35
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga dan masyarakat. Sebagai salah satu tenaga profesional, keperawatan menjalankan dan melaksanakan kegiatan praktek keperawatan dengan mengunakan ilmu pengetahuan dan teori keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan. Dimana ciri sebagai profesi adalah mempunyai bdy of knowledge yang dapat diuji kebenarannya serta ilmunya dapat diimplementasikan kepada masyarakat langsung. Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud adalah bentuk implementasi praktek keperawatan yang ditujukan kepada pasien/klien baik kepada individu, keluarga dan masyarakat dengan tujuan upaya peningkatan kesehatan dan kesejahteraan guna mempertahankan dan memelihara kesehatan serta menyembuhkan dari sakit, dengan kata lain upaya praktek keperawatan berupa promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi. 1

KASUS - ANDAN + NERS = ANDANERS (BLOG'S ... · Web viewKelalaian terhadap keamanan dan keselamatan Pasien: Contoh yang sering ditemukan adalah kejadian pasien jatuh yang sesungguhnya

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perawatan merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang memberikan

pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga dan masyarakat.

Sebagai salah satu tenaga profesional, keperawatan menjalankan dan melaksanakan

kegiatan praktek keperawatan dengan mengunakan ilmu pengetahuan dan teori

keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan. Dimana ciri sebagai profesi adalah

mempunyai bdy of knowledge yang dapat diuji kebenarannya serta ilmunya dapat

diimplementasikan kepada masyarakat langsung.

Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud adalah bentuk implementasi

praktek keperawatan yang ditujukan kepada pasien/klien baik kepada individu,

keluarga dan masyarakat dengan tujuan upaya peningkatan kesehatan dan

kesejahteraan guna mempertahankan dan memelihara kesehatan serta menyembuhkan

dari sakit, dengan kata lain upaya praktek keperawatan berupa promotif, preventif,

kuratif dan rehabilitasi.

Dalam melakukan praktek keperawatan, perawat secara langsung berhubungan dan

berinteraksi kepada penerima jasa pelayanan, dan pada saat interaksi inilah sering

timbul beberapa hal yang tidak diinginkan baik disengaja maupun tidak disengaja,

kondisi demikian inilah sering menimbulkan konflik baik pada diri pelaku dan

penerima praktek keperawatan. Oleh karena itu profesi keperawatan harus

mempunyai standar profesi dan aturan lainnya yang didasari oleh ilmu pengetahuan

yang dimilikinya, guna memberi perlindungan kepada masyarakat. Dengan adanya

standar praktek profesi keperawatan inilah dapat dilihat apakah seorang perawat

melakukan malpraktek, kelalaian ataupun bentuk pelanggaran praktek keperawatan

lainnya.

1

Kelalaian (Negligence) adalah salah satu bentuk pelanggaran praktek keperawatan,

dimana perawat melakukan kegiatan prakteknya yang seharusnya mereka lakukan

pada tingkatannya, lalai atau tidak mereka lakukan. Kelalaian ini berbeda dengan

malpraktek, malpraktek merupakan pelanggaran dari perawat yang melakukan

kegiatan yang tidak seharusnya mereka lakukan pada tingkatanya tetapi mereka

lakukan.

Kelalaian dapat disebut sebagai bentuk pelanggaran etik ataupun bentuk pelanggaran

hukum, tergantung bagaimana masalah kelalaian itu dapat timbul, maka yang penting

adalah bagaimana menyelesaikan masalah kelalaian ini dengan memperhatikan dari

berbagai sudut pandang, baik etik, hukum, manusianya baik yang memberikan

layanan maupun penerima layanan. Peningkatan kualitas praktek keperawatan,

adanya standar praktek keperawatan dan juga meningkatkan kualitas sumber daya

manusia keperawatan adalah hal penting.

Dengan berbagai latar belakang diatas maka kelompok membahas beberapa hal yang

berkaitan dengan kelalaian, baik ditinjau dari hukum dan etik keperawatan, disamping

itu juga kelompok membahas bagaimana dampak dan bagaimana mencegah serta

melindungi klien dari kelalaian praktek keperawatan.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini, secara umum adalah mahasiswa dapat memahami

kelalaian dalam bidang keperawatan dilihat dari dimensi etik dan dimensi hukum.

Dan secara khusus mahasiswa dapat menjelaskan tentang pengertian, kriteria dan

unsur-unsur terjadinya kelalaian, disamping itu juga dapat menjelaskan dampak yang

terjadi dengan adanya kelalaian serta bagaimana mencegah terjadinya kelalaian dalam

praktek keperawatan.

2

C. Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini dengan membuat kasus yang sering terjadi di ruang

rawat keperawatan dan membahasnya, kemudian kelompok mendiskusikannya

dengan menggunakan studi lieratur kepustakaan.

D. Sistematika Penulisan

Penulisan makalah kelompok ini terdiri dari lima bab, yang terdiri dari:

Bab I, pendahuluan ; yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode

penulisan dan sistematika penulisan, Bab II, tinjauan teoritis yang terdiri dari ;

definisi kelalaian dan malpraktek, jenis-jenis kelalaian, kelalaian dilihat dari segi etik

dan hukum, Liabilitas dala keperawatan, Bab III; Pembahasan, dibab ini akan dibahas

kasus yang sering terjadi diruang rawat keperawatan, baik dari penyebab terjadinya

kelalaian, apa bentuk kelalaian, bagaimana mencegah dan menangani bila timbul

kelalaian. Bab IV merupakan penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran.

3

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Beberapa Definisi

1. Hukum dalam keperawatan

Hukum adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah hukum, sedangkan

etika adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah non hukum, yaitu

kaidah-kaidah tingkah laku (etika) (Supriadi, 2001).

Hukum adalah ” A binding custom or practice of acommunity: a rule of conduct

or action, prescribed or fomally recognized as binding or enforced by a

controlling authority “ (Webster’s, 2003).

Banyak sekali definisi-definisi yang berkaitan dengan hukum, tetapi yang penting

adalah hukum itu sifatnya rasionalogic, sedangkan tentang hukum dalam

keperawatan adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah hukum

keperawatan yang rasionalogic dan dapat dipertanggung jawabkan.

Fungsi hukum dalam keperawatan, sebagai berikut:

a. Memberi kerangka kerja untuk menetapkan kegiatan praktek perawatan apa

yang legal dalam merawat pasien.

b. Membedakan tanggung jawab perawat dari profesi kesehatan lain

c. Membantu menetapkan batasan yang independen tentang kegiatan

keperawatan

d. Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan dengan membuat

perawat akontabilitas dibawah hukum yang berlaku

2. Malpraktek

Balck’s law dictionary mendefinisikan malpraktek sebagai ”professional

misconduct or unreasonable lack of skill” atau failure of one rendering

professional services to exercise that degree of skill and learning commonly

applied under all the circumstances in the community by the average prudent

4

reputable member of the profession with the result of injury, loss or damage to the

recipient of those services or those entitled to rely upon them”.

Bila dilihat dari definisi diatas maka malpraktek dapat terjadi karena tindakan

yang disengaja (intentional) seperti pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian

(negligence), ataupun suatu kekurang-mahiran/ketidakkompetenan yang tidak

beralasan (Sampurno, 2005). Malpraktek dapat dilakukan oleh profesi apa saja,

tidak hanya dokter, perawat. Profesional perbankan dan akutansi adalah beberapa

profesi yang dapat melakukan malpraktek.

3. Kelalaian (Negligence)

Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti

malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian.

Kelalaian adalah segala tindakan yang dilakukan dan dapat melanggar standar

sehingga mengakibatkan cidera/kerugian orang lain (Sampurno, 2005).

Sedangkan menurut amir dan hanafiah (1998) yang dimaksud dengan kelalaian

adalah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan

sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang

seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut.

Negligence, dapat berupa Omission (kelalaian untuk melakukan sesuatu yang

seharusnya dilakukan) atau Commission (melakukan sesuatu secara tidak hati-

hati). (Tonia, 1994).

Dapat disimpulkan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu yang harusnya

dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau melakukan

tindakan dibawah standar yang telah ditentukan. Kelalaian praktek keperawatan

adalah seorang perawat tidak mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu

pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan dalam merawat pasien atau

orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.

5

B. Jenis-jenis kelalaian

Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005), sebagai berikut:

1. Malfeasance : yaitu melakukan tindakan yang menlanggar hukum atau tidak

tepat/layak, misal: melakukan tindakan keperawatan tanpa indikasi yang

memadai/tepat

2. Misfeasance : yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat tetapi

dilaksanakan dengan tidak tepat

Misal: melakukan tindakan keperawatan dengan menyalahi prosedur

3. Nonfeasance : Adalah tidak melakukan tindakan keperawatan yang merupakan

kewajibannya.

Misal: Pasien seharusnya dipasang pengaman tempat tidur tapi tidak dilakukan.

Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap tenaga kesehatan

dianggap lalai, bila memenuhi empat (4) unsur, yaitu:

1. Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk tidak

melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi

tertentu.

2. Dereliction of the duty atau penyimpanagan kewajiban

3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai

kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan.

4. Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal ini

harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan

kerugian yang setidaknya menurunkan “Proximate cause”

C. Liabilitas dalam praktek keperawatan

Liabilitas adalah tanggungan yang dimiliki oleh seseorang terhadap setiap tindakan

atau kegagalan melakukan tindakan. Perawat profesional, seperti halnya tenaga

kesehatan lain mempunyai tanggung jawab terhadap setiap bahaya yang timbulkan

dari kesalahan tindakannya. Tanggungan yang dibebankan perawat dapat berasal dari

kesalahan yang dilakukan oleh perawat baik berupa tindakan kriminal kecerobohan

dan kelalaian.

6

Seperti telah didefinisikan diatas bahwa kelalaian merupakan kegagalan melakukan

sesuatu yang oleh orang lain dengan klasifikasi yang sama, seharusnya dapat

dilakukan dalam situasi yang sama, hal ini merupakan masalah hukum yang paling

lazim terjadi dalam keperawatan. Terjadi akibat kegagalan menerapkan pengetahuan

dalam praktek antara lain disebabkan kurang pengetahuan. Dan dampak kelalaian ini

dapat merugikan pasien.

Sedangkan akuntabilitas adalah konsep yang sangat penting dalam praktik

keperawatan. Akuntabilitas mengandung arti dapat mempertaggung jawabkan suatu

tindakan yang dilakukan dan dapat menerima konsekuensi dari tindakan tersebut

(Kozier, 1991).

D. Dasar hukum perundang-undangan praktek keperawatan.

Beberapa perundang-undangan yang melindungi bagi pelaku dan penerima praktek

keperawatan yang ada di Indonesia, adalah sebagai berikut:

1. Undang – undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, bagian kesembilan

pasal 32 (penyembuhan penyakit dan pemulihan)

2. Undang – undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen

3. Peraturan menteri kesehatan No.159b/Men.Kes/II/1998 tentang Rumah

Sakit

4. Peraturan Menkes No.660/MenKes/SK/IX/1987 yang dilengkapi surat

ederan Direktur Jendral Pelayanan Medik No.105/Yan.Med/RS.Umdik/Raw/I/88

tentang penerapan standard praktek keperawatan bagi perawat kesehatan di

Rumah Sakit.

5. Kepmenkes No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan praktik perawat

dan direvisi dengan SK Kepmenkes No.1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang

registrasi dan praktik perawat.

Perlindungan hukum baik bagi pelaku dan penerima praktek keperawatan memiliki

akontabilitas terhadap keputusan dan tindakannya. Dalam menjalankan tugas sehari-

hari tidak menutup kemungkinan perawat berbuat kesalahan baik sengaja maupun

7

tidak sengaja. Oleh karena itu dalam menjalankan prakteknya secara hukum perawat

harus memperhatikan baik aspek moral atau etik keperawatan dan juga aspek hukum

yang berlaku di Indonesia. Fry (1990) menyatakan bahwa akuntabilitas mengandung

dua komponen utama, yakni tanggung jawab dan tanggung gugat. Hal ini berarti

tindakan yang dilakukan perawat dilihat dari praktik keperawatan, kode etik dan

undang-undang dapat dibenarkan atau absah (Priharjo, 1995)

E. Tanggung jawab profesi perawat

Perawat adalah salah satu pekerjaan yang memiliki ciri atau sifat yang sesuai dengan

ciri-ciri profesi. Saat ini Indonesia sudah memiliki pendidikan profesi keperawatan

yang sesuai dengan undang-undang sisdiknas, yaitu pendidikan keprofesian yang

diberikan pada orang yang telah memiliki jenjang S1 di bidang keperawatan, bahkan

sudah ada pendidikan spesialis keperawatan. Organisasi profesi keperawatan telah

memiliki standar profesi walaupun secara luas sosialisasi masih berjalan lamban.

Karena Tanggung jawab dapat dipandang dalam suatu kerangka sistem hirarki,

dimulai dati tingkat individu, tingkat institusi/profesional dan tingkat sosial

(Kozier,1991)

Profesi perawat telah juga memiliki aturan tentang kewenangan profesi, yang

memiliki dua aspek, yaitu kewenangan material dan kewenangan formil. Kewenagan

material diperoleh sejak seseorang memperoleh kompetensi dan kemudian ter-

registrasi, yang disebut sebagai Surat ijin perawat (SIP) dalam kepmenkes 1239.

sedangkan kewenangan formil adalah ijin yang memberikan kewenangan kepada

perawat (penerimanya) untuk melakukan praktek profesi perawat, yaitu Surat Ijin

Kerja (SIK) bila bekerja didalam suatu institusi dan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP)

bila bekerja secara perorangan atau kelompok. (Kepmenkes 1239, 2001)

Kewenangan profesi haruslah berkaitan dengan kompetensi profesi, tidak boleh

keluar dari kompetensi profesi. Kewenangan perawat melakukan tindakan diluar

kewenangan sebagaimana disebutkan dalam pasal 20 Kepmenkes 1239 adalah bagian

dari good samaritan law yang memang diakui diseluruh dunia. Otonomi kerja perawat

8

dimanifestasikan ke dalam adanya organisasi profesi, etika profesi dan standar

pelayanan profesi. Oragnisasi profesi atau representatif dari masyrakat profesi harus

mampu melaksanakan self-regulating, self-goverming dan self-disciplining, dalam

rangka memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa perawat berpraktek adalah

perawat yang telah kmpeten dan memenuhi standar.

Etika profesi dibuat oleh organisasi profesi/masyrakat profesi, untuk mengatur sikap

dan tingkah laku para anggotanya, terutama berkaitan dengan moralitas. Etika profesi

perawat mendasarkan ketentuan-ketentuan didalamnya kepada etika umum dan sifat-

sifat khusus moralitas profesi perawat, seperti autonomy, beneficence, nonmalefience,

justice, truth telling, privacy, confidentiality, loyality, dan lalin-lain. Etika profesi

bertujuan mempertahankan keluhuran profesi umumnya dituliskan dalam bentuk kode

etik dan pelaksanaannya diawasi oleh sebuah majelis atau dewan kehormatan etik.

Sedangkan standar pelayanan Kepmenkes 1239 disebut sebagai standar profesi, dan

diartikan sebagai pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam

menjalanankan profesi secara baik dan benar.

Tanggung jawab hukum pidana profesi perawat jelas merupakan tanggung jawab

perorangan atas perbuatan pelanggaran hukum pidana yang dilakukannya. Jenis

pidana yang mungkin dituntutkan kepada perawat adalah pidana kelalaian yang

mengakibatkan luka (pasal 360 KUHP), atau luka berat atau mati (pasal 359 KUHP),

yang dikualifikasikan dengan pemberatan ancaman pidananya bila dilakukan dalam

rangka melakukan pekerjaannya (pasal 361 KUHP). Sedangkan pidana lain yang

bukan kelalaian yang mungkin dituntutkan adalah pembuatan keterangan palsu (pasal

267-268 KUHP).

Didalam setting Rumah Sakit, pidana kelallaian yang dapat dituntutkan kepada

profesi perawat dapat berupa kelalaian dalam melakukan asuhan keperawatan

maupun kelalaian dalam melakukan tindakan medis sebagai pelaksana delegasi

tindakan medis. Kelalaian dapat berupa kelalaian dalam mencegah kecelakaan di

Rumah Sakit (jatuh), kelalaian dalam mencegah terjadinya decubitus atau pencegahan

9

infeksi, kelalaian dalam melakukan pemantauan keadaan pasien, kelalaian dalam

merespon suatu kedaruratan, dan bentuk kelalaian lainnya yang juga dapat terjadi

pada pelayanan profesi perorangan.

F. Beberapa bentuk Kelalaian dalam Keperawatan.

Pelayanan kesehatan saat ini menunjukkan kemajuan yang cepat, baik dari segi

pengetahuan maupun teknologi, termasuk bagaimana penatalaksanaan medis dan

tindakan keperawatan yang bervariasi. Sejalan dengan kemajuan tersebut kejadian

malpraktik dan juga adanya kelalaian juga terus meningkat sebagai akibat

kompleksitas dari bentuk pelayanan kesehatan khususnya keperawatan yang

diberikan dengan standar keperawatan. (Craven & Hirnle, 2000).

Beberapa situasi yang berpotensial menimbulkan tindakan kelalaian dalam

keperawatan diantaranya yaitu :

1. Kesalahan pemberian obat: Bentuk kelalaian yang sering terjadi. Hal ini

dikarenakan begitu banyaknya jumlah obat yang beredar metode pemberian yang

bervariasi. Kelalaian yang sering terjadi, diantaranya kegagalan membaca label

obat, kesalahan menghitung dosis obat, obat diberikan kepada pasien yang tiak

teoat, kesalahan mempersiapkan konsentrasi, atau kesalahan rute pemberian.

Beberapa kesalahan tersebut akan menimbulkan akibat yang fatal, bahkan

menimbulkan kematian.

2. Mengabaikan Keluhan Pasien: termasuk perawat dalam melalaikan dalan

melakukan observasi dan memberi tindakan secara tepat. Padahal dapat saja

10

keluhan pasien menjadi data yang dapat dipergunakan dalam menentukan

masalah pasien dengan tepat (Kozier, 1991)

3. Kesalahan Mengidentifikasi Masalah Klien: Kemunungkinan terjadi pada situasi

RS yang cukup sibuk, sehingga kondisi pasien tidak dapat secara rinci

diperhatikan. (Kozier, 1991).

4. Kelalaian di ruang operasi: Sering ditemukan kasus adanya benda atau alat

kesehatan yang tertinggal di tubuh pasien saat operasi. Kelalaian ini juga kelalaian

perawat, dimana peran perawat di kamar operasi harusnya mampu mengoservasi

jalannya operasi, kerjasama yang baik dan terkontrol dapat menghindarkan

kelalaian ini.

5. Timbulnya Kasus Decubitus selama dalam perawatan: Kondisi ini muncul karena

kelalaian perawat, kondisi ini sering muncul karena asuhan keperawatan yang

dijalankan oleh perawat tidak dijalankan dengan baik dan juga pengetahuan

perawat terdahap asuhan keperawatan tidak optimal.

6. Kelalaian terhadap keamanan dan keselamatan Pasien: Contoh yang sering

ditemukan adalah kejadian pasien jatuh yang sesungguhnya dapat dicegah jika

perawat memperhatikan keamanan tempat tidur pasien. Beberapa rumah sakit

memiliki aturan tertentu mengenai penggunaan alat-alat untuk mencegah hal ini.

G. Dampak Kelalaian

Kelalaian yang dilakukan oleh perawat akan memberikan dampak yang luas, tidak

saja kepada pasien dan keluarganya, juga kepada pihak Rumah Sakit, Individu

11

perawat pelaku kelalaian dan terhadap profesi. Selain gugatan pidana, juga dapat

berupa gugatan perdata dalam bentuk ganti rugi. (Sampurna, 2005).

Bila dilihat dari segi etika praktek keperawatan, bahwa kelalaian merupakan bentuk

dari pelanggaran dasar moral praktek keperawatan baik bersifat pelanggaran

autonomy, justice, nonmalefence, dan lainnya. (Kozier, 1991) dan penyelesainnya

dengan menggunakan dilema etik. Sedangkan dari segi hukum pelanggaran ini dapat

ditujukan bagi pelaku baik secara individu dan profesi dan juga institusi

penyelenggara pelayanan praktek keperawatan, dan bila ini terjadi kelalaian dapat

digolongan perbuatan pidana dan perdata (pasal 339, 360 dan 361 KUHP).

12

BAB III

PEMBAHASAN

KASUS :

Tn.T umur 55 tahun, dirawat di ruang 206 perawatan neurologi Rumah Sakit AA, tn.T

dirawat memasuki hari ketujuh perawatan. Tn.T dirawat di ruang tersebut dengan

diagnosa medis stroke iskemic, dengan kondisi saat masuk Tn.T tidak sadar, tidak dapat

makan, TD: 170/100, RR: 24 x/mt, N: 68 x/mt. Kondisi pada hari ketujuh perawatan

didapatkan Kesadaran compos mentis, TD: 150/100, N: 68, hemiparese/kelumpuhan

anggota gerak dextra atas dan bawah, bicara pelo, mulut mencong kiri. Tn.T dapat

mengerti bila diajak bicara dan dapat menjawab pertanyaan dengan baik tetapi jawaban

Tn.T tidak jelas (pelo). Tetapi saat sore hari sekitar pukul 17.00 wib terdengar bunyi

gelas plastik jatuh dan setelah itu terdengar bunyi seseorang jatuh dari tempat tidur,

diruang 206 dimana tempat Tn.T dirawat. Saat itu juga perawat yang mendengar suara

tersebut mendatangi dan masuk ruang 206, saat itu perawat mendapati Tn.T sudah berada

dilantai dibawah tempatt tidurnya dengan barang-barang disekitarnya berantakan.

Ketika peristiwa itu terjadi keluarga Tn.T sedang berada dikamar mandi, dengan adanya

peristiwa itu keluarga juga langsung mendatangi tn.T, keluarga juga terkejut dengan

peristiwa itu, keluarga menanyakan kenapa terjadi hal itu dan mengapa, keluarga tampak

kesal dengan kejadian itu. Perawat dan keluarga menanyakan kepada tn.T kenapa bapak

jatuh, tn.T mengatakan ”saya akan mengambil minum tiba-tiba saya jatuh, karena tidak

ada pengangan pad temapt tidurnya”, perawat bertanya lagi, kenapa bapak tidak minta

tolong kami ” saya pikir kan hanya mengambil air minum”.

Dua jam sebelum kejadian, perawat merapikan tempat tidur tn.T dan perawat

memberikan obat injeksi untuk penurun darah tinggi (captopril) tetapi perawat lupa

memasng side drill tempat tidur tn.T kembali. Tetapi saat itu juga perawat

memberitahukan pada pasien dan keluarga, bila butuh sesuatu dapat memanggil perawat

dengan alat yang tersedia.

13

ANALISA KASUS

Contoh kasus pada bab III merupakan salah satu bentuk kasus kelalaian dari perawat

dalam memberikan asuhan keperawatan, seharusnya perawat memberikan rasa aman dan

nyaman kepada pasien (Tn.T). rasa nyaman dan aman salah satunya dengan menjamin

bahwa Tn.T tidak akan terjadi injuri/cedera, karena kondisi Tn.T mengalami kelumpuhan

seluruh anggota gerak kanan, sehingga mengalami kesulitan dalam beraktifitas atau

menggerakan tubuhnya.

Pada kasus diatas menunjukkan bahwa kelalaian perawat dalam hal ini lupa atau tidak

memasang pengaman tempat tidur (side drill) setelah memberikan obat injeksi captopril,

sehingga dengan tidak adanya penghalang tempat tidur membuat Tn.T merasa leluasa

bergerak dari tempat tidurnya tetapi kondisi inilah yang menyebabkan Tn.T terjatuh.

Bila melihat dari hubungan perawat – pasien dan juga tenaga kesehatan lain tergambar

pada bentuk pelayanan praktek keperawatan, baik dari kode etik dan standar praktek atau

ilmu keperawatan. Pada praktek keperawatan, perawat dituntut untuk dapat bertanggung

jawab baik etik, disiplin dan hukum. Dan prinsipnya dalam melakukan praktek

keperawatan, perawat harus menperhatikan beberapa hal, yaitu: Melakukan praktek

keperawatan dengan ketelitian dan kecermatan, sesuai standar praktek keperawatan,

melakukan kegiatan sesuai kompetensinya, dan mempunyai upaya peningkatan

kesejaterahan serta kesembuhan pasien sebagai tujuan praktek.

Kelalaian implikasinya dapat dilihat dari segi etik dan hukum, bila penyelesaiannya dari

segi etik maka penyelesaiannya diserahkan dan ditangani oleh profesinya sendiri dalam

hal ini dewan kode etik profesi yang ada diorganisasi profesi, dan bila penyelesaian dari

segi hukum maka harus dilihat apakah hal ini sebagai bentuk pelanggaran pidana atau

perdata atau keduannya dan ini membutuhkan pakar dalam bidang hukum atau pihak

yang berkompeten dibidang hukum.

Bila dilihat dari beberapa teori diatas, maka kasus Tn.T, merupakan kelalaian dengan

alasan, sebagai berikut:

14

1. Kasus kelalaian Tn.T terjadi karena perawat tidak melakukan tindakan

keperawatan yang merupakan kewajiban perawat terhadap pasien, dalam hal ini

perawat tidak melakukan tindakan keperawatan sesuai standar profesi keperawatan,

dan bentuk kelalaian perawat ini termasuk dalam bentuk Nonfeasance.

Terdapat beberapa hal yang memungkinkan perawat tidak melakukan tindakan

keperawatan dengan benar, diantaranya sebagai berikut:

a. Perawat tidak kompeten (tidak sesuai dengan kompetensinya)

b. Perawat tidak mengetahui SAK dan SOP

c. Perawat tidak memahami standar praktek keperawatan

d. Rencana keperawatan yang dibuat tidak lengkap

e. Supervise dari ketua tim, kepala ruangan atau perawat primer tidak

dijalankan dengan baik

f. Tidak mempunyai tool evaluasi yang benar dalam supervise keperawatan

g. Kurangnya komunikasi perawat kepada pasien dan kelaurga tentang segala

sesuatu yang berkaitan dengan perawatan pasien. Karena kerjasama pasien dan

keluarga merupakan hal yang penting.

h. Kurang atau tidak melibatkan keluarga dalam merencanakan asuhan

keperawatan

2. Dampak – dampak kelalaian

Dampak dari kelalaian secara umum dapat dilihat baik sebagai pelanggaran etik dan

pelanggaran hukum, yang jelas mempunyai dampak bagi pelaku, penerima, dan

organisasi profesi dan administrasi.

a. Terhadap Pasien

1) Terjadinya kecelakaan atau injury dan dapat menimbulkan

masalah keperawatan baru

2) Biaya Rumah Sakit bertambah akibat bertambahnya hari rawat

3) Kemungkinan terjadi komplikasi/munculnya masalah

kesehatan/keperawatan lainnya.

4) Terdapat pelanggaran hak dari pasien, yaitu mendapatkan

perawatan sesuai dengan standar yang benar.

15

5) Pasien dalam hal ini keluarga pasien dapat menuntut pihak

Rumah Sakit atau perawat secara peroangan sesuai dengan ketententuan yang

berlaku, yaitu KUHP.

b. Perawat sebagai individu/pribadi

1) perawat tidak dipercaya oleh pasien, keluarga dan juga pihak

profesi sendiri, karena telah melanggar prinsip-prinsip moral/etik

keperawatan, antara lain:

a) Beneficience, yaitu tidak melakukan hal yang sebaiknya

dan merugikan pasien

b) Veracity, yaitu tidak mengatakan kepada pasien tentang

tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh pasien dan keluarga untuk

dapat mencegah pasien jatuh dari tempat tidur

c) Avoiding killing, yaitu perawat tidak menghargai

kehidupan manusia, jatuhnya pasien akan menambah penderitaan pasien

dan keluarga.

d) Fidelity, yaitu perawat tidak setia pad komitmennya karena

perawat tidak mempunyai rasa “caring” terhadap pasien dan keluarga,

yang seharusnya sifat caring ini selalu menjadi dasar dari pemberian

bantuan kepada pasien.

2) Perawat akan menghadapai tuntutan hukum dari keluarga pasien

dan ganti rugi atas kelalaiannya. Sesuai KUHP.

3) Terdapat unsur kelalaian dari perawat, maka perawat akan

mendapat peringatan baik dari atasannya (Kepala ruang – Direktur RS) dan

juga organisasi profesinya.

c. Bagi Rumah Sakit

1) Kurangnya kepercayaan masyarakat untuk memanfaatkan

fasilitas pelayanan kesehatan RS

2) Menurunnya kualitas keperawatan, dan kemungkinan melanggar

visi misi Rumah Sakit

3) Kemungkinan RS dapat dituntut baik secara hukum pidana dan

perdata karena melakukan kelalaian terhadap pasien

16

4) Standarisasi pelayanan Rumah Sakit akan dipertanyakan baik

secara administrasi dan prosedural

d. Bagi profesi

1) Kepercayaan masyarakat terhadap profesi keperawatan

berkurang, karena menganggap organisasi profesi tidak dapat menjamin

kepada masyarakat bahwa perawat yang melakukan asuhan keperawatan

adalah perawat yang sudah kompeten dan memenuhi standar keperawatan.

2) Masyarakat atau keluarga pasien akan mempertanyakan mutu

dan standarisasi perawat yang telah dihasilkan oleh pendidikan keperawatan

3. Hal yang perlu dilakukan dalam upaya pencegahan dan perlindungan bagi

penerima pelayanan asuhan keperawatan, adalah sebagai berikut:

# Bagi Profesi atau Organisasi Profesi keperawatan :

a. Bagi perawat secara individu harus melakukan tindakan

keperawatan/praktek keperawatan dengan kecermatan dan ketelitian tidak

ceroboh.

b. Perlunya standarisasi praktek keperawatan yang di buat oleh organisasi

profesi dengan jelas dan tegas.

c. Perlunya suatu badan atau konsil keperawatan yang menyeleksi perawat

yang sebelum bekerja pada pelayanan keperawatan dan melakukan praktek

keperawatan.

d. Memberlakukan segala ketentuan/perundangan yang ada kepada

perawat/praktisi keperawatan sebelum memberikan praktek keperawatan sehingga

dapat dipertanggung jawabkan baik secara administrasi dan hukum, missal: SIP

dikeluarkan dengan sudah melewati proses-proses tertentu.

# Bagi Rumah Sakit dan Ruangan

a. Hendaknya Rumah Sakit melakukan uji kompetensi sesuai standarisasi yang telah

ditetapkan oleh profesi keperawatan

b. Rumah Sakit dalam hal ini ruangan rawat melakukan uji kompetensi pada

bidangnya secara bertahap dan berkesinambungan.

17

c. Rumah Sakit/Ruang rawat dapat melakukan system regulasi keperawatan yang

jelas dan sesuai dengan standar, berupa registrasi, sertifikasi, lisensi bagi

perawatnya.

d. Perlunya pelatihan atau seminar secara periodic bagi semua perawat berkaitan

dengan etik dan hukum dalam keperawatan.

e. Ruangan rawat harus membuat SAK atau SOP yang jelas dan sesuai dengan

standar praktek keperawatan.

f. Bidang keperawatan/ruangan dapat memberikan pembinaan kepada perawat yang

melakukan kelalaian.

g. Ruangan dan RS bekerjasama dengan organisasi profesi dalam pembinaan dan

persiapan pembelaan hukum bila ada tuntutan dari keluarga.

Penyelesaian Kasus Tn.T dan kelalaian perawat diatas, harus memperhatikan berbagai hal

baik dari segi pasien dan kelurga, perawat secara perorangan, Rumah Sakit sebagai

institusi dan juga bagaimana padangan dari organisasi profesi.

Pasien dan keluarga perlu untuk dikaji dan dilakukan testomoni atas kejadian tersebut,

bila dilihat dari kasus bahwa Tn.T dan kelurga telah diberikan penjelasan oleh perawat

sebelum, bila membutuhkan sesuatu dapat memanggil perawat dengan menggunakan alat

bantu yang ada. Ini menunjukkan juga bentuk kelalaian atau ketidakdisiplinan dari pasien

dan keluarga atas jatuhnya Tn.T.

Segi perawat secara perorangan, harus dilihat dahulu apakah perawat tersebut kompeten

dan sudah memiliki Surat ijin perawat, atau lainnya sesuai ketentuan perudang-undangan

yang berlaku, apa perawat tersebut memang kompete dan telah sesuai melakukan praktek

asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke, seperti Tn.T.

Tetapi bagaimanapun perawat harus dapat mempertanggung jawabkan semua bentuk

kelalaian sesuai aturan perundangan yang berlaku.

Bagi pihak Rumah Sakit, harus juga memberikan penjelasan apakah perawat yang

dipekerjakan di Rumah Sakit tersebut telah memenuhi syarat-syarat yang diperbolehkan

oleh profesi untuk mempekerjakan perawat tersebut. Apakah RS atau ruangan tempat

18

Tn.T dirawat mempunyai standar (SOP) yang jelas. Dan harus diperjelas bagaimana

Hubungan perawat sebagai pemberi praktek asuhan keperawatan di dan kedudukan RS

terhadap perawat tersebut.

Bagi organisasi profesi juga harus diperhatikan beberapa hal yang memungkinkan

perawat melakukan kelalaian, organisasi apakah sudah mempunyai standar profesi yang

jelas dan telah diberlakukan bagi anggotannya, dan apakah profesi telah mempunyai

aturan hukum yang mengikat anggotannya sehingga dapat mempertanggung jawabkan

tindakan praktek keperawatannya dihadapan hukum, moral dan etik keperawatan.

Keputusan ada atau tidaknya kelalaian/malpraktek bukanlah penilaian atas hasil akhir

pelayanan praktek keperawatan pada pasien, melainkan penilaian atas sikap dan tindakan

yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh tenaga medis dibandingkan dengan

standar yang berlaku.

19

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti

malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian.

Dapat dikatakan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan

pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau melakukan tindakan dibawah

standar yang telah ditentukan.

Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang perawat tidak mempergunakan tingkat

ketrampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan dalam

merawat pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.

Kelalaian merupakan bentuk pelanggaran yang dapat dikategorikan dalam

pelanggaran etik dan juga dapat digolongan dalam pelanggaran hukum, yang jeas

harus dilihat dahulu proses terjadinya kelalaian tersebut bukan pada hasil akhir

kenapa timbulnya kelalaian. Harus dilakukan penilaian terleih dahulu atas sikap dan

tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh tenaga keperawatan dengan

standar yang berlaku.

Sebagai bentuk tanggung jawab dalam praktek keperawatan maka perawat sebelum

melakukan praktek keperawatan harus mempunyai kompetensi baik keilmuan dan

ketrampilan yang telah diatur dalam profesi keperawatan, dan legalitas perawat

Indonesia dalam melakukan praktek keperawatan telah diatur oleh perundang-

undangan tentang registrasi dan praktek keperawatan disamping mengikuti beberapa

peraturan perundangan yang berlaku.

Penyelesaian kasus kelalaian harus dilihat sebagai suatu kasus profesional bukan

sebagai kasus kriminal, berbeda dengan perbuatan/kegiatan yang sengaja melakukan

kelalaian sehingga menyebabkan orang lain menjadi cedera dll. Disini perawat

20

dituntut untu lebih hati-hati, cermat dan tidak cerobah dalam melakukan praktek

keperawatannya. Sehingga pasien terhindar dari kelalaian.

B. SARAN

1. Standar profesi keperawatan dan standar kompetensi merupakan hal

penting untuk menghindarkan terjadinya kelalaian, maka perlunya pemberlakuan

standar praktek keperawatan secara Nasional dan terlegalisasi dengan jelas.

2. Perawat sebagai profesi baik perorangan dan kelompok hendaknya

memahami dan mentaati aturan perundang-undangan yang telah diberlakukan di

Indonesia, agar perawat dapat terhindar dari bentuk pelanggaran baik etik dan

hukum.

3. Pemahaman dan bekerja dengan kehati-hatian, kecermatan,

menghindarkan bekerja dengan cerobah, adalah cara terbaik dalam melakukan

praktek keperawatan sehingga dapat terhindar dari kelalaian/malpraktek.

4. Rumah Sakit sebagai institusi pengelola layanan praktek keperawatan

dan asuhan keperawatan harus memperjelas kedudukannya dan hubungannya

dengan pelaku/pemberi pelayanan keperawatan, sehingga dapat diperjelas bentuk

tanggung jawab dari masing-masing pihak

5. Penyelesaian terbaik dalam menghadapi masalah kelalaian adalah

dengan jalan melakukan penilaian atas sikap dan tindakan yang dilakukan atau

yang tidak dilakukan oleh tenaga perawat dan dibandingkan dengan standar yang

berlaku.

21

Daftar Referensi

Amir & Hanafiah, (1999). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi ketiga: Jakarta: EGC.

Craven & Hirnle. (2000). Fundamentals of nursing. Philadelphia. Lippincott

Huston, C.J, (2000). Leadership Roles and Management Functions in Nursing; Theory and Aplication; third edition: Philadelphia: Lippincott.

Kozier. (2000). Fundamentals of Nursing : concept theory and practices. Philadelphia. Addison Wesley.

Kepmenkes RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001, Tetang Resgistrasi Praktik Perawat.

Leah curtin & M. Josephine Flaherty (1992). Nursing Ethics; Theories and Pragmatics: Maryland: Robert J.Brady CO.

Priharjo, R (1995). Pengantar etika keperawatan; Yogyakarta: Kanisius.

Redjeki, S. (2005). Etika keperawatan ditinjau dari segi hukum. Materi seminar tidak diterbitkan.

Supriadi, (2001). Hukum Kedokteran : Bandung: CV Mandar Maju.

Staunton, P and Whyburn, B. (1997). Nursing and the law. 4th ed.Sydney: Harcourt.

Sampurno, B. (2005). Malpraktek dalam pelayanan kedokteran. Materi seminar tidak diterbitkan.

Soenarto Soerodibroto, (2001). KUHP & KUHAP dilengkapi yurisprodensi Mahkamah Agung dan Hoge Road: Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada.

Tonia, Aiken. (1994). Legal, Ethical & Political Issues in Nursing. 2ndEd. Philadelphia. FA Davis.

Undang-undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999. Jakarta: Sinar Grafika.

22