Click here to load reader
Upload
sarah-saja
View
212
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat
terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan
dinyatakan dalam jumlahmaksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut
pada kesetimbangan. Larutan hasildisebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat
larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut (Effendi. 2003).
Kelarutan merupakan perameter yang perlu diketahui dalam penelitian
perefomasi suatu obat menjadi suatu sediaan farmasi. Sebelum obat dapat
terabsorpsi menembus membran, obat melalui fase pelarutan dalam cairan
tubuh pelarutan didalam cairan tubuh. Kelarutan obat sering kali dipengaruhi
oleh Ph, suhu, sifat pelarut, konsentrasi, ukuran partikel, kosolvensi, solubility
atau zat-zat penglarut (Nugroho, 2000 ).
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni
ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat.
Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit
terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering
diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada
sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam
beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk
menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang
metastabil.(Atkins' Physical Chemistry)
Istilah Kelarutan :
NO Istilah Kelarutan
Jumlah bagian pelarut di perlukan
untuk malarytkan 1 bagian air
1 Sangat mudah larut kurang Dari 1
2 Mudah larut 1 – 10
3 Larut 10 – 30
4 Agak sukar larut 30-100
5 Sukar Larut 100-1.000
6 Sanagat Sukar Larut 1.000-10.000
7 Praktis Tidak larut lebih dari 10.000
B. Tujuan percobaan
1. Menentukan kelarutan suatau zat secara kuantitas
2. Menjelaskan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
3. Menjelaskan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
4. Menetukan misel kritik suatu surfaktan dengan metode kelarutan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar teori
Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai suatu
konsentrasi zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan
tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat
melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gr asam salisilat akan larut dalam 550 ml
air. Suatu kelarutan juga dapat dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas
dan persen. Pelepasan zat aktif dari suatu bentuk sediaannya sangat
dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya.
(Rusdiaman,2012)
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain :
1. Pengaruh pH
Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan
umumnya adalah Zat organik yang bersifat asam lemah, dimana
kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam
organik lemah seperti barbiturat dan sulfonamide dalam air akan
bertambah dengan naiknya pH karena terbentuk garam yang mudah larut
dalam air. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkoholida dan
anastetika lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH larutan
diturunkan dengan penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam
yang mudah larut dalam air.
Hubungan antara pH dengan kelarutan asam dan basa lemah
digambarkan oleh persamaan sebagai berikut :
Untuk asam lemah :
pHp = pKw + logS - So/So
Untuk basa lemah :
pHp = pKw - pKb + log S – So/So
Keterangan :
pHp = harga pH terendah/tertinggi dimana zat yang berbentuk asam atau
basa lemah masih dapat larut.
S = Konsentrasi molar zat dalam yang ditambahkan
So = Kelarutan molar fraksi asam atau basa yang tidak terdisosiasi
2. Pengaruh temperatur (suhu)
Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada
temperatur, titik leleh zat padat dan panas peleburan molar zat
tersebut. Kelarutan suatu zat padat dalam air akan semakin tinggi bila
suhunya dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan semakin
renggangnya jarak antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak
antar molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut
menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul
air. Berbeda dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu akan
menyebabkan kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan
karena gas yang terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila
suhu meningkat.
3. Pengaruh jenis pelarut
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut
polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula
sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti
perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin
panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut
dalam air. Menurut Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk
membentuk ikatan hydrogen lebih pentig dari pada kemolaran suatu zat.
Senyawa polar (mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam
senyawa polar. Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan
senyawa polar sehingga mudah larut dalam air yang juga merupakan
senyawa polar. Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam
senyawa nonpolar, misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa
nonpolar umumnya tidak larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak
larut dalam minyak tanah. Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan
mekanisme sebagai berikut :
a. Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal.
b. Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini
bersifat amfiprotik.
c. Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara
ion-ion karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat
memecahkan ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan
hidrogen. Pelarut ini dapat melarutkan zat-zat non polar dengan tekanan
internal yang sama melalui induksi antara aksi dipol. Pelarut semi polar
dapat menginduksi tingkat kepolaran molekul-molekul pelarut non polar.
Ia bertindak sebagai perantara (Intermediete Solvent) untuk
mencampurkan pelarut non polar dengan non polar.
4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel
Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel
suatu zat, sesuai dengan persamaan berikut :
Log S/So = 2 v/2,303 RTr
Keterangan :
S = kelarutan dari partikel halus
So = kelarutan zat padat yang ukuran partikelnya lebih besar
r = Tegangan permukaan partikel zat padat
v = volume partikel dalam cm2 per mol
R = jari-jari akhir partikel dalam cm2
T = temperatur absolut
Konfigurasi molekul dan bentuk susunan kristal juga berpengaruh
terhadap kelarutan zat. Partikel yang bentuknya tidak simetris lebih mudah
larut bila dibandingkan dengan partikel yang bentuknya simetris.
5. Pengaruh konstanta dielektrik
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut
polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat
non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya
tetapan dielektrik ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan
pelarut lain. Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil
penjumlahan dari tetapan dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan
dengan % volume masing-masing komponen pelarut. Adakalanya suatu
zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan pelarut
tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency dan pelarut
yang mana dalam bentuk campuran dapat menaikkan kelarutan suatu zat
diseut co solvent. Etanol, gliserin dan propilen glikol adalah co-solvent
yang umum digunakan dalam bidang farmasi untuk pembuatan eliksir.
6. Pengaruh penambahan zat-zat lain
Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikan
kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian
polar dan non polar apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang
rendah, akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian
polar ke arah air dan bagian non polar kearah udara, surfaktan mempunyai
kecenderungan berasosiasi membentuk agregat yang dikenal sebagai
misel. Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut konsentrasi
misel kritik (KMK). (Atkins’ physical chemistry)
B. Uraian bahan
1. Air suling (F.I ed. III)
Nama resmi : aqua destillata
Nama lain : aqua dest
RM/BM : H2O / 18,02
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak mempunyai
rasa.
Penyimpanan : dalam wadah ttertutup baik
Kegunaan : sebagai pelarut.
2. Asam salisil
Nama resmi : acidum salicylicum
Nama lain : asam salisilat
RM : C7H6O3
Pemerian : Hablur putih; biasanya berbentuk jarum halus atau
serbuk hablur halus putih; rasa agak manis, tajam
dan stabil diudara. Bentuk sintesis warna putih
dan tidak berbau. Jika dibuat dari metil salisilat
alami dapat berwarna kekuningan atau merah
jambu dan berbau lemah mirip mentol.
Kelarutan : larut perlahan-lahan dalam air, cairan jernih
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Kandungan : Mengandung tidak kurang dari 99,9% dan tidak
lebih dari 1001,0% C8H5KO4 , dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan
Kegunaan : sebagai baku primer
3. Natrium hidroksida (F.I ed. III)
nama resmi : Natrii Hydroxydum
nama lain : soda kaustik
BM/RM : 39,9971 / NaOH
Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping,
kering, keras, rapuh dan menunjukkan susunan
hablur, putih, mudah meleleh basah. Sangat
alkalis dan korosif. Segera menyerap
karbondioksida.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol
(95%)P .
Kegunaan : Zat tambahan
4. Penoftalein (F.I ed. III)
Nama resmi : phenoftalein
Nama lain : fenoftalein
BM/RM : C20H14O4 / 318,32
Pemerian : Serbuk hablur putih, putih atau kekuningan
Kelarutan : Sukar larut dalam air, larut dalam etanol (95%) P
Kegunaan : sebagai larutan indikator
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
5. Polisorbat (F.I ed. III)
Nama resmi : Polisorbatum
Nam lain : alkest TW 80, tween 80
BM/RM : 1310g/C64H124O26
Pemerian : kental, larut dalam air cairan kuning.
Kelarutan : larut dalam etanol, minyak biji kapas, minyak
jagung, etil asetat, metanol, toluen
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan :
a. Buret
b. Gelas erlenmeyer
c. Corong gelas
d. Gelas ukur 15ml, 25ml, 50ml
e. Labu ukur 500ml
f. Pipet
g. Gelas piala 100ml, 500ml
2. Bahan yang digunakan :
a. Aqua Destillata
b. NaOH
c. Asam salisil
d. Kalium hidoksi ftalat
e. penoftalien
B. Cara kerja
1. Pembuatan larutan baku NaOH :
a. Buat perhitungan larutan baku 0,1 N dalam 500ml dan perhitungan
natrium hydrogenbiftalat
b. Timbang NaOH sebanyak 2g larutkan dengan air sebanyak 500ml
c. Masukkan NaOH tadi dalam buret
d. Timbang khfalat sebanyak 0,3063g sebanyak 3 kali, masukkan dalam
erlemeyer masukkan air 15 ml, kemudian tetesi dengan phenoftalin 3
tetes
e. Titrasi khfalat dengan NaOH, sampai berubah warna menjadi merah
muda
f. Catata hasil folume titrasi
2. Penambahan surfaktan terhadap suatu zat :
a. Timbang tween 80 masukkan dalam lumpang
b. Ditambahkan air 2ml aduk sampai rata
c. Tambahkan Asam salisil aduk ± 5 menit
d. Tambahkan air 50 ml aduk ± 5 menit
e. Saring dan titrasi dengan NaOH
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil pengamatan
1. Volume titrasi Asam Benzoat
No Tween 80 Asam salisil Volume NaOH As. Salisil
1 0,2 g 2 g 8,7 ml
2 0,3 g 2 g 12,8 ml
3 0,4 g 2 g 11,3 ml
4 0,5 g 2 g 8,2 ml
5 0,6 g 2 g 15 ml
6 0,7 g 2 g 4,5 ml
7 0,8 g 2 g 10 ml
8 0,9 g 2 g 6,8 ml
B. Pembahasan
Elektrolit dapat bersifat seperti elektrolit kuat dan seperti non elektrolit
dalam larutan. Apabilalarutan berada pada pH di mana seluruhnya berbentuk
ion, maka larutan tersebut berbentuk ion, maka larutan tersebut bersifat sebagai
larutan elektrolit kuat dan kelarutan tidak merupakan masalah yang serius.
Tetapi, apabila pH disesuaikan pada harga pH di mana molekul tidak
terdisosiasi diproduksi dalam konsentrasi yang cukup untuk mencapai
kelarutan dalam bentuk ini, terjadilah pengendapan.
Dalam pembicaraan ini, sekarang kita tertarik akan kelarutan non elektrolit dan
molekul elektrolit lemah yang tidak terdisosiasi. Seringkali zat terlarut lebih
lebih larut dalam campuran pelarut daripada dalam satu pelarut saja. Gejala ini
dikenal dengan melarut bersama (cosolvency), dan pelarut yang dalam
kombinasi menaikkan kelatutan zat disebut cosolvent. Cairan propelienglikol
memiliki sifat yang lebih kental cairannya dibandingkan air dan alkohol. Pada
saat pencampuran ketiga cairan, propilenglikol tidak bisa cepat larut dalam air
jadi harus diperlukan bantuan pengocokan untuk menghomogenkan ketiga
campuran tersebut, setelah itu masing-masing cairan yang telah dibuat dengan
kadar yang berbeda-beda dimasukan asetosal sedikit demi sedikit karena
bentuk asetosal merupakan serbukan jadi diperlukan pengocokan untuk
menjenuhkan asam bensoat tersebut dalam cairan campuran, kocok selama 60
menit apabila ada endapan yang larut tabahkan kemnbali asam salisil sampai
didapat larutan yang benar-benar jenuh. Setelah itu saring dan lakukan titrasi
dari hasil yang kami dapat campuran antara air dan propilenglikol akan didapat
kadar asam bensoat yang lebih tinggi dibandingkan apabila dibandingakan
dengan campuran antara air, alkohol dan propilengliko tetapi kadar
propilenglikol lebih sedikit dibandingkan dengan kadar kedua cairan lainnya.
Pada percobaan yang kedua yaitu tentang pengaruh penambahan surfaktan
terhadap kelarutan suatu zat, petama kita menimbang tween 80 sebanyak 0,1
gram atau 3 tetes ketika dicampur menggunakan cairan lain berupa air tween
tersebut tidak akan cepat larut dalam air sehingga diperlukan pengocokan
untuk mendapatkan larutan yang homogen, setelah air dan tween 80 benar-
benar homogen bagi larutan tersebut kesebuah labu ukur debgan konsentrasi
yang telah ditetapkan, lakukan hal yang sama seperti pada percobaan pertama
tentang pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan suatu zat yaitu
pengocokan menggunakan mixer tetapi kita tidak lagi menggunakan asetosal
melainkan asam benzoat.
Setelah dirasa ada endapan asam benzoat yang larut maka tambahkan
lagi asam benzoat sampai larutan benar-benar jenuh setelah itu pipet dan
lakukan titrasi semakin tinggi konsentrasi maka semakin besar pula kadar asam
benzoat yang terdapat dalam larutan tersebut begitu pula sebaliknya semakin
kecil konsentrasi maka akan semakin kecil pula kadar asam benzoat yang
terkandung dalam larutan tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengaruh
pelarut dan penambahan surfaktan sangat berpengaruh terhadap kelarutan suatu
zat
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Pada pembakuan NaOH dengan khaftalat sebanyak 3 kali, volume NaOH
yang dihasilkan, yaitu 15 ml, 14,9 ml, 16 ml. Hal tersebut menandakan nilai
yang stabil. Untuk penentuan kadar asam salisil, konsentrasi terbesar dari kadar
asam benzoat dengan volume titrasi NaOH dengan penyusutan 52,1 ml adalah
dengan konsentrasi 0,01 N, sedangkan untuk kadar terkecil yaitu dengan
penyusutan 8.9 ml dengan konsentrasi 0,01 N.
2. Saran
Praktikan diharapkan lebih teliti dan lebih berhati-hati dalam bekerja
serta bimbingan dan pengawasan dari dosen dan laboran sangat diharapakan.
DAFTAR PUSTAKA
Drjen POM Depkes RI,1979, Farmakope Indonesia edisi III
Rusdiaman, 2012, Tuntunan Laboratorium Farmasi Fisika, Jurusan Farmasi Fisika,
Jurusan Farmasi, politeknik kesehatan Makassar
Anwar.2, 2001, penuntun praktek kimia untuk kelas II semester I,Sekolah Menengah
Farmasi Makassar
http://id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan
http://ahmad-my-farmasi07.blogspot.com/2009/09/laporan-kelarutan-farfis.html
M. Idris Effendi. (2003). “Materi Kuliah Farmasi Fisika”. Jurusan farmasi
UniversitasHasanuddin. Makassar.
Nugroho, A.K. SuwaldiMartodiharjo, TejoYuwono. Pengaruh Propilen Glikol
Terhadap Kelarutan Semu Teofilin dan Kofein. Fakultas Farmasi
Universitas Gajah Mada. Majalah Farmasi Indonesia. 2002. Yogyakarta.
LAMPIRAN
A. Lampiran perhitungan
Penentuan kadar asam salisil :
grek asam salisil = mgrek NaOH
BE as. Salisil = 138,12
a. mgrek asam salisil = mgrek NaOH
mg = V x N x BE
= 8,7 x 0,0962 x 138,12
= 115,5981
= 0,1155 g
b. mgrek asam salisil = mgrek NaOH
mg = V x N x BE
= 12,8 x 0,0962 x 138,12
= 170,0754
= 0,1701 g
c. mgrek asam salisil = mgrek NaOH
mg = V x N x BE
= 11,3 x 0,0962 x 138,12
= 150,1447
= 0,1501 g
d. mgrek asam salisil = mgrek NaOH
mg = V x N x BE
= 8,2 x 0,0962 x 138,12
= 108,9545
= 0,1089 g
e. mgrek asam salisil = mgrek NaOH
mg = V x N x BE
= 13 x 0,0962 x 138,12
= 172,7328
= 0,1727 g
f. mgrek asam salisil = mgrek NaOH
mg = V x N x BE
= 4,5 x 0,0962 x 138,12
= 59,7921
= 0,0597 g
g. mgrek asam salisil = mgrek NaOH
mg = V x N x BE
= 10 x 0,0962 x 138,12
= 132,8714
= 0,1328 g
h. mgrek asam salisil = mgrek NaOH
mg = V x N x BE
= 6,8 x 0,0962 x 138,12
= 90,3525
= 0,0903 g
Lampiran gambar