Upload
others
View
17
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Kemampuan Menulis Cerpen Mahasiswa Tadris... (Dian Uswatun Hasanah, dkk.) 45
KEMAMPUAN MENULIS CERPEN
MAHASISWA TADRIS BAHASA INDONESIA IAIN SURAKARTA
MELALUI PENERAPAN METODE BERPIKIR KREATIF
CARA SPIRITUALISME KRITIS
(Writing Abilities of Tadris Bahasa Indonesia IAIN Surakarta Students with
Application of Creative Thinking Methods of Critical Spiritualism)
Dian Uswatun Hasanah, Ferdian Achsani, Afrizal Mufti Tadris Bahasa Indonesia, Institut Agama Islam Negeri Surakarta
Jalan Pandawa, Pucangan, Kartasura, Sukoharjo
Posel: [email protected]
Diterima: 25 Februari 2019, Disetujui: 20 Mei 2019
ABSTRAK
Menulis kreatif selain menjadi mata kuliah wajib bagi mahasiswa Tadris Bahasa Indonesia (TBI)
IAIN Surakarta juga menjadi salah satu kegiatan untuk mengungkapkan gagasan yang kreatif.
Proses penulisan kreatif tersebut memerlukan perenungan yang mendalam agar tulisan yang
dihasilkan benar-benar berkualitas. Penggunaan metode yang sesuai dalam menulis kreatif sangat
diperlukan untuk menghasilkan tulisan yang berkualitas.Salah satu metode dalam menulis kreatif
adalah metode Berpikir Kreatif Cara Spiritualisme Kritis yang digagas oleh Ayu Utami. Metode ini
dapat dijadikan salah satu alternatif dalam pembelajaran menulis kreatif. Penelitian ini
mendeskripsikan hasil penerapan metode Berpikir Kreatif Cara Spiritualisme Kritis pada cerpen
mahasiswa TBI IAIN Surakarta tahun 2018 yang mengikuti mata kuliah menulis kreatif. Penelitian
ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif. Sampel data penelitian ini berjumlah 65 sesuai
dengan jumlah mahasiswa TBI. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes tertulis.
Peneliti atau subjek mengamati dan memberikan penilaian terhadap masing-masing cerpen (objek)
berdasarkan sembilan kategori penilaian. Hasil penilaian menunjukkan bahwa skor rata-rata akhir
sebesar 3.41 sehingga penggunaan metode yang digagas oleh Ayu Utami berpengaruh baik terhadap
cerpen karangan mahasiswa.
Kata kunci: menulis kreatif, cerpen, berpikir kreatif cara spiritualisme kritis.
ABSTRACT
Creative writing besides being a compulsory subject for TBI IAIN Surakarta students is also one of
the activities to express creative ideas. In the process of creative writing, deep reflection is needed,
so that the writing produced is truly high quality. The use of appropriate method in creative writing
is needed to produce quality writings. One method in creative writing is Creative Thinking in the
Way of Critical Spiritualism initiated by Ayu Utami. This method can be used as an alternative in
learning creative writing. This study describes the results of applying the method of Creative
Thinking on the Way of Critical Spiritualism in the short stories of TBI IAIN Surakarta students in
2018, who take creative writing major. This research is qualitative descriptive research. The data
samples of this study is 65, according to the number of TBI students. The data collection technique
in this study is written test. The researcher or subject observed and gave an assessment of each short
story (object) based on nine assessment categories. The result of the assessment shows that the final
average score is 3.41, so the use of the method initiated by Ayu Utami has a good effect on student
short stories.
Keywords: creative writing, short stories, creative thinking the way critical spiritualism.
46 ALAYASASTRA, Volume 15, No. 1, Mei 2019, hlm. 45—59
PENDAHULUAN
Menulis merupakan kegiatan
menuangkan ide, gagasan, pendapat,
pikiran, dan perasaan dalam bentuk
tulisan. Menulis merupakan
kemampuan berbahasa seseorang yang
paling sulit karena dalam praktiknya
memiliki tingkat kesulitan yang cukup
tinggi. Hal ini karena menulis
merupakan salah satu keterampilan
berbahasa yang produktif, yaitu
menghasilkan karya berupa tulisan,
tidak hanya reseptif. Berbeda dengan
membaca ataupun keterampilan
berbahasa lain yang hanya sebatas
menerima info, menulis merupakan
keterampilan produktif yang pada
akhirnya menghasilkan sebuah karya
dari pemikiran-pemikiran penulisnya.
Tarigan (2013:2—3) mengemukakan
bahwa menulis merupakan bentuk
kegiatan produktif dan ekspresif yang
diperlukan untuk berkomunikasi
secara tidak langsung dengan
memanfaatkan sistem berupa tulisan,
struktur bahasa, dan kosakata. Hampir
sama dengan pernyataan Tarigan
terkait arti menulis, Achmad (2016:5)
juga menjelaskan bahwa menulis tidak
hanya sebuah bentuk ekspresi diri
berupa gagasan kreativitas, tetapi
diharapkan dari menulis juga dapat
memberikan sebuah penghasilan.
Hasil yang diperoleh dari menulis
kreatif adalah sebuah karya yang dapat
menarik minat baik pembaca, media
massa, maupun penerbit.
Salah satu kegiatan menulis
yang mampu memicu kemampuan
berpikir kreatif adalah menulis kreatif.
Penulisan kreatif dapat dilakukan
dengan cara menulis cerpen, puisi, dan
novel.
Cerpen merupakan salah satu
bentuk kegiatan menulis kreatif.
Achmad (2016:5) mendefinisikan
cerpen sebagai karangan cerita pendek
yang ditulis oleh seorang cerpenis
untuk mengungkapkan ide kreatif
berdasarkan pengalaman empiris dan
daya kontemplatif. Pengertian tersebut
menunjukkan bahwa seorang cerpenis
saat menulis cerpen dapat bertumpu
pada pengalaman yang pernah
dialaminya serta daya kontemplatif
yang tinggi agar terbentuk sebuah ide
kreatif yang menarik. Muhardi dan
Hasanuddin (1992:5) berpendapat
bahwa cerpen merupakan karya fiksi
atau rekaan imajinatif yang
mengungkapkan satu permasalahan
secara singkat dan padat dengan
menggunakan komponen-komponen
atau unsur struktur berupa tema, latar
atau setting, penokohan, gaya bahasa,
sudut pandang, dan alur atau plot, serta
amanat. Dalam menulis cerpen,
seorang cerpenis perlu mengetahui
bagaimana struktur dan ciri cerpen
agar cerpen yang dihasilkan menjadi
lebih menarik. Selain itu, pengarang
harus berpikir kreatif supaya pembaca
tertarik untuk terus membaca cerpen
karyanya.
Sebagai hasil penulisan kreatif,
setiap mahasiswa Jurusan TBI IAIN
Surakarta harus kreatif dalam menulis
cerpen. Namun, hal itu belum terlihat
di kalangan mahasiswa saat ini.
Setyaningsih (2010:2) mengatakan
bahwa kualitas menulis mahasiswa
sangat rendah karena kurang kreatif
mengekspresikan tema ke dalam
unsur-unsur cerpen yang padu. Tidak
hanya kurang kreatif mengekspresikan
tema, tetapi mahasiswa juga kurang
dalam menggali atau menuangkan ide
kreatif dalam bentuk tulisan. Untuk
itu, diperlukan sebuah metode
pembelajaran yang kreatif, inovatif,
dan efektif agar dapat
mengembangkan kreativitas menulis
Kemampuan Menulis Cerpen Mahasiswa Tadris... (Dian Uswatun Hasanah, dkk.) 47
mahasiswa. Penggunaan metode
Berpikir Kreatif Cara Spiritualisme
Kritis yang digagas oleh Ayu Utami
dapat digunakan sebagai salah satu
rujukan bagi pendidik untuk
meningkatkan kemampuan menulis
kreatif mahasiswa. Berpikir kreatif
tidak seperti berpikir logis analitis.
Dalam berpikir logis analitis segala
data harus tersedia dan segala proses
harus bisa diukur. Dalam menulis
cerpen, perlu keterkaitan antara
menulis dan berpikir kreatif. Utami
mengungkap ada beberapa poin yang
perlu diperhatikan ketika menulis
cerpen. Pertama, orisinalitas ide.
Orisinalitas adalah keaslian karena
belum pernah dipikirkan dan
dilakukan oleh orang lain (Utami,
2015:132). Hal ini senada dengan
pernyataan Buzan dalam Puspitasari
(2017:255) bahwa yang termasuk
kemampuan berpikir kreatif, yaitu
kefasihan, fleksibilitas, dan orisinal.
Tidak lupa pengaruh dari unsur
spiritualisme kritis, yaitu bentuk
kreativitas dalam menuliskan cerita.
Lebih lanjut Utami (2015:170)
mengatakan bahwa spiritualisme kritis
adalah keterbukaan tanpa
mengkhianati pemikiran nalar kritis,
atau sikap kritis yang tidak tertutup.
Hubungan antara kreativitas dan
spiritualisme kritis sangat erat.
Sumber utama kreativitas bukan hanya
dari sikap kritis analitis, tetapi juga
dari berbagai wilayah yang tidak dapat
diukur seperti imajinasi, fantasi, dan
alam bawah sadar.
Unsur penting kedua adalah
deskripsi. Deskripsi dalam cerita
memberikan gambaran kepada
pembaca mengenai suatu hal.
Sebagaimana yang diutarakan oleh
Utami (2015:121), deskripsi terbagi ke
dalam dua hal, yaitu deskripsi
eksterior (hal yang tampak dari luar,
sesuatu yang dapat dilihat, dan dapat
diserap indra) dan deskripsi interior
(bagian dalam, penggambaran bentuk
suasana hati atau batin). Afra
(2011:162) juga mengungkapkan
bahwa deskripsi yang baik membuat
pembaca seperti tengah melihat
dengan mata kepala sendiri, mencicip
dengan lidah sendiri, bahkan mungkin
merasa mual ketika penulis
menggambarkan aroma busuk yang
memancar dari seonggok bangkai
tikus.
Ketiga, penerapan struktur dasar
narasi, yaitu kemampuan menulis
narasi dengan baik dapat dimunculkan
dengan membuat tabel Ci-Luk-Ba.
Struktur pada Ci-Luk-Ba yang
dikorelasikan ke dalam penulisan
narasi, yaitu (1) pengenalan, anak
melihat wajah orang tuanya sebelum
ditutup (tahap pengenalan cerita),
(2) ketegangan-klimaks, ketegangan
terjadi setelah ditutupnya wajah orang
tua, anak kehilangan karena tidak
dapat melihat wajah orang tuanya
(dalam cerita berarti munculnya
konflik), (3) klimaks-resolusi, anak
mendapatkan kembali wajah orang
tuanya (penyelesaian cerita) (Utami,
2015:36).
Keempat, adanya unsur
kenikmatan. Orang membaca cerpen
karena menginginkan sesuatu yang
dapat dinikmati yang tidak ia dapatkan
ketika membaca berita, karya skripsi,
dan koran. Lebih lanjut Utami
(2015:82) menjabarkan bahwa
membuat cerita adalah memberikan
kenikmatan bagi pembaca dengan
menghadirkan susunan informasi yang
sedemikian rupa. Kemudian unsur
ketegangan dalam cerita, menambah
kenikmatan pembacanya. Ketegangan
(biasa disebut suspens) terjadi apabila
48 ALAYASASTRA, Volume 15, No. 1, Mei 2019, hlm. 45—59
ada dua kemungkinan seperti menang
dan kalah, hidup dan mati, bahagia dan
kesedihan. Antara kenikmatan dan
ketegangan haruslah proporsional.
Utami mengibaratkan keseimbangan
proporsi struktur tiga bagian, yaitu
pada makhluk hidup memiliki tiga
bagian yakni kepala-tubuh-ekor,
bagian kaki dan tangan cerita
merupakan bagian tubuh yang dapat
merengkuh dan menyentuh minat
pembaca. Di dalam cerita terdapat
bagian kepala, badan, dan tubuh,
badan adalah bagian yang paling
panjang dan gemuk.
Kelima, penulis cerpen perlu
memperhatikan kefokusan dalam
cerita. Penulis perlu belajar untuk
memfokuskan diri pada satu peristiwa,
satu waktu, satu lokasi utama. Hal ini
dilakukan untuk memudahkan penulis
dalam mengembangkan potensi yang
tersimpan dalam peristiwa, waktu, dan
lokasi secara maksimal.
Enam, adanya karakter atau
tokoh, sudut pandang, dan dialog.
Utami (2015:101) mengatakan bahwa
tokoh merupakan hal terpenting
sebagai pegangan bagi pembaca untuk
bisa berkelana dalam cerita narasi.
Aziez dan Hasim (2010:47)
berpendapat, tokoh adalah pelaku
yang berperan menjalankan setiap
peristiwa dalam cerita sehingga
terjalin cerita. Dapat diibaratkan
karakter adalah roh dalam sebuah
cerita, sebagaimana roh dalam tubuh.
Apabila tubuh tidak memiliki roh atau
nyawa, segala organ dalam tubuh tidak
dapat bergerak. Begitu juga dengan
karakter sebagai penggerak alur, latar
waktu, suasana, klimaks, solusi, dan
sebagainya. Fungsi utama dialog
bukan sebagai pemberi informasi,
melainkan sebagai pembangun
karakter. Ia membuat tokoh seolah
hidup dan meyakinkan sehingga
pembaca “mendengar” ucapannya.
Pemberian dialog berarti memberikan
keluasan pada tokoh untuk berbicara
dalam kalimat langsung sehingga
pembaca dapat mengetahui bagaimana
sifat dari karakter tersebut. Sudut
pandang perlu direncanakan karena
setiap tulisan memiliki perspektif. Jika
sudut pandang tidak direncanakan,
secara otomatis yang digunakan
adalah sudut pandang yang tidak
disadari.
Tujuh, gaya bahasa. Unsur gaya
bahasa tidak dapat lepas dari karya
fiksi. Penggunaan gaya bahasa pada
cerita tidak harus dengan bahasa yang
bagus dan indah, tetapi bahasa yang
pas. Utami (2015:131) mengibaratkan
gaya bahasa seperti kulit. Tidak semua
orang harus memiliki kulit yang
mulus. Artinya, cerita tidak selalu
tampil dalam bahasa puitis. Bahasa
lugas dan sederhana juga tetap dapat
membuat cerita terlihat menarik jika
penulis mampu menyajikan dengan
cara yang menarik.
Tidak lupa unsur penting yang
berkaitan dengan penggunaan bahasa
Indonesia sesuai dengan PUEBI
(Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia) juga perlu mendapat
perhatian penulis sehingga menjadi
poin ke delapan. Meskipun cerpen
bukan karya tulis ilmiah, bukan berarti
tidak lepas dari penggunaan bahasa
yang baik dan benar. Agar sebuah
cerita dapat dinikmati dan dipahami
pembaca, penting bagi penulis atau
cerpenis menuliskan dalam bahasa
dengan baik dan benar (Utami,
2015:157).
Unsur terpenting yang terakhir
adalah amanat yang dapat menjadi
pelajaran bagi pembaca. Ayu Utami
mengatakan bahwa sebuah cerita
Kemampuan Menulis Cerpen Mahasiswa Tadris... (Dian Uswatun Hasanah, dkk.) 49
serupa rangkaian gerbong kosong atau
rangkaian gerbong penuh muatan. Isi
muatan tersebut dapat berupa
pemikiran, kritik sosial, sindiran, atau
moralitas. Kosasih (2012:71)
mengungkap bahwa amanat adalah
ajaran pesan atau moral bersifat
mendidik yang hendak disampaikan
penulis kepada pembaca melalui
karyanya.
Penelitian ini mendeskripsikan
hasil penerapan metode Berpikir
Kreatif Cara Spiritualisme Kritis pada
cerpen mahasiswa TBI IAIN
Surakarta tahun 2018 yang mengikuti
mata kuliah Menulis Kreatif.
Penelitian dengan menerapkan metode
Berpikir Kreatif Cara Spiritualisme
Kritis belum pernah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya. Penelitian yang
relevan dengan topik ini pernah
dilakukan oleh Puspitasari pada tahun
2017 dengan judul “Hubungan
Kemampuan Berpikir Kreatif dengan
Kemampuan Menulis Cerpen (Studi
Korelasional pada Siswa SMA Negeri
39 Jakarta)”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara
berpikir kreatif dan kemampuan
menulis cerpen. Hasil dari penelitian
ini menunjukkan bahwa ada hubungan
antara kemampuan berpikir kreatif dan
kemampuan menulis cerpen pada
siswa kelas XI SMA Negeri 39
Jakarta. Hal itu terlihat dari nilai
kemampuan berpikir kreatif siswa
yang tinggi yang didukung oleh
perolehan nilai menulis cerpen yang
tinggi pula. Hubungan positif antara
kemampuan berpikir kreatif dan
kemampuan menulis cerpen yang
ditunjukkan pada penelitian tersebut
menunjukkan bahwa ide menulis
cerpen tidak muncul dengan
sendirinya, tetapi melalui proses
berpikir kreatif.
Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian tersebut terletak pada objek
penelitian. Penelitian tersebut
dilakukan pada siswa kelas XI SMA
Negeri 39 Jakarta dengan jumlah
sampel 40 siswa, sedangkan penelitian
ini dilakukan pada mahasiswa TBI
IAIN Surakarta penempuh mata kuliah
Menulis Kreatif tahun 2018 dengan
jumlah sampel 65 mahasiswa.
Penelitian tersebut termasuk dalam
penelitian kuantitatif, sedangkan
penelitian yang dilakukan penulis
termasuk penelitian deskriptif
kualitatif. Hasil dari penelitian
tersebut berupa hasil hubungan
berpikir kreatif dengan menulis cerpen
yang dilihat dari data nilai hasil siswa
dalam menulis cerpen. Sementara itu,
hasil penelitian yang dilakukan
penulis adalah hasil dari berpikir
kreatif dalam menulis cerpen dengan
metode spiritualisme kritis. Aspek
penilaian didasarkan pada orisinalitas
ide, membangun deskripsi, ketepatan
struktur dasar narasi, unsur
kenikmatan, kefokusan cerita,
pemilihan karakter, sudut pandang,
dan dialog, penggunaan gaya bahasa,
penggunaan ejaan bahasa Indonesia,
dan muatan (amanat) cerita.
Dalam penelitian ini, peneliti
mendeskripsikan kemampuan menulis
cerpen mahasiswa TBI IAIN
Surakarta tahun 2018 yang mengikuti
mata kuliah Menulis Kreatif dengan
metode berbasis berpikir kreatif cara
spiritualisme kritis sebagai objek
penelitian. Sampel data dalam
penelitian ini sesuai dengan jumlah
mahasiswa TBI penempuh mata
kuliah Menulis Kreatif yang terdiri
atas dua kelas dengan jumlah total 65
mahasiswa. Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah tes tertulis.
Peneliti meminta objek menulis
50 ALAYASASTRA, Volume 15, No. 1, Mei 2019, hlm. 45—59
cerpen berdasarkan hasil pemikiran
dan observasi mereka. Dalam
penelitian tersebut, peneliti atau
subjek mengamati dan memberikan
penilaian terhadap tiap cerpen
berdasarkan sembilan kategori. Skor
paling tinggi dalam setiap kategori
penilaian tersebut adalah 4 poin
sehingga total skor adalah 36 dan
dikonversi ke dalam satuan terkecil
dengan dibagi 9 sehingga hasil dari
setiap karangan cerpen berjumlah 4.
Aspek yang dinilai dalam penulisan
cerpen ini sesuai dengan metode
berbasis berpikir kreatif cara
spiritualisme kritis yang disampaikan
oleh Ayu Utami. Cerpen yang sudah
terkumpul kemudian dikoreksi dan
diberikan penilaian sesuai dengan
aspek tersebut, kemudian dijumlah
dengan rumus sebagai berikut.
𝑀 = ∑ 𝐹 𝑋
𝑁
Keterangan:
M = Rata-rata
F = Frekuensi
X = Nilai akhir
N = jumlah siswa
Adapun kriteria penilaian dalam
penulisan cerpen mahasiswa TBI
dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel Kategori Penilaian
Rentang Nilai Kategori
3.51—4.00 Sangat Baik
3.01—3.50 Baik
2.01—3.00 Kurang Baik
1.01—2.00 Buruk
0.01—1.00 Sangat Buruk
HASIL DAN PEMBAHASAN
Orisinalitas Ide
Orisinalitas ide adalah ide yang
terdapat dalam sebuah cerpen belum
pernah ditemukan pada cerpen yang
lain. Hal ini menjadi tolok ukur bahwa
dalam menulis kreatif, penulis harus
mampu mengembangkan ide dan
gagasan mereka ke dalam tulisan yang
belum pernah dipikirkan oleh orang
lain. Gagasan tersebut sengaja dibuat
agar menambah wawasan pembaca
sekaligus memberikan warna baru
dalam dunia sastra. Hasil penilaian
terhadap cerpen mahasiswa TBI pada
aspek orisinalitas ide termasuk dalam
kategori baik. Hal ini dapat dilihat
dalam perhitungan berikut ini.
𝑀 = ∑ 𝐹 𝑋
𝑁
= 215
65
= 3,30
Perhitungan nilai tersebut
menunjukkan bahwa penilaian
terhadap orisinalitas ide masuk dalam
kategori baik. Ada banyak ide yang
unik dan belum pernah didapatkan
pada cerpen-cerpen lain, misalnya
pada cerpen “Neraca Bakteri
Kesunyian”. Cerpen tersebut
menceritakan tentang Meutia, wanita
mualaf yang menjadi autis karena
tidak mendapatkan dukungan moral
dari keluarga dan teman-temannya. Ia
diasingkan oleh orang-orang
terdekatnya. Hal tersebut
menjadikannya autis dan senang
dengan dunianya sendiri. Ia sering
menghabiskan waktu di laboratorium
kampus untuk meneliti hal-hal di
sekitarnya. Saat melakukan berbagai
penelitian, ia selalu bertemu bakteri
yang kemudian menjadi kawan
Kemampuan Menulis Cerpen Mahasiswa Tadris... (Dian Uswatun Hasanah, dkk.) 51
bercengkerama. Ia sadar ternyata ia
tidak sendiri. Ada bakteri yang selalu
ada di sekelilingnya. Setelah beberapa
bulan menjalani rutinitasnya sebagai
wanita autis, akhirnya ia dipertemukan
dengan Dito, yang mampu mengubah
Meutia menjadi perempuan
seutuhnya. Tema cerpen ini unik dan
jarang diangkat. Cerita yang demikian
menjadikan penilaian aspek
orisinalitas ide memiliki nilai yang
tinggi. Meskipun demikian, masih ada
cerpen-cerpen dengan tema yang
sudah sering ditemukan di media
massa atau di media lainnya.
Misalnya, tema tentang kisah
percintaan semasa SMA, konflik cerita
yang berakhir dengan tokoh utama
bunuh diri, tokoh utama mati karena
mengidap penyakit yang serius, dan
lain-lain. Kisah-kisah seperti ini sudah
familier di telinga masyarakat. Hal ini
disebabkan mahasiswa atau objek
penelitian belum mampu memahami
secara penuh tahapan orisinalitas ide.
Kemampuan Membangun
Deskripsi
Aspek deskripsi menjadi salah satu
penilaian yang penting sebab deskripsi
menjadi komponen dasar dalam setiap
cerita. Cerita hadir dan hidup berkat
dukungan deskripsi yang baik.
Namun, deskripsi harus dipilih dan
ditentukan mana yang dapat diambil.
Penilaian terhadap aspek deskripsi
bertumpu pada bagaimana gaya
penceritaan penulis sehingga mampu
membuat pembawa terbawa dalam
suasana cerita yang disampaikan.
Melalui deskripsi, seorang cerpenis
harus mampu membuat pembaca
seolah-oleh melihat dan merasakan
peristiwa yang terjadi dalam cerita
tersebut. Penulisan deskripsi bertujuan
agar pembaca merasakan cerita yang
ingin disampaikan dalam cerpen.
Berdasarkan perhitungan dari
karangan cerpen mahasiswa, hasil
akhir menunjukkan bahwa dalam
aspek penilaian deskripsi
menunjukkan predikat baik. Hal
tersebut dilihat dari penjumlahan rata-
rata seluruh nilai yang telah diperoleh
oleh mahasiswa yang sudah dikalikan
dengan frekuensi yang seluruhnya
berjumlah 233. Skor akhir tersebut
kemudian dibagi sejumlah siswa
dalam kelas. Adapun
penghitungannya dapat dilihat di
bawah ini.
𝑀 = ∑ 𝐹 𝑋
𝑁
= 233
65
= 3,58
Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa mahasiswa sudah
mampu menuliskan deskripsi dan
membuat pembaca terbawa suasana
cerita. Penilaian pada aspek ini tidak
terlalu banyak kritikan karena
mahasiswa mampu menggambarkan
deskripsi dalam cerpen dengan sangat
baik. Namun, masih ditemukan
beberapa cerpen yang belum seimbang
antara penerapan deskripsi dan dialog.
Hal ini tentu mengurangi penilaian
terhadap aspek deskripsi. Dialog yang
berkepanjangan membuat pembaca
sulit menghayati cerita yang
ditampilkan. Misalnya, pada cerpen
“Cinta Seorang Playboy”. Cerpen ini
mengisahkan percintaan seorang
playboy yang pada akhirnya
menemukan cinta sejatinya. Dalam
cerita itu penulis lebih banyak
menggunakan dialog antartokoh dan
lebih sedikit deskripsi. Begitu juga
52 ALAYASASTRA, Volume 15, No. 1, Mei 2019, hlm. 45—59
dengan cerpen berjudul “Aku dan
Kamu Selamanya” yang juga lebih
dominan penggunaan dialog daripada
penggunaan deskripsi. Penggunaan
dialog yang berlebihan pada sebuah
cerpen bernilai kurang memuaskan
karena pembaca sulit terbawa suasana
cerita yang ingin disampaikan.
Ketepatan Struktur Dasar Narasi
Salah satu langkah dalam metode
penulisan cerpen adalah melalui
pembuatan cerita mini yang
memanfaatkan jawaban atas kata tanya
siapa, apa, kapan, di mana, mengapa,
dan bagaimana serta melalui proses
Ci-Luk-Ba. Dalam proses tersebut,
mahasiswa diajak untuk menalarkan
dan menuliskan alur, deskripsi, dan
sinopsis yang dikembangkan dalam
cerpen. Hal ini agar sebuah karya
memiliki awalan atau orientasi dan
akhir cerita ataupun klimaks. Dengan
begitu, tulisan yang dibuat menjadi
lebih terarah. Proses penulisan struktur
narasi diibaratkan seperti permainan
Ci-Luk-Ba, yang sering digunakan
oleh orang dewasa untuk menghibur
balita. Ci adalah awalan yang berisi
informasi dasar dari cerpen yang
dituliskan. Cerpenis menuliskan
pengenalan terhadap cerita yang
dibuat. Luk berisi ketegangan atau
puncak konflik masalah yang dihadapi
oleh si tokoh. Ba berisi klimaks,
ending, atau bentuk penyelesaian
masalah yang dihadapi oleh tokoh.
Adapun penilaian hasil cerpen
mahasiswa pada aspek ketepatan
struktur dasar narasi dikategorikan
sangat baik. Hal ini dapat dilihat
melalui penghitungan berikut ini.
𝑀 = ∑ 𝐹 𝑋
𝑁
= 236
65
= 3,63
Berdasarkan hasil penilaian
tersebut dapat disimpulkan ada
kesesuaian antara proses Ci-Luk-Ba
dan alur penulisan cerpen. Hal ini
menandakan ketepatan alur cerita
antara penulisan dalam proses Ci-Luk-
Ba dan cerpen. Seluruh cerpen karya
mahasiswa TBI sudah sesuai dengan
proses Ci-Luk-Ba karena sebelum
menulis cerpen mereka diwajibkan
membuat kerangka dalam tabel Ci-
Luk-Ba, seperti contoh tabel karya
Candra Alfiyani berikut.
Judul Cerpen Bagian
Ci-
Bagian Luk- Bagian Ba-
Kembalinya
Kebahagiaan
Tokoh
Lala
adalah
penyan
dang
autis
Karena
keterbatasan
dan
kecantikan
tokoh Lala,
seorang
pemuda desa
tetangga
Lala
bernama
Fandi
memperkosa
Lala, lalu
terpaksa
menikahinya
karena tokoh
Lala hamil
Tokoh Fandi
insaf setelah
menyaksikan
Lala,
istrinya,
berjuang
saat
melahirkan
buah hati
mereka.
Mereka
menikah
untuk kedua
kalinya
.
Unsur Kenikmatan
Kenikmatan cerita menjadi salah satu
bahan yang paling pokok dalam setiap
tulisan fiksi. Pada hakikatnya, sebuah
cerita bertujuan untuk menghibur.
Pengarang atau penulis dituntut
mampu memberikan kenikmatan
kepada pembaca melalui karyanya.
Kenikmatan dapat terbentuk melalui
ketegangan konflik dan keindahan
cerita. Kenikmatan cerita dalam
Kemampuan Menulis Cerpen Mahasiswa Tadris... (Dian Uswatun Hasanah, dkk.) 53
penilaian ini adalah bagaimana
pengaruh penggunaan metode berpikir
kreatif cara spiritualisme kritis
sehingga mahasiswa mampu
membentuk cerita yang dapat
dinikmati oleh pembaca. Penilaian itu
berdasarkan ketegangan yang
ditampilkan dalam cerita, bagaimana
cerita tersebut memberikan sentuhan
kepada pembaca, dan lain-lain.
Berikut ini hasil penilaian terhadap
aspek kenikmatan cerita.
𝑀 = ∑ 𝐹 𝑋
𝑁
= 210
65
= 3,23
Perhitungan tersebut
menunjukkan bahwa hasil penilaian
pada aspek kenikmatan masuk ke
dalam kategori baik. Hal ini karena
pembaca (peneliti) sudah merasakan
konflik dalam cerita. Pengelolaan
konflik yang baik menciptakan
suspens yang dapat dinikmati
pembaca. Meskipun demikian, masih
juga ditemukan cerpen yang kurang
menonjolkan unsur kenikmatan,
misalnya dalam cerpen “Tragedi
Berdarah 17 Agustus 2018”. Dalam
cerpen tersebut, alur yang ditampilkan
terlalu panjang dan belum
menunjukkan ketegangan konflik.
Konflik yang muncul dalam cerita itu
saat si tokoh utama jatuh di kamar
mandi. Selebihnya hanya berisi cerita
pengalaman sehari-hari tokoh utama
sehingga pembaca kurang menikmati
cerita yang disajikan.
Kefokusan Cerita
Dalam aspek ini penilaian terletak
bagaimana penulis melukiskan ide,
konflik, serta alur yang membentuk
kefokusan dalam cerita. Kefokusan
dalam cerita merupakan poin yang
perlu diperhatikan oleh pengarang
dalam membawakan sebuah cerita.
Sebuah cerita harus fokus. Jangan
sampai seperti anak kecil yang
berlarian ke sana ke mari. Hal ini tentu
mengurangi kualitas sebuah bacaan.
Tulisan harus difokuskan pada satu
peristiwa, satu waktu, satu lokasi
utama yang dituju dan menjadi bidikan
penulis. Berikut hasil penilaian cerpen
mahasiswa TBI pada aspek kefokusan
cerita.
𝑀 = ∑ 𝐹 𝑋
𝑁
= 220
65
= 3,38
Perhitungan tersebut
menunjukkan bahwa keterampilan
mahasiswa dalam kefokusan cerita
dapat dikatakan baik. Hal ini
menunjukkan bahwa cerpen yang
ditulis oleh mahasiswa sudah fokus
pada tujuan. Sebagai contoh cerpen
“Pasangan Fiksi” karya Iqbal Syahrul
Akbar Al Aziz. Cerpen ini memiliki
kefokusan cerita. Peristiwa utama
dalam cerpen ini ialah Haris ternyata
salah mengartikan perhatian yang
selama ini diberikan Kayla. Pada
akhirnya Haris menyadari bahwa
cintanya tidak tergapai lagi dan Kayla
memang hanya menjadi pasangan
fiksinya selamanya. Cerpen ini juga
memiliki satu lokasi utama, yaitu di
sekolah, dan satu periode waktu, yaitu
selama beberapa bulan.
Karakter, Sudut Pandang, Dialog
Karakter, sudut pandang, dan dialog
merupakan unsur yang tidak kalah
penting dalam sebuah cerita. Ketiga
54 ALAYASASTRA, Volume 15, No. 1, Mei 2019, hlm. 45—59
hal tersebut merupakan kesatuan
dalam sebuah cerita. Karakter merujuk
pada pembawaan tokoh cerita. Dalam
membawakan karakter seseorang,
pengarang harus mampu membuat
karakter seunik dan sekreatif mungkin
agar pembaca memiliki kesan sendiri
terhadap tokoh tersebut. Sudut
pandang merujuk pada bagaimana
pengarang berperan dalam cerita yang
dibawakan. Tidak ada ketentuan
bahwa pengarang harus menggunakan
sudut pandang tertentu. Hal yang
paling penting adalah bahwa sudut
pandang dapat membawa pembaca
seolah pelaku dalam cerita penulis.
Dialog merupakan nyawa dalam
sebuah karangan fiksi. Kehadiran
dialog membawa variasi tersendiri
karena dapat memperkuat karakter
yang ditampilkan dalam cerita.
Berikut hasil penilaian dalam aspek
karakter, sudut pandang, dan dialog.
𝑀 = ∑ 𝐹 𝑋
𝑁
= 200
65
= 3,07
Dari hasil penilaian tersebut
dapat dikatakan bahwa penggunaan
karakter, sudut pandang, serta dialog
dalam cerpen yang dituliskan oleh
mahasiswa TBI belum begitu
signifikan, meskipun masuk kategori
baik. Karakter-karakter cerpen mereka
sudah biasa ditemui pada cerpen-
cerpen yang lain. Melalui metode ini
diharapkan penggambaran karakter
setiap tokoh dapat memunculkan
karakter yang unik, menarik, dan baru.
sehingga menarik minat pembaca.
Meskipun termasuk dalam kategori
baik, tetapi penggunaan dialog dalam
cerpen karangan mahasiswa termasuk
kurang baik. Hal tersebut dapat dilihat
pada aspek penilaian kemampuan
membangun deskripsi. Dalam
penilaian tersebut dijelaskan bahwa
penggunaan dialog pada dua cerpen
“Cinta Seorang Playboy” dan “Aku
dan Kamu Selamanya” terlalu
berlebihan sehingga mengurangi
penilaian. Temuan lain juga
ditemukan pada cerpen “Lomba
Penyatu Cinta” yang lebih dominan
menggunakan dialog sebagai
pengantar dalam cerita. Pembaca juga
kurang menikmati karena dialog
didominasi oleh bahasa kekinian.
Gaya Bahasa
Gaya bahasa merupakan karakteristik
atau ciri khas penulis dalam
menuliskan gagasannya. Penggunaan
gaya bahasa dan ragam bahasa yang
sesuai dengan latar cerita juga menjadi
penilaian tersendiri dalam sebuah
cerpen. Hal ini berkaitan dengan
kenikmatan dalam cerpen.
Penggunaan gaya bahasa oleh penulis
menjadikan cerita lebih indah dan
menarik sehingga pembaca akan
terbawa suasana dan teringat cerita
yang dibacanya. Ragam bahasa yang
disesuaikan dengan latar cerita juga
perlu diperhatikan. Hal ini akan
mencerminkan kesesuaian keadaan
latar dalam sebuah cerita. Berikut
penilaian terhadap gaya bahasa.
𝑀 = ∑ 𝐹 𝑋
𝑁
= 231
65
= 3,55
Dari penilaian tersebut dapat
dikatakan bahwa mahasiswa telah
mahir menggunakan gaya bahasa.
Penilaian pada aspek ini dapat
Kemampuan Menulis Cerpen Mahasiswa Tadris... (Dian Uswatun Hasanah, dkk.) 55
dikategorikan sangat baik, misalnya
penggunaan gaya bahasa
personifikasi. Berikut kutipan
penggunaan gaya bahasa
personifikasi.
(1) Mentari mulai bersinar
dengan senyumnya, diiringi
dengan nyanyian merdunya
suara ayam berkokok.
(2) Selang beberapa waktu
bakda ashar, Mas Alam
dengan tubuhnya yang
kerempeng seperti “balung
berjalan” berjalan pulang
dari masjid berpapasan
dengan Ardy.
(3) Raga kita memang di sini
bersama mereka tapi
pikiran kita melayang
memikirkan hal lain.
Memikirkan betapa
kesedihan akan selalu hadir
di hari-hari setelah acara ini
usai. Memikirkan hari itu
tiba, hari di mana aku bisa
menikah dengan lelaki
pilihan orang tuaku yang
jelas itu bukan Angga.
Sungguh menyedihkan.
(4) Aku hanya tersenyum
masam dengan apa yang
Radit katakan padaku.
Kutipan pertama menunjukkan
penggunaan gaya bahasa personifikasi
dalam cerpen “Pesona Gadis Desa
Doyo”. Dalam kutipan tersebut
mentari (matahari) diibaratkan seperti
manusia yang dapat tersenyum
sedangkan pada kutipan kedua
terdapat gaya bahasa perumpamaan
yang ditemukan dalam cerpen
berjudul “Yang Terlupakan”. Tubuh
kurus Mas Alam diibaratkan sebagai
balung yang dapat berjalan. Kutipan
ketiga menunjukkan penggunaan gaya
bahasa repetisi, yaitu kata memikirkan
yang diulang dua kali. Kutipan
keempat menunjukkan penggunaan
gaya bahasa alegori yang ditandai
dengan frasa senyum masam.
Penggunaan Ejaan Bahasa
Indonesia
Suatu tulisan, baik itu karya ilmiah
maupun cerita fiksi tidak luput dari
penilaian ejaan bahasa Indonesia yang
sesuai dengan kaidah. Penggunaan
ejaan sesuai dengan Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)
membuat cerita lebih mudah
dipahami. Penggunaan tanda baca
mempermudah pembaca dalam
mengolah intonasi ketika membaca
sebuah cerita, sedangkan kerapian
paragraf memudahkan pembaca dalam
menempatkan jeda sebelum beralih
membaca paragraf selanjutnya.
Penghitungan penilaian pada aspek
ejaan terhadap karangan cerpen dapat
dilihat dalam perhitungan sebagai
berikut.
𝑀 = ∑ 𝐹 𝑋
𝑁
= 230
65
= 3,53
Perhitungan tersebut
menunjukkan bahwa kualitas ejaan
yang digunakan sangat baik. Namun,
masih ditemukan kesalahan-kesalahan
dalam penulisan yang tidak sesuai
dengan kaidah kebahasaan. Sebagai
contoh beberapa kutipan berikut ini.
(1) “mas, aku tidak keterima di
Universitas Sebelas Maret?
ucapku seketika.
“Tidak apa-apa jangan menyesali
apa yang telah terjadi , jangan
56 ALAYASASTRA, Volume 15, No. 1, Mei 2019, hlm. 45—59
menyerah pokoknya tetap
semangat , ucap kakakku waktu
itu.
(2) “Kenapa kamu ga ijin kakak?”
seharusnya kamu ijin biar kakak
ngak cari kelabakan kemana-mana
ngerti!”
“maaf kak, yosa membela rara, ini
salah saya yang mengajaknya
keluar tanpa ijin kakak. Saya yang
mengajak rara menonton bola”
Kutipan tersebut menunjukkan
bahwa penulisan cerpen belum sesuai
dengan kaidah ejaan. Pada kutipan
pertama, kesalahan terletak pada
penggunaan tanda petik dan koma.
Pada awal dialog dalam kutipan
tersebut terdapat tanda petik dalam
membuka kalimat, tetapi tidak di akhir
kalimat. Setelah tanda petik
seharusnya digunakan huruf kapital,
tetapi kutipan tersebut tidak
menggunakan huruf kapital sehingga
termasuk dalam kesalahan berbahasa.
Adapun kesalahan pada tanda koma
terletak pada penggunaannya yang
tidak sesuai dengan PUEBI. Tanda
koma langsung melekat pada kata,
tidak menggunakan spasi.
Sama halnya dengan kutipan
pertama, letak kesalahannya terdapat
pada penggunaan tanda petik, hal
tersebut juga terjadi pada kutipan
kedua. Selain itu, kesalahan berbahasa
juga terjadi pada bidang fonologi yang
ditandai dengan perubahan fonem z
menjadi fonem j pada kata ijin.
Kesalahan selanjutnya terdapat pada
kutipan kedua yaitu penulisan kata
yosa. Yosa merupakan nama diri
sehingga seharusnya menggunakan
huruf kapital pada awal kata dan
penulisannya menjadi Yosa.
Aspek Nilai atau Amanat dalam
Cerpen
Selain menghibur, suatu cerita juga
berfungsi sebagai media mendidik
bagi pembaca. Cerita yang baik adalah
cerita yang mampu memberikan nilai-
nilai yang dapat diteladani bagi
pembaca. Selain itu, nilai-nilai sebuah
cerita menjadi penentu kualitas sebuah
cerita. Cerita yang bermutu dan
berkualitas adalah yang
mengedepankan nilai-nilai didik,
bukan sebatas cerita yang
disampaikan. Aspek penilaian nilai
atau amanat dalam cerita ini
difokuskan pada seberapa banyak nilai
yang disampaikan oleh penulis dalam
cerpen yang dituliskannya.
Cerpen-cerpen karya mahasiswa
memuat nilai atau amanat yang
disampaikan secara tersirat bukan
tersurat. Mahasiswa mampu
memberikan nilai-nilai edukatif dalam
cerpen sehingga dapat
diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Nilai akhir yang diperoleh
pada penilaian aspek ini sebesar 3.55.
Jumlah ini termasuk dalam predikat
sangat baik. Berikut penghitungan
skor akhir.
𝑀 = ∑ 𝐹 𝑋
𝑁
= 103
29
= 3,55
Beberapa pesan dalam cerpen
secara keseluruhan mengajarkan
kepada pembaca untuk menjadi
pribadi yang tangguh dan pemberani,
religius, kasih sayang orang tua
kepada anak, serta tolong-menolong.
Berikut ini beberapa kutipannya.
(1) Tidak berselang lama, pagi
hari ketika Dyah ingin
Kemampuan Menulis Cerpen Mahasiswa Tadris... (Dian Uswatun Hasanah, dkk.) 57
berangkat ke kampus, ia
bersinggah ke rumah nur
terlebih dahulu untuk
mengembalikan laptop yang
telah ia pinjam
(2) Sudah ditinggal ibunya di usia
yang masih kecil membuat
Mila tumbuh sebagai orang
yang mandiri. Jadi ketika ia
harus tinggal bersama bibinya
dan mengerjakan segala
pekerjaan rumah sendiri, ia
sudah terbiasa.
(3) Sampai di pantai kami
melakukan sholat zuhur
terlebih dahulu dan
dilanjutkan makan siang
bersama, sebuah makanan
sederhana yang bisa menjadi
mewah karena kebersamaan.
Aku makan di pohon dengan
memakai tikar sebagai alas
dudukku. Kami semua
menikmati makanan di siang
hari itu.
(4) Nawa satu bangku dengan
Ariyanti dan di belakangnya
ada Nisa dan Palupi. Mereka
berempat semakin lama
semakin akrab dan akhirnya
mereka bersahabat.
Kutipan pertama menunjukkan
sikap tolong-menolong. Pada cerpen
“Aku dan Kamu Selamanya”
diceritakan kisah persahabatan antara
Dyah dan Nur di perguruan tinggi.
Kutipan tersebut menceritakan bahwa
Nur merupakan teman yang baik. Hal
tersebut dibuktikan ketika ia
meminjamkan laptopnya kepada
Dyah. Begitu juga dengan Dyah, ia
merupakan pribadi yang bertanggung
jawab. Hal itu dibuktikan bahwa ia
bertanggung jawab dengan
memulangkan laptop yang
dipinjamnya dari Nur. Dari kutipan
tersebut amanat yang dapat diambil
adalah sikap bersahabat, tolong-
menolong dan disiplin. Kutipan
keempat juga menunjukkan amanat
yang sama, yaitu tolong-menolong
dalam kebaikan. Kutipan tersebut
menceritakan persahabatan antara
Nawa, Ariyanti, Nisa, dan Palupi.
Kutipan kedua menunjukkan
nilai kemandirian. Hal itu ditunjukkan
oleh tokoh Mila sebagai seorang
perempuan yang mandiri. Ia
mengerjakan pekerjaan rumah sendiri
bahkan ketika tinggal dengan bibinya.
Kutipan ketiga menunjukkan amanat
religius dan taat beribadah di mana
pun berada. Kutipan yang diambil dari
cerpen “Kebahagiaan Keluarga Kecil”
tersebut menceritakan pengalaman
keluarga penulis ketika liburan ke
Jawa Timur. Dalam kutipan tersebut
diceritakan bahwa kami (keluarga)
melakukan ibadah zuhur setelah
sampai di lokasi. Hal ini menunjukkan
ketaatan agama dalam menjalankan
perintah Allah.
Hasil Akhir Penilaian
Perhitungan rata-rata hasil akhir
penilaian dilakukan untuk mengukur
hasil akhir penulisan cerpen yang telah
dilaksanakan oleh mahasiswa. Selain
itu, hasil akhir perhitungan rata-rata ini
dapat digunakan untuk mengukur
pengaruh penggunaan metode
Berpikir Kreatif Cara Spiritualisme
Kritis terhadap penulisan cerpen
mahasiswa TBI. Perhitungan tersebut
dilakukan dengan rumus sebagai
berikut.
𝑀 = ∑ 𝐹 𝑋
𝑁
= 221,9
65
= 3,41
58 ALAYASASTRA, Volume 15, No. 1, Mei 2019, hlm. 45—59
Setelah dilakukan
penghitungan rata-rata dari seluruh
nilai mahasiswa, didapatkan total
penilaian sebesar 221,9. Hasil
penilaian tersebut kemudian dibagi
berdasarkan jumlah mahasiswa. Hasil
akhir yang diperoleh menunjuk pada
nilai 3.41. Berdasarkan nilai tersebut
dapat disimpulkan bahwa penerapan
metode Berpikir Kreatif Cara
Spiritualisme Kritis termasuk kategori
baik untuk diterapkan.
Dalam hal orisinalitas ide, tema-
tema yang diangkat sudah cukup
dikenal para penikmat cerpen. Terkait
deskripsi, mahasiswa sudah memiliki
kemampuan dalam menyusun
deskripsi cerita dengan baik, mampu
membuat pembaca terbawa dalam
suasana cerita yang ditulis. Mahasiswa
juga sudah mampu membuat struktur
dasar narasi dengan tepat. Narasi yang
mereka buat juga sudah sesuai antara
proses Ci-Luk-Ba dan alur cerpen.
Unsur kenikmatan dalam cerpen
dirasa kurang karena cerita masih
minim konflik. Akan tetapi,
mahasiswa sudah fokus dalam
bercerita karena sebagian besar cerpen
dibuat dengan pertimbangan satu
peristiwa utama, satu waktu, dan satu
lokasi utama. Dalam hal karakter,
masih sedikit tokoh yang memiliki
karakter unik. Sebagian besar karakter
sering dijumpai dalam cerita-cerita,
meskipun diperkuat dengan penulisan
dialog dan sudut pandang yang cukup
baik. Hampir semua cerpen juga sudah
menerapkan penggunaan gaya bahasa
yang beragam, penulisan ejaan sesuai
kaidah, dan memiliki amanat yang
dapat dipetik pembaca di semua cerita.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa penggunaan metode Berpikir
Kreatif Cara Spiritualisme Kritis
berpengaruh baik terhadap kualitas
penulisan cerpen.
SIMPULAN
Proses menulis kreatif merupakan
suatu proses yang mengajak penulis
berpikir kreatif dalam menciptakan
suatu karya yang bermutu dan
berkualitas. Cerpen sebagai salah satu
hasil dari produktivitas menulis kreatif
menjadikan penulis harus mampu
menuliskan cerita yang bervariasi dan
belum pernah dibaca oleh pembaca
sebelumnya. Namun, beberapa
mahasiswa belum mampu berpikir
kreatif dalam menciptakan cerpen
yang lebih bervariatif. Penggunaan
metode pembelajaran yang digunakan
oleh pendidik sangat berpengaruh
dalam meningkatkan kemampuan
menulis kreatif mahasiswa. Metode
Berpikir Kreatif Cara Spiritualisme
Kritis dapat digunakan sebagai salah
satu metode untuk meningkatkan
kemampuan menulis kreatif, termasuk
menulis teks cerpen.
Berdasarkan uraian dan
perhitungan rata-rata tiap aspek dan
perhitungan secara keseluruhan
menunjukkan bahwa kemampuan
menulis cerpen mahasiswa TBI IAIN
Surakarta menggunakan metode
Berpikir Kreatif Cara Spiritualisme
Kritis termasuk dalam kategori baik.
Hal ini berdasarkan hasil akhir rata-
rata yang diperoleh dari perhitungan
dua kelas sebesar 3,41. Hasil penilaian
ini menunjukkan bahwa penggunaan
metode Berpikir Kreatif Cara
Spiritualisme Kritis dalam
pembelajaran menulis cerpen
berpengaruh terhadap kualitas cerpen
karangan mahasiswa.
Kemampuan Menulis Cerpen Mahasiswa Tadris... (Dian Uswatun Hasanah, dkk.) 59
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Wintala. S. 2016. Menulis
Kreatif Itu Gampang.
Yogyakarta: ARSKA.
Afra, Afifah. 2011. Be A Brilliant
Writer. Solo: Gizone Books.
Aziez, Furqon., & Hasim, Abdul.
2010. Menganalisis Fiksi sebuah
Pengantar. Jakarta: Multikreasi
Satudelapan.
Kosasih, E. 2012. Dasar-dasar
Keterampilan Bersastra.
Bandung: Yrama Widya.
Muhardi, & Hasanuddin. 1992.
Prosedur Analisis Fiksi. Padang:
IKIP Padang Press.
Puspitasari, Anggun Citra D. D. 2017.
"Hubungan Kemampuan
Berpikir Kreatif Dengan
Kemampuan Menulis Cerpen
(Studi Korelasional pada Siswa
SMA Negeri 39 Jakarta)". SAP,
Vol. 1 No. 3.
Setyaningsih, Nas. H. 2010.
"Peningkatan Keterampilan
Menulis Cerpen Mahasiswa
Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia dengan Model
Sinektiks yang Dikembangkan".
Lingua, 6 (2).
Tarigan, Henry G. 2013. Menulis
sebagai Suatu Keterampilan
Berbahasa (edisi revisi).
Bandung: Angkasa.
Utami, Ayu. 2015. Menulis dan
Berpikir Kreatif Cara
Spiritualisme Kritis. Bogor:
Grafika Mardi Yuana.