37
68 MAJAZ „AQLIY DALAM SURAH AL-BAQARAH Oleh: Muhammad Syamsudin Noor 1 Abstrak Majaz diklasifikasikan menjadi dua, yaitu majaz lughawy dan majaz „aqliy. Selanjutnya majaz lughawy terbagi menjadi dua yaitu isti‟arah dan mursal. Surah Al-Baqarah sebagai surah terpanjang dalam Al-Qur‟an banyak sekali mempergunakan majaz dalam ungkapan-ungkapannya. Baik majaz itu berupa isti‟arah, majaz mursal ataupun majaz „aqliy. „Majaz aqliy adalah penyandaran fi‟il atau kata yang menyerupainya kepada tempat penyandaran yang t idak semestinya karena adanya suatu hubungan dan disertai qarinah yang menghalangi dipahaminya sebagai penyandaran yang haqiqi. Disebut demikian karena pada majaz aqliy setiap lafaz-lafaznya digunakan untuk maknanya yang asli. Sedangkan majaz-nya terletak pada segi tarkib (susunan) atau isnad (penyandaran). Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah 1 Dosen Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari.

Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

  • Upload
    others

  • View
    25

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

68

MAJAZ „AQLIY DALAM SURAH AL-BAQARAH

Oleh: Muhammad Syamsudin Noor1

Abstrak

Majaz diklasifikasikan menjadi dua, yaitu majaz lughawy dan majaz „aqliy.

Selanjutnya majaz lughawy terbagi menjadi dua yaitu isti‟arah dan mursal. Surah

Al-Baqarah sebagai surah terpanjang dalam Al-Qur‟an banyak sekali

mempergunakan majaz dalam ungkapan-ungkapannya. Baik majaz itu berupa

isti‟arah, majaz mursal ataupun majaz „aqliy. „Majaz aqliy adalah penyandaran

fi‟il atau kata yang menyerupainya kepada tempat penyandaran yang tidak

semestinya karena adanya suatu hubungan dan disertai qarinah yang menghalangi

dipahaminya sebagai penyandaran yang haqiqi. Disebut demikian karena pada

majaz aqliy setiap lafaz-lafaznya digunakan untuk maknanya yang asli.

Sedangkan majaz-nya terletak pada segi tarkib (susunan) atau isnad

(penyandaran).

Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

1 Dosen Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari.

Page 2: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

69

A. Pendahuluan

1. Pengertian Haqiqah

Sebelum kita memasuki pada pembahasan mengenai majaz, ada baiknya

kita membahas terlebih dahulu mengenai muqabil2 majaz, yaitu haqiqah. Haqiqah

ialah:

3" "... ىي الكلمة الدستعملة فيما ىي موضوعة لو من غير تأ ويل في الوضع

“Ia adalah kata yang dipakai dalam kalimat yang kata itu memang

dimaksudkan untuk makna yang ditetapkan tanpa ada ta‟wil dalam susunannya”

Kalau kita mengatakan “saya melihat singa di hutan”, maka arti dari kata

“singa” adalah jelas yaitu seekor hewan pemangsa. Sehingga tidak perlu lagi

penjelasan mengenai makna singa yang kita maksud.

Haqiqah terbagi tiga, yaitu: lughawiyyah, syar‟iyyah dan „urfiyyah.4

Sebab terbaginya adalah bahwa suatu lafaz kata tidak akan menunjukkan kepada

makna suatu musamma (yang dinamai) tanpa ada ketentuan asal. Ketika kita

menyebut “rokok”, terbayanglah kita pada sebuah benda kecil terbuat dari

tembakau yang digulung dengan kertas, yang panjangnya beberapa sentimeter,

yang sering dihisap asapnya setelah dibakar terlebih dahulu ujungnya. Kata

“rokok” asalnya tidak memiliki makna apa-apa. Namun setelah “sang penemu”

rokok itu menamakannya dengan “rokok” makna rokok itu menjadi nama bagi

benda tersebut.

2 Muqābil (مقابل) artinya yang berlawanan. Maksudnya adalah lawan kata.

3 Abu Ya‟kub Yusuf As Sakaki, Miftahul Ulum, Darul Kutub Al Ilmiah, Beirut, 1987,

h. 358 4Ahmad Mathlub, Fununun Balaghiyyah, Darul Buhuts al-Ilmiyyah, Kuwait, 1975, h.82.

Page 3: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

70

Suatu haqiqah tergolong sebagai lughawiyyah apabila sang peletak suatu

kata untuk suatu makna tersebut adalah sang peletak bahasa itu sendiri. Dalam arti

kata, bahasa sendiri menunjukkan makna kata itu. Misalnya ialah kata “singa”

untuk menunjukkan kepada seekor hewan pemangsa yang paling buas.

Haqiqah digolongkan sebagai syar‟iyyah apabila sang peletak asal makna

kata itu adalah syaari‟ yaitu Allah Swt. Haqiqah syar‟iyyah ini banyak sekali kita

temukan dalam istilah-istilah agama Islam. Salah satunya ialah kata “salat”

Salat arti asalnya secara bahasa adalah doa. Allah memilih kata tersebut .(الصلاة)

untuk menunjukkan kepada suatu makna yaitu kumpulan perbuatan-perbuatan dan

perkataan-perkataan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.

Dengan demikian mayoritas kata salat dan iystiqaaq-isytiqaaqnya dalam al-

Qur‟an menunjukkan kepada makna tersebut.5

Apabila peletak asal suatu makna kata itu tidak jelas, tetapi kata tersebut

sudah populer menunjukkan kepada suatu makna, maka kata tersebut termasuk

kategori haqiqah ‟urfiyyah.6 Misalnya ialah kata “iwak” pada masyarakat Banjar

untuk menunjukkan kepada daging sapi atau daging kambing. Arti asal iwak

adalah ikan. Tetapi dalam perkembangannya arti iwak menjadi meluas. Sehingga

sering kita mendengar orang Banjar mengatakan “iwak daging”. Padahal

sebenarnya menurut arti asalnya, sapi dan kambing bukan tergolong iwak.

5 Isytqiâaq adalah termasuk pembahasan ilmu sharaf. Maksudnya ialah pemecahan kata dengan

wazan tertentu sehingga menghasilkan bentukan kata yang bermakna berbeda-beda. 6 ‟Urfiyyah asal katanya adalah „urf artinya ialah suatu yang berkenaan dengan istilah kebiasaan

Page 4: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

71

Haqiqah bisa saja dibagi lagi menjadi lebih dari tiga macam yang telah

disebutkan di atas. Karena suatu kata adakalanya menunjukkan suatu makna,

tetapi pada saat dan ketentuan yang lain, kata itu menunjukkan makna yang lain

Haqiqah bisa saja dibagi lagi menjadi lebih dari tiga macam yang telah

disebutkan di atas. Karena suatu kata adakalanya menunjukkan suatu makna,

tetapi pada saat dan ketentuan lain, kata itu menunjukkan makna yang lain pula.

Sebagai contoh adalah kata “virus”. Kata “virus” dalam istilah kedokteran adalah

jasad renik yang hanya dapat dilihat melalui mikroskop. Tetapi kata tersebut

dalam istilah komputer adalah suatu program yang mengacaukan sistem kerja

komputer. Jadi, kata virus dalam istilah ilmu kedokteran atau istilah komputer

walaupun berbeda makna dan maksudnya adalah haqiqah. Jadi, sebagaimana

yang telah disebutkan di atas, haqiqah boleh dibagi-bagi lagi menjadi beberapa

macam sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berbeda-beda.

2. Pengertian Majaz

Kata “majaz” diambil dari fi‟il madhi جاز, artinya melewati. Para ulama

menamakan suatu lafaz yang dipindahkan dari makana yang asalnya dengan

perkataan majaz karena mereka melewatkan lafaz tersebut dari makna aslinya.7

Sedangkan arti majaz dalam istilah ilmu balaghah ialah:

في غيرما وضع لو في اصطلاح التخاطب لعلاقة مع قرينة المجاز ىو اللفظ الدستعمل" 8" مانعة من إرادة الدعنى الوضعي

7Sayyid Ahmad al-Hasyimi, Jawāhirul Balāghah, Darul Fikri, Beirut, 1994, h. 253.

8Ibid., h. 253.

Page 5: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

72

“Majaz ialah lafaz yang digunakan pada selain arti yang ditetapkan

karena adanya persesuaian serta qarinah (pertanda) yang mencegah untuk

menghendaki makna aslinya”

Kalau kita mengatakan “saya melihat singa di hutan”, maka makna singa

pada kalimat tersebut adalah jelas, yaitu binatang pemangsa paling buas. Tetapi

kalau kita mengucapkan “saya melihat singa di madrasah”, maka makna singa

tidak mungkin pemangsa yang paling buas, karena ada qarinah (pertanda) yaitu di

madrasah. Sedangkan singa lazimnya berada di hutan dan mustahil ia berada di

madrasah. Karena itu pasti kata “singa” pada kalimat tersebut dimaknai seorang

manusia. Lalu apakah hubungannya manusia dengan singa? Sifat yang paling

menonjol dari singa adalah berani. Jadi, “singa” dalam kalimat tersebut diartikan

seorang manusia yang memiliki sifat pemberani seperti singa. Kata “singa”

tersebut adalah majaz dalam kategori isti‟arah.

Persesuaian (‟alaqah) antara makna haqiqi dan makna majaz terkadang

“musyabahah”, artinya penyerupaan. Bila persesuaian itu merupakan

penyerupaan, maka makna majaz disebut “isti‟arah” (الاستعارة), dan jika bukan

penyerupaan, maka disebut majaz mursal ( الدرسل ازالمج ). Adapun qarinah atau

pertanda yang menunjukkan artiyang dikehendaki, kadang-kadang berupa lafaz

yang diucapkan atau lafzhiyyah (لفظية) dan kadang-kadang berupa keadaan atau

haliyyah ( اليةح ) sebagaimana akan diterangkan.

Page 6: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

73

Secara umum Ali al-Jarimi dan Musthafa Usman membagi majaz menjadi

dua macam, yaitu majaz lughawi dan majaz ‟‟aqliy. Majaz lughawi dilihat dari

‟alaqah-nya terbagi menjadi dua bagian, yaitu isti‟arah dan majaz mursal.

3. Pengertian ’Alaqah

‟Alaqah (علاقة) adalah:

9" الدناسبة بين الدعنى الدنقول عنو والدنقول إليو"...

“Persesuaian antara makna yang dipindahkan dan makna yang

dipindahi.”

Disebut ‟alaqah karena dengan hal itu makna yang kedua dapat berkait

dan bersambung dengan makna yang pertama. Dengan demikian hati langsung

berpindah dari makna yang pertama menuju makna yang kedua. Dengan

diisyaratkannya melihat persesuaian, maka dikecualikan ucapan yang keliru atau

Ghalath. Seperti ucapan, “ambillah buku ini”, dengan mengisyaratkan kepada

seekor kuda misalnya. Sebab dalam contoh ini tidak ada persesuaian yang bisa

dilihat.

Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa ‟alaqah adakalanya penyerupaan

dan adakalanya bukan penyerupaan. ‟alaqah merupakan penyerupaan terdapat

dalam isti‟arah sedangkan ‟alaqah yang bukan penyerupaan terdapat dalam majaz

mursal dan majaz ‟‟aqliy. ‟Alaqah yang bukan penyerupaan ada beberapa macam.

Diantara macam-macam itu ada yang khusus terdapat pada majaz mursal, ada

9Ibid., h. 254.

Page 7: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

74

yang khusus terdapat pada majaz „aqliy dan ada pula yang bisa berlaku pada

kedua macam majaz tersebut.

4. Pengertian Qarinah

Qarinah ialah:

..." وضع لو ما الأمر الذي يجعلو الدتكلم دليلا على أنو أراد باللفظ غير"...

“Perkara yang dijadikan oleh mutakallim sebagai petunjuk bahwa ia

menghendaki dengan suatu lafaz itu pada selain makna aslinya”.

Dengan dikecualikannya pertanda atau qarinah dengan ketentuan

“menghalangi untuk menghendaki makna asli”, maka dikecualikan bentuk

“kinayah” (الكناية).11 Sebab kinayah mempunyai qarinah yang tidak menghalangi

untuk menghendaki makna asli.

Qarinah itu ada kalanya lafzhiyyah dan ada kalanya haliyyah. Qarinah

disebut lafzhiyyah apabila qarinah-nya diucapkan dalam susunan kalimat.

Contohnya ialah seperti ucapan kita (رأيت أسدا في الددرسة) aku melihat seekor singa

di madrasah. Qarinah-nya ialah lafaz madrasah. Karena singa yang sebenarnya

10

Ibid., h. 253. 11

Kinayah (الكناية) ialah lafaz yang dimaksudkan untuk menunjukkanpengertian lazimnya,

tetapi dapat dimaksudkan untuk makna asalnya. Contoh, و ميتاأيحب أحدكم أن يأكل لذم أخي (Sukakah salah

seorang dari kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati. QS. Al-Hujurat/49:12) Allah

menyindir tentang menggunjing dengan kata ”manusia makan manusia”. Demikian ini sangat

pantas. Sebab menggunjing adalah mengungkapkan cacat manusia dan merobek-robek perangai

terpujinya. Menutupi perangai terpuji adalah menyamakan manusia makan daging orang yang

digunjingnya.

Page 8: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

75

mustahil berada di madrasah jadi kalimat tersebut adalah majaz (isti‟arah) yang

qarinah-nya adalah lafzhiyyah.

Qarinah disebut sebagai haliyyah, apabila qarinah hanya dipahami dari

keadaan mutakallim atau dari kenyataan yang ada. Contohnya ialah firman Allah

mereka menjadikan jari-jari mereka di dalam telinga (يجعلون أصبعهم في ءاذانهم)

mereka. Qarinah dari ayat ini tidak dipahami dari lafaz-lafaznya melainkan dari

keadaannya saja bahwa mustahil memasukkan jari ke dalam telinga. Karena itu

qarinah-nya disebut haliyyah.

B. Majaz Aqliy

1. Pengertian Majaz Aqliy

Majaz Aqliy ialah:

من إرادة مانعة مع قرينة لو لعلاقة ىو ما معناه إلى غيرفي ما فعل أولا إسناد ىو"... "الحقيقي الإسناد

“majaz aqliy adalah penyandaran fi‟il atau kata yang menyerupainya

kepada tempat penyandaran yang tidak semestinya karena adanya suatu

hubungan dan disertai qarinah yang menghalangi dipahaminya sebagai

penyandaran yang haqiqi.”

Disebut demikian karena pada majaz aqliy setiap lafaz-lafaznya digunakan

untuk maknanya yang asli. Sedangkan majaz-nya terletak pada segi tarkib

(susunan) atau isnad (penyandaran).

12

Ali Al-Jarimi dan Musthafa Amin, op.cit., h. 117.

*Dalam sumber yang lain tertulis إذا وفاك tetapi tidak ada perbedaan mendasar pada makna

antara kedua kata tersebut.

Page 9: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

76

Sebagian ahli balaghah ada yang memasukkan pembahasan mengenai

majaz aliy ini dalam uraian mengenai keadaan isnad, yaitu suatu pembahasan

dalam ilmu ma‟ani. Tetapi ada pula sebagian mereka yang memasukkannya ke

dalam uraian mengenai pembagian lafaz menjadi haqiqah dan majaz, yaitu suatu

pembahasan dalam ilmu bayan.

Sebagaimana majaz lughawiy, majaz aqliy pun haruslah mempunyai

qarinah yang menunjukkan bahwa penyandaran fa‟il atau semaknanya kepada fi‟il

adalah majaz. Baik qarinah itu lafzhiyyah maupun maknawiyyah. Sebab, suatu

perkataan seandainya tidak ada qarinah, maka akan segera dipahami secara

haqiqah. Contoh majaz aqliy yang ber qarinah lafzhiyyah ialah sebagaimana

Abu an-Najm berikut ini:

كلو لم أصنع ذنبا علي # تدعي أصبحت أم الخيار قد عن قنزع عنو قنزعا ميز # صلع من أن رأت رأسي كرأس الأ

عيأبطئي أو أسر # جذب الليالى حتى إذا واراك أفق فارجعي # أفناه قيل الله للشمس أطلعى

“Ibunya al-Khiyar telah menuduhkan atasku suatu dosa yang tidak aku

lakukan, hanya karena, ia melihat kepalaku seperti kepala orang yang

botak. Gombak rambut demi gombak rambut telah dipisahkan oleh

berlalunya malam-malam. Pelan-pelanlah atau bergegaslah! Kepalaku

telah dihabisi (rambut-rambutnya) oleh firman Allah kepada matahari

“terbitlah engkau sampai kau ditutupi ufuk, kemudian kembalilah

(terbitlah kembali)”.

Dalam perkataan Abu An-Najm tersebut, perontokkan rambut dari kepala

disandarkan kepada malam-malam. Padahal secara akal, yang menyebabkan

rontoknya rambut adalah panasnya matahari. Bait terakhir perkataan itu (afnahu

qilullah dan seterusnya), adalah qarinah bahwa penyandaran rontoknya rambut

13

Abu Ya‟kub Yusuf As Sakaki, op.cit., h. 393.

Page 10: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

77

kepada malam adalah majazy. Dengan demikian qarinah yang menunjukkan

bahwa penyandaran rontoknya rambut terhadap malam merupakan majaz adalah

lafzhiyyah, yaitu baik terakhir dari perkataan Abu An-Najm tersebut.

Sedangkan contoh qarinah maknawiyyah ialah seperti mustahilnya

musnad terselenggara dengan musnad ilaih yang disebut bersamanya secara akal.

Dengan pengertian, akal sudah tentu menganggap terselenggaranya musnad

sebagai suatu kemustahilan, seperti perkataan: ك جائ ب ي كت محب , kecintaan

kepadamu membawaku kepadamu. Juga seperti mustahilnya hal tersebut menurut

kebiasaan, seperti ه م ممر ا جند, artinya sang raja telah mengusir bala tentara.

Contoh ini menunjukkan kemustahilan tentang pengusiran bala tentara dengan

sang raja sendirian menurut kebiasaan, meskipun hal itu mungkin secara akal.

Contoh lain ialah perkataan dari orang yang bertauhid, seperti:

العشي ومر الغداة كر # وأفنى الكبير أشاب الصغيرر

“Telah mengubankan si anak kecil dan membinasakan orang tua,

berulang-ulangnya waktu pagi dan lewatnya sore hari”.

Munculnya ucapan tersebut dari orang yang bertauhid adalah merupakan

pertanda atau qarinah maknawiyyah yang menunjukkan bahwa isnad-nya lafaz

ج غ ج ك ز kepada lafaz أفن dan lafaz أش ا dan lafaz ج عش ي م ز adalah majaz. Contoh

tersebut tidak tergolong mustahil, karena sebagian besar orang yang berkeyakinan

salah memilih pemahaman tersebut. Dalam majaz aqliy ini sebuah fi‟il tidak wajib

mempunyai fa‟il yang dapat diketahui isnad-nya secara haqiqi. Sebagaimana

contoh terdahulu, karena terkadang tidak bisa diketahui secara haqiqi, seperti:

Page 11: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

78

إذا ما زدتو نظرا # يزيدك وجهو حسنا

“wajahmu menambahmu semakin indah

Jikalau engkau menambah dalam memandang”

Isnad dalam contoh di atas adalah majaz aqliy. Tetapi isnad haqiqi-nya

tidak diketahui secara pasti. Barangkali yang mengetahui isnad haqiqi-nya secara

pasti adalah Cuma si empunya perkataan tersebut.

2. Bentuk-Bentuk Majaz Aqliy

Majaz aqliy dilihat dari makna musnad dan musnad ilaih-nya* mempunyai

empat macam bentuk, yaitu:

a. Majaz aqliy yang kedua ujungnya (musnad dan musnad ilaih) bermakna

haqiqi, seperti شفي ج طبيب جلمزيض, “dokter itu menyembuhkan orang yang

sakit”. Lafaz ج طبيب yang merupakan musnad ilaih adalah haqiqah dan

musnad-nya yaitu menyembuhkan yang sakit شفاء جلمزيض adalah haqiqah-

juga.

b. Majaz aqliy yang kedua ujungnya bermakna majazy, seperti أحي مرض

شبا ج ممان pengaruh masa telah menghidupkan bumi”. Lafaz“ ,شبا ج ممان

yang merupakan musnad ilaih adalah majaz mursal yang maksudnya

adalah “musim hujan”. Sedangkan musnad-nya yaitu مرض ح اء

(menghidupkan bumi) adalah isti‟arah yang maksudnya ialah menghiasi

bumi.

Page 12: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

79

c. Majaz aqliy yang musnad-nya haqiqah sedangkan musnad ilaih-nya

majaz. Misalnya أهبب ج بقل شبا ج ممان, “pengaruh masa telah

menumbuhkan sayur mayur”. Lafaz شبا ج ممان adalah musnad ilaih yang

bermakna majaz. Sedangkan musnad-nya yaitu هبات ج بقل (menumbuhkan

sayur mayur) bermakna haqiqah.

d. Majaz aqliy yang musnad-nya majaz sedangkan musnad ilaih-nya

haqiqah. Maksudnya ialah, “musim bunga telah menghidupkan bumi”.

musnad ilaih-nya yaitu أحي ج زب ع مرض (musim bunga) adalah haqiqah.

Sedangkan musnad-nya yaitu مرض ح اء (menghidupkan bumi) adalah

isti‟arah.14

3. ‘Alaqah-‘Alaqah Majaz Aqliy

Sebagaimana majaz mursal, majaz aqliy pun haruslah mempunyai

„alaqah. Diantara alaqah- alaqah-nya yang paling masyhur yang diterangkan oleh

Dr. Ahmad Mathlub dalam fununun balaghiyyah, adalah:

1) Mafuliyyah, (مفعى ة) yaitu yang dibangun untuk فاعل tetapi pada

haqiqahnya disandarkan kepada مفعىل به. seperti firman Allah ةفي عيش

*Musnad adalah khabar, fi‟il tām, ism fi‟il, mubtada‟ yang berupa ism sifat yang cukup

dan marfu‟ nya beberapa khabar „amil, mawasikh, mashdar yang mengganti dari fi‟il. Sedangkan

musnad ialah mubtada‟ yang mempunyai khabar, fa‟il, na‟ibul fa‟il dan beberapa ism dari amil

nawasikh. 14

Lihat Ahmad Mathlub, op.cit., h. 104-105.

Page 13: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

80

.dalam satu kehidupan yang meridhai (QS. Al-Qari‟ah/101 : 7) ,رجض ة

Lafaz رجض ة maksudnya adalah مزض ة (diridhai)

2) Fa‟iliyyah ( هيةفبع ) yaitu yang dibangun untuk يفعىل ث dan pada

haqiqah-nya disandarkan kepada فبعم. Seperti سيم يفعى banjir dipenuhi.

Lafaz يفعى adalah يجي نهفعىل (dibangun untuk menyatakan maf‟ul) yang

maknanya dipenuhi. Sebenarnya banjirlah yang memenuhi itu. Jadi,

lafaz, يفعى maksudnya adalah يفعى

3) Mashdariyyah, (يصذسية) yaitu yang dibangun untuk فبعم dan disandarkan

kepada mashdar secara majaz. Misalnya ك وك ج ج ك ك ,

Kesungguhanmu sungguh-sungguh dan keletihanmu letih. Fi‟il جذ dan كذ

semestinya disandarkan kepada fa‟il-nya masing-masing , yaitu جذ dan كذ

4) Zamaniyyah, (صيبية) yaitu yang dibangun untuk فبعم tetapi disandarkan

kepada masa. Misalnya هبس صبئى, siang harinya telah berpuasa.

Karena siang tidaklah puasa, tetapi puasa adalah waktu siang.

5) Makâniyyah, (يكبية) yaitu yang dibangun untuk dan disandarkan

kepada tempat. Seperti firman Allah حتهمجزي من ث

ا منهار ث

dan ,وجعل

kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka. (QS. Al-

An‟am/6 : 6), sedangkan sungai tidak mengalir, yang mengalir

sebenarnya adalah yang berada di sungai itu yaitu air.

6) Sababiyyah (سججية) yaitu yangdibangun untuk فبعم disandarkan kepada

sebab. Seperti firman Allah يا هامان جبن لي صزحا, wahai Haman bangunlah

Page 14: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

81

untukku sebuah bangunan yang tinggi. (QS. Al-Mu‟min/40 : 36).

Musnad, yaitu ثبء (membangun) adalah haqiqah, musnad ilaih yaitu

“haman” adalah juga haqiqah, karena digunakan untuk maknanya yang

asli. Ayat ini dikatakan majaz dari segi penyandaran kepada Haman,

padahal Haman tidak akam membangun, tetapi yang membangun adalah

para pekerjanya. Karena itu penyandaran kepada Haman adalah karena

Haman menyebabkan pekerja itu membuat bangunan.15

4. Nilai Majaz Mursal dan Majaz Aqliy dalam Balaghah

Apabila kita perhatikan macam-macam majaz mursal dan majaz aqliy,

maka akan kita temukan bahwa kebanyakan majaz itu mengemukakan makna

yang dimaksud dengan singkat. Bila kita mengatakan جنديش هم ج قائ (komandan itu

mengusir pasukan musuh), atau جلمدلس كذج قزر (majelis menetapkan demikian), maka

akan lebih ringkas daripada kita katakan جنديش ج قائ هم ج ىد (tentaranya komandan

itu mengusir pasukan musuh), atau قزر أهل جلمدلس كذج (anggota-anggota majelis itu

menetapkan demikian). Tidak syak lagi bahwa keringkasan itu adalah salah satu

jenis balaghah.

Disamping itu, ada celah-celah balaghah yang lain pada kedua majaz ini,

yakni kemahiran memilih titik singgung antara makna asli dan makna majazi

dengan mengusahakan majaz itu dapat menggambarkan makna yang dikehendaki

dengan gambaran yang lebih baik, seperti menyebut intelijen dengan mata.

15

Ibid., h. 105-107.

Page 15: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

82

Dan semisal isnad-nya sesuatu kepada sebabnya, atau tempatnya, atau

masanya, pada contoh-contoh majaz aqliy. Dalam kaitan ini segi kesempurnaan

menghendaki agar sebab yang kuat, tempat dan masa yang khusus dipilih.

Apabila kita memfokuskan pemikiran, maka akan dimengerti bahwa pada

ghalib-nya macam-macam majaz mursal dan majaz aqliy tidak lepas dari segi

kesempurnaan yang indah, yang mempunyai kesan dalam membuat majaz itu

sebagai bentuk yang indah lagi menarik. Sebab mengucapkan keseluruhan untuk

menghendaki bagian ( جندمء طلاق ج كل و رجد ) adalah suatu segi kesempurnaan.

Demikian juga mengatakan suatu bagian untuk menghendaki keseluruhan (طلاق

.(جندمء و رجد ج كل

Apabila kita perhatikan dengan cermat, maka akan kita dapatkan bahwa

kebanyakan majaz mursal dan majaz aqliy itu tidak lepas dari mubalaghah

(berlebih-lebihan) yang indah dan berpengaruh, menjadikan majaz itu begitu

menarik dan mencengkram kuat dalam hati. Penyebutan keseluruhan dengan

maksud sebagian adalah suatu mubalaghah, demikian juga menyebut sebagian

dengan maksud keseluruhan. Seperti kita mengucapkan فلا فى (Fulan adalah

mulut) untuk maksud bahwa si Fulan itu adalah orang rakus yang menelan segala

sesuatu. Atau seperti orang mengucapkan فلا أف (Fulan adalah hidung), ketika ia

bermaksud menyifati Fulan dengan hidung besar, lalu ia membuat susunan yang

sempurna dan menjadikan si Fulan itu seolah-olah secara keseluruhan.

Diantara contoh yang dikutip dari sebagian sastrawan dalam menyifati

seseorang yang berhidung besar adalah:

Page 16: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

83

في أنفو أم أنفو فيو لست أدري أىو “Aku tidak tahu apakah ia itu dalam hidungnya atau hidungnya ada

padanya”

.

C. Majaz ‘aqliy dalam Surah Al-Baqarah

1. Ayat 2

Kitab (al-Qur‟an) ini tidak ada keragu-raguan padanya: petunjuk bagi

mereka yang bertaqwa.

Dalam ayat di atas memberi petunjuk dinisbahkan kepada Al-Qur‟an.

Padahal memberi petunjuk yang sebenarnya hanyalah Allah Swt. Penyandaran

pemberian petunjuk kepada Allah adalah majaz „aqliy dengan alaqah

sababiyyah.16

Adanya mubalaghah (berlebih-lebihan) dalam menyandarkan

petunjuk kepada Al-Qur‟an, menunjukkan ketinggian dan kemuliaan serta

besarnya pengaruh Al-Qur‟an terhadap si pembacanya. Sehingga seolah-olah Al-

Qur‟an sendirilah yang sebenarnya memberi petunjuk tanpa ada campur tangan

Tuhan lagi.

16

Ahmad Ash-Shawi, op.cit., h. 22.

Page 17: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

84

Menurut penelitian penulis, Allah menyandarkan pemberian petunjuk

selain kepada diri-Nya di dalam Al-Qur‟an hanyalah kepada Al-Qur‟an dan

kepada Nabi Muhammad Saw. Contoh lain ayat tentang penyandaran pemberian

petunjuk kepada Al-Qur‟an ialah surah al-Isra ayat 9.

Sesungguhnya Al-Qur‟an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang

lebih lurus ...

Sedangkan ayat yang menunjukkan penyandaran pemberian petunjuk

kepada Nabi Muhammad terdapat pada surah Asy-Syuura ayat 52:

Dan sesungguhnya kamu (wahai Muhammad)benar-benar memberi

petunjuk kepada jalan yang lurus (QS. Asy-Syuura/42 : 52).

Hal di atas menunjukkan bahwa Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi adalah

jaminan. Barang siapa yang berpegang kepada keduanya maka ia akan selalu

mendapat petunjuk. Sebagaimana sabda Nabi:

بن إسحاق الفقيو )قال( أنبأنا محمد بن عيس بن السكن الواسطي )قال( بكر أبو أخبرناالعزيز بن عبدحدثنا داود بن عمرو الضبي )قال( حدثنا صالح بن موسى الطلمحي عن تركت فيكم رفيع عن أبي صالح عن أبي ىريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إني قد

Page 18: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

85

الحوض )رواه حاكم( على يردا تىب الله وسنتي ولن يتفرقا حا كتاين لن تضلوا بعدهمشيئ17

Memberitahukan kami Abu Bakar bin Ishak al-Faqih (ia berkata)

memberitahukan kepada kami Muhammad bin Isa bin as-Sakan al-Wasithi

(ia berkata) Menceritakan kepada kami Daud bin amr Adh-Dhabiy (ia

berkata) Menceritakan kepada kami Sholih bin Musa ath-Thalhi dari

Abdul Aziz bin Rafi‟ dari Abu Sholih dari Abu Hurairah r.a. ia berkata:

Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya Aku benar-benar

telah meninggalkan dua perkara untuk kalian yang membuat kalian tidak

akan sesat, yaitu kitabullah (Al-Qur‟an) dan Sunnahku. Kedua perkara itu

tak akan berselisih sehingga kedua-duanya kembali kepadaku di telaga

(HR. Hakim).

2. Ayat 19

... Dan Allah meliputi orang-orang kafir ...

Allah bersifat mukhalafah lil hawadits yang artinya bahwa zat-Nya

bersalahan dengan makhluk. Mustahil bagi Allah memiliki kesamaan dengan

makhluk-makhluk-Nya, seperti bersifat benda, menempati suatu tempat, tersusun

dari sesuatu, mempunyai anggota tubuh, dilahirkan, melahirkan, bersambung,

terpisah, bersifat hewani, bersifat nabati atau berpindah dari suatu tempat ke

tempat lain. Demikian pula, mustahil bagi Allah memiliki bekas perbuatan

kejiwaan, seperti tertawa, heran, dan lain sebagainya.18

Kata الإحبطة biasa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan

“meliputi”, artinya secara bahasa ialah mencakup atau terhimpun akan sesuatu

seperti halnya suatu amplop menghimpun isi amplop itu. Hal ini mustahil bagi zat

17

Abu Abdillah al-Hakim an-Naisaburi, Al-Mustadrak „Alash-Shahihain, J.1, Darul Fikri,

Beirut, 1978, h. 93. Lafaz yang diberi tanda kurung adalah dari penulis. 18

Sayyid Husain Afandy, Al-Hushinul Hamidiyyah, Maktabah Al-Hidayah, Surabaya, tth,

h. 19.

Page 19: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

86

Allah Swt. Karena itu Imam Jalaluddin As-Suyuthi mengisyaratkan penolakan

terhadap arti zahir dari ihathah itu, dengan kata ىثىههوق ر فلا يف علما (ilmu dan

kekuasaan-Nya sehingga mereka tidak akan lepas dari-Nya).19

Maksudnya ialah

ihathah secara maknawi yaitu keadaan mereka yang terpaksa dan tidak pernah

luput dari pengetahuan dan kekuasaan Allah Swt.20

Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa penyandaran الإحبطة kepada

zat Allah pada ayat ini adalah majaz „aqliy.

Dr. Abdul Azhim Muhammad al-Muth‟i dalam disertasi beliau yang

berjudul Khashaushut Ta‟bir Al-Qur‟ani, menyimpulkan bahwa Al-Qur‟an tidak

pernah memakai materi ihathah ini dalam makna yang sebenarnya (makna secara

bahasa) kecuali dalam susunan yang berbicara tentang neraka jahannam, 21

yaitu:

1) Surah At-Taubah ayat 49 بالكافرينلمحيطة جهن موإن (dan sesungguhnya neraka

Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir)

2) Surah Al-Ankabut ayat 54 بالكافرينلمحيطة جهن موإن (dan sesungguhnya neraka

Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir); dan

3) Surah Al-Kahfi ayat 29 المينأعتدناإن ا سرادقهابهمأحاطناراللظ (sesungguhnya Kami

telah menyediakan bagi orang-orang yang zalim itu neraka yang gejolaknya

meliputi mereka)22

Dalam surah Al-Baqarah, kata (حاطة ) ini disebutkan sebanyak tiga kali.

Yaitu pada ayat 19 ( ولا يييطى ثشيئ ) dan 255 (وأحبطث ث خطيئح) 81 ,( ييي ثبنكبفشيوالله

19

Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Muhammad al-Mahally dan Jalaluddin Abdurrahman

bin Abu-Bakar As-Suyuthi, op.cit., h. 4. 20

Ahmad Ash-Shawi, op.cit., h. 31. 21

Abdul Azhim Ibrahim Muhammad al-Muth‟i, op.cit., h. 340 22

Ibid., h. 336.

Page 20: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

87

Sebagaimana telah dijelaskan, tiga materi dalam surah Al-Baqarah .(ي عه

inipun merupakan majaz.

3. Ayat 25

...bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-

sungai di dalamnya ...

Mengalir, adalah sifat dari air, bukan sifat sungai. Penyandaran جشيب

(mengalir) kepada sungai tidak syak lagi adalah majaz „aqliy. Alaqahnya ialah

makaaniyyah. Sebab, sungai adalah tempat air mengalir.

Isnad (penyandaran) kata mengalir kepada sungai terdapat pada dua

tempat dalam surah al-Baqarah. Yaitu pada ayat 25 di atas dan pada ayat 266

dengan redaksi yang sama.

4. Ayat 36

...Lalu keduanya digelincirkan oleh syaithan dari syurga itu dan

dikeluarkan dari keadaan semula (kenikmatan dalam syurga) ...

Dalam ayat ini terdapat majaz „aqliy yaitu penggelinciran terhadap Adam

dan Hawa yang disandarkan kepada syaithan. Syaithan hanyalah merupakan sebab

dari turunnya mereka berdua itu dari surga. Pada haqiqahnya yang menurunkan

mereka ke bumi adalah Allah Swt, dan hal itu memang sudah ketetapan Allah.

Page 21: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

88

Sebab Allah berkeinginan menjadikan Adam sebagai khalifah di atas bumi

sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 30.

ليفرة ...ورإذ قرالر رربكر للمرلائكرة إني جراعل في الأرض خر Dan ingatlah ketika berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku

hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. (QS. Al-Baqarah/2:30)

Was-was Iblis adalah penyebab turunnya Nabi Adam dan istri beliau

Hawa ke bumi. Sebenarnya Iblis tidaklah bermaksud mengeluarkan mereka dari

surga, ia hanya ingin menjatuhkan Adam dari ketinggian martabatnya.23

Ketinggian martabat Nabi Adam ini dapat dimengerti ketika Allah memerintahkan

para Malaikat dan Iblis untuk sujud kepada Adam. Perintah itu ditaati oleh seluruh

malaikat kecuali Iblis yang membangkang karena merasa lebih hebat dari Adam

dalam penciptaan. Cerita tentang sujudnya para malaikat dan pembangkangan

Iblis ini terdapat dalam beberapa tempat di dalam Al-Qur‟an, diantaranya dalam

surah Al-Baqarah ayat 34.

Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah

kamu kepada Adam”. Maka sujudlah mereka kecuali Iblis, ia enggan dan

23

Muhammad bin Ahmad al-Anshori al-Qurthubi, op.cit., h. 312.

Page 22: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

89

takabbur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.

(QS. Al-baqarah/2 : 34)

5. Ayat 50

Dan (ingatlah) ketika Kami belah laut untukmu. Kami selamatkan kamu

dan Kami tenggelamkan (Fir‟aun) dan pengikut-pengikutnya sedang kamu

(sendiri) melihat (kejadian pembelahan laut dan seterusnya itu).

yang disandarkan kepada orang-orang Bani Israil zaman (melihat) انظش

Nabi Muhammad Saw tidak syak lagi adalah majaz „aqliy. Sebab, orang-orang

Bani Israil zaman Nabi itu tidak menyaksikan kejadian pembelahan laut.

Penggalan ayat ظشو حى ج adalah (sedang kamu sendiri menyaksikannya) وأ

jumlah haliyyah yang mengandung majaz. Maksudnya ialah واثبؤكى يظشو (sedang

nenek moyang kamu sendiri menyaksikan). Maf‟ul pada ayat ini dibuang, yaitu

kejadian-kejadian pembelahan laut, tenggelamnya Fir‟aun dan bala tentaranya dan

lain-lain).24

Penyandaran fi‟il yang dikerjakan oleh orang-orang Bani Israil zaman

Nabi Musa kepada orang-orang Bani israil zaman Nabi muhammad Saw cukup

banyak ditemukan dalam Al-Qur‟an. Dalam surah Al-Baqarah saja, penulis

menemukan beberapa buah penyandaran fi‟il dalam beberapa ayat, yaitu:

) pada ayat 50 dan 55 (melihat) انظش (1 ظشو حى ج (وأ

24

Syihabuddin al-Alusi al-Baghdadi, op.cit., h. 256.

Page 23: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

90

) pada ayat 51 dan 92 (penyembahan anak sapi) اجخبر انعجم (2 العجلات خذتمثم )

(وإر قهحى) pada ayat 56 dan 61 (berkata) انقىل (3

) pada ayat 56 (mati) انىت (4 موتكمبعدمن )

) pada ayat 57 (makan) الأكم (5 رزقناكمماطيباتمنكلوا )

membunuh, saling tuduh menuduh dan menyembunyikan) انقحم وانذاسؤوانكحب (6

kebenaran) pada ayat 72 ( فيهافاد ارأتمنفساقتلتموإذ تكتمونكنتممامخرج والل ); dan

) pada ayat 91 (membunuh) انقحم (7 أنبياءتقتلونفلمقل الل )

Tidak pernah terdengar kalau orang-orang Yahudi zaman Nabi

Muhammad Saw itu membantah penyandaran-penyandaran fi‟il tersebut kepada

mereka. Misalnya dengan berkata: “Ah, itukan bukan kami, tetapi nenek moyang

kami”. Padahal jelas-jelas mereka mengetahui bahwa apa yang telah dilakukan

oleh nenek moyang mereka itu, seperti membunuh, menyembah anak sapi,

pembangkangan dan lain sebagainya itu menjukkan aib dan kelemahan iman

mereka. Kalau saja mereka itu betul-betul beriman kepada Allah, mereka pasti

akan malu karena terbongkarnya aib dan kelemahan iman nenek moyang mereka

itu. Hal tersebut menunjukkan tingginya persatuan, kesatuan dan kekompakan

mereka dalam keingkaran dan berbuat kefasikan.

6. Ayat 55

Page 24: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

91

Dan (ingatlah) ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak akan beriman

kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang”, karena itu kamu

dibinasakan halilintar sedang kamu menyaksikannya.

Kata أخزت yang dimaknai dengan “membinasakan”25

. Pada ayat ini

diisnadkan kepada انصبعقة (halilintar). Seakan-akan memang halilintarlah yang

membuat mereka binasa. Padahal yang membinasakan mereka pada haqiqahnya

adalah Allah. Halilintar hanyalah sebab yang menyebabkan mereka binasa, dan

Allah lah yang membuat halilintar itu menjadi sebab kebinasaan mereka. Oleh

karena itu, pembinasaan orang-orang Bani israil yang diisnadkan kepada انصبعقة

(halilintar) adalah majaz „aqliy yang alaqahnya adalah sababiyyah.

7. Ayat 93

... katakanlah: “amat jahat perbuatan yang diperintahkan imanmu

kepadamu, jika betul kamu beriman.

Kata الأيش (memerintahkan) yang disandarkan kepada iman dalam ayat ini

adalah majaz „aqliy. Sebab, iman bukanlah sesuatu yang memerintah. Penyandaran

Sedangkan idhafah iman kepada .(pengejekan) انحهكى kepada iman adalah untuk الأيش

mereka adalah untuk menunjukkan bahwa sebenarnya mereka tidak betul-betul

beriman, sebagaimana dikabarkan Allah dalam lanjutan ayat, إ كحى يؤيي (jika betul

kamu beriman). Padahal telah diketahui bahwa barang siapa yang mengaku

25

Lihat, Abdul Azhim Ibrahim Muhammad al-Muth‟i, op.cit., h. 350.

Page 25: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

92

beriman, seharusnya perbuatannya menunjukkan iman itu. Jika tidak ia dihukumkan

belum beriman.26

8. Ayat 115

... Sesungguhnya Allah Maha Luas dan Maha Mengetahui.

Maha Luas adalah sifat dari Sifat Allah, bukan sifat dari Zat-Nya. Sebab,

zat Allah bukan materi yang dapat diukur sehingga dapat dikatakan luas, sempit,

besar, kecil, tinggi, pendek dan lain sebagainya. Luas yang dimaksud dalam ayat

ini adalah luasnya karunia dan pemberian-Nya.27

Yaitu, sahnya shalat tidaklah

ditentukan oleh menghadap ke Baitil Maqdis atau tidak, sebagaimana yang

diklaim oleh orang-orang Yahudi. Tetapi, Allah mengkhususkan bagi orang-orang

yang beriman dengan kelebihan karunianya yang tidak dikaruniakan kepada

orang-orang Yahudi, yaitu seperti perkara Kiblat, seluruh permukaan bumi bisa

dijadikan tempat shalat, tanah yang dapat dijadikan sebagai alat yang mensucikan

dan lain-lain.28

9. Ayat 125

Dan (ingatlah) ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) sebagai

tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman.

26

Isma‟il Haqiyyul Bursuwi, op.cit., h. 127. 27

Muhammad Ali Ash-Shabuni, op.cit., h. 89. 28

Ahmad Ash-Shawi, op.cit., h. 82.

Page 26: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

93

Dalam ayat ini terdapat penggunaan mashdar pada tempat ism fa‟il, yaitu

pada firman-Nya وأيب. Hal ini dimaksudkan untuk mubalaghah (melebih-

lebihkan). Sedangkan penyandaran الأي kepada انيث adalah majaz „aqliy dengan

alaqah mashdariyyah. Maksudnya ialah أمن من دخله (aman bagi orang yang masuk

ke dalamnya), sebagaimana firman Allah, يبآوي دخه كب (barangsiapa

memasukinya (baitullah itu) maka menjadi amanlah ia) (QS. Ali imran/3 : 97).29

10. Ayat 126

Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri

ini., negeri yang aman sentosa, ....

Kata ثهذا آيب (kota yang (ber) aman) dalam ayat ini adalah majaz „aqliy.

Maksudnya ialah راأي (yang memiliki keamanan), seperti firman Allah عيشة فيفهو

Atau .(dalam kehidupan yang meridhai/diridhai. QS. Al-Qari‟ah/101 : 7) راضية

bisa juga maksudnya أمن من دخله (aman orang yang didalamnya) seperti perkataan

orang Arab نيم بجى (malam adalah waktu orang untuk tidur.30

Alaqah dari majaz aqli pada kata بثهذا آي dalam ayat ini adalah maf‟uliyyah

atau bisa juga dikatakan alaqahnya adalah makaaniyyah.

11. Ayat 143

29

Muhammad Ali Ash-Shabuni, op.cit., h. 94. 30

Abul Qasim Az-Zamakhsyari, op.cit., h. 310.

Page 27: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

94

Dan tidaklah kami menjadi kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang)

melaionkan akami kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti

Rasul dan siapa yang membelot ....

Kalau kita perhatikan ayat di atas, diperoleh pengertian bahwa seakan-

akan pemindahan arah kiblat itu bagi Allah merupakan suatu penelitian untuk

mengetahui siapa yang betul-betul beriman dan siapa yang membelot (murtad).

Padahal Allah mengetahui segala sesuatu baik yang sudah terjadi maupun yang

akan terjadi. Allah berfirman:

...الأمر من ق ربل ورمن ب رعد ...لل Dan kepunyaan Allah lah urusan sebelum dan sesudah (QS. A-Ruum/30 : 4)

Dalam surah lain Allah berfirman:

قرد أرحرا ر بكل شريءع علم ا...ورأرن اللهر ... Dan sesungguhnya Allah, ilmu-nya benar-benar meliputi segala

sesuatu. (QS. Ath-Thalaq/65 : 12)

Jelaslah bahwa penyandaran نعهى (untuk mengetahui) kepada Allah adalah

mustahil dan sangat tidak layak sekali bagi Zat Yang Maha Mengetahui. Dengan

demikian hal itu adalah majaz „aqliy dengan qarinah haliiyah.

Ali bin Abi Thalib r.a. berkata bahwa makna dari نعهى itu ialah نشي (untuk

melihat). Sebab orang-orang Arab biasa mengucapkan lafaz انعهى (mengetahui)

untuk makna انشؤية (melihat) dan sebaliknya, mengucapkan انشؤية untuk makna انعهى

Page 28: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

95

Seperti firman Allah ربكفعلكيفترألم (apakah kamu tidak mengetahui bagaimana

Allah telah bertindak terhadap tentara gajah. QS. Al-Fil/105 : 1). ترألم Pada ayat

tersebut maknanya ialah أنى جعهى 31

Bisa juga dikatakan, makna dari نعهى adalah هى محمدعني (agar Nabi Muhammad

menjadi tahu). Dinisbahkan kepada Allah untuk menunjukkan kemuliaan dan

ketinggian derajat Nabi, serta dekatnya beliau dengan Allah. Seperti firman Allah

dalam hadits Qudsi, ...يباثب ادو يشضث قهى جعذي... 32

Allah menyandarkan sakit kepada

diri-Nya, padahal ia terhindar dari sakit, untuk menunjukkan dekatnya si sakit itu

dengan (Allah).

12. Ayat 153

... Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.

Kalau kita berkata: “Ali bersama Amir di dalam kelas”, maka akan timbul

pemahaman bahwa Ali berada di dekat Amir secara fisik, karena Ali dan Amir

sama-sama berada di dalam satu tempat, dan wujud mereka berdua itu memang

ada dan eksis di tempat itu.

Tetapi tidak demikian halnya, kalau kita nisahkan انعية (kebersamaan) itu

kepada Allah, seperti ayat di atas. Kita tidak boleh memahami bahwa Allah dekat

dengan orang-orang yang sabar secara fisik, sehingga dikatakan dimana ada orang

31

Muhammad bin Ahmad al-Anshori al-Qurthubi, op.cit., h. 156. 32

Muslim, op.cit., J.1, h. 426

Page 29: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

96

yang sabar maka di situ ada Allah. Tetapi kedekatan yang dimaksud adalah

kedekatan pertolongan.33

Selain ayat di atas, Allah juga menisbahkan kebersamaan dirinya bersama-

sama orang yang bertaqwa. Yaitu pada ayat 194.

مرعر المت قينر وراعلرموا أرن اللهر ... ...Dan ketahuilah sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang

bertaqwa

Kebersamaan Allah dengan makhluk-Nya adakalanya bermakna dengan

memberi pertolongan seperti ayat 153 dan 194 surah Al-Baqarah di atas. Tetapi,

ada juga yang bermakna dengan mengetahui dan mengusai. Inilah yang dimaksud

dengan kebersaman-Nya setiap orang di dalam ayat 7 surah Al-Mujadillah

berikut:

...Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang

keempatnya. Dan tiada pembicaraan rahasia antara lima orang

melainkan Dia-lah yang keenam itu. Dan tiada pula pembicaraan antara

jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada

bersama mereka dimanapun dia berada... (QS. Al-Mujadillah/58 : 7).

Dengan demikian jelaslah bahwa يعية (kebersamaan) yang disandarkan

kepada Allah pada ayat 153 dan 194 di atas adalah majaz „aqliy.

33

Lihat, Ahmad Ash-Shawi, op.cit., h. 100.

Page 30: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

97

13. Ayat 225

Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud

untuk (bersumpah), tetapi Allah menghukummu disebabkan (sumpahmu)

yang diusahakan oleh hatimu...

Kata bahasa Arab يكحت -كحت sering diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia dengan arti “mengusahakan”. Kata ini dalam Al-Qur‟an biasanya di-

isnad-kan kepada diri (فس) keseluruhan secara langsung. Misalnya ialah firman

Allah:

...لذررا مرا كرسربرت ورعرلري هرا مرا اكترسربرت... ...Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia

mendapat siksa (dari kejahatan) yang ia kerjakan...

Juga dalam ayat lain:

لى من كتب سيئة...ب

(bukan demikian) yang benar, barang siapa yang mengusahakan suatu

kejahatan ...

Pada ayat 225 di atas, kata كحت diisnadkan kepada قهىة (hati-hati). Padahal

kata ini lazimnya harus di-isnad-kan kepada makna diri secara keseluruhan bukan

Page 31: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

98

kepada hati yang merupakan bagian dari diri itu. Kata كحت yang di-isnad-kan

kepada makna diri (فس) secara keseluruhan adalah isnad yang haqiqi. Apabila

kata ini di-isnad-kan kepada bagian dari diri, maka isnad-nya adalah isnad majazi

atau kita sebut juga majaz „aqliy.

14. Ayat 283

...dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian dan

barangsiapa yang menyebunyikannya maka sesungguhnya ia adalah

orang yang berdosa hatinya...

Dalam ayat ini juga terdapat majaz „aqliy, yaitu dalam penyandaran

keadaan berdosa kepada hati. Keadaan berdosa sebenarnya adalah pekerjaan diri

secara keseluruhan, dan bukan pekerjaan bagian-bagian diri. Apabila ada

seseorang yang berzina, maka seluruh dirinya berdosa, tidak hanya kemaluannya

saja yang berdosa.

Menyembunyikan kesaksian maksudnya ialah merahasiakannya dan tidak

mengatakannya ketika kesaksian itu diperlukan. Hal ini adalah perbuatan dosa

yang dilakukan oleh hati. Penyandaran pekerjaan kepada anggota tubuh yang

melakukannya adalah ungkapan yang paling baligh. Apabila kita ingin menambah

keyakinan pendengar terhadap apa yang ingin kita katakan, biasanya kita berkata:

“saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri”.34

34

Abul Qasim Az-Zamakhsyari, op.cit., h. 310.

Page 32: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

99

Biasa pula kita katakan bahwa adanya dosa yang disandarkan kepada hati

pada ayat ini ialah agar jangan dikira bahwa penyembunyian kesaksian adalah

dosa yang berhubungan dengan lidah saja. hatilah yang sebenarnya berperan,

sebab lidah hanya menunjukkan apa yang ada di dalam hati.

Page 33: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

100

D. Kesimpulan

1. Majaz Aqliy. Majaz kategori ini ditemukan dalam beberapa ayat, yaitu

ayat 2, 19, 25, 36, 50, 51, 55, 56, 57, 61, 72, 91, 92, 93, 115, 125, 126, 143,

153, 194, 225, 266, dan 283.

2. Rahasia yang terkandung pada majaz-majaz dalam surah al-Baqarah

secara umum antara lain, ialah:

a. Memperindah susunan redaksi ayat.

b. Mempersingkat redaksi, tetapi memperpadat isi.

c. Menghindari penggunaan kata yang tidak perlu

d. Membuat makna ayat lebih baligh.

e. Memberi faedah penglebih-lebihan (mubalaghah) khususnya ayat-ayat

dalam kategori isti‟arah sehingga makna ayat lebih kuat pengaruhnya

terhadap hati.

Page 34: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

101

DAFTAR PUSTAKA

Ad-Darwisy, Muhyiddin I‟rabul-Qur‟an al-Karim wa Bayanuh, Jilid 1, Dar Ibni

Katsir, Damaskus, 1992.

Afandy, Sayyid Husain, Al-Hushun al-Hamidiyyah, Maktabah Al-Hidayah,

Surabaya, tth.

Al-Andalusi, Abu al-Hayyan Tafsir an-Nahr al-Mādd, Jilid Darul Fikri, Beirut,

1987.

Al-Baghdadi, Syihabuddin al-Alusi, Ruhul Ma‟ani fi Tafsir al-Qur‟an al-Azhim

was Sab‟il Matsani, Darul Ihya Turatsil Arabiyyah, Beirut, tth.

Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail, Matnul Bukhari, Juz 1, Dar an-Nasyril

Mishriyyah, Surabaya.

_________, Matnul Bukhari, diterjemahkan oleh Ahmad Sunarto dkk dengan

judul: Shahih Bukhari, CV. Asy-Syifa‟, Semarang, Jilid 3, 1991.

Bursuwi, Isma‟il Haqiyy, Tafsir Ruh al-Bayan, Juz 1, Darul Fikri, Beirut, tth.

Al-Bustani, Karam, et.al., Al-Munjid fi al-Lughah wal „a‟lam, Maktabah

Syarqiyyah, Beirut, 1960.

Al-Hafid, Ibnu Rusydi, Bidayatul Mujtahid, Juz 1, Toha Putera Semarang,

Semarang, t.th.

al-Hasan, Sirajuddin Abu Hafsh Umar bin Abi, Tafsir Gharib al-Qur‟an, „Alam

al-Kutub, Beirut, 1987.

al-Hasyimi, Sayyid Ahmad, Jawahirul Balaghah, Darul Fikri, Beirut, 1994.

_________, Jawahirul Balaghah, diterjemahkan oleh M. Zuhri dan K. Ahmad

Chumaidi Umar dengan judul: Mutiara Ilmu Balaghah dalam Ilmu

Ma‟ani, Mutiara Ilmu, Surabaya, Cet. Pertama, 1994.

_________, Jawahirul Balaghah, diterjemahkan oleh M. Zuhri dan K. Ahmad

Chumaidi Umar dengan judul: Mutiara Ilmu Balaghah dalam Ilmu

Bayan dan Ilmu Ma‟ani, Mutiara Ilmu, Surabaya, Cet. Pertama, 1994.

Ali, Atabik, dan Ahmad Zuhdi Muhdhor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia,

Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta, 1996.

Al-Jarimi, Ali, dan Musthafa Amin, Al-Balaghah al-Wadhihah, Al-Hidayah,

Surabaya, 1961.

Page 35: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

102

_________, Al-Balaghah al-Wadhihah, diterjemahkan oleh Mujiyo Nurkholis

dkk, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 1993.

_________, An-Nahwul Wadhih, Juz 1, Darul Ma‟arif, Libanon, tth.

Al-Jurjani, Abdul Qahir, Asrar al-Balaghah, Darul Fikri, Beirut, t.th.

al-Mahally, Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Muhammad dan Jalaluddin

Abdurrahman bin Abu-Bakar As-Suyuthi, Tafsir al-Qur‟an al-„Azhim lil

Imamainil Jalilain, Maktabah Darul Kutub al-Ilmiyyah, Indonesia, t.th.

al-Muth‟i, Abdul Azhim Ibrahim Muhammad, Khashaish at-Ta‟bir al-Qur‟ani,

Maktabah Wahbah, Kairo, 1992.

Al-Muqaddasi, Al-Hasani, Fathurrahman li Tholib āyātil Qur‟an, Al-Hidayah,

Surabaya, t.th.

Al-Qurthubi, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al Anshari, Tafsir al-

Qurthubi, Maktabah al Arabiyah, Mesir, Jilid 1, 1966.

_________, Tafsir al-Qurthubi, Maktabah al‟Arabiyyah, Mesir, Jilid 2, 1966.

An-Naisaburi, Abu Abdillah al-Hakim, Al-Mustadrak „Alash-Shahihain, Juz 1,

Darul Fikri, Beirut, 1978.

An-Nasafi, Abul Barakat Abdullah, Tafsir an-Nasafi, Jilid 1, Darul Fikri, Beirut,

tth.

Ash-Shabuni, Muhammad Ali, At-Tibyan fi Ulum al-Qur‟an, „Alam al-Kutub,

Beirut, 1985.

_________, Shafwatut Tafasir, Jilid 1, Darul Fikr, Beirut, 1976.

Ash-Shawi, Ahmad, Hasyiyatush Shawi „ala Tafsir al-Jalalain, Juz 1, Darul Fikri,

Beirut, 1993.

As-Sakaki, Abu Ya‟kub Yusuf, Miftahul Ulum, Darul Kutub Al-Ilmiah, Beirut,

1987.

As-Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman Asy-Syafi‟i, Al-Itqan fi Ulum al-Qur‟an,

Juz 2, Darul Fikri, Beirut, t.th.

_________, Al-Jami‟ Ash-Shaghir, Darul Fikri, Beirut, t.th.

_________, Mu‟tarakul „Aqran fi I‟jazil Qur‟an, Jilid I, Darul Kutub al-Ilmiyyah,

1988, h. 194.

Page 36: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

103

Asy-Syahrawi, Muhammad al-Mutawalli Mu‟jizatul Qur‟an, diterjemahkan oleh

Muhammad Ali dan H. Abdullah dengan judul: Mukjizat Al-Qur‟an,

Bungkul Indah, Surabaya, 1995.

Asy-Syaukani, Muhammad bin Ali, Fathul Qadir, Jilid 1, Darul Fikr, Beirut,

1964.

Az-Zamakhsyari, Abul Qasim Mahmud bin Umar, Al-Kasysyaf, Jilid 1, Darul

Fikri, Beirut, tth.

Az-Zarkasyi, Muhammad bin Abdullah, Al-Burhan fi „Ulum al-Qur‟an, Juz 4,

Darul Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, 1988.

Mathlub, Ahmad, Fununun Balaghiyyah, Darul Buhuts al-Ilmiyyah, Kuwait,

1975.

Mudhary, KH. Bahaudin, Dialog Masalah Ketuhanan Yesus, Pustaka Da‟i,

Sumenep, 1998.

Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Rake Sarasin,

Yogyakarta, 1996, Cet. III.

Muslim, Shahih Muslim, Juz 1, Toha Putera, Semarang, t.th.

_________, Shahih Muslim, diterjemahkan oleh KH. Adib Bisri Musthofa, CV.

Asy-Syifa‟, Semarang, Juz 1, 1992.

Nashif, Hifni Bik, et.al, Qawâi‟id al-Lughah al-Arabiyyah Litalâmîzi Madîrisi

ats-Tsânawiyyah, Wizârah al-Ma‟arif al-Ulumiyyah, Surabaya, t.th.

Nashif, Mansur Ali, At-Taj al-Jami‟u lil Ushul fi Ahadits ar-Rasul, Jilid 2, Darul

Fikri, Beirut, t.th.

_________, At-Taj al-Jami‟u lil Ushul fi Ahadits ar-Rasul, diterjemahkan oleh

Bahrun Abu Bakar dengan judul: Mahkota Pokok-Pokok Hadits

Rasulullah Saw, Sinar Baru Algesindo, Bandung, Jilid 1, 1993.

Radhiy, Syarif, Talkhish al-Bayan fi Majāzātil-Qur‟an, Alam al-Kutub, Beirut,

1986.

Shihab, Muhammad Quraisy, Wawasan Al-Qur‟an, Mizan, Bandung, 1998.

Soetarman, D., et.al., Kamus Praktis Bahasa Indonesia Yang Benar dan

Singkatan-Singkatan Kata indah, Surabaya, 1988.

Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, Yayasan Penyelenggaraan Penterjemahan/

Pentafsiran Al-Qur‟an, Jakarta, t.th.

Page 37: Kata Kunci: Majaz ‘Aqliy, qarinah, ‘alaqah

104

Yuwono, Trisno, dan Pius Abdullah, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Praktis,

Arkola, Surabaya, 1994.