Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KEPADATAN POPULASI IKAN GELODOK (FAMILI : GOBIIDAE) PADA EKOSISTEM MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN
KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA
BILL MAULANA BIDAWI 120302057
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016
Universitas Sumatera Utara
KEPADATAN POPULASI IKAN GELODOK (FAMILI : GOBIIDAE) PADA EKOSISTEM MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN
KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
BILL MAULANA BIDAWI 120302057
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016
Universitas Sumatera Utara
KEPADATAN POPULASI IKAN GELODOK (FAMILI : GOBIIDAE) PADA EKOSISTEM MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN
KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
BILL MAULANA BIDAWI 120302057
Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016
Universitas Sumatera Utara
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : KepadatanPopulasiIkanGelodok (Famili:Gobiidae) pada Ekosistem Mangrove di DesaPulau Sembilan KecamatanPangkalanSusuKabupatenLangkatProvinsi SumateraUtara
Nama Mahasiswa : Bill Maulana Bidawi
NIM : 120302057
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Disetujui oleh : Komisi Pembimbing
Dr.Ir.Yunasfi, M.Si Desrita, S.Pi, M.Si Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr.Ir.Yunasfi, M.Si Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Bill Maulana Bidawi
Nim : 120302057
Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Kepadatan Populasi Ikan
Gelodok (Famili: Gobiidae) pada Ekosistem Mangrove di Desa Pulau
Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Provinsi
Sumatera Utara” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan
belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Medan,Desember 2016
Bill Maulana Bidawi NIM. 120302057
Universitas Sumatera Utara
i
ABSTRAK
BILL MAULANA BIDAWI.KepadatanPopulasiIkanGelodok (Famili:Gobiidae) pada Ekosistem Mangrove di DesaPulau Sembilan KecamatanPangkalanSusuKabupatenLangkatProvinsi SumateraUtara. Dibimbing oleh YUNASFIdan DESRITA. Pemanfaatan hutan mangrove sebagai alih fungsi lahan mengakibatkan turunnya produktivitas hutan mangrove. Peralihan fungsi tersebut merusak ekosistem mangrove dan mengganggu kehidupan biota di dalamnya. Salah satunya adalah Ikan Gelodok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kepadatan populasi Ikan Gelodok serta bagaimana hubungan kerapatan mangrove terhadap kepadatan populasi Ikan Gelodok. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Maret sampai dengan April 2016 padaekosistem mangrove di desa Pulau Sembilan. Metode penelitian yang digunakan adalahPurposive Random Sampling. Ditemukan 3 spesies Ikan Gelodok di lokasi penelitian yaitu Periophthalmus chrysospilos, Periophthalmus gracilis, dan Boleophthalmus boddarti. Hasil penelitian diperoleh bahwa kepadatan populasi Ikan Gelodok tertinggi ditemukan pada stasiun III sebesar 0,74 Ind/m2 dan yang terendah pada stasiun IV sebesar 0,26 Ind/m2
. kerapatan tingkat pohon tertinggi ditemukan pada stasiun IV sebesar 4800 ind/ha dan yang terendah berada pada stasiun III sebesar 4066 ind/ha yang masih tergolong baik. Hubungan antara kerapatan mangrove dan kepadatan populasi Ikan Gelodok diketahui berkolerasi negatif dengan nilai -0,941.
Kata Kunci : Identifikasi, Mangrove, Kepadatan Populasi, Ikan Gelodok.
Universitas Sumatera Utara
ii
ABSTRACT
BILL MAULANA BIDAWI. The Population Density of Mudskipper (Family: Gobiidae) at the Mangrove Ecosystem in the Sembilan Island Village, District of Pangkalan Susu, Langkat, Province of North Sumatra.
Under academic supervision byYUNASFIandDESRITA.
Utilization of Mangrove Ecosystem as land conversion resulting decline in the productivity of the mangrove ecosystem. The transition function of the mangrove ecosystem damage and disrupt the microbial life in it. One of which is a Mudskipper. The research aims to determine how the population density of Mudskipper and how the relationship of magrove density to the population density of Mudskipper. The research was conducted for two months from March to April 2016 at the mangrove ecosystem in the sembilan island village. The research used purposive random sampling method. There are three types of fish can be found in those areas, which are Periophthalmus chrysospilos, Periophthalmus gracilis,and Boleophthalmus boddarti. The results of this research is the highest population density of Mudskipper are found at station III with a value of 0,74 Stand/m2and lowest were in station IV with a value of 0,26 Stand/m2
. The highest density of mangrove are found at station 4 with a value of 4800 Stand/ha and lowest were in station III with a value of 4066stands/ha and categorized good. Relationship between the mangrove density and the population density of Mudskipper exhibits a negative correlation with a value of -0,941.
Key Words : Identification, Mangrove, Population Density, Mudskipper.
Universitas Sumatera Utara
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Deli Tua, Provinsi Sumatera Utara
pada tanggal 24 Februari 1994, dari Ayahanda Nuryadi
dan Ibunda Sinar Wati Dewi Lestari. Penulis merupakan
anak pertama dari dua bersaudara.
Penulis mengawali pendidikan formal di SD
Swasta Muhammadiyah tahun 2000-2006, dan pada tahun
2006-2009 di SMP Negeri 1 Tanjung Morawa. Penulis menyelesaikan pendidikan
menengah atas di SMA Negeri 1 Tanjung Morawa pada tahun 2009-2012. Pada
tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan S1 di Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui
Ujian Masuk BersamaPerguruan Tinggi Negeri (UMBPTN) Jalur
Selama mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif sebagai pengurus Ikatan
Mahasiswa Manajeman Sumberdaya Perairan (IMASPERA) sebagai kepala
bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi periode 2015/2016. Penulis pernah
menjadi asisten laboratorium Ikhtiologi pada tahun 2014-2016, Laboratorium
Fisiologi Hewan Air pada tahun 2015/2016, serta Laboratorium Budidaya
Perairan dan Konservasi Sumberdaya Hayati Perairan pada tahun 2016/2017.
Pada tahun 2015, penulis
Tertulis.
melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di
Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo, Banda Aceh, Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.
Universitas Sumatera Utara
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat,
hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyesuaikan skripsi yang
berjudul “Kepadatan Populasi Ikan Gelodok (Famili: Gobiidae) Pada
Ekosistem Mangrove di Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu
Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara” Skripsi disusun sebagai salah
satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orangtua tercinta, ayahanda Nuryadi dan Ibunda Sinar Wati Dewi
Lestari yang telah memberi dukungan doa, semangat, moril dan materil
kepada penulis.
2. Adik penulis M. Bim Ibnu Hajar yang telah memberikan dukungan doa, dan
semangat kepada penulis.
3. Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Siselaku ketua komisi pembimbing sekaligus selaku
Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan serta Ibu DesritaS.Pi,
M.Siselaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan ilmu,
masukan, arahan dalam penulisan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu dosen, staff pengajar dan pegawai di lingkungan Program
Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
v
5. Bapak Burhan, Abang Munir serta Abang Amril selaku masyarakat setempat
yang telah banyak membantu penulis selama kegiatan penelitian dilakukan.
6. Adinda Tifani Zianida yang telah memberikan dukungan doa dan membantu
penulis selama penulisan serta memberikan semangat kepada penulis.
7. Rekan-rekan mahasiswa/i satu tim penelitian di Pulau Sembilan, Fina
Fitriyani S.Pi, Rudi Hasonangan Siregar S.Pi, M Ridho Santoso S.Pi, Yolanda
Rizwany S.Pi, Nurul Andrifa Nasution S.Pi, dan Saleha Bako S.Pi yang telah
membantu penulis selama penelitian dan memberikan semangat.
8. Rekan-rekan mahasiswa/i, Ali Yunus, Abdul Wahid, Fajar Prasetya
Kembaren S.Pi, Alexsander Sembiring, Putri Permata Sari Sirait S.Pi, Mikha
Febryana dan teman-teman seperjuangan MSP stambuk 2012, yang telah
membantu penulis selama perkuliahan serta dukungan doa dan semangat
kepada penulis.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagai
dasar penelitian selanjutnya dan dapat menjadi sumber informasi bagi pihak yang
membutuhkan, khususnya dibidang kelautan dan perikanan.
Medan,Januari2017
Penulis
Universitas Sumatera Utara
vi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ................................................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iv
DAFTAR ISI .............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xi
PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................ 1 Rumusan Masalah ........................................................................... 2 Tujuan Penelitian ............................................................................. 3 Manfaat Penelitian ........................................................................... 3 Kerangka Pemikiran ........................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove ....................................................................... 5 Zonasi Mangrove ............................................................................ 6 ManfaatdanFungsi Mangrove ......................................................... 8 Deskripsi dan Morfologi Ikan Gelodok (Famili: Gobiidae) ............ 10 Habitat dan Penyebaran Ikan Gelodok ............................................ 12 Kepadatan Populasi ......................................................................... 14 Hubungan Panjang bobot ................................................................ 16 Faktor Kondisi ................................................................................. 17 Faktor Fisik yang Mendukung Kehidupan Ikan Gelodok ............... 18
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat .......................................................................... 21 AlatdanBahan .................................................................................. 22 Metode Pengambilan Contoh .......................................................... 22 Deksripsi Stasiun Pengambilan Contoh .......................................... 22 Pengamatan Vegetasi Mangrove ..................................................... 25 Pengambilan Contoh Ikan Gelodok ................................................ 26 Pengambilan Contoh Substrat ......................................................... 26 Pengambilan Data Parameter Fisika Kimia Perairan ...................... 27
Universitas Sumatera Utara
vii
Analisis Data ................................................................................... 27 Analisis Kondisi Ekosistem Mangrove ............................. 27 Analisis Biota .................................................................... 27 Analisis Substrat ............................................................... 30 Hubungan Kerapaan Mangrove dengan Kepadatan Ikan Gelodok ............................................................................. 31
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ................................................................................... 32 Analisis Data Kerapatan mangrove ................................... 32 Identifikasi Ikan Gelodok .................................................. 35 Parameter Fisika Kimia Perairan ....................................... 41 Analisis Substrat ................................................................ 41 Pasang Surut ...................................................................... 42 Hubungan Kerapatan Mangrove terhadap Kepadatan Ikan Gelodok ..................................................................... 43 Pembahasan ....................................................................... 44 Analisis Data Kerapatan mangrove ................................... 44 Identifikasi Ikan Gelodok .................................................. 46 Parameter Fisika Kimia Perairan ....................................... 52 Analisis Substrat ................................................................ 54 Pasang Surut ...................................................................... 55 Hubungan Kerapatan Mangrove terhadap Kepadatan Ikan Gelodok ..................................................................... 56 Rekomendasi Pengelolaan ................................................. 58
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ........................................................................ 58 Saran .................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara
viii
DAFTAR GAMBAR No. Teks Halaman
1. KerangkaPemikiranPenelitian ................................................................ 4
2. Pola Zonasi Mangrove ........................................................................... 6
3. Jaring makanan dan pemanfaatan mangrove di Indonesia ..................... 9
4. PetaLokasiPenelitian .............................................................................. 21
5. Lokasi Stasiun I ...................................................................................... 23
6. Lokasi Stasiun II .................................................................................... 23
7. Lokasi Stasiun III ................................................................................... 24
8. Lokasi Stasiun IV ................................................................................... 24
9.Transek Pengukuran Vegetasi Mangrove ................................................. 25
10. TipeSubstratberdasarkan Segitiga USDA .............................................. 31
11. Kerapatan Vegetasi Mangrove Tingkat Pohon Stasiun 1 ...................... 32
12. Kerapatan Vegetasi Mangrove Tingkat Pohon Stasiun 2 ..................... 33
13.Kerapatan Vegetasi Mangrove Tingkat Pohon Stasiun 3 ...................... 33
14. Kerapatan Vegetasi Mangrove Tingkat Pohon Stasiun 4. .................... 34
15.Kerapatan Spesies Mangrove berdasarkan setiap stasiun ...................... 35
16.B. boddarti ............................................................................................. 35
17. P. Gracilis ............................................................................................. 36
18. P. chrysospilos ...................................................................................... 36
19. Nilai indeks keanekaragaman ikan gelodok ........................................... 37
20. Grafik Kepadatan Populasi Ikan Gelodok pada Setiap Stasiun ............. 38
21. Hubungan Panjang dan Bobot jenis P. chrysospilos .............................. 39
Universitas Sumatera Utara
ix
22. Hubungan Panjang dan Bobot P. gracilis .............................................. 39
23. Hubungan Panjang dan Bobot B. boddarti ............................................ 40
24. Grafik tinggi Pasang Surut Tanggal 24 Maret s/d 07 April 2016 .......... 42
25. Grafik Regresi Kerapatan Mangrove terhadap Kepadatan Populasi Ikan Gelodok ........................................................................................ 43
Universitas Sumatera Utara
x
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Parameter Fisika Kimia Perairan yang diukur ................................. 27
2. Pedoman Untuk Menginterpretasikan Koefisien Korelasi (r) ......... 30
3. Hubungan Panjang Bobot Ikan Gelodok ......................................... 40
4. Faktor Kondisi Ikan Gelodok Berdasarkan Jenis ............................ 41
5. Hasil Pengukuran Parameter Fisika Kimia Perairan........................ 41
6. Hasil Analisis Fraksi Substrat.......................................................... 42
Universitas Sumatera Utara
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Data Analisis Vegetasi Mangrove ...................................................... 65
2. Kepmen LH No. 201 Tahun 2004 ...................................................... 67
3. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO) ...................................................................................................... 68
4. Data Mentah Kualitas Air .................................................................. 69
5. Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 ........................................................ 70
6. Data Analisis Ikan Gelodok ............................................................... 73
7. Data Panjang dan Bobot Ikan Gelodok .............................................. 74
8. Alat dan Bahan Penelitian .................................................................. 75
9. Gambar Spesies Ikan Gelodok yang Ditemukan ............................... 80
10. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ...................................................... 81
Universitas Sumatera Utara
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pulau Sembilan berdekatan dengan Selat Malaka.Secara administratif
terletak di kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat.Di pulau ini banyak
terdapat hutan mangrove yang mengelilingi pulau.Tanaman bakau, api-api
(Avicennia spp.), buta-buta (Excoecaria agallocha), dan Nypah bisa dijumpai di
pesisir Pulau Sembilan lahan pasang surut air laut.Selain itu di Desa ini juga ada
beberapa aktivitas masyarakat seperti hutan mangrove, pertambakan dan
pemukiman penduduk.
Kerusakan hutan mangrove pada beberapa tahun terakhir seluas 371 hektar
di Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera
Utara, yang diakibatkan oleh perambahan dan berubah fungsi menjadi perkebunan
sawit yang dikuasai oleh PT Makmur Abadi Raya (Antarasumbar, 2015).Adanya
perubahan lingkungan ekosistem wilayah pesisir laut secara tidak langsung
mempengaruhi sistem komunitas yang berada di dalamnya, termasuk terhadap
keanekaragaman jenis dan struktur komunitas yang berada dalam ekosistem
tersebut.
Ikan Gelodok adalah salah satu spesies yang hidupnya dipengaruhi
olehkeberadaan dari hutan mangrove. Ketika kawasan mangrove itu dalam
kondisi baik makaproduktivitas ikan di kawasan mangrove mengalami
peningkatan. Menurut Ikbal (2001)diacu oleh Indriani, dkk(2008) bahwa kawasan
yang ditumbuhi oleh mangrove selalu berkaitan dengankawasan perikanan yang
penting, sehingga hilangnya mangrove akan menurunkanproduksi perikanan.
Universitas Sumatera Utara
2
Penurunan jumlah spesies dalam suatu habitat mempengaruhijumlah kualitas dan
kuantitas Ikan Gelodok..
Pemanfaatan hutan mangrove sebagai alih fungsi lahan mengakibatkan
turunnya produktivitas hutan mangrove di Desa Pulau Sembilan.Peralihan fungsi
tersebut merusak mangrove dan mengganggu kehidupan biota di dalamnya.Salah
satunya adalah Ikan Gelodok.Kepadatan populasi Ikan Gelodoksangat bergantung
pada daya toleransinya terhadap perubahan lingkungan. Salah satunya adalah
ekosistem mangrove yang merupakan habitatnya.Oleh sebab itu, keterkaitan
antara mangrove dan Ikan Gelodokyang berada di Desa Pulau Sembilan perlu
dikaji.
Perumusan Masalah
Penurunan keseimbangan ekosistem mangrove yang disebabkan karena
terjadinya alih fungsi lahan mangrove menjadi lahan tambak serta berbagai
aktivitas manusia seperti pemukiman di desa Pulau Sembilan Kecamatan
Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara menyebabkan
penurunan produktivas ekosistem mangrove dan kepadatan populasi Ikan
Gelodok.
1. Bagaimanakerapatan mangrove di Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan
Susu Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara?
2. Bagaimana kepadatan populasi Ikan Gelodok (Famili: Gobiidae)di Desa Pulau
Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera
Utara?
Universitas Sumatera Utara
3
3. Bagaimana hubungan kerapatan mangrove terhadap populasi Ikan Gelodok
pada ekosistem mangrove di Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu
Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara?
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kerapatan mangrove diDesa Pulau Sembilan Kecamatan
Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.
2. Mengetahui kepadatan populasi Ikan Gelodok(Famili: Gobiidae) diDesa Pulau
Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera
Utara.
3. Mengetahui hubungan kerapatan mangrove terhadap populasi Ikan Gelodok
pada ekosistem mangrove di Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu
Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.
Manfaat Penelitian
Sebagai bahan acuan serta informasi mengenai kepadatan populasi Ikan
Gelodok yang dipengaruhi kerapatan mangrove diDesa Pulau Sembilan
Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara serta
dapat digunakan sebagai salah satu upaya pemerintah dalam hal mengembangkan
produksi Ikan Gelodok khususnya pada bidang perikanan.
Kerangka Pemikiran
Kegiatan Penduduk dan nelayan disekitar ekosistem mangrove di Desa
Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat tergolong
Universitas Sumatera Utara
4
banyak mulai dari kegiatan sehari-hari, penangkapan, hingga alih fungsi lahan
mangrove menjadi tambak budidaya dan lahan sawit.
Adanya aktivitas penduduk dan nelayan inilah yang dapat mengakibatkan
kerusakan mangrove sehingga mempengaruhi kepadatan populasi Ikan Gelodok
disekitar pesisir Pulau Sembilan. Dalam hal ini, perlu dilakukan penelitian
mengenai kepadatan populasi Ikan Gelodok untuk mengetahui tingkat kepadatan
populasi Ikan Gelodok disekitar pesisir Pulau Sembilan.Kerangka pemikiran dapat
dilihat pada Gambar 1.
Ekosistem Mangrove
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Ekosistem Mangrove
Biotik Abiotik
Kerapatan Man
Ikan Gelo
Air
Substrat
Kepadatan Populasi Ikan Gelodok
Rekomendasi Pengelolaan
Universitas Sumatera Utara
5
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Mangrove
Kata mangrove merupakan kombinasi bahasa Portugis mangue dan bahasa
Inggris grove.Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan untuk komunitas
tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang-surut maupun untuk individu
spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Dalam bahasa Portugis
kata mangrove digunakan menyatakan individu spesies tumbuhan, kata mangal
untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut(Kusmana, dkk., 2003).
Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah
pasang surut (terutama di pantaiyang terlindung, laguna, muara sungai) yang
tergenangpada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang
komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Setyawan, dkk., 2002).
Beberapa ahli mendefinisikan istilah “mangrove” secara berbeda-beda,
namun pada dasarnya merujuk pada hal yang sama. Tomlinson (1986) dan
Wightman (1989) diacu oleh Noor, dkk (2006) mendefinisikan mangrove baik
sebagai tumbuhan yang terdapat di daerah pasang surut maupun sebagai
komunitas. Mangrove juga didefinisikan sebagai formasi tumbuhan daerah litoral
yang khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang terlindung.
Soerianegara (1987)diacuoleh Noor, dkk (2006) mendefinisikan hutan
mangrove sebagai hutan yang terutama tumbuh pada tanah lumpur aluvial di
daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan terdiri
atas jenis-jenis pohon Avicennia, Sonneratia,Rhizophora, Bruguiera, Ceriops,
Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa.
Universitas Sumatera Utara
6
Ekosistem terdiri dari dua bagian, bagian daratan dan bagian
perairan.Bagian perairan juga terdiri dari dua bagian yakni tawar dan
laut.Ekosistem mangrove terkenal sangat produktif, dan penuh
sumberdaya.Ekosistem mangrove juga diartikan sebagai ekosistem yang
mendapat subsidi energi, karena arus pasut banyak membantu menyebarkan zat-
zat hara (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Zonasi Mangrove
Menurut Talib (2008) zonasi mangrove dipengaruhi oleh mangrove
salinitas, toleransi terhadap ombak dan angin, toleransi terhadap lumpur (keadaan
tanah), frekuensi tergenang oleh air laut.Zonasi yang menggambarkan tahap
suksesi yang sejalan dengan perubahan tempat tumbuh.Perubahan tempat tumbuh
sangat bersifat dinamis yang disebaban oleh laju pengendapan atau pengikisan.
Daya adaptasi tiap jenis akan menentukan komposisi jenis tiap zonasi. Pola zonasi
mangrove dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Pola Zonasi Mangrove (Bengen dan Dutton, 2004)
Indonesia memiliki keanekaragaman jenis mangrove tertinggi di dunia,
yakni 89 jenis. Menurut Wibisono (2005), bila dilihat dari segi zonasi vegetasi
terbagi menjadi sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
7
1. Zonasi Pionir (zona I)
Tidak semua jenis tanaman dapat hidup pada zona ini, mengingat
kondisihabitat yang terdapat endapan lumpur yang baru terbentuk di daerah dekat
batas bawah garis surut terendah dan akan terendam sama sekali pada waktu air
pasang sehingga paling dipengaruhi oleh hempasan ombak serta perubahan
salinitas yang cukup mencolok setiap hari. Tanaman yang dapat hidup pada
kondisi yang serba tidak menguntungkan ini hanyalah piada (Sonneratia sp.) atau
sering juga disebut parepat.Tanaman ini berbentuk pohon dan termasuk kedalam
famili Sonneratiaceae yang bisa mencapai ketinggian 5-15 meter, mempunyai
akar napas (pneumatophor) yang muncul vertikal dari dalam tanah.Bila daratan
sudah mulai terbentuk tetapi masih banyak terdapat genangan air waktu laut surut,
sehingga garis pantai menjadi berubah letaknya maju kearah laut, diikuti dengan
zona pionir yang baru lagi.
2. Zonasi II
Bekas zona pionir lama yang semula ditumbuhi jenis pidada digantikan
oleh bakau (Rizhopora mucronata Lamk.) yang kadang-kadang tumbuh
berbarengan dengan tancang (Bruguiera conjugata Merr.) dan atau cantinggi
(Ceriop tagal).Ketiga jenis tumbuhan dalam zonasi II ini termasuk kedalam famili
Rhizophoraceae yang berbentuk perdu atau pohon dan bisa mencapai ketinggian
antara 4 – 30 meter.Jenis R. mucronata Lamk.dapat ditandai dengan mudah, yakni
dengan melihat adanya akar tunjang yang keluar dari pangkal batang di atas tanah,
bercabang-cabang tertancap kuat kedalam tanah.Pada Bruguiera cojugata Merr.
sering dijumpai akar papan dipangkal batang, serta akar napas yang muncul diatas
Universitas Sumatera Utara
8
lumpur dan bengkok seperti lutut, dan pada Ceriops tagal hanya mampu mencapai
ketinggian antara 1 – 10 meter, dan sering dijumpai disekitar muara sungai, atau
tepi-tepi tambak.
3. Zona III
Pada zonasi ini sering disebut sebagai zonasi api-api mengingat
tumbuhanyang dominan tumbuh di zona tersebut adalah api-api (Avicenia
officinalis) yang mampu mencapai ketinggian sampai ± 20 meter.Tanaman ini
berbentuk pohon, termasuk dalam family Verbenaceae, tumbuh di darat yang
berlumpur dan sedikit di tanah keras sekitar pantai. Mempunyai akar pasak yang
tumbuh tegak dari permukaan lumpur,dan berbentuk krucut langsing, rapat dan
banyak mengelilingi pangkal batang.Pada zonasi ini selain api-api sering dijumpai
tanaman lain yang berupa semak menemani tumbuh, misalnya Duduk
agung/seduduk (Aegiceras corniculatum), Daruju/jeruju (Acanthus ilicifolius L.),
Tuba (Deris elliptica), kayu buta-buta (Excoecaria agallocha L.). Jenis vegetasi
pelengkap yang lain kadang-kadang bisa ditemui antara lain: Kingkit (Triphasia
tripolia), Seruni (Wedelia biflora), Temblekan (Lantana camara), Beluntas
(Pluchea indica), Pandan pantai (Pandanus tectorius), Nipah (Nipa fruticans)
bahkan sampai Ketapang (Terminalia catappa) dan Saga pohon (Adenantera
pavonina L.) segala.
Manfaat dan Fungsi Mangrove
Keberadaan hutan Mangrove sangat mempengaruhi kehidupan di
perairankarena memegang peranan penting sebagai sumber nutrien bagi berbagai
organisme laut.Perubahan ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal
Universitas Sumatera Utara
9
dari alam maupun dari aktivitas manusia seperti adanya peningkatan penebangan
hutan mangrove yang dapat menimbulkan penurunan nilai kuantitatif hutan
mangrove melampaui batas normal yang tidak dapat ditoleransi oleh organisme
hidup dalam ekosistemnya (Noer, 2009).
Fungsi hutan mangrove dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu fungsi
fisik,fungsi ekologis dan fungsi ekonomis. Fungsi hutan mangrove secarafisik di
antaranya :menjaga kestabilan garis pantai dan tebing sungai dari erosi atau
abrasi, mempercepatperluasan lahan dengan adanya jerapan endapan lumpur yang
terbawa oleh arus kekawasan hutan mangrove, melindungi daerah di belakang
mangrove darihempasan gelombang, angin kencang dan bahaya tsunami
(Setiawan, 2013).
Romimohtarto dan Juwana (2007) diacu oleh Endrawati dan Irwani,
(2012) menyatakan bahwa secara ekologis dan biologis daerah estuaria dan
perairan bertanaman mangrove merupakan daerah pemijahan (spawning ground),
daerah untuk mencari makanan (feeding ground), daerah asuhan (nursery ground)
dan daerah pembesaran (rearing ground) bagi berbagai jenis biota ichtyofauna,
baik migran maupun sedenter. Keberadaan ichtyofauna di muara dan estuaria
terkait erat dengan siklus hidup dan keberlangsungan hidup populasi ikan.Jaring
makanan dan pemanfaatan mangrove di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3.
Universitas Sumatera Utara
10
Gambar 4.Jaring makanan dan pemanfaatan mangrove di Indonesia
(AWBIndonesia, 1992 diacu oleh Noor, dkk, 2006)
Deskripsi dan Morfologi Ikan Gelodok (Famili: Gobiidae)
Ikan Gelodok termasuk dalam Famili Gobiidae dan Subfamili
Oxudercinae.Ikan Gelodok merupakan salah satu jenis ikan yang memiliki
adaptasi terhadap dua habitat yang berbeda.Jenis ikan ini lebih menyerupai amfibi
daripada ikan (Garbutt and Prudente, 2006 diacu oleh Gosal dkk, 2013).Ikan
Gelodok memiliki beragam jenis namun memiliki banyak kesamaan secara
morfologi.Ikan Gelodok merupakan ikan yang hanya dapat ditemukan di
lingkungan mangrove karena ketersediaan makanan di mangrove yang melimpah
dan sesuai dengan kebutuhan nutrisi.
Ikan Gelodok (Boleopthalmus boddarti)merupakan ikan dari famili
Gobiidae yang hidupmenyerupai hewan amfibi dan menyukai daerahberlumpur
yang tersebar di perairan pantai bermangrove di kawasan Asia Tenggara
termasukIndonesia (Tang et al 2009 diacu oleh Djumanto dkk, 2012). Ikan ini
mampumenoleransi perubahan salinitas dan suhu yangsangat luas, hidup di daerah
pasang surut sepanjang pantai dan estuaria yang ditumbuhi mangrove. Luas hutan
mangrove yang semakin menurun menyebabkan habitat Ikan Gelodok
semakinmenyusut Ikan Gelodok adalah ikan yang hidup di habtat interdal ditemukan
didaerah yang berlumpur dan pada ekosistem mangrove. Ikan Gelodok hanya
ditemukan didaerah tropis dan subtropis. Ikan Gelodok memiliki daerah distribusi
geografis yang mencakup semua Indo-Pasifik dan pantai Atlantik Afrika. Ikan
Universitas Sumatera Utara
11
Gelodok bergeak cukup aktif pada saat keluar dari air, makan dan berinteraksi
satu sama lain dan juga menjaga tempat tinggalnya (Ravi dan Rajagopal, 2009)
Murdi (1989) diacu oleh Ravi dan Rajagopal (2009) menggolongkan Ikan
Gelodok kedalam famili Gobiidae, sub famili Oxudercinae dan membaginya
kedalam 3 genus; Baleophthalmus yang ditemuka oleh Valenciennes pada tahun
1837; Periohthalmodonditemukan oleh Bleeker pada tahun 1837 dan
Periophthalmus dtemukan oleh Bloch&Schneider pada tahun 1801.
Genus Baleophthalmus mempunyai badan memanjang, pipih, dan ditutupi
oleh 60 sampai lebih 100 sisik sikloid. Kepala subsilindris, ada bagian yang
bersisik dan tidak bersisik. Mata berdekatan menonjol diatas kepala. Mulut agak
miring, kedua rahangnya hampir sama panjang. Lidah bercabang dua. Mempunyai
dua sirip punggung yang jelas terpisah (Day, 1967 diacu oleh Hawa, 2000).
Sisik pada garis sisi 75 – 100 buah dan sisik pada L.tr1 19; L.tr.2
Ikan Gelodok memiliki panjang sekitar9,5 cm serta makanannya berasal
dari mangsa kecil seperti ketam kecil danhewan tak bertulang belakang lainnya
(Milward 1974 diacu oleh Al Behbehani,2010).Garis rusuk berada di atas sirip
dada. Kedua sirip perut bersatu, pelupukmata di bagian bawah bebas dan dapat
11 buah.
Sirip perut bersatu. Dasar sirip dada berotot bersisik. Sirip ekor tidak simetris,
setengah bagian atas lebih panjang dari stengah bagian bawahnya. Sirip punggung
pertama lebih tinggi dari pada tinggi tubuh. Tulang rahang atas memanjang
sampai kebelakang mata. Warna tubuh hijau kegelapan dengan sampai 7 garis-
garis mirip yang berwarna gelap. Kepala dengan bercak-bercak biru. Sirip
punggung kedua dengan bercak bercak biru yang membentuk 4 garis-garis tak
beraturan (Weber dan de beaufort, 1953 diacu oleh Afriyanti, 2000).
Universitas Sumatera Utara
12
digerakkan, pada rahang atas dan bawahmasing-masing terdapat sebaris gigi.
Mata menonjol ke atas ke arah pinggiran ataskepala. Sirip dubur tidak bersatu
dengan sirip perut, antara ujung sirip dubur dansirip punggung kedua terdapat 8-
12 sisik (Muliasusanty, 2000 ).
Ikan Gelodok mempunyai dua sirip punggung. Sirip punggung pertama
lebihtinggi daripada tinggi tubuh. Tulang rahang atas memanjang sampai
belakangmata. Kepala dengan bercak-bercak biru atau cokelat. Panjang ikan yang
dapat dicapai yakni 220 mm. Badan Ikan Gelodok berbentuk memanjang, pipih,
tertutup oleh 60 sampai100 sisik sikloid. Kepala berbentuk subsilindris, bersisik.
Kedua mata berdekatan,mulut terlihat tumpul, kedua rahangnya hampir sama
panjang. Sirip ekor tidak simetris, setengahbagian atas lebih panjang dari setengah
bagian bawah (Weber, 1953 diacu olehMuliasusanty, 2000).
Habitat dan Penyebaran Ikan Gelodok (Famili : Gobiidae)
Ikan Gelodok merupakan ikan yang sangat aktif pada saat air surut dan
banyakberistirahat di habitat mangrove. Hutan mangrove sangat penting untuk
mendukung populasi ikan, karena menyediakan bahan organik untuksumber
makanan (Sasekumer dan Chong, 1998 diacu oleh Khaironizam dkk, 2000). Ikan
Gelodok hanya ditemukan di daerah tropis dan subtropis, memiliki
distribusigeografis yang mencakup semua Indo- Pasifik dan pantai Atlantik
Afrika.
Ikan GelodokPeriophthalmus koelreuteria (Gobiidae: Oxudercinae) hidup
di habitat intertidal yang berlumpur dan di ekosistem mangrove. Mereka cukup
aktif ketika keluar dari air, makan dan berinteraksi dengan satu sama lain dan
Universitas Sumatera Utara
13
mempertahankan wilayah mereka. Ikan Gelodok, Periophthalmus koelreuteria
(Pallas) memiliki berbagaiperilaku adaptasi dan fisiologis serta gaya hidup
amfibi. Hal ini memungkinkan mereka untuk bergerak secara efektif di darat
maupun di air(Murdy, 1989 diacu oleh Manuel, 2011).
Ikan Gelodok berasal dari Thailand menyebar ke Malaysia dan Pakistan ke
India. Di Indonesia Ikan Gelodok banyak terdapat di Bangka, Sumatera (Aceh,
Belawan), Jawa (Jakarta, Semarang, Surabaya, Besuki, Karang, Balong), Madura
(Kemal, Sumenep), Kalimantan (Pamangkat, Singkawang, Sungai Duri,
Banjrmasin, Samarindah, Sambas) dan Sulawesi (Makassar). Ikan Gelodok
terdapat juga di Singapura, Malaysia, India, Thailand, Cina, Andaman, Guam dan
Papua Nugini (Weber dan be Beafort, 1953 diacu oleh Afriyanti, 2000).
Boleophthalmusboddarti(Pallas,1770) adalah salah satudari Ikan
Gelodokyang menghabiskanbanyak waktukeluar dariair. Distribusi spesies
inisecara luas meliputidiIndo-Pasifik Barat, dari India keNewGuineadanutarake
Cina.Sejumlah besarB.boddartimenghuniair payaudimuara, hutan
bakaudanlumpurintertidaldi Malaysia. selama pasang terendah,
B.boddartiseringberkumpulditepiair. Selama pasang, mereka bersembunyi
didalamlubang lumpur untuk menghindariseranganikan predatoryangmencari
makan di lumpur(Takita etal 1999 diacu oleh Polgar and Crosa, 2009
Ikan Gelodok merupakan anggota ikan bertulang dan sangat aktif, Papilio
Periophthalmus adalah satu-satunya spesies yang dilaporkan di Teluk Guinea
yang meliputi muara laguna dan pantai Afrika Barat). P. Periophthalmus tinggal
di lumpur pasang surut yang dangkal disekitar muara dan hutan bakau. Spesies
terkait lainnya dilaporkan di beberapa bagian dunia termasuk: chrysospilos P.
).
Universitas Sumatera Utara
14
yang dilaporkan di Singapura, dan koelreuteria P. di Afrika Timur.
Boleophthalmus boddaerti dan B. woberi ditemukan menghuni muara di pesisir
Singapura. Sebuah spesies baru, Periophthalmus Takita baru-baru ini ditemukan di
Australia (Jaafar et al,2006 diacu oleh Emmanuel, 2010).
Di Taiwan, Scartelaos gigas dianggap dalam bahaya kepunahan. Ikan ini
mungkin berada pada risiko tinggi kepunahan karena habitatnya sangat terbatas
dibandingkan dengan Boleophthalmus pectinirostris. Mengenai karakteristik
habitat, mencatat bahwa S. gigas lebih memilih untuk hidup di lumpur dengan
lebih dari 99% lumpur, tapi B. pectinirostris lebih suka kurang dari 95% lumpur.
Selain itu, perusakan habitat dengan adanya pembangunan pesisir oleh pemerintah
dan eksploitasi yang berlebihan oleh nelayan dapat mempercepat kepunahan
spesies ini (Kim et al, 2011)
Kepadatan Populasi
Populasi didefinisikan sebagai kelompok organisme atau individu
yangsama (kelompok-kelompok dari individu yang dapat bertukar informasi
genetik),yang menempati ruang dan waktu tertentu, memiliki sifat yang unik
yangmerupakan sumbangan dari masing-masing individu anggota kelompok
tersebut (Odum, 1971 diacu oleh Dharmawan, dkk., 2005).
Kepadatan populasi merupakan besarnya populasi dalam suatu unit
ruang,yang pada umumnya dinyatakan sebagai jumlah individu-individu dalam
setiapunit luas atau volume (Gopal dan Bhardwaj, 1979 diacu oleh Indriyanto,
2006).Populasi merupakan kumpulan dari individu yang sama atau sejenisdalam
suatu wilayah atau habitat. Suatu populasi dikatakan meningkat dapatdilihat dari
Universitas Sumatera Utara
15
pertambahan jumlah individu yang ada sehingga dinamakan
kepadatanpupulasi.Selain itu kepadatan populasi juga dapat diartikan sebagai
penambahanjumlah individu.
Kepadatan (densitas) populasi bervariasi menurut waktu dan
tempat.Dalam pengkajian suatu populasi, densitas populasi merupakan parameter
utamayang perlu diketahui.Pengaruh suatu populasi terhadap komunitas atau
ekosistemsangat bergantung kepada spesies organisme dan jumlah atau
kepadatanpopulasinya. Dengan kata lain bahwa kepadatan populasi merupakan
salah satuhal yang menentukan pengaruh populasi terhadap komunitas atau
ekosistem(Indriyanto, 2006).
Kepadatan (densitas) populasi dapat dibedakan atas densitas kasar
dandensitas spesifik (Gopal dan Bhardwaj 1979diacu oleh Indriyanto, 2006) yaitu:
1. Kepadatan kasar diukur pada suatu tempat dan waktu tertentu
sehinggadinyatakan sebagai jumlah individu organisme perseluruh luas
daerahyang dikaji.
2. Kepadatan spesifik, yaitu jumlah individu organisme per luas habitat
ataujumlah individu organisme per satuan ruang atau tempat yang tersedia
dabenar-benar diduduki oleh individu-individu anggota populasi tersebut.Jadi,
individu-individu organisme anggota populasi biasa saja menempatihanya pada
bagian tertentu yang baik dari total daerah. Kepadatan spesifikjuga disebut
kepadatan ekologi.
Universitas Sumatera Utara
16
Hubungan Panjang Bobot
Bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan
panjang dengan bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot ikan
sebagai pangkat tiga dari panjagnya. Tetapi hubungan yang terdapat pada ikan
sebenarnya tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan berbeda-beda.
Hubungan panjang bobot ikan, dapat digunakan untuk mengetahui
koefisien kondisi ikan yang menunjukkan kegemukkan atau kemontokkan ikan
tersebut. Data hubungan panjang juga diperlukan dalam manajemen perikanan
yaitu untuk mengetahui selektivitas alat agar ikan-ikan yang ukurannyatidak
dikehendaki tidak ikut tertangkap (Vanichul dan Hongskul, 1966).
Menurut Effendie (1997), hubungan panjang dan bobot ikan tidak
mengkuti hukum kubik (bobot ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya), karena
bentuk dan panjang ikan berbeda-beda. Perbedaan tersebut karena adanya faktor-
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu: (1) suhu dan kualitas air; (2)
ukuran; (3) umur dan jenis Ikan Gelodok; (4) jumlah ikan ikan lain yang
memanfaatkan sumber makanan yang sama. Selain faktor–faktor yang diatas
pertumbuhan juga dipengaruhi kematangan gonad ikan itu sendiri. Ikan selalu
tumbuh sehingga untuk mengukur panjang dan bobot ikan dapat digunakan rumus
Effendie, 1997 sebagai berikut :
W = aL
Keterangan:
b
W = Bobot ikan (g) L = Panjang ikan (mm) A dan b = konstanta
Logaritma persamaan tersebut yaitu Log W=Log a + b Log L. Nilai b
menunjukkan bentuk pertumbuhan ikan. Satu diantara nilai yang dapat dilihat dari
Universitas Sumatera Utara
17
adanya hubungan panjang bobot ikan adalah bentuk atau tipe pertumbuhannya.
Apabila b = 3 makan dinamakan isometrik yang menunjukkan ikan tidak berubah
bentuknya dan pertambahan panjang ikan seimbang dengan pertambahan
bobotnya. Apabila b < 3 dinamakan alometrik negatif, bila pertambahan
panjangnya lebih capat dibanding pertambahan bobotnya. Jika b > 3 dinamakan
alometrik positif yang menunjukkan bahwa pertambahan bobotnya lebih cepat
dibanding dengan pertambahan panjangnya. Nilai praktis yang didapat dari
perhitungan panjang bobot ikan adalah dapat digunakan untuk menduka bobot
panjang ikan atau sebaliknya, keterangan tentang pertubuhan ikan, kemontokan,
perubahan lingkungan (Efendie, 1997).
Faktor Kondisi
Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokan ikan. Faktor
kondisi di pengaruhi oleh umur, jenis kelamin, makanan, dan tingkat kematangan
gonat (TKG). Faktor kondisi atau Ponderal Index merupakan satu derivat penting
dari perumbuhan. Faktor kondisi ini merupakan keadaan dari ikan, dilihat dari
segi kapasitas fisik untuk kelangsungan hidup dan Reproduksi (Effendie, 1997).
Faktor kondisi dari suatu jenis ikan tidak tetap sifatnya. Apabila dalam
suatu perairan terjadi perubahan yang mendadak terhadap kondisi ikan maka
dapat mempengaruhi ikan tersebut. Bila kondisinya kurang baik, mungkin
disebabkan populasi ikan terlalu padat. Bila kondisinya kurang baik, maka
kemungkinan terjadi pengurangan populasi atau ketersediaan makanan di perairan
cukup melimpah sehingga populasinya menyebar (Masriwaty, 2002).
Universitas Sumatera Utara
18
Bobot ikan dianggap ideal jika sama dengan pangkat tiga dari panjangnya
dan itu berlaku untuk ikan kecil dan besar. Bila tidak terdapat perubahan bobot
tanpa diikuti oleh perubahan panjang atau sebaliknya, akan menyebabkan
perubahan nilai perbandingan tersebut. Nilai faktor kondisi akan mengalami
perubahan jika terjadi perubahan kondisi perairan dan biologi ikan. Bila faktor
kondisi berkisar antara 3-4 menunjukkan tubuh ikan agak pipih dan bila berkisar
1-2 menunjukan tubuh ikan kurang pipih (Effendie, 1997).
Faktor-Faktor Fisik yang Mendukung Kehidupan Ikan Gelodok pada
Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove di wilayah pesisir sangat tergantung pada faktor
lingkungan wilayah tersebut.Penyebaran dan zonasi mangrove dipengaruhi oleh
berbagai faktor lingkungan.
1. Salinitas
Salinitas merupakan faktor yang sangat menentukan perkembangan
mangrove, sehingga zonasi setiap habitat mangrove selalu berbeda sesuai dengan
kondisi lingkungan setempat.Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi
mangrove. Berbagai jenis mengrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang
berbeda-beda. Beberapa diantaranya secara selektif mampu menghindari
penyerapan garam dari media tumbuhnya, sementara beberapa jenis lainnya
mengeluarkan garam dari kelenjer khusus pada daunnya (Noor, dkk., 2006).
Keanekaragaman dan jumlah spesies organisme perairan mencapai
maksimum pada perairan samudera dengan kisaran salinitas 30 - 40 %o.
Kemudian berturut-turut menurun pada perairan tawar ( < 0,5 – 30 %o),
Universitas Sumatera Utara
19
hypersalin( 40 - 80 %o) dan brine water ( > 80 %o). Toleransi terhadap salinitas
yang rendah pada hewan intertida berhubungan dengan beberapa mekanisme
seperti pasang surut yang dipengaruhi oleh curah hujan dan penguapan yang besar
dan aktivitas manusia berupa adanya pembendungan sungai atau kanal
(Faozan, 2004).
2 Suhu
Spesies mangrove mempunyai toleransi yang berbeda terhadap
peningkatan suhu udara.Dalam hal ini fotosintesis dan beberapa variabel
ekofisiologi mangrove seperti produksi daun yang maksimal terjadi pada tingkat
suhu optimal tertentu, dibawah dan diatas suhu tersebut fotosintesis dan produksi
daun menurun (Hogarth, 1999 diacu oleh Kusmana, 2010).
Suhu mempunyai dua pengaruh terhadap perairan. Pengaruh langsung
karena reaksi enzimatik yang berperan dalam proses fotosintesa dikendalikan oleh
suhu. Peningkatan suhu 10˚ C (dari 10˚ C ke 20˚C) akan menaikkan laju
fotosintesis maksimum menjadi kurang lebih dua kali lipatnya. Pengaruh suhu
secara tidak langsung ialah suhu akan menentukan sturktur hidrologis suatu
perairan. Perubahan suhu akan mempengaruhi kelarutan oksigen pada perairan
(Faozan, 2004).
3 Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH perairan menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa dalam
air dan merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan.Nilai
pH dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam perairan serta
mempengaruhi kandungan unsur hara dan toksisitas unsur renik (Saeni, 1989).
Universitas Sumatera Utara
20
Air laut adalah sistem penyangga yang sangat luas dengan pH yang relatif
stabil antara 7,0–8,0. Perubahan nilai pH air laut yang kecil saja dari nilai
alaminya menunjukkan sistem penyangga perairan tersebut terganggu sebab air
laut sebetulnya mempunyai kemampuan untuk mencegah perubahan pH. Kisaran
pH yang baik dan netral untuk mangrove adalah 5-7,6. Bila pH terlalu rendah
dapat mengakibatkan terhambatnya bahan organik menjadi netral (Faozan, 2004).
4
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam
ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian
besar organisme air. Umumnya kelarutan oksigen dalam air sangat terbatas.
Dibandingkan dengan kadar oksigen di udara yang mempunyai konsentrasi
sebanyak 21 % volume, air hanya mampu menyerap oksigen sebanyak 1 %
volume saja. Pengruh oksigen terlarut terhadap fisiologis organisme air terutama
adalah dalam proses respirasi.
Oksigen terlarut (DO)
Universitas Sumatera Utara
21
METODE PENELITIAN
WaktudanTempat
Penelitianinidilaksanakanpadabulan April 2016sampaidengan Juni 2016 di
DesaPulau Sembilan, KecamatanPangkalanSusu, KabupatenLangkat, Provinsi
Sumatera Utara.Pengambilancontoh Ikan Gelodok dilakukandengan interval
waktuselama 2 mingguselama 1
bulan.IdentifikasijenisikanmenggunakanbukuKottelat, dkk (1993) dan identifikasi
jenis mangrove dilakukan di
LaboratoriumTerpaduManajemenSumberdayaPerairanFakultasPertanianUniversit
as Sumatera Utara.Pengukuran tipe substrat dilakukan di Laboratorium Riset dan
Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.Peta lokasi penelitian
dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4.PetaLokasiPenelitian
Universitas Sumatera Utara
22
AlatdanBahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kamera, rol meter,
toples, thermometer, pH meter, refraktometer, tali, tanggok, alat tulis, Global
Positioning System (GPS),timbangan digital, cool box, penggaris, kertas
millimeter. kehadiran Ikan Gelodok.Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu Ikan Gelodok, KOH-KI, MnSO4, Na2S2O3, H2SO4
, amilum, formalin 4%,
alkohol, dan aquades.Adapun rincian dana penelitian dapat dilihat pada Lampiran
2.
MetodePengambilanContoh
Metodepenelitian yang
digunakanuntukpenentuanstasiunpenelitianadalahpurposive random sampling
yaitu yang dibagi menjadi 4 stasiun.Stasiun pengamatan terdiri atas 4 stasiun
dengan area sepanjang garis transek yang dibentangkan mulai dari batas laut
tumbuhnya mangrove sampai batas daratan dimana mangrove masih tumbuh.
Ukuransetiaptransekadalah 10 x 10 m.
DeskripsiStasiunPengambilanContoh
Stasiun I :Lokasi pengambilan sampel pada stasiun I dapat dilihat pada Gambar
5. Terletak pada titik koordinat 4°8'35"LU dan98°14'38"BT.
Merupakan area hutan mangrove yang memiliki kerapatan tumbuhan
mangrove yang rapat dan dengan aktivitas masyarakat yang
digunakan sebagai daerah wisata dan dekat dengan pelabuhan.
Universitas Sumatera Utara
23
Gambar 5. Lokasi Stasiun 1
Stasiun II : Lokasi pengambilan sampel pada stasiun II dapat dilihat pada
Gambar 6. Terletak pada titik koordinat 4°8'42"LU dan
98°14'42"BT. Merupakan area hutan mangrove yang dipengaruhi
oleh arus pasang surut yang memiliki kerapatan vegetasi mangrove
yang sangat rapat dan adanya kegiatan penanaman mangrove yang
jauh dengan aktivitas masyarakat seperti kegiatan tambak dan
pemukiman.
Gambar 6. Lokasi Stasiun II
Stasiun III : Lokasi pengambilan sampel pada stasiun III dapat dilihat pada
Gambar 7. Terletak pada koordinat 4°8'44"LU dan 98°14'39"BT.
Merupakan area hutan mangrove yang dipengaruhhi oleh arus
Universitas Sumatera Utara
24
pasang surut yang memiliki kerapatan yang rendah dengan
aktivitas masyarakat yang digunakan sebagai daerah tambak
kepiting dan udang.
Gambar 7. Lokasi Stasiun III
Stasiun IV : Lokasi pengambilan sampel pada stasiun IV dapat dilihat pada
Gambar 8. Terletak pada koordinat 4°8'44"LU dan 98°14'39"BT.
Merupakan area hutan mangrove yang memiliki
kerapatantumbuhanmangrove yang sangat rendah dengan
aktivitasmasyarakat penebangan dan pengambilan pohon mangrove
sebagai bahan bangunan dan bahan bakar
Gambar 8. Lokasi Stasiun IV
Universitas Sumatera Utara
25
Pengamatan Vegetasi Mangrove
Pengambilan contoh untuk analisis vegetasi dilakukan dengan
menggunakan transek garis (line transect). Transek garis ditarik dari titik acuan
(pohon mangrove terluar) dengan arah tegak lurus garis pantai sampai ke
daratan.Identifikasi jenis mangrove dapat langsung ditentukan di lapangan dan
jenis mangrove yang belum diketahui jenisnya diidentifikasi di Laboratorium
Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan dengan mengacu pada buku
identifikasi Noor dkk (2006). Pada transek pengamatan dibuat petak-petak contoh
untuk pengamatan dan identifikasi mangrove dengan mengacu pada Kusmana
(1997) :
1. Pohon, adalah memiliki diameter batang lebih besar dari 10 cm pada petak
contoh 10 x 10 meter.
2. Pancang, adalah anakan yang memiliki diameter batang kurang dari 10 cm
dengan tinggi lebih dari 1,5 meter pada petak contoh 5 x 5 meter.
3. Semai, adalah anakan mangrove yang memiliki tinggi kurang dari 1,5 meter
pada petak contoh 2 x 2 meter.
Bentuk transek dan petak contoh untuk analisis vegetasi mangrove dapat
dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Transek Pengukuran Vegetasi Mangrove berdasarkan Kategori Pohon (10 x 10 m), Pancang (5 x 5 m), dan semai (2 x 2 m)
Universitas Sumatera Utara
26
Pengambilan Contoh Ikan Gelodok (Famili: Gobiidae)
Pengambilan contoh Ikan Gelodok dilakukan dengan 4 kali ulangan untuk
tiap transek.Ikan Gelodok yang terdapat dalam transek diambil menggunakan alat
tangkap tanggok dan tangan. Setelah ditangkap ikan-ikan tersebut dimasukkan
kedalam plastik yang nantinya akan diamati jenis Ikan Gelodok dan diukur
panjang-berat Ikan Gelodok. Peletakan transek dilakukan antara pasang tertinggi
dan surut terendah, Pengambilan contoh Ikan Gelodok berdasarkan pasang surut
yang terjadi yaitu pada saat pasang tertinggi serta pada saat surut terendah.
Pasang surut mempengaruhi kehadiran Ikan Gelodok karena aktivitas alam
tersebut membawa zat-zat yang dibutuhkan Ikan Gelodok untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Ketika pasang ikan tersebut banyak terdapat di daerah
pantai, pada saat tersebut Ikan Gelodok mengambil oksigen untuk menjadikannya
stok didalam tubuhnya untuk menghadapi kondisi surut.
Pengambilan Contoh Substrat
Pengambilan contoh substrat diambil menggunakan pipa 5 inchi. Proses
ini dilakukan pada saat perairan surut bersamaan dengan pengambilan sampel
mangrove. Pengambilan contoh ini dilakukan satu kali pada plot/transek pada
masing-masing stasiun.Contoh substrat yang diperoleh dimasukkan ke dalam
kantong plastik untuk dianalisis di laboratorium. Beberapa karakteristik substrat
yang dianalisis meliputi nilai pH, nitrat, fosfat dan tekstur substrat..
Universitas Sumatera Utara
27
Pengambilan Data Parameter Fisika Kimia Perairan
Pengukuran parameter fisika kimia perairan dilakukan sebanyak enam
kali dengan interval waktu 2 minggu selama 2 bulan.Dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Parameter Fisika Kimia Perairan yang diukur
Parameter Satuan Alat Tempat Analisis Fisika Suhu ˚C Termometer In situ Jenis Substrat - Pipa paralon Ex situ Kimia DO Mg/l DO meter In situ Salinitas Ppt Refraktometer In situ pH - Kertas pH In situ
Analisis Data
AnalisisKondisiEkosistem Mangrove
Analisis data yang dilakukan menurut prosedur Kusmana (1997)
mencakup nilai kerapatan jenis, kerapatan relatif, frekuensi jenis, frekuensi relatif,
penutupan jenis, penutupan relatif, dan indeks nilai penting.
1. Kerapatan Jenis
Kerapatan Jenis (K) adalah jumlah tegakan jenis i dalam suatu unit area :
Kerapatan (K) =Jumlah individu
Luas petak contoh
Analisis Biota
Analisis data yang digunakan adalah hubungan panjang-berat, faktor
kondisi, kepdatan populasi, pengaruh pasang surut dan lingkungan terhadap
kepadatan populasi Ikan Gelodok.
Universitas Sumatera Utara
28
1. KepadatanPopulasi
Kepadatan populasi Ikan Gelodok dapat dihitung dalam persatuan luas
(Krebs, 1989).
D =xm
Keterangan: D = Kepadatan populasi (Individu/m2
x = Jumlah individu pada area yang diukur (Individu) )
m = Luas area pengambilan contoh (2 x 2 m)
2. IndeksKeanekaragaman Shannon-Wienner
Rumusindekskeseragamandinyatakansebagaiberikut, yaitu :
H′ = �Pi ln Pi𝑠𝑠
𝑖𝑖=1
Keterangan:
H′ : Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner Pi : Proporsi jumlah individu spesies ke-i terhadap jumlah jumlah individu
total yaitu Pi = ni/N dengan ni : jumlah suatu spesies i N : total jumlah spesies.
Kriteria: H' < 1 = keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap
spesies rendah dan komunitas biota rendah (tidak stabil). 1 < H' < 3 = keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap
spesies rendah dan komunitas biota sedang. H' > 3 = keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap
spesies tinggi dan komunitas biota tinggi (stabil).
3. HubunganPanjangBobotdenganfaktorkondisi
Untukmencarihubunganantarapanjangdanbobottubuhikandigunakanpersam
aansebagaiberikut (Effendie, 1997):
W = αL
Keterangan :
b
W = Bobot tubuh Ikan Gelodok (gram) L = Panjang Ikan Gelodok (cm)
Universitas Sumatera Utara
29
adan b = Konstanta
Dari persamaan tersebut dapat diketahui pola pertumbuhan panjang dan
bobot ikan tersebut. Jika didapatkan nilai b = 3 berarti pertumbuhan ikan
seimbang antara pertumbuhan panjang dengan pertumbuhan beratnya (isometrik).
Akan tetapi, jika nilai b < 3 berarti pertumbuhan panjangnya lebih dominan dari
pada pertumbuhan pertambahan beratnya (allometrik negatif) dan jika b > 3, maka
pertambahan beratnya lebh dominan dari pertambahan panjangnya (Allometrik
negatif).
Untuk mengkaji dalam penentuan nilai b maka dilakukan uji t, dimana
terdapat usaha untuk melakukan penolakan atau penerimaan hipotesis yang
dibuat.
Thit = βo− βi
Sβi
Keterangan: Sβi = Simpangan Baku βi βo = Intercept (3) βi = Slope (Hubungan dari panjang bobot)
Sehingga diperoleh hipotesis:
Ho : b = 3 (Isometrik) Ho : b ≠ 3 (allometrik)
Setelah itu, nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel
t
sehingga keputusan yang
dapat diambil adalah sebagai berikut:
hitung> ttabel, t
maka tolak Ho hitung< ttabel,
Apabila pola pertumbuhan allometrik maka dilanjutkan dengan hipotesis sebagai
berikut:
maka gagal tolak Ho
Allometrik positif Ho : B ≤ 3 (isometrik)
Universitas Sumatera Utara
30
H1
: b > 3 (allometrik)
Allometrik negatif Ho : B ≥ 3 (isometrik) H1
Keeratan hubungan panjang bobot ikan ditunjukkan oleh koefisien korelasi
(r) yang diperoleh dari rumus √RP
2
: b < 3 (allometrik)
: dimana R2
4. Faktor Kondisi
adalah koefisien determinasi. Nilai
mendekati 1 menggambarkan hubungan yang erat antar keduanya, dan nilai
mendekati 0 menggambarkan hubungan yang tidak erat antar keduanya.
Salah satu derivate penting dari pertumbuhan ialah faktor kondisi.Faktor
kondisi ini menunjukkan keadaan kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi
(Effendi, 1997).
FK =W
aLb
Keterangan: FK = Faktor kondisi W = Bobot (gram) L = panjang (mm)
AnalisisSubstrat
Berikut ini adalah langkah-langkah penentuan tekstur substrat yaitu :
1. Menentukan komposisi dari masing-masing fraksi substrat. Misalnya,
fraksi pasir 45 %, debu 30 % dan liat 25 %.
2. Menarik garis lurus pada sisi persentase pasir dititik 45 % sejajar dengan
sisi persentase debu, kemudian ditarik garis lurus pada sisi persentase debu di titik
30 % sejajar dengan persentase liat, dantarik garis lurus pada sisi persentase liat
25 % sejajar dengan sisi persentase pasir.
Universitas Sumatera Utara
31
3. Titik perpotongan ketiga garis tersebut akan menentukan tipe substrat yang
dianalisis, misalnya hal ini adalah lempung.
Gambar 10.Tipe Substrat berdasarkan Segitiga USDA (Ritung, dkk 2007)
Hubungan Kerapatan Mangrove dengan Kepadatan Populasi Ikan Gelodok
Untuk mengetahui hubungan kerapatan mengrove dengan kepadatan
populasi Ikan Gelodok digunakan persamaan linier yaitu:
Y = a + bX
Keterangan : Y = Kepadatan Ikan Gelodok (ind/ha) X = Kerapatan Mangrove (ind/ha) a = Konstanta b = slope Tabel 2. Pedoman Untuk Menginterpretasikan Koefisien Korelasi (r) Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 – 0,199 Sangat Rendah 0,20 – 0,399 Rendah 0,40 – 0,599 Sedang 0,60 – 0,799 Kuat 0,80 – 1,000 Sangat Kuat (Situmorang, 2010 diacu oleh Sagala, 2014)
Universitas Sumatera Utara
32
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Analisis Data Kerapatan Mangrove
Stasiun I.
Kerapatan mangrove pada tingkat pohon di stasiun 1 di dominasi oleh S.
alba dengan nilai tertinggi yaitu 767 Ind/ha, sedangkan untuk nilai terendah yaitu
133 Ind/ha di dominasi oleh A. alba dan A afficinalis. Hasil transek pada stasiun 1
dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11.Kerapatan Jenis Mangrove Tingkat Pohon Stasiun 1.
Stasiun 2.
Hasil transek mangrove pada tingkat pohon di stasiun 2 di dominasi oleh
R. Apiculata dengan nilai tertinggi yaitu 733 Ind/ha, sedangkan untuk nilai
terendah yaitu 133 di dominasi oleh N. fruticans.Hasil transek pada stasiun 2
dapat dilihat pada Gambar 12.
133
267
167 133
367
267 233 233
333
567
267
367
767
367
233
0
100
200
300
400
500
600
700
800
Ker
apat
an J
enis
(Ind
/ha)
Universitas Sumatera Utara
33
Gambar 12.Kerapatan Jenis Mangrove Tingkat Pohon Stasiun 2.
Stasiun 3.
Hasil transek mangrove tingkat pohon di stasiun 3 didominasi oleh R.
stylosa dengan nilai kerapatan 567 Ind/ha, sedangkan yang paling rendah
didominasi oleh B. parviflora, Aegiceras floridum dan L. littorea dengan nilai
1667 ind/ha. Hasil transek pada stasiun 3 dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Kerapatan Jenis Mangrove Tingkat Pohon Stasiun 3
367433
233
433
133
733
433
567 533
267
367
0
100
200
300
400
500
600
700
800
Ker
apat
an J
enis
(Ind
/ha)
167
400
233
333267
367
167
433400
267
567
233 233
0
100
200
300
400
500
600
Ker
apat
an J
enis
(Ind
/ha)
Universitas Sumatera Utara
34
Stasiun 4.
Kategori tingkat pohon pada stasiun 4 diketahui yang paling tinggi
didominasi oleh A. marinadengan nilai tegakan 767 Ind/ha, sedangkan yang
paling rendah didominasi oleh S. Caseolaris dan B. Gymnorhyza dengan nilai 133
Ind/ha. Hasil transek pada stasiun 4 dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14.Kerapatan Jenis Mangrove Tingkat Pohon Stasiun 4.
Kerapatan spesies mangrove pada stasiun I, stasiun II, stasiun III dapat
dilihat pada Gambar 14.Jumlah Kerapatan spesies tertinggi terdapat pada stasiun
IV adalah 4800 Ind/ha, dan kerapatan tertinggi setelah stasiun IV adalah stasiun I
dengan nilai sebesar 4700 Ind/ha dan stasiun II dengan nilai 4500 Ind/ha dan
kerapatan terendah tedapat pada stasiun III dengan nilai sebesar 4066 Ind/ha.
133
333 367
200
767
167
300
433
133
500 533
200 233 266 233
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
Ker
apat
an J
enis
(Ind
/ha)
Universitas Sumatera Utara
35
Gambar 15. Kerapatan Vegetasi Mangrove berdasarkan setiap stasiun Identifikasi Ikan Gelodok
Hasil identifikasi menggunakan buku Kottelat, dkk (1993) terdapat 3 jenis
Ikan Gelodok pada ekosistem manggrove di pesisir pulau sembilan.Jenis yang
ditemukan adalah Boleophthalmus boddarti, Periophthalmus chrysospilos dan
Periophthalmus gracilis.Karakteristik dari ketiga jenis ini memiliki perbedaan
yang cukup jelas.B. boddarti memiliki badan dan sirip punggung dengan bintik-
bintik berwarna biru mengkilap kadang terlihat berwarna biru kehijauan, tubuh
memiliki garis berwarna hitam kecoklatan, bagian kepala dipenuhi bintik
berwarna biru dan garis hitam, bagian bawah tubuh berwarna putih (Gambar 16)
Gambar 16.Ikan B. boddarti
3600
3800
4000
4200
4400
4600
4800
5000
Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV
Ker
apat
an V
eget
asi
Man
grov
e (I
nd/h
a)
Universitas Sumatera Utara
36
P. gracilis pada bagian punggung tubuhnya berwarna coklat keabu-abuan,
bagian perut berwarna putih, memiliki garis berwarna coklat gelap berbentuk
miring dan berbintik-bintik abu-abu keperakan pada bagian tubuh.Jenis P. gracilis
dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17.IkanP. Gracilis
Pada jenis P. chrysospilos berwarna kecoklatan, tubuhnya berbintik-bintik
keemasan, pada sirip punggung pertama memiliki warna hitam di bagian atas lalu
putih pada bagian bawah, sirip punggung kedua memiliki bintik berwarna emas
disertai dengan garis berwarna hitam.Jenis P. chrysospilos dapat dilihat pada
Gambar 18.
Gambar 18. IkanP. chrysospilos
Universitas Sumatera Utara
37
Kepadatan Populasi Ikan Gelodok
Kepadatan populasi Ikan Gelodok yang dilakukan di lokasi penelitian
dibagi menjadi 4 stasiun dengan perbedaan pada setiap stasiun berdasarkan nilai
tingkat kerapatan mangrove.Kepadatan populasi Ikan Gelodok dinyatakan dalan
satuan Ind/m2
Ikan Gelodok yang hidup pada ekosistem mangrove di Desa Pulau
Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera
Utara umumnya hidup di permukaan substrat dan menempel pada vegetasi
mangrove. Kepadatan populasi Ikan Gelodok tertinggi terdapat pada stasiun 3
yaitu 0,74 Ind/m
.Hasil kepadatan disajikan dalam bentuk grafik batang agar terlihat
perbandingan kepadatan Ikan Gelodok pada setiap stasiunnya.
2 dan kepadatan populasi terendah terdapat pada stasiun 4 yaitu
0,26 Ind/m2
. Kepadatan populasi pada setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar
20.
Gambar 20. Grafik Kepadatan Populasi Ikan Gelodok pada Setiap Stasiun
0,4
0,61
0,74
0,26
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV
Kep
adat
an P
opul
asi (
Ind/
m²)
Stasiun
Universitas Sumatera Utara
38
Indeks Keanekaragaman Ikan Gelodok
Pada Gambar 18 menunjukkan bahwa nilai indeks keanekaragaman
tertinggi di Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat
Provinsi Sumatera Utara ialah padastasiun 4 yaitu 1, 0971 dan nilai indeks
keanekaragam terendah pada stasiun 3 yaitu 1,0917. Grafik nilai indeks
keanekaragaman Ikan Gelodok dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Nilai indeks keanekaragaman Ikan Gelodok
Hubungan Panjang Bobot Ikan Gelodok
Hubungan panjang bobot ketiga jenis Ikan Gelodok masing-masing memiliki nilai
yang tidak jauh berbeda. Hasil perhitungan untuk panjang dan bobot
dikelompokkan perjenis ikan dari total waktu pengambilan contoh. Jumlah P.
chrysospilos yang ditangkap selama masa penelitian adalah 65 ekor, dengan nilai
b yang diperoleh adalah 2,9539. Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh
sebesar 0,965. Untuk nilai koefisien korelasi (r) yang diperoleh sebesar 0,961
(Gambar 21). Nilai b < 3 yang memiliki arti bahwa pola pertumbuhannya adalah
allometrik negative. Pada jenis P. chrysospilos ukuran yang terpanjang adalah 95
mm dan berat tertinggi dengan bobot 7,1 g.
1,096 1,097
1,092
1,097
1,085
1,090
1,095
1,100
1 2 3 4
Inde
ks K
eane
kara
gan
(H')
Stasiun
Stasiun II Stasiun III Stasiun IVStasiun I
Universitas Sumatera Utara
39
Gambar 21. Hubungan Panjang dan Bobot jenis P. chrysospilos
P. gracilis yang ditangkap selama masa penelitian adalah 73 ekor, dengan
nilai b adalah 2,2572. Nilai koefisien determinasi (R2
) yang diperoleh sebesar
0,610. Untuk nilai koefisien korelasi (r) yang diperoleh sebesar 0,800.Hasil
tersebut menggambakan bahwa jenis P. gracilis memiliki pola pertumbuhan
allometrik negative. Jenis ini memiliki ukuran terpanjang yaitu 55 mm dan bobot
terberat 1,8 g (gambar 22)
Gambar 22. Hubungan Panjang dan Bobot P. gracilis
y = 1E-05x2,953
R² = 0,965r = 0,961
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0 20 40 60 80 100
Bob
ot (g
)
Panjang (mm)
y = 0,000x2,257
R² = 0,610r = 0,800
00,20,40,60,8
11,21,41,61,8
2
0 10 20 30 40 50 60
Bob
ot (g
)
Panjang (mm)
Universitas Sumatera Utara
40
Pada masa penelitian ditemukan jenis B. boddarti berjumlah 63 ekor. Nilai
b yang diperoleh adalah sebesar 2,7367. Nilai koefisien determinasi (R2
Gambar 23. Hubungan Panjang dan Bobot B. boddarti
) yang
diperoleh sebesar 0,829. Untuk nilai koefisien korelasi (r) yang diperoleh sebesar
0,908.Hasil tersebut menggambarkan bahwa jenis B. boddarti memiliki
polapertumbuhan allometrik negatif yaitu pertumbuhan panjang lebih donimnan
dari pada bobot. Jenis ini memiliki ukuran terpanjang 130 mm dan bobot terberat
18,2 (gambar 23)
Kisaran nilai b (α=0,05) dinyatakan mendekati 3 dan setelah uji T
(α=0,05) hasilnya allometrik negatif dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Hubungan panjang-bobot ikan gelodok
Jenis Persamaan Hubungan
Panjang-Bobot RPola Pertumbuhan
Setelah Uji T (α=0,05)
2
B. boddarti 0,00002x 0,829 2,736 Allometrik Negatif P. chrysospilos 0,00001x 0,965 2,953 Allometrik Negatif P. gracilis 0,0001x 0,610 2,257 Allometrik Negatif
y = 2E-05x2,736
R² = 0,829r = 0, 908
02468
101214161820
0 20 40 60 80 100 120 140
Bob
ot (g
)
Panjang (mm)
Universitas Sumatera Utara
41
Faktor Kondisi
Hasil faktor kondisi (FK) Ikan Gelodok berdasarkan hubungan panjang
dan bobot yang menunjukkan bahwa perkembangan Ikan Gelodok untuk jenis P.
chrysospilos, B. boddarti, dan P. gracilis dapat dilihat pada tabel 4
Tabel 4. Faktor Kondisi Ikan Gelodok Berdasarkan Jenis
Spesies Persamaan Hubungan
Panjang Bobot Faktor Kondisi (FK)
Kisaran Rata-rata B. boddarti 0,00002x 0,5962 - 2,2857 2,736 1,2320 P. chrysospilos 0,00001x 0,9090-1,7987 2,953 1,2867 P. gracilis 0,0001x 0,58011-12,4049 2,257 1,3856
Parameter Fisika Kimia Perairan
Pengukuran parameter Fisika kimia perairan dilakukan sebanyak empat kali
dengan interval waktu 2 minggu.Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Pengukuran Parameter Fisika Kimia Perairan Stasiun Parameter
Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV
Suhu Air (0 28-31 C) 30-31 30-32 29-31 Arus (m/s) 0.06-0.2 0.05-0.15 0.02-0.15 0.02 -0.15 DO (mg/l) 1,9-3 2-2,5 2.2-2.5 2-2.5 Salinitas (ppt) 21-32 25-31 24-33 22-31 pH 6.3-7.8 6-7.3 6.1-7.3 6.2-72
Analisis Substrat
Hasil analisis substrat diketahui bahwa kandungan fraksi substrat pada
setiap stasiunnya berbeda, terdapat tiga jenis fraksi substrat yaitu pasir, liat dan
debu serta memiliki kandungan C-Organik yang berbeda-beda pada setiap
stasiunnya. Kandungan fraksi substrat dan nilai C-Organik pada tiap stasiunya
dapat dilihat pada Tabel 6.
Universitas Sumatera Utara
42
Tabel 6. Hasil Analisis Fraksi Substrat.
Stasiun
Parameter C-Organik
(%) Tekstur (Hydrometer)
(%) Fraksi Pasir Debu Liat Tekstur
Stasiun I. Plot 1 4,19 58 34 8 Lp Stasiun I. Plot 2 3,1 40 28 32 Lli Stasiun I. Plot 3 3,46 54 36 10 Lp Stasiun II. Plot 1 3,35 32 48 20 L Stasiun II. Plot 2 3,1 34 28 38 Lli Stasiun II. Plot 3 3,83 34 30 36 Lli Stasiun III. Plot 1 3,83 22 30 48 Li Stasiun III. Plot 2 4,19 32 26 42 Li Stasiun III. Plot 3 2,92 30 28 42 Li Stasiun IV. Plot 1 2 32 32 36 Lli Stasiun IV. Plot 2 1,28 30 28 42 Li Stasiun IV. Plot 3 1,82 22 32 46 Li Keterangan : L = Lempung ; Li = Liat ; Lli = Lempung berliat ; Lp = Lempung
berpasir
Pasang Surut
Hasil pengolahan data pasang surut di wilayah pesisir pulau sembilan
diketahui bahwa pasang tertinggi dan surut terendah terjadi pada tanggal 02 april
2016. Tinggi rendahnya pasang surut air laut dapat dilihat dapat dilihat pada
Gambar 24.
Gambar24. Grafik Tinggi Pasang Surut Tanggal 24 Maret s/d 07 April 2016
(BPPS Belawan 2016)
Universitas Sumatera Utara
43
Hubungan Kerapatan Mangrove terhadap Kepadatan Ikan Gelodok
Hubungan antara kerapatan mangrove terhadap kepadatan populasi Ikan
Gelodok di Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat
Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Gambar 25. Model hubungan antara
kerapatan mangrove dengan kepadatan populasi Ikan Gelodok ditunjukan dengan
persamaan y = -0,0006x + 3,302 dengan koefisien determinasi R2
sebesar 0,8854
dan koefisien korelasi r = 0,9409.
Gambar 25. Grafik Regresi Kerapatan Mangrove terhadap Kepadatan Populasi Ikan Gelodok
y = -0,000x + 3,297R² = 0,885
r = -0,941
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
4000 4200 4400 4600 4800 5000
Kep
adat
an P
opul
asi I
kan
Gel
odok
(Ind
/m2 )
Kerapatan Mangrove (Ind/ha)
Universitas Sumatera Utara
44
Pembahasan
Analisis Data Kerapatan Mangrove
Stasiun I merupakan stasiun dengan kondisi mangrove alami yang
memiliki kerapatan pohon tertinggi dari stasiun lainnya yaitu seluas 4700 Ind/ha.
Kerapatan tertinggi terdapat pada spesies mangrove yaitu S.alba dengan jumlah
kerapatan seluas 767 Ind/ha, dan kerapatan terendah terdapat pada spesies
mangrove yaitu A. alba dan A. officinalis dengan jumlah kerapatan seluas 133
Ind/ha. Tingginya jumlah dominasi S. alba pada stasiun I diketahui bahwa daerah
ini sanga sesuai dengan pertumbuhan jenis S. alba, karena stasiun ini berdekatan
dengan garis pantai, biasanya mangrove jenis ini berasosiasi dengan jenis
mangrove lainnya seperti Avicennia spp (Bengen, 2004)
Nilai kerapatan tertinggi pada stasiun II terdapat pada spesies mangrove
yaitu R. apiculata seluas 733 Ind/ha.Kerapatan spesies mangrove terendah dengan
kerapatan seluas 133 Ind/ha terdapaat pada N. fruticans.Stasiun II merupakan
lahan rehabilitasi dikarenakan pernah dilakukan kegiatan penanaman mangrove
dengan kerapatan pohon seluas 4500 Ind/ha. Menurut Suryawan (2007)
penanaman dan perlindungan mangrove merupakan salah satu sistem pelindung
kestabilan garis pantai secara alami agar tidak mengalami abrasi sehingga akan
mendukung proses ekologi di kawasan pesisir.
Stasiun III ialah stasiun dengan kondisi lahan mangrove, yang sebagian lahannya
telah dikonversi menjadi lahan tambak ikan dan udang bagi masyarakat setempat, yang
mempunyai luas kerapatan terendah seluas 4066 Ind/ha.Kerapatan tertinggi terdapat pada
spesies mangrove yaitu R. stylosa dengan jumlah kerapatan seluas 567 Ind/ha, dan
kerapatan terendah terdapat pada spesies mangrove yaitu A. floridum dan L. littorea
dengan jumlah kerapatan seluas 167 Ind/ha.Tingginya kerapatan mangrove jenis
Universitas Sumatera Utara
45
R.stylosapada stasiun III menyebabkan tingginya nilai C-Organik pada stasiun III. Hal ini
didukung oleh penelitian Jesus (2012), bahwa tingginya kandungan C-organik di
stasiun Ulmera disebabkan dominasi Rhizophora yang banyak terpengaruh pasang
surut karena tanah sering mengalami reduksi saat pasang dan teroksidasi saat
surut.
Stasiun 4 merupakan daerah mangrove yang masih alami dengan tingkat
kerapatan yang tinggi dengan nilai 4800ind/ha. Kerapatan tertinggi terdapat pada
spesies mangrove yaitu A. Marina dengan jumlah kerapatan 767 Ind/ha, dan
jumlah kerapatan terendah terdapat pada spesies mangrove S. Caseolaris dan B.
gymnorhyza dengan jumlah kerapatan 133 Ind/ha.Berdasarkan KepMen LH No.
201 Tahun 2004 bahwa kondisi mangrove dengan kerapatan >1500 dikategorikan
dalam keadaan baik dengan kriteria sangat padat.
Perbedaan substrat sangat berpengaruh terhadap tinggi dan rendahnya
sebaran vegetasi mangrove.Pada stasiun IV diketahui memiliki karakteristik
subtrat lumpur berliat. Menurut Setiawan (2013) bahwadaerah dengan tingkat
ketebalan mangroveyang tinggi cenderung mempunyai substrat dengan tekstur
lempung liat berdebu, hal ini disebabkan karena adanya dekomposisi serasah yang
ikut menentukan tekstur tanah dan adanya pengikatan partikel debu dan liat oleh
akar vegetasi mangrove sehingga lama-kelamaan partikel tersebut
akanmengendap dan membentuk lumpur.
Universitas Sumatera Utara
46
Identifikasi Ikan Gelodok
Kepadatan Populasi Ikan Gelodok
Perhitungan kepadatan populasi Ikan Gelodok dilakukan pada setiap
stasiun pengambilan contoh.Pengambilan contoh Ikan Gelodok dilakukan setiap
dua minggu sekali selama 2 bulan. Kepadatan populasi Ikan Gelodok tertinggi
terdapat pada stasiun 3 yaitu 0,74 Ind/m2 dan kepadatan populasi terendah
terdapat pada stasiun 4 yaitu 0,26 Ind/m2
Terlihat perbedaan kepadatan populasi pada setiap stasiunnya dikarenakan
karakteristik yang berbeda pada setiap stasiunnya. Stasiun I memiliki karakteristik
dengan tingkat kerapatan mangrove yang rapat, stasiun II memiliki karakteristik
dengan tingkat kerapatan mangrove sedang dikarenakan sebagai tempat
rahabilitasi lahan mangrove, stasiun III memiliki karakteristik dengan tingkat
kerapatan mangrove rendah dan stasiun IV memiliki karakteristik dengan tingkat
kerapatan mangrove yang tinggi. Hal ini di duga karena ikan gelodok hanya
memanfaatkan ekosistem mangrove sebagai tempat mencari makan.
MenurutMenurut Barnes., dkk, (2005) diacu oleh Gosal., dkk, (2013), menyatakan
bahwa ikan gelodok yang termasuk dalam genus Periophthalmus adalah
karnivora. secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa ikan gelodok selektif dalam
memilih makanan. Lebih lanjut Genisa (2003) dan Nontji (2007) diacu oleh
Endrawati dan Irwani (2012), menambahkan bahwa pergerakan ikan karnivora
dan berhabitat di perairan dangkal, memanfaatkan daerah estuaria, atau muara
bertanaman mangrove sebagai daerah pencarian makan secara aksidental,
sehingga keberadaannya pada daerah tersebut relatif lebih pendek.
.
Universitas Sumatera Utara
47
Tingginya kepadatan populasi ikan gelodok pada stasiun III yaitu dengan
nilai 0,74 Ind/m2
diduga akibat rendahnya tingkat kerapatan mangrove pada
stasiun tersebut. Akibat rendahnya tingkat kerapatan mangrove maka terdapat
banyak lahan kosong yang bersubstrat lumpur dimana banyak ikan golodok
berkumpul pada daerah tersebut. Hal ini sesuai dengan Gunarto (2004) diacu oleh
Wahyudewantoro (2011), yang menyatakan bahwa daerah atau substrat lumpur
merupakan habitat berbagai nekton, yang menandakan daerah tersebut kaya akan
sumber pakan. Menurut Effendi (1997) diacu oleh Suke (2014), Jumlah populasi
ikan dalam suatu perairan biasanya ditentukan oleh pakanyang ada. Beberapa
faktor yang berhubungan dengan populasi tersebut, yaitujumlah dan kualitas
pakan yang tersedia dan mudah didapatnya pakan tersebut.
Indeks Keanekaragaman Ikan Gelodok
Nilai indeks keanekaragaman tertinggi di Desa Pulau Sembilan Kecamatan
Pangkalan Susu Kabupaten Langkat ialah pada Stasiun IV yaitu 1, 097 dan nilai
indeks keanekaragam terendah pada stasiun III yaitu 1,092.Hal ini dikarenakan
beberapa faktor yang mempengaruhi Ikan Gelodok di ekosistem mangrove. Hal
ini sesuai Febrita, dkk (2015), menyatakan bahwa tinggi rendahnya nilai indeks
keanekaragaman jenis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain jumlah
jenis atau individu yang didapat dan adanya beberapa jenis yang ditemukan
dalam jumlah yang lebih melimpah dari pada jenis lainnya.
Stasiun I merupakan kondisi mangrove dalam keadaan alami, sehingga
memiliki keanekaragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun II dan
III.Stasiun II merupakan stasiun dimana kondisi mangrove distasiun ini
Universitas Sumatera Utara
48
merupakan mangrove yang telah direhabilitasi, dan pada stasiun III merupakan
stasiun dimana kondisi lahan mangrovenya telah mengalami konversi lahan
menjadi lahan tambak.Sehingga berdasarkan aktivitas yang terjadi pada setiap
stasiunnya sedikit banyaknya mempengaruhi biota yang beradaptasi di ekosistem
mangrove.
Hubungan Panjang Bobot Ikan Gelodok
Hasil analisis hubungan panjang dan bobot dibagi sesuai dengan jenis Ikan
Gelodok yang tertangkap.Pada penelitian ini ditemukan 3 jenis Ikan Gelodok yang
mewakili 2 genus yaitu Baleophthalmus dan Periophthalmus.Genus
Baleophthalmus yang diperoleh adalah jenis B. boddarti, dan genus
Periophthalmus yang didapatkan adalah P. chrysospilosdan P. gracilis.
Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang-bobot ikan gelodok dengan
jenis B. boddartididapatkan model hubungan yaitu y = 2E-05x2,736
Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang-bobot ikan gelodok jenis B.
boddarti diperoleh pula nilai koefisien determinasi (R
dengan nilai b
sebesar 2,736. Hal ini menunjukkan bahwa nilai b yang di dapat lebih kecil dari 3,
sehingga dapat diduga bahwa pola pertumbuhan ikan gelodok dengan jenis B.
boddarti di Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat
Provinsi Sumatera Utara memiliki pertumbuhan allometrik negatif artinya
pertambahan panjangnya lebih cepat dari pada pertambahan bobot. Lingkungan
mempengaruhi hubungan panjang dan bobot ikan seperti kondisi suhu dan
kualitas air, apabila dua faktor tersebut tidak sesuai dengan yang dibutuhkan Ikan
Gelodok maka penambahan panjang dan bobot Ikan Gelodok akan terhambat.
2) yang dapat menjelaskan
Universitas Sumatera Utara
49
besarnya pengaruh dari panjang terhadap berat ikan. Nilai koefisien determinasi
(R2
Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang-bobot ikan gelodok dengan
jenis P. gracilis didapatkan model hubungan yaitu y = 0,000x
) ikan gelodok dengan jenis B. boddartisebesar 0,829. Untuk nilai koefisien
korelasi (r) diperoleh hasil sebesar 0, 908. Tingginya nilai r yang diperoleh dari
hubungan panjang-bobot menyatakan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat
antara panjang tubuh total dan berat tubuh total. Menurut Walpole (1992) diacu
oleh Aisyah (2014), jika nilai r mendekati 1 maka terdapat hubungan yang kuat
antara kedua variabel.
2,257
Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang-bobot ikan gelodok jenis P.
gracilisdiperoleh nilai koefisien determinasi (R
dengan nilai b
sebesar 2,257. Hasil tersebut menggambarkan bahwa jenis ini memiliki pola
pertumbuhan allometrik negatif.. Hal ini tidak berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ramadhani (2014) di Pantai Bali Kabupaten Batubara nilai yang di
peroleh adalah b = 2,9065 yang menunjukkan bahwa nilai b < 3 yang memiliki
pola pertumbuhan allometrik negatif
2) sebesar 0,610. Untuk nilai
koefisien korelasi (r) diperoleh hasil sebesar 0,800. Persamaan hubungan panjang
dan bobot Ikan Gelodok secara umum memiliki korelasi yang erat. Nilai koefisien
korelasi menunjukkan bahwa setiap penambahan bobot ikan akan diiringi dengan
penambahan panjang setiap waktu pengamatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Hartnoll (1982) diacuh oleh Ramadhani (2014), yang menyatakan bahwa besarnya
koefisien korelasi menunjukkan bahwa pertambahan panjang diikuti pertambahan
bobot tubuh.
Universitas Sumatera Utara
50
Pada jenis P. chrysospilos diperoleh hasil analisis hubungan panjang dan
bobot yaitu y = 1E-05x2,953
Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang-bobot ikan gelodok jenis P.
chrysospilosdiperoleh pula nilai koefisien determinasi (R
dengan nilai b = 2,953. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa b < 3 yang memiliki arti bahwa pola pertumbuhan adalah alometrik
negatif.Menurut Rahardjo, dkk., (2011) diacu oleh Aisyah (2014), nilai (b) dalam
hubungan panjang bobot antar spesies ikan dapat bervariasi. Variasi antar spesies
ikan tersebut terkait erat dengan perkembangan perbedaan umur, kematangan
gonad, jenis kelamin, letak geografis, kendali lingkungan, kepenuhan lambung,
dan tekanan parasit.
2) yang dapat
menjelaskan besarnya pengaruh dari panjang terhadap berat ikan. Nilai koefisien
determinasi (R2
Dari hasil uji t dapat terlihat bahwa nilai t hitung untuk masing-masing
spesies ikan gelodok lebih kecil dari pada t tabel. Sehingga dapat ditarik
kesimpulan berupa gagal tolak H
) ikan gelodok dengan jenis P. chrysospilossebesar 0,965. Untuk
nilai koefisien korelasi (r) diperoleh hasil sebesar 0,961.
0yang artinya pola pertumbuhan ikan gelodok
(B. boddarti,P. gracilis, dan P. chrysospilos) bersifat allometrik negatif. Berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Ramadhani (2014) di Pantai Bali
Kabupaten Batubara, pola pertumbuhan ikan gelodok jenis B. boddartibersifat
isometrik dan jenis P. chrysospilos memiliki pola pertumbuhan allometrik positif.
Menurut Nikolsky (1983) diacu oleh Aisyah (2014), perbedaan pola pertumbuhan
yang terjadi dari satu spesies ikan tergantung pada kodisi lingkungan organisme
tersebut hidup, serta ketersedian makanan yang dapat dimanfaatkan untuk
menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan dari organisme ikan.
Universitas Sumatera Utara
51
Faktor Kondisi
Berdasarkan hasil analisa faktor kondisi (FK) Ikan Gelodok pada
ekosistem mangrove di Desa Pulau Sembilan, menunjukkan nilai yang berbeda
pada setiap jenisnya berkisar antara 0,5962 - 2,2857 untuk jenis B. boddarti,
0,58011-12,4049 untuk jenis P. gracilis dan 0,9090-1,7987 untuk jenis P.
chrysospilos. Nilai faktor kondisi dari ikan sering kali berbeda, untuk ikan
gelodok jenis B. boddartimemiliki rata-rata faktor kondisi sebesar 1,2320. Pada
jenis P. gracilisrata-rata faktor kondisi sebesar 1,3856 dan jenis P.
chrysospilosrata-rata faktor kondisisebesar1,2867. Dimana faktor kondisi tertinggi
terdapat pada ikan gelodok jenis P. gracilis.
Nilai-nilai yang diperoleh dari setiap jenis ikan tersebut menunjukkan
tubuh kurang pipih. Menurut Effendie (1997), bila nilai faktor kondisi berkisar 1 –
2 menunjukan tubuh ikan kurang pipih. Menurut Suwarni (2009), perubahan nilai
faktor kondisi dipengaruhi pada waktu gonad ikan terisi dengan jenis kelamin dan
mencapai puncaknya sebelum terjadi pemijahan.
Nilai-nilai fakot kondisi yang diperoleh dari setiap jenis ikan tersebut
dikarenakan kondisi mangrove di desa Pulau Sembilan masih relatif terjaga
dengan baik, sehingga supplai manakan bagi ikan gelodok dari lingkungannya
masih cukup.Menurut Effendie (1997) bahwa besarnya faktor kondisi tergantung
pada banyak hal antara lain jumlah organisme yang ada, kondisi organisme,
ketersediaanmakanan dan kondisi lingkungan perairan. Semakin tinggi nilai faktor
kondisi menunjukkan adanya kecocokan antara ikan dengan lingkungannya
Universitas Sumatera Utara
52
Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan adalah untuk mengetahui
kondisi lingkungan hidup Ikan Gelodok.Kondisi lingkungan perairan merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi distribusi biota perairan. Hasil pengukuran
beberapa parameter fisika dan kimia perairan (Tabel 5) menunjukkan kisaran
suhu yang didapatkan selama masa penelitian adalah 28 – 32 ºC. kisaran suhu
tersebut merupakan kisaran suhu yang dapat ditoleransi oleh Ikan Gelodok.
Menurut Tytler dan Vaughan (1983) diacuh oleh Al-Behbehani dan Ebrahim
(2010), kisaran suhu yang dapat ditolerir oleh tubuh Ikan Gelodok adalah 14 – 35
ºC.Pertumbuhan mangrove yang baik memerlukan suhu dengan kisaran 28-32˚C,
hal ini sesuai dengan Wantasen (2013), menyatakan bahwa suhu berperan penting
dalam proses fisiologis, seperti fotosintesis dan respirasi. Pertumbuhan mangrove
yang baik memerlukan suhu rata-rata minimal lebih besar dari 20ºC.
Nilai kisaran pH air yang diperoleh selama masa penelitian adalah 6 – 7,8.
Dari nilai tersebut Ikan Gelodok umumnya Ikan Gelodok hidup pada kondisi
perairan yang normal. Hal ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Gosal., dkk, (2013) bahwa kadar pH air sebesar 8, kadar pH
menunjukkan pengaruh air laut. Parameter di lingkungan tersebut di atas
merupakan kisaran toleransi bagi kehidupan ikan gelodok di kawasan hutan
mangrove Meras.Nilai suatu pH perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain aktivitas fotosintesis, kandungan oksigen, dan adanya kation dan anion dalam
perairan. Nilai pH air pada ekosistem mangrove berkisar antara 8,0-9,0 (bersifat
basa). Hal ini sesuai dengan Winarno (1996), menyatakan bahwa nilai hutan pH
hutan mangerove berkisar antara 8,0-9,0.
Universitas Sumatera Utara
53
Salinitas juga merupakan faktor yang mempengaruhi lingkungan Ikan
Gelodok. Kisaran salinitas yang di peroleh adalah 21 – 33 ppt. Hal ini tidak jauh
berbeda dengan penelitian Ramadhani (2014), bahwa kisaran salinitas yang
diperoleh adalah 14 – 35 ppt. Kisaran ini dapat ditolelir ikan gelodok. Ikan ini
memiliki kelebihan yaitu mampu beradaptasi menggunakan pernapasan tambahan
melalui kulit dan gelembung udara yang terdapat didalam tubuhnya untuk
menghindari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan.
Rendahnya salinitas diduga karena pada saat pengambilan sampel
dilakukan pada saat air surut, sehingga air tawar yang dari sungai atau daratan
lebih dominan dari air laut, sedangkan tingginya salinitas disebabkan pada saat
pengambilan dilakukan pada pasang air laut, sehingga air laut lebih dominan dari
pada air tawar. MenurutTalib (2008) bahwa zonasi dan sebaran keanekaragaman
vegetasi mangrove sangat tergantung pada sebaran salinitas pada perairan
mangrove. Wantasen (2013) Tumbuhan mangrove tumbuh subur di daerah
estuaria dengan salinitas 10-30 ppt. Salinitas yang tinggi akan berdampak pada
sebaran mangrove semakin jauh dari tepian perairan secara umum menjadi kerdil
dan berkurang komposisi spesiesnya.
Kandungan oksigen terlarut dari keempat stasiun di lokasi penelitian
adalah berkisar 1,9-3 mg/l pada stasiun I, pada stasiun II, pada stasiun III dan pada
stasiun IV (Tabel 5). Oksigen terlarut terendah dan tertinggi pada kisaran suhu
didapatkan pada stasiun I (1,9-3 mg/l). Berdasarkan KepMenLH No. 51 tahun
2004, kadar oksigen yang sesuai baku mutu untuk ekosistem mangrove adalah >5
mg/l. Dapat dikatakan bahwa kadar oksigen terlarut di ekosistem mangrove Pulau
Sembilan tidak memenuhi baku mutu perairan, disebabkan ada beberapa faktor
Universitas Sumatera Utara
54
yang mempengaruhinya. Menurut Brown (1987)diacu oleh Marpaung (2013),
menyatakan bahwa pada umumnya air pada perairan yang telah tercemar,
kandungan oksigennya sangat rendah. Dekomposisi dan oksidasi bahan organik
dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai nol (anaerob).
Peningkatan suhu sebesar 10o
C akan meningkatkan konsumsi O2 sekitar 10%
Karakteristik Substrat
Hasil analisi substrat dilakukan untuk mengetahui jenis substrat tempat
tinggal Ikan Gelodok.Pada awalnya jenis substrat yang digunakan Ikan Gelodok
sebagai sarangnya terlihat seperti limpur biasa.Hasil analisis tekstur substrat
menunjukkan bahwa setiap stasiun memiliki komposisi fraksi debu, liat dan pasir
yang jauh berbeda. Fraksi pasir tertinggi adalah di stasiun I plot 1 sebesar 58 %
dan terendah di stasiun III plot 1 dan stasiun IV plot 3 sebesar 22% . Stasiun II
plot 1 memiliki fraksi debu tertinggi mencapai 48 % dan terendah di stasiun III
plot 2 sebesar 26 %. Fraksi liat komposisi tertinggi ditemukan pada stasiun III plot
1 mencapai 48 % dan terendah pada stasiun I plot 1 sebesar 8 %.
Jenis substrat merupakan salah satu faktor penting bagi kehidupan Ikan
Gelodok.Apabila substrat tersebut sesuai untuk kehidupan Ikan Gelodok, maka
ikan membangun sarangnya disana.Sarang dibangun oleh Ikan Gelodok untuk
menghindari diri dari predator dan sebagai tempat penyimpanan telur. Menurut
Lee dan Graham (2005) diacuh oleh Suke (2014), menyatakan bahwa Secara
khusus penggunaan liang sangat penting bagi Ikan Gelodok. Selama musim dingin,
Ikan Gelodok yang tinggal di daerah beriklim tropis tetap berada di dalam liang.
Universitas Sumatera Utara
55
Sementara beberapa spesies pada saat surut pada musim kemarau, Ikan Gelodok
menutup liang dengan lumpur.
Menurut Ramadhani (2014), pada daerah mengrove yang memiliki substrat
lempung berdebu dan liat ikan gelodok lebih sering bersembunyi, hal ini
dipengaruhi oleh air yang jarang masuk kedalam mangrove. Berbeda dengan
daerah pantai dan sungai yang memiliki jenis substrat lempung berdebu ikan
gelodok lebih sering muncul dkarenakan adanya pengaruh pasang surut.
Jenis tanah pada hutan mangrove umumnya berlumpur, berlempung atau
berpasir dengan bahan-bahan yang berasal dari lumpur, pasir.tekstur substrat pada
sertiap stasiunnya diketahui berbeda, begitu juga dengan tanaman mangrove
yang mendominasi di setiap stasiun diketahui berbeda juga.Menurut Indah dkk
(2008) bahwa Salah satu faktor pendukung agar komposisi vegetasi mangrove
tetap tinggi adalah substrat mangrove.Substrat adalah tempat dimana akar-akar
mangrove dapat tumbuh dengan baik.Karaktristik substrat yang baik menentukan
banyaknya tegakan mangrove yang dapat tumbuh dan berkembang.
Pasang Surut
Pasang surut air laut sangat dipengaruhi oleh pergerakan bulan.Malik dkk
(1999), meski pengaruhnya tidak sebesar arus, pasang surut juga mempengaruhi
dinamika air sekitar pantai. Pergerakan air akan lebih mudah diamati di daerah
estuaria yang lebar. Pada pasang naik, air tawar mengalir ke laut di atas massa air
asin yang bergerak dari darat. Pasang tertinggi berada pada posisi dengan nilai
134.69 cm pada jam 241 di tanggal 3 April 2016. Sedangkan surut terendah
Universitas Sumatera Utara
56
berada dengan nilai -139.67 cm pada jam 269 pada tanggal 04 April 2016
(Gambar 24).
Menurut Ramadhani (2014), daerah pantai merupakan tempat favorit bagi
ikan gelodok dikarenakan daerah pantai selalu dipengaruhi oleh kondisi pasang
surut air laut sehingga sirkulasi oksigen dan pergantian zat-zat organik yang
menjadi sumber makanan ikan terus terganti. Begitu juga pada daerah sungai,
dikarenakan daerah ini juga dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Menurut Noor dkk (2006), areal yang digenangi oleh pasang sedang
didominasi oleh jenis-jenis Rhizophora spp. adapun areal yang digenangi hanya
pada saat pasang tinggi, yang mana areal ini lebih ke daratan, umumnya
didominasi oleh jenisjenis Bruguiera dan X. granatum, sedangkan areal yang
digenangi hanya pada saat pasang tertinggi (hanya beberapa hari dalam sebulan)
umumnya didominasi oleh B. sexangula dan L. Littorea.
Hubungan Kerapatan Mangrove terhadap Kepadatan Ikan Gelodok
Hasil analisis regresi linier sederhana antara kerapatan mangrove terhadap
kepadatan Ikan Gelodokdi Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu
Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara menghasilkan Model hubungan
antara kepadatan Ikan Gelodok dengan kerapatan spesies mangrove ditunjukkan
dengan persamaan y = -0,0006x + 3,302. Koefisien determinasi (R2) yang
diperoleh adalah sebesar 0,885 artinya pengaruh kerapatan mangrove terhadap
kepadatan Ikan Gelodok sebesar 88,5%. Koefisien korelasi (r) yang diperoleh
adalah r = 0,940 (Gambar 25) artinya antara kerapatan mangrove dengan
kepadatan Ikan Gelodok berkorelasi sangat kuat. Menurut Redjeki (2013) Ikan
Universitas Sumatera Utara
57
Gelodok ditemukan pada ekosistem mangrove karena seluruh siklus hidupnya
dijalankan di daerah hutan mangrove (ikan penetap sejati), dan feeding habit dari
Ikan Gelodok umumnya adalah bahan organik yang ada di dasar perairan/substrat.
Berdasarkan penelitian Bob-Manuel (2011) diacu oleh Redjeki (2013),
saat juvenil ikan Gobiidae merupakan herbivor yang makan lebih banyak diatom
dan alga berfilamen, sementara saat dewasa beralih ke krustasea, polichaeta dan
serangga darat. Hidupnya yang bersifat amfibi menyebabkannya pada posisi trofik
sebagai zoobenthivor dan predator.Ikan Gelodok memanfaatkan fungsi daerah
estuaria dan perairan bertanaman mangrove untuk daerah untuk mencari makanan
(feeding ground) (Satapoomin dan Poovachiranon, 1997) serta memanfaatkan
lubang–lubang yang dibentuk sebagai rumah dan sebagai daerah pemijahan
(spawning ground), daerah asuhan (nursery ground) dan daerah pembesaran
(rearing ground).
Menurut Sasekumer dan Chong (1998) diacu oleh Khaironizam dkk
(2000), Ikan Gelodok merupakan ikan yang sangat aktif pada saat air surut dan
banyak beristirahat di habitat mangrove.Hutan mangrove sangat penting untuk
mendukung populasi ikan tersebut, karena menyediakan bahan organik untuk
sumber makanan.Bedasarkan penelitian Gosal, dkk (2013), persentase kejadian
satu jenis makanan menerangkan bahwa Crustacea, Zooplankton, Polychaeta dan
Fitoplankton sering ditemukan dalam usus dan lambung ikan. Hal ini
menunjukkan bahwa makanan ini cukup banyak tersedia di lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
58
Rekomendasi Pengelolaan
Salah satu hasil perairan yang belum banyak dimanfaatkan adalah ikan
glodok.Ikan glodok banyak tersebar di wilayah Jakarta Utara, dan Karawang,
selain itu juga terdapat di daerah Cilacap. Ikan glodok biasa dimanfaatkan sebagai
ikan kering dan ikan asap di wilayah Cilacap dan Karawang sekitar, namun di
Jepang ikan glodok selain untuk dikonsumsi, ikan glodok juga digunakan khusus
sebagai obat tradisional.
Ikan gelodok adalah salah satu spesies yang hidupnya dipengaruhi
olehkeberadaan dari hutan mangrove.Hal ini ditegaskan oleh penelitian Naamin
(1977),menyatakan bahwa ketika kawasan mangrove itu dalam kondisi baik
makaproduktivitas ikan di kawasan mangrove mengalami peningkatan.
SelanjutnyaBaderan (2013), mengemukakan jika kawasan mangrove mengalami
kerusakanbukan hanya akan mempengaruhi produktivitas dari berbagai biota yang
ada di kawasan tersebut (ikan, udang dan kepiting) akan tetapi berdampak pada
kualitasdan kuantitas ikan tersebut. Jika kawasan mangrove dalam kondisi baik
maka nilaiikan yang ditemukan jauh lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan
nilai ikan padakondisi mangrove yang rusak.Sehingga diharapkan untuk dapat
terus melestarikan lingkungan pesisir terutama ekosistem mangrove agar tetap
terjaga keberadaan ikan gelodok pada ekosistem mangrove tersebut.
Universitas Sumatera Utara
59
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Berdasarkan penelitian dan perhitungan yang dilakukan diketahui bahwa
kerapatan mangrove di Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu
Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara memiliki nilai kerapatan
tertinggi padastasiun IV,kemudian stasiun I dan stasiun II dan kerapatan
terendah tedapat pada stasiun III.
2. Berdasarkan penelitian dan perhitungan yang dilakukan diketahui bahwa Ikan
Gelodok yang hidup pada Ekosistem Mangrove di Desa Pulau Sembilan
Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara
memiliki jumlah kepadatan tertinggi pada stasiun III, kemudian stasiun II dan
stasiun I, dan kepadatan populasi terendah terdapat pada stasiun IV.
3. Hubungan kerapatan mangrove dan laju kepadatan populasi Ikan Gelodok
pada ekosistem mangrove di Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan
Susu Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara diketahui berkorelasi
negatif, dimana semakin tinggi kerapatan mangrove maka kepadatan populasi
Ikan Gelodok semakin rendah.
Saran
Penelitian ini adalah langkah awal untuk mengetahui jenis ikan yang hidup
di kawasan hutan mangrove.Diharapkan agar dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang perbandingan hubungan panjang bobot berdasarkan jenis kelamin,
kebiasaan makanan, dan tingkat kematangan gonad.
Universitas Sumatera Utara
60
DAFTAR PUSTAKA
Afriyanti. 2010. Kebiasaan Makanan Ikan Blodok Baleophthalmus boddartiPall.,
1770 di perairan Ujung Pangkah, Jawa timur. [Skripsi] Institut Pertanian Bogor, Bogor
Aisyah, S. Darma, B. dan Desrita. 2014. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lemeduk
(Barbodes Schwanenfeldii) di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Aquacoastmarine. 6 (1).
Al-Behbehani, B. E dan H. M. A. Ebrahim. 2010. Enviromental Studies on The
Mudskippers In The Intertidal Zone of Kuwait Bay. Nature and Science.8 : 79-87.
Bengen, D. G. dan I. M. Dutton 2004. Interaction: Mangroves, Fisheries and Forestry
Management in Indonesia.H. 632-653. dalam Northcote. T. G. dan Hartman (Ed), Worldwide Watershed interaction and Management. Blackwell Science.. Oxford. UK.
Dharmawan, I. W. S. dan C. A. Siregar. 2005. Karbon Tanah dan Pendugaan Karbon
Tegakan (Avicennia marina Forssk. Vierh) di Ciasem Purwakarta. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. V(4) : 317-328.
Djumanto., E. Setyobudi., dan Rudiansyah. 2012. Fekunditas Ikan Gelodok,
Boleophthalmus boddarti (Pallas 1770)di Pantai Brebes.Jurnal Ikhtiologi Indonesia. 12 (1): 59-71.
Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta. Emmanuel, L. 2010 Aspects of the Reproductive Biology in Mudskipper,
Periophthalmuspapilio from Mangrove Swamps of Lagos Lagoon, Lagos, Nigeria.New York Science Journal. 3 (11): 103-110.
Endrawati, H. dan Irwani. 2012. Komposisi dan Kelimpahan Ichtyofauna di
Perairan Morosari, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Buletin Oseanografi Marina. V (1): 34-40.
Faozan, M. 2004. Kepadatan dan Penyebaran Kepiting Berukuran Kecil di
Ekosistem Hutan Mangrove Muara Sungai Bengawan Solo Kecamatan Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gosal, L. M., D. Y. Katili., M. F. O. Singkoh., dan J. E. W. S. Tamanampo.2013.
Kebiasaan Makanan Ikan Gelodok (Periophthalmus sp.) di Kawasan MangrovePantai Meras, Kecamatan Bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara.Jurnal Bios Logos. 3 (2): 44-49.
Universitas Sumatera Utara
61
Hawa, S. 2000. Studi Biologi Reproduksi Ikan Blodok Baleophthalmus boddarti di perairan Ujung Pangkah, Jawa timur. [Skripsi] Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Indah, R., A, Jabarsyah., dan A, Laga. 2008. Perbedaan Substrat dan Distribusi
Jenis Mangrove (Studi Kasus: Hutan Mangrove di Kota Tarakan).Universitas Borneo Tarakan, Borneo.
Indriyanto, G. 2006. Ekologi Hutan. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. Jesus, A. D. 2012. Kajian Kondisi Ekosistem Mangrove di Sub Distrik Bazartete
Distrik Liquisa Timor-Leste. Jurnal Kelautan. 5 (2): 117-126. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004.Tentang
Baku Mutu Air Laut. Khaironizam, M.Z. dan Norma, R. 2002. Lenght-Weight Relationship of
Mudskippers (Gobiidae: Oxudercinae) in Coastal Areas of Selangor, Malaysia. NAGA, WorldFish Center Quartely. 25 : 3-4.
Kim, J. K., H. J. Baek., J. W. Kim., D. S. Chang dan J. I. Kim. 2011. Sexual
Maturity and Early Life History of the MudskipperScartelaos gigas (Pisces, Gobiidae): Implications forConservation. Fisheries and Aquatic Science. 14 (4): 403-410.
Krebs, C. J. 1989. Ecologycal Methodology. University of British Colombia.
Harper Collians Publisher, New York. Kusmana, C., Onrizal dan Sudarmadji. 2003. Jenis–Jenis Pohon Mangrove di
Teluk Bintuni, Papua. IPB dan PT Bintui Utama Murni. Manuel, F. G. B. 2011. Food and Feeding Ecology of the Mudskipper
Periopthalmus koelreuteri(PALLAS) Gobiidae at Rumuolumeni Creek, Niger Delta, Nigeria.Agriculture and Biology Journal of North America. 2 (6): 897-901.
Marpaung, A. A. F. 2013. Keanekaragaman Makrozoobenthos Di Ekosistem
Mangrove Silvofishery Dan Mangrove Alami Kawasan Ekowisata Pantai Boe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar. [Skripsi]. Universitas Hasanuddin, Makasar.
Masriwaty, 2002. Hubungan Panjang Bobot, Faktor Kondisi dan Kebiasaan
Makan Ikan Biji Nangka (Parupeneus hepthacantus) di Sekitar Perairan Pulau Kodingareng Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar, [Skripsi]. Jurusan Perikanan. Universitas Hasanuddin, Makassar.
Universitas Sumatera Utara
62
Muliasusanty, S. 2000. Studi Pertumbuhan Ikan Blodok Boleophthalmus boddarti di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. [Skripsi] Institut Pertanian Bogor. Bogor
Noer, A. H. 2009. Model Dinamik Rantai Makanan pada Ekosistem Mangrove di
Laguna Tasilaha. Jurnal Media Litbang Sulteng. 2 (2): 110–120. Noor, Y. R., M. Khazali dan I.N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia. Wetlends Internasional-Indonesia Programe. Bogor.
Polgar, G. dan G. Crosa. 2009. Multivariate Characterisation of the Habitats of
Seven Species of Malayan Mudskippers (Gobiidae: Oxudercinae). Marine Biology. V (156): 1475-1486.
Polgar, G. dan R. Lim. 2011. Mudskippers: Human Use, Ecotoxicology and
Biomonitoring of Mangrove and Other Soft Bottom Intertidal Ecosystems. Institute of Biological Sciences, Institute of Ocean and Earth Sciences, Faculty of Science, University of Malaya Kuala Lumpur. Malaysia.
Ramadhani, S. F., Yunasfi., A. M. Rangkuti. 2014. Identifikasi dan Analisis
Hubungan Panjang Bobot Ikan Gelodok (Famili : Gobiidae) di Pantai Bali Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara. Program Studi Manajemen Smberdaya Perairan, Universitas Sumatera Utara.
Ravi, V and S. Rajagopal. 2009. Mudskipper. Centre of Advanced Study in
Marine Biology, Annamalai University : 397-401. Romimohtarto, K. dan S. Juwana.2001. Ilmu Pengetahuan Tentang Biota
Laut.Djambatan. Jakarta. Saeni, M. S. 1989. Kimia Lingkungan. Second University Development
Project.IPB. Bogor. Saparinto, C. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Dahara Prize.
Semarang. Setiawan, H. 2013. Status Ekologi Hutan Mangrove pada BerbagaiTingkat
Ketebalan. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea. 2 (2): 104-120. Setyawan, A. D., S. Ari dan Sutarno. 2002. Biodiversitas Genetik, Spesies dan
Ekosistem Mangrove di Jawa. Kelompok Kerja Biodiversitas. USM. Surakarta.
Simanjuntak, M. 2007. Oksigen Terlarut dan Apparent Oxygen Utilization di
Perairan Teluk Klabat, Pulau Bangka. Jurnal Ilmu Kelautan. 12(2):.59-66.
Universitas Sumatera Utara
63
Suke, M. D. 2014. Kepadatan Populasi Ikan Gelodok (Periophthalmus
argentilineatus) pada Tegakan Mangrove Desa Bulalo Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara.[Skripsi]. Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo.
Suryawan, F. 2007. Keanekaragaman Vegetasi Mangrove Pasca Tsunami di
Kawasan Pesisir Pantai Timur Nangroe Aceh Darussalam. UNSYIAH, Aceh.
Talib, M.F. 2008.Struktur dan Pola Zonasi (Sebaran) Mangrove serta
Makrozoobenthos yang Berkoeksistensi, di Desa Tanah Merah dan Oebelo Kecil Kabupaten Kupang.[Skripsi] Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.
Vanichkul, P. dan Hongskul. 1968. Hubungan Panjang Bobot dan Faktor Kondisi
Ikan Gabus (Channa striata, Bloch, 1793) di Danau Tempe, Kabupaten Wajo. Universitas Hasanuddin, Makassar.
Wahyudewantoro, G. dan Haryono. 2011. Ikan Kawasan Mangrove pada
Beberapa Sungai di Sekitar Taman Nasional Ujung Kulon, Pandeglang: Tinjauan Musim Hujan. Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati dan Fisik. 13 (2): 217-225.
Wantasen, A. S. 2013. Kondisi Kualitas Perairan
dan Substrat Dasar sebagai Faktor Pendukung Aktivitas Pertumbuhan Mangrove di Pantai Pesisir Desa Basaan I, Kabupaten Minahasa Tenggara. Jurnal Ilmiah Platax ISSN: 2302-3589 Vol. 1 ; No. 4. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Wibisono.2005. Pengantar Ilmu Perairan. PT. Grasindo. Jakarta.
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
64
Lampiran 1. Data Analisis Vegetasi Mangrove
Universitas Sumatera Utara
65
Stasiun I
Pohon
No. Nama Spesies ∑ ind (ind/ha) Plot Kerapatan 1. A. alba 4 1 133 2. A. floridum 8 1 267 3. A. marina 5 1 167 4. A. officinalis 4 1 133 5. B. cylindrica 11 3 367 6. B. gymnorhyza 8 2 267 7. C. decandra 7 2 233 8. C. tagal 7 2 233 9. N. fruticans 10 3 333
10. R. apiculata 17 3 567 11. R. mucronata 8 2 267 12. R. stylosa 11 2 367 13. S. alba 23 3 767 14. X. granatum 11 2 367 15. X. moluccensis 7 1 233
Jumlah 141 29 4700
Stasiun II
Pohon
No. Nama ∑ ind (ind/ha) Plot Kerapatan 1. A. anata 11 2 367 2. B. gymnorhyza 13 3 433 3. C. decandra 7 1 233 4. C. tagal 13 1 433 5. N. fruticans 4 2 133 6. R. apiculata 22 3 733 7. R. mucronata 13 2 433 8. R. Stylosa 17 3 567 9. S. alba 16 3 533
10. S. Caseolaris 8 1 267 11. X. granatum 11 2 367
Jumlah 135 23 4500
Lampiran 1. Lanjutan
Universitas Sumatera Utara
66
Stasiun III
Pohon
No. Nama Jlh ind (ind/ha) Plot Kerapatan 1. A. floridum 5 1 167 2. A. lanata 12 2 400 3. A. marina 7 1 233 4. B. cylindrica 10 2 333 5. C. decandra 8 1 267 6. C. tagal 11 3 367 7. L. littorea 5 1 167 8. N. fruticans 13 3 433 9. R. apiculata 12 3 400
10. R. mucronata 8 2 267 11. R. Stylosa 17 3 567 12. S. ovata 7 1 233 13. X. granatum 7 1 233
Jumlah 122 24 4066
Stasiun IV
Pohon
No. Nama Jlh ind (ind/ha) Plot Kerapatan 1 S. caseolaris 4 1 133 2 C. decandra 10 3 333 3 S. alba 11 2 367 4 A. ilicifolius 6 1 200 5 A. marina 23 1 767 6 A. cornilatum 5 1 167 7 A. aureum 9 2 300 8 R. stylosa 13 2 433 9 B. gymnorhyza 4 1 133 10 R. apiculata 15 2 500 11 N. fruticans 16 2 533 12 S. ovata 6 1 200 13 A. floridum 7 1 233 14 E. agallocha 8 1 267 15 B. cylindrica 7 1 233
Jumlah 144 22 4800
Lampiran 2. Kepmen LH No. 201 Tahun 2004
Universitas Sumatera Utara
67
Lampiran I Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor : 201 Tahun 2004 Tanggal: 13 Oktober 2004
KRITERIA BAKU KERUSAKAN MANGROVE
Menteri Negara
Lingkungan Hidup,
ttd Nabiel Makarim, MPA., MSM.
Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA.
Lampiran 3. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO)
Kriteria Penutupan (%) Kerapatan (pohon/ha) Baik Sangat Padat ≥75 ≥ 1500
Sedang ≥50 −< 75 ≥ 1000 −< 1500 Rusak Jarang < 50 < 1000
Universitas Sumatera Utara
68
1 ml MnSO
1 ml KOH-KI 4
Dikocok Didiamkan
1 ml H2SO
Dikocok 4
Didiamkan Diambil sebanyak 100 ml Dititrasi Na
2S
2O
3
0,0125 N
Ditambahkan 5 tetes amilum Dititrasi dengan Na
2S
2O
3
0,0125 N
Dihitung volume Na
2S
2O
3
yang terpakai (= nilai DO akhir)
0,0125 N
Lampiran 4. Data Mentah Kualitas Air
Sampel Air
Sampel Dengan Endapan Putih/Coklat
Larutan Sampel Berwarna Coklat
Sampel Berwarna Kuning Pucat
Sampel Berwarna Biru
Sampel Bening
Hasil
Universitas Sumatera Utara
69
Stasiun I
Ulangan Parameter
U1 U2 U3 U4 Kisaran Rata-rata
Suhu (˚C) 28 31 30 31 28-31 30 DO (mg/l) 1,9 2,4 2,5 3 1,9-3 2,45 Salinitas (‰) 21 26 32 25 21-32 26 pH 7,1 7,8 6,5 6,3 6,3-7,8 6,925
Stasiun II
Ulangan Parameter
U1 U2 U3 U4 Kisaran Rata-rata
Suhu (˚C) 31 31 30 31 30-31 30,75 DO (mg/l) 2 2,5 2,5 2,5 2-2,5 2,375 Salinitas (‰) 25 25 31 26 25-31 26,75 pH 6,7 7,3 6 6,4 6-7,3 6,6
Stasiun III
Ulangan Parameter
U1 U2 U3 U4 Kisaran Rata-rata
Suhu (˚C) 32 30 30 31 30-32 30,75 DO (mg/l) 2,2 2,2 2,5 2,5 2,2-2,5 2,35 Salinitas (‰) 26 24 33 28 24-33 27,75 pH 6,9 7,5 6,1 6,3 6,1-7,5 6,7
Stasiun IV
Ulangan Parameter
U1 U2 U3 U4 Kisaran Rata-rata
Suhu (˚C) 31 30 31 29 29-31 30,25 DO (mg/l) 2,4 2 2,5 2 2-2,5 2,225 Salinitas (‰) 25 26 31 22 22-31 26 pH 7,2 7,1 6,5 6,2 6,2-7,2 6,75
Lampiran 5. Kepmen LH No. 51 Tahun 2004
Universitas Sumatera Utara
70
BAKU MUTU AIR LAUT UNTUK BIOTA LAUT
No Parameter Satuan Baku Mutu
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. No
FISIKA Kecerahan
a
Kebauan KekeruhanPadatan tersuspensi total
a
b
Sampah Suhu
C
Lapisan minyak
5
KIMIA pHSalinitas
d
e
Oksigenterlarut (DO) BOD5 Ammonia total (NH3
Fosfat (PO-N)
4
Nitrat (NO-P)
3
Sianida (CN-N) -
Sulfida (H)
2
PAH (Poliaromatik hidrokarbon) S)
Senyawa Fenol total PCB total (poliklor bifenil) Surfaktan (deterjen) Minyak & lemak PestisidaTBT (tributil tin)
f
7
Parameter
m -
NTU mg/l
-
ºC - -
%o
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l µg/l
mg/l MBAS mg/l µg/l µg/l
Satuan
coral: >5
mangrove: - lamun: >3
alami<5
3
coral: 20 mangrove: 80
lamun: 20 nihil
alami
1(4)
coral: 28-30
3( c)
mangrove:28-32
( c)
lamun: 28-30
( c)
nihil 1(5)
( c)
7-8,5alami
( d)
coral: 33-34
3( e)
mangrove: s/d 34
( e)
lamun: 33-34
( e)
>5
( e)
20 0,3
0,015 0,008 0,5 0,01 0,003 0,002 0,01
1 1
0,01 0,01
Baku Mutu
Universitas Sumatera Utara
71
17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 1. 2. 3. 1.
Logam terlarut Raksa (Hg) Kromium heksavalen (Cr(VI)) Arsen (As) Kadmium (Cd) Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Seng (Zn) Nikel (Ni) BIOLOGI Coliform (total)Patogen
g
Plankton RADIO NUKLIDA Komposisi yang tidak diketahui
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
MPN/100 ml sel/100 ml sel/100 ml
Bq/l
0,001 0,005 0,012 0,001 0,008 0,008 0,05 0,05
1000nihil
( g)
tidak bloom
1
6
4 Catatan: 1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai
dengan metodeyang digunakan) 2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada,
baik internasionalmaupun nasional. 3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang,
malam dan musim). 4. Pengamatan oleh manusia (visual ). 5. Pengamatan oleh manusia (visual ). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan
tipis (thin layer )dengan ketebalan 0,01mm 6. Tidak bloom adalah tidak terjadi pertumbuhan yang berlebihan yang dapat
menyebabkaneutrofikasi. Pertumbuhan plankton yang berlebihan dipengaruhi oleh nutrien, cahaya, suhu,kecepatan arus, dan kestabilan plankton itu sendiri.
7. TBT adalah zat antifouling yang biasanya terdapat pada cat kapal a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman euphotic b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata
musiman c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2oC dari suhu alami d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata
musiman f. Berbagai jenis pestisida seperti: DDT, Endrin, Endosulfan dan Heptachlor
Universitas Sumatera Utara
72
g. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman
Menteri Negara Lingkungan Hidup,
ttd
Nabiel Makarim, MPA., MSM.
Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd
Hoetomo, MPA.
Universitas Sumatera Utara
73
Lampiran 6. Data Analisis Ikan Gelodok
Stasiun I
Nama Ikan ∑ Ind K (Ind/m²) Indeks Keanekaragaman (H') Baleophthalmus boddarti 14 0,14 1,096067328 Periophthalmus chrysospilos 12 0,12 Periophthalmus gracilis 14 0,14 Jumlah 40 0,4
Stasiun II
Nama Ikan ∑ Ind K (Ind/m²) Indeks Keanekaragaman (H') Baleophthalmus boddarti 19 0,19 1,096744027 Periophthalmus chrysospilos 20 0,2 Periophthalmus gracilis 22 0,22 Jumlah 61 0,61
Stasiun III
Nama Ikan ∑ Ind K (Ind/m²) Indeks Keanekaragaman (H') Baleophthalmus boddarti 21 0,21 1,091786808 Periophthalmus chrysospilos 25 0,25 Periophthalmus gracilis 28 0,28 Jumlah 74 0,74
Stasiun IV
Nama Ikan ∑ Ind K (Ind/m²) Indeks Keanekaragaman (H') Baleophthalmus boddarti 9 0,09 1,097112895 Periophthalmus chrysospilos 8 0,08 Periophthalmus gracilis 9 0,09 Jumlah 26 0,26
Universitas Sumatera Utara
74
Lampiran 7. Data Panjang dan Bobot Ikan Gelodok
Selang Kelas
Nilai Tengah
Frekuensi Baleophthalmus
boddarti Periophthalmus
chrysospilos
Periophthalmus gracilis
20-32 26 14 1 12 33-45 39 36 20 48 46-58 52 12 24 13 59-71 65 - 10 - 72-84 78 - 9 - 85-97 91 - 1 - 98-110 104 - - - 111-123 117 - - - 124-136 130 1 - -
Universitas Sumatera Utara
75
Lampiran 8.Alat dan Bahan Penelitian
Alat
GPS (Global Positioning System) Kamera
pH meter Refraktometer
Pipet tetes Suntik
Universitas Sumatera Utara
76
Lampiran 8. Lanjutan
Toolbox Botol winkler
Erlenmeyer Meteran
Meteran Termometer
Universitas Sumatera Utara
77
Lampiran 8. Lanjutan
Parang Timbangan Analitik
Tanggok
Bahan
Tali plastik Tisu
Universitas Sumatera Utara
78
Lampiran 8. Lanjutan
Alat tulis Label nama
Aquades Plastik
Lakban Buku panduan mangrove
Karet gelang Alkohol 70%
Universitas Sumatera Utara
79
Lampiran 8. Lanjutan
Reagen Buku panduan identifikasi
Universitas Sumatera Utara
80
Lampiran 9. Gambar Spesies Ikan Gelodok yang Ditemukan
Boleophthalmus boddarti
Periophthalmus chrysospilos
Periophthalmus gracilis
Universitas Sumatera Utara
81
Lampiran 10. Dokumentasi Kegiatan Penelitian
Transek pohon mangrove Pengukuran DO air
Pengambilan sampel Ikan Gelodok Pengukuran pH air
Pengukuran diameter pohon Pengukuran suhu air
Universitas Sumatera Utara