Karst-Iklim

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Iklim & Ekosistem Karst

Citation preview

Dampak Kerusakan Ekosistem Karst Terhadap Perubahan Iklim Kalimantan Timur

Oleh : Benteng. H Sihombing NIM: 0803010022

PASCASARJANA PROGRAM DOKTOR FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA 2011KATA PENGANTAREkosistem karst memiliki potensi ekologi penting yang sampai saat ini dirasakan masih kurang mendapat perhatian karena hanya dominan ke aspek potensi sumber daya mineral yang ada dan konservasi hanya menyangkut konservasi goa secara sempit. Sementara, kawasan karst mempunyai fungsi perlindungan yang lebih luas, meliputi perlindungan sumber air/ akifer, sumber devisa negara seperti dari pariwisata, penambangan bahan galian, penghasil sarang burung walet, bahkan terkait erat dengan bidang HANKAM/ militer, dan intelijen negara. Perhatian terhadap ekosistem karst berupa eksplorasi potensi biotik maupun eksplorasi bahan energi mineral, semakin lama semakin penting karena tekanan terhadap tipe ekosistem ini semakin lama juga semakin tinggi intensitasnya. Tekanan terhadap ekosistem karst di seluruh Indonesia ternyata sudah masuk dalam kategori mengancam ekologi. Dalam kaitannya dengan kenaikan suhu global yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim, ekosistem karst alami justru berperan dalam mereduksi karbondioksida melalui proses karstifikasi. Kontribusi peningkatan suhu global dari eksositem terjadi jika eksositem karst alami sudah mengalami kerusakan. Oleh karena itu, usaha konservasi ekosistem karst adalah langkah yang tidak lagi perlu ditunda-tunda, karena setiap tindakan yang terlambat akan menyebabkan kehancuran ekosistem karst secara siknifikan. Mengutamakan kepentingan ekologi adalah sesuatu hal yang bijak tetapi tetap membuka kemungkinan untuk mendapatkan nilai ekonomi, sosial, ilmiah, spiritual, sejarah dan budaya secara berimbang adalah sangat baik. Keserasian antara lingkungan hidup dengan manusia sebagai pusat pengguna energi dan lingkungan adalah sesuatu yang harus diperhatikan demi mengurangi dampak perubahan iklim sebagai akibat kerusakan yang terjadi. Demikian tulisan kecil ini, kiranya dapat digunakan sebagai sarana penambah wawasan dan informasi bagi yang memerlukannya. Hormat kami, Benteng. H Sihombing

DAFTAR ISI Hal i ii iii 01 01 02 04 04 04 05 06 08 10 11

HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR. DAFTAR ISI... I. II. KAWASAN KARST................................................................. 1 Pengertian Kawasan Karst........................................... 2 Sumber Daya Kawasan Karst....................................... AKTIVITAS DI KAWASAN KARST......................................... 1 Aktivitas Yang Merusak Kawasan Karst........................ 2 Kerusakan Kawasan Karst & Pemanasan Global 3 Kerusakan Ekosistem Karst & Perubahan Iklim 4 Keberadaan Hutan & Isu Pemanasan Global 5 Adaptasi & Mitigasi Dampak Perubahan Iklim RANGKUMAN............................................................... DAFTAR PUSTAKA......................................................

III.

I. KAWASAN KARST. 1.1. Pengertian Kawasan Karst

Kawasan karst adalah kawasan batuan karbonat (batu gamping dan dolomit) yang memperlihatkan morfologi karst (SK.Menteri ESDM No.1456 K/20/MEM/2000). Proses geologi di kawasan karst adalah rangkaian peristiwa alam yang disebabkan oleh sifat bumi yang dinamis, berupa pelarutan, pelapukan, erosi, pengendapan ulang, pembatuan, pengangkatan, pelipatan dan pensesaran. Kawasan karst dengan mudah dikenali dari morfologi permukaan berupa bukit-bukit karst kerucut (conical hills), depresi tertutup (dolin), lembah kering (dry valley) dan banyak dijumpai sungai-sungai bawah tanah. Daerah ini sangat dipengaruhi oleh struktur geologi berupa pengkekaran (joint) karena umumnya, karst terbentuk pada daerah berbatuan karbonat (gamping, dolomit, atau gypsum). Kawasan karst mempunyai beberapa nilai yang sifatnya strategis, berupa nilai ekonomi, berkaitan dengan usaha pertanian, kehutanan, pertambangan, pengelolaan air dan pariwisata, nilai ilmiah, berkaitan dengan ilmu-ilmu kebumian, speleologi, biologi, arkeologi dan paleontology dan nilai kemanusian, berkaitan dengan keindahan, rekreasi, pendidikan, unsur-unsur spiritual dan agama atau kepercayaan. Pengelolaan kawasan karst perlu dilakukan dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan kawasan karst, guna menunjang pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Sasaran pengelolaan kawasan karst adalah untuk meningkatkan upaya perlindungan kawasan karst, dengan cara melestarikan fungsi dan proses hidrogeologi, proses geologi, flora, fauna, nilai sejarah serta budaya yang ada di dalamnya; melestarikan keunikan dan kelangkaan bentukan alam di kawasan karst; meningkatkan kehidupan masyarakat di dalam dan di sekitarnya; dan untuk meningkatkan pengembangan ilmu pengetahuan. Berdasarkan potensinya kawasan karst di golongkan kepada: 1) Kawasan karst kelas 1 merupakan kawasan yang berfungsi sebagai penyimpan air bawah tanah secara tetap (permanen) dalam bentuk akuifer, sungai bawah tanah, telaga atau danau bawah tanah yang keberadaannya mencukupi fungsi umum hidrologi; mempunyai gua-gua dan sungai bawah tanah aktif yang kumpulannya membentuk jaringan baik mendatar maupun tegak yang sistemnya mencukupi fungsi hidrologi dan ilmu pengetahuan; gua-guanya mempunyai speleotem aktif dan atau peninggalan-peninggalan sejarah sehingga

berpotensi untuk dikembangkan menjadi objek wisata dan budaya; dan mempunyai kandungan flora dan fauna khas yang memenuhi arti dan fungsi sosial, ekonomi, budaya serta pengembangan ilmu pengetahuan, 2) Kawasan karst kelas 2 merupakan kawasan yang berfungsi sebagai pengimbuh air bawah tanah, berupa daerah tangkapan air hujan yang mempengaruhi naik-turunnya muka air bawah tanah di kawasan karst, sehingga masih mendukung fungsi umum hidrologi; mempunyai jaringan lorong-lorong bawah tanah hasil bentukan sungai dan gua yang sudah kering, mempunyai speleotem yang sudah tidak aktif atau rusak, serta sebagai tempat tinggal tetap fauna yang semuanya memberi nilai dan manfaat ekonomi dan 3) Kawasan karst kelas 3 adalah kawasan karst yang tidak memiliki Di Kalimantan Timur dilaporkan bahwa kawasan karst terdapat di wilayah pegunungan (batu gamping) Mangkalihat (Karst terluas di Kalimantan). Puncakpuncaknya antara lain adalah Gunung Liang Bara (528 m), Liang Mahang (337 m), Liang Boekboek (430 m). banyak sekali gua-gua di daerah Sangkulirang yang dikenal antara lain: gua Gunung Tintang, gua Mardua, gua Ampananas, gua Kapayan, gua Ambolabung. Di kawasan ini didapatkan juga dolina raksasa, Gunung Buntung, dengan diameter 1.100 m. 1.2. Fungsi Sumber Daya Karst Kawasan karst merupakan sumber daya komplit yang manfaatnya dipilah berdasarkan jenis potensi sumber daya yang dihasilkan. Fungsi kawasan karst perlu dijamin agar memberikan manfaat yang optimal. Fungsi kawasan karst sebagai sumber daya dimaksud antara lain adalah: 1.Fungsi Sebagai Sumber Daya Mineral Salah satu sumberdaya mineral yang terbesar di kawasan karst adalah batuan karbonat. Batuan karbonat merupakan sumberdaya mineral yang penting baik sebagai bahan bangunan, batu hias/ marmer, dan industri. Sebagai bahan bangunan batuan karbonat digunakan untuk fondasi rumah, jalan, jembatan, dan isian bendungan. Potensi pemanfaatan batu gamping adalah sebagai bahan baku semen. Batuan karbonat juga digunakan sebagai bahan baku industri dalam pembuatan karbid, peleburan baja, bahan pemutih, soda abu, penggosok, pembuatan logam magnesium, pembuatan alumina, plotasi, pembasmi hama, penjernih air, bahan pupuk, dan keramik. persyaratan seperti pada kawasan karst kelas 1 dan 2.

2. Fungsi Sebagai Sumber Daya Lahan Sumberdaya lahan di kawasan karst tidak begitu besar, namun demikian nilai manfaatnya sangat berarti bagi penduduk yang tinggal di tempat tersebut sebagai penghasil bahan pangan sehari-hari. Lahan yang berpotensi cukup tinggi di kawasan karst adalah di lembah-lembah atau dolin pada daerah karst. Potensi lahan semakin lebih baik apabila proses-proses fluvial mulai bekerja disamping proses solusional. Tanah yang berkembang di lembah-lembah atau dolin pada umumnya dapat ditanami tanaman semusim lahan kering atau sawah tadah hujan. 3. Fungsi Sebagai Sumber Daya Air Sifat akifer karst yang unik dan sukar untuk diprediksi, akifer yang berupa lorong konduit, permeabilitas batuan yang tidak seragam, serta banyaknya retakan yang menyebabkan terjadinya kebocoran-kebocoran dalam satuan tubuh perairan karst merupakan suatu hal yang menantang untuk diteliti serta dikaji lebih dalam. Akifer yang unik menyebabkan sumber daya air di kawasan karst terdapat sebagai sungai bawah tanah, mata air, danau dolin/telaga, dan muara sungai bawah tanah (resurgence). 4. Fungsi Sebagai Sumber Daya Hayati Sumberdaya hayati di kawasan karst tidaklah terlalu melimpah, hal ini disebabkan tipisnya tanah dan langkanya air tanah di kawasan tersebut. Kawasan karst dikenal dengan daya tahannya (resilience) yang rendah terhadap perubahan atau gangguan (Gillieson, 1997). Namun demikian kawasan karst yang belum terjamah oleh aktivitas manusia pada umumnya berhutan lebat dengan segenap satwa penghuninya. Walaupun tidak melimpah, kehidupan gua memiliki arti penting terutama dalam ilmu pengetahuan. Ekosistem goa telah menjadi obyek kajian yang menarik bagi ahli ilmu biologi untuk mempelajari pola adaptasi fauna dari lingkungan terang ke lingkungan gelap abadi. Disamping itu, goa merupakan habitat burung Walet dengan sarangnya yang sangat mahal nilai jualnya. 5. Fungsi Sebagai Sumber Daya Lansekap Lanksekap di kawasan karst di Kalimantan Timur mempunyai nilai keindahan dan keunikan yang tinggi, baik di permukaan (eksokarst ) maupun bawah permukaan (endokarst). Di permukaan, kawasan karst dihiasi oleh ribuan kubah-kubah karst atau menara karst dengan sesekali ditemukan ngarai yang

terjal, dolin, dan danau dolin. Keindahan panorama karst juga dapat dijumpai apabila karst berbatasan dengan laut dengan membentuk tebing-tebing terjal (clift). Goa-goa tersebut dapat berupa goa vertikal (shaft), cimne, maupun goa horinsontal. Sedangkan ornamen (speleothem) yang dimiliki goa sangat bervariasi baik bentuk, warna, dan ukurannya.

II. EKOSISTEM KARST DAN KARBONDIOKSIDA 2.1. Karst dan Karbondioksida (CO2) Proses karstifikasi sebenarnya termasuk proses reduksi/ penyerapan karbondioksida (CO2). Proses ini diawali dengan larutnya karbondioksida

(CO2) di dalam air membentuk H2CO3. Sifat larutan H2CO3 tidak stabil, sehingga mudah terurai menjadi HCO32- dan H+. Ion H+ inilah yang kemudian akan menguraikan batugamping (CaCO3) menjadi Ca2+ dan HCO3-. Proses karstifikasi berlangsung dengan kesetimbangan reaksi kimia tertentu, di mana setiap pelarutan 1000 kg batugamping (CaCO3) akan diikuti dengan penyerapan karbondioksida (CO2) sebanyak 120 kg. Berikut ini adalah reaksi yang terjadi pada proses karstifikasi: H2O + CO2 + CaCO3 Ca2+ + HCO3Lapisan epikarst adalah lapisan tipis yang berada di bagian atas batuan gamping yang terbentuk oleh tanah atau rekahan-rekahan yang mampu menyimpan air. Proses karstifikasi sangat tergantung dengan keberadaan lapisan epikarst karena kemampuan meloloskan air batuan gamping rendah sehingga dibutuhkan suatu lapisan penyimpan air yang berguna untuk menampung air selama belum terloloskan di dalam batuan gamping. Setelah air melewati pori-pori batuan gamping, maka proses karstifikasi baru akan dimulai (berarti juga penyerapan karbondioksida (CO2) dari udara akan berlangsung). Ketiadaan lapisan epikarst akan menyebabkan air langsung mengalir sebagai aliran permukaan (runoff) sehingga dalam waktu singkat akan mudah mengalami penguapan dan tidak menyebabkan terjadinya karstifikasi (Cahyadi 2010). Curah hujan menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap proses karstifikasi. Karstifikasi hanya terjadi apabila kawasan batuan karbonat terletak pada wilayah dengan curah hujan lebih dari 250 mm/tahun, semakin besar curah hujannya maka proses karstifikasi akan berjalan dengan lebih intensif. Hal ini berarti bahwa proses karstifikasi di kawasan karst Indonesia akan berlangsung dengan sangat intensif karena Indonesia yang terletak di daerah tropis yang memiliki curah hujan tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Haryono dan Adji pada tahun 2009 dengan judul Atmospheric Carbondioxide Sequestration Trough Karst Denudation Process (Preliminary Estimation from Gunung Sewu Karst Area) menunjukkan bahwa karbondioksida (CO2) yang dapat diserap oleh kawasan karst Gunung Sewu dengan luas 1.300 km2 adalah 72.804 ton per tahun. 2.2. Fungsi Strategis Ekosistem Karst

Secara alamiah CO diolah menjadi gula oleh tumbuhan berkhlorofil dengan bantuan cahaya matahari sebagai sumber energinya. Sedangkan hasil sampingan yang diperoleh adalah O (oksigen). Selanjutnya gula dimanfaatkan untuk membentuk bagian dari tubuh tumbuhan (batang, akar dan daun); dengan demikian semakin banyak biomassa hijau, berarti pula semakin banyak CO yang diikat (diserap), demikian halnya dengan O (oksigen) yang diproduksi. Dalam proses respirasi/ pernafasan terjadi proses yang sebaliknya di mana tubuh tumbuhan memerlukan energi untuk pembakaran. Karean hasil fotositesis lebih besar dibanding dengan proses respirasi/ pernafasan maka proses fotosintesis membantu dalam mengurangi jumlah CO pada atmosfer. Jadi, melalui sekuestrasi karbon, sektor kehutanan dianggap dapat memainkan peranan penting berkaitan dengan reduksi emisi karbon melalui sekuestrasi karbon dari vegetasi hutan. Sebuah persetujuan internasional menyatakan bahwa karbon yang dihasilkan dari penghijauan dan reboisasi dapat digunakan sebagai pengganti kerugian akibat emisi CO2 (Brown, 1997). Kawasan karst di Indonesia memiliki fungsi yang sangat strategis dalam penyerapan karbondioksida (CO2). Hal tersebut berkaitan dengan posisi Indonesia yang terletak di kawasan tropis, di mana terpengaruh sistem gerakan atmosfer secara global. Gerakan atmosfer secara global yang berpengaruh terhadap kadar karbondioksida (CO2) di wilayah tropis adalah gerakan yang ditimbulkan oleh adalah inter tropical convergence zone (ITCZ). Keberadaan ITCZ menyebabkan terjadinya gerakan massa udara dari 300 LU dan 300 LS menuju wilayah tropis. Hal tersebut tentunya tidak hanya membawa massa udara saja, tetapi membawa uap air, gas-gas penyebab efek rumah kaca dan lain-lain. Oleh karena itu penyerapan karbondioksida (CO2) oleh kawasan karst di daerah tropis menjadi sangat penting dalam upaya mencegah atau mengurangi dampak pemanasan global. Fungsi penyerapan karbondioksida (CO2) di kawasan karst di Indonesia dewasa ini menjadi terganggu akibat adanya penambangan batu gamping. Penambangan batu gamping di kawasan karst di Indonesia dilakukan dengan cara overburden (pengelupasan) kerucut karst baik secara

manual dengan tenaga manusia ataupun dengan menggunakan alat berat. Proses penambangan ini menyebabkan hilangnya lapisan epikarst pada batuan gamping sehingga proses karstifikasi tidak dapat terjadi. 2.3. Dampak Kerusakan Ekosistem Karst Sumber daya alam karst syarat dari berbagai kepentingan karena mengandung potensi mineral berupa deposit kapur (CaCO). Berbagai stakeholder, akan saling berusaha untuk mendahulukan kepentingannya, sehingga terjadilah konflik kepentingan. Polarisasi konflik kepentingan adalah antara konservasi/ perlindungan kawasan karst dan eksploitasi/ penambangan kawasan karst. Mediasi yang paling baik adalah melakukan studi kelayakan secara menyeluruh pada lingkungan karst (ekokarst) yang tetap berorientasi pada wawasan lingkungan dan tidak hanya memperhatikan kawasan karst sebagai kawasan yang memiliki potensi mineral. Karena fenomena kawasan karst merupakan fenomena yang unik dalam hal penyimpanan (tandon) air, melimpahnya air bawah permukaannya yang membentuk jaringan sungai bawah tanah, maka fungsi hidrogeokarst harus diperhatikan, walaupun kekeringan tampak di permukaan tanahnya (Anonim, 2007b). Beberapa aktivitas yang merugikan/ merusak ekosistem kawasan karst yang dapat memperbesar kenaikan suhu sehingga berdampak terhadap perubahan iklim secara lokal atau global, antara lain adalah berupa kegiatan: 1) Pengambilan dan pembakaran batu gamping untuk kapur. 2) Pengambilan fosfat, guano, mineral kalsit, stalagtit/stalagmit. 3) Pengambilan batu gamping dalam pembuatan semen. 4) Usaha gampingisasi lahan-lahan pertanian. 5) Komersialisasi gua-gua batu gamping secara sembrono. 6) Pengambilan sarang walet/sriti dan kelelawar secara sembrono. 7) Penelusuran gua yang tidak faham dengan ekologi gua yang rapuh. 8) Konstruksi bendungan/ dam di daerah karst yang tidak tepat. Dampak yang merugikan akibat kerusakan lingkungan fisik maupun keanekaragaman hayati dapat menimbulkan perubahan komposisi, ketahanan, serta produktivitas organisme biotik (hayati) ekosistem karst alami. Komposisi keanekaragaman hayati ekosistem karst alami dapat juga berkurang, manakala dampak perubahan iklim tersebut tidak dapat ditolerir

oleh komponen pendukung kelangsungan ekosistem. Sebaliknya, ketahanan komponen ekosistem karst alami akan mengalami penurunan/ kerusakan, tergantung pada seberapa besar akibat perubahan iklim berpengaruh pada ketahanannya. Pada akhirnya produktivitaspun akan terganggu bila komposisi serta ketahanan ekosistem kawasan karst alami juga terkena dampak perubahan iklim (Wibowo, 2008) Kasus yang menonjol akibat dari kerusakan ekosistem karst alami ini adalah kehilangan habitat, sumber air dan sumber pakan yang menjadi sumber penghidupan satwa liar selama ini. Spesies orangutan misalnya, belakangan ini banyak dilaporkan keluar dari ekosistem hutan (termasuk ekosistem karst) dan mengganggu tanaman sawit perusahaan serta tanaman HTI. Ketidakyamanan species fauna ini tidak semata-mata karena terjadinya fragmentasi habitat oleh kegiatan logging, pertambangan batubara, pembangunan perkebunan sawit maupun pembangunan HTI. Namun, perubahan penutupan lahan telah menyebabkan adaptasi dan toleransi spesies terhadap kondisi habitat yang sudah terganggu ini sudah tidak bisa berjalan secara normal. 2.4. Kerusakan karst dan Perubahan Iklim Karst yang tidak terganggu berfungsi dalam mengurangi emisi karbondioksida melalui proses karstifikasi alami. Dengan demikian, karst akan dapat menghambat proses kenaikan suhu global dan menstabilkan iklim lokal. Namun, ekosistem karst yang mengalami kerusakan akan menyebabkan peningkatan suhu global dan selanjutnya memberikan kontribusi kepada perubahan iklim secara langsung, maupun tidak langsung. Kondisi berikut adalah kondisi yang menggambarkan kejadian yang mungkin terjadi sehubungan dengan akibat kerusakan ekosistem karst dalam kaitannya dengan perubahan iklim secara langsung, maupun tidak langsung. Kejadian-kejadian tersebut adalah, sebagai berikut: 1) Kenaikan suhu/ temperatur akan meningkatkan evapotranspirasi, sehingga berimplikasi terhadap kehilangan (defisit) air dari tanah dan kehilangan vegetasi yang spesifik (kematian karena kekeringan). 2) Kalau curah hujan berkurang sepanjang tahun, maka vegetasi kawasan karst akan mengering, berpotensi pada kebakaran kawasan. Volume air yang mengalir dari kawasan karst akan mengecil dan

kapasitas air sebagai sumber bagi kawasan pertanian, maupun rumah tangga akan semakin rendah. 3) Pada kondisi ekstrim di mana curah hujan sangat kecil maka akan menyebabkan pengeringan sungai-sungai dan mata air yang ada. 4) Kondisi vegetasi yang kering dan adanya kegiatan penambangan pada kawasan karst akan memperparah kehancuran ekosistemnya. 5) Penambangan pada kawasan karst akan menyebabkan kerusakan pada sistem akifer/ sungai bawah tanah sebagai tandon air bagi pertanian dan masyarakat. 6) Bila terjadi hujan yang melebihi kondisi normal, maka akan terjadi banjir bandang yang akan menyebabkan kerugian nyawa dan material. 7) Pada kondisi ekstrim di mana kelebihan curah hujan bahkan akan bisa menghancurkan daerah yang dilalui oleh aliran air dari kawasan karst. 2.5. Dampak Perubahan Iklim Dampak kerusakan ekosistem karst terhadap perubahan iklim dapat dipilah atas dampak secara langsung dan dampak tidak langsung. 1). Dampak Perubahan Iklim Secara Langsung Kerusakan ekosistem karst dapat menyebabkan reduksi emisi karbondioksida secara alami melalui proses karstifikasi alami. Dampak ikutan dari ini adalah kenaikan suhu secara lokal. Karena besaran dampak kenaikan suhu belum terukur, maka dampak secara langsung yang sifatnya kasat mata tidak bisa dilihat. Hanya, saja untuk perubahan yang ekstrim akan menyebabkan migrasi satwa, kekeringan, kebakaran dan kehilangan habitat. Kenaikan suhu udara akan mempersulit masalah kekurangan air (defisit air) secara langsung di daerah tertentu. Karena kenaikan suhu udara di permukaan bumi, maka laju penguapan air akan meningkat, dengan demikian jumlah awan dan hujan secara umum akan meningkat, dan menyebabkan distribusi curah hujan secara regional akan berubah. Di suatu daerah tertentu jumlah hujannya naik, akan tetapi di beberapa tempat lainnya akan mengalami penurunan. 2). Dampak Perubahan Iklim Tidak Langsung Penyimpangan iklim berupa curah hujan yang cukup tinggi, memicu terjadinya gerakan tanah (longsor) yang berpotensi menimbulkan bencana alam, berupa: banjir dan tanah longsor. Penyimpangan iklim berupa curah

hujan yang sangat rendah dibarengi peningkatan suhu udara, menyebabkan terjadinya kekeringan. Kekeringan potensial menjadi penyebab terjadinya penurunan ketersediaan air, yang akan mengganggu proses budidaya pertanian, kebakaran hutan dan tidak maksimalnya operasionalisasi pembangkit tenaga listrik (PLTA). 2.6. Adaptasi Dan Mitigasi Perubahan Iklim Kerusakan ekosistem hutan hujan tropis, kini ditelaah erat kaitannya kepunahan jenis flora dan fauna (biodiversity) dan pemanasan global. Kerusakan hutan hujan tropis tercatat 15,15% (7,01 juta km), dan kerusakan padang rumput sebesar 19,1% (6,47 juta km). Kerusakan hutan non-tropis sebesar 13,6 kali lipat lebih besar dibanding dengan penyusutan pada hutan hujan tropis. Isu- isu yang kurang benar mengatakan bahwa kerusakan hutan hujan tropis lebih besar dibanding dengan hutan non-tropik. Isu yang lebih tidak mendasar lagi dating dari negara-negara maju saat itu, yang mengatakan bahwa kerusakan lapisan ozon di stratosfer disebabkan oleh rusaknya hutan hujan tropis. Terlepas dari benar atau tidaknya kenaikan konsentrasi GRK akan menyebabkan pemanasan global, maka fenomena yang terjadi tidak dapat dihindari lagi, dan harus diatasi/ ditangani seraca cermat berkelanjutan. Oleh karena itu usaha pertama yang harus ditempuh adalah dengan mengurangi emisi karbon ke atmosfer melalui usaha, antara lain: (a) menaikan efesiensi penggunaan energi bahan bakar fosil. (b) menurunkan/ mengikat dan mendaur ulang CO2. (c) pengendalian pemanfaatan hutan hujan tropis . (d) peningkatan usaha reboisasi dan penghijauan. Konsekuensi masa depan terhadap perubahan iklim, diprediksi akan lebih dramatis lagi dan menggangu kehidupan umat manusia bila tidak dilakukan penanganan secepatnya. Ancaman hambatan distribusi vegetasi alami dan kehilangan keanekaragaman hayati, erosi dan badai yang akan memaksa relokasi penduduk di sekitar kawasan karst, beban biaya yang sangat besar untuk rekonstruksi infrastruktur pembangunan, meningkatnya alokasi dana untuk pengendalian potensi kebakaran dan beragam penyakit, serta investasi yang sangat besar untuk pelayanan kesehatan adalah hal-hal yang diperkirakan akan terjadi, memaksa kita untuk cepat mengambil

langkah-langkah penting dan strategis dengan cara mitigasi dan adaptasi guna mencegah kerusakan yang lebih besar. Mitigasi dan adaptasi dampak ini yang paling cepat adalah mengkonservasi kawasan karst secepatnya. Kawasan karst memiliki nilai-nilai strategis antara lain sebagai kawasan sebagai pemasok dan tandon air untuk keperluan domestik (PBB memperkirakan persediaan air sekitar 25 % penduduk dunia merupakan sumber air karst, Ko 1997). Kebutuhan air yang meningkat akan semakin menekan pada sistem air global yang berkaitan dengan efek pemanasan global. Peningkatan jumlah penduduk dan ekonomi menjadi pendorong utama peningkatan kebutuhan air, sementara itu ketersediaannya dipengaruhi oleh peningkatan evaporasi (penguapan). Hal ini berkorelasi pada kebutuhan akan adanya manajemen terintegrasi sumber daya air, yang bila tidak dilakukan akan berdampak pada pengrusakan sumber daya air secara fisik, institusional, dan selanjutnya berimplikasi pada sosioekonomi (BPPP, 2007). Dalam tujuan pemanfaatannya, karst yang merupakan akifer air yang memiliki nilai lebih tinggi dari karst yang tidak memberikan potensi secara umum. Karst yang berada pada wilayah yang curah hujannya rendah, sistem rongganya tidak baik bagi penyimpanan air, maka sebagai reseorvoar air, karst ini tidak bisa diandalkan. Sehingga, dengan kondisi geologi karst seperti ini tidak terlalu terandalkan sebagai karst yang menyanggah kehidupan manusia. Berdasarkan suatu kajian yang mendalam, walaupun pada kawasan karst ditemukan sumber daya mineral melimpah, namun apabila karst tersebut memang sangat mempengaruhi manusia karena fungsinya yang sangat penting, maka karst tersebut tidak boleh ditambang. Artinya, kerugian yang diakibatkan oleh penambangan tidak sebanding dengan kerugian dan bencana yang akan datang, apabila dilakukan penambangan. Kegiatan penambangan (terutama penambangan terbuka) akan menyebabkan perubahan bentang alam, merubah tata air/ aliran air (air permukaan dan bawah permukaan), mempengaruhi lingkungan fisik/ biologik serta merubah fungsi habitat flora/fauna/ dan manusia. Untuk memperkecil dampak perubahan iklim yang mungkin terjadi pada kawasan karst, maka konservasi ekosistem kawasan karst menjadi pilihan yang strategis. Pengamanan nilai air permukaan dan air bawah permukaan perlu dilakukan,

mengingat bahwa dalam ekosistem kawasan karst tersimpan plasma nutfah yang tidak tergantikan. Konservasi ekosistem kawasan karst ini pada dasarnya sekaligus upaya merupakan pengembangan pemanfaatan selain tambang, misalnya: budaya, wisata, ilmiah dan pertanian. (Eko, 1998). Pada pertengahan abad ini, rata-rata aliran air sungai dan ketersediaan air di daerah sub polar serta daerah tropis basah diperkirakan akan meningkat sebanyak 10-40%. Sementara di daerah sub tropis dan daerah tropis yang kering, air akan berkurang sebanyak 10-30% sehingga daerah-daerah yang sekarang sering mengalami kekeringan akan semakin parah kondisinya (Irwan, 2010). Selain fungsi hidrologi, kawasan karst juga mempunyai sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan menambah devisa negara seperti pariwisata, penambangan bahan galian, penghasil sarang burung walet, bahkan sangat terkait pula dengan bidang HANKAM/ militer, dan serta intelijen (Nugroho, 1999). Berdasarkan beberapa permasalahan yang dialami oleh ekosistem kawasan karst saat ini, maka strategi konservasi kawasan karst yang ditawarkan hendaknya mengikuti pola pemikiran logis, sebagai berikut: 1) Pelestarian fungsi ekosistem kawasan karst termasuk pelestarian flora dan fauna melalui inventarisasi dan pendataan kawasan karst penting yang memuat nilai strategis endo-eksokarst. 2) Penentuan kelas kualifikasi dan zonasi ekosistem kawasan karst berdasarkan peruntukannya harus memperhatikan wilayah konservasi. 3) Pengelolaan ekosistem kawasan karst dilakukan melalui pendekatan Perda Tata Ruang yang nantinya akan dijadikan dasar konservasi kawasan karst. 4) Konservasi ekosistem kawasan karst sangat baik dilakukan secara ekosistem dan memperhitungkan seluruh aspek. 5) Ekosistem kawasan karst dalam konteks pelestarian kawasan, memang masih belum cukup menarik dibanding konservasi tipe ekosistem lainnya. Oleh karena itu, konservasi ekosistem kawasan karst hendaknya mengadopsi pengelolaan kawasan konservasi secara umum dengan menggunakan jenis sumber daya hayati endemik tertentu menjadi ikon pengelolaan sebagai simbol konservasi.

6) Potensi kehidupan liar di ekosistem kawasan karst masih belum banyak diketahui karena masih minimnya data yang mengungkap keanekaragaman hayati (flora dan fauna) ekosistem kawasan karst baik di permukaan maupun di dalam gua sehingga perlu upaya pelestarian secara serius. Dengan demikian, pembangunan yang berkelanjutan haruslah didirikan di atas tiga pilar pokok, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Ketiganya dibentuk untuk saling menopang antara satu dengan lainnya. Pengembangan konsep pembangunan berkelanjutan juga masuk dalam hal terpenuhinya kebutuhan dasar (basic needs) dan tersalurkannya kesempatan untuk memberikan aspirasi kehidupan yang lebih baik (World Summit Report 2005).

III. KESIMPULAN DAN SARAN 3.1. Kesimpulan Dari paparan terdahulu yang menyangkut pengertian, fungsi ekosistem, peran dalam ekosistem, dampak kerusakan ekosistem karst terhadap perubahan iklim serta mitigasi/ adaptasi terhadap perubahan iklim

akibat dari kerusakan karst secara spesifik, maka dapat ditarik beberapa hal yang menjadi kesimpulan, sebagai berikut: 1) Ekosistem karst adalah satu tipe perwakilan ekosistem yang unik dan khas, berbeda dengan eksoistem lainnya. 2) Ekosistem karst memiliki potensi sumber daya alam yang sekaligus merupakan fungsi ekosistem karst. 3) Ekosistem karst sangat rentan terhadap perubahan yang datang dari luar sistem ekosistem. 4) Ekosistem karst alami mampu mereduksi karbondioksida dalam proses karstifikasi, sehingga berfungsi sebagai pengatur iklim lokal. 5) Kerusakan ekosistem karst oleh manusia dapat menyebabkan reduksi karbondioksida terputus. 3.2. Saran-saran Dampak kerusakan ekosistem karst secara langsung adalah terputusnya reduksi karbondioksida, sementara dampak secara tidak langsung adalah terjadi dissregulasi hidrologi, kenaikan suhu, dan bencana alam. Oleh karena itu, disarankan agar: 1) Pengelolaan ekosistem karst hendaknya berbasis ekosistem agar kita bias mendapatkan manfaat ekonomi, ekologi dan social secara berimbang. 2) Sangat diperlukan regulasi sebagai payung hukum yang menjadi dasar pengelolaan ekosistem karst.

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1998. Kawasan karst Di Indonesia. Potensi dan Pengelolaan Lingkungannya. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Arzyana S, 2006. Pertimbangan Biospeleologi dalam Konservasi Kawasan Karst. Departement Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Brown, S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. A Primer. FAO. Forestry Paper No. 134. F AO, USA . Cahyadi, A. 2010. Zonasi Kawasan Karst di Indonesia sebagai salah Satu Upaya Menjaga Fungsi Penyerapan Karbondioksida. Essay dalam Earth's Challenge Himagreto IPB Bogor. BPPP, 2007. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Sektor Pertanian, Serta Strategi Antisipasi dan Teknologi adaptasi. Tim Sintesis Kebijakan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Jalan Ir. H. Juanda No. 98, Bogor 16123. Dirjen Penataan Ruang, 2010. Terhadap Perubahan Iklim. Faiz, P.M. 2009. Perubahan Iklim dan Perlindungan Terhadap Ligkungan: Suatu Kajian Bersperspektif Hukum Konstitusi. Gillieson, D., 1991, Caves: Processes, Development, Managements. Blackwell Publisherrs Ltd, Oxford, UK. Irwan, A.E. 2010. Dampak Perubahan Iklim. MINAT PANGAN Agriculture, Computer, Bussiness, Hobbies. IPCC, 1996. National Greenhouse Gas Inventories Programme. Good Practicece Guidance for Land Use, Land Use Change and Forestry. Technical Support Unit IPCC National Greenhouse Gas Inventories Programme, Institute for Global Environmental Strategies. Hayama. Ko, 2006. Pemberdayaan Masyarakat Kawasan Karst Gunung Sewu dan Gombong Selatan Secara Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan. Lembaga Karst Indonesia. Nugroho, T.A,. Dkk. 1999. Kawasan Karst Dan Pengembangannya. Disampaikan dalam Seminar PIT IGI di Universitas Indonesia, 26-27 Oktober 1999. Surat Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi Sumber Daya Mineral No.1456 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst. Wibowo, 1996. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ekosistem Alami. WACANA No. 3/Juli-Agustus 1996. Penyesuaian Sistem Penataan Ruang

Wikipedia, 2009. Ensiklopedia Bebas. Karst Sangkulirang, Surga Bawah Tanah Yang Belum terjamah. Indonesian Caves Life. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Wikipedia, 2009. Ensiklopedia Bebas. Pengaruh Pertambangan Kapur Terhadap Lingkungan Karst. Indonesian Caves Life. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.