Upload
firstyaprilly-wahyuningtyas
View
198
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
.,.,m
Citation preview
Kasus Fraktur Femur
Tn. M, usia 40 tahun dengan fraktur femur kanan 1/3 distal comunited.
Saat ini pasien masih menggunakan Back slab sambil menunggu jadwal
operasi untuk tandur (cangkok) tulang dan pemasangan eksterna traksi.
Dari balutan yang ada pada Back slab merembes darah cukup banyak,
pasien mengeluh nyeri berat. Pasien semenjak kecelakaan 24 jam yang
lalu tidak bisa tidur karena menahan nyeri. Ibu jari dan jari-jari kaki kanan
terasa baal.
Macam-Macam Fraktur Femur Dan Manajemennya
1. Fraktur leher femur
Fraktur leher femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun
dan lebih sering pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang
akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca
menopause. Fraktur dapat berupa fraktur subkapital, transervikal, dan
basal, yang kesemuanya terletak di dalam simpai sendi panggul atau
interkapsuler, fraktur intertrokanter dan subtrokanter terletak
ekstrakapsuler. Fraktur intrakapsuler umumnya sulit untuk mengalami
pertautan dan cenderung terjadi nekrosis avaskuler kaput femur.
Pendarahan kolum yang terletak intraartikular dan pendarahan kaput
femur berasal dari proksimal a. sirkumfleksa femoris lateralis melalui
simpai sendi. Sumber perdarahan ini putus pada fraktur intraartikular.
Pendarahan oleh arteri di dalam ligamentum teres sangat terbatas
dan sering tidak berarti. Pada luksasi arteri ini robek. Epifisis dan
daerah trokanter cukup kaya vaskularisasinya, karena mendapat
darah dari simpai sendi, periosteum, dan a. nutrisia diafisis femur.
Fraktur kolum femur yang terletak intraartikular sangat sukar
sembuh karena bagian proksimal perdarahannya sangat terbatas
sehingga memerlukan fiksasi kokoh untuk waktu yang cukup lama.
Semua fraktur di daerah ini umumnya tidak stabil sehingga
tidak ada cara reposisi tertutup terhadap fraktur ini kecuali jenis fraktur
yang impaksi, baik yang subservikal maupun yang basal.
Sering dapat dilihat pemendekan bila dibandingkan tungkai kiri
dengan kanan. Jarak antara trokanter mayor dan spina iliaka anterior
superior lebih pendek karena trokanter terletak lebih tinggi akibat
pergeseran tungkai ke kranial. Penderita umumnya datang dengan
keluhan tidak bisa jalan setelah jatuh dan terasa nyeri. Umumnya
penderita tidur dengan tungkai bawah dalam keadaan sedikit fleksi
dan eksorotasi serta memendek. Gambaran radiologis menunjukkan
fraktur leher femur dengan dislokasi pergeseran ke kranial atau
impaksi ke dalam kaput.
Kegalian fraktur ini disebabkan kontraksi dan tonus otot besar
dan kuat antara tungkai dan tubuh yang menjembatani fraktur, yaitu
m. iliopsoas, kelompok otot gluteus, quadriceps femur, flexor femur,
dan adductor femur. Inilah yang menggangu keseimbangan pada
garis fraktur. Adanya osteoporosis tulang mengakibatkan tidak
tercapainya fiksasi kokoh oleh pin pada fiksasi interna. Ditambah lagi,
periosteum fragmen intrakapsuler leher femur tipis sehingga
kemampuannya terbatas dalam penyembuhan tulang. Oleh karena itu,
pertautan fragmen fraktur hanya bergantung pada pembentukan kalus
endosteal. Yang penting sekali ialah aliran darah ke kolum dan kaput
femur yang robek pada saat terjadinya fraktur.
Penanganan fraktur leher femur yang bergeser dan tidak stabil
adalah reposisi tertutup dan fiksasi interna secepatnya dengan pin
yang dimasukkan dari lateral melalui kolum femur. Bila tak dapat
dilakukan operasi ini, cara konservatif terbaik adalah langsung
mobilisasi dengan pemberian anestesi dalam sendi dan bantuan
tongkat. Mobilisasi dilakukan agar terbentuk pseudoartrosis yang tidak
nyeri sehingga penderita diharapkan bisa berjalan dengan sedikit rasa
sakit yang dapat ditahan, serta sedikit pemendekan.
Terapi operatif dianjurkan pada orang tua berupa penggantian
kaput femur dengan prosthesis atau eksisi kaput femur dengan
prosthesis atau eksisi kaput femur diikuti dengan mobilisasi dini pasca
bedah.
a. Terapi Konservatif
Dilakukan apabila fraktur memiliki kemungkinan sebagai berikut :
Gangguan peredaran darah pada fragmen proksimal
Kesulitan mengamati fragmen proksimal
Kurangnya penanganan hematom fraktur karena adanya
cairan synovial.
Penanganan konservatif dapat dilakukan dengan skin traction,
dengan buck extension.
b. Terapi Operatif
Pada umumnya terapi yang dilakukan adalah terapi operasi,
fraktur yang bergeser tidak akan menyatu tanpa fiksasi internal,
dan bagaimanapun juga manula harus bangun dan aktif tanpa
ditunda lagi kalau ingin mencegah komplikasi paru dan ulkus
dekubitus. Fraktur terimpaksi dapat dibiarkan menyatu, tetapi
selalu ada resiko terjadinya pergeseran pada fraktur-fraktur itu,
sekalipun ditempat tidur, jadi fiksasi internal lebih aman. Dua
prinsip yang harus diikuti dalam melakukan terapi operasi reduksi
anatomi yang sempurna dan fiksasi internal yang kaku.
Merode awal yang menstabilkan fraktur adalah fiksasi
internal dengan Smith Petersen Tripin Nail. Fraktur dimanipulasi
dengan meja khusus orthopedi. Kemudian fraktur difiksasi internal
dengan S.P. Nail dibawah pengawasan Radiologi. Metode terbaru
fiksasi internal adalah dengan menggunakan multiple compression
screws.
Pada penderita dengan usia lanjut (60 tahun ke atas) fraktur
ditangani dengan acara memindahkan caput femur dan
menempatkannya dengan metal prosthesis, seperti prosthesis
Austin Moore.
Penderita segera di bawa ke rumah sakit. Tungkai yang
sakit dilakukan pemasangan skin traction dengan buck extension.
Dalam waktu 24-48 jam dilakukan tindakan reposisi, yang di
lanjutkan dengan reposisi tertutup dengan salah satu cara
menurut Leadbetter.
Penderita terlentang di atas meja operasi dalam pengaruh
anastesi, asisten memfiksir pelvis, lutut dan coxae dibuat fleksi
90° untuk mengendurkan kapsul dan otot-otot sekitar panggul.
Dengan sedikit adduksi paha ditarik ke atas, kemudian pelan-
pelan dilakukan gerakan endorotasi panggul 45°, kemudian sisi
panggul dilakukan gerakan memutar dengan melakukan gerakan
abduksi dan extensi. Setelah itu di lakukan test.
Palm Halm Test : tumit kaki yang cedera diletakkan di atas
telapak tangan. Bila posisi kaki tetap dalam kedudukan abduksi
dan endorotasi berarti reposisi berhasil baik. Setelah reposisi
berhasil baik, dilakukan tindakan pemasangan internal fiksasi
dengan teknik multi pin percutaneus. Kalau reposisi pertama gagal
dapat diulang 3 kali. Kemudian dilakukan open reduksi, dilakukan
reposisi terbuka, setelah tereposisi dilakukan internal fiksasi alat
internal fiksasi knowless pin, cancellous screw, atau plate
Pengawasan dengan sinar X (sebaiknya digunakan
penguat) digunakan untuk memastikan reduksi pada foto
anteroposterior dan lateral.
Diperlukan reduksi yang tepat pada fraktur stadium III dan
IV, fiksasi pada fraktur yang tak tereduksi hanya mengundang
kegagalan kalau fraktur stdium III dan IV tidak dapat direduksi
secara tertutup dan pasien berumur dibawah 70 tahun, dianjurkan
melakukan reduksi terbuka melalui pendekatan anterolateral.
Tetapi pada pasien tua (60 tahun keatas) cara ini jarang
diperbolehkan, kalau dua usaha yang dilakukan untuk melakukan
reduksi tertutup gagal, lebih baik dilakukan penggantian prostetik.
Sekali direduksi, fraktur dipertahankan dengan pen atau
kadang dengan sekrup kompresi geser yang ditempel pada
batang femur. Insisi lateral digunakan untuk membuka femur pada
bagian atas kawat pemandu, yang disisipkan dibawah pengendali
fluroskopik, digunakan untuk memastikan bahwa penempatan alat
pengikat adalah tepat. Dua sekrup berkanula sudah mencukupi,
keduanya harus terletak memanjang dan sampai plate tulang
subkondral, pada foto lateral keduanya berada ditengah-tengah
pada kaput dan leher, tetapi pada foto anteropsterior, sekrup distal
terletak pada korteks inferior leher femur.
Sejak hari pertama pasien harus duduk ditempat tidur atau
kursi. Dia dilatih melakukan pernafasan, dianjurkan berusaha
sendiri dan mulai berjalan (dengan penopang atau alat berjalan)
secepat mungkin.
Beberapa ahli mengusulkan bahwa prognosis untuk fraktur
stadium III dan IV tidak dapat diramalkan, sehingga penggantian
prostetik selalu lebih baik. Pandangan ini meremehkan morbiditas
yang menyertai penggantian. Karena itu kebijaksanaan kita adalah
mencoba reduksi dan fiksasi pada semua pasien yang berumur
dibawah 60 tahun dan mempersiapkan penggantian untuk
penderita yang :
Penderita yang sangat tua dan lemah
Penderita yang gagal mengalami reduksi tertutup
Penggantian yang paling sedikit traumanya adalah prostesis
femur atau prostesis bipolar tanpa semen yang dimasukan
dengan pendekatan posterior.
Penggantian pinggul total mungkin lebih baik :
Kalau terapi telah tertunda selama beberapa minggu dan
dicurigai ada kerusakan acetebulum.
Pada pasien dengan penyakit paget atau penyakit
metastatik.
Penanganan nekrosis avaskuler kaput femur dengan atau
tanpa gagal-pertautan juga dengan eksisi kaput dan leher femur
dan kemudian diganti dengan prosthesis metal.
Pada fraktur leher femur impaksi biasanya penderita dapat
berjalan selama beberapa hari setelah jatuh sebelum timbul
keluhan. Umumnya gejala yang timbul minimal dan panggul yang
terkena dapat secara pasif digerakkan tanpa nyeri. Fraktur ini
biasanya sembuh dalam waktu 3 bulan tanpa tindakan operasi,
tetapi apabila tidak sembuh atau terjadi disimpaksi yang tidak
stabil atau nekrosis avaskuler, penanganannya sama dengan
yang di atas.
2. Fraktur trokanter femur
Fraktur ini terjadi antara trokanter mayor dan minor. Sering
terjadi pada orang tua dan umumnya dapat bertaut dengan terapi
konservatif maupun operatif karena perdarahan di daerah ini sangat
baik. Terapi operatif memperpendek masa imobilisasi di tempat tidur.
Penderita biasanya datang dengan keluhan tidak dapat
berjalan setelah jatuh disertai nyeri yang hebat. Penderita terlentang
di tempat tidur dengan tungkai bawah eksorotasi dan terdapat
pemendekan sampai 3 cm disertai nyeri pada setiap pergerakan.
Pada bagian luar pangkal paha terlihat kebiruan akibat hematom
subkutan. Pada foto Rontgen terlihat fraktur daerah trokanter dengan
leher femur dalam posisi varus yang bisa mencapai 90O.
Fraktur ini ditangani secara konservatif dengan traksi tulang,
dengan paha dalam posisi fleksi dan abduksi, selama 6-8 minggu.
Terapi operatif dapat dilakukan dengan pemasangan pelat trokanter
yang kokoh, kemudian mobilisasi segera pascabedah.
3. Fraktur batang femur
Pada fraktur diafisis femur biasanya perdarahan dalam cukup
luas dan besar sehingga dapat menimbulkan syok. Secara klinis
penderita tidak dapat bangun, bukan saja karena nyeri, tetapi juga
karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai bawah
terotasi ke luar, terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian
proksimal sebagai akibat perdarahan ke dalam jaringan lunak.
Pertautan biasanya diperoleh dengan penanganan secara tertutup,
dan normalnya memerlukan waktu 20 minggu atau lebih.
Fraktur yang dapat diatasi dengan traksi adalah fraktur
intertrokanter dan subtrokanter, fraktur diafisis oblik, segmental, dan
kominutif, serta fraktur suprakondiler tanpa dislokasi berat, dan fraktur
kondilus femur. Yang tidak dapat ditangani dengan traksi adalah
dislokasi tertentu berat.
Pada orang dewasa, fraktur ditangani secara konservatif
dengan traksi skelet, baik pada tuberositas tibia maupun
suprakondiler. Cara ini biasanya berhasil mempertautkan fraktur
femur. Yang penting ialah latihan otot dan gerakan sendi, terutama m.
quadriceps otot tungkai bawah, lutut, dan pergelangan kaki. Akan
tetapi, cara traksi skelet memerlukan waktu istirahat di tempat tidur
yang lama sehingga untuk mempercepat mobilisasi dan
memperpendek masa istirahat di tempat tidur, dapat dianjurkan untuk
melakukan reposisi terbuka dan pemasangan fiksasi interna yang
kokoh. Fiksasi interna biasanya berupa pin Kuntscher intramedular.
Untuk fraktur yang tidak stabil, misalnya fraktur batang femur yang
kominutif atau fraktur batang femur bagian distal, pin intramedular ini
dapat dikombinasi dengan pelat untuk neutralisasi rotasi.
Pada fraktur femur tertutup, dilakukan traksi kulit dengan
metode ekstensi buck, tujuan traksi kulit untuk mengurangi rasa sakit
dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut di sekitar daerah
yang patah.
Fraktur batang femur pada anak-anak umumnya dengan terapi
non operatif, karena akan menyambung dengan baik, pemendekan
kurang dari 2 cm masih dapat diterima karena di kemudian hari akan
sama panjangnya dengan tungkai normal. Hal ini kemungkinan karena
daya proses remodeling pada anak-anak.
Pengobatan non-operatif dapat dilakukan dengan metode
Perkin, metode balance skeletal traction, traksi kulit Bryant, dan traksi
Russel. Sedangkan indikasi operatif karena penanggulangan non-
operatif gagal, fraktur multipel, robeknya arteri femoralis, fraktur
patologik dan fraktur pada orang-orang tua.
4. Fraktur femur suprakondiler
Fraktur ini relatif lebih jarang dibandingkan fraktur batang
femur. Seperti halnya fraktur batang femur, fraktur suprakondiler dapat
dikelola secara konservatif dengan traksi skeletal dengan lutut dalam
posisi fleksi 90O. Traksi ini juga memerlukan waktu istirahat di tempat
tidur yang lama sehingga lebih disukai reposisi terbuka dan
pemasangan fiksasi interna dengan pelat suprakondiler yang kokoh,
yang memungkinkan mobilisasi segera dan menggerakkan sendi lutut.
Hal yang terakhir ini penting karena gerakan sendi lutut yang segera
dapat mencegah sendi kejur akibat perlekatan otot dan atau
perlekatan jaringan lunak di sekitar sendi lutut.
5. Fraktur femur interkondiler
Fraktur ini juga relatif jarang dan biasanya terjadi sebagai
akibat jatuh dengan lutut dalam keadaaan fleksi dari ketinggian.
Permukaan belakang patella yang berbentuk baji , melesak ke dalam
sendi lutut dan mengganjal di antara kedua kondilus dan salah satu
atau keduanya retak. Pada bagian proksimal kemungkinan terdapat
komponen melintang sehingga didapati fraktur dengan garis fraktur
berbentuk seperti huruf T atau Y.
Secara klinis, sendi lutut bengkak akibat hemartrosis dan
biasanya disertai goresan atau memar pada bagian depan lutut yang
menunjukkan adanya trauma. Di sini patella juga dapat mengalami
fraktur.
Untuk fraktur kondilus tunggal lateral atau medial, paling baik
dilakukan reposisi terbuka dengan fiksasi interna dengan sekrup
tulang spongiosa.
Pada patah tulang kondilus ganda, yaitu fraktur kondilus T atau
Y juga dilakukan reposisi terbuka dengan fiksasi interna yang kokoh
pada kedua kondilus dan pada komponen melintang bila sarananya
tersedia.
Pada fraktur kominutif berat di interkondiler, tindakan terbaik
adalah traksi skelet kontinu yang memungkinkan gerakan sendi lutut
begitu nyeri akut menghilang. Gerakan ini kadang dapat menjadi
patokan untuk menilai apakah fragmen sendi sudah pada posisi yang
diinginkan dan mengurangi resiko kekakuan sendi. Pada orang tua,
fraktur femur interkondiler femur umumnya lebih baik ditangani secara
konservatif dengan traksi skelet.
PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan
a. Riwayat Perjalanan penyakit
- Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan
- Apa penyebabnya, kapan terjadinya kecelakaan atau trauma
- Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll
- Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan
- Kehilangan fungsi
- Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis
b. Riwayat pengobatan sebelumnya
- Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis
kortikosteroid dalam jangka waktu lama
- Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal,
terutama pada wanita
- Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut
- Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir
c. Proses pertolongan pertama yang dilakukan
- Pemasangan bidai sebelum memindahkan dan pertahankan
gerakan diatas/di bawah tulang yang fraktur sebelum
dipindahkan
- Tinggikan ekstremitas untuk mengurangi edema
2. Pemeriksaan fisik
a. Mengidentifikasi tipe fraktur
b. Inspeksi daerah mana yang terkena
- Deformitas yang nampak jelas
- Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera
- Laserasi
- Perubahan warna kulit
- Kehilangan fungsi daerah yang cidera
c. Palpasi
- Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran
- Krepitasi
- Nadi, dingin
- Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur
Persiapan alat
Basic set Jmlh Alat tambahan Jmlh
o Gunting kassa
o Gunting jaringan
o Klem
o Pinset anatomis
(besar/kecil)o Pinset cirugis
(besar/kecil)o Kocher
o Dukklem
o Nail fuder
o Scuple (no 4)
o Kom
o Bengkok
1
1
10
2
2
4
5
2
2
2
2
o Jas operasi
o Handscoon
o Duk besar
o Duk sedang/sarung kaki
o Canul suction
o Selang suction
o Kassa
o Pisturi no. 22
o Cutter
o Benang: crumic 2/0, side 2/0, plain
2/0o Jarum: taper no: 24, cutting no 30
o Set ORIF:
Bone klem
Reduction
Raspatorium
Kuret
Mata bor
Screw driver 3,5
Plate 1/3 tubuler 6 whole
4
4
3
1
1
1
5
1
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1 set
Penatalakasanaan/instrumen
No Tindakan Peralatan
1 Desinfeksi Kom, betadin, alcohol, klempanjang,
kassa
2 Drapping Duk besar, duk lubang, duk klem
3 Menandai daerah sayatan Pisau, klem, kassa
4 Melakukan sayatan pada kulit Pisau, kassa, klem arteri,
sampai otot Pinset cirugis, gunting
5 Mempertahankan hemostatis Kassa klem cutter, suction
6 Membersihkan area fraktur Kuret
7 Reposisi fraktur menahan area
fraktur
Raspatorium
8 Fiksasi fraktur Bone klem, Raspatorium
9 Bor 6 whole area fraktur Bor, mata bor
10 Memasang plate Plate, screw driver
11 Mencuci daerah operasi NaCL
12 Hecting otot Plain 2/0, taper no 30
13 Hecting sub cutis Chromic 2/0, taper no 24
14 Hecting kulit Side 2/0, cuting no 30
15 Desinfeksi Kassa betadin
16 Balut luka Kassa steril, kassa betadin dan
hipafix
DEFINISI
Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan
oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti
degenerasi tulang / osteoporosis.
FISIOLOGI / ANATOMI
Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan
acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian
terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur
berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum.
Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai
darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip.
Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya
arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur
meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher
femur.
KLASIFIKASI
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi,
panggul dan kapsula.
Melalui kepala femur (capital fraktur)
Hanya di bawah kepala femur
Melalui leher dari femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih
besar/yang lebih kecil/pada daerah intertrokhanter.
Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2
inci di bawah trokhanter kecil.
PATOFISIOLOGI
Penyebab fraktur adalah trauma
Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau
tanpa trauma yang disebabkan oleh suatu proses, yaitu :
Osteoporosis Imperfekta
Osteoporosis
Penyakit metabolic
Pukulan langsungGaya meremukGerakan puntir mendadakKonstraksi otot eksterna
Fraktur tertutup
Gerakan fragmen tulangNyeri
Fraktur terbuka
Robeknya jaringan kulit sekitar
Inflamasi oleh lingkungan luar
Luka pada kulit hingga kepatahan tulang
Resiko tinggi terhadap infeksi
Pergeseran fragmen tulang
Perdarahan
Kerusakan jaringan lunak
Fraktur
Terputusnya kontinuitas tulang
Deformitas
Gangguan mobilitas fisik
Menekan saraf
Nyeri Sindroma kompartemen
Aliran darah terganggu
O2 dalam darah menurun
Hipoksia
Gangguan perfusi jaringan
Output berlebih
Gangguan keseimbangan
cairan & elektrolit
Pembedahan
Cemas
Port de entry
Resti Infeksi
Luka post operasi
Pathway
TRAUMA
Dibagi menjadi dua, yaitu :
Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita
terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor
langsung terbentur dengan benda keras (jalanan). Trauma tak
langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya
jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.
TANDA DAN GEJALA
Nyeri hebat di tempat fraktur
Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
Rotasi luar dari kaki lebih pendek
Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah,
bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.
PENATALAKSANAAN MEDIK
X.Ray
Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
CCT kalau banyak kerusakan otot.
TRAKSI
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang
patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin
Metode Pemasangan traksi:
Traksi Manual
Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada keadaan
Emergency.
Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.
Traksi Mekanik
Ada dua macam, yaitu :
Traksi Kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain,
misalnya: otot. Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg.
Untuk anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk dipakai
sebagai fraksi definitif, bila tidak diteruskan dengan pemasangan gips.
Traksi Skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan
balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi
dengan kawat metal atau penjepit melalui tulang/jaringan metal.
KEGUNAAN PEMASANGAN TRAKSI
Traksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul,
kegunaannya :
Mengurangi nyeri akibat spasme otot
Memperbaiki dan mencegah deformitas
Immobilisasi
Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi).
Mengencangkan pada perlekatannya.
MACAM - MACAM TRAKSI
Traksi Panggul
Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas
untuk mengikat puncak iliaka.
Traksi Ekstension (Buck’s Extention)
Lebih sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu kaki ke
dua kaki. Digunakan untuk immibilisasi tungkai lengan untuk waktu
yang singkat atau untuk mengurangi spasme otot.
Traksi Cervikal
Digunakan untuk menahan kepala extensi pada keseleo, kejang dan
spasme. Traksi ini biasa dipasang dengan halter kepala.
Traksi Russell’s
Traksi ini digunakan untuk frakstur batang femur. Kadang-kadang juga
digunakan untuk terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit
untuk skeletal yang biasa digunakan.
Traksi ini dibuat sebuah bagian depan dan atas untuk menekan kaki
dengan pemasangan vertikal pada lutut secara horisontal pada tibia
atau fibula.
Traksi khusus untuk anak-anak
Penderita tidur terlentang 1-2 jam, di bawah tuberositas tibia dibor
dengan steinman pen, dipasang staples pada steiman pen. Paha
ditopang dengan thomas splint, sedang tungkai bawah ditopang atau
Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 2 minggu atau
lebih, sampai tulangnya membentuk callus yang cukup. Sementara itu
otot-otot paha dapat dilatih secara aktif.
RENCANA KEPERAWATAN
Prioritas Masalah
Mengatasi perdarahan
Mengatasi nyeri
Mencegah komplikasi
Memberi informasi tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
INTERVENSI RASIONALISASI
1. Potensial
terjadinya syok
s/d perdarahan
yg banyak
INDENPENDEN:
a) Observasi
tanda-tanda vital.
b) Mengkaji
sumber, lokasi, dan
banyak- nya per
darahan
c) Memberikan
posisi supinasi
d) Memberikan
banyak cairan
(minum)
KOLABORASI:
e) Pemberian
cairan per infus
f) Pemberian
a) Untuk mengetahui
tanda-tanda syok se-
dini mungkin
b) Untuk menentukan
tindak an
c) Untuk mengurangi
per darahan dan men-
cegah kekurangan
darah ke otak.
d) Untuk mencegah
ke- kurangan cairan
(mengganti cairan yang
hilang)
e) Pemberian cairan
per-infus.
f) Membantu proses
pem-bekuan darah dan
obat koa-gulan sia
(vit.K, Adona) dan
peng- hentian
perdarahan dgn
fiksasi.
g) Pemeriksaan
laboratorium (Hb,Ht)
untuk menghentikan
perda-rahan.
g) Untuk mengetahui
ka-dar Hb, Ht apakah
perlu transfusi atau
tidak.
2. Gangguan rasa
nyaman:
Nyeri s/d
perubahan
fragmen tulang,
luka pada
jaringan lunak,
pemasangan
back slab,
stress, dan
cemas
INDEPENDEN:
a) Mengkaji
karakteristik
nyeri : lokasi,
durasi, intensitas
nyeri dengan
meng- gunakan
skala nyeri (0-10)
b) Mempertahankan
immobilisasi (back
slab)
c) Berikan sokongan
(support) pada
ektremitas yang
luka.
d) Menjelaskan
seluruh prosedur
di atas
KOLABORASI:
e) Pemberian obat-
obatan analgesik
a) Untuk mengetahui
tingkat rasa nyeri
sehingga dapat me-
nentukan jenis tindak
annya.
b) Mencegah pergeser-
an tulang dan pe-
nekanan pada jaring-
an yang luka.
c) Peningkatan vena
return, menurunkan
edem, dan me-
ngurangi nyeri.
d) Untuk mempersiap-
kan mental serta agar
pasien berpartisipasi
pada setiap tindakan
yang akan dilakukan.
e) Mengurangi rasa nyeri
3. Potensial infeksi
se- hubungan
dengan luka
terbuka.
INDEPENDEN:
a) Kaji keadaan
luka (kontinuitas dari
kulit) terhadap ada-
nya: edema, rubor,
kalor, dolor, fungsi
laesa.
b) Anjurkan
a) Untuk mengetahui
tanda-tanda infeksi.
b) Meminimalkan
pasien untuk tidak
memegang bagian
yang luka.
c) Merawat luka
dengan meng-
gunakan tehnik
aseptik
d) Mewaspadai
adanya keluhan
nyeri men- dadak,
keterbatasan gerak,
edema lokal,
eritema pada
daerah luka.
KOLABORASI:
e) Pemeriksaan
darah : leokosit
f)Pemberian obat-
obatan: antibiotika
dan TT (Toksoid
Tetanus)
g) Persiapan
untuk operasi
sesuai indikasi
terjadinya
kontaminasi.
c) Mencegah kontami-
nasi dan kemungkin-
an infeksi silang.
d) Merupakan indikasi
adanya osteomilitis.
e) Lekosit yang me-
ningkat artinya sudah
terjadi proses infeksi
f) Untuk mencegah ke-
lanjutan terjadinya
infeksi. dan pencegah
an tetanus.
g) Mempercepat proses
penyembuhan luka
dan dan penyegahan
peningkatan infeksi.
4. Gangguan
aktivitas
sehubungan
dengan
kerusakan
neuromuskuler
skeletal, nyeri,
INDEPENDEN:
a) Kaji tingkat im-
mobilisasi yang
disebabkan oleh
edema dan
persepsi pasien
tentang
a) Pasien akan mem-
batasi gerak karena
salah persepsi
(persepsi tidak pro-
posional)
immobilisasi. immobilisasi ter-
sebut.
b) Mendorong parti-
sipasi dalam
aktivitas rekreasi
(menonton TV,
membaca kora,
dll).
c) Menganjurkan
pasien untuk
melakukan latihan
pasif dan aktif
pada yang cedera
maupun yang
tidak.
d) Membantu pasien
dalam perawatan
diri
e) Auskultasi bising
usus, monitor
b) Memberikan ke-
sempatan untuk me-
ngeluarkan energi,
memusatkan per-
hatian, meningkatkan
perasaan mengontrol
diri pasien dan
membantu dalam
mengurangi isolasi
sosial.
c) Meningkatkan aliran
darah ke otot dan
tulang untuk me-
ningkatkan tonus otot,
mempertahankan
mobilitas sendi, men-
cegah kontraktur /
atropi dan reapsorbsi
Ca yang tidak
digunakan.
d) Meningkatkan ke-
kuatan dan sirkulasi
otot, meningkatkan
pasien dalam me-
ngontrol situasi, me-
ningkatkan kemauan
pasien untuk sembuh.
e) Bedrest, penggunaan
kebiasa an
eliminasi dan
menganjurkan
agar b.a.b. teratur.
f) Memberikan diit
tinggi protein ,
vitamin , dan mi-
neral.
KOLABORASI :
g) Konsul dengan
bagian fisioterapi
analgetika dan pe-
rubahan diit dapat
menyebabkan
penurunan peristaltik
usus dan konstipasi.
f) Mempercepat proses
penyembuhan,
mencegah penurunan
BB, karena pada
immobilisasi biasanya
terjadi penurunan BB
(20 - 30 lb).
Catatan : Untuk sudah
dilakukan traksi.
g) Untuk menentukan
program latihan.
5. Kurangnya
pengetahuan
tentang kondisi,
prognosa, dan
pengo- batan
sehubungan
dengan
kesalahan
dalam pe-
nafsiran, tidak
familier dengan
sumber in-
formasi.
INDEPENDEN:
a) Menjelaskan
tentang kelainan
yang muncul
prognosa, dan
harap- an yang
akan datang.
b) Memberikan
dukung an cara-
cara mobili- sasi
dan ambulasi
sebagaimana
yang dianjurkan
oleh bagi- an
a) Pasien mengetahui
kondisi saat ini dan
hari depan sehingga
pasien dapat menentu
kan pilihan.
b) Sebagian besar
fraktur memerlukan
penopang dan fiksasi
selama proses pe-
nyembuhan sehingga
keterlambatan pe-
nyembuhan disebab-
kan oleh penggunaan
alat bantu yang
fisioterapi.
c) Memilah-milah
aktif- itas yang
bisa mandiri dan
yang harus
dibantu.
d) Mengidentifikasi
pelayanan umum
yang tersedia
seperti team
rehabilitasi,
perawat keluarga
(home care)
e) Mendiskusikan
tentang
perawatan
lanjutan.
kurang tepat.
c) Mengorganisasikan
kegiatan yang diperlu
kan dan siapa yang
perlu menolongnya.
(apakah fisioterapi,
perawat atau ke-
luarga).
d) Membantu meng-
fasilitaskan perawa-
tan mandiri memberi
support untuk man-
diri.
e) Penyembuhan fraktur
tulang kemungkinan
lama (kurang lebih 1
tahun) sehingga perlu
disiapkan untuk
perencanaan
perawatan lanjutan
dan pasien koopratif.