23
LI. 1.Mampu memahami dan Menjelaskan Kejadian Luar Biasa (KLB) LO.1.1.Memahami dan Menjelaskan Definisi Kejadian Luar Biasa (KLB) Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis di suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. (Kep. Dirjen PPM&PLP No.451-I/PD.03.04/1991 Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB). Menurut UU No. 4 Tahun 1984, kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan menjurus kepada wabah. Wabah adalah kejadian berjangkitnya penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata, melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan petaka. Wabah harus mencakup: Jumlah kasus yang besar. Daerah yang luas Waktu yang lebih lama. Dampak yang timbulkan lebih berat. LO.1.2.Memahami dan Menjelaskan Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) Tidak semua kejadian kesakitan/kematian yang terjadi masuk dalam kategori KLB. KLB meliputi hal yang sangat luas, oleh karena itu untuk mempermudah penetapan diagnosis KLB, pemerintah Indonesia melalui Keputusan Dirjen PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB telah menetapkan kriteria kerja KLB yaitu : 1. Munculnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau sebelumnya tidak dikenal. 2. Kejadian penyakit/kematian terus-menerus meningkat selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun) 3. Kejadian penyakit/kematian meningkat sebanyak 2x lipat/lebih dibanding periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun). 4. Jumlah penderita baru dalam 1 bulan meningkat 2x lipat/lebih dibanding angka rata-rata perbulan di tahun sebelumnya. 5. Angka rata-rata per bulan selama 1 tahun meningkat 2x lipat/lebih dibanding angka rata-rata per bulan di tahun sebelumnya. 6. Case Fatality Rate suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu meningkat 50% atau lebih, dibanding CFR periode sebelumnya. 7. Propotional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu meningkat 2x lipat/lebih dibanding periode yang sama pada kurun waktu/tahun sebelumnya. 8. Beberapa penyakit khusus, seperti : Kholera, “DHF/DSS”, meliputi : a. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis). b. Terdapat 1/lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan. 9. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita, seperti : keracunan makanan, keracunan pestisida. LO.1.3.Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Kejadian Luar Biasa (KLB) A. Menurut Penyebab : 1. Entero toxin misal yang dihasilkan oleh Staphylococus aureus, Vibrio, Kholera, Eschorichia,Shigella. 2. Exotoxin (bakteri) misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum, Clostridium perfringens. 3. Endotoxin Infeksi, Virus, Bacteri, Protozoa, Cacing, Toksin Biologis, Racun jamur, Alfatoxin,Plankton, Racun ikan, Racun tumbuh-tumbuhan, Toksin Kimia. 4. Zat kimia organic logam berat (seperti air raksa, timah), cyanide, nitrit, pestisida.Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN.b. B. Menurut Sumber KLB 1. Manusia misal: jalan napas, tenggorokan, tangan, tinja, air seni, muntahan, seperti : Salmonella,Shigella, Staphylococus, Streptoccocus,Protozoa, Virus Hepatitis. 2. Kegiatan manusia misal : Toxin biologis dan kimia (pembuangan tempe bongkrek,penyemprotan, pencemaran lingkungan, penangkapan ikan dengan racun).

Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Skenario 2 Blok Kedokteran komunitas

Citation preview

Page 1: Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

LI. 1.Mampu memahami dan Menjelaskan Kejadian Luar Biasa (KLB)

LO.1.1.Memahami dan Menjelaskan Definisi Kejadian Luar Biasa (KLB)

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara

epidemiologis di suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. (Kep. Dirjen PPM&PLP No.451-I/PD.03.04/1991

Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB). Menurut UU No. 4 Tahun 1984, kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian

kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan

menjurus kepada wabah.

Wabah adalah kejadian berjangkitnya penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya

meningkat secara nyata, melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat

menimbulkan petaka.

Wabah harus mencakup:

Jumlah kasus yang besar.

Daerah yang luas

Waktu yang lebih lama.

Dampak yang timbulkan lebih berat.

LO.1.2.Memahami dan Menjelaskan Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB)

Tidak semua kejadian kesakitan/kematian yang terjadi masuk dalam kategori KLB. KLB meliputi hal yang

sangat luas, oleh karena itu untuk mempermudah penetapan diagnosis KLB, pemerintah Indonesia melalui

Keputusan Dirjen PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan

Penanggulangan KLB telah menetapkan kriteria kerja KLB yaitu :

1. Munculnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau sebelumnya tidak dikenal.

2. Kejadian penyakit/kematian terus-menerus meningkat selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis

penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun)

3. Kejadian penyakit/kematian meningkat sebanyak 2x lipat/lebih dibanding periode sebelumnya (jam, hari,

minggu, bulan, tahun).

4. Jumlah penderita baru dalam 1 bulan meningkat 2x lipat/lebih dibanding angka rata-rata perbulan di

tahun sebelumnya.

5. Angka rata-rata per bulan selama 1 tahun meningkat 2x lipat/lebih dibanding angka rata-rata per bulan di

tahun sebelumnya.

6. Case Fatality Rate suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu meningkat 50% atau lebih, dibanding

CFR periode sebelumnya.

7. Propotional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu meningkat 2x lipat/lebih dibanding

periode yang sama pada kurun waktu/tahun sebelumnya.

8. Beberapa penyakit khusus, seperti : Kholera, “DHF/DSS”, meliputi :

a. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis).

b. Terdapat 1/lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut

dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.

9. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita, seperti : keracunan makanan, keracunan

pestisida.

LO.1.3.Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Kejadian Luar Biasa (KLB)

A. Menurut Penyebab :

1. Entero toxin misal yang dihasilkan oleh Staphylococus aureus, Vibrio, Kholera, Eschorichia,Shigella.

2. Exotoxin (bakteri) misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum, Clostridium perfringens.

3. Endotoxin Infeksi, Virus, Bacteri, Protozoa, Cacing, Toksin Biologis, Racun jamur, Alfatoxin,Plankton,

Racun ikan, Racun tumbuh-tumbuhan, Toksin Kimia.

4. Zat kimia organic logam berat (seperti air raksa, timah), cyanide, nitrit, pestisida.Gas-gas beracun: CO,

CO2, HCN.b.

B. Menurut Sumber KLB

1. Manusia misal: jalan napas, tenggorokan, tangan, tinja, air seni, muntahan, seperti : Salmonella,Shigella,

Staphylococus, Streptoccocus,Protozoa, Virus Hepatitis.

2. Kegiatan manusia misal : Toxin biologis dan kimia (pembuangan tempe bongkrek,penyemprotan,

pencemaran lingkungan, penangkapan ikan dengan racun).

Page 2: Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

3. Binatang seperti : binatang piaraan, ikan, binatang mengerat, contoh : Leptospira, Salmonella,Vibrio,

Cacing dan parasit lainnya, keracunan ikan/plankton

4. Serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya) misal : Salmonella, Staphylokok, Streptokok.

5. Udara misal : Staphyloccoccus, Streptococcus, Virus, pencemaran udara.

6. Permukaan benda-benda/alat-alat misal : Salmonella.Air, misalnya : Vibrio Cholerae, Salmonella.

7. Makanan/minuman misal : keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.c.

C. Menurut Penyakit wabah

Beberapa penyakit dari sumber di atas yang sering menjadi wabah :

Kholera, Pes, Demam kuning, Demam bolak-balik, Tifus bercak wabah, DBD, Campak, Polio, DPT,Rabies,

Malaria, Influensa, Hepatitis, Tipus perut, Meningitis, Encephalitis, SARS, Anthrax

LO.1.4.Memahami dan Menjelaskan Frekuensi Mortalitas & Morbiditas Kejadian Luar Biasa (KLB)

PENGUKURAN ANGKA KESAKITAN/ MORBIDITAS

1. INCIDENCE RATE

Incidence rate adalah frekuensi penyakit baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu tempat / wilayah /

negara pada waktu tertentu

Incidence Rate (IR):

Jumlah penyakit baru

--------------------------------- k

Jumlah populasi berisiko

2. PREVALENCE RATE

Prevalence rate adalah frekuensi penyakit lama dan baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu tempat/

wilayah/ negara pada waktu tertentu

PR yang ditentukan pada waktu tertentu (misal pada Juli 2000) disebut Point Prevalence Rate

PR yang ditentukan pada periode tertentu (misal 1 Januari 2000 s/d 31 Desember 2000) disebut Periode

Prevalence Rate

Prevalence Rate (PR):

Jumlah penyakit lama + baru

--------------------------------------- k

Jumlah populasi berisiko

3. ATTACK RATE

Attack Rate adalah jumlah kasus baru penyakit dalam waktu wabah yang berjangkit dalam masyarakat di

suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu

Attack Rate (AR):

Jumlah penyakit baru

--------------------------------- k

Jumlah populasi berisiko

(dalam waktu wabah berlangsung)

PENGUKURAN MORTALITY RATE

1. CRUDE DEATH RATE

CDR adalah angka kematian kasar atau jumlah seluruh kematian selama satu tahun dibagi jumlah penduduk

pada pertengahan tahun

Rumus: CDR (Crude Death Rate)

Jumlah semua kematian

--------------------------------- k

Jumlah semua penduduk

2. SPECIFIC DEATH RATE

SDR adalah jumlah seluruh kematian akibat penyakit tertentu selama satu tahun dibagi jumlah penduduk

pada pertengahan tahun

Rumus: SDR (Specific Death Rate

Page 3: Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Jumlah kematian penyakit x

----------------------------------- k

Jumlah semua penduduk

3. CASE FATALITY RATE

CFR adalah persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu, untuk menentukan kegawatan/

keganasan penyakit tersebut

CFR (Case Fatality Rate):

Jumlah kematian penyakit x

------------------------------------ x 100%

Jumlah kasus penyakit x

4. MATERNAL MORTALITY RATE

MMR = AKI = Angka kematian Ibu adalah jumlah kematian ibu oleh sebab kehamilan/ melahirkan/ nifas

(sampai 42 hari post partum) per 100.000 kelahiran hidup

MMR (Maternal Mortality Rate):

Jumlah kematian Ibu

------------------------------ x 100.000

Jumlah kelahiran hidup

5. INFANT MORTALITY RATE

IMR = AKB = angka kematian bayi adalah jumlah kematian bayi (umur <1tahun) per 1000 kelahiran hidup

IMR (Infant Mortality Rate):

Jumlah kematian bayi

----------------------------- x 1000

Jumlah kelahiran hidup

6. NEONATAL MORTALITY RATE

NMR = AKN = Angka Kematian Neonatal adalah jumlah kematian bayi sampai umur < 4 minggu atau 28

hari per 1000 kelahiran hidup

NMR (Neonatal Mortality Rate):

Jumlah kematian neonates

------------------------------------ x 1000

Jumlah kelahiran hidup

7. PERINATAL MORTALITY RATE

PMR = AKP = angka Kematian Perinatal adalah jumlah kematian janin umur 28 minggu s/d 7 hari seudah

lahir per 1000 kelahiran hidup

PMR (Perinatal Mortality Rate):

Jumlah kematian perinatal

---------------------------------- -x 1000

Jumlah kelahiran hidup

LI. 2.Mampu Memahami dan Menjelaskan Faktor yang Mempengaruhi KLB

Faktor yang mempengaruhi timbulnya Kejadian Luar Biasa (KLB) :

a. Herd Immunity yang rendah

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya KLB/Wabah adalah Herd Immunity. Secara umum

dapat dikatakan bahwa herd immunity ialah kekebalan yang dimiliki oleh sebagian penduduk yang dapat

menghalangi penyebaran. Hal ini dapat disamakan dengan tingkat kekebalan individu yaitu makin tinggi

tingkat kekebalan seseorang, makin sulit terkena penyakit tersebut. Demikian pula dengan herd immunity,

makin banyak proporsi penduduk yang kebal berarti makin tinggi tingkat herd immunity-nya hingga

penyebaran penyakit menjadi semakin sulit.

Kemampuan mengadakan perlingangan atau tingginya herd immunity untuk menghindari terjadi epidemi

bervariasi untuk tiap penyakit tergantung pada:

o Proporsi penduduk yang kebal,

o Kemampuan penyebaran penyakit oleh kasus atau karier, dan

o Kebiasaan hidup penduduk.

Page 4: Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Pengetahuan tentang herd immunity bermanfaat untuk mengetahui bahwa menghindarkan terjadinya

epidemi tidak perlu semua penduduk yang rentan tidak dapat dipastikan, tetapi tergantung dari jenis

penyakitnya, misalnya variola dibutuhkan 90%-95% penduduk kebal.

b. Patogenesitas

Kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada pejamu sehingga timbul sakit.

c. Lingkungan Yang Buruk

Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organisme tetapi mempengaruhi kehidupan ataupun perkembangan

organisme tersebut.

Aspek sosial budaya dalam pencarian pengobatan

Masyarakat atau anggota masyarakat yang tidak mendapat penyakit dan tidak merasakan sakit sudah tentu

tidak akan bertindak apa-apa, tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan

timbul berbagai macam perilaku dan usaha. Respon seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut :

a. Tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa.

Alasannya antara lain bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan atau kerja mereka

sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apapun gejala yang dideritanya akan lenyap

dengan sendirinya. Tidak jarang pula masyarakat memprioritaskan tugas-tugas lain yang dianggap lebih penting

daripada mengobati sakitnya. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa kesehatan belum merupakan prioritas di

dalam hidup dan kehidupannya. Alasan lain yang sering kita dengar adalah fasilitas kesehatan yang diperlukan

sangat jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, tidak responsif, dan sebagainya. Dan akhirnya alasan

takut dokter, takut pergi ke rumah sakit, takut biaya, dan sebagainya.

b. Tindakan mengobati sendiri, dengan alasan yang sama seperti point a.

Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya kepada diri

sendiri, dan sudah merasa bahwa berdasarkan pengalaman yang lalu usaha pengobatan sendiri sudah dapat

mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak diperlukan.

c. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional.

Masyarakat pedesaan khususnya, pengobatan tradisional ini masih menduduki tempat teratas dibanding

fasilitas pengobatan yang lain. Pada masyarakat yang masih sederhana, masalah sehat-sakit adalah lebih bersifat

budaya daripada gangguan-gangguan fisik. Identik dengan itu pencarian pengobatan pun lebih berorientasi

kepada sosial-budaya masyarakat daripada hal-hal yang dianggap masih asing. Dukun yang melakukan

pengobatan tradisional merupakan bagian dari masyarakat, berada di tengah-tengah masyarakat, dekat dengan

masyarakat, dan pengobatan yang dihasilkan adalah kebudayaan masyarakat, lebih diterima oleh masyarakat

daripada dokter, bidan, farmasis, dan sebagainya yang masih asing bagi mereka, seperti juga pengobatan yang

dilakukan dan obat-obatnya pun merupakan kebudayaan mereka.

d. Mencari pengobatan dengan membeli obat ke warung obat/tukang jamu.

Obat-obat yang mereka dapatkan pada umumnya adalah obat-obat yang tidak memakai resep sehingga sukar

untuk dikontrol. Namun demikian, sampai sejauh ini pemakaian obat-obat bebas oleh masyarakat belum

mengakibatkan masalah yang serius. Khususnya mengenai jamu sebagai sesuatu untuk pengobatan makin tampak

peranannya dalam kesehatan masyarakat. Untuk itu perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam.

e. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-

lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.

f. Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang dimotori dokter praktik.

Dari uraian di atas tampak jelas bahwa persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit adalah berbeda dengan

konsep kita tentang sehat-sakit itu. Demikian juga persepsi sehat-sakit antara kelompok-kelompok masyarakat

pun akan berbeda-beda pula.

Persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat hubungannya dengan perilaku pencarian pengobatan. Kedua

pokok pikiran tersebut akan mempengaruhi atas dipakai atau tidak dipakainya fasilitas kesehatan yang

Page 5: Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

disediakan. Apabila persepsi sehat-sakit masyarakat belum sama dengan konsep sehat-sakit kita, maka jelas

masyarakat belum tentu atau tidak mau menggunakan fasilitas yang diberikan.

Bila persepsi sehat-sakit masyarakat sudah sama dengan pengertian kita, maka kemungkinan besar fasilitas

yang diberikan akan mereka pergunakan.

Perilaku pencarian pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor :

1. Faktor Predisposing adalah predisposisi seseorang untuk menggunakan pelayanan yaitu faktor demografi,

struktur sosial, dan faktor keyakinan terhadap kesehatan

2. Faktor Enabling merupakan kemampuan seseorang untuk mencari pelayanan berupa sumber daya keluarga

atau sumber daya masyarakat.

3. Faktor Need adalah kebutuhan seseorang akan pelayanan

Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan di puskesmas perlu ditunjang dengan

adanya penelitian-penelitian sosial budaya masyarakat, persepsi dan perilaku masyarakat tersebut terhadap sehat-

sakit. Bila diperoleh data bahwa masyarakat masih mempunyai persepsi sehat-sakit yang berbeda dengan kita,

maka kita dapat melakukan pembetulan konsep sehat-sakit itu melalui pendidikan kesehatan masyarakat. Dengan

demikian, pelayanan yang kita berikan akan diterima oleh masyarakat.

Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupunyang

tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilakumerupakan

respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karenaperilaku ini terjadi melalui

proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini

disebut teori “S-O-R” atau Stimulus– Organisme– Respon. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka

perilaku dapat dibedakan menjadi dua(Notoatmodjo, 2003) :

a. Perilaku tertutup (convert behavior ).

Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadapstimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup

(convert). Respon atau reaksi terhadapstimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan,

kesadaran, dan sikapyang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati

secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (overt behavior).Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuktindakan nyata atau

terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuktindakan atau praktek, yang dengan

mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

PENDIDIKAN KESEHATAN MASYARAKAT

Prinsip pendidikan kesehatan masyarakat

a. Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas tetapi merupakan kumpulan pengalamandimana saja

dan kapan saja sepanjang dapat mempengaruhi pengetahuan sikap dan kebiasaansasaran pendidikan

b. Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh seseorang kepada orang lain karenapada

akhirnya sasaran pendidikan itu sendiri yang dapat mengubah kebiasaan dan tingkah lakunyasendiri.

c. Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan sasaran agar individu keluarga,kelompok dan

masyarakat dapat mengubah sikap dan tingkah lakunya sendiri.

d. Penddikan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran pendidikan ( individu),keluarga, kelompok,

danmasyarakat) sudah mengubah sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan tujuan yang telahditetapkan.

Ruang Lingkup Pendidikan kesehatan masyarakat.

Dimensi sasaran

- Pendidikan kesehatan individu dengan sasaran individu

- Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok masyarakat tertentu

- Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas

Dimensi tempat pelaksanaan

- Pendidikan kesehatan dirumah sakit dengan sasaran pasien dan keluarga

- Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran pelajar

- Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan sasaran masyarakat ataupekerja

Dimensi tingkat pelayanan kesehhatan

- Pendidikan kesehatan promosi kesehatan ( health promotion) missal ; Peningkatan gizi,perbaikan sanitasi

lingkungan , gaya hidup dan sebagainya

- Pendidikan kesehatan untuk perlindungan khusus ( specific Protection) missal : imunisasi

Page 6: Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

- Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini dan pengobatan tepat (early diagnostic andpromt treatment )

missal : dengan pengobatan layak dan sempurna dapat menghindari dariresiko kecacatan

- Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi missal : dengan memulihkan kondisi cacat melaluilatihan latihan

tertentu

METODE PENDIDIKAN KESEHATAN MASYARAKAT

a. Metode pendidikan individual ( perorangan)

- Bimbingan dan penyuluhan ( guidance and counseling) yaitu ; kontak antara klien denganpetugas lebih

intensif, setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikoreksi dan dibantupenyelesaianya, akhirnya klien

tersebut akan dengan sukarela dan bedasarkan kesadaranpenuh pengertian akan menerima perilaku tersebut (

mengubah prilaku)

- Interview ( wawancara);Yaitu merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan danmenggali informasi

mengapa ia tidak atau belum menerima perubhan untuk mengetahuiapakah perilaku yang sudah atau yang

akan diadopsi itu mempunyai dasar pngertian dankesadara yang kuat apabila belum maka peru penyuluhan

yang lebih mendalam lagi.

b. Metode pendidikan kelompok

- Kelompok Besar : Ceramah, seminar

- kelompok Kecil : diskusi kelompok , Curah pendapat ( brain storming), Bola salju ( snowballing), kelompok

kecil kecil ( buzz group), Memainkan peranan ( role play), Permainansimulasi ( simulation game ).c.

c. Metode pendidikan massa

- Ceramah umum ( public speaking)

- Pidato pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik TV maupun radio,pada hakikatnya

adalah merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa

- Simulasi dialog atar pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya tentang suatupenyakit atau

masalah kesehatan melalui tv atau radio

- Tulisan tulisan di majalah / Koran baik dalam bentuk artikel maupun Tanya jawab /konsultasi tentang

kesehatan

- Bill board yang dipasang dipinggir jalan ,spanduk dan posterd.

d. Alat bantu dan media pendidikan kesehatan masayarakat

- Alat bantu (peraga) Alat alat yang digunakan oleh peserta didik dalam menyampaikanbahan pendidikan

/pengajaran. Macam macam alat bantu pendidikan : - Alat bantu lihat( visual body) seperti Slide , film, film

strip

- Alat bantu dengar ( audio aids) seperti piringan hitam, radio, pita suara

- Alat bantu lihat dengar seperti : Televisie.

e. Media Pendidikan Kesehatan

Media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu pedidikan ( audio visual aids)disebut media

pendidikan karena alat alat tersebut merupakan alat saluran ( channel) untukmenyampaikan kesehatan karena alat

alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan pesan kesehatan bagi masyarakat atau klien .

berdasarkan fungsinya sebagaipenyaluran pesan pesa kesehatan ( media) media ini dibagi menjadi 3 : Cetak ,

elektronik. Mediapapan ( billboard)

Mutu pelayanan

Syarat pokok pelayanan kesehatan yang dimaksud adalah (Azwar, 1996) adalah :

a. Tersedia dan berkesinambunganSyarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan

tersebut harus tersediadi masyarakat (available) serta bersifat berkesinambungan (continuous). Artinya semua

jenispelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan mudah dicapai oleh masyarakat.

b. Dapat diterima dan wajarSyarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah apa yang dapat diterima

(acceptable)oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut

tidakbertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan, kepercayaan masyarakat danbersifat wajar.

c. Mudah dicapaiSyarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai (accessible)

olehmasyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengandemikian

untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan saranakesehatan menjadi sangat penting.

d. Mudah dijangkauSyarat pokok pelayanan kesehatan yang ke empat adalah mudah dijangkau (affordable)

olehmasyarakat. Pengertian keterjangkauan di sini terutama dari sudut biaya. Pengertianketerjangkauan di sini

Page 7: Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

terutama dari sudut jarak dan biaya. Untuk mewujudkan keadaan sepertiini harus dapat diupayakan

pendekatan sarana pelayanan kesehatan dan biaya kesehatandiharapkan sesuai dengan kemampuan ekonomi

masyarakat.

e. BermutuSyarat pokok pelayanan kesehatan yang kelima adalah yang bermutu (quality).Pengertian mutuyang

dimaksud adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yangdiselenggarakan, yang

disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan pihaklain tata cara penyelenggaraannya

sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan Kesehatan

Faktor-faktor tersebut antara lain :

1. Pergeseran masyarakat dan konsumen

Hal ini sebagai akibat dari peningkatan pengetahuan dan kesadaran konsumen terhadappeningkatan kesehatan,

pencegahan penyakit dan upaya pengobatan. sebagai masyarakat yangmemiliki pengetahuan tentang masalah

kesehatan yang meningkat, maka mereka mempunyaikesadaran yang lebih besar yang berdampak pada gaya

hidup terhadap kesehatan. akibatnyakebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan meningkat.

2. Ilmu pengetahuan dan teknologi baru.

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di sisi lain dapat meningkatkan pelayanankesehatan karena

adanya peralatan kedokteran yang lebih canggih dan memadai walau di sisiyang lain juga berdampak pada

beberapa hal seperti meningkatnya biaya pelayanan kesehatan,melambungnya biaya kesehatan dan

dibutuhkannya tenaga profesional akibat pengetahuan danperalatan yang lebih modern.

3. Issu legal dan etik.

Sebagai masyarakat yaang sadar terhadap haknya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan danpengobatan ,

issu etik dan hukum semakin meningkat ketika mereka menerima pelayanankesehatan. Pemberian pelayanan

kesehatan yang kurang memadai dan kurang manusiawi makapersoalan hukum kerap akan membayanginya.

4. Ekonomi

Pelayanan kesehatan yang sesuai dengan harapan barangkali hanya dapat dirasakan oleh orang-orang tertentu

yang mempunyai kemampuan untuk memperoleh fasilitas pelayanan kesehatanyang dibutuhkan, namun bagi

klien dengan status ekonomi rendah tidak akan mampumendapatkan pelayanan kesehatan yang paripurna

karena tidak dapat menjangkau biayapelayanan kesehatan.e.

5. Politik

Kebijakan pemerintah dalam sistem pelayanan kesehatan akan berpengaruh pada kebijakantentang bagaimana

pelayanan kesehatan yang diberikan dan siapa yang menanggung biaya pelayanan kesehatan.

Tata kerja puskesmas

a. Dengan Kantor KecamatanDalam melaksanakan fungsinya, puskesmas berkoordinasi dengan kantor

kecamatan melaluipertemuan berkala yang diselenggarakan di tingkat kecamatan. Koordinasi tersebut

mencakupperencanaan, penggerakan pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta penilaian. Dalam

halpelaksanaan fungsi penggalian sumber daya masyarakat oleh puskesmas, koordinasi dengan

kantorkecamatan mencakup pula kegiatan fasilitasi.

b. Dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/KotaPuskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota, dengan demikiansecara teknis dan administratif, puskesmas bertanggungjawab kepada

Dinas KesehatanKabupaten/Kota. Sebaliknya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggungjawab membina

sertamemberikan bantuan administratif dan teknis kepada puskesmas.

c. Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan Strata PertamaSebagai mitra pelayanan kesehatan strata pertama yang

dikelola oleh lembaga masyarakat danswasta, puskesmas menjalin kerjasama termasuk penyelenggaraan

rujukan dan memantau kegiatanyang diselenggarakan. Sedangkan sebagai pembina upaya kesehatan

bersumberdaya masyarakat,puskesmas melaksanakan bimbingan teknis, pemberdayaan dan rujukan sesuai

kebutuhan.

d. Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan RujukanDalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan

upaya kesehatanmasyarakat,puskesmas menjalin kerjasama yang erat dengan berbagai pelayanankesehatan

rujukan. Untukupaya kesehatan perorangan, jalinan kerjasama tersebutdiselenggarakan dengan berbagai

saranapelayanan kesehatan perorangan seperti rumahsakit (kabupaten/kota) dan berbagai balaikesehatan

masyarakat (balai pengobatanpenyakit paru-paru, balai kesehatan mata masyarakat,balai kesehatan kerja

masyarakat,balai kesehatan olahraga masyarakat, balai kesehatan jiwamasyarakat, balai kesehatanindra

masyarakat). Sedangkan untuk upaya kesehatan masyarakat, jalinan kerjasamadiselenggarakan dengan

berbagai sarana pelayanan kesehatan masyarakatrujukan,seperti Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Balai

Teknik Kesehatan Lingkungan, BalaiLaboratorium Kesehatan serta berbagai balai kesehatan masyarakat.

Page 8: Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Kerjasama tersebutdiselenggarakan melalui penerapan konsep rujukan yang menyeluruh

dalamkoordinasiDinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Unit bidan di desa/komunitas.

e. Dengan Lintas SektorTanggungjawab puskesmas sebagai unit pelaksana teknis adalah menyelenggarakan

sebagiantugas pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Untukmendapat hasil yang optimal, penyelenggaraan pembangunan kesehatan tersebut harus

dapatdikoordinasikan dengan berbagai lintas sektor terkait yang ada di tingkat kecamatan. Diharapkan disatu

pihak, penyelenggaraan pembangunan kesehatan di kecamatan tersebut mendapat dukungandari berbagai

sektor terkait, sedangkandi pihak lain pembangunan yang diselenggarakan olehsektor lain di tingkat

kecamatan berdampak positif terhadap kesehatan.

f. Dengan MasyarakatSebagai penanggungjawab penyelenggaraan pembangunan kesehatan di wilayah

kerjanya,puskesmas memerlukan dukungan aktif dari masyarakat sebagai objek dan subjek

pembangunan.Dukungan aktif tersebut diwujudkan melalui pembentukan Badan Penyantun Puskesmas (BPP)

yangmenghimpun berbagai potensi masyarakat, seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, LSM,orgasnisasi

kemasyarakatan, serta dunia usaha. BPP tersebut berperan sebagai mitra puskesmasdalam menyelenggarakan

pembangunan Kesehatan

Sistem Rujukan Masyarakat

UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyebutkan :

KEWAJIBAN DOKTER adalah merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian

atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan

(Pasal 51)

KETENTUAN PIDANA adalah kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,

setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban tersebut (Pasal 79)

Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab

timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari unit yang lebih mampu

menangani), atau secara horizontal (antara unit-unit setingkat kemampuannya)

Bentuk Pelayanan Kesehatan

Pada sistem rujukan masyarakat, yang dirujuk tidak hanya pasien saja tetapi masalah kesehatan lain, teknologi,

sarana, bahan laboratorium dll. Terdapat 3 bentuk pelayanan kesehatan di Indonesia :

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care)

Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk

meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan.

Pelayanan yang diperlukan untuk kelompok ini bersifat pelayanan kesehatan dasar (basic health service).

Bentuk Pelayanan ini di Indonesia adalah puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, dan Balkesmas.

Pelayanan tipe ini lebih mengutamakan pelayanan yang bersifat dasar, dilakukan bersama masyarakat dan

dimotori oleh :

Dokter Umum (Tenaga Medis)

Perawat Mantri (Tenaga Paramedis)

Primary health care pada pokoknya ditujukan kepada masyarakat yang sebagian besar bermukim di pedesaan,

serta masyarakat yang berpenghasilan rendah di perkotaan. Pelayanan kesehatan sifatnya berobat jalan

(Ambulatory Services)

2. Pelayanan Kesehatan tingkat kedua (secondary health service)

Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan perawatan inap, yang

sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Bentuk pelayanan ini misalnya Rumah Sakit tipe

C, dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis. Pelayanan kesehatan sifatnya pelayanan jalan atau

pelayanan rawat (inpantient services). Pelayanan kesehatan dilakukan oleh :

Dokter Spesialis

Dokter Subspesialis terbatas

3. Pelayanan Kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services)

Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani

oleh pelayanan kesehatan sekunder. Pelayanan sudah kompleks dan memerlukan tenaga-tenaga super spesialis,

contoh di Indonesia seperti Rumah sakit tipe A dan B. Pelayanan kesehatan sifatnya dapat merupakan pelayanan

jalan atau pelayanan rawat inap (rehabilitasi). Pelayanan kesehatan dilakukan oleh :

Page 9: Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Dokter Subspesialis

Dokter Subspesialis Luas

Klasifikasi Sistem Rujukan Masyarakat

Secara garis besar rujukan dibedakan menjadi dua yakni :

1. Rujukan medis

Berkaitan dengan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan pasien. Disamping itu mencakup

rujukan pengetahuan (konsultasi medis) dan bahan-bahan pemeriksaan kesehatan.

2. Rujukan kesehatan masyarakat

Berkaitan dengan upaya pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan (promosi). Rujukan ini

mencakup rujukan teknologi, sarana dan operasional.

Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari : rujukan internal dan rujukan eksternal.

a. Rujukan Internal

adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di dalam institusitersebut. Misalnya dari jejaring

puskesmas (puskesmas pembantu) ke puskesmas induk

b. Rujukan Eksternal

adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang pelayanankesehatan, baik horizontal (dari

puskesmas rawat jalan ke puskesmas rawat inap) maupun vertikal (daripuskesmas ke rumah sakit umum

daerah).

Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari : rujukan Medik dan rujukan Kesehatan.

a. Rujukan Medik

adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya penyembuhan (kuratif )dan pemulihan (rehabilitatif

). Misalnya, merujuk pasien puskesmas dengan penyakit kronis (jantungkoroner, hipertensi, diabetes

mellitus) ke rumah sakit umum daerah.

b. Rujukan Kesehatan

adalah rujukan pelayanan yang umumnya berkaitan dengan upayapeningkatan promosi kesehatan (promotif

) dan pencegahan (preventif). Contohnya, merujuk pasiendengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi

(pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalahkesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas (pos Unit

Kesehatan Kerja).

Manfaat Sistem Rujukan

Berikut ini manfaat sistem rujukan ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan :

1. Dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan (policy maker)

Membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada

setiap sarana kesehatan.

Page 10: Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan

yang tersedia.

Memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan.

2. Dari sudut masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan (health consumer)

Meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang.

Mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena telah diketahui dengan jelas fungsi dan

wewenang setiap sarana pelayanan kesehatan.

3. Dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan (health provider)

Memperjelas jenjang karier tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti semangat kerja,

ketekunan, dan dedikasi.

Membantu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, yaitu: kerja sama yang terjalin.

Memudahkan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan

kewajiban tertentu.

Jenjang Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan tingkat pelayanan kesehatan maka jenjang pelayanan kesehatan dibedakan atas lima, yaitu:

1. Tingkat rumah tangga

Pelayanan kesehatan oleh individu atau oleh keluarga sendiri.

2. Tingkat masyarakat

Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong mereka sendiri, misalnya: posyandu, polindes, POD, saka

bakti husada, dan lain-lain.

3. Fasilitas pelayanan tingkat pertama

Upaya kesehatan tingkat pertama yang dilakukan puskesmas dan unit fungsional dibawahnya, praktek dokter

swasta, bidan swasta, dokter keluarga dan lain-lain.

4. Fasilitas pelayanan tingkat kedua

Upaya kesehatan tingkat kedua (rujukan spesial) oleh balai: balai pengobatan penyakit paru (BP4), balai

kesehatan mata masyarakat (BKMM), balai kesehatan kerja masyarakat (BKKM), balai kesehatan olah raga

masyarakat (BKOM), sentra pengembangan dan penerapan pengobatan tradisional (SP3T), rumah sakit

kabupaten atau kota, rumah sakit swasta, klinik swasta, dinas kesehatan kabupaten atau kota, dan lain-lain.

5. Fasilitas pelayanan tingkat ketiga

Upaya kesehatan tingkat ketiga (rujukan spesialis lanjutan atau konsultan) oleh rumah sakit provinsi atau pusat

atau pendidikan, dinas kesehatan provinsi dan departemen kesehatan.

Jalur rujukan terdiri dari dua jalur, yakni:

Rujukan upaya kesehatan perorangan

1. Antara masyarakat dengan puskesmas

2. Antara puskesmas pembantu atau bidan di desa dengan puskesmas

3. Intern petugas puskesmas atau puskesmas rawat inap

4. Antar puskesmas atau puskesmas dengan rumah sakit atau fasilitas pelayanan lainnya.

Rujukan upaya kesehatan masyarakat

1. Dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten atau kota

2. Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral maupun lintas sektoral

3. Bila rujukan ditingkat kabupaten atau kota masih belum mampu mananggulangi, bisa diteruskan ke

provinsi atau pusat (Trihono, 2005).

LI. 3.Mampu Memahami dan Menjelaskan Pencegahan dan Penanggulangan KLB

Sistem Pelayanan Kesehatan

Seperti telah diuraikan sepintas dalam bagian terdahulu bahwa sistem adalah gabungan dari elemen-elemen

(sub sistem) didalam suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi. Didalam suatu

sistem terdapat elemen-elemen atau bagian-bagian dimana didalamnya juga membentuk suatu proses didalam

suatu kesatuan maka disebut sub sistem (bagian dari sistem). Selanjutnya sub sistem tersebut juga terjadi suatu

proses berfungsi sebagai suatu kesatuan sendiri sebagai bagian dari sub sistem tersebut. Demikian seterusnya dari

sistem yang besarnya ini, misalnya pelayanan kesehatan sebagai suatu sistem terdiri dari sub sistem pelayanan

medik, pelayanan keperawatan, pelayanan rawat inap, rawat jalan dan sebagainya, dan masing-masing sub sistem

terdiri sub-sub sistem lagi.

Page 11: Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Sistem terbentuk dari elemen atau bagian yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Apabila salah

satu bagian atau sub sistem tidak berjalan dengan baik maka akan mempengaruhi bagian yang lain. Secara garis

besar, elemen-elemen dalam sistem itu adalah sebagai berikut :

Masukan (Input) adalah sub-sub elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk berfungsinya sistem.

Proses ialah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan sehingga menghasilkan sesuatu

(keluaran) yang direncanakan.

Keluaran (out put) ialah hal yang dihasilkan oleh proses.

Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu lamanya.

Umpan balik (feed back) ialah juga merupakan hasil dari proses yang sekaligus sebagai masukan untuk sistem

tersebut.

Lingkungan (environment) ialah dunia di luar sistem yang mempengaruhi sistem tersebut.

Contoh :

Didalam pelayanan puskesmas yang menjadi input adalah dokter, perawat, obat-obatan, fasilitas lain, dan

sebagainya. Prosesnya adalah kegiatan pelayanan puskesmas tersebut. Outputnya adalah pasien sembuh / tak

sembuh, jumlah ibu hamil yang dilayani dan sebagainya.

Dampaknya adalah meningkatnya status kesehatan masyarakat. Sedangkan umpan balik pelayanan puskesmas

antara lain keluhan-keluhan pasien terhadap pelayanan sedangkan lingkungan adalah masyarakat dan instansi-

instansi diluar puskesmas tersebut.Sistem pelayanan kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical

services) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public health services). Dalam artikel ini, hanya akan dibahas

sistem pelayanan kesehatan masyarakat saja. Secara umum pelayanan kesehatan masyarakat adalah merupakan

sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif

(peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pelayanan

kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan)

Oleh karena ruang lingkup pelayanan kesehatan masyarakat menyangkut kepentingan rakyat banyak maka

peranan pemerintah dalam pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai porsi yang besar. Namun demikian

karena keterbatasan sumber daya pemerintah maka potensi masyarakat perlu digali atau diikutsertakan dalam

upaya pelayanan kesehatan masyarakat tersebut. Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan mempunyai

kewajiban dan tanggung jawab dalam menggali dan membina potensi masyarakat dalam upaya pelayanan

kesehatan masyarakat ini. Menggalang potensi masyarakat disini mencakup 3 dimensi, yakni :

a. Potensi masyarakat dalam arti komunitas (misal masyarakat RT, RW, kelurahan, dsb)

Misalnya dengan adanya dana sehat, iuran untuk pengadaan PMT (Pembinaan Makanan Tambahan) untuk

anak balita, kader kesehatan, dan sebagainya adalah bentuk-bentuk partisipasi dan penggalian potensi

masyarakat dalam pelayanan kesehatan masyarakat.

b. Potensi masyarakat melalui organisasi-organisasi masyarakat atau sering disebut Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM).

Penyelenggaraan pelayanan-pelayanan kesehatan masyarakat oleh LSM-LSM pada hakekatnya juga

merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat.

c. Menggalang potensi masyarakat melalui perusahaan-perusahaan swasta yang ikut membantu meringankan

beban penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas, balkesmas, dan sebagainya), juga

merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat.

Pelayanan kesehatan masyarakat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta perlu

memperhatikan beberapa ketentuan, antara lain :

1. Penanggung Jawab

Suatu sistem pelayanan kesehatan masyarakat harus ada penanggung jawab oleh pemerintah maupun oleh

swasta. Namun demikian di Indonesia, pemerintah (dalam hal ini Departemen Kesehatan) merupakan

Page 12: Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

tanggung jawab yang paling tinggi. Artinya pengawasan, standar pelayanan dan sebagainya bagi pelayanan

kesehatan masyarakat baik pemerintah (puskesmas) maupun swasta (balkesmas) adalah dibawah koordinasi

Departemen Kesehatan.

2. Standar Pelayanan

Sistem pelayanan kesehatan masyarakat, baik pemerintah maupun swasta harus berdasarkan pada suatu

standar tertentu. Di Indonesia, standar ini telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan dengan adanya buku

Pedoman Puskesmas.

3. Hubungan Kerja

Sistem pelayanan kesehatan masyarakat harus mempunyai pembagian kerja yang jelas antara bagian satu

dengan yang lain. Artinya fasilitas kesehatan tersebut harus mempunyai struktur organisasi yang jelas dan

menggambarkan hubungan kerja, baik horizontal maupun vertikal.

4. Pengorganisasian Potensi Masyarakat

Ciri khas dari sistem pelayanan kesehatan masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat atau

pengorganisasian masyarakat. Upaya ini penting (terutama di Indonesia) karena adanya keterbatasan

sumber-sumber daya dari penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat, perlu keikutsertaan masyarakat

ini.

Syarat pokok pelayanan kesehatan

Suatu pelayanan kesehatan dikatakan baik apabila:

1. Tersedia (available) dan berkesinambungan (continuous)

Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat tidak sulit ditemukan, serta

keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan.

2. Dapat diterima (acceptable) dan bersifat wajar (appropriate)

Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.

Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan

mesyarakat, serta bersifat tidak wajar, bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.

3. Mudah dicapai (accessible)

Ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian, untuk dapat mewujudkan

pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting.

Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di daerah perkotaan saja, dan sementara itu tidak ditemukan

didaerah pedesaan, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.

4. Mudah dijangkau (affordable)

Keterjangkauan yang dimaksud adalah terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang

seperti itu harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi

masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal hanya mungkin dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja

bukanlah kesehatan yang baik.

5. Bermutu (quality)

Mutu yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang

diselenggarakan, yang disatu pihak tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standart yang

telah ditetapkan.

Prinsip pelayanan prima di bidang kesehatan

1. Mengutamakan pelanggan

Prosedur pelayanan disusun demi kemudahan dan kenyamanan pelanggan, bukan untuk memperlancar

pekerjaan kita sendiri. Jika pelayanan kita memiliki pelanggan eksternal dan internal, maka harus ada

prosedur yang berbeda, dan terpisah untuk keduanya. Jika pelayanan kita juga memiliki pelanggan tak

langsung maka harus dipersiapkan jenis-jenis layanan yang sesuai untuk keduanya dan utamakan pelanggan

tak langsung.

2. Sistem yang efektif

Page 13: Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Proses pelayanan perlu dilihat sebagai sebuah system yang nyata (hard system), yaitu tatanan yang

memadukan hasil-hasil kerja dari berbagai unit dalam organisasi. Perpaduan tersebut harus terlihat sebagai

sebuah proses pelayanan yang berlangsung dengan tertib dan lancar dimata para pelanggan.

3. Melayani dengan hati nurani (soft system)

Dalam transaksi tatap muka dengan pelanggan, yang diutamakan keaslian sikap dan perilaku sesuai dengan

hati nurani, perilaku yang dibuat-buat sangat mudah dikenali pelanggan dan memperburuk citra pribadi

pelayan. Keaslian perilaku hanya dapat muncul pada pribadi yang sudah matang.

4. Perbaikan yang berkelanjutan

Pelanggan pada dasarnya juga belajar mengenali kebutuhan dirinya dari proses pelayanan. Semakin baik

mutu pelayanan akan menghasilkan pelanggan yang semakin sulit untuk dipuaskan, karena tuntutannya juga

semakin tinggi, kebutuhannya juga semakin meluas dan beragam, maka sebagai pemberi jasa harus

mengadakan perbaikan terus menerus.

6. Memberdayakan pelanggan

Menawarkan jenis-jenis layanan yang dapat digunakan sebagai sumberdaya atau perangkat tambahan oleh

pelanggan untuk menyelesaikan persoalan hidupnya sehari-hari.

Layanan kesehatan yang bermutu dapat disimpulkan sebagai suatu layanan kesehatan yang dibutuhkan yang

ditentukan oleh profesi layanan kesehatan, dan sekaligus diinginkan baik oleh pasien/konsumen ataupun

masyarakat serta terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Sedangkan mutu pelayanan kesehatan adalah penampilan yang pantas atau sesuai (yang berhubungan dengan

standar-standar) dan suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang

bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan,

ketidakmampuan dan kekurangan gizi (Djoko Wijono, 2000 : 35).

Dimensi mutu tersebut, sebagai berikut:

a. Dimensi Kompetensi Teknis; berhubungan dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan mengikuti standar

layanan kesehatan yang telah disepakati, yang meliputi ketepatan, kepatuhan, kebenaran dan konsistensi.

b. Dimensi Keterjangkauan; artinya layanan kesehataan yang diberikan harus dapat dicapai oleh masyarakat,

baik dari segi geografis, sosial, ekonomi, organisasi, dan bahasa.

c. Dimensi Efektivitas; layanan kesehatan yang diberikan harus mampu mengobati atau mengurangi keluhan

masyarakat/pasien dan mampu mencegah meluasnya penyakit yang diderita.

d. Dimensi Efisiensi; dengan adanya layanan kesehatan yang efisiens maka masyarakat atau pasien tidak perlu

menunggu terlalu lama yang dapat mengakibatkan masyarakat/pasien tersebut membayar lebih mahal.

e. Dimensi Kesinambungan; masyarakat/pasien dilayani secara terus-menerus sesuai dengan kebutuhannya,

termasuk rujukan yang tidak perlu mengulangi prosedur.

f. Dimensi Keamanan; layanan kesehatan harus aman dari resiko cidera, infeksi, efek samping, atau bahaya

lainnya, sehingga prosedur yang akan menjamin pemberi dan penerima pelayan disusun.

g. Dimensi Kenyamanan; layanan kesehatan yang diberikan akan terasa nyaman bagi masyarakat/pasien jika

dapat mempengaruhi kepuasan dan menimbulkan kepercayaan untuk datang kembali.

h. Dimensi Informasi; layanan kesehatan ini sangat perlu diberikan oleh petugas puskesmas dan rumah sakit

kepada masyarakat, yang mana dapat mempengaruhi perubahan perilaku.

i. Dimensi Ketepatan Waktu; layanan kesehatan harus dilakukan dalam waktu dan cara yang tepat, oleh

pemberi layanan yang tepat, menggunakan peralatan dan obat yang tepat, serta biaya yang tepat (efisien).

Page 14: Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

j. Dimensi Hubungan Antarmanusia; hubungan antarmanusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan dan

kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling menghormati, responsif, memberi

perhatian, dan lain-lain.

Cakupan Mutu

Sistem mutu adalah program perencanaan, kegiatan, sumberdaya dan kejadian yang didorong oleh

manajemen, berlaku diseluruh organisme dan proses dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Selain dari dimensi

mutu, cakupan dari mutu juga harus diperhatikan. Yang mana cakupan tersebut sebagai berikut:

1. Mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan.

2. Menterjemahkan secara cepat dan dicirikan pada produk jasa yang kita berikan.

3. Merancang sistem agar produk jasa disampaikan secara tepat dan cepat.

4. Mempersiapkan personal yang akan memberikan pelayanan.

5. Memepersiapkan material untuk menghasilkan informasi pelayanan tersebut.

6. Mempersiapkan sistem untuk memperoleh informasi baik.

Jika pemberi pelayanan bisa menerapkan dimensi mutu dan cakupan mutu yang di butuhkan di wilayahnya

sesuai dengan situasi dan kondisi dari masyarakat setempat. Maka pelayanan yang bermutu dapat diperoleh oleh

semua tingkat ekonomi dimasyarakat. Agar semakin mudah dalam menerapkan di masyrakat, pelayanan

kesehatan perlu melakukan tahap-tahap yang terdapat dalam siklus mutu.

Untuk memberikan pelayanan berkualitas yang berorentasi pada kebutuhan pelanggan dan citra rumah sakit

yang baik dimasyarakat maka pihak rumah sakit perlu melakukan upaya perbaikan yang berkesinambungan

dengan langkah-langkah sbb :

a. Meningkatkan pelayanan kepada pasien dengan sikap yang ramah dan juga bisa mengerti dan memahami

keadaan pasien.

b. Meningkatkan kedisiplinan dan kometmen dalam bekerja pada seluruh petugas Rumah Sakit agar bisa

memberikan pelayanan yang cepat, tepat, akurat, dan dapat melaksanakan tugas, fungsi serta peranannya

dengan baik sesuai dengan visi dan misi.

c. Untuk meningkatkan kualitas teknis, perlu dilaksanakan program pendidikan dan pelatihan yang sesuai

dengan standar pelayanan prima sehingga mampu memberikan pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan

dan kepuasan bagi pasien.

d. Untuk meningkatkan kualitas fungsional, perlu dilaksanakan pelatihan terutama yang berkaitan dengan

hubungan manusia yaitu mengenai sikap dan cara komunikasi yang baik guna memberikan karakter

kepribadian pada sumber daya manusia.

e. Pihak Rumah Sakit diharapkan terus meningkatkan sarana, prasarana dan kesehatan lingkungan Rumah

Sakit serta memelihara dan memperbaiki fasilitas yang telah ada, seperti pengadaan alat-alat medis dan

penunjang medis, perbaikan fasilitas di ruang rawat inap dan kebersihan lingkungan Rumah Sakit

Puskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat adalah suatu organisasi fungsional yang menyelenggarakan

upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, serta

biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat.

Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah untuk mendukung tercapainya

tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran serta kemauan dan kemampuan hidup

sehat agar terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan ‘Indonesia Sehat

2010’.

Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas

bagi mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan.

Pelayanan di Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis kesehatan di bawah supervise Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota. Secara umum, mereka harus memberikan pelayanan preventif, promotif, kuratif sampai dengan

rehabilitatif baik melalui upaya kesehatan perorangan (UKP) atau upaya kesehatan masyarakat (UKM).

Puskesmas dapat memberikan pelayanan rawat inap selain pelayanan rawat jalan

Imunisasi

Artinya adalah kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu.

Macam kekebalan :

1. Kekebalan tidak spesifik

Pertahanan tubuh pada manusia yang secara alamiah dapat melindungi badan misalnya reflex batuk, bersin,

kulit, air mata

2. Kekebalan spesifik

Berasal dari 2 sumber yaitu

Page 15: Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

a. genetik

b. kekebalan yang diperoleh

kekebalan aktif diperoleh melalui imunisasi dan sembuh dari penyakit tertentu. Kekebalan pasif diperoleh dari

ibunya melalui plasenta.

Faktor yang mempengaruhi kekebalan :

a. umur

b. seks

c. kehamilan

d. gizi

e. trauma

Sejak penetapan the Expanded Program on Immunisation (EPI) oleh WHO, cakupan imunisasi dasar anak

meningkat dari 5% hingga mendekati 80% di seluruh dunia. Sekurang-kurangnya ada 2,7 juta kematian akibat

campak, tetanus neonatorum dan pertusis serta 200.000 kelumpuhan akibat polio yang dapat dicegah setiap

tahunnya.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Indonesia,

pada tanggal 27 mei 2011 menunjukkan angka cakupan imunisasi di tahun 2010 adalah campak 89,5%, DTP-3

90,4%, polio-4 87,4%, dan hepatitis B-3 mencapai 91%. Dari data yang ada, terlihat angka cakupan imunisasi

dasar di Indonesia sudah cukup tinggi, namun pada beberapa daerah masih ditemukan angka cakupan di bawah

standar nasional (Depkes RI, 2011).

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar meliputi pengetahuan, motif,

pengalaman, pekerjaan, dukungan keluarga, fasilitas posyandu, lingkungan, sikap, tenaga kesehatan, penghasilan

dan pendidikan.

Tujuan Umum program imunisasi :

Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini Indonesia

berupaya menurunkan angka penyakit seperti disentri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak, polio dan

tuberculosis.

Tujuan Khusus :

Tercapainya target Universal Child Immunization yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara

merata pada bayi di 100% desa/kelurahan pada tahun 2010.

Tercapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden dibawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam

satu tahun) pada tahun 2005.

Tercapainya pemutusan rantai penularan Poliomyelitis pada tahun 2004-2005, serta sertifikasi bebas polio

pada tahun 2008.

Tercapainya Reduksi campak (RECAM) pada tahun 2005.

Sasaran :

Bayi dibawah umur 1 tahun (0-11 bulan)

Ibu hamil ( awal kehamilan -8 bulan)

Wanita usia subur (calon mempelai wanita)

Anak sekolah dasar kelas I dan VI

Jadwal pemberian imunisasi :

Page 16: Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Keterangan:

Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januari 2014.

1. Vaksin Hepatitis B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului pemberian injeksi

vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin hepatitis B dan imunoglobulin hepatitis B

(HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Vaksinasi hepatitis B selanjutnya dapat menggunakan vaksin

hepatitis B monovalen atau vaksin kombinasi.

2. Vaksin Polio. Pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral (OPV-0). Selanjutnya, untuk

polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin OPV atau IPV, namun sebaiknya paling

sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV.

3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, optimal umur 2 bulan. Apabila diberikan

sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin.

4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertamadiberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat diberikan vaksin

DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun DTP yang

diberikan harus vaksin Td, di-booster setiap 10 tahun.

5. Vaksin Campak. Campak diberikan pada umur 9 bulan, 2 tahun dan pada SD kelas 1 (program BIAS).

6. Vaksin Pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval

2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada umur lebih

dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan

cukup satu kali.

7. Vaksin Rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali.

Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2 diberikan dengan interval

minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai diberikan sebelum umur 16 minggu dan

tidak melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen: dosis ke-1 diberikan umur 6-14 minggu,

interval dosis ke-2, dan ke-3 4-10 minggu, dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval

minimal 4 minggu).

8. Vaksin Varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, namun terbaik pada umur sebelum

masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4

minggu.

9. Vaksin Influenza. Vaksin influenza diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang setiap tahun. Untuk

imunisasi pertama kali (primary immunization) pada anak umur kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan

interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 – <36 bulan, dosis 0,25 mL.

10. Vaksin Human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Vaksin HPV

bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan interval 0, 2, 6 bulan.

Pemberian vaksin bisa melalui injeksi, misalnya vaksin BCG, DPT, DT, TT, Campak dan Hepatitis B.

Sedangkan yang diberikan secara oral yaitu vaksin polio

BCG : 1 X (bayi 0-11 bulan)

DPT : 3 X ( bayi 2-11 bulan) selang 4 minggu

Page 17: Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Polio : 3 X ( bayi 2-11 bulan) selang 4 minggu

Campak : 1X ( anak 9-11 bulan)

TT IH : - 1 x ( BOOSTER) bila ibu hamil pernah menerima TT 2 X pada waktu calon pengantin atau pada

kehamilan sebelumnya)

i. 2 X (selang 4 minggu) bila ibu hamil belum pernah divaksinasi TT, Selama kehamilan. Bila pada

waktu kontak berikutnya (saat pemberian TT2 tetap) diberikan dengan maksud untuk memberikan

perlindungan pada kehamilan berikutnya

DT : 2x ( selang 4 minggu) anak kelas 1 sampai wanita

TT : 2x ( 4 minggu ) anak kelas 6 SD sampai wanita

TT calon pengantin wanita : 2 X ( selang 4 minggu) sebelum akad nikah

Persiapan alat : Spuit lengkap, alat sterilisator, kapas air hangat.

Persiapan Vaksin : Vaksin yang sesuai dengan sasaran dimasukkan dalam termos es ( vaksin carier ).

Persiapan sasaran : Pemberitahuan kepada orang tua bayi ( sasaran ) tempat penyuntikan dan efek sampingnya.

Pemberian Imunisasi : Pengambilan vaksin sesuai dengan dosisnya. Desinfeksi pada tempat yang akan disuntik.

Pemberian Imunisasi sesuai dengan jenis vaksin sbb :

BCG : Intra cutan, dosis 0,05 cc.

Polio : Tetes mulut, dosis 2 tetes.

DPT, HB, Campak : Subcutan, dosis 0,5 cc.

Pemberian obat antipiretik untuk imunisasi DPT, dijelaskan cara dan dosis pemberian. Memberikan

Informasi kepada orang tua bayi mengenai jadwal imunisasi berikutnya. Pencatatan / pelaporan : Imunisasi yang

diberikan dicatat dalam buku catatan imunisasi dan Buku KIA / KMS.

Langkah-langkah kegiatan :

1. Petugas Imunisasi menerima kunjungan bayi sasaran Imunisasi yang telah membawa Buku KIA / KMS di

Ruang Imunisasi setelah mendaftar di loket pendaftaran.

2. Petugas memriksa status Imunisasi dalam buku KIA / KMS dan menentukan jenis imunisasi yang akan

diberikan.

3. Petugas menanyakan keadaan bayi kepada orang tuanya ( keadaan bayi yang memungkinkan untuk diberikan

imunisasi atau bila tidak akan dirujuk ke Ruang Pengobatan ).

4. Petugas menyiapkan alat ( menyeteril alat suntik dan kapas air hangat ).

5. Petugas menyiapkan vaksin ( vaksin dimasukkan ke dalam termos es ).

6. Petugas menyiapkan sasaran ( memberitahukan kepada orang bayi tentang tempat penyuntikan.

7. Petugas memberikan Imunisasi ( memasukkan vaksin ke dalam alat suntik, desinfeksi tempat suntikan

dengan kapas air hangat, memberikan suntikan vaksin / meneteskan vaksin sesuai dengan jadwal imunisasi

yang akan diberikan.

8. Petugas melakukan KIE tentang efek samping pasca imunisasi kepada orang tua bayi sasaran imunisasi.

9. Petugas memberikan obat antipiretik untuk imunisasi DPT, dijelaskan cara dan dosis pemberian.

10. Petugas memberitahukan kepada orang tua bayi mengenai jadwal imunisasi berikutnya.Petugas mencatat

hasil imunisasi dalam Buku KIA / KMS dan Buku Catatan Imunisasi serta rekapitulasi setiap akhir bulannya

Imunisasi dasar untuk bayi

Imunisasi yang dianjurkanVaksinasi

Page 18: Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Yang harus diperhatikan, tanyakan dahulu dengan dokter anda sebelum imunisasi jika bayi anda sedangsakit

yang disertai panas; menderita kejang-kejang sebelumnya ; atau menderita penyakit system saraf.

IMUNISASI TT UNTUK IBU HAMIL

Program Imunisasi TT Ibu Hamil

Program Imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian daripenyakit-

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).Untuk mencapai hal tersebut, makaprogram imunisasi

harus dapat mencapai tingkat cakupan yang tinggi dan merata di semua wilayahdengan kualitas pelayanan yang

memadai.Pelaksanaan kegiatan imunisasi TT ibu hamil terdiri dari kegiatan imunisasi rutin dan

kegiatantambahan. Kegiatan imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi yang secara rutin dan terus-menerusharus

dilaksanakan pada periode waktu yang telah ditetapkan. yang pelaksanaannya dilakukan di dalamgedung

(komponen statis) seperti puskesmas, puskesmas pembantu, rumah sakit, rumah bersalin dan diluar gedung

seperti posyandu atau melalui kunjungan rumah. Kegiatan imunisasi tambahan adalahkegiatan imunisasi yang

dilakukan atas dasar ditemukannya masalah dari hasil pemantauan atauevaluasi. (Depkes RI, 2005).

Manfaat imunisasi TT ibu hamil

a. Melindungi bayinya yang baru lahir dari tetanus neonatorum (BKKBN, 2005; Chin, 2000).

Tetanusneonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan)

yangdisebabkan oleh clostridium tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) dan

menyerangsistim saraf pusat (Saifuddin dkk, 2001).

b. Melindungi ibu terhadap kemungkinan tetanus apabila terluka (Depkes RI, 2000)Kedua manfaat tersebut

adalah cara untuk mencapai salah satu tujuan dari program imunisasisecara nasional yaitu eliminasi tetanus

maternal dan tetanus neonatorum (Depkes, 2004)

Jadwal Imunisasi TT ibu hamil.

Bila ibu hamil sewaktu caten (calon penganten) sudah mendapat TT sebanyak 2 kali, makakehamilan pertama

cukup mendapat TT 1 kali, dicatat sebagai TT ulang dan pada kehamilanberikutnya cukup mendapat TT 1 kali

saja yang dicatat sebagai TT ulang juga.

Bila ibu hamil sewaktu caten (calon penganten) atau hamil sebelumnya baru mendapat TT 1 kali,maka perlu

diberi TT 2 kali selama kehamilan ini dan kehamilan berikutnya cukup diberikan TT 1 kalisebagai TT ulang.

Bila ibu hamil sudah pernah mendapat TT 2 kali pada kehamilan sebelumnya, cukup mendapat TT 1kali dan

dicatat sebagai TT ulang.

Penanggulangan KLB

Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang dapat

diartikansebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatanuntuk

mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang

mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatuperubahan status kesehatan

masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus barudari penyakit-penyakit yang

berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-datayang telah terkumpul dilakukan

pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatanperbaikan oleh tim epidemiologi (Dinkes Kota

Surabaya, 2002).

Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta PeraturanMenteri

Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka penyakit DBD harus dilaporkan segera dalam waktukurang dari 24 jam.

Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan bahwa wabah adalah kejadianberjangkitnya suatu penyakit

menular dalam masyarakat, yang jumlah penderitanya meningkat secaranyata melebihi dari keadaan yang lazim

pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkanmalapetaka. Dalam rangka mengantisipasi wabah secara

Page 19: Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

dini, dikembangkan istilah kejadian luar biasa(KLB) sebagai pemantauan lebih dini terhadap kejadian wabah.

Tetapi kelemahan dari sistem ini adalahpenentuan penyakit didasarkan atas hasil pemeriksaan klinik laboratorium

sehingga seringkali KLBterlambat diantisipasi (Sidemen A., 2003).Badan Litbangkes berkerja sama dengan

Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem surveilansdengan menggunakan teknologi informasi (computerize)

yang disebut dengan Early Warning OutbreakRecognition System (EWORS). EWORS adalah suatu sistem

jaringan informasi yang menggunakaninternet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar

biasa pada suatu daerah diseluruh Indonesia ke pusat EWORS secara cepat (Badan Litbangkes, Depkes RI).

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan

penanggulanganpenyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah berperan

dalam halmenginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi,

danwaktu kejadian dari seluruh rumah sakit DATI II di Indonesia (Sidemen A., 2003).

Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menangani penderita, mencegah perluasan

KLB, mencegah timbulnya penderita atau kematian baru pada suatu KLB yang sedang terjadi.

Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang dapat diartikan

sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk

mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang

mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan

masyarakat.

Upaya penanggulangan KLB

1. Penyelidikan epidemilogis.

2. Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina.

3. Pencegahan dan pengendalian.

4. Pemusnahan penyebab penyakit.

5. Penanganan jenazah akibat wabah.

6. Penyuluhan kepada masyarakat.

7. Upaya penanggulangan lainnya.

Indikator keberhasilan penanggulangan KLB

1. Menurunnya frekuensi KLB.

2. Menurunnya jumlah kasus pada setiap KLB.

3. Menurunnya jumlah kematian pada setiap KLB.

4. Memendeknya periode KLB.

5. Menyempitnya penyebarluasan wilayah KLB.

Tim penanggulangan KLB

1. Terdiri dari multi disiplin atau multi lintas sektor, bekerjasama dalam penanggulangan KLB.

2. Salah satu anggota tim kesehatan adalah perawat (sebagai anggota masyarakat maupun sebagai petugas

disarana kesehatan).

3. Perawat dapat terlibat langsung di Puskesmas atau Rumah sakit.

Prosedur Penanggulangan KLB

1. Masa pra KLB

Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan Sistem Kewaspadaan

Dini secara cermat, selain itu melakukakukan langkah-langkh lainnya :

a. Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan logistik.

b. Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.

c. Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat

d. Memperbaiki kerja laboratorium

e. Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain

Tim Gerak Cepat (TGC)

Sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan pengamatan dan penanggulangan wabah di

lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data penyelidikan epideomologis. Tugas /kegiatan :

a. Pengamatan : Pencarian penderita lain yang tidak datang berobat.

Page 20: Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

b. Pengambilan usap dubur terhadap orang yang dicurigai terutama anggota keluarga

Pengambilan contoh air sumur, sungai, air pabrik dll yang diduga tercemari dan sebagai sumber penularan

c. Pelacakan kasus untuk mencari asal usul penularan dan mengantisipasi penyebarannya

Pencegahan dehidrasi dengan pemberian oralit bagi setiap penderita yang ditemukan di lapangan.

d. Penyuluhahn baik perorang maupun keluarga

e. Membuat laporan tentang kejadian wabah dan cara penanggulangan secara lengkap.

2. Pembentukan Pusat Rehidrasi

Untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan pengobatan.

Tugas pusat rehidrasi :

a. Merawat dan memberikan pengobatan penderita diare yang berkunjung.

b. Melakukan pencatatan nama , umur, alamat lengkap, masa inkubasi, gejala diagnosa dsb.

c. Memberikan data penderita ke Petugas TGC

d. Mengatur logistik

e. Mengambil usap dubur penderita sebelum diterapi.

f. Penyuluhan bagi penderita dan keluarga

g. Menjaga pusat rehidrasi tidak menjadi sumber penularan (lisolisasi).

h. Membuat laporan harian, mingguan penderita diare yang dirawat.(yang diinfus, tdk diinfus, rawat jalan,

obat yang digunakan dsb.

KOORDINASI LINTAS PROGRAM DAN LINTAS SEKTOR

Pengertian koordinasi adalah:

1. Pengaturan yang tertib dari kumpulan/gabungan usaha untuk menciptakan kesatuan tindakan dalam mencapai

tujuan bersama (L.panglaykim)

2. Kewajiban yang penting untuk menghubungkan bermacam-macam kegiatan dari pekerjaan (Luther Gullick).

Koordinasi membantu untuk memaksimalkan hasil-hasil Yang dicapai suatu kelompok dengan jalan

mengusahakan adanya usaha kesinambungan pada aktivitas-aktivitas komponen pelaksanaan program dimana

dianjurkan partisipasi kelompok.

Lintas Program

Hanya ditugaskan kepada salah satu instansi /departemen yang bersangkutan saja secara khusus

melaksanakan kegiatan tersebut untuk mencapai suatau tujuan tertentu.

Contohnya: kerjasama antara KIA dan laboratorium.

Sedangkan tujuannya:

1. Adanya system manajemen sederhana dengan cara kerjasama antar staff.

2. Terciptanya semangat kerjasama dalam satu tim

3. Adanya intervensi hasil kegiatan

4. Adanya pembagian tugas yang terpadu dan menentukan daerah binaan /pelayanan terpadu dan menentukan

daerah binaan

5. Tersusunnya rencana kerja harian untuk bulan yang akan dating

Lintas sektoral

Kerjasama yang terintegrasi dan terkoordinasi antara sector kesehatan dengan sector-sektor lain terkait

(formal/non formal)

Kerjasama lintas sektoral sering suka diwujudkan jika tidak dilandasi oleh saling pengertian dan keterbukaan

masing-masing sector dan mekanisme kerjanya.

Tujuannya:

1. Terjalinnya kerjasama lintas sektoral dalam rangka peran serta masyarakat secara baik.

2. Adanya saling mengetahui dan saling mengenal program pembinaan peran serta masyarakat masing-masing

sector terkait.

3. Adanya saling mengetahui peran masing-masing sector yang saling mendukung untuk membina peran serta

masyarakat dalam bidang keseharian.

Pembangunan kesehatan yang dijalankan selama ini hasilnya belum optimal karena didukung oleh lintas

sector. Beberapa program sektoral masih ada yang tidak atau kurang berwawasan kesehatan sehingga

memberikan dampak negative bagi kesehatan masyarakat.untuk diperlukan pendekatan lintas sector terkait dapat

selalu memperhitungkan dampak programmnya terhadap kesehatan masyarakat.

Page 21: Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

LI. 4.Mampu Memahami dan Menjelaskan Tujuan Syari’at Islam & Hukum Menjaga Kesehatan dalam

Islam

Menurut buku “Syariah dan Ibadah” (Pamator 1999) yang disusun oleh Tim Dirasah Islamiyah dari

Universitas Islam Jakarta, ada 5 (lima) hal pokok yang merupakan tujuan utama dari Syariat Islam, yaitu:

Memelihara kemaslahatan agama (Hifzh al-din)

Agama Islam harus dibela dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggung-jawab yang hendak merusak

aqidah, ibadah dan akhlak umat. Ajaran Islam memberikan kebebasan untuk memilih agama, seperti ayat Al-

Quran:

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)…” (QS Al-Baqarah [2]: 256).

Akan tetapi, untuk terpeliharanya ajaran Islam dan terciptanya rahmatan lil’alamin, maka Allah SWT telah

membuat peraturan-peraturan, termasuk larangan berbuat musyrik dan murtad:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari

(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang mempesekutukan Allah, maka sungguh ia telah

berbuat dosa yang besar.” (QS An-Nisaa [4]: 48).

Memelihara jiwa (Hifzh al-nafsi)

Agama Islam sangat menghargai jiwa seseorang. Oleh sebab itu, diberlakukanlah hukum qishash yang

merupakan suatu bentuk hukum pembalasan. Seseorang yang telah membunuh orang lain akan dibunuh,

seseorang yang telah mencederai orang lain, akan dicederai, seseorang yang yang telah menyakiti orang lain,

akan disakiti secara setimpal. Dengan demikian seseorang akan takut melakukan kejahatan. Ayat Al-Quran

menegaskan:

“Hai orang-orang yang beriman! Telah diwajibkan kepadamu qishash (pembalasan) pada orang-orang yang

dibunuh…” (QS Al-Baqarah [2]: 178).

Namun, qishash tidak diberlakukan jika si pelaku dimaafkan oleh yang bersangkutan, atau daiat (ganti rugi)

telah dibayarkan secara wajar. Ayat Al-Quran menerangkan hal ini:

“Barangsiapa mendapat pemaafan dari saudaranya, hendaklah mengikuti cara yang baik dan hendaklah

(orang yang diberi maaf) membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)” (QS Al-

Baqarah [2]: 178).

Dengan adanya Syariat Islam, maka pembunuhan akan tertanggulani karena para calon pembunuh akan

berpikir ulang untuk membunuh karena nyawanya sebagai taruhannya. Dengan begitu, jiwa orang beriman akan

terpelihara.

Memelihara akal (Hifzh al-’aqli)

Kedudukan akal manusia dalam pandangan Islam amatlah penting. Akal manusia dibutuhkan untuk

memikirkan ayat-ayat Qauliyah (Al-Quran) dan kauniah (sunnatullah) menuju manusia kamil. Salah satu cara

yang paling utama dalam memelihara akan adalah dengan menghindari khamar (minuman keras) dan judi. Ayat-

ayat Al-Quran menjelaskan sebagai berikut:

“Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) mengenai khamar (minuman keras) dan judi. Katakanlah:

“Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa kedua-duanya lebih

besar dari manfaatnya.” (QS Al-Baqarah [2]: 219).

Syariat Islam akan memelihara umat manusia dari dosa bermabuk-mabukan dan dosa perjudian.

Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifzh al-nashli)

Islam secara jelas mengatur pernikahan, dan mengharamkan zina. Didalam Syariat Islam telah jelas ditentukan

siapa saja yang boleh dinikahi, dan siapa saja yang tidak boleh dinikahi. Al-Quran telah mengatur hal-hal ini:

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak

yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS Al-Baqarah [2]: 221).

“Perempuan dan lak-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan

janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman

kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari

orang-orang yang beriman.” (QS An-Nur [24]: 2).

Syariat Islam akan menghukum dengan tegas secara fisik (dengan cambuk) dan emosional (dengan disaksikan

banyak orang) agar para pezina bertaubat.

Memelihara harta benda (Hifzh al-mal)

Page 22: Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Dengan adanya Syariat Islam, maka para pemilik harta benda akan merasa lebih aman, karena Islam mengenal

hukuman Had, yaitu potong tangan dan/atau kaki. Seperti yang tertulis di dalam Al-Quran:

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagaimana) pembalasan

bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha perkasa lagi Maha Bijaksana”

(QS Al-Maidah [5]: 38).

Hukuman ini bukan diberlakukan dengan semena-mena. Ada batasan tertentu dan alasan yang sangat kuat

sebelum diputuskan. Jadi bukan berarti orang mencuri dengan serta merta dihukum potong tangan. Dilihat dulu

akar masalahnya dan apa yang dicurinya serta kadarnya. Jika ia mencuri karena lapar dan hanya mengambil

beberapa butir buah untuk mengganjal laparnya, tentunya tidak akan dipotong tangan. Berbeda dengan para

koruptor yang sengaja memperkaya diri dengan menyalahgunakan jabatannya, tentunya hukuman berat sudah

pasti buatnya. Dengan demikian Syariat Islam akan menjadi andalan dalam menjaga suasana tertib masyarakat

terhadap berbagai tindak pencurian.

Hukum berobat dalam islam

1. Pendapat pertama mengatakan bahwa berobat hukumnya wajib, dengan alasan adanya perintah Rosululloh

shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berobat dan asal hukum perintah adalah wajib, ini adalah salah satu

pendapat madzhab Malikiyah, Madzhab Syafi’iyah, dan madzhab Hanabilah.

2. Pendapat kedua mengatakan sunnah/ mustahab, sebab perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk

berobat dan dibawa kepada hukum sunnah karena ada hadits yang lain Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa

sallam memerintahkan bersabar, dan ini adalah madzhab Syafi’iyah.

3. Pendapat ketiga mengatakan mubah/ boleh secara mutlak , karena terdapat keterangan dalil- dalil yang

sebagiannya menunjukkan perintah dan sebagian lagi boleh memilih, (ini adalah madzhab Hanafiyah dan

salah satu pendapat madzhab Malikiyah).

4. Pendapat kelima mengatakan makruh, alasannya para sahabat bersabar dengan sakitnya, Imam Qurtubi

rahimahullah mengatakan bahwa ini adalah pendapat Ibnu Mas’ud, Abu Darda radhiyallahu ‘anhum, dan

sebagian para Tabi’in.

5. Pendapat ke enam mengatakan lebih baik ditinggalkan bagi yang kuat tawakkalnya dan lebih baik berobat

bagi yang lemah tawakkalnya, perincian ini dari kalangan madzhab Syafi’iyah.

Page 23: Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

Azrul Aswar (1999). Pengantar Epidemiologi, Jakarta, Binarupa Akasara

Bambang Sutrisna (1994). Pengantar Metoda Epidemiologi, Jakarta, Dian Rakyat.

Beaglehole, Bonita (1997). Dasar – dasar Epidemiologi, Yogyakarta, Gadjah Mada

University Press

Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta

Trihono. 2010. Arrimes : Manajemen Puskesmas berbasis paradigma sehat. Jakarta : Sagung Seto

Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta :

Rineka Cipta. 2003.

http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/05/ukuran-ukuran-dalam-epidemiologi.html

http://informasikesehatanfkmunsri.blogspot.com/2013/05/sistem-rujukan.html

http://aceh.tribunnews.com/2013/12/02/konsep-mutu-dalam-pelayanan-kesehatan

http://idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-idai-2014.html

http://kesehatananakku.com/jadwal-imunisasi-2014.html