Upload
naya-pjt
View
55
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Kasus Jamur pada kucing
Citation preview
KASUS II
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI JAMUR
Sampel : Kerokan kulit pada kucing
Tanggal Pengambilan : 09 Mei 2015
I. ANAMNESA
Nama pemilik : Pusi
Jenis hewan : Kucing persia
Umur : 4 bulan
Jenis kelamin : Jantan
Alamat pasien : ulee kareng
Status gizi : Buruk
Gejala klinis : Bulu kusam, ada keropeng di kulit, dan lesu.
II. DIAGNOSA LABORATORIUM
A. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel diambil dengan cara pengerokan kulit dengan menggunakan
skalpel pada bagian yang mengalami lesi setelah bagian tersebut dibersihkan
dengan alkohol 70%. Hasil dari pengelrokan tersebut langsung ditanam pada
media SDA dan diinkubasikan selama 3-4 hari pada suhu 27oC
21
22
Metode dan Uji yang Dilakukan
a. Biakan jamur pada media Sabouraud’s Dextrose Agar (SDA)
Prosedur Kerja :
Biakan jamur pada media pepton water disentrifus dengan kecepatan 2.000
rpm selama 15 menit.
Buang pepton water dan sisakan sedikit bersama sedimen, homogenkan.
Kemudian tuang ke dalam media SDA.
Cawan petri dimasukkan kedalam plastik dan disimpan pada suhu kamar
dengan posisi terbalik di ruangan gelap.
Amati pertumbuhan koloni jamur selama 3-4 hari.
b. Pewarnaan Lactophenol Cotton Blue(LCB)
Tujuan dilakukan pewarnaan ini adalah untuk melihat ada atau tidaknya
jamur yang tumbuh pada sampel kerokan kulit tersebut. Selain itu juga untuk
melihat morfologi jamur secara mikroskopis.
Prosedur kerja :
Teteskan satu ose larutan Lactophenol Cotton Blue (LCB) pada objek
glass steril.
Ambil sediaan jamur menggunakan ose, oleskan diatas objek glass yang
telah diteteskan LCB. Tutup dengan cover glass.
Periksa di bawah mikroskop.
23
c. Penanaman pada slide culture
Prosedur kerja :
Selama 3-4 hari SDA disimpan pada suhu kamar di ruang gelap dan
diamati pertumbuhan biakan jamur pada media SDA (Sabouraud’s
Dextrose Agar).
Kemudian dilakukan penanaman pada Slide Culture dengan menggunakan
media potongan segi empat dari SDA.
Dengan menggunakan ose runcing, jamur diambil dari biakan media SDA
dan dioleskan pada tepi potongan segi empat SDA yang telah diletakkan
di atas objek glass.
Setelah itu potongan ditutup dengan cover glass dan dimasukkan ke dalam
cawan petri yang sudah disediakan potongan tusuk gigi dan kapas basah.
Selanjutnya dibungkus dangan plastik dan disimpan pada suhu kamar
selama 3-4 hari hingga tumbuh jamur, lalu diamati dibawah mikroskop.
III. HASIL DIAGNOSA LABORATORIUM
Hasil uji yang telah dilakukan pada sampel kerokan kulit dari kepala
anjingadalah sebagai berikut:
a. Biakan Jamur pada media Sabouraud’s Dextrose Agar (SDA)
Morfologi jamur yang dibiakkan pada Sabouraud’s Dextrose Agarselama
3-4 hari pada suhu kamar 27 ºC adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Morfologi koloni jamur pada media Sabouraud’s Dextrose Agar
A
B
C
24
Bentuk Tidak teratur
Pinggiran Bergerigi
Permukaan Cembung
Warna Putih
Konsistensi Padat
Gambar 13. Pertumbuhan jamur pada media Sabouraud’s Dextrose Agar
b. Pewarnaan Lactophenol Cotton Blue (LCB)
Pada pewarnaan Lactophenol Cotton Blue secara mikroskopis terlihat hifa
bersepta, miselium dan spora berbentuk bulat. Morfologi jamur dengan
pewarnaan LCB dapat dilihat pada gambar 14.
25
Gambar 14. Morfologi jamur dengan pewarnaan Lactophenol Cotton Blue: A. Misellium; B. Septa; C.Sporae; D. Hifa
c. Penanaman Pada Slide Culture
Pada media slide culture jamur tumbuh dengan terbentuk koloni berwarna
putih mengkilat dan seperti ragi. Pada pengamatan secara mikroskopis terlihat hifa
bersepta. Morfologi jamur terlihat seperti di bawah ini :
Gambar 15. Pertumbuhan jamur pada media slide culture
26
Gambar 16. Hasil pengamatan mikroskopis Jamur pada slide culture(pembesaran 400x)
IV. DIAGNOSA
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, dapat didiagnosa bahwa
jamur tersebut termasuk genus Trichophyton.
V. DIFFERENSIAL DIAGNOSA
Genus Microsporum.
VI. KESIMPULAN KASUS
Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan beberapa metode dan
uji laboratorium seperti yang tercantum di atas, maka dapat didiagnosa bahwa
jamur yang terdapat pada kerokan kulit dari kulit bagian ekor kucing adalah
genus Trichophyton.
27
PEMBAHASAN
Pada dasarnya jamur menyerupai tumbuhan sederhana karena adanya
dinding sel, bersifat non motil (meskipun ada beberapa spesies yang mempunyai
sel reproduktif motil), dan bereproduksi menggunakan spora. Jamur dapat
dibedakan dengan tumbuhan karena tidak mempunyai batang, akar, atau daun
seperti tumbuhan tingkat tinggi, tidak mempunyai sistem vaskuler yang
berkembang, dan timbunan karbohidrat utamanya berupa glikogen (Alexopoulus
dkk., 1996).
Kapang termasuk dalam kelompok organisme heterotrof yang
membutuhkan nutrient berupa senyawa organik dari makhluk hidup lain yang
mengandung selulosa dan lipin (Chang dan Quimio, 1982). Jamur merupakan
salah satu mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia. Penyakit yang
disebabkan jamur pada manusia disebut mikosis, yaitu mikosis superficial dan
mikosis sistemik. Mikosis superfisial merupakan mikosis yang menyerang kulit,
kuku, dan rambut, sedangkan mikosis sistemik merupakan mikosis yang
menyerang alat-alat dalam, seperti jaringansub-cutan, paru-paru, ginjal, jantung,
mukosa mulut, usus, dan vagina (Rippon, 1988).
Dermatofitosis (kurap) merupakan mikosis superfisial yang disebabkan
oleh jamur Dermatofita, penyebab jamur ini ada 3 genus yaitu Trycophyton,
Microsporum, dan Epidermophyton. Dermatofita merupakan golongan jamur
yang hidup pada stratum korneum atau jaringan kulit yang mengandung keratin.
Sumbernya berasal dari tanah, hewan atau orang yang terinfeksi. Faktor-faktor
28
penting yang menentukan keberhasilan pemindahan, termasuk viabilitas dan
virulensi organisme, situs infeksi, genotip inang, komposisi sebum dan tekanan
karbon dioksida permukaan kulit (Brooks dkk.,1991) .
Tricophyton sp. merupakan jamur berfilamen keratinofilik yang memiliki
kemampuan untuk menyerang jaringan keratin. Jamur ini memiliki beberapa
enzim seperti proteinase, elastase, keratinase yang merupakan faktor virulensi
utama dari Tricophyton sp. Jamur ini dapat menyebabkan infeksi pada pasien
imunocompromised. Tricophyton rubrum adalah agen penyakit dermatophytosis
paling umum di seluruh dunia (Rebbel dan Taplin, 1970).
Klasifikasi Trichopyton
Trichophyton dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Phylum : Ascomycota
Class : Eurotiomycetes
Order : Onygenales
Family : Arthrodermataceae
Genus : Trichophyton
Species : Trichophyton spp.
Trichophyton spp. merupakan jamur berfilamen keratinofilik yang
memiliki kemampuan untuk menyerang jaringan keratin. Kapang ini menyebar
secara radial pada lapisan kulit berkeratin dengan pembentukan cabang hifa dan
kadang-kadang artrospora. Peradangan jaringan hidup dibawahnya sangat ringan
dan hanya terlihat sedikit yang bersisik kering. Biasanya terjadi iritasi, eritema
29
(merah-merah menyebar pada kulit), edema dan berbentuk gelembung pada
bagian tepi yang menjalar (Adzima, dkk., 2013).
Bahaya Yang Ditimbulkan
Trichophyton ini merupakan penyebab umum infeksi pada kulit dan
rambut pada anjing, kucing, kambing, dan hewan lain. Jamur ini memiliki
beberapa enzim seperti proteinase, elastase, keratinase yang merupakan faktor
virulensi utama dari Trichophyton spp. Jamur ini dapat menyebabkan infeksi pada
pasien imunocompromised.Tricophyton rubrum adalah agen penyakit
dermatofitosis paling umum di seluruh dunia (Emeka, 2011).
Ringworm atau dermatofitosis adalah infeksi oleh kapang pada bagian
kutan (kulit). Pada kucing, penyakit ini sangat tidak berestetika sebagai hewan
peliharaan yang dekat dengan manusia. Ringworm menyerang hewan dan
manusia. Dermatofitosis ini dapat menular antar sesama hewan, dan antara
manusia dengan hewan (antropozoonosis) dan hewan kemanusia (zoonosis) dan
merupakan penyakit mikotik yang tertua di dunia. Kejadian penyakit ini
ditemukan pada hewan piara, ternak, satwa liar lainnya. Dari hasil pemeriksaan
terlihat bahwa anjing dari segala umur, baik anjing pada usia muda dan tua dapat
terinfeksi oleh kapang Trichophyton spp.(Adzima dkk., 2013).
Gejala
Gejala yang terlihat yaitu sering mengalami pruritis, terjadi kerusakan
disertai kerontokan bulu di seluruh muka, hidung dan telinga, perubahan yang
30
tampak pada kulit berupa lingkaran atau cincin dengan batas jelas dan umumnya
dijumpai di daerah leher, muka terutama sekitar mulut, pada kaki, dan perut
bagian bawah. Selanjutnya terjadi keropeng, lepuh, bulu kusut,rapuh, dan terjadi
alopesia (Riza, 2009).
Pencegahan dan Pengendalian
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sanitasi kesehatan, lingkungan
maupun hewannya. Salah satu cara yang efektif untuk penanggulangan adalah
mencegah penyebaran sehingga tidak terjadi endemik, peningkatkan masalah
kebersihan, perbaikan gizi dan tata laksana pemeliharaan. Hewan kesayangan
harus terawat dengan cara memandikan secara teratur, pemberian makanan yang
sehat dan bergizi sangat diperlukan untuk anjing. Vaksinasi adalah pencegahan
yang baik. Di Indonesia pemakaian vaksin dermatofit belum dilaksanakan
(Ahmad, 2009).
Terapi
Pengobatan dapat dilakukan secara sistemik dan topikal. Secara sistemik
dengan preparat griseofulvin, natamycin, danazole peroral maupun intravena.
Dengan cara topikal menggunakan fungisida topikal dengan berulang kali, setelah
itu kulit hewan penderita tersebut disikat sampai keraknya bersih. Setelah itu
dioles atau digosok pada tempat yang terinfeksi. Selain itu, dapat pula dengan
obat tradisional seperti daun ketepeng Cassia alata), Euphorbia prostate dan E.
thyophylia (Ahmad, 2009).
31
DAFTAR PUSTAKA
Adzima, V., F. Jamin dan M. Abrar. 2013. Isolasi dan identifikasi kapang penyebab dermatofitosis pada anjing di kecamatanSyiah Kuala Banda Aceh. Jurnal Medika Veterinaria. 7 (1) : 46-48.
Ahmad., R.Z. 2009. Permasalahan dan penanggulangan ringworm pada hewan. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis. Balai Penelitian Veteriner. Bogor.
Alexopoulos, C.J., C.W. Mims & M. Blackwell. 1996. Introductory Mycology, JohnWiley & Sons, Inc., Canada.
Anwar, R. 2005. Beberapa Jamur yang Diisolasi dari Kulit Penderita Infeksi Jamur. Majalah Kedokteran Nusantara. 38 (2) : 159.
Brooks, G.F., J.S.Butel, L.N. Ornston, Jawetz, Melnick dan Adelberg’s.1991. MedicalMicrobiology, 19th edn. East Norwalk : Appleton & Lange.
Chang, S.T., dan T.H. Quimio. 1982. Tropical Mushroom Biological Nature and Culture Methods. The Chines University of Hongkong Shatin N.T Hongkong
Emeka, I.N. 2011. Dermatophytoses in domesticated animalsrev. Inst. Med. Trop Sao Paulo. 53(2):95-99.
Michael, J.P dan E.C.S. Chan. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press, Jakarta.
Rebbel, G., and D. Taplin. 1970. The Dermatophytes. 2nd. Revised Ed. University of Miami Press. Coral Gables. Florida. USA.
Rippon. J.W.1988. Medical Mycology. 3 rd Ed, W.B. Saunder. Co., PhiladelphiaRiza, Z.A. 2009. Permasalahan dan Penanggulangan Ringworm pada Hewan.
Balai Penelitian Veteriner, Bogor.