22
KEBUDAYAAN BATAK Mata Kuliah Budaya Nusantara Dosen : Bpk. Ichsan Pribadi NAMA ANGGOTA (Kelas II-C) : Andreas Martin (08330005009) Debrian Ruhut Saragih (08330004915) Harkita Okky Sinaga (08330004941) Irvan Abdillah Sembiring (08330004952) SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA SPESIALISASI PENILAI/PBB 2009

Kebudayaan Batak - Budaya Nusantara

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tugas Budaya Nusantara. Kebudayaan Batak.

Citation preview

Page 1: Kebudayaan Batak - Budaya Nusantara

KEBUDAYAAN BATAK

Mata Kuliah Budaya Nusantara

Dosen : Bpk. Ichsan Pribadi

NAMA ANGGOTA (Kelas II-C) :

Andreas Martin (08330005009)

Debrian Ruhut Saragih (08330004915)

Harkita Okky Sinaga (08330004941)

Irvan Abdillah Sembiring (08330004952)

SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA

SPESIALISASI PENILAI/PBB

2009

Page 2: Kebudayaan Batak - Budaya Nusantara

DAFTAR ISI

BAB I IDENTIFIKASI .............................................................................................................................3

1.1 PENGERTIAN KEBUDAYAAN BATAK ................................................................................................3 1.2 SUKU-SUKU BATAK ....................................................................................................................4 1.3 WILAYAH BERMUKIM .................................................................................................................4 1.4 FALSAFAH BATAK ......................................................................................................................6 1.5 BATAK PADA ERA MODERN ..........................................................................................................6

BAB II MATA PENCAHARIAN ..............................................................................................................7

BAB III SISTEM KEKERABATAN DAN KEMASYARAKATAN ...................................................................8

3.1 NILAI BUDAYA ..........................................................................................................................8 3.2 MARGA DAN TAROMBO .............................................................................................................8

3.2.1 Dalihan Natolu ...............................................................................................................9 3.2.2 Paratur ni parhundulon ..................................................................................................9 3.2.3 Nama-nama partuturon dan bagaimana memanggilnya.............................................. 11

BAB IV PRODUK BUDAYA ................................................................................................................. 14

4.1 ADAT ISTIADAT BATAK.............................................................................................................. 14 4.2 ALAT-ALAT RUMAH TANGGA YANG DIPAKAI OLEH NENEK MOYANG SUKU BATAK ................................. 18 4.3 MUSIK, PAKAIAN ADAT DAN TARIAN BATAK .................................................................................. 19

BAB V PEMBANGUNAN DAN MODERNISASI .................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 22

Page 3: Kebudayaan Batak - Budaya Nusantara

3

BAB I

IDENTIFIKASI

1.1 Pengertian Kebudayaan Batak

Batak adalah nama sebuah suku di

Indonesia. Suku ini kebanyakan bermukimdi

SumatraUtara. Mayoritas orang Batak beragama

Kristen dan Islam. Tetapi dan ada pula yang

menganut kepercayaan animisme (disebut

Parmalim).Yang dimaksud dengan kebudayaan

Batak yaitu seluruh nilai-nilai kehidupan suku

bangsa Batak diwaktu-waktumendatang

merupakan penerusan dari nilai kehidupan lampau dan menjadi faktor penentu sebagai

identitasnya. Refleksi dari nilai-nilai kehidupan tersebut menjadi suatu ciri yang khas bagi suku

bangsa Batak yakni : Keyakinan dan kepercayaan bahwa ada Maha Pencipta sebagai Tuhan yang

menciptakan alam semesta beserta segala sesuatu isinya, termasuk langit dan bumi. Untuk

mewujudkan keseimbangan dalam menjalankan nilai-nilai kehidupan sebagai mahluk sosial yang

selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, Tuhan Maha Pencipta sebagai titik orientasi

sipritualnya, alam lingkungan sebagai objek integritasnya suku bangsa Batak telah dinaungi

Patik. Patik berfungsi sebagai batasan tatanan kehidupan untuk mencapai nilai-nilai kebenaran.

Patik ditandai dengan kata Unang, Tongka, Sotung, Dang Jadi. Sebagai akibat dari penyimpangan

tatanan kehidupan yang dimaksud dibuatlah Uhum atau Hukum.Uhum/Hukum ditandai oleh

kata; Aut, Duru, Sala, Baliksa, Hinorhon, Laos, Dando, Tolon, Bura dsb. Didalam menjalankan

kehidupan suku bangsa Batak terutama interaksi antara sesama manusia dibuatlah nilai-nilai

antara sesama, etika maupun estetika yang dinamai Adat. Suku bangsa Batak mempunyai system

kekerabatan yang dikenal dan hidup hingga kini yakni Partuturon. Peringatan untuk tidak

melanggar Patik itu ditegaskan dengan kata Sotung. Dan mengharamkan segala aturan untuk

dilanggar dikatakan dengan kata Subang.

Makna Kebudayaan Batak

Tata nilai kehidupan suku Batak di dalam proses pengembangannya merupakan pengolahan

tingkat daya dan perkebangan daya dalam satu sistem komunikasi meliputi :

a. Sikap Mental (Hadirion)

Sikap mental ini tercermin dari pepatah : babiat di harbangan, gompul di alaman.

Anak sipajoloon nara tu jolo.

Page 4: Kebudayaan Batak - Budaya Nusantara

4

b. Nilai Kehidupan (Ruhut-ruhut Ni Parngoluon)

Pantun marpangkuling bangko ni anak na bisuk. Donda marpangalaho bangkoni boru na uli.

(pantun hangoluan tois hamagoan).

Cara Berpikir (Paningaon)

Raja di jolo sipatudu dalan hangoluan. (didepan kita sebagai panutan)

Raja di tonga pangahut pangatua, pangimpal, pangimbalo (ditengah kita sebagai

pemersatu).

Raja di pudi siapul natangis sielek na mardandi. (dibelakang kita sebagai penopang orang

yang jatuh) .

Cara Bekerja (Parulan)

Mangula sibahen namangan (mengerjakan apa yang mau dimakan)

Maragat bahen siinumon (menampung apa yang mau diminum)

Logika (Ruhut, Raska, Risa)

Aut so ugari boru Napitupulu na tumubuhon au, dang martulang au tu Napitupulu (jika

masih satu keturunan/marga, maka kita akan lebih menghormatinya)

Etika (Paradaton)

Tinintip sanggar bahen huru-huruan

Nisungkun marga asa binoto partuturon

Estetika (panimbangion)

Hatian sora monggal ninggala sibola tali

1.2 Suku-suku Batak

Suku Batak terdiri dari beberapa sub suku yang berdiam di wilayah Sumatera Utara, Kota

Subulussalam, Aceh Singkil dan Aceh Tenggara. Sub suku Batak adalah: Suku Alas, Suku

Kluet,Suku Karo , Suku Toba , Suku Pakpak , Suku Dairi , Suku Simalungun , Suku Angkola ,

Suku Mandailing.

1.3 Wilayah Bermukim

Dalam tata pemerintahan Republik Indonesia yang

mengikuti tata pemerintahan Kolonial Belanda, setiap sub

suku berdiam dalam satu kedemangan yang kemudian

dirubah menjadi Kabupaten setelah Indonesia merdeka.

Sub suku Batak Toba berdiam di Kabupaten

Tapanuli Utara yang wilayahnya meliputi Ajibata

(berbatasan dengan Parapat), Pulau Samosir, Pakkat, serta

Sarulla. Empat tahun terakhir ini, Kabupaten Tapanuli

Utara sendiri telah dimekarkan menjadi beberapa

Page 5: Kebudayaan Batak - Budaya Nusantara

5

Kabupaten yakni Kabupaten Tapanuli Utara (ibukota Tarutung), Kabupaten Toba Samosir

(ibukota Balige), Kabupaten Samosir (ibukota Pangururan), Kabupaten Humbang (ibukota

Siborong-borong), Kabupaten Humbang Hasundutan (ibukota Dolok Sanggul).

Sub suku Batak Karo mayoritas berdiam di Kabupaten Karo dengan ibukota Kabanjahe,

namun sebagian juga tersebar di Kabupaten Langkat dan Deli Serdang. Mereka yang bermukim di

wilayah Kabupaten Karo kerap disebut sebagai Karo Gunung, sementara yang di Kab. Langkat

dan Deli Serdang kerap disebut dengan Karo Langkat.

Sub suku Batak Alas bermukim di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam. Populasi mereka meningkat paska Perang Aceh dimana pada masa

perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Belanda, suku Batak Toba selalu mengirimkan bala

bantuan. Setelah perang usai, mereka banyak yang bermukim di wilayah Aceh Tenggara.

Sub suku Batak Pakpak terdiri atas 5 sub Pakpak yaitu Pakpak Kelasen, Pakpak Simsim,

Pakpak Boang, Pakpak Pegagan, bermukim di wilayah Kabupaten Dairi yang kemudian

dimekarkan pada tahun 2004 menjadi dua kabupaten yakni: Kabupaten Dairi (ibukota

Sidikalang)dan Kabupaten Pakpak Bharat (ibukota Salak). Suku Batak Pakpak juga berdomisili

di wilayah Parlilitan yang masuk wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan dan wilayah

Manduamas yang merupakan bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah.Suku Pakpak yang tinggal

diwalayah tersebut menamakan diri sebagai Pakpak Kelasan. Dalam jumlah yang sedikit, suku

Pakpak juga bermukim di wilayah Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam.

Sub suku Batak Simalungun mayoritas bermukim di wilayah Kabupaten Simalungun

(ibukota Pematang Siantar) namun dalam jumlah yang lebih kecil juga bermukim di kabupaten

Serdang Bedagai dan Kabupaten Asahan.

Sub suku Batak Mandailing dan Angkola bermukim di wilayah Kabupaten Tapanuli

Selatan (ibukota Padang Sidempuan) dan Kabupaten Mandailing Natal (sering disingkat dengan

Madina dengan ibukota Penyabungan). Kabupaten ini berdiri sejak tahun 1999 setelah dimekarkan

dari Kabupaten Tapsel. Sementara itu, Kabupaten Tapanuli Tengah (ibukota Sibolga) sejak dulu

tidak didominasi oleh salah satu sub suku batak. Populasi Batak Toba cukup banyak ditemui di

daerah ini, demikian juga dengan Batak Angkola dan Mandailing. Dalam jumlah yang kecil,

Batak Pakpak juga bermukim di daerah ini khususnya Kota Barus. Hal ini dimungkinkan karena

Tapanuli Tengah terletak di tepi Samudera Hindia yang menjadikannya sebagai pintu masuk dan

keluar untuk melakukan hubungan dagang dengan dunia internasional. Salah satu kota terkenal

yang menjadi bandar internasional yang mencapai kegemilangannya sekitar abad 5 SM-7 SM

adalah Kota Barus.

Page 6: Kebudayaan Batak - Budaya Nusantara

6

1.4 Falsafah Batak

Secara umum, suku Batak memiliki falsafah adat Dalihan Na Tolu yakni Somba Marhula-

hula (hormat pada pihak keluarga ibu/istri) Elek Marboru (ramah pada keluarga saudara

perempuan) dan Manat Mardongan Tubu (kompak dalam hubungan semarga). Dalam kehidupan

sehari-hari, falsafah ini dipegang teguh dan hingga kini menjadi landasan kehidupan sosial dan

bermasyarakat di lingkungan orang Batak.

1.5 Batak Pada era modern

Sejarah Batak modern dipengaruhi oleh dua agama samawi yakni Islam dan Kristen. Islam

makin kuat pengaruhnya pada saat Perang Padri, melalui aktivitas dakwah yang dilakukan para

da'i dari dari negeri Minang. Perluasan penyebaran agama islam juga pernah memasuki hingga ke

daerah Tapanuli Utara dibawah pimpinan Tuanku Rao dari Sumatera Barat, namun tidak begitu

berhasil. Islam lebih berkembang di kalangan Batak Mandailing dan sebagian Batak Angkola.

Agama Kristen baru berpengaruh di kalangan Batak Angkola dan Toba setelah beberapa kali misi

Kristen yang dikirimkan mengalami kegagalan. Misionaris yang paling berhasil adalah I.L.

Nommensen yang melanjutkan tugas pendahulunya menyebarkan agama Kristen di wilayah

Tapanuli. Ketika itu, masyarakat Batak yang berada di sekitarTapanuli, khususnya Tarutung,

diberi pengajaran baca tulis, keahlian bertukang untuk kaum pria dan keahlian menjahit serta

urusan rumah tangga bagi kaum ibu. Pelatihan dan pengajaran ini kemudian berkembang hingga

akhirnya berdiri sekolah dasar dan sekolah keahlian di beberapa wilayah di Tapanuli. Nommensen

dan penyebar agama lainnya juga berperan besar dalam pembangunan dua rumah sakit yang ada

saat ini, RS Umum Tarutung dan RS HKBP Balige, yang sudah ada jauh sebelum Indonesia

merdeka. Sementara itu, perkembangan pendidikan formal juga terus berlanjut hingga dibukanya

sebuah perguruan tinggi bernama Universitas HKBP I.L. Nommensen (UHN) tahun 1954.

Universitas ini menjadi universitas swasta pertama yang ada di Sumatra Utara dan awalnya hanya

terdiri dari Fakultas Ekonomi dan Fakultas Theologia.

Page 7: Kebudayaan Batak - Budaya Nusantara

7

BAB II

MATA PENCAHARIAN

Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladangLahan didapat dari

pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mendapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya.

Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan. Perternakan juga salah satu mata

pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek.

Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba. Sektor kerajinan juga

berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, temmbikar, yang ada kaitanya dengan

pariwisata.

Page 8: Kebudayaan Batak - Budaya Nusantara

8

BAB III

SISTEM KEKERABATAN DAN KEMASYARAKATAN

3.1 Nilai Budaya

1. Kekerabatan

Nilai kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan adat Dalian

Na Talu, dimana seseorang harus mencari jodoh diluar kelompoknya, orang-orang dalam satu

kelompok saling menyebut Sabutuha (bersaudara), untuk kelompok yang menerima gadis

untuk diperistri disebut Hula-hula. Kelompok yang memberikan gadis disebut Boru.

Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut

Huta atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu

marga. Ada pula kelompok kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral

keturunan pendiri dari Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya

nama marga. Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu

kawasan. Sebaliknya klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup tersebar sehingga tidak

saling kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu

disertakan dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat

prinsip yaitu: (a) perbedaan tigkat umur, (b) perbedaan pangkat dan jabatan, (c) perbedaan

sifat keaslian dan (d) status kawin.

2. Hagabeon, Nilai budaya yang bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu banyak,

dan yang baik-baik.

3. Hamoraan, Nilai kehormatan suku Batak yang terletak pada keseimbangan aspek spiritual

dan meterial.

4. Uhum dan ugari, Nilai uhum orang Batak tercermin pada kesungguhan dalam menegakkan

keadilan sedangkan ugari terlihat dalam kesetiaan akan sebuah janji.

5. Pengayoman, Pengayoman wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat, tugas tersebut

diemban oleh tiga unsur Dalihan Na Tolu.

6. Marsisarian, Suatu nilai yang berarti saling mengerti, menghargai, dan saling membantu.

3.2 Marga dan Tarombo

MARGA adalah kelompok kekerabatan menurut garis keturunan ayah (patrilineal). Sistem

kekerabatan patrilineal menentukan garis keturunan selalu dihubungkan dengan anak laki laki.

Seorang ayah merasa hidupnya lengkap jika ia telah memiliki anak laki-laki yang meneruskan

marganya. Sesama satu marga dilarang saling mengawini, dan sesama marga disebut dalam

Dalihan Na Tolu disebut Dongan Tubu. Menurut buku “Leluhur Marga Marga Batak”, jumlah

seluruh Marga Batak sebanyak 416, termasuk marga suku Nias.

Page 9: Kebudayaan Batak - Budaya Nusantara

9

TAROMBO adalah silsilah, asal-usul menurut garis keturunan ayah.Dengan tarombo

seorang Batak mengetahui posisinya dalam marga. Bila orang Batak berkenalan pertama kali,

biasanya mereka saling tanya Marga dan Tarombo. Hal tersebut dilakukan untuk saling

mengetahui apakah mereka saling “mardongan sabutuha” (semarga) dengan panggilan “ampara”

atau “marhula-hula” dengan panggilan “lae/tulang”. Dengan tarombo, seseorang mengetahui

apakah ia harus memanggil “Namboru” (adik perempuanayah/bibi),“Amangboru/Makela”,(suami

dariadik-ayah/Om),“Bapatua/Amanganggi/Amanguda” (abang/adik ayah),“Ito/boto”(kakak/adik),

PARIBAN atau BORU TULANG (putri dari saudara laki laki ibu) yang dapat kita jadikan istri,

dst.

3.2.1 Dalihan Natolu

Salah satu contoh adat istiadat batak adalah “Dalihan Natolu”. “Dalihan Natolu” ini

melambangkan sikap hidup orang batak dalam bermasyarakat. “Dalihan Natolu” yaitu:

a. Marsomba tu Hula-Hula

“Hula-Hula” adalah Orang tua dari wanita yang dinikahi oleh seorang pria, namun hula-

hula ini dapat diartikan secara luas. Semua saudara dari pihak wanita yang dinikahi oleh

seorang pria dapat disebut hula-hula. Marsomba tu hula-hula artinya seorang pria

harus menghormati keluarga pihak istrinya.

b. Elek marboru

Boru adalah anak perempuan dari suatu marga,misalnya boru gultom adalah anak

perempuan dari marga Gultom. Dalam arti luas, istilah boru ini bukan berarti anak

perempuan dari satu keluarga saja, tetapi dari marga tersebut. Elek marboru artinya

harus dapat merangkul boru. Hal ini melambangkan kedudukan seorang wanita didalam

lingkungan marganya.

c. Manat mardongan tubu

Dongan Tubu adalah saudara-saudara semarga. Manat Mardongan Tubu melambangkan

hubungan dengan saudara-saudara semarga. Dalihan Natolu ini menjadi pedoman hidup

orang Batak dalam kehidupan bermasyarakat.

3.2.2 Paratur ni parhundulon

Paratur ni parhundulon berarti posisi duduk, ini adalah salah satu istilah dalam ritual

adat Batak, yang kemudian dimaknakan dalam kehidupan sehari-hari. Posisi duduk dalam suatu

acara adat Batak sangat penting, karena itu akan mencerminkan unsur-unsur penghormatan

kepada pihak-pihak tertentu. Karena yang menulis sumber-sumber bacaan ini, termasuk saya,

kesemuanya laki-laki, maka ada baiknya kita memposisikan diri sebagai pihak laki-laki, agar

nantinyamudah memahami berbagai struktur partuturon yang saya dan kita semua tahu,

sangat rumit. Kepada ito-ito yang mungkin akan kebingungan, cobalah membayangkan

seolah ito-ito semua adalah laki-laki dalam keluarga. Dalam kehidupan orang Batak sehari-

Page 10: Kebudayaan Batak - Budaya Nusantara

10

hari, kekerabatan (partuturon ) adalah kunci pelaksanaan dari falsafah hidupnya, Boraspati (

digambarkan dengan dua ekor cecak/cicak, saling berhadapan, yang menempel di kiri-kanan

Ruma Gorga/Sopo/Rumah Batak ). Kekerabatan itu pula yang menjadi semacam

tonggakagunguntukmempersatukan hubungan darah, menentukan sikap kita untuk

memperlakukan orang lain dengan baik ( nice attitude ).

Ada tiga bagian kekerabatan, dinamakan ” Dalihan Na Tolu ”. Adapun isi :

1. Manat mardongan tubu = hati-hati bersikap terhadap dongan tubu

2. Elek marboru = memperlakukan semua perempuan dengan kasih

3. Somba marhulahula = menghormati pihak keluarga perempuan

Yang dimaksud dengan dongan tubu ( sabutuha ) :

1. Dongan sa-ama ni suhut = saudara kandung

2. Paidua ni suhut ( ama martinodohon ) = keturunan Bapatua/Amanguda

3. Hahaanggi ni suhut / dongan tubu ( ompu martinodohon ) = se-marga, se-kampung

4. Bagian panamboli ( panungkun ) ni suhut = kerabat jauh

5. Dongan sa-marga ni suhut = satu marga

6. Dongan sa-ina ni suhut = saudara beda ibu

7. Dongan sapadan ni marga ( pulik marga ), mis : Tambunan dengan Tampubolon ( Padan

marga akan saya tuliskan juga nanti, lengkap dengan „Padan na buruk‟ =sumpah Mistis

jaman dulu yang menyebabkan beberapa marga berselisih, hewan dengan marga, kutukan

yang abadi, dimana hingga saat ini tetap ada tak berkesudahan )

Yang dimaksud dengan boru :

1. Iboto dongan sa-ama ni suhut = ito kandung kita

2. Boru tubu ni suhut = puteri kandung kita

3. Namboru ni suhut

4. Boru ni ampuan, i ma naro sian na asing jala jinalo niampuan di huta ni iba =

perempuan pendatang yang sudah diterima dengan baik di kampung kita.

5. Boru na gojong = ito, puteri dari Amangtua/Amanguda ataupun Ito jauh dari pihak

ompung yang se-kampung pula dengan pihak hulahula

6. Ibebere/Imbebere = keponakan perempuan

7. Boru ni dongan sa-ina dohot dongan sa-parpadanan = ito dari satu garis tarombo dan

perempuan dari marga parpadanan ( sumpah ).

8. Parumaen/maen = perempuan yang dinikahi putera kita, dan juga isteri dari semua

laki-laki yang memanggil kita „Amang‟.

Yang dimaksud dengan hulahula :

1. Tunggane dohot simatua = lae kita dan mertua.

2. Tulang

Page 11: Kebudayaan Batak - Budaya Nusantara

11

3. Bona Tulang = tulang dari persaudaraan ompung

4. Bona ni ari = hulahula dari Bapak ompung kita. Pokoknya, semua hulahula yang

posisinya sudah jauh di atas, dinamai Bona ni ari.

5. Tulang rorobot = tulang dari lae/isteri kita, tulang dari nantulang kita, tulang dari

ompung boru lae kita dan keturunannya. Boru dari tulang rorobot tidak bisa kita

nikahi, merekalah yang disebut dengan inang bao.

6. Seluruh hulahula dongan sabutuha, menjadi hulahula kita juga

3.2.3 Nama-nama partuturon dan bagaimana memanggilnya

a. Dalam keluarga satu generasi :

1. Amang/Among : kepada bapak kandung

2. Amangtua : kepada abang kandung bapak kita, maupun par-abangon bapak dari

dongan sabutuha, parparibanon. Namun kita bisa juga memanggil “Amang‟ saja.

3. Amanguda : kepada adik dari bapak kita, maupun par-adekon bapak dari dongan

sabutuha, parparibanon. Namun bisa juga kita cukup memanggilnya dengan

sebutan “Amang” atau Uda.

4. Haha/Angkang : kepada abang kandung kita, dan semua par-abangon baik dari

amangtua, dari marga.

5. Anggi : kepada adik kandung kita, maupun seluruh putera amanguda, dan

semua laki-laki yang marganya lebih muda dari marga kita dalam tarombo. Untuk

perempuan yang kita cintai, kita juga bisa memanggilnya dengan sebutan ini atau

bisa juga “Anggia”

6. Hahadoli : atau “Angkangdoli‟, ditujukan kepada semua laki-laki keturunan dari

ompu yang tumodohon ( mem-per-adik kan ) ompung kita.

7. Anggidoli : kepada semua laki-laki yang merupakan keturunan dari ompu yang

ditinodohon ( di-per-adik kan ) ompung kita, sampai kepada tujuh generasi

sebelumnya. Uniknya, dalam acara ritual adat, panggilan ini bisa langsung

digunakan.

8. Ompung : kepada kakek kandung kita. Sederhananya, semua orang yang kita panggil

dengan sebutan „Amang‟, maka bapak-bapak mereka adalah „Ompung‟ kita.

Ompung juga merupakan panggilan untuk datu/dukun, tabib/Namalo.

9. Amang mangulahi : kepada bapak dari ompung kita. Kita memanggilnya

“Amang‟.

10. Ompung mangulahi: kepada ompung dari ompung kita.

11. Inang/Inong : kepada ibu kandung kita.

12. Inangtua : kepada isteri dari semua bapatua/amangtua.

Page 12: Kebudayaan Batak - Budaya Nusantara

12

13. Inanguda : kepada isteri dari semua bapauda/amanguda.

14. Angkangboru : kepada semua perempuan yang posisinya sama seperti

“angkang‟.

15. Anggiboru : kepada adik kandung. Kita memanggilnya dengan sebutan “Inang‟.

16. Ompungboru : lihat ke atas.

17. Ompungboru mangulahi : lihat ke atas.

b. Dalam hubungan par-hulahula on

1. Simatua doli : kepada bapak, bapatua, dan bapauda dari isteri kita. Kita

memangilnya dengan sebutan “Amang‟.

2. Simatua boru : kepada ibu, inangtua, dan inanguda dari isteri kita. Kita cukup

memangilnya “Inang‟.

3. Tunggane : disebut juga “Lae‟, yakni kepada semua ito dari isteri kita.

4. Tulang na poso : kepada putera tunggane kita, dan cukup dipangil “Tulang‟.

5. Nantulang na poso : kepada puteri tunggane kita, cukup dipanggil “Nantulang‟.

6. Tulang : kepada ito ibu kita

7. Nantulang : kepada isteri tulang kita

8. Ompung bao : kepada orangtua ibu kita, cukup dipanggil „Ompung‟

9. Tulang rorobot : kepada tulang ibu kita dan tulang isteri mereka, juga kepada

semua hulahula dari hulahula kita (amangoi…borat na i )

10. Bonatulang/Bonahula : kepada semua hulahula dari yang kita panggil “Ompung‟

11. Bona ni ari : kepada hulahula dari ompung dari semua yang kita panggil

12. “Amang‟, dan generasi di atasnya

c. Dalam hubungan par-boru on

1. Hela : kepada laki-laki yang menikahi puteri kita, juga kepada semua laki-laki yang

menikahi puteri dari abang/adik kita. Kita memanggilnya „Amanghela‟

2. Lae : kepada amang, amangtua, dan amanguda dari hela kita. Juga kepada laki-laki

yang menikahi ito kandung kita

3. Ito : kepada inang, inangtua, dan inanguda dari hela kita

4. Amangboru : kepada laki-laki ( juga abang/adik nya) yang menikahi ito bapak kita

5. Namboru : kepada isteri amangboru kita

6. Lae : kepada putera dari amangboru kita

7. Ito : kepada puteri dari amangboru kita

8. Lae : kepada bapak dari amangboru kita

Page 13: Kebudayaan Batak - Budaya Nusantara

13

9. Ito : kepada ibu/inang dari amangboru kita

10. Bere : kepada abang/adik juga ito dari hela kita

11. Bere : kepada putera dan puteri dari ito kita

12. Bere : kepada ito dari amangboru kita

Beberapa hal yang perlu di ingat :

1. Hanya laki-laki lah yang mar-lae, mar-tunggane, mar-tulang na poso dohot nantulang na poso.

2. Hanya perempuan lah yang mar-eda, mar-amang na poso dohot inang na poso Di daerah

seperti Silindung dan sekitarnya, dalam parparibanon, selalu umur yang menentukan mana

sihahaan (menempati posisi haha ), mana sianggian ( menempati posisi anggi ). Tapi kalau

di Toba, aturan sihahaan dan sianggian dalam parparibanon serta dongan sabutuha sama saja

aturannya.

Ada lagi istilah LEBANLEBAN TUTUR, artinya pelanggaran adat yang dimaafkan. Misalnya

begini : saya punya bere, perempuan, menikah dengan laki-laki, putera dari dongan sabutuha saya.

Nah, seharusnya, si bere itu memanggil saya “Amang‟ karena pernikahan itu meletakkan posisi

saya menjadi mertua/simatua, dan laki-laki itu harus memanggil saya “Tulang rorobot‟ karena

perempuan yang dia nikahi adalah bere saya. Tapi tidaklah demikian halnya. Partuturon karena

keturunan lebih kuat daripada partuturon apa pun, sehingga si bere harus tetap panggil saya

“Tulang‟ dan si laki-laki harus tetap memanggil saya “Bapatua/bapauda‟.

Page 14: Kebudayaan Batak - Budaya Nusantara

14

BAB IV

PRODUK BUDAYA

4.1 Adat Istiadat Batak

Upacara

Pada masyarakat suku Batak, siklus kehidupan seseorang

dari lahir kemudian dewasa, berketurunan sampai meninggal,

melalui beberapa masa dan peristiwa yang dianggap penting.

Karenanya pada saat-saat atau peristiwa penting tersebut perlu

dilakukan upacara-upacara yang bersifat adat, kepercayaan dan

agama. Upacara-upacara tersebut antara lain upacara turun

mandi, pemberian nama, potong rambut dan sebagainya pada

masa anak-anak, upacara mengasah gigi, upacara perkawinan,

upacara kematian dan lain-lain. Di kalangan masyarakat Batak

dikenal upacara memberi makan enak kepada orang tua yang

sudah lanjut usia tetapi masih sehat, tujuannya untuk memberi

semangat hidup agar panjang umur dan tetap sehat. Juga kepada orang tua yang sakit

dengan maksud agar dapat sembuh kembali. Upacara ini disebut "sulang-sulang".

Meskipun kini sebagian besar penduduk sudah memeluk agama Islam atau Kristen, tapi

kepercayaan lama yang bersifat animistis masih terlihat dalam upacara-upacara yang

dilakukan.Misalnya upacara memanggil roh leluhur ke rumah keluarga yang masih hidup dengan

perantaraan Sibaso atau dukun wanita. Sibaso nanti akan kemasukan roh, sehingga setiap

ucapannya dianggap kata-kata leluhur yang meninggal. Di daerah Batak Toba upacara ini

disebut "Sigale-gale".

Rumah Adat

Rumah adat Siwaluh Jabu, rumah adat Batak Karo. Rumah ini bertiang tinggi dan satu

rumah biasanya dihuni atas satu keluarga besar yang terdiri dari 4 sampai 8 keluarga Batak. Di

dalam rumah tak ada sekatan satu ruangan lepas. Namun pembagian ruangan tetap ada, yakni di

batasi oleh garis-garis adat istiadat yang kuat, meski garis itu tak terlihat. Masing-masing

ruangan mempunyai nama dan siapa yang harus menempati ruangan tersebut, telah ditentukan

pula oleh adat. Urutan ruangan dalam rumah Siwaluh jabu adalah sebagai berikut :

Jabu bena kayu yaitu ruangan di depan sebelah kiri, didiami oleh pihak marga tanah dan

pendiri kampung. Ia merupakan pengulu atau pemimpin rumah tersebut.

Jabu sedapur bena kayu yaitu ruangan berikutnya yang satu dengan jabu bena kayu, juga

dinamai Sinenggel-ninggel. Ruang ini didiami oleh pihak Senina yakni saudara-

Page 15: Kebudayaan Batak - Budaya Nusantara

15

saudaranya yang bertindak sebagai wakil pemimpin rumah tersebut. Sedapat artinya satu

dapur, karena setaip 2 ruangan maka di depannya terdapat dapur yang dipakai untuk 2

keluarga.

Jabu ujung kayu, dinamai Jabu Sungkun Berita, didiami oleh anak Beru Toa, yang

bertugas memecahkan setiap masalah yang timbul.

Jabu sedapur ujung kayu yaitu ruangan sedapur dengan jabu ujung kayu, dinamai Jabu

Silengguri. Jabu ini didiami oleh anak beru dari jabu Sungkun Berita.

Jabu lepan bena kayu, yakni ruangan yang terletak berseberangan dengan jabu bena

kayu, dinamai jabu simengaloken didiami oleh Biak Senina.

Jabu sedapur lepan bena kayu yaitu ruangan yang sedapur dengan jabu lepan bena kayu,

didiami oleh Senina Sepemeren atau Separiban.

Jabu lepan ujung kayu, didiami oleh Kalimbuh yaitu pihak pemberi gadis, ruangan ini

disebut Jabu Silayari.

Jabu sedapur lepan ujung kayu yaitu ruangan yang sedapur dengan jabu lepan ujung

kayu. Ruangan ini didiami oleh Jabu Simalungun minum, didiami oleh Puang Kalimbuh

yaitu Kalimbuh dari jabu silayari. Kedudukan Kalimbuh ini cukup dihormati didalam

adat.

Umumnya di setiap rumah adat ini terdapat empat buah dapur yang masing-masing

digunakan oleh dua keluarga, yaitu oleh jabu-jabu yang bersebelahan. Tiap dapur terdiri dari lima

buah batu yang diletakkan sebagai tungku berbentuk dua segi tiga bertolak belakang. Segi tiga

tersebut melambangkan rukuh sitelu atau singkep sitelu yaitu tali pengikat antara tiga kelompok

keluarga. Kalimbuhu, senina dan anak beru atau Sebayak.

Dinding rumah dibuat miring, berpintu dan jendela yang terletak di atas balok keliling. Atap

rumah berbentuk segitiga dan bertingkat tiga, juga melembangkan rukut-sitelu. Pada setiap

puncak dan segitiga-segitiga terdapat kepala kerbau yang melambangkan kesejahteraan bagi keluarga

yang mendiaminya. Pinggiran atap sekeliling rumah di semua arah sama, menggambarkan

bahwa penghuni rumah mempunyai perasaan senasib sepenanggungan. Bagian atap yang

berbentuk segitiga terbuat dari anyaman bambu disebut lambe-lambe. Biasanya pada lambe-

lambe dilukiskan lambang pembuat dari sifat pemilik rumah tersebut, dengan warna tradisional

merah, putih dan hitam. Hiasan lainnya adalah pada kusen pintu masuk. Biasanya dihiasi

dengan ukiran telur dan panah. Tali-tali penginkat dinding yang miring disebut tali ret-ret,

terbuat dari ijuk atau rotan. Tali pengikat ini membentuk pola seperti cicak yang mempunyai 2

kepala saling bertolak belakang, maksudnya ialah cicak dikiaskan sebagai penjaga rumah, dan 2

kepala saling bertolak belakang melambangkan semua penghuni rumah mempunyai peranan yang

sama dan saling menghormati.

Rumah adat Siwaluh jabu yang selalu bertangga dengan jumlah anak tangga ganjil,

Page 16: Kebudayaan Batak - Budaya Nusantara

16

dihuni oleh keluarga di mana anak-anak tidur dengan orang tuanya sampai berumur 14 tahun. Bagi

anak laki-laki dewasa atau bujangan tidur di tempat lain yang disebut Jambur, begitu pula

tamu laki-laki. Jambur sebenarnya lumbung padi yang dipergunakan untuk tidur, bermusyawarah

dan istirahat para perempuan dan laki-laki.

Rumah adat Batak Toba yang disebut Rumah Bolon, berbentuk empat persegi panjang dan

kadang-kadang dihuni oleh 5 sampai 6 keluarga batih. Untuk memasuki rumah harus menaiki

tangga yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan jumlah anak tangga yang ganjil. Bila orang

hendak masuk rumah Batak Toba harus menundukkan kepala agar tidak terbentur pada balok yang

melintang, hal ini diartikan tamu harus menghormati si pemilik rumah. Lantai rumah kadang-

kadang sampai 1,75 meter di atas tanah, dan bagian bawah dipergunakan untuk kandang babi,

ayam, dan sebagainya. Dahulu pintu masuk mempunyai 2 macam daun pintu, yaitu daun pintu

yang horizontal dan vertikal, tapi sekarang daun pintu yang horizontal tak dipakai lagi.

Ruangan dalam rumah adat merupakan ruangan terbuka tanpa kamar-kamar, walaupun

berdiam disitu lebih dari satu keluarga, tapi bukan berarti tidak ada pembagian ruangan, karena

dalam rumah adat ini pembagian ruangan dibatasi oleh adat mereka yang kuat. Ruangan di

belakang sudut sebelah kanan disebut jabu bong, yang ditempati oleh kepala rumah atau por

jabu bong, dengan isteri dan anak-anak yang masih kecil. Ruangan ini dahulu dianggap paling

keramat. Di sudut kiri berhadapan dengan Jabu bong disebut Jabu Soding diperuntukkan bagi

anak perempuan yang telah menikah tapi belum mempunyai rumah sendiri. Di sudut kiri depan

disebut Jabu Suhat, untuk anak laki-laki tertua yang sudah kawin dan di seberangnya disebut Tampar

Piring diperuntukkan bagi tamu.

Bila keluarga besar maka diadakan tempat di antara 2 ruang atau jabu yang

berdempetan, sehingga ruangan bertambah 2 lagi dan ruangan ini disebut Jabu Tonga-ronga ni jabu

rona. Tiap keluarga mempunyai dapur sendiri yang terletak di belakang rumah, berupa bangunan

tambahan. Di antara 2 deretan ruangan yakni di tengah-tengah rumah merupakan daerah netral

yang disebut telaga dan berfungsi sebagai tempat bermusyawarah. Bangunan lain yang mirip

dengan rumah adalah sapo yakni seperti rumah yang berasal dari lumbung tempat menyimpan,

kemudian didiami. Perbedaannya dengan rumah adalah : Dopo berlantai dua, hanya mempunyai satu

baris tiang-tiang depan dan ruangan bawah terbuka tanpa dinding berfungsi untuk musyawarah,

menerima orang asing dan tempat bermain musik. Pada bagian depan rumah adat terdapat hiasan-

hiasan dengan motif garis geografis dan spiral serta hiasan berupa susu wanita yang disebut adep-

adep. Hiasan ini melambangkan sumber kesuburan kehidupan dan lambang kesatuan.

Rumah yang paling banyak hiasan-hiasannya disebut Gorga. Hiasan lainnya bermotif

pakis disebut nipahu, dan rotan berduri disebut mardusi yang terletak di dinding atas pintu

masuk.

Pada sudut-sudut rumah terdapat hiasan Gajah dompak, bermotif muka binatang,

mempunyai maksud sebagai penolak bala. Begitu pula hiasan bermotif binatang cicak, kepala singa

Page 17: Kebudayaan Batak - Budaya Nusantara

17

yang dimaksudkan untuk menolak bahaya seperti guna-guna dari luar. Hiasan ini ada yang berupa

ukiran kemudian diberi warna, ada pula yang berupa gambaran saja. Warna yang digunakan selalu

hitam, putih dan merah.

Semua rumah adat tersebut di atas bahannya dari kayu baik untuk tiang, lantai serta

kerangka rumah berikut pintu dan jendela, sedangkan atap rumah terbuat dari seng. Dianjungan

Sumatera Utara, rumah-rumah adat yang ditampilkan mengalami sedikit perbedaan dengan rumah

adat yang asli di daerahnya. Hal ini disesuaikan dengan kegunaan dari kepraktisan belaka,

misalnya tiang-tiang rumah yang seharusnya dari kayu, banyak diganti dengan tiang beton.

kemudian fungsi ruangan di samping untuk keperluan ruang kantor yang penting adalah untuk ruang

pameran benda-benda kebudayaan serta peragaan adat istiadat dari delapan puak suku di

Sumatera Utara. Benda-benda tersebut meliputi alat-alat musik tradisional, alat-alat dapur, alat-

alat perang, alat-alat pertanian, alat-alat yang berhubungan dengan mistik, beberapa contoh

dapur yang semuanya bersifat tradisional. Sedangkan peragaan adat istiadat dan sejarah

dilukiskan dalam bentuk diorama, beberapa pakaian pengantin dan pakaian adat dan sebagainya.

Rumah Adat Batak Toba

"Bolon"

Rumah Adat Batak Karo

"Siwaluh Jabu"

Page 18: Kebudayaan Batak - Budaya Nusantara

18

4.2 Alat-alat Rumah Tangga Yang Dipakai oleh Nenek Moyang Suku Batak

* Panutuan dan Tutu adalah alat untuk menggiling bumbu dapur. Panutuan dan

Tutu terbuat dari batu atau kayu. Panutuan adalah wadah tempat bumbu akan

digiling, sedangkan Tutu adalah batu atau kayu penggiling bumbu itu. Tutu ini

dinamai juga Papene.

* Papene adalah Sapa kecil tanpa kaki. Besarnya sekitar ± 30-40 cm.

Biasanya Papene ini digunakan pada kesempatan sehari-hari.

* Hansung atau Hiong adalah bejana untuk mengambil air dari sumber air

(sumur, pancuran atau sungai) dan sekaligus tempat penyimpanannya.

Hansung atau Hiong adalah tabung besar yang terbuat dari bambu besar

dengan ruas buku yang panjang. Kadang-kadang kulit luarnya dibuang, tetapi

kadang-kadang tidak. Kulit yang tidak dibuang sering dihiasi dengan tulisan

atau ukiran mitis. Selain untuk menampung dan menyimpan air, Hansung

atau Hiong digunakan juga untuk menampung air aren yang dikenal dengan tuak. Di tanah Karo

bejana ini disebut Kitang.

* Ompon ialah sejenis karung berbentuk silinder. Ompon terbuat dari kulit kayu

atau dari diayam dari Baion atau pandan. Besarnya dan volumenya tidak

tentu. Ada ompon yang bisa menampung padi sebanyak 20-30 porsanan atau

panuhukan. Porsanan atau Panuhukan adalah ukuran umum sebanyak orang

bisa memikul. “porsan” atau “tuhuk” berarti pikul.

* Hudon Tano atau Susuban Tano adalah bejana yang terbuat dari tanah liat.

Pada zaman dahulu bejana ini dipakai serba guna, misalnya: tempat

penyimpanan air, tempat memasak makanan dan air minum.

* Hobon atau Tambarang mengacu pada barang yang sama,

yakni sejenis tong yang terbuat dari kulit kayu yang amat

besar. Hobon atau Tambarang ini dipakai untuk tempat

menyimpan padi. Bila Hobon atau Tambarang ini berdiri akan tampak seperti

drum yang besar.

* Sapa Bolon, atau biasa disebut sapa saja, ialah piring yang terbuat dari kayu. Biasanya sapa

itu berdiameter ± 30-40 cm; tinggi ± 20-30 cm. Biasanya piring ini digunakan ketika satu

keluarga makan hasil panen pertama atau makan Dengke na hinongkoman

(ikan pelindung) untuk menolak penyakit menular. Nama ikan itu adalah

Porapora. Jumlah ikan itu mesti sebanyak jumlah anggota keluarga yang

makan, yang ditaruh pada sapa.

* Poting. Poting atau gunci terbuat dari tanah liat dan tutupnya terbuar dari

kayu. Barang ini dipakai sebagai tempat tuak.

Page 19: Kebudayaan Batak - Budaya Nusantara

19

* Losung adalah lumpang, yakni perkakas untuk menumbuk padi

untuk memperoleh beras. Losung dapat terbuat dari batu atau

kayu. Biasanya bentuknya seperti bidang trapesium yang terbalik.

Pada permukaan atas terdapat lubang besar ke dalamnya

dimasukkan barang yang hendak ditumbuk. Ada dua ukuran

lumpang, besar dan kecil. Lumpang besar digunakan untuk

menumbuk padi, sedangkan yang kecil dipakai untuk menumbuk padi dalam jumlah sedikit atau pun

untuk menggiling bumbu.

*Andalu adalah alat pasangan untuk menumbuk padi pada lumpang itu. Andalu adalah tongkat kayu

sebesar genggaman tangan dengan panjang ± 150-200 cm. Dengan pergesekan Andalu dan padi, kulit

padi menjadi terkelupas dan menghasilkan beras.

*Geanggeang termasuk perkakas dapur tempat penyimpanan lauk yang

sudah dimasak. Bentuknya seperti keranjang yang dianyam dari rotan

besar. Geanggeang ini tergantung setinggi ibu rumah tangga pemilik Jabu

Bona pada Ruma Batak. Perkakas itu terikat pada atap rumah. Disebut

Geanggeang karena perkakas ini tergantung dan mudah bergoyang. Di

tempat inilah disimpan lauk yang sudah dimasak sehingga tidak mudah

digapai anak-anak, kucing atau tikus

* Ampang adalah sejenis bakul yang terbuat dari

anyaman rotan yang dibelah dan dihaluskan. Bagian

bibir Ampang berbentuk bundar yang dibuat dari rotan bulat. Tetapi bagian

dasar mendapat bentuk bidang bujursangkar. Ampang ini diperkuat oleh

empat rangka dari sudut bujursangkar pada bagian dasar yang menopang

bibir Ampang yang berbentuk bundar. Ampang digunakan sebagai alat pengukur isi untuk padi.

* Parutan. Parutan yang terbuat dari kayu dan sebatang besi. Fungsinya

ialah untuk memarut kelapa.

* Keranjang. terbuat dari rotan. Fungsinya antara lain sebagai tempat

pakaian.

4.3 Musik, Pakaian Adat dan Tarian Batak

Musik tradisi masyarakat Batak Toba disebut sebagai gondang. Ada tiga arti untuk kata

“gondang”:

1. Satu jenis musik tradisi Batak toba;

2. Komposisi yang ditemukan dalam jenis musik tsb. (misalnya komposisi berjudul

Gondang Mula-mula, Gondang Haroharo)

3. Alat musik “kendang”. Ada 2 ansambel musik gondang, yaitu Gondang Sabangunan yang

Page 20: Kebudayaan Batak - Budaya Nusantara

20

biasanya dimainkan diluar rumah dihalaman rumah; dan gondang Hasapi yang biasanya

dimainkan dalam rumah.

Sarune Bolon adalah alat tiup double reed (obo) yang mirip alat-alat lain yang bisa

ditemukan di Jaw, India, Cina, dsb. Pemain sarune mempergunakan teknik yang disebut marsiulak

hosa (kembalikan nafas terus menerus) dan biarkan pemain untuk memainkan frase-frase yang

panjang sekali tanpa henti untuk tarik nafas.

Ogung terdiri dari empat gong yang masing-masing punya peran dalam struktur irama.

Pola irama gondang disebut doal, dan dalam konsepsinya mirip siklus gongan yang ditemukan

dimusik gamelan dari Jawa dan Bali, tetapi irama siklus doal lebih singkat.

ULOS adalah kain tenun khas Batak berbentuk selendang, yang melambangkan ikatan kasih

sayang antara orang tua dan anak-anaknya atau antara seseorang dan orang lain, seperti yang

tercantum dalam filsafat batak yang berbunyi: “Ijuk pengihot ni hodong.” Ulos penghit ni halong,

yang ertinya ijuk pengikat pelepah pada batangnya dan ulos pengikat kasih sayang diantara sesama.

Berdasarkan raksanya, dikenal beberapa macam ulos:

a. Ulos ragidup

yang tertinggi darjatnya, sangat sulit pembuatannya.Ulos ini terdiri atas tiga bahagian, yaitu

dua sisi yang ditenun sekaligus, dan satu bahagian tengah yang ditenum tersendiri dengan sangat

rumit. Dalam upacara adat perkahwinan, ulos ragidup diberikan oleh orang tua pengantin

perempuan kepada ibu pengantin lelaki sebagai „ulos pargomgom‟ yang maknanya agar

besannya ini atas izin Tuhan YME tetap dapat melalui bersama sang menantu anak dari

sipemberi ulos tadi.

b. Ulos ragihotang

juga termasuk berdarjah tinggi, namun cara pembuatannya tidak serumit ulos ragidup. Dalam

upacara kematian,ulos ini dipakiuntukmembungkus jenazah, sedangkan kepada upacara

pengkuburan kedua kalinya, untuk membungkus tulang-belulangnya.

c. Ulos sibolang

semula disebut sibolang sebab dibeikan kepada orang yang berjasa untuk“mabulangbulangi‟

(menghurmati) orang tua penggantin perempuan untuk mengulosi ayah pengantin lelaki sebagai

“ulos pansaniot‟.

Tarian

Seni Tari yaitu Tari Tor-tor (bersifat magis); Tari serampang dua belas (bersifat hiburan). Alat

Musik tradisional: Gong; Saga-saga.Hasil kerajinan tenun dari suku batak adalah kain ulos. Kain ini

selalu ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara kematian, penyerahan harta

warisan, menyambut tamu yang dihormati dan upacara menari Tor-tor. Kain adat sesuai dengan sistem

keyakinan yang diwariskan nenek moyang.

Page 21: Kebudayaan Batak - Budaya Nusantara

21

BAB V

PEMBANGUNAN DAN MODERNISASI

Aspek pembangunan dari suku Batak yaitu masuknya sistem sekolah dan timbulnya

kesempatan untuk memperoleh prestise social. Terjadinya jaringan hubungan kekerabatan yang

berdasarkan adat dapat berjalan dengan baik. Adat itu sendiri bagi orang Batak adalah suci.

Melupakan adat dianggap sangat berbahaya.Pengakuan hubungan darah dan perkawinan

memperkuat tali hubungan dalam kehidupan sehari-hari. Saling tolong menolong antara kerabat

dalam dunia dagang dan dalam lapangan ditengah kehidupan kota modern umum terlihat dikalangan

orang Batak. Keketatan jaringan kekerabatan yang mengelilingi mereka itulah yang memberi

mereka keuletan yang luar biasa dalam menjawab berbagai tantangan dalam abad ini.

Kondisi Modern (Modernisasi)

Migrasi batak ke kota mulai di tahun 1910 tapi hanya setelah Indonesia merdeka migrasi

tersebut tambah besar di thn 50-an. Migrasi ke kota menyebabkan interaksi dengan suku lain di

kota-kota Indonesia yang penduduknya sebagian besar beragama Islam. Dalam lingkungan multi

etnis ini banyak orang batak ketemu rasa identitas batak yang menjadi lebih kuat terhadap suku lain.

Tetapi banyak orang batak pula dalam proses menyatukan diri dengan masyarakat Indonesia

meninggalkan banyak aspek bahasanya, kebudayaannya, dan tradisinya. Disisi lain ada bagian

orang batak kota yang menjadi lebih sadar tentang kepentingan identitas masyarakat batak dan

berusaha untuk menegaskan rasa batak dan memberikan dana untuk upacara tugu dan perayaan lain

di desanya.

Ada orang batak kota yang sudah menjadi makmur yang sering membiayai upacara. Mereka

membawa estetis kosmopolitan yang adakalanya melawan estetis tradisi. Identifikasi dengan nilai-

nilai mengenai kemoderenan, kemajuan, pendidikan dan kemakmuran sering diekspresikan

dengan afinitas kepada apa yang dianggap moderen. Misalnya sekarang di pesta atau upacara seolah-

olah musik grup keyboard yang main poco-poco lebih laris dan dihargai daripada dengan musik

gondang yang lama punya peran yang sangat penting dalam upacara adat. Pesta kawin yang

moderen tidak lagi dianggap lengkap tanpa musik keyboard atau musik tiup yang main lagu

pop batak atau pop barat, sebaliknya mungkin ansambel musik gondang dianggap kampungan

oleh orang kota kecenderungan mengindentifikasi dengan modernitas tidak salah.

Kita semua harus hidup dalam dunia modern dan harus menghadapi media global dan

periklanan, suka atau tidak makin bertambah mempengaruhi pikiran dan selera setiap orang. Kita

tidak mampu tinggal di masa dahulu dan melarikan diri dari kemajuan. Tetapi, ada ancaman

bahwa dalam generasi ini kita dapat menghilangkan sejenis musik tradisi yang disebut gondang,

yang sampai akhir-akhir ini adalah manifestasi kebudayaan batak toba yang sangat penting baik dalam

bidang masyarakat maupun bidang rohani.

Page 22: Kebudayaan Batak - Budaya Nusantara

22

DAFTAR PUSTAKA

Sinaga, Drs. Richard.”Leluhur Marga-marga Batak dalam Sejarah,Silsilah dan Legenda”.1997.Dian

Utama: Jakarta.

http://id.wikipedia.org

http://tanobatak.wordpress.com

http://students.ukdw.ac.id

http://www.batakpos.com

http://habatakon01.blogspot.com

http://de-kill.blogspot.com