Upload
ngohanh
View
230
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
Kerugian Negara: Resiko
Bisnis atau Tindak
Pidana Korupsi
Hikmahanto Juwana
Guru Besar Ilmu Hukum
Fakultas Hukum UI
Copyright by Hikmahanto Juwana 2015(c) 1
Apakah Uang BUMN
merupakan Uang Negara?
Uang BUMN adalah Uang Negara yang didasarkan pada
Pasal 2 huruf (g) UU Keuangan Negara (UU No. 17/2003)
“Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, meliputi: (g). Kekayaan negara kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hal lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah”
Copyright by Hikmahanto Juwana 2015(c) 2
Penjelasan Umum UU Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31/1999)
“Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena:
(b) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.”
Copyright by Hikmahanto Juwana 2015(c) 3
Putusan Mahkamah Konstitusi 62/PUU-XI/2013 yang
menolak permohonan uji materi atas Pasal 2 huruf (g)
UU No. 17/2003
Dalam putusan MK ini diakui adanya Business Judgement
Rule (BJR) atau Aturan terkait Keputusan Bisnis
Copyright by Hikmahanto Juwana 2015(c) 4
Apa yang Dimaksud dengan
Kerugian Negara?
Jenis Kerugian di BUMN
Kerugian karena disebabkan masalah Perdata
Kerugian karena disebabakan masalah Administratif
Kerugian karena disebabkan keputusan atau kebijakan
bisnis (business judgement)
Copyright by Hikmahanto Juwana 2015(c) 5
Kerugian negara karena masalah perdata diselesaikan
secara perdata yaitu melalui pengadilan atau arbitrase
Kerugian karena maslah administratif diselesaikan
secara administratif yaitu dengan melakukan mutasi
atau demosi
Kerugian karena keputusan bisnis didasarkan pada Kode
Etik dan ketentuan tentang perundang-undangan
tentang salah pengelolaan (mismanagement)
Copyright by Hikmahanto Juwana 2015(c) 6
Mengapa Keputusan Bisnis Tidak Bisa
Dipidanakan?
Apakah membuat suatu keputusan salah yang berkaitan
dengan keuangan negara serta merta berkonsekuensi
pada jeratan UU Tipikor dan sanksi pidana?
Untuk menjawab ini menarik untuk menyimak hadits
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Apabila seorang
hakim menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan
benar, baginya dua pahala. Dan apabila ia menghukumi
satu perkara, lalu berijtihad dan keliru, baginya satu
pahala”
Copyright by Hikmahanto Juwana 2015(c) 7
Bila ijtihad hakim ini dianalogikan dengan keputusan pejabat maka keputusan harus dibuat. Pejabat harus mengambil keputusan. Bahkan tidak
mengambil keputusan pun dianggap sebagai keputusan yang telah diambil.
Keputusan yang benar tentu akan mendapat apresiasi. Bagaimana bila keputusan salah? Apakah pengambil keputusan pantas diganjar sanksi pidana?
Kalaulah sanksi pidana dapat disamakan dengan dosa maka pengambil keputusan yang salah, layaknya hakim yang berijtihad, tidak seharusnya diganjar dengan sanksi pidana.
Copyright by Hikmahanto Juwana 2015(c) 8
Apakah pengambil
keputusan terbebas dari
jeratan pidana? Pengambil keputusan bisa saja dikenai sanksi pidana
apabila dapat dibuktikan saat mengambil keputusan terdapat perilaku koruptif
Disini harus dipahami betul bahwa dapat tidaknya pengambil keputusan dikenai sanksi pidana bukan dilihat dari keputusan yang telah diambil; apakah keputusan tersebut salah dan menyebabkan kerugian negara.
Dalam konteks hukum pidana, sesuai rumusan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor pengambil keputusan akan dikejar dan dijerat secara pidana bila ada dugaan niat dan perbuatan jahat yang secara melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya dirinya sendiri, orang lain atau badan hukum
Copyright by Hikmahanto Juwana 2015(c) 9
Bahkan untuk kebijakan yang dianggap benar sekalipun,
bila ada perilaku koruptif dalam pengambilan kebijakan
tersebut sangat bisa untuk dikejar berdasarkan UU
Tipikor
Copyright by Hikmahanto Juwana 2015(c) 10
Pasal 2 UU Tipikor
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana
penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama
20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Copyright by Hikmahanto Juwana 2015(c) 11
Pasal 3 UU Tipikor
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling
sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Copyright by Hikmahanto Juwana 2015(c) 12
Unsur yang Harus ditemukan
sebagai Bukti dalam BJR?
Dalam membuktikan Perilaku Koruptif dalam
pengambilan keputusan maka harus terdapat bukti:
Niat jahat (mens rea) dan Perbuatan jahat (actus reus)
Pasal 2 UU Tipikor: Niat Jahat untuk secara melawan
hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi
Pasal 3 UU Tipikor: Niat Jahat yang bertujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan
Copyright by Hikmahanto Juwana 2015(c) 13
Perlunya Penyusunan Kode
Etik BJR
Agar auditor dan aparat penegak hukum tidak selalu mengkatagorikan kerugian BUMN sebagai Tindak Pidana Korupsi maka perlu disusun Kode Etik BJR
Kode Etik BJR ini dijadikan patokan ketika suatu keputusan diambil oleh manajemen
Dalam Kode Etik BJR ini terpenting bukan saja keputusan diambil dengan itikad baik tetapi memastikan keputusan diambil tanpa adanya Niat dan Perbuatan Jahat
Kode Etik ini memiliki peran sama dengan Kode Etik profesi seperti Dokter, Advokat dll
Copyright by Hikmahanto Juwana 2015(c) 14
Dengan adanya Kode Etik maka diketahui secara jelas
mana keputusan yang merupakan risiko bisnis dan
bukan suatu tindak pidana
Copyright by Hikmahanto Juwana 2015(c) 15
Negara terutama BUMN tidak boleh stagnan karena
manajemen selalu dibayang-bayangi oleh kekhawatiran
dalam mengambil keputusan yang kemungkinan akan
ada kerugian
Jangan sampai manajemen berada tidak mengambil
keputusan atau mengambil keputusan dengan berbagai
perlindungan yang tidak perlu dan menyebabkan biaya
tambahan padahal pengambil keputusan serupa di
perusahaan swasta tidak mengarah pada masalah pidana
Copyright by Hikmahanto Juwana 2015(c) 16
Terima Kasih
Copyright by Hikmahanto Juwana 2015(c) 17