115
1 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt ) SKRIPSI Disusun Oleh : Mohammad Anas E1A008236 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012

KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

1

KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM

KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS

(Tinjauan Yuridis Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt )

SKRIPSI

Disusun Oleh :

Mohammad Anas

E1A008236

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2012

Page 2: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

2

KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM

KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS

(Tinjauan Yuridis Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt )

SKRIPSI

Disusun Oleh :

Mohammad Anas

E1A008236

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2012

Page 3: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

3

KEKUATAN PEMBUKTIAN SAKSI KORBAN DALAM KASUS

KECELAKAAN LALU LINTAS

(Studi Terhadap Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt)

Oleh:

Mohammad Anas

E1A008236

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Diterima dan disahkan

Pada tanggal 19 November 2012

Para Penguji/Pembimbing

Penguji I/ Penguji II/ Penguji III

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H. Handri Wirastuti .S, S.H., M.H. Pranoto, S.H.,M.H.

NIP. 19640724 199002 1 001 NIP. 19581019 198702 2 001 NIP. 19540305 198901 1 001

Mengetahui

Dekan,

Dr. Angkasa, S.H., M.Hum.

NIP. 19640923 198901 1 001

Page 4: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

4

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

KEKUATAN PEMBUKTIAN SAKSI KORBAN DALAM KASUS

KECELAKAAN LALU LINTAS

(Studi Terhadap Putusan Nomor: 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt)

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan semua sumber data serta

informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa

kebenaranya.

Apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi termasuk

pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.

Purwokerto, November 2012

Mohammad Anas

E1A008236

Page 5: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

5

M O T T O

Ujian hidup yang selalu menerpamu

yang berjuang untuk hidup yang hanya sementara

rasa perihnya hujan di hatimu

yang diberikan oleh rasa yang hanya sementara

kita hidup di dunia yang penuh tanda tanya

yang tak mungkin kau ubah dan terpaksa mengikutinya

kita berada di antara benar atau salah

yang tak mungkin dapat kau ukur dengan rasa

berdoalah, sampaikan pada Tuhan semua keluh kesahmu

Dia kan menjawabnya

percayalah, dia kan menunjukkan kasih-Nya padamu

melalui jalannya, percayalah

wahai kamu yang tak seperti mereka

yang terlihat cerah menjalani hidupnya

pandangan hidup yang selalu lihat ke atas saja

jadi pemicu keinginan yang tiada habisnya

bersujudlah, akui pada Tuhan semua kelemahanmu

Dia kan menguatkannya

memohonlah, Dia kan memberikan yang terbaik untukmu

melalui caraNya, percayalah….

Page 6: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

6

PERSEMBAHAN

Segala Puji dan Syukur saya ucapkan atas nikmat,

rakhmat dan InayyahMu ya Alloh SWT yang telah Engkau

berikan kepada hamba dan keluarga hamba sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik tanpa adanya

halangan suatu apa, Alhamdulillahirobbil ‘Alamiin.

Pada kesempatan ini saya ucapkan beribu ribu

terimakasih tak terhingga kepada orang tua saya yang selalu

memberikan dukungan dan motivasi baik secara materi

maupun inmateri. Saya sadar tanpa adanya doa dan

perjuangan kalian saya tidak akan pernah menyelesaikan

skripsi ini, terimakasih sekali lagi Ibu dan Bapak, saya

persembahkan karya kecil ini untuk Bapak dan Ibu, karena

kalian lah yang membuat semua tentang saya menjadi berarti

tentu juga karena RidloMu ya Alloh SWT. Mudah mudahan

dikemudian hari saya dapat menjadi orang yang seperti kalian

inginkan, menjadi sosok manusia yang selalu mendoakan orang

tua. Semoga kelak saya dapat mewujudkan impian kalian dan

semoga Alloh SWT memberikan kemudahan bagi saya dan

keluarga saya dalam menjalani kehidupan di Dunia dan

Akhirat….

Amiiin….Amiiin… Ya Robbal ‘Alamiin….

Page 7: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

7

ABSTRAK

Judul dari penelitian ini adalah kekuatan pembuktian saksi korban dalam

kasus kecelakaan lalu lintas tinjauan yuridis pada Putusan

No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt . Adanya kecelakaan lalu lintas yang dilakukan oleh

pengemudi sering mengakibatkan kerugian bagi pengguna jalan lain bahkan bagi

pengemudinya sendiri, kerugian itu dapat mengakibatkan luka berat bahkan sampai

meninggal dunia, berkaitan dengan permasalahan tindak pidana lalu lintas yang

dilakukan oleh Warsono dalam perbuatanya yang lalai dalam berkendara sehingga

menimbulkan orang lain luka berat. Dalam pertimbangan Putusan

No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt menghadirkan saksi korban yang dapat dijadikan

pertimbangan Hakim dalam memutus perkara. Adapun tujuan penelitian adalah

untuk mengetahui dihadirkanya saksi korban dalam kecelakaan lalu lintas pada

Putusan No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. dan untuk mengetahui sistem pembuktian yang

digunakan dalam kasus kecelakaan lalu lintas pada Putusan

No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.

Penulisan ini menggunakan Metode Perspektif dengan pendekatan Yuridis

Normatif yaitu dengan memfokuskan pemecahan masalah berdasarkan data yang

diperoleh, yang kemudian dianalisa berdasarkan hukm pidana dan hukum acara

pidana di Indonesia khususnya mengenai tindak pidana lalu lintas karena kealpaanya

mengakibatkan orang lain luka berat. Penggunaan data sekunder merupakan titik

berat penelitian ini, sedangkan data primer hanya sebagai pelengkap atau pendukung.

Berdasarkan hasil penelitian pada Putusan No : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt

mengenai alat bukti saksi korban yang dihadirkan di persidangan Majelis Hakim

sudah tepat dalam melakukan pemeriksaan alat bukti dimana Hakim tidak hanya

melihat pada satu alat bukti saja, tapi disesuaikan dengan alat bukti lainya sehingga

dapat dijadikan pertimbangan Hakim dalam memutus perkara. Majelis Hakim dalam

pembuktian menggunakan teori pembuktian secara Negatif (negatief wettelijk) sesuai

dengan Pasal 183 KUHAP sehingga Hakim mendapat keyakinan bahwa terdakwa

terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 301 ayat (3) Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Kata kunci : Pembuktian, Saksi Korban, Kecelakaan Lalu Lintas

Page 8: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

8

ABSTRACT

The title of this the strenght of evidence in the case victims of traffic accidents

judicial review on the decisian No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. Traffic accidents by

drivers often cause harm to other road users even for the driver himself, losses that

could result in serious injury and even death, problems relating to traffic offenses

committed by Warsono in perbuatanya were negligent in driving, causing other

people were seriously injured. In consideration of the Decision No:

20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt bring witnesses who can be taken into consideration in

deciding the case Judge. And The purpose of the study was to determine

dihadirkanya witnesses in a traffic accident in Decision No:

20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.

The Writing is used the Normative Perspective juridical approach is to focus

on solving problems based on data obtained, were then analyzed based hukm

criminal and criminal procedural law in Indonesia, particularly on traffic offenses

because kealpaanya lead others injured. The use of secondary data is the focus of

this study, while the primary data only as a supplement or support.

Based on the results of research on the Decision No:

20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt the evidence presented by the witnesses in the trial judge

was correct in doing the examination of evidence where the judge does not just look

at the evidence only, but adapted to other evidence that can be taken into

consideration in deciding the case Judge. The judges in the proof using the theory of

evidence is negative (negatief wettelijk) in accordance with Section 183 Criminal

Procedure Code so the judge got the belief that the defendant legally and

convincingly proven violating Article 301 paragraph (3) of Law No. 22 Year 2009 on

Traffic and Road Transportation.

Key Words : Verification, Survivors, Traffic Accidents

Page 9: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

9

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat

serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan

judul “KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM

KECELAKAAN LALU LINTAS ( Tinjauan Yuridis Putusan Nomor :

20/Pid.Sus/2011/ PN.Purwokerto )”.

Berbagai kesulitan dan hambatan Penulis hadapi dalam penyusunan skripsi

ini. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini juga tidak lepas dari

bimbingan, dorongan, bantuan materiil dan moril serta pengarahan dari berbagai

pihak, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Maka dari itu, Penulis

ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Angkasa, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Jenderal Soedirman yang telah memberikan izin terhadap penelitian ini.

2. Dr. Hibnu Nugroho, S.H.,M.H., selaku Pembimbing Skripsi I yang telah

memberikan bimbingan, petunjuk, kritik, arahan, dan saran yang sangat

membangun serta banyak menambah wawasan dan ilmu pengetahuan

khususnya dalam lingkup Hukum Acara Pidana bagi penulis, sehingga

penulis mendapatkan kelancaran dan kemudahan dalam mengerjakan skripsi

sampai selesai.

3. Handri Wirastuti Sawitri, S.H.,M.H. selaku Pembimbing Skripsi II yang telah

memberikan bimbingan, petunjuk, kritik, arahan, dan saran yang sangat

membangun dalam penyusunan skripsi ini.

Page 10: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

10

4. Pranoto, S.H.,M.H. selaku Dosen Penguji Skripsi yang turut menilai dan

memberi masukan pada skripsi penulis.

5. Kedua orang tua tercinta dan keluarga saya, yang selalu mendoakan, memberi

nasihat dan motivasi selama penulis mengerjakan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan terdapat

banyak kekurangan karena keterbatasan Penulis. Penulis berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Purwokerto, November 2012

Mohammad Anas

E1A008236

Page 11: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

11

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii

SURAT PERNYATAAN ............................................................................... iii

HALAMAN MOTTO .................................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v

ABSTRAK ....................................................................................................... vi

ABSTRACT ..................................................................................................... vii

PRAKATA ..................................................................................................... viii

DAFTAR ISI.................................................................................................... ix

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Perumusan Masalah........................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian............................................................................... 5

D. Kegunaan Penelitian ......................................................................... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Azas dan Fungsi Hukum Acara Pidana............................................. 6

1. Azas Hukum Acara Pidana .......................................................... 6

2. Fungsi Hukum Acara Pidana ...................................................... 18

B. Pembuktian ....................................................................................... 19

1. Pengertian Pembuktian ............................................................... 19

2. Alat Bukti Menurut KUHAP ...................................................... 22

3. Saksi Korban ............................................................................... 32

C. Sistem Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana ............................. 36

1. Sistem Pembuktian Berdasarkan Undang-

Undang Secara Positif…………………………………….……36

Page 12: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

12

2. Sistem Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Melulu..... 38

3. Sistem Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim

Atas Alasan Yang Logis……………………………………… 39

4. Sistem Pembuktian Berdasarkan Undang-

Undang Secara Negatif………………………………………..40

D. Tindak Pidana Lalu Lintas ............................................................... 42

1. Pengertian Tindak Pidana Lalu Lintas ........................................ 42

2. Akibat Tindak Pidana Lalu Lintas .............................................. 43

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan .......................................................................... 49

B. Spesifikasi Penelitian ....................................................................... 49

C. Lokasi Penelitian .............................................................................. 49

D. Sumber Data .................................................................................... 50

E. Metode Pengumpulan Data ............................................................. 50

F. Metode Penyajian Data .................................................................... 51

G. Metode Analisis Data ...................................................................... 51

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian .................................................................................52

B. Pembahasan .......................................................................................81

BAB V. PENUTUP

A. Simpulan ..........................................................................................102

B. Saran ................................................................................................103

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 13: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kecelakaan yang sering terjadi di jalan banyak diartikan sebagai suatu

penderitaan yang menimpa diri seseorang secara mendadak dan keras yang datang

dari luar. Akibat hukum yang terjadi terhadap pelanggaran lalu lintas adalah sanksi

hukum yang harus diterapkan terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas, lebih-lebih

yang mengakibatkan korban harta benda dan manusia (cacat tetap, meninggal).

Seperti yang dirumuskan dalam Pasal 360 ayat (1) dan ayat (2) Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi:

(1)Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain

mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama

lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”

(2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebahkan orang lain

luka-luka sedemikian rupa sehingga timhul penyakit atau halangan

menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu,

diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana

kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat

ribu lima ratus rupiah.”.

Mengingat jumlah kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan luka berat atau

matinya orang mempunyai kecenderungan yang meningkat maka penjatuhan hukum

pidana terhadap Pasal 360 KUHP diharapkan mampu menekan lajunya kecelakaan

kendaraan bermotor sebagaimana diatur dalam Pasal 360 KUHP. Adanya kecelakaan

lalu lintas yang dilakukan oleh pengemudi seperti misalnya melanggar rambu lalu

lintas atau mengemudikan kendaraan melebihi batas kecepatan maksimum yang

diperbolehkan, pelanggaran lalu lintas diatur dalam peraturan perundang-undangan

Page 14: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

14

yaitu dalam Undang Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan.

Akibat hukum dari kecelakaan lalu lintas adalah adanya pidana bagi

sipembuat atau penyebab terjadinya peristiwa itu dan dapat pula disertai tuntutan

perdata atas kerugian material yang ditimbulkan. Sebagaimana dinyatakan oleh Andi

Hamzah1 bahwa,

“Dalam berbagai macam kesalahan, dimana orang yang berbuat salah

menimbulkan kerugian pada orang lain, maka ia harus membayar ganti

kerugian.”

Secara garis besar kecelakaan lalu lintas cenderung disebabkan oleh 4(empat)

faktor yang saling berkaitan, yakni faktor manusia, faktor kendaraan, faktor jalan

raya dan faktor lingkungan, dari empat faktor tersebut yang memegang peranan

penting adalah faktor manusia. Kekurangan-kekurangan yang ada pada manusia

sebagai pemakai jalan raya, terutama sekali kurangnya disiplin merupakan penyebab

utama terjadinya kecelakaan lalu lintas”.2

Berkaitan dengan kesalahan yang diakibatkan oleh manusia maka

dilakukanya pembuktian, dimana perlu dihadirkan saksi, terutama saksi yang

melihat, mendengar, bahkan mengalami sendiri kecelakaan itu sehingga dalam

proses pembuktian semua akan diketahui mengenai kesalahan dalam hal ini kealpaan

yang dilakukan oleh seseorang. Terutama saksi korban yang mempunyai kekuatan

pembuktian didepan persidangan. Saksi korban sebagai alat bukti oleh hakim

1Andi Hamzah. 1986. Sistem Pidana dan Pemidanaan di Indonesia, PT. Pradnya Paramitha,

Jakarta, Hal. 13. 2Masruchin Ruba‟i. 1997, Mengenal Pidana dan Pemidanaan di Indonesia,. IKIP Malang,hal 165.

Page 15: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

15

Pengadilan Negeri dalam memeriksa dan memutus perkara karena kealpaanya yang

mengakibatkan luka berat bahkan matinya orang lain di jalan raya dan merupakan

salah satu alat bukti yang sah dalam persidangan dan harus didukung alat bukti lain

dengan aturan minimal 2 alat bukti.3

Alat bukti yang diatur dalam KUHAP bahwa alat bukti tersebut harus

bersesuaian dengan alat bukti lain, hal ini bertujuan untuk mengetahui peristiwa yang

sebenarnya, sehingga dapat menjamin perlindungan terhadap korban. Penyelesaian

perkara pidana, banyak ditemukan korban kejahatan kurang memperoleh

perlindungan hukum yang memadai, baik perlindungan yang sifatnya immateriil

maupun materiil sebagaimana Geis berpendapat: “to much attention has been paid to

offenders and their rights, to neglect of the victims”.Korban kejahatan ditempatkan

sebagai alat bukti yang memberi keterangan yaitu hanya sebagai saksi, sehingga

kemungkinan bagi korban untuk memperoleh keleluasaan dalam memperjuangkan

haknya adalah kecil.4

Selain memperhatikan korban, juga perlu mengetahui kesalahan tersangka,

apakah dilakukan dengan sengaja atau karena kealpaanya, sehingga pembuktian

merupakan hal yang penting dalam proses peradilan pidana di Indonesia, karena

melalui pembuktian dapat menentukan posisi terdakwa dan apakah telah memenuhi

unsur-unsur terhadap perbuatan yang didakwakan. Hukum akan dapat menilai

tersangka atau terdakwa dengan mempertimbangkan fakta-fakta dan seluruh alat

3Moelyatno, 2000, Asas-asas Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, hlm. 54

4Marpaung Leden, 2010, Proses Penanganan Perkara Pidana, Sinar Grafika, Edisi Kedua, Jakarta,

hlm 107.

Page 16: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

16

bukti yang ada, sehingga pembuktian sangat memegang peranan penting untuk

menyatakan kesalahan terdakwa.

Putusan No.20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt merupakan kejadian kecelakaan lalu

lintas yang karena kelalaianya mengakibatkan orang lain luka berat yang terjadi di Jl.

Raya ikut Desa Karang Tengah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas.

Terdakwa tidak mengecek kondisi kendaraanya. Baru jalan sekitar 3 km, tepatnya di

Desa Karang Tengah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas tiba tiba terdakwa

tidak dapat mengendalikan kendaraan sehingga kendaran masuk ke parit dengan

kedalaman sekitar 3 meter, akibatnya para penumpang mengalami luka berat.

Terdakwa kemudian di periksa dan di adili di Pengadilan Negeri Purwokerto,

dan didakwa dengan dakwaan Subsidaritas yaitu dakwaan Primer melanggar Pasal

310 Ayat (3) Undang Undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan dan dakwaan Subsidair melanggar Pasal 310 Ayat (2) Undang Undang No.22

Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Berdasarkan uraian kasus di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul Kekuatan Pembuktian Saksi Korban Dalam Kasus Kecelakaan

Lalu Lintas (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt )

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :

1. Mengapa alat bukti saksi korban dihadirkan dalam kasus kecelakaan lalu

lintas dalam Putusan Perkara No.20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt?

Page 17: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

17

2. Bagaimana penerapan sistem pembuktian dalam kasus kecelakaan lalu lintas

dalam Putusan PerkaraNo. 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dalam penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui saksi korban dihadirkan dalam kecelakaan lalu lintas

dalam Putusan Perkara No.20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.

2. Untuk mengetahui sistem pembuktian yang digunakan dalam kasus

kecelakaan lalu lintas dalam Putusan Perkara No.20/Pid.sus/2011/PN.Pwt .

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

a). Untuk mempertimbangkan teori yang berkaitan dengan kekuatan

pembuktian keterangan saksi korbanmaupun teori tentang pembuktian

berdasarkan keyakinan hakim.

b) Dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut bagi mahasiswa yang

inginmeneliti tentang kekuatan pembuktian kesaksian korban sebagai dasar

pertimbangan hakim dalam memutus perkara pada persidangan kasus

tindak pidana kealpaan yang mengakibatkan luka berat pada orang lain.

2. Manfaat Praktis

Bagi Hakim Pengadilan Tindak Pidanaagar lebih teliti dalam merumuskan

dasar pertimbangan hukum dalam memutus perkara tentang tindak pidana

kealpaan berdasarkan keterangan saksi korban yang merupakan orang yang

mengalami langsung kejadian tindak pidak pidana.

BAB II

Page 18: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

18

TINJAUAN PUSTAKA

A. Asas dan Fungsi Hukum Acara Pidana

1. Asas Hukum Acara Pidana

Hukum acara pidana mengatur cara-cara bagaimana negara

menggunakan haknya untuk melakukan penghukuman dalam perkara-perkara

yang terjadi. Hukum acara pidana ialah mempelajari peraturan-peraturan

yang diciptakan oleh negara karena adanya dugaan terjadinya pelanggaran

undang-undang hukum pidana. Perkembangan ilmu hukum acara pidana

sudah meliputi pembagian hukum acara pidana formil dan hukum acara

pidana materiil. Hukum acara pidana formil dimaksudkan berbagai aturan

hukum yang meliputi tata beracara perkara pidana, dan hukum acara pidana

materiil dimaksudkan segala aturan hukum tentang sistem, beban, alat-alat

dan kekuatan pembuktian serta sarana ilmu pengetahuan yang mendukung

pembuktian.

Wirjono5 mengatakan bahwa,

“Jika suatu perbuatan dari seorang tertentu menurut peraturan Hukum

Pidana merupakan perbuatan yang diancam dengan hukuman pidana,

jadi jika ternyata ada hak badan pemerintah yang bersangkutan untuk

menuntut seorang guna mendapat hukuman pidana, timbullah soal

cara bagaimana hak menuntut itu dapat dilaksanakan, cara bagaimana

akan didapat suatu putusan pengadilan, cara bagaimana dan oleh siapa

suatu putusan pengadilan, yang menjatuhkan suatu hukuman pidana

harus dijalankan. Hal ini semua harus diatur dan peraturan inilah yang

dinamakan Hukum Acara Pidana.”

5 Wirjono Projodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Bandung; Sumur, 1982, Hal 21

Page 19: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

19

Pendapat yang dikemukaan oleh wirjono mempunyai arti bahwa untuk

mengetahui kebenaran materiil dalam suatu tindak pidana haruslah sesuai

dengan kaidah yang ada dalam hukum acara pidana, karena tujuan dari

hukum acara pidana sendiri adalah untuk mengetahui kebenaran materiil,

selain itu dalam mencari kebenaran materiil tidak boleh bertentangan dengan

asas asas yang ada dalam hukum acara pidana.

Bambang purnomo6 menjelaskan bahwa,

“yang dimaksud asas dalam hukum acara pidana adalah dasar patokan

hukum yang melandasi KUHAP dalam penerapan penegakan hukum.

Asas ini akan menjadi pedoman bagi semua orang termasuk

didalamnya aparat penegak hukum, serta orang-orang yang tengah

berkepentingan dengan hukum acara pidana. Makna asas-asas hukum

itu sendiri merupakan ungkapan hukum yang bersifat umum. Pada

sebagian berasal dari kesadaran hukum serta keyakinan kesusilaan

atau etnis kelompok manusia dan sebagian yang lain berasal dari dasar

pemikiran dibalik peraturan undang-undang serta yurisprudensi.

Rumusan pengertian asas-asas hukum yang demikian itu

konsekuensinya adalah kedudukan asas itu menjadi unsur pokok dan

dasar yang penting dari peraturan hukum.”

Asas-asas yang penting yang tercantum dalam hukum acara pidana

adalah sebagai berikut:

1. Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan

Asas ini bukan merupakan hal yang baru dengan lahirnya KUHAP,

karena dalam HIR asas ini sudah tersirat dengan kata-kata yang lebih konkrit

dari pada yang dipakai dalam KUHAP.

Asas peradilan cepat ini sebenarnya merupakan bagian dari hak-

hak asasi manusia yang sekedar menegaskan bahwa terselenggaranya

6Bambang Poernomo. Asas-Asas Hukum Pidana. Ghalia Indonesia: Jakarta, 1992, hlm 28

Page 20: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

20

peradilan yang bebas, jujur, dan tidak memihak. Asas ini digunakan

dengan tujuan menghindari penahanan yang lama sebelum ada keputusan

hakim. Tetapi secara yuridis, asas ini dikutip dari Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 1970 jo Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman

Dari berbagai ketentuan dalam KUHAP sebagai penjabaran dari

asas cepat, sederhana dan biaya ringan, dijumpai kata-kata ”segera,

secepatnya”, seperti ketentuan dalam Pasal 50 ayat (1), (2) dan (3)

KUHAP yang pada intinya bahwa tersangka atau terdakwa berhak segera

mendapat pemeriksaan oleh penyidik, berhak perkaranya diajukan ke

pengadilan oleh penuntut umum dan berhak segera diadili oleh

pengadilan

Proses perkara yang dilaksanakan dengan cepat, diartikan

menghindarkan segala rintangan yang bersifat prosedural, agar tercapai

efisensi kerja mulai dari kegiatan penyidikan sampai dengan

pelaksanaan keputusan akhir dapat selesai dalam waktu yang relatif

singkat.

Proses perkara pidana yang sederhana, diartikan penyelenggaraan

administrasi peradilan secara terpadu agar pemberkasan perkara dari

masing-masing instansi yang berwenang berjalan dalam satu kesatuan

yang tidak memberi saluran peluang (circuit court), bekerja secara

berbelit-belit dan dalam berkas tersebut terungkap pertimbangan serta

Page 21: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

21

kesimpulan penerapan hukum yang mudah dimengerti oleh pihak yang

berkepentingan.7

Proses perkara pidana dengan biaya ringan, diartikan

menghindarkan sistem administrasi perkara dan mekanisme bekerjanya

para petugas yang mengakibatkan beban biaya bagi yang berkepentingan

atau masyarakat (social cost) yang tidak sebanding, karena biaya yang

dikeluarkan lebih besar tetapi sebaliknya hasil yang diharapkan lebih

kecil.8

Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan menghendaki

adanya suatu peradilan yang efisien dan efektif sehingga tidak memberi

penderitaan yang berkepanjangan kepada tersangka atau terdakwa agar

kepastian hukum lebih terjamin.

2. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence)

Asas ini dijumpai dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970

jo Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok

Kekuasaan Kehakiman dan juga dapat dilihat dari Penjelasan Umum

mengenai asas butir 3c KUHAP yang merumuskan sebagai berikut:

“Setiap orang disangka, ditangkap, ditahan dan atau dihadapkan

di muka sidang pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan

memperoleh kekuatan hukum tetap”.

7Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan

SidangPengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, edisis kedua, cetakan ketiga, Jakarta:

Sinar Grafika. Hal 52 8Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Edisi Revisi, Sinar Grafika, Jakarta.

2004, Hal 55

Page 22: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

22

M. Yahya Harahap9 menjelaskan bahwa,

Asas Praduga Tak Bersalah ditinjau dari segi yuridis atau ditinjau

dari segi teknis penyidikan dinamakan “prinsip akusator” atau

accusatory proceudure (accusatorial system). Prinsip akusator

menempatkan kedudukan tersangka atau terdakwa dalam setiap

tingkat pemeriksaan adalah sebagai subyek, karena itu tersangka

atau terdakwa harus didudukkan atau diperlakukkan dalam

kedudukkan sebagai manusia yang mempunyai harkat martabat

harga diri. Sedangkan yang menjadi obyek pemeriksaan adalah

kesalahan (tindak pidana), yang dilakukan oleh tersangka atau

terdakwa. Asas ini juga merupakan pengejahwentahan KUHAP

atas penghormatan hak asasi manusia. KUHAP memandang

kedudukan tersangka/terdakwa sebagai subyek, sehingga dalam

pemeriksaan hak-hak mereka harus mendapatkan perhatian, jika

tersangka/terdakwa belum mengetahui akan hak-haknya yang

diberikan oleh Undang-Undang, maka aparat penegak hukum

wajib memberitahukannya terlebih dahulu.

3. Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum

Pemeriksaan yang dimaksud adalah pemeriksaan yang dilakukan

di dalam sidang pengadilan. Asas ini terdapat dalam Pasal 153 ayat (3)

dan ayat (4) KUHAP, yang berbunyi sebagai berikut:

“Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka

sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam

perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya adalah anak-anak”

ayat (3).Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3)

mengakibatkan batalnya putusan demi hukum.

Pasal-pasal KUHAP yang mendukung asas ini, memberi makna

yang mengarahkan tindakan penegakan hukum Indonesia harus dilandasi

oleh jiwa persamaan dan keterbukaan serta penerapan sistem

musyawarah dan mufakat dari majelis peradilan dalam mengambil

keputusan. Dengan landasan persamaan han dan kedudukan antara

tersangka/terdakwa dengan aparat penegak hukum, tidak ada dan tidak

9Yahya Harahap, Op.Cit Hal 41

Page 23: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

23

boleh dirahasiakan segala sesuatu yang menyangkut pemeriksaan

terhadap diri tersangka/terdakwa. Semua hasil pemeriksaan yang

menyangkut diri dan kesalahan yang disangkaan kepada tersangka sejak

mulai pemeriksaan penyedikan harus terbuka kepadanya.10

Sifat terbuka di sidang pengadilan dimaksudkan agar khalayak

ramai dapat mengikuti dan mengawasi jalannya pemeriksaan pengadilan,

bukan dalam arti masuknya orang-orang dalam ruang pengadilan. Bisa

saja terjadi, seseorang yang ingin mendengarkan pemeriksaan ditolak

untuk masuk ruang sidang yang luasnya terbatas, akan tetapi dapat

dipersilahkan mengikuti melalui alat pengeras suara yang dipasang di

halaman gedung. Kejadian demikian tidak bertentangan dengan Asas

Terbuka Untuk Umum. Walaupun sidang tertutup untuk umum (seperti

halnya dalam perkara kesusilaan atau terdakwanya anak-anak)

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 153 ayat (3) KUHAP, namun

keputusan hakim tetap dinyatakan dalam sidang yang terbuka untuk

umum.11

Selain itu, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang

Kekuasaan Kehakiman Pasal 18 dan Pasal 195 KUHAP dengan tegas

menyatakan:

”Semua putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum

apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.”

10

Andi Hamzah, . Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Jakarta:Ghalia

Indonesia, 1986, Hal 57 11

Bambang Purnomo, Op.Cit. Hal 71

Page 24: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

24

4. Asas Oportunitas

Hukum acara pidana mengenal suatu badan khusus yang diberi

wewenang untuk melakukan penuntutan pidana ke pengadilan yang

disebut penuntut umum. Di Indonesia penuntut umum disebut juga jaksa

(Pasal 1 butir a serta Pasal 137 dan seterusnya KUHAP). Wewenang

penuntutan dipegang oleh penuntut umum sebagai monopoli, artinya

tiada badan lain yang boleh melakukan itu. Ini disebut “dominus litis”

ditangan penuntut umum atau jaksa.Dalam arti hakimtidak dapat

meminta supaya delik diajukan kepadanya, sehingga hakim hanya

menunggu penuntutan dari penuntut umum.12

Hak penuntutan mengenal dua asas, yaitu asas legalitas dan

oportunitas (het legalities en het opportunities beginsel).Menurut asas

legalitas, jaksa/penuntut umum wajib menuntut suatu delik. Sedangkan

dalam oportunitas, jaksa/penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang

yang melakukan delik jika menurut pertimbangannya akan merugikan

kepentingan umum.

Ramelan berpendapat seperti yang dikutip dalam bukunya Andi

hamzah13

bahwa,

“Asas opportunitas adalah penuntut umum tidak wajib menuntut

seseorang yang melakukan perbuatan pidana jika menurut

pertimbangannya akan merugikan kepentingan umum asas

opportunitas diakui dalam Pasal 35 huruf c Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.”

12

Yahya Harahap. Op.Cit, Hal 58 13

Andi Hamzah,Sistem Pidana dan Pemidanaan di Indonesia. Bandung: PT. Pradnya

Paramitha,1986, Hal 73

Page 25: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

25

Selain itu Zainal abidin14

juga mengatakan bahwa,

“Asas opportunitas adalah asas hukum yang memberikan

wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak

menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang

telah mewujudkan delik demi kepentingan umum.”

Pasal 32c UU No. 5 Tahun 1991 jo Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dengan tegas menyatakan asas

oprtunitas itu dianut di Indonesia. Rumusan Pasal 32e tersebut adalah sebagai

berikut:

“Jaksa Agung dapat mengesampingkan suatu perkara berdasarkan

kepentingan umum”.

5. Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hakim

Asas ini menegaskan bahwa sebagai negara hukum maka

dihadapan hukum semua orang adalah sama dan sederajat. Asas ini diatur

dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok

Kekuasaan Kehakiman dalam Pasal 5 ayat (1). Pasal 5 ayat (1) tersebut

menyatakan sebagai berikut:

“Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-

bedakan orang”.

Asas semua orang diperlakukan sama didepan hakim digunakan

dalam moto Prasaja (Persatuan Jaksa), yang sering dipakai dalam bahasa

sansekerta “tan hama dharma manna”.15

6. Tersangka dan Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum

14

Abidin, zainal, Hukum Pidana 1, Jakarta, Sinar Grafika, 2007, Hal 81 15

Andi Hamzah, 2004,Op.Cit hlm 19.

Page 26: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

26

Pasal 69 sampai Pasal 74 KUHAP diatur mengenai bantuan

hukum bagi tersangka atau terdakwa. Ketentuan asas ini menunjukkan

bahwa tersangka atau terdakwa sangat dijamin hak asasinya sebagai

manusia. Asas ini telah menjadi ketentuan universal di semua negara

yang mengklaimnya dirinya sebagai negara yang demokratis dan

beradab. Dalam “The International Convenant on Civil and Political

Rights”artikel 14 sub 3d kepada tersangka/terdakwa diberikan jaminan:

“To be tried in his presence, and to defend himself in person or

trough legal assistance, of his own choosing to be inform, if he

does not have legal assistance, of his right, and to have legal

assistance assigended to him, in any case where the interests

justice so require, and whithout payment by him in any such case

if he does not have sufficient means to pay for it. (Diadili dengan

kehadiran terdakwa, membela diri sendiri secara pribadi atau

dengan bantuan penasehat hukum menurut pilihannya sendiri,

diberitahu tentang hak-haknya ini jika ia mempunyai penasehat

hukum dan ditunjuk penasehat hukum untuk di jika untuk

kepentingan peradilan perlu untuk itu, dan jika ia tidak mampu

membayar penasehat hukum ia dibebaskan dari pembayaran).16

Pasal tersebut memberikan mendapat kebebasan-kebebasan yang

sangat luas kepada tersangka/terdakwa. Kebebasan-kebebasan tersebut

antara lain:

a. Bantuan hukum dapat diberikan saat tersangka ditangkap atau

ditahan.

b. Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat

pemeriksaan.

c. Penasehat dapat menghubungi tersangka atau terdakwa pada

tingkat pemeriksaan pada setiap waktu.

d. Pembicaraan antara penasehat hukum dan tersangka tidak

didengar oleh penyidik dan penuntut umum kecuali pada

delik yang menyangkut keamanan Negara.

16

Andi Hamzah, 1998,Op.Cit hlm 25.

Page 27: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

27

e. Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau

penasehat hukum guna kepentingan pembelaan.

f. Penasehat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari

tersangka atau terdakwa.17

Pembatasan-pembatasan hanya dikenakan apabila penasehat

hukum menyalahgunakan hak-haknya tersebut. Kebebasan-kebebasan

dan kelonggaran-kelonggaran tersebut hanya dari segi yuridis semata,

bukan dari segi politis, sosial dan ekonomi, sehingga dengan adanya

hambatan-hambatan tersebut pelaksanaan bantuan hukum yang merata

agak sulit dilaksanakan.

7. Asas Akusator dan Inkisitor (Accusatoir dan Inquisitoir)

Asas akusator berarti menempatkan kedudukan terdakwa dalam

kesejajaran yang memeriksa. Terdakwa tidak dipandang sebagai objek

seperti dalam asas inkisitor. Hal ini terbukti dengan adanya hak

memperoleh bantuan hukum sejak awal pemeriksaan di tingkat

penyidikan.

Asas akusator ini berhubungan dengan asas-asas hukum acara

pidana. Salah satu contoh yaitu adanya kebebasan untuk mendapatkan

bantuan hukum menunjukkan bahwa KUHAP telah menganut asas

akusator ini.

Sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang sudah mencapai

ketentuan universal, maka asas inkisitor ini telah ditinggalkan oleh

17

Abdussalam, 2006, Prospek Hukum Pidana Indonesia Dalam Mewujudkan Rasa Keadilan

Masyarakat Jilid 2, Jakarta; Restu Agung, 2006, Hal 62

Page 28: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

28

banyak negeri beradab. Selaras dengan itu, berubah pula sistem

pembuktian yang alat-alat bukti berupa pengakuan diganti dengan

”keterangan terdakwa”, begitu pula penambahan alat bukti berupa

keterangan ahli.18

Asas inkuisitor merupakan kebalikan dari asas akusator yang

menempatkan posisi tersangka sejajar dengan pejabat penyidik dan

penuntut umum di depan hukum.

8. Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan

Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara

langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Sedangkan

pemeriksaan hakim dilakukan secara lisan, artinya bukan tertulis antara

hakim dan terdakwa. Ketentuan mengenai hal ini diatur dalam Pasal 154

dan Pasal 155 KUHAP.19

Adapun bunyi Pasal 154 KUHAP adalah sebagai berikut:

1. Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa

dipanggil masuk dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan

dalam keadaan bebas.

2. Jika dalam pemeriksaan perkara terdakwa yang tidak ditahan

tidak hadir pada hari sidang yang telah ditetapkan hakim ketua

sidang meneliti apakah terdakwa sudah dipanggil secara sah.

3. Jika terdakwa dipanggil secara tidak sah, hakim ketua sidang

menunda persidangan dan memerintahkan supaya terdakwa

dipanggil lagi untuk hadir pada hari sidang berikutnya.

4. Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah tetapi tidak

datang di sidang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan perkara

18

Andi Hamzah. Op.Cit, Hal 56 19

Moelyatno, Asas-asas Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta,2000, Hal 65

Page 29: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

29

tersebut tidak dapat dilangsungkan dan hakim ketua sidang

memerintahkan agar terdakwa dipanggil sekali lagi.

5. Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan

tidak semua terdakwa hadir pada hari sidang, pemeriksaan

terhadap terdakwa yang hadir dapat dilangsungkan.

6. Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak

hadir tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk

kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama

berikutnya.

7. Panitera mencatat laporan dan menuntut umum tentang,

pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 dan ayat 6

dan menyampaikanya kepada hakim ketua sidang.

Pasal 155 KUHAP berbunyi sebagai berikut:

1. Pada permulaan sidang, hakim ketua sidang menanyakan

kapada terdakwa tentang nama lengkap, tempat lahir, umur

atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal,

agama dan pekerjaanya serta mengingatkan terdakwa supaya

memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di

sidang.

2. Sesudah itu hakim ketua sidang minta kepada penuntut umum

untuk membacakan surat dakwaan;

Selanjutnya hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa

apakah ia sudah benar-benar mengerti, apabila terdakwa

ternyata tidak mengerti, penuntut umum atas permintaan hakim

ketua sidang wajib memberi penjelasan yang diperlukan.

Pengecualian dari asas langsung adalah kemungkinan putusan

dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa (in absentia), yaitu dalam acara

pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan. Hal ini ditegaskan

dalam Pasal 213 KUHAP, yang berbunyi:

”Terdakwa dapat menunjuk seseorang dengan surat untuk

mewakilinya di sidang”

2. Fungsi Hukum Acara Pidana

Selain asas hukum acara pidana, terdapat juga fungsi hukum acara

pidana yang pada dasarnya adalah tidak jauh berbeda.

Page 30: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

30

Van Bemmelen20

mengemukakan tentang fungsi hukum acara pidana

bahwa,

Fungsi hukum acara pidana ada tiga fungsi yaitu: 1. Mencari dan menemukan kebenaran 2. Pemberian putuan oleh hakim 3. Pelaksanaan putusan

Ketiga fungsi hukum acara pidana tersebut yang paling penting karena

menjadi tumpuan kedua fungsi berikutnya, ialah “mencari kebenaran”.

Setelah menemukan kebenaran yang diperoleh melalaui alat bukti dan barang

bukti itulah hakim akan sampai pada putusanyang adil dan tepat.21

Fungsi yang pertama sangat penting, maka definisi hukum acara

pidana yang tidak menyebut itu sebagai kekurangan. Rumusan deBosch

Kempe22

rmemberikan definisi tiga fungsi hukum acara pidana yaitu:

“Keseluruhan asas asas dan peraturan perundang-undangan mengenai

mana negara menjalankan hak-haknya karena seing terjadi

pelanggaran undang-undang”.

Kebenaran itu harus didapatkan dalam menjalankan hukum acara

pidana. Umumnya “mencari kebenaran materiil” merupakan tujuan hukum

acara pidana. Akan tetapi usaha untuk menemukan kebenaran materiil yang

menjadi hal yang penting didalam hukum acara pidana.

B. Pembuktian

1. Pengertian Pembuktian

20

Yahya Harahap.Op.Cit.Hal 76 21

Ibid hal 77 22

Andi Hamzah, Op.Cit, Hal 9

Page 31: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

31

Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan paling

penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dengan pembuktian

inilah ditentukan nasib terdakwa. Apabila hasil pembutian dengan alat alat

bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan

yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa dibebaskan dari hukuman.

Sebaliknya, kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti

yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa harus dinyatakan

bersalah. Kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Oleh karena itu, para hakim

harus berhati-hati, cermat dan matang dalam menilai dan mempertimbangkan

masalah pembuktian.

Menurut D.Simons23

pembuktian ialah:

“Meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang

dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian

nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam

berperkara dimuka Hakim atau Pengadilan”.

Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan

yang didakwakan, merupakan bagian yang terpenting dari hukum acara

pidana, dalam hal ini pun hak asasi manusia dipertaruhkan. Bagaiman

akibatnya jika seseorang yang didakwa dinyatakan terbukti melakukan

perbuatan yang didakwakan berdasarkan alat bukti yang disertai keyakinan

hakim padahal tidak benar. Untuk inilah maka hukum acara pidana bertujuan

untuk mencari kebenaran materiil.

Bambang purnomo24

dalam bukunya menjelaskan tentang arti hukum

23

Andi Hamzah, Op.Cit, Hal

Page 32: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

32

pembuktian sebagai berikut:

Hukum pembuktian adalah keseluruhan aturan atau hukum

atauperaturan undang- undang mengenai kegiatan untuk rekonstruksi

suatu kenyataan yang benar dari setiapkejadian masa lalu yang relevan

dengan persangkaan terhadap orang yang di dugamelakukan perbuatan

pidana dan pengesahan setiap sarana bukti menurut ketentuanhukum

yang berlaku, untuk kepentingan peradilan dalam hukum yang

berlaku, untukkepentingan peradilan dalam perkara pidana. Kegitan

pembuktian di harapkan memperoleh kebenaran secara hukum, karena

kebenaran mutlak sukar di temukan.Kebenaran dalam perkara pidana

merupakan kebenaran yang di susun dan di dapatkandari jejakan,

kesan dan refleksi dari keadan dan/atau benda yang berdasarkan

ilmupengetahuan, berkaitan dengan masa lalu yang di duga menjadi

tindak pidana.

Pendapat-pandapat tersebut melahirkan pemikiran yang dapat di tarik

dari pengertian pembuktian, yaitu:

a. Pembuktian merupakan kegiatan ilmiah untuk menuyusun suatu

kebenaran secarahukum, atas suatu peristiwa pidana yang

diperkirakan sebagai peristiwa pidanayang terjadi di masa lampau.

b. Pembuktian merupakan kegiatan yang mencari dan menemukan

keterkaitan (relevansi) peristiswa pidana yang terjadi di masa lalu

dengan persangkaan perbuatan pidana.

c. Pembuktian merupakan upaya pengesahan terhadap alat bukti

menurut ketentuan hukum yang berlaku.

d. Pembuktian merupakan upaya menumbuhkan keyakinan hakim

secara wajar atasdalil-dalil yang dikemukakan untuk mendukung

kebenaran atas suatu peristiwa pidana dan keterkaitan antara

perangkaan atau dakwa terhadap seseoarang yang dituduh

24

Bambang Purnomo, Op.Cit. Hal 52

Page 33: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

33

melakukan tindak pidana.

e. Pembuktian merupakan alat bantu bagi hakim untuk menetapkan

suatu putusan dalam persidangan peradilan.

Yahya Harahap25

dalam bukunya menjelaskan apa yang dimaksud

dengan pembuktian adalah:

“ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang

cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang untuk membuktikan

kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa”

Proses pembuktian dalam hukum acara pidana bertujuan untuk

mencari kebenaran materil, dalam rangka mencari kebenaran mareril, hakim

harus hati-hati, cermat, dan matang dalam menilai kekuatan pembuktian

setiap alat bukti yang diajukan dalam persidangan. Hakim tidak hanya harus

memperhatikan kepentingan masyarakat dan terdakwa tetapi juga korban.

Hukum acara pidana, hakim berkewajiban menetapkan:

a. Perbuatan-perbuatan mana yang dapat dianggap terbukti

menurut pemeriksaan pengadilan.

b. Terdakwa bersalah stau tidak atas perbuatan yang didakwakan

kepadanya;

c. Tindak pidana yang dilakukan sehubungan dengan perbuatan

itu;

d. Hukuman yang dijatuhakan kepada terdakwa.

Hal-hal tersebut berkaitan dengan penerapan hukum pembuktian dan

25

Yahya Harahap.Op.Cit.Hal 273

Page 34: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

34

alat-alatbukti. Hakikat pembuktian adalah mencari kebenaran akan kejadian-

kejadian hingga diperoleh kepastian bagi hakim kan kebenaran peristiwa

tertentu.26

2. Alat Bukti Menurut KUHAP

Menurut Pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang

kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat buktiyang sah, hakim

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan

bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dengan demikian fungsi

alat bukti dalam pembuktian dalam sidang pengadilan sangat penting sekali

sehingga sering kita dengar bahwa suatu tindak pidana yang tidak cukup bukti

tidak dapat dijatuhi pidana baik denda maupun penjara.

Hukum acara pidana yang ada di Indonesia, mengenai alat bukti

untuk membuktikan kesalahan terdakwadapat dibuktikan dengan alat-alat

bukti disebut dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu:

a. Keterangan saksi;

b. Keterangan ahli;

c. Surat;

d. Petunjuk;

e. Keterangan terdakwa

1. Keterangan Saksi

Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling

26

Hari Sasangka dan Lily Rosita, 1996Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Sinar

Wijaya, Surabaya, 1996. Hal 96

Page 35: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

35

berperan dalam pemeriksaan perkara pidana. Hampir semua pembuktian

perkara pidana selalu berdasarkan pemeriksaan saksi. Saksi merupakan orang

yang memberi keterangan di muka hakim untuk kepentingan terdakwa.

Kemudian saksi yang pertama didengar keteranganya oleh hakim adalah

korban yang menjadi saksi Pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP.27

Menurut KUHAP dalam Pasal 1 butir 26 saksi adalah:

“Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan

penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana

yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.”

Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Perlindungan saksi dan korban, saksi adalah,

“Orang yang dapat memberi keterangan guna kepentingan

penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di siding

pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia

lihat sendiri danatau ia alami sendiri”.

Berdasarkan perumusan di atas, maka dalam keterangan saksi, hal

yang harus diungkapkan didepan sidang pengadilan adalah,28

1. Yang ia dengar sendiri, bukan hasil cerita atau hasil pendengaran dari

oranglain. Saksi secara pribadi harus mendengar langsung peristiwa

pidana atauyang kejadian yang terkait dengan peristiwa pidana

tersebut.

2. Yang ia lihat sendiri, kejadian tersebut benar-benar disaksikan

langsung dengan mata kepala sendiri oleh saksi baik secara

27

Marpaung Leden, 2010, Proses Penanganan Perkara Pidana, Sinar Grafika, Edisi Kedua, Jakarta,

hlm 107 28

Andi Hamzah, Op.Cit, Hal 268

Page 36: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

36

keseluruhan ataupun rentetan, fragmentasi peristiwa pidana yang

diperiksa.

3. Yang ia alami sendiri sehubungan dengan perkara yang sedang

diperiksa, biasanya merupakan korban dan menjadi saksi utama dari

peristiwa pidana yang bersangkutan. Pasal 160 ayat (1) huruf b

KUHAP menyatakan bahwa yang pertama kali didengar adalah saksi

korban.

4. Didukung oleh sumber dan alasan dari pengetahuannya itu,

sehubungan dengan peristiwa, keadaan, kejadian yang didengar,

dilihat, dan atau dialaminya. Setiap unsur keterangan harus diuji

kebenarannya. Antara keterangan saksi dan sumbernya harus benar-

benar konsisten satu dengan yang lainya.

Ditinjau dari segi nilai dan kekuatan pembuktian (the degree

ofevidence) selain hal hal yang harus dibuktikan seorang saksi dalam

persidangan, saksi juga harus memenuhi syarat syarat agar saksi itu sah yaitu,

1. Syarat Formil

a. Saksi harus mengucapkan sumpah atau janji Pasal 160 ayat (3)

KUHAP menyebutkan:

Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah

atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan

memberi keterengan yang sebenarnya dan tidak lain dari yang

sebenarnya.

Sumpah atau janji ini wajib diucapkan sebelum memberi

keterangan, tetapi dalam hal dianggap perlu sumpah atau janji

dapat diucapkan setelah pemberian keterangan. Hal ini diatur dalam

Page 37: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

37

Pasal 160 ayat (4) KUHAP.

b. Saksi harus sudah dewasa hal ini terkait dengan Pasal 171 KUHAP

yang menyatakan bahwa anak dibawah umur 15 tahun atau belum

menikah, boleh saja memberikan kesaksian namun tidak boleh

disumpah. Padahal Pasal 160 ayat (3) KUHAP mewajibkan adanya

sumpah atau janji. Keterangan saksi dari seseorang yang tidak

disumpah ini tidak punya kekuatan sebagai alat bukti sah. Maka

batas kedewasaan menurut KUHAP untuk memberikan kesaksian

adalah berumur 15 tahun atau sudah menikah.

c. Saksi tidak sakit ingatan atau sakit jiwa sebagaimana disebutkan

dalam Pasal 177 KUHAP butir b mengingat mereka tidak dapat

kadang-kadang ingatannya baik kembali. Jadi tidak dapat diambil

sumpah atau janji dalam member keterangan. Keterangan mereka

hanya dapat dipakai sebagai petunjuk saja, sebagaimana juga

berlaku bagi orang yang belum dewasa (Penjelasan Pasal 171

KUHAP).

2. Syarat Materil

Syarat materiil mengacu pada Pasal 1 butir 27 KUHP dan

Pasal 185 ayat (1) KUHP berikut merupakan dengan penjelasannya,

Sehingga dapat di simpulkan,

a. Setiap keterangan saksi diluar apa apa yang didengarnya sendiri

dalam peristiwa pidana yang terjadi atau diluar yang dilihat atau

dialaminya, keterangan yang diberikan di luar pendengaran,

Page 38: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

38

penglihatan atau yang terjadi, tidak dapat dinilai dan dijadikan

sebagai alat bukti.

b. Testimonium de audite atau keterangan saksi yang diperoleh sebagai

hasil pendengaran dari orang lain tidak dapat dijadikan sebagai alat

bukti yang sah.

c. Pendapat atau rekaan yang saksi peroleh hasil dari pemikiran bukan

merupakan keterangan saksi Pasal 185 ayat (5) KUHP.29

Menurut Darwin Prints bahwa;30

“Sesuai penjelasan KUHAP yang mengatakan kesaksian de auditu

tidak diperkenankan sebagai alat bukti, dan selaras pula dengan tujuan

hukum acara pidana yaitu mencari kebenaran materiil, dan pula untuk

perlindungan terhadap hak hak asasi manusia, di mana keterangan

saksi yang hanya mendengar dari orang lain tidak terjamin

kebenaranya”.

Saksi dalam memberikan keterangan hanya boleh mengenai keadaan

yang didengar, dilihat atau dialami oleh saksi itu sendiri, dan tiap-tiap

persaksian harus disertai penyebutan hal-hal yang menyebabkan seorang saksi

mengetahui hal-hal sesuatu Pasal 185 ayat (1) KUHAP. Suatu pendapat atau

suatu persangkaan yang disusun secara memikirkan dan menyimpulkan hal

sesuatu tidak dianggap sebagai keterangan saksi.31

Keterangan saksi yang dianggap sah adalah keterangan saksi yang

sudah memenuhi syarat formil dan materiil. Dimana berdasarkan tafsir

acontrario keterangan seorang saksi cukup untuk membuktikan kesalahan

29

Ibid, Hal 268 30

Darwan Prints, 1989, Hukum Acaara Pidana Suatu Pengantar, Djambatan, Jakarata, Hal

182 31

Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, Hal 116

Page 39: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

39

apabila disertai alat bukti lain. Dimana keterangan saksi korban merupakan

keterangan yang paling kuat dalam pembuktian alat bukti saksi, karena

korban sendiri orang sekaligus saksi yang benar benar mengalami kerugian

akibat tindak pidan yang ditimbulkan.32

Mengenai perkara pidana yang tidak dapat didengar keterangannya

dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi di dalam Pasal 168 KUHAP yaitu:

a. Keluarga sedarah semenda dalam garis lurus ke atas atau kebawah sampai

derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa;

b. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara

ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena

perkawinan dari anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;

c. Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-

sama sebagai terdakwa.

Akan tetapi pada pasal 168 KUHAP memberikan celah kepada saksi

yang mempunyai hubungan darah dengan terdakwa untuk dimintai

keterangannya. Hal tersebut dapat terjadi apabila adanya persetujuan Penuntut

Umum atau terdakwa yang menghendaki keterangan dari saksi yang

mempunyai hubungan keluarga tersebut.

Suatu hal yang sangat perlu dikemukakan dalam pembicaraan saksi

adalah yang berhubungan dengan keterangan saksi itu sendiri yaitu seberapa

jauh luas dan mutu saksi yang harus diperoleh atau digali oleh penyidik

dalam pemeriksaan. Kemudian seberapa banyak saksi yang diperlukan

ditinjau dari daya guna kesaksian tersebut. Keterangan saksi harus

berhubungan, tidak boleh berdiri sendiri, menurut D.Simons bahwa, suatu

32

Abdussalam. Op.Cit. Hal116

Page 40: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

40

keterangan saksi yang berdiri sendiri tidak dapat membuktikan seluruh

dakwaan.33

Mengenai hal tersebut maka perlu dihadirkanya saksi yang benar

benar mengetahui suatu kejadian, yaitu korban yang menjadi saksi, karena

korban yang mengalami sendiri suatu tindak pindana. Karena saksi yang

pertama didengar keteranganya oleh hakim adalah korban yang menjadi saksi

Pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP .

2. Keterangan Ahli

Guna menguatkan alat alat bukti lain maka perlu dihadirkanya

seorang Ahli untuk memperjelas peristiwa yang sebenarnya terjadi. Pasal 186

KUHAP berbunyi,

“Keteranhan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan didepan sidang

pengadilan”.

Pasal 1 angka (28) KUHAP berbunyi :

“Keterangan ahli yang diberikan oleh seseorang yang memiliki

keahlian khusus hal yang diperlukan untuk membuat tentang suatu

perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”.

Syarat sahnya keterangan ahli yaitu :34

1. Keterangan diberikan kepada ahli.

2. Memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu.

3. Menurut pengetahuan dalam bidang keahlianya.

4. Diberikan dibawah sumpah.

Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 179 dan Pasal 186 KUHAP,

33

Lamintang, 2010, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetauan dan Yurisprudensi,

Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, Hal 287 34

Yahya harahap. Op.Cit.Hal 296

Page 41: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

41

keterangan yang dikemukakan oleh ahli menimbulkan dua bentuk :

1) Alat bukti keterangan ahli berbentuk “visum et repertum” atau

“laporan”;

2) Alat bukti keterangan ahli berbentuk “keterangan secara langsung”

di depan sidang pengadilan35

C. Alat Bukti Surat

Surat sebagai alat bukti yang sah harus dibuat atas sumpah jabatan

dan dikuatkan dengan sumpah. Dalam pasal 187 KUHAP disebutkan secara

luas bentuk-bentuk surat yang bernilai sebagai alat bukti yaitu:

1. Berita acara atau surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh atau

dihadapan pejabat yang berwenang mengenai suatu kejadian yang

didengar/dilihat/dialami sendiri disertai alasan yang jelas mengenai

keterangan tersebut.

2. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundangan atau yang

dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana

yang menjadi tanggung jawabnya.

3. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat keterangan berdasarkan

keahliannya mengenai suatu hal yang dimintakan secara resmi kepadanya.

4. Surat lain yang berhubungan dengan alat bukti yang lain.

Alat bukti surat dinilai sebagai alat bukti yang sempurna dan memiliki

kekuatan mengikat bagi hakim (volledig en beslissende bewijskracht). Namun

demikian, kesempurnaan dan kekuatan mengikat tersebut hanyalah secara

35

Mohammad Taufik dan Suhasril,2004, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek,

Ghalia Indonesia, Jakarta. 79

Page 42: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

42

formal. Pada akhirnya, keyakinan hakimlah yang menentukan kekuatan

pembuktiannya.36

Berdasarkan keterangan tersebut, visum et repertum juga dapat

digolongkan sebagai alat bukti surat yaitu surat keterangan seorang ahli atas

suatu hal yang dibuat berdasarkan keahliannya, dan dimintakan secara

resmi kepadanya oleh penyidik.

D. Alat Bukti Petunjuk

Petunjuk adalah suatu “isyarat” yang dapat ditarik atas suatu

perbuatan atau kejadian atau keadaan yang bersesuaian, sehingga

menandakan telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk

hanya dapat diperoleh secara terbatas dari keterangan saksi, surat, dan

keterangan terdakwa. Pada umumnya, alat bukti petunjuk baru diperlukan

bila alat bukti yang lain belum dianggap hakim cukup membuktikan

kesalahan terdakwa.37

Mengenai kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk, serupa sifat dan

kekuatanya dengan alat bukti lain, hanya mempunyai sifat kekuatan

pembuktian yang “bebas”, yang artinya,

1. Hakim tidak terikat dengan kebenaran persesuaian yang diwujudkan

oleh petunjuk, oleh karena itu hakim bebas menilainya dan

menggunakan sebagai upaya pembuktian.

2. Petunjuk sebagai alat bukti tidak bisa berdiri sendiri membuktikan

kesalahan terdakwa, alat bukti petunjuk tetap terikat pada prinsip batas

36

Yahya harahap. Op.Cit.Hal 307 37

Andi Hamzah, Op.Cit, Hal 316

Page 43: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

43

minimum pembuktian. Oleh karena itu, agar petunjuk dengan sekurang-

kurangnya satu alat bukti lain.

E. Keterangan Terdakwa

Ditinjau dari segi yuridis istilah ketarangan terdakwa lebih simpatik

dan manusiawi jika dibandingkan dengan istilah pengakuan terdakwa yang

dirumuskan dalam HIR. Pada istilah pengakuan terdakwa, seolah-olah

terdapat unsur paksaan kepada terdakwa untuk mengakui kesalahanya.

Perkataan pengakuan mengandung kurangnya keleluasaan mengutarakan

segala sesuatu yang dilihat, diperbuat dan dialami sendiri oleh terdakwa,

hal ini sedikit banyak masih diwarnai dengan cara “inkuisitur”. Sistem

pemeriksaan yang sifatnya lebih cenderung menyudutkan terdakwa bahwa

seolah-olah terdakwa pada saat diperiksa sudah dianggap bersalah.38

Mengenai pengertian keterangan terdakwa itu sendiri dirumuskan

pada Pasal 189 ayat (1) KUHAP,

“Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan disidang

pengadilan tentang perbuatan yang terdakwa lakukan atau yang

terdakwa ketahui sendiri atau alami sendiri”.

Keterangan Terdakwa dapat diberikan di dalam dan diluar sidang.

Yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang

adalah keterangan Terdakwa di hadapan sidang. Keterangan yang diberikan

diluar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang

selama didukung oleh suatu alat bukti yang sah lainnya. Adapun keterangan

Terdakwa sebagai alat bukti, tanpa disertai oleh alatbukti lainnya, tidak

38

Yahya harahap. Op.Cit.Hal 319

Page 44: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

44

cukup untuk membuktikan kesalahan Terdakwa. Hal ini merupakan

ketentuan beban minimum pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 183

KUHAP, yaitu dua alat bukti yang sah menurut undang-undang.

3. Saksi Korban

A. Pengertian Saksi Korban

Berdasarkan asas kesamaan didepan hukum (equality before the law)

yang menjadi salah satu ciri negara hukum, maka setiap manusia diperlakukan

sama didepan hukum, semua berhak mendapatkan perlindungan dan

mendapatkan kejelasan dalam suatu perbuatan, khususnya pada suatu tindak

pidana korban selalu mendapatkan kesengsaraan karena harus menanggung

akibat dari tindak pidana itu sendiri.

Pasal 1 butir (3) Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2006 yang

berbunyi sebagai berukut :

Korban adalah orang perorangan atau kelompok orang yang mengalami

penderitaan, baik fisik, mental maupun emosional, kerugian ekonomi, atau

mengalami pengabaian, pengurangan atau perampasan hak-hak dasarnya

sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat, termasuk korban

adalah ahli warisnya.

Sedangkan saksi itu sendiri seperti yang sudah dijabarkan di atas

adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan

penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu

perkara pidana.

Saksi korban sendiri adalah orang mengalami sendiri, yang ia dengar

sendiri dan ia lihat sendiri tetntang suatu tindak pidana yang kemudian ia

dapat memberikan keterangan didepan sidang pengadilan guna kepentingan

Page 45: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

45

penyidikan, penuntutan serta pemeriksaan di sidang pengadilan untuk

diungkap kepada aparat penegak hukum dalam membantu proses jalanya

persidangan, yang diharapkan dapat tercapai apa yang diharapkan yaitu

mencari kebenaran yang sesungguhnya.

B. Hak Hak Saksi Korban

Perkembangannya pandangan masyarakat terhadap korban,

korbandapat mempercepat terjadinya sutau tindak pidana yang dilakukan oleh

si pelaku,si pelaku berperan aktif dan si korban berperan pasif, dalam hal ini

korban dianggap sebagai ”korban yang bersalah” dalam terjadinya tindak

pidana, halini si pelaku menjadi fokus perhatian reaksi sosial (peradilan),

sedangkan korban mengalami hal kurang perhatian dan akhirnya dianggap

kurang penting dalam proses reaksi sosial, kecuali hanya sekedar sebagai

obyek bukti (saksi korban) dan bukan sebagai subyek dalam sistim peradilan

di Indonesia.

Tentang korban ini, telah dituangkan dalam Undang-undang nomor 13

Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi Dan Korban. Hal mana kepentingan

korban di kuasakan pada suatu Lembaga yang di bentuk oleh undang-undang

yakni Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban (LPSK). Kepentingan

korban melalui LPSK tersebut tertuang dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor

13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagai barikut39

:

(1) Korban melalui LPSK berhak mengajukan ke pengadilan berupa :

39

Soeharto, Hukum Pidana Materiil, Sinar Grafika, jakarta, 1993, Hal 63

Page 46: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

46

a. hak atas kompensasi dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia yang

berat;

b. hak atas restitusi atau ganti kerugian yang menjadi tanggung jawab

pelaku tindak pidana.

(2) Keputusan mengenai kompensasi dan restitusi diberikan oleh pengadilan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi dan restitusi di

atur dengan Peraturan Pemerintah.

C. Kedudukan Saksi Korban

Mencermati mengenai hak-hak korban yang tertuang di dalam

KUHAP, maka di dapat pengaturan hak-hak bagi korban sangat minim sekali

di bandingkan dengan pengaturan tentang hak-hak pelaku tindak pidana

(tersangka/terdakwa/terpidana). Perlindungan hukum lebih banyak di atur

untuk pelaku tindak pidana, sebagaimana tampak dalam berbagai Pasal

tersebut di atas dibandingkan dengan kepentingan korban yang mengalami

penderitaan dari perbuatan pelaku tindak pidana.

Kedudukan saksi korban khususnya dalam lingkup peradilan

merupakan saksi yang memberatkan ( A Charge) bagi terdakwa/tersangka,

karena dalam keteranganya akan menunjukan pada kesalahan yang

terdakwa/tersangka lakukan, sebagai alat bukti melainkan sebagai keterangan

yang dapat menguatkan keyakinan hakim untuk memutus suatu perkara dan

dapat dipakai sebagai petunjuk utuk menemukan kebenaran yang terjadi.

C. Sistem Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana

Konteks hukum acara pidana, pembuktian merupakan keseluruhan

ketentuan hukum yang mengatur proses pembuktian di depan sidang

pengadilan berdasarkan alat - alat bukti menurut undang – undang dan

barang – barang bukti yang diperoleh dan ditemukan beserta dengan

Page 47: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

47

keyakinan hakim itu sendiri. Konsep pembuktian dalam hukum acara

dilandasi dengan teori yang menyangkut bagaimana sistem pembuktian

diterapkan.

Adapun maksud sistem pembuktian menurut Andi Hamzah40

adalah:

“Suatu sistem untuk mengetahui bagaimana cara meletakan suatu

hasil pembuktian terhadap perkara yang sedang diperiksa. Hasil dan

kekuatan yang bagaimana yang dianggap cukup memadai untuk

membuktikan kesalahan terdakwa. Dengan demekian sistem

pembuktian adalah sebagai jalan untuk berusaha guna mendekati

sebanyak mungkin persesuaian antara keyakinan hakim dan

kebenaran sejati”.

Sistem pembuktian di dalam KUHAP terdapat empat macam, yaitu,

1. Sistem Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara Positif

Menilai kekuatan pembuktian alat-alat bukti yang ada, dikenal dikenal

sistem atau teori pembuktian, salah satunya adalah sistem pembuktian yang

didasarkan alat-alat pembuktian yang disebut melulu pada undang-undang,

disebut sistem pembuktian berdasar undang-undang secara positif (positief

wettelijk bewijstheori). Dikatakan secara positif karena didasarkan kepada

undang-undang melulu. Artinya, jika terbukti suatu perbuatan sesuai dengan

alat-alat bukti yang disebut oleh undang-undang, maka keyakunan hakim

tidak diperlukan sama sekali. Sistem ini disebut juga teori pembuktian

formal.41

Menurut D. Simons42

menjelaskan bahwa,

“ Sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif ini

berusaha untuk menyingkirkan semua pertimbangan subjektif hakim

dan mengikat hakim secara ketat menurut peraturan pembuktian yang

40

Andi Hamzah. Op.Cit. Hal 249 41

Andi Hamzah. Op.Cit. Hal 251 42

Ibid.Hal 251

Page 48: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

48

keras”.

Teori pembuktian ini sekarang tidak mendapat penganut lag, karena

teori ini terlalu banyak mengandalkan kekuatan pembuktian yang disebut oleh

undang-undang.

Teori juga ditolak oleh wirjono prodjodikoro untuk dianut di

Indonesia karena menurutnya bagaimana hakim dapat menetapkan kebenaran

selain dengan cara menyatakan terhadap keyakinanya tentang hal kebenaran

itu, lagi pula keyakinan seorang hakim yang jujur dan berpengalaman

mungkin sekali adalah sesuai dengan keyakinan masyarakat.43

2. Sistem Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Melulu

Berhadapan berlawanan dengan teori pembuktian menurut undang-

undang secara positif, disadari bahwa alat bukti berupa pengakuan terdakwa

sendiri pun tidak selalu membuktikan kebenaran. Pengakuan pun tidak

menjamin terdakwa telah benar-benar melakukan perbuatan yang didakwakan

kepada terdakwa. Oleh karena itu diperlukan juga keyakinan hakim sendiri.

Bertolak pada pemikiran itulah, maka teori berdasar keyakinan hakim

meelulu yang didasarkan pada keyakinan hati nurani akim sendiri ditetapkan

bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan sesuai dengan apa yang

didakwakan. Dengan sistem ini pemidanaan dimungkinkan tanpa didasarkan

pada alat-alat bukti dalam undang-undang.44

Menurut wirjono prodjodikoro45

mengatakan bahwa,

“Sistem pembuktian berdasar pada keyakinan hakim melulu pernah

43

Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit Hal 75 44

Andi Hamzah. Op.Cit. Hal 252 45

Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit Hal 76

Page 49: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

49

dianut di Indonesia, yaitu pada pengadilan distrik dan pengadilan

kabupaten, Sistem ini dimungkinkan hakim menyebutkan apa saja

yang menjadi dasar keyakinanya”.

Sistem ini memberikan kebebasan kepada hakim terlalu besar

sehingga sulit diawasi. Di samping itu, terdakwa atau penasihat hukumya

sulit untuk melakukan pembelaan. Hal ini hakim dapat memidana terdakwa

berdasar keyakinanya bahwa terdakwa telah melakukan apa yang

didakwakan. Pelaksanaan pembuktian seperti pemeriksaan dan pengambilan

sumpah saksi, pembacaan berkas perkara terdapat pada semua perundang-

undangan acara pidana, termasuk sistem keyakinan hakim melulu.

3. Sistem Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Atas Alasan Yang Logis

Sebagai jalan tengah muncul sistem atau teori pembuktian berdasar

keyakinan hakim atas alasan yang logis. Menurut teori ini, hakim dapat

memutuskan seseorang bersalah berdasar keyakinanya, keyakinan yang

didasar kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan

yang berlandaskan pada peraturan-peraturan pembuktian tertentu.46

Sistem pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim

bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinanya. Sistem pembuktian ini

terpecah menjadi dua jurusan,

1. Sistem atau teori pembuktian berdasar keyakinan hakim atas

alasan yang logis.

2. Sistem atau teori pembuktian berdasar undang-undang secara

negatif.

46

Andi Hamzah. Op.Cit. Hal 252

Page 50: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

50

Persamaanya adalah keduanya sama berdasar atas keyakinan hakim,

artinya terdakwa tidak mungkin dipidana tanpa adanya keyakinan hakim

bahwa terdakwa bersalah. Perbedaanya bahwa yang pertama atau Sistem atau

teori pembuktian berdasar keyakinan hakim atas alasan yang logis berpangkal

tolak pada keyakinan hakim, tetapi keyakinan itu harus didasarkan kepada

suatu kesimpulan yang logis, yang tidak didasarkan kepada undang-undang,

tetapi ketentuan-ketentuan menurut pengetahuan hakim sendiri tentang

pelaksanaan pembuktian yang mana akan hakim pergunakan. Sedangkan

Sistem atau teori pembuktian berdasar undang-undang secara negatif

berpangkal tolak pada aturan-aturan pembuktian yang ditetapkan secara

limitatif oleh undang-undang, tetapi hal itu harus diikuti dengan keyakinan

hakim.47

4. Teori Pembuktian Berdasarkan Kepada Undang-Undang Secara Negatif

HIR maupun KUHAP semuanya menganut teori atau sistem

pembuktian berdasarkan undang undang negatif (negatief wettelijk). Hal ini

dapat disimpulkan dari Pasal 183 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut,

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali

apabila dengan sekurang kurangnya dua alat bukti yang sah ia

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar benar terjadi

dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukanya.”

Pasal 183 KUHAP tersebut nyata bahwa pembuktian harus didasarkan

kepada undang undang (KUHAP), yaitu alat bukti yang sah tersebut dalam

Pasal 184 KUHAP, disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat

alat bukti tersebut. Mengenai sistem atau teori pembuktian berdasarkan

47

Ibid.Hal 255

Page 51: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

51

undang undang negatif (negatief wettelijk) ini, pemidaan didasarkan pada

pembuktian yang berganda (dubbel en grondslag) yaitu pada peraturan

undang undang dan pada keyakinan hakim, menurut peraturan undang undang

dan keyakinan hakim ini bersumberkan pada undang undang.48

Menurut M. Yahya Harahap49

,untuk membuktikan kesalahan

terdakwa harus :

1. Penjumlahan dari sekurangnya satu saksi ditambah dengan satu saksi ahli

atau surat atau petunjuk, dengan ketentuan penjumlahan kedua alat alat

bukti tersebut “saling bersesuian dan menguatkan”, tidak saling

bertentangan.

2. Atau, dua alat bukti itu berupa dua orang saksi yang saling bersesuian dan

menguatkan, maupun penggabungan keterangan satu saksi dengan

keterangan terdakwa, asal terdapat persesuaian.

Menurut pendapat di atas,sama dengan isi dari Pasal 183 KUHAP

yaitu tidak membenarkan pembuktian kesalahan terdakwa dengan satu alat

bukti yang berdiri sendiri. Prinsip umum dalam pembuktian juga ditegaskan

oleh pasal lain dalam KUHP, antara lain Pasal 185 ayat (2) KUHP bahwa,

“Keterangan seorang saksi saja tidak cukup membuktikan kesalahan

terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadannya. Asas ini

dikenal dengan istilah”satu saksi bukan saksi” (unus testis nullus

testis).”

Kalimat “sekurang kurangnya dua alat bukti yang sah” maksudnya

adalah untuk menjatuhkan pidana kepada seorang terdakwa oleh hakim

apabila kesalahan terdakwa telah dapat dibuktikan “dengan sekurang

kurangnya dua alat bukti yang sah”, jadi minimum pembuktian yang

dianggap cukup membuktikan kesalahan terdakwa agar kepadanya dapat

48

Andi Hamzah, Op.Cit, Hal 255 49

Yahya Harahap, Op.Cit, Hal 252

Page 52: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

52

dijatuhkan pidana.50

Asas Negatif Wettelijk tercermin pula secara nyata pada Pasal 189

ayat(4) KUHAP, bahwa berdasarkan “pengakuan salah yang diucapkan

terdakwa”,hakim tidak boleh menghukum terdakwa. “pengakuan salah yang

di ucapkan terdakwa” tanpa alat bukti lain, merupakan alat pembuktian yang

tidak lengkap. Untuk lebih jelasnya Pasal 189 ayat (4), dikutip sebagai

berikut :

“Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa

iabersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya,

melainkanharus disertai dengan alat bukti yang lain.”

Walaupun hakim yakin, bahwa terdakwa bersalah melakukan

perbuatan yang didakwakan oleh penuntut umum, akan tetapi keyakinan

hakim ini hanyadilandaskan oleh satu alat bukti yang berupa keterangan

terdakwa, maka putusan demikian merupakan tindakan yang melanggar asas

dari pada bukti minimum yang di minta oleh Undang-Undang (de leer van het

minimum bewjis) sebagaimana termuat di dalam 183 KUHAP.51

C. Tindak Pidana Lalu Lintas

1. Pengertian Tindak Pidana Lalu Lintas

Istilah tindak pidana yang digunakan di Indonesia merupakan

terjemahan dari bahasa Belanda yaitu Strafbaar feit. Dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana dikenal istilah delict. Ada sebagian sarjana yang

menyebut tindakan pidana sebagai perbuatan pidana, dalam hal ini ada

50

Mohammad taufik dan Suhasril,Op.Cit, Hal 278 51

Ibid.Hal 279

Page 53: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

53

kesamaan pendapat karena undang-undang sendiri tidak memberikan suatu

batasan yang jelas mengenai istilah tindak pidana.

Wirjono Prodjodikoro52

menyebutkan bahwa,

“Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat

dikenakan hukuman pidana dan pelaku ini dapat dikatakansebagai

subyek tindak pidana.”

Pasal 93 ayat (1) PP Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan

Lalu-Lintas Jalan juga memberikan definisi tentang kecelakaan lalu-lintas,

yaitu:

"Kecelakaan lalu-lintas adalah suatu peristiwa dijalan yang tidak

disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan atau tanpa

pemakai jalan lainnya mengakibatkan korban manusia atau kerugian

harta benda".

Menurut UU No. 22 Tahun 2009 tentang Tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan pengertian kecelakaan lalu lintas adalah,

“Suatu peristiwa di Jalan yang tidakdiduga dan tidak disengaja

melibatkan Kendaraan dengan atautanpa Pengguna Jalan lain yang

mengakibatkan korban manusiadan/atau kerugian harta benda.”

2. Akibat Tindak Pidana Lalu Lintas

Kecelakaan lalu-lintas yang dapat berupa pelanggaran terhadap

peraturan lalu-lintas yang terjadi baik antar kendaraan bermotor maupun

kendaraan bermotor dengan kendaraan tidak bermotor sebagai pengguna

jalan, dapat mengakibatkan keadaan yang merugikan, antara lain : luka

52

Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit Hal 85

Page 54: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

54

ringan, luka berat bahkan mati. Tidak hanya kerugian materi seprti rusaknya

kendaraan bermotor dan lain sebagainya.53

Kerugian fisik dan jasmani pada diri pelaku atau korban yang dapat

berupa luka-luka kecil/ luka ringan, luka berat atau bahkan sampai mati dapat

menjadi akibat adanya suatu tindak pidana lalu-lintas, yaitu seperti yang

diatur dalam Pasal 359 serta Pasal 360 KUHP. Walaupun di dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana tidak diatur secara khusus mengenai tindak

pidana lalu lintas, namun kedua pasal tersebut memyebutkanmengenai

seseorang karena kealpaannya mengakibatkan luka berat atau mati. Jadi

mengenai peraturan tindak pidana lalu lintas dapat digunakan Pasal 359 dan

Pasal 360 KUHP tersebut. Pasal 359 KUHP merumuskan :

"Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mati,

dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, atau

pidana kurungan selama-lamanya satu tahun".

Penjelasan Pasal 359 KUHP dapat berarti bahwa karena kurang hati-

hati, alpa, tidak sengaja, kelalaian pemakai jalan dapat mengakibatkan

terjadinya kecelakaan lalu lintas sehingga menyebabkan orang lain

kehilangan nyawa (mati) dapat dihukum dengan pidana penjara selama-

lamanya lima tahun ataupun berupa pidana kurungan paling lama satu tahun.

Pasal 360 KUHP merumuskan :54

"Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang luka berat,

dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau

pidana kurungan paling lama satu tahun".

53 Ruba‟I, Masruchin ,Mengenal Pidana dan Pemidanaan di Indonesia. IKIP Malang.Hal 142

54

Ibid, Hal 143

Page 55: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

55

Akibat yang ditimbulkan oleh suatu tindak pidana lalu lintas antara

lain :

1. Kerusakan materi.

2. Korban luka ringan atau berat.

3. Korban jiwa yang mengalami kematian.

Kerusakan materi sebagai salah satu dampak yang diderita baik oleh

pelaku atau korban kecelakaan lalu lintas dapat berupa kerugian harta benda

seperti kerusakan sepeda motor, barang-barang yang dibawa pada waktu

kecelakaan terjadi, maupun kerusakan fisik badan jalan, trotoar, pagar

pembatas dan lain-lain.55

Menurut Pasal 93 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun

1993 tentang Prasarana dan Lalu-lintas Jalan, korban kecelakaan lalu-lintas

dapat berupa:56

1. Korban mati

Menurut Pasal 93 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun

1993 tentang Prasarana dan Lalu-lintas Jalan, korban mati dirumuskan

sebagai berikut:

"korban mati adalah korban yang dipastikan mati sebagai akibat

kecelakaan lalu-lintas dalam jangka waktu paling lama 30 hari setelah

kecelakaan tersebut".

Korban mati seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 93 ayat (2)

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu-

55Soeharto, 1993, Hukum Pidana Materiil, Sinar Grafika, Jakarta.Hal79

56Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit Hal 89

Page 56: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

56

lintas Jalan berarti bahwa dalam kecelakaan lalu-lintas dapat mengakibatkan

korban Jiwa yang berupa kematian yaitu hilangnya nyawa seseorang. Korban

mati adalah merupakan dampak negatif dengan adanya kecelakaan lalu lintas.

2. Korban luka berat

Pengertian korban luka berta menurut Pasal 93 ayat (4) Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu-lintas Jalan

adalah:

"korban luka berat adalah korban yang karena luka-lukanya menderita

cacat tetap atau harus dirawat dalam jangka waktu lebih dari 30 hari

sejak terjadi kecelakaan".

Korban luka berat seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 93 ayat

(2) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu-

lintas Jalan berarti korban yang mengalami luka yang tidak ringan serta dapat

mengakibatkan suatu cacat otak (seperti gila, karena terkena syaraf bagian

otak), cacat tubuh (patah kaki atau tangan) sehingga tidak dapat pulih seperti

sediakala.

Salah satu akibat dan pelanggaran atau tindak pidana lalu-lintas

seperti yang telah disebutkan diatas adalah luka berat, sedangkan yang

termasuk luka berat telah diatur dalam Pasal 90 KUHP, yaitu :

1. Jatuh sakit atau luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama

sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut.

2. Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau

pekerjaan pencarian.

3. Kehilangan salah satu panca indera.

4. Mendapat cacat berat (verminking).

5. Menderita sakit lumpuh.

6. Terganggunya daya piker selama empat minggu lebih.

7. Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.

Page 57: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

57

3. Korban luka ringan

Pengertian korban luka ringan menurut Pasal 93 ayat

(5) Peratutan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu-

lintas Jalan adalah:

"korban luka ringan adalah korban yang tidak termasuk ke dalam

pengertian ayat (3) dan (4)".

Korban luka ringan seperti yang disebutkan dalam Pasal 93 ayat (5)

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu-

lintas Jalan berarti korban yang menderita selain kematian atau luka berat

seperti lecet-lecet serta luka ringan lain yang dapat pulih seperti sediakala

sebelum terjadi kecelakaan. Adapun unsur-unsur dalam Pasal 360 KUHP:57

Ayat(l)Subyektif:

a. Karena salahnya Obyektif:

b. Menyebabkan luka berat

c. Orang lain

Ayat (2) Subyektif:

a. Karena salahnya

Obyektif:

b. Menyebabkan

c. Orang lain

d. Luka yang demikian rupa

e. Menjadi sakit sementara

57

Kansil dan Christin, 2007, Hukum Pidana di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hal 286

Page 58: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

58

f. Tidak dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaannyasementara.

Terhadap masalah kealpaan dalam KUHP tidak diberikan penjelasan

mengenai pengertian tetapi banyak ahli hukum pidana yang membahasnya,

ada yang mengatakan bahwa persoalan sekitar culpa ini antara lain mengenai

dasar dan dipandang perlu dipidananya kealpaan yang tidak disadari, Van

Homet58

mengatakan bahwa kealpaan mengandung dua syarat:

a). Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum,

mengenai tidak diadakan penduga-duga ada dua kemungkinan yaitu:

(1) Pelaku berpikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena perbuatannya,

padahal pandangan itu mungkin tidak benar.

(2) Bahwa pelaku sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa akibat

yang dilarang mungkin timbul karena perbuatannya.

b). Tidak mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh hukum,

untuk menentukan apakah seseorang berbuat tidak mengadakan penghati-

hatian, sebagaimana ditentukan oleh hukum, maka pertama harus

menggunakan kriteria yang telah ditemukan yaitu:

(1) Menentukan apakah seseorang telah berbuat dengan hati-hati atau

tidak hati-hati harus dilihat, apakah seseorang yang tergolong pelaku

dalam hal yang sama telah berbuat yang sama pula, atau akan berbuat

lain.

(2) Dengan menggunakan ukuran lain yaitu apakah orang-oranggolongan

pelaku dalam hal ini yangsama apakah akan berbuatyang lain atau

tidak.

Maksud dari pembentuk undang-undang hukum pidana ini,bukanlah

memberikan nestapa atau pidana pada perbuatan itu, melainkan memberikan

pengajaran supaya hati-hati dan tidak mengulangi perbuatannya lagi.

58

Kansil dan Christin, Op.Cit, hal 289

Page 59: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

59

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Metode Pendekatan

Metode yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu

pendekatan yang menggunakan konsepsi yang legistis positivistis. Konsepsi ini

memandang hukum sebagai identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat

dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat negara yang berwenang. Selain itu

konsepsi tersebut melihat hukum sebagai suatu sistem normatif yang bersifat

otonom, terhadap dan terlepas dari kehidupan masyarakat.59

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah penelitian preskriptif, yaitu suatu

penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran-gambaran atau

merumuskan masalah sesuai dengan keadaan atau fakta yang ada, sifat

preskriptif keilmuan hukum ini merupakan sesuatu yang substansial,

mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-

konsep hukum dan norma hukum.60

3. Lokasi Penelitian

59 Haryono dalam Johnny Ibrahim, 2006,Teori dan MetodologiPenelitian Hukum Normatif,

Bayumedia Publishing, Jawa Timur, hal. 302. 60

Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Prennada Media Grup, Jakarta.

Hal 91

Page 60: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

60

Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri Purwokerto.

4. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian diuraikan ke dalam dua jenis data yaitu:61

a. Data Sekunder, yaitu data yang memberikan penjelasan terhadap data

primer, yang dibagi dan diuraikan ke dalam tiga jenis bahan hukum

yaitu:

1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat

mengikat, terdiri dari peraturan dasar dan peraturan perundang-

undangan, serta Putusan Nomor 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.

2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang

memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, terdiri

dari pustaka di bidang ilmu hukum, hasil penelitian di bidang

hukum, dan artikel-artikel ilmiah, baik dari koran maupun

internet;

3) Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk

terhadap bahan hukum primer dan sekunder, terdiri dari kamus

hukum dan ensiklopedia.

b. Data Primer, yaitu data ini yang diperoleh wawancara langsung dengan

Hakim di Pengadilan Negeri Purwokerto.

5. Metode Pengumpulan Data

Metode Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dengan menginventarisasi peraturan

perundang-undangan, yaitu Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981

61

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2006,Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan

Singkat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 33.

Page 61: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

61

( Kitab Hukum Acara Pidana ), Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Peraturan Pemerintah

Nomor 3 Tahun 2002, Tentang Korban Pelanggaran HAM, Undang

Undang No. 22 Tahun 2009Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,

mempelajari keputusan, yaitu Putusan No.20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt,

buku literatur artikel, makalah, seminar, maupun surat-surat resmi

yang ada hubungannya dengan penelitian tersebut.

b. Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara wawancara dengan hakim

Pengadilan Negeri Purwokerto.

6. Metode Penyajian Data

Deskriptif analitif diuraikan atau disajikan secara sistematis. Untuk bahan

hukum sekunder akan disajikan sesuai dengan kebutuhan analisis namun tidak

menghilangkan maksud yang terkandung dalam bahan hukum tersebut,

Penyajian bahan ini dapat ditempatkan pada seluruh bab maupun sub bab pada

karya tulis ini sesuaidengan relevansinya pada hal yang bersangkutan.

7.Analisis Data

Analisis data akan dilakukan secara kualitatif, dalam arti bahan hukum yang

telah diperoleh akan dianalisa dan diuraikan menurut mutu dan kualitas sesuai

dengan relevansi dalam penelitian ini.

Page 62: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

62

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitain

1. Data Sekunder

A. Identitas Terdakwa

Terdakwa dalam putusab Nomor : 20/Pid.Sus/PN.Pwt;

Nama : Warsono Bin Dul mundir

Tempat Lahir : Banyumas

Umur/ Tanggal Lahir : 28 Tahun / 30 November 1982

Jenis Kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat Tinggal : Desa Tambaksari Rt 02/Rw 01 Kecamatan

Kembaran, Kabupaten Banyumas

Agama : Islam

Pekerjaan : Sopir

Pendidikan : SMP

B. Duduk Perkara

Terdakwa Worsono Bin Dul Mundir pada hari Kamis tanggal 16

September 2010 sekitar pukul 15.00 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu

lain dalam tahun 2010 bertempat di Jl. Raya ikut Desa Karangtengah,

Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas atau setidak-tidaknya di tempat

Page 63: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

63

lain yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Purwoketo,

mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaianya mengakibatkan

kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat, perbuatan mana dilakukan

dengan cara cara serta keadaan sebagai berikut ;

Awalnya pada hari Rabu tanggal 15 September 2010 sekitar pukul

21.00 WIB terdakwa Warsono Bin Dul mundir sebagai pemilik sekaligus

sopir KBM Pick Up L-300 Nopol : R-9346-VA telah menerima pesan untuk

mengangkut Remaja Masjid NURUL AMAL Desa tambaksogra, Kecamatan

Sumbang, Kabupaten Banyumas yang berjumlah sekitar 30 orang dengan

tujuan ke Lokawisata Curug Cipendok dan untuk itu terdakwa menerima jasa

sebesar Rp 200.000,-( dua ratus ribu ), padahal terdakwa mengetahui bahwa

kendaran tersebut peruntukanya adalah untuk mengangkut barang dan bukan

untuk mengangkut orang. Selanjutnya pada hari Kamis tanggal 16 September

2010 sekitar puku 05.00 WIB terdakwa langsung berangkat untuk menjemput

dan mengantar rombongan remaja masjid yang semanya adalah laki-laki,

namun karena terdakwa berangkat pagi-pagi maka terdakwa hanya sempat

mengecek kondisi angin ban dan tidak melakukan pengecekan terhadap

kondisi onderdil kendaraan lainya bahkan terdakwa mengetahui kalau salah

satu onderdil kendaraan yaitu rem kendaraan dalam keadaan tidak dapat

befungsi tidak baik. Setelah itu terdakwa mengantarkan rombongan tersebut

namun hanya sampai Desa Singasari, lalu terdakwa pulang dan sekitar pukul

14.00 WIB terdakwa dengan menggunakan kendaraan yang sama menjemput

rombongan langsung langsung di Lokasi Curug Cipendok, namun

Page 64: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

64

sebelumnya terdakwa juga tidak mengontrol keadaan kendaraan bahkan

terdakwa juga belum pernah ke tempat tersebut sehingga belum paham

dengan keadaan jalan yang akan dilaluinya. Setelah sampai di lokasi Curug

Cipendok lalu terdakwa mengangkut rombongan tersebut dan melanjutkan

perjalanan pulang dan terdakwa memacu kendaraan dengan kecepatan 40

km/jam dengan gigi presnelling pada posisi tiga. Namun ketika kendaraan

baru menempuh jarak sekitar 1 km, tepatnya ketika melintas di jalan menurun

dan menikung ke kiri tepatnya di Desa Karagtengah, Kecamatan Cilongok,

Kabupaten Banyumas, tiba-tiba terdakwa tidak dapat mengendalikan

kendaraan sehingga kendaraan masuk ke parit dengan kedalaman 3 meter

yang terletak di sebelah kanan jalan. Akibatya para penumpag mengalami

luka berat sesuai dengan Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Umum

Daerah ( RSUD ) Ajibarang yang ditandatangani oleh dr. Riski Oktarifa.

C. Dakwaan Penuntut Umum

Setelah barang bukti dilimpahkan ke Kejaksaan dan Warsono Bin Dul

mundir ditetapkan sebagai terdakwa. Penuntut Umum mengajukan Dakwaan

dan tuntutan kepada Terdakwa ke Pengadilan Negeri Purwokerto. Dakwaan

tersebut disusun secara Subsidair yaitu :

a. Primair : Pasal 310 ayat (3) Undang Undang Nomor. 22 Tahun

2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

b. Subsidair : Pasal 310 ayat (2) Undang Undang Nomor. 22 Tahun

2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Page 65: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

65

D. Pembuktian

Untuk mengetahui fakta-fakta yang terkungkap dalam pemeriksaan di

persidangan maka Jaksa Penuntut Umum menghadirkan beberapa alat bukti

berupa:

a. Keterangan Saksi

Penuntut umum mengajukan 10 ( sepuluh ) orang saksi

diantaranya saksi DS, RS, SR, SN, DN, EP, AS, SK, DP dan saksi KN

yang dihadirkan dipersidangan.

1) Pada intinya keterangan dari DS, dibawah sumpah menerangkan yang

pada pokoknya sebagai berikut bahwa :

Kejadian itu terjadi pada hari Kamis, tanggal 16 September

2010 sekitar pukul 15.15 WIB di Jalan Umum ikut Desa Karangtengah

Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas. Pada saat terjadi kecelakaan

lalu-lintas tersebut saksi sedang menumpang di bak belakang, berada di

tengah menghadap ke arah pengemudi, Untuk keadaan cuaca sendiri saat

terjadi kecelakaan cerah, kondisi jalan beraspal halus, namun jalan

menurun dan menikung kekiri dari arah utara serta arus lalu-lintas sepi.

Kecelakaan lalu lintas kendaraan KBM Pick Up L 300

Mitsubishi Nopol R-9346-VA yang dikemudikan oleh WARSONO

(terdakwa) tidak dapat dikendalikan sehingga masuk ke parit sedalam 3

meter, akibat peristiwa tersebut ada korbannya yaitu sebanyak 3 orang

patah tulang diantaranya AS, DP dan SN. Pada Saat itu KBM Pick Up L

300 Nopol R-9346-VA datang dari arah utara menuju keselatan dengan

Page 66: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

66

kecepatannya sekitar 40-50 km/jam dan gigi presneleng masuk gigi 2,

saat itu tidak melihat kendaraan lain dari arah berlawanan, kecuali

kendaraan yang saksi tumpangi saja.

Sebelum terjadi kecelakaan rombongan yang duduk

dibelakang sudah memberi pesan supaya pelan pelan dan hati hati kepada

terdakwa bahkan sempat berkata “ALLAH AKBAR”, Setahu saksi

terdakwa sudah punya SIM, namun saksi belum pernah melihat langsung

kondisi jalan di daerah Curug Cipendok. Saksi tidak tahu kerusakan dari

kendaraan terdakwa karena saksi sendiri menahan rasa sakit akibat luka,

yang menjadi korban kecelakaan adalah DP, SN, dan AS dan lainnya

saksi tidak ingat lagi, setahu saksi KBM Pick Up tersebut posisinya

setelah terjadi kecelakaan menghadap serong kearah timur.

Menurut saksi penyebab kecelakaan adalah karena KBM Pick

Up L 300 Nopol R-9346-VA saat membawa penumpang terlalu berat

sehingga pengemudi tidak dapat mengendalikan kemudinya disaat

melintas dijalan yang menurun dan membelok kekiri lepas kendali dan

langsug terjadi kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban luka

luka dan kerusakan pada kendaraannya.

2) Pada intinya keterangan dari FA, dibawah sumpah menerangkan yang

pada pokoknya sebagai berikut bahwa :

Pada hari Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul

15.15 WIB di jalan umum ikut Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok,

Page 67: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

67

Kabupaten Cilongok, Kabupaten Banyumas telah terjadi kecelakaan lalu

lintas dimana kendaraan KM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA yang

saksi tumpangi di bak belakangnya yaitu ditengah menghadap ke arah

pengemudi masuk ke parit, untuk keadaan cuaca cerah saat terjadi

kecelakaan dan kondisi jalan beraspal halus, tetapi jalan menurun dan

menikung kekiri dari arah utara serta arus lalu lintas sepi.

Kecelakaan lalu lintas KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol

R-9346-VA yang dikemudikan terdakwa dengan membawa penumpang

berjumlah kurang lebih 30 orang tidak dapat dikendalikan sehingga

masuk ke parit. Akibat kejadian tersebut korbannya yaitu sebanyak 3

orang patah tulang diantaranya AS, DP, SN dan yang lainya karena saksi

lupa. Pada Saat itu KBM Pick UP L 300 Nopol R-9346-VA datang dari

arah utara menuju keselatan dengan kecepatannya saat kejadian sekitar

40-50 km/jam, saat itu saksi tidak melihat ada kendaraan lain dari arah

berlawanan. Sebelum terjadi kecelakaan rombongan yang duduk

dibelakang sudah memberi pesan supaya pelan pelan dan hati hati kepada

terdakwa bahkan sempat berkata “ALLAH AKBAR”, setahu saksi

terdakwa sudah punya SIM, namun saksi belum pernah melihat langsung

keadaan jalan di daerah itu.

Korban kecelakaan adalah DP, SR, dan AS dan lainnya saksi

tidak ingat. Setahu saksi, kendaraan tersebut milik terdakwa sendiri,

menurut saksi juga penyebab kecelakaan adalah karena KBM Pick Up L

300 Nopol R-9346-VA saat membawa penumpang terlalu berat sehingga

Page 68: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

68

pengemudi tidak dapat mengendalikan kemudinya disaat melintas dijalan

yang menurun dan membelok kekiri lepas kendali dan langsug terjadi

kecelakaan lalulintas yang mengakibatkan korban luka luka dan

kerusakan pada kendaraannya. Untuk biaya pengobatan dan biaya

lainnya ditanggung oleh masing masing karena saksi melihat orang tua

saudara Warsono sedang dalam keadaan sakit sehingga tidak tega

melihatnya.

3) Pada intinya keterangan dari SR, dibawah sumpah menerangkan yang

pada pokoknya sebagai berikut bahwa :

Setahu saksi kejadian kecelakaan tersebut terjadi pada hari

Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul 15.15 WIB di jalan

umum ikut Desa Karangtengah Cilongok, Kabupaten Banyumas. Pada

saat terjadi kecelakaan lalu lintas tersebut saksi sedang menumpang di

bak belakang, ditengah kendaraan menghadap ke arah pengemudi dari

kendaraan KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA, untuk keadaan cuaca

cerah saat terjadi kecelakaan dan kondisi jalan beraspal halus, tetapi jalan

menurun dan menikung kekiri dari arah utara serta arus lalu lintas sepi.

Kecelakaan lalu lintas KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol R-9346-

VA masuk ke parit, saksi mengerti saat itu yang dikemudikan kendaraan

adalah saudara WARSONO (terdakwa sendiri). korbannya yaitu

sebanyak 3 orang atau lebih patah tulang diantaranya AS, DP, SN dan

yang lainya saksi tidak ingat.

Page 69: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

69

Pada Saat itu KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346- VA datang

dari arah utara menuju keselatan dengan kecepatannya sekitar 40-50

km/jam dan gigi preseneleng masuk gigi 2, saat itu saksi tidak melihat

ada kendaraan lain dari arah berlawanan, Sebelum terjadi kecelakaan

rombongan yang duduk dibelakang sudah memberi pesan supaya pelan

pelan dan hati hati kepada terdakwa bahkan sempat berkata “ALLAH

AKBAR”.

Setahu saksi terdakwa sudah punya SIM, namun saksi belum

pernah melihat langsung, saksi tidak tahu kerusakannya karena menahan

rasa sakit akibat luka, yang menjadi korban kecelakaan adalah DP, SN,

dan AS dan lainnya saksi tidak ingat lagi. Menurut saksi penyebabnya

adalah karena KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA saat membawa

penumpang terlalu berat sehingga pengemudi tidak dapat mengendalikan

kemudinya dan disaat melintas di jalan yang menurun dan membelok

kekiri lepas kendali dan langsung terjadi kecelakaan lalu lintas yang

mengakibatkan korban luka-luka dan kerusakan pada kendaraan tersebut,

untuk biaya pengobatan dan biaya lainnya ditanggung oleh masing

masing karena saksi melihat orang tua saudara Warsono sedang dalam

keadaan sakit sehingga tidak tega melihatnya.

4) Pada intinya keterangan dari SN, dibawah sumpah menerangkan yang

pada pokoknya sebagai berikut bahwa :

Page 70: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

70

Setahu saksi kejadian kecelakaan tersebut terjadi pada hari

Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul 15.15 WIB di jalan

umum ikut Desa Karangtengah Cilongok, Kabupaten Banyumas. Pada

saat terjadi kecelakaan lalu lintas tersebut saksi sedang menumpang di

bak belakang, ditengah kendaraan menghadap ke arah pengemudi, untuk

keadaan cuaca cerah saat terjadi kecelakaan dan kondisi jalan beraspal

halus, tetapi jalan menurun dan menikung kekiri dari arah utara serta arus

lalu lintas sepi.

Kecelakaan lalu lintas KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol

R-9346-VA masuk ke parit sedalam 3 meter, korbannya diantaranya 3

orang patah tulang diantaranya AS, DP, dan SR. Pada Saat itu KBM Pick

Up L 300 Nopol R-9346- VA datang dari arah utara menuju keselatan

dengan kecepatannya sekitar 20-30 km/jam dan gigi preseneleng masuk

gigi 2, saat itu saksi tidak melihat ada kendaraan lain dari arah

berlawanan, sebelum terjadi kecelakaan rombongan yang duduk

dibelakang sudah memberi pesan supaya pelan pelan dan hati hati kepada

terdakwa bahkan sempat berkata “ALLAH AKBAR”.

Menurut saksi penyebabnya adalah karena KBM Pick Up L

300 Nopol R-9346-VA saat membawa penumpang terlalu berat sehingga

pengemudi tidak dapat mengendalikan kemudinya dan disaat melintas di

jalan yang menurun dan membelok kekiri lepas kendali dan langsung

terjadi kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban luka-luka dan

kerusakan pada kendaraannya.

Page 71: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

71

5) Pada intinya keterangan dari DN, dibawah sumpah menerangkan

yang pada pokoknya sebagai berikut bahwa :

Setahu saksi kejadian kecelakaan tersebut terjadi pada hari

Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul 15.15 WIB di Jalan

Umum ikut Desa Karangtengah Cilongok, Kabupaten Banyumas ada

kecelakaan lalu lintas yang dikemudikan oleh terdakwa Warsono, pada

saat terjadi kecelakaan lalu lintas tersebut saksi sedang menumpang di

bak belakang, ditengah kendaraan menghadap ke arah pengemudi. Untuk

keadaan cuaca cerah saat terjadi kecelakaan dan kondisi jalan beraspal

halus, tetapi jalan menurun dan menikung kekiri dari arah utara serta arus

lalu lintas sepi.

Kecelakaan lalu lintas KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol

R-9346-VA, korbannya yaitu sebanyak 3 orang patah tulang diantaranya

AS, DP, dan SR. Pada Saat itu KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346- VA

datang dari arah utara menuju keselatan, saat itu saksi tidak melihat ada

kendaraan lain dari arah berlawanan juga, saksi melihat tidak ada

kendaraan lain kecuali kendaraan yang saya tumpangi saja.

Sebelum terjadi kecelakaan rombongan yang duduk

dibelakang sudah memberi pesan supaya pelan pelan dan hati hati kepada

terdakwa bahkan sempat berkata “ALLAH AKBAR”, menurut saksi

penyebabnya adalah karena KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA saat

membawa penumpang terlalu berat sehingga Pengemudi tidak dapat

mengendalikan kemudinya dan disaat melintas di jalan yang menurun

Page 72: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

72

dan membelok kekiri lepas kendali dan langsung terjadi kecelakaan lalu

lintas yang mengakibatkan korban luka-luka dan kerusakan pada

kendaraannya.

6) Pada intinya keterangan dari EP, dibawah sumpah menerangkan yang

pada pokoknya sebagai berikut bahwa :

Hari Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul 15.15

WIB di Jalan Umum ikut Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok,

Kabupaten Banyumas terjadi kecelakaan lalu lintas, dimana pada saat

terjadi kecelakaan lalu lintas tersebut saksi sedang menumpang di bak

belakang, berada ditengah menghadap ke arah pengemudi. Kecelakaan

lalu lintas KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol R-9346-VA korbanya

yaitu sebanyak 3 orang patah tulang diantaranya AS, DP, dan SR. Pada

saat itu KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA datang dari arah utara

menuju keselatan, saat itu saksi tidak melihat ada kendaraan lain dari

arah berlawanan.

7) Pada intinya keterangan dari AS, dibawah sumpah menerangkan yang

pada pokoknya sebagai berikut bahwa :

Sebelum terjadi kecelakaan rombongan yang duduk

dibelakang sudah memberi pesan supaya pelan pelan dan hati hati kepada

terdakwa bahkan sempat berkata “ALLAH AKBAR”. Setahu saksi

terdakwa sudah punya SIM, namun saksi belum pernah melihat langsung,

saksi tidak tahu kerusakannya karena menahan rasa sakit akibat luka

karena kecelakaan tersebut, yang menjadi korban kecelakaan adalah DP,

Page 73: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

73

SR, dan AS dan ada beberapa orang lagi namun saksi tidak ingat lagi.

Setahu saksi kendaraan tersebut miliknya terdakwa sendiri. Menurut saksi,

penyebabnya adalah karena KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA saat

membawa penumpang terlalu berat sehingga pengemudi tidak dapat

mengendalikan kemudinya dan disaat melintas di jalan yang menurun dan

membelok kekiri lepas kendali dan langsung terjadi kecelakaan lalu lintas

yang mengakibatkan korban luka-luka dan kerusakan pada kendaraannya.

Untuk biaya pengobatan dan biaya lainnya ditanggung oleh

masing masing karena saksi melihat orang tua saudara Warsono sedang

dalam keadaan sakit sehingga tidak tega melihatnya.

8). Pada intinya keterangan dari SK, dibawah sumpah menerangkan yang

pada pokoknya sebagai berikut bahwa :

Pada hari Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul

15.15 WIB di jalan umum ikut Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok,

Kabupaten Banyumas terjadi kecelakaan lalu lintas, dimana saksi saat itu

sedang menumpang di bak belakang kendaraan KBM Pick Up L 300

Mitsubishi Nopol R-9346-VA tersebut, tiba tiba kendaraan tak terkendali

dan masuk parit. Untuk keadaan cuaca cerah disore hari, kondisi jalan

beraspal halus, jalan menurun dan menikung kekiri dari arah utara serta

arus lalu lintas sepi.

Kecelakaan lalu lintas KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol

R-9346-VA, sepengetahuan saksi saat itu yang mengemudikan kendaraan

saat kejadian adalah saudara WARSONO (terdakwa). Korbannya yaitu

Page 74: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

74

sebanyak 3 orang patah tulang diantaranya AS, DP dan SR, pada saat itu

KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA datang dari arah utara menuju

keselatan.

9). Pada intinya keterangan dari DP, dibawah sumpah menerangkan yang

pada pokoknya sebagai berikut bahwa :

Pada hari Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul

15.15 WIB di jalan umum ikut Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok,

Kabupaten Banyumas terjadi kecelakaan lalu lintas, dimana saksi saat itu

sedang menumpang di bak belakang kendaraan KBM Pick Up L 300

Mitsubishi Nopol R-9346-VA tersebut, tiba tiba kendaraan tak terkendali

dan masuk parit. Untuk keadaan cuaca cerah disore hari, kondisi jalan

beraspal halus, jalan menurun dan menikung kekiri dari arah utara serta

arus lalu lintas sepi, kecelakaan lalu lintas KBM Pick Up L 300 Mitsubishi

Nopol R-9346-VA.

Korbannya yaitu sebanyak 3 orang patah tulang diantaranya

AS, DP, dan SR, pada Saat itu KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA

datang dari arah utara menuju keselatan, kecepatan kendaraan setahu saksi

pada waktu kecelakaan adalah sekitar 20-30 km/jam dan gigi presneleng

masuk gigi 2. Pada saat itu saksi tidak melihat ada kendaraan lain dari arah

berlawanan, sebelum terjadi kecelakaan rombongan yang duduk

dibelakang sudah memberi pesan supaya pelan pelan dan hati hati kepada

terdakwa bahkan sempat berkata “ALLAH AKBAR”. Setahu saksi

kendaraan tersebut adalah miliknya terdakwa sendiri, setahu saksi KBM

Page 75: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

75

Pick Up tersebut setelah kecelakaan posisinya menghadap serong kearah

timur.

Menurut saksi Penyebabnya adalah karena KBM Pick Up L

300 Nopol R-9346-VA saat membawa penumpang terlalu berat sehingga

Pengemudi tidak dapat mengendalikan kemudinya dan disaat melintas di

jalan yang menurun dan membelok kekiri lepas kendali dan langsung

terjadi kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban luka-luka dan

kerusakan pada kendaraannya, yang menjadi korban kecelakaan adalah

DP, SR, dan AS dan lainnya saksi tidak ingat lagi.

10). Pada intinya keterangan dari KN, dibawah sumpah menerangkan yang

pada pokoknya sebagai berikut bahwa :

Pada hari Kamis, tanggal 16 September 2010 sekitar pukul

15.15 WIB di jalan umum ikut Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok,

Kabupaten Banyumas telah terjadi kecelakaan lalu lintas dan saksi ikut

menjadi korban karena sedang menumpang di bak belakang kendaraan

tersebut yaitu berada ditengah kendaraan menghadap ke arah pengemudi.

Untuk keadaan cuaca cerah dan kondisi jalan beraspal halus, jalan

menurun dan menikung kekiri dari arah utara serta arus lalu lintas sepi.

Kecelakaan lalu lintas KBM Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol

R-9346-VA masuk parit, sepengetahuan saksi saat itu yang mengemudikan

kendaraan saat kejadian adalah saudara WARSONO (terdakwa),

korbannya yaitu sebanyak 3 orang patah tulang diantaranya AS, DP, dan

Page 76: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

76

SR dan lainnya saksi gak ingat, pada saat itu KBM Pick Up L 300 Nopol

R-9346-VA datang dari arah utara menuju keselatan.

Sebelum terjadi kecelakaan rombongan yang duduk

dibelakang sudah memberi pesan supaya pelan pelan dan hati hati kepada

terdakwa bahkan sempat berkata “ALLAH AKBAR”, menurut saksi

penyebabnya adalah karena KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA saat

membawa penumpang terlalu berat sehingga pengemudi tidak dapat

mengendalikan kemudinya dan disaat melintas di jalan yang menurun dan

membelok kekiri lepas kendali dan langsung terjadi kecelakaan lalu lintas

tunggal yang mengakibatkan korban luka-luka dan kerusakan pada

kendaraannya.

b. Surat

Perkara ini terdapat bukti surat berupa Visum Et Repertum yang

ditandatangani oleh dr. Riski Oktafira dari Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) Ajibarang. Nomor : 445.1/VER/RSUD AJB/965/R/2010 tanggal 6

Oktober 2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan terhadap sdr. DS dalam

kesimpulannya disebutkan bahwa dari pemeriksaan pasien tersebut

terdapat pergeseran tulang selangka kanan yang menyebabkan gerak dalam

kegiatan sehari-hari dan retak patah di tulang belakang bawah yang

menyebabkan hambatan gerak dalam kegiatan sehari-hari.

Visum Et Repertum Nomor : 445.1/VER/RSUD AJB/960/R/2010

tanggal 6 Oktober 2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan terhadap

sdr.SN dalam kesimpulannya disebutkan bahwa dari pemeriksaan pasien

Page 77: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

77

tersebut terdapat patah tulang di bahu kiri yang menyebabkan hambatan

gerak.

Visum Et Repertum Nomor : 445.1/VER/RSUD AJB/966/R/2010

tanggal 6 Oktober 2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan terhadap sdr.

AS dalam kesimpulannya disebutkan bahwa dari pemeriksaan pasien

tersebut terdapat patah tulang lengan bawah kiri yang menyebabkan

hambatan gerak dalam kegiatan sehari-hari.

Visum Et Repertum Nomor : 445.1/VER/RSUD AJB/962/R/2010

tanggal 6 Oktober 2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan terhadap sdr.

SK dalam kesimpulannya disebutkan bahwa dari pemeriksaan pasien

tersebut terdapat patah tulang panggul kiri yang menyebabkan hambatan

gerak dalam kegiatan sehari-hari dan terdapat pergeseran letak tulang

lengan sebelah kanan yang menyebabkan hambatan gerak dalam kegiatan

sehari-hari.

Visum Et Repertum Nomor : 445.1/VER/RSUD AJB/963/R/2010

tanggal 6 Oktober 2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan terhadap sdr.

RS dalam kesimpulannya disebutkan bahwa dari pemeriksaan pasien

tersebut terdapat luka robek di kepala sebelah kanan atas dengan panjang

kurang lebih 5 cm, lebar 2 cm.

Visum Et Repertum Nomor 445.1/VER/RSUD AJB/961/R/2010

tanggal 6 Oktober 2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan terhadap sdr.

KN dalam kesimpulannya disebutkan bahwa dari pemeriksaan pasien

Page 78: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

78

tersebut terdapat luka memar di daerah punggung kanan dengan panjang ±

4 cm, lebar ± 2 cm, dan luka memar di tungkai bawah kiri.

Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Orthopaedi Purwokerto yang

ditandatangani oleh dr. IMAM SOLICHIN, Sp.OT.Spine Nomor :

706/VER/RM/RSOP/X/2010 tanggal 21 Oktober 2010 yang menyatakan

hasil pemeriksaan terhadap sdr. DP dalam kesimpulannya disebutkan

bahwa korban mengalami patah tulang pubis, tipe close book dan kelainan

tersebut akibat tertimpa benda berat.

c. Keterangan Terdakwa

Intinya dari kesimpulan diperoleh keterangan dari Terdakwa

dipersidangan menerangkan yang pada pokoknya sebagai berikut bahwa :

Terdakwa pernah diperiksa oleh penyidik dan keterangan saksi

tersebut didepan penyidik adalah benar. Awalnya pada hari Rabu tanggal

15 September 2010 sekitar pukul 21.00 WIB Terdakwa sebagai pemilik

sekaligus sopir KBM Pick Up L-300 Nopol : R-9346-VA telah menerima

pesan untuk mengangkut Remaja Masjid NURUL AMAL Desa

Tambaksogra, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas yang

berjumlah sekitar 30 orang dengan tujuan ke Lokawisata Curug

Cipendok dan untuk itu terdakwa menerima jasa sebesar Rp 200.000,-

( dua ratus ribu ), padahal terdakwa mengetahui bahwa kendaran tersebut

peruntukanya adalah untuk mengangkut barang dan bukan untuk

mengangkut orang. Selanjutnya pada hari Kamis tanggal 16 September

2010 sekitar puku 05.00 WIB terdakwa langsung berangkat untuk

Page 79: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

79

menjemput dan mengantar rombongan remaja masjid yang semanya

adalah laki-laki, namun karena terdakwa berangkat pagi-pagi maka

terdakwa hana sempat mengecek kondisi angin ban dan tidak melakukan

pengecekan terhadap kondisi onderdil kendaraan lainya bahkan terdakwa

mengetahui kalau salah satu onderdil kendaraan yaitu rem kendaraan

dalam keadaan tidak dapat befungsi tidak baik. Setelah itu terdakwa

mengantarkan rombongan tersebut namun hanya sampai Desa Singasari,

lalu terdakwa pulang dan sekitar pukul 14.00 WIB terdakwa dengan

menggunakan kendaraan yang sama menjemput rombongan langsung

langsung di Lokasi Curug Cipendok, namun sebelumnya terdakwa juga

tidak mengontrol keadaan kendaraan bahkan terdakwa juga belum pernah

ke tempat tersebut sehingga belum paham dengan keadaan jalan yang

akan dilaluinya. Setelah sampai di lokasi Curug Cipendok lalu terdakwa

mengangkut rombongan tersebut dan melanjutkan perjalanan pulang dan

terdakwa memacu kendaraan dengan kecepatan 40 km/jam dengan gigi

presnelling pada posisi tiga. Namun ketika kendaraan baru menempuh

jarak sekitar 1 km, tepatna ketika melintas di jalan menurun da menikung

ke kiri tepatnya di Desa Karagtengah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten

Banyumas, tiba-tiba terdakwa tidak dapat mengendalikan kendaraan

sehingga kendaraan masuk ke parit dengan kedalaman 3 meter yang

terletak di sebelah kanan jalan. Akibatya para penumpang mengalami

luka berat.

d. Barang Bukti

Page 80: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

80

Penuntut Umum mengajukan barang bukti di persidangan

berupa :

1. 1 (satu) unit KBM Pick Up L 300 Nopol : R-9346-VA tahun 1987

warna biru muda merk Mitsubishi Noka : L300GB-200135 Nosin :

4G32C-730285;

2. 1 (satu) STNK KBM Pick Up L-300 Nopol : R-9346-VA An.

NURUDIN Alamat Pasir Wetan RT 01/RW : 03, Karanglewas,

Banyumas;

3. 1 (satu) SIM A An. WARSONO.

E. Tuntutan Penuntut Umum

Tuntutan / Requisitor Penuntut Umum yang disampaikan di

persidangan tanggal 4 Januari 2011 yang pada pokoknya memohon agar

majelis hakim yang memeriksa perkara ini memutus sebagai berikut :

1. Menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana kealpaan yang menyebabkan luka

berat pada orang lain dalam Pasal 301 ayat (3) Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan dalam Dakwaan Primair Kami”;

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara

selama 2 (dua) tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam masa

tahanan, dengan perintah Terdakwa tetap ditahan dan pidana denda

sebesar Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah) dengan

Page 81: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

81

ketentuan pidana denda maka diganti dengan pidana penjara selama 3

(tiga) bulan;

3. Menyatakan barang bukti berupa :

1. 1 (satu) unit KBM Pick Up L 300 Nopol : R-9346-VA tahun 1987

warna biru muda merk Mitsubishi Noka : L300GB-200135

Nosin : 4G32C-730285;

2. 1 (satu) STNK KBM Pick Up L-300 Nopol : R-9346-VA An.

NURUDIN Alamat Pasir Wetan RT 01/RW : 03, Karanglewas,

Banyumas;

3. 1 (satu) SIM A An. WARSONO.

4. Menetapkan agar Terdakwa dengan dibebani untuk membayar biaya

perkara sebesar Rp. 2500,- (dua ribu lima ratus rupiah).

F. Putusan Pengadilan

a. Dasar Pertimbangan

Menimbang, bahwa dari keterangan saksi-saksi, keterangan

Terdakwa dan dikaitkan dengan bukti surat berupa Visum Et Repertum,

serta barang bukti yang diajukan dipersidangan, dapatlah disusun fakta

yuridis sebagai berikut bahwa :

1. Kejadian kecelakaan lalulintas tersebut terjadi pada hari Kamis tanggal

16 September 2010 pukul 15.15 WIB di Jalan Umum ikut desa

Karangtengah Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas.

Page 82: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

82

2. Kejadian kecelakaan tersebut yang terjadi adalah KBM Mitsubishi L

300 Pick Up Nopol R-9346 VA mengalami kecelakaan lalulintas

sendiri/tunggal masuk ke parit dengan kedalaman antara 3 meter,

terdakwa selaku Pengemudi KBM Mitsubisi L 300 Pick Up sudah

memiliki SIM A yang dikeluarkan di Polres Banyumas dan masih

berlaku s/d 30-11-2013.

3. Untuk keadaan cuaca cerah disore hari, jalan diatas dengan aspal jalan

menurun arus lalu lintas sepi, waktu itu terdakwa mengemudikan KBM

Mitsubishi L 300 Pick Up No. Pol R-9346-VA dari arah utara menuju

ke arah selatan (dari Curug Cipendok mau pulang ke desa Sumbang).

4. Karena terdakwa biasa sehari harinya bekerja membawa barang paling-

paling hanya mendapat Rp. 50.000; (lima puluh ribu ripiah) dan

terdakwa melihat ada rombongan yang menawarkan uang Rp. 200.000

(dua ratus ribu rupiah) terdakwa merasa tertarik sehingga terdakwa

beranikan diri untuk mengangkut rombongan tersebut.

5. Pada waktu itu berangkatnya pagi hari sekitar pukul 05.00 WIB

sehingga terdakwa selaku sopir tidak sempat kontrol rem atau kondisi

kendaraan yang lain namun terdakwa hanya kontrol kondisi angin ban

saja, Setahu terdakwa selaku sopir kendaraan Mitsubishi Pick Up

tersebut belum pernah melewati jalan tersebut baru kali ini saja.

6. Setahu terdakwa untuk penumpang di depan ada dua orang dan

dibelakang ada 30 orang laki-laki semua dan ada yang duduk juga ada

yang berdiri karena selaku sopir sudah siap menyediakan kursi panjang

Page 83: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

83

untuk tempat duduk, pada waktu itu kendaraan yang terdakwa

kemudikan mengalami kecelakaan lalulintas sendiri/tunggal kendaraan

masuk ke dalam paritkebun kosong dengan kedalaman antara 3 meter.

7. Pada waktu itu kendaraan berjalan dengan kecepatan antara 40 km/jam

dan masuk gigi presneling masuk gigi 3 (tiga), setahu terdakwa untuk

jalan yang dilewati kendaraan terdakwa adalah jalan yang menurun dan

beralaskan aspal halus, karena terdakwa selaku sopir tidak hafal

dengan jalan yang dilewati kendaraan terdakwa, dikira jalan menurun

hanya sebentar namun malah menurunnya panjang sekali.

8. Pada saat itu terdakwa tidak bisa berbuat apa apa terdakwa hanya bisa

panik dan takut dan terdakwa juga lupa tidak mengurangi persneling

serta tidak menabrakan kendaraannya ke tebing.

Menimbang, bahwa sampailah kini Majelis Hakim akan menguji

pada pembahasan secara yuridis, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap

dipersidangan dapat menjadikan Terdakwa bersalah melakukan tindak

pidana sebagaimana didakwakan kepadanya, dan apakah Terdakwa dapat

dipidana atas perbuatan dimaksud.

Menimbang, bahwa untuk dapat dipersalahkan terhadap diri

Terdakwa, maka perbuatan Terdakwa tersebut harus memenuhi unsur-

unsur dari Pasal yang didakwakan.

Menimbang, bahwa Penuntut Umum telah menyusun surat

dakwaannya dengan dakwaan subsidaritas, Primair Pasal 301 ayat (3)

Page 84: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

84

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan, Subsidair Pasal 301 ayat (2) Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan.

Menimbang, bahwa konsekuensi dari dakwaan yang disusun

seperti tersebut diatas, maka Majelis Hakim terlebih dahulu akan

membuktikan dakwaan Primair, bila dakwaan Primair terbukti maka

dakwaan subsidair tidak perlu dibuktikan dan sebaliknya bila dakwaan

Primair tidak terbukti maka dakwaan subsidair akan dibuktikan.

Menimbang, bahwa Majelis Hakim akan membuktikan dakwaan

Primair Jaksa Penuntut Umum, yaitu Pasal 301 ayat (3) Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor: 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan, yang unsur-unsurnya sebagai berikut;

1). Unsur “Setiap Orang”

Yang dimaksud dengan “Setiap orang” yaitu siapa saja selaku subyek

hukum yang sehat jasmani dan rohani, mampu bertindak sendiri dengan

kemauannya, serta dapat bertanggung jawab atas perbuatan yang

dilakukannya.

2). Unsur “Mengemudikan Motor”

Menurut pasal 1 angka 23 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa pengemudi adalah orang

yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang telah memiliki

Surat Ijin Mengemudi.

Page 85: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

85

Sedangkan yang dimaksud dengan „kendaraan bermotor‟

menurut pasal 1 angka 8 Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan setiap kendaraan yang digerakkan oleh

peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas

rel.

Apabila pengertian tersebut dihubungkan dengan perkara ini

maka dipersidangan telah diperoleh fakta bahwa pada hari Rabu tanggal

15 September 2010 sekitar pukul 21.00 WIB terdakwa WARSONO Bin

DUL MUNDIR sebagai pemilik sekaligus sopir KBM Pick Up L-300

Nopol: R-9346-VA telah diminta untuk mengangkut Remaja Masjid

NURUL AMAL Desa Tambaksogra, Kecamatan Sumbang, Kabupaten

Banyumas yang berjumlah sekitar 30 (tiga puluh) orang dengan tujuan

ke Lokawisata Curug Cipendok dan untuk itu terdakwa menerima jasa

sebesar Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah). Dan Selanjutnya pada hari

Kamis tanggal 16 September 2010 sekitar pukul 05.00 WIB terdakwa

mengemudikan mobil L-300 miliknya untuk mengantarkan rombongan

hingga sampai ke Singasari dan rombongan melanjutkan perjalanan ke

Curug Cipendok dengan berjalan kaki, sedangkan terdakwa pulang dan

sekitar pukul 14.00 WIB terdakwa kembali mengemudikan kendaraan

yang sama untuk menjemput rombongan di lokasi Curug Cipendok.

Setelah sampai di lokasi Curug Cipendok lalu terdakwa

mengangkut rombongan tersebut dan melanjutkan perjalanan pulang

dan terdakwa memacu kendaraan dengan kecepatan sekitar 40 km/jam

Page 86: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

86

dengan gigi presnelling pada posisi tiga. Namun ketika kendaraan baru

menempuh jarak sekitar 1 km, tepatnya ketika melintas di jalan yang

menurun dan menikung ke kiri tepatnya di Desa Karangtengah,

Kecamatan Cilongok, Kab. Banyumas, tiba-tiba terdakwa tidak dapat

mengendalikan kendaraan sehingga kendaraan masuk ke parit dengan

kedalaman sekitar 3 (tiga) meter yang terletak di sebelah kanan jalan.

Berdasakan pertimbangan uraian diatas maka diketahui bahwa

benar terdakwa adalah selaku sopir/ orang yang telah mengemudikan

kendaraan KBM Pick Up L-300 Nopol : R 9346-VA yaitu suatu

kendaraan yang termasuk digerakkan oleh mekanik sebagaimana

pengertian diatas yang mengalami kecelakaan lalul intas di Desa

Karangtengah Kecamatan Cilongok Kab. Banyumas dan sebagai

pengemudi terdakwa telah pula memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM)

oleh karena itu unsur ini telah pula terpenuhi;.

3. Unsur “Yang Karena Kelalaianya Mengakibatkan Kecelakaan Lalu

Lintas dengan Korban Luka Berat

Menurut pasal 1 angka 24 Undang-undang No. 23 Tahun 1999

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa kecelakaan lalu lintas

adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja

melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang

mengakibatkan korban manusia dan/ atau kerugian harta benda.

Page 87: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

87

Sedangkan yang dimaksud dengan „luka berat‟ menurut

penjelasan Pasal 229 ayat (4) Undang-undang No. 23 Tahun 1999

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah luka yang

mengakibatkan korban:

a. Jatuh sakit dan tidak ada harapan sembuh sama sekali atau

menimbulkan bahaya maut;

b. Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas

jabatan atau pekerjaan;

c. Kehilangan salah satu pancaindera;

d. Menderita cacat berat atau lumpuh;

e. Terganggu daya pikir selama (empat) minggu lebih;

f. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan; atau

g. Luka yang membutuhkan perawatan di rumah sakit lebih dari 30

(tiga puluh) hari.

Menimbang, bahwa akibat kelalaian tendakwa sebagai

pengguna jalan yang tidak mengecek kondisi kendaraan saat akan

digunakan baik atau tidak telah mengakibatkan para saksi korban

mengalami luka sedemikian rupa yang sampai saat ini masih

diperlukan perawatan pasca operasi. luka/ patah kaki yang dialami

saksi korban tersebut menurut pendapat Majelis Hakim adatah

termasuk pengertian luka berat sebagaimana dimaksud penjelasan

Pasal 229 ayat 4 UU No. 22 Tahun 2009 karena luka/patah kaki

tersebut membutuhkan waktu yang relatif lama untuk penyembuhan.

Page 88: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

88

Menimbang, bahwa berdasarkan uraian dan pertimbangan

diatas maka seluruh unsur-unsur dan Dakwaan Primair Pasal 310

ayat (3) UU No. 22 Tahun 2009 telah terpenuhi dan terbukti. Dan

dengan terbuktinya dakwaan Primair Penuntut Umum maka

Dakwaan Subsidair tidak perlu dipertimbangkan lagi.

Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim menjatuhkan

putusan maka berdasarkan ketentuan Pasal 197 (1) huruf f KUHAP

akan di pertimbangkan hal-hal yang dapat dijadikan pedoman untuk

menentukan berat ringannya hukuman yang akan dijatuhkan atas diri

terdakwa dan selama pemeriksaan perkara ini berlangsung, Majelis

Hakim tidak menemukan hal-hal atau keadaan-keadaan yang

meniadakan ataupun yang menghapuskan hukuman pada diri

terdakwa, baik alasan pemaaf maupun alasan pembenar, sehingga

terdakwa adalah dalam keadaan mampu untuk

mempertanggungjawabkan kesalahan yang telah diperbuatnya :

Hal-hal yang memberatkan :

1). Akibat perbuatan terdakwa tersebut para korban menjadi

terhalang melakukan pekerjaannya untuk sementara waktu.

Hal-hal yang meringankan :

1). Terdakwa belum pernah dihukum;

2). Terdakwa bersikap sopan dipersidangan;

3). Tendakwa mengakui terus terang, menyesali dan berjanji tidak

akan mengulangi perbuatannya;

Page 89: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

89

4). Para korban telah memaafkan perbuatan terdakwa dan

menyatakan tidak akan menuntut.

b. Amar Putusan

a. Menyatakan bahwa terdakwa tersebut diatas telah terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Mengemudikan

Kendaraan Bermotor Yang Karena Kelalaianya Mengakibatkan

Kecelakan Lalu Lintas Dengan Korban Luka Berat”;

b. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana

penjara selama 6 (enam) bulan;

c. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa tersebut

dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

d. Menetapkan terdakwa tetap ditahan.

e. Menetapkan barang bukti berupa;

1. 1 (satu) Unit mobil PICK UP L 300 Nopol R- 9346-VA, tahun 1987

warna biru muda merk Mitsubhisi NK : L300GB-200135. NS :

4G32C-730285.

2. 1 (satu) STNK KBM Pick Up L-300 Nopol : R-9346-VA An.

NURUDIN Alamat Pasir Wetan RT 01/RW : 03, Karanglewas,

Banyumas;

3. 1 (satu) SlM A An.WARSONO.

f. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara ini

sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).

B. Pembahasan

Page 90: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

90

1. Alat Bukti Saksi Korban Dihadirkan Dalam Kasus Kecelakaan Lalu

Lintas Pada Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/Pwt

Kecelakaan lalu lintas sering kali terjadi karena pengemudi kurang hati-

hati dalam berkendara, sehingga tidak heran ketika dalam suatu kecelakaan lalu

lintas mengakibatkan orang lain luka berat bahkan dapat menyebabkan kematian,

kemudian dalam menentukan siapa yang bertanggungjawab membuat para

penegak hukum mengalami kesulitan dalam hal menemukan pelaku atau pihak

yang bertanggungjawab dan juga membuktikan kesalahan pelaku maka dari itu

penyidik melakukan serangkaian upaya untuk mencari bukti-bukti untuk dapat

mengungkap suatu perkara pidana dalam hal ini tindak pidana lalu lintas yang

terdapat dalam Putusan No:20/Pid.Sus/2011/Pwt.

Hakim dalam memeriksa suatu perkara pidana didalam pengadilan

senantiasa berusaha membuktikan. Sesuai dengan pendapatnya R. Soesilo62

a. Apakah betul suatu peristiwa itu telah terjadi;

b. Apakah betul peristiwa tersebut merupakan suatu tindak pidana;

c. Apakah sebabnya peristiwa-peristiwa itu terjadi;

d. Siapakah orang yang telah bersalah berbuat peristiwa itu.

Adapun alat bukti yang sah menurut undang-undang yang diatur dalam

Pasal 184 ayat (1) KUHAP disebutkan alat bukti yang sah untuk membantu

hakim dalam mengambil keputusan, alat bukti itu seperti :

a. Keterangan Saksi;

b. Keterangan Ahli;

c. Surat ;

d. Petunjuk;

e. Keterangan terdakwa.

62

R.Soesilo. Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana Menurut

KUHAP Bagi Penegak Hukum). Bogor : Politeia. 1982.Hal 3

Page 91: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

91

Jadi keterangan saksi disini adalah alat bukti yang utama. Karena

seseorang didalam melakukan kejahatan tentu akan berusaha menghilangkan

jejaknya, sehingga dalam perkara pidana, pembuktian akan dititikberatkan

pada keterangan saksi (Pasal 184 ayat 1 KUHAP). Pentingnya kedudukan

saksi telah dimulai pada saat proses awal pemeriksaan, begitu pula dalam

proses selanjutnya di Kejaksaan maupun Pengadilan, keterangan saksi

menjadi acuan Hakim dalam memutus bersalah atau tidaknya terdakwa. Jadi

jelas bahwa saksi mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam upaya

penegakan hukum di Indonesia

Terkait dengan tindak pidana lalu lintas membuktikan kesalahan

terdakwa maka dari itu penyidik melakukan serangkaian upaya untuk mencari

bukti-bukti untuk dapat mengungkap suatu perkara pidana dalam Putusan

No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt berupa menghadirkan sejumlah saksi yang

menjadi korban dalam kasus kecelakaan lalu lintas dimana akan

membuktikan kesalahan tersangka bahwa telah melakukan kealpaan yang

menyebabkan orang lain luka berat. Namun tetap harus saling mendukung

dengan alat bukti yang dihadirkan di persidangan.

Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling

berperan dalam pemeriksaan perkara pidana, dan ini hampir semua

pembuktian perkara pidana selalu berdasarkan pemeriksaan saksi. Saksi

merupakan orang yang memberi keterangan di muka hakim untuk

kepentingan terdakwa. Saksi yang pertama didengar keteranganya oleh hakim

Page 92: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

92

adalah korban yang menjadi saksi ini sesuai Pasal 160 ayat (1) huruf b

KUHAP.

Menurut KUHAP dalam Pasal 1 butir 26 saksi adalah:

“Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan

penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana

yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.”

Sedangkan menurut Undang Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Perlindungan saksi dan korban, saksi adalah,

“Orang yang dapat memberi keterangan guna kepentingan

penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di siding

pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia

lihat sendiri danatau ia alami sendiri”.

Berdasarkan perumusan di atas, maka dalam keterangan saksi, hal

yang harus diungkapkan didepan sidang pengadilan adalah,63

5. Yang ia dengar sendiri, bukan hasil cerita atau hasil pendengaran dari

oranglain. Saksi secara pribadi harus mendengar langsung peristiwa

pidana atauyang kejadian yang terkait dengan peristiwa pidana

tersebut.

6. Yang ia lihat sendiri, kejadian tersebut benar-benar disaksikan

langsung dengan mata kepala sendiri oleh saksi baik secara

keseluruhan ataupun rentetan, fragmentasi peristiwa pidana yang

diperiksa.

7. Yang ia alami sendiri sehubungan dengan perkara yang sedang

diperiksa, biasanya merupakan korban dan menjadi saksi utama dari

peristiwa pidana yang bersangkutan. Pasal 160 ayat (1) huruf b

63

Andi Hamzah, Op.Cit, Hal 268

Page 93: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

93

KUHAP menyatakan bahwa yang pertama kali didengar adalah saksi

korban.

8. Didukung oleh sumber dan alasan dari pengetahuannya itu,

sehubungan dengan peristiwa, keadaan, kejadian yang didengar,

dilihat, dan atau dialaminya. Setiap unsur keterangan harus diuji

kebenarannya. Antara keterangan saksi dan sumbernya harus benar-

benar konsisten satu dengan yang lainya.

Ditinjau dari segi nilai dan kekuatan pembuktian (the degree

ofevidence) selain hal hal yang harus dibuktikan seorang saksi dalam

persidangan, saksi juga harus memenuhi syarat syarat agar saksi itu sah yaitu,

a. Syarat Formil, yakni

1. Saksi harus mengucapkan sumpah atau janji sesuai Pasal 160 Ayat (3)

KUHAP menyebutkan:

Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau

janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberi

keterengan yang sebenarnya dan tidak lain dari yang sebenarnya.

Sumpah atau janji ini wajib diucapkan sebelum memberi keterangan,

tetapi dalam hal dianggap perlu sumpah atau janji dapat diucapkan

setelah pemberian keterangan. Hal ini diatur dalam Pasal 160 Ayat (4)

KUHAP.

2. Saksi harus sudah dewasa hal ini terkait dengan Pasal 171 KUHAP

yang menyatakan bahwa anak dibawah umur 15 tahun atau belum

menikah, boleh saja memberikan kesaksian namun tidak boleh

disumpah. Padahal Pasal 160 ayat (3) KUHAP mewajibkan adanya

Page 94: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

94

sumpah atau janji. Keterangan saksi dari seseorang yang tidak

disumpah ini tidak punya kekuatan sebagai alat bukti sah. Maka batas

kedewasaan menurut KUHAP untuk memberikan kesaksian adalah

berumur 15 tahun atau sudah menikah.

3. Saksi tidak sakit ingatan atau sakit jiwa sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 177 KUHAP butir b mengingat mereka tidak dapat mengingat

ingatanya dan kadang-kadang ingatannya baik kembali. Jadi tidak

dapat diambil sumpah atau janji dalam memberi keterangan.

Keterangan mereka hanya dapat dipakai sebagai petunjuk saja,

sebagaimana juga berlaku bagi orang yangbelum dewasa (Penjelasan

Pasal 171 KUHAP).

b. Syarat Materil

Syarat materiil mengacu pada Pasal 1 butir 27 KUHAP dan

Pasal 185 ayat (1) KUHAP berikut merupakan penjelasannya, sehingga

dapat di ketahui,

1. Setiap keterangan saksi diluar apa apa yang didengarnya sendiri dalam

peristiwa pidana yang terjadi atau diluar yang dilihat atau dialaminya,

keterangan yang diberikan di luar pendengaran, pengkihatan atau yang

terjadi, tidak dapat dinilai dan dijadikan sebagai alat bukti.

2. Testimonium de audite atau keterangan saksi yang diperoleh sebagai

hasil pendengaran dari orang lain tidak dapat dijadikan sebagai alat

bukti yang sah.

3. Pendapat atau rekaan yang saksi peroleh hasil dari pemikiran bukan

Page 95: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

95

merupakan keterangan saksi Pasal 185 ayat (5) KUHAP.

Mengenai perkara pidana yang tidak dapat didengar keterangannya

dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi di dalam Pasal 168 KUHAP yaitu:

a. Keluarga sedarah semenda dalam garis lurus ke atas atau kebawah

sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama

sebagai terdakwa;

b. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa,

saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai

hubungan karena perkawinan dari anak-anak saudara terdakwa

sampai derajat ketiga;

c. Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang

bersama-sama sebagai terdakwa.

Keterangan saksi harus berhubungan, tidak boleh berdiri sendiri,

menurut D.Simons bahwa,Suatu keterangan saksi yang berdiri sendiri tidak

dapat membuktikan seluruh dakwaan.

Mengenai hal tersebut maka perlu dihadirkanya saksi yang benar

benar mengetahui suatu kejadian, yaitu korban yang menjadi saksi, karena

korban yang mengalami sendiri suatu tindak pindana. Karena saksi yang

pertama didengar keteranganya oleh hakim adalah korban yang menjadi saksi

Pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP .

Kedudukan saksi korban khususnya dalam lingkup peradilan

merupakan saksi yang memberatkan ( A Charge) bagi terdakwa/tersangka,

karena dalam keteranganya akan menunjukan pada kesalahan yang

terdakwa/tersangka lakukan, sebagai alat bukti melainkan sebagai keterangan

yang dapat menguatkan keyakinan hakim untuk memutus suatu perkara dan

dapat dipakai sebagai petunjuk utuk menemukan kebenaran yang terjadi.

Page 96: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

96

Guna menilai kebenaran keterangan seorang saksi hakim harus dengan

sungguh sungguh memperhatikan64

:

a. Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain. b. Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain. c. Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi

keterangan yang tertentu. d. Cara hidup dan kesesuaian saksi serta segala sesuatu yang pada

umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.

Menurut M. Yahya Harahap65

, mengenai kekuatan pembuktian keterangan

saksi adalah sebagai berikut :

a) Tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat,

hakim mempunyai kebebasan untuk menilainya.

b) Mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang bebas artinya dapat

dilumpuhkan terdakwa dengan alat bukti lain berupa saksi a de charge

mapundengan keterangan ahli atau alibi.

Uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa alat bukti saksi

korban mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang bebas artinya hakim

tidak terikat dengan alat bukti keterangan saksi korban, akan tetapi didasarkan

pada asas keyakinan hakim dan asas batas minimum pembuktian serta asas

kebenaran sejati, oleh karenanya hakim bebas menilai kebenaran yang

terkandung di dalamnya.

Dari uraian tersebut di atas, apabila dihubungkan dengan Putusan

Perkara Nomor : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt dalam pembuktianya

menghadirkan beberapa saksi yang merupakan korban dari tindak pidana lalu

lintas, ditinjau dari segi formil yaitu dalam Pasal 160 ayat (3) dan Pasal 171

KUHAP dan dari segi materiil yaitu dalam Pasal 185 KUHAP yang di

sesuaikan dengan alat bukti lain, maka ditempatkan sebagai alat bukti yang

64

Yahya Harahap, Op.Cit, Hal 107 65

Ibid, Hal 217

Page 97: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

97

sah dan dinilai mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas, yang sama

dengan alat bukti lain, karena kedudukan alat bukti saksi tersebut terhadap

bukti lainnya saling menguatkan, dimana penilaiannya tetap ada ditangan

hakim. Oleh karenanya saksi-saksi yang diajukan oleh Penuntut Umum yang

berjumlah 10 (sepuluh) orang, msing-masing saksi memenuhi syarat materiil

sebagai saksi yaitu saksi telah memberikan yang ia dengar, ia lihat dan ia

alami sendiri.

Kemudian masing-masing saksi dari Penuntut Umum juga telah

memenuhi syarat formil karena telah diambil sumpahnya sebelum

memberukan keterangan sehingga dia sah sebagai alat bukti. Lalu keterangan

ssaksi-saksi ini dihubungkan satu degan yang lainya terdapat saling

bersesuaiandan saling menguatkan. Kemudian ditambah dengan alat bukti

lain seperti keterangan terdakwa yang mengakui kebenaran keterangan para

saksi dan telah mengakui perbuatanya.

Apabila keterangan saksi korban dan alat bukti lainya dihubungkan

maka terdapat persesuaian dan saling menguatkan sehingga menimbulkan

keyakinan hakim dengan memutus terdakwa terbukti secara sah dan

meyakinkan melakukan tindak pidana lalu lintas karena kealpaana

menyebabkan orang lain luka berat. Maka dapat disimpulkan bahwa

keterangan saksi korban pada putusan ini mempunyai nilai kekuatan

pembuktian yang cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa benar-benar

bersalah.

Page 98: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

98

Saksi korban yang dihadirkan dalam persidangan khususnya pada

Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt telah sesuai dengan apa yang di

rumuskan dalam undang-undang baik secara formil maupun materiil, dimana

saksi korban disini untuk memperkuat alat bukti lain yang berupa KBM Pick

Up L-300 yang dikendarai oleh tersangka sehingga dapat membuktikan

bahwa tersangka Warsono Bin Dulmundir secara sah dan meyakinkan telah

melakukan tindak pidana lalu lintas yang karena kealpaanya menybabkan

orang lain luka berat, sesuai dengan Visum Et Repertum Nomor :

445.1/VER/RSUD AJB/965/R/2010 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

yang ditandatangani oleh dr.Riski Oktarifa.

Dengan demikian saksi korban di sini selain berkaitan dan

memperkuat alat bukti lain yang dihadirkan dalam persidangan juga

memperkuat alasan hakim dalam pertimbangan guna menjatuhkan putusanya.

Selain itu saksi korban disini sebagai saksi yang memberatkan terhadap

tersangka Warsono Bin Dulmundir, karena memperkuat bahwa tersangka

benar-benar melakukan tindak pidana lalu lintas yang menyebabkan orang

lain luka berat.

Menurut Elly Tri Pangestuti66

selaku hakim yang memutus putusan

No : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt mengatakan bahwa;

“Dalam kasus kecelakaan lalu lintas ini yang menyebabkan orang lain

luka berat, bagi Majelis Hakim khususnya saya sendiri dalam

menghadirkan saksi korban dapat memberikan kepada Majelis Hakim

dalam mencari kebenaran yang sesungguhnya, karena korban disini

orang yang mengalami sendiri suatu tindak pidana sehingga Majelis

66

Hasil Wawancara Dengan Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto yang memutus putusan

No.20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt Di Pengadilan Negeri Purwokerto Tanggal 13 Juni 2012

Page 99: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

99

Hakim dapat memutus perkara dengan keyakinan kami, selain itu

kekuatan pembuktian dari saksi adalah bebas, jadi Majelis Hakim

dapat menilainya dengan menyesuaikan dengan alat bukti lain

sehingga akan diketahui suatu kebenaran.

2. Sistem Pembuktian Yang Diterapakan Dalam Kasus Tindak Pidana Lalu

Lintas Pada Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt

Suatu pembuktian merupakan masalah yang penting akan tetapi sangat

sukar dalam proses pemeriksaan perkara pidana di pengadilan. Tujuan dari

hukum acara pidana dapat dilihat dalam Pedoman Pelaksanaan KUHAP yang

dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman yaitu mencari dan mendapatkan atau

setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-

lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum

acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku

yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya

meminta memeriksa dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah

terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang

didakwakan itu dapat dipersalahkan.

Menurut D.Simons67

pembuktian ialah:

“Meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang

dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian

nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara

dimuka Hakim atau Pengadilan”.

Tujuan dari pembuktian menurut R. Soesilo68

adalah:

67

Andi Hamzah, 2004, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Edisi Revisi, Sinar

Grafika,Jakarta. Hal 174 68

R.Soesilo. 1982, Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana Menurut

KUHAP Bagi Penegak Hukum). Bogor : Politeia. Hal 76

Page 100: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

100

“Mencari dan menetapakan kebenaran-kebenaran yang ada dalam

perkara itu, bukankah semata-mata mencari kesalahan seseorang.

Walaupun dalam prakteknya kepastian yang absolut tidak akan dapat

tercapai, akan tetapi dengan penelitian serta kupasan dengan

mempergunaan bukti-bukti yang ada, akan tercapai suatu kebenaran yang

patut dipercaya. Sistem pembuktian harus diadakan guna mencegah

jangan sampai terjadi orang yang tidak bersalah mendapat pidana.”

Menurut Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa hakim tidak boleh

menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya

dua alat bukti yang sah, hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak

pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Dengan demikian fungsi alat bukti dalam pembuktian dalam sidang pengadilan

sangat penting sekali sehingga sering kita dengar bahwa suatu tindak pidana

yang tidak cukup bukti tidak dapat dijatuhi pidana baik denda maupun penjara.

Hukum acara pidana yang ada di Indonesia, mengenai alat bukti untuk

membuktikan kesalahan terdakwadapat dibuktikan dengan alat bukti dalam Pasal

184 KUHAP, yaitu:

a. Keterangan saksi;

b. Keterangan ahli;

c. Surat;

d. Petunjuk;

e. Keterangan terdakwa

Untuk membuktikan kesalahan terdakwa didalam sidang pengadilan,

hakim dalam menjatuhkan putusan selalu mendasari pada alat bukti yang sah.

Ketentuan yang mengatur mengenai pembuktian dalam acara pemeriksaan

perkara pidana terdapat dalam Pasal 183 KUHAP yaitu :

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali

apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi

dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Page 101: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

101

Pasal 183 KUHAP terkandung prinsip batas minimum pembuktian, yaitu

prinsip yang mengatur batas minimum alat bukti yang harus dipenuhi untuk

membuktikan kesalahan terdakwa atau dengan kata lain asas minimum

pembuktian ialah suatu prinsip yang harus dipedomani dalam menilai cukup atau

tidaknya alat bukti untuk membuktikan salah atau tidaknya kesalaham

terdakwa.

Dengan demikian alat bukti menurut Pasal 184 KUHAP harus sesuai

dengan Pasal 183 KUHAP, harus memenuhi sekurang-kurangnya dua alat bukti

dan mempunyai keyakinan hakim. Berdasarkan hasil penelitian terhadap Putusan

Perkara No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, alat bukti yang digunakan dalam memutus

kasus tindak pidana lalu lintas yang karena kealpaanya menyebabkan orang lain

luka berat, telah memeriksa antara lain:

a. Keterangan Saksi

Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling

berperan dalam pemeriksaan perkara pidana. Hampir semua pembuktian

perkara pidana selalu berdasarkan pemeriksaan saksi. Saksi merupakan orang

yang memberi keterangan dimuka hakim untuk kepentingan terdakwa.

Kemudian saksi yang pertama didengar keteranganya oleh hakim adalah

korban yang menjadi saksi, ini sesuai Pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP.

Menurut KUHAP dalam Pasal 1 butir 26 saksi adalah:

“Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan

penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana

yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.”

Page 102: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

102

Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Perlindungan saksi dan korban, saksi adalah,

“Orang yang dapat memberi keterangan guna kepentingan

penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di siding

pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia

lihat sendiri danatau ia alami sendiri”.

Ditinjau dari segi nilai dan kekuatan pembuktian (the degree

ofevidence) selain hal hal yang harus dibuktikan seorang saksi dalam

persidangan, saksi juga harus memenuhi syarat syarat agar saksi itu sah yaitu,

syarat formil dan materiil seperti yang telah diuraikan di atas.

Putusan No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, harus memenuhi syarat-syarat

seseorang menjadi saksi baik secara formil maupun materiil dalam sidang

pengadilan agar keterangan saksi dianggap sah sebagai alat bukti yang

memiliki nilai kekuatan pembuktian maka harus memenuhi ketentuan seperti

diatas, yakni menghadirkan beberapa saksi diantaranya DS, RS, SR, SN, DN,

EP, AS, SK, DP dan saksi KN sudah memenuhi syarat-syarat sebagai

seorang saksi dan sebagai alat bukti yang memiliki nilai kekuatan

pembuktian sebagaimana diuraikan diatas.

Saksi-saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam

persidangan berjumlah 10 (sepuluh) orang saksi yang dihadirkan di

persidangan. Semua saksi telah memberikan keterangan di depan

persidangan berdasarkan apa yang mereka lihat, mereka dengar dan mereka

alami sendiri, sehingga semua saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut

Umum telah memenuhi syarat materiil diamana syarat materiil ini adalah

Page 103: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

103

menitik beratkan pada apa yang ia lihat,ia dengar, dan ia alami sendiri

seperti yang tertuang dalam rumusan Pasal 1 angka 27 KUHAP.

Berdasarkan keterangan-keterangan saksi yang terungkap

dipersidangan maka dapat diambil fakta hukum bahwa pada hari Kamis,

tanggal 16 September 2010 sekitar pukul 15.15 WIB di Jalan Umum ikut

Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas. Pada saat

para saksi sedang menumpang di bak belakang, berada di tengah

menghadap ke arah pengemudi, untuk keadaan cuaca sendiri saat terjadi

kecelakaan cerah, kondisi jalan beraspal halus, namun jalan menurun dan

menikung kekiri dari arah utara serta arus lalu lintas sepi.

Kecelakaan lalu lintas Kbm Pick Up L 300 Mitsubishi Nopol R-9346-

VA yang dikemudikan oleh WARSONO (terdakwa) tidak dapat

dikendalikan sehingga masuk ke parit sedalam 3 meter, akibat peristiwa

tersebut ada korbannya yaitu sebanyak 3 orang patah tulang diantaranya AS,

DP dan SN. Pada Saat itu KBM Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA datang

dari arah utara menuju keselatan dengan kecepatannya sekitar 20-30 km/jam

dan gigi presneleng masuk gigi 2, saat itu tidak melihat kendaraan lain dari

arah berlawanan, kecuali kendaraan yang saksi tumpangi saja.

Menurut keterangan saksi penyebab kecelakaan adalah karena KBM

Pick Up L 300 Nopol R-9346-VA saat membawa penumpang terlalu berat

sehingga pengemudi tidak dapat mengendalikan kemudinya disaat melintas

dijalan yang menurun dan membelok kekiri lepas kendali dan langsug

terjadi kecelakaan lalulintas tunggal yang mengakibatkan korban luka luka

Page 104: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

104

dan kerusakan pada kendaraannya, selain itu terdakwa juga lupa tidak

mengecek kembali onderdil kendaraan sehingga pada saat itu rem yang

digunakan tidak terlalu berfungsi dengan baik.

Pasal 185 ayat (6) KUHAP menuntut kewaspadaan hakim dalam

menilai kebenaran keterangan saksi yaitu dengan:

1) Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan saksi yang lain;

2) Persesuaian anatara keterangan saksi dengan alat bukti lain.

Menilai dari keterangan saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut

Umum dalam persidangan, dapat diketahuai bahwa masing-masing

keterangan saksi sudah terdapat saling persesuaian dan saling menguatkan.

b. Surat

Surat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 187 ayat (1) huruf c

KUHAP, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah:

a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh

pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya yang

memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar,

dilihat atau dialaminya sendiri disertai dengan alasan yang jelas dan

tegas tentang keterangan itu;

b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam

tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan

bagi pembuktian suatu hal atau suatu keadaan;

c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasar

keahliannya mengenai suatu hal atau suatu keadaan yang diminta

secara resmi daripadanya;

d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi

dan alat pembuktian yang lain.

Putusan Perkara No:20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt apabila dihubungkan

dengan pengertian alat bukti surat dalam hal ini berupa Visum Et Repertum dari

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ajibarang Nomor : 445.1/VER/RSUD

Page 105: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

105

AJB/960/R/2010 tanggal 6 Oktober 2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan

terhadap para saksi, termasuk ke dalam surat resmi yang dimaksud dalam Pasal

187 huruf c KUHAP adalah sama dengan yang dimaksud dalam penjelasan

Pasal 186 KUHAP. Jika dikaitkan dengan penjelasan Pasal 186 KUHAP, alat

bukti surat berupa keterangan ahli yang dituangakn dalam bentuk laporan dan

dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.

Penilaian kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti surat, dapat

ditinjau dari segi teori serta menghubungkan dengan beberapa prinsip

pembuktian yang diatur dalam KUHAP yaitu69

a. Segi formal

Ditinjau dari segi formal, alat bukti surat yang disebut pada

Pasal 187 KUHAP huruf a, b dan c adalah alat bukti yang sempurna.

Sebab bentuk surat-surat yang disebut di dalamnya dibuat secara

resmi menurut formalitas yang ditentukan oleh peraturan perundang-

undangan. Dengan dipenuhinya ketentuan formil dalam

pembuatannya dan dibuat berisi keterangan resmi dari seorang

pejabat yang berwenang serta keterangan yang terkandung dalam

surat tadi dibuat atas sumpah jabatan, maka jika dari segi formil alat

bukti surat seperti yang disebut dalam Pasal 187 huruf a, b dam c

KUHAP adalah alat bukti yang bernilai sempurna. Oleh karena itu

alat bukti resmi mempunyai nilai “pembuktian formil yang

sempurna”, dengan sendirinya bentuk dan isi surat tersebut :

69

R. Soesilo, Op.Cit. Hal.110.

Page 106: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

106

1) Sudah benar, kecuali dapat dilumpuhkan dengan alat bukti

lain;

2) Semua pihak tak dapat lagi menilai kesempurnaan bentuk

dan pembuatannya;

3) Juga tak dapat lagi menilai kebenaran keterangan yang

dituangkan pejabat berwenang di dalamnya sepanjang isi

keterangan tersebut tidak dapt dilumpuhkan dengan alt

bukti lain;

4) Dengan demikian ditinjau dari segi formil, isi keterangan

yang tertuang di dalamnya, hanya dapat dilumpuhkan

dengan alat bukti lain, berupa alat bukti keterangan saksi,

keterangan ahli atau keterangan terdakwa.

b. Segi materiil

Dari sudut materiil, semua bentuk surat yang disebut dalam

Pasal 187 KUHAP bukan merupakan alat bukti yang mempunyai

kekuatan mengikat. Nilai kekuatan pembuktian alat bukti surat, sama

halnya dengan nilai kekuatan mengikat. Nilai kekuatan pembuktian,

sama halnya dengan nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi dan

alat bukti keterangan ahli yang sama-sama mempunyai kekuatan

pembuktian yang bersifat bebas. Tanpa mengurangi sifat

kesempurnaan formal, dengan sendirinya tidak mengandung nilai

kekuatan pembuktian yang mengikat. Hakim dapat mempergunakan

atau menyingkirkannya. Dasar alasan ketidakterikatan hakim atas

alat bukti surat didasarkan pada beberapa asas, yaitu :

1) Asas proses pemeriksaan perkara pidana adalah untuk

mencari kebenaran materiil bukan kebenaran formil. Nilai

kebenara dan kesempurnaan formil dapat dikesampingkan

demi untuk mencapai dan mewujudkan kebenaran materiil

dan kebenaran sejati yang digariskan oleh penjelasan Pasal

183 KUHAP yang memikul kewajiban bagi hakim untuk

menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, kepastian hukum

bagi seseorang;

2) Asas keyakinan hakim sesuai yang terdapat dalam Pasal 183

KUHAP yang menganut ajaran sistem pembuktian menurut

undang-undang secara negatif. Dimana hakim dalam

Page 107: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

107

memutus harus berdasarkan sekurang-kurangnya dua alat

bukti yang sah, dan dengan alat bukti tersebut hakim

memperoleh keyakinan bahwa terdakwa itu bersalah atau

tidak. Hakim diberi kebebasan untuk menentukan putusan

yang diambilnya dengan tetap memperhatikan tanggung

jawab dengan moral yang tinggi atas landasan tanggung

jawab demi mewujudkan kebenaran sejati.

3) Asas batas minimum pembuktian yaitu sesuai dengan Pasal

183 KUHAP hakim dalam memberikan putusan harus

berdasarkan minimal dua alat bukti dan dengan alat bukti

tersebut hakim memperoleh keyakinan untuk memberikan

keputusan dipersidangan.

Putusan Perkara No: 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt bahwa alat bukti surat

berupa Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

Ajibarang Nomor : 445.1/VER/RSUD AJB/960/R/2010 tanggal 6 Oktober

2010 yang menyatakan hasil pemeriksaan terhadap para saksi. ditinjau dari segi

formil dan segi materiil yang di sesuaikan dengan Pasal 187 huruf c KUHAP

adalah sebagai alat bukti yang sah dan dinilai mempunyai kekuatan

pembuktian yang bebas, yang sama dengan alat bukti lain, karena kedudukan

alat bukti surat tersebut terhadap bukti lainnya saling menguatkan, dimana

penilaiannya tetap ada ditangan hakim.

c. Petunjuk

Mengenai kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk, serupa sifat dan

kekuatanya dengan alat bukti lain, hanya mempunyai sifat kekuatan

pembuktian yang “bebas”, yang artinya,

1. Hakim tidak terikat dengan kebenaran persesuaian yang diwujudkan

oleh petunjuk, oleh karena itu hakim bebas menilainya dan

menggunakan sebagai upaya pembuktian.

Page 108: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

108

2. Petunjuk sebagai alat bukti tidak bisa berdiri sendiri membuktikan

kesalahan terdakwa, alat bukti petunjuk tetap terikat pada prinsip batas

minimum pembuktian. Oleh karena itu, agar petunjuk dapat digunakan

oleh hakim dalam pembuktian, maka harus disesuaikan dengan alat

bukti lain yaitu dengan sekurang-kurangnya satu alat bukti.

Putusan Perkara No: 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt bahwa Hakim dalam

hal menyusun fakta hukum menilai dengan adanya suatu persesuaian antara

keterangan saksi yang dibenarkan oleh keterangan terdakwa dengan

didukung alat bukti surat yang ada telah menunjukan alat bukti petunjuk

bahwa telah terjadi tindak pidana lalu lintas yang menyebabkan orang lain

luka berat.

3. Keterangan Terdakwa

. Mengenai pengertian keterangan terdakwa itu sendiri dirumuskan

pada Pasal 189 ayat (1) KUHAP,

“Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan disidang

pengadilan tentang perbuatan yang terdakwa lakukan atau yang

terdakwa ketahui sendiri atau alami sendiri”.

Keterangan Terdakwa dapat diberikan di dalam dan diluar sidang

yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang

adalah keterangan Terdakwa di hadapan sidang. Keterangan yang diberikan

diluar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang;

selama didukung oleh suatu alat bukti yang sah lainnya. Adapun keterangan

Terdakwa sebagai alat bukti, tanpa disertai oleh alatbukti lainnya, tidak

cukup untuk membuktikan kesalahan Terdakwa. Hal ini merupakan

Page 109: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

109

ketentuan beban minimum pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 183

KUHAP, yaitu dua alat bukti yang sah menurut undang-undang.

Adapun dalam pemeriksaan perkara dalam persidangan, terdakwa

memberikan keterangan tentang peristiwa atau kejadian yang pada

pokoknya menerangkan bahwa :

Awalnya pada hari Rabu tanggal 15 September 2010 sekitar pukul

21.00 WIB terdakwa Warsono Bin Dul mundir sebagai pemilik sekaligus

sopir KBM Pick Up L-300 Nopol : R-9346-VA telah menerima pesan untuk

mengangkut Remaja Masjid NURUL AMAL Desa tambaksogra,

Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas yang berjumlah sekitar 30

orang dengan tujuan ke Lokawisata Curug Cipendok dan untuk itu terdakwa

menerima jasa sebesar Rp 200.000,-( dua ratus ribu ), padahal terdakwa

mengetahui bahwa kendaran tersebut peruntukanya adalah untuk

mengangkut barang dan bukan untuk mengangkut orang. Selanjutnya pada

hari Kamis tanggal 16 September 2010 sekitar puku 05.00 WIB terdakwa

langsung berangkat untuk menjemput dan mengantar rombongan remaja

masjid yang semanya adalah laki-laki, namun karena terdakwa berangkat

pagi-pagi maka terdakwa hanya sempat mengecek kondisi angin ban dan

tidak melakukan pengecekan terhadap kondisi onderdil kendaraan bahkan

terdakwa mengetahui kalau salah satu onderdil kendaraan yaitu rem

kendaraan dalam keadaan tidak dapat befungsi tidak baik. Setelah itu

terdakwa mengantarkan rombongan tersebut namun hanya sampai Desa

Singasari, lalu terdakwa pulang dan sekitar pukul 14.00 WIB terdakwa

Page 110: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

110

dengan menggunakan kendaraan yang sama menjemput rombongan

langsung di Lokasi Curug Cipendok, namun sebelumnya terdakwa juga

tidak mengontrol keadaan kendaraan bahkan terdakwa juga belum pernah ke

tempat tersebut sehingga belum paham dengan keadaan jalan yang akan

dilaluinya.

Setelah sampai di lokasi Curug Cipendok lalu terdakwa mengangkut

rombongan tersebut dan melanjutkan perjalanan pulang dan terdakwa

memacu kendaraan dengan kecepatan 40 km/jam dengan gigi presnelling

pada posisi tiga. Namun ketika kendaraan baru menempuh jarak sekitar 1

km, tepatnya ketika melintas di jalan menurun da menikung ke kiri di Desa

Karagtengah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, tiba-tiba

terdakwa tidak dapat mengendalikan kendaraan sehingga kendaraan masuk

ke parit dengan kedalaman 3 meter yang terletak di sebelah kanan jalan,

akibatya para penumpang mengalami luka berat.

4. Barang Bukti

Penuntut Umum mengajukan barang bukti di persidangan berupa :

1. 1 (satu) unit KBM Pick Up L 300 Nopol : R-9346-VA tahun 1987 warna

biru muda merk Mitsubishi Noka : L300GB-200135 Nosin : 4G32C-

730285;

2. 1 (satu) STNK KBM Pick Up L-300 Nopol : R-9346-VA An. NURUDIN

Alamat Pasir Wetan RT 01/RW : 03, Karanglewas, Banyumas;

3. 1 (satu) SIM A An. WARSONO.

Page 111: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

111

Penerapan sistem pembuktian yang digunakan oleh hakim dalam Putusan

Perkara No: 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt menggunakan sistem pembuktian

negative wettelijk hal ini dapat diketahui dari Pasal 183 KUHAP yang

berbunyi sebagai berikut,

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali

apabila dengan sekurang kurangnya dua alat bukti yang sah ia

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar benar terjadi

dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukanya.”

Pasal 183 KUHAP tersebut nyata bahwa pembuktian harus didasarkan

kepada undang undang (KUHAP), yaitu alat bukti yang sah tersebut dalam

Pasal 184 KUHAP, disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat

alat bukti tersebut. Mengenai sistem atau teori pembuktian berdasarkan

undang undang negatif (negatief wettelijk) ini, pemidaan didasarkan pada

pembuktian yang berganda (dubbel en grondslag) yaitu pada peraturan

undang undang dan pada keyakinan hakim, menurut peraturan undang

undang dan keyakinan hakim ini bersumberkan pada undang undang.

Menurut M. Yahya Harahap70

untuk membuktikan kesalahan

terdakwa harus :

1. Penjumlahan dari sekurangnya satu saksi ditambah dengan satu saksi ahli atau

surat atau petunjuk, dengan ketentuan penjumlahan kedua alat alat bukti tersebut

“saling bersesuian dan menguatkan”, tidak saling bertentangan.

2. Atau, dua alat bukti itu berupa dua orang saksi yang saling bersesuian dan

menguatkan, maupun penggabungan keterangan satu saksi dengan keterangan

terdakwa, asal terdapat persesuaian.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap Putusan No:

20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt hakim dalam menjatuhkan putusan atas suatu tindak

70

Yahya Harahap, Op.Cit, Hal 115

Page 112: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

112

pidana yang didakwakan kepada terdakwa telah memenuhi asas minimal

pembuktian yang sah di persidangan dan hakim telah memperoleh keyakinan

atas kesalahan terdakwa dan bahwa terdakwalah yang bersalah

melakukannya, yakni adanya penerapan Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP

dengan alat bukti berupa keterangan saksi yaitu korban yang dihadirkan

dipersidangan, keterangan terdakwa dan dikaitkan dengan bukti surat berupa

Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ajibarang

Nomor : 445.1/VER/RSUD AJB/960/R/2010 tanggal 6 Oktober 2010 yang

menyatakan hasil pemeriksaan terhadap para saksi, sehingga hakim

berkeyakinan bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana lalu

lintas yang karena kealpaanya menyebabkan orang lain luka berat dan

dijatuhi putusan pidana selama 6 (enam) bulan penjara.

Menurut Elly Tri Pangestuti71

selaku hakim yang memutus putusan

No : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt mengatakan bahwa;

“Kasus kecelakaan lal lintas yang menyebabkan orang lain luka berat

ini masuknya dalam perkara biasa, bukan tindak pidana ringan karena

dilihat dari akibat yang ditimbulkan sangat merugikan orang lain

sehingga dalam hal ini korban yang dilindungi karena dari akibat

tersebut, karena tindak pidana lalu lintas yang mengakibatkan orang

lain luka berat sudah diatur secara khusus dalam Undang-undang

Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maka

masuk ke dalam pidana khusus.

Selain itu Elly Tri Pangestuti72

selaku hakim yang memutus putusan

No : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt mengatakan bahwa;

“Dalam membuktikan kesalahan terdakwa Majelis Hakim

menggunakan Pasal 183 KUHAP atau sering disebut pembuktian

71

Hasil Wawancara Dengan Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto yang memutus putusan

No.20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, Di Pengadilan Negeri Purwokerto, Tanggal 13 Juni 2012 72

Ibid

Page 113: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

113

berdasarkan undang undang negatif (negatief wettelijk) karena selain

dengan bukti minimum juga harus menggunaka keyakinan hakim

supaya pembuktian ini dapat ditemukan kebenaran materiil.”

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Dari uraian pada pembahasan dan hasil penelitian maka dapat disimpulan

sebagai berikut:

1. Alat Bukti Saksi Korban Dihadirkan Dalam Kasus Kecelakaan Lalu Lintas

Pada Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/Pwt, adalah :

a. Alat bukti berupa saksi yang merupakan korban dari tindak pidana lalu

lintas, ditinjau dari segi formil yaitu dalam Pasal 160 ayat (3) dan Pasal

171 KUHAP dan segi materiil yaitu dalam Pasal 185 KUHAP maka

ditempatkan sebagai alat bukti yang sah dan dinilai mempunyai kekuatan

pembuktian yang bebas, yang sama dengan alat bukti lain, karena

Page 114: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

114

kedudukan alat bukti saksi tersebut terhadap bukti lainnya saling

menguatkan, dimana penilaiannya tetap ada ditangan hakim, juga untuk

dasar pertimbangan hukum bagi hakim dalam menjatuhkan putusan

pidana yakni pidana selama 6 (enam) bulan.

2. Sistem Pembuktian Yang Diterapakan Dalam Kasus Tindak Pidana Lalu

Lintas Pada Putusan Nomor : 20/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, adalah sebagai

berikut:

a. Membuktikan kesalahan terdakwa majelis hakim telah menerapkan sistem

pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif karena mengenai

kasus tindak pidana lalu lintas karena kealpaanya mengakibatkan orang

lain luka berat, korban atau kerugian yang diakibatkan sangat merugikan

orang lain, jadi digunakan sistem pembuktian secara negatif untuk

mengetahui siapa yang harus bertanggungjawab.

b. Menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa dam menjatuhkan

pidana kepada terdakwa yaitu dengan sekurang-kurangnya dua alat yang

sah, alat bukti berupa bukti surat, keterangan terdakwa dan disesuaikan

dengan keterangan saksi, dimana dalam hal ini korban yang dijadikan

sebagai saksi serta barang bukti yang diajukan dipersidangan, maka hakim

memperoleh keyakinan akan kesalahan terdakwa telah melakukan tindak

pidana dan dijatuhi pidana selama 6 (enam) bulan.

B. Saran

Berdasarkan uraian di atas maka saran penulis adalah agar para hakim

dalam membuktikan tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang karena kealpaanya

Page 115: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/draft.pdf · 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SAKSI KORBAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS (Tinjauan

115

mengakibatkan luka berat pada orang lain harus lebih cermat dan teliti dalam

membuktikan kesalahan terdakwa yaitu dengan menggunakan alat bukti terutama

keterangan saksi karena saksi merupakan bukti hidup yang nilai kekuatan

pembuktianya lebih kecil dari pada bukti mati (dapat berbohong) sehingga akan

menimbulkan keyakinan hakim untuk menegakan keadilan.