36
BAB I PENDAHULUAN Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit otak, biasanya bersifat kronik atau progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (fungsi kortikal yang multipel), termasuk daya ingat, daya pikir, daya orientasi, daya pemahaman, berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan daya kemampuan menilai. Kesadaran tidak berkabut, dan biasanya disertai hendaya fungsi kognitif, ada kalanya diawali oleh kemerosotan (deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial atau motivasi. Sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit serebrovaskuler, dan pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder mengenai otak. 2 1

Kasus Demensia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

yyyyy

Citation preview

Page 1: Kasus Demensia

BAB I

PENDAHULUAN

Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit otak, biasanya bersifat kronik

atau progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (fungsi kortikal yang multipel), termasuk

daya ingat, daya pikir, daya orientasi, daya pemahaman, berhitung, kemampuan belajar,

berbahasa, dan daya kemampuan menilai. Kesadaran tidak berkabut, dan biasanya disertai

hendaya fungsi kognitif, ada kalanya diawali oleh kemerosotan (deterioration) dalam

pengendalian emosi, perilaku sosial atau motivasi. Sindrom ini terjadi pada penyakit

Alzheimer, pada penyakit serebrovaskuler, dan pada kondisi lain yang secara primer atau

sekunder mengenai otak.2

1

Page 2: Kasus Demensia

BAB II

DEMENSIA

2.1. Definisi

Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah

mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak

organik, diikuti keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk

gangguan fungsi kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran

konseptual. Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif. 2

Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai

gangguan kesadaran. Demensia adalah Sindrom penyakit akibat kelainan otak bersifat

kronik / progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (Kortikal yang multiple) yaitu ; daya

ingat , daya fikir , daya orientasi , daya pemahaman , berhitung , kemampuan belajar,

berbahasa , kemampuan menilai. Kesadaran tidak berkabut , Biasanya disertai hendaya fungsi

kognitif , dan ada kalanya diawali oleh kemerosotan (detetioration) dalam pengendalian

emosi, perilaku sosial atau motivasi sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada

penyakit kardiovaskular, dan pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder mengenai

otak. 3

2.2. Epidemiologi

Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi

demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada kelompok usia diatas

65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat mencapai 5 persen, sedangkan pada

kelompok usia diatas 85 tahun prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen. 1,2,4

Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya

menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer

(Alzheimer’s diseases). Prevalensi demensia tipe Alzheimer meningkat seiring bertambahnya

usia. Untuk seseorang yang berusia 65 tahun prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan

0,8 persen pada wanita. Pada usia 90 tahun, prevalensinya mencapai 21 persen. Pasien

dengan demensia tipe Alzheimer membutuhkan lebih dari 50 persen perawatan rumah

(nursing home bed). 1,2,4

Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia vaskuler, yang

secara kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler. Hipertensi merupakan factor

predisposisi bagi seseorang untuk menderita demensia. Demensia vaskuler meliputi 15

2

Page 3: Kasus Demensia

hingga 30 persen dari seluruh kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemui pada

seseorang yang berusia antara 60 hingga 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada

wanita. Sekitar 10 hingga 15 persen pasien menderita kedua jenis demensia tersebut. 1,5

Penyebab demensia paling sering lainnya, masing-masing mencerminkan 1 hingga 5

persen kasus adalah trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan alkohol, dan

berbagai jenis demensia yang berhubungan dengan gangguan pergerakan, misalnya penyakit

Huntington dan penyakit Parkinson. Karena demensia adalah suatu sindrom yang umum, dan

mempunyai banyak penyebab, dokter harus melakukan pemeriksaan klinis dengan cermat

pada seorang pasien dengan demensia untuk menegakkan penyebab demensia pada pasien

tertentu. 1

2.3. Etiologi

Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas 65 tahun

adalah (1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3) campuran antara keduanya.

Penyebab lain yang mencapai kira-kira 10 persen diantaranya adalah demensia jisim Lewy

(Lewy body dementia), penyakit Pick, demensia frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal,

demensia alkoholik, demensia infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV)

atau sifilis) dan penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan

penatalaksanaan klinis berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti kelaianan

metabolik (misalnya hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin B12 atau

defisiensi asam folat), atau sindrom demensia akibat depresi. Pada tabel 2.1 berikut ini dapat

dilihat kemungkinan penyebab demensia :

Tabel 2.1. Kemungkinan penyebab demensia

Demensia Degeneratif

· Penyakit Alzheimer

· Demensia frontotemporal

(misalnya; Penyakit Pick)

· Penyakit Parkinson

· Demensia Jisim Lewy

· Ferokalsinosis serebral idiopatik

(penyakit Fahr)

· Kelumphan supranuklear yang

Lain-lain

· Penyakit Huntington

· Penyakit Wilson

· Leukodistrofi metakromatik

Infeksi

· Penyakit Prion (misalnya

penyakit Creutzfeldt-Jakob,

bovine spongiform encephalitis,

(Sindrom Gerstmann-

3

Page 4: Kasus Demensia

Progresif

Trauma

· Dementia pugilistica,

posttraumatic dementia

· Subdural hematoma

Kelainan Psikiatrik

· Pseudodemensia pada depresi

· Penurunan fungsi kognitif pada

skizofrenia lanjut

Tumor

· Tumor primer maupun metastase

(misalnya meningioma atau tumor

metastasis dari tumor payudara

atau tumor paru)

Kelainan jantung, vaskuler dan anoksia

· Neuroakantosistosis

· Infark serebri (infark tunggak

mauapun mulitpel atau infark

lakunar)

· Penyakit Binswanger

(subcortical arteriosclerotic

encephalopathy)

· Insufisiensi hemodinamik

(hipoperfusi atau hipoksia)

Straussler)

· Acquired immune deficiency

syndrome (AIDS)

· Sifilis

Fisiologis

· Hidrosefalus tekanan normal

Kelainan Metabolik

· Defisiensi vitamin (misalnya

vitamin B12, folat)

· Endokrinopati (e.g.,

hipotiroidisme)

· Gangguan metabolisme kronik

(contoh : uremia)

Obat-obatan dan toksin

· Alkohol

· Logam berat

· Radiasi

· Pseudodemensia akibat

pengobatan (misalnya

penggunaan antikolinergik)

· Karbon monoksida

Penyakit demielinisasi

· Sklerosis multipel

4

Page 5: Kasus Demensia

Gambar.2.1. Perbadingan persentase etiologi dari demensia. 6

2.3.1. Demensia Tipe Alzheimer

Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang selanjutnya diberi

nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia menggambarkan seorang wanita berusia 51

tahun dengan perjalanan demensia progresif selama 4,5 tahun. Diagnosis akhir Alzheimer

didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak; meskipun demikian, demensia Alzheimer

biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab demensia lain telah

disingkirkan dari pertimbangan diagnostic. 2

Gambar.2.2 Penyakit Alzheimer. Tampak secara jelas plak senilis disebelah kiri.

Beberapa serabut neuron tampak kusut disebelah kanan.

5

Page 6: Kasus Demensia

Menjadi catatan tentang adanya kekacauan hantaran listrik pada sistem kortikal. 2

Gambar.2.3 Sel otak pada Penyakit Alzheimer dibandingkan dengan sel otak normal. 7

2.3.1.1.Faktor Genetik

Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih belum diketahui, telah

terjadi kemajuan dalam molekular dari deposit amiloid yang merupakan tanda utama

neuropatologi gangguan. Beberapa peneliti menyatakan bahwa 40 % dari pasien

demensia mempunyai riwayat keluarga menderita demensia tipe Alzheimer, jadi

setidaknya pada beberapa kasus, faktor genetic dianggap berperan dalam

perkembangan demensia tipe Alzheimer tersebut. Dukungan tambahan tentang

peranan genetik adalah bahwa terdapat angka persesuaian untuk kembar monozigotik,

dimana angka kejadian demensia tipe Alzheimer lebih tinggi daripada angka kejadian

pada kembar dizigotik. Dalam beberapa kasus yang telah tercatat dengan baik,

gangguan ditransmisikan dalam keluarga melalui satu gen autosomal dominan, walau

transmisi tersebut jarang terjadi. 2

2.3.1.2 Protein prekursor amiloid

Gen untuk protein prekusor amiloid terletak pada lengan panjang kromosom

21. Melalui proses penyambungan diferensial, dihasilkan empat bentuk protein

prekusor amiloid. Protein beta/A4, yang merupakan konstituen utama dari plak

senilis, adalah suatu peptida dengan 42-asamamino yang merupakan hasil pemecahan

dari protein prekusor amiloid. Pada kasus sindrom Down (trisomi kromosom 21)

ditemukan tiga cetakan gen protein prekusor amiloid, dan pada kelainan dengan

6

Page 7: Kasus Demensia

mutasi yang terjadi pada kodon 717 dalam gen protein prekusor amiloid, suatu proses

patologis yang menghasilkan deposit protein beta/A4 yang berlebihan. Bagaimana

proses yang terjadi pada protein prekusor amiloid dalam perannya sebagai penyebab

utama penyakit Alzheimer masih belum diketahui, akan tetapi banyak kelompok studi

yang meneliti baik proses metabolisme yang normal dari protein prekusor amiloid

maupun proses metabolisme yang terjadi pada pasien dengan demensia tipe

Alzheimer untuk menjawab pertanyaan tersebut. 2

2.3.1.3 Gen E4 multipel

Sebuah penelitian menunjukkan peran gen E4 dalam perjalanan penyakit

Alzheimer. Individu yang memiliki satu kopi gen tersebut memiliki kemungkinan tiga

kali lebih besar daripada individu yang tidak memiliki gen E4 tersebut, dan individu

yang memiliki dua kopi gen E4 memiliki kemungkinan delapan kali lebih besar

daripada yang tidak memiliki gen tersebut. Pemeriksaan diagnostik terhadap gen ini

tidal direkomendasikan untuk saat ini, karena gen tersebut ditemukan juga pada

individu tanpa demensia dan juga belum tentu ditemukan pada seluruh penderita

demensia. 2

2.3.1.4 Neuropatologi

Penelitian neuroanatomi otak klasik pada pasien dengan penyakit Alzheimer

menunjukkan adanya atrofi dengan pendataran sulkus kortikalis dan pelebaran

ventrikel serebri. Gambaran mikroskopis klasik dan patognomonik dari demensia tipe

Alzheimer adalah plak senilis, kekusutan serabut neuron, neuronal loss (biasanya

ditemukan pada korteks dan hipokampus), dan degenerasi granulovaskuler pada sel

saraf. Kekusutan serabut neuron (neurofibrillary tangles) terdiri dari elemen

sitoskletal dan protein primer terfosforilasi, meskipun jenis protein sitoskletal lainnya

dapat juga terjadi. Kekusutan serabut neuron tersebut tidak khas ditemukan pada

penyakit Alzheimer, fenomena tersebut juga ditemukan pada sindrom Down,

demensia pugilistika (punch-drunk syndrome) kompleks Parkinson-demensia Guam,

penyakit Hallervon-Spatz, dan otak yang normal pada seseorang dengan usia lanjut.

Kekusutan serabut neuron biasanya ditemukan di daerah korteks, hipokampus,

substansia nigra, dan lokus sereleus. 8

Plak senilis (disebut juga plak amiloid), lebih kuat mendukung untuk

diagnosis penyakit Alzheimer meskipun plak senilis tersebut juga ditemukan pada

7

Page 8: Kasus Demensia

sindrom Down dan dalam beberapa kasus ditemukan pada proses penuaan yang

normal. 2

2.3.1.5. Neurotransmiter

Neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi dari demensia

Alzheimer adalah asetilkolin dan norepinefrin. Keduanya dihipotesis menjadi

hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Beberapa penelitian melaporkan pada penyakit

Alzheimer ditemukannya suatu degenerasi spesifik pada neuron kolinergik pada

nukleus basalis meynert. Data lain yang mendukung adanya defisit kolinergik pada

Alzheimer adalah ditemukan konsentrasi asetilkolin dan asetilkolintransferase

menurun. 2

2.3.1.6. Penyebab potensial lainnya

Teori kausatif lainnya telah diajukan untuk menjelaskan perkembangan

penyakit Alzheimer. Satu teori adalah bahwa kelainan dalam pengaturan metabolisme

fosfolipid membrane menyebabkan membran yang kurang cairan yaitu, lebih kaku

dibandingkan dengan membrane yang normal. Penelitian melalui spektroskopik

resonansi molekular (Molecular Resonance Spectroscopic; MRS) mendapatkan kadar

alumunium yang tinggi dalam beberapa otak pasien dengan penyakit Alzheimer. 2

2.3.2. Demensia vaskuler

Penyebabnya adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel yang menimbulkan

gejala berpola demensia. Ditemukan umumnya pada laki-laki, khususnya dengan riwayat

hipertensi dan faktor resiko kardiovaskuler lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh

darah serebral berukuran kecil dan sedang yang mengalami infark dan menghasilkan lesi

parenkhim multiple yang menyebar luas pada otak (gambar 2.2). Penyebab infark berupa

oklusi pembuluh darah oleh plaq arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat

lain( misalnya katup jantung). Pada pemeriksaan akan ditemukan bruit karotis, hasil

funduskopi yang tidak normal atau pembesaran jantung (gambar 2.3). 2,3

8

Page 9: Kasus Demensia

Gambar.2.4. Makroskopis korteks serebral pada potongan koronal dari suatu kasus demensia

vascular. Infark lakunar bilateral multipel mengenai thalamus, kapsula interna dan globus

palidus. 2

Gambar 2.5 Pasien dengan demensia kronik biasanya memerlukan perawatan custodial.

Pasien biasanya mengalami kemunduran perilaku,

seperti menghisap jari,khas pada jenis ini. 2

9

Page 10: Kasus Demensia

Gambar 2.6 Gambaran Demensia Vaskular. 8

2.3.3. Penyakit Binswanger

Dikenal juga sebagai ensefalopati arteriosklerotik subkortikal, ditandai dengan

ditemukannya infark-infark kecil pada subtansia alba yang juga mengenai daerah korteks

serebri (Gambar 2.4). Dulu dianggap penyakit yang jarang terjadi tapi dengan pencitraan

yang canggih dan kuat seperti resonansi magnetik (Magnetic Resonance Imaging; MRI)

membuat penemuan kasus ini menjadi lebih sering. 2

10

Page 11: Kasus Demensia

Gambar.2.7. Penyakit Binswanger. Potongan melintang menunjukkan gambaran infark pada

bagian putih subkortikal.dengan pengurangan subtansia grisea. 2

2.3.4. Penyakit Pick

Penyakit Pick ditandai atrofi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal. Daerah

tersebut mengalami kehilangan neuronal, gliosis dan adanya badan Pick neuronal, yang

merupakan massa elemen sitoskeletal. Badan Pick ditemukan pada beberapa specimen

postmortem tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis. Penyebab dari penyakit Pick tidak

diketahui. Penyakit Pick berjumlah kira-kira 5% dari semua demensia ireversibel. Penyakit

ini paling sering pada laki-laki, khususnya yang memiliki keluarga derajat pertama dengan

penyakit ini. Penyakit Pick sukar dibedakan dengan demensia Alzheimer. Walaupun stadium

awal penyakit lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi

kognitif lain yang relative bertahan. Gambaran sindrom Kluver-Bucy (contohnya:

hiperseksualitas, flaksiditas, hiperoralitas) lebih sering ditemukan pada penyakit Pick

daripada pada penyakit Alzheimer. 2

11

Page 12: Kasus Demensia

Gambar.2.8. Penyakit Pick dengan kelainan patologi yang luas . Gambaran menunjukkan

atrofi yang paling luas pada lobus frontalis serta pada lobus temporalis dan parietalis . 2

Gambar.2.9. Pemeriksaan PET pada penyakit PICK. 6

2.3.5. Penyakit Jisim lewy (Lewy body diseases)

Penyakit Jisim Lewy adalah suatudemensia yang secara klinis mirip dengan penyakit

lzheimer dan sering ditandai oleh adanya halusinasi, gambaran Parkinsonisme, dan gejala

ekstrapiramidal. Inklusi Jisim Lewy ditemukan di daerah korteks serebri. Insiden yang

sesungguhnya tidak diketahui. Pasien dengan penyakit Jisim Lewy ini menunjukkan efek

yang menyimpang (adverse effect) ketika diberi pengobatan dengan antipsikotik. 2,3

2.3.6. Penyakit Huntington

Penyakit Huntington secara klasik dikaitkan dengan perkembangan demensia.

Demensia pada penyakit ini terlihat sebagai demensia tipe subkortikal yang ditandai dengan

abnormalitas motorik yang lebih menonjol dan gangguan kemampuan berbahasa yang lebih

ringan dibandingkan demensia tipe kortikal. Demensia pada penyakit Huntington

12

Page 13: Kasus Demensia

menunjukkan perlambatan psikomotor dan kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan yang

kompleks, akan tetapi memori, bahasa, dan tilikan relatif utuh pada stadium awal dan

pertengahan penyakit. Dalam perkembangannya, demensia menjadi lengkap dan gambaran

klinis yang membedakannya dengan demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insiden

depresi dan psikosis, selain gangguan pergerakan berupa gambaran koreoatetoid klasik. 2

2.3.7. Penyakit Parkinson

Sebagaimana pada penyakit Huntington, Parkinsonisme merupakan penyakit pada

ganglia basalis yang biasanya dikaitkan dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20

hingga 30 persen pasien dengan penyakit Parkinson mengalami gangguan kemampuan

kognitif. Gerakan lambat pada pasien dengan penyakit Parkinson sejajar dengan perlambatan

berpikir pada beberapa pasien, suatu gambaran yang sering disebut oleh para klinis sebagai

bradifrenia. 2

2.4. Gambaran Klinis

2.4.1.Kepribadian

Perubahan kepribadian pada seseorang yang menderita demensia biasanya akan

mengganggu bagi keluarganya. Ciri kepribadiaan sebelum sakit mungkin dapat menonjol

selama perkembangan demensia. Pasien dengan demensia juga menjadi tertutup serta

menjadi kurang perhatian dibandingkan sebelumnya. Seseorang dengan demensia yang

memiliki waham paranoid umumnya lebih cenderung memusuhi anggota keluarganya dan

pengasuhnya. Pasien yang mengalami kelainan pada lobus fraontalis dan temporalis

biasanya mengalami perubahan kepribadian dan mungkin lebih iritabel dan eksplosif. 2

2.4.2. Halusinasi dan Waham

Diperkirakan sekitar 20 hingga 30 persen dengan demensia (terutama pasien

dengan demensia tipe Alzheimer) memiliki halusinasi, dan 30 hingga 40 persen memiliki

waham, terutama waham paranoid yang bersifat tidak sistematis, meskipun waham yang

sistematis juga dilaporkan pada pasien tersebut. Agresi fisik dan bentuk-bentuk kekerasan

lainnya lazim ditemukan pada pasien dengan demensia yang juga memiliki gejala-gejala

psikotik. 2

13

Page 14: Kasus Demensia

2.4.3. Mood

Pada pasien dengan gejala psikosis dan perubahan kepribadian, depresi dan

kecemasan merupakan gejala utama yang ditemukan pada 40 hingga 50 persen pasien

dengan demensia, meskipun sindrom depresif secara utuh hanya tampak pada 10 hingga

20 persen pasien. Pasien dengan demensia juga dapat menujukkan perubahan emosi yang

ekstrem tanpa provokasi yang nyata (misalnya tertawa dan menangis yang patologis). 2

2.4.4. Perubahan Kognitif

Pada pasien demensia yang disertai afasia lazim ditemukan adanya apraksia dan

agnosia dimana gejala-gejala tersebut masuk dalam kriteria DSM IV. Tanda-tanda

neurologis lainnya yang dikaitkan dengan demensia adalah bangkitan yaitu ditemukan

kira-kira pada 10 persen pasien dengan demensia tipe Alzheimer serta 20 persen pada

pasien dengan demensia vaskuler. Refleks primitif seperti refleks menggenggam, refleks

moncong (snout), refleks mengisap, reflex tonus kaki serta refleks palmomental dapat

ditemukan melalui pemeriksaan neurologis pada 5 hingga 10 persen pasien. Untuk

menilai fugsi kognitif pada pasien demensia dapat digunakan The Mini Mental State

Exam (MMSE). 9

Gambar.2.11. Test menggambar jam pada salah penilaian MMSE. 9

Pasien dengan demensia vaskuler mungkin mempunyai gejala-gejala neurologis

tambahan seperti sakit kepala, pusing, kepala terasa ringan, kelemahan, tanda defisit

neurologis fokal terutama yang terkait dengan penyakit serebro-vaskuler, pseudobulber

palsy, disartria, dan disfagia yang lebih menonjol dibandingkan dengan gejala-gejala

diatas pada jenis-jenis demensia lainnya. 2

14

Page 15: Kasus Demensia

2.4.5. Reaksi Katastrofik

Pasien dengan demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan yang oleh

Kurt Goldstein disebut “perilaku abstrak”. Pasien mengalami kesulitan untuk memahami

suatu konsep dan menjelaskan perbedaan konsep-konsep tersebut. Lebih jauh lagi,

kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah, berpikir logis, dan kemampuan

menilai suara juga terganggu. Goldstein juga menggambarkan reaksi katastrofik berupa

agitasi terhadap kesadaran subyektif dari defisit intelektual dalam kondisi yang penuh

tekanan. Pasien biasanya mengkompensasi defek yang dialami dengan cara menghindari

kegagalan dalam kemampuan intelektualnya, misalnya dengan cara bercanda atau dengan

mengalihkan pembicaraannya dengan pemeriksa. Buruknya penilaian dan kemampuan

mengendalikan impuls adalah lazim, biasanya ditemukan pada demensia yang secara

primer mengenai daerah lobus frontalis. Contoh dari kelainan ini adalah penggunaan kata-

kata yang kasar, bercanda dengan tidak wajar, ketidakpedulian terhadap penampilan dan

kebersihan diri, serta sikap acuh tak acuh dalam hubungan sosialnya. 2

2.4.6. Sindrom Sundowner

Sindrom sundowner ditandai dengan keadaan mengantuk, bingung, ataksia dan

terjatuh secara tiba-tiba. Gejala-gejala tersebut muncul pada pasien yang berumur lebih

tua yang mengalami sedasi yang berlebihan dan penderita demensia yang bereaksi secara

berlebihan terhadap obat-obat psikoaktif bahkan dengan dosis yang kecli sekalipun.

Sindrom tersebut juga muncul pada pasien demensia saat sitmulus eksternal seperti

cahaya dan isyarat interpersonal dihilangkan.

2.5. Klasifikasi

Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit, kerusakan

struktur otak, sifat klinisnya dan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan

Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III). 1,3

1) Menurut Umur:

Demensia senilis (>65th)

Demensia prasenilis (<65th)

2) Menurut perjalanan penyakit:

Reversibel

Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, Defisiensi

vitamin B, Hipotiroidism, intoksikasi Pb)

15

Page 16: Kasus Demensia

3) Menurut kerusakan struktur otak

Tipe Alzheimer

Tipe non-Alzheimer

Demensia vaskular

Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)

Demensia Lobus frontal-temporal

Demensia terkait dengan HIV-AIDS

Morbus Parkinson

Morbus Huntington

Morbus Pick

Morbus Jakob-Creutzfeldt

Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker

Prion disease

Palsi Supranuklear progresif

Multiple sklerosis

Neurosifilis

Tipe campuran

4) Menurut sifat klinis:

Demensia proprius

Pseudo-demensia

Berdasarkan PPDGJ III demensia termasuk dalam F00-F03 yang merupakan

gangguan mental organik dengan klasifikasinya sebagai berikut ;

F 00 Demensia pada penyakit Alzheimer

F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini

F00.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan Onset Lambat

F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan, tipe tidak khas atau tipe

campuran

F00.9 Demensia pada penyakit Alzheimer YTT (Yang Tidak Tergolongkan)

F 01 Demensia Vaskular

F01.0 Demensia Vaskular Onset akut

F01.1 Demensia Vaskular Multi-Infark

F01.2 Demensia Vaskular Sub Kortikal

F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal

16

Page 17: Kasus Demensia

F01.8 Demensia Vaskular lainnya

F01.9 Demensia Vaskular YTT

F02 Demensia pada penyakit lain

F02.0 Demensia pada penyakit PICK

F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt-Jakob

F02.2 Demensia pada penyakit Huntington

F02.3 Demensia pada penyakit parkinson

F02.4 Demensia pada penyakit HIV

F02.8 Demensia pada penyakit lain YDT –YDK (Yang Di-Tentukan-Yang Di-

Klasifikasikan ditempat lain)

F03 Demensia YTT

Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada F00-F03 sebagai

berikut :

1. .X0 Tanpa gejala tambahan

2. .X1 Gejala lain, terutama waham

3. .X2 Halusinasi

4. .X3 Depresi

5. .X4 Campuran lain

2.6. Diagnosis dan Keluhan Utama

Diagnosis demensia ditetapkan dalam DSM-IV-TR, untuk demensia tipe Alzheimer’s

(tabel 2.2).2 Diagnosis demensia berdasarkan pemeriksaan klinis, termasuk pemeriksaan

status mental, dan melalui informasi dari pasien, keluarga, teman dan teman sekerja. Keluhan

terhadap peerubahan sifat pasien dengan usia lebih tua dari 40 tahun membuat kita harus

mempertimbangan dengan cermat untuk mendiagnosis dimensia. 2

17

Page 18: Kasus Demensia

Tabel 2.2 Kriteria Diagnostik untuk Demensia

A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan dengan baik

1. Gangguan daya ingat (gangguan Kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)

2. Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut;

a) Afasia (gangguan bahasa)b) Apraksia (gangguan kemampuan

untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi motorik utuh)

c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi sensorik utuh

d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak)

B. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan yangbermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya

C. Perjalanan penyakit ditandai oleh onset yang bertahap dan penurunan kognitif yang terus menerus

D. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 bukan karena salah satu berikut ;

1. Kondisi sistem saraf pusat lain yang menyebabkan defisit progresif dalam daya ingat kognisi misalnya penyakit serebrovaskuler, penyakit Parkinson, penyakit Huntington, hematoma subdural , hidrosefalus tekanan normal, tumor otak

2. Kondisi sistemik yang diketehui menyebabkan demensia misalnya, hipotiroidisme, defisiensi vitamin B12 atau asam folat, defisiensi niasin, hiperkalsemia, neurosifilis, infeksi HIV

3. Kondisi yang berhubungan dengan zat

E. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirium

F. Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan aksis lainnya (misalnya, gangguandepresif berat, Skizofrenia)

Kondisi akibat zat Kode didasarkan pada tipe onset dan ciri yang menonjol; Tanpa gangguan perilaku ; Jika ganguan kognitif tidak disertai dengan gangguan perilaku yang bermaknasecara klinis

Dengan gangguan perilaku ; Jika gangguan kognitif disertai gangguan perilaku yang bermakna secara klinis (misalnya keluyuran, agitasi) Subtipe yang spesifik;Dengan onset dini : jika onset pada umur < 65 tahun Dengan onset lanjut ; jika onset padausia > 65 tahun

Catatan cara ; Penyakit Alzheimer ditulis pada aksis 3. Gejala klinis lain yang menonjol yang berhubungan dengan penyakit Alzheimer,sdidiagnosis pada aksis I ( misalnya gangguan mood yang berkaitan dengan penyakit Alzheimer, dengan depresi yang menonjol, dan perubahan kepribadian yang berhubungan dengan penyakit Alzheimer, tipe agresif )

18

Page 19: Kasus Demensia

2.7. Penatalaksanaan

Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah melakukan verifikas

diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat progresifitas penyakit dapat

dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi yang tepat dapat diberikan. Tindakan

pengukuran untuk pencegahan adalah penting terutama pada demensia vaskuler. Pengukuran

tersebut dapat berupa pengaturan diet, olahraga, dan pengontrolan terhadap diabetes dan

hipertensi. Obat-obatan yang diberikan dapat berupa antihipertensi, antikoagulan, atau

antiplatelet. Pengontrolan terhadap tekanan darah harus dilakukan sehingga tekanan darah

pasien dapat dijaga agar berada dalam batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya

perbaikan fungsi kognitif pada pasien demensia vaskuler. Tekanan darah yang berada

dibawah nilai normal menunjukkan perburukan fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada

pasien dengan demensia vaskuler. Pilihan obat antihipertensi dalam hal ini adalah sangat

penting mengingat antagonis reseptor b-2 dapat memperburuk kerusakan fungsi kognitif.

Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik telah dibuktikan tidak

berhubungan dengan perburukan fungsi kognitif dan diperkirakan hal itu disebabkan oleh

efek penurunan tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan bedah untuk

mengeluarkan plak karotis dapat mencegah kejadian vaskuler berikutnya pada pasien-pasien

yang telah diseleksi secara hati-hati. Pendekatan terapi secara umum pada pasien dengan

demensia bertujuan untuk memberikan perawatan medis suportif, dukungan emosional untuk

pasien dan keluarganya, serta terapi farmakologis untuk gejala-gejala yang spesifik, termasuk

perilaku yang merugikan. 2

2.7.1. Terapi Psikososial

Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien dengan

demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori. Memori jangka

pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka panjang pada kebanyakan kasus

demensia, dan banyak pasien biasanya mengalami distres akibat memikirkan bagaimana

mereka menggunakan lagi fungsi memorinya disamping memikirkan penyakit yang

sedang dialaminya. Identitas pasien menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya, dan

mereka hanya dapat sedikit dan semakin sedikit menggunakan daya ingatnya. Reaksi

emosional bervariasi mulai dari depresi hingga kecemasan yang berat dan teror

katastrofik yang berakar dari kesadaran bahwa pemahaman akan dirinya (sense of self)

menghilang. 2

19

Page 20: Kasus Demensia

Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan edukatif

sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari penyakit yang

dideritanya. Mereka juga bisa mendapatkan dukungan dalam kesedihannya dan

penerimaan akan perburukan disabilitas serta perhatian akan masalah-masalah harga

dirinya. Banyak fungsi yang masih utuh dapat dimaksimalkan dengan membantu pasien

mengidentifikasi aktivitas yang masih dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan

psikodinamik terhadap defek fungsi ego dan keterbatasan fungsi kognitif juga dapat

bermanfaat. Dokter dapat membantu pasien untuk menemukan cara “berdamai” dengan

defek fungsi ego, seperti menyimpan kalender untuk pasien dengan masalah orientasi,

membuat jadwal untuk membantu menata struktur aktivitasnya, serta membuat catatan

untuk masalah-masalah daya ingat. 2

Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat membantu.

Hal tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan bersalah, kesedihan, kemarahan,

dan keputusasaan karena ia merasa perlahan-lahan dijauhi oleh keluarganya. 2

2.7.2. Farmakoterapi

Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan,

antidepresi untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk waham dan halusinasi, akan

tetapi dokter juga harus mewaspadai efek idiosinkrasi obat yang mungkin terjadi pada

pasien usia lanjut (misalnya kegembiraan paradoksikal, kebingungan, dan peningkatan

efek sedasi). Secara umum, obatobatan dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi

sebaiknya dihindarkan. 2

Donezepil, rivastigmin, galantamin, dan takrin adalah penghambat kolinesterase

yang digunakan untuk mengobati gangguan kognitif ringan hingga sedang pada penyakit

Alzheimer. Obat-obat tersebut menurunkan inaktivasi dari neurotransmitter asetilkolin

sehingga meningkatkan potensi neurotransmitter kolinergik yang pada gilirannya

menimbulkan perbaikan memori. Obat-obatan tersebut sangat bermanfaat untuk

seseorang dengan kehilangan memori ringan hingga sedang yang memiliki neuron

kolinergik basal yang masih baik melalui penguatan neurotransmisi kolinergik. 2

Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin jarang

digunakan karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit data klinis yang

tersedia mengenai rivastigmin dan galantamin, yang sepertinya menimbulkan efek

gastrointestinal (GI) dan efek samping neuropsikiatrik yang lebih tinggi daripada

20

Page 21: Kasus Demensia

donezepil. Tidak satupun dari obat-obatan tersebut dapat mencegah degenerasi neuron

progresif. 2

Menurut Witjaksana Roan terapi farmakologi pada pasien demensia berupa:

Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg

Antipsikotika atipik:

o Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg

o Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75

o Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg

o Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg

o Abilify 1 x 10 - 15 mg

Anxiolitika

o Clobazam 1 x 10 mg

o Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg

o Bromazepam 1,5 mg - 6 mg

o Buspirone HCI 10 - 30 mg

o Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg

o Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)

Antidepresiva

o Amitriptyline 25 - 50 mg

o Tofranil 25 - 30 mg

o Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)

o SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg,

Citalopram 1 x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x

60 mg.

o Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)

Mood stabilizers

o Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg

o Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg

o Topamate 1 x 50 mg

o Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg

o Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg

21

Page 22: Kasus Demensia

o Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg

o Priadel 2 - 3 x 400 mg

Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah tak

berguna lagi, namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD (Behavioural

and Psychological Symptoms of Dementia):

Nootropika:

o Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg

o Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg

o Sabeluzole (Reminyl)

Ca-antagonist:

o Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg)

o Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.

o Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg

o Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse

o Pantoyl-GABA

Acetylcholinesterase inhibitors

o Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik

o Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor, 5

mg 1x/hari

o Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg

o Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg

o Memantine 2 x 5 - 10 mg

2.7.3. Terapi dengan Menggunakan Pendekatan Lain

Obat-obatan lain telah diuji untuk meningkatkan aktivitas kognitif termasuk penguat

metabolisme serebral umum, penghambat kanal kalsium, dan agen serotonergik.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa slegilin (suatu penghambat monoamine

oksidase tipe B), dapat memperlambat perkembangan penyakit ini. 2,5

Terapi pengganti Estrogen dapat menginduksi risiko penurunan fungsi kognitif pada

wanita pasca menopause, walau demikian masih diperlukan penelitian lebih lanjut

mengenai hal tersebut. Terapi komplemen dan alternatif menggunakan ginkgo biloba dan

22

Page 23: Kasus Demensia

fitoterapi lainnya bertujuan untuk melihat efek positif terhadap fungsi kognisi. Laporan

mengenai penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) memiliki efek lebih rendah

terhadap perkembangan penyakit Alzheimer. Vitamin E tidak menunjukkan manfaat

dalam pencegahan penyakit. 2,5

23

Page 24: Kasus Demensia

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

3.1. Simpulan

1. Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai

gangguan kesadaran

2. Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia

3. Demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer (Alzheimer’s

diseases)

4. Perubahan psikiatrik dan neurologis pada pasien demensia meliputi kepribadian,

halusinasi dan waham,mood, perubahan kognitif, reaksi Katastrofik, Sindrom

Sundowner

5. Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit, kerusakan

struktur otak,sifat klinisnya dan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis

Gangguan Jiwa di Indonesia III

6. Diagnosis demensia ditetapkan dalam DSM-IV-TR dan Pedoman Penggolongan dan

Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III

7. Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan (onset) yang dimulai

pada usia 50 atau 60-an dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau 10 tahun,

yang sering berakhir dengan kematian

8. Diagnosis Banding meliputi Demensia tipe Alzheimer lawan demensia vaskuler,

demensia vaskuler lawan transient ishemic attacks , delirium, depresi, skizofrenia,

proses penuaan yang normal, gangguan lainnya (retardasi mental, gangguan ,depresi

berat)

9. Penatalaksanaan pasien demensia meliputi

10. Terapi pada demensia meliputi psikososial, farmakoterapi, terapi dengan

menggunakan pendekatan lain, Behavioural And Psychological Symptoms Of

Dementia (BPSD)

3.2. Saran

Demensia adalah suatu kelainan organik yang dalam penegakkan diagnosisnya

membutuhkan ketelitian baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan

harus diingat penatalaksanaan pada pasien demensia bukan hanya farmakologi tetapi bersifat

holistic.

24

Page 25: Kasus Demensia

DAFTAR PUSTAKA

1. Roan Witjaksana. Delirium dan Demensia. Diakses dari :

http://www.idijakbar.com/prosiding/delirium.htm.

2. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia, amnestic and

cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral

Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.

3. Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman

Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993. 49-67

4. Dementia. Diakses dari : http://www.medicinenet.com/dementia/ article. htm.

5. Maslim R.Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ III.2001,

Jakarta; PT Nuh Jaya. 20- 26

6. Memory Disoders. Diakses dari : http://www.gabehavioral.com/Memory

%20Disorders.htm.

7. Information about dementia. Diakses dari

http://www.umsl.edu/~homecare/dementia.htm. 7 Oktober 2008

8. Dementia. Diakses dari : http://www.geriatricsandaging.ca/fmi/xsl/article.xsl?-

lay=Article&Name=Dementia:%20Biological%20and%20Clinical%20Advances--

Part%20I&-find.

9. Smith, David S. Field Guide to Bedside Diagnosis, 2nd Edition. 2007 Lippincott

Williams & Wilkins

25