Upload
memmey-dwija
View
215
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
keratitis
Citation preview
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S.D
Usia : 66 Th 1 Bulan
Jenis Kelamin : Laki Laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Secang rt 2/3Secang, Magelang
Tanggal Periksa Poli : 13 agustus 2014
Nomor RM : 0941762107
B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan di Poliklinik Mata RST Dr. Soedjono Magelang
pada hari Rabu tanggal 13 agustus 2014 pukul 10.45 WIB.
Keluhan Utama :
Mata kanan sakit, merah, pegel dan berair ± 5 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli mata RST Dr.Soedjono Magelang dengan keluhan
mata kanan sakit, merah, pandangan kabur, pegel, terasa mengganjal dan
berair ± 5 hari yang lalu. Awalnya mata kanan sering terkena debu, lalu
mata kanan memerah disertai gatal, mata kanan sering dikucek kemudian
pandangan mata kanan kabur disertai perasaan ada benda asing di mata
kanan. Pandangan mata kanan kabur dirasakan sama saja sepanjang hari.
Merasa silau jika melihat sinar matahari langsung disertai nerocos. Pasien
tidak mengeluh mual-muntah, tidak mengeluh melihat seperti pelangi/halo
di sekitar lampu. Pasien mengatakan tidak keluar kotoran/blobok pada
kedua mata, tidak ada riwayat alergi dan pasien mempunyai riwayat
menggunakan kacamata sebelumnya.
1
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
Pasien belum pernah menggunakan lensa kontak .
Riwayat trauma disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang Pensiunan, kesan ekonomi cukup.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata :
Kesadaran : Compos mentis
Aktifitas : Normoaktif
Kooperatif : Kooperatif
Status Gizi : Cukup
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Status Lokalis :
2
OCULUS DEXTER OCULUS SINISTER
Injeksi siliaris (+)
Infiltrat kornea(+)
No. Pemeriksaan OD OS
1. Visus 6/6
Add S + 3.00
6/7,5 dikoreksi dengan
lensa S + 0,50 6/6
Add S + 3.00
2. Lapang Pandang Normal Normal
3. Gerakan bola mata Ke segala arah Ke segala arah
4. Supracilia Normal Normal
5. Palpebra Superior :
- Ptosis
- Lagoftalmus
- Hematom
- Vulnus Laserasi
- Edema
- Hiperemi
- Silia
- Entoprion/ektropion
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Trikiasis (-)
(-)/(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Trikiasis (-)
(-)/(-)
6. Palpebra Inferior :
- Edema
- Hiperemi
- Silia
- Entoprion/ektropin
(-)
(-)
Trikiasis (-)
(-)/(-)
(-)
(-)
Trikiasis (-)
(-)/(-)
7. Konjungtiva :
- Injeksi konjungtiva
- Injeksi siliaris
- Pertumbuhan
fibrovaskular
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
3
8 Kornea :
- Kejernihan
- Permukaan
- Infiltrat
- Sikatrik
- Ulkus
- Pannus
Keruh
Cembung
(+)
(-)
Tidak ditemukan
(-)
Jernih
Cembung
(-)
(-)
(-)
(-)
9. COA :
- Kedalaman
- Hifema
- Hipopion
cukup
(-)
(-)
cukup
(-)
(-)
10. Iris :
- Kripte
- Sinekia
- Seklusio
Warna cokelat
(+)
(-)
(-)
Warna cokelat
(+)
(-)
(-)
11. Pupil :
- Bentuk
- Diameter
- Reflek L/TL
Bulat
±3 mm (isokor)
+/+
Bulat
±3 mm (isokor)
+/+
12. Lensa Jernih Jernih
13. Korpus Vitreum Jernih Jernih
14. Fundus reflex +Cemerlang +Cemerlang
15. Funduskopi Focus : 0 Papil saraf
optik : merah muda,
batas tegas
Makula Lutea :
cemerlang
Vasa : AVR 2:3
Retina : dalam batas
normal
Focus : 0 Papil saraf
optik : merah muda,
batas tegas
Makula Lutea :
cemerlang
Vasa : AVR 2:3
Retina : dalam batas
normal
16. TIO Normal Normal
17. Sistem Lakrimasi Epifora (-), lakrimasi (+) Epifora (-), lakrimasi (-)
4
D. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Bakteriologik secara mikroskopik untuk mengetahui penyebab keratitis:
a. Gram
b. Giemsa
E. DIAGNOSIS BANDING
1. Oculus Dexter :
a. Keratitis bakterial akut : dipertahankan karena onset akut, fotofobia,
lakrimasi, sakit, mata merah, mata merah terdapat injeksi siler, terdapat
infiltrat.
b. Keratitis virus : disingkirkan karena tidak ditemukan vesikel pada
kornea (unilateral, tidak melewati garis tengah)
c. Keratitis jamur : disingkirkan karena tidak ditemukan gambaran lesi
satelit pada kornea, kerokan kornea KOH 10% hifa (-).
d. Keratitis alergika (keratokonjungivitis vernal) : disingkirkan karena
tidak ada gatal, mata berair disertai blefarospasme (-), tidak ditemukan
konjungtiva di limbus (trantas dot tipe limbal), diliputi sekret
mukoid.
e. Konjunctivitis : disingkirkan karena tidak terdapat sekret, tidak
terdapat inj. Konjunctiva.
Oculus Sinister
a. OS Hipermetropia
Dipertahankan karena sebelumnya pasien sudah pernah memakai
kacamata untuk pengelihatan jauh dengan koreksi lensa S + 0,50.
a. OS Miopia
Disingkirkan karena pada miopia melihat jarak jauh, penglihatan
menjadi kabur dan dikoreksi dengan lensa sefiris negative.
5
ODS Presbiopi
a. ODS Presbiopia
Dipertahankan karena sebelumnya pasien sudah pernah memakai
kacamata baca dan sekarang dapat dikoreksi dengan lensa S + 3.00
b. OdS Astigmatisma
Disingkirkan karena pada astigmatisma ditemui gejala penglihatan
kabur, sakit disekitar mata dan dikoreksi dengan lensa silindris.
F. DIAGNOSIS KERJA
OD Keratitis Pungtata superficial
OS Hipermetropia
ODS Presbiopi
G. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa:
a. Topical :
Chlorampenicol 0,2% ED 4 x 1 tetes OD
Dexamethasone Sodium Phosphate (1 mg)
Neomycin Sulphate setara dengan Neomycin base (3.5 mg)
Polymixin B Sulphate (6000 IU)
Kombinasi ED 4x1 tetes OD
Erlamicetin EO 1x1 OD
b. Oral :
- Amoxicillin tab 500 mg, 3x1
- Vitamin A tab 1x1
c. Operatif : -
2. Non-medikamentosa :
a. Menggunakan kacamata gelap untuk mengurangi silau karena sinar
matahari dan menghindari debu.
6
b. Mata bisa dikompres dengan air hangat 3-5 menit, untuk
menghilangkan rasa sakit.
H. PROGNOSIS
Prognosis Oculus Dexter Oculus Sinister
Quo ad visam Dubia ad Bonam ad Bonam
Quo ad sanam Dubia ad Bonam ad Bonam
Quo ad functionam ad Bonam ad Bonam
Quo ad vitam ad Bonam ad Bonam
Quo ad kosmetikam Dubia ad Bonam ad Bonam
I. EDUKASI
Keratitis pungtata superfisialis
Menyarankan pasien mengonsumsi obat-obatan yang diberikan secara
teratur karena jika tidak sakit mata yang sekarang dapat diperberat dengan
timbulnya penyakit lain pada mata (stabilitas mata terganggu), seperti
belekan, peradangan yang disertai bakteri jika bisa menimbulkan tukak
pada lapisan tanduk mata (kornea) yang tidak bisa disembuhkan lagi
dengan obat.
Selama mata masih merah disarankan untuk menggunakan kacamata
pelindung selama berpergian untuk mengurangi kontak antara mata yang
sedang terinfeksi dengan lingkungan.
Menjelaskan pada pasien bahwa penyakit ini bisa sembuh sempurna
karena hanya mengenai lapisan kornea permukaan luar saja, dianjurkan
kontrol lagi 1 minggu untuk melihat perkembangan kesembuhannya.
Hipermetropi dan presbiopi
Pasien disarankan untuk selalu memakai kacamatanya agar membantu
pengelihatannya, agar tidak kabur.
7
J. KOMPLIKASI
a. Ulkus kornea
b. Endoftalmitis
c. Uveitis
d. Glaukoma sekunder sudut terbuka
K. Rujukan
Dalam kasus ini tidak perlu dilakukan Rujukan ke Disiplin Ilmu Kedokteran
Lainnya, karena tidak ditemukan kelainan yang berkaitan dengan Disiplin
Ilmu Kedokteran lainnya.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. KERATITIS
II.1 Definisi
Keratitis adalah radang pada kornea atau infiltrasi sel radang pada kornea
yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam penglihatan
menurun. Infeksi pada kornea bisa mengenai lapisan superficial yaitu pada lapisan
epitel atau membran bowman dan lapisan profunda jika sudah mengenai lapisan
stroma.
II.2 Etiologi
Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:
1. Virus
2. Bakteri
3. Jamur
4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sunlamps. Hubungan
ke sumber cahaya yang kuat lainnya seperti pengelasan busur
5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak.
6. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak
cukupnya pembentukan air mata
7. Adanya benda asing di mata
8. Reaksi terhadap obat tetes mata, kosmetik, polusi, atau partikel udara
seperti debu, serbuk sari, jamur, atau ragi
9. Efek samping obat tertentu
II.3 Patofisiologi
Mata yang kaya akan pembuluh darah dapat dipandang sebagai pertahanan
imunologik yang alamiah. Pada proses radang, mula-mula pembuluh darah
mengalami dilatasi, kemudian terjadi kebocoran serum dan elemen darah yang
meningkat dan masuk ke dalam ruang ekstraseluler. Elemen-elemen darah
makrofag, leukosit polimorf nuklear, limfosit, protein C-reaktif imunoglobulin
pada permukaan jaringan yang utuh membentuk garis pertahanan yang pertama.
9
Karena tidak mengandung vaskularisasi, mekanisme kornea dimodifikasi oleh
pengenalan antigen yang lemah. Keadaan ini dapat berubah, kalau di kornea
terjadi vaskularisasi. Rangsangan untuk vaskularisasi timbul oleh adanya jaringan
nekrosis yang dapat dipengaruhi adanya toksin, protease atau mikroorganisme.
Secara normal kornea yang avaskuler tidak mempunyai pembuluh limfe. Bila
terjadi vaskularisasi terjadi juga pertumbuhan pembuluh limfe dilapisi sel.
Reaksi imunologik di kornea dan konjungtiva kadang-kadang disertai
dengan kegiatan imunologik dalam nodus limfe yang masuk limbus (kornea
perifer) dan sklera yang letaknya berdekatan dapat ikut terkait dalam sindrom
iskhemik kornea perifer, suatu kelainan yang jarang terjadi, tetapi merupakan
kelainan yang serius. Patofisiologi keadaan ini tidak jelas, Antigen cenderung
ditahan oleh komponen polisakarida di membrana basalis. Dengan demikian
antigen dilepas dari kornea yang avaskuler, dan dalam waktu lama akan
menghasilkan akumulasi sel-sel yang memiliki kompetensi imunologik di limbus.
Sel-sel ini bergerak ke arah sumber antigen di kornea dan dapat menimbulkan
reaksi imun di tepi kornea. Sindrom iskhemik dapat dimulai oleh berbagai stimuli.
Bahwa pada proses imunologik secara histologik terdapat sel plasma, terutama di
konjungtiva yang berdekatan dengan ulkus. Penemuan sel plasma merupakan
petunjuk adanya proses imunologik. Pada keratitis herpetika yang khronik dan
disertai dengan neo-vaskularisasi akan timbul limfosit yang sensitif terhadap
jaringan kornea.
II.4 Klasifikasi
10
Gambar Tipe Epitelial Keratitis (sesuai dengan frekuensi tersering)2
Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal. Berdasarkan
lapisan yang terkena, keratitis dibagi menjadi:
1. Keratitis Pungtata (Keratitis Pungtata Superfisial dan Keratitis Pungtata
Subepitel)
2. Keratitis Marginal
3. Keratitis Interstisial
Berdasarkan penyebabnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:
1. Keratitis Bakteri
2. Keratitis Jamur
3. Keratitis Virus
Berdasarkan bentuk klinisnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:
1. Keratitis Flikten akibat reaksi imun
2. Keratitis Sika keringnya permukaan kornea dan konjungtiva
3. Keratitis Neuroparalitik kelainan saraf trigeminus
4. Keratitis Numuralis gambaran halo, bersifat unilateral
11
Temuan pada kasus inflamasi kornea pada lesi yang bersifat superfisial umumnya berbeda dengan kasus pada lesi dalam.
Pada lesi superfisial, dapat ditemukan:3
Erosi epitel pungtata, merupakan tanda awal dari defek epitel, berupa defek berukuran sangat kecil pada pulasan dengan fluorescein dan rose bengal.
Keratitis epitel pungtata, berupa gambaran sel epitel yang granular, opalescent, membengkak, disertai dengan infiltrat intraepitelial fokal, umumnya dapat terlihat tanpa pulasan khusus.
Infiltrat subepitelial. Keratitis pungtata superfisialis, dengan morfologi seperti titik. Filamen, berupa struktur seperti benang yang terdiri atas mukus dan sel
epitel yang telah mengalami degenerasi, bergerak dengan mengedip, dan menempel pada ujung kornea.
Edema epitel, umumnya disertai vesikel kecil dalam jumlah banyak atau bula.
Neovaskularisasi superfisial, merupakan pertana adanya iritasi permukaan okular kronik maupun hiposkia.
Pannus, yaitu neovaskularisasi yang disertai dengan perubahan subepitelial dari limbus yang bersifat degeneratif.
Gambar Lesi Superfisial Kornea – Erosi epitel pungtata, Keratitis epitel pungtata, filamen, edema kornea dengan bula, neovaskularisasi superfisial, pannus.3
Klasifikasi keratitis berdasarkan lapisan kornea yang terkena, yaitu:
12
A. Keratitis Pungtata superficial
Keratitis yang terkumpul di daerah Bowman, dengan infiltrat berbentuk
bercak-bercak halus. Keratitis pungtata superfisial memberikan gambaran seperti
infiltrat halus bertitik-titik pada permukaan kornea. Merupakan cacat halus kornea
superfisial dan hijau bila diwarnai fluoresein. Sedangkan keratitis pungtata
subepitel adalah keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman.
Gambar 1. Keratitis pungtata
Keratitis punctata superfisialis adalah penyakit bilateral recurens menahun yang jarang ditemukan, tanpa pandang jenis kelamin maupun umur. Penyakit ini ditandai kekerutan epitel yang meninggi berbentuk lonjong dan jelas, yang menampakkan bintik-bintik pada pemulasan dengan flurescien, terutama di daerah pupil. Kekeruhan ini tidak tampak dengan mata telanjang, namun mudah dilihat dengan slit-lamp atau kaca pembesar. Kekeruhan subepitelial dibawah lesi epitel (lesi hantu) sering terlihat semasa penyembuhan penyakit epitel ini(1,4).
Etiologi
Belum ditemukan organisme penyebabnya, namun dicurigai virus. Pada satu kasus berhasil diisolasi virus varicella-zoster dari kerokan kornea (1,3). Penyebab lainnya dapat terjadi pada moluskulum kontangiosum, acne roasea, blefaritis neuroparalitik, trachoma, trauma radiasi, lagoftalmos, keracunan obat seperti neomisin, tobramisin dan bahan pengawet lainnya (2).
Manifestasi klinis
Iritasi ringan, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan fotofobia adalah gejala satu-satunya. Konjungtiva tidak terkena (1,4).
Keratitis epithelial sekunder terhadap blefarokonjungtivitis stafilokokus dapat dibedakan dari keratitis punctata superfisialis karena mengenai sepertiga kornea bagian bawah. Keratitis epithelial pada trachoma dapat disingkirkan karena lokasinya dibagian sepertiga kornea bagian atas dan ada pannus. Banyak diantara keratitis yang mengenai kornea bagian superfisialis bersifat unilateral atau dapat disingkirkan berdasarkan riwayatnya(1).
13
Terapi
Pasien diberi air mata buatan, tobramisin tetes mata, dan sikloplegik(2). Pemberian tetes kortikosteroid untuk jangka pendek sering kali dapat menghilangkan kekeruhan dan keluhan subjektif, namun pada umunya kambuh. Prognosis akhirnya baik karena tidak terjadi parut atau vaskularisasi pada kornea. Bila tidak diobati, penyakit ini berlangsung 1-3 tahun. Pemberian kortikosteroid topical untuk waktu lama memperpanjang perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun dan berakibat timbulnya katarak teriduksi steroid dan glaukoma. Lensa kontak sebagai terapi telah dipakai untuk mengendalikan gejala, khususnya pada kasus yang mengganggu(1).
B. Keratitis Marginal
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus.
Penyakit infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis kataral atau
keratitis marginal ini. Keratitis marginal kataral biasanya terdapat pada pasien
setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis.
Gambar 2. Keratitis Marginal
C. Keratitis Interstitial
Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana masuknya pembuluh darah
ke dalam kornea dan dapat menyebabkan hilangnya transparansi kornea. Keratitis
interstitial dapat berlanjut menjadi kebutaan. Sifilis adalah penyebab paling sering
dari keratitis interstitial.
14
.Gambar 3. Keratitis Interstitial
II.5 Komplikasi
Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan kornea dan
akhirnya perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophtalmitis sampai
hilangnya penglihatan (kebutaan). Beberapa komplikasi yang lain diantaranya:
Gangguan refraksi
Jaringan parut permanent
Ulkus kornea
Perforasi kornea
Glaukoma sekunder
II.6 Prognosis
Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika
tidak diobati dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks
dan dapat mengakibatkan hilang penglihatan selamanya.
Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, tergantung dari:
Virulensi organisme
Luas dan lokasi keratitis
Hasil vaskularisasi dan atau deposisi kolagen
15
HIPERMETROPIA
HIPERMETROPIA
2.1.1 Definisi
Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hyperopia atau rabun dekat.
Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan
bayangan di belakang retina.
Pasien dengan hipermetropia mendapat kesukaran untuk melihat dekat
akibat sukarnya berakomodasi. Keluhan akan bertambah dengan
bertambahnya umur yang diakibatkan melemahnya otot siliar untuk
akomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa.
Pada perubahan usia lensa berangsur-angsur tidak dapat memfokuskan
bayangan pada selaput jala (retina) sehingga akan lebih terletak di
belakangnya. Sehingga diperlukan penambahan lensa positif atau konveks
dengan bertambahnya usia.
2.1.2 Etiologi
Kekuatan optik mata terlalu rendah (biasanya karena mata terlalu pendek)
dan sinar cahaya paralel mengalami konvergensi pada titik di belakang
retina. Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata yang
lebih pendek. Akibat bola mata yang lebih pendek bayangan benda akan
difokuskan di belakang retina atau selaput jala.
Sebab atau jenis hipermetropia:
16
Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan
kelainan
refraksi akibat bola mata pendek atau sumbu anteroposterior yang
pendek.
Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa
kurang
sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.
Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang
kurang
pada system optik mata, misalnya pada usia lanjut lensa
mempunyai
indeks refraksi lensa yang berkurang.
2.1.3 Gejala Hipermetropia
Hipermetropia sukar melihat dekat dan tidak sukar melihat jauh. Melihat
dekat akan lebih kabur dibandingkan dengan melihat sedikit lebih dijauhkan.
Biasanya pada usia muda tidak banyak menimbulkan masalah karena dapat
diimbangi dengan melakukan akomodasi.
Bila hipermetropia lebih dari + 3.00 dioptri maka tajam penglihatan
jauh akan terganggu. Pasien hipermetropia hingga + 2.00 dengan usia muda
atau 20 tahun masih dapat melihat jauh dan dekat tanpa kaca mata dengan
tidak mendapatkan kesukaran. Pada usia lanjut dengan hipermetropia, terjadi
pengurangan kemampuan untuk berakomodasi pada saat melihat dekat
ataupun jauh.
17
Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh
matanya lelah dan sakit karena terus-menerus harus berakomodasi untuk
melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar
terletak di daerah makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif.
Akibat terus-menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama
melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan
esotropia atau juling ke dalam.
Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan
karena matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat
benda dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan
matanya, terutama pada usia yang telah lanjut, akan memberikan keluhan
kelelahan setelah membaca. Keluhan tersebut berupasakit kepala, mata terasa
pedas dan tertekan.
Keluhan mata yang harus berakomodasi terus untuk dapat melihat jelas
adalah:
Mata lelah
Sakit kepala
Penglihatan kabur melihat dekat
Pada usia lanjut seluruh titik fokus akan berada di belakang retina karena
berkurangnya daya akomodasi mata dan penglihatan akan berkurang.
2.1.6 Pengobatan
Untuk memperbaiki kelainan refraksi adalah dengan mengubah system
pembiasan dalam mata. Pada hipermetropia, mata tidak mampu mematahkan
sinar terutama untuk melihat dekat. Mata dengan hipermetropia memerlukan
18
lensa cembung atau konveks untuk mematah sinar lebih kuat ke dalam mata.
Pengobatan hipermetropia adalah diberikan koreksi hipermetropia manifest
dimana tanpa sikloplegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang
memberikan tajam penglihatan normal (6/6).
Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata
sferis positif terkuat atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam
penglihatan maksimal. Bila pasien dengan + 3.0 ataupun dengan + 3.25
memberikan ketajaman penglihatan 6/6, maka diberikan kaca mata + 3.25.
Hal ini untuk memberikan istirahat pada mata akibat hipermetropia
fakultatifnya diistirahatkan dengan kaca mata (+).
Pada pasien diberikan kaca mata sferis positif terkuat yang
memberikan penglihatan maksimal.
19
PRESBIOPI
2.2.1 Definisi
Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin
meningkatnya umur. Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan
perubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya
elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi.
Berikut ini gambar ilustrasi pembentukan bayangan pada penderita
presbiopia.
Diterangkan bahwa: terjadi kekakuan lensa seiring dengan bertambahnya
usia, sehingga kemampuan lensa untuk memfokuskan bayangan saat melihat
dekat. Hal tersebut menyebabkan pandangan kabur saat melihat dekat.
2.2.2 Etiologi
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat:
- Kelemahan otot akomodasi
- Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat
sklerosis lensa
2.2.3 Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi
mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa
dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur
20
maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya
untuk menjadi cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat makin
berkurang.
2.2.4Gejala Klinis
o Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun,
akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair
dan sering terasa pedas.
o Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin menjauh dan
pada awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan
cetakan kecil.
o Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung
menegakkan punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga
mencapai titik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas.
o Presbiopia timbul pada umur 45 tahun untuk ras Kaukasia dan 35 tahun untuk
ras lainnya.
Nilai
Ukuran lensa yang memberikan ketajaman penglihatan sempurna
merupakan ukuran lensa yang diperlukan untuk adisi kacamata baca.
Hubungan lensa adisi dan umur biasanya: 40 sampai 45 tahun – 1.0 dioptri
45 sampai 50 tahun – 1.5 dioptri
50 sampai 55 tahun – 2.0 dioptri
55 sampai 60 tahun – 2.5 dioptri
60 tahun – 3.0 dioptri
2.2.6 Penatalaksanaan
21
Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur
40 tahun (umur rata – rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5
tahun diatasnya ditambahkan lagi sferis + 0.50
Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara:
1. kacamata baca untuk melihat dekat saja
2. kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain
3. kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas,
penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di
segmen bawah
4. kacamata progressive mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh,
tetapi dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan
bertingkat.
DAFTAR PUSTAKA
22
1. American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea. San
Fransisco 2008-2009. p. 179-90
2. Roderick B. Kornea. In: Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta
: EGC. 2009. p. 125-49.
3. Ilyas S. 2002. Ilmu Penyakit Mata edisi–2. Jakarta: FKUI.
4. Vaugan, Daniel G dkk. 2000. Oftalmologi Umum. Ed 14. Penerbit EGC: Jakarta.
5. Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI. Hal: 56
6. Thygeson, Phillips. 1950. "Superficial Punctate Keratitis". Journal of the
American Medical Association; 144:1544-1549. Available at : http://webeye.
ophth.uiowa.edu/ dept/service/cornea/cornea.htm (accessed: december 2008)
7. Reed, Kimberly K. 2007. Thygeson's SPK photos. Nova Southeastern University
College of Optometry 3200 South University Drive Ft. Lauderdale, Florida.
Available at: http://www.fechter.com/Thygesons.htm. (accessed: december 2008)
23