59
M.Idrus2502003 1 KECERDASAN SPIRITUAL MAHASISWA YOGYAKARTA Laporan Penelitian A LP - 381 Peneliti Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd Menyetujui, Kepala Lembaga Penelitian UII, Dr. H. Ir. Ruzardi, MS

Kecerdasan Spiritual

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ali mahsun kecerdasarn spiritual

Citation preview

Page 1: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 1

KECERDASAN SPIRITUAL MAHASISWA YOGYAKARTA

Laporan Penelitian

A – LP - 381

Peneliti

Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd

Menyetujui,

Kepala Lembaga Penelitian UII,

Dr. H. Ir. Ruzardi, MS

Page 2: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah, Swt, yang telah memberi peluang untuk

menyelesaikan penulisan laporan penelitian ini. Atas terselesaikannya laporan

penelitian ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada para mahasiswa

Yogyakarta yang bersedia mengisi kuesioner penelitian. Juga kepada Rektor

Perguruan Tinggi se DIY yang memberi ijin penelitian ini. Kepada Lembaga

Penelitian Universitas Islam Indonesia yang mendanai sebagian besar penelitian ini.

Untuk seluruh dukungan serta balikan positif saat seminar penulis ucapkan

terima kasih. Semoga Allah merestui, Amien.

Penulis

Muhammad Idrus©Jan2003

Page 3: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 3

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ..............................................................................................iii

DAFTAR ISI............................................................................................................ iv

DAFTAR TABEL...... ............................................................................................. vi

ABSTRAK................ ..............................................................................................ix

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................... 3

C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 4

D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 4

BAB II. LANDASAN TEORI .............................................................................. 5

A. Konsep Kecerdasan Spiritual.................................................................. 5

B. Elemen Kecerdasan Spiritual ................................................................. 9

BAB III. METODE PENELITIAN ..................................................................... 11

A. Instrumen Penelitian ........................................................................ 11

B. Subjek Penelitian ............................................................................. 13

C. Desain Penelitian ............................................................................. 14

D. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 14

E. Analisis Data .................................................................................. 14

BAB IV. HIPOTESIS PENELITIAN...................................................... 15

Page 4: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 4

BAB V. LAPORAN HASIL .................................................................... 16

A. Deskripsi Subjek Penelitian .................................................. 16

B. Uji Asumsi ............................................................................. 20

C. Analisis Deskriptif Kecerdasan Spiritual Responden ............ 22

D. Hasil Uji Analisis Inferensial ................................................. 33

BAB VI. PENUTUP .................................................................................... 44

A. Simpulan ................................................................................. 44

B. Kajian ...................................................................................... 45

C. Saran ........................................................................................ 48

PUSTAKA ................................................................................................. 50

LAMPIRAN I INSTRUMEN PENELITIAN

LAMPIRAN II UJI VALIDITAS INSTRUMEN

LAMPIRAN III UJI RELIABILITAS INSTRUMEN

LAMPIRAN IV UJI HOMOGENITAS DAN ANALISIS DESKRIPTIF DATA

PENELITIAN

LAMPIRAN V ANALISIS INFERENSIAL T TEST

LAMPIRAN VI ANALISIS INFERENSIAL ANALISIS VARIAN SATU JALUR

BIODATA PENELITI

DAFTAR TABEL

Page 5: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 5

TABEL

HAL

3.1 Tabel Spesicikasi Kecerdasan Spiritual 12

3.2 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen 13

5.1 Daftar Nama Perguruan Tinggi Responden 16

5.2 Distribusi Responden Menurut Asal Daerah 17

5.3 Distribusi Responden Menurut Jenis Perguruan Tinggi 18

5.4 Distribusi Responden Menurut Status Perguruan Tinggi 18

5.5 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin 19

5.6 Distribusi Responden Menurut Agama 19

5.7 Distribusi Responden Menurut Bidang Kelompok Bidang studi 20

5.8 Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan Orangtua 20

5.9 Ringkasan Hasil Analisis Uji Asumsi Homogenitas Pada

Masing-masing Kelompok 21

5.10 Harga Mean, Standar Deviasi Menurut Kelompok Asal

Daerah Responden 22

5.11 Harga Mean, Standar Deviasi Menurut Kelompok Jenis PT Responden 23

5.12 Harga Mean, Standar Deviasi Menurut Status PT Responden 24

5.13 Harga Mean, Standar Deviasi Menurut Kelompok Jenis

Kelamin Responden 25

5.14 Harga Mean, Standar Deviasi Menurut Kelompok Agama Responden 25

5.15 Harga Mean, Standar Deviasi Menurut Kelompok

Bidang Studi Responden 26

5.16 Harga Mean, Standar Deviasi Menurut Pekerjaan Orangtua Responden 27

Page 6: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 6

5.17 Tabulasi silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta Dilihat

dari Jenis Kelamin Responden 28

5.18 Tabulasi silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta Dilihat

dari Jenis PT Responden 29

5.19 Tabulasi silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta

dari Status PT Responden 30

5.20 Tabulasi silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta dilihat dari

Jenis Pekerjaan Orangtua Responden 30

5.21 Tabulasi silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta dilihat dari

Asal Daerah 31

5.22 Tabulasi silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta dilihat dari

Bidang Studi Responden 32

5.23 Tabulasi silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta dilihat dari

Agama Responden 32

5.24 Hasil Analisis Varian Menurut Jenis Perguruan Tinggi Responden 34

5.25 Ringkasan Hasil Uji Lanjut Antar Kelompok Jenis Perguruan Tinggi 35

5.26 Ringkasan Signifikasni Uji Antar Kelompok Jenis Perguruan Tinggi 36

5.27 Hasil Analisis Varian Menurut Jenis Pekerjaan Orangtua Responden 38

5.28 Ringkasan Signifikansi Uji Antar Kelompo Jenis

Pekerjaan orangtua responden 39

5.29 Hasil Analisis Varian Menurut Asal Daerah Responden 40

5.30 Hasil Analisis Varian Menurut Bidang Studi Responden 41

5.31 Hasil Analisis Varian Menurut Agama Responden 42

5.32 Ringkasan Hasil Uji Lanjut Antar Kelompok Agama 43

Page 7: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 7

5.33 Ringkasan Signifikansi Uji antar Kelompok Agama Responden 43

6.1 Ringkasan Hasil Uji Hipotesis 45

ABSTRAK

The aims of this study are to know the degree of the spiritual intelligent of

Yogyakarta students from gender, the university type and status, parent’s occupation,

student’s department, and student’s religion perspective. Six hypotheses was tested in

this study.

The subject of the research 241 Yogyakarta’s students. Multi stage sampling

was chosen as the sampling technique. The data have been collected with

questionnaires which take from Zohar and Ian Marshal’s concepts of spiritual

intelligence.

The data was analyzed by using descriptive and inferential statistic. The result

of this research (1) the degree of the spiritual intelligence of Yogyakarta’s students

Page 8: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 8

tend in moderate condition (66%), low (0,8%), high (33,2%); (2) only two hypotheses

were significant, that are, the deference of spiritual intelligence from the type of

university and student’s religion.

Key word: spiritual intelligence. gender, religon

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latarbelakang Masalah

Menjelang berakhirnya abad XX, tiba-tiba dunia psikologi kembali

dikejutkan dengan munculnya Q ketiga, sebagaimana diklaim oleh Danah

Zohar dan Ian Marshal dalam bukunya “SQ: Spiritual Intelligence, the

ultimate intelligence”, bahwa “….now, at the end of century, an array of

recent but so far undigested scientific data shows us that there is a third Q. the

full picture of human intelligence can be completed with discussion of our

spiritual intelligence –SQ for short..”.

Goleman (1996) dengan cermat menunjukkan mengapa orang ber-IQ

tinggi justru mengalami kegagalan, sebaliknya yang ber-IQ sedang-sedang

Page 9: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 9

saja ternyata malah sukses. Kuncinya adalah EQ yang ternyata melampaui IQ.

Jika IQ, merupakan kecerdasan yang digunakan untuk memecahkan masalah

logika maupun strategis. IQ merupakan hasil pengorganisasian saraf yang

memungkinkan seseorang untuk berpikir rasionali, logis dan taat asas,

sedangkan EQ adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara aktif

menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi,

koneksi, dan pengaruh yang manusiawi, dengan EQ memungkinkan

seseorang berpikir asosiatif yang terbentuk oleh kebiasaan dan kemampuan.

Dengan EQ seseorang dapat merasakan perasaan orang lain, berempati, haru,

serta kemampuan lain untuk dapat merespon secara tepat terhadap kesedihan

dan kebahagiaan.

Adapun SQ memungkinkan seseorang untuk berpikir kreatif,

berwawasan jauh membuat dan bahkan mengubah aturan. Dengan begitu, SQ

merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara

efektif, dan merupakan jenis pemikiran yang memungkinkan seseorang untuk

menata ulang dan mentransformasikan dua jenis pemikiran yang dihasilkan

oleh IQ ataupun oleh EQ. Secara singkat SQ mampu mengintegrasikan dua

kemampuan lain (EQ dan IQ), bahkan sebagaimana diungkap Zohar dan

Marshal (2000) SQ mampu menjadikan manusia sebagai makhluk yang

lengkap secara intelektual, emosional dan spiritual.

Pada akhirnya banyak pakar yang mereferensikan SQ sebagai jalan

keluar mengatasi krisis yang sedang melanda Indonesia. Sebagaimana

disaksikan, saat ini terjadi fenomena disintegrasi sosial, seiring dengan

meningkatnya fenomena demokrasi dan naiknya tingkat kemiskinan bangsa.

Page 10: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 10

Belum lagi masalah KKN yang hingga saat ini belum dapat terselesaikan,

bahkan sementara kalangan justru mentengarai semakin menggejala di banyak

sektor. Munculnya sikap fundamentalisme anarkis dalam agama, semakin

meruncingkan masalah-masalah sosial yang tengah bergolak.

Mencermati fenomena sosial yang terjadi di Indonesia, setidaknya

bukan persoalan apakah bangsa ini beragama atau tidak? Namun ada sisi yang

hilang, yaitu kesadaran untuk memegang teguh nilai-nilai agama yang

dimilikinya, serta kesadaran spiritualitas lintas agama. Tinggi rendahnya kadar

kecerdasan spiritual dapat dipandang penting, hal ini setidaknya dengan alasan

(1) kecerdasan spiritual akan menjadikan seseorang dapat mempergunakan

secara harmonis dua kecerdasan lainnya yang dimilliki; (2) kecerdasan

spiritual yang dimiliki seseorang akan membawanya berpikir lintas agama,

tidak inklusif pada domain agamanya sendiri; (3) dalam konsep Islam, fitrah

manusia selalau membawa pada kebaikan, diduga kecerdasan spiritual

seseorang akan berpengaruh terhadap perilakunya sehari-hari.

Berdasarkan pemikiran di atas, dipandang perlu untuk melakukan kajian

secara lebih mendalam tentang kecerdasan spiritual. Ada beberapa sebab

pertama hingga saat ini masih sulit dijumpai penelitian dengan mengambil

tema kecerdasan spiritual untuk konteks Indonesia. Kedua hingga saat ini

konsep kecerdasan spiritual yang ada masih berorientasi ke dunia barat,

hingga konsep spiritual yang dimaksud terkadang jauh dari model spiritual

dalam agama. Hal inilah yang mendorong perlu dilakukannya pembakuan

instrumen kecerdasan spiritual, dan kemudian mengujicobakan dan

mengimplementasikannya pada subjek.

Page 11: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 11

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa di Yogyakarta?

2. Adakah perbedaan tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika ditinjau dari :

1. jenis kelamin

2. asal perguruan tinggi

3. status perguruan tinggi

4. latarbelakang pekerjaan orangtua (profesi)

5. asal daerah

6. jurusan

7. agama yang dianut

C. Tujuan Penelitian

Tujuan utama dalam penelitian ini yaitu : (a) mengetahui tingkat

kecerdasan spiritual mahasiswa Yogyakarta, (b) mengetahui perbedaan

kecerdasan spiritual mahasiswa dilihat dari sisi jenis kelamin, asal perguruan

tinggi, status perguruan tinggi, agama, profesi orangtuanya, asal daerah,

jurusan.

D. Manfaat Penelitian

Terlaksananya penelitian ini dapat diketahuinya tingkat kecerdasan

spiritual mahasiswa Yogyakarta. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan

penelitian rujukan bagi mereka yang ingin melaksanakan penelitian dengan

tema yang sama.

Page 12: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 12

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Kecerdasan Spiritual

Pada tahun 1904, Departemen Pengajaran Umum di Paris membuat satu

komisi yang bertugas untuk membedakan anak yang kurang sempurna mentalnya,

yang mungkin mengalami kegagalan di sekolah, dengan anak yang normal. Untuk

kebutuhan itulah Alfred Binet dan Theodore Simon merancang sebuah instrumen,

yang dimaksudkan sebagai tes penempatan (placement test). Konsep yang

digunakan Binet untuk menyusun instrumen tersebut berdasar pada teorinya

tentang kecerdasan.

Lewis Terman (Profesor psikologi Universitas Stanford) mengembangkan

Americanized test1 berdasarkan pada teori dan instrumen yang dibuat oleh Binet.

1 Konsep instrumen ini pada akhirnya dikenal dengan nama The Stanford-Binet Inteligence Scale,

revisi pertama dilakukamn pada tahun 1937, dan revisi kedua pada tahun 1960. Hingga saat ini tes

tersebut telah mengalami revisi ketiga (edisi keempat) sejak awal dikembangkannya tes ini pada tahun

Page 13: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 13

Konsep tes yang diajukan oleh Binet pada awalnya dimaksudkan untuk

memprediksi keberhasilan akademik seseorang, namun pada giliran selanjutnya

penggunaan tes ini pada akhirnya tidak hanya ada di dunia akademik, tetapi meluas

sampai dunia kerja dan bisnis.

Mengingat desain awal dirancangnya tes ini dengan menggunakan budaya

Amerika, menyebabkan dalam pelaksanaannya tidak semua orang diuntungkan

dengan hadirnya tes ini --terutama mereka yang berasal dari budaya yang berbeda-.

Sebagai misal saat dilaksanakannya tes kecerdasan pada awal tahun 1913 untuk

para imigran di P. Ellis (para imigran berasal dari Hungaria, Italia, dan Israel). Dari

hasil tes tersebut disimpulkan bahwa tigaperempat dari para imigran tersebut

masuk dalam kategori lemah mental.

Tentu saja hasil tersebut sangat kontroversial, dan menjadi bahan perdebatan.

Bagi mereka yang mendukung hasil tersebut berpendapat bahwa memang

demikianlah senyatanya, --para imigran tersebut memang memiliki kemampuan

rendah--. Adapun mereka yang menolaknya menyatakan bahwa tes tersebut bias

budaya, dan hal ini menjadikan mereka yang berasal dari budaya lain yang berbeda

dari budaya asal tes tersebut tidak mampu memahami apa yang dimaksud oleh tes

tersebut. Artinya tes tersebut tidak mengukur secara akurat kemampuan mental

orang yang berasal dari budaya lain.

Hingga mendekati akhir abad 20, kontroversi itu belum juga reda. Perdebatan

sekitar penafsiran skor tes kelompok-kelompok yang memiliki kebudayaan

1905. Perlu dipahami desain awal dari dibuatnya tes ini adalah untuk membedakan anak yang

diramalkan memiliki sukses dalam akademik, dan anak yang diperkirakan gagal. Sternber mengungkap

kondisi ini menyebabkan sebenarnya tes ini hanya cocok diberikan pada anak-anak, dan bukan pada

orang dewasa (1996), yang tentunya juga harus dipersempit lagi dengan pembatasan pada budaya tertentu (Amerika,

Eropa).

Page 14: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 14

dominan terus berlangsung hingga kini. Perdebatan ini sangat penting dalam

psikologi secara umum, dan psikologi lintas budaya secara khusus, karena pada

akhirnya debat tersebut bermuara pada pengaruh “nature atau nurture” dalam

membentuk kecerdasan seseorang.

Merujuk pada sejarah lahirnya tes kecerdasan, ternyata IQ lahir karena pecah

perang dunia II (Ginanjar, 2001), saat itu Amerika Serikat membutuhkan pasukan

yang pintar dan hebat. Untuk kebutuhan itulah digunakan IQ sebagai alat ukur

untuk seleksi calon tentara. Sebagaimana diungkap di muka, ternyata pengukuran

prestasi yang hanya menggunakan kecerdasan intelektual sebagai parameter justru

akan menyesatkan, dan mengebiri fungsi kecerdasan lainnya yang dimiliki

manusia.

Dari hasil penelitian Goleman (1995) ditemukan bahwa kecerdasan

intelektual hanya berkontribusi sebesar 20% terhadap kesuksessan hidup

seseorang, sedangkan 80 % lainnya ditentukan oleh faktor-faktor lain seperti kelas

dalam kehidupan, kecerdasan emosional dan faktor keberuntungan. Selain itu,

dalam penelitian Goleman juga menemukan bukti bahwa kebanyakan orang yang

menonjol dalam kehidupan nyata bukan ditentukan oleh kecerdasan intelektualnya,

namun lebih ditentukan oleh kecerdasan emosional (EQ) yang dimilikinya.

Istilah kecerdasan emosional (Emotional Quotient) kali pertama dilontarkan

oleh psikolog Peter Salovery dari Harvard University dan John Mayer dari

University of New Hampsire pada tahun 1990 (Shapiro, 1997). Istilah tersebut

mendunia setelah Daniel Goleman menulis buku dengan judul “Emotional

Intellegence”. Keterkejutan orang akan fungsi EQ bagi kesuksessan perjalanan

hidup seseorang lebih disebabkan karena hal tersebut membalikkan teori yang

Page 15: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 15

selama ini diyakini, bahwa kecerdasan intelektual merupakan satu-satunya

determinan bagi prestasi yang dicapai seseorang. Selama ini keberhasilan

seseorang diidentikkan dengan kecerdasan intelektual yang dimiliki, bahkan lebih

dari itu kecerdasan intelektual cenderung identik dengan kesuksessan hidup.

Artinya, mereka yang memiliki kecerdasan tinggi dapat dipastikan akan sukses

dalam perjalanan hidupnya.

Dalam salah tulisannya Mudali (2002) mengungkap jika pada pertengahan

tahun 1990 menjadi pintar tidaklah sesederhana dinyatakan hanya dengan memiliki

IQ tinggi, tetapi juga dibutuhkan EQ (emotional Intelligence) agar benar-benar

menjadi pintar. Namun saat ini, hal tersebut tidaklah cukup. Bagi Mudali untuk

menjadi sungguh-sungguh pintar (smart) seseorang haruslah meimiliki SQ:

spiritual intelligence.

Lebih lanjut diungkap Zohar dan Marshal (2000), bahwa inti dari SQ adalah

“makna”, oleh karena penekanan SQ lebih pada makna maka spritualitas dalam

konsep SQ tidak terkait dengan agama. Dengan begitu bukanlah jaminan seorang

yang memiliki pemahaman tinggi terhadap agama yang dianutnya akan pula

memiliki tingkat kecerdasan spiritual yang tinggi pula, sebaliknya mereka yang

tingkat pemahaman agamanya rendah juga tidak selalu kecerdasan spiritualnya

rendah. Dengan bahasa yang lebih vulgar, Zohar dan Marshal mengungkap bahwa

mungkin saja para aktivis yang ateis sekalipun dapat memiliki tingkat kecerdasan

spiritual yang tinggi, dan sebaliknya mereka yang menggeluti agama (tokoh agama

seperti Kyai, Pendeta, Pastor, Lama, Bikshu/ni) dapat memiliki tingkat kecerdasan

spiritual yang rendah.

Page 16: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 16

Terkait dengan analisisnya tentang SQ, Adlin (2002) mengungkap bahwa

merupakan keleliruan menyandingkan terminologi spiritual dengan Q ketiga dalam

terminologi kecerdasan, apalagi mengkaitkan definisi SQ dengan agama juga

merupakan hal yang tidak tepat. Hal ini karena Zohar dan Marshal tidak pernah

memberikan definisi yang jelas tentang agama itu sendiri. SQ lebih merujuk pada

proses pemaknaan, namun “makna” dalam SQ sendiri masih tidak jelas tingkat

kedalamannya, bahkan Adlin (2002) dalam tulisannya menyebut sebagai “hal yang

kabur” bahkan cenderung subyektif. Lagi-lagi hal ini disebabkan karena Zohar dan

Marshal tidak memberi kejelasan tentang kedalaman makna tersebut.

Berman (2001) mengungkap bahwa SQ dapat memfasilitasi dialog antara

pikiran dan emosi, antrara jiwa dan tubuh. Selain itu menurut Berman SQ dapat

membantu kita untuk melakkan transendenisasi jurang antara diri dan orang lain.

B. Elemen Kecerdasan Spiritual

Dalam bukunya tersebut Zohar dan Marshal (2000) menyebut beberapa

elemen yang dapat dicirikan sebagai komponen SQ, yaitu:

1. kemampuan bersikap fleksibel;

2. memiliki tingkat kesadaran yang tinggi

3. kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan

4. kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit;

5. kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai;

6. keengganan untuk menglami kerugian yang tidak perlu

7. kemampuan untuk melihat keterkaitan berbagai hal;

Page 17: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 17

8. memiliki kecenderungan untuk bertanya “mengapa” atau “bagaimana jika”

dalam rangka mencari jawaban yang benar;

9. memiliki kemampuan untuk bekerja mandiri.

Meski demikian, dalam salah satu wawancaranya dengan penyiar Radio

National, The Australian Broadcasting Corporation’s National Radio Network,

Rachael Kohn, pada hari Minggu 18 April 200, Zohar mengungkap “I don’t think

you ever can measure SQ in the way we measure IQ, it is not weighable and

measurable in that same scientific paradigm”. Hal ini salah satunya karena

makna spiritual dalam konsep SQ tidaklah merujuk pada makna yang sama dalam

terminologi agama, dan bahkan tidak terkait dengan agama itu sendiri.

Situasi ini menjadi menarik, mengingat pertama SQ diakui sebagai tingkat

kecerdasan yang paling tinggi (the ultimate intelligence), satu kecerdasan yang

dapat membangun berbagai perspektif baru dalam kehidupan manusia, menemukan

cakrawala luas pada dunia yang sempir, dan dapat merasakan “tuhan” tanpa harus

bertemu, bahkan tanpa harus percaya pada Tuhan (Zohar & Marshal, 2000).

Terlebih dalam tulisannya Zohar dan Marshal (2000) mengungkap bahwa SQ sama

sekali tidak berhubungan dengan agama. Dari sinilah muncul gagasan untuk

mencoba membuat intrumen yang memungkinkan adopsi konsep SQ dalam nuansa

Islam.

Page 18: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 18

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Instrumen Penelitian

Sebagai acuan bagi pengembangan instrumen akan mempergunakan

konsep kecerdasan spiritual sebagaimana diajukan oleh Zohar dan Marshal

(2000), yang memiliki komponen sebagai berikut:

1. kemampuan bersikap fleksibel;

2. memiliki tingkat kesadaran yang tinggi

3. kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan

4. kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit;

5. kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai;

6. keengganan untuk mengalami kerugian yang tidak perlu

7. kemampuan untuk melihat keterkaitan berbagai hal;

Page 19: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 19

8. memiliki kecenderungan untuk bertanya “mengapa” atau “bagaimana

jika” dalam rangka mencari jawaban yang benar;

9. memiliki otonomi.

Tabel kisi-kisi untuk kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1. Tabel spesifikasi Kecerdasan Spiritual

Sub-variabel Indikator item

Kemampuan bersikap fleksibel; Kemampuan bergaul 1,2,3,4

Memiliki tingkat kesadaran yang

tinggi

Kesadaran adanya Tuhan 5,6,7,8

Kemampuan untuk menghadapi dan

memanfaatkan penderitaan

Cobaan sebagai ujian 9,10

Kesabaran 11,12,13

Ikhlas/rela 14,15

Kemampuan untuk menghadapi dan

melampaui rasa sakit;

Ketabahan 16,17

kualitas hidup yang diilhami oleh

visi dan nilai-nilai;

Hari ini lebih baik dari kemarin 18,19,20

Tujuan hidup 21,22,23

keengganan untuk mengalami

kerugian yang tidak perlu

Menggunjing 24,25,26

Meninggalkan ibadah 27,28,46

Berkorban 38,39,40

Kemampuan untuk melihat

keterkaitan berbagai hal;

Keterkaitan antar makhluk atau

kejadian

29,30,31,42

Tentang nasib manusia 32,43,44

Memiliki kecenderungan untuk

bertanya “mengapa” atau

“bagaimana jika” dalam rangka

mencari jawaban yang benar;

Mencari jawaban atas sesuatu 33.34,35

Bertanya pada agamawan/buku 36,37,50

Mengikuti pengajian 41,45

Memiliki otonomi. Berbuat/beramal tanpa

tergantung orang lain

46,47,48

Page 20: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 20

Dengan menggunakan paket Seri Program Statistik (SPS) Edisi Sutrisno

Hadi dan Yuni Pamardiningsih, Modul Analisis Butir ( Item Analysis), program

kesahihan butir dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas instrumen yang telah

dibuat tersebut. Uji coba angket dilakukan terhadap 30 orang, dan hasil untuk

masing-masing konstruk ternyata semuanya memenuhi syarat validitas. Dengan

begitu dapat dinyatakan bahwa instrumen yang dirancang telah memenhi

persyaratan validitas instrumen. Untuk hasil uji analisis ini dapat dilihat pada

lampiran I.

Selanjutnya dengan menggunakan paket yang sama dilakukan uji keandalan

(reliabilitas) instrumen. Modul yang digunakan adalah analisis butir (anabut)

dengan program uji keandalan teknik Alpha Cronbach. Dari hasil analisis diperoleh

harga koefisien alpha (rtt) untuk masing-masing konstruk adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2. Hasil uji Reliabilitas Instrumen

Konstruk Koefisien Alpha status

Fleksibel 0,731 Reliabel/andal

Kesadaran tinggi 0,652 Reliabel/andal

Menghadapi penderitaan 0,692 Reliabel/andal

Menghadapi rasa sakit 0,798 Reliabel/andal

Kualitasa hidup 0,671 Reliabel/andal

Keenggenan rugi 0,702 Reliabel/andal

Melihat keterkaitan 0,822 Reliabel/andal

Mencari jawaban 0,824 Reliabel/andal

Memiliki otonomi 0,841 Reliabel/andal

(Sumber data primer)

Hasil ini menunjukkan bahwa instrumen telah memenuhi syarat reliabilitas,

sehingga dapat dipergunakan dalam penelitian yang sebenarnya. Untuk kejelasan

hasil dapat dilihat pada lampiran II.

Page 21: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 21

B. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa perguruan tinggi di

Yogyakarta. Untuk pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampling

multistage cluster random sampling.

C. Desain Penelitian

Desain penelitian kancah ini menggunakan desain ex-post facto.

Mengingat peneliti tidak melakukan treatment tertentu terhadap subjek

penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen yang

telah dikembangkan pada tahap awal.

E. Analisis Data

Untuk menganalisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:

1. Analisis statistik Deskriptif yang digunakan untuk menganalisis

rumusan masalah pertama.

2. Analisis statistik inferensial untuk menganalisis rumusan masalah

nomor 2 yaitu t test dan analisis varian satu jalur. Formula dari

masing-masing analisis tersebut adalah sebagai berikut:

Rumus T test yang digunakan

21

21

N

1

N

1SD

XX t

rumus Analisis varian satu jalur yang digunakan adalah:

N

XXJK

tot

totT

2

2

(Sudjana, 1992)

Page 22: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 22

Untuk kebutuhan analisis ini akan digunakan komputer sebagai alat bantu analisis.

Program yang dipilih adalah Statistical Product and Service Solution (SPSS) for

Windows Release 10.1

BAB IV

HIPOTESIS

Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan, maka secara berurutan

hipotesis nihil akan diuji dalam penelitian ini adalah

1. Tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika dilihat

dari jenis kelamin

2. Tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika dilihat

dari asal perguruan tinggi

3. Tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika dilihat

dari latarbelakang pekerjaan orangtua (profesi)

4. Tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika dilihat

dari asal daerah

5. Tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika dilihat

dari jurusan

6. Tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika dilihat

dari agama yang dianut

Page 23: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 23

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Subjek Penelitian

Sebagaimana telah diungkap pada bab III tentang subjek penelitian

bahwa dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan sampel dari

populasi yang ada. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik

multistage cluster random sampling. Pertama mengingat keterbatasan yang

dimiliki baik dalam hal waktu, alokasi dana maka peneliti menggunakan quota

sampling dan menetapkan jumlah sampel sebanyak 250 orang. Langkah kedua

dengan dengan teknik cluster ditetapkan bahwa sampling terdiri dari mahasiswa

yang berasal dari universitas, institut, sekolah tinggi, akademi. Langkah

berikutnya adalah menggunakan teknik random sampling untuk menemukan

subjek yang akan dijadikan responden.

Pengumpulan data dilakukan dengan menyebar angket ke perguruan

tinggi seperti dalam tabel 5.1 pada halaman berikut:. Selanjutnya dari 18

perguruan tinggi tersebut dilakukan pengambilan data secara random. Dari 260

angket yang disebarkan ternyata setelah diseleksi hanya 241 angket yang

Page 24: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 24

memenuhi syarat untuk diseleksi. Pada bagian tulisan berikut ini akan

dideskripsikan data responden jika dilihat dari asal daerah, jenis lembaga

perguruan tinggi yang diikutinya, status perguruan tinggi, agama, bidang studi

(konsentrasi) dan pekerjaan orang tua.

Tabel 5.1 Daftar Nama Perguruan Tinggi Responden

No Nama Perguruan Tinggi Lokasi

1 Universitas Negeri Yogyakarta Yogya Tengah

2 Universitas Gadjah Mada Yogya Tengah

3 Politeknik LPP Yogya Tengah

4 Univeristas Duta Wacana Yogya Tengah

5 Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Yogyakarta Yogya Tengah

6 IST Akprin Yogya Tengah

7 Akademi Managemen dan Ilmu Komputer

(AMIKOM)

Yogya Barat

8 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Yogya Barat

9 Universitas Wangsa Manggala Yogya Barat

10 Universitas Ahmad Dahlan Yogya Selatan

11 Universitas Widya Wiwaha Yogya Selatan

12 Universitas Islam Indonesia Yogya Utara

13 Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran”

Yogya Timur/Utara

14 Akademi AA YKPN Yogya Timur/Utara

15 STIE YKPN Yogya Timur

16 Univeristas Proklamasi Yogya Timur

17 IAIN Sunan Kalijaga Yogya Timur

18 Universitas Cokro Aminoto Yogya Selatan

(Sumber data primer)

Jika dilihat dari asal daerah, penyebaran data responden dapat dilihat pada tabel

berikut ini.

Tabel 5.2. Distribusi Responden Menurut Asal Daerah Responden

No Asal Daerah Jumlah

Frekuensi Persentase

Page 25: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 25

1 Daerah Istimewa Yogyakarta 44 18,3

2 Jateng 93 38,6

3 Jabar 27 11,2

3 Jatim 22 9,1

4 Luar Jawa 55 22,8

Jumlah 241 100

(Sumber data primer)

Dari tabel di atas diketahui jumlah terbanyak sampel yang diambil adalah berasal dari

Jateng.

Kemudian jika dikelompokkan menurut jenis perguruan tinggi responden,

maka distribusi responden akan tampak sebagaimana tabel berikut ini.

Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Jenis Perguruan Tinggi

No Jenis Perguruan Tinggi Jumlah

Frekuensi Persentase

1 Universitas 144 59,8

2 Institut 18 7,5

3 Sekolah Tinggi 47 19,5

4 Akademi 32 13,3

Jumlah 241 100

(Sumber data primer)

Seperti juga pada lokasi yang terbanyak adalah jenis perguruan tinggi universitas,

maka dalam sampel yang diambil ternyata juga unversitas yang terbanyak. juga

Berikut ini akan ditampilkan distribusi responden menurut status perguruan

tinggi responden.

Tabel 5.4. Distribusi Responden Status Perguruan Tinggi

Page 26: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 26

No Status Perguruan Tinggi Jumlah

Frekuensi Persentase

1 Negeri 79 32,8

2 Swasta 162 67,2

Jumlah 241 100

(Sumber data primer)

Di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta perguruan tinggi negeri memang relatif

lebih sedikit di banding dengan perguruan tinggi swasta. Dengan begitu jumlah

sampel swasta lebih banyak memang tampaknya menjadi keharusan dalam penelitian

ini,

Perbandingan responden jika dilihat dari jenis kelamin tampaknya juga lebih

banyak perempuan dibanding kelompok laki-laki. Hal ini tampak dari tabel 7 berikut

ini.

Tabel 5.5. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah

Frekuensi Persentase

1 Laki-laki 86 35,7

2 Perempuan 155 64,4

Jumlah 241 100

(Sumber data primer)

Pada tabel berikut ini akan dipaparkan deskripsi responden jika

dikelompokkan menurut agama yang dianut, bidang studi yang ditempuh

(konsentrasi) dan pekerjaan orang tua mereka.

Tabel. 5.6. Distribusi Responden Menurut Agama

Page 27: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 27

No Agama Jumlah

Frekuensi Persentase

1 Islam 211 87,6

2 Kristen 17 7,1

3 Katholik 11 4,6

4 Hindu 2 0,8

Jumlah 241 100

(Sumber data primer)

Tabel 5.7. Distribusi Responden Menurut

Bidang Kelompok Bidang Studi

No Kelompok Bidang Studi Jumlah

Frekuensi Persentase

1 Eksakta 107 44,4

2 Sosial 121 50,4

3 Agama 13 5,4

Jumlah 241 100

(Sumber data primer)

Tabel 5.8. Distribusi Responden Menurut

Jenis Pekerjaan Orang Tua

No Jenis Pekerjaan Jumlah

Frekuensi Persentase

1 Guru/dosen 42 17,4

2 Tani 26 10,8

3 ABRI/Polisi 5 2,1

4 Karyawan Swasta 30 12,4

5 PNS 63 26,1

6 Lain-lain 44 18,3

Jumlah 241 100

(Sumber data primer)

Untuk kejelasan hasil print out komputer disertakan dalam lampiran III.

B. Uji Asumsi

Page 28: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 28

Dalam menggunakan analisis inferensial ada syarat yang harus terpenuhi.

Untuk analisis syarat yang diperlukan adalah normalitas dan homogenitas. Dari

hasil analisis dengan menggunakan SPSS dengan formula Kolmogorov-Smirnov

Test diperoleh harga K-S Z sebesar 0,816 dan p sebesar 0,518. Harga ini tidak

signifikan pada taraf signifikansi 5%, dengan begitu dapat disimpulkan bahwa

data yang diperoleh memiliki distribusi normal. Hasil ini memungkinkan peneliti

untuk menggunakan formula analisis varian sebagai alat analisis. (Periksa pada

lampiran IV).

Adapun untuk syarat kedua adalah homogenitas varian pada masing-

masing kelompok. Dari hasil analisis ternyata untuk masing-masing kelompok

dapat diringkas pada tabel berikut ini.

Tabel 5.9. Ringkasan Hasil Analisis Uji Asumsi Homogenitas

Pada masing-masing kelompok

No Kelompok Levene

Statistic

Signifikansi Keterangan Status

1 Asal Daerah 1,524 0,196 Nirsignifikan Homogen

2 Jenis Perguruan Tinggi 0,563 0,640 Nirsignifikan Homogen

3 Agama 0,312 0,817 Nirsignifikan Homogen

4 Bidang Studi 1,483 0,229 Nirsignifikan Homogen

5 Jenis Pekerjaan Orangtua 0,957 0,455 Nirsignifikan Homogen

(Sumber data primer)

Dari tabel di atas, ternyata seluruh hasil analisis menunjukkan harga yang tidak

signifikan dan hal ini secara nyata berarti tidak ada perbedaan pada kelompok

tersebut, atau dapat dinyatakan bahwa pemilihan random yang dilakukan ternyata

menghasilkan responden yang homogen. Hasil ini merekomendasikan peneliti untuk

dapat menerukan analisis dengan menggunakan analisis varian sebagai alat

Page 29: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 29

analisisnya. (untuk kejelasan hasil analisis ini dapat dilihat pada lampiran VII hasil

analisis varian)

C. Analisis Deskriptif Kecerdasan Spiritual Responden

Untuk analisis deskpritif ini akan dilakukan analisis terhadap tingkat

kecerdasan spiritual yang meliputi harga mean, standar deviasi, dan nilai

minimum dan maksimum variabel kecerdasan spiritual pada kelompok analisis.

Analisis akan dilakukan berdasar pada pembagian yang telah dilakukan di atas,

yaitu asal daerah, jenis lembaga perguruan tinggi yang diikutinya, status

perguruan tinggi, jenis kelamin, agama, bidang studi (konsentrasi) dan pekerjaan

orang tua.

Tabel 5.10. Harga Mean, Standar Deviasi Menurut

Kelompok Asal Daerah Responden

No Daerah Asal Mean Standar Deviasi

1 Daerah Istimewa

Yogyakarta

178,6364 15,0133

2 Jateng 174,2473 19,9606

3 Jabar 177,9630 22,0724

4 Jatim 181,1818 19,8438

5 Luar Jawa 175,9091 16,6770

(Sumber data primer)

Adapun harga mean untuk DIY sebesar 178,6364; kelompok responden

Jawa Tengah sebesar 174,2473; kelompok responden Jawa Barat

sebesar177,9630; kelompok Jawa Timur sebesar 181,1818; kelompok luar Jawa

Page 30: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 30

sebesar 175,9091. Dari data di atas mean yang tertinggi adalah kelompok

responden dari Jawa Timur, dan terendah kelompok responden Jawa Tengah.

Hanya saja untuk kelompok standar deviasi terendah justru diperoleh oleh

kelompok responden dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Jika dilihat baik dari sisi

mean ataupun standar deviasi ini memang terlihat ada perbedaan, hanya saja untuk

uji perbedaan ini tidak cukup untuk melihat dari sisi kedua harga tersebut. Untuk

itu dalam analisis inferensial terhadap skor kecerdasan spiritual responden ini

akan coba dilakukan uji beda antar kelompok tersebut.

Selanjutnya akan dipaparkan harga mean dan standar deviasi untuk skor

kecerdasan spiritual responden jika dilihat dari kelompok jenis perguruan tinggi

yang ditempuhnya. Ringkasan hasil tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.11. Harga Mean, Standar Deviasi Menurut

Kelompok Jenis Perguruan Tinggi Responden

No Jenis Perguruan Tinggi Mean Standar Deviasi

1 Universitas 176,4306 18,1835

2 Institut 173,2222 23,8539

3 Sekolah Tinggi 182,2979 19,2511

4 Akademi 169,9688 14,3605

(Sumber data primer)

Seperti yang telah diungkap pada bagian tulisan sebelumnya bahwa

adanya perbedaan dalam mean ataupun standar deviasi ini belum sepenuhnya

menunjukkan adanya perbedaan tingkat kecerdasan spiritual responden jika dilihat

dari kelompok analisisnya. Pembuktian ini akan dilakukan lebih lanjut dengan

menggunakan formula t test sebagaimana akan dilakukan pada bagian berikutnya.

Hanya saja untuk sementara dapat diketahui bahwa tingkat kecerdasan spiritual

Page 31: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 31

responden dari kelompok sekolah tinggi memiliki skor yang lebih tinggi

dibanding dengan responden dari kelompok perguruan tinggi lainnya. Selain itu,

untuk harga standar deviasi, skor terendahnya diperoleh oleh kelompok

responden yang berasal dari akademi.

Berikut ini akan ditampilkan hasil perhitungan mean dan standar deviasi

skor kecerdasan spiritual responden berdasar pada pengelompokkan status

perguruan tinggi yang bersangkutan.

Tabel 5.12. Harga Mean, Standar Deviasi Menurut

Kelompok Status Perguruan Tinggi Responden

No Status Perguruan Tinggi Mean Standar Deviasi

1 Negeri 175,5443 2,1490

2 Swasta 176,9321 18,4785

(Sumber data primer)

Tampaknya untuk kelompok responden berdasar status perguruan tinggi

tidak menampakkan beda yang begitu besar, dan ini berbeda dengan analisis

sebelumnya. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan atau tidak, akan pula

dilakukan analisis uji beda berdasar pada pengelompokkan status perguruan tinggi

responden.

Perbedaan jenis kelamin mungkin saja akan menyebabkan perbedaan pada

karakteristik serta ciri-ciri khas individual. Ada atau tidaknya perbedaan memang

akan dicari jawabnya pada analisis penelitian ini, dan itu dilakukan pada bagian

tersendiri. Untuk bagian ini akan dipaparkan hasil analisis mean dan standar

Page 32: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 32

deviasi skor kecerdasan spiritual responden berdasar pada pengelompokkan jenis

kelaminnmya. Secara ringkas hasil tersebut adalah:

Tabel 5.13. Harga Mean, Standar Deviasi Menurut

Kelompok Jenis Kelamin Responden

No Jenis kelamin Mean Standar Deviasi

1 Laki-laki 177,1860 18,8152

2 Perempuan 176,0839 18,6171

(Sumber data primer)

Dari tabel di atas, ternyata mean kelompok laki-laki lebih tinggi dari mean

kelompok perempuan. Meski demikian, adanya perbedaan ini belum tentu

menunjukkan perbedaan senyatanya. Terlebih jika dilihat dari selisih yang tidak

terlalu besar.

Selanjutnya dari hasil observasi diperoleh data bahwa agama yang dianut

responden penelitian ini terdiri dari Islam, Kristen, Katholik, dan Hindu.

Berdasarkan pada pengelompokkan agama yang dianut ini, maka diperoleh harga

mean, dan standar deviasinya sebagai berikut:

Tabel 5.14. Harga Mean, Standar Deviasi Menurut

Kelompok Agama Responden

No Agama Mean Standar Deviasi

1 Islam 177,8389 18,6137

2 Kristen 165,7059 15,7193

3 Katholik 168,2727 18,8047

4 Hindu 169,5000 9,1924

Page 33: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 33

(Sumber data primer)

Untuk pengelompokkan berdasarkan agama yang dianut responden

ternyata skor mean tertinggi tingkat kecerdasan spiritual dipegang oleh kelompok

mahasiswa beragama Islam, yang kemudian secara berturut-turut diikuti

kelompok mahasiswa Hindu, Katholik dan Kristen. Untuk menguji ada tidaknya

perbedaan secara nyata, perlu dilakukan analisis varian terhadap pengelompokkan

ini.

Secara deskriptif juga diperoleh informasi tentang mean dan standar

deviasi berdasar pengelompokkan bidang studi yang ditempuh mahasiswa. Secara

lengkap harga-harga tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.15. Harga Mean, Standar Deviasi Menurut

Kelompok Bidang Studi Responden

No Bidang studi Mean Standar Deviasi

1 Eksakta 176,7009 19,1401

2 Sosial 176,7190 17,0388

3 Agama 172,3846 28,3330

(Sumber data primer)

Dari tabel di atas, tampak selisih yang tidak terlalu banyak antara mereka

yang berasal dari kelompok bidang studi eksakta dengan kelompok bidang studi

sosial, sedangkan dengan kelompok mahasiswa bidang studi agama terpaut

beberapa angka saja. Meski demikian rasanya masih sulit untuk menyatakan

bahwa terjadi perbedaan tingkat kecerdasan spiritual antara kelompok mahasiswa

Page 34: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 34

dari bidang studi yang berbeda ini. Analisis lebih lanjut tentang hal ini akan

dilakukan dengan menggunakan analisis varian satu jalur.

Selanjutnya dilakukan pengelompokkan mahasiswa berdasarkan pada jenis

pekerjaan orangtua yang bersangkutan. Asumsi yang dibangun pekerjaan orangtua

akan memungkinkan terjadinya perbedaan pada kecerdasan spiritual seseorang.

Analisis deskriptif dari hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.16. Harga Mean, Standar Deviasi Menurut

Kelompok Pekerjaan Orangtua Responden

No Jenis Pekerjaan Mean Standar Deviasi

1 Guru/dosen 180,2857 17,1155

2 Tani 172,0385 22,5823

3 ABRI/Polisi 174,4000 16,0406

4 Pedagang 168,6452 22,6929

5 Karyawan Swasta 177,9000 16,4743

6 PNS 175,3016 15,2328

7 Lain-lain 181,4722 18,6563

(Sumber data primer)

Seperti juga untuk kelompok lain, maka analisis untuk kelompok pekerjaan

orangtua ini juga akan dilanjutkan dengan analisis varian satu jalur yang

dimaksudkan untuk menguji ada tidaknya perbedaan tingkat kecerdasan spiritual

mahasiswa jika dilihat dari jenis pekerjaan orangtuanya masing-masing.

Untuk selanjutnya dengan menggunakan statistik deskriptif (crostab).

Pengujuian ini dilakukan berdasar pada nilai ideal dan standar deviasi dari

masing-masing kelompok. Untuk analisis ini akan dilakukan pengkatagorian

tinggi, sedang dan rendah untuk masing-masing kelompok responden di atas.

Jika dilihat dari jenis kelamin responden, maka tingkat kecerdasan spiritual

mahasiswa Yogyakarta dapat dikatagorikan sebagaimana pada tabel berikut.

Page 35: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 35

Tabel 5.17. Tabulasi Silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta

Dilihat dari Jenis kelamin Responden

Jenis Kelamin Tingkat Kecerdasan Spiritual Jumlah

Rendah Sedang Tinggi

Laki-laki 1 57 25 86

Perempuan 1 102 52 155

Jumlah 2 159 80 241

(Sumber data primer)

Ternyata secara keseluruhan jika dilihat dari jenis kelamin terdapat 2 orang

yang memiliki tingkat kecerdasan spiritual yang rendah, dan untuk kelompok ini

masing-masing 1 orang. Untuk kelompok sedang, secara persentase keduanya

memiliki persentase yang hampir sama. Kelompok laki-laki yang memiliki

kecerdasan spiritual kategori sedang lebih banyak dibandingkan kelompok

perempuan yaitu sebanyak 66,3 %, dan untuk kelompok perempuan sebanyak

65,8 %. Sebaliknya untuk kelompok tinggi yang terbanyk justru kelompok

perempuan sebanyak 33,5 %, dan kelompok laki-laki hanya 32,6 %.

Page 36: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 36

Selanjutnya jika dilihat dari jenis perguruan tingginya, ternyata yang

terbanyak memiliki tingkat kecerdasan spiritual tinggi adalah kelompok

mahasiswa Sekolah Tinggi yaitu sebanyak 48,9 %, disusul oleh kelompok

mahasiswa institut sebanyak 33,3 %, kemudian kelompok mahasiswa universitas

sebanyak 31,9 %, dan sisanya dari kelompok mahasiswa akademi sebanyak 15,6

%. Posisi ini berkebalikan dengan kelompok sedang, untuk kelompok ini yang

terbanyak justru pada kelompok mahasiswa Akademi sebanyak 84,4%, disusul

kelompok mahasiswa universitas, kelompok mahasiswa institut dan terakhir

kelompok mahasiswa akademi. Untuk kejelasan ringkasannya ada pada tabel

berikut ini, sedangkan perincian hasilnya dapat dilihat pada print otu hasil

analisis crosstab pada lampiran.

Tabel 5.18. Tabulasi Silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta

Dilihat dari Jenis PT Responden

Jenis PT Tingkat Kecerdasan Spiritual Jumlah

Rendah Sedang Tinggi

Universitas 1 97 46 144

Institut 1 11 6 18

Sekolah tinggi 0 24 23 47

Akademi 0 27 5 32

Jumlah 2 159 80 241

(Sumber data primer)

Selanjutnya analisis tabulasi silang dilakukan untuk melihat tingkat

kecerdasan spiritual mahasiswa jika dilihat dari status perguruan tinggi responden.

Page 37: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 37

Hasilnya diperoleh 2 orang termasuk dalam kelompok rendah, 159 orang (66 %)

termasuk dalam kelompok sedang dan sisanya sebanyak 80 orang (33,2 %)

termasuk dalam kelompok tinggi. Untuk kejelasan secara rinci dapat dilihat

informasi sebagaimana pada tabel berikut:

Tabel 5.19. Tabulasi Silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta

Dilihat dari Status PT Responden

Status PT Tingkat Kecerdasan Spiritual Jumlah

Rendah Sedang Tinggi

Negeri 2 52 25 79

Swasta 0 107 55 162

Jumlah 2 159 80 241

(Sumber data primer)

Pengujian dengan menggunakan tabulasi silang juga dilakukan pada

pengelompokkan berdasar pada pekerjaan orang. Data secara lengkap dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 5.20. Tabulasi Silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta

Dilihat dari Jenis Pekerjaan Orangtua Responden

Pekerjaan OT Tingkat Kecerdasan Spiritual Jumlah

Rendah Sedang Tinggi

Guru/dosen 0 27 15 42

Page 38: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 38

Tani 1 16 9 26

ABRI/Polisi 0 4 1 5

Pedagang 1 22 8 31

Karyawan Sw 0 19 11 30

PNS 0 44 19 63

Lain-lain 0 27 17 44

Jumlah 2 159 80 241

(Sumber data primer)

Untuk katagori yang tinggi jenis pekerjaan yang termasuk dala kelompok

lain-lain memiliki jumlah terbanyak yang kemudian dikuti oleh kelompok

pekerjaan karyawan swasta dan pekerjaan guru/dosen. Sedangkan untuk tingkat

katagori kecerdasan spiritual yang rendah ada pada kelompok jenis pekerjaan

orangtuanya tani dan pedagang.

Selanjutnya dilakukan pengelompokkan tingkat kecerdasan spiritual

mahasiswa jika dilihat dati asal daerah mahasiswa yang bersangkutan.

Pengelompokkan atas dasar tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.21. Tabulasi Silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta

Dilihat dari Asal daerah Responden

Asal daerah Tingkat Kecerdasan Spiritual Jumlah

Rendah Sedang Tinggi

DIY 0 29 15 44

JATENG 2 64 28 94

JABAR 0 16 11 27

JATIM 0 11 10 21

LUAR JAWA 0 39 16 55

Page 39: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 39

Jumlah 2 159 80 241

(Sumber data primer)

Pada akhirnya dapat ditemukan mahasiswa yang memiliki tingkat

kecerdasan spiritual rendah keduanya ternyata berasal dari Jawa Tengah, yang jika

dilihat sebelumnya berjenis laki-laki dan perempuan. Mahasiswa tersebut berasal

dari perguruan tinggi negeri, satu berasal dari universitas negeri dan satu dari

institut negeri. Kedua orang tua mereka masing-masing bekerja sebagai petani dan

pedagang. Kemudian berdasar analisis dari bidang studi dan agama mereka,

ternyata satu orang berasal dari bidang eksakta dan satu berasal dari bidang studi

agama, keduanya juga beragama Islam.

Selengkapnya hasil-hasil tersebut dipaparkan pada tabel berikut ini.

Tabel 5.22. Tabulasi Silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta

Dilihat dari Bidang Studi Responden

Bidang Studi Tingkat Kecerdasan Spiritual Jumlah

Rendah Sedang Tinggi

Eksakta 1 70 36 107

Sosial 0 83 38 121

Agama 1 6 6 13

Jumlah 2 159 80 241 (Sumber data primer)

Adapun untuk pembagian berdasar pada agama responden, hasilnya dapat

dilihat sebagaimana tabel pada halaman berikut ini.

Tabel 5.23. Tabulasi Silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta

Dilihat dari Agama Responden

Page 40: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 40

Agama Tingkat Kecerdasan Spiritual Jumlah

Rendah Sedang Tinggi

Islam 2 133 76 211

Kristen 0 15 2 17

Katholik 0 9 2 11

Hindu 0 2 0 2

Jumlah 2 159 80 241 (Sumber data primer)

Pada kelompok agama ini terlihat mahasiswa yang beragama Hindu

ternyata hanya 2 orang, dan keduanya masuk dalam kelompok sedang seluruhnya.

Dari tabel-tabel di atas, terlihat terdapat perbedaan dalam hal persentase, mean

ataupun standar deviasinya untuk masing-masing kelompok. Untuk pembuktian

apakah perbedaan tersebut memang beda secara senyatanya ataupun hanya

sekadar angka statistiknya, maka perlu dilakukan uji inferensial terhadap data di

atas. Pada bagian berikut ini akan dipaparkan pengujian baik dengan

menggunakan t test ataupun analisis varian satu jalur.

D. Hasil Uji Analisis Inferensial

Sebagaimana telah dirumuskan dalam rumusan masalah ke-2, yang hendak

mencari uji beda tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa berdasar jenis kelamin,

asal perguruan tinggi, latarbelakang pekerjaan orangtua, asal daerah, dan jurusan

(bidang studi) yang diambil. Pengujian terhadap 2 kelompok akan dilakukan

dengan menggunakan formula t test, sedangkan pengujian pada lebih dari 2

kelompok akan dilakukan dengan formula analisis varian satu jalur. Keseluruhan

analisis dilakukan dengan menggunakan program Statistical Product and Service

Page 41: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 41

Solution (SPSS) for Windows Release 10.1. Berikut ini akan dipaparkan hasil uji

analisis tersebut.

1) Uji Beda berdasar Jenis Kelamin

Dengan menggunakan formula t test dilakukan analisis data berdasar

jenis kelamin. Dari hasil analisis diperoleh harga t sebesar 0,439 dengan df 239

dan harga p sebesar 0,661. Sebagaimana hipotesis yang diajukan pada bab III di

muka, yaitu “Tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika

dilihat dari jenis kelamin”, hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis tersebut dapat

diterima. Dengan begitu hasil analisis ini menyimpulkan Tidak ada perbedaan

tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika dilihat dari jenis kelamin

mahasiswa.

2) Uji Beda Berdasar Asal Perguruan Tinggi

Hipotesis kedua yang diajukan adalah Tidak ada perbedaan tingkat

kecerdasan spiritual mahasiswa jika dilihat dari asal perguruan tinggi. Dalam

penelitian ini jenis perguruan tinggi dibedakan menjadi 4 katagori, yaitu

universitas, institut, sekolah tinggi dan akademi. Dari hasil analisis diperoleh

harga anova sebagaimana terdapat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.24. Hasil Analisis Varian Menurut Jenis Perguruan Tinggi Responden

Source Sum of

Squares

Df Mean Square F Sig.

Between Groups 3138,909 3 1046,303 3,084 0,028

Within Groups 80395,215 237 339,220

Page 42: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 42

Total 83534,124 240

(Sumber data primer)

Hasil analisis varian di atas menunjukkan harga F adalah 3,084 dengan p

0,028. Harga ini berada di bawah 5%, sehingga hasil ini menolah hipotesis nihil

yang diajukan, dan menerima hipotesis alternatifnya. Dengan begitu

disimpulkan bahwa ada perbedaan tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika

dilihat dari asal perguruan tinggi.

Mengingat ada perbedaan, maka untuk mengetahui mana yang terbaik

adalah dengan melihat kembali harga mean dari masing-masing kelompok.

Ternyata dari harga mean diketahui mean yang tertinggi adalah mahasiswa

yang berasal dari Sekolah Tinggi, yang kemudian disusul secara berurutan

mahasiswa universitas, mahasiswa institut dan terendah adalah kelompok

mahasiswa akademi.

Setelah dilakukan uji lanjut perbedaan antar masing-masing kelompok

tersebut dapat diringkas sebagai berikut:

Tabel 5.25. Ringkasan Hasil Uji Lanjut Antar Kelompok

Jenis Perguruan TInggi

Jenis Perguruan Tinggi Mean Difference Sig.

Universitas Institut 3,2083 0,487

Sekolah Tinggi -5,8673 0,059

Akademi 6,4618 0,074

Institut Universitas -3,2083 0,487

Sekolah Tinggi -9,0757 0,077

Page 43: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 43

Akademi 3,2535 0,549

Sekolah Tinggi Universitas 5,8673 0,059

Sekolah Tinggi 9,0757 0,077

Akademi 12,3291 0,004

Akademi Universitas -6,4618 0,074

Institut -3,2535 0,549

Sekolah tinggi -12,3291 0,004

(Sumber data primer)

Dari tabel di atas ternyata perbedaan yang signifikan hanyalah perbedaan

kelompok mahasiswa yang berasal dari akademi dengan kelompok mahasiswa

sekolah tinggi, sedangkan perbedaan antar kelompok yang lain tidak signifikan.

Ringkasan hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.26. Ringkasan Signifikansi Uji Antar Kelompok

Jenis Perguruan Tinggi Responden

Jenis PT Sekolah Tinggi Universitas Institut Akademi

Sekolah Tinggi - Nirsignifikan Nirsignifikan Signifikan

Universitas Nirsignifikan - Nirsignifikan Nirsignifikan

Institut Nirsignifikan Nirsignifikan - Nirsignifikan

Akademi Signifikan Nirsignifikan Nirsignifikan -

(Sumber data primer)

3) Uji Beda Berdasar Status Perguruan Tinggi

Status perguruan tinggi dibedakan atas dua kelompok yaitu perguruan

tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta. Meskipun sudah berkurang, namun

asumsi yang ada di masyarakat bahwa perguruan tinggi negeri memiliki banyak

Page 44: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 44

kelebihan bukan berarti hilang seluruhnya. Selama ini masih ada opini di

masyarakat yang menyatakan bahwa alumni perguruan tinggi negeri lebih baik

dibanding dengan alumni perguruan tinggi swasta, proses yang ada juga lebih

baik, dan banyak lagi oponi-opini yang belum tentu kebenarannya. Penelitian

ini tidak berupaya untuk menguji opini ataupun asumsi yang muncul di

masyarakat tersebut. Penelitian ini hanya membatasi pada masalah kecerdasan

spiritual mahasiswa dari latar belakang perguruan tinggi yang memiliki status

beda.

Perbedaan status ini bukanlah sesuatu yang kemudian menjadi

penyebab utama perbedaan pada banyak hal sebagaimana diungkap. Perbedaan

status ini dianggap sesuatu yang given dan sudah terjadi, sehingga subjek

penelitian ataupun peneliti sendiri tidak dapat melakukan perubahan terhadap

status tersebut.

Dengan menggunakan formula t test, dilakukan uji beda tingkat

kecerdasan spiritual mahasiswa ditinjau dari status perguruan tinggi mahasiswa

yang bersangkutan. Hasilnya adalah diperoleh harga t sebesar -0,541 dan harga

tersebut jauh di atas 5%, sehingga hasil penelitian ini menerima hipotesis nihil

yang diajukan dan menolak hipotesis alternatifnya. Dengan begitu dapat

disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kecerdasan spiritual mahasiswa

ditinjau dari status perguruan tinggi mereka. Hasil lengkap analisis dapat dilihat

pada lampiran.

4) Uji Beda Berdasar Latar Belakang Pekerjaan Orangtua

Page 45: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 45

Pengelompokkan jenis pekerjaan orangtua dalam penelitian ini menjadi

7 kelompok yaitu guru/dosen, tani, ABRI/polisi, pedagang, karyawan swasta,

PNS, lain-lain yang di luar pengelompokkan yang enam. Dari hasil analisis

dengan menggunakan komputer dapat diketahui harga analisis variannya. Hasil

ringkasannya ada pada tabel berikut ini.

Tabel 5.27. Hasil Analisis Varian Menurut

Jenis Pekerjaan orangtua Responden

Source Sum of

Squares

Df Mean Square F Sig.

Between Groups 4501,529 6 750,255 2,221 0,042

Within Groups 79032,595 234 337,746

Total 83534,124 240

(Sumber data primer)

Hasil analisis menunjukkan harga F 2,221 dengan harga p= 0,042. Seperti

juga hasil analisis sebelumnya, hasil analisis ini menolak hipotesis nihil yang

diajukan dan menerima hipotesis alternatifnya pada taraf signifikansi 5%. Dengan

begitu dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kecerdasan spiritual mahasiswa

ditinjau dari jenis pekerjaan orangtua mereka.

Selanjutnya dilakukan uji lanjut untuk mengetahui mana yang terbaik. Secara

sekilas diketahui harga mean yang tertinggi adalah pada kelompok lain-lain yaitu

sebesar 181,9318, dan yang terendah adalah kelompok mahasiswa yang

Page 46: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 46

orangtuanya pedagang. Mengingat banyaknya hasil analisis antar kelompok

tersebut, maka dalam paparan ini hanya ditampilkan hasil ringkasan

signifikansinya saja. Dari tabel di atas perbedaan yang signifikan adalah hanya

pada antara guru dengan pedagang, tani dan pekerjaan lain. Tentang hasil analisis

secara lengkap dapat dilihat pada lampiran bagian hasil analisis jalur.

Tabel 5.28. Ringkasan Signifikansi Uji Antar Kelompok

Jenis Pekerjaan Orangtua Responden

Jenis

Peker-

jaan

Guru/

dosen

Tani ABRI/Poli

si

Pedagang Ky.

Swasta

PNS Lain-lain

Guru/do

sen

- Nir

signifikan

Nir

signifikan

signifikan Nir

signifikan

Nir

signifikan

Nir

Signifikan

Tani Nir

signifikan

- Nir

signifikan

Nir

signifikan

Nir

signifikan

Nir

signifikan

Signifikan

ABRI/

Polisi

Nir

signifikan

Nir

signifikan

- Nir

Signifikan

Nir

signifikan

Nir

signifikan

Nir

Signifikan

Pedaga

ng

signifikan Nir

signifikan

Nir

Signifikan

- Nir

signifikan

Nir

signifikan

Nir

Signifikan

Ky.

Swasta

Nir

signifikan

Nir

signifikan

Nir

signifikan

Nir

signifikan

- Nir

signifikan

Nir

Signifikan

PNS Nir

signifikan

Nir

signifikan

Nir

signifikan

Nir

signifikan

Nir

signifikan

- Nir

Signifikan

Lain-

lain

Nir

signifikan

signifikan Nir

signifikan

signifikan Nir

signifikan

Nir

signifikan

-

(Sumber data primer)

Page 47: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 47

Hasil lengkap uji beda tersebut dapat dilihat pada print out computer

yang disertakan dalam lampiran penelitian ini.

5) Uji Beda Antar Asal Daerah Mahasiswa

Hipotesis berikutnya yang ingin diuji adalah ada tidaknya perbedaan

tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika dilihat dari asal daerah mahasiswa.

Sebagaimana diketahui bahwa Yogyakarta merupakan gambaran mini

Indonesia. Banyak para pelajar dan mahasiswa yang berasal dari luar

Yogyakarta datang untuk menimba ilmu di sini.

Dalam penelitian ini pengkatagorian asal daerah dibagi atas: (1)

Daerah Istimewa Yogyakarta; (2) Jawa Tengah dan sekitarnya; (3) Jawa Barat

dan sekitarnya –termasuk Jakarta dan Banten- (4) Jawa Timur dan sekitarnya;

(5) daerah-daerah luar Jawa. Setelah dilakukan uji homogenitas ternyata

sampel yang diambil memenuhi syarat homogenitas sehingga pengujian

dengan menggunakan analisis varian satu jalur dapat dilakukan.

Dari hasil analisis varian satu jalur diperoleh harga F sebesar 0,883 dan

p = 0,475. Harga tersebut ternyata tidak signifikan pada taraf signifikansi 5%.

Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat

kecerdasan spiritual mahasiswa ditinjau dari asal daerah mereka. Untuk

kejelasannya hasil perhitungan analisis varian tersebut dikutipkan di bawah

ini.

Tabel 5.29. Hasil Analisis Varian Menurut

Asal Daerah Responden

Page 48: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 48

Source Sum of

Squares

Df Mean Square F Sig.

Between Groups 1231,850 4 307,962 0,883 0,475

Within Groups 82302,275 236 348,738

Total 83534,124 240

(Sumber data primer)

6) Uji Beda Antar Bidang Studi Responden

Berikut ini akan dipaparkan hasil analisis tingkat kecerdasan spiritual

mahasiswa jika dilihat dari bidang studi yang mereka tempuh. Variasinya

bidang studi (jurusan) yang diambil menjadikan penulis harus melakukan

pengkatagorian secara lebih sederhana. Pada akhirnya untuk pengkatagorian

bidang studi ini dibagi atas bidang studi ilmu-ilmu eksakta; bidang studi ilmu-

ilmu sosial, dan bidang studi ilmu-ilmu agama.

Hasil uji homogenitas ternyata memungkinkan penggunaan formula

analisis varian satu jalur untuk menganalisis uji beda antar kelompok bidang

studi ini. Dari hasil perhitungan analisis diperoleh harga F sebesar 0,329 dan

harga p = 0,720. Hasil ini mengharuskan peneliti menerima hipotesis nihil

yang diajukan dan menolak hipotesis alternatifnya, sehingga dari hasil

perhitungan ini disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan

spiritual mahasiswa dilihat dari bidang studi yang sedang ditekuninya saat ini.

Page 49: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 49

Hasil secara lengkap perhitungan analisis varian tersebut dapat dilihat

pada tabel berikut ini.

Tabel 5.30. Hasil Analisis Varian Menurut

Bidang Studi Responden

Source Sum of

Squares

Df Mean Square F Sig.

Between Groups 230,1717 2 115,086 0,329 0,720

Within Groups 83303,953 238 350,017

Total 83534,124 240 (Sumber data primer)

7) Uji Beda Antar Kelompok Agama Responden

Hasil uji beda antar kelompok agama dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.31. Hasil Analisis Varian Menurut

Agama Responden

Source Sum of

Squares

Df Mean Square F Sig.

Between Groups 3201,392 3 1067,131 3,148 0,026

Within Groups 80332,733 237 338,957

Total 83534,124 240

(Sumber data primer)

Dari tabel di atas diketahui harga F sebesar 3,148 dan p sebesar 0,026,

dari hasil perhitungan ini ternyata hipotesis nihil yang diajukan yang berbunyi

“tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika dilihat dari

agama yang dianut” ditolak, sehingga hipotesis alternatifnya yang berbunyi

Page 50: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 50

ada perbedaan tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika dilihat dari agama

yang dianut, diterima.

Selanjutnya untuk mengetahui kelompok mana yang baik dapat dilihat

dari sekilas dari harga meannya, hanya saja hal ini juga harus dibuktikan

apakah perbedaan yang ada tersebut memang senyatanya atau karena hal lain.

Dari mean kelompok agama diketahui bahwa harga mean kelompok

mahasiswa yang beragama Islam lebih tinggi dibanding dengan kelompok

mahasiswa beragama lainnya, kemudian di susul mahasiswa beragama Hindu,

mahasiswa beragama Katholik dan terakhir mahasiswa beragama Kristen.

Dari hasil uji lanjut diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 5.32. Ringkasan Hasil Uji Lanjut Antar

KelompokAgama

Agama Mean Difference Sig.

Islam Kristen 12,1330 0,010

Katholik 9,5661 0,094

Hindu 8,3389 0,524

Kristen Islam -12,1330 0,010

Katholik -2,5668 0,719

Hindu -3,7941 0,783

Katholik Islam -95661 0,094

Kristen 2,5668 0,719

Hindu -1,2273 0,931

Hindu Islam -8,3389 0,524

Katholik 1,2273 0,931

Kristen 3,7941 0,783 (Sumber data primer)

Tabel di atas menunjukkan hanya kelompok mahasiswa Islam dan

Kristen saja yang perbedaannya signifikan, sedangkan dengan kelompok lain

tidak signifikan. Kondisi tersebut dapat diringkas sebagaimana tabel berikut.

Page 51: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 51

Tabel 5.33. Ringkasan Signifikansi Uji Antar Kelompok

Jenis Agama Responden

Agama Islam Kristen Katholik Hindu

Islam - Signifikan Nirsignifikan Signifikan

Kristen Signifikan - Nirsignifikan Nirsignifikan

Katholik Nirsignifikan Nirsignifikan - Nirsignifikan

Hindu Signifikan Nirsignifikan Nirsignifikan - (Sumber data primer)

BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan

Dari hasil analisis deskriptif dan uji beda antar kelompok dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa Yogyakarta secara keseluruhan

menunjukkan kecenderungan sedang yaitu sebanyak 66 % dari responden,

adapun untuk kelompok rendah hanya sebanyak 0,8 % (2 orang responden) dan

sisanya sebanyak 33,2 % (80 orang responden) masuk dalam katagori tinggi.

2. tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan mahasiswa dilihat dari jenis kelamin

mahasiswa. Hal tersebut ditunjukkan dengan harga t sebesar 0,439 dan p =

0,661.

3. ada perbedaan tingkat kecerdasan mahasiswa dilihat dari jenis perguruan tinggi

yang ditempuhnya. Di antara keempat jenis perguruan tinggi, ternyata

Page 52: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 52

kelompok mahasiswa yang berasal dari Sekolah Tinggi memiliki skor

kecerdasan spiritual tertinggi dibanding dengan kelompok lainnya. Urutan

kedua dan seterusnya adalah kelompok mahasiswa yang berasal dari

universitas, kelompok mahasiswa dari Institut dan terakhir adalah kelompok

mahasiswa yang berasal dari akademi.

4. tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan mahasiswa dilihat dari status perguruan

tinggi mahasiswa.

5. tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan mahasiswa dilihat dari latarbelakang

pekerjaan orangtua mahasiswa.

6. tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan mahasiswa dilihat dari asal daerah

mahasiswa.

7. tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan mahasiswa dilihat dari bidang studi

yang ditempuh mahasiswa.

8. ada perbedaan tingkat kecerdasan mahasiswa dilihat dari agama yang dianut

mahasiswa. Skor rerata kecerdasan spiritual tertinggi untuk kelompok

mahasiswa beragama Islam, kemudian secara berturut-turut mahasiswa Hindu,

mahasiswa Katholik dan terendah adalah kelompok mahasiswa Kristen.

B. Kajian

Dari hasil analisis dan simpulan di atas, yang secara ringkas dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 6.1 Ringkasan Hasil Uji Hipotesis

Page 53: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 53

No Uji Beda Antar

Kelompok

Hasil uji Beda Keterangan

Harga t Harga F Sig

1 Jenis Kelamin 0,439 - 0,661 Nirsignifikan

2 Jenis PT - 3,084 0,028 Signifikan

3 Status PT -0,541 - 0,589 Nirsignifikan

4 Pekerjaan OT - 2,221 0,042 Nirsignifikan

5 Asal Daerah - 0,883 0,475 Nirsignifikan

6 Bidang Studi - 0,329 0,720 Nirsignifikan

7 Agama 3,148 0,026 Signifikan

(Sumber data primer)

Tabel di atas menunjukkan dari 7 hipotesis yang diujikan, ternyata hanya

ada 2 hipotesis yang signifikan, dan menolak hipotesis nihil yang diajukan,

sementara 5 sisanya menerima hipotesis nihil. Hipotesis nihil yang diterima adalah

uji antar jenis kelamin, status perguruan tinggi, pekerjaan orang tua, asal daerah

dan bidang studi, sedangkan hipotesis nihil yang ditolak adalah untuk uji antar

jenis perguruan tinggi dan antar agama responden.

Satu hal yang justru menarik adalah adanya perbedaan jika ditinjau dari

agama yang dianut oleh mahasiswa. Hal ini tampaknya menunjukkan adanya

internalisasi nilai-nilai agama yang masuk dalam diri individu, sehingga

spiritualitas dipahami dalam konteks agama mereka masing-masing. Menyadari

bahwa adanya perbedaan konsep spiritualitas dalam agama yang berbeda,

tampaknya konsep kecerdasan spiritual yang diajukan oleh Zohar dan Marshal

perlu didekati dari sisi agama yang berbeda. Selama ini meski Zohar dan Marshal

mengakui bahwa konsep yang diajukannya lintas agama. Namun dalam

kenyataannya Zohar dan Marshal lebih banyak mengutarakan konsep-konsep

Page 54: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 54

berdasar agama Budha, dan Kristen. Bahkan dominasi model pemikiran agama

Budha tampaknya banyak mewarnai bagian tulisan mereka.

Dengan begitu tampaknya perlu dilakukan penelitian ulang tentang

konsep kecerdasan spiritual dalam konteks agama yang lebih universal dengan

menyarikan inti ajaran agama-agama dunia. Nilai-nilai universal yang dimiliki

pada tiap agama dapat dijadikan sebagai acuan bagi perumusan konsep kecerdasan

spiritual. Hal ini merupakan tantangan bagi kajian psikologi agama, dan theologi.

C. Saran

Berdasar simpulan dan kajian di atas, ada beberapa saran yang dapat diajukan:

1. perlu dilakukan studi lanjutan terkait dengan jenis perguruan tinggi responden

untuk dapat memperoleh kejelasan apakah kontribusi senyata jenis perguruan

tinggi yang diambil mahasiswa berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan

spiritual seseorang;

2. disadari bahwa internalisasi agama akan memperoleh hasil yang optimal

manakala wadah ataupun lingkungan sekitar mendukung proses ke arah

tersebut. Saran sebagaimana diajukan pada poin pertama, dapat dilakukan

dengan memperluas cakupan responden serta meningkatkat sample sizenya;

3. dari simpulan ternyata agama juga menjadi salah satu pembeda tingkat

kecerdasan spiritual seseorang, untuk itu disarankan bagi peneliti lanjut untuk:

a. meneliti kontribusi agama terhadap tingkat kecerdasan spiritual;

Page 55: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 55

b. meneliti pada bagian mana dari ajaran ataupun prilaku ritual agama

yang dapat meningkatkan ataupun berkontribusi signifikan terhadap

pembentukan kecerdasan spiritual seseorang.

PUSTAKA

Adlin, A. (2002). Kecerdasan Spiritual dan Kecerdasan Arbitrasi SQ Diantara

Agama dan Semiotika. Retrived From:

http://www.paramartha.org/references/psyche/psyeche002/semiotika.htm May,

15, 2002

Berman, M. (2001). Developing SQ ( Spiritual Intelligence) Trought ELT.

Retrieved From: http://www.eltnesletter.com/back/April/arts572001.htm.

Fernandes, H.J.X. 1984. Testing and Measurement. Jakarta: National Education

Planning. Evaluation and Curriculum Development.

Ginanjar, Q. (2001). Anggukan Universal. Dalam Manajemen/No.157/September

2001. Retrieved From: http://www.lppm.ac.id/majalah/sep-2001/topik01.htm

May, 15, 2002

Goleman, D. (1996). Kecerdasan Emosional. Alih bahasa T. Hormaya, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama

Gregory, R. J., (1992). Psychological Testing: History, Principles, and Application.

Boston: Allyn and Bacon.

Mudali, K. (2002). Quote: How high is your spiritual Intelligence?. Retrieved from:

http://www.eng.usf.edu/~gopalakr/articles/spiritual.html May, 15, 2002

Murphy, K.R., & Davidshofer., C.O., (1991). Psychological Testing: Principles

and Application (Second Edition). Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.

Page 56: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 56

Shapiro, L. (1977). Mengajarkan Emotional Intelegence, alih bahasa Alex Tri

Kantjono, Jakarta: Buana Printing.

Suryabrata, Sumadi. (1998). Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Jakarta: Ditjen

Dikti Depdikbud.

________________ (2000). Pengukuran dalam Psikologi Kepribadian, dalam

Hadipranata, A. F. dkk., (2000). Peran Psikologi di Indonesia. Supratiknya,

Faturochman, Sentot Haryanto (penyunting). Yogyakarta: Yayasan Pembina

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Hal. 141-176.

What’s Your Spirituality IQ?. Interview Transcrip Danah Zohar and Ian Marshal

with Rachael Kohn, on Sunday 18/06/00 at 6.10pm, Repeated on Thursdays at

7.10 pm and Fridays at 4.50am, on Radio National , The Australian

Broadcasting Corporations’ National Radio Network of Idesas.

Zohar, D. and Marshal, I. (2000). SQ (Spiritual Intelligence): The Ultimate

Intelligence. London: Bloomsbury Publishing.

LAMPIRAN ANGKET

Kepada Yth. Sdr/i Mahasiswa/mahaiswi Yogyakarta

Assalamu’alaikum, Wr., Wb.,

Salam sejahtera,

Di hadapan Sdr/i saat ini adalah angket yang penulis rancangan untuk

kegiatan ilmiah. Bacalah setiap pernyataan dalam setiap soal secara seksama.

Pilihlah alternatif jawaban yang tersedia sesuai dengan kondisi Sdr. Tidak ada

jawaban yang salah. Tes ini tidak dimaksudkan untuk mengukur prestasi Sdr dalam

aktivitas akademik, dan tidak berkaitan dengan itu. Identitas sdr menjadi rahasia

peneliti. Terima kasih atas bantuannya.

Keterangan alternatif Jawaban:

SELALU (SL): yaitu jika kondisi sebagaimana tersebut dalam statemen/pernyataan

soal selalu dapat melakukan aktivitas sebagaimana tercermin dalam

pernyataan dengan baik dan sukses.

SERING (SR): yaitu jika kondisi sebagaimana tersebut dalam statemen/pernyataan

soal dapat dilakukan dilakukan hanya saja ada satu kali mengamali kegagalan.

Page 57: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 57

RAGU-RAGU/TIDAK TAHU (R/T): yaitu jika kondisi sebagaimana tersebut dalam

statemen/pernyataan soal tidak dipahami dengan baik oleh responden, atau

responden sulit untuk mengungkap perasaan/pendapatnya, atau responden

tidak bersedia menyatakan pendapatnya.

KADANG-KADANG (KD): yaitu jika kondisi sebagaimana tersebut dalam

statemen/pernyataan dilakukan oleh responden hanya saja lebih banyak tingkat

kegagalannya dibanding keberhasilannya.

TIDAK PERNAH (TP): yaitu jika kondisi sebagaimana tersebut dalam

statemen/pernyataan soal tidak pernah sama sekali dilakukan responden.

Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

Asal Daerah : _______________________(tulis kabupaten & propinsi)

Agama : 1. Islam2. Kristen 3. Katholik 4. Hindu 5. Budha

6. Lain-lain ___________________( mohon ditulis)

Bidang Studi : 1. Eksakta 2. Sosial 3. Agama

Perguruan Tinggi : ________________________(tuliskan PT Sdr/i)

Pekerjaan Orangtua: 1. Guru/Dosen 2. Tani 3. ABRI/Polisi

4. Pedagang 5. Karyawan Swasta

6. PNS non Guru/dosen 6. Menejer Perusahaan

7. Lain-lain _________________

(mohon ditulis)

PERTANYAAN

No. PERTANYAAN Alternatif/skor

SL SR R/T KD TP

1. saya dapat secara mudah berkenalan dengan

salah seorang pada satu situasi yang baru

2. saya dapat secara spontan beradaptasi dengan

suasana yang baru

3. saya dapat segera mengalihkan perasaan saya

dari satu situasi ke situasi lain yang berbeda

4. saya cepat akrab dengan teman yang baru saya

kenal

5. saya dapat merasakan kehadiran Tuhan pada

setiap aktivitas saya

6. saya selalu berdoa sebelum mengerjakan sesuatu

7. saya merasa begitu dekat dengan Tuhan hanya

saat sedih (mengalami nasib buruk)

8. saya menyadari posisi saya di antara teman-

teman saya

9. cobaan yang datang dari Tuhan saya anggap

sebagai hukuman

10. cobaan yang datang dari Tuhan saya anggap

sebagai ujian keimanan saya

11. biasanya saya bersikap sabar menerima

kesusahan

Page 58: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 58

12. Segala penderitaan yang saya alami, akan lebih

menguatkan keimanan saya

13. Setiap orang beriman pasti akan mengalami

cobaan Tuhan

14. Terkadang saya bertanya mengapa harus saya

yang menerima cobaan

15. Saya kurang dapat menerima derita yang saya

alami

16. saya terkadang berpikir mengapa saya tidak

diberi nasib yang lebih menyenangkan seperti

yang dirasakan orang lain.

17. saya merasa tidak nyaman saat jatuh sakit

18. saat saya sakit, saya tidak dapat menahan untuk

tidak mengeluh

19. saya selalu membuat target bahwa hari ini harus

lebih baik dari hari kemarin

20. masa lalu bagi saya hanya sekadar kenangan,

tidak ada artinya apa-apa

21. saya selalu mencari makna dibalik peristiwa

yang saya alami

22. dalam pandangan saya, baik dan buruk, benar

atau salah adalah hal biasa

23. beramal atau beribadah bagi saya hanya sekadar

menjalankan perintah agama

24. jika ada perbincangan tentang orang yang saya

kenal, saya ikut nimbrung

25. saya akan memberi komentar hanya jika ditanya

tentang perilaku seseorang

26. Meski terkadang belum jelas kebenarannya, saya

tetap menceritakan informasi yang saya terima

tentang orang lain pada kawan-kawan saya

27. saya terkadang lupa beribadah pada Tuhan

28. Beribadah tidak harus secara rutin

29. jika saya mengalami musibah, hal itu karena ada

peringatan dari Tuhan

30. Saya berpikir sekecil apapun makluk pasti

memiliki hubungan dengan yang lainnya

31. Selalu ada makna dibalik peristiwa yang saya

alami

32. Saya meyakini nasib saya, saya tentukan sendiri

33. Saya akan melakukan sesuatu meskipun saya

tidak memahami apa yang saya lakukan

34. Saya mencari jawaban dari pertanyaan

keagamaan yang muncul dalam hati saya

35. saya merasa tidak nyaman mengerjakan sesuatu

tanpa dasar yang kuat

Page 59: Kecerdasan Spiritual

M.Idrus2502003 59

36. saya bertanya pada pemuka/pemimpin /tokoh

agama untuk masalah yang saya hadapi

37. saya mencari jawaban masalah yang saya hadapi

dengan membaca buku

38. saya mengorbankan rasa ego saya untuk

membantu orang lain, meskipun saya tidak

mengenalnya

39. saya meluangkan waktu untuk membantu orang

lain

40. saya memberikan uang pada orang lain tanpa

berpikir bahwa saya juga memerlukannya

41. saya mengikuti kajian agama untuk memahami

ilmu-ilmu agama

42. saya berpikir, jika kita membantu orang lain

pasti kita dibantu oleh orang lain pula

43. baik tidaknya kehidupan seseorang di masa kini

menentukan kehidupannya di masa depan

44. Nasib manusia ditentukan oleh Tuhan, tidak

perlu kita mengubahnya

45. saya mengikuti pertemuan secara intensif untuk

menambah pengetahuan agama saya

46. saya melakukan amal ibadah karena itu untuk

kebaikan sendiri

47. saat berbuat baik, saya ingin orang melihat apa

yang saya lakukan

48. terkadang muncul rasa terpaksa untuk

melakukan perbuatan tertentu

49. Saya terkadang malas beribadah

50. Tokoh agama terkadang tidak memberi

pencerahan bagi saya dalam beragama

Peneliti,

Drs.M.Idrus, M.Pd

FIAI UII Jogjakarta