Upload
sally-kartika
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/22/2019 kasus 3 ger
1/19
1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 2
BAB II LAPORAN KASUS 3
BAB III PEMBAHASAN 4
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA 11
BAB V KESIMPULAN 18
DAFTAR PUSTAKA 19
7/22/2019 kasus 3 ger
2/19
2
BAB I
PENDAHULUAN
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada
lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial
yang menyertai kehidupan lansia. Lansia merupakan periode akhir dari kehidupan seseorang
dan setiap individu akan mengalami proses penuaan dengan terjadinya perubahan pada
berbagai aspek fisik/fisiologis, psikologis dan sosial.
Penuaan merupakan suatu proses alami yang dihadapi oleh seluruh manusia dan tak
dapat dihindarkan. Seiring dengan bertambahnya usia, fungsi organ dalam tubuh akan
mengalami penurunan dimana salah satunya adalah sistem genitourinaria. Adanya penurunan
fungsi dari sistem genitourinaria ini dapat menyebabkan terjadinya inkontinensia.
Inkontinensia adalah pengeluaran urin atau feses tanpa disadari dalam jumlah dan
frekuensi yang cukup untuk mengakibatkan masalah gangguan kesehatan atau sosial.
Inkontinensia dapat berupa inkontinensia urin dan inkontinensia alvi. Inkontinensia urin
adalah keluarnya urin yang tidak terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpamemperhatikan frekuensi dan jumlahnya. Sedangkan inkontinensia alvi adalah keluarnya
feses pada waktu yang tidak dikehendaki.
Kejadian inkontinensia dapat diperparah dengan adanya imobilisasi akibat suatu
penyakit, depresi, dan konsumsi obat-obatan sedatif, diuretik maupun alpha blockers.
Inkontinensia dapat menimbulkan masalah fisik dan psikososial, seperti depresi, jatuh, ulkus
dekubitus, dan isolasi sosial.
7/22/2019 kasus 3 ger
3/19
3
BAB II
LAPORAN KASUS
Pak Karto usia 70 tahun dibawa ke klinik dokter keluarga oleh anak perempuannya
dengan keluhan buang air kecil tidak terkendali sejak satu bulan dan buang air besar ditempat
sejak satu minggu terakhir. Penderita sering marah-marah dan tidak bisa tidur sehingga sering
minum obat tidur. Istrinya telah meninggal dan ia tinggal bersama anak perempuannya.
Dalam melakukan aktifitas sehari-hari ia perlu dibantu orang lain.
Pemeriksaan neurologi ekstremitas superior dan inferior sinistra kekuatannya
menurun (3+/3+). Hasil rectal toucher dan USG didapatkan prostat tidak membesar. Pada
pemeriksaan indeks barthel didapat nilai 5. Penderita juga dilakukan pemeriksaan psikiatri.
7/22/2019 kasus 3 ger
4/19
4
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 MASALAH
Identitas Pasien
Nama : Pak Karto Usia : 70 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Status : Menikah Pekerjaan : - Alamat : - Keluhan Utama : Buang air kecil tidak terkendali dan buang air besar ditempat
Berikut masalah yang timbul pada pasien di atas dan kemungkinan penyebabnya:
Buang air kecil tidak terkendaliHal ini disebut inkotinensia urin dimana dapat disebabkan oleh:
o Kelainan urologi; misalnya radang, batu, tumor, divertikel, hipertrofi prostat.o Kelainan neurologik; misalnya stroke, trauma pada medulla spinalis,demensia dan lain-lain.
o Lain-lain; misalnya hambatan motilitas, situasi tempat berkemih yangtidak memadai/jauh, dan sebagainya.
Buang air besar ditempatMasalah buang air besar yang tidak dapat dikontrol ini disebut inkontinensia alvi,
yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti konstipasi kronik, demensia,
karsinoma kolon-rektum,penyakit serebrovaskuler, gastroenteritis, diverticulitis,
kolitis.
Sering marah-marahGejala agitasi pada pasien dapat terjadi karena penurunan serotonin. Adapun faktor
psikologis yang mempengaruhi seperti kehilangan pasangan hidup yang sesuai
dengan konsisi pasien dimana istrinya telah meninggal. Obat-obatan juga dapat
7/22/2019 kasus 3 ger
5/19
5
mencetuskan agitasi, seperti obat tidur yang dikonsumsi oleh pasien (contoh:
benzodiazepine).
Tidak bisa tidurDapat disebabkan karena terjadi penurunan serotonin, sehingga menyebabkan pasien
cemas dan sulit tidur.
Aktivitas sehari-hari perlu dibantu oleh orang lainIstri pasien sudah meninggal, dan saat ini pasien tinggal dengan anak perempuannya.
Anamnesis Tambahan :
Riwayat Penyakit Sekarang
Bagaimana frekuensi/intensitas buang air besar dan buang air kecil pasien? Apakah ada faktor pencetus pada gejala agitasi pasien? Sejak kapan pasien mengeluh tidak bisa tidur? Apakah ada keluhan lain yang menyertai?
Riwayat Penyakit Dahulu
Kapan stroke terjadi pada pasien? Apakah pasien menderita penyakit lain seperti diabetes mellitus atau hipertensi?
Riwayat Pengobatan
Obat tidur apa yang digunakan oleh pasien?Riwayat Keluarga
Apakah ada keluarga pasien yang memiliki gejala serupa?
3.2 PEMERIKSAAN FISIK
Nilai Interpretasi
Pemeriksaan
neurologis
ekstremitas superior
dan inferior sinistra
3+/3+ Menurun
Rectal Toucher Prostat tidak membesar Normal
7/22/2019 kasus 3 ger
6/19
6
Penjelasan:
Pemeriksaan neurologis, terdapat penurunan pada ekstremitas superior dan inferiorsinistra. Nilai pemeriksaan neurologis extremitas pada pasien yaitu 3+/3+ dimana
pasien mampu melawan gravitasi, tapi tidak mampu terhadap tahanan ringan dari
pemeriksa. Hal ini sesuai dengan keterangan bahwa pasien pernh mengalami riwayat
stroke. Berikut adalah interpretasi nilai dari pemeriksaan neurologis ekstremitas:
1 : Kontraksi halus yang teraba saat paien berusaha kontraksi2 : Pasien mampu gerak aktif ketika tidak melawan gravitasi
3 : Pasien mampu melawan gravitasi, tapi tidak mampu terhadap tahanan ringan
dari pemeriksa
4 : Pasien mampu melawan tahanan ringan dari pemeriksa
5 : Pasien mampu melawan tahanan yang lebih berat dari pemeriksa
Rectal Toucher : tidak terdapat pembesaran prostat dimana merupakan penyakit yangbiasa terjadi pada pasien laki-laki usia lanjut. Sehingga menyingkirkan hipotesis
inkotinensia urin yang disebabkan oleh hipertrofi prostat.
3.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG didapatkan prostat tidak membesar : NormalDapat menyingkirkan etiologi inkontinensia urin yang disebabkan oleh hipertrofi
prostat.
Index Barthel nilai 50 : Dependent SeverityIndex barthel digunakan untuk menilai Activity Daily Living (ADL) pada usia lanjut.
Barthel index terdiri dari 10 pengkajian, yaitu makan, bergerak dari kursi roda ke
tempat tidur dan kembali lagi ke kursi roda, berdandan, mandiri ke toilet, mandi,
berjalan, duduk dan berdiri, berpakaian, buang air kecil (BAK) dan buang air besar(BAB). Pada pasien didapatkan nilai indeks barthel yaitu 50 yang berarti pasien
mengalami ketergantungan berat terhadap orang lain dalam kegiatan sehari-harinya.
Pemeriksaan psikiatriDilakukan untuk mengetahui apakah terdapat gangguan psikologis khususnya depresi
pada pasien.
3.4 PATOFISIOLOGI KASUS
Pada lansia inkontinensia urin berkaitan erat dengan anatomi dan fisiologi juga
dipengaruhi oleh faktor fungsional, psikologis dan lingkungan. Pada tingkat yang paling
7/22/2019 kasus 3 ger
7/19
7
dasar, proses berkemih diatur oleh reflek yang berpusat berkemih di sacrum. Jalur aferen
membawa informasi mengenai volume kandung kemih di medula spinalis.1
Pengisian kandung kemih dilakukan dengan cara relaksasi kandung kemih melalui
penghambatan kerja saraf parasimpatis dan kontraksi leher kandung kemih yang dipersarafi
oleh saraf simpatis serta saraf somatik yang mempersarafi otot dasar panggul.
Pengosongan kandung kemih melalui persyarafan kolinergik parasimpatis yang
menyebabkan kontraksi kandung kemih sedangkan efek simpatis kandung kemih berkurang.
Jika korteks serebri menekan pusat penghambatan, akan merangsang timbulnya berkemih.
Hilangnya penghambatan pusat kortikal ini dapat disebabkan karena usia ataupun pasien
sudah pernah mengalami stroke sehingga mengalami inkontinensia urin. Karena dengan
kerusakan dapat mengganggu koordinasi antara kontraksi kandung kemih dan relaksasi uretra
yang mana gangguan kontraksi kandung kemih akan menimbulkan inkontinensia urin.2
Refleks defekasi timbul saat tinja memasuki rektum, maka peregangan rektum
selanjutnya menimbulkan rangsangan sensoris pada dinding usus dan pelvis, sehingga
menimbulkan gelombang peristaltik pada usus besar desenden, sigmoid dan rektum,
mendorong tinja ke arah anus.
Pengantaran impuls saraf ke arah distal melalui pleksus mienterikus pada bagian
kaudal dinding rektum akan menyebabkan refleks inihibisi otot polos muskulus sfingter ani
internus. Relaksasi sfinter ani internus ini terjadi secara proporsional terhadap volume dan
kecepatan distensi rektum. Keadaan ini diikuti oleh penghambatan sfingter ani eksternus yang
melibatkan jalur refleks dan fasilitasi kortikal.3 Hilangnya penghambatan pusat kortikal ini
dapat disebabkan karena usia ataupun pasien sudah pernah mengalami stroke sehingga
mengalami inkontinensia alvi.
Tidur adalah bagian dari ritme biologis yang bekerja selama 24 jam dengan tujuan
untuk mengembalikan stamina. Pengaturan tidur dan terbangun diatur oleh batang otak
(Reticular Activating System dan Bulbar Synchronizing Region), thalamus dan berbagai
hormon yang diproduksi oleh hipotalamus. Beberapa neurohormon dan neurotransmitter juga
dihubungkan dengan tidur dan terbangun. Produksi yang dihasilkan oleh dua mekanisme
serebral dalam batang otak menghasilkan serotonin. Serotonin merupakan neurotransmitter
yang bertanggung jawab terhadap transfer impuls-impuls saraf ke otak. Serotonin berperan
sangat spesifik dalam menginduksi rasa kantuk, juga sebagai modulator kapasitas kerja otak.
Dalam tubuh serotonin diubah menhadi melatonin. Melatonin merupakan hormon
katekolamin yang diproduksi secara alami dalam tubuh tanpa bantuan cahaya. Pada lansia
hormon melatonin ini akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. Adanya lesi pada
7/22/2019 kasus 3 ger
8/19
8
pusat pengatur tidur dan terbangun dibagian hipotalamus anterior juga dapat menyebabkan
siaga dari tidur. Selain itu, katekolamin yang dilepaskan dari neuron-neuron Reticular
Activating System akan menghasilkan hormon norepinerfin. Pada orang dalam keadaan stress
atau cemas, kadar hormon ini akan meningkat dalam darah yang akan merangsang sistem
saraf simpatik sehingga seseorang akan terus terjaga.4
Penurunan serotonin selain menyebabkan gangguan tidur, juga dapat menyebabkan
seseorang menjadi agitasi. Pada pasien mengalami gejala sering marah-marah. Hal ini dapat
disebabkan karena penurunan kadar serotonin. Penurunan ini diikuti dengan peningkatan
dopamin akibat peningkatan produk asam amino fenilalanin. Dengan mekanisme ini,
seseorang akan menjadi agitasi atau mudah marah-marah.
3.5 DIAGNOSIS KERJA
Oleh karena sifat penyakit pada lansia cenderung multi patologis, juga berdasarkan
hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis kerja pada pasien ini adalah:
Inkontinensia urin dan inkontinensia alvi yang disebabkan:
1. Post stroke2. Penuaan3. Penggunaan obat-obatan hipnotik-sedatif4. Depresi
Dengan diagnosis banding penyebab inkontinensia urin dan inkontinensia alvi:
1. Dementia2. Infeksi saluran kemih dan saluran cerna3. Tumor
3.6 RENCANA PEMERIKSAAN
Untuk memastikan diagnosis dan menentukan terapi, perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan yang kami anjurkan, di antaranya:
1. Pemeriksaan darah lengkap2. Pemeriksaan rektosigmoidoskopi3. Pemeriksaan status psikogeriatrik4. Pemeriksaan MMSE
7/22/2019 kasus 3 ger
9/19
9
3.7 PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan pada pasien geriatri adalah dengan memperhatikan aspek
biopsikososial. Aspek biopsikososial merupakan parameter untuk penilaian kualitas hidup
pasien geriatri. Dengan memperhatikan aspek fisik, diharapkan pasien tetap dapat aktif sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki (Physical Quality). Aspem psikis memperhatikan masalah
mental yang terjadi pada pasien geriatri. Pada kasus, pasien sudah kehilangan istrinya.
Sehingga memungkinkan dapat terjadi gangguan psikis seperti depresi. Kondisi depresi yang
berkepanjangan dapat menyebabkan dementia. Dari aspek sosial, melihat kehidupan sosial
ekonomi pasien. Dalam kasus, saat ini pasien tinggal dan dirawat oleh anak perempuannya.
Dengan mengetahui aspek sosial ekonomi, dapat berpengaruh terhadap perencanaan terapi
pada pasien.
NON MEDIKAMENTOSA
1. Inkontinensia UrinPenatalaksanaan pada inkontinensia urin secara non farmakologis bisa dilakukan
dengan latihan otot dasar panggul atau latihan Kegel, agar otot dasar panggul menjadi
lebih kuat dan uretra dapat tertutup dengan baik.
2. Inkontinensia AlviPenatalaksanaan pada inkontinensia alvi secara non farmakologis bisa dilakukan
dengan latihan refleks gastrokolik. Yaitu refleks defekasi dilatih setelah ada asupan
makanan. Dengan refleks gastrokolik diharapkan dapat meningkatkan refleks
fisiologis untuk mengontrol motilitas dan peristaltik usus.
3. Gangguan TidurUntuk mengatasi gangguan tidur dapat dilakukan hal-hal berikut ini:
- Meningkatkan melatonin dengan sinar matahari pagi hari agar ritem cicardian(siklus tidur-bangun) menjadi lebih kuat dan seimbang.
- Membiasakan tidur dan bangun pada jam yang sama, diusahakan tidur padamalam hari menjelang pagi.
- Tidak melakukan aktivitas di atas kasur seperti membaca, berpikir, dan lain-lainsebelum tidur.
- Memperhatikan kebersihan kamar tidur, seperti kamar tidur yang tertata rapi.- Apabila penyebab tidur karena masalah fisik atau psikis, maka perlu diobati
masalah yang mendasari.
MEDIKAMENTOSA
1. Inkontinensia Urin
7/22/2019 kasus 3 ger
10/19
10
Secara farmakologis yaitu menggunakan obat-obatan untuk merelaksasikan kandung
kemih. Ini biasanya dilakukan bila terapi non farmakologis tidak dapat menyelesaikan
masalah inkontinensia urin.
2. Inkontinensia AlviSecara farmakologis dapat digunakan loperamid dalam dosis kecil.
3. Gangguan tidurSecara farmakologis dapat digunakan obat antidepresan, contohnya doxepin dapal
dosis rendah atau melatonin agonis. Kelebihan melatonin agonis antara lain dapat
digunakan dalam jangka waktu panjang serta tidak ada gejala putus obat apabila
dihentikan pemakaiannya.
3.8 KOMPLIKASI
Apabila pasien tidak dilatih secara fisik sesuai kemampuannya, ada kemungkinan
pasien mengalami imobilitas. Dengan terjadinya imobilitas dapat menyebabkan komplikasi
antara lain:
1. Ulkus dekubitalis2. Pneumonia3. Infeksi saluran kemih4. Trombosis vena dalam
3.9 PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonamKesehatan fisik pasien secara umum masih baik, tanpa disertai dengan gejala-gejala
yang berat. Apabila ditatalaksana dengan baik, hasilnya akan baik pula
Ad fungsionam : dubia ad malamPada pasien sudah pernah mengalami stroke sehingga ada kemungkinan sudah
mengalami kerusakan struktur otak. Kerusakan ini bersifat irreversible sehingga
prognosisnya ke arah yang kurang baik
Ad sanationam : dubia ad malamPasien kemungkinan dapat kembali mengalami serangan stroke serta keluhan
inkontinensia urin, inkontinensia alvi dan gangguan tidur dapat terulang kembali.
Karena faktor penuaan, maka secara fisiologis sudah mengalami penurunan
fungsional.
7/22/2019 kasus 3 ger
11/19
11
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 FISIOLOGI MIKSI
Proses berkemih berlangsung dibawah control dan koordinasi sistem saraf pusat (SSP)
dan sistem saraf tepi di daerah sakrum. Sensasi pertama ingin berkemih timbul saat volume
kandung kemih atau vesica urinaria (VU) mencapaiantara 150-350 ml. Kapasitas VU normal
bervariasi sekitar 300-600 ml.2
Sfingter uretra eksternal dan otot dasar panggul berada di bawah control volunter dandisuplai oleh saraf pudendal, sedangkan otot detrusor kandung kemih dan sfingter uretra
internal berada di bawah kontrol sistem saraf otonom, yang mungkin dimodulasi oleh korteks
otak.1
Mekanisme dasar proses berkemih diatur oleh berbagai refleks pada pusat berkemih.
Pada fase pengisian, terjadi peningkatan aktivitas saraf otonom simpatis yang mengakibatkan
penutupan leher VU, relaksasi dinding VU, serta penghambatan aktivitas parasimpatis dan
mempertahankan inervasi somatik pada otot dasar panggul. Pada fase pengosongan, aktivitas
simpatis dan somatik menurun, sedangkan parasimpatis meningkat sehingga terjadi kontraksi
otot detrusor dan pembukaan leher VU. Proses refleks ini dipengaruhi oleh sistem saraf yang
lebih tinggi yaitu batang otak, korteks serebri dan serebelum. Peranan korteks serebri adalah
menghambat, sedangkan batak otak dan supra spinal memfalisitasi.5
Usia lanjut bukan sebagai penyebab inkontinensia urin, namun prevalensi
inkontinensia urin meningkat seiring dengan peningkatan usia karena semakin banyak
munculnya faktor risiko1. Faktor-faktor risiko yang mendukung terjadinya inkontinensia
terkait dengan pertambahan usia adalah 6 :
Mobilitas sistem yang lebih terbatas karena menurunnya pancaindera, kemunduran
sistem lokomosi.
Kondisi-kondisi medik yang patologik dan berhubungan dengan pengaturan urin
misalnya diabetes mellitus, gagal jantung kongestif.
7/22/2019 kasus 3 ger
12/19
12
4.2 FISIOLOGI DEFEKASI
Defekasi seperti pada berkemih merupakan proses fisiologis yang menyertakan kerja
otot, persarafan sentral dan perifer, serta koordinasi sistem refleks. Defekasi dimulai dari
gerakan peristaltik colon yang membawa feses yang sudah terbentuk ke rectum untuk
dikeluarkan. Feses yang masuk dan meregangkan ampulla recti akan merangsang sistem saraf
otonom sehingga terjadi kontraksi rectum dan relaksasi musculus sphingter ani interna. Untuk
menghindari pengeluaran feses secara spontan, terjadi kontraksi musculus sphingter ani
externa dan otot dasar pelvis secara volunteer yang diinnervasi nervus pudendus. Korteks
cerebri menerima rangsang keinginan untuk defekasi dan musculus sphingter ani externa
diperintahkan untuk relaksasi sehingga rectum dapat mengeluarkan feses melalui anus
dengan dibantu kontraksi otot dinding abdomen 7.
Inkontinensia alvi adalah ketidakmampuan untuk mengontrol BAB sehingga feses
secara tidak sengaja keluar dari rectum. Inkontinensia alvi menjadi peristiwa yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan usia lanjut dan lebih jarang ditemukan dibandingkan
inkontinensia urin. Bentuk klinis dari inkontinensia alvi tampak dalam 2 keadaan yaitu feses
cair atau belum terbentuk dan feses yang sudah terbentuk keluar. Menurut Sudoyo et al.(2009), penyebab inkontinensia alvi yaitu:
a. KonstipasiKonstipasi sering dijumpai pada usia lanjut dan menjadi penyebab utama
inkontinensia alvi. Konstipasi yang lama menyebabkan sumbatan dari feses yang
mengeras (skibala) pada lumen anus. Hal ini menyebabkan perubahan sudut
anorektal. Kemampuan sensor menurun dan tidak bias membedakan antara flatus,
cairan, atau feses sehingga feses cair merembes keluar. Selain itu, skibala
mengakibatkan iritasi pada mukosa rectum sehingga mukus diproduksi yang
selanjutnya dapat keluar dari anus. Penyebab konstipasi dapat diketahui dengan
meraba skibala melalui pemeriksaan rectal toucher (colok dubur).
b. Simtomatik
7/22/2019 kasus 3 ger
13/19
13
Inkontinensia alvi simtomatik merupakan manifestasi klinis kelainan patologis yang
menyebabkan diare. Penyebab diare yang mengakibatkan inkontinensia alvi antara
lain gastroenteritis, diverticulitis, kolitis, dan karsinoma kolon-rektum.
c. Neurogenik
Inkontinensia alvi neurogenik terjadi akibat gangguan pada fungsi menghambat dari
korteks cerebri saat distensi pada rectum. Penyakit serebrovaskuler, infark cerebri,
dan demensia dapat menjadi kausa.
4.3 FISIOLOGI TIDUR
Berdasarkan prosesnya, terdapat dua jenis tidur. Pertama, jenis tidur yang disebabkan
menurunnya kegiatan di dalam sistem pengaktivasi retikularis atau disebut dengan
tidur gelombang lambat karena gelombang otaknya sangat lambat atau disebut tidur
non rapid eye movement (NREM). Kedua, jenis tidur yang disebabkan oleh
penyaluran isyarat-isyarat abnormal dari dalam otak meskipun kegiatan otak mungkin
tidak tertekan secara disebut dengan jenis tidur paradoks atau tidur rapid eye
movement (REM).
a. Tidur gelombang lambat /non rapid eye movement (NREM)Jenis tidur ini dikenal dengan tidur yang dalam. Istirahat penuh, dengan
gelombang otak yang lebih lambat, tidur nyenyak. Ciri-ciri tidur nyenyak adalah
menyegarkan, tanpa mimpi atau tidur dengan gelombang delta. Ciri lainnya
berada dalam keadaan istirahat penuh, tekanan darah menurun, frekuensi napas
menurun, pergerakan bola mata melambat, mimpi berkurang, metabolisme turun.
Tahapan tidur jenis NREM
1) Stadium 0adalah periode dalam keadaan masih bangun tetapi mata menutup. Fase ini
ditandai dengan gelombang voltase rendah, cepat, 8-12 siklus per detik. Tonus
otot meningkat. Aktivitas alfa menurun dengan meningkatnya rasa kantuk. Pada
fase mengantuk terdapat gelombang alfa campuran.
2) Stadium 1Disebut onset tidur. Ia menduduki sekitar 5% dari total waktu tidur. Pada fase iniaktivitas bola mata melambat, tonus otot menurun, berlangsung sekitar 3-5 menit.
7/22/2019 kasus 3 ger
14/19
14
Pada stadium ini seseorang mudah dibangunkan dan bila terbangun merasa seperti
setengah tidur.
3) Stadium 2Ditandai dengan tonus otot rendah, nadi dan tekanan darah cenderung menurun.
Stadium 1 dan 2 dikenal sebagai tidur dangkal. Stadium ini menduduki sekitar
50% total tidur.
4) Stadium 3Ditandai dengan 20%-50% aktivitas delta, frekuensi 1-2 siklus per detik,
amplitudo tinggi, dan disebut juga tidur delta. Tonus otot meningkat tetapi tidak
ada gerakan bola mata.
5) Stadium 4terjadi jika gelombang delta lebih dari 50%. Stadium 3 dan 4 sulit dibedakan.
Stadium 4 lebih lambat dari stadium 3. Rekaman EEG berupa delta. Stadium 3
dan 4 disebut juga tidur gelombang lambat atau tidur dalam. Stadium ini
menghabiskan sekitar 10%-20% waktu tidur total. Tidur ini terjadi antara
sepertiga awal malam dengan setengah malam. Durasi tidur ini meningkat bila
seseorang mengalami deprivasi tidur. Tidur REM ditandai dengan rekaman EEG
yang hampir sama dengan tidur stadium 1. Pada stadium ini terdapat letupan
periodik gerakan bola mata cepat. Refleks tendon melemah.
b. Tidur paradoks / rapid eye movement (REM)Tidur jenis ini dapat bcrlangsung pada tidur malam yang terjadi selama 5 - 20
menit, rata-rata timbul 90 menit. Periode pertama terjadi 80-100 menit, akan tetapi
apabila kondisi orang sangat lelah maka awal tidur sangat cepat bahkan jemis
tidur ini tidak ada. Ciri tidur REM adalah sebagai berikut:
1. Biasanya disertai dengan mimpi aktif.
2. Lebih sulit dibangunkan daripada selama tidur nyenyak.
3. Tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertekan, menunjukkan inhibisi kuat
proyeksi spinal atas sistcm pengaktivasi retikularis.
4. Frekuensi jantung dan pernapasan menjadi tidak teratur.
5. Pada otot perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur.
6. Mata cepat tertutup dan terbuka, nadi cepat dan tidak teratur, tekanan
darah meningkat atau berfluktuasi, sekresi gaster meningkat.
7/22/2019 kasus 3 ger
15/19
15
4.4Inkontinensia UrinGangguan ini seringkali terjadi pada usia lanjut. Pengertian inkontinensia
urin adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi yang cukup
sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan atau sosial. Variasi dari
inkontinensia urin meliputi keluar hanya beberapa tetes urin saja, sampai benar-benar
banyak, bahkan terkadang juga disertai inkontinensia alvi (disertai pengeluaran feses).
Selain dari pengertian serta definisi inkontinensia urin di atas ada juga yang
mengartikan pelepasan urine secara tidak terkontrol dalam jumlah yang cukup
banyak. Sehingga hal tersebut dapat juga dianggap merupakan sesuatu masalah bagi
seseorang. Inkontinensia urin ini di kalangan masyarakat umum sering diartikan
sebagai beseratau mengompol.
Etiologi Inkontinensia Urin
Etiologi atau penyebab dari inkontinensia urine ini adalah karena adanya
kelemahan dari otot dasar panggul. Ini yang berkaiatan dengan anatomi dan juga
fungsi organ kemih. Kelemahan dari otot dasar panggul ini bisa karena beberapa
penyebab yaitu diantaranya kehamilan yang berulang-ulang, kesalahan dalam
mengedan. Hal tersebut bisa mengakibatkan seseorang tersebut tidak dapat menahan
air seni(beser). Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi urin berlebih
karena berbagai sebab. Misalnya gangguan metabolik, seperti diabetes melitus, yang
harus terus dipantau. Sebab lain adalah asupan cairan yang berlebihan yang bisa
diatasi dengan mengurangi asupan cairan yang bersifat diuretika seperti kafein.
Penyebab inkontinensia urine antara lain terkait dengan gangguan di saluran
kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya
gangguan kemampuan / keinginan ke toilet. Gangguan saluran kemih bagian bawah
bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi saluran kemih, maka tatalaksananya adalah
terapi antibiotika. Apabila vaginitis atau uretritis atrofi penyebabnya, maka dilakukan
tertapi estrogen topical. Terapi perilaku harus dilakukan jika pasien baru menjalani
prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi feses, maka harus dihilangkan misalnya
dengan makanan kaya serat, mobilitas, asupan cairan yang adekuat, atau jika perlu
penggunaan laksatif.
Patofisiologi Inkontinensia Urin
Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit
infeksi saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan
abdomen secara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat permanen misalnya pada spinal
7/22/2019 kasus 3 ger
16/19
16
cord trauma atau bersifat temporer pada wanita hamil dengan struktur dasar panggul
yang lemah dapat berakibat terjadinya inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia
urine dapat terjadi pada pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari
merupakan masalah bagi lanjut usia.
Jenis Klasifikasi Inkontinensia Urin
Jenis dari inkontinensia urine yaitu :
1. Inkontinensia Urgensi. Adalah pelepasan urine yang tidak terkontrol sebentarsetelah ada peringatan ingin melakukan urinasi. Disebabkan oleh aktivitas otot
destrusor yang berlebihan atau kontraksi kandung kemih yang tidak terkontrol.
2. Inkontinensia Tekanan. Adalah pelepasan urine yang tidak terkontrol selamaaktivitas yang meningkatkan tekanan dalam lubang intra abdominal. Batuk,
bersin, tertawa dan mengangkat beban berat adalah aktivitas yang dapat
menyebabkan inkontinensia urine.
3. Inkontinensia Aliran Yang Berlebihan ( Over Flow Inkontinensia ). Terjadijika retensi menyebabkan kandung kemih terlalu penuh dan sebagian terlepas
secara tidak terkontrol, hal ini pada umumnya disebabkan oleh neurogenik
bladder atau obstruksi bagian luar kandung kemih.
4.5Inkontinensia AlviInkontinensia alvi yaitu keadaan ketika individu mengalami perubahan kebiasaan
defekasi yang normal yang dikarakteristikkan dengan pasase (pengeluaran) feses yang
tidak disadari.
Penyebab Inkontinensia Alvi
- Kerusakan otot sfingter anusInkontinensia Alvi paling sering terjadi karena cedera pada salah satu satu
atau kedua sfingter anus internal maupun eksternal yang terletak di dasar
saluran anus. Cedera sfingter anus pada wanita paling sering terjadi saat
pelahiran. Resiko tertinggi cedera pada anus tersebut terjadi pada pelahiran
yang menggunakan alat atau jika dilakukan episiotomi garis medial.
Pembedahan untuk hemoroid juga merusak sfingter tersebut.
- Kerusakan saraf otot sfingter anus atau rektumJika terjadi kerusakan saraf sensorik, pasien tidak akan merasakan adanya
feses di dalam rektum dan terjadi kebocoran feses. Kerusakan saraf dapat
disebabkan oleh pelahiran, akibat tekanan jangka panjang saat feses lewat,
http://askep-net.blogspot.com/2012/07/inkontinensia-urine.htmlhttp://askep-net.blogspot.com/2012/07/inkontinensia-urine.html7/22/2019 kasus 3 ger
17/19
17
stroke dan kondisi kronik yang menyerang saraf, seperti diabetes melitus
dan sklerosis multipel.
- Kehilangan kemampuan penyimpanan di dalam rektumHal ini biasanya terjadi disebabkan oleh pembedahan rektum, pengobatanmenggunakan radiasi dan penyakit yang menyebabkan inflamasi usus yang
dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut pada dinding rektum,
yang membuat rektum kaku serta tidak elastis.
- DiareFeses yang cair lebih sulit diatasi daripada yang keras. Orang yang tidak
inkontinensia alvi juga dapat mengalami inkontinensia alvi sementara jika
sedang diare.
- Disfungsi dasar panggulHal ini meliputi penurunan sensasi rektum dan anus, prolaps rektum dan
kelemahan umum dasar panggul. Jika hal tesebut terjadi karena faktor
pelahiran, maka inkontinensia alvi dapat terjadi diatas 50 tahun.
- KonstipasiKonstipasi diyakini sebagai penyebab utama inkontinensia fekal.
7/22/2019 kasus 3 ger
18/19
18
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil diskusi kelompok kami, pasien mengalami inkontinensia urin dan
inkontinensia alvi. Keluarga pasien juga mengeluhkan pasien akhir-akhir ini sering marah-
marah dan mengalami gangguan tidur. Pasien termasuk ke dalam golongan pasien geriatri,
sehingga dalam pendekatannya dengan prinsip biopsikososial.
Agar dapat menegakkan diagnosis, masih memerlukan beberapa pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium darah lengkap, rektosigmoidoskopi, psikogeratrik dan
MMSE. Dengan masalah yang ada pada pasien, penatalaksanaan dilakukan secara holistik
dengan memperhatikan aspek biopsikososial. Kondisi pasien yang sudah mengalami stroke
dan lanjut usia, prognosis fungsi dan kekambuhan pada pasien ke arah yang kurang baik.
Namun demikian, dengan penatalaksanaan yang tepat, diharapkan pasien dapat aktif secara
optimal sesuai dengan kemampuannya.
7/22/2019 kasus 3 ger
19/19
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Shamliyan T, Wyman J, Bliss DZ, Kane RL, Wilt TJ. Prevention of Urinary and FecalIncontinence in Adult.Evidance Report/Technology Assessment. 2007; 161: 1-379.
2. Lynn SL, Thorn D, Calhoun E. Chapter 6: Urinary Incontinence in Men, Urologic Diseasein America Report. 2007. National Institute of Health.
3. Rao SS. Pathophysiology of Adult Fecal Incontinence. Gastroenterology. 2004; 126 (1Suppl 1): S14-22.
4. Silbernagl S, Lang F. Resmisari T, Liena, Editors. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003.
5. Setiati S. dan Pramantara I.D.P.. Inkontinensia Urin dan Kandung Kemih Hiperaktif,dalam Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata K M., Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Ed.IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, 2007. p. 1392-9
6. Pranaka K.Buku Ajar Boedhi DarmojoGeriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) edisi ke 4.Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010.
7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, et al. Buku Ajar IlmuPenyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing, 2009.