Upload
ngoliem
View
253
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KEPENTINGAN SINGAPURA TERHADAP
INDONESIA DALAM DEFENCE COOPERATION
AGREEMENT (DCA)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Muhammad Kafrawy
NIM: 108083000053
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Ciputat, 8 Juli 2014
Muhammad Kafrawy
iii
KEPENTINGAN SINGAPURA TERHADAP
INDONESIA DALAM DEFENCE COOPERATION
AGREEMENT (DCA)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh
Muhammad Kafrawy
NIM: 108083000053
Pembimbing,
Mutiara Pertiwi, MA
NIP: 198011292009122002
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul KEPENTINGAN SINGAPURA TERHADAP
INDONESIA DALAM DEFENCE COOPERATION AGREEMENT
(DCA) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pada 8 Juli 2014. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial
(S.Sos) pada Program Studi Hubungan Internasional.
Jakarta, 8 Juli 2014
Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang,
Debbie Affianty, M. Si
Penguji I, Penguji II,
A.Alfajri, MA Adian Firnas, M. Si
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat lulusan pada tanggal 8 Juli 2014
Ketua Program Studi Hubungan Internasional
FISIP UIN Jakarta
Debbie Affianty, M. Si
v
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis tentang “Kepentingan Singapura terhadap
Indonesia melalui Defence Cooperation Agreement (DCA)”. Tujuan yang
hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui apa
kepentingan Singapura dalam DCA dengan Indonesia. Penelitian ini
menemukan bahwa, Singapura memiliki kepentingan merealisasikan DCA
agar dapat melakukan latihan militer tanpa merusak ekosistem lautnya.
Selain itu, DCA dapat counter trafficking yang datang dari atau melalui
Indonesia. Terakhir, Singapura bekerja sama dalam DCA untuk memperkuat
koordinasi pengamanan asetnya di perbatasan Indonesia. Dengan adanya
ketiga motif tersebut, Singapura terus mengupayakan DCA agar dapat
terealisasi di Indonesia,
Skripsi ini ditulis dengan menggunakan dua kerangka pemikiran,
yaitu konsep kepentingan nasional dan konsep kebijakan luar negeri.
Metode dalam skripsi ini menggunakan metode kualitatif dengan
pengumpulan data berupa analisis pustaka yang mengandalkan referensi
berupa dokumen, buku, jurnal, artikel, berita, tesis, skripsi, dan wawancara.
Kata kunci: Singapura, Indonesia, DCA, Pertahanan, Kebijakan Luar
Negeri, dan Kepentingan Nasional
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah Swt sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “Kepentingan
Singapura terhadap Indonesia melalui Defence Cooperation Agreement
(DCA)”. Terima kasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah
membimbing, mendorong, membantu, serta beri motivasi penulis dalam
penyelesaian skripsi ini. Dalam kesempatan ini, penulis ingin sampaikan
terima kasih yang seluhur-luhurnya kepada:
1. Ibu Mutiara Pertiwi, MA, selaku pembimbing skripsi penulis yang
berkorban waktu, tenaga, pikiran yang selalu diberikan ke
mahasiswanya ini. Terima kasih banyak Ibu, doa yang tulus selalu
dipanjatkan semoga sehat sekeluarga dan berada dalam rahmat-Nya.
Amin.
2. Untuk Ibuku dan Bapakku di Makassar, mohon maaf anakmu satu
ini terlambat selesai. Tulisan ini dapat selesai, berkat doamu Ibu Hj.
Kasmiah Saleh dan Bapak Drs. H. Saenong Ibrahim, M. Ag.
Anakmu segera pulang untuk tugas selanjutnya.
3. Prof. Dr. Bahtiar Effendy, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Debbie Affianty, M. Si, sebagai Ketua Jurusan Ilmu Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Agus Nilmada Azmi, S. Ag, M. Si., sebagai Sekretaris
Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Armein Daulay, M. Si., sebagai Dosen Pembimbing
Akademik penulis. Terima kasih atas banyak ilmu dan pengalaman
yang bapak beri.
7. Ibu dan Bapak Dosen Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Terima kasih atas inspirasi yang selalu diberi.
Dari semester satu hingga akhir, tetap menjadi dosen serta guru bagi
perjalanan ini.
8. Kepada beberapa perpustakaan diantaranya, Perpustakaan Utama
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan
Nasional RI, Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan
Universitas Pertahanan, Perpustakaan Freedom Institute,
Perpustakaan Kompas, Perpustakaan Kementerian Luar Negeri.
Terima kasih atas bantuan dan jadi tempat yang nyaman untuk
belajar.
9. Untuk Kakakku Faried, Eva, Shalihin, Dewi, Ummi, Tajrin, Aqsha,
Bella, Nisa, Samsir Ija, Timan. Terima kasih banyak doanya.
Hampir tiap hari menanyakan kondisiku. Salam cinta juga untuk
keponakan-keponakan semua, Fedy, Dinda, Rani, Abidzar, Yesha,
Azka, Nafi, Ibnu, Haviz, dan Ubay.
10. Untuk sahabat-sahabat Bayu, Fajri, Azmi, Panji, Eris, Hakim,
Fahmi, Waldi, Rian, Yaser, Zein, Faisal, Hery, Kyeong Min, Rahma,
vii
Ahla, Yeye, Oci, Naila, Rina, Neti, Maria, Amanda, Ika, Amel, Icha,
Mimi, Diah, Didah, Fitri, Hanifah, Mey, Fili, Nurul, Uli, Miftah, dan
Nurhamidah. Terima kasih sudah bisa kompak di jarkom kelas B
2008. Sukses untuk semua. Sampai ketemu lagi ya.
11. Untuk Kakak Tingkat terima kasih atas pengalamannya. Buat Adik
tingkat, selamat dan nikmatilah proses belajar. See you in success.
12. Terima kasih untuk Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA dan Prof. Dr.
Musdah Mulia atas kemurahan hatinya, berkenan memberi tempat
tinggal selama belajar di UIN Jakarta. Semoga Ibu dan Bapak di beri
kesehatan dan berada dalam ridho-Nya.
13. Terima kasih juga untuk Prof. Dr. Nasaruddin Umar, selalu memberi
nasehat dan menjadi orang tua bagi mahasiswa dari Sulawesi
Selatan.
14. Terima kasih banyak juga untuk narasumber Adlan Nawawi, MA.
Atas waktunya memberi sumbangan pikiran untuk skripsi ini.
15. Terima kasih untuk kakak-kakak senior dari Sulawesi K’ Moelsan,
K’ Emde, K’ Hamka, K’ Sonykuda. Demikian juga para tetangga,
atas arahan dan doanya sehingga penulis selalu termotivasi.
16. Terima kasih juga semua pihak yang telah membantu penulis dalam
penyusunan skripsi ini sehingga penulis tidak dapat menyebutkan
satu per satu.
Tidak banyak yang penulis bisa beri, hanya ungkapan syukur dan cinta
untuk semua. Terakhir, terima kasih banyak.
Ciputat, 8 Juli 2014
Muhammad Kafrawy
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jumlah Kepemilikan Air Force Tahun 2007 …………………… 27
Tabel 2 Opini Publik di Indonesia Menjelang
Penolakan Ratifikasi DCA ……………………………………..... 31
ix
DAFTAR GAMBAR
1. Peta Negara Singapura ………………..……………………………. 14
2. Peta Wilayah DCA Singapura dan Indonesia ………………………. 29
3. Gambar Upaya Singapura dalam mewujudkan DCA ………………. 36
4. Peta Selat Malaka dan Area DCA …………………………………… 39
5. Peta Selat Malaka dan Perusahaan Minyak Singapura ………………. 42
x
DAFTAR LAMPIRAN
1. Isi Perjanjian Defence Cooperation Agreement (DCA) …………...… 54
2. Hasil Wawancara ……………………………………………............. 65
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ……………………………………………………….. i
LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………… ii
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………… iv
ABSTRAK ………………………………………………………………... v
KATA PENGANTAR …………………………………………………... vi
DAFTAR TABEL …………………………………………………….... viii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………. ix
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………. x
DAFTAR ISI …………………………………………………………….. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………….....……... 1
B. Rumusan Masalah ……………………….….....……… 4
C. Tujuan Penelitian ……………………………....…...... 4
D. Tinjauan Pustaka ………………………….…….......... 5
E. Kerangka Pemikiran …………………………….....…. 6
E.1. Konsep Kepentingan Nasional ………. 7
E.2. Konsep Kebijakan Luar Negeri ………. 8
F. Metode Penelitian ……………………………............. 9
G. Sistematika Penulisan …………….………….....…… 11
BAB II HUBUNGAN BILATERAL SINGAPURA DAN
INDONESIA
A. Geopolitik Singapura – Indonesia ……………………. 13
B. Hubungan Diplomatik Singapura – Indonesia ……...... 18
C. Hubungan Strategis dan Keamanan
Singapura Indonesia………………………………….. 20
BAB III KEGAGALAN RATIFIKASI DEFENCE
COOPERATION AGREEMENT (DCA)
xii
A. Usulan Awal Defence
Cooperation Agreement (DCA)………………………. 23
B. Penolakan Ratifikasi DCA
oleh Parlemen Indonesia …………………………….. 28
C. Upaya Singapura Mewujudkan DCA
di Indonesia ………………………………………..… 32
BAB IV KEPENTINGAN SINGAPURA DALAM
MEWUJUDKAN DCA DENGAN INDONESIA
A. Latihan Militer Tanpa Merusak Ekosistem Laut
Singapura…………………………………………...… 37
B. Counter Human Trafficking dari Indonesia….....….… 38
C. Membantu Koordinasi Pengamanan
Aset Singapura di Perbatasan Indonesia ….....………. 42
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan …………………………………………. 45
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 48
LAMPIRAN …………………………………………………………….. 54
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia dan Singapura adalah dua negara tetangga yang berbatasan laut.1 Hubungan
kedua negara ini sudah berlangsung sejak tahun 1965, ketika Singapura dalam proses
memisahkan diri dari Malaysia.2 Satu tahun setelahnya, keduanya mulai mengembangkan
berbagai kemitraan resmi di level bilateral maupun multilateral. Skripsi ini membahas salah
satu kerja sama Singapura dan Indonesia di bidang pertahanan melalui Defence Cooperation
Agreement (DCA).
DCA adalah kerja sama pertahanan antara Singapura dengan Indonesia. Perjanjian ini
disepakati oleh kedua pemerintah di Bali pada tanggal 27 April 2007. DCA ditandatangani
oleh Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono bersama Menhan Singapura Theo
Chee Hean dengan disaksikan oleh Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong. Kesepakatan dua pemerintah ini pada intinya
adalah agenda latihan militer bersama kedua negara. DCA ini dapat dijalankan setelah
diratifikasi kedua negara untuk berlaku selama 25 tahun.3
1 Singapura memiliki luas 760 m². Wilayah Singapura berdekatan dengan Indonesia serta Malaysia.
Lihat Iva Rachmawati, “Diplomasi Perbatasan Dalam Rangka Mempertahankan Kedaulatan NKRI” dalam
Ludiro Ma, Aryanta Nugraha, Nikolaus Loy, dan Fauzan, dkk, ed., Mengelola Perbatasan Indonesia Di Dunia
Tanpa Batas: Isu, Permasalahan dan Pilihan Kebijakan (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 99.
2 Alex Josey, Lee Kuan Yew: Perjuangan Untuk Singapura (Jakarta: Gunung Agung, 1982), h. 154.
3 Pankaj Kumar Jha, “Singapore-Indonesia Extradition Treaty and Defence Cooperation,” website
IPCS, artikel diakses pada 6 Februari 2014 dari http://www.ipcs.org/article/southeast-asia/singapore-indonesia-
extradition-treaty-an
2
Meskipun sudah ditandatangani, DCA belum dapat diberlakukan. Ini dikarenakan
pihak Indonesia gagal meratifikasinya ketika mayoritas anggota parlemen/ Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) menentang kesepakatan ini pada tahun 2007.4 DPR berargumen
bahwa DCA dapat merugikan kepentingan nasional, terutama karena adanya klausul yang
membolehkan Singapura berlatih militer di daerah Sumatera. Terlebih lagi, seperti
dikemukakan oleh Yuddy Chrisnandi, Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Golkar pada masa
itu, DCA ditolak karena kerjasama pertahanan tersebut belum menawarkan keuntungan yang
jelas.
Kegagalan ratifikasi Indonesia ini mengecewakan Singapura. Berbagai cara pun
dilakukan dengan mengubah klausul-klausul perjanjian kerjasama pertahanan DCA agar
lebih persuasif bagi parlemen Indonesia. Dimulai sejak tahun 2009, Singapura mengupayakan
revisi draft perjanjian DCA. Dalam hal ini, Singapura memberikan kesempatan kepada
Indonesia untuk merubah klausul-klausul draft DCA agar dapat disetujui parlemen. Ini tentu
saja dengan catatan perubahan yang dilakukan tidak boleh merombak inti materi perjanjian.
Singapura pun menyandingkan DCA dengan perjanjian ekstradisi yang merupakan
kepentingan Indonesia terhadap Singapura.
Sebagaimana dinyatakan tanggal 16 Juli 2007 oleh Menteri Pertahanan Singapura,
Teo Chee Hean, bahwa Perjanjian Ekstradisi, tanpa ratifikasi DCA juga akan ikut batal
karena merupakan satu paket kesepakatan bersama.5 Kedua perjanjian tersebut saling
mengikat, mengingat bahwa Perjanjian Ekstradisi diajukan oleh Indonesia dan DCA diajukan
oleh Singapura. Sehingga, perjanjian ini menjadi dua perjanjian yang ditandatangani secara
4 Wang Hongjiang, “Indonesia & Singapore to Put aside Defense Cooperation Agreement,” website
Xinhuanet, artikel diakses pada 6 Februari 2014 dari http://news.xinhuanet.com/english/2007-
10/09/content_6850000.htm
5 “Speech by Mr Teo Chee Hean, S’pore Minister for Defence,” website Asione, artikel diakses pada 6
Februari 2014 dari http://news.asiaone.com/News/AsiaOne+News/Singapore/Story/A1Story20070716-18581.html
3
bersama dalam satu waktu. Kalau salah satu dari perjanjian tersebut tidak dapat disepakati,
maka perjanjian yang lain ikut batal.
Pada tahun 2009, dua tahun setelah kegagalan ratifikasi DCA, Singapura menyatakan
bahwa negaranya akan terus mengupayakan disepakatinya perjanjian tersebut.6 Ini berlanjut
pada tahun 2010 ketika Singapura mengaitkan DCA dengan bantuan Singapura di bidang
pertahanan kepada Indonesia.7 Bantuan Singapura ini berupa pendanaan pendirian sekolah
instruktur penerbang tempur di Indonesia.8 Sebagai imbal balik bantuan ini, Indonesia
memberikan Singapura izin untuk menggelar latihan di wilayah Alfa 1 dan 2 serta wilayah
Bravo Indonesia, tepatnya di daerah Kepulauan Riau pada 8 Desember 2010.
Selanjutnya pada tanggal 14 September 2011, Wakil Perdana Menteri Singapura Teo
Chee Hean mengagendakan bertemu dengan Menteri Pertahanan Indonesia Purnomo
Yusgiantoro.9 Dalam pertemuannya, Teo mengungkapkan ketertarikannya dalam
pengembangan industri pertahanan Indonesia untuk produksi pesawat tempur. Diharapkan,
industri tersebut dapat saling memperkuat alat utama sistem pertahanan (alusista). Selain itu,
Teo juga menemui Presiden Indonesia untuk membicarakan isu keamanan regional. Usaha
6 “Singapore-Indonesia Defense Talks at Stalemate,” website Asione, artikel diakses pada 6 Februari
2014 dari http://news.asiaone.com/News/Latest%2BNews/Asia/Story/A1Story20090312-127946.html
7 Bantuan ini direalisasikan pada tahun 2011.
8 Rabu, 8 Desember 2010 menandai tiga dekade kerja sama pertahanan antara SIngapura dan Indonesia.
Pada kesempatan itu, Menteri Pertahanan Singapura Teo Chee Hean dan Menteri Pertahanan Indonesia
Purnomo Yusgiantoro mengunjungi latihan terbang pesawat Elang Indopura di Bali. Ini adalah penanda,
hubungan Singapura dan Indonesia dalam bidang pertahanan begitu erat. Lihat “Singapore and Indonesia Marks
30 Years of Joint Defense Exercise,” website Asione, artikel diakses pada 6 Februari 2014 dari
http://news.asiaone.com/News/AsiaOne%2BNews/Singapore/Story/A1Story20101209-251792.html, Lihat pula
Har, “RI-Singapura kerjasama,” Kompas, 9 Desember 2010, h. 2.
9 “Deputy Prime Minister MR Teo Chee Han, Coordinating Minister For National Security MR Teo
Chee Hean Calls On Indonesian President Susilo Bambang Yudhoyono,” website News gov. sg, artikel diakses
pada 6 Februari 2014 dari
http://www.news.gov.sg/public/sgpc/en/media_releases/agencies/nscs/press_release/P-20110914-
1.html?AuthKey=1086a76d-f72b-d541-81ee-7d3c28ef0bad
4
dari Wakil PM Singapura tersebut lagi-lagi merupakan bagian dari agenda merealisasikan
DCA yang belum diratifikasi di Indonesia.
Bahkan pada tahun 2012, lima tahun setelah penandatanganan DCA, Singapura masih
berusaha untuk mewujudkan perjanjian tersebut. Pada 14 Maret 2012, dilakukan pertemuan
antara Perdana Menteri Lee Hsien Loong dengan Presiden Indonesia Susilo Bambang
Yudhoyono di Bogor, Indonesia. Mereka membicarakan sejumlah bidang strategis,
diantaranya adalah realisasi perjanjian ekstradisi dan DCA. Menurut Lee, Indonesia
diharapkan dapat merampungkan pembahasan rancangan revisi perjanjian DCA dengan
segera.10
Ini akan menguatkan dukungan Singapura terhadap Indonesia di berbagai sektor
strategis.
Sampai tahun 2013 ketika skripsi ini ditulis, DPR Indonesia masih menolak ratifikasi
DCA. Di sisi lain, Singapura masih melanjutkan lobi dan persuasinya dengan berbagai cara
agar kerja sama pertahanan ini terwujud. Bagi penulis, ini mengundang tanda tanya tentang
kepentingan nasional Singapura dalam DCA. Apa yang membuat latihan militer ini begitu
penting sehingga diperjuangkan Singapura selama bertahun-tahun? Hal tersebut akan menjadi
fokus analisis dalam skripsi ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan di atas, maka pertanyaan yang diajukan: Apa kepentingan
Singapura terhadap Indonesia melalui DCA?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah:
10
“Singapore, Indonesia To Boost Economic Ties,” website Asiaone, artikel diakses pada 6 Februari 2014
dari http://news.asiaone.com/News/Latest%2BNews/Singapore/Story/A1Story20120313-333294.html
5
Sebagai sumbangan pemikiran atau karya ilmiah bagi perkembangan konsep
kebijakan luar negeri dalam hubungan internasional, kususnya bagi kajian Asia
Tenggara.
Untuk memperoleh data/keterangan terhadap kebijakan luar negeri Singapura
terkait perjanjian pertahanan melalui DCA.
Mengungkap kepentingan Singapura dalam DCA.
D. Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang studi keamanan Singapura telah dilakukan oleh seorang mahasiswi
Universitas Indonesia bidang Hubungan Internasional, Grace Joyserika. Dalam penelitiannya
pada tahun 1995, Joyserika mengangkat judul Politik Luar Negeri Singapura 1990-1994
Analisis Sikap Singapura Terhadap ZOPFAN.11
Tulisan ini mengungkapkan bahwa terdapat
ancaman regional bagi Singapura sebagai negara kecil, sehingga konsep netralitas dalam
ZOPFAN penting untuk pertahanannya. Ancaman itu dapat berupa penguasaan wilayah yang
mengakibatkan wilayah Singapura tidak di posisi aman. Dalam Perang Dingin, netral berarti
tidak memihak, baik kepada Blok Barat yaitu para sekutu Amerika Serikat maupun Blok
Timur yang dipimpin Uni Soviet.
Penelitian lain tentang kepentingan Singapura dilakukan oleh Raneeta Mutiara tahun
2009.12
Mutiara menulis skripsi yang berjudul “Kepentingan Singapura Dalam Perjanjian
Ekstradisi Singapura-Indonesia”. Dalam skripsinya, Mutiara berpendapat bahwa Singapura
memiliki banyak kepentingan selain perjanjian ekstradisi. Kepentingan itu diantaranya
11
Grace Joyserika, “Politik Luar Negeri Singapura 1990-1994 Analisis Sikap Singapura Terhadap
ZOPFAN,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 1995), h. 7.
12 Raneeta Mutiara, “Kepentingan Singapura Dalam Perjanjian Ekstradisi Singapura-Indonesia,”
(Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2009), h. 1.
6
Singapura menghendaki pasir yang banyak dari Indonesia untuk pengembangan negaranya.
Mutiara juga membahas sedikit tentang DCA, bahwa perjanjian tersebut diperjuangkan
Singapura karena kepentingannya di Selat Malaka. Namun, jika dibandingkan dengan skripsi
ini, pembahasan DCA dalam skripsi Mutiara tidaklah fokus dan komprehensif. Porsi
pembahasannya pun sangat minim tentang DCA, karena unit analisis utamanya adalah
perjanjian ekstradisi.
Selain Grace dan Mutiara, terdapat tesis pascasarjanan Erwin Hermawan, yang
berjudul “Kegagalan Ratifikasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap Kerjasama
Pertahanan (Defence Cooperation Agreement) dan Perjanjian Ektradisi (Extradition Treaty)
Singapura dan Indonesia yang sudah ditandatangani pada tanggal 27 April 2007 di Tampak
Siring Pulau Bali”.13
Terlepas bahwa tesis tersebut memuat data yang komprehensif
mengenai DCA, Erwin menggunakan sudut pandang analisisnya dari perspektif Indonesia.
Tesis tersebut tidak memuat pandangan dari sudut pandang Singapura tentang DCA. Erwin
lebih banyak melihatnya dari sudut padang DPR RI. Berbeda dengan ketiga penelitian yang
telah ada di atas, skripsi ini ingin memperkaya analisis seputar kepentingan Singapura dalam
DCA.
E. Kerangka Pemikiran
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis akan menggunakan dua konsep pemikiran yang
berkaitan dengan DCA, yaitu konsep kepentingan nasional dan konsep kebijakan luar negeri.
13
Erwin Hermawan, “Kegagalan Ratifikasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap Kerjasama
Pertahanan (Defence Cooperation Agreement) dan Perjanjian Ektradisi (Extradition Treaty) Singapura dan
Indonesia yang sudah ditandatangani pada tanggal 27 April 2007 di Tampak Siring Pulau Bali,.” (Tesis S2
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2010), h. 1.
7
E.1. Konsep Kepentingan Nasional
Hans Morgenthau mengartikan kepentingan nasional sebagai petunjuk bagi para
pembuat kebijakan luar negeri.14
Masih menurut Morgenthau, kepentingan nasional bersifat
netral dan tidak subjektif.15
Artinya, kepentingan negara adalah kondisi faktual yang harus
dicapai untuk menjamin kelangsungan hidup negara.
Kepentingan nasional bagi Morgenthau adalah melihat kekuatan yang dimiliki negara
lain.16
Kepentingan ini yang dimiliki oleh sebuah negara agar dapat melihat kekuatan negara
lain. Dengan syarat di atas, maka negara yang akan melihat kekuatan yang dimiliki negara
lain, segala hal akan dilakukan. Baik itu dalam bentuk memilihara atau mengembangkan
kekuatan yang dimiliki.
Kepentingan nasional adalah kerangka besar negara dalam berinteraksi dengan negara
lain. Kepentingan nasional itu seperti sinyal otomatis yang memerintahkan para pemimpin
negara kapan dan ke mana harus bergerak. Dalam pandangan Realis Klasik, kepentingan
nasional merupakan petunjuk dasar kebijakan luar negeri yang bertanggung jawab.17
Machiavelli mengemukakan empat dimensi yang menjadi standar dalam kepentingan
nasional, yaitu: mengutamakan kepentingan bangsa dan warga negara; meniadakan risiko
yang berkaitan dengan keamanan dan kesejahteraan; berkolaborasi dengan negara-negara
14
Scott Burchill, “Realisme dan Neo-realisme,” dalam Burchill, Scott, dan Andrew, Linklater, ed.,
Teori-Teori Hubungan Internasional (Bandung: Nusa Media, 2009), h. 104.
15 Ibid.
16 Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi (Jakarta:LP3ES, 1994), h.
223.
17 Ibid.
8
lain; tidak mengikutsertakan rakyat dalam perang kecuali sangat mendesak.18
Dalam konteks
Singapura, kepentingan nasionalnya ditunjukkan dengan kerja sama keamanan dengan
Indonesia melalui DCA.
Kepentingan nasional adalah pertimbangan utama pada proses perancangan kebijakan
luar negeri. Ini yang terus dibawa sebagai tujuan yang hendak dicapai. Menurut John Baylis,
kepentingan nasional meliputi semua tujuan negara.19
Salah satu kepentingan utama sebuah
negara adalah bagaimana mempertahankan keutuhan negaranya dalam hubungannya dengan
lingkungan internasional. Untuk mencapai kepentingan nasionalnya di level internasional,
negara menciptakan instrumen-instrumen kebijakan luar negeri, sebagaimana dipaparkan
berikut ini.
E.2. Konsep Kebijakan Luar Negeri
James N. Rosenau mengatakan bahwa kebijakan luar negeri adalah semua perilaku
dan aktifitas negara agar dapat menguasai serta mendapatkan keuntungan dari luar
negaranya.20
Senada dengan Rosenau, Marijke Breuning mengartikan kebijakan luar negeri
sebagai interaksi negara dengan negara lain yang dilandasi dengan kebijakan luar
negerinya.21
18
Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009), h. 206.
19 Tim Dunne dan Brian C. Schmidt, “Realism,” dalam Joh Baylis dan Steve Smith, eds., The
Globalization of World Politics (New York: Oxford, 2001), h. 158.
20 James N. Rosenau, Gavin Byod, dan Thompson, Kenneth W, World Politics: An Introduction (New
York: The Free Press, 1976), h. 27.
21 Marijke Breuning, Foreign Policy Analyis: A Comparative Introduction (New York: Palgrave
MacMillan, 2007), h. 5
9
Menurut Malhotra, kebijakan luar negeri mempunyai beberapa unsur yang berkaitan
dan saling mempengaruhi yaitu: pertahanan, diplomasi dan ekonomi.22
Unsur kebijakan luar
negeri yang saling mempengaruhi terkait hubungan negara dengan negara lain. Misalnya
Singapura dan Indonesia yang bekerja sama dalam bidang pertahanan. Kebijakan luar negeri
di bidang pertahanan menjadi utama karena terkait masalah keamanan. Sehingga, keamanan
negara menjadi indikasi dari berhasilnya kebijakan luar negeri di bidang pertahanan.
Salah satu bentuk kebijakan luar negeri di bidang pertahanan adalah kerja sama
militer.23
Kerja sama militer itu seperti latihan bersama, penjualan senjata, pertukaran
informasi intelijen, patroli bersama serta aliansi. Aliansi termasuk bagian dari kerja sama
pertahanan untuk keseimbangan kekuatan strategis negara-negara besar.24
Dalam melihat sebuah kebijakan luar negeri, maka ada faktor-faktor yang saling
memengaruhi kebijakan itu. James N. Rosenau mengatakan bahwa kebijakan luar negeri itu
terbentuk oleh faktor internal dan eksternal.25
Kondisi dalam negeri seperti kepemimpinan,
kepentingan nasional, geografi adalah bagian dari faktor internal yang memengaruhi
kebijakan luar negeri.26
Sedangkan, faktor eksternal meliputi dinamika kondisi politik dunia,
ekonomi dan keamanan internasional yang memberi petunjuk sebuah negara dalam
berinteraksi di level internasional.
F. Metode Penelitian
22
Malhotra, VK, International Relations (New Delhi: Anmol Publications Pvt Ltd, 2004), h. 185.
23 Bruce M. Russett, “The Calculus of Detterence,” dalam Rosenau, James N, ed., International
Politics and Foreign Policy a reader in research and theory ( New York: The Free Press, 1969), h. 364.
24 Burchill, Realisme dan Neo-realisme, h. 110.
25 James N. Rosenau, The Scientific Study of Foreign Policy (London: Frances Printer, 1980), h. 118.
26 Henry A. Kissinger, “Domestic Structure and Foreign Policy,” dalam Rosenau, James N, ed.,
International Politics and Foreign Policy a reader in research and theory, h. 261.
10
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Emy Susanti,
penelitian kualitatif dilakukan dengan cara mengklasifikasi data berdasarkan beberapa tema
sesuai fokus penelitiannya.27
Penelitian kualitatif dilakukan dengan mengumpulkan data
tertulis yang akan diteliti, kemudian data tersebut dianalisa sehingga menghasilkan jawaban
penelitian. Penelitian kualitatif dipilih, agar mendapat pemahaman interpretatif tentang
kepentingan Singapura terhadap Indonesia melalui DCA.
Metode pengumpulan data yang diterapkan adalah analisis pustaka, wawancara juga
akan dilakukan dengan beberapa narasumber yang relevan di Indonesia. Hasil dari proses
penelitian akan mengungkap kepentingan strategis Singapura di balik kesepakatan DCA.
Sumber data utama adalah dari laporan dan pernyataan resmi Pemerintah Singapura dan
Indonesia. Selain itu, data pendukung diperoleh dari berbagai referensi yang mengulas topik
ini baik berupa buku, surat kabar, jurnal maupun penelitian-penelitian terkait. Data-data
tersebut akan didapatkan dari perpustakaan-perpustakaan dan arsip institusional.
27
Emy Susanti Hendrarso, “Penelitian Kualitatif: Sebuah Pengantar,” dalam Bagong Suyanto dan
Sutinah, ed., Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan (Jakarta: Kencana, 2005), h. 173
11
G. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Tinjauan Pustaka
E. Kerangka Pemikiran
E.1. Konsep Kepentingan Nasional
E.2. Konsep Kebijakan Luar Negeri
F. Metode Penelitian
G. Sistematika Penulisan
BAB II HUBUNGAN BILATERAL SINGAPURA DAN INDONESIA
A. Geopolitik Singapura - Indonesia
B. Hubungan Diplomatik Singapura – Indonesia
C. Hubungan Strategis dan Keamanan Singapura - Indonesia
BAB III KEGAGALAN RATIFIKASI DEFENCE COOPERATION
AGREEMENT (DCA)
A. Usulan Awal Defence Cooperation Agreement (DCA)
B. Penolakan Ratifikasi DCA oleh Parlemen Indonesia
C. Upaya Singapura Mewujudkan DCA di Indonesia
BAB IV KEPENTINGAN SINGAPURA DALAM MEWUJUDKAN DCA
DENGAN INDONESIA
A. Latihan Militer Tanpa Merusak Ekosistem Laut Singapura
B. Counter Human Trafficking dari Indonesia
C. Membantu Koordinasi Pengamanan Aset Singapura di Perbatasan
Indonesia
12
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan
13
BAB II
Hubungan Bilateral Singapura dan Indonesia
Bab ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang latar belakang hubungan
bilateral antara Singapura dan Indonesia. Pemaparan diawali dengan penjelasan tentang
kondisi geopolitik Singapura, dilanjutkan dengan penjelasan tentang sejarah hubungan
bilateral Singapura dan Indonesia. Ide utama dalam bab ini adalah bahwa kedua negara
memiliki kepentingan strategis terhadap satu sama lain sehingga pengembangan kerja sama
di bidang pertahanan menjadi penting.
A. Geopolitik Singapura
Pulau Singapura berdampingan dengan Samudera Hindia, yaitu jalur penting dalam
perdagangan negara-negara Asia. Lee Kuan Yew pernah berkata tentang Singapura beberapa
jam setelah ada pemisahan dari Malaysia tahun 1965, yaitu:
“…kita ini adalah pusat perhubungan yang besar, persilangan jalan antara
belahan bumi utara dan selatan, antara timur dan barat, antara Samudra
Hindia dan Samudra Pasifik. Dan faktor inilah yang harus kita manfaatkan
sebaik-baiknya untuk kepentingan kita…”1
Sebagaimana dikatakan Lee, Singapura menyadari betapa strategis teritorialnya. Ini membuat
Singapura menjadi negara kota (city state) yang memberi jasa pelayaran laut dan
penerbangan kepada berbagai konsumen dari berbagai negara. Dalam setiap harinya,
Singapura dapat mengatur lalu lintas udara dan laut yang ramai.2 Ini tidak lain karena adanya
cita-cita pemerintah untuk menaikkan keuntungan negaranya lewat sektor perhubungan.3
1 Josey, Lee Kuan Yew: Perjuangan Untuk Singapura, h. 213.
2 72% lalu lintas laut di Selat Malaka dilalui oleh kapal-kapal yang membawa minyak dan mesin-mesin
untuk negara di Afrika, Eropa, dan Asia Timur. Di Singapura juga, pada tahun 2007 telah melayani 36,7
penumpang. Lihat Agus S. Djamil, “Negeri Di Batas Dua Samudra Menggenggam Urat Nadi Ekonomi Dunia,”
website ppijepang, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dari http://io.ppijepang.org/j/files/Inovasi-Vol06-
14
Singapura adalah negara pulau dengan wilayah darat dan laut yang dikategorikan
berskala kecil. Teritori Singapura sejak merdeka pada tahun 19594 hanya seluas 570 KM².
Bagi Lee Boon Hiok, negara kecil seperti ini cenderung meningkatkan kemampuan militer
untuk bertahan dari dunia internasional.5 Ini dikarenakan, jika negara kecil diserang secara
tiba-tiba, maka dalam sekejap negara tersebut akan habis tanpa sisa. Adapun orientasi
pertahanan terutama ditujukan untuk menjaga teritorialnya dari musuh. Berikut gambar peta
negara Singapura.
Gambar II. 1 Peta Negara Singapura
Sumber: mapsofworld.com, 2014.
Pulau Singapura berdekatan dengan Ibu Kota Malaysia, Kuala Lumpur. Hubungan
kedua negara memiliki akar sejarah yang panjang karena keduanya sempat terintegrasi di
bawah Persemakmuran Inggris. Pada era paska Kolonial, Singapura juga pernah menyatu di
Mar2006.pdf#page=15. Lihat juga “Bandara Changi-Singapura Membuka Terminal ke 3,” website BUMN,
artikel diakses pada 8 Maret 2014 dari http://www.bumn.go.id/angkasapura1/berita/286/Bandara.Changi.-
.Singapura.Membuka.Terminal.Ke.3
3 Abubakar Eby Hara, Pengantar Analisis Luar Negeri Dari Realisme Sampai Konstruktivisme
(Bandung: Nuansa, 2011), h. 57.
4 Pada tahun 1959, Singapura telah dimerdekakan oleh Inggris.
5 Lee Boon Hiok, “Constraint On Singapore’s Foreign Policy,” Asian Survey, Vol. 22. No. 6, Southeast
Asia: Perspective from ASEAN (June 1982):h. 525.
15
wilayah Malaysia pada tahun 1963. Keduanya kemudian berpisah tahun 1965 terutama
karena adanya masalah etnis.6 Melayu begitu menguasai politik di Malaysia. Ini merupakan
faktor sehingga Singapura ingin melepaskan diri dari Malaysia.
Mayoritas etnis di Singapura adalah Tionghoa (Cina). Di Singapura, etnis Melayu
menempati urutan kedua. Sedangkan di Malaysia, etnis Melayu menjadi mayoritas
penduduknya. Etnis Tionghoa sebagai etnis terbanyak kedua. Hubungan tarik-menarik etnis
di Malaysia begitu kental. Menurut Harry Tjan Silalahi, pondasi politik di Malaysia dapat
diklasifikasi berdasar etnis.7 Klasifikasi posisi penting diambil untuk etnis Melayu.
Sedangkan etnis Tionghoa menjadi marjinal. Sentimen etnis selalu melekat bagi Singapura
saat masih berdaulat bersama Malaysia. Kondisi ini, membuat Singapura berkembang dan
merdeka dari suasana politik Malaysia yang masih bernuansa etnis.
Kemudian pada tahun 1965, Singapura berhadapan dengan politik anti-imprealisme
Soekarno. Soekarno mengirim dua marinir ke Singapura pada tanggal 10 Maret 1965 untuk
menanam bom di Mac Donald’s House di Orchad Road.8 Peristiwa ini memberi efek negatif
terhadap hubungan kedua negara. Sehingga, setelah bom meledak dan memakan tiga korban
tewas, Singapura memberi hukuman mati kepada kedua marinir dari Indonesia. Rakyat
Indonesia tidak menerima dengan sikap Singapura. Ini menciptakan efek demonstrasi besar-
6 Hubungan Singapura dan Malaysia adalah satu nasib yaitu negara koloni Inggris. Kedua negara ini
mendapat kemerdekaan dari pemerintah Inggris untuk menjadi sebuah negara yang bebas. Singapura sebelum
merdeka, hanya dipimpin oleh seorang Gubernur. Tiga tahun setelah mendapat kedaulatan sendiri, Singapura
menggelar pemilihan umum tahun 1968 dan Lee Kuan Yew terpilih menjadi Perdana Menteri pertama di
Singapura. Lihat Josey, Lee Kuan Yew: Perjuangan Untuk Singapura, h. 211-212.
7 Harry Tjan Silalahi, “Diskriminasi, Kata Lee Kuan Yew,” website CSIS, artikel diakses pada 8 Maret
2014 dari http://csis.or.id/post/diskriminasi-kata-lee-kuan-yew
8 Leo Suryadinata, Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto, (Jakarta: LP3ES, 1998), h. 97-
98.
16
besaran di Jakarta dan Surabaya di tahun 1965. Etnis Cina menjadi sasaran karena mayoritas
penduduk Singapura adalah orang Cina.9
Pada tahun 1967, ketegangan Singapura dan Indonesia mereda. Ini ditandai dengan
bergabungnya Singapura ke dalam Association of South East Asian Nations (ASEAN).
Asosiasi ini didirikan oleh lima negara yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan
Singapura. ASEAN bertujuan untuk meredakan tensi keamanan di Asia Tenggara sehingga
masing-masing negara anggotanya dapat mulai membangun. Ini dimungkinkan karena
adanya penerapan norma non-interference, sehingga Singapura dapat mengurangi kekuatan
intervensi atau pun tensi etnis dari Malaysia, maupun ancaman teritorial dari Indonesia.10
Meskipun telah bergabung dalam ASEAN, Singapura tetap dihadapkan dengan
serangkaian masalah territorial dengan Malaysia. Salah satu yang mengemuka adalah
masalah Pulau Batu Puteh (Pedra Branca) antara Singapura-Malaysia.11
Pengakuan atas
Pulau Batu Puteh oleh Malaysia dimulai pada tahun 1979. Malaysia mengaku bahwa Pulau
Batu Puteh termasuk dalam wilayahnya. Sedangkan bagi Singapura, pulau tersebut adalah
teritori lautnya. Singapura pun segera mengambil langkah hukum dengan membawa kasus ini
ke Mahkamah Internasional untuk diselesaikan. Singapura dan Malaysia mempunyai data
kewilayahan masing-masing walau sumbernya sama yaitu dari Inggris. Kepemilikan Pulau
Batu Puteh tersebut akhirnya dimenangkan oleh Singapura pada tahun 2008.
9 74.2% penduduk Singapura etnis Cina, 13.3% etnis Melayu, 9.2% etnis India, dan 3.3% etnis Kaukus,
Eurasia, dan Asia. Lihat “Ethnic Composition,” website app singapore, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dari
http://app.singapore.sg/society/our-people/ethnic-composition
10 Parulian Simamora, Peluang dan Tantangan Diplomasi Pertahanan, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013), h. 66.
11 Masalah Pulau Batu Puteh yang diklaim Malaysia tahun 1979 sebenarnya milik Singapura berlokasi
di Selat Johor. Ini dibuktikan dengan hasil keputusan Mahkamah Internasional tahun 2008 yang memutuskan
bahwa Pulau Batu Puteh adalah milik sah Singapura. Lihat Ismoko Widjaya dan Anggi Kusumadewi, eds.,
“Malaysia Klaim Pulau Milik Singapura,” website viva, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dalam
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/68640-malaysia_klaim_pulau_milik_singapura
17
Singapura juga memiliki masalah dengan Malaysia dalam penyediaan air. Singapura
tergantung air kepada Malaysia hingga 80% dari kebutuhan sehari-harinya. Air tersebut
bersumber dari Johor Baru, Malaysia. Singapura sejak tahun 1869 sudah bernegosiasi dengan
Malaysia dalam hal kontrak air. Sejak itu, pasokan air Singapura disediakan oleh Malaysia.12
Dalam istilah Sadanand Dhume, kerja sama air Singapura dan Malaysia merupakan supply
security (pasokan keamanan).13
Apabila tidak mendapatkan alternatif pasokan air lain,
Singapura akan tetap bergantung air dari Malaysia hingga tahun 2061.14
Selain itu, Paul Dibb berpandangan bahwa Singapura sebagai negara kecil selalu
merasa ketakutan kedatangan pengungsi.15
Bagi Singapura, pengungsi yang datang dari
negara lain sama saja dengan imigran ilegal. Adanya pengungsi di Singapura hanya akan
menambah beban negara untuk mengurus warga negara lain di negaranya. Sehingga,
Singapura sangat anti dalam menerima pengungsi yang masuk ke wilayahnya.
Dari serangkaian masalah-masalah strategis bagi Singapura di atas. Indonesia
merupakan salah satu negara yang berdekatan dan strategis dalam mengamankan kebutuhan
strategis Singapura. Pada pembahasan selanjutnya, akan diuraikan hubungan diplomatik
Singapura-Indonesia.
12
Andika Hendra, “Singapura-Malaysia Alami Kekeringan Teburuk,” website koran-sindo, artikel
diakses pada 8 Maret 2014 dalam http://m.koran-sindo.com/node/372911
13 Sadanand Dhume, “Singapore’s Security Complex,” Foreign Policy No. 127 (Nov-Des 2001): h.86.
14 Cokorda Yudistira, “Upaya Singapura Mencari Air Bersih,” website kompas, artikel diakses pada 8
Maret 2014 dalam
http://regional.kompas.com/read/2011/09/05/03042454/Upaya.Singapura.Mencari.Air.Bersih
15 Paul Dibb, “Indonesia: The Key to South-East Asia’s Security,” International Affairs Royal Institute
of International Affairs 1944, Vol. 77, No. 4 (Oktober 2001): h. 841.
18
B. Hubungan Diplomatik Singapura-Indonesia
Bagi Boer Mauna, hubungan diplomatik merupakan upaya negara untuk berunding
dengan negara lain dalam mengusahakan dan mengamankan kepentingannya masing-masing
disertai upaya mewujudkan kepentingan bersama.16
Hubungan diplomatik setiap negara
termasuk bagian penting dalam interaksi internasional. Ini merupakan komunikasi antar
negara yang berhubungan resmi, dengan ditandai dengan saling menerima perwakilan negara.
Pada 8 Agustus 1967, Thailand, Malaysia, Indonesia, Filipina dan Singapura
menyapakati Deklarasi Bangkok. Deklarasi ini adalah awal lahirnya ASEAN. Selanjutnya,
hubungan diplomatik Singapura terhadap Indonesia secara resmi dimulai tanggal 7
September 1967.17
Hubungan tersebut ditandai dengan diundangnya Menteri Luar Negeri
Singapura S. Rajaratnam oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik ke Indonesia
untuk mengadakan kerja sama bilateral.18
Pertukaran proposal kerja sama kedua negara di
berbagai bidang termasuk bidang ekonomi, politik, keamanan, dan sosial budaya pun mulai
dilakukan sejak saat itu.
Hubungan Singapura-Indonesia pada masa Pemerintahan Lee Kuan Yew-Soeharto
sangat erat. Pada tanggal 25 Mei 1973, Singapura dan Indonesia bersepakat tentang
penetapan garis batas laut untuk kedua negara di Selat Singapura.19
Kerja sama ini,
16
Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan fungsi dalam Era Dinamika Global
(Bandung: Alumni, 2003), h. 510.
17 Esthi Maharani, “Melawat Ke Jakarta: Presiden Singapura Disambut SBY,” website republika,
artikel diakses pada 8 Maret 2014 dalam http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/11/28/me6zu8-
melawat-ke-jakarta-presiden-singapura-disambut-sbydiakses
18Lihat “About Embassy,” website mfa, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dalam
http://www.mfa.gov.sg/content/mfa/overseasmission/jakarta/about_the_embassy.html
19 Lihat “Perjanjian Internasional,” website kemlu, diakses pada 8 Maret 2014 dalam
http://treaty.kemlu.go.id/index.php/treaty/index
19
merupakan yang pertama setelah lima tahun saling membuka hubungan diplomatik pada
tahun 1967.
Pada tahun 1980, Singapura dan Indonesia membuka kerja sama di jalur ekonomi.
Kesepakatan kedua negara dilakukan pada tanggal 31 Oktober 1980 di Singapura, meliputi
kerja sama ekonomi dalam rangka pengembangan area Batam.20
Kerja sama dilakukan dalam
bentuk penyediaan lahan dan tenaga kerja yang lebih banyak dan murah. Karena terbatasnya
wilayah serta tenaga kerja, Singapura sulit melakukan untuk industrialisasi. Karenanya,
Singapura memilih Batam sebagai wilayah ekspansi ekonomi untuk kemajuan kedua negara
yaitu Singapura dan Indonesia.21
Kerja sama Singapura dengan Batam terbentuk dengan
nama Batam, Bintan, Karimun (BBK). Singapura ikut berinvestasi dalam memajukan
perekonomian kawasannya. Wilayah BBK ini, mewujudkan zona perdagangan bebas bagi
Singapura di wilayah Indonesia.
Kemudian pada 28 Juni 1991 di Jakarta, Singapura dan Indonesia bekerja sama dalam
mengembangkan sumber-sumber air di Propinsi Riau. Singapura ingin mencari alternatif
pemasokan air ke negaranya dari Indonesia, agar tidak terlalu bergantung kepada Malaysia.22
Kerja sama ini masih terus dilakukan dan direncanakan berlangsung selama seratus tahun
sejak pertukaran piagam ratifikasi dilakukan.
20
Ibid.
21 Lihat “DK FTZ Batam, Bintan, Karimun Harus Punya Tim Analisis,” website metrobatam, artikel
diakses pada 8 Maret 2014 dalam http://www.metrobatam.com/index.php/life-style/19-all-artikel/news/540-dk-
ftz-batam-bintan-karimun-harus-punya-tim-analisis
22 Lihat “Perjanjian Internasional,” website kemlu, diakses pada 8 Maret 2014 dalam
http://treaty.kemlu.go.id/index.php/treaty/index
20
Di bidang pertahanan, kerja sama kedua negara baru dilakukan pada Juni 1980.23
Ini
diwujudkan melalui latihan bersama dilakukan oleh militer Indonesia dan Singapura di
Madiun. Bentuk kerja sama pertahanan ini diberi nama Latma Elang Indopura 1/80. Lebih
jelasnya tentang hubungan strategis Singapura dan Indonesia akan dijelaskan pada sub bab
berikutnya.
C. Hubungan Strategis dan Keamanan Singapura-Indonesia
Bentuk kerjasama pertahanan pertama yang pernah dilakukan Singapura dan
Indonesia adalah latihan bersama yang diberi nama sandi Latma Elang Indopura 1/80 (latihan
bersama antara Indonesia dan Singapura) yang dilaksanakan di Lapangan Udara (Lanud)
Iswahyudi, Madiun.24
Latihan ini merupakan latihan tempur Republic of Singapore Armed
Force (RSAF) dan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/sekarang Tentara Negara
Indonesia [TNI]). Latihan ini menggunakan pesawat F-86 Sabre dari TNI Angkatan Udara
(AU) dan Hawke Hunter dari RSAF. Kegiatan tersebut digelar pada Juni 1980 di Indonesia.
Selanjutnya pada tahun 1989, latihan antara TNI dan RSAF semakin maju. Prasarana
latihan dibangun seperti Air Weapon Range (AWR). Kemudian pada tahun 1991,
dikembangkan Air Combat Manuvering Range (ACWR) bagi Angkatan Udara (AU). Di
tahun yang sama dilakukan pembuatan Overland Flying Training Area (OFTA) bagi militer
penerbang. Seluruh sarana ini didirikan di Pekanbaru, Indonesia. Semuanya terpusat di
Lapangan Udara (Lanud) sebagai kantor Detachment Squadron serta Joint Shelter.25
23
F. Djoko Poerwoko, “Ekstradisi Mungkinkah Kedaulatan Dilepas,” Kompas, 29 Juni 2007, h. 57.
24 Ibid.
25 Ibid.
21
Pada tanggal 21 September 1995 – 14 April 2003, juga telah disepakati akses dua area
latihan militer (Military Training Area/MTA) bagi Singapura, dan proyek bersama
pembangunan sejumlah fasilitas latihan militer.Singapura mendanai program kerja sama
militer dengan Indonesia. Proyek pengembangan sarana latihan militer ini, dilaksanakan di
Provinsi Riau, Kepulauan Riau, serta Area Baturaja di Sumatera Selatan.26
Tentara Indonesia sejak tahun 2011 pun dapat melakukan latihan di Singapura. Ini
merupakan bentuk kesepakatan kerja sama pertahanan Singapura dengan Indonesia. Pada
tanggal 27 Juli 2011 di Jakarta, Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen bertemu dengan
Wakil Presiden Boediono. Pertemuan ini menyepakati bahwa 600 perwira setiap tahunnya
dari Indonesia dapat melakukan latihan militer di Singapura, demikian sebaliknya.27
Dengan melihat bentuk-bentuk kerja sama pertahanan yang dilakukan Singapura
dengan Indonesia maka dapat disimpulkan, bahwa kedua negara menyadari adanya
kepentingan strategis untuk saling membantu di area pertahanan. Berbagai kerja sama ini
memang bukan berupa aliansi, melainkan kemitraan. Artinya, Singapura memilih bersahabat
dengan Indonesia untuk bersama menjaga keamanan negara masing-masing. Peningkatan
kualitas tentara, terus diperkuat dengan latihan bersama.
Namun, selain berbagai perkembangan tersebut, terjadi juga kendala dalam
meningkatkan hubungan kerja sama pertahanan kedua negara. Salah satunya adalah Defence
26
Wisnu Dewabrata, “Kerjasama Pertahanan Repotnya Menukar “Uang” untuk “Ruang”,” Kompas, 16
Juli 2007, h. 36.
27 Bayu Galih dan Aries Setiawan, “600 Perwira Latihan di Singapura tiap tahun,” wensite viva, artikel
diakses pada 8 Maret 2014 dalam http://nasional.news.viva.co.id/news/read/236176--600-perwira-latihan-di-
singapura-tiap-tahun-
?&action=get_image&id=20081122175608&width=700&height=450&view=beasiswa&TB_iframe=true
22
Cooperation Agreement (DCA) yang masih terhambat implementasinya karena gagal
ratifikasi. Lebih jelasnya mengenai DCA akan dibahas di bab berikutnya.
23
BAB III
Kegagalan Ratifikasi Defence Cooperation Agreement (DCA)
Bab ini akan menguraikan tentang kompleksitas materialisasi DCA Singapura-
Indonesia. Pembahasan akan diawali dengan pemaparan tentang DCA, kemudian dilanjutkan
dengan identifikasi masalah penolakan ratifikasi DCA di Indonesia. Deksripsi lebih rinci
terkait persuasi Singapura ke Indonesia dalam DCA akan dipaparkan pada bagian akhir bab
ini.
A. Usulan Awal Defence Cooperation Agreement (DCA)
Usulan Defence Cooperation Agreement (DCA) mulai digulirkan pada tahun 2005.1
Kerja sama pertahanan antara Singapura dan Indonesia terealisasi dalam bentuk latihan
bersama. Latihan tersebut, dilakukan oleh para militer kedua negara di wilayah Indonesia.
Daerah itu mencakup wilayah Alfa Satu, Alfa Dua, dan Bravo.2
Pada tahun 2006, pembicaraan mengenai DCA sudah berlangsung dalam empat kali
pertemuan. Pertemuan perwakilan dari Singapura dan Indonesia membicarakan apa saja yang
menjadi hak dan kewajiban dalam DCA. Adanya dialog mengenai DCA menunjukkan bahwa
kerja sama pertahanan begitu penting bagi kedua negara. Kerja sama ini diusulkan oleh
Singapura karena memerlukan sarana latihan militer. Singapura melihat Indonesia adalah
tempat yang tepat untuk melakukan latihan militer (MTA-Military Training Area).3
1 Heru, “DPR Minta Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura Tidak Dikaitkan DCA,” website Antara, artikel
diakses pada 8 Maret 2014 dalam www.antaranews.com/berita/30265/dpr-minta-perjanjian-ekstradisi-ri-
singapura-tidak-dikaitkan-dca
2 Daerah Alfa Satu, Alfa Dua, dan Bravo adalah wilayah yang disepakati sebagaimana tertuang di
dalam pasal 3 DCA. Wilayah tersebut adalah wilayah Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 1 di daerah
Sumatera.
3 Heru, “DPR Minta Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura Tidak Dikaitkan DCA,” website Antara, artikel
diakses pada 8 Maret 2014 dalam www.antaranews.com/berita/30265/dpr-minta-perjanjian-ekstradisi-ri-
singapura-tidak-dikaitkan-dca
24
Negosiasi untuk mewujudkan DCA juga pernah dilakukan di Indonesia. Pada tanggal
9-10 April 2007 diadakan pertemuan di Jakarta, di mana pihak Indonesia diwakili oleh
mantan Menlu Ali Alatas dan Singapura diwakili oleh Wakil PM Jayakumar. Pertemuan
tersebut merupakan negosiasi sejumlah persoalan yang masih mengganjal hubungan kedua
negara, diantaranya masalah DCA.4 Dalam hasil pertemuan tersebut, Singapura meyakinkan
bahwa DCA akan mempererat hubungan Singapura dan Indonesia.
Pada 27 April 2007, penandatanganan DCA telah disepakati oleh kedua pemerintah
Singapura dan Indonesia. Menteri Pertahanan (Menhan) Singapura Theo Chee Hean dan
Menhan Indonesia Juwono Sudarsono menandatangani perjanjian ini. Sedangkan, Perdana
Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong dan Presiden Indonesia Susilo Bambang
Yudhoyono menjadi saksi dalam kesepakatan kerja sama pertahanan ini yang
diselenggarakan di Tampak Siring, Bali.5
DCA merupakan usaha Singapura untuk meningkatkan kerja sama pertahanannya.
Singapura memberi alat-alat canggih, sedangkan Indonesia memberi tempat untuk
mensimulasi Alat Utama Sistem Pertahanan (Alusista) dari Singapura. Karena luasnya
wilayah Indonesia, Singapura menganggap bahwa negara yang bertetangga ini dapat menjalin
hubungan yang lebih kokoh. Dalam pembukaan isi DCA disebutkan bahwa, Singapura akan
memberi kontribusi pembiayaan selama kerja sama itu berlangsung.6
Kerja sama pertahanan ini juga menegaskan prinsip untuk saling menghormati kepada
semua pihak. Dalam Pasal 1 DCA disebutkan, bahwa model hubungan latihan bersama ini
menganut asas kesetaraan dan prinsip saling menghormati. Penghormatan Singapura dan
4 Wisnu Dewabrata, “Kerja Sama Pertahanan Repotnya Menukar “Uang” Untuk “Ruang”,” Kompas,
16 Juli 2007, h. 36.
5 Ikrar Nusa Bhakti, “Antara Ruang dan Uang,” Kompas, 7 Juni 2007, h. 6.
6 Pasal DCA, h. 1 yaitu peningkatan kerja sama pertahanan akan memberi kontribusi pada hubungan
pertahanan nasional kedua belah pihak yang saling menguntungkan.
25
Indonesia dalam perjanjian ini, adalah wujud hubungan bilateral kedua negara yang erat.
Tanpa hubungan yang harmonis, tidak mungkin kerja sama tersebut dapat terjalin.
Dalam DCA, Singapura dan Indonesia menyepakati bahwa latihan militer akan
digelar di wilayah Indonesia. Dalam perjanjian itu, wilayah yang digunakan adalah Alfa 1,
Alfa 2, dan Area Bravo. Ketiga wilayah ini bertempat di laut yang dapat digunakan oleh
militer udara dan laut. Sebelumnya, wilayah yang diajukan Singapura adalah lima lokasi
yaitu Alfa 1 dan 2, Area Bravo, Baturaja dan Pulau Ara. Indonesia hanya menyapakati tiga
lokasi yaitu Alfa 1 dan 2 serta Area Bravo. Wilayah Baturaja dan Pulau Ara tidak mendapat
izin dari pihak Indonesia.7 Walau hanya mendapat tiga tempat latihan di wilayah Indonesia.
Singapura tetap siap dengan hasil dari kesepakatan bersama dengan Indonesia. Sebagaimana
yang tertuang dalam Pasal 3 DCA.
Daerah Alfa 1 dan 2 serta Area Bravo adalah wilayah untuk tentara Angkatan Udara
dan Angkatan Laut. Sedangkan, Angkatan Darat Singapura tidak memiliki tempat khusus di
daratan Indonesia untuk latihan bersama. Hal ini dikarenakan, wilayah Baturaja yang
diusulkan oleh Singapura, tidak berhasil untuk disepakati. Baturaja yang bertempat di
Palembang tidak digunakan untuk latihan, karena merupakan tempat latihan militer
Indonesia. Selain Baturaja, daerah Pulau Ara juga tidak disepakati untuk dipakai oleh militer
Singapura. Ketiga wilayah yang diberikan dalam DCA sudah cukup luas untuk latihan
pertahanan Singapura dan Indonesia.8
Bagi Indonesia, Tentara Nasional Indoenesia (TNI) dituntut meningkatkan
profesionalitas dalam menjaga negara. Salah satu usaha itu adalah handal saat latihan. Djoko
Suyanto mengarahkan, profesionalitas dan ketangguhan TNI memerlukan latihan yang
7 Rakaryan Sukarjaputra, “RI-Singapura Benang Kusut Dua Perjanjian RI-Singapura,” Kompas, 8 Juli
2007, h. 5
8 Dwa dan Jon, “Singapura Dilarang Libatkan Pihak Ketiga di Baturaja,” Kompas, 23 Juni 2007, h. 4
26
didukung dengan sarana, prasarana, dan peralatan yang modern. Tetapi, pemerintah Indonesia
sayangnya belum mampu menyediakan semua itu.9 Disinilah DCA yang ditawarkan oleh
Singapura dapat mengatasi keterbatasan sarana militer di Indonesia.
DCA menjadi kesempatan bagi militer Indonesia untuk mengasah kemampuan
pertahanannya. Meminjam istilah Muladi, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional
(Lemhanas) Indonesia pada tanggal 5 Juli 2007, bahwa DCA adalah kesempatan dan sarana
latihan bersama dengan tentara Singapura.10
Artinya latihan bersama itu dapat meringankan
anggaran pertahanan negara yang masih terbatas di Indonesia.11
Sehingga, latihan-latihan
untuk para tentara Indonesia dapat digelar dengan canggih sesuai isi DCA.
Banyak sekali keuntungan yang bisa diperoleh Indonesia dari DCA. Pada 16 Juli
2007, Pemerintah Indonesia menyampaikan beberapa poin yang menguntungkan bagi
Indonesia, yaitu: (1) Singapura bersedia membiayai 90 persen fasilitas latihan militer di
Baturaja (Sumsel) dan kawasan latihan militer Seabu (Pekanbaru), dan setelah 20 tahun
menjadi milik Indonesia; (2) akses TNI meggunakan fasilitas kawasan latihan perang maupun
peralatan militer Singapura, seperti simulator tempur milik Singapura; (3) Indonesia menjadi
penentu kapan waktu dan dengan siapa Singapura berlatih; (4) Memberikan kerangka hukum
yang lebih pasti dan mempertegas batas wilayah latihan perang Singapura; (5) Indonesia
berhak menggunakan wilayah udara dan laut Singapura untuk latihan terbang dan patroli; (6)
Semua personel militer Singapura yang berada di wilayah kedaulatan Indonesia harus tunduk
kepada hukum Indonesia.12
9 Dwa, “Kerja Sama Pertahanan Panglima TNI Bantah DCA Antara RI dan Singapura Tidak
Menguntungkan,” Kompas, 24 Mei 2007, h. 2.
10 Dwa, “Kerja Sama Bilateral Pemerintah Tetap Harus Jaga Harga Diri dan Kedaulatan,” Kompas, 6
Juli 2007, h. 3.
11 Pada tahun 2007, Anggaran belanja pertahanan Indonesia hanya US$ 2,6 M. Dibandingkan
Singapura yang mencapai US$ 10,05 M. Data ini diperoleh dari Buku Putih Pertahanan Indonesia tahun 2008.
12 “Nasib Kerja Sama Pertahanan RI-Singapura,” Kompas, 17 Juli 2007, h. 1.
27
Singapore Air Force (SAF) memang jauh mengungguli TNI. Ini diantaranya terlihat
dari data kepemilikan pesawat tempur udara (Air Force) Singapura dan Indonesia. Data
selengkapnya mengenai kepemilikan Air Force berdasarkan Military Balance dapat dilihat
pada tabel berikut.13
Tabel III. 1 Jumlah Kepemilikan Air Force Tahun 2007
Jenis Indonesia Singapura
Aircraft
Combat
94 108
Helicopter 49 64
Jumlah 143 172
Sumber: Data dari Miltary Balance 2008
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa perbedaan jumlah pesawat tempur Singapura
dengan Indonesia berbeda dua puluh Sembilan pesawat. Pesawat tempur memang menjadi
prioritas instrumen pertahanan Singapura. Helikopter Indonesia hanya mempunyai empat
puluh sembilan, sedangkan Singapura yang negara kecil memiliki enam puluh empat.
Indonesia sebenarnya perlu memiliki pesawat tempur yang lebih banyak karena memiliki
wilayah yang luas dibandingkan Singapura yang kecil. Ini menjadi salah satu alasan mengapa
kerja sama pertahanan perlu dilakukan Singapura dan Indonesia untuk peningkatan kualitas
para tentaranya melalui DCA.
Walau banyak keuntungan yang didapatkan Indonesia dalam kerja sama pertahanan
ini. Terdapat juga perbedaan pendapat bahkan penolakan DCA oleh Parlemen di Indonesia.
Hal ini, akan diuraikan pada pembahasan selanjutnya.
13
Military Balance, (London: The International Institute for Strategic Studies [IISS], 2008).
28
B. Penolakan Ratifikasi DCA oleh Parlemen Indonesia
Awal wacana penolakan DCA digulirkan oleh seorang analis hukum internasional,
Hikmahanto Juwana. Pada tanggal 25 April 2007, DCA mendapat protes dari pakar hukum
ini, bahwa: “DCA bukanlah prioritas bagi Indonesia”. DCA yang berlatarbelakang untuk
latihan militer, belum perlu dilakukan antara Singapura dan Indonesia. Untuk itu, DCA
sebelum ditandatangan oleh kedua pemerintah, mendapatkan respon negatif oleh Guru Besar
Hukum Internasional tersebut.14
Senada dengan Hikmahanto, Amin Rais yang pernah menjadi Ketua Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), menilai bahwa DCA lebih memberi keuntungan ke
Singapura. Indonesia sebagai pihak yang diajak kerja sama tidak memperoleh hasil positif
dari DCA. Respon mantan Ketua MPR ini memberi sinyal bahwa proses DCA harus
dihentikan karena tidak menghasilkan apa-apa buat Indonesia.15
Dengan melihat reaksi para tokoh di atas, maka Menhan kemudian memberi
pernyataan ratifikasi tentang DCA. Pada tanggal 30 April 2007, Juwono Sudarsono
menjelaskan bahwa DCA akan meningkatkan kemampuan militer Indonesia. Sejumlah
fasilitas juga akan diberi dari Singapura sebagai sarana latihan.16
Berikut gambar peta
wilayah Indonesia yang disepakati oleh Menhan Juwono Sudarsono dan Menhan Singapura
Theo Chee Hean.
14 Tra, “DPR Diminta Tunggu Penyerahan Dokumen Penolakan Perjanjian Kerja Sama RI-Singapura
Terburu-buru,” Kompas, 27 Juni 2007, h. 4.
15 Ibid.
16 Ibid.
29
Gambar III. 1 Peta Wilayah DCA Singapura dan Indonesia
Sumber: www.kemlu.go.id
Gambar di atas adalah wilayah Indonesia yang dapat digunakan oleh Singapura untuk
menggelar latihan militer.
Pada tanggal 1 Mei 2007, Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso pun menyatakan
dukungan bagi DCA dengan memastikan bahwa tidak ada wilayah Indonesia yang ditukar
melalui perjanjian terkait. Beliau menanggapi, bahwa DCA murni untuk latihan militer. DCA
Singapura dan Indonesia merupakan peluang kedua negara untuk latihan dengan peralatan
modern di wilayah Indonesia.
Pada tanggal 3 Mei 2007, Hassan Wirajuda meminta agar anggota Komisi 1 DPR
memandang DCA secara menyeluruh. DCA bukanlah proses menjual wilayah Indonesia.
DCA disepakati sebagai kerangka kerja area latihan dan transfer teknologi di bidang militer.17
17
Ibid.
30
Pada tanggal 14 Juni 2007, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Indonesia pun ikut
mempertimbangkan DCA.18
DPD mengambil langkah untuk mengirim surat ke DPR agar
klausul-klausul perjanjian dengan Singapura itu dapat direvisi. Perjanjian tersebut harus
saling menguntungkan bagi Indonesia dan Singapura. Lain lagi dengan pendapat Yusron Ihza
Mahendra Wakil Ketua Komisi 1 DPR di periode 2004-2009 pada saat yang sama.
Menurutnya, negara Indonesia tidak dapat diganti dengan DCA.19
Maksudnya, wilayah
teritori Indonesia tidak bisa ditukar dengan sebuah perjanjian pertahanan dengan negara lain.
Latihan pertahanan di wilayah Indonesia dapat memberi akses negara lain untuk mengetahui
kelemahan pertahanan kita. Ini tidak dapat diterima hingga kapanpun.
Pada 24 Juni 2007, mayoritas anggota Komisi 1 DPR yang membidangi masalah
pertahanan dalam negeri menolak DCA. Memakai istilah Yuddy Chrisnandi yang saat itu
menjadi anggota Komisi I DPR, bahwa kerjasama pertahanan ini tidak bermanfaat nyata bagi
kepentingan nasional Indonesia.20
Artinya, DCA tidak memberikan manfaat yang utama
untuk Indonesia.
Seperti halnya dikemukakan Mahfudz Siddiq, salah satu anggota DPR pada 4 Juli
2007 di Jakarta, pemerintah perlu meninjau kembali DCA. Ini terutama terkait pasal-pasal
yang merugikan kepentingan negara agar ada perbaikan.21
Siddiq terutama memprotes pasal 3
tentang penggunaan peluru kendali sebanyak 4 kali dalam setahun di Area Bravo, yang
18
Ibid.
19 Lihat “DPR Pertanyakan Kelanjutan DCA Pada Pemerintah Jakarta,” website Wartaterkini, artikel
diakses pada 6 Februari 2014 dari http://www.wartaterkini.com/92/74/42/dpr-pertanyakan-kelanjutan-dca-pada-
pemerintah.htm
20 Lihat “DCA RI-Singapura Mahasiswa Menolak Latihan Militer Asing,” Kompas, 28 Juni 2007, h.4.
21 Saat itu, Mahfudz Siddiq masih menjabat di anggota Komisi II DRP RI dan tahun 2010, terpilih
sebagai Ketua Komisi I. Pernyataan ini sebagai mewakili suara dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai
partai pendukung pemerintah. Lihat Sut, dkk., “Perjanjian Pertahanan DPR Minta Presiden Tinjau Ulang
DCA,” Kompas, 5 Juli 2007, h. 1.
31
menurutnya perlu diminimalisir. Bagi Siddiq, intensitas latihan peledakan peluru kendali
tersebut terlalu banyak dan dapat merusak ekosistem Indonesia. Tanpa merevisi klausul yang
merugikan ini, DCA tidak dapat diratifikasi. Hanya bila kalau kepentingan nasional sudah
terpenuhi, maka DPR akan menyetujuinya.
Tabel di bawah ini menunjukkan berbagai opini menjelang penolakan ratifikasi
DCA:22
Tabel III.2 Opini Publik di Indonesia Menjelang Penolakan Ratifikasi DCA
No Tanggal Keterangan
1 23 April 2007 Pembahasan perjanjian kerja sama di Singapura selesai
2 25 April 2007
Hikmahanto Juwana (Pakar Hukum Internasional)
menilai perjanjian tak efektif sedangkan Lee Kuan
Yew tidak mengkhawatirkannya
3 27 April 2007 Penandatanganan perjanjian di Istana Tampak Siring,
Bali
4 28 April 2007 Amien Rais menilai perjanjian DCA itu hanya
mengungtungkan Singapura
5 30 April 2007 Menhan Juwono Sudarsono siap memberi penjelasan
tentang DCA
6 1 Mei 2007
Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto menegaskan,
tidak mungkin menjual negara dalam perjanjian kerja
sama itu
7 3 Mei 2007 Menlu Hassan Wirajuda ingin Komisi I DPR melihat
perjanjian itu secara utuh
8 14 Juni 2007 DPR menolak kerja sama pertahanan
9 25 Juni 2007
Dalam rapat kerja dengan Menlu, Komisi I DPR
berkesimpulan menolak perjanjian kerja sama
pertahanan dengan Singapura.
Sumber: Tra, “DPR Diminta Tunggu Penyerahan Dokumen,” Kompas, 27 Juni 2007, h. 4.
22
Ibid.
32
Pada intinya, DPR Indonesia menolak perjanjian kerja sama keamanan dengan Singapura.
dengan penilaian bahwa Indonesia sebagai pemberi lahan latihan merasa sangat dirugikan
dan menguntungkan Singapura. Analis LIPI, Ikrar Nusa Bakti, menyatakan bahwa pasal-
pasal DCA tidak secara jelas mengklarifikasi keuntungan bagi DCA. Bahkan, DCA
berpotensi merugikan karena mengatur kegiatan latihan militer di Area Bravo dan Alfa yang
sebenarnya merupakan zona ekonomi Indonesia. Hal-hal ini membuat DPR memutuskan
untuk menolak ratifikasi DCA.
C. Upaya Singapura Mewujudkan DCA di Indonesia
Meskipun DPR telah menolak ratifikasi, Singapura terus berupaya untuk
merealisasikan DCA dengan Indonesia. Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo di depan
Parlemen Singapura mengatakan, Singapura akan terus bersabar dan akomodatif atas
keinginan Indonesia untuk mengubah perjanjian kerja sama pertahanan ini.23
Pernyataan Yeo
tersebut adalah indikasi bahwa Singapura tidak akan mundur dalam mendorong ratifikasi
DCA. Singapura pun berharap draft revisi DCA dapat kembali menyatukan dua negara dalam
kemitraan.
Hanya saja, Menlu Yeo menyatakan keengganannya untuk menerima revisi yang
terlalu substanif dalam DCA. Menurutnya, tuntutan Indonesia untuk merubah substansi dari
DCA sama saja dengan membatalkan perjanjian.24
DCA bagi Singapura sudah final saat telah
ditandatangani pada tahun 2007. Perubahan dapat terjadi, tetapi tidak merubah inti dari
perjanjian tersebut. Hal ini dipertegas oleh pernyataan Ketua Badan Kerja Sama Antar-
Parlemen Singapura Abdillah Toha, mengutip penjelasan Presiden Singapura tanggal 16 Juli
2007, bahwa memungkinkan perjanjian itu akan batal karena Singapura tampaknya tidak mau
23
Hikmahanto Juwana, “DCA, Hilang Muka Atau Kepercayaan Rakyat?,” Kompas, 19 Juli 2007, h. 6.
24 Lihat Dwa, “Singapura Pertahankan Prinsip DCA Harus Sesuai Kepentingan RI,” Kompas, 17 Juli
2007, h. 1.
33
diatur oleh Indonesia dalam penyelesaian Implementing Agreement (IA) wilayah Bravo.25
Singapura juga melakukan tawar-menawar di internalnya terkait DCA agar perjanjian tetap
berjalan sesuai dengan kesepakatan sebelumnya.
Upaya selanjutnya untuk mewujudkan DCA dilakukan melalui kunjungan Panglima
Angkatan Bersenjata (AB) Singapura Letnan Jenderal Desmond Kuek ke Jakarta tanggal 12
Juli 2007, bertemu Menhan Indonesia Juwono Sudarsono dan Panglima TNI Marsekal Djoko
Santoso membicarakan hubungan kedua negara. Menurut Panglima AB Singapura,
kedatangannya merupakan pertemuan formal dalam rangka kerja sama pertahanan awal
kedua negara. Singapura dan Indonesia sudah menjalin hubungan pertahanan sejak 1970-an
dan hasilnya positif.26
Hubungan ini terus diperkuat dengan melakukan berbagai kerja sama
yang bernilai positif seperti kerja sama pertahanan. Kunjungan ini dilakukan Singapura, agar
DCA sebagai bagian dari kerja sama pertahanan tetap terbuka untuk disepakati.
Pertemuan dengan Presiden Indonesia juga dilakukan oleh Wakil PM Singapura pada
Rabu, 14 September 2007 di Jakarta. Pembicaraan dua pemerintah negara ini membicarakan
sejumlah hal tentang keamanan regional.27
Wakil PM Singapura yang merangkap sebagai
Menteri Koordinator Bidang Keamanan Nasional membawa misi untuk mempersuasi agar
DCA dapat diratifikasi di Indonesia.
Pada tahun 2008, Singapura tetap menanti respon dari Indonesia terkait DCA.
Menurut Menteri Pertahanan Singapura Ten Chee Hean, Singapura akan bersikap lebih sabar
25
Ibid.
26 Dwa dan Che, “Negosiasi Area Bravo Oleh Deplu Panglima AB Singapura di Jakarta,” Kompas, 13
Juli 2007, h. 15
27 Why dan Edn, “Pembicaraan Wilayah udara Masih Tetap Terbuka,” Kompas, 15 September 2007, h.
4.
34
agar perjanjian ini bisa diratifikasi segera oleh DPR. Perjanjian ini memuat kepentingan
Singapura yang mesti diperjuangkan.28
Pada tahun 2009, usaha Singapura untuk melancarkan ratifikasi DCA terus berlanjut.
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong kembali menegaskan bahwa penolakan
terhadap DCA akan merugikan Indonesia.29
Ini terutama terkait kepentingan Indonesia
terhadap perjanjian ekstradisi dengan Singapura yang akan ikut tertunda bila DCA tidak
segera diratifikasi.30
Singapura menjadikan DCA sebagai syarat terlaksananya perjanjian
ekstradisi dengan Indonesia. Tanpa perjanjian ekstradisi, Indonesia akan kesulitan mengadili
beberapa koruptornya yang melarikan diri ke Singapura seperti Sjamsul Nursalim kasus
korupsi BLBI Bank BDNI yang merugikan negara Rp 6,9 triliun dan 96,7 juta dollar
Amerika.31
Pada tahun 2010, kelanjutan usaha Singapura tidak berhenti. Tanggal 8 Desember
2010, sebagai salah satu upaya dalam memuluskan DCA, dibentuklah kerjasama pertahanan
dalam bentuk lain. Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Singapura sepakat untuk
28
Ini merupakan pidato Menteri Pertahanan Singapura di hadapan Komite Singapura pada 29 Februari
2008. Dapat dilihat “Our Regional Security Lanscape,” website Mindef, artikel diakses pada 6 Februari 2014
dalam
http://www.mindef.gov.sg/imindef/press_room/official_releases/nr/2008/feb/29feb08_nr/29feb08_speech.html#.
U3bZv3Z2SXs
29 Paket perjanjian ini yaitu ekstradisi dan DCA dipaketkan pada Oktober tahun 2005 di Bali oleh
Presiden Indonesia dan PM Singapura. Lihat Simon Saragih, “Singapura Berpikir Komprehensif dan Taktis,”
Kompas, 14 Agustus 2009, h. 54.
30 Pemaketan dua perjanjian ini yaitu DCA dan Ekstradisi dinyatakan secara informal oleh Lee Hsien
Loong PM Singapura dan Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Indonesia di Tampak Siring, Bali pada awal
Oktober 2005. Sehingga dua perjanjian ini harus sama-sama disepakati agar dapat diberlakukan bagi kedua
negara. Lihat Heru, “DPR Minta Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura Tidak Dikaitkan DCA,” website Antara,
artikel diakses pada 8 Maret 2014 dalam www.antaranews.com/berita/30265/dpr-minta-perjanjian-ekstradisi-ri-
singapura-tidak-dikaitkan-dca
31 Maria Natalia, “Daftar 45 Pelarian Indonesia Ke Luar Negeri,” website Kompas, artikel diakses pada
6 Februari 2014 dalam
http://nasional.kompas.com/read/2011/07/04/09464965/Daftar.45.Pelarian.Indonesia.ke.Luar.Negeri
35
mendirikan sekolah instruktur penerbang tempur di Indonesia yang dibiayai oleh Singapura.
32 Ini merupakan cara lain untuk mempersuasi Indonesia dalam mendukung DCA.
Selanjutnya, pada pertemuan pada tanggal 14 September 2011 di Jakarta, Wakil
Perdana Menteri Singapura, Teo Chee Hean, mengagendakan bertemu dengan Menteri
Pertahanan Indonesia, Purnomo Yusgiantoro. Dalam pertemuannya, Teo mengungkapkan
ketertarikannya dalam pengembangan industri pertahanan Indonesia. Teo mencontohkan
seperti kerjasama Indonesia dengan Korea Selatan dalam pembangunan pesawat tempur K/I
FX.33
Selain itu, pertemuan Teo dilanjutkan dengan Presiden Indonesia dengan
membicarakan isu keamanan regional.34
Hubungannya dengan DCA adalah agar DCA dapat
dinegosiasikan kembali. Diplomasi pemberian pesawat tempur oleh Singapura merupakan
cara agar sinyal kerja sama pertahanan masih terbuka dengan Indonesia.
Bahkan pada tahun 2012, lima tahun setelah penandatanganan DCA, Singapura masih
berusaha untuk melancarkan perjanjian ini. Pertemuan Perdana Menteri Lee Hsien Loong
dengan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada 14 Maret 2012, membicarakan
sejumlah bidang strategis, diantaranya DCA. Menurut Lee, Indonesia diharapkan dapat
merampungkan pembahasan rancangan perjanjian dengan segera.35
Upaya-upaya Singapura mewujudkan DCA dapat dilihat pada gambar berikut.
32
Lokasi pendirian sekolah penerbang ini masih dalam penjajakan. Singapura adalah investor kerja
sama pertahanan dengan Indonesia. Ini dapat dilihat dengan hubungan Singapura dan Indonesia sudah terjalin
sejak 30 tahun lalu yang dimula dengan latihan Elang Indopurai. Har, “RI-Singapura kerjasama,” Kompas, 9
Desember 2010, h. 2. Lihat juga Djibril Muhammad, “Wapres Sambut Positif Sekolah Penerbang Tempur,”
website Republika, artikel diakses pada 6 Februari 2014 dalam http://www.republika.co.id/berita/breaking-
news/nasional/10/12/10/151332-wapres-sambut-positif-sekolah-penerbang-tempur
33 Why dan Edn, “Pembicaraan Wilayah Udara Masih Tetap Terbuka,” Kompas, 15 September 2011, h.
4.
34 Ibid.
35 Why, “Indonesia-Singapura Bahasa Ekstradisi Lagi,” Kompas, 14 Maret 2013, h. 3
36
Gambar III.1 Upaya Singapura dalam mewujudkan DCA
2007 2008 2009 2010 2011 2012
Sumber: data diolah dari Kompas dari tahun 2007-2012.
Dari uraian-uraian di atas, upaya Singapura untuk mewujudkan DCA sangat gigih. Ini
menunjukkan bahwa ada kepentingan-kepentingan strategis yang dibawa dalam DCA. Pada
bab selanjutnya, akan diuraikan kepentingan Singapura di Indonesia yang melatarbelakangi
kepentingan Singapura dalam DCA.
Wakil PM Singapura
bertemu dengan Presiden
Indonesia membicarakan isu
keamanan regional.
Menteri Pertahanan (Menhan)
Singapura menghormati
penolakan ratifikasi DCA di DPR
Indonesia dan menunggu
kesempatan revisi.
PM Singapura terus membawa proposal
baru kerja sama pertahanan dengan
Indonesia. Ini bertujuan agar DCA dapat
kembali dibicarakan.
Pemerintah Singapura dan Indonesia sepakat
mendirikan sekolah penerbang di Indonesia
didanai oleh Singapura. Ini adalah diplomasi
Singapura agar DCA tetap terbuka untuk
ratifkasi.
Wakil PM Singapura dan Menhan Indonesia sepakat
dalam mengembangkan industri pertahanan. Ini adalah
metode lain Singapura agar DCA tetap dirundingkan
kembali.
PM Singapura dan Presiden Indonesia kembali
membicarakan tentang DCA dan Indonesia.
37
BAB IV
KEPENTINGAN SINGAPURA DALAM MEWUJUDKAN DCA DENGAN
INDONESIA
Dalam bab sebelumnya, telah dijelaskan mengenai apa itu DCA, dilanjutkan dengan
menguraikan bagaimana DCA gagal diratifikasi di Indonesia. Bab tersebut juga menjelaskan
upaya Singapura mempersuasi Indonesia agar DCA dapat diratifikasi oleh DPR. Selanjutnya,
pada bab ini penulis akan membahas apa saja kepentingan Singapura di balik DCA untuk
menunjukkan alasan bersikukuhnya negara tersebut dalam mewujudkan kerja sama ini.
Paparan di bawah ini akan menunjukkan bahwa setidaknya terdapat tiga motif
kepentingan Singapura di balik DCA, yaitu: (1) menjaga ekosistem laut Singapura; (2)
counter trafficking dari Indonesia; (3) membantu koordinasi pengamanan aset Singapura di
perbatasan Indonesia. Penjelasannya sebagaimana berikut ini.
A. Latihan Militer Tanpa Merusak Ekosistem Laut Singapura
Berlatih tempur tanpa merusak ekosistem Singapura salah satu kepentingan Singapura
di belakang DCA. Menurut Adlan Nawawi, Singapura memiliki motif menjaga kehidupan
hayati lautnya.1 Sehingga Singapura ingin mendapatkan tempat latihan tempur yang tidak
membahayakan ekosistem nasionalnya. Singapura memiliki keinginan untuk menjaga
kehidupan lautnya yang cukup terbatas.2 Menurut Ikrar Nusa Bhakti latihan dengan
1 Wawancara dengan Adlan Nawawi (Staf Ahli Anggota Komisi I DPR RI) Jakarta, 26 Maret 2014.
2 Luas Singapura 712,4% km2 secara melingkar meliputi pulau-pulau yang disekelilingnya. Laut
Singapura sangat sempit, mengikuti luas daratannya. 12 mil adalah zona ekonomi eksklusif yang dipegang
Singapura. Lihat “Singapura,” website Kemlu, artikel diakses pada 6 Februari 2014 dalam
www.kemlu.go.id/singapore/Pages/CountryProfile.aspx?l=id
38
menembakkan peluru ke laut akan berakibat kepada kerusakan lingkungan.3 Hal ini
dikarenakan, getaran bahkan api dari peralatan militer dapat membunuh ikan serta terumbu
karang laut. Singapura menghindari hal ini terjadi di wilayahnya. Indonesia sendiri dianggap
memiliki ruang yang cocok untuk latihan militer karena luas lautannya. Bagi Singapura,
Indonesia memiliki banyak lokasi untuk melepaskan peluru dari peralatan militernya.
Ekosistem laut Singapura sangat terbatas, sehingga perlu merawat dan menjaga agar
kelestariannya tetap terjaga. Straits Times Singapura memberitakan bahwa Singapura sangat
menjaga keindahan lautnya sebagai daya tarik datangnya wisatawan.4 Tan Sri Lim Pemilik
Genting Group dan Resort World Sentosa (RWS) menargetkan 17 juta wisatawan pada tahun
2013 datang ke Singapura.5 Wisatawan akan diperlihatkan keindahan kehidupan laut yang
ada di Singapura. Kenyamanan dan ketenangan diciptakan sehingga menjadi daya tarik bagi
para turis mancanegara. Dalam hal ini, latihan militer di wilayah Singapura diupayakan
seminim mungkin. Kalau saja militer Singapura berlatih di pantainya, selain
mengkhawatirkan para tamu wisata, lingkungan laut akan ikut rusak akibat percobaan
tembakan ke laut.
B. Counter Human Trafficking dari Indonesia
DCA direncanakan untuk melegitimasi latihan militer di Area Bravo, Alfa 1 dan Alfa
2. Latihan ini meliputi pertukaran informasi, counter-terrorism dan latihan bencana alam di
Area Bravo dan Alfa. Ini merupakan area yang sebenarnya strategis dalam jalur human
trafficking (perdagangan manusia) menuju Singapura. Dalam peta berikut terlihat bahwa area
3 Ikrar Nusa Bhakti, “Antara Uang dan Ruang,” Kompas, 7 Juni 2007, h. 6
4 Lihat, “ New Experiences On The Quantum,” website Straittimes, artikel diakses pada 6 Februari
2014 dalam http://www.straitstimes.com/st/print/1762741
5 Harry Susilo, “Menikmati Sensasi Bawah Laut,” website Kompas, artikel diakses pada 6 Februari
2014 dalam http://tekno.kompas.com/read/2013/03/15/03472085/menikmati.sensasi.bawah.laut
39
yang menjadi tempat latihan militer dalam DCA merupakan jalur lalu lintas perdagangan
manusia :
Gambar IV.1 Peta Selat Malaka dan Area DCA
Sumber: www.fkpmaritim.org6
Gambar di atas menunjukkan bahwa area latihan militer yang direncanakan DCA ada
di wilayah Selat Malaka. Garis tebal di atas, merupakan jalur pelayaran kapal-kapal yang
memuat barang.7 Adapun 72% lalu lintas laut di Selat Malaka dilalui oleh kapal-kapal yang
membawa minyak dan mesin-mesin baik dari ataupun menuju negara di Afrika, Eropa, dan
6 Robert Mangindaan, “Response to Emerging Maritime Security Issues and The Role of ASEAN
Militaries and Related Security Agencies: Indonesia Case,” website Fkpmaritim, artikel diakses pada 8 Maret
2014 dari http://www.fkpmaritim.org/responses-to-emerging-maritime-security-issues-and-the-role-of-asean-
militaries-and-related-security-agencies-indonesia-case/
7 Agus S. Djamil, “Negeri Di Batas Dua Samudra Menggenggam Urat Nadi Ekonomi Dunia,” artikel
diakses pada 8 Maret 2014 dari http://io.ppijepang.org/j/files/Inovasi-Vol06-Mar2006.pdf#page=15
40
Asia Timur. Sehingga Singapura terus menjaga keamanan lautnya dengan menghadirkan
latihan militer di wilayahnya.
Skripsi ini berargumen bahwa ada maksud meningkatkan jumlah kehadiran militer
Singapura di Area Bravo dan Alfa 1, 2 untuk tujuan counter human trafficking.8 Menurut
Christopher Coker, kehadiran militer berfungsi untuk menjaga keamanan.9 Terkait dengan
DCA, latihan bersama di wilayah Indonesia sebagai monitoring keamanan bagi Singapura
untuk bebas dari human trafficking.
DCA mengatur latihan bagi Singapura selama di Indonesia. Singapura boleh latihan
selama tujuh hari setiap minggu dengan melakukan koordinasi pada Indonesia. Meskipun
kehadiran militer Singapura di area ini tidak bersifat permanen, namun periode latihan dapat
digunakan untuk memantau situasi perairan yang merupakan jalur human trafficking. Latihan
ini bisa dalam bentuk mencoba menjalankan kapal tempur dengan diawali koordinasi dengan
pihak Indonesia sebagai pihak pemilik wilayah. Walau tidak secara aktif melakukan latihan
militer bagi Singapura, keberadaannya dapat mengurangi human trafficking di wilayahnya.
Selain itu, apabila diakumulasi, semua bentuk latihan militer yang diatur DCA
memungkinkan militer Singapura untuk hadir di Area Bravo dan Alfa 1, 2 setiap bulan.
Latihan militer tersebut dalam bentuk latihan terbang, Search and Rescue (SAR), intelijen,
dan latihan di laut. Ini secara tidak langsung mempersempit ruang bagi praktik human
trafficking.
8 Dalam pasal 3 disebutkan, Singapura dapat menembakkan peluru kendali sebanyak 4 kali dalam
setahun di area Bravo.
9 Christopher Coker, Ethics and War in the 21
st Century (New York: Routledge, 2008), h. 7.
41
Selain masalah human trafficking dari Area Bravo dan Alfa 1,2 memang menjadi
masalah serius bagi Singapura. Ada juga masalah yang kejahatan di bidang pembajakan di
wilayah perairannya. Dari data International Maritim Beureau, Singapura pada tahun 2005
memiliki 7 kasus pembajakan. Sedangkan, di Selat Malaka terdapat 12 kasus pembajakan.10
Data pembajakan jalur laut yang tidak aman ini menciptakan beragam masalah seperti
pekerja ilegal, penyelundupan narkoba, terorisme dan pengungsi. Masalah pembajakan dan
human trafficking banyak terjadi di Singapura disebabkan ramainya lalu lintas perairan di
Selat Malaka.
Singapura memiliki bisnis utamanya pada jasa pelabuhan. Karenanya pengamanan
Selat Malaka itu sangat strategis dan DCA memberi akses bagi Singapura untuk hadir lebih
intens di kawasan ini. Adanya latihan bersama di Alfa 1, 2 dan Area Bravo, merupakan
langkah antisipasi Singapura dari ancaman transnasional yang terjadi di Selat Malaka.
Bagi Singapura, Indonesia tidak memiliki kapasitas border security yang bisa
diandalkan untuk mencegah masalah transnasional terjadi di Selat Malaka. Lemahnya
penjagaan perairan Indonesia berakibat pada ketidakamanan Singapura. Menurut Menteri
Pertahanan Singapura, Teo Chen Hean, penjagaan keamanan Selat Malaka adalah tanggung
jawab tiga negara pesisir yaitu Malayasia, Indonesia, dan Singapura.11
Oleh karena itu,
Singapura melangsungkan DCA bersama Indonesia untuk menjaga keamanan di Selat
Malaka.
10
Ichsan Maulidy, “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah
Pembajakan di Perairan Selat Malaka 2004-2009,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011), h. 27.
11 Serene Chua Pui Hong, “Maritime Security: Possibilities for Terrorism and Challenges for
Improvement,” website Mindef, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dari
http://www.mindef.gov.sg/imindef/publications/pointer/journals/2006/v32n2/feature4.print.html?Status=1
42
Ketidakpercayaan Singapura terhadap keamanan border management Indonesia
membuat Singapura mencari jalan lain untuk terlibat dalam keamanan Selat Malaka. Dalam
hal ini, DCA adalah salah satu cara agar Singapura dapat memiliki akses yang lebih luas
untuk menjaga arus trafficking yang bisa masuk ke negara Singapura dari Selat Malaka.
C. Membantu Koordinasi Pengamanan Aset Singapura di Perbatasan Indonesia
Latihan bersama di wilayah Indonesia merupakan usaha Singapura untuk menjaga
aset ekonomi negaranya. Dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar IV.2 Peta Selat Malaka dan Perusahaan Minyak Singapura
Sumber: www.fkpmaritim.org12
12
Robert Mangindaan, “Response to Emerging Maritime Security Issues and The Role of ASEAN
Militaries and Related Security Agencies: Indonesia Case,” website Fkpmaritim, artikel diakses pada 8 Maret
43
Gambar di atas menunjukkan bahwa area latihan bersama Singapura dan Indonesia
ada di wilayah perairan Selat Malaka. Gambar yang ada pada lingkaran di atas termasuk jalur
pengiriman minyak dari Indonesia ke Singapura dan begitu sebaliknya. Minyak mentah dari
Indonesia diekspor ke Singapura untuk diolah. Kemudian diimpor kembali ke Indonesia.
Jalur pengiriman minyak ini, diharapkan tidak terhambat oleh kejahatan. Sehingga, dengan
adanya militer di kawasan ini, dapat mencegah terhambatnya sentra ekonomi Singapura.
Skripsi ini berargumen bahwa Singapura mengadakan latihan bersama di kawasan
Alfa 2 untuk tujuan penjagaan aset. Menurut Senior Marketing and Distribution PT
Pertamina, Suhartoko, bahwa Marine Fuel Oil (MFO) adalah perusahaan minyak Singapura
yang menjual bahan bakar untuk kapal-kapal yang melintas di Selat Malaka.13
Dalam hal ini,
keberadaan latihan di wilayah Selat Malaka sebagai safeguard aset Singapura. Aset penjualan
ini, merupakan penggerak roda perekonomian Singapura. Yaitu dengan menjual bahan bakar
dan militer digunakan untuk menjaga aktifitas tersebut dari kejahatan.
Untuk penjagaan aset Singapura di wilayah Selat Malaka, militer Singapura dan
Indonesia mengendalikan keamanan. Menurut Adlan Nawawi, DCA dilakukan sebagai upaya
memperkuat wilayah dan sentra-sentra perkonomian Singapura.14
Perusahaan penjual
minyak, penyedia perlengkapan kapal-kapal serta tempat transit kapal-kapal merupakan
bagian dari pusat-pusat perekonomian Singapura. Keamanan jalur-jalur perdagangan
2014 dari http://www.fkpmaritim.org/responses-to-emerging-maritime-security-issues-and-the-role-of-asean-
militaries-and-related-security-agencies-indonesia-case/
13 Rista Rama Dhany, “Pertamina: Singapura Kuasai Pasa Minyak di Selat Malaka,” website Detik,
artikel diakses pada 8 Maret 2014 dari
http://finance.detik.com/read/2014/02/13/084439/2495501/1034/pertamina-singapura-kuasai-pasar-minyak-di-
selat-malaka
14 Wawancara dengan Adlan Nawawi (Staf Ahli Anggota Komisi 1 DPR RI) Jakarta, 26 Maret 2014.
44
Singapura harus steril dari kejahatan. Wilayah Area Alfa 2 sebagai tempat latihan dan
sekaligus digunakan untuk pengawasan daerahnya.
Bagi Singapura, kemampuan patroli keamanan Indonesia di Selat Malaka tidak serius.
Singapura sangat concern untuk menjaga kualitas keamanan di jalur perdagangan tersebut.15
Hadirnya DCA Singapura dan Indonesia, sebagai penunjang agar keamanan jalan ekonomi ke
Singapura dapat berjalan aman. Selat Malaka yang dilalui banyak kapal-kapal barang,
manarik perhatian pembajak. Upaya memberantas penghambat kapal ini yang dilakukan
militer Singapura dan Indonesia dalam DCA.
Ketidakseriusan Indonesia dalam menjaga keamanan jalur perdagangan di Selat
Malaka membuat Singpura memberi akses dalam menjaga rute perdagangan ini secara
bersama. DCA menjadi pilihan bagi Singapura ke Indonesia untuk saling menjaga aset
perekonomian yang penting bagi kedua negara. Kehadiran militer dengan latihan bersama
digunakan untuk penjagaan dari segala bentuk kejahatan.
15
Ichsan Maulidy, “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah
Pembajakan di Perairan Selat Malaka 2004-2009, h. 49.
45
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan apa yang menjadi motivasi kepentingan
Singapura sehingga berupaya agar DCA dapat diwujudkan di Indonesia. Pada bab pertama
telah dijelaskan bahwa DCA adalah perjanjian kerja sama pertahanan antara Singapura dan
Indonesia. Meski demikian, kerja sama ini tidak berhasil diwujudkan Singapura karena gagal
diratifikasi oleh DPR di Indonesia. Sehingga, perlu upaya yang gigih oleh Singapura untuk
terus melakukan kerja sama pertahanan dengan Indonesia.
Sebelum menganalisa tentang DCA dan masalah ratifikasinya di Indonesia, penulis
terlebih dahulu membahas mengenai hubungan bilateral Singapura dan Indonesia. Di bagian
ini, isi pembahasan lebih menekankan hubungan strategis Singapura dan Indonesia. Dari data
yang didapat, Indonesia memegang peranan penting bagi wilayah keamanan Singapura.
Selanjutnya, bab tiga menggambarkan DCA yang gagal diratifikasi oleh Parlemen
Indonesia. Namun demikian, Singapura terus berupaya untuk merealisasikan DCA untuk
dilaksanakan dalam waktu yang telah disepakati. Penulis menemukan fakta bahwa Singapura
berusaha mempersuasi Indonesia dengan berbagai insentif kerja sama pertahanan yang lain
dengan Indonesia. Singapura juga mengancam untuk menolak perjanjian ekstradisi yang
dibutuhkan Indonesia apabila DCA tidak terlaksana.
Dalam analisa mengenai kepentingan Singapura dalam DCA pada bab empat, penulis
berargumen bahwa terdapat setidaknya tiga kepentingan negara tersebut dalam DCA.
Pertama, latihan militer tanpa merusak ekosistem laut Singapura. Dengan latihan militer di
wilayah Indonesia, Singapura akan menjaga kelestarian ekosistem lautnya. Kehidupan laut
46
Singapura yang sangat kecil, perlu dipelihara supaya tetap lestari untuk kehidupan
mendatang.
Kedua, counter human trafficking (pencegahan perdagangan manusia). Kehadiran
latihan militer di wilayah perairan perbatasan Singapura bertujuan untuk menjaga dari
kejahatan yang datang dari Indonesia. Perdagangan manusia, narkoba, teroris, dan pengungsi
adalah masalah transnasional utama negara Singapura. Untuk mengurangi masuknya
kejahatan ke Singapura, penangkalan di wilayah perairan merupakan jalannya. Indonesia
dengan luas lautnya, berpotensi sebagai pintu masuk crime ke Singapura. DCA diajukan
sebagai upaya mengurangi tindak kejahatan yang dapat merugikan bagi Singapura.
Ketiga, untuk membantu koordinasi pengamanan aset Singapura di perbatasan
Indonesia. Banyaknya kapal-kapal yang mengangkut barang untuk Singapura dan negara lain
melalui jalur wilayah Singapura. Kapal pengangkut barang harus terhindar dari kejahatan
sehingga sampai dengan aman. Selain itu, Singapura memiliki perusahaan-perusahaan di
wilayah perbatasan dengan Indonesia. Agar semua aset ekonomi Singapura tetap aman, perlu
penjagaan yang intens dari pelaku kejahatan. Kerja sama intelijen dilakukan untuk mencegah
pelaku kejahatan yang akan menyerang aset Singapura di perbatasan Indonesia.
Penulis berkesimpulan bahwa kepentingan Singapura dalam DCA yang paling
menonjol adalah menjaga aset ekonomi di wilayah perbatasan. Aset ekonomi menjadi sangat
penting bagi Singapura, karena jalur ekonomi di Selat Malaka adalah jasa utama
perkonomian yang memberi akses kapal-kapal transit dan pengisian bahan bakar di
Singapura. Pembajakan serta bentuk kejahatan lain yang dapat menghambat kapal-kapal
melintas di Selat Malaka akan membuat ketidakamanan di jalur ini.
47
Dengan demikian, skripsi ini telah menjelaskan apa yang menjadi kepentingan
Singapura dalam DCA. Dalam hal ini, kepentingan untuk stabilitas keamanan menjadi hal
pokok bagi Singapura, sehingga latihan militer melalui DCA perlu terwujud di Indonesia.
48
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Breuning, Marijke. Foreign Policy Analyis: A Comparative Introduction. New York:
Palgrave MacMillan, 2007.
Buku Putih Pertahanan Indonesia. Jakarta: Kementerian Pertahanan Republik Indonesia,
2008.
Burchill, Scott. “Realisme dan Neo-realisme,” dalam Burchill, Scott, dan Andrew, Linklater,
ed., Teori-Teori Hubungan Internasional. Bandung: Nusa Media, 2009: h. 90-122.
Coker, Christopher. Ethics and War in the 21st Century . New York: Routledge. 2008.
Dam, Sjamsumar dan Riswandi, Kerja Sama ASEAN: Latar Belakang, Perkembangan, dan
Masa Depan. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995.
Dunne, Tim dan Schmidt, Brian C. “Realism,” dalam Joh Baylis dan Steve Smith, ed., The
Globalization of World Politics. New York: Oxford, 2001: h. 141-161.
Hara, Abubakar Eby, Pengantar Analsis Politik Luar Negeri Dari Realisme Sampai
Konstruktivisme. Bandung: Nuansa, 2011.
Hendrarso, Emy Susanti Hendrarso. “Penelitian Kualitatif: Sebuah Pengantar,” dalam
Bagong Suyanto dan Sutinah, ed., Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif
Pendekatan. Jakarta: Kencana, 2005: h. 165-176.
Hermawan, Erwin. “Kegagalan Ratifikasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap
Kerjasama Pertahanan (Defence Cooperation Agreement) dan Perjanjian Ektradisi
(Extradition Treaty) Singapura dan Indonesia yang sudah ditandatangani pada tanggal
27 April 2007 di Tampak Siring Pulau Bali,” Tesis S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Indonesia, 2010.
Jackson, Robert dan Sorensen, Georg. “Pengantar Studi Hubungan Internasional,”
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Josey, Alex. Lee Kuan Yew: Perjuangan Untuk Singapura. Jakarta: Gunung Agung, 1982.
Joyserika, Grace. “Politik Luar Negeri Singapura 1990-1994 Analisis Sikap Singapura
Terhadap ZOPFAN,” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Indonesia, 1995.
Kissinger, Henry A. “Domestic Structure and Foreign Policy,” dalam Rosenau, James N, ed.,
International Politics and Foreign Policy a reader in research and theory. New York:
The Free Press, 1969: h. 261-275.
Malhotra, VK. International Relations. New Delhi: Anmol Publications Pvt Ltd, 2004.
Mas’oed, Mohtar. Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi, Jakarta:LP3ES,
1994.
49
Maulidy, Ichsan. “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi
Masalah Pembajakan di Perairan Selat Malaka 2004-2009.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011.
Mauna, Boer. Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan fungsi dalam Era Dinamika
Global. Bandung: Alumni, 2003.
Military Balance. London: The International Institute for Strategic Studies [IISS], 2008.
Mutiara, Raneeta. “Kepentingan Singapura Dalam Perjanjian Ekstradisi Singapura-
Indonesia,” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia,
2009.
Rachmawati, Iva. “Diplomasi Perbatasan Dalam Rangka Mempertahankan Kedaulatan
NKRI” dalam Madu, Ludiro, Aryanta Nugraha, Nikolaus Loy, dan Fauzan, dkk, ed.,
Mengelola Perbatasan Indonesia Di Dunia Tanpa Batas: Isu, Permasalahan dan
Pilihan Kebijakan. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010: h. 89-103.
Rosenau James N. The Scientific Study of Foreign Policy. London: Frances Printer, 1980.
Rosenau, James N, Gavin Byod, dan Thompson, Kenneth W. World Politics: An
Introduction. New York: The Free Press, 1976.
Russett, Bruce M. “The Calculus of Detterence,” dalam Rosenau, James N, ed., International
Politics and Foreign Policy a reader in research and theory. New York: The Free
Press, 1969: h. 359-369.
Simamora, Parulian. Peluang dan Tantangan Diplomasi Pertahanan. Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2013.
Suryadinata, Leo. Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto. Jakarta: LP3ES, 1998.
JURNAL
Dhume, Sadanand. “Singapore’s Security Complex.” Foreign Policy Number 127 (Nov-Des
2001): h. 86-88.
Dibb, Paul. “Indonesia: The Key to South-East Asia’s Security.” International Affairs Royal
Institute of International Affairs 1944, Vol. 77, No. 4 (Oktober 2001): h. 829-842.
Hart, Hamilton Natasha. “Indonesia and Singapore: Structure, Politics and Interest,”
Contemporary Southeast Asia: A Journal of International and Strategic Affairs, Vol.
31, no. 2 (Agustus 2009): h. 249-271.
Hiok, Lee Boon. “Constraint On Singapore’s Foreign Policy,” Asian Survey, Vol. 22. No. 6,
Southeast Asia: Perspective from ASEAN (June 1982): h. 524-535.
MEDIA CETAK
Bhakti, Ikrar Nusa. “Antara Ruang dan Uang.” Kompas, 7 Juni 2007.
“DCA RI-Singapura Mahasiswa Menolak Latihan Militer Asing,” Kompas, 28 Juni 2007.
50
Dewabrata, Wisnu. “Kerjasama Pertahanan Repotnya Menukar “Uang” untuk “Ruang”.”
Kompas, 16 Juli 2007.
Dwa. “Kerja Sama Pertahanan Panglima TNI Bantah DCA Antara RI dan Singapura Tidak
Menguntungkan,” Kompas, 24 Mei 2007.
Dwa dan Jon. “Singapura Dilarang Libatkan Pihak Ketiga di Baturaja,” Kompas, 23 Juni
2007.
Dwa. “Kerja Sama Bilateral Pemerintah Tetap Harus Jaga Harga Diri dan Kedaulatan,”
Kompas, 6 Juli 2007.
Dwa dan Che. “Negosiasi Area Bravo Oleh Deplu Panglima AB Singapura di Jakarta,”
Kompas, 13 Juli 2007.
Dwa. “Singapura Pertahankan Prinsip DCA Harus Sesuai Kepentingan RI,” Kompas, 17 Juli
2007.
“Ethnic Composition,” artikel diakses pada 8 Maret 2014 dari
http://app.singapore.sg/society/our-people/ethnic-composition
Fitrianto, Dahono. “Mengundang Sahabat, Memberi Pemahaman,” Kompas, 5 Oktober 2013.
Har. “RI-Singapura kerjasama,” Kompas, 9 Desember 2010.
Juwana, Hikmahanto. “DCA, Hilang Muka Atau Kepercayaan Rakyat?,” Kompas, 19 Juli
2007.
Poerwoko, F. Djoko. “Ekstradisi Mungkinkah Kedaulatan Dilepas.” Kompas, 29 Juni 2007.
Saragih, Simon. “Singapura Berpikir Komprehensif dan Taktis,” Kompas, 14 Agustus 2009.
Sukarjaputra, Rakaryan. “RI-Singapura Benang Kusut Dua Perjanjian RI-Singapura,”
Kompas, 8 Juli 2007.
Sut, dkk. “Perjanjian Pertahanan DPR Minta Presiden Tinjau Ulang DCA,” Kompas, 5 Juli
2007.
Tra. “DPR Diminta Tunggu Penyerahan Dokumen Penolakan Perjanjian Kerja Sama RI-
Singapura Terburu-buru,” Kompas, 27 Juni 2007.
Why, “Indonesia-Singapura Bahasa Ekstradisi Lagi,” Kompas, 14 Maret 2013.
Why dan Edn. “Pembicaraan Wilayah udara Masih Tetap Terbuka,” Kompas, 15 September
2007.
“Nasib Kerja Sama Pertahanan RI-Singapura,” Kompas, 17 Juli 2007.
WEBSITE
“About Embassy,” artikel diakses pada 8 Maret 2014 dalam
http://www.mfa.gov.sg/content/mfa/overseasmission/jakarta/about_the_embassy.html
51
“Bandara Changi-Singapura Membuka Terminal ke 3,” artikel diakses pada 8 Maret 2014
dari http://www.bumn.go.id/angkasapura1/berita/286/Bandara.Changi.-
.Singapura.Membuka.Terminal.Ke.3
“Deputy Prime Minister MR Teo Chee Han, Coordinating Minister For National Security
MR Teo Chee Hean Calls On Indonesian President Susilo Bambang Yudhoyono,”
artikel diakses pada 6 Februari 2014 dari
http://www.news.gov.sg/public/sgpc/en/media_releases/agencies/nscs/press_release/P-
20110914-1.html?AuthKey=1086a76d-f72b-d541-81ee-7d3c28ef0bad
Dhany, Rista Rama. “Pertamina: Singapura Kuasai Pasa Minyak di Selat Malaka,” website
Detik, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dari
http://finance.detik.com/read/2014/02/13/084439/2495501/1034/pertamina-singapura-
kuasai-pasar-minyak-di-selat-malaka
Djamil, Agus S. “Negeri Di Batas Dua Samudra Menggenggam Urat Nadi Ekonomi Dunia,”
artikel diakses pada 8 Maret 2014 dari http://io.ppijepang.org/j/files/Inovasi-Vol06-
Mar2006.pdf#page=15
“DK FTZ Batam, Bintan, Karimun Harus Punya Tim Analisis,” artikel diakses pada 8 Maret
2014 dalam http://www.metrobatam.com/index.php/life-style/19-all-artikel/news/540-
dk-ftz-batam-bintan-karimun-harus-punya-tim-analisis
“DPR Pertanyakan Kelanjutan DCA Pada Pemerintah Jakarta,” website Wartaterkini, artikel
diakses pada 6 Februari 2014 dari http://www.wartaterkini.com/92/74/42/dpr-
pertanyakan-kelanjutan-dca-pada-pemerintah.htm
Galih, Bayu dan Setiawan, Aries. “600 Perwira Latihan di Singapura tiap tahun,” artikel
diakses pada 8 Maret 2014 dalam http://nasional.news.viva.co.id/news/read/236176--
600-perwira-latihan-di-singapura-tiap-tahun-
?&action=get_image&id=20081122175608&width=700&height=450&view=beasiswa
&TB_iframe=true
Hendra, Andika. “Singapura-Malaysia Alami Kekeringan Teburuk,” artikel diakses pada 8
Maret 2014 dalam http://m.koran-sindo.com/node/372911
Heru. “DPR Minta Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura Tidak Dikaitkan DCA,” artikel diakses
pada 8 Maret 2014 dalam www.antaranews.com/berita/30265/dpr-minta-perjanjian-
ekstradisi-ri-singapura-tidak-dikaitkan-dca
Hong, Serene Chua Pui. “Maritime Security: Possibilities for Terrorism and Challenges for
Improvement,” website Mindef, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dari
http://www.mindef.gov.sg/imindef/publications/pointer/journals/2006/v32n2/feature4.p
rint.html?Status=1
Hongjiang, Wang. “Indonesia & Singapore to Put aside Defense Cooperation Agreement,”
artikel diakses pada 6 Februari 2014 dari http://news.xinhuanet.com/english/2007-
10/09/content_6850000.htm
52
Jha, Pankaj Kumar. “Singapore-Indonesia Extradition Treaty and Defence Cooperation,”,
artikel diakses pada 6 Februari 2014 dari http://www.ipcs.org/article/southeast-
asia/singapore-indonesia-extradition-treaty-an
Maharani, Esthi. “Melawat Ke Jakarta: Presiden Singapura Disambut SBY,” artikel diakses
pada 8 Maret 2014 dalam
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/11/28/me6zu8-melawat-ke-
jakarta-presiden-singapura-disambut-sbydiakses
Mangindaan, Robert. “Response to Emerging Maritime Security Issues and The Role of
ASEAN Militaries and Related Security Agencies: Indonesia Case,” website
Fkpmaritim, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dari
http://www.fkpmaritim.org/responses-to-emerging-maritime-security-issues-and-the-
role-of-asean-militaries-and-related-security-agencies-indonesia-case/
“Masukan Institut Perempuan untuk Raperda Provinsi Jawa Barat Tentang Pedoman
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Asal Jawa Barat, yang Akan
Segera Dibahas Oleh DPRD Jawa Barat dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat,” artikel
diakses pada 8 Maret 2014 dari http://www.institutperempuan.or.id/?p=214
Muhammad, Djibril. “Wapres Sambut Positif Sekolah Penerbang Tempur,” artikel diakses
pada 6 Februari 2014 dalam http://www.republika.co.id/berita/breaking-
news/nasional/10/12/10/151332-wapres-sambut-positif-sekolah-penerbang-tempur
Natalia, Maria. “Daftar 45 Pelarian Indonesia Ke Luar Negeri,” artikel diakses pada 6
Februari 2014 dalam
http://nasional.kompas.com/read/2011/07/04/09464965/Daftar.45.Pelarian.Indonesia.ke.
Luar.Negeri
“New Experiences On The Quantum,” artikel diakses pada 6 Februari 2014 dalam
http://www.straitstimes.com/st/print/1762741
“Our Regional Security Lanscape,” artikel diakses pada 6 Februari 2014 dalam
http://www.mindef.gov.sg/imindef/press_room/official_releases/nr/2008/feb/29feb08_n
r/29feb08_speech.html#.U3bZv3Z2SXs
“Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura Belum Rampung,” artikel diakses pada 8 Maret
2014 dari http://m.liputan6.com/news/read/95855/perjanjian-ekstradisi-indonesia-
singapura-belum-rampung
“Perjanjian Internasional,” diakses pada 8 Maret 2014 dalam
http://treaty.kemlu.go.id/index.php/treaty/index
Silalahi, Harry Tjan. “Diskriminasi, Kata Lee Kuan Yew,” website CSIS, artikel diakses
pada 8 Maret 2014 dari http://csis.or.id/post/diskriminasi-kata-lee-kuan-yew
“Singapura,” artikel diakses pada 6 Februari 2014 dalam
www.kemlu.go.id/singapore/Pages/CountryProfile.aspx?l=id
“Singapore and Indonesia Marks 30 Years of Joint Defense Exercise,” artikel diakses pada 6
Februari 2014 dari
53
http://news.asiaone.com/News/AsiaOne%2BNews/Singapore/Story/A1Story20101209
-251792.html
“Singapore-Indonesia Defense Talks at Stalemate,” artikel diakses pada 6 Februari 2014 dari
http://news.asiaone.com/News/Latest%2BNews/Asia/Story/A1Story20090312-
127946.html
“Singapore, Indonesia To Boost Economic Ties,” artikel diakses pada 6 Februari 2014 dari
http://news.asiaone.com/News/Latest%2BNews/Singapore/Story/A1Story20120313-
333294.html
“Speech by Mr Teo Chee Hean, S’pore Minister for Defence,” artikel diakses pada 6 Februari
2014 dari
http://news.asiaone.com/News/AsiaOne+News/Singapore/Story/A1Story20070716-
18581.html
Susilo, Harry. “Menikmati Sensasi Bawah Laut,” artikel diakses pada 6 Februari 2014 dalam
http://tekno.kompas.com/read/2013/03/15/03472085/menikmati.sensasi.bawah.laut
Widjaya, Ismoko dan Kusumadewi, Anggi, eds., “Malaysia Klaim Pulau Milik Singapura,”
artikel diakses pada 8 Maret 2014 dalam
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/68640-
malaysia_klaim_pulau_milik_singapura
Yudistira, Cokorda. “Upaya Singapura Mencari Air Bersih,” artikel diakses pada 8 Maret
2014 dalam
http://regional.kompas.com/read/2011/09/05/03042454/Upaya.Singapura.Mencari.Air.
Bersih
WAWANCARA
Wawancara dengan Adlan Nawawi (Staf Ahli Anggota Komisi I DPR RI). Jakarta, 26 Maret
2014.
54
LAMPIRAN 1
AGREEMENT
BETWEEN
THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA
AND
THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF SINGAPORE
ON
DEFENCE COOPERATION
The Government of the Republic of Indonesia and the Government of the
Republic of Singapore, hereinafter referred to as "the Parties";
Recognising their common interest in promoting good neighbourliness,
friendly relations and mutual cooperation among them;
Acknowledging the strategic value of the special relationship between
the Indonesian National Defence Force and the Singapore Armed Forces,
and the mutual benefits in the professional development and
interoperability of both forces through their longstanding and successful
bilateral defence cooperation;
Recognising that the Republic of Singapore, being a geographically
disadvantaged State, has critical need of training areas;
Desiring to enhance and strengthen the existing bilateral relations
between the Parties through mutually beneficial cooperative activities in
the field of defence;
Noting that the strengthening of defence cooperation will contribute to the
mutually beneficial relations of both national defences;
Bearing in mind principles of international law, particularly those
enshrined in the United Nations Charter of 26 June 1945, the Treaty of
55
Amity and Cooperation in Southeast Asia of 24 February 1976, the United
Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 and the
Treaty on the Southeast Asia Nuclear Weapons Free Zone of 15
December 1995;
Consistent with international law and the prevailing laws and regulations
of the Parties;
HEREBY AGREE AS FOLLOWS:
Article 1
Purposes
The purposes of this Agreement are to provide a comprehensive strategic
framework for promoting bilateral defence cooperation based on the
principles of equality, mutual benefit, and full respect of sovereignty and
territorial integrity, to enhance the professionalism and interoperability of
both forces through greater mutual access to each other's training areas
and facilities and to symbolise the enduring ties between the Republic of
Indonesia and the Republic of Singapore.
Article 2
Scope of Cooperation
The scope of cooperation under this Agreement may include:
a. Regular bilateral policy dialogue and consultation on security issues
of common interest;
b. Exchange of intelligence information, including on counter-terrorism,
between relevant institutions of the Parties;
c. Cooperation in science and technology in the field of defence through
exchange of personnel, visits, trainings, and exchange of information,
as well as developing mutually agreed joint projects;
56
d. Promoting human resources development of defence institutions and
armed forces of the Parties through education, training, exchange of
visits, provision of educational equipment and other related activities;
e. Regular exchange of military personnel for the purpose of cross-attendance of military
courses and programmes;
f. Joint or unilateral exercises and training, joint operations and logistic
supplies between the armed forces of the Parties, as well as mutual
access to training areas and facilities in certain parts of the territory of
the Parties for these activities; and
g. Cooperation in Search and Rescue and Humanitarian Assistance and
Disaster Relief operations within the territory of the Parties;
Article 3
Training Cooperation
The training cooperation pursuant to Article 2(f) will include but shall not
be limited to the following:
a. Development of joint training areas and facilities in Indonesia for
joint or unilateral use by the Indonesian National Defence Force and
the Singapore Armed Forces, and the provision of training
assistance to the Indonesian National Defence Force, including the
following:
1. The restoration and maintenance of the Air Combat
Manoeuvring Range (hereinafter referred to as "ACMR") and
its related infrastructure and instrumentation;
11. The establishment of an Overland Flying Training Area Range
(hereinafter referred to as "OFTA");
111. The operation and maintenance of the Siabu Air Weapons
Range (hereinafter referred to as "AWR");
57
IV. The provision of Pulau Kayu Ara for the conduct of Naval
Gunfire Support exercises;
v. The provision of naval technical assistance and access to
naval training facilities;
VI. The development and use of the Baturaja Training Area; and
vrt. The continued training assistance provided by the Singapore
Armed Forces to the Indonesian National Defence Force in the
areas of simulator training as well as technical and academic
courses.
b. The provision of access to and use of Indonesian air and sea space
for training by the Singapore Armed Forces, including allowing
Republic of Singapore Air Force aircraft to carry out air worthiness
tests, technical handling checks and training flights in Area Alpha
One, allowing Republic of Singapore Air Force aircraft to conduct
military training and exercises in Indonesian airspace in Area Alpha
Two, and allowing Republic of Singapore Navy ships to conduct
naval manoeuvres and exercises, including weapons live firing
activities, together with Republic of Singapore Air Force aircraft, in
Indonesian waters and airspace in Area Bravo. (Area Alpha One,
Area Alpha Two, and Area Bravo are shown in the map attached
and marked as Annex.) The RSN, with the support of the RSAF,
may carry out up to 4 missile firing exercises in Area Bravo in a
year. The RSN will inform the TNI-AL in advance of these missile
firing exercises.
c. The Singapore Armed Forces may exercise or train with the armed
forces of other countries in Indonesian airspace in Area Alpha Two,
58
and Indonesian waters and airspace in Area Bravo, with Indonesia's
consent. Indonesia may observe such exercises by sending its
observers. Indonesia may participate in such exercises after
consultation between the Parties. Personnel and equipment of the
armed forces of other countries exercising or training with the
Singapore Armed Forces in Indonesian waters or airspace shall be
treated in the same manner as personnel and equipment of the
Singapore Armed Forces.
Article 4
Territorial Application
For the purposes of this Agreement, the term "territory" shall mean the
territory of the Republic of Indonesia or of the Republic of Singapore as
defined in their respective laws in conformity with the provisions of the
1982 United Nations Convention on the Law of the Sea.
Article 5
Defence Cooperation Committee
1. A Defence Cooperation Committee shall be established to oversee
the new aspects of defence cooperation under this Agreement and
to hold policy dialogues and consultations on security issues of
common interest. Current military cooperation will continue to be
overseen by existing mechanisms, which report to the Combined
Annual Report Meeting.
2. The Defence Cooperation Committee shall:
a. identify and discuss the common security concerns and
interests of both countries;
b. recommend new cooperative activities and programmes within
59
the framework of this Agreement;
c. coordinate, monitor, and control the implementation of the new
cooperative activities and programs;
d. report on and evaluate the implementation of this Agreement;
e. submit annual reports to the respective Defence Ministers of
the Parties; and
f. settle any difference or divergence of v1ews on the
implementation of this Agreement;
3. The composition and the number of the members of the Defence
Cooperation Committee shall be mutually agreed by the Parties.
4. The Defence Cooperation Committee shall meet at least once a
year or as and when it deems necessary in a place as mutually
agreed. The Meeting shall be Co-Chaired by the appropriate senior
defence officials from the Parties.
5. The Defence Cooperation Committee may establish Working
Groups as and when it deems necessary for carrying out
cooperative activities, programs, or other specific tasks. The
Working Groups shall report to the Defence Cooperation
Committee.
Article 6
Implementing Arrangements
For the purpose of the implementation of this Agreement, operational,
administrative and technical matters relating to this Agreement shall be
subject to separate Implementing Arrangements to be concluded between
the Parties.
60
Article 7
Protection of Intellectual Property Rights
The issues of protection of intellectual property rights including its
ownership, legal use (which are being transferred or created in
accordance with this Agreement), and protection of third parties' legitimate
rights shall be regulated by separate arrangements concluded by
organisations of the Parties on specific areas of cooperation.
Article 8
Confidentiality
1. The Parties shall protect the classified information to which they
may have access to within the framework of this Agreement in
accordance with their national laws and regulations.
2. Classified information and equipment shall only be provided through
official channels or other channels agreed upon by the Co-Chairs of
the Defence Cooperation Committee. Such information and
equipment are to be labelled with the indication level and State of
Origin as follows:
BAHASA INDONESIA BAHASA INGGRIS
SANGAT RAHASIA TOP SECRET
RAHASIA SECRET
KONFIDENSIAL CONFIDENTIAL/RESTRICTED
BIASA UNCLASSIFIED
3. All information and equipment received within the framework of this
Agreement shall not be transferred, disclosed or released, either
directly or indirectly, on temporary or permanent basis, to third
parties, whether persons and entities, without the prior written
61
consent of the originating Party. The Parties shall not disclose any
classified information obtained under this Agreement other than to
their own employees or agents, who have been cleared by their
respective governments and to whom such disclosure is essential
for the purposes of giving effect to this Agreement.
Article 9
Jurisdiction and Claims
1. The authorities of the Host Party shall have the right to exercise
exclusive jurisdiction over military personnel and/or civilian
component of the Sending Party with respect to criminal offences
committed within the territory of the Host Party.
2. Where the act relates to military offences relating to official duties or
involving solely the Sending Party's personnel or property, the
Sending Party shall have the sole responsibility to discipline or
prosecute its personnel.
3. The Parties waive any and all claims, other than contractual claims,
against each other for damage, loss or destruction of property
belonging to their armed forces or injury or death to their military
personnel and/or civilian component arising out of the performance
of their official duties.
4. Claims by a third party arising out of either acts or omissions by any
military personnel and/or civilian component of the sending Party,
while in the territory of the Host Party, will be settled in accordance
with the laws and regulations of the Host Party.
5. For the purposes of this Agreement, "civilian component" means the
civilian personnel who are in the employ of the armed forces or a
62
department or agency of the Parties having functions relating to
defence matters or the armed forces.
6. Nothing in this Agreement shall be regarded as a waiver of immunity
by either Party from the jurisdiction of the courts of the other Party.
Article 10
Budgetary Allocation
Subject to the financial arrangements for a particular Implementing
Arrangement on specific aspects of cooperation as provided by Article 6 of
this Agreement, each Party shall bear its own costs in connection with the
implementation of this Agreement in accordance with its budgetary
allocations.
Article 11
Settlement of Disputes
1. Any matter arising from this Agreement with respect to its
interpretation, application or implementation shall, in the first
instance, be submitted to the Defence Cooperation Committee for
amicable settlement.
2. In the event that a dispute is not settled at the Defence Cooperation
Committee level, both Co-Chairs of the Defence Cooperation
Committee shall bring the matter to their respective Ministers of
Defence for amicable settlement;
3. In the event that the dispute is not settled under paragraph 2, it shall
be settled by the Parties through diplomatic channels.
Article 12
Amendments
1. This Agreement may be amended in writing by the mutual consent
63
of the Parties.
2. Any Amendment to this Agreement shall come into force on the date
of the later notification of the Parties informing that all necessary
domestic requirements have been complied with.
Article 13
Entry Into Force, Duration and Termination
1. The Parties shall notify each other in writing that their respective
domestic requirements for the entry into force of this Agreement
have been complied with. This Agreement shall enter into force on a
date to be mutually agreed between the Parties through an
exchange of Third Person Notes.
2. This Agreement and its Implementing Arrangements shall remain in
force for a period of 25 years. The Parties may review the
Agreement and Implementing Arrangements once every 6 years
after the 13th year of their entry into force. The Agreement and
Implementing Arrangements shall be renewed for 6-year terms after
each review, unless otherwise mutually agreed by both Parties.
3. Upon the termination of this Agreement, the Parties shall determine
the further course of all ongoing projects concluded within the
framework of this Agreement in clearly defined terms and
conditions. The respective rights and responsibilities of the Parties
under Articles 7 and 8 shall continue, notwithstanding termination of
this Agreement.
IN WITNESS WHEREOF the undersigned, being duly authorized thereto
by their respective Governments, have signed this Agreement.
DONE at Tampak Siring, Bali, on this twenty-seventh day of April in the
64
year 2007 in the Indonesian and English languages, both texts being
equally authentic.
In case of divergence of interpretation, the English text shall prevail.
For the Government of
The Republic of Indonesia,
Signed
DR. Juwono Sudarsono
Minister of Defence
For the Government of
The Republic of Singapore,
Signed
Mr. Teo C~ee tan
Minister for Defence
65
LAMPIRAN 2
Narasumber : Adlan Nawawi
Jabatan : Staff Ahli Yoris Raweyai Anggota Komisi 1 DPR RI
Hari/ Tanggal : Rabu, 23 Maret 2014
Waktu : 15.00-16.00 WIB
Tempat : Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Kertamukti, Tangerang
Selatan, Banten, Indonesia
T :Dari bacaan yang saya rujuk, saya memahami bahwa latarbelakang DCA didasari oleh
inisiatif Singapura pada tahun 2005 untuk meningkatkan kerja sama strategis dengan
Indonesia. Ini dengan cepat sampai tahun 2007 disikapi positif oleh pemerintah Susilo
Bambang Yudhoyono. Meskipun kendala baru muncul ketika proses ratifikasi. Apakah tujuan
DCA murni untuk latihan militer. Apakah pemahaman saya tepat?
J : Kalau dilihat dari detail DCA ini murni untuk latihan karena menggunakan di wilayah
Sumatera. Ini wajar karena Singapura negara kecil. Singapura beli alutsista, kalau tidak
pernah dicoba maka karatan sendiri. Secara objektif dari DCA itu adalah kerja sama
pertahanan.
T : Dari segi pemerintah, apakah memang Indonesia membutuhkan DCA? Mengapa? Padahal
di tahun 2007 kita sudah bekerja sama dengan Rusia dalam bidang pencegahan teroris. Apa
masih belum cukup?
J : Indonesia itu menganut sistem perdamaian abadi, kerja sama internasional bebas dan aktif,
terbuka. Jadi wajar ketika diajak kerja sama maka apa yang salah. Bukan hal yang tabu untuk
mengadakan kerja sama. Siapa pun yang mau kerja sama dengan Indonesia itu bisa. Kita
membuka diri karena kita bebas dan aktif. Tapi setiap kerja sama itu menganut prinsip
konstitusionalisme. Ada semacam timbal balik yaitu sama-sama untung. Mungkin pada
waktu, pemerintah secara teknis karena yang menandatangani itu adalah teknisi. Yaitu
melihat kerja sama ini dimungkinkan bukan aspek lain. Secara teknis bahwa kita memiliki
lahan yang luas dan sebagainya, itu memungkinkan untuk kerja sama selama 25 tahun.
66
T : Menurut Bapak/Ibu, Apakah keputusan pemerintah menandatangani DCA itu langkah
yang bijak? Ya atau tidak, mengapa?
J : Kita kembali ke prinsip bebas dan aktif Indonesia. Bukan persoalan bijak atau tidak tetapi
kita membuka diri untuk kerja sama dengan negara lain tidak ada exception (pengecualian).
Siapa pun boleh kerja sama, mau itu Singapura, Malaysia maka itu boleh. Tidak ada yang
salah dalam sebuah kerja sama. Nantinya kita akan lihat kerja sama itu mengandung dua hal.
Yaitu secara prosedural dan substansial. Prosedurnya seperti apa, dan substansinya seperti
apa.
T : Pada kenyataannya, DCA tidak dapat diwujudkan karena gagal ratifikasi. Penolakan ini
didasari oleh beberapa alasan, terutama terkait kalkulasi keamanan, misalnya menurut Yuddy
Chrisnandi, DCA tidak memberikan keuntungan bagi Indonesia. Kemudian, Mahfudz Siddiq,
DCA perlu ditinjau kembali pasal-pasalnya. Yusron Ihza Mahendra berpendapat, DCA tidak
bisa menjadi alat tukar bagi wilayah Indonesia. Ini beberapa argumentasi yang saya temukan
terkait penolakan DCA oleh DPR. Menurut Ibu/Bapak, apakah penolakan-penolakan tersebut
memiliki alasan yang tepat?
J : Anggota DPR itu bermacam-macam perspektif. Ada yang ekstrem, ideologis, dan ada
yang melihat secara komprehensif. Ada prosedural dan substansial. Kalau kerja sama, secara
prosedural kita akan lihat bagaimana proses kerja sama itu. Tentu dari proses
penandatanganan. Secara prosedural itu tidak masalah. Tapi ketika masuk ke ranah
substansial “kedaulatan”, itu maka ada pendapat bermacam-macam dan pada intinya adalah
penolakan. Ada yang menolak secara ekstrem Yuddi dari fraksi Partai Golkar. Fraksi Partai
Persatuan Pembangunan, itu yang paling getol yaitu Mahasak Johan. Menurut Johan, DCA
ini tidak bermanfaat. Kata tidak bermanfaat ini sangat wacana. Argumentasi ini sangat
mengawang-awang. Di sisi ekstrem, kesimpulannya seperti itu. Kalau pun kita mau tinjau,
tentu saja kita bisa meninjau kembali poin-poin kerja sama itu. Intinya adalah sama-sama
menguntungkan. Mahfud Siddiq saat bicara seperti itu karena sampai sekarang kita bisa
tinjau kembali. Singapura bisa mengangkat kembali DCA ini. Kita belum meratifikasi saja
atau belum diundang-undangkan. Mau dibuka kembali DCA itu, maka itu tidak ada masalah
dan tidak melanggar Undang-Undang. Kita disuruh detailnya, maka itu wajar.
T : Dari berbagai alasan yang sudah dikemukakan oleh DPR, apakah ada alasan lain yang
ingin Ibu/Bapak tambahkan untuk menjadi perhaian tentang DCA?
67
J : Alasannya itu adalah karena alasan prosedural. Kita setuju bahwa DCA sudah
ditandatangani dan diwakili oleh pemerintah Indonesia. Secara teknis dalam hubungan kerja
sama itu maka itu bisa. Awalnya dikatakan kita memiliki lahan yang luas. Singapura mau
meminjam wilayah kita untuk semacam latihan pertahanan. Kemudian kita juga akan
mendapat semacam timbal balik, yaitu ada transfer teknologi. Itu dianggap sebagai timbal
balik. Kalau kita beri lahan untuk latihan, maka kita diberi pengetahuan dan teknologi terkati
hal-hal yang bersifat teknis dalam konteks industri pertahanan itu. Cuma itu tidak bisa
ditindaklanjuti dengan seperti hal itu saja. Kita tahu dalam Undang-Undang Dasar (UUD)
pasal 11 bahwa setiap perjanjian internasional itu begitu intinya, harus melalui pintu DPR. Di
situ lah, “merasa dilangkahi” DPR. Kalau kita melihat secara komprehensif, maka tidak bisa
disahkan perjanjian tanpa proses DPR. Kemudian kita juga punya Undang-Undang (UU) no.
24 tahun 2000 tentang mekanisme meratifikasi perjanjian menjadi sebuah UU. Pasal 9 ayat 2
dengan jelas bahwa setiap perjanjian harus melalui DPR atau disahkan oleh DPR mejadi UU.
Di pasal 10 Perjanjian untuk menjadi UU itu adalah perjanjian pertahanan dan sebagainya.
Memang ada cela, bagi pemerintah tidak perlu melalui DPR yaitu cukup dengan Keputusan
Presiden (KepPres). Di pasal 9 ayat 1 bahwa Presiden bisa menyetujui perjanjian tanpa
ratifikasi DPR. Tapi dengan melihat pasal 10 , ada item-item tertentu yang tidak bisa
dilangkahi oleh pemerintah atau dengan sekedar KepPres. Seperti tadi perjanjian pertahanan.
Karena mengapa, kembali ke konstitusi pasal 11 bahwa ini mengandung hajat hidup orang
banyak. Kalau kita lihat nanti ada kerja sama pertahanan. Singapura nanti mengangkut tank-
tanknya. Hal ini akan memengaruhi psikologis masyarakat Sumatera. Ada tank di jalan raya,
ada amunisi yang lalu-lalang. Ini seperti apa wilayah saya. Kalau secara prosedur dan UU,
kita bisa mendebat pemerintah untuk tidak meratifikasi DCA.
T : Saat ini, Indonesia sedang merivisi DCA. Namun Singapura sendiri berharap pasal-pasal
yang substansial tidak berubah. Menurut Ibu/Bapak sendiri, apakah ini memungkinkan ?
J : Sangat mungkin. Kalau itu direvisi dan dicek kembali pasal-pasalnya. Persoalannya
kemarin adalah DPR merasa dilangkahi oleh pemerintah. Agak ekstrem penolakan dari DPR.
Kalau ditinjau kembali itu bisa. Tahun 2013, DCA kembali menjadi wacana lagi. Sehingga
kalau sekarang masih mau, harus jelas sikap kedua negara batal atau dilanjutkan. Karena ini
bisa menjadi polemik terus-menerus.
68
T : Setelah lebih dari 5 tahun gagalnya ratifikasi DCA oleh Indonesia, Singapura tetap
berupaya mempersuasi Indonesia untuk mewujudkan perjanjian tersebut. Ini menunjukkan
bahwa DCA memang sangat penting bagi Singapura. Dari kacamata Ibu/Bapak, kepentingan
Singapura dalam kasus DCA ini lebih berupa kepentingan strategis atau ekonomi?
Maksudnya, apakah memang kepentingannya adalah untuk meningkatkan kemampuan
militer kedua negara, atau ada motif lain yang perlu diwaspadai Indonesia?
J : Kalau motif lain agak sulit karena tidak ada bukti. Karena juga prosesnya belum
berlangsung. Tapi yang bisa kita lihat, akan timbul efek psikologis di masyarakat kalau itu
terjadi. Jadi ada persoalan di masyarakat secara psikologis, karena datangnya amunisi-
amunisi ke daerah Sumatera. Masyarakat beranggapan nantinya kita diserang atau apa ini.
Kemudian, misalnya ada percobaan tembakan di laut, itu kan akan menganggu kehidupan
hayati di laut. Ini harus dipertimbangkan. Makanya, terlepas dari masalah substansi, ini
memang tidak dibicarakan ke DPR. Menyangkut kehidupaan rakyat Indonesia, tanah,
lingkungan, maka itu harus dibicarakan. Dan UU mengamanatkan seperti itu.
T : Mengingat bahwa ada klausul dalam DCA yang menyatakan bahwa Singapura berhak
mengundang dan menentukan pihak ke-3 untuk terlibat dalam latihan militer di Indonesia.
mungkin tidak ada negara lain yang sebenarnya berada di belakang Singapura dalam DCA
ini? Mohon penjelasannya?
J : Sangat mungkin ada kepentingan negara-negara lain di situ. Ini merupakan spionase ke
Indonesia. Tanpa ke Indonesia pun, kita sudah disadap. Sudah lah, semua memang ada
kepentingannya. Semua tindakan itu, pasti ada kepentingannya.
T : Dalam menjelaskan kepentingan Singapura dalam DCA, saya mengembangkan 4
argumen. Pertama,Singapura hendak menjaga ekosistem lautnya. Kedua, untuk counter
trafficking dari Indonesia. Ketiga, untuk memperkuat kontrol informasi di perbatasan
Singapura. Keempat, untuk membantu koordinasi pengamanan aset Singapura di perbatasan
Indonesia. Apakah ini sudah tepat?
J : Bisa saja, karena sampai saat ini Singapura memperkuat wilayah dan sentra-sentra
ekonominya. Mereka akan berusaha untuk mempersuasi ke Indonesia.
69
T : Menutup wawancara, apakah Ibu/Bapak ada masukan kepentingan Singapura apalagi
yang mestinya saya pertimbangkan dalam penulisan skripsi tentang DCA ini? Apalagi yang
kira-kira Singapura cari melalui DCA?
J : Ini merupakan kekurangan Indonesia dalam berdiplomasi. Bukan persoalan teknis juga. Ini
memang masalah yang kompleks bagi negara berkembang. Singapura memiliki kepentingan
yang besar. Banyak juga rakyat Indonesia yang membawa sumber daya ke Singapura. Tapi,
apa hal ini harus menutup hubungan kita dengan Singapura. apa pun bentuk kerja sama, maka
kita harus buka. Kalau ada yang ajak kerja sama, kemudian kita bilang ini ada kepentingan
maka itu tidak boleh. Prinsip bebas aktif, ya terbuka dan kita harus aktif dalam bekerja sama.
Ketertundaan ini, bukan jalan kita untuk menutup diri. Kita ini menganut prinsip bebas dan
aktif. Secara global, mungkin kita tidak bekerja sama secara fisik. Benar yang dikatakan
Mahfud Siddiq bahwa ini harus ditinjau. Bagaimana membahasakan sebuah kedaulatan. Lihat
internet, media sosial tidak mengenal kedaualtan. Secara fisik tidak bertemu, tetapi bertemu
secara maya jadi tidak ada lagi kedaulatan.
T : Ada masukan/saran lain terkait keseluruhan topik ini?
J : Cukup, terima kasih.
Baik Ibu/Bapak, terima kasih atas waktunya. Saya mohon maaf apabila ada kekeliruan dalam
wawancara ini.
70