Upload
dokien
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN CIRC DENGAN STRATEGI MURDER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR
KREATIF SISWA KELAS VII
SKRIPSI
skripsi disajikan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
oleh
Chyntia Avianti
4101411197
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
i
KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN CIRC DENGAN STRATEGI MURDER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR
KREATIF SISWA KELAS VII
SKRIPSI
skripsi disajikan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
oleh
Chyntia Avianti
4101411197
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
ii
iii
iv
MOTTO
Maka, nikmat Tuhan-Mu yang manakah yang engkau dustakan?
(QS. Ar-Rahman: 13)
Bersabar, Berusaha, dan Bersyukur
PERSEMBAHAN
1. Untuk Ayah, Kakak, dan Almarhum Ibu
yang selalu mendoakanku dan memberiku
semangat.
2. Bapak dan Ibu Dosen Pembimbing yang
tidak pernah lelah membimbing dan
mengarahkan.
3. Untuk sahabat-sahabat yang selalu
mendukung.
4. Untuk teman-teman seperjuangan
khususnya Pendidikan Matematika
angkatan 2011.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Keefektifan Model Pembelajaran CIRC dengan Strategi
MURDER Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas VII”.
Skripsi ini dapat tersusun dan terselesaikan karena bantuan dan bimbingan
dari semua pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Prof. Dr. Zaenuri, S.E,M.Si,Akt., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.
3. Drs. Arief Agoestanto,M.Si., Ketua Jurusan Matematika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang serta
Dosen Wali yang telah memberikan arahan dan motivasi.
4. Drs. Supriyono, M.Si., Dosen Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
5. Putriaji Hendikawati, S.Si, M.Pd, M.Sc., Dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis dalam menyusun
skripsi ini.
6. Muh. Fajar Safa’atullah, S.Si, M.Si, Dosen Penguji yang telah memberikan
arahan dan saran perbaikan.
7. Drs. Lilik Nurcholis,M.Si., Kepala SMP Negeri 2 Bawen yang telah
memberikan izin penelitian.
vi
8. Anjas Yanuar, S.Pd., Guru matematika yang telah membantu terlaksananya
penelitian ini.
9. Seluruh dosen Jurusan Matematika, atas ilmu yang telah diberikan selama
menempuh studi.
10. Bapak, Kakak dan Almarhum Ibu, atas doa dan dukungan yang diberikan
selama ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
memberikan bantuan, motivasi serta doa kepada penulis.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan para
pembaca. Terima kasih.
Semarang, 9 Mei 2017
Penulis
vii
ABSTRAK Avianti, C. 2017. Keefektifan Model Pembelajaran CIRC dengan Strategi MURDER Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas VII. Skripsi,
Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang. Pembimbing 1 Drs. Supriyono, M.Si., dan 2.
Putriaji Hendikawati, S.Si, M.Pd, M.Sc.
Kata kunci: Keefektifan, CIRC, MURDER, Kemampuan Berpikir Kreatif.
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam mengerjakan soal geometri adalah model pembelajaran
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Hal ini sesuai dengan
kelebihan model pembelajaran CIRC yaitu dapat meningkatkan hasil belajar
khususnya dalam menyelesaikan soal yang berbentuk uraian. Untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa diperlukan pendekatan yang
tepat. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah strategi MURDER. Masing-masing langkah dalam MURDER berperan untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif siswa, misal dengan kegiatan Understand dan Recall siswa akan terangsang untuk berpikir kritis dalam menghadapi suatu
permasalahan, sedangkan dengan kegiatan Digest dan Expand siswa akan
terangsang untuk membiasakan diri berpikir secara kreatif dalam menyelesaikan
suatu permasalahan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan berpikir
kreatif siswa yang menggunakan pembelajaran model CIRC dengan strategi
MURDER mencapai ketuntasan klasikal, kemampuan berpikir kreatif siswa yang
menggunakan pembelajaran model CIRC dengan strategi MURDER mencapai
ketuntasan individual dan kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan
pembelajaran model CIRC dengan strategi MURDER lebih baik dari kemampuan
berpikir kreatif siswa yang menggunakan model pembelajaran yang biasa
diberikan dikelas.
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 2
Bawen tahun pelajaran 2016/2017. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian
ini adalah cluster random sampling. Data diperoleh dengan metode dokumentasi,
dan tes. Data hasil tes kemampuan berpikir kreatif dianalisis dengan
menggunakan uji t, uji proporsi, dan uji kesamaan dua rata-rata,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kemampuan berpikir kreatif kelas
eksperimen mencapai ketuntasan klasikan, (2) kemampuan berpikir kreatif kelas
eksperimen mencapai ketuntasan individual, dan (3) rata-rata kemampuan berpikir
kreatif kelas eksperimen lebik baik dari kemampuan berpikir kreatif kelas control.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model
pembelajaran CIRC dengan strategi MURDER efektif terhadap kemampuan
berpikir kreatif siswa kelas VII.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
PERNYATAAN ................................................................................................ ii
PENGESAHAN .................................................................................................. iii
MOTTO .............................................................................................................. iv
PERSEMBAHAN .............................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ v
ABSTRAK .......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
LAMPIRAN ........................................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 10
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 10
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................... 11
1.4.1. Manfaat Teoritis .................................................................. 11
1.4.2. Manfaat Praktis ................................................................... 11
1.4.2.1. Bagi Siswa .............................................................. 11
1.4.2.2. Bagi Guru ................................................................ 12
1.4.2.3. Bagi Peneliti ............................................................ 12
1.4.2.4. Bagi Sekolah ........................................................... 13
1.4.2.5. Bagi Mahasiswa ...................................................... 13
1.5. Penegasan Istilah .......................................................................... 13
1.5.1. Keefektifan .......................................................................... 13
1.5.2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe (CIRC) ................... 14
1.5.3. Strategi Murder ................................................................... 16
1.5.4. Kemampuan Berpikir Kreatif ............................................ 17
ix
1.5.5 Materi ................................................................................... 19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 20
2.1 Deskripsi Teoritik 20
2.1.1. Belajar Dan Teori Pembelajaran ....................................... 20
2.1.1.1. Teori Belajar Van Hiele ....................................... 24
1) Tahapan Pemahaman Geometri
Menurut Van Hiele .......................................... 25
2) Tahapan Pembelajaran Geometri
Menurut Van Hiele .......................................... 27
a) Tahap 1 Informasi
(Information) 27
b) Tahap 2 Orientasi Terarah/
Terpadu (Guided Orientation) ...................... 28
c) Tahap 3 Eksplisitasi (Eksplisitaion) .............. 28
d) Tahap 4 Orientasi Bebas
(Free Orientation) .......................................... 28
e) Tahap 5 Integrasi (Integration) ...................... 28
2.1.1.2. Teori Pembelajaran Sosial Vygotsky ................... 28
2.1.2. Pembelajaran Matematika 30
2.1.3. Pembelajaran Kooperatif 30
2.1.4. Model Pembelajaran Teori Kooperatif
Tipe CIRC 32
2.1.5. Strategi Murder 34
2.1.6. Model Pembelajaran Konvensional .................................. 38
2.1.7. Kemampuan Berpikir Kreatif ........................................... 39
2.1.8. Tinjauan Materi Segiempat 41
2.1.9 Penelitian Terdahulu yang Relevan .................................... 49
2.2 Kerangka Berpikir .............................................. ............................ 51
2.3 Hipotesis Penelitian.............................................. ........................... 55
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 57
3.1 Subjek Penelitian 57
x
3.1.1 Populasi .................................................................................. 57
3.1.2 Sampel ..................................................................................... 57
3.2 Variabel Penelitian ........................................................................... 58
3.3 Prosedur Penelitian .......................................................................... 58
3.4 Desain Penelitian ............................................................................. 60
3.5 Metode Pengumpulan Data .............................................................. 61
3.6 Instrumen Penelitian ........................................................................ 62
3.7 Perangkat Pembelajaran .................................................................. 64
3.8 Analisis Instrumen Tes ..................................................................... 64
3.8.1. Analisis Validitas ................................................................. 64
3.8.2. Analisis Reabilitas ................................................................ 66
3.8.3. Taraf Kesukaran ................................................................... 67
3.8.4. Daya Pembeda ...................................................................... 68
3.9. Teknik Analisis Data ....................................................................... 70
3.9.1 Analisis data Awal ................................................................. 70
3.9.1.1 Uji Normalitas ..................................................................... 70
3.9.1.2 Uji Homogenitas ................................................................. 71
3.9.1.3. Uji Kesamaan Rata-Rata .................................................... 72
3.9.2 Analisis Data Akhir ................................................................ 74
3.9.2.1 Uji Normalitas ..................................................................... 74
3.9.2.2 Uji Homogenitas ................................................................. 74
3.9.2.3 Uji Hipotesis ....................................................................... 75
1. Uji Hipotesis I (Uji Ketuntasan Klasikal) .............................. 75
2. Uji Hipotesis II (Uji Ketuntasan Individual) .......................... 76
3. Uji Hipotesis III (Uji Perbedaan Rata-Rata) ........................... 77
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 80
4.1 Hasil Penelitian ................................................................................ 80
4.1.1 Pelaksanaan Penelitian ............................................................ 80
4.1.2 Analisis Data Awal.................................................................. 81
4.1.2.1 Uji Normalitas ............................................................ 82
4.1.2.2 Uji Homogenitas ......................................................... 84
xi
4.1.2.3 Uji Kesamaan Dua Rata – Rata Sebelum Perlakuan .. 84
4.1.3 Analisis Data Akhir ................................................................. 85
4.1.3.1 Uji Normalitas ............................................................ 85
4.1.3.2 Uji Homogenitas Data Akhir Kemampuan Berfikir
Kreatif……………………………………………..... 87
4.1.3.3 Uji Hipotesis I ............................................................. 87
4.1.3.4 Uji Hipotesis II ........................................................... 89
4.1.3.5 Uji Hipotesis III .......................................................... 89
4.2 Pembahasan ....................................................................................... 91
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 97
5.1 Simpulan ............................................................................................ 97
5.2 Saran .................................................................................................. 97
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 99
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Sintaks MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand,
Review)................................................................................................... 37
Tabel 3.1 True Experimental Design Tipe Posttest Only Control........................ 61
Tabel 3.2 Validitas Butir Soal Uji Coba............................................................... 66
Tabel 3.3 Taraf Kesukaran Butir Soal Uji Coba……………………………....... 68
Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Daya Pembeda……………………………....... 69
Tabel 3.5 Daya Pembeda Soal Uji Coba……………………………………....... 69
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Jajar genjang ABCD.......................................................................... 42
Gambar 2.2 Jajar genjang ABCD dengan sudut-sudut yang berhadapan
sama besar .......................................................................................... 42
Gambar 2.3 Jajar genjang ABCD dengan jumlah sudut yang berdekatan
adalah 180 ......................................................................................... 43
Gambar 2.4 Jajar genjang ABCD dengan diagonal membagi dua
Jajargenjang menjadi dua segitiga yang kongruen ............................. 43
Gambar 2.5 Jajar genjang ABCD dengan AB = a, BC = b dan t sebagai
tinggi ................................................................................................. 44
Gambar 2. 6 Jajar genjang ABCD......................................................................... 44
Gambar 2.7 Persegi panjang ABCD ..................................................................... 45
Gambar 2.8 Persegi panjang ABCD ..................................................................... 45
Gambar 2.9 Persegi panjang ABCD ..................................................................... 46
Gambar 2.10 Persegi panjang ABCD ................................................................... 46
Gambar 2.11 Persegi ABCD ................................................................................. 47
Gambar 2.12 Persegi ABCD ................................................................................. 48
Gambar 2.13 Paradigma Penelitian ....................................................................... 55
Gambar 3.1 Langkah-Langkah Penelitian............................................................ 60
Gambar 4.1 Output SPSS Uji Normalitas kelas Eksperimen ................................ 82
Gambar 4.2 Output SPSS Uji Normalitas Kelas Kontrol ..................................... 83
Gambar 4.3 Output SPSS Uji Normalitas Data Akhir Kelas
Eksperimen ........................................................................................ 86
Gambar 4.4 Output SPSS Uji Normalitas Data Akhir Kelas
Eksperimen ........................................................................................ 87
Gambar 4.5 Output Excel t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances ......... 90
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar Kode Siswa Kelas Eksperimen (VII D) ............................ 103
Lampiran 2 Daftar Kode Siswa Kelas Kontrol (VII C) ................................... 104
Lampiran 3 Daftar Kode Siswa Kelas Uji Coba (VII B) ................................. 105
Lampiran 4 Kisi-Kisi Soal Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ......... 106
Lampiran 5 Soal Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ......................... 108
Lampiran 6 Kunci Jawaban Soal Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir
Kreatif............................................................................................ 110
Lampiran 7 Pedoman Penskoran Soal Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir
Kreatif............................................................................................ 117
Lampiran 8 Analisis Uji Coba Soal Kemampuan Berpikir Kreatif ................. 123
Lampiran 9 Perhitungan Hasil Tes Uji Coba Kemampuan Berpikir Kreatif ... 126
Lampiran 10 Data Awal Kelas Kontrol ........................................................... 135
Lampiran 11 Data Awal Kelas Eksperimen ..................................................... 136
Lampiran 12 Data Awal Kelas Uji Coba ......................................................... 137
Lampiran 13 Uji Normalitas Data Awal Kelas Eksperimen ............................ 138
Lampiran 14 Uji Normalitas Data Awal Kelas Kontrol................................... 139
Lampiran 15 Uji Normalitas Data Awal Kelas Uji Coba ................................ 140
Lampiran 16 Uji Homogenitas Data Awal ...................................................... 141
Lampiran 17 Uji Kesamaan Rata-Rata Data Awal .......................................... 142
Lampiran 18 Silabus ........................................................................................ 144
Lampiran 19 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen
Pertemuan I ................................................................................. 147
Lampiran 20 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol
Pertemuan I ................................................................................. 154
Lampiran 21 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen
Pertemuan II ................................................................................ 158
Lampiran 22 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol
Pertemuan II ................................................................................ 165
xv
Lampiran 23 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen
Pertemuan III .............................................................................. 169
Lampiran 24 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol
Pertemuan III .............................................................................. 176
Lampiran 25 LKS Jajar genjang ...................................................................... 180
Lampiran 26 LKS Persegi Panjang .................................................................. 188
Lampiran 27 LKS Persegi ................................................................................ 198
Lampiran 28 Soal Kuis Jajar genjang .............................................................. 206
Lampiran 29 Kunci Jawaban Kuis Jajar genjang ............................................. 207
Lampiran 30 Soal Kuis Persegi Panjang .......................................................... 208
Lampiran 31 Kunci Jawaban Kuis Persegi Panjang ........................................ 209
Lampiran 32 Soal Kuis Persegi ........................................................................ 210
Lampiran 33 Kunci Jawaban Kuis Persegi ...................................................... 211
Lampiran 34 Soal Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ...................................... 213
Lampiran 35 Kunci Jawaban Soal Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ............. 215
Lampiran 36 Pedoman Penskoran Soal Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ..... 221
Lampiran 37 Nilai Kemampuan Berpikir Kreatif Kelas Kontrol .................... 225
Lampiran 38 Nilai Kemampuan Berpikir Kreatif Kelas Eksperimen .............. 226
Lampiran 39 Uji Normalitas Data Akhir Kelas Eksperimen ........................... 227
Lampiran 40 Uji Normalitas Data Akhir Kelas Kontrol .................................. 228
Lampiran 41 Uji Homogenitas Data Kemampuan Berpikir Kreatif ................ 229
Lampiran 42 Uji Hipotesis 1 ............................................................................ 231
Lampiran 43 Uji Hipotesis 2 ............................................................................ 233
Lampiran 44 Uji Hipotesis 3 ............................................................................ 235
Lampiran 45 Dokumentasi Penelitian .............................................................. 237
Lampiran 46 Surat Keputusan Dosen Pembimbing ......................................... 239
Lampiran 47 Surat Izin Penelitian.................................................................... 240
Lampiran 48 Surat Keterangan Penelitian ....................................................... 241
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif
mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan juga menjadikan manusia menjadi
berkualitas dan berakhlak mulia. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 3, Undang–
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu:
Dalam mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Mengacu pada hal di atas, peranan pendidikan dalam kehidupan sehari-
hari sangat besar karena pendidikan seharusnya mampu mengembangkan potensi
seseorang sehingga dalam kehidupannya sehari–hari akan mampu menghadapi
dan menyelesaikan berbagai macam permasalahan. Pendidikan akan berarti ketika
seseorang masuk dalam kegiatan kemasyarakatan dan dunia kerja.
Dalam proses pendidikan, salah satu mata pelajaran yang diajarkan di
sekolah adalah Matematika. Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang
mempunyai peranan sangat penting. Siswa memerlukan Matematika untuk
membantu memenuhi kebutuhan praktis dalam memecahkan masalah kehidupan
2
sehari-hari. Misalnya untuk menghitung isi dan berat, untuk mengumpulkan,
mengolah, menyajikan, dan menafsirkan data dengan menggunakan kalkulator
atau komputer. Selain itu Matematika dapat membantu memahami bidang studi
lain seperti Fisika, Kimia, Arsitektur, Farmasi, Geografi, Ekonomi, dan
sebagainya. Dengan mempelajari Matematika seseorang dapat berfikir logis,
kritis, dan praktis serta bersikap positif dan kreatif. Pendidikan Matematika pada
jenjang Sekolah Menengah Pertama dimaksudkan agar pada akhir setiap tahap
pendidikan, siswa memiliki kemampuan tertentu bagi kehidupan selanjutnya.
Kemampuan yang didapatkan dalam mempelajari matematika diantaranya
kemampuan dalam berhitung, menganalisis masalah serta dapat lebih teliti ketika
mengerjakan sesuatu hal. Namun kurangnya minat dan motivasi siswa, serta
anggapan bahwa Matematika adalah mata pelajaran yang sulit, kurang menarik
dan kurang menyenangkan secara langsung maupun tidak langsung akan sangat
berpengaruh terhadap hasil belajar Matematika pada setiap jenjang pendidikan.
Pengaruh yang akan muncul adalah menurunnya hasil belajar siswa di setiap
jenjang pendidikan.
Menurut Programme for International Student Assesment (PISA) (2015),
Indonesia menduduki peringkat ke-63 dari 70 negara terhadap hasil belajar
Matematika. Hasil peringkat ini masih tergolong rendah, namun apabila
dibandingkan dengan hasil belajar Matematika pada tahun 2012 dimana Indonesia
menempati peringkat ke-64 dari 65 negara, hasil perolehan pada tahun 2015
mengalami kenaikan. PISA merupakan sistem ujian yang diadakan oleh
Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), untuk
3
mengevaluasi sistem pendidikan dari 72 negara di seluruh dunia yang dilakukan
setiap tiga tahun. Siswa yang dapat mengikuti ujian ini dipilih secara acak dan
memiliki usia 15 tahun, untuk kemudian diuji dalam 3 kompetensi yaitu
membaca, matematika dan sains. Kompetensi matematika terjadi peningkatan dari
375 poin di tahun 2012 menjadi 386 poin di tahun 2015.
Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003, mata pelajaran Matematika
diatur dalam Sistem Pendidikan Nasional yang menerangkan bahwa
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang wajib dimuat dalam
kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Hal tersebut sesuai Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan yang isinya menerangkan bahwa yang merupakan salah
satu standar kelulusan siswa dalam mata pelajaran Matematika SMP/MTs
adalah kemampuan berpikir kreatif.
Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu faktor untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa. Menurut Craft (2001) dengan berpikir
kreatif, dalam beraktifitas siswa akan lebih aktif, dinamis, dan akan mengarah
pada pencapaian kualitas hasil yang diharapkan. Dengan kemampuan berpikir
kreatif yang bersinambungan, hasil yang diharapkan akan terus mengalami
peningkatan. Namun dalam proses pembelajaran Matematika, hal ini masih
kurang diperhatikan. Sehingga siswa terlihat kurang tertarik dalam proses
pembelajaran dan melampiaskannya dengan membuat suasana gaduh di kelas.
Berbeda dengan di Inggris, kemampuan berpikir kreatif telah diakui sebagai fokus
yang dimasukkan ke dalam kurikulum khususnya di pendidikan dasar. Salah satu
4
faktor yang mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif adalah model
pembelajaran yang digunakan oleh guru. Model pembelajaran dimaksudkan
sebagai pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut
strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas.
SMP Negeri 2 Bawen merupakan salah satu lembaga pendidikan negeri
yang mengajarkan Matematika, salah satu diantaranya adalah materi Geometri
yang dapat membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan dasar dalam
menentukan berbagai pilihan di kehidupan sehari-hari. Belum tercapainya seluruh
tujuan dari mata pelajaran Matematika disebabkan karena proses pembelajaran
Matematika khususnya Geometri di SMP Negeri 2 Bawen selama ini masih
memiliki kekurangan. Pertama, pola pembelajaran yang diterapkan terpusat pada
guru (teacher oriented), sehingga siswa kurang diberi kesempatan untuk
mengembangkan kreativitas dalam berpikir dan belum terlibat dalam proses
pembelajaran. Kedua, penerapan pembelajaran yang digunakan untuk mata
pelajaran Matematika khususnya materi Geometri belum secara menyeluruh
dalam mendorong siswa untuk lebih aktif dalam diskusi kelompok. Ini terlihat
dalam proses pembelajaran yang hanya di dominasi oleh beberapa siswa yang
sama, sementara siswa yang lain kurang berpartisipasi dalam diskusi kelas.
Kelemahan tersebut berdampak pada rendahnya kemampuan berpikir kreatif dan
hasil belajar siswa.
Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif rendah akan menemui
banyak kesulitan dalam memecahkan masalah. Untuk itu pada jenjang pendidikan
5
Sekolah Menengah Pertama yang secara proporsional pembelajaran ranah
kognitifnya lebih besar, seharusnya pengembangan kemampuan berpikir kreatif
siswa lebih diperhatikan. Akan tetapi, kemampuan berpikir kreatif tiap-tiap
individu tentu memiliki perbedaan. Dimana untuk mencapai keberhasilan dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa khususnya tingkat Sekolah
Menengah Pertama sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor baik internal
maupun eksternal.
Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap seorang guru Matematika kelas
VII di SMP Negeri 2 Bawen, dapat disimpulkan bahwa guru Matematika kelas
VII di SMP Negeri 2 Bawen tersebut masih menggunakan pembelajaran
konvensional, siswa kurang aktif untuk melaksanakan pembelajaran secara
berkelompok atau melakukan pengamatan tentang materi yang akan dipelajari,
ketika siswa diberi kesempatan untuk bekerja kelompok, mereka cenderung tidak
fokus pada tugas yang diberikan dan menyebabkan suasana kelas yang tidak
kondusif.
Timbulnya permasalahan di atas diduga karena guru kurang mengarahkan
siswa untuk berpikir kreatif, hal itu terlihat dari indikator-indikator sebagai
berikut.
1. Guru kurang memotivasi dan memberi perhtian siswa hal itu dapat dilihat dari
banyaknya siswa yang mengalami kesulitan dalam menerima materi
pembelajaran, namun jarang ada guru yang mau menanyakan kesulitannya
sehingga guru tidak mengetahui kesulitan siswa tersebut.
6
2. Jenis tugas yang diberikan dalam pembelajaran kurang variatif hanya mengacu
pada buku paket sehingga terkesan umum dan biasa sehingga kurang menarik
bagi siswa.
3. Siswa dalam menyelesaikan permasalahan belum diarahkan untuk
menggunakan bahasa, cara atau idenya sendiri.
4. Siswa belum dibiasakan untuk menjawab secara lebih rinci.
Bila mengacu pada berbagai indikasi yang dijelaskan di atas, maka
diketahui bahwa dengan menerapkan model yang variatif dan kreatif, maka guru
akan dapat mengembangkan pembelajaran yang inovatif dan kondusif bagi siswa.
Salah satu model pembelajaran yang dapat dipergunakan adalah model
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC).
Hal di atas sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Slavin
sebagaimana dikutip oleh Suyitno (2005) yaitu
Meningkatkan hasil belajar siswa khususnya dalam menyelesaikan soal
yang berbentuk uraian merupakan salah satu kelebihan dari suatu model
pembelajaran kooperatif, yaitu Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC).
Lebih lanjut, Huda (2011:126) menyatakan bahwa
Dalam CIRC, siswa ditempatkan dalam kelompok–kelompok kecil, baik
homogen maupun heterogen. Pertama–tama, mereka mengikuti
serangkaian instruksi guru tentang keterampilan membaca dan menulis,
kemudian praktik, lalu pra-penilaian, dan kuis. Setiap kelompok tidak bisa
mengikuti kuis hingga anggota–anggota didalamnya menyatakan bahwa
mereka benar–benar siap. Penghargaan (reward) diberikan kepada
kelompok yang anggota–anggotanya mampu menunjukkan perfoma yang
meningkat dalam aktivitas membaca dan menulis.
Munandar (2014: 59), mengemukakan bahwa kriteria penilaian kreatif
berkaitan dengan aspek-aspek berpikir kreatif, yaitu kelancaran, keluwesan,
7
orisinalitas, dan kerincian (elaborasi). Agar kemampuan berpikir kreatif siswa
semakin terasah dan terarah seorang guru harus dapat mengembangkan materi
pembelajaran dan mengembangkan soal-soal.
Mengacu pada uraian di atas, untuk menunjang model pembelajaran CIRC
diperlukan strategi MURDER untuk memperkuat kemampuan berpikir kreatif
siswa. Strategi MURDER merupakan strategi pembelajaran yang diadaptasi dari
buku karya John R. Hayes“The Complete Problem Solver” yang merupakan
gabungan dari beberapa kata yang meliputi Mood (Suasana Hati), Understand
(Pemahaman), Recall (Pengulangan), Digest (Penelahan), Elaborate
(Pengembangan) dan Review (Pelajari Kembali) (Hayes, John R., 1989).
Strategi MURDER juga dinilai memiliki peran dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif siswa. Masing-masing langkah dalam strategi ini
berperan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, misal dengan
kegiatan Understand dan Recall siswa akan terangsang untuk berpikir kritis dalam
menghadapi suatu permasalahan, sedangkan dengan kegiatan Digest dan Expand
siswa akan terangsang untuk membiasakan diri berpikir secara kreatif dalam
menyelesaikan suatu permasalahan.
Digunakannya strategi MURDER diharapkan dapat menekankan siswa
bekerja sama membagikan informasi dalam pasangan agar dapat membantu siswa
lain yang kesulitan dalam memahami materi, menekankan kemampuan berpikir,
dan memproses informasi secara mendalam pada pembelajaran kooperatif
sehingga dapat dimengerti dan diingat dengan lebih baik. Di dalam proses
pembelajaran, unsur proses belajar memegang peranan yang sangat penting atau
8
vital. Mengajar adalah proses membimbing kegiatan belajar dan kegiatan
mengajar hanya bermakna bila terjadi kegiatan belajar siswa.
Mengajar bagi seorang guru adalah usaha menciptakan suasana belajar
bagi siswa secara optimal. Sedang belajar merupakan suatu proses perubahan,
yaitu perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Belajar juga berarti suatu proses usaha
yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.
Mengingat begitu pentingnya proses belajar yang dialami siswa, maka
seorang guru harus kompeten akan lebih mampu untuk membelajarkan siswa
karena “mengetahui” tidak sepenting “memperoleh pengetahuan sendiri atau
learning to learn”. Peran guru dalam proses belajar mengajar bukan lagi
menyampaikan pengetahuan melainkan memupuk pengetahuan serta
membimbing siswa untuk belajar sendiri, karena keberhasilan siswa sebagian
besar bergantung pada kemampuannya untuk belajar secara mandiri dan
memonitor belajar mereka sendiri.
Kemampuan untuk menemukan sendiri dan belajar sendiri dianggap dapat
dipelajari yakni siswa harus belajar berbagai macam strategi yang ada dan
bagaimana menggunakan strategi yang benar. Oleh karena itu, adalah penting
sekali bagi setiap guru memahami sebaik-baiknya tentang proses belajar siswa
agar ia dapat memberikan bimbingan dan menyediakan lingkungan belajar yang
tepat dan serasi bagi siswa.
9
Daryanto dan Rahardjo (2012: 212) mengatakan bahwa belajar dan
pembelajaran merupakan konsep yang saling berkaitan. Belajar merupakan proses
perubahan tingkah laku akibat interaksi dengan lingkungan. Proses perubahan
tingkah laku merupakan upaya yang dilakukan secara sadar berdasarkan
pengalaman ketika berinteraksi dengan lingkungan.
Pembelajaran Matematika perlu diberikan pada seluruh siswa mulai dari
sekolah dasar untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Dalam
mengajarkan matematika pada siswa, guru seharusnya dapat memilih berbagai
variasi pendekatan, metode, strategi yang sesuai dengan situasi agar tujuan
pmbelajaran dapat dicapai (Daryanto dan Rahardjo, 2012: 212).
Mengapa lebih cenderung pada materi segiempat karena materi ini juga
merupakan materi yang cukup abstrak dan sering muncul dalam soal ujian
nasional. Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan strategi MURDER
diharapkan dapat mengubah pemikiran siswa terhadap Matematika yang semula
menganggapnya sebagai mata pelajaran yang membosankan dan menakutkan
menjadi menyenangkan dan mengasyikkan. Dengan sikap yang seperti ini
diharapkan siswa dapat memahami konsep Matematika dan menyelesaikan
masalah-masalah yang berhubungan dengan soal bangun segiempat. Sehingga
menambah daya pikir kreatif melalui pemecahan masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik dan merasa perlu untuk
melakukan penelitian dengan judul “Keefektifan Model Pembelajaran CIRC
10
dengan Strategi MURDER Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Kelas VII”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, peneliti memberikan rumusan
masalah yang dibahas pada penelitian ini. Rumusan-rumusan masalah tersebut
adalah sebagai berikut.
1. Apakah kemampuan berpikir kreatif siswa pada model pembelajaran
kooperatif tipe CIRC dengan strategi MURDER mencapai ketuntasan klasikal
pada materi geometri kelas VII?
2. Apakah kemampuan berpikir kreatif siswa pada model pembelajaran
kooperatif tipe CIRC dengan strategi MURDER mencapai ketuntasan
individual pada materi geometri kelas VII?
3. Apakah kemampuan berpikir kreatif siswa yang mendapatkan model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan strategi MURDER lebih baik dari
kemampuan berpikir kreatif siswa yang mendapatkan model konvensional?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini secara umum
bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa pada model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan strategi MURDER mencapai
ketuntasan klasikal pada materi geometri kelas VII.
11
2. Untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa pada model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan strategi MURDER mencapai
ketuntasan individual pada materi geometri kelas VII.
3. Untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa yang mendapatkan
model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan strategi MURDER lebih
baik dari kemampuan berpikir kreatif siswa yang mendapatkan model
konvensional.
1.4 Manfaat Penelitian
Setelah penelitian ini dilaksanakan, diharapkan dapat memberikan manfaat
baik secara teoritis maupun secara praktis.
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pembelajaran Matematika.
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang ingin diperoleh yaitu :
1.4.2.1 Bagi Siswa
(1) Siswa dapat melaksanakan pembelajaran Matematika secara menarik.
(2) Tercapainya ketuntasan belajar siswa kelas VII.
(3) Dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kreatif, keaktifan, dan hasil belajar
siswa
(4) Menumbuhkan dan melatih kemampuan berpikir kreatif siswa melalui
pembelajaran model CIRC dengan strategi MURDER.
12
1.4.2.2 Bagi Guru
(1) Guru dapat memanfaatkan hasil dari penelitian ini berupa perangkat
pembelajaran.
(2) Sebagai masukan bagi guru SMP untuk menggunakan berbagai variasi model
pembelajaran untuk menumbuhkan dan melatih kemampuan berpikir kreatif
siswa.
(3) Memberi alternatif pembelajaran yang variatif yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran Matematika di sekolah.
(4) Guru dapat memperbaiki kinerja guru dalam melaksanakan Proses Belajar
Mengajar (PBM).
1.4.2.3 Bagi Peneliti
(1) Menjadi pengalaman peneliti sehingga mengetahui keefektifan model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan strategi MURDER terhadap
kemampuan berpikir kreatif siswa.
(2) Peneliti dapat menambah pengetahuan baru mengenai penyusunan karya tulis
ilmiah sehingga nantinya dapat dimanfaatkan untuk menyusun karya tulis
ilmiah lainnya.
(3) Memberikan informasi kepada peneliti sehingga apabila peneliti bekerja di
bidang pendidikan dan menghadapi permasalahan yang berhubungan dengan
kemampuan berpikir kreatif siswa, maka dapat mengatasinya dengan tepat.
13
1.4.2.4 Bagi Sekolah
(1) Memberikan sumbangan positif dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan
khususnya dalam mata pelajaran Matematika.
(2) Sebagai bahan penelitian lanjutan yang dapat memajukan sekolah.
1.4.2.5 Bagi Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan sumber pengetahuan
bagi mahasiswa yang akan melaksanakan penelitian di bidang pendidikan.
1.5 Penegasan Istilah
Penegasan istilah dimaksudkan untuk menghindari adanya penafsiran yang
berbeda, maka perlu adanya penegasan istilah dalam penelitian ini. Penegasan
istilah ini juga untuk membatasi ruang lingkup permasalahan sesuai dengan tujuan
dalam penelitian ini. Beberapa istilah yang perlu ditegaskan adalah :
1.5.1 Keefektifan
Dalam penelitian ini, keefektifan pembelajaran Matematika yang dimaksud
adalah keberhasilan model pembelajaran yang diterapkan. Penggunaan model
CIRC dengan strategi MURDER akan berhasil dalam proses belajar mengajar
apabila:
(1) Kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan model pembelajaran
CIRC dengan strategi MURDER mencapai ketuntasan klasikal. Ketuntasan
klasikal adalah presentase siswa yang mencapai ketuntasan individual
minimal sebesar 70%.
14
(2) Kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan model pembelajaran
CIRC dengan strategi MURDER mencapai ketuntasan individual. Kriteria
ketuntasan Minimal (KKM) individual adalah sama dengan atau lebih dari
70.
(3) Kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan model CIRC dengan
strategi MURDER lebih baik daripada kemampuan berpikir kreatif siswa
yang menggunakan pembelajaran konvensional.
1.5.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Cooperative Integrated Reading
and Composition (CIRC)
Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu model pembelajaran
yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa dimana para siswa
bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama
lainnya dalam mempelajari suatu materi. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa
diharapkan dapat saling membantu, berdiskusi dan berpendapat untuk saling
mengasah pengetahuan yang dimilikinya.
Inti dari pembelajaran kooperatif menurut Daryanto dan Rahardjo ( 2012:
212) bahwa
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran
yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada
dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda
(tinggi, sedang, rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok
berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan
kesetaraan gender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja
sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan
dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran, semua
model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, tujuan dan
penghargaan.
15
Model pembelajaran Kooperatif tipe CIRC termasuk salah satu model
pembelajaran cooperative learning yang pada mulanya merupakan pengajaran
kooperatif terpadu membaca dan menulis (Slavin, 2005: 16), yaitu sebuah
program komprehensif atau luas dan lengkap untuk pengajaran membaca,
menulis dan seni berbahasa pada kelas-kelas tinggi sekolah dasar. CIRC sebagai
suatu model pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara
menyeluruh kemudian memilah menjadi bagian-bagian penting.. Namun, kini
CIRC telah berkembang bukan hanya dipakai pada pelajaran bahasa tetapi
juga pelajaran eksak seperti pelajaran Matematika.
Steven dkk dalam Huda (2015: 222) menjelaskan bahwa sintak model
pembelajaran CIRC memiliki langkah-langkah sebagai berikut
1. Guru membentuk kelompok-kelompok yang masing-masing terdiri dari
4 (empat) siswa.
2. Guru memberikan wacana sesuai dengan topik pembelajaran.
3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok
kemudian memberikan tanggapan terhadap wacana yang ditulis pada
lembar kertas.
4. Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
5. Guru memberikan penguatan.
6. Guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan
Dari uraian di atas diketahui bahwa model pembelajaran CIRC memiliki
beberapa langkah yang dapat dipergunakan antara lain dengan membentuk
kelompok, memberikan wacana yang sesuai dengan topik pembelajaran dan pada
akhirnya guru dan siswa sama-sama membuat suatu kesimpulan.
16
1.5.3 Strategi MURDER
Pembelajaran kooperatif tipe MURDER didasarkan atas teori
perkembangan psikologi kognitif yang memiliki perspektif dominan dalam
pendidikan masa kini yang terfokus pada bagaimana manusia memperoleh,
menyimpan, dan memproses apa yang dipelajarinya, dan bagaimana proses
berpikir dan belajar itu terjadi (Santyasa, 2008: 8).
Pembelajaran kooperatif MURDER menekankan pentingnya kemampuan
berbahasa atau keterampilan verbal siswa dalam mengulang dan merekonstruksi
informasi dan ide suatu materi pembelajaran, untuk dipahami dan dijadikan
sebagai miliknya yang kemudian mampu kembali dikomunikasikan dengan baik
secara verbal.
Strategi MURDER memiliki enam langkah, yaitu
1. Mood (suasana hati)
Menciptakan suasana hati (mood) yang positif
2. Understand (pemahaman)
Memahami materi yang belum dimengerti dalam satu unit pembahasan
3. Recall (pengulangan)
Semua siswa mengulangi materi pada unit pembahasan dengan menggunakan
bahasa siswa sendiri
4. Digest (telaah)
Siswa kembali pada unit pembahasan yang belum dimengerti untuk dipelajari
kembali sesuai dengan materi yang ada secara diskusi kelompok
17
5. Expand (pengembangan)
Siswa membuat pengembangan aplikasi atau pengembangan soal dari materi
6. Review (pelajari kembali)
Siswa mempelajari kembali materi pelajaran yang telah diajarkan serta
membuat catatan kecil
Langkah-langkah menelaah, mengembangkan dan mempelajari kembali dapat
berhasil dalam memperkuat proses pembelajaran karena pasangan dyad harus
secara lisan atau tertulis untuk mengemukakan, mencatat ide-ide, dan menjelaskan
suatu teks. .
1.5.4 Kemampuan Berpikir Kreatif
Untuk menguji kemampuan berpikir kreatif dapat menggunakan Tes
Torrance. Menurut Munandar (2014:65-66) Tes Torrance dimaksudkan untuk:
“Memicu ungkapan secara simultan dari beberapa operasi mental kreatif
yang terutama mengukur kelancaran, kelenturan, orisinalitas, dan kerincian
(elaborasi). Tes Torrance tentang berpikir kreatif terdiri dari bentuk verbal
dan figural. Bentuk verbal terdiri dari tujuh sub-tes: mengajukan
pertanyaan, menerka sebab, menerka akibat, memperbaiki produk,
penggunaan tidak lazim, pertanyaan tidak lazim, dan aktivitas yang
diandaikan. Bentuk figural terdiri dari tiga sub-tes: tes bentuk, gambar
yang tidak lengkap, dan tes lingkaran. Tes verbal diskor untuk kelancaran,
kelenturan, dan orisinalitas, sementara tes figural ditambah dengan skor
untuk elaborasi. Tes Torrance juga diberi batas waktu atas dasar
pertimbangan bahwa sampai derajat tertentu harus ada press (pendorong,
tekanan) untuk memicu fungsi mental kreatif dengan tetap memberikan
dorongan untuk merangsang berpikir kreatif”.
Lebih lanjut Munandar (2009:59), mengemukakan bahwa:
“Kriteria penilaian kreatif berkaitan dengan aspek-aspek berpikir kreatif,
yaitu kelancaran, keluwesan, orisinalitas, dan kerincian (elaborasi). Dalam
penelitian ini, aspek-aspek kemampuan berpikir kreatif yang diukur adalah
kelancaran, keluwesan, keaslian, dan kerincian”.
18
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan:
1. Kelancaran (fluency) adalah kemampuan menyelesaikan masalah Matematika
secara tepat dan arus pemikiran lancar. Menyelesaikan masalah Matematika
secara tepat yang dimaksud adalah jawaban yang diperoleh relevan dengan
masalah yang disajikan, sedangkan arus pemikiran lancar diharapkan agar
jawaban tidak bertele-tele sesuai yang diminta sehingga diperoleh efisiensi
waktu dalam menyelesaikan masalah.
2. Keluwesan (flexibility), beberapa ahli menerjemahkan flexibility sebagai
kelenturan. Flexibility adalah kemampuan menjawab masalah Matematika
melalui beragam strategi penyelesaian. Ragam strategi penyelesaian harus
tetap mendapatkan jawaban masalah yang sesuai. Jika cara yang digunakan
berbeda atau beragam akan tetapi tidak mengacu pada jawaban yang diminta,
maka tidak memenuhi kriteria keluwesan.
3. Keaslian (originality) adalah kemampuan menjawab masalah Matematika
dengan menggunakan bahasa, cara, atau idenya sendiri. Jawaban dari masalah
tidak tunggal melainkan terdapat variasi jawaban yang tepat. Tujuan utamanya
bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara
bagaimana sampai pada suatu jawaban.
4. Kerincian (elaboration) adalah kemampuan menjawab secara rinci atau secara
detail tehadap masalah yang diberikan. Kerincian jawaban runtut dan koheren,
misalnya dengan menggunakan konsep-konsep terkait.
19
1.5.5 Materi
Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah materi segiempat kelas
VII semester genap tahun ajaran 2016/2017. Dalam materi segiempat, siswa akan
belajar tentang sifat-sifat, keliling dan luas dari persegi, persegi panjang dan jajar
genjang.
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Teoritik
2.1.1 Belajar dan Teori Pembelajaran
Belajar merupakan salah satu perbuatan yang dilakukan manusia sejak
dini. Belajar dan pembelajaran adalah proses yang tidak dapat dipisahkan.
Menurut Sardiman (2014: 21) belajar adalah berubah. Belajar berarti usaha
merubah tingkah laku. Belajar akan membawa suatu perubahan pada individu
yang belajar. Perubahan tersebut tidak hanya berkaitan dengan menambah ilmu
pengetahuan, namun juga meliputi kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian,
harga diri, minat, watak, dan penyesuaian diri. Jadi dapat dikatakan belajar
sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, untuk menuju ke perkembangan pribadi
manusia seutuhnya meliputi unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik.
Belajar dapat dikatakan sudah terjadi apabila siswa telah mengalami
perubahan berupa:
1. Pengetahuan (Kognitif) : Apa yang saya tambahkan pada apa yang saya
ketahui.
2. Perasaan (Afektif) : Bagaimana perasaan saya tentang apa yang saya dengar
dan saya baca.
21
3. Perbuatan (Behavior) : Apa yang saya perbuat dengan apa yang saya dengar
dan saya baca.
Pembelajaran merupakan proses interaksi antara siswa dengan guru,
dimana guru membantu siswa dalam memperoleh ilmu dan pengetahuan, serta
pembentukan sikap dan moral. Dalam pembelajaran diperlukan kegiatan
psikologis seperti mengabstraksikan dan mengaplikasikan merupakan kegiatan
memahami cara pengelompokkan objek atau situasi berdasarkan kesamaannya.
Daryanto dan Rahardjo ( 2012: 212) mengatakan bahwa belajar dan
pembelajaran merupakan konsep yang saling berkaitan. Belajar merupakan proses
perubahan tingkah laku akibat interaksi dengan lingkungan. Proses perubahan
tingkah laku merupakan upaya yang dilakukan secara sadar berdasarkan
pengalaman ketika berinteraksi dengan lingkungan. Tingkah laku yang berubah
setelah proses pembelajaran mencakup pengetahuan, pemahaman dan sikap.
Perubahan tersebut secara sadar, bersinambungan, tidak bersifat sementara,
memiliki arah dan tujuan, serta bersifat aktif dan positif.
Menurut Slameto (2008: 2) belajar merupakan suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan sebagai hasil cpengalaman sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Belajar sebagai kegiatan individu sebenarnya merupakan
rangsangan. Rangsangan individu yang dikirim kepadanya oleh lingkungan.
Selaras dengan pendapat-pendapat di atas, menurut Gagne dalam buku
Psikologi Pendidikan (2011: 84) belajar merupakan sebuah sistem yang
didalamnya terdapat berbagai unsur yang saling kait-mengait sehingga
22
menghasilkan perubahan perilaku. Beberapa unsur yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
1. Siswa, istilah siswa dapat diartikan sebagai siswa, warga belajar, dan peserta
pelatihan yang sedang melakukan kegiatan belajar. Siswa memiliki organ
penginderaan yang digunakan untuk menangkap rangsangan otak yang
digunakan untuk mentransformasikan hasil penginderaan ke dalam memori
yang kompleks, dan syaraf atau otot yang digunakan untuk menampilkan
kinerja yang menunjukkan apa yang telah dipelajari. Dalam proses belajar,
rangsangan (stimulus) yang diterima oleh siswa diorganisir di dalam syaraf,
dan ada beberapa rangsangan yang disimpan didalam memori. Kemudian
memori tersebut diterjemahkan ke dalam tindakan yang dapat diamati seperti
gerakan syaraf atau otot dalam merespon stimulus.
2. Rangsangan (stimulus), peristiwa yang merangsang penginderaan siswa
disebut stimulus. Banyak stimulus yang berada di lingkungannya. Suara, sinar,
warna, panas, dingin, tanaman, gedung dan orang adalah stimulan yang selalu
berada di lingkungan seseorang. Agar siswa mampu belajar optimal, ia harus
memfokuskan pada stimulus tertentu yang diminati.
3. Memori, memori yang ada pada siswa berisi berbagai kemampuan yang
berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dihasilkan dari kegiatan
belajar sebelumnya.
4. Respon, tindakan yang dihasilkan dari aktualisasi memori disebut respon.
Siswa yang sedang mengamati stimulus akan mendorong memori memberikan
respon terhadap stimulus tersebut. Respon dalam siswa diamati pada akhir
23
proses belajar yang disebut dengan perubahan perilaku atau perubahan kinerja
(performance).
Menurut Sardiman (2014 : 24) prinsip-prinsip belajar adalah sebagai
berikut.
1. Belajar hakikatnya menyangkut potensi manusiawi.
2. Belajar membutuhkan proses dan tahap-tahap serta kematangan diri siswa.
3. Belajar akan lebih efektif jika didorong dengan motivasi.
4. Belajar dapat dilakukan secara langsung, melalui pengenalan, penghayatan
dan pengalaman langsung.
5. Belajar melalui praktik secara langsung akan lebih efektif dalam membina
sikap, keterampilan, cara berpikir kritis bila dibandingkan dengan belajar
hafalan.
6. Perkembangan pengalaman siswa akan banyak mempengaruhi kemampuan
belajar yang bersangkutan.
7. Bahan pelajaran yang bermakna lebih mudah dan lebih menarik untuk
dipelajari.
8. Belajar dapat diubah dalam beraneka ragam bentuk tugas sehingga siswa
melakukan dialog dalam dirinya dan mengalaminya sendiri.
9. Informasi tentang kelakuan baik, pengetahuan, kesalahan dan keberhasilan
siswa banyak membantu kelancaran dan gairah belajar.
10. Dalam beberapa hal, belajar merupakan percobaan atau pembiasaan.
11. Kemampuan belajar siswa harus diperhitungkan dalam menentukan materi
pembelajaran.
24
Rachmawati dan Daryanto (2015: 39-40) menyatakan tujuan pembelajaran
adalah tercapainya proses perubahan perilaku atau kompetensi siswa setelah
mengikuti pembelajaran. Kawasan kognitif merupakan kawasan yang
berhubungan dengan aspek intelektual (berpikir nalar) seperti pengetahuan,
pengertian dan keterampilan berpikir. Menurut Ariasian, dkk (2015 : 43-35) enam
kategori pada proses kognitif adalah mengingat, memahami, mengaplikasikan,
menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. Mengingat berisikan dua proses
kognitif yang lebih spesifik yaitu mengenali dan mengingat kembali. Memahami
berisikan tujuh proses kognitif yaitu menafsirkan, mencontohkan,
mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan dan
menjelaskan. Mengaplikasikan berisikan dua proses kognitif yang lebih spesifik
yaitu mengeksekusi dan mengimplementasikan. Menganalisis berisikan tiga
proses kognitif yang lebih spesifik yaitu membedakan, mengorganisasi dan
mengatribusikan. Mengevaluasi berisikan dua proses kognitif yang lebih spesifik
yaitu memeriksa dan mengkritik. Mencipta berisikan tiga proses kognitif yang
lebih spesifik yaitu merumuskan, merencanakan dan memproduksi.
2.1.1.1 Teori Belajar Van Hiele
Van Hiele adalah seorang guru Matematika bangsa Belanda yang
mengadakan penelitian dalam pengajaran Geometri. Menurut Van Hiele (dalam
Suwangsih dan Tiurlina 2010: 91) ada tiga unsur utama dalam pengajaran
Geometri, yaitu waktu, materi pengajaran, dan metode pengajaran yang
diterapkan. Jika ketiga unsur ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan
kemampuan berpikir anak kepada tahapan berpikir yang lebih tinggi.
25
Berikut ini adalah rincian unsur utama pengajaran Geometri
1) Tahapan Pemahaman Geometri Menurut Van Hiele
Van Hiele (dalam Suwangsih dan Tiurlina 2010: 92) menyatakan bahwa
terdapat 5 tahap belajar anak dalam belajar Geometri, yaitu: tahap pengenalan,
tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi, dan tahap akurasi. Berikut adalah
penguraiannya:
a) Tahap Pengenalan (Visualisasi)
Pada tahap ini anak mulai belajar mengenal suatu bentuk Geometri secara
keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari
bentuk Geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh, jika pada anak
diperlihatkan sebuah kubus, maka anak belum mengetahui sifat-sifat atau
keteraturan yang dimiliki oleh kubus tersebut. Anak belum tahu bahwa kubus
mempunyai sisi-sisi yang merupakan persegi, anak pun belum mengetahui
bahwa persegi keempat sisinya sama dan ke empat sudutnya siku-siku.
b) Tahap Analisis
Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki bangun
Geometri yang diamatinya. Misalnya pada saat mengamati persegi panjang,
anak telah mengetahui bahwa terdapat 2 pasang sisi yang berhadapan, dan
kedua pasang sisi tersebut saling sejajar. tapi tahap ini anak belum mampu
mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri dengan
benda Geometri lainnya. Misalnya anak belum mengetahui bahwa persegi
adalah persegi panjang atau, persegi itu adalah belah ketupat dan
sebagainya.
26
c) Tahap Pengurutan (Deduksi Informal)
Pada tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikan
kesimpulan yang kita kenal dengan sebutan berpikir deduktif. Namun
kemampuan ini belum berkembang secara penuh. Satu hal yang perlu
diketahui adalah, anak pada tahap ini sudah mulai mampu mengurutkan.
Misalnya ia sudah mengenali bahwa persegi adalah jajaran genjang, bahwa
belah ketupat adalah layang-layang. Demikian pula dalam pengenalan
benda-benda ruang, anak-anak memahami bahwa kubus adalah balok juga,
dengan keistimewaannya yaitu bahwa semua sisinya berbentuk persegi.
Pola pikir anak pada tahap ini masih belum mampu menerangkan mengapa
diagonal suatu persegi panjang itu sama panjangnya. Anak mungkin belum
memahami bahwa belah ketupat dapat dibentuk dari dua segitiga yang
kongruen.
d) Tahap Deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif,
yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-
hal yang bersifat khusus. Demikian pula ia telah mengerti betapa
pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di samping
unsur-unsur yang didefinisikan. Misalnya anak sudah mulai memahami
dalil. Selain itu, pada tahap ini anak sudah mulai mampu mengggunakan
aksioma atau postulat yang digunakan dalam pembuktian. Tetapi anak
belum mengerti mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil.
27
e) Tahap Akurasi
Dalam tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan
dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya, ia
mengetahui pentingnya aksioma-aksioma atau postulat-postulat dari
geometri Euclid. Tahap akurasi merupakan tahap berfikir yang tinggi,
rumit, dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika tidak
semua anak, meskipun sudah duduk di bangku sekolah lanjutan atas,
masih belum sampai pada tahap berpikir ini.
Mayberry (dalam Ruseffendi 1998: 164) mengatakan bahwa bila
pada salah satu tahap dari kelima tahap itu siswa tidak menguasai, maka
pada tahap yang lebih tinggi akan terjadi penghafalan.
2) Tahapan Pembelajaran Geometri Menurut Van Hiele
a) Tahap 1 Informasi (Information):
Melalui diskusi, guru mengidentifikasi apa yang sudah diketahui siswa
mengenai sebuah topik dan siswa menjadi berorientasi pada topik baru itu.
Guru dan siswa terlibat dalam percakapan dan aktifitas mengenai objek-
objek, pengamatan dilakukan, pertanyaan dimunculkan dan kosa kata
khusus diperkenalkan.
b) Tahap 2 Orientasi Terarah/Terpadu (Guided Orientation):
Siswa menjajaki objek-objek pengajaran dalam tugas-tugas yang
distrukturkan secara cermat seperti pelipatan, pengukuran, atau
pengkonstruksian. Guru memastikan bahwa siswa menjajaki konsep-
konsep spesifik.
28
c) Tahap 3 Eksplisitasi (Explicitation):
Siswa menggambarkan apa yang telah mereka pelajari mengenai topik
dengan kata-kata mereka sendiri, guru membantu siswa dalam
menggunakan kosa kata yang benar dan akurat, guru memperkenalkan
istilah-istilah Matematika yang relevan.
d) Tahap 4 Orientasi Bebas (Free Orientation):
Siswa menerapkan hubungan-hubungan yang sedang mereka pelajari
untuk memecahkan soal dan memeriksa tugas yang lebih terbuka (open-
ended).
e) Tahap 5 Integrasi (Integration):
Siswa meringkas/membuat ringkasan dan mengintegrasikan apa yang telah
dipelajari, dengan mengembangkan satu jaringan baru objek-objek dan
relasi-relasi.
2.1.1.2. Teori Pembelajaran Sosial Vygotsky
l. S. Vygotsky (1896-1934) adalah seorang psikolog berkebangsaan Rusia
yang mengenal tentang pentingnya pikiran anak. Teori Vygotsky mulai mendapat
perhatian yang lebih besar sejak memasuki akhir abad ke-20.
Teori Vygotsky berpendapat bahwa siswa membentuk pengetahuan dari
pikiran dan kegiatan melalui bahasa. Teori ini menekankan pada aspek sosial dari
pembelajaran. Menurut Vygotsky bahwa proses pembelajaran akan terjadi jika
anak bekerja atau menangani tugas-tugas masih berada dalam jangkauan mereka
disebut dengan zone of proximal development, yakni daerah tingkat
perkembangan sedikit lebih tinggi dari daerah perkembangan seseorang saat ini.
29
Vygotsky meyakini bahwa fungsi mental yang lebih tinggi umumnya muncul
dalam percakapan dan kerja sama antar individu sebelum fungsi mental yang
lebih tinggi terserap ke dalam individu.
Vygotsky menyatakan bahwa anak dapat meniru tindakan melebihi
kapasitasnya namun masih dalam batas-batas tertentu. Saat melakukannya, anak
dapat meniru lebih baik daripada orang dewasa. (Rachmawati dan Daryanto,
2015: 74)
Nur dan Wikandari dalam Trianto (2011: 27) mengemukakan ide penting
lain dari Vygotsky adalah scaffolding, yaitu pemberian bantuan kepada anak
selama tahap-tahap awal perkembangan selanjutnya mengurangi bantuan tersebut
untuk memberikan kesempatan pada anak mengambil alih tanggung jawabnya
yang semakin besar segera setelah anak dapat melakukannya. Penafsiran terhadap
ide-ide Vygotsky yaitu siswa seharusnya diberikan jenis tugas yang kompleks,
sulit, dan realistik kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan
tugas tersebut.
Teori Vygotsky adalah bagian dari kegiatan pembelajaran berbasis
masalah melalui kelompok belajar kecil. Melalui kelompok ini siswa akan saling
berdiskusi memecahkan masalah yang diberikan dengan saling bertukar pendapat.
Kerja kelompok ini berperan untuk mengembangkan kemampuan aktual. Jika
dalam berdiskusi terjadi kesulitan dalam memecahkan masalah, maka guru akan
membantu. Siswa juga dibiasakan menggunakan kemampuan berpikir kreatif
dalam menarik sebuah kesimpulan dan kemampuan bekerja sama dalam
kelompok. (Trianto, 2011).
30
Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated
Reading and Composition (CIRC) mengajak siswa untuk belajar dalam
kelompok–kelompok kecil. Di dalam kelompok, siswa akan berdiskusi
memecahkan masalah yang diberikan oleh guru dengan bertukar pendapat.
Dengan demikian, siswa yang pandai akan membantu pasangan diskusinya yang
belum paham sehingga akan muncul motivasi untuk belajar. Hal ini sejalan
dengan teori Vygotsky dimana siswa berinteraksi dengan siswa lain melalui
kelompok- kelompok kecil.
2.1.2 Pembelajaran Matematika
Pembelajaran Matematika perlu diberikan pada seluruh siswa mulai dari
sekolah dasar untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Dalam
mengajarkan matematika pada siswa, guru seharusnya dapat memilih berbagai
variasi pendekatan, metode, strategi yang sesuai dengan situasi agar tujuan
pmbelajaran dapat dicapai (Daryanto dan Rahardjo, 2012: 212).
Pembelajaran Matematika menjadi sebuah tempat untuk memecahkan
masalah dalam kehidupan sehari-hari, mengenal pola hubungan serta mencari
pengalaman dalam mengembangkan kreativitas. Oleh karena itu, Matematika
dipelajari di semua jenjang pendidikan mulai dari SD hingga perguruan tinggi
2.1.3 Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif menurut Eggen dan Kauchak merupakan sebuah
kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi
untuk mencapai tujuan bersama (Trianto, 2011: 42). Pembelajaran kooperatif
31
disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi
siswa dengan sikap kepemimpinan dalam membuat keputusan dalam kelompok
dan memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dengan siswa yang
berbeda latarbelakangnya.
Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri tertentu jika dibandingkan
dengan model lainnya. Arends dalam Trianto (2011: 47) menyatakan bahwa
pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai
berikut.
1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi
belajar.
2) Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang,
dan rendah.
3) Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin yang beragam.
4) Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.
Langkah pembelajaran kooperatif (Ibrahim dalam Trianto, 2011: 48) adalah
sebagai berikut.
1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
2) Menyajikan informasi
3) Mengoorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif
4) Membimbing kelompok bekerja dan belajar
5) Evaluasi
6) Memberikan penghargaan
32
2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC
Pembelajaran CIRC (Cooperative Integrated Reading and Compositon)
pertama kali dikembangkan oleh Stevens dkk. (1987). Model pembelajaran
Kooperatif tipe CIRC termasuk salah satu model pembelajaran cooperative
learning yang pada mulanya merupakan pengajaran kooperatif terpadu membaca
dan menulis (Slavin, 2005: 16), yaitu sebuah program komprehensif atau luas dan
lengkap untuk pengajaran membaca, menulis dan seni berbahasa pada kelas-kelas
tinggi sekolah dasar. Dapat diartikan sebagai suatu model pembelajaran
kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh kemudian
memilah menjadi bagian-bagian penting.. Namun, kini CIRC telah berkembang
bukan hanya dipakai pada pelajaran bahasa tetapi juga pelajaran eksak seperti
pelajaran Matematika.
Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC juga dapat diterapkan
menggunakan beberapa fase (Slavin et al.,1989) dalam Huda (2015: 222) sebagai
berikut:
1. Orientasi.
Pada fase ini, guru melakukan apersepsi dan pengetahuan awal siswa tentang
materi yang akan diberikan.
2. Organisasi.
Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, dengan memperhatikan
keheterogenan akademik.
3. Pengenalan konsep.
33
Dengan cara mengenalkan tentang suatu konsep baru yang mengacu pada
hasil penemuan selama eksplorasi.
4. Publikasi.
Siswa mengkomunikasikan hasil temuan-temuannya, membuktikan,
memperagakan tentang materi yang dibahas baik dalam kelompok maupun di
depan kelas.
5. Penguatan dan refleksi.
Pada fase ini guru memberikan penguatan berhubungan dengan materi yang
dipelajari melalui penjelasan-penjelasan ataupun memberikan contoh nyata
dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya siswa pun diberi kesempatan untuk
merefleksikan dan mengevaluasi hasil pembelajarannya.
Steven dkk dalam Huda (2015: 222) menjelaskan bahwa sintak model
pembelajaran CIRC memiliki langkah-langkah sebagai berikut
1. Guru membentuk kelompok-kelompok yang masing-masing terdiri dari 4
(empat) siswa.
2. Guru memberikan wacana sesuai dengan topik pembelajaran.
3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok
kemudian memberikan tanggapan terhadap wacana yang ditulis pada lembar
kertas.
4. Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
5. Guru memberikan penguatan.
6. Guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan
34
Secara khusus Saifulloh dalam Huda (2015: 221) menyebutkan beberapa
kelebihan model pembelajaran CIRC antara lain:
1. Pengalaman dan kegiatan belajar siswa akan selalu relevan dengan tingkat
perkembangan anak.
2. Kegiatan yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.
3. Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi siswa sehingga hasil belajar
siswa akan dapat bertahan lebih lama.
4. Pembelajaran terpadu akan dapat menumbuhkembangkan ketrampilan
berpikir siswa.
5. Pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan yang bermanfaat sesuai dengan
permasalahan yang sering ditemui dalam lingkungan siswa.
6. Pembelajaran terpadu dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa ke arah
belajar yang dinamis, optimal dan tepat guna.
7. Pembelajaran terpadu dapat menumbuhkembangkan interaksi sosial siswa,
seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan respek terhadap gagasan orang
lain.
8. Membangkitkan motivasi belajar serta memperluas wawasan dan aspirasi
guru dalam mengajar.
2.1.5 Strategi MURDER
Strategi pembelajaran merupakan suatu ilmu untuk mendukung proses
pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efisien dan
efektif. Strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest,
Expand, Review) merupakan pembelajaran psikologi kognitif yang menekankan
35
pada kemampuan siswa dalam mengkonstruksi ulang informasi dan ide yang
diterima, memahaminya serta dikomunikasikan secara lisan dan tulisan.
Pada langkah-langkah strategi pembelajaran MURDER, guru menyajikan
informasi dan fenomena yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran dan
untuk merangsang rasa ingin tahu siswa. Hal tersebut sesuai dengan apa yang
kemukakan oleh Jacobs GM. (1996) yaitu pemrosesan informasi menuntut
keterlibatan metakognisi berpikir dan membuat keputusan berdasarkan pemikiran.
Selain mengembangkan keterampilan metakognisi siswa strategi ini juga
dinilai memiliki peran dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
Masing-masing langkah dalam model pembelajaran ini berperan untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, misal dengan kegiatan
Understand dan Recall siswa akan terangsang untuk berpikir kritis dalam
menghadapi suatu permasalahan, sedangkan dengan kegiatan Digest dan Expand
siswa akan terangsang untuk membiasakan diri berpikir secara kreatif dalam
menyelesaikan suatu permasalahan.
Strategi MURDER yang beranggotakan 4 orang, memiliki enam
langkah yaitu
1. Mood (suasana hati)
Menciptakan suasana hati (mood) yang positif untuk belajar dengan cara
relaksasi, mengatur sikap belajar dan berfokus pada tugas belajar
2. Understand (pemahaman)
36
Memahami materi yang belum dimengerti dalam satu unit pembahasan tanpa
menghafalkan serta melakukan beberapa latihan pada bagian yang belum
dimengerti
3. Recall (pengulangan)
Semua siswa mengulangi materi pada unit pembahasan dengan menggunakan
bahasa siswa sendiri
4. Digest (telaah)
Siswa kembali pada unit pembahasan yang belum dimengerti untuk dipelajari
kembali sesuai dengan materi yang ada secara diskusi kelompok
5. Expand (pengembangan)
Siswa membuat saran pada materi tersebut dan membuat pengembangan
aplikasi atau pengembangan soal dari materi
6. Review (pelajari kembali)
Siswa mempelajari kembali materi pelajaran yang telah diajarkan serta
membuat catatan kecil yang dapat membantu siswa memahami materi yang
telah diberikan
Inti dari strategi ini adalah menekankan siswa belajar membagikan
informasi yang di dapat dengan sepasang dyad dalam memahami materi. Dyad
adalah pertemuan antara dua orang yang berkomunikasi secara tertulis dan lisan.
Dyad dapat dilakukan dengan mudah, sederhana, tidak rumit, dan dapat dilakukan
oleh orang-orang yang belum saling mengenal. Langkah-langkah pendeteksian,
pengulangan, dan pengelaborasian dapat berhasi lmemperkuat pembelajaran
karena pasangan dyad harus secara verbal mengemukakan, menjelaskan,
37
memperluas, dan mencatat ide-ide utama dari teks. Tujuannya untuk menekankan
pentingnya kemampuan berfikir dan memproses informasi pada pembelajaran
kooperatif sehingga dapat dimengerti dengan baik.
Berikut ini adalah tabel sintaks MURDER aktivitas guru:
Tabel 2.1
Sintaks MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, Review)
Kegiatan/Aktivitas Guru
1) Menyampaikan tujuan pembelajaran dan menumbuhkan mood dengan
memotivasi siswa atau dengan cara relaksasi untuk menarik perhatian
siswa.
2) Guru menyajikan pelajaran.
3) Siswa diorganisasikan dalam kelompok yang terdiri dari 4 anggota, dibagi
menjadi dua pasangan dyad, yaitu dyad-1 dan dyad-2. Guru membagikan
lembar kegiatan siswa (LKS), kemudian siswa diminta untuk mengerjakan
secara mandiri sehingga muncul understand.
4) Salah satu anggota setiap pasangan dyad mengungkapkan pemahamannya
terhadap LKS kepada pasangannya sehingga muncul recall. Guru meminta
anggota yang lain mendengarkan sambil mendeteksi adanya kesalahan atau
kekurangan dalam penjelasan pasangannya sehingga muncul digest. Dyad-
1 dan dyad-2 saling memperlihatkan hasil pekerjaan, kemudian
membandingkan, menanggapi dan memberikan sanggahan sehingga
muncul expand. Guru meminta beberapa kelompok untuk
mempresentasikan hasil LKS serta menyimpulkan materi yang telah
dipelajari sehingga muncul review.
5) Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar
individu dan kelompok.
Sumber data : McCafferty, S.G. dkk. (2006)
38
2.1.6 Model Pembelajaran Konvensional
Menurut Djamarah (2014: 97), pembelajaran konvensional adalah
pembelajaran yang boleh dikatakan tradisional, karena sejak dulu metode ini telah
dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan siswa dalam
proses belajar mengajar. Pembelajaran ini dilakukan dengan guru menjelaskan
lisan secara langsung terhadap siswa.
Dalam proses pembelajaran, guru lebih berperan aktif dibanding siswanya.
Guru memberikan penjelasan di depan kelas dan mengadakan tanya jawab. Siswa
dijadikan sebagai objek belajar pasif dengan hanya menerima, mencatat dan
menghafal materi. Guru sebagai penentu jalannya sebuah pembelajaran. Sehingga
terkadang guru kurang memperhatikan kemampuan siswa yang berbeda-beda.
Dengan demikian, pembelajaran konvensional dinilai memiliki kelemahan
sehingga hasil belajar siswa kurang maksimal.
Menurut Suharto dalam Setiyowati (2014) fase-fase dalam model
pembelajaran koncvensional sebagai berikut.
1. Menyampaikan tujuan
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada
proses pembelajaran.
2. Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi pada siswa secara bertahap.
3. Mengecek pemahaman dengan menggunakan umpan balik
Guru mengecek keberhasilan siswa dan memberikan umpan balik.
4. Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan
39
Guru memberikan tugas tambahan untuk dikerjakan di rumah.
2.1.7 Kemampuan Berpikir Kreatif
Menurut Munandar (2014: 65-66) Tes Torrance dimaksudkan untuk
memicu ungkapan secara simultan dari beberapa operasi mental kreatif yang
terutama mengukur kelancaran, kelenturan, orisinalitas, dan kerincian (elaborasi).
Tes Torrance tentang berpikir kreatif terdiri dari bentuk verbal dan figural. Bentuk
verbal terdiri dari tujuh sub-tes: mengajukan pertanyaan, menerka sebab, menerka
akibat, memperbaiki produk, penggunaan tidak lazim, pertanyaan tidak lazim, dan
aktivitas yang diandaikan. Bentuk figural terdiri dari tiga sub-tes: tes bentuk,
gambar yang tidak lengkap, dan tes lingkaran. Tes verbal diskor untuk kelancaran,
kelenturan, dan orisinalitas, sementara tes figural ditambah dengan skor untuk
elaborasi. Tes Torrance juga diberi batas waktu atas dasar pertimbangan bahwa
sampai derajat tertentu harus ada press (pendorong, tekanan) untuk memicu fungsi
mental kreatif dengan tetap memberikan dorongan untuk merangsang berpikir
kreatif.
Pehkonen dalam Putra (2012) mendefinisikan berpikir kreatif sebagai
kombinasi antara berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi
tapi masih dalam kesadaran. Ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif dalam
suatu praktek pemecahan masalah, pemikiran divergen menghasilkan banyak ide
yang berguna dalam menyelesaikan masalah. Dalam berpikir kreatif dua bagian
otak akan sangat diperlukan. Keseimbangan antara logika dan kreativitas sangat
penting. Jika salah satu menempatkan deduksi logis terlalu banyak, maka
40
kreativitas akan terabaikan. Dengan demikian untuk memunculkan kreativitas
diperlukan kebebasan berpikir tidak dibawah kontrol dan tekanan.
Munandar (2014: 59), mengemukakan bahwa kriteria penilaian kreatif
berkaitan dengan aspek-aspek berpikir kreatif, yaitu kelancaran, keluwesan,
orisinalitas, dan kerincian (elaborasi). Kemampuan berpikir kreatif itu meliputi
kemampuan:
1. Memahami informasi masalah, yaitu menunjukan apa yang diketahui dan apa
yang ditanyakan
2. Menyelesaikan masalah dengan bermacam-macam jawaban (kefasihan)
3. Menyelesaikan masalah dengan satu cara kemudian dengan cara lain dan
siswa memberika penjelasan tentang berbagai metode penyelesaian itu
(keluwesan)
4. Memeriksa jawaban dengan berbagai metode penyelesaian dan kemudian
membuat metode baru yang berbeda (kebaruan).
Dalam penelitian ini, aspek-aspek kemampuan berpikir kreatif yang diukur
adalah kelancaran, keluwesan, keaslian, dan kerincian. Berikut ini adalah
rinciannya:
1. Kelancaran (fluency) adalah kemampuan menyelesaikan masalah Matematika
secara tepat dan arus pemikiran lancar. Menyelesaikan masalah Matematika
secara tepat yang dimaksud adalah jawaban yang diperoleh relevan dengan
masalah yang disajikan, sedangkan arus pemikiran lancar diharapkan agar
jawaban tidak bertele-tele sesuai yang diminta sehingga diperoleh efisiensi
waktu dalam menyelesaikan masalah.
41
2. Keluwesan (flexibility), beberapa ahli menerjemahkan flexibility sebagai
kelenturan. Flexibility adalah kemampuan menjawab masalah Matematika
melalui beragam strategi penyelesaian. Ragam strategi penyelesaian harus
tetap mendapatkan jawaban masalah yang sesuai. Jika cara yang digunakan
berbeda atau beragam akan tetapi tidak mengacu pada jawaban yang diminta,
maka tidak memenuhi kriteria keluwesan.
3. Keaslian (originality) adalah kemampuan menjawab masalah Matematika
dengan menggunakan bahasa, cara, atau idenya sendiri. Jawaban dari masalah
tidak tunggal melainkan terdapat variasi jawaban yang tepat. Tujuan utamanya
bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara
bagaimana sampai pada suatu jawaban.
4. Kerincian (elaboration) adalah kemampuan menjawab secara rinci atau
secara detail tehadap masalah yang diberikan. Kerincian jawaban runtut dan
koheren, misalnya dengan menggunakan konsep-konsep terkait.
2.1.8 Tinjauan Materi Segiempat
2.1.8.1 Jajargenjang
1. Pengertian Jajar genjang
Jajar genjang adalah segiempat yang sepasang-sepasang sisi
berhadapan sejajar. (Supriyono, 2016: 8)
2. Sifat-sifat jajar genjang
a. Sisi-sisi yang berhadapan adalah sejajar.
42
Pada gambar 2.1 menunjukkan jajar
genjang ABCD. Putar setengah
putaran (180 ) pada titik O, sehingga akan
dperoleh AB DC dan AD BC.
Akibatnya, AB = DC dan AD =BC
b. Pada setiap jajargenjang sudut-sudut yang berhadapan sama besar.
Pada gambar 2.2 anggap = x,
= y, dan = z. Karena
kongruen dengan , maka = x,
= y dan = z. Sehingga
diperoleh
= = x,
= + = y + z, dan
= + = z + y
Dengan demikian, diperoleh bahwa = dan =
c. Jumlah pasangan sudut yang saling berdekatan pada setiap
jajargenjang adalah 180 .
Gambar 2.2 Jajar
genjang ABCD dengan
sudut yang berhadapan
sama besar; sumber:
Dris J., dan Tasari
(2011: 198)
Gambar 2. 2 Jajar
genjang ABCD;
sumber: Nuharini,
Dewi dan Wahyuni,
Tri (2008: 261)
43
Pada gambar 2.3 disamping, karena
kongruen dengan , maka
terdapat sudut-sudut bersesuaian yang
sama besar, yaitu
= = x
= = y
Karena ADB segitiga maka + + = 180
sehingga x + y + z = 180
= + = y + z dan
= + = z + y maka,
+ = x + y + z = 180
+ = x + y + z = 180
d. Pada setiap jajargenjang kedua diagonalnya saling membagi dua
sama panjang.
Pada gambar 2.4 disamping, jika
segitiga ABD diputar 180 dengan
pusat O, maka hasilnya
AO berimpit dengan OC sehingga AO
= OC dan BO berimpit dengan OD
sehingga BO = OD.
Gambar 2.3 Jajar
genjang ABCD dengan
jumlah sudut yang
berdekatan adalah 180 ;
sumber: Dris J., dan
Tasari (2011: 198)
Gambar 2.4 Diagonal
jajargenjang ABCD
membagi dua jajargenjang
menjadi dua segitiga yang
kongruen; sumber: Dris J.,
dan Tasari (2011: 197)
44
3. Keliling dan Luas Jajargenjang
Keliling jajargenjang adalah jumlah seluruh sisi-sisinya. Sisi-sisi
jajargenjang yang sejajar adalah sama panjang.
Gambar 2.5 merupakan jajar genjang ABCD dengan sisi-sisi AB,
BC, CD dan DA. Keliling jajar genjang ABCD = AB + BC + CD + AD.
Oleh karena itu AB = DC dan AD = BC,
maka keliling jajargenjang = AB + DC + BC + AD
= AB + AB + BC + BC
= 2AB + 2BC
= 2 (AB + BC)
Sehingga dapat dituliskan
K = a + b + a +b = 2(a + b)
Perhatikan gambar 2.6 disamping. Gambar 2.6
merupakan jajar genjang ABCD. Untuk
menentukan luas jajar genjang, kita buat garis
pertolongan yakni garis BD, maka terbentuklah
dua segitiga yang kongruen, yakni
Gambar 2.5 Jajar genjang ABCD dengan AB = a, BC = b dan t sebagai timggi; sumber: Dris J., dan Tasari (2011:
208)
Gambar 2. 6 Jajar
genjang ABCD; sumber:
Supriyono (2016: 9)
45
∆ABD dan ∆CDB, sehingga
luas jajar genjang ABCD = 2 × Luas ∆ ABD
= 2 × AB.t
= AB. t
(ditulis alas × tinggi)
2.1.8.2 Persegi Panjang (Rectangle)
1. Pengertian persegi panjang
Persegi panjang adalah jajar genjang yang salah satu sudutnya siku-
siku. (Supriyono, 2016: 8)
2. Sifat-sifat persegi panjang
a. Sisi-sisi yang berhadapan dari suatu persegi panjang adalah sejajar dan
sama panjang
Perhatikan gambar 2.7 disamping, jika
persegi panjang ABCD dibalik menurut
garis k, persegi panjang itu akan
menempati bingkainya, sehingga titik A
akan menempati titik B dan titik B akan
menempati titik A, ditulis A B.
Demikian halnya diperoleh D C sehingga berarti AD =
BC.
Selanjutnya jika persegi panjang
ABCD dibalik menurut garis l, persegi
panjang itu akan menempati
Gambar 2.7 Persegi
panjang ABCD; sumber:
Nuharini, Dewi dan
Wahyuni, Tri (2008: 252)
Gambar 2.8 Persegi panjang
ABCD; sumber: Nuharini,
Dewi dan Wahyuni, Tri (2008:
252)
46
bingkainya sepeeti gambar 2.8. Berdasarkan gambar 2.8 diperoleh
bahwa A D, B C, dan . Ini berarti AB = DC. Jadi jarak
dan selalu tetap. Demikian halnya dengan jarak AB dan DC.
Jadi sejajar dan sejajar .
b. Keempat sudut persegi panjang adalah sama besar dan merupakan
sudut siku-siku (90 )
Pada gambar 2.9 disamping gambar persegi
panjang ABCD memiliki sudut yang sama besar
yaitu 90 . Sehingga berlaku = = =
= 90
c. Kedua diagonalnya sama panjang dan saling berpotongan menjadi dua
sama panjang.
Pada gambar 2.9 diagonal–diagonalnya sama panjang dan
berpotongan ditengah-tengah, yaitu AE = EC = BE = DE
3. Keliling dan Luas persegi panjang
Pada gambar 2.10, ABCD adalah persegi
panjang. Keliling persegi panjang tersebut
adalah AB + BC + CD + AD. Karena AB =
DC dan AD = BC, maka
Keliling persegi panjang ABCD = AB + DC + BC + AD
= 2AB + 2BC
Gambar 2.9 Persegi
panjang ABCD;
sumber: Dris J., dan
Tasari (2011: 199)
Gambar 2.10 Persegi
panjang ABCD; sumber:
Dris J., dan Tasari (2011:
207)
47
= 2 (AB + BC),
AB disebut panjang dan BC disebut lebar. Sehingga
Keliling persegi panjang = 2p + 2l = 2 (p + l)
Luas persegi panjang = AB x BC = p x l
2.1.8.3 Persegi (square)
1. Pengertian persegi
Persegi adalah persegi panjang yang sisi-sisinya sama panjang.
(Supriyono, 2016: 8)
2. Sifat-sifat persegi
a. Semua sisi persegi adalah sama panjang
Perhatikan gambar 2.11, keempat sisi
persegi ABCD panjangnya sama, yaitu AB
= BC = CD = DA
b. Diagonal-diagonalnya berpotongan di tengah-tengah dan saling
tegak lurus.
Berdasarkan gambar 2.11 didapat AE = CE
BE = DE
AC BD
Gambar 2.11 Persegi
ABCD; sumber: Dris
J., dan Tasari (2011:
202)
48
c. Sudut-sudut yang berhadapan sama besar.
Berdasarkan gambar 2.11 maka
=
=
d. Diagonal-diagonalnya merupakan garis bagi.
= = =
= = =
Adapun sifat-sifat istimewa dari persegi adalah
a. Diagonal-diagonalnya sama oanjang yaitu AC = BD
b. Besar sudut-sudutnya adalah 90 , yaitu = = =
= 90
3. Keliling dan luas persegi
Gambar 2.12 menunjukkan sebuah persegi.
Pada gambar persegi disamping keempat
sisinya sama panjang, yaitu sisi AB = BC =
CD = DA.
Jadi keliling dan luas persegi dapat dituliskan sebagai berikut.
Keliling persegi = 4 x sisi = 4s
Luas persegi = sisi x sisi =
Gambar 2.12
Persegi ABCD;
sumber: Dris J., dan
Tasari (2011: 211)
49
2.1.9 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Pada penelitian yang dilakukan oleh N. Wulandari dari Program Studi
Pendidikan Matemtika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang dengan judul “Keefektifan pembelajaran CIRC
dengan pendekatan open-ended terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa kelas
VIII materi kubus-balok”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang
mengikuti pembelajaran model CIRC dengan pendekatan open-ended memiliki
persentase siswa yang berhasil mencapai KKM sebesar 93,75% dengan rata-rata
81,46. Sedangkan siswa yang mengikuti pembelajaran model direct instruction
memperoleh persentase sebesar 87,5 dengan rata-rata 81,46. Hal tersebut
menunjukkan bahwa persentase ketuntasan klasikal kelas eksperimen lebih besar
dari persentase ketuntasan kelas kontrol. Jadi dapat disimpulkan kemampuan
berpikir kreatif siswa yang memperoleh pembelajaran model CIRC dengan
pendekatan open-ended lebih baik daripada kemampuan berpikir kreatif siswa
yang memperoleh pembelajaran dengan model direct insruction.
Penelitian juga dilakukan oleh Dakusta Puspitasari dengan judul
“Eksperimentasi Model pembelajaran kooperatif tipe MURDER berbasis mind
mapping terhadap prestasi dan kreativitas belajar pada materi bangun ruang
ditinjau dari kemampuan spasial”. Skripsi Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret Surakarta tahun 2016. Berdasarkan hasil analisis data menggunakan
MANOVA dan ANAVA diperoleh kesimpulan sebagai berikut. (1a) siswa yang
dikenai model pembelajaran MURDER berbasis mind mapping memiliki prestasi
yang sama baiknya dengan siswa diberikan model pembelajaran MURDER, (1b)
50
Siswa yang dikenai model pembelajaran MURDER berbasis mind mapping
memiliki prestasi kreativitas yang lebih baik daripada siswa diberikan model
pembelajaran MURDER, (2a) Siswa yang memiliki kemampuan spasial tinggi
memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang memiliki
kemampuan spasial sedang dan rendah, serta siswa yang memiliki kemampuan
spasial sedang memiliki prestasi belajar yang sama baiknya dengan siswa yang
memiliki kemmpuan spasial rendah, (2b) Siswa yang memiliki kemampuan
spasial tinggi memiliki kreativiitas yang lebih baik daripada siswa yang memiliki
kemampuan spasial sedang dan rendah, serta siswa yang memiliki kemampuan
spasial sedang memiliki kreativitas yang sama baiknya dengan siswa yang
memiliki kemampuan spasial rendah, (3a) Pada model pembeljaran kooperatif tipe
MURDER berbasis mind mapping, siswa dengan kemampuan spasial tinggi
mempunyai prestasi belajar dan kreativitas yang lebih baik daripada siswa yang
memiliki kemampuan spasial sedang dan rendah, serta siswa yang memiliki
kemampuan spasial sedang memiliki prestasi belajar dan kreativitas yang sama
dengan siswa yang memiliki kemampuan spasial rendah, (3b) Pada model
pembelajaran kooperatif tipe MURDER, siswa dengan kemampuan spasial tinggi
mempunyai prestasi belajar dan kreativitas yang lebih baik daripada siswa yang
memiliki kemampuan spasial sedang dan rendah, serta siswa yang memiliki
kemampuan spasial sedang memiliki prestasi belajar dan kreativitas yang sama
dengan siswa yang memiliki kemampuan spasial rendah, (4a) Siswa yang
memiliki kemampuan spasial tinggi, sedang dan rendah, siswa yang dikenai
model pembelajaran tipe MURDER berbasis mind mapping mempunyai prestasi
51
belajar yang sama dengan siswa yang dikenai pembelajaran MURDER, (4b)
Siswa yang memiliki kemampuan spasial tinggi, sedang dan rendah, siswa yang
dikenai model pembelajaran tipe MURDER berbasis mind mapping mempunyai
kreativitas yang sama dengan siswa yang dikenai pembelajaran MURDER.
2.2 Kerangka Berpikir
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif
mengembangkan potensi dirinya. Dalam kehidupan sehari–hari pendidikan
memiliki peranan yang sangat penting. Pendidikan seharusnya mampu
mengembangkan potensi seseorang sehingga dalam kehidupan sehari–hari
seseorang akan mampu menghadapi dan menyelesaikan berbagai macam
permasalahan. Pendidikan akan mulai berarti ketika seseorang masuk dalam
kegiatan kemasyarakatan dan dunia kerja.
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang telah menjadi subjek yang
sangat penting di berbagai segi kehidupan, hal ini terlihat dengan
diperkenalkannya pengetahuan dan konsep Matematika dari usia dini sampai
berkembang menjadi dewasa. Salah satu cabang Matematika yang penting adalah
Geometri.
Geometri merupakan bagian dari Matematika dan juga merupakan salah
satu mata pelajaran yang harus dipelajari siswa di sekolah. Geometri dianggap
penting untuk dipelajari oleh siswa, karena dalam Geometri dibahas objek-objek
yang berhubungan dengan bidang dan ruang. Namun, banyak siswa yang
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan
52
Geometri. Hal ini disebabkan karena kelemahan siswa yang kurang menguasai
materi prasyarat dan juga tidak menguasai konsep Geometri dengan benar. Perlu
disadari bahwa kesulitan yang dialami oleh siswa ini dapat menyebabkan siswa
melakukan kesalahan dalam memecahkan soal. Oleh karena itu, guru sebagai
penyampai ilmu harus mengetahui letak kesalahan siswa agar dapat
mengidentifikasi kelemahan siswa dan membantu memperbaikinya.
Penelitian ini mengambil materi tentang segiempat di dalam Geometri
sebagai salah satu bagian dari Geometri. Berdasarkan informasi dari siswa,
banyak dari mereka yang mengalami kesulitan, sehingga dalam menyelesaikan
soal pun mereka masih banyak melakukan kesalahan.
Berdasarkan observasi awal dan wawancara terhadap guru bidang studi
Matematika khususnya Geometri di SMP Negeri 2 Bawen bahwa apabila siswa
diberikan soal yang terkait dengan kemampuan berpikir kreatif, masih terdapat
banyak siswa yang mengalami kesulitan untuk menjawab atau memberikan
pendapatnya terkait soal atau permasalahan tersebut. Siswa banyak yang masih
kesulitan mengerjakan soal yang berbentuk cerita. Siswa juga belum mampu
menguraikan atau memisahkan suatu hal ke dalam bagian-bagiannya dan mencari
keterkaitan antara bagian-bagian tersebut serta meramalkan atau menggambarkan
kesimpulan atau putusan. Berdasarkan hasil wawancara, data kemampuan berpikir
kreatif siswa SMP Negeri 2 Bawen di lapangan dapat disimpulkan bahwa
keterampilan memperinci masalah pada siswa masih kurang, keterampilan
mengidentifikasi masalah pada siswa juga masih kurang, demikian pula dengan
keterampilan menentukan hukum sebab akibat serta keterampilan mengilustrasi
53
masalah, keterampilan membuat hipotesis, keterampilan menarik kesimpulan,
keterampilan mengevaluasi dan menilai masih kurang. Hal ini menyiratkan bahwa
aktivitas siswa selama proses pembelajaran dan kemampuan berpikir kreatif siswa
di SMP Negeri 2 Bawen belum optimal.
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam mengerjakan soal geometri adalah model pembelajaran
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Hal ini sesuai dengan
kelebihan model pembelajaran CIRC seperti yang diungkapkan oleh Slavin
sebagaimana dikutip oleh Suyitno (2005: 6), yang menyatakan bahwa model
pembelajaran CIRC dapat meningkatkan hasil belajar khususnya dalam
menyelesaikan soal yang berbentuk uraian.
Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa diperlukan juga
pendekatan yang tepat. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah
strategi MURDER. Masing-masing langkah dalam model pembelajaran ini
berperan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, misal dengan
kegiatan Understand dan Recall siswa akan terangsang untuk berpikir kritis dalam
menghadapi suatu permasalahan, sedangkan dengan kegiatan Digest dan Expand
siswa akan terangsang untuk membiasakan diri berpikir secara kreatif dalam
menyelesaikan suatu permasalahan.
Aktivitas siswa juga harus diperhatikan dalam proses pembelajaran. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Sardiman (2014: 95-97), yang menyatakan bahwa di
dalam belajar harus ada aktivitas, sebab prinsip belajar adalah berbuat/ melakukan
kegiatan. Dalam model pembelajaran CIRC strategi MURDER siswa dituntut
54
untuk aktif dalam proses pembelajaran di kelas sehingga aktivitas peserta didik
lebih menonjol, tercipta suasana yang nyaman dan senang untuk belajar. Hal
tersebut diharapkan mampu untuk membantu siswa dalam mengembangkan
kemampuan berpikir kreatif matematis mereka.
Penelitian ini mengambil dua kelas dengan siswa yang ada di dalamnya
sebagai sampel penelitian. Satu kelas sebagai kelompok kontrol mendapatkan
pembelajaran konvensional, satu kelas sebagai kelompok eksperimen
mendapatkan pembelajaran model CIRC dengan strategi MURDER. Pada akhir
pembelajaran, masing-masing kelas dilakukan tes kemampuan berpikir kreatif
yang soalnya sudah diujicobakan ke kelas uji coba untuk dianalisis soal mana
yang akan digunakan dalam tes.
Peneliti menduga bahwa pembelajaran pada kelompok eksperimen
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan strategi
MURDER pada aspek berpikir kreatif siswa dapat mencapai ketuntasan belajar
klasikal dan individual. Serta kemampuan berpikir kreatif siswa dalam kelas
eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol yang diajar dengan pembelajaran
konvensional.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat digambarkan paradigma penelitian
sebagai berikut
55
Gambar 2.13 Paradigma Penelitian
2.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe CIRC dengan strategi MURDER dapat mencapai ketuntasan
klasikal.
2. Kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe CIRC dengan strategi MURDER dapat mencapai ketuntasan
individual.
Tujuan Pembelajaran
Kooperatif Tipe CIRC dengan
Strategi MURDER Konvensional
Tes Kemampuan Berpikir
kreatif
Mencapai Ketuntasan Klasikal dan Individual
Eksperimen Kontrol
Tes Kemampuan Berpikir
kreatif
Kemampuan berpikir kreatif kelas eksperimen lebih baik
dari kelas kontrol
56
3. Kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan model pembelajaran
CIRC dengan strategi MURDER lebih baik dari pada kemampuan berpikir
kreatif siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.
97
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian di SMP Negeri 2 Bawen pada tanggal 13-23
Maret 2017, maka disimpulkan sebagai berikut.
(1) Kelas yang menggunakan pembelajaran model CIRC dengan strategi
MURDER mencapai ketuntasan klasikal.
(2) Kelas yang menggunakan pembelajaran model CIRC dengan strategi
MURDER mencapai ketuntasan individual.
(3) Kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan pembelajaran
model CIRC dengan strategi MURDER lebih baik dari kemampuan
berpikir kreatif siswa yang menggunakan pembelajaran yang biasa
diberikan dikelas yaitu konvensional
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti akan memberikan saran sebagai
berikut.
(1) Guru matematika kelas VII di SMP Negeri 2 Bawen dalam menyampaikan
materi segiempat dapat menggunakan model pembelajaran CIRC dengan
strategi MURDER untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
(2) Guru matematika kelas VII di SMP Negeri 2 Bawen dapat menggunakan
model pembelajaran CIRC dengan strategi MURDER dalam materi
geometri yang sejenis dengan dibuat variasi yang lebih menarik.
98
(3) Dalam pelaksanaan pembelajaran model CIRC dengan strategi MURDER,
guru SMP Negeri 2 Bawen dapat memanfaatkan waktu secara efisien
sehingga pelaksanaan pembelajaran dapat maksimal.
99
DAFTAR PUSTAKA
Airasian, P., W., et al. 2015. Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arifin, Z., 2016. Evaluasi pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Craft, A. 2001. An Analysis of Research and Literature On Creativity in Education. London: Roudledge.
Daryanto dan Rahardjo M., 2012. Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta:
Gava Media.
Dimyanti dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran,. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah S. B. dan Zain A., 2014. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Dris J., dan Tasari. 2011. Matematika Jilid 1. Jakarta: Pusat Kurikulum dan
Perbukuan, Kementrian Pendidikan Nasional.
Hashimoto, Y. 1997. An Example of Lesson Development. Shimada, S. dan Becker, J.P. (Ed). The Open Ended Approach. A New Proposal for Teaching Mathematics. Reston: VA NCTM.
Hayes, John R., 1989. The Complete Problem Solver, Lawrence Erlbaum
Publishers, Hillsdale.
Huda, M., 2011. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Huda, M., 2015. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Jacobs GM. 1996. Learning Cooperative Learning: A Sourcebook of Lesson Plans for Teacher Education on Cooperative Learning. Singapore: SEAMEO
Regional Lenguage Center.
Laporan Hasil Ujian Nasional. 2014. Kementrian Pendidikkan dan Kebudayaan
Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Penilaian Pendidikkan.
100
Litbang. 2015. Peringkat dan Capaian PISA Indonesia. Tersedia di
https://www.kemdikbud.go.id/main/2016/12/peringkat-dan-capaian-pisa-
indonesia-mengalami-peningkatan [diakses pada 10 Mei 2017].
Munandar, U., 1999. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.
Jakarta: Rineka Cipta.
Munandar, U., 2014. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka
Cipta.
Nuharini, D. dan Wahyuni, T., 2008. Matematika Konsep dan Aplikasinya.
Jakarta: CV. Usaha Makmur.
Nur’aeni, E. 2008. Teori Van hiele Dan Komunikasi Matematik (Apa, Mengapa Dan Bagaimana), hlm. 128-129 [ Online ] Tersedia di
http://eprints.uny.ac.id/6917/1/P-11%20Pendidikan%20%28Epon%20
Nuraeni%29.pdf [diakses 31 Juli 2016].
Puspitasari D., Budiyono, dan I. Slamet. 2016. Eksperimentasi Model pembelajaran kooperatif tipe MURDER berbasis mind mapping terhadap prestasi dan kreativitas belajar pada materi bangun ruang ditinjau dari kemampuan spasial. Tersedia di
https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/55682/Eksperimentasi-model-
pembelajaran-kooperatif-tipe-murder-berbasis-mind-mapping-terhadap-
prestasi-dan-kreativitas-belajar-pada-materi-bangun-ruang-ditinjau-dari-
kemampuan-spasial-siswa-smp-negeri-di-Kabupaten-Magelang-tahun-
pelajaran-20152016 [diakses 28 Januari 2017].
Putra T. T., Irwan, dan Vionanda D., 2012. Meningkatkan kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dengan Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3. Vol.1 No.1, 22-26.
Rachmawati, T. dan Daryanto. 2015. Teori Belajar dan Proses Pembelajaran yang Mendidik. Yogyakarta: Gava Media.
Ruseffendi, E.T. 1991. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E.T. 1998. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.
Santyasa, I W., 2008. Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Kooperatif. Universitas Pendidikan Ganesha. Nusa Penida.
101
Sardiman. 2014. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Slameto. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Remaja Rosdakarya.
Slavin, R. E. 2005. Cooperative learning Teori, Riset, dan Praktik. Bandung:
Nusa Media.
Setiyowati E. A., dan Pramukantoro J. A., 2014. Model Pembelajaran Kooperatif MURDER untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Kompetensi Inti Teknik Elektronika di SMK Negeri 1 Nganjuk. Jurnal Pendidikan Teknik Elektro. Vol.03 No.01, 155-162.
Sobel dan Maletsky. 2004. Mengajar Matematika. Jakarta:Erlangga.
Sudjana .2005. Metode Statistika Edisi ke-6. Bandung : Tarsito.
Surya, M., 1981. Pengantar Psikologi, Pengaruh Faktor Non Intelektual Terhadap Gejala Berprestasi Kurang (Studi Terhadap Siswa SPG) , IKIP
Bandung.
Sugihartono. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R &D. Bandung Alfabetha.
Sugiyono. 2013. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sukestiyarno. 2012. Olah Data Penelitian Berbantuan SPSS. Semarang:
Universitas Negeri Semarang.
Suryabrata S., 1984. Psikologi Pendidikan, Jakarta : Rajawali.
Suwangsih dan Tiurlina. 2010. Model Pembelajaran Matematika. Bandung:UPI
PRESS.
Suyitno, A., 2005. Mengadopsi Pembelajaran CIRC dalam Meningkatkan Keterampilan Siswa Menyelesaikan Soal Cerita. Seminar Nasional
F.MIPA UNNES.
Trianto. 2011. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktifistik: Konsep, Landasan Teoritis Praktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
102
Wulandari, N & Mashuri. 2014. Keefektifan Pembelajaran CIRC dengan Pendekatan Open-Ended Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas VIII materi Kubus dan Balok. Tersedia di
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujme [diakses 28 Januari 2017].