14
PENTINGNYA PEMERIKSAAN PENUNJANG UNTUK PENATALAKSANAAN PENYAKIT MULUT Oleh: Enny Marwati Bagian Penyakit Mulut FKG Usakti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti

Karya Ilmiah 3 - Pentingnya Pemeriksaan Penunjang Untuk Penatalaksanaan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

.

Citation preview

PENTINGNYA PEMERIKSAAN PENUNJANG UNTUK PENATALAKSANAAN PENYAKIT MULUT

Oleh:Enny MarwatiBagian Penyakit Mulut FKG Usakti

Fakultas Kedokteran GigiUniversitas Trisakti

Dibawakan dalam Oral Medicine Workshop II, tanggal 11-12 Desember 2009

PENTINGNYA PEMERIKSAAN PENUNJANG UNTUK PENATALAKSANAAN PENYAKIT MULUT

Oleh:Enny MarwatiBagian Penyakit Mulut FKG Usakti

ABSTRACT Diagnosis of an oral mucosal lesion needs accurate information on the patients bio data, main complaint, history of the lesion, history of systemic diseases, extra oral and intra oral clinical examinations. Many lesions may have similar clinical features with the primary lesion. Therefore additional testing is needed to differentiate other lesions which look similar.

PENDAHULUAN Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan lanjutan yang dilakukan setelah pemeriksaan fisik pada penderita. Spesimen yang diperoleh dari pasien akan mengalami berbagai macam pemeriksaan mikroskopik, biokimia, mikrobiologi maupun imunofluoresensi. Dengan semakin bervariasinya kelainan jaringan lunak mulut, maka diperlukan informasi tambahan dari pemeriksaan laboratorium untuk menentukan diagnosis lesi. Pemeriksaan laboratorium saja belum dapat digunakan untuk mengetahui sifat lesi ataupun menentukan diagnosis. Masih perlu lagi dikumpulkan informasi dari bio data pasien, riwayat kesehatan umumnya, riwayat lesi yang dikeluhkan, pemeriksaan klinis ekstra oral maupun intra oral. Suatu diagnosis yang tepat juga akan dapat menghasilkan perawatan yang tepat. Untuk itu dilakukan pemeriksaan penunjang agar diagnosis dapat ditentukan dengan yakin, sehingga tidak ada keraguan dalam memberikan perawatan.

TINJAUAN PUSTAKABerbagai pemeriksaan penunjang Untuk lesi-lesi jaringan lunak mulut, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan radiologi, biopsi (eksisi dan insisi: scalpel, punch, needle, brush, aspirasi), pemeriksaan sitologi, pemeriksaan mikrobiologi dan pemeriksaan darah (Birnbaum dan Dunne, 2000).

Pemeriksaan Radiologi Ada beberapa teknik radiologi yang dapat dilakukan untuk melihat gambaran rongga mulut, tergantung pada jenis lesi yang ditemukan. Contohnya adalah antero-posterior view, cephalometri, panoramic, x-ray periapikal, occlusal foto. Untuk lesi jaringan lunak mulut, jenis pemeriksaan radiologi yang sering diperlukan adalah occlusal foto. Teknik ini dapat digunakan untuk mengetahui letak dari batu kelenjar liur yang biasanya ditemukan pada saluran kelenjar liur submandibula. Untuk melihat gambaran regio ini, maka teknik yang paling tepat adalah occlusal foto. Dengan cara ini letak batu dapat diketahui ada di mana, jauh atau dekat dengan muara duktus kelenjar liur. Letak batu berpengaruh pada jenis perawatan yang akan dilakukan. Bila dekat dengan permukaan dapat dilakukan massage untuk mengeluarkan batu. Jika batu terletak di dalam kelenjar atau jauh dari permukaan tentunya perlu dilakukan tindakan operasi untuk mengeluarkan batu tersebut. Gb 1. Benjolan di dasar mulut yang merupakan batu kelenjar liur (Cawson dan Odell, 2008).

Gb 2. Dengan occlusal foto letak batu kelenjar liur dapat diketahui lokasinya (Neville dkk, 1999).

Pemeriksaan biopsiBiopsi eksisi Biopsi eksisi adalah pengambilan jaringan yang dilakukan untuk pemeriksaan histopatologi lebih lanjut. Biopsi dilakukan bila ditemukan lesi yang mencurigakan atau bila diagnosis tetap belum dapat ditentukan. Biasanya tindakan ini dilakukan pada lesi yang berdiri sendiri, dan spesimen harus cukup besar (lebih dari 1 x 0,5 cm) untuk keperluan pemeriksaan histopatologi. Cara ini dilakukan bila operator yakin bahwa lesi tersebut jinak. Ada risiko terlepasnya sel ganas bila diagnosis kerja berupa lesi jinak ternyata salah. Meskipun demikian, nilai klinis suatu biopsi jauh lebih besar dibandingkan risiko tersebut. Biopsi eksisi dapat membantu menentukan perawatan yang tepat bila diagnosis lesi jinak ternyata benar. Untuk spesimen tersebut, perlu diperhatikan supaya terhindar dari tekanan, robekan ataupun terbakar (Birnbaum dan Dunee, 2000).

Biopsi insisi Biopsi insisi dilakukan untuk lesi yang besar atau bila diduga ada keganasan. Cara ini memiliki risiko berupa terlepasnya sel ganas. Biopsi insisi tidak dilakukan pada lesi pigmentasi ataupun vaskular, karena melanoma sangat metastatik dan lesi vaskular akan menimbulkan perdarahan berlebihan. Di dalam status pasien sebaiknya dicatat letak lesi, ukurannya dan bentuknya. Pada biopsi insisi ini hanya sebagian kecil dari lesi yang diambil beserta jaringan sehat di dekatnya. Pengambilan lesi dapat dilakukan dengan menggunakan scalpel, menggunakan alat punch (punch biopsy), menggunakan jarum suntik (needle biopsy), dan biopsi aspirasi.

Gb 3. Biopsi insisi dilakukan pada lesi yang diduga karsinoma. Insisi meliputi tepi ulkus dan dasarnya tanpa melibatkan jaringan normal (Marx dan Stern, 2003).

Punch biopsy Pada punch biopsy ini instrumen operasi digunakan untuk mendorong keluar sebagian jaringan yang dapat mewakili lesi. Oleh karena spesimen yang dihasilkan seringkali rusak akibat prosedur ini, maka biopsi yang menggunakan scalpel lebih disukai.

Gb 4. Brush diletakkan dan diputar untuk men-dapatkan sel-sel epitel (Marx dan Stern, 2003).

Gb 5. Brush yang kaku dapat masuk ke sel yang lebih dalam hingga membran basalis (Marx dan Stern, 2003).

Needle biopsy Teknik ini telah digunakan untuk biopsi pada lesi fibro-osseous yang letaknya dalam. Spesimen yang dihasilkan kecil, sehingga tidak dapat mewakili lesi yang terlibat dan dapat rusak akibat prosedur yang digunakan, karena itu tidak banyak digunakan.

Biopsi aspirasi Biopsi aspirasi digunakan untuk lesi berupa kista dan mengandung cairan. Cara ini lebih disukai dibandingkan biopsi insisi pada lesi vaskular karena adanya risiko terjadi perdarahan berlebihan. Aspirasi udara yang terjadi di daerah molar rahang atas menunjukkan bahwa jarum berada di dalam sinus

maksilaris. Aspirasi darah menunjukkan adanya suatu hematoma, hemangioma ataupun pembuluh darah. Aspirasi pus menunjukkan adanya suatu abses atau kista yang terinfeksi (Birnbaum dan Dunne, 2000).

Gb 6. Biopsi aspirasi untuk pus (Lamey dan Lewis, 1991).

Media transport Spesimen yang diambil saat dilakukan biopsi diletakkan di dalam botol tertutup berisi cairan formalin (formol saline) 10% untuk fiksasi. Volume cairan fiksasi yang digunakan adalah sepuluh kali lebih banyak dibandingkan volume spesimen.

Pemeriksaan sitologi (oral cytological smear) Pemeriksaan sitologi adalah suatu pemeriksaan mikroskopik pada sel-sel yang dilepaskan atau dikerok di permukaan lesi. Cara ini merupakan pemeriksaan tambahan untuk biopsi, bukan pengganti biopsi. Pemeriksaan ini dilakukan bila biopsi tidak dapat dilaksanakan, pasien menolak biopsi, ada lesi multipel yang harus diperiksa. Permukaan lesi tidak perlu dikeringkan, kecuali untuk melepaskan jaringan nekrotik. Permukaan lesi dibiarkan agar tetap basah, lalu dikerok dengan tepi plastic instrument yang steril atau spatel lidah yang basah. Kerokan dilakukan beberapa kali dalam arah yang sama. Slide spesimen yang sudah diberi label disiapkan, hasil kerokan diletakkan di atas slide, kemudian disebarkan ke samping menggunakan slide lain. Spesimen difiksasi dengan formalin (formol saline) 10% dalam botol tertutup (Birnbaum dan Dunne, 2000).

Pemeriksaan Mikrobiologi Dua jenis pemeriksan mikrobiologi yang sering dilakukan untuk lesi jaringan lunak mulut adalah: oral mycological smear dan oral bacteriological smear.

Oral Mycological Smear Oral mycological smear dilakukan untuk membuktikan adanya infeksi jamur pada lesi yang ditemukan. Pemeriksaan ini diawali dengan melakukan swab pada mukosa mulut yang dicurigai, dengan menggunakan cotton swab. Kemudian dengan cotton swab dan spesimen yang didapat, dilakukan streaking pada permukaan media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) dalam cawan petri. Setelah itu cawan petri tersebut dimasukkan ke dalam inkubator selama 24 48 jam untuk membiakkan jamurnya. Seseudah 48 jam akan tumbuh koloni jamur berwarna putih- kekuningan.

Gb 7. Inkubator yang digunakan untuk membiakkan Candida albicans (Rasyad, 1995).

Gb 8. Koloni Candida yang tumbuh setelah diinkubasi selama 48 jam (Rasyad, 1995).

Langkah selanjutnya adalah melakukan streaking lagi pada petri lain untuk mengekstraksi Candida albicans. Setelah tumbuh koloni, lakukan streaking lagi pada agar yang miskin nutrisi. Dalam agar ini Candida albicans akan membentuk klamidospora. Hasil akhirnya adalah Candida albicans murni.

Gb 9. Klamidospora terbentuk bila Candida albicans dibiakkan dalam agar corn-meal (Rasyad, 1995).

Gb 10. Gambaran klinis intra oral infeksi Candida albicans (Lamey dan Lewis, 1991).

Ada beberapa spesies Candida yang dapat ditemukan pada manusia, yaitu Candida albicans, Candida stellatoidea, Candida tropicalis, Candida pseudotropicalis, Candida krusei, Candida parapsilosis, Candida guilliermondii.

Oral Bacteriological Smear Bahan yang akan diperiksa diambil dari permukaan gigi, kemudian dioleskan di atas slide spesimen. Kemudian difiksasi di atas nyala api spiritus. Berikutnya dituangi dengan pewarna carbol fuchsin, dibiarkan 10 menit. Lalu dituangi dengan pewarna methylene blue, biarkan 10 menit.

Gb 11. Gingivitis marginalis ulseromembranosa pada penderita ANUG (Laskaris, 2000).

Gb 12. Kerusakan jaringan periodontal tahap lanjut pada penderita ANUG (Laskaris, 2000).

Setelah kering, dilihat di bawah mikroskop cahaya untuk mengetahui adanya bakteri: Contoh Borrelia vincentii dan Bacillus fusiformis.

Gb 13. Bakteri fusospirochaet yang menyebabkan ANUG (Cawson dan Odell, 2008).

Bila hasilnya positif, maka benar lesi yang dihadapi adalah acute necrotizing ulcerative gingivostomatitis.

Pemeriksaan Darah Venepuncture dilakukan untuk melakukan pemeriksaan sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Biasanya darah dikumpulkan ke dalam tabung EDTA. Untuk pemeriksaan ESR dan prothrombin time, biasanya darah dikumpulkan ke dalam tabung sitrasi. Darah diambil dari lengan bagian dalam.

Gb 14. Tourniquet diletakkan di lengan atas dan daerah venepuncture diolesi alcohol (Lamey dan Lewis, 1991).

Gb 15. Jarum dimasukkan ke dalam vena (Lamey dan Lewis, 1991).

Gb 16. Sebelum jarum dicabut, tourniquet segera dilepaskan (Lamey dan Lewis, 1991).

Untuk pemeriksaan darah lengkap, yang diperiksa adalah: red cell count, hemoglobim, hematokrit, mean cell volume, mean cell hemoglobin, mean cell hemoglobin concentration, white cell count dan platelet count (Birnbaum dan Dunne, 2000).

RINGKASAN Mengingat diagnosis yang tepat sangat penting untuk perencanaan perawatan yang tepat juga, maka pemeriksaan penunjang diperlukan untuk menentukan diagnosis yang tepat. Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan untuk mendapatkan diagnosis yang tepat untuk lesi yang meragukan. Dengan diagnosis yang tepat, maka perawatan yang diberikan juga akan tepat.

DAFTAR PUSTAKABirnbaum, W. dan Dunne, S. 2000. Oral Diagnosis: The Clinicians Guide. Wright, Oxford. Hal. 46-59.

Cawson, R.A. dan Odell, E.W. 2008. Cawsons Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine. Ed ke-8. Churchill-Livingstone, Edinburg. Hal. 291 292.

Lamey, P.J. dan Lewis, M.A.O. 1991. Oral Medicine in Practice. BDJ Publisher, London. Hal. 5 7.

Laskaris, G. 2006. Pocket Atlas of Oral Diseases. Ed ke-2. Thieme, Stuttgart. Hal. 101-111.

Marx, R.E. dan Stern, D. 2003. Oral and Maxillofacial Pathology. Quintessence Publishing, Chicago. Hal. 2.

Neville, B.W., Damm, D.D., White, D.H. 1999. Color Atlas of Clinical Oral Pathology. Ed ke-2. Lippincott, Williams and Wilkins. Hal 254-255.

Rasyad, E.M. 1995. Pengaruh infusa dan rebusan sirih terhadap pertumbuhan Candida albicans. Thesis. Program Pascasarjana, Universitas Airlangga Surabaya.