21
Suwandi Miskak, Kajian Ekonomi Keuangan 3 Nomor 3 Tahun 2019 http://dx.doi.org/10.31685/kek.V3i1.476 Kegagalan Analisis Laporan Keuangan Dalam Memprediksi Kebangkrutan BPR/BPRS di Indonesia Suwandi Miskak Abstract. Since operated in 2005 until 2017, Indonesian Deposit Insurance (LPS) has liquidated 84 BPR/BPRS which were declared as failed banks by Bank Indonesia (BI) / Financial Services Authority (OJK). The cause of the failure of the BPR/BPRS was that the bank cannot meet the minimum capital adequacy ratio (CAR) due to losses suffered by the bank. The bank losses were caused fraud by owner, management and employees. Losses were recognized in the financial statements after they were found by BI/OJK. By using ARIMA, we forecast quarterly CAR data before a BPR/BPRS is determined as a bank under special supervision to determine the ability of CAR data to predict whether the bank will be placed as a bank under special supervision. This research result shows the difference between estimated CAR and actual CAR is significant. This means that CAR data calculated based on financial statements cannot predict the BPR/BPRS will be determined as a bank under special supervision, which in turn has the potential to become a failed bank. Keyword: ARIMA; CAR; failed bank; forecasting; fraud; good corporate governance Abstrak. Sejak beroperasi pada 2005 hingga 2017, LPS telah melikuidasi 84 BPR/BPRS yang dinyatakan sebagai bank gagal oleh BI/OJK. Penyebab kegagalan BPR/BPRS adalah bahwa bank tidak dapat memenuhi rasio kecukupan modal minimum (CAR) karena kerugian yang dialaminya. Kerugian bank disebabkan fraud oleh pemilik, manajemen, dan karyawan. Kerugian diakui dalam laporan keuangan setelah ditemukan oleh BI/OJK. Kami melakukan forecasting data CAR triwulanan sebelum BPR/BPRS ditempatkan dalam pengawasan khusus untuk menentukan kemampuan prediksi data CAR apakah bank akan ditempatkan sebagai bank dalam pengawasan khusus menggunakan teknik ARIMA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan antara perkiraan CAR dan CAR aktual adalah signifikan. Hal ini berarti bahwa data CAR yang dihitung berdasarkan laporan keuangan tidak dapat digunakan untuk memprediksi apakah BPR/BPRS akan ditempatkan dalam pengawasan khusus, yang pada akhirnya berpotensi menjadi bank yang gagal. * * 2019 Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI * Email: [email protected] α Institut Pertanian Bogor Riwayat artikel: Diterima 08 September 2019 Direvisi 4 November 2019 Disetujui 13 Januari 2020 Tersedia online 1 Mei 2020 Kata kunci: ARIMA; CAR; bank gagal; peramalan; penyalahgunaan; tata kelola. JEL Classification : M14, M28

Kegagalan Analisis Laporan Keuangan Dalam Memprediksi

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kegagalan Analisis Laporan Keuangan Dalam Memprediksi

Suwandi Miskak, Kajian Ekonomi Keuangan 3 Nomor 3 Tahun 2019 http://dx.doi.org/10.31685/kek.V3i1.476

Kegagalan Analisis Laporan Keuangan Dalam Memprediksi Kebangkrutan BPR/BPRS di Indonesia

Suwandi Miskak Abstract. Since operated in 2005 until 2017, Indonesian Deposit Insurance

(LPS) has liquidated 84 BPR/BPRS which were declared as failed banks by Bank

Indonesia (BI) / Financial Services Authority (OJK). The cause of the failure of

the BPR/BPRS was that the bank cannot meet the minimum capital adequacy

ratio (CAR) due to losses suffered by the bank. The bank losses were caused

fraud by owner, management and employees. Losses were recognized in the

financial statements after they were found by BI/OJK. By using ARIMA, we

forecast quarterly CAR data before a BPR/BPRS is determined as a bank under

special supervision to determine the ability of CAR data to predict whether the

bank will be placed as a bank under special supervision. This research result

shows the difference between estimated CAR and actual CAR is significant.

This means that CAR data calculated based on financial statements cannot

predict the BPR/BPRS will be determined as a bank under special supervision,

which in turn has the potential to become a failed bank.

Keyword: ARIMA; CAR; failed bank; forecasting; fraud; good corporate

governance

Abstrak. Sejak beroperasi pada 2005 hingga 2017, LPS telah melikuidasi 84

BPR/BPRS yang dinyatakan sebagai bank gagal oleh BI/OJK. Penyebab

kegagalan BPR/BPRS adalah bahwa bank tidak dapat memenuhi rasio

kecukupan modal minimum (CAR) karena kerugian yang dialaminya. Kerugian

bank disebabkan fraud oleh pemilik, manajemen, dan karyawan. Kerugian

diakui dalam laporan keuangan setelah ditemukan oleh BI/OJK. Kami

melakukan forecasting data CAR triwulanan sebelum BPR/BPRS ditempatkan

dalam pengawasan khusus untuk menentukan kemampuan prediksi data CAR

apakah bank akan ditempatkan sebagai bank dalam pengawasan khusus

menggunakan teknik ARIMA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan

antara perkiraan CAR dan CAR aktual adalah signifikan. Hal ini berarti bahwa

data CAR yang dihitung berdasarkan laporan keuangan tidak dapat digunakan

untuk memprediksi apakah BPR/BPRS akan ditempatkan dalam pengawasan

khusus, yang pada akhirnya berpotensi menjadi bank yang gagal. *

* 2019 Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI

* Email: [email protected] α Institut Pertanian Bogor

Riwayat artikel:

▪ Diterima 08 September 2019

▪ Direvisi 4 November 2019

▪ Disetujui 13 Januari 2020

▪ Tersedia online 1 Mei 2020

Kata kunci: ARIMA; CAR; bank gagal;

peramalan; penyalahgunaan; tata kelola.

JEL Classification : M14, M28

Page 2: Kegagalan Analisis Laporan Keuangan Dalam Memprediksi

Suwandi Miskak

162

1. PENDAHULUAN

Di Indonesia terdapat dua jenis bank yaitu bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Untuk BPR yang menjalankan kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah disebut Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Perbedaan utama antara bank umum dan BPR/BPRS

antara lain adalah ada tidaknya fasilitas jasa lalu lintas transaksi keuangan. Bank umum

memfasilitasi jasa lalu lintas pembayaran seperti kliring, inkaso, valuta asing, dan transfer

sedangkan BPR tidak menyediakan fasilitas tersebut.

Tren jumlah BPR/BPRS sejak 2012 sampai dengan 2017 mengalami penurunan dari 1.825

BPRS/BPRS menjadi 1.729 BPR/BPRS. Selain karena merjer/akuisisi, penurunan terjadi karena

penutupan bank. Walaupun terjadi penurunan jumlah BPR/BPRS, Dana Pihak Ketiga (DPK)

yang berhasil dihimpun mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan dari 2012 sampai 2017

yaitu mencapai 9% rata-rata pertahun.

Dari sisi asset, pertumbuhan aset BPR/BPRS sejak 2012 sampai dengan 2017 mencapai 126%

atau 25,25% pertahun, dengan rincian sebagaimana yang tertulis pada Tabel 1.

TABEL 1. Aset BPR/BPRS dan Bank Umum

Total Aset Des 2012 Des 2013 Des 2014 Des 2015 Des 2016 Des 2017

BPR/BPRS

(RpTriliun)

60,42 (1%) 77,38 (2%) 89,88 (2%) 101,71 (2%) 122,66 (2%) 136,79 (2%)

Bank Umum

(RpTriliun)

4.262,59 (99%) 4.954,47 98%) 5.615,15 (98%) 6.132,58 (98%) 7.086,30 (98%) 7.811,81 (98%)

Jumlah 4.323,01 (100%) 5.031,85 (100%) 5.705,03 (100%) 6.234,29(100%) 7.208,96 (100%) 7.948,6 (100%)

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK), diolah (2018)

Dari data tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan aset BPR/BPRS jauh di atas

pertumbuhan dana pihak ketiga. Hal ini berarti pertumbuhan aset BPR/BPRS ditopang lebih

banyak dari sumber pendanaan selain dana pihak ketiga. Peningkatan permodalan BPR/BPRS

untuk memperbaiki tingkat solvabilitas bank juga dapat menjadi sumber pembiayaan untuk

meningkatkan aset. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan aset bank umum yang hanya naik

rata-rata 17% per tahun sejak 2012 sampai 2017, maka pertumbuhan aset BPR/BPRS jauh lebih

tinggi.

Sejak LPS beroperasi sampai dengan akhir 2017, tercatat dari total 1.915 BPR/BPRS yang

pernah/masih beroperasi, sejumlah 184 bank pernah ditetapkan dalam status Bank Dalam

Pengawasan Khusus (BDPK), dan 91 bank telah dicabut izin usahanya oleh BI/OJK termasuk

self liquidation. Hasil kajian yang dilakukan oleh LPS pada tahun 2016, penyebab utama dari

banyaknya BPR/BPRS yang dicabut izin usahanya (likuidasi) tersebut adalah karena

terjadinya tindakan penyimpangan (fraud) yang dilakukan baik oleh pemilik, pengurus

maupun karyawan bank. Tindakan penyimpangan tersebut antara lain dalam bentuk

penyaluran kredit fiktif, angsuran kredit yang tidak disetorkan oleh petugas bank, pencairan

deposito tanpa sepengetahuan nasabah, dan kredit yang tidak didukung dengan agunan yang

memadai. TABEL 2 menjelaskan uraian penyebab bank gagal serta dampak kerugian

finansialnya.

Page 3: Kegagalan Analisis Laporan Keuangan Dalam Memprediksi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Nomor 3 Volume 3 Tahun 2019

163

TABEL 2: Penyebab BPR/BPRS Gagal (2006-2016) (dampak dalam jutaan rupiah)

No Penyebab Penyimpangan Jumlah Kejadian Dampak Kejadian (finansial) (%)

1 Penyalahgunaan kredit 73 31% 807,104 2 Kredit macet, rekayasa kol, dan

PPAP 62 26% 87,631

3 Koreksi penilaian agunan 10 4% 7,183 4 Pelanggaran BPMK 7 3% - 5 Penggunaan RRA, kerugian, dan

penggelapan 37 15% 37,065

6 Kesulitan likuiditas 5 2% 4,076 7 Penyalahgunaan simpanan 45 19% 209,208 Total 244 100% 1,152,342

Sumber: Kajian LPS (2016), diolah.

Sebelum ditemukan adanya fraud oleh OJK, BPR/BPRS masih mencatat laba dengan tingkat

solvabilitas yang ditunjukkan dengan angka CAR jauh diatas angka minimum. Hal ini berarti

bank masih solvent. Setelah BI/OJK melakukan koreksi atas laporan keuangan akibat terjadinya

fraud tersebut, bank langsung membukukan kerugian dan akibatnya CAR bank menjadi turun

signifikan bahkan menjadi negatif.

BPR/BPRS mempublikasikan laporan keuangan secara triwulanan melalui website OJK. Dalam

laporan publikasi tersebut juga disampaikan rasio-rasio pokok keuangan antara lain CAR,

NPL, LDR, dan BOPO. CAR digunakan sebagai alat ukur tingkat solvabilitas bank. CAR ini

juga dipakai OJK untuk menentukan apakah bank ditetapkan dalam status pengawasan

normal, pengawasan intensif, dan pengawasan khusus. Sebelum berlakunya POJK No.

19/POJK.03/2017 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan BPR/BPRS, status

pengawasan berdasarkan PBI No.11/20/PBI/2009 tentang Tindak Lanjut Penanganan Terhadap

Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus hanya dikenal dua kategori yaitu

pengawasan normal dan pengawasan khusus. Dalam hal BPR/BPRS dinilai mengalami

kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya maka BPR/BPRS tersebut ditetapkan

dalam status pengawasan khusus. Dikatakan sebagai BPR/BPRS yang membahayakan

kelangsungan usahanya apabila memenuhi kriteria yaitu (a) CAR kurang dari 4%; dan/atau

(b). Cash Ratio rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3%.

Dengan ditemukannya penyebab kegagalan BPR/BPRS adalah fraud, maka sangat menarik

untuk diteliti apakah data series CAR BPR/BPRS yang dihitung berdasarkan laporan keuangan

publikasi dapat digunakan untuk memprediksi bank akan ditetapkan sebagai bank dalam

pengawasan khusus yang selanjutnya menjadi bank gagal.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Kebangkrutan

Kebangkrutan perusahaan adalah suatu proses (Outtecheva, 2007). Proses kebangkrutan

dimulai dengan early impairment karena penurunan kualitas aset, kemudian terjadi pemburukan

kinerja yang mengakibatkan permasalahan cash flow sehingga perusahaan gagal untuk

memenuhi kewajibannya baik jangka pendek maupun jangka panjang. Apabila nilai aset

perusahaan tidak dapat memenuhi seluruh kewajibannya, hal ini berarti perusahaan memiliki

ekuitas negatif. Dalam kondisi demikian, perusahaan dinyatakan insolvent dan akhirnya

menjadi bankrupt. Proses financial distress ditampilkan pada GAMBAR 1.

GAMBAR 1: Proses Financial Distress

Page 4: Kegagalan Analisis Laporan Keuangan Dalam Memprediksi

Suwandi Miskak

164

Financial State

Perfo

rman

ce a

t Diff

eren

ces

Stag

es

C orporate F inanc ial Dis tres s C yc le

Solvent Distress, but Solvent Insolvent

EarlyInpairment

Deterioration of Performance

Cash Flow Problem

Failure

Default

Insolvency Bankruptcy

P roc es s Integral F inanc ial Dis tres s

Sumber : Outtecheva, dimodifikasi

Financial State

Perfo

rman

ce a

t Diff

eren

ces

Stag

es

C orporate F inanc ial Dis tres s C yc le

Perfo

rman

ce a

t Diff

eren

ces

Stag

es

C orporate F inanc ial Dis tres s C yc le

Solvent Distress, but Solvent Insolvent

EarlyInpairment

Deterioration of Performance

Cash Flow Problem

Failure

Default

Insolvency Bankruptcy

P roc es s Integral F inanc ial Dis tres s

Sumber : Outtecheva, dimodifikasi

Sumber : Pranowo (2010), modifikasi dari Outtecheva (2007)

Sebagaimana proses kebangkrutan perusahaan yang ditampilkan pada GAMBAR 1 bahwa

perusahaan terlebih dahulu akan mengalami kesulitan likuiditas yang lebih jauh nantinya akan

memberikan peluang untuk tidak mampu menjalankan usaha operasional perusahaan dengan

baik sehingga akan terjadi kebangkrutan pada perusahaan tersebut.

Sejalan dengan Outtecheva, bahwa kebangkrutan sebagai sebuah situasi dimana arus kas tidak

dapat memenuhi untuk membayar kewajiban saat ini (Wruck, 1990). Sementara Whitaker

(1999) menegaskan bahwa kebangkrutan terjadi karena perusahaan mengalami persoalan

keuangan yang sudah lama.

2.2 Kualitas Informasi Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan suatu pencatatan atau laporan yang mencakup informasi

keuangan sebuah perusahaan. Umumnya laporan keuangan digunakan untuk mengetahui

kinerja perusahaan dalam suatu periode tertentu, dan digunakan baik oleh pihak internal

perusahaan maupun eksternal perusahan. Laporan keuangan biasa digunakan oleh internal

perusahaan sebagai informasi yang dijadikan rujukan dalam menentukan suatu keputusan bagi

pihak manajemen sedangkan bagi pihak eksternal, umumnya laporan keuangan digunakan

sebagai informasi dalam hal mengambil keputusan investasi. Untuk itu, kualitas informasi

keuangan menjadi hal yang sangat penting.

Ikatan Akuntan Indonesia juga menjabarkan tentang karakteristik kualitas laporan keuangan

sebagaimana yang dinyatakan dalam PSAK yaitu dapat dipahami dan relevan. Informasi

memiliki kualitas relevan kalau dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan

membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan,

atau mengkoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. Peran informasi dalam peramalan

(predictive) dan penegasan (confirmatory) berkaitan satu sama lain.

Informasi posisi keuangan dan kinerja di masa lalu seringkali digunakan sebagai dasar untuk

memprediksi posisi keuangan dan kinerja masa depan dan hal-hal lain yang langsung menarik

perhatian pemakai, seperti pembayaran dividen dan upah, pergerakan harga sekuritas dan

kemampuan perusahaan untuk memenuhi komitmennya ketika jatuh tempo. Untuk memiliki

nilai prediktif, informasi tidak perlu harus dalam bentuk ramalan eksplisit. Namun demikian,

kemampuan laporan keuangan untuk membuat prediksi dapat ditingkatkan dengan

menampilkan informasi tentang transaksi dan peristiwa masa lalu. Misalnya, nilai prediktif

laporan laba rugi dapat ditingkatkan kalau pos-pos penghasilan atau beban yang tidak biasa,

abnormal dan jarang terjadi diungkapkan secara terpisah.

Page 5: Kegagalan Analisis Laporan Keuangan Dalam Memprediksi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Nomor 3 Volume 3 Tahun 2019

165

Informasi memiliki kualitas andal (reliable) jika bebas dari pengertian yang menyesatkan,

kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur

(faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat

disajikan. Informasi mungkin relevan tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat

diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan (IAI,

2015).

2.3 Tingkat Kesehatan Bank

Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum

menegaskan bahwa bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank secara individual

dengan menggunakan pendekatan risiko (Risk-Based Bank Rating) dengan cakupan penilaian

terhadap faktor profil risiko (risk profile); good corporate governance (GCG); rentabilitas (earnings);

dan permodalan (capital). Penilaian terhadap faktor profil risiko merupakan penilaian terhadap

risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko dalam operasional bank terhadap 8

(delapan) risiko yaitu (1) risiko kredit; (2) risiko pasar; (3) risiko likuiditas; (4) risiko

operasional; (5) risiko hukum; (6) risiko stratejik; (7) risiko kepatuhan; dan (8) risiko reputasi.

Penilaian terhadap faktor GCG merupakan penilaian terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip

GCG. Penilaian terhadap faktor rentabilitas earnings meliputi penilaian terhadap kinerja

earnings sumber-sumber earnings, dan sustainability earnings sedangkan penilaian terhadap faktor

permodalan (capital) meliputi penilaian terhadap tingkat kecukupan permodalan dan

pengelolaan permodalan.

Penilaian tingkat kesehatan untuk BPR dan BPRS mengacu pada ketentuan yang diatur dalam

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 dan PBI

No.9/17/PBI/2007 tanggal 4 Desember 2007. Terdapat lima faktor yang dinilai dalam tingkat

kesehatan BPR/BPRS, yaitu (1) Permodalan (rasio modal terhadap aktiva tertimbang menurut

risiko); (2) Kualitas aktiva produktif (rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap

aktiva produktif dan rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dibentuk terhadap

penyisihan penghapusan aktiva produktif yang wajib dibentuk); (3) Manajemen (manajemen

umum dan manajemen risiko); (4) Rentabilitas (rasio laba terhadap rata-rata volume usaha

dan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional); (5) Likuiditas (rasio alat likuid

terhadap hutang lancar dan rasio kredit terhadap dana yang diterima).

Dari kelima faktor tersebut, hanya satu faktor yang bersifat kualitatif dan non keuangan yaitu

faktor manajemen. Faktor manajemen terdiri atas manajemen umum dan manajemen risiko.

Manajemen umum meliputi strategi, struktur, sistem dan kepemimpinan sedangkan

manajemen risiko mencakup risiko likuiditas (liquidity risk), risiko kredit (credit risk), risiko

operasional (operational risk), risiko hukum (legal risk), dan risiko pemilik dan pengurus

(ownership and managership risk).

3. KAJIAN PENELITIAN TERDAHULU

Penelitian yang berhubungan analisis kegagalan perusahaan telah banyak dilakukan, baik yang

secara teoritis maupun analitis. Umumnya obyek penelitian berupa bank umum dan

perusahaan non-lembaga keuangan. Hingga saat ini, penelitian dalam memprediksi kegagalan

BPR/BPRS jumlahnya masih sangat terbatas.

Merton (1974) memperkenalkan model kegagalan suatu perusahaan dengan modifikasi Black-

Scholes Model mengenai harga opsi. Model Merton tersebut digunakan oleh banyak peneliti

terdahulu yang salah satunya adalah Tudel dan Young (2003) untuk mengetahui risk default

dari suatu perusahaan-perusahaan di Inggris. Penelitian dengan metode serupa juga dilakukan

oleh Hadad, Santoso, Besar, dan Rulina (2004) serta menunjukkan hasil bahwa Model Merton

dapat memberikan sinyal yang baik untuk menganalisis default risk terhadap perusahaan

dengan jenis industri sektor pertanian yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.

Page 6: Kegagalan Analisis Laporan Keuangan Dalam Memprediksi

Suwandi Miskak

166

Thomson (1991) menganalisis kegagalan bisnis dan kebangkrutan bank umum di USA dengan

memprediksikan alasan kegagalan bank tersebut menggunakan analisis rasio keuangan

CAMEL.

Penelitian terkait kegagalan bank juga dilakukan oleh Ozili (2017) dengan sampel berupa 231

bank di Eropa pada periode tahun 2004-2014. Data penelitian yang digunakan adalah PDB

yang diperoleh dari World Economic Forum. Hasil penelitian Ozili menyimpulkan bahwa (1)

bank-bank di Eropa menggunakan indikator fee income untuk memberikan kelancaran dalam

laba perusahaan baik bagi perusahaan yang kemungkinan kecil akan gagal dan bank-bank

yang kemungkinan besar akan gagal; (2) adanya korelasi yang positif antara interest income dan

non-interest income yang mengindikasikan peningkatan risiko sistematis karena berkurangnya

manfaat diversifikasi; (3) fee income pada bank-bank kecil bersifat prosiklis dengan kondisi

ekonomi berfluktuasi tetapi tidak untuk bank-bank besar; (4) earnings management dapat

meningkatkan pendapatan secara signifikan yang bergantung pada ukuran bank di Eropa pada

masa pasca-krisis.

Penelitian Cole dan White (2012) untuk mengetahui mengapa dari 265 bank terdapat 117 bank

komersial gagal selama krisis di tahun 2009 dengan model regresi logit. Hasil dari penelitian

menunjukkan bahwa kegagalan bank yang kemudian dicabut izin usahanya selama tahun 2009

adalah sama sebagaimana yang terjadi pada tahun 1985-1992. Probabilitas kegagalan bank

sangat besar pada bank yang mengalokasikan pinjaman yang lebih tinggi untuk pembangunan,

pengembangan, commercial mortgages, dan multi-family mortgages. Sebaliknya, bank dengan

pengalokasian yang lebih besar kepada investasi sekuritas memiliki kemungkinan gagal yang

lebih kecil. Beck (2011) melakukan penelitian dengan menggunakan data kegagalan bank di

Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman selama tahun 1991-1997. Hasil penelitian menunjukkan

adanya korelasi antara hukum dan tradisi (rule of law) dimana negara-negara yang diberi skor

atas ‘aturan hukum’ memberikan kecenderungan lebih kecil dalam kegagalan perusahaan.

Selain itu, disimpulkan bahwa negara-negara yang menerapkan standar akuntansi yang lebih

ketat memiliki tingkat kerentanan yang lebih rendah dalam hal penyebab terjadinya kegagalan

pada bank-bank tersebut.

Ekinci dan Erdal (2016) melakukan penelitian dalam memprediksi kegagalan bank terhadap 17

bank yang mengalami kegagalan finansial akibat krisisi keuangan pada tahun 1998 dan 2001.

Penelitian dilakukan menggunakan 35 rasio keuangan yang berdasarkan capital, asset quality,

manajemen, penghasilan, likuiditas, dan sensitivity ratio pada sistem CAMELS. Sistem

konvensional yang digunakan menghasilkan model berupa ensemble learning model dan hybrid

ensemble learning model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat prediksi yang semakin

baik berdasarkan klasifikasi, sensitivitas, dan area di bawah kurva ROC dengan menggunakan

hybrid ensemble learning model.

Calabrese dan Giudici (2013) melakukan penelitian untuk memprediksi kegagalan bank di

Italia dengan mengusulkan model baru berdasarkan faktor makroekonomi dan mikro ekonomi.

Penelitian dengan menerapkan model regresi untuk data biner berdasarkan teori nilai ekstrim

menghasilkan nilai yang lebih efektif daripada model regresi logistik klasik. Hal ini disebabkan

pemanfaatan informasi dalam ekor dari distribusi default. Hasil penelitian menunjukkan pula

bahwa secara signifikan faktor mikroekonomi yang termasuk juga di dalam regulasi

permodalan dapat menjelaskan kegagalan secara tepat, sedangkan faktor makroekonomi hanya

berpengaruh secara relevan ketika kegagalan tidak hanya terjadi pada ketentuan default tetapi

juga terkait pula dalam hal merger dan akusisi. Dalam hal ini, model yang didasari teori nilai

ekstrim (extreme value theory) melebihi nilai prediksi apabila dibandingkan dengan model regresi

logistik klasik.

Ooghe, Spaenjers, dan Vandermoere (2009) menyimpulkan bahwa teknik statistik kurang

memberikan gambaran tentang prosedur memprediksi kegagalan pada perusahaan di Belgia.

Kondisi demikian disebabkan oleh pemilihan variabel dan penentuan koefisien sering

Page 7: Kegagalan Analisis Laporan Keuangan Dalam Memprediksi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Nomor 3 Volume 3 Tahun 2019

167

menyebabkan overfitting. Hal ini juga terlihat bahwa ‘tanda-tanda yang diharapkan’ dari

variabel terkadang diabaikan dan kerangka teoritis yang mendasari suatu model statistik

sebagian besar tidak ada. Penelitian ini membangun model baru yaitu ‘Simple-Intuitive Model’

(SIM). Dalam model ini, delapan variabel yang digunakan ditransformasikan ke dalam Logit

yang kemudian diberikan bobot yang sama untuk tiap variabel. Selanjutnya dilakukan

pengujian dua sampel berupa satu dan tiga tahun sebelum kegagalan (year prior to failure). Hasil

dari kinerja yang terbaik dari model simple-intuitive adalah sebanding dengan model statistik

yang lebih kompleks.

Bani, Zadehbagher, dan Saberimanesh (2014) melakukan penelitian kegagalan bank di Iran.

Data yang digunakan adalah 17 bank umum dan swasta di Iran dengan periode sejak tahun

2008-2012. Variabel dependen yang digunakan adalah kemampuan keuangan (financial

capabilities) perusahaan bangkrut atau gagal sedangkan variabel independen adalah rasio

keuangan (financial ratios). Hasil penelitian menunjukkan bahwa model Zmisky dapat lebih

memprediksi kegagalan banyak bank di Iran dibandingkan dengan model Toffler yang lebih

konservatif. Analisis prediksi kegagalan ini umum dilakukan sebagai keputusan dalam

berinvestasi bagi investor di Iran dengan melihat unpaid principal dan interest risk terhadap

permodalan mereka ke arah yang lebih minimum.

Bashir, Javed, dan Iqbal (2015) melakukan penelitian kegagalan bisnis di pasar uang Karachi

dengan menggunakan model Altman Z-Score. Jenis industri dari perusahaan yang diteliti

adalah bidang konstruksi, kimia, makanan, teknik, dan industri otomotif. Data perusahaan

yang digunakan adalah 104 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Karachi (Pakistan),

dengan variabel yang diukur adalah indikator keuangan terkait penilaian kesehatan keuangan

perusahaan pada periode tahun 2010-2012. Tes McNemar dan tes Kappa yang digunakan

menunjukkan bahwa adanya hubungan yang siginifikan antara status sebenarnya dari

perusahaan dan status yang diprediksi terkait kegagalan yang terjadi pada perusahaan.

Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa model Altman Z-Score merupakan alat prediksi yang

baik ketika digunakan pada penelitian pada perusahaan-perusahaan di Pakistan dan tingkat

signifikan dari hasil prediksi model Altman dalam memprediksi kegagalan dan tidak gagalnya

perusahaan mencapai 81%.

Hasil penelitian Konstituanto (2012) terhadap probabilitas kegagalan bank dari aspek

manajemen dan keuangan di Indonesia menunjukkan bahwa Model Merton (model yang

digunakan untuk menganalisis risiko kredit pada debitur) dapat menunjukkan bahwa

tingginya tingkat probabilitas kegagalan bank umum di Indonesia yang disebabkan

pengelolaan efisiensi bank yang masih dinilai lemah

Penelitian lainnya terkait kebangkrutan dengan Model Merton dilakukan oleh Wibowo (2017)

yang melakukan penelitian mengenai metode pengukuran probabilitas kebangkrutan bank dan

analisis hubungannya dengan diversifikasi sumber pendapatan. Hasil dari penelitian

menunjukkan bahwa Model Merton dapat menunjukkan probabilitas kebangkrutan

perbankan di Indonesia yang dipengaruhi oleh diversifikasi pendapatan dengan data yang

digunakan adalah harga saham pada pasar industri perbankan di Indonesia dari tahun 2010-

2015

Ohlson (1980) melakukan penelitian untuk memprediksi kegagalan terhadap 105 perusahaan

yang pailit dan 2.058 perusahaan yang tidak pailit. Alat analisis yang digunakan oleh Ohlson

adalah analisis Logit, dan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 7 rasio keuangan yang

digunakan pada analisis Logit mampu dengan tepat dalam mengidentifikasi perusahaan yang

akan bangkrut.

Singh dan Singh (2014) melakukan penelitian pada bank di India untuk mengidentifikasi

sinyal yang menyebabkan merger di masa yang akan datang pada bank di India apakah

dikarenakan paksaan atau secara sukarela. Model penelitian yang digunakan adalah model

CAMELS (Capital, Asset Quality, Management, Earning, Liquidity, Sensitivity to Market) dengan studi

Page 8: Kegagalan Analisis Laporan Keuangan Dalam Memprediksi

Suwandi Miskak

168

kasus yaitu pra dan pasca Global Trust Bank dan Centurion Bank of Punjab diakuisisi. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa variabel penting pada penelitian ini yaitu berupa NPAs to total

advances, capital adequacy ratio, operationg profits to working funds, net interest margin, return on equity,

dan return on assets pada 3-4 tahun pra akusisi kedua bank tersebut menghasilkan kinerja yang

memburuk (ke arah negatif). Model CAMELS juga dapat menunjukkan bahwa early warning

system yang dilakukan pada bank di India dapat memberikan kemungkinan posisi keuangan ke

arah yang positif selama bank mematuhi prinsip kehati-hatian dengan baik.

Hasil penelitian Wilopo (2006) mengenai prediksi kebangkrutan bank dengan menggunakan

model CAMEL, Log. Assets, dan variabel dummy menunjukkan bahwa secara keseluruhan

tingkat prediksi variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini tinggi (lebih dari 50%

sebagai cut-off value-nya) namun terdapat tipe kesalahan bahwa kekuatan prediksi untuk

bank yang dilikuidasi adalah nol persen. Hal ini disebabkan dari sampel bank yang dilikuidasi,

semuanya diprediksikan tidak dilikuidasi. Hal yang menarik dari kesimpulan penelitian ini

adalah bahwa kegagalan bank di Indonesia tidak dapat diprediksi dengan sempurna apabila

hanya menggunakan model CAMEL.

Penelitian Aryati dan Balafif (2007) terhadap laporan keuangan dari 60 bank sehat dan 14 bank

tidak sehat di Indonesia selama periode 2005-2006, dengan menggunakan rasio-rasio CAMEL

menyimpulkan bahwa rasio NPL memiliki pengaruh yang signifikan terhadap probabilitas

sehat dan tidak sehatnya bank sedangkan rasio CAR, ROA, ROE, LDR, dan NIM

menunjukkan hasil yang tidak signifikan atau tidak terdapat pengaruh terhadap probabilitas

sehat atau tidak sehatnya bank di Indonesia untuk periode tahun 2005-2006.

Beberapa penelitian lainnya terkait kegagalan perusahaan juga banyak dilakukan terhadap

industri non perbankan. Liu dan Wang (2016) melakukan penelitian pada perusahaan yang

telah terpublikasi pada China Stock-Exchange sejak 2003-2013 (tidak termasuk di tahun

2008) dengan menggunakan model Logistik. Selain itu, peneliti mengembangkan model special

treatment untuk mengukur distress pada perusahaan yang terdaftar tersebut. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa titik cut-off yang optimal misalnya cut-off point yang tepat harus

meminimalkan jumlah kesalahan tipe I dan kesalahan tipe II, dan model logistik yang

diusulkan untuk prediksi kegagalan perusahaan menjelaskan bahwa sebagian besar akurasi

dalam utang rasio (seperempat sebelum kegagalan) dan nilai ekonomi yang tidak disesuaikan

(model berkisar dari dua kuartal ke kuartal keempat sebelum kegagalan) menjadi indeks

optimal untuk mendeteksi kegagalan perusahaan di Cina.

4. METODE PENELITIAN

4.1 Data Penelitian

Penelitian prediksi kegagalan BPR/BPRS dengan menggunakan data CAR yang dihitung

berdasarkan laporan keuangan publikasi secara triwulanan periode tahun 2013-2017. Jumlah

BPR/BPRS yang dijadikan obyek penelitian adalah seluruh BPR/BPRS yang dilikuidasi sejak

2013 sampai dengan 2017 yang memiliki data publikasi CAR lengkap, untuk periode: (1)

minimal satu tahun (4 laporan triwulanan) sebelum BPR/BPRS tersebut ditetapkan sebagai

Bank Dalam Pengawasan Khusus (BDPK); dan (2) selama tiga sampai dengan enam bulan

setelah BDPK. Penggunaan periode sebelum BDPK lebih panjang karena digunakan sebagai

dasar dalam membuat forecasting untuk memprediksi CAR pada periode bank ditetapkan

BDPK. Variabel CAR dipilih karena berdasarkan ketentuan PBI No.11/20/PBI/2009, PBI No.

13/6/PBI/2011, dan POJK No.19/POJK.03/2017, CAR merupakan salah satu rasio indikator suatu

BPR/BPRS untuk dapat dikelompokkan sebagai pengawasan normal, pengawasan intensif, dan

pengawasan khusus serta bank gagal.

4.2 Alat Analisis

Page 9: Kegagalan Analisis Laporan Keuangan Dalam Memprediksi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Nomor 3 Volume 3 Tahun 2019

169

Analisis prediksi kegagalan BPR/BPRS menggunakan model ARIMA (Autoregressive Integrated

Moving Average) yang dikembangkan oleh Box dan Jenkins. Model ARIMA ini merupakan

teknik peramalan yang hanya didasarkan pada perilaku data itu sendiri pada periode

sebelumnya dan secara penuh mengabaikan masalah dependensi dari variabel lain dalam

melakukan peramalannya. ARIMA sangat baik ketepatannya untuk peramalan jangka pendek,

keunggulan model ARIMA lainnya adalah fleksibel dan dapat mewakili rentang yang lebar dari

karakter deret waktu yang terjadi dalam jangka pendek, terdapat prosedur yang formal dalam

pengujian kesesuaian model. Untuk peramalan jangka panjang, ketepatan peramalan model

ARIMA kurang baik. Analisis sign test digunakan untuk menguji keandalan hasil forecasting

model ARIMA dengan data aktualnya.

4.3 Teknik Penelitian

Tahapan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan model ARIMA adalah sebagai

berikut.

a. Melakukan pengumpulan data laporan keuangan bank triwulanan khususnya data CAR

yang telah dipublikasikan pada website resmi OJK selama periode tahun 2013-2017 untuk

seluruh BPR/BPRS yang dilikuidasi. Jumlah data CAR yang digunakan sebagai dasar

analisis adalah minimal empat triwulan sebelum bank ditetapkan sebagai BDPK.

b. Melakukan pengumpulan data CAR bulanan untuk seluruh BPR/BPRS yang dilikuidasi,

untuk periode 3 s.d 6 bulan setelah bank ditetapkan BDPK. Data CAR bank diperoleh dari

data yang tersedia di LPS.

c. Menerapkan prosedur Box-Jenkins (ARIMA) melalui beberapa tahapan, yaitu identifikasi,

estimasi, dan evaluasi model serta peramalan. Hasil prediksi dengan model terbaik diuji

dengan nilai aktualnya dengan menggunakan uji tanda untuk mengetahui apakah terdapat

perbedaan secara nyata antara hasil prediksi dengan nilai aktualnya.

AR: Yt = 𝛽0 + 𝛽1Yt-1 + 𝛽2Yt-2 + ... + 𝛽pYt-p + et ………………………………………………………………………………………... (1)

MA: Yt = α0 + α1et-1 + α2et-2 + α3et-3... + αqet-q ………………………………………………………………………………………….. (2)

ARMA: Yt = 𝛽0 + 𝛽1Yt-1 + 𝛽2Yt-2 + ... + 𝛽pYt-p + α0 + α1et-1 + α2et-2 + α3et-3.. + αqet-q ..................................... (3)

dimana:

Y = variabel dependen (CAR)

Yt-p = lag dari Y

et-q = lag dari residual

p = tingkat AR

q = tingkat MA

d. Menetapkan Model Terbaik

Menentapkan model terbaik dilakukan dengan beberapa pendekatan diantaranya adalah:

a. Model terbaik dilihat dari banyaknya ordo yang signifikan pada model

ARIMA(p,d,q). Penetapan dilakukan dengan proses trial and error melalui kombinasi

ordo yang sederhana sampai diperoleh kombinasi ordo terbaik.

b. Uji model terbaik ARIMA(p,d,q) yang menunjukkan bahwa model sudah fit dengan

uji Box-Pierce (Ljung-Box). Hipotesis uji fit model yaitu:

H0 : Model fit

H1 : Model tidak fit

Jika hasil uji menunjukkan nilai probabilitas lebih besar dari alpha 5% maka hal ini

berarti model fit. Selain uji fit model, model ARIMA(p,d,q) harus memiliki nilai Sum

Square Error (SSE) dan Mean Square Error (MSE) terendah.

c. Jika pola atau plot data membentuk pola tren maka pendekatan model terbaik adalah

dengan model analisis tren. Penentuan model tren terbaik dengan membandingkan

Mean Absolute Percentage Error (MAPE), Mean Square Deviation (MSD) terendah.

Page 10: Kegagalan Analisis Laporan Keuangan Dalam Memprediksi

Suwandi Miskak

170

e. Nilai peramalan disediakan dalam output komputer dengan menggunakan aplikasi

Eviews. Model ARIMA dibangun berdasarkan dua batasan yaitu (1) peramalan bersifat

linier untuk observasi yang diamati; dan (2) seleksi model didasarkan pada prinsip

parsimonious. Artinya model yang dipilih adalah model parameter yang paling efisien

yaitu jumlah parameter sesedikit mungkin.

f. Selanjutnya, nilai CAR aktual dianalisis apakah masuk dalam selang pendugaan forecasting

atau tidak. Dengan menggunakan sign test dapat diuji apakah hasil forecasting CAR secara

tepat mampu memprediksi CAR aktual pada saat ditetapkan sebagai bank BDPK.

5. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada awalnya jumlah BPR/BPRS yang menjadi obyek penelitian adalah sebanyak 84

BPR/BPRS, yaitu BPR/BPRS yang gagal sejak 2006 sampai dengan 2017. Namun, oleh karena

data yang tersedia yaitu data CAR yang diambil dari laporan keuangan BPR/BPRS yang

dipublikasikan melalui website OJK tidak semuanya lengkap, maka jumlah BPR/BPRS yang

menjadi sampel sebanyak 40 BPR/BPRS. Hasil dari peramalan ini berikutnya akan

dibandingkan dengan data CAR post-test (CAR actual) yang tersedia dalam sistem informasi

di LPS. LPS memperoleh CAR bank yang ditetapkan dalam BDPK dari penyampaian OJK

kepada LPS secara bulanan.

Analisis forecasting dilakukan dengan menggunakan model ARIMA (Autoregressive Integrated

Moving Average). Langkah yang dilakukan adalah (1) menyiapkan data CAR secara time series

setiap BPR/BPRS yang menjadi sampel. Data CAR diambil untuk posisi per triwulanan antara

satu hingga lima tahun sebelum bank ditetapkan dalam BDPK; (2) membuat forecasting data

CAR pada saat ditetapkan BDPK dan periode berikutnya sesuai dengan data CAR aktual yang

tersedia, dengan menggunakan ARIMA; (3) membandingkan antara data CAR aktual dengan

CAR dalam selang pendugaan; (4) melakukan uji signifikansi perbedaannya dengan

menggunakan Sign Test.

Pada umumnya penetapan BPR/BPRS sebagai BDPK oleh OJK dilakukan setelah koreksi angka

CAR yang dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan kualitas aktiva produktif. Akibatnya,

pada umumnya terdapat keterlambatan penetapan status BDPK yaitu setelah bank mengalami

penurunan CAR yang tajam hingga CAR negatif. Oleh karena itu, untuk menghilangkan bias

data CAR, penulis melakukan penyesuaian terhadap data CAR pada saat ditetapkan BDPK,

yaitu menggunakan data CAR saat terjadi penurunan secara signifikan dari periode

sebelumnya. Hasil model forecasting terbaik berupa ARIMA (p,d,q) sebagaimana disajikan pada

Lampiran.

Berdasarkan data yang disajikan dalam Lampiran diketahui bahwa terdapat 31 BPR/BPRS yang

memiliki model forecasting terbaik yaitu ARIMA(p,d,q). Hasil uji fit model menunjukkan nilai

probabilitas yang lebih besar dari alpha 5% artinya model sudah fit. Adapun model yang tidak

mengeluarkan nilai uji fit model, menghasilkan error terendah yaitu SSE dan MSE terendah.

Sebanyak 9 BPR/BPRS karena memiliki data yang sangat terbatas maka pendekatan model

forecasting yang paling sederhana dan terbaik melalui trend analysis, pemilihan model terbaik

didasarkan atas bentuk tren dan MAPE, MAD, MSD yang terendah.

Model terbaik ini yang menjadi dasar untuk menganalisis peramalan CAR kedepan yaitu pada

saat BPR/BPRS ditetapkan BDPK dan untuk periode selanjutnya. Untuk mengetahui apakah

model mampu memprediksi CAR dengan akurat maka akan dilihat apakah CAR aktual masuk

kedalam selang pendugaan peramalan. Jika hasil data aktual masuk dalam selang peramalan

CAR maka dapat disimpulkan bahwa data CAR dapat digunakan untuk memprediksi nilai

CAR dimasa yang akan datang. Selanjutnya, data CAR aktual akan dicocokkan dan dianalisis

secara statistik, apakah dengan menggunakan model forecasting yang terbaik, data CAR bisa

digunakan untuk memprediksi nilai CAR ke depan.

Page 11: Kegagalan Analisis Laporan Keuangan Dalam Memprediksi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Nomor 3 Volume 3 Tahun 2019

171

Hasil peramalan dari model terbaik terhadap angka CAR untuk beberapa periode kedepan

akan dibandingkan dengan angka CAR aktual. Hal ini dilakukan untuk mengetahui/menguji

efektivitas model peramalan dengan statistika apakah mampu memprediksi nilai CAR dengan

tepat. Tabel 3 menyajikan perbandingan antara data CAR forecasting dan data CAR aktual

masing-masing BPR/BPRS untuk periode sebelum bank ditetapkan dalam status BDPK.

Dengan alasan kerahasiaan, daftar nama BPR/BPRS sengaja diganti dengan kode bank.

Keterangan pada kode ketepatan dengan angka 0 dan 1, diberi angka 1 jika hasil peramalan

sesuai dengan data aktual artinya data aktual masuk dalam Selang Kepercayaan (SK)

peramalan 95% sedangkan angka 0 diberikan jika hasil peramalan dengan selang kepercayaan

tidak sesuai dengan data aktual.

TABEL 3: Perbandingan CAR forecasting dengan CAR aktual

Bank Actual Forecast

SK 95% Keterangan

Lower Upper

BPR X1

-21.00 124.26 76.11 172.41

0 -35.00 220.19 143.69 296.69

-19.71 162.17 21.07 303.26

-30.98 229.26 71.03 387.48

BPR X2

-59.00 -29.54 -42.42 -16.66

0 -42.58 -13.30 -27.03 0.42

-96.44 -5.36 -25.59 14.87

BPR X3 -10.02 6.32 -11.18 23.83 1

BPR X4 -16.78 6.10 - -

0 -31.64 5.98 - -

BPR X5 -22.00 7.81 0.59 15.03

0 -19.76 15.47 8.16 22.79

BPR X6

-537.00 -186.31 -308.56 -64.06

1 -179.67 28.91 -133.60 191.41

-208.16 -128.30 -299.42 42.82

BPR X7

-11.00 -18.53 -34.70 -2.36

1 -22.00 -7.70 -31.01 15.61

-42.00 -18.92 -42.38 4.55

-96.09 -17.12 -42.19 7.94

BPR X8 -10.16 11.14 -0.98 23.26 0

BPR X9 -33.82 29.66 11.37 47.95 0

BPR X10 -19.74 10.28 1.22 19.34

0 -29.87 18.58 3.88 33.28

BPR X11

-14.81 -13.56 - -

1 -25.00 -48.32 - -

-464.87 -99.42 - -

BPR X12 -53.93 9.93 1.56 18.31

0 -83.77 10.54 -2.17 23.26

BPR X13 -11.00 -16.39 -197.24 164.46 1

BPR X14 -45.69 99.60 -373.67 572.87 1

Page 12: Kegagalan Analisis Laporan Keuangan Dalam Memprediksi

Suwandi Miskak

172

Bank Actual Forecast

SK 95% Keterangan

Lower Upper

BPR X15 -147.80 -119.59 - - 1

BPR X16

-24.00 12.53 - -

0 -51.00 13.74 - -

-173.00 15.27 - -

-187.38 17.12 - -

BPR X17 -233.52 30.62 - - 0

BPR X18 -14.97 7.57 1.70 13.45 0

BPR X19

-16.00 1.89 -14.64 18.41

1 0.01 8.16 -14.74 31.06

-16.46 1.28 -28.87 31.44

BPR X20 0.01 192.50 0

BPR X21 -117.55 36.05 5.52 66.59 0

BPR X22 -124.30 16.52 -6.21 39.25 0

BPR X23 0.71 8.74 -23.01 40.49

0 -80.09 24.70 -7.07 56.46

BPR X24 -16.04 -1.77 - - 0

BPR X25 -43.74 0.00 - -

0 -50.80 0.00 - -

BPR X26

-43.00 -9.74 -16.77 -2.72

0 -51.00 -11.23 -19.34 -3.11

-58.00 -11.77 -20.76 -2.79

BPR X27 -48.29 2.20 - -

0 -69.09 -12.62 - -

BPR X28

-13.00 15.40 12.44 18.36

0 -18.00 9.24 3.54 14.95

-22.83 11.00 5.13 16.87

BPR X29

-9.00 14.48 12.59 16.38

0 -108.00 14.21 12.31 16.11

-261.21 14.24 12.08 16.41

BPR X30

-41.00 17.02 2.95 31.09

0 -62.00 21.50 7.39 35.62

-90.00 22.82 6.38 39.26

-126.61 21.32 1.45

41.19

BPR X31

-207.00 14.33 12.53 16.12

0 -266.00 14.57 12.77 16.36

-325.53 14.80 13.01 16.60

BPR X32

-57.00 21.03 2.54 39.52

0 -78.00 13.75 -10.35 37.84

-146.34 19.28 -6.30 44.86

BPR X33 -54.00 14.34 8.84 19.85 0

Page 13: Kegagalan Analisis Laporan Keuangan Dalam Memprediksi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Nomor 3 Volume 3 Tahun 2019

173

Bank Actual Forecast

SK 95% Keterangan

Lower Upper

-72.00 14.62 7.74 21.50

BPR X34

-19.00 18.89 12.89 24.89

0 -25.00 21.58 15.06 28.11

-31.94 22.95 16.38 29.53

BPR X35 -159.00 17.95 12.31 23.59

0 -261.00 18.83 12.74 24.92

BPR X36

-3.00 4.42 -5.17 14.02

0 -19.00 5.49 -4.18 15.16

-18.56 3.39 -8.53 15.32

BPR X37 -45.75 16.45 -0.71 33.60

0 -89.52 -26.91 -44.36 -9.46

BPR X38 -19.26 349.12 273.81 424.43

0 -173.72 559.62 387.27 731.97

BPR X39 -284.00 1.57 -6.96 10.09

0 -245.39 1.13 -7.42 9.67

BPR X40

-5.35 12.79 10.42 15.15

0 -63.00 12.15 9.36 14.94

-63.74 11.18 8.11 14.25

Persentase ketepatan 20%

Sumber: data olah forecasting dan data internal LPS, diolah (2019)

Berdasarkan TABEL 3 tersebut, total ada 31 BPR/BPRS yang memiliki model forecasting terbaik yaitu ARIMA(p,d,q). Hasil uji fit model menunjukkan nilai probabilitas yang lebih besar dari alpha 5% artinya model sudah fit. Adapun model yang tidak mengeluarkan nilai uji fit model, menghasilkan error terendah yaitu SS dan MS terendah. Sebanyak 9 BPR/BPRS karena memiliki data yang sangat terbatas maka pendekatan model forecasting yang paling sederhana dan terbaik melalui trend analysis, pemilihan model terbaik didasarkan atas bentuk tren dan

MAPE, MAD, MSD yang terendah. Berikut adalah 9 BPR/BPRS yang memiliki model forecasting dengan tren analysis.

TABEL 4: Model forecasting terbaik-analisis tren

No Bank Model Tren

Persamaan MAPE MAD MSD

1 BPR X4 Linier Yt = 6,460 - 0,12×t 0,0 0,0 0,0 2 BPR X11 Kuadratik Yt = -37,920 + 38,8×t - 8,2×t^2 0,0 0,0 0,0 3 BPR X15 Kuadratik Yt = -47 + 101×t - 23,2×t^2 153,7 25,1 785,6 4 BPR X16 Kuadratik Yt = 17,915 - 2,129×t + 0,1591×t^2 4,1 0,5 0,4 5 BPR X17 Kuadratik Yt = 32,49 - 39,77×t + 7,88×t^2 1626,2 1,1 1,5 6 BPR X20 Kuadratik Yt = 51,3 + 2,56×t + 0,457×t^2 8,4 13,4 50,7 7 BPR X24 Linier Yt = 10,96 - 2,122×t 358,3 1,2 1,7 8 BPR X25 Kuadratik Yt = 20,4 + 9,6×t - 2,94×t^2 21785,0 5,9 45,2 9 BPR X27 Kuadratik Yt = 14,280 + 6,4×t - 2,4×t^2 0,0 0,0 0,0 Sumber: Hasil olah data CAR forecasting, (2018)

Hasil peramalan dari model terbaik terhadap CAR untuk beberapa periode kedepan akan

dibandingkan dengan nilai CAR aktual. Hal ini dilakukan untuk mengetahui/menguji

efektivitas model peramalan dengan statistika apakah mampu memprediksi nilai CAR dengan

Page 14: Kegagalan Analisis Laporan Keuangan Dalam Memprediksi

Suwandi Miskak

174

tepat, atau presentasi ketepatan peramalan. Selanjutnya, data CAR forecasting diberi kode

dengan angka 0 dan 1. Diberi angka 1 jika hasil peramalan sesuai dengan data aktual artinya

data aktual masuk dalam Selang Kepercayaan (SK) peramalan 95% sedangkan angka 0

diberikan jika hasil peramalan dengan selang kepercayaan tidak sesuai dengan data aktual.

Untuk dapat menyimpulkan apakah data CAR forecasting berbeda secara nyata dengan CAR

aktual, dengan hipotesis sebagai berikut:

Ho: Hasil peramalan CAR secara tepat mampu memprediksi CAR aktual (μ=1).

H1: Hasil peramalan CAR tidak mampu memprediksi CAR aktual dengan tepat (μ<1).

Oleh karena data bersifat kategorikal, maka pengujian signifikansi perbedaan menggunakan

statistik nonparametrik yaitu sign test satu sampel. Dengan metode sign test menggunakan alat

bantu SPSS menghasilkan sebagaimana tercantum pada Tabel 4.

TABEL 5: Hasil Uji Tanda

Null hypothesis H₀: η = 1

Alternative hypothesis H₁: η < 1

Sample Number < 1 Number = 1 Number > 1 P-Value

Bank 32 8 0 0,000

Berdasarkan TABEL 5 tersebut diketahui bahwa nilai signifikansi Asymp.Sig (2-tailed) sebesar

0,000 lebih kecil dari 0,05. Dengan menggunakan angka probabilitas pada kolom ASYMP.SIG

yatu 0,000 jauh di bawah 0,05 maka H0 ditolak. Hasil pengujian ini menyimpulkan bahwa

CAR yang dihitung berdasarkan laporan keuangan tidak dapat digunakan untuk memprediksi

BPR/BPRS menjadi bank bermasalah yang selanjutnya menjadi bank gagal.

Hasil penelitian membuktikan bahwa laporan keuangan BPR/BPRS tidak akurat untuk

memprediksi kegagalan bank. Hal ini disebabkan seluruh kegagalan BPR/BPRS terjadi karena

penyimpangan (fraud) yang dilakukan baik oleh pemegang saham, pengurus, maupun

karyawan bank. Laporan keuangan yang ada tidak merepresentasikan adanya fraud tersebut

sampai dengan lembaga pengawas perbankan (BI/OJK) melakukan pemeriksaan dan

menemukan adanya fraud tersebut. Selama fraud tersebut belum ditemukan maka laporan

keuangan menyajikan informasi keuangan yang tidak menggambarkan kondisi keuangan

sesungguhnya (misleading). Dengan demikian, analisis apapun termasuk perhitungan CAR yang

didasarkan atas laporan keuangan tersebut akan menjadi bias dan cenderung menyesatkan.

Meskipun fraud yang terjadi segera ditemukan oleh BI/OJK, maka hal inipun tetap menjadi

masalah karena kerugian akibat dari fraud tersebut telah terjadi.

Hasil penelitian ini sejalan denga hasil kajian LPS (2017) bahwa hanya 35% aset dalam neraca

unaudited BPR/BPRS yang dicabut izin usahanya yang memenuhi prinsip pengakuan dan

penilaian aset berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku. Dalam kondisi neraca

yang hanya 35% aset yang memenuhi standar akuntansi keuangan maka sangat sulit untuk

mendapatkan hasil analisis yang andal. Salah satu penyebab terjadinya kondisi demikian

adalah tidak diwajibkannya seluruh BPR/BPRS untuk dilakukan audit atas laporan

keuangannya oleh akuntan publik.

Saat ini terdapat Pengaturan BI No. 15/3/PBI/2013 tentang Transparansi Kondisi Keuangan

BPR bahwa kewajiban laporan keuangan untuk diaudit oleh akuntan publik hanya terhadap

BPR yang mempunyai total aset lebih besar dari atau sama dengan Rp10.000.000.000,00

(sepuluh miliar rupiah). Sementara bagi BPR yang mempunyai total aset lebih kecil dari

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), laporan keuangan yang disampaikan kepada BI

(saat ini OJK) adalah laporan keuangan tahunan yang telah dipertanggungjawabkan dalam

Rapat Umum Pemegang Saham. Hal ini berarti bagi BPR yang memiliki total aset lebih kecil

Page 15: Kegagalan Analisis Laporan Keuangan Dalam Memprediksi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Nomor 3 Volume 3 Tahun 2019

175

dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dapat tidak dilakukan audit oleh akuntan

publik.

Temuan penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh:

1. Wilopo (2001) yang menyimpulkan bahwa kegagalan bank di Indonesia tidak dapat diprediksi dengan sempurna apabila hanya menggunakan model CAMELS.

2. Aryati dan Balafif (2007) yang menyimpulkan antara lain bahwa CAR, ROA, ROE, LDR, dan NIM menunjukkan hasil yang tidak signifikan atau tidak terdapat pengaruh terhadap probabilitas sehat atau tidak sehatnya bank di Indonesia.

3. Jones (2017) yang menyimpulkan bahwa variabel non tradisional seperti struktur kepemilikan/konsentrasi dan kompensasi CEO adalah salah satu prediktor terkuat dalam memprediksi kegagalan perusahaan.

4. Marcelinda, Paramu, dan Puspitasari (2014) yang menyimpulkan bahwa model Altman Z-Score memiliki tingkat akurasi yang rendah dalam memprediksi tingkat kebangkrutan bank.

Namun demikian, terdapat beberapa hasil penelitian lain yang secara tidak langsung tidak

sejalan dengan hasil penelitian ini. Almilia dan Kristijadi (2003) menyimpulkan bahwa rasio

keuangan yang paling dominan dalam menentukan financial distress adalah rasio profit margin,

rasio financial leverage, rasio likuiditas, dan rasio pertumbuhan. Hal ini berarti analisis rasio

keuangan masih memiliki tingkat keandalan dalam memprediksi kegagalan perusahaan.

Namun penelitian Almilia dan Kristijadi (2003) ini menggunakan sampel perusahaan

manufaktur (bukan bank) yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Selain itu, Nugroho (2012)

menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa dengan menggunakan rasio keuangan (CAR, LDR,

NPL, BOPO, ROA, ROE, dan NIM) menunjukkan kebangkrutan bank mencapai 94,5% dengan

variabel LDR secara signifikan memengaruhi probabilitas kebangkrutan dibandingkan dengan

variabel lainnya. Penelitian Nugroho (2012) menggunakan sampel 130 bank umum (bukan

BPR/BPRS) periode tahun 2006. Oleh karena itu, hasil penelitian Almilia dan Kristijadi (2003)

dan Nugroho (2012) tidak dapat dikatakan bertentangan dengan hasil penelitian karena

memiliki objek penelitian yang berbeda.

Selain itu, hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Wang, Jiang, dan Zhen-Jia-Liu (2016) yang menyimpulkan bahwa rasio kecukupan modal

efektif dalam memprediksi kegagalan bank di negara-negara NAFTA, ASEAN, UE, NIC, dan

G20. Perbedaan hasil penelitian ini disebabkan oleh berbedanya obyek penelitian. Penelitian

yang dilakukan oleh Wang, Jiang, dan Zhen-Jia-Liu (2016) menggunakan bank umum sebagai

obyek penelitian, sementara dalam penelitian ini menggunakan BPR/BPRS sebagai obyek.

6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa CAR forecasting berdasarkan CAR

sebelum BPR/BPRS berstatus BDPK dengan menggunakan metode ARIMA dan Sign Test

diketahui bahwa terdapat perbedaan secara nyata dengan angka CAR actual. Hal ini berarti,

CAR bank yang dihitung berdasarkan laporan keuangan publikasi BPR/BPRS triwulanan

tidak akurat untuk memprediksi BPR/BPRS akan berstatus BDPK karena turunnya angka

CAR yang signifikan.

Kondisi demikian dapat terjadi karena kegagalan BPR/BPRS di Indonesia pada umumnya

diakibatkan adanya penyimpangan (fraud) baik yang dilakukan oleh pemilik, pengurus

Page 16: Kegagalan Analisis Laporan Keuangan Dalam Memprediksi

Suwandi Miskak

176

maupun karyawan bank. Sebelum penyimpangan ditemukan dalam pemeriksaan OJK, laporan

keuangan tidak dapat menggambarkan kondisi keuangan yang sebenarnya. Oleh karena itu,

rasio keuangan yang dihitung berdasarkan laporan keuangan tersebut antara lain besaran

angka CAR juga tidak dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya (mislead). Kondisi ini

memperkuat kesimpulan bahwa CAR BPR/BPRS tidak akurat untuk memprediksi kegagalan

bank tersebut.

6.1 Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian ini, kami menyarankan sebagai berikut:

a. Peningkatan pengawasan oleh OJK dengan lebih difokuskan pada implementasi tata

kelola bank yang baik (Good Corporate Governance) sehingga dapat mencegah terjadinya

fraud atau setidak-tidaknya dapat segera ditemukan apabila terjadi fraud.

b. Menghilangkan pengecualian bagi BPR/BPRS untuk tidak dilakukan audit laporan

keuangan oleh akuntan publik.

c. Selama belum ada perubahan kebijakan dari otoritas perbankan dalam rangka

memperbaiki tata kelola BPR/BPRS, LPS sebaiknya menggunakan informasi mengenai

implementasi tata kelola bank (Good Corporate Governance) dalam rangka membuat early

warning terhadap probabilitas kegagalan BPR/BPRS. Analisis berdasarkan laporan

keuangan digunakan sebagai pelengkap untuk mengkonfirmasi hasil analisis

implementasi tata kelola BPR/BPRS yang bersangkutan

7. UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setingi-tingginya kepada

semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini sebagai salah satu

syarat untuk menyelesaikan program doktoral di Institut Pertanian Bogor. Terkhusus ucapan

terima kasih penulis sampaikan kepada pimpinan LPS yang memberikan beasiswa kepada

penulis untuk melanjutkan studi pada program doktoral ini. Selain itu, penulis juga ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada reviewer yang memberikan banyak masukan untuk

peningkatan kualitas paper ini.

8. DAFTAR PUSTAKA

Aryati T & Balafif S. (2007). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesehatan Bank

dengan Regresi Logit. Journal The WINNERS 8(2), 111-125.

Bani M, Zadehbagher M, Saberimanesh JJMA. (2014). Prediction of bank failures based on

Zmisky and Toffler models in the banking industry or Iran. Kuwait Chapter of the

Arabian Journal of Business and Management Review, 3(12), 142-152.

Bank Indonesia. (1997). Surat Keputusan DIreksi Bank Indonesia No. 30/12/KEP/DIR tentang Penilaian

Tingkat Kesehatan Bank Umum. Retrieved from

https://www.ojk.go.id/Files/batchen2/20.pdf

Bank Indonesia. (2007). Peraturan Bank Indonesia Nomor No.9/17/PBI/2007 tentang Penilaian Tingkat

Kesehatan Bank Umum. Retrieved from https://www.ojk.go.id/Files/batchen2/20.pdf

Bank Indonesia. (2013). Peraturan Bank Indonesia Nomor No.13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat

Kesehatan Bank Umum. Retrieved from https://www.ojk.go.id/Files/batchen2/20.pdf

Bashir A, Javed A, Iqbal S. (2015). Business failures prediction Karachi stick exchange. Indian

Journal of Management Science, 5(1), 74-82.

Calabrese R, Guidici P. (2015). Estimating bank default with generalised extreme value

regression models. The Journal of The Operational Research Society, 66(11), 1783-1792.

Cole RA, White LJ. (2012). Déjà vu all over again: the causes of U.S. commercial bank failures

this time around. Journal of Financial Service Research, 421(2), 5-29.

Page 17: Kegagalan Analisis Laporan Keuangan Dalam Memprediksi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Nomor 3 Volume 3 Tahun 2019

177

Ekinci A, Erdal HI. (2016). Forecasting bank failure: base learners, ensembles and hybrid

ensembles. Computational Economics, 49(4), 677-686.

Hadad DM, Santoso W, Besar DS, Rulina I. (2004). Probabilitas kegagalan korporasi dengan

menggunakan model merton. Jakarta: Bank Indonesia.

Konstituanto, A. (2012). Probabilitas Kegagalan Bank dari Aspek Manajemen dan Keuangan. Bogor:

Institut Pertanian Bogor.

Liu ZJ, Wang YS. (2016). Corporate failure prediction models for advanced research in China:

identifying the optimal cut off point. Asian Economic and Financial Review, 6(1), 54-65.

Merton RC. (1974). On the pricing of corporate debt: The risk structure of interest rates. The

Journal of Finance, 29(2).

Ohlson, J. A. (1980). Financial Ratios and The Probabilistic Prediction of Bankcruptcy. Journal

of Accounting Research, 18, 109-131.

Ooghe H, Spaenjers C, Vandermoere P. (2009). Business failure prediction: simple-intuitive

models versus statistical model. IUP Journal of Business Strategy, 6(4), 7-44.

Otoritas Jasa Keuangan. (2017). Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/POJK.03/2017. Retrieved

from https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/regulasi/peraturan-

ojk/Documents/Pages/POJK-tentang-Penetapan-Status-dan-Tindak-Lanjut-

Pengawasan-Bank-Perkreditan-Rakyat-dan-Bank-Pembiayaan-Rakyat-

Syariah/SAL%20POJK%2019%20-%20Exit%20Policy%20BPR%BPRS.pdf

Outtecheva, N. (2007). Corporate Financial Distress: An Empirical Analysis of Distress Risk. Swiss:

University of St.Gallen.

Ozili PK. (2017). Bank earnings management and income smoothing using commission and fee

income. International Journal of Managerial Finance, 13(4), 419-439.

Pranowo, K., Achsani, N. A., Manurung, A. H., & Nuryantono, N. (2010). Determinant of

Corporate Financial Distress in an Emerging Market Economy: Empirical Evidence

from the Indonesian Stock Exchange 2004-2008. International Research Journal of Finance

and Economics. Issue 52, 80-88.

Singh, K., & Singh, P. (2014). Early warning signals of merger of banks- a case study of global

trust bank (GTB) and centurion bank of Punjabi (CBOP) in India. International Journal

of Financial Management. 4(4), 49-55.

Thomson, J. B. (1991). Predicting bank failures in 1980s. Economic Review, 27(1), 9-20.

Tudel M, Garry Y. (2004). A Merton-Model approach to assessing the default risk of UK public companies.

Bank of England Working Paper Series No. 194.

Whitaker, R. (1999). The Early Stages of Financial Distress. Journal of Economics and Finance. 23(2),

123-132.

Wibowo, B. (2017). Metode Pengukuran Probabilitas Kebangkrutan Bank dan Analisis

Hubungannya Dengan Diversifikasi Sumber Pendapatan: Kasus Perbankan Indonesia.

Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan. 11(1), 52-66.

Wilopo. (2006). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Kecurangan

Akuntansi. Simposium Nasional Akuntansi X.

Wruck, K. H. (1990). Financial Distress, Reorganization, and Organizational Efficiency. Journal

of Financial Economics. 27(2), 419-444.

LAMPIRAN

Hasil Model Forecasting ARIMA(p,d,q) Terbaik

Bank Model Type Coeff P-Value

Page 18: Kegagalan Analisis Laporan Keuangan Dalam Memprediksi

Suwandi Miskak

178

Bank Model Type Coeff P-Value

BPRS X1 ARIMA(2,1,2)

AR 1 -0,798 0,155

AR 2 0,022 0,981

MA 1 -1,033 0,001

MA 2 -1,393 0,066

Constant 186,808 0,000

BPRS X2 ARIMA(2,1,2)

AR 1 -0,676 0,047

AR 2 -0,794 0,095

MA 1 -0,044 0,849

MA 2 1,155 0,000

Constant -532,33 0,000

BPRS X3 ARIMA(2,0,2)

AR 1 -0,545 0,049

AR 2 0,457 0,306

MA 1 -0,9637 0,000

MA 2 0,083 0,842

Constant 7,32 0,024

Mean 6,73 _

BPRS X5 ARIMA(2,0,1)

AR 1 0,698 0,041

AR 2 -0,997 0,008

MA 1 0,858 0,051

Constant 8,030 0,000

Mean 6,183 _

BPRS X6 ARIMA(1,1,1)

AR 1 -0,701 0,040

MA 1 1,175 0,001

Constant -641,065 0,000

BPRS X7 ARIMA(1,1,1)

AR 1 -0,590 0,324

MA 1 1,448 0,087

Constant -482,813 0,000

BPRS X8 ARIMA(2,0,1)

AR 1 1,233 0,054

AR 2 -0,733 0,312

MA 1 1,131 0,009

Constant 51,712 0,000

Mean 103,366 _

BPRS X9 ARIMA(2,1,2)

AR 1 0,051 0,639

AR 2 -0,970 0,000

MA 1 0,416 0,079

MA 2 -0,432 0,076

Constant 0,67 0,739

BPRS X10 ARIMA(3,0,1)

AR 1 -0,213 0,598

AR 2 -0,536 0,233

AR 3 -0,815 0,193

Page 19: Kegagalan Analisis Laporan Keuangan Dalam Memprediksi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Nomor 3 Volume 3 Tahun 2019

179

Bank Model Type Coeff P-Value

MA 1 106,547 0,000

Constant 403,444 0,000

Mean 157,362 _

BPRS X12 ARIMA(2,1,1)

AR 1 -0,988 0,001

AR 2 -0,514 0,039

MA 1 -1,130 0,000

Constant -0,919 0,044

BPRS X13 ARIMA(2,1,1)

AR 1 -1,516 0,000

AR 2 -0,534 0,013

MA 1 -101,430 0,000

Constant -42,1 0,109

BPRS X14 ARIMA(1,0,1)

AR 1 -0,020 0,985

MA 1 0,80 0,511

Constant 122,8 0,088

Mean 120,4 _

BPRS X18 ARIMA(1,0,1)

AR 1 -0,9996 0,000

MA 1 -0,887 0,230

Constant 8,50 0,035

Mean 4,25 _

BPRS X19 ARIMA(2,1,1)

AR 1 -0,804 0,075

AR 2 0,195 0,608

MA 1 -0,763 0,038

Constant -0,25 0,944

BPRS X21 ARIMA(2,0,2)

AR 1 -0,115 0,536

AR 2 -1,000 0,000

MA 1 -0,636 0,021

MA 2 -0,898 0,002

Constant 10,20 0,315

Mean 4,82 _

BPRS X22 ARIMA(2,1,1)

AR 1 0,550 0,023

AR 2 -0,415 0,077

MA 1 0,970 0,000

Constant 6,325 0,000

Mean 7,310 _

BPRS X23 ARIMA(2,0,2)

AR 1 0,580 0,000

AR 2 -1,005 0,000

MA 1 0,549 0,156

MA 2 -0,858 0,032

Constant 27,72 0,000

Mean 19,46 _

Page 20: Kegagalan Analisis Laporan Keuangan Dalam Memprediksi

Suwandi Miskak

180

Bank Model Type Coeff P-Value

BPRS X26 ARIMA(3,1,1)

AR 1 0,630 0,039

AR 2 0,238 0,442

AR 3 -0,649 0,021

MA 1 10,527 0,000

Constant -244,111 0,000

BPRS X28 ARIMA(1,0,1)

AR 1 -0,285 0,734

MA 1 1,362 0,036

Constant 136,343 0,000

Mean 106,086 _

BPRS X29 ARIMA(2,0,1)

AR 1 1,037 0,009

AR 2 -0,610 0,074

MA 1 0,975 0,008

Constant 83,354 0,000

Mean 145,562 _

BPRS X30 ARIMA(2,0,1)

AR 1 1,231 0,000

AR 2 -0,697 0,017

MA 1 11,507 0,000

Constant 823,223 0,000

Mean 176,323 _

BPRS X31 ARIMA(0,1,1) MA 1 0,960 0,052

Constant 0,2381 0,003

BPRS X32 ARIMA(2,1,1)

AR 1 -1,353 0,003

AR 2 -0,593 0,054

MA 1 -1,188 0,034

Constant -0,1463 0,073

BPRS X33 ARIMA(1,1,1)

AR 1 0,836 0,006

MA 1 1,087 0,001

Constant -0,0112 0,471

BPRS X34 ARIMA(2,1,1)

AR 1 0,567 0,061

AR 2 -0,237 0,437

MA 1 1,138 0,000

Constant

0,05805 0,000

BPRS X35 ARIMA(2,0,1)

AR 1 -0,626 0,059

AR 2 0,376 0,249

MA 1 -10,320 0,000

Constant 23,29 0,000

Mean 18,64 _

BPRS X36 ARIMA(1,1,2) AR 1 -0,654 0,097

MA 1 0,469 0,444

Page 21: Kegagalan Analisis Laporan Keuangan Dalam Memprediksi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Nomor 3 Volume 3 Tahun 2019

181

Bank Model Type Coeff P-Value

MA 2 1,339 0,034

Constant -139,864 0,000

BPRS X37 ARIMA(3,0,2)

AR 1 1,675 0,003

AR 2 -1,670 0,010

AR 3 0,609 0,375

MA 1 14,885 0,000

MA 2 -0,538 0,137

Constant 4,795 0,000

Mean 12,42 _

BPRS X38 ARIMA(2,1,1)

AR 1 1,85 0,139

AR 2 -1,010 0,304

MA 1 0,787 0,306

Constant 10,9 0,468

BPRS X39 ARIMA(1,1,2)

AR 1 -0,977 0,006

MA 1 -0,048 0,933

MA 2 0,971 0,006

Constant -0,980 0,000

BPRS X40 ARIMA(2,1,1)

AR 1 -0,512 0,258

AR 2 -0,746 0,134

MA 1 1,116 0,000

Constant 0,78583 0,000 Sumber: Hasil olah data CAR forecasting, (2018)