309
i KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DITINJAU DARI KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SEKOLAH DASAR PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CIRC TESIS diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister pendidikan Oleh SAFITRI 0103514100 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR (KONSENTRASI MATEMATIKA) PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2020

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DITINJAU DARI …lib.unnes.ac.id/35009/1/UPLOAD_SAFITRI.pdf · discovery learning dan kelas VB yang berjumlah 34 siswa sebagai kelas eksperimen melaksanakan

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • i

    KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DITINJAU DARI

    KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SEKOLAH DASAR PADA

    PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CIRC

    TESIS

    diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

    gelar magister pendidikan

    Oleh

    SAFITRI

    0103514100

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR

    (KONSENTRASI MATEMATIKA)

    PASCASARJANA

    UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

    2020

  • ii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING

    Tesis dengan judul “Kemampuan Komunikasi Matematis ditinjau dari Kecerdasan

    Emosional Siswa Sekolah Dasar pada Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC”

    karya,

    Nama : Safitri

    NIM : 0103514100

    Program Studi : Pendidikan Dasar S2 Konsentrasi Matematika

    telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian tesis.

    Semarang, 2019

  • iii

  • iv

  • v

    MOTTO DAN PERSEMBAHAN

    MOTTO

    Komunikasi bisa mempermudah maupun mempersulit keadaan. Tergantung

    situasi, kondisi, tempat, cara, dan tujuan penyampaiannya.

    PERSEMBAHAN

    Tesis ini dipersembahkan untuk:

    PASCASARJANA Universitas Negeri Semarang program studi Pendidikan Dasar

    (Konsentrasi Matematika), S2.

  • vi

    ABSTRAK

    Safitri. 2019. Kemampuan Komunikasi Matematis ditinjau dari Kecerdasan

    Emosional Siswa Sekolah Dasar pada Pembelajaran Kooperatif Tipe

    CIRC.Tesis. Program Studi Pendidikan Dasar S2 Konsentrasi Matematika,

    Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: I. Dr.

    Dwijanto, M. S., II. Dr. Amin Yusuf, M.Si.

    Kata Kunci: kemampuan komunikasi matematis, kecerdasan emosional,

    pembelajaran kooperatif tipe CIRC.

    Meningkatkan kemampuan berkomunikasi secara cermat, tepat, sistematis

    dan efisien yang dilatih melalui pelajaran matematika, diharapkan dapat menjadi

    sebuah kebiasaan yang dimiliki siswa dalam kehidupan keseharian mereka. Upaya

    tersebut dilakukan agar tujuan pembelajara matematika dapat tercapai. Penelitian

    ini bertujuan untuk: (1) menghasilkan kajian mengenai keefektifan pembelajaran

    kooperatif tipe CIRC terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa, dan (2)

    mendapatkan adanya perbedaan nilai kemampuan komunikasi matematis ditinjau

    dari kecerdasan emosional siswa.

    Penelitian ini menggunakan jenis penelitian mixed method model

    concurrent triangulation. Sampel penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas V SDN

    03 Ngaliyan Semarang yang terdiri dari dua kelas yaitu kelas VA dan VB. Kelas

    VA berjumlah 30 siswa sebagai kelas kontrol melaksanakan pembelajaran

    discovery learning dan kelas VB yang berjumlah 34 siswa sebagai kelas

    eksperimen melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe CIRC. Pelaksanaan uji

    validasi soal tes kemampuan komunikasi matematis dilaksanakan di kelas VB

    SDN yang berjumlah 31 siswa dan uji validasi angket kecerdasan emosional

    dilaksanakan di seluruh kelas V SDN 01 Ngaliyan Semarang yang berjumlah 175

    siswa. Teknik kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala

    kecerdasan emosional, observasi, dan wawancara. Teknik kuantitif yang

    digunakan yaitu Tes Kemampuan Komunikasi Matematis (TKM).

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pembelajaran kooperatif tipe CIRC

    tuntas secara klasikal hanya 68,57%, (2) rata-rata hasil tes kemampuan

    komunikasi matematika menggunakan pembelajaran kooperatif tipe CIRC yaitu

    71,54 lebih baik dibandingkan dengan kelas dengan pembelajaran discovery

    learning yaitu 54,43, (3) terdapat peningkatan kemampuan komunikasi siswa,

    serta (4) perbedaan tingkat kecerdasan emosional siswa tidak berdampak pada

    peningkatan hasil nilai tes komunikasi matematis siswa. Jadi, disimpulkan bahwa

    pembelajaran kooperatif tipe CIRC kurang efektif untuk meningkatkan

    kemampuan komunikasi matematis siswa. Berdasarkan hasil penelitian disarankan

    untuk membuat soal-soal yang menekankan pada indikator kemunikasi matematis

    untuk tugas atau PR. Melakukan interaksi dengan menerapkan kecerdasan

    emosional dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis.

  • vii

    ABSTRACT

    Safitri. 2019. Mathematical Communication Capability Analysis Viewed from

    Emotional Intelligence of Primary School Students in Cooperative Learning

    Type CIRC. Thesis. S2 Basic Education Study Program Mathematics

    Concentration, Postgraduate Program, Semarang State University. Mentor:

    I. Dr. Dwijanto, M. S., II. Dr. Amin Yusuf, M.Si.

    Keywords: mathematical communication skills, emotional intelligence,

    cooperative learning type CIRC.

    Improving the ability to communicate carefully, precisely, systematically and

    efficiently that is trained through mathematics is expected to be able to become a

    habit that students have in their daily lives. These efforts are create to achive the

    mathematics learning objectives. This study aims to: (1) produce a study about the

    effectiveness of type CIRC cooperative learning on students 'mathematical

    communication skills, and (2) get a difference score on mathematical

    communication skills in terms of students' emotional intelligence.

    This study uses a mixed method with concurrent triangulation model. The

    sample of this study is all students grade V SDN 03 Ngaliyan Semarang

    consisting of two classes, grade VA and VB. There are 30 students in grade VA as

    a control class given discovery learning and there are 34 students in grade VB as

    an experimental class carrying out CIRC with cooperative learning. The validation

    test of the mathematical communication skills test is given to grade VB consisting

    of 31 students and validation questionnaire of the emotional intelligence

    questionnaire given to all students grade fifth in SDN 01 Ngaliyan Semarang,

    totaling 175 students. Qualitative techniques used in this study are the scale of

    emotional intelligence, observation, and interviews while the quantitative

    technique used Mathematical Communication Capability Test (TKM).

    The results of the study showed that (1) CIRC type of cooperative learning

    is completed classically only 68.57%, (2) the average mathematics

    communication ability test results in the experimental class is 74,54 are better than

    the control class that is 54,43, (3) students' communication skills increased, and

    (4) the differences level of emotional intelligence of students do not have impact

    on improving students' mathematical communication tests results. The study can

    be concluded that CIRC type cooperative learning is less effective in improving

    students' mathematical communication skills.

    Based on the results of the study it is recommended to make questions

    teraction that emphasize mathematical communication indicators for assignments

    or homework. Using interaction to apply emotional intelligence in order to

    improve mathematical communication skills.

  • viii

    PRAKARTA

    Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah

    SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan tesis

    yang berjudul “Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis ditinjau dari

    Kecerdasan Emosional Siswa Sekolah Dasar pada Pembelajaran Kooperatif Tipe

    CIRC” dapat terselesaikan. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan

    meraih gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Dasar

    Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.

    Penelitian ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh

    karena itu, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang

    telah membantu dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih peneliti

    sampaikan kepada para pembimbing: Dr. Dwijanto, M. S. (Pembimbing I) dan Dr.

    Amin Yusuf, M.Si. (Pembimbing II) yang telah memberikan bimbingan dan

    arahan dalam penulisan tesis ini.

    Peneliti juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

    membantu selama proses penyelesaian studi, diantaranya:

    1. Direksi Pascasarjana UNNES, yang telah memberikan kesempatan serta arahan

    selama pendidikan, penelitian, dan penulisan tesis ini.

    2. Koordinator Program Studi dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Dasar

    Pascasarjana UNNES yang telah memberikan kesempatan dan arahan dalam

    penulisan tesis ini.

    3. Bapak dan Ibu dosen Program Pascasarjana UNNES, yang telah memberikan

    bimbingan dan ilmu selama menempuh pendidikan.

    4. Kepala dan Guru SD N 03 Ngaliyan serta Kepala dan Guru SD N 01 Ngaliyan

    Semarang yang telah membantu selama kegiatan penelitian.

    5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini yang tidak

    dapat disebutkan satu persatu.

  • ix

    Peneliti mengharap kritik, saran dan masukan yang bersifat membangun

    dari semua pihak. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan memberikan

    kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

    Semarang, 2019

    Penulis

  • x

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

    PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................. ii

    PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................ iii

    PENGESAHAN UJIAN TESIS .................................................................... iv

    MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. v

    ABSTRAK ...................................................................................................... vi

    ABSTRACT .................................................................................................... vii

    PRAKARTA ................................................................................................... viii

    DAFTAR ISI ................................................................................................... x

    DAFTAR TABEL........................................................................................... xiii

    DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv

    DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi

    BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

    1.2 Identifikasi Masalah .................................................................................. 12

    1.3 Cakupan Masalah ...................................................................................... 13

    1.4 Rumusan Masalah ..................................................................................... 13

    1.5 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 13

    1.6 Manfaat Penelitian .................................................................................... 14

  • xi

    BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS,

    KERANGKA BERPIKIR ............................................................................. 15

    2.1 Kajian Pustaka .......................................................................................... 15

    2.2 Kerangka Teoretis ..................................................................................... 30

    2.2.1 Efektifitas Pembelajaran .................................................................. 30

    2.2.2 Model Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). 31

    2.2.3 Kemampuan Komunikasi Matematis .............................................. 35

    2.2.4 Kecerdasan Emosional .................................................................... 40

    2.2.5 Teori Belajar .................................................................................... 50

    2.3 Kerangka Berpikir …………………………………................................. 53

    2.4 Hipotesis ................................................................................................... 56

    BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 57

    3.1 Jenis dan Desain Penelitian ....................................................................... 57

    3.2 Variabel ..................................................................................................... 59

    3.3 Populasi dan Sampel ................................................................................. 60

    3.4 Prosedur Penelitian ................................................................................... 60

    3.5 Latar dan Waktu Penelitian ....................................................................... 64

    3.6 Sumber Data Kualitatif ............................................................................. 64

    3.7 Teknik Pengumpulan Data Kualitatif ....................................................... 65

    3.8 Metode Kuantitatif .................................................................................... 69

  • xii

    3.9 Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ................................................ 70

    3.10 Uji Keabsahan Data ................................................................................. 73

    3.11 Teknik Analisis Data .............................................................................. 74

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 90

    4.1 Hasil Penelitian ......................................................................................... 90

    4.2 Pembahasan ............................................................................................... 120

    4.3 Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 123

    BAB V PENUTUP .......................................................................................... 124

    5.1 Simpulan ................................................................................................... 124

    5.2 Implikasi ................................................................................................... 124

    5.3 Saran ......................................................................................................... 125

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 126

    LAMPIRAN .................................................................................................... 137

  • xiii

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 2.1 Penelitian yang Relevan ................................................................... 25

    Tabel 2.2 Langkah-Langkah Model Cooperative Integrated Reading

    and Composition (CIRC) ................................................................. 33

    Tabel 2.3 Kategori Kecerdasan Emosional Siswa Berdasar Penjenjangan...... 49

    Tabel 2.4 Kriteria Skor Alternatif Jawaban Pernyataan Skala EQ .................. 50

    Tabel 3.1 Waktu Pelaksanaan Penelitian ......................................................... 64

    Tabel 3.2 Klasifikasi Perangkat ....................................................................... 76

    Tabel 3.3 Distribusi Butir Skala Kecerdasan Emosinal Sebelum Uji Coba .... 77

    Tabel 3.4 Intepretasi Reliabilitas...................................................................... 80

    Tabel 3.5 Kriteria Interpretasi Daya Pembeda ................................................. 81

    Tabel 3.6 Interpretasi Koefisien Tingkat Kesukaran ....................................... 82

    Tabel 4.1 Rangkuman Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ....................... 91

    Tabel 4.2 Hasil Output Data Uji Coba TKM Pada Uji Normalitas ................. 91

    Tabel 4.3 Hasil Output Data Uji Coba TKM Pada Uji Homogenitas ............. 92

    Tabel 4.4 Hasil Output Uji Reliability Statistics Tes Uji Coba........................ 92

    Tabel 4.5 Tabel Daya Beda Soal Uji Coba TKM ............................................ 93

    Tabel 4.6 Hasil Output Uji Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba ........................ 93

    Tabel 4.7 Hasil Output Data Normalitas TKM Kelas CIRC ........................... 95

    Tabel 4.8 Hasil Output Data Homogenitas TKM Kelas CIRC ........................ 95

    Tabel 4.9 Hasil Output Uji Banding Satu Sampel Kelas CIRC ....................... 96

  • xiv

    Tabel 4.10 Hasil Output Uji Banding Dua Sampel Kelas Discovery Learning

    dan CIRC ....................................................................................... 99

    Tabel 4.11 Hasil Output Uji Perbedaan Rata-Rata Kelas Discovery Learning

    dan CIRC ....................................................................................... 99

    Tabel 4.12 Hasil Output Data Realibilitas Uji Coba Instrumen EQ ................ 100

    Tabel 4.13 Distribusi Butir Skala Kecerdasan Emosional setelah Uji Coba ... 101

    Tabel 4.14 Tabel Nilai Mean dan Standar Deviasi Skala EQ .......................... 102

    Tabel 4.15 Kategorisasi Kecerdasan Emosional Peserta didik ........................ 102

    Tabel 4.16 Hasil Skor Kecerdasan Emosional dan Pengkategorian ................ 103

    Tabel 4.17 Hasil Output Data Uji Regresi Sederhana...................................... 105

    Tabel 4.18 Tabel Subjek Penelitian, Hasil EQ, dan Tes TKM ........................ 107

    Tabel 4.19 Hasil Observasi .............................................................................. 108

    Tabel 4.20 Penggalan Wawancara ................................................................... 109

  • xv

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 1.1 Contoh Salah Satu Jawaban Siswa ............................................... 5

    Gambar 1.2 Salah Satu Contoh Penyelesaian Soal Secara Konkret ................ 7

    Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ............................................................. 55

    Gambar 3.1 Metode penelitian Concurred Triangulation ............................... 57

    Gambar 3.2 Tahapan Penelitian ....................................................................... 61

    Gambar 4.1 Sampel Dokumen ......................................................................... 120

  • xvii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1 Daftar Nama Siswa ...................................................................... 137

    Lampiran 2 Kisi-Kisi Skala Kecerdasan Emosional ........................................ 142

    Lampiran 3 Lembar Validasi Skala Kecerdasan Emosional ............................ 147

    Lampiran 4 Data Skor Skala EQ Tes Uji Coba................................................ 151

    Lampiran 5 Analisis Butir Skala EQ Tes Uji Coba ......................................... 185

    Lampiran 6 Data Skor EQ Kelas 5B SDN 03 Ngaliyan Semarang ................. 188

    Lampiran 7 Analisis Butir Skala EQ Kelas 5B SDN 03 Ngaliyan Semarang . 190

    Lampiran 8 Silabus .......................................................................................... 192

    Lampiran 9 RPP Kelas Kontrol........................................................................ 204

    Lampiran 10 RPP Pertemuan 1 ........................................................................ 216

    Lampiran 11 RPP Pertemuan 2 ........................................................................ 235

    Lampiran 12 RPP Pertemuan 3 ........................................................................ 254

    Lampiran 13 RPP Pertemuan 4 ........................................................................ 274

    Lampiran 14 Lembar Validasi Silabus ............................................................. 294

    Lampiran 15 Lembar Validasi RPP ................................................................. 296

    Lampiran 16 Kisi-Kisi Tes Komunikasi Matematis ........................................ 298

    Lampiran 17 Skala Kecerdasan Emosional...................................................... 301

    Lampiran 18 Tes Kemampuan Komunikasi Matematis................................... 306

    Lampiran 19 Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran TKM ......................... 308

    Lampiran 20 Rubrik Pemberian Skor TKM .................................................... 313

  • xviii

    Lampiran 21 Tabel Hasil Uji Coba TKM ........................................................ 316

    Lampiran 22 Tabel Hasil Tes Komunikasi Matematis di Kelas Kontrol,

    Eksperiman, Uji Normalitas, Homogenitas, Uji Keefektifan TKM,

    Uji Proporsi, dan Uji Banding DuaSampel ............................ 327

    Lampiran 23 Tabel Hasil Uji Coba TKM di Kelas 5B SDN 1 Ngaliyan, Uji

    Normalitas dan Homogenitas, Reliabilitas, Daya Beda, Tingkat

    Kesukaran, dan Rekapitulasi Deskripsi Hasil Analisis Soal Uji

    Coba .......................................................................................... 337

    Lampiran 24 Analisis Uji Regresi Sederhana .................................................. 339

    Lampiran 25 Lembar Observasi ....................................................................... 341

    Lampiran 26 Lembar Validasi TKM................................................................ 343

    Lampiran 27 Lembar Wawancara .................................................................... 347

    Lampiran 28 Lembar Hasil Wawancara .......................................................... 349

    Lampiran 29 Dokumentasi .............................................................................. 359

  • 1

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Sejalan dengan perkembangan zaman, pendidikan dihadapkan pada sejumlah

    tantangan yang semakin berat. Salah satu tantangan tersebut, bahwa pendidikan

    hendaknya mampu menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki

    kompetensi unggul. Kompetensi unggul tersebut, diantaranya adalah kompetensi

    berpikir dan komunikasi. Kompetensi berpikir artinya manusia memiliki

    pengetahuan yang luas, kemampuan berpikir kritis, dan kemampuan berpikir

    kreatif. Kompetensi komunikasi artinya manusia memiliki kemampuan

    berkomunikasi dalam rangka bekerja sama dan menyampaikan ide-ide kritis

    kreatifnya. Keterampilan berkomunikasi dan berkolaborasi dimaksudkan untuk

    membekali manusia supaya mampu berkomunikasi untuk berbagai tujuan secara

    jelas dan efektif, baik dalam hal berbicara, menulis, membaca, maupun menyimak

    dan membekalinya agar mampu berkolaborasi dengan orang lain, sehingga

    mampu bekerja secara efektif dalam kelompok, melakukan negosiasi secara

    efektif, dan mampu menghargai peran orang lain dalam kelompoknya.

    Standar proses dalam National Council of Teachers of Mathematics

    (NCTM) (2000b: 60) menyatakan bahwa “The process standards problem

    solving, reasoning and proof, communication, connections, and representation

    highlight ways of acquiring and using content knowledge”, artinya standar proses

    yang ditekankan dalam pembelajaran matematika yaitu pemecahan

  • 2

    masalah, penalaran dan bukti, komunikasi, koneksi, dan representasi. Berdasarkan

    kelima standar proses tersebut, kemampuan komunikasi merupakan salah satu

    yang perlu dikembangkan. Menurut NCTM (2000a: 60) bahwa “Communication

    is an essential part of mathematics and mathematics education”, artinya

    kemampuan komunikasi matematika menjadi hal yang penting yang harus

    dikembangkan dalam pembelajaran dan pendidikan matematika.

    Hasil penelitian dan survei internasional menunjukkan bahwa kualitas siswa

    di Indonesia terpuruk di bawah beberapa negara di Asia Tenggara lainnya. Hasil

    survei penilaian Internasional yang dilakukan Programme for International

    Student Assesment (PISA) terhadap Indonesia, untuk mata pelajaran matematika

    yang dikelola oleh Organization for Economic Co-operation and Development

    (OECD) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Berdasarkan penilaian

    PISA Indonesia pada tahun 2006 memperoleh peringkat 50 dari 57 negara, pada

    tahun 2009 Indonesia memperoleh peringkat 61 dari 65 negara, pada tahun 2012

    Indonesia berada pada peringkat 64 dari 65 negara, dan tahun 2015 Indonesia

    berada pada peringkat ke 63 dari 69 yang turut berpartisipasi. Hasil PISA tahun

    2015 menunjukkan pencapaian siswa-siswi Indonesia tidak berbeda jauh dari hasil

    PISA sebelumnya.

    Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2015

    menyatakan bahwa 61% siswa menyukai belajar matematika dan 39% tidak

    menyukai matematika. Matematika dianggap sebagai mata pelajaran tidak disukai

    karena karakteristik matematika yang abstrak, sarat dengan istilah dan simbol. Hal

    tersebut terlihat ketika siswa kesulitan mengubah permasalahan soal cerita ke

  • 3

    dalam model matematika. Jawaban yang disampaikan siswa kurang terstruktur,

    sehingga sulit dipahami oleh guru maupun temannya. Hal ini berkaitan dengan

    kemampuan komunikasi matematis siswa dalam menyampaikan jawaban secara

    lisan maupun tulisan yang kurang. Kaselin (2013) menyatakan bahwa kemampuan

    komunikasi matematis siswa dalam menyampaikan ide/gagasan secara lisan

    ataupun tulisan dari permasalahan soal cerita masih kurang. Hal tersebut terlihat

    ketika guru mencoba mengevaluasi dengan memberi soal cerita diperoleh bahwa

    sebagian besar siswa merasa kesulitan dalam mengubah permasalahan soal cerita

    ke dalam model kalimat matematika. Menurut Wardhani (2015), siswa kesulitan

    dalam menafsirkan maupun menjawab soal-soal terutama yang berkaitan dengan

    aplikasi dari suatu konsep, kesulitan menuangkan ide-ide yang dimiliki dalam

    menyelesaikan permasalahan, kesalahan menentukan konsep dasar dan

    mengalami kendala dalam mengubah soal cerita dalam bentuk model matematika.

    Berdasarkan penelitian tersebut, diketahui bahwa selain matematika yang abstrak,

    sarat dengan istilah, dan simbol serta jarang digemari, siswa juga mengalami

    kesulitan dalam menyampaikan hasil pemikirannya dalam model matematika.

    Oleh sebab itu, komunikasi perlu dibiasakan dalam penyelesaikan permasalahan

    soal matematika untuk mendapatkan hasil pemahaman penyelesaian yang sama.

    Kemampuan komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika

    meliputi kemampuan memahami bahasa dan simbol-simbol matematika serta

    mengekspresikan ide-ide matematika serta kemampuan mengemukakan gagasan

    secara jujur berdasarkan fakta, rasional, serta meyakinkan orang lain dalam

    rangka memperoleh pemahaman bersama. Berkomunikasi secara cermat, tepat,

  • 4

    sistematis dan efisien yang dilatih melalui pelajaran matematika, diharapkan dapat

    menjadi sebuah kebiasaan yang dimiliki siswa dalam kehidupan keseharian

    mereka. Hal inilah sebenarnya salah satu sumbangan penting komunikasi

    matematika.

    Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis,

    selain karena kurang dalam kemampuan berkomunikasi, hal tersebut berkaitan

    juga dengan kecerdasan emosi. Menurut Pangastuti dkk. (2014: 128) salah satu

    faktor yang mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis yaitu kecerdasan

    emosional siswa. Menurut Bar-On & James Parker (2000) kecerdasan emosional

    mencerminkan cara orang berinteraksi dan menggunakan pengetahuannya dalam

    kehidupan sehari-hari. Artinya seseorang akan mampu berkomunikasi dengan

    baik jika dapat berinteraksi menyampaikan pemahamannya sendiri kepada orang

    lain secara tepat. Terdorong untuk berhubungan dengan orang lain/berinteraksi

    dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Komunikasi dapat dilakukan jika

    mempunyai pemahaman terhadap materi atau konsep dan dorongan untuk

    berinteraksi melakukan komunikasi dan beradaptasi dengan lingkungan

    sekitarnya. Pemahaman terhadap materi atau konsep merupakan hasil pemikiran

    rasional yang merupakan dimensi kecerdasan kognitif atau intelekual (IQ),

    sedangkan dorongan untuk berinteraksi melakukan komunikasi dan beradaptasi

    dengan lingkungan merupakan dimensi kecerdasan emosional (EQ).

    Beberapa contoh emosi yang berpengaruh terhadap menurunnya hasil

    belajar, seperti tidak suka dengan gurunya, sedang kesal karena dikerjain

    temannya, merasa tertekan, merasa terabaikan, frustasi dengan banyaknya

  • 5

    masalah yang tidak dapat diselesaikannya, selalu curiga bukannya percaya, sedih

    atau marah bukannya optimis, dan emosi lainnya yang berhubungan dengan

    gagalnya melakukan interaksi. Semua itu menjadi penyebab siswa tidak dapat

    memusatkan perhatiannya untuk belajar. Perasaan-perasaan seperti marah, sedih,

    gembira, senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, semua itu merupakan

    luapan dari emosi yang mempengaruhi keinginan untuk melakukan sesuatu atau

    tidak melakukan sesuatu. Anak-anak ini banyak mengalami masalah yang

    berhubungan dengan emosi, seperti keinginan untuk belajar atau tidak, untuk

    optimis atau pesimis, untuk menyerah atau tidak menyerah, untuk bicara atau

    diam, dan semacamnya. Pengaruh emosi tersebut mempengaruhi atau mendorong

    seseorang untuk bertindak.

    Berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan pada Kamis, 4 Agustus 2016

    terhadap kelas VB di SDN 03 Ngaliyan diperoleh informasi bahwa siswa

    mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan soal bilangan pecahan.

    Berikut Gambar 1.1 contoh soal dan penyelesaian siswa yang mengalami kendala,

    1.

    2.

    3.

    Gambar 1.1 Contoh Salah Satu Jawaban Siswa

  • 6

    Langkah-langkah yang siswa tuliskan pada gambar di atas untuk

    menyelesaikan perhitungan kurang benar. Meskipun siswa dapat berhitung, jika

    langkah yang digunakan tidak tepat hasil jawabannya adalah salah. Siswa

    mengetahui bahwa langkah proses pengerjaan pembagian pecahan yaitu dengan

    mengubah terlebih dahulu dalam bentuk perkalian. Tetapi siswa salah

    mengoperasikan penyelesaiannya. Siswa hanya mengubah simbolnya saja, yaitu

    mengubah simbol pembagian menjadi simbol perkalian.

    Berdasarkan pengamatan gambar di atas, penyelesaian yang digunakan

    untuk mengatasi masalah tersebut menggunakan cara abstrak, sedangkan pada

    tahap usia anak sekolah dasar siswa masih berada pada tahap konkret. Artinya,

    untuk merangsang pemahaman siswa guru perlu memperkenalkan cara

    penyelesaian pecahan dengan menggunakan gambar bilangan. Namun tidak

    semua pembelajaran materi bilangan pecahan penyelesaiannya menggunakan

    gambar bilangan. Guru kesulitan dalam menggambarkan bilangan jika ukuran

    pembagi pecahan mencapai ratusan atau ribuan. Diidentifikasi oleh Mc Leod &

    Newmarch (2006) sebagai kesulitan mengenai ukuran pecahan dan representasi

    pecahan. Guru mengalami kesulitan ketika mereka menjelaskan hasil pembagian

    pecahan tersebut secara konkret. Diperkuat dengan pendapat Wong & Evans

    (2007) yang menyatakan bahwa salah satu kesulitan dalam pecahan adalah

    mempresentasikan dalam bentuk garis bilangan. Contoh nomor 1 soal di atas cara

    penyelesaian dengan bentuk konkret dapat dilihat pada Gambar 1.2 berikut.

  • 7

    Berdasarkan gambar di atas ditanyakan seberapa banyak

    -an dalam

    ?

    Jawaban yang terlihat dari gambar di atas adalah terdapat 9 bagian yang diarsir

    dari 10 bagian, dan seberapa banyak 3-an dari 9 bagian yang diarsir pada gambar

    tersebut? hasilnya ada 3 dari 3-an. Sehingga dapat disimpulkan bahwa,

    . Jadi, hasil pembagian

    adalah 3.

    Siswa dapat melakukan perhitungan tetapi tidak dapat menjelaskan apakah

    jawabannya benar atau salah. Siswa juga menunjukkan kesulitan dalam merubah

    bentuk pecahan ke bentuk desimal. Hasil penelitian Doig & Groves (2011)

    menyadarkan guru bahwa memiliki sedikit pengetahuan mendalam berhubungan

    dengan konten pelajaran yaitu pecahan atau pengalaman dalam mengkaji materi

    pengajaran secara mendalam mempengaruhi hasil pembelajaran. Contoh nomor 2

    soal di atas dapat diselesaikan sebagai berikut,

    . Jadi, hasil pembagian

    .

    =

    Gambar 1.2 Salah Satu Contoh Penyelesaian Soal Secara Konkret

  • 8

    Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas, diketahui bahwa siswa yang

    mengalami kendala tersebut bermain sendiri ketika guru menjelaskan. Siswa tidak

    memusatkan perhatiannya untuk menerima materi pelajaran. Tidak bertanya jika

    kurang paham dan tidak berdiskusi mengkomunikasikan apa yang mereka ketahui

    setelah menerima materi pelajaran, sehingga hasil evaluasinya kurang

    memuaskan. Oleh sebab itu, siswa perlu berlatih mengkomunikasikan atau

    mengungkapkan ide dan gagasannya setelah menerima materi pembelajaran,

    sehingga pemahaman yang diperoleh untuk menyelesaikan soal sama dengan

    pemahaman yang disampaikan guru dalam proses pembelajaran. Belajar

    berkomunikasi juga perlu didukung dengan kecerdasan emosional, yaitu

    kesediaan atau kemauan untuk melakukan komunikasi dengan teman dan bersedia

    bertanya guru jika kurang paham.

    National Council of Teachers of Matematics (NCTM) 2000 menyatakan

    ketika para siswa berpikir, merespon, berdiskusi, menjelaskan, menulis, membaca,

    mendengarkan, dan mengkaji tentang konsep-konsep matematis, mereka

    memperoleh keuntungan ganda yaitu komunikasi untuk mempelajari matematika

    dan komunikasi secara matematis. Komunikasi penting, sebab komunikasi

    merupakan cara berbagi ide dan mengklarifikasi pemahaman sehingga ide tersebut

    menjadi lebih bermakna. Siswa perlu dibiasakan dalam pembelajaran untuk

    memberikan argumen terhadap setiap jawabannya serta memberikan tanggapan

    atas jawaban yang diberikan oleh orang lain sehingga apa yang sedang dipelajari

    bermakna baginya (Fachrurazi, 2011: 78). Siswa dengan kemampuan komunikasi

    matematis seperti amanat NCTM (2000) yaitu dapat; (1) Mengekspresikan ide-ide

  • 9

    matematis melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya serta

    menggambarkannya secara visual; (2) Memahami, menginterpretasikan, dan

    mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk

    visual lainnya; (3) Menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika, dan

    struktur-struktur untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan

    dengan model-model situasi.

    Kemampuan komunikasi matematis berkaitan erat dengan interaksi antar

    siswa atau antara siswa dengan guru. Interaksi tersebut membutuhkan faktor

    pendukung berupa kecerdasan emosional. Apabila kecerdasan emosional

    seseorang terkontrol dengan baik, maka akan dapat menggunakan kemampuan

    kognitifnya sesuai potensi yang dimiliki secara maksimal. Oleh sebab itu, perlu

    menggunakan kecerdasan emosional dan menerapkan metode pengajaran yang

    berpusat pada siswa (student centered).

    Strategi pembelajaran yang diyakini mampu membina kompetensi siswa

    dalam konteks kurikulum 2013 di antaranya yaitu pembelajaran berbasis proses

    saintifik yang implementasinya harus diwadahi oleh pembelajaran kooperatif.

    Pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and Composition

    atau yang disingkat menjadi CIRC, sangat tepat untuk diterapkan dalam

    pembelajaran yang memadukan kecakapan berbahasa (mencari informasi,

    mengolah, dan mengkomunikasikan informasi secara cepat dan tepat). Oleh sebab

    itu, model kooperatif tipe CIRC dipilih untuk mengembangkan kompetensi siswa

    dalam hal berkomunikasi dan berkolaborasi dalam menyelesaikan berbagai

    permasalahan yang sedang dihadapi. Hasil penelitian Murtono (2012) menyatakan

  • 12

    model pembelajaran kooperatif tipe CIRC, sangat unggul untuk meningkatkan

    kemampuan membaca dan menulis. Kemampuan membaca dan menulis

    dibutuhkan dalam komunikasi matematis. Disertasi Bien (2015) menggunakan

    model kooperatif tipe CIRC menyatakan bahwa siswa tuntas belajar dan

    kemampuan komunikasi matematis lebih baik dibanding kelas yang diajarkan

    tanpa menggunakan model tersebut.

    Dari permasalahan dan kajian hasil penelitian tersebut peneliti bermaksud

    melakukan penelitian tentang kemampuan komunikasi matematis, mengingat

    kemampuan komunikasi matematis diperlukan siswa sebagai bekal untuk

    menguasai materi di jenjang berikutnya. Penelitian ini memfokuskan pada

    kemampuan komunikasi matematis pembelajaran matematika Sekolah Dasar

    ditinjau dari kecerdasan emosional siswa pada pembelajaran kooperatif tipe

    CIRC.

    1.2. Identifikasi Masalah

    Identifikasi masalah berdasarkan latar belakang di atas yaitu;

    1.2.1. Siswa mengalami kesalahan dalam menafsirkan maupun menjawab soal-

    soal yang berkaitan dengan aplikasi dari suatu konsep.

    1.2.2. Siswa belum terbiasa untuk mengkomunikasikan apa yang diketahuinya

    setelah menerima materi pelajaran dalam bentuk lisan dan tulisan.

    1.2.3. Rendahnya kecerdasan emosional siswa karena perhatiannya teralihkan

    dengan asyik bermain sendiri.

  • 13

    1.3. Cakupan Masalah

    Cakupan masalah dalam penelitian ini adalah menganalisis kemampuan

    komunikasi matematis kelas V yang dilakukan di SD Ngaliyan 03 tahun pelajaran

    2017/2018. Mencakup pembahasan mengenai pemberian pembelajaran kooperatif

    tipe CIRC untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa ditinjau

    dari kecerdasan emosional.

    1.4. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi

    rumusan masalah yaitu.

    1.4.1. Apakah pembelajaran kooperatif tipe CIRC dapat meningkatkan

    kemampuan komunikasi matematis siswa kelas V secara efektif?

    1.4.2. Bagaimanakah kemampuan komunikasi matematis siswa ditinjau dari

    kecerdasan emosional pada kelas yang diajarkan pembelajaran kooperatif

    tipe CIRC?

    1.5. Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini sebagai berikut.

    1.5.1. Menghasilkan kajian mengenai keefektifan pembelajaran kooperatif tipe

    CIRC terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.

    1.5.2. Memperoleh perbedaan nilai kemampuan komunikasi matematis siswa

    ditinjau dari kecerdasan emosional pada kelas yang diajarkan

    pembelajaran kooperatif tipe CIRC.

  • 14

    1.6. Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat

    praktis sebagai berikut.

    1.6.1. Manfaat teoretis

    Manfaat teoretis penelitian ini diharapkan menghasilkan tesis yang dapat

    menambah pemahaman terhadap pengembangan keilmuan khususnya komunikasi

    matematis ditinjau dari kecerdasan emosional berpembelajaran kooperatif tipe

    CIRC.

    1.6.2. Manfaat praktis

    Manfaat praktisnya yaitu untuk mempermudah siswa dalam memahami

    materi pembelajaran, membiasakan siswa berkomunikasi matematis dan

    berpartisipasi aktif dalam pembelajaran seperti melatih siswa untuk berani dalam

    mengemukakan pendapat secara lisan dan melatih siswa untuk mengembangkan

    ide/gagasan dalam bentuk tulisan, untuk menumbuhkan hasil belajar siswa secara

    optimal dalam pelaksanaan proses belajar sehingga lebih bermakna.

  • 15

    15

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS, DAN

    KERANGKA BERPIKIR

    2.1 Kajian Pustaka

    Terdapat beberapa kajian penelitian yang relevan tentang kemampuan

    komunikasi matematis, kecerdasan emosional, dan pembelajaran kooperatif tipe

    CIRC. Bahan rujukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

    2.1.1. Fatum (2008) dalam disertasinya tentang hubungan antara kecerdasan

    emosional dan prestasi akademik siswa sekolah dasar. Menyatakan

    bahwa siswa yang dapat mengarahkan dan mengatur emosinya dalam

    berinteraksi dengan guru dan teman-temannya membuat suasana sekolah

    nyaman dan menerima kedatangannya. Sebaliknya siswa yang tidak

    merasa percaya diri sulit diterima dan mengalami kesulitan dalam

    bergaul dan proses belajarnya.

    2.1.2. Hirschfeld (2008) penelitian dilaksanakan di kelas VIII tentang

    komunikasi matematis, pemahaman konsep, dan perilaku siswa terhadap

    matematika. Menyatakan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi

    matematis secara lisan dan tulis, tergantung dari tingkat pemahaman

    masing-masing siswa.

    2.1.3. Fetus (2012) penelitian untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan

    emosional dan prestasi akademik pelajaran matematika di SMA Federal

    Capital Territory, Abuja, Nigeria. Hasil menunjukkan bahwa terdapat

  • 16

    16

    hubungan positif antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik tapi

    cenderung rendah. Walaupun begitu, kecerdasan emosional juga berperan

    penting untuk meningkatkan prestasi akademik selain tingginya tingkat

    kecerdasan kognitif siswa.

    2.1.4. Hasratuddin (2012: 67) penelitiannya tentang meningkatkan kecerdasan

    emosional melalui pembelajaran matematika realistik dan hasilnya

    menyatakan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kecerdasan

    emosional siswa antara yang diberi pendekatan matematika realistik dan

    pendekatan biasa serta tidak terdapat perbedaan peningkatan kecerdasan

    emosional siswa berdasarkan gender.

    2.1.5. Kusumawati, dkk. (2012) penelitannya tentang meningkatkan

    kemampuan komunikasi matematis dalam pembelajaran program linear

    berkarakteristik kewirausahaan dengan mengembangkan model CIRC

    dan PBL, hasilnya model CIRC dan PBL yang telah dikembangkan

    berdasarkan karakteristik kewirausahaan dapat meningkatkan hasil

    belajar kemampuan komunikasi matematis siswa.

    2.1.6. Mohzan, et. al. (2012) penelitiannya tentang pengaruh kecerdasan

    emosional pada prestasi akademik, berdasarkan hasil penyelidikan

    ditemukan bahwa dua poin tentang memiliki kecerdasan emosional yaitu

    emosi diri dan mengerti emosi diri yang selanjutnya berpengaruh

    terhadap sikap positif untuk meraih prestasi belajar yang lebih baik.

    2.1.7. Karimah (2013) penelitian di kelas VII SMP tentang pembelajaran model

    CIRC untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis materi

  • 17

    17

    segiempat hasilnya menyatakan bahwa pembelajaran matematika dengan

    menggunakan model kooperatif CIRC dapat meningkatkan kemampuan

    komunikasi matematis siswa.

    2.1.8. Preeti (2013) penelitiannya tentang peran kecerdasan emosional terhadap

    hasil belajar siswa menyatakan bahwa prestasi akademik tanpa

    kecerdasan emosional tidak menunjukkan kesuksesan masa depan dan

    tidak adanya kecerdasan emosional juga menunjukkan lemahnya

    kepribadian dan kemampuan untuk membangun hubungan di tempat

    kerja serta di sekolah sehingga kecerdasan emosional sangat penting

    untuk pendidikan berkualitas.

    2.1.9. Halimah (2014) meneliti tentang metode CIRC dalam pembelajaran

    membaca dan menulis di SD/MI yang menyatakan kelebihan dan

    kekurangan pembelajaran menggunakan CIRC. Kelebihan metode CIRC

    yaitu (1) model pembelajaran kooperatif tipe CIRC tepat untuk

    meningkatkan pemahaman siswa, (2) dominasi guru dalam pembelajaran

    berkurang, (3) siswa termotivasi, (4) siswa dapat memahami soal dan

    saling mengoreksi pekerjaan, (5) membantu siswa yang lemah dalam

    memahami tugas yang diberikan, (6) meningkatkan hasil belajar, dan (7)

    siswa dapat memberi tanggapan, dapat bekerjasama, dan menghargai

    pendapat orang lain. Kekurangan metode CIRC yaitu (1) hanya siswa

    aktif yang berani presentasi, (2) kegiatan-kegiatan kelompok tidak

    berjalan sesuai yang diharapkan, dan (3) perlunya pengarahan terlebih

    dahulu sebelum melanjutkan kegiatan selanjutnya.

  • 18

    18

    2.1.10. Pangastuti (2014) penelitiannya tentang profil kemampuan komunikasi

    matematis siswa ditinjau dari kecerdasan emosional menyatakan adanya

    perbedaan tingkat kemampuan matematis siswa terhadap kecerdasan

    emosional tinggi, sedang, dan rendah. Deskripsinya sebagai berikut, (1)

    siswa dengan tingkat kecerdasan emosional tinggi menuliskan konsep

    yang benar, proses penyelesaian runtut dan benar, runtutan jawaban yang

    benar, istilah dan notasi matematika dengan benar, (2) siswa dengan

    tingkat kecerdasan emosional sedang menuliskan konsep dengan benar,

    namun tidak menarik kesimpulan, proses penyelesaian kurang akurat, ada

    langkah yang terlewat pada runtutan jawaban, ada kesalahan istilah dan

    notasi matematika, (3) siswa dengan tingkat kecerdasan emosional

    rendah menuliskan konsep yang salah, proses penyelesaian yang salah,

    runtutan jawaban yang salah, termasuk kesalahan istilah dan notasi

    matematika.

    2.1.11. Bien (2015) penelitiannya berjudul “Kemampuan Komunikasi Matematis

    dan Self-efficacy Siswa pada Pembelajaran Model Kooperatif Tipe CIRC

    Berbasis Konstruktivisme” menyatakan bahwa kemampuan komunikasi

    matematis siswa dengan menggunakan model CIRC mengalami

    pencapaian ketuntasan lebih baik dibandingkan pencapaian

    menggunakan model kontekstual.

    2.1.12. Festus & Kurumeh (2015) dalam penelitiannya tentang efek kecerdasan

    emosional pada prestasi siswa materi geometri di sekolah menengah atas

    menyatakan bahwa kecerdasan emosional dapat ditingkatkan dan

  • 19

    19

    menggunakan kecerdasan emosional dalam belajar materi geometri dapat

    meningkatkan hasil belajar.

    2.1.13. Nartani, et. al. (2015) melakukan penelitian di SD Taman Muda

    Yogyakarta tentang komunikasi dalam matematika kontekstual, hasil

    menyatakan bahwa menggunakan pembelajaran kontekstual

    meningkatkan kemampuan siswa dalam komunikasi matematis.

    Kemampuan komunikasi matematis meningkat ditandai dengan (1) siswa

    dapat mengespresikan ide matematis secara lisan, (2) siswa aktif

    bergabung dalam diskusi kelompok, (3) siswa dapat menjelaskan rumus

    matematika dengan menggunakan bahasanya sendiri.

    2.1.14. Bien (2016) penelitianya tentang penggunaan model CIRC berbasis

    konstruktivisme untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis

    siswa hasilnya menunjukkan bahwa siswa yang diajarkan menggunakan

    model tersebut hasil belajar mengalami ketuntasan baik individual dan

    klasikal serta kemampuan komunikasi matematis menjadi lebih baik dari

    sebelumnya.

    2.1.15. Henry, dkk. (2016) penelitiannya untuk mengetahui kemampuan

    komunikasi matematis siswa sesuai dengan gender dalam memecahkan

    masalah kubus dan balok kelas VIII SMP Al-Azhar 29 Semarang,

    hasilnya menyatakan bahwa siswa laki-laki dan perempuan mempunyai

    kesamaan kemampuan, hanya siswa laki-laki lebih terbuka dalam

    menyampaikan pendapatnya secara lisan dibandingkan siswa perempuan

  • 20

    20

    yang lebih dapat menilai pendapatnya secara tulisan atau gambar

    dibandingkan siswa laki-laki.

    2.1.16. Hidayati (2016) penelitiannya tentang mendeskripsikan kemampuan

    komunikasi lisan siswa menurut pandangan guru matematika saat proses

    belajar mengajar, hasilnya (1) deskripsi kemampuan komunikasi

    matematika siswa laki-laki berdasarkan pandangan guru saat proses

    belajar yaitu siswa benar dan jelas mengucapkan nama objek berkaitan

    dengan materi matematika, tetapi salah mengucapkan operasi (-) yang

    seharusnya diucapkan “dikurangi” malah diucapkan “negatif”. Siswa

    mengulangi kembali dan mengucapkannya sehingga terdengar oleh

    semua teman kelas; (2) deskripsi kemampuan komunikasi matematika

    siswa perempuan berdasarkan pandangan guru saat proses belajar yaitu

    pengucapan nama objek materi matematika dengan benar dan jelas, nada

    jelas, tidak ada pengulangan pengucapan objek karena siswa berpikir

    pentingnya tersampaikannya materi dan suara dapat dengan jelas

    terdengar oleh semua siswa kelas.

    2.1.17. Nor, dkk. (2016) penelitiannya tentang hubungan kecerdasan emosional

    dan kompetensi matematika di antara siswa sekolah menengah atas

    menyatakan bahwa kecerdasan emosional bukan hal utama untuk

    meningkatkan hasil belajar siswa, namun disarankan untuk menggunakan

    kecerdasan emosional selama terlibat dengan siswa lainnya.

    2.1.18. Sukriadi, dkk. (2016) penelitiannya untuk mengetahui pengaruh

    kecerdasan emosional terhadap hasil belajar matematika siswa pada

  • 21

    21

    materi sudut dan garis di kelas VII MTS Normal Samarinda menyatakan

    bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kecerdasan emosional

    terhadap hasil belajar matematika.

    2.1.19. Susiaty, dkk. (2016) dalam penelitiannya tentang eksperimentasi model

    pembelajaran kooperatif tipe cooperative integrated reading and

    composition (CIRC) dan problem posing bentuk within-solution posing

    pada materi perbandingan ditinjau dari kecerdasan interpesonal di siswa

    SMP menunjukkan hasil bahwa pembelajaran matematika menggunakan

    CIRC hasilnya sama dengan pembelajaran klasik guru dan kecerdasan

    emosional siswa yang memiliki kategori rendah, sedang, dan tinggi hasil

    nilai matematikanya sama.

    2.1.20. Anintya, dkk. (2017) penelitianya bertujuan untuk mengetahui

    kemampuan komunikasi matematis siswa pada model resource based

    learning berdasarkan ketuntasan dan gaya belajar di SMA 1 Jekulo dan

    diperoleh hasil pembelajaran mencapai ketuntasan klasikal serta

    kemampuan komunikasi matematis berdasarkan gaya belajar mencapai

    tingkat baik.

    2.1.21. Hasibuan (2017) mengadakan penelitian di SMP Negeri 1 Labuhan Deli

    tentang perbedaan hasil komunikasi matematis siswa berdasarkan model

    PBL, RME, dan Inquiri Learning menghasilkan bahwa penerapan model

    PBL lebih baik dari pada RME, dan Inquiri Learning. Komunikasi

    dianggap penting karena ada dua alasan yaitu (1) matematika sebagai

    bahasa bukan hanya sebagai alat komunikasi dengan pasangan, tetapi

  • 22

    22

    juga sebagai alat untuk memecahkan masalah atau menggambarkan

    kemungkinan pemecahan masalah sebelum dan sesudahnya; (2)

    matematika sebagai interaksi sosial antara sesama siswa, guru dan siswa.

    2.1.22. Jati (2017) penelitiannya di siswa SMP tentang kemampuan komunikasi

    matematis menggunakan pembelajaran cycle 7E menghasilkan hasil

    belajar yang lebih baik dibandingkan yang menggunakan pembelajaran

    langsung. Menyebutkan pula dalam penelitiannya bahwa untuk

    menyelesaikan masalah soal cerita, siswa membutuhkan kemampuan

    komunikasi matematis. Menggunakan kemampuan komunikasi

    matematis, menjadikan siswa dapat mengespresikan ide,

    menggambarkan, dan mendiskusikan konsep secara menyeluruh dan

    jelas.

    2.1.23. Paridjo (2017) mengadakan penelitian di SMA untuk menganalisis

    kemampuan komunikasi matematika siswa materi algebra berdasarkan

    indikator NCTM, hasil menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi

    matematis siswa sekolah tinggi berdasarkan organisasi dan akomodasi

    berpikir matematika serta evaluasi dalam memecahkan masalah algebra,

    jurusan ilmu pengetahuan alam (IPA) lebih baik dari ilmu pengetahuan

    sosial (IPS).

    2.1.24. Sari (2017) penelitiannya di SMA tentang analisis kemampuan

    komunikasi matematis siswa menggunakan model pembelajaran

    kooperatif talking stick type menghasilkan bahwa kemampuan

  • 23

    23

    komunikasi matematis siswa dalam menjawab soal berbeda walaupun

    model pembelajaran dan instrumen yang digunakan sama.

    2.1.25. Sari, et. al. (2017) penelitiannya tentang analisis kognitif kemampuan

    komunikasi matematika siswa kelas menengah atas pada materi geometri

    menghasilkan tingkat kemampuan komunikasi matematis siswa dalam

    materi geometri kategorinya adalah rendah karena tidak terbiasa menulis

    jawaban matematika secara sistematis.

    2.1.26. Hakim, et. al. (2018) penelitianya tentang mengaplikasikan EQ dan SQ

    dalam pembelajaran matematika dengan brain-based learning untuk

    meningkatkan koneksi matematika dan percaya diri di SMA hasilnya

    siswa yang mendapatkan pembelajaran tersebut hasilnya meningkat

    dibandingkan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

    2.1.27. Johar (2018) melakukan penelitian di SMP kelas 7 Banda Aceh tentang

    kemampuan komunikasi matematis dan self-efficacy menggunakan

    model pembelajaran team quiz, hasil menyatakan bahwa (1) peningkatan

    kemampuan komunikasi matematis siswa lebih baik dari pada kelas

    konvensional, (2) peningkatan self-efficacy menggunakan model

    pembelajaran team quiz lebih baik dari kelas konvensional, (3) tidak ada

    interaksi antara model pembelajaran dengan level siswa terhadap

    peningkatan kemampuan komunikasi matematis, dan (4) tidak ada

    interaksi antara model pembelajaran dengan level siswa terhadap

    peningkatan self-efficacy siswa.

  • 24

    24

    Berdasarkan beberapa penelitian di atas menyatakan bahwa tingkat

    kemampuan komunikasi matematis tergantung dari masing-masing pemahaman

    siswa, prosesnya dimulai oleh pendidik ke siswa untuk memicu keberanian

    berpendapat baik lisan maupun tulisan. Hasil kemampuan komunikasi matematis

    yang dicapai siswa berbeda tergantung dari karakteristik siswa dalam menjawab.

    Komunikasi dimulai dengan memahami materi atau konsep. Pemahaman

    terhadap materi atau konsep merupakan hasil pemikiran rasional yang merupakan

    dimensi kecerdasan kognitif atau intelekual (IQ). Dorongan untuk melakukan

    komunikasi dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya merupakan dimensi

    kecerdasan emosional (EQ). Keterkaitan antara keduanya terletak pada

    kemampuan kognitif atau intelekual (IQ) dengan kemampuan afektif berupa

    kecerdasan emosional (EQ). Dari keterkaitan tersebut dimungkinkan adanya hasil

    belajar yang berbeda.

    Salah satu strategi pembelajaran yang diyakini mampu mengembangkan

    kompetensi berkomunikasi dan berkolaborasi dalam menyelesaikan berbagai

    permasalahan yaitu model kooperatif tipe CIRC. Keberhasilan pembelajaran ini

    tergantung dari keberhasilan masing-masing individu dalam kelompok, dimana

    keberhasilan tersebut sangat berarti untuk mencapai suatu tujuan positif dalam

    belajar kelompok. Tujuan positifnya, masing-masing individu dalam kelompok

    bekerja sama menyelesaikan tugas yang diberikan secara berurutan dan tertuliskan

    sehingga memperoleh pemahaman yang sama dengan siswa yang lain.

    Diharapkan nilai KKM siswa mencapai ketuntasan sehingga pembelajaran dapat

    dikatakan efektif. Oleh sebab itu, dengan menerapkan model kooperatif tipe CIRC

  • 25

    25

    diharapkan memberikan proses belajar mengajar yang lebih bermakna dan hasil

    belajar meningkat.

    Beberapa penelitian yang digunakan sebagai rujukan dapat dilihat pada

    Tabel 2.1. Tabel 2.1 berisi tentang penelitian dan hasil temuan yang dapat dilihat

    sebagai berikut.

    Tabel 2.1 Penelitian yang Relevan

    No Penelitian Temuan

    1 Fatum, Barbara, A. (2008) yang

    berjudul “The Relationship

    Between Emotional Intelligence

    and Academic Achievement in

    Elementary School Children”.

    Siswa yang dapat mengatur emosinya

    dalam berinteraksi dapat diterima dengan

    mudah dibandingkan siswa yang tidak

    percaya diri sulit untuk diterima di

    lingkungan sekolah.

    2 Hirschfeld-Cotton, Kimberly

    (2008) yang berjudul

    “Mathematical Communication,

    Conceptual Understanding, and

    Students Attitudes Toward

    Mathematics”.

    Peningkatan kemampuan komunikasi

    matematis secara lisan dan tulis,

    tergantung dari tingkat pemahaman

    masing-masing siswa.

    3 Fetus, A.B. (2012) yang berjudul

    “The Relationship between

    Emotional Intelligence and

    Academic Achievement of Senior

    Secondary School Students in the

    Federal Capital Territory,

    Abuja”.

    Kecerdasan emosional juga berperan

    penting untuk meningkatkan prestasi

    akademik selain tingginya tingkat

    kecerdasan kognitif siswa.

    4 Hasrattudin (2012) yang berjudul

    “Meningkatkan Kecerdasan

    Emosional melalui Pembelajaran

    Matematika Realistik”.

    Terdapat perbedaan peningkatan

    kecerdasan emosional siswa antara yang

    diberi pendekatan matematika realistik

    dan pendekatan biasa serta tidak terdapat

    perbedaan peningkatan kecerdasan

    emosional siswa berdasarkan gender.

    5 Kusumawati, N., Kartono, &

    Dwijanto (2012) yang berjudul

    “Pembelajaran Program Linear

    Berkarakteristik Kewirausahaan

    untuk Meningkatkan Kemampuan

    Komunikasi Matematik”.

    Model CIRC dan PBL yang telah

    dikembangkan berdasarkan karakteristik

    kewirausahaan dapat meningkatkan hasil

    belajar kemampuan komunikasi

    matematis siswa.

  • 26

    26

    No Penelitian Temuan

    6 Mohzan, M.A.M.,

    Norhaslinda, H., &

    Norhafizah, A.H. (2012) yang

    berjudul “The Influence of

    Emotional Intelligence on

    Academic Achievement”.

    Dua poin tentang memiliki kecerdasan

    emosional yaitu emosi diri dan mengerti emosi

    diri yang selanjutnya berpengaruh terhadap sikap

    positif untuk meraih prestasi belajar yang lebih

    baik.

    7 Karimah, S. (2013) yang

    berjudul “Pembelajaran

    Matematika Model

    Cooperative Integrated

    Reading and Composition

    (CIRC) untuk Meningkatkan

    Kemampuan Komunikasi

    Matematika Materi

    Segiempat Kelas VII”.

    Pembelajaran matematika dengan menggunakan

    model kooperatif CIRC dapat meningkatkan

    kemampuan komunikasi matematis siswa.

    8 Preeti, Bhadouria (2013)

    yang berjudul “Role of

    Emotional Intelligence for

    Academic Achievement for

    Students”.

    Prestasi akademik tanpa kecerdasan emosional

    tidak menunjukkan kesuksesan masa depan dan

    tidak adanya kecerdasan emosional juga

    menunjukkan lemahnya kepribadian dan

    kemampuan untuk membangun hubungan di

    tempat kerja serta di sekolah sehingga

    kecerdasan emosional sangat penting untuk

    pendidikan berkualitas.

    9 Halimah, Andi (2014) yang

    berjudul “Metode

    Cooperative Integrated

    Reading and Composition

    (CIRC) dalam Pembelajaran

    Membaca dan Menulis di

    SD/MI”.

    Terdapat kelebihan dan kekurangan

    pembelajaran menggunakan CIRC. Kelebihan

    metode CIRC yaitu (1) untuk meningkatkan

    pemahaman siswa, (2) dominasi guru dalam

    pembelajaran berkurang, (3) siswa termotivasi,

    (4) siswa dapat memahami soal dan saling

    mengoreksi pekerjaan, (5) membantu siswa yang

    lemah dalam memahami tugas yang diberikan,

    (6) meningkatkan hasil belajar, dan (7) siswa

    dapat memberi tanggapan, dapat bekerjasama,

    dan menghargai pendapat orang lain. Kekurang

    metode CIRC yaitu (1) hanya siswa aktif yang

    berani presentasi, (2) kegiatan-kegiatan

    kelompok tidak berjalan sesuai yang diharapkan,

    dan (3) perlunya pengarahan terlebih dahulu

    sebelum melanjutkan kegiatan selanjutnya.

    10 Pangastuti, L. Johan, A., &

    Kurniasari I. (2014) yang

    berjudul “Profil Kemampuan

    Komunikasi Matematis Siswa

    SMP Ditinjau dari

    Kecerdasan Emosional”.

    Adanya perbedaan tingkat kemampuan

    matematis siswa terhadap kecerdasan emosional

    tinggi, sedang, dan rendah.

  • 27

    27

    No Penelitian Temuan

    11 Bien, Yusak, I. (2015) yang

    berjudul “Kemampuan

    Komunikasi Matematis dan Self-

    efficacy Siswa pada Pembelajaran

    Model Kooperatif Tipe CIRC

    Berbasis Konstruktivisme”.

    Kemampuan komunikasi matematis

    siswa dengan menggunakan model CIRC

    mengalami pencapaian ketuntasan lebih

    baik dibandingkan pencapaian

    menggunakan model kontekstual.

    12 Fetus, A.B. & Kurumeh, M.S.

    (2015) yang berjudul “Effects of

    Emotional Intelligence Skills

    Acquisition on Students

    Achievement in Senior Secondary

    School Geometry in Keffi

    Education Zone, Nasarawa State,

    Nigera.”

    Kecerdasan emosional dapat ditingkatkan

    dan menggunakan kecerdasan emosional

    dalam belajar materi geometri dapat

    meningkatkan hasil belajar.

    13 Nartani, C.I., Rosidah, A.H. &

    Yohana, S. (2015) yang berjudul

    “Communication in Mathematics

    Contextual”.

    Kemampuan komunikasi matematis

    meningkat ditandai dengan (1) siswa

    dapat mengespresikan ide matematis

    secara lisan, (2) siswa aktif bergabung

    dalam diskusi kelompok, (3) siswa dapat

    menjelaskan rumus matematika dengan

    menggunakan bahasanya sendiri.

    14 Bien, Yusak, I. (2016) yang

    berjudul “Penggunaan Model

    Kooperatif Tipe CIRC Berbasis

    Kontruktivisme untuk

    Meningkatkan Kemampuan

    Komunikasi Matematis Siswa”.

    Siswa yang diajarkan menggunakan

    model kooperatif tipe CIRC hasil belajar

    mengalami ketuntasan dan kemampuan

    komunikasi matematis lebih baik dari

    siswa yang tidak menggunakan model

    tersebut.

    15 Henry, P. Imam, S. & Riyadi

    (2016) yang berjudul

    “Kemampuan Komunikasi

    Matematis Siswa Sesuai dengan

    Gender dalam Pemecahan

    Masalah Pada Materi Balok dan

    Kubus (Studi Kasus Pada Siswa

    SMP Kelas VIII SMP Islam Al-

    Azhar 29 Semarang)”.

    Siswa laki-laki dan perempuan

    mempunyai kesamaan kemampuan,

    hanya siswa laki-laki lebih terbuka dalam

    menyampaikan pendapatnya secara lisan

    dibandingkan siswa perempuan yang

    lebih dapat menilai pendapatnya secara

    tulisan atau gambar

    16 Hidayati, W.S. (2016) yang

    berjudul “Description Verbal

    Mathematics Communication of

    Students Prospective Mathematics

    Teacher in Teaching Practice”.

    Deskripsi kemampuan komunikasi

    matematika siswa laki-laki dan siswa

    perempuan secara lisan adalah adanya

    pengulangan pengucapan pada siswa

    laki-laki dan siswa perempuan tidak ada

    pengulangan berdasarkan pandangan

    guru saat proses belajar.

  • 28

    28

    No Penelitian Temuan

    17 Nor, N.A.K.M., Ismail, Z., &

    Yusof, Y.M. (2016) yang berjudul

    “The Relationship betwen

    Emotional Intelligence and

    Mathematical Competency among

    Secondary School Students”.

    Kecerdasan emosional bukan hal utama

    untuk meningkatkan hasil belajar siswa,

    namun disarankan untuk menggunakan

    kecerdasan emosional selama terlibat

    dengan siswa lainnya.

    18 Sukriadi, Abdul Basir, &

    Rusdiana (2016) yang berjudul

    “Pengaruh Kecerdasan Emosional

    Terhadap Hasil Belajar

    Matematika Siswa Pada Materi

    Sudut dan Garis di Kelas VII

    MTS Normal Islam Samarinda”.

    Terdapat pengaruh yang signifikan antara

    kecerdasan emosional terhadap hasil

    belajar matematika.

    19 Susiaty, U. D., Mardiyana, & D.

    Retno, S.S. (2016) yang berjudul

    “Eksperimentasi Model

    Pembelajaran Kooperatif Tipe

    Cooperative Integrated Reading

    and Composition (CIRC) dan

    Problem Posing bentuk Within-

    Solution Posing pada Materi

    Perbandingan ditinjau dari

    Kecerdasan Interpesonal Siswa

    SMP Negeri Kota Pontianak.”

    Pembelajaran matematika menggunakan

    CIRC hasilnya sama dengan

    pembelajaran klasik guru dan kecerdasan

    emosional siswa yang memiliki kategori

    rendah, sedang, dan tinggi hasil nilai

    matematikanya sama.

    20 Anintya, Y., E. Pujiastuti, &

    Mashuri (2017) yang berjudul

    “Analisis Kemampuan

    Komunikasi Matematis Ditinjau

    dari Gaya Belajar Siswa Kelas

    VIII pada Model Pembelajaran

    Resource Based Lerning”.

    Hasil pembelajaran menggunakan model

    resource based learning mencapai

    ketuntasan klasikal dan kemampuan

    komunikasi matematis mencapai tingkat

    baik.

    21 Hasibuan, I.S. & Zul Amry (2017)

    yang berjudul “Differences of

    Students Mathematical

    Communication Ability Between

    Problems Based Learning,

    Realistic Mathematical Education

    and Inquiri Learning In SMP

    Negeri 1 Labuan Deli”.

    Penerapan model PBL lebih baik dari

    pada RME, dan Inquiri Learning.

    Komunikasi dianggap penting karena ada

    dua alasan yaitu (1) matematika sebagai

    bahasa bukan hanya sebagai alat

    komunikasi dengan pasangan, tetapi juga

    sebagai alat untuk memecahkan masalah

    atau menggambarkan kemungkinan

    pemecahan masalah sebelum dan

    sesudahnya; (2) matematika sebagai

    interaksi sosial antara sesama siswa, guru

    dan siswa.

  • 29

    29

    No Penelitian Temuan

    22 Jati, N.H., Budiyono, & Slamet, I.

    (2017) yang berjudul “Students

    Mathematical Communication

    Ability using Learning Cycle 7E

    on Junior High School”.

    Hasil belajar menggunakan pembelajaran

    cycle 7E lebih baik dibandingkan yang

    menggunakan pembelajaran langsung.

    Menggunakan kemampuan komunikasi

    matematis, menjadikan siswa dapat

    mengespresikan ide, menggambarkan,

    dan mendiskusikan konsep secara

    menyeluruh dan jelas.

    23 Paridjo & St. Budi Waluya (2017)

    yang berjudul “Analysis

    Mathematical Communication

    Skills Students In The Matter

    Algebra Based NCTM”.

    Kemampuan komunikasi matematis

    siswa sekolah tinggi berdasarkan

    organisasi dan akomodasi berpikir

    matematika serta evaluasi dalam

    memecahkan masalah algebra, jurusan

    ilmu pengetahuan alam (IPA) lebih baik

    dari ilmu pengetahuan sosial (IPS).

    24 Sari, D. M. (2017) yang berjudul

    “Analysis of Students

    Mathematical Communication

    Ability By Using Cooperative

    Learning Talking Stick Type”.

    Kemampuan komunikasi matematis

    siswa dalam menjawab soal berbeda

    walaupun model pembelajaran dan

    instrumen yang digunakan sama yaitu

    model pembelajaran kooperatif talking

    stick type.

    25 Sari, D.S., K. Kusnandi, & S.

    Suhendra (2017) yang berjudul “A

    Cognitif Analysis of Students

    Mathematical Communication

    Ability on Geometry”.

    Tingkat kemampuan komunikasi

    matematis siswa dalam materi geometri

    kategorinya adalah rendah karena tidak

    terbiasa menulis jawaban matematika

    secara sistematis.

    26 Hakim, et. al. (2018) yang

    berjudul “The Application EQ and

    SQ in Learning Mathematics with

    Brain-Based Learning Aproach to

    Improve Students Mathematical

    Connection and Self-Efficacy in

    Senior High School”.

    Hasil pembelajaran matematika dengan

    brain-based learning dan

    mengaplikasikan EQ dan SQ dapat

    meningkatkan hasil dibandingkan siswa

    yang mendapat pembelajaran

    konvensional.

    27 Johar, R., Eka J. & Saminan

    (2018) yang berjudul “Students

    Mathematical Coommunication

    Ability and Self-Efficacy using

    Team Quiz Learning Model”.

    (1) peningkatan kemampuan komunikasi

    matematis siswa lebih baik dari pada

    kelas konvensional, (2) peningkatan self-

    efficacy menggunakan model

    pembelajaran team quiz lebih baik dari

    kelas konvensional, (3) tidak ada

    interaksi antara model pembelajaran

    dengan level siswa terhadap peningkatan

    kemampuan komunikasi matematis, dan

    (4) tidak ada interaksi antara model

    pembelajaran dengan level siswa

    terhadap peningkatan self-efficacy siswa.

  • 30

    30

    2.2 Kerangka Teoritis

    Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa kajian teori yang

    relevan sebagai landasan teoritis. Penjelasan yang digunakan dalam penelitian ini

    meliputi (1) efektivitas pembelajaran, (2) model pembelajaran CIRC, (3)

    kemampuan komunikasi matematis, (4) kecerdasan emosional, dan (5) teori

    belajar.

    2.2.1 Efektivitas Pembelajaran

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas yaitu keaktifan, daya

    guna, adanya kesesuaian dalam suatu kegiatan atau suatu keadaan yang

    menunjukkan sejauh mana rencana dapat tercapai. Kata efektivitas dapat juga

    diartikan sebagai tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu cara atau

    usaha tertentu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Menurut Miarso (2004:

    517) efektivitas pembelajaran merupakan salah satu standar mutu pendidikan dan

    sering kali diukur dengan tercapainya tujuan, atau dapat juga diartikan sebagai

    ketepatan mengelola suatu situasi, “doing the right things”. Menurut Supardi

    (2013) pembelajaran efektif yaitu kombinasi yang tersusun meliputi manusiawi,

    material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur diarahkan untuk mengubah perilaku

    siswa ke arah yang positif dan lebih baik sesuai dengan potensi dan perbedaan

    yang dimiliki untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

    Tujuan penelitian ini salah satunya yaitu menghasilkan kajian mengenai

    keefektifan pembelajaran kooperatif tipe CIRC terhadap komunikasi matematis

    siswa. Pembelajaran dalam penelitian ini dikatakan efektif jika (1) kemampuan

    komunikasi matematis siswa pada kelas yang mendapat pembelajaran dengan

  • 31

    31

    model kooperatif tipe CIRC ditinjau dari kecerdasan emosional mencapai kriteria

    ketuntasan minimal (KKM) minimal 70% dari jumlah siswa yang berpartisipasi,

    dan (2) kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas yang mendapat

    pembelajaran dengan model kooperatif tipe CIRC ditinjau dari kecerdasan

    emosional lebih baik dari pada siswa yang tidak mendapatkan model CIRC

    berdasarkan kategori kelompok kemampuan komunikasi matematis siswa.

    Dengan demikian prosedur pembelajaran yang digunakan guru dan bukti

    siswa belajar dijadikan fokus dalam usaha pembinaan keefektifan pembelajaran.

    Suatu pembelajaran matematika akan berjalan dengan efektif menurut Falach

    (2016) apabila dapat menggunakan berbagai metode dan model yang juga terdiri

    atas media dan sumber pembelajaran. Metode dan model diharapkan dapat

    menciptakan kondisi belajar yang efektif. Untuk meningkatkan kondisi belajar

    yang efektif menurut Fahmi (2014) maka guru perlu merapkan suatu metode

    pembelajaran yang melibatkan siswa secara dominan sehingga meningkatkan

    aktifitas belajar siswa terutama dalam pembelajaran matematika.

    2.2.2 Model Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)

    Meurut Slavin (2005: 200) Cooperative Integrated Reading and

    Composition (CIRC) yaitu sebuah program komprehensif atau luas dan lengkap

    untuk pengajaran membaca dan menulis. Menurut Slavin (2005: 204) tujuan

    utama dari pengembang program CIRC terhadap pelajaran menulis yaitu untuk

    merancang, mengimplementasikan, dan mengevaluasi pendekatan proses menulis

    pada pelajaran menulis. Dalam program CIRC para siswa merencanakan,

  • 32

    32

    merevisi, dan menyunting pekerjaan mereka dengan kolaborasi yang erat dengan

    teman satu tim mereka.

    Satu fokus utama dari kegiatan-kegiatan CIRC sebagai cerita dasar menurut

    Slavin (2005: 201) yaitu menggunakan penggunaan waktu tindak lanjut menjadi

    lebih efektif, karena melibatkan siswa saling bekerja sama satu sama lain,

    sehingga meningkatkan motivasi. Simpulan model pembelajaran CIRC yaitu

    suatu model pembelajaran kooperatif yang melibatkan kerja kelompok untuk

    menyelesaikan suatu masalah, di mana siswa yang merencanakan, merevisi, dan

    menyunting karangan mereka dengan kolaborasi yang erat dengan teman satu tim

    mereka.

    Langkah-langkah CIRC menurut Suprijono (2010: 130) yaitu (1)

    membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen; (2) guru

    memberikan wacana atau kliping sesuai dengan topik pembelajaran; (3) siswa

    bekerja sama saling membacakan, menemukan ide pokok dan memberi tanggapan

    terhadap wacana atau kliping dan ditulis pada lembar kertas; (4)

    mempresentasikan atau membacakan hasil kelompok; (5) guru membuat simpulan

    bersama; dan (6) penutup.

    Menurut Murtono (2012: 238) dalam disertasinya yang mengutip pendapat

    Madden, Steven & Slavin, langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran

    CIRC yaitu (1) membentuk kelompok dengan anggota 4-5 anak secara heterogen;

    (2) pengenalan topik yang akan dibahas; (3) guru menyajikan pelajaran; (4) siswa

    bekerja sama dan berdiskusi, saling membacakan, menemukan ide pokok, menulis

    karangan dengan sungguh-sungguh sambil dipahami, dan memberi tanggapan; (5)

  • 33

    33

    setiap kelompok mempresentasikan/ membacakan hasil diskusi kelompoknya

    kepada kelompok lain; (6) guru memberi pertanyaan kepada seluruh kelompok;

    (7) guru memberikan penghargaan atas penampilan kelompok; (8) guru

    memberikan tes individu; serta (9) guru dan siswa membuat simpulan bersama

    secara tertulis.

    Langkah-langkah pembelajaran CIRC yang telah dirumuskan oleh para ahli

    di atas, mempunyai persamaan yaitu (1) membentuk kelompok, (2) berdiskusi, (3)

    presentasi, dan (4) membuat simpulan. Namun yang dijadikan pijakan dalam

    penelitian iniyaitu langkah-langkah pembelajaran CIRC oleh Murtono (2012:

    259), maka kegiatan guru dan siswa dapat diuraikan pada Tabel 2.2 berikut.

    Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Cooperative Integrated Reading and

    Composition (CIRC)

    Fase Kegiatan

    Guru Siswa

    Pembentukan

    kelompok

    1. menginformasikan pembentukan kelompok. Setiap kelompok terdiri

    atas 5 siswa.

    1. membentuk kelompok dan memberi nama sesuai arahan

    guru.

    Penyampaian

    materi pelajaran

    2. pengenalan topik yang akan dibahas dengan menyajikan pelajaran.

    2. mendengarkan dengan seksama dan bertanya apabila ada hal

    yang kurang jelas.

    Tes kelompok 3. membagikan LKS sebagai bahan

    diskusi kelompok.

    3. menerima LKS sebagai bahan diskusi kelompok.

    Diskusi

    kelompok dan

    hasilnya

    dilaporkan

    secara tertulis

    4. meminta siswa membuat hasil diskusi secara tertulis. Guru

    memotivasi, memfasilitasi,

    membantu siswa yang mengalami

    kesulitan, dan memantau kerja

    sama antaranggota kelompok.

    5. meminta siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok kepada

    kelompok lain.

    6. memberi pertanyaan kepada seluruh kelompok.

    4. mengidentifikasi soal, menyusun rencana

    penyelesaian, membuat

    jawaban, saling berdiskusi.

    5. mempresentasikan hasil diskusi kelompok.

    6. menjawab pertanyaan dari guru.

    Penghargaan 7. memberikan penghargaan. 7. menerima penghargaan.

  • 34

    34

    Fase Kegiatan

    Guru Siswa

    Tes individu

    membagikan lembar tes kepada

    siswa secara individual dan

    mengamati siswa yang sedang

    mengerjakan tes.

    mengerjakan tes secara

    individual dalam bentuk

    tertulis.

    Simpulan meminta siswa membuat

    simpulan secara tertulis.

    membuat simpulan secara

    tertulis.

    Tabel 2.2 menjelaskan langkah-langkah kegiatan guru dan siswa mengenai

    pembelajaran CIRC yang ditunjukkan melalui fase demi fase. Fase pertama,

    pembentukan kelompok. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai

    kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Bila memungkinkan, anggota kelompok

    berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang beragam. Kegiatan guru

    menginformasikan pembentukan kelompok dan siswa membentuk kelompok

    sesuai arahan guru.

    Fase kedua, penyampaian materi pelajaran. Materi pembelajaran sesuai

    dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Fase ketiga, tes kelompok. Guru

    membagikan LKS sebagai bahan diskusi kelompok. Kegiatan siswa menerima

    LKS sebagai bahan diskusi kelompok.

    Fase keempat, diskusi kelompok dan hasilnya dilaporkan secara tertulis.

    Siswa bekerja sama dalam kelompok memperhatikan soal, menyusun rencana

    penyelesaian, membuat jawaban, saling berdiskusi, mempresentasikan hasil

    diskusi kelompok, dan menjawab pertanyaan dari guru. Keberhasilan

    pembelajaran ini tergantung dari keberhasilan masing-masing individu dalam

    kelompok, dimana keberhasilan tersebut sangat berarti untuk mencapai suatu

    tujuan positif dalam belajar kelompok. Kegiatan guru meminta siswa membuat

    hasil diskusi secara tertulis. Guru memotivasi, memfasilitasi, membantu siswa

  • 35

    35

    yang mengalami kesulitan, dan memantau kerja sama antaranggota kelompok.

    Guru meminta siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok kepada kelompok

    lain dan memberi pertanyaan kepada seluruh kelompok.

    Fase kelima, penghargaan. Keberhasilan kelompok untuk memperoleh

    penghargaan didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok

    dalam menciptakan hubungan antarpersonal yang saling mendukung, saling

    membantu, dan saling peduli. Guru memberikan penghargaan dan siswa

    menerima penghargaan. Fase keenam, tes individu. Guru membagikan lembar tes

    kepada siswa dan mengamati siswa yang sedang mengerjakan tes. Para siswa

    mengerjakan tes tertulis.

    Terakhir fase ketujuh, simpulan. Guru dan siswa membuat simpulan tentang

    materi yang dipelajari. Langkah-langkah fase tersebut, dipergunakan sebagai

    pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran. Langkah-langkah pembelajaran

    CIRC tersebut sudah disesuaikan dengan kebutuhan lapangan.

    2.2.3 Kemampuan Komunikasi Matematis

    Komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pesan dari seseorang

    kepada yang lainnya. Menurut Majid (2012: 268-269) bahwa komunikasi

    mempunyai tiga sudut pandang, yaitu (1) komunikasi pada dasarnya merupakan

    sesuatu penyampaian informasi, (2) komunikasi yaitu proses penyampaian

    gagasan dari seseorang kepada orang lain, (3) komunikasi diartikan sebagai proses

    penciptaan arti gagasan atau ide yang disampaikan. Dengan demikian, komunikasi

    yaitu proses penyampaian suatu pesan dari seseorang kepada yang lainnya

    sehingga mempunyai pengertian yang sama terhadap hal yang mereka bicarakan.

  • 36

    36

    Menurut National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (2000:

    268) komunikasi merupakan suatu tantangan bagi siswa di kelas untuk mampu

    berpikir dan bernalar tentang matematika yang merupakan sarana pokok dalam

    mengekspresikan hasil pemikiran siswa, baik secara lisan maupun tertulis. Suatu

    cara bagi siswa untuk mengkomunikasikan ide-ide, strategi maupun solusi

    matematika baik secara lisan (berbicara) maupun tertulis, serta merefleksikan

    pemahaman tentang matematika. Di dalam berkomunikasi tersebut harus

    dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan siswa itu dapat

    dipahami oleh siswa lain.

    Menurut Brener (1998: 109), komunikasi dalam matematika yaitu

    menggunakan bahasa dan konvensi matematika. Matematika merupakan salah

    satu bahasa yang dapat digunakan dalam berkomunikasi. Satu simbol dalam

    matematika dapat dipahami oleh setiap orang dengan bahasa apapun di dunia.

    Melalui bahasa, pesan yang disampaikan seseorang itu dapat dipahami oleh orang

    lain. Pesan dapat disampaikan melalui peristiwa dialog atau saling hubungan di

    dalam kelas. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang sedang

    dipelajari, misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi penyelesaian suatu

    masalah.

    Komunikasi matematika menurut Sumarmo (2010: 6) yaitu suatu situasi,

    gambar, diagram atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide atau model

    matematik, menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika secara lisan atau

    tulisan, mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematika, membaca

    dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis, mengungkapkan

  • 37

    37

    kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri. Berdasarkan

    pengertian tersebut, komunikasi matematika berarti mengungkapkan kembali

    bahasa matematika ke dalam bahasa sendiri. Proses pengungkapan tersebut, jika

    terjadi di lingkungan kelas, maka pihak yang terlibat dalam peristiwa komunikasi

    di dalam kelas adalah guru dan siswa. Cara pengalihan pesannya dapat secara

    lisan maupun tertulis.

    Menurut NCTM (2000: 60) bahwa “Communication is an essential part of

    mathematics and mathematics education”, artinya kemampuan komunikasi

    matematika menjadi hal yang penting yang harus dikembangkan dalam

    pembelajaran dan pendidikan matematika. Pentingnya memiliki kemampuan

    komunikasi matematis menurut Hendriana & Utari (2014: 30) yaitu membantu

    siswa menajamkan cara siswa berpikir, sebagai alat untuk menilai pemahaman

    siswa, membantu siswa mengorganisasi pengetahuan matematika mereka,

    membantu siswa membangun pengetahuan matematikanya, meningkatkan

    kemampuan pemecahan masalah matematika, memajukan penalarannya,

    membangun kemampuan diri, meningkatkan keterampilan sosialnya, serta

    bermanfaat dalam mendirikan komunitas matematika. Menurut Silver & Smith

    (1996) kemampuan komunikasi matematis memang perlu ditumbuhkembangkan

    dikalangan siswa. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, komunikasi matematis

    itu penting.

    Menurut Baroody (1993: 107) bahwa pembelajaran harus dapat membantu

    siswa mengkomunikasikan ide matematika melalui lima aspek komunikasi yaitu

    representing, listening, reading, discussing, dan writing. Tetapi dalam standart

  • 38

    38

    kurikulum matematika NCTM (2000), representasi tidak lagi termasuk dalam

    komunikasi tetapi menjadi salah satu standart yang perlu dikembangkan dalam

    pembelajaran matematika. Sehubungan dengan hal tersebut, aspek dalam

    komunikasi tidak lagi memuat representasi. Oleh sebab itu, mengkomunikasikan

    ide matematika memuat empat aspek komunikasi yaitu listening, reading,

    discussing, dan writing. Penjelasan ke-empat aspek sebagai berikut.

    1) Kemampuan mendengar (listening). Kemampuan mendengarkan secara kritis.

    Mendengar dengan hati-hati dapat mendorong siswa berpikir tentang jawaban

    yang lebih efektif.

    2) Kemampuan membaca (reading). Kemampuan membaca aktif. Membaca

    aktif yaitu kegiatan fokus pada paragraf-paragraf yang diperkirakan

    mengandung informasi penting, yang relevan dengan konsep dan masalah

    yang sedang dihadapi. Tujuan membaca yaitu mencari informasi dengan

    menemukan informasi-informasi penting yang terkandung dalam bacaan dan

    melihat pesan-pesan yang tersirat dalam bacaan yang sedang dibaca.

    3) Kemampuan diskusi (discussing). Diskusi memanfaatkan kemampuan

    komunikasi secara lisan. Kemampuan tersebut dapat diasah melalui kegiatan

    seperti; (1) memberi kesempatan siswa untuk mempresentasikan hasil

    pekerjaannya di kelas; (2) membiasakan siswa bekerja dalam kelompok-

    kelompok; (3) membuat permainan matematika, dan sebagainya.

    4) Kemampuan menulis (writing). Menulis berarti membuat catatan. Tujuan

    membuat catatan antara lain agar tidak lupa, membuat penjelasan secara rinci,

    dan membuat tulisan agar dapat dibaca dan dipahami oleh orang lain. Hal

  • 39

    39

    yang dapat dilakukan guru untuk mendorong siswa dalam menulis antara lain

    dengan meminta atau menugaskan siswa membuat pertanyaan, membuat

    penjelasan, dan membuat rangkuman.

    Indikator komunikasi matematis menurut NCTM (2000: 4) sebagai berikut;

    (1) Mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, dan

    mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; (2) Memahami,

    menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan,

    tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya; (3) Menggunakan istilah-istilah,

    notasi-notasi matematika, dan struktur-struktur untuk menyajikan ide-ide,

    menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.

    Indikator kemampuan komunikasi matematis menurut Sumarmo (2010: 6-7)

    yaitu; (1) Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide

    matematika; (2) Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik, secara lisan atau

    tulisan, dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar; (3) Menyatakan

    peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; (4) Mendengarkan,

    berdiskusi, dan menulis tentang matematika; (5) Membaca presentasi matematika

    tertulis dan menyusun pertanyaan yang relevan; (6) Membuat konjektur,

    menyusun argument, merumuskan definisi dan generalisasi.

    Indikator atau aktivitas komunikasi dalam matematika menurut Susanto

    (2013) terbagi menjadi dua yaitu lisan dan tertulis. Komunikasi lisan antara lain

    aktivitas siswa untuk (1) mengajukan pertanyaan, (2) menjawab pertanyaan, (3)

    mengekspresikan ide, dan (4) menyajikan jawaban. Sedangkan komunikasi

    matematika tertulis antara lain; (1) Merefleksikan benda nyata, gambar, atau ide-

  • 40

    40

    ide matematika; (2) Membuat situasi model atau masalah dengan menggunakan

    metode tertulis, konkret, grafik, dan aljabar; (3) Menggunakan keterampilan

    membaca, menulis, dan menganalisis untuk menginterpretasikan dan

    mengevaluasi ide-ide, simbol, istilah, dan informasi matematika; dan (4)

    Merespon pernyat