Upload
vuongtram
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KATA PENGANTAR
Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang
diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan
pada data dan informasi yang sudah dipublikasikan oleh Kementerian/Lembaga, dan instansi
internasional, maupun hasil dari Round Table Discussion yang dilakukan bersama dengan
beberapa Kementerian/Lembaga, pengamat, dan praktisi ekonomi.
Publikasi triwulan IV tahun 2016 ini memberikan gambaran dan analisa mengenai
perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga triwulan IV tahun 2016. Dari sisi
perekonomian dunia, publikasi ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan
negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia. Dari sisi perekonomian
nasional, publikasi ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan IV tahun 2016
dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, perkembangan investasi dan kerja sama
internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Dalam publikasi ini juga
tersaji Policy Brief terkait kebijakan pemerintah dan kondisi ekonomi terkini.
Sangat disadari bahwa publikasi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak
perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari
pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan publikasi ini
dapat tercapai.
Jakarta, Maret 2017
Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS
ii
Ringkasan Eksekutif
Pada triwulan IV tahun 2016, perekonomian negara-negara di berbagai kawasan
mulai membaik namun masih moderat. Perekonomian Amerika Serikat (AS) tumbuh
sebesar 1,9 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan triwulan III tahun 2016 yang
tumbuh sebesar 3,5 persen (YoY). Penurunan ini disebabkan oleh kinerja sektor
perdagangan, yaitu ekspor menurun sebesar 4,3 persen (YoY) dari triwulan III tahun
2015 yang mencapai 10,0 persen (YoY). Perekonomian Uni Eropa mulai mengalami
perbaikan secara bertahap dengan pertumbuhan sektor industri yang mencapai 3,2
persen (YoY) sampai bulan November 2016. Namun demikian, secara keseluruhan
tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Uni Eropa menurun menjadi 1,6 persen (YoY)
dari tahun 2015 yang tumbuh sebesar 2,0 persen (YoY), disebabkan oleh ekspor dan
permintaan domestik yang menurun.
Pada triwulan IV tahun 2016, perekonomian Tiongkok tumbuh diatas ekspektasi
yaitu sebesar 6,8 persen (YoY), didukung oleh peningkatan konsumsi rumah tangga
sebesar 64,6 persen (YoY), pertumbuhan investasi properti sebesar 6,9 persen (YoY),
serta peningkatan fiskal dan stimulus kredit. Akan tetapi, investasi swasta
mengalami penurunan, jumlah utang rumah tangga melebihi 40 persen dari PDB,
dan depresiasi mata uang akibat terjadinya capital outflow.
Sementara itu, Perekonomian Indonesia tumbuh lebih rendah pada triwulan IV
tahun 2016, yaitu sebesar 4,9 persen (YoY). Namun secara kumulatif, pertumbuhan
ekonomi pada tahun 2016 sebesar 5,0 persen (YoY), sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (YoY). Pertumbuhan
tersebut dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global yang sudah menunjukkan
perbaikan walaupun pertumbuhannya belum merata. Dari sisi domestik,
pertumbuhan ekonomi didorong oleh membaiknya ekspor dan terjaganya
permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga yang tumbuh cukup kuat,
namun realisasi belanja pemerintah APBN lebih rendah dibandingkan triwulan yang
sama tahun sebelumnya akibat pemotongan anggaran. Sementara itu, inflasi hingga
akhir triwulan IV tahun 2016 sebesar 3,02 persen (YoY), dengan IHK 126,7 basis poin,
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan IV tahun 2016, seluruh pulau mengalami pertumbuhan positif dengan
rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Maluku dan Papua. Sementara itu,
perkembangan kontribusi daerah terhadap PDB dari tahun ke tahun relatif tidak
banyak berubah. Kontribusi terbesar terhadap PDB dari triwulan I tahun 2010
iii
sampai dengan triwulan IV tahun 2016 masih didominasi pulau Jawa, yaitu sebesar
58,0 persen.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV tahun 2016 mengalami suplus
sebesar USD4,9 miliar. Peningkatan kinerja tersebut didukung oleh menurunnya
defisit pada neraca transaksi berjalan dan surplus neraca transaksi modal dan
finansial yang cukup besar. Secara keseluruhan tahun 2016, NPI mengalami surplus
sebesar USD12,1 miliar atau meningkat signifikan dari tahun 2015 yang defisit
sebesar USD1,1 miliar.
Total ekspor Indonesia pada sampai dengan akhir triwulan IV tahun 2016 sebesar
USD144,4 miliar, mengalami penurunan sebesar 3,9 persen jika dibandingkan
dengan periode yang sama tahun 2015. Total impor sebesar USD135,7 miliar atau
menurun sebesar 4,9 persen (YoY). Sementara itu, cadangan devisa Indonesia pada
triwulan IV tahun 2016 mencapai sebesar USD116,4 miliar atau setara dengan 8,4
bulan impor.
Realisasi penerimaan perpajakan sampai akhir tahun 2016 sebesar 83,4 persen dari
target APBN-P, lebih rendah dibandingkan rata-ratanya selama 2011-2015 yang
mencapai 93,2 persen. Sejalan dengan hal tersebut, realisasi belanja negara juga
mengalami penurunan, yaitu mencapai Rp1.859,4 triliun atau 89,3 persen dari
target APBN-P. Penurunan tersebut karena diterapkannya kebijakan pemotongan
anggaran pada tahun 2016. Sementara itu, realisasi pinjaman luar negeri (neto)
selama 2016 mencapai negatif Rp14,6 triliun, lebih rendah dibandingkan realisasi
2015.
Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan IV tahun
2016 sebesar Rp58,1 triliun, tumbuh sebesar 25,8 persen dari realisasi triwulan IV
tahun 2015. Sementara itu, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) triwulan IV
2016 sebesar USD7,5 miliar mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV tahun
2015, atau mengalami pertumbuhan negatif sebesar 5,5 persen (YoY).
Penjualan mobil pada triwulan IV tahun 2016 mencapai 280.994 unit atau tumbuh
sebesar 13,0 persen dibandingkan triwulan IV tahun 2015. Pertumbuhan penjualan
mobil yang cukup tinggi tersebut disebabkan oleh peluncuran beberapa mobil tipe
baru dari produsen utama di Indonesia serta terjaganya daya beli masyarakat
Indonesia, terutama kalangan menengah atas. Secara kumulatif, penjualan mobil
pada tahun 2016 mengalami pertumbuhan sebesar 5,0 persen dibandingkan tahun
2015.
iv
Sementara itu, penjualan motor pada triwulan IV tahun 2016 sebesar 1,5 juta atau
menurun 4,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2015, seiring dengan
daya beli masyarakat menengah bawah yang lebih rendah. Penjualan semen pada
triwulan IV tshun 2016 mencapai 17,3 juta ton, atau menurun sebesar 3,2 persen
(YoY). Keseluruhan tahun 2016, penjualan semen mencapai 62 juta ton atau
meningkat 1,3 persen (YoY) dibandingkan tahun 2015. Kondisi sektor yang
oversupply ditambah dengan persaingan sengit antar produsen semen Tier 1 dan
Tier 2, seperti Semen Indonesia dan Semen Conch, menjadi salah satu penyebab
penurunan pada triwulan IV. Selain itu, adanya cuaca buruk yang terjadi pada
sebagian wilayah Indonesia menjadikan pertumbuhan semen pada triwulan ini
menjadi semakin terkontraksi.
v
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................xi
POLICY BRIEF .............................................................................................................. 3
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA ....................................................................... 14
Pertumbuhan Ekonomi........................................................................ 14
Tingkat Pengangguran ......................................................................... 16
Perkiraan Ekonomi Dunia .................................................................... 18
PERKEMBANGAN KEUANGAN INTERNASIONAL ............................................ 24
Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD ................................................. 24
Inflasi ................................................................................................... 25
Suku Bunga Kebijakan ......................................................................... 27
Cadangan Devisa ................................................................................. 29
PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL .............................. 30
Perkembangan Harga Internasional .................................................... 30
Harga Minyak Dunia dan Gas Alam ..................................................... 31
Harga Komoditas Utama Pangan ......................................................... 34
ISU TERKINI KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL ................................... 35
Amerika Serikat Menarik Diri dari Trans Pasific Patnership (TPP) ...... 35
KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL ....................................................... 36
Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia ............. 36
Perkembangan Perjanjian Ekspor Berdasarkan Surat
Keterangan Asal (SKA) ......................................................................... 37
Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia dengan
Negara-Negara Mitra FTA .................................................................... 38
PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA ............................................................... 47
PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA ......................................................... 47
PERKEMBANGAN EKONOMI DAERAH ........................................................... 54
PERKEMBANGAN HARGA KEBUTUHAN POKOK ............................................. 59
Perkembangan Harga Domestik .......................................................... 59
Indeks Harga Bahan Pokok Nasional ................................................... 61
INDEKS TENDENSI KONSUMEN ...................................................................... 62
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN ................................................................... 63
PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI ............................................................. 65
vi
Kondisi Bisnis Indonesia ...................................................................... 65
Pertumbuhan Industri Pengolahan ..................................................... 67
Data Penjualan Komoditas Industri Utama ......................................... 74
Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri ................................ 77
Manufacturing Purchasing Manager Index ......................................... 78
KEUANGAN NEGARA ............................................................................................... 81
PENDAPATAN NEGARA .................................................................................. 81
BELANJA PEMERINTAH .................................................................................. 82
PEMBIAYAAN PEMERINTAH .......................................................................... 84
Posisi Utang Pemerintah ..................................................................... 85
Surat Berharga Negara (SBN) .............................................................. 86
Pinjaman Luar Negeri .......................................................................... 88
PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN ............................................................. 93
TRANSAKSI BERJALAN .................................................................................... 95
Perkembangan Ekspor ......................................................................... 95
Perkembangan Impor .......................................................................... 99
Perkembangan Neraca Perdagangan ................................................ 103
NERACA MODAL DAN FINANSIAL ................................................................ 111
CADANGAN DEVISA ..................................................................................... 112
PERKEMBANGAN INVESTASI................................................................................. 116
ISU TERKINI PERKEMBANGAN INVESTASI .................................................... 116
Indonesia Meluncurkan Inovasi Layanan Investasi 3 Jam
Sektor ESDM ...................................................................................... 116
PERKEMBANGAN INVESTASI ........................................................................ 117
REALISASI INVESTASI.................................................................................... 117
Realisasi Per Sektor ........................................................................... 118
Realisasi Per Lokasi ............................................................................ 120
Realisasi per Negara .......................................................................... 122
PERKEMBANGAN MONETER DAN KEUANGAN .................................................... 126
PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER ..................................................... 126
Tingkat Inflasi..................................................................................... 126
Nilai Tukar Rupiah ............................................................................. 129
Jumlah Uang Beredar ........................................................................ 130
Respon Kebijakan Moneter ............................................................... 131
SEKTOR PERBANKAN.................................................................................... 133
vii
Kredit Usaha Rakyat .......................................................................... 136
Sektor Perbankan Syariah ................................................................. 137
Lampiran 1: Inflasi Domestik ................................................................................ 141
Lampiran 1: Inflasi Domestik ................................................................................ 142
Lampiran 2: Nilai Tukar Mata Uang ...................................................................... 143
Lampiran 3: Harga Komoditas Internasional ........................................................ 144
Lampiran 4: Harga Bahan Pokok Nasional ........................................................... 145
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kontribusi Sektoral Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja di
Indonesia (%) .............................................................................................. 5
Tabel 2. Hasil Regresi Model dan Data Panel ............................................................ 7
Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF ............................................. 18
Tabel 4. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Menurut ADB (YoY) ....................... 22
Tabel 5. Tingkat Inflasi Global Triwulan IV Tahun 2016 (% YoY) ............................. 26
Tabel 6. Suku Bunga Kebijakan Beberapa Negara (persen) .................................... 28
Tabel 7. Posisi Cadangan Devisa Beberapa Bank Sentral (miliar USD) ................... 29
Tabel 8. Perkembangan Harga untuk Komoditas terpilih Periode Bulan
Januari-Desember Tahun 2016 ................................................................. 30
Tabel 9. Perkembangan Harga Minyak dan Gas Dunia .......................................... 32
Tabel 10. Status Perjanjian Ekonomi Internasional (per Desember 2016) .............. 36
Tabel 11. Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia ............... 37
Tabel 12. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra
FTA di Kawasan Oseania (juta USD) .......................................................... 39
Tabel 13. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra
FTA di Kawasan Asia Selatan (juta USD) ................................................... 39
Tabel 14. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra
FTA di Kawasan Asia Tenggara (juta USD) ................................................ 40
Tabel 15. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra
FTA di Kawasan Timur Tengah (juta USD) ................................................ 42
Tabel 16. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra
FTA di Kawasan Asia Timur (juta USD) ..................................................... 42
Tabel 17. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra
FTA di Kawasan Afrika (juta USD) ............................................................. 43
Tabel 18. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra
FTA di Kawasan Eropa (juta USD) ............................................................. 44
Tabel 19.Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 –
Triwulan IV Tahun 2016 Menurut Lapangan Usaha (YoY) ........................ 50
Tabel 20. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 –
Triwulan IV Tahun 2016 (Persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) ....... 53
Tabel 21. Koefisien Variasi Harga Antar Waktu Periode Bulan Januari-
Desember Tahun 2016 ............................................................................. 59
Tabel 22. Koefisien Variasi Harga Antar Wilayah Bulan Januari-Desember
Tahun 2016 ............................................................................................... 60
Tabel 23. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan IV
Tahun 2016 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya ...................... 62
ix
Tabel 24. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia April 2016 – Januari 2017 ......... 64
Tabel 25. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan IV Tahun 2016 ............ 66
Tabel 26. Perkembangan Komposisi Realisasi Pendapatan Negara dan
Hibah Tahun 2011 – 2016 (triliun rupiah) ................................................ 81
Tabel 27. Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa,
Tahun 2011-2016 (triliun rupiah) ............................................................. 83
Tabel 28. Perkembangan Realisasi Komposisi Pembiayaan APBN,
Tahun 2011-2016 (Rp triliun) ................................................................... 85
Tabel 29. Posisi Utang Pemerintah Pusat Tahun 2011-2016 (Rp triliun) ................. 85
Tabel 30. Perkembangan Realisasi Pembayaran Pokok dan Bunga Utang
Pemerintah Pusat ..................................................................................... 86
Tabel 31. Posisi Kepemilikan SBN Rupiah yang Diperdagangkan,
Tahun 2011 – 2016 (triliun Rupiah) .......................................................... 86
Tabel 32. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara
Tahun 2011 – 2016 (triliun Rupiah) .......................................................... 87
Tabel 33. Posisi Pinjaman Luar Negeri berdasarkan Kreditur (Rp Triliun) ............... 88
Tabel 34. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2015 –
Triwulan IV Tahun 2016 (Miliar USD) ....................................................... 94
Tabel 35. Perkembangan Ekspor Tahun 2016 .......................................................... 95
Tabel 36. Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai Ekspor
Nonmigas Terbesar Sepanjang Januari-Desember Tahun 2016 ............... 97
Tabel 37. Golongan Barang dengan Volume Ekspor Nonmigas Terbesar
Bulan Januari-Desember Tahun 2016 ...................................................... 98
Tabel 38. Perkembangan Ekspor Nonmigas ke Negara Tujuan Utama
Sepanjang Tahun 2016 ............................................................................. 98
Tabel 39. Perkembangan Impor Hingga Tahun 2016 ............................................. 100
Tabel 40. Perkembangan Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang
Terpilih Hingga Tahun 2016 .................................................................... 101
Tabel 41. Perkembangan Volume Impor Nonmigas Menurut Golongan
Barang Terpilih Hingga tahun 2016 ........................................................ 102
Tabel 42. Negara Utama Asal Impor Nonmigas Hingga Tahun 2016 ..................... 103
Tabel 43. Neraca Perdagangan Indonesia Hingga Tahun 2016 ............................. 103
Tabel 44. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Hingga Tahun 2016 .............. 104
Tabel 45. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Hingga Tahun 2016 ............... 104
Tabel 46. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Hingga Tahun 2016 ................. 105
Tabel 47. Neraca Perdagangan Indonesia-India Hingga Tahun 2016 .................... 105
Tabel 48. Neraca Perdagangan Indonesia-Thailand Hingga Tahun 2016 .............. 106
Tabel 49. Neraca Perdagangan Indonesia-Singapura Hingga Tahun 2016 ............ 106
Tabel 50. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan IV Tahun 2016 (persen) ........ 117
x
Tabel 51. Realisasi PMA dan PMDN Tahun 2010- Triwulan IV Tahun 2016 .......... 117
Tabel 52. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA
Triwulan IV Tahun 2016 Berdasar Sektor ............................................... 119
Tabel 53. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan IV Tahun 2016 .............. 119
Tabel 54. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan IV
Tahun 2016 Berdasarkan Lokasi (Rp Triliun) .......................................... 120
Tabel 55. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan IV
Tahun 2016 Berdasarkan Lokasi (USD Milyar) ....................................... 121
Tabel 56. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan IV Tahun 2016 .............. 121
Tabel 57. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan IV
Tahun 2016 ............................................................................................. 122
Tabel 58. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan IV Tahun 2016 .................................. 126
Tabel 59. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen ................................. 127
Tabel 60. Share Inflasi Kelompok Pengeluaran terhadap Pembentukan
Inflasi Bulanan ........................................................................................ 127
Tabel 61. Struktur Suku Bunga Operasi Moneter Bank Indonesia ......................... 132
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Angka Kemiskinan Absolut ........................ 3
Gambar 2. Presentase Tenaga Kerja Miskin Berdasarkan Sektor
Tahun 2013 (%) ...................................................................................... 6
Gambar 3. Distribusi pendapatan Pekerja di Sektor Pertanian dan
Konstruksi Tahun 2011 .......................................................................... 8
Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV Tahun 2016 di Beberapa
Negara (YoY) ........................................................................................ 14
Gambar 5. Tingkat Pengangguran di Beberapa Negara ......................................... 17
Gambar 6. Apresiasi dan Depresiasi Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD
per akhir Oktober-Desember 2016 (% YtD) ........................................ 25
Gambar 7. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pangan Global ..................... 34
Gambar 8. Persentase Penggunaan SKA Preferensi terhadap Total SKA
Preferensi ............................................................................................ 38
Gambar 9. Persentase Penggunaan SKA Nonpreferensi terhadap Total SKA
Nonpreferensi...................................................................................... 38
Gambar 10. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 –
Triwulan IV Tahun 2016 (Persen) ........................................................ 47
Gambar 11. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi di Enam Pulau Besar di
Indonesia pada Triwulan I Tahun 2015 - Triwulan IV Tahun 2016
(Persen) ............................................................................................... 55
Gambar 12. Kontribusi di Enam Pulau Besar Indonesia terhadap PDB Pada
Triwulan I Tahun 2013 - Triwulan IV Tahun 2016 ................................ 56
Gambar 13. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Bahan Makanan .................. 62
Gambar 14. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I
Tahun 2014 – Triwulan IV Tahun 2016 ................................................ 63
Gambar 15. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun 2012 –
Triwulan IV Tahun 2016 ....................................................................... 65
Gambar 16. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas (YoY, persen) ............. 67
Gambar 17. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas
Tahun 2016 (YoY, persen) ................................................................... 68
Gambar 18. Komposisi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan
Non-Migas ........................................................................................... 70
Gambar 19. Ekspor Produk Industri ......................................................................... 71
Gambar 20. Nilai Investasi PMDN Sektor Industri (Rp miliar) ................................. 71
xii
Gambar 21. Nilai Investasi PMA Sektor Industri (USD juta)..................................... 72
Gambar 22. Tenaga Kerja Sektor Industri ................................................................ 73
Gambar 23. Penjualan Mobil Triwulan IV Tahun 2016 ............................................ 74
Gambar 24. Penjualan Motor Triwulan Tahun IV 2016 ........................................... 75
Gambar 25. Penjualan Semen Triwulan Tahun IV 2016 (Ton) ................................. 76
Gambar 26. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Triwulan IV Tahun 2016 .................. 77
Gambar 27. Prompt Manufacturing Index Indonesia .............................................. 78
Gambar 28. Perkembangan Penerimaan Uang Tebusan dan Deklarasi
Aset dari Tax Amnesty, ........................................................................ 81
Gambar 29. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Negara,
Tahun 2011-2016 (triliun rupiah) ........................................................ 82
Gambar 30. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Pemerintah
Pusat Tahun 2015 – 2016 .................................................................... 83
Gambar 31. Perkembangan Realisasi Defisit APBN, Tahun 2011 – 2017
(Rp Triliun) ........................................................................................... 84
Gambar 32. Komposisi Kepemilikan SBN oleh Asing berdasarkan Tenor
(% Total SBN) ....................................................................................... 88
Gambar 33. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2014 –
Triwulan III Tahun 2016 (Miliar USD) .................................................. 93
Gambar 34. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Desember 2016 ................................ 95
Gambar 35. Nilai dan Volume Impor Hingga Desember 2016 ................................. 99
Gambar 36. Neraca Perdagangan Jasa Triwulan I Tahun 2015-
Triwulan IV Tahun 2016 (Miliar USD) ................................................ 107
Gambar 37. Neraca Perdagangan Jasa Perjalanan dan Transportasi
Triwulan I Tahun 2015-Triwulan IV Tahun 2016 ............................... 108
Gambar 38. Neraca Pendapatan Primer Triwulan I Tahun 2014-
Triwulan IV Tahun 2016 (USD Miliar) ................................................ 109
Gambar 39. Sebaran Tenaga Kerja Indonesia Berdasarkan Kawasan
Pada Tahun 2016 (dalam ribu jiwa) ................................................... 110
Gambar 40. Pendapatan Sekunder Triwulan I Tahun 2014-Triwulan IV
Tahun 2016 (Miliar USD) ................................................................... 111
Gambar 41. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan I
Tahun 2014 – Triwulan IV Tahun 2016 (Miliar USD) ......................... 111
Gambar 42. Nilai Tukar Rupiah terhadap USD (Rp/USD) ....................................... 129
Gambar 43. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100) .......................... 129
Gambar 44. Nominal Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100) ................... 130
Gambar 45. Perkembangan Uang Beredar Triwulan IV Tahun 2016 ..................... 131
xiii
Gambar 46. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia .............................. 133
Gambar 47. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia ............... 134
Gambar 48. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya ............... 135
Gambar 49. Penyaluran KUR berdasarkan Sektor Ekonomi .................................. 136
Gambar 50. Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia ................... 137
Gambar 51. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Pembiayaan di Indonesia ..... 138
Gambar 52. Perkembangan Pembiayaan Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya ..... 139
xiv
1
2
3
POLICY BRIEF
Dampak Pertumbuhan Sektoral terhadap Pengurangan Kemiskinan
Oleh: Rufita Sri Hasanah, SE
Perencana Pertama – Direktorat Perencanaan Makro dan Analisis Statistik
Studi ini bertujuan untuk mengetahui dampak pertumbuhan ekonomi sektoral
terhadap pengurangan kemiskinan dengan menggunakan analisis data panel pada
tingkat provinsi tahun 2001 hingga 2013. Selain itu, data Sakernas dan Susenas juga
digunakan untuk memperkaya hasil temuan. Hasil studi ini menunjukan bahwa cara
paling efektif dalam menanggulangi kemiskinan adalah fokus untuk mencari sumber
pertumbuhan di sektor pertanian dan konstruksi. Dalam kaitannya dengan besaran
elastisitas, pertumbuhan di sektor konstruksi memiliki dampak yang lebih besar
dibandingkan dengan sektor pertanian. Dalam jangka panjang, fokus pertumbuhan
dapat bergeser kepada sektor lain yang memiliki penyerapan tenaga kerja yang
besar di perekonomian dan tenaga kerja miskin yang terkonsentrasi, seperti sektor
perdagangan. Sehingga diharapkan pertumbuhan dapat dengan efektif bekerja
sebagai mesin untuk mengurangi kemiskinan dan mencapai pertumbuhan yang
berkualitas.
Pendahuluan
Krisis Keuangan Asia pada tahun 1998 memberikan pelajaran penting bahwa
pertumbuhan ekonomi merupakan syarat utama dalam mencapai kesejahteraan
masyarakat. Ketika pertumbuhan ekonomi pada tahun 1998 mengalami kontraksi
yang cukup dalam (13,3 persen, YoY), jumlah orang miskin meningkat hingga 49,5
juta jiwa dari 22,5 juta pada tahun 1996.
Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Angka Kemiskinan Absolut
Sumber: BPS, diolah
4
Studi dari Easterly dan Kraay (1999) dengan menggunakan regresi lintas negara
mengungkapkan bahwa kunci utama dalam mencapai pertumbuhan yang tinggi
adalah tercapainya stabilitas makroekonomi. Kestablian makroekonomi tidak hanya
penting untuk pertumbuhan, tetapi juga berpengaruh pada tingkat kemiskinan
suatu negara. Ketika terjadi ketidakstabilan makroekonomi, seperti tingginya tingkat
inflasi, orang miskin cenderung tidak dapat melindungi nilai riil pendapatan dan aset
mereka dari inflasi karena orang miskin cenderung untuk memegang aset keuangan
dalam bentuk tunai daripada aktiva berbunga. Sehingga ketika harga naik secara
terus menerus, secara tidak langsung akan mengikis upah riil dan aset mereka yang
pada akhirnya akan berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat miskin.
Walaupun pertumbuhan ekonomi merupakan mesin untuk mengurangi tingkat
kemiskinan, namun beberapa situasi berbeda dapat mempengaruhi efektivitas
penurunan kemiskinan. Ames dan Brown dalam laporan Macroeconomic Policy and
Poverty Reduction (2001) mengungkapkan dua faktor kunci yang menentukan
dampak pertumbuhan pada tingkat kemiskinan, yaitu pola distribusi pendapatan
dan pertumbuhan sektoral. Dalam kaitannya dengan distribusi pendapatan, jika
manfaat pertumbuhan ekonomi memiliki dampak pada pengurangan kemiskinan,
maka secara tidak langsung pertumbuhan ekonomi juga akan memperkecil
ketimpangan. Faktor lainnya, yaitu terkait dengan pertumbuhan sektoral. Teori
konvensional menjelaskan bahwa pertumbuhan di sektor-sektor ekonomi dimana
orang miskin terkonsentrasi akan memiliki dampak yang lebih besar pada
pengurangan kemiskinan daripada di sektor lain.
Berangkat dari gagasan teori tersebut, studi ini berusaha mengevaluasi efektivitas
pertumbuhan sektoral terhadap pengurangan kemiskinan di Indonesia dan
menganalisis lebih lanjut bagaimana pertumbuhan sektoral berkontribusi pada
pengurangan kemiskinan.
Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Profil Sosial Ekonomi Indonesia
Komposisi distribusi sektoral Indonesia mengalami perubahan dari tahun 2000
hingga 2014. Pada tahun 2000, konstribusi sektor manufaktur terhadap
perekonomian Indonesia sebesar 27,8 persen, terus menurun hingga tahun 2014
menjadi sebesar 23,7 persen. Penurunan kontribusi industri terhadap PDB
merupakan hasil akhir dari berbagai penyebab menurunnya pertumbuhan industri
di Indonesia, salah satunya daya saing. Dalam laporan UNIDO (United Nations
Industrial Development Organization), daya saing industri manufaktur Indonesia
mengalami stagnasi dalam 20 tahun terakhir. Pada tahun 2013, Indonesia berada
pada posisi ke 42 dalam peringkat Competitive Industri Performance (CIP), menurun
5
jika dibandingkan pada tahun 2000 yang berada di posisi 38. Hal yang sama juga
terlihat pada sisi penyerapan tenaga kerja. Tingkat penyerapan tenaga kerja di
sektor manufaktur pada tahun 2000 mencapai 13,0 persen menurun menjadi 12,1
persen di tahun 2013.
Sebaliknya, kontribusi sektor konstruksi terus menunjukan peningkatan hingga dua
kali lipat. Sektor kontruksi telah berkembang secara signifikan didorong oleh
pesatnya pertumbuhan pasar properti dalam negeri, investasi swasta, dan belanja
Pemerintah pada proyek infrastruktur. Berkembangnya sektor konstruksi ini serta
merta diikuti oleh meningkatnya penyerapan tenaga kerja pada sektor tersebut.
Perubahan komposisi sektoral terjadi pada sektor perdagangan dan pertanian. Pada
tahun 2000, sektor perdagangan memiliki kontribusi yang lebih besar daripada
sektor pertanian, namun pada tahun 2013 kontribusi sektor pertanian menjadi lebih
besar daripada sektor perdagangan. Kedua sektor tersebut menunjukan penurunan
kontribusi ekonomi dalam perekonomian. Berbeda dengan sektor pertanian,
penurunan kontribusi tidak serta merta menurunkan penyerapan tenaga kerja di
sektor perdagangan.
Tabel 1. Kontribusi Sektoral Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia (%)
Tahun
Pertanian Manufaktur Konstruksi Perdagangan
Share PDB
Tenga Kerja
Rasio Share PDB
Tenga Kerja
Rasio Share PDB
Tenga Kerja
Rasio Share PDB
Tenga Kerja
Rasio
2000 15,6 45,3 0,3 27,8 13,0 2,1 5,51 3,9 1,4 16,2 20,6 0,8
2004 14,3 43,3 0,3 28,1 11,8 2,4 6,6 4,8 1,4 16,1 20,4 0,8
2007 13,7 44,5 0,3 27,1 12,2 2,2 7,7 4,6 1,7 15,0 19,5 0,8
2009 15,3 43,7 0,4 26,4 12,4 2,1 9,9 4,5 2,2 13,3 19,9 0,7
2011 14,7 41,8 0,4 24,3 12,2 2,0 10,2 4,6 2,2 13,8 20,3 0,7
2013 14,4 41,2 0,4 23,7 12,1 2,0 10,0 4,4 2,3 14,3 20,9 0,7
*Share PDB menggunakan SNA 1993 dengan tahun dasar 2000 Sumber: BPS, diolah
Tingkat kemiskinan menunjukan tren penurunan dari tahun 2001 hingga 2013.
Penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan selama periode 12 tahun, yaitu
sebesar 7,0 persen. Kemiskinan di Indonesia merupakan suatu fenomena yang
terjadi khususnya di sektor pertanian. Pada tahun 2013, sebanyak 41, 2 persen
masyarakat Indonesia bekerja di sektor pertanian dan 59,8 persen tergolong miskin.
Umumya masyarakat miskin tersebut tinggal di daerah pedesaan.
6
Gambar 2. Presentase Tenaga Kerja Miskin Berdasarkan Sektor Tahun 2013 (%)
Sumber: Sakernas, diolah
Bukti Empiris: Sektor Pertanian dan Konstruksi memiliki Dampak yang Signifikan
terhadap Pengurangan Kemiskinan
Model yang digunakan untuk mengestimasi dampak pertumbuhan ekonomi
sektoral terhadap pengurangan kemiskinan adalah sebagai berikut:
logdp = α + β1Logypertanian + β2logypertambangan + β3logymanufaktur + β4logykonstruksi +
β5yperdagangan + β6logyTransportasi + β7logypengangkutan + β8logykeuangan + β9logyjasa + ε
dimana dp merupakan perubahan tingkat kemiskinan dari tahun sebelumnya, yi
adalah pertumbuhan di 9 sektor dan ε merupakan eror. Untuk mengestimasi ini,
digunakan data panel dengan level provinsi dengan metode fixed effect.
Hasil regresi data panel ini menunjukan bahwa sektor pertanian dan konstruksi
memiliki dampak yang signifikan terhadap pengurangan kemiskinan. Kimenyi (2002)
menjelaskan bahwa terdapat dua kanal bagaimana pertumbuhan di sektor
pertanian memiliki dampak yang siginifkan dalam pengurangan kemiskinan.
Pertama, melalui keterkaitan produksi di sektor pertanian dan manufaktur.
Pertumbuhan di sektor pertanian akan menciptakan lapangan kerja dan pendapatan
yang lebih tinggi melalui penyediaan input untuk industri. Kedua, melalui
keterkaitan konsumsi. Peningkatan pendapatan dari pekerja di sektor pertanian
akan meningkatkan permintaan untuk produk non-pertanian.
Namun, penggunaan analisis data panel level provinsi pada model ini memerlukan
penyesuaian dalam analisis lebih lanjut. Datt dan Ravallion (1998) mengungkapkan
bahwa efek migrasi antar provinsi dan kondisi awal dari masing-masing provinsi
dapat mempengaruhi perubahan tingkat kemiskinan di setiap provinsi. Korelasi
antara pertumbuhan dan penurunan kemiskinan dapat saja tidak sesuai dengan
Pertanian; 59,8
Manufaktur; 7,9
Konstruksi; 1,2
Perdagangan; 21,8
7
hipotesis awal. Hal ini dkarenakan jika suatu provinsi memiliki pertumbuhan yang
tinggi untuk jangka waktu yang lama yang kemudian menarik banyak orang miskin
ke Provinsi tersebut untuk bekerja di suatu sektor tertentu, tanpa
mempertimbangkan efek migrasi hasil regresi akan menghasilkan korelasi yang
positif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Dengan kata lain, ada
kemungkinan bahwa efek dari pertumbuhan memiliki dampak migrasi yang lebih
besar dibandingkan dengan dampak kenaikan pendapatan. Hal ini sekaligus dapat
menjelaskan mengapa sektor manufaktur dalam regresi ini memiliki dampak yang
siginifikan (dengan tingkat keyakinan 90%), namun tidak serta merta menurunkan
kemiskinan. Selain itu, jauh lebih baik jika analisis dampak sektor manufaktur
terhadap kemiskinan menggunakan uji granger causality untuk mengetahui variabel
mana yang menggerakan variabel lain.
Tabel 2. Hasil Regresi Model dan Data Panel
Elastisitas pertumbuhan terhadap kemiskinan mengukur perubahan persentase
pada tingkat kemiskinan jika terdapat kenaikan sebesar satu persen pada
pertumbuhan sektoral ekonomi. Berdasarkan hasil regresi tersebut, satu persen
pertumbuhan pada sektor pertanian akan mengurangi kemiskinan sebesar 1,2
persen. Di sektor konstruksi, elastisitas pertumbuhan terhadap kemiskinan lebih
besar dimana satu persen pertumbuhan akan memberikan dampak pengurangan
kemiskinan sebesar 2,0 persen. Jika dilihat dari distribusi pendapatan, sektor
pertanian memiliki jumlah pekerja miskin 20 persen terbawah lebih banyak
dibandingkan dengan pekerja miskin di sektor konstruksi. Hal ini menjelaskan
mengapa elastisitas pertumbuhan terhadap kemiskinan di sektor konstruksi lebih
F test that all u_i=0: F(22, 15) = 1.62 Prob > F = 0.1701 rho .75324792 (fraction of variance due to u_i) sigma_e 1.1736374 sigma_u 2.0505602 _cons 5.368977 3.001235 1.79 0.094 -1.028005 11.76596logGDPServ~h -.1253816 .6400978 -0.20 0.847 -1.489718 1.238955logGDPFina~h -.6739203 .5803242 -1.16 0.264 -1.910852 .5630115logGDPTran~h -1.252337 1.186218 -1.06 0.308 -3.780701 1.276027logGDPTrad~h 1.038067 1.347573 0.77 0.453 -1.834216 3.91035LogGDPCons~h -2.045286 .9319923 -2.19 0.044 -4.031781 -.0587915logGDPUtil~s -.1839193 .634415 -0.29 0.776 -1.536143 1.168304logGDPManu~h 1.598098 .7560251 2.11 0.052 -.0133316 3.209527logGDPMini~h .7254251 .4561443 1.59 0.133 -.2468235 1.697674logGDPAgri~h -1.173082 .5499688 -2.13 0.050 -2.345313 -.0008516 logPovrate Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]
corr(u_i, Xb) = -0.7678 Prob > F = 0.1065 F(9,15) = 2.04
overall = 0.1291 max = 3 between = 0.0111 avg = 2.0R-sq: within = 0.5506 Obs per group: min = 1
Group variable: kodeprovinsi Number of groups = 23Fixed-effects (within) regression Number of obs = 47
8
besar dibandingkan dengan sektor pertanian. Kenaikan satu persen di pertanian
memiliki dampak yang lebih kecil karena kenaikan pendapatan memiliki efek yang
lebih kecil bagi para pekerja miskin di sektor pertanian untuk keluar dari garis
kemiskinan dibandingkan dengan sektor konstruksi.
Gambar 3. Distribusi pendapatan Pekerja di Sektor Pertanian dan Konstruksi Tahun 2011
Sumber: Sakernas 2011
Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan
Studi singkat ini menunjukan pertumbuhan pada sektor konstruksi dan pertanian
dapat membantu mengurangi kemiskinan. Hasil studi ini menyarankan bahwa
sumber daya akan jauh lebih baik jika dialokasikan pada sektor yang memiliki
elastisitas pertumbuhan terhadap kemiskinan yang tinggi. Dalam jangka pendek,
pemerintah harus memprioritaskan kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan
produktivitas terbesar pada sektor konstruksi dan pertanian. Sementara dalam
jangka menengah dan panjang, kebijakan dapat bergeser untuk mencari sumber
pertumbuhan pada sektor yang banyak menyerap tenaga kerja dan pekerja miskin
terkonsentrasi, seperti sektor perdagangan sehingga diharapakan pertumbuhan
menjadi lebih berkualitas dan inklusif.
3,73 4,63
02468
101214161820
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Desil
14,4 14,4
0
5
10
15
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Desil
Garis Kemiskinan
Nasional
Garis Kemiskinan
Nasional
% %
Sektor Konstruksi Sektor Pertanian
9
Referensi
Datt, Gaurav, dan Martin Ravallion. 1998. “Why Have some Indian States Done
Better than Others at Reducing Rural Poverty”. Economica 65: 17-38.
Easterly dan Kray. 1999. “Small States, Small Problems? Income, Growth, and
Volatility in Small States”. World Development Vol. 28: 2013-2027.
Izquierdo, Ames, et al. 2001. “Macroeconomic Policy and Poverty Reduction”.
International Monetary Fund.
Kimenyi dan Mwangi. 2002. “Agriculture, Economic Growth and Poverty Reduction”.
KIPPRA Occasional Paper No. 3. Kenya Institute for Public Policy Research and
Analysis: Nairobi.
Suryahadi, Suryadarma, dan Sumarto. 2006. “Economic Growth and Poverty
Reduction in Indonesia: The Effects of Location and Sectoral Components of
Growth”. SMERU Working Paper.
10
11
12
13
Perekonomian global mulai mengalami perbaikan
seiring perbaikan pertumbuhan ekonomi negara-
negara maju seperti Inggris dan Jepang, serta
beberapa negara emerging market seperti Tiongkok,
negara-negara Amerika Latin seperti Argentina dan
Brazil, dan Rusia. Pertumbuhan ekonomi dunia
masih didorong oleh pertumbuhan ekonomi negara-
negara berkembang serta pertumbuhan volume
perdagangan dunia yang meningkat yang didukung
oleh mulai membaiknya harga komoditas dunia
khususnya harga energi. Namun, walaupun
perekonomian global ini mengalami perbaikan,
tetapi pertumbuhannya masih lebih rendah 0,1
persen dari pertumbuhan tahun 2015 yang sebesar
3,1 persen (YoY).
Harga minyak dunia meningkat pada akhir
November dan awal Desember 2016 setelah negara-
negara OPEC melakukan kerja sama untuk
mengurangi produksi minyak hingga 1,2 juta barel
per hari. Negara Non-OPEC juga melakukan
perjanjian untuk mengurangi produksi minyak
hingga 558 ribu barel per hari. Harga minyak Brent
rata-rata mencapai 54,1 USD/barel pada Desember
2016, minyak WTI rata-rata mencapai 52,0
USD/barel dan harga minyak mentah Indonesia
meningkat mengikuti tren harga minyak mentah
dunia, rata-rata mencapai 50,1 USD/barel.
Harga gas alam mengalami peningkatan 8 persen
pada triwulan IV tahun 2016 karena tingginya
permintaan dan adanya pengurangan produksi
seperti Gorgon Project di Australia. Selain itu suhu
udara yang lebih dingin dari biasanya menyebabkan
permintaan gas alam semakin tinggi sehingga
mendorong peningkatan harga. Komoditas batu
bara mengalami peningkatan sebesar 38 persen
pada triwulan IV tahun 2016, seiring dengan
Harga komoditas energi mulai membaik dengan adanya perjanjian pengurangan jumlah produksi minyak oleh negara-negara OPEC dan Non OPEC.
Perekonomian global membaik seiring dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi yang moderat di negara-negara maju dan beberapa negara emerging market, serta harga komoditas khususnya energi yang mulai membaik.
14
pengetatan penawaran oleh pemerintah Tiongkok
melalui menurunkan kapasitas produksinya.
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA
Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian negara-negara di berbagai kawasan
pada triwulan IV tahun 2016 mulai tumbuh membaik
namun masih moderat. Amerika Serikat (AS)
tumbuh sebesar 1,9 persen (YoY), lebih rendah
dibandingkan triwulan III tahun 2016 yang tumbuh
sebesar 3,5 persen (YoY). Penurunan ini disebabkan
oleh kinerja perdagangan ekspor Amerika Serikat
yang menurun menjadi 4,3 persen setelah
sebelumnya mencapai 10,0 persen pada triwulan III.
Hal ini terutama disebabkan oleh penurunan ekspor
kedelai. Sementara itu, impor Amerika Serikat
mengalami peningkatan 8,3 persen. Namun
demikian, pengeluaran konsumsi masih menguat
seiring dengan peningkatan upah dan rendahnya
tingkat pengangguran. Investasi tetap swasta
nonresidensial juga mengalami peningkatan
mencapai 2,4 persen sepanjang Oktober hingga
Desember 2016. Pada keseluruhan tahun 2016,
pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mencapai
1,6 persen (Gambar 4).
Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV Tahun 2016 di Beberapa Negara (YoY)
Sumber: Bloomberg (diolah)
2,0 2,6 2,0
0,9 0,8 1,4
3,5
1,9
1,3 1,61,6
1,7 1,7 1,6 1,6 1,7
7,0 7,0 6,9 6,8 6,7 6,7 6,7 6,8
-0,1
1,8 2,1
1,1 0,3 0,91,1
1,7
2,7
1,71,8
1,8 2,1 2,11,2
1,8
2,8 2,4
1,8 1,7 1,8 2,0
2,2 2,2
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
I II III IV I II III IV
2015 2016
Per
sen
tase
(%
)
Amerika Serikat Uni Eropa Tiongkok Jepang Singapura Inggris
Perekonomian Amerika Serikat tumbuh sebesar 1,9 persen (YoY) lebih rendah dari triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 3,5 persen akibat kinerja perdagangan yaitu adanya penurunan ekspor dan peningkatan impor.
15
Di sisi lain, perekonomian Uni Eropa mulai
mengalami perbaikan secara bertahap dimana
sektor industri tumbuh mencapai 3,2 persen pada
bulan November 2016 (YoY) dengan meningkatnya
output industri di negara-negara Uni Eropa. Namun
demikian pertumbuhan ekonomi Uni Eropa
mengalami perlambatan dari tahun 2015 sebesar
2,0 persen menjadi 1,6 persen pada tahun 2016
karena ekspor dan permintaan domestik yang
menurun. Peningkatan harga-harga komoditas
mempengaruhi pendapatan riil rumah tangga dan
pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang semakin
menurun dan sejalan dengan penurunan
permintaan domestik.
Perekonomian Tiongkok mengalami pertumbuhan
diatas ekspektasi yaitu sebesar 6,8 persen pada
triwulan IV tahun 2016. Hal ini karena adanya
peningkatan kontribusi konsumsi rumah tangga
terhadap PDB sebesar 64,6 persen dan meningkat
4,9 persen (YoY), serta konsumsi per kapita
meningkat sebesar 8,9 persen. Investasi properti
juga menyumbang peningkatan pertumbuhan
sebesar 6,9 persen. Selain itu, fiskal dan stimulus
kredit menyumbang pertumbuhan ekonomi
terutama infrastruktur dan kredit rumah tangga.
Namun, jumlah utang rumah tangga mencapai lebih
dari 40 persen dari PDB atau meningkat 10 persen
dalam tiga tahun terakhir. Capital outflow di
Tiongkok memberikan dampak pada depresiasi
mata uang. Selama tahun 2016, mata uang Renminbi
mengalami depresiasi sebesar 7 persen terhadap
USD.
Sementara itu, perekonomian Jepang pada triwulan
IV tahun 2016 tumbuh sebesar 1,7 persen (YoY)
didorong oleh ekspor dan belanja modal. Ekspor
Jepang tumbuh 2,6 persen terutama ekspor mobil ke
Ekonomi Tiongkok tumbuh diluar ekspektasi menjadi 6,8 persen pada triwulan IV tahun 2016 karena adanya peningkatan konsumsi rumah tangga melalui kredit dan investasi.
Perekonomian Jepang tumbuh lebih tinggi dari perkiraan didorong oleh perbaikan kinerja ekspor dan investasi perumahan.
Perekonomian Uni Eropa mulai tumbuh perlahan menjadi 1,7 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2016 karena sektor industri, PMI manufaktur, dan peningkatan indeks keyakinan konsumen.
16
Tiongkok dan Amerika Serikat serta ekspor barang-
barang elektronik ke Asia. Hal ini juga didukung
dengan pelemahan mata uang Yen terhadap USD
semenjak pemilihan umum Amerika Serikat bulan
November 2016. Konsumsi rumah tangga
mengalami perlambatan yang disebabkan oleh
adanya peningkatan harga terutama sayuran serta
kebijakan fiskal “abenomics” yang meningkatkan
pajak penjualan mulai tahun 2014, dari 5,0 persen
menjadi 8,0 persen. Selain itu peningkatan juga
terjadi pada investasi perumahan karena adanya
relaksasi moneter dan belanja modal yang
meningkat masing-masing 0,2 persen (QoQ) dan 0,9
persen (QoQ).
Tingkat Pengangguran
Pertumbuhan ekonomi dunia yang mulai membaik
pada triwulan IV tahun 2016 berdampak pada
penurunan tingkat pengangguran di beberapa
negara, meskipun masih fluktuatif. Tingkat
pengangguran di Amerika Serikat mengalami
penurunan menjadi 4,7 persen (Gambar 5) karena
peningkatan sebesar 156.000 pekerjaan non-farm
payroll dan tingkat upah yang meningkat.
Pengangguran di Singapura mengalami peningkatan
seiring dengan peningkatan jumlah angkatan kerja.
Penurunan jumlah tenaga kerja terjadi pada sektor
konstruksi dan kelautan.
Tingkat pengangguran di beberapa negara mulai menurun seperti di Amerika Serikat, negara-negara EU, dan Inggris.
17
Gambar 5. Tingkat Pengangguran di Beberapa Negara
Sumber: Bloomberg (diolah)
Tingkat pengangguran di negara-negara EU (EU28)
pada triwulan IV tahun 2016 secara umum
mengalami penurunan menjadi sebesar 9,60 persen.
Hal ini karena reformasi tenaga kerja untuk
mengurangi pengangguran struktural di negara-
negara anggota EU. Tingkat pengangguran di Jerman
sebesar 4,1 persen sedangkan pengangguran di
Italia meningkat diluar ekspektasi menjadi 11,9
persen. Pengangguran di Brazil masih mengalami
peningkatan pada triwulan IV tahun 2016 menjadi
12,0 persen atau 12,3 juta orang. Hal ini disebabkan
resesi di Brazil yang menyebabkan banyak
perusahaan memberhentikan pekerja lebih dari 2,8
juta orang. Sedangkan pengangguran di Inggris
masih sebesar 4,8 persen karena tingkat upah
meningkat seiring dengan meningkatnya
pendapatan termasuk bonus pekerja sebesar 2,6
persen pasca referendum Brexit. Namun demikian
angka pekerja di Inggris mengalami penurunan
sebanyak 6.000 orang.
Tingkat pengangguran di EU menurun karena adanya reformasi tenaga kerja mengurangi pengangguran struktural
12,0
4,8
9,6
3,1
5,8
2,2
4,7
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
14,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015 2016
Per
cen
tage
(%
)
Brazil
United Kingdom
Euro Area 10.93
Japan
Australia
Singapore
United States
18
Perkiraan Ekonomi Dunia
Setelah pelemahan perekonomian sepanjang 2016
akibat kinerja perdagangan dan investasi yang
melemah, perekonomian dunia diperkirakan akan
membaik walaupun masih moderat pada tahun
2017. Perbaikan ini terutama terjadi pada negara-
negara emerging market and developing economies
(EMDEs). Kebijakan stimulus fiskal di Amerika Serikat
dan Tiongkok akan menyumbang pertumbuhan
ekonomi dunia, namun ketidakpastian kebijakan
terutama isu proteksionisme tetap akan
memberikan risiko penurunan pertumbuhan
ekonomi dunia. Perbaikan harga-harga komoditas
dunia diproyeksikan akan meningkat dan lebih stabil
tahun 2017 sampai tahun 2019 dan mendukung
pertumbuhan ekonomi di negara-negara EMDEs
terutama negara eksportir. Secara umum
pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan
meningkat secara moderat tahun 2017 dan proyeksi
ini tidak banyak berubah dari proyeksi triwulan III
tahun 2016.
Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF
WEO-IMF Realisasi Perkiraan
Kelompok Negara 2015 2016 2017 2018
Okt* Jan** Okt* Jan**
Dunia 3,2 3,1 3,4 3,4 3,6 3,6
Negara Maju 2,1 1,6 1,8 1,9 1,8 2,0
Amerika Serikat 2,6 1,6 2,2 2,3 2,1 2,5
Kawasan Eropa 2,0 1,6 1,5 1,6 1,6 1,6
Jerman 1,5 1,7 1,4 1,5 1,4 1,5
Inggris 2,2 2,0 1,1 1,5 1,7 1,4
Jepang 0,5 0,9 0,6 0,8 0,5 0,5
Negara Berkembang
4,0 4,1 4,6 4,5 4,8 4,8
Tiongkok 6,9 6,7 6,2 6,5 6,0 6,0
India 7,6 7,0 7,6 7,2 7,7 7,7
ASEAN-5 4,8 4,8 5,1 4,9 5,2 5,2
Amerika Latin dan Karibia
0,0 -0,7 1,6 1,2 2,2 2,1
Stagnansi perdagangan global, pelemahan investasi, ketidakpastian kebijakan menjadi tantangan terbesar bagi perekonomian dunia. Namun perbaikan secara moderat perekonomian dunia diperkirakan terjadi tahun 2017.
19
WEO-IMF Realisasi Perkiraan
Kelompok Negara 2015 2016 2017 2018
Okt* Jan** Okt* Jan**
Brazil -3,8 -3,5 0,5 0,2 1,5 1,5
Sub Sahara Afrika 3,4 1,6 2,9 2,8 3,6 3,7
Afrika Selatan 1,3 0,3 0,8 0,8 1,6 1,6
Sumber: *World Economic Outlook, April 2016
**World Economic Outlook, Oktober 2016
Terpilihnya presiden baru Amerika Serikat, Donald
Trump, memberikan pengaruh terhadap proyeksi
perekonomian negara Amerika Serikat. Proposal
pemotongan pajak untuk perusahaan dan individu,
peningkatan pengeluaran untuk infrastruktur,
proteksi perdagangan dan imigrasi adalah kebijakan
yang berdampak besar terhadap perekonomian
Amerika Serikat kedepan. Kebijakan ekspansi fiskal
yang direncanakan pemerintah akan memberikan
dampak peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam
jangka pendek. Dengan adanya stimulus fiskal
sebesar 1 persen dari PDB, diperkirakan dapat
meningkatkan pertumbuhan Amerika Serikat
sebesar 0,7 persen hingga 1,5 persen dalam dua
tahun. Dengan demikian pertumbuhan Amerika
Serikat (bila implementasi stimulus fiskal dilakukan
secara penuh dan pertimbangan dari kebijakan lain)
akan meningkat menjadi 2,2-2,5 persen tahun 2017
dan 2,5-2,9 persen tahun 2018.
Adanya ketidakpastian kebijakan termasuk
pemilihan di Amerika Serikat dan keputusan Inggris
keluar dari EU memberikan dampak pelemahan
investasi di kawasan Eropa. Namun, suku bunga
negatif yang disertai dengan program belanja aset
yang lebih besar oleh European Central Bank,
memberikan kemudahan biaya meminjam dan
memberikan dampak positif kepada alur
peminjaman. Inflasi di kawasan Eropa masih
dibawah target. Pertumbuhan ekonomi negara-
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diperkirakan akan membaik seiring sektor manufaktur yang diprediksi akan meningkat dan kebijakan stimulus fiskal.
Investasi yang menurun karena ketidakpastian kebijakan, suku bunga negatif, pelonggaran kebijakan moneter dan Brexit berdampak pada perlambatan perekonomian negara kawasan Eropa pada 2017 dan mulai stabil pada 2018 dan 2019.
20
negara kawasan Eropa tahun 2017 diproyeksi
melambat karena pelemahan peningkatan
pendapatan dan ketidakpastian kebijakan yang
meningkat.
Pertumbuhan ekonomi Jepang diperkirakan
mengalami perlambatan pada tahun 2017 karena
adanya penurunan ekspor ke negara-negara mitra
dagang utama, dan permintaan domestik yang juga
menurun. Perekonomian Jepang diperkirakan
tumbuh sebesar 0,8 persen (WEP Januari 2017). ADB
juga memprediksi perekonomian Jepang tumbuh
sebesar 0,8 persen pada tahun 2017 (Tabel 4).
Ketidakpastian perdagangan global dan kebijakan
lainnya yang merupakan dampak dari terpilihnya
presiden baru Amerika Serikat diperkirakan
berdampak pada faktor eksternal Jepang dan
pelemahan hingga dua kali lipat permintaan
domestik, yang dapatmenyebabkan perekonomian
Jepang diprediksi melemah tahun 2017. Selain itu
penuan populasi menjadi isu permasalahan yang
sedang dihadapi negara Jepang sehingga lebih
sedikit orang yang menyumbang untuk
pertumbuhan ekonomi menjadikan rencana
pemerintah Jepang menaikkan pajak konsumsi dari
8 persen menjadi 10 persen yang direncanakan pada
Oktober 2015 dan diundur menjadi April 2017 kini
diundur kembali hingga tahun 2019.
Perekonomian Jepang diperkirakan melambat pada tahun 2017 karena rencana peningkatan pajak konsumsi oleh pemerintah, penurunan pertumbuhan potensial karena penurunan angkatan kerja, perdagangan, dan permintaan domestik yang melemah.
21
Pada tahun 2017, Tiongkok diperkirakan akan
tumbuh 6,5 persen mengalami pertumbuhan
ekonomi yang lebih rendah dari tahun 2016 namun
masih dalam pertumbuhan moderat. Hal ini karena
adanya permintaan eksternal yang melemah
sehingga menyebabkan penurunan ekspor
Tiongkok, ketidakpastian perdagangan dunia, dan
investasi swasta yang melemah. Investasi
pemerintah kemungkinan akan meningkat namun
investasi swasta akan cenderung menurun karena
iklim bisnis yang tidak baik dan ketidakpastian
ekspor. Selain itu penurunan penduduk usia kerja,
pelemahan konsumsi dan pelemahan ekspor
manufaktur dan investasi menjadi tekanan pada
perekonomian Tiongkok. Begitu juga
penyeimbangan antara investasi dan konsumsi serta
dari sektor industri ke sektor jasa juga diprediksi
masih moderat. Hal tersebut tergantung kepada
reformasi struktural pada BUMN dan restrukturisasi
perusahaan termasuk juga penurunan kelebihan
keuangan.
Perekonomian negara-negara di kawasan Amerika
Latin dan Karibia akan meningkat pada tahun 2017
menjadi 1,2 persen seiring dengan peningkatan
ekonomi Brazil yang merupakan negara dengan
perekonomian yang besar di wilayah tersebut. Selain
itu Amerika Selatan, Meksiko dan Amerika bagian
tengah juga akan mengalami peningkatan
pertumbuhan ekonomi. Beberapa negara juga
membuat kebijakan implementasi konsolidasi dan
reformasi fiskal yang akan mendorong investasi
masuk ke negara-negara Amerika Latin dan Karibia.
Aktivitas ekonomi juga akan didukung oleh ekspor
seiring dengan depresiasi yang terjadi.
Perekonomian negara Tiongkok diperkirakan masih berada pada tingkat moderat pada tahun 2017 karena permintaan eksternal yang masih lambat, ketidakpastian perdagangan dunia dan investasi swasta yang menurun.
Pertumbuhan ekonomi di kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan meningkat karena pertumbuhan positif di Brazil.
22
Pertumbuhan ekonomi negara-negara Sub Sahara
Afrika diperkirakan mengalami peningkatan secara
moderat pada tahun 2017. Hal ini didorong oleh
adanya peningkatan pertumbuhan secara perlahan
terhadap konsumsi dan ekspor negara-negara Sub
Sahara Afrika. Begitu juga peningkatan harga
komoditas dunia yang mulai meningkat secara
perlahan. Namun demikian peningkatan harga
komoditas saat ini masih berada di bawah harga
komoditas tahun 2011. Hal ini menyebabkan terjadi
variasi pendapatan negara-negara di Sub Sahara
Afrika, dimana negara eksportir minyak akan
mengalami pertumbuhan ekonomi lebih lambat
dibandingkan dengan negara eksportir metal. Di
Afrika Selatan, tekanan inflasi dan tingkat
pengangguran yang meningkat menyebabkan
peningkatan pengeluaran konsumsi. Di Nigeria,
kenaikan harga minyak dunia secara perlahan
memperbaiki kondisi pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan negara-negara pengekspor komoditas
pertanian seperti Ethiopia, Kenya, Rwanda, Senegal,
dan Tanzania terus meningkatkan pembangunan
infrastruktur dengan pembiayaan melalui public
private partnership.
Tabel 4. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Menurut ADB (YoY)
Pertumbuhan PDB (%)
2015
2016 2017
ADO ADOS
ADO ADOS
2016 2016
Asia 5,9 5,7 5,6 5,7 5,7
Asia Timur 6,1 5,8 5,8 5,6 5,6
Tiongkok 6,9 6,6 6,6 6,4 6,4
Jepang 0,6 0,6 0,6 0,5 0,8
Asia Selatan 7,0 6,9 6,6 7,3 7,3
India 7,6 7,4 7,0 7,8 7,8
ASEAN 4,4 4,5 4,5 4,6 4,6
Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017 meningkat secara moderat diperkirakan terjadi di kawasan Sub Sahara Afrika seiring masih adanya stabilisasi harga komoditas dunia.
23
Pertumbuhan PDB (%)
2015
2016 2017
ADO ADOS
ADO ADOS
2016 2016
Indonesia 4,8 5,0 5,0 5,1 5,1
Filipina 5,9 6,4 6,8 6,2 6,4
Thailand 2.8 3,2 3,2 3,5 3,5
Malaysia 2,1 2,1 2,1 2,5 2,5
Sumber: Asia Development Outlook Suplement Januari 2017
Perekonomian negara di kawasan Asia diperkirakan
akan mengalami peningkatan seiring dengan
proyeksi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia
Selatan dan Asia Timur yang meningkat.
Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan
seperti India didukung oleh pengeluaran
pemerintah dan konsumsi masyarakat. Di Asia
Timur, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan
menurun namun masih dalam level moderat
menjadi 5,6 persen. Konsumsi privat dan jasa yang
didukung pertumbuhan upah serta penciptaan
lapangan pekerjaan menjadi sektor utama
penyumbang pertumbuhan di kawasan Asia Timur.
Pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Tenggara
diperkirakan meningkat pada tahun 2017 menjadi
4,6 persen didorong oleh konsumsi masyarakat dan
investasi infrastruktur serta inflasi yang rendah di
hampir seluruh wilayah serta proyeksi peningkatan
perekonomian Malaysia dan Filipina. Di Indonesia,
pertumbuhan diperkirakan tumbuh 5,1 persen
tahun 2017 seiring dengan adanya peningkatan
alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur
serta investasi publik yang diprediksi akan terus
meningkat. Ekonomi Malaysia diprediksi akan
meningkat secara perlahan sepanjang tahun 2017
menjadi 4,4 persen seiring dengan perbaikan di
sektor industri utama yang meningkatkan
Perekonomian kawasan Asia tahun 2017 menurut ADB diprediksi meningkat seiring proyeksi peningkatan pertumbuhan di beberapa kawasan seperti Asia Selatan dan Asia Tenggara.
Pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Tenggara diperkirakan meningkat pada tahun 2017 menjadi 4,6 persen dengan didukung oleh konsumsi privat dan inflasi yang rendah di hampir seluruh wilayah serta proyeksi peningkatan perekonomian Malaysia dan Filipina.
24
permintaan eksternal dan pengucuran anggaran
pada bulan Oktober yang memberikan dukungan
pada perekonomian domestik. Filipina akan
mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi
menjadi 6,4 persen tahun 2017 dengan permintaan
domestik yang meningkat, serta investasi yang akan
terus meningkat dalam rangka meningkatkan
infrastruktur publik dan memperbaiki iklim bisnis.
PERKEMBANGAN KEUANGAN INTERNASIONAL
Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD
Selama triwulan IV tahun 2016, mayoritas
pergerakan mata uang beberapa negara melemah
terhadap USD (Gambar 6 dan Lampiran 2), seiring
dengan sentimen terhadap peningkatan suku bunga
The Fed. Pada 14 Desember tahun 2016, The Fed
menaikan suku bunganya dan kemungkinan
kenaikan suku bunga the Fed ini akan dilakukan
kembali pada tahun 2017.
Sebaliknya, penguatan mata uang terhadap USD,
terutama secara year to date (YtD) dialami oleh Real
Brazil, Rand Afrika, Yen Jepang, Rubel Rusia, Rupiah
Indonesia, dan Baht Thailand. Penguatan mata uang
yang cukup tinggi terjadi pada Real Brazil mencapai
24 persen (YtD) pada akhir Desember tahun 2016
seiring dengan kondusifnya perekonomian Brazil
paska pemilihan presiden baru. Penguatan mata
uang juga terjadi pada Rupiah sebesar 6 persen (YtD)
(Gambar 6). Nilai tukar Rupiah menguat pada bulan
Desember seiring dengan aliran modal yang kembali
masuk terutama untuk pembelian Surat Utang
Negara (SUN).
Selama triwulan IV tahun 2016, mayoritas pergerakan mata uang berbagai negara melemah terhadap USD.
Penguatan mata uang terjadi pada Real Brazil, Rand Afrika, Yen Jepang, Rubel Rusia, Rupiah Indonesia, dan Baht Thailand.
25
Gambar 6. Apresiasi dan Depresiasi Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD per akhir Oktober-Desember 2016 (% YtD)
Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan
Inflasi
Pada akhir triwulan IV tahun 2016, terjadi
peningkatan inflasi di negara maju seperti kawasan
Euro, Inggris, Jepang, dan Amerika Serikat (Tabel 5).
Peningkatan inflasi pada negara maju sebagian
besar disebabkan oleh peningkatan harga minyak
dunia. Di negara kawasan Euro peningkatan inflasi
berasal dari sektor energi seiring dengan
peningkatan harga minyak dunia. Sementara itu
peningkatan inflasi AS terutama didorong oleh
peningkatan pada personal consumption
expenditure (PCE). Peningkatan inflasi di Inggris
terutama didorong oleh meningkatnya harga
Secara YoY, pada akhir triwulan IV tahun 2016 inflasi negara-negara maju meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
26
pangan, transportasi udara, dan biaya bahan
mentah industri yang juga merupakan salah satu
akibat dari peningkatan harga energi dunia.
Sementara di Jepang, kenaikan inflasi dari triwulan
III ke triwulan IV terutama disebabkan oleh naiknya
harga bahan makanan segar (fresh foods).
Tabel 5. Tingkat Inflasi Global Triwulan IV Tahun 2016 (% YoY)
September
(1) Oktober
(2) November
(3) Desember
(4)
Perbandingan akhir Tw III dan IV tahun 2016 (%)
(4)-(1)
Indonesia 3,07 3,31 3,58 3,02 0,05
BRIC
Brazil 8,48 7,87 6,99 6,29 2,19
Russia 6,4 6,1 5,8 5,4 1,0
India 4,14 3,35 2,59 2,23 1,91
Tiongkok (Tiongkok) 1,9 2,1 2,3 2,1 0,2
ASEAN
Singapura -0,2 -0,1 0 0,2 0,4
Malaysia 1,5 1,4 1,8 1,8 0,3
Thailand 0,38 0,34 0,6 1,13 0,75
Filipina 2,3 2,3 2,5 2,6 0,3
Vietnam 3,34 4,09 4,52 4,74 1,40
Negara Maju
Kawasan Euro 0,4 0,5 0,6 1,1 0,7
Amerika Serikat 1,5 1,6 1,7 2,1 0,6
Inggris 1,0 0,9 1,2 1,6 0,6
Jepang -0,5 0,1 0,5 0,3 0,8
Keterangan: tingkat inflasi naik tingkat inflasi turun
Sumber: Bloomberg, data
Peningkatan inflasi pada negara berkembang
(emerging market) terutama dialami oleh negara-
negara kawasan ASEAN, yaitu: Singapura, Malaysia,
Thailand, Filipina, dan Vietnam. Peningkatan harga
energi di masing-masing negara merupakan salah
satu faktor peningkatan inflasi. Di sisi lain, ada
beberapa negara berkembang yang mengalami
penurunan laju inflasi (Tabel 5), yaitu: Indonesia,
Brazil, Rusia, dan India yang antara lain disebabkan
oleh rendahnya harga pada komoditas selain energi.
Mayoritas negara ASEAN juga mengalami peningkatan inflasi, kecuali Indonesia.
27
Suku Bunga Kebijakan
Peningkatan suku bunga The Fed pada Desember
2016 merupakan kali kedua sejak tahun 2006.
Keputusan The Fed tersebut didasarkan pada
pertumbuhan ekonomi yang stabil dan tingkat
pengangguran yang semakin menurun menjadi 4,6
persen pada November 2016. Tingkat pengangguran
ini merupakan yang terendah di AS sejak Agustus
tahun 2007. Peningkatan suku bunga The Fed juga
didasarkan pada peningkatan inflasi AS yang
mencapai 1,7 persen pada November 2016 dan
kembali meningkat menjadi 2,1 persen pada
Desember 2016 (Tabel 5). Tingkat inflasi ini
diperkirakan telah mencapai tingkat non-
accelerating inflation rate of unemployment (NAIRU)
yang memberikan peluang besar The Fed untuk
melakukan normalisasi kebijakan suku bunganya.
Selama triwulan IV tahun 2016, European Central
Bank (ECB) tetap mempertahankan suku bunga
acuannya pada tingkat 0 (nol) persen. Akan tetapi,
ECB masih melanjutkan kebijakan stimulus moneter
melalui perluasan program quantitative easing-nya
hingga akhir tahun 2017 dengan pembelian obligasi
bulanan yang terbatas. Sama halnya dengan ECB,
Bank of Japan (BoJ) juga tetap mempertahankan
stimulus dengan tidak mengubah suku bunganya
pada tingkat -0,1 persen diiringi dengan target yield
obligasi tenor 10 tahun yang tetap. BoJ mulai
mengalihkan fokus stimulus moneter melalui jumlah
uang beredar untuk mengendalikan suku bunganya
dengan melakukan pembatasan pembelian obligasi.
Kebijakan ini memberikan dampak pada inflasi yang
meningkat 0,8 persen pada akhir triwulan IV tahun
2016 dibandingkan akhir triwulan III tahun 2016
(Tabel 6). Kebijakan untuk mempertahankan suku
bunga juga dilakukan oleh Bank of England yang
Sementara itu, ECB, BoJ, dan BoE memilih untuk menahan suku bunganya selama triwulan IV tahun 2016.
Pada triwulan IV tahun 2016, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) mengambil langkah untuk kembali meningkatkan suku bunganya setelah Desember 2015.
28
didasari pada kondisi ekonomi yang belum stabil di
tengah peningkatan suku bunga The Fed.
Sementara, People Bank of Tiongkok (PBoC) memilih
untuk mempertahankan suku bunganya. Suku
bunga saat ini dianggap sejalan dengan fundamental
ekonomi Tiongkok. Kebijakan moneter Tiongkok
diarahkan untuk lebih berhati-hati dalam
penyediaan likuiditas dengan mengandalkan
kebijakan operasi pasar terbuka dan instrumen
pinjaman jangka menengah dalam mengatur
likuiditasnya.
Tabel 6. Suku Bunga Kebijakan Beberapa Negara (persen)
Negara September Oktober November Desember
Amerika Serikat 0,50 0,50 0,50 0,75
Kawasan Eropa 0 0 0 0
Inggris 0,25 0,25 0,25 0,25
Jepang -0,10 -0,10 -0,10 -0,10
Tiongkok 4,35 4,35 4,35 4,35
Brazil 14,25 14,00 13,75 13,75
Meksiko 4,75 4,75 5,25 5,75
Turki 7,50 7,50 8,00 8,00
India 6,50 6,25 6,25 6,25
Indonesia 5,00 4,75 4,75 4,75
Australia 1,50 1,50 1,50 1,50
Korea Selatan 1,25 1,25 1,25 1,25
Sumber: Bank Indonesia
Bank sentral Australia, Korea Selatan, dan beberapa
bank sentral emerging market memutuskan untuk
tidak mengubah suku bunganya setelah The Fed
meningkatkan suku bunga pada Desember tahun
2016. Hal ini didasarkan pada prinsip kehati-hatian
bank sentral dalam merespon kebijakan suku bunga
global karena dianggap masih beresiko pada pasar
keuangan global. Sebaliknya, salah satu bank sentral
yang merespon peningkatan suku bunga The Fed
dengan menaikkan suku bunganya adalah The Bank
of Mexico. Bank sentral Meksiko menaikkan suku
PBoC memilih untuk menahan suku bunganya selama triwulan IV tahun 2016.
Sejumlah bank sentral, baik negara emerging market maupun negara maju juga memilih untuk tidak mengubah suku bunganya dalam merespon peningkatan The Fed Fund rate.
29
bunga bulan Oktober dan November masing-masing
menjadi 5,25 dan 5,75 persen seiring dengan
peningkatan tekanan inflasi yang dialaminya.
Cadangan Devisa
Selama triwulan IV tahun 2016 terjadi tren
penurunan cadangan devisa di berbagai negara, baik
negara maju maupun emerging market (Tabel 7).
Pada negara maju, penurunan tertinggi secara QtQ
dialami oleh negara kawasan Euro dan Inggris. Pada
negara emerging market, penurunan tertinggi
secara QtQ dialami oleh Tiongkok dan Filipina.
Kondisi sebaliknya terjadi pada cadangan devisa
bank sentral Indonesia (BI) yang secara QtQ
mengalami peningkatan tipis sebesar 0,6 persen
dimana sebelumnya pada bulan Oktober dan
November tahun 2016 sempat menurun.
Peningkatan tersebut berasal dari penerbitan global
bonds dan penarikan pinjaman luar negeri
pemerintah, serta penerimaan pajak dan devisa
migas, yang melampaui kebutuhan devisa untuk
pembayaran utang luar negeri pemerintah dan SBBI
valas jatuh tempo.
Tabel 7. Posisi Cadangan Devisa Beberapa Bank Sentral (miliar USD)
Sep’16 Okt’16 Nov’16 Des’16 % QtQ
BRIC
Brazil 370,4 367,5 365,6 365,0 -1,5
Rusia 397,7 390,7 385,3 377,7 -5,0
India 372 366,2 361,1 358,9 -3,5
Tiongkok (Tiongkok) 3264,1 3216,3 3141,1 3097,8 -5,1
ASEAN-5
Indonesia 115,7 115,0 111,5 116,4 0,6
Malaysia 97,7 97,8 96,4 94,5 -3,3
Singapura 253,4 251,4 247,8 246,6 -2,7
Thailand 180,5 180,3 174,7 171,9 -4,8
Filipina 86,1 85,1 81,5 80,7 -6,3
Negara Maju
Jepang 1260,1 1242,8 1219,3 1216,9 -3,4
Pada triwulan IV tahun 2016, posisi cadangan devisa pada sebagian besar negara emerging market dan negara maju mengalami penurunan dibandingkan triwulan III tahun 2016.
30
Sep’16 Okt’16 Nov’16 Des’16 % QtQ
Kawasan Euro 811,4 785,1 751,4 745,9 -8,1
Inggris 172,3 169,0 161,7 158,5 -8,0
Amerika Serikat 121,2 119,1 115,7 114,7 -5,4
Sumber: International Monetary Fund, official reserve assets.
PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL
Perkembangan Harga Internasional
Berdasarkan data harga komoditas internasional
yang didapat dari Commodity Markets Outlook Bank
Dunia Januari 2016, harga beberapa komoditas yang
di ekspor Indonesia mengalami penurunan sampai
akhir triwulan IV tahun 2016, diantaranya Mexican
Shrimp sebesar 22,0 persen, Nickel sebesar 19,1
persen, Coffee robusta sebesar 12,2 persen, Copper
sebesar 11,7 persen, dan Crude Oil sebesar 11,3
persen.
Sementara itu, beberapa komoditas sudah
mengalami kenaikan harga sampai dengan akhir
triwulan IV tahun 2016 diantaranya komoditas
Australian Coal dan Palm Oil yang harganya naik
berturut-turut sebesar 14,6 persen dan 12,4 persen
(YoY).
Tabel 8. Perkembangan Harga untuk Komoditas terpilih Periode Bulan Januari-Desember Tahun 2016
KOMODITAS Unit Okt-16 Nop-16 Des-16 Jan-Des 2016
ENERGI Coal, Australia ($/mt) 93,2 100,0 86,3 65,9
Crude Oil, West Texas ($/bbl) 49,9 45,6 52,0 43,2
PERTANIAN
Cocoa ($/kg) 2,7 2,5 2,3 2,9
Coffe, robusta ($/kg) 2,3 2,3 2,3 2,0
Palm Oil ($/mt) 716,0 751,0 788,0 700,0
Soybeans ($/mt) 403,0 412,0 420,0 406,0
Shrimp, Mexican ($/kg) 12,8 12,4 12,4 11,2
Woodpulp ($/mt) 875,0 875,0 875,0 875,0
Rubber*, Singapore/MYS ($/kg) 1,7 1,9 2,2 1,6
Sampai dengan akhir
triwulan IV tahun 2016,
sebagian besar harga
komoditas internasional
terpilih mengalami
kenaikan.
31
KOMODITAS Unit Okt-16 Nop-16 Des-16 Jan-Des 2016
LOGAM & MINERAL
Copper ($/mt) 4.731,0 5.451,0 5.660,0 4.868,0
Iron ore ($/dmtu) 58,4 73,0 80,0 58,4
Nickel ($/mt) 9.595,0 11.129,0 10.972,0 9.595,0
Tin ($/mt) 20.100,0 21.126,0 21.204,0 17.934,0
Zinc ($/mt) 2.090,0 2.566,0 2.665,0 2.090,0
INFLASI Unit Okt-16 Nop-16 Des-16 Jan-Des 2016
ENERGI
Coal, Australia (%) 62,1 7,3 -13,7 14,6
Crude Oil, West Texas (%) 2,5 -8,6 14,0 -11,3
PERTANIAN
Cocoa (%) -13,7 -8,5 -7,3 -8,0
Coffe, robusta (%) 3,2 0,0 -1,7 -12,2
Palm Oil (%) 14,9 4,9 4,9 12,4
Soybeans (%) 3,3 2,2 1,9 4,1
Shrimp, Mexican (%) -10,9 -3,4 0,0 -22,0
Woodpulp (%) 0,0 0,0 0,0 0,0
Rubber*, Singapore/MYS (%) 5,7 12,7 19,3 2,5
LOGAM & MINERAL
Copper (%) -14,1 15,2 3,8 -11,7
Iron ore (%) 4,7 25,0 9,6 4,7
Nickel (%) -19,1 -99,9 98.489,3 -19,1
Tin (%) 25,1 5,1 0,4 11,6
Zinc (%) 8,2 22,8 3,9 8,2
Sumber : CMO Pink Sheet, World Bank
Harga Minyak Dunia dan Gas Alam
Pergerakan harga minyak mentah dunia pada
triwulan IV secara umum mengalami peningkatan
dari triwulan sebelumnya dengan harga rata-rata
mencapai USD49,1 per barel. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu dampak kesepakatan Negara-
negara OPEC pada tanggal 30 November 2016 untuk
mengurangi tingkat produksi sebesar 1,2 juta barel
per hari dan negara-negara Non OPEC mengurangi
produksi sebesar 558 ribu barel per hari. Selain itu,
berdasarkan proyeksi OPEC, permintaan minyak
Kondisi harga minyak mentah dunia pada triwulan IV mengalami peningkatan yang disebabkan oleh kesepakatan Negara-negara OPEC dan Non OPEC untuk mengurangi tingkat produksi tanggal 30 November 2016.
32
mentah global Januari 2017 naik sebesar 0,01 juta
barel per hari menjadi 95,56 juta barel per hari dari
proyeksi bulan sebelumnya yaitu sebesar 95,55 juta
barel per hari. Faktor lainnya adalah menurut EIA
proyeksi pasokan minyak mentah Non OPEC tahun
2017 turun sebesar 0,20 juta barel per hari menjadi
57,00 juta barel per hari dari proyeksi bulan
sebelumnya sebesar 57,20 juta barel per hari.
Harga minyak mentah Indonesia mengikuti
pergerakan minyak mentah utama di pasar
internasional, karena kesepakatan negara-negara
Non OPEC seperti Rusia, Meksiko dan Oman
mengurangi produksi sebesar 558 ribu barel per
hari. Selain itu stok minyak mentah komersial
Amerika Serikat turun menjadi 486,1 juta barel dan
stok distillate turun 2,6 juta barel menjadi sebesar
151,6 juta barel (EIA, 2016). Untuk kawasan Asia
Pasifik, peningkatan harga minyak mentah juga
dipengaruhi oleh Plant Petrokimia terbaru di India,
kondisi geopolitik yang tidak stabil di Timur Tengah,
dan crude oil throughput kilang-kilang minyak di
Taiwan pada bulan Desember 2016 sebesar 890 ribu
barel per hari (Kementerian ESDM, 2017).
Tabel 9. Perkembangan Harga Minyak dan Gas Dunia
Harga Minyak Mentah dan Gas Dunia
Rata-rata Triwulanan Rata-rata Bulanan
2015 2016 2016
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Okt Nov Des
Minyak Mentah (USD/barel)
Crude Oil (Rata-rata) 51,6 60,5 48,8 42,2 32,7 44,8 44,7 49,1 49,3 45,3 52,6
Crude Oil; Brent 53,9 62,1 50,0 43,4 34,4 46,0 45,8 50,1 49,7 46,4 54,1
Crude Oil; Dubai 52,2 61,4 49,9 41,2 30,6 42,9 43,4 47,9 48,3 43,8 51,8
Crude Oil; WTI 48,6 57,8 46,4 42,0 33,2 45,5 44,9 49,2 49,9 45,6 52,0
Indonesian Crude Price Oil 51,6 60,5 45,9 40,2 30,2 42,1 41,3 46,1 45,8 42,4 50,1
Gas (USD/mmbtu)
Gas Alam (US) 2,8 2,7 2,8 2,1 2,0 2,1 2,9 3,01 2,50 3,58 3,26
Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM, EIA
Harga minyak ICP mulai mengalami peningkatan sejalan dengan harga minyak mentah utama di pasar internasional.
33
Harga gas alam dunia masih terus meningkat hingga
triwulan IV tahun 2016. Hal ini disebabkan oleh
melambatnya produksi dan meningkatnya konsumsi
gas alam terutama untuk sektor pembangkit listrik.
Selain itu permintaan yang tinggi terhadap gas alam
juga dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang sangat
dingin karena kondisi polar vortex. Ekspor gas alam
dari Amerika ke Asia pada bulan Desember 2016
juga meningkat menjadi sebesar 42,8 juta kubik
karena kondisi dingin di Asia yang meningkatkan
permintaan untuk penghangat ruangan.
Pada triwulan IV tahun 2016, harga gas alam mengalami peningkatan seiring dengan permintaan yang menguat, penurunan produksi, permintaan ekspor yang meningkat.
34
Harga Komoditas Utama Pangan
Komoditas utama pangan yang disoroti perkembangan harganya pada periode triwulan IV tahun 2016, yaitu: beras, gula, gandum, jagung, dan kacang kedelai. Selama periode Oktober-Desember tahun 2016, indeks harga komoditas beras, gandum, kacang kedelai, dan jagung bergerak fluktuatif. Sementara itu, indeks harga gula bergerak menurun (Gambar 7). Harga gula internasional secara MtM mengalami penurunan, namun masih meningkat secara YtD maupun YoY (Lampiran 3), yang disebabkan oleh penurunan produksi akibat anomali cuaca di Brazil dan India, dua negara produsen gula terbesar di dunia. Hal ini membuat sebagian besar negara pengimpor gula terkena dampak termasuk Indonesia melalui peningkatan harga gula dalam negeri secara YtD dan YoY (Lampiran 3).
Gambar 7. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pangan Global
Sumber: Bloomberg, data diolah
(1 Januari 2016=100)
70
90
110
130
150
170
BERAS GULA GANDUM JAGUNG KACANG KEDELAI
Hingga akhir triwulan IV tahun 2016, pergerakan indeks harga komoditas pangan cukup berfluktuasi.
35
ISU TERKINI KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL
Amerika Serikat Menarik Diri dari Trans Pasific Patnership (TPP)
Sesuai dengan kampanyenya untuk menarik
Amerika Serikat dari perjanjian TPP, tindakan
pertama Donald Trump setelah dilantik menjadi
Presiden Amerika Serikat adalah menyatakan secara
resmi mundur dari kesepakatan TPP yang diinisiasi
oleh Barack Obama. Kenyataan diatas menunjukkan
bahwa dalam hal perdagangan, Trump konsisten
dengan sikap oposisi terhadap perdagangan
multilateral, Trump lebih menyukai kesepakatan
perdagangan bilateral.
Segera setelah ditandatanganinya dekrit eksekutif
resmi untuk menarik Amerika Serikat keluar dari
TPP, opini umum internasional telah memberikan
reaksi yang saling bertentangan. Jepang
memberitahukan akan “menggunakan semua
kesempatan” untuk meyakinkan Presiden Donald
Trump bahwa keanggotaan Amerika Serikat sangat
diperlukan dalam TPP. Selandia Baru
memberitahukan bahwa negara ini sedang
membahas tentang “rencana B” terhadap TPP dan
mungkin akan ada keikutsertaan Tiongkok. Tiongkok
bersedia menjadi pengganti untuk memenuhi ruang
kosong itu, menjadi pemimpin kawasan dalam
menetapkan berbagai permufakatan perdagangan.
Dalam kenyataannya, walaupun tidak ikut serta
dalam TPP, Tiongkok terlibat dalam penyelesaian
Regional Comprehensive Economic Partnership
(RCEP).
Keluarnya Amerika Serikat dari TPP bukanlah titik
habis terhadap perjanjian perdagangan yang
ambisius ini. Mayoritas negara anggota TPP sedang
mempertimbangkan kemungkinan melanjutkan
perjanjian ini tanpa partisipasi Amerika Serikat. Akan
tetapi, penarikan Amerika Serikat dari TPP mungkin
Amerika Serikat
menarik diri dari
perjanjian TPP,
perekonomian AS
dibawah Trump akan
cenderung protektif.
Muncul kemungkinan
Tiongkok akan masuk
kedalam perjanjian
TPP.
36
menimbulkan akibat-akibat negatif dalam jangka-
panjang, tidak hanya terhadap perekonomian
Amerika Serikat saja, tapi juga terhadap
perekonomian global, salah satunya adalah
kemungkinan Tiongkok untuk menerapkan hal yang
sama terhadap Amerika Serikat dan negara-negara
mitra dagangnya.
KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL
Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia
Perkembangan perjanjian ekonomi internasional
yang dilakukan Indonesia dijelaskan pada tabel di
bawah.
Tabel 10. Status Perjanjian Ekonomi Internasional (per Desember 2016)
No PERJANJIAN EKONOMI STATUS
1 ASEAN-EU Free Trade Agreement (FTA) Negotiations launched
(the 7th round of negotiations)
2 ASEAN-Hong Kong, Tiongkok Free Trade Agreement Negotiations launched
(the 3rd round of negotiations)
3 Indonesia-India Comprehensive Economic Cooperation Arrangement
Negotiations launched
4 Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement
Negotiations launched (the 5th round of
negotiations)
5 Indonesia-European Free Trade Association Free Trade Agreement Negotiations launched (Notified to the WTO:
Early Notification)
6 Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement Negotiations launched
(the 2nd round of negotiations)
7 Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) Negotiations launched
(the 13th round of negotiations)
8 Indonesia-Republic of Korea Free Trade Agreement Negotiations launched
(the 7th round of negotiations)
9 Indonesia-Chile FTA Negotiations launched
10 Indonesia-Turki FTA Proposed
(under consultation and stud)y
11 Indonesia-Peru FTA Proposed
(under consultation and study)
37
No PERJANJIAN EKONOMI STATUS
12 Trade Preferential System of the Organization of the Islamic Conference
Signed but not yet In Effect
13 ASEAN Free Trade Area Signed and In Effect
14 ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement Signed and In Effect
15 ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect
16 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Signed and In Effect
17 ASEAN-Tiongkok Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect
18 ASEAN-Republic of Korea Comprehensive Economic Cooperation Agreement
Signed and In Effect
19 Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement Signed and In Effect
(under the review process)
20 Pakistan-Indonesia Free Trade Agreement Signed and In Effect
21 Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing Countries
Signed and In Effect
Sumber: ARIC database, ADB; Ditjen KPI, Kemendag
Perkembangan Perjanjian Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA)
Tabel 11. Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia
Periode SKA Preferensi
(%) SKA Nonpreferensi
(%) SKA Preferensi + SKA Non Preferensi
(%)
2012 45,4 11,8 57,2
2013 50,7 12,4 63,1
2014 50,6 11,9 62,5
2015 72,3 13,5 85,8
2016 57.2 12.6 69.8
Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag
Sepanjang tahun 2016, penggunaan SKA Preferensi
dan SKA Nonpreferensi mencapai 69,8 persen
terhadap total ekspor Indonesia dimana SKA
Preferensi mendominasi penggunaan SKA dengan
utilisasi 57,2 persen. Form A yang merupakan SKA
Preferensi atas Generalized System of Preferences
Certificate of Origin paling banyak dimanfaatkan
sepanjang tahun 2016 dengan tingkat utilisasi 15,8
persen. Pada kurun waktu yang sama Form B
mendominasi utilisasi penggunaan SKA
Nonpreferensi dengan tingkat utilisasi 11,6 persen
(Gambar 9).
Penggunaan SKA Preferensi
dan SKA Nonpreferensi
mencapai 69,8 persen
terhadap total ekspor
Indonesia pada tahun 2016.
38
Gambar 8. Persentase Penggunaan SKA Preferensi terhadap Total SKA Preferensi
Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag (diolah)
Gambar 9. Persentase Penggunaan SKA Nonpreferensi terhadap Total SKA Nonpreferensi
Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag (diolah)
Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA
Pada tahun 2016, Indonesia mengalami surplus
neraca perdagangan dengan Bangladesh, Brunei
Darussalam, Filipina, India, Iran, Jepang, Kamboja,
Korea Selatan, Laos, Mesir, Myanmar, Pakistan,
dan Turki. Sementara itu pada periode yang sama,
Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan
dengan Australia, Malaysia, Nigeria, Selandia
Baru, Singapura, Thailand, Tiongkok dan Vietnam.
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
2014 2015 2016
Share SKA Preferensi Terhadap Total Ekspor Indonesia (Tahunan)
Form A
Form E
Form D
Form AI
Form AK
2014 2015 2016
Form B 11,0% 12,3% 11,6%
Form ICO 0,8% 1,2% 1,0%
Form TP 0,0% 0,0% 0,0%
Form ANEXO III 0,0% 0,0% 0,0%
0,0%
3,0%
6,0%
9,0%
12,0%
15,0%
Share SKA Non-Preferensi Terhadap Total Ekspor Indonesia (Tahunan)
Indonesia mengalami surplus
neraca perdagangan dengan 13
negara mitra FTA (sebesar USD
20,6 miliar) dan defisit neraca
perdagangan dengan 8 negara
mitra FTA (sebesar USD24,2
miliar) pada tahun 2016.
39
Tabel 12. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Oseania (juta USD)
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Tabel 13. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Selatan (juta USD)
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015
2016 Perubahan (%)
2016/2015
ekspor 1377,6 1340,8 1,8 1266,7 -5,5
migas 2,3 0,2 -4,3 0,7 238,3
non migas 1375,3 1340,6 1,8 1266,0 -5,6
impor 71,3 59,5 12,8 68,4 15,0
migas 0 0 0 0,0 0,0
non migas 71,3 59,5 12,8 68,4 15,0
neraca perdagangan 1306,3 1281,3 1,4 1198,3 -6,5
migas 2,3 0,2 0 0,7 238,3
non migas 1304 1281,1 1,4 1197,6 -6,5
ekspor 12249 11731 -2,7 10093,8 -14,0
migas 25,2 129 10,2 169,6 31,4
non migas 12223,7 11602 -2,8 9924,3 -14,5
impor 3952,1 2741,4 -9,5 2873,7 4,8
migas 388,2 75,7 -23,9 29,4 -61,1
non migas 3563,9 2665,7 -8,8 2844,2 6,7
neraca perdagangan 8296,9 8989,6 0,1 7220,1 -19,7
migas -363 53,3 0 140,1 162,9
non migas 8659,9 8936,2 -0,5 7080,0 -20,8
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015
2016 Perubahan (%)
2016/2015
ekspor 4948,4 3702,3 -7,8 3198,7 -13,6
migas 1251,8 707,7 -24 538,3 -23,9
non migas 3696,5 2994,6 0,4 2660,4 -11,2
impor 5647,5 4815,8 -0,8 5257,1 9,2
migas 156,7 143,4 103,7 731,7 410,3
non migas 5490,8 4672,4 -1,3 4525,3 -3,1
neraca perdagangan -699,1 -1113,5 0 -2058,3 84,9
migas 1095,1 564,3 -27,2 -193,5 -134,3
non migas -1794,2 -1677,8 -3,9 -1864,9 11,2
ekspor 481,4 436,3 4,2 366,5 -16,0
migas 21,4 39,2 124,5 9,0 -77,1
non migas 460 397 3,7 357,6 -9,9
impor 836 637 -0,9 660,8 3,7
migas 0 8,6 0 0,0 -100,0
non migas 836 628,4 -1,1 660,8 5,2
neraca perdagangan -354,6 -200,8 -7,9 -294,3 46,5
migas 21,4 30,6 113,6 9,0 -70,7
non migas -376 -231,3 -7,2 -303,2 31,1
40
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015
2016 Perubahan (%)
2016/2015
ekspor 2045,3 1989,6 20,9 2018,2 1,4
migas 0 0 -82,3 0,0 0,0
non migas 2045,3 1989,5 21,1 2018,2 1,4
impor 159,4 174,5 -8,4 158,1 -9,4
migas 0 0 0 0,0 0,0
non migas 159,4 174,5 -7 158,1 -9,4
neraca perdagangan 1885,9 1815,1 26,5 1860,1 2,5
migas 0 0 0 0,0 0,0
non migas 1885,9 1815 26,2 1860,1 2,5
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Tabel 14. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Tenggara (juta USD)
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015
2016 Perubahan (%)
2016/2015
ekspor 100,3 91,2 4,3 90,0 -1,3
migas 0 0 0 0,1 0,0
non migas 100,3 91,2 4,3 90,0 -1,4
impor 594,3 131,4 -31,3 87,7 -33,2
migas 568,1 104,7 -34,2 79,7 -23,8
non migas 26,2 26,7 21,5 8,0 -70,0
neraca perdagangan -494 -40,2 -44,7 2,3 -105,7
migas -568,1 -104,7 -34,2 -79,7 -23,9
non migas 74,1 64,5 -0,1 82,0 27,1
ekspor 3887,8 3921,7 1,7 5270,8 34,4
migas 1 4,7 -44,9 14,0 198,1
non migas 3886,8 3917 1,8 5256,8 34,2
impor 699,7 683,1 -5,6 821,7 20,3
migas 1,6 3,1 -26,8 1,6 -47,7
non migas 698,1 680 -5,5 820,1 20,6
neraca perdagangan 3188,1 3238,6 3,6 4449,1 37,4
migas -0,6 1,6 0 12,4 674,3
non migas 3188,7 3237 3,7 4436,7 37,1
ekspor 415,8 429,7 14,6 425,4 -1,0
migas 0,1 0 -59,1 0,0 0,0
non migas 415,7 429,7 14,7 425,4 -1,0
impor 18,7 21,1 27,6 25,3 20,0
migas 0 0 0 0,0 0,0
non migas 18,7 21,1 27,6 25,3 20,0
neraca perdagangan 397,1 408,6 14,1 400,1 -2,1
migas 0,1 0 -59,1 0,0 0,0
non migas 397 408,6 14,2 400,1 -2,1
41
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015
2016 Perubahan (%)
2016/2015
ekspor 4,5 7,7 -17 5,9 -23,7
migas 0 0 0 0,0 0,0
non migas 4,5 7,7 -17 5,9 -23,7
impor 51,3 0,8 19,8 4,2 424,5
migas 0 0 0 0,0 0,0
non migas 51,3 0,8 19,8 4,2 424,5
neraca perdagangan -46,7 6,9 0 1,7 -75,7
migas 0 0 0 0,0 0,0
non migas -46,7 6,9 0 1,7 -75,7
ekspor 9730 7630,9 -8,4 7110,8 -6,8
migas 3332,8 1403,1 -3,2 1098,7 -21,7
non migas 6397,2 6227,8 -10,1 6012,0 -3,5
impor 10855,4 8530,7 -5 7199,5 -15,6
migas 5076,9 3551,3 -6,7 2469,4 -30,5
non migas 5778,5 4979,4 -3,7 4730,1 -5,0
neraca perdagangan -1125,4 -899,8 0 -88,7 -90,1
migas -1744,1 -2148,2 -10,9 -1370,7 -36,2
non migas 618,7 1248,4 -28 1281,9 2,7
ekspor 566,9 615,7 15,3 615,7 0,0
migas 0,6 2,2 22,6 12,3 461,2
non migas 566,4 613,4 15,2 603,3 -1,6
impor 122,1 160,4 25,6 113,4 -29,3
migas 0 0 0 0,0 0,0
non migas 122,1 160,4 25,6 113,4 -29,3
neraca perdagangan 444,8 455,3 12,6 502,2 10,3
migas 0,6 2,2 22,6 12,3 461,2
non migas 444,3 453 12,6 489,9 8,1
ekspor 16728,3 12632,6 -7,5 11211,1 -11,3
migas 6662,4 3971,6 -11,4 2502,5 -37,0
non migas 10065,9 8661 -5,3 8708,6 0,6
impor 25185,7 18022,5 -7,4 14493,7 -19,6
migas 15035,1 9047,2 -10,4 6876,3 -24,0
non migas 10150,5 8975,3 -3,6 7617,4 -15,1
neraca perdagangan -8457,3 -5389,9 -7 -3282,6 -39,1
migas -8372,7 -5075,6 -9,4 -4373,8 -13,8
non migas -84,6 -314,3 0 1091,2 -447,2
ekspor 5783,1 5507,3 -2,7 5392,4 -2,1
migas 780,2 906,8 2,7 783,7 -13,6
non migas 5002,9 4600,5 -3,5 4608,7 0,2
impor 9781 8083,4 -6,4 8662,9 7,2
migas 86,3 64,7 -20,2 62,2 -3,9
non migas 9694,8 8018,7 -6,2 8600,7 7,3
42
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015
2016 Perubahan (%)
2016/2015
neraca perdagangan -3997,9 -2576,1 -12,2 -3270,5 27,0
migas 693,9 842,1 7,1 721,5 -14,3
non migas -4691,8 -3418,2 -9,3 -3992,0 16,8
ekspor 2451,3 2740,2 3,9 3045,5 11,1
migas 14,9 3,3 -48,2 14,1 326,1
non migas 2436,3 2736,9 4,6 3031,4 10,8
impor 3417,8 3161,5 8,8 3228,4 2,1
migas 192,4 0,1 -66,6 53,2 53134,2
non migas 3225,4 3161,4 8,9 3175,2 0,4
neraca perdagangan -966,5 -421,4 91 -182,9 -56,6
migas -177,4 3,2 0 -39,2 -1324,1
non migas -789,1 -424,5 76,8 -143,7 -66,1
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) Keterangan (*) : proporsi terhadap total ekspor ke ASEAN
Tabel 15. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Timur Tengah (juta USD)
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015
2016 Perubahan (%)
2016/2015
ekspor 406,1 216,5 -24 235,2 8,6
migas 0 0 0 0,4 0,0
non migas 406,1 216,5 -24 234,8 8,5
impor 42,5 56,6 -58,5 103,3 82,5
migas 25,2 18 -66,4 75,0 316,4
non migas 17,4 38,6 -43,2 28,4 -26,5
neraca perdagangan 363,6 159,9 0 131,9 -17,5
migas -25,1 -18 -66,3 -74,6 314,4
non migas 388,7 178 -18,7 206,5 16,0
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Tabel 16. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Timur (juta USD)
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015
2016 Perubahan (%)
2016/2015
ekspor 23117,5 18020,9 -14,1 16102,0 -10,6
migas 8551,7 4924,8 -23,6 2889,1 -41,3
non migas 14565,7 13096,1 -8,1 13213,0 0,9
impor 17007,6 13263,5 -10 13023,4 -1,8
migas 69,4 30,8 -20,1 58,0 88,4
non migas 16938,2 13232,7 -10 12965,4 -2,0
43
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015
2016 Perubahan (%)
2016/2015
neraca perdagangan 6109,9 4757,4 -21,2 3078,6 -35,3
migas 8482,3 4894 -23,6 2831,1 -42,2
non migas -2372,4 -136,6 -38,1 247,5 -281,2
ekspor 10601,1 7664,4 -17,1 7005,4 -8,6
migas 4884,2 2224,8 -28,1 1744,3 -21,6
non migas 5716,9 5439,7 -7,8 5261,1 -3,3
impor 11847,4 8427,2 -8,4 6677,6 -20,8
migas 4091 2148,6 -16,4 765,4 -64,4
non migas 7756,4 6278,6 -4 5912,2 -5,8
neraca perdagangan -1246,3 -762,8 0 327,8 -143,0
migas 793,2 76,2 -60,5 978,9 1184,6
non migas -2039,5 -838,9 0 -651,1 -22,4
ekspor 17605,9 15046,4 -10 16769,6 11,5
migas 1146,9 1785,7 9,8 1672,8 -6,3
non migas 16459,1 13260,7 -11,4 15096,8 13,8
impor 30624,3 29410,9 2,8 30797,4 4,7
migas 162,8 186,1 -31,3 111,0 -40,4
non migas 30461,6 29224,8 3,3 30686,4 5,0
neraca perdagangan -13018,4 -14364,5 41,6 -14027,8 -2,3
migas 984,1 1599,7 34,6 1561,8 -2,4
non migas -14002,5 -15964,1 40,3 -15589,6 -2,3
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Tabel 17. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Afrika (juta USD)
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015
2016 Perubahan (%)
2016/2015
ekspor 1341 1197,9 -0,3 1110,4 -7,3
migas 0 26,2 0 0,0 -100,0
non migas 1341 1171,7 -0,7 1110,4 -5,2
impor 145,9 243,1 0,6 351,4 44,5
migas 0 132,9 0 257,6 93,8
non migas 145,9 110,2 -14,1 93,8 -14,9
neraca perdagangan 1195,1 954,8 -0,6 759,1 -20,5
44
migas 0 -106,7 0 -257,5 141,4
non migas 1195,1 1061,5 1,6 1016,6 -4,2
ekspor 648,8 445,7 3,7 310,8 -30,3
migas 0,3 0,3 87,7 0,2 -27,9
non migas 648,5 445,4 3,7 310,6 -30,3
impor 3306,3 1288,2 -2,9 1288,0 0,0
migas 3286,1 1284,5 -2,6 1280,1 -0,3
non migas 20,2 3,7 -33,2 7,9 113,2
neraca perdagangan -2657,5 -842,4 -5,1 -977,1 16,0
migas -3285,7 -1284,2 -2,6 -1279,9 -0,3
non migas 628,2 441,8 5,1 302,7 -31,5
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Tabel 18. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Eropa (juta USD)
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015
2016 Perubahan (%)
2016/2015
ekspor 1446,1 1158,8 -3,6 1024,1 -11,6
migas 0 0 0 0,1 0,0
non migas 1446,1 1158,8 -3,6 1024,0 -11,6
impor 1030,6 249,8 -3,7 311,1 24,5
migas 770,4 0,1 -22,4 32,9 32816,7
non migas 260,2 249,7 -7,9 278,2 11,4
neraca perdagangan 415,5 909 -8,4 713,0 -21,6
migas -770,4 -0,1 0 -32,8 32730,5
non migas 1185,9 909,1 -2,4 745,8 -18,0
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
45
46
47
PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA
PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA Perekonomian Indonesia pada triwulan IV tahun 2016
tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY), lebih rendah
dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang tumbuh
sebesar 5,2 persen (YoY) dan triwulan III tahun 2016
sebesar 5,0 persen (YoY). Secara kumulatif, pertumbuhan
ekonomi pada tahun 2016 sebesar 5,0 persen (YoY),
sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2015 yang
tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut
dipengaruhi oleh membaiknya kondisi perekonomian
global walaupun pertumbuhannya belum merata. Dari sisi
domestik, kinerja pertumbuhan ekonomi didorong oleh
membaiknya ekspor dan terjaganya permintaan domestik
terutama konsumsi rumah tangga yang tumbuh cukup
kuat, namun realisasi belanja pemerintah APBN lebih
rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun
sebelumnya akibat pemotongan anggaran.
Gambar 10. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 - Triwulan IV Tahun 2016 (Persen)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2016 dan sebesar 5,0 persen (YoY) secara kumulatif pada tahun 2016.
5,1
4,9 4,95,0
4,84,7 4,8
5,2
4,9
5,2
5,04,9
4,0
4,5
5,0
5,5
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
48
Dari sisi lapangan usaha, sektor Informasi dan Komunikasi
tumbuh paling tinggi yaitu sebesar 9,6 persen (YoY),
meningkat baik dibandingkan dengan triwulan IV tahun
2015 maupun triwulan III tahun 2016 yang masing-masing
sebesar 9,2 persen (YoY) dan 9,0 persen (YoY). Kinerja
tersebut didorong oleh peningkatan pendapatan data dan
internet Industri Telekomunikasi Indonesia.
Pada triwulan IV tahun 2016, Transportasi dan
Pergudangan tumbuh sebesar 7,9 persen (YoY) atau
meningkat dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2015
sebesar 7,7 persen (YoY), namun lebih rendah
dibandingkan triwulan III tahun 2016 yang tumbuh
sebesar 8,3 persen (YoY). Kinerja tersebut didorong oleh
meningkatnya kinerja Angkutan Udara.
Sementara itu, Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
tumbuh pada triwulan IV tahun 2016 sebesar 5,3 persen
(YoY), meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan
IV tahun 2015 dan triwulan III tahun 2016 yang sebesar 1,6
persen (YoY) dan 3,0 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut
didorong oleh peningkatan produktivitas tanaman pangan
akibat terjadinya curah hujan yang tinggi akibat La Nina.
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor tumbuh sebesar 3,9 persen (YoY) pada
triwulan IV tahun 2016 didorong oleh meningkatnya
penjualan mobil dan omset retail. Pertumbuhan tersebut
lebih tinggi dibandingkan triwulan IV tahun 2015 maupun
triwulan III tahun 2016 yang masing-masing tumbuh
sebesar 3,7 persen (YoY) dan 3,6 persen (YoY). Komponen
Perdagangan Mobil, Sepeda Motor, dan Reparasinya
tumbuh sebesar 2,9 persen (YoY), lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang sebesar 2,3
persen (YoY), namun lebih rendah dibandingkan triwulan
III tahun 2016 yang sebesar 2,9 persen (YoY). Komponen
Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda
Motor yang tumbuh sebesar 4,1 persen (YoY), meningkat
dibandingkan triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III
Dari sisi lapangan usaha Informasi dan komunikasi tumbuh paling tinggi, yaitu sebesar 9,6 persen (YoY).
Pada triwulan IV tahun 2016, Transportasi dan Pergudangan tumbuh sebesar 7,9 persen (YoY) didorong oleh meningkatnya Kinerja Angkutan Udara.
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor tumbuh lebih tinggi pada triwulan IV tahun 2016, didorong oleh meningkatnya penjualan mobil dan omset retail.
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan meningkat signifikan pada triwulan IV tahun 2016.
49
tahun 2016 yang masing-masing tumbuh sebesar 4,0
persen (YoY) dan 3,8 persen (YoY).
Pertambangan dan Penggalian tumbuh signifikan pada
triwulan IV tahun 2016, yaitu sebesar 1,6 persen (YoY)
terutama didorong oleh peningkatan produksi komoditas
Pertambangan Bukan Migas. Pertumbuhan tersebut lebih
tinggi dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2015 yang
terkontraksi sebesar -6,0 persen (YoY) dan triwulan III
tahun 2016 yang tumbuh sebesar 0,3 persen (YoY).
Produksi beberapa komoditas tambang seperti emas dan
tembaga mengalami peningkatan seiring dibukanya keran
ekspor mineral olahan (konsentrat) yang bertujuan
membantu perusahaan tambang yang berproduksi namun
kesulitan untuk membangun pabrik smelter. Kontributor
lifting minyak terbesar adalah dari Kontrak Karya Kerja
Sama (KKKS) ExxonMobil Cepu Ltd, Blok Rokan, dan
Pertamina EP. Sementara itu, kontributor lifting gas
terbesar adalah Blok Mahakam, Berau, Pertamina EP,
Corridor dan Senoro-Toili.
Pengadaan Listrik dan Gas tumbuh sebesar 3,1 persen
(YoY), meningkat signifikan dibandingkan dengan triwulan
IV tahun 2015 yang hanya tumbuh sebesar 0,6 persen
(YoY), namun lebih rendah jika dibandingkan triwulan III
tahun 2016 yang sebesar 4,9 persen (YoY). Kinerja
tersebut didorong oleh beroperasinya lima pembangkit
listrik baru dengan kapasitas 300 Mega Watt (MW) di Nias,
Pontianak, Balai Pungut (Riau), Suge (Belitung), dan Paya
Pasir (Medan).
Pada triwulan IV tahun 2016, Real estate tumbuh sedikit
lebih tinggi yaitu sebesar 3,7 persen (YoY) dibandingkan
triwulan IV tahun 2015 yang sebesar 3,5 persen (YoY),
namun lebih rendah dari triwulan III tahun 2016 yang
sebesar 4,0 persen (YoY). Kinerja ini didorong oleh
meningkatnya permintaan ruang perkantoran dan
aktivitas pasar properti.
Pengadaan Listrik dan Gas tumbuh signifikan, yaitu sebesar 3,1 persen (YoY) didorong oleh beroperasinya lima pembangkit listrik baru dengan kapasitas 300 Mega Watt (MW).
Real estate tumbuh sebesar 3,7 persen (YoY) didorong oleh meningkatnya permintaan ruang perkantoran dan aktivitas pasar properti.
Pertambangan dan Penggalian tumbuh signifikan pada triwulan IV tahun 2016, yaitu sebesar 1,6 persen (YoY) yang didorong terutama oleh peningkatan produksi komoditas Pertambangan Bukan Migas.
50
Tabel 19. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan IV Tahun 2016 Menurut Lapangan Usaha (YoY)
Uraian 2014 2015 2016
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
5,2 4,9 3,6 3,3 3,8 6,5 2,9 1,6 1,5 3,4 3,0 5,3
Pertambangan dan Penggalian
-1,2 0,7 0,7 1,5 0,6 -3,6 -4,4 -6,0 1,2 1,2 0,3 1,6
Industri Pengolahan 4,5 4,9 5,0 4,2 4,1 4,2 4,6 4,4 4,7 4,6 4,5 3,4
Pengadaan Listrik dan Gas 3,3 6,4 5,9 7,8 1,7 0,8 0,6 0,6 7,5 6,2 4,9 3,1
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
4,5 5,2 5,3 6,0 5,1 7,3 8,4 7,4 5,4 4,1 2,4 2,7
Konstruksi 7,2 6,5 6,5 7,7 6,0 5,4 6,8 7,1 6,8 5,1 5,0 4,2
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
6,1 5,1 5,2 4,4 3,8 1,6 1,4 3,7 4,1 4,1 3,6 3,9
Transportasi dan Pergudangan
7,0 7,6 7,7 7,2 5,8 5,9 7,3 7,7 7,9 6,9 8,3 7,9
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
6,4 6,4 5,8 4,6 3,3 3,7 4,4 5,7 5,7 5,0 4,7 4,5
Informasi dan Komunikasi 9,9 10,7 9,8 10,1 9,7 9,3 10,6 9,2 7,6 9,3 9,0 9,6
Jasa Keuangan dan Asuransi
3,6 5,5 1,9 7,9 8,6 2,6 10,4 12,8 9,3 13,6 9,0 4,2
Real Estat 4,7 4,9 5,1 5,3 4,5 4,3 4,1 3,5 4,9 4,8 4,0 3,6
Jasa Perusahaan 10,3 10,0 9,3 9,7 7,4 7,6 7,6 8,1 8,1 7,6 7,0 6,8
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
2,7 -2,5 2,4 6,8 4,7 6,3 1,3 6,3 4,6 4,4 3,8 0,3
Jasa Pendidikan 4,5 4,4 6,2 6,5 4,9 11,6 7,9 5,2 5,3 5,1 1,9 3,1
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
7,6 8,7 9,6 6,0 8,5 8,3 4,5 5,6 6,5 5,1 4,5 4,1
Jasa lainnya 8,4 9,5 9,5 8,4 8,0 8,1 8,1 8,2 7,9 7,9 7,7 7,7
PRODUK DOMESTIK BRUTO
5,1 4,9 4,9 5,0 4,8 4,7 4,8 5,2 4,9 5,2 5,0 4,9
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pada triwulan IV tahun 2016, Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum tumbuh sebesar 4,5 persen (YoY), lebih
rendah dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang sebesar
5,7 persen (YoY) dan triwulan III tahun 2016 yang sebesar
4,7 persen (YoY). Kinerja tersebut didorong oleh adanya
liburan sekolah dan akhir tahun serta bertambahnya
kegiatan di destinasi wisata. Sementara itu, Jasa Keuangan
dan Asuransi tumbuh sebesar 4,2 persen (YoY), menurun
melambat signifikan dibandingkan dengan triwulan IV
tahun 2015 yang tumbuh sebesar 12,8 persen (YoY) dan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum serta Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh lebih rendah pada triwulan IV tahun 2016.
51
triwulan III tahun 2016 yang tumbuh sebesar 9,0 persen
(YoY). Kinerja tersebut didorong oleh pertumbuhan
permintaan kredit baru dan penyaluran dana pihak ketiga.
Sementara itu, perlambatan kinerja Jasa Keuangan dan
Asuransi pada triwulan IV tahun 2016 disebabkan oleh
pertumbuhan Jasa Perantara Keuangan serta Asuransi dan
Dana Pensiun yang lebih rendah dibandingkan triwulan IV
tahun 2015 dan triwulan III tahun 2016.
Konstruksi juga tumbuh lebih rendah pada triwulan IV
tahun 2016 yaitu sebesar 4,2 persen (YoY), dibandingkan
triwulan IV tahun 2015 yang tumbuh sebesar 7,1 persen
(YoY) maupun triwulan III tahun 2016 yang tumbuh
sebesar 5,0 persen (YoY). Namun demikian, sepanjang
tahun 2016 sektor konstruksi dapat tumbuh sebesar 5,2
persen (YoY) yang salah satunya didorong oleh proyek
infrastruktur pemerintah, yaitu pembangunan pelabuhan
peti kemas Bungkutoto (Sulawesi Utara), groundbreaking
pengerjaan pembangkit listrik dengan total kapasitas
sekitar 10 ribu MW, dan 65 persen lahan siap dibangun
kereta cepat Jakarta-Bandung.
Industri Pengolahan tumbuh sebesar 3,4 persen (YoY),
lebih rendah dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang
tumbuh sebesar 4,4 persen (YoY) dan triwulan III tahun
2016 yang tumbuh sebesar 4,5 persen (YoY). Industri
Batubara dan Pengilangan Migas tumbuh sebesar -0,7
persen (YoY), menurun signifikan dibandingkan triwulan
IV tahun 2015 dan triwulan III tahun 2016 yang masing-
masing sebesar 4,2 persen (YoY) dan sebesar 2,5 persen
(YoY). Sementara itu, pada triwulan IV tahun 2016
kelompok industri Nonmigas yang pertumbuhannya
menurun signifikan adalah Industri Pengolahan
Tembakau; Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik;
dan Industri Mesin dan Perlengkapan. Di sisi lain, Industri
Kimia, Farmasi dan Obat tradisional tumbuh lebih tinggi
baik dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya
maupun triwulan III tahun 2016.
Kinerja Industri Pengolahan tumbuh lebih rendah pada triwulan IV tahun 2016.
Konstruksi tumbuh lebih rendah pada triwulan IV tahun 2016 yaitu sebesar 4,2 persen (YoY), didorong oleh proyek infrastruktur pemerintah.
52
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial tumbuh sebesar 4,1
persen (YoY), lebih rendah baik dibandingkan dengan
triwulan IV tahun 2015 yang tumbuh sebesar 5,6 persen
(YoY) maupun triwulan III tahun 2016 yang sebesar 4,5
persen (YoY). Sementara itu, Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan sosial tumbuh sebesar 0,3
persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2016. Pertumbuhan
ini menurun signifikan dibandingkan triwulan IV tahun
2015 dan triwulan III tahun 2015 yang masing-masing
sebesar 6,3 persen (YoY) dan 3,8 persen (YoY) karena
penyerapan belanja pegawai (APBN-P) yang lebih rendah
dibandingkan triwulan IV tahun 2015.
Dari sisi pengeluaran, Pengeluaran Konsumsi Lembaga
Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT)
merupakan komponen dengan pertumbuhan tertinggi,
yaitu sebesar 6,7 persen (YoY). Meskipun demikian,
kontribusinya tidak signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi. Pada triwulan IV tahun 2016, pertumbuhan
Pengeluaran LNPRT lebih rendah dibandingkan triwulan IV
tahun 2015 yang sebesar 8,3 persen (YoY), namun lebih
tinggi dari triwulan III tahun 2016 yang sebesar 6,6 persen.
Kinerja ini didorong oleh persiapan kegiatan pemilihan
kepala daerah (PILKADA) serentak di 101 daerah pada
bulan Februari 2017.
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga tumbuh sebesar
5,0 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut relatif tidak
berubah dari triwulan sebelumnya dan sedikit lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang sebesar 4,9
persen (YoY), didorong oleh pertumbuhan positif semua
kelompok pengeluaran, terutama Transportasi dan
Komunikasi. Pada triwulan IV tahun 2016, Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga menjadi sumber pertumbuhan
utama pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV tahun
2016 dengan kontribusi sebesar 56,5 persen terhadap
PDB.
Dari sisi pengeluaran, Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) merupakan komponen dengan pertumbuhan tertinggi, didorong oleh persiapan kegiatan pemilihan kepala daerah (PILKADA) pada bulan Februari 2017.
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY) didorong oleh pertumbuhan positif semua kelompok pengeluaran, terutama Transportasi dan Komunikasi.
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial dan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan sosial tumbuh lebih rendah pada triwulan IV tahun 2016.
53
Tabel 20. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan IV Tahun 2016 (Persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY)
JENIS PENGELUARAN 2014 2015 2016
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 5,2 5,2 5,1 5,1 5,0 5,0 5,0 4,9 5,0 5,1 5,0 5,0
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 23,2 22,4 5,8 -0,5 -8,1 -8,0 6,6 8,3 6,4 6,7 6,6 6,7
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 6,1 -1,8 1,2 0,9 2,9 2,6 7,1 7,1 3,4 6,2 -2,9 -4,0
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 5,4 4,0 4,4 4,1 4,6 4,0 4,9 6,4 4,7 4,2 4,2 4,8
Ekspor Barang dan Jasa 3,1 1,5 4,9 -4,4 -0,7 -0,3 -0,9 -6,4 -3,3 -2,2 -5,6 4,2
Dikurangi Impor Barang dan Jasa 5,1 0,4 0,2 3,0 -2,6 -7,4 -6,6 -8,7 -5,1 -3,2 -3,7 2,8
PRODUK DOMESTIK BRUTO 5,1 4,9 4,9 5,0 4,8 4,7 4,8 5,2 4,9 5,2 5,0 4,9
Sumber : Badan Pusat Statistik Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) merupakan
sumber pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi sebesar
32,6 persen dari PDB pada triwulan IV tahun 2016. Pada
triwulan IV tahun 2016, PMTB tumbuh sebesar 4,8 persen
(YoY), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan
pada triwulan IV tahun 2015 yang sebesar 6,4 persen
(YoY), namun lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 4,2 persen (YoY). Pertumbuhan
ini didorong oleh pertumbuhan barang modal terutama
barang jenis kendaraan dan peralatan lainnya. Sementara
itu, barang modal jenis mesin mengalami kontraksi akibat
menurunnya produksi domestik dan impor barang modal.
Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada
triwulan IV tahun 2016 terkontraksi sebesar -4,0 persen
(YoY), terendah sejak triwulan I tahun 2010 yang sebesar
-5,2 persen (YoY). Kondisi ini akibat oleh adanya
pemotonggan anggaran belanja dalam APBN 2016 pada
awal semester II tahun 2016 yang menyebabkan
menurunnya realisasi belanja barang dan bantuan sosial.
Pada triwulan IV tahun 2016, Ekspor Barang dan Jasa
tumbuh positif untuk pertama kali sejak triwulan IV tahun
2014, yaitu sebesar 4,2 persen (YoY). Ekspor Barang
tumbuh sebesar 4,0 persen (YoY), meningkat signifikan
dibandingkan triwulan IV tahun 2015 maupun triwulan
sebelumnya yang terkontraksi sebesar -7,1 persen (YoY).
Sementara itu, Ekspor Jasa tumbuh sebesar 6,3 persen
Pada triwulan IV tahun 2016, Ekspor Barang dan Jasa tumbuh positif untuk pertama kali sejak triwulan IV tahun 2014, yaitu sebesar 4,2 persen (YoY).
Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada triwulan IV tahun 2016 tumbuh negatif sebesar -4,0 persen (YoY), terendah sejak triwulan I tahun 2010 yang sebesar -5,2 persen (YoY).
Pada triwulan IV tahun 2016, PMTB tumbuh sebesar 4,8 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan IV tahun 2015 namun lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.
54
(YoY), meskipun sedikit lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 6,7 persen (YoY),
namun meningkat signifikan dibandingkan triwulan IV
tahun 2015 yang sebesar 0,1 persen (YoY). Kondisi ini
seiring dengan menguatnya perekonomian negara-negara
tujuan utama ekspor, yaitu Tiongkok, Amerika Serikat, dan
Jepang. Kontribusi Ekspor Barang dan Jasa terhadap
perekonomian Indonesia pada triwulan IV tahun 2016,
sebesar 19,1 persen.
Impor Barang dan Jasa tumbuh positif untuk yang pertama
kali sejak triwulan I tahun 2015, yaitu sebesar 2,8 persen
(YoY) seiring dengan membaiknya ekspor barang dan jasa.
Impor Barang meningkat signifikan dari triwulan IV tahun
2015 yang tumbuh negatif sebesar -8,4 persen (YoY) dan
triwulan III tahun 2016 yang sebesar -3,7 persen (YoY),
menjadi sebesar 2,7 persen (YoY) pada triwulan IV tahun
2016. Impor Jasa juga mengalami peningkatan yang
signifikan, yaitu dari sebesar -11,0 persen (YoY) pada
triwulan IV tahun 2015 dan sebesar -3,7 persen (YoY) pada
triwulan III tahun 2016 menjadi sebesar 3,3 persen (YoY).
PERKEMBANGAN EKONOMI DAERAH Pada triwulan IV tahun 2016, seluruh pulau mengalami
pertumbuhan positif dengan rata-rata pertumbuhan
ekonomi paling tinggi di Maluku dan Papua. Secara
keseluruhan, pertumbuhan ekonomi provinsi di wilayah
timur Indonesia mengalami peningkatan, sementara itu di
wilayah barat Indonesia mengalami penurunan meskipun
tidak signifikan. Rata-rata pertumbuhan di Maluku dan
Papua; Sulawesi; dan Jawa lebih tinggi dibandingkan rata-
rata pertumbuhan ke-33 provinsi. Sementara itu, ketiga
wilayah yang lain lebih rendah dibandingkan rata-rata
pertumbuhan ke-33 provinsi.
Impor Barang dan Jasa tumbuh positif untuk yang pertama kali sejak triwulan I tahun 2015, yaitu sebesar 2,8 persen (YoY) seiring dengan membaiknya ekspor barang dan jasa.
Pada triwulan IV tahun 2016, seluruh pulau mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Maluku dan Papua.
55
Pada triwulan IV tahun 2016, pertumbuhan di Maluku dan
Papua rata-rata tumbuh sebesar 14,7 persen (YoY),
meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan
IV tahun 2015 sebesar 9,9 persen (YoY) dan triwulan III
tahun 2016 yang sebesar 13,6 persen (YoY). Rata-rata
pertumbuhan ekonomi di Sulawesi adalah sebesar 6,8
persen (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan
IV tahun 2015 yang sebesar 8,4 persen (YoY) dan sedikit
lebih tinggi dibandingkan triwulan III tahun 2016 yang
sebesar 6,7 persen (YoY).
Sementara itu, rata-rata pertumbuhan ekonomi di Jawa
adalah sebesar 5,5 persen (YoY), sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2015 dan triwulan
III tahun 2016 yang sebesar 5,8 persen (YoY) dan 5,7
persen (YoY), Bali dan Nusa Tenggara pada triwulan IV
tahun 2016 adalah sebesar 4,9 persen (YoY), menurun
dibandingkan triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III
tahun 2016 yang masing-masing sebesar 7,7 persen (YoY)
dan 5,1 persen (YoY).
Gambar 11. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi di Enam Pulau Besar di Indonesia pada Triwulan I Tahun 2015 - Triwulan IV Tahun 2016 (Persen)
Sumber : Badan Pusat Statistik
3,5 3,0 3,14,5 4,2 4,5 4,0 4,5
5,3 5,2 5,5 5,8 5,4 5,8 5,7 5,5
9,9 10,2
14,0
7,76,6 6,9
5,1 4,9
2,1 1,50,4
1,5 1,9 1,42,3
1,3
7,48,6 8,3 8,4 7,8
8,5
6,7 6,8
1,5
10,4
3,7
9,9
2,0
-1,0
13,614,7
-3
0
3
6
9
12
15
18
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2015 2016
Sumatera Jawa Bali dan Nusa TenggaraKalimantan Sulawesi Maluku dan PapuaIndonesia
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Maluku dan Papua; dan Sulawesi pada triwulan IV tahun 2016, masing-masing adalah sebesar 14,7 persen (YoY) dan 6,8 persen (YoY).
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Jawa serta Bali dan Nusa Tenggara pada triwulan IV tahun 2016, masing-masing adalah 5,5 persen (YoY) dan 4,9 persen.
56
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sumatera pada
triwulan IV tahun 2016 adalah sebesar 4,5 persen (YoY),
relatif sama dengan triwulan IV tahun 2016, namun lebih
tinggi dibandingkan triwulan III tahun 2016 yang tumbuh
sebesar 4,0 persen (YoY). Sementara itu, Kalimantan
tumbuh sebesar 1,3 persen (YoY), lebih rendah
dibandingkan triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III
tahun 2016 yang tumbuh masing-masing sebesar 1,5
persen (YoY) dan 2,3 persen (YoY).
Gambar 12. Kontribusi di Enam Pulau Besar Indonesia terhadap PDB Pada Triwulan I Tahun 2013 - Triwulan IV Tahun 2016
Sumber : Badan Pusat Statistik
Perkembangan kontribusi daerah terhadap PDB dari
tahun ke tahun relatif tidak banyak berubah. Kontribusi
terbesar terhadap PDB dari triwulan I tahun 2010 sampai
dengan triwulan IV tahun 2016 didominasi pulau Jawa,
yaitu sebesar 58,0 persen. Kontribusi terbesar berikutnya
berturut-turut adalah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
Bali dan Nusa Tenggara, serta Maluku dan Papua yang
masing-masing sebesar 22,0 persen, 8,2 persen, 6,1
persen, 3,1 persen dan 2,6 persen terhadap PDB pada
triwulan II tahun 2016. Secara keseluruhan, kontribusi
daerah terhadap PDB di wilayah timur Indonesia relatif
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2013 2014 2015 2016
Bali Nusra 2,8 2,8 2,8 2,8 2,8 2,8 2,9 3,0 3,0 3,0 3,1 3,1 3,1 3,1 3,2 3,1
Maluku dan Papua 2,4 2,1 2,3 2,6 2,3 2,2 2,4 2,3 2,3 2,4 2,3 2,4 2,3 2,3 2,5 2,6
Kalimantan 9,5 9,3 9,1 9,2 9,0 8,8 8,6 8,7 8,3 8,2 8,0 8,0 7,7 7,6 7,7 8,2
Sulawesi 5,3 5,5 5,6 5,5 5,4 5,5 5,7 5,8 5,7 5,9 6,0 6,0 5,9 6,1 6,1 6,1
Sumatera (RHS) 22,9 23,0 23,0 23,3 23,2 23,1 23,1 22,6 22,3 22,1 22,1 22,2 22,1 22,0 22,0 22,0
Jawa (RHS) 57,2 57,3 57,1 56,6 57,2 57,5 57,3 57,6 58,4 58,4 58,4 58,3 58,9 58,8 58,5 58,0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0
2
4
6
8
10
12
14
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sumatera dan Kalimantan relatif lebih rendah pada triwulan IV tahun 2016.
Kontribusi terbesar terhadap PDB dari triwulan I tahun 2010 sampai dengan triwulan IV tahun 2016 didominasi oleh Pulau Jawa.
57
sedikit meningkat, sementara di wilayah barat Indonesia
sedikit menurun.
Tiga provinsi penyumbang perekonomian terbesar di Jawa
adalah DKI Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat dengan
proporsi terhadap PDB masing-masing sebesar 17,2
persen, 14,5 persen dan 12,9 persen. Pada triwulan IV
tahun 2016, Jawa Barat merupakan provinsi dengan
pertumbuhan ekonomi tertinggi di Jawa, yaitu sebesar 5,8
persen (YoY). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2015 yang sebesar
5,3 persen (YoY), namun lebih rendah dari triwulan II
tahun 2016 yang sebesar 5,9 persen (YoY). Kontribusi Jawa
Barat terhadap perekonomian pada triwulan IV sedikit
menurun dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang
sebesar 13,0 persen dan triwulan III tahun 2016 yang
sebesar 13,1 persen.
Penyumbang perekonomian terbesar di Sumatera
berturut-turut adalah Riau, Sumatera Utara dan Sumatera
Selatan dengan kontribusi terhadap perekonomian
nasional masing-masing sebesar 5,5 persen, 5,0 persen
dan 2,8 persen. Pada triwulan IV tahun 2016, Jambi
merupakan provinsi dengan pertumbuhan yang paling
tinggi, yaitu sebesar 6,1 persen (YoY). Pertumbuhan
tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV
tahun 2015 dan triwulan III tahun 2016 yang sebesar 3,2
persen (YoY) dan 4,0 persen (YoY). Adapun kontribusi
Jambi terhadap PDB sebesar 1,4 persen pada triwulan IV
tahun 2016, meningkat tipis dibandingkan triwulan IV
tahun 2015 dan triwulan sebelumnya sebesar 1,3 persen.
Kalimantan Timur merupakan kontributor terbesar bagi
perekonomian di Kalimantan dengan kontribusi sebesar
4,3 persen terhadap perekonomian nasional. Pada
triwulan IV tahun 2016, Kalimantan Timur tumbuh
terkontraksi sebesar -1,85 persen (YoY) sehingga
Pada triwulan IV tahun 2016, Jawa Barat merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Jawa, yaitu sebesar 5,8 persen (YoY).
Jambi merupakan provinsi dengan pertumbuhan yang paling tinggi di Sumatera, yaitu sebesar 6,1 persen (YoY).
58
menyebabkan menurunnya pertumbuhan Kalimantan
secara keseluruhan. Sementara itu, Kalimantan Tengah
merupakan provinsi dengan pertumbuhan paling tinggi
yaitu sebesar 8,6 persen (YoY), meningkat dibandingkan
triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III tahun 2016 yang
sebesar 6,6 persen (YoY) dan 6,0 persen (YoY). Adapun
kontribusi Kalimantan Tengah terhadap perekonomian
Indonesia sebesar 0,9 persen, relatif tidak berubah dari
triwulan sebelumnya dan triwulan IV tahun 2015.
Sulawesi Tenggara tumbuh paling tinggi diantara provinsi
lain di Sulawesi yaitu sebesar 7,7 persen (YoY), lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III
tahun 2016 yang sebesar 7,5 persen (YoY) dan 6,0 persen
(YoY). Sementara itu, kontribusi provinsi Sulawesi
Tenggara relatif kecil dibandingkan kontribusi provinsi lain
di Sulawesi, yaitu sebesar 0,8 persen pada triwulan IV
tahun 2016, relatif tidak berubah dibandingkan triwulan
IV tahun 2015 dan triwulan sebelumnya. Kontributor
terbesar dalam perekonomian Sulawesi adalah Sulawesi
Selatan, yaitu sebesar 2,9 persen terhadap perekonomian.
Sementara itu, Bali merupakan provinsi dengan
pertumbuhan ekonomi tertinggi di wilayah Bali dan Nusa
Tenggara yaitu dengan pertumbuhan sebesar 5,4 persen
(YoY). Pertumbuhan tersebut menurun baik dibandingkan
dengan triwulan IV tahun 2015 yang sebesar 6,1 persen
(YoY) dan triwulan III tahun 2016 yang sebesar 6,4 persen
(YoY). Adapun kontribusi Bali terhadap perekonomian
nasional sebesar 1,6 persen pada triwulan IV tahun 2016,
terbesar dibandingkan provinsi NTB dan NTT serta relatif
tidak berbeda dengan triwulan-triwulan sebelumnya.
Di wilayah Maluku dan Papua, Maluku Utara merupakan
provinsi yang memiliki pertumbuhan tertinggi yaitu
sebesar 6,6 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2016,
lebih tinggi dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang
sebesar 6,0 persen (YoY) dan triwulan III tahun 2016 yang
sebesar 5,6 persen (YoY). Kontribusi provinsi Maluku
terhadap perekonomian nasional sebesar 0,2 persen,
Pada triwulan IV tahun 2016, Kalimantan Timur tumbuh terkontraksi sebesar -1,85 persen (YoY) sehingga menyebabkan menurunnya pertumbuhan Kalimantan secara keseluruhan.
Provinsi Sulawesi Tenggara tumbuh paling tinggi diantara provinsi lain di Sulawesi yaitu sebesar 7,7 persen (YoY).
Sementara itu, Bali merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara yaitu dengan pertumbuhan sebesar 5,4 persen (YoY).
Maluku Utara merupakan provinsi dengan pertumbuhan tertinggi pada triwulan IV tahun 2016.
59
relatif kecil dan tidak berubah dibandingkan triwulan-
triwulan sebelumnya.
PERKEMBANGAN HARGA KEBUTUHAN POKOK
Perkembangan Harga Domestik
Sepanjang bulan Januari hingga Desember tahun 2016,
koefisien variasi harga antar waktu dari sepuluh
komoditas tertentu, rata-rata sebesar 2,8 persen atau
masih dibawah batas maksimal target 9,0 persen pada
tahun 2016 sesuai yang tertuang dalam RPJMN 2015-
2019. Komoditas gula pasir merupakan komoditas
penyumbang koefisien variasi harga antar waktu paling
tinggi dengan koefisien sebesar 7,9 persen. Sementara itu,
susu kental manis merupakan komoditas dengan koefisien
variasi antar waktu paling rendah dengan koefisien
sebesar 0,8 persen.
Tabel 21. Koefisien Variasi Harga Antar Waktu Periode Bulan Januari-Desember Tahun 2016
Komoditas Unit Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 Mei-16 Jun-16 Jul-16
Beras Medium Rp/kg 10.842,0 10.935,0 10.898,0 10.580,0 10.588,0 10.592,0 10.617,0
Gula Pasir Rp/kg 13.025,0 13.099,0 13.067,0 13.223,0 15.517,0 16.188,0 15.890,0
Jagung Pipilan Rp/kg 6.890,0 7.194,0 7.194,0 7.065,0 7.180,0 7.175,0 7.195,0
Kedelai Impor Rp/kg 11.226,0 10.958,0 10.989,0 10.896,0 10.858,0 10.745,0 10.807,0
Tepung Terigu Rp/kg 9.036,0 9.092,0 9.081,0 9.036,0 9.003,0 9.026,0 9.176,0
Minyak Goreng Curah
Rp/ltr 10.419,0 10.561,0 10.819,0 11.263,0 11.443,0 11.472,0 11.254,0
Susu kental Manis Rp/385gr 10.288,0 10.242,0 10.221,0 10.330,0 10.296,0 10.341,0 10.368,0
Daging Ayam Ras Rp/kg 33.349,0 29.788,0 29.606,0 29.275,0 32.166,0 32.261,0 32.725,0
Daging Sapi Rp/kg 111.922,0 112.972,0 112.886,0 111.838,0 113.375,0 115.965,0 114.209,0
Telur Ayam Ras Rp/kg 25.034,0 23.877,0 21.863,0 22.303,0 23.791,0 23.921,0 24.119,0
Sepanjang bulan Januari-
Desember tahun 2016,
rata-rata koefisien variasi
harga antar waktu
sebesar 2,8 persen.
60
Komoditas Unit Agust-16 Sep-16 Okt-16 Nop-16 Des-16 Standar Deviasi
Rata2 Jan-Des
2016
Koef. Variasi
Jan-Sept 2016
Beras Medium Rp/kg 12.500,0 10.597,0 10.696,0 10.661,0 10.731,0 130,0 10.693,5 1,2
Gula Pasir Rp/kg 5.000,0 14.575,0 14.354,0 14.180,0 14.199,0 1.134,1 14.375,5 7,9
Jagung Pipilan Rp/kg 10.000,0 7.128,0 7.020,0 7.100,0 7.098,0 92,3 7.118,3 1,3
Kedelai Impor Rp/kg 10.250,0 10.623,0 11.051,0 10.666,0 10.753,0 186,4 10.848,2 1,7
Tepung Terigu Rp/kg 10.000,0 8.951,0 8.974,0 8.877,0 9.007,0 79,1 9.016,1 0,9
Minyak Goreng Curah
Rp/ltr 9.500,0 11.766,0 11.448,0 11.648,0 11.754,0 457,1 11.291,8 4,0
Susu kental Manis
Rp/385gr 32.500,0 10.427,0 10.429,0 10.455,0 10.510,0 87,9 10.352,9 0,8
Daging Ayam Ras Rp/kg 110.000,0 30.816,0 30.155,0 29.664,0 33.506,0 1.542,1 31.214,2 4,9
Daging Sapi Rp/kg 22.500,0 113.712,0 113.770,0 113.961,0 114.653,0 1.174,0 113.658,6 1,0
Telur Ayam Ras Rp/kg 24.500,0 22.728,0 22.026,0 21.906,0 24.310,0 1.073,1 23.238,0 4,6
Rata-Rata 2,8
Sumber : Kementerian Perdagangan, diolah
Sepanjang bulan Januari hingga Desember tahun 2016,
koefisien variasi harga antar wilayah dari sepuluh
komoditas tertentu, rata-rata sebesar 14,3 persen atau
lebih besar 0,1 persen dari batas target maksimal 14,2
persen pada tahun 2016 sesuai yang tertuang dalam
RPJMN 2015-2019. Koefisien variasi harga antar wilayah
pada bulan Oktober merupakan yang tertinggi yaitu
sebesar 15,3 persen. Sementara itu, koefisien variasi
harga antar wilayah paling rendah dari sepuluh komoditas
tertentu pada bulan Februari dan Mei yaitu sebesar 13,6
persen.
Tabel 22. Koefisien Variasi Harga Antar Wilayah Bulan Januari-Desember Tahun 2016
Komoditas Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 Mei-16 Jun-16 Beras Medium 11,4 12,2 12,5 13,6 12,6 12,5
Gula Pasir 6,1 5,6 6,0 6,4 7,1 7,4
Jagung Pipilan 22,1 23,2 23,1 21,8 22,9 23,1
Kedelai Impor 15,8 16,1 16,3 17,5 17,3 17,5
Tepung Terigu 14,0 13,4 13,6 14,4 15,5 14,9
Minyak Goreng Curah 13,6 12,6 11,7 10,0 10,1 10,9
Susu kental Manis 12,8 10,6 10,9 12,7 11,8 11,8
Sepanjang bulan Januari-
Desember tahun 2016
mencatatkan rata-rata
koefisien variasi harga
antar wilayah sebesar
14,3 persen.
61
Komoditas Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 Mei-16 Jun-16 Daging Ayam Ras 13,8 16,0 16,3 16,9 13,4 13,7
Daging Sapi 12,6 11,6 12,2 12,6 11,7 12,6
Telur Ayam Ras 15,6 15,2 20,3 18,8 14,0 15,9
Rata-Rata Per Bulan 13,8 13,6 14,3 14,5 13,6 14,0
Rata-Rata Jan-Des 2016 14,3
Komoditas Jul-16 Agust-16 Sep-16 Okt-16 Nop-16 Des-16
Beras Medium 14,5 13,5 13,3 13,7 13,6 14,0
Gula Pasir 9,6 8,8 8,0 8,8 9,7 8,5
Jagung Pipilan 24,3 25,4 23,3 23,5 24,3 24,4
Kedelai Impor 17,9 18,1 17,9 23,9 18,0 17,6
Tepung Terigu 14,9 14,9 14,4 14,8 14,1 12,6
Minyak Goreng Curah 11,8 8,7 10,0 10,0 10,1 9,7
Susu kental Manis 12,4 12,0 13,5 13,3 12,9 13,0
Daging Ayam Ras 14,6 16,7 13,4 14,6 14,4 16,4
Daging Sapi 12,6 12,3 11,9 11,9 11,8 12,3
Telur Ayam Ras 15,0 17,2 17,7 18,0 17,9 14,5
Rata-Rata Per Bulan 14,8 14,8 14,3 15,3 14,7 14,3
Rata-Rata Jan-Des 2016 14,3
Sumber : Kementerian Perdagangan, diolah
Indeks Harga Bahan Pokok Nasional
Selama periode Oktober-Desember tahun 2016, sebagian
besar pergerakan harga bahan pokok nasional
berfluktuatif (Lampiran 4), namun masih dalam batas
kendali Pemerintah. Peningkatan harga yang terlihat jelas
secara signifikan terjadi pada komoditas cabai merah
keriting dan cabai merah biasa (Gambar 13 dan Lampiran
4). Hal ini disebabkan oleh kondisi cuaca tidak menentu
yang membuat penurunan pasokan di pasar.
Pada triwulan IV tahun 2016, peningkatan harga komoditas tertinggi dialami oleh cabai merah (keriting dan biasa).
62
Gambar 13. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Bahan Makanan (Beras, Gula Pasir, Bawang Merah, dan Cabai)
Sumber: Kementerian Perdagangan, data diolah
INDEKS TENDENSI KONSUMEN Indeks Tendensi Konsumen (ITK) pada triwulan IV tahun
2016 adalah sebesar 102,5. Hal ini menunjukkan
peningkatan kondisi ekonomi dan tingkat optimisme
masyarakat. Membaiknya kondisi ekonomi masyarakat
terutama didorong oleh meningkatnya pendapatan
rumah tangga dengan indeks sebesar 103,9 dan tingkat
konsumsi dengan indeks sebesar 103,8. Sementara itu,
daya beli masyarakat yang dilihat dari indeks pengaruh
inflasi mengalami penurunan, yaitu dengan nilai sebesar
98,7.
Tabel 23. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan IV Tahun 2016 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya
Variabel Pembentuk 2014 2015 2016
Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
Pendapatan rumah tangga 113,5 106,1 96,6 104,4 108,4 103,1 102,4 105,0 110,0 103,9
Pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari
109,9 106,3 109,0 105,6 108,1 101,9 103,8 110,4 102,7 98,7
Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan (daging, ikan, susu, buah-buahan, dll) dan bukan makanan (pakaian, perumahan, pendidikan, transportasi, kesehatan, dan rekreasi)
113,2 113,0 100,7 105,6 111,6 103,0 102,8 111,9 111,0 103,8
Indeks Tendensi Konsumen 112,4 107,6 100,9 105,2 109,0 102,8 102,9 107,9 108,2 102,5
Sumber: Badan Pusat Statistik
80,00
100,00
120,00
140,00
160,00
180,00
Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 May-16 Jun-16 Jul-16 Aug-16 Sep-16 Oct-16 Nov-16 Dec-16
Beras Medium Gula Pasir Cabe Merah Keriting
Cabe Merah Biasa Bawang Merah
Kondisi ekonomi dan tingkat optimisme masyarakat pada triwulan IV tahun 2016 mengalami peningkatan.
63
Pada triwulan I tahun 2017 pertumbuhan ITK diperkirakan
meningkat 3,3 persen (YoY) menjadi sebesar 106,3 basis
poin, lebih tinggi dari triwulan IV tahun 2016 yang sebesar
102,5 basis poin. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kondisi ekonomi masyarakat diperkirakan akan membaik,
dengan tingkat optimisme masyarakat yang lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2016. Perkiraan
membaiknya kondisi ekonomi konsumen pada triwulan I
tahun 2017 didorong oleh perkiraan peningkatan
pendapatan rumah tangga yaitu dengan indeks sebesar
106,2, serta meningkatnya rencana pembelian barang
tahan lama, rekreasi, dan pesta/hajatan dengan indeks
sebesar 106,6.
Gambar 14. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan IV Tahun 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik *Data proyeksi
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN Keyakinan konsumen pada bulan Januari 2017 masih
berada pada level optimis meskipun sedikit melemah dari
bulan Oktober 2016. Hal tersebut tercermin dari Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK) bulan Januari 2017 yang relatif
lebih rendah dibandingkan bulan Oktober 2016, yaitu
sebesar 115,3 dari yang sebelumnya sebesar 116,8. Pada
bulan Januari 2017, IKK tumbuh sebesar 2,4 persen (YoY)
atau lebih rendah dibandingkan bulan Oktober 2016 yang
sebesar 17,6 persen (YoY). Menurunnya optimisme
masyarakat tersebut disebabkan oleh perkiraan kondisi
Pada triwulan I tahun 2017 pertumbuhan ITK diperkirakan meningkat 3,3 persen (YoY) menjadi sebesar 106,3.
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1*
2014 2015 2016 2017
Indeks Tendensi Konsumen 110,0 110,8 112,4 107,6 100,9 105,2 109,0 102,8 102,9 107,9 108,2 102,5 106,3
Kenaikan YoY (persen) (RHS) 5,1 2,6 0,4 -1,8 -8,3 -5,1 -3,0 -4,5 2,0 2,6 -0,7 -0,3 3,3
-10,0
-8,0
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
92,0
96,0
100,0
104,0
108,0
112,0
116,0
Keyakinan konsumen pada bulan Januari 2017 masih berada pada level optimis meskipun sedikit melemah dari bulan Oktober 2016, dengan IKK sebesar 115,3.
64
ekonomi selama enam bulan mendatang yang
diperkirakan akan menurun, yang tergambar dari Indeks
Ekspektasi Konsumen (IEK) sebesar 126,4.
Tabel 24. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia April 2016 – Januari 2017
KETERANGAN 2016 2017
Apr Mei Juni Juli Aug Sept Okt Nov Des Jan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
109,0 112,1 113,7 114,2 113,3 110,0 116,8 115,9 115,4 115,3
Kenaikan (YoY) (persen) (RHS) 1,5 -0,6 2,2 3,9 0,6 12,8 17,6 11,8 7,3 2,4
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
94,7 96,5 99,9 101,2 97,2 96,0 103,2 102,8 102,9 104,2
Penghasilan saat ini 110,9 114,8 116,2 119,5 117,4 116,5 119,1 117,0 117,9 118,5
Ketersediaan lapangan kerja 80,0 80,7 87,0 85,8 79,0 79,5 89,0 87,8 88,6 88,8
Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama
93,2 94,0 96,3 98,3 95,3 92,1 101,6 103,5 102,1 105,4
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)
123,2 127,7 127,6 127,1 129.5 124,0 130,4 129,0 128,0 126,4
Ekspektasi Penghasilan 137,7 141,3 138,4 139,2 142,0 138,9 140,5 141,4 141,2 142,9
Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja
105,0 110,8 115,6 110,5 111,1 104,7 114,5 110,5 110,4 111,3
Ekspektasi Kegiatan Usaha 126,9 130,9 128,7 131,7 135.3 128,3 136,2 135,0 132,3 125,1
Sumber: Bank Indonesia
Pada bulan Januari 2017, Indeks Kondisi Ekonomi (IKE)
mengalami peningkatan menjadi sebesar 104,2 yang
tertinggi sejak bulan Januari 2016. Peningkatan tersebut
didorong oleh meningkatnya persepsi konsumen
terhadap ketepatan waktu pembelian barang tahan lama
saat ini dibandingkan dengan enam bulan lalu. Indeks
ketepatan waktu pembelian barang tahan lama saat ini
dibandingkan dengan enam bulan lalu sebesar 105,4 yang
tertinggi sejak bulan Januari 2016. Sementara itu, indeks
penghasilan saat ini dan ketersediaan lapangan kerja
untuk bulan Januari 2017 adalah sebesar 118,5 dan 88,8
atau lebih rendah dari bulan Oktober 2016 yang sebesar
119,1 dan 89,0.
Indeks Ekpektasi Konsumen (IEK) terus mengalami
penurunan dari bulan Oktober 2016, yaitu menjadi
sebesar 126,4 pada bulan Januari 2017. Penurunan
tersebut terutama disebabkan oleh menurunnya indeks
ekspektasi ketersediaan lapangan kerja dan ekspektasi
kegiatan usaha menjadi sebesar 111,3 dan 125,1 dari yang
sebelumnya sebesar 114,5 dan 136,2 pada bulan Oktober
Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) mengalami peningkatan menjadi sebesar 104,2, tertinggi sejak bulan Januari tahun 2016.
Indeks Ekpektasi Konsumen (IEK) terus mengalami penurunan dari bulan Oktober 2016, yaitu menjadi sebesar 126,4 pada bulan Januari 2017.
65
2016. Sementara itu, indeks ekpektasi penghasilan terus
meningkat sejak bulan September 2016, menjadi sebesar
142,9 pada bulan Januari 2017.
PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI
Kondisi Bisnis Indonesia
Kondisi bisnis di Indonesia pada triwulan IV tahun 2016
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dengan
nilai ITB sebesar 106,70. Peningkatan terjadi hampir pada
semua lapangan usaha kecuali pada sektor Pertanian,
Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan. Peningkatan
kondisi bisnis tertinggi terjadi di lapangan usaha Jasa
Pendidikan dengan nilai ITB sebesar 112,17, sedangkan
peningkatan kondisi bisnis terendah terjadi pada lapangan
usaha Pertambangan & Penggalian dengan nilai ITB
sebesar 101,17.
Gambar 15. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun 2012 - Triwulan IV Tahun 2016
Sumber: BPS, diolah
Catatan: ITB berkisar antara 0 sampai dengan 200 dengan indikasi sebagai berikut:
a. Nilai ITB < 100 menunjukkan kondisi pada triwulan berjalan menurun dibanding triwulan sebelumnya b. Nilai ITB=100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan tidak mengalami perubahan (stagnan)
dibanding triwulan sebellumnya c. Nilai ITB > 100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan lebih baik (meningkat)dibanding
triwulan sebelumnya d. * = Angka perkiraan
103,89
104,22
107,43
105,29
102,34
103,88
106,12
104,72
101,95
106,00107,24
104,70
103,42
105,46106,04
105,22
99,46
110,24
107,89106,70
105,81
95,00
97,00
99,00
101,00
103,00
105,00
107,00
109,00
111,00
113,00
Ind
eks
Triwulan
Kondisi bisnis di Indonesia
pada triwulan IV tahun 2016
meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya.
66
Tabel 25. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan IV Tahun 2016
Variabel pembentuk ITB Trw IV-2016
No Sektor dalam ITB ITB Trw III-2016
ITB Trw IV-2016
Pendapatan Usaha
Penggunaan Kapasitas Produksi/
Usaha
Rata-Rata Jam
Kerja
1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
108,93 97,57 - 97,57 -
2 Pertambangan dan Penggalian 102,26 101,17 101,83 101,20 100,61
3 Industri Pengolahan 103,97 102,53 103,10 101,62 102,44
4 Pengadaan Listrik dan Gas 109,19 111,69 117,31 119,23 103,85
5 Pengadaaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
110,27 109,25 111,11 105,56 109,26
6 Konstruksi 111,74 106,99 107,88 105,97 106,68
7 Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor
108,72 107,15 109,73 104,41 106,16
8 Transportasi dan Pergudangan 111,40 110,26 116,08 108,24 106,27
9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
108,84 111,57 119,15 109,57 106,12
10 Informasi dan Komunikasi 111,03 108,82 110,56 114,69 104,90
11 Jasa Keuangan 111,53 109,82 107,34 105,04 113,90
12 Real Estate 108,81 109,53 109,76 108,54 109,76
13 Jasa Perusahaan 109,04 108,27 111,21 106,54 106,54
14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
107,06 111,93 113,04 117,39 108,70
15 Jasa Pendidikan 103,39 112,17 105,51 107,09 119,84
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 110,45 110,68 112,16 120,27 105,41
17 Jasa Lainnya 110,74 110,78 112,09 107,69 110,99
Indeks Tendensi Bisnis 107,89 106,70 108,58 104,75 105,96
Sumber: Badan Pusat Statistik, diola
67
Pertumbuhan Industri Pengolahan
Gambar 16. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas (YoY, persen)
Sumber: Badan Pusat Statistik 2016, diolah
Grafik di atas menggambarkan pertumbuhan PDB
nasional dan industri manufaktur non migas tahun 2009-
hingga 2016. Pada triwulan IV tahun 2016, nilai tambah
sektor industri manufaktur non migas mencapai Rp575
triliun (Harga Berlaku) dengan pertumbuhan mencapai
angka 3,9 persen (YoY). Secara kumulatif, hingga triwulan
keempat tahun 2016, nilai tambah sektor industri
manufaktur mencapai Rp2.258 triliun (Harga Berlaku) dan
pertumbuhannya mencapai 4,42 persen. Sejak awal tahun
2016, pertumbuhan triwulan IV tahun 2016 tersebut
berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional, masing-
masing 4,9 dan 5,0 persen.
Perlambatan pertumbuhan industri manufaktur non
migas terus menyebabkan penurunan kontribusi sektor
industri pengolahan terhadap perekonomian nasional
sehingga hanya menjadi 20,5 persen setelah sebelumnya
sempat mencapai 23 persen pada tahun 2009. Secara
detail, sektor industri nonmigas menyumbang 18,2 persen
terhadap perekonomian nasional pada tahun 2016. Nilai
tersebut mengalami penurunan sejak tahun 2009 (19,5
persen) dan stagnan sejak tahun 2015 lalu.
Penurunan pertumbuhan dan kontribusi yang terus terjadi
dapat menjadi salah satu gejala dari deindustrialisasi dini
di Indonesia. Hal tersebut tidak boleh dibiarkan berlarut-
4,706,38 6,17 6,03
5,58
4,98 4,885,02
1,69 3,82
7,46 6,98
5,45
5,615,05
4,42
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pertumbuhan PDB Nasional & Industri Manufaktur Non Migas 2009 - 2016 (%)
Pertumbuhan PDB Nasional Pertumbuhan Sektor Industri Manufaktur Non-Migas
Pada tahun 2016, PDB industri pengolahan non-migas atas dasar harga berlaku mencapai Rp2.258 triliun dan tumbuh sebesar 4,42 persen (YoY).
68
larut karena sektor industri pengolahan merupakan sektor
pemberi kontribusi terbesar dalam perekonomian saat ini.
Realisasi kebijakan, seperti penurunan harga gas,
revitalisasi permesinan, kemudahan investasi, dan
kestabilan inflasi untuk menjaga daya beli masyarakat,
diharapkan mampu untuk mengangkat daya saing industri
nasional sekaligus kembali menjadikan sektor industri
pengolahan menjadi tulang punggung perekonomian
Indonesia.
Gambar 17. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Tahun 2016 (YoY, persen)
Sumber: Badan Pusat Statistik 2016, diolah Grafik di atas menunjukkan pertumbuhan setiap
subsektor industri manufaktur nonmigas pada tahun
2016. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh subsektor
makanan minuman; industri kulit; dan industri kimia
farmasi yang tumbuh sebesar 8,46 persen, 8,15 persen,
dan 5,48 persen. Hal tersebut menunjukkan jika
pertumbuhan industri manufaktur masih didorong oleh
industri yang berbasis konsumsi dalam negeri.
Terdapat tiga subsektor yang memiliki pertumbuhan
negatif, yaitu industri karet (-8,34 persen), industri
pengolahan lainnya (-2,91 persen) dan industri tekstil (-
-8,34-2,91-0,13
0,470,76
1,64
1,80
2,16
4,34
4,52
5,05
5,46
5,48
8,15
8,46
4,42
Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Tekstil dan Pakaian Jadi
Industri Furnitur
Industri Logam Dasar
Industri Pengolahan Tembakau
Industri Kayu dll
Industri Kertas dll
Industri Barang Logam dll
Industri Alat Angkutan
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Barang Galian bukan Logam
Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional
Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki
Industri Makanan dan Minuman
SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR NON MIGAS
Pertumbuhan Subsektor Industri Manufaktur Non-Migas 2016 Triwulan III
Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh subsektor industri makanan dan minuman; industri kulit; industri kimia farmasi yang tumbuh sebesar 8,46 persen, 8,15 persen, dan 5,48 persen.
69
0,13 persen). Tren pertumbuhan negatif yang dialami oleh
industri tekstil sejak akhir tahun 2014 lalu melambat
ketika memasuki tahun 2016, bahkan pada triwulan IV
tahun 2016 industri tekstil mengalami pertumbuhan
positif untuk pertama kali semenjak triwulan IV tahun
2014. Namun demikian, masih kalah bersaingnya industri
tekstil Indonesia dengan Vietnam dan Bangladesh di pasar
Eropa dan Amerika Serikat, serta permasalahan produk
tekstil impor, baik yang legal maupun ilegal, masih
membayangi pertumbuhan subsektor ini kedepannya.
Subsektor lainnya yang mengalami pertumbuhan negatif
adalah subsektor karet. Subsektor industri pengolahan
karet mengalami pertumbuhan yang negatif sejak
memasuki tahun 2016. Penurunan produksi akibat
perubahan musim, serta kesepakatan antar anggota
Tripartite Rubber Council (ITRC) melalui skema Agreed
Export Tonnage Scheme (AETS) untuk mengurangi jumlah
ekspor karet selama periode Maret-Agustus, serta kondisi
pohon karet yang sudah tua menjadi penyebab utama dari
pertumbuhan negatif subsektor karet tersebut. Meskipun
demikian, pada triwulan IV tahun pertumbuhan negatif
subsektor karet mengalami perlambatan. Hal tersebut
disebabkan terdapat kenaikan harga getah karet alam,
sehingga banyak petani karet yang kembali menaikkan
produksinya.
Memasuki tahun 2017, harga karet diharapkan akan tetap
mengalami kenaikan dengan masih berlakunya
pembatasan ekspor karet oleh ITRC. Namun, melemahnya
permintaan oleh Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang
serta usia pohon karet yang sudah tua dapat menjadi
risiko bagi pertumbuhan subsektor ini.
70
Gambar 18. Komposisi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Non-Migas
Sumber: Badan Pusat Statistik 2016, diolah
Grafik di atas menunjukkan dekomposisi pertumbuhan
industri manufaktur nonmigas tahun 2016. Subsektor
industri makanan dan minuman masih menjadi subsektor
pemberi kontribusi terbesar bagi sektor industri
manufaktur non migas dengan kontribusi sebesar 60
persen. Alokasi belanja masyarakat yang mencapai 50
persen untuk makanan dan minuman menjadi penyebab
dari pesatnya pertumbuhan subsektor ini. Besarnya
kontribusi dari subsektor makanan dan minuman menjadi
salah indikator jika industri manufaktur di Indonesia
sangat mengandalkan konsumsi domestik. Menjaga
kestabilan inflasi dapat menjadi salah satu cara untuk
mendorong pertumbuhan manufaktur.
Namun demikian, besarnya kontribusi subsektor industri
makanan dan minuman juga dapat menjadi salah satu
indikator jika industri di Indonesia hanya mampu
mengembangkan sektor industri yang ringan (light
industry). Hal tersebut tidaklah cukup jika ingin
menjadikan sektor manufaktur menjadi roda
perekonomian Indonesia. Diperlukan kebijakan yang riil
dari pemerintah, seperti kemudahan investasi,
pemberian insentif pajak yang jelas, kebijakan tenaga
kerja yang tidak kaku, serta akses ke energi yang
kompetitif, untuk mendorong pertumbuhan subsektor
industri nonmigas lainnya sekaligus untuk menjadikan
2,66
0,490,48 0,03
0,210,55
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
Makanan &Minum
Barang Logam Alat Angkutan Logam Dasar Galian BukanLogam
Lainnya MANUFAKTURNon-MIGAS
Komposisi Pertumbuhan Industri Manufaktur Non-Migas 2016
Subsektor industri makanan dan minuman kembali menjadi penyumbang utama pertumbuhan sektor industri manufaktur.
71
industri manufaktur sebagai motor penggerak ekonomi
Indonesia.
Gambar 19. Ekspor Produk Industri
Sumber: Badan Pusat Statistik 2016, diolah
Nilai ekspor produk industri pada triwulan IV tahun 2016
mencapai USD 29,9 miliar. Jumlah tersebut meningkat
sebesar 15,7 persen dibandingkan triwulan III tahun 2015
(YoY). Meskipun pada triwulan IV tahun 2016 ekspor
produk industri mengalami lonjakan pertumbuhan,
secara kumulatif, ekspor produk Industri pada tahun 2016
hanya mengalami peningkatan sebesar 1,1 persen
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Besi dan baja
(kode HS 72) serta ekspor kendaraan dan bagiannya (kode
HS 87) menjadi salah satu penyumbang kenaikan ekspor
produk industri.
Gambar 20. Nilai Investasi PMDN Sektor Industri (Rp miliar)
Sumber: BKPM, 2016, diolah
29941
15,7
-20,0-15,0-10,0-5,00,05,010,015,020,025,030,0
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2014 2015 2016 Ekspor Produk Industri (juta USD, sb. kiri, y-on-y)
Pertumbuhan Ekspor Produk Industri (persen, sb. kanan, y-on-y)
31374
20,76
-40-20020406080100120
05000
100001500020000250003000035000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2014 2015 2016
Nilai Investasi PMDN (sb. kiri)Pertumbuhan Nilai Investasi PMDN (persen, sb. kanan, y-on-y)
Nilai ekspor produk industri Indonesia triwulan IV tahun 2016 mencapai USD29,19 miliar.
72
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Indonesia pada
triwulan IV tahun 2016 mencapai Rp31 triliun, tumbuh
sebesar 20,7 persen. Investasi terbesar terjadi pada sektor
industri farmasi (Rp12,8 triliun), Industri makanan
minuman (Rp8,0 triliun) dan Industri logam, mesin, dan
elektronik (Rp5,7 triliun). Secara kumulatif, pada tahun
2016, nilai investasi dalam negeri Indonesia mencapai
Rp106,7 triliun atau meningkat 20 persen dibandingkan
dengan tahun lalu. Sektor industri makanan dan minuman
(Rp32 triliun), sektor industri kimia dan farmasi (Rp30
triliun), dan sektor mineral nonlogam (Rp15,4 triliun)
menjadi tiga sektor terbesar yang melakukan investasi
pada tahun ini. Sementara itu, sektor barang dari kulit dan
alas kaki merupakan sektor dengan pertumbuhan
investasi terbesar pada tahun ini (11,78 persen).
Berdasarkan subsektor yang memiliki nilai investasi
terbesar, dapat dilihat jika industri di Indonesia
merupakan industri yang berorientasi domestik. Selain itu,
sebagian besar terjadi pada sektor yang bersifat light
industry. Sehingga Indonesia belum mampu untuk
mengembangkan industri yang memiliki tingkat
kompleksitas teknologi yang tinggi.
Gambar 21. Nilai Investasi PMA Sektor Industri (USD juta)
Sumber: BKPM, 2016, diolah
3594,8
18,47
-40
-20
0
20
40
60
80
100
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2014 2015 2016
Nilai Investasi PMDA (sb. kiri)Pertumbuhan Nilai Investasi PMDA (persen, sb. kanan, y-on-y)
Nilai investasi PMDN sektor industri tahun 2016 mencapai Rp106,7 triliun.
73
Nilai penanaman modal asing (PMA) di sektor industri
Indonesia pada triwulan IV tahun 2016 mencapai USD3,5
miliar atau meningkat sebesar 18,5 persen dibandingkan
tahun sebelumnya. Investasi terbesar terjadi pada sektor
logam, mesin, dan elektronik (USD1,1 miliar), sektor kimia
dan farmasi (USD0,7 miliar), dan sektor makanan (USD0,5
miliar). Secara kumulatif, nilai investasi asing di Indonesia
pada tahun 2016 mencapai USD16,6 miliar atau
meningkat 44 persen dibandingkan tahun 2015 lalu.
Sektor logam, mesin, dan elektronik, sektor kimia dan
farmasi, serta sektor kertas dan percetakan menjadi
sektor yang memiliki nilai investasi asing terbesar.
Setelah mengalami pertumbuhan nilai investasi asing yang
negatif selama tahun 2014 dan 2015, pertumbuhan positif
ini menjadi pertanda jika investor asing mulai melihat
kondisi ekonomi Indonesia akan semakin membaik untuk
kedepannya. Salah satu contohnya adalah komitmen India
untuk melakukan investasi langsung untuk membangun
industri Farmasi di Indonesia. Selain India, beberapa
perusahaan asal Taiwan juga akan masuk di Indonesia
untuk membantu mengembangan industri komponen
kendaraan bermotor di Indonesia.
Gambar 22. Tenaga Kerja Sektor Industri
Sumber: BPS, diolah
15,54
1,9
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,5
13,0
13,5
14,0
14,5
15,0
15,5
16,0
Aug-10 Aug-11 Aug-12 Aug-13 Aug-14 Aug-15 Aug-16
Jumlah tenaga kerja sektor industri (Juta orang, sb. kiri)
Pertumbuhan jumlah tenaga kerja sektor industri (persen, sb. kanan, y-on-y)
Nilai investasi PMA sektor industri tahun 2016 mencapai USD 16,6 miliar.
74
Jumlah tenaga kerja di sektor industri berdasarkan data
bulan Agustus tahun 2016 sebesar 15,5 juta atau
meningkat 1,9 persen dibandingkan bulan Agustus
sebelumnya. Pertumbuhan tersebut lebih baik
dibandingkan dengan bulan Agustus 2015 yang
mengalami pertumbuhan negatif sebesar 0,1 persen.
Peningkatan tersebut disebabkan ada penambahan
penyerapan tenaga kerja sebesar 290 ribu tenaga kerja di
sektor industri pada tahun ini. Peningkatan tenaga kerja
yang terjadi di sektor industri, juga terjadi di sektor
lainnya, kecuali sektor konstruksi.
Data Penjualan Komoditas Industri Utama
Untuk mengetahui kondisi pembangunan, daya beli
masyarakat Indonesia, dan kondisi sektor sektor industri
secara keseluruhan, data penjualan mobil, motor, dan
semen merupakan indikator yang dianggap paling mampu
untuk menggambarkan kondisi tersebut. Data penjualan
mobil dan motor merupakan indikator untuk mengetahui
kondisi daya beli masyarakat kelas menengah atas dan
kelas menengah bawah. Sedangkan data penjualan semen
merupakan indikator yang digunakan untuk menunjukkan
kondisi pembangunan di Indonesia.
Gambar 23. Penjualan Mobil Triwulan IV Tahun 2016
Sumber: GAIKINDO 2016, diolah
280.994
13,0
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2014 2015 2016
Penjualan Mobil (Unit, sb. kiri)
Tenaga kerja sektor industri mencapai 15,54 juta.
75
Penjualan mobil di triwulan IV tahun 2016 ini mencapai
280.994 unit atau tumbuh sebesar 13,0 persen
dibandingkan triwulan IV tahun 2015. Secara kumulatif,
penjualan mobil pada tahun 2016 mengalami
pertumbuhan sebesar 5 persen dibandingkan tahun 2015
lalu.
Peluncuran beberapa tipe baru dari produsen utama
mobil di Indonesia, serta terjaganya daya beli masyarakat
Indonesia, terutama kalangan menengah ke atas,
menyebabkan penjualan mobil di Indonesia kembali
membaik. Dengan tren positif yang terus berlangsung,
diharapkan penjualan mobil pada tahun 2017 akan
kembali stabil.
Gambar 24. Penjualan Motor Triwulan Tahun IV 2016
Sumber: GAIKINDO dan ASTRA 2016, diolah
Penjualan motor pada triwulan IV tahun 2016 kembali
mengalami pertumbuhan negatif, meski mengalami
perlambatan, hanya mencapai 1,5 juta atau menurun 4,8
persen dibandingkan triwulan IV tahun 2015. Secara
kumulatif, penjualan motor di Indonesia pada tahun 2016
hanya mencapai 5,9 juta atau menurun 8,4 persen
dibandingkan dengan penjualan Januari-Desember pada
2015 lalu.
1.579.888
-4,8
-35-30-25-20-15-10-5051015202530
-
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2014 2015 2016
Penjualan Sepeda Motor (Unit, sb. kiri)Pertumbuhan Penjualan Sepeda Motor (persen, sb. kanan, y-on-y)
Penjualan motor pada triwulan IV mencapai angka 1,5 juta unit atau mengalami penurunan sebesar 4,8 persen (YoY)
Penjualan mobil di triwulan IV tahun 2016 ini mencapai 280.994 unit atau naik sebesar 13,0 persen dibandingkan triwulan IV tahun 2015
76
Membaiknya harga komoditas menjadi salah satu
penyebab dari kenaikan pertumbuhan penjualan sepeda
motor pada triwulan IV tahun 2016 dibandingkan triwulan
sebelumnya. Namun demikian, kenaikan harga komoditas
belum mampu mengembalikan daya beli masyarakat ke
tingkat sebelumnya. Kenaikan harga komoditas yang
diprediksi terjadi pada tahun 2017 nanti diharapkan
mampu untuk meningkatkan kembali pembelian sepeda
motor oleh masyarakat Indonesia.
Gambar 25. Penjualan Semen Triwulan Tahun IV 2016 (Ton)
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia (ASI) 2016, diolah
Penjualan semen pada triwulan IV tahun 2016 mencapai
17,3 juta ton, turun sebesar 3,2 persen (YoY). Meskipun
mengalami pertumbuhan negatif pada triwulan terakhir
2016, secara kumulatif penjualan semen pada tahun 2016
mencapai 62 juta ton atau meningkat 1,3 persen
dibandingkan tahun 2015 lalu.
Kondisi sektor yang oversupply ditambah dengan
persaingan sengit antar produsen semen Tier 1 dan Tier
2, seperti Semen Indonesia dan Semen Conch, menjadi
salah satu penyebab penurunan pada triwulan IV. Selain
itu, adanya cuaca buruk yang terjadi pada sebagian
wilayah Indonesia menjadikan pertumbuhan semen pada
triwulan ini menjadi semakin terkontraksi.
17
-3
-10
-5
0
5
10
15
,02,04,06,08,0
10,012,014,016,018,020,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2014 2015 2016
Penjualan Semen (Juta Ton, sb. kiri)
Pertumbuhan Penjualan Semen (persen, sb. kanan, y-on-y)
Penjualan semen di triwulan IV 2016 mencapai angka 17,3 juta ton.
77
Selama tahun 2016, sekitar 25 persen penjualan semen
domestik disebabkan oleh realisasi proyek-proyek
infrastruktur pemerintah, terutama di luar Jawa. Pada
awal tahun 2017, pemerintah sudah melalukan tender
dengan nilai 30 persen untuk pembangunan infrastruktur,
sehingga diharapkan penjualan semen akan
meningkatkan konsumsi semen pada semester awal tahun
2017. Adanya kenaikan harga listrik pada tahun 2017 juga
dapat menjadi salah satu risiko bagi pelaku industri semen
dalam melakukan kegiatan produksinya.
Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri
Gambar 26. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Triwulan IV Tahun 2016
Sumber: Bank Indonesia 2016, diolah
Nilai outstanding loan untuk modal kerja per akhir
Desember 2016 adalah sebesar Rp537 triliun dan nilai
outstanding loan untuk kredit investasi adalah sebesar Rp
228 triliun. Pertumbuhan nilai outstanding loan kredit
modal kerja dan investasi antara Desember 2015 dan
Desember 2016 meningkat masing-masing sebesar 1,6
dan 3,7 persen.
Perlambatan pertumbuhan kredit perbankan, baik pada
kredit modal kerja ataupun kredit investasi, semakin
memberatkan pertumbuhan industri manufaktur. Salah
satu penyebab dari perlambatan kredit ini disebabkan
11,35
11,2
10,010,511,011,512,012,513,0
150250350450550650
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Au
g
Sep
t
Oct
No
v
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
i
Juli
Agu
stu
s
Sep
tem
ber
Okt
ob
er
No
vem
ber
Des
emb
er
2015 2016
Posisi Kredit Modal Kerja Sektor Industri (Triliun Rp, sk. kiri)Posisi Kredit Investasi Sektor Industri (Triliun Rp, sb. kiri)Bunga Kredit Modal Kerja Bank Umum (%, sb. kanan)Bunga Kredit Investasi Bank Umum (%, sb. kanan)
Outstanding Kredit untuk sektor industri dan suku bunga kredit terus menurun.
78
oleh meningkatnya NPL di sektor perbankan Indonesia.
Hal tersebut menjadikan sektor perbankan menjadi lebih
berhati-hati dalam memberikan kredit kepada sektor
tersebut.
Manufacturing Purchasing Manager Index
Gambar 27. Prompt Manufacturing Index Indonesia
Sumber: Bloomberg, diolah
Grafik diatas menggambarkan Manufacturing Purchasing
Manager Index (PMI) di Indonesia. Nilai PMI diatas 50
menunjukkan jika perusahaan di Indonesia masih akan
melakukan ekspansi untuk kegiatan usahanya. Sedangkan
jika PMI dibawah 50 menunjukkan jika perusahaan di
Indonesia sedang mengalami kontraksi. Nilai PMI ini juga
dapat dijadikan acuan untuk kondisi ekonomi suatu
negara.
Memasuki triwulan IV tahun 2016, nilai PMI Indonesia
kembali menurun menjadi dibawah 50. Secara rata-rata,
nilai PMI Indonesia selama triwulan IV tahun 2016 sebesar
49,1.
Nilai PMI yang berada di bawah 50 tersebut menunjukkan
jika terjadi perlambatan sektor manufaktur pada triwulan
IV tahun 2016 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Hal tersebut sesuai dengan pertumbuhan sektor
manufaktur yang lebih rendah dengan triwulan
sebelumnya. Meskipun demikian, peningkatan kapasitas
produksi dan meningkatnya kredit di sektor manufaktur
yang terjadi di sektor manufaktur masih memberikan
harapan jika sektor manufaktur akan kembali berekspansi.
46,0
47,0
48,0
49,0
50,0
51,0
52,0
53,0
Ap
r
May Jun
Jul
Au
g
Sep
Oct
No
v
De
c
Jan…
Feb
Mar
Ap
r
May Jun
Jul
Au
g
Sep
Oct
No
v
De
c
Jan…
Feb
Mar
Ap
r
May Jun
Jul
Au
g
Sep
Oct
No
v
De
c
Nilai PMI yang berada di atas 50 menunjukkan jika perusahaan masih menunjukkan keinginannya untuk melakukan ekspansi.
79
80
81
KEUANGAN NEGARA
PENDAPATAN NEGARA Realisasi penerimaan perpajakan sampai akhir tahun
2016 mencapai 83,4 persen dari target APBN-P, lebih
rendah dibandingkan rata-rata selama tahun 2011-2015
(93,2 persen). Rendahnya realisasi penerimaan
perpajakan tersebut terutama disebabkan oleh
perlambatan penerimaan uang tebusan, yang hingga
akhir 2016 mencapai Rp107 triliun (64,9 persen dari
target) (Gambar 28).
Berbeda dengan penerimaan perpajakan, realisasi
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menunjukan
kinerja yang positif. Realisasi selama 2016 mencapai
Rp262,4 triliun, lebih tinggi dari target APBN-P (Tabel 26)
Tabel 26. Perkembangan Komposisi Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2011 – 2016 (triliun rupiah)
Keterangan 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
APBN-P Real. sementara
Perpajakan 723,3 873,9 980,5 1.077,3 1.146,9 1.240,4 1.539,2 1.283,6 (83,4)
PNBP 268,9 331,5 351,8 354,8 398,6 255,6 245,1 262,4 (107,0)
Hibah 3,0 5,3 5,8 6,8 5,0 12,0 2,0 5,8 (295,2)
TOTAL 995,3 1.210,6 1.338,1 1.438,9 1.550,5 1.508,0 1.786,2 1.551,8
Sumber: Kementerian Keuangan
Gambar 28. Perkembangan Penerimaan Uang Tebusan dan Deklarasi Aset dari Tax Amnesty, Jul 2016 – Des 2016 (triliun rupiah)
Sumber: Kementerian Keuangan
Realisasi penerimaan perpajakan tahun 2016 mencapai 83,4 persen dari target APBN-P, disebabkan oleh perlambatan pada penerimaan uang tebusan.
Penerimaan Negara Bukan Pajak menunjukan kinerja yang positif.
82
BELANJA PEMERINTAH Dengan adanya potensi shortfall akibat tidak tercapainya
target penerimaan perpajakan, pemerintah telah
menerapkan kebijakan pemotongan anggaran pada tahun
2016. Hal tersebut menyebabkan penurunan realisasi belanja
negara, yang mencapai Rp1.859,4 triliun atau 89,3 persen dari
target APBN-P. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan rata-
rata realisasi terhadap APBN-P selama periode tahun 2011-
2016 (95,1 persen). Penurunan terbesar terjadi pada belanja
pemerintah pusat yakni sebesar 12,0 persen dari target APBN-
P (Gambar 29).
Gambar 29. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Negara, Tahun 2011-2016 (triliun rupiah)
*) Realisasi sementara Sumber: Kementerian Keuangan
Belanja Subsidi merupakan komponen belanja dengan
realisasi terbesar dibandingkan komponen belanja
Pemerintah Pusat lainnya. Selama tahun 2016 realisasi
belanja Subsidi mencapai Rp174,6 triliun atau 98,2 persen
dari target APBN-P. Sementara itu, Belanja Modal masih
menjadi komponen dengan proporsi terendah
dibandingkan komponen belanja Pemerintah Pusat
lainnya (Gambar 30).
883,7 1.010,6 1.137,2 1.203,6 1.183,3 1.148,6
411,3480,4
513,3573,7 623,1 710,9
2011 2012 2013 2014 2015 2016*
Pemerintah Pusat Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Belanja subsidi menjadi komponen belanja Pemerintah Pusat dengan realisasi terbesar selama tahun 2016
Realisasi belanja negara mengalami penurunan dibandingkan rata-rata realisasi tahun 2011-2015
83
Gambar 30. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Tahun 2015 – 2016 (% terhadap APBN-P)
*) Realisasi sementara
Sumber: Kementerian Keuangan
Dana Perimbangan masih mendominasi Transfer ke
Daerah. Selama tahun 2016, realisasi Dana Perimbangan
mencapai Rp640,4 triliun. Dana Alokasi Umum (DAU)
masih menjadi komponen terbesar dengan realisasi
sebesar Rp385,4 triliun atau 100 persen dari target APBN-
P. Sementara itu, kebijakan pemotongan anggaran
menyebabkan penurunan pada realisasi Dana Alokasi
Khusus (Tabel 27).
Tabel 27. Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa, Tahun 2011-2016 (triliun rupiah)
Keterangan 2011 2012 2013 2014 2015 2016
APBN-P Real.
Sementara
Dana Perimbangan 347,2 411,1 430,4 477,1 485,8 705,5 640,4
Dana Bagi Hasil 96,9 111,3 88,5 103,9 78,1 109,1 90,5
Dana Alokasi Umum 225,5 273,8 311,1 341,2 352,9 385,4 385,4
Dana Alokasi Khusus 24,8 25,9 30,8 31,9 54,9 211,0 164,5
Dana Otonomi Khusus dan Keistimewaan DIY
10,4 12,0 13,6 16,6 17,7 18,8 18,8
Dana Otonomi Khusus 10,4 12,0 13,4 16,1 17,1 18,3 18,3
Dana Keistimewaan DIY 0,1 0,4 0,5 0,5 0,5
Dana Insentif Daerah 1,4 1,4 1,4 1,4 1,7 5,0 5,0
Dana Desa 20,8 47,0 46,7
TOTAL 359,1 424,4 445,3 495,0 525,9 776,3 710,9
Sumber: Kementerian Keuangan
DAU masih mendominasi realisasi Dana Perimbangan, sementara Dana Alokasi Khusus mengalami penurunan .
84
PEMBIAYAAN PEMERINTAH Kebijakan pemotongan anggaran telah membantu
mengurangi tekanan defisit anggaran tahun 2016,
ditengah kondisi penerimaan perpajakan yang tidak
mencapai target. Realisasi defisit anggaran selama tahun
2016 mencapai Rp308 triliun atau 2,46 persen PDB
(Gambar 31).
Gambar 31. Perkembangan Realisasi Defisit APBN, Tahun 2011 – 2017 (Rp Triliun)
*) Realisasi sementara Sumber: Kementerian Keuangan
Dengan realisasi defisit tersebut, realisasi pembiayaan
tahun 2016 mengalami peningkatan dibandingkan tahun
2015, mencapai Rp330,3 triliun (lebih tinggi dibandingkan
target APBN-P). Dilihat dari sumbernya, pinjaman dalam
negeri masih mendominasi dengan realisasi sebesar
Rp344,9 triliun.
Sementara itu, realisasi pinjaman luar negeri (neto) selama
tahun 2016 mencapai negatif Rp14,6 triliun, lebih rendah
dibandingkan realisasi 2015. Penurunan tersebut terutama
disebabkan oleh peningkatan pembayaran cicilan pokok
(Tabel 28).
(84)
(153)
(212) (227)
(298) (308)
(1,14)
(1,86)
(2,33)(2,15)
(2,59)(2,46)
2011 2012 2013 2014 2015 2016*
Rp triliun % PDB
Realisasi pinjaman luar negeri (neto) selama tahun 2016, mengalami penurunan dibandingkan tahun 2015
Realisasi defisit anggaran tahun 2016 menurun dibandingkan tahun 2015.
Pinjaman dalam negeri masih mendominasi realisasi pembiayaan selama tahun 2016
85
Tabel 28. Perkembangan Realisasi Komposisi Pembiayaan APBN, Tahun 2011-2016 (Rp triliun)
Jenis Pembiayaan 2011 2012 2013 2014 2015
2016
APBN-P Real.
sementara
I Pinjaman Dalam Negeri (Neto) 148,7 198,6 243,2 261,2 307,9 299,3 344,9
a. Perbankan 48,9 62,7 34,2 5,0 4,9 25,4 25,9
b. Non perbankan 99,8 135,9 209,0 256,2 303,0 273,9 319,0
II Pinjaman Luar Negeri (Neto) (17,7) (27,3) (5,9) (12,3) 15,3 (2,5) (14,6)
a. Penarikan (Bruto) 33,8 27,6 55,2 52,6 83,8 73,0 59,0
i. Pinjaman Program 15,3 15,0 18,4 17,8 55,1 35,8 35,3
ii. Pinjaman Proyek 18,5 12,6 36,8 34,8 28,7 37,2 23,6
b. Penerusan Pinjaman (4,2) (3,8) (3,9) (2,5) (2,6) (5,8) (4,8)
c. Pembayaran Cicilan Pokok (47,3) (51,1) (57,2) (62,4) (66,0) (69,7) (68,7)
TOTAL 131,0 171,3 237,3 248,9 323,1 296,7 330,3
Sumber: Kementerian Keuangan
Posisi Utang Pemerintah
Hingga akhir tahun 2016, utang pemerintah pusat
menurun dibandingkan target APBN-P, mencapai Rp3.467
triliun (lebih rendah dari target APBN-P). Surat Berharga
Negara (SBN) masih menjadi komponen utama dengan
proporsi 78,9 persen dari total utang pemerintah pusat.
Tabel 29. Posisi Utang Pemerintah Pusat Tahun 2011-2016 (Rp triliun)
2011 2012 2013 2014 2015
2016
APBN-P Real.
sementara
Pinjaman 621 617 710 678 755 740 733
SBN 1.188 1.361 1.661 1.931 2.410 2.761 2.734
TOTAL UTANG 1.809 1.978 2.371 2.609 3.165 3.501 3.467
PDB 7.832 8.616 9.525 10.543 11.541 12.627
% PDB (RHS) 23,1 23,0 24,9 24,7 27,4 27,7 27,5*
*) Menggunakan PDB pada APBN-P 2016 Sumber: Kementerian Keuangan
Realisasi utang pemerintah pusat yang lebih rendah
dibandingkan target APBN-P, berpengaruh terhadap
realisasi pembayaran pokok dan bunga utang pemerintah
pusat. Selama triwulan IV tahun 2016, realisasi
pembayaran pokok dan bunga utang mencapai Rp107,2
triliun, lebih rendah dibandingkan realisasi triwulan III
Realisasi utang pemerintah pusat tahun 2016 lebih rendah dibandingkan target APBN-P
Terjadi penurunan realisasi pembayaran pokok dan bunga utang selama triwulan IV tahun 2016.
86
tahun 2016 (Rp123,4 triliun). Secara umum, utang dalam
negeri masih mendominasi dengan proporsi 70,1 persen
dari total pembayaran pokok dan bunga (Tabel 30).
Tabel 30. Perkembangan Realisasi Pembayaran Pokok dan Bunga Utang Pemerintah Pusat
Tahun 2011 – 2016 (Rp triliun)
2011 2012 2013 2014 2015
2016
Q1 Q2 Q3 Q4
Luar Negeri 62,4 81,4 89,4 135,6 123,9 36,0 37,6 25,2 32,0
Pokok 38,4 51,1 57,2 96,4 78,9 22,3 27,4 9,3 22,3
Bunga 24,0 30,4 32,2 39,2 45,0 13,7 10,2 15,9 9,8
Dalam Negeri 145,5 192,9 183,7 234,9 258,4 126,4 74,8 98,2 75,2
Pokok 86,3 122,4 103,2 140,6 147,4 87,2 50,7 54,7 48,8
Bunga 59,2 70,5 80,5 94,2 111,0 39,2 24,1 43,4 26,4
TOTAL 207,9 274,4 273,1 370,5 382,3 162,4 112,4 123,4 107,2
Sumber: Kementerian Keuangan
Surat Berharga Negara (SBN)
Kepemilikan asing pada SBN masih dominan. Hingga
Desember 2016, kepemilikan asing pada SBN mencapai
Rp665,8 triliun atau 37,5 persen dari total SBN Rupiah
yang diperdagangkan. Hal ini mencerminkan tingkat
kepercayaan investor asing terhadap kondisi
perekonomian Indonesia masih cukup tinggi (Tabel 31).
Tabel 31. Posisi Kepemilikan SBN Rupiah yang Diperdagangkan, Tahun 2011 – 2016 (triliun Rupiah)
2011 2012 2013 2014 2015
2016
Desember %
Kepemilikan
Bank 265,0 299,7 335,4 375,6 350,1 399,5 22,5
Institusi Pemerintah 7,8 3,1 44,4 41,6 148,9 134,3 7,6
Nonbank 450,8 517,5 615,4 792,8 962,9 1.239,6 69,9
Reksadana 47,2 43,2 42,5 45,8 61,6 85,7 4,8
Asuransi 93,1 83,4 129,6 150,6 171,6 238,2 13,4
Asing 222,9 270,5 323,8 461,4 558,5 665,8 37,5
Dana Pensiun 34,4 56,5 39,5 43,3 49,8 87,3 4,9
Individu 32,5 30,4 42,5 57,8 3,3
Lain lain 53,2 64,9 47,6 61,3 78,8 104,8 5,9
Total 723,6 820,3 995,3 1.210,0 1.461,8 1.773,3 100,0
Sumber : Kementerian Keuangan
Kepemilikan asing pada SBN masih mendominasi.
87
Sementara itu, realisasi SBN dengan denominasi valas
per Desember 2016 mencapai Rp719,8 triliun, lebih tinggi
dibandingkan posisi Desember 2015 (Rp658,9 triliun).
SBN berdenominasi USD masih mendominasi
keseluruhan SBN denominasi valas. Akan tetapi,
walaupun realisasi SBN valas meningkat, proporsi SBN
Rupiah masih lebih tinggi, yakni 71,2 persen dari total
SBN yang diperdagangkan (Tabel 32).
Tabel 32. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara Tahun 2011 – 2016 (triliun Rupiah)
JENIS SBN 31-Des-
2011 31-Des-
2012 31-Des-
2013 31-Des-
2014 31-Des-
2015 31-Des-
2016
I. Yang diperdagangkan
a. Surat Utang Negara (SUN) 684,6 757,2 908,1 1.099,3 1.302,6 1.527,6
Fixed Rate 517,1 610,4 751,3 946,0 1.162,9 1.407,5
Variable Rate 135,1 122,8 122,8 113,3 96,7 79,1
Zero Coupon 2,5 1,3
SPN 29,9 22,8 34,1 40,0 43,0 41,0
b. Surat berharga Syariah Negara (SBSN) 39,0 63,0 87,2 110,7 159,2 248,3
Fixed rate 37,7 62,8 78,5 100,0 150,2 240,6
SPN-Syariah 1,3 0,2 8,6 10,7 9,0 7,7
Total SBN Rupiah 723,6 820,3 995,3 1.210,0 1.461,8 1.775,9
SUN (dalam juta USD) 18,7 23,0 27,1 29,2 36,2 35,5
SBSN (dalam juta USD) 1,7 2,7 4,2 5,0 7,0 9,5
SUN (dalam juta JPY) 95,0 155,0 155,0 155,0 255,0 355,0
SUN (dalam juta EUR) 1,0 2,3 5,3
Total SBN Valas 195,6 264,9 399,4 456,6 658,9 719,8
TOTAL (yang diperdagangkan) 919,2 1.085,2 1.394,7 1.666,6 2.120,8 2.495,7
II. Yang tidak diperdagangkan
SPNS 5,1
SUP 244,6 240,1 234,9 229,1 222,6 197,5
SPN 22,4
SBR 2,4 2,4 3,9
SDHI 23,8 35,8 31,5 33,2 36,7 36,7
TOTAL (yang tidak diperdagangkan) 268,4 275,9 266,4 264,6 289,2 238,2
TOTAL SBN 1.187,7 1.361,1 1.661,1 1.931,2 2.410,0 2.733,8
Sumber: Kementerian Keuangan
Realisasi SBN valas mengalami peningkatan, didominasi oleh USD
88
Dilihat dari tenornya, kepemilikan asing pada SBN
didominasi oleh tenor jangka panjang (diatas lima tahun).
Hingga Desember 2016, proporsi SBN bertenor diatas
lima tahun mencapai 73,4 persen dari keseluruhan
kepemilikan asing. Kondisi ini mengindikasikan masih
tingginya kepercayaan asing terhadap proyeksi
perkonomian Indonesia ke depan (Gambar 32).
Gambar 32. Komposisi Kepemilikan SBN oleh Asing berdasarkan Tenor (% Total SBN)
Sumber : Kementerian Keuangan
Pinjaman Luar Negeri
Hingga Desember 2016, realisasi pinjaman luar negeri
mencapai Rp728,1 triliun (turun 3,1 persen dari tahun
2015). Jepang masih merupakan negara kreditur utama,
dengan pemberian pinjaman sebesar Rp196,5 triliun atau
27 persen dari total pinjaman luar negeri. Sementara itu,
Bank Dunia masih menjadi lembaga kreditur utama,
dengan pinjaman sebesar Rp232,3 triliun atau 31,9
persen dari total pinjaman luar negeri (Tabel 33).
Tabel 33. Posisi Pinjaman Luar Negeri berdasarkan Kreditur (Rp Triliun)
NEGARA/KELOMPOK 2011 2012 2013 2014 2015 Des-16
Negara 406,8 384,3 423,5 381,8 390,8 358,5
a Jepang 280,6 256,2 255,0 213,4 216,2 196.5
b Perancis 23,8 24,1 31,5 32,0 33,7 8.4
c Jerman 20,4 20,1 24,2 22,0 23,0 25.3
d Korsel 7,0 6,6 12,2 15,2 19,8 19.7
e Tiongkok 8,0 7,6 10,8 11,6 13,0 13.6
f AS 16,1 15,2 19,9 19,9 21,2 12.1
g Australia 8,5 8,0 9,2 8,3 8,1 7.1
11,9 7,8 5,2 4,73,2 3,5
8,22,8 5,4 3,7 1,3 5,4
16,816,5 12,9 15,2 11,8
17,8
24,927,8 32,0 33,6
39,037,4
38,2 45,0 44,5 42,8 44,736,0
2011 2012 2013 2014 2015 Des-16
< 1 1 - 2 2 - 5 5 - 10 > 10
Kepemilikan asing masih didominasi oleh SBN bertenor diatas 5 tahun
Jepang dan Bank Dunia masih menjadi kreditur utama pinjaman luar negeri Indonesia
89
NEGARA/KELOMPOK 2011 2012 2013 2014 2015 Des-16
h Spanyol 4,1 3,8 4,6 4,2 4,0 3.5
i Rusia 1,4 1,4 8,0 8,5 9,4 7.5
j Inggris 7,4 7,0 7,6 5,8 4,7 3.4
k Lainnya 29,6 34,3 40,6 40,9 37,8 61.4
Multilateral 213,0 230,1 288,3 292,3 360,0 369,5
a Bank Dunia 108,7 122,5 163,8 175,0 221,8 232.3
b ADB 97,9 100,4 114,6 107,4 127,0 125.1
c IDB 4,2 5,1 7,2 7,4 8,6 9.4
d IFAD 1,2 1,3 1,8 1,9 2,1 2.2
e EIB 0,5 0,6 0,6 0,5 0,4 0.3
f NIB 0,4 0,3 0,3 0,3 0,2 0.2
Suppliers 0,5 0,4 0,4 0,2 0,2 0,1
TOTAL 620,3 614,8 712,2 674,3 751,1 728,1
Sumber : Kementerian Keuangan
90
91
92
93
PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV
tahun 2016 mengalami suplus sebesar USD4,9 miliar.
meningkat dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang
surplus sebesar USD4,5 miliar, namun lebih rendah
dibandingkan triwulan III tahun 2016 dengan surplus
sebesar USD5,7 miliar. Hal ini didorong oleh menurunnya
defisit pada neraca transaksi berjalan dan surplus neraca
transaksi modal dan finansial yang cukup besar. Secara
keseluruhan, pada tahun 2016, NPI mengalami surplus
sebesar USD12,1 miliar, meningkat signifikan dari tahun
2015 yang defisit sebesar USD1,1 miliar.
Defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan IV tahun
2016 mengalami perbaikan menjadi sebesar USD1,8
miliar, lebih kecil dibandingkan dengan defisit pada
triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III tahun 2016 yang
sebesar USD4,7 miliar. Sementara itu, neraca transaksi
modal dan finansial mengalami surplus sebesar USD6,8
miliar. Surplus tersebut relatif lebih rendah dibandingkan
surplus pada triwulan IV tahun 2015 yang sebesar USD9,2
miliar dan triwulan III tahun 2016 yang sebesar USD10,6
miliar.
Gambar 33. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 (Miliar USD)
Sumber: Bank Indonesia
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV tahun 2016 suplus sebesar USD4,9 miliar.
Defisit neraca transaksi berjalan membaik menjadi sebesar USD1,8 miliar,dan neraca transaksi modal dan finansial surplus sebesar USD6,8 miliar.
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2014 2015 2016
Transaksi Berjalan -4,9 -9,6 -7,0 -6,0 -4,3 -4,3 -4,2 -4,7 -4,7 -5,2 -4,7 -1,8
Transaksi Finansial 6,5 14,3 14,6 9,5 5,6 2,0 0,1 9,2 4,4 7,5 10,6 6,8
Neraca Keseluruhan 2,1 4,3 6,5 2,4 1,3 -2,9 -4,6 5,1 -0,3 2,2 5,7 4,5
Posisi Cadangan Devisa 102,6 107,7 111,2 111,9 111,6 108,0 101,7 105,9 107,5 109,8 115,7 116,4
90,0
97,5
105,0
112,5
120,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
94
Sumber: Bank Indonesia
Tabel 34. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2015 – Triwulan IV Tahun 2016 (Miliar USD)
2015 2016
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
I. Transaksi Berjalan -4,3 -4,3 -4,2 -4,7 -4,7 -5,2 -4,7 -1,8
A. Barang 3,2 4,4 4,2 2,2 2,6 3,7 3,9 5,1
Ekspor 38,0 39,9 36,2 35,0 33,0 36,3 34,9 40,2
Impor -34,8 -35,6 -31,9 -32,8 -30,4 -32,5 -31,0 -35,2
1. Barang Dagangan Umum 2,8 4,1 4,2 2,3 2,3 3,5 3,7 5,2
- Ekspor, fob. 37,6 39,6 35,8 34,7 32,7 36,0 34,6 39,8
- Impor, fob. -34,8 -35,6 -31,7 -32,4 -30,3 -32,5 -30,8 -34,6
a. Nonmigas 3,9 5,9 6,2 3,0 3,2 5,0 5,0 6,4
- Ekspor, fob 33,1 34,7 32,0 30,7 29,8 32,8 31,3 36,3
- Impor, fob -29,1 -28,8 -25,9 -27,7 -26,6 -27,8 -26,3 -29,9
b. Migas -1,1 -1,9 -2,0 -0,7 -0,9 -1,4 -1,3 -1,1
- Ekspor, fob 4,5 4,9 3,8 4,0 2,9 3,2 3,3 3,5
- Impor, fob -5,6 -6,8 -5,8 -4,7 -3,8 -4,7 -4,6 -4,7
2. Barang Lainnya 0,4 0,3 0,1 -0,1 0,3 0,2 0,2 -0,2
- Ekspor, fob. 0,4 0,3 0,4 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4
- Impor, fob. 0,0 0,0 -0,3 -0,4 0,0 -0,1 -0,1 -0,6
B. Jasa - jasa -1,8 -2,8 -2,3 -1,8 -1,0 -2,3 -1,6 -1,6
C. Pendapatan Primer -7,1 -7,2 -7,5 -6,6 -7,5 -7,9 -8,0 -6,3
D. Pendapatan Sekunder 1,4 1,4 1,3 1,4 1,2 1,2 1,0 0,9
II . Transaksi Modal 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
III . Transaksi Finansial 5,6 2,0 0,1 9,2 4,4 7,5 10,6 6,8
1. Investasi Langsung 2,3 4,0 1,6 2,8 3,1 3,3 6,5 2,2
2. Investasi Portofolio 8,5 5,5 -2,2 4,3 4,4 8,3 6,5 -0,4
3. Derivatif Finansial 0,1 0,0 0,2 -0,3 0,0 0,0 0,0 0,1
4. Investasi Lainnya -5,3 -7,5 0,4 2,3 -3,1 -4,0 -2,5 4,8
IV. Total (I + II + III ) 1,3 -2,3 -4,2 4,5 -0,3 2,3 5,9 4,9
V. Selisih Perhitungan Bersih 0,0 -0,6 -0,4 0,6 0,0 -0,1 -0,2 -0,4
VI . Neraca Keseluruhan (IV + V) 1,3 -2,9 -4,6 5,1 -0,3 2,2 5,7 4,5
Posisi Cadangan Devisa 111,6 108,0 101,7 105,9 107,5 109,8 115,7 116,4
Dalam Bulan Impor dan Pembayaran Utang Luar Negeri Pemerintah
6,6 6,8 6,8 7,4 7,7 8,0 8,5 8,4
Transaksi Berjalan (% PDB) -2,0 -2,0 -2,0 -2,2 -2,1 -2,3 -1,9 -0,8
95
TRANSAKSI BERJALAN
Perkembangan Ekspor
Gambar 34. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Desember 2016
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Nilai total ekspor Indonesia pada tahun 2016 sebesar
USD144.489,8 juta, mengalami penurunan sebesar 3,9
persen (YoY) jika dibandingkan dengan periode yang sama
tahun 2015. Sepanjang bulan Januari-Desember 2016 nilai
ekspor terendah pada bulan Juli tahun 2016 sebesar
USD9.530,8 juta.
Sementara itu pertumbuhan ekspor nonmigas pada tahun
2016 sedikit menurun dibandingkan tahun 2015, menjadi
sebesar -0,3 persen (YoY), karena penurunan
pertumbuhan sektor pertanian sebesar -7,8 persen (YoY)
dengan nilai ekspor sebesar USD3.436,2 juta, walaupun
kinerja sektor industri meningkat 76,0 persen (YoY)
mencapai nilai sebesar USD109.797,3 juta.
Tabel 35. Perkembangan Ekspor Tahun 2016
Komoditas Jan-Des
2013 Jan-Des
2014 Jan-Des
2015 Jan-Des
2016
Nilai Ekspor (USD Juta) 182.552,0 175.980,0 150.366,3 144.489,8
Migas 32.633,0 30.019,0 18.574,4 13.105,4
Minyak Mentah 10.205,0 9.528,0 6.479,4 5.196,7
Hasil Minyak 4.299,0 3.623,0 1.754,2 872,0
Gas 18.129,0 17.180,0 10.340,8 7.036,8
Non Migas 149.919,0 145.961,0 131.791,9 131.384,4
Pertanian 5.713,0 5.771,0 3.726,5 3.436,2
Industri 113.030,0 117.330,0 108.603,5 109.797,3
010.00020.00030.00040.00050.00060.000
03.0006.0009.000
12.00015.00018.000
Vo
lum
e (
Juta
Kg)
Nila
i (U
SD J
uta
)
Volume Nilai
Nilai total ekspor
Indonesia pada tahun
2016 sebesar
USD144.489,8 juta
dengan pertumbuhan
negatif sebesar 3,9
persen.
96
Komoditas Jan-Des
2013 Jan-Des
2014 Jan-Des
2015 Jan-Des
2016
Pertambangan dan Lainnya 31.160,0 22.850,0 19.461,9 18.150,8
Pertumbuhan Ekspor* (%) -3,90 -10,97 -18,72 -3,91
Migas -11,70 -25,55 -35,60 -29,44
Minyak Mentah -17,00 -0,01 -39,99 -19,80
Hasil Minyak 3,30 -31,36 -68,34 -50,29
Gas -11,70 -29,56 -31,08 -31,95
Non Migas -2,00 -7,71 -15,68 -0,31
Pertanian 2,60 -0,57 -11,16 -7,79
Industri -2,70 -0,80 -13,73 1,10
Pertambangan -0,50 -33,30 -25,37 -6,74
Proporsi Ekspor (%) 100,0 100,0 100,0 100,0
Migas 17,9 17,1 12,4 9,1
Minyak Mentah 5,6 5,4 4,3 3,6
Hasil Minyak 2,4 2,1 1,2 0,6
Gas 9,9 9,8 6,9 4,9
Non Migas 82,1 82,9 87,6 90,9
Pertanian 3,1 3,3 2,5 2,4
Industri 61,9 66,7 72,2 76,0
Pertambangan 17,1 13,0 12,9 12,6
Sumber Pertumbuhan (%) -3,9 -11,0 -18,7 -3,9
Migas -2,1 -4,4 -4,4 -2,7
Minyak Mentah -1,0 0,0 -1,7 -0,7
Hasil Minyak 0,1 -0,6 -0,8 -0,3
Gas -1,2 -2,9 -2,1 -1,6
Non Migas -1,6 -6,4 -13,7 -0,3
Pertanian 0,1 0,0 -0,3 -0,2
Industri -1,7 -0,5 -9,9 0,8
Pertambangan -0,1 -4,3 -3,3 -0,8 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): pertumbuhan year-on-year (YoY)
Sampai dengan akhir triwulan IV tahun 2016 nilai ekspor
nonmigas Indonesia untuk komoditas Lemak & minyak
hewan/nabati (HS-15) merupakan komoditas dengan nilai
ekspor terbesar, mencapai USD18.231,7 juta dengan
proporsi sebesar 13,9 persen terhadap total ekspor
nonmigas, meskipun mengalami pertumbuhan negatif
sebesar -2,3 persen. Sementara itu komoditas ekspor
nonmigas yang memiliki kinerja positif pada sepanjang
Perhiasan/Permata (HS-
71) diikuti oleh Ikan dan
Udang (HS-3) tumbuh
positif paling besar yaitu
15,9 persen (YoY) dan 9,1
persen (YoY).
97
tahun 2016 adalah Perhiasan/Permata (HS-71) diikuti oleh
Ikan dan Udang (HS-3) yang secara berturut-turut tumbuh
sebesar 15,9 persen (YoY) dan 9,1 persen (YoY).
Selanjutnya komoditas dengan nilai pertumbuhan negatif
terbesar adalah Benda-benda dari besi dan baja (HS-73)
yaitu -16,9 persen (YoY), dan Kopi, Teh, Rempah-rempah
(HS-9) yaitu sebesar -13,6 persen (YoY).
Tabel 36. Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai Ekspor Nonmigas Terbesar Sepanjang Januari-Desember Tahun 2016
HS Komoditas Nilai (Juta USD)
Pertumbuhan YoY (%)
Proporsi YoY (%)
2014 2015 2016 2015 2016 2015 2016
15 Lemak & minyak hewan/nabati 21.059,5 18.658,8 18.231,7 -11,4 -2,3 14,2 13,9
71 Perhiasan/Permata 4.648,2 5.494,8 6.368,7 18,2 15,9 4,2 4,8
87 Kendaraan dan Bagiannya 5.213,7 5.419,4 5.867,8 3,9 8,3 4,1 4,5
40 Karet dan Barang dari Karet 7.100,0 5.913,5 5.663,4 -16,7 -4,2 4,5 4,3
84 Mesin-mesin/Pesawat Mekanik 5.969,1 5.215,1 5.450,8 -12,6 4,5 4,0 4,1
62 Pakaian jadi bukan rajutan 3.931,5 3.978,2 3.879,8 1,2 -2,5 3,0 3,0
26 Bijih, Kerak, dan Abu logam 1.918,6 3.378,4 3.567,7 76,1 5,6 2,6 2,7
3 Ikan dan Udang 3.111,9 2.658,6 2.900,6 -14,6 9,1 2,0 2,2
9 Kopi, Teh, Rempah-rempah 1.835,1 2.196,0 1.896,5 19,7 -13,6 1,7 1,4
73 Benda-benda dari Besi dan Baja 2.232,9 2.006,8 1.667,8 -10,1 -16,9 1,5 1,3
Total 10 Golongan Barang 57.020,5 54.919,7 55.494,7 -3,7 1,0 41,7 42,3
Total Lainnya 88.940,3 76.872,2 75.889,7 -13,6 -1,3 58,3 57,8
Total Ekspor Nonmigas 145.960,8 131.791,9 131.384,4 -9,7 -0,3 100,0 100,0 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Total volume ekspor nonmigas Indonesia sampai akhir
triwulan IV tahun 2016 sebesar 469.759,3 juta kg,
mengalami penurunan sebesar 7,4 persen (YoY).
Komoditas dengan volume ekspor terbesar sepanjang
tahun 2016 adalah Bahan Bakar Mineral (HS-27) dengan
volume 369.476,3 juta kg yang menyumbang proporsi
78,7 persen terhadap total volume ekspor nonmigas, serta
Lemak dan Minyak Hewan/Nabati (HS-15) dengan volume
26.584,5 kg yang menyumbang proporsi 5,7 persen
terhadap total volume ekspor nonmigas Indonesia. Dilihat
dari pertumbuhannya, Garam, Belerang, Kapur (HS-25)
mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 27,9
persen (YoY). Sementara itu, Lemak & minyak
hewan/nabati (HS-15) merupakan barang ekspor
Total volume ekspor
nonmigas Indonesia
sampai dengan akhir
triwulan IV tahun 2016
sebesar 469.759,3 juta
kg.
98
nonmigas dengan penurunan volume ekspor paling tinggi
jika dibandingkan sembilan komoditas lainnya dengan
penurunan sebesar -12,2 persen (YoY).
Tabel 37. Golongan Barang dengan Volume Ekspor Nonmigas Terbesar Bulan Januari-Desember Tahun 2016
HS Komoditas
Volume Ekspor (Juta Kg) Pertumbuhan
YoY (%) Proporsi (%)
Jan-Des 2014
Jan-Des 2015
Jan-Des 2016*
Jan-Des
2015
Jan-Des
2016*
Jan-Des 2015
Jan-Des
2016*
27 Bahan bakar mineral 408.737,3 365.694,9 369.476,3 -10,5 1,0 72,1 78,7
15 Lemak & minyak hewan/nabati 26.510,7 30.275,9 26.584,5 14,2 -12,2 6,0 5,7
25 Garam, Belerang, Kapur 10.922,6 10.404,6 13.310,7 -4,7 27,9 2,1 2,8
26 Bijih, Kerak, dan Abu logam 10.347,4 5.196,4 6.080,8 -49,8 17,0 1,0 1,3
44 Kayu, Barang dari Kayu 6.314,1 5.850,5 5.694,6 -7,3 -2,7 1,2 1,2
23 Ampas/Sisa Industri Makanan 4.764,3 5.123,3 4.646,7 7,5 -9,3 1,0 1,0
48 Kertas/Karton 4.338,1 4.288,7 4.104,4 -1,1 -4,3 0,8 0,9
38 Berbagai produk kimia 4.430,6 3.438,4 3.670,5 -22,4 6,8 0,7 0,8
47 Bubur kayu/Pulp 3.515,9 3.406,7 3.539,9 -3,1 3,9 0,7 0,8 40 Karet dan Barang dari Karet 3.296,3 3.310,4 3.317,2 0,4 0,2 0,7 0,7
Total 10 Golongan Barang 483.177,4 436.989,7 440.425,6 -9,6 0,8 86,1 93,8
Total Lainnya 66.271,0 70.304,1 29.333,7 6,1 -58,3 13,9 6,2
Total Ekspor Nonmigas 549.448,5 507.293,7 469.759,3 -7,7 -7,4 100,0 100,0 *)Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Sampai akhir triwulan IV tahun 2016, Amerika Serikat
merupakan negara tujuan utama ekspor nonmigas
terbesar Indonesia dengan nilai ekspor sebesar
USD15.684,3 juta serta Tiongkok dengan nilai sebesar
USD15.112,8 juta.
Perkembangan ekspor nonmigas ke-5 (lima) negara tujuan
utama tahun 2016 mengalami pertumbuhan negatif
sebesar -1,2 persen (YoY). Tiongkok merupakan negara
tujuan utama ekspor nonmigas yang mengalami
penurunan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 14,0
persen (YoY).
Tabel 38. Perkembangan Ekspor Nonmigas ke Negara Tujuan Utama Sepanjang Tahun 2016
Negara Nilai (Juta USD)
Pertumbuhan YoY (%)
Proporsi (%)
2014 2015 2016 2015 2016 2015 2016
Amerika Serikat 16.458,9 15.306,9 15.684,3 -7,0 2,5 11,5 11,9
Tiongkok 15.856,8 13.255,4 15.112,8 -16,4 14,0 10,0 11,5
Jepang 14.565,7 13.089,4 13.212,5 -10,1 0,9 9,8 10,1
India 12.223,7 11.583,2 9.924,2 -5,2 -14,3 8,7 7,6
Perkembangan ekspor
nonmigas ke-5 (lima)
negara tujuan utama
pada tahun 2016 tumbuh
sebesar -1,2 persen (YoY).
99
Negara Nilai (Juta USD)
Pertumbuhan YoY (%)
Proporsi (%)
2014 2015 2016 2015 2016 2015 2016
Singapura 10.065,9 8.617,8 8.725,5 -14,4 1,2 6,5 6,6
Total 5 Negara 69.171,0 61.852,8 62.659,3 -4,5 1,3 46,5 47,7
Total Lainnya 76.789,8 71.114,5 68.725,1 -7,4 -3,4 53,5 52,3 Total Ekspor Nonmigas 145.960,8 132.967,3 131.384,4 -8,9 -1,2 100,0 100,0
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Perkembangan Impor
Gambar 35. Nilai dan Volume Impor Hingga Desember 2016
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Sampai dengan akhir tahun 2016 nilai impor Indonesia
secara total adalah sebesar USD135.652,9 juta atau
menurun sebesar -4,9 persen (YoY). Penurunan nilai impor
tersebut disumbang oleh penurunan impor migas sebesar
-23,9 persen (YoY) dan impor nonmigas sebesar -1,0
persen (YoY).
Berdasarkan golongan penggunaan barang, impor bahan
baku merupakan komoditas dengan nilai impor terbesar
sampai dengan akhir tahun 2016 sebesar 100.945,9 juta.
Diikuti oleh impor barang modal dan barang konsumsi
dengan nilai berturut-turut sebesar USD22.355,3 juta dan
USD12.351,7 juta.
Dilihat dari sumbangannya impor bahan baku
memberikan sumbangan terbesar terhadap total impor
Indonesia sebesar 75,0 persen diikuti oleh barang modal
dan barang konsumsi sebesar 17,3 persen dan 7,6 persen.
Impor barang modal mengalami pertumbuhan negatif
03.0006.0009.00012.00015.00018.000
03.0006.0009.000
12.00015.00018.000
Vo
lum
e (
Juta
Kg)
Nila
i (U
SD J
uta
)
Volume Nilai
Sampai dengan akhir
tahun 2016 total impor
Indonesia sebesar
USD135.652,9 juta
dengan pertumbuhan
negatif sebesar 4,9
persen (YoY).
100
sebesar -9,6 persen (YoY), diikuti penurunan impor bahan
baku sebesar -5,7 persen (YoY). Adapun impor barang
konsumsi mengalami peningkatan sebesar 13,6 persen
(YoY).
Tabel 39. Perkembangan Impor Hingga Tahun 2016
Komoditas 2013 2014 2015 2016
Nilai Impor (USD Juta) 186.628,3 178.178,8 142.694,8 135.652,9
Barang Konsumsi 13.138,9 12.667,2 10.876,5 12.351,7
Bahan Baku 141.957,2 136.208,6 107.081,0 100.945,9
Barang Modal 31.532,2 29.303,0 24.737,3 22.355,3
Migas 45.266,4 43.459,9 24.613,2 18.739,3
Minyak Mentah 13.585,8 13.072,5 8.063,3 6.730,6
Hasil Minyak 28.568,1 27.363,2 14.536,9 10.339,8
Gas 3.112,9 3.025,0 2.013,0 1.668,9
Non Migas 141.362,3 134.718,9 118.081,6 116.913,6
Pertumbuhan Impor* (%) -2,6 -4,5 4,9 -4,9
Barang Konsumsi -2,1 -3,6 -6,4 13,6
Bahan Baku 1,3 -4,0 8,3 -5,7
Barang Modal -17,3 -7,1 14,8 -9,6
Migas 6,4 -4,0 0,3 -23,9
Minyak Mentah 25,8 -3,8 -13,9 -16,5
Hasil Minyak -0,4 -4,2 12,1 -28,9
Gas 1,0 -2,8 -9,5 -17,1
Non Migas -5,2 -4,7 3,2 -1,0
Proporsi Impor (%) 100,0 100,0 100,0 100,0
Barang Konsumsi 7,0 7,1 7,6 9,1
Bahan Baku 76,1 76,4 75,0 74,4
Barang Modal 16,9 16,4 17,3 16,5
Migas 24,3 24,4 17,2 13,8
Minyak Mentah 7,3 7,3 5,7 5,0
Hasil Minyak 15,3 15,4 10,2 7,6
Gas 1,7 1,7 1,4 1,2
Non Migas 75,7 75,6 82,8 86,2
Sumber Pertumbuhan (%) -2,6 -4,5 4,9 -4,9
Barang Konsumsi -0,1 -0,3 -0,5 1,2
Bahan Baku 1,0 -3,1 6,2 -4,3
Barang Modal -2,9 -1,2 2,6 -1,6
Migas 1,5 -1,0 0,0 -3,3
Minyak Mentah 1,9 -0,3 -0,8 -0,8
Hasil Minyak -0,1 -0,6 1,2 -2,2
Gas 0,0 0,0 -0,1 -0,2
Non Migas -3,9 -3,6 2,7 -0,9 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Keterangan (*): pertumbuhan year-on-year (YoY)
101
Pertumbuhan impor nonmigas pada tahun 2016 (YoY)
mengalami penurunan yaitu tumbuh sebesar -1,0 persen
(YoY) disebabkan oleh penurunan impor diberbagai
komoditas diantaranya penurunan Bahan Kimia Organik
(HS-29) sebesar -16,2 persen (YoY) dengan proporsi 4,1
persen, penurunan impor Kapal Laut dan Bangunan
Terapung (HS-89) sebesar -10,6 persen (YoY) dengan
proporsi 0,8 persen; serta penurunan Sisa Industri
Makanan (HS-23) sebesar -9,3 persen (YoY) dengan
proporsi 2,1 persen. Sementara itu pada periode yang
sama terdapat beberapa komoditas yang mengalami
pertumbuhan positif, diantaranya adalah Daging Hewan
(HS-02) sebesar 121,8 persen (YoY) dan Senjata/Amunisi
(HS-93) sebesar 91,3 persen (YoY).
Tabel 40. Perkembangan Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Hingga Tahun 2016
HS Komoditas Komoditas
Pertumbuhan YoY (%)
Proporsi (%)
Jan-Des 2014
Jan-Des 2015
Jan-Des 2016*
Jan-Des 2015
Jan-Des 2016*
Jan-Des 2015
Jan-Des 2016*
85 Mesin dan Peralatan Listik 17.225,9 15.518,3 15.416,5 -9,9 -0,7 13,1 13,2 39 Plastik dan Barang dari Plastik 7.794,3 6.831,6 7.000,1 -12,4 2,5 5,8 6,0
29 Bahan Kimia Organik 7.078,9 5.715,5 4.790,9 -19,3 -16,2 4,8 4,1 10 Serealia 3.605,9 3.156,1 3.191,8 -12,5 1,1 2,7 2,7 23 Sisa Industri Makanan 3.273,8 2.734,6 2.479,9 -16,5 -9,3 2,3 2,1
90 Perangkat Optik 2.069,9 1.922,5 2.353,0 -7,1 22,4 1,6 2,0
89 Kapal Laut dan Bangunan Terapung
1.213,8 1.107,5 990,2 -8,8 -10,6 0,9 0,8
71 Perhiasan / Permata 87,4 765,1 894,6 775,6 16,9 0,6 0,8
2 Daging Hewan 448,1 261,3 579,6 -41,7 121,8 0,2 0,5 93 Senjata / Amunisi 379,0 291,8 558,3 -23,0 91,3 0,2 0,5
Total 10 Golongan Barang 43.176,8 38.304,3 38.254,9 -11,3 -0,1 32,4 32,7
Barang Lainnya 91.537,8 79.777,3 78.671,0 -12,8 -1,4 67,6 67,3
Total Impor Nonmigas 134.714,6 118.081,6 116.925,9 -12,3 -1,0 100,0 100,0 *)Angka Sementara
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Total volume impor nonmigas Indonesia sampai akhir
tahun 2016 sebesar 103.701,0 juta kg dan mengalami
peningkatan sebesar 5,0 persen (YoY). Komoditas dengan
volume impor terbesar adalah Serealia (HS-10) dengan
volume 13.013,6 juta kg dan menyumbang proporsi 12,5
persen terhadap volume impor nonmigas. Selanjutnya
komoditas dengan volume dan proporsi terbesar kedua
Pertumbuhan impor
nonmigas pada tahun
2016 mengalami
penurunan sebesar -1,0
persen (YoY).
Total volume impor
nonmigas Indonesia
sampai dengan akhir
tahun 2016 sebesar
103.701,0 juta kg.
102
adalah Besi dan Baja (HS-72) dengan volume 13.012,8 juta
kg dan menyumbang proporsi 12,5 persen terhadap total
volume impor nonmigas Indonesia. Dilihat dari
pertumbuhannya, Gula dan Kembang Gula (HS-17)
merupakan barang impor nonmigas dengan peningkatan
pertumbuhan terbesar sebesar 39,9 persen (YoY).
Sementara itu, Garam, Belerang, Kapur (HS-25)
merupakan barang impor nonmigas dengan penurunan
volume impor paling tinggi jika dibandingkan dengan
sembilan komoditas lainnya dengan penurunan sebesar -
11,9 persen (YoY).
Tabel 41. Perkembangan Volume Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Hingga tahun 2016
HS Komoditas Volume Impor (Juta KG)
Pertumbuhan YoY (%)
Proporsi (%)
Jan-Des 14
Jan-Des 15
Jan-Des 16*
Jan-Des 15
Jan-Des 16*
Jan-Des 15
Jan-Des 16*
10 Serealia 11.566,9 11.591,9 13.013,6 0,2 12,3 11,7 12,5
72 Besi dan Baja 12.388,1 11.644,8 13.012,8 -6,0 11,7 11,8 12,5
25 Garam, Belerang, Kapur 12.872,3 11.839,6 10.434,1 -8,0 -11,9 12,0 10,1
31 Pupuk 6.653,9 7.365,1 6.882,9 10,7 -6,5 7,5 6,6
23 Ampas / Sisa Industri Makanan 5.356,6 5.503,7 5.593,0 2,7 1,6 5,6 5,4
17 Gula dan Kembang Gula 3.278,4 3.753,1 5.250,4 14,5 39,9 3,8 5,1
26 Bijih, Kerak dan Abu Logam 3.975,1 5.556,2 5.192,3 39,8 -6,5 5,6 5,0
27 Bahan Bakar Mineral 2.704,1 3.222,6 4.302,2 19,2 33,5 3,3 4,1
39 Plastik dan Barang dari Plastik 3.718,9 3.798,7 4.228,5 2,1 11,3 3,8 4,1
29 Bahan Kimia Organik 4.764,9 4.619,6 4.130,8 -3,0 -10,6 4,7 4,0
Total 10 Golongan Barang 67.279,1 68.895,3 72.040,6 2,4 4,6 69,7 69,5
Total Lainnya 31.585,8 29.888,9 31.660,4 -5,4 5,9 30,3 30,5
Total Impor Nonmigas 98.864,9 98.784,2 103.701,0 -0,1 5,0 100,0 100,0
*)Angka Sementara
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Nilai impor nonmigas yang berasal dari 5 (lima) negara
utama asal impor sampai akhir tahun 2016 mengalami
penurunan sebesar 0,1 persen (YoY). Negara utama asal
impor nonmigas terbesar Indonesia adalah Tiongkok
dimana pada sepanjang bulan Januari sampai dengan
Desember 2016 nilai impor nonmigas dari Tiongkok
tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY) dengan nilai sebesar
USD30.689,5 juta.
Nilai impor nonmigas
yang berasal dari 5 (lima)
negara utama asal impor
sampai akhir tahun 2016
mengalami penurunan
sebesar 0,1 persen (YoY).
103
Sementara itu nilai impor nonmigas Indonesia yang
berasal dari negara-negara di kawasan ASEAN
menyumbangkan proporsi sebesar 21,5 persen terhadap
total impor nonmigas Indonesia atau sebesar
USD25.140,0 juta sepanjang bulan Januari-Desember
2016.
Tabel 42. Negara Utama Asal Impor Nonmigas Hingga Tahun 2016
Negara Nilai Impor Nonmigas (Juta USD)
Pertumbuhan YoY (%)
Proporsi (%)
Jan-Des 2014
Jan-Des 2015
Jan-Des 2016
Jan-Des 2015
Jan-Des 2016
Jan-Des 2015
Jan-Des 2016
Tiongkok 30461,6 29.224,8 30.689,5 -4,1 5,0 24,7 26,2
Jepang 16938,2 13.232,7 12.926,8 -21,9 -2,3 11,2 11,1
Thailand 9694,8 8.018,7 8.601,2 -17,3 7,3 6,8 7,4
Singapura 10150,5 8.975,3 7.661,0 -11,6 -14,6 7,6 6,6
Amerika Serikat 8102,4 7.550,8 7.206,5 -6,8 -4,6 6,4 6,2
TOTAL 5 NEGARA 75.347,4 67.002,3 67.085,0 -11,1 0,1 56,7 57,4
TOTAL ASEAN 29942,8 26.023,9 25.140,0 -13,1 -3,4 22,0 21,5
TOTAL UNI EROPA 12609,8 11.236,5 10.657,4 -10,9 -5,2 9,5 9,1
TOTAL LAINNYA 16.818,9 13.818,9 14.031,2 -17,8 1,5 11,7 12,0 TOTAL NON MIGAS 134718,9 118.081,6 116.913,6 -12,3 -1,0 100,0 100,0
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Perkembangan Neraca Perdagangan
Neraca Perdagangan Barang
Sampai dengan akhir tahun 2016 Neraca Perdagangan
Indonesia mengalami surplus sebesar USD8.836,9 juta atau
mengalami kenaikan sebesar 15,2 persen (YoY), yang
didorong oleh surplus pada neraca perdagangan nonmigas
sebesar USD14.470,8 juta meskipun neraca perdagangan
migas defisit sebesar USD5.634,0 juta.
Tabel 43. Neraca Perdagangan Indonesia Hingga Tahun 2016
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Okt-16 Nop-16 Des-16*
Jan-Des 15
Jan-Des 16*
Nop-16
Des-16*
Jan-Des 2016*
Ekspor Total (Juta USD) 12.742,6 13.503,6 13.828,7 150.366,3 144.489,8 6,0 2,4 -3,9
Ekspor Migas 1.055,9 1.103,0 1.250,1 18.574,4 13.105,4 4,5 13,3 -29,4
Ekspor Non Migas 11.686,7 12.400,6 12.578,6 131.791,9 131.384,4 6,1 1,4 -0,3
Impor Total (Juta USD) 11.507,2 12.669,4 12.782,5 142.694,8 135.652,9 10,1 0,9 -4,9
Impor Migas 1.545,1 1.724,1 1.701,9 24.613,2 18.739,4 11,6 -1,3 -23,9
Impor Non Migas 9.962,1 10.945,3 11.080,6 118.081,6 116.913,6 9,9 1,2 -1,0
Neraca perdagangan
total Indonesia pada
sampai akhir tahun 2016
mengalami surplus
sebesar USD8.836,9 juta.
104
Neraca Perdagangan (Juta USD) 1.235,4 834,2 1.046,2 7.671,5 8.836,9 -32,5 25,4 15,2
Migas -489,2 -621,1 -451,8 -6.038,8 -5.634,0 27,0 -27,3 -6,7
Non Migas 1.724,6 1.455,3 1.498,0 13.710,3 14.470,8 -15,6 2,9 5,5 *)Angka Sementara
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca perdagangan Indonesia-Tiongkok tahun 2016
mengalami defisit USD14.027,8 juta, yang disumbangkan
oleh defisit pada neraca perdagangan sektor nonmigas
sebesar USD15.589,6 juta yang lebih besar dari surplus
sektor migas sebesar USD1.561,8 juta.
Tabel 44. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Hingga Tahun 2016
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Okt-16 Nop-16 Des-16*
Jan-Des 15
Jan-Des 16*
Nop-16
Des-16* Jan-Des 2016*
Ekspor Total (Juta USD) 1.827,3 1.922,3 2.019,6 15.045,3 16.769,6 5,2 5,1 11,5
Ekspor Migas 115,2 110,1 156,3 1.785,7 1.672,8 -4,5 41,9 -6,3
Ekspor Non Migas 1.712,0 1.812,1 1.863,3 13.259,6 15.096,8 5,8 2,8 13,9
Impor Total (Juta USD) 2.525,8 3.098,5 3.126,8 29.410,9 30.797,4 22,7 0,9 4,7
Impor Migas 21,3 17,0 2,2 186,1 111,0 -20,2 -87,2 -40,4
Impor Non Migas 2.504,4 3.081,5 3.124,6 29.224,8 30.686,4 23,0 1,4 5,0 Neraca Perdagangan (Juta USD)
-698,5 -1.176,2 -1.107,2 -14.365,6 -14.027,8 68,4 -5,9 -2,4
Migas 93,9 93,1 154,1 1.599,7 1.561,8 -0,9 65,5 -2,4
Non Migas -792,4 -1.269,3 -1.261,3 -15.965,3 -15.589,6 60,2 -0,6 -2,4 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca perdagangan Indonesia-Amerika tahun 2016
mengalami surplus sebesar USD8.846,0 juta. Hal tersebut
disumbangkan oleh surplus pada neraca perdagangan
sektor nonmigas sebesar USD8.481,5 juta yang lebih besar
dari surplus perdagangan sektor migas sebesar USD364,6
juta.
Tabel 45. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Hingga Tahun 2016
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Okt-16 Nop-16 Des-16*
Jan-Des 15
Jan-Des 16*
Nop-16 Des-16*
Jan-Des 2016*
Ekspor Total (Juta USD) 1.336,5 1.386,0 1.511,2 16.239,2 16.140,7 3,7 9,0 -0,6
Ekspor Migas 39,0 47,7 54,2 932,6 456,5 22,5 13,6 -51,1
Ekspor Non Migas 1.297,6 1.338,2 1.457,0 15.306,6 15.684,3 3,1 8,9 2,5
Impor Total (Juta USD) 656,1 605,8 664,4 7.593,2 7.294,7 -7,7 9,7 -3,9
Impor Migas 2,2 27,3 3,1 42,4 91,9 1.118,6 -88,6 116,6
Impor Non Migas 653,8 578,5 661,3 7.550,8 7.202,8 -11,5 14,3 -4,6 Neraca Perdagangan (Juta USD) 680,5 780,1 846,8 8.646,0 8.846,0 14,6 8,5 2,3
Neraca perdagangan
Indonesia-Tiongkok
tahun 2016 mengalami
defisit.
Neraca perdagangan
Indonesia-Amerika tahun
2016 mengalami surplus.
105
Migas 36,7 20,5 51,1 890,2 364,6 -44,2 149,5 -59,0
Non Migas 643,7 759,7 795,7 7.755,8 8.481,5 18,0 4,7 9,4 *)Angka Sementara
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca perdagangan Indonesia-Jepang tahun 2016
mengalami surplus sebsar USD3.078,6 juta, hal itu
disebabkan oleh surplus pada sektor nonmigas dan migas
secara berturut-turut sebesar USD247,5 juta dan
USD2.831,1 juta.
Tabel 46. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Hingga Tahun 2016
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Okt-16 Nop-16 Des-16*
Jan-Des 15
Jan-Des 16*
Nop-16 Des-16* Jan-Des 2016*
Ekspor Total (Juta USD) 1.341,5 1.482,2 1.493,8 18.014,2 16.102,0 10,5 0,8 -10,6
Ekspor Migas 197,3 186,8 250,0 4.924,8 2.889,1 -5,3 33,8 -41,3
Ekspor Non Migas 1.144,2 1.295,4 1.243,8 13.089,4 13.213,0 13,2 -4,0 0,9
Impor Total (Juta USD) 7,1 8,5 3,3 61,6 13.023,4 20,2 -61,7 21.047,7
Impor Migas 3,6 4,3 1,6 30,8 58,0 20,2 -61,7 88,4
Impor Non Migas 3,6 4,3 1,6 30,8 12.965,4 20,2 -61,7 42.007,1 Neraca Perdagangan (Juta USD) 1.334,4 1.473,6 1.490,5 17.952,6 3.078,6 10,4 1,1 -82,9
Migas 193,7 182,5 248,3 4.894,0 2.831,1 -5,8 36,1 -42,2
Non Migas 1.140,6 1.291,1 1.242,2 13.058,6 247,6 13,2 -3,8 -98,1 *)Angka Sementara
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca perdagangan Indonesia-India tahun 2016
mengalami surplus yaitu sebesar USD7.220,1 juta. Surplus
ini disumbangkan oleh surplus pada neraca perdagangan
sektor non migas sebesar USD7.080,0 juta yang lebih
besar dari surplus pada sektor perdagangan migas sebesar
USD140,1 juta.
Tabel 47. Neraca Perdagangan Indonesia-India Hingga Tahun 2016
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Okt-16 Nop-16
Des-16*
Jan-Des 15 Jan-Des
16* Nop-
16 Des-16*
Jan-Des 2016*
Ekspor Total (Juta USD) 983,5 1.071,9 923,3 11.713,0 10.093,8 9,0 -13,9 -13,8
Ekspor Migas 1,7 3,7 0,1 129,0 169,6 112,0 -96,3 31,4
Ekspor Non Migas 981,8 1.068,2 923,2 11.584,0 9.924,3 8,8 -13,6 -14,3
Impor Total (Juta USD) 226,4 273,4 350,0 2.741,4 2.873,7 20,8 28,0 4,8
Impor Migas 1,0 8,5 0,9 75,7 29,4 751,4 -89,7 -61,1
Impor Non Migas 225,4 264,9 349,2 2.665,7 2.844,2 17,5 31,8 6,7
Neraca perdagangan
Indonesia-India tahun
2016 mengalami surplus.
Neraca perdagangan
Indonesia-Jepang sampai
tahun 2016 mengalami
surplus.
106
Neraca Perdagangan (Juta USD) 757,1 798,5 573,3 8.971,6 7.220,1 5,5 -28,2 -19,5
Migas 0,7 -4,9 -0,7 53,3 140,1 -768,0 -84,7 162,7
Non Migas 756,4 803,4 574,0 8.918,3 7.080,0 6,2 -28,6 -20,6 *)Angka Sementara
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca perdagangan Indonesia-Thailand tahun 2016
mengalami defisit sebesar USD3.270,5 juta. Hal tersebut
disumbangkan oleh defisit pada neraca perdagangan
nonmigas sebesar USD3.992,0 juta yang lebih besar dari
surplus neraca perdagangan migas sebesar USD721,5 juta.
Tabel 48. Neraca Perdagangan Indonesia-Thailand Hingga Tahun 2016
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Okt-16 Nop-16 Des-16*
Jan-Des 15
Jan-Des 16*
Nop-16 Des-16* Jan-Des 2016*
Ekspor Total (Juta USD) 457,6 490,7 489,1 5.507,2 5.392,4 7,2 -0,3 -2,1
Ekspor Migas 32,9 76,9 96,0 906,8 783,7 133,4 24,8 -13,6
Ekspor Non Migas 424,6 413,9 393,1 4.600,5 4.608,7 -2,5 -5,0 0,2
Impor Total (Juta USD) 663,6 680,7 639,2 8.083,4 8.662,9 2,6 -6,1 7,2
Impor Migas 3,0 14,9 3,4 64,7 62,2 400,0 -77,2 -3,9
Impor Non Migas 660,6 665,9 635,8 8.018,7 8.600,7 0,8 -4,5 7,3 Neraca Perdagangan (Juta USD)
-206,0 -190,0 -150,1 -2.576,1 -3.270,5 -7,7 -21,0 27,0
Migas 30,0 62,0 92,6 842,1 721,5 106,9 49,3 -14,3
Non Migas -235,9 -252,0 -242,7 -3.418,2 -3.992,0 6,8 -3,7 16,8 *)Angka Sementara
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca perdagangan Indonesia-Singapura tahun 2016
mengalami defisit sebesar USD3.282,6 juta. Defisit ini
disumbangkan oleh defisit pada neraca perdagangan sektor
migas sebesar USD4.373,8 juta yang lebih besar dari surplus
sektor nonmigas sebesar USD1.091,2 juta.
Tabel 49. Neraca Perdagangan Indonesia-Singapura Hingga Tahun 2016
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Okt-16 Nop-16 Des-16*
Jan-Des 15
Jan-Des 16*
Nop-16 Des-16* Jan-Des 2016*
Ekspor Total (Juta USD) 1.019,9 933,7 979,5 12.603,2 11.211,1 -8,5 4,9 -11,0
Ekspor Migas 277,3 248,5 270,9 3.971,6 2.502,5 -10,4 9,0 -37,0
Ekspor Non Migas 742,7 685,2 708,6 8.631,6 8.708,6 -7,7 3,4 0,9
Impor Total (Juta USD) 1.254,3 1.394,8 1.494,7 18.022,5 14.493,7 11,2 7,2 -19,6
Impor Migas 554,4 706,7 629,0 9.047,2 6.876,3 27,5 -11,0 -24,0
Impor Non Migas 700,0 688,0 865,7 8.975,3 7.617,4 -1,7 25,8 -15,1
Neraca perdagangan
Indonesia-Singapura
tahun 2016 mengalami
defisit.
Neraca perdagangan
Indonesia-Thailand tahun
2016 mengalami defisit.
107
Neraca Perdagangan (Juta USD)
-234,4 -461,1 -515,2 -5.419,3 -3.282,6 96,7 11,7 -39,4
Migas -277,1 -458,3 -358,1 -5.075,6 -4.373,8 65,4 -21,9 -13,8
Non Migas 42,7 -2,8 -157,1 -343,7 1.091,2 -106,6 5.451,4 -417,5 *)Angka Sementara
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca Perdagangan Jasa
Pada triwulan IV tahun 2016, defisit neraca perdagangan
jasa mengalami perbaikan, yaitu menjadi sebesar USD 1,6
miliar. Defisit ini relatif tidak berubah dari triwulan
sebelumnya, namun lebih rendah dibandingkan triwulan
IV tahun 2015 yang sebesar USD1,7 miliar. Pada
keseluruhan tahun 2016, neraca jasa mengalami defisit
sebesar USD6,5 miliar, menurun 25,4 persen (YoY) dari
tahun 2015 yang sebesar USD8,7. Penurunan tersebut
didorong oleh menurunnya defisit pada kelompok jasa
biaya penggunaan hak kekayaan intektual dan bisnis
lainnya. Selain itu, penurunan defisit pada juga didorong
oleh meningkatnya surplus pada kelompok jasa
perjalanan.
Gambar 36. Neraca Perdagangan Jasa Triwulan I Tahun 2015-Triwulan IV Tahun 2016 (Miliar USD)
Sumber: Bank Indonesia
-2,0
-1,5
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2015 2016
Transportasi Perjalanan
Jasa Asuransi dan Dana Pensiun Biaya Penggunaan Hak Kekayaan Intelektual
Jasa Telekomunikasi, Komputer, dan Informasi Jasa Bisnis Lainnya
Pada triwulan IV tahun 2016, defisit neraca perdagangan jasa mengalami perbaikan, yaitu menjadi sebesar USD 1,6 miliar.
108
Peningkatan surplus jasa perjalanan didorong oleh
meningkatnya ekspor jasa perjalanan meskipun diikuti
oleh kenaikan impor. Di sisi ekspor, peningkatan didorong
oleh tingginya jumlah wisatawan mancanegara (wisman)
yaitu sebanyak 3,0 juta orang. Jumlah tersebut lebih besar
dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2015 yang sebesar
2,5 juta orang maupun triwulan sebelumnya yang sebesar
2,9 juta orang. Wisman terbesar berasal dari Singapura,
Tiongkok, dan Malaysia. Sementara di sisi impor,
peningkatan didorong oleh jumlah wisatawan nasional
(wisnas) yang berpergian ke luar negeri sebanyak 2,2 juta
orang, atau meningkat sebesar 6,6 persen (YoY)
dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun
sebelumnya. Sementara itu, defisit jasa transportasi yang
lebih tinggi didorong oleh meningkatnya pembayaran
kargo sebagai dampak dari peningkatan ekspor. Selain itu,
meningkatnya defisit juga dipengaruhi oleh impor
transportasi penumpang yang lebih tinggi seiring
meningkatnya perjalanan ke luar negeri.
Gambar 37. Neraca Perdagangan Jasa Perjalanan dan Transportasi Triwulan I Tahun 2015-Triwulan IV Tahun 2016
Sumber: Bank Indonesia
-3,0 -2,0 -1,0 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
20
15
20
16
Impor Perjalanan Ekspor Perjalanan Impor Transportasi Ekspor Transportasi
Jasa perjalanan mengalami peningkatan surplus, sementara jasa transportasi mengalami peningkatan defisit.
109
Neraca Pendapatan
Neraca Pendapatan Primer
Pada triwulan IV tahun 2016, neraca pendapatan primer
mengalami defisit sebesar USD6,3 miliar. Defisit tersebut
lebih rendah dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang
sebesar USD6,6 miliar mapun triwulan sebelumnya yang
sebesar USD8,0 miliar. Peningkatan tersebut disebabkan
karena menurunnya pembayaran pendapatan investasi,
meskipun terjadi peningkatan pembayaran kompensasi
tenaga kerja. Pembayaran pendapatan investasi menurun
sebesar 4,0 persen (YoY) dibandingkan triwulan yang
sama tahun sebelumnya. Penurunan tersebut dipengaruhi
oleh pembayaran pendapatan investasi langsung dan
investasi portofolio untuk modal ekuitas dan utang
(bunga) yang masing-masing lebih rendah dibandingkan
triwulan IV tahun 2015. Sementara itu, pembayaran
pendapatan investasi lainnya mengalami peningkatan.
Gambar 38. Neraca Pendapatan Primer Triwulan I Tahun 2014-Triwulan IV Tahun 2016 (USD Miliar)
Sumber: Bank Indonesia
-10,0
-8,0
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2014 2015 2016
Pendapatan Investasi Pendapatan Investasi Langsung
Pendapatan Investasi Portofolio Pendapatan Investasi Lainnya
Pada triwulan IV tahun 2016, neraca pendapatan primer mengalami defisit sebesar USD6,3 miliar, lebih rendah dari triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III tahun 2016.
110
Neraca Pendapatan Sekunder
Neraca pendapatan sekunder pada triwulan IV tahun 2016
surplus sebesar USD0,9 miliar, lebih kecil dibandingkan
triwulan IV tahun 2015 yang sebesar USD1,4 miliar dan
triwulan III tahun 2016 yang sebesar USD1,0 miliar.
Penurunan surplus dipengaruhi oleh menurunnya
pengiriman TKI ke beberapa negara penempatan
khususnya di kawasan Timur tengah. Secara historis,
transfer terbesar berasal dari remitansi TKI yang bekerja
di kawasan Asia Pasifik diikuti kawasan Timur Tengah.
Gambar 39. Sebaran Tenaga Kerja Indonesia Berdasarkan Kawasan Pada Tahun 2016 (dalam ribu jiwa)
Sumber: Bank Indonesia
Penurunan penerimaan pendapatan sekunder sejalan
dengan implementasi kebijakan moratorium berdasarkan
Kepmenaker No.260/2015 tentang penghentian dan
pelarangan penempatan TKI pada pengguna
perseorangan di negara-negara kawasan Timur Tengah.
Penurunan surplus pada neraca pendapatan primer juga
disebabkan oleh meningkatnya pembayaran tenaga kerja
asing. Pada triwulan IV tahun 2016, pembayaran tenaga
kerja asing sebesar USD1,4 miliar, relatif tidak berubah
dari triwulan sebelumnya namun meningkat sebesar 19,5
persen (YoY) dari triwulan IV tahun 2015.
ASEAN; 1976,71
Asia Selain ASEAN; 369,65
Australia dan Oseania; 1,83
Timur Tengah; 1101,25
Afrika; 2,12Amerika; 12,43 Eropa; 7,53
Neraca pendapatan sekunder pada triwulan IV tahun 2016 surplus sebesar USD0,9 miliar.
Penurunan surplus pada neraca pendapatan primer juga disebabkan oleh meningkatnya pembayaran tenaga kerja asing.
111
Gambar 40. Pendapatan Sekunder Triwulan I Tahun 2014-Triwulan IV Tahun 2016 (Miliar USD)
Sumber: Bank Indonesia
NERACA MODAL DAN FINANSIAL Pada triwulan IV tahun 2016 neraca transaksi modal dan
finansial surplus sebesar USD6,8 miliar. Surplus tersebut
relatif lebih rendah dibandingkan triwulan IV tahun 2015
yang sebesar USD9,2 miliar dan triwulan III tahun 2016
yang sebesar USD10,6 miliar. Kinerja tersebut terutama
didorong oleh surplus investasi lainnya ditengah defisit
investasi portofolio dan lebih rendahnya surplus investasi
langsung.
Gambar 41. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan IV Tahun 2016 (Miliar USD)
Sumber : Bank Indonesia
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2014 2015 2016
Penerimaan 2,08 2,50 2,31 2,48 2,52 2,65 2,54 2,66 2,48 2,56 2,41 2,35
Pembayaran -1,0 -0,9 -1,1 -1,0 -1,0 -1,2 -1,2 -1,2 -1,2 -1,3 -1,3 -1,4
Pendapatan Sekunder 1,09 1,53 1,20 1,40 1,43 1,43 1,27 1,38 1,23 1,22 1,02 0,95
Pada triwulan IV tahun 2016 neraca transaksi modal dan finansial surplus sebesar USD6,8 miliar.
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2014 2015 2016
Investasi Langsung 2,0 4,2 5,8 2,7 2,3 4,0 1,6 2,8 3,1 3,3 6,5 2,2
Investasi Portofolio 8,7 8,0 7,4 1,9 8,5 5,5 -2,2 4,3 4,4 8,3 6,5 -0,4
Investasi Lainnya -4,1 2,0 1,4 5,0 -5,3 -7,5 0,4 2,3 -3,1 -4,0 -2,5 4,8
-8-6-4-202468
10
112
Pada triwulan IV tahun 2016, investasi langsung surplus
sebesar USD2,2 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan
surplus pada triwulan IV tahun 2015 yang sebesar USD2,8
miliar dan menurun signifikan dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar USD6,5 miliar. Penurunan
surplus tersebut terutama dipengaruhi oleh arus keluar
investasi langsung di sektor pertambangan.
Investasi portofolio pada triwulan IV tahun 2016 defisit
sebesar USD0,4 miliar, menurun signifikan dibandingkan
triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III tahun 2016 yang
surplus sebesar USD4,3 miliar dan USD6,5 miliar. Kinerja
tersebut disebabkan oleh ketidakpastian perekonomian
global pada triwulan IV tahun 2016 pasca-Pemilihan
Presiden AS dan ekspektasi kenaikan Fed Fund Rate yang
menyebabkan keluarnya dana asing dari Indonesia.
Pada triwulan IV tahun 2016 investasi lainnya mengalami
surplus sebesar USD4,8 miliar, meningkat signifikan
dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang surplus USD2,3
miliar dan triwulan III tahun 2016 yang defisit USD2,5
miliar. Surplus tersebut terutama bersumber dari
penarikan simpanan sektor swasta domestik pada bank di
luar negeri yang diindikasikan sebagai masuknya dana
repatriasi dalam rangka program amnesti pajak, dan
penerimaan terkait pembayaran kembali pinjaman yang
pernah diberikan kepada nonresiden.
CADANGAN DEVISA Cadangan devisa Indonesia pada triwulan IV tahun 2016
mencapai USD116,4 miliar atau setara dengan 8,4 bulan
impor. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan
cadangan devisa pada triwulan IV tahun 2015 yang
sebesar USD105,9 miliar atau setara dengan 7,4 bulan
impor, dan triwulan III tahun 2016 yang sebesar USD115,7
miliar atau setara dengan 8,5 bulan impor.
Surplus investasi langsung pada triwulan IV tahun 2016 lebih rendah, yaitu sebesar USD2,2 miliar.
Investasi portofolio pada triwulan IV tahun 2016 defisit sebesar USD0,4 miliar, menurun signifikan dibandingkan triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III tahun 2016.
Pada triwulan IV tahun 2016 investasi lainnya mengalami surplus sebesar USD4,8 miliar, meningkat signifikan dibandingkan triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III tahun 2016 seiring masih berlanjutnya program pengampunan pajak.
Cadangan devisa Indonesia pada triwulan IV tahun 2016 mencapai USD116,4 miliar atau setara dengan 8,4 bulan impor.
114
115
116
PERKEMBANGAN INVESTASI
ISU TERKINI PERKEMBANGAN INVESTASI
Indonesia Meluncurkan Inovasi Layanan Investasi 3 Jam Sektor ESDM
Pada tanggal 30 Januari 2017, Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral ESDM dan Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) meluncurkan Layanan Cepat
Perizinan 3 Jam terkait infrastruktur di sektor Energi dan
Sumber Daya Mineral. Inovasi ini merupakan wujud upaya
pemerintah untuk terus meningkatkan investasi dengan
memberikan kemudahan bagi investor.
Layanan Investasi 3 Jam tersebut diharapkan dapat
mendukung pencapaian target investasi sektor ESDM
yang pada tahun 2017 diperkirakan sekitar USD43 miliar
atau Rp568 triliun. Pada tahun anggaran 2016, realisasi
investasi di sektor ESDM mencapai Rp 347,85 triliun atau
setara dengan USD26,76 miliar.
Jumlah perizinan yang dapat diproses pada layanan
investasi 3 jam tersebut adalah sebanyak 9 jenis izin yang
akan dilaksanakan dengan mekanisme Hadir, Serahkan,
Tunggu, dan Terima. Kesembilan izin tersebut terdiri atas
1 jenis izin kegiatan listrik dan 8 jenis kegiatan migas. Jenis
perizinan yang dilayani adalah Izin Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik Sementara, Izin Usaha Sementara
Penyimpanan Minyak Bumi/BBM/LPG, Izin Usaha
Sementara Penyimpanan Hasil Olahan/CNG, Izin Usaha
Sementara Penyimpanan LNG, Izin Usaha Sementara
Pengolahan Minyak Bumi, Izin Usaha Sementara
Pengolahan Hasil Olahan, Izin Usaha Sementara
Pengolahan Gas Bumi, Izin Usaha Sementara Niaga Umum
Minyak Bumi/BBM, dan Izin Usaha Sementara Niaga
Umum Hasil Olahan.
Sumber: http://migas.esdm.go.id/post/read/kementerian-esdm-bkpm-
luncurkan-inovasi-layanan-investasi-3-jam-sektor-esdm
Layanan investasi 3 jam sektor ESDM di PTSP PUSAT BKPM akan dilaksanakan dengan mekanisme Hadir, Serahkan, Tunggu, dan Terima, dengan jumlah perizinan yang dapat diproses adalah sebanyak 9 jenis izin
Pemerintah meluncurkan Inovasi Layanan Cepat Perizinan 3 Jam untuk sektor Enerdi dan Sumber Daya Mineral.
Target investasi sektor ESDM diperkirakan mencapai Rp568 triliun
117
PERKEMBANGAN INVESTASI Dalam perhitungan PDB sisi pengeluaran, komponen
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) triwulan IV
tahun 2016 tumbuh sebesar 4,8 persen (YoY) dibanding
periode yang sama tahun 2015 dan tumbuh sebesar 4,6
persen (QtQ) dibanding triwulan sebelumnya.
Tabel 50. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan IV Tahun 2016 (persen)
Q4-2015
(QtQ) Q4-2015
(YoY) Q4-2016
(QtQ) Q4-2016
(YoY) Pertumbuhan PDB -1,70 5,17 -1,77 4,94 Pertumbuhan PMTB (PDB Konstan) 4,00 6,43 4,56 4,80
a. Bangunan 5,73 7,78 4,84 4,07
b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 1,52 5,21 10,04 -1,87
c. Kendaraan -7,62 7,31 2,59 27,44
d. Peralatan Lainnya 0,91 10,21 16,14 16,76
e. Sumber Daya Hayati 2,06 -8,25 4,45 4,27
f. Produk Kekayaan Intelektual -4,89 3,44 -20,54 2,46
Share PMTB terhadap PDB (harga berlaku) 34,24 33,53 a. Bangunan 26,00 25,29 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 3,39 3,10 c. Kendaraan 1,56 1,86 d. Peralatan Lainnya 0,55 0,60 e. Sumber Daya Hayati 1,94 1,90 f. Produk Kekayaan Intelektual 0,79 0,78
Sumber: BPS, diolah
Untuk komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik
Bruto/PMTB, pertumbuhan triwulan IV tahun 2016 secara
lebih detil didorong oleh pertumbuhan Kendaraan sebesar
27,4 persen (YoY), Peralatan lainnya sebesar 16,8 persen
(YoY) dan Sumber Daya Hayati sebesar 4,3 persen (YoY).
Adapun sumbangan terbesar dalam komponen PMTB
pada triwulan IV tahun 2016 secara detil yaitu pada
Bangunan dengan sumbangan 25,3 persen.
REALISASI INVESTASI
Tabel 51. Realisasi PMA dan PMDN Tahun 2010- Triwulan IV Tahun 2016
TAHUN PMDN PMA Pertumbuhan (YoY) (%)
(Rp Triliun) (USD juta) PMDN PMA
2010 60,6 16.214,8 60,4 49,9
2011 76,0 19.474,2 25,4 20,1
2012 92,2 24.564,7 21,3 26,1
2013 128,2 28.617,5 39,0 16,5
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto/PMTB pada triwulan IV tahun 2016 tumbuh sebesar 4,80 persen (YoY).
118
TAHUN PMDN PMA Pertumbuhan (YoY) (%)
(Rp Triliun) (USD juta) PMDN PMA
2014 156,1 28.529,7 21,8 -0,3
2015 179,5 29.275,9 14,9 2,6
2015-TW IV 46,2 7.938,7 10,6 17,0
2016-TW IV 58,1 7.502,8 25,8 -5,5
Sumber: BKPM, diolah
Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) triwulan IV tahun 2016 sebesar Rp58,1 triliun,
lebih besar dari realisasi triwulan IV tahun 2015, atau
tumbuh sebesar 25,8 persen (YoY). Sementara itu,
realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) triwulan IV 2016
sebesar USD7.502,8 juta mengalami penurunan
dibandingkan triwulan IV tahun 2015, atau tumbuh
negatif sebesar -5,5 persen (YoY).
Realisasi Per Sektor Realisasi PMA pada triwulan IV tahun 2016 mengalami
penurunan atau tumbuh negatif sebesar -5,5 persen (YoY)
dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Kenaikan realisasi PMA terjadi di sektor sekunder dengan
pertumbuhan sebesar 10,9 persen (YoY), sedangkan
sektor primer dan tersier mengalami penurunan dengan
pertumbuhan negatif masing-masing sebesar -4,0 persen
(YoY) dan -23,7 persen (YoY). Untuk PMDN, kenaikan
realisasi didorong oleh pertumbuhan positif yang terjadi
di semua sektor. Kenaikan tertinggi terjadi di sektor
primer dengan pertumbuhan sebesar 173,9 persen (YoY),
sektor sekunder dan tersier yang mengalami
pertumbuhan sebesar 20,8 persen (YoY) dan 10,0 persen
(YoY) dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Berdasarkan sumbangannya, pada triwulan
IV tahun 2016, sektor sekunder adalah pemberi
sumbangan terbesar baik untuk PMA dan PMDN yaitu
sebesar 47,9 persen dan 54,0 persen.
Realisasi investasi untuk PMDN triwulan IV tahun 2016 mengalami pertumbuhan positif, sementara PMA mengalami pertumbuhan negatif.
Pertumbuhan YoY tertinggi pada PMA terjadi pada sektor sekunder, sedangkan pada PMDN terjadi di sektor primer.
119
Tabel 52. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan IV Tahun 2016 Berdasar Sektor
Tahun PMA
Jumlah (USD juta)
PMDN Jumlah (Rp.
Triliun) Primer Sekunder Tersier Primer Sekunder Tersier
2010 3.013,6 3.357,6 9.843,6 16.214,8 12,3 25,5 22,8 60,6
2011 4.870,3 6.779,5 7.824,9 19.474,7 16,3 39,0 20,6 76,0
2012 5.933,1 11.770,0 6.861,7 24.564,7 20,4 49,9 21,9 92,2
2013 6.471,8 17.326,4 6.286,9 30.085,1 25,7 51,2 51,3 128,2
2014 6.991,3 13.019,4 8.519,0 28.529,6 16,5 59,0 80,6 156,1
2015 6.236,4 11.763,1 11.276,5 29.275,9 17,1 89,0 73,4 179,5
2015 TW IV 1.644,4 3.241,5 3.052,8 7.938,7 2,8 26,0 17,4 46,2
2016 TW IV 1.578,4 3.594,8 2.329,6 7.502,8 7,5 31,4 19,2 58,1
Pertumbuhan (YoY, %) -4,0 10,9 -23,7 -5,5 173,9 20,8 10,0 25,8
Share (%) 21,0 47,9 31,1 100,0 13,0 54,0 33,0 100,0
Sumber: BKPM, diolah
Berdasarkan sektor/bidang usaha, pada triwulan IV tahun
2016, lima sektor yang memberikan kontribusi terbesar
terhadap total realisasi PMA secara berurutan adalah
sektor Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin, dan
Elektronik dengan persentase sebesar 14,3 persen,
Pertambangan sebesar 14,3 persen, Listrik, Gas dan Air
sebesar 11,5 persen, Industri Kimia Dasar, Barang Kimia
dan Farmasi sebesar 9,9 persen dan Industri Perumahan,
Kawasan Industri dan Perkantoran sebesar 8,6 persen.
Untuk PMDN, kontribusi terbesar berasal dari Industri
Kimia Dasar, Barang Kimia dan Farmasi sebesar 22,1
persen, Listrik, Gas dan Air sebesar 19,7 persen, Industri
Makanan sebesar 13,8 persen, Industri Logam Dasar,
Barang Logam, Mesin dan Elektronik sebesar 9,9 persen
dan Konstruksi sebesar 8,3 persen.
Tabel 53. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan IV Tahun 2016 PMA PMDN
Sektor/Bidang Usaha USD juta
% Terhadap
total Sektor/Bidang Usaha
Rp. Triliun
% Terhadap
total
1 Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin, dan Elektronik
1.075,27 14,3 1 Industri Kimia Dasar, Barang Kimia dan Farmasi
12,85 22,1
2 Pertambangan 1.074,34 14,3 2 Listrik, Gas dan Air 11,47 19,7 3 Listrik, Gas dan Air 862,54 11,5 3 Industri Makanan 8,02 13,8
4 Industri Kimia Dasar, Barang Kimia dan Farmasi
745,90 9,9 4 Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin, dan Elektronik
5,73 9,9
Sektor dengan persentase realisasi terbesar untuk PMA adalah Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin, dan Elektronik dan untuk PMDN adalah sektor Industri Kimia Dasar, Barang Kimia dan Farmasi.
120
PMA PMDN
Sektor/Bidang Usaha USD juta
% Terhadap
total Sektor/Bidang Usaha
Rp. Triliun
% Terhadap
total
5 Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran
647,10 8,6 5 Konstruksi 4,81 8,3
Gabungan lainnya 3.097,64 41,3 Gabungan lainnya 15,22 26,2 Jumlah / Total 7.502,78 100,0 Jumlah / Total 58,11 100,0
Sumber: BKPM, diolah
Realisasi Per Lokasi Berdasarkan lokasi, realisasi PMDN mengalami
pertumbuhan positif sebesar 25,8 persen (YoY)
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Pertumbuhan realisasi PMDN terbesar di Sumatera
dengan pertumbuhan sebesar 87,3 persen (YoY) diikuti
Kalimantan sebesar 28,0 persen (YoY). Sementara itu, Bali
& Nusa Tenggara, dan Papua mengalami penurunan
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Berdasarkan kontribusinya, Jawa, Sumatera,
dan Sulawesi memberikan sumbangan terbesar pada
triwulan IV tahun 2016 yaitu 52,9 persen, 23,2 persen dan
13,3 persen.
Tabel 54. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan IV Tahun 2016 Berdasarkan Lokasi (Rp Triliun)
Tahun Lokasi
Total Sumatera Jawa
Bali & NT
Kalimantan Sulawesi Maluku Papua
2010 4,2 35,1 2,1 14,6 4,3 0,0 0,2 60,6 2011 16,3 37,2 0,4 13,5 7,2 0,0 1,4 76,0 2012 14,3 52,7 3,2 16,7 4,9 0,3 0,1 92,2 2013 22,9 66,5 4,4 28,7 3,6 1,1 0,9 128,2 2014 29,6 97,1 0,5 21,4 7,1 0,2 0,3 156,1 2015 37,8 103,8 2,9 20,0 13,7 0,0 1,3 179,5
2015 TW IV 7,2 27,4 1,4 3,8 6,1 0,0 0,3 46,2 2016 TW IV 13,5 30,7 1,3 4,8 7,7 0,0 0,1 58,1
Pertumbuhan (YoY, %) 87,3 12,0 -6,4 28,0 26,1 0,0 -79,8 25,8 Share (%) 23,2 52,9 2,3 8,3 13,3 0,0 0,1 100,0 Sumber: BKPM, diolah
Realisasi PMA triwulan IV tahun 2016 mengalami
penurunan dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya, yaitu mengalami pertumbuhan negatif
sebesar -5,5 persen (YoY). Pertumbuhan negatif terjadi di
Jawa dan Kalimantan, sementara wilayah lainnya
mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan positif
Pada triwulan IV tahun
2016, realisasi PMDN
dengan pertumbuhan
terbesar berada
Sumatera, yaitu sebesar
87,3 persen (YoY).
Pada triwulan IV tahun
2016, pertumbuhan realisasi
PMA terbesar terjadi di
Papua.
121
tertinggi di Papua sebesar 294,1 persen (YoY). Pada
triwulan IV tahun 2016 pulau Jawa, Sumatera, dan
Sulawesi memberikan kontribusi terbesar yaitu 47,1
persen, 17,3 persen dan 11,0 persen.
Tabel 55. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan IV Tahun 2016 Berdasarkan Lokasi (USD Milyar)
Tahun Lokasi
Total Sumatera Jawa
Bali & NT
Kalimantan Sulawesi Maluku Papua
2010 4,2 35,1 2,1 14,6 4,3 0,0 0,2 60,6
2011 16,3 37,2 0,4 13,5 7,2 0,0 1,4 76,0
2012 14,3 52,7 3,2 16,7 4,9 0,3 0,1 92,2
2013 22,9 66,5 4,4 28,7 3,6 1,1 0,9 128,2
2014 29,6 97,1 0,5 21,4 7,1 0,2 0,3 156,1
2015 37,8 103,8 2,9 20,0 13,7 0,0 1,3 179,5
2015 TW IV 0,9 4,0 0,3 1,9 0,6 0,1 0,2 7,9
2016 TW IV 1,3 3,5 0,2 0,8 0,8 0,1 0,7 7,5
Pertumbuhan (YoY, %) 43,3 -11,5 36,1 -59,6 44,0 110,5 294,1 -5,5
Share (%) 17,3 47,1 2,2 10,5 11,0 2,0 9,8 100,0
Sumber: BKPM, diolah
Berdasar lokasi menurut provinsi, pada triwulan IV tahun
2016 untuk PMA, dua dari lima besar lokasi investasi yang
diminati terletak di Pulau Jawa. Kedua lokasi tersebut
adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Papua, dengan
kontribusi realisasi PMA terbesar yaitu DKI Jakarta sebesar
15,8 persen.
Tabel 56. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan IV Tahun 2016
PMA PMDN
Lokasi (Provinsi) USD Juta % Thd Total Lokasi (Provinsi) Rp.
Triliun % Thd Total
DKI Jakarta 1.184,45 15,8 Jawa Tengah 14.17 24,4
Jawa Barat 1.085,47 14,5 Jawa Barat 8.10 13,9
Papua 707,51 9,4 Jawa Timur 7,52 12,9
Banten 647,68 8,6 Sulawesi Utara 4,91 8,4
Sulawesi Tengah 404,94 5,4 Lampung 4,61 7,9
Gabung lainnya 3.472,71 46,3 Gabung lainnya 18,80 32,5
Jumlah 7.502,76 100,0 Jumlah 58,1 100,0
Sumber: BKPM, diolah
Untuk PMDN, lima lokasi dengan realisasi paling besar
berturut-turut adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa
Timur, Sulawesi Utara, dan Lampung dengan sumbangan
terbesar berasal dari Jawa Tengah sebesar 24,4 persen
Pulau Jawa merupakan
lokasi PMDN dan PMA yang
paling diminati.
122
dari total realisasi PMDN. Selanjutnya Lampung
memberikan sumbangan terbesar kelima yaitu sebesar 7,9
persen dari total realisasi PMDN.
Realisasi per Negara
Tabel 57. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan IV Tahun 2016
Negara Juta USD %Terhadap Total
Singapura 2.053,6 27,4
R. R. Tiongkok 1.075,5 14,3
Jepang 902,7 12,0
Amerika Serikat 731,5 9,7
Hong Kong 691,7 9,2
Gabung Lainnya 2.047,8 27,3
Jumlah 7.502,8 100,0
Sumber: BKPM, diolah
Pada triwulan IV tahun 2016, tiga negara asal investasi
PMA paling besar adalah Asia yaitu Singapura dengan nilai
investasi sebesar USD2.053,6 juta atau 27,4 persen dari
total realisasi PMA, Tiongkok dengan nilai investasi
sebesar USD1.075,5 juta (14,3 persen), dan Jepang
dengan nilai investasi sebesar USD902,7 juta (12,0
persen). Selanjutnya, negara asal realisasi PMA terbesar
keempat dan kelima adalah Amerika Serikat dengan nilai
investasi sebesar USD731,5 juta (9,7 persen) dan Hong
Kong dengan nilai investasi sebesar USD691,7 juta atau
9,2 persen dari total PMA.
Singapura merupakan negara asal investasi PMA terbesar pada triwulan IV tahun 2016
123
124
125
126
PERKEMBANGAN MONETER DAN KEUANGAN
PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER
Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi tahunan (YoY) triwulan IV tahun 2016
menurun jika dibandingkan dengan akhir triwulan
sebelumnya, yaitu sebesar 3,02 persen dengan IHK 126,7.
Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada bulan Oktober-
Desember 2016 masing-masing sebesar 3,31 persen, 3,58
persen, dan 3,02 persen (Tabel 58). Penurunan inflasi
tersebut terutama karena terkendalinya harga bahan
makanan seiring dengan semakin terjaganya pasokan.
Inflasi pada akhir tahun 2016 merupakan inflasi terendah
sejak akhir tahun 2009. Sebaliknya, pergerakan inflasi
bulanan (MtM) selama triwulan IV tahun 2016, meningkat
masing-masing sebesar 0,14 persen, 0,47 persen, dan 0,42
persen dari Oktober-November (Tabel 58). Peningkatan
ini didorong oleh komponen inflasi bulanan harga diatur
pemerintah.
Tabel 58. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan IV Tahun 2016
Persentase (%)
Oktober November Desember
Year-on-Year 3,31 3,58 3,02
Month-to-month 0,14 0,47 0,42
Tahun kalender 2,11 2,59 3,02
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Berdasarkan komponennya, secara tahunan (YoY), inflasi
terendah selama Oktober-Desember tahun 2016 dimiliki
oleh komponen inflasi harga diatur Pemerintah
(administered price), namun dengan tren yang cenderung
meningkat. Peningkatan inflasi harga diatur pemerintah
juga terjadi secara bulanan. Sebaliknya, rendahnya inflasi
akhir tahun 2016 karena inflasi harga bergejolak (volatile
food) yang cenderung menurun meskipun masih dalam
tingkat inflasi yang tinggi dibandingkan komponen inflasi
lainnya. Rendahnya inflasi pada akhir tahun 2016 juga
Terkendalinya inflasi tahunan didorong oleh stabilnya inflasi inti dan menurunnya tingkat inflasi pada volatile food.
Pergerakan inflasi (YoY) pada akhir triwulan IV tahun 2016 menurun dan terkendali pada kisaran 4±1 persen.
127
didukung dengan kestabilan pada komponen inflasi inti
(Tabel 59).
Tabel 59. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen
Komponen YoY MtM
Oktober November Desember Oktober November Desember
Inti 3,08 3,07 3,07 0,1 0,15 0,23
Bergejolak 7,54 9,14 5,92 -0,26 1,84 0,47
Diatur pemerintah 0,17 0,09 0,21 0,57 0,13 0,97
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Selama bulan Oktober-November tahun 2016, kelompok
pengeluaran yang selalu menyumbangkan inflasi, yaitu:
kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga; kesehatan;
perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar; transportasi,
komunikasi, dan jasa keuangan; serta makanan jadi,
minuman, rokok, dan tembakau (Tabel 60). Pada bulan
November 2016, seluruh kelompok pengeluaran
mendorong inflasi seiring dengan persiapan menjelang
perayaan Natal pada Desember 2016 dan Tahun Baru
2017. Pada bulan Desember 2016, hampir seluruh
kelompok pengeluaran menyumbang inflasi dengan share
yang lebih tinggi, kecuali pada kelompok sandang dan
bahan makanan. Kelompok bahan makanan memberikan
sumbangan inflasi yang semakin menurun mencapai 0,11
persen pada Desember 2016. Sebaliknya, kelompok
sandang memberikan sumbangan deflasi hingga 0,03
persen (Tabel 60).
Tabel 60. Share Inflasi Kelompok Pengeluaran terhadap Pembentukan Inflasi Bulanan
Kelompok Pengeluaran persentase (%)
Oktober November Desember
UMUM (headline) 0,14 0,47 0,42
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan -0.01 0,01 0,2
Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga 0,01 0,0 0,01
Kesehatan 0,01 0,01 0,01
Sandang -0,02 0 -0,03
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan bakar 0,14 0,04 0,04
Berdasarkan kelompok pengeluaran, kelompok sandang memberikan sumbangan terendah terhadap pembentukan inflasi bulanan (MtM).
128
Kelompok Pengeluaran persentase (%)
Oktober November Desember
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 0,04 0,05 0,08
Bahan Makanan -0,03 0,36 0,11
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Berdasarkan pulau, penyebaran inflasi tahunan (YoY) dan
bulanan (MtM) yang cukup rendah dialami oleh
kabupaten/kota yang berada di Pulau Jawa. Sebaliknya
inflasi (YoY dan MtM) tertinggi terjadi di Pulau Sumatera
dan Sulawesi. Inflasi (YoY) tertinggi selama Oktober-
Desember 2016 terjadi di Pulau Sumatera, dialami oleh
Kota Sibolga masing-masing pada Oktober-November
sebesar 9,12 persen (YoY) dan 9,35 persen (YoY), dan Kota
Pangkal Pinang, pada Desember sebesar 7,78 persen
(Lampiran 1 Bagian 1). Sama halnya dengan inflasi
tahunan, inflasi bulanan tertinggi juga dialami oleh
kabupaten/kota IHK di Pulau Sumatera dan Sulawesi,
yaitu Kota Sibolga pada bulan Oktober, Manado pada
bulan November, dan Lhokseumawe pada bulan
Desember (Lampiran 1 Bagian 2). Peningkatan inflasi di
Kota Sibolga dan wilayah Sumatera lainnya terutama
disebabkan oleh tingginya inflasi pada kelompok bahan
makanan, terutama komoditas cabai.
Sementara itu, rendahnya tingkat inflasi yang terjadi pada
mayoritas kabupaten/kota IHK di Pulau Jawa terutama
disebabkan oleh dukungan infrastruktur yang lebih
memadai dibandingkan kawasan di luar Pulau Jawa.
Keberadaan infrastruktur yang mendukung kelancaran
alur distribusi barang sangat penting dalam menekan
tingkat inflasi di suatu daerah. Fasilitas infrastruktur
mempermudah jalur perdagangan barang sehingga
mempercepat jalur distribusi dan meminimalkan biaya
distribusi barang terutama bahan makanan dengan
karakteristiknya yang tidak tahan lama.
Selama triwulan IV tahun 2016, secara YoY, penyebaran tingkat inflasi kabupaten/ kota IHK di Pulau Jawa cukup rendah dibandingkan inflasi di pulau dan kawasan lainnya.
129
Nilai Tukar Rupiah
REER dan NEER ASEAN
Rata-rata nilai tukar selama triwulan IV tahun 2016 sedikit
melemah bila dibandingkan dengan posisi pada triwulan
III tahun 2016. Pada akhir Desember 2016, posisi nilai
tukar Rupiah terhadap USD sebesar Rp13.473 per USD.
Sementara itu, rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap USD
selama triwulan IV tahun 2016 sebesar Rp13.254 per USD,
melemah 0,9 persen dibandingkan triwulan sebelumnya
(Lampiran 2). Pelemahan nilai tukar Rupiah ini
dipengaruhi oleh sentimen negatif dari terpilihnya
Presiden baru AS dan rencana peningkatan suku bunga
The Fed. Namun, jika dibandingkan secara YtD maupun
YoY, Rupiah masih mempertahankan penguatannya
(Lampiran 2).
Gambar 42. Nilai Tukar Rupiah terhadap USD (Rp/USD)
Sumber: Bloomberg, data diolah.
Gambar 43. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100)
Sumber: Bank for International Settlements, data diolah.
11.000
12.000
13.000
14.000
15.000
Jan
-14
Mar
-14
Mei
-14
Jul-
14
Sep
-14
No
v-1
4
Jan
-15
Mar
-15
Mei
-15
Jul-
15
Sep
-15
No
v-1
5
Jan
-16
Mar
-16
Mei
-16
Jul-
16
Sep
-16
No
v-1
6
Jan
-17
80
90
100
110
120
INDONESIA THAILAND MALAYSIA FILIPINA SINGAPURA
Selama triwulan IV tahun 2016, secara nominal, nilai tukar Rupiah terhadap USD melemah 0,9 persen dibandingkan triwulan sebelumnya.
130
Secara riil maupun nominal, nilai tukar Rupiah relatif lebih
rendah dibandingkan negara sekawasan, namun
menunjukkan sedikit peningkatan memasuki akhir tahun
2015 (lihat Gambar 43 dan 44). Pada akhir triwulan IV
tahun 2016, nilai REER Indonesia meningkat, mencapai
96,01. Sejak akhir tahun 2015, nilai REER Indonesia secara
rata-rata selalu berada diatas nilai REER Malaysia. Pada
akhir Desember 2016, nilai REER negara kawasan ASEAN
tertinggi dimiliki oleh Filipina sebesar 112,81, disusul
Singapura sebesar 108,3. Rendahnya REER yang dimiliki
Indonesia ini memiliki dampak postif terhadap daya saing
perdagangan dibandingkan negara Filipina, Singapura,
dan Thailand.
Gambar 44. Nominal Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100)
Sumber: Bank for International Settlements, data diolah.
Jumlah Uang Beredar
Uang beredar dalam arti luas (M2) pada akhir triwulan IV
tahun 2016 sebesar Rp5.005 triliun, tumbuh lebih cepat
10,1 persen (YoY) dibandingkan pertumbuhan pada akhir
triwulan III tahun 2016 yang tumbuh sebesar 5,1 persen
(YoY) (Gambar 45). Percepatan tersebut bersumber dari
seluruh komponen M2, yaitu M1, uang kuasi, dan surat
berharga selain saham. Jika dilihat berdasarkan faktor
yang mempengaruhi, percepatan pertumbuhan uang
beredar terutama disebabkan oleh ekspansi operasi
70
75
80
85
90
95
100
105
110
115
INDONESIA THAILAND MALAYSIA FILIPINA SINGAPURA
Nilai tukar riil dan nominal Rupiah (REER dan NEER) tergolong rendah dibandingkan mata uang negara sekawasan.
Pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2) pada akhir triwulan IV tahun 2016 meningkat menjadi 10,1 persen (YoY).
131
keuangan Pemerintah Pusat yang tercermin dari
penurunan kewajiban dan peningkatan tagihan bersih
kepada Pemerintah Pusat. Sementara itu, pertumbuhan
kredit perbankan melambat, terutama terjadi pada
perlambatan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi.
Gambar 45. Perkembangan Uang Beredar Triwulan IV Tahun 2016
Sumber: Bank Indonesia, data diolah.
Respon Kebijakan Moneter
Pada bulan Oktober 2016, BI kembali menurunkan BI 7
day reverse repo sebesar 25 basis poin menjadi 4,75
persen. Keputusan ini didasarkan pada ruang
pelonggaran moneter yang semakin terbuka seiring
dengan terus menurunnya tekanan inflasi. Keputusan
tersebut diharapkan dapat memperkuat pelonggaran
kebijakan makroprudensial dan penurunan Giro Wajib
Minimum (GWM) yang telah dilakukan sebelumnya
dalam rangka menstimulus pertumbuhan ekonomi.
Pada bulan November dan Desember 2016, BI
memutuskan untuk mempertahankan suku bunga
kebijakannya, sejalan dengan kehati-hatian Bank
Indonesia dalam merespons ketidakpastian pasar
keuangan global pasca pemilihan umum (Pemilu) di AS.
5,08%
7,55%
9,35%
10,08%
5,93%
10,27%
12,51%
17,28%
5,05%
6,82% 8,42% 7,93%
0,00%
2,00%
4,00%
6,00%
8,00%
10,00%
12,00%
14,00%
16,00%
18,00%
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
Sep Okt Nov Des
M2 (triliun Rp) M1 (triliun Rp)
Uang Kuasi (triliun Rp) Pertumbuhan M2, %YoY
Pertumbuhan M1, %YoY Pertumbuhan Uang Kuasi, %YoY
Pada bulan Oktober, suku
bunga kebijakan turun 25
basis poin menjadi 4,75
persen.
Pada akhir tahun 2016, BI
merespon ketidakpastian
keuangan global dengan
mempertahankan suku
bunga.
132
Peningkatan suku bunga Fed Fund rate pada Desember
2016 yang berpotensi meningkatkan cost of borrowing
juga menjadi pertimbangan BI dalam mempertahankan
suku bunganya sementara ini.
Tabel 61. Struktur Suku Bunga Operasi Moneter Bank Indonesia
Oktober
Tenor 7 hari 2
minggu
1
bulan
3
bulan
6
bulan
9
bulan
12
bulan
Term Structure
Operasi
Moneter
4,75% 4,95% 5,2 5,85% 6,05% 5,9% 6%
November
Term Structure
Operasi
Moneter
4,75% 4,95% 5,2 5,6% 5,8% 5,9% 6%
Desember
Term Structure
Operasi
Moneter
4,75% 4,95% 5,2 - 5,8% 5,9% 6%
Sumber: Bank Indonesia.
Ada tiga hal yang perlu dicermati terkait respon kebijakan
dalam meredam fluktuasi nilai tukar rupiah, yaitu: (i)
Mempercepat realisasi pembangunan infrastruktur untuk
menarik kembali kepercayaan investor dan membangun
persepsi positif pasar, sehingga sudden capital outflow
dapat dihindari; (ii) Meningkatkan ekspor produk
manufaktur, prioritas impor untuk barang modal yang
sifatnya produktif; (iii) Manajemen ekspektasi dengan
meningkatkan kualitas komunikasi publik untuk
menciptakan optimisme dan mengurangi rasa panik di
masyarakat.
Di bidang moneter, Pemerintah tetap siaga memantau fundamental ekonomi.
133
Koordinasi kebijakan antara Pemerintah dan Bank
Indonesia akan terus ditingkatkan untuk menjaga
stabilitas makroekonomi. Ke depan, kebijakan moneter
tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas makroekonomi
dan stabilitas sistem keuangan melalui penguatan bauran
kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan
sistem pembayaran. Kebijakan moneter akan tetap secara
konsisten diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju
sasarannya dan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang
lebih sehat.
SEKTOR PERBANKAN
Gambar 46. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan : Data triwulan IV tahun 2016 merupakan data bulan November
Kondisi sistem keuangan masih tetap stabil dengan
ditopang oleh ketahanan sektor perbankan yang terjaga
hingga triwulan IV tahun 2016. Rasio kecukupan modal
(Capital Adequacy Ratio atau CAR) pada bulan November
2016 masih jauh di atas ketentuan CAR minimum yaitu 8,0
persen. Rasio CAR bahkan mengalami peningkatan yaitu
dari 22,6 persen pada triwulan III tahun 2016 menjadi 23,0
persen pada triwulan IV tahun 2016. Kondisi tersebut
mencerminkan daya tahan perbankan yang cukup solid
dalam mengatasi tekanan dan gejolak di perekonomian.
80
82
84
86
88
90
92
94
0
5
10
15
20
25
Q1
:20
13
Q2
:20
13
Q3
:20
13
Q4
:20
13
Q1
:20
14
Q2
:20
14
Q3
:20
14
Q4
:20
14
Q1
:20
15
Q2
:20
15
Q3
:20
15
Q4
:20
15
Q1
:20
16
Q2
:20
16
Q3
:20
16
Q4
:20
16
CA
R, N
PL
(pe
rse
n)
LDR CAR NPL
LDR
(pe
rse
n)
Penguatan koordinasi kebijakan antara Pemerintah dan Bank Indonesia mutlak dilakukan.
Kondisi sistem keuangan
tetap stabil dengan
ditopang oleh ketahanan
sektor perbankan.
134
Dari sisi likuiditas, Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami
penurunan sebesar 101 bps, yaitu dari 91,7 persen pada
triwulan III tahun 2016 menjadi 90,7 persen pada triwulan
IV tahun 2016. Penurunan rasio LDR tersebut
mencerminkan adanya peningkatan fungsi intermediasi
perbankan. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non
Performing Loan/ NPL) mengalami peningkatan sebesar
8,0 bps. Pelemahan kondisi perekonomian menjadi salah
satu faktor rendahnya kemampuan borrowers untuk
membayar kredit, sehingga mendorong peningkatan NPL
perbankan. Rasio kredit bermasalah (NPL) meningkat dari
3,1 persen pada triwulan III tahun 2016 menjadi 3,2
persen pada triwulan IV tahun 2016. Akan tetapi, nilai
tersebut masih berada di bawah batas ketentuan yang
ditetapkan yaitu sebesar 5,0 persen.
Gambar 47. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan
Catatan : Angka triwulan IV 2016 merupakan angka bulan November
0
5
10
15
20
25
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
Q1
:20
13
Q2
:20
13
Q3
:20
13
Q4
:20
13
Q1
:20
14
Q2
:20
14
Q3
:20
14
Q4
:20
14
Q1
:20
15
Q2
:20
15
Q3
:20
15
Q4
:20
15
Q1
:20
16
Q2
:20
16
Q3
:20
16
Q4
:20
16
DPK Kredit Pertumbuhan DPK (yoy) Pertumbuhan Kredit (yoy)
DP
K, K
red
it (
trili
un
Rp
)
Per
tum
bu
han
(%)
135
Pada triwulan IV tahun 2016, kegiatan intermediasi
perbankan menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik.
Hal tersebut terlihat dari adanya peningkatan jumlah
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang cukup signifikan dan
peningkatan jumlah kredit yang disalurkan walaupun
peningkatan jumlah kredit masih mengalami
perlambatan. DPK pada triwulan IV tahun 2016 sebesar
Rp4.734 triliun atau tumbuh sebesar 7,3 persen (YoY)
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara itu,
jumlah kredit tetap tumbuh meskipun masih mengalami
perlambatan, yaitu tumbuh sebesar 5,6 persen (YoY).
Perlambatan kredit ini sejalan dengan belum optimalnya
pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada
permintaan kredit.
Gambar 48. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan : Angka triwulan IV 2016 merupakan angka bulan November
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
Q1
:20
13
Q2
: 2
01
3
Q3
:20
13
Q4
:20
13
Q1
:20
14
Q2
:20
14
Q3
:20
14
Q4
:20
14
Q1
:20
15
Q2
:20
15
Q3
:20
15
Q4
:20
15
Q1
:20
16
Q2
:20
16
Q3
:20
16
Q4
:20
16
KI KMK KK Pertumbuhan KI Pertumbuhan KMK Pertumbuhan KK
KK
, KI,
KM
K (
trili
un
Rp
)
Pe
rtu
mb
uh
an(p
ers
en
)
Kegiatan intermediasi perbankan menunjukkan pertumbuhan yang baik, terlihat dari adanya peningkatan jumlah DPK dan kredit yang disalurkan oleh perbankan.
136
Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit konsumsi (KK)
mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu mencapai
7,2 persen. Di sisi lain, Kredit Investasi (KI) dan Kredit
Modal Kerja (KMK) tetap tumbuh walaupun masih
mengalami perlambatan hingga triwulan IV tahun 2016.
Pertumbuhan Kredit Investasi mencapai 7,1 persen (YoY)
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, sedangkan
pertumbuhan Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar 3,9
persen (YoY).
Kredit Usaha Rakyat
Gambar 49. Penyaluran KUR berdasarkan Sektor Ekonomi
Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Sampai dengan 31 Desember 2016, total penyaluran KUR
mencapai Rp94,3 triliun, penyaluran tersebut telah
melebihi target yang ditentukan yaitu Rp94 triliun. Jumlah
debitur pada tahun 2016 adalah 4,357 juta debitur. Total
kredit yang bermasalah (non perfroming loan) pada tahun
2016 hampir mendekati nol persen, yaitu sebesar 0,3
persen. Hal ini menunjukkan bahwa para debitur KUR
memiliki kemampuan yang baik dalam melunasi
pinjaman.
Pertanian Perikanan Industri Pengolahan Perdagangan Jasa-jasa Penempatan TKI
Perdagangan
Pertanian
Jasa-jasa
Perikanan 1%
Penempatan TKI0,2%
Kredit konsumsi mengalami
pertumbuhan yang cukup
signifikan, sedangkan kredit
investasi dan modal kerja
juga tetap tumbuh
meskipun masih mengalami
perlambatan.
Total penyaluran KUR
mencapai Rp94,3 triliun,
penyaluran tersebut telah
melebihi target yang
ditentukan yaitu Rp94
triliun.
137
Hingga akhir tahun 2016, penyaluran KUR masih belum
merata. Sebagian besar KUR disalurkan untuk UMKM dan
koperasi di sektor perdagangan (66,0 persen volume KUR)
dan sektor pertanian (17,0 persen dari volume).
Berdasarkan sebaran wilayah, terdapat 5 provinsi di
Indonesia dengan penyaluran tertinggi diantaranya
adalah Jawa Tengah (Rp15,3 triliun), Jawa Timur (Rp12,7
triliun), Jawa Barat (Rp10,7 Triliun), Sulawesi Selatan
(Rp4,7 triliun) dan Sumatera Utara (Rp3,9 triliun).
Sektor Perbankan Syariah
Gambar 50. Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan : Angka triwulan IV 2016 merupakan angka bulan November
Ketahanan sektor perbankan syariah tercermin dalam
pertumbuhan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy
Ratio/CAR) yang meningkat pada triwulan IV tahun 2016.
Pada triwulan IV tahun 2016, rasio kecukupan modal
meningkat sebesar 47,0 bps menjadi 15,8 persen dan
masih jauh di atas peraturan penyediaan modal minimum
perbankan. Dari sisi likuiditas, rasio pembiayaan terhadap
Dana Pihak Ketiga (Financing to Deposit Ratio/FDR)
mengalami penurunan sebesar 139 bps menjadi 88,9
-20,00
-15,00
-10,00
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
CAR NPF FDR
Ketahanan sektor perbankan syariah tetap terjaga diiringi dengan resiko likuiditas dan pembiayaan yang terkendali serta rasio kecukupan modal yang cukup tinggi
138
persen. Penurunan tersebut mencerminkan bahwa resiko
likuiditas perbankan syariah masih terkendali. Sementara
itu, resiko pembiayaan bermasalah masih jauh di bawah
ketentuan maksimum rasio pembiayaan bermasalah (Non
Performing Financing/NPF). Pada triwulan IV tahun 2016
Non Performing Financing mengalami penurunan hingga
4,3 persen.
Gambar 51. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Pembiayaan di Indonesia
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan : Data triwulan IV tahun 2016 merupakan data bulan November
Kegiatan intermediasi perbankan mencatat pertumbuhan
yang sangat positif pada triwulan IV tahun 2016. Hal
tersebut dibuktikan oleh pertumbuhan Dana Pihak Ketiga
(DPK) yang sangat signifikan disertai tingkat penyaluran
pembiayaan yang juga sangat tinggi. Hal ini dipicu oleh
pertumbuhan pangsa pasar perbankan syariah yang baru
saja mencapai 5,2 persen pada triwulan IV tahun 2016.
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada triwulan IV
tahun 2016 naik cukup drastis sebesar 22,6 persen
menjadi Rp270.480 miliar. Adapun jumlah pembiayaan
yang disalurkan kepada masyarakat juga mengalami
0
10
20
30
40
50
60
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
DPK Pembiayaan
Pertumbuhan DPK (yoy) Pertumbuhan Pembiayaan (yoy)D
PK
,Pe
mb
iayaan (M
iliar Rp
)
Pertu
mb
uh
an(%
)
Kegiatan intermediasi perbankan syariah mengalami kenaikan yang positif menyusul kenaikan jumlah DPK dan pembiayaan yang cukup tinggi.
139
peningkatan yang cukup tinggi seiring pertumbuhan DPK
yang sangat signifikan. Pertumbuhan jumlah pembiayaan
naik menjadi Rp 240.381 miliar atau naik sebesar 14,95
persen.
Gambar 52. Perkembangan Pembiayaan Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan : Angka triwulan IV 2016 merupakan angka bulan November
Pada triwulan IV 2016, pertumbuhan Pembiayaan
Konsumsi (PK) mengalami peningkatan yang signifikan
dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun
sebelumnya. Jumlah Pembiayaan Konsumsi (PK) adalah
sebesar Rp 99.035 miliar dengan pertumbuhan sebesar
22,9 persen (YoY). Disisi lain, jumlah Pembiayaan
Investasi (PI) dan jumlah Pembiayaan Modal Kerja (PMK)
tumbuh normal dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pembiayaan Investasi tercatat sebesar Rp 57.171 miliar
dengan pertumbuhan sebesar 18,1 persen (YoY) dan
Pembiayaan Modal Kerja (PMK) berjumlah Rp 84.174
miliar dengan pertumbuhan sebesar 5,1 persen (YoY).
Pada triwulan IV tahun 2016, Pembiayaan Investasi (PI),
Pembiayaan Modal Kerja (PMK) dan Pembiayaan
Pembiayaan Investasi (PI)
dan Pembiayaan Modal
Kerja (PMK) mengalami
pertumbuhan dibandingkan
dengan tahun sebelumnya.
Sementara Pembiayaan
Konsumsi (PK) mengalami
pertumbuhan yang
signifikan.
-10
0
10
20
30
40
50
60
Q1
:20
13
Q2
: 20
13
Q3
:20
13
Q4
:20
13
Q1
:20
14
Q2
:20
14
Q3
:20
14
Q4
:20
14
Q1
:20
15
Q2
:20
15
Q3
:20
15
Q4
:20
15
Q1
:20
16
Q2
:20
16
Q3
:20
16
Q4
:20
16-10000
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
7000080000
90000
PI PMK PK
Pertumbuhan PI Pertumbuhan PMK Pertumbuhan PK
PK
,PI, P
MK
(Miliar R
p)
Pe
rtum
bu
han
(%)
140
Konsumsi (PK) mengalami percepatan pertumbuhan.
Kondisi ini menyusul kenaikan jumlah pembiayaan yang
cukup signifikan. Pertumbuhan Pembiayaan Investasi (PI)
mengalami kenaikan sebesar 18,1 persen menjadi
Rp57.171 miliar. Pembiayaan Modal Kerja (PMK) juga
meningkat sebesar 5,1 persen. Sementara Pembiayaan
Konsumsi (PK) mengalami kenaikan yang cukup signifikan
dibandingkan dengan yang lain. Pembiayaan Konsumsi
(PK) pada triwulan IV tahun 2016 tumbuh sebesar 22,9
persen dibanding tahun sebelumnya menjadi Rp99.035
miliar.
Pembiayaan Investasi,
Pembiayaan Modal Kerja,
dan Pembiayaan Konsumsi
secara keseluruhan
mengalami percepatan
pertumbuhan dibanding
tahun sebelumnya. Adapun
Pembiayaan Konsumsi
mengalami kenaikan yang
cukup signifikan.
141
Lampiran 1: Inflasi Domestik
Inflasi YoY 82 Kabupaten/ Kota Oktober-Desember 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Sumatera
Jawa
Bali
Nusa Tenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
Papua
142
Lampiran 1: Inflasi Domestik
Inflasi MtM 82 Kabupaten/ Kota Oktober-Desember 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Sumatera
Jawa
Bali
Nusa Tenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
Papua
143
Lampiran 2 : Nilai Tukar Mata Uang
Nilai Tukar Mata Uang per USD
Negara
Oktober 2016 November 2016 Desember 2016 Rata-rata
Triwulanan QtQ (%)
PAB MTM
(%) YTD (%)
YOY (%) PAB
MTM (%)
YTD (%)
YOY (%)
PAB
MTM (%)
YTD (%)
YOY (%)
Rupiah Indonesia 13.048,0 0,0 6,0 4,9 13.555,0 (3,7) 2,0 2,2 13.473,0 0,6 2,6 2,3 13.254,3 (0,9)
Lira Turki 3,1 (3,0) (5,6) (5,8) 3,4 (10,0) (15,0) (15,2) 3,5 (2,4) (17,1) (17,2) 3,3 (9,8)
Rand Afrika Selatan 13,5 1,8 15,5 2,6 14,1 (4,4) 10,4 2,5 13,7 2,6 13,2 12,6 13,9 1,1
BRIC
Real Brazil 3,2 2,2 24,0 20,7 3,4 (5,7) 17,0 14,2 3,3 4,0 21,7 21,7 3,3 (1,6)
Rubel Rusia 63,4 (0,8) 14,4 0,9 64,1 (1,1) 13,1 3,6 61,5 4,2 17,8 17,8 63,1 2,4
Rupee India 66,8 (0,3) (1,0) (2,3) 68,4 (2,4) (3,3) (2,5) 67,9 0,7 (2,6) (2,6) 67,4 (0,6)
Yuan Cina 6,8 (1,5) (4,2) (6,8) 6,9 (1,6) (5,7) (7,1) 6,9 (0,8) (6,5) (6,5) 6,8 (2,4)
ASEAN-6
Dolar Singapura 1,4 (2,0) 1,5 0,7 1,4 (3,0) (1,5) (1,6) 1,4 (0,9) (2,4) (2,0) 1,4 (4,1)
Ringgit Malaysia 4,2 (1,3) 2,4 2,5 4,5 (6,1) (3,9) (4,6) 4,5 (0,4) (4,3) (4,3) 4,3 (6,4)
Baht Thailand 35,0 (1,3) 2,9 1,7 35,7 (1,9) 0,9 0,3 35,8 (0,4) 0,6 0,5 35,4 (1,6)
Peso Filipina 48,5 0,0 (3,2) (3,3) 49,7 (2,5) (5,6) (5,0) 49,6 0,2 (5,4) (5,4) 49,1 (4,2)
Kyat Myanmar 1.289,0 (2,0) 1,5 (0,8) 1.313,0 (1,8) (0,4 (0,9) 1357,5 (3,3) (3,6) (3,5 1.306,8 (8,1)
Negara Maju
Euro 0,9 (2,3) 1,1 (0,2) 0,9 (3,6) (2,5) 0,2 1,0 (0,7) (3,1) (3,1) 0,9 (3,4)
Poundsterling Inggris
0,8 (5,7) (17,2) (20,7) 0,8 2,2 (15,4) (16,9) 0,8 (1,3) (16,5) (16,2) 0,8 (5,3)
Yen Jepang 104,8 (3,3) 15,0 15,1 114,5 (8,4) 5,3 7,6 117,0 (2,1) 3,1 2,8 109,5 (6,5)
Won Korea Selatan 1.143,8 (3,7) 2,5 (0,3) 1.169,0 (2,2) 0,3 (0,9) 1205,8 (3,1) (2,8) (2,6) 1.158,1 (3,2)
144
Lampiran 3: Harga Komoditas Internasional
Harga Komoditas Internasional
Komoditas Oktober 2016 November 2016 Desember 2016
Rata-rata Triwulan
QtQ (%) PAB
MTM (%)
YTD (%)
YOY (%)
PAB MTM (%)
YTD (%)
YOY (%)
PAB MTM (%)
YTD (%)
YOY (%)
Beras (USD/cwt) 9.9 -0.3 -14.8 -15.1 9.7 -1.5 -16.1 -18.5 9.4 -3.6 -19.1 -19.1 9.8 -1.8
Gula (USd/lb) 21.6 -4.3 41.5 48.6 19.8 -8.2 30.0 32.7 19.5 -1.5 28.0 28.0 20.6 1.3
Gandum (USd/bu) 416.3 3.5 -11.4 -20.3 380.5 -8.6 -19.0 -17.3 408.0 7.2 -13.2 -13.2 402.2 -0.7
Kacang Kedelai
(USd/bu) 1,002.3 5.1 15.0 13.4 1,032.3 3.0 18.5 17.2 996.5 -3.5 14.4 14.4 1,003.9 -1.0
Jagung (USd/bu) 354.8 5.3 -7.4 -13.1 348.5 -1.8 -9.0 -11.7 352.0 1.0 -8.1 -8.1 353.0 4.0
Minyak Mentah
Brent (USD/bbl) 48.3 -1.5 29.6 -2.5 50.5 4.5 35.4 13.1 56.8 12.6 52.4 52.4 51.5 9.6
Minyak Mentah WTI
(USD/barrel) 46.9 -1.9 26.0 2.8 49.8 6.1 33.7 20.8 54.7 9.8 46.8 46.8 49.7 11.4
Gas Alam
(USD/MMBtu) 3.0 4.1 18.9 15.8 3.4 10.8 31.7 33.1 3.7 9.9 44.8 44.8 3.3 16.3
Emas (USD/toz) 1,273.1 -3.3 19.6 11.1 1,173.9 -7.8 10.3 9.7 1,154.3 -1.7 8.4 8.4 1,212.5 -9.5
Tembaga (USd/lb) 220.5 -0.2 2.3 -5.4 263.3 19.4 22.2 27.0 250.6 -4.8 16.3 16.3 242.9 11.9
Sumber: Bloomberg (diolah kembali), posisi akhir bulan
145
Lampiran 4: Harga Bahan Pokok Nasional
Harga Bahan Pokok Nasional
Komoditas
Oktober 2016 November 2016 Desember 2016 Rata-rata Triwulan
QtQ (%) PAB
MTM (%)
YTD (%)
YOY (%)
PAB MTM
(%) YTD (%)
YOY (%)
PAB MTM (%)
YTD (%)
YOY (%)
Minyak Goreng 11,450.0 -2.7 10.0 7.7 11,660.0 1.8 12.0 11.6 11,710.0 0.4 12.5 12.8 11,597.3 1.1
Daging Sapi 113,770.0 0.1 3.2 5.7 113,960.0 0.2 3.3 5.4 114,840.0 0.8 4.1 3.9 113,934.4 -0.5
Daging Ayam Broiler 30,150.0 -2.2 -11.9 3.9 29,780.0 -1.2 -12.9 -4.3 33,040.0 10.9 -3.4 -2.6 30,538.8 -5.0
Telur Ayam Ras 22,030.0 -3.1 -13.7 1.0 21,950.0 -0.4 -14.1 -4.0 24,400.0 11.2 -4.5 -6.0 22,474.1 -4.0
Tepung Terigu 8,970.0 0.2 -1.0 0.1 8,880.0 -1.0 -2.0 -1.2 8,880.0 0.0 -2.0 -2.0 8,921.1 -0.8
Kedelai Impor 10,540.0 -0.8 -4.1 -4.8 10,660.0 1.1 -3.0 -3.0 10,690.0 0.3 -2.7 -2.6 10,643.9 -0.2
Kedelai lokal 11,050.0 -0.5 0.4 1.7 11,060.0 0.1 0.5 0.5 10,840.0 -2.0 -1.5 -3.0 11,039.3 -1.1
Beras Medium 10,700.0 0.9 -0.1 2.8 10,660.0 -0.4 -0.5 0.6 10,710.0 0.5 0.0 -0.2 10,679.1 1.0
Gula Pasir 14,350.0 -1.5 10.0 12.3 14,170.0 -1.3 8.7 10.9 14,100.0 -0.5 8.1 8.8 14,267.1 -8.2
Cabe Merah Keriting 51,040.0 40.2 30.0 125.0 50,550.0 -1.0 28.7 80.1 40,080.0 -20.7 2.1 1.2 47,583.0 37.2
Cabe Merah Biasa 49,730.0 40.9 26.4 109.3 46,970.0 -5.5 19.4 79.5 37,120.0 -21.0 -5.6 -8.5 45,659.0 35.6
Bawang Merah 36,380.0 -7.0 1.3 75.8 41,820.0 15.0 16.5 89.1 37,130.0 -11.2 3.4 3.9 39,051.3 -5.8
Sumber: Kementerian Perdagangan (diolah kembali), posisi akhir bulan
146
Untuk memberikan hasil laporan terbaik, kami mengharapkan saran dan kritik
membangun dari pembaca.
Kritik dan saran harap dikirimkan ke alamat surat elektronik berikut
147