Upload
liviahusse
View
228
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
SPKN
Citation preview
SEMINAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA
“Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja”
Kelompok 1/ Kelas VIII B STAR
Politeknik Keuangan Negara STAN 2015
1.
0
1. Bayu Cahyono P (5)2. Dwisapta Firman S (10)3. Ilham Tohari (14)4. Johan Arifin (16)5. Muhammad Isa (24)6. Rizka Jannati A (28)
A. GAMBARAN UMUM PEMERIKSAAN KINERJA
1. Pengertian Pemeriksaan Kinerja
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
memiliki kewenangan antara lain untuk melakukan pemeriksaan kinerja. Pemeriksaan kinerja
adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek
ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan aspek efektivitas. Pemeriksaan kinerja lazim
dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Pengujian
terhadap ketentuan perundang-undangan dan pengendalian intern juga perlu dilaksanakan
oleh para pemeriksa dalam pelaksanaan pemeriksaan kinerja.
BPK melaksanakan pemeriksaan kinerja pengelolaan keuangan negara dengan
maksud untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada pada pengelolaan kegiatan entitas
yang diperiksa, sehingga BPK dapat memberikan rekomendasi yang berguna untuk
meningkatkan kinerja entitas.
Dalam melakukan pemeriksaan kinerja, selain menilai aspek ekonomi, efisiensi, dan
efektivitas (3E) pemeriksa juga menguji kepatuhan terhadap ketentuan perundang-
undangan serta sistem pengendalian intern.
2. Tujuan Pemeriksaan Kinerja
Berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), tujuan pemeriksaan
kinerja adalah untuk mengungkapkan apa yang ingin dicapai dari pemeriksaan tersebut.
Lebih lanjut, tujuan pemeriksaan kinerja adalah untuk mengindentifikasi obyek pemeriksaan
dari aspek kinerja yang harus dipertimbangkan, termasuk temuan pemeriksaan yang potensial
dan unsur pelaporan yang diharapkan bisa dikembangkan oleh pemeriksa.
Berdasarkan Implementation Guidelines for Performance Auditing, International
Organization of Supreme Audit Instutions (INTOSAI) menjelaskan bahwa performance
audit is an independent examination of the efficiency and effectiveness of government
undertakings, programs or organizations, with due regard to economy, and the aim of
leading to improvements.
Berdasarkan pengertian diatas, INTOSAI mendefinisikan pemeriksaan kinerja adalah
sebagai suatu pemeriksaan yang independen atas efisiensi dan efektivitas kegiatan, program,
1
dan organisasi pemerintah, dengan memperhatikan aspek ekonomi, dengan tujuan untuk
mendorong ke arah perbaikan.
Sedangkan berdasarkan Performance Audit Guidelines Asian Organization of
Supreme Audit Institutions (ASOSAI) menjelaskan bahwa “performance audit as ‘an audit of
the economy, efficiency and effectiveness with which the audited entity uses its resources in
carrying out its responsibilities”.
Government Audit Standar (GAS) milik United States Government Accountability
Office (US-GAO), menjelaskan bahwa “performance audits are defined as engagements that
provide assurance or conclusions based on an evaluation of sufficient, appropriate evidence
against stated criteria, such as specific requirements, measures, or defined business
practices”.
Terminologi lain yang dikenal dari audit kinerja adalah value for money audit, yang
digunakan di Inggris, Kanada, dan beberapa negara persemakmuran, dan diartikan sebagai
suatu proses penilaian atas bukti-bukti yang tersedia untuk menghasilkan suatu pendapat
secara luas mengenai bagaimana entitas menggunakan sumber daya secara ekonomis, efektif,
dan efisien.
3. Konsep Ekonomi, Efisiensi, dan Efektifitas (3E)
Pada prinsipnya, konsep ekonomi, efisiensi dan efektivitas berhubungan erat dengan
pengertian input, output, proses dan outcome. Input adalah sumber daya dalam bentuk dana,
SDM, peralatan, dan material yang digunakan untuk menghasilkan ouput. Sedangkan output
adalah barang-barang yang diproduksi, jasa yang diserahkan/diberikan, atau hasil-hasil lain
dari proses atas input. Proses adalah kegiatan-kegiatan operasional yang menggunakan input
untuk menghasilkan output, sedangkan outcome adalah tujuan atau sasaran yang akan dicapai
melalui output.
Aspek 3E dalam pemeriksaan kinerja adalah sebagai berikut.
Ekonomi berkaitan dengan perolehan sumber daya yang akan digunakan dalam proses
dengan biaya, waktu, tempat, kualitas, dan kuantitas yang benar. Ekonomi berarti
meminimalkan biaya perolehan input untuk digunakan dalam proses, dengan tetap
menjaga kualitas sejalan dengan prinsip dan praktik administrasi yang sehat dan
2
kebijakan manajemen. Penekanan untuk aspek ekonomi berhubungan dengan perolehan
barang atau jasa sebelum digunakan untuk proses
Efisiensi merupakan hubungan yang optimal antara input dan output. Suatu entitas
dikatakan efisien apabila mampu menghasilkan output maksimal dengan jumlah input
tertentu atau mampu menghasilkan output tertentu dengan memanfaatkan input minimal.
Efektivitas pada dasarnya adalah pencapaian tujuan. Efektivitas berkaitan dengan
hubungan antara output dengan tujuan atau sasaran yang akan dicapai (outcome). Efektif
berarti output yang dihasilkan telah memenuhi tujuan yang telah ditetapkan.
Pada prinsipnya, konsep 3E yang menjadi dasar pemeriksaan kinerja berkaitan
erat dengan konsep input, output, proses, dan outcome. Keempat konsep tersebut
didefinisikan sebagai berikut.
Input merupakan sumber daya dalam bentuk dana, sumber daya manusia (SDM),
peralatan, dan material yang digunakan untuk menghasilkan output.
Proses adalah kegiatan-kegiatan operasional yang menggunakan input untuk
menghasilkan output.
Output adalah barang-barang yang diproduksi, jasa yang diserahkan/diberikan, atau
hasil-hasil lain dari proses atas input.
Outcome adalah tujuan atau sasaran yang akan dicapai melalui output.
Gambar 1.1. Hubungan Input, Proses, Output, dan Outcome
3
4. Metodologi Pemeriksaan
Berdasarkan Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor
06/K/l-XIII.2/6/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja, terdapat 3 (tiga)
fase utama kegiatan pemeriksaan kinerja, yaitu: perencanaan pemeriksaan, pelaksanaan
pemeriksaan, dan pelaporan pemeriksaan. Dalam masing-masing fase kegitan tersebut akan
diuraikan dalam beberapa langkah kerja. Dalam makalah ini, tim penulis akan fokus pada
fase pelaksanaan kegiatan pemeriksaan kinerja yang dilakukan BPK, serta langkah kerja apa
saja yang akan dilakukan dalam pelaksanaan pemeriksaan kinerja di lingkup pemerintahan
B. PENGUMPULAN BUKTI DAN PENGUJIAN DATA
Langkah ini menjelaskan tentang metode dan teknik dalam mengumpulkan dan
menganalisis bukti pemeriksaan, kemudian melakukan pengujian atas bukti tersebut,
sehingga dapat dipergunakan sebagai data pendukung hasil pemeriksaan yang andal dan
akurat.. Landasan yang digunakan dalam langkah ini berupa UU no 15 Tahun 2004 pasal 10
dan SPKN PSP 04 paragraf 48 – 63.
4
1. Tujuan
Tujuan dari langkah ini adalah untuk memperoleh bukti pemeriksaan sebagai pendukung
temuan pemeriksaan. Bukti-bukti yang telah diuji dapat digunakan dalam:
Mengembangkan hasil pengujian untuk menilai apakah kinerja entitas tang
diperiksa telah sesuai dengan kriteria atau tidak
Mengumpulkan hasil pengujian dan membandingkannya dengan tujuan
pemeriksaan tersebut
Mengidentifikasi kemungkinan untuk memperbaiki entitas tersebut
Memanfaatkan hasil pengujian untuk mendukung rekomendasi dan kesimpulan
pemeriksaan.
2. Input yang diperlukan
Input yang diperlukan dalam kegiatan pengujian data adalah sebagai berikut:
a. Program Kerja;
b. Data Pemeriksaan; dan
c. Kriteria Pemeriksaan.
3. Petunjuk pelaksanaan
a. Pengumpulan data pemeriksaan
Pengumpulan data dilakukan dengan sebelumnya melakukan identifikasi jenis dan
sumber data serta penetapan program pemeriksaan. Sehingga kemudian data yang
dikumpulkan diuji untuk memastikan tercapainya tujuan pemeriksaan. Kehandalan
bukti pemeriksaan dipengaruhi oleh sumber data, cara perolehan data, dan validitas
dan reabilitas data.
i. Sumber data
Pemeriksa perlu mendapatkan data pemeriksaan berdasarkan identifikasi jenis dan
sumber bukti pemeriksaan yang telah ditetapkan. Namun demikian, berdasarkan
kondisi yang terjadi di lapangan, pemeriksa juga dapat memperoleh data di luar
yang telah direncanakan sepanjang pada akhirnya data tersebut valid dan andal
dalam mendukung hasil pemeriksaan
ii. Cara perolehan data
Dalam mengumpulkan data pemeriksaan, pemeriksa dapat menggunakan teknik-
teknik : Reviu dokumen; wawancara/permintaan keterangan; kuesioner; dan
observasi fisik.
iii. Validitas dan reabilitas data
5
Data-data pemeriksaan yang diperoleh pemeriksa harus dapat diyakini validitas dan
keandalan datanya agar bisa disebut sebagai bukti yang kompeten. PSP 04 paragraf
54 memberikan beberapa contoh acuan untuk menilai kompetensi dari suatu data.
Validitas dan keandalan data juga dapat ditentukan dengan pengujian langsung
terhadap data.
b. Pengujian data
Langkah-langkah yang diperlukan dalam kegiatan pengujian bukti pemeriksaan
adalah sebagai berikut:
i. Dalam menguji bukti pemeriksaan, pemeriksa dapat menggunakan teknik-teknik
pengujian, antara lain wawancara; inspeksi; konfirmasi; reviu analitis (rasio, tren,
pola); sampling; bagan arus, dan analisis (analisis regresi, simulasi dan modelling,
analisis muatan data kualitatif).
ii. Dalam menentukan penggunaan suatu teknik pengujian bukti, maka pemeriksa
perlu mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:
1) jenis dan sumber bukti yang diuji; dan
2) waktu dan biaya yang diperlukan untuk menguji bukti.
iii. Pemeriksa membandingkan hasil pengujian bukti-bukti pemeriksaan dengan
kriteria pemeriksaan.
iv. Jika terdapat perbedaan yang signifikan antara kondisi dan kriteria, maka
pemeriksa perlu mengidentifikasi sebab dan akibat dari perbedaan tersebut.
v. Dalam mengidentifikasi sebab akibat, maka pemeriksa bisa menggunakan model
analisis sebab-akibat sebagai alat analisis.
Kemudian data-data pemeriksaan keuangan kinerja yang diperoleh selama
pemeriksaan kinerja diuji untuk bisa meyakinkan apakah suatu
organisasi/program/fungsi pelayanan publik mempunyai pengendalian yang baik atau
tidak; apakah suatu entitas mematuhi ketentuan perundangundangan; atau apakah
terdapat dugaan kecurangan di dalam entitas yang diperiksa.
4. Output
Output yang dihasilkan dari kegiatan “Pengujian Data” adalah:
a. kesimpulan hasil pengujian bukti; dan
b. unsur-unsur temuan dan usul rekomendasi.
5. Pendokumentasian
Dilakukan pendokumentasian pengumpulan dan pengujian bukti sesuai dengan KKP.
6
C. PENYUSUNAN TEMUAN PEMERIKSAAN
Dalam Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara disebutkan bahwa Laporan hasil
pemeriksaan atas kinerja memuat temuan, kesimpulan dan rekomendasi. Temuan
pemeriksaan pada umumnya terdiri atas unsur kondisi, kriteria, akibat dan sebab. Namun,
unsur yang dibutuhkan untuk sebuah temuan pemeriksaan tergantung seluruhnya pada tujuan
pemeriksaan.
7
Dalam Pernyataan Standar Pemeriksaan (PSP) 04 Standar Pemeriksaan Keuangan negara
(SPKN) tentang Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja, dijelaskan bahwa sebuah temuan
atau sekelompok temuan pemeriksaan disebut lengkap sepanjang tujuan pemeriksaannya
telah dipenuhi dan laporan secara jelas mengaitkan tujuan tersebut dengan unsur temuan
pemeriksaan, misalnya apabila tujuan pemeriksaan adalah untuk menentukan kepatuhan
terhadap ketentuan perundang-undangan maka unsur yang harus ada adalah kondisi, kriteria
dan akibat. Sedangkan unsur sebab bersifat optional.
Dalam penyajian temuan, pemeriksa harus berusaha mengembangkan unsur-unsur
temuan pemeriksaan untuk membantu manajemen entitas yang diperiksa atau pihak yang
berwenang dalam memahami perlunya mengambil tindakan perbaikan. Apabila pemeriksa
dapat mengembangkan secara memadai temuan-temuan tersebut, maka pemeriksa harus
membuat rekomendasi bagi manajemen entitas. Pedoman-pedoman terkait unsur temuan
adalah sebagai berikut:
a. Kondisi
Unsur ini memberikan bukti mengenai hal-hal yang ditemui oleh pemeriksa dilapangan.
Pelaporan lingkup atau kedalaman dari kondisi dapat membantu pengguna laporan dalam
memperoleh perspektif yang wajar;
b. Kriteria
Unsur ini memberikan informasi yang dapat digunakan oleh pengguna laporan
pemeriksaan untuk menentukan keadaan seperti apa yang diharapkan. Kriteria akan lebih
mudah dipahami apabila dinyatakan secara wajar, eksplisit, lengkap dan sumber dari
kriteria dinyatakan dalam laporan hasil pemeriksaan;
c. Akibat
Unsur ini memberikan hubungan yang jelas dan logis untuk menjelaskan pengaruh dari
perbedaan, antara apa yang ditemukan oleh pemeriksa (kondisi) dan apa yang seharusnya
(kriteria). Akibat lebih mudah dipahami apabila dinyatakan secara jelas, terinci dan
apabila memungkinkan dinyatakan dalam angka. Signifikansi dari akibat yang dilaporkan
ditunjukan oleh bukti yang meyakinkan;
d. Sebab
Unsur ini memberikan bukti yang meyakinkan mengenai faktor yang menjadi sumber
perbedaan antara kondisi dan kriteria. Dalam melaporkan sebab, pemeriksa harus
mempertimbangkan apakah bukti yang ada dapat memberikan argumen yang meyakinkan
dan masuk akal bahwa sebab yang yang diungkapkan merupakan faktor utama terjadinya
8
perbedaan. Pemeriksa juga perlu mempertimbangkan apakah sebab yang diungkapkan
dapat menjadi dasar pemberian rekomendasi. Dalam situai temuan terkait dengan
kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan dimana tidak dapat ditetapkan secara
logis penyebab temuan tersebut, maka pemeriksa tidak diharuskan untuk mengungkapkan
unsur sebab ini.
1. Tujuan Penyusunan Temuan Pemeriksaan
Dalam Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja disebutkan beberapa tujuan kegiatan
penyusunan temuan pemeriksaan antara lain sebagai berikut:
a. Memberikan informasi kepada entitas yang diperiksa dan atau pihak lain yang
berkepentingan, tentang fakta dan informasi yang akurat dan berhubungan dengan
permasalahan yang diperoleh dari kegiatan pemeriksaan; TP tersebut belum dilengkapi
dengan saran;
b. Menjawab tujuan pemeriksaan dengan cara memaparkan hasil studi/pemeriksaan yang
dilakukan pemeriksa dalam mencapai tujuan pemeriksaan kinerja.
c. Menyajikan kelemahan pengendalian intern yang signifikan, kecurangan, dan
penyimpangan dari ketentuan perundang-undangan yang terjadi pada entitas yang
diperiksa.
2. Input Penyusunan Temuan Pemeriksaan
Dalam kegiatan penyusunan temuan pemeriksaan, input yang digunakan dalah sebagai
berikut:
a. Tujuan pemeriksaan;
b. Kriteria yang telah ditetapkan;
c. Bukti pemeriksaan; dan
d. Kesimpulan hasil pengujian bukti.
3. Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan Temuan Pemeriksaan
Dalam menyusun suatu temuan pemeriksaan kinerja, hal yang sangat utama untuk
diperhatikan adalah apakah temuan pemeriksaan yang dibuat oleh pemeriksa merupakan
jawaban atas pertanyaan/dugaan/hipotesis yang telah dituangkan dalam suatu tujuan
pemeriksaan yang telah ditetapkan. Suatu temuan pemeriksaan seharusnya merupakan
kesimpulan hasil pengujian atas bukti pemeriksaan yang diperoleh pemeriksa dalam usahanya
9
untuk mencapai tujuan pemeriksaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Bila suatu tujuan
pemeriksaan tidak terpenuhi, disebabkan unsur-unsurnya (temuan pemeriksaan) tidak
menggambarkan apa yang seharusnya hendak dicapai dalam suatu pelaksanaan pemeriksaan
kinerja maka dapat dikatakan pelaksanaan pemeriksaan tersebut gagal untuk dilaksanakan
dengan baik.
Ada beberapa butir yang perlu diperhatikan oleh pemeriksa dalam menyusun suatu
temuan pemeriksaan kinerja, yaitu:
a. Temuan pemeriksaan kinerja harus dapat menjawab tujuan pemeriksaan yang telah
ditetapkan;
b. Secara umum, unsur temuan pemeriksaan terbagi atas, kondisi, kriteria, akibat, dan sebab.
Namun demikian, di dalam penyusunan temuan pemeriksaan kinerja, unsur yang
dibutuhkan tergantung tujuan yang ingin dicapai sehingga dapat saja unsur ‘sebab’ dapat
menjadi suatu unsur yang optional. Contoh: jika tujuan pemeriksaan yang ditetapkan
adalah menentukan kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan atau
memperkirakan pengaruh suatu program terhadap perubahan fisik, sosial, atau ekonomi
suatu masyarakat, maka unsur sebab akan menjadi kurang/tidak relevan untuk disajikan;
c. Suatu temuan pemeriksaan harus didukung oleh bukti pemeriksaan yang cukup, kompeten,
dan relevan;
d. Temuan pemeriksaan sedapat mungkin disajikan dalam suatu urutan yang logis, akurat,
dan lengkap; dan
e. Suatu temuan pemeriksaan merupakan hasil proses analisis pemeriksaan tim pemeriksa di
lapangan. Pembahasan atas temuan pemeriksaan ini dilakukan kemudian pada akhir tahap
pelaksanaan pemeriksaan. Sangat dimungkinkan pada saat pembahasan ini, entitas yang
diperiksa berjanji memberikan bukti-bukti baru yang belum dapat diberikan pada saat
pembahasan TP dan mungkin bukti baru tersebut dapat mengubah esensi dari temuan
pemeriksaan. Atas hal itu, maka dimungkinkan juga pada akhir Laporan Hasil
Pemeriksaan, suatu TP tidak dijadikan Hasil Pemeriksaan karena berdasarkan bukti baru
yang diberikan oleh entitas dan diyakini oleh pemeriksa ternyata TP itu sudah tidak layak
lagi untuk disajikan.
Langkah-langkah yang diperlukan dalam kegiatan menyusun temuan pemeriksaan adalah
sebagai berikut:
a. Berdasarkan kesimpulan hasil pengujian bukti, apabila terdapat perbedaan (gap) yang
signifikan antara kondisi dan kriteria, tentukan apakah perbedaan tersebut positif atau
10
negatif. Perbedaan positif terjadi apabila kondisi yang ditemukan lebih baik daripada
kriteria. Perbedaan negative terjadi apabila kondisi yang ditemukan tidak mencapai
kriteria;
b. Sangat dimungkinkan, pemeriksa menemukan atau mengungkapkan suatu temuan positif,
tetapi sekali lagi perlu diingatkan apakah temuan pemeriksaan tersebut relevan terhadap
tujuan pemeriksaan yang telah ditetapkan. Jika memang relevan terhadap tujuan
pemeriksaan, maka pemeriksa dapat melaporkan temuan pemeriksaan yang positif ini;
c. Dalam hal perbedaan negatif, pemeriksa perlu mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan
dari perbedaan negatif untuk mengetahui akibat dan sebab-sebab dari perbedaan negatif
tersebut. Pemeriksa perlu menyusun unsur-unsur temuan pemeriksaan dari temuan negatif
tersebut hingga menjadi suatu temuan pemeriksaan.
4. Output dan Pendokumentasian
Output yang dihasilkan dari kegiatan penyusunan temuan pemeriksaan adalah
(1) Konsep Temuan Pemeriksaan;
(2) Temuan Pemeriksaan; dan
(3) Tanggapan resmi dan tertulis atas Temuan Pemeriksaan.
Selain itu kegiatan Penyusunan Temuan Pemeriksaan didokumentasikan dalam suatu Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP).
D. PEROLEHAN TANGGAPAN RESMI
Setelah konsep temuan pemeriksaan dibuat oleh pemeriksa, selanjutnya konsep temuan
pemeriksaan tersebut disampaikan kepada manajemen entitas yang diperiksa untuk
memperoleh tanggapan. Penyampaian konsep temuan pemeriksaan ini hendaknya diberi
watermark dengan kata DRAFT untuk dibedakan dengan hasil temuan pemeriksaan akhir.
Penyampaian kepada manajemen entitas pemeriksaan dapat dilakukan secara bertahap
ataupun sekaligus tergantung dari kebijakan dan pertimbangan tim pemeriksa.
Pemeriksa mendiskusikan konsep temuan pemeriksaan dengan manajemen entitas yang
diperiksa untuk mendapatkan klarifikasi. Selain untuk mendapatkan klarifikasi dari
manajemen entitas pemeriksaan, tujuan dari diskusi adalah untuk melengkapi bukti
pemeriksaan. Tanggapan yang diberikan oleh manjemen entitas yang diperiksa harus dalam
bentuk resmi dan tertulis. Tanggapan tersebut akan diungkapkan dalam temuan atas
pemeriksaan kinerja suatu entitas.
11
Tujuan tahap ini adalah mendapatkan tanggapan dari pimpinan entitas yang diperiksa
atas temuan-temuan pemeriksaan hasil pembahasan TP pada pertemuan akhir. Sedangkan
Input yang diperlukan dalam tahap ini adalah: (1) himpunan temuan pemeriksaan , (2) risalah
diskusi temuan pemeriksaan
E. PENYAMPAIAN TEMUAN PEMERIKSAAN KEPADA ENTITAS
Setelah memperoleh tanggapan resmi dari entitas atas temuan pemeriksaan, maka
pemeriksa dapat menyampaikan temuan-temuan pemeriksaan hasil pembahasan sebagai
tahap akhir dari pemeriksaan di lapangan. Input yang diperlukan dalam tahap ini adalah:
1) himpunan temuan pemeriksaan,
2) tanggapan resmi dan tertulis dari entitas, serta
3) surat penyampaian temuan pemeriksaan.
Pada saat pemeriksaan telah selesai, dilakukan pertemuan akhir (exit briefing). Pertemuan
ini sebaiknya dilakukan dengan orang yang sama pada saat dilakukan pertemuan awal, yaitu
pimpinan entitas yang diperiksa. Pertemuan akhir ini bertujuan untuk :
a) mempresentasikan temuan-temuan pemeriksaan;
b) mengkomunikasikan hasil pemeriksaan untuk mendapatkan pemahaman dari entitas
yang diperiksa;
c) membicarakan temuan pemeriksaan, kesimpulan pemeriksaan dan untuk memperoleh
komentar dari entitas yang diperiksa mengenai temuan-temuan pemeriksaan tersebut,
serta kebenaran materi temuan dan validitas bukti pemeriksaan.
Pada pertemuan akhir Ketua Tim Pemeriksa menyerahkan TP kepada Pimpinan entitas yang
diperiksa dengan menggunakan surat pengantar, terlepas apakah disetujui atau tidak disetujui
oleh Pimpinan entitas yang diperiksa.
Terkait dengan penyampaian temuan pemeriksaan, yang penting diperhatikan adanya
perbedaan waktu antara penyampaian TP dengan penyampaian Hasil Pemeriksaan (HP).
Dengan adanya perbedaan waktu tersebut, maka dapat dimungkinkan bahwa temuan yang
sudah disampaikan dalam Temuan Pemeriksaan dapat saja tidak disajikan dalam LHP jika
manajemen entitas yang diperiksa dapat memberikan bukti yang kemudian dapat diyakini
oleh pemeriksa.
12
F. BERITA TERKAIT AUDIT KINERJA
Metrotvnews.com, Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan potensi kerugian negara sebesar Rp 9,72 triliun dari 12.947 kasus. Kerugian tersebut ialah hasil ketidakpatuhan hingga inefisiensi.
Kepala BPK Hadi Poernomo mengungkapkan hal itu di Jakarta, Selasa (2/4). Dia menyampaikan temuan BPK atas audit kinerja, pemeriksaan dengan tujuan tertentu, dan pemeriksaan keuangan di pemerintah pusat, daerah, BUMN, BUMD, perusahaan kontraktor kontrak kerja sama migas (KKKS), BLU, dan sebagainya di mana ditemukan
Hadi mengatakan, sebanyak 3.990 kasus di antaranya merupakan ketidakpatuhan yang berpotensi merugikan negara sebesar Rp5,83 triliun.
Sebanyak 4.815 kasus ialah kelemahan Sistem Pengendalian Internal (SPI), 1.901 kasus penyimpangan administrasi, dan sebanyak 2.241 kasus berpotensi merugikan negara senilai Rp3,88 triliun.
“Rekomendasi BPK terhadap kasus tersebut ialah penyerahan aset atas penyetoran uang ke kas negara/daerah/perusahaan,” kata Hadi menjelaskan ketika melaporkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II-2012 ke DPR kemarin.
Sementara untuk temuan yang kedua, rekomendasinya ialah perbaikan spi atau tindakan administratif yang diperlukan.
DPR diminta untuk memantau penyelesaian terhadap kasus-kasus tersebut. “Tentu kami sepakat nilai temuan tersebut bukan jumlah yang kecil, tetapi sangat besar. Temuan tersebut terus terjadi secara berulang setiap tahun sehingga jika kita tidak bersama-sama mendorong penyelesaian tindaklanjutnya dan menanggulangi supaya tidak terus berulang, maka potensi terjadinya kerugian yang lebih besar dapat terjadi,” lanjut Hadi.
Termasuk dalam pemeriksaan kinerja 154 entitas di pemerintah pusat, daerah, dan sebagainya, Hadi menceritakan, BPK menemukan kasus inefektivitas sebanyak 1.440 kasus senilai Rp1,22 triliun, 36 kasus ketidahkhematan senilai Rp56,73 miliar, serta 12 kasus inefisien senilai Rp141,34 miliar.
“Selama proses pemeriksaan, entitas yang diperiksa telah menindaklanjuti temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan dengan penyerahan aset dan/atau penyetoran uang ke kas negara/daerah/perusahaan senilai Rp124,13 miliar,” tutur Hadi.
Sebagai gambaran, pada pemeriksaan semester I-2012, BPK menemukan 13.105 kasus dengan nilai Rp12,48 triliun dengan rincian kasus ketidakpatuhan sebanyak 3.976 kasus senilai Rp8,92 triliun dan 9.129 kasus dengan nilai Rp3,55 triliun kelemahan SPI, inefisiensi dan inefektivitas serta penyimpangan administratif.
Pada periode pemeriksaan sebelumnya, penyetoran ke kas negara/daerah/perusahaan berjumlah Rp311,34 mliar.
13
Tanggapan
Berita di atas jelas-jelas menunjukkan bahwa berbagai entitas pemerintahan baik itu di pusat maupun di daerah masih banyak yang bekerja secara tidak efisien. Hal ini tentu sangat merugikan negara, di mana sumber daya berupa dana APBN yang digunakan tidak sebanding dengan kinerja instansi yang dihasilkan. Korbannya lagi-lagi tentu saja masyarakat. Ketidakefisenan kinerja instansi pemerintahan akan berakibat pada tidak tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, maka yang terjadi lagi-lagi adalah pemborosan anggaran. Lihat saja di berita itu, Rp9,72 triliun bisa dihemat jika instansi-instansi pemerintah bekerja secara efisien.
Seharusnya dari audit efisiensi yang telah dilakukan di berbagai instansi dapat meningkatkan kinerja instansi tersebut bukan? Namun kenyataannya banyak instansi yang justru mengacuhkan rekomendasi dari audit kinerja tersebut sehingga performance mereka tetap saja jauh dari yang diharapkan.
Seandainya saja berbagai instansi seperti yang tertera di atas mau berbenah, misalkan saja dimulai dari memperkuat sistem pengendalian internal. Pengendalian internal sangat penting kaitannya dengan kinerja suatu instansi. Jika pengendalian internalnya lemah, tentu saja akan rawan penyimpangan yang mengakibatkan kinerja instansi tersebut menjadi tidak efisien. Bayangkan, hanya dengan memperbaiki sistem pengendalian internal saja negara bisa menghemat pengeluaran senilai Rp3,88 triliun. Uang sebanyak itu tentu malah bisa digunakan untuk membantu mengentaskan kemiskinan.
Selanjutnya, cara yang mungkin ditempuh adalah dengan terus melakukan pelatihan-pelatihan pada pegawai negeri agar mereka bisa bekerja semakin efisien. Tentu saja hal ini tidak bisa dicapai dalam waktu singkat, perlu waktu, usaha, serta komitmen untuk bisa mencapai tingkat kinerja yang bisa dikatakan efisien.
G. DAFTAR PUSTAKA
Asian Organisation of Supreme Audit Institution. 2000. Performance Auditing Guideline.
ASOSAI.
Badan Pemeriksa Keuangan. 2007. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun
2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Jakarta
International Organizations of Supreme Audit Institutions. 2004. Implementation Guidelines
for Performance Auditing. INTOSAI.
United States Government Accountability Office. 2007. Government Audit Standard. Juli
2007. US-GAO
14