4
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Gedung Djuanda I Jalan Dr. Wahidin Raya Namar 1 Jakarta 10710 Katak Pas 21 Telepan Fakslmile Website 3449230 (20 saluran), 3453710 www.depkeu.ga.id Keteranaan Pers PENJELASAN DIREKTORAT JENDERAL SEA DAN CUKAI TERKAIT DENGAN PENGENAAN ROYAL TI TERHADAP FILM IMPOR I. Landasan Hukum Terkait Royalty A. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 yang telah diubah dengan Undang-Undan I Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan Penjelasan Pasal 15 ayat (1) menyatakan yang dimaksud nilai transaksi yaitu har~~, yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar oleh pembeli kepada penju; I atas barang yang dijual untuk diekspor ke dalam Daerah Pabean ditambah dengc3 I biaya-biaya atau nilai-nilai, diantaranya adalah royalti dan biaya lisensi yang hart; dibayar oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung sebagai persyaratan jual bl~i barang impor yang dinilai, sepanjang royalti dan biaya lisensi tersebut belum termaSL ( dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar dari barang imp( r yang bersangkutan. B. WTO Valuation Agreement 1. Definisi royalti dan lisensi oleh Organization of Economic Cooperation ar JI Development (DECO) dalam ASEAN Customs Valuation Guide (2004) pada ang~ ~ 1.6. butir (t) menyebutkan bahwa royalti dan lisensi merupakan segala macoll 11 pembayaran yang berhubungan dengan penggunaan, hak untuk menggunakal , karya hak cipta literatur, artistik atau ilmiah termasuk juga sinematografi, filr paten, merk, desain atau model, plan, rumus, atau proses rahasia, atE.I penggunaan atau hak untuk menggunakan peralatan industri, komersil atau ilmia " atau menggunakan informasi tentang pengalaman industri, komersil atau ilmiah. 2. Berdasarkan Pasal 8 ayat 1(c). WTO Valuation Agreement, dinyatakan bahv :1 dalam menetapkan nilai pabean berdasarkan ketentuan Pasal 1 (nilai transaks I perlu ditambahkan nilai-nilai tertentu pada harga yang sebenarnya dibay II" atau yang seharusnya dibayar, antara lain adalah royalti dan biaya Iisensi yal ~: berkaitan dengan barang impor yang sedang ditetapkan nilai pabeannya yang han b

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA … · karya hak cipta literatur, artistik atau ilmiah termasuk juga sinematografi, filr paten, merk, desain atau model, plan, rumus, atau

  • Upload
    dotruc

  • View
    218

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA … · karya hak cipta literatur, artistik atau ilmiah termasuk juga sinematografi, filr paten, merk, desain atau model, plan, rumus, atau

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Gedung Djuanda IJalan Dr. Wahidin Raya Namar 1Jakarta 10710Katak Pas 21

TelepanFakslmileWebsite

3449230 (20 saluran),3453710

www.depkeu.ga.id

Keteranaan Pers

PENJELASANDIREKTORAT JENDERAL SEA DAN CUKAI

TERKAIT DENGAN PENGENAAN ROYAL TI TERHADAP FILM IMPOR

I. Landasan Hukum Terkait Royalty

A. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 yang telah diubah dengan Undang-Undan I

Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan

Penjelasan Pasal 15 ayat (1) menyatakan yang dimaksud nilai transaksi yaitu har~~,

yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar oleh pembeli kepada penju; I

atas barang yang dijual untuk diekspor ke dalam Daerah Pabean ditambah dengc3I

biaya-biaya atau nilai-nilai, diantaranya adalah royalti dan biaya lisensi yang hart;

dibayar oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung sebagai persyaratan jual bl~i

barang impor yang dinilai, sepanjang royalti dan biaya lisensi tersebut belum termaSL (

dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar dari barang imp( r

yang bersangkutan.

B. WTO Valuation Agreement

1. Definisi royalti dan lisensi oleh Organization of Economic Cooperation ar JI

Development (DECO) dalam ASEAN Customs Valuation Guide (2004) pada ang~ ~

1.6. butir (t) menyebutkan bahwa royalti dan lisensi merupakan segala macoll 11

pembayaran yang berhubungan dengan penggunaan, hak untuk menggunakal ,

karya hak cipta literatur, artistik atau ilmiah termasuk juga sinematografi, filr

paten, merk, desain atau model, plan, rumus, atau proses rahasia, atE.I

penggunaan atau hak untuk menggunakan peralatan industri, komersil atau ilmia "

atau menggunakan informasi tentang pengalaman industri, komersil atau ilmiah.

2. Berdasarkan Pasal 8 ayat 1(c). WTO Valuation Agreement, dinyatakan bahv :1

dalam menetapkan nilai pabean berdasarkan ketentuan Pasal 1 (nilai transaks I

perlu ditambahkan nilai-nilai tertentu pada harga yang sebenarnya dibay II"

atau yang seharusnya dibayar, antara lain adalah royalti dan biaya Iisensi yal ~:

berkaitan dengan barang impor yang sedang ditetapkan nilai pabeannya yang han b

Page 2: KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA … · karya hak cipta literatur, artistik atau ilmiah termasuk juga sinematografi, filr paten, merk, desain atau model, plan, rumus, atau

dibayar oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung, sebagai persyaratal

penjualan barang yang bersangkutan, sepanjang royalti dan biaya lisensi tersebL

belum termasuk dalam harga yang sebenarnya atau yang seharusnya dibayar.

3. Penjelasan Pasal 8 ayat 1(c) angka 2 WTO Valuation Agreement menyatakal

bahwa pembayaran yang dilakukan oleh pembeli untuk hak distribusi atau hal

penjualan kembali barang impor tidak ditambahkan pada harga yan

sebenarnya dibayar atau yang harus dibayar jika pembayaran tersebut tida

merupakan persyaratan penjualan barang untuk ekspor ke negara pengimpor.

4. Keputusan Committee on Customs Valuation No. 4.1. tahun 1984 menyataka

bahwa cinematic, sound dan video recordings tidak termasuk dalam data da

instruksi, sehingga penetapan nilai pabean dihitung tidak hanya terhada

media carrier.

Keputusan Committee on Customs Valuation No. 4.1. tahun 1984 selengkapny

adalah sebagai berikut:

"In determining the customs value of imported carrier media bearing data ( .

instructions, only the cost or value of the carrier medium itself shall be taken inl I

account. The customs value shall not, therefore, include the cost or value of the dati

or instructions, provided that this is distinguished from the cost or the value of tIJ Icarrier medium.

For the purpose of the Decision, the expression "carrier medium" shall not be takE 1

to include integrated circuits, semiconductors and similar devices or articlE ;

incorporating such circuits or devices; the expression "data or instructions" sha I

not be taken to include sound, cinematic or video recordings.

II. Pelaksanaan re-assessment (Post Clearance Audit)

1. Prosedur pemasukan barang impor menganut prinsip-prinsip self assessment dan at:: ;

prinsip self assessment tersebut DJBC berwenang melakukan re-assessment (Po t

Clearance Audit) sesuai UU 10 Tahun 1995 yang telah diubah dengan UU No 17/20C 3

tentang Kepabeanan.

2. Re-assessment dilakukan dengan selektif berdasarkan manajemen resiko diantaran~ 3

dengan mempertimbangkan volume importasi, nilai impor, profil importir, profil komodi ,

dan informasi / referensi lainnya.

3. DJBC melakukan re-assessment berdasarkan referensi sebagai berikut:

a. Menindaklanjuti rapat interdep tim harmonisasi tarif pada tanggal 11 Februari 20' =

di Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF, diadakan pertemuan pimpinan Bad; r

Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) dengan Kepala BKF, dalam pertemu; n

r,<.

Page 3: KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA … · karya hak cipta literatur, artistik atau ilmiah termasuk juga sinematografi, filr paten, merk, desain atau model, plan, rumus, atau

tersebut BKF menyatakan bahwa permasalahannya saat ini perhitungan nile

pabean untuk impor film hanya didasarkan pada harga cetak copy film, belur

termasuk hak royalti dan bagi hasil.

b. Surat Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) kepada Oirektur Jenderc

Bea Cukai nomor 282/BP2N/II1/2010 tanggal 26 Maret 2010 perihal permohona

penetapan nilai pabean film impor sesuai dengan nilai yang wajar, dengan alasa

bahwa pajak yang dikenakan terhadap film nasional selama ini lebih tinm

dibandingkan dengan film impor.

c. Surat Oirektorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri kepada Ketua BP2N Nomc'

121/0AGLU/4/2010 tanggal 12 April 2010 yang menyatakan bahwa ada faktc'

keunikan film yang mengandung hak atas kekayaan intelektual (intellectual proper/'

rights) sehingga penetapan nilai pabean tidak sekedar menggunakan patoka

metrik rata-rata per film (USO 0.43/meter).

d. Surat dari BKF kepada BP2N Nomor S-320/KF/2010 tanggal 17 Juni 2010 perihe

Pemberian Insentif Fiskal bagi Industri Perfilman Nasional dan penetapan Nile

Pabean atas Film Impor, yang intinya berisi penetapan Nilai Pabean barang Filr

impor merupakan implementasi dari UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeana

bukan merupakan kebijakan.

4. Hasil re-assessment OJBC dengan periode pemeriksaan Agustus 2008 s.d. Juni 201

untuk 256 Judul Film yang diimpor dengan 552 PIB, menemukan adanya pembayara

kepada prod user film atas nilai penggunaan hak cipta untuk keperluan distribusi ata

eksploitasi film yang dikategorikan sebagai royalty dan harus ditambahkan ke dalar

nilai pabean.

5. Hasil re-assessment OJBC telah diterbitkan penetapan berupa Surat Penetapa I

Kembali Tarif dan Nilai Pabean (SPKTNP) yang mewajibkan importir membaY,E.

kekurangan Bea Masuk, Pajak Oalam Rangka Impor (PPN dan PPh Pasal 22) da 'I

Sanksi Administrasi berupa Oenda.

6. Pengenaan Sanksi Administrasi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahul

2008 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi berupa Oenda di Bidang Kepabeanan.

7. Proses Penagihan Surat Penetapan Kembali Tarif dan Nilai Pabean (SPKTNP) adala I

sebagai berikut:

a. Importir dapat melunasi seluruh pungutan dalam jangka waktu 60 (enam puluh hal )

sejak tanggal SPKTNP; atau

b. Importir dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak dalam jangka waktu (: )

(enam puluh hari) sejak tanggal SPKTNP.

Page 4: KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA … · karya hak cipta literatur, artistik atau ilmiah termasuk juga sinematografi, filr paten, merk, desain atau model, plan, rumus, atau

c. Apabila importir tidak melunasi atau tidak mengajukan banding sampai dengan jatut

tempo maka dilakukan pemblokiran dan penagihan aktif.

III. Kesimpulan Tentang Penerapan Ketentuan Importasi Film

1. Tidak terdapat kebijakan atau peraturan yang baru mengenai ketentuan importasi filrr

Ketentuan tentang royalty yang harus ditambahkan ke dalam nilai pabean seSUi i

dengan WTO Valuation Agreement yang sudah diratifikasi dengan UU No 7 Tahul

1994 dan di adopt pada UU No 10 Tahun 1995 yang telah diubah dengan UU t\ )

17/2006 tentang Kepabeanan.

2. Tidak ada kenaikkan tarif bea masuk atas film impor. Film impor diklasifikasikan dala il

HS Code 3706 dengan pembebanan tarif bea masuk sebesar 10%, PPN impor sebes d'

10% dan PPh pasal 22 impor sebesar 2.5%.

IV. Pelaksanaan Penerapan Royalty Sesuai WTO Valuation Agreement Oleh Administrc5i

Pabean Negara Lain.

1. Di kawasan ASEAN, posisi Indonesia adalah sebagai Country Coordinator un Jk

customs valuation, dan Leading Country untuk Post Clearance Audit, sehingga terl3it

assessment atau re-assessment (Post Clearance Audit) Indonesia menjadi leader.

2. Beberapa Administrasi Pabean ngara lain yang sudah menerapkan royalty ditambahl:n

ke dalam nilai pabean atas impor film, antara lain:

a. China Customs telah menerbitkan peraturan khusus yang disebut .The Methods - :)r

The Assessment Of Customs Duties On Royalties To Imported Goods (assessn3nt

method)', yang memasukkan royalty ke dalam nilai pabean atas impor film ...8

negaranya.

b. India Customs mengatur: "Customs duties should be based on the intrinsic vaIL 1 of

the product, which shall include the payment on account of royalty/licence leE!

directly related to the imported goods. Cinematographic film shall be leviable tc ItlE

appropriate of customs duties on the value determined as above.

c. Russian Customs memasukkan royalty atas film yang diimpor ke negaranya setl;Jai

salah satu komponen nilai pabean.

d. Kastam Diraja Malaysia menerapkan royalty sebagai salah satu komponen nilai

pabean atas film yang diimpor ke negaranya.

e. Dan beberapa negara lainnya telah melakukan perhitungan royalty ke dalam r i.1<=1i

pabean atas impor film, antara lain: Uruguay, Argentina, dan Ukraina.

4