Upload
tiara-rahmawati
View
528
Download
27
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Modul MKK
Citation preview
SEMINAR 3
LAKI-LAKI, 45 TAHUN, DATANG DENGAN KELUHAN
KELUAR DARAH DARI HIDUNG
KELOMPOK 9
1) 03008200 RARA AMOURRA A.
2) 03008205 RIA EVASARI PRATIWI
3) 03008206 RICKSANDO SIREGAR
4) 03008210 RIRIN APRILYA A.
5) 03008215 SADDAM HAYKAL
6) 03008216 SANTRI DWIZAMZAMI F
7) 03008220 SELVI ANNISA
8) 03008222 SHABRINA HERDIANA P.
9) 03008227 SILMINATI NUR S.
10) 03008228 SODIQA AKSIANI
11) 03008234 SUCI D PUTRI
12) 03008239 THREESIA
13) 03008240 TIARA RAHMAWATI
14) 03008303 SITI NASIRAH
15) 03008304 SITI AZLIZA
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
6 Januari 2011
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Epistaksis atau perdarahan hidung dilaporkan timbul pada 60% populasi umum. Puncak
kejadian dari epistaksis didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu pada usia <10 tahun dan
>50 tahun. Perdarahan hidung adalah masalah yang sangat umum ditemukan dan sudah
selayaknya seorang dokter atau perawat harus mampu mengatasinya.Perdarahan hidung
seringkali dapat menjadi berat, berubah menjadi kasus gawat darurat dan memerlukan tindakan
segera. Perdarahan melalui hidung dapat berasal dari rongga hidung, sinus paranasal atau
nasofaring. Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus
epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari
pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui
cabang A.sfenopalatina atau A.ethmoidhalis posterior. Perlu diingatkan epistaksis adalah gejala
dan bukan penyakit. (4)
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Sesi I
Lembar 1.
Bapak Ahmad, 45 tahun eksekutif suatu bank, datang ke tempat praktek anda dengan keadaan
yang lemah, masih bisa duduk, dengan handuk kecil menutupi hidungnya yang sudah penuh
darah.
Sebagai dokter keluarga yang belum begitu mengenal pasien tersebut, apa tindakan dan rencana
anda selanjutnya.
Lembar 2.
Setelah mendapat kesan bahwa fungsi vital penderita masih baik, anda menghentikan perdarahan
kemudian melanjutkan dengan anamnesis.
Perdarahan hidung baru dialami pertama kali, setelah melakukan olahraga senam, kira-kira mulai
± ½ jam yang lalu, jumlahnya kira-kira ¾ gelas minum. Keluar darah intermiten dan tidak
berhenti dengan pencet hidung dan kompres es.
Sebelumnya penderita sudah sering mengeluh pusing kepala. Tidak pernah sakit berat sampai
dirawat, tidak pernah mengalami trauma kepala.
3
BAB III
PEMBAHASAN
Anamnesa
Identitas
Nama : Bpk. Ahmad
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Eksekutif bank
Alamat : -
Keluhan utama : keluar darah dari hidung.
Keluhan tambahan : mengeluh sering pusing kepala.
Riwayat Penyakit Sekarang : Perdarahan hidung baru dialami pertama kali, setelah
melakukan olahraga senam, kira-kira mulai ± ½ jam yang
lalu, jumlahnya kira-kira ¾ gelas minum. Keluar darah
intermitten dan tidak berhenti dengan pencet hidung dan
kompres es.
Riwayat Penyakit Sebelumnya : Sebelumnya penderita sudah sering mengeluh pusing
kepala. Tidak pernah sakit berat sampai dirawat, tidak
pernah mengalami trauma kepala.
4
Penatalaksanaan segera :
Tindakan pertama yang kita harus lakukan sebagai dokter keluarga adalah memeriksa
keadaan umum pasien dan tanda vitalnya. Keadaan umum pasien didapatkan lemah tapi masih
bisa duduk. Pasien yang lemah menunjukkan telah banyak kehilangan darah dan jumlah darah
diperkirakan ¾ gelas minum. Dikesan fungsi vital pasien masih baik.
Posisi pasien dalam keadaan duduk condong ke depan agar darah tidak mengalir masuk
ke saluran napas bawah ataupun saluran pencernaan.
Tindakan selanjutnya adalah menghentikan perdarahan hidung pada pasien. Sisi dalam
hidung di eksplorasi dengan spekulum, hidung dibuka. Dibersihkan semua kotoran dalam hidung
baik cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku dengan menggunakan alat pengisap.
Oleh kerana pasien telah melakukan penekanan daerah vestibulum nasi dan kompres es tetapi
tidak berhasil maka dipasang tampon sementara yaitu kapas yang telah dibasahi dengan
adrenalin 1/5000 – 1/10.000 dan pantocain atau lidocain 2% dimasukkan ke dalam rongga
hidung untuk menghentikan perdarahan mengurangi rasa nyeri pada saat dilakukan tindakan
selanjutnya. Tampon itu dibiarkan selama 10-15 menit. Setelah terjadi vasokontriksi dapat dilihat
apakah perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior hidung. (4)
Kemudian dilanjutkan dengan anamnesis:
Pada anamnesis perlu ditanyakan
– Apakah perdarahan ini baru perlama kali atau sebelumnya sudah pernah?
– Jika telah berulang, kapan terakhir terjadinya?
– Jumlah perdarahan? Perlu lebih detail karena pasien biasanya dalam keadaan panik dan
cenderung mengatakan bahwa darah yang keluar adalah banyak. Tanyakan apakah darah
yang keluar kira-kira satu sendok atau satu cangkir?
– Lama perdarahan dan frekuensi perdarahan?
– Apakah satu sisi yang sama atau keduanya?
5
– Apakah disertai demam, flu dll?
– Apakah ada trauma, infeksi sinus, operasi hidung atau sinus.?
– Apakah ada hipertensi.?
– Apakah ada penyakit paru kronik, penyakit kardiovaskuler, arteriosklerosis;
– Apakah sering mengkonsumsi obat-obatan seperti aspirin atau obat-obat antikoagulansia.?
SUMBER PERDARAHAN
Melihat dari kesukaran penghentian perdarahan dan lamanya perdarahan yang terjadi yaitu
selama 30 menit dan jumlah darah yang diperkirakan ¾ gelas minum diperkirakan sumber
perdarahan berasal dari bagian posterior. Asal perdarahan pada epistaksis dibagi menjadi dua
yaitu dari bagian anterior dan posterior.
Epistaksis anterior Epistaksis posterior
Berasal dari pleksus Kisselbach atau dari arteri
etmoidalis anterior
Berasal dari arteri etmoidalis posterior atau
arteri sfenopalatina.
Perdarahan lebih sedikit Perdarahan lebih banyak, hebat
Perdarahan mudah berhenti atau dapat berhenti
sendiri
Perdarahan sukar berhenti
Sering pada anak Sering pada pasien hipertensi, arteriosklerosis,
atau pasien dengan penyakit kardiovaskuler
Etiologi yang mungkin pada pasien :
Beberapa penyebab epistaksis dapat digolongkan menjadi etiologi lokal dan sistemik. (4)
Etiologi lokal
1. Trauma lokal misalnya setelah membuang ingus dengan keras, mengorek hidung, fraktur hidung
6
2. Tumor baik tumor hidung maupun sinus yang jinak dan yang ganas. Tersering adalah tumor
pembuluh darah seperti angiofibroma dengan ciri perdarahan yang hebat dan karsinoma
nasofaring dengan ciri perdarahan berulang ringan bercampur lendir atau ingus.
Etiologi sistemik
1. Hipertensi dan penyakit kardiovaskuler- seperti arteriosklerosis. Hipertensi yan disertai
atau anpa arteriosklerosis rnerupakan penyebab epistaksis tersering pada usia 60-70
lahun, perdarahan biasanya hebat berulang dan mempunyai prognosis yang kurang baik,
2. Kelainan perdarahan misalnya leukemia, hemofilia, trombositopenia dll.
3. Pada pasien dengan pengobatan antikoagulansia.
Pemeriksaan anjuran
Pemeriksaan darah tepi diperlukan untuk mengetahui adanya anemia. masa perdarahan,
hitung trombosit dilakukan jika diduga ada kelainan perdarahan.
Pada keadaan tertentu mungkin perlu pemeriksaan fungsi hati dan ginjal.
Pemeriksaan lemak darah bila diduga arteriosclerosis.
Pemeriksaan gula darah.
Pemeriksaan radiologik hidung dan sinus paranasal serta nasofaring dapat dilakukan
setelah keadaan akut diatasi.
CT-scan- merupakan modalitas terbaik untuk mencari adanya suatu keganasan.
EKG
Jika perlu pasien dapat dikonsul ke dokter spesialis penyakit dalam untuk mencari dan
mengobati penyebab sistemik.
7
Sesi II
Lembar 1
Pada pemeriksaan fisik didapat :
Status Generalis :
KU : lemah,masih bisa duduk
Kesadaran : CM
Suhu : 37 0C Normal
Tekanan darah: 160/90 mmHg Hipertensi stage II klasifikasi JNC 7 (5)
Bunyi jantung : Murni Normal
Paru –paru : sonor, vesikuler Normal
Hepar dan lien : tidak teraba Normal
Ekstrimitas : hangat menunjukkan belum terjadi shock hipovolemik
Status Lokalis
Telinga : ADS ; LT lapang, MT intak mengkilat Normal
Hidung : pada waktu menghentikan perdarahan terlihat asal perdarahan dari
bagian belakang hidung, berdenyut. Sudah ada usaha untuk menghentikan perdarahan
dengan tampon hidung.
Tenggorok : tonsil T1/T1 tenang, faring tenang. Normal
Ada darah yang mengalir ke belakang. pasien diposisikan duduk tegak agar BP vena
berkurang sehingga dapat membantu mengurani perdarahan dan duduk condong kedepan
agar darah tidak mengalir ke belakang.
8
Lembar 2
Pemeriksaan Lab :
HB : 12 g % Menurun ( N : 14-18g%)
Leukosit : 7000/ ml Normal (N: 5000-10.000/ml)
Erythrosit : 4,5 juta / ml Normal
Jumlah trombosit : 260.000 / ml Normal (N: 150-400.000/ml)
Bleeding time : 2’ Normal (N :1’-9’).
(Menunjukkan fungsi trombosit normal )
Clotting time : 6’ Normal ( N : 5’-15’)
PTT : 13’ Sangat Memanjang (N : 22”-37”)
(menunjukkan adanya hambatan atau defisiensi dari salah satu faktor koagulasi: XII,XI, IX,VIII,X,V,II,fibrinogen. Penyebab kelainan yang paling sering yaitu hemophilia,Christmas disease. (3)
Cholesterol : 260 mg/dl meningkat
Triglyserid :220 mg/dl meningkat
HDL : 33 mg/dl Menurun ( N : 35-56 mg/dl)
LDL : 145 mg/dl Normal (N < 150 mg/dl)
SGPT : 28 μ / L Normal (N < 30 μ /L)
SGOT : 31 μ /L Meningkat (N < 25 μ /L)
Ureum : 24 m g/dl Normal
Kreatinin : 1,0 mg/dl Normal ( N: 0.7- 1.5 mg/dl)
Asam urat : 5 mg/dl Normal
Gula darah sewaktu : 135 mg% Normal
9
Foto sinus paranasal
– Konka tidak membesar
– Septum lurus menyingkirkan epistaksis dengan etiologi deviasi septum nasi
– Semua sinus paranasal cerah menyingkirkan etiologi infeksi lokal (sinusitis)
– Terpasang tampon dikedua lobang hidung dan choana tampon anterior dan
posterior
DIAGNOSIS KERJA
Epistaksis posterior et.causa Hipertensi dan Arteriosklerosis.
Diagnosa ini dapat ditegakkan karena dapat dilihat sumber perdarahan berasal dr
posterior, perdarahan masif dan berdenyut yang menunjukkan berasal dari pembuluh darah
arteri(2). Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang menunjukkan tekanan darah yang tinggi yang
dapat digolongkan sebagai hipertensi stage II menurut klasifikasi JNC7, sedangkan untuk hasil
pemeriksaan fisik status generalis dan lokalis lainnya tidak menunjukkan adanya kelainan.
Ditunjang dengan hasil pemeriksaan Laboratorium dimana pemeriksaan lemak darah dapat
menunjukkan adanya kemungkinan arteriosklerosis. Hasil PTT yang memanjang biasanya terjadi
pada penderita hemofilia sehingga perdarahan yang terjadi sukar untuk berhenti.
Selanjutnya pasien ini dapat dikonsul/ dikirim ke RS dengan alasan epistaksis berat, dimana telah
berlangsung > 20 menit, multiple medical problems dan kemungkinan pemakaian
antikoagulan(pasien mengeluh sering sakit kepala ) sehingga pasien perlu dirawat.
PENATALAKSANAAN LANJUT
Non-Medikamentosa:
- Edukasi pasien agar menjaga pola hidup dengan cara melakukan aktivitas ringan
- Menjaga pola makan dengan makanan yang sehat dan bergizi
10
- Edukasi terhadap pasien bila terjadi epistaksis yang berulang:
i. Duduk tegak condong sedikit ke depan dan bernapas melalui mulut
ii. Pencet hidung selama 5 menit
iii. Dengan tangan lainnya, kompres hidung dengan es
iv. Setelah 5 menit, lepaskan pencetan tersebut sementara ice pack tetap
dipertahankan sampai 10-15 menit
v. Kalau masih berdarah ulangi pencetan tersebut sampai 10 menit
vi. Kalau masih berdarah panggil dokter anda
Medikamentosa
- Antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi
- Infus atau transfusi darah bila terjadi syok
- Untuk menangani hipertensi dan atersklerosis pasien dirujuk ke bagian Internist.
KOMPLIKASI(1)
Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari epistaksisnya sendiri atau sebagai akibat dari usaha
penanggulanan epistaksis.
Akibat dari perdarahan yang hebat :
o aspirasi darah kedalam saluran napas bawah
o syok
o anemia, dan gagal ginjal
11
o turunnya tekanan darah secara mendadak dapat menimbulkan hipotensi, hipoksia, iskemi
serebri, insufisiensi koroner sampai infark miokard sehingga dapat menyebabkan
kematian.
dalam hal ini pemberian infus atau transfusi darah harus dilakukan secepatnya
Akibat pembuluh darah yang terbuka dapat terjadi infeksi, sehingga perlu diberikan
antibiotik
Pemasangan tampon dapat menyebabkan rino-sinusitis, otitis media, septikemia, atau toxic
shock syndrome. Oleh karena itu, harus selalu diberikan antibiotik pada setiap pemasangan
tamponhidung, dan setelah 2-3 hari tampon harus dicabut. Bila perdarahan masih berlanjut
dipasang tampon baru.
Dapat terjadi hemotimpanum sebagai akibat mengalirnya darah melalui tuba Eustachius, dan
air mata berdarah (bloody tears), akibat mengalirnya darah secara retrograd melalui duktus
nasolakrimalis.
Pemasangan tampon posterior (tampon belloq) dapat menyebabkan laserasi palatum mole
atau sudut bibir, jika benang yang keluar dari mulut terlalu ketat dilekatkan dipipi. Kateter
balon atau tampon balon tidak boleg dipompa terlalu keras karena dapat menyebabkan
nekrosis mukosa hidung dan septum.
PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sanationam : dubia
Prognosis epistaksis umumnya baik, untuk kasus-kasus yang tanpa komplikasi (epistaksis
anterior). Untuk kasus epistaksis posterior pun setelah ditangani dengan adekuat prognosisnya
tetap baik.
12
Namun pada kasus ini, karena etiologinya adalah hipertensi dan arteriosklerosis maka agar
prognosisnya tetap baik, perlu dilakukan kontrol yang ketat terhadap tekanan darahnya, dan juga
harus menhindari pemakaian obat antikoagulan (aspirin karena pasien mengeluh sering sakit
kepala) yang tidak terkontrol, sehingga perjalanan penyakit Bapak Ahmad belum bisa
ditentukan.
13
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
EPISTAKSIS
Definisi
Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung, merupakan suatu keluhan atau tanda, bukan
penyakit. (4)
Perdarahan yang terjadi di hidung adalah akibat kelainan setempat atau penyakit umum. Penting
sekali mencari asal perdarahan dan menghentikannya, di samping perlu juga menemukan dan
mengobati sebabnya.Epistaksis sering ditemukan sehari-hari dan mungkin hampir 90% dapat
berhenti dengan sendirinya (spontan) atau dengan tindakan sederhana yang dilakukan oleh
pasien sendiri dengan jalan menekan hidungnya.Epistaksis berat, walaupu jarang dijumpai, dapat
mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal, bila tidak segera ditolong.
.
Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian posterior.
Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari arteri athmoidalis anterior.
Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid
posterior.
Epistaksis biasanya terjadi tiba-tiba. Perdarahan mungkin banyak, bisa juga sedikit. Penderita
selalu ketakutan sehingga merasa perlu memanggil dokter.Sebagian besar darah keluar atau
dimuntahkan kembali
Vaskularisasi hidung
Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis; arteri karotis eksterna dan karotis interna.
Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak pada cavum nasi melalui :
14
1) Arteri sphenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melalui foramen
sphenopalatina yang memperdarahi septum tiga perempat posterior dan dinding lateral
hidung.
2) Arteri palatina desenden memberikan cabang arteri palatina mayor, yang berjalan melalui
kanalis incisivus palatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior septum nasi.
Sistem karotis interna melalui arteri oftalmika mempercabangkan arteri ethmoid anterior dan
posterior yang mendarahi septum dan dinding lateral superior.
Atas
a.karotis interna
a.oftalmikus
a.etmoidalis anterior a.etmoidalis posterior
Bawah
a.karotis eksterna
a.maksilaris interna
a.sfenopalatina a.palatina mayor
15
Etiologi
Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa dapat diketahui penyebabnya, kadang-kadang jelas
disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan local pada hidung atau
kelainan sistemik. Kelainan lokal misalnya trauma, kelainan anatomi, kelainan pembuluh darah,
infeksi lokal, benda asing, tumor, pengaruh udara lingkungan. Kelainan sistemik seperti penyakit
kardiovaskuler, kelainan darah, infeksi sistemik, perubahan tekanan atmosfir, kelainan hormonal
dan kelainan kongenital. (1)
1. Trauma. Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung,
benturan ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai akibat trauma
yag lebih hebat seperti kena pukul, jatuh atau kecelakaan lalu lintas. Selain itu juga bias
terjadi akibat adanya benda asing tajam atau trauma pembedahan.
Epistaksis sering juga terjadi karena adanya spina septum yang tajam. Perdarahan dapat
terjadi di spina itu sendiri atau pada mukosa konka yang berhadapan bila konka itu
sedang mengalami pembengkakan
2. Kelainan pembuluh darah (lokal). Sering congenital. Pembuluh darah lebih lebar, tipis,
jaringan ikat dan sel-selnya lebih sedikit
16
3. Infeksi Lokal. Epistaksis bias terjadi pada infeksi hidung dan sinus paranasal seperti
rhinitis atau sinusitis. Bias juga pada infeksi spesifik seperti rhinitis jamur, tuberculosis,
lupus, sifilis atau lepra.
4. Tumor. Epistaksis dapat timbul pada hemangioma dan karsinoma. Yang lebih sering
terjadi pada angiofibroma, dapat menyebabkan episktaksis berat.
5. Penyakit kardiovaskuler. Hipertensi dan kelainan pembuluh darah seperti yang terjadi
pada arteriosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis atau diabetes mellitus dapat
menyebabkan epistaksis. Epistaksis yang terjadi pada penyakit hipertensi seringkali hebat
dan dapat berakibat fatal.
6. Kelainan darah. Kelainan darah penyebab epistaksis antara lain leukemia,
trombositopenia, bermacam-macam anemia, serta hemophilia.
7. Kelainan congenital. Yang sering menyebabkan epistaksis adalah teleangiektasis
hemoragik herediter atau (hereditary hemorrhagic teleangiectasis Osler-Rendu-Weber
disease) juga sering terjadi pada Von Willenbrand disease.
8. Infeksi sistemik. Yang sering ialah demam berdarah (dengue hemorrhagic fever).Demam
tifoid, influenza, dan morbili juga dapat disertai epistaksis.
9. Perubahan udara atau tekanan atmosfir. Epistaksis ringan sering terjadi bila seseorang
berada di tempat yang cuacanya sangat dingin atau kering. Hal serupa jugab bisa
disebabkan adanya zat-zat kimia di tempat industry yang menyebabkan keringnya
mukosa hidung.
10. Gangguan hormonal. Epistaksis juga dapat terjadi pada wanita hamil atau menopause
karena pengaruh perubahan hormonal.
Patofisiologi
Fragility / injury yang menyebabkan robeknya mukosa hidung. Adanya inflamasi atau pada
masalah koagulasi menambah susah penyembuhan.
17
1. udara yang panas dan kering, terutama pada musim dingin dengan penggunaan heater.
– Kulit kering mudah pecah
– Penggantian musim kulit belum beradaptasi
2. septum deviasi aliran udara tidak seimbang, salah satu sisi menjadi kering dan terjadi
lesi
3. flu dan alergi inflamasi vasa melebar, mudah terjadi lesi
4. kontak dengan bahan kimia yang iritatif asap rokok
– sulfuric acid
– ammonia
– bensin,dll.
5. kondisi medik :
– gagal ginjal
– trombositopenia
– hipertensi pembuluh darah yang kecil dihidung tidak dapat menahan tekanan
darah yang tinggi sehingga terjadi perdarahan
– penyakit perdarahan kongenital (hemofilia)
6. alkohol mempengaruhi aktifitas platelet dan membuat dilatasi pembuluh darah
7. medikamentosa penggunaan antikoagulan
Penatalaksanaan
18
Tujuan pengobatan epistaksis adalah untuk menghentikan perdarahan. (4)
Hal-hal yang penting adalah :
1. Riwayat perdarahan sebelumnya.
2. Lokasi perdarahan.
3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar dari hidung
depan (anterior) bila pasien duduk tegak.
4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya
5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
6. Hipertensi, Diabetes melitus
7. Penyakit hati
8. Gangguan koagulasi
9. Trauma hidung yang belum lama
10. Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon
Pengobatan disesuaikan dengan keadaan penderita, apakah dalam keadaan akut atau tidak.(4)
Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali bila
penderita sangat lemah atau keadaaan syok.
Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan dengan
cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan ke arah septum
selama beberapa menit.
Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang telah dibasahi
dengan adrenalin dan pantokain/lidokain, serta bantuan alat penghisap untuk
membersihkan bekuan darah.
Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas, dilakukan
kaustik dengan larutan nitras argenti 20%-30%, asam trikloroasetat 10% atau dengan
elektrokauter. Sebelum kaustik diberikan analgesia topikal terlebih dahulu. Bila dengan
kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukan pemasangan tampon
anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin yang dicampur betadin atau zat
antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol yang dibuat dari kasa sehingga menyerupai
pita dengan lebar kurang ½ cm, diletakkan berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke
puncak rongga hidung. Tampon yang dipasang harus menekan tempat asal perdarahan
dan dapat dipertahankan selama 1-2 hari.
19
Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau tampon Bellocq,
dibuat dari kasa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dan mempunyai 3 buah benang, 2
buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi yang lainnya. Tampon harus menutup koana
(nares posterior)
Teknik Pemasangan
Untuk memasang tampon Bellocq, dimasukkan kateter karet melalui nares anterior sampai tampak di orofaring dan kemudian ditarik ke luar melalui mulut. Ujung kateter kemudian diikat pada dua buah benang yang terdapat pada satu sisi tampon Bellocq dan kemudian kateter ditarik keluar hidung. Benang yang telah keluar melalui hidung kemudian ditarik, sedang jari telunjuk tangan yang lain membantu mendorong tampon ini ke arah nasofaring. Jika masih terjadi perdarahan dapat dibantu dengan pemasangan tampon anterior, kemudian diikat pada sebuah kain kasa yang diletakkan di tempat lubang hidung sehingga tampon posterior terfiksasi. Sehelai benang lagi pada sisi lain tampon Bellocq dikeluarkan melalui mulut (tidak boleh terlalu kencang ditarik) dan diletakkan pada pipi. Benang ini berguna untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari. Setiap pasien dengan tampon Bellocq harus dirawat
KESIMPULAN(4)
Epistaksis (perdarahan dari hidung) bisa ringan sampai berat yang berakibat fatal.
Perdarahan bisa berhenti sendiri sampai harus segeraditolong.
Pada epistaksis berat harus ditolong di rumah sakit olehdokter.
Tindakan yang dilakukan pada epistaksis adalah dengan:
o Memencet hidung
o Pemasangan tampon anterior dan posterior
o Kauterisasi
o Ligasi (pengikatan pembuluh darah)
20
Klasifikasi hipertensi
Kriteria JNC7 (usia 18 tahun ke atas)
SBP = systolic blood pressure DBP = diastolic blood pressure.
Kriteria di atas berdasarkan rata-rata 2 atau lebih pengukuran tekanan darah pada posisi duduk,
pada 2 atau lebih kunjungan ke dokter
21
BAB V
KESIMPULAN
Bapak Ahmad mengalami epistaksis posterior dengan perdarahan yang masif yang
disebabkan oleh hipertensi yang dideritanya juga arteriosklerosis dan kemungkinan pemakaian
obat antikoagulansia dan penyakit kelainan perdarahan (hemofilia) yang memperburuk keadaan
perdarahannya sehingga sukar berhenti. Pada pasien ini telah dilakukan penatalaksanaan segera
dengan pemasangan tampon anterior dan posterior untuk perdarahannya.
Perjalanan penyakit pasien belum dapat dipastikan oleh karena adanya kemungkinan
epistaksis berulang. Oleh karena itu harus dilakukan pengontrolan ketat terhadap tekanan darah
dan arteriosklerosisnya, pasien dapat di rujuk kepada bagian penyakit dalam.
22
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. 2007. Buku Ajar Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher ed keenam. Jakarta: FKUI.
2. Adams, Boeis, Higler. 1997. Buku Ajar Penyakit THT ed keenam. Jakarta: EGC.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Siti S. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam ed keempat-jilid II. Jakarta: FKUI
4. Ichsan M. Penatalaksanaan Epistaksis. Aceh: FK Universitas Syah Kuala. 2001.
Available at: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15_PenatalaksanaanEpistaksis.pdf/
15_PenatalaksanaanEpistaksis.html. Accessed on: January 5th,2011
5. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR. The Seventh Report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure:
the JNC 7 report JAMA. 2003 May 21;289(19):2560-72.
23