Upload
truonganh
View
244
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
KEDISIPLINAN YANG BERDAMPAK
PADA PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN
Suroyo
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tribuana
Email: [email protected]
Abstract
The purpose of this study to determine the impact of employee discipline on Work
Productivity This research is a quantitative survey approach which seeks to find out
how the influence of discipline against the employee productivity by taking a sample of
10 respondents. Data collection techniques are the methods of questionnaires, and
documentation used as a complement to the data. For testing instrument using validity
and reliability. As for the technique of data analysis using simple linear regression with
t test. The results showed that the impact of disciplinary impact on employee
productivity proved by t = -3.021 and -3.021, the table = t = t table. Average value of
R Squere of 0.300 means that the independent variable discipline (X) have an impact
on work productivity dependent variable (Y) amounted to 33.6% while the remaining
66.4% is the impact of other variables outside the research.
Keywords: Discipline, Work Productivity
Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dampak Kedisiplinan pada
Produktivitas Kerja karyawan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif
dengan pendekatan survey yang berusaha untuk mengetahui bagaimana pengaruh
kedisiplinan terhadap Produktivitas kerja karyawan dengan pengambilan sampel
sebanyak 10 responden. Teknik pengumpulan data yaitu dengan metode angket, dan
dokumentasi digunakan sebagai data pelengkap. Untuk pengujian instrument
menggunakan uji Validitas dan Reabilitas. Sedangkan untuk teknik analisis data
menggunakan metode regresi linier sederhana dengan uji t. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dampak kedisiplinan berdampak pada produktifitas kerja
karyawan di buktikan dengan thitung = -3,021 dan ttabel = -3,021 maka t hitung = t table.
Sedang nilai R Squere sebesar 0,300 berarti bahwa variabel bebas kedisiplinan (X)
berdampak pada variabel terikat produktivitas kerja (Y) sebesar 33,6 % sedangkan
sisanya sebesar 66,4 % adalah dampak dari variabel lain diluar penelitian.
Kata Kunci : Kedisiplinan, Produktivitas Kerja
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Faktor utama penggerak
kegiatan ekonomi adalah manusia.
Karena manusia merupakan sumber
daya yang sangat penting dalam
menentukan keberhasilan suaru
perusahaan. Oleh sebab itu, manusialah
yang menjadi perencana semua ide
peraturan-peraturan yang ada dalam
perusahaan serta merupakan tenaga
kerja yang menjadi inventasi bagi
perusahaan dalam meningkatkan
produktivitas.
Kepuasan kerja pengawai harus
diperhatikan, karena dengan adanya
kepuasan kerja pegawai maka
produktivitas kerja dapat meningkat.
Tingkat absensi dapat ditekan, dan
cenderung meningkatkan prestasi kerja
pegawai. Pegawai yang puas dalam
bekerja akan berusaha menyumbang
segenap kemampuan dan keterampilan
bagi pencapaian tujuan organisasi.
. Kepuasan kerja dipandang
sebagai perasaan senang atau tidak
senang yang relatif danyang berbeda
dari pemikiran objektif. (Davis dalam
Yuli 2005: 196). Menurut Siagian
(2004:295), kepuasan kerja adalah cara
pandang seseorang karyawan terhadap
pekerjaannya baik yangbersifat positif
maupun negative terhadap
pekerjaannya. Hasibuan (2007: 202),
menyatakanbahwa kepuasan kerja
karyawan adalah sikap emosional yang
menyenangkan dan
mencintaipekerjaannya. Sikap ini
dicerminkan oleh moral kerja,
kedisiplinan dan prestasi kerja.
Masalah-masalah yang dihadapi
perusahaan seiring dengan pesatnya laju
perkembangan teknologi dan pengaruh
lingkungan yang dinamis adalah
pegawai yang cakap dan terampil serta
dapat menguasai bidang pekerjaannya
sehingga dapat berprestasi dengan baik,
oleh karena itu strategi pemerintah yang
handal dan karyawan yang berkualitas
memegang peran penting dalam
menunjang kelangsungan hidup
pemerintah dalam mencapai tujuannya,
yaitu menciptakan suatu kinerja yang
baik.
Seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi,
ketergantungan pemerintah terhadap
unsur manusia bukannya menjadi
semakin bertambah kecil melainkan
semakin bertambah besar. Hanya saja,
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
terjadi perubahan terhadap kualitas
manusia yang dibutuhkan. Semula yang
dibutuhkan adalah orang yang kuat
sehingga dapat bekerja keras
berdasarkan kekuatan ototnya
(musclepower). Sekarang yang
dibutuhkan adalah orang yang belajar
cerdas berdasarkan otaknya
(brainpower).
Tanpa pengetahuan yang
memadai tentang apa yang dilakukan
oleh para karyawan atas pekerjaanya,
organisasi tidak akan membentuk
prosedur sumber daya manusia yang
efektif untuk memilih,
mempromosikan, melatih, menilai dan
memberikan kompensasi kepada
karyawan (Henry Simamora, 2006;77).
Dalam hal ini kedisiplinan kerja
masih sulit untuk diwujudkan karena
masih banyak permasalahan-
permasalahan yang ada dalam
perusahaan. Untuk mengatasi hal
tersebut perlu adanya komunikasi
antara atasan dengan bawahan yang
harmonis. Karena setiap pola tingkah
laku dan sikap atasan merupakan
panutan bagi setiap karyawan.
Kewajiban untuk meningkatkan
kedisiplinan kerja bukan hanya
menjadi tugas karyawan saja,
melainkan kewajiban para pemimpin
perusahaan yang juga harus menyadari
bahwa mereka memiliki tanggung
jawab yang besar untuk membina
karyawan, sehingga dengan adanya
kedisiplinan pada karyawan diharapkan
dapat meningkatkan produktivitas kerja
karyawan dan menghasilkan tenaga
kerja yang lebih prestasi dan efisien.
Kedisiplinan yang baik
mencerminkan besarnya tanggung
jawab seseorang terhadap tugas yang
diberikan kepadanya. Hal itu dapat
mendorong adanya gairah kerja,
semangat kerja dan terwujudnya tujuan
perusahaan. Oleh karena itu, seorang
manager harus bertindak tegas agar
para bawahannya mempunyai disiplin
yang baik. Seorang manager dikatakan
efektif dalam kepiminpinannya jika
para bawahannya berdisiplin dengan
baik.
Dengan meningkatkan
kedisiplinan, maka karyawan dapat
mengerjakan tugasnya dengan cepat
dan baik, absensi dapat diperkecil
seminimal mungkin, dan ini berarti
meningkatkan produktivitas kerja.
Dengan tingkat produktivitas yang
tinggi, maka akan membuka
kesempatan untuk memperbaiki
keadaan kerja termasuk jam kerja yang
sesuai dengan peraturan dan bertambah
kuatnya landasan ekonomi bagi
kesejahteraan manusia. Pada dasarnya
kerja yang bermalasan-malasan atau
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
tradisi jam karet bukanlah akan
membangun perekonomian akan tetapi
menghambat kemajuan yang
semestinya akan tercapai. Sebaliknya
kerja yang efektif dan efisien menurut
standart jam kerja yang telah
ditetapkan serta beban kerja yang
sesuai dengan kemampuan serta
mendorong kelancaran berproduksi
secara menyeluruh.
Banyak kejadian disekitar kita
mengenai pemanfaatan waktu kerja
yang merupakan upaya paling besar
dari produktivitas kerja banyak
diabaikan, bahkan secara sengaja
dilanggar. Sikap mental yang seperti
ini tidak akan menimbulkan suasana
kerja yang produktif sehingga dapat
disimpulkan bahwa untuk
meningkatkan kesejahteraan karyawan
perlu adanya kedisiplinan. Melalui
disiplin yang tinggi, maka
produktivitas kerja karyawan dapat
ditingkatkan, karena pada prinsipnya
disiplin akan mempengaruhi
produktivitas.
Munculnya permasalahan-
permasalahan yang dapat menghambat
produktivitas kerja karyawan tidak
jarang terjadi karena kelalaian
karyawan sendiri dalam menggunakan
jam kerjanya untuk ngobrol, duduk-
duduk atau izin keluar kantor untuk
urusan yang tidak ada kaitannya
dengan tugas pekerjannya. Hal ini pula
yang menyebabkan penerapan disiplin
kerja yang kurang bertanggung jawab.
Menyadari betapa
pentingnya kedisiplinan karyawan bagi
suatu perusahaan dalam rangka
meningkatkan produktivitas kerja
karyawan, maka dalam hal ini
penulisan tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul : KedisiplinaN
berdampak Pada Produktivitas Kerja
Karyawan Pada PT. MYFAST
Bekasi”.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
diatas, maka rumusan masalah yang
diajukan adalah Apakah kedisiplinan
berdampak pada produktivitas kerja
karyawan pada PT. Myfast Bekasi ?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah
sebagai berikut : Untuk mengetahui
apakah kedisiplinan berdampak pada
produktivitas kerja karyawan pada PT.
Myfast Bekasi.
1.4. Manfaat Penelitian
Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat
menambah wawasan dan pengetahuan
penulis tentang masalah yang dikaji.
Bagi Perusahaan
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan
sebagai informasi dan bahan
pertimbangan untuk mengambil
keputusan dalam menetapkan strategi
pemasaran khususnya strategi yang
berkaitan dengan perilaku konsumen .
Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah referensi pustaka bagi
perguruan tinggi baik ditingkat
program studi dan memberi sumbang
pemikiran dalam khasanah ilmu dan
pengetahuan.
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1. Kedisiplinan
2.1.1.1 Pengertian kedisiplinan
Keiht Davis (1985 ; 366)
mengemukakan bahwa : “Discipline is
management action to organization
standarts”. Berdasarkan pendapat
Keiht, disiplin kerja dapat diartikan
sebagai pelaksanaan manajemen untuk
memperteguh pedoman-pedoman
organisasi. Menurut Bacal (2005 ; 164)
mengemukakan bahwa disiplin adalah
sebuah proses yang digunakan untuk
menghadapi permasalahan kerja. T.
Hani Handoko, M.B.A(1987 ; 208)
mengatakan disiplin adalah kegiatan
manajemen untuk menjalankan
standar-standar organisasi. Sedangkan
kedisiplinan menurut Abdurrahmat
Fathoni (2006 ; 172) adalah kesadaran
dan kesediaan seseorang menaati
semua peraturan dan sadar akan tugas
dan tanggung jawabnya.
Indikator Kedisiplinan
Indikator-indikator
Kedisiplinan menurut M. Hasibuan
(2005;198) antara lain : Tujuan dan
kemampuan. Tujuan dan kemampuan
ikut mempengaruhi tingkat
kedisiplinan karyawan. Tujuan yang
akan dicapai harus jelas dan ditetapkan
secara ideal serta cukup menantang
bagi kemampuan karyawan. Hal ini
berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang
dibebankan kepada karyawan harus
sesuai dengan kemampuan karyawan
yang bersangkutan, agar dia bekerja
sungguh-sungguh dan disiplin dalam
mengerjakan.
a) Teladan Pimpinan
Teladan pimpinan sangat berperan
dalam menentukan kedisiplinan
karyawan karena pimpinan dijadikan
teladan dan panutan oleh para
bawahannya. Pimpinan harus memberi
contoh yang baik, berdisiplin baik,
jujur, adil, serta sesuai kata perbuatan.
Dengan teladan pimpinan yang baik,
kedisiplinan bawahan pun akan ikut
baik. Jika teladan pimpinan kurang
baik (kurang berdisiplin), para
bawahan pun akan kurang disiplin.
Pimpinan jangan mengharapkan
kedisiplinan bawahannya baik jika dia
sendiri kurang disiplin. Pimpinan harus
menyadari bahwa perilakunya akan
dicontoh dan diteladani bawahannya.
Hal inilah yang mengharuskan
pimpinan mempunyai kedisiplinan
yang baik agar para bawahannya pun
mempunyai disiplin yang baik pula.
b) Balas Jasa
Balas jasa (Gaji dan Kesejahteraan)
ikut mempengaruhi kedisiplinan
karyawan karena balas jasa akan
memberikan kepuasan dan kecintaan
karyawan terhadap perusahaan /
pekerjaanya.jika kecintaan karyawan
semakin baik terhadap pekerjaan,
kedisiplinan mereka akan semakin baik
pula.
Untuk mewujudkan
kedisiplinan karyawan yang baik,
perusahaan harus memberikan balas
jasa yang relatif besar. Kedisiplinan
karyawan tidak mungkin baik apabila
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
balas jasa yang mereka terima kurang
memuaskan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya beserta keluarga.
Jadi, balas jasa berperan
penting untuk menciptakan
kedisiplinan karyawan. Artinya
semakin besar balas jasa semakin baik
kedisiplinan karyawan. Sebaliknya,
apabila balas jasa kecil kedisiplinan
karyawan menjadi rendah. Karyawan
sulit berdisiplin baik selama
kebutuhan-kebutuhan primernya tidak
terpenuhi dengan baik.
c) Keadilan
Keadilan ikut mendorong
terwujudnya kedisiplinan karyawan,
karena ego dan sifat manusia yang
selalu merasa dirinya penting dan
minta diperlakukan sama dengan
manusia lainnya.
Keadilan yang dijadikan dasar
kebijakan dan pemberian balas jasa
(pengakuan) atau hukuman akan
merangsang terciptanya kedisiplinan
karyawan yang baik. Manajer yang
cakap dalam memimpin selalu
berusaha bersikap adil terhadap semua
bawahannya. Dengan keadilan yang
baik akan menciptakan kedisiplinan
yang baik pula. Jadi, keadilan harus
diterapkan dengan baik pada setiap
perusahaan supaya kedisiplinan
karyawan perusahaan baik pula.
d) Waskat
Waskat (pengawasan melekat)
adalah tindakan nyata dan paling
efektif dalam mewujudkan kedisiplinan
karyawan perusahaan. Dengan waskat
berarti atasan harus aktif dan langsung
mengawasi perilaku, moral, sikap,
gairah kerja, dan prestasi kerja
bawahannya. Hal ini berarti atasan
harus selalu ada / hadir ditempat kerja
agar dapat mengawasi dan memberikan
petunjuk, jika ada bawahannya yang
mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan pekerjaanya. Waskat
efektif merangsang kedisiplinan dan
moral kerja karyawan. Karyawan
merasa mendapat perhatian,
bimbingan, petunjuk, pengarahan, dan
pengawasan dari atasannya.
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Dengan waskat, atasan secara
langsung dapat mengetahui
kemampuan dan kedisiplinan setiap
individu bawahannya, sehingga kondisi
setiap bawahan dinilai objektif. Waskat
bukan hanya mengawasi moral kerja
dan kedisiplinan karyawan saja, tetapi
juga harus berusaha mencari sistem
kerja yang lebih efektif untuk
mewujudkan tujuan organisasi,
karyawan, dan masyarakat. Dengan
sistem yang baik akan tercipta internal
kontrol yang dapat mengurangi
kesalahan-kesalahan dan mendukung
kedisiplinan serta moral kerja
karyawan.
Jadi, waskat menuntut adanya
kebersamaan aktif antara atasan
dengan bawahan dalam mencapai
tujuan perusahaan, karyawan, dan
masyarakat. Dengan kebersamaan
aktif antara atasan dengan bawahan,
terwujudlah kerja sama yang bak dan
harmonis dalam perusahaan yang
mendukung terbinannya kedisiplinan
karyawan yang baik.
e) Sanksi Hukuman
Sanksi hukuman berperan
penting dalam memelihara
kedisiplinan karyawan. Dengan sanksi
hukuman yang semakin berat,
karyawan akan semakin takut
melanggar peraturan-peraturan
perusahaan, sikap, dan perilaku
indisipliner karyawan akan berkurang.
Berat ringannya sanksi
hukuman yang akan diterapkan ikut
mempengaruhi baik / buruknys
kedisiplinan karyawan. Sanksi
hukuman harus ditetapkan
berdasarkan pertimbangan logis,
masuk akal, dan diinformasikan secara
jelas kepada semua karyawan. Sanksi
hukuman seharusnya tidak terlalu
ringan atau terlalu berat supaya
hukuman itu tetap mendidik karyawan
untuk mengubah perilakunya. Sanksi
hukuman hendaknya cukup wajar
untuk setiap tingkatan yang
indisipliner, bersifat mendidik, dan
menjadi alat motivasi untuk
memelihara kedisiplinan dalam
perusahaan.
f) Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam
melakukan tindakan akan
mempengaruhi kedisiplinan karyawan
perusahaan. Pimpinan harus berani
dan tegas, bertindak untuk
menghukum setiap karyawan yang
indisipliner sesuai dengan sanksi
hukuman yang telah ditetapkan
Pimpinan yang berani bertindak tegas
menerapkan hukuman bagi karyawan
yang indisipliner akan disegani dan
diakui kepemimpinannya oleh
bawahan. Dengan demikian, pimpinan
akan dapat memelihara kedisiplinan
karyawan perusahaan. Sebaliknya
apabila seorang pimpinan kurang
tegas atau tidak menghukum
karyawan yang indisipliner, sulit
baginya untuk memelihara
kedisiplinan bawahannya, bahkan
sikap indisipliner karyawan semakin
banyak karena mereka beranggapan
bahwa peraturan dan sanksi
hukumannya tidak berlaku lagi.
Pimpinan yang tidak tegas
menindak atau menghukum karyawan
yang melanggar peraturan sebaiknya
tidak usah membuat peraturan atau
tata tertib pada perusahaan tersebut.
g) Hubungan Kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang
harmonis diantara sesame karyawan
ikut menciptakan kedisiplinan yang
baik pada suatu perusahaan.
Hubungan- hubungan baik bersifat
vertical maupun horizontal yang
terdiri dari direct single relationship,
direct group relationship, dan cross
relationship hendaknya harmonis.
Manajer harus berusaha
menciptakan suasana hubungan
kemanusiaan yang serasi serta
megikat, vertical maupun horizontal
diantara semua karyawannya.
Terciptanya human relationship yang
serasi akan meewujudkan lingkungan
dan suasana yang nyaman. Hal ini
akan memotivasi kedisiplinan yang
baik pada perusahaan. Jadi,
kedisiplinan karyawan akan tercipta
apabila hubungan kemanusiaan dalam
organisasi tersebut baik.
Pada umumnya hambatan
dalam pekerjaan itu disebabkan oleh
factor tenaga kerja itu sendiri. Bila
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
keadaan itu berlanjut terus, maka akan
mengakibatkan produktivitas kerja
menurun. Adapun hambatan-
hambatan kerja yang sering terjadi
menurut Dharma dalam bukunya
“Manajemen Supervisi” adalah
sebagai berikut:
Melanggar peraturan jam istirahat dan
jadwal kerja lain, Melanggar peraturan
keamanan dan kesehatan kerja,
Terlambat masuk kerja, mankir,
terutama sebelum dan sesudah
lebaran, Bekerja dengan ceroboh atau
merusak peralatan, pasok, atau bahan
baku Suka bertengkar, tidak mau
bekerja sama, atau perilaku lain yang
tidak menyenangkan (mengganggu)
sesame karyawan, Terang-terangan
menunjukkan ketidak patuhan, seperti
menolak melaksanakan tugas yang
seharusnya dilakukan, Adanya
Pemogokan, Tindakan pemogokan
tidak dibenarkan, karena disamping
merugikan karyawan itu sendiri juga
merugikan pihak perusahaan. Untuk
mengatasi tindakan pemogokan
tersebut dapat dilakukan dengan
tindakan yang bijaksana yaitu
musyawarah untuk mufakat. Sering
terjadi kesalahan, Sering terjadinya
kesalahan dalam melaksanakan
pekerjaan sehari-hari yang bukan
pekerjaan baru, hal ini mungkin
disebabkan diluar faktor kemampuan
manusia misalnya kesalahan sistem
material, kerusakan mesin atau layout
dan sebagainya.
2.1.2.1.Produktivitas Kerja 1) Pengertian Produktivitas Kerja
Pada dasarnya produktivitas
kerja adalah konsep universal yang
berlaku bagi semua sistem, karena
setiap kegiatan memerlukan
produktivitas dalam pelaksanaanya.
Produktivitas menurut Dewan
Produktivitas Nasional mengartikan
sebagai sikap mental yang selalu
berpandangan bahwa mutu kehidupan
hari ini harus lebih baik dari hari
kemarin.
Produktivitas mengandung arti
sebagai perbandingan antara hasil yang
dicapai dengan keseluruhan sumber
daya yang digunakan. Dengan kata lain
produktivitas memiliki dua dimensi,
yaitu :
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
a. Efektivitas yang mengarah kepada
pencapaian unjuk kerja yang
maksimal yaitu pencapaian target
yang berkaitan dengan kualitas,
kuantitas dan waktu. Efektifitas
merupaakan ukuran yang
memberikan gambaran seberapa
jauh target dapat dicapai.
b. Efisiensi yang berkaitan dengan
upaya membandingkan input dan
realisasi penggunaannya atau
bagaimana pekerjaan itu
digunakan. Efisiensi merupakan
suatu ukuran dalam
membandingkan input yang
direncanakan dengan input yang
sebenarnya.
Dalam doktrin pada konferensi
OSLO pada tahun 1984, yang dimaksud
dengan produktivitas kerja adalah sesuatu
konsep yang bersifat universal, yang
bertujuan untuk menyediakan lebih banyak
manusia, dengan menggunakan sumber-
sumber riil yang semakin dikit.
EPA
(European Produktivity Agency,
Produktivitas adalah tingkat efektivitas
pemanfaatan setiap elemen
produktivitas.
ILO
( Internatonal Labour Organization ) m
enyatakan bahwa produktivitas adalah
perbandingan antara elemen-elemen
produksi dengan yang dihasilkan.
Elemen-elemen tersebut berupa tanah,
tenaga kerja, modal dan organisasi.
Gomes f. cardoso (1997 ; 159)
menyatakan bahwa : “produktivitas adalah
perbandingan terbaik antara rasio output dan
input. Inputs bisa mencakup biaya produksi
(production costs) dan biaya peralatan
(equipment costs). Sedangkan outputs bisa
terdiri dari penjualan (sales), pendapatan
(earnings), market share, dan kerusakan
(defects). Sinungan membagi pengertian
produktivitas dalam tiga hal, yaitu :
a. Produktivitas adalah rasio dari apa
yang dihasilkan (output) terhadap
keseluruhan peralatan produksi yang
dipergunakan (input).
b. Produktivitas pada dasarnya adalah
sikap mental yang mempunyai
pandangan bahwa mutu kehidupan
hari ini lebih baik dari pada
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
kemarin, dan hari esok lebih baik
dari hari ini.
c. Produktivitas merupakan interaksi
terpadu secara resmi dari tiga faktor
esensial yaitu invertasi termasuk
penggunaan pengetahuan dan
teknologi serta riset, manajemen dan
tenaga kerja.
Menurut Gasperz (2003 ; 130)
bahwa produktivitas dapat diartikan
sebagai kemampuan seperangkat
sumber-sumber ekonomi untuk
menghasilkan sesuatu yang diartikan
juga sebagai kemampuan seperangkat
sumber-sumber ekonomi untuk
menghasilkan sesuatu yang diartikan
juga sebagai pengorbanan (input)
dengan penghasilan (output). Apabila
ukuran keberhasilan produksi hanya
dipandang satu sisi output, maka
produktivitas dipandang dari dua sisi
sekaligus yaitu sisi input dan sisi output.
Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa produktivitas berkaitan dengan
efisiensi penggunaan input untuk
memproduksi barang atau jasa sebagai
konsep pemenuhan kebutuhan manusia
atau sering juga disebut sebagai sikap
mental yang selalu memiliki pandangan
bahwa mutu kehidupan hari ini harus
lebih baik dari pada hari kemarin dan
hari esok harus lebih baik dari hari ini.
Produktivitas merupakan suatu
perbandingan dari hasil kegiatan yang
seharusnya. Didalam perusahaan,
produktivitas inin dapat dipergunakan
sebagai alat pengukur efektivitas dari
penggunaan input atau penggunaan
peralatan (sarana atau fasilitas) produksi
dalam perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Sinungan (2000 ; 12),
secara umum produktivitas diartikan
sebagai hubungan antara hasil nyata
maupun fisik (barang-barang atau jasa)
dengan masuknya sebenarnya. Misalnya
produktivitas adalah ukuran efisiensi
produktif suatu
perbandingan antara hasil
keluaran dan masuk atau output : input.
Masukan sering dibatasi dengan
masukan tenaga kerja, sedangkan
keluaran sering diukur dalamkesatuan
fisik, bentuk dan nilai.
Menurut Klingner dan
Nanbaldian (2003 ; 160) yang dikutip
oleh FaustinoCardoso Gomes,
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
menyatakan bahwa produktivitas
merupakan fungsi perbaikan dari usaha
karyawan, yang didukung dengan
motivasi yang tinggi, dengan
kemampuan karyawan yang diperoleh
melalui latihan-latihan. Produktivitas
yang mengikat, berarti performasi yang
baik, akan menjadi motivasi pekerja
pada tahap berikutnya.
Dari beberapa pengertian-
pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa produktivitas mengandung
pengertian :
a. Sikap dan mental yang selalu
mempunyai pandangan bahwa mutu
kehidupan hari ini harus lebih baik
dari hari kemarin dan hari esok
lebih baik dari hari ini.
b. Perbandingan antara hasil yang
dicapai dengan keseluruhan sumber
daya yang dipergunakan
c. Produksi dan produktivitas
merupakan pengertian yang
berbeda. Peningkatan produksi
menunjukkan pertumbuhan jumlah
hasil yang dicapai sedangkan
peningkatan produktivitas
mengandumg pengertian
pertambahan hasil dan perbaikan
cara pencapaian produk tersebut.
Peningkatan produktivitas dapat
dilihat dengan membandingkan
input dan output.
2) Pentingnya Produktivitas Kerja
Menurut Sinungan (2003 : 60)
Sumber Daya Manusia merupakan
peranan utama dalam peningkatan
produktivitas, karena alat produksi
dan teknologi pada hakekatnya
merupakan hasil kerja manusia.
Produktivitas tenaga kerja merupakan
pembaharuan pandangan hidup dan
kultural dengan sikap mental memulai
kerja serta
perluasan upaya untuk
meningkatkan mutu kehidupan yang
dipengaruhimoleh bebrapa faktor,
diantaranya adalah pendidikan,
keterampilan, kedisiplinan, motivasi,
tingkat penghasilan, jaminan social,
kesempatan berprestasi dan
sebagainya.
Peningkatan produktivitas dapat
dilihat dalam tiga bentuk :
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
a. Jumlah produktivitas meningkat
dengan menggunakan sumber
daya yang sama.
b. Jumlah produksi yang sama atau
meningkat dicapai dengan
menggunakan sumber daya yang
kurang.
c. Jumlah produksi yang jauh lebih
besar diperoleh dengan
pertambahan sumber daya yang
relatif lebih kecil.
Meningkatnya produktivitas bagi
perusahaan mempunyai manfaat
sebagai berikut :
a. Memperkuat daya saing
perusahaan karena dapat
memproduksi dengan biaya lebih
rendah dan mutu produksi lebih
baik.
b. Menunjang kelestarian dan
perkembangan perusahaan karena
dengan peningkatan produktivitas,
perusahaan akan memperoleh
keuntungan untuk investasi baru.
c. Meningkatkan standart hidup dan
martabat karyawan beserta
keluarga
d. Menunjang terwujudnya hubungan
kerja yang lebih baik.
Sedangkan pada tingkat individu
meningkatnya produktivitas berarti :
a. Meningkatkan pendapatan dan
jaminan social lainnya. Hal
tersebut akan memperbesar
kemampuan (daya) untuk membeli
barang dan jasa ataupun keperluan
hidup sehari-hari dengan demikian
kesejahteraan akan lebih baik.
Dari segi lain, meningkatkan
pendapatan tersebut dapat
ditabung yang nantinya
bermaanfaat untuk investasi.
b. Meningkatkan hakekat dan
martabat serta penyaluran terhadap
potensi individu
c. Meningkatnya keinginan
berprestasi dan motivasi kerja.
3) Teori-teori Produktivitas Kerja
Menurut Sinungan (2005 ; 18),
telah menyatakan bahwa produktivitas
kerja adalah interaksi terpadu antara
tiga faktor yang mendasar, yaitu :
a. Investasi
Komponen pokok dari
investasi ialah modal, karena modal
merupakan landasan gerak usaha,
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
namun modal saja tidaklah cukup,
untuk itu harus ditambah dengan
komponen teknologi, terutama
teknologi yang bisa memberi
dukungan kepada kemajuan
pembangunan nasional, ditingkat
mikro tentunya teknologi yang
mampu mendukung kemajuan usaha
atau perusahaan.
Berkaitan dengan
penguasaan teknologi ini ialah adanya
riset. Melalui riset maka akan dapat
dikembangkan penyempurnaan
produk atau bahkan dapat
menghasilkan formula-formula baru
yang sangat penting artinya bagi
kemajuan suatu usaha. Karena itu
keterpaduan antara modal teknologi
dan riset akan membawa perusahaan
berkembang dan dengan
perkembangan itu maka outputnya
pun akan bertambah pula.
b. Manajemen
Kelompok manajemen dalam
organisasi bertugas pokok
menggerakkan orang-orang lain untuk
bekerja sedemikian rupa sehingga
tujuan tercapai dengan baik
Hal-hal yang kita hadapi dalam
manajemen, terutama dalam
organisasi modern, ialah semakin
cepatnya cara kerja sebagai pengaruh
langsung dari kemajuan-kemajuan
yang diperoleh dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi yang
mempengaruhi seluruh aspek
organisasi seperti proses produksi
distribusi, pemasaran dan lain-lain.
Kemajuan teknologi yang berjalan
cepat maka harus diimbangi dengan
proses yang terus menerus melalui
pengeembangan sumber daya
manusia, yakni melalui pendidikan
dan pengembangan. Dari pendidikan,
latihan dan pengembangan
tersebut akan menghasilkan
tenaga skill yang menguasai aspek-
aspek teknis dan aspek-aspek
manajerial.
1) Technical Skill Tenaga kerja yang mempunyai
kualifikasi tertentu, terampil dan
ahli dibidang teknis
2.Managerial Skill
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Kemampuan dan keterampilan
dalam bidang manajemen tertentu,
mampu mengadakan atau
melakukan kegiatan-kegiatan
analisa kuantitatif dan kualitatif
dalam memecahkan masalah-
masalah yang dihadapi organisasi.
c. Tenaga Kerja
Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam kaitannya dengan
faktor-faktor tenaga
kerja ini ialah :
1) Motivasi pengabdian, disiplin,
etos kerja produktivitasnya, dan
masa depannya.
2) Hubungan industrial yang serasi
dan harmonis dalam suasana
keterbukaan.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa meskipun ada
sejumlah perbedaan mengenai definisi
produktivitas yang tergantung pada
keadaan yang nyata dan tujuan-tujuan
yang ada, pendekatan umum (bukan
definisi) menyusun pola dari model
produktivitas adalah mengidentifikasi
output dan komponen-komponen
input yang benar dan sesuai dengan
tujuan jangka panjang, menengah, dan
pendek.
4) Indikator-Indikator Produktivitas Kerja
Menurut Gomes (1993 ; 135),
indikator-indikator produktivitas kerja
adalah sebagai berikut :
a. Pengetahuan (Knowledge), yaitu
kemampuan seseorang yang dinilai
dari pengetahuan mengenai sesuatu
hal yang berhubungan dengan
tugas, penggunaan alat kerja
maupun kemampuan teknis atas
pekerjaannya.
b. Keterampilan (Skills), adalah
kecakapan yang spesifik yang
dimiliki seseorang berkaitan atau
berhubungan dengan penyelesaian
tugas secara cepat dan tepat.
c. Kemampuan (Abilities), yaitu
kepastian atau sifat individu yang
dibawa sejak lahir atau dipelajari
yang memungkinkan seseorang
untuk melakukan atau
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
menyelesaikan berbagai macam
tugas dan pekerjaan.
d. Sikap (Attitudes), yaitu keteraturan
perasaan dan pikiran seseorang
dan kecenderungan bertindak
terhadap aspek lingkungannya.
e. Perilaku (Behaviors), yaitu
keteraturan perasaan dan pikiran
seseorang dan kecenderungan
bertindak terhadap aspek
lingkungannya.
5) Faktor-Faktor yang
mempengaruhi Produktivitas
Kerja
Umar (2003 ; 11) mengutip
bahwa menurut Balai Pengembangan
Produktivitas Daerah ada enam faktor
utama yang menentukan produktivitas
kerja diantaranya : Sikap kerja,
Tingkat keterampilan, Hubungan
antara tenaga kerja dan pimpinan,
Manajemen produktivitas, Efisiensi
tenaga kerja, Kewiraswataan,
Sedangkan tentang cirri-ciri individu
yang produktif, yaitu : Tindakan yang
konstruktif, Percaya diri, Mempunyai
rasa tanggung jawab, Memiliki rasa
cinta terhadap pekerjaannya, Memiliki
pandangan kedepan, Mampu
menyelesaikan persoalan, Dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan
yang berubah, Mempunyai kontribusi
yang positif terhadap lingkungan,
Mempunyai kekuatan untuk
mewujudkan potensinya.
Pengukuran
produktivitas merupakan suatu alat
manajemen yang penting disemua
tingkatan ekonomi. Dibeberapa
Negara maupun perusahaan pada
akhir-akhir ini telah terjadi kenaikan
minat pada pengukuran produktivitas.
6) Pengukuran Produktivitas Kerja
Secara umum pengukuran
produktivitas berarti perbandingan
yang dibedakan dalam tiga jenis yang
berbeda, diantaranya :
1. Perbandingan-perbandingan antara
pelaksanaan sekarang dengan
pelaksanaan secara historis yang tidak
menunjukkan apakah pelaksanaan
sekarang merumuskan namun hanya
mengetengahkan apakah meningkat
atau berkurang serta tingkatannya.
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
2. Perbandingan pelaksanaan antara
satu unit (perorangan tugas, seksi-
seksi, dan proses) dengan lainnya.
Pengukuran seperti ini menunjukkan
pencapaian relatif.
3. Perbandingan pelaksanaan
sekarang dengan targetnya, dan inilah
yanh terbaik sebagai memusatkan
perhatian pada sasaran atau tujuan.
Pengukuran produktivitas
merupakan suatu alat manajemen
yang penting disemua tingkatan
ekonomi. Pada tingkat perusahaan,
pengukuran produktivitas digunakan
sebagai sarana manajemen untuk
menganalisa dan meendorong efisiensi
produksi. Produktivitas tenaga kerja
merupakan hal yang sangat menarik,
sebab mengukur hasil-hasil tenaga
kerja manusia dengan masalah-
masalah yang bervariasi. Suatu sistem
pengukuran harus dipertimbangkan
efektivitas biaya, batas pengukuran
produktivitas dan perlu tidaknya
pengukuran faktor total dengan
perkataan lain tentukan kedalaman
dan masalah tugas sistem
pengukurannya. Sistem pengukuran
haruslah mudah dipraktekan dan dapat
mengetahui sebab-sebab perubahan
organisasi. Dalam menentukan sistem
pengukuran produktivitas ada empat
pertimbangan yaitu :
1. Perusahaan tidak harus mengikuti
atau meniru sistem pengukuran
perusahaan lain namun harus
mengetahui ukuran-ukuran yang
memenuhi kebutuhan khususnya.
2. Usaha memperkirakan atau
memperhitungkan secara mekanis
yang lebih jauh.
3. Pengukuran output haruslah
konkrit dan sesuai mungkin selagi
dapat dilihat membantu motivasi.
4. Memperlihatkan peningkatan
konstan, sebab untuk peningkatan
secara statistika itu berkaitan
dengan peningkatan output
perjamnya.
Sebuah perusahaan harus
mempunyai tanggung jawab pokok
manajemen dalam peningkatan
produktivitas pada perusahaannya,
kunci bagi produktivitas
ketatausahaan adalah menyusun
pengawasan yang baik agar terdapat
keseimbangan alokasi pekerjaan.
Adanya sejumlah peningkatan
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
produktivitas bagi para pekerja
lapangan maupun tata usaha yang
diarahkan untuk mempertinggi
kemampuan perorangan, dan
mengembangkan sikap positif para
pegawai atau deengan perkataan lain
mengembangkan kemauan untuk
bekerja lebih baik lagi.
Adapun tenaga kerja atau
karyawan merupakan salah satu faktor
produksi yang begitu berarti bagi
perusahaan. Hak manusia memperoleh
pekerjaan yang sesuai dengan potensi
kemampuan, pengetahuan, dan
pengalaman merupakan sesuatu yang
harus untuk dilakukan karena
perusahaan harus dapat mengimbangi
kebutuhan customer, mempertahankan
atau memperluas pasar, melakukan
efisiensi dan bahkan menyelamatkan
perusahaan dari kebangkrutan.
7) Pola Pengukuran Produktivitas Menurut Umar (2002 ; 370),
pengukuran produktivitas memiliki
tiga macam pola perhitungan yaitu :
Pola harga perbandingan keluaran dan masukan Rumus :
a. Pola indeks harga keluaran dan masukan dengan pembobotan
Rumus :
b. Untuk mengukur produktivitas tenaga kerja yaitu :
Rumus :
Hubungan Antara Kedisiplinan
dengan Produktivitas Kerja
Telah diuraikan secara
terperinci diatas beberapa pengertian
tentang kedisiplinan dan produktivitas
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
kerja karyawan. Dapat diketahui
bahwa bila suatu perusahaan tenaga
kerjanya kurang disiplin dalam
melaksanakan tugasnya, maka
produktivitas perusahaan akan rendah.
Demikian pula sebaliknya, apabila
suatu perusahaan disiplin kerjanya
cukup tinggi, maka produktivitasnya
akan tinggi pula. Jadi produktivitas
kerja dan kedisiplinan bukanlah
unsure yang berdiri sendiri, akan
tetapi keduanya saling berhubungan.
Untuk menciptakan disiplin
kerja yang baik, maka dibutuhkan
adanya suatu aturan atau sanksi yang
mana harus dipatuhi oleh semua
karyawan. Disini perusahaan harus
tegas dalam memberikan sanksi-
sanksi terhadap pada karyawan yang
melanggar peraturan, yang mana hal
itu akan sangat berpengaruh terhadap
peningkatan produktivitas kerja
karyawan.
Kerangka Pemikiran
Manajemen sumber daya
manusia adalah suatu bidang
manajemen yang mempelajari
hubungan dan peranan manusia dalam
organisasi perusahaan. Adapun fungsi
manajemen sumber daya manusia
menurut Malayu S.P. Hasibuan
(2003:3) adalah : “sebagai perencana,
perorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan atas pengadaan,
pengembangan, kompensasi,
pengintergasian, pemeliharaan, dan
pemutusan hubungan kerja dengan
maksud untuk mencapai tujuan
organisasi perusahaan secara terpadu”.
Setiap organisasi perusahaan pasti
memiliki tujuan yang ingin dicapai.
Produktivitas kerja yang tinggi
merupakan salah satu tujuan yang
ingin dicapai oleh perusahaan,
tercapai atau tidaknya tujuan
perusahaan itu tergantungg dari
sumber daya manusia yang ada pada
perusahaan itu. Perusahaan yang
produktif adalah perusahaan yang
memiliki produktivitas kerja yang
tinggi. Meningkatkan produktivitas
melalui orang berarti menciptakan
iklim kebersamaan dan komitmen
dalam perusahaan.
Salah satu faktor yang
mendukung produktivitas kerja adalah
disiplin kerja karyawan, seperti yang
diungkapkan oleh J. Ravianto Putra
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
(1986:12) : “Produktivitas seseorang
dipengaruhi oleh berbagai faktor baik
yang berhubungan dengan orang itu
maupun faktor-faktor diluar dirinya,
seperti pendidikan, keterampilan,
disiplin, sikap dan etika kerja, gaji dan
kesehatan, teknologi, manajemen dan
kesempatan berprestasi”. Disiplin
merupakan suatu cara yang dipakai
manajer guna mengarahkan pada
bawahannya agar mereka bersedia
mengikutinya.
Menurut Bejo Siswanto
Sastrohadiwiryo (2002:291) bahwa :
“Disiplin kerja dapat didefinisikan
sebagai suatu sikap menghormati,
menghargai, patuh dan taat terhadap
peraturan-peraturan yang berlaku,baik
yang tertulis maupun tidak, serta
sanggup menjalankannya dan tidak
mengelak untuk menerima sanksi-
sanksi apabila ia melanggar tugas dan
wewenang yang diberikan
kepadanya”. Jadi disiplin kerja
merupakan tingkah laku yang sesuai
dengan peraturan-peraturan dari
perusahaan baik tertulis maupun tidak,
pada akhirnya ditujukan untuk
mencapai produktivitas organisasi
perusahaan.
Menurut pendapat T. Hani
Handoko (1988:85) bahwa : “Disiplin
kerja adalah suatu sikap atas
manifestasi ketepatan yang ditegakkan
untuk mencapai produktivitas kerja
organisasi perusahaan”.
Disiplin ini merupakan
subjek penting, karena manajer perlu
memahami orang-orang berperilaku
tertentu agar dapat mempengaruhi
untuk bekerja sesuai dengan yang
diinginkan perusahaan. Disiplin kerja
merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi produktivitas kerja,
maka keberadaan disiplin kerja sangat
diperlukan dalam suatu perusahaan,
karena dalam suasana disiplinlah
perusahaan dapat melaksanakan
program-program kerjanya untuk
mencapai sasaran yang telah
ditetapkan. Dengan demikian dari
beberapa penjelasan diatas dapat
dikemukakan bahwa dalam usaha
meningkatkan produktivitas kerja
karyawan salah satu cara yang dapat
dilakukan yaitu dengan
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
memperhatikan disiplin kerja
karyawan.
Seseorang akan melaksanakan
tugasnya dengan baik dan penuh rasa
tanggung jawab bila karyawan
tersebut memiliki disiplin kerja yang
tinggi. Untuk mengusahakan selalu
terbinanya sikap disiplin kerja yang
tinggi, maka diperlukan peraturan dan
hukuman dalam perusahaan tersebut.
Disiplin kerja adalah salah satu syarat
untuk dapat membantu karyawan
bekerja secara produktif yang akan
membantu peningkatan produktivitas
tenaga kerja.
Hipotesis
Hipotesis adalah dugaan
sementara, hal yang harus diuji
kebenarannya. Berdasarkan tujuan dan
rumusan masalah yang ada, maka
dalam penelitian ini penulis
memberikan hipotesis : diduga bahwa
kedisiplinan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap produktivitas kerja
karyawan PT. Myfast Bekasi.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian, Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif
kuantitatif. data yang digunakan
untuk pengaruh disiplin kerja
terhadap produktivitas kerja.
Metode Penelitian, Variabel bebas
Kedisiplinan Kerja (x) adalah variabel
yang mempengaruhi variabel terikat
Produktivitas Kerja (Y)
Unit Analisis, Populasi Penelitian,
dan Sampel Penelitian
1) Unit Analisis
Unit analisis dalam
penelitian ini adalah kelompok,
organisasi, (lembaga ke-kyai-an).
2) Populasi
“Populasi adalah
keseluruhan subyek penelitian”
adapun populasi dalam penelitian
ini adalah karyawan PT. Myfast
Bekasi dengan populasi seluruhnya
200 karyawan.
3) Sampel
Sampel adalah sebagian atau
wakil populasi yang diteliti.Populasi
yang cukup banyak tidaklah efektif dan
sebuah pemborosan bila melancarkan
pengumpulan data penelitian kepada
sebuah populasi tersebut.Oleh karena
itu dari sebagian keseluruhan populasi
dalam penelitian ini diambil sejumlah
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
10 responden dianggap mewakili
populasi untuk menjadi sampel
penelitian.
Sampel adalah bagian dari
populasi penelitian yang akan diteliti.
Untuk sekedar ancer-ancer maka
apabila subjeknya kurang dari 100,
lebih baik diambil semua sehingga
penelitiannya merupakan penelitian
populasi.Selanjutnya, jika jumlah
subjeknya besar dapat diambil antara
10-15 % atau 20-25 % atau lebih.
Sumber data dalam penelitian ini
adalah : Data primer merupakan
sumber data penelitian yang diperoleh
secara langsung dari sumber asli
(tidak melalui media perantara).Data
primer dalam penelitian ini diperoleh
dari penyebaran angket kepada
responden, dalam hal ini adalah
karyawan PT. Myfast Bekasi. Data
sekunder sumber data yang diperoleh
dari lapangan, perpustakaan, dan
dokumen-dokumen.
Analisis Data dan Pengujian
Hipotesis
Analisis Data, Untuk menguji
hipotesis diatas diperlukan analisis
korelasi dan regresi linear sederhana
dengan menggunakan SPSS 12.0 for
Windows. Tingkat kepercayaan yang
digunakan dalam perhitungan korelasi
linear sederhana adalah 95% atau
tingkat signifakan 0,05 (α=5%). Pada
analisis regresi linear sederhana
dilakukan uji F untuk simultan dengan
uji t untuk parsial. Berikut merupakan
hasil uji dalam bentuk tabel :
Tabel 4.5
Rekapitulasi Analisis Regresi Linear Sederhana
Variabel Koefisien Regresi
T hitung
Probabilitas (sig t ) Keterangan
Kedisiplinan 0,516 3,021 0,007 Signifikan
Konstanta 5,785
N 20
F hitung 9,125
R2 0,336
Adjusted R2 0,300
R Square 0,580
Sumber: Data Primer diolah 2016
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Analisis Regresi
Dari tabel diatas dapat dibuat
persamaan regresi linear sederhana
sebagai berikut : Y= 5,785 + -0,516x
1. Konstanta (a) sebesar 5,785
menunjukkan besarnya nilai
variabel Y jika variabel bebasnya
dianggap nol, artinya jika tanpa
dipengaruhi oleh variabel
kedisiplinan dalam perusahaan
maka besarnya produktivitas kerja
adalah 5,785.
2. Koefisien regresi kedisiplinan (b)
menunjukkan variabel
kedisiplinan mempunyai pengaruh
sebesar -0,516 terhadap
produktivitas kerja, koefisien
regresi bernilai positif
menunjukkan pengaruh yang
searah, artinya semakin tinggi
kedisiplinan akan menyebabkan
semakin tinggi produktivitas kerja
dengan asumsi variabel bebas
lainnya besar adalah kostan.
3. Besarnya koefisien determinasi
(R2)=0,336 dan setelah
disesuaikan menjadi Adjusted R
Square sebesar 0,300
menunjukkan kedisiplinan secara
bersama-sama memberikan
kontribusi/sumbangan sebesar
33,6% terhadap perubahan
produktivitas kerja, sedangkan
sisanya sebesar 66,4 %
menciptakan sumbangan atau
kontribusi variabel lain yang tidak
diamati dalam penelitian.
Pengujian Hipotesis
a. Uji Hipotesis I (Uji F)
Hasil analisis data
dengan menggunakan SPSS
12.0 for Windows dapat
disajikan dalam tabel sebagai
berikut :
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Tabel 4.6
Hasil Analisis Data
ANOVA
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression ,753 1 ,753 9,125 ,007a
Residual 1,485 18 ,082
Total 2,238 19
a. Predictors : (Constant), Kedisiplinan
b. Dependent Variabel : Produktivitas Kerja
Dari tabel 4.6 diatas didapatkan
hasil F hitung sebesar 9,125 dengan
tingkat signifikan 0,007, serta df
penyebut 1 dan df pembilang sebesar
18 untuk menguji hipotesis pertama
yang meliputi kebutuhan kedisiplinan
(X) secara simultan/bersama-sama
mempunyai pengaruh bermakna
terhadap produktivitas kerja (Y) pada
perusahaan keripik kentang “PT.
Myfast” digunakan uji F.
Uji F dilakukan dengan
membandingkan F hitung dengan F
tabel pada taraf nyata α=0,05
berdasarkan tabel dapat disimpulkan
bahwa Fhitung dengan Ftabel sebesar
9,125=Ftabel sebesar 9,125 yang berarti
pada taraf nyata α=0,05 variabel-
variabel Kedisiplinan (X) secara
simultan/bersama-sama mempunyai
pengaruh bermakna terhadap
produktivitas (Y) dapat diterima atau
teruji pada taraf α=0,05.
Uji II (Uji t)
Untuk menguji hipotesis kedua
yang menyatakan bahwa diduga
variabel kedisiplinan (X) mempunyai
pengaruh yang dominan terhadap
produktivitas kerja (Y), maka dalam
penelitian ini melihat besarnya masing-
masing koefisien itu diuji dengan
menggunakan uji parsial t-test tampak
pada tabel sebagai berikut :
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Tabel 4.7
Hasil Analisis Regresi
Coefisients
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 5,785 ,767 7,539 ,000
Kedisiplinan ,516 ,171 ,580 3,021 ,007
a. Dependent Variabel : Produktivitas
Dari tabel 4.7 diatas dapat
dikatakan bahwa untuk menguji secara
parsial
variabel kedisiplinan (X) terhadap
produktivitas kerja (Y) digunakan uji t.
Hasil analisis regresi diperoleh nilai
thitung= -3,021, sedangkan pada taraf
nyata α=0,05 dan df 1:18 diperoleh ttabel-
= -3,021 karena thitung = ttabel dengan
probabilitas 0,07 lebih besar dari 0,05
sehingga terbukti bahwa secara parsial
variabel kedisiplinan (X) berpengaruh
secara signifikan terhadap produktivitas
kerja (Y).
Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa faktor mendominasi atau yang
berpengaruh terhadap produktivitas
kerja adalah kedisiplinan yang berupa
tujuan dan kemampuan, keteladanan
pimpinan, balas jasa, keadilan, waskat,
sanksi hukuman, ketegasan, dan
hubungan kemanusiaan.
Dari rumusan masalah
disebutkan bahwa tingkat Kedisiplinan
karyawan tinggi disebabkan oleh
kelima variabel Kedisiplinan (X)
diantaranya adalah variabel (X1) yang
menjawab sangat setuju sebanyak 11
responden atau 55 % sedangkan
sisanya yang menjawab setuju
sebanyak 9 responden atau 45 % pada
variabel (X2) yang menjawab sangat
setuju sebanyak 10 responden atau 50
% sedangkan sisanya menjawab setuju
sebanyak 10 responden atau 50 %,
pada variabel (X3) yang menjawab
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
sangat setuju sebanyak 10 responden
atau 50 %, pada variabel (X4) yang
menjawab sangat setuju sebanyak 10
responden atau 50 % sedangkan
sisanya yang menjawab setuju
sebanyak 10 responden atau 50 %,
pada variabel (X5) yang menjawab
sangat setuju sebanyak 13 responden
atau 65 % sedangkan sisanya yang
menjawab setuju sebanyak 7 responden
atau 35 %. Dari penjabaran kelima
variabel kedisiplinan (X) diatas dapat
disimpulkan bahwa yang paling
dominan adalah pada variabel (X5)
yang memiliki responden yang paling
banyak menjawab sangat setuju
berjumlah 13 responden.
Dari rumusan masalah yang
kedua disebutkan bahwa tingkat
produktivitas kerja karyawan tinggi
disebabkan oleh kelima variabel
produktivitas (Y) diantaranya adalah
variabel (Y1) yang menjawab setuju
sebanyak 10 responden atau 50 %
sedangkan sisanya menjawab Ragu-
Ragu sebanyak 10 responden atau 50
%, pada variabel (Y2) yang menjawab
setuju sebanyak 9 responden atau 45 %
sedangkan sisanya menjawab Ragu-
Ragu sebanyak 11 responden atau 55
%, pada variabel (Y3) yang menjawab
sangat setuju sebanyak 10 responden
atau 50 % sedangkan sisanya
menjawab setuju sebanyak 10
responden atau 50 %, pada variabel
(Y4) yang menjawab setuju sebanyak 9
responden atau 45 % sedangkan
sisanya menjawab Ragu-Ragu
sebanyak 11 responden atau 55 %.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada pengaruh negative antara
kedisiplinan terhadap produktivitas
kerja karyawan yang ditunjukkan
dengan thitung= -3,021 dan ttabel= -3,021
maka thitung = ttabel. Sedang nilai R
Square sebesar 0,580. Berarti bahwa
variabel bebas kedisiplinan (X) mampu
menerangkan variabel terikat
produktivitas kerja (Y) sebesar 33,6 %
sedangkan sisanya sebesar 66,4 %
dipengaruhi oleh variabel lain diluar
penelitian.
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil
penelitian dapat di simpulkan
bahwa
Disiplin berdampak terhadap
produktivitas kerja karyawan Hasil
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
penelitian menunjukkan bahwa ada
pengaruh negarif antara kedisiplinan
terhadap produktivitas kerja karyawan
yang ditunjukkan dengan thitung = -
3,021 dan ttabel = -3,021 maka thitung =
ttabel. Sedangkan nilai R Square sebesar
0,580 berarti bahwa variabel bebas
kedisiplinan (X) mampu menerangkan
variabel terikat produktivitas kerja (Y)
sebesar 33,6% sedangkan sisanya
66,4% dipengaruhi oleh variabel lain
diluar penelitian.
Saran
Dengan melihat
penerapan kedisiplinan perusahaan
keripik kentang “PT. Myfast” Bekasi
maka akan dikemukakan beberapa
saran yang diharapkan dapat menjadi
pertimbangan untuk langkah-langkah
selanjutnya yaitu sebagai berikut :
1. Melihat hasil analisis secara
keseluruhan dan Nampak yang
paling dominan adalah
kedisiplinan oleh karena itu
perusahaan hendaknya lebih
memperhatikan penerapan
kedisiplinan ini dianggap sebagai
pemberi semangat kerja karyawan.
2. Hendaknya dalam menerapkan
kedisiplinan diperusahaan,
pimpinan juga mempertimbangkan
hasil penelitian yang telah
dilakukan karena diketahui bentuk
penerapan kedisiplinan diharapkan
dapat meningkatkan produktivitas
kerja karyawan.
3. Melihat hasil penelitian dan
observasi, hendaknya dalam
menentukan penerapan
kedisiplinan disesuaikan dengan
tugas dan tanggung jawab dari
tiap-tiap karyawan karena semakin
tinggi jabatan semakin tinggi pula
resiko dan tanggung jawab yang
dibebankan.
4. Dengan adanya hasil penelitian ini
diharapkan bisa menyempurnakan
atau menjadi pertimbangan
dikarenakan hasil penelitian ini
masih banyak kekurangannya.
Maka penulis menyarankan
kepada peneliti selanjutnya dengan
tema yang sama agar mengambil
sampel yang berbeda agar lebih
bervariatif dan inovatif.
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
D
AFTAR PUSTAKA
Arikunto,Suharsimi. 2002. Prosedur Pe
nelitian.PT Rineka Cipta, Jakar
ta.
Afida,2003,Ekonomi Sumber daya Man
usia Penerbit Ghalia Indonesia
Jakarta
Azwar, Saifuddin.2000 Validitas dan Re
liabilitas.PustakaPelajar, Yogy
akarta
.
Bacal,Robert, 2001, Performance Mana
gement, Gramedia Pustaka Uta
ma, Jakarta
Dharma, Agus, 2000,Manajemen Superv
isi, Raja Gravindo Persada, Jak
arta.
Fathoni, Abdurrahmat, 2006, Sumber D
aya Manusia, Rineka Cipta, Ba
ndung.
Gomes,Faustino Cardoso,2002,Manaje
men Sumber Daya,AndiOffset,
Yogyakarta
Hadi, Sutrisno,2000. Metode Research.
Andi offset , Yogyakarta.
Hasibuan,SP,Malayu,2001,Manajemen
Sumber Daya Manusia,Bu
mi Aksara,
Jakarta.
__________________,2005,Manajemen
Sumber Daya Manusia,Bu
mi Aksara,
Jakarta.
Husein, Umar, 2002, Riset Pemasa
ran dan Perilaku Konsumen,
Gramedia
Pustaka Umum, Jakarta.
___________, 2003 Riset Pemasaran d
an Perilaku Konsumen, Grame
dia Pustaka
Umum, Jakarta.
Indriantoro, Supomo,2004, Metode Pene
litian Bisnis, Alfabetha, Bandu
ng,
Mangkunegara,Prabu,Anwar,2005, Man
ajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan,
PT Remaja Rosdakarya, Bandu
ng.
Rahayu, Sri, 2005, Aplikasi SPSS Vers
i 12.00 dalam Risit Pemasara
n, Alfabeta,
Bandung.
Sinungan,Muchdarsyah,2000, Produkti
vitas apa dan bagaimana edi
si 2, Bumi
Aksara, Jakarta.
Sinungan 2005 Produktivitas Apa dan B
agaimana Edisi 2, Bumi Aksar
a, Jakarta
Sugiyono,2001, Metode Penelitian Bisni
s, Alfa Beta, Bandung.
________, 2004, Metode Penelitian Bis
nis, Alfa Beta, Bandung.
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Zulian, Yamit, 2003, Manajemen Pro
duksi dan Operasi, Edisi 2. Cetakan
1
Penerbit Ekonisia, Fakultas UII,
Yogyakarta.
<http://www.referensimakalah.com/2012/09/pengertian-unit-analisis-dalam-
penelitian.html>
<http://2frameit.blogspot.co.id/2011/12/
definisi-disiplin.html>
<http://doditaku.blogspot.co.id/2014/02/
pengertian-disiplin_15.html>
<digilib.uinsby.ac.id/9300/3/bab2.pdf
>
<http://adaddanuarta.blogspot.co.id/2014/11/disiplin-kerja-menurut-para-
ahi.html>
<https://clarashinta92.wordpress.com/20
13/04/17/msdm-disiplin-kerja-pegawai/>
<thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2007-1-
00263-TI%20BAB%202.pdf>
PENGAWASAN DAN PEMBERIAN INSENTIF TERHADAP KINERJA
KELEMBAGAAN MASYARAKAT
Sardi Efendi
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tribuana
Email:[email protected]
Abstract
The purpose of this study was to determine whether supervision and incentives can
affect the performance of community organizations. The population in the study of 100
people, so that unrestricted random sampling technique was used or the total
sampling, ie a total of 100 people as a population entirely taken as a sample. Reality
on the ground finally set just 93 respondents, resulting in a decrease of 7%, and the
implications of the decline in the percentage of the sample size is still considered to
meet the principle representitas research, because below 30 percent. In this study
using multiple linear regression analysis. This analysis examines how the influence of
variable incentives and job satisfaction variables affect the dependent variable is the
performance of employees.The results showed that there is a positive and significant
effect of incentives on institutional performance can be explained by the model is
70.7%, there is a positive and significant direct effect on job satisfaction and employee
performance can be described in the research model by 63.1%, and incentives
sigifikan positive effect on employee job satisfaction can be explained by the model
amounted to 49.7%.
Keywords: incentives, job satisfaction, and employee performance.
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pengawasan dan insentif
dapat mempengaruhi kinerja kelembagaan masyarakat.
Populasi dalam penelitian sebanyak 100 orang, sehingga digunakan teknik
unrestricted random sampling atau total sampling, yaitu sejumlah 100 orang sebagai
populasi diambil seluruhnya sebagai sampel. Realita di lapangan akhirnya menetapkan
hanya 93 responden, sehingga terjadi penurunan sebesar 7%, dan implikasinya
penurunan persentase sample size tersebut masih dianggap memenuhi asas
representitas penelitian, karena di bawah 30 persen. Pada penelitian ini menggunakan
analisis regresi linear berganda. Analisis ini menguji bagaimana pengaruh variabel
insentif dan variabel kepuasan kerja berpengaruh terhadap variabel dependennya yaitu
kinerja karyawan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan
signifikan antara Insentif terhadap kinerja kelembagaan dapat dijelaskan oleh model
sebesar 70,7%, terdapat pengaruh langsung positif dan signifikan terhadap kepuasan
kerja dengan kinerja karyawan dapat dijelaskan dalam model penelitian sebesar
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
63,1%, dan insentif berpengaruh positif dan sigifikan terhadap kepuasan kerja
karyawan dapat dijelaskan oleh model sebesar 49,7%.
Kata Kunci: Insentif, Kepuasan kerja, dan Kinerja karyawan.
. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
Keberhasilan suatu
kelembagaan atau organisasi tidak
terlepas dari kualitas SDM yang
dimilikinya. Hal ini cukup beralasan
karena melalui SDM yang berkualitas,
keterbatasan sumber daya alam suatu
kelembagaan atau organisasi dapat
diatasi melalui pemikiran-pemikiran
yang kreatif, inovatif dan efektif,
sehingga tujuan kelembagaan atau
organisasi yang telah ditetapkan dapat
tercapai. Untuk menjamin
kesinambungan suatu kelembagaan
atau organisasi didukung oleh kegiatan
pendayagunaan sumber daya
manusianya yaitu orang-orang yang
menyediakan tenaga, bakat kreativitas
dan semangat bagi perusahaan serta
memegang peranan penting dalam
fungsi operasional kelembagaan atau
organisasi. Kelembagaan atau
organisasi tidak mungkin terlepas dari
tenaga kerja manusia, walaupun
aktivitas kelembagaan itu telah
mempunyai modal yang cukup besar
dan teknologi modern, sebab
bagaimanapun majunya teknologi
tanpa ditunjang oleh manusia sebagai
sumber dayanya maka tujuan suatu
lembaga tidak akan tercapai, dengan
demikian maka sumber daya manusia
sangat penting untuk diberikan arahan
dan bimbingan dari manajemen
kelembagaan pada umumnya dan
manajemen sumber daya manusia pada
khususnya.
Untuk dapat mengikuti segala
perkembangan yang ada dan
tercapainya tujuan suatu lembaga maka
perlu adanya suatu pengawasan agar
pegawai mampu bekerja dengan baik,
dan salah satu pengawasan itu adalah
dengan memenuhi keinginan-keinginan
pegawai antara lain: gaji atau upah
yang baik, pekerjaan yang aman,
suasana kerja yang kondusif,
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
penghargaan terhadap pekerjaan yang
dilakukan, pimpinan yang adil dan
bijaksana, pengarahan dan perintah
yang wajar. Organisasi atau tempat
kerja yang dihargai masyarakat atau
dengan mengupayakan insentif yang
besarannya proporsional dan juga
bersifat progresif yang artinya sesuai
dengan jenjang karir, karena insentif
sangat diperlukan untuk memacu
kinerja para pegawai agar selalu berada
pada tingkat tertinggi (optimal) sesuai
kemampuan masing-masing.
Pelaksanaan pengawasan dalam
suatu kelembagaan atau organisasi
adalah dilakukan seorang pimpinan. Gaya
seorang pemimpin dalam menggerakkan
dan memotivasi para pegawai akan sangat
mempengaruhi terhadap kinerja pegawai.
Dengan adanya pengawasan maka
pegawai merasa mendapat perhatian,
bimbingan, petunjuk, pengarahan-
pengarahan dan pengawasan dari
atasannya. Mengingat begitu besarnya
peranan pegawai di dalam kegiatan suatu
kelembagaan atau organisasi, maka para
pemimpin yang bijaksana harus
memikirkan dengan cermat sampai
sejauh mana tingkat balas jasa yang
diberikan kepada pegawainya sesuai
dengan kinerja pegawai tersebut. Di
samping pemberian gaji perusahaan juga
harus memberikan fasilitas-fasilitas
kesejahteraan pegawai yang biasa
disebut insentif. Lembaga atau organisasi
meyakini bahwa sistem imbalan pada
umumnya dan sistem insentif pada
khususnya dapat meningkatkan
produktivitas dan semangat kerja
pegawai, maka insentif perlu
ditingkatkan untuk menunjang kinerja
pegawai dalam meningkatkan hasil
produksi.
Pengawasan sangat diperlukan
karena pada dasarnya manusia akan
melakukan tindakan yang negatif bila
dirinya tidak diawasi oleh pimpinan saat
bekerja, seperti menunda waktu, bekerja
tidak sepenuh hati, melakukan
kecurangan-kecurangan, sehingga akan
berdampak kepada pencapaian tujuan
yang tidak efesien dan efektif.
Karyawan pada umumnya akan
bersemangat bekerja dengan prestasi yang
tinggi apabila kebutuhannya sebagai
makhluk hidup dan makhluk sosial dapat
terpenuhi secara tepat. Kebutuhan
tersebut memiliki latar belakang,
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
pengalaman-pengalaman, harapan-
harapan, keinginan-keinginan, ambisi-
ambisi dan susunan psikologis yang
berbeda-beda pada setiap individu.
Individu-individu tersebut masing-masing
memandang kejadian-kejadian dari sudut
pandang dan reaksi mereka sendiri.
Kegiatan pendayagunaan sumber daya
manusia yang dimiliki orang-orang
yang menyediakan tenaga, bakat
kreativitas dan semangat bagi lembaga
serta memegang peranan penting dalam
fungsi operasional lembaga atau
organisasi. Selain itu banyak karyawan
yang lebih menyukai bahwa bayaran
mereka dikaitkan dengan prestasi kerja
masing-masing.
Lembaga atau organisasi tidak
mungkin terlepas dari tenaga kerja
manusia, walaupun aktivitas lembaga
itu telah mempunyai modal yang cukup
besar dan teknologi modern, sebab
bagaimanapun majunya teknologi
tanpa ditunjang oleh manusia sebagai
sumber dayanya maka tujuan lembaga
atau organisasi tidak akan tercapai,
dengan demikian maka sumber daya
manusia sangat penting untuk
diberikan arahan dan bimbingan dari
manajemen lembaga atau organisasi
pada umumnya dan manajemen sumber
daya manusia pada khususnya.
Untuk dapat mengikuti segala
perkembangan yang ada dan
tercapainya tujuan suatu lembaga maka
perlu adanya suatu motivasi agar
pegawai mampu bekerja dengan baik,
dan salah satu motivasi itu adalah
dengan memenuhi keinginan-keinginan
pegawai antara lain: gaji atau upah
yang baik, pekerjaan yang aman,
suasana kerja yang kondusif,
penghargaan terhadap pekerjaan yang
dilakukan, pimpinan yang adil dan
bijaksana, pengarahan dan perintah
yang wajar, organisasi atau tempat
kerja yang dihargai masyarakat atau
dengan mengupayakan insentif yang
besarannya proporsional dan juga
bersifat progresif yang artinya sesuai
dengan jenjang karir, karena insentif
sangat diperlukan untuk memacu
kinerja para pegawai agar selalu berada
pada tingkat tertinggi (optimal) sesuai
kemampuan masing-masing.
Namun permasalahan yang
terjadi pada Kantor Kelurahan Harapan
Mulya Bekasi,. adalah pengawasan
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
lebih dimaksudkan sebagai,
“pengawasan yang dilakukan terhadap
suatu kegiatan sebelum kegiatan itu
dilaksanakan, sehingga belum dapat
mencegah terjadinya penyimpangan.”
Lazimnya, pengawasan ini dilakukan
pemerintah dengan maksud untuk
menghindari adanya penyimpangan
pelaksanaan keuangan negara yang
akan membebankan dan merugikan
negara lebih besar, dalam masalah
pemberian insentif belum bisa
meningkatkan kinerja kelembagaan,
masih kurangnya perhatian pimpinan
terhadap pemberian insentif kepada
pegawai, masih kurangnya semangat
kerja pegawai dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawab, kinerja
pegawai menurun. Dari kekurangan-
kekurangan tersebut maka perlu
dilakukan penelitian yang berjudul
Pengaruh Pengawasan dan Pemberian
Insentif terhadap Kinerja Kelembagaan
Masyarakat pada RT, RW, dan LMK
Di Kel. Harapan Mulya Bekasi
B. Identifikasi masalah
Berdasarkan hal-hal yang
dikemukakan dalam latar belakang
masalah di atas, menunjukkan banyak
faktor-faktor yang akan mempengaruhi
kinerja kelembagaan masyarakat, pada
RT, RW, dan LMK Di Kelurahan
Harapan Mulya Bekasi. diantaranya
adalah, pengawasan dan pemberian
insentiv.
Dari uraian tersebut,
maka muncullah berbagai
pertanyaan yang mendasar
yaitu:
1.Apakah pengawasan berpengaruh
terhadap kinerja kelembagaan
masyarakat pada RT, RW, dan LMK
Di Kelurahan Harapan Mulya
Bekasi?.
2. Apakah motivasi berpengaruh
terhadap kinerja kelembagaan
masyarakat pada RT, RW, dan
LMK Di Kelurahan Harapan Mulya
Bekasi?
3. Apakan pimpinan berpengaruh
terhadap kinerja kelembagaan
masyarakat pada RT, RW, dan LMK
Di Kelurahan Harapan Mulya
Bekasi?,
4. Apakah pemberian insentif
berpengaruh terhadap kinerja
kelembagaan masyarakat pada RT,
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
RW, dan LMK Di Kelurahan.
Harapan Mulya Bekasi?,
5. Apakah optimalnya pengawasan
berpengaruh terhadap kinerja
kelembagaan masyarakat pada RT,
RW, dan LMK Di Kelurahan
Harapan Mulya Bekasi?,
C. Pembatasan masalah
Bertolak dari identifikasi
masalah yang diuraikan diatas,
menunjukan bahwa permasalahan yang
berhubungan dengan kinerja
kelembagaan Masyarakat sangat luas,
rumit dan kompleks sehingga perlu
dilakukan pembatasan. Penelitian ini
dibatasi hanya meneliti variabel yang
diduga berpengaruh langsung maupun
tidak langsung terhadap variabel
Kinerja Kelembagaan Masyarakat pada
RT , RW, dan LMK Di Kelurahan.
Harapan Mulya Bekasi?, yaitu
Pengawasan dan Pemberian Insentiv.
D. Perumusan Masalah
Dari pembatasan masalah
tersebut di atas, maka masalah yang
akan dikaji dan dianalisis dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut:
1. Apakah pengawasan
berpengaruh terhadap kinerja
kelembagaan Masyarakat pada
RT, RW, dan LMK Di Kelurahan
Harapan Mulya Bekasi?,
2. Apakah pemberian insentif
berpengaruh terhadap kinerja
kelembagaan Masyarakat pada
RT, RW, dan LMK Di Kelurahan
Harapan Mulya Bekasi?,
E. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui Pengaruh
Pengawasan Terhadap Kinerja
kelembagaan Masyarakat pada
RT, RW, dan LMK Di
Kelurahan Harapan Mulya
Bekasi?,
2. Mengetahui Pengaruh
Pemberian Insentif Terhadap
kinerja kelembagaan
Masyarakat pada RT, RW, dan
LMK Di Kelurahan Harapan
Mulya Bekasi?,
3. Mengetahui bagaimana
efektifitas dan optimaisasi
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
peraturan yang ada dan dapat
dipahami dan dilaksanakan
secara kelembagaan masyarakat
F. . Kegunaan Penelitian
1. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberi
sumbangan pemikiran bagi
institusi atau lembaga pendidikan
tinggi untuk dapat mewujudkan
harapan yang diinginkan
masyarakat dalam memberikan
pelayanan yang bermutu. Adapun
manfaat secara teoretis, dapat
menambah khasanah ilmu
pengetahuan di bidang ilmu
manajemen kelembagaan
kelurahan tetutama mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja kelembagaan masyarakat
pada RT, RW, dan LMK Di
Kelurahan Harapan Mulya Bekasi,
secara langsung maupun tidak
langsung. Selain itu, secara praktis
penelitian ini diharapkan
bermanfaat bagi, sebagai bahan
evaluasi para Aparatur pelaksana
dilapangan dan bagi Pemprov DKI
Jakarta sebagai masukan dalam
rangka Revisi Peraturan Gubernur
No 36 tahun 2001 tentang
Pedoman Rukun Tetangga dan
rukun Warga di Prov. DKI jakarta,
sebagai masukan dalam
merencanakan kegiatan-
kegiatannya untuk kinerja
sekaligus dapat memberikan
pengawasan tepat sasaran yang
sesuai dengan perkembangan
teknologi dan tuntutan kebutuhan
masyarakat pada masa sekarang
dan yang akan datang. Bagi
peneliti, dapat dijadikan sebagai
informasi terhadap penelitian yang
relevan. 2. LANDASAN TEORI
2.1.Pengertian Kinerja
Kata “kinerja” belakangan ini
menjadi topik yang hangat di kalangan
pengusaha dan kalangan administrator.
Kinerja seakan menjadi sosok yang
bernilai dan telah dijadikan tujuan
pokok pada organisasi/badan usaha,
selain profit. Karena dengan laba saja
tidak cukup apabila tidak dibarengi
dengan efektivitas dan efisiensi.
Kinerja bagian produktivitas
kerja, produktivitas berasal dari kata
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
”Produktif” artinya sesuatu yang
mengandung potensi untuk digali,
sehingga produktivitas dapatlah
dikatakan sesuatu proses kegiatan yang
terstruktur guna menggali potensi yang
ada dalam sebuah komoditi atau objek.
Filosofi produktivitas sebenarnya dapat
mengandung arti keinginan dan usaha
dari setiap manusia (individu maupun
kelompok) untuk selalu meningkatkan
mutu kehidupan dan penghidupannya.
Untuk lebih jelasnya berikut ini
akan dijabarkan beberapa pengertian
mengenai kinerja menurut beberapa
ahli.
Menurut Anwar Prabu
Mangkunegara (2001: 67) kinerja itu
dapat didefinisikan sebagai: “Hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seseorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.”
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2002:
94), pengertian kinerja itu adalah:
“Pengorbanan jasa, jasmani dan pikiran
untuk menghasilkan barang-barang
atau jasa-jasa dengan memperoleh
imbalan prestasi tertentu.” Sedangkan
menurut August W. Smith yang dikutip
dalam buku Sedarmayanti (2001: 50)
mengemukakan: “Performance atau
kinerja adalah output drive from
processes, human or otherwise, jadi
dikatakannya bahwa kinerja
merupakan hasil atau keluaran dari
suatu proses”. Sedangkan menurut
Bernardin dan Russsell yang dikutip
oleh Ambar Teguh Sulistiyani dan
Rosidah (2003: 224) bahwa kinerja
adalah: “Kinerja merupakan catatan
outcome yang dihasilkan dari fungsi
pegawai tertentu atau kegiatan yang
dilakukan selama periode waktu
tertentu. Sedang kinerja suatu jabatan
secara keseluruhan sama dengan
jumlah (rata-rata) dari kinerja fungsi
pegawai atau kegiatan yang dilakukan.
Pengertian kinerja di sini tidak
bermaksud menilai karakteristik
individu tetapi mengacu pada
serangkaian hasil yang diperoleh
selama periode waktu tertentu”.
Menurut beberapa pengertian di atas
penulis dapat menyimpulkan bahwa
kinerja mempunyai hubungan erat
dengan masalah produktivitas karena
merupakan indikator dalam
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
menentukan bagaimana usaha untuk
mencapai tingkat produktivitas yang
tinggi dalam suatu perusahaan/instansi.
Sehubungan dengan hal tersebut maka
upaya untuk mengadakan penilaian
terhadap kinerja di suatu organisasi
merupakan hal yang sangat penting.
Berbicara tentang kinerja personil, erat
kaitannya dengan cara mengadakan
penilaian terhadap pekerjaan seseorang
sehingga perlu ditetapkan standar
kinerja atau standard performance.
Ungkapan tersebut menyatakan bahwa
standar kinerja perlu dirumuskan guna
dijadikan tolak ukur dalam
mengadakan perbandingan antara apa
yang telah dilakukan dengan apa yang
diharapkan, kaitannya dengan
pekerjaan atau jabatan yang telah
dipercayakan kepada seseorang.
Standar termaksud dapat pula dijadikan
sebagai ukuran dalam mengadakan
pertanggung jawaban terhadap apa
yang telah dilakukan. Whittaker (2006)
mengatakan bahwa kinerja merupakan
suatu alat manajemen untuk
meningkatkan kualitas pengambilan
keputusan dan akuntabilitas.
Sedangkan Donal dan Lawton (2005)
mengatakan bahwa kinerja
kelembagaan dapat digunakan sebagai
ukuran keberhasilan suatu lembaga
dalam kurun waktu tertentu dan dapat
di jadikan input bagi perbaikan dan
peningkatan kinerja kelembagaan. Lain
halnya Levine dkk (2007)
mengusulkan tiga konsep yang bisa di
pergunakan untuk mengukur kinerja
birokrasi publik, yaitu responsivenes,
responsibility dan accountability.
Berdasarkan pendapat para ahli
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
untuk terciptanya kinerja kelembagaan
yang efektif agar tercipta suatu
keadaan untuk mempercepat proses
kerja yang cepat maka dibutuhkan
struktur organisasi yang bisa
memenuhi kebutuhan publik dalam era
otonomi saat ini.
2.1.Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kinerja
Banyak faktor yang dapat berperan
menciptakan kinerja kelembagaan,
diantaranya visi-misi, struktur
organisasi, prosedur kerja, sistem
intensif, disiplin, kerja sama,
kepemimpinan dan lain lain. Menurut
Daha (2009), faktor yang ikut berperan
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
untuk mempengaruhi keberhasilan
kinerja pelayanan publik yang sangat
dominan adalah faktor kepemimpinan,
sistem intensif dan kerjasama.
Pengawasan
Pengawasan adalah proses dalam
menetapkan ukuran kinerja dan
pengambilan tindakan yang dapat
mendukung pencapaian hasil yang
diharapkan sesuai dengan kinerja yang
telah ditetapkan tersebut. Controlling is
the process of measuring performance
and taking action to ensure desired
results. Pengawasan adalah proses
untuk memastikan bahwa segala
aktifitas yang terlaksana sesuai dengan
apa yang telah direncanakan . The
process of ensuring that actual
activities conform the planned
activities. Menurut Winardi
“Pengawasan adalah semua aktivitas
yang dilaksanakan oleh pihak manajer
dalam upaya memastikan bahwa hasil
aktual sesuai dengan hasil yang
direncanakan”. Sedangkan menurut
Basu Swasta “Pengawasan merupakan
fungsi yang menjamin bahwa kegiatan-
kegiatan dapat memberikan hasil
seperti yang diinginkan”. Sedangkan
menurut Komaruddin “Pengawasan
adalah berhubungan dengan
perbandingan antara pelaksana aktual
rencana, dan awal Unk langkah
perbaikan terhadap penyimpangan dan
rencana yang berarti”. Pengawasan
adalah suatu upaya yang sistematik
untuk menetapkan kinerja standar pada
perencanaan untuk merancang sistem
umpan balik informasi, untuk
membandingkan kinerja aktual dengan
standar yang telah ditentukan, untuk
menetapkan apakah telah terjadi suatu
penyimpangan tersebut, serta untuk
mengambil tindakan perbaikan yang
diperlukan untuk menjamin bahwa
semua sumber daya perusahaan atau
pemerintahan telah digunakan seefektif
dan seefisien mungkin guna mencapai
tujuan perusahaan atau pemerintahan.
Dari beberapa pendapat tersebut diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa
pengawasan merupakan hal penting
dalam menjalankan suatu perencanaan.
Dengan adanya pengawasan maka
perencanaan yang diharapkan oleh
manajemen dapat terpenuhi dan
berjalan dengan baik. Pengawasan
pada dasarnya diarahkan sepenuhnya
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
untuk menghindari adanya
kemungkinan penyelewengan atau
penyimpangan atas tujuan yang akan
dicapai. melalui pengawasan
diharapkan dapat membantu
melaksanakan kebijakan yang telah
ditetapkan untuk mencapai tujuan yang
telah direncanakan secara efektif dan
efisien. Bahkan, melalui pengawasan
tercipta suatu aktivitas yang berkaitan
erat dengan penentuan atau evaluasi
mengenai sejauhmana pelaksanaan
kerja sudah dilaksanakan. Pengawasan
juga dapat mendeteksi sejauhmana
kebijakan pimpinan dijalankan dan
sampai sejauhmana penyimpangan
yang terjadi dalam pelaksanaan kerja
tersebut. Konsep pengawasan demikian
sebenarnya menunjukkan pengawasan
merupakan bagian dari fungsi
manajemen, di mana pengawasan
dianggap sebagai bentuk pemeriksaan
atau pengontrolan dari pihak yang
lebih atas kepada pihak di bawahnya.”
Dalam ilmu manajemen, pengawasan
ditempatkan sebagai tahapan terakhir
dari fungsi manajemen. Dari segi
manajerial, pengawasan mengandung
makna pula sebagai: “pengamatan atas
pelaksanaan seluruh kegiatan unit
organisasi yang diperiksa untuk
menjamin agar seluruh pekerjaan yang
sedang dilaksanakan sesuai dengan
rencana dan peraturan.” atau “suatu
usaha agar suatu pekerjaan dapat
dilaksanakan sesuai dengan rencana
yang telah ditentukan, dan dengan
adanya pengawasan dapat
memperkecil timbulnya hambatan,
sedangkan hambatan yang telah terjadi
dapat segera diketahui yang kemudian
dapat dilakukan tindakan
perbaikannya.” Sementara itu, dari segi
hukum administrasi negara,
pengawasan dimaknai sebagai “proses
kegiatan yang membandingkan apa
yang dijalankan, dilaksanakan, atau
diselenggarakan itu dengan apa yang
dikehendaki, direncanakan, atau
diperintahkan.” Hasil pengawasan ini
harus dapat menunjukkan sampai di
mana terdapat kecocokan dan
ketidakcocokan dan menemukan
penyebab ketidakcocokan yang
muncul. Dalam konteks membangun
manajemen pemerintahan publik yang
bercirikan good governance (tata kelola
pemerintahan yang baik), pengawasan
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
merupakan aspek penting untuk
menjaga fungsi pemerintahan berjalan
sebagaimana mestinya. Dalam konteks
ini, pengawasan menjadi sama
pentingnya dengan penerapan good
governance itu sendiri. Dalam
kaitannya dengan akuntabilitas publik,
pengawasan merupakan salah satu cara
untuk membangun dan menjaga
legitimasi warga masyarakat terhadap
kinerja pemerintahan dengan
menciptakan suatu sistem pengawasan
yang efektif, baik pengawasan intern
(internal control) maupun pengawasan
ekstern (external control). Di samping
mendorong adanya pengawasan
masyarakat (social control). Sasaran
pengawasan adalah temuan yang
menyatakan terjadinya penyimpangan
atas rencana atau target. Sementara itu,
tindakan yang dapat dilakukan adalah:
a. mengarahkan atau
merekomendasikan perbaikan;
b. menyarankan agar ditekan adanya
pemborosan; c. mengoptimalkan
pekerjaan untuk mencapai sasaran
rencana. Pada dasarnya ada beberapa
jenis pengawasan yang dapat
dilakukan, yaitu: 1. Pengawasan Intern
dan Ekstern Pengawasan intern adalah
pengawasan yang dilakukan oleh orang
atau badan yang ada di dalam
lingkungan unit organisasi yang
bersangkutan.” Pengawasan dalam
bentuk ini dapat dilakukan dengan cara
pengawasan atasan langsung atau
pengawasan melekat (built in control)
atau pengawasan yang dilakukan
secara rutin oleh inspektorat jenderal
pada setiap kementerian dan
inspektorat wilayah untuk setiap daerah
yang ada di Indonesia, dengan
menempatkannya di bawah
pengawasan Kementerian Dalam
Negeri. Pengawasan ekstern adalah
pemeriksaan yang dilakukan oleh unit
pengawasan yang berada di luar unit
organisasi yang diawasi. Dalam hal ini
di Indonesia adalah Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), yang merupakan
lembaga tinggi negara yang terlepas
dari pengaruh kekuasaan manapun.
Dalam menjalankan tugasnya, BPK
tidak mengabaikan hasil laporan
pemeriksaan aparat pengawasan intern
pemerintah, sehingga sudah
sepantasnya di antara keduanya perlu
terwujud harmonisasi dalam proses
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
pengawasan keuangan negara. Proses
harmonisasi demikian tidak
mengurangi independensi BPK untuk
tidak memihak dan menilai secara
obyektif aktivitas pemerintah.
Pengawasan Preventif dan Represif
Pengawasan preventif lebih
dimaksudkan sebagai, “pengawasan
yang dilakukan terhadap suatu kegiatan
sebelum kegiatan itu dilaksanakan,
sehingga dapat mencegah terjadinya
penyimpangan.” Lazimnya,
pengawasan ini dilakukan pemerintah
dengan maksud untuk menghindari
adanya penyimpangan pelaksanaan
keuangan negara yang akan
membebankan dan merugikan negara
lebih besar. Di sisi lain, pengawasan ini
juga dimaksudkan agar sistem
pelaksanaan anggaran dapat berjalan
sebagaimana yang dikehendaki.
Pengawasan preventif akan lebih
bermanfaat dan bermakna jika
dilakukan oleh atasan langsung,
sehingga penyimpangan yang
kemungkinan dilakukan akan
terdeteksi lebih awal. Di sisi lain,
pengawasan represif adalah
“pengawasan yang dilakukan terhadap
suatu kegiatan setelah kegiatan itu
dilakukan.” Pengawasan model ini
lazimnya dilakukan pada akhir tahun
anggaran, di mana anggaran yang telah
ditentukan kemudian disampaikan
laporannya. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan dan pengawasannya untuk
mengetahui kemungkinan terjadinya
penyimpangan. 3. Pengawasan
Aktif dan Pasif Pengawasan dekat
(aktif) dilakukan sebagai bentuk
“pengawasan yang dilaksanakan di
tempat kegiatan yang bersangkutan.”
Hal ini berbeda dengan pengawasan
jauh (pasif) yang melakukan
pengawasan melalui “penelitian dan
pengujian terhadap surat-surat
pertanggung jawaban yang disertai
dengan bukti-bukti penerimaan dan
pengeluaran.” Di sisi lain, pengawasan
berdasarkan pemeriksaan kebenaran
formil menurut hak (rechmatigheid)
adalah “pemeriksaan terhadap
pengeluaran apakah telah sesuai
dengan peraturan, tidak kadaluarsa, dan
hak itu terbukti kebenarannya.”
Sementara, hak berdasarkan
pemeriksaan kebenaran materil
mengenai maksud tujuan pengeluaran
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
(doelmatigheid) adalah “pemeriksaan
terhadap pengeluaran apakah telah
memenuhi prinsip ekonomi, yaitu
pengeluaran tersebut diperlukan dan
beban biaya yang serendah mungkin.”
4. Pengawasan kebenaran formil
menurut hak (rechtimatigheid) dan
pemeriksaan kebenaran materiil
mengenai maksud tujuan pengeluaran
(doelmatigheid). Dalam kaitannya
dengan penyelenggaraan negara,
pengawasan ditujukan untuk
menghindari terjadinya “korupsi,
penyelewengan, dan pemborosan
anggaran negara yang tertuju pada
aparatur atau pegawai negeri.” Dengan
dijalankannya pengawasan tersebut
diharapkan pengelolaan dan
pertanggung jawaban anggaran dan
kebijakan negara dapat berjalan
sebagaimana direncanakan. Menurut
Hasibuan ( 1995, hal.216 ) : “Pengawasan
efektif merangsang moral kerja pegawai,
karena pegawai merasa mendapat
perhatian, bimbingan, petunjuk,
pengarahan-pengarahan dan pengawasan
dari atasannya.” Pengertian Insentif
Insentif sebagai sarana motivasi yang
mendorong para pegawai untuk bekerja
dengan kemampuan yang optimal,
yang dimaksudkan sebagai pendapatan
ekstra di luar gaji atau upah yang telah
ditentukan. Pemberian insentif
dimaksudkan agar dapat memenuhi
kebutuhan para pegawai dan keluarga
mereka. Istilah sistem insentif pada
umumnya digunakan untuk
menggambarkan rencana-rencana
pembayaran upah yang dikaitkan
secara langsung atau tidak langsung
dengan berbagai standar kinerja
pegawai atau profitabilitas
organisasi.Kompensasi dan insentif
mempunyai hubungan yang sangat
erat, di mana insentif merupakan
komponen dari kompensasi dan
keduanya sangat menentukan dalam
pencapaian tujuan dan sasaran
organisasi secara keseluruhan. Insentif
dapat dirumuskan sebagai balas jasa
yang memadai kepada pegawai yang
prestasinya melebihi standar yang telah
ditetapkan. Insentif merupakan suatu
faktor pendorong bagi pegawai untuk
bekerja lebih baik agar kinerja pegawai
dapat meningkat. Untuk memperoleh
pengertian yang lebih jelas tentang
insentif, di bawah ini ada beberapa ahli
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
manajemen mengemukakan pengertian
mengenai insentif. Menurut Malayu
S.P Hasibuan (2001: 117),
mengemukakan bahwa: “Insentif
adalah tambahan balas jasa yang
diberikan kepada karyawan tertentu
yang prestasinya di atas prestasi
standar. Insentif ini merupakan alat
yang dipergunakan pendukung prinsip
adil dalam pemberian kompensasi”.
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara
(2002: 89), mengemukakan bahwa:
“Insentif adalah suatu bentuk motivasi
yang dinyatakan dalam bentuk uang
atas dasar kinerja yang tinggi dan juga
merupakan rasa pengakuan dari pihak
organisasi terhadap kinerja karyawan
dan kontribusi terhadap organisasi
(perusahaan).” Sedangkan menurut
Mutiara S. Pangabean (2002: 77),
mengemukakan bahwa: “Insentif
merupakan imbalan langsung yang
dibayarkan kepada karyawan karena
prestasi melebihi standar yang
ditentukan. Dengan mengasumsikan
bahwa uang dapat mendorong
karyawan bekerja lebih giat lagi, maka
mereka yang produktif lebih menyukai
gajinya dibayarkan berdasarkan hasil
kerja”. Menurut T. Hani Handoko
(2002: 176), mengemukakan bahwa:
“Insentif adalah perangsang yang
ditawarkan kepada para karyawan
untuk melaksanakan kerja sesuai atau
lebih tinggi dari standar-standar yang
telah ditetapkan”. Jadi menurut
pendapat-pendapat para ahli di atas
dapat penulis simpulkan, bahwa
insentif adalah dorongan pada
seseorang agar mau bekerja dengan
baik dan agar lebih dapat mencapai
tingkat kinerja yang lebih tinggi
sehingga dapat membangkitkan gairah
kerja dan motivasi seorang pegawai,
jadi seseorang mau bekerja dengan
baik apabila dalam dirinya terdapat
motivasi, yang menjadi masalah adalah
bagaimana pula menciptakan gairah
kerja dan motivasinya, sebab walaupun
motivasi sudah terbentuk apabila tidak
disertai dengan gairah kerjanya maka
tetap saja pegawai tersebut tidak akan
bisa bekerja sesuai yang diharapkan. Di
mana pada prinsipnya pemberian
insentif menguntungkan kedua belah
pihak. Perusahaan mengharapkan
adanya kekuatan atau semangat yang
timbul dalam diri penerima insentif
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
yang mendorong mereka untuk bekerja
dengan lebih baik dalam arti lebih
produktif agar tujuan yang ingin
dicapai oleh perusahaan/instansi dapat
terpenuhi sedangkan bagi pegawai
sebagai salah satu alat pemuas
kebutuhannya Pemberian Insentif
adalah semua pendapatan atau balas
jasa yang berbentuk uang atau berupa
barang langsung atau tidak langsung
yang diterima pegawai sebagai imbalan
atas jasa yang diberikan kepada
lembaga atau organisasi. Di mana
insentif yang diberikan lembaga atau
organisasi adalah sebagai salah satu
usaha yang dilakukan untuk
meningkatkan kinerja pegawai.
Pemberian insentif yang tepat di
samping untuk meningkatkan kinerja
pegawai, dimaksudkan pula untuk
membuat pegawai memiliki kesetiaan
bekerja di lembaga atau organisasi dan
dapat menstabilkan perputaran tenaga
kerja khususnya di Kantor Kelurahan
Kartini Jakarta Pusat.
2.2.1 Jenis-jenis Insentif
Jenis-jenis insentif dalam suatu
perusahaan/instansi, harus dituangkan
secara jelas sehingga apat diketahui
oleh pegawai dan oleh perusahaan
tersebut dapat dijadikan kontribusi
yang baik untuk dapat menambah
gairah kerja bagi pegawai yang
bersangkutan. Menurut ahli manajemen
sumber daya manusia Sondang P.
Siagian (2002: 268), jenis-jenis insentif
tersebut adalah: 1. Piece work Piece
work adalah teknik yang digunakan
untuk mendorong kinerja kerja
pegawai berdasarkan hasil pekerjaan
pegawai yang dinyatakan dalam jumlah
unit produksi. Bonus Bonus adalah
Insentif yang diberikan kepada
pegawai yang mampu bekerja
sedemikian rupa sehingga tingkat
produksi yang baku terlampaui. Komisi
Komisi adalah bonus yang diterima
karena berhasil melaksanakan tugas
dan sering diterapkan oleh tenaga-
tenaga penjualan. Insentif bagi
eksekutif Insentif bagi eksekutif ini
adalah insentif yang diberikan kepada
pegawai khususnya manajer atau
pegawai yang memiliki kedudukan
tinggi dalam suatu perusahaan,
misalnya untuk membayar cicilan
rumah, kendaraan bermotor atau biaya
pendidikan anak. Kurva “kematangan”
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Adalah diberikan kepada tenaga kerja
yang karena masa kerja dan golongan
pangkat serta gaji tidak bisa mencapai
pangkat dan penghasilan yang lebih
tinggi lagi, misalnya dalam bentuk
penelitian ilmiah atau dalam bentuk
beban mengajar yang lebih besar dan
sebagainya.
Rencana insentif kelompok
Rencana insentif kelompok adalah
kenyataan bahwa dalam banyak
organisasi, kinerja bukan karena
keberhasilan individual melainkan
karena keberhasilan kelompok kerja
yang mampu bekerja sebagai suatu tim.
Berdasarkan pengertian di atas, maka
penulis dapat menyimpulkan bahwa
jenis-jenis insentif adalah: a. Insentif
material Dapat diberikan dalam bentuk:
1) Bonus 2) Komisi 3) Pembagian laba
4) Kompensasi yang ditangguhkan 5)
Bantuan hari tua. b. Insentif non-ma
material Dapat diberikan dalam bentuk:
1) Jaminan social 2) Pemberian piagam
penghargaan 3) Pemberian promosi 4)
Pemberian pujian lisan atau tulisan.
Jelas bahwa insentif yang memadai
akan mendorong semangat dan gairah
kerja pegawai, sehingga pegawai akan
terus menjaga dan meningkatkan hasil
kerjanya ada akhirnya akan
meningkatkan keuntungan itu sendiri
dalam mencapai tujuan dan sasaran
yang ditetapkan, sehingga instansi dan
pegawai diharapkan lebih solid dalam
membangun kebersamaan menuju
kemajuan perusahaan/instansi. 2.2.2
Tujuan Pemberian Insentif
Tujuan pemberian insentif
adalah untuk memenuhi kepentingan
berbagai pihak, yaitu:
1. Bagi perusahaan:
a) Mempertahankan tenaga kerja yang
terampil dan cakap agar
loyalitasnya tinggi terhadap
perusahaan.
b) Mempertahankan dan meningkatkan
moral kerja pegawai yang
ditunjukkan akan menurunnya
tingkat perputaran tenaga kerja dan
absensi.
c) Meningkatkan produktivitas
perusahaan yang berarti hasil
produksi bertambah untuk setiap
unit per satuan waktu dan
penjualan yang meningkat.
2. Bagi pegawai:
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
a) Meningkatkan standar kehidupannya
dengan diterimanya pembayaran
di luar gaji pokok.
b) Meningkatkan semangat kerja
pegawai sehingga mendorong
mereka untuk berprestasi lebih
baik.
Setiap orang apabila ditawarkan
suatu ganjaran yang memberikan hasil
yang cukup menguntungkan bagi
mereka, maka ia akan termotivasi
untuk memperolehnya. Alat motivasi
yang kuat itu adalah dengan
memberikan „insentif”.
Pemberian insentif terutama
insentif material dimaksudkan agar
kebutuhan materi pegawai terpenuhi,
dengan terpenuhinya kebutuhan materi
itu diharapkan pegawai dapat bekerja
lebih baik, cepat dan sesuai dengan
standar perusahaan sehingga output
yang dihasilkan dapat meningkat
daripada input dan akhirnya kinerja
pegawai dapat meningkat.
Jadi pemberian insentif
merupakan sarana motivasi yang dapat
merangsang ataupun mendorong
pegawai agar dalam diri mereka timbul
semangat yang lebih besar untuk
berprestasi bagi peningkatan kinerja.
2.2.3. Sistem Pelaksanaan Pemberian
Insentif
Pedoman penyusunan rencana
insentif oleh Gary Dessler dalam
bukunya yang diterjemahkan oleh
Agus Dharma dapat juga dijadikan
bahan acuan, antara lain:
a. Pastikan bahwa usaha dan imbalan
langsung terkait Insentif dapat
memotivasi pegawai jika mereka
melihat adanya kaitan antara upaya
yang mereka lakukan dengan
pendapatan yang disediakan, oleh
karena itu program insentif
hendaklah menyediakan ganjaran
kepada pegawai dalam proporsi
yang sesuai dengan peningkatan
kinerja mereka. Pegawai harus
berpandangan bahwa mereka dapat
melakukan tugas yang diperlukan
sehingga standar yang ditetapkan
dapat tercapai.
b. Buatlah rencana yang dapat
dipahami dan mudah di kalkulasi
oleh pegawai
Para pegawai diharapkan
dapat mudah menghitung
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
pendapatan yang bakal diterima
dalam berbagai level upaya dengan
melihat kaitan antara upaya dengan
pendapatan. Oleh karena itu
program tersebut sebaiknya dapat
dimengerti dan mudah di kalkulasi.
c. Tetapkanlah standar yang efektif
Standar yang mendasari pemberian
insentif ini sebaiknya efektif, di
mana standar dipandang sebagai hal
yang wajar oleh pegawai. Standar
sebaiknya ditetapkan cukup masuk
akal, sehingga dalam upaya
mencapainya terdapat kesempatan
berhasil 50-50 dan tujuan yang akan
dicapai hendaknya spesifik, artinya
tujuan secara terperinci dan dapat
diukur karena hak ini dipandang
lebih efektif.
d. Jaminlah standar anda
Dewasa ini, para pegawai sering
curiga bahwa upaya yang
melampaui standar akan
mengakibatkan makin tingginya
standar untuk melindungi
kepentingan jangka panjang, maka
mereka tidak berprestasi di atas
standar sehingga mengakibatkan
program insentif gagal. Oleh karena
itu penting bagi pihak manajemen
untuk memandang standar sebagai
suatu kontrak dengan pegawai anda
begitu rencana itu operasional.
e. Jaminlah suatu tarif pokok per jam
Terutama bagi pegawai pabrik,
pihak perusahaan disarankan untuk
menjamin adanya upah pokok bagi
pegawai, baik dalam per jam, hari,
bulan dan sebagainya agar mereka
tahu bahwa apapun yang terjadi
mereka akan memperoleh suatu
upah minimum yang terjamin.
Jika suatu insentif yang
diinginkan berjalan dengan efektif
maka harus memenuhi kondisi-
kondisi sebagai berikut:
a. Pekerjaan-pekerjaan individu
mestilah tidak begitu tergantung
terhadap pekerjaan lainnya.
b. Basis yang kompetitif dan memadai
terhadap gaji dan tunjangan-
tunjangan dasar pada puncak di
mana insentif dapat menghasilkan
pendapatan variabel.
c. Dampak signifikan individu atau
kelompok atas kinerja hasil-hasil
yang penting.
d. Hasil-hasil yang dapat diukur.
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
e. Standar produksi terhadap mana
program insentif didasarkan
haruslah disusun dan dipelihara
secara cermat.
f. Begitu standar produksi selesai
disusun, standar tersebut haruslah
dikaitkan terhadap tingkat gaji.
g. Rentang waktu yang masuk akal.
h. Komitmen manajemen terhadap
program-program adalah vital bagi
kesuksesannya.
i. Iklim organisasional yang sehat dan
positif di mana perjuangan terhadap
keunggulan individu dan kelompok
didorong.
2.2.4 Indikator-indikator Pemberian
Insentif
Beberapa cara perhitungan atau
pertimbangan dasar penyusunan
insentif antara lain sebagai berikut:
1. Kinerja
Sistem insentif dengan cara ini
langsung mengkaitkan besarnya
insentif dengan kinerja yang telah
ditunjukkan oleh pegawai yang
bersangkutan. Berarti besarnya
insentif tergantung pada banyak
sedikitnya hasil yang dicapai dalam
waktu kerja pegawai. Cara ini dapat
diterapkan apabila hasil kerja diukur
secara kuantitatif, memang dapat
dikatakan bahwa dengan cara ini
dapat mendorong pegawai yang
kurang produktif menjadi lebih
produktif dalam bekerjanya. Di
samping itu juga sangat
menguntungkan bagi pegawai yang
dapat bekerja cepat dan
berkemampuan tinggi. Sebaliknya
sangat tidak favourable bagi
pegawai yang bekerja lamban atau
pegawai yang sudah berusia agak
lanjut.
2. Lama Kerja
Besarnya insentif ditentukan atas
dasar lamanya pegawai
melaksanakan atau menyelesaikan
suatu pekerjaan. Cara
perhitungannya dapat menggunakan
per jam, per hari, per minggu
ataupun per bulan. Umumnya cara
yang diterapkan apabila ada
kesulitan dalam menerapkan cara
pemberian insentif berdasarkan
kinerja. Memang ada kelemahan
dan kelebihan dengan cara ini,
antara lain sebagai berikut:
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
a. Kelemahan
Terlihatnya adanya kelemahan
cara ini sebagai berikut:
1) Mengakibatkan mengendornya
semangat kerja pegawai yang
sesungguhnya mampu
berproduksi lebih dari rata-rata.
2) Tidak membedakan usia,
pengalaman dan kemampuan
pegawai.
3) Membutuhkan pengawasan
yang ketat agar pegawai
sungguh-sungguh bekerja.
4) Kurang mengakui adanya
kinerja pegawai.
b. Kelebihan
Di samping kelemahan tersebut
di atas, dapat dikemukakan kelebihan-
kelebihan cara ini sebagai berikut:
1) Dapat mencegah hal-hal yang
tidak atau kurang diinginkan
seperti: pilih kasih, diskiminasi
maupun kompetisi yang kurang
sehat.
2) Menjamin kepastian penerimaan
insentif secara periodik
3) Tidak memandang rendah
pegawai yang cukup lanjut usia.
3. Senioritas
Sistem insentif ini
didasarkan pada masa kerja atau
senioritas pegawai yang
bersangkutan dalam suatu
organisasi. Dasar pemikirannya
adalah pegawai senior,
menunjukkan adanya kesetiaan
yang tinggi dari pegawai yang
bersangkutan pada organisasi di
mana mereka bekerja. Semakin
senior seorang pegawai semakin
tinggi loyalitasnya pada
organisasi, dan semakin mantap
dan tenangnya dalam organisasi.
Kelemahan yang menonjol dari
cara ini adalah belum tentu
mereka yang senior ini memiliki
kemampuan yang tinggi atau
menonjol, sehingga mungkin
sekali pegawai muda (junior)
yang menonjol kemampuannya
akan dipimpin oleh pegawai
senior, tetapi tidak menonjol
kemampuannya. Mereka menjadi
pimpinan bukan karena
kemampuannya tetapi karena
masa kerjanya. Dalam situasi
demikian dapat timbul di mana
para pegawai junior yang energik
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
dan mampu tersebut keluar dari
perusahaan/instansi.
4. Kebutuhan
Cara ini menunjukkan
bahwa insentif pada pegawai
didasarkan pada tingkat urgensi
kebutuhan hidup yang layak dari
pegawai. Ini berarti insentif yang
diberikan adalah wajar apabila
dapat dipergunakan untuk
memenuhi sebagian kebutuhan
pokok, tidak berlebihan namun
tidak berkekurangan. Hal seperti
ini memungkinkan pegawai
untuk dapat bertahan dalam
perusahaan/instansi.
5. Keadilan dan Kelayakan
a. Keadilan
Dalam sistem insentif
bukanlah harus sama rata tanpa
pandang bulu, tetapi harus terkait
pada adanya hubungan antara
pengorbanan (input) dengan
(output), makin tinggi
pengorbanan semakin tinggi
insentif yang diharapkan,
sehingga oleh karenanya yang
harus dinilai adalah
pengorbanannya yang diperlukan
oleh suatu jabatan. Input dari
suatu jabatan ditunjukkan oleh
spesifikasi yang harus dipenuhi
oleh orang yang memangku
jabatan tersebut. Oleh karena itu
semakin tinggi pula output yang
diharapkan. Output ini
ditunjukkan oleh insentif yang
diterima para pegawai yang
bersangkutan, di mana di
dalamnya terkandung rasa
keadilan yang sangat
diperhatikan sekali oleh setiap
pegawai penerima insentif
tersebut.
b. Kelayakan
Disamping masalah keadilan
dalam pemberian insentif
tersebut perlu pula diperhatikan
masalah kelayakan. Layak
pengertiannya membandingkan
besarnya insentif dengan
perusahaan lain yang bergerak
dalam bidang usaha sejenis.
Apabila insentif didalam
perusahaan yang bersangkutan
lebih rendah dibandingkan
dengan perusahaan lain, maka
perusahaan/instansi akan
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
mendapat kendala yakni berupa
menurunnya kinerja pegawai
yang dapat diketahui dari
berbagai bentuk akibat
ketidakpuasan pegawai mengenai
insentif tersebut.
6. Evaluasi Jabatan
Evaluasi jabatan adalah suatu usaha
untuk menentukan dan
membandingkan nilai suatu jabatan
tertentu dengan nilai jabatan-jabatan
lain dalam suatu organisasi. Ini
berarti pula penentuan nilai relatif
atau harga dari suatu jabatan guna
menyusun rangking dalam
penentuan insentif
.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan
suatu kegiatan pengumpulan,
pengolahan, penyajian dan analisa data
yang dilakukan dengan metode ilmiah
secara efisien dan sistematis yang
hasilnya berguna untuk mengetahui
suatu keadaan atau persoalan dalam
rangka pemecahan masalah.
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
metode survei dengan pendekatan
analisis jalur (path analysis). Cara
untuk mengumpulkan data yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah
melalui kuesioner yang telah disusun
terlebih dahulu kemudian di sebarkan
ke responden. Responden dalam
penelitian ini adalah karyawan PT
Baron yang dipekerjakan sebanyak 212
orang dengan status 66 karyawan
tetap, 46 karyawan tidak tetap dan 100
orang karyawan outsourcing. Masa
kontrak kerja awal karyawan
outsourcing tersebut adalah 1 tahun.
Alasan yang mendasari penelitian ini
yaitu munculnya research gap dari
penelitian terdahulu dan research
problem yang ditemukan di lapangan
3. 3. Obyek, Tempat dan Waktu
Penelitian
3. 3. 1. Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini dilakukan
untuk memperoleh data penelitian,
Cara mengambil data dengan
menggunakan angket dan angket
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
diberikan pada kinerja kelembagaan di
kelurahan tersebut.
3. 3. 2. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini
dilaksanakan di kelurahan dengan
jumlah karyawan yang dipekerjakan
sebanyak 212 orang dengan status 66
karyawan tetap, 48 karyawan tidak
tetap dan 100 karyawan outsourcing.
Masa kontrak kerja awal karyawan
outsourcing tersebut adalah 1 tahun.
3. 3. 3. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan
selama kurang lebih 5 bulan, dimulai
dari bulan September 2011 - Januari
2012. Sebelum dilakukan pengumpulan
data, dilakukan beberapa kegiatan
persiapan yang berkaitan dengan
penelitian, seperti menyusun kerangka
teori dan melakukan seminar proposal,
perbaikan dan ujicoba instrument
penelitian. Ujicoba Instrumen
dilakukan pada bulan Nopember,
menghitung uji validitas dan
penyempurnaan instrumen. Pada bulan
Maret dan April 2012 dilakukan
penelitian untuk pengumpulan dan
analisis data.
3. 4. Populasi dan Sampel
3. 4. 1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini
adalah karyawan PT Baron yang
dipekerjakan sebanyak 212 orang
dengan status 66 karyawan tetap, 48
karyawan tidak tetap dan 100
karyawan outsourcing. Masa kontrak
kerja awal karyawan outsourcing
tersebut adalah 1 tahun. Mereka yang
berpartisipasi mengisi angket untuk
memperoleh data penelitian.
3.4. 2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah
diambil dari populasi terjangkau
sejumlah 30 orang dari jumlah
populasi 212 orang. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan
adalah sample random sampling yaitu
teknik penarikan sampel secara
kebetulan yaitu siapa saja yang
kebetulan ditemui peneliti di lokasi
penelitian. Jumlah kuesioner yang
diedarkan 40, kuesioner yang tidak
terisi 5 dan tidak dikembalikan
berjumlah 3 yang rusak 2 sehingga
kuesioner yang digunakan 30.
3. 5 Sumber Data dan Skala
Pengukuran
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
3. 5. 1. Sumber data
Sumber data yang digunakan
adalah data primer. Adapun data
primernya dalam hal ini adalah data
yang diperoleh dari jawaban
responden yang diteliti, yaitu berupa
data mengenai pendapat atau
fenomena dari obyek.
3. 6. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan secara acak
untuk memperoleh sampel dari
populasi yang dimaksud, agar
diperoleh data yang baik maka dipilih
dengan menggunakan metode:
Wawancara, Kuesioner, Dokumentasi
3.6. Metode Analisis Data
Sebelum melakukan analisis
data, terlebih dahulu dilakukan uji
Validitas dan Reliabilitas
HASIL PENELITIAN
Pengujian Secara Parsial
Pengujian hubungan
variabel-variabel bebas (X)
terhadap variabel terikat (Y) dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel IV-9. Uji T
Mode
1
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t
Sig.
B
Std.
Error
Beta
1 (Constant)
Pengawasan
Insentif
13.197
.554
.233
5.195
.116
.104
.595
.280
2.540
4.763
2.238
.016
.000
.032
1) Pengaruh Pengawasan Terhadap Kinerja kelembagaan
Dari tabel IV-9 di atas,
diperoleh hasil signifikan t pengaruh
variabel pengawasan (X1) terhadap
kinerja (Y) 0,000, dimana signifikan t
lebih kecil dari α = 0,05. Hal tersebut
berarti bahwa secara parsial
pengawasan mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap kinerja
karyawan (Y)
2) Pengaruh Insentif Terhadap
Kinerja kelembagaan
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Dari tabel IV-9, diperoleh hasil
signifikan t pengaruh variabel usaha
(X1) 0,032, dimana signifikan t lebih
kecil dan α = 0,05. Hal tersebut berarti
bahwa secara parsial mempunyai
insentif mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja karyawan
(Y)
b. Pengujian Secara Serempak
Selanjutnya dengan melihat
nilai R dan R-Square akan dapat dilihat
bagaimana sebenarnya nilai kontribusi
kedua variabel bebas terhadap variabel
terikat:
Tabel IV-10.
Nilai R dan R- Square
Mode
1
R
R Square
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
1 .743a .553 .525 1 .68423
a. Predictors: (Constant), Insentif, Pengawasan
Melalui tabel di atas terlihat
bahwa nilai korelasi ganda (R) adalah
0,743 dan R-Square = 0,553 atau
55,30%. Selanjutnya untuk melihat
apakah kontribusi variabel bebas yang
dilihat dari nilai R-Square di atas
terjadi secara kebetulan hanya pada
sample penelitian saja, atau mungkin
memang benar-benar mencerminkan
keadaan populasi, maka dilakukan
pengujian hipotesis dengan uji F untuk
regresi berganda.
Hipotesis substansial dalam
penelitian ini adalah : pengawasan (X1)
dan insentif (X2) berpengaruh terhadap
kinerja (Y). Agar dapat dilakukan
pengujian statistik, maka hipotesis
substansial tersebut dikonversi ke
dalam hipotesis statsitik sebagai
berikut
Ho : β1 = β2 = 0 = → Pengawasan (X1) dan insentif (X2) tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap kinerja (Y)
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Ha : Salah satu β ≠ 0 → Pengawasan (X1) dan insentif (X2) dan X2 berpengaruh
secara signifikan terhadap kinerja (Y).
Ketentuannya, jika nilai Sig
pada Tabel Anova < α0,05, maka Ho
ditolak, namun bila nilai Sig < α0,05,
maka Ho diterima.
Data yang diperlukan untuk
menguji hipotesis di atas adalah
sebagai berikut:
Tabel IV-11. ANOVA
Mode
1
Sum of
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
1 Regression
Residual
Total
115.614
93.608
209.222
2
33
35
57.807
2.837
20.379
.000a
a. Predictors: (Constant), Insentif, Pengawasan
Nilai Fhitung pada tabel di atas
adalah 20,379 dengan sig 0,000 <α0,05,
sedangkan Ftabel adalah 3,28,
menunjukkan Fhitung > Ftabel yang
berarti Ho ditolak dan Ha diterima,
berarti pengawasan (X1) dan insentif
(X2) berpengaruh secara signifikan
terhadap kmerja (Y) pada taraf < α0,05.
Dari perhitungan dengan
menggunakan program komputer
dengan menggunakan SPSS (Statistical
Program For Social Schedule) Versi
12,0 di dapat (Tabel IV-9):
a = 13,197
b1 = 0,554
b2= 0,233
Jadi persamaan regresi ganda
linier untuk dua prediktor (pengawasan
dan insentif) adalah:
Y = 13,197+ 0,554 X1 + 0,233 X2
Persamaan di atas
memperlihatkan bahwa semua variabel
bebas (pengawasan dan insentif)
memiliki koefisien b yang positif,
berarti seluruh variabel bebas
(pengawasan dan insentif) mempunyai
pengaruh yang searah terhadap kinerja
kelembagaan (Y). Variabel X2
(insentif) memiliki kontribusi relatif
yang paling besar di antara kedua
variabel bebas.
Kesimpulan
1. Secara parsial, pengawasan (X1)
mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja
kelembagaan (Y), begitu juga
dengan insentif (X2) mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap
kinerja kelembagaan (Y) pada taraf
signifikan 0,05
2. Nilai koefisien korelasi ganda
secara bersama-sama antara
pengawasan, insentif dan kinerja
diperoleh R = 0,743. Nilai yang
positif tersebut mempunyai arti
bahwa jika pengawasan dan
insentif ditingkatkan maka kinerja
karyawan akan meningkat.
3. Dari uji F diperoleh 20,379 dengan
sig 0,000< < α0,05, sedangkan F tabel
adalah 3,28, menunjukkan Ho
ditolak dan Ha diterima, berarti
variabel bebas (pengawasan dan
insentif) berpengaruh secara
signifikan terhadap kinerja
kelembagaan (Y) pada
4. taraf < α0,05,
5. Persamaan regresi ganda Y
=13,197 + 0,554 X1 + 0,233 X2.
Persamaan ini memperlihatkan
bahwa semua variabel bebas
(pengawasan dan insentif) memiliki
koefisien b yang positif, berarti
seluruh variabel bebas
(pengawasan dan insentif)
mempunyai pengaruh yang searah
terhadap kinerja (Y). Variabel X1
(pengawasan) memiliki kontribusi
relatif yang paling besar di antara
kedua variabel bebas.
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Saran
1. Untuk meningkatkan kinerja para
kelembagaan, maka pengawasan
yang dilakukan harus ditingkatkan
dan dimulai sejak dari lingkungan
kerja terlebih dahulu. Peningkatan
pengawasan khususnya masalah
disiplin dan ketaatan terhadap
peraturan yang ada, akan
meningkatkan kinerja
pegawai/karyawan karena sudah
dimulai dari lingkungan dalam.
2. Untuk meningkatkan kinerja
pegawai/karyawan, pimpinan
hendaknya melakukan pengarahan
kerja juga dibarengi dengan
pencapaian target yang harus untuk
setiap harinya dan pimpinan beserta
badan yang terkait dapat sanksi
kepada pegawai/karyawan yang
tidak disiplin.
3. Sesuai hasil perhitungan, dimana
insentif mempunyai pengaruh
terhadap peningkatan kinerja
pegawai/karyawan, maka
hendaknya pemberian insentif
dilakukan secara adil, dengan
demikian diharapkan akan
menciptakan suasana kerja yang
kompetitif di samping loyalitas
yang tinggi terhadap perusahaan.
Daftar Pustaka
Alex S. Nitisemito. (1993). Manajemen
Personalia, Cetakan Ketiga,
Yogyakarta: Ghalia Indonesia.
Agus Dharma. (1996). Manajemen
Prestasi Kerja. Cetakan
Pertama. Jakarta: CV. Rajawali.
Andreas Lako, (2004). Kepemimpinan
dan Kinerja Organisasi, hu,
Teori, dan Solusi, Cetakan
Pertama, Yogyakarta: Amara
Books
Djati Julitriarsa dan John Suprihanto.
(1998). Manajemen Umum,
Sebuah Pengantar, Edisi
Pertama, Cetakan Ketiga,
Yogyakarta: BPFE
Harahap, Sofyan Syafri (1996).
Manajemen Kontemporer, Edisi
Pertama, Cetakan Pertama,
Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada
Hasibuan, Malayu SP (1995).
Manajemen Sumber Daya
Manusia Dasar dan Kunci
Keberhasilan. Jakarta: Haji
Mas Agung. Cetakan Kedua.
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Mangkunegara, AA. Anwar Prabu.
(2000). Manajemen Sumber
Daya Manusia Perusahaan,
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Manullang, M. (2004), Dasar- Dasar
Manajemen. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Presss.
Sarwoto. (1990), Dasar-Dasar
Organisasi Dan Manajemen,
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sugiyono. (2003). Metode Penelitian
Bisnis. Cetakan Keempat,
Bandung: Alfabeta.
Susilo Martoyo. (1990). Manajemen
Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: BPFE-UGM
Terry, George R. (1991). Prinsip-
Prinsip Manajemen.
Terjemahan J. Smith D.F.M,
Jakarta: Bumi Aksara
T. Hani Handoko (1998). Manajemen.
Edisi Kedua, Yogyakarta: BPFE-UGM
Winardi.
(1992). Kamus Ekonomi.
Bandung:Alumni
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP
KEPUASAN KERJA KARYAWAN
(Studi pada Karyawan outsourcing PT. Baron Jakarta)
Anita Novialumi
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tribuana
Email: [email protected]
ABSTRACT
This study examines effective leadership in terms of the concept of task-oriented
leadership style and employees' work motivation and job satisfaction of employees.
This study aims to: (1) To determine the influence of significant between task-oriented
leadership style and employee on employee motivation, (2) To determine the influence
of significant between task-oriented leadership style and employee job satisfaction,
and (3) To determine the influence of significant between task-oriented leadership
style to the work motivation and job satisfaction of employees either directly or
indirectly. This study is a survey research. The individual as the unit of analysis is
composed of employees of PT. Baron with a sample of 68 employees of a population of
212 employees. Hypothesis testing is done path analysis.
The results showed that (1) task-oriented leadership style and employees have
a significant influence on work motivation, (2) task-oriented leadership style and
employees have a significant influence on employee job satisfaction, and (3) a task-
oriented leadership style and employees' work motivation and job satisfaction of
employees.
Based on these results, indicating that the task-oriented leadership style is a
dominant effect on performance and employee satisfaction. We recommend that the
company pay more attention to the interests of employees as well as to achieve their
goals.
Keywords: Leadership Style, Work Motivation, Job Satisfaction.
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
A. PENDAHULUAN.
1. Latar Belakang
Dunia usaha baik dalam
industri besar maupun kecil, tidak
terlepas dari karyawan, karena
karyawan dipandang sebagai salah
satu aset perusahaan yang penting
dan perlu dikelola serta
dikembangkan untuk mendukung
kelangsungan hidup perusahaan.
Perusahaan juga dihadapkan pada
tantangan besar untuk
memenangkan persaingan,
sehingga dibutuhkan taktik dan
strategi yang akurat. Dalam
pemilihan taktik dan strategi,
perusahaan tidak saja memerlukan
analisis perubahan lingkungan
eksternal seperti demografi, sosial
budaya, politik, teknologi, dan
persaingan, tetapi juga perlu
menganalisis faktor internal
perusahaan. Faktor-faktor internal
yang dimaksud adalah kekuatan
dan kelemahan perusahaan dalam
usaha mendukung dan meraih
sasaran yang ditetapkan. Ditinjau
dari pemberdayaan dan
pengelolaan sumber daya manusia,
perusahaan perlu menciptakan
lingkungan yang kondusif,
imbalan yang layak dan adil,
beban kerja yang sesuai dengan
keahlian karyawan, sikap dan
perilaku dari manajer untuk
membentuk kepuasan karyawan.
Gaya kepemimpinan menjadi
penting karena merupakan salah
satu kunci pendorong moral dan
disiplin untuk motivasi kerja
karyawan yang akan berpengaruh
terhadap Kepuasan karyawan
dalam upaya mewujudkan sasaran
perusahaan. Persaingan yang
tinggi dalam dunia bisnis akhir-
akhir ini menyebabkan dunia
usaha menjadi sangat kompetitif,
iklim bisnis yang selalu berubah
dan tidak pasti menuntut upaya
dan strategi perusahaan yang tepat
agar kelangsungan hidup
perusahaan tetap terjamin.
Perusahaan harus melakukan
efisiensi dengan berbagai cara,
antara lain, mengurangi jumlah
tenaga kerja, menghemat biaya
operasional, menutup cabang lain
yang tidak produktif dan
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
kebijakan-kebijakan lain yang
sesuai dengan keadaan keuangan
dari masing-masing perusahaan.
Setiap perusahaan akan selalu
berusaha untuk kepuasan
karyawan dengan harapan apa
yang menjadi tujuan perusahaan
akan tercapai. Berbagai cara akan
ditempuh oleh perusahaan dalam
memuaskan karyawannya
termasuk karyawan outsourcing,
misalnya dengan memperhatikan
kepuasan kerja karyawan dan
memberikan motivasi kepada
karyawan tersebut. Maka
perusahaan berharap agar
kepuasan kerja karyawan selalu
konsisten setidak–tidaknya
perusahaan selalu memperhatikan
lingkungan dimana karyawan
melaksanakan tugasnya yang
berhubungan dengan rekan kerja,
pimpinan, suasana kerja, dan hal–
hal lain yang dapat mempengaruhi
kemampuan seseorang dalam
menjalankan pekerjaannya. Selain
itu, faktor lain yang harus
diperhatikan adalah motivasi
bekerja para karyawannya.
Motivasi adalah kemauan untuk
memberikan upaya lebih untuk
meraih tujuan organisasi, yang
disebabkan oleh kemauan untuk
memuaskan kebutuhan individual
(Robbins, 1996: 198). Dengan
adanya motivasi yang tepat para
karyawan akan terdorong untuk
berbuat semaksimal mungkin
dalam melaksanakan tugasnya
karena meyakini bahwa dengan
keberhasilan organisasi dalam
mencapai tujuan dan berbagai
sasarannya, kepentingan–
kepentingan pribadi para anggota
organisasi tersebut akan tercakup
pula. Dengan motivasi yang tinggi
akan menciptakan sebuah
komitmen terhadap apa yang
menjadi tanggung jawabnya dalam
menyelesaikan setiap pekerjaan
(McNeese–Smith et al, 1995).
Dewasa ini salah satu strategi yang
mulai banyak diterapkan oleh
perusahaan dalam rangka
menciptakan efisiensi yaitu
penggunaan tenaga kerja
outsourcing, dimana dengan
sistem ini perusahaan dapat
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
menghemat pengeluaran dalam
membiayai sumber daya manusia
(SDM) yang bekerja di perusahaan
yang bersangkutan.
Outsourcing adalah
pemindahan atau pendelegasian
beberapa proses bisnis kepada
suatu badan penyedia jasa, dimana
badan penyedia jasa tersebut
melakukan proses administrasi dan
manajemen berdasarkan definisi
serta kriteria yang telah disepakati
oleh para pihak (Chandra K.,
2007). Outsourcing diatur dalam
UU 13/2003 dan Kepmenakertrans
220/MEN/X/2004 tentang syarat-
syarat penyerahan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lain. Beberapa
ketentuan pokok dalam
outsourcing adalah penyelenggara
outsourcing harus berbadan
hukum, hak-hak normatif harus
diberikan kepada karyawan
outsourcing. Outsourcing harus
dipandang secara jangka panjang,
mulai dari pengembangan karir
karyawan, efisiensi dalam bidang
tenaga kerja, organisasi, benefit,
dan lainnya. Berdasarkan pasal 66
UU No. 13 Tahun 2003,
outsourcing diperbolehkan hanya
untuk kegiatan penunjang dan
kegiatan yang tidak berhubungan
langsung dengan proses produksi.
Namun interpretasi yang diberikan
Undang-Undang saat ini masih
sangat terbatas dibandingkan
dengan kebutuhan dunia usaha saat
ini dimana penggunaan
outsourcing semakin meluas ke
berbagai lini kegiatan perusahaan.
Keberadaan karyawan kontrak dan
outsourcing adalah suatu
kenyataan yang sulit untuk
dihilangkan karena tidak semua
perusahaan sudah benar-benar siap
untuk memiliki karyawan tetap
dengan segala konsekuensinya.
Adanya suatu kenyataan bahwa
beberapa jenis bisnis tertentu
mengandung ketidakpastian yang
tinggi sehingga merupakan resiko
besar kalau perusahaan langsung
mengangkat karyawan tetap.
Namun resiko yang mungkin
timbul dari outsourcing antara lain
produktivitas justru menurun jika
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
perusahaan outsourcing yang
dipilih tidak kompeten dan wrong
man on the wrong place, jika
proses seleksi, training dan
penempatan tidak dilakukan secara
cermat oleh perusahaan
outsourcing. Sebagai akibatnya,
kinerja perusahaan akan menurun
sebab keberhasilan suatu
perusahaan dipengaruhi oleh
kinerja karyawannya termasuk
juga kinerja karyawan outsourcing
di dalam perusahaan tersebut.
Penelitian ini mengambil objek PT
Baron Jakarta yang merupakan
sebuah Perusahaan yang bergerak
dalam bidang perdagangan Grosir
pakaian Eksport. Perusahaan ini
mempekerjakan karyawan
sebanyak 166 orang dengan status
66 karyawan tetap dan 100
karyawan outsourcing dengan
masa kontrak kerja awal selama 1
tahun.
Berdasarkan data yang
diterima oleh peneliti menyatakan
bahwa PT Baron menjalin
hubungan kerjasama dengan tiga
perusahaan penyedia jasa
karyawan outsourcing yaitu PT
Sumur Agung Jaya Abadi, PT
Bianglala, dan PT Guna Mukti
Sentana. Tenaga outsourcing yang
berasal dari PT Sumur Agung Jaya
Abadi menempati bagian dari
proses produksi pakaian jadi dan
packing. Tenaga outsourcing yang
berasal dari PT Bianglala dan PT
Guna Mukti Sentana menempati
bagian assembling dan quality
control (QC).
Pemakaian jumlah karyawan
outsourcing yang lebih besar yaitu
sebanyak 100 orang dibandingkan
dengan jumlah karyawan tetap 66
orang diharapkan dapat
memberikan efisiensi dan kinerja
yang baik bagi perusahaan
khususnya bagi yang ditempatkan
di bagian produksi. Namun, pada
kenyataannya masih adanya
keluhan yang dirasakan karyawan
outsourcing disebabkan karena
karyawan outsourcing bebannya
berat yang pertama dituntut agar
mencapai target, kedua harus
mempunyai skill pada bidangnya,
ketiga harus disiplin, keempat
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
harus tanggung jawab, sementara
masih banyak adanya
kecemburuan sosial antar
karyawan dan gaji yang tidak
sebanding dengan skill mereka,
untuk itu perlu dilakukan
penelitian yang berjudul Gaya
kepemimpinan, Motivasi Kerja
dan Kepuasan Karyawan.
2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan hal-hal
yang dikemukakan dalam latar
belakang masalah di atas,
menunjukkan banyak faktor-
faktor yang akan
mempengaruhi kepuasan
karyawan,. Dari uraian tersebut
maka muncullah berbagai
pertanyaan yang mendasar
yaitu:
1. Apakah gaya kepemimpinan
berpengaruh terhadap
kepuasan karyawan
2. Apakah motivasi karyawan
berpengaruh terhadap
kepuasan karyawan
3. Apakah beban kerja
berpengaruh terhadap
kepuasan karyawan
4. Apakah karyawan tetap
berpengaruh terhadap
kepuasan karyawan
outsourcing
5. Apakah tenggang waktu
penyelesaian kerja
berpengaruh terhadap
kepuasan karyawan
6. Apakah gaji berpengaruh
terhadap kepuasan karyawan
7. Apakah lingkungan
berpengaruh terhadap
kepuasan karyawan
8. Apakah karyawan sejawat
berpengaruh terhadap
kepuasan karyawan
outsourcing
9. Apakah campur tangan
atasan yang kuat
berpengaruh terhadap
kepuasan karyawan
10. Apakah tidak adanya
kompensasi berpengaruh
terhadap kepuasan karyawan
2. Pembatasan Masalah
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Bertolak dari identifikasi
masalah yang diuraikan diatas,
menunjukan bahwa
permasalahan yang
berhubungan dengan kepuasan
karyawan outsourcing sangat
luas, rumit dan kompleks
sehingga perlu dilakukan
pembatasan. Penelitian ini
dibatasi hanya meneliti variabel
yang diduga berpengaruh
langsung maupun tidak
langsung terhadap variabel
kepuasan karyawan
outsourcing, gaya
kepemimpinan dan motivasi.
4. Perumusan Masalah
Dari pembatasan masalah
tersebut di atas, maka masalah
yang akan dikaji dan dianalisis
dalam penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut: Apakah gaya
kepemimpinan berpengaruh
langsung terhadap kepuasan
karyawan?.
1. Apakah motivasi kerja
berpengaruh langsung
terhadap kepuasan
karyawan
5. Tujuan Penelitian
Penelitian ini
bertujuan untuk
menganalisis pengaruh gaya
kepemimpinan, motivasi
kerja dan kepuasan kerja
karyawan outsourcing.
6. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan
masukan kepada manajemen PT
Baron, akan pentingnya
pemahaman dari manajemen
secara organisasi (perusahaan)
terhadap pengelolaan kepuasan
kerja dan motivasi kerja dengan
gaya kepemimpinan dan
seluruh karyawan outsourcing
yang dimiliki, dan Manfaat
secara umum dapat bermanfaat
bagi dunia industri bahwa
karyawan outsourcing penting
adanya dan harus di hargai.
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
B. LANDASAN TEORI
KERANGKA PEMIKIRAN
DAN HIPOTESIS
1. Landasan Teori
1.1. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja
merupakan seperangkat
perasaan karyawan tentang
menyenangkan atau tidaknya
pekerjaan mereka. Luthan
(2006) memberikan definisi
komprehensif dari kepuasan
kerja yang meliputi reaksi atau
sikap lognitif, efektif,
evaluatif dan menyatakan
bahwa kepuasan kerja adalah
keadaan emosi yang senang
atau emosi positif yang
berasal dari penilaian
pekerjaan atau pengalaman
kerja seseorang. Dari beberapa
defenisi di atas dapat
disimpulkan bahwa kepuasan
kerja merupakan rasa
menyenangkan dan tidak
menyenangkan yang dirasakan
oleh karyawan, secara
langsung berpengaruh pada
emosional dan tingkah laku
dalam bekerja berupa kinerja,
disiplin dan moral kerja.
1.2. Gaya Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
Secara sederhana
“pemimpin” menurut Rasyid
(1997:75) bisa didefinisikan
“sebagai seseorang yang terus
menerus membuktikan bahwa
seseorang tersebut mampu
mempengaruhi sikap dan
tingkah laku orang lain, lebih
dari kemampuan mereka (orang
lain itu) mempengaruhi
dirinya”. Lebih lanjut
“Kepemimpinan” menurut
Rasyid (1997:75) adalah
“sebuah konsep yang
merangkum berbagai segi
interaksi pengaruh antara
pemimpin dengan pengikut
dalam mengejar tujuan
bersama”.
2. Gaya Kepemimpinan
Menurut Thoha
(1996:265), gaya
kepemimpinan banyak
mempengaruhi keberhasilan
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
seorang pemimpin dalam
mempengaruhi prilaku
pengikut-pengikutnya. Istilah
gaya secara kasar adalah sama
dengan cara yang
dipergunakan pemimpin di
dalam mepengaruhi para
pengikutnya. Pada saat
bagaimanapun jika seorang
berusaha untuk mempengaruhi
prilaku orang lain,
sebagaimana sudah
dipaparkan sebelumnya
kegiatan semacam itu telah
melibatkan seseorang kedalam
aktivitas kepemimpinan. Jika
kepemimpinan tersebut terjadi
dalam suatu organisasi
tertentu, dan ia merasa perlu
mengembangkan staf dan
membangun iklim motivasi
yang mampu meningkatkan
produktivitasnya, maka ia
perlu memikirkan gaya
kepemimpinan.
3. Teori Tentang Motivasi
Motivasi adalah masalah
yang penting dalam setiap
usaha sekelompok orang yang
bekerjasama dalam rangka
pencapaian suatu tujuan tertentu
(Tan Tani Handoko, 1994).
Motivasi merupakan fungsi inti
dalam manajemen. Motivasi
kerja adalah keadaan kejiwaan
dan sikap mental manusia yang
memberi tenaga, mengarahkan,
menyalurkan, mempertahankan,
dan melanjutkan tindakan dan
perilaku karyawan atau tenaga
kerja (Tansuhaj, et al, 1998).
Motivasi dapat diartikan
sebagai bagian integral dari
hubungan industrial dalam
rangka proses pembinaan,
pengembangan, dan pengarahan
sumber daya manusia dalam
suatu perusahaan. Karyawan
yang memiliki motivasi yang
tinggi akan dapat melaksanakan
pekerjaan dengan lebih baik,
dibandingkan dengan karyawan
yang tidak memiliki motivasi.
Setiap orang mempunyai
sesuatu yang dapat memicu
(menggerakkan) baik itu berupa
kebutuhan material, emosional,
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
spiritual, maupun nilai-nilai
atau keyakinan tertentu.
3. Kerangka Berfikir
Gaya kepemimpinan
berpengaruh langsung terhadap
kepuasan kerja karyawan,
motivasi kerja berpengaruh
langasung terhadap kepuasan
kerja karyawan
Gambar: 1. Kerangka Berfikir
4. HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis adalah dugaan
sementara, sebelum penelitian ini
dibuktikan kebenarannya
1. apakah terdapat pengaruh
langsung gaya
kepemimpinan terhadap
kepuasan kinerja
2. apakah terdapat pengaruh
langsung motivasi kerja
terhadap kepuasan kinerja
C. METODOLOGI PENELITIAN
1. Metode Penelitian
Metode penelitian
merupakan suatu kegiatan
pengumpulan, pengolahan,
penyajian dan analisa data yang
dilakukan dengan metode
ilmiah secara efisien dan
sistematis yang hasilnya
berguna untuk mengetahui
suatu keadaan atau persoalan
dalam rangka pemecahan
masalah.
Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah
metode survei dengan
pendekatan analisis jalur (path
analysis). Cara untuk
mengumpulkan data yang
diperlukan dalam penelitian ini
adalah melalui kuesioner yang
telah disusun terlebih dahulu
kemudian di sebarkan ke
responden. Responden dalam
penelitian ini adalah karyawan
Gaya
kepemimpinan
X1
Motivasi kerja
X2
Kepuasan kerja
karyawan
Y
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
PT Baron yang dipekerjakan
sebanyak 212 orang dengan
status 66 karyawan tetap, 46
karyawan tidak tetap dan 100
orang karyawan outsourcing.
Masa kontrak kerja awal
karyawan outsourcing tersebut
adalah 1 tahun. Alasan yang
mendasari penelitian ini yaitu
munculnya research gap dari
penelitian terdahulu dan
research problem yang
ditemukan di lapangan
2. Obyek, Tempat dan Waktu
Penelitian
1. Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini
dilakukan untuk memperoleh
data penelitian, Cara mengambil
data dengan menggunakan
angket dan angket diberikan pada
karyawan tersebut.
2. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini
dilaksanakan di PT Baron di
Jakarta yang terletak di pasar
pagi gelap. Perusahaan ini
bergerak dalam bidang
perdagangan grosir pakaian
Ekspor. dengan jumlah karyawan
yang dipekerjakan sebanyak 212
orang dengan status 66 karyawan
tetap, 48 karyawan tidak tetap
dan 100 karyawan outsourcing.
Masa kontrak kerja awal
karyawan outsourcing tersebut
adalah 1 tahun.
3. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan
selama kurang lebih 5 bulan,
dimulai dari bulan September 2011
- Januari 2012. Sebelum dilakukan
pengumpulan data, dilakukan
beberapa kegiatan persiapan yang
berkaitan dengan penelitian, seperti
menyusun kerangka teori dan
melakukan seminar proposal,
perbaikan dan ujicoba instrument
penelitian. Ujicoba Instrumen
dilakukan pada bulan Nopember,
menghitung uji validitas dan
penyempurnaan instrumen. Pada
bulan Maret dan April 2012
dilakukan penelitian untuk
pengumpulan dan analisis data.
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
3. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian
ini adalah karyawan PT Baron
yang dipekerjakan sebanyak 212
orang dengan status 66 karyawan
tetap, 48 karyawan tidak tetap dan
100 karyawan outsourcing. Masa
kontrak kerja awal karyawan
outsourcing tersebut adalah 1
tahun. Mereka yang berpartisipasi
mengisi angket untuk memperoleh
data penelitian.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini
adalah diambil dari populasi
terjangkau sejumlah 30 orang dari
jumlah populasi 212 orang. Teknik
pengambilan sampel yang
digunakan adalah sample random
sampling yaitu teknik penarikan
sampel secara kebetulan yaitu
siapa saja yang kebetulan ditemui
peneliti di lokasi penelitian.
Jumlah kuesioner yang diedarkan
40, kuesioner yang tidak terisi 5
dan tidak dikembalikan berjumlah
3 yang rusak 2 sehingga kuesioner
yang digunakan 30.
3. Sumber Data dan Skala
Pengukuran
1. Sumber data
Sumber data yang digunakan
adalah data primer. Adapun data
primernya dalam hal ini adalah
data yang diperoleh dari jawaban
responden yang diteliti, yaitu
berupa data mengenai pendapat
atau fenomena dari obyek.
2. Skala Pengukuran
Penulis memperoleh langsung
data-data yang dibutuhkan
berdasarkan dari keterangan dan
informasi yang diberikan
responden melalui angket
(kuesioner) yang telah disebarkan
dengan metode skor, pemberian
skor ini digunakan sistem skala
lima, yaitu:
1. Jawaban a (Sangat setuju) diberi
skor 5
2. Jawaban b (Setuju) diberi skor 4
3. Jawaban c (Cukup Setuju) diberi
skor 3
4. Jawaban d (Tidak Setuju) diberi
skor 2
5. Jawaban e (Sangat Tidak
Setuju) diberi skor 1
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan secara
acak untuk memperoleh sampel
dari populasi yang dimaksud, agar
diperoleh data yang baik maka
dipilih dengan menggunakan
metode:
1. Wawancara
Penulis mengadakan wawancara
langsung dengan pihak-pihak yang
bersangkutan, yaitu para
pekerja/karyawan yang terpilih
sebagai responden guna
mendapatkan data-data yang
diperlukan. 2. Kuesioner
Kuesioner yang dibagikan secara
langsung oleh penulis kepada
responden yang ditemui secara
langsung di lokasi penelitian. 3.
Dokumentasi Dokumentasi
merupakan teknik pengumpulan
data dengan cara membaca dan
mengamati, mengolah laporan-
laporan serta catatan yang
menunjang penelitian ini. 5.
Metode Analisis Data
Sebelum melakukan analisis data,
terlebih dahulu dilakukan uji
Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas
Uji validitas adalah untuk
mengetahui tingkat kevalidan
dari instrumen (kuesioner) yang
digunakan dalam pengumpulan
data. Uji validitas ini dilakukan
untuk mengetahui apakah item-
item yang tersaji dalam kuesioner
benar-benar mampu
mengungkapkan dengan pasti apa
yang akan diteliti.
Uji validitas ini diperoleh
dengan cara mengkorelasi setiap
skor indikator dengan total skor
indikator variabel, kemudian
hasil korelasi dibandingkan
dengan nilai kritis pada taraf
siginifikan 0,05. Suatu instrumen
dikatakan valid apabila mampu
mengukur apa yang diinginkan
dan tinggi rendahnya validitas
instrumen menunjukkan sejauh
mana data yang terkumpul tidak
menyimpang dari gambaran
tentang variabel yang dimaksud.
Menurut Sugiyono
(2004:138) : “Cara yang
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
digunakan adalah dengan analisa
Item, dimana setiap nilai yang
ada pada setiap butir pertanyaan
dikorelasikan dengan total nilai
seluruh butir pertanyaan untuk
suatu variabel dengan
menggunakan rumus korelasi
product moment”. Syarat
minimum untuk dianggap valid
adalah nilai r hitung > dari nilai r
tabel. Adapun perhitungan
korelasi product moment, dengan
rumus seperti yang dikemukakan
oleh Arikunto (1998 : 220): =
𝑋𝑌− 𝑋 𝑌√(( 𝑋2−( 𝑋)2) 𝑌2−(
𝑌)2 )
Dimana: r = Koefisien korelasi
variabel bebas dan variabel
terikat
n = Banyaknya sampel
X = Skor tiap item
Y = Skor total variabel
2. Uji Reliabilitas
Sedangkan uji reliabilitas
dimaksudkan untuk mengetahui
adanya konsistensi alat ukur
dalam penggunaannya, atau
dengan kata lain alat ukur
tersebut mempunyai hasil yang
konsisten apabila digunakan
berkali-kali pada waktu yang
berbeda.
Menurut Arikunto
(1998:145): “Untuk uji
reliabilitas digunakan Teknik
Alpha Cronbach, dimana suatu
instrumen dapat dikatakan handal
(reliabel) bila memiliki koefisien
keandalan atau alpha sebesar 0,6
atau lebih.
Untuk
mempermudah analisis
digunakan aplikasi pengolah data
SPSS.
1. Analisis Regresi Berganda
Untuk mengetahui pengaruh
variabel bebas terhadap
variabel terikatnya menurut
Sanusi, Anwar (2003:309)
digunakan rumus analisis
regresi linier berganda sebagai
berikut:
y = a + b1x1 + b2x2
dimana :
y = dependent variabel
(keputusan pembelian)
a = konstata
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
b1, b2, = koefisien regresi
n = banyaknya sampel
x1, x2, = independent
variabel.
2. Uji Hipotesis I (Uji F)
Untuk menguji kebenaran
hipotesis pertama digunakan
uji F yaitu untuk menguji
keberartian/signifikansi
regresi secara keseluruhan
dengan rumus hipotesis
sebagai berikut:
H0 : b1 = b2 = b3 = b4 = 0
Artinya variasi dari model
regresi berhasil
menerangkan variasi
variabel bebas secara
keseluruhan, sejauh mana
pengaruhnya terhadap
variabel tidak bebas
(variabel terikat)
Ha : b1 , b2 , b3 , b4 > 0
Artinya variasi dari model
regresi tidak berhasil
menerangkan variasi
variabel bebas secara
keseluruhan, sejauh mana
pengaruhnya terhadap
variabel tidak bebas
(variabel terikat).
Pengujian dengan uji F
variansnya adalah dengan
membandingkan Fhitung
(Fh) dengan Ftabel (Ft) =
0,05 apabila hasil
perhitungannya
menunjukkan:
a. Fh > Ft, maka H0 ditolak
dan Ha diterima
Artinya variasi dari model
regresi berhasil
menerangkan variasi
variabel bebas secara
keseluruhan, sejauh mana
pengaruhnya terhadap
variabel tidak bebas
(variabel terikat)
b. Fh < Ft, maka H0 diterima
dan Ha ditolak
Artinya variasi dari model
regresi tidak berhasil
menerangkan variasi
variabel bebas secara
keseluruhan, sejauh mana
pengaruhnya terhadap
variabel tidak bebas
(variabel terikat)
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
3. Uji Hipotesis II (Uji t)
Untuk menguji kebenaran
hipotesis kedua langkah
pertama yang dilakukan
adalah pengujian secara
parsial melalui uji t. Adapun
rumusan hipotesis dengan
menggunakan Uji t adalah
sebagai berikut:
H0 : b1 = b2 = b3 = b4 = 0
Artinya variasi variabel bebas
dapat menerangkan variabel
tidak bebas (variabel terikat)
dan terdapat pengaruh
diantara kedua variabel yang
diuji Ha : b1 , b2 , b3 , b4 > 0
Artinya variasi variabel bebas
tidak dapat menerangkan
variabel tidak bebas (variabel
terikat) dan terdapat pengaruh
antara dua variabel yang diuji.
Pengujian dilakukan melalui
uji t dengan membandingkan t
hitung (th) dengan t tabel (tt)
= 0,05. Apabila hasil
perhitungan menunjukkan :
a. th > tt maka H0 ditolak dan Ha
diterima
Artinya variasi variabel bebas
dapat menerangkan variabel
tidak bebas (variabel terikat)
dan terdapat pengaruh
diantara kedua variabel yang
diuji.
b. th < tt maka H0 diterima dan
Ha ditolak
Artinya variasi variabel bebas
tidak dapat menerangkan
variabel tidak bebas
(variabelterikat) dan terdapat
pengaruh antara dua variabel
yang diuji.
Untuk membuktikan
hipotesis pertama, yaitu untuk
mengetahui besarnya
pengaruh secara keseluruhan
dihitung koefisien determinasi
multiplenya (R2). Jika R2
yang diperoleh dari hasil
perhitungan mendekati 1
(satu), maka semakin kuat
model tersebut dapat
menerangkan variabel
tergantungnya. Kemudian
dilakukan pengujian
variansnya dengan uji f.
Hipotesis diterima apabila
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
titik lebih besar dari t tabel (th
> tt) atau diperoleh harga p <
0,05.
Untuk membuktikan
hipotesis kedua, masing-
masing koefisien regresinya
diuji dengan uji t. Hasil uji t
bermakna apabila diperoleh t
hitung lebih besar dari t tabel
(th > tt) atau diperoleh harga
probabilitas signifikannya <
0,05. Untuk pengaruh yang
dominan ditentukan oleh
koefisien regresi terbesar.
D. HASIL PENELITIAN
a. Deskripsi Data Hasil
Penelitian
Hasil penelitian dimulai
dari analisis univariat meliputi
distribusi frekwensi variabel
independen (gaya kepemimpinan
dan motivasi kerja) serta variabel
dependen (kepuasan kerja) dan
analisis multivariat untuk
mengetahui pengaruh variabel
independen (gaya kepemimpinan
dan motivasi kerja.
1.Gaya kepemimpinan
memprakarsai struktur
Tabel ini menunjukan bahwa
responden yang menyatakan gaya
kepemimpinan direktur PT
tempat bekerja adalah gaya
memprakarsai struktur sebanyak
107 orang (73.8%). Lebih banyak
dibandingkan dengan gaya
kepemimpinan Pertimbangan
yang setuju 21 orang (14.5 %)
pada (Tabel 8), sehingga dalam
penelitian gaya kepemimpinan
memprakarsai struktur yang akan
di lihat seberapa besar
pengaruhnya terhadap kepuasan
kerja PT. Ini dapat kita lihat pada
tabel distribusi gaya
kepemimpinan memprakarsai
struktur sebagai berikut :
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Tabel 1. Gaya Kepemimpinan Memprakarsai struktur
Gaya kepemimpinan Memprakarsai struktur
Jumlah Persen (%)
Setuju 107 73.8
Tidak Setuju 38 26.2
Total 145 100.0
2. Gaya Kepemimpinan Pertimbangan
Tabel 2 menunjukan bahwa
responden yang menyatakan
bahwa pimpinan PT tempat
bekerja mengunakan gaya
kepemimpinan pertimbangan
hanya 21 orang (14.5%)
sehingga dapat dikatakan
bahwa gaya kepemimpinan
pertimbangan hampir tidak
ada atau tidak di gunakan oleh
pimpinan PT. Hal ini bisa
dilihat pada tabel ini :
Tabel 2. Gaya Kepemimpinan Pertimbangan
Gaya kepemimpinan
Pertimbangan
Jumlah Persen (%)
Setuju 21 14.5
Tidak Setuju 124 85.5
Total 145 100
Sumber ; Data Primer, 2011
2. Motivasi kerja
Tabel 3 menunjukan bahwa
sebahagian besar responden yang
menyatakan setuju 125 orang
(86.2%) atas dorongan dari
semua pihak selama bekerja di
PT dibandingkan dengan
responden yang tidak setuju
hanya 20 orang (13.8 %). Hal ini
bisa dilihat pada tabel ini. Tabel
3. Distribusi Responden
Berdasarkan Motivasi Kerja
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Kerja
Gaya kepemimpinan
Pertimbangan
Jumlah Persen (%)
Setuju 125 86,2
Tidak Setuju 20 13,8
Total 145 100
Sumber ; Data Primer, 2011
3. Kepuasan kerja
Tabel 5 menunjukan bahwa
hampir setara antara setuju
dengan tidak setuju mengenai
kinerja petugas yaitu 74 0rang
(51 %) untuk yang setuju
sedangkan 71 0rang (49 %)
untuk yang tidak setuju. Hal
ini dapat di lihat seperti pada
tabel ini:
Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan Kerja
Gaya kepemimpinan
Pertimbangan
Jumlah Persen (%)
Setuju 74 51,0
Tidak Setuju 71 49,0
Total 145 100
Sumber ; Data Primer, 2011
4 Analisis Hubungan
Analisis hubungan di
lakukan untuk mengatahui
hubungan antara gaya
kepemimpinan memprakarsai
struktur dengan kepuasan kinerja
maka dilakukantabulasi silang
Bivariat (Digunakan Crosstable
(tabulasi silang) dan uji “Chi
Square” dengan α = 5% untuk
mengetahui hubungan antar
variabel penelitian), dan
Multivariat (Model regresi
logistik dapat digunakan untuk
menganalisis hubungan satu atau
lebih variabel independen dengan
sebuah
variabel dependen yang
bersifat dikotom/biner, yakni
mempunyai dua nilai variasi. Uji
regresi logistik berganda
dilakukan dengan menggunakan
data dari kompensasi dan
kepuasan kerja). Yang diukur
berdasarkan persepsi petugas
terhadap dimensi memprakarsai
struktur dan kepuasan kerja
.
4.1 Gaya Kepemimpinan
Memprakarsai Struktur dengan
kinerja petugas.
Hubungan gaya kepemimpinan
memprakararsai struktur dengan
motivasi kerja petugas dapat kita
lihat pada tabel berikut ini :
Tabel 12. Distribusi Responden Berdasarkan Gaya Kepemimpinan Memprakarsai
Struktur dengan kepuasan kerja
Memprakarsai
Struktur
Kinerja Jumlah P
Baik Tidak baik
n % n % n %
Setuju 68 63.6 39 36.4 107 1000 0.000
Tidak Setuju 6 15.8 32 84.2 38 1000
Total 74 51.0 71 49.0 145 1000
Sumber : Data Primer, 2011
Gaya kepemimpinan
memprakarsai struktur dengan
kinerja petugas yang di terapkan
oleh direktur/pimpinan RSUD
Namlea lebih banyak yang
mengatakan baik yaitu 68 orang
(63.6%). Sedangkan responden
yang katakan tidak baik dengan
gaya ini yaitu orang (84.2%).
Hasil Uji Statitik dengan
chi square diperoleh nilai P =
0.000. Karena nilai P < 0.05
maka H0 ditolak. Hal ini berarti
ada hubungan antara gaya
kepemimpinan memprakarsai
struktur dengan kinerja petugas.
Hal ini dapat dilihat pada tabel
12.
Tabel 12. Distribusi Responden berdasarkan motivasi kerja dengan kepuasan kerja
Memprakarsai
Struktur
Kinerja Jumlah P
Baik Tidak baik
n % n % n %
Setuju 68 54.4 57 45.6 125 1000 0.043
Tidak Setuju 6 30.0 14 70.0 20 1000
Total 74 51.0 71 49.0 145 1000
Sumber : Data Primer, 2011
Motivasi kerja yang di terapkan
oleh direktur/pimpinan PT lebih
banyak yang mengatakan baik
yaitu 68 orang (54.4%).
Sedangkan responden yang
katakan tidak baik dengan gaya
ini yaitu 14 orang (70%).
Hasil Uji Statitik dengan chi
square diperoleh nilai P = 0.043.
Karena nilai P < 0.05 maka H0
ditolak. Hal ini berarti ada
hubungan antara motivasi kerja
dengan kepuasan kerja. Hal ini
dapat dilihat pada tabel 13.
5. Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan
untuk melihat pengaruh variabel
independen (gaya kepemimpinan
memprakarsai struktur serta
Motivasi kerja) terhadap variabel
dependen (kepuasan kerja )
dengan menggunakan regresi
linear ganda. Berdasarkan
analisis regresi diketahui hasil
sebagai berikut:
Tabel 14. Hasil Uji Statistik Koefisien Regresi Gaya Kepemimpinan
Memprakarsai Struktur, motivasi kerja dan Kepuasan Kerja.
B S.E. Wald Df Sig. Exp (B)
Gaya
kepemimpinan
2.405 .499 23.250 1 0.000 11.080
Kepuasan 1.443 548 6.934 1 0.008 4.235
Constant -4.651 .941 24.408 1 0.000 0.010
Sumber data primer 2011
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Berdasarkan hasil uji statisti
regresi logistic pada table 14 ini
dapat dilihat bahwa variable
independen gaya kepemimpinan
yang memiliki pengaruh yang
paling kuat terhadap motivasi kerja
dengan memiliki nilai Exp. (B) =
11.080.
E.Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis
dan pembahasan tentang
pengaruh gaya kepemimpinan
dan motivasi kerja terhadap
kepuasan kerja PT Baron, maka
dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Terdapat pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap
kepuasan kerja
2. Terdapat pengaruh motivasi
kerja terhadap kepuasan kerja
2. Saran
Untuk meningkatkan
kelangsungan hidup perusahaan
maka diperlukan gaya
kepemimpinan, motivasi kerja
dan kepuasan kerja, ada beberapa
yang harus
dilakukan/diwujudkan oleh
direktur/kepala PT sebagai
berikut
1. Bagi pihak manajemen PT
agar meningkatkan efektifitas
gaya kepemimpinannya terutama
dalam hal memberikan perhatian
khusus kepada karyawan
outsourcing, mengingat tenaga
outsourcing adalah tenaga ahli
yang mau tidak mau harus
mencapai target sehingga yang
diperlukan bagi perusahaan
adalah memberikan imbalan yang
setimpal, memberikan kebijakan
apabila ada hal yang mendesak,
penghargaan terhadap
keberhasilan tugas serta
kesempatan untuk pertumbuhan
dan pengembangan diri dan
organisasi.
2. Bagi peneliti selanjutnya agar
dapat mengukur gaya
kepemimpinan dan motivasi
kerja dengan cara lain seperti
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
langsung mengukur persepi
pimpinannya dan kemudian dapat
dibandingkan dengan persepsi
petugas serta langsung mengukur
kinerja atau tidak melalui
persepsi petugas terhadap
kinerjanya.
DAFTAR PUSTAKA
Burton, James P; Lee, Thomas W;
Holtom, Brooks C, 2002,
“The Influence of
Motivation to Attend,
Ability to Attend, and
Organizational
Commitment on Different
Types of Absence
Behaviors”, Journal of
Managerial Issues,
Summer, p. 181-197
Cetin, Munevver Olcum, 2006,
“The Relationship
Between Job Satisfaction
Occupational and
Organizational
Commitment of
Academics”, Journal of
Gibson, J.L., dan
Donnelly, J.H., 1997.
Organisasi
Perilaku,Struktur
American Academy of
Bussiness, 8 (1), p. 78-88
Chandra K., 2007 Allen, NJ.,
Meyer PJ. And Smith CA.,
1993, “Commitment to
Organizations and
Occupations: Extention
and Test of a Three –
Component
Conceptualization”,
Journal of Applied
Psychology, Vol. 78, No. 4
Alpader, G. G., 1990,
“Relationship Between
Commitment to Hospital
Goal and Job Satisfaction :
A Case Study of Nursing
Department”, Health Care
Management Review, 15
(4), p. 51-62
Amstrong, Michael, 1994,
“Handbook of Personal
Management Practise”, 4th
Edition, Kopan Page Ltd.,
London
Arbuckle, J. L., 1997, “Amos
User’s Guide Version 3.6”,
Smallwaters
Corporation, Chicago
Augusty T. Ferdinand, A, 2000,
“Structural Equation Modelling
Dalam
Penelitian Manajemen”,
Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
_______________________,
2006, “Metode Penelitian
Manajemen Edisi 2”, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang
, “Outsourcing (Alih Daya) dan
Pengelolaan Tenaga
Kerja Pada Perusahaan :
(Tinjauan Yuridis
Terhadap UU No.13
Tahun 2003 entang
Ketenagakerjaan)”,
Jurnal Hukum, Mei 20
Chen et al, 2006, “Organization
Communication, Job
Stress, Organizational
Commitment, and job
Performance of
Accounting Professionals
in Taiwan and America”,
Leadership and
Organizational journal,
27 (4), p. 242- 249
Cooke, Ernest F., 1999, “Control
and Motivation in Sales
Management through The
Compensation Plan”,
Journal of Marketing
Theory and Practise
Cooper Donald R.C,.
William Emory, 1998,
“Metode Penelitian
Bisnis”, Erlangga, Jakarta
Dessler, Gary, 1992, “Manajemen
Sumber Daya Manusia”,
PT Prenhalindo, Jakarta
Dole, Carol and Schroeder,
Richard G., 2001, “The
Impact of Various Factors
on The Personality, Job
Satisfaction and Turnover
Intention of Profesional
Accountants”,
Managerial Auditing
Journal, Vol. 16, No. 4,
p. 234 – 245
Doyle, P. and Wong, V., 1998,
“Marketing and
Competitive Performance:
An Empirical Study”,
European Journal of
Marketing, Vol. 32 No.
5/6, page 514-535
Grant, Ken et al, 2001, “The Role
of Satisfaction With
Territory Design on The
Motivation, Attitudes, and
Work Outcomes of
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Salespeople”, Journal of
The Academy of
Marketing Sciences, Vol.
23, No. 2, p. 165 – 178
Hair, J.F. Jr; R.E. Anderson, R.L.
Tatham & W.C. Black,
1995, “Multivariate Data
Analysis With Readings”,
Eaglewoods Cliffs, NJ:
Prentice Hall Inc.
Harrison, J. Klane and Russell
Hubbard, 1998,
“Antecedents to
Organizational
Commitment Among
Mexican Employee of
USA”
Jae, Moon M, 2000,
“Organizational
Commitment Revisited in
New Public Management”,
Public Performance &
Management Review,
Vol. 24, No.2
Johnson Dongoran, 2001,
“Komitmen
organisasional: Dua
Sisi Sebuah Koin”,
Dian Ekonomi, 7
(1), hal. 35-56
Fuad Mas‟ud, 2004, Survai
Diagnosis
Organisasional,
Badan Penerbit
Universitas
Diponegoro,
Semarang
McNeese –Smith, Donna,
1996, “Increasing
Employee
Productivity, Job
Satisfaction, and
Organizational
Commitment ”
Hospital & Health
Services
Administration, Vol.
41: 2, p. 160-175
Morrison, 1997, “How
FranchiseJob
Satisfaction and
Personality Affects
Performance,
Organizational
Commitment,
Franchisor Relation,
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
and Intention to
Remain”, Journal of
Indriantoro, Nur & Bambang
Supomo, 1999,
“Metodologi
Penelitian Bisnis :
Untuk Akuntansi dan
Manajemen”, BPFE,
Yogyakarta
Luthans, Fred, 1995,
“Organizational
Behavior”, Seventh
Edition, Boston:
McGraw-Hill, Inc.
Ostroff, C., 1992, “The
Relationship Between
Satisfaction Attitudes
and Performance on
Organizational Level
Analysis”, Journal of
Applied Psychology,
Vol. 77, No. 6, p.
963-974
Robbins, Stephen P, 1996,
“Organizational
Behavior Concept,
Controversiest,
Application”,
Eaglewoods Cliffs,
Prentice Hall Inc.
Sugiyono, 1999, “Metode
Penelitian Bisnis”,
CV Alfabeta,
Bandung
Suliman, Abubakr MT, 2002,
“Is it really a
Mediating
Construct?”, Journal
of Management
Development, Vol.
21, p. 170-183
Tansuhaj, Patriya., Donna,
Randall & Jim,
McCullough, 1998, “A Service
Marketing
Management Model:
Integrating Internal
and External
Marketing Function”,
The Journal of
Service Marketing,
Vol. 2, No.3
Testa, Mark R., 1999,
“Satisfaction with
organizational Vision,
Job Satisfaction and
Service Effort: An
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Empirical
Investigation”,
Leadership and
Organization
Development
Journal, Vol. 20, No.
3 Vest M. J., Scott
K.D., and Markham
S.E., 1994, “Self Rated
Performance and Pay
Satisfaction, Merit
Increase Satisfaction
and Instrumentally
Beliefs In A Merit Pay
Environment”,
Journal of Business
and Psychology, Vol.
9, No.2, p. 171 – 181
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP
KEPUASAN PELANGGAN
PADA HOTEL HORISON BEKASI
Muratin
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tribuana
Email:[email protected]
Abstract
This study aims to determine and prove empirically Effect of Service Quality on
Customer Satisfaction using the services Horisin hotel in Bekasi.
Methods used in this research is survey method with quantitative approach. The
collection of data through observation, interviews, questionnaires, and literature study
using Likert scale and the method of determining the sample used was accidental
sampling as many as 100 visitors. The analytical method used is multiple linear
regression analysis (multiple linear regression).
The results showed that the quality of service (X) consisting of Realibility,
Assurance, Empathy, Tangible, and Responsiveness together have a positive effect on
customer satisfaction Hotel Horison Bekasi. Where the regression equation Y = 3.647
+ 0.183 + 0.355 + 0.282 + -0.255 + 0.258. In addition, the F test shows that service
quality has a significant influence on customer satisfaction with the level of
significance of 0.000 or 0%. Likewise, partial test (t), all variables have a significant
influence on customer satisfaction with the significant level of Realibility 0,001 or
0.1%; Assurance of 0,000 or 0%; Tangible 0,000 or 0%; Emphaty 0,000 or 0% and
Responsiveness of 0,000 or 0%.
Keywords: Service Quality, Customer Satisfaction
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan secara empiris
Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pelanggan yang menggunakan jasa
Hotel Horisin di Bekasi.
Motode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survai dengan
pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data melalui observasi, wawancara, kuesioner,
dan studi kepustakaan dengan menggunakan skala likert dan metode penentuan
sampel yang digunakan adalah aksidental sampling sebanyak 100 orang pengunjung.
Metode analisis yang digunakan adalah metode regresi linear berganda (multi linear
regression).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan (X) yang terdiri atas
Realibility, Assurance, Empathy, Tangible, dan Responsiveness secara bersama-sama
memiliki pengaruh yang positif terhadap kepuasan pelanggan hotel Horison Bekasi. Di
mana persamaan regresi Y = 3,647 + 0,183 + 0,355 + 0,282 + -0,255 + 0,258. Selain
itu, dengan uji F dilihat bahwa kualitas pelayanan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kepuasan pelanggan dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 atau 0%.
Begitu juga uji parsial (t), semua variabel memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kepuasan pelanggan dengan tingkat signifikan untuk Realibility sebesar 0,001 atau
0,1%; Assurance sebesar 0,000 atau 0%; tangible sebesar 0,000 atau 0%; Emphaty
0,000 atau 0% dan Responsiveness sebesar 0,000 atau 0%.
Kata Kunci : Kualitas Pelayanan, Kepuasan Pelanggan
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Keterbukaan pasar bebas saat ini
membuat perkembangan industri
perhotelan tumbuh sangat pesat, dan
menimbulkan persaingan yang sangat
ketat. Mereka berlomba-lomba
menawarkan produk dan pelayanan
seperti berbagai fasilitas, kualitas
pelayanan dan penyajian sebaik
mungkin untuk memberikan nilai
tambah pada pelayanan yang
ditawarkannya. Saat ini semua industri
yang bergerak di bidang jasa harus
memperhatikan segi pelayanan
mereka. Pelayanan yang baik
merupakan salah satu syarat
kesuksesan perusahaan jasa seperti
perhotelan. Kualitas pelayanan
dipandang sebagai salah satu
komponen yang perlu diwujudkan
oleh perusahaan karena memiliki
pengaruh untuk mendatangkan
pelanggan baru dan dapat mengurangi
kemungkinan pelanggan lama untuk
berpindah ke perusahaan lain.
Dengan semakin banyaknya
pesaing maka akan semakin banyak
pilihan bagi pelanggan untuk
menjatuhkan pilihan. Hal ini akan
semakin sulit untuk mempertahankan
pelanggan lama, karenanya kualitas
pelayanan harus ditingkatkan
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
semaksimal mungkin. Dengan adanya
kualitas pelayanan yang baik
diharapkan akan menciptakan
kepuasan bagi para pelanggannya.
Setelah pelanggan merasa puas
dengan produk atau jasa yang
diterimanya, maka pelanggan akan
membandingkan pelayanan yang
diberikan. Apabila pelanggan merasa
benar-benar puas, mereka akan
membeli ulang serta memberi
rekomendasi kepada orang lain untuk
membeli di tempat yang sama. Oleh
karena itu perusahaan harus memulai
memikirkan pentingnya kualitas
pelayanan yang baik agar berpengaruh
terhadap kepuasan pelanggan.
Kepuasan pelanggan merupakan aspek
vital dalam rangka mempertahankan
dalam bisnis dan memenangkan
persaingan (Tjiptono, 2004:145).
Untuk itu upaya yang dilakukan agar
perusahaan dapat bertahan di tengah
persaingan yang sangat ketat dan tetap
menjadi pilihan utama bagi pelanggan
maka perusahaan harus melakukan
pelayanan yang prima agar pelanggan
menjadi loyal.
Hotel adalah sejenis akomodasi,
yang menyediakan fasilitas dan
pelayanan penginapan, makan dan
minum, serta jasa-jasa lainnya untuk
umum yang tinggal untuk sementara
waktu, dan dikelola secara komersial
atau memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya. Hotel merupakan
jenis industri yang menghasilkan dan
menyediakan sesuatu dalam bentuk
barang dan jasa. Dengan demikian
hotel tidak hanya menjual produk
yang berwujud tetapi juga menjual
produk yang tidak berwujud seperti
dalam bentuk pelayanan, hiburan,
suasana atau lingkungan yang
nyaman, bersih dan indah (Dimyati,
1989, dalam Lupiyoadi 2006).
Hotel berfungsi sebagai
tempat penginapan atau istirahat
untuk
berbagai kalangan yang
membutuhkan, sebagai tempat tinggal
sementara selama berada jauh dari
tempat asalnya. Berbagai kalangan
tersebut diantaranya adalah para turis,
baik turis asing maupun turis
domestik. Hotel juga digunakan untuk
kalangan bisnis, orang yang mengikuti
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
seminar, tempat melangsungkan
upacara dan lain-lain. Dengan situasi
yang seperti ini, maka manajemen
pengelola hotel harus menerapkan
strategi yang jitu agar pelanggan
selalu terus mengkonsumsi produk
(jasa) yang dimilikinya dengan tujuan
utama keberhasilannya adalah
konsumen merasa mendapatkan
kepuasan.
Perkembangan fungsi hotel saat
ini yang diikuti dengan semakin
tajamnya persaingan diantara
perusahaan-perusahaan jasa
perhotelan, dengan menawarkan
produk yang berkualitas seperti desain
bangunan, interior dan eksterior kamar
hotel serta restoran, suasana yang
tercipta di dalam kamar hotel, restoran
serta makanan dan minuman yang
dijual beserta keseluruhan fasilitas
yang ada, dengan disertai pelayanan
yang prima ditandai dengan keramah-
tamahan dan ketrampilan
staff/karyawan hotel dalam melayani
pelanggannya. Dengan demikian
maka perusahaan jasa perhotelan
harus berkomitmen dan bahu
membahu meningkatkan kualitas
pelayanan untuk kepuasan
pelangganya agar pelanggan menjadi
loyal.
Kualitas pelayanan memberikan
suatu dorongan kepada pelanggan
untuk menjalin ikatan hubungan yang
baik dengan penyedia jasa, di samping
melakukan kualitas pelayanan,
perusahaan juga perlu mengetahui
keinginan dan kebutuhan pelanggan
nya. Dengan adanya kualitas
pelayanan yang baik di dalam suatu
perusahaan, akan menciptakan
kepuasan bagi pelanggannya. Setelah
pelanggan merasa puas dengan produk
atau jasa yang diterimanya, pelanggan
akan membandingkan pelayanan yang
diberikan. Apabila pelanggan benar-
benar puas, mereka akan membeli
ulang serta memberi rekomendasi
kepada orang lain untuk membeli di
tempat yang sama.
Kepuasan pelanggan akan
terpenuhi apabbila proses
penyampaian jasa dari si pemberi jasa
kepada pelanggan sesuai dengan apa
yang dipersepsikan pelanggan. Oleh
karena itu, perusahaan dituntut untuk
meningkatkan kualitas pelayanannya,
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
atau bahkan memberikan pelayanan
yang melebihi harapan dan keinginan
pelanggan sehingga pelanggan akan
merasa puas.
Namun pada kenyataannya
masih banyak terjadi keluhan
ketidakpuasan para pelanggan yang
menginap di hotel disebabkan karena
fasilitas dan kualitas pelayanan yang
kurang memadai, seperti yang
diungkapkan Alma (2000:3)
mengenai ketidakpuasan pelanggan
timbul karena rendahnya kinerja yang
diterima dibandingkan dengan
harapan yang disebabkan oleh
beberapa hal yaitu 1). ketidak sesuaian
harapan dengan kenyataan yang
dialami, 2). layanan selama proses
menikmati jasa tidak memuaskan 3).
perlakuan personel kurang
menyenangkan 4). suasana dan
kondisi fisik lingkungan yang tidak
menunjang, 5). biaya terlalu tinggi
karena jarak terlalu jauh, banyak
waktu terbuang, dan harga yang
terlalu tinggi, 6). promosi atau iklan
tidak sesuai dengan kenyataan.
Pernyataan tersebut di dukung oleh
Valerie A. Zeithaml A. Parasuraman
and Berry (1997:111) bahwa ada lima
kesenjangan (gap) yang membuat
perusahaan perhotelan tidak mampu
memberikan layanan yang bermutu
sehingga menyebabkan ketidakpuasan
pelanggan yaitu 1). kesenjangan
antara harapan pelanggan dan persepsi
manajemen. Kesenjangan tersebut
terbentuk akibat pihak manajemen
salah memahami apa yang menjadi
harapan pelanggan. 2) kesenjangan
antara persepsi pihak manajemen
terhadap harapan pelanggan dan
spesifikasi kualitas layanan.
Kesenjangan tersebut terjadi akibat
kesalahan dalam menerjemahkan
persepsi pihak manajemen yang tepat
atas harapan para pelanggannya ke
dalam bentuk tolak ukur penyerahan
jasa. 3) kesenjangan antara spesifikasi
kualitas layanan dan pemberian
layanan kepada pelanggan.
Kesenjangan tersebut lebih
diakibatkan oleh ketidak mampuan
sumber daya manusia untuk
memenuhi standar mutu layanan yang
ditetapkan. 4) kesenjangan antara
pemberian layanan kepada pelanggan
dan komunikasi eksternal.
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Kesenjangan ini tercipta karena
perusahaan perhotelan tidak mampu
memenuhi janjinya yang
dikomunikasikan secara eksternal
melalui berbagai bentuk promosi. 5)
kesenjangan antara harapan pelanggan
dan kenyataan layanan yang diterima.
Kesenjangan tersebut sebagai akibat
tidak terpenuhinya harapan pelanggan.
Besar kecilnya keluhan para
pelanggan akan menyebabkan
kerugian terhadap perusahaan
perhotelan itu sendiri.
Berdasarkan uraian di atas,
maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul
Pengaruh Kualitas Pelayanan
Terhadap Kepuasan Pelanggan Pada
Hotel Horison Bekasi
1.2. Pembatasan Masalah
Bertolak dari identifikasi
masalah yang diuraikan diatas,
menunjukan bahwa permasalahan
yang berhubungan dengan kepuasan
pelanggan sangat luas, rumit dan
kompleks. Agar penelitian ini tidak
melebar maka penelitian ini dibatasi
hanya meneliti variabel yang diduga
berpengaruh langsung maupun tidak
langsung terhadap variabel Kepuasan
pelanggan hotel Horison yaitu kualitas
pelayanan.
1.3. Perumusan Masalah
Dari pembatasan masalah
tersebut, agar masalah dapat dijawab
secara tepat tidak menyimpang dari
pokok permasalahan yang diteliti maka
dapat dirumuskan seperti sebagai
berikut:
Apakah kualitas pelayanan
berpengaruh terhadap kepuasan
pelanggan Hotel Horison di Bekasi?.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah kualitas pelayanan
berpengaruh terhadap kepuasan
pelanggan Hotel Horison di Bekasi?.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan masukan sebagai
pertimbangan bagi pengelola hotel
dalam menilai ataupun mengevaluasi
tingkat pelayanaan yang diberikan
kepada pelanggan.
Adapun manfaat secara teoritis,
dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan di bidang ilmu
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
manajemen pemasaran jasa perhotelan
tetutama mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan pelanggan.
Selain itu, secara praktis
penelitian ini diharapkan
bermanfaat bagi :
Pimpinan Perusaahaan jasa perhotelan,
yaitu sebagai informasi dalam
merencanakan program kegiatan-
kegiatannya untuk memberikan
pelayanan yang bermutu kepada
pelanggan agar para pelanggan merasa
puas, sekaligus dapat mengembangkan
keunggulan perusahaan perhotelan
tepat sasaran yang sesuai dengan
perkembangan teknologi dan tuntutan
kebutuhan pelanggan pada masa
sekarang dan yang akan datang.
Bagi peneliti, dapat dijadikan
sebagai informasi terhadap penelitian
yang relevan di kemudian hari.
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Kepuasan Pelanggan
Menurut Kotler (2005:36)
kepuasan adalah perasaan senang
atau kecewa seseorang yang
berasal dari perbandingan antara
kesannya terhadap kinerja atau
hasil suatu produk dan harapan-
harapannya. Pengertian kepuasan
pelanggan menurut Alma
(2006:38) adalah tingkat
perasaan pelanggan setelah
membandingkan dengan
harapannya. Menurut Wilkie
(1990) dalam Tjiptono (2004:24)
kepuasan didefinisikan sebagai
suatu tanggapan emosional pada
evaluasi terhadap pengalaman
pelanggan suatu produk atau jasa.
Menurut Engle et, al dalam
Tjiptono (2004:24 ) mengatakan
bahwa kepuasan pelanggan
merupakan evaluasi pembeli
dimana alternatif yang di pilih
sekurang-kurangnya sama atau
melampaui harapan pelanggan,
sedangkan ketidakpuasan timbul
apabila hasil (Outcome) tidak
memenuhi harapan. Pada
dasarnya tujuan suatu bisnis
adalah untuk menciptakan
kepuasan kepada para
pelanggannya.
Berbicara tentang
kepuasan pelanggan ada
beberapa pakar yang memberikan
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
definisi mengenai kepuasan
pelanggan yang dikutip oleh
Tjiptono (2004) diantaranya
sebagai berikut. Yi (1990),
kepuasan adalah satu hasil
kolektif dari persepsi, evaluasi
dan reaksi-reaksi psikologis
untuk pengalaman konsumsi
dengan satu produk atau jasa.
Day (1998) dalam Supranto,J
(2006), kepuasan pelanggan
adalah evaluasi ketidaksesuaian
(disconfirmation) yang dirasakan
antara harapan sebelumnya dan
kinerja aktual produk yang
dirasakan setelah pemakaiannya.
Wilkie (1990) dalam Kuswandi,
(2006:17) mendefinisikan
kepuasan pelanggan sebagai
suatu tanggapan emosional pada
evaluasi terhadap pengalaman
konsumsi suatu produk atau jasa.
Eangel (1990) dalam Kuswadi.
(2006:16) menyatakan bahwa
kepuasan pelanggan merupakan
evaluasi purna beli dimana
alternatif yang dipilih sekurang-
kurangnya sama atau melampaui
harapan pelanggan. Kepuasan
pelanggan dirumuskan sebagai
evaluasi purnabeli, dimana
persepsi terhadap kinerja
alternative produk dan jasa yang
dipilih memenuhi atau melebihi
harapan sebelum pembelian.
Apabila persepsi terhadap kinerja
tidak dapat memenuhi harapan,
maka yang terjadi ketidakpuasan.
Pada umumnya harapan
pelanggan merupakan perkiraan
atau keyakinan pelanggan
tentang apa yang akan diterima
bila ia membeli atau
mengkonsumsi suatu produk
(barang atau jasa). Sedangkan
kinerja yang dirasakan adalah
persepsi pelanggan terhadap apa
yang ia terima setelah
mengkonsumsi produk yang
dibeli (Tjiptono dalam Sylvana,
2006).
Kepuasan Pelanggan juga
merupakan kepuasan secara
keseluruhan yang mempunyai
konsekuensi perilaku berupa
komplain pelanggan dan
kesetiaan pelanggan. Kepuasan
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
pelanggan secara keseluruhan
mempunyai tiga dimensi, yaitu
kualitas yang dirasakan, nilai
yang dirasakan dan harapan
pelanggan. Kepuasan pelanggan
secara keseluruhan akan
berpengaruh negatif pada
komplain pelanggan dan
berpengaruh positif pada
kesetiaan atau loyalitas
pelanggan (Fornel, et.al, 1996).
Model kepuasan pelanggan yang
dikemukakan Fornel dapat dilihat
pada Gambar 2.2 Kepuasan
pelanggan merupakan suatu
tingkatan dimana kebutuhan,
keinginan dan harapan dari
pelanggan dapat terpenuhi yang
akan mengakibatkan terjadinya
pembelian ulang atau kesetiaan
yang berlanjut (Band, 1991)
dalam Kuswadi (2006:14).
Faktor yang paling penting untuk
menciptakan kepuasan konsumen
adalah kinerja dari agen yang
biasanya diartikan dengan
kualitas dari agen tersebut
(Mowen, 1995) dalam Erriani
(2008:10).
Dari berbagai definisi di
atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa pada dasarnya pengertian
kepuasan pelanggan mencakup
perbedaan antara harapan dan
kinerja atau hasil yang
diharapkan. Produk jasa
berkualitas mempunyai peranan
penting untuk membentuk
kepuasan pelanggan (Kotler dan
Armstrong, 1996:553 ). Semakin
berkualitas produk dan jasa yang
diberikan, maka kepuasan yang
dirasakan oleh pelanggan
semakin tinggi. Bila kepuasan
pelanggan semakin tinggi, maka
dapat menimbulkan keuntungan.
Pelanggan yang puas akan terus
melakukan pembelian. Demikian
pula sebaliknya jika tanpa ada
kepuasan, dapat mengakibatkan
pelanggan pindah pada produk
lain.
Menurut Kotler,
(2005:52)., kepuasan adalah
tingkat perasaan seseorang
setelah membandingkan kinerja
atau hasil yang dia rasakan
dibandingkan dengan
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
harapannya. Sedangkan Tse dan
Wilton (1998) dalam Lupiyoadi
(2006:349) menyebutkan bahwa
kepuasan atau ketidakpuasan
pelanggan adalah respon
pelanggan terhadap evaluasi
ketidaksesuaian
(disconfirmation) yang dirasakan
antara harapan sebelumnya dan
kinerja aktual produk yang
dirasakan setelah pemakaiannya.
Kotler (2005:41) menambahkan
ada empat metode yang bisa
digunakan untuk menugukur
kepuasan pelanggan, yaitu :
1. Sistem keluhan dan saran
Perusahaan yang memberikan
kesempatan penuh bagi
pelanggannya untuk
menyampaikan pendapat atau
bahkan keluhan merupakan
perusahaan yang berorientasi
pada konsumen (costumer
oriented).
2. Survei kepuasan pelanggan
Sesekali perusahaan perlu
melakukan survei kepuasan
pelanggan
terhadap kualitas jasa atau
produk perusahaan tersebut.
Survei ini dapat dilakukan
dengan penyebaran kuesioner
oleh karyawan perusahaan
kepada para pelanggan.
Melalui survei tersebut,
perusahaan dapat mengetahui
kekurangan dan kelebihan
produk atau jasa perusahaan
tersebut sehingga perusahaan
dapat melakukan perbaikan
pada hal yang dianggap
kurang oleh pelanggan.
Tjiptono (2006:18)
berpendapat bahwa
pengukuran kepuasan
pelanggan dengan survei ini
dapat dilakukan dengan
beberapa cara antara lain :
a. Directly reported satisfaction
Pengukuran dilakukan secara
langsung, melalui pertanyaan
dengan skala berikut : sangat
tidak puas, tidak puas, netral,
puas, sangat puas.
b. Derived dissatisfaction
Pertanyaan yang diajukan
menyangkut dua hal utama,
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
yakitu besarnya harapan
pelanggan terhadap atribut
tertentu dan besarnya yang
mereka rasakan.
c. Problem analysis
Pelanggan yang dijadikan
responden diminta untuk
mengungkapkan dua hal
pokok. Pertama, masalah-
masalah yang mereka hadapi
berkaitan dengan penawaran
dari perusahaan. Kedua,
saran-saran untuk melakukan
perbaikan.
d. Importance-performance
analysis
Dalam teknik ini,responden
diminta untuk merangking
berbagai elemen (atribut) dari
penawaran berdasarkan
derajat pentingnya setiap
elemen tersebut. Selain itu,
responden juga diminta
merangking seberapa baik
kinerja perusahaan dalam
masing-masing elemen
(atribut) tersebut.
3. Ghost Shopping
Metode ini dilaksanakan
dengan mempekerjakan
beberapa orang dari
perusahaan (Ghost Shopper)
untuk bersikap sebagai
pelanggan di perusahaan
pesaing, dengan tujuan para
Ghost Shopper tersebut dapat
mengetahui kualitas pelayanan
perusahaan pesaing sehingga
dapat dijadikan sebagai
koreksi terhadap kualitas
pelayanan perusahaan itu
sendiri.
4. Analisa pelanggan yang hilang
Metode ini dilakukan
perusahaan dengan cara
menghubungi kembali
pelanggannya yang telah lama
tidak berkunjung atau
melakukan pembelian lagi di
perusahaan tersebut karena
telah berpindah ke perusahaan
pesaing. Selain itu,
perusahaan dapat menanyakan
sebab-sebab kepindahan
pelanggan ke perusahaan
pesaing.
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Kepuasan
Pelanggan
Kepuasan pelanggan
merupakan prioritas paling utama
dalam perusahaan, maka
perusahaan harus fokus pada
pelanggan. Tingkat kepuasan
pelanggan ditentukan oleh lima
faktor utama dan harus
diperhatikan oleh perusahaan,
yaitu :
a. Kualitas produk, konsumen
akan merasa puas bila evaluasi
mereka menunjukkan bahwa
produk yang mereka gunakan
memang berkualitas.
b. Kualitas pelanggan, pelanggan
akan merasa puas bila mereka
mendapatkan pelayanan yang
baik atau yang sesuai dengan
yang diharapkan.
c. Emosional, pelanggan akan
merasa bangga dan
mendapatkan keyakinan
bahwa orang lain akan kagum
terhadap dia, bila
menggunakan produk tertentu
yang cenderung mempunyai
tingkat kepuasan yang lebih
tinggi.
d. Harga, produk yang
mempunyai kualitas yang
sama tapi menetapkan harga
yang relatif murah akan
memberikan nilai yang lebih
tinggi kepada pelanggannya.
e. Biaya, pelanggan yang tidak
perlu mengeluarkan biaya
tambahan atau yang tidak
perlu membuang waktu untuk
mendapatkan suatu produk
cenderung puas akan produk
tersebut. Terciptanya
kepuasan pelanggan dapat
memberikan beberapa
manfaat, diantaranya
hubungan antara perusahaan
dengan konsumennya menjadi
harmonis, memberikan dasar
yang baik bagi pembelian
ulang dan terciptanya loyalitas
pelanggan serta membentuk
suatu rekomendasi dari mulut
ke mulut yang
menguntungkan bagi
perusahaan (Tjiptono,
2004:16).
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Pengukuran terhadap
kepuasan pelanggan telah
menjadi hal yang penting bagi
perusahaan, karena dengan
mengetahui tingkat kepuasan
pelanggan, perusahaan
memperoleh umpan balik dan
masukan bagi keperluan
pengembangan dan implementasi
strategi peningkatan kepuasan
pelanggan. Penilaian kepuasan
pelanggan mempunyai tiga
bentuk yang berbeda yaitu :
a. Positif disconfirmation,
dimana kinerja lebih baik dari
harapan.
b. Simple confirmation, dimana
kinerja sama dengan harapan.
c. Negatif disconfirmation,
dimana kinerja lebih buruk dari
harapan.
Pengukuran kepuasan (Kotler,
2005) dapat diukur dengan
beberapa cara, kepuasan dapat
diukur dengan menanyakan
secara langsung kepuasan
pelanggan dengan menggunakan
skala. Responden dapat diminta
untuk memberikan peringkat
seberapa besar harapan terhadap
atribut tertentu dan seberapa
besar yang dialaminya.
Metode lain dengan
meminta responden membuat
daftar masalah yang dihadapi dan
membuat daftar yang disarankan
untuk perbaikan (problem
analysis). Adapun indikator yang
digunakan dalam menilai
kepuasan konsumen adalah
(Kotler, 2005) :
a. Kualitas yang diberikan sesuai
dengan yang dijanjikan.
b. Pelayanan yang baik dan
memberikan kepuasan bagi
konsumen.
c. Kepuasan bagi setiap
konsumen yang menginap di
Hotel Griptha Kudus.
Kualitas mempunyai
hubungan yang sangat erat
dengan kepuasan pelanggan.
Kualitas memberikan suatu
dorongan kepada konsumen
untuk menjalin suatu ikatan yang
kuat dengan perusahaan dalam
jangka panjang, katan ini akan
memungkinkan perusahaan untuk
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
memahami dengan seksama
harapan dari pelanggan serta
kebutuhan mereka. Dengan
demikian, perusahaan akan dapat
meningkatkan kepuasan
pelanggan yang paling
menyenangkan dan
meminimalkan atau meniadakan
pengalaman pelanggan kurang
menyenangkan yang pada
gilirannya kepuasan pelanggan
dapat menciptakan kesetiaan dan
loyalitas pelanggan kepada
perusahaan yang memberikan
kualitas yang memuaskan.
2.1.2. KualitasPelayanan
Saat ini semua industri
yang bergerak di bidang jasa
harus memperhatikan segi
pelayanan mereka. Pelayanan
yang baik merupakan salah satu
syarat kesuksesan perusahaan
jasa. Kualitas pelayanan
dipandang sebagai salah satu
komponen yang perlu
diwujudkan oleh perusahaan
karena memiliki pengaruh untuk
mendatangkan pelanggan baru
dan dapat mengurangi
kemungkinan
pelanggan lama untuk berpindah
ke perusahaan lain. Dengan
semakin banyaknya pesaing
maka akan semakin banyak
pilihan bagi pelanggan untuk
menjatuhkan pilihan. Hal ini
akan semakin sulit untuk
mempertahankan pelanggan
lama, karenanya kualitas layanan
harus ditingkatkan semaksimal
mungkin. Kualitas pelayanan
didefinisikan sebagai penilaian
pelanggan atas keunggulan atau
keistimewaan suatu produk atau
layanan secara menyeluruh
(Zeithaml et al, 1998:111).
Kualitas merupakan suatu
kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk,
jasa, manusia, proses dan
lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan pelanggan
(Tjiptono,2006). Sehingga
definisi kualitas pelayanan dapat
diartikan sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan dan
keinginan konsumen serta
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
ketepatan penyampaiannya
dalam mengimbangi harapan
konsumen. Kualitas pelayanan
dapat diketahui dengan cara
membandingkan persepsi para
konsumen atas pelayanan yang
nyata–nyata meraka terima atau
peroleh dengan pelayanan yang
sesungguhnya mereka terima
atau mereka harapkan terhadap
atribut–atribut pelayanan suatu
perusahaan (Zeithaml et al,
1998:116). Kotler dan Keller
(2007:206) menyatakan bahwa
kualitas pelayanan harus dimulai
dari kebutuhan pelanggan dan
berakhir pada persepsi
pelanggan, dimana persepsi
pelanggan terhadap kualitas
pelayanan merupakan penilaian
menyeluruh atas keunggulan
suatu pelayanan. Hal ini berarti
bahwa citra kualitas yang baik
bukan berdasarkan sudut
pandang atau persepsi pihak
penyedia jasa, yaitu perusahaan
akan tetapi sudut pandang
penilaian persepsi pelanggan.
Dalam hal ini, konsumen adalah
pihak yang mengkonsumsi dan
menikmati jasa perusahaan,
sehingga merekalah yang
seharusnya menentukan kualitas
jasa. Persepsi pelanggan terhadap
kualitas pelayanan merupakan
nilai menyeluruh atas keunggulan
atau jasa (Tjiptono, 2006).
Adapun lima dimensi kualitas
pelayanan yang diidentifikasikan
oleh Parasuraman, Zeithaml dan
Berry (1988) dalam Tjiptono
(2006) meliputi:
1. Kehandalan (reliability) yaitu
kemampuan untuk
melaksanakan jasa yang
disajikan dengan tepat dan
terpercaya.
2. Responsive (responsiveness)
yaitu keinginan untuk
membantu para konsumen dan
memberikan pelayanan
dengan sebaik mungkin.
3. Keyakinan (assurance) yaitu
pengetahuan dan
kesopansantunan para
pegawai perusahaan serta
kemampuan menumbuhkan
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
rasa percaya diri konsumen
terhadap perusahaan.
4. Empati (empathy) meliputi
kemudahan dalam melakukan
hubungan, komunikasi yang
baik, perhatian pribadi, dan
memahami kebutuhan para
pelanggan.
5. Berwujud (tangible) yaitu
penampilan fisik, peralatan,
personil, dan
media komunikasi.
Konsep pelayanan yang
baik akan memberikan peluang
bagi perusahaan untuk bersaing
dalam merebut konsumen.
Sedangkan kinerja yang baik
(berkualitas) dari sebuah konsep
pelayanan menimbulkan situasi
yang kompetitif dimana hal
tersebut dapat diimplementasikan
melalui strategi untuk meyakinkan
pelanggan, memperkuat image
tentang merk, iklan, penjualan, dan
penentuan harga. Strategi inovator
terhadap kualitas layanan biasanya
sulit ditiru. Hal tersebut
disebabkan karena kualitas
layanan berasal dari
kepemimpinan yang terinspirasi
melalui organisasi, budaya
perusahaan yang berorientasi pada
pelanggan, desain sistem layanan
prima, penggunaan informasi dan
teknologi yang efektif, serta
faktor-faktor lainnya yang
dikembangkan oleh organisasi:
Definisi dari kualitas pelayanan
dapat diartikan sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan dan
keinginan konsumen serta
ketepatan penyampaiannya dalam
mengimbangi harapan konsumen
(Tjiptono, 2007). Irawan (2002)
dalam Dwifebri (2006:15)
menyatakan bahwa service quality
sangat bergantung pada tiga hal
yaitu sistem, teknologi dan
manusia. Faktor manusia ini
memegang kontribusi sekitar 70%
agar pelayanan memiliki kualitas
dan memberikan kepuasan kepada
pelanggan mereka maka,
perusahaan harus memperhatikan
berbagai dimensi yang dapat
menciptakan dan meningkatkan
kualitas pelayanannya
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Faktor-Faktor yang
digunakan untuk mengukur
kualitas pelayanan dalam
penelitian ini adalah:
1. Tampilan Fisik.
Berarti hal-hal yang
berwujud pada sebuah jasa bisnis
hotel harus dengan tepat
memproyeksikan kualitas
pelayanan yang akan diberikan.
Tampilan fisik meliputi :
a. Kondisi Gedung hotel.
b. Peralatan modern yang
mendukung,
c. Penampilan karyawan hotel,
d. Kerapihan dan kebersihan
para petugas,
e. Penampilan dan kondisi
setiap ruangan
(Philip Kotler, 2005:103).
2. Reliabilitas
Yaitu kemampuan untuk
menampilkan kualitas
pelayanan yang dijanjikan
secara akurat. Hal ini berarti
jasa yang dikelola harus
dilaksanakan dengan konsisten
dan cermat.
Indikator dari reliabilitas
meliputi :
a. Menepati janji yang telah
disepakati.
b. Menunjukkan perhatian tulus
untuk penyelesaian masalah-
masalah.
c. Baik dan ramah setiap kita
melakukan (pelayanan hotel).
d. Menampilkan layanan sesuai
dengan yang dijanjikan.
e. Berusaha untuk tidak
melakukan kesalahan
(Philip Kotler, 2005:103).
3. Daya Tanggap
Daya tanggap adalah
kemauan membantu pelanggan
dan memberikan pelayanan yang
tanggap. Hal ini berarti
manajemen harus memberikan
tanggapan dengan cepat dan
kreatif atas permintaan dan
masalah konsumen.
a. Karyawan hotel yang memberi
pelayanan secara cepat dan
tanggap.
b. Karyawan hotel yang selalu
bersedia membantu konsumen.
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
c. Karyawan hotel yang tidak
pernah terlalu sibuk untuk
menanggapi permintaan
maupun keluhan konsumen.
(Philip Kotler, 2005:104).
4. Jaminan
Berarti pengetahuan dan
keramahan para karyawan serta
kemampuannya memperoleh
kepercayaan. Jaminan meliputi:
a. Perasaan aman dan terjamin
dalam melakukan transaksi.
b. Karyawan yang selalu bersikap
sopan dan ramah.
c. Karyawan mampu menjawab
pertanyaan konsumen mengenai
kondisi hotel.
(Philip Kotler, 2005:104).
5. Empati
Empati yaitu kemampuan
memberi perhatian secara pribadi
pada para konsumen. Atau berarti
perhatian yang diberikan pemberi
jasa pada kliennya. Indikator dari
empati meliputi :
a. Memberi perhatian secara
pribadi.
b. Memberi pelayanan yang
nyaman.
c. Karyawan hotel yang
memperlakukan semua
konsumen secara khusus
(Philip Kotler, 2005:105).
Pada hakikatnya
pengukuran kualitas suatu
pelayanan atau produk dapat
diperoleh melalui pengukuran atas
kepuasan pelanggannya yang
ditunjukkan melalui variabel
harapan dan kinerja yang
dirasakan pelanggan atau
perceived performance (Fandy
Tjiptono, 2006:46). Kotler
(1997:95) menjelaskan bahwa
pelayanan dapat diperingkat
menurut kepentingan pelanggan
(costumer importance) dan kinerja
perusahan (company
performance). Tetapi demikian
kualitas pelayanan lebih sukar
didefinisikan,dijabarkan, dan
diukur bila dibandingkan dengan
kualitas barang. Bila ukuran
kualitas dan pengendalian telah
lama ada untuk barang barang
berwujud (tangible goods), maka
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
untuk jasa berbagai upaya telah
dan sedang dikembangkan untuk
merumuskan ukuran-ukuran
semacam itu (Tjiptono, 2006:51).
Selanjutnya, Parasuraman, et al.,
(1988:12) mendefinisikan
penilaian kualitas pelayanan
sebagai sikap yang berhubungan
dengan keunggulan suatu jasa
pelayanan, atau pertimbangan
konsumen tentang keunggulan
secara keseluruhan suatu
perusahaan. Demikian pula
Wyckof yang melihat keunggulan
jasa pelayanan sebagai suatu
tingkat kesempurnaan yang
diharapkan dan pengendalian atas
kesempurnaan tersebut, untuk
memenuhi seperangkat keinginan
dan kebutuhan pelanggan
(Wyckof, dalam Lovelock,
1994:57).
Berdasarkan pemahaman
diatas dapatlah dikatakan, bahwa
pengukuran dan penilaian kualitas
jasa tidaklah berbeda, akan tetapi
dalam pelaksanaannya agak sukar
dibandingkan pada produk fisik.
Pada dasarnya inti dari pengukuran
dan penilaian kualitas terletak pada
dua sisi, yaitu dari sudut pandang
konsumen dalam hal ini
harapannya, dan disatu sisi terletak
pada sudut pandang manajemen
perusahaan dalam hal ini kinerja
atas kualitas jasa secara
keseluruhan. Dengan kata lain,
seperti yang dikemukakan oleh
Parasuraman, et al. (1985:43)
bahwa terdapat dua faktor utama
yang mempengaruhi kualitas jasa,
yaitu; jasa yang diharapkan
(expected service) dan jasa yang
dipersepsikan (perceived service).
Sejalan dengan pendapat tersebut,
menurut Rush, et al. (1996) dalam
Fandy Tjiptono, (2006:51-52).
Harapan pelanggan dapat berupa
tiga tipe. Pertama, will
expectation, yaitu tingkat kinerja
yang diprediksi atau diperkirakan
konsumen akan diterimanya,
berdasarkan semua informasi yang
diketahuinya. Kedua, should
expectation, yaitu tingkat kinerja
yang dianggap sudah sepantasnya
diterima konsumen. Ketiga, ideal
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
expectation, yaitu kinerja optimum
atau terbaik yang diharapkan
dapat diterima konsumen. Hal
yang sama juga dikemukakan oleh
Gronroos (1990) dalam Fandy
Tjiptono, (2004:51-52)
menyatakan bahwa persepsi
pelanggan terhadap kualitas total
suatu jasa terdiri atas dua dimensi
utama. Dimensi pertama, yakni
technical quality (outcome
dimension) yang berkaitan dengan
kualitas output jasa yang
dipersepsikan pelanggan. Dan
dimensi kedua, yaitu functional
quality (process-related
dimension) berkaitan dengan
kualitas cara penyampaian jasa
atau menyangkut proses transfer
kualitas teknis, output atau hasil
akhir jasa dari penyedia jasa
kepada pelanggan. Jika penyedia
jasa memiliki citra positif di dalam
benak pelanggan, kesalahan minor
yang terjadi sangat mungkin
dimaafkan. Apabila kesalahan
kerap terjadi, maka citra positif
tersebut akan rusak. Sebaliknya,
jika citra organisasi sudah negatif
terlebih dahulu, maka
pengaruh atau efek dari setiap
kesalahan yang dilakukannya
kerapkali
jauh lebih besar daripada bila
citranya positif. Dalam kaitannya
dengan persepsi terhadap kualitas,
citra dapat dipandang sebagai
filter.
2.3. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban
yang bersifat sementara terhadap
masalah yang terjadi. Hipotesis
harus dibuktikan kebenarannya
sampai terbukti melalui data
yang terkumpul (Arikunto,
2005). Berdasarkan pada
permasalahan yang diteliti dan
tinjauan teoritis, maka hipotesis
yang diajukan dalam penelitian
ini adalah:
Terdapat pengaruh positif antara
kualitas pelayanan terhadap
kepuasan pelanggan?
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Pendekatan Penelitian
Penelitian ini meenggunakan
pendekatan deskriptif kuantitatif
pengumpulan data dan analisa data
sosial bersifat sangat terstruktur
dan mendetil melalui kuesioner
sebagai instrumen utama untuk
mendapatkan informasi dari
sejumlah responden yang
diasumsikan mewakili populasi
secara specifik.
3.1.1.Definisi Operasional Variabel
Selanjutnya penulis
menyusun semua konsep yang
telah dijelaskan sebelumnya,
kedalam sebuah bagan kerangka
operasional, ini bertujuan untuk
menyatakan variabel kualitas
pelayanan (X) variabel kepuasan
(Y) dan indikator penelitian selain
itu juga berguna untuk
memudahkan dalam menyusun
kuesioner penelitian kepada
responden.
3. 3. 1. Populasi
Populasi dalam penelitian
ini adalah pengunjung Hotel
Horison Bekasi di Jl. KH. Noer
Alie Bekasi Jawa Barat 17148
yang melakukan transaksi atau
pengguna pelayanan jasa Hotel
Horison Bekasi seperti
penyewaan kamar, penyewaan
ruangan rapat, restoran dan lain-
lain sebanyak 115 pengunjung .
3.3.2. Sampel
Menurut Arikunto
(2003:120) apabila populasi yang
diteliti kurang dari 100 maka
sampel harus diambil semua.
Akan tetapi apabila populasi
lebih dari 100 maka sampel yang
diambil adalah sebesar 10%-15%
dan 20%-25%, atau lebih
tergantung hal-hal sebagai
berikut. Sample dari penelitian
iniadalah 100.
3. 4 Pengukuran Variabel
Dalam penelitian ini
pengukuran menggunakan skala
liker,
Dengan skala 5 yaitu sangat
setuju skor (5), setuju, (4) kurang
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
setuju (3), tidak setuju (2) dan
sangat tidak setuju (1)
3.5. Metode Pengumpulan data
.
Pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah Data
sekunder yaitu data yang didapat
oleh peneliti secara tidak
langsung melalui media perantara
(diperoleh dan dicatat oleh pihak
lain). Dan data primer deengan
Wawancara
Penulis mengadakan
wawancara langsung dengan
pihak-pihak yang bersangkutan,
yaitu para tamu dan pengunjung
Hotel Horison yang terpilih
sebagai responden guna
mendapatkan data-data yang
diperlukan.
Kuesioner
Kuesioner yang diberikan secara
langsung oleh penulis kepada
responden yang ditemui secara
langsung di lokasi penelitian.
Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik
pengumpulan data dengan cara
membaca dan mengamati,
mengolah laporan-laporan serta
catatan yang menunjang
penelitian ini.
3.5.1 Jenis Data
Jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
hasil jawaban responden yang
berupa angka-angka yang dapat
dihitung, yang diperoleh dari
hasil kuesioner yang dibagikan
dan berhubungan dengan
masalah yang diteliti.
3.5.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1. Teknik kuesioner (angket),
yaitu teknik pengumpulan
data yang sering tidak
memerlukan kehadiran
peneliti, namun cukup
diwakili oleh daftar
pertanyaan (kuesioner)
yang sudah disusun secara
cermat terlebih dahulu.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.3.1. Analisis Regresi Sederhana
Berdasarkan data penelitian yang
dikumpulkan baik untuk variabel
terikat (Y) maupun variabel bebas
kualitas pelayanan (X), dianalisis
yang diolah dengan dengan
menggunakan program SPSS 13.0,
maka diperoleh hasil perhitungan
regresi linear berganda sebagai
berikut :
Tabel 4.12
Rekapitulasi Hasil Analisa Regresi Berganda
Coefficients (a)
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t
Sig.
B
Std.
Error
Beta
1 (Constant)
REABILITY
ASSURANCE
3,647
0,183
0,355
1,209
0,051
0,068
0,224
0,415
3,017
3,606
5,224
0,003
0,001
0,000
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
TANGIBLE
EMPATHY
RESPONSIVEN
ESS
0,282
-0,255
0,258
0,071
0,063
0,061
0,308
-0,234
0,255
3,959
-
4,055
4,251
0,000
0,000
0,000
a. Dependent Variabel : KEPUASAN_PELANGGAN
Sumber : Data diolah SPSS 13, 2014
Pada tabel korelasi
menunjukkan suatu hubungan.
Korelasi antara kepuasan
pelanggan dengan reability,
kepuasan pelanggan dengan
assurance, kepuasan pelanggan
dengan tangible, kepuasan
pelanggan dengan empathy,
kepuasan pelanggan dengan
responsiveness..
Dari tabel di atas dapat
diperoleh persamaan regresi
linear berganda sebagai berikut :
Y = 3,647 + 0,183 + 0,355 +
0,282 + -0,255 + 0,258
Dimana :
3,647 = variabel dependen yaitu
kepuasan pelanggan dan
variabel independen
kualitas pelayanan yang
terdiri dari reability,
assurance, tangible,
empathy, responsiveness
mempunyai hubungan
positif dengan
peningkatan kepuasan
pelanggan. Nilai
konstanta kepuasan
pelanggan sebesar 3,647
menunjukkan bahwa semakin
meningkatnya pelayanan
jasa diberikan akan
berpengaruh terhadap
kepuasan pelanggan
yang dirasakan oleh
pelanggan.
0,183 = besarnya koefisien
reability yang berarti
setiap peningkatan
reability sebesar 1%,
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
maka kepuasan
pelanggan meningkat
0,183 dengan asumsi
variabel lainnya
(assurance, empathy,
tangible dan
responsiveness) konstan.
0,355 = besarnya koefisien
assurance yang berarti
setiap peningkatan
assurance sebesar 1%,
maka kepuasan
pelanggan meningkat
0,355 dengan asumsi
variabel lainnya
(reability, tangible,
empathy dan
responsiveness) konstan.
0,282 = besarnya koefisien
tangible yang berarti setiap
peningkatan
tangible sebesar 1%,
maka kepuasan
pelanggan meningkat
0,282 dengan asumsi
variabel lainnya
(reability, assurance,
empathy dan
responsiveness )
konstan.
-0,255 = besarnya koefisien
empathy yang berarti setiap
peningkatan
empathy sebesar 1%,
maka kepuasan
pelanggan akan
menurun 0,255 dengan
asumsi variabel lainnya
(reability,
assurance,tangible dan
responsiveness) konstan.
0,258 = besarnya koefisien
responsiveness yang
berarti setiap
peningkatan
responsiveness sebesar
1%, maka kepuasan
pelanggan meningkat
0,258 dengan asumsi
variabel lainnya
(reability,assurance,
tangible dan empathy)
konstan.
Hasil regresi berganda di atas
menunjukkan bahwa variabel
bebas yakni kualitas pelayanan
dengan indikator reability,
assuraance, tangible, empathy
dan responsiveness berpengaruh
positif terhadap variabel terikat
yakni kepuasan pelanggan. Di
mana setiap kenaikan yang
terjadi pada variabel bebas akan
diikuti pula oleh kenaikan
variabel terikat. Selain itu dari
hasil tersebut dapat dilihat bahwa
variabel bebas yang dominan
adalah assurance sebesar 0,355.
4.4. Pengujian Hipotesis.
4.4.1. Uji F
Uji simultan atau uji F
merupakan uji secara bersama-
sama untuk menguji signifikan
pengaruh variabel kualitas
pelayanan yang terdiri atas
reability, responsiveness,
assurance, empathy, tangible
secara bersama-sama terhadap
variabel kepuasan pelanggan.
Tabel 4.13
Rekapitulasi hasil ANOVA
ANOVA(b)
Model
Mean
Square
F
Sig.
Sum of
Squares
Df
1 Regression
Residual
Total
169,761
55,949
225,710
5
94
99
33,952
,595
57,043 ,000(a)
a. Predictors: (Constant), RESPONSIVENESS, ASSURANCE, EMPATHY,
REABILITY, TANGIBLE
b Dependent Variabel :
KEPUASAN_PELANGGAN
Sumber : Data diolah SPSS 13,
2014
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Berdasarkan hasil regresi
dari tabel di atas menunjukkan
Fhitung sebesar 57,043
sedangkan hasil Ftabel 2,31. Hal
ini berarti Fhitung> Ftabel
(57,043 > 2,31) signifikan.
Perhitungan tersebut
menunjukkan bahwa kualitas
pelayanan
yang terdiri atas reability,
assurance, tangible, empathy,
responsiveness secara bersama-
sama mempunyai pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap
variabel kepuasan pelanggan.
a. Hipotesis
H0 = kualitas pelayanan
secara sim
ultan tidak mempunyai
pengaruh yang
signifikan terhadap
kepuasan pelanggan.
H1 = kualitas pelayanan
secara simultan mempunyai
pengaruh
Yang signifikan terhadap
kepuasan pelanggan.
b. Tingkat signifikan
Tingkat signifikansi yang
digunkan adalah 0,05 ( α
=5%) dan pada tabel 15
tingkat signifikansi sebesar
0,000 atau sebesar 0%.
Artinya bahwa variabel
independen berpengaruh
terhadap variabel dependen
dengan tingkat tingkat
signifikansinya sebesar 0%.
c. Menentukan F tabel
Dengan menggunakan tingkat
keyakinan 95% dengan
tingkat kesalahan
α= 0,05, df dapat ditentukan
dengan persamaan sebagai
berikut :
df1 = k = 5
df2 = n – k– 1 = 100 – 5 – 1 = 94
Keterangan :
n = sampel
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
k = variabel bebas
maka F tabel = 2,3113
Ketentuan penerimaan hipotesis yaitu
Ha ditolak bila sig. > 0,05 atau F hitung < F tabel
Ha diterima bila sig. ≤ 0,05 atau F hitung > F table
d. membandingkan F hitung dan F tabel
berdasarkan hasil penelitian
yang terdapat pada tabel 15
bahwa hasil dari Fhitung yaitu
sebesar 57,043 dan F tabel
2,31, nilai F hitung > F
tabel. Oleh karena Fhitung >
Ftabel, maka dapat dikatakan
terdapat pengaruh yang
signifikan antara kualitas
pelayanan X terhadap
kepuasan pelanggan Y, hal ini
menunjukkan bahwa
perubahan naik turunya
variabel kualitas pelayanan
berpengaruh nyata terhadap
tingkat kepuasan pelanggan.
Secara teoritis, kualitas
pelayanan memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap
kepuasan pelanggan, seperti yang
dinyatakan oleh Kotler
(2007:177) bahwa kepuasan
pelanggan yaitu perasaan senang
atau kecewa seseorang yang
muncul setelah membandingkan
antara persepsi/kesannya
terhadap kinerja (atau hasil)
suatu produk dan harapan-
harannya.
Berdasarkan pengujian
statistik dengan metode uji F,
dimana
tingkat signifikansi diperoleh
lebih kecil yakni 0% dari standar
signifikansi yakni 5% atau 0,05
dan perbandingan antara F hitung
dan F tabel, dimana F hitung
sebesar 57,043 lebih besar dari F
tabel yakni 2,31, maka dapat
disimpulkan bahwa Ha diterima
atau kualitas layanan memiliki
pengaruh yang signifikan
terhadap kepuasan pelanggan
Jadi dapat disimpulkan bahwa
berdasarkan teori dan hasil
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
statistik penelitian berdasarkan
uji F, kualitas pelayanan
memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kepuasan
pelanggan.
4.4.2. Uji t
Pengujian ini untuk melihat sejauh
mana pengaruh secara sendiri-
sendiri variabel X terhadap
variabel Y. Ketentuan t tabel
(Nurgiyantoro, 2004:192) :
df = N-k-1
= 100-5-1
= 94
Analisis 2 jalur = 0,05/2
= 0,025
Berarti batas Ẋ = 0,025 s/d 0,05
Jadi nilai t tabel = 1,9855
= 1,986
Ketentuan penerimaan hipotesis yaitu :
Ha ditolak bila sig. > 0,05 atau t hitung < t tabel
Ha diterima bila sig. ≤ 0,05 atau t hitung > t tabel
Tabel 4.14
Hasil Uji t
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t
Sig.
B
Std.
Error
Beta
1 (Constant)
REABILITY
3,647
0,183
1,209
0,051
0,224
3,017
3,606
0,003
0,001
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
ASSURANCE
TANGIBLE
EMPATHY
RESPONSIVEN
ESS
0,355
0,282
-0,255
0,258
0,068
0,071
0,063
0,061
0,415
0,308
-0,234
0,255
5,224
3,959
-
4,055
4,251
0,000
0,000
0,000
0,000
a. Dependent Variabel : KEPUASAN_PELANGGAN
Sumber : Data diolah SPSS 13, 2014
Hasil uji t dari reability,
assurance, tangible, empathy
,responsiveness diperoleh nilai
sig. lebih kecil (<) dari 0,05 dan t
hitung > t tabel, sehingga
hipotesis yang menyatakan
bahwa reability, assurance,
tangible, empathy,
responsiveness berpengaruh
signifikan terhadap kepuasan
nasabah secara parsial diterima.
Untuk menguji apakah ada
pengaruh masing-masing
variabel terhadap kepuasan
pelanggan, maka dilakukan uji t
(uji parsial) dengan tingkat
kepercayaan 95%, dengan
menggunakan formulasi sebagai
berikut:
a. Uji hipotesis untuk variabel
kualitas layanan kehandalan
(Reability)
Uji hipotesis untuk variabel
kualitas layanan kehandalan (X)
terhadap tin
gkat kepuasan pelanggan, dapat
dijelaskan dengan hipotesis
sebagai berikut :
1. Ho : β1 = 0 ( tidak ada
pengaruh antara X terhadap Y)
Ha : β1 > 0 ( ada pengaruh
antara X terhadap Y)
2. Level of convidence = 95%
dengan tingkat kesalahan α =
0,05
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
3. Daerah kritis ( t tabel = 1,98) (
thit X = 3,606 )
Oleh karena t hitung (3,606) > t
tabel (1,98), maka dapat
dikatakan terdapat pengaruh yang
nyata antara kehandalan dengan
tingkat
kepuasan pelanggan dan
menunjukkan X berpengaruh
signifikan terhadap tingkat
kepuasan pelanggan.
4.5. Pembahasan Hasil Penelitian.
Berdasarkan teori,
dijelaskan bahwa reability
merupakan bagian dari kualitas
pelayanan. Kualitas pelayanan
merupakan tingkat keunggulan
yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat
keunggulan tersebut untuk
memenuhi keinginan pelanggan.
Secara logika apabila tingkat
kualitas jasa meningkat, maka
tingkat kepuasan pelanggan akan
meningkat. Hal ini terjadi karena
pelanggan merasa bahwa
pelayanan yang mereka dapatkan
sesuai dengan harapannya.
Apabila kita melakukan analisis
berdasarkan hasil penelitian yang
terdapat pada tabel 4.14, kita
dapat melihat pengaruh reability
dengan memerhatikan nilai t
hitung dan tingkat signifikansi
dari variabel tersebut.
Berdasarkan tabel 4.14, t
hitung untuk variabel reability
sebesar 3,606. Untuk mengetahui
pengaruh variabel ini dengan
menggunakan t hitung, maka kita
harus membandingkan antara
t hitung dan t tabel. Apabila t
hitung > t tabel, maka variabel
tersebut punya pengaruh
terhadap variabel dependen.
Untuk mengetahui nilai t tabel,
maka dapat digunakan
persamaaan sebagai berikut;
df = n – k – 1, di mana n
merupakan total sampel, k adalah
jumlah variabel independen. Jadi
df = 100 – 5 – 1= 94. Jadi dapat
kita lihat pada tabel t pada df 94.
Berdasarkan tabel, nilai t tabel
yang diperoleh adalah 1,986.
Perbandingan t hitung dan
t tabel dapat kita lihat bahwa
nilai t hitung > dari nilai t tabel,
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
yakni 3,606 >1,98. Jadi
berdasarkan perbandingan nilai t
hitung dan t tabel, dapat
disimpulkan bahwa variabel
reability memiliki pengaruh
terhadap kepuasan pelanggan.
Berdasarkan tingkat
signifikansi, apabila tingkat
signifikansi berada dibawah atau
lebih kecil dari 5%, maka
variabel tersebut berpengaruh
terhadap variabel dependen dan
begitupula sebaliknya. Dari hasil
penelitian diperoleh tingkat
signifikansi sebesar 0,001 atau
0,1%. Jadi dapat dikatakan
bahwa tingkat signifikansi
variabel reability berada dibawah
standar, artinya variabel ini
memiliki pengaruh terhadap
variabel dependen.
Dari penjelasan secara
teori dan hasil statistik dari
penelitian, dapat disimpulkan
bahwa benar reability memiliki
pengaruh signifikan terhadap
kepuasan pelanggan.
b. Uji hipotesis untuk variabel
kualitas layanan jaminan
(Assurance)
Uji hipotesis untuk variabel
kualitas layanan jaminan (X)
terhadap tingkat kepuasan
pelanggan, dapat dijelaskan
dengan hipotesis sebagai berikut:
1. Ho : β2 = 0 (tidak ada
pengaruh antara X terhadap Y)
Ha : β2 > 0 (ada pengaruh
antara X terhadap Y)
2. Level of convidence = 95%
dengan tingkat kesalahan α =
0,05
3. Daerah kritis ( t tabel = 1,98) (
thit X2= 5,224 )
Oleh karena t hitung (5,224) > t
tabel (1,98) maka dapat
dikatakan terdapat pengaruh yang
nyata antara variabel jaminan
dengan tingkat kepuasan
pelanggan dan menunjukkan X
berpengaruh signifikan terhadap
tingkat kepuasan pelanggan.
Berdasarkan teori,
dijelaskan bahwa assurance
merupakan bagian dari kualitas
pelayanan. Kualitas pelayanan
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
merupakan tingkat keunggulan
yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat
keunggulan tersebut untuk
memenuhi keinginan pelanggan.
Secara logika apabila tingkat
kualitas pelayanan meningkat,
maka tingkat kepuasan
pelanggan. akan meningkat. Hal
ini terjadi karena pelanggan
merasa bahwa pelayanan yang
mereka dapatkan sesuai dengan
harapannya. Apabila kita
melakukan analisis berdasarkan
hasil penelitian yang terdapat
pada tabel 4.14, kita dapat
melihat pengaruh assurance
dengan memperhatikan nilai t
hitung dan tingkat signifikansi
dari variabel tersebut.
Berdasarkan tabel 4.14, t
hitung untuk variabel assurance
sebesar 5,224. Untuk mengetahui
pengaruh variabel ini dengan
menggunakan t hitung, maka kita
harus membandingkan antara
t hitung dan t tabel. Apabila t
hitung > t tabel, maka variabel
tersebut punya pengaruh terhadap
variabel dependen. Untuk
mengetahui nilai t tabel, maka
dapat digunakan persamaan
sebagai berikut; df : n –
k- 1, di mana n merupakan total
sampel, k adalah jumlak variabel
independen. Jadi df = 100 – 5 -
1= 94. Jadi dapat kita lihat pada
tabel t pada df 94. Berdasarkan
tabel, nilai t tabel yang diperoleh
adalah 1,986.
Perbandingan t hitung dan
t tabel dapat kita lihat bahwa
nilai t hitung > dari nilai t
tabel, yakni 5,224 > 1,986. Jadi
berdasarkan perbandingan nilai t
hitung dan t tabel, dapat
disimpulkan bahwa assurance
memiliki pengaruh terhadap
kepuasan pelanggan..
Berdasarkan tingkat
signifikansi, apabila tingkat
signifikansi berada dibawah atau
lebih kecil dari 5%, maka
variabel tersebut berpengaruh
terhadap variabel dependen dan
begitu pula sebaliknya. Dari hasil
penelitian diperoleh tingkat
signifikansi sebesar 0,000 atau
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
0%. Jadi dapat dikatakan bahwa
tingkat signifikansi assurance
berada dibawah standar, artinya
variabel ini memiliki pengaruh
terhadap variabel dependen.
Dari penjelasan secara
teori dan hasil statistik dari
penelitian, dapat disimpulkan
bahwa benar assurance memiliki
pengaruh signifikan terhadap
kepuasan pelanggan
c. Uji hipotesis untuk variabel
kualitas layanan bukti fisik
(Tangible)
Uji hipotesis untuk variabel
kualitas layanan bukti fisik
terhadap
tingkat kepuasan pelanggan,
dapat dijelaskan dengan hipotesis
sebagai berikut:
1. Ho : β3 = 0 (tidak ada
pengaruh antara X terhadap Y)
Ha : β3 > 0 (ada pengaruh
antara X terhadap Y)
2. Level of convidence = 95%
dengan tingkat kesalahan α =
0,05
3. Daerah kritis ( t tabel = 1,98) (
thit X3= 3,959 )
Oleh karena t hitung (3,959) > t
tabel (1,98) maka dapat
dikatakan terdapat pengaruh yang
nyata antara kehandalan dengan
tingkat
kepuasan pelanggan dan
menunjukkan pengaruh
signifikan terhadap
tingkat kepuasan pelanggan.
Berdasarkan teori,
dijelaskan bahwa tangible
merupakan bagian dari kalitas
pelayanan. Kualitas pelayanan
merupakan tingkat keunggulan
yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat
keunggulan tersebut untuk
memenuhi keinginan pelanggan.
Secara logika apabila tingkat
kualitas pelayanan meningkat,
maka tingkat
kepuasan pelanggan akan
meningkat. Hasil ini terjadi
karena pelanggan merasa bahwa
pelayanan yang mereka dapatkan
sesuai dengan harapannya.
Apabila kita melakukan
analisis berdasarkan hasil
penelitian yang terdapat pada
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
tabel 4.14, kita dapat melihat
pengaruh tangible dengan
memerhatikan nilai t hitung dan
tingkat signifikansi dari variabel
tersebut.
Berdasarkan tabel 4.14, t
hitung untuk tangible sebesar
3,959. Untuk mengetahui
pengaruh variabel ini dengan
menggunakan t hitung, maka
kita harus membandingkan antara
t hitung dan t tabel. Apabila t
hitung > t tabel, maka variabel
tersebut punya pengaruh terhadap
variabel dependen. Untuk
mengetahui nilai t tabel, maka
dapat digunakan persamaan
sebagai berikut : df = n – k -1,
dimana n
merupakan total sampel, k adalah
jumlah variabel independen. Jadi
df= 100 – 5 –1 = 94. Jadi dapat
dilihat pada tabel t pada df 94.
Berdasarkan tabel,nilai t tabel
yang diperoleh adalah 1,986.
Perbandingan t hitung dan
t tabel dapat kita lihat bahwa
t hitung > dari nilai t tabel, yakni
3,959 > 1,986. Jadi berdasarkan
perbandingan nilai t hitung dan t
tabel, dapat disimpulkan bahwa
tangible memiliki pengaruh
terhadap kepuasan pelanggan.
5.1. KESIMPULAN
Dari hasil analisis dan
pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya, maka penulis menarik
beberapa kesimpulan atas hasil
analisis tersebut yaitu:
1. Berdasarkan hasil analisis
koefisien regresi antara dimensi
kualitas pelayanan terhadap
kepuasan pelangan semuanya
positif. Dimana pengaruh
perubahan naik/turunya variabel
kualitas pelayanan terhadap
kepuasan pelanggan signifikan.
Hal ini menunjukkan bahwa
semakin baik dimensi kualitas
pelayanan yang meliputi
keandalan, jaminan, bukti fisik,
komunikasi dan tanggapan
maka akan semakin tinggi pula
tingkat kepuasan pelanggan.
2. Variabel kualitas pelayanan yang
paling dominan berpengaruh
terhadap kepuasan pelanggan
adalah assurance, karena
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
memiliki nilai p value paling
kecil yakni 0,000 di samping itu
memiliki nilai t hitung yang
paling besar dibanding dengan
variabel lainnya yakni sebesar
5,224.
5.2. SARAN
Berdasarkan pada
beberapa hal yang sebaiknya
dilakukan oleh pihak Hotel
Horison Bekasi, dalam upaya
untuk meningkatkan kualitas
pelayanan demi kepuasan
pelanggan, antara lain :
1. Manajemen Hotel Horison
Bekasi hendaknya lebih
meningkatkan kualitas
pelayanan seperti reliability
kepada pelanggan, agar
pelanggan merasa puas
dengan pelayanan yang
diberikan.
2. Membuat kotak saran di
seluruh kamar untuk
mendapatkan masukan
sebagai bahan perbaikan dan
penyempurnaan pelayanan di
Hotel Horison Bekasi.
DAFTAR PUSTAKA
Alma Buchari, 2000,Manajemen
Pemasaran dan Pemasaran
Jasa. Bandung: CV Alfabeta,
Cravens, David, W. 1996.Pemasaran
Strategis.Jakarta : Erlangga.
Djarwanto, Ps dan Pangestu Subagyo.
2000. Statistik Induktif.
Yogyakarta.BPFE.UII.
Dwifebri, Anastasia, 2006, “Analisis
Strategi Diferensi, Promosi Dan
Kualitas Pelayanan Dalam
Meningkatkan Minat Beli (
Studi Kasus Pada Patra
Convention Hotel)”. Skripsi
Tidak Dipublikasikan,
Semarang, Fakultas Ekonomi,
Universitas Diponegoro.
Erriani, Deva. 2008. Pengaruh
Kualitas Pelayanan Terhadap
Kepuasan Konsumen Pada Neo
Calista Bandung. Skripsi
Universitas Widyatama
Bandung.
Fornel, C., Michael, J.D., Eugene,
A.W., Joesung, C., & Barbara,
B.E. (1996). The American
Customer Satisfaction Index:
Nature, Purpose, and Finding.
Journal Marketing. Vol.60,
Oktober
Kotler, Philip. 2005. Manajemen
Pemasaran di Indonesia.
Jakarta : PT. Salemba Empat.
Kotler,Philip, Gary Amstrong, 1994.
Principles of Marketing. 6th
Edition New Jersay: Prentice
Hall,.
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Kuswadi. 2006. Cara Mengukur
Kepuasan Karyawan. Jakarta :
PT. Elex Media Komputindo.
Lupiyoadi, Rambat. 2006. Manajemen
Pemasaran Jasa, Teori dan
Praktek. Jakarta : PT. Salemba
Empat.
Lovelock, 1994, Producct Plus : How
Product Plus Service Equals
Competitive Advantage, New
York: McGraw-Hill,
Santoso, Singgih. 2007. Buku Latihan
SPSS. Statistik Parametik.
Jakarta : PT. Elek Media
Komputindo Kelompok
Gramedia.
Setiadi, Nugroho. 2006. Prakiraan
Bisnis. Jakarta : Kencana.
Setyawan, A.A. & Susila, I (2004).
Pengaruh servis quality
perception terhadap purcase
intentions. Usahawan, No. 07,
Th. XXXIII, Juli, p. 29-37
Suharsimi, Arikunto. 2003. Manajemen
Penelitian. Jakarta : Rinek Cipta.
Supranto, J. 2006. Pengukuran Tingkat
Kepuasan Pelanggan. Jakarta :
PT.Asdi Mahasatya.
Singarimbun, Masri, dan Sofian
Effendi,2006, “Metode
Penelitian Survai”, Cetakan
ketiga, Januari , LP3ES
Sugiyono, 1999, “Metode Penelitian
Bisnis” Cetakan Pertama, Agustus ,
Alfabeta, Bandung.
Sylvana, A. (2006). Pengaruh Kualitas
Pelayanan Dan Kepuasan
Mahasiswa Terhadap Intensi
Meregistrasi Ulang Mahasiswa.
Jurnal Organisasi dan
Manajemen, Volume 2, Nomor
1, Maret 2006, p. 60-78
Tjiptono, Fandi. 2004. Strategi
Pemasaran, Edisi Ketiga.
Yogyakarta : Andi Offset.
Valarie, A; Zeithaml, Parasuraman,A;
Berry Leonard, L. Delivering
Quality Service, Balancing
Customer Perceptions and
Expectations. (New York: The
Free Press: 1998),
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
ANALISIS PENATAUSAHAAN BARANG MILIK NEGARA BMN)
DAN PENERAPANNYA MELALUI SISTEM INFORMASI
MANAJEMEN DAN AKUNTANSI (SIMAK) PADA
DIREKTORAT JENDRAL MINERALAN
DAN BATUBARA
JAKARTA
Edison Hamid
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tribuana
Email: [email protected]
Abstract
This study aims to determine how the administration of State and to
determine how the application of state property through the Management Information
System which is under the management of the working unit (PIU) of the Directorate
General of Mineral and Coal Jakarta ,.
This research use descriptive research with a qualitative approach. The
results showed that. administration of property of the state, some are still not in
accordance with the regulations of the Minister of Finance No. 120 / PMK.05 / 2007.
Satker Directorate General of Mineral and Coal Jakarta do not have verification
procedures and internal reconciliation to test the accuracy of the number of state-
owned goods both buying and transfer incoming / outgoing goods. Satker Directorate
General of Mineral and Coal Jakarta has been proactive enforcement efforts the
administration of property of the State which they are responsible. Its application
through the Management Information System of the user or users, has been operating
effectively.
Keywords: Administration of State Property (BMN) and Application System
information Management
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penatausahaan Barang Milik
Negara dan untuk mengetahui bagaimana penerapan barang milik negara melalui
Sistem Informasi Manajemen yang berada di bawah pengelolaan satuan kerja (Satker)
Direktorat Jendral Mineral dan Batubara Jakarta,.
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa. penatausahaan barang milik Negara, sebagian
masih kurang sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.05/2007.
Satker Direktorat Jendral Mineral dan Batubara Jakarta belum memiliki prosedur
verivikasi dan rekonsiliasi internal untuk menguji keakuratan jumlah barang milik
Negara baik pembelian maupun transfer masuk/keluar barang. Satker Direktorat
Jendral Mineral dan Batubara Jakarta sudah proaktif melakukan upaya penertiban
penatausahaan barang milik Negara yang menjadi tanggung jawabnya. Penerapannya
melalui Sistem Informasi Manajemen dari sisi user atau pengguna, telah berjalan
dengan efektif.
Kata Kunci : Penatausahaan Barang Milik Negara (BMN) dan Penerapan Sistem
Informasi Manajemen
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Perkembangan posisi keuangan
mempunyai arti yang sangat penting
bagi suatu perusahaan. Untuk
mengetahui sehat tidaknya suatu
perusahaan tidak hanya dilihat dari segi
fisiknya saja, seperti gedung,
bangunan, atau ekspansi, teapi terdapat
faktor yang lebih penting untuk
diketahui yaitu perkembangan suatu
perusahaan yang terletak pada
pengelolaan barang atau asset yang
dimilikinya. Sebagaimana pelaksanaan
dari ketentuan Pasal 42 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, dan untuk
menjamin terlaksananya tertib
administrasi dan tertib penatausahaan
barang milik negara, maka telah
diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Penatausahaan Barang Milik
Negara/Daerah (BMN/D) dan terakhir
telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008,
dengan PP No. 27 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah.
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Peraturan tersebut pada dasarnya merupakan penyatuan
peraturan-peraturan mengenai
Pengelola Barang Milik Negara (BMN)
yang telah ada sebelumnya. mengatur
hal-hal yang belum tertampung dalam
peraturan-peraturan yang ada
sebelumnya, dan memberikan landasan
hukum yang lebih kuat dalam
mewujudkan agar tertib administrasi
dan tertib pengelolaan BMN/D. yang
dimaksud dapat diwujudkan. Oleh
karena itu, dengan adanya PP Nomor 6
Tahun 2006 tentang Penatausahaan
Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D)
sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2008 diharapkan penilaian,
penghapusan, pemindahtanganan
(meliputi penjualan, tukar menukar,
inventarisasi, dan pelaporan),
pembinaan, pengawasan dan
pengendalian.
Seiring perkembangan
informasi dan teknologi menuntut
pegawai untuk memiliki kompetensi
yang memadai, salah satunya adalah
dalam mengelola asset asset Negara. Di
dunia internasional manajemen asset
telah berkembang cukup pesat, tetapi di
Indonesia hal ini khususnya dalam
konteks pengelolaan asset pemerintah
khususnya di daerah sepenuhnya belum
dipahami oleh para pengelola daerah.
Siregar (2004:518), menyatakan
manajemen asset pemerintah daerah
dapat di bagi dalam lima tahap kerja
yang meliputi: inventarisasi asset, legal
audit, penilaian asset, optimalisasi
pemanfaatan dan pengembangan SIMA
(Sistem Informasi Manajemen Aset),
dimana kelima tahapan tersebut adalah
saling berhubungan dan berintegrasi
satu dengan yang lainnya.
Sistem Informasi Manajemen
(SIM) adalah system perencanaan,
bagian dari pengendalian internal suatu
bisnis yang meliputi pemanfaatan
manusia, dokumen, teknologi dan
prosedur oleh akuntansi manajemen
untuk memecahkan masalah bisnis
seperti biaya produk, layanan, atau
suatu strategi bisnis. Secara akademis,
istilah ini umumnya digunakan untuk
merujuk pada kelompok metode
manajemen informasi yang bertalian
dengan otomatisasi atau dukungan
terhadap pengambilan keputusan.
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Pengelolaan dan pengadministrasian
BMN/D semakin tertib, baik dalam hal
pengadministrasiannya maupun
pengelolaanya,sehingga dimasa
mendatang dapat lebih efektif dan
efisien.
Adapun pengertian Barang Milik
Negara/Daerah (BMN/D) sesuai
dengan pasal 1 butir 10 dan 11
Undang-Undang Perbendaharaan
Negara Nomor 1 Tahun 2004 adalah
semua barang yang dibeli atau
diperoleh atas beban APBN/D atau
berasal dari perolehan lain yang sah.
Selanjutnya, dalam pasal 2 ayat (2) PP
Nomor 6 Tahun 2006, dari pengertian
BMN/D yang berasal dari perolehan
lain yang sah dimaksud dirinci dalam
4 bagian, yaitu: a. Barang yang
diperoleh dari hibah / sumbangan /
sejenisnya, b. Diperoleh sebagai
pelaksanaan perjanjian/ kontrak, c.
Diperoleh berdasarkan ketentuan
undang-undang, dan d. Diperoleh
berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
Dalam PP Nomor 6 Tahun 2006
diatur pejabat yang melakukan
pengelolaan barang milik
negara/daerah termasuk
kewenangannya. Untuk pengelolaan
BMN, Menteri Keuangan adalah
Pengelola Barang, Menteri/pimpinan
lembaga adalah Pengguna Barang, dan
Kepala Kantor Satuan Kerja adalah
Kuasa Pengguna Barang. Ruang
lingkup penatausahaan BMN/D dalam
PP Nomor 6 Tahun 2006 adalah
meliputi semua aktivitas yang
berkaitan dengan BMN/D terdiri dari :
perencanaan kebutuhan dan
penganggaran, pengadaan,
penggunaan, pemanfaatan (meliputi
sewa, pinjam pakai, kerjasama
pemanfaatan, dan bangun guna
serah/bangun serah guna), pengamanan
(meliputi administrasi, fisik dan
hukum) dan pemeliharaan.
Penataanusahaan Barang Milik
Negara di atur dalam Peraturan
Menteri Keuangan RI 70 Tahun 2012,
tanggal 1 Agustus 2012 tentang
Pelaksanaan Penggunaan,
Pemanfaatan, Penghapusan dan
Pemindahtanganan Barang Milik
Negara dimana UAKPB wajib
melakasanakan penatausahaan BMN
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
berdasarkan ketentuan, sehingga
diharapkan seluruh satuan kerja dapat
mencatat Barang Milik Negara
kedalam SIMAK-BMN.
Berkaitan dengan hal tersebut,
akuntansi pemerintahan yang erat
kaitannya dengan pengelolaan
keuangan negara secara praktis
berperan penting dalam tercapainya
tujuan yang diharapkan. Penyajian
informasi keuangan dapat dilakukan
dengan lebih mudah dengan adanya
dukungan program sistem informasi
akuntansi. Sistem informasi akuntansi
yang berbasis komputer sekarang ini
menjadi hal yang sangat penting, tidak
hanya pada perusahaan dan sektor
swasta tetapi juga pada organisasi
sektor publik atau pemerintahan.
Sistem Informasi Akuntansi
Barang Milik Negara (SIA-BMN) yang
merupakan pengembangan dari Sistem
Akuntansi Barang Milik Negara
(SABMN), adalah sub sistem dari
Sistem Akuntansi Instansi selain
Sistem Akuntansi Keuangan disajikan
untuk meningkatkan pemahaman serta
kontrol yang sistematis bagi mereka
yang pernah atau yang memang berada
dalam lingkup tugas dan tanggung
jawabnya sebagai bagian dari satuan
kerja pada bagian atau seksi
perlengkapan/rumah tangga atau yang
semacamnya sehingga sesuai Struktur
Unit Akuntansi Barang melekat untuk
penyusunan laporan barang milik
negara dalam rangka penyusunan
laporan keuangan Kementerian
Negara/Lembaga. Sistem Informasi
Akuntansi Barang Milik Negara dan
SAK sebagai sub sistem harus saling
berjalan secara simultan. Dengan
demikian dapat dilakukan check and
balance antara arus uang dan arus
barang. Sebagai suatu organisasi yang
menggunakan pembiayaan APBN
harus mampu mengelola keuangan
Negara secara efektif dan efisien
sebagai wujud pertanggungjawaban
publiknya. Untuk mencapai hal
tersebut, maka dibutuhkan penerapkan
sistem informasi akuntansi terhadap
Barang Milik Negara.
Namun Dampak dari
dikeluarkannya paket regulasi
pengelolaan keuangan negara yang
dimulai pada tahun 2003 dengan
Undang-undang nomor 17 Tahun 2003
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
tentang Keuangan Negara membawa
perubahan yang terus menerus sampai
saat ini. Dengan dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah nomor 71 Tahun
2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) sebagai pengganti
SAP sebelumnya, kebijakan di bidang
pengelolaan keuangan dan aset
pemerintah, sampai dengan saat ini
masih menyisakan banyak pekerjaan
rumah bagi semua pihak untuk
melaksanakannya. Salah satunya
adalah penyusutan aset tetap
pemerintah sebagaimana diatur dalam
Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan (PSAP) nomor 7 tentang
Aset Tetap dan Buletin Teknis SAP
nomor 5 tentang Akuntansi
Penyusutan. Opini Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) masih banyak
menyoroti pengelolaan Aset Tetap dan
permasalahannya, bahkan menjadi
dasar untuk mengkualifikasi laporan
keuangan. Kahar, 2012:28,
Menyatakan bila ruang lingkup
pemeriksaan sampai pada penerapan
penyusutan aset, besar kemungkinan
akan berdampak negatif pada
perubahan opini atas laporan keuangan
yang disajikan pemerintah. Pernyataan
Margono (2014:3) terdapat perbedaan
pengertian penyusutan aset tetap
berdasarkan Pernyataan Standar
Akuntansi Pemerintahan (PSAP)
berbasis akrual dan menurut PSAP
berbasis kas menuju aktual. Berbasis
akrual, penyusutan dipandang sebagai
alokasi yang sistematis atas nilai suatu
asset tetap yang dapat disusutkan
(depreciable assets) selama masa
manfaat aset yang bersangkutan.
Sementara itu Yusuf (2011;1)
menyatakan berdasarkan PSAP
berbasis kas menuju akrual penyusutan
dipandang sebagai penyesuaian nilai
sehubungan dengan penurunan
kapasitas dan manfaat dari suatu aset.
Untuk menerapkan penyusutan tersebut
PSAP telah memberi pilihan metode
yaitu metode garis lurus, metode saldo
menurun ganda serta metode unit
produksi (unit of production method).
Untuk penyusunan Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat (LKPP), dengan
Peraturan Menteri Keuangan nomor
1/PMK.06/2013 tentang penyusutan
barang milik negara berupa aset tetap
pada entitas pemerintah pusat, telah
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
menetapkan penggunaan metode garis
lurus. Metode ini adalah metode yang
paling sederhana dalam penerapannya.
Untuk menghitung penyusutan
disamping harus ada data mengenai
nilai yang dapat disusutkan, juga harus
ditentukan masa manfaat dari masing-
masing aset tetap. Untuk itu telah
diterbitkan Keputusan Menteri
Keuangan nomor 59/KMK.06/2013
tentang tabel masa manfaat. Pada tahun
2013 Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat sudah menyajikan penyusutan
sebagaimana tercantum dalam Laporan
Barang Milik Negara (BMN), hal ini
didukung oleh aplikasi Sistem
Informasi manajemen dan Akuntansi
Barang Milik Negara (SIMAK-BMN,
aplikasi ini merupakan suatu system
yang diharapkan dapat mengelola asset
Negara, tetapi dalam penerapannya
masih ditemukan kekurangan pada
banyak hal, seperti belum
dilaksanakannya ketentuan yang
diamanatkan dalam peraturan
perundang undangan. Banyaknya
jumlah Barang Milik Negara
menyebabkan banyaknya
penyimpangan yang terjadi, karena
sulitnya dalam penatausahaan Barang
Milik Negara. Masih Banyak jumlah
Barang Milik Negara yang belum
didukung dengan bukti kepemilikan
yang sah, dan masih banyak yang
disalahgunakan oleh orang ketiga.
Berdasarkan masalah tersebut
penulis tertarik melakukan penelitian
dengan judul Analisis Penatausahaan
Barang Milik Negara (BMN) dan
Penerapannya Melalui Sistem
Informasi Manajemen Pada Direktorat
Jendral Mineral dan Batubara Jakarta
1.2 Perumusan Masalah
Demi terlaksananya penelitian
ini, maka perlu dirumuskan pokok
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana penatausahaan Barang
Milik Negara di laksanakan pada
Direktorat Jendral Mineral dan
Batubara Jakarta?.
2. Bagaimana Penerapan barang milik
negara melalui Sistem Informasi
Manajemen dan Akuntansi SIMAK
Pada Direktorat Jendral Mineral
dan Batubara Jakarta?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan
sebagai berikut:
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
1. Untuk mengetahui bagaimana
penatausahaan Barang Milik
Negara dilaksanakan Direktorat
Jendral Mineral dan Batubara
Jakarta,
2. Untuk mengetahui bagaimana
penerapan barang milik negara
melalui Sistem Informasi
Manajemen dan Akuntansi
(SIMAK) Pada Direktorat Jendral
Mineral dan Batubara Jakarta?
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagi penggunaan sistem SIMAK
BMN Sebagai masukan kepada
pihak pengelola barang milik
Negara. Penelitian ini dapat
dimanfaatkan sebagai bahan
referensi perihal yang perlu
diperhatikan pada pencatatan atas
asset tetap pada Direktorat Jendral
Mineral dan Batubara.
2. Bagi akademik
Hasil dari penelitian ini dapat
digunakan sebagai bahan literatur
untuk menambah wawasan
terhadap pengembangan teori
penatausahaan asset tetap negara.
3. Bagi penulis
Penelitian ini berguna untuk
menambah wawasan penulis
terutama dalam bidang Akuntansi.
LANDASAN TEORI
2.2.1 Definisi Penatausahaan
Dalam Kamus Bahasa Indonesia
dijelaskan bahwa yang dimaksud
dengan istilah Tata Usaha ialah
penyelenggaraan tulis menulis
(keuangan dan sebagainya) di
perusahaan, negara dan sebagainya,
sedangkan penatausaha ialah orang-
orang yang menyelenggarakan
tatausaha (Hartanto, 1998:140 dalam
Yasser, 2010). The Liang Gie dalam
bukunya Administrasi Perkantoran
Modern memberikan pengertian
bahwa tatausaha ialah segenap
rangkaian aktivitas menghimpun,
mencatat, mengelola, mengadakan,
mengirim dan menyimpan keterangan-
keteranagn yang diperlukan dalam
setiap usaha kerja (Soebroto, 1988:2
dalam Yasser, 2010).
Dari beberapa definisi diatas
dapat disimpulkan bahwa
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Penatausahaan adalah rangkaian
kegiatan yang meliputi pembukuan,
inventarisasi dan pelaporan barang
milik Negara sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Pencatatan dilakukan
dalam rangka memberikan kepastian
catatan atas setiap barang yang dibeli
atau berubah keadaan karena terjadi
mutasi maupun karena adanya
pemusnahan, dan sebagai dasar dalam
memberikan informasi kepada pihak-
pihak yang memerlukan dalam rangka
pelaksanaan akuntabilitas pengelolaan
asset barang milik Negara secara
transparan.
Penatausahaan Mengacu pada
Pasal 1 butir 20 PP Nomor 6 Tahun
2006, penatausahaan BMN adalah
rangkaian kegiatan yang meliputi
pembukuan, inventarisasi, dan
pelaporan BMN sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. BMN yang
telah diperoleh tersebut harus dicatat
dan dilaporkan sesuai dengan asas-
asas pengelolaan BMN, yaitu
fungsional, kepastian hukum,
transparansi, efisiensi, akuntabilitas
dan kepastian nilai. Penatausahaan
BMN bertujuan untuk mewujudkan
tertib administrasi dan mendukung
tertib pengelolaan BMN yang meliputi
penatausahaan pada Pengguna/Kuasa
Pengguna barang dan Pengelola
barang sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
120/PMK.06/2007 tentang
Penatausahaan BMN. Output utama
penatausahaan adalah rbitnya Laporan
Barang Milik Negara (LBMN)
sebagai media pertanggungjawaban
pengelolaan BMN yang dilakukan
oleh pengguna/pengelola barang
dalam suatu periode tertentu, yang
dapat digunakan sebagai sumber
informasi dalam pengambilan
keputusan masa depan (prediction
value) terkait BMN. LBMN juga
merupakan bahan untuk menyusun
neraca pemerintah pusat yang menjadi
bagian dari Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat (LKPP). Oleh
karena itu, kebijakan akuntansi BMN
mengacu pada PP Nomor 24 Tahun
2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan, yang merupakan
prinsip-prinsip dasar pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
pengungkapan transaksi keuangan
pemerintah yang berlaku umum.
Menurut Peraturan Menteri
Keuangan No. 120/PMK.06/2007,
seluruh BMN merupakan objek
penatausahaan, yakni semua barang
yang dibeli atau diperoleh atas beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) atau berasal dari
perolehan lainnya yang sah, yang
berada dalam penguasaan Kuasa
Pengguna Barang/Pengguna Barang
dan berada dalam pengelolaan
pengelolaan barang.
Menurut PP Nomor 38 Tahun
2008 tentang Perubahan PP 6 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara dan Daerah,
Penatausahaan BMN adalah Seluruh
barang milik negara merupakan objek
penatausahaan, yakni semua barang
yang dibeli atau diperoleh atas beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) atau berasal dari
perolehan lainnya yang sah, yang
berada dalam penguasaan Kuasa
Pengguna Barang/ Pengguna Barang
dan berada dalam pengelolaan.
Pengelola barang, barang milik negara
yang telah diperoleh tersebut harus
dicatat dan dilaporkan sesuai dengan
asas-asas pengelolaan barang milik
negara, yaitu fungsional, kepastian
hukum, transparansi, efisiensi,
akuntabilitas dan kepastian nilai.
Akuntabilitas pengelolaan barang
milik negara tercermin dari pelaporan
barang milik negara secara periodik
dan tepat waktu, yang dimulai dari
pencatatan, penggolongan, dan
penyajiannya secara sistematis dalam
suatu set informasi sesuai dengan
ketentuan. Dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006
proses yang sistematis ini disebut
penatausahaan. Penatausahaan barang
milik negara meliputi pembukuan,
inventarisasi dan pelaporan barang
milik Negara.
Menurut Per.Menkeu.No.120
(2007:Psl.1), Penatausahaan BMN
adalah rangkaian kegiatan yang
meliputi pembukuan, inventarisasi,
dan pelaporan BMN sesuai ketentuan
yang berlaku. Pembukuan BMN
adalah kegiatan pendaftaran dan
pencatatan BMN ke dalam Daftar
Barang menurut penggolongan dan
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
kodefikasi. Inventarisasi BMN adalah
kegiatan pendataan, pencatatan dan
pelaporan hasil pendataan BMN.
Pelaporan adalah kegiatan
penyampaian data dan informasi yang
dilakukan oleh unit pelaksana
Penatausahaan BMN pada Pengguna
Barang dan Pengelola Barang.
Maksud dari pelaporan adalah agar
semua data dan informasi mengenai
BMN dapat disajikan dan
disampaikan kepada pihak yang
berkepentingan dengan akurat guna
mendukung pelaksanaan pengambilan
keputusan dalam rangka pengelolaan
BMN dan sebagai bahan penyusunan
Neraca Pemerintah Pusat.
Inventarisasi adalah kegiatan
untuk melakukan pendataan,
pencatatan dan pelaporan hasil
pendataan BMN. Maksud
inventarisasi adalah untuk mengetahui
jumlah dan nilai serta kondisi BMN
yang sebenarnya, baik yang berada
dalam penguasaan Pengguna Barang
maupun yang berada dalam
Penatausahaan Pengelola Barang.
Tujuan Inventarisasi BMN 1.
Agar semua BMN dapat terdata
dengan baik dalam upaya
mewujudkan tertib administrasi. 2.
Mempermudah pelaksanaan
Penatausahaan BMN.
Sasaran Inventarisasi BMN
Seluruh BMN merupakan sasaran
inventarisasi yaitu semua barang yang
dibeli atau diperoleh atas beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), atau berasal dari
perolehan lainnya yang sah, baik yang
berada dalam penguasaan Kuasa
Pengguna Barang/Pengguna Barang.
Ketentuan Umum Inventarisasi
adalah:
2.2.1.1 Pengertian Barang Milik
Negara
UU No. 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara
mendefinisikan Barang Milik Negara
(BMN) adalah “semua barang yang
dibeli atau diperoleh atas beban
APBN atau berasal dari perolehan
lainnya yang sah”. Yang dimaksud
barang yang berasal dari perolehan
lain yang sah meliputi:
(a) barang yang diperoleh dari
hibah/sumbangan atau sejenis;
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
(b) barang yang diperoleh sebagai
pelaksanaan perjanjian/kontrak;
(c) barang yang diperoleh berdasarkan
ketentuan undang -undang; dan
(d) barang yang diperoleh berdasarkan
putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum
tetap.
Definisi BMN tersebut juga
dinyatakan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 6 tahun 2006
tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah dan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 120/PMK.06/2007
tentang Penatausahaan BMN.
2.2.1.2 Jenis Barang Milik Negara
Dalam Perlakuan Akuntansi, PP
No. 71 tahun 2010 tentang Standar
Akuntasi pemerintah membagi BMN
menjadi Aset Lancar, Aset Tetap, Aset
Tak Berwujud, Aset Lainnya, dan Aset
Bersejarah.
Aset lancar yang dimaksud
dalam pengertian BMN adalah
persediaan.
Standar Akuntansi Pemerintahan
Berbasis Akrual Pernyataan No. 07
Akuntansi Aset Tetap merupakan aset
berwujud yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan
untuk digunakan, atau dimaksudkan
untuk digunakan, dalam kegiatan
pemerintah atau dimanfaatkan oleh
masyarakat umum. Aset tetap
merupakan suatu bagian utama dalam
aset pemerintah. Oleh karena itu, aset
tetap ini sangat signifikan dalam penyajian
neraca. Aset tetap diakui pada saat
manfaat ekonomi masa depan dapat
diperoleh dan nilainya dapat diukur
dengan handal. Untuk dapat diakui
sebagai aset tetap harus dipenuhi
criteria
a) Berwujud;
b) Mempunyai masa manfaat lebih dari
12 (dua belas) bulan;
c) Biaya perolehan aset dapat diukur
secara andal;
d) Tidak dimaksudkan untuk dijual
dalam operasi normal entitas;
e) Diperoleh atau dibangun dengan
maksud untuk digunakan.
Pengakuan aset tetap akan andal
bila aset tetap telah diterima atau
diserahkan hak kepemilikannya dan
atau pada saat penguasaannya
berpindah. Pengakuan aset akan dapat
diandalkan apabila terdapat bukti
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
bahwa telah terjadi perpindahan hak
kepemilikan dan/atau penguasaan
secara hukum, misalnya sertifikat tanah
dan bukti kepemilikan kenderaan
bermotor.
a. Pengakuan Tanah Pengakuan aset
tetap tanah akan sangat andal bila
aset tetap telah diterima atau
diserahkan hak kepemilikannya
dan/atau pada saat penguasaannya
berpindah.
b. Pengakuan Peralatan dan Mesin
Untuk pengakuan peralatan dan
mesin dapat dilakukan apabila
terdapat bukti bahwa
hak/kepemilikan telah berpindah,
dalam hal ini misalnya ditandai
dengan berita acara serah terima
pekerjaan, dan untuk kenderaan
bermotor dilengkapi dengan bukti
kepemilikan kenderaan.
c. Pengakuan Gedung dan Bangunan
Gedung dan bangunan diakui pada
saat gedung dan bangunan telah
diterima atau diserahkan hak
kepemilikannya dan/atau pada saat
penguasaannya berpindah serta telah
siap pakai. Pengakuan aset tetap
akan sangat andal bila aset tetap
telah diterima atau diserahkan hak
kepemilikannya dan atau pada saat
penguasaannya berpindah.
d. Pengakuan Jalan, Irigasi dan
Jaringan Jalan, irigasi dan jaringan
mencakup jalan, irigasi dan jaringan
yang dibangun oleh pemerintah serta
dimiliki dan/atau dikuasai oleh
pemerintah dan dalam kondisi siap
pakai. Jalan, irigasi dan jaringan
diakui pada saat jalan, irigasi dan
jaringan telah diterima atau
diserahkan hak kepemilikannya
dan/atau pada saat penguasaannya
berpindah serta telah siap pakai.
e. Pengakuan Aset Tetap Lainnya, Aset
yang termasuk dalam kategori aset
tetap lainnya adalah koleksi
perpustakaan/buku dan non buku,
barang bercorak
kesenian/kebudayaan/olahraga,
hewan, ikan, dan tanaman.
Termasuk dalam kategori aset tetap
lainnya adalah aset tetap renovasi,
yaitu biaya renovasi atas aset tetap
yang bukan miliknya dan biaya
partisi suatu ruangan kantor yang
bukan miliknya. Pengakuan aset
tetap lainnya diakui pada saat aset
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
tetap lainnya telah diterima atau
diserahkan hak kepemilikannya
dan/atau pada saat penguasaannya
berpindah serta telah siap dipakai.
Sedangkan aset tetap berupa tanah,
gedung bangunan, peralatan dan
mesin. Menurut Hall (20011:407)
dalam bukunya Sistem Informasi
Akuntansi yang telah diterjemahkan
oleh Dewi Fitriasari mendefiniskan
bahwa aset tetap adalah properti,
pabrik dan peralatan yang digunakan
dalam operasi bisnis. Item-item yang
relative permanen dan sering kali
secara kolektif mencerminkan
investasi keuangan terbesar dalam
perusahaan atau organisasi.
Pentingnya pengelolaan aset tetap
(Barang Milik Negara) itu sendiri
sangat menunjang kepada
keberhasilan dari pelaksanaan tugas
ketatausahaan sebuah kantor. Disebut
kantor mempunyai bagitu banyak aset
tetap (Barang Milik Negara) yang
harus dikelola dengan baik yang
artinya aset-aset tersebut akan menjadi
bermanfaat dan menguntungkan yang
harus terjaga dangan baik. Aset tetap
menurut defenisi yang dikeluarkan
oleh Komite Standar Akuntansi
Pemerintahan yang ditulis dalam
Buletin Teknis No. 01 adalah aset
berwujud yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 12 (dua belas)
bulan untuk digunakan dalam kegiatan
pemerintahan atau dimanfaatkan oleh
masyarakat umum yang terdiri atas
tanah; peralatan dan mesin; gedung
dan bagunan; jalan, irigasi dan
jaringan; aset tetap lainnya; dan
kontraksi dalam pengerjaan. Aset
tetap adalah barang berumur lebih dari
satu tahun, untuk itu data pada
pengelolaan atau pejabat yang
mengurus aset/barang tersebut perlu
dicatat secara lengkap termasuk
informasi tentang nilai. Sumber awal
data aset/barang adalah pada
pejabat/panitia pengadaan dan
pimpinan. pelaksanaan teknis kegiatan
untuk aset/barang yang berasal dari
APBD, sedangkan sumber awal aset/
barang yang berasal dari hibah dan
penyerahan dari pihak ketiga adalah
tim atau pejabat yang ditunjuk untuk
menerima aset/barang tersebut. Asset
tak berwujud adalah Mutasi Kurang
BMN Yang Dihentikan
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Penggunaannya dari Operasional
Pemerintah.
2.2.2 Sistem Informasi Manajemen
dan Akuntansi Barang Milik
Negara (SIMAK -BMN)
2.2.2.1 Pengertian Sistem Informasi
Manajemen
Sistem Informasi Manajemen
merupakan kegiatan memperoleh dan
mengintegrasikan sumber daya fisik
dan konseptual yang menghasilkan
suatu sistem yang bekerja. Tugas-tugas
digambarkan dalam gambar berikut.
Tanda panah dua arah yang
menghubungkan berarti bahwa tugas
tersebut dapat dilakukan pada saat
yang bersamaan. Ismail, (2013:170)
1. Merencanakan Penerapan
Manajer dan spealis informasi
memahami dengan baik pekerjaan
yang diperlukan untuk menerapkan
rancangan sistem. Mereka dapat
menggunakan pengetahuan ini
untuk mengembangkan rencana
penerapan Sistem Informasi
manajemen.
2. Mengumumkan Penerapan
Proyek penerapan diumumkan
kepada para pegawai dengan cara
yang sama seperti pada penelitian
sistem. Tujuan pengumuman ini
adalah menginformasikan pegawai
mengenai keputusan untuk
menerapkan Sistem Informasi
Manajemen dan meminta
kerjasama pegawai.
3. Mendapatkan Sumber Daya
Perangkat Keras Menyiapkan
perangkat keras yang dibutuhkan.
4. Mendapatkan Sumber Daya
Perangkat lunak Menyiapkan
perangkat lunak yang diperlukan.
5. Menyiapkan Database Pengelola
database (database administrator–
DBA) bertanggungjawab untuk
semua kegiatan yang berhubungan
dengan data, dan ini mencakup
persiapan database. Jika perusahaan
belummenggunakan sistem
manajemen database (database
management system – DBMS),
DBA akan berperan penting dalam
memilih perangkat lunak itu.
6. Menyiapkan Fasilitas Fisik
Jika perangkat keras sistem
Informasi Manajemen tidak sesuai
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
dengan fasilitas yang ada, perlu
dilakukan konstruksi baru. Ruang
komputer yang menyimpan
mainframe atau komputer mini
berskala besar merupakan
kombinasi yang rumit dari lantai
yang ditinggikan, pengendaalian
suhu, dan kelembaban suhu,
peralatan kebakaran, dan
sebagainya. Pembangunan fasilitas
tersebut dapat menjadi tugas berat
dan harus dijadwalkan sehingga
ssuai dengan keseluruhan rencana
proyek.
1. Mendidik Peserta dan Pemakai
Beberapa orang yang membuat
sistem bekerja disebut dengan
peserta, dan mereka meliputi
operator pemasuk data, pegawai
administrasi lainnya. Semua orang-
orang ini harus dididik tentang peran
mereka dalam sistem.
2. Menyetujui atau Menolak Masuk ke
Sistem Baru Manajer dan pengarah
SIM menelaah status proyek dan
menyetujui atau menolak
rekomendasi tersebut. Bila
manajemen menyetujui rekomendasi
itu, manajemen segera
menerapkannya. Tetapi bila
manajemen menolak rekomendasi
itu, manajemen menentukan
tindakan yang harus diambil dan
tugas yang harus diselesaikan,
kemudian manajemen
menjadwalkan tanggal baru.
Sistem Informasi Manajemen
Aset Negara (SIMAN) merupakan
aplikasi yang digunakan untuk
mendukung proses pengelolaan
BMN, yang meliputi perencanaan,
penggunaan, pemanfaatan,
pemeliharaan, penatausahaan,
penghapusan, dan
pemindahtanganan aset negara
berbasis internet yang dapat diakses
oleh Pengelola dan Pengguna.
B. TUJUAN SIMAN
1. Proses pengelolaan BMN
menjadi lebih cepat, efisien dan
terdokumentasi secara digital.
2. Proses pengelolaan BMN dapat
dimonitor secara online oleh
Pengguna dan Pengelola.
3. Melengkapi data BMN untuk
kebutuhan manajemen aset.
4. Mengintegrasikan proses
pengelolaan BMN kedalam satu
sistem.
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
C. USER SIMAN
1. Unit Akuntansi Pengguna
Barang (UAPB)
2. Unit Akuntansi Pembantu
Pengguna Barang Eselon 1
(UAPPB-E1)
3. Unit Akuntansi Pembantu
Pengguna Barang Wilayah
(UAPPB-W)
4. Unit Akuntansi Kuasa
Pembantu Pengguna Barang
(UAKPB)
5. Kantor Pusat DJKN
6. Kantor Wilayah DJKN
7. Kantor Pelayanan Kekayaan
Negara dan Lelang (KPKNL)
D. HUBUNGAN SIMAK BMN DAN
SIMAN
Data SIMAN bersumber dari data
SIMAK BMN. SIMAN
menyiapkan fitur untuk
melengkapi data SIMAK BMN
dengan atribut aset dalam rangka
mendukung pengelolaan Barang
Milik Negara, seperti: identitas
aset, riwayat pengelolaan, riwayat
pemeliharaan, riwayat penilaian,
riwayat pemakai, riwayat mutasi,
lokasi posisi GPS, foto dan
dokumen digital.
E. PERBANDINGAN SIMAK BMN
DAN SIMAN
SIMAK BMN dengan SIMAN
saling berkaitan, karena SIMAK
BMN merupakan sumber data dari
SIMAN. Perbandingan SIMAK
BMN dan SIMAN adalah sebagai
berikut:
f. MEKANISME PEMBENTUKAN
DATABASE SIMAN
1. Data Awal SIMAN berasal dari
data hasil rekonsiliasi tingkat
Satuan Kerja antara KPKNL
dan UAKPB pada rekonsiliasi
BMN Semester II Tahun 2013.
2. Pemuktahiran data dari SIMAK
BMN ke SIMAN yang dapat
dilakukan setiap saat.
3. Rekonsiliasi BMN tingkat
Satuan Kerja.
2.2.2.2 Sistem Informasi
Manajemen dan Akuntansi-
Barang Milik Negara
(SIMAK BMN)
SIMAK-BMN merupakan
sistem informasi akuntansi yang
berfungsi untuk melakukan
pengendalian dan pengamanan
administratif terhadap BMN. SIMAK-
BMN memberikan sumbangan yang
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
cukup signifikan didalam laporan
keuangan, khususnya laporan posisi
keuangan (neraca), yaitu berkaitan
dengan rekening persediaan, aset tetap
maupun aset lainnya. SIMAK BMN
selain berfungsi untuk pengendalian
dan pengamanan administratif, ia juga
berfungsi sebagai sistem
penatausahaan BMN dalam hal
rencana pengadaan, pengembangan,
pemeliharaan maupun penghapusan
(disposal). Fokus penelitian ini adalah
mengenai efektivitas Sistem Informasi
Manajemen dan Akuntansi Barang
Milik Negara (SIMAK-BMN) dalam
Pengelolaan Aset Negara yang selama
11 tahun telah berjalan. Efektivitas
dalam dua hal, yakni penggunaannya
maupun informasi yang disajikan.
Sistem Informasi Manajemen
dan Akuntansi SIMAK-BMN adalah
aplikasi yang digunakan untuk
mencatat dan mengorganisir barang
milik negara, mulai dari pembelian,
transfer masuk-keluar antar instansi,
sampai penghapusan dan pemusnahan
barang milik negara. Pemerintah wajib
melakukan pengamanan terhadap
BMN. Pengamanan tersebut meliputi
pengamanan fisik, pengamatan
administratif, dan pengamanan
hukum. Dalam rangka pengamanan
administratif dibutuhkan sistem
penatausahaan yang dapat
menciptakan pengendalian
(controlling) atas BMN. Selain
berfungsi sebagai alat kontrol, sistem
penatausahaan tersebut juga harus
dapat memenuhi kebutuhan
manajemen pemerintah di dalam
perencanaan pengadaan,
pengembangan, pemeliharaan atau
penghapusan (disposal). Dalam
pengelolaan dan pertanggungjawaban
atas barang milik negara telah
dibuatkan sebuah sistem yang diberi
nama Sistem Informasi Manajemen
dan Akuntansi Barang Milik Negara
atau disebut SIMAK-BMN.
Pamungkas dkk., (2011), menyatakan
bahwa Sistem Informasi Manajemen
dan Akuntansi Barang Milik Negara
(SIMAK-BMN) diselenggarakan
dengan tujuan untuk menghasilkan
informasi yang diperlukan sebagai alat
pertanggungjawaban atas pelaksanaan
APBN serta pengelolaan/pengendalian
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
BMN yang dikuasai oleh suatu unit
akuntansi pengguna barang.
Berdasar studi empiris yang
penulis baca dari beberapa literatur,
diantaranya penelitian yang dilakukan
oleh Rahardiyanti dan Abdurachman
(2012) dan Wijaya dkk. (2013)
didapat kesimpulan bahwa terdapat
hubungan yang erat antara kualitas
kemampuan pengguna aplikasi
SIMAK-BMN dengan efektivitas
pelaksanaan SIMAK-BMN dalam
mewujudkan laporan yang transparan
dan akuntabel. Namun, menurut
Rahardiyanti dan Abdurachman
(2012), faktor pengguna tidak terlalu
signifikan dalam menentukan
efektivitas SIMAK-BMN, karena dari
keenam faktor yang diduga
mempengaruhi efektivitas SIMAK-
BMN, didapat hanya tiga faktor yang
secara signifikan mempengaruhi
efektivitas SIMAK-BMN, yaitu
kegunaan sistem, kemudahan sistem
dan kualitas sistem. Sedangkan ketiga
faktor lainnya, yaitu faktor kualitas
informasi, lama penggunaan SIMAK-
BMN dan tingkat pendidikan (kualitas
pengguna) tidak mempengaruhi secara
sinifikan. Berbeda dengan kesimpulan
yang didapat oleh Wijaya dkk. (2013)
dimana faktor pengguna sangat
mempengaruhi keefektivitasan
SIMAK-BMN yang berdampak pada
informasi yang disajikan oleh
SIMAK-BMN menjadi tidak efektif
karena menjadi tidak andal (reliable).
Selain itu, seperti penulis sampaikan
didepan bahwa untuk mengukur
efektivitas SIMAK-BMN dari sisi
informasi yang disajikan diperlukan
sebuah parameter atau indikator.
Indikator yang menjadi penguat atas
efektivitas SIMAK-BMN adalah opini
atas pemeriksaan laporan keuangan
Kementerian/Lembaga. Sebagaimana
diketahui, bahwa SIMAK-BMN
menjadi salah satu sumber utama
dalam penyusunan neraca laporan
keuangan Kementerian/Lembaga.
Semakin banyak
Kementerian/Lembaga yang meraih
opini WTP, berarti semakin efektif
informasi yang disajikan SIMAK-
BMN.
METODE PENELITIAN
3.1 Strategi Penelitian
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Strategi Penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode kualitatif yaitu
dengan cara menggambarkan
kenyataan atas suatu objek dalam
bentuk uraian kalimat berdasarkan
keterangan-keterangan dari Direktorat
Jendral Mineral dan Batubara Jakarta
Tahun 2013-2015 yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif.
3.3 Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam
penelitian ini adalah menganalisis data-
data yang diperoleh dari dokumen-
dokumen perhitungan Barang Milik
Negara di direktorat jendral mineral
dan batubara
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini berupa dokumen-
dokumen perhitungan Barang Milik
Negara di direktorat jendral mineral
dan batubara. Data dikumpulkan
dengan tujuan agar penelitian ini lebih
jelas dan juga dapat teridentifikasi,
untuk mendapatkan data-data tersebut
peneliti ke lapangan dengan persetjuan
dari pihak yang berwenang, untuk
memberikan data yang dibutuhakan.
Dalam penelitian ini peneliti
melakukan pengumpulan data dengan
menggunakan teknik:
a. Observasi, b.Wawancara,
Dokumen
3.5. Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data dalam
penelitian ini adalah menganalisis
dokumen barang milik Negara yang
tercatat di direktorat jendral mineral
dan batubara yang sudah
didokumentasi sejak tahun 2013-2015
setelah data terkumpul kemudian
peneliti mengolah data sampai selesai.
3.6 Tempat dan Waktu Penelitian
3.6.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di
Direktorat Jendral Mineral dan
Batubara Jakarta
3.6.2 Waktu penelitian
Waktu penelitian dimulai
pada bulan Maret 2016 sampai
dengan bulan September seperti
yang tertera dalam table berikut
ini.
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
ANALISIS DATA DAN HASIL
PENELITIAN
4.1. Analisis Penatausahaan Barang
Milik Negara
Menurut salinan peraturan
menteri keuangan Republik Indonesia
nomor 250/PMK.06/2011 tentang tata
cara pengelolaan barang milik negara
yang tidak digunakan untuk
menyelenggara tugas dan fungsi
kementerian/lembaga Bab I ketentuan
umum Pasal 1 No 10 Bahwa Prosedur
penatausahaan BMN meliputi :
1) Pembukuan.
Untuk mendukung keakuratan
dan akuntabilitas data transaksi BMN
maka UPKPB bersama Unit
Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran
(UAKPA) dan/atau Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) melakukan
rekonsiliasi secara periodik.
Sedangkan untuk tertib administrasi
BMN maka UAKPA dan/atau PPK
harus menyampaikan dokumen
pengadaan termasuk fotocopy SPM
dan SP2D kepada UPKPB.Dalam
lampiran PMK No.
120/PMK.06/2007. Pembukuan
didefinisikan sebagai kegiatan
pendaftaran dan pencatatan BMN ke
dalam daftar barang yang ada pada
Pengguna Barang dan Pengelola
Barang. Maksud pembukuan adalah
agar semua BMN yang berada dalam
penguasaan Pengguna Barang dan
Pengelola Barang tercatat dengan
baik. Pengguna/kuasa pengguna
barang dalam melakukan pendaftaran
dan pencatatan harus sesuai dengan
format:
1.Kartu Inventaris Barang (KIB) A
Tanah,
2. Kartu Inventaris Barang (KIB) B
Peralatan dan Mesin,
3. Kartu Inventaris Barang (KIB) C
Gedung dan Bangunan,
4. Kartu Inventaris Barang (KIB) D
Jalan, Irigasi , dan Jaringan,
5. Kartu Inventaris Barang (KIB) E
Aset Tetap Lainnya,
6. Kartu Inventaris Barang (KIB) F
Kostruksi dalam Pengerjaan,
7. Kartu Inventaris Ruangan (KIR)
Dalam pembukuan diketahui
proses perhitungan dan penyajian
penyusutan yang telah dilakukan
satker sesuai dengan ketentuan,
langkah penyelesaian yang diambil
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
satker adalah memproses ulang
seluruh rangkaian tahapan penyusutan
dimulai dari melakukan koreksi
normalisasi, penyusutan pertama kali,
penyusutan transaksional Semester I
dan II serta penyusutan reguler
Semester I dan II. Satker melakukan
proses pengiriman ulang ADK ke
Sistem Akuntansi Keuangan (SAK)
dan unit akuntansi di atasnya secara
berjenjang.
Untuk mengetahui pembukuan,
yang telah dilakukan satker adalah
melaporkan barang milik Negara
berupa
Laporan Barang Kuasa
Pengguna Semester II Audited tahun
Anggaran 2013 adalah laporan yang
mencakup seluruh aspek BMN yang
ditatausahakan dan dikelola oleh
Sekretariat Direktorat Jenderal
Mineral dan Batubara. Nilai BMN
gabungan (intrakomptabel dan
ekstrakomptabel) yang disajikan pada
Semester II Audited tahun 2013 ini
adalah sebesar Rp 318.933.012.332
merupakan nilai BMN berupa saldo
awal laporan sebesar Rp
303.854.933.008 dan nilai tambah
yang terjadi selama Juni 2013 sampai
dengan Desember 2013 sebesar
15.078.079.324.
Laporan Barang Kuasa
Pengguna tahunan tahun anggaran
2014 adalah sebesar Rp
330.949.930.432 yang merupakan
nilai BMN berupa saldo awal laporan
sebesar Rp 312.168.983.892 dan nilai
mutasi tambah yang terjadi selama
Juni 2014 sampai dengan Desember
2014 sebesar 12.038.771.450.
Laporan Barang Kuasa
Pengguna Tahunan tahun anggaran
2015 Nilai BMN gabungan
(intrakomptabel dan ekstrakomptabel)
yang disajikan pada tahunan tahun
2015 ini adalah sebesar
Rp173.657.361.531 yang merupakan
nilai BMN berupa saldo awal laporan
sebesar Rp330.949.930.432 (dan nilai
mutasi tambah yang terjadi selama
Januari 2015 sampai dengan
Desember 2015 sebesar
Rp34.103.536.706 dan mutasi kurang
sebesar Rp191.396.105.607. Nilai
mutasi tambah BMN tersebut berasal
dari perolehan dan/atau penambahan
BMN yang berasal dari pembiayaan
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
APBN. Mutasi kurang berasal dari
penghapusan sumur bor air bersih,
penghapusan Aset Tak berwujud
(ATB) berupa software dan kajian
serta adanya penyusutan BMN selama
periode tahun berjalan.
Dalam inventarisasi, terdapat
cacatan Mutasi Barang Milik Negara
Semester II Audited Tahun Anggaran
2013-2015 Mutasi BMN per Semester
II Audited Tahun Anggaran 2013-
2015 adalah sebagai berikut:
a. Barang Persediaan
Tabel : 4.1 Uraian Persediaan Barang Milik Negara
Tahun Uraian Saldo Awal (Rp) Mutasi Rp Mutasi
Tambah (Rp)
Mutasi Kurang
(Rp)
Saldo Akhir (Rp)
2013 Persediaan 29.005.034.310 393.825.000 29.398.859.310
2014 Persediaan 29.398.859.310 (459.190.046) 28.939.669.264
2015 Persediaan 28.939.669.264 36.940.090 (18.493.818.645) 10.482.790.709
Sumber: Kementrian Direktorat jendral Mineral dan Batubara
b. Tanah
Saldo Tanah pada Direktorat
Jenderal Mineral dan Batubara per
31 Desember 2013 sebesar
Rp.24.789.527.000 Jumlah tersebut
terdiri dari saldo awal tanah seluas
3.186 m2 dengan nilai sebesar Rp
22.170.387.000 mutasi tambah
seluas 271 m2 dengan nilai sebesar
Rp 2.619.140.000 (dan mutasi
kurang seluas 0 m2 dengan nilai
sebesar Rp 0 ( nol ).
Saldo Tanah pada
Direktorat Jenderal Mineral dan
Batubara per 31 Desember 2014
sebesar Rp.27.806.570.000 Jumlah
tersebut terdiri dari saldo awal
tanah seluas 3.457 m2 dengan nilai
sebesar Rp.24.789.527.000 mutasi
tambah
seluas 195 m2 dengan nilai sebesar
Rp 2.786.043.000 berupa
pembelian dan Rp 231.000.000
berupa pengembangan dan mutasi
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
kurang seluas 0 m2 dengan nilai
sebesar Rp 0 ( nol ).
Saldo Tanah pada Direktorat
Jenderal Mineral dan Batubara per
31
Desember 2015 sebesar
Rp.27.806.570.000 Jumlah tersebut
terdiri dari saldo awal tanah seluas
8.188 m2 dengan nilai sebesar
Rp.27.806.570.000 mutasi tambah
seluas 230 m2 dengan nilai sebesar
Rp 0 dan mutasi kurang seluas 0
m2 dengan nilai sebesar Rp0 ( nol ).
c. Peralatan dan Mesin
Saldo peralatan dan mesin
pada Direktorat Jenderal Mineral
dan Batubara per 31 Desember
2013
Laporan intrakomptabel
adalah sebesar Rp 97.690.441.483
Jumlah tersebut terdiri dari saldo
awal Rp 85.106.054.428 mutasi
tambah jumlah barang Rp
12.584.387.055 Terdapat koreksi
tambah BPK sebesar Rp
142.218.000. Terdiri dari koreksi
minibus Rp 45.000.000 dan koreksi
pompa air Rp 97.218.000 sehingga
jumlah peralatan dan mesin per 31
Desember 2013 Rp
97.832.659.483.
laporan ekstrakomptabel
adalah sebesar Rp 22.562.400
Jumlah tersebut terdiri dari saldo
awal Rp 22.562.400 dan tidak ada
mutasi selama tahun 2013
Saldo peralatan dan mesin
pada Direktorat Jenderal Mineral
dan Batubara per 31 Desember
2014
Laporan intrakomptabel
adalah sebesar Rp 110.665.966.439
Jumlah tersebut terdiri dari saldo
awal Rp 97.832.659.483 mutasi
tambah jumlah barang Rp
12.833.306.956.
Laporan ekstrakomptabel
setelah penyusutan adalah sebesar
Rp 328.125 Jumlah tersebut terdiri
dari saldo awal Rp 709.050 dan
mutasi kurang berupa penyusutan
sebesar Rp 380.925.
Saldo peralatan dan mesin
pada Direktorat Jenderal Mineral
dan Batubara per 31 Desember
2015
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Laporan intrakomptabel
adalah sebesar Rp 129.126.567.106
Jumlah tersebut terdiri dari saldo
awal 110.665.966.439 mutasi
tambah jumlah barang Rp
32.118.406.667
Laporan ekstrakomptabel
setelah penyusutan adalah sebesar
Rp109.375 Jumlah tersebut terdiri
dari saldo awal Rp218.750 mutasi
kurang jumlah barang Rp
13.657.806.000.
d. Gedung dan Bangunan
Saldo Gedung dan
Bangunan pada Direktorat
Jenderal Mineral dan Batubara per
31 Desember 2013 adalah sebesar
Rp 54.799.592.828. Jumlah
tersebut terdiri dari saldo awal
sebesar Rp 54.799.592.828
Terdapat jurnal koreksi BPK per 31
Desember 2013 sebesar Rp
72.756.325 sehingga jumlah saldo
akhir per 31 Desember 2013
sebesar Rp 54.872.349.153.
Saldo Gedung dan
Bangunan pada Direktorat
Jenderal Mineral dan Batubara per
31 Desember 2014 adalah sebesar
Rp 56.091.280.944 Jumlah
tersebut terdiri dari saldo awal
sebesar Rp 54.872.349.153 mutasi
tambah sebesar Rp 1.218.931.791
dengan nilai sebesar Rp 0 (nol)
Saldo Gedung dan
Bangunan pada Direktorat
Jenderal Mineral dan Batubara per
31 Desember 2015 adalah sebesar
Rp 56.765.919.253 Jumlah tersebut
terdiri dari saldo awal sebesar Rp
56.091.280.944 mutasi tambah
sebesar Rp 674.638.309 dan mutasi
kurang sebesar Rp 0 (nol).
e. Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Saldo Jalan, Irigasi, dan
Jaringan pada Direktorat Jenderal
Mineral dan Batubara per 31
Desember 2013 adalah sebesar Rp
34.366.324.234 Jumlah tersebut
terdiri dari saldo awal sebesar Rp
33.574.483.914 mutasi tambah
sebesar Rp 791.840.320
Saldo Jalan, Irigasi, dan
Jaringan pada Direktorat Jenderal
Mineral dan Batubara per 31
Desember 2014 adalah sebesar Rp
34.366.324.234 Jumlah tersebut
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
terdiri dari saldo awal sebesar Rp
34.366.324.234 mutasi tambah
sebesar Rp 0, dan mutasi kurang
sebesar Rp 0 (nol).
Saldo Bangunan Air pada
Direktorat Jenderal Mineral dan
Batubara per 31 Desember 2015
adalah sebesar Rp 29.062.494.364
Jumlah tersebut terdiri dari saldo
awal sebanyak 38 mutasi tambah
sebanyak 0 unit dengan nilai
sebesar Rp 0 (nol), dan mutasi
kurang sejumlah 0 unit dengan
nilai sebesar Rp 0 (nol).
f. Aset Tetap Lainnya
Saldo Aset Tetap Lainnya
pada Direktorat Jenderal Mineral
dan Batubara per 31 Desember
2013 sebesar Rp 706.418.750
Jumlah tersebut terdiri dari saldo
awal sebesar Rp 705.043.750
mutasi tambah sebesar Rp
1.375.000 Terdapat jurnal koreksi
BPK per 31 Desember 2013
sebesar Rp 139.533.280 sehingga
saldo akhir per 31 Desember 2013
sebesar Rp 845.952.030.
Saldo Aset Tetap Lainnya
pada Direktorat Jenderal Mineral
dan Batubara per 31 Desember
2014 sebesar Rp 8.262.636.646
Saldo Aset Tetap Lainnya
pada Direktorat Jenderal Mineral
dan Batubara per 31 Desember
2015 sebesar sebesar Rp
10.050.756.568
g. Konstruksi Dalam Pengerjaan
(KDP)
Saldo Konstruksi Dalam
Pengerjaan (KDP) pada Direktorat
Jenderal Mineral dan Batubara per
31 Desember 2013 adalah sebesar
Rp 270.635.000 Jumlah tersebut
terdiri dari saldo awal sebesar Rp
119.035.000 mutasi tambah sebesar
Rp 151.600.000.
Saldo Konstruksi Dalam
Pengerjaan (KDP) pada Direktorat
Jenderal Mineral dan Batubara per
31 Desember 2014 adalah sebesar
Rp 430.935.000 Jumlah tersebut
terdiri dari saldo awal sebesar Rp
270.635.000 mutasi tambah sebesar
Rp 160.300.000, dan mutasi kurang
sebesar Rp...0.
Saldo Konstruksi Dalam
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Pengerjaan (KDP) pada Direktorat
Jenderal Mineral dan Batubara per
31 Desember 2015 adalah sebesar
Rp 430.935.000 Jumlah tersebut
terdiri dari saldo awal sebesar Rp
430.935.000 mutasi tambah sebesar
Rp 0 (nol), dan mutasi kurang
sebesar Rp 0 (nol).
h. Aset Lainnya
Saldo Aset lainnya pada
Direktorat Jenderal Mineral dan
Batubara per 31 Desember 2013
adalah sebesar Rp 157.859.855.900
Jumlah tersebut terdiri dari saldo
awal sebesar Rp 156.746.585.900
mutasi tambah sebesar Rp
1.113.270.000
Saldo Aset lainnya pada
Direktorat Jenderal Mineral dan
Batubara per 31 Desember 2014
adalah sebesar Rp 160.179.171.900
Jumlah tersebut terdiri dari saldo
awal sebesar Rp 156.229.847.900
mutasi tambah 83 buah dengan
nilai sebesar Rp 3.949.324.000 dan
mutasi kurang sebesar Rp 0.
Saldo Aset lainnya pada
Direktorat Jenderal Mineral dan
Batubara per 31 Desember 2015
adalah sebesar Rp 11.182.544.000
Jumlah tersebut terdiri dari saldo
awal sebesar 547 buah dengan nilai
sebesar Rp 160.179.171.900),
mutasi tambah sejumlah 134 buah
dengan nilai sebesar Rp
2.826.700.000 dan mutasi kurang
sejumlah 399 unit dengan nilai
sebesar Rp 151.823.327.900
Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data dan fakta
tentang penatausahaan barang milik
Negara dan penerapannya melalui
Sistem Informasi Manajemen
direktorat jendral mineral dan
batubara Jakarta dapat disimpulkan
bahwa:
1. Hasil penelitian yang telah
dilakukan mengenai
penatausahaan barang milik
Negara, sebagian masih kurang
sesuai dengan peraturan
Menteri Keuangan Nomor
120/PMK.05/2007 tentang
penatausahaan barang milik
Negara. Kekurang sesuaian
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
terutama terdapat pada
pencatatan barang milik Negara
sehingga laporan yang di
hasilkan tidak sesuai yang
diharapkan.
Satker Direktorat Jendral
Mineral dan Batubara Jakarta
belum memiliki prosedur
verivikasi dan rekonsiliasi
internal untuk menguji
keakuratan jumlah barang milik
Negara baik pembelian maupun
transfer masuk/keluar barang.
Satker Direktorat Jendral
Mineral dan Batubara Jakarta
sudah proaktif melakukan
upaya penertiban
penatausahaan barang milik
Negara yang menjadi tanggung
jawabnya.
2. Penerapannya melalui Sistem
Informasi Manajemen dari sisi
user atau pengguna, telah
berjalan dengan efektif dengan
catatan pegawai yang
ditempatkan sebagai operator
sistem memiliki bekal
pengetahuan yang memadai
dalam mengoperasikan aplikasi
SIM BMN. Efektif disini dalam
arti SIM-BMN dapat dengan
mudah digunakan oleh
pengguna dalam melakukan
pendokumentasian ataupun
penatausahaan terhadap barang-
barang milik negara yang
mereka kelola dengan baik dan
minim. SIM-BMN cukup
berguna dalam
mengkonsolidasikan laporan
barang milik negara yang
bermacam-macam dan SIM-
BMN. Dari sisi produk yang
dihasilkan oleh Aplikasi SIM-
BMN berupa kualitas informasi
BMN yang digunakan oleh
suatu entitas akuntansi barang,
telah berjalan dengan efektif.
Walaupun masih ada yang
terjadi kesalahan. Hal ini
terbukti dengan adanya
kemajuan opini yang diberikan
terhadap Laporan Keuangan
Kementerian Dirjen Mineral
dan Batubara. Status Opini
WTP semakin banyak di raih
oleh kementerian/ Dirjen
Mineral dan Batubara yang
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
secara langsung merupakan
peran dari SIMAK-BMN dalam
menyajikan laporan barang
milik negara.
Faktor dukungan
manajemen puncak dan
formalisasi pengembangan
sistem pengguna SIA terlihat
dari pimpinan di lingkungan
Kementerian Dirjen Mineral
dan Batubara. yang ingin
mewujudkan laporan keuangan
pemerintah pusat yang
akuntabel dan transparan
dengan menggunakan sistem
yang handal dalam memberikan
informasi yang valid.
5. 2 Saran
Berdasarkan kesimpulan maka
disarankan agar, Satkes terutama
SDM nya dalam bidang penata
usahaan barang milik Negara harus
ditingkatkan. Data transaksi BMN
harus disampaikan setiap akhir bulan
oleh setiap satker untuk penyusunan
neraca dan penyampaian laporan
harus tepat waktu. Satker harus
mempunyai kemampuan dan
bertanggung jawab untuk
mengaplikasikan SIM secara
professional sehingga tidak terjadi
kesalahan dalam mengimput laporan-
laporan BMN.
5.3 Keterbatasan Penelitian dan
Pengembangan Penelitian
a. Keterbatasa Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat
keterbatasan, antara lain:
1. Ruang lingkup penelitian
yang kurang meluas yaitu
hanya fokus pada
penatausahaan barang milik
Negara dan penerapannya
melalui system informasi
manajemen dan akuntansi
(SIMAK-BMN) yang
terdapat di kementrian
dirjen mineral dan batubara
Jakarta
2. Metode pengumpulan data
yang berupa data primer
memiliki kelemahan yaitu
tidak semua data yang
diperlukan peneliti
diberikan oleh pihak
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Kementrian, sehingga
dalam penelitian ini peneliti
hanya menganalisis data
yang mereka berikan.
b. Pengembangan Penelitian
1. Pengembangan Penelitian
ini bertujuan agar
penatausahaan barang milik
Negara dan penerapannya
melalui system informasi
manajemen dan akuntansi
(SIMAK-BMN) yang
terdapat di kementrian
Dirjen Mineral dan
Batubara Jakarta dapat
tercapai, sehingga dapat
dijadikan pedoman bagi
satker khususnya dan bagi
SDM umumnya .
2. Dalam penatausahaan
barang milik Negara bagi
instansi pemerintah pusat
telah mempergunakan
SIMAK-BMN, diharapkan
untuk selanjutnya dapat
menghasilkan output yang
tidak hanya bermanfaat
untuk peningkatan
pertanggungjawaban
pelaksanaan penatausahaan
barang milik Negara saja
tetapi juga untuk manajem
barang milik Negara
pemerintah itusendiri.
DAFTAR REFERENSI
Buchari, 2012, Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Buletin Teknis Standar Akuntansi
Pemerintahan Nomaor 01
samapi dengan Nomor 07.
Majalah Otonomi. Edisi No. 02.
Tahun. 2009.
Cony , 2010, Metode Riset Bisnis, Vol.
1 Edisi Sembilan, Alih Bahasa
Budijanto dkk. Jakarta:
Salemba Empat
Hall, James A. (2011). Accounting
Information Systems. 7th
edition. Ohio: Cengage
Learning;
Ismail, 2013, Perancangan Sistem
Informasi dan Aplikasinya. Klaten:
Gava Media.
Jogiyanto, 2005,
Kahar, 2012, Analisis Penerapan
Akuntansi Aset Tetap pada CV.
Kombos Manado. Vol. 1 No. 3,
Hal. 190-198;
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Ketentuan Pasal 42 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara,
Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia nomor
18/KMK.018/1999. Tentang
Persediaan dicatat dalam Buku
Persediaan
Keputusan Menteri Keuangan nomor
59/KMK.06/2013 tentang tabel
masa manfaat. Pada tahun 2013
Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat
Liang Gie, 1999, Kamus Administrasi
Perkantoran, Nur Cahaya, Yogyakarta.
Margono ,2014, Penilaian Terhadap
Pelaksanaan Sistem
Pengendalian Intern dalam
Pengelolaan Aset Tetap Pada
Pemerintah Kota Depok.
Moleong Lexy J, 2010, Metodologi
Penelitian Kualitatif. Materi
Pelatihan, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Pengawasan
“Peningkatan Kopetensi
Penelitian Lanjutan” di
PUSDIKLAT Pengawasan
BPKP, Gadog Ciawi, Bogor, 1-
2 Maret 2010. SCBDP Modul
1, 2:2007:
Muanas (2005). Evaluasi atas
Pelaksanaan Sistem Informasi
Akuntansi dalam Menciptakan
Pengendalian Intern yang
Efektif atas Mutasi Persediaan
Barang : Studi Kasus pada PT.
Cahaya Buana Kemala. Jurnal
Ilmiah Kesatuan. Vol.5 No. 1.
Hal. 29-36;
Pamungkas, B., Fatchudin dan
Kusumahdinata, A. (2011).
Evaluasi Aplikasi Sistem
Informasi Manajemen
Akuntansi Barang Milik Negara
(SIMAKBMN) Kaitannya
dalam Pencatatan Nilai Aset
Tetap Pemerintah. Jurnal Ilmiah
Renggading. Vol.11 No. 2. Hal.
82-91;
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38
Tahun 2008 tentang Perubahan
PP 6 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Barang Milik
Negara dan Daerah
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6
Tahun 2006 tentang
Penatausahaan Barang Milik
Negara/Daerah (BMN/D)
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
120/PMK.06/2007 tentang
Penatausahaan BMN
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
233/PMK.05/2011 tentang
perubahan atas Peraturan
Menteri Keuangan Nomor
171/PMK.05/2007 tentang
Sistem Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan
Pemerintah Pusat
Peraturan Menteri Keuangan No.
120/PMK.06/2007, seluruh
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
BMN merupakan objek
penatausahaan,
Peraturan Menteri Keuangan
(Per.Menkeu). No.120
(2007:Psl.1), Penatausahaan
BMN adalah rangkaian
kegiatan yang meliputi
pembukuan, inventarisasi, dan
pelaporan BMN
Peraturan Pemerintah No. 71 tahun
2010 tentang Sistem Akuntansi
Pemerintah (SAP) Pengertian
dari Kualitas Laporan
Keuangan Daerah.
Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor
250/PMK.06/2011 tentang tata
cara pengelolaan barang milik
Negara.
Peraturan Menteri Keuangan RI 70
Tahun 2012, tanggal 1 Agustus
2012 tentang Pelaksanaan
Penggunaan, Pemanfaatan,
Penghapusan dan
Pemindahtanganan Barang
Milik Negara
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2008, dengan PP No. 27 Tahun
2014 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah
Rahardiyanti, A.K., Abdurachman, E.
(2012). Evaluasi Efektivitas
Sistem Informsi Manajemen
dan Akuntansi Barang Milik
Negara (SIMAK-BMN) di
Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata Republik Indonesia.
Journal of Applied Finance and
Accounting. Vol.5 No.1. Hal.
110-128;
Rahayu, N., Karamoy, H., Pontoh, W.
(2014). Penerapan Sistem
Informasi Akuntansi Barang
Milik Negara pada Pengadilan
Tinggi Agama Manado. Jurnal
EMBA. Vol.2 No.1. Hal. 11-
20;
Siregar, Doli D. 2004. Optimalisasi
Perberdayaan Harta Kekayaan
Negara. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Siregar,Sahat.2009. Pengaruh
Pengembangan Sumber Daya
Manusia Terhadap Kinerja
Pegawai (Studi Kasus Pada
Dinas Perhubungan Kota
Medan). Skripsi. Uneversitas
Sumatera Utara
Syukra, 2016, Metode Penelitian
Kualitatif (Jenis, Karakteristik
dan Keunggulannya) Jakarta:
Grasindo
Wijaya, H., Nadirsyah dan Darwanis.
(2013). Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kepuasan
Pengguna Terhadap Aplikasi
Sistem Akuntansi Keuangan
dan Sistem Informasi
Manajemen dan Akuntansi
Barang Milik Negara pada
Lembaga Kejaksaan Republik
Indonesia Wilayah Kejaksaan
Tinggi Aceh. Jurnal Akuntansi
Pascasarjana Universitas Syiah
Kuala. Vol.3 No.1. Hal. 2128
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Yasser, 2010, Administrasi
Perkantoran Modern, Yogyakarta.
Penerbit UII Press.
Yusuf ,2011, Yusuf, M. 2011. 8
Langkah Pengelolaan Aset
Daerah Menuju Pengelolaan
Keuangan Daerah Tebaik,
Cetakan Kedua. Salemba
Empat, Jakarta.
Yusuf, M. 2010. Langkah Pengelolaan
Aset Daerah Menuju
Pengelolaan Keuangan Daerah
Terbaik. Jakarta: Salemba
Empat.
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN ROTASI PEKERJAAN
TERHADAP MOTIVASI KERJA UNTUK MENINGKATKAN
KINERJA PEGAWAI DITJEN PAJAK
Dedde Supriatna
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tribuana
Email:[email protected]
Abstract
The purpose of this study is: To analyze the influence of organizational culture on
work motivation, job rotation on work motivation, influence of organizational culture
on employee performance, job rotation on employee performance and work motivation
on employee performance. The result is that "organizational culture positive influence
on work motivation" can be empirically proven. have the perception index of 60.4, job
rotation positive influence on work motivation "can be proven empirically has a
perception index of 55.4. positive effect on the organizational culture of performance
"can be empirically proven. have the perception index of 56.6, "job rotation positive
influence on performance" has a perception index of 54.5, which reads "work
motivation positive influence on the performance of" The value of Chi Square = 182
906 with probability = 0149. This indicates that the null hypothesis stating that there
is no difference between the sample covariance matrix and covariance matrix
estimated population can not be denied. The test results showed that the values of
normality for multivariate CR is 1.916 which was under 2:58, so we can say there is
no evidence that the observed variable data distribution is not normal. Parameter
estimation for testing the influence of organizational culture on work motivation
shows the value CR of 2,021 with probability equal to 0.043.
Keywords: Organizational Culture, Job Rotation, Work Motivation
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah: Untuk menganalisis pengaruh budaya organisasi
terhadap motivasi kerja, rotasi pekerjaan terhadap motivasi kerja, pengaruh budaya
organisasi terhadap kinerja pegawai, rotasi pekerjaan terhadap kinerja pegawai dan
motivasi kerja terhadap kinerja pegawai. Hasil penelitian didapat bahwa ”budaya
organisasi berpengaruh positif terhadap motivasi kerja” dapat dibuktikan secara
empiris. memiliki indeks persepsi 60.4, rotasi pekerjaan berpengaruh positif
terhadap motivasi kerja” dapat dibuktikan secara empiris memiliki indeks persepsi
55.4. budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja” dapat dibuktikan
secara empiris. memiliki indeks persepsi 56.6, ”rotasi pekerjaan berpengaruh positif
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
terhadap kinerja” memiliki indeks persepsi 54.5, berbunyi ”motivasi kerja
berpengaruh positif terhadap kinerja” Hasil nilai Chi Square = 182.906 dengan
probabilitas = 0.149. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesa nol yang menyatakan
bahwa tidak terdapat perbedaan antara matriks kovarians sampel dan matriks
kovarians populasi yang diestimasi tidak dapat ditolak. Hasil pengujian normalitas
menunjukkan bahwa nilai CR untuk multivariate adalah 1.916 yang berada di bawah
2.58, sehingga dapat dikatakan tidak terdapat bukti bahwa distribusi data variabel
observed tidak normal. Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh budaya
organisasi terhadap motivasi kerja menunjukkan nilai CR sebesar 2.021 dengan
probabilitas sebesar 0.043.
Kunci: Budaya Organisasi, Rotasi Pekerjaan, Motivasi Kerja
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin ketatnya tingkat
persaingan bisnis mengakibatkan
organisasi dihadapkan pada
tantangan untuk dapat
mempertahankan kelangsungan
hidup. Keberhasilan suatu
organisasi atau organisasi ini
dipengaruhi oleh kinerja pegawai
(job performance) atau hasil kerja
yang dicapai oleh seorang pegawai
dalam melakukan tugas sesuai
dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Pegawai
merupakan sumber daya yang
penting bagi organisasi, karena
memiliki bakat, tenaga, dan
kreativitas yang sangat dibutuhkan
oleh organisasi untuk mencapai
tujuannya.
Dalam rangka meningkatkan
kinerja dari pegawainya, organisasi
perlu memberi perhatian pada
kepentingan pegawai yang
memiliki berbagai macam
kebutuhan. Ninuk Muljani (2002)
menyatakan bahwa keinginan
untuk memenuhi berbagai
kebutuhan inilah yang
dipandang sebagai pendorong atau
penggerak bagi seseorang untuk
melakukan sesuatu, termasuk
melakukan pekerjaan atau bekerja.
Seorang pegawai yang professional
tidak dapat melepaskan diri dari
kenyataan bahwa mereka adalah
individu yang juga mempunyai
kebutuhan, keinginan, dan harapan
dari tempatnya bekerja. Keinginan
untuk memenuhi kebutuhan inilah
yang akan mempengaruhi motivasi
kerja yang ada pada setiap individu
untuk melakukan segala sesuatu
yang lebih baik dari lainnya di
dalam melakukan kegiatan untuk
mencapai tujuan.
Motivasi kerja pada pegawai
dapat dipengaruhi beberapa faktor
diantaranya budaya organisasi dan
rotasi pekerjaan. Masrukhin dan
Waridin (2006) mengungkapkan
bahwa setiap organisasi memiliki
budaya organisasi yang berfungsi
untuk membentuk aturan atau
pedoman dalam berfikir dan
bertindak dalam mencapai tujuan
yang ditetapkan. Hal ini berarti
budaya organisasi yang tumbuh dan
terpelihara dengan baik akan
mampu memacu organisasi ke arah
perkembangan yang lebih baik.
Selain itu, tekanan utama dalam
perubahan dan pengembangan
budaya organisasi adalah mencoba
untuk mengubah nilai-nilai, sikap
dan perilaku dari anggota
organisasi secara keseluruhan.
Motivasi kerja pada pegawai
juga dapat dipengaruhi oleh adanya
rotasi pekerjaan. Mourdoukoutas
(1994) menyatakan bahwa rotasi
pekerjaan merupakan salah satu
pilihan bagi organisasi agar
pegawainya dapat menyesuaikan
dengan perubahan kondisi kerja.
Pulich (1989) menambahkan
bahwa rotasi pekerjaan berarti
pegawai melakukan pekerjaan yang
tidak biasanya mereka lakukan.
Rotasi pekerjaan mendorong
adanya penambahan kemampuan
dan perilaku dari pegawai lama
serta untuk orientasi dan
penempatan pegawai baru.
Objek yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu Direktorat
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Jenderal Pajak. Objek ini dipilih
karena Direktorat Jenderal Pajak
adalah salah satu lembaga yang
secara konsisten melakukan
perbaikan sistem mekanisme kerja
demi mencapai kinerja pegawai
yang optimal. Direktorat Jenderal
Pajak sebagai institusi negara
merupakan abdi negara dan abdi
masyarakat. Sebagai abdi negara
memiliki tanggung jawab dalam
mengamankan penerimaan negara,
khususnya dari sektor pajak.
Sebagai abdi masyarakat bertugas
memberikan pelayanan kepada
Wajib Pajak yang akan memenuhi
kewajibannya dalam pembayaran
pajak. Direktorat Jenderal Pajak
dihadapkan pada tantangan dimana
lembaga ini bertugas untuk
menghimpun dana penerimaan
negara dengan terus memberikan
pelayanan yang lebih baik kepada
Wajib Pajak. Dalam hal
pemungutan pajak diperlukan
kekuasaan, namun di sisi pelayanan
dituntut untuk memberikan
pelayanan sebaik-baiknya. Semakin
beratnya tugas yang diemban untuk
menghimpun penerimaan negara
dari sektor pajak, semakin pesatnya
perkembangan dunia usaha, dan
juga semakin besarnya tuntutan
pelayanan dari masyarakat Wajib
Pajak, menuntut Ditjen Pajak
melakukan perbaikan sistem
mekanisme kerja dan performance
lembaga Ditjen Pajak.
Hasil jajak pendapat Fokus
Kompas yang dimuat harian
Kompas tanggal 26 Nopember
2005 menunjukkan bahwa
sebanyak 66 % responden yang
menilai buruknya citra pegawai
Ditjen Pajak, dan hanya 34 % saja
yang menilai positif terhadap citra
pegawai Ditjen Pajak dalam
menjalankan tugasnya. (Intranet
DJP,2006). Pada tahun 2006 dan
2007, data statistik internal yang
diperoleh dari Ditjen Pajak
menunjukkan masih tingginya
angka penjatuhan sanksi kepada
pegawai Ditjen Pajak, dari tingkat
hukuman ringan sebanyak 43
orang, sedang sebanyak 30 orang,
dan berat sebanyak 43 orang, dan skorsing (pidana) sebanyak 11 orang.
(Direktorat Kitsda DJP, 2007).
Grafik 1.1
Data Penjatuhan Sanksi Kepada Pegawai Ditjen Pajak
Sumber : Direktorat Kitsda DJP, 2011
Adanya fenomena tersebut
menjadikan Direktorat Jenderal
Pajak perlu merumuskan kebijakan
dalam rangka memperbaiki citra
mereka. Kebijakan yang dapat
diambil salah satunya melalui
perubahan budaya organisasi aparat
Ditjen Pajak. Kompas Cybermedia
(2006) mengutip pernyataan
Menteri Keuangan Republik
Indonesia bahwa terdapat tiga
langkah yang harus dilakukan yaitu
melakukan pemisahan antara
perumusan kebijakan dan
pelaksanaan perpajakan;
modernisasi internal dengan fokus
pembenahan administrasi dan
aparat pajak, serta semaksimal
mungkin penggunaan teknologi
dalam rangka pelayanan (Kompas
Cybermedia,2006). Modernisasi
menurut Menteri Keuangan pada
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
prinsipnya adalah meliputi dua hal
yaitu ; Perubahan Culture (Budaya
Organisasi) dan Perubahan Mindset
(Pola Pikir) dari aparat Ditjen
Pajak. (Berita Pajak,
Nopember 2007). Perubahan
yang dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Pajak bersifat menyeluruh
dan komprehensif yang meliputi
perubahan struktur organisasi,
teknologi, serta penerapan
Manajemen Sumber Daya Manusia
yang lebih profesional terhadap
pegawai Ditejen Pajak seperti
peningkatan moral, etika, dan
integritas dengan menerapkan
kode etik pegawai. Visi, misi dan
nilai-nilai dikembangkan guna
menunjang perubahan-perubahan
yang dilakukan.
Visi : Menjadi institusi
pemerintah yang
menyelenggarakan sistem
administrasi perpajakan modern
yang efektif, efisien, dan dipercaya
masyarakat dengan integritas dan
profesionalisme yang tinggi.
Misi : menghimpun
penerimaan pajak negara
berdasarkan Undang-Undang
Perpajakan yang mampu
mewujudkan kemandirian
pembiayaan APBN melalui sistem
administrasi perpajakan yang
efektif dan efisien.
Nilai : Integritas,
Profesionalisme, Inovasi, Team
Work Perbaikan kebijakan
perpajakan, peningkatan pelayanan
terhadap wajib pajak, dan
pengawasan atas pemenuhan
kewajiban perpajakan wajib pajak
dengan menggunakan informasi
teknologi terkini merupakan
implementasi dari perubahan yang
dilakukan oleh Ditjen Pajak.
Perubahan ini diharapkan
dapat meningkatkan motivasi dan
kinerja pegawai Ditjen Pajak.
Pegawai mampu memberikan
pelayanan yang profesional
sehingga dapat memangkas jalur
birokrasi menjadi lebih cepat dan
mudah bagi wajib pajak. Dengan
adanya perubahan ini, kompleksitas
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
tantangan yang dihadapi oleh
organisasi semakin meningkat. Hal
ini memunculkan kebutuhan akan
budaya organisasi yang kuat yang
dapat mengarahkan dan
mengembangkan pegawai untuk
mengelola dan mengendalikan
oragnisasi agar tetap konsisten
dengan perubahan yang dilakukan
sesuai dengan visi dan misi Ditjen
Pajak. Faktor lain yang menjadi
perhatian diluar budaya organisasi
yaitu rotasi pekerjaan. Hal ini
merupakan konsekuensi dari
adanya perubahan Struktur
Organisasi Ditjen Pajak yang diatur
dengan Peraturan Menteri
Keuangan RI nomor:
132/PMK.01/2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Instansi
Vertikal Direktorat Jenderal Pajak,
kebijakan rotasi pekerjaan
dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan akan Sumber Daya
Manusia yang menjalankan sistem
dari kantor-kantor yang telah
dimodernisasi. Perubahan budaya
organisasi dengan penerapan
ketentuan internal dan eksternal
seperti penerapan Kode Etik yang
tegas, pengembangan visi, misi,
dan nilai, serta kebijakan rotasi
pegawai sebagai konsekuensi dari
perubahan struktur organisasi
merupakan hal yang menarik untuk
suatu obyek penelitian, bagaimana
dampak dari kedua hal tersebut
terhadap motivasi dan kinerja
pegawai Ditjen Pajak di kantor-
kantor yang telah
dimodernisasikan.
Adanya saran peneliti
terdahulu dan fenomena yang
terjadi di Ditjen Pajak mendorong
dilakukannya penelitian tentang
analisis pengaruh budaya
organisasi dan rotasi pekerjaan
terhadap motivasi kerja untuk
meningkatkan kinerja pegawai
Ditjen Pajak.
1.2 Perumusan Masalah
Adapun permasalahan
penelitian tersebut memunculkan
pertanyaan penelitian :
1. Bagaimana pengaruh budaya
organisasi terhadap motivasi kerja?
2. Bagaimana pengaruh rotasi
pekerjaan terhadap motivasi kerja?
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
3. Bagaimana pengaruh budaya
organisasi terhadap kinerja
pegawai?
4. Bagaimana pengaruh rotasi
pekerjaan terhadap kinerja pegawai
?
5. Bagaimana pengaruh motivasi
kerja terhadap kinerja pegawai ?
1.3 Tujuan dan Kegunaan
Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Ditetapkannya suatu tujuan akan
membuat suatu penelitian akan
menjadi terarah. Tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini
adalah:
1. Untuk menganalisis pengaruh
budaya organisasi terhadap
motivasi kerja.
2. Untuk menganalisis pengaruh
rotasi pekerjaan terhadap motivasi
kerja.
3. Untuk menganalisis pengaruh
budaya organisasi terhadap kinerja
pegawai.
4. Untuk menganalisis pengaruh
rotasi pekerjaan terhadap kinerja
pegawai.
5. Untuk menganalisis pengaruh
motivasi kerja terhadap kinerja
pegawai.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Kegunaan penelitian ini adalah
memberikan referensi tambahan
kepada objek penelitian yaitu
Ditjen Pajak dalam upayanya
untuk meningkatkan motivasi
kerja guna meningkatkan
kinerja pegawai.
2. Sebagai sumbangan bagi
pengembangan ilmu manajemen
terutama yang berkaitan dengan
manajemen Sumber Daya Manusia
(SDM).
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Kinerja Pegawai
Kinerja merupakan
terjemahan dari kata performance,
yang menurut The Scribner-
Bantam English Dictionary,
terbitan Amerika Serikat dan
Canada (1979), berasal dari akar
kata “to perform” dengan beberapa
“entries” yaitu : (1) melakukan,
menjalankan, melaksanakan (to do
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
or carry out, execute); (2)
memenuhi atau melaksanakan
kewajiban atau suatu niat atau
nazar (to discharge of fulfill; as
vow); (3) melaksanakan atau
menyempurnakan tanggung jawab
(to execute or complete an
understaking); (4) melakukan
sesuatu yang diharapkan oleh
seseorang atau mesin (to do what is
expected of a person machine)
(Veithzal Rivai dan Ahmad Fawzi
Mohd Basri, 2005). Sedangkan
Suharto dan Budhi Cahyono (2005)
mendefinisikan kinerja sebagai
hasil dari usaha seseorang yang
dicapai dengan adanya kemampuan
dan perbuatan dalam situasi
tertentu. Jadi prestasi kerja
merupakan hasil keterkaitan antara
usaha, kemampuan dan persepsi
tugas. Usaha merupakan hasil
motivasi yang menunjukkan jumlah
energi (fisik atau mental) yang
digunakan oleh individu dalam
menjalankan suatu tugas.
Sedangkan kemampuan merupakan
karakteristik individu yang
digunakan dalam menjalankan
suatu pekerjaan. Persepsi tugas
merupakan petunjuk di mana
individu percaya bahwa mereka
dapat mewujudkan usaha-usaha
mereka dalam pekerjaan.
(Masrukhin dan Waridin, 2006)
menyatakan Kinerja merupakan
perbandingan hasil kerja yang
dicapai oleh pegawai dengan
standar yang telah ditentukan.
Kinerja juga berarti hasil yang
dicapai oleh pegawai dengan
standar yang ditentukan. Kinerja
juga berarti hasil yang dicapai oleh
seseorang baik kuantitas maupun
kualitas sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya.
Kinerja seseorang dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan, inisiatif,
pengalaman kerja dan motivasi
pegawai. Hasil kerja seseorang
akan memberikan umpan balik bagi
orang itu sendiri untuk selalu aktif
melakukan kerjanya secara baik
dan diharapkan akan menghasilkan
mutu pekerjaan yang baik
Dari pernyataan para ahli
bahwa dapat disimpulkan bahwa
kinerja pegawai merupakan suatu
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
hasil yang dicapai oleh pegawai
tersebut dalam pekerjaannya
menurut kriteria tertentu yang
berlaku untuk suatu pekerjaan
tertentu. Robbins (2002)
menyatakan bahwa kinerja pegawai
adalah fungsi dari interaksi antara
kemampuan dan motivasi. Dalam
studi manajemen kinerja pegawai
ada hal yang memerlukan
pertimbangan yang penting sebab
kinerja individu seorang pegawai
dalam organisasi merupakan bagian
dari kinerja organisasi dan dapat
menentukan kinerja dari organisasi
tersebut. Berhasil tidaknya kinerja
pegawai yang telah dicapai
organisasi tersebut akan
dipengaruhi oleh tingkat kinerja
dari pegawai secara individu atau
kelompok. Gibson dan Donnelly
(1997) menyatakan bahwa kinerja
merupakan perilaku organisasi
yang secara langsung berhubungan
dengan produksi barang atau
penyampaian jasa.
2.1.2 Motivasi Kerja
Robbins (2006)
mendefinisikan motivasi sebagai
proses yang menentukan intensitas,
arah dan ketekunan individu dalam
usaha mencapai sasaran. Meski
motivasi umum terkait dengan
upaya ke arah sasaran apa saja,
dalam konteks organisasi maka
motivasi berfokus pada tujuan
organisasi agar mencerminkan
minat tunggal pegawai terhadap
perilaku yang berkaitan dengan
pekerjaan. Sedangkan menurut
Gibson dan Donnelly (1997)
motivasi merupakan kekuatan yang
mendorong seorang pegawai yang
menimbulkan dan mengarahkan
perilaku. Jadi lebih lanjut dapat
disimpulkan bahwa motivasi
merupakan suatu rangkaian
kegiatan pemberian dorongan, yaitu
bukan hanya kepada orang lain
tetapi juga pada diri sendiri.
Sehingga melalui dorongan ini
diharapkan akan dapat bertindak
kearah tujuan yang diinginkan.
Flippo (1993) menyatakan bahwa
dampak motivasi yang diinginkan
manajemen dari pegawai sangat
dipengaruhi oleh penilaian pegawai
atas (1) valensi atau nilai yang
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
diharapkan berupa hasil yang
dinikmati karena melakukan
perilaku yang ditentukan dan (2)
kuatnya pengharapan (expectancy)
bahwa perilaku itu akan benar-
benar merealisasi hasil tersebut.
Menurut Sitty Yuwalliatin
(2006) teori motivasi terdiri dari,
pertama content theories atau teori
kepuasan yang memusatkan
perhatian pada faktor-faktor dalam
diri orang yang menguatkan,
mengarahkan, mendukung dan
menghentikan perilaku. Kedua,
adalah process theory atau teori
proses yaitu yang menguraikan dan
menganalisis bagaimana perilaku
itu dikuatkan, diarahkan, didukung
dan dihentikan. Kedua kategori
tersebut mempunyai pengaruh
penting bagi para manajer untuk
memotivasi pegawai. Beberapa
teori tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Teori Keadilan (Equity Theory)
Inti dari teori keadilan ini
adalah bahwa pegawai
membandingkan usaha dan
imbalan pegawai dengan usaha
dan imbalan yang diterima oleh
orang lain dalam situasi kerja
yang serupa.
2. Teori Pengukuhan
(Reinforcement Theory)
Teori ini tidak menggunakan
konsep suatu motif atau proses
motivasi. Sebaliknya teori ini
menjelaskan bagaimana
konsekuensi perilaku di masa
lalu mempengaruhi tindakan di
masa yang akan datang.
3. Penetapan Tujuan (Goal
Setting)
Tujuan adalah apa yang ingin
dicapai oleh seseorang dan tujuan
merupakan suatu obyek dalam
suatu tindakan. Langkah-langkah
dalam menetapkan tujuan antara
lain :
a. Menentukan apakah orang,
organisasi dan teknologi cocok
untuk penetapan tujuan.
b. Mempersiapkan pegawai lewat
bertambahnya interaksi
interpersonal, komunikasi,
pelatihan dan rencana kegiatan
untuk penetapan tujuan.
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
c. Menekankan sifat-sifat dalam
tujuan yang harus dimengerti
oleh pimpinan dan bawahan.
d. Melakukan pemeriksaan
lanjutan untuk mengadakan
penyesuaian yang perlu dalam
tujuan yang telah ditetapkan.
e. Melaksanakan pemeriksaan
akhir untuk mengecek tujuan
yang telah ditetapkan,
dimodifikasi dan dicapai.
Dalam penelitian ini teori
motivasi yang dapat lebih diberi
perhatian karena berkaitan erat
dengan pencapaian kinerja adalah
teori pengharapan. Teori
pengharapan mengatakan bahwa
pegawai dimotivasi untuk
melakukan upaya lebih keras
apabila pegawai tersebut meyakini
upaya tersebut akan menghasilkan
penilaian kinerja yang lebih baik.
Teori pengharapan berfokus pada
tiga hubungan yaitu : (1) hubungan
upaya –kinerja. Probabilitas yang
dipersepsikan oleh individu yang
mengeluarkan sejumlah upaya
tertentu itu akan mendorong
kinerja. (2) Hubungan kinerja –
imbalan. Sampai sejauh mana
individu itu meyakini bahwa
berkinerja pada tingkat tertentu
akan mendorong tercapainya output
yang diinginkan. (3) Hubungan
imbalan – sasaran-pribadi. Sampai
sejauh mana imbalan-imbalan
organisasi memenuhi sasaran atau
kebutuhan pribadi individu serta
potensi daya tarik imbalan tersebut
bagi individu tersebut.
2.1.3 Budaya Organisasi
Budaya organisasi
didefinisikan sebagai suatu
kerangka kerja kognitif yang
memuat sikap-sikap, nilai-nilai,
norma-norma dan pengharapan-
pengharapan bersama yang dimiliki
oleh anggota-anggota organisasi
(Greenberg dan Baron, 2000).
Pendapat lain yang diajukan oleh
Furnham dan Gunter (1993) dalam
Sunarto (2005), budaya organisasi
didefinisikan sebagai keyakinan,
sikap dan nilai yang umumnya
dimiliki yang timbul dalam suatu
organisasi; dikemukakan dengan
lebih sederhana, budaya adalah
”cara kami melakukan sesuatu di
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
sekitar sini”. Budaya organisasi
berkaitan dengan konteks
perkembangan organisasi, artinya
budaya berakar pada sejarah
organisasi, diyakini bersama-sama
dan tidak mudah dimanipulasi
secara langsung (Schenieder, 1996,
dalam Suharto Cahyono 2005).
Menurut Stoner dalam Waridin &
Masrukhin (2006), budaya (culture)
merupakan gabungan kompleks
dari asumsi, tingkah laku , cerita,
mitos, metafora dan berbagai ide
lain yang menjadi satu untuk
menentukan apa arti menjadi
anggota masyarakat tertentu.
Budaya organisasi atau corporate
culture sering diartikan sebagai
nilai-nilai, simbol-simbol yang
dimengerti dan dipatuhi bersama,
yang dimiliki suatu organisasi
sehingga anggota organisasi merasa
satu keluarga dan menciptakan
suatu kondisi anggota organisasi
tersebut merasa berbeda dengan
organisasi lain. Fuad Mas‟ud
(2004) mendefinisikan budaya
organisasional sebagai sistem
makna, nilai-nilai dan kepercayaan
yang dianut bersama dalam suatu
organisasi yang menjadi rujukan
untuk bertindak dan membedakan
organisasi satu dengan organisasi
lain. Budaya organisasi selanjutnya
menjadi identitas atau karakter
utama organisasi yang dipelihara
dan dipertahankan. Robbins (2006),
menyatakan bahwa budaya
organisasi merupakan suatu sistem
makna bersama yang dianut oleh
anggota-anggota-organisasi yang
membedakan organisasi itu dari
organisasi-organisasi lain. Budaya
organisasi adalah suatu sistem nilai
yang diperoleh dan dikembangkan
oleh organisasi dan pola kebiasaan
dan falsafah dasar pendirinya, yang
terbentuk menjadi aturan yang
digunakan sebagai pedoman dalam
berfikir dan bertindak dalam
mencapai tujuan organisasi.
Budaya yang tumbuh menjadi kuat
mampu memacu organisasi kearah
perkembangan yang lebih baik.
Sedangkan Denison and Misra
(1995) merumuskan indikator
indikator budaya organisasi sebagai
berikut: (1) pelibatan, (2)
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
konsistensi, (3) adaptabilitas, dan
(4) misi.
2.1.4 Rotasi Pekerjaan
Menurut pernyataan
Robbins, (2006). Jika karyawan
menderita rutinisasi yang
berlebihan maka perlu mengatasi
kerja mereka, salah satu
alternatifnya adalah penggunaan
rotasi pekerjaan. Rotasi pekerjaan
digunakan jika kegiatan tertentu
tidak lagi menantang, karyawan itu
dipindahkan ke pekerjaan lain pada
tingkat yang sama yang
mempunyai persyaratan
keterampilan yang serupa. Jadi
rotasi pekerjaan dapat diartikan
sebagai perubahan periodik pekerja
dari satu tugas ke tugas yang
lainnya Lebih lanjut Robbins
(2006) menjelaskan bahwa
kekuatan dari rotasi pekerjaan
adalah mampu mengurangi
kebosanan dan meningkatkan
motivasi melalui
penganekaragaman kegiatan
karyawan. Tentu saja hal itu juga
mempunyai manfaat tidak langsung
bagi organisasi, karena para
karyawan dengan rentang
keterampilan yang lebih lebar
memberi manajemen lebih banyak
kelenturan dalam menjadwalkan
kerja, menyesuaikan diri dengan
perubahan, dan mengisi
kekosongan personalia. Menurut
Taylor dalam Arifamrizal (2008)
pendekatan motivasi untuk job
design dapat dilakukan dengan
meningkatkan peran dan reaksi
sikap karyawan seperti kepuasan
kerja, dan motivasi dalam diri
karyawan. Untuk meningkatkan
motivasi, terdapat tiga pendekatan
yang dapat dilakukan yaitu
perluasan pekerjaan (job
enlargement), pengayaan pekerjaan
(job enrichment), dan pendekatan
kontingensi (contingency
approach) yang dinamakan job
characteristic model. Taylor dalam
Arifamrizal (2008) menjelaskan
bahwa tujuan dari rotasi pekerjaan
(job rotation) adalah memberikan
karyawan variasi lebih dalam
pekerjaannya. Rotasi pekerjaan
memindahkan karyawan dari satu
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
bidang pekerjaan khusus ke bidang
lainnya.
Dengan demikian maka
seharusnya karyawan dilatih dan
diberikan kesempatan untuk
melakukan dua pekerjaan atau lebih
dalam sistem rotasi. Dengan rotasi
pekerjaan ini, manajer yakin dapat
menstimulasi kemauan dan
motivasi karyawan bila
menyediakan karyawan perspektif
yang luas dalam organisasi.
Keuntungan lain dalam rotasi
pekerjaan ini adalah meningkatkan
fleksibilitas karyawan dan
mempermudah penjadwalan karena
karyawan sudah dilatih untuk
melakukan pekerjaan yang berbeda.
2.2 Hubungan Antar Variabel
2.2.1 Budaya Organisasi dan
Motivasi Kerja
Budaya organisasi adalah
suatu sistem nilai yang diperoleh
dan dikembangkan oleh organisasi
dan pola kebiasaan dan falsafah
dasar pendirinya, yang terbentuk
menjadi aturan yang digunakan
sebagai pedoman dalam berpikir
dan bertindak dalam mencapai
tujuan organisasi. Menurut
Horrison (1972) dalam Eny
Rahmani (2003) budaya dalam
kaitannya dengan desain organisasi
terdiri atas empat tipe, yaitu:
1. Budaya kekuasaan (power
culture). Sebagian kecil dari
eksekutif senior menggunakan
kekuasaan yang lebih banyak
dalam memerintah. Ada
kepercayaan dalam sikap
mental yang kuat dan tegas
untuk memajukan perhatian
organisasi.\
2. Budaya peran (role culture).
Ada kaitan dengan prosedur-
prosedur birokratis, seperti
peraturan-peraturan pemerintah
dan peran spesifik yang jelas,
karena diyakini bahwa hal ini
akan menstabilkan sistem.
3. Budaya pendukung (support
culture). Ada kelompok atau
komunitas yang mendukung
orang yang mengusahakan
integrasi dan seperangkat nilai
bersama.
4. Budaya prestasi (achievement
culture). Ada suasana yang
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
mendorong eksepsi diri dan
usaha keras untuk adanya
independensi, dan tekanannya
ada pada keberhasilan dan
prestasi.
Hal ini berarti adanya
budaya prestasi akan memotivasi
seseorang dalam melakukan
pekerjaannya. Dalam kehidupan
sehari-hari seseorang tidak akan
terlepas dari lingkungannya.
Kepribadian seseorang akan
dibentuk pula oleh lingkungannya
dan agar kepribadian tersebut
mengarah kepada sikap dan
perilaku yang positif tentunya harus
didukung oleh suatu norma yang
diakui tentang kebenarannya dan
dipatuhi sebagai pedoman dalam
bertindak. Dalam budaya
terkandung apa yang boleh
dilakukan atau tidak boleh
dilakukan sehingga dapat dikatakan
sebagai suatu pedoman yang
dipakai untuk menjalankan
aktivitas organisasi. Keutamaan
dari budaya organisasi merupakan
pengendali dan arah dalam
membentuk sikap dan perilaku
manusia yang melibatkan diri
dalam suatu kegiatan organisasi.
Sedangkan perilaku itu sendiri
sangat ditentukan oleh dorongan /
motivasi yang dimiliki dan apa
yang mendasari perilakunya.
Dengan adanya budaya
organisasi yang positif maka
dorongan / motivasi berperilaku
dapat dikendalikan pada arah yang
positif pula. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh H Teman
Koesmono (2005) menunjukkan
bahwa budaya organisasi memiliki
pengaruh positif dan signifikan
terhadap motivasi. Dimana
pengaruh budaya organisasi
terhadap motivasi adalah sebesar
0.680.
Dari uraian di atas, maka
hipotesis yang diajukan adalah sebagai
berikut :
H1 : Budaya organisasi berpengaruh
positif terhadap motivasi kerja
2.2.2 Rotasi Pekerjaan dan Motivasi
Kerja
Campion, Cheraskin dan
Stevens (1994) menyatakan bahwa
adanya rotasi pekerjaan
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan dari pegawai. Rotasi
berkaitan dengan penempatan
pegawai (staffing) serta
pengembangan jenjang karier
seorang pegawai. Sejalan dengan
itu, Marcia Ann Pulich (1989) juga
memperkuat bahwa keuntungan
atas adanya rotasi pekerjaan adalah
memperluas cakupan pekerjaan
yang dapat dilakukan pegawai dan
sarana untuk lebih
mengembangkan diri pegawai. Hal
ini berarti pegawai akan terdorong
untuk bekerja lebih baik dalam
mencapai karier yang lebih tinggi.
Ofner (1987) menambahkan bahwa
dari sisi organisasi, rotasi pekerjaan
digunakan untuk menstimulasi
pegawai agar dapat mengeluarkan
potensi mereka.
Pendapat Ortega (2001)
semakin mempertegas bahwa rotasi
pekerjaan dapat meningkatkan
motivasi. Hasil studi empiris lain
yang dilakukan oleh Praningrum
(2002) menunjukkan bahwa rotasi
pekerjaan yang dilakukan dalam
suatu organisasi berperan positif
dan signifikan dalam meningkatkan
motivasi kerja pegawai. Dari
uraian di atas, maka hipotesis yang
diajukan adalah sebagai berikut :
H2 : Rotasi pekerjaan berpengaruh
positif terhadap motivasi kerja
2.2.3 Budaya Organisasi dan Kinerja
Pegawai
Pada umumnya budaya
organisasi banyak dikaitkan dengan
kinerja ekonomis jangka panjang.
Dengan kata lain budaya yang kuat
mempunyai implikasi terhadap
kinerja yang unggul. Menurut
Bambang Tjahjadi (2001)
berpendapat bahwa kekuatan
budaya berkaitan dengan kinerja
dalam 3 (tiga) hal, yaitu : (1)
penyatuan tujuan; (2) menciptakan
motivasi yang kuat; (3)
membangun struktur dan kontrol.
Menurut Sitty Yuwalliatin (2006)
menyatakan bahwa perubahan
budaya organisasi yang
berkesinambungan dapat diciptakan
melalui perubahan organisasi.
Namun budaya organisasi sebagai
perangkat lunak yang ada dalam
organisasi hanya dapat diubah
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
melalui iklim organisasi. Robbins
(2006) dan Hofstede and Bornd
(1984) menyatakan bahwa budaya
organisasi diukur menggunakan
beberapa faktor yaitu
profesionalisme kerja, jarak dari
manajemen, sikap terbuka pegawai,
keteraturan pegawai dan integrasi
pegawai.
Pada organisasi yang
memiliki budaya yang kuat,
pegawai cenderung mengikuti arah
yang ditentukan. Budaya organisasi
yang lemah cenderung
mengakibatkan pegawai tidak
memiliki kiblat yang jelas sehingga
memilih berjalan sendiri-sendiri.
Akibatnya, kinerja organisasi
menjadi tidak optimal. Budaya
yang kuat dapat membantu kinerja
organisasi karena menciptakan
motivasi yang luar biasa pada diri
pegawai. Perilaku dan nilai
bersama yang dianut bersama
membuat seseorang merasa
nyaman dalam bekerja (Bambang
Tjahjadi, 2001). Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Soewito dan
Sugiyanto (2001) menunjukkan
bahwa budaya berpengaruh
signifikan terhadap tercapainya
kinerja karyawan yang tinggi. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh
Masrukhin dan Waridin (2006) dan
Sitty Yuwalliatin (2006)
menunjukkan adanya pengaruh
positif dari budaya organisasi
terhadap kinerja karyawan. Dari
uraian di atas, maka hipotesis yang
diajukan adalah sebagai berikut :
H3 : Budaya organisasi berpengaruh
positif terhadap kinerja pegawai
2.2.4 Rotasi Pekerjaan dan Kinerja
Pegawai
Mangiapane (1988)
menyatakan bahwa rotasi pekerjaan
menjadikan setiap pegawai mampu
mengatasi setiap pekerjaan yang
membuat senioritas berkurang.
Pegawai mendapatkan pengetahuan
dan kemampuan yang mereka
butuhkan untuk pekerjaan sehingga
hasil yang diraih dapat lebih
berkualitas. Dalam mengukur rotasi
pekerjaan Ortega (2001) dan
Mangiapane (1988) menggunakan
beberapa faktor, yaitu tambahan
kemampuan, tambahan
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
pengetahuan, tingkat kejenuhan
kerja.
Campion, Cheraskin dan
Stevens (1994) menyatakan bahwa
organisasi menggunakan rotasi
pekerjaan sebagai sarana untuk
mewujudkan high performance
atau kinerja yang tinggi. Campion,
Cheraskin dan Stevens (1994) juga
menyatakan bahwa rotasi pekerjaan
adalah pergeseran pekerjaan antar
pegawai dalam organisasi.
Pergeseran ini tidak dilakukan
secara permanen. Rotasi
merupakan salah satu cara untuk
menempatkan atau staffing
pegawai. Sundin (2001)
menambahkan bahwa alasan lain
dilakukannya rotasi pekerjaan
adalah bahwa tugas atau pekerjaan
bersifat monoton yang
dilaksanakan terus menerus dapat
mengakibatkan kebosanan dan
penurunan hasil kerja dari pegawai.
Adanya rotasi pekerjaan
diharapkan dapat menstimulasi
pegawai untuk mencapai kinerja
yang lebih baik karena terdapat
proses penambahan pengetahuan
dan kemampuan pegawai,
mengurangi kejenuhan kerja dari
pegawai, membantu proses
penempatan pegawai secara tepat,
serta memberi tantangan lebih
besar bagi pegawai untuk mencapai
prestasi atau kinerja yang lebih
baik. Dari uraian di atas, maka
hipotesis yang diajukan adalah
sebagai berikut :
H4 : Rotasi pekerjaan berpengaruh
positif terhadap kinerja pegawai
2.2.5 Motivasi Kerja dan Kinerja
Pegawai
Suharto dan Budhi Cahyono
(2005) menyebutkan faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja adalah
sebagi berikut :
1. Kemampuan, kepribadian dan
minat kerja. Kemampuan
merupakan kecakapan seseorang,
seperti kesederhanaan dan
keterampilan. Kepribadian adalah
serangkaian ciri yang relative
mantap yang dipengaruhi oleh
keturunan dan faktor sosial,
kebudayaan dan lingkungan.
Sedangkan minat merupakan suatu
valensi atau sikap.
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
2. Kejelasan dan penerimaan atas
penjelasan peran seseorang pekerja,
yang merupakan taraf pengertian
dan penerimaan seseorang individu
atas tugas yang dibebankan
kepadanya. Makin jelas pengertian
pekerja mengenai persyaratan dan
sasaran pekerjaannya, maka makin
banyak energi yang dapat
dikerahkan untuk kegiatan ke arah
tujuan.
3. Tingkat motivasi pekerja.
Motivasi adalah daya energi yang
mendorong, mengarahkan dan
mempertahankan perilaku. Setiap
individu dari perusahaan berasal
dari latar belakang yang berbeda,
oleh karena itu, perusahaan perlu
melihat kebutuhan dan harapan
pegawainya, bakat dan ketrampilan
yang dimiliki serta bagaimana
rencana pegawai tersebut pada
masa mendatang. Apabila
perusahaan telah mengetahui hal-
hal tersebut maka akan lebih
mudah untuk menempatkan
pegawai pada posisi yang paling
tepat sehingga pegawai akan lebih
termotivasi dalam bekerja karena
pada dasarnya motivasi dapat
memacu pegawai untuk bekerja
keras dalam mencapai tujuan
mereka.
H5 : Motivasi kerja berpengaruh
positif terhadap kinerja pegawai
2.3 Pengembangan Model
Penelitian
Dari hasil telaah pustaka dan
analisis terhadap bukti-bukti
empiris dari penelitian terdahulu
maka model yang dikembangkan
untuk diteliti dalam penelitian ini
disajikan dalam Gambar 2.1 berikut
ini.
2.4 Hipotesis
Berdasarkan model penelitian
yang dikembangkan maka dapat
dirumuskan lima hipotesis
penelitian, yaitu :
H1 : Budaya organisasi
berpengaruh positif terhadap
motivasi kerja
H2 : Rotasi pekerjaan berpengaruh
positif terhadap motivasi kerja
H3 : Budaya organisasi
berpengaruh positif terhadap
kinerja pegawai
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
H4 : Rotasi pekerjaan berpengaruh
positif terhadap kinerja pegawai
H5 : Motivasi kerja berpengaruh
positif terhadap kinerja pegawai
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data
subyek (self report data), yaitu
jenis data penelitian yang berupa
pengalaman, karakteristik, dan
persepsi manajemen, dengan orang
yang menjadi subyek penelitian
atau responden. Sedangkan sumber
data dalam penelitian ini adalah
sumber data primer. Data Primer,
yaitu data yang di ambil langsung
dari sumbernya (objek penelitian).
Dalam penelitian ini berupa data
yang diambil dari kuesioner yang
diisi oleh responden secara
langsung. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data
primer yang didapat dari daftar
pertanyaan atau kuesioner yang
diberikan kepada responden.
Didalam penelitian ini
terdapat 20 indikator yang menjadi
data primer yang terdiri atas,
budaya organisasi (5 data), rotasi
pekerjaan (3 data), motivasi kerja
(5 data) dan kinerja pegawai (7
data). Data-data ini diperoleh
langsung dari penyebaran daftar
pertanyaan kepada pegawai pada
kantor pelayanan pajak berbasis
administrasi modern KPP Pratama
Semarang Timur.
3.2 Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini yang
menjadi populasi penelitian adalah
pegawai pada kantor pelayanan
pajak berbasis administrasi modern
KPP Pratama Semarang Timur.
Metode pengambilan sampel yang
akan digunakan dalam penelitian
ini adalah metode sensus yang
memakai semua anggota populasi
sebagai sampel dalam penelitian.
Menurut Hair et al (1998) dalam
Augusty Ferdinand (2002) yang
menyatakan bahwa ukuran sampel
yang sesuai untuk SEM adalah
antara 100-200 sampel. Dengan
mengacu pada pendapat tersebut,
maka jumlah yang dipakai dalam
penelitian ini mengambil 120
responden yang terdiri dari para
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Kepala Seksi, Account
Representatif, Fungsional
Pemeriksa, Fungsional Penilai dan
Pelaksana.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data
penelitian, kuesioner dipilih
sebagai metode pengumpulan data
dalam penelitian ini. Kuesioner
adalah daftar pernyataan tertulis
yang telah dirumuskan sebelumnya
yang akan dijawab oleh responden.
Kuesioner yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari 20 item
pernyataan dengan perincian
sebagai berikut :
a. Budaya organisasi (4 item
pernyataan), rotasi pekerjaan (3
item pernyataan), motivasi
kerja (6 item pernyataan), diisi /
dijawab oleh responden
karyawan kantor pelayanan
pajak berbasis administrasi
modern KPP Pratama
Semarang Timur.
b. Kinerja karyawan (7 item
pernyataan), diisi/dijawab oleh :
• Kepala Seksi (Midle Manager) :
untuk Pelaksana / Staff dan
Account Representatif
• Kepala Kantor (Top Manager) :
untuk Kepala Seksi dan
Fungsional
Tipe pernyataan dalam
kuesioner adalah pernyataan
tertutup dimana responden diminta
untuk membuat pilihan diantara
serangkaian alternatif yang
diberikan oleh peneliti (Sekaran,
2006). Skala data jawaban
responden atas pernyataan
penelitian dengan menggunakan
Agree-Disagree Scale yang
menghasilkan jawaban sangat tidak
setuju – jawaban sangat setuju
dalam rentang nilai 1 s/d 7
(Augusty Ferdinand, 2006).
3.5 Teknik Analisis
Untuk menganalisis data yang
diperoleh melalui kuesioner,
terdapat dua langkah yang
dilakukan, yaitu:
1. Statistik Deskriptif
Analisis ini dilakukan untuk
mendapatkan gambaran mengenai
jawaban responden mengenai
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
variabel-variabel penelitian yang
digunakan. Analisis ini dilakukan
dengan menggunakan teknik
Analisis Indeks, untuk
menggambarkan persepsi
responden atas item-item
pertanyaan yang diajukan.
Teknik skoring yang
dilakukan dalam penelitian ini
adalah minimum 1 dan maksimum
7, maka perhitungan indeks
jawaban responden dilakukan
dengan rumus dari Augusty
Ferdinand (2006) sebagai berikut:
Nilai Indeks =
((%F1x1)+(%F2x2)
+(%F3x3)+(%F4x4)
+(%F5x5)
+(%F6x6)+(%F7x7)
)/7
Dimana:
F1 = frekuensi responden yang
menjawab 1
F2 = frekuensi responden yang
menjawab 2
dst, F7 = frekuensi responden yang
menjawab 7
2. Statistik Inferensial
Analisis data yang
dilakukan dengan menggunakan
The Structural Equation Model
(SEM) dalam model dan pengujian
hipotesis. SEM atau model
persamaan struktural adalah
sekumpulan teknik-teknik
statistical yang memungkinkan
pengujian sebuah rangkaian
hubungan yang relative rumit,
secara simultan (Augusty
Ferdinand, 2006). Yang dimaksud
dengan rumit adalah model-model
simultan yang dibentuk melalui
lebih dari satu variabel dependen
pada saat yang sama berperan
sebagai variabel independen bagi
hubungan berjenjang lainnya.
Dalam penelitian ini digunakan dua
macam teknik analisis, yaitu:
ANALISIS DATA
4.1. Analisis Deskriptif
4.2. Statistik Inferensial
Untuk pengujian dengan
menggunakan analisis Structural
Equation Modeling (SEM),
estimasi dilakukan secara
bertahap, yaitu pertama, dengan
melakukan teknik Confirmatory
Factor Analysis dan kedua,
dengan teknik Full Structural
Equation Model (Ferdinand,
2005). Adapun hasil analisis SEM
yang dilakukan terhadap model
yang dikembangkan dalam
penelitian ini disajikan
dalam Gambar 4.1 berikutini.
Gambar 4.1 Analisis Struktural Equation Modeling (SEM)
Sumber : Data primer yang diolah, 2011
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
4.2.1. Analisis Faktor Konfirmatori
Analisis faktor konfirmatori
variabel laten dilakukan untuk
mengkonfirmasi apakah indikator-
indikator yang diamati/digunakan
dapat mencerminkan variabel laten
yang dianalisis.
Untuk melakukan
analisis konfirmatori terdapat dua
uji dasar, yaitu nilai lambda atau
factor loading dan bobot factor.
4.2.1.1. Nilai lambda atau factor
loading
Nilai lambda yang dipersyaratkan
adalah harus mencapai ≥ 0.40, bila
nilai lambda atau factor loading
lebih rendah dari 0.40 dipandang
variabel itu tidak berdimensi sama
dengan variabel lainnya untuk
menjelaskan sebuah variabel laten.
Berdasarkan hasil pengujian
yang disajikan dalam Tabel 4.9
terlihat bahwa indikator pada
masing-masing variabel laten
memiliki nilai lambda atau factor
loading yang ≥ 0.40. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa masing-
masing indikator tersebut secara
bersama-sama menyajikan
unidimensionalitas untuk masing-
masing variabel latennya.
4.2.1.2. Bobot factor
Bobot faktor menunjukkan
kuatnya dimensi-dimensi itu
membentuk factor latennya. Bobot
factor dapat dianalisis dengan
menggunakan uji-t yang dalam
analisis SEM uji-t identik dengan
nilai Critical Ratio (CR).
Berdasarkan hasil yang disajikan
dalam Tabel 4.9 tampak bahwa
masing-masing indikator memiliki
nilai CR > 2.0 dan tingkat
signifikansi <0.05, hal ini
menunjukkan bahwa indikator-
indikator tersebut secara signifikan
merupakan dimensi dari faktor
laten yang dibentuk.
4.2.2. Analisis Regression Weight
Analisis Regression Weight
pada SEM yang digunakan untuk
meneliti seberapa besar pengaruh
antar variabel-variabel yang diuji
dalam penelitian ini. Untuk dapat
menguji hipotesis penelitian
melalui analisis terhadap nilai
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Regression Weight terdapat
beberapa langkah yang harus
dilakukan terlebih dahulu, yaitu:
4.2.2.1. Uji Kesesuaian Model –
Goodness of Fit Test
Pengujian model SEM
ditujukan untuk melihat kesesuaian
model.
Hasil yang disajikan dalam Tabel
4.10 terlihat bahwa nilai Chi
Square = 182.906 dengan
probabilitas = 0.149. Hal ini
menunjukkan bahwa hipotesa nol
yang menyatakan bahwa tidak
terdapat perbedaan antara matriks
kovarians sampel dan matriks
kovarians populasi yang
diestimasi tidak dapat ditolak.
Selain itu indeks kelayakan yang
lain juga berada dalam rentang
nilai yang diharapkan sehingga
model ini dapat diterima.
4.2.2.2. Pengujian Asumsi-Asumsi
SEM
Normalitas Data
Estimasi dengan
Maximum Likelihood
menghendaki variabel observed
harus memenuhi asumsi
normalitas multivariate. Analisa
normalitas dilakukan dengan
mengamati nilai CR untuk
multivariate dengan rentang ±
2.58 pada tingkat signifikansi 1%
(Ghozali, 2004). Hasil pengujian
normalitas menunjukkan bahwa
nilai CR untuk multivariate
adalah 1.916 yang berada di
bawah 2.58, sehingga dapat
dikatakan tidak terdapat bukti
bahwa distribusi data variabel
observed tidak normal.
Outliers adalah observasi atau
data yang memiliki karakteristik
unik yang terlihat sangat berbeda
dengan data lainnya dan muncul
dalam bentuk nilai ekstrim, baik
untuk variabel tunggal maupun
kombinasi (Hair, et al, 1995).
Evaluasi atas ouliers nivariat dan
outliers multivariate dijelaskan di
bawah ini.
2.6 Univariate Outliers
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Pengujian ada tidaknya univariat
outliers dilakukan dengan
menganalisa nilai standardized
(Z-score) dari data penelitian
yang digunakan. Apabila terdapat
nilai Z-score berada pada rentang
≥ ± 3, maka akan dikategorikan
sebagai univariat outliers. Hasil
pengolahan data untuk pengujian
ada tidaknya outliers hasil
pengujian menunjukkan bahwa
tidak ada indikator yang memiliki
rentang > ± 3, sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat
data yang bersifat univariate
outliers.
2.7 Multivariat Outliers
Meskipun data yang
dianalisa menunjukkan tidak ada
outliers pada tingkat univariat,
tetapi observasi-observasi itu
dapat menjadi multivariate
outliers bila sudah dikombinsikan.
Uji Jarak Mahalanobis
(Mahalanobis Distance)
digunakan untuk melihat ada
tidaknya outliers secara
multivariate. Untuk menghitung
Mahalanobis Distance
berdasarkan nilai Chi-Square pada
derajat xc bebas 20 (jumlah
indikator) pada tingkat p < 0.001
adalah χ2 (20, 0.001) = 45.314747
(berdasarkan Tabel distribusi χ2).
Berdasarkan hasil pengolahan data
dapat diketahui bahwa jarak
Mahalanobis maksimal adalah
41.250 sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat
multivariate outliers.
Evaluasi Multicollinearity dan
Singularity
Pengujian data selanjutnya
adalah untuk melihat apakah
terdapat multikolinieritas dan
singularitas dalam sebuah
kombinasi variabel. Indikasi
adanya multikolinieritas dan
singularitas dapat diketahui
melalui nilai determinan matriks
kovarians yang benarbenar kecil
atau mendekati nol. Dari hasil
pengolahan data, nilai determinan
matriks kovarians sample adalah:
Determinant of sample covariance
matrix = 495 480.512
Dari hasil pengolahan data
tersebut dapat diketahui nilai
determinant of sample covariance
matrix berada sangat jauh dari nol.
Sehingga dapat disimpulkan
bahwa data penelitian yang
digunakan tidak terdapat
multikolinieritas dan singularitas.
4.2.2.3. Uji Kausalitas
Setelah melakukan penilaian
terhadap kesesuaian model melalui
analisis goodness of fit dan
asumsi-asumsi yang ada pada
SEM, selanjutnya akan dilakukan
pengujian hipotesis. Pengujian
kelima hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini dilakukan
berdasarkan nilai Critical Ratio
(CR) dari suatu hubungan
kausalitas
.
Tabel 4.13
Pengujian Hipotesis
Sumber: Data primer yang diolah, 2011
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
2.7.1.1 Pengujian Hipotesis Pertama
Parameter estimasi untuk
pengujian pengaruh budaya
organisasi terhadap motivasi kerja
menunjukkan nilai CR sebesar
2.021 dengan probabilitas sebesar
0.043. Oleh karena nilai
probabilitas < 0.05 maka dapat
disimpulkan bahwa variabel
budaya organisasi berpengaruh
positif terhadap motivasi kerja
karyawan
.
2.7.1.2 Pengujian Hipotesis Kedua
Parameter estimasi untuk
pengujian pengaruh rotasi
pekerjaan terhadap motivasi kerja
menunjukkan nilai CR sebesar
2.544 dengan probabilitas sebesar
0.011. Oleh karena nilai
probabilitas < 0.05 maka dapat
disimpulkan bahwa variabel rotasi
pekerjaan berpengaruh positif
terhadap motivasi kerja karyawan.
2.7.1.3 Pengujian Hipotesis Ketiga
Parameter estimasi untuk
pengujian pengaruh motivasi
kerja terhadap kinerja karyawan
menunjukkan nilai CR sebesar
2.149 dengan probabilitas sebesar
0.032. Oleh karena nilai
probabilitas < 0.05 maka dapat
disimpulkan bahwa variabel
motivasi kerja karyawan
berpengaruh positif terhadap
kinerja karyawan.
2.7.1.4 Pengujian Hipotesis Keempat
Parameter estimasi untuk
pengujian pengaruh budaya
organisasi terhadap kinerja
karyawan menunjukkan nilai CR
sebesar 2.101 dengan probabilitas
sebesar 0.036. Oleh karena nilai
probabilitas < 0.05 maka dapat
disimpulkan bahwa variabel
budaya organisasi berpengaruh
positif terhadap kinerja
karyawan.
2.7.1.5 Pengujian Hipotesis Kelima
Parameter estimasi untuk
pengujian pengaruh rotasi
pekerjaan terhadap kinerja
karyawan menunjukkan nilai CR
sebesar 2.772 dengan probabilitas
sebesar 0.006. Oleh karena nilai
probabilitas < 0.05 maka dapat
disimpulkan bahwa variabel
rotasi pekerjaan berpengaruh
positif terhadap kinerja
karyawan.
4.3 Analisis Pengaruh
Analisa pengaruh dilakukan
untuk menganalisis kekuatan
pengaruh antar konstruk baik
pengaruh yang langsung, tidak
langsung, dan pengaruh totalnya.
Efek langsung (direct effect)
tidak lain adalah koefisien dari
semua garis koefisien dengan
anak panah satu ujung. Efek tidak
langsung (indirect effect) adalah
efek yang muncul melalui sebuah
variabel antara. Efek total (total
effect) adalah efek dari berbagai
hubungan (Ferdinand, 2005).
Dari informasi informasi yang
disajikan dalam Tabel 4.14, diketahui
bahwa pengaruh budaya organisasi dan
rotasi pekerjaan terhadap kinerja
karyawan masing-masing memiliki
pengaruh langsung yang lebih besar
dari pengaruh tidak langsungnya,
artinya motivasi kerja karyawan tidak
bersinergi dengan variabel budaya
organisasi dan rotasi pekerjaan dalam
meningkatkan kinerja karyawan di
KPP Pratama Semarang Timur. Hal
tersebut dikarenakan budaya kerja yang
terbentuk dan rotasi pekerjaan yang
ada di KPP Pratama Semarang Timur
merupakan kebijakan yang sifatnya top
down dimana pegawai di lingkungan
KPP Pratama Semarang Timur harus
mau melaksanakan kebijakan-
kebijakan tentang pekerjaan yang telah
digariskan dari pimpinan.
5.1. Kesimpulan
1.
Dari penelitian yang telah
dilakukan dapat disimpulkan
bahwa hipotesis yang menyatakan
”budaya organisasi berpengaruh
positif terhadap motivasi kerja”
dapat dibuktikan secara empiris.
Dengan demikian penelitian ini
mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Koesmono (2005)
bahwa budaya organisasi
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap motivasi kerja karyawan.
Dari keempat indicator yang
digunakan untuk mengukur
budaya organisasi menunjukan bahwa
variabel misi dalam organisasi
merupakan indikator yang
dipersepsikan paling tinggi oleh
responden.
2. Dari penelitian yang telah
dilakukan dapat disimpulkan
bahwa hipotesis yang menyatakan
”rotasi pekerjaan berpengaruh
positif terhadap motivasi kerja”
dapat dibuktikan secara empiris.
Dengan demikian penelitian ini
memperkuat pendapat yang
disampaikan oleh Jaime Ortega
(2001) bahwa rotasi pekerjaan
dapat meningkatkan motivasi. Hasil
penelitian ini juga mendukung
penelitian yang dilakukan oleh
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Praningrum (2002) menunjukkan
bahwa rotasi pekerjaan yang
dilakukan dalam suatu organisasi
berperan positif dan signifikan
dalam meningkatkan motivasi kerja
pegawai. Dari ketiga indikator yang
digunakan untuk mengukur rotasi
pekerjaan, indikator mengenai
tingkat kejenuhan kerja
dipersepsikan paling tinggi oleh
responden.
3. Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa hipotesis yang berbunyi
”budaya organisasi berpengaruh
positif terhadap kinerja” dapat
dibuktikan secara empiris. Dengan
demikian penelitian ini mendukung
penelitian Soewito dan Sugiyanto
(2001), Masrukhin & Waridin
(2006) dan Yuwalliatin (2006) yang
juga menunjukkan adanya pengaruh
positif dari budaya organisasi
terhadap kinerja karyawan.
4. Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa hipotesis yang berbunyi
”rotasi pekerjaan berpengaruh
positif terhadap kinerja” dapat
dibuktikan secara empiris. Dengan
demikian penelitian ini memperkuat
pendapat dari Adele R Mangiapane
(1988), Jaime Ortega (2001), Adele
R Mangiapane (1988), Michael A
Campion, Lisa Cheraskin dan
Michael J Stevens (1994) yang
menyatakan bahwa organisasi
menggunakan rotasi pekerjaan
sebagai sarana untuk mewujudkan
high performance atau kinerja yang
tinggi.
5. Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa hipotesis yang berbunyi
”motivasi kerja berpengaruh positif
terhadap kinerja” dapat dibuktikan
secara empiris. Dengan demikian
penelitian ini mendukung penelitian
dari Umar (1999), Masrukhin &
Waridin (2006) dan Koesmono
(2005) yang membuktikan bahwa
motivasi kerja berpengaruh
terhadap kinerja karyawan.
6. Berdasarkan hasil penelitian ini,
dapat pula disimpulkan bahwa :
a. Budaya organisasi berpengaruh
positif terhadap motivasi kerja
dan kinerja karyawan KPP
Pratama Semarang Timur.\
b. Rotasi pekerjaan berpengaruh
positif terhadap motivasi kerja
dan kinerja karyawan KPP
Pratama Semarang Timur.
c. Hasil pengujian pengaruh
langsung dan tidak langsung
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
menunjukkan bahwa motivasi
kerja tidak bersinergi dengan
budaya organisasi dan rotasi
pekerjaan dalam meningkatkan
kinerja karyawan di KPP
Pratama Semarang Timur.
5.3. Saran-saran
Setelah melakukan analisis
deskriptif terhadap jawaban responden
mengenai indikator-indikator variabel
penelitian dan menguji hipotesis maka
dapat dihasilkan beberapa saran-saran
berkaitan dengan peningkatan kinerja
karyawan KPP Pratama Semarang
Timur, yaitu :
1. Untuk meningkatkan kinerja
karyawan di KPT Pratama
Semarang Timur, dilakukan dengan
pendekatan terhadap variabel rotasi
pekerjaan yang diupayakan dengan :
a. Melakukan rotasi pekerjaan secara
berkala dan terencana,
b. Rotasi pekerjaan yang dilakukan
harus mempertimbangkan
kesesuaian antara kemampuan dan
keterampilan karyawan dengan
pekerjaan yang baru.
c. Agar karyawan yang pekerjaannya
dirotasi dapat menyesuaikan diri
maka perlu dilakukan program
pengenalan karyawan terhadap
pekerjaan yang baru.
d. Dilakukan sosialisasi bagi karyawan
yang dirotasi agar karyawan
tersebut dapat mempersiapkan diri.
2. Untuk meningkatkan kinerja
karyawan di KPP Pratama
Semarang Timur, juga dapat
dilakukan dengan pendekatan
terhadap variabel budaya organisasi
yang diupayakan dengan :
a. Meningkatkan kemampuan
organisasi untuk beradaptasi dengan
kemajuan ilmu dan teknologi
dengan membekali karyawan
dengan pendidikan dan pelatihan
yang disesuaikan dengan tuntutan
pekerjaan.
b. Mempertegas misi organisasi
dengan membuat perencanaan
kegiatan agar kegiatan dapat
dilaksanaan dan dievaluasi dengan
tepat.
c. Senantiasa melibatkan karyawan
dalam setiap kegiatan organisasi
melalui kebijakan bottom up.
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
d. Melakukan evaluasi terhadap
pelaksanaan kegiatan dan hasil
kinerja untuk menjamin konsistensi.
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar MT Suliman, 2002, “Is It A
Really a Mediating Construct?”,
Journal of Management
Development, Vol. 21
Augusty Ferdinand, 2005, “Structural
Equation Modeling”, Badan
Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang.
Augusty Ferdinand, 2006, “Metode
Penelitian Manajemen”, Badan
Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang.
Bambang Tjahjadi, 2001, “Konsep
Budaya Organisasi,
Kesenjangan Budaya Organisasi
dan Pengaruhnya terhadap
Kinerja Organisasi”, Majalah
Ekonomi, Th. XI, No.1
Campion, Michael A; Cheraskin, Lisa;
Stevens, Michael J, 1994,
“Career- Related Antecedents
and Outcomes Of Job Rotation”,
Academy of Management
Journal, Vo. 37 No.6
Denison and Misra (1995), “Toward Of
Organizational Culture and
Effectiveness”. Organization
Science, Vol.6, No.2, March-
April.
Dwi Suhartono dan Sri Raharso, 2003,
“Transfer Pelatihan : Faktor Apa
Yang Paling Mempengaruhi?”,
Kajian Bisnis STIE Widya
Wiwaha Yogyakarta, No. 28
Eny Rahmani, 2003, “Perubahan
Budaya Organisasi : Suatu
Alternatif Strategi menghadapi
Masa Depan”, Jurnal Bisnis
dan Manajemen, Vol. 3, No. 2
Fatik Rahayu, 2001, Sumber
Keunggulan Bersaing Bidang
Produksi Operasional
danDampaknya pada Hasil
Kinerja Perusahaan: Hasil Studi
Empiris pada Perusahaan
Manufaktur di Indonesia, Media
Riset Bisnis & Manajemen,
Vol.1, No. 3
Flippo, Edwin B, 1993, Manajemen
Personalia, Edisi Keempat,
Penerbit Erlangga
Fuad Mas‟ud, 2004, Survai Diagnosis
Organisasional. Konsep dan
Aplikasi, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro,
Semarang
Gachter, Simon and Falk, Armin, 2000,
“Work Motivation, Institutions
andPerformance”, The
Participants of The First
Asian Conference on
Experimental Business
Research at The Hongkong
University of Science and
Technology, Working Paper
Gibson, I and Donnelly, 1997,
Organizations Behaviour,
Structure, Processes, Ed,
Richard D. Irwin Inc
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Grenberg dan Baron, 2000, “Assesing
Construct Validity in
Organizational esearch”,
Administrative Scince
Quartely.
H. Teman Koesmono, 2005, “ Pengaruh
Budaya Organisasi terhadap
Motivasi dan Kepuasan Kerja
serta Kinerja pegawai pada Sub
Sektor Industri Pengolahan
Kayu Skala Menengah di Jawa
Timur “, Jurnal Manajemen &
Kewirausahaan, Vol.7, No. 2
Herpen, Marco; Praag, Mirjan and
Cools, Kess, 2002, “The Effects
of Performance Measurement
and Compensation on
Motivation and Empirical
Study”, Conference of The
Performance Measurement
Association in Boston
Hikmah Endraswati, 2003, “Mengelola
Program Training yang Efektif
dengan Kendala-kendala
Organisasional (Managing
Effective Training Program
Within Organizational
Constraints)”, Utilitas, Vol. 11,
No. 2
Hofstede, G and Bornd MH, 1984,
“Hofstede Culture Dimension :
An Independent Validation
Using Rokeach Value Survey”,
Journal of Cross Cultural
Psychology
Husein Umar, 1999., Riset Sumber
Daya Manusia Dalam
Organisasi., Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Kinman, Gail and Kinman, Russell,
2001, “The Role of Motivation
to Learn in Management
Education”, Journal of
Workplace Learning, Vol. 3,
No.
Lily Marida Putri, 2003, ”Merancang
Sistem Pelatihan Strategik”,
Jurnal Bisnis & Manajemen,
Vol. 3, No. 1
Mangiapane, Adele R, 1988,
“Empowering People To
Improve a Process”
Manufacturing Systems, Vol. 6,
No. 1
Masrukhin dan Waridin, 2006,
“Pengaruh Motivasi Kerja,
Kepuasan Kerja Budaya
Organisasi dan Kepemimpinan
terhadap Kinerja Pegawai”,
Jurnal Ekonomi & Bisnis, Vol.
7, No. 2
McNeese-Smith, Donna, 1996,
“Increasing Employee
Productivity, Job Satisfaction &
Organizational Commitment”,
Hospital & Health Services
Administration, Vol. 41, No. 2
Mourdoukoutas, Panos, 1994, “Job
Rotation and Public Policy :
Theory with Applications to
Japan and The USA”
International Journal of
Manpower, Vol.15
Ninuk Muljani, 2002, “Kompensasi
sebagai Motivator untuk
Meningkatkan Kinerja
Pegawai”, Jurnal Manajemen
& Kewirausahaan, Vol. 4,
No.2
Ofner, J. Alan, 1987, “Keeping Your
High Achievers Motivated”,
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Management Solutions, Vol.
32, No. 7
Ortega, Jaime, 2001, “Job Rotation as a
Learning Mechanism”,
Management Science, Vol. 47
No. 10
Praningrum, 2002, Pengaruh Praktek
Manajemen Sumber Daya Manusia
Terhadap Komitmen Pimpinan Pada
Kualitas Di Rumah Sakit Kota
Bengkulu, Jurnal Ekonomi
dan Bisnis, No. 3, p. 156-165.
Pulich, Marcia Ann, 1989, “Revitalizing
an Employee’s Job Interest”,
Supervisory Management, Vol.
34. No. 3
Retno Wulandari, 1997, “Penilaian
Kebutuhan Pelatihan :
Tantangan dan Solusi”, Jurnal
Siasat Bisnis, Th. I, Vol. 5
Rivai, Veithzal, 2001, “Beberapa
Upaya Untuk Meningkatkan
Motivasi Kerja Profesional Staf
( Survei di Bank Pemerintah
Bank Mandiri.,
Bank BRI, Bank BRI dan Bank BTN
tahun 2000)”, Jurnal Ekonomi
Perusahaan, Juli.
Robbins, S.P, 2003, Organizational
Behaviour Concept,
Contoversiest, Applications, 6Ed, Prentice Hall, Inc. Eaglewood, Cliff, New Jersey
Robbins, S.P, 2006, Perilaku
Organisasi, Edisi 10, PT.
Indeks Kelompok Gramedia
Rumengan, R. J., 2002, “Budaya
Organisasi : Paradigma
Manajemen yang Melejitkan
Kinerja”, Usahawan, No. 06,
Th. XXXI
S. Pantja Djati dan M. Khusaini, 2003,
“Kajian terhadap Kepuasan
Kompensasi, Komitmen
pegawai Organisasi dan Prestasi
Kerja”, Jurnal Manajemen
dan Kewirausahaan, Vol. 5,
No. 1
Sekaran, Uma (2006), “Research
Methods for Business”, Penerbit
Salemba Empat, Jakarta.
Sitty Yuwalliatin, 2006, “Pengaruh
Budaya Organisasi, Motivasi
dan Komitmen Terhadap
Kinerja Serta Pengaruhnya
Terhadap Keunggulan
Kompetitif Dosen Unissula
Semarang”, Jurnal Ekonomi dan
Bisnis, Vol. 7 No. 2, Juli, p.
241-256.
Soewito, Budi Wibowo, Sugiyanto, FX,
2001, “Analisis Budaya
Perusahaan dan Pengaruhnya
Terhadap Kinerja Karyawan di
PT. Pura Barutama Kudus”,
Journal Strategi Bisnis, Vol. 6,
tahun IV, p. 1 – 25.
Suharto Cahyono, 2005, “Pengaruh
Budaya Organisasi,
Kepemimpinan Dan Motivasi
Kerja Terhadap Kinerja
Sumberdaya Manusia Di
Sekretariat DPRD Propinsi Jawa
Tengah, JRBI, Vol.1.
Suharto dan Budhi Cahyono, 2005,
“Pengaruh Budaya Organisasi,
Kepemimpinan dan Motivasi
Kerja Terhadap Kinerja Sumber
Daya Manusia di Sekretariat
DPRD Propinsi Jawa Tengah”,
Jurnal Riset & Bisnis
Indonesia, Vol.1, No.1
JURNAL PARAMETER Volume 2, No. 001TB Desember 2016 ISSN 1979-8865
Suhartono, 2003, “Usaha Menuju
Keunggulan Kompetitif
Perusahaan Dengan
Memposisikan Kembali Peran
dan Fungsi Sumber Daya
Manusia : Suatu Kajian
Teoritis”, Kajian Bisnis STIE
Widya Wiwaha Yogyakarta,
No. 28
Sunarto., 2005., ”Manajemen Sumber
Daya Manusia Strategik”.,
Amus., Yogyakarta.
Sundin, Elisabeth, 2001, “Grender-
determined Jobs and Job-
rotation-Problems and
Possibilities”, The Service
Industries Journal, Vol. 21,
No. 3
Veithzal Rivai dan Ahmad Fawzi Mohd
Basri, 2005, Performance
Appraisal : Sistem yang Tepat
Untuk Menilai Kinerja
Pegawai dan Meningkatkan
Daya Saing Perusahaan,
Divisi Buku Perguruan Tinggi,
PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta
Waridin dan Masrukhin, 2006,
“Pengaruh Motivasi Kerja,
Kepuasan Kerja, Bidaya
Organisasi, dan Kepemimpinan
Terhadap Kinerja Pegawai”,
Ekobis, Vol.7, No.2.