Upload
truongthuan
View
252
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
KEBUTUHAN INFORMASI GURU INKLUSI DALAM
PROSES BELAJAR DAN MENGAJAR DI SEKOLAH
DASAR ISLAM PLUS BAITUL MAAL
TANGERANG SELATAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan (S.IP)
oleh:
ASMA IZZATA
NIM. 1111025100043
JURUSAN ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1439H/2018M
ABSTRAK
Asma Izzata (NIM. 1111025100043). Kebutuhan Informasi Guru Inklusi dalam
Proses Belajar dan Mengajar di SDIP Baitul Maal. Di bawah bimbingan Dr. Ida
Farida, MLIS Program Studi Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan informasi, sumber informasi
dan kendala dalam memenuhi kebutuhan informasi serta solusinya pada guru inklusi
dalam proses belajar mengajar di SDIP Baitul Maal. Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan data
digunakan, yaitu wawancara, observasi, dokumentasi, dan kajian pustaka. Informan
berjumlah 6 orang, terdiri dari guru-guru inklusi. Hasil analisis penelitian
menunjukan bahwa guru inklusi di SDIP Baitul Maal membutuhkan informasi untuk
mengajar dalam menentukan bahan ajar dan teknik mengajar di kelas individual yaitu
saat motorik halus dan motorik kasar, dan juga kebutuhan informasi dalam
menangani anak berkebutuhan khusus saat siswa tantrum atau malas belajar. Sumber
informasi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan inklusi berupa
buku-buku panduan ajar dan buku hasil pelatihan, internet, dan pembimbing atau
pakar khusus inklusi. Kendala yang dihadapi guru inklusi dalam memenuhi
kebutuhan informasi dimana sulitnya mencari informasi yang berkaitan dengan
inklusi, serta solusi dalam mengatasi kendala kebutuhan informasi dengan bertanya
kepada pakar khusus inkusi, membaca buku, dan bahkan sharing antar teman untuk
dijadikan informasi relevan yang digunakan dalam proses belajar dan mengajar.
Kata Kunci: Kebutuhan Informasi, Proses Belajar dan Mengajar, Guru, Inklusi.
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatulahi Wabarakatuh,
Alhamdulillahirabbil’alamiin, segala puji bagi Allah SWT, penguasa alam
semesta beserta isinya, yang ilmu-Nya meliputi tiap makhluk-nya, atas berkah,
rahmah dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat
serta salam kepada suri tauladan utama, sosok dengan kemuliaan akhlaknya, Nabi
Muhammad SAW juga pada keluarga dan sahabatnya serta semoga tercurah pada
semua yang mengikuti sunnahnya hingga akhir zaman.
Terima kasih tak terkira penulis ucapkan kepada Abi ku tersayang Syamsudin
dan Umi ku tersayang Meta Kaniadewi atas limpahan kasih sayang yang tak pernah
henti. Juga kepada kakak ku A.M. Ali, kembaran ku Fathimah A., dan adik-adik ku
Muthi’ah K., Ja’far A., A.A. Husein, A. Jundi R. atas perhatian dan dukungannya.
Orang-orang terpilih untuk menyertai kehidupan penulis, Alhamdulillah.
Penulis menyadari skripsi ini dapat diselesaikan tak lepas dari bantuan dari
berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan dan bantuan baik secara
langsung maupun tak langsung. Maka pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Sukron Kamil, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora
serta seluruh jajarannya.
2. Bapak Pungki Purnomo, MLIS., selaku Ketua Jurusan Ilmu Perpustakaan
Fakultas Adab dan Humaniora.
3. Bapak Mukmin Suprayogi, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Perpustakaan
Fakultas Adab dan Humaniora.
4. Ibu Dr. Ida Farida, MLIS selaku Dosen Pembimbing dalam penulisan skripsi
yang sudah baik meluangkan waktunya dan memberikan arahannya dalam proses
terselesainya skripsi ini.
iii
5. Ibu Lili Sudria Wenny, M.Hum dan Ibu Melly Kartika Adelia, M.Hum., selaku
Dosen Penguji sidang skripsi yang telah memberikan saran untuk perbaikan
skripsi hingga terseleseinya skripsi ini.
6. Ibu Fadhilatul Hamdani, M.Hum. dan Bapak Amir Fadhilah, M.Si., selaku Dosen
Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasehat, saran dan dukungannya.
7. Seluruh Dosen Jurusan Ilmu Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
dengan tulus telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan, mengajarkan
kebijaksanaan serta kesempatan untuk berkenaan langsung dengan aspek Ilmu
Perpustakaan dan Informasi.
8. Semua pihak kepala sekolah, guru Inklusi SDIP Baitul Maal Tangerang Selatan
yang sudah mengizinkan penulis melakukan penelitian dan yang telah sabar
memberikan waktunya menjadi informan.
9. Destia Chairunisa sebagai teman semcd Ceger dan veteran, Maria Nurmalasari,
Denisya Awaliyah, S.IP., Nurul Anggraini S.IP., dan Pathur Rohmah S.IP., yang
selalu siap membantu dan memberikan dukungan yang tak henti-hentinya untuk
penulis.
10. Teman-teman IPI B: Ade, Adzani, Afda, Aini, Arif, Asma, Bintang, Denisya,
Destia, Eka, Eko, Karina, Maeta, Maliki, Mita, Nurul, Rohmah, Syarif, Uli, Umi,
Wahyu, Wildan dan Yogi yang telah memberikan banyak pengalaman, pelajaran
dan dukungan yang berharga untuk penulis.
11. Semua teman-teman IPI 2011, atas dukungan tulusnya untuk penyelesain skripsi
ini.
12. Segenap Keluarga Besar JIPERS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dari generasi
awal hingga seterusnya.
13. Keluarga Besar (alm) Bapak H. Saban dan Kel. Besar Bapak H. Rahmat
Sastrawiharja yang terus memberikan dukungan kepada penulis.
14. Sahabat 8 Saudara ku Fathimah Azzahra, Afifah Sausan, Anisa Sausan, Shofa
Fauziah, Hajar Hanifah, Dini Hanifah, dan Dieny Nur Izzaty yang terus
iv
menyertai penulis dengan dukungan, menyemangati, dan mendoakan sahabatnya.
Terima kasih atas kasih sayang tanpa syarat, tanpa henti.
15. Millah Hanifah, Anggrainy P., Fitri Malini, Muthingah, Titi R., ka Yuni Fitriah,
ka Dian M., ms. Nenny N., ka Wowok S., ms. Cici, ms. Titin, Pak Kosim, dan
Yati yang terus mendoakan penulis. Terima kasih kepada teman-teman.
16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah tulus
memberikan dukungan dan bantuannya. Semoga Allah SWT membalas dengan
kebaikan yang berlimpah.
Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, tidak lain karena berbagai
kekurangan penulis. Dengan segala keterbatasannya, semoga tulisan sederhana ini
dapat memberikan manfaat.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, Juli 2018
Asma Izzata
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 8
D. Definisi Istilah .............................................................................. 9
E. Sistematika Penulisan ................................................................... 10
BAB II TINJAUAN LITERATUR
A. Kebutuhan Informasi .................................................................... 12
1. Informasi ................................................................................ 12
2. Kebutuhan informasi .............................................................. 14
B. Sumber Informasi ......................................................................... 18
C. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus ...................................... 21
1. Anak Berkebutuhan Khusus ................................................... 21
2. Pendidikan inklusi, Proses belajar dan mengajar ................... 26
D. Cara Memenuhi Kebutuhan Informasi ......................................... 35
E. Penelitian Relevan ........................................................................ 39
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ................................................... 41
B. Sumber Data ................................................................................. 42
C. Teknik Penentuan Informan ......................................................... 43
D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 45
E. Teknik Analisis Data .................................................................... 47
F. Jadwal Penelitian .......................................................................... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Objek Penelitian ................................................................. 51
1. Sejarah Berdirinya SDIP Baitul Maal .................................... 51
2. Visi dan Misi SDIP Baitul Maal ............................................ 52
3. Sarana dan Prasarana .............................................................. 54
vi
4. Struktur Organisasi SDIP Baitul Maal ................................... 55
B. Hasil Penelitan.............................................................................. 56
1. Kebutuhan Informasi Pada Guru Inklusi dalam Proses
Belajar dan Mengajar di SDIP Baitul Maal ........................... 58
2. Sumber Informasi untuk Memenuhi Kebutuhan Pendidikan
Inklusi ..................................................................................... 64
3. Kendala dalam Memenuhi Kebutuhan Informasi serta
Solusinya Pada Proses Belajar dan Mengajar ........................ 65
a. Menerangkan Kendala yang Terjadi dalam Memenuhi
Kebutuhan Informasi ........................................................ 65
b. Solusi dalam Mengatasi Kendala untuk Memenuhi
Kebutuhan Informasi ......................................................... 66
C. Pembahasan .................................................................................. 69
1. Kebutuhan Informasi Pada Guru Inklusi dalam Proses
Belajar dan Mengajar di SDIP Baitul Maal ........................... 70
2. Sumber Informasi untuk Memenuhi Kebutuhan Informasi ... 72
3. Kendala dalam Memenuhi Kebutuhan Informasi serta
Solusinya pada Proses Belajar dan Mengajar di SDIP
Baitul Maal .............................................................................. 73
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................... 76
B. Saran ............................................................................................. 78
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 79
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BIODATA PENULIS
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Wawancara
Lampiran 2. Transkip Wawancara
Lampiran 3. Lembar Observasi
Lampiran 4. Gambar Hasil Penelitian
Lampiran 5. Surat Tugas Menjadi Pembimbing
Lampiran 6. Surat Izin Penelitian
Lampiran 7. Surat Pergantian Judul Skripsi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi mempengaruhi perubahan pola pikir dan tingkah
laku manusia. Pola pikir manusia berkembang seiring dengan pertambahan
usianya. Pola pikir ini mulai terbentuk ketika seseorang mulai mendapatkan
pendidikan sejak dini. Proses pembentukan dan tingkah laku ini akan
berpengaruh terhadap pola pikir dan tingkah lakunya ketika menerima informasi
pada saat dewasa kelak. Oleh karena itu diperlukan adanya pendidikan untuk
dapat membentuk dan mengarahkan pola pikir dan tingkah laku, sehingga setiap
individu dapat melakukan proses pemerolehan informasi dengan bijak.
Informasi dibutuhkan untuk mempermudah berbagai aspek dalam kehidupan.
Dapat dikatakan informasi merupakan salah satu hal terpenting dalam hidup.
Informasi dapat berupa perkataan, rekaman, file, data atau dokumen. Informasi
adalah sesuatu yang dapat memberikan pemahaman, baik berupa komunikasi
tertulis, lisan, foto, seni, musik, atau segala sesuatu yang bisa diamati.1
Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mendapatkan informasi. Dalam
Undang-undang Sikdiknas No. 20 tahun 2003 dijelaskan bahwa Indonesia
memiliki tiga jalur pendidikan yaitu pendidikan formal, pendidikan informal,
dan nonformal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang ditempuh melalui
lembaga yang disebut dengan sekolah. Pendidikan jenis ini merupakan
1 Rosa Widyawan, Pelayan Referensi: Berawal Dari Senyuman (Bandung: Bahtera Ilmu, 2012), h.
21.
2
pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan.2
Sekolah merupakan
lembaga pendidikan yang telah tersruktur dan terprogram melalui kurikulum
yang berlaku. Sekolah tidak dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik
jika tidak memiliki guru atau tenaga pendidik yang ahli dan cakap
pengetahuannya, karena guru merupakan pihak yang akan secara langsung
memberikan pendidikan pada peserta didiknya. Pendidikan formal tidak akan
bisa berjalan jika tidak diimbangi dengan pendidikan informal yaitu pendidikan
yang diperoleh dari lingkungan keluarga dan lingkungan tempat tinggal, yang
diperoleh baik secara langsung maupun tidak langsung. Keluarga merupakan
pendidikan awal dimana anak-anak mengenal lingkungan sekitarnya. Selain
pendidikan formal dan informal, terdapat satu kategori pendidikan lagi yang juga
memegang peran penting dalam pembentukan karakter dan pola pikir individu
sejak dini, yaitu pendidikan nonformal. Kegiatan yang termasuk dalam kategori
ini diantaranya bimbingan belajar, kursus, dan taman pendidikan Al-qur’an
Pada pasal 5 ayat (1) masih dalam Undang-Undang Sidiknas dinyatakan
bahwa “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu.” Maksud dari undang-undang ini, semua Warga
Negara Indonesia dengan berbagai keadaaan dan latar belakang berhak atas
pendidikan yang layak. Salah satu realisasi dari peraturan ini ialah hadirnya
pendidikan inklusi dalam dunia pendidikan di Indonesia. Pemerintah telah
2 Syaiful Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah dan masyarakat: Stategi memenangkan persaingan
mutu, (Jakarta: Nimas Multima, 2008), h. 231.
3
menyediakan sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus di seluruh Indonesia
yang jumlahnya sebanyak 1.626 sekolah.3
Isu diskriminasi pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus (ABK)
menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua dari anak-anak spesial ini. Setiap
orang tua sudah sewajarnya ingin memberikan pendidikan yang terbaik untuk
buah hatinya, tidak terkecuali orang tua anak-anak berkebutuhan khusus. Namun
terkadang ditemui orang tua ABK yang memasukan anaknya pada sekolah
reguler/umum dilatar belakangi oleh berbagai faktor, diantaranya yaitu: agar
anaknya tidak dianggap memiliki kebutuhan khusus atau karena keterbatasan
ekonomi. Fenomena inilah yang menjadi salah satu faktor pendorong pemerintah
untuk menyediakan pendidikan inklusi di sekolah-sekolah reguler. Untuk dapat
menyediakan pendidikan yang layak bagi ABK, dibutuhkan guru/pengajar yang
juga memiliki kualifikasi yang baik dalam menangani ABK. Sosok guru ini salah
satu tokoh penting dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi di sekolah reguler,
karena berinteraksi langsung dengan siswa ABK dan siswa non ABK. Selain itu,
guru inklusi juga diharapkan dapat menghidupkan suasana kelas dan
membimbing siswa ABK dan siswa non ABK untuk dapat saling berinteraksi.4
Guru inklusi atau lebih tepatnya guru pendamping inklusi dituntut untuk dapat
memahami perbedaan kurikulum yang dikhususkan bagi anak-anak inklusi dan
3 PDSPK Kemdikbud, Statistik Persekolahan PLB 2016/2017 Pusat Data dan Statistik Pendidikan
dan Kebudayaan, (Jakarta: Setjen Kemdikbud, 2016), h. 1. 4 Syafrida Elisa, “Sikap Guru Terhadap Pendidikan Inklusi di Tinjau dari Faktor Pembentukan
Sikap ”, Jurnal Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, Vol. 2, No. 01 (Februari 2013): h. 2.
4
terus memperkaya keilmuannya dengan mengikuti pelatihan-pelatihan khusus
untuk mengimbangi perkembangan metode pembelajaran yang ada.
Pendidikan inklusi merupakan gabungan pendidikan untuk anak
berkebutuhan khusus dan pendidikan reguler yang diselenggarakan dalam satu
sistem tanpa membedakan status, yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh guru
pendamping khusus. Pernyataan UNESCO yang juga mencakup mengenai
pedidikan inklusi, yaitu: sekolah perlu mengakomodasi kebutuhan semua anak
dengan tidak menghiraukan kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, bahasa
dan kondisi-kondisi lainnya. Dengan demikian, anak-anak normal, anak-anak
berkebutuhan khusus, anak-anak dengan latar bahasa dan etnik minoritas, anak-
anak jalanan, anak-anak yang bekerja, anak-anak yang berasal dari keluarga tidak
mampu, anak-anak di daerah terpencil atau anak-anak dari suku yang berpindah-
pindah serta anak-anak yang berasal dari kondisi yang kurang beruntung lainnya
perlu mendapat akses terhadap pendidikan.5
Urgensi penyelenggaraan
pendidikan inklusi mengharuskan guru inklusi agar memperluas pengetahuan
dengan mengakses berbagai sumber untuk memenuhi kebutuhan informasinya.
Kebutuhan informasi tiap individu berbeda antara satu dan yang lainnya
tergantung untuk apa informasi tersebut diperlukan. Kebutuhan informasi tidak
lepas dari bagaimana seorang pencari informasi memenuhi kebutuhan
informasinya dengan memanfaatkan berbagai fasilitas yang tersedia. Dalam
dunia pendidikan khususnya di sekolah, kebutuhan informasi yang muncul
berkaitan dengan proses belajar mengajar yang di dalamnya dapat ditemui
5
Martini Jamaris, “Formal multiple intelligences assessment instruments for 4-6 years old
children”, American Journal of Educational Research, Vol. 2, No. 1 (Desember 2014): h. 221.
5
interaksi antara pengajar atau guru dan peserta didiknya. Dalam proses ini
setidaknya guru membutuhkan informasi mengenai bahasan yang disampaikan
serta cara menyampaikan bahasan tersebut agar proses transfer ilmu ini dapat
berjalan dengan efektif dan efisien. Dewasa ini kebutuhan informasi pada
pendidikan sudah sangat meluas karena program pendidikan saat ini memiliki
berbagai isu permasalahan yang dihadapi salah satunya program pendidikan yang
dilakukan untuk mengatasi isu diskriminasi dalam bidang pendidikan adalah
pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus (ABK). Anak-anak
berkebutuhan khusus sudah sewajarnya mendapatkan pendidikan yang layak
sebagaimana tertuang pada Undang-Undang No. 8 tahun 2016 tentang
penyandang disabilitas dan UU Pendidikan Nasional.6
Anak inklusi merupakan istilah untuk anak-anak dengan kebutuhan
khusus/ABK. Istilah ini memang belum begitu terdengar luas, namun ketika
menyebutkan anak berkebutuhan khusus orang awam pastilah sudah tidak asing
dengan istilah tersebut. Anak berkebutuhan khusus merupakan anak dengan
karakteristik khusus dibandingkan dengan anak lain pada umumnya. ABK
memiliki banyak kategori, diantaranya: tunanetra, tunarungu, tunagrahita,
tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, dan
autisme.
6 Republik Indonesia, “Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas”, diakses pada 11 Mei 2018 dari
http://www.kemendagri.go.id/media/documents/2016/05/11/u/u/uu_nomor_8_tahun_2016.pdf
6
Salah satu sekolah yang merespon isu diskriminasi pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus adalah Sekolah Dasar Islam Plus (SDIP) Baitul Maal
Tangerang Selatan. Sekolah ini telah cukup lama menyediakan pendidikan untuk
anak inklusi. Banyaknya siswa regular tidak membuat anak-anak inklusi
terasingkan di sekolah tersebut. Sekolah Dasar Islam Plus (SDIP) Baitul Maal
Tangerang Selatan berusaha selalu mengedepankan prinsip untuk memberikan
pendidikan yang bermutu kepada setiap siswanya tidak terkecuali bagi siswa
dengan kebutuhan khusus. Hal ini dibuktikan dengan berbagai penghargaan yang
telah diraihnya di bidang akademis serta penghargaan lainnya, dan terealisasi
dengan hadirnya 9 guru inklusi yang akan mendampingi siswa inklusi dalam
kelompok belajar. Guru-guru inklusi ini diberikan tanggung jawab untuk
membimbing para peserta didiknya agar dapat mengikuti proses belajar mengajar
walaupun anak-anak inklusi ini tidak berada di sekolah khusus, melainkan
sekolah reguler.
Dari uraian tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana kebutuhan
informasi guru inklusi SDIP Baitul Maal dan bagaimana cara mereka memenuhi
kebutuhan informasinya tersebut. Hasil penelitian ini dituangkan ke dalam
bentuk skripsi denga judul: "Kebutuhan Informasi Guru Inklusi dalam
Proses Belajar dan Mengajar di Sekolah Dasar Islam Plus Baitul Maal
Tangerang Selatan”.
7
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengacu pada latar belakang yang telah jelaskan di atas, maka peneliti hanya
membatasi pembatasan masalah yang ada pada guru inklusi yang ada di SDIP
BAITUL MAAL. Hal ini dikarenakan untuk membatasi berbagai aspek
dalam penelitian ini. Agar penulisan ini dapat terarah, maka pembatasan
masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Kebutuhan informasi pada guru inklusi dalam proses belajar dan mengajar
di SDIP Baitul Maal Tangerang Selatan.
b. Sumber informasi dalam memenuhi kebutuhan informasi guru inklusi pada
proses belajar dan mengajar di SDIP Baitul Maal Tangerang Selatan.
c. Kendala dalam memenuhi kebutuhan informasi serta solusinya pada proses
belajar dan mengajar di SDIP Baitul Maal Tangerang Selatan.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang ada, rumusan masalah dalam
penelitian ini, yaitu:
a. Kebutuhan informasi apa saja yang di butuhkan guru inklusi dalam proses
belajar dan mengajar di SDIP Baitul Maal Tangerang Selatan?
b. Sumber informasi apa saja yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan
informasi guru inklusi pada proses belajar dan mengajar di SDIP Baitul
Maal Tangerang Selatan?
8
c. Bagaimana cara guru inklusi mengatasi kendala dalam memenuhi
kebutuhan informasi serta solusinya pada proses belajar dan mengajar di
SDIP Baitul Maal?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan
masalah yang telah dipaparkan, tujuan dari penelitian ini, yaitu:
a. Untuk mengetahui kebutuhan informasi pada guru inklusi di SDIP Baitul
Maal pada proses belajar dan mengajar.
b. Untuk mengetahui sumber informasi dalam memenhi kebutuhan informasi
guru inklusi pada proses belajar dan Mengajar.
c. Untuk Mengetahui kendala dalam memenuhi kebutuhan informasi serta
solusinya pada proses belajar dan mengajar di SDIP Baitul Maal
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya, sebagai
berikut:
a. Dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan di bidang ilmu perpustakaan
dan informasi, khususnya mengenai kebutuhanan informasi.
b. Dapat membantu bagi guru inkulusi lainnya dalam mendapatkan kebutuhan
informasi yang dibutuhkan untuk mempermudah pekerjaannya.
9
D. Definisi Istilah
Informasi adalah fakta, data, kepercayaan, pendapat dan pengetahuan yang
tersimpan, antara lain bahan monograf, jurnal, bahan pandang dengar, atau
bahkan dalam pikiran manusia. Informasi tersebut dipresentasikan dalam bentuk
tulisan, ucapan, gambar, atau simbol-simbol yang terekam.
Kebutuhan informasi adalah suatu kondisi akan kebutuhan untuk mengisi
kekosongan, kekurangan pengetahuan yang ada dalam diri manusia dalam
menghadapi situasi tertentu untuk dapat mengambil keputusan dan mengurangi
rasa ketidakpastian dalam diri seseorang.
Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang menyertakan semua anak secara
bersama-sama dalam suatu iklim dan proses pembelajaran dengan layanan
pendidikan yang layak dan sesuai dengan kebutuhan individu peserta didik tanpa
membeda-bedakan anak yang berasal dari latar suku, kondisi sosial, kemampuan
ekonomi, politik, keluarga, bahasa, geografis (keterpencilan) tempat tinggal, jenis
kelamin, agama, dan perbedaan kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan
atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu
lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada
umumnya.
Guru inklusi ialah seorang tenaga pendidik atau pengajar yang membimbing
anak-anak berkebutuhan khusus atau anak inklusi dalam satu rombongan belajar.
Penentuan informan pada penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive
sampling, di mana pemilihan dilakukan secara sengaja berdasarkan kriteria yang
telah ditentukan dan ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Pemilihan
10
informan ini berdasarkan tema besar pada penelitian ini yaitu kebutuhan
informasi guru inklusi sehingga informan yang dipilih ialah guru-guru inklusi di
SDIP Baitul Maal.
E. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian,
definisi istilah, penelitian relevan, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN LITERATUR
Bab ini menjelaskan tentang landasan teori mengenai kajian
kepustakaan yang berkaitan dengan gambaran mendetail
tentang kebutuhan informasi dan kelas inklusi.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini membahas tentang jenis dan pendekatan penelitian,
sumber data, pemilihan informan, teknik pengumpulan data,
teknik analisis data dan jadwal penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi mengenai profil singkat Sekolah Dasar Islam
Plus Baitul Maal. Serta hasil penelitian dan pembahasan
11
mengenai ebutuhan informasi apa saja yang dibutuhkan guru
inklusi, kendala dan solusi yang dihadapi dalam memenuhi
kebutuhan informasi pada Guru Inklusi dalam proses belajar
dan mengajar.
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari
keseluruhan pokok bahasan dan saran-saran yang berhubungan
dengan pelaksanaan penelitian.
12
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
A. Kebutuhan Informasi
1. Informasi
Informasi menjadi hal tabu yang sering diartikan. Definisi tentang informasi
memiliki makna yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, dikarenakan
menekanan serta tujuan yang berbeda dalam pengartian itu. Informasi bisa
berupa kesan pikiran seseorang atau mungkin juga berupa data yang tersusun
rapih dan telah terolah. Dilihat dari asal pelahirannya, informasi adalah suatu
rekaman fenomena yang diamati, atau bisa juga berupa putusan-putusan yang
dibuat.7
Menurut McFadden, informasi sebagai data yang telah diproses
sedemikian rupa sehingga meningkatkan pengetahuan seseorang yang
menggunakan data tersebut.8 Informasi memiliki nilai dan kualitas yang
berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan informasi individu dalam mengambil
suatu keputusan. Informasi yang berkualitas mempengaruhi individu dalam
mengambil keputusan. Informasi menjadikan seseorang atau sekelompok
orang menemukan sesuatu yang mereka cari atau bahkan menemukan
informasi lainnya diluar apa yang dicarinya. Informasi bisa jadi hanya berupa
kesan pikiran seseorang atau mungkin juga berupa data yang tersusun rapi
7 Leigh Estabrook, Libraries in Post Industrial Society, (USA: Oryx Press, 1977), h. 245.
8 Abdul Kadir, Pengenalan Sistem Informasi, ( Yogyakarta: Andi, 2003), h. 31.
13
dan telah terolah.9 Pengertian informasi itu sendiri terdapat banyak arti dari
berbagai makna yang terkandung dan memiliki definisi yang sama persis
antara satu dan yang lainnya, oleh karena itu definisi informasi tidak akan
jauh berbeda dari berbagai konteks yang ada.
Informasi dalam konteks luas adalah data yang telah diolah menjadi sebuah
bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam pengambilan
keputusan saat ini atau mendatang.10
Sedangkan menurut foskett informasi
dalam konteks komunikasi : “Information is knowledge shared by
communication”. Yaitu Informasi merupakan pengetahuan yang menjadi
milik bersama karena dikomunikasikan. Berbicara mengenai
dikomunikasikan, terkandung pengertian bahwa informasi tak hanya terdapat
dalam bentuk komunikasi percakapan saja, tetapi juga dalam bentuk terekam
pada medi-media lain, seperti koran, radio, televisi dan lain-lain.11
menurut
Heartsill Young, informasi adalah semua ide, fakta dan karya-karya
imajinatif dari hasil pikiran yang telah dikomunikasikan, direkam, diterbitkan
dan disebarkan secara formal maupun informal dalam berbagai format.12
Informasi dapat diartikan kedalam konteks sistem informasi apabila suatu
data yang telah dirangkum atau dimanipulasi dalam bentuk lain (komputer)
9 Pawit M. Yusup dan Priyo Subekti, Teori dan Praktik Penelusuran Informasi (Information
Retrieval), (Jakarta: Kencana, 2010), h. 1. 10
Abdul Kadir, Pengenalan Sistem Informasi, (Yogyakarta: Andi, 2003), h. 31. 11
Antony Charles Foskett, The Subject Approach to Information, (London: Linnet Books, 1977), h.
10. 12
Heartsill Young, ALA Glosary of Library and Information Science, (Chicago: ALA, 193), h. 117.
14
digunakan untuk tujuan sesuai dengan kepeluan tertentu.13
Istilah lain
menurut Georger R. Terry: "Information is meaningful data that conveys
usable knowlegde". Yaitu informasi adalah data penting yang memberikan
pengetahuan yang berguna.14
Setelah melihat berbagai defini mengenai informasi dalam berbagai konteks
maka dapat diartikan informasi adalah kumpulan-kumpulan data atau file
atau rekaman yang diolah sehingga menghasilkan dokumen berupa informasi
mengenai hal-hal tertentu yang digunakan untuk keperluan tertentu.
2. Kebutuhan Informasi
Sama halnya dengan informasi suatu kebutuhan juga memliki makna
didalamnya yaitu kebutuhan merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan
perasaan kekurangan atau keinginan sesuatu, atau keinginan perwujudan
tindakan tertentu. Istilah kebutuhan hampir sama dengan keinginan,
permintaan dan keperluan. Menurut Kuhlthau dalam Saraszwave, munculnya
kesenjangan dalam diri seseorang tersebut akhirnya mendorong orang untuk
mencari informasi guna mengatasi permasalahan yang dihadapinya.
Kebutuhanan ini lah yang sering kali menjadi hal penting bagi banyak orang
tidak terkecuali para tenaga didik terutama mereka yang menangani hal-hal
bermacam-macam.
13
Brian K. Williams, Using Information Technology, (Yogyakarta: Andi, 2007), h. 25. 14
George R. Terry, Office Management and Control, (Illinois: Homewood,1962), h.21.
15
Banyak arti mengenai kebutuhan yang bisa dikemukakan, sebagaimana
diusulkan oleh Katz, Gurevitch dan Haas yaitu sebagai berikut:15
a) Kebutuhan Kognitif (cognitive needs), yaitu kebutuhan yang berkaitan
erat dengan kebutuhan untuk memperkuat atau menambah informasi,
pengetahuan dan pemahaman seseorang akan lingkungannya. Kebutuhan
ini didasarkan pada hasrat seseorang untuk memahami dan menguasai
lingkungannya. Disamping itu, kebutuhan ini juga dapat memberikan
kepuasan atas hasrat keingintahuan dan penyelidikan seseorang.
b) Kebutuhan Afektif (affective needs), yaitu kebutuhan yang berkaitan
dengan penguatan estetis, hal yang dapat menyenangkan dan
pengalaman-pengalaman emosional. Berbagai media, baik media cetak
maupun media elektronik, sering dijadikan alat untuk mengejar
kesenangan dan hiburan.
c) Kebutuhan Integrasi Personal (personal integrative needs), yaitu
kebutuhan yang sering dikaitkan dengan penguatan kredibilitas,
kepercayaan, stabilitas dan status individu. Kebutuhan-kebutuhan ini
berasal dari hasrat seseorang untuk mencari harga diri.
d) Kebutuhan Integrasi Sosial (social integrative needs), yaitu kebutuhan
yang dikaitkan dengan penguatan hubungan dengan keluarga, teman dan
15
Pawit M. Yusup dan Priyo Subekti, Teori dan Praktek Penelusuran Informasi (Information
Retrieval), (Jakarta: Kencana, 2010), h. 82.
16
orang lain di dunia. Kebutuhan ini didasari oleh hasrat seseorang untuk
bergabung atau berkelompok dengan orang lain.
e) Kebutuhan Berkhayal (escapist needs), yaitu kebutuhan individu
dikaitkan dengan kebutuhan-kebutuhan untuk melarikan diri, melepaskan
diri, melepaskan ketegangan dan hasrat untuk mencari hiburan atau
pengalihan (diversion).
Lebih lanjut mereka juga menemukan dalam penelitiannya bahwa orang yang
tingkat pendidikannya tinggi lebih banyak mempunyai kebutuhan
dibandingkan dengan orang yang berpendidikan rendah. Ini berarti bahwa
orang yang mempunyai tingkat pendidikan relatif tinggi, seperti guru, dosen
dan peneliti, misalnya, lebih banyak mempunyai kebutuhan akan sesuatu
yang bisa memuaskannya, dan lebih banyak mempunyai tujuan yang
berkaitan dengan permasalahan kehidupannya daripada orang-orang pada
umumnya.16
Setiap manusia mempunyai kebutuhan informasi yang berbeda-beda, untuk
memenuhinya juga mempunyai cara masing-masing. Stevenson
menyebutkan kebutuhan informasi adalah keinginan dari sebuah kelompok
16
Pawit M. Yusup, Pedoman Mencari Sumber Informasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), h.
3
17
pemakaian informasi pada subjek-subjek tertentu.17
Menurut Sulistyo-
Basuki “kebutuhan informasi adalah informasi yang diinginkan seseorang
untuk pekerjaan, penelitian, kepuasan rohaniah, pendidikan dan lain-lain”.
Dapat disimpulkan, kebutuhan informasi adalah keinginan seseorang dalam
memperoleh pengetahuan yang bernilai guna untuk dirinya. 18
Menurut
Hanson, kebutuhan informasinya berhubungan dengan kegiatan penting yang
harus dilakukannya adalah:19
a) Keeping up to date, yaitu untuk tetap mengikuti perkembangan terbaru
dalam bidangnya.
b) Retrospective searching, yaitu untuk melakukan penelusuran surut.
Ini menunjukkan bahwa ada beberapa kegiatan penting yang perlu dilakukan
oleh Tenga didik. Dalam kegiatan yang dilakukan tersebut, tenaga didik
membutuhkan informasi dengan kegiatannya sebagai guru inklusi atau guru
pendamping inklusi yang sedang dilakukannya. Kebutuhan informasi
menurut Cronin yang dikutip oleh Meyer, dapat dibagi menjadi 3 kategori,20
sebagai berikut:
17
Janet Stevenson, Dictionary of Library and Informasition Management, (Teddington: Peter
Collin, 1997), h.71. 18
Sulistyo-Basuki, Pengantar Dokumentasi, (Bandung: Rekayasa Sains, 2004), h. 393. 19
C.W. Hanson, “Research user’s needs: users.” Aslib proceesings, Vol. 16 (Februari, 1964): h.
64-78. 20
Hester W. J. Meyer, “The Nature of Information and The Effective Use of Information in Rural
Development,” Information research, Vol. 10, No.2, (Januari 2005): h. 214. Diakses pada 20 Maret
2018 dari http://informationR.net/ir/10-2/paper214.html
18
a. Kebutuhan informasi yang diekspresikan adalah kebutuhan informasi
yang diutarakan oleh pemakai informasi.
b. Kebutuhan informasi yang tidak diekspresikan adalah kebutuhan
informasi yang disadari namun tidak disampaikan oleh pemakai
informasi.
c. Kebutuhan informasi yang tidak disadari. Hal yang akan dapat
menjadikan seseorang tidak menyadari bahwa dirinya memerlukan
informasi adalah karena orang tersebut tidak mengetahui bahwa ada
sumber-sumber informasi yang dapat dipergunakan untuk memecahkan
persoalan yang orang hadapi atau memang orang tersebut tidak
mengetahui ruang lingkup yang sesungguhnya dari persoalan yang
dihadapi.
B. Sumber Informasi
Istilah informasi tidak terlepas dari istilah lain yang berkaitan dengannya,
yaitu sumber informasi. Untuk memahami dua istilah tersebut, dapat diibaratkan
bahwa informasi adalah isi, sedangkan sumber informasi adalah wadah yang
menampung isi tersebut. Jika isi suatu buku ialah informasinya, maka yang
dimaksud dengan sumber informasi adalah buku itu sendiri yang bertugas sebagai
19
penyimpan atau penampung informasi. Pemaknaan tersebut dapat diterapkan pada
semua jenis bahan bacaan atau bentuk sumber informasi lainnya.21
Pengertian lain mengatakan Sumber informasi adalah data. Data itu berupa
fakta kenyataan yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian, kemudian diolah
melalui suatu metode untuk menghasilkan informasi, setelah itu penerima
menerima informasi tersebut, dan membuat suatu keputusan dengan melakukan
tindakan, terakhir data tersebut menghasilkan suatu tindakan yang lain
menimbulkan sejumlah data kembali. Sumber informasi dapat juga diartikan
sebagai media atau sarana yang menjembatani antara pemakai informasi itu
sendiri. Setiap manusia menyadari bahwa kebutuhan informasi harus selalu
terpenuhi dan mengetahui apa yang dimaksud dengan informasi. Maka
selanjutnya seseorang akan berusaha mencari informasi yang diinginkannya
melalui sumber-sumber informasi yang tersedia dan diketahuinya. Berdasarkan
medianya sumber informasi dapat di kategorikan sebagai berikut :
1. Visual adalah sumber informasi yang dapat dilihat oleh indera penglihatan,
dapat berbentuk tuliasan dan gambar. Contoh : buku,journal,makalah
2. Audio Adalah sumber informasi yang hanya dapat diperoleh melalui indera
pendengaran, karena hanya berupa suara. Contoh : Radio
21
Pawit M. Yusup dan Priyo Subekti, Teori dan Praktek Penelusuran Informasi (Information
Retrieval), (Jakarta: Kencana, 2010), h. 15.
20
3. Audiovisual Adalah sumber informasi yang dapat diperoleh baik melalui
indera penglihatan maupun pendengaran. Contoh : televisi, pakar/ahli, HP,
internet
Sumber informasi yang kemudian diolah menjadi informasi yang
dibutuhkan diantaranya, yaitu :
a) Sumber Informasi Terekam
Informasi ini sebenarnya masih dibedakan antara yang tidak ilmiah dan
yang ilmiah. Informasi biasa yang banyak tersedia dimana-mana seperti
informasi tentang meninggalnya seseorang yang dimuat di surat kabar,
informasi dalam bentuk berita keluarga, dan iklan komersial yang dipasang
di berbagai media lainnya.
b) Sumber Informasi Ilmiah
Informasi yang dimaksud yaitu rekaman informasi yang dirancang secara
khusus atau yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan ilmiah dan
penelitian untuk pengembangan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi.
Informasi ilmiah terbagi dalam berbagai jenis, antara lain:22
a) Sumber Informasi Primer yaitu informasi yang diterbitkan pertama kali
dari penerbit atau dari sumbernya secara lengkap dan asli. Contohnya:
tulisan dalam surat kabar, majalah ilmiah, laporan hasil penelitian, dan
monografi.
22
Pawit M. Yusup dan Priyo Subekti, Teori dan Praktik, h. 8-9.
21
b) Sumber Informasi Sekunder yaitu informasi yang bertujuan untuk
membuka informasi primer. Bukan merupakan sumber pertama yang
menerbitkannya, namun sebagai alat bantu dalam penelusuran informasi
yang lebih dalam. Contohnya: indeks, abstrak, ensiklopedia, dan kamus.
c) Sumber Informasi Tersier yaitu keterangan atau tulisan dari sumber
tertentu yang dapat digunakan untuk mengetahui atau menelusuri
sumber-sumber informasi sekunder. Contohnya: bibliografi, buku teks
(buku bacaan), dan direktori.
d) Internet yaitu informasi yang berasal dari sebuah jaringan komputer
yang terdiri dari berbagai macam ukuran di seluruh ukuran mulai dari
sebuah PC, jaringan lokal berskala kecil, menengah hingga jaringan
utama. Dengan internet siapapun dapat mencari informasi secara luas
dan dapat berkomunikasi secara maya kepada siapa saja. Contohnya:
penelusuran melalui google, yahoo, dan never.
C. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
1. Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak dengan kepemilikan
karakterteristik khusus yang berbeda dengan anak lain pada umumnya tanpa
selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik.
Banyaknya definisi tentang apa itu anak berkebutuhan khusus membuat
berbagai banyak definisi pengartianya diantaranya sebagaimana anak yang
22
memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk mengembangkan potensi
kemanusiaan mereka secara sempurna. Dalam dunia pendidikan, kata luar
biasa atau khusus merupakan julukan atau sebutan bagi mereka yang
memiliki kekurangan atau mengalami berbagai kelainan dan penyimpangan
yang tidak alami seperti orang normal pada umumnya.23
Kementrian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia 2013,
men- jelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah: “Anak yang
mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan,baik fisik, mental-intelektual,
sosial, maupun emosional, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses
pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain
yang seusia dengannya”.
Pengertian lain tentang anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
memerlukan penanganan khusus karena adanya gangguan perkembangan dan
kelainan yang dialami anak. Berkaitan dengan istilah disability, maka anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan di salah satu
atau beberapa kemampuan baik itu bersifat fisik seperti tunanetra dan
tunarungu, maupun bersifat psikologis seperti autism dan ADHD.24
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan anak
berkebutuhan khusus. Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah
terbaru yang digunakan dan merupakan terjemahan dari children with
23
Miftakhul Jannah dan Ira Darmawanti, Tumbuh Kembang Anak Usia Dini & Deteksi Dini pada
Anak Berkebutuhan Khusus, (Surabaya: Insight Indonesia, 2004), h.150. 24
Dinie Ratri D, Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta: Psikosain, 2001), hlm. 2.
23
special need yang telah digunakan secara luas di dunia internasional. Ada
beberapa istilah lain yang digunakan untuk menyebut anak berkebutuhan
khusus. antara lain anak cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak
menyimpang, dan anak luar biasa. Selain itu, WHO juga merumuskan
beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut anak berkebutuhan khusus,
yaitu:25
a) Impairement : merupakan suatu keadaan atau kondisi dimana individu
mengalami kehilangan atau abnormalitas psikologi, fisiologi atau fungsi
struktur anatomisecara umum pada tingkat organ tubuh. Contoh seorang
yang mengalami amputasi satu kaki, maka ia mengalami kecacatan kaki
b) Disability : merupakan suatu keadaan dimana individu menjadi “kurang
mampu” melakukan kegiatan sehari-hari karena adanya keadaan
impairement, seperti kecacatan pada organ tubuh. Contoh, pada orang
yang cacat kaki, dia akan merasakan berkurangnya fungsi kaki untuk
mobilitas
c) Handicaped : suatu keadaan dimana individu mengalami ketidak
mampuan dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Hal
ini dimungkinkan karena adanya kelainan dan berkurangnya fungsi
organ individu. Contoh orang yang mengalami amputasi kaki, dia akan
mengalami masalah mobilitas sehingga dia memerlukan kursi roda.
25
Dinie Ratri D, Psikologi Anak Berkebutuhan, h.2.
24
Pengartian dan makna akan anak berkebutuhan khusus memang saat ini
menjadi persoalan sebab orang-orang banyak mengartikan dari berbagai
presfektif berbeda oleh karena itu Menurut IDEA atau Individuals with
Disabilities Education Act Amandements yang dibuat pada tahun 1997 dan
ditinjau kembali pada tahun 2004 membagi klasifikasi pengelompokan
berbagai jenis anak berkebutuhan khusus: secara umum, klasifikasi dari anak
berkebutuhan khusus adalah:26
Anak dengan Gangguan Fisik:
a) Tunanetra yaitu anak yang indera penglihatannya tidak berfungsi
(blind/low vision) sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan
sehari-hari seperti orang awas.
b) Tunarungu yaitu anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi
secara verbal.
c) Tunadaksa yaitu anak yang mengalami kelainan atau cacat yang
menetap pada alat gerak (tulang, sendi dan otot).
Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku:
a) Tunalaras yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri
dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
26
Dinie Ratri D, Psikologi Anak Berkebutuhan, h.7-8.
25
b) Anak dengan gangguan komunikasi bisa disebut tunawicara yaitu anak
yang mengalami kelainan suara,artikulasi (pengucapan), atau kelancaran
bicara,yang mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk bahasa,isi
bahasa,atau fungsi bahasa.
c) Hiperaktif secara psikologis hiperaktif adalah gangguan tingkah laku
yang tidak normal, disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala utama
tidak mampu mengendalikan gerakan dan memusatkan perhatian.
Anak dengan Gangguan Intelektual:
a) Tunagrahita yaitu anak yang secara nyata mengalami hambatan dan
keterbelakangan perkembangan mental intelektual jauh dibawah rata-
rata sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik,
komunikasi maupun sosial.
b) Anak Lamban belajar (slow learner) yaitu anak yang memiliki potensi
intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita
(biasanya memiliki IQ sekitar 70-90).
c) Anak berkesulitan belajar khusus yaitu anak yang secara nyata
mengalami kesulitan dalam tugas- tugas akademik khusus, terutama
dalam hal kemampuan membaca,menulis dan berhitung atau
matematika.
d) Anak berbakat adalah anak yang memiliki bakat atau kemampuan dan
kecerdasan luar biasa yaitu anak yang memiliki potensi kecerdasan
26
(intelegensi), kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas (task
commitment) diatas anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk
mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata, memerlukan pelayanan
pendidikan khusus.
e) Autisme yaitu gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh
adanya gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan
gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.
f) Indigo adalah manusia yang sejak lahir mempunyai kelebihan khusus
yang tidak dimiliki manusia pada umumnya.
2. Pendidikan Inklusi, Proses Belajar Dan Mengajar
Pendidikan merupakan usaha pengembangan kualitas diri manusia dalam
segala aspeknya. Pendidikan sebagai aktifitas yang disengaja untuk mencapai
tujuan tertentu dan melibatkan berbagai faktor yang paling berkaitan antara
satu dan lainnya, sehingga membentuk satu sistem yang saling
memengaruhi.27
Marimba, pendidikan adalah bimbingan jasmani dan rohani
untuk membentuk kepribadian utama, membimbing keterampilan jasmaniah
dan rohaniah sebagai perilaku konkret yang memberi manfaat pada
kehidupan siswa di masyarakat.28
Dengan adanya pendidikan seseorang
mendapatkan pengetahuan baik itu anak-anak ataupun dewasa. Pendidikan
27
Tedi Priatna, Reaktualisasi Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy,
2004), h. 15. 28
Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1980), h. 45
27
bukan saja diberikan kepada mereka yang normal melainkan anak-anak
berkebutuhan khusus sudah selayaknya mempunyai pendidikan yang sama
sebab Anak-anak berkebutuhan khusus haruslah mendapatkan pendidikan
khusus sebagai mana tertuang pada undang-undang no. 8 tahun 2016 tentang
penyandang disabilitas dan UU Pendidikan Nasional.29
Pendidikan anak
berkebutuhan khusus dapat dilakukan dengan berbagai cara baik
diadakannya sekolah luar biasa dan pendidikan inklusi yang dilakukan pada
sekolah reguler.
a. Hakikat Belajar dan Mengajar
Proses belajar dan mengajar merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan dalam dunia pendidikan karena pada dasarnya Belajar tertuju
oleh apa yang harus dilakukan oleh seseorang sebagai subjek yang
menerima pelajaran, sedangkan mengajar tertuju pada apa yang harus
dilakukan oleh instruktur atau guru sebagai pemberi pelajaran. Terjadinya
interaksi antar keduanya menjadikan proses tersebut menjadi kegiatan
yang disebut proses belajar dan mengajar. Pengertian proses belajar
mengajar secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses dimana
terdapat perubahan tingkah laku pada diri siswa baik dari aspek
pengetahuan, sikap dan psikomotor yang dihasilkan dari pentransferan
29
Republik Indonesia, “Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas”, diakses pada 11 Mei 2018 dari
http://www.kemendagri.go.id/media/documents/2016/05/11/u/u/uu_nomor_8_tahun_2016.pdf
28
dengan cara pengkondisian situasi belajar serta bimbingan untuk
mengarahkan siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Menurut
Nana Sudjana Belajar mengajar adalah proses yang aktif, belajar adalah
proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu.
Belajar adalah proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat
melalui beberapa pengalaman adalah proses melihat, mengamati, dan
memahami sesuatu. Apabila kita belajar maka kita berbicara bagaimana
mengubah tingkah laku seseorang.30
Sedangkan menurut Suryosubroto
mengajar pada hakekatnya adalah melakukan kegiatan belajar, sehingga
proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
Suryosubroto melanjutkan proses belajar dan mengajar yaitu meliputi
kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan
kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung
dalam situasi belajar untuk mencapai tujuan pengajaran yang sesuai
program.31
Dengan demikian proses belajaran dan mengajar merupakan
suatu kegiatan yang memerlukan guru dan murid agar dapat terciptanya
kegiatan ini. Kegiatan belajar dan mengajar merupakan kegiatan yang
berdasarkan program yang telah dibuat dengan bantuan media-media
untuk mensuksekan proses belajar dan mengajar ini nantinya. Begitu juga
dengan kelas inklusi yang melakukan proses belajar dan mengajar yang
30
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Angkasa, 1989), h. 28. 31
Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar Di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 19.
29
berbeda dari kelas regular yang ada di sekolah tersebut, baik dari segi
program, media, serta bahan ajar yang diberikan untuk anak
berkebutuhan khusus yang ada.
b. Pendidikan Inklusi
Bandi Delphie mengemukakan bahwa layanan pendidikan untuk anak
berkebutuhan khusus adalah mendapatkan kesempatan untuk belajar di
kelas-kelas umum berdasarkan kemampuan untuk mengikuti kegiatan-
kegiatan di sekolah dengan beberapa modifikasi. Anak-anak
berkebutuhan khusus dapat mengikuti program-program pembelajaran
yang ada di sekolah bersama-sama dengan anak normal lainnya.32
Pendidikan pada konteks ini adalah pendidikan inklusi yang merupakan
kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara bersama dalam ruang dan
waktu yang sama yang dilakukan oleh anak-anak berkebutuhan khusus
dengan anak normal lainnya. Secara bahasa “inclusion” yang berarti
terbuka. Banyak sekali interpretasi mengenai konsep pendidikan inklusi
ini, Ada sebagian orang yang mengartikannya sebagai mainstreaming,
ada juga yang mengartikan sebagai full inclusion yang berarti menghapus
sekolah khusus. Menurut Staub dan Peck, pendidikan inklusi adalah
penempatan anak berkelainan ringan, sedang dan berat secara penuh di
kelas. Hal ini menunjukan kelas regular merupakan tempat belajar yang
32
Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: Refika Aditama, 2006),
h.17.
30
relevan bagi anak-anak berkelainan, apapun jenis kelainanya.33
Menurut
Takdir Ilahi Pendidikan inklusi adalah sistem layanan pendidikan yang
mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah
terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya. Konsep
pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang
mempresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan
dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar
mereka sebagai warga negara. Keberadaan pendidikan inklusi bukan saja
penting untuk menampung anak yang berkebutuhan khusus dalam sebuah
sekolah yang terpadu, melainkan pula dimaksudkan untuk
mengembangkan potensi dan menyelamatkan masa depan mereka dari
diskriminasi pendidikan yang cenderung mengabaikan anak-anak
berkelainan.34
c. Karakteristik Pendidikan Inklusi
Karakteristik dalam sebuah pendidikan inklusi merupakan bagian yang
harus dipertimbangkan dalam pendidik anak berkebutuhan khusus, yaitu
sebagai berikut:35
1. Kurikulum yang Fleksibel yaitu penyesuaian kurikulum dalam
penerapan pendidikan inklusi tidak harus terlebih dahulu menekankan
33
Tarmansyah, Inklusi Pendidikan Untuk Semua, (Jakarta: Depdiknas, 2007), h. 83. 34
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), h. 26-27. 35
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif, h. 28.
31
pada materi pembelajaran, tetapi yang paling penting adalah
bagaimana memberikan perhatian penuh pada kebutuhan anak didik.
2. Pendekatan Pembelajaran yang Fleksibel yaitu dalam aktivitas
belajar mengajar, sistem pendidikan inklusi harus memberikan
pendekatan yang tidak menyulitkan mereka untuk memahami materi
pelajaran sesuai dengan tingkat kemampuan.
3. Pembelajaran yang Ramah pada proses pembelajaran dalam konsep
pendidikan inklusi harus mencerminkan pembelajaran yang ramah.
Pembelajaran yang ramah bisa membuat anak termotivasi dan
terdorong untuk terus mengembangkan potensi dan skill mereka
sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki.
4. Materi belajaran yang kreatif yaitu menyiapkan berbagai bahan yang
bervariasi untuk semua mata pelajaran, contoh pembelajarn
matematika disampaikan melalui kegiatan yang lebih menarik,
menantang dan menyenangkan melalui bermain peran menggunakan
poster dan wayang untuk pelajaran bahasa.
Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang mampu mencapai
sasaran kompetensi dengan memanfaatkan kemampuan, minat, dan
kesiapan menerima pembelajaran dari setiap peserta didik. Kompetensi
merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap
yang direflesikan dalam kebiasan berpikir dan bertindak. Dalam
32
pencapaian kompetensi pendidikan anak berkebutuhan khusus pada kelas
inklusi peserta didik memiliki kontribusi penting terhadap kompetensi-
kompetensi yang sedang di pelajari.
d. Faktor Penghambat dan Pendukung Pendidikan Inklusi
Dalam pelaksanaan proses pendidikan melalui kelas inklusi tentu saja ada
berbagai macam faktor yang mendukung dan ada pula faktor penghambat
dalam pencapaian tujuan pendidikan inklusi tersebut. Adapun hambatan-
hambatan dalam pelaksanaan pendidikan inklusi, antara lain sebagai
berikut:36
1. Masih adanya kesulitan menyelaraskan antara standar layanan
persekolahan reguler yang selama ini berjalan dan variasi kebutuhan
belajar anak berkebutuhan khusus.
2. Kurangnya sarana dan sumber belajar asesabilitas untuk
mengakomodasi kebutuhan mobilitas dan belajar anak berkebutuhan
khusus.
3. Belum semua guru reguler memiliki kompetensi memberikan layanan
anak berkebutuhan khusus dan masih minimnya guru khusus di
sekolah inklusif, meskipun bukan suatu keharusan (identik) antara
sekolah khusus dan sekolah inklusi.
36
Mohammad Takdir Ilahi, h. 131.
33
Keberhasilan pelaksanaan pendidikan inklusi pastinya dipengaruhi oleh
faktor-faktor penting yang mendukungnya, antara lain sebagai berikut:37
1. Fleksibilitas Kurikulum (Bahan Ajar) yaitu dimana Kurikulum
merupakan salah satu komponen penting pada lembaga pendidikan
formal yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan isi
pengajaran, mengarahkan proses mekanisme pendidikan, tolak ukur
keberhasilan, dan kualitas hasil pendidikan.
2. Tenaga Pendidik (Guru) adalah faktor penentu keberhasilan
pendidikan inklusi yang tidak kalah pentingnya adalah adanya tenaga
pendidik atau guru yang profesional dalam bidangnya masing-masing
untuk membina dan mengayomi anak berkebutuhan khusus.
3. Sarana-Prasarana merupakan faktor penting dalam pelaksanaan
pendidikan inklusi. Sarana dan prasarana hendaknya disesuaikan
dengan tuntutan kurikulum (bahan ajar) yang telah dikembangkan.
Sarana dan prasarana berkaitan langsung dengan ruang kelas,
perpustakaan, ruang bimbingan dan konseling (BK), dan ruang
multimedia.
e. Model Pembelajaran Pendidikan Inklusi
Dalam pendidikan inklusi suatu model pembelajaran mempengaruhi cara
didik tenaga pendidik atau guru inklusi oleh sebab itu terdapat berbagai
37
Mohammad Takdir Ilahi, h. 132.
34
model pendidikan untuk inklusi, Model pendidikan ini biasa digunakan di
pemerintahan Indonesia dalam menggunakan metode untuk pendidikan
inklusi. Penempatan anak berkelainan di sekolah inklusi dapat dilakukan
dengan berbagai model sebagai berikut yaitu:38
1) Model Kelas Reguler Penuh yaitu anak berkebutuhan khusus belajar
bersama dengan anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler
dengan menggunakan kurikulum yang sama.
2) Model Kelas Reguler dengan Cluster adalah model dengan cara yang
bebeda dengan model yang petama, yaitu anak berkebutuhan khusus
belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok
khusus.
3) Model Kelas Reguler dengan Pull Out yaitu Anak berkebutuhan
khusus dalam model ini, belajar bersama anak lain (normal) di kelas
reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler
ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
4) Model Kelas Reguler dengan Cluster dan Pull Out yaitu anak
berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas
reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu
ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar bersama
dengan guru pembimbing khusus.
38
Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: Refika Aditama, 2006) h.
18.
35
5) Model Kelas Khusus dengan Berbagai Pengintegrasian Cara atau
model ini adalah dengan mengelompokkan anak berkebutuhan
khusus belajar di kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam
bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di
kelas reguler.
6) Model Kelas Khusus Penuh di Sekolah Reguler yang dimaksud
model kelas khusus penuh di sekolah reguler adalah anak
berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah
reguler.
D. Cara Memenuhi Kebutuhan Informasi
Dalam menemukan kebutuhan informasi yang diinginkan seseorang haruslah
mengetahui bagaimana cara memenuhi kebutuhan informasi tersebut. Untuk
mencari atau menelusuri informasi yang dicari seseorang membutuhkan strategi
pencarian dalam mencari informasinya.
Perlunya strategi pencarian dalam mencarian kebutuhan informasi agar
informasi relevan. Menurut Marcia J Bates dalam penelitiannya strategi pencarian
informasi sebagian besar pemakai informasi terjadi 4 hal yang dapat membantah
asumsi one query one use (satu pengguna satu permintaan),39
yaitu :
39
Muslih Faturrahman, “Model-Model Perilaku Pencarian Informasi”, Jurnal Ilmu Perpustakaan
dan Informasi, Vol. 1, No. 1, ( 2016): h. 79-80.
36
a. Sifat, permintaan/pertanyaan selalu dinamis, berganti-ganti sejalan dengan
waktu.
b. Dalam proses mencari informasi, seseorang lebih sering memungut sedikit-
sedikit dan belum tentu menggunakan satu hasil pencarian sebagai patokan
kepuasannya.
c. Pencarian berdasarkan subjek (subject searching) adalah yang paling populer,
namun kenyataannya orang juga melakukan backward searching (mencari
“mundur” dengan mengintip catatan kaki di sebuah artikel dan menjadikan
informasi di situ sebagai dasar pencarian berikutnya), atau forward searching
(mencari “maju” dengan melihat siapa mengutip siapa, alias mengikuti pola
sitasi), atau jurnal run (hanya mencari dengan patokan nama jurnal-jurnal
yang dianggap paling berwibawa dalam satu bidang tertentu), dan juga area
scanning (menelusur secara agak serampangan alias browsing terhadap
bidang-bidang yang dianggap berkaitan dengan topik pencarian.
d. Orang yang bergerak disatu bidang akan memperlihatkan cara dan
kebiasaannya dalam mencari berbeda dari bidang lainnya.
Dari ke empat hal tersebut dapat diketahui bahwa seseorang dalam mencari
informasi yaitu memilih sedikit-sedikit dengan cara berpindah dari satu sumber ke
sumber yang lain dengan menggunakan media tertentu untuk memenuhi
informasi yang diinginkan sesuai dengan kebutuhannya. Setiap orang dalam
37
mencari informasi memiliki cara berbeda-beda. Perilaku atau cara seseorang yang
berbeda-beda itu disebut perilaku pencari informasi.
Perilaku pencarian informasi adalah kegiatan seseorang yang dilakukan
untuk mendapatkan informasi. Manusia akan menunjukan perilaku pencarian
informasi untuk memenuhi kebutuhannya. Perilaku pencarian informasi dimulai
ketika seseorang merasa bahwa pengetahuan yang dimilikinya saat itu kurang dari
pengetahuan yang dibutuhkannya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut seseorang
mencari informasi dengan mengunakan berbagai sumber informasi. Karena
perbedaan kebutuhan informasi itulah yang nantinya mendorong seseorang untuk
melaksanakan berbagai aktifitas yang tergolong sebagai perilaku penemuan
informasi. Perilaku penemuan informasi dimulai dari adanya perbedaan
pengetahuan dalam diri pencari, yaitu antara pengetahuan yang dimiliki saat itu
dengan kebutuhan informasi yang diperlukannya. Perilaku pencarian informasi
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pendidikan, pengalaman dalam
penggunaan produk dan jasa unit informasi, keteraihan unit informasi, kondisi
dan waktu yang tersedia, status hirarkis serta posisi sosio-ekonomis, tingkat
pergaulan pemakai, persaingan dalam kelompok, sikap terhadap informasi, serta
pegalaman masa lalu pemakai.40
Wilson juga mengungkapkan bahwa ketika
seseorang mengalami kondisi membutuhkan informasi, maka orang tersebut harus
40
K. Alix. Hayden, Information seeking models, (Calgary: the University of Calgary, 2000).
diakses pada 20 Maret 2018 pada http://www.ucalgaryca/~ahayden/seeking.html.
38
menyertai dengan motif untuk mendapatkan informasi, sehingga mendorong
seseorang untuk bertindak dalam bentuk perilaku informasi.41
Perilaku pencari informasi memiliki kendala atau hambatan dalam mencari
informasi, kemungkinan kendala tersebut disebabkan oleh faktor internal, atau
disebabkan oleh faktor eksternal pencari informasi, atau bisa juga disebabkan dari
kedua faktor tesebut. Hambatan dalam pencarian informasi dapat dikategorikan
menjadi hambatan individu, hambatan lingkungan dan hubungan antar individu
(interpersonal). hambatan individu adalah faktor yang menghambat pencarian
informasi yang berasal dari dalam diri pencari informasi itu sendiri seperti faktor
sifat, pendidikan dan status sosial ekonomi. Hambatan yang berasal dari
lingkungan pencarian informasi antara lain waktu yang terlalu lama untuk
memperoleh informasi, fasilitas akses yang terbatas, situasi ekonomi dan politik.
Kendala lain juga diutarakan oleh Wersig, bahwa segala tindakan manusia
didasarkan pada suatu keadaan yang dipengaruhi oleh lingkungan pengetahuan,
situasi, dan tujuan yang ada pada diri manusia.42
Maka dari kendala-kendala
tersebut dapat di fahami, bahwa banyak manfaat dari sebuah informasi yang kita
peroleh, dan kita sebagai pencari informasi juga harus mencari informasi
41
T.D. Wilson, “Models In Information Behavior Research”, Journal of Documentation, Vol. 55,
No.3, (Juni, 2006): h. 249-270 diakses pada 20 April 2018 dari
http://informationR.net/tdw/publ/papers/1999jdoc.html 42
Putu Laxman Pendit, Penelitian Ilmu Perpustakaan dan Informasi: Suatu Pengantar Diskusi
Epistemologi dan Metodologi, (Jakarta: JIP-FSUI, 2003), h. 5.
39
mengenai bagaimana sebuah informasi yang kita inginkan tersebut bisa diperoleh
yaitu melalui media tertentu atau manusia.
E. Penelitian Relevan
Penelitian yang relevan dengan judul penelitian ini diantaranya diambil dari
tesis dan skripsi.
Pertama Skripsi berjudul “Kebutuhan Informasi Guru Fiqh MTsn
Tangerang II Pamulang Dalam Proses Belajar dan Mengajar” yang disusun
oleh Maulidya Istiqfani, Fakultas Adab dan Humaniora Program Studi Ilmu
Perpustakaan dan Informasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2015. Tujuan
penelitian ini untuk memperoleh informasi apa saja yang dibutuhkan sebagai guru
fiqh dan bagaimana cara mendapatkan kebutuhan informasi untuk mengajar. Pada
penelitian ini memiliki kesamaan yaitu penggunaan guru sekolah tetapi yang
digunakan peneliti pada penelitian adalah Guru Inklusi pada SDIP Baitul Maal,
selain itu penelitian yang dilakukan oleh Maulidya ini menggunakan subjek yang
berfokus pada guru mata pelajaran yang mengambil pada satu objek. Pada
penelitian yang peneliti kaji membahas keseluruhan perilaku dan kebutuhan
informasi guru inklusi dalam menangani anak berkebutuhan khusus dari berbagai
aspek.
Kedua Artikel Jurnal berjudul “Pola Komunikasi Guru Pada Siswa Anak
Berkebutuhan Khusus di Sekolah Menengah Kejuruan Inklusi" yang ditulis
oleh Nuryani SP, Pada J u r n a l K a j i a n K o m u n i k a s i ,
40
Volume 4, No. 2, Desember 2016, hlm 154 - 171. Pada Jurnal ini penulis ingin
meneliti bagaimana pola komunikasi yang terjalin antara guru dan muridnya.
Pada jurnal ini di jelaskan kebutuhan informasi apa saja yang dicari oleh guru
untuk dapat berkomunikasi dengan muridnya. Selain itu subjek yang diambil
Nuryani diambil pada sekolah khusus inklusi sedangkan, Pada penelitian yang
akan di lakukan peneliti menggunakan subjek pada guru inklusi di sekolah dasar
islam plus Baitul Maal, peneliti akan menfokuskan pada kebutuhan informasi
yang dibutuhkan guru pada berbagai hal dan cara mereka memenuhi kebutuhan
informasi tersebut.
41
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang gunakan pada penelitian ini adalah jenis penelitian
kualitatif dan menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi. Penelitian
kulitatif merupakan suatu strategi pertanyaan yang menekankan pencarian
makna, pengertian, konsep, karakteristik, gejala, symbol, maupun deskripsi
tentang suatu fenomena dan secara sederhana dapat dikatakan bahwa tujuan
penelitian kualitatif adalah untuk menemukan jawaban terhadap suatu
fenomenaatau atau pertanyaan secara sistematis.43
Menggunakan Pendekatan
kualitatif fenomenologi dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian.44
Secara bahasa fenomenalogi diambil dari
kata yunani “phainomenon” dan “logos” berasal dari kata “phaenoo” yang berarti
membuat kelihatan atau membuat tampak sedangkan “logos” artinya ilmu atau
ucapan. Dengan demikian, fenomenologi dapat diartikan ilmu-ilmu tentang
fenemena yang menampakkan diri dari kesadaran peneliti.45
Pada penelitian ini
peneliti akan mengamati hal yang tampak pada kegiatan proses belajar dan
mengajar yang dilakukan pada guru inklusi di SDIP Baitul Maal dan kemudian
mengadakan tanya jawab kepada pihak yang paling memahami objek penelitian
43
Muri Yusuf, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: Kencana, 2016), h. 328-329. 44
Lexy j. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 11. 45
Muri Yusuf, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: Kencana, 2016), h. 350-353.
42
yaitu beberapa guru pendaping inklusi. Dengan menggunakan metode penelitian
deskriptif ini peneliti akan memaparkan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
kebutuhan informasi pada guru inklusi di SDIP Baitul Maal dalam proses belajar
dan mengajar.
B. Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang berasal dari sumber asli atau pertama. Yang
dimaksud data primer ialah seseorang yang menjadi narasumber dalam
penelitian ini, dengan mengajukan beberapa pertanyaan dari peneliti kepada
seseorang yang dikira sangat mengetahui permasalahan yang sedang peneliti
teliti.46
Berupa hasil wawancara dari beberapa guru inklusi di SDIP Baitul
Maal.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari sumber-
sumber yang telah ada. Data sekunder dalam penelitian ini berupa bahan di
perpustakaan, laporan dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan
penelitian ini.47
46
Amin Amrullah, Panduan Menyusun Proposal Skripsi Tesis dan Disertasi, (Jakarta: Smart
Pustaka, 2013), h. 142 47
Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian, (Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi
Lembaga Administrasi Negara, 2004), h. 86-87.
43
C. Teknik Penentuan Informan
Teknik penentuan informan sebagai sumber data dalam penelitian kualitatif
tidak menggunakan populasi, kerena pada penelitian didasarkan pada kasus
keberadaan individual atau kelompok dalam situasi sosial tertentu dan hasilnya
hanya berlaku pada situasi sosial tersebut.48
Situasi sosial itu dapat dinyatakan
sebagai objek penelitian yang ingin diungkapkan dan dideskripsikan secara
mendalam, Oleh karena itu penentuan informan pada penelitian ini dilakukan
menggunakan teknik purposive sampling, di mana pemilihan dilakukan dengan
pertimbangan tertentu berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, melakukan
mengamatan, dan wawancara kepada orang-orang yang tahu tentang situasi
sosial dalam objek penelitian ini berdasarkan tema besar pada penelitian ini yaitu
kebutuhan informasi guru inklusi sehingga informan yang dipilih ialah guru-guru
inklusi di SDIP Baitul Maal.49
Pada penelitian kualitatif tidak dipersoalkan jumlah informan, tetapi bisa
tergantung dari tepat tidaknya pemilihan informan yang digunakan, dan
komplesitas dari keragaman fenomena sosial yang ditelitinya. Sehingga dari 9
guru pendamping inklusi yang ada peneliti akan mengambil 6 orang guru
pendamping inklusi untuk dijadikan informan pada penelitian ini. Diantara nama-
nama informan adalah :
48
Muri Yusuf, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: Kencana, 2016), h.368. 49
Sugiyono, Memahami Peneltian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 244.
44
1. Istiarini, A.Md, adalah guru inklusi sekaligus merupakan koordinator kelas
inklusi beliau telah bekerja selama kurang lebih 12 tahun di PPIA Baitul
Maal, kemudian untuk di kelas inklusi sendiri beliau telah menagajar selama
kurang lebih 2,5 tahun di kelas inklusi Baitul Maal.
2. Aan Aminah, S.Pd.I, merupakan guru inklusi yang berlatar belakang
pendidikan agama islam (PAI) yang telah bekerja selama kurang lebih 2,5
tahun di kelas inklusi Baitul Maal.
3. Anisa Pertiwi, S.Pd.I, merupakan guru inklusi yang berlatar belakang
pedidikan kimia kemudian beliau telah bekerja sebagai guru inklusi selama
kurang lebih 2 tahun di Baitul Maal.
4. Ibnu Hadi, S.Pd, adalah guru inklusi yang telah bekerja selama kurang lebih
2 tahun di kelas inklusi Baitul Maal.
5. Siska Ariyana, S.Pd, merupakan guru inklusi yang berlatar belakang
pendidikan sosial yang telah bekerja sebagai guru inklusi selama kurang
lebih 1 tahun di Baitul Maal.
6. Yulia Pratiwi, adalah guru yang baru bekerja selama 6 bulan sebagai guru
inklusi dan saat ini masih menempuh pendidikan di sebuah universitas
dengan jurusan pendidikan sekolah dasar.
45
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memenuhi kebutuhan data yang beraneka ragam tersebut, maka
peneliti menggunakan berbagai metode pengumpulan data, seperti berikut ini:
1. Observasi
Pengumpulan data dengan observasi langsung atau dengan pengamatan
langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa
ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut.50
Observasi yang
dilakukan adalah melihat langsung kegiatan guru pendamping inklusi di
SDIP Baitul Maal.
2. Wawancara
Wawacara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau
pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat
yang dinamakan interview guide (panduan wawancara). Wawancara yang
dilakukan menggunakan beberapa narasumber yaitu beberapa guru
pendamping inklusi di SDIP Baitul Maal. Wawancara yang dilakukan
peneliti adalah dengan teknik Tanya jawab pada hal-hal inti permasalahan
penelitian.51
Terdapat factor-faktor yang memengaruhi keberhasilan dalam
50
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 115. 51
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2014), h. 73.
46
wawancaran baik itu melalui tatap muka maupun percakapan melalui media,
antara lain yaitu:52
a) Pewawancara
b) Sumber Informasi
c) Materi Pertanyaan
d) Situasi Wawancara
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak ditujukan
langsung kepada subjek penelitian. Dokumen yang diteliti dapat berbagai
macam, tidak hanya dokumen resmi, bisa berupa buku harian, surat pribadi,
laporan, notulen rapat, catatan kasus (case records) dalam pekerjaan sosial,
dan dokumen lainnya.53
Pada penelitian ini peneliti akan mengambil
beberapa dokumentasi ruang belajar serta proses mengajar yang dilakukan
guru pendamping inklusi dan beberapa file yang dirasa perlu untuk
melakukan proses belajar dan mengajar anak-anak inklusi.
4. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah pengidentifikasian secara sistematis, penemuan dan
analisis dokumen-dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan
52
Muri Yusuf, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: Kencana, 2016) h. 373-375. 53
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 121-122.
47
masalah penelitian.54
Jadi kajian pustaka pada penelitian ini merupakan data-
data yang diambil dari beberapa kepustakaan (buku, dokumen, artikel,
laporan, dan lainnya).
E. Teknik Analisis Data
Menurut Spradley yang dimaksud analisis adalah cara berpikir, hal ini
berkaitan dengan pengujian secara sistematis mengenai sesuatu untuk
menentukan bagian, hubungan antarbagian, dan hubungannya dengan
keseluruhan. Pada prinsipnya analisis adalah untuk mencari pola tentang sesuatu
yang diteliti. Dengan begitu analisis data adalah proses menyusun,
mengkategorikan data, mencari pola atau tema dengan maksud untuk memahami
maknanya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis data
kualitatif. Data kualitatif merupakan data yang berbentuk kumpulan gambar,
kata-kata, dan bukannya dalam bentuk angka.55
Dalam menganalisi data peneliti
menggunakan langka-langka berikut:
1. Analisis Data
Menurut bogdad dan biklen, analisis data adalah upaya yang dilakukan
dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah
satu yang dapat dikelola, mensintesiskan,mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa
54
Consuelo G. Sevilla, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: UI Press, 1993), h. 31. 55
Muri Yusuf, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: Kencana, 2016), h. 333.
48
yang diceritakan kepada orang lain.56
Sedangkan menurut Fossey batasan
tentang analisis data dalam penelitian kualitatif yaitu proses meriview dan
memeriksa data, menyintesis dan menginterprestasikan data yang terkumpul
sehingga dapat menggambarkan dan menerangkan fenomena atau situasi
social yang diteliti.57
2. Reduksi Data
Dalam reduksi data, data yang telah didapatkan dari teknik pengumpulan
yang sudah dipaparkan di atas akan dikelompokkan sesuai dengan kegunaan
data tersebut, kemudian dipilih mana data yang bisa dijadikan bahan
penelitian dan mana yang tidak bisa. Mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari
tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.58
56
Lexy j. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h.
248. 57
Muri Yusuf, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: Kencana, 2016), h. 400. 58
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2014), h. 92.
49
3. Penyajian Data
Dari semua data yang di reduksi, maka data tersebut akan diuraikan dan
dijelaskan permasalahanya sesuai dengan rumusan masalah yang telah
dibahas di atas, kemudian di sajikan dalam bentuk teks dan bersifat naratif.
4. Penarikan Kesimpulan
Setelah data yang dikumpulkan dan dijabarkan dalam penelitian ini,
penelitiakan memberikan kesimpulan yang sesuai dengan jawaban dalam
rumusan permasalan yang diangkat oleh peneliti. Dengan demikian
kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan
masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena
seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam
penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah
penelitian berada di lapangan.59
F. Jadwal Penelitian
Penulis melakukan penelitian di SDIP Baitul Maal dengan melakukan
wawancara observasi. observasi pertama dilakukan pada tanggal 24 April 2018.
Pada observasi pertama peneliti meminta izin melakukan penelitian yang
kemudian dilanjutkan pada observasi kedua pada tanggal 25 April 2018.
59
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, h. 99.
50
Observasi kedua peneliti mengamati proses belajar dan mengajar selama dua sesi.
Pada sesi pertama peneliti mengamati kelas motorik halus atau kelas individual
dan pada sesi kedua penulis mengamati kelas motorik kasar. Selanjutnya pada
tanggal 26 - 29 April 2018 penulis melakukan wawancara kepada beberapa guru
inklusi.
51
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN
A. Profil Objek Penelitian
1. Sejarah Berdirinya SDIP Baitul Maal
Sekolah Dasar Islam Plus (SDIP) Baitul Maal merupakan bagian dari
Yayasan Pengembangan Infaq (YPI) Baitul Maal. Bermula dari semangat
para aktivis di Masjid Baitul Maal (MBM) STAN, maka berdirilah Yayasan
Pengembangan Infaq (YPI) Baitul Maal pada tanggal 7 Mei 1997. Pada
awalnya mengelola dana-dana infaq yang disalurkan oleh mahasiswa dan
alumni Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Saat itu keberadaan YPI
Baitul Maal tidak banyak dikenal oleh masyarakat sekitar, sehingga pada
tahun 1989 mulai berkiprah di dunia pendidikan non formal dengan
mendirikan Taman Kanak-kanak Al-Qur’an (TKA) sore yang bersifat sosial.
TKA ini berjalan sampai dengan tahun 1997 dengan jumlah murid kurang
lebih 360 orang.60
YPI Baitul Maal semakin berkembang dengan mendirikan lembaga formal
Zakat, Infaq, dan Shodaqoh dengan nama Lembaga ZISWAF, lembaga
Da’wah dan Syi’ar Islam, serta lembaga pendidikan yang diberi nama Pusat
Pendidikan Islam Untuk Anak (PPIA) Baitul Maal. PPIA inilah yang diberi
60
“Wawancara Pribadi dengan Bapak Syamsudin”, pada tanggal 27 April 2018
52
amanah untuk mengelola pendidikan dari tingkat taman kanak-kanak,
sekolah dasar islam, madrasah diniyyah plus dan SMP Islam. Taman kanak-
kanak sudah berdiri sejak tahun 1992 dengan lokasi di belakang masjid
Baitul Maal, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) yang sekarang
berganti nama menjadi Politeknik Keuangan Negara (PKN) STAN.
Beralamat di Jalan Ceger Raya, Jurangmangu Timur, Pondok Aren
Tangerang Selatan. Pada tahun 1998 berdiri Sekolah Dasar Baitul Maal yang
pada saat itu baru menerima 20 orang siswa, SD Baitul Maal terletak tidak
jauh dari Masjid Baitul Maal dengan menempati sebidang tanah di desa
Jurangmangu Timur. Pada tahun 2018 tercatat jumlah siswa yang belajar di
Sekolah Dasar Baitul Maal sudah berjumlah lebih dari 635 siswa. Sekolah
Dasar Baitul Maal menerapkan metode Full Days School yang artinya para
siswa akan mengikuti proses belajar mengajar penuh seharian mulai pagi
sampai sore.61
2. Visi dan Misi SDIP Baitul Maal
SDIP Baitul Maal memiiki visi Menjadi Sekolah Dasar Islam terbaik di
Indonesia untuk membangun insan sholeh, cerdas, mandiri dan
61
“Wawancara Pribadi dengan Bapak Syamsudin”, pada tanggal 27 April 2018
53
bertanggungjawab yang cinta belajar serta berwawasan global. Dengan
begitu dapat mendukung misi yang ada diantaranya yaitu:62
a) Menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas dengan pelayanan
prima, berstandar manajemen mutu dan profesional dengan lingkungan
belajar yang aman dan kondusif.
b) Menyelenggarakan pendidikan yang membentuk kepribadian muslim
yang kuat dan berkarakter dan berwawasan global melalui pemahaman
dan pembiasaan di sekolah secara terstruktur dan sistematis.
c) Menyelenggarakan pendidikan yang membentuk kepribadian peduli
terhadap lingkungan dan kelestariannya
d) Mengajarkan kemampuan membaca Al qur’an dengan standar tahsin
dan tartil serta membangun kemampuan menghafal Al Qur’an.
e) Mengembangkan proses pendidikan termasuk pendidikan inklusif sesuai
dengan kebutuhan dan tahap perkembangan anak
f) Menumbuhkan cinta belajar pada anak melalui sistem pembelajaran
berbasis sentra
g) Mengembangkan bakat, potensi dan prestasi anak
h) Menjalin kerja sama antara sekolah, orang tua, masyarakat dan instansi
terkait.
62
PPIA Baitul Maal, “Visi dan Misi SD Islam Plus Baitul”, diakses pada 19 Juli 2018 dari
http://www.ppiabaitulmaal.sch.id
54
3. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana pendidikan yang terdapat di SDIP Baitul Maal
bertujuan untuk menunjang keberhasilan kependidikan, dengan dikelola
PPIA Baitul Maal yaitu memiliki fasilitas :63
a) Gedung representative diatas tanah 3500 m²
b) Ruang kelas, ruang balok dan rung anak berkebutuhan khusus
c) Toilet yang terpisah anatara siswa an siswi
d) Masjid, musholah, lapangan, dan peralatan olahraga
e) Perpustakaan, ruang serbaguna dan UKS
f) Laboratorium sains dan computer
g) Psikolog dan terapis sekolah
h) Garden school (kebun sekolah)
i) Mini mart, took, dan kantin sekolah
j) TAS BM (tabungan anak sholeh baitul maal)
k) Kolam renang
l) Parkir dan Dapur
63
PPIA Baitul Maal, “Profil PPIA Baitul Maal: Sholeh Cerdas Mandiri Bertanggung Jawab”,
(Tangerang Selatan: PPIA Baitul Maal, 2017)
55
4. Struktur Organisasi SDIP Baitul Maal
Kelas inklusi merupakan bagian dari tanggung jawab bidang pendidikan dari
yayasan PPIA dibawah naungan pendidikan sekolah dasar (SD). Dengan
kepala unit sd yang di pimpin oleh Ida Farida, S.Pd. I.64
64
PPIA Baitul Maal, “Stuktur 2018-2019 SD Islam Plus Baitul”, diakses pada 19 Juli 2018 dari
http://www.ppiabaitulmaal.sch.id
56
B. Hasil Penelitian
SDIP Baitul Maal hanya menerima anak berkebutuhan khusus yang bersifat
temporer yaitu anak-anak yang mempunyai hambatan belajar dan
perkembangannya karena disebabkan oleh kondisi dan situasi lingkungannya dan
dikarenakan masih terbatasnya sumber daya manusia dan fasilitas pendidikan
khusus. Tahun 2018 jumlah anak berkebutuhan khusus sejumlah 24 siswa dari
total siswa seluruhnya yang berjumlah 635 jadi 3,8 % dari total keseluruh
merupakan siswa inklusi yang ada disekolah. Jika melihat pembagian anak
berkebutuhan khusus yaitu temporer dan permanen yang ada maka di SDIP
Baitul Maal membaginya menjadi dua bagian sebagai berikut:65
1. Special Need (Gangguan Intelektual) adalah anak yang mengalami
keterbatasan atau ketidakmampuan secara fisik, psikis, atau sosial seperti
autism, learning disability dan sebagainya. Dalam hal ini SDIP Baitul Maal
mengkategorikan ABK pada tipe atau jenis C yaitu berfokus pada anak-anak
dengan gangguan intelektual yang dimiliki beberapa anak autism dan ADHD.
2. Special Attention (Gangguan pemusatan perhatian) adalah gangguan
perkembangan dalam peningkatan aktivitas motorik anak-anak hingga
menyebabkan aktivitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung
berlebihan. Hal ini ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah, tidak
bisa diam, tidak bisa duduk dengan tenang, dan selalu meninggalkan
65
“Wawancara Pribadi dengan Ibu Istiarini selaku Koordinator Kelas Inklusi”, pada tanggal 16
Mei 2018
57
keadaan yang tetap seperti sedang duduk, atau sedang berdiri. Beberapa
kriteria yang lain sering digunakan adalah suka meletup-letup, aktivitas
berlebihan, dan suka membuat keributan.
SDIP Baitul Maal sudah menerapkan pendidikan inklusi ini sejak tahun 2014.
Adapun alasan SDIP Baitul Maal mengadakan pendidikan inklusi adalah
banyaknya minat orangtua yang memiliki abk pada TK Baitul Maal ingin
mensekolahkan kembali anaknya pada sekolah yang sama karena pada saat itu
TK Baitul Maal telah lebih dulu memiliki program kelas khusus anak-anak
berkebutuhan maka dari itu munculnya program kelas inklusi membuat Baitul
Maal sadar akan pentingnya pendidikan terutama pendidikan inkusi. Pendidikan
inklusi di Baitul Maal disebut dengan Gisma yang dimana pada kelas inklusi
jumlah anak berdasarkan kelas berjumlah diantaranya sebagai berikut :
No Kelas
Jenis Inklusi
Jumlah Special Need
Special
Attention
1 Kelas 1 1 P 5 L 6
2 Kelas 2 1 L 3 L, 1 P 5
3 Kelas 3 1 L 2 L, 2 P 5
4 Kelas 4 3 L - 3
5 Kelas 5 1 L 3 L 4
6 Kelas 6 - 1 L 1
58
L = Laki laki, P = Perempuan 24
SDIP Baitul Maal sendiri menugaskan 9 guru untuk mengawasi dan
mengajarkan anak berkebutuhan khusus dari total 77 guru yang ada. Anak
berkebutuhan khusus dimasukan dalam kelas yang sama dengan teman
seangkatannya bahkan dalam membuat kelompok grup-grup yang dibentuk tidak
membedakan antara yang normal dan yang berkebutuhan khusus.
Berdasarkan tujuan penelitian, penulis akan memaparkan hasil penelitian
yang penulis peroleh melalui metode wawancara. Peneliti menggunakan 6
informan dalam penelitian ini dan membagi pada 3 indikator Adapun hasil
penelitian yang diperoleh penulis, hasilnya sebagai berikut:
1. Kebutuhan Informasi pada Guru Inklusi dalam Proses Belajar dan
Mengajar di SDIP Baitul Maal.
Pada penelitian ini, peneliti mengetahui kebutuhan informasi sebagai
seorang tenaga didik atau guru inklusi di SDIP Baitul Maal dalam proses
belajar dan mengajar. Kebutuhan informasi memerlukan beberapa bagian
yang terintegrasi antara guru saat mengajar hingga kebutuhan informasi
siswa untuk belajar kerena disetiap guru inklusi yang ada di SDIP Baitul
Maal diharuskan menangani keseluruhan jenis anak inklusi yang ada pada
tingkatan kelas yang mereka ajarkan.
59
Sebagai sebuah lembaga pendidikan yang sedang berkembang SDIP Baitul
Maal menjadikan informasi sesuatu yang diperlukan guru untuk membantu
mereka dalam proses belajar dan mengajar di kelas inklusi dan beberapa
informasi mengenai kebutuhan yang sedang dicarinya. Menjadi seorang
tenaga didik atau guru mengharuskan mereka menguasai materi yang akan
disampaikan kepada siswanya agar nantinya siswa memahami apa yang telah
disampaikan gurunya baik berupa penyampaian materi bahan pengajaran dan
juga teknik cara pengajaran yang dipahami siswa. Kebutuhan informasi
untuk mengajar merupakan hal utama bagi mereka yang berkecimpung di
dunia pendidikan. Hal ini lah yang dibutuhkan guru inklusi untuk mencari
tahu informasi mengenai bahan ajar apa saja yang dibutuhkan anak dan
teknik mengajar yang memudahkan anak belajar pada saat kelas individu.
Sebagaimana hasil wawancara yang diungkapkan oleh Aan Aminah, Siska
Ariyana dan Yulia Pratiwi sebagai berikut :
“Informasi yang kita butuhkan seperti pendidikan anak terutama
pendidikan anak inklusi, trus cara menyampaikan materi agar anak mudah
menyerap ilmu yang kita berikan…”(Aan Aminah)
“Yaa..tadi kebutuhan akan cara mengajar untuk jenis anak yang kita
tangani, serta informasi mengenai anak yang sedang kita tangani”(Siska
Ariyana)
“Kebutuhan Informasi Tentang Pendidikan anak untuk jenis anak yang kita
pegang, informasi tambahan berupa profil anak, dari wali kelas
sebelumnya informasi mengenai kegiatan anaknya”(Yulia Pratiwi)
60
Setelah kebutuhan informasi bagi guru untuk mengajar merupakan hal
utama dan kemudian kebutuhan informasi mengenai penanganan anak juga
dibutuhkan bagi mereka. Oleh karena itu sebagian guru inklusi mengatakan
untuk dapat menjadi guru inklusi yang mengerti apa yang di inginkan
siswanya maka mereka mengatakan membutuhkan beberapa informasi
mengenai bagaimana cara menangani anak berkebutuhan khusus pada
kondisi tantrum atau malas belajar untuk dapat melakukan kegiatan belajar
pada kelas inklusi. Serupa dengan yang dikatakan Anisa Pratiwi dan Ibnu
Hadi sebagai berikut:
“Informasi pasti diperlukan apa lagi kita sebagai seoran guru..seperti
teknik pengajaran, selain itu kebutuhan informasi tentang cara
penanganan anaknya perlu juga”(Anisa Pratiwi)
“Kebutuhan informasi yang dibutuhkan sebagai guru inklusi tentang
bagaimana cara menyampaikan sesuatu ke anak, serta kebutuhan tentang
mengatasi kondisi anak”(Ibnu Hadi)
Menjadi seorang guru inklusi mereka mengatakan perlunya informasi
tambahan lainnya untuk dapat menjadi guru yang kompeten. Informasi ini
berupa kegiatan yang didapat melalui pelatihan-pelatihan. Pada SDIP Baitul
Maal Pelatihan dan arahan dilakukan setiap bulan dalam bentuk diskusi
kelompok dan tukar pengalaman di lapangan. Guru-guru ini juga
mengadakan silaturahmi serta observasi langsung ke sebuah klinik anak
berkebutuhan khusus untuk mengetahui latar belakang setiap anak yang
61
ditangani dari berbagai lingkungan. Seperti yang dikatakan oleh Aan
Aminah dan Yulia Pratiwi pada wawancara penelitian sebagai berikut:
“iya..kita selalu ada pelatihan khusus untuk inkusi dan memang kita sudah
ada pakarnya jadi dari belau lah kita dapat pelatihan, serta ilmu dan
informasi baru yang belum kita ketahui”(Aan Aminah)
“pernah ada pelatihan, lewat pakar yang ada di sekolah jadi disana kita
bisa dapat ilmu dan informasi seputar inklusi”(Yulia Pratiwi)
Pernyataan yang senada juga diungkapkan oleh Ibnu Hadi dan Siska Ariyana
sebagai berikut:
“pernah mendapatkan pelatihan yang dimana pelatihan itu kita bisa dapat
informasi baru ”(Ibnu Hadi)
“pernah, waktu itu pernah observasi langsung dan ada pakar yang
mengajarkan kita setiap pekannya jadi informasi bias kita dapat dari
pelatihan itu”(Siska Ariyana)
Informasi tambahan yang didapat melalui pelatihan menjadikan guru inklusi
mengerti akan persiapan apa yang harus dilakukan mereka saat akan
memulai proses belajar dan mengajar. Untuk melakukan proses belajar dan
mengajar ini diharusnya mempersiapkan kegiatan untuk memulai kegiatan
tersebut. Setiap guru terlebih dahulu mengetahui informasi tentang PPI yaitu
program untuk memulai rangkaian kegiatan belajar dan mengajar. Hal ini
sesuai dengan pernyataan yang disampaikan para informan sebagai berikut:
“kita ada programnya jadi kita masuk ke program yang kita buat dan
program itu termasuk program bulanan pekanan jadi kita sudah siapkan
62
kegiatan apa saja yang akan diberikan ke anaknya, jadi kita persiapannya
melihat program yang dibuat”(Aan Aminah)
“pertama kita lihat dari PPI kemudian lihat program bulanan apa yang
akan dicapai misalnya tentang motorik kasarnya..apa yang dikerjakan
terlebih dahulu kemudian motorik halus dan akademis yang
kurangnya”(Ibnu Hadi)
“setiap bulannya kita membuat program bulanan dan sebelum itu kita buat
PPI yang disetujui oleh sekolah..dan dari dapat dilihat apa saja yang akan
disiapkan untuk memulai mengajar”(Siska Ariyana)
“pertama kita menyiapkan materi pembelajarannya, kita sesuaikan dengan
materi anak yang kita pegang di kelas, trus kita melihat konigtif mana yang
masih kurang, lalu kita menyesuaikan materi sehabis kelas gambungan
setelah itu kita pilih-pilih soal yang telah diberikan oleh guru
gabungan”(Yulia Pratiwi)
“persiapkan bahan-bahan LI misalnya sebelum anak-anak datng kita
rapihkan media yang akan digunakan”(Anisa Pratiwi)
Dan untuk menunjang kegiatan belajar dan mengajar maka guru akan
mengajarkan materi ajar dengan bantuan media begitupun dengan latihan
kekuatan fisik bagi siswa yang motorik kasarnya kurang juga menggunakan
media. Seperti pernyataan yang dikatakan dalam wawancara Anisa Pratiwi
dan Aan Aminah sebagai berikut :
“Terdapat banyak media yang digunakan dalam kelas inklusi yaitu
contohnya media bola, papan titian, bola bobat, trampoling kun, dan
gambar jejak. Karena media ini membantu proses belajar untuk anak-anak
inklusi ini”
63
Menurut pendapat Ibnu Hadi, Siska Ariyana, dan Yulia Pratiwi sebagai
berikut:
“disini banyak medianya…tergantung kita saat mengajarnya, misalnya
mereka butuh apa saat belajar nanti kita berikan media tersebut contoh nya
media untuk focus diri, flazz card, dll”
Dari hasil wawancara yang diambil dari informan bahwa kebutuhan
informasi yang dibutuhkan para guru inklusi tidak berdasarkan kategori
pengelompokan jenis anak berkebutuhan khusus dengan begitu guru SDIP
Baitul Maal harus menguasai semua jenis anak berkebutuhan khusus kerena
pada hasil penelitian ditemukan kesamaan antara informan satu dengan
informan lain mengenai kebutuhan informasi yang mereka inginkan yaitu
kebutuhan informasi tentang pendidikan inklusi itu diantaranya cara
mengajar dan teknik mengajar, selain itu juga tentang kebutuhan informasi
mengenai bagaimana cara menangani anak berkebutuhan khusus. Dari
penjelasan informan bahwa kebutuhan informasi yang mereka cari dan
inginkan berdasarkan kegiatan yang mereka lakukan yaitu menjadi guru
inklusi dan mengharuskan memahami betul pendidikan inklusi tersebut.
Selain itu kebutuhan informasi tambahan dibutuhkan untuk tambahan ilmu
agar guru tidak ketinggalan informasi terbaru terutama mengenai dunia
pendidikan.
64
2. Sumber Informasi Untuk Memenuhi Kebutuhan Pendidikan Inklusi
Dalam mengidentifikasi berbagai sumber-sumber informasi untuk dijadikan
bahan mengajar seorang guru harus tahu benar sumber apa dan bagaimana
yang memang relevan, sehingga data tersebut dapat dijadikan bahan untuk
mengajar. Bila guru kesulitan dalam mencari sumber maka pakar khusus
atau pembimbing inklusi membantu para guru inklusi dalam menyeleseikan
permasalahan dan mengajarkan bagaimana menjadi guru inklusi yang baik.
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Ibnu Hadi dan Anisa Pratiwi sebagai
berikut:
“banyak yaa sumbernya…bisa dari internet, bisa dari pembimbing
kita”(Ibnu Hadi)
“sumber bisa dari buku, dan melihat langsung cara menangani anak, dan
internet”(Anisa Pratiwi)
Pernyataan yang senada juga diungkapkan oleh Aan Aminah, Siska Ariyana,
dan Yulia Pratiwi sebagai berikut:
“sumber informasi yang saya gunakan yaitu buku tentang anak
berkebutuhan khusus, dan disini juga disediakan banyak buku-buku
lainnya”(Aan Aminah)
“sumber informasi biasanya dari buku, internet”(Siska Ariyana)
“kalo sumber informasi biasanya saya lewat internet dan buku-buku”(Yulia
Pratiwi)
65
Penyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa guru-guru inklusi di SDIP
Baitul Maal dalam mencari kebutuhan mereka sudah mengetahui sumber-
sumber apa yang akan mereka gunakan. Sumber informasi yang digunakan
guru inklusi antara lain memakai sumber-sumber dari internet, buku hasil
pelatihan dan paduan ajar, dan pembimbing atau pakar inklusi.
3. Kendala dalam Memenuhi Kebutuhan Informasi Serta Solusinya pada
Proses Belajar dan Mengajar di SDIP Baitul Maal
Untuk mengetahui kendala dalam memenuhi kebutuhan informasi serta
solusi pada proses belajar dan mengajar di SDIP Baitul Maal peneliti masih
menggunakan 6 informan dalam penelitian ini dan membagi pada 2 indikator
untuk dijabarkan.
a. Menerangkan kendala yang terjadi dalam memenuhi kebutuhan
informasi
Dalam memenuhi kebutuhan informasi terkadang seseorang menemui
kendala yang mereka hadapi tidak terkecuali guru inklusi dalam mencari
kebutuhan informasi. Kendala yang dihadapi dapat menjadi belajaran
pagi guru untuk terus mencari hal-hal baru yang dapat membantu
mereka dalam proses belajar dan mengajar. Berikut hasil wawancara
kepada beberapa guru:
“Kendala yang saya alami berupa informasinya tidak menyerupai atau
tidak sesuai dengan anak yang kita pegang”(Aan Aminah)
66
“kendala tidak ada karena informasi itu sudah diberikan sesuai
tempatnya masing-masing”(Ibnu Hadi)
“kalo kendala yang terjadi Alhamdulillah selama ini tidak ada”(Siska
Ariyana)
“kendalanya biasanya susah mencari informasi terkait anak didik yang
kita pegang”(Yulia Pratiwi)
“kendalanya itu pada saat ada informasi yang diberikan kadang saya
tidak masuk”(Anisa Pratiwi)
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa sedikitnya kendala
yang dihadapi oleh guru dalam mencari kebutuhan informasi yang
mereka inginkan dikarenakan masih adanya guru yang sulit memahami
informasi yang didapat. Selain itu, ada juga guru yang masih sulit
mendapat informasi yang dibutuhkannya, kerena sulitnya mencari
informasi mengenai ABK melalui internet ataupun buku tercetak.
b. Solusi Dalam Mengatasi Kendala Untuk Memenuhi Kebutuhan
Informasi
Solusi dalam mengatasi kendala untuk memenuhi kebutuhan informasi
setiap individu memiliki caranya masing-masing tidak terkecuali
sebagai guru inklusi mereka memiliki cara berbeda-beda dalam
memenuhi kebutuhan informasi tersebut, berikut pernyataan Aan
Aminah dan Siska Ariyana dalam memenuhi kebutuhan informasi
sebagai berikut:
67
“Untuk memenuhi kebutuhan informasi saya bertanya ke pakarnya,dan
menggunakan media cetak yaitu membaca-baca buku, saya juga melihat
di internet, kadang kita juga keluar melihat klinik-klinik yang khusus
kebutuhan khusus (survey)”(Aan Aminah)
“Untuk memenuhi kebutuhan informasi kita biasa lewat sharing melalui
pertemuan dengan pakar, selain itu menggunakan internet, membaca
buku tentang anak berkebutuhan khusus”(Siska Ariyana)
Sejalan dengan yang dikatakan mereka dalam memenuhi kebutuhan
informasi Yulia Pratiwi dan Anisa Pratiwi juga menggunakan cara yang
serupa dengan mereka sebagai berikut:
“Untuk memenuhi kebutuhan informasi biasanya saya bertanya kepada
guru yang lain yang lebih pengerti, dan melalui internet mencari
informasi tentang anak, dan menggunakan media cetak buku-
buku”(Yulia Pratiwi)
“Untuk memenuhi kebutuhan informasi melalui buku dan melihat
langsung cara-cara menangani anak, dan juga perlu internet”(Anisa
Pratiwi)
Kemudian Ibnu Hadi mengatakan hal yang berbeda dari pendapat
informan lain pada saat wawancara sebagai berikut:
“Untuk memenuhi kebutuhan informasi saya banyak latihan, banyak
membaca melalui media cetak, dan menggunakan media rekam seperti
menonton film tentang anak kebutuhan khusus, serta melalui internet”
(Ibnu Hadi)
Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara diatas, cara guru inklusi
memenuhi kebutuhan informasi mereka adalah bertanya pada orang lain
68
yaitu berupa pakar inklusi dan juga coordinator inklusi, bertukar pikiran
antar teman (sharing), membaca menggunakaan media cetak (buku,
majalah, dll), mencari melalui internet (browsing), dan media rekam (cd,
dvd, kaset). Maka dari itu hasil dari penyeleseian masalah yang
dihadapi guru inklusi dapat terseleseikan dan mereka akan mendapatkan
informasi sesuai dengan apa yang dibutuhkan masing-masing guru.
Kemudian mendapatkan penyeleseian tentunya menjadi hal yang
diinginkan setiap orang untuk permasalahan yang dihadapi terutama
ketika kita telah mencari kebutuhan informasi melalui sumber informasi
yang ada. Hasil dari penyeleseian masalah yang dihadapi guru inklusi
membutuhkan bantuan orang lain dalam mencari kebutuhan informasi
yang mereka cari melalui pembimbing atau pakar inklusi yang ada pada
sekolah. Sebagaimana hasil wawancara yang diungkapkan oleh Aan
Aminah dan Ibnu Hadi sebagai berikut:
“mendapatkan hasil dari satu permasalahan yang kita sedang cari
contohnya bagaimana menangani anak tantrum”(Aan Aminah)
“kita jadi mengetahuai informasi yang ingin kita cari misal informasi
menangani anak tantrum”(Ibnu Hadi)
Sejalan dengan pemikiran mereka maka Siska Ariyana, Yulia Pratiwi,
dan Anisa Pratiwi juga mengatakan sebagai berikut:
69
“setelah kita bertanya kita mendapatkan hasil dari apa yang kita
butuhkan”(Siska Ariyana)
“Dapat membantu kendala yang kita hadapi dan mendapatkan
informasi yang diinginkan”(Yuia Pratiwi)
“Dapat membantu kendala yang kita hadapi dan mendapatkan
informasi yang diinginkan kita mengetahui hasil dari bertanya”(Anisa
Pratiwi)
Dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa guru inklusi
membutuhkan hasil informasi yang membuatnya menyeleseikan kendala
yang dihadapi. Guru inklusi memenuhi kebutuhan informasi ini yang
kemudian digunakan untuk membantu dalam proses belajar dan
mengajar di kelas inklusi nantinya. Kemudian solusi ini menjadikan
kepuasan tersendiri pagi guru-guru yang sedang mencari kebutuhan
informasi yang mereka cari dengan bantuan orang lain ataupun dengan
buku-buku bacaan dan juga internet.
C. Pembahasan
Peneliti mengidentifikasi kebutuhan informasi pada guru inklusi sangat
berpengaruh terhadap jalannya kegiatan proses belajar dan mengajar.
Sebagaimana tujuan dari pendidikan adalah untuk mengembangkan kepribadian
dan kemampuan yang bersifat positif di masyarakat maka dari itu guru-guru yang
ada di SDIP Baitul Maal dituntut menjadi guru yang paham akan dunia
70
pendidikan oleh karena itu kebutuhan informasi bagi guru terutama guru inklusi
mengenai materi ajar dan teknik pengajaran yang memudahkan siswa sangat
diperlukan. Hal ini menjadikan informasi yang telah di peroleh dapat
diaplikasikannya kedalam kegiatan kelas individual yaitu motorik kasar dan
motrik halus.
Proses pendidikan yang tidak membedakan antara anak berkebutuhan khusus
dengan anak normal lainnya di SDIP Baitul Maal sesuai dengan amanat UU
Pendidikan dan tujuan pendidikan itu sendiri yaitu menjadikan anak mampu
untuk bersosialisasi di masyarakat dengan nilai-nilai kebaikan sesuai adat dan
budaya sedangkan tambahan belajar hafalan al quran sebagai bekal dalam
kehidupan agar al quran menjadi way of life dan menjadi panduan dalam
kehidupan selanjutnya. Ditekankan hafalan karena peluang emas masa menghafal
ketika sekolah dasar sebagaimana ungkapan peribahas “Bagaikan memahat di
atas batu”. Serta firman Alloh swt dalam Al quran yaitu surat Al qomar 54 ayat
17, Al qomar 54 ayat 22, surat Al qomar 54 ayat 32 dan surat al qomar 54 ayat
40. Dengan adanya ini maka pembahasan penelitian dalam mencari kebutuhan
informasi guru dalam proses belajar dan mengajar sebagai berikut:
1. Kebutuhan informasi pada guru inklusi dalam proses belajar dan
mengajar di SDIP Baitul Maal.
Informasi menjadikan seseorang atau sekelompok orang menemukan sesuatu
yang mereka cari atau bahkan menemukan informasi lainnya diluar apa yang
71
dicarinya. Dalam mencari tahu kebutuhan yang diinginkan biasanya hal ini
diakibatkan oleh faktor keinginan seorang untuk dapat memahami dan
menguasai apa yang sedang ia kerjakan.66
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan oleh peneliti bahwa para guru
SDIP Baitul Maal dalam proses belajar dan mengajar di kelas inklusi untuk
menghadapi anak berkebutuhan khusus dari berbagai situasi kemungkinan
maka guru inklusi membutuhan informasi tentang pendidikan inklusi yang
mencakup cara mengajar, teknik mengajar, dan cara penangan anak, serta
tambahan yang ilmu yang dapat memperluas wawasan sebagai seorang guru
inklusi.
Bila dilihat dari teori dan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa pada
proses belajar dan mengajar sebagai seorang guru inklusi membutuhkan
informasi dalam kegiatan mereka sebagai seorang tenaga didik dimana
kebutuhan informasi itu muncul berdasarkan kategori kebutuhan yang
dimiliki setiap guru inklusi.
66
Pawit M. Yusup dan Priyo Subekti, Teori dan Praktek Penelusuran Informasi (Information
Retrieval), (Jakarta: Kencana, 2010), h. 82
72
2. Sumber Informasi Untuk Memenuhi Kebutuhan Informasi
Ketika kebutuhan informasi telah ditemukan kemudian langkah selanjutnya
yaitu memeriksa sumber informasi yang digunakan. Memilih terlebih dahulu
menggunakan sumber apa yang nantinya akan dipakai, setelah itu dipilih
mana yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan kebutuhan yang
diinginkan.67
Dari hasil penelitan dapat dikatakan bahwa guru inklusi sudah bisa
mengetahui sumber informasi apa yang digunakan dalam pencarian suatu
informasi untuk memudahkan mereka dalam mengajar. Guru inklusi
memakai sumber dari internet, buku bacaan, dan juga pembimbing atau
pakar inklusi.
Bila dikaitkan dengan teori dengan hasil wawancara sangat sesuai dengan
fungsi dari sumber informasi dimana sumber informasi digunakan untuk
membantu mencari informasi, tetapi sayangnya sedikit sekali sumber yang
digunakan dalam mencari informasi padahal masih banyak sekali sumber-
sumber yang bisa dimaanfaatkan mereka untuk pencarian informasi terkait
pendidikan inklusi.
67
Blasius Sudarsono, Literasi Informasi (information literacy): pengantar untuk perpustakaan
sekolah (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2007), h. 22.
73
3. Kendala dalam Memenuhi Kebutuhan Informasi Serta Solusinya pada
Proses Belajar dan Mengajar di SDIP Baitul Maal
Kendala terjadi disebabkan oleh faktor internal, atau disebabkan oleh faktor
eksternal pencari informasi, atau bisa juga disebabkan dari kedua faktor
tesebut. Hambatan dalam pencarian informasi dapat dikategorikan menjadi
hambatan individu, hambatan lingkungan dan hubungan antar individu
(interpersonal).68
Dari hasil penelitian hampir semua guru mendapatkan kendala dalam
mencari kebutuhan informasi dan juga kendala yang terjadi pada saat proses
belajar dan mengajar. oleh karena itu guru inklusi dalam menghadapi
kendala yang didapat ketika mencari kebutuhan informasi mencari solusi
untuk dapat menyeleseikan kendala tersebut.
Bila dikaitkan dengan teori dengan hasil wawancara bahwa guru juga tidak
terlepas dari yang namanya kendala dalam pencarian informasi. Kebutuhan
yang diinginkan dapat teratasi ketika perilaku pencarian informasi sesuai
dengan apa menjadi permasalahannya dengan begitu guru mendapatkan
solusi dari kendalanya.
68
Putu Laxman Pendit, Penelitian Ilmu Perpustakaan dan Informasi: Suatu Pengantar Diskusi
Epistemologi dan Metodologi, (Jakarta: JIP-FSUI, 2003), h. 5.
74
Dalam menemukan kebutuhan informasi yang diinginkan seseorang haruslah
mengetahui bagaimana cara memenuhi kebutuhan informasi tersebut. Untuk
mencari atau menelusuri informasi yang dicari seseorang membutuhkan
strategi pencarian dalam mencari informasinya.69
Stategi ini bertujuan untuk
mendapatkan hasil dalam memenuhi kebutuhan informasi dan dengan begitu
kebutuhan informasi di dapatkan.
Dari hasil penelitian dapat dikatakan bahwa cara guru inklusi memenuhi
kebutuhan informasi mereka adalah bertanya pada orang lain yaitu berupa
pakar inklusi dan juga coordinator inklusi, bertukar pikiran antar teman
(sharing), membaca menggunakaan media cetak (buku, majalah, dll),
mencari melalui internet (browsing), dan media rekam (cd, dvd, kaset).
Kemudian hasil dari penyeleseian masalah yang dihadapi guru inklusi yaitu
membutuhkan bantuan orang lain dalam mencari kebutuhan informasi yang
mereka cari melalui pembimbing atau pakar inklusi yang ada pada sekolah.
Bila dikaitkan dengan teori dengan hasil penelitian cara memenuhi
kebutuhan informasi diatas mengarah pada apa yang ada pada model teori
perilaku pencarian informasi ellis. Pada tahapan awal guru memulai tahapan
awal atau starting dengan bertanya kepada orang yang paham akan
69
Muslih Faturrahman, “Model-Model Perilaku Pencarian Informasi”, Jurnal Ilmu Perpustakaan
dan Informasi, Vol. 1, No. 1, (2016): h. 79-80.
75
kebutuhan yang diinginkan atau pakar ahli sebagai tahapan untuk membantu
pencarian lanjutan dengan browsing dimana pada tahapan ini pencaian
diharapkan agar lebih terarah mengenai pokok informasi yang diinginkan
melalui internet.
76
BAB V
PENUTUP
Pada bab ini, penulis akan mengemukakan kesimpulan yang didapatkan dari hasil
penelitian tersebut dan kemudian memberikan saran-saran yang dapat dijadikan
masukan bagi beberapa pihak.
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil penelitian skripsi ini, adalah:
1. Pada dasarnya kebutuhan informasi pada guru inklusi di SDIP Baitul Maal
memiliki kesamaan antara guru satu dengan guru yang lainnya. Dalam
melakukan kegiatan proses belajar dan mengajar guru inklusi mencari
kebutuhan informasi terlebih dahulu sebelum memulai kegiatan mengajar
dan akan mencari tahu permasalahan apa yang dihadapi setiap peserta didik
dalam belajar oleh karena itu pentingnya informasi yang didapat menjadi
bahan dalam kegiatan mengajar di kelas inklusi. kegiatan belajar yang ada
pada kelas inklusi berbeda dengan kelas regular tetapi kelas inklusi yang ada
pada SDIP Baitul Maal juga memiliki rangkaian kegiatan gabungan dengan
kelas reguler dan dengan begitu guru-guru mendapatkan informasi dapat
juga melalui wali kelas pada kelas reguler untuk dijadikan acuan dalam
tambahan mengajar. Kebutuhan informasi guru inklusi antara lain:
kebutuhan akan pendidikan inklusi, kebutuhan akan cara mengajar untuk
77
anak-anak berkebutuhan khusus, kebutuhan tentang teknik mengajar, dan
kebutuhan akan cara penanganan anak berkebutuhan khusus.
2. Peran seorang pembimbing atau pakar inklusi yang ada pada sekolah SDIP
Baitul Maal membantu guru-guru inklusi dalam pencarian informasi dan
melatih guru-guru dalam pendidik anak berkebutuhn khusus terutama bagi
mereka yang baru dalam dunia inklusi. Dalam memenuhi kebutuhan
informasi guru-guru menggunakan berapa sumber yaitu: bertanya pada
seorang pakar dan teman (sharing), membaca menggunakaan media cetak
(buku, majalah, dll), mencari melalui internet (browsing), dan media rekam
(cd, dvd, kaset). Sarana dan pra sarana, serta media pengajaran yang ada
disekolah membantu berjalanannya kegiatan proses belajar dan mengajar di
kelas inklusi
3. Kendala yang dihadapi para guru dalam mencari kebutuhan informasi yaitu
sulitnya mencari informasi mengenai ABK melalui internet ataupun buku tercetak
dan kebanyakan factor penghambat yang terjadi oleh permasalahan internal
siswa. Untuk mengatasi kendala tersebut guru inklusi lebih memilih untuk
konsultasi dengan pakar khusus inklusi yang berkerjasama dengan SDIP Baitul
Maal.
78
B. Saran
Berikut ini ada beberapa saran yang dapat disampaikan oleh penulis, diantaranya:
1. Sebaiknya SDIP Baitul Maal menambahkan jenis anak berkebutuhan khusus
untuk kelas inklusi karena dengan beragam jenis ABK memberikan
kesempatan pagi orangtua lainnya dalam mensekolahkan anak mereka yang
berkebutuhan khusus dan memberikan tantangan baru untuk sekolahan
dalam penangan untuk anak-anak berkebutuhan khusus lainnya yang ada
pada kelas inklusi.
2. Sebaiknya guru-guru inklusi SDIP Baitul Maal memperluas sumber
informasi dan tidak hanya mengandalkan sumber yang berasal dari pakar
inklusi mengenai pendidikan terutama pendidikan inklusi untuk
meningkatkan kinerja guru-guru dalam mengajar siswa inklusi.
3. Sebaiknya SDIP Baitul Maal membuat buku pedoman inklusi untuk
dijadikan sumber informasi bagi para guru inklusi dimasa akan datang agar
mempermudah guru inklusi mencari kebutuhan informasi.
79
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, Amin. Panduan Menyusun Proposal Skripsi Tesis dan Disertasi. Jakarta:
Smart Pustaka, 2013.
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan
Ilmu Sosial. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.
Delphie, Bandi. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Refika
Aditama, 2006.
Elisa, Syafrida. “Sikap Guru Terhadap Pendidikan Inklusi di Tinjau dari Faktor
Pembentukan Sikap ”. Jurnal Psikologi Perkembangan dan Pendidikan. Vol. 2.
No. 01 (Februari 2013).
Estabrook, Leigh. Libraries in Post Industrial Society. USA: Oryx Press, 1977.
Faturrahman, Muslih. “Model-Model Perilaku Pencarian Informasi”, Jurnal Ilmu
Perpustakaan dan Informasi, Vol. 1, No. 1, ( 2016).
Foskett, Antony Charles. The Subject Approach to Information. London: Linnet
Books, 1977.
Hanson, C.W. “Research user’s needs: users.” Aslib proceesings, Vol. 16 (Februari,
1964)
Hayden, K. Alix. Information seeking models. Calgary: the University of Calgary,
2000. diakses pada 20 Maret 2018 pada
http://www.ucalgaryca/~ahayden/seeking.html.
Ilahi, Mohammad Takdir. Pendidikan Inklusif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013.
Irawan, Prasetya. Logika dan Prosedur Penelitian. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu
Administrasi Lembaga Administrasi Negara, 2004.
Jamaris, Martini. “Formal multiple intelligences assessment instruments for 4-6
years old children”. American Journal of Educational Research. Vol. 2. No. 1
(Desember 2014).
Jannah, Miftakhul dan Ira Darmawanti, Tumbuh Kembang Anak Usia Dini & Deteksi
Dini pada Anak Berkebutuhan Khusus. Surabaya: Insight Indonesia, 2004.
80
Kadir, Abdul. Pengenalan Sistem Informasi. Yogyakarta: Andi, 2003.
Maleong, Lexy j. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007.
Marimba, Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma’arif,
1980.
Meyer, Hester W. J. “The Nature of Information and The Effective Use of
Information in Rural Development.” Information research. Vol. 10. No.2
(Januari 2005) Diakses pada 20 Maret 2018 dari http://informationR.net/ir/10-
2/paper214.html
PDSPK Kemdikbud. Statistik Persekolahan PLB 2016/2017 Pusat Data dan Statistik
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Setjen Kemdikbud, 2016.
PPIA Baitul Maal, “Profil SD Islam Plus Baitul”, diakses pada 19 Juli 2018 dari
http://www.ppiabaitulmaal.sch.id
Pendit, Putu Laxman. Penelitian Ilmu Perpustakaan dan Informasi: Suatu Pengantar
Diskusi Epistemologi dan Metodologi. Jakarta: JIP-FSUI, 2003.
Priatna, Tedi. Reaktualisasi Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Bani
Quraisy, 2004.
Ratri, Dinie. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Psikosain, 2001.
Republik Indonesia, “Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas”, diakses pada 11 Mei 2018 dari
http://www.kemendagri.go.id/media/documents/2016/05/11/u/u/uu_nomor_8_tah
un_2016.pdf
Rombot, Olifia. “Pendidikan Inklusi”. diakses pada 10 April 2018 dari
https://pgsd.binus.ac.id/2017/04/10/pendidikan-inklusi/
Sagala, Syaiful. Manajemen Berbasis Sekolah dan masyarakat: Stategi
memenangkan persaingan mutu. Jakarta: Nimas Multima, 2008.
Sevilla, Consuelo G. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press, 1993.
Stevenson, Janet. Dictionary of Library and Informasition Management. Teddington:
Peter Collin, 1997.
81
Sudarsono, Blasius. Literasi Informasi (information literacy): pengantar untuk
perpustakaan sekolah. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2007.
Sudjana, Nana. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Angkasa, 1989.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2014.
Sulistyo-Basuki, Pengantar Dokumentasi. Bandung: Rekayasa Sains, 2004.
Suryosubroto. Proses Belajar Mengajar Di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
Tarmansyah. Inklusi Pendidikan Untuk Semua. Jakarta: Depdiknas, 2007.
Terry, George R. Office Management and Control. Illinois: Homewood, 1962.
Widyawan, Rosa. Pelayan Referensi: Berawal Dari Senyuman. Bandung: Bahtera
Ilmu, 2012.
Williams, Brian K. Using Information Technology. Yogyakarta: Andi, 2007.
Wilson, T.D. “Models In Information Behavior Research”, Journal of Documentation,
Vol. 55, No.3, (Juni, 2006). diakses pada 20 April 2018 dari
http://informationR.net/tdw/publ/papers/1999jdoc.html
Young, Heartsill. ALA Glosary of Library and Information Science. Chicago: ALA,
1993.
Yusuf, Muri. Metodelogi Penelitian. Jakarta: Kencana, 2016.
Yusup, Pawit M. dan Priyo Subekti. Teori dan Praktik Penelusuran Informasi
(Information Retrieval). Jakarta: Kencana, 2010.
______________. Pedoman Mencari Sumber Informasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1995.
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
Waktu dan Tanggal Wawancara : 13.00 – selesei / 27 April 2018
Informan : Guru Inklusi
A. Kebutuhan informasi
1. Kebutuhan informasi apa saja yang dibutuhkan bapak/ ibu guru dalam
Prose belajar dan mengajar?
2. Adakah Kebutuhan informasi tambahan terkait pendidikan inklusi yang
bapak/ ibu guru butuhkan dalam proses beajar dan mengajar?
3. Bagaimana bapak/ ibu guru memenuhi kebutuhan informasi tersebut?
4. Sumber informasi apa saja yang digunakan bapak/ ibu guru untuk
memenuhi kebutuhan informasi?
5. Kendala apa saja yang terjadi ketika bapak/ ibu guru mencari kebutuhan
informasi?
6. Sumber informasi apa saja yang digunakan bapak/ bapak ibu guru dalam
mencari pendidikan inklusi?
B. Proses belajar dan mengajar
1. Apa sajakah yang bapak / ibu persiapkan dalam memulai proses mengajar
anak-anak inklusi?
2. Metode belajar apa yang digunakan bapak/ ibu guru dalam melakukan
proses mengajar?
3. Pernahkah bapak/ ibu guru mendapatkan pelatihan untuk pendidikan
dalam bidang inklusi?
4. Media serta perangkat apa saja yang digunakan bapak/ ibu guru dalam
proses mengajar di kelas inklusi?
C. Cara mengatasi kendala dan solusi dalam memenuhi kebutuhan
informasi
1. Bagaimana cara bapak/ ibu guru mengatasi kendala dalam mencari
kebutuhan informasi dan dalam memenuhi kebutuhan informasi tersebut?
2. Solusi apa yang didapat bapak/ ibu guru dalam menyeleseikan kendala
mencari kebutuhan informasi tersebut?
3. Apakah bapak/ ibu guru meminta bantuan kepada orang lain ketika
mendapat kendala dalam mencari kebutuhan informasi tentang
pendidikan inklusi?
4. Informasi-informasi apa saja yang didapat bapak/ ibu guru ketika
meminta bantuan orang lain?
TRANSKIP WAWANCARA
No KATEGORI
UTAMA KATEGORI SUB KATEGORI
SUB SUB
KATEGORI WAWANCARA
1 Mengidentifikasi
Kebutuhan
Informasi yang
Dibutuhkan oleh
Guru Inklusi
Kebutuhan
Informasi untuk
Mengajar
- Materi bahan ajar
untuk anak
- Teknik
pengajaran yang
yang
memudahkan
anak dalam
belajar
- Kelas Individual:
- Motorik kasar
- Motorik halus
- Metode kelas
inklusi
“Informasi yang kita butuhkan seperti
pendidikan anak terutama pendidikan
anak inklusi, trus cara menyampaikan
materi agar anak mudah menyerap ilmu
yang kita berikan…”(AA)
“Yaa..tadi kebutuhan akan cara
mengajar untuk jenis anak yang kita
tangani, serta informasi mengenai anak
yang sedang kita tangani”(SA)
“Kebutuhan Informasi Tentang
Pendidikan anak untuk jenis anak yang
kita pegang, informasi tambahan berupa
profil anak, dari wali kelas sebelumnya
informasi mengenai kegiatan
anaknya”(YP)
Kebutuhan
informasi untuk
menangani anak
berkebutuhan
khusus
- Saat Tantrum
- Saat Malas
Belajar
“Informasi yang kita butuhkan berupa
cara penangan anak, cara terbaik
melayani anak berkebutuhan khusus…”
“Informasi pasti diperlukan apa lagi kita
sebagai seoran guru..seperti teknik
pengajaran, selain itu kebutuhan
informasi tentang cara penanganan
anaknya perlu juga”(AP)
TRANSKIP WAWANCARA
“Kebutuhan informasi yang dibutuhkan
sebagai guru inklusi tentang bagaimana
cara menyampaikan sesuatu ke anak,
serta kebutuhan tentang mengatasi
kondisi anak”(IH)
Kebutuhan
Tambahan
Lainnya dalam
memenuhi
informasi
Adanya Pelatihan
untuk para guru
inklusi
- Pakar khusus
inklusi disediakan
oleh sekolah
- Latihan langsung
di sebuah klinik
khusus anak
berkebutuhan
“iya..kita selalu ada pelatihan khusus
untuk inkusi dan memang kita sudah ada
pakarnya jadi dari belau lah kita dapat
pelatihan, serta ilmu dan informasi baru
yang belum kita ketahui”(AA)
“pernah mendapatkan pelatihan yang
dimana pelatihan itu kita bisa dapat
informasi baru ”(IH)
“pernah, waktu itu pernah observasi
langsung dan ada pakar yang
mengajarkan kita setiap pekannya jadi
informasi bias kita dapat dari pelatihan
itu”(SA)
“pernah ada pelatihan, lewat pakar yang
ada di sekolah jadi disana kita bisa dapat
ilmu dan informasi seputar inklusi”(YP)
“pernah, pelatihan di klinik nidea”(AP)
Program khusus
inklusi yang telah
PPI “kita ada programnya jadi kita masuk ke
program yang kita buat dan program itu
termasuk program bulanan pekanan jadi
TRANSKIP WAWANCARA
dibuat oleh sekolah
untuk mengajar
guru
kita sudah siapkan kegiatan apa saja yang
akan diberikan ke anaknya, jadi kita
persiapannya melihat program yang
dibuat”(AA)
“pertama kita lihat dari PPI kemudian
lihat program bulanan apa yang akan
dicapai misalnya tentang motorik
kasarnya..apa yang dikerjakan terlebih
dahulu kemudian motorik halus dan
akademis yang kurangnya”(IH)
“setiap bulannya kita membuat program
bulanan dan sebelum itu kita buat PPI
yang disetujui oleh sekolah..dan dari
dapat dilihat apa saja yang akan
disiapkan untuk memulai mengajar”(SA)
“pertama kita menyiapkan materi
pembelajarannya, kita sesuaikan dengan
materi anak yang kita pegang di kelas,
trus kita melihat konigtif mana yang masih
kurang, lalu kita menyesuaikan materi
sehabis kelas gambungan setelah itu kita
pilih-pilih soal yang telah diberikan oleh
guru gabungan”(YP)
“persiapkan bahan-bahan LI misalnya
sebelum anak-anak datng kita rapihkan
TRANSKIP WAWANCARA
media yang akan digunakan”(AP)
Media belajar yang
beragam di
sediakan sekolah
“media disini banyak..ada media balon,
karpet rumput untuk merangsang stimulus,
permacam bola, kartu lotto baca, kartu
emosi”(AA)
“medianya tergantung anak saat
belajar”(IH)
“disini banyak medianya…tergantung kita
saat mengajarnya, misalnya mereka butuh
apa saat belajar nanti kita berikan media
tersebut contoh nya media untuk focus
diri”(SA)
“flazz card dengan cara permainan”(YP)
“bola, papan titian, bola bobat,
trampoling, kun, gambar jejak”(AP)
2 Sumber
Informasi Untuk
Memenuhi
Kebutuhan
Pendidikan
Inklusi
- Buku
- Internet
- Pembimbing /
Pakar Khusus
Inklusi
- Buku Panduan
Ajar
- Buku Hasil
Pelatihan
“sumber informasi yang saya gunakan
yaitu buku tentang anak berkebutuhan
khusus, dan disini juga disediakan
banyak buku-buku lainnya”(AA)
“banyak yaa sumbernya…bisa dari
internet, bisa dari pembimbing kita”(IH)
“sumber informasi biasanya dari buku,
internet”(SA)
TRANSKIP WAWANCARA
“kalo sumber informasi biasanya saya
lewat internet dan buku-buku”(YP)
“sumber bisa dari buku, dan melihat
langsung cara menangani anak, dan
internet”(AP)
3 Kendala dalam
memenuhi
kebutuhan
informasi
Sulitnya mencari
informasi yang
berkaitan dengan
inklusi
“Kendala yang saya alami berupa
informasinya tidak menyerupai atau tidak
sesuai dengan anak yang kita
pegang”(AA)
“kendala tidak ada karena informasi itu
sudah diberikan sesuai tempatnya
masing-masing”(IH)
“kalo kendala yang terjadi Alhamdulillah
selama ini tidak ada”(SA)
“kendalanya biasanya susah mencari
informasi terkait anak didik yang kita
pegang”(YP)
“kendalanya itu pada saat ada informasi
yang diberikan kadang saya tidak
masuk”(AP)
4 Solusi Dalam
Mengatasi
- Bertanya
kepada orang
lain
- Koordintor
inkusi
- Pakar khusus
“Untuk memenuhi kebutuhan informasi
saya bertanya ke pakarnya,dan
menggunakan media cetak yaitu
membaca-baca buku, saya juga melihat
TRANSKIP WAWANCARA
Kendala Untuk
Memenuhi
Kebutuhan
Informasi
- Membaca
buku-buku
- Sharing teman
inklusi di internet, kadang kita juga keluar
melihat klinik-klinik yang khusus
kebutuhan khusus (survey)”(AA)
“Untuk memenuhi kebutuhan informasi
kita biasa lewat sharing melalui
pertemuan dengan pakar, selain itu
menggunakan internet, membaca buku
tentang anak berkebutuhan khusus”(SA)
“Untuk memenuhi kebutuhan informasi
biasanya saya bertanya kepada guru
yang lain yang lebih pengerti, dan
melalui internet mencari informasi
tentang anak, dan menggunakan media
cetak buku-buku”(YP)
“Untuk memenuhi kebutuhan informasi
melalui buku dan melihat langsung cara-
cara menangani anak, dan juga perlu
internet”(AP)
“Untuk memenuhi kebutuhan informasi
saya banyak latihan, banyak membaca
melalui media cetak, dan menggunakan
media rekam seperti menonton film
tentang anak kebutuhan khusus, serta
melalui internet” (IH)
Hasil dari “mendapatkan hasil dari satu
TRANSKIP WAWANCARA
penyeleseian
masalah yang
dihadapi guru
inklusi
permasalahan yang kita sedang cari
contohnya bagaimana menangani anak
tantrum”(AA)
“kita jadi mengetahuai informasi yang
ingin kita cari misal informasi menangani
anak tantrum”(IH)
“setelah kita bertanya kita mendapatkan
hasil dari apa yang kita butuhkan”(SA)
“Dapat membantu kendala yang kita
hadapi dan mendapatkan informasi yang
diinginkan”(YP)
“Dapat membantu kendala yang kita
hadapi dan mendapatkan informasi yang
diinginkan kita mengetahui hasil dari
bertanya”(AP)
LEMBAR OBSERVASI
CATATAN DESKRIPTIF CATATAN REFLEKTIF
Menyelusuri kondisi ruangan pada kelas
inklusi
Ketika peneliti memasuki ruangan kelas inklusi
suanana terasa sejuk karena ruangan itu
menggunakan pendingin ruangan, dan terdapat
ruang yang di sekat oleh triplek, kemudian
peneliti melihat tempat untuk menyimpan
media bola, dan juga terdapat lemari
penyimpanan media pembelajaran, kemudian
disudut ruangan terdapat meja computer serta
tambah dan kursinya.
Mengamati kegiatan proses belajar dan
mengajar yang sedang berlangsung.
Proses belajar dan mengajar terjadi dalam dua
sesi dimana sesi pertama dimulai pada pukul
08.00 hingga pukul 09.30 saat sesi perta
peneliti melihat kegiatan kelas individual yang
terdiri dari 2 guru pendamping dengan 4
siswa, kegiatan dimulai dengan membaca doa
belajar yang dipandu oleh salah satu guru
kemudian setelah itu mereka memberikan
tugas berupa kertas bergambar yang akan
dipotong dan ditempel kembali, lalu siswa
mencari tempat duduk yang nyaman menurut
mereka karena kegiatan pada ruangan ini tidak
menggunakan bangku dan hanya menggunakan
meja lipat dan ketika mereka memulai kegiatan
yang disuruh kemudian salah satu guru
memanggil siswa untuk diberikan tambahan
materi yang dirasa kurang pada siswa tersebut
sambil teman-teman yang lainnya menunggu
giliran mereka masih mengerjakan apa yang
diperintahkan guru tadi dengan dipantau guru
satunya. Setiap kegiatan yang diberikan guru
siswa diberikan batasan waktu untuk
menjadikan siswa lebih focus dan tepat waktu
dalam belajar.
Pada sesi kedua kelas individual di mulai pada
pukul 10.00 sampai dengan 11.30, di sesi
kedua ini guru memberikan tambahan ilmu
untuk motorik kasarnya seperti kekuatan
keseimbangan, kekuatan dalam mengangkat
beban, dan ke fokusan, sama seperti sesi
pertama guru terdiri dari 2 dan siswanya terdiri
dari 4. Dan kemudian salah satu siwa dipanggil
untuk memantulkan bola besar ke lantai, dan
guru yang lain memanggil siswa yang lain
untuk meloncat diatas trampolin. Sambil
menunggu temannya yang lain 2 siswa yang
lainnya diperintahkan untu menyusun sesuatu
menggunakan lego. Pada sesi kedua jam
belajar sedikit terlambat dikarenakan ada
salahsatu siswa yang masih menyeleseikan
makan siang mereka di kelas gabungan.
Berbincang dengan guru-guru di dalam kelas
saat jam istirahat tiba
Saaat jam istirahat tiba masih terdapat siswa
yang belum menyeleseikan tugas yang
diberikan oleh guru dan kemudian guru masih
menunggunya untuk anak tersebut
menyeleseikan tugasnya. Setelah siswa-siswa
kembali ke kelas gabungan guru-guru yang lain
mulai berdatangan dan mereka melakukan
berbagai kegiatan ada yang sekedar duduk-
duduk untuk beristirahat sejenak ada juga yang
sedang mencari kebutuhan informasi untuk
kegiatan yang akan dilakukan berikutnya, ada
juga yang sedang berdiskusi sesame guru
mengenai kegiatan yang mereka lakukan tadi
dan kemudian penulis ikut bergabung dengan
para guru yang sedang berdikusi dan
menanyakan pertanyaan singkat untuk
tambahan info untuk penelitiannya serta
sekalian meminta izin untuk menjadi informan
dalam penelitiannya.
Gambaran proses belajar dan mengajar pada
saat observasi.
BIODATA PENULIS
ASMA IZZATA. Lahir di Bandung 09 Juni
1993. Putri ketiga dari pasangan Syamsudin dan
Meta Kaniadewi. Penulis bertempat tinggal di
rumah orang tua di Komplek Pajak, Jl. Garuda II
A 98 B Rt 04/ Rw 08 Kecamatan Pondok Aren
Kelurahan Jurangmangu Timur, Tangerang
Selatan, 15222. Menempuh pendidikan dasar di
Taman Kanak-kanak Baitul Maal (1998-1999),
SD Islam Plus Baitul Maal Tangerang Selatan
(1999-2005), kemudian meneruskan pendidikan
selanjutnya di SMP Islam Terpadu Al-Kahfi
Bogor (2005-2008). Untuk pendidikan menengah atas, penulis menekuni Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) di MAN 19 Jakarta (2008-2011). Pada tahun 2011 penulis
mulai mendalami ilmu perpustakaan dan informasi dengan menjadi mahasiswa pada
Jurusan Ilmu Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Kebutuhan Informasi Guru Inklusi Dalam Proses Belajar dan
Mengajar di SDIP Baitul Maal”.
Pada awal tahun 2014 penulis melaksanakan kegiatan PKL (Praktek Kerja Lapangan)
di PDII-LIPI (Pusat Dokumentasi Informasi Ilmiah-Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia) selama satu bulan. Selain itu, pada bulan Agustus di tahun yang sama
penulis juga melaksanakan kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa Sukawangi,
Kec. Sumakmur, Kab. Bogor. Penulis juga berkesempatan langsung berkecimpung
dalam pengelolaan perpustakaan di SDN 05 Srengseng, Jakarta Barat pada Maret-
Desember 2017.