V, VII mencoba rokok pertamanya saat berada di bangku Sekolah Dasar saat itu mereka hanya sekedar coba-coba karena di pengaruhi oleh rasa penasaran ingin tahu bagaimana rasanya merokok dan berhenti saat itu juga. Mereka melanjut-kan perilaku merokok mereka setelah duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Subyek II dan IV mencoba rokok pertamanya saat berada di bangku Sekolah Menengah Pertama, perilaku ini mereka lakukan terus sampai sekarang. Demikian juga Subyek VI yang mencoba rokok per-tamanya saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama dan tidak pernah berhenti sampai sekarang.

Hasil penelitian ini menunjuk-kan bahwa dari 7 subyek penelitian 4 di antaranya memulai atau mencoba rokok pertamanya saat duduk di bangku Sekolah dasar. Dan melanjutkannya saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Hasil ini sejalan dengan pen-dapat Traquet (Komalasari dan Helmi, 2001) yang menyatakan bahwa perilaku merokok biasanya di mulai pada masa remaja meskipun proses menjadi pe-rokok telah dimulai sejak masa kanak-kanak. Subyek II dan IV memulainya saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama dan Subyek VI me-mulainya saat duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Merujuk dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa masa kritis atau rawan Siswa terhadap perilaku merokok saat mereka duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama atau termasuk pada tahap perkem-bangan remaja awal. Remaja awal meru-pakan periode

yang paling kritis ter-hadap pengaruh teman sebaya.

Hasil wawancara dengan subyek penelitian menunjukkan bahwa saat pertama mencoba merokok subyek merasakan efek negatif dari rokok yaitu mulutnya terasa pahit, batuk-batuk, nafas terasa sesak, mual dan merasa pusing. Hasil penelitian ini memperkuat temuan Komalasari dan Avin, 2001 yang menyatakan bahwa bagi perokok pemula efek yang timbul adalah pusing, mual-mual dan mulut terasa pahit. Akan tetapi meski telah merasakan efek negatif rokok subyek mengabaikannya dan tetap memutuskan untuk merokok lagi karena akibat dari pengaruh teman dan rasa penasaran ingin mengetahui bagaimana rasa rokok dan cara merokok yang benar.

Subyek tidak menolak ajakan dari teman untuk merokok karena Subyek I tidak menolak tawaran sepupunya untuk merokok karena tidak mau dikatakan banci dan ingin terlihat gaul. Subyek II tidak menolak tawaran temannya karena tidak mau dikatakan tidak gaul dan sok alim, Subyek III dengan alasan ingin bergaul, Subyek IV tidak menolak tawaran temannya untuk merokok dengan alasan rokok akan membuatnya mudah bergaul dengan temannya, Subyek V menyatakan bahwa ia merokok lagi sebagai wujud solidaritas dengan temannya yang akan membuatnya mudah bergaul, Subyek VI melakukan perilaku merokok karena alasan pergaulan dan subyek VII tidak menolak tawaran temannya untuk merokok karena mau kelihatan sama dengan temannya. Komalasari dan Helmi (2001) menyatakan bahwa ling-kungan teman sebaya mempunyai arti yang sangat penting, kebutuhan untuk diterima dan usaha untuk menghindari

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar12

Page 13: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/6/universitas negeri... · Web viewRokok sudah menjadi favorit sekalipun beresiko, konsumsi rokok terus

Ikhtiyar, Edisi Khusus HUT Proklamasi Kemerdekaan RI Ke-66, 17 Agustus 2011

penolakan kelompok teman sebaya merupakan kebutuhan yang sangat penting. Remaja tidak ingin dirinya di-tolak dan menghindari sebutan ”banci” atau ”pengecut”.

Semua subyek penelitian mengetahui bahaya akan rokok tapi mereka tetap meneruskan perilaku me-rokok mereka. Subyek I beralasan banyak juga orang yang merokok tapi tidak meninggal karena rokok, menurutnya ajal berada ditangan tuhan. Subyek II tidak percaya kalau rokok dapat menyebabkan kematian karena menurutnya banyak juga orang yang mati bukan karena rokok. Subyek III beralasan jika rokok memang berbahaya kenapa rokok tetap di produksi. Subyek IV beralasan penyakit itu datangnya dari tuhan bukan dari rokok. Subyek V beralasan bahwa sampai saat ini belum ada penelitian tentang rokok menye-babkan kematian, menurutnya merokok mati, tidak merokok juga mati jadi lebih baik merokok sampai mati. Subyek VI beralasan bahwa penyakit itu dari tuhan bukan karena merokok sedangan subyek VII beralasan bahwa merokok atau tidak seseorang tetap akan mati. Subyek penelitian memutuskan untuk tetap merokok meski telah merasakan efek negatif rokok karena mereka me-miliki orang tua yang merokok, saudara yang merokok, keluarga yang merokok, teman yang merokok serta tidak percaya akan bahaya dari rokok. c. Tahap Becoming a Smoker

Tahap ini merupakan tahap dimana seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak 4 batang sehari, se-hingga mempunyai kecendrungan un-tuk menjadi perokok. Menurut komalasari dan Helmi (2001) pada tahap ini sebagai suatu proses belajar, kapan dan dimana merokok dan memasukkan peran

seorang perokok kedalam dirinya. Hasil wawancara dengan subyek penelitian menyatakan bahwa awal merokok mereka menghabiskan 1-3 batang rokok sehari, dan jumlah ini semakin hari semakin bertambah karena adanya efek ketergantungan atau ke-tagihan. Semua subyek penelitian meng-konsumsi jenis rokok filter dengan alasan rasanya tidak keras dan manis serta teman-teman subyek mengisap rokok fliter. Subyek 1 dan subyek V mem-butuhkan waktu 2 minggu untu jadi seorang perokok atau mengkonsumsi 4 batang rokok sehari. Subyek II, subyek III, Subyek IV, Subyek VI dan subyek VII membutuhkan waktu 1 bulan untuk jadi seorang perokok atau meng-konsumsi 4 batang rokok sehari. Laventhal dan Clearly (dalam Komalasari dan Helmi, 2001) menyata-kan bahwa remaja yang merokok 4 batang atau lebih perhari maka mereka sudah di kategorikan sebagai perokok.

Saat ini subyek I menghabiskan 16 batang rokok perhari. Semua subyek penelitian merokok kurang lebih 1 – 1 ½ jam setelah bangun tidur mereka di pagi hari, dan biasanya dilakukan saat per-jalanan menuju sekolahnya. Dari data diatas maka dapat dikatakan bahwa Siswa SMA perokok di Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai masuk dalam kategori perokok sedang. Hal ini sesuai dengan pendapat Tin (2003) yang menyatakan bahwa perokok sedang menghabiskan rokok 11 – 21 batang dengan selang waktu 31-60 menit se-telah bangun pagi.

Di sekolah biasanya subyek penelitian merokok dikantin, di belakang sekolah bahkan di dalam kelas mereka. Menurut subyek jika merokok di sekolah mereka merokok secara ber-gantian dan ada yang berjaga-jaga se-hingga

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar13

Page 14: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/6/universitas negeri... · Web viewRokok sudah menjadi favorit sekalipun beresiko, konsumsi rokok terus

Ikhtiyar, Edisi Khusus HUT Proklamasi Kemerdekaan RI Ke-66, 17 Agustus 2011

kemungkinan untuk kedapatan merokok oleh gurunya sangat kecil. Subyek penelitian lebih banyak me-rokok saat bersama temannya baik itu disekolah atau di tempat mereka biasa nongkrong. Kurang ketatnya pengawas-an dari pihak sekolah atau guru yang berkompeten mengurusi Siswa yang melakukan pelanggaran di sekolah menjadi salah satu penyebab ber-tambahnya pelajar SMA perokok di Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai. Di samping itu hukuman yang diberikan pada siswa yang kedapatan merokok di sekolah tidak memberikan efek jera pada siswa untuk tidak me-rokok di sekolah. Bahkan saat ini ber-dasarkan hasil observasi dan wawan-cara siswa bahkan berani merokok di dalam kelas mereka selain merokok di kantin dan belakang sekolah.

Hal ini diperparah dengan adanya guru yang merokok sambil mengajar. Hal inilah yang mungkin semakin membuat para siswa semakin tidak memperdulikan larangan atau tata tertib di sekolah mereka. Padahal sekolah-sekolah yang menjadi tempat penelitian telah mengeluarkan tata tertib yang memberikan larangan pada siswa dan guru untuk tidak merokok diling-kungan sekolah. Semua subyek peneliti-an mengaku pernah berusaha untuk berhenti merokok tapi karena merasa sudah ketagihan, pengaruh teman dan alasan pergaulan mereka melanjutkan kembali perilaku merokok mereka. Saat tidak merokok subyek I merasa badanya loyo dan mulutnya terasa pahit. Subyek II jika tidak merokok merasa gelisah pusing dan ngiler. Subyek III jika tidak merokok akan merasa loyo, mulut terasa pahit dan agak pusing. Subyek IV jika tidak merokok merasa bingung,

bosan dan merasa ada yang hilang. Subyek V jika tidak merokok akan merasa mulut-nya pahit dan ngiler. Subyek VI merasa ngiler jika tidak merokok dan subyek VII merasa ngiler dan agak pusing. Gejala yang dirasakan subyek penelitian ini menunjukkan jika subyek telah masuk dalam kategori Tobacco dependency (ketergantungan rokok). Artinya perilaku merokok merupakan perilaku yang menyenangkan dan ber-geser menjadi aktifitas yang bersifat obsesif.

Subyek merokok dirumahnya secara sembunyi-sembunyi, baik itu subyek yang pernah kedapatan orang tuanya merokok maupun yang tidak. Subyek merokok saat orang tuanya tidak berada dirumah. Secara keseluruh-an orang tua subyek penelitian tidak tahu kalau subyek perokok. Hal inilah yang membuat subyek tidak berani merokok di depan orang tuanya selain alasan karena menghargai. Subyek membeli rokok baik secara perbungkus atau perbatang sesuai dengan kondisi keuangannya. Semua subyek penelitian membeli rokok dari uang jajan yang diberikan oleh orang tuanya. Jika tidak punya uang maka subyek akan meminta rokok pada temannya. Subyek peneliti-an mempunyai kebiasaan merokok se-cara estafet (satu batang rokok diisap bersama-sama secara bergantian) saat subyek maupun teman perokoknya tidak punya uang untuk membeli rokok. d. Tahap Maintenance of Smoking

Pada tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Pada tahap ini merokok dilakukan untuk mendapatkan efek fisiologis. Subyek I belum berniat untuk

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar14

Page 15: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/6/universitas negeri... · Web viewRokok sudah menjadi favorit sekalipun beresiko, konsumsi rokok terus

Ikhtiyar, Edisi Khusus HUT Proklamasi Kemerdekaan RI Ke-66, 17 Agustus 2011

berhenti merokok karena merasa sudah ketagihan dan subyek menganggap rokok dapat meng-hilangkan stress, membuatnya mudah bergaul, meningkatkan percaya dirinya, menghalau rasa kantuk. Subyek II tidak mau berhenti merokok karena udah ketagihan dan merasa rokok adalah temannya. Subyek menganggap bahwa dengan merokok akan terlihat gentle, percaya diri dan bergaya.

Subyek III belum ada niat untuk berhenti karena sudah ketagihan dan merasa rokok adalah temannya, serta sudah menjadi kebiasaanya dan merasa rokok adalah kebutuhannya. Subyek merasa dengan merokok akan mudah bergaul, dapat mengurangi stressnya dan menambah percaya diri-nya. Subyek IV belum ada niat untuk berhenti merokok karena sudah ke-tagihan dan merasa rokok adalah ke-butuhan. Subyek merasa rokok bisa memberinya ketenangan dan ke-nikmatan. Subyek V tidak berhenti me-rokok karena sudah merasa ketagihan. Subyek merasa rokok bisa memberinya ketenangan membuat pikirannya ter-buka.

Subyek VI tidak berhenti me-rokok karena sudah ketagihan dan karena banyak bergaul dengan teman yang perokok. Subyek merasa rokok bisa memberinya ketenangan membuat percaya diri, dan membuatnya merasa sebagai laki-laki sejati. Serta bisa meng-akrabkan suasana dan menghilangkan rasa bosan. Subyek VII tidak berhenti merokok dengan alasan sudah merasa ketagihan. Subyek merasa rokok bisa memberinya ketenangan serta mem-buatnya percaya diri. Subyek merasa jika tidak merokok akan kehilangan teman-temanya dan membuatnya me-rasa risih bergaul

dengan temannya jika tidak merokok.

Efek-efek psikologis yang di-rasakan subyek penelitian dan menjadi alasan sehingga belum mau berhenti merokok sesuai dengan hasil penelitian Rosma (2000) yang menyatakan bahwa motif para perokok adalah relaksasi, dengan merokok dapat mengurangi ke-tegangan memudahkan berkonsentrasi, membuat percaya diri serta memberikan pengalaman yang menyenangkan. Nainggolan (2004) menyatakan bahwa salah satu faktor seseorang tidak mau berhenti merokok adalah faktor psiko-logik, bagi mereka ada keuntungan, kesenangan, hadiah, upah dan penguat yang lebih besar dari pada ketidak nyamanan fisik pada waktu merokok.

Secara manusiawi orang tidak menyukai ketidakseimbangan dan lebih senang mempertahankan sesuatu yang memberikan efek kenikmatan dan kenyamanan. Sehingga sangat mudah dipahami dan dimaklumi jika para perokok merasa sulit untuk berhenti merokok. Subyek penelitian mengaku bahwa rokok tidak membawa pengaruh terhadap prestasi belajarnya. Akan tetapi mengakui bahwa kadang kala keinginan merokok yang datang saat jam pelajaran akan memecah konsen-trasi belajarnya.

P E N U T U P

a. Kesimpulan1. Faktor yang mempengaruhi

pelajar SMA perokok di Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai adalah faktor internal, terlihat dari adanya rasa ingin tahu pelajar bagaimana rasanya merokok dan kenikmatan psikologis

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar15

Page 16: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/6/universitas negeri... · Web viewRokok sudah menjadi favorit sekalipun beresiko, konsumsi rokok terus

Ikhtiyar, Edisi Khusus HUT Proklamasi Kemerdekaan RI Ke-66, 17 Agustus 2011

merokok yang dialami sesama teman sekolahnya seperti merasa tenang atau tidak stress, mudah bergaul, dan rasa percaya diri yang meningkat, telah mendorong perilaku imitasi seorang pelajar menjadi perokok. Sedangkan faktor eksternal, terlihat dari kurangnya sosialisasi nilai-nilai tentang bahaya merokok dalam keluarga serta penerapan sangsi dan aturan sekolah yang kurang ketat, seperti terlihatnya beberapa pelajar merokok di lingkungan sekolah.

2. Perilaku merokok pelajar SMA di Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai dapat dilihat pada empat tahap menjadi perokok yaitu: tahap preparatory, pelajar perokok tertarik untuk mencoba rokok karena melihat kenikmatan merokok dari orang yang merokok di sekitarnya, seperti orang tua dan saudara (keluarga), lingkung-an teman sebaya (di sekolah dan di luar sekolah). Tahap initiation, di awali pelajar dengan mencoba-coba bagaimana rasanya merokok walau-pun mereka mengetahui efek negatif/bahaya dari merokok. Tahap becoming a smoker, dimulai dari ke-biasaan merokok seorang pelajar dengan menghabiskan 1-3 batang rokok sehari, kemudian dalam waktu 2 minggu sampai satu bulan mereka telah menjadi pelajar perokok dengan mengkonsumsi 4-16 batang rokok sehari dan biasanya dilakukan se-telah bangun tidur pagi, saat bersama temannya baik itu di sekolah atau di tempat mereka biasa nongkrong. Pada tahap maintenance of smoking, pelajar perokok belum berniat untuk berhenti merokok disebabkan oleh kebutuhan menghilangkan

stress, memudahkannya dalam bergaul, meningkatnya rasa percaya diri, dan secara fisik menghilangkan rasa kantuk. Kebiasaan merokok pelajar terlihat tidak berpengaruh langsung terhadap prestasi belajar mereka walaupun terkadang ketika keingin-an merokok muncul saat jam pelajar-an, konsentrasinya terpecah.

b. Saran-Saran1. Bagi pihak sekolah agar

membuat dan menerapkan aturan yang ketat tentang larangan merokok di ling-kungan sekolah karena pada umum-nya pelajar lebih banyak merokok dilingkungan sekolah di bandingkan saat di luar sekolah, yang artinya pihak sekolah tidak ketat dalam menerapkan aturan yang telah di-buat. Serta mengadakan sosialisasi tentang bahaya rokok khususnya pada pelajar yang berusia 13 tahun karena pada saat itu mereka mulai mengenal rokok.

2. Bagi orang tua, jika tidak ingin anaknya merokok hendaknya tidak memberikan contoh pada anaknya atau tidak merokok didepan anak-nya karena orang tua adalah figur atau teladan bagi anaknya. Dan hendaknya waspada dan lebih mem-perhatikan teman sepergaulan anak-nya karena teman sebaya sangat ber-pengaruh terhadap prilaku merokok anak.

DAFTAR PUSTAKA

Agriawan. 2001. Perbedaan Sikap Ter-hadap Perilaku Merokok Diantara Remaja dari Keluarga Perokok dengan Keluarga Bukan

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar16

Page 17: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/6/universitas negeri... · Web viewRokok sudah menjadi favorit sekalipun beresiko, konsumsi rokok terus

Ikhtiyar, Edisi Khusus HUT Proklamasi Kemerdekaan RI Ke-66, 17 Agustus 2011

Perokok di SLTP Negeri St. Thomas I Medan. Skripsi tidak Diterbit-kan. (Http:///www. Freddomofmi.multiply.com).

Arikunto, S. 1999. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bina Aksara.

Armstrong Sue, 1995. Kesehatan Populer. Pengaruh Rokok Terhadap Ke-sehatan. Alih Bahasa, Meitasari, Tjandrasa: Jakarta. Arcan.

Bambang, Suhardjono. 1983. Nikotin Se-batang Rokok. Jakarta: Media Stroke.

Budiyuwono, 2001. Pengetahuan dan Sikap Terhadap PJK Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar: FKM UNHAS.

Chaplin,JP. 1997. Kamus Lengkap Psiko-logi. (Terjemahan Dr. Kartini Kartono). Jakarta Raja Grafindo Persada.

James, M. Henslin. 2007. Sosiologi dengan Pendekatan Membumi. (Jilid 2). Jakarta: Erlangga.

Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Hurlock, E.B (1998). Perkembangan Anak. Alih bahasa oleh Soedjarmo & Istiwidayanti. Jakarta: Erlangga.

Husaini. Aiman. 2006. Tobat Merokok. Bandung: Pustaka Iman.

Komalasari. D. Dan Helmi AF. 2001. “Faktor-Faktor Penyebab Prilaku Merokok pada Remaja”. Jurnal Psikologi Universitas Gajah Mada. Jakarta: Universitas Gajah Mada.

Mangku Sitepua Grasino. 1992. Usaha Pencegahan Bahaya Merokok. Jakarta: Erlangga

Mu’taddin. 2002. ”Remaja dan Rokok”. (Online). (Http://www.e.psikologi.com/ remaja/050602.htm). Diakses tanggal 21/06/2006.

Nainggolan AR. 2004. Anda Mau Berhenti Merokok. Bandung: Indonesia Publishing House.

Nasution, Indri Kemala. 2007. ”Perilaku Merokok Pada Remaja”. Jurnal Psikologi Universitas Sumatra Utara. Medan. Universitas Sumatra Utara.

Rosma. 2000. Faktor Merokok Siswa SMA Baru Penerbangan. Skripsi. Makassar: UNHAS.

Sarafino, S.P. 1994. Health Psycologi. (2-nd edition). New York. Jhon Wiley & Sons.

Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Semarang. PT. Gramedia.

Sukendro, Suryo. 2007. Filosofi Rokok. Yogyakarta: Pinus Book Publisher.

Tin. 2003. ”Bisakah Remaja Berhenti Merokok.” Online (Http://www. balipost.co.id). Diakses tanggal 17 Juli 2008.

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar17

Page 18: Karena kebanyakan studi hanya didasarkan atas …digilib.unm.ac.id/files/disk1/6/universitas negeri... · Web viewRokok sudah menjadi favorit sekalipun beresiko, konsumsi rokok terus

Ikhtiyar, Edisi Khusus HUT Proklamasi Kemerdekaan RI Ke-66, 17 Agustus 2011

Widjajanti, 2008. ”Cara Mudah Berhenti Merokok.” Online. (Http:// www. lifestyle.com). Diakses tanggal 25 Juli 2008.

UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar18