3
NAMA : ANGGI SAPTIWI OKTAVANI NAMA MEDIS : RESTING ENERGY EXPENDITURE NAMA KELUARGA : NUTRITION Kebijakan Kanker Serviks Belum Terarah Sumber:Jakarta Jum'at, 29 Apr 2011 Vien Dimyati Dokter dinilai kurang memiliki keahlian dalam bekomunikasi dengan pasien. KANKER serviks atau kanker leher rahim masih menjadi masalah di Indonesia karena masih belum ada kebijakan terarah dan upaya terpadu dari pemerintah. Dewan Komite Inisiatif Pencegahan Kanker Serviks Indonesia (Ipkasi), Sigit Purbadi mengatakan, selain karena kebijakan pemerintah yang belum terarah, banyak kalangan praktisi kesehatan (dokter) kurang berinisiatif merekomendasikan pencegahan kanker serviks. Sigit mengatakan, kebijakan pemerintah terhadap pengendalian kanker serviks dirasakan belum menyeluruh. Dari sekian banyak kabupaten di Indonesia yang baru ditangani Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 25 daerah. Yakni, puskesmas dilengkapi pelayanan IVA/pap smear. "Kalau sudah menyeluruh artinya sudah kebijakan nasional. Instruksi ke seluruh gubernur dari gubernur lalu menginstruksikan ke bawah. Jadi ini harus ada SKB (surat keputusan bersama-Red )," katanya dalam acara Peluncuran Situs Kanker Serviks, di Jakarta, Kamis (28/4).

Kebijakan Kanker Serviks Belum Terarah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kebijakan tentang kangker serviks

Citation preview

NAMA: ANGGI SAPTIWI OKTAVANINAMA MEDIS: RESTING ENERGY EXPENDITURENAMA KELUARGA : NUTRITION

Kebijakan Kanker Serviks Belum TerarahSumber:JakartaJum'at, 29 Apr 2011Vien DimyatiDokter dinilai kurang memiliki keahlian dalam bekomunikasi dengan pasien. KANKER serviks atau kanker leher rahim masih menjadi masalah di Indonesia karena masih belum ada kebijakan terarah dan upaya terpadu dari pemerintah.Dewan Komite Inisiatif Pencegahan Kanker Serviks Indonesia (Ipkasi), Sigit Purbadi mengatakan, selain karena kebijakan pemerintah yang belum terarah, banyak kalangan praktisi kesehatan (dokter) kurang berinisiatif merekomendasikan pencegahan kanker serviks.Sigit mengatakan, kebijakan pemerintah terhadap pengendalian kanker serviks dirasakan belum menyeluruh. Dari sekian banyak kabupaten di Indonesia yang baru ditangani Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 25 daerah. Yakni, puskesmas dilengkapi pelayanan IVA/pap smear."Kalau sudah menyeluruh artinya sudah kebijakan nasional. Instruksi ke seluruh gubernur dari gubernur lalu menginstruksikan ke bawah. Jadi ini harus ada SKB (surat keputusan bersama-Red)," katanya dalam acara Peluncuran Situs Kanker Serviks, di Jakarta, Kamis (28/4).Jangankan Puskesmas di daerah, Puskesmas Jakarta saja masih banyak yang belum memiliki pelayanan dalam pencegahan kanker serviks.Padahal, setiap perempuan berisiko terkena kanker serviks. Di Indonesia, kanker serviks menempati urutan ketiga terbanyak yang diderita perempuan Indonesia. Setiap hari, 37 perempuan terdiagnosis kanker serviks dan 20 perempuan meninggal karena kanker serviks. Data ini berdasarkan Globalcan 2008 (IARC) Section of Cancer Information. "Maka itu, jangan pernah menganggap kanker serviks mitos. Karena ini sama dengan kanker rahim," ujar dia.Menurut dia, angka kanker serviks di Indonesia tinggi dipicu rendahnya pemahaman masyarakat mengenai. Hingga sebagian besar perempuan datang memeriksakan diri saat terkena kanker ini sudah stadium lanjut. "Ini sudah menjadi inisiatif kalangan praktisi kesehatan untuk mengedukasi dan berkomunikasi kepada pasien. Seorang dokter itu seharusnya 70 persen mengedukasi pasien memelihara kesehatan, 10 persen mengobati penyakit."Dia menilai, dokter kurang memiliki keahlian dalam bekomunikasi dengan pasien. Seharusnya, seorang dokter bisa memberikan konseling kepada pasien. "Edukasi dokter mengenai pentingnya sosialisasi kanker serviks ke masyarakat sangat kecil. Karena memang budaya kita termasuk orang yang tidak mau konseling dengan baik," ucap Sigit.Untuk itu, diperlukan pendidikan dalam berkomunikasi untuk calon dokter. Setiap universitas kedokteran harus menyediakan pakar komunikasi agar calon dokter bisa berkomunikasi baik dengan pasien. "Kebijakan ini seharusnya sudah diperhatikan Kemenkes dan universitas."Pendiri Ipkasi, Inke Maris mengatakan, kanker serviks jenis penyakit kanker paling umum kedua di seluruh dunia yang biasa diderita perempuan di atas 15 tahun. Kanker ini sering kali menjangkiti dan membunuh perempuan usia produktif (30-50 tahun). "Mendeteksi dini kanker serviks dapat menggunakanpap smearatau IVA yang dapat mendeteksi awal dimana perubahan sel dapat dideteksi di leher rahim," kata Sigit.Sedangkan, pencegahan bisa menggunakan vaksin yang menargetkan HPV tipe 16 dan 18. Ini berpotensi mencegah 70 persen kanker serviks. "Dianjurkan pemberian vaksin saat usia 10-55 tahun. Menunda vaksin berarti menempatkan diri pada risiko terkena infeksi HPV 16 dan 18."