KELOMPOK DUAA

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/29/2019 KELOMPOK DUAA

    1/24

    LAPORAN TUTORIAL

    SISTEM HEMATOLOGI

    Modul I

    ANEMIA

    OLEH :Kelompok II

    Dosen Tutor :

    dr. WA ODE ASFIAH

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS HALUOLEO

    KENDARI

    2010

  • 7/29/2019 KELOMPOK DUAA

    2/24

    KELOMPOK II

    1. YURIKE OCTOVIA MAANI F1E1 09 013

    2. MUH. ZULKIFLI F1E1 09 014

    3. MUH. ALIM AL-FATH F1E1 09 015

    4. FAUZIAH IBRAHIM F1E1 09 016

    5. RIZKA PURMANA MULYA F1E1 09 017

    6. ALFAA FAHMI AZIZI F1E1 09 018

    7. WA ODE RAHMAWATI F1E1 09 019

    8. AISYAH MUHRINI SOFYAN F1E1 09 020

    9. SITTI RAHMADANI SARANANI F1E1 09 021

    10. ALSYHARIN MANGGALA PUTRA F1E1 09 022

    11. ANDI SUCI KUMALA SARI F1E1 09 064

  • 7/29/2019 KELOMPOK DUAA

    3/24

    MODUL I

    ANEMIA

    Skenario

    Seorang wanita 30 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan cepat lelah dan merasa

    lemah. Di saat bersepeda pernah mau pingsan. Sering demam, dan mimisan. Menurut

    keluarganya dia terlihat lebih pucat dari biasanya.

    Kata Kunci

    1. Wanita 30 tahun

    2. Cepat lelah dan lemah3. Hampir pingsan

    4. Sering Demam

    5. Mimisan

    6. Pucat

    Pertanyaan

    1. Bagaimana proses hematopoiesis (eritropoiesis, granulopoiesis,

    trombopoiesis)?

    2. Jelaskan morfologi dan fisiologi Hb !

    3. Jelaskan tentang klasifikasi anemia ! Jelaskan etiologi, patogenesis,

    dan gejala klinis penatalaksanaan, prognosis, dan komplikasi masing-masing!

    4. Apa differential diagnosis dari kasus di atas ?

    5. Bagaimana patomekanisme anemia dan bagaimana kaitannya dengan

    masing masing gejala pada skenario ?

    6. Bagaimana penatalaksanaannya ?

    Pembahasan

    1. Proses hematopoiesis

  • 7/29/2019 KELOMPOK DUAA

    4/24

    Proses pembentukan sel darah normalnya berlangsung dalam sumsum

    tulang. Namun sejumlah komponen darah seperti sel T dan sel B mengalami

    pendewasaan di luar sumsum tulang. Dalam sumsum tulang ini terdapat sel sel yang

    disebut sel stem hemopoietik pluripoten, yang merupakan asal dari seluruh sel sel

    dalam darah sirkulasi.

    Sel stem pluripoten merupakan sel yang sudah ada sejak perkembangan

    janin yang tidak langsung menghilang ketika manusia mengalami proses

    pertumbuhan akibat diferensiasi fungsi dan morfologi. Sel ini tetap mempertahankan

    fungsinya untuk menjaga agar sel sel darah tetap dapat diproduksi sepanjang hayat.

    Sel stem pluripoten ini terus menerus bereproduksi lalu berdiferensiasi untukmembentuk jenis jenis sel darah yang berbeda beda. Gambaran skema

    diferesiensi sel stem pluripoten dapat dilihat pada gambar berikut:

    Asal sel yang paling muda masih tidak tidak dapat dikenali sebagai suatu sel

    yang berbeda dari sel stem pluripoten, walaupun sel sel in telah membentuk suatu

    jalur sel khusus yang disebut sel stem commited. Berbagai sel stem commited, bila

  • 7/29/2019 KELOMPOK DUAA

    5/24

    ditumbuhkan dalam biakan, akan menghasilkan koloni tipe sel darah yang spesifik.

    Suatu sel stem commited yang menghasilkan eritrosit disebut unit pembentuk koloni

    eritrosit, dan singkatan CFU-E digunakan untuk menandai jenis sel stem ini.

    Demikian pula, unit yang membentuk koloni granulosit dan monosit disingkat dengan

    CFU-GM dan seterusnya. Pertumbuhan dan reproduksi berbagai sel stem diatur oleh

    bermacam macam protein yang disebut penginduksi pertumbuhan dan diferensiasi.

    Penginduksi pertumbuhan dan diferensiasi sel darah terdiri atas dua

    golongan besar yakni:

    1. Non-lineage-spesific Growth Factor

    Golongan penginduksi ini bersifat tidak spesifik sehingga dapat menginduksipertumbuhan lebih dari satu jenis sel darah. Penginduksi ini disebut jugapenginduksi

    pertumbuhan. Contohnya adalah:

    o IL-3 yang dapat menginduksi semua jenis pertumbuhan sel darah

    o GM-CSF yang menstimulasi produksi granulopoiesis dan produksi

    makrofag

    2. Lineage-Spesific Growth Factor

    Penginduksi golongan ini terlibat pada proses diferensiasi dan pendewasaan jenis seldarah yang bersifat spesifik. Penginduksi ini disebut juga Penginduksi diferensiasi.

    Contohnya:

    o Erythropoietin yang menstimulus proses pembentukan sel darah merah

    o G-CSF yang menginduksi pembentukan granulosit dan menstimulus

    proliferasi sel darah putih.

    o M-CSF yang mempengaruhi produksi makrofag

    o Thrombopoietin yang mempengaruhi CFU-Megakarosit.

    Pembentukan protein penginduksi dan pendeferensiasi itu sendiri dikendalikan oleh

    faktor faktor di luar sumsum tulang. Sebagai contoh, pada sel darah merah, kontak

    tubuh dengan oksigen berkonsentrasi rendah akan mengakibatkan induksi

    pertumbuhan, diferensiasi, dan produksi eritrosit dalam jumlah yang sangat

  • 7/29/2019 KELOMPOK DUAA

    6/24

    meningkat. Proses diferensiasi dan pendewasaan sel darah dari sel stem pluripoten

    melalui beberapa proses agar dapat membentuk eritrosit, granulosit, limfosit dan

    platelet. Proses pembentukan masing masing sel darah ini kemudian disebut

    eritropoesis, granulopoesis, limfopoesis dan trombopoesis.

    2. Morfologi dan Fisiologi Hb

    Hemoglobin adalah metaloprotein pengangkut oksigen yang mengandung besi

    dalam sel merah dalam darah mamalia dan hewan lainnya. Molekul hemoglobin

    terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan

    satu atom besi. Mutasi pada gen protein hemoglobin mengakibatkan suatu golongan

    penyakit menurun yang disebut hemoglobinopati, di antaranya yang paling sering

    ditemui adalah anemia sel sabit dan talasemia.

    Struktur Hemoglobin

    Pada pusat molekul terdapat cincin heterosiklikyang dikenal dengan porfirin yang

    menahan satu atom besi; atom besi ini merupakan situs/loka ikatan oksigen. Porfirin

    yang mengandung besi disebut heme. Nama hemoglobin merupakan gabungan dari

    heme danglobin; globin sebagai istilah generik untukprotein globular. Ada beberapa

    http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Metaloprotein&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Oksigenhttp://id.wikipedia.org/wiki/Besihttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sel_darah_merah&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Darahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Mamaliahttp://id.wikipedia.org/wiki/Hewanhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Globin&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Apoprotein&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Heme&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Genhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hemoglobinopati&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hemoglobinopati&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Anemia_sel_sabit&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Talasemiahttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Heterosiklik&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Porfirin&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Porfirin&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Heme&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Globin&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Protein_globular&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Metaloprotein&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Oksigenhttp://id.wikipedia.org/wiki/Besihttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sel_darah_merah&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Darahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Mamaliahttp://id.wikipedia.org/wiki/Hewanhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Globin&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Apoprotein&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Heme&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Genhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hemoglobinopati&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Anemia_sel_sabit&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Talasemiahttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Heterosiklik&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Porfirin&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Heme&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Globin&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Protein_globular&action=edit
  • 7/29/2019 KELOMPOK DUAA

    7/24

    protein mengandung heme, dan hemoglobin adalah yang paling dikenal dan paling

    banyak dipelajari.

    Gugus heme

    Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 subunit protein),

    yang terdiri dari masing-masing dua subunit alfa dan beta yang terikat secara

    nonkovalen. Subunit-subunitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama.

    Tiap subunit memiliki berat molekul kurang lebih 16,000 Dalton, sehingga berat

    molekul total tetramernya menjadi sekitar 64,000 Dalton. Tiap subunit hemoglobin

    mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas

    empat molekul oksigen

    3. Klasifikasi Anemia berdasarkan Etiologi

    Anemia Aplastik

    Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang

    ditandai dengan pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang. Pada

    anemia aplastik terjadi penurunan produksi sel darah dari sumsum tulang

    sehingga menyebabkan retikulositopenia, anemia, granulositopenia,monositopenia dan trombositopenia. Istilah anemia aplastik sering juga

    digunakan untuk menjelaskan anemia refrakter atau bahkan pansitopenia oleh

    sebab apapun. Sinonim lain yang sering digunakan antara lain hipositemia

    http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hemoprotein&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Dalton&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Heme.svghttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hemoprotein&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Dalton&action=edit
  • 7/29/2019 KELOMPOK DUAA

    8/24

    progressif, anemia aregeneratif, aleukia hemoragika, panmyeloptisis, anemia

    hipoplastik dan anemia paralitik toksik.

    Anemia aplastik didapat umumnya muncul pada usia 15-25 tahun; puncak

    insiden kedua yang lebih kecil muncul setelah usia 60 tahun.

    Etiologi

    Anemia Aplastik yang Didapat (Acquired Aplastic Anemia)

    Anemia aplastik sekunder

    Radiasi

    Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

    Efek regularBahan-bahan sitotoksik

    Benzene

    Reaksi Idiosinkratik

    Kloramfenikol

    NSAID

    Anti epileptik

    Emas

    Bahan-bahan kimia dan obat-obat lainya

    Virus

    Virus Epstein-Barr (mononukleosis infeksiosa)

    Virus Hepatitis (hepatitis non-A, non-B, non-C, non-G)

    Parvovirus (krisis aplastik sementara, pure red cell aplasia)

    Human immunodeficiency virus (sindroma immunodefisiensi yang didapat)

    Penyakit-penyakit Imun

    Eosinofilik fasciitisHipoimunoglobulinemia

    Timoma dan carcinoma timus

    Penyakit graft-versus-host pada imunodefisiensi

    Paroksismal nokturnal hemoglobinuria

  • 7/29/2019 KELOMPOK DUAA

    9/24

    Kehamilan

    Idiopathic aplastic anemiaAnemia Aplatik yang diturunkan (Inherited Aplastic Anemia)

    Anemia Fanconi

    Diskeratosis kongenita

    Sindrom Shwachman-Diamond

    Disgenesis reticular

    Amegakariositik trombositopenia

    Anemia aplastik familial

    Preleukemia (monosomi 7, dan lain-lain.)Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)

    Patogenesis

    Defek yang mendasari pada semua kasus tampaknya ada pengurangan yang

    bermakna dalam jumlah sel induk pluripotensial hemopoietik, dan kelainan pada

    sel induk yang ada atau reaksi imun terhadap sel induk tersebut, yeng

    membuatnya tidak mampu membelah dan berdiferensiasi secukupnya untuk

    mengisi sumsum tulang.Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia aplastik

    yang diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi

    disebabkan oleh ketidakstabilan DNA. Beberapa bentuk anemia aplastik yang

    didapatkan (acquired aplastic anemia) disebabkan kerusakan langsung stem sel

    oleh agen toksik, misalnya radiasi. Patogenesis dari kebanyakan anemia aplastik

    yang didapatkan melibatkan reaksi autoimun terhadap stem sel.

    Anemia Fanconi barangkali merupakan bentuk inherited anemia aplastik yangpaling sering karena bentuk inherited yang lain merupakan penyakit yang langka.

    Kromosom pada penderita anemia Fanconi sensitif (mudah sekali) mengalami

    perubahan DNA akibat obat-obat tertentu. Sebagai akibatnya, pasien dengan

    anemia Fanconi memiliki resiko tinggi terjadi aplasia, myelodysplastic sindrom

  • 7/29/2019 KELOMPOK DUAA

    10/24

    (MDS) dan akut myelogenous leukemia (AML). Kerusakan DNA juga

    mengaktifkan suatu kompleks yang terdiri dari protein Fanconi A, C, G dan F.

    Hal ini menyebabkan perubahan pada protein FANCD2. Protein ini dapat

    berinteraksi, contohnya dengan gen BRCA1 (gen yang terkait dengan kanker

    payudara). Mekanisme bagaimana berkembangnya anemia Fanconi menjadi

    anemia aplastik dari sensitifitas mutagen dan kerusakan DNA masih belum

    diketahui dengan pasti.

    Kerusakan oleh agen toksik secara langsung terhadap stem sel dapat

    disebabkan oleh paparan radiasi, kemoterapi sitotoksik atau benzene. Agen-agen

    ini dapat menyebabkan rantai DNA putus sehingga menyebabkan inhibisi sintesisDNA dan RNA.

    Kehancuran hematopoiesis stem sel yang dimediasi sistem imun mungkin

    merupakan mekanisme utama patofisiologi anemia aplastik. Walaupun

    mekanismenya belum diketahui benar, tampaknya T limfosit sitotoksik berperan

    dalam menghambat proliferasi stem sel dan mencetuskan kematian stem sel.

    Pembunuhan langsung terhadap stem sel telah dihipotesa terjadi melalui

    interaksi antara Fas ligand yang terekspresi pada sel T dan Fas (CD95) yang ada

    pada stem sel, yang kemudian terjadi perangsangan kematian sel terprogram

    (apoptosis).

    Gejala Klinis

    Pansitopenia

    o hipoplasia eritropoetik akan menimbulkan anemia dimana timbul

    gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe deffort, palpitasi

    cordis, takikardi, pucat dan lain-lain.

    o Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang

    akan menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga

    mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun

    bersifat sistemik.

  • 7/29/2019 KELOMPOK DUAA

    11/24

    o Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan di kulit,

    selaput lendir atau pendarahan di organ-organ.

    Anemia aplastik mungkin asimtomatik

    Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi, pada tabel

    Tabel : Keluhan Pasien Anemia Apalastik (n=70)2

    Jenis Keluhan %Pendarahan

    Lemah badan

    Pusing

    Jantung berdebarDemam

    Nafsu makan berkurang

    Pucat

    Sesak nafas

    Penglihatan kabur

    Telinga berdengung

    83

    80

    69

    3633

    29

    26

    23

    19

    13

    Pada pemerikasaan fisis dapat ditemukan hepatomegali pada sebagian kecil

    pasien sedangkan splenomegali tidak ditemukan.

    Pemeriksaan Laboratorium

    a) Anemia bersifat normokrom normositik, atau makrositik . MCH seringkali

    95-110 fl. Jumlah retikulosit biasanya sangat rendah jika dikaitkan dengan

    derajat anemia.

    b) Leukopenia. Terdapat penurunan selektif granulosit, biasanya tetapi tidakselalu sampai di bawah 1,5 x 109/l. Pada kasus-kasus berat jumlah limfosit

    rendah. Netrofil tampak normal dan kadar fosfatase alkalinya tinggi.

    c) Trombositopenia selalu ada dan, pada kasus berat, kurang dari 10 x109/l

    d) Tidak ada sel darah abnormal dalam darah tepi

  • 7/29/2019 KELOMPOK DUAA

    12/24

    e) Sumsum tulang memperlihatkan adanya hipoplasia, dengan hilangnya

    jaringan hemopoetik dan penggantian oleh lemak yang meliputi lebih dari

    75% sumsum tulang. Biopsy trephine sangat penting dilakukan dan dapat

    memperlihatkan daerah seluler berbercak pada latar belakang hiposeluler. Sel-

    sel utama yang tampak adalah limfosit dan sel plasma; megakariosit sangat

    berkurang dan tidak ada.

    Anemia Hemolitik

    Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh peningkatan destruksi

    eritrosit. Hyperplasia eritropoesis dan pelebaran anatomic sumsum tulangmenyabkan meningkatnya destruksi eritrosit beberapa kali lipat sebelum pasien

    menjadi anemis-penyakit hemolisis terkompensasi.

    Etiologi

    Berdasarkan etiologinya anemia hemolitik dibagi menjadi

    1. Anemia hemolitik akibat kelainan extracorpusculer, yaitu disebabkan oleh

    kelainan-kelainan yang tedapat di luar eritrosit, yaitu dalam plasma

    2. Anemia hemolitik intracorpusculer, yaitu disebabkan oleh kelainan-

    kelainanyang terdapat di dalam eritrosit.

    Patofisiologi

    Hemolisis dapat terjadi intravaskuler dan ekstravakuler. Hal ini tergantung

    pada patologi yang mendasari suatu penyakit. Pada hemolisis intravaskuler,

    destruksi eritrosit terjadi langsung di sirkulasi darah. Misalnya pada trauma

    mekanik, fiksasi komplemen, dan aktivasi sel permukaan atau infeksiyang

    langsung mendegradasi dan mendestruksi membrane sel eritrosit. Hemolisis

    intravaskuler jarang terjadi.

    Destruksi eritrosit biasanya terjadi setelah masa hidup rata-rata 120 hari, yaitu

    pada saat dikeluarkan ke esktravaskular oleh makrofag system retikulosit

    endothelial (RE) yang terutama terdapat pada di sumsum tulang, tetapi jug di hati

    dan limpa.

  • 7/29/2019 KELOMPOK DUAA

    13/24

    Gejala Klinis

    Pasien mungkin memperlihatkan kepucatan membrane mukosa, ikterus ringan

    yang berfluktuasi, dan splenomegali. Tidak ada bilirubin dalam urin, tetapi urin

    dapat menjadi gelap karena urobilinogen yang berlebihan.

    Pada pasien dengan pemecahan eritsosit sangat hebat, sebagian hemoglobin

    tidak dapat dipecahkan menjadi Fe, biliverdin, dan globin, sehingga hemoglobin

    secara bebas dilarutkan dalam plasma. Oleh karena itu, plasma menjadi merah. Di

    dalam darah juga umumnya ditemukan retikulosit dan pada sumsum tulang

    ditemukan aktivitas dari system darah merah meningkat luar biasa.

    Pemeriksaan Laboratorium

    1. Gambaran peningkatan pemecahan :

    a. Bilirubin serum meningkat tidak terkonjugasi dan terikat pada albumin

    b. Urobilinogen urine meningkat

    c. Sterkobilinogen feses meningkat

    d. Haptoglobin serum tidak ada karena haptoglobin menjadi jenuh oleh

    hemoglobin dan kompleks ini dikeluarkan oleh RE.

    2. Gambaran peningkatan produksi eritrosit :

    a. Retikulositosis

    b. Hyperplasia eritroid sumsum tulang; rasio myeloid; eritrosit sumsum

    tulang normal sebesar 2:1 sampai 12:1 menurun menjadi 1:1 atau

    sebaliknya

    3. Eritrosit yang rusak :

    a. Morfologi-mikrosferosit, eliptosit, fragmentosit, dll

    b. Fragilitas osmotic, autohemolisis, dll

    c. Ketahanan eritrosit memendek; paling baik ditunjukkan oelh pelabelan51Cr disertai pemeriksaan lokasi destruksi.

    Anemia Defesiensi Besi

  • 7/29/2019 KELOMPOK DUAA

    14/24

    Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya

    cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk

    eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb)

    berkurang.

    Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50%

    penderita ini adalah ADB da terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil

    dan menyusui.

    Etiologi

    Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi,gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.

    1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal

    dari :

    a.Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon,

    divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.

    b.Salan genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia.

    c.Salura kemih : hematuria

    d.Saluran napas : hemoptoe.

    2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau

    kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat,

    rendah vitamin C, dan rendah daging).

    3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa

    pertumbuhan dan kehamilan.

    4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.

    5. Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir

    identik dengan perdarahan menahun. Penyebab perdarahan paling sering pada

    laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering

    karena infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering

    karena menormetrorhagia.

  • 7/29/2019 KELOMPOK DUAA

    15/24

    Patogenesis

    Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin

    (Hb).Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb.Walaupun pembuatan

    eritrosit juga menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit daripada biasa

    sehingga timbul anemia hipokromik mikrositik.

    Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan zat besi sehingga cadangan zat

    besi makin menurun. Jika cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron

    depleted state. Apabila kekurangan zat besi berlanjut terus maka penyediaan zat

    besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk

    eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut irondeficient erythropoiesis.Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer

    sehingga disebut iron deficiency anemia.

    Gejala Klinis

    Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga

    dan gejala lainnya. Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai

    pada anemia jenis lain, seperti :

    1. Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena

    papil lidah menghilang.

    2. Glositis : iritasi lidah

    3. Keilosis : bibir pecah-pecah

    4. Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.

    Pemeriksaan Laboratorium

    Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai

    adalah :

    1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom

    mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai

    berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan pada

    anemia difisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell distribution

    width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis.Indeks eritrosit sudah

  • 7/29/2019 KELOMPOK DUAA

    16/24

    dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar

    hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia

    yang mencolok karena anemia timbul perlahan-perlahan. Apusan darah

    menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis,

    anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan

    mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan

    thalassemia. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan

    derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.

    2. Apus sumsum tulang :Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-kelompok

    normo-blast basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecil-kecil,sideroblast.

    3. Kadar besi serum menurun 350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.

    4. Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum,

    konsentrasinya sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya

    retikuloendotel. Pada anemia defisensi besi, kadar feritin serum sangat rendah,

    sedangkan feritin serum yang meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi

    atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak atau suatu respons

    fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar feritin serum normal atau

    meningkat pada anemia penyakit kronik.

    5. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.

    6. Feses : Telur cacingAnkilostoma duodenale /Necator americanus.

    7. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in

    loop, pemeriksaan ginekologi.

    4. Diferenrial Diagnosis

    Anemia aplastik

    Leukemia Myeoloblastik Akut,

  • 7/29/2019 KELOMPOK DUAA

    17/24

    Yaitu suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi neoplastik dan

    gangguan diferensiasi progenitor dari seri myeoloid.

    Etiologi

    Sebagian besar tidak diketahui namun ada beberapa faktor yang

    diketahuio dapat menyebabkan atau setidaknya menjadi faktor

    predisposisi LMA pada populasi tertentu. Benzene, suatu senyawa

    kimia yang banyak digunakan pada industri di negara berkembang.

    Diketahui merupakan zat leukomogenik untuk LMA. Selain itu radiasi

    kronik juga diketahui dapat m enyebabkan LMA. Faktor lain yangdiketahui merupakan predisposisi untuk LMA adalah trisomi

    kromosom 21 yang dijumpai pada penyakit herediter Sindrom Down/.

    Faktor lain yang dapat memicu terjadinya LMA adalah pengobatan

    dengan kemoterapi sitotoksik pada pasien tumor padat. LMA adalah

    komplikasi jangka panjang yang serius dari limfoma, kanker payudara,

    multiple myeloma, kanker ovarium, dan kanker testis. Jenis

    kemoterpai yang paling sering memicu timbulnya LMA adalah

    golongan alkylating agent dan topoisomeras II inhibitor.

    Patogenesis

    Patogenesis utama LMA adalah adanya blokade maturitas yang

    menyebabkan proses diferensiasi sel sel seri myeloid terhenti pada

    sel sel muda (blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast di sum

    sum tulang. Akumulasi ini akan menyebabkan gangguan

    hematopoeisis normal yang akan mengakibatkan sindrom kegagalan

    sum sum tulang (bone marrow failure syndrome) yang ditandai

    dengan adanya sitopenia.

    Gejala dan Tanda

  • 7/29/2019 KELOMPOK DUAA

    18/24

    Leukositosis terjadi pada 50% kasus LMA sedang 15% pasien

    memiliki angka leukosit dan sekitar 35% mengalami neutropenia.

    Meskipun demikian, sel sel blast dalam jumlah yang signifikan di

    darah tepi akn ditemukan pada 85% kasus LMA. Oleh karena itu, akan

    sangat penting untuk memeriksa rincian jenis sel sel leukosit di

    darah tepi sebagai pemeriksaan awal, untuk menghindari kesalahan

    diagnosis pada orang yang diduga menderita LMA.

    Tanda dan gejala utama LMA adalah adanya rasa lelah, perdarahan

    dan infeksi yang disebabkan oleh kegagalan sindrom kegagalan sum

    sum tulang sebagaimana yang disebutkan di atas.Pada pasien dengan angka leukosit yang sangat tinggi ( >

    100.000/mm3), sering terjadi leukostasis, yaitu terjadinya gumapalan

    leukosit yang menyumbat aliran pembuluh darah vena maupun arteri.

    Gejala leukostasis sangat bervariasi, tergantung lokasi sumbatannya.

    Gejala yang sering dijumpai adalah gangguan kesadaran, sesak napas,

    nyeri dada dan priapismus.

    Infiltrasi sel sel blast akan menyebabkan tanda / gejala yang

    bervariasi tergantung organ yang diinfiltrasi. Infiltrasi sel sel blast di

    kulit akan menyebabkan leukemia kutis yaitu beripa benjolan yang

    tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit, sedang infiltrasi sel sel blast di

    jaringan lunak akan menyebabkan nodul di bawah kulit (kloroma).

    Infiltrasi sel sel blast di dalam tulang akan menimbulkan nyeri

    tulang yang spontan atau dengan stimulasi ringan.

    Pemeriksaan Laboratorium

    Pemeriksaan dilakukan dengan teknik immunophenotyping dan

    analisis sitogenetik.

    5. Patomekanisme dan hubungan antargejala

  • 7/29/2019 KELOMPOK DUAA

    19/24

    Gejala-gejala pasien yang disebutkan pada kasus yakni seorang wanita dengan

    keluhan cepat lelah dan merasa lemah, sering demam, mimisan, dan lebih pucat dari

    biasanya.

    Keluhan cepat lelah, lemah, dan pucat dapat dikaitkan pada terjadinya defisiensi

    eritrosit. Hal ini jika dihubungkan dengan fungsi eritrosit, yakni mengangkut oksigen

    dan mengedarkannya ke seluruh tubuh. Jika eritrosit berkurang, maka pengangkutan

    O2 pun ikut berkurang. Akibatnya, proses pembakaran glukosa pada sel-sel tubuh

    untuk menghasilkan energi juga akan berkurang yang akan menyebabkan kondisi

    tubuh yang lemah, sepat lelah, dan pucat akibat kekurangan energi.

    Keluhan sering demam dapat dikaitkan dengan terjadinya leukositopenia, yangmenyebabkan tubuh lebih mudah terkena infeksi. Leukosit merupakan komponen sel

    darah yang berfungsi sebagai agen pertahanan tubuh terhadap benda asing yang

    masuk, baik bakteri, virus, jamur, dan benda asing lainnya. Sehingga jika terjadi

    defisit dari leukosit, maka pertahanan tubuh terhadap agen asing itu pun akan

    berkurang, akibatnya tubuh akan rentan terhadp infeksi benda asing yang masuk ke

    dalam tubuh.

    Mimisan yang terjadi dikaitkan dengan terjadinya trombositopenia, yakni

    defisiensi dari trombosit. Hal ini berkaitan dengna fungsi trombosit pada proses

    koagulasi (pembekuan darah), sehingga jika terjadi defisiensi erotrosit, maka tubuh

    akan rentan terhadap gejala-gejala perdarahan seperti:

    a) Ekimosis dan petekie (pendarahan di dalam kulit)

    b) Epistaksis (perdarahan hidung)

    c) Perdarahan saluran cerna

    d) Perdarahan saluran kemih dan kelamin

    e) Perdarahan sistem saraf pusat

  • 7/29/2019 KELOMPOK DUAA

    20/24

    6. Penatalaksanaan

    o Anemia Aplastik

    Anemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat

    granulositopenia dan monositopenia memerlukan tatalaksana untuk

    menghilangkan kondisi yang potensial mengancam nyawa ini dan untuk

    memperbaiki keadaan pasien (lihat tabel ).Manajemen Awal Anemia Aplastik

    Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang diduga

    menjadi penyebab anemia aplastik.

    Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.

    Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai yang

    dibutuhkan.

    Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat.

    Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme spesifik

    tidak dapat diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang menakutkan; bila berat badan

    kurang dan infeksi ada (misalnya oleh bakteri gram negatif dan jamur)

    pertimbangkan transfusi granulosit dari donor yang belum mendapat terapi G-

    CSF.

    Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan

    histocompatibilitas pasien, orang tua dan saudara kandung pasien.

    o Anemia Hemolitik

    Penatalaksanaan

  • 7/29/2019 KELOMPOK DUAA

    21/24

    Terapi anemia hemolitik didasarkan pada penyebabnya. Dapat dilakukan

    splenoktomi dan transfusi darah.

    o Anemia Defesiensi Besi

    Penatalaksanaan

    1. Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis

    diberikan antelmintik yang sesuai.

    2. Pemberian preparat Fe :

    Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg

    besi elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu

    makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobinnormal.

    3. Bedah

    Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena

    diverticulum Meckel.

    4. Suportif

    Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang

    bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).2,4

    Setelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana pemberian terapi, terapi

    terhadap anemia difesiensi besi dapat berupa :

    1. Terapi kausal: tergantung penyebabnya, misalnya : pengobatan cacing

    tambang, pengobatan hemoroid, pengubatan menoragia. Terapi kausal harus

    dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.

    2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh :

    a. Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan

    aman.preparat yang tersedia, yaitu:

  • 7/29/2019 KELOMPOK DUAA

    22/24

    i. Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama

    (murah dan efektif). Dosis: 3 x 200 mg.

    ii. Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan

    ferrous succinate,harga lebih mahal, tetepi efektivitas dan efek

    samping hampir sama.

    b. Besi parenteral

    Efek samping lebih berbahaya,serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu :

    i. Intoleransi oral berat;

    ii. Kepatuhan berobat kurang;

    iii. Kolitis ulserativa;Perlu peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir).

    o LMA

    Penatalaksanaan

    tujuan pengobatan pada pasien LMA adalah untuk mengeradikasi sel sel

    klonal leukemik dan untuk memulihkan hematopoeisis normal di dalam sum

    sum tulang. Umumnya regimen kemoterapi untuk pasien LMA terdiri daribeberapa fase.

    Kemoterapi fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif yang

    bertujuan untuk mengeradikasi sel sel leukemik secara maksimal sehingga

    tercapai remisi komplit.

    Terapi suportif berupa penggunaan antibiotika dan transfusi komponen darah

    ( khususnya sel darah merah dan trombosit) sangat penting untuk menunjang

    keberhasilan terapi LMA.

  • 7/29/2019 KELOMPOK DUAA

    23/24

    Analsis dan Sintesis

    Tabel diagnosis banding scenarioDD

    gejala

    Anemia

    AplastikLMA

    Wanita 30 tahun Cepat lelah dan

    lemah

    Pingsan

    Sering Demam Mimisan

    (epistaksis)

    Pucat

    Berdasarkan hasil diskusi kelompok kami maka diagnosis sementara kami

    berdasarkan gejala-gejala pada scenario adalah Anemia Aplastik. Karena gejala-

    gejala yang diberikan memenuhi untuk diagnosis Anemia Aplastik. Tetapi untuk

    lebih menegakkan diagnosis maka perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untukpenentuan diagnosis dan pemilihan terapi.

  • 7/29/2019 KELOMPOK DUAA

    24/24

    DAFTAR PUSTAKA

    Bakta, I.M ., 2007.Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.

    Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005.Kapita Selekta Hematologi. Jakarta

    : EGC.

    Solander H. Anemia aplastik In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al (eds). Buku Ajar

    Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen

    Ilmu Penyakit Dalam FK UI

    Sudoyo,W.Aru.2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi II. Jakarta: Pusat

    Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUISupandiman I. Hematologi Klinik Edisi kedua. Jakarta: PT Alumni, 1997;95-101

    Weiss, G.,Goodnough, L.T., 2005. Anemia of Chronic Disease.Nejm, 352 : 1011-

    1023.

    Dunn, A., Carter, J., Carter, H., 2003. Anemia at the end of life: prevalence,

    significance, and causes in patients receiving palliative care. Medlineplus.

    26:1132-1139.

    http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2005/

    http://www.anemia.org/patients/

    http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2005/http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2005/