Kassa Proposal BAB I

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya pembangunan manusia seutuhnya, salah satu kegiatan yang dilakukan adalah pembinaan kesehatan anak sejak diri. Upaya pembinaan kesehatan anak diarahkan pada pembinaan kelangsungan hidup, perkembangan,

perlindugan dan partisipasi anak, dengan penekanan pada upaya pembinaan perkembangan anak, dengan penekanan pada upaya pembinaan perkembangan anak, pembinaan tumbuh kembang balita dan anak prasekolah merupakan serangkaian kegiatan balita yang sifatnya berkelanjutan (Depkes,2005) Masa bayi dan balita bahkan sejak dalam kandungan adalah periode emas karena jika pada masa tersebut pertumbuhan dan perkembangan balita tidak dipantau dengan baik dan mengalami gangguan tidak akan dapat diperbaiki pada periode selanjutnya (Thire, John. 2006). Sehingga perlu dilakukan pemantauaan pertumbuhan rutin pada pertumbuhan balita sehingga dapat terdeteksi apabila ada penyimpangan pertumbuhan dan dapat dilakukan penanggulangan sedini mungkin sehingga tidak terjadi gangguan pada proses tumbuh kembang balita. Salah satu tempat pemantauan pertumbuhan balita yaitu di posyandu.

Posyandu mempunyai

merupakan salah satu

layanan kegiatan

kesehatan

masyarakat, balita.

yang Tujuan

penimbangan

penimbangan balita tiap bulan yaitu untuk memantau pertumbuhan balita sehingga dapat sedini mungkin diketahui penyimpangan pertumbuhan balita. Akan tetapi saat ini keaktifan ibu dalam memonitoring pertumbuhan anaknya mengalami penurunan. Adanya kasus penyimpangan

pertumbuhan balita yaitu kejadian gizi buruk yang bermunculan di seluruh wilayah Indonesia salah satunya diakibatkannya penurunan pemantauan pertumbuhan di posyandu. (Departemen Kesehatan RI. 2007 : VII). Salah satu faktor yang mendorong penurunan pemantauan

pertumbuhan balita di posyandu adalah karena ketidak tahuan ibu terhadap manfaat menimbangkan anaknya di posyandu (Poedji, Hastuti. 2007). Oleh sebab itu pemerintah Republik Indonesia menghimbau untuk segera menghidupkan posyandu kembali sampai kedesa, karena posyandu merupakan garda terdepan dalam memonitor pertumbuhan balita (Cessnasari. 2006). Menurut data Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan menyebutkan jumlah posyandu pada tahun 2004 di Sulawesi Selatan sebanyak 7.636 buah, pada tahun 2005 jumlah posyandu 7.980 buah, pada tahun 2006 jumlah posyandu 7.029 buah, pada tahun 2007 jumlah posyandu 5.759 buah dan pada tuhun 2008 jumlah posyandu 9.413 buah. (Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan. 2009). Keberhasilan posyandu tergambar melalui

cakupan SKDN dimana (S) merupakan seluruh jumlah balita di wilayah kerja posyandu, (K) jumlah semua balita yang memiliki KMS, (D) balita yang ditimbang, (N) balita yang berat badannya naik. Dari data D/S tergambar baik atau kurangnya peran serta masyarakat dalam

penggunaan posyandu (Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan. 2004). Pertumbuhan balita yang baik apabila beratnya naik tiap bulan. Menurut data dari Indonesia family life survey atau IFLS menunjukkan keaktifan masyarakat dalam melakukan monitoring perkembangan balita

mengalami penurunan dimana terjadi penurunan sebesar 12% terhadap penggunaan posyandu dalam rentang tahun 1997-2007. Dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Pinrang pada tahun 2008 diperoleh cakupan penimbangan balita (D/S) sebesar 80,90% untuk Kecamatan Batulappa Cakupan (D/S) sebesar 72,83%. Sedangkan bulan Januari sampai bulan september 2011 D/S sebesar 83.83% (Dines Kesehatan Kabupaten Pinrang) untuk Kecamatan Batulappa. Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara penilaian status gizi pada Balita adalah dengan anthropometri yang diukur melalui indeks Berat Badan menurut umur (BB/U) atau berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB). Kategori yang digunakan adalah: gizi lebih (z-score > +2 SD); gizi baik (z-score-2 SD sampai +2 SD); gizi kurang (z-score < -2 SD sampai -3 SD) dan gizi buruk (z-score < -3 SD).

Sejak tahun 1992 untuk mengukur keadaan gizi anak balita digunakan standar WHO-NCHS untuk index berat badan menurut umur. Namun dari beberapa studi/survey yang melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan (BB/TB), pada umumnya, pengukuran BB/TB menunjukkan keadaan gizi kurang yang lebih jelas, dan sensitif/peka dibandingkan prevalensi berdasarkan pengukuran berat badan menurut umur seperti hasil dari pengukuran prevalensi gizi kurang menurut BB/TB (wasting) sesudah tahun 1992 berkisar antara 10 14 %. Masalah gizi kurang pada anak balita dikaji kecenderungannya menurut Susenas dan survei atau pemantauan lainnya. Secara nasional, menurut Susenas tahun 1989, prevalensi gizi buruk dan kurang pada balita adalah 37,5 % menurun menjadi 24,7 % tahun 2000, yang berarti mengalami penurunan sekitar 34 %. Dari hasil Susenas 2001 di Indonesia, persentase Balita yang bergizi baik adalah sebesar 64,14%, yang bergizi sedang 21,51% dan sisanya 9,35% adalah Balita bergizi kurang/ buruk atau yang dikenal dengan istilah Kurang Kalori Protein (KKP). Bila dibandingkan menurut jenis kelamin, persentase balita perempuan bergizi baik relatif lebih tinggi daripada balita laki-laki, demikian pula gizi kurang/buruk lebih tinggi pada balita laki-laki dibandingkan balita perempuan. Partisipasi masyarakat sangat penting agar posyandu dapat

melaksanakan fungsi dasarnya sebagai unit pemantau tumbuh kembang

anak, serta menyampaikan pesan kepada ibu sebagai agen pembaharuan dan anggota keluarga yang memiliki bayi anak dan balita dengan yang

mengupayakan

bagaimana

memelihara

secara

baik

mendukung tumbuh kembang anak sesuai potensinya (Kinasih, Sekar. 2006). Dari uraian di atas tercermin adanya partisipasi masyarakat untuk memanfaatkan posyandu masih kurang. Sehingga saya tertarik untuk mengambil penelitian dengan judul Gambaran Tentang Status Gizi Balita di Kelurahan Kassa Kecamatan Batulappa Kabupaten Pinrang Propensi Sulawesi Selatan.

B. Rumusan Masalah Gambaran Tentang Status Gizi Balita di Kelurahan Kassa Kecamatan Batulappa Kabupaten Pinrang 2011.

C. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran tentang status gizi balita di Kelurahan Kassa Kecamatan Batulappa Kabupaten Pinrang Tahun 2011.

2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui gambaran tentang pengetahuan ibu dengan status gizi balita di Kelurahan Kassa Kecamatan Batulappa Kabupaten Pinrang Tahun 2011. b. Untuk mengetahui gambaran tentang asupan gizi balita di Kelurahan Kasaa Kecamatan Batulappa Kabupaten Pinrang Tahun 2011. c. Untuk mengetahui gambaran tentang pendapatan keluarga dengan status gizi balita di Kelurahan Kassa Kecamatan Batulappa Kabupaten Pinrang Tahun 2011. D. Keaslian Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian mengenai gambaran status gizi balita, dimana penelitian ini pertama kali dilakukan di Kelurahan Kassa Kecamatan Batulappa kabupaten pinrang. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Ilmiah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas ilmu

pengetahuan dan sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan untuk digunakan penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Institusi Sebagai sumber informasi bagi instansi terkait dalam

menetapkan kebijakan kesehatan terutama kebijakan dibidang gizi dan kesehatan masyarakat. 3. Manfaat Praktis Menambah wawasan ilmiah penulis, mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama menempuh pendidikan, merupakan pengalaman berharga bagi penulis selama menimba ilmu di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baramuli.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Status Gizi Balita Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, dkk, 2002). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi kurang, baik dan lebih (Almatsier, 2001 dalam Aditama, 2004). Status gizi adalah keadaan kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) yang ditentukan oleh derajat kesehatan fisik, energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometrik. Status keseimbangan gizi dan seseorang keserasian dikatakan antara baik apabila terdapat fisik dan

perkembangan

perkembangan mental, sedangkan gizi kurang adalah keadaan dimana tubuh mengalami kekurangan zat-zat gizi yang mana dapat menyebabkan perubahan di dalam jaringan tubuh dan gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan.

Gizi yang baik sangat penting bagi anak balita karena tidak hanya menentukan kesehatan pada masa sekarang, tetapi juga berpengaruh pada seluruh hidup anak selanjutnya. Dampak yang ditimbulkan dengan adanya kekurangan gizi pada anak adalah anak akan mengalami gangguan pertumbuhan fisik, mental dan intelektual. Gangguan tersebut timbul bukan hanya saja karena asupan makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit infeksi. Asupan makanan anak walaupun cukup akan tetapi karena menderita penyakit infeksi maka akan menyebabkan gizi kurang. Kekurangan gizi pada usia dini mempunyai dampak yang buruk pada masa dewasa, yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik yang lebih kecil dengan tingkat produktifitas, yang lebih rendah (Moehji, S, 2007). Penyebab lain dari adanya gangguan kekurangan gizi pada anak balita yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketiga faktor ini berhubungan satu dengan lainnya dan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga. Ketahanan pangan keluarga salah satunya terkait dengan tingkat pengetahuan keluarga tentang gizi dan kesehatan. Masalah gizi meskipun sering berkaitan dengan masalah

kekurangan pangan pemecahannya tidak selalu berupa peningkatan produksi dan pengadaan pangan. Masalah gizi muncul akibat masalah

ketahanan pangan di tingkat rumah tangga yaitu kemampuan rumah tangga memperoleh makanan untuk semua anggota keluarganya. Menyadari hal itu, peningkatan struktur gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang menjamin setiap anggota masyarakat untuk memperoleh makanan yang cukup jumlah dan mutunya. Dalam konteks ini masalah gizi tidak lagi semata-mata masalah kesehatan tetapi juga masalah kemiskinan. Hubungan antara gizi dan status gizi tidak dapat dipisahkan. Zat gizi adalah komponen dari makanan yang bermanfaat dalam tubuh atau untuk pertumbuhan, yang sangat dibutuhkan oleh anak balita. Untuk meningkatkan status gizi pada anak balita maka perlu ditingkatkan penyediaan beraneka ragam pangan dalam jumlah

mencukupi, disamping peningkatan daya beli masyarakat. Seiring dengan itu perlu dilakukan upaya untuk mengubah perilaku masyarakat agar mengkonsumsi beraneka ragam makanan yang bermutu gizi tinggi (Almatsier, 2001 dalam Aditama 2004). B. Tinjauan Umum Tentang Anak Balita Anak balita adalah anak yang berumur di bawah lima tahun (Irianto, K, 2004).

Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (Sediaoetama,1985). Anak balita adalah semua anak laki-laki dan perempuan yang berumur 12-59 bulan. Sedangkan balita adalah semua anak laki-laki dan perempuan yang berumur 0-59 bulan (Depkes RI, 1991) Menurut Notoadmodjo (1996), ada beberapa kondisi yang

menyebabkan anak balita rawan gizi dan penyakit antara lain : 1. Anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa. 2. Biasanya anak balita sudah mempunyai adik, atau ibunya sudah bekerja penuh sehingga perhatian ibu sudah berkurang. 3. Balita sudah main di tanah sehingga mudah terkena penyakit infeksi seperti diare, cacingan dan lain-lain. 4. Dan belum dapat mengurus diri sendiri termasuk memilih makanan. Pada anak balita kekurangan energi dan protein dapat

menyebabkan hambatan perkembangan fisik dan kecerdasan, disamping penurunan daya tahan terhadap penyakit yang akhirnya menimbulkan

kematian.

Anak-anak

merupakan

calon

pewaris

dan

penerus

pembangunan. Pertumbuhan balita sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik itu faktor dalam maupun faktor luar. Faktor dalam dipengaruhi oleh jumlah dan mutu makanan, kesehatan balita (ada/tidaknya penyakit). Sedangkan faktor luar yaitu tingkat ekonomi, pendidikan, perilaku (orang

tua/pengasuh), sosial budaya/kebiasaan, kesediaan bahan makanan di rumah tangga (Depkes dan Depsos RI, 2000). C. Tinjauan Umum Tentang Pengukuran Antropometri Sistem penentuan status gizi menggunakan berbagai cara/metode pengukuran, namun yang sering digunakan adalah metode antropometri yaitu pengukuran dimensi fisik dan komposisi tubuh secara kasar, dimana pengukuran ini berbeda-beda berdasarkan tingkatan umur dan status gizi yang akibatnya sangat berguna pada keadaan dimana terjadinya kekurangan protein dan energi dalam waktu yang lama (kronik). Metode ini secara umum dapat digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa, dkk, 2002).

Menurut Supariasa, dkk (2002) beberapa syarat yang mendasari penggunaan pengukuran antropometri yaitu : 1. Alatnya mudah didapat dan digunakan 2. Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif. 3. Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus

profesional, juga oleh tenaga lain setelah dilatih untuk itu. 4. Biaya relatif murah, karena alat mudah didapat dan tidak memerlukan bahan-bahan lainnya. 5. Hasilnya mudah disimpulkan, karena mempunyai ambang batas (cut of points) dan baku rujukan sebagai metode untuk mengukur status gizi masyarakat. Terdapat beberapa keuntungan dan kelemahan dari penggunaan metode pengukuran antropometri antara lain : 1. Keuntungan dari penggunaan pengukuran yaitu : a. Dalam pelaksanaannya mudah, sederhana dan aman sehingga dapat digunakan dilapangan dengan jumlah sampel yang besar. b. Alat yang dibutuhkan murah, mudah dibawa dan tahan serta mudah diperoleh di toko-toko atau dibuat. c. Tidak membutuhkan tenaga khusus dalam pelaksanaannnya

d. Metode dalam pengukurannya akurat sehingga standarisasi pengukuran terjamin e. Hasil pengukuran yang diperoleh menggambarkan keadaan gizi dalam jangka waktu lama dan tingkat kepercayaannya tidak sama bila menggunakan metode yang lain f. Prosedur ini membantu memberikan gambaran tingkat malnutrisi ringan sampai berat (Supariasa, dkk, 2002). 2. Adapun kelemahan dari penggunaan metode pengukuran

antropometri ini bahwa metode ini tidak dapat mendeteksi kelainankelainan dalam pertumbuhan tubuh dan komposisi tubuh yang disebabkan oleh kekurangan zat gizi dari ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia antara lain : 1. Umur Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interperstasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan yang akurat menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat (Supariasa, dkk, 2002).

2. Berat badan Ukuran ini merupakan yang terpenting, dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada setiap kelompok umur. Berat badan merupakan hasil peningkatan seluruh jaringan tulang otot, lemak, cairan tubuh dan lainnya. Ukuran ini merupakan indikator tunggal yang terbaik pada waktu ini untuk keadaan gizi dan keadaan tumbuh kembang. (Supariasa, dkk, 2002). 3. Tinggi badan Ukuran ini merupakan ukuran antropometri kedua yang penting perlu diketahui bahwa nilai tinggi badan meningkat terus, walaupun laju tumbuh berubah dengan pesat pada masa bayi kemudian melambat dan menjadi pesat lagi pada saat remaja (Supariasa, dkk, 2002). 4. Lingkar kepala Ukuran ini dipakai untuk mengevaluasi pertumbuhan otak dan karena laju tumbuh pesatnya pada saat berusia 3 tahun hanya 1 cm dan hanya meningkat 1 cm sampai usia remaja/dewasa (Supariasa, dkk, 2002).

5. Lingkar lengan atas Ukuran ini mencerminkan tumbuh kembang jaringan lengan otot yang tidak terpengaruh banyak oleh keadaan cairan tubuh bila dibandingkan dengan berat badan (Supariasa, dkk, 2002). 6. Lipatan kulit Ukuran tebalnya lipatan kulit pada daerah triceps dan sub kapiler merupakan refleksi tumbuh kembang jaringan lemak bawah kulit yang mencerminkan kecukupan energi (Supariasa, dkk, 2002). Dengan informasi ini sudah cukup untuk membandingkan

pertumbuhan anak dengan suatu standar pertumbuhan yang diperoleh dari anak yang sehat dan menentukan status gizi anak atau populasi yang diinginkan. Saat ini indikator yang sering digunakan adalah BB/U karena BB berkembang mengikuti pertambahan umur, sebaliknya dalam keadaan abnormal ada kemungkinan perkembangan BB dapat berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari keadaan normal, karena sifat BB yang tidak stabil, maka indikator ini lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (curent nutrifional status) (Supariasa, 2002). Untuk berat badan menurut tinggi/panjang badan (BB/TB)

digunakan baku rujukan WHO - NCHS yaitu Z-Skor.

Rumus perhitungan Z-Skor adalah : Z-Skor = Nilai Individu Subjek Nilai Median Baku Rujukan Nilai Simpang Baku Rujukan Kriteria BB/TB menurut standar baku Z-Skor : 1. Gemuk 2. Normal 3. Kurus : lebih dari + 2 SD : antara -2 sampai + 2 SD : kurang dari -2 sampai -3 SD

4. Sangat Kurus : kurang dari -3 SD D. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan Ibu Pengetahuan atau tahu dalam kamus Bahasa Indonesia ialah mengerti sesudah melihat atau menyaksikan dan mengulangi atau diajar. Menurut Margono Slamet (1997) dalam Rufina (2003) mengatakan bahwa pengetahuan adalah kemampuan untuk mengerti dan

menggunakan informasi. Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, indera pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sedangkan besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 1996).

Pengetahuan yang cukup dalam cognitive domain mempunyai 6 tingkatan, yaitu : 1. Knowledge (pengetahuan), dimana seseorang hanya mampu

mengingat sesuatu secara garis besar apa yang dipelajarinya. 2. Comprehension (perbandingan menyeluruh), seseorang telah

mengetahui secara mendasar pokok pengertian tentang sesuatu yang dipelajarinya 3. Application (penerapan), pada tingkat ini seseorang telah mampu menggunakan sesuatu yang telah dipelajarinya untuk diterapkan ke situasi lain. 4. Analysis (analisis), pada tingkat ini seseorang telah mampu

menganalisis hubungan antara satu bagian dengan bagian lainnya. 5. Synthesis (sintesa) merupakan suatu proses dimana selain mampu menganalisis juga mampu menyusun kembali ke bentuk semula. 6. Evalution (evaluasi), seseorang yang telah dianggap paling tahu dan telah mampu mempertimbangkan dan menilai sesuatu dengan mantap. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Oleh

sebab itu, pengetahuan yang dimiliki oleh manusia akan mempengaruhi setiap kegiatan yang dilakukan. Tingkat pengetahuan seseorang akan mempengaruhi individu tersebut dalam bertindak/berperilaku. Benyamin Bloom (1956) dalam Rufina (2003) menyebutkan perilaku dibagi atas 3 domain

(ranah/kawasan) meskipun kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Ketiga kawasan tersebut yaitu : 1. Ranah kognitif (cognitive domain) 2. Ranah efektif (afective domain) 3. Ranah psikomotor (psychomotor domain) Ketiga kawasan tersebut dapat diukur dari pengetahuan

(knowledge) sikap atau anggapan dan praktek atau tindakan. E. Tinjauan Umum Tentang Asupan Gizi Tubuh manusia memerlukan beberapa zat gizi untuk tetap sehat, begitu pula dengan balita. Bila kebutuhan akan zat gizi tidak terpenuhi maka pertumbuhan anak terganggu serta perkembangan mental akan terhambat. Gizi sangat penting untuk kesehatan. Makanan yang kurang nilai gizinya akan menyebabkan penyakit defisiensi gizi. Sama halnya dengan

kelebihan gizi dapat juga menyebabkan penyakit (Hadju, 2001 dalam Bulo 2003). Agar makanan dapat berfungsi dan memberikan banyak manfaat, maka makanan yang kita makan sehari-hari tidak hanya sekedar makanan. Makanan harus mengandung zat-zat tertentu sehingga memenuhi fungsi tersebut, dan zat ini disebut zat gizi. Dengan kata lain makanan yang kita makan sehari-hari harus dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan (Hadju, 2001 dalam Bulo, 2003). Menurut Soedieotama (1993) zat gizi merupakan satuan-satuan yang menyusun bahan makanan atau bahan dasar. Sedangkan bahan makanan adalah suatu yang dibeli, dimasak dan disajikan sebagai hidangan untuk dikonsumsi. Zat-zat gizi dapat diperoleh melalui asupan makanan yang dikonsumsi. Harper dkk (1986) dalam Aditama (2004) mengemukakan bahwa asupan makanan adalah semua makanan dan minuman yang dikonsumsi seseorang dalam jangka waktu tertentu biasanya 24 jam. Asupan makanan ditentukan oleh kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan. Kualitas makanan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dalam susunan hidangan dan kuantitas menunjukkan kuantum masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh.

Zat gizi atau makanan merupakan bahan dasar penyusunan makanan. Menurut Soedioetama (1985) ada lima fungsi zat gizi adalah sebagai sumber energi atau tenaga, menyokong pertumbuhan badan, memelihara jaringan tubuh, mengatur metabolisme dan berbagai

keseimbangan dalam cairan tubuh dan berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit sebagai antioksida dan antibodi lainnya. Tujuan pengaturan makanan untuk anak balita adalah : 1. Memberikan zat gizi yang cukup bagi kebutuhan hidup yaitu untuk pemeliharaan dan atau pemulihan serta peningkatan kesehatan, pertumbuhan, perkembangan fisik dan psikomotor serta melakukan aktifitas fisik. 2. Untuk mendidik kebiasaan makan yang baik. Makanan untuk anak balita juga harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi yang sesuai dengan umur 2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan makanan yang tersedia setempat, kebiasaan makan dan selera terhadap makanan

3. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi dan keadaan faali anak balita 4. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan (As'ad, 2003 dalam Aditama 2004). Untuk pertumbuhan anak balita, mereka sangat membutuhkan zat gizi yang tepat sesuai dengan jumlah dan jenisnya. Zat gizi yang dibutuhkan oleh anak balita yaitu : a. Energi Kebutuhan energi anak balita relatif lebih besar bila

dibandingkan dengan orang dewasa, karena pertumbuhannya yang pesat. Penggunaan energi dalam tubuh adalah sebagai berikut : 1) Metabolisme basal 2) Spesific dynamic Action (SDA) yaitu energi yang dibutuhkan untuk memproses makanan dalam tubuh. 3) Untuk aktifitas fisik 4) Untuk pertumbuhan 5) Untuk sintesa jaringan dengan selalu mempertimbagkan berapa banyak energi yang dikeluarkan (As'ad, 2003 dalam Aditama 2004).

b. Protein Protein dalam tubuh merupakan sumber asam amino esensial yang diperlukan sebagai zat pembangun. Adapun fungsi protein adalah 1) Protein menyediakan bahan-bahan yang penting peranannya untuk pertumbuhan dan memelihara jaringan tubuh. 2) Protein bekerja sebagai pengatur kelangsungan proses di dalam tubuh. 3) Memberikan tenaga, jika keperluannya tidak dapat dipenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Suhardjo dkk, 1987). Kebutuhan protein pada anak balita relatif lebih besar bila dibandingkan dengan orang dewasa. Angka kebutuhan protein tergantung pula pada mutu protein. Semakin baik mutu protein, semakin rendah angka kebutuhan protein. Mutu protein bergantung pada susunan asam amino yang membentuknya, terutama asam amino esensial. c. Karbohidrat Karbohidrat termasuk gula, tepung dan serat makanan merupakan sumber utama energi makanan. gula atau karbohidrat sederhana/monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) atau

disakarida (glukosa, laktosa dan maltosa). Tepung, glikogen dan serat

makanan (sellulosa pectin) sebagai karbohidrat kompleks atau polisakarida. Beberapa karbohidrat kompleks tidak bisa dicerna sehingga tidak memberikan energi, tetapi masih sangat penting dalam makanan sehari-hari seperti serat makanan sangat penting untuk menjaga kesehatan alat pencernaan. Karbohidrat dibutuhkan sebagai sumber energi (1 gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori) (Sediaoetama, 1985). Asupan gizi di ukur dengan menggunakan metode recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini, responden disuruh menceritakan semua yang dimakan dan di minum oleh balitanya selama 24 jam lalu (kemarin). Biasanya dimulai sejak ia bangun pagi kemarin sampai dia istirahat tidur malam harinya, atau dapat juga dimulai dari waktu saat dilakukan wawancara ke belakang sampai 24 jam penuh. Hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa dengan recall 24 jam data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan URT atau ukuran lainnya yang digunakan sehari-hari. Apabila pengukuran

hanya dilakukan 1 kali (1 x 24 jam), maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasan makan individu. Oleh karena itu, recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut (Supariasa, 2000). F. Tinjauan Umum Tentang Pendapatan Keluarga Pendapatan masyarakat adalah pendapatan bersih masyarakat tambah dengan upah keluarga yang layak yang merupakan hasil dari seluruh usaha semua warganya. Kecukupan pemenuhan kebutuhan tergantung dari besarnya pendapatan, besarnya kebutuhan suatu keluarga. Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan kualitas makanan. Di negara-negara berkembang, masyarakat yang miskin membelanjakan pendapatannya khusus untuk makanan sekitar 80% (Berg, Alan, 1986 dalam Thamrin 2002). Tingkat pengeluaran untuk makanan merupakan faktor yang dapat menggambarkan keadaan ekonomi suatu keluarga. Semakin besar pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran (mendekati 100%), maka keluarga tersebut dapat dikategorikan miskin. Keluarga dikategorikan miskin apabila proporsi makanan terhadap total

pengeluaran adalah 80% keatas.

Pengaruh krisis monoter yang menimpa masyarakat Indonesia dewasa ini telah menyebabkan penurunan pendapatan masyarakat dan peningkatan harga pangan. Dalam kehidupan sehari-hari pengaruh tersebut sangat dirasakan dalam bentuk pengurangan jumlah dan mutu konsumsi makanan sehari (Depkes dan Depsos, 2000 dalam Aditama, 2004). Memahami dampak krisis ini, memburuknya angka kemiskinan dimana melibatkan mereka yang sebelum krisis mempunyai tingkat kesejahteraan, seperti ditunjukan oleh rata-rata pengeluaran per kapita, sedikit diatas garis kemiskinan. Kelompok penduduk ini mempunyai tingkat kesejahteraan sangat rawan terhadap perubahan sumber penghasilan dan tingkat pendapatan mereka serta terhadap gejolak harga kebutuhan pokok. Kondisi ini menyebabkan sebagian masyarakat tidak mampu mengakses pangan dan pada akhirnya berpengaruh terhadap keadaan gizi masyarakat yang dapat digambarkan secara nyata pada kelompok rawan gizi terutama anak balita termasuk bayi (Irawan dan Ramdiati, 2000 dalam Yuliana, 2003). Lebih lanjut Irawan dan Ramdiati (2000) dalam Yuliana (2003) mengemukakan bahwa krisis ekonomi yang dilihat dari menurunnya laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk miskin, melalui beberapa mekanisme yang kesemuanya

menyebabkan penurunan drastis pada pendapatan dan daya beli dari mayoritas penduduk, khususnya golongan bawah. Menurunnya

pendapatan secara negatif berdampak pada kualitas dan pola konsumsi rumah tangga. Dengan tingkat pendapatan yang sangat terbatas, banyak rumah tangga miskin terpaksa merubah pola makanan pokoknya. Menurut Mortorell (1998) dalam Yuliana (2003), terjadinya perbaikan ekonomi maka akan mengurangi kemiskinan dan selanjutnya akan meningkatkan status gizi serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan produktifitas.

BAB III KERANGKA KONSEP A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti Anak balita merupakan salah satu kelompok rentan gizi, dimana pada usia tersebut terjadi pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tertinggi (Sediaoetama, 1985). Untuk mencapai status gizi yang baik diperlukan pangan yang mengandung cukup zat gizi dan aman untuk dikonsumsi. Status gizi merupakan hasil masukan zat gizi dan pemanfaatan di dalam tubuh. Oleh karena itu untuk memperoleh gizi yang baik, harus dimulai sedini mungkin bahkan sejak di dalam kandungan. Gizi yang baik yaitu pada masa di dalam kandungan, bayi dan anak-anak. Gizi adalah hal yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Untuk itu perlu dilakukan cara untuk menilai status gizi seseorang. Status gizi seseorang dapat ditentukan dengan pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium, pengukuran antropometri dan penilaian konsumsi makanan. berkaitan dengan jenis makanan yang mereka konsumsi pada setiap harinya yang disajikan oleh keluarga mereka (Arisman, 2002).

Status gizi yang baik akan menjamin pertumbuhan dan daya tahan tubuh yang baik bagi balita, sehingga dapat menjamin terbentuknya manusia yang produktif dan berkualitas. Namun upaya pencapaian tersebut masih mengalami kendala, karena sampai saat ini masalah gizi terutama masalah gizi balita pada beberapa tempat masih menjadi masalah kesehatan utama yang dihadapi. Dampak kekurangan gizi yang terjadi pada balita menyebabkan perkembangan otak dan pertumbuhan fisik terhambat, perkembangan motorik, tingkat kecerdasan anak terhambat serta meningkatnya angka kesakitan, kematian balita sehingga akan berpengaruh terhadap

menurunnya kualitas sumber daya manusia yang berkaitan panjang terhadap hilangnya suatu generasi (Lost of generation). Penentuan status gizi balita dapat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain pengetahuan ibu, asupan gizi dan pendapatan keluarga (Moehji, 2003). Ketiga variabel tersebut akan diteliti dengan dasar pemikiran sebagai berikut : 1. Pengetahuan ibu Pengetahuan ibu adalah segala hal yang diketahui oleh ibu tentang gizi balita. Tingkat pengetahuan ibu sangat berpengaruh pada keadaan gizi balitanya. Sehingga semakin tinggi pengetahuan ibu

maka semakin besar kemampuan ibu untuk menyerap informasi baru kemudian menggunakannya secara tepat didalam pengambilan keputusan untuk pemenuhan kebutuhan gizi dan kesejahteraan anak balitanya. 2. Asupan gizi Keadaan gizi balita dapat dipengaruhi oleh asupan gizi makanan. Asupan gizi dapat diukur dengan menggunakan metode recall 24 jam dilakukan dengan mencatat berbagai jenis makanan dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. 3. Pendapatan keluarga Pendapatan keluarga mempengaruhi penyediaan makanan dalam keluarga. Rendahnya pendapatan keluarga menyebabkan keluarga lebih mendahulukan pemenuhan dasar, terutama makanan. Pada tingkat makanan yang rendah, makanan sumber karbohidrat sebagai sumber energi utama. Dengan meningkatkanya income, makanan karbohidrat tadi menurun dan masukan lemak, daging, susu meningkat.

B. Bagan Kerangka Konsep

Asupan Gizi Pengetahuan Ibu Pendapatan Keluarga

Status Gizi BalitaKeterangan : = Variabel yang di teliti C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif 1. Tingkat Pengetahuan Ibu Pengetahuan adalah segala hal yang diketahui oleh ibu tentang gizi. Adapun indikator penelitian meliputi pengertian ibu tentang gizi, tujuan, kegunaan, sumber-sumber zat gizi dan cara mengolah serta cara pengaturan makanan (Notoadmodjo, 1996).

Kriteria objektif : a. Cukup : Bila jawaban responden mencapai 75% rata-rata jawaban yang telah diberi skor. b. Kurang : Bila jawaban responden nilainya kurang dari kriteria cukup. 2. Asupan gizi Asupan gizi adalah semua makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh anak balita dalam satu hari yang diukur dengan menggunakan recall 24 jam kemudian dibandingkan dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) (Supariasa, dkk, 2002). Kriteria objektif : a. Cukup b. Kurang : Apabila asupan gizi > 80% dari AKG : Apabila asupan gizi < 80% dari AKG

3. Tingkat pendapatan keluarga Pendapatan keluarga adalah kemampuan ekonomi keluarga yang diukur dengan persentase total pengeluaran untuk makanan per hari terhadap total pendapatan per hari (Depkes dan Depsos RI, 2000).

Kriteria objektif : a. Cukup : Apabila persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pendapatan per hari dibawah 80%. b. Kurang : Apabila persentase total pengeluaran untuk makanan terhadap total pendapatan per hari diatas atau sama dengan 80%. 4. Status gizi balita Status gizi anak balita adalah keadaan gizi yang dapat di nilai dengan suatu standar penentuan status gizi dengan cara

antropometri yaitu berat badan menurut tinggi/panjang badan (BB/TB). Dari hasil pengukuan dikelompokkan ke dalam kategori status gizi berdasarkan baku rujukan WHO-NCHS yaitu Z-Skor (Depkes RI, 2005). Kriteria objektif : Gemuk Normal Kurus : Apabila lebih dari + 2 SD : Apabila -2 sampai + 2 SD : Apabila kurang dari -2 SD sampai -3 SD

Kurus Sekali : Apabila kurang dari -3 SD

BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah survei deskriptif, dimana peneliti ingin mengetahui gambaran tentang status gizi balita di Kelurahan Kassa Kecamatan Batulappa Tahun 2011. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di Kelurahan Kassa Kecamatan Batulappa Kabupaten Pinrang Tahun 2011. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak balita usia 1259 bulan di Kelurahan Kassa Kecamatan Batulappa. 2. Sampel a. Besar Sampel Sampel penelitian adalah sebahagian dari populasi penelitian yang diambil dan dapat mewakili keseluruhan subjek yang diestimasikan berdasarkan rumus penentuan besar sampel yaitu

n=

N . Z2 . p . q ( d2) (N 1)+Z2 . p . q

(Sugiono, 2003)

Dimana: n = Besarnya sampel penelitian N = Besarnya populasi penelitian d = Tingkat kepercayaan / derajat ketepatan (0,1) Z = Standar deviasi normal (1,96) p = Dugaan proporsi (0,5)

q = 1 p (0,5) Maka : n= 102.(1,96)2.(0,5).(0,5) (0,1)2.(102-1)+(1,96)2.(0,5).(0,5)

=

102.(3,8).(0,5).(0,5) (0,01).(101)+(3,8).(0,5).(0,5)

= (102).(0,95) (1,01)+(0,95)

=

96,9 1,96

= 49,44 (dibulatkan 49) Jadi, sampel sebanyak 49 balita. b. Cara Penarikan Sampel Cara penarikan sampel dalam penelitian ini adalah secara acak sistemik (systematic random sampling) dengan cara yaitu membagi jumlah anggota populasi dengan perkiraan jumlah sampel yang diinginkan, hasilnya adalah interval sampel. Sampel diambil dengan membuat daftar elemen atau anggota populasi secara acak antara 1 sampai dengan n. Kemudian membagi dengan jumlah sampel yang diinginkan, misalnya hasil sebagai interval adalah X, maka yang terkena sampel adalah setiap kelipatan dari X tersebut. Maka untuk mencari interval (i) dengan rumus: i = N n

Maka : i = 102 49

= 2,08 2 Jadi, yang diambil menjadi sampel adalah setiap dari kelipatan 2. Maka, sampel yang diambil mulai dari 2, 4, 6, dan seterusnya sampai didapatkan sampel sebanyak 49 balita. 3. Responden Responden dalam penelitian ini adalah semua ibu atau pengasuh balita usia 12-59 bulan di Kelurahan Kassa Kecamatan Batulappa. D. Cara Pengumpulan Data 1. Data primer Data primer diperoleh melalui wawancara yang dilakukan terhadap responden (responden adalah ibu yang mempunyai anak balita berumur 12-59 bulan). Dalam penelitian ini pengumpulan data asupan gizi menggunakan metode recall 24 jam, sedangkan tingkat pengetahuan ibu dan pendapatan keluarga menggunakan kuesioner

yang telah disiapkan. Status gizi diperoleh dengan pengukuran langsung terhadap berat badan dan dengan menanyakan umur balita. 2. Data sekunder Diperoleh dari Dinas Kabupaten Posyandu, Puskesmas dan kelurahan yang berada di lokasi penelitian. Data tersebut meliputi gambaran umum lokasi dan data-data lainnya. E. Instrumen Penelitian 1. Kuesioner 2. Formulir recall 24 jam 3. Daftar Tabel Analisis BB/TB menurut WHONCHS 4. Timbangan Berat Badan (dacin) yaitu alat untuk mengukur berat badan anak. Adapun langkah-langkah penimbangan yaitu: a. Dacin digantungkan pada tiang yang telah disediakan. b. Dacin diperiksa dengan menarik batang dacin kebawah dengan kuat. c. Sebelum dipakai bandul digeser pada angka 0 (nol) kemudian batang dacin dikaitkan dengan tali pengaman. d. Sarung timbang digantung pada dacin. e. Dacin diseimbangkan dengan memasukkan pasir pada kantong plastik.

f. Pakaian anak dibuat seminim mungkin seperti sepatu, baju jaket yang tebal, topi ditanggalkan. g. Anak ditimbang dengan cara ditidurkan/duduk dalam kain sarung bandul kemudian diseimbangkan. h. Angka dapat dibaca diujung bandul geser. i. j. Hasil penimbangan dicatat. Bandul digeser keangka 0 (nol) setelah itu anak dapat diturunkan.

5. Pengukur tinggi badan mikrotoa (microtoise) yaitu alat untuk mengukur tinggi badan anak. Adapun langkah-langkah penimbangan yaitu: a. Tempelkan mikrotoa pada dinding yang lurus datar setinggi 2 meter. b. Lepaskan sepatu atau sandal c. Anak harus berdiri tegak seperti sikap siap sempurna dalam baris berbaris, kaki lurus, tumit, pantat, punggung, dan kepala bagian belakang harus menemperl pada dinding dan muka menghadap lurus dengan pandangan kedepan. d. Turungkan mikrotoa sampai rapat pada kepala bagian atas, sikusiku harus menempel pada dinding. e. Baca angka pada skala yang Nampak pada lubang dalam gulungan mikrotoa. f. Hasil pengukuran dicatat.

F. Pengolahan dan Penyajian Data Data yang diperoleh akan diolah secara manual dengan

menggunakan kalkulator dan melalui komputer dengan program SPSS Versi 15.0. Penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel disertai penjelasan dalam bentuk narasi. G. Jadwal Penelitian 1. Jadwal Survey

NO 1 2 3 4 5 6

NAMA KEGIATAN Pengambilan Data Awal Pembuatan Proposal Persentase Proposal Pelaksanaan Penelitian Pengolahan Data Persentase Hasil

KET

Proposal Penelitian

GAMBARAN TENTANG STATUS GIZI BALITA USIA 12-59 BULAN DI KELURAHAN KASSA KECAMATAN BATULAPPA KABUPATEN PINRANG TAHUN 2011

RUDI. A B 002 08 034

Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YAYASAN BARAMULI PINRANG 2011