21
Multilingual, Volume XII, No. 1, Tahun 2013 KEANTONIMAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA KAILI Adjectiva Antonyms in Kaili Language Deni Karsana Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah Jalan Untad I, Bumi Roviga, Tondo Palu 94118 Telepon (0451) 4705498; 421874 /Faksimile (0451) 421843 Pos-el: [email protected] Abstract Semantics is a field of linguistics dealing with the meaning. Field of semantic meaning to be very broad scope. One is antonym. Antonym study is part of the semantic field in particular for the study of lexical meaning. Antonym found in every language. This paper examines how the relationship type meaning antonym in Kaili language. This research uses descriptive qualitative method. The results showed Kaili language antonyms on the word class adjective that can be divided into three types, namely bipolar adjective antonyms, balanced antonyms adjective and overlap antonyms adjective. Keywords: antonyms, adjective, bipolar antonym, balanced antonym, and overlapping antonym Abstrak Semantik merupakan bidang linguistik yang menangani makna. Bidang makna yang menjadi cakupan semantik sangat luas. Salah satunya adalah keantoniman. Telaah keantoniman merupakan bidang semantik, khususnya untuk telaah makna leksikal. Keantoniman ditemukan di setiap bahasa. Tulisan ini mengkaji bagaimana tipe hubungan makna keantoniman pada bahasa Kaili. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian pada bahasa Kaili memperlihatkan adanya antonim pada kelas kata adjektiva yang dapat terbagi tiga jenis, yaitu antonim adjektiva berkutub, antonim adjektiva seimbang, dan antonim adjektiva tumpang tindih. Kata kunci: antonim, adjektiva, antonim berkutub, antonim seimbang, antonim tumpang tindih 1. Pendahuluan Bahasa Kaili (BK) semakin berkembang sejalan dengan perkembangan kebudayaan telah banyak diteliti. Sudah banyak aspek yang dikaji dalam penelitian bahasa Kaili, di antaranya di bidang linguistik, seperti fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan cabang-cabang ilmu linguistik lainnya. Penelitian yang terkait dengan bidang morfologi, seperti dilakukan oleh Masyuda (1971), Sofyan (1979, 1985), Basran (2003). Penelitian yang terkait dengan bidang fonologi dilakukan oleh Mashyuda (1978). Penelitian yang terkait dengan bidang sintaksis dilakukan oleh Sofyan (1979) dan Rahim et al (1999). Sebaliknya, penelitian yang terkait dengan bidang kajian semantik, terutama terhadap bahasa daerah kurang dilakukan. Hal yang sama terjadi pada BK. Kajian yang pernah dilakukan terhadap BK yang berhubungan dengan semantik, sepengetahuan penulis sedikit dilakukan, seperti oleh Asri B., M. et al. (2005), Karsana (2005), Tamrin (2005).

KEANTONIMAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA KAILI

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KEANTONIMAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA KAILI

Multilingual, Volume XII, No. 1, Tahun 2013 KEANTONIMAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA KAILI

Adjectiva Antonyms in Kaili Language

Deni Karsana Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah Jalan Untad I, Bumi Roviga, Tondo Palu 94118 Telepon (0451) 4705498; 421874 /Faksimile (0451) 421843 Pos-el: [email protected] Abstract

Semantics is a field of linguistics dealing with the meaning. Field of semantic meaning to be

very broad scope. One is antonym. Antonym study is part of the semantic field in particular for the study of lexical meaning. Antonym found in every language. This paper examines how the relationship type meaning antonym in Kaili language. This research uses descriptive qualitative method. The results showed Kaili language antonyms on the word class adjective that can be divided into three types, namely bipolar adjective antonyms, balanced antonyms adjective and overlap antonyms adjective.

Keywords: antonyms, adjective, bipolar antonym, balanced antonym, and overlapping antonym

Abstrak

Semantik merupakan bidang linguistik yang menangani makna. Bidang makna yang menjadi cakupan semantik sangat luas. Salah satunya adalah keantoniman. Telaah keantoniman merupakan bidang semantik, khususnya untuk telaah makna leksikal. Keantoniman ditemukan di setiap bahasa. Tulisan ini mengkaji bagaimana tipe hubungan makna keantoniman pada bahasa Kaili. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian pada bahasa Kaili memperlihatkan adanya antonim pada kelas kata adjektiva yang dapat terbagi tiga jenis, yaitu antonim adjektiva berkutub, antonim adjektiva seimbang, dan antonim adjektiva tumpang tindih. Kata kunci: antonim, adjektiva, antonim berkutub, antonim seimbang, antonim tumpang tindih 1. Pendahuluan Bahasa Kaili (BK) semakin berkembang sejalan dengan perkembangan kebudayaan telah banyak diteliti. Sudah banyak aspek yang dikaji dalam penelitian bahasa Kaili, di antaranya di bidang linguistik, seperti fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan cabang-cabang ilmu linguistik lainnya. Penelitian yang terkait dengan bidang morfologi, seperti dilakukan oleh Masyuda (1971), Sofyan (1979, 1985), Basran (2003). Penelitian yang terkait dengan bidang fonologi dilakukan oleh Mashyuda (1978). Penelitian yang terkait dengan bidang sintaksis dilakukan oleh Sofyan (1979) dan Rahim et al (1999). Sebaliknya, penelitian yang terkait dengan bidang kajian semantik, terutama terhadap bahasa daerah kurang dilakukan. Hal yang sama terjadi pada BK. Kajian yang pernah dilakukan terhadap BK yang berhubungan dengan semantik, sepengetahuan penulis sedikit dilakukan, seperti oleh Asri B., M.

et al. (2005), Karsana (2005), Tamrin (2005).

Page 2: KEANTONIMAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA KAILI

Deni Karsana: Keantoniman Adjektiva dalam Bahasa Kaili 37 Sehubungan dengan itu, penelitian ini akan menngungkap aspek semantik terutama keantoniman bahasa Kaili. Penelitian keantoniman dapat mencakup beberapa kelas kata yang sangat luas, seperti keantoniman nomina, keantoniman verba, dan keantoniman adverbial. Karena luasnya cakupan materi keantoniman, penelitian ini hanya akan dikhususkan pada penelitian keantoniman adjektiva dalam BK. Pemilihan kelas kata itu berdasarkan data bahwa di dalamnya banyak terdapat antonim. Masalah dalam penelitian terhadap semantik BK yang memfokuskan pada kajian keantoniman ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, yaitu bagaimana tipe hubungan makna keantoniman pada BK. Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan tipe-tipe hubungan keantoniman adjektiva pada BK. 2. Landasan Teori Antonimi merupakan salah satu semantik leksikal yang berkaitan dengan hubungan makna antarkata. Menurut Keraf (1984), dalam antonim terdapat relasi antarmakna yang wujudnya logisnya sangat berbeda atau bertentangan. Banyak ahli semantik yang membahas mengenai keantoniman, seperti Lyons (1968, 1977), Leech (1974), Palmer (1983), Lehrer (1985), Ulman (1983), Cruse (1987), dan Jackson (1996). Dari beberapa pandangan ahli tersebut, pembahasan mengenai keantoniman yang mendalam dilakukan oleh Cruse. Cruse (1987) menyatakan bahwa keantoniman hanya merupakan salah satu bagian saja dari oposisi makna leksikal di samping tiga konsep yang lain, yaitu komplemen (complementaries), tentangan direksional (directional

opposities), dan tentangan relasional (relational opposities). Keantoniman yang biasanya dimaknai sebagai istilah yang mencakupi semua tipe oposisi makna, tidak diikuti dalam tulisan ini. Ciri-ciri antonim menurut Cruse (1987) adalah sebagai berikut (1) anggota pasangan antonim sepenuhnya bertaraf (umumnya adjektiva), (2) anggota pasangan menunjukkan derajat/tingkat dari beberapa ciri variabel (seperti panjang, kecepatan, berat, dan ketepatan), (3) apabila diintesifkan, anggota pasangan antonim bergerak dalam arah yang berlawanan sepanjang skala yang merepsentasikan derajat dari ciri-ciri variable yang relevan itu, (4) anggota pasangan antonim tidak membagi dua ranah secara tegas, dan (5) salah satu pasangan dalam antonim biasanya bermarkah dan yang tak bermarkah. Anggota yang tak bermarkah digunakan untuk menyatakan derajat. Menurut Cruse (1987), keantoniman dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu (1) antonim berkutub (polar antonyms), (2) antonim seimbang (equipallent antonyms), dan (3) antonim bertumpang tindih (overlapping antonyms).

3. Metode Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskripif kualitatif. Moleong (2006:6) mensintesiskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan cara dekripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang

Page 3: KEANTONIMAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA KAILI

Multilingual, Volume XII, No. 1, Tahun 2013 38 alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Subroto (2007:8) mengemukakan metode kualitatif bersifat deksriptif digunakan untuk mencatat dengan teliti dan cermat data yang berwujud kata-kata, kalimat, wacana, gambar-gambar, foto, catatan harian, dan memorandum serta videotape. Dari data yang bersifat deskriptf itu peneliti akan melakukan analisis dan membuat generalisasi atau kesimpulan umum yang menjadi sistem atau kaidah yang bersifat mengatur atau gambaran dari orang-orang yang dijadikan subjek penelitian. 4. Pembahasan Pembahasan keantoniman adjektiva BK pada tulisan ini dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) antonim berkutub, (2) antonim seimbang, dan (3) antonim tumpang tindih. Ketiga hal itu akan diuraikan berikut. 4.1 Adjektiva Antonim Berkutub Antonim berkutub pada adjektiva, meliputi adjektiva bertaraf dan adjektiva tak bertaraf. Alwi et.al. (2000) mengatakan bahwa batas di antara kedua jenis adjektiva tersebut tidak selalu jelas, bahkan kadang-kadang bertumpang tindih. Adjektiva bertaraf mengungkapkan berbagai tingkat kualitas dan adjektiva tak bertaraf mengungkapkan berbagai tingkat bandingan. Antonim berkutub dalam BK tampak seperti berikut. Dalam BK ditemukan adjektiva berkutub. Contoh adjektiva berkutub pada BK adalah sebagai berikut. nantamo ‘berat’ >< nangaa ‘ringan’ nagasi ‘cepat’ >< naente ‘lambat’ nabini ‘lebar’ >< nabiko ‘sempit’ nandate ‘panjang’ >< naede ‘pendek’ nalanga ‘tinggi’ >< naede ‘ pendek’ Kelima data antonim berkutub tersebut berpola adjektiva turunan. Jika kata ledo ‘tidak’ diletakkan di depan salah satu pasangan adjektiva tersebut, hal itu berarti penegasan bagi anggota pasangan antonim yang lain. Demikian pula sebaliknya, kata ledo ‘tidak’ jika diletakkan di depan anggota pasangan antonim yang lain, hal itu berarti penegasan pula bagi pasangan antonim yang satu. Misalnya, kata nantamo ‘berat’ diberi atau disandingkan dengan kata ledo ‘tidak’ sehingga menjadi bentuk frasa

ledo nantamo ‘tidak berat’ merupakan penegasan bagi anggota yang lain. Frasa ledo nantamo itu artinya ‘tidak berat’ atau ‘ringan’. Demikian juga sebaliknya, jika kata di sebelah kiri dirangkaikan dengan kata ledo ‘tidak’ akan menjadi bentuk frasa ledo nangaa yang merupakan penegasan bagi anggota yang lain. Kelima contoh antonim tersebut merupakan antonim berkutub karena anggota pasangan antonim tersebut dapat diukur dalam satuan konvensional, seperti inci, gram, atau mil (Cruse, 1987). Perhatikan contoh pemakaian dalam kalimat BK berikut. (1) Buku anu lei hai nantamo ante buku anu

navuri hai nangaa. ‘Buku yang merah itu berat dan buku yang hitam itu ringan.’ Kalimat (1) mengandung pasangan antonim berkutub itu memperlihatkan bahwa pasangan antonim nantamo X nangaa mengacu ke pasangan antonim yang dapat diukur dengan satuan konvensional. Beban buku itu dapat diukur atau dihitung beratnya dengan satuan

Page 4: KEANTONIMAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA KAILI

Deni Karsana: Keantoniman Adjektiva dalam Bahasa Kaili 39 kilogram, misalnya, berat buku itu satu kilogram. (2) Ngana hai dalana nagasi. Dalana japi

hai naente. ‘Anak itu jalannya cepat. Jalannya sapi itu lambat.’ Kalimat (2) memperlihatkan pasangan antonim berkutub itu memperlihatkan bahwa pasangan antonim nagasi X naente mengacu ke pasangan antonim yang dapat diukur dengan satuan konvensional. Cepat atau lambatnya orang berjalan dapat diukur atau dihitung kecepatannnya dengan satuan waktu, seperti detik, menit, dan jam. Misalnya, kecepatan jalan anak itu 15 menit per satu kilometer. (3) Dala ka banuaku nabini tapi dala ka

banua manggeku nabiko. ‘Jalan ke rumahku lebar, tetapi jalan ke rumah pamanku sempit.’ Kalimat (3) mengandung pasangan antonim berkutub itu memperlihatkan bahwa pasangan antonim nabini X nabiko mengacu ke pasangan antonim yang dapat diukur dengan satuan konvensional. Lebar jalan itu dapat diukur atau dihitung dengan satuan meter, misalnya, lebar jalan itu sepuluh meter. (4) Sura anu nitulis mange etu nandate. Sura

anu nitulis tina naede. ‘Surat yang ditulis paman itu panjang. Surat yang ditulis ibu pendek’. Kalimat (4) mengandung pasangan antonim berkutub itu memperlihatkan bahwa pasangan antonim nandate X naede mengacu ke pasangan antonim yang dapat diukur dengan satuan konvensional. Panjang tulisan surat itu dapat diukur atau dihitung dengan satuan meter, misalnya, panjang surat itu sepuluh centimeter. (5) Ngana-ngana dako manggeku naria anu

nalanga ante naede. ‘ Anak-anak dari pamanku ada yang tinggi dan pendek.’ Kalimat (5) mengandung pasangan antonim berkutub itu memperlihatkan bahwa pasangan antonim nalanga X naede mengacu ke pasangan antonim yang dapat diukur dengan satuan konvensional. Tinggi badan itu dapat diukur atau dihitung dengan satuan meter, misalnya, tinggi badan anak itu satu meter sepuluh centimeter. Selanjutnya, pasangan kelima antonim tersebut dapat ditambahkan kata pemeringkat. Dalam BK ada beberapa macam kata pemeringkat, yaitu, seperti kata mpu‘sangat’, ntoto ‘paling’, labi ‘lebih’, dan lena ‘kurang’. Jadi, dalam BK dapat ditemukan rumusan sebagai berikut. Rumusan 1

nantamo ‘berat’ >< nangaa ‘ringan’ nagasi ‘cepat’ >< naente ‘lambat’ nabini ‘lebar’ >< nabiko ‘sempit’ + mpu/ntoto nandate ‘panjang’ >< naede ‘pendek’ nalanga ‘tinggi’ >< naede ‘ pendek’ Rumusan 2 nantamo ‘berat’>< nangaa ‘ringan’ labi + nagasi ‘cepat’ >< naente ‘lambat’ lena + nabini ‘lebar’ >< nabiko ‘sempit’ nandate ‘panjang’>< naede ‘pendek’ nalanga ‘tinggi’ >< naede ‘pendek’ Jika diuraikan, pasangan antonim tersebut akan terdapat dalam bentuk frasa seperti berikut.

Page 5: KEANTONIMAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA KAILI

Multilingual, Volume XII, No. 1, Tahun 2013 40 (1) nantamo mpu ‘sangat berat’ >< nangaa mpu ‘sangat ringan’ nagasi mpu ‘sangat cepat’ >< naente mpu ‘sangat lambat’ nabini mpu ‘sangat lebar’ ><nabiko mpu ‘sangat sempit’ nandate mpu ‘sangat panjang’ >< naede mpu ‘sangat pendek’ nalanga mpu ‘sangat tinggi’ >< naede mpu ‘sangat pendek’ nantamo ntoto ‘paling berat’ >< nangaa ntoto ‘paling ringan’ nagasi ntoto ‘paling cepat’ >< naente ntoto ‘paling lambat’ nabini ntoto ‘paling lebar’ >< nabiko ntoto ‘paling sempit” nandate ntoto ‘paling panjang’ >< naede ntoto ‘paling pendek’ nalanga ntoto‘paling tinggi’ >< naede ntoto ‘paling pendek’ (2) labi nantamo ‘lebih berat’ >< labi nangaa ‘lebih ringan’

labi nagasi ‘lebih cepat’ >< labi naente ‘lebih lambat’ labi nabini ‘lebih lebar’ >< labi nabiko ‘lebih sempit” labi nandate ‘lebih panjang’ >< labi naede ‘lebih pendek’ labi nalanga ‘lebih tinggi’ >< labi naede ‘lebih pendek’ lena nantamo ‘kurang berat’ >< lena nangaa ‘kurang ringan’ lena nagasi ‘kurang cepat’ >< lena naente ‘kurang lambat’ lena nabini ‘kurang lebar’ >< lena nabiko ‘kurang sempit’ lena nandate ‘kurang panjang’ >< lena naede ‘kurang pendek’ lena nalanga ‘kurang tinggi’ >< lena naede ‘kurang pendek’ Berikut contohnya pemakaiannya.

1. Natamo mpu buku hei ante nangaa mpu bantal heitu. ‘Berat sangat buku ini dan ringan sangat bantal itu.’ (Buku ini sangat berat dan bantal itu sangat ringan.)

2. Oto anu ripake mangge amir dalana labi nagasi pade oto mangge Rudi anu naente ‘Mobil yang dipakai paman Amir jalannya lebih cepat dibanding mobil paman Rudi yang lambat.’ (Mobil yang dipakai paman Amir jalannya lebih cepat dibanding mobil paman Rudi yang lambat.)

3. Lorong ri Kota Palu labi nabiko pade

lorong ri Parigi anu nabini. ‘Gang di Kota Palu lebih sempit daripada gang di parigi yang lebar.’ (Gang di Kota Palu lebih sempit daripada gang di parigi yang lebar.) 4. Volo heitu lena nandate pade volo hi anu

naede. ‘Bambu itu kurang panjang daripada bambu ini yang pendek.’ (Bambu itu kurang panjang daripada bambu ini yang pendek.) 5. Ngana hei lena nalanga korona sampe ledo nabisa ia najadi pulisi. ‘Anak itu kurang tinggi badannya sehingga ia tidak bisa jadi polisi.’ (Anak itu kurang tinggi badannya sehingga ia tidak bisa jadi polisi.)

4.1.1 Analisis Komponen Makna Adjektiva Antonim Berkutub Berdasarkan pengertian yang dimiliki oleh suatu kata, sejumlah komponen makna yang membentuk keseluruhan kata tersebut dapat dianalisis atau disebutkan satu per satu (Pateda, 2001). Komponen makna dalam tiap pasang antonim perlu dikembangkan secara terbuka, yaitu dapat ditambah atau diperluas menurut keperluan analisis sehingga relasi keantoniman antara anggota tiap pasangan antonim menjadi jelas, seperti terlihat pada tabel berikut ini. .

Page 6: KEANTONIMAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA KAILI

Deni Karsana: Keantoniman Adjektiva dalam Bahasa Kaili 41 TABEL 1 ANALISIS KOMPONEN MAKNA PASANGAN ADJEKTIVA

ANTONIM BERKUTUB nantamo ‘berat’ >< nangaa ‘ringan’ No Leksem Komponen Makna Jumlah Benda Banyak Dapat Diukur Wujud Benda Besar 1 nantamo ‘berat’ + + + - 2 nangaa ‘ringan’ - + - Dalam tabel 1 tersebut dapat diketahui beberapa komponen makna yang menentukan keantoniman suatu leksem. Tabel 1 itu menunjukkan persamaan dan perbedaan setiap leksem adjektiva dengan komponen maknanya. Leksem nantamo ‘berat’ mempunyai komponen makna, yaitu jumlah benda banyak, berat beban dapat diukur, wujud benda dapat berupa besar dan atau kecil. Leksem nangaa ‘ringan’ mempunyai komponen makna, yaitu jumlah beda sedikit, berat beban dapat diukur, wujud benda dapat berupa kecil. Dari analisis komponen makna tersebut, dapat diketahui bahwa komponen makna yang sama yang dimiliki oleh kedua leksem adalah unsur yang dapat diukur.

TABEL 2 ANALISIS KOMPONEN MAKNA PASANGAN ADJEKTIVA

ANTONIM BERKUTUB nagasi ‘cepat’ >< naente ‘lambat’ No Leksem Komponen Makna Jumlah benda Banyak Dapat Diukur Wujud Benda Besar 1 nagasi ‘cepat’ + + + - 2 naente ‘lambat’ - + - Dalam tabel 2 tersebut dapat diketahui beberapa komponen makna yang menentukan keantoniman suatu leksem. Tabel 2 itu menunjukkan persamaan dan perbedaan setiap leksem adjektiva dengan komponen maknanya. Leksem nagasi ‘cepat’ mempunyai komponen makna, yaitu jumlah benda banyak, kecepatan gerak /jalan dapat diukur, wujud benda dapat berupa besar dan atau kecil. Leksem naente ‘lambat’ mempunyai komponen makna, yaitu jumlah beda sedikit, kecepatan gerak/jalan dapat diukur, wujud benda dapat berupa kecil. Dari analisis komponen makna tersebut, dapat diketahui bahwa komponen makna yang sama yang dimiliki oleh kedua leksem adalah unsur yang dapat diukur.

Page 7: KEANTONIMAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA KAILI

Multilingual, Volume XI, No.2, Tahun 2013 42 TABEL 3

ANALISIS KOMPONEN MAKNA PASANGAN ADJEKTIVA ANTONIM BERKUTUB

nabini ‘lebar’ X nabiko ‘sempit’ No Leksem Komponen Makna Jumlah benda Banyak Dapat Diukur Wujud Benda Besar 1 nabini ‘lebar’ + + + - 2 naente ‘lambat’ - + - Dalam tabel 3 tersebut dapat diketahui beberapa komponen makna yang menentukan keantoniman suatu leksem. Tabel 3 itu menunjukkan persamaan dan perbedaan setiap leksem adjektiva dengan komponen maknanya. Leksem nabini ‘lebar’ mempunyai komponen makna, yaitu jumlah benda banyak, ukuran luas yang dapat diukur, wujud benda dapat berupa besar dan atau kecil. Leksem nabiko ‘sempit’ mempunyai komponen makna, yaitu jumlah beda sedikit, ukuran luas yang dapat diukur, wujud benda dapat berupa kecil. Dari analisis komponen makna tersebut, dapat diketahui bahwa komponen makna yang sama yang dimiliki oleh kedua leksem adalah unsur yang dapat diukur.

TABEL 4 ANALISIS KOMPONEN MAKNA PASANGAN ADJEKTIVA

ANTONIM BERKUTUB nandate ‘panjang’ >< naede ‘pendek’ No Leksem Komponen Makna Jumlah benda Banyak Dapat Diukur Wujud Benda Besar 1 nandate ‘panjang’ + + + - 2 naede ‘pendek’ - + - Dalam tabel 4 tersebut dapat diketahui beberapa komponen makna yang menentukan keantoniman suatu leksem. Tabel 4 itu menunjukkan persamaan dan perbedaan setiap leksem adjektiva dengan komponen maknanya. Leksem nandate ‘panjang’ mempunyai komponen makna, yaitu jumlah benda banyak, ukuran luas yang dapat diukur, wujud benda dapat berupa besar dan atau kecil. Leksem naede ‘pendek’mempunyai komponen makna, yaitu jumlah beda sedikit, ukuran panjang-pendek yang dapat diukur, wujud benda dapat berupa kecil. Dari analisis komponen makna tersebut, dapat diketahui bahwa komponen makna yang sama yang dimiliki oleh kedua leksem adalah unsur yang dapat diukur.

Page 8: KEANTONIMAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA KAILI
Page 9: KEANTONIMAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA KAILI

Multilingual, Volume XII, No. 1, Tahun 2013 43 TABEL 5 ANALISIS KOMPONEN MAKNA PASANGAN ADJEKTIVA

ANTONIM BERKUTUB nalanga ‘tinggi’ >< naede ‘ pendek’ No Leksem Komponen Makna Jumlah benda Banyak Dapat Diukur Wujud Benda Besar 1 nalanga ‘tinggi’ + + + - 2 naede ‘ pendek’ - + -

Dalam tabel 5 tersebut, dapat diketahui beberapa komponen makna yang menentukan keantoniman suatu leksem. Tabel 5 itu menunjukkan persamaan dan perbedaan setiap leksem adjektiva dengan komponen maknanya. Leksem nalanga ‘tinggi’ mempunyai komponen makna, yaitu jumlah benda banyak, ukuran tinggi yang dapat diukur, wujud benda dapat berupa besar dan atau kecil. Leksem naede ‘pendek’ mempunyai komponen makna, yaitu jumlah beda sedikit, ukuran pendek yang dapat diukur, wujud benda dapat berupa kecil. Dari analisis komponen makna tersebut, dapat diketahui bahwa komponen makna yang sama yang dimiliki oleh kedua leksem adalah unsur tinggi-pendek yang dapat diukur. 4.2 Adjektiva Antonim Seimbang Adjektiva antonim seimbang adalah pasangan antonim seimbang yang berkelas kata adjektiva. Contoh antonim seimbang dalam BK sebagai berikut. (1) natua ‘tua’ >< nangura ‘muda’ (2) nogero ‘rusak’ >< nabelo ‘baik’ (3) najamere ‘tawar’ >< namomi ‘manis’ (4) najoli ‘mudah’ >< nasusa ‘susah’ (5) nasingi ‘buas’ >< nanaya ‘jinak’ Kelima pasangan antonim seimbang tersebut berpola adjektiva dasar. Jika kata ledo yang berarti ‘tidak’ diletakkan di depan salah satu anggota pasangan adjektiva tersebut, hal itu berarti pengasan bagi anggota pasangan anggota yang lain. Demikian pula sebaliknya, jika kata bahasa Kaili tersebut ledo ‘tidak’ jika diletakkan di depan antonim yang lain, hal itu berarti penegasan pula bagi pasangan antonim yang satu. Misalnya, untuk data nomor (1), jika kata natua yang berarti ‘tua’ diberi kata

ledo ‘tidak’ sehingga menjadi bentuk ledo natua yang merupakan penegasan bagi anggota yang lain. Frasa ledo natua itu artinya nagura. Demikian juga jika kata nangura didampingi dengan kata ledo ‘tidak’ di sebelah kiri, akan menjadi bentuk ledo nangura yang merupakan penegasan bagi anggota yang lain. Frasa ledo nangura itu artinya natua. Selanjutnya, pada data (2) nogero ‘rusak’ >< nabelo ‘baik’ dapat diterangkan sebagai berikut. Jika kata nogero yang berarti rusak diberi kata ledo ‘tidak’ sehingga menjadi bentuk ledo nogero ‘tidak rusak’ , yang merupakan penegasan bagi anggota yang lain. Frasa ledo nogero itu artinya nabelo. Demikian juga jika kata nabelo didampingi dengan kata ledo ‘tidak’ di sebelah kiri, akan menjadi bentuk ledo nabelo, yang juga

Page 10: KEANTONIMAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA KAILI

Multilingual, Volume XI, No.2, Tahun 2013 44 merupakan penegasan bagi anggota lain. Frasa BK itu berarti nagero. Demikian pula dengan data (3), (4), dan (5), apabila salah satu anggota pasangannya diberi atau disandingkan dengan kata ledo ‘tidak’, menjadi frasa. Frasa tersebut merupakan penegasan bagi anggota lainnya. Kelima data antonim tersebut merupakan antonim seimbang karena anggota pasangan antonim tersebut mengacu ke cerapan subjektif atau ke emosi yang berbeda, atau mengacu evaluasi yang berdasarkan pada reaksi subjektif, bukan pada standar objektif (Cruse, 1987). Perhatikan pasangan adjektiva antonim seimbang tersebut dalam bentuk kalimat BK. (1) Sira natua mo umuruna, ledo naria tenaga ka hilau pade kita anu nangura . ‘Mereka sudah tua umurnya, sudah tidak kuat berlari dibanding kita yang masih muda.’ Kalimat (1) yang mengandung pasangan antonim seimbang itu memperlihatkan bahwa pasangan antonim

natua >< nangura itu mengacu pada—evaluasi—yang berdasarkan pada reaksi subjektif, bukan standar objektif (Cruse 1987). Reaksi subjektif itu pernyataan mereka sudah tua dan pernyataan kita masih muda. (2) Saba tas anu nipake Amir nogero, ia neinda tas anu nabelo ka roana. ‘Sebab tas yang dipakai amir rusak, ia meminjam tas yang baik kepada temannya.’ Kalimat (2) yang mengandung pasangan antonim seimbang itu memperlihatkan bahwa pasangan antonim

nagero >< nabelo itu mengacu pada—evaluasi—yang berdasarkan pada reaksi subjektif, bukan standar objektif (Cruse, 1987). Reaksi subjektif itu pernyataan ‘tas yang rusak’ dan pernyataan ‘tas yang baik’. (3) Duren etu najamere rasana bo ledo namomi ‘Durian itu hambar rasanya dan tidak manis.’ Kalimat (3) yang mengandung pasangan antonim seimbang itu memperlihatkan bahwa pasangan antonim

najamere >< namomi itu mengacu pada—cerapan—yang berdasarkan pada reaksi subjektif, bukan standar objektif (Cruse 1987). Cerapan subjektif yang ditunjukkan itu adalah rasa tawar dan manis. (4) Soa ujia ngana sikola dasar naria najoli ante nasusa. ‘Soal ujian anak sekolah dasar ada mudah dan susah.’ Kalimat (4) yang mengandung pasangan antonim seimbang itu memperlihatkan bahwa pasangan antonim

najoli >< nasusa itu mengacu pada—evaluasi—yang berdasarkan pada reaksi subjektif, bukan standar objektif (Cruse 1987). Reaksi subjektif itu pernyataan mudah dan susah. (5) Buaya etu binata anu nasingi ante taveve binata anu nanaya. ‘Buaya itu binatang yang buas dan kucing binatang yang jinak.’ Kalimat (5) yang mengandung pasangan antonim seimbang itu memperlihatkan bahwa pasangan antonim

nasingi >< nanaya itu mengacu pada—evaluasi—yang berdasarkan pada reaksi subjektif, bukan standar objektif (Cruse 1987). Reaksi subjektif itu pernyataan buas dan jinak. Selanjutnya, kelima pasangan adjektiva antonim seimbang tersebut dapat

Page 11: KEANTONIMAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA KAILI

Deni Karsana: Keantoniman Adjektiva dalam Bahasa Kaili 45 ditambahkan kata pemeringkat. Dalam BK ada empat macam kata pemeringkat, yaitu, seperti kata: mpu‘sangat’, ntoto ‘paling’, labi ‘lebih’, dan lena ‘kurang’. Letak kata mpu‘sangat’ dan ntoto ‘paling’ berada di sebelah kanan kata adjektiva. Sementara itu, kata pemeringkat kata labi ‘lebih’ dan lena ‘kurang’ berada di sebelah kanan kata adjektiva. Jadi, dalam BK dapat ditemukan bentuk rumusan sebagai berikut. Rumusan 3. natua ‘tua’ >< nangura ‘muda’ nogero ‘rusak’ >< nabelo ‘baik’ najamere ‘tawar’>< namomi ‘manis’ + mpu/ntoto najoli ‘mudah’ >< nasusa ‘susah’ nasingi ‘buas’ >< nanaya ‘jinak’ Rumusan 4. natua ‘tua’ >< nangura ‘muda nogero ‘rusak’ >< nabelo ‘baik’ labi + najamere ‘tawar’ >< namomi ‘manis’ lena najoli ‘mudah’ >< nasusa ‘susah’ nasingi ‘buas’ >< nanaya ‘jinak’ Jika diuraikan, pasangan adjektiva antonim seimbang tersebut akan terdapat pada bentuk frasa berikut ini. (1) natua mpu ‘sangat tua’ >< nangura

mpu ‘sangat muda’ nogero mpu ‘sangat rusak’ >< nabelo mpu ‘sangat baik’ najamere mpu ‘sangat tawar’ >< namomi mpu ‘sangat manis’ najoli mpu ‘sangat mudah’ >< nasusa mpu ‘sangat susah’ nasingi mpu ‘sangat buas’ >< nanaya mpu ‘sangat jinak’ (2) natua ntoto‘paling’ >< nangura ntoto ‘paling muda’ nogero ntoto ‘paling rusak’ >< nabelo ntoto ‘paling baik’ najamere ntoto ‘paling tawar’ >< namomi ntoto ‘paling manis’

najoli ntoto ‘paling mudah’ >< nasusa ntoto ‘paling susah’ nasingi ntoto ‘paling buas’ >< nanaya ntoto ‘paling jinak’ (3) labi natua ‘lebih tua’ >< labi nangura

‘lebih muda’ labi nogero ‘lebih rusak’ >< labi nabelo ‘lebih baik’ labi najamere ‘lebih tawar’ >< labi namomi ‘lebih manis’ labi najoli ‘lebih mudah’ >< labi nasusa ‘lebih susah’ labi nasingi ‘lebih buas’ >< labi nanaya ‘lebih jinak’ (4) lena natua ‘kurang tua’ >< lena nangura ‘kurang muda’ lena nogero ‘kurang rusak’ >< lena nabelo ‘kurang baik’ lena najamere ‘kurang tawar’ >< lena namomi ‘kurang manisa lena najoli ‘kurang mudah’ >< lena nasusa ‘kurang susah’ lena nasingi ‘kurang buas’ >< lena nanaya ‘kurang jinak’ Berikut contoh pemakaiannya di dalam kalimat. (1) Hapatuna nogero mpu najadi ledo

nabiasa nipake. ‘Sepatunya rusak sekali menjadi tidak bisa dipakai.’ (2) Asu etu nasingintoto pade taveve. ‘Anjing itu buas sekali dibanding kucing.’ (3) Soal basa Indonesia labi nasusa pade

soal ipa. ‘Soal bahasa Indonesia lebih susah dibanding soal ipa.’ (4) Ngana mangge Amin lena natua pade ngana mangge Yasir. ‘Anak paman Amir kurang tua daripada anak paman Yasir.’

Page 12: KEANTONIMAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA KAILI

Multilingual, Volume XI, No.2, Tahun 2013 46 4.2.1 Analisis Komponen Makna Adjektiva Seimbang Berdasarkan pengertian yang dimiliki oleh suatu kata, sejumlah komponen makna yang mebentuk keseluruhan kata tersebut dapat dianalisis atau disebutkan satu per satu (Pateda, 2001). Komponen makna dalam tiap pasang antonim perlu dikembangkang secara terbuka, yaitu dapat ditambah atau diperluas menurut keperluan analisis sehingga relasi keantoniman antara anggota tiap pasangan antonim menjadi jelas seperti terlihat pada diagram berikut ini.

TABEL6 ANALISIS KOMPONEN MAKAN PASANGAN ADJEKTIVA

ANTONIM SEIMBANG natua ‘tua’ >< nangura ‘muda’ No Komponen Makna Leksem Umur Dapat Dihitung Lebih Banyak Rasa Manis 1 natua ‘tua’ + + + + - 2 nangura muda’ + + - - Dalam tabel 6 tersebut, dapat diketahui beberapa komponen makna yang menentukan keantoniman suatu leksem. Tabel 6 itu menunjukkan persamaan dan perbedaan setiap leksem adjektiva dengan komponen maknanya. Leksem natua ‘tua’ mempunyai komponen makna, yaitu: jumlah umur dapat dihitung atau diketahui, jumlah umur lebih banyak, mempunyai rasa manis jika mengacu ke buah-buahan. Leksem

nangura ‘muda’ mempunyai komponen makna, yaitu: jumlah umur dapat dihitung atau diketahui, jumlah umur lebih sedikit, mempunyai rasa tidak manis jika mengacu ke buah-buahan.

TABEL 7 ANALISIS KOMPONEN MAKAN PASANGAN ADJEKTIVA

ANTONIM SEIMBANG nogero ‘rusak’ >< nabelo ‘baik’ No Komponen Makna Leksem Wujud Benda Utuh Tidak Pecah Tidak Patah Benda Dapat Bergerak 1 nabelo ‘baik’ + + + + 2 nogero rusak’ - - - - Dalam tabel 7 tersebut, dapat diketahui beberapa komponen makna yang menentukan keantoniman suatu leksem. Tabel itu menunjukkan persamaan dan perbedaan setiap leksem adjektiva dengan komponen maknanya. Leksem nabelo mempunyai komponen makna, yaitu: wujud benda utuh, benda tidak pecah, benda tidak patah, dan benda dapat bergerak. Leksem

nogero mempunyai komponen makna, yaitu: wujud benda tidak utuh, benda

Page 13: KEANTONIMAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA KAILI

Deni Karsana: Keantoniman Adjektiva dalam Bahasa Kaili 47 pecah, benda patah, dan benda tidak dapat bergerak. TABEL 8

ANALISIS KOMPONEN MAKAN PASANGAN ADJEKTIVA ANTONIM SEIMBANG

najamere ‘tawar’ >< namomi ‘manis’ No Komponen Makna Leksem Dapat Dirasakan Seperti Rasa Gula Mengacu Makanan dan Buah Benda Konkret 1 najamere ‘tawar’ + - + + 2 namomi ‘manis’ + + + +

Dalam tabel 8 tersebut, dapat diketahui beberapa komponen makna yang menentukan keantoniman suatu leksem. Tabel 8 itu menunjukkan persamaan dan perbedaan setiap leksem adjektiva dengan komponen maknanya. Leksem najamere mempunyai komponen makna, yaitu: dapat dirasakan, tidak mempunyai rasa seperti gula, mengacu ke makanan atau buah, benda yang diacu konkret. Leksem namomi mempunyai komponen makna, yaitu: dapat dirasakan, mempunyai rasa seperti gula, mengacu ke makanan atau buah, benda yang diacu konkret. TABEL 9

ANALISIS KOMPONEN MAKAN PASANGAN ADJEKTIVA ANTONIM SEIMBANG

najoli ‘mudah’ >< nasusa ‘susah’ No Komponen Makna Leksem Mudah Dikerjakan Mudah Dicapai/ Dituju Benda yang Diacu Abstrak 1 najoli ‘mudah’ + + + 2 nasusa ‘susah’ - - + Dalam tabel 9 tersebut, dapat diketahui beberapa komponen makna yang menentukan keantoniman suatu leksem. Tabel 9 itu menunjukkan persamaan dan perbedaan setiap leksem adjektiva dengan komponen maknanya. Leksem najoli mempunyai komponen makna, yaitu: mudah dikerjakan, mudah dicapai atau dituju, dan benda yang diacu abstrak. Leksem nasusa mempunyai komponen makna, yaitu: tidak mudah dikerjakan, tidak mudah dicapai atau dituju, dan benda yang diacu abstrak.

Page 14: KEANTONIMAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA KAILI

Multilingual, Volume XI, No.2, Tahun 2012 48 TABEL 10 ANALISIS KOMPONEN MAKAN PASANGAN ADJEKTIVA

ANTONIM SEIMBANG nasingi ‘buas’ >< nanaya ‘jinak’ No Komponen Makna Leksem Makhluk Hidup Sifat Hewan Tidak Berbahaya Benda yang Diacu Abstrak 1 nasingi ‘buas’ + + + + 2 nanaya ‘jinak’ + + - + Dalam tabel 10 tersebut, dapat diketahui beberapa komponen makna yang menentukan keantoniman suatu leksem. Tabel 10 itu menunjukkan persamaan dan perbedaan setiap leksem adjektiva dengan komponen maknanya. Leksem nasingi mempunyai komponen makna, yaitu: sifat makhluk hidup, sifat hewan, membahayakan, dan benda yang diacu abstrak. Leksem nanaya mempunyai komponen makna, yaitu: sifat makhluk hidup, sifat hewan, tidak membahayakan, dan benda yang diacu abstrak.

4.3 Antonim Bertumpang Tindih Ditemukan beberapa adjektiva bersifat tumpang tindih pada BK. Adjektiva antonim bertumpang tindih adalah pasangan antonim yang bersifat tumpang tindih dan yang berkelas kata adjektiva. Berikut contoh pasangan adjektiva tumpang tindih, yaitu: nanggusebu ‘boros’ >< naimpo ‘hemat’ aseli ‘asli’ >< katenggona ‘palsu’, tiruan’ nodava ‘bohong’ >< nanoa ‘jujur’ nalinga ‘lupa’ >< nantora ‘ingat’ nodoyo ‘bodoh’ >< napande ‘pintar’ Kelima pasangan antonim bertumpang tindih tersebut berpola adjektiva dasar. Jika kata ledo yang berarti ‘tidak’ diletakkan di depan salah satu pasangan adjektiva tersebut, hal itu berarti penegasan bagi anggota pasangan antonim yang lain. Demikian pula sebaliknya, jika kata BK tersebut ledo diletakkan di depan anggota pasangan antonim yang lain, hal itu berarti penegasan pula bagi pasangan antonim yang satu. Misalnya, untuk data nomor (1), jika kata BK nanggusebu yang berarti ‘boros’, ‘tidak hemat’ diberi atau disandingkan dengan kata ledo ‘tidak’ sehinga menjadi bentuk ledo nanggusebu, yang merupakan penegasan bagi anggota yang lain. Frasa

ledo nanggusebu itu artinya hemat. Demikian juga jika kata naimpo didampingi dengan kata ledo ‘tidak’ pada sebelah kiri, akan menjadi bentuk ledo naimpo, yang merupakan penegasan bagi anggota yang lain. Frasa BK itu berarti ‘boros’. Selanjutnya, pada data (2), jika kata BK aseli yang berarti ‘asli’, ‘tidak palsu’ diberi atau disandingkan dengan kata ledo ‘tidak’ sehingga menjadi bentuk ledo aseli yang merupakan penegasan bagi anggota yang lain. Frasa ledo aseli itu artinya palsu. Demikian juga jika kata katenggona didampingi dengan kata ledo ‘tidak’ pada sebelah kiri, akan menjadi bentuk ledo katenggona, yang merupakan penegasan bagi anggota yang lain. Frasa BK itu berarti ‘aseli’.

Page 15: KEANTONIMAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA KAILI

Deni Karsana: Keantoniman Adjektiva dalam Bahasa Kaili 49 Demikian pula dengan data (3), (4), dan (5), jika salah satu pasangan antonim kata tersebut diberi atau disandingkan dengan kata ledo ‘tdak’ merupakan penegasan bagi anggota pasangan lain. Kelima data pasangan antonim tersebut merupakan antonim bertumpang tindih karena anggota pasangan antonim tersebut semuanya mempunyai polaritas evaluatif sebagai bagian dari maknanya. Satu anggotanya bersifat pujian dan anggota lainnya bersifat kecaman (Cruse, 1987). Perhatikan pasangan adjektiva antonim bertumpang tindih tersebut dalam bentuk kalimat BK. (1) Rian nanggusebu iyapa Amir anu naimpo ri noatura doina. ‘Rian boros sedangkan Amir hemat dalam mengatur keuangannya.’ Kalimat (1) mengandung pasangan antonim bertumpang tindih yang memperlihatkan bahwa pasangan antonim nanggusebu >< naimpo itu mempunyai polaritas evaluatif sebagai bagian dari maknanya (Cruse, 1987). Satu anggotanya bersifat pujian yang ditunjukkan oleh kata naimpo. Kata naimpo terebut dikategorikan sebagai anggota yang positif. Sementara itu, anggota pasangan antonim yang bersifat kecaman yang ditunjukkan oleh kata nanggusebu. Kata nangusebu tersebut dikategorikan sebagai anggota negatif. (2) Hapatu Agus aseli ri luar nageri iyapa

hapatu udin katenggona.’ ‘Sepatunya asli buatan luar negeri sedangkan sepatu Udin tiruan.’ Kalimat (2) mengandung pasangan antonim bertumpang tindih yang memperlihatkan bahwa pasangan antonim aseli >< katenggona itu mempunyai polaritas evaluatif sebagai bagian dari maknanya (Cruse, 1987). Satu anggotanya bersifat pujian yang ditunjukkan oleh kata aseli. Kata aseli terebut dikategorikan sebagai anggota yang positif. Sementara itu, anggota pasangan antonim yang bersifat kecaman yang ditunjukkan oleh kata katengona. Kata katenggona tersebut dikategorikan sebagai anggota negatif. (3) Tuakana nodava jaritana iyapa tuaina

nanoa jaritana. ‘Kakaknya bohong bicaranya sedangkan adiknya jujur ceritanya.’ Kalimat (3) mengandung pasangan antonim bertumpang tindih yang memperlihatkan bahwa pasangan antonim

nodava>< nanoa itu mempunyai polaritas evaluatif sebagai bagian dari maknanya (Cruse, 1987). Satu anggotanya bersifat pujian yang ditunjukkan oleh kata nanoa. Kata nanoa terebut dikategorikan sebagai anggota yang positif. Sementara itu, anggota pasangan antonim yang bersifat kecaman yang ditunjukkan oleh kata nodava. Kata nodava tersebut dikategorikan sebagai anggota negatif. (4) Tuamana naria nadea nalinga iyapa

tinana nantora . ‘Ayahnya ada banyak lupa sedangkan ibunya ingat.’ Kalimat (4) mengandung pasangan antonim bertumpang tindih yang memperlihatkan bahwa pasangan antonim nalinga>< nantora itu mempunyai polaritas evaluatif sebagai bagian dari maknanya (Cruse, 1987). Satu anggotanya bersifat pujian yang ditunjukkan oleh kata nantora. Kata nantora terebut dikategorikan sebagai anggota yang

Page 16: KEANTONIMAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA KAILI

Multilingual, Volume XI, No.2, Tahun 2012 50 positif. Sementara itu, anggota pasangan antonim yang bersifat kecaman yang ditunjukkan oleh kata nalinga. Kata nalinga tersebut dikategorikan sebagai anggota negatif. (5) Ngana etu nodoyo ri sikolana iyapa ngana ei napande . ‘Anak itu bodoh di sekolahnya sedangkan anak ini pandai.’ Kalimat (5) mengandung pasangan antonim bertumpang tindih yang memperlihatkan bahwa pasangan antonim nadoyo >< napande itu mempunyai polaritas evaluatif sebagai bagian dari maknanya (Cruse, 1987). Satu anggotanya bersifat pujian yang ditunjukkan oleh kata napande. Kata napande terebut dikategorikan sebagai anggota yang positif. Sementara itu, anggota pasangan antonim yang bersifat kecaman yang ditunjukkan oleh kata nadoyo. Kata nadoyo tersebut dikategorikan sebagai anggota negatif. Selanjutnya, pasangan kelima adjketiva antonim bertumpang tindih tersebut dapat ditambahkan kata pemeringkat. Dalam BK ada empat kata pemeringkat, yaitu, seperti kata: seperti kata: mpu ‘sangat’, ntoto ‘paling’, labi ‘lebih’, dan lena ‘kurang’. Letak kata mpu‘sangat’ dan ntoto ‘paling’ berada di sebelah kanan kata adjektiva. Sementara itu, kata pemeringkat kata labi ‘lebih’ dan lena ‘kurang’ berada di sebelah kanan kata adjektiva. Jadi, dalam BK dapat ditemukan bentuk rumusan sebagai berikut. Rumusan 5. nanggusebu ‘boros’ >< naimpo ’hemat’ aseli ‘asli’ >< katenggona ‘ palsu, tiruan’ nodava ‘bohong’ >< nanoa ‘jujur’ + mpu, ntoto

nalinga ‘lupa’ >< nantora ‘ingat’ nodoyo ‘bodoh’ >< napande ‘pintar’ Rmusan 6. nanggusebu ‘boros’ >< naimpo ’ hemat’ aseli ‘asli’ >< katenggona ‘palsu, tiruan’ labi, lena + nodava ‘bohong’ >< nanoa ‘jujur’ nalinga ‘lupa’ >< nantora ‘ingat’ nodoyo‘bodoh’ >< napande ‘ pintar’ Jika diuraikan, pasangan adjektiva antonim bertumpang tindih tersebut akan terdapat dalam bentuk frasa berikut. nanggusebu mpu ‘ sangat boros’ >< naimpo mpu ‘sangat hemat’ aseli mpu ‘sangat asli’ >< katenggona mpu ‘sangat palsu’ nodava mpu ‘sangat bohong’ >< nanoa mpu ‘sangat jujur’ nalinga mpu ‘sangat lupa’ >< nantora mpu ‘sangat ingat’ nodoyo mpu ‘sangat bodoh’ >< napande mpu ‘sangat pintar’ nanggusebu ntoto ‘paling boros’ >< naimpo ntoto ‘paling hemat’ aseli ntoto ‘paling asli’ >< katenggona ntoto ‘paling palsu’

Page 17: KEANTONIMAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA KAILI

Deni Karsana: Keantoniman Adjektiva dalam Bahasa Kaili 51 nodava ntoto ‘paling bohong’ >< nanoa ntoto ‘paling jujur’ nalinga ntoto ‘paling lupa’ >< nantora ntoto ‘paling ingat’ nodoyo ntoto ‘paling bodoh’ >< napande ntoto ‘paling pintar’ lena nanggusebu ‘kurang boros” >< lena naimpo ‘kurang hemat’ lena aseli ‘kurang asli’ >< l ena katenggona ‘kurang palsu’ lena nodava * ‘kurang bohong’ >< lena nanoa ‘kurang jujur’ lena nalinga * ‘kurang lupa’ >< lena nantora ‘kurang ingat’ lena nodoyo ‘kurang bodoh’ >< lena napande ‘kurang pintar’ lebi nanggusebu ‘lebih boros’ >< lebi naimpo ‘lebih hemat’ lebi aseli ‘lebih asli’ >< lebi katenggona ‘lebih palsu’ lebi nodava ‘lebih bohong’ >< lebi nanoa ‘lebih jujur’ lebi nalinga ‘lebih lupa’ >< lebi nantora ‘lebih ingat’ lebi nodoyo ‘lebih bodoh’ ><

lebi napande ‘lebih pintar’ Frasa lena nodava ‘kurang bohong’ dan lena nalinga ‘kurang lupa’ tidak bisa diterima karena tidak ada bohong yang kurang, demikian juga tidak ada lupa yang kurang. Berikut adalah contoh pemakaian frasa adjektiva tersebut. (1) Tempo eyo napane ei, siko naimpo mpu ante uwe, ledo namala nanggusebu ‘Musim panas begini, kamu harus hemat sekali dengan air, tidak boleh boros.’ (2) Ponto anu nipake bangkeleku aseli ntoto

bulavana. ‘Gelang yang dipakai istriku asli sekali emasnya’ (3) Tueina etu lena nodavana nompasimbayu

tuakana * ‘Adiknya itu kurang bohongnya dibanding kakaknya *

(4) Yaku lena nalinga hanga nganana, tapi

nantora ka hanga tinana.* ‘Aku kurang lupa nama anaknya, tapi ingat pada nama ibunya.’ (5) Ngana etu lebi nodoyo anu napande nompasimbayu sampesuvuna anu napande. ‘Anak itu lebih bodoh dibanding saudaranya yang pintar.’ Jika dilihat pada kelima contoh tersebut, contoh pertama, kedua, dan kelima berterima. Namun, contoh ketiga dan keempat tidak berterima. Hal itu dikarenakan tidak ada frasa lena nodava ‘kurang bohong’ dan lena nalinga ‘kurang lupa’.

4.3.1 Analisis Komponen Makna Adjektiva Bertumpang tindih Berdasarkan pengertian yang dimiliki oleh suatu kata, sejumlah komponen makna yang membentuk

Page 18: KEANTONIMAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA KAILI

Multilingual, Volume XI, No.2, Tahun 2012 52 keseluruhan kata tersebut dapat dianalisis atau disebutkan satu per satu (Pateda, 2001). Komponen makna dalam tiap pasang antonim perlu dikembangkan secara terbuka, yaitu dapat ditambah atau diperluas menurut keperluan analisis sehingga relasi keantoniman antara anggota tiap pasangan antonim menjadi jelas, seperti terlihat pada diagram berikut ini.

TABEL 11 ANALISIS KOMPONEN MAKNA

PASANGAN ADJEKTIVA BERTUMPANG TINDIH nanggusebu ‘boros’ >< naimpo ‘hemat’ No Komponen Makna Leksem Pengeluaran Banyak Sering B elanja Tidak Dapat Menabung 1 nanggusebu ‘boros’ + + + 2 naimpo ‘hemat’ - - -

Dalam tabel 11 tersebut, dapat diketahui beberapa komponen makna yang menentukan keantoniman suatu leksem. Tabel 11 itu menunjukkan persamaan dan perbedaan setiap leksem adjektiva dengan komponen maknanya. Leksem nanggusebu ‘boros’ mempunyai komponen makna, yaitu mempunyai pengeluaran banyak, sering berbelanja, dan biasanya tidak dapat menabung. Leksem nanggusebu ‘boros’ mempunyai komponen makna, yaitu tidak berpengeluaran banyak, tidak sering berbelanja, dan biasanya dapat menabung. TABEL 12

ANALISIS KOMPONEN MAKNA PASANGAN ADJEKTIVA BERTUMPANG TINDIH

aseli ‘asli’ >< katenggona ‘palsu’, tiruan’ No Komponen Makna Leksem Bukan Tiruan Berkualitas Baik Bahan Baku Baik 1 aseli ‘asli’ + + + 2 katenggona ‘palsu’, tiruan’ - - - Dalam tabel 12 tersebut, dapat diketahui beberapa komponen makna yang menentukan keantoniman suatu leksem. Tabel 12 itu menunjukkan persamaan dan perbedaan setiap leksem adjektiva dengan komponen maknanya. Leksem aseli ‘asli’ mempunyai komponen makna, yaitu bukan tiruan, berkualitas baik, dan menggunakan bahan baku baik. Leksem katenggona ‘palsu’ mempunyai komponen makna, yaitu tiruan, tidak berkualitas baik, dan tidak menggunakan bahan baku baik.

Page 19: KEANTONIMAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA KAILI

Deni Karsana: Keantoniman Adjektiva dalam Bahasa Kaili 53 TABEL 13 ANALISIS KOMPONEN MAKNA

PASANGAN ADJEKTIVA BERTUMPANG TINDIH

nodava ‘bohong’ >< nanoa ‘jujur’ No Komponen Makna Leksem Ada yang Ditutupi Berdosa Merasa Bersalah 1 nodava ‘bohong’ + + + 2 nanoa ‘jujur’ - - - Dalam tabel 13 tersebut, dapat diketahui beberapa komponen makna yang menentukan keantoniman suatu leksem. Tabel 13 itu menunjukkan persamaan dan perbedaan setiap leksem adjektiva dengan komponen maknanya. Leksem nodava ‘bohong’ mempunyai komponen makna, yaitu ada yang ditutupi, berdosa, dan orang yang melakukannya merasa bersalah. Leksem

nanoa ‘jujur’ mempunyai komponen makna, yaitu tidak ada yang ditutupi, tidak berdosa, dan orang yang melakukannya tidak merasa bersalah..

TABEL 14 ANALISIS KOMPONEN MAKNA

PASANGAN ADJEKTIVA BERTUMPANG TINDIH nalinga ‘lupa’ >< nantora ‘ingat’ No Komponen Makna Leksem Timbul Sesuatu di dalam Otak Dapat Terbayang Sesuatu Mudah Mengerjakan Sesuatu 1 nalinga ‘lupa’ - - - 2 nantora ‘ingat’ + + + Dalam tabel 13 tersebut, dapat diketahui beberapa komponen makna yang menentukan keantoniman suatu leksem. Tabel 13 itu menunjukkan persamaan dan perbedaan setiap leksem adjektiva dengan komponen maknanya. Leksem nodava ‘bohong’ mempunyai komponen makna, yaitu ada yang ditutupi, berdosa, dan orang yang melakukannya merasa bersalah. Leksem

nanoa ‘jujur’ mempunyai komponen makna, yaitu tidak ada yang ditutupi, tidak berdosa, dan orang yang melakukannya tidak merasa bersalah.

TABEL 15 ANALISIS KOMPONEN MAKNA

PASANGAN ADJEKTIVA BERTUMPANG TINDIH nodoyo ‘bodoh’ >< napande ‘pintar’ No Komponen Makna Leksem Rajin Dapat Menjawab Soal Mudah Mengerjakan Pekerjaan 1 nodoyo ‘bodoh’ - - - 2 napande ‘pintar’ + + +

Page 20: KEANTONIMAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA KAILI

Multilingual, Volume XII, No. 1, Tahun 2013 54 Dalam tabel 15 tersebut, dapat diketahui beberapa komponen makna yang menentukan keantoniman suatu leksem. Tabel 15 itu menunjukkan persamaan dan perbedaan setiap leksem adjektiva dengan komponen maknanya. Leksem nodoyo ‘bodoh’ mempunyai komponen makna, yaitu biasanya mengandung makna tidak rajin, tidak dapat menjawab soal, dan tidak mudah mengerjakan pekerjaan. Leksem napande ‘pintar’ mempunyai komponen makna, yaitu biasanya mengandung makna rajin, dapat menjawab soal, dan mudah mengerjakan pekerjaan. 5. Simpulan Data keantoniman dalam BK tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) antonim berkutub, (2) antonim seimbang, dan (3) antonim bertumpang tindih. Data pasangan antonim berkutub dalam BK dapat diukur dalam satuan konvensional, seperti inci, gram, atau mil per jam (Cruse, 1987). Data pasangan antonim berkutub dalam BK dapat ditambahkan kata pemeringkat, seperti kata: mpu ‘sangat’, ntoto ‘paling’,

labi ‘lebih’, dan lena ‘kurang’. Data pasangan antonim seimbang pada BK mengacu ke cerapan subjektif atau emosi yang berbeda, atau mengacu evaluasi yang berdasarkan pada reaksi subjektif, bukan standar objektif (Cruse, 1987). Pasangan adjektiva antonim seimbang tersebut dapat didampingi oleh kata pemeringkat seperti kata: mpu ‘sangat’, ntoto ‘paling’, labi ‘lebih’, dan lena ‘kurang’. Data pasangan antonim bertumpang tindih pada BK mempunyai polaritas evaluatif sebgai bagian dari maknanya. Satu anggotanya bersifat pujian dan anggota lainnya bersifat kecaman (Cruse, 1987). Pasangan adjektiva antonim bertumpang tindih pada BK tersebut dapat didampingi oleh pemeringkat seperti kata: mpu ‘sangat’, ntoto ‘paling’, labi ‘lebih’, dan lena ‘kurang’. .

DAFTAR PUSTAKA Alwi et al. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Asri, M, Deni Karsana, dan Nursamsi. 2005. “Ketaksoniman Alat-alat Rumah Tangga Bahasa Kaili” (Penelitian Tim) . Palu: Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah. Basran, Mustamin. 2003. “Afiksasi Bahasa Kaili”. Palu: Balai Bahasa Sulawesi Tengah. Cruse, D.A. 1987. Lexical Semantics. New York: Cambridge University. Evans, Donna. 2003. Kamus Kaili Ledo-Indonesia-Inggris. Palu: Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Ekoyanantiasih, Ririen (2006). Telaah Keantoniman dalam Bahasa Melayu Betawi. Jakarta: Pusat Bahasa.

Page 21: KEANTONIMAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA KAILI

Deni Karsana: Keantoniman Adjektiva dalam Bahasa Kaili 55 Jackson, Howard. 1996. Words And Their Meaning. England: Longman. Karsana, Deni. 2005. “Analisis Medan Makna Rasa Pancaindera Bahasa Kaili’ dalam Multilingual, Vol. 2. Th ke-4, Desember 2005. Palu: Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah. Lyons, John. 1969. Language, Meaning & Context. Suffolk: Fontan Paerbachs. Masyhuda, M. 1971. Kata-kata Kaili Ledo dalam Kontras dan Prosody. Palu: Yayasan Kebudayaan Sulawesi Tengah. --------. 1971. Ikhtisar Imbuhan dalam Bahasa Kaili Dilaek Palu (Ledo). Palu: Yayasan Kebudayaan Sulawesi Tengah. Nida, Eugene A. 1975. Component Analysis of Meaning. Paris: Mouton The Haque. Palmer , FR . 1983. Semantic. Cambridge: Cambridge University Press. Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rhineka Cipta Rahim, Abdillah A, Hasan Basri dan Ali efendi. 1998. Tata Bahasa Kaili. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayan, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Sofyan et.al. 1979. Morfologi dan Sintaksis Bahasa Kaili. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. --------. 1985. Sistem Perulangan Bahasa Kaili. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. --------. 1979. “Sistem Morfologi Kata Kerja Bahasa Kaili”. Ujungpandang: Balai Penelitian Bahasa. Tamrin. 2005. “Komponen Makna Nomina Kekerabatan dalam Bahasa Kaili’ dalam Multilingual, Vol. 2. Thn ke-4, Desember 2005. Palu: Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah. --------. 2006. “Kata Tugas dalam Bahasa Kaili” (Penelitian Mandiri) Palu: Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah. Tarigan, Henry Guntur. 1993. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa. Jackson, Howard. 1996. Words And Their Meaning. England: Longman.