Upload
doananh
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam
mengungkapkan makna dari data yang telah diperoleh dari proses penelitian yang
telah dilakukan. Analisis data dalam penelitian ini adalah upaya menyelidiki
secara mendalam tentang data yang berhasil diperoleh peneliti selama penelitian
berlangsung, sehingga akan diketahui makna dan keadaan yang sebenarnya dari
apa yang akan diteliti. Proses analisis data data dilakukan sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan dalam bab sebelumnya.
a. Seleksi Data
Seleksi data dilakukan setelah data berhasil dikumpulkan dengan tujuan
agar dapat diolah lebih lanjut. Dalam seleksi data ini dibahas mengenai lengkap
tidaknya angket yang akan disebar, cara pengisian jawaban dan isian angket.
Dari hasil penyelesaian diperoleh kesimpulan bahwa semua angket
memenuhi ketentuan yang ditetapkan sehingga memungkinkan dapat diolah lebih
lanjut dalam tahap berikutnya. Hasil kegiatan tersebut dapat dilihat dari tabel
berikut :
121
Tabel 4.1Hasil Sleksi Data
VARIABEL PENELITIAN
SUMBER DATA
JUMLAH ANGKET
DISEBAR TERKUMPUL DIOLAH TIDAK DIOLAH
Pembelajaran Kewirausahaan
Kuesioner 400 397 397 3Pelatihan Kerja Industri
Kuesioner 400 397 397 3Sikap Kewirausahaan
Kuesioner 400 397 397 3
Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa angket yang disebar
dapat terkumpul kembali, sehingga dapat dilakukan kegiatan dalam tahapan
berikutnya yaitu, tabulasi data.
b. Tabulasi Data
Kegiatan ini merupakan pemberian skor pada setiap alternatif jawaban
yang diberikan oleh responden sesuai bobot yang telah ditetapkan. Setiap
pernyataan dalam ketiga variabel memiliki 5 kriteria jawaban dengan pemberian
skor dimulai dari 1,2,3,4 dan 5, dengan ketentuan untuk pernyataan positif, yaitu :
Skor 1 = Sangat Tidak Setuju/Sangat Rendah
Skor 2 = Tidak Setuju/Rendah
Skor 3 = Ragu-Ragu/Netral
Skor 4 = Setuju/Tinggi
Skor 5 = Sangat Setuju/Sangat Tinggi
Sedangkan untuk pernyataan negatif, yaitu :
122
Skor 5 = Sangat Tidak Setuju/Sangat Rendah
Skor 4 = Tidak Setuju/Rendah
Skor 3 = Ragu-Ragu/Netral
Skor 2 = Setuju/Tinggi
Skor 1 = Sangat Setuju/Sangat Tinggi
Jumlah skor yang diperoleh responden merupakan skor mentah yang
kemudian berfungis sebagai data bagi pengolahan berikutnya.
2. Hasil Analisis Data
a. Hasil Analisis Deskriptif Variabel Pembelajaran Kewirausahaan,
Pelatihan Kerja, dan Sikap Kewirausahaan.
Pada bagian dari bab ini secara berturut-turut akan disajikan gambaran
deskriptif tentang Pembelajaran Kewirausahaan, Pelatihan Kerja dan Sikap
kewirausahaan.
Ketiga jenis data yang akan dideskripsikan ini terdiri dari dua variabel
bebas, yaitu Pembelajaran Kewirausahaan dan Pelatihan Kerja serta variabel
terikat yaitu Sikap kewirausahaan yang diperoleh melalui angket yang
dirancang oleh peneliti berdasarkan indikator-indikatornya.
Setelah pendeskripsian data, selanjutnya disajikan pada pengujian
analisis, pengujian hipotesis, dan dilanjutkan dengan tafsiran hasil pengujian
hipotesis.
123
1. Pembelajaran Kewirausahaan
Instrumen Pembelajaran Kewirausahaan (X1) disusun sebanyak 9
butir pernyataan yang didasarkan pada skala sikap model Likert yang
dimodifikasi dengan skoring 5 untuk pernyataan sangat setuju, 4 untuk
pernyataan setuju, 3 untuk pernyataan ragu-ragu, 2 untuk pernyataan tidak
setuju, dan 1 untuk pernyataan sangat tidak setuju. Hal ini berlaku untuk
pernyataan positif dan sebaliknya bila pernyataan negatif.
Setelah melalui proses uji coba, instrumen Pembelajaran
Kewirausahaan yang layak untuk dipakai adalah seluruhnya berjumlah 9
butir pernyataan. Dengan demikian maka skor maksimal yang dapat
diperoleh seorang responden adalah sebesar 45 dan skor minimal sebesar 9
Data terkumpul menunjukkan bahwa rentangan bagi skor total
Pembelajaran Kewirausahaan adalah skor minimum 28 dan skor
maksimum 39, rata-rata sebesar 32,10 dan simpangan baku sebesar 2,632.
Untuk perhitungan lengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
Distribusi frekuensi data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut
ini:
Tabel 4.2Distribusi Frekuensi Skor Pembelajaran Kewirausahaan
NNO
KELAS INTERVAL FREKUENSI FREKUENSI
RELATIF
1 28 – 30 135 34 %
2 31 – 33 139 35 %
3 34 – 36 105 26 %
4 37 - 39 18 5 %
Total 397 100 %Sumber : Hasil perhitungan SPSS, diolah
124
Berdasarkan tabel 4.5 di atas tanggapan responden dibagi menjadi
empat kelompok yaitu pada interval 28-30 sesbanyak 135 responden
(34%), 31-33 sebanyak 139 Responden (35%), 34-36 sebanyak 105
responden (26 %) dan 37 – 39 sebanyak 18 responden (5 %).
Untuk histogram skor Pembelajaran Kewirausahaan dapat dilihat
pada grafik berikut ini:
Bagan 4.3
Untuk menentukan kriteria skor berdasarkan standar kuantitas
digunakan tabel sebagai berikut:
125
Tabel 4.4Kriteria Ketercapaian Pembelajaran Kewirausahaan
Klasifikasi Interval tingkat intensitas
Sangat Rendah 3.573 – 6.431Rendah 6.432 – 9.290Sedang 9.291 – 12.148Tinggi 12.149 – 15.006
Sangat Tinggi 15.007 – 17.865 Sumber: Hasil perhitungan, diolah
Berdasarkan tabulasi tangggapan responden, diperoleh total skor
untuk variabel Pembelajaran Kewirausahaan sebesar 12.744. Dengan
demikian ternyata bahwa Pembelajaran Kewirausahaan sebagai objek
penelitian ini berada pada interval 12.149 – 15.006 sehingga
pelaksanaanya dikategorikan tinggi.
2. Pelatihan Kerja
Instrumen Pelatihan Kerja (X2) disusun sebanyak 36 butir pernyataan
yang didasarkan pada skala sikap model Likert yang dimodifikasi dengan
skoring 5 untuk pernyataan sangat setuju, 4 untuk pernyataan setuju, 3 untuk
pernyataan ragu-ragu, 2 untuk pernyataan tidak setuju, dan 1 untuk
pernyataan sangat tidak setuju. Hal ini berlaku untuk pernyataan positif dan
sebaliknya bila pernyataan negatif.
Setelah melalui proses uji coba, instrumen Pelatihan Kerja yang layak
untuk dipakai adalah seluruhnya berjumlah 36 butir pernyataan. Dengan
demikian maka skor maksimal yang dapat diperoleh seorang responden
adalah sebesar 180 dan skor minimal sebesar 36 .
126
Data terkumpul menunjukkan bahwa rentangan bagi skor total
Pelatihan Kerja adalah skor minimum 103 dan skor maksimum 152. Rata-
rata sebesar 132,98 dan simpangan baku sebesar 9,628. Untuk perhitungan
lengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
Distribusi frekuensi data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.5Distribusi Frekuensi Pelatihan Kerja
NO KELAS INTERVAL FREKUENSI FREKUENSI
RELATIF
1 103 - 117 32 8%
2 118 - 130 120 30%
3 131 - 144 183 46%
4 145 - 152 62 16%
Total 397 100%
Sumber : Hasil perhitungan SPSS, diolah
Berdasarkan tabel 4.2 di atas tanggapan responden dibagi menjadi
empat kelompok yaitu pada interval 103-117 sesbanyak 32 responden
(8%), 118-130 sebanyak 120 Responden (30%), 131-144 ssebanyak 183
responden (46%) dan 145-152 sebanyak 62 responden (16%) .
Untuk histogram skor Pelatihan Kerja dapat dilihat pada grafik
berikut ini:
127
Bagan 4.6
Untuk menentukan kriteria skor berdasarkan standar kuantitas
digunakan tabel sebagai berikut
Tabel 4.7Kriteria Ketercapaian Skor Pelatihan Kerja
Klasifikasi Interval tingkat intensitas
Sangat Rendah 14.292 – 25.726
Rendah 25.727 – 37.159
Sedang 37.160 – 48.593
Tinggi 48.594 – 60.026
Sangat Tinggi 60.027 – 71.460
Sumber : Hasil perhitungan, diolah
128
Berdasarkan tabulasi tangggapan responden, diperoleh total skor
untuk variabel Pelatihan Kerja sebesar 52.796. Dengan demikian ternyata
bahwa Pelatihan Kerja sebagai objek penelitian berada pada interval
48.594 – 60.026 sehingga pelaksanan pelatihan kerja dikategorikan
tinggi.
3. Sikap Kewirausahaan (Y)
Instrumen Sikap kewirausahaan (Y) disusun sebanyak 12 butir
pernyataan yang didasarkan pada skala sikap model Likert yang
dimodifikasi dengan skoring 5 untuk pernyataan sangat setuju, 4 untuk
pernyataan setuju, 3 untuk pernyataan ragu-ragu, 2 untuk pernyataan
tidak setuju, dan 1 untuk pernyataan sangat tidak setuju. Hal ini berlaku
untuk pernyataan positif dan sebaliknya bila pernyataan negatif.
Setelah melalui proses uji coba, instrumen Sikap kewirausahaan
yang layak untuk dipakai adalah seluruhnya berjumlah 12 butir
pernyataan. Dengan demikian maka skor maksimal yang dapat diperoleh
seorang responden adalah sebesar 60 dan skor minimal sebesar 12.
Data terkumpul menunjukkan bahwa rentangan bagi skor total
Sikap kewirausahaan adalah skor minimum 36 dan skor maksimum 51,
rata-rata sebesar 42,57 dan simpangan baku sebesar 3,600. Untuk
perhitungan lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
129
Distribusi frekuensi data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut
ini:
Tabel 4.8Distribusi Frekuensi Sikap kewirausahaan
NNO
KELAS INTERVAL FREKUENSI FREKUENSI
RELATIF
1 36 – 40 32 8%
2 41 – 45 120 30%3 46- 50 183 46%4 51 – 55 62 16%
Total 397 100%Sumber : Hasil perhitungan SPSS, diolah
Berdasarkan tabel 4.8 di atas tanggapan responden dibagi menjadi
empat kelompok yaitu pada interval 36-40 sesbanyak 32 responden (8%),
41-45 sebanyak 120 Responden (30%), 46-50 sebanyak 183 responden
(46 %) dan 51 – 55 sebanyak 62 responden (16 %)..
130
Untuk histogram skor Sikap Wirausaha dapat dilihat pada grafik berikut ini :
Bagan 4.9
Untuk menentukan kriteria skor berdasarkan standar kuantitas
digunakan tabel sebagai berikut:
Tabel 4.10 Kriteria Ketercapaian Skor Sikap Kewirausahaan
Klasifikasi Interval tingkat intensitas
Sangat Rendah 4.764 – 4.575Rendah 4.576 – 8.386Sedang 8.387 – 12.197Tinggi 12.198 – 16.009
Sangat Tinggi 16.010 – 19.820 Sumber : Hasil perhitungan, diolah
131
Berdasarkan tabulasi tangggapan responden, diperoleh total skor
untuk variabel Sikap kewirausahaan sebesar 16.901. Dengan demikian
ternyata bahwa Sikap kewirausahaan sebagai objek penelitian ini berada
pada interval 16.010 – 19.820 sehingga sikap kewirausahaan
dikategorikan sangat tinggi.
b. Normalitas Data
Lebih lanjut karakter data penelitian akan menentukan teknik analisis data
yang akan digunakan untuk membuktikan atau menguji hipotesis, oleh karena itu
sebelum pelaksanaan analisis data yang menguji hipotesis dilakukan pemeriksaan
atau pengujian terhadap data itu. Pengujian persyaratan analisis data yang
digunakan di sini adalah uji normalitas dengan menggunakan uji Chi kuadrat (λ2) .
Kriterianya adalah sebagai berikut
1. Tolak hipotesis nol, jika Chi kuadrat (λ2) hitung > Chi kuadrat (λ2) tabel atau sig.
(Prob) < 0,05 yang berarti populasi tidak berdistribusi normal.
2. Terima hipotesis nol, jika Chi kuadrat (λ2) hitung > Chi kuadrat (λ2) tabel atau sig.
(Prob) > 0,05yang berarti populasi berdistribusi normal
132
Hasil pengujian dengan SPSS diperoleh sebagai berikut :
Tabel 4.11Hasil Uji Normality
Pembelajaran
Kewirausahaan
Pelatihan Kerja
Industri Sikap wirausaha
Chi-Square 63.224b 37.698a 35.028c
df 10 24 14
Asymp. Sig. .058 .078 .082
Sumber : Hasil Uji SPSS
1. Uji Normalitas Data Pembelajaran Kewirausahaan
Pengujian terhadap data Pembelajaran Kewirausahaan
menghasilkan Sig. (porb.) sebesar 0,058 maka lebih besar dari 0,05
dengan df = 10, yang berarti bahwa data Pembelajaran Kewirausahaan
berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
2. Uji Normalitas Data Pelatihan Kerja
Pengujian terhadap data Pelatihan Kerja menghasilkan Sig. (porb.)
sebesar 0,078 maka lebih besar dari 0,05 dengan df = 24, yang berarti
bahwa data Pelatihan Kerja berasal dari populasi yang berdistribusi
normal
.
133
3. Uji Normalitas Data Sikap Kewirausahaan
Pengujian terhadap data Sikap kewirausahaan menghasilkan Sig.
(porb.) sebesar 0,082 maka lebih besar dari 0,05 dengan df = 14, yang
berarti bahwa data Sikap Wirausaha berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
Jika hasil uji normalitas dari ketiga jenis data tersebut yaitu
Pembelajaran Kewirausahaan, Pelatihan Kerja, dan Sikap kewirausahaan
disajikan kembali secara keseluruhan, maka akan diperoleh tabel hasil
pengujian normalitas data sebagai berikut:
Tabel 4.12Hasil Pengujian Normalitas Data
JENIS DATA Sig. KESIMPULAN
Pembelajaran Kewirausahaan 0,058 Normal
Pelatihan Kerja 0,078 Normal
Sikap Kewirausahaan
0,082 Normal
Sumber : Hasil perhitungan SPSS
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa populasi dari semua
variabel data penelitian ini yaitu Pembelajaran Kewirausahaan, Pelatihan
Kerja dan Sikap kewirausahaan berdistribusi normal. Dengan demikian
persyaratan telah terpenuhi.
Hasil uji dengan melihat tampilan kurva normal (pada lampiran)
menunjukkan distribusi data berbentuk lonceng, menggambarkan data
mempunyai kecederungan yang normal (Ghozali, 2007 : 12).
134
B. Pengujian Pengaruh Pembelajaran Kewirausahaan dan Pelatihan Kerja
Terhadap Sikap kewirausahaan
1. Hasil Uji Korelasi
Berikut ini dikemukakan hasil pengolahan data mengenai keterkaitan antar
variabel yang diteliti, seperti disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 4.13Hasil Uji Korelasi
Correlations
Pelatihan KerjaPembelajaran
KewirausahaanSikap wirausaha
Pembelajarawn Kewirausahaan Pearson Correlation .768** 1 .965**
Sig. (2-tailed).000
.000
N 397 397 397
Pelatihan Kerja Pearson Correlation 1 .768** .821**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 397 397 397
Sikap kewirausahaan Pearson Correlation .821** .965** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 397 397 397
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber : Hasil Perhitungan SPSS
Korelasi menunjukkan indikasi awal adanya hubungan antar variabel. Dari
tabel terlihat bahwa korelasi bi-variate seluruh variabel adalah signifikan
(probability dibawah 0,05 bahkan 0,01). Dari hasil perhitungan korelasi dengan
model 2-tailed atau dua sisi diperoleh hubungan antara variabel Pembelajaran
Kewirausahaan dengan Pelatihan Kerja memiliki nilai keterkaitan sebesar 0,768.
Sedangkan hubungan antara Pembelajaran Kewirausahaan dengan variabel Sikap
135
Kewirausahaan memiliki nilai keterkaitan sebesar 0,821, variabel Pelatihan Kerja
dengan variabel Sikap Kewirausahaan memiliki nilai keterkaitan sebesar 0,7685.
Secara teoritis karena korelasi antara variabel Pembelajaran Kewirausahaan
dengan variabel Sikap kewirausahaan lebih besar, dibandingkan korelasi antara
Pelatihan Kerja dengan variabel Sikap Kewirausahaan, maka Pembelajaran
Kewirausahaan mempunyai pengaruh lebih besar terhadap Sikap kewirausahaan.
Karena semua hubungan antar variabel signifikan maka semua hipotesis tetap
disertakan dalam pengujian selanjutnya.
2. Hasil Uji Regresi Berganda
Hasil pengujian Regresi melalui software SPSS 17 diperoleh hasil sebagai
berikut :
Tabel 4.14Hasil Uji Regresi
Coefficientsa
ModelUnstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) -.244 .049 -5.028 .000
Pembelajaran Kewirausahaan
.836 .018 .816 45.412 .000
Pelatihan Kerja .219 .020 .195 10.879 .000
a. Dependent Variable: Sikap kewirausahaan
Sumber : Hasil perhitungan SPSS
136
Dengan memperhatikan tabel di atas, maka dapat diperoleh persamaan
jalur , yaitu :
Y = -244 + 0.836X1 + 0,219X2
Dimana :
Y = Sikap kewirausahaan
X1 = Pembelajaran Kewriausahaan
X2 = Pelatihan Kerja
Berdasarkan persamaan tersebut pengaruh setiap variabel independen
terhadap variabel dependen tercermin dari koefisien regresi. pengaruh
pembelajaran kewirausahaan sebesar 83,6% dan Pengaruh pelatihan kerja sebesar
21,9%. Dari persamaan tersebut juga dapat diartikan bahwa setiap peningkatan
pembelajaran kewirausahaan sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan (karena
nilainya positif) prestasi belajar sebesar sebesar 83,6% dan setiap peningkatan
pelatihan kerja sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan (karena nilainya
positif) prestasi belajar sebesar sebesar 21,92%, dan sebaliknya. Nilai koefisien
regresi pembelajaran kewirausahaan lebih besar dibandingkan koefisien regresi
untuk variabel pelatihan kerja, artinya pembelajaran kewirausahaan lebih
menentukan (pengaruh) lebih besar terhadap sikap kewirausahaan dibandingkan
variabel pelatihan kerja.
Koefisien determinasi sebesar 0,948 menunjukkan bahwa kontribusi dari
pelatihan kerja dan pembelajaran kewirausahaan terhadap sikap kewirausahaan
sebesar 94,8%, sisanya sebesar 5,2% sikap kewirausahaan siswa SMK kelas 3 se-
Kota Bandung ditentukan faktor lain.
137
3. Uji Hipotesis
a. Pengujian Secara Parsial (Individu)
1). Pengujian Pembelajaran Kewirausahaan Terhadap Sikap Kewirausahaan.
Model hipotesis yang digunakan dalam uji t (Parsial) yaitu :
H0 : b2 = 0 (artinya Pembelajaran Kewirausahaan tidak berpengaruh
signifikan terhadap Sikap Wirausaha siswa SMK se- Kota Bandung.)
Ha : b2 # 0 artinya Pembelajaran Kewirausahaan berpengaruh signifikan
terhadap Sikap Wirausaha siswa SMK se- Kota Bandung).
Hasil Uji parsial dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut :
Tabel 4.15Hasil Uji t (Parsial)
ModelUnstandardized
CoefficientsStandardize
d Coefficients
t Sig.
B Std. Error Betat (Constant)Pembelajaran Kewirausahaan
-.244
.836
.049
.018.816.
-5.028
45.412
.000
.000
Sumber : Hasil perhitunga SPSS
Dari tabel diperoleh nilai t hitung setiap variabel bebas. Nila t hitung akan
dibandingkan dengan t tabel pada tingkat kepercayaan 95% ( = 0,05). Nilai
t tabel (0,025 ;128) = 1,97 Pengaruh parsial dari variabel Pembelajaran
Kewirausahaan (X1) diperoleh nilai t hitung sebesar 2,504 dengan demikian t
hitung > t tabel, yaitu 45,412 > 1,97 dan probabilitas 0,000 < 0,05, maka Ho
ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa variabel Pembelajaran
Kewirausahaan berpengaruh nyata terhadap Sikap Kewirausahaan siswa
SMK se-Kota Bandung.
138
2). Pengujian Pelatihan Kerja Terhadap Sikap Wirausaha :
Model hipotesis yang digunakan dalam uji t (Parsial) yaitu :
H0 : b1 = 0 (artinya Pelatihan Kerja Industri tidak berpengaruh signifikan
terhadap Sikap Wirausaha siswa SMK se- Kota Bandung.)
Ha : b1 # 0 (artinya Pelatihan Kerja Industri berpengaruh signifikan
terhadap Sikap Wirausaha siswa SMK se- Kota Bandung.)
Ho diterima, jika t hitung ≤ t tabel pada = 5% atau probabilitas (sig) > 0,05
Ho ditolak, jika t hitung >t tabel pada = 5% atau probabilitas (sig) > 0,05
Hasil Uji parsial dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut :
Tabel 4.16Hasil Uji t (Parsial)
ModelUnstandardized
CoefficientsStandardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Betat (Constant)Pelatihan Kerja
-.244
.219
.049
.020.195
-5.028
10.879
.000
.000Sumber : Hasil perhitunga SPSS
Dari tabel diperoleh nilai t hitung setiap variabel bebas. Nila t hitung akan
dibandingkan dengan t tabel pada tingkat kepercayaan 95% ( = 0,05). Nilai t
tabel (0,025 ;128) = 1,97. Pengaruh parsial dari variabel Pelatihan Kerja(X2)
diperoleh nilai t hitung sebesar 10,879 dengan demikian t hitung > t tabel, yaitu
10,879 > 1,97 dan probabilitas 0,000 < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha
diterima, yang berarti bahwa variabel Pelatihan Kerja berpengaruh terhadap
Sikap Wirausaha siswa SMK se- Kota Bandung.
139
b. Pengujian Secara Simultan (Serempak)
Model hipotesis yang digunakan pada Uji F (Serempak), yaitu
Ho : 1,2 = (artinya pelatihan kerja dan pembelajaran kewiraushaan
secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap sikap
kewirausahaan siswa SMK se-Kota Bandung.
Ha : 1,2 = (artinya pelatihan kerja dan pembelajaran kewiraushaan
secara bersama-sama berpengaruh terhadap sikap
kewirausahaan siswa SMK se-Kota Bandung.
Dengan kriteria pengambilan keputusan : terima Ho jika F hitung < F tabel
pada =5% dan tolak Ho (Ha diterima ) jika F hitung < F tabel pada = 5%.
Hasil uji serempak dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.17Hasil Uji Koefisien Determinasi
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 33.783 2 16.891 3576.100 .000a
Residual 1.861 394 .005
Total 35.644 396
a. Predictors: (Constant), Pembelajaran Kewirausahaan, Pelatihan Kerja Industri
b. Dependent Variable: Sikap wirausaha
Sumber : Hasil perhitungan SPSS
Dari tabel diperoleh nilai F hitung sebesar 3576,1 dengan nilai
signifiknasi 0,000. Sedangkan nilai F tabel pada tingkat kepercayaan 95%
(=0,05) maka nilai F tabel (3,02) Dengan demikian F hitung F tabel, yaitu 3576,1
>. 3,02 Oleh karena itu Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa
140
pelatihan kerja industri dan pembelajaran kewiraushaan secara bersama-
sama berpengaruh terhadap sikap kewirausahaan siswa SMK se-Kota
Bandung. Hal ini dapat dilihat juga dari nilai signifikansi pada uji F yaitu
0,000 yang lebih kecil dari = 0,05. Maknanya adalah highly significance
menunjukkan bahwa pelatihan kerja industri dan pembelajaran
kewiraushaan secara bersama-sama berpengaruh sangat nyata terhadap
sikap kewirausahaan siswa SMK se-Kota Bandung.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Pengaruh Pembelajaran Kewirausahaan Terhadap Sikap Kewirausahaan
Siswa Kelas 3 SMK Se-Kota Bandung.
Berdasarkan tabulasi data responden (lampiran 4) didapatkan bahwa
responden lebih banyak menyatakan ragu-ragu dan tidak setuju dibandingkan
menyatakan setuju pada penyataan “metode pembelajaran kewirausahaan sangat
menarik sehingga dapat menumbuhkan minat saudara terhadap wiraswasta”. Hal
ini menunjukkan guru belum menerapkan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif,
Efektif, dan Menyenangkan). Untuk dapat meningkatkan pembentukan sikap
kewirausahaan maka metode pembelajaran disaran untuk lebih bervariatif dan
menarik siswa.
Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh
pembelajaran kewirausahaan sebesar 83,6%. Yakni setiap peningkatan
pembelajaran kewirausahaan sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan (karena
nilainya positif) prestasi belajar sebesar sebesar 83,6% dan sebaliknya. Dengan
141
demikian bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan pembelajaran
kewirausahaan terhadap sikap wirausaha siswa kelas 3 SMK se-Kota Bandung.
Semakin tinggi pembelajaran kewirausahaan dilaksanakan, maka akan semakin
tinggi sikap kewirausahaan siswa. Sebaliknya semakin rendah pembelajaran
kewirausahaan, maka akan semakin rendah pula sikap kewirausahaan siswa.
Hasil ini menunjukkan bahwa sikap siswa kewirausahaan dipengaruhi oleh
pengalaman pribadi siswa. Pengalaman pribadi adalah pengalaman belajar
kewirasusahaan. Pengalaman belajar yang mendalam bukan ditunjukkan oleh
lamanya belajar, melainkan intensitas interaksi dalam belajar, dan terjadi transfer
belajar dalam diri siswa (Gordon, 1988:323). Interaksi belajar kewirausahaan di
sekolah, bukan hanya hubungan antara guru dan siswa, tetapi terjadinya interaksi
antara siswa dengan materi pelajaran kewirausahaan dan pelajaran itu bermakna
bagi siswa. Suatu pelajaran akan bermakna jika dalam proses belajarnya dapat
melibatkan emosi siswa. Adanya interaksi mendalam antara siswa dengan
pelajaran kewirausahaan diharapkan akan membentuk sikap positif siswa terhadap
kewirausahaan. Faktor lain yang berperan dalam pembentukan sikap
kewirausahaan ialah guru, karena guru merupakan salah satu sumber pengaruh
perubahan sikap ke arah positif. Merger mengidentifikasi tiga peristiwa yang
mempengaruhi sikap terhadap kewirausahaan, yaitu : (1) kondisi, (2) konsekuensi,
dan (3) peniruan (modeling). Guru harus mampu menciptakan kondisi belajar
yang menyenangkan bagi siswa. Guru harus menciptakan pengalaman belajar
yang menyebabkan konsekuensi menyenangkan bagi siswa, dan guru merupakan
model bagi siswa.
142
Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan pengajaran
kewirausahaan di sekolah menengah kejuruan, ditandai oleh adanya perubahan
pada komponen pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan
(psikomotor). Ini berarti bahwa selain ranah kognitif, komponen sikap merupakan
indikator untuk mengukur keberhasilan siswa setelah menyelesaikan program
pembelajaran. Dengan demikian keberhasilan pengajaran kewirausahaan di
sekolah menengah kejuruan dapat diukur melalui indikator yaitu bagaimana sikap
siswa terhadap kewirausahaan. Mengacu pada pengertian sikap sebagai suatu
kecenderungan untuk memberikan reaksi terhadap objek tertentu, yang terdiri dari
komponen: kognitif, afektif, dan konatif, serta pengertian kewirausahaan sebagai
pekerjaan yang sifatnya mandiri yang merupakan objek sikap, maka hakikat sikap
siswa terhadap kewirausahaan adalah ekspresi opini siswa terhadap pekerjaan
yang sifatnya mandiri. Sikap siswa SMK terhadap kewirausahaan dapat diukur
dan diamati melalui tanggapannya (positif atau negatif) terhadap aspek
kewirausahaan, yaitu: (a) sifat, persyaratan, dan suasana kerja wiraswasta, terdiri
dari: bekerja mandiri, bertanggung jawab, berorientasi tujuan dan prestasi,
percaya pada kemampuan diri, berani mengambil resiko, kemauan bekerja keras
dan tekun, jujur dan dapat dipercaya, serta disiplin; (b) manfaat atau kegunaan
wiraswasta, yang berhubungan dengan penghasilan dan kehormatan atau harga
diri.
2. Pengaruh Pelatihan Kerja Terhadap Sikap Kewirausahaan Siswa Kelas 3
SMK se-Kota Bandung.
143
Berdasarkan tabulasi data responden (lampiran 5) didapatkan bahwa
responden lebih banyak menyatakan ragu-ragu dan tidak setuju dibandingkan
menyatakan setuju pada penyataan “sumber materi magang memadai dalam
pendalaman dan pemperluas wawasan dan Instruktur jujur dalam melaksanaakan
evaluasi magang”. Hal ini menunjukkan bahwa sumber materi yang berasal dari
materi pembelajaran di sekolah perlu penyesuaian dengan materi pelatihan kerja.
Dunia industri cepat berkembangan sesuai dengan perkembangan teknologi,
idealnya sumber materi pembelajaran di sekolah juga turut sejalan dengan
perkembangan terkini sehingga sumber materi pelatihan kerja tidak tertinggal.
Untuk dapat meningkatkan pembentukan sikap kewirausahaan maka disarankan
sumber materi dalam pelatihan kerja perlu ditambah dengan materi terkini.
Selain itu juga terdapat pada tabulasi data responden (lampiran 3)
didapatkan bahwa responden lebih banyak menyatakan ragu-ragu dan tidak setuju
dibandingkan menyatakan setuju pada penyataan “Instruktur jujur dalam
melaksanakan evaluasi magang”. Hal ini dapat terjadi, karena instruktur tidak
memiliki pengetahuan dalam membuat alat evaluasi dengan baik dan benar. Untuk
meningkatkan pembentukan sikap kewirausahaan, maka instruktur lebih obyektif
dalam menilai, Dalam membuat evaluasi yang obyektif maka perlu dibuatkan kisi-
kisi penilaian sehingga instruktur dapat menilai dengan berpedoman pada kisi-kisi
tersebut.
Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh
pelatihan kerja industri sebesar 21,9% yakni setiap peningkatan pelatihan kerja
industri sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan (karena nilainya positif)
prestasi belajar sebesar 21,92%, dengan demikian bahwa terdapat pengaruh yang
144
positif dan signifikan pelatihan kerja industri terhadap sikap wirausaha SMK se-
Kota Bandung. Semakin tinggi pelatihan kerja industri dilaksanakan, maka akan
semakin tinggi sikap wirausaha siswa. Sebaliknya semakin rendah pelaksanaan
pelatihan kerja industri, maka akan semakin rendah pula sikap kewirausahaan
siswa .
Dengan demikian menunjukkan bahwa pelatihan adalah suatu proses
pembelajaran terhadap seseorang atau kelompok untuk meningkatkan kemampuan
atau prilaku (penetahuan, skill dan sikap) untuk mencapai tujan-tujuan tertentu
yang diinginkan. Dalam melaksanakan proses pembelajaran pelatihan kerja di
dunia usaha tidak terlepas dari berbagai komponen pembelajaran yang meliputi :
tujuan, bahan ajar, metoda, alat dan sumber serta evaluasi (Djamarah dan Zain,
1995:48). Namun dalam kaitannya dengan keberhasilan proses pembelajaran tidak
terlepas dari komponen istruktur di lingkungan dunia usaha di mana siswa
melakukan pelatihan kerja. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
Bhattacharya dan Mandke (1992) untuk mencapai keberhasilan pembelajaran
tersebut, maka harus diciptakan keadaan yang saling menguntungkan dan
hubungan triangular ineraktif antara instruktur, siswa dan pihak industri.
Selain itu penelitian menunjukkan proses pelatihan kerja di dunia usaha
bertujuan untuk membekali siswa menguasai kompetensi keahlian produktif
terstandar, menginternalisasi sikap, nilai dan budaya dunia usaha yang
berorientasi pada standar mutu, nilai-nilai ekonomi, kritis, produktif dan
kompetitif serta sikap kewirausahaan.
145
Kemampuan kompetensi di atas dapat menumbuh-kembangkan
kewirausahaan pada siswa yang melakukan pelatihan, seperti yang diungkapkan
Soemanto dan Djatmiko :
“…..bahwa perlakuan untuk mendidik wirausaha pada masa remaja adalah dengan pelatihan kecakapan kerja, sehingga siswa mampu memahami lingkungan kerja yang sesungguhnya dan kompetensi apa saja yang harus dimiliki untuk menjalankan perusahaan. Dari aspek pengetahuan siswa memahami teknik bidang usaha yang dimasuki, peran dan tanggung jawab manajemen dan organisasi bisnis, kepribadian dan kemampuan mandiri, sedangkan aspek keterampilan pada pelatihan meliputi mengatur teknik bidang usaha, keterampilan berkomunikasi, dan berinteraksi. Keterampilan ini memberikan arahan bahwa masalah sulitnya memperoleh pekerjaan dan timbulnya pengangguran tidak hanya diselesaikan dengan satu cara saja tetapi harus dihadapi dengan berbagai pendekatan disiplin keilmuan”. (Djatmiko 1988:69)
Selanjutnya penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan pelatihan kerja di
dunia usaha yang dilakukan oleh siswa SMK ini tidak terlepas dari peran
instruktur pelatihan di lingkungan industri, seperti apa yang dikemukakan oleh
Bhattacharya dan Mandke (1992) bahwa “pada pelaksanaan pembelajaran di
industri instrukturlah yang akan paling bertanggung jawab terhadap keberhasilan
belajar”. Adapun keterkaitannya dengan pembentukan sikap kewirausahaan,
instruktur memiliki peran yang penting sebagai orang yang berarti khusus atau
orang lain yang dianggap penting (significant others) yang akan memperngaruhi
pembentukan sikap. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Saifuddin
(1955:32) bahwa “salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap
adalah pengaruh orang lain yang dianggap penting”. Pemahaman ini dapat
diartikan bahwa sikap sikap terbentuk karena adanya interaksi sosial yang dialami
individu interasi sosial yang dialami siswa pada pelatihan kerja di industri adalah
146
interaksi antara siswa dengan instruktur sebagai orang yang akan mempengaruhi
pembentukan sikap siswa.
3. Pengaruh Pelatihan Kerja Dan Pembelajaran Kewirausahaan Terhadap
Sikap Kewirausahaan Siswa Kelas 3 SMK Se-Kota Bandung.
Pengaruh pelatihan kerja industri sebesar 21,9% dan pengaruh
pembelajaran kewirausahaan sebesar 83,6%. Dari persamaan tersebut juga dapat
diartikan bahwa setiap peningkatan pelatihan kerja industri sebesar 1 persen, maka
akan meningkatkan (karena nilainya positif) prestasi belajar sebesar 21,92%,
setiap peningkatan pembelajaran kewirausahaan sebesar 1 persen, maka akan
meningkatkan (karena nilainya positif) prestasi belajar sebesar 83,6% dan
sebaliknya. Nilai koefisien regresi pembelajaran kewirausahaan lebih besar
dibandingkan koefisien regresi untuk variabel pelatihan kerja, artinya
pembelajaran kewirausahaan lebih menentukan (pengaruh) lebih besar terhadap
sikap kewirausahaan dibandingkan variabel pelatihan kerja.
Koefisien determinasi sebesar 0,948 menunjukkan bahwa kontribusi dari
pelatihan kerja industri dan pembelajaran kewriausahaan terhadap sikap
wirausaha sebesar 94,8%, sisanya sebesar 5,2% sikap kewirausahaan siswa kelas
3 SMK se Bandung ditentukan faktor lain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) analisis deskriptif menunjukkan
bahwa secara umum: (a) Pelatihan kerja telah dilaksanakan dengan katagori
tinggi; (b) Pembelajaran Kewirausahaan telah dilaksanakan dengan katagori
147
tinggi; dan (c) Sikap kewirausahaan siswa kelas 3 SMK se-Kota Bandung sudah
dikatagorikan sangat tinggi; (2) Pembelajaran Kewirausahaan dan Pelatihan kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap kewirausahaan siswa kelas 3
SMK se-Kota Bandung. Dalam hal ini pembelajaran kewirausahaan mempunyai
efek lebih tinggi dibandingkan pelatihan kerja.
Berkaitan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa Nilai
koefisien regresi pembelajaran kewirausahaan lebih tinggi dibandingkan koefisien
regresi untuk variabel pelatihan kerja, artinya pembelajaran kewirausahaan lebih
menentukan (pengaruh) lebih tinggi terhadap sikap kewirausahaan dibandingkan
variabel pelatihan kerja hal ini juga dapat dilihat dari hasil penelitian Sunaryo
yang menunjukan bahwa:
Tanggapan dunia industri dalam rangka program link and match pada indikator penyusunan program, penyusunan kurikulum, dan pelaksanaan pendidikan cukup positif dan cenderung bersedia terlibat langsung. Namun, kesediaan industri dalam evalusi dan pemasaran lulusan cenderung rendah.hal ini karena mereka merasa kurang kompeten pada bidang evalusi, sedangkan pemasaran lulusan merupakan suatu masalah rumit karena terjadi ketidakseimbangan antara besarnya lulusan dengan daya tampung dunia industri untuk tenaga kerja. (Sunaryo, 20026)
Selama ini, praktek kerja memang sudah menjadi salah satu persyaratan
kompetensi yang harus dilalui siswa SMK .sayangnya, tidak banyak dunia industri
di dalam negeri yang mau menerima siswa untuk melakukan praktek kerja.
Kalaupun ada, praktek kerja yang disediakan sering kali kurang sesuai dengan
kompetensi yang dicapai oleh siswa SMK. Padahal dunia usaha dan industri dapat
menyerap lulusan SMK yang sudah terlatih baik, tanpa perlu mengeluarkan biaya
tambahan untuk memberikan pelatihan. Kalaupun ada biaya atau upah tenaga
148
kerja yang harus dikeluarkan, maka besarnya pun tidak sebesar jika
mempekerjakan pekerja.
Hasil penelitian sesuai dengan penelitian Hari Mulyadi (2010) melalui
penelitiannya bahwa (1) analisis deskriptif menunjukkan bahwa secara umum: (a)
Pendidikan dan Latihan telah dilaksanakan dengan baik; (b) Sikap Kewirausahaan
terbentuk secara lebih positif setelah mendapatkan Diklat; dan (c) Perilaku
kewirausahaan mahasiswa peserta PMW UPI sudah tinggi; (2) Pendidikan dan
Latihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap kewirausahaan
mahasiswa peserta PMW UPI. Dalam hal ini, aspek proses pembelajaran
merupakan aspek yang paling tinggi dibandingkan aspek-aspek lainnya,
sedangkan aspek Kemampuan Instruktur dipersepsi paling rendah; (3) Pendidikan
dan Latihan (Diklat) dan sikap kewirausahaan secara langsung maupun melalui
Sikap Kewirausahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku
kewirausahaan mahasiswa peserta PMW UPI. Dalam hal ini, aspek Percaya Diri
dan aspek Berorintasi ke masa depan dan prestatif pada merupakan aspek yang
paling tinggi dibandingkan aspek-aspek lainnya, sedangkan aspek Pengambilan
Resiko dipersepsi paling rendah. Pada variabel Perilaku Kewirausahaan, aspek
Keuangan merupakan aspek yang paling tinggi dibandingkan aspek-aspek lainnya,
sedangkan aspek Pemasaran dipersepsi paling rendah.
Penelitian ini menunjukkan proses pembelajaran di sekolah merupakan
pembelajaran yang ditujukan untuk memberikan pemahaman secara teoritis
kewirausahaan melalui pelajaran kewirausahaan pemahaman secara praktek baik
melalui unit produksi maupun Koperasi Sekolah. Sedangkan faktor lainnya adalah
lingkungan keluarga. Terbentuknya sikap kewirausahaan pada diri siswa juga
149
dipengaruhi oleh bagaimana orang tua memaknai nilai-nilai yang baik, yang
merupakan cerminan perilaku kewirausahaan, seperti yang diungkapkan oleh
Soemanto (1993:95) bahwa penerapan nilai-nilai serta potensi kewirausahaan
yang baik harus sudah dimulai di lingkungan keluarga. Kedua faktor di atas, pada
penelitian ini merupakan faktor yang tidak diukur dengan suatu pemahaman
bahwa kedua faktor tersebut terletak pada tingkatan pemahaman dan motivasi
saja. Sedangkan aktualiasai dari pemahaman dan motovasi ini dilaksanakan pada
suatu proses pembelajaran pelatihan kerja, sebab dengan pelatihan kerja siswa
dituntut untuk kerja keras, inovatif serta kreatif serta menginternalisasikan nilai-
nilai kewirausahaan dan pemahaman serta keterampilan dalam kehidupan yang
sebenarnya.
Seperti yang diungkapkan Yoesoef dalam Danuharnimedjo (1998:66)
bahwa untuk membentuk sikap kewirausahaan adalah dimulai dengan tahapan
pemahaman teori, studi kasus, dan pemberian motivasi, ketiga tahapan ini dapat
dilakukan di sekolah. Sedangkan tahap keempat adalah magang, yaitu belajar
melalui perbuatan sesuatu, sebab keliru untuk menganggap bahwa segala sesuatu
yang perlu di ketahui dalam hidup ini dapat di ajarkan melalui pendidikan di
lingkungan sekolah saja. Artinya siswa harus berusaha mencarinya sendiri dan
menemuinya dalam praktek kehidupan yang sebenarnya. Dan melalui pelatihan
kerja siswa ditempa untuk memahami lingkungan kerja yang sebenarnya.
150