12
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 /DPD RI/III/2012-2013 TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH JAKARTA 2013

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … filedan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran

Embed Size (px)

Citation preview

DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSANDEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIANOMOR 58 /DPD RI/III/2012-2013

TENTANGHASIL PENGAWASAN

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIAATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

INDONESIANOMOR 18 TAHUN 2008

TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

JAKARTA2013

281

DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSANDEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIANOMOR 58 /DPD RI/III/2012-2013

TENTANGHASIL PENGAWASAN

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIAATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 18 TAHUN 2008TENTANG

PENGELOLAAN SAMPAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESADEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa pertumbuhan penduduk menimbulkan bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah yang semakin beragam sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif agar memberikan manfaat bagi masyarakat dan aman bagi lingkungan;

b. bahwa pengelolaan sampah selama ini belum sesuai dengan metode dan teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan;

c. bahwa dalam pengelolaan samapah diperlukan kepastian hukum mengenai hak dan kewajiban dari setiap pihak terkait sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional, efektif, dan efisien;

d. bahwa salah satu kewenangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama;

e. bahwa berdasarkan ketentuan pada huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d diatas, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia melalui Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sesuai dengan lingkup tugasnya telah melakukan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;

f. bahwa hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada huruf e telah disampaikan dan diputuskan dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sebagai Hasil Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia untuk disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti;

g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f perlu menetapkan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia tentang Hasil Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;

282

Mengingat : 1. Pasal 22D ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043);

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

4. Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah;

5. Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2/DPD/2005 tentang Pedoman Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas Pelaksanaan Undang-Undang Tertentu;

6. Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 25/DPD/2007 tentang Pedoman Umum Tata Naskah Dinas Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia;

Dengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-11 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

Masa Sidang III Tahun Sidang 2012-2013 Tanggal 28 Maret 2013

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PERTAMA : Hasil Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

KEDUA : Isi dan rincian hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA, disusun dalam naskah terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini.

KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 28 Maret 2013

PIMPINANDEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIA,

Ketua,

H. IRMAN GUSMAN, SE., MBA.

Wakil Ketua,

GKR. HEMAS

Wakil Ketua,

DR. LAODE IDA

283

DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA

LAMPIRANKEPUTUSAN

DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA

NOMOR 58 /DPD RI/III/2012-2013HASIL PENGAWASAN

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ATAS PELAKSANAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

BAGIAN IPENDAHULUAN

A. PENGANTARPertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencatat kemajuan yang relative membaik terutama dari sisi konsumsi, menyebabkan bertambahnya populasi penduduk Indonesia kelas menengah yang berpendapatan 3500 USD per kapita, artinya, makin banyak rakyat Indonesia memiliki pola konsumsi yang cenderung konsumtif. Konsumsi yang relative tinggi menyebabkan peningkatan volume sampah, baik sampah rumah tangga, maupun sampah industri. Sehingga keragaman jenis dan karakteristik sampah butuh perhatian khusus dalam pengelolaan sampah yang ada selama ini belum sesuai denganmetode dan teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkandampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu (sumber timbulan) ke hilir (tempat pemrosesan akhir) agar dapat memberikan manfaat secara ekonomi, kehidupan yang sehat bagi masyarakat dan aman bagilingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat.Definisi sampah dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 yakni “Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.Yang termasuk jenis sampah adalah sampah rumah tangga (tidak termasuk tinja), sampah sejenis sampah rumah tangga yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum dan fasilitas lainnya serta sampah spesifik. Yang terakhir ini adalah sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun dan limbah bahan berbahaya dan beracun, sampah yang timbul akibat bencana, puing bongkaran bangunan, sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan sampah yang timbul secara tidak periodik”.Direktur Perumahan dan Pemukiman Bappenas, mengatakan, volume sampah di Indonesia sekitar 1 juta meter kubiksetiaphari, namunbaru 42% di antaranya yang terangkutdandiolahdenganbaik. Jadi, sampah yang tidak diangkut setiap harinya sekitar 348.000 meter titik atau sekitar 300.000 ton. Akibat kondisi ini, 1 dari 100 bayi yang lahir meninggal karena diare. Setiap hari lebih dari 2 juta bayi lahir di Indonesia, yang artinya 20.000 bayi meninggal tiap tahun karena diare. Rata-rata siswa bolos sekolah antara 8-12 hari setiap tahun karena sakit. Selain prestasi yang menurun, siswa yang sakit juga menghilangkan produktifitas orang tua yang sedang bekerja dan mencari nafkah. Rata-rata satu keluarga di Indonesia kehilangan pendapatan sebesarRp 1,3 juta setiap tahun. Sementara hampir 75% badan air di Indonesia sudah dalam keadaan tercemar, di mana 60% sampai 80% di antaranya adalah limbah rumah tangga, dan sisanya dari industri. Sekitar 76,3% dari 53 sungai di Jawa, Sumatera, Bali dan Sulawesi oleh bahan organic dan 11 sungai utama oleh amonium. Padahal air dari sungai-sungai utama inilah yang kita pergunakan sebagai sumber air baku untuk air minum sementara pemulihan kualitas air memerlukan biaya yang sangat mahal.

284

Begitu pentingnya pengelolaan sampah dan sanitasi, menyebabkan Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga dan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse, Dan Recycle Melalui Bank Sampah. Kedua peraturan ini meskipun kelahirannya relatif terlambat 3 (tiga) tahun sejak dari terbitnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 dan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang BLHD (Badan Lingkungan Hidup Daerah) sebagai Pembina dalam Pengelolaan sampah, diharapkan dapat memberikan kepastian hukum pengelolaan sampah dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya, antara lain sumber daya energi biomassa dan sumber daya ekonomi kreatif rumah tangga.Insentif yang menarik dalam pengelolaan sampah terjadi manakala PLN bersedia membeli listrik dari biomassa dengan harga sekitar US$ 11 sen atau Rp 1.050 per kWh, lebih tinggi ketimbang harga listrik dari pembangkit air yang dibawah US$9 sen per kWh. Hal ini menjadikan beberapa pelaku usaha tertarik mengolah sampah kota seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar, Bangka Belitung menjadi biomassa penghasil tenaga listrik. Misalnya, tempat pembuangan sampah Bantar Gebang sudah menghasilkan listrik 10 megawatt yang dibeli oleh Pertamina dan dikembangkan menjadi 120 megawatt. Negara pesaing utama listrik yang bersumber dari biomassa adalah Thailand dan Malaysia. Kendala utama bagi berkembangnya biomassa di Indonesia adalah investasi pembangkit biomassa sekitar US$ 1.000 per kWh, lebih mahal ketimbang investasi pembangkit diesel hanya US$ 300 per kWh. Namun biaya perawatan pembangkit biomassa lebih murah ketimbang biaya pembangkit diesel yang di atas US$ 30 sen per kWh. Peluang pengelolaan sampah menjadi energi biomassa, yang mestinya dapat diduplikasi ke daerah-daerah terpencil yang belum teraliri listrik.Untuk kota-kota besar dan metropolitan, persoalan menjadi semakin serius bila sudah menyentuh perencanaan lokasi bagi prasarana dan sarana pengolahan sampah, berkait dengan kelangkaan tanah diperkotaan, penolakan warga disekitar lokasi yang direncanakan, pembiayaan serta perlunya mekanisme kerjasama antar kota. Berdasarkan data diatas diperkirakan kebutuhan lahan TPA di Indonesia pada tahun 1995 adalah 675 Ha, dan meningkat menjadi 1.610 Ha pada tahun 2020. Produsen sampah utama adalah masyarakat, sehingga mereka harus bertanggung jawab terhadap sampah yang mereka produksi (poluters must pay). Konsep penanganan sampah yang baik adalah penanganan sampah yang dimulai di sumber.Semakin dekat dengan sumbernya maka semakin besar rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa tanggungjawab orang untuk mengelola sampahnya.Sumber sampah yang berasal dari masyarakat, sebaiknya dikelola oleh masyarakat yang bersangkutan agar mereka bertanggungjawab terhadap sampahya sendiri, karena jika dikelola oleh pihak lain biasanya mereka kurang bertanggungjawab bahkan cenderung destruktif.

Gambar 1.Diagram Alir Pengelolaan Sampah Perkotaan (Sumber: Kota Balikpapan, 2012)

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan aspek yang terpenting

285

untuk diperhatikan dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu.Cohen dan Uphof (1977) mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat dalam suatu proses pembangunan terbagi atas empat tahap, yaitu:1. Partisipasi pada tahap perencanaan: Pada tahap perencanaan, masyarakat dapat

memberikan usulan, saran atau ide-ide kreatifnya tentang pengolalaan sampah melalui tokoh masyarakat atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) setempat. Tokoh masyarakat atau LSM inilah yang nantinya berkewajiban menyampaikan aspirasi yang telah tertampung.

2. Partisipasi pada tahap pelaksanaan: masyarakat sangat dinantikan peran sertanya dalammengelola atau mendaur ulang sampah menjadi produk yang benilai jual, bekerja sama dengan pengusaha/industri.

3. Partisipasi pada tahap pemanfaatan: masyarakat dapat menikmati manfaat dan insentif dari pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dan bernilai ekonomi.

4. Partisipasi dalam tahap pengawasan dan monitoring: keikutsertaan masyarakat dalam mencermatidan mengevaluasi program pengelolaan yang telah dilaksanakan, termasuklaporan dari Dinas Kebersihan.

Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan salah satufaktor teknis untuk menanggulangi persoalan sampah perkotaan atau lingkunganpemukiman dari tahun ke tahun yang semakin kompleks. Pemerintah Jepang membutuhkan waktu 10 tahun untuk membiasakan masyarakatnya memilah sampah. Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali), dan Recycling (daur ulang) adalah model relatif aplikatif dan dapat bernilai ekonomis. Model ini akan dapat memangkas rantai transportasi yang panjang dan beban APBD yang berat. Selain itu masyarakat secara bersama diikutsertakan dalam pengelolaan yang akan memancing proses serta hasil yang jauh lebih optimal daripada cara yang diterapkan saat ini.Salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah melalui model Reduce-Reuse-Recycling yang berhasil mendatangkan manfaat ekonomi rumah tangga adalah Bank Sampah. Berawal dari masalah sampah, warga Dusun Badegan, Bantul, Yogyakarta sejak tahun 2008 mendirikan Bank Sampah Gemah Ripah. Bank Sampah Gemah Ripah merupakan pelopor berdirinya Bank Sampah-Bank Sampah lain yang ada di berbagai daerah di Indonesia antara lain Bank Sampah Gemah Ripah (DI Yogyakarta), Bank Sampah Bina Mandiri (Surabaya), Bank Sampah (Bali), dan Bank Sampah Karya Mandiri (Jakarta).

Gambar 2. Diagram Alir Bank Sampah (Sumber: telapakbali.blogspot.com)

B. TUJUAN Sebagaimana diketahui, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah merupakan dasar hukum pengelolaan sampah pada pasal 3 berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi. Sehingga Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 diharapkan mampu menjadi payung hukum untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.

286

Pelaksanaan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang PengelolaanSampah adalah dalam rangka menjaga agar norma, tujuan dan visi-misi yang hendak dicapai dapat terwujud secara terencana dan terukur, agar masyarakat dan bangsa Indonesia merasakan dampak positif lahir dan ditegakkannya peraturan perundang-undangan dimaksud. Adanya penegakan dan pengawasan terhadap sebuah produk hukum tersebut bermakna adanya upaya memberikan jaminan hak-hak setiap warga negara dan terpenuhinya tujuan-tujuan yang digariskan oleh produk hukum dimaksud.

C. OBJEKObjek pengawasan pelaksanaan UU yang dilakukan Komite II DPD RI adalah Undang-UndangNomor 18Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

D. LANDASANHUKUMPENGAWASANFungsi pengawasan DPD RI dilaksanakan berdasarkan pada aturan-aturan yuridis, sebagai berikut;1. Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

3. Pasal 146 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043);

4. Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah;

5. Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 25/DPD/2007tentang Pedoman Umum Tata Naskah Dinas Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia;

6. Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2/DPD/2005tentang Pedoman Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas Pelaksanaan Undang-Undang Tertentu;

E. MEKANISME1. Pasal 224 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 menegaskan

bahwa salah satu tugas dan wewenang DPD RI adalah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama. Oleh karena itu, DPD RI memiliki kewenangan untuk menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang tertentu dalam rangka melakukan monitoring/pemantauan atas pelaksanaan undang-undang tertentu;

2. Ada pun mekanisme pengawasan tersebut dilaksanakan melalui penyerapan aspirasi dan menampung pengaduan masyarakat dan daerah serta kunjungan kerja ke beberapa daerah termasuk melakukan dialog langsung dengan konstituen dan masyarakat umum di daerah. Secara teknis prosedural hal tersebut dilakukan lewat wawancara atau dialog, Rapat Dengar Pendapat, Diskusi kelompok terfokus baik dengan instansi pemerintah daerah, organisasi di daerah, dan elemen masyarakat yang menjadi subjek pengawasan serta melakukan kunjungan langsung ke lokasi terkait;

F. ANGGARANSeluruh biaya atas kegiatan dan upaya pengawasan pelaksanaan UU ini dibebankan kepada Anggaran Rutin DPD RI yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

287

BAGIAN IIKESIMPULAN PENGAWASAN

A. HASIL PENGAWASANPengawasan Undang-Undang Nomor18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah focus pada permasalahan-permasalahan berikut ini.1. Pasal 9 ayat (1) butir d: “Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah,

pemerintahan kabupaten/kota mempunyai kewenangan menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu, dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah” dan ayat (2) “Penetapan lokasi tempat pengolahan sampah terpadu dan tempat pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan bagian dari rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Ketersediaan lahan dan infrastruktur pengolahan sampah di Tempat Pembuangan Akhir menjadi persoalan utama dalam pengelolaan sampah di hampir seluruh Provinsi di Indonesia. Pada Provinsi yang memiliki areal bekas tambang, ada pemikiran untuk menjadikan areal tersebut sebagai lokasi Tempat Pembuangan Akhir terpadu, namun hal tersebut terkendala oleh status milik Kuasa Pertambangan, yang membutuhkan produk hukum Peraturan Daerah tentang penguasaan lahan bekas tambang bagi pengolahan sampah. Padahal, mekanisme hibah lahan dari pemilik kuasa pertambangan untuk Tempat Pembuangan Akhir sejatinya dapat masuk perencanaan Tata Ruang yang dikukuhkan dalam Peraturan Daerah.

2. Pasal 14: “Setiapprodusenharusmencantumkan label atautanda yang berhubungandenganpengurangandanpenanganansampahpadakemasandan/atauproduknya”.Belum ada sosialisasi kepada produsen sampah untuk menggunakan kemasan produk yang mudah terurai secara alami menggunakan campuran tepung singkong. Kemasan produk yang digunakan oleh produsen sampah selama ini adalah kemasan yang membutuhkan waktu hingga 500 tahun terurai secara alami. Penggunaan kemasan yang mudah terurai dilengkapi pula dengan pencantuman ekolabel, sebagaimana pencantuman label halal. Masih ada persepsi dari produsen sampah bahwa penggunaan kemasan yang mudah terurai dan pencantuman ekolabel tersebut merupakan tambahan biaya produksi yang berdampak pada perolehan keuntungan.

3. Pasal 15: “Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit teruraioleh proses alam”. Volume sampah terbanyak adalah sampah plastik, kaleng, logam dan tembaga, yang sulit diurai oleh proses alam. Substansi Pasal 15 berlandaskan prinsip polluters pay yakni pihak pelaku pencemaran membayar semua biaya untuk mengikuti aturan dan standar lingkungan hidup yang berlaku yang dikenal dengan Program Extended Producer Responsibility yakni suatu program di mana produser bertanggungjawab mengambil kembali produk-produk yang tidak terpakai lagi. Hal ini tentu menimbulkan sikap negative karena banyak kalangan swasta yang berdalih bahwa mereka telah membayar biaya (retribusi) sampah, sehingga tidak mengikuti berbagai macam peraturan lingkungan antara lain: (a) belum mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam, (b) belum menyediakan tempat penampungan sementara (TPS) dan (c) belum melaksanakan kewajiban membina dan memberikan kompensasi kepada pemulung dan pengumpul sampah plastic dan kaleng kemasan produk, serta (d) belum melakukan kemitraan formal dengan industri daur ulang sampah.

4. Pasal 19:“Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri atas: a. pengurangan sampah; dan b. penanganan sampah”. Masih terdapat kendala dalam sosialisasi dan sikap perilaku masyarakat tentang pengurangan sampah, penanganan dan pemilahan sampah organik dan non organik dan keterbatasan armada pemilah dan pengangkut sampah

5. Pasal 20ayat (1) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi kegiatan: a. pembatasan timbulan sampah; b. pendauran ulang sampah; dan/atau c. pemanfaatan kembali sampah. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah sebagaimana dimaksud padaayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat(4) diatur dengan peraturan pemerintah”. Kurangnya sosialisasi UU No 18 Tahun 2008 menyebabkan pengelolaan sampah model Reduce-Reuse-Recyclemasihmenggunakan TPA cara open dumping (cara penampungan sampah tanpa ada perlakuan penutupa ntanah) belum menggunakan cara sanitary landfill (lahan urug dan menutupnya setiap hari dengan tanah atau plastik yang dapat didau rulang) sehingga akan menimbulkan pencemaran lingkungan dan sumber-sumber air.

288

6. Peraturan Pemerintah no 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga belum mengatur mengenai standar yang dapat dirujuk Pemerintah Daerah dalam menyusun Peraturan Daerah terutama dalam mekanisme pembiayaan Operasional dan pembiayaan investasi infrastruktur pengelolaan sampah sistem lahan urug. Menurut informasi dari BPLHD, perhitungan biaya untuk penanganan lahan urug sejumlah Rp.60.000/ton (sekitar Rp.15.000/m3) bila lahan disediakan oleh Pemerintah dengan minimum sampah yang harus diangkut adalah sebesar 6500 m3/hari.Biaya pengolahan sampah (tipping fee) tersebut belum termasuk biaya untuk mengangkut sampah dari TPS-TPS ke TPA. TPA dengan caraopen dumping, biaya pengangkutan sampah bisa mencapai 60% bahkan lebihdari total biaya keseluruhan pengelolaan sampah. Perolehan retribusi mengangkut dan menangani sampah dalam kisaran Rp 8.000/m3 hingga Rp 10.000/m3 belum mampu menutupi biaya operasional pengolahan sampah tersebut dan pelayanan pengelolaan sampah, sehingga kekurangannya ditutupi dari APBD.

7. Pasal 21 ayat (1):“Pemerintah memberikan: a. insentif kepada setiap orang yang melakukan pengurangan sampah; dan b. disinsentif kepada setiap orang yang tidak melakukan pengurangan sampah. Ayat (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, bentuk, dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah”.Belum ada pengaturan melalui Peraturan Daerah dan alokasi APBD untuk insentif pengurangan dan pengolahan sampah yang dilakukan oleh: (a) warga secara mandiri membiayai pengumpulan sampahnya dari rumah ke TPS terdekat, (b) produsen sampah yang telah melakukan pemanfaatan limbah sampah menjadi barang-barang yang dapat bernilai ekonomi dan menjadi pupuk organik, (c) industri daur ulang sampah yang menghasilkan energi biomassa untuk listrik, (d) pengelolaan sampah di kawasan permukiman dan industri menggunakan lahan urug.

8. Pasal 26:“ayat (1) Pemerintah daerah dapat melakukan kerja sama antarpemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan sampah, ayat (2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk kerja sama dan/atau pembuatan usaha bersama pengelolaan sampah, ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman kerja sama dan bentuk usaha bersama antardaerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri”.a). Belum ada peraturan yang tertuang dalam Tata Ruang Wilayah Provinsi dan alokasi APBD dalam rangka meningkatkan kewenangan Gubernur dalam membangun koordinasi antar Pemerintah Daerahdalam pengelolaan sampah regional dan kemitraan dengan badan usaha; b) terdapat Permendagri No 17 tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan barang milik daerahyang mengatur penggunaan lahan Pemda oleh Badan Usaha untuk bangunan TPA/TPS dikenakan ketentuan bagi hasil. Padahal Badan Usaha tersebut tidak menarik retribusi sampah dari masyarakat, melainkan Badan Usaha mendapatkan pendapatan pengolahan sampah dari Pemda. Hal ini menjadi dis-insentif bagi Badan Usaha pengelola sampah yang diperlakukan sama dengan Badan Usaha pengelola infrastruktur publik sejenis jalan tol, dimana dapat diberlakukan mekanisme bagi hasil sesuai Permendagri tersebut.

9. Pasal 28 ayat (1) “Masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah”. Rendahnya alokasi APBN dan APBD untuk sosialisasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 dan PP No 81 Tahun 2012 tentang pengelolaan sampah dalam program-program pemberdayaan masyarakat termasuk produsen sampah agar memiliki sikap perilaku bersih antara lain memilah dan mengurangi sampah serta mendaurulang sampah menjadi produk yang berdaya guna dan berhasil guna.Akibatnya, jangkauan pemahaman tentang pengelolaan sampah kepada masyarakat dan produsen sampah masih jauh dari harapan.

10. Pasal 44 tentang ketentuan peralihan pada ayat (1): ):Pemerintah daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini”. Ayat (2):“Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undangini”.Sejak Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008, yakni Mei 2008 masih banyak Pemerintah Daerah yang belum mengelola sampah dengan cara Sanitary Landfill (lahanurugsaniter) dan masih menggunakan cara Open Dumping (pengolahansampahterbuka). Lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga baru terbit 4 (empat) tahun dari terbitnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 dan PP ini belum menetapkan standar teknis dan standar biaya pengolahan sampah cara lahan urug saniter.

289

B. REKOMENDASIBerdasarkan fakta-fakta temuan diatas DPD RI Komite II merekomendasikan beberapa hal dibawah ini yaitu: 1. Pemerintah mengalokasikan pendanaan untuk sosialisasi, pemberdayaan sumber

daya manusia dalam APBN lintas Kementerian demi pencapaian target pengelolaan sampah ramah lingkungan.

2. Mempertemukan kepentingan Kementerian dan Badan Usaha dalam pengelolaan sampah melalui perubahan pasal 15 UU No 18 Tahun 2008 dengan menambah ayat yang mengatur kewajiban Produsen Sampah melakukan program mengambil kembali produk-produk yang tidak terpakai lagi melalui tata kelola dan tata niaga pengelolaan sampah yang bernilai tambah ke sektor energi biomassa dan sektor industri barang bekas.

3. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden tentang penyusunan Kebijaksanaan dan Strategi Pengelolaan Sampah yang menjadi rujukan bagi terbitnya Peraturan Kementerian dan Lembaga non Kementerian.

4. Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Lingkungan Hidup terkait menerbitkan Pedoman Pelaksana Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 terhadap (1) Pasal 13 tentang kewajiban melakukan proses daur ulang yang berwawasan lingkungan bagi setiap Pengelola Kawasan Pemukiman komersial, Kawasan Industri, Kawasan Khusus, Fasilitas Umum, Fasilitas Sosial serta fasilitas lainnya; (2) Pasal 24 tentang keharusan mencantumkan besaran prosentase anggaran yang akan digunakan pada pengelolaan sampah melalui Anggaran Belanja Negara maupun Anggaran Pendapatan Daerah;(3) Pasal 44 tentang ketentuanstandar teknis dan biaya pengolahan sampah sistem lahan urug saniter yang ramah lingkungan dan ketentuan kriteria penggunaan lahan bagi pengolahan sampah oleh Badan Usaha dalam Rencana Tata Ruang Wilayah dan penggunaan metode lahan urug sebagai Penilaian Adipura bagi Pemerintah Daerah.

290

BAGIAN IIIPENUTUP

Demikian HasilPengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang telah dilakukan oleh DPD RI.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal Maret 2013

PIMPINANDEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIA,Ketua,

H. IRMAN GUSMAN, SE., MBA. Wakil Ketua,

GKR. HEMAS

Wakil Ketua,

DR. LAODE IDA