8
Volume 3, Nomor 2, Juli 2020 | Jurnal Agrowiralodra | 60 KEEFEKTIFAN BAKTERI Serratia ENDOSIMBION WBC TERHADAP LALAT BUAH MELON (Bactrocera cucurbitae) Maya Astriani 1 , Rostaman 2 , Ismangil 3 1,2,3 Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman *[email protected] Abstrak Lalat buah (Bactrocera spp.) merupakan salah satu hama penting pada tanaman buah-buahan dan sayuran di Indonesia. Hama ini bersifat polifag, menyerang berbagai jenis tanaman demi kelangsungan hidupnya. Di alam, bakteri Serratia mengakibatkan kematian wereng batang coklat. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui keefektifan bakteri Serratia Endosimbion WBC berdasarkan mortalitas lalat buah Bactrocera cucurbitae, 2) memastikan penularan bakteri tersebut secara transovarial, 3) mengetahui abnormalitas imago keturunan pertama (G1) akibat perlakuan bakteri tersebut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2014 di BBPOPT Jatisari, Karawang dengan rancangan percobaan. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan tersebut antara lain: 1) Kontrol atau tanpa Bakteri Serratia (B0), 2) B1 : 3,09 x 1046 sel/mL bakteri Serratia, 3) B2 : 2,16 x 1052 sel/mL bakteri Serratia, 4) B3 : 1,73 x 1061 sel/mL bakteri Serratia, 5) B4 : 4,5 x 1066 sel/mL bakteri Serratia. Data dianalisis menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan DMRT. Hasil penelitian mengungkapkan mortalitas imago sangat rendah yaitu 4 %, bakteri bersifat transovarial, tidak mengakibatkan abnormalitas imago keturunan pertama. Bakteri ini belum dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati lalat buah yang potensial. Kata kunci : Bactrocera cucurbitae, Serratia, transovarial Abstract Bactrocera spp. is one of the important pests of fruit and vegetable crops in Indonesia. This pest is polyphagous has many hosts plants for survival. In the nature, the bacteria Serratia cause mortality of brown planthopper. The goals of the research were to: 1) find out the effectiveness of Bacteria Serratia Endosimbion WBC based on mortality of fruit flies Bactrocera cucurbitae, 2) examine bacterial transmission that is transovarial, 3) know abnormality of imago at the first generation (G1). This research was conducted onMarch until June 2014 in BBPOPT Jatisari, Karawang, using a complete randomized design (CRD) with 5 treatments and 5 replications. The treatments were: 1) Control (B0), 2) B1 : 3,09 x 1046 cells/mL bacterium Serratia, 3) B2 :2,16 x 1052 cells/mL bacterium Serratia, 4) B3 : 1,73 x 1061 cells/mL bacterium Serratia, 5) B4 :4,5 x 1066 cells/mL bacterium Serratia. Data were analyzed using ANOVA and followed with DMRT. The result showed mortality of imago was very low, only 4 %, the bacteria are transovarial, there were not effect for abnormality imago at the first generation. This bacterium is not recommended as a biological agent of fruit flies. Keyword: Bactrocera cucurbitae, Serratia, transovarial Pendahuluan Lalat buah merupakan salah satu hama yang paling merugikan dalam budidaya tanaman buah- buahan maupun sayuran di dunia (Herlinda et al., 2007). Lebih lanjut Herlinda et al. (2007) menyatakan bahwa, hama ini merugikan karena menyerang langsung produk pertanian, yaitu buah. Masih menurut Herlinda et al. (2007), hama lalat buah ini bersifat polifag karena menyerang berbagai macam buah seperti melon, cabai, belimbing, semangka, dan lain-lain. Menurut Sukarmin (2011) lebih kurang 75 % dari tanaman buah dapat diserang oleh hama ini. Muryati (2008) menyatakan bahwa lalat buah dapat menyebabkan kerusakan langsung terhadap 150 spesies buah dan sayur-sayuran baik di daerah tropis maupun subtropis. Menurut Pena et al. (1998), hama ini menjadi key pest pada buah- buahan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Lebih lanjut Pena et al. (1998) menyatakan akibat serangan lalat buah ini, beberapa jenis buah-buahan yang diekspor ke Jepang pada tahun 1981 semuanya ditolak karena terinfestasi hama lalat buah. Kuswadi (2011) menyatakan bahwa buah yang diserang akan rusak, lalu gugur sebelum dipanen dan membusuk. Pada buah yang terserang biasanya terdapat lubang kecil di bagian tengah kulitnya (Anonim, 2014). Lebih lanjut Anonim (2014) menyatakan bahwa serangan lalat buah

KEEFEKTIFAN BAKTERI Serratia ENDOSIMBION WBC …

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

V o l u m e 3 , N o m o r 2 , J u l i 2 0 2 0 |

Jurnal Agrowiralodra | 60

KEEFEKTIFAN BAKTERI Serratia ENDOSIMBION WBC TERHADAP

LALAT BUAH MELON (Bactrocera cucurbitae)

Maya Astriani1, Rostaman

2, Ismangil

3

1,2,3

Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman

*[email protected]

Abstrak

Lalat buah (Bactrocera spp.) merupakan salah

satu hama penting pada tanaman buah-buahan dan

sayuran di Indonesia. Hama ini bersifat polifag,

menyerang berbagai jenis tanaman demi kelangsungan

hidupnya. Di alam, bakteri Serratia mengakibatkan

kematian wereng batang coklat. Penelitian ini bertujuan

untuk: 1) mengetahui keefektifan bakteri Serratia

Endosimbion WBC berdasarkan mortalitas lalat buah

Bactrocera cucurbitae, 2) memastikan penularan

bakteri tersebut secara transovarial, 3) mengetahui

abnormalitas imago keturunan pertama (G1) akibat

perlakuan bakteri tersebut. Penelitian ini dilaksanakan

pada bulan Maret – Juni 2014 di BBPOPT Jatisari,

Karawang dengan rancangan percobaan. Rancangan

Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 5

ulangan. Perlakuan tersebut antara lain: 1) Kontrol atau

tanpa Bakteri Serratia (B0), 2) B1 : 3,09 x 1046 sel/mL

bakteri Serratia, 3) B2 : 2,16 x 1052 sel/mL bakteri

Serratia, 4) B3 : 1,73 x 1061 sel/mL bakteri Serratia, 5)

B4 : 4,5 x 1066 sel/mL bakteri Serratia. Data dianalisis

menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan DMRT.

Hasil penelitian mengungkapkan mortalitas imago

sangat rendah yaitu 4 %, bakteri bersifat transovarial,

tidak mengakibatkan abnormalitas imago keturunan

pertama. Bakteri ini belum dapat digunakan sebagai

agen pengendali hayati lalat buah yang potensial.

Kata kunci : Bactrocera cucurbitae, Serratia,

transovarial

Abstract

Bactrocera spp. is one of the important pests of fruit

and vegetable crops in Indonesia. This pest is

polyphagous has many hosts plants for survival. In the

nature, the bacteria Serratia cause mortality of brown

planthopper. The goals of the research were to: 1) find

out the effectiveness of Bacteria Serratia Endosimbion

WBC based on mortality of fruit flies Bactrocera

cucurbitae, 2) examine bacterial transmission that is

transovarial, 3) know abnormality of imago at the first

generation (G1). This research was conducted onMarch

until June 2014 in BBPOPT Jatisari, Karawang, using a

complete randomized design (CRD) with 5 treatments

and 5 replications. The treatments were: 1) Control

(B0), 2) B1 : 3,09 x 1046 cells/mL bacterium Serratia,

3) B2 :2,16 x 1052 cells/mL bacterium Serratia, 4) B3 :

1,73 x 1061 cells/mL bacterium Serratia, 5) B4 :4,5 x

1066 cells/mL bacterium Serratia. Data were analyzed

using ANOVA and followed with DMRT. The result

showed mortality of imago was very low, only 4 %, the

bacteria are transovarial, there were not effect for

abnormality imago at the first generation. This

bacterium is not recommended as a biological agent of

fruit flies.

Keyword: Bactrocera cucurbitae, Serratia, transovarial

Pendahuluan

Lalat buah merupakan salah satu hama yang

paling merugikan dalam budidaya tanaman buah-

buahan maupun sayuran di dunia (Herlinda et al., 2007).

Lebih lanjut Herlinda et al. (2007) menyatakan bahwa,

hama ini merugikan karena menyerang langsung produk

pertanian, yaitu buah. Masih menurut Herlinda et al.

(2007), hama lalat buah ini bersifat polifag karena

menyerang berbagai macam buah seperti melon, cabai,

belimbing, semangka, dan lain-lain. Menurut Sukarmin

(2011) lebih kurang 75 % dari tanaman buah dapat

diserang oleh hama ini. Muryati (2008) menyatakan

bahwa lalat buah dapat menyebabkan kerusakan

langsung terhadap 150 spesies buah dan sayur-sayuran

baik di daerah tropis maupun subtropis. Menurut Pena

et al. (1998), hama ini menjadi key pest pada buah-

buahan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Lebih

lanjut Pena et al. (1998) menyatakan akibat serangan

lalat buah ini, beberapa jenis buah-buahan yang

diekspor ke Jepang pada tahun 1981 semuanya ditolak

karena terinfestasi hama lalat buah. Kuswadi (2011)

menyatakan bahwa buah yang diserang akan rusak, lalu

gugur sebelum dipanen dan membusuk. Pada buah yang

terserang biasanya terdapat lubang kecil di bagian

tengah kulitnya (Anonim, 2014). Lebih lanjut Anonim

(2014) menyatakan bahwa serangan lalat buah

V o l u m e 3 , N o m o r 2 , J u l i 2 0 2 0 |

Jurnal Agrowiralodra | 61

ditemukan terutama pada buah yang hampir masak.

Masih menurut Anonim (2014), gejala awal ditandai

dengan noda/titik bekas tusukan ovipositor (alat peletak

telur) lalat betina saat meletakkan telur ke dalam buah.

Selanjutnya Anonim (2014) juga menyatakan karena

aktivitas hama di dalam buah, noda tersebut

berkembang menjadi meluas. Menurut Anonim (2014),

larva memakan daging buah sehingga menyebabkan

buah busuk sebelum masak dan menyebabkan kerugian

mencapai 30-60 %. Kuswadi (2011) juga menyatakan

bahwa membusuknya buah terjadi karena kerusakan

jaringan akibat dimakan larva lalat dan aktifitas bakteri

pembusuk yang bersimbiose dengan larva tersebut.

Menurut Anonim (2006), lalat buah selama ini

merupakan hama pengganggu yang menurunkan

produksi dan merusak buah segar nasional. Lebih lanjut

Anonim (2006) menyatakan bahwa berdasarkan survei

lapang kerugian yang diakibatkan oleh hama ini

mencapai sekitar Rp 2,49 Milyar. Menurut Staff Balai

Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (2003),

berdasarkan berita yang dimuat dalam Media Bisnis

Indonesia tanggal 2 Maret 2003, luas serangan lalat

buah diperkirakan mencapai 4.790 ha dengan kerugian

Rp 21,99 Milyar. Menurut Tarigan (2012), beberapa

tahun terakhir (2009-2010), rata-rata tingkat kehilangan

hasil buah jeruk di kecamatan Tigapanah dan Barusjahe

mencapai 30 % dan Kecamatan Simpang Empat

mencapai 60 %. Lebih lanjut Tarigan (2012)

menyatakan bahwa, dari produksi jeruk tahun 2010

sebesar 359.445 ton dan buah jeruk yang gugur akibat

hama lalat buah adalah 154.022,18 ton (42,85 %).

Menurut Staff Ditbuah Hortikultura (2006), cara

pengendalian lalat buah yang telah dilakukan selama ini

antara lain yaitu dengan sanitasi lingkungan

(mengumpulkan buah yang terserang), pembungkusan

buah dengan kertas/kantong plastik, penggunaan

perangkap atraktan (bahan pemikat lalat buah) dan

insektisida. Pengendalian serangga hama merupakan

masalah utama yang dihadapi oleh para petani

Indonesia, namun belum ada solusi tepat dalam

penanganannya (Jumiarti, 2012). Selama ini, petani

sangat tergantung kepada pestisida kimia untuk

mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Menurut

Samsudin (2008), penggunaan pestisida yang

berlebihan, tidak saja akan meningkatkan biaya

produksi, tetapi juga berdampak buruk bagi kesehatan

petani, konsumen maupun keseimbangan hayati

sekitarnya. Lebih lanjut Samsudin (2008) menyatakan

bahwa beberapa pengaruh negatif yang akan timbul

akibat penggunaan pestisida kimia sintetis adalah hama

menjadi resisten (kebal), peledakan hama akibat tidak

efektifnya pemakaian pestisida, penumpukan residu

yang dapat membahayakan petani/pengguna dan

konsumen, ikut terbunuhnya musuh alami, terjadinya

polusi lingkungan, dan perubahan status hama dari

hama minor menjadi hama utama. Jumiarti (2012)

menyatakan bahwa, pemanfaatan protein insektisidal

dari bakteri entomopatogen Serratia berpotensi dalam

menekan pertumbuhan serangga hama. Serratia adalah

bakteri gram negatif famili Enterobateriaceae yang

memiliki flagella peritrik, sehingga bersifat motil

(Priyatno et al., 2011). Lebih lanjut Priyatno et al.

(2011) menyatakan bahwa habitat Serratia terutama di

air dan tanah, pada permukaan daun, serta di dalam

tubuh serangga, hewan, dan manusia. Hasil penelitian

Priyatno et al. (2011) membuktikan bahwa bakteri

merah yang diisolasi dari wereng batang coklat (WBC)

terbukti bersifat patogenik terhadap WBC dan serangga

lainnya. Lebih lanjut Priyatno et al. (2011) menyatakan

sel bakteri yang diaplikasikan dengan konsentrasi 106 -

107 sel/mL mematikan WBC 65,6-78,2 %. BBPOPT

berhasil menemukan bakteri Serratia yang telah

diidentifikasi sebagai bakteri Serratia Endosimbion

WBC. Bakteri ini terbukti dapat membunuh ulat

Spodoptera exigua mencapai 100 % atau hasil paling

sempurna dalam hal membunuh hama. Selain S. exigua,

bakteri ini telah diuji keefektifannya terhadap beberapa

hama, antara lain Plutella xylostella, Crocidolomia

pavonana (binotallis), kutu daun mangga dan belalang

kembara (Wibowo et al., 2002). Untuk mengetahui

efektifitas bakteri Serratia sebagai patogen hama

tanaman, diperlukan uji coba terhadap hama lain, yaitu

lalat buah Bactrocera.

Penelitian ini bertujuan untuk : 1. mengetahui

keefektifan bakteri Serratia berdasarkan mortalitas lalat

buah Bactrocera cucurbitae, 2. memastikan penularan

bakteri tersebut secara transovarial, 3. mengetahui

tingkat abnormalitas imago keturunan pertama (G1)

yang akibat perlakuan bakteri tersebut.

V o l u m e 3 , N o m o r 2 , J u l i 2 0 2 0 |

Jurnal Agrowiralodra | 62

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Vapor Heat Treatment (VHT) dan Laboratorium

Fitopatologi Balai Besar Peramalan Organisme

Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) Jatisari, Karawang,

pada bulan Maret – Juni 2014.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian

ini terdiri dari :

imago lalat buah Bactrocera cucurbitae sebanyak 500

ekor lalat buah (250 jantan dan 250 betina), timun, air

steril, kentang, gula pasir, Nutrient Agar, alkohol 70 %,

isolat murni bakteri Serratia. Alat-alat yang digunakan

dalam penelitian ini antara lain panci berdiameter 25

cm, pengaduk, jarum ose, gunting, api bunsen, Laminar

Air Flow (LAF), kompor gas, corong berdiameter 10

cm, timbangan analitik dengan ketelitian 0,001 mg,

gelas ukur 500 mL dan 1000 mL, pisau, spidol, cawan

petri berdiameter 9,5 cm, tabung reaksi 50 mL,

autoclave 24 liter, erlenmeyer 1000 mL, mikroskop

cahaya (perbesaran maksimum 1000 kali), kurungan

dan rangka besi berbentuk kubus dengan ukuran 30 x 30

x 30 cm, jarum suntik 100 cc, saringan dengan diameter

20 cm, gelas peneluran lalat buah, Gauze (kain hitam

untuk peneluran lalat buah), kuas kecil (untuk

menghitung telur lalat buah), kuas sedang (untuk

mengolesi gauze dengan jus buah), pinset, handcounter,

toples sedang berdiameter 15 cm dan tinggi 25 cm,

kertas label, kapas, botol vial.

Rancangan yang digunakan adalah rancangan

acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan yang didasari

oleh uji pendahuluan, yaitu :

1. Kontrol atau tanpa Bakteri Serratia (B0),

2. B1 : Bakteri Serratia/50 mL air (3,09 x 1046 sel/mL);

3. B2 : Bakteri Serratia/50 mL air (2,16 x 1052 sel/mL);

4. B3 : Bakteri Serratia/50 mL air (1,73 x 1061 sel/mL);

5. B4 : Bakteri Serratia/50 mL air (4,5 x 1066 sel/mL).

Masing-masing perlakuan tersebut diulang sebanyak 5

kali dan pengamatan variabel dilakukan selama 25 hari.

Variabel Pengamatan

1. Mortalitas imago B. Cucurbitae

Cara mengukur mortalitas imago adalah melihat jumlah

imago lalat yang mati dan jumlah seluruh lalat dalam

perlakuan yang sama dengan menggunakan rumus

sebagai berikut. Mortalitas imago = jumlah imago mati

jumlah imago yang di uji x 100 %

𝑀𝑜𝑟𝑡𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 =𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑚𝑎𝑔𝑜 𝑚𝑎𝑡𝑖

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑚𝑎𝑔𝑜 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑢𝑗𝑖× 100%

2. Jumlah telur yang dihasilkan

Mencatat banyaknya telur yang dihasilkan selama

periode peneluran. Periode peneluran dilakukan

sebanyak 5 kali setelah lalat dewasa, dengan rentang

waktu 5 hari (5 hari, 10 hari, 15 hari, 20 hari, dan 25

hari setelah lalat dewasa). Peneluran dilakukan selama 1

jam setelah peletakan gelas peneluran

3. Daya tetas telur (Hatchability)

Menghitung banyaknya telur yang menetas dan

membandingkan dengan jumlah seluruh telur yang

dihasilkan lalat buah, dengan rumus: Daya tetas telur =

jumlah telur yang menetas jumlah telur yang di uji x

100 %

𝑑𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑠 =𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑒𝑡𝑎𝑠

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑢𝑗𝑖× 100%

4. Abnormalitas keturunan

Melakukan pengamatan terhadap morfologi imago yang

tidak normal

Analisis data

Data hasil pengamatan dianalisis keragamannya

menggunakan uji F (Analisis Varians) dengan taraf

kesalahan (error) ὰ = 5 %. Apabila ada pengaruh

perlakuan yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji

Duncan (DMRT = Duncan Multiple Range Test) dengan

taraf kesalahan 5 %.

Hasil dan Pembahasan

Hasil uji pendahuluan dengan menggunakan 3

perlakuan yaitu 0 (kontrol) dengan simbol L0, 1,53 x

1040 sel/mL Serratia (L1), dan 3,09 x 1046 sel/mL

bakteri Serratia (L2) didapatkan hasil bahwa tidak

adanya kematian pada perlakuan (L1) yaitu 1,53 x 1040

sel/mL bakteri Serratia. Kematian imago lalat buah ini

didapatkan pada perlakuan L2 pada hari kesepuluh

setelah aplikasi dan hanya 5 lalat saja yang mati.

Berdasarkan hasil uji pendahuluan tersebut dapat

disimpulkan bahwa konsentrasi yang menjadi

konsentrasi awal dilakukannya penelitian ini yaitu pada

konsentrasi 3,09 x 1046 sel/mL bakteri Serratia (L2)

dan akan dinaikkan konsentrasi bakteri Serratia ini

untuk uji lanjutnya. Pada pengujian keefektifan bakteri

Serratia ini dilakukan kenaikan konsentrasi yaitu 1)

Kontrol atau tanpa Bakteri Serratia (B0), 2) B1 : 3,09 x

1046 sel/mL bakteri Serratia, 3) B2 : 2,16 x 1052

sel/mL bakteri Serratia, 4) B3 : 1,73 x 1061 sel/mL

bakteri Serratia, 5) B4 : 4,5 x 1066 sel/mL bakteri

Serratia. Mekanisme kerja dari bakteri patogen terhadap

lalat buah Bactrocera cucurbitae, harus melalui oral.

Hal ini mengharuskan populasi bakteri patogen tersebut

masuk ke dalam sistem pencernaan makanan lalat buah

agar dapat menginfeksinya. Di dalam abdomen, bakteri

tersebut akan bekerja dan akan merusak sistem

pencernaan makanan serangga tersebut (Wibowo et al.,

2001). Oleh karena itu dalam penelitian ini bakteri

Serratia dicampurkan ke dalam air minum lalat buah.

V o l u m e 3 , N o m o r 2 , J u l i 2 0 2 0 |

Jurnal Agrowiralodra | 63

Air minum lalat buah ini disimulasikan sebagai sari

buah yang biasa di konsumsi oleh lalat buah.

A. Pengaruh Bakteri Serratia Terhadap

Mortalitas Lalat Buah

Data diperoleh dari hasil pengamatan selama 25

hari setelah dilakukannya aplikasi. Data disajikan dalam

bentuk tabel dan gambar (Tabel 1 dan Gambar 3).

Tabel 1 dan Gambar 3 menunjukkan bakteri

Serratia dapat mematikan imago lalat buah Bactrocera

cucurbitae. Dari hasil pengamatan menunjukkan bakteri

Serratia memiliki daya mematikan yang sangat rendah.

Dapat mematikan lalat buah artinya, bakteri ini dapat

merusak alat pencernaan lalat buah. Hal ini disebabkan

oleh prodigiosin pada bakteri Serratia yang merupakan

racun mematikan bagi lalat tersebut. Menurut Wibowo

et al. (2002), warna merah pada tubuh hama yang

terinfeksi oleh bakteri Serratia ini merupakan indikator

adanya produksi prodigiosin. Menurut Grimont and

Grimont (1978), bakteri Serratia adalah patogen

serangga yang dapat menghasilkan beberapa enzim

hidrolitik (contoh : protease dan kitinase a), yang

beberapa diantaranya telah terbukti sebagai racun.

Pada penelitian sebelumnya, bakteri ini telah di

uji di berbagai macam hama, salah satunya adalah ulat

Spodoptera exigua. Menurut Wibowo et al. (1999) pada

hasil kajian Balai Besar Peramalan Organisme

Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) ini dihasilkan

bahwa bakteri Serratia ini berpengaruh terhadap

mortalitas larva S. exigua. Lebih lanjut Wibowo et al.

(1999) menyatakan bahwa, jumlah populasi rata – rata

larva rendah yaitu berkisar antara 2,5 ekor/rumpun

sampai dengan 8,8 ekor/rumpun. Masih menurut

Wibowo et al. (1999), populasi menurun rata – rata lima

hari setelah aplikasi, kecuali perlakuan kontrol. Wibowo

et al. (1999) juga menyatakan, tingkat mortalitas ulat

daun bawang merah (S.exigua) yang terinfeksi oleh

bakteri patogen dapat mencapai 100% dalam waktu 16

hari setelah aplikasi. Adanya perbedaan yang sangat

drastis antara persentase mortalitas S. exigua dengan

lalat buah Bactrocera ini diduga dipicu karena

perbedaan strain bakteri Serratia yang digunakan. Strain

bakteri yang digunakan untuk mengendalikan S. exigua

merupakan strain bakteri yang diisolasi dari abdomen

wereng batang coklat, sedangkan yang digunakan untuk

mengendalikan lalat buah Bactrocera ini merupakan

strain bakteri yang diisolasi dari abdomen lalat buah

yang bergejala bakteri Serratia. Lemahnya strain bakteri

Serratia yang diisolasi dari abdomen lalat buah ini

diduga karena adanya antibiotik di dalam tubuh lalat

tersebut yang berfungsi untuk memfagositasi bahan

asing yang dapat menghambat pertumbuhan dan

perkembangan bakteri Serratia, sehingga bakteri

Serratia yang masuk ke dalam tubuh lalat buah ini

hancur dan terbuang.

Lalat buah yang terinfeksi oleh bakteri Serratia

menunjukkan gejala yang sama dengan serangga –

serangga lain yang telah diuji sebelumnya. Gejala yang

ditimbulkan adalah ketahanan tubuh yang semakin

melemah setelah diperlakukan dengan bakteri Serratia,

nafsu makan dan minum yang berkurang dibandingkan

dengan lalat yang tidak diperlakukan bakteri ini, tubuh

V o l u m e 3 , N o m o r 2 , J u l i 2 0 2 0 |

Jurnal Agrowiralodra | 64

lalat yang berubah warna menjadi merah kecuali sayap

dan kemudian mati. Ketika abdomen lalat buah ini

dibedah, cairan dari abdomen yang keluar berwarna

merah, kemudian cairan ini di eksplorasi ke dalam

media PSA, dan muncul koloni bakteri Serratia

(Lampiran 1 Gambar 2). Dengan munculnya koloni

bakteri ini dari abdomen lalat buah yang bergejala,

dapat disimpulkan bahwa lalat buah Bactrocera

cucurbitae ini mati memang akibat terinfeksi bakteri

Serratia. Bakteri Serratia memiliki daya mematikan

yang sangat rendah artinya, adanya kandungan zat yang

dapat menghambat infeksi dari prodigiosin untuk

merusak organ pencernaan lalat buah. Penyebabnya

adalah karakteristik bakteri Serratia yang merupakan

patogen lemah dan hanya dapat menyerang serangga

sasaran ketika serangga tersebut dalam keadaan tertekan

(Khannafari et al., 2006). Menurut Bagariang (2014),

lalat buah ini merupakan salah satu serangga yang

memiliki ketahanan tubuh (imunitas) yang cukup kuat.

Lebih lanjut Bagariang (2014) menyatakan bahwa pada

uji perendaman dengan air panas (hot water immersion

test) terhadap telur B. cucurbitae di Balai Besar

Peramalan organisme Pengganggu Tumbuhan

(BBPOPT) Jatisari, telur lalat buah ini masih dapat

menetas sampai suhu diatas 48ºC (Bagariang, 2014).

Dapat disimpulkan bahwa, bakteri Serratia ini tidak

efektif dalam mematikan lalat buah Bactrocera

cucurbitae, karena memiliki persentase kematian

(mortalitas) yang sangat rendah. Menurut Staff Dinas

Perlindungan Tanaman Hortikultura (2013) syarat suatu

patogen serangga dikatakan efektif apabila memiliki

nilai LD50 pada kepadatan 106 dan nilai LT50 dalam

waktu kurang dari empat hari, sedangkan bakteri

Serratia ini hanya dapat mematikan 4 % populasi lalat

buah selama kurun waktu 25 hari.

B. Pengaruh Bakteri Serratia Terhadap

Kemampuan Bertelur Lalat Buah

Data disajikan dalam bentuk gambar dan tabel.

Gambar 5 menunjukkan terjadi peningkatan jumlah

telur yang dihasilkan lalat buah selama 5 periode

peneluran. Peningkatan jumlah telur yang dihasilkan

artinya, semakin bertambahnya umur lalat buah maka

jumlah telur yang dihasilkan akan semakin banyak. Hal

ini disebabkan oleh proses fisiologi yang berlangsung

dalam tubuh lalat buah tidak mengalami hambatan serta

semakin bertambahnya umur lalat buah proses

reproduksi akan berjalan sempurna karena organ-organ

reproduksi yang semakin matang.

Gambar 5 juga menunjukkan pada periode

peneluran pertama (5 hari setelah lalat dewasa) lalat

tidak menghasilkan telur sama sekali. Tidak

menghasilkan telur sama sekali artinya, adanya

penghambatan proses reproduksi yang mengakibatkan

lalat tersebut tidak dapat memproduksi telur. Hal ini

disebabkan oleh umur lalat yang masih terlalu muda

dalam berkopulasi serta organ reproduksi yang dimiliki

lalat tersebut belum sempurna. Menurut Bagariang

(2014) lalat buah sudah mulai bertelur pada umur 7 hari

setelah dewasa, karena pada umur 7 hari tersebut lalat

sudah memiliki masa kematangan seksual, dibawah 7

hari lalat buah masih belum dapat menghasilkan telur.

Tabel 2 menunjukkan bakteri Serratia

menyebabkan penurunan jumlah telur yang dihasilkan

lalat buah. Penurunan jumlah telur artinya adanya

penghambatan proses reproduksi telur lalat buah karena

adanya perusakan saluran reproduksi oleh bakteri

Serratia. Hal ini disebabkan oleh menurunnya

ketahanan tubuh lalat buah yang menyebabkan

V o l u m e 3 , N o m o r 2 , J u l i 2 0 2 0 |

Jurnal Agrowiralodra | 65

munculnya prodigiosin yang dimiliki bakteri Serratia

sehingga proses reproduksi lalat buah tersebut menjadi

terganggu. Bakteri Serratia masuk melalui oral ke

dalam tubuh lalat buah dan menyebar melalui saluran

pencernaan serta merusak saluran pencernaan lalat

tersebut. Rusaknya saluran pencernaan ini diikuti oleh

terganggunya proses reproduksi yang dialami lalat buah,

karena adanya saluran yang menghubungkan saluran

pencernaan dengan saluran reproduksi lalat buah

tersebut. Saluran tersebut membawa prodigiosin yang

dimiliki bakteri Serratia masuk ke dalam saluran

reproduksi lalat dan merusaknya. Munculnya

prodigiosin ini disebabkan oleh menurunnya ketahanan

tubuh lalat buah. Apabila ketahanan tubuh (imunitas)

lalat menurun, tubuh lalat tersebut mudah terserang

berbagai penyakit, salah satunya yaitu infeksi dari

bakteri. Kondisi tertekan suatu serangga merupakan

peluang bagi bakteri Serratia untuk merusak proses

fisiologi serangga tersebut.

Tabel 2 menunjukkan adanya persamaan jumlah

telur yang dihasilkan lalat buah pada perlakuan B1, B2

dan B3. Adanya persamaan telur yang dihasilkan

artinya, jumlah prodigiosin yang mengganggu proses

reproduksi lalat buah pada ketiga perlakuan tersebut

sama. Hal ini disebabkan oleh ketahanan tubuh lalat

lalat ketika aplikasi pada ketiga perlakuan tersebut

menurun sehingga memberi peluang bagi prodigiosin

untuk mengganggu proses reproduksi lalat tersebut.

Tabel 2 juga menunjukkan peningkatan jumlah

telur yang dihasilkan lalat buah pada perlakuan bakteri

Serratia yaitu B4, sedangkan pada perlakuan B1, B2,

B3 terjadi penurunan jumlah telur. Terjadinya

perbedaan jumlah telur yang dihasilkan lalat buah pada

perlakuan Serratia ini artinya, adanya faktor

pengganggu munculnya prodigiosin yang dimiliki oleh

bakteri Serratia sehingga banyaknya prodigiosin pada

perlakuan tertinggi (B4) lebih sedikit mucul

dibandingkan perlakuan bakteri Serratia lainnya. Hal ini

disebabkan oleh habitat bakteri Serratia yang kurang

sesuai untuk memunculkan prodigiosin. Pada perlakuan

B4 lalat yang diaplikasi memiliki ketahanan tubuh yang

lebih kuat dibanding lalat yang diperlakukan pada

perlakuan B1, B2 dan B3. Bakteri Serratia ini hanya

dapat menyerang ketika serangga sasaran mengalami

tekanan atau kondisi tubuh dan lingkungan yang tidak

sesuai.

Dapat disimpulkan bahwa bakteri Serratia dapat

mengganggu proses reproduksi lalat buah apabila lalat

mengalami kondisi yang tertekan sehingga bersifat

transovarial. Transovarial adalah penularan mikroba

secara vertikal dari induk kepada anak keturunannya

melalui telur (Rahayu, 2014). Apabila lalat tersebut

berada pada kondisi yang sesuai dan memiliki

kekebalan tubuh yang kuat bakteri tersebut tidak

berpengaruh apapun terhadap lalat tersebut.

C. Pengaruh Bakteri Serratia Terhadap Daya

Tetas Telur (Hatchability) Lalat Buah

Data diperoleh dari hasil pengamatan setelah 48

jam dilakukannya peneluran. Data disajikan dalam

bentuk tabel dan gambar (Tabel 3 dan Gambar 6).

Tabel 3 dan Gambar 6 menunjukkan bakteri

Serratia dapat menurunkan persentase daya tetas telur

dilihat dari lebih besarnya daya tetas telur lalat buah

pada kontrol dibandingkan dengan lalat buah yang

diperlakukan bakteri Serratia. Artinya, bakteri ini dapat

merusak produktivitas telur yang dihasilkan lalat buah.

Hal ini disebabkan oleh infeksi dari metabolit sekunder

V o l u m e 3 , N o m o r 2 , J u l i 2 0 2 0 |

Jurnal Agrowiralodra | 66

yang terkandung di dalam bakteri Serratia yang berupa

prodigiosin. Metabolit sekunder ini diturunkan dari

imago lalat buah yang diperlakukan oleh bakteri

Serratia kepada keturunan selanjutnya. Metabolit

sekunder ini mengganggu produktivitas lalat buah

dalam menghasilkan telur sehingga telur yang

dihasilkan tersebut tidak dapat menetas dan tidak dapat

melanjutkan siklus hidupnya. Gangguan dari bakteri

Serratia ini yaitu bakteri merusak saluran reproduksi

lalat buah tersebut. Walaupun saluran reproduksi lalat

ini dirusak, telur masih bisa dibuahi oleh sel sperma

lalat jantan dan lalat ini dapat menghasilkan telur, hanya

saja telur yang dihasilkan akan bersifat steril sehingga

tidak dapat menetas.

Tabel 3 menunjukkan perlakuan B1 memiliki

persentase daya tetas yang paling tinggi dibandingkan

kontrol dan perlakuan lainnya. Artinya, bakteri tersebut

tidak mengganggu saluran reproduksi lalat buah. Hal ini

disebabkan oleh jumlah metabolit sekunder yang

menginfeksi keturunan lalat tersebut lebih sedikit

dibandingkan perlakuan lainnya. Sedikitnya kandungan

metabolit sekunder ini disebabkan oleh kuatnya

ketahanan tubuh pada perlakuan B1 ini sehingga

menyebabkan metabolit sekunder tidak muncul

sebanyak perlakuan lainnya. Metabolit sekunder ini

akan muncul apabila serangga sasaran dalam keadaan

yang tertekan atau kondisi yang tidak sesuai dengan

habitat serangga tersebut (Khannafari et al., 2006).

Selain itu, telur lalat buah ini memiliki ketahanan tubuh

yang kuat karena adanya lapisan kulit telur yang dilapisi

oleh senyawa kitin. Senyawa kitin ini tidak dapat

ditembus oleh bakteri Serratia karena adanya pengujian

yang menunjukkan bahwa bakteri ini tidak mengandung

enzim kitinolisis yang tidak mampu mendegradasi kitin

(Dwimartina, 2014).

Tabel 3 menunjukkan perlakuan B2 dan B3

memiliki daya tetas yang sama. Artinya, pada kedua

perlakuan tersebut memiliki daya infeksi yang sama.

Hal ini disebabkan oleh terganggunya proses reproduksi

yang dialami oleh lalat buah karena adanya peran serta

metabolit sekunder yang merusak sistem reproduksi

lalat buah tersebut. Metabolit sekunder yang berupa

prodigiosin ini bersifat racun bagi lalat buah.

D. Pengaruh Bakteri Serratia Terhadap

Abnormalitas Imago Keturunan Pertama (G1)

Lalat Buah Data disajikan dalam bentuk tabel

(Tabel 4). Tabel 4 menunjukkan bakteri Serratia tidak

mengakibatkan abnormalitas imago keturunan lalat

buah Bactrocera cucurbitae.

Tidak mengakibatkan abnormalitas imago

keturunan lalat buah artinya, bakteri Serratia tidak

mengubah material genetik lalat buah. Hal ini

disebabkan oleh kandungan metabolit sekunder yang

tidak berhasil lolos dalam merusak jaringan

pertumbuhan lalat buah. Kemungkinan tidak lolosnya

bakteri ini dalam merusak jaringan pertumbuhan lalat

buah yaitu karena terfagositasinya bakteri pada saat lalat

mencapai fase larva menjadi pupa, sehingga imago yang

dihasilkan normal.

Kesimpulan

1. Bakteri Serratia dapat mematikan lalat buah dengan

tingkat mortalitas sangat rendah maksimal 4 % (pada

perlakuan B3).

2. Bakteri Serratia bersifat transovarial.

3. Bakteri Serratia tidak mengakibatkan abnormalitas

imago keturunan pertama lalat buah karena tidak

merusak material genetik lalat buah.

4. Bakteri Serratia belum dapat dikategorikan sebagai

agensia hayati pengendali hama lalat buah yang

efektif.

Daftar Pustaka

Anonim. 2006. Kerugian akibat lalat buah Rp 2,49

milyar (On-line).

http://www.balipost.co.id/balipostcetak/200

6/4/28/e3.htm. Diakses pada tanggal 22

Juni 2014.

Anonim. 2014. Lalat buah (Bactrocera sp.).

http://www.bkp-

pangkalpinang.deptan.go.id/download/Lalat

%20Buah.htm. Diakses pada tanggal 10

Oktober 2014.

Bagariang, W. 2014. Uji perendaman telur lalat buah

dengan air panas (hot water immersion

test). Komunikasi Pribadi. Laboratorium

VHT BBPOPT Jatisari.

V o l u m e 3 , N o m o r 2 , J u l i 2 0 2 0 |

Jurnal Agrowiralodra | 67

Dwimartina, Fina. 2019. Keefektifan Bakteri Serratia

Endosimbion WBC terhadap Ulat Grayak

(Spodoptera litura L) di Laboratorium.

Jurnal Agro Wiralodra. 3(1): 29-35.

Grimont, P. A. D and F. Grimont. 1978. The genus

Serratia. Annual Review of Microbiology.

32: 221-248.

Herlinda, S., Zuroaidah, Y. Pujiastuti, S. Samad, dan T.

Adam. 2007. Spesies lalat buah yang

menyerang sayuran Solanaceae dan

Cucurbitaceae di Sumatera Selatan. J. Hort.

18 (2): 212-220.

Jumiarti, P. 2012. Pemurnian dan Karakterisasi Protein

Insektisidal dari Bakteri Entomopatogen.

Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Kuswadi, A. N. 2011. Kerusakan morfologis dan

histologis organ reproduksi lalat buah

Bactrocera carambolae (Drew and

Hancock) (Diptera; Tephritidae) jantan

yang dimandulkan dengan iradiasi gamma.

Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi .

7 (1):1-2.

Muryati, A. Hasyim, dan Riska. 2008. Preferensi spesies

lalat buah terhadap atraktan metil eugenol

dan cue-lure dan populasinya di Sumatera

Barat dan Riau. J. Hort. 18(2): 227-233.

Pena J. E., A. I. Mohyoudin and M. Wysoki. 1998. A

review of the pest management situation in

mango agroecosystems. J. Phytoparasitica.

26(2):1-20.

Priyatno, T. P., Y. A. Dahliani, Y. Suryadi, I. M.

Samudra, D. N. Susilowati, I. Rusmana, B.

S. Wibowo, dan C. Irwan. 2011.

Identifikasi entomopatogen bakteri merah

pada wereng batang coklat (Nilaparvata

lugens Stal.). Jurnal AgroBiogen. 7 (2): 85-

95.

Rahayu, I. 2014. Faktor-faktor Pengaruh, Agen

Penyebab dan Cara Penularan Penyakit

pada Ternak. Skripsi. Universitas

Muhammadiyah. Malang.

Samsudin. 2008. Pengendalian hama dengan insektisida

botani. http://pertaniansehat.go.id. Di akses

tanggal 18 September 2014.

Staff Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.

2013. Perangkap Lalat Buah. Balittro,

Bogor. Hal. 1-2.

Staff Ditbuah Hortikultura. 2006. SOP Melon

Pekalongan (On-line).

http://ditbuah.hortikultura.deptan.go.id/adm

in/layanan/SOP_Melon_Peka longan.pdf.

Diakses pada tanggal 24 Februari 2014.

Staff Direktorat Perlindungan Hortikultura. 2013.

Pedoman Standar Mutu Agens Hayati dan

Biopestisida pada Tanaman Hortikultura.

Direktorat Jenderal Hortikultura, Jakarta.

Hal. 12-13.

Sukarmin. 2011. Teknik identifikasi lalat buah di Kebun

Percobaan Aripan dan Sumani, Solok,

Sumatera Barat. Buletin Teknik Pertanian.

16 (1): 24-27.

Tarigan, A. 2012. Pengendalian Lalat Buah. Laporan

hasil. Dinas Pertanian dan Perkebunan,

Kab. Karo, Sumatera Utara. Hal. 1-2.

Uniprot, Consortium. 2011. Taxonomy

(On-line).

http://www.uniprot.org/taxonomy/616.

Diakses pada tanggal 20 September 2014.

Wibowo, B. S., L. Retnowati, C. Irwan, dan Y.

Kurniadi. 1999. Kumpulan Laporan Kajian

Kelompok Agens Hayati. Jatisari-

Karawang. Hal. 1-15.

Wibowo, B. S., L. Retnowati, dan C. Irwan. 2001.

Evaluasi cara Aplikasi bakteri Pato-gen

Serangga terhadap Serangga Pemakan dan

Pengisap Tanaman. Laporan Kajian.

BBPOPT, Jatisari. Hal. 23.

Wibowo, B.S., L. Retnowati, A. Sutaryat, C. Irwan, dan

Y. Kurniadi. 2002. Uji Lapang Bakteri

Merah terhadap Wereng batang Coklat (Di

Daerah Endemis). Laporan Kajian.

BBPOPT. Hal. 21.

Wibowo, B. S., H. Lanya, dan E. Suwardiwijaya. 2005.

Bakteri Patogen Serangga Harapan dari

Tengah Sawah. Laporan Kajian. Jatisari,

Karawang. Hal. 1- 5.

Wibowo, B. S. 2014. Bakteri Serratia Endosimbion

WBC. Komunikasi pribadi. Jatisari,

Karawang.