Upload
vuhuong
View
232
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KESESUAIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BANK SYARIAH KE PERUSAHAAN DITINJAU DARI HUKUM ISLAM
(Dari Bank Muamalat Indonesia ke PT. Lintas Utama Persada)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S. E. Sy)
Oleh:
Inayah
NIM : 106046101639
K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUMUIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA1432 H / 2011 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Strata Satu (S1) Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Ciputat, 10 Muharram 1432 H
16 Desember 2010
I N A Y A H
iii
ABSTRAK
Inayah. NIM 106046101639. Kesesuaian Pembiayaan Murabahah Bank Syariah ke Perusahaan Ditinjau Dari Hukum Islam (Dari Bank Muamalat Indonesia Ke PT. Lintas Utama Persada). Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1432 H/2011 M.
Isi: ix + 92 halaman + 33 lampiran, 38 literature (1990-2009)
Murabahah merupakan salah satu produk perbankan syariah, baik kegiatan usaha yang bersifat produktif maupun yang bersifat konsumtif. Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati antara pihak penjual dan pembeli. Akad murabahah merupakan akad yang paling banyak digunakan dalam transaksi perbankan syariah, akan tetapi dalam kontrak murabahah terdapat hal-hal yang belum sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dimana masih ada klausul-klausul yang menimbulkan ketidakadilan bagi nasabah. Penelitian ini menganalisis kesesuaian kontrak murabahah yang ada di bank Muamalat Indonesia dengan Hukum Islam. Tujuannya agar bank, terutama nasabah mengerti dan memahami isi-isi kontrak yang sesuai dengan syariah dan yang tidak sesuai dengan syariah. Hal ini diperlukan agar akad yang berlaku di perbankan syariah tetap menjaga kemurnian syariah didalam kontraknya.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan menggunakan pendekatan konsep, hukum Islam dan pendekatan kasus. Data penelitian ini dianalisis melalui pendekatan kualitatif deskriptif-analisis. Tujuan penelitian deskriptif ini untuk menggambarkan dan menganalisa secara mendalam mengenai aplikasi kontrak pembiayaan murabahah dalam perbankan syariah.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kontrak pembiayaan murabahah di Bank Muamalat Indonesia belum semua klausula yang ada di dalam kontrak sesuai dengan hukum Islam, diantaranya adalah: beban biaya yang terlalu besar yang sangat memberatkan nasabah, objek murabahah secara prinsip bukan milik bank, keuntungan murabahah yang ditetapkan secara sepihak, pengalihan resiko yang semuanya dibebankan kepada nasabah, tidak ada kejelasan pengiriman barang dan tidak terdapat tandatangan kedua belah pihak yang bertransaksi.
Kata Kunci : Pembiayaan Murabahah dalam Hukum Islam
Pembimbing : Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM
NIP. 1955 0505198203 1012
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan
inayah-NYA serta selalu memberikan nikmat sehat wal afiat sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta salam selalu tercurahkan
untuk junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan seluruh
umatnya. Melalui proses yang sangat panjang dan perjuangan yang sungguh-sungguh,
akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Kesesuaian
Pembiayaan Murabahah Bank Syariah ke Perusahaan Ditinjau dari Hukum Islam (dari
Bank Muamalat Indonesia ke PT. Lintas Utama Persada)”.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berjalan dengan lancar dan baik tanpa
bantuan yang sangat berharga dan bermanfaat dari orang-orang yang sangat ikhlas
membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Untuk itu, penulis menghaturkan
terimakasih kepada:
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM beserta seluruh
pimpinan, karyawan dan staf yang telah membantu penulis selama penulis belajar dan
mencari ilmu di kampus ini.
2. Ketua Jurusan Perbankan Syariah, Ibu Dr. Euis Amalia, M. Ag dan Sekertaris Jurusan
Perbankan Syariah, Bapak H. Ah. Azharuddin Lathif, M. Ag., MH yang telah
memberikan dorongan dan motivasi agar skripsi ini segera terselesaikan.
v
3. Dosen Pembimbing Skripsi, Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM
yang telah memberikan waktu di tengah kesibukan beliau serta dengan ikhlas selalu
memberikan arahan, bimbingan, nasihat, ilmu, masukan, perbaikan dan motivasinya
untuk membantu serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang tanpa lelah dan penuh kesabaran
memberikan ilmu yang sangat bermanfaat untuk penulis dalam menghadapi masa depan.
5. Pihak-pihak terkait, segenap Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah membantu penulis dalam pencarian referensi, sumber dan data yang penulis
butuhkan untuk menyelesaikan skripsi ini.
6. Pihak Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Salemba dan Medan Merdeka,
Perpustakaan Utama STEI SEBI dan Notaris Bank Muamalat Indonesia yang telah
banyak membantu penulis dalam memperoleh data dan informasi yang penulis butuhkan
dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Ummi-ku tercinta, Hj. Hayati Zahra yang dengan sangat ikhlas selalu mendoakan penulis
dalam menuntut ilmu, yang selalu memberikan nasihat agar penulis tidak salah
melangkah, selalu memberikan motivasi yang sangat berharga bagi penulis dalam
penyelesaian skripsi ini dan juga selalu memberikan inspirasi dalam menghadapi
kehidupanku. Tak lupa untuk Abang-abang, kakak-kakak, adik dan seluruh keluargaku
yang selalu memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.
vi
8. Temanku yang baik, Abdul Hafid Nur yang telah membimbing penulis, memberikan ilmu
dan masukan, serta memberikan motivasi yang besar dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Teman-teman Mahasiswa Perbankan Syariah 2006, khususnya keluarga besar PS-C
bocah rusuh yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Sahabat-sahabatku Uqoh, Iea,
Ismail (Kaconk), Mumu, Saman, Defri, Kholis, Lina, Nadia, Cho2, Rico dan motivator
hidupku yang selalu memompa semangatku dan selalu memberikan dukungan dalam
penyelesaian skripsi ini.
10. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan kontribusi yang besar dalam
penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Terima kasih untuk semua orang yang telah membantu penulis dalam penyelesaian
skripsi ini. Terimakasih atas karya-karyanya kepada pengarang buku yang ada didalam
daftar pustaka penulis. Dan semoga penulis diberkahi oleh-NYA dan semoga skripsi ini
bermanfaat untuk semua orang yang membutuhkan. Amiin.
Ciputat, 10 Muharram 1432 H
16 Desember 2010
vii
I N A Y A H
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………..... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………....... ii
LEMBAR PERNYATAAN....................................................................................... iii
ABSTRAK................................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR............................................................................................... v
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................. 1
B. Perumusan Masalah.................................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................................... 7
D. Review Studi Terdahulu............................................................................. 8
E. Kerangka Teori............................................................................................ 15
F. Metode Penelitian........................................................................................ 16
G. Sistematika Penulisan.................................................................................. 19
BAB II TEORI MURABAHAH................................................................................ 21
A. Definisi Murabahah..................................................................................... 21
B. Landasan Hukum Murabahah...................................................................... 23
C. Rukun dan Syarat Murabahah..................................................................... 27
D. Jenis-jenis Murabahah................................................................................. 32
E. Hak Khiyar dalam Jual Beli......................................................................... 33
F. Unsur-unsur dalam Murabahah................................................................... 35
G. Murabahah yang Diwakilkan...................................................................... 39
H. Murabahah Menurut Ulama Madzhab......................................................... 42
I. Murabahah Menurut Ulama Kontemporer.................................................. 45
J. Asas Hukum Perjanjian dalam Islam.......................................................... 48
viii
BAB III KONSEP PEMBIAYAAN MURABAHAH DARI BANK MUAMALAT
INDONESIA (BMI) KE PT. LINTAS UTAMA PERSADA................. 50
A. Mekanisme Pembiayaan Murabahah Bank Muamalat Indonesia (BMI) ke
PT. Lintas Utama Persada........................................................................... 50
B. Isi Kontrak Pembiayaan Murabahah Bank Muamalat Indonesia (BMI) ke
PT. Lintas Utama Persada........................................................................... 62
BAB IV ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH DARI BANK MUAMALAT
INDONESIA (BMI) KE PT. LINTAS UTAMA PERSADA....................70
A. Analisis Mekanisme Pembiayaan Murabahah Bank Muamalat Indonesia
(BMI) ke PT. Lintas Utama Persada........................................................... 70
B. Analisis Isi Kontrak Pembiayaan Murabahah Bank Muamalat Indonesia
(BMI) ke PT. Lintas Utama Persada........................................................... 74
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................. 86
B. Saran............................................................................................................ 88
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 90
LAMPIRAN............................................................................................................... 93
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perekonomian sangat penting bagi kehidupan masyarakat, karena
perekonomian merupakan tulang punggung dalam kehidupan. Atas dasar itulah maka
Islam mengatur secara terperinci segala hal yang terkait dengan perekonomian, dari
hal yang bersifat kecil sampai hal yang bersifat besar. Islam juga melarang segala
sesuatu yang merusak perekonomian bangsa. Salah satu instrumen yang dapat
merusak adalah riba (pembungaan uang) dalam pinjaman. Al-Quran dan As-Sunnah
melarang keras adanya bunga karena mendzolimi pihak lain.
Pada dasarnya, seseorang, lembaga atau perusahaan mengajukan pinjaman
karena kebutuhannya akan dana (modal), di kehidupan yang semakin lama semakin
sulit dan rumit dalam memenuhi kebutuhan menjadikan setiap individu di dalam
masyarakat cenderung saling membutuhkan dan saling membantu dalam mengatasi
persoalan hidup di bidang ekonomi. Dan salah satu jenis bantuan tersebut adalah
pinjaman.
Pada zaman sekarang, seseorang melakukan pinjaman bukan semata hanya
untuk memenuhi kebutuhan. Lebih dari itu, manusia meminjam uang lebih kepada
untuk kepentingan, baik itu untuk modal usaha, kerjasama, bisnis dan lain-lain.
1
2
Berbagai kepentingan manusia inilah yang merupakan salah satu sebab yang
mengakibatkan tumbuhnya berbagai perusahaan di Indonesia. Perusahaan yang
tumbuh tersebut ada yang bergerak pada bidang jasa transportasi, jual-beli, simpan-
pinjam, perusahaan sewa dan jenis perusahaan lainnya.
PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) adalah salah satu bentuk perusahaan
yang bergerak dalam bidang jasa keuangan. Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya 2
tahun setelah didirikan, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank
Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi perseroan sebagai Bank Syariah
pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus
dikembangkan.1 PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) juga siap membantu
perusahaan lainnya dalam hal pemberian modal usaha untuk menjalankan usaha atau
bisnis yang telah perusahaan tersebut rencanakan.
Ditengah perhelatan berbagai perusahaan pembiayaan dan jasa keuangan di
negeri ini, tentunya perusahaan apapun harus di-manage dengan baik, termasuk
dalam hal ini adalah Bank Muamalat Indonesia agar tidak mengganggu operasional
perusahaan yang dapat mempengaruhi produktivitas perusahaan.
Untuk itu, dalam mengelola dananya, Bank Muamalat Indonesia (BMI)
melakukan kerjasama dengan Perusahaan-perusahaan dalam bidang penyaluran
pembiayaan. Hal ini dilakukan Bank Muamalat Indonesia (BMI) untuk mendukung
1 Bank Muamalat Indonesia, Bank Muamalat Laporan Tahunan 2005 Annual Report, (Jakarta: Muamalat Institute, 2006), h. 4
3
operasional perusahaan yang memerlukan penyaluran dana secara tepat sasaran dan
memperoleh profit sesuai dengan yang telah direncanakan dan diinginkan.
Namun, kontrak yang berlaku antara pihak Bank Syariah dengan perusahaan
perlu dikaji lebih mendalam dinilai dari perspektif hukum Islam, dimana dalam
prinsip hukum Islam harus mengutamakan prinsip keadilan antara kedua belah pihak
dalam pembagian loss and profit. Karena masih ada beberapa perusahaan yang masih
menggunakan prinsip yang tidak sesuai dengan syariah, dimana ada ketidakadilan
dalam pembagian loss and profit antara Bank dan perusahaan tersebut.
Padahal kontrak merupakan salah satu instrumen penting dalam bisnis. Jutaan
kontrak terjadi setiap saat pada negara pada tatanan global. Pada semua kontrak yang
disepakati tersebut terjadi pula ratusan ribu perpindahan barang dan jasa dari satu
tangan ke tangan yang lainnya. Dalam proses perpindahan barang dan jasa tersebut
tidak semuanya berjalan dengan mulus atau sesuai dengan kesepakatan, tetapi banyak
pelanggaran yang dilakukan oleh kedua belah pihak, baik oleh pihak Bank Syariah
maupun pihak perusahaan, namun pada kenyataannya terdapat ketidakadilan yang
dialami oleh perusahaan. Memang antara Bank Syariah dan perusahaan sama-sama
mempunyai kebutuhan dan kepentingan. Kepentingan bagi Bank Syariah adalah
memperoleh laba dari kerjasamanya dengan perusahaan, sedangkan kepentingan
perusahaan adalah memperoleh laba dari transaksinya dengan konsumen.
Bank Syariah yang juga merupakan lembaga pembiayaan merupakan salah satu
lembaga bisnis yang dalam kegiatannya tidak terlepas dari kegiatan “kontrak”. Pada
umumnya, prosedur lembaga pembiayaan dalam kegiatan kontrak ini berjalan dengan
4
cara; Pertama, lembaga pembiayaan menyodorkan kontrak baku kepada
debitur/penerima fasilitas/konsumen/perusahaan. Kedua, Debitur/penerima
fasilitas/konsumen/perusahaan diberikan pilihan untuk menyetujui atau tidak kontrak
tersebut. Walaupun dalam praktiknya perusahaan pembiayaan meminta kepada
debitur/penerima fasilitas/konsumen/perusahaan untuk membaca dan memahami
isinya. Namun isi kontrak yang telah ditentukan secara sepihak oleh lembaga
pembiayaan menimbulkan efek negatif yang tidak menguntungkan debitur/penerima
fasilitas/konsumen/perusahaan.
Berdasarkan hasil kajian terhadap substansi perjanjian pembiayaan yang
disiapkan oleh perusahaan pembiayaan, dapat diketahui bahwa substansi kontraknya
sangat singkat. Kontrak itu hanya terdiri atas beberapa pasal, meliputi:
1. Judul kontrak;
2. Komparisi;
3. Substansi; dan
4. Penutup2.
Pada dasarnya, hukum perikatan Islam menganut asas kebebasan berkontrak
yaitu suatu perikatan atau perjanjian akan sah dan mengikat kedua belah pihak
apabila ada kesepakatan rela sama rela (‘an tarodhin) yang terwujud dalam dua pilar
yaitu ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan). Namun demikian tentunya sangat
berbeda dalam hal prinsip-prinsip dalam rangka pembatasan asas kebebasan
2 Salim, Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUHP Perdata (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008) h. 139-140
5
berkontrak tersebut. Karena pembatasan yang diberikan dalam asas kebebasan
berkontrak dalam KUHPerdata adalah buatan manusia berupa undang-undang
kesusilaan dan ketertiban umum, sementara dalam konsep syariah adalah firman
Allah dalam al-Qur’an dan pernyataan Nabi Muhammad dalam hadist (al-Sunnah)3
Atas latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam
mengenai mekanisme kontrak pembiayaan murabahah dan bagaimana aplikasi
kontrak pembiayaan murabahah tersebut antara Bank Syariah dengan perusahaan.
Alasan penulis memilih akad murabahah dalam penelitian ini adalah karena
jika dilihat lebih jauh lagi, khususnya terkait dengan komposisi pembiayaan di bank
syariah, maka tampak bahwa komposisi pembiayaan di bank syariah per Oktober
2009 total pembiayaan perbankan syariah mencapai 45,3 triliun dimana porsi
pembiayaan musyarakah mencapai 6,4 triliun atau 14,1% dari total pembiayaan.
Sedangkan pembiayaan mudharabah hanya sebesar Rp 10,2 triliun atau 22,5 %.
Bandingkan dengan pembiayaan murabahah yang mencapai Rp 25,5 triliun atau
porsinya sebesar 56,3%.
Atas dasar itulah maka penulis memutuskan untuk membuat skripsi yang
berjudul: “Kesesuaian Pembiayaan Murabahah Bank Syariah Ke Perusahaan
Ditinjau dari Hukum Islam (Dari Bank Muamalat Indonesia ke PT. Lintas
Utama Persada)”
3 Gemala Dewi, dkk, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Dan Perasuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004) h. 190.
6
B. Perumusan Masalah
1. Pembatasan
Pada penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah kontrak
Pembiayaan Murabahah tentang apakah kontrak yang dibuat oleh pihak Bank
Syariah terdapat ketidakadilan untuk pihak perusahaan. Karena luasnya
pembahasan tentang Pembiayaan dan untuk menjaga kefokusan penelitian ini,
maka penulis membatasi ruang lingkup permasalahan, penelitian ini berkisar
tentang kontrak Pembiayaan Murabahah bank syariah yang akan ditinjau dari
segi hukum Islam.
2. Perumusan Masalah
Dari pembatasan masalah tersebut, maka masalah yang dapat penulis
rumuskan adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana Mekanisme Pembiayaan Murabahah antara Bank
Muamalat Indonesia (BMI) dengan PT. Lintas Utama Persada?
b. Bagaimana Implementasi Isi Kontrak Kerjasama antara Bank
Muamalat Indonesia (BMI) dengan PT. Lintas Utama Persada?
c. Apakah Mekanisme dan Isi Kontrak Tersebut Sudah Sesuai dengan
Hukum Islam?
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui mekanisme kontrak pembiayaan murabahah antara
Bank Muamalat Indonesia (BMI) dengan PT. Lintas Utama Persada
b. Untuk mendapatkan penjelasan mengenai aplikasi kontrak kerjasama
antara Bank Muamalat Indonesia (BMI) dengan PT. Lintas Utama Persada
c. Untuk mengetahui kesesuaian antara teori dengan aplikasi kontrak
pembiayaan murabahah yang dilakukan antara Bank Muamalat Indonesia
(BMI) dengan PT. Lintas Utama Persada dengan Hukum Islam
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi penulis sendiri, bermanfaat menambah wawasan, menerapkan dan
mengembangkan seluruh teori yang telah diperoleh semasa diperkuliahan
serta mendapat pengetahuan dan keterampilan
b. Bagi Institusi, sebagai bahan pertimbangan dan koreksi dalam rangka
penyempurnaan sistem agar lebih baik ke depannya
c. Bagi perpustakaan dan Fakultas, Memberikan sumbangsi hasil pengamatan
tentang ekonomi mikro Islam khususnya pada Bank Muamalat Indonesia
(BMI) dan PT. Lintas Utama Persada guna memperkaya khazanah
keilmuan di bidang penyaluran pembiayaan murabahah Bank Muamalat
8
Indonesia (BMI) ke PT. Lintas Utama Persada di Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta menambah literatur
kepustakaan khususnya mengenai penyaluran pembiayaan murabahah dari
Bank Syariah ke Perusahaan
d. Bagi masyarakat, memberikan informasi tentang sistem dan penerapan
Produk Murabahah yang ada di Bank Muamalat Indonesia (BMI)
D. Review Studi Terdahulu
1. Skripsi karya Abdul Malik, Mahasiswa Jurusan Perbankan Syariah Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2008 yang
berjudul: “Pola Kerjasama Bank Danamon Syariah dan Masyarakat
Mandiri Dompet Dhuafa Republika dalam Pengelolaan Qardhul Hasan”.
Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan pendekatan kualitatif
Deskriptif-Analisis, yaitu untuk memberikan pemecahan masalah dengan
mengumpulkan data lapangan menyusun atau mengklasifikasikan,
menganalisis data dan menjelaskan gambaran mengenai pola kerjasama Bank
Danamon Syariah dengan MM Dompet Dhuafa dalam mengelola dana
qardhul hasan. kesimpulan dari penelitian tersebut adalah:
a. Pola kerjasama Bank Danamon Syariah dan MM Dompet Dhuafa adalah
kerjasama yang selau diperpanjang dari hasil dana bergulir qardhul hasan tersebut.
9
MM Dompet Dhuafa berkewajiban melaporkan hasil dampingannya kepada Bank
Danamon Syariah selama 3 bulan skali secara periodik.
b. Dalam pengelolaan dana qardhul hasan, Bank Danamon Syariah
menghimpun dananya melalui denda keterlambatan pemegang kartu dirham card.
Dana yang telah terhimpun disalurkan Bank Danamon Syariah dengan kerjasama
dengan MM Dompet Dhuafa dalam penyaluran dana tersebut. Akad murabahah
merupakan akad yang dominan. Keuntungan pembiayaan digunakan untuk proses
pembianaan berikutnya sehingga dana tersebut dapat terus bergulir.
2. Skripsi karya Nina Shabrina, Mahasiswi Jurusan Muamalah Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif HIdayatullah Jakarta pada tahun 2008 yang berjudul:
“Tinjauan Hukum Islam terhadap Implementasi Pembiayaan Ijarah
(pada PT. Al-Ijaroh Indonesia Finance)”. Metode penelitian yang
digunakan adalah penelitian ini adalah paduan dari penelitian kepustakaan dan
penelitian lapangan, karena diawali dengan telaah bahan pustaka dan
literature. Dari segi data yang dikumpulkan, diolah dan dianalisis, penelitian
ini merupakan penelitian kualitatif, karena mengandalkan wawancara, studi
dokumenter dan arsip-arsip yang terkait dengan permasalahan. Dari segi
tujuan penelitian cenderung deskriptif analisis, yaitu data yang dikumpulkan
berupa konsep-konsep dan gambaran permasalahan, kemudian dianalisis dan
dibuktikan, yang dideskripsikan adalah tinjauan ijaroh financing, sedangkan
yang dianalisis adalah praktek ijaroh financing terhadap keadaan saat ini.
kesimpulan dari penelitian tersebut adalah berdasarkan penelitian lapangan,
10
mekanisme ALIF dalam memberikan pembiayaan modal kerja terhadap
nasabahnya yaitu dengan langkah-langkah: 1. ALIF harus selektif dalam
memilih calon musta’jir yang akan melakukan ijaroh, 2. ALIF harus
melakukan penelitian yang cermat dan benar terhadap watak, kemampuan,
modal, prospek, usaha, nasabah dan agunan.
3. Skripsi karya Darmiyanti, mahasiswi Jurursan Muamalat Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif HIdayatullah Jakarta pada tahun 2008 yang berjudul:
“Pola Kerjasama antara Lembaga Amil Zakat Infak Shadaqoh (LAZIS)
PLN P3B Jawa Bali dengan Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) dalam
Pemberdayaan Dana Zakat”. Metode penelitian yang digunakan adalah
penelitian kualitatif yang merujuk pada data deskriptif. Peneitian deskriptif
dimaksudkan untuk mengukur dengan cermat terhadap fenomena
tersebut,serta mengembangkan konsep dan menghimpun fakta tetapi tidak
melakukan uji hipotesa. kesimpulan dari penelitian tersebut adalah kerjasama
pendampingan yang terbentuk antara LAZIS PLN P3B JB dan PKPU dalam
pemberdayaan dana zakat agar tepat sasaran dan efektif adalah: 1. Kerjasama
pengelolaan zakat, 2. Kerjasama pemberdayaan ekonomi umat, 3. Kerjasama
penyaluran dana musibah bencana alam.
4. Skripsi karya Citra Mayasari, mahasiswi Jurusan Muamalah Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2008 yang berjudul:
“Perjanjian Sewa Kendaraan antara PT. Medco Power Indonesia dengan
PT. Pusaka Prima Transport dalam Perspektif Hukum Islam dan
11
Hukum Positif”. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, yaitu
penelitian yang data-datanya dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau kalimat.
Metode penelitian ini bersifat deskriptif karena data yang dianalisis tidak
untuk menerima atau menolak hipotesa yang ada, melainkan hasil analisis itu
berupa deskripsi dari gejala-gejala yang diamati, yaitu perjanjian kerjasama
antara PT. Medco Power Indonesia dengan PT. Pusaka Prima Transport.
kesimpulan dari penelitian tersebut adalah hukum Islam dan hukum positif
secara umum mempunyai pandangan yang sama akan sah-nya perjanjian sewa
kendaraan antara kedua belah pihak. Yang membedakan antara keduanya
adalah terletak pada perangkat hukum yang digunakan. Kalau hukum Islam
menggunakan perangkat hukum yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadits
sementara hukum positif bersumber dari kitab Undang-undang Hukum
Perdata. Selain itu, hukum Islam mempermasalahkan mengenai pengenaan
biaya risiko kehilangan yang tidak sesuai dengan KUHPerdata.
Penelitian yang dilakukan penulis memiliki persamaan dan perbedaan
dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya, diantaranya
sebagai berikut:
No Nama Judul Persamaan Perbedaan1 Abdul Pola Sama-sama Dalam skripsi ini
12
Malik Kerjasama
Bank
Danamon
Syariah
dan
Masyarakat
Mandiri
Dompet
Dhuafa
Republika
dalam
Pengelolaa
n Qardhul
Hasan
membahas
tentang kontrak
kerjasama
membahas kontrak
kerjasama dalam
pengelolaan dana
Qardhul Hasan,
sedangkan dalam
skripsi yang penulis
tulis membahas
tentang kontrak
Murabahah
2 Nina
Shabri
na
Tinjauan
Hukum
Islam
terhadap
Implementa
si
Pembiayaa
n Ijarah
Sama-sama
menganalisis
akad ditinjau dari
hukum Islam
Dalam skripsi ini yang
akan dibahas adalah
tentang pembiayaan
ijaroh, sedangkan
dalam skripsi yang
penulis tulis membahas
tentang pembiayaan
Murabahah
13
(pada PT.
Al-Ijaroh
Indonesia
Finance)3 Darmiy
anti
Pola
Kerjasama
antara
Lembaga
Amil Zakat
Infak
Shadaqoh
(LAZIS)
PLN P3B
Jawa Bali
dengan Pos
Keadilan
Peduli
Umat
(PKPU)
dalam
Pemberdaya
an Dana
Sama-sama
menganalisis
tentang kontrak
kerjasama
Dalam skripsi ini
membahas tentang
kontrak kerjasama
dalam pemberdayaan
dana zakat, sedangkan
dalam skripsi yang
penulis tulis membahas
tentang kontrak
Murabahah
14
Zakat4 Citra
Maya
Sari
Perjanjian
Sewa
Kendaraan
antara PT.
Medco
Power
Indonesia
dengan PT.
Pusaka
Prima
Transport
dalam
Perspektif
Hukum
Islam dan
Hukum
Positif
Sama-sama
membahas
tentang kontrak
kerjasama yang
juga ditinjau dari
hukum Islam
Dalam skripsi ini
membahas tentang
kontrak sewa kendaraan
bermotor, sedangkan
dalam skripsi yang
penulis tulis membahas
tentang kontrak
Murabahah
E. Kerangka Teori
15
Perjanjian/kontrak4 adalah suatu perbuatan dimana seseorang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap seseorang lain atau lebih.
Pengertian Akad5 dapat dijumpai dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank
yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam
ketentuan Pasal 1 ayat 3 dikemukakan bahwa akad adalah perjanjian tertulis yang
memuat ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan) antara bank dan pihak lain
yang berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak sesuai dengan prinsip
syariah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akad adalah perjanjian yang
menimbulkan kewajiban berprestasi pada salah satu pihak dan hak bagi pihak lain
atas prestasi tersebut, dengan atau tanpa melakukan kontraprestasi.
Murabahah6 secara etimologis, kata Murabahah berasal dari kata (را
مرابحببة يرابببح -- – بح ) yang berarti saling menguntungkan. Jumhur ulama sepakat
bahwa jual beli murabahah adalah jika penjual menyebutkan harga pembelian
barang kepada pembeli, kemudian ia mensyaratkan adanya laba dalam jumlah
tertentu.7
4 Chairuman Pasaribu dan Suhrawadi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h. 1.
5 Prof. Dr. Abdul Ghafur Anshari, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Citra Media, 2006), h. 20.
6 Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hilda Karya Agung, 1990), h. 130.7 Ibnu Rusyd, Tarjamah Bidayatul Mujtahid, Penerjemah M. A Abdurrahman dan A. Haris
Abdullah (Semarang: Asy-Syifa, 1990). Cet. I, h. 181
16
Menurut terminologi fiqh dijelaskan bahwa Murabahah adalah suatu bentuk
jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi
harga barang dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh barang
tersebut, dan tingkat keuntungan (margin) yang diinginkan. Tingkat keuntungan
ini dalam bentuk persentase tertentu dari biaya perolehan. Pembayaran ini bisa
dilakukan secara tunai (spot) atau bisa dilakukan di kemudian hari yang disepakati
bersama.8
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Sesuai dengan substansi permasalahan hukum yang hendak dianalisis,
penelitian ini merupakan penelitian hukum9 yang bersifat normatif (dogmatik)
yakni suatu penelitian yang terutama menganalisis ketentuan-ketentuan hukum
positif maupun asas-asas hukum, dengan melakukan penjelasan secara
sistematis ketentuan hukum dalam sebuah kategori hukum tertentu,
menganalisis hubungan antara ketentuan hukum, menjelaskan dan memprediksi
pengembangan ke depan10.
8 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 81-82.9 Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip
hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori. atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Jawaban yang diharap dalam penelitian hukum adalah, right, appropriate, in appropriate, or wrong. Lihat Peter Mahrnud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Keneana, 2005) h. 35
10 Philipus.M.Hadjon. Pengkajian Ilmu Hukum, Paper, Pelatihan Metode Hukum Normatif. Unair. 1997: lihat pula Terry Hutchinson. Researching and Writing in Law, (Sydney: Lawbook Co, 2002) h. 9
17
2. Pendekatan Masalah
Untuk menganalis permasalahan yang ada, penelitian ini menggunakan
beberapa pendekatan, yaitu pendekatan konsep, hukum Islam dan pendekatan
kasus. Pendekatan konsep dilakukan untuk melihat kesesuaian konsep dengan
aplikasi yang berlaku di perbankan syariah. Pendekatan hukum Islam
dilakukan untuk menyingkap konsep kontrak dalam sistem hukum Islam.
Pendekatan kasus dilakukan untuk melihat pelanggaraan klausula kontrak
dengan konsep atau teori dan hukum Islam di lembaga keuangan syariah.
Mengingat luasnya cakupan lembaga keuangan syariah tersebut, dalam
penelitian ini lembaga keuangan syariah yang menjadi obyek kajian akan
dibatasi ke lembaga keuangan perbankan syariah. Lembaga keuangan
perbankan syariah tersebut dipilih atas dasar pertimbangan bahwa praktik
kontrak di lembaga tersebut banyak diduga terdapatnya ketidakadilan
pembagian loss and profit antara Bank Syariah dengan perusahaan.
3. Sumber Data
Sumber data penelitian ini ada dua, yakni:
a. Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber data dari hasil
penelitian lapangan. Dalam hal ini penulis memperoleh data dari pihak
kedua yaitu Notaris yang membuat kontrak murabahah antara Bank
18
Muamalat Indonesia (BMI) dengan PT. Lintas Utama Persada yang dibuat
pada tahun 2009.
b. Sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi dokumentasi yang ada
hubungannya dengan materi skripsi ini. Dalam penelitian ini, penulis
melakukan studi kepustakaan (Library Reseach), yaitu dengan mempelajari
buku kepustakaan, kontrak pembiayaan murabahah antara Bank Muamalat
Indonesia (BMI) dengan PT. Lintas Utama Persada, serta materi kuliah yang
berkaitan erat dengan pembahasan masalah ini.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah pendekatan Kualitatif
Deskriptif-Analisis, yaitu untuk memberikan pemecahan masalah dengan
mengumpulkan data lapangan, menyusun atau mengklasifikasikan,
menganalisis data, dan menjelaskan mengenai penyaluran pembiayaan
murabahah yang dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia ke PT. Lintas
Utama Persada ditinjau dari hukum Islam. Tujuan penelitian deskriptif ini
untuk menggambarkan dan menganalisa secara mendalam mengenai aplikasi
kontrak pembiayaan murabahah antara Bank Muamalat Indonesia kepada PT.
Lintas Utama Persada.
5. Teknik penulisan
Pedoman penulisan skripsi ini berpedoman pada “Pedoman Penulisan
Skripsi Tahun 2007” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah.
19
G. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Yaitu meliputi latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitiaan, review studi terdahulu, kerangka teori,
metode penelitiaan serta sistematika penulisan.
BAB II TEORI MURABAHAH
Dalam bab ini berisi tentang pengertian murabahah, landasan hukum murabahah,
rukun dan syarat murabahah, jenis-jenis murabahah, manfaat dan risiko
murabahah, murabahah menurut ulama madzhab dan ulama kontemporer serta
pola pengembangannya, dan fatwa-fatwa DSN-MUI tentang murabahah.
BAB III KONSEP PEMBIAYAAN MURABAHAH DARI BANK
MUAMALAT INDONESIA (BMI) KE PT. LINTAS UTAMA
PERSADA
Dalam bab ini berisi mekanisme pembiayaan murabahah dari Bank Muamalat
Indonesia (BMI) ke PT. Lintas Utama Persada dan juga isi kontrak pembiayaan
murabahah dari Bank Muamalat Indonesia (BMI) ke PT. Lintas Utama Persada.
20
BAB IV ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH DARI BANK
MUAMALAT INDONESIA (BMI) KE PT. LINTAS UTAMA
PERSADA
Dalam bab ini berisi tentang hasil analisis mekanisme pembiayaan murabahah
dan hasil analisis terhadap isi kontrak pembiayaan murabahah dari Bank
Muamalat Indonesia (BMI) ke PT. Lintas Utama Persada.
BAB IV PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran
BAB II
TEORI MURABAHAH
A. Definisi Murabahah
Secara etimologis, kata Murabahah berasal dari kata ( مرابحبة يراببح -- – رابح )
yang berarti saling menguntungkan.1 Jumhur ulama sepakat bahwa jual beli
murabahah adalah jika penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada
pembeli, kemudian ia mensyaratkan adanya laba dalam jumlah tertentu2.
Menurut terminologi fiqh Murabahah adalah ”suatu bentuk jual beli tertentu
ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi harga barang dan biaya-
biaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut, dan tingkat
keuntungan (margin) yang diinginkan. Tingkat keuntungan ini dalam bentuk
persentase tertentu dari biaya perolehan. Pembayaran ini bisa dilakukan secara tunai
(spot) atau bisa dilakukan di kemudian hari yang disepakati bersama.3
Dalam Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah yang diterbitkan oleh
Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia mengemukakan:4
"Bai Murabahah (bai’ul murabahah), jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai’ murabahah, penjual harus
1 Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hilda Karya Agung, 1990), h. 130.2 Ibnu Rusyd, Tarjamah Bidayatul Mujtahid, Penerjemah M. A Abdurrahman dan A. Haris
Abdullah, (Semarang: Asy-Syifa, 1990), cet I, h. 181.3 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 81-
82.4 Wiroso, Produk Perbankan Syariah, Ed, I Cet. I, (Jakarta: LPFE Usakti, 2009), h. 161-162.
21
22
memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya."
Dalam Glosari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional dijelaskan:
"Murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih tinggi sebagai laba."
Menurut M. Syafi’i Antonio menyatakan al-Bai’u al-murabahah adalah jual
beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.5 Dalam
al-Bai’u al-murabahah, penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli dan
suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Misalnya, Bank membeli sepeda
motor dengan harga Rp. 13.000.000,00 kemudian Bank menambahkan keuntungan
sebesar Rp. 3.000.000,00 dan Bank menjual kembali kepada si pembeli dengan harga
Rp. 15.000.000,00.
Definisi murabahah menurut Muhammad Syafi’i Anwar adalah menjual suatu
barang dengan harga pokok ditambah keuntungan yang disetujui bersama untuk
dibayar pada waktu yang ditentukan atau dibayar secara cicilan. Definisi yang
diberikan oleh Muhammad Syafi’i Anwar ini mempunyai pendekatan arti dengan
pengertian bai’u bi tsaman ajil, yaitu menjual suatu barang dengan mempercepat
penyerahannya kepada si pembeli dengan penangguhan pembayaran harganya sampai
saat yang telah ditetapkan atau dengan cara pembayaran angsuran.6
5 M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), cet. I, h. 101.
6 M. Syafi’i Anwar, “Alternatif terhadap Sistem Bunga”, Jurnal Ulumul Quran II, (Oktober, 1991), h. 13.
23
Dari definisi diatas dapat penulis simpulkan bahwa murabahah adalah bentuk
jual beli amanah (atas dasar kepercayaan) yang mewajibkan penjual untuk bersikap
transparan kepada pembeli dengan memberikan informasi terkait dengan harga pokok
pembelian, keuntungan yang disepakati serta spesifikasi barang yang menjadi objek
transaksi.
B. Landasan Hukum Murabahah adalah:
1. Al-Quran
a. Al-Baqarah [2] : 275 :
:
Artinya:
”Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapata), sesungguhnyaq jual beli itu sama dengan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari
24
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya terserah kepada Allah. Orang-orang yang mengulangi (mkengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”
b. QS. Al-Nisa [4] : 29 :
Artinya:
”Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Dilihat dari Surat Al-Baqarah ayat 275 diatas dapat diketahui bahwasanya
Allah telah menghalalkan jual beli yang ditekankan pada ayat البببيع البب واحببل,
sehingga jual beli Murabahah juga dihalalkan. Dan dilihat dari Surat An-Nisa
ayat 29 diatas juga dapat diketahui bahwasanya Allah mengharamkan segala
harta yang diperoleh dengan cara Bathil yang ditekankan pada ayat
sehingga jika jual beli Murabahah dilakukan dengan cara ,بالبطل بينكم أموالكم تأكلوا ل
Bathil maka jual beli Murabahah tersebut juga diharamkan.
2. Hadits
a. Hadits Riwayat Ibnu Majjah dari Shuhaib:7
7 Al-Shan’ani, Subul Al-Salam, (Bandung: Maktabah Dahlan), juz III, h. 76.
25
اجببل وعن صهيب رضببي البب عنبه ان النبببي صببلى البب عليببه و سببلم قبال : ثلثبة فيهببن البركببة : البيببع الببى
المقارضة وخلط البر بالشعير للبيت ل للبيع
Artinya:
”Dari Suhaib ra. Bahwa Nabi bersabda: ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk jual.”
b. Hadis Riwayat Imam Turmudzi:8
عوف المزني رضي ال عنه ان رسو ل ال صلى ال عليه وسببلم قببا ل : الصببلح جببا ئز بيببن المسببلمين العن
صلحا حرم حلل أ و أحل حراما و المسلمون على شروطهم ال شرطا حرم حل ل أ و احل حر ا ما
Artinya: ”Dari Amr bin ’Auf al-Mazani ra bahwa Rasulullah saw bersabda:
Perdamaian dapat dilakukan antara sesama kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, dan kaum muslimin itu terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
Dilihat dari Hadits Riwayat Ibnu Majjah dari Shuhaib diatas dapat
diketahui bahwasanya terdapat hal-hal yang mengandung berkah, salah satunya
adalah jual beli tidak secara tunai. Jual beli Murabahah juga merupakan jual beli
tidak secara tunai yang mengandung berkah, sehingga jual beli Murabahah juga
dihalalkan dalam Islam. Dan dilihat dari Hadits Riwayat Imam Turmudzi dapat
diketahui bahwasanya Rasulullah bersabda bahwa perdamaian dapat dilakukan
antara sesama kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang
8 Lihat Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 4/DSN-MUI/IV/2000, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi Revisi, h. 23.
26
halal dan menghalalkan yang haram. Jual beli Murabahah merupakan akad yang
halal dan masing-masing pihak terikat dengan syarat-syarat yang berlaku,
sehingga jual beli Murabahah merupakan perdamaian yang dapat dilakukan
antara sesama kaum muslimin.
3. Kaidah Fiqih9
في المعاملة الباحة ال أن يد ل د ليل على تحر يمهاألصلArtinya:
”Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
Dilihat dari kaidah fiqih diatas dapat diketahui bahwasanya jual beli
Murabahah adalah jual beli yang dihalalkan dalam Islam, karena sampai
sekarang belum ada dalil yang mengharamkan jual beli Murabahah.
C. Rukun dan Syarat Murabahah
1. Rukun Murabahah10
Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual
beli itu dapat dikatakan sah oleh syara’. Dalam menentukan rukun jual beli, 9 Lihat Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 4/DSN-MUI/IV/2000,
Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi Pertama, 2001, h. 24.10 Dr. H. Nasrun Haroen, MA, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 114.
27
terdapat perbedaan pendapat ulama Hanafiyah dengan jumhur ulama. Rukun
jual beli menurut ulama Hanafiyah hanya satu, yaitu ijab (ungkapan membeli
dari pembeli) dan qabul (ungkapan menjual dari penjual). Menurut mereka
yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan (rida/tara’dhi)
kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli. Akan tetapi, karena
unsur kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit untuk diindera sehingga
tidak keliatan, maka diperlukan indikasi yang menunjukkan kerelaan itu dari
kedua belah pihak. Indikasi yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak
yang melakukan transaksi jual beli menurut mereka boleh tergambar dalam
ijab dan qabul, atau melalui cara saling memberikan barang dan harga barang
(ta’athi).
Akan tetapi, jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada
empat, yaitu:
a. ada orang yang berakad atau al-muta’aqidain (penjual dan pembeli)
b. ada shighat (lafal ijab dan qabul)
c. ada barang yang dibeli
d. ada nilai tukar pengganti barang
Menurut ulama Hanafiyah, orang yang berakad, barang yang dibeli, dan
nilai tukar barang termasuk ke dalam syarat-syarat jual beli, bukan rukun jual
beli.
2. Syarat Murabahah
28
Syarat orang yang berakad ada 4, yaitu:11
a. Faham, yaitu baligh dan berakal, baik agamanya dan hartanya, maka tidak
diadakan akad jual belinya anak kecil meskipun telah diuji, begitu juga
orang gila dan orang yang dicegah bertasarruf karena dia bodoh
b. Tidak ada pemaksaan dengan jalan yang tidak benar, maka tidak sah akad
orang yang dipaksa pada barangnya tanpa hak
c. Islam
d. Hendaknya pembeli bukan orang kafir yang diperangi
Syarat barang yang diakadkan ada 5, yaitu:12
a. objek (barang) suci
b. barang dapat diambil manfaatnya secara syara
c. barangnya dapat diserahkan sewaktu akad
d. barangnya dimiliki oleh penjualnya dengan sempurna
Beberapa syarat pokok murabahah, antara lain sebagai berikut: 13
a. Murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli ketika penjual secara
eksplisit menyatakan biaya perolehan barang yang akan dijualnya dan
11 Tim Counterpart Bank Muamalat, Fiqh Muamalah Perbankan Syariah (Terjemahan Kitab Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuhu, Karya Dr. Wahbah Zuhaili), (Jakarta: 1999), h. 38-39.
12 Tim Counterpart Bank Muamalat, Fiqh Muamalah Perbankan Syariah (Terjemahan Kitab Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuhu, Karya Dr. Wahbah Zuhaili), h. 41-42.
13 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, h. 83.
29
menjual kepada orang lain dengan menambahkan tingkat keuntungan yang
diinginkan.
b. Tingkat keuntungan dalam Murabahah dapat ditentukan berdasarkan
kesepakatan bersama dalam bentuk lumpsum (sekaligus) atau persentase
tertentu dari biaya.
c. Semua biaya yang dikeluarkan penjual dalam rangka memperoleh barang,
seperti biaya pengiriman, pajak, dan sebagainya dimasukkan ke dalam
biaya perolehan untuk menentukan harga agregat, dan margin keuntungan
didasarkan pada harga agregat ini. Akan tetapi, pengeluaran yang timbul
karena usaha, seperti gaji pegawai, sewa tempat usaha, dan sebagainya
tidak dapat dimasukkan ke dalam harga untuk suatu transaksi. Margin
keuntungan yang diminta itulah yang meng-cover pengeluaran-pengeluaran
tersebut.
d. Murabahah dikatakan sah hanya ketika biaya-biaya perolehan barang dapat
ditentukan secara pasti. Jika biaya-biaya tidak dapat dipastikan,
barang/komoditas tersebut tidak dapat dijual dengan prinsip murabahah.
Menurut Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000, bank dan nasabah
harus melakukan akad murabahah yang bebas riba, barang yang
diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariat Islam, bank harus
menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, harga jual senilai
30
harga beli plus keuntungannya serta bank harus memberitahu secara jujur
harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.14
Dalam transaksi jual beli terkandung unsur barang (cara dan syarat
penyerahan barang) dan pembayaran (cara dan syarat pembayaran).
Dari penjelasan di atas, syarat minimum akad murabahah menurut fiqih
dapat dirangkum dalam tabel.15
No. KATEGORI PERSYARATAN
1 Persyaratan dalam Akad1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
1.10
1.11
1.12
1.13
Syarat
Syarat
Syarat
Rukun
Rukun
Rukun
Syarat
Syarat
Syarat
Kesepakatan
Kesepakatan
Kesepakatan
Kesepakatan
Menggunakan judul dengan mencantumkan kata ’Murabahah’
Menyebutkan hari dan tanggal akad dilakukan
Menyebutkan pihak yang bertransaksi dan/atau yang mewakilinya
Menetapkan bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli
Menetapkan harga beli, harga jual dan tingkat keuntungan
Menetapkan jenis dan ukuran barang yang akan dibeli oleh nasabah
Menetapkan jangka waktu dan cara membayar
Menetapkan waktu pengiriman barang yang dibeli
Menetapkan bahwa nasabah adalah pihak yang berutang apabila pembayaran
tidak tunai
Menetapkan sanksi bagi nasabah apabila lalai membayar pada waktunya
Menetapkan tindakan yang dilakukan apabila terjadi force majeur
Menetapkan jaminan (tambahan) apabila diperlukan
Menetapkan saksi-saksi apabila diperlukan
14 Lihat Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 4/DSN-MUI/IV/2000, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi Revisi Edisi 3, 2006, h. 24
15 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, h. 89.
31
1.14
1.15
Kesepakatan
Rukun
Menetapkan Badan Arbitrase Syariah sebagai tempat penyelesaian apabila
terjadi sengketa
Ditandatangani oleh kedua belah pihak yang bertransaksi
2 Persyaratan Transfer Dana2.1
2.2
Syarat
turunan
Syarat
turunan
• Dilakukan bank kepada pihak ketiga
• Alternatif kedua: Mengredit rekening nasabah, lalu mendebetnya
berdasarkan surat kuasa dari nasabah, kemudian mentransfer ke rekening
bank
• Tanda terima uang oleh nasabah adalah tanda terima barang
• Alternatif kedua: tanda terima uang sambil menyerahkan surat kuasa
mendebet rekeningnya kepada bank3 Persyaratan Perhitungan Keuntungan3.1 Kesepakatan Menggunakan real transactionary cost atau real costi yang ditetapkan ALCO
masing-masing
D. Jenis-jenis Murabahah
Dalam hal ini murabahah terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Murabahah tanpa pesanan16
Dalam jenis ini pengadaan barang yang merupakan objek jual beli
dilakukan tanpa memperhatikan ada yang pesan atau tidak, ada yang akan
16 Wiroso, Produk Perbankan Syariah, h. 164.
32
membeli atau tidak. Ada yang memesan atau tidak, jika barang dagangan
sudah menipis maka penjual akan mencari tambahan barang dagangan.
Pengadaan barang dilakukan atas dasar persediaan minimum yang harus
dipelihara. Sebagai contoh dapat dilihat pada supermarket, ada yang beli
atau tidak, begitu persediaan sudah sampai pada jumlah persediaan
minimum yang harus dipelihara, maka langsung dilakukan pengadaan
barang.
2. Murabahah berdasarkan pesanan
Dalam murabahah berdasarkan pesanan, pengadaan barang yang
merupakan objek jual beli dilakukan atas dasar pesanan yang diterima (bank
syariah sebagai penjual). Apabila tidak ada pesanan maka tidak dilakukan
pengadaan barang. Pengadaan barang sangat tergantung pada proses jual
belinya. Hal ini dilakukan untuk menghindari persediaan barang yang
menumpuk dan tidak efisien.17 Murabahah berdasarkan pesanan dapat
dikategorikan dalam:
a. sifatnya mengikat, artinya murabahah berdasarkan pesanan tersebut
mengikat untuk dibeli oleh nasabah sebagai pemesan.
b. Sifatnya tidak mengikat, artinya walaupun nasabah telah melakukan
pemesanan barang, namun nasabah tidak terikat untuk membeli barang
tersebut.18
17 Wiroso, Produk Perbankan Syariah, h. 166.18 Sofyan Syafri Harahap, dkk., Akuntansi Perbankan Syariah, (Jakarta: LPFE Usakti, 2007),
cet. III, h. 94.
33
Pembagian murabahah ke dalam dua jenis tersebut menunjukkan bahwa
pihak penjual tidak semuanya menyediakan barang yang dibutuhkan oleh
pembeli. Jika barang yang dibutuhkan oleh pembeli sudah berada dan
dimiliki oleh penjual, maka penjual tidak perlu memesan barang yang
dibutuhkan tersebut. Namun tidak semua penjual mengadakan barang yang
dibutuhkan pembeli, pengadaan barang akan dilakukan apabila ada pesanan
dari pembeli.
E. Hak Khiyar dalam Jual Beli
Untuk menjaga jangan sampai terjadi perselisihan antara pembeli (Nasabah)
dengan penjual (Bank), maka syariat Islam memberikan hak khiyar, yaitu hak
memilih untuk melangsungkan atau tidak jual beli tersebut, karena ada suatu hal
bagi kedua belah pihak. Hak khiyar ini dapat berbentuk:19
1. Khiyaar Majlis
Khiyaar majlis adalah kedua pihak yang melakukan akad mempunyai hak
pilih untuk meneruskan atau membatalkan akad jual beli selama masih berada
dalam satu majlis (tempat) atau toko, seperti jual beli atau sewa menyewa.
2. Khiyaar Syarath
19 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), Ed. I., Cet. 2, h. 138.
34
Khiyar syarath adalah yang ditetapkan bagi salah satu pihak yang berakad
atau keduanya, apakah meneruskan atau membatalkan akad itu selama dalam
tenggang waktu yang disepakati bersama. Contohnya, Nasabah mengatakan
kepada Bank: ”saya akan membeli barang anda ini dengan ketentuan diberi
tenggang waktu selama tiga hari”. Sesudah tiga hari tidak ada kabar, berarti
akad itu batal.
3. Khiyaar ’Aib
Khiyar ’aib adalah hak pilih dari kedua belah pihak yang melakukan akad,
apabila terdapat suatu cacat pada benda yang diperjualbelikan dan cacat itu
tidak diketahui pemiliknya pada saat akad berlangsung. Contohnya, Nasabah
memesan barang kepada Bank dengan spesifikasi sesuai dengan yang
diinginkan nasabah, tetapi setelah barang dikirimkan dan ternyata tidak sesuai
dengan spesifikasi yang diinginkan nasabah. Dalam kasus ini , ada hak khiyar
bagi Nasabah (pembeli).
4. khiyaar Ru’yah
khiyar ru’yah adalah ada hak pilih bagi pembeli untuk menyatakan berlaku
atau batal jual beli yang ia lakukan terhadap suatu objek yang belum ia lihat
pada akad berlangsung. Pembeli dapat menentukan sikapnya pada saat telah
melihat barang itu, apakah ia langsungkan akad itu atau tidak.
F. Unsur-unsur dalam Murabahah
1. Uang Muka Murabahah
35
Dalam transaksi murabahah terdapat dua pengertian yang terkait dengan
pembayaran dimuka ini yaitu:
a. Hamish Gedyyah
Ini adalah jumlah yang dibayar oleh pemesan pembelian atas permintaan
pembeli untuk memastikan bahwa si pemesan adalah serius dalam
pemesanannya. Tetapi, apabila janji mengikat dan pemesan pembelian
menolak membeli aset, maka kerugian sebenarnya bagi pembeli harus
dipenuhi dari jumlah ini.
b. Urboun
Ini adalah jumlah yang dibayar oleh nasabah (pemesan) kepada penjual
(yaitu pembeli mula-mula) pada saat pemesan membeli sebuah aset dari
penjual. Jika nasabah atau pelanggan meneruskan penjualan dan
mengambil aset, maka urboun akan menjadi bagian dari harga. Jika tidak,
urboun akan menjadi hak bagi penjual.
Jika memperhatikan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam fatwa
DSN, maka yang dimaksud uang muka akan akuntansi murabahah ini adalah
sebagai Hamish Gedyyah, bukan sebagai Urboun. Jadi sesuai dengan
pengertian tersebut yang dimaksud dengan uang muka adalah sebagaimana
dijelaskan pada pengetian Hamish Gedyyah walaupun banyak yang
memberikan istilah Urboun.
2. Harga Perolehan Barang
36
Dalam transaksi murabahah yang diperjualbelikan adalah barang miliknya
sendiri, sehingga bank syariah mengetahui berapa pokok barang tersebut. Hal
ini sejalan dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 4/DSN-
MUI/IX/2000 tentang Murabahah dalam ketentuan pertama dijelaskan sebagai
berikut:
Pertama, ketentuan umum murabahah dalam bank syariah:20
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian
barang yang telah disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank
sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah
(pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya.
Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu dengan jujur harga pokok
barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut
pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
20 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, h. 25.
37
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan
akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan
nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli
barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan
setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
Yang perlu diketahui adalah apa yang dikategorikan sebagai ”biaya
perolehan” suatu barang, sehingga bank syariah dapat memberitahukan
kepada pembeli dengan benar. Dalam PSAK 102 tentang Akuntansi
Murabahah dijelaskan yang dimaksud dengan harga perolehan adalah:
Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan untuk
memperoleh suatu aset sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan
tempat yang siap untuk dijual dan digunakan.
a. Biaya sebagai unsur biaya perolehan
Berkaitan dengan pengadaan barang, bank syariah sebagai penjual
tidak menutup kemungkinan mengeluarkan biaya-biaya yang berkaitan
dengan pengadaan barang tersebut sepeti misalnya pembayaran pajak
penjualan atas barang yang dibeli, ongkos pengiriman barang dan
sebagainya. Biaya-biaya yang dikeluarkan dapat dikategorikan sebagai
unsur penambah harga perolehan Sangay tergantung pada syarat
penyerahan barang baik dari pemasok dan pembelinya.
b. Diskon dari pemasok
38
Yang bertanggungjawab untuk mengadakan barang hádala bank
syariah sebagai penjual, sehingga dalam pengadaan barang dimungkinkan
diperoleh diskon dari pemasok atas barang tersebut.
Dalam Fatwa DSN No. 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang ”Diskon”
Dalam Murabahah mengatur diskon sebagai berikut:
1. Jika dalam jual beli murabahah LKS mendapat diskon dari
supplier, harga sebenarnya adalah harga setelah diskon. Karena itu,
diskon adalah hak nasabah.
2. Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon
tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian (persetujuan) yang dimuat
dalam akad.
3. Dalam akad, pembagian diskon setelah akad hendaklah diperjanjikan
dan ditandatangani.
Yang dikategorikan sebagai diskon yang terkait dengan pembelian
barang antara lain meliputi (psak 102, paragraf 6-17) :
1. Diskon dalam bentuk apapun dari pemasok atas pembelian barang
2. Diskon biaya asuransi dari perusahaan asuransi dalam rangka
pembelian barang, dan
3. Komisi dalam bentuk apapun yang diterima terkait dengan pembelian
barang.
3. Keuntungan Murabahah
39
Tujuan bank syariah sebagai penjual adalah memperoleh keuntungan
dalam transaksi murabahah yang dilakukan. Dalam perbankan syariah metode
perhitungan keuntungan dan metode pengakuan keuntungan tidak harus sama.
4. Hutang Pembeli (Piutang Murabahah)
Hutang nasabah ini berkaitan dengan cara pembayaran harga barang yang
diperjual belikan dalam murabahah. Hutang nasabah ini timbul akibat harga
jual yang telah disepakati antara penjual dan pembeli dilakukan dengan
tangguh atau dilakukan kemudian setelah akad ditandatangani dan penyerahan
barang dilakukan.
G. Murabahah yang Diwakilkan21
Dalam praktek banyak bank syariah yang tidak tertlibat dalam pengadaan
barang, bank menyediakan uang atau menberikan uang kepada nasabah, dengan
alasan nasabah sebagai wakil bank syariah untuk membeli barang kebutuhannya
sendiri. Berkaitan dengan hal ini Fatwa DSN : 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Murabahah menyatakan sebagai berikut:
Jika bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak
ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip
menjadi milik bank
Dari fatwa ini jelas bahwa bank syariah tidak diperkenankan untuk melakukan
akad murabahah kalau barangnya tidak ada, karena timbul gharar (ketidakjelasan
21 Wiroso, Produk Perbankan Syariah, h. 206.
40
barang yang diperjualbelikan). Hal ini jelas haditsnya yang mengatakan tidak
diperkenankan menjual burung yang masih terbang, menjual ikan dalam lautan dan
menjual akan binatang dalam kandungan. Saat bank syariah menyerahkan uang
sebagai wakil bank syariah, maka akad yang dipergunakan adalah akad wakalah.
Setelah barang ada, baru dilakukan akad murabahah. Untuk memberikan ilustrasi
murabahah yang diwakilkan kepada nasabah, diberikan contoh sebagai berikut:
a. saat bank syariah menyerahkan uang sebesar Rp. 120 juta kepada Amir
(nasabah), barang yang diperjualbelikan belum ada sehingga tidak
diperkenankan melakukan akad murabahah. Atas penyerahan uang tersebut
akad yang dipergunakan adalah akad wakalah dan jika akad wakalah hutang
nasabah kepad bank syariah hanya sebesar uang yang diterima yaitu sebesar
Rp. 120 juta. Dalam memberikan amanah untuk mewakilkan harus jelas atas
yang diwakilkan. Bahkan seharusnya nasabah yang menerima kuasa (sebagai
wakil bank) menerima upah atas pekerjaan yang dilakukan.
b. Atas amanah yang diberikan bank syariah, Amir/nasabah melakukan
pembelian atau pengadaan barang sesuai yang diwakilkan dan kemudian
diserahkan kepada bank syariah. Dengan penyerahan barang yang diwakilkan
tersebut hutang nasabah diperhitungkan, jika terdapat sisa dikembalikan
nasabah kepada bank syariah, sebaliknya jika kurang bank syariah harus
menambah atau mengembalikan kekurangannya kepada nasabah. Sampai
disini transaksi wakalah selesai.
41
c. Barang dalam penguasaan bank syariah, oleh karena itu akad murabahah
dapat dilaksanakan sesuai ketentuan syariah yang telah diuraikan
sebelumnya. Dengan disetujui transaksi ini dengan akad murabahah, maka
hutang nasabah kepada bank syariah hanya sebesar harga jual yaitu Rp. 145.
200.000
Jadi akad murabahah dapat dilakukan jika akad wakalah diselesaikan. Dalam
praktek bank syariah dikatakan tidak beda dengan bank konvensional dalam
transaksi tersebut karena akad murabahah dilakukan bersama-sama dengan
akad wakalah dan nasabah diserahkan uang sebesar Rp. 120 juta. Untuk
membeli barang yang diwakilkan dan hutang nasabah menjadi sebesar harga
jual Rp. 145. 200. 000 (karena akad murabahah sudah ditandatangani(,
dimana hak ini sama dengan kredit kendaraan bermotor yang dilakukan bank
konvensional.
H. Murabahah Menurut Ulama Madzhab dan Pola Pengembangannya
1. Murabahah Menurut Ulama Madzhab
e. Madzhab Hanafi
42
Menurut madzhab Hanafi, Murabahah adalah merupakan bentuk jual
beli dimana pembeli mengetahui harga pokok barang dan tambahan margin
yang diinginkan oleh penjual.22 Jadi jual beli ini bersifat transparan yang
keuntungannya diketahui oleh kedua belah pihak.
f. Madzhab Maliki
Menurut ulama Malikiyah menyatakan bahwa jual beli bisa dilakukan
(diperbolehkan) dengan cara jual beli biasa (musawamah) ataupun
murabahah. Jual beli murabahah diperbolehkan dengan syarat penjual
memberikan informasi yang transparan kepada pembeli tentang jumlah
margin yang diinginkan serta harga pokok pembelian (HPP) yang ia
dapatkan dari penjual pertama.23
g. Madzhab Syafi’i
Bai’ al-Murabahah pada masa Imam Syafi’i ini merupakan bentuk jual
beli dimana pembeli meminta kepada penjual untuk membelikan
barang/komoditas yang ia butuhkan dan pembeli yang langsung
menetapkan berapa jumlah margin yang akan dia berikan kepada penjual.
Praktik Bai’ al-Murabahah menurut Madzhab Syafi’i telah mengalami
perkembangan. Jual beli tidak hanya dilakukan antara dua pihak saja, tetapi
22 Pandangan Madzhab Hanafi tentang Murabahah dapat kita temukan dalam kitab karya murid-muridnya, salah satunya adalah Alauddin Abu Bakar bin Mas’ud al-Kasani, dalam kitabnya yang berjudul Budaai’u ash-shonaai’u.
23 Pandangan Madzhab Maliki tentang Murabahah dapat kita temukan dalam kitab karya murid-muridnya, salah satunya adalah Abu Umar Yusuf bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Birri Annamri al-Qurthubi, dalam kitabnya yang berjudul Istiy’abu
43
sudah melibatkan pihak ketiga yaitu penjual pertama atau sekarang disebut
dengan Supplier.24
h. Madzhab Hambali
Menurut Madzhab Hambali Bai’ al-Murabahah merupakan salah satu
bentuk praktik jual beli, dimana pihak penjual melakukan perniagaan atas
komoditas yang dimiliki dengan tingkat keuntungan tertentu. Selain itu,
penjual juga disyaratkan untuk menyebutkan harga pokok pembelian
barang (sebagai modal) secara jelas, begitu juga dengan keuntungan yang
diinginkan. Misalnya penjual berkata ”modal yang saya keluarkan untuk
mendapatkan komoditas tersebut sebesar 100 real, dan saya ingin
mendapatkan keuntungan sebesar 10 real”.25
Dari pendapat Ulama Madzhab diatas dapat penulis simpulkan bahwa
murabahah adalah bentuk jual beli amanah (atas dasar kepercayaan) yang
mewajibkan penjual untuk bersikap transparan kepada pembeli dengan memberikan
informasi terkait dengan harga pokok pembelian, keuntungan yang disepakati serta
spesifikasi barang yang menjadi objek transaksi.
2. Pola Pengembangan Murabahah Menurut Ulama Madzhab
a. Masa Imam Abu Hanifah dan Imam Malik
24 Tesis karya Sofyan Abbas yang berjudul: “Aplikasi Transaksi Murabahah pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Kantor Cabang Ternate”, Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2009.
25 Syamsuddin Abu al-Farj bin Abdurrahman bin Syaikh al-Imam al-’Alim al-’Amil al-Zahid Abu Umar Muhammad bin Qudamah al-Muqaddasi (w.682 H), Al-Syarh Al-Kabir, jilid II, (Riyadh: Jami’ah al-Imam Muhammad bin Su’ud al-Islamiyah, tth), h. 392.
44
Di masa Imam Abu Hanifah dan Imam Malik mekanisme pola
murabahah yang terjadi adalah bentuk transaksi yang terjadi antara kedua
belah pihak yang melakukan akad dan belum melibatkan pihak ketiga,
dalam artian transaksi itu terjadi secara langsung berhadapan antara penjual
dan pembeli dan tidak ada pihak ketiga. Karena ulama madzhab
mensyaratkan barang sudah harus dimiliki dan dapat diserahkan pada saat
terjadi akad, dan umumnya akad transaksi bai’ al-murabahah yang
dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli dilakukan
secara kontan./tunai.
b. Masa Imam Syafi’i
Pada masa ini pola bai’ al-murabahah dengan bentuk yang agak
berbeda. Imam Syafi’i merupakan Imam pertama yang memberikan
legalitas transaksi bai’ al-murabahah li al-Amir bi al-Syira’, dimana dalam
bentuk transaksi ini melibatkan pihak ketiga. Transaksi murabahah
mengalami pengembangan yaitu transaksi yang terjadi dilakukan tidak
hanya dua pihak antara penjual dan pembeli namun ada pihak ketiga yang
ikut terlibat dalam proses transaksi ini. Pihak ketiga disini masih bersifat
pribadi belum melibatkan lembaga keuangan syariah.
c. Masa Imam Hambali
45
Pada masa ulama Hanabilah bentuk bai’ al-murabahah mengalami
perkembangan lebih lanjut, dimana ketika Imam Syafi’i telah terjadi bentuk
transaksi tiga pihak dan dilakukan secara kontan maka perkembangan masa
Hanabilah bentuk transaksi bai’ al-murabahah bisa dilakukan secara tunai
dan tempo.
I. Murabahah Menurut Ulama Kontemporer dan Pola Pengembangannya
1. Murabahah Menurut Ulama Kontemporer
a. DR. Sami Hasan Hamoud
Dr. Sami Hasan Hamoud adalah ulama kontemporer yang pertama
memperkenalkan kembali istilah bai’ al-murabahah li al-Amir bi al-
Syira’,26 beliau menyatakan bahwa bai’ murabahah li al-Amir bi al-Syira’
merupakan fasilitas pembiayaan yang bisa diberikan oleh perbankan
syariah guna mempermudah proses perdagangan ataupun sekedar untuk
memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif. Alasan mendasar
diaplikasikannya pembiayaan murabahah dalam perbankan syariah adalah
berangkat dari sebuah realita bahwa manusia terkadang sangat
membutuhkan suatu komoditas tertentu guna memenuhi kebutuhan
hidupnya, namun pada saat yang sama ia tidak memiliki uang cash yang
cukup untuk membelinya. Peluang bisnis tersebut ditangkap oleh
26 Sami Hasan Hamoud, Tathwir al A’mal al-Masrafiyah Bima Yattafiq al-Syariah al-Islamiyah (‘Aman: Mathba’ah al-Syarq, 1402 H/1982), Cet. 2, h. 431.
46
perbankan konvensional dengan memberikan kredit kepada nasabah,
setidaknya perbankan syariah juga bisa memfasilitasi kebutuhan tersebut
dengan menggunakan pembiayaan murabahah.27
b. DR. Wahbah Zuhaili28
Menurut Dr. Wahbah Zuhaili, skim murabahah dalam praktek
perbankan sudah berkembang dan relatif tidak sama aplikasinya dengan
masa ulama terdahulu dan telah berkembang menjadi sesuatu yang sangat
kompleks. Dalam perbankan syariah, akad murabahah lebih dikenal dengan
istilah murabahah li al-amir bi al-syira’. Hal tersebut bisa diilustrasikan
sebagai berikut: seorang nasabah menginginkan sebuah mobil, tetapi ia
tidak memiliki uang cash untuk membelinya, kemudian ia datang kepada
bank syariah meminta untuk membelikannya (bank syariah diperintah
nasabah untuk membeli/li Amir bi al-Syira’).
Dalam proses awal ini, ditentukan kesepakatan antara nasabah dan
bank tentang kriteria mobil dimaksud serta harga dan biaya yang harus
ditanggung oleh nasabah. Dalam tahapan ini belum terjadi transaksi jual
beli, yang ada hanya kesepakatan diantara keduanya serta janji-janji yang
akan dipenuhi oleh kedua belah pihak. Bank berjanji akan membelikan
mobil dimaksud sesuai dengan kriteria dan menjualnya kepada nasabah,
dan nasabah juga berjanji akan membeli mobil tersebut jika memang sesuai
27 Sami Hasan Hamoud, Tathwir al A’mal al-Masrafiyah Bima Yattafiq al-Syariah al-Islamiyah Cet. 2, h. 431.
28 Wahbah Zuhaili, Al-Muamalat al-Maliyah al-Mu’ashiroh: Buhuts wa Fatawa wa Hulul, h. 68.
47
dengan kriteria yang dimaksud. Selanjutnya pihak bank akan membelikan
mobil yang diinginkan nasabah, dan jika telah resmi menjadi milik bank,
kemudian baru dilakukan transaksi jual beli dengan nasabah.29
Dari pendapat Ulama Kontemporer diatas dapat penulis simpulkan bahwa
murabahah adalah bentuk jual beli amanah (atas dasar kepercayaan) yang
mewajibkan penjual untuk bersikap transparan kepada pembeli dengan memberikan
informasi terkait dengan harga pokok pembelian, keuntungan yang disepakati serta
spesifikasi barang yang menjadi objek transaksi.
2. Pola Pengembangan Murabahah Menurut Ulama Kontemporer
Pada masa ulama kontemporer ini, pembiayaan murabahah telah
mengalami perkembangan-perkembangan bahkan sampai pada tingkat yang
cukup kompleks. Pembiayaan murabahah masa ini telah melibatkan tiga pihak
yaitu pembeli (nasabah), penjual (bank) dan supplier. Ketika pada masa ulama
klasik pihak ketiga masih merupakan individu dan transaksi cenderung
dilakukan secara kontan, sementara pada masa ini pihak ketiga adalah
lembaga keuangan seperti perbankan syariah dan transaksi dilakukan dengan
pembayaran cicilan atau tempo. Dengan demikian pembiayaan murabahah
masuk dalam mekanisme perbankan.
Dalam transaksi masa ini, para ulama juga mensyaratkan adanya hak
khiyar bagi nasabah ketika mengadakan akad pembiayaan murabahah dengan
29 Wahbah Zuhaili, Al-Muamalat al-Maliyah al-Mu’ashiroh: Buhuts wa Fatawa wa Hulul, h. 68.
48
pihak bank, jika spesifikasi barang tidak sesuai dengan keinginan nasabah
ataupun terdapat cacat/aib dari barang tersebut. Selain itu disyaratkan adanya
kepemilikan barang secara penuh oleh pihak bank sebagai penjual
J. Asas Hukum Perjanjian dalam Islam
1. Al-Hurriyah (Kebebasan)
Asas kebebasan berkontrak di dalam hukum Islam dibatasi oleh ketentuan
syariah Islam. Dalam membuat perjanjian ini tidak boleh ada unsur paksaan,
kekhilafan dan penipuan.
2. Al-Musawah (Persamaan atau Kesetaraan)
Asas ini mengandung pengertian bahwa para pihak mempunyai kedudukan
(bargaining position) yang sama, sehingga dalam menentukan term and condition
dari suatu akad/perjanjian setiap pihak mempunyai kesetaraan atau kedudukan
yang seimbang.
3. Al-‘Adalah (Keadilan)
Pelaksanaan asas ini dalam suatu perjanjian/akad menuntut para pihak untuk
melakukan yang benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan, memenuhi
49
semua kewajibannya. Perjanjian harus senantiasa mendatangkan keuntungan yang
adil dan seimbang, serta tidak boleh mendatangkan kerugian bagi salah satu
pihak.
4. Al-Ridhu (Kerelaan)
Asas ini menyatakan bahwa segala transaksi yang dilakukan harus atas dasar
kerelaan antara masing-masing pihak , harus didasarkan pada kesepakatan bebas
dari para pihak dan tidak boleh ada unsur paksaan, tekanan, penipuan dan mis-
statement.
5. Ash-Shidq (Kebenaran atau Kejujuran)
Asas ini menyatakan bahwa di dalam Islam setiap orang dilarang melakukan
kebohongan dan penipuan, karena dengan adanya penipuan/kebohongan sangat
berpengaruh terhadap keabsahan perjanjian/akad. Perjanjian yang di dalamnya
mengandung unsur kebohongan/penipuan, memberikan hak kepada pihak lain
untuk menghentikan proses pelaksanaan perjanjian tersebut.
6. Al-Kitabah (Tertulis)
Asas ini menyatakan bahwa setiap perjanjian hendaknya dibuat secara tertulis,
demi kepentingan pmbuktian jika dikemudian hari terjadi sengketa.
BAB III
KONSEP PEMBIAYAAN MURABAHAH DARI BANK
MUAMALAT INDONESIA (BMI) KE PT. LINTAS UTAMA
PERSADA
A. Mekanisme Pembiayaan Murabahah Bank Muamalat Indonesia ke PT.
Lintas Utama Persada
1. Pola Standar Umum Pembiayaan Murabahah Pada Perbankan Syariah
Dibawah ini adalah pola standart pembiayaan murabahah yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia1 dan harus diterapkan oleh perbankan syariah, yaitu:
Negosiasi danPersyaratan
Akad Jual Beli
Bayar Terima barangDan Dokumen
Beli barang Delivery
1 Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia,. Laporan Hasil Kajian Akad Bagi Bank Syariah, (Jakarta, 2004)., h.15.
50
NASABAHBank
Supplier/
Penjual
1
2
6
543
51
Keterangan:
1. Mekanisme transaksi murabahah dilakukan dengan negosiasi jual beli oleh
pihak calon pembeli (nasabah) dan bank atas suatu komoditi sesuai kriteria
yang dibutuhkan oleh nasabah.
2. Nasabah dan bank melakukan kontrak jual beli.
3. Bank memesan dan membeli barang pada supplier sesuai dengan kriteria
yang diinginkan nasabah.
4. Supplier kemudian melakukan proses delivery kepada nasabah atas barang
yang telah ditetapkan dalam perjanjian jual beli.
5. Pada tahap ini juga nasabah menerima barang beserta dokumen-dokumen
yang terkait dengan pembelian barang tersebut dari penjual/supplier.
6. Setelah delivery, nasabah menyelesaikan kewajiban finansialnya dengan
melakukan pembayaran kepada bank, sesuai dengan kesepakatan pada akad
yang telah ditandatangani.
2. Tahapan Operasional Pembiayaan Murabahah2
Dilihat dari pola di atas, realisasi praktek pembiayaan murabahah dapat di
break-down dalam beberapa tahapan. Tahapan-tahapan pembiayaan lazim disebut
dengan prosedur pembiayaan. Pembiayaan merupakan salah satu kegiatan
operasional bank yang perannya sangat penting, karena dari kegiatan inilah bank
memperoleh margin. Namun kegiatan pembiayaan juga dapat menimbulkan
2 Skripsi karya Nurul Hasana yang berjudul: Analisis Pembiayaan Murabahah pada Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri Cabang Bogor, Mahasiswi Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 1997, h. 118
52
risiko-risiko yang merugikan bank. Oleh karena itu, pemberian pembiayaan harus
dilakukan dengan hati-hati dan harus melalui tahapan-tahapan yang teliti.
Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tahap Solisit
Adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh bagian marketing dalam
rangka mendapatkan nasabah pembiayaan, bentuk kegiatan ini dapat berupa
presentasi kepada calon nasabah dengan memperkenalkan produk
pembiayaan dan fitur-fiturnya serta produk dan jasa yang lainnya dalam
rangka sosialisasi, dengan harapan calon nasabah tersebut akan tertarik dan
selanjutnya menjadi nasabah bank syariah. Solisit dilakukan oleh Marketing
Officer.
b. Tahap Pemenuhan Dokumen
Setelah kegiatan solisit dilakukan dan ternyata calon nasabah tersebut
tertarik untuk menjadi nasabah pembiayaan murabahah, maka calon nasabah
harus melengkapi pemenuhan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan
dalam pembiayaan, dan diserahkan kepada Marketing Officer (MO). Dalam
pembiayaan murabahah lebih banyak pembiayaan konsumtif dan oleh
karena itu maka nasabah diharuskan untuk melengkapi dokumen-dokumen
sebagai berikut:
1) Foto copy KTP, KK (suami-isteri), Surat Nikah.
2) Foto copy rekening tabungan 3 bulan terakhir.
53
3) Surat keterangan bekerja/SK pengangkatan terakhir, slip gaji 3 bulan
terakhir (untuk karyawan).
4) Surat usaha/praktik yang masih berlaku, bukti pembayaran pajak
terakhir, past performance 6 bulan terakhir (untuk profesional).
5) NPWP (untuk pembiayaan yang jumlahnya lebih dari Rp.
100.000.000.00).
6) Foto copy sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan)/HM (Hak Milik),
IMB, PBB terakhir, BPKB, STNK, faktur, brosur dealer.
7) Rencana Anggaran Biaya (RAB) khusus untuk renovasi.
Persyaratan tersebut tertuang dalam formulir permohonan pembiayaan
konsumtif yang telah disediakan oleh bank. Dalam formulir tersebut, selain
terdapat persyaratan seperti telah disebutkan, nasabah juga harus
menjelaskan maksud dan tujuan pembiayaan, berapa jumlah pembiayaan
yang diajukan, dan untuk jangka waktu berapa lama pembiayaan tersebut
berlangsung.
c. Tahap Investigasi
Investigasi harus dilakukan oleh Marketing Officer (MO), tujuannya
untuk meyakinkan legalitas permohonan nasabah beserta dokumen-
dokumen yang dipersyaratkan. Dalam proses investigasi, Marketing Officer
akan melakukan kegiatan sebagi berikut:
54
1) Interview
Ketika MO melakukan interview dengan nasabah, MO harus
mendapatkan beberapa informasi dari nasabah tentang hal-hal sebagai
berikut:
a) Tujuan permohonan pembiayaan, jumlah yang dibutuhkan, dan
jangka waktu pembiayaan. Selain itu, MO juga harus mengetahui
total income yang didapatkan setiap bulan, mengetahui jumlah
tanggungan keluarga dan pengeluarannya, tujuannya
dimaksudkan untuk mengetahui source of repayment.
b) Jika nasabah seorang pemilik usaha, maka MO harus
mendapatkan informasi tentang kelayakan bisnis nasabah,
volume usaha, pangsa pasar ataupun para pesaingnya, dimana hal
tersebut diperkuat dengan laporan keuangan dan company
profile yang dimiliki.
c) MO harus melakukan cross-check terhadap legalitas properti
yang dijadikan sebagai jaminan, misalnya BPKB, sertifikat tanah
dan lainnya. Selanjutnya harus dilakukan taksasi nilai properti
yang dijadikan sebagai jaminan, sehingga akan diketahui rasio
collateral coverage terhadap jumlah pembiayaan.
Interview ini dilakukan tujuannya untuk mengetahui karakter calon
nasabah pembiayaan. Jika dalam proses interview terdapat hal-hal yang
mencurigakan, maka MO langsung mendeteksi karakter nasabah tersebut.
55
2) Bank Checking
Bank checking dilakukan oleh MO untuk mengetahui informasi
tentang saving account nasabah, fasilitas bank (kartu kredit,
pembiayaan) yang telah atau sedang digunakan oleh nasabah. Hal ini
sebagai upaya untuk pengetahui source of repayment ataupun karakter
nasabah. Selain itu juga dilakukan BI checking untuk mengetahui posisi
nasabah dalam dunia perbankan, apakah termasuk ke dalam blacklist
atau one obligor concept.
3) On The Spot (OTS/Pemeriksaan Setempat)
Sebelum MO melakukan On The Spot, terlebih dahulu MO harus
membuat Surat Tugas Pemeriksaan Setempat yang disetujui oleh
Marketing Manager atau Kepala Cabang guna legalisasi kegiatan
tersebut. MO harus melakukan Re-Check atas kondisi dan lingkungan
bisnis nasabah. Hal ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa bisnis
berjalan tanpa ada kendala yang berarti. Selain itu, OTS juga ditujukan
untuk meyakinkan legalitas jaminan, taksasi nilainya ataupun untuk
memeriksa objek yang akan dijaminkan.
4) Pemeriksaan Dokumen Jaminan
Dokumen jaminan perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui
legalitas jaminan, siapa pemiliknya, apakah jaminan tersebut barang
sengketa, berapa luasnya (jika jaminan berupa tanah), setifikat tanah
berupa Hak Milik atau Hak Guna Bangunan, Izin Mendirikan Bangunan
56
(IMB) atau dokumen lainnya. Selain itu juga dilakukan taksasi untuk
mengetahui collateral coverage ratio.
5) Rangkuman Investigasi
Setelah investigasi dilakukan, maka harus dituangkan dalam
rangkuman hasil investigasi. Rangkuman ini selanjutnya diajukan
kepada Marketing Manager untuk mendapatkan disposisi tentang
permohonan pembiayaan tersebut, ditolak atau disetujui yang
selanjutnya dilanjutkan dengan analisa pembiayaan
d. Tahap Analisa
Jika rangkuman investigasi mendapatkan persetujuan dari Marketing
Manager, aplikasi pembiayaan tersebut selanjutnya diberikan kepada
Analyst Officer untuk dilakukan analisa. Dalam melakukan analisa
pembiayaan murabahah, terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan
oleh Analyst Officer sebagai berikut:
1) Analisa aspek yuridis (nasabah, supplier).
2) Analisa aspek moral nasabah, aspek pendapatan nasabah, aspek
agunan dan juga aspek risiko.
3) Menghitung besaran kewajaran pembiayaan.
4) Menetapkan/menghitung margin.
5) Membuat kesimpulan dan rekomendasi, termasuk menetapkan syarat
dan pra-syarat pembiayaan.
57
Semua hasil analisa tersebut dituangkan dalam Nota Analisa
Pembiayaan Cabang (NAPC) untuk mendapatkan persetujuan atau
penolakan dari Manajer Pemasaran dan Pimpinan Cabang.
e. Tahap Persetujuan Pembiayaan
Jika usulan pembiayaan telah disetujui oleh komite pembiayaan tingkat
cabang, maka langkah selanjutnya adalah membuat SP3 (Surat Penegasan
Persetujuan Pembiayaan/offering letter) dan meminta persetujuan dari
Manajer Pemasaran dan Pimpinan Cabang. Setelah itu, meminta persetujuan
dari calon nasabah, jika calon nasabah setuju maka calon nasabah tersebut
menandatangani SP3 asli diatas materai cukup. Biasanya Offering Letter
berisi tentang obyek pembiayaan, struktur pembiayaan yang terdiri atas jenis
dan jumlah serta biaya-biaya, jaminan dan syarat-syarat yang harus
dipenuhi.
f. Tahap Pengikatan
Jika nasabah setuju dengan persyaratan yang terdapat dalam offering
letter, maka ia harus segera melengkapi dokumen-dokumen yang
dipersyaratkan yang diserahkan kepada MO. Selanjutnya dokumen tersebut
diserahkan kepada Analyst Officer dan kemudian dibuatkan draft kontrak
pembiayaan berdasarkan ketentuan dalam offering letter.
Secara ringkas, akad pembiayaan biasanya terdiri atas penjelasan
tentang obyek pembiayaan, beberapa definisi terkait dengan akad
pembiayaan, tujuan, jumlah dan jangka waktu pembiayaan, jumlah margin,
58
tata cara pembayaran, biaya-biaya, diskon dan pajak, jaminan, asuransi dan
lain sebagainya. Draft akad tersebut kemudian diserahkan kepada
Marketing Manager dan Kepala Cabang untuk disetujui. Jika telah disetujui,
kontrak tersebut dibaca nasabah untuk disetujui yang kemudian
ditandatangani oleh nasabah dan Kepala Cabang di hadapan notaris.
g. Tahap Pencairan
Pada tahap ini Marketing Officer membuat DPRP (Daftar Pengecekan
Realisasi Pembiayaan). Daftar ini berupa lembaran yang berisi rincian
dokumen yang dipersyaratkan dalam pembiayaan dan prasyarat serta syarat
yang telah disepakati sebagaimana disebutkan dalam akad maupun SP3
antara lain:
1) Akad pembiayaan telah ditandatangani oleh nasabah diatas materai
cukup.
2) Surat sanggup telah ditandatangani calon nasabah diatas materai
cukup.
3) Jaminan yang diserahkan telah diikat sesuai ketentuan dan ditutup
asuransinya (kecuali pengikatan dan penutupan asuransi jaminan
untuk pembiayaan murabahah baru akan dilakukan bila barangnya
sudah dibeli).
4) Biaya administrasi dan biaya pengikatan jaminan telah dibayar oleh
nasabah.
59
5) Pengamanan sumber pelunasan pembiayaan telah dilakukan oleh
bank.
6) Dan pra-syarat/syarat lainnya yang telah ditetapkan.
Setelah DPRP mendapatkan persetujuan dari pejabat berwenang yaitu
Manajer Pemasaran, Manajer Operasi, Pelaksana Adaministrasi Pembiayaan
dan Pimpinan Cabang, proses selanjutnya adalah membuat Costumer
Facility dan Memo Pencairan dan meminta persetujuan dari Manajer
Pemasaran dan selanjutnya diserahkan ke Customer Service untuk proses
(input) pembukaan rekening pembiayaan a/n nasabah atas dasar Customer
Facility. Setelah proses ini mendapatkan pengesahan dari pejabat
berwenang, maka pencairan segera dilakukan oleh Administrasi
Pembiayaan.
h. Tahap Pembayaran Angsuran
Pada tahap ini antara 5 sampai 10 hari sebelum pembayaran jatuh tempo,
bagian marketing harus sudah mulai menghubungi nasabah dan
mengingatkan bahwa pembayaran angsuran akan segera jatuh tempo. Jika
saldo pada rekening a/n nasabah belum mencukupi untuk pembayaran, maka
nasabah harus sudah mencukupinya sebelum tanggal jatuh tempo untuk
menghindari keterlambatan.
60
i. Tahap Monitoring
Pada tahap ini, monitoring dibagi menjadi beberapa kegiatan yang
semuanya adalah bertujuan agar proses selanjutnya berjalan dengan lancar
dan sesuai dengan prosedur. Tahap monitoring dibagi menjadi:
1) Monitoring kegiatan usaha nasabah. Ini dilakukan atas dasar laporan
aktivitas usaha yang diberikan oleh nasabah tiap akhir bulan.
Laporan angsuran menunggak serta daftar KAP (Kualitas Aktiva
Produktif) yang dibuat oleh Administrasi Pembiayaan, kemudian
nasabah diklasifikasikan untuk memudahkan mana yang perlu
mendapatkan pembinaan.
2) Monitoring KAP. Administrasi Pembiayaan membuat Laporan
Normatif Pembiayaan dan Memo mengenai nasabah yang perlu
mendapat perhatian untuk dibina. Laporan dan memo tersebut
disetujui oleh pejabat berwenang yang kemudian ditindaklanjuti oleh
Marketing Officer.
3) Menindaklanjuti surat Kantor Pusat. Jika Kantor Pusat memberi
surat mengenai KAP Cabang, maka pihak cabang harus
menindaklanjuti dan membuat surat penjelasan/tanggapan untuk
Kantor Pusat mengenai hal yang dimintai penjelasan oleh Kantor
Pusat.
4) Monitoring jatuh tempo. Administrasi Pembiayaan mencetak daftar
angsuran jatuh tempo (past due report by AO) dari sistem bank
61
beserta memo penagihan, kemudian disahkan oleh Manajer Operasi
dan Manajer Pemasaran untuk ditindaklanjuti oleh Marketing
Officer.
j. Tahap Penilaian Ulang
Tahap penilaian akhir ini dilakukan atas fasilitas pembiayaan yang telah
berjalan 6 bulan atau telah menunjukkan kolektabilitas kurang lancar,
dengan penekanan pada:
1) Masa berlaku legalitas usaha
2) Performance nasabah, meliputi:
a) Penyampaian laporan
b) Mutasi rekening nasabah
c) Pelunasan kewajiban jatuh tempo
d) Aktivitas voleme bisnis nasabah
e) Likuiditas usaha
f) Rentabilitas usaha
3) Kewajaran limit pembiayaan dikaitkan dengan volume bisnis
nasabah.
4) Nilai polis asuransi dan masa berlakunya.
5) Nilai transaksi jaminan dan pengamanannya.
62
B. Isi Kontrak Pembiayaan Murabahah Bank Muamalat Indonesia ke PT.
Lintas Utama Persada
Isi kontrak murabahah dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu:
1. Bagian Pendahuluan
Pada bagian pendahuluan kontrak murabahah ini, dibagi menjadi tiga sub
bagian yang terdiri dari:
a. Sub bagian pembuka. Sub bagian ini memuat tiga hal, yaitu:
1) sebutan nama kontrak murabahah.
Kontrak murabahah ini bernama “Murabahah”
2) tanggal kontrak murabahah.
Kontrak murabahah ini dibuat pada hari ini/22 Apr 2009 (tanggal dua
puluh dua bulan april tahun dua ribu sembilan)
3) tempat kontrak murabahah dibuat dan ditandatangani.
Kontrak ini dibuat dan ditandatangani di Jakarta
b. Sub bagian pencantuman identitas para pihak
Pada sub bagian ini dicantumkan identitas para pihak yang
mengikatkan diri dalam kontrak dan siapa saja yang menandatangani
kontrak murabahah.
Dalam kontrak murabahah ini, yang mengikatkan diri adalah:
1) Nyonya Burdah, yang bertempat tinggal di Kelurahan Kota XXXX,
Kecamatan XXXXX, Kotamadya Jakarta Barat. Dan Nona Ririn
63
Ivandalasiati, yang bertempat tinggal di Kelurahan XXXX, Kecamatan
XXXX, Kotamadya Jakarta Utara.
Menurut keterangannya dalam hal ini bertindak dalam jabatannya
seperti tersebut, guna memberikan persetujuan kepada Direksi
“Perseroan”. Kedua orang ini selaku pembeli selanjutnya disebut
“NASABAH”.
c. Sub bagian penjelasan
Pada sub bagian ini, alasan pembiayaan murabahah dijelaskan, yakni:
1) Bahwa Para Pihak akan melaksanakan transaksi Murabahah menurut
ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan
ketentuan syariah yang berlaku.
2) Bahwa BANK akan menjual kepada NASABAH barang yang dibeli
dari pemasok sesuai pesanan NASABAH dan NASABAH akan
membeli barang sesuai dengan yang dipesannya kepada BANK.
2. Bagian Isi
Pada bagian isi, ada 4 (empat) hal yang dicantumkan, yaitu:
a. Klausula definisi
Klausula ini mencantumkan berbagai definisi untuk keperluan kontrak
murabahah. Klausula definisi ini bertujuan untuk mengefisienkan klausula
selanjutnya karena tidak perlu diadakan pengulangan definisi, pada
kontrak murabahah ini klausula definisi dicantumkan pada pasal 2 sampai
21 yang berisi tentang:
64
1) Murabahah adalah jual beli antara NASABAH sebagai pemesan untuk
membeli, dan BANK sebagai penjual dan penyedia barang, yang di
dalam akad jual-belinya dinyatakan dengan jelas dan rinci mengenai
barang, harga beli BANK dan harga jual BANK kepada NASABAH
sehingga termasuk di dalamnya keuntungan yang diperoleh BANK,
serta persetujuan NASABAH untuk membayar harga jual BANK
tersebut secara tangguh, baik secara sekaligus (lump-sum) atau secara
angsuran.
2) BANK adalah penjual yang menyediakan fasilitas jual beli murabahah
kepada NASABAH atas pembelian barang yang dipesan oleh
NASABAH dengan cara BANK secara prinsip membeli barang dari
pemasok untuk kepentingan dan atas pesanan NASABAH.
3) NASABAH adalah pembeli yang berkewajiban membeli barang sesuai
pesanan yang telah dilakukan oleh NASABAH kepada BANK.
4) Pemasok adalah pihak ketiga yang ditunjuk atau disetujui oleh BANK
untuk menyediakan barang yang akan dibeli oleh BANK dan
selanjutnya akan dijual oleh BANK kepada NASABAH.
5) Barang adalah obyek akad ini, yang meliputi segala jenis atau macam
barang yang dihalalkan oleh syariah, baik zat maupun cara
perolehannya.
6) Harga Beli adalah sejumlah uang yang dikeluarkan BANK untuk
membeli barang dari Pemasok yang diminta oleh NASABAH dan
65
disetujui oleh BANK berdasar Surat Persetujuan Prinsip dari BANK
kepada NASABAH, termasuk di dalamnya biaya-biaya langsung yang
terkait dengan pembelian barang tersebut.
7) Keuntungan adalah keuntungan BANK atas terjadinya jual beli
Murabahah yang disetujui oleh BANK dan NASABAH.
8) Harga Jual adalah harga beli ditambah dengan sejumlah keuntungan
BANK yang disepakati oleh BANK dan NASABAH yang ditetapkan
dalam akad ini.
9) Utang Murabahah adalah utang NASABAH yang timbul karena jual
beli Murabahah yang wajib dibayar oleh NASABAH kepada BANK.
10) Surat Persetujuan Prinsip (Offering Letter) adalah penawaran jual beli
Murabahah dari BANK yang memuat ketentuan dan syarat-syarat jual
beli Murabahah yang diberikan oleh BANK yang merupakan bagian
tak terpisahkan dari akad ini.
11) Surat Sanggup Membayar (Promes) adalah surat pernyataan yang
merupakan salah satu bukti adanya kewajiban dan kesanggupan
NASABAH untuk membayar Utang Murabahah yang timbul
sehubungan dengan transaksi jual beli Murabahah antara BANK dan
NASABAH.
12) Dokumen Agunan adalah segala macam dan bentuk surat bukti tentang
kepemilikan atau hak-hak lainnya atas barang yang dijadikan agunan
66
bagi terlaksananya kewajiban NASABAH terhadap BANK
berdasarkan akad ini.
13) Cidera Janji adalah peristiwa atau peristiwa-peristiwa sebagaimana
dimaksud pasal 12 akad ini, yang menyebabkan BANK dapat
menghentikan seluruh atau sebagian dari isi akad ini, menagih seketika
dan sekaligus jumlah kewajiban NASABAH kepada BANK sebelum
jangka waktu akad ini berakhir
14) Hari Kerja BANK adalah hari kerja Bank Indonesia.
b. Klausula transaksi
Klausula transaksi adalah klausula-klausula yang berisi tentang
transaksi yang akan dilakukan. Klausula ini dicantumkan pada pasal 2
sampai pasal 21 yang berisi tentang pokok perjanjian, barang, harga,
syarat realisasi, penyerahan barang, jangka waktu dan tata cara
pembayaran, diskon dari pemasok, biaya, potongan dan pajak-pajak,
pengakuan hutang dan penyerahan agunan, agunan, denda, peristiwa
cidera janji, akibat cidera janji, pernyataan dan jaminan nasabah,
pembatasan terhadap tindakan nasabah, resiko, asuransi, force majeur,
pengawasan dan pemeriksaan, hukum yang berlaku.
c. Klausula Spesifik
Klausula ini mengatur hal-hal yang spesifik dalam transaksi
murabahah. Hal-hal yang spesifik dalam kontrak yaitu:
67
1) Harga jual Bank sebesar Rp. 1. 886.101.400.00 (satu milyar delapan
ratus delapan puluh enam juta seratus satu ribu empat ratus rupiah),
yang terdiri dari:
a) Harga Beli Bank sebesar Rp. 1.200.000.000.00 (satu milyar dua
ratus juta rupiah), dan
b) Keuntungan Bank sebesar Rp. 686.101.400.00 (enam ratus delapan
puluh enam juta seratus satu ribu empat ratus rupiah)
2) Jangka waktu pembiayaan berlangsung selama 60 (enam puluh) bulan
3) Diskon dari pemasok
Bank mendapat diskon dari pemasok sebelum akad ditandatangani
(sebelum akad direalisasikan), diskon tersebut merupakan hak Nasabah.
4) Agunan dalam kontrak ini ada 3 (tiga), yaitu:
a) 5 (lima) unit kendaran bermotor.
b) Sebidang tanah Hak Milik Nomor 00XXX/Ratujaya yang terletak
di Kelurahan Ratujaya, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok,
Jawa Barat.
c) Cessie tagihan dari PT. Sepatu Bata, Tbk, PT. Jasa Angkasa
Semesta dan Hotel Santika Premiere.
d. Klausula ketentuan umum
Klausula ini antara lain mengatur tentang penyelesaian sengketa,
pilihan hukum, pemberitahuan dan lain-lain. Klausula ini diatur pada pasal
22, yaitu:
68
1) Penyelesaian Sengketa secara musyawarah untuk mufakat apabila
terjadi perselisihan atau sengketa dalam pelaksanaan akad.
2) Apabila musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka proses
penyelesaiannya melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) menurut peraturan dan prosedur Arbitrase yang
berlaku di dalam Badan Arbitrase tersebut.
3) Pendapat Hukum (Legal Opinion) dan atau putusan yang ditetapkan
oleh BASYARNAS tersebut sebagai putusan tingkat pertama dan
terakhir.
3. Bagian Penutup
Pada bagian penutup, ada dua hal yang dicantumkan dalam kontrak
murabahah ini, yaitu:
a. Sub bagian kata penutup
Sub bagian kata penutup menerangkan bahwa kontrak murabahah ini
dibuat dan ditandatangani oleh:
1) Pihak Bank, yang diwakili oleh Tuan XX
2) Pihak Nasabah, Nyonya XXX dan Nona XXX
69
3) Saksi-saksi. Saksi pertama Nyonya XXX, bertempat tinggal di
Kelurahan XXXX, Kecamatan XXXX, Kotamadya Jakarta Selatan.
Saksi kedua Tuan XXX, bertempat tinggal di Keluarahan XXXX,
Kecamatan XXXX, Kotamadya Jakarta Timur.
b. Sub bagian ruang penempatan tanda tangan
Pada bagian ini, terdapat ruang penempatan tandatangan para pihak
yang terkait dalam kontrak murabahah, yaitu:
1) Notaris, XXXXX
BAB IV
ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH DARI BANK
MUAMALAT INDONESIA (BMI) KE PT. LINTAS UTAMA
PERSADA
A. Analisis Mekanisme Pembiayaan Murabahah Bank Muamalat Indonesia ke
PT. Lintas Utama Persada
Nasabah yang membutuhkan komoditas (barang) akan mendatangi BMI
untuk mengajukan permohonan pembiayaan. Tahap pertama yang harus dipenuhi
oleh nasabah adalah pemenuhan dokumen yang tertuang dalam formulir
pembiayaan yang telah disediakan oleh bank. Selain itu, nasabah juga harus
menjelaskan maksud dan tujuan pembiayaan, berapa jumlah yang diinginkan serta
untuk jangka waktu berapa lama. Sebelum pembiayaan disetujui oleh pihak bank,
maka bank mengadakan uji kelayakan bagi nasabah (sesuai dengan tahapan yang
telah ditulis, mulai tahap solisit sampai tahap analisa)
Jika sudah terpenuhi semua persyaratan dan bank setuju untuk memberikan
pembiayaan murabahah, maka terjadilah akad pembiayaan murabahah. Nasabah
kemudian menandatangani sejumlah dokumen pembiayaan murabahah (pada
tahap ini juga bank mengadakan akad wakalah, dimana nasabah ditunjuk sebagai
wakil bank dalam pembelian barang)
70
71
Selanjutnya tahap terakhir, bank akan mencairkan sejumlah dana yang
dibutuhkan nasabah melalui rekening nasabah di BMI (dalam prakteknya, bank
hanya membiayai 70% dari dana yang dibutuhkan nasabah).
Dari proses pembiayaan yang disebutkan diatas yang sudah dipraktekan
oleh bank terdapat hal-hal yang perlu dicermati, yaitu:
1. Barang (Objek Murabahah)
Pihak bank tidak menyediakan barang yang dipesan oleh nasabah. Dalam
pembelian barang, pihak bank menyerahkan sepenuhnya pembelian barang
tersebut kepada nasabah. Bank hanya melakukan survei terhadap barang
tersebut dan menaksir harga barang sesuai dengan harga pasar. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa:
a. Pihak bank memberikan pembiayaan murabahah sebagian besar dalam
bentuk financial dan bukan dalam bentuk jual beli barang (komoditas).
Padahal pembiayaan murabahah adalah pembiayaan dalam bentuk jual
beli barang (komoditas), dimana bank sendiri yang harus melakukan
pembelian atas barang tersebut. Hal inilah yang mengaburkan makna dari
murabahah itu sendiri, yaitu: “Murabahah adalah akad jual beli barang
pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.”1
1 M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insan Press, 2001), Cet. I, h. 101.
72
b. Secara prinsip, bank memang belum memiliki barang yang dibutuhkan
oleh nasabah. Akad jual beli seperti ini sama sekali tidak sah, sebab bank
menjual sesuatu yang tidak dimiliki. Sebagaimana sabda Rasul SAW:2
ل تبع ما ليس عند ك
“Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu. (HR. At-
Tirmidzi, Ibnu Majah dll)
2. Uang Muka Murabahah
Pembelian barang dilakukan dengan akad wakalah, dimana bank
mewakilkan kepada nasabah dalam pembelian barang. Biasanya dalam
pembelian barang tersebut nasabah harus membayar uang muka kepada
pemasok (supplier), padahal berkaitan dengan Akuntansi Perbankan Syariah
uang muka harus dibayarkan oleh nasabah kepada bank, bukan kepada
pemasok (supplier). Pembayaran terlebih dahulu kepada pemasok (supplier)
yang lazim disebut dengan pendanaan sendiri (self-financing) tidak dapat
dikategorikan sebagai uang muka. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan
dalam fatwa DSN No. 4/DSN-MUI/IV/2000, ketentuan pertama butir 4 yaitu:
“Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri dan
pembelian ini harus sah dan bebas riba.”
3. Beban Biaya yang Terlalu Besar
2 Ahmad bin ‘Abdurrazaq ad-Duwaisy, Fatwa-fatwa Jual Beli, (Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2005), h. 255.
73
Akad wakalah yang diterapkan bank adalah bertujuan untuk menghindari
pajak ganda, nasabah yang bertindak sebagi wakil bank dalam pembelian
barang harus membayar secara langsung biaya pajak pada pembelian barang
baru kepada pemasok (supplier) dan pihak bank tidak mau menanggung biaya
pajak tersebut. Selain biaya pajak, nasabah dikenakan tanggungan beberapa
biaya tambahan, seperti:
a. Biaya DP (uang muka) sebesar 30% dari HPP
b. Biaya materai
c. Biaya balik nama seperti dalam biaya sertifikat dan sejenisnya
d. Biaya notaris
e. Biaya pajak
f. Biaya pengikatan jaminan
g. Biaya asuransi yang disesuaikan dengan harga barang
Biaya-biaya ini diluar dari harga cicilan yang harus dibayar cash oleh
nasabah. Hal ini semakin memperkuat kesan bahwa yang terjadi antara bank
dan nasabah adalah bukan bentuk jual beli barang, tetapi lebih kepada bentuk
pinjam meminjam uang. Biaya-biaya ini menjadikan harga pembiayaan
murabahah semakin tinggi, padahal nasabah melakukan pembiayaan karena
kurangnya dana, tetapi dengan adanya biaya-biaya ini nasabah harus memiliki
dana cadangan.
Hal ini tidak sesuai dengan asas hukum perjanjian dalam Islam, dimana
dalam Islam harus mengutamakan prinsip Al-‘Adalah (Keadilan) yang artinya:
74
“Pelaksanaan asas ini dalam suatu perjanjian/akad menuntut para pihak
untuk melakukan yang benar dalam pengungkapan kehendak dan keadilan,
memenuhi semua kewajibannya. Perjanjian harus senantiasa mendatangkan
keuntungan yang adil dan seimbang, serta tidak boleh mendatangkan
kerugian bagi salah satu pihak.3
B. Analisis Isi Kontrak Pembiayaan Murabahah Bank Muamalat Indonesia ke
PT. Lintas Utama Persada
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan pada kontrak murabahah antara
Bank Muamalat Indonesia (BMI) dengan PT. Lintas Utama Persada yang dibuat
oleh kedua belah pihak dengan dilegalkan melalui notaris, penulis menemukan
beberapa klausula perjanjian yang memberatkan nasabah. Klausula-klausula
yang sangat memberatkan nasabah ini dapat menimbulkan ketidakadilan bagi
nasabah, yang jelas-jelas sudah menyimpang dari asas-asas hukum perjanjian
Islam, dimana dalam Islam perjanjian harus senantiasa mendatangkan
keuntungan yang adil dan seimbang, serta tidak boleh mendatangkan kerugian
bagi salah satu pihak.
Berikut akan penulis uraikan kontrak baku dalam perjanjian murabahah
antara Bank Muamalat Indonesia dengan PT. Lintas Utama Persada yang
3 Prof. Dr. Abdul Ghafur Anshori, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Citra Media, 2006), h. 27.
75
menurut analisa penulis menyebabkan ketidakadilan bagi nasabah. Penulis
menganalisa dari berbagai aspek, diantaranya:
1. Banyak terdapat klausula yang berhubungan dengan “beban biaya”
yang memberatkan nasabah
Berikut akan penulis sebutkan klausula-klausula yang berkaitan dengan
“beban biaya” yang harus ditanggung oleh nasabah, sehingga memberatkan
nasabah dalam kontrak pembiayaan murabahah ini dilihat dari berbagai segi
diantaranya:
a. Beban biaya yang berkaitan dengan biaya materai yaitu pada Pasal 4 ayat
3: “harga jual bank sebagaimana dimaksud ayat 2 pasal ini tidak
termasuk biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pembuatan akad
ini, seperti biaya Notaris, materai dan lain-lain sejenisnya, yang oleh
para pihak telah disepakati dibebankan kepada nasabah.”
b. Beban biaya yang berkaitan dengan kewajiban mengasuransikan agunan
yang pembayaran preminya dibebankan kepada nasabah terdapat pada
Pasal 9 ayat 1 sub b: “biaya-biaya lain yang timbul berkenaan dengan
pelaksanaan akad termasuk tetapi tidak terbatas pada biaya
Notaris/PPAT, premi asuransi, dan biaya pengikatan jaminan.” Dan juga
terdapat pada Pasal 18 ayat 1: “selama hutang murabahah belum lunas
maka agunan yang dapat diasuransikan wajib diasuransikan oleh dan
atas beban nasabah kepada perusahaan asuransi berdasarkan prinsip
76
syariah yang disetujui oleh bank terhadap resiko kerugian yang macam,
nilai, dan jangka waktunya ditentukan oleh bank.”
c. Beban biaya yang berkaitan dengan pajak terdapat pada Pasal 9 ayat 5:
“segala pajak yang timbul sehubungan dengan akad ini merupakan
tanggungan dan wajib dibayar oleh nasabah, kecuali pajak penghasilan
bank.”
d. Seluruh beban biaya yang menjadi kewajiban nasabah terdapat pada Pasal
23 ayat 6: “seluruh biaya yang timbul dari pembiayaan ini menjadi beban
nasabah dibayar sebelum pengikatan.”
Permasalahan yang paling mendasar dalam kontrak murabahah ini adalah
“beban biaya” yang terlalu besar yang harus ditanggung sepenuhnya oleh
nasabah. Salah satunya adalah beban asuransi yang harus nasabah bayar
terhadap barang yang dijaminkan kepada bank. Seharusnya selama barang
jaminan tersebut berada di tangan bank, maka bank-lah yang harus
bertanggungjawab untuk menjaga barang tersebut termasuk disini adalah
biaya asuransi. Kewajiban nasabah untuk membayar pertanggungan barang
yang dijamin kepada perusahaan asuransi yang telah bank tunjuk merupakan
perjanjian yang mau tidak mau harus disetujui oleh nasabah, ini merupakan
kesepakatan sepihak yang merugikan nasabah dan hal ini membuktikan bahwa
bank memang ingin mendapatkan keuntungan yang lebih banyak lagi dari
biaya polis asuransi yang dikeluarkan oleh nasabah. Selain itu terdapat juga
77
beban pajak yang seluruhnya menjadi kewajiban nasabah dan bank berlepas
dari kewajiban ini.
Hal ini tidak sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 04/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah point
ke-6: ”bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan)
dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini
bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah
berikut biaya yang diperlukan.” Hal ini juga tidak sesuai dengan syarat pokok
murabahah4 yaitu: “semua biaya yang dikeluarkan penjual dalam rangka
memperoleh barang, seperti biaya pengiriman, pajak dan sebagainya
dimasukkan ke dalam biaya perolehan untuk menentukan harga agregat, dan
margin keuntungan didasarkan pada harga agregat ini.”
Jadi pada dasarnya, semua biaya-biaya ini harus masuk ke dalam harga
agregat yang telah ditetapkan bank kepada nasabah dan sudah termasuk ke
dalam biaya cicilan yang dibayarkan oleh nasabah, tetapi pada kenyataannya
biaya-biaya ini diluar dari harga cicilan yang harus dibayar cash oleh nasabah.
Hal ini juga tidak sesuai dengan asas-asas hukum perjanjian Islam, dimana
dalam asas hukum perjanjian Islam harus mengutamakan prinsip Al-‘Adalah
(Keadilan) yang artinya ”pelaksanaan asas ini dalam suatu perjanjian/akad
menuntut para pihak untuk melakukan yang benar dalam pengungkapan
kehendak dan keadaan, memenuhi semua kewajibannya. Perjanjian harus
4 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 83.
78
senantiasa mendatangkan keuntungan yang adil dan seimbang, serta tidak
boleh mendatangkan kerugian bagi salah satu pihak.”5
2. Pembelian barang/objek murabahah dilakukan oleh nasabah yang secara
prinsip barang tersebut bukan milik bank
Pada Pasal 6 ayat 3: “pemberian kuasa sebagaimana dimaksud pada
pasal 2 ini tidak mengakibatkan nasabah dapat menuntut bank untuk
membatalkan akad ini atau menuntut ganti rugi jika nasabah mengetahui
barang itu bukan milik bank sebagaimana dimaksud pasal 1471 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata”. Dalam pasal ini membuktikan bahwa
secara prinsip bank memang belum memiliki barang yang dibutuhkan oleh
nasabah, dan pada kenyataanya bank juga tidak mau nasabah menuntut ganti
rugi jika memang diketahui barang tersebut benar-benar bukan milik bank
Sehingga dapat dipastikan Pasal ini bertentangan dengan Fatwa Dewan
Syariah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Ketentuan Umum
Murabahah dalam Bank Syariah, Point ke-1: “Bank dan nasabah harus
melakukan akad murabahah yang bebas riba.” Dan point ke-4: “bank
membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan
pembelian ini harus sah dan bebas riba.” Dan juga point ke-9: “jika bank
hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga,
akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip,
menjadi milik bank.” Selain itu, pasal ini juga bertentangan dengan Fatwa
5 Prof. Dr. Abdul Ghafur Anshori, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, h. 27.
79
Dewan Syariah Nasional tentang Ketentuan Murabahah kepada Nasabah,
Point ke-2: “Jika Bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli
terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.”
Dalam pembiayaan murabahah, syarat yang paling utama adalah
kepemilikan barang secara penuh oleh bank syariah sebagai penjual, karena
esensi inilah yang paling penting. Namun, dilihat dari pasal-pasal diatas bank
menggunakan akad wakalah dalam pembelian barang, dimana pihak bank
mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang. Dari pasal-pasal diatas
dapat disimpulkan bahwa:
a. Pihak bank memberikan pembiayaan
murabahah sebagian besar dalam bentuk financial dan bukan dalam
bentuk jual beli barang (komoditas). Padahal pembiayaan murabahah
adalah pembiayaan dalam bentuk jual beli barang (komoditas), dimana
bank sendiri yang harus melakukan pembelian atas barang tersebut. Hal
inilah yang mengaburkan makna dari murabahah itu sendiri, yaitu:
“Murabahah adalah akad jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati.”6
b. Secara prinsip, bank memang belum memiliki
barang yang dibutuhkan oleh nasabah. Akad jual beli seperti ini sama
6 M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insan Press, 2001), Cet. I, h. 101.
80
sekali tidak sah, sebab bank menjual sesuatu yang tidak dimiliki.
Sebagaimana sabda Rasul SAW:7
“Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu. (HR. At-
Tirmidzi, Ibnu Majah dll)
3. Keuntungan yang diperoleh bank dari harga jual murabahah ditetapkan
secara sepihak, bukan berdasarkan kesepakatan antara bank dan
nasabah
Pada pasal 4 ayat 1 sub b: “Keuntungan bank sebesar Rp. 686.101.400.00
(enam ratus delapan puluh enam juta seratus satu ribu empat ratus rupiah)”.
Dalam pasal ini, keuntungan pembiayaan murabahah sudah fix ditentukan
secara sepihak oleh bank, padahal keuntungan tersebut harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak yakni bank dan nasabah.
Pasal ini bertentangan dengan pengertian murabahah dalam Kamus Istilah
Keuangan dan Perbankan Syariah yang diterbitkan oleh Direktorat Perbankan
Syariah, Bank Indonesia: “Bai Murabahah (bai’ul murabahah), jual beli
barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.
Dalam bai murabahah, penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli
dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.” Dan pasal
ini juga bertentangan dengan syarat pokok murabahah,8 yaitu: “tingkat 7 Ahmad bin ‘Abdurrazaq ad-Duwaisy, Fatwa-fatwa Jual Beli, (Bogor: Pustaka Imam Asy-
Syafi’i, 2005), h. 255.
8 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, h. 83.
81
keuntungan dalam murabahah dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan
bersama dalam bentuk lumpsum atau persentase tertentu dari biaya.” Selain
itu, pasal ini juga bertentangan dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.
16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon dalam Murabahah, Point ke-2: “Harga
dalam jual beli murabahah adalah harga beli dan biaya yang diperlukan
ditambah keuntungan sesuai dengan kesepakatan.”
4. Bank tidak mau menanggung resiko, segala resiko dalam pembiayaan
murabahah ini dibebankan kepada nasabah
Pada pasal 17 ayat 2: “dalam hal dikemudian hari diketahui atau timbul
cacat, kekurangan atau keadaan/masalah apapun yang menyangkut barang
atau pelaksanaan akte jual beli barang, jual beli dimana seluruh atau
sebagian dibiayai dengan pembiayaan bank maka segala resiko sepenuhnya
menjadi tanggung jawab nasabah.” Dan ayat 5: “bank tidak bertanggung
jawab terhadap penyelesaian surat/dokumen atas barang yang dibeli dengan
akad ini antara lain namun tidak terbatas pada sertipikat tanah, Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB) dan surat-surat lainnya yang menjadi tanggung
jawab pemasok.” Pada kedua pasal ini menimbulkan kesan bahwa bank tidak
mau mananggung sedikitpun segala bentuk resiko yang kemungkinan dapat
terjadi, dan bank juga tidak mau menanggung beban kerugian jika resiko
tersebut benar terjadi. Padahal segala bentuk resiko yang terjadi diluar
kehendak atau kemampuan bank dan nasabah, maka penyelesaiannya harus
dilihat dari keadaan yang sebenarnya terjadi di lapangan, sehingga jelas siapa
82
yang harus bertanggungjawab. Namun dalam pasal ini menguatkan kesan
bahwa bank mengalihkan semua resiko tersebut kepada nasabah sehingga
bank bebas dari segala tuntutan.
Dalam masalah ini, bank berarti menghindar dari hak khiyar ‘aib9 yang
ada dalam transaksi murabahah. sehingga jika terdapat cacat pada barang yang
diperjualbelikan maka nasabah harus tetap membayar dan melanjutkan akad
Padahal di dalam khiyar ‘aib disebutkan bahwa apabila terdapat suatu
cacat pada benda yang diperjualbelikan dan cacat itu tidak diketahui
pemiliknya pada saat akad berlangsung, maka pembeli (nasabah) mempunyai
hak pilih untuk melanjutkan atau membatalkan akad. Contohnya, Nasabah
memesan barang kepada Bank dengan spesifikasi sesuai dengan yang
diinginkan nasabah, tetapi setelah barang dikirimkan dan ternyata tidak sesuai
dengan spesifikasi yang diinginkan nasabah. Dalam kasus ini , ada hak khiyar
bagi Nasabah (pembeli).
Dalam Islam, dengan adanya resiko ini yang menyebabkan kerugian salah
satu pihak, dan untuk melihat siapa yang bertanggungjawab atas kerugian ini
harus dilihat case to case. Sebagai indikator utama yang harus dilihat adalah
mengenai kapan kerusakan barang objek perjanjian jual beli itu terjadi. Untuk
itu ada dua kemungkinan, yaitu kerusakan barang sebelum serah terima atau
kerusakan barang sesudah serah terima.
9 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), Ed. I, cet. II, h. 140.
83
Apabila kerusakan barang terjadi sebelum serah terima, maka menurut
Sayid Sabiq ada beberapa kemungkinan penyelesaian, yaitu:
c. Jika barang rusak sebagian atau seluruhnya akibat dari perbuatan si
pembeli, maka jual beli tidak menjadi fasakh, akad berlangsung seperti
sediakala dan si pembeli berkewajiban membayar seluruh bayaran (penuh)
d. Jika kerusakan terjadi akibat perbuatan orang lain, maka pembeli boleh
menentukan pilihan antara menuntut orang lain tersebut atau membatalkan
akad
e. Jual beli menjadi fasakh jika barang rusak sebelum serah terima akibat
perbuatan penjual atau perbuatan barang itu sendiri atau lantaran ada
bencana alam
f. Jika sebagian rusak karena perbuatan si penjual, pembeli tidak
berkewajiban membayar terhadap kerusakan tersebut, sedangkan untuk
barang yang masih utuh, dia boleh menentukan pilihan pengambilannya
dengan potongan harga
g. Adapun jika kerusakan akibat ulah barang, ia tetap berkwajiban membayar.
Penjual boleh menentukan pilihan antara membatalkan akad atau
mengambil sisa dengan membayar kekurangannya
h. Jika kerusakan terjadi akibat bencana alam yang membuat kurangnya kadar
barang sehingga harga barang berkurang. Dalam keadaan ini pembeli boleh
menentukan pilihan, antara membatalkan akad dengan mengambil sisa atau
dengan pengurangan pembayaran.
84
Sedangkan apabila kerusakan barang terjadi sesudah serah terima
dilaksanakan, maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab pembeli
5. Tidak ada kejelasan tentang pengiriman barang
Pada pasal 6 ayat 1: “berdasarkan syarat-syarat pembelian antara bank
dan pemasok, maka atas persetujuan dan sepengetahuan bank, penyerahan
barang sebagaimana dimaksud pasal 2 dan pasal 3 akad ini akan dilakukan
langsung oleh pemasok kepada nasabah.” Pasal ini mengindikasikan bahwa
bank menyerahkan sepenuhnya transaksi pembelian barang serta
pengirimannya kepada nasabah dan pemasok, tetapi dalam kontrak ini tidak
disebutkan secara jelas kapan waktu pengiriman barang tersebut akan
dilakukan oleh pemasok, hal ini tidak sesuai dengan syarat minimum akad
murabahah menurut fiqh, yaitu: “menetapkan waktu pengiriman barang yang
dibeli.”
6. Tidak ada tandatangan kedua belah pihak
Dalam kontrak perjanjian ini tidak terdapat ruang tandatangan untuk para
pihak yang bertransaksi, hal ini melanggar syarat minimum akad murabahah
menurut fiqih, yaitu: “ditandatangani oleh kedua belah pihak yang
bertransaksi.”
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis penulis terhadap mekanisme dan isi kontrak
murabahah antara Bank Muamalat Indonesia dengan PT. Lintas Utama
Persada, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1. Mekanisme kontrak pembiayaan bank muamalat Indonesia ke PT. Lintas
Utama Persada adalah sebagai berikut:
a. Mekanisme transaksi murabahah dilakukan dengan negosiasi jual beli
oleh pihak calon pembeli (nasabah) dan bank atas suatu komoditi sesuai
kriteria yang dibutuhkan oleh nasabah.
b. Nasabah dan bank melakukan kontrak jual beli.
c. Bank memesan dan membeli barang pada supplier sesuai dengan kriteria
yang diinginkan nasabah.
d. Supplier kemudian melakukan proses delivery kepada nasabah atas
barang yang telah ditetapkan dalam perjanjian jual beli.
e. Setelah delivery, nasabah menyelesaikan kewajiban finansialnya dengan
melakukan pembayaran kepada bank, sesuai dengan kesepakatan pada
akad yang telah ditandatangani.
86
87
2. Implementasi Isi Kontrak Kerjasama antara Bank Muamalat Indonesia
dengan PT. Lintas Utama Persada belum semua bentuk kontraknya sesuai
dengan hukum Islam. Hal ini terlihat dari klausul-klausul yang terdapat
dalam kontrak yang tidak sesuai dengan syariah, sehingga berpotensi
menimbulkan ketidakadilan. Klausul-klausul tersebut antara lain: tidak ada
kejelasan alasan pembelian nasabah didalam kontrak; didalam klausul
definisi tentang diskon tidak dijelaskan diskon tersebut berupa potongan
harga atau dalam bentuk apa; didalam klausul definisi tentang pengertian
Nasabah disebutkan bahwa Nasabah adalah pihak yang berkewajiban
membeli barang, padahal di dalam Hukum Islam pihak bank-lah yang
harus membeli barang; dan terakhir adalah tidak adanya ruang penempatan
tandatangan pihak-pihak yang terlibat didalam kontrak/perjanjian, hanya
ada ruang penempatan tandatangan untuk notaris saja.
3. Mekanisme dan kontrak murabahah yang terjadi antara Bank Muamalat
Indonesia dengan PT. Lintas Utama Persada belum sepenuhnya sesuai
dengan Hukum Islam. Hal ini terlihat dari banyaknya pelanggaran-
pelanggaran yang dilakukan oleh bank yang menimbulkan ketidakadilan
terhadap nasabah. Pelanggaran-pelanggaran tersebut meliputi: di dalam
kontrak tidak terdapat klausula hak dan kewajiban, beban biaya yang
terlalu besar yang sangat memberatkan nasabah, objek murabahah secara
88
prinsip bukan milik bank, keuntungan murabahah yang ditetapkan secara
sepihak, tidak ada toleransi penundaan pembayaran jika nasabah tidak
mampu membayar, pengalihan resiko yang semuanya dibebankan kepada
nasabah, tidak ada kejelasan pengiriman barang dan tidak terdapat
tandatangan kedua belah pihak yang bertransaksi.
B. Saran-Saran
Dari hasil penelitian, penulis ingin memberikan saran-saran yang dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan solusi atas
permasalahan-permasalah yang timbul sehubungan dengan mekanisme dan isi
kontrak yang disepakati oleh kedua belah pihak:
1. Dalam hal pembuatan kontrak, penulis mengharapkan agar bank dalam
pembuatan kontrak dapat lebih mengutamakan keadilan antara kedua
belah pihak yang sesuai dengan syariat Islam.
2. Dewan Syariah Nasional tidak hanya menentukan fatwa-fatwa terkait
dengan perbankan syariah saja, tetapi Dewan Syariah Nasional juga harus
mengontrol serta mengawasi penerapan ketentuan-ketentuan tersebut,
khususnya terhadap kontrak yang dibuat oleh bank. Karena hal ini dapat
menyebabkan bank syariah kehilangan jati dirinya sebagai bank syariah
yang memegang teguh prinsip keadilan dan juga citra bank syariah akan
89
rusak oleh pandangan negatif dari nasabah, dimana tidak ada perbedaan
antara bank syariah dengan bank konvensional.
3. Universitas sebagai lembaga tertinggi pendidikan harus mendukung
terciptanya produk-produk perbankan yang sesuai dengan syariah dengan
cara menyediakan jasa konsultasi bagi nasabah perbankan, khususnya
mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim
Yunus, Muhammad, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Hilda Karya Agung, 1990
Antonio, M. Syafi’i. Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendikiawan. Jakarta: Tazkia Institute, 1998
…………, Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani, 2001
…………., Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum. Jakarta: Tazkia Institute, 1999
Karim, Adiwarman A. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007
…………, Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007
Lathif, AH. Azharudin, M. Ag,. Fiqh Muamalat. UIN Jakarta Press, 2005
Haroen, H. Nasrun, Dr., MA,. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000
Anshori, Abdul Ghofur. Prof., Dr., SH., M.H,. Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia. Yogyakarta: Citra Media, 2006
Salim, H.S., S.H., M.S,. Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika, 2008
Syafe’i, Rahmat, Prof., DR., MA,. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia, 2004
Harahap, Sofyan, S., Prof., Dr., dkk. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: LPFE Usakti, 2004
Wiroso, SE., MBA. Produk Perbankan Syariah. Jakarta: LPFE Usakti, 2009
............, Jual Beli Murabahah. Yogyakarta: UII Press, 2005
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Edisi Revisi, cet. Ke-6, 2002
90
Prodjodikoro, Wirjono. Azas-azas Hukum Perjanjian. Bandung: Sumur Bandung, Cet ke-8, 1979
Firdaus, Muhammad. NH, Dr,. Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah Konsep & Implementasi Bank Syariah. Jakarta: Renaisan, 2005
Salim, Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUHP Perdata. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008
Gemala, Dewi. dkk. Aspek-Aspek Hukum Perbankan Dan Perasuransian Syariah di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2004
Ali, H. Zainuddin, Prof., Dr., M.A,. Hukum Perbankan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika, 2008
Fuady, Munir. Hukum Perbankan Modern. Jakarta: PT. Citra Adtya Bakti, 1999
Anwar, Syamsul, Prof., Dr., M.A,. Hukum Perjanjian Syariah (Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007
Hasan, M. Ali. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (fiqh Muamalat). Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004
Muhammad. Sistem dan Prosedur Operasional Bank Islam. Yogyakarta: Penerbit UII Press, 2000
Anwar, M. Syafi’I. “Alternatif terhadap Sistem Bunga”, Jurnal Ulumul Quran II, Oktober, 1991
A. Perwataatmadja, H. Karnaen, Drs., MPA., Antonio, M. Syafi’I, M.Ec,. Apa dan Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1992
Ascarya. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007
Al-Zahrul, Rahman. Doktrin Ekonomi Islam. Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995
Hamoud, Sami Hasan. Tathwir al A’mal al-Masrafiyah Bima Yattafiq al-Syariah al-Islamiyah. ‘Aman: Mathba’ah al-Syarq, 1402 H/1982
Zuhaili, Wahbah. Al-Muamalat al-Maliyah al-Mu’ashiroh: Buhuts wa Fatawa wa Hulul
91
Tim Counterpart Bank Muamalat, Fiqh Muamalah Perbankan Syariah (Terjemahan Kitab Al-Fiqh Al-Islam Wa Adillatuhu, karya Dr. Wahbah Zuhaili), (Yakarta, 1999)
Ahmad bin ‘Abdurrazzaq ad-Duwaisy, Fatwa-fatwa Jual Beli, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2009)
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Ed. 2. Jakarta: Internusa, 2003
Tim Penulis Fakultas Syariah dan Hukum, Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum, 2007
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 4/DSN-MUI/IV/2000, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi Pertama, 2001
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 4/DSN-MUI/IV/2000, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Edisi Kedua. Jakarta: Internusa, 2003
www.muamalatbank.com
92