Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA: ISLAM DAN PERLAWANAN TERHADAP KOLONIALISME PADA
TAHUN 1760-1946 M
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Syarat Mendapat Gelar Sarjana (S1) Humaniora
Oleh :
AHMAD SUPANDI 108022000013
JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2015 M
i
ABSTRAK
AHMAD SUPANDI 108022000013
Penulis mencoba mendeskripsi pengaruh agama Islam dan perlawanan terhadap kolonialis yang terjadi pada kerajaan-kerajaan di sekitar Pekanbaru, Riau. Adapun judul skripsi ini "Kesultanan Siak Sri Indrapura : Islam dan Perlawanan Terhadap Kolonialisme Pada Tahun 1760-1946 M". Kesultanan Siak Sri Indrapura ini merupakan kerajaan yang bernafaskan Islam dan sebagai pewaris yang sah dari Kerajaan Melaka-Johor. Pada 292 tahun silam tepatnya tahun 1723 M, Kota Siak Sri Indrapura yang terletak disekitar Sungai Jantan (Siak) sebagai pusat perdagangan regional dan internasional, terdapat pula sebuah bukti otentik berupa istana kerajaan hingga saat ini masih berdiri kokoh yakni Astana Asserayah Hasyimiyah, Istana ini menjadi pusat peradaban dan pemerintahan (city-state). Skripsi ini bertujuan untuk menunjukan akan adanya pengaruh agama Islam dalam sistem pemeritahan, kebudayaan, sosial-ekonomi yang kental dengan nilai-nilai ke-Islaman.
Kemudian mengetahui kedatangan kolonialis seperti, bangsa Portugis ke Selat Melaka, bangsa Belanda dan Jepang untuk memonopoli perdagangan serta menanamkan pengaruhnya, sehingga menumbulkan aksi perlawanan di dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura dari awal periode hingga akhir (1723-1946 M). Sebagai penguat dari skripsi ini, penulis menukil beberapa tulisan para ahli sejarah melayu yang mendeskripsikan terkait judul dengan metode kualitatif seperti, teknik pengumpulan data dengan penelitian kepustakaan (library research) hingga menyempatkan terbang ke Riau serta menggunakan beberapa pendekatan agama, sosio-politik, dan budaya.
Berdasarkan hasil analisis penulis, dapat disimpulkan hasil dari temuan masalah tersebut bahwa dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura mengalami masa transisi dari Hindu-Budha hingga bercorak dengan nilai-nilai ke-Islaman dan selama berkuasa para sultan selalu mempertahankan ajaran agama Islam yang sesuai dengan dua pokok pedoman (al Qur'an dan Hadits) mesikupun berada di bawah kekuasaan bangsa kolonial.
ii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Peta Provinsi Riau 24 Oktober 1967-sekarang
Lampiran II: Gambar Posisi Kerajaan Kuno di Riau Abad VII-XIV M
Lampiran III : Gambar Istana Asserayah Hasyimiyah, Masjid Raya Syahabuddin,
Komplek Makam Pahlawan Nasional Sultan Assaidis Syarif Kasim
Abdul Jalil Syaifuddin, Balai Rung Sari
Lampiran IV : Gambar Motif Tenun Siak
Lampiran V : Gambar Istana Peraduan Sultan Syarif Hasyim
Lampiran VI : Gambar Pernikahan Sultan Assaidis Syarif Kasim dengan Syarifah
Latifah Tengku Embung
Lampiran VII : Gambar Lambang Kesultanan Siak Sri Indrapura "Muhammad
Bertangkup"
Lampiran VIII : Peta Kekuasaan Kesultanan Siak pada Tahun 1815-1946 M
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Nama-nama Sultan yang Pernah Menjabat di Kesultanan Siak Sri
Indrapura
Tabel 2 : Silsilah Sultan di Kesultanan Siak Sri Indrapura pada Tahun 1723
1946
Tabel 3 : Struktur Administrasi Pemerintahan Belanda pada Tahun 1938-1942
Tabel 4 : Susunan Pemerintahan Masa Jepang pada Tahun 1942-1945
Tabel 5 : Struktur Pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura pada Tahu
1898-1915
Tabel 6 : Struktur Pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura pada Tahu
1915-1945
Tabel 7 : Alur Hubungan Kesultanan Siak Sri Indrapura dengan Kesultanan
Melaka
iv
KATA PENGANTAR
Tidak ada kata yang pantas kita ucapkan selain rasa syukur atas segala curahan nikmat,
rahmat dan karunia-Nya dengan melafadzkan kalimat "Alhamdulillahiirabbil'alaamiin",
penulis dapat menyelesaikan skipsi ini dan semoga kita senantiasa berada dalam kategori
hamba-Nya yang selalu pandai bersyukur. Shalawat beriring salam tetap terpatri kepada sang
proklamotor Islam, yakni kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan kita
termasuk umatnya yang mendapatkan pertolongannya. Aamiin Yaa Rabbal'alamiin.
Sebagai insan akedemis di perguruan tinggi, maka harus menyelesaikan skripsi dan
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam rangka itulah penulis membuat
karya ilmiah dalam bentuk skrpsi yang berjudul :
“KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA : ISLAM DAN PERLAWANAN
TERHADAP KOLONIALISME PADA TAHUN 1760-1946 M”.
Penulis sangat menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, banyak kekurangan dan
kelemahan di dalamnya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik agar
layak menjadi suatu khazanah literatur Sejarah dan Kebudayaan Islam Nusantara.
Pada kesempatan ini, perkenankan penulis untuk menyampaikan ucapan terimakasih
dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi baik secara moral dan materil
yang begitu besar, hingga skripsi ini dapat selesai.
Kepada Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kepada Prof. Dr. Sukron Kamil, MA, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
v
Kepada H. Nurhasan, MA, selaku Ketua Jurusan dan Sholikatus Sa'diyah, M.Pd,
selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kapada Prof. Dr. Dien Majdid M.Hum, selaku guru besar dan sekaligus sebagai orang
tua bagi penulis, yang telah bersedia membimbing dengan penuh kesabaran dan penuh
dedikasi tinggi dan telah memberikan inspirasi bagi penulis.
Kepada Pembimbing Akademik, Dr. H. M. Muslih Idris, MA, Lc, dan para dosen
terhaturkan salam ta'dzim dari penulis serta seluruh Civitas Akedemik Fakultas yang
telah memberikan pengetahuan baru selama menempuh studi di Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kepada Drs. H. O.K Nizami Djamil, Drs. Suwardi Mohammad Samin, Dra. Elly Roza
M.Hum, Drs. H. Kadri Yasif. M.Pd selaku Kepala Dinas Pariwisata Seni Budaya dan
Olah Raga Kabupaten Siak, yang telah bertemu dan berbincang hangat dengan penulis
pada acara Seminar Internasional Sejarah Lisan Rumpun Melayu 2014 "Rumpun
Melayu Dalam Perspektif Sejarah Dan Budaya" di Gedung Guru Riau, Pekanbaru
pada tanggal 27-30 Maret 2014.
Kepada kakanda Akbar, Kasmariadi, Suaib dan kawan-kawan Himpunan Mahasiswa
Islam Cabang Pekanbaru yang telah menemani dan membantu penulis selama berada
di Provinsi Riau.
Kepada kedua orang tua tercinta Sarneti binti Sultan Tumanggung dan Ahmad Sahori
bin Muhammad Yatin dan Adik ku Bayti Witia telah menjadi semangat hidup dan
telah mendidik penulis dengan kasih sayang hingga menjadi pelita dalam hidup
penulis. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan senantiaasa berada dalam
selimut keberkahan dunia dan akhirat. Dari esemua sikap yang selama ini dirasakan,
izinkan penulis agar bisa membahagiakan mama, bapak dan adik. Kepada keluarga
vi
Besar di Lampung, Maninjau, Tanah Datar, Bukittinggi dan Kampung Kapuk Jakarta
Barat.
Kepada orang tua dari kekasih hati penulis tersayang, umi Aminah dan abi Saruji, dan
terimakasih kepada calon istri idaman penulis, Ajizah Nabilah yang telah menjadi
penyemangat penulis dan sabar menunggu selama ini.
Kepada keluarga besar Himpunan selama penulis berhimpun di Himpunan Mahasiswa
Islam Kofah, dan komisariat se-Cabang Ciputat (Komtar, Komfaksyi, Komfuf,
Komfakda, Kafeis, Kompsi, Komfastek, Komfakdik, Komfakdisa, Komipam, Komici,
dan Kotaro) yang hebat, dan kawan-kawan angkatan 2008 di Jurusan SKI, BSA, BSI,
IP, TARJAMAH. Kepada kawan-kawan di DEMA-FAH yang telah menemani dan
menghabiskan hari dan bersenda gurau di basement Adab tercinta dan membimbing,
menasehati, dan menegur keras disaat penulis berbuat kesalahan. Jayalah HMI,
Sukses buat kita semua dan Bahagia HMI.
Penulis juga berharap skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi bagian
dalam pengembangan ilmu sejarah dan dapat dijadikan sebagai referensi. Amiin Yaa Rabbal
'alamiin.
Ciputat, 10 Juli 2015
Penulis,
Ahmad Supandi
vii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................................ i
Lembar Pengesahan ................................................................................ ii
Lembar Pernyataan ................................................................................. iii
Abstrak ................................................................................................... iv
Daftar Lampiran ..................................................................................... v
Kata Pengantar ....................................................................................... vi
Daftar Isi ................................................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah .......................................... 10
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .............................................. 12
D. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 13
E. Metode Penelitian .................................................................... 15
F. Sistematika Penulisan .............................................................. 18
BAB II KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA DALAM LINTAS SEJARAH
A. Geografis dan Demografi .......................................................... 20
B. Selayang Pandang Kesultanan Siak Sri Indrapura ..................... 27
1. Sebelum Islam......................................................................... 27
2. Proses Bercorak Islam............................................................. 31
3. Keriwayatan Pendiri................................................................ 35
BAB III PEMERINTAHAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA
A. Peristiwa Penting Dalam Pemerintahan ................................... 46
B. Pengaruh Agama Islam ............................................................. 78
viii
BAB IV PERLAWANAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA TERHADAP
KOLONIALISME
A. Awal Mula Kedatangan Kolonialisme ................................ ....... 85
1. Kedatangan Bangsa Portugis di Selat Melaka ....................... 86
2. Kedatangan Bangsa Belanda ................................................ . 87
3. Kedatangan Bangsa Jepang ................................................ ... 90
B. Kesultanan Siak Sri Indrapura dalam Kekuasaan Kolonialisme..... 91
1. Masa Pemerintahan Belanda…. ............................................ 91
2. Masa Pendudukanm Jepang….. ............................................ 99
C. Aksi Perlawanan Pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura
Terhadap Kolonialisme............................................................. 104
1. Penyerangan Benteng Belanda di Pulau Guntung ........... ...... 104
2. Reaksi Rakyat Pada Pemerintahan Militer Jepang ......... ....... 115
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN ........................................................................ 119
B. SARAN ................................................................................... 122
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 124
LAMPIRAN- LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP PENULIS
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Benua Kuning merupakan nama lain dari Benua Asia, adapun salah satu
kawasan yang berada di Benua Kuning adalah, wilayah Asia Tenggara, dari
sekian banyaknya negara yang berada di zona wilayah benua Asia seperti, Asia
Tengah, Asia Barat, Asia Timur, dan Asia Tenggara, namun penulis hanya
memfokuskan dalam pembahasan skripsi ini pada kawasan Asia Tengggara. Di
daerah Asia Tenggara terdapat beberapa negara yang dipisahkan oleh lautan
sempit yang berada diantara dua pulau yang dinamakan selat. Kawasan ini
sungguh telah menoreh dan memiliki beberapa nilai sejarah peradaban dan
kebudayaan cukup besar yang dahulunya telah terjadi dikawasan ini, hal ini bisa
terjadi karena Asia Tenggara adalah kawasan "geostrategis" yang terletak pada
posisi silang antara jalur perdagangan internasional yang memiliki kekayaan akan
sumber daya alamnya, tenaga kerja, dan sekaligus kawasan pasar yang potensial.
Kawasan Asia Tenggara adalah kawasan yang sangat identik dengan
aktivitas perniagaan antar bangsa-bangsa asing dan lokal, serta kawasan Asia
Tenggara terdapat jalur sutera yang berfungsi sebagai lalu lintas utama yakni,
Selat Malaka dan Selat Singgapura yang merupakan salah satu jalur yang sangat
ramai dilalui dan dipenuhi oleh kapal-kapal dagang.1 Kedua faktor itulah yang
menjadi magnet serta incaran bagi bangsa asing (Eropa) seperti Portugis, Belanda,
Inggris, Jepang dan lain-lain, untuk memonopoli perdagangan dan menguasai
1 Djoko Pramono, Budaya Bahari, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal. 13.
2
kekayaan sumber daya alam serta menanamkan pengaruhnya pada kerajaan-
kerajaan yang berada di kawasan Asia Tenggara khususnya Nusantara yang kental
akan akulturasi budaya, agama, bahasa, sistem pemerintahan, dan sosial-ekonomi
karena dampak dari kedatangan bangsa asing di daerah kawasan Nusantara.
Pada abad VII dan XIII M, kedatangan negara asing tersebut tidak hanya
berperan sebagai pedagang saja, melainkan juga telah memberikan pengaruh dan
memperkenalkan agama yang terlebih dahulu sebelum Islam masuk di Nusantara
ataupun Asia Tenggara secara luas yaitu, agama dan budaya Hindu-Budha.2
Sehingga Asia Tenggara menjadi pusat keramaian dan menjadi pusat perdagangan
internasional, karena kawasan Asia Tenggara terdapat daerah-daerah yang
menjadi pusat perdagangan dan berkedudukan paling penting dalam perdagangan
internasional. Menurut penulis perairan Selat Melaka memegang peranan penting,
karena jalur dagang yang terbentang antara India dan Cina pasti melintasi Selat
Melaka sejak awal Masehi, pernyataan ini dibenarkan oleh D.G.E. Hall dalam
karyanya A History of South-East Asia, bahwa Melayu Sumateralah yang
memulakan perhubungan dagang jalan laut ke negeri Cina, dan bukti-bukti yang
telah ada menunjukkan bahwa ahli-ahli perkapalan Melayu telah memainkan
peranan yang tidak kurang penting seperti India dalam perdagangan Asia
Tenggara dengan India dan Ceylon.
Kondisi di sekitar Selat Melaka pernah dikuasai oleh sebuah kerajaan yang
bercorak maritim dan memilik kekuasaan wilayah cukup besar, yakni Kerajaan
Sriwijaya. Kerajaan ini juga menjadikan Selat Melaka hingga Selat Sunda sebagai
2 Bernard Phileppe Groslier, Indocina Persilangan Kebudayaan, (Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia, 2007), hal. 27. Lihat juga, Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia II, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), hal. 450.
3
pelabuhan pusat perdagangan. Mengenai wilayah-wilayah yang berada dibawah
kekuasaan Kerajaan Sriwijaya diantaranya, Pelembang, Aceh, Batak, Kampe
(Jambi Hilir), Semawe (wilayah Jambi), Selat Sunda, Pahang (Timur
Semenanjung), Trengganau (Semenanjung Pantai Utara Sumatera) dan Klantan,
Langkasuka (Pantai Barat Semenanjung), Jeletong (Semenanjung Tenggara
wilayah Jambi), Grahi, Tamralingga (Muangthai), Selangor, hingga Sailan (Sri
Langka). Pada 670-673 M, Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat agama Budha dan
sangat berpengaruh, tepat pada tahun 670-an salah satu pendeta termasyhur dari
Cina dalam perjalanannya ke India singgah untuk mengunjungi pusat Kerajaan
Sriwijaya, pendeta itu bernama I-Tsing.3
Pada akhir abad ke-X terdapat beberapa faktor kehancuran Kerajaan
Sriwijaya, faktor yang pertama ketika pemerintahan Kerajaan Sriwijaya berada di
bawah kekuasaan Raja Udayadityawarman, pada masa itu pernah mengalami
kekalahan pada saat melakukan perlawanan armada laut dari Jawa dibawah
komando Raja Dharmawangsa Teguh. Pada faktor yang kedua abad ke-XI,
Kerajaan Sriwijaya dibawah pemerintahan Sanggarwijaya menerima serangan dari
Kerajaan India (1023-1030 M), pada akhirnya raja dari Kerajaan Sriwijaya
menjadi tawanannya. Faktor ketiga tepat pada tahun 1377 M, Kerajaan Mojopahit
dengan kekuatan besarnya berhasil mengalahkan Kerajaan Sriwijaya.
3 I-Tsing adalah seorang musafir berkebangsaan Cina, dan tepat pada tahun 671 M
dirinya sampai di Fo-Che (Sriwijaya), I-Tsing sempat tinggal selama enam bulan dan selama di Fo-Che dirinya belajar tatabahasa Sanskerta. Setelah menuntut ilmu selama 14 tahun di Nalanda, pada tahun 685 M, kembali ke Sriwijaya untuk menyampaikan ilmunya selama di Nalanda dan menerjemahkan naskah suci Budha. Di Sriwijaya I-Tsing selama di Sriwijaya telah menulis beberapa karyanya kitab yang menjelaskan tentang praktek agama Budha di India agar dapat meluruskan kesalahan yang selama ini terjadi di Cina. Jadi selama berada di pusat Kerajaan Sriwijaya I-Tsing telah menulis beberapa kitab dan catatannya kemudian pada tahun 695 M, dirinya pulang ke Cina. Lihat selengkapnya, Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, 2006, Pekanbaru, Surya Benta Perkasa, hal. 94-95.
4
Akibat kekalahan tersebut yang terjadi pada akhir abad ke-XIII, Kerajaan
Sriwijaya mengalami keruntuhan karena didesak oleh tiga kekuatan,dari Utara,
orang-orang Siam 1292.4 Kekuatan lain dari dalam sendiri yaitu Melayu Jambi
yang telah dikuasai oleh Singosari pada tahun 1275-1293 M dan akhirnya
kekuatan ketiga ialah langsung Singosari dan Mojopahit. Setelah hancurnya
Kerajaan Sriwijaya berdampak di kemudian hari dengan bermunculan kerajaan-
kerajaan Melayu yang berada di bawah kekuasaannya. Dari beberapa faktor itulah
pengaruh Kerajaan Sriwijaya sudah melemah sehingga menyebabkan munculnya
kerajaan-kerajaan di sekitar Selat Melaka. Demikian di daerah Riau, terdapat
beberapa kerajaan Melayu yang namanya masih hidup dalam sejarah.
Kerajaan Melayu yang dimaksud adalah, Kerajaan Bintan atau Tumasik
dan Melaka, Kerajaan Kandia atau Kuantan, Kerajaan Gasib, Kerajaan Kritang
dan Inderagiri, Kerajaan Rokan, Kerajaan Pekan Tua. Dalam pepatah Melayu
mengatakan "Patah tumbuh hilang berganti, tidakkan Melayu hilang di bumi",
itulah semboyan orang Melayu, walaupun Sriwijaya runtuh namun setelah itu
tumbuh dan berkembang beberapa kerajaan Melayu yang bercorak Islam sekitar
Selat Melaka dan di daerah Riau. Melaka merupakan daerah lalu lintas dan
tentunya sangat ramai dikunjungi oleh pedagang-pedangan Islam. Mengapa hal
seperti ini bisa terjadi, dikarenakan Selat Melaka sangat penting dan sebagai pintu
gerbang (transito perdagangan) para pedagang muslim dan mubaligh (ulama)
untuk meneruskan perjalanannya ke Pantai Utara Brunei, Sulu, Melaka, Jawa dan
4 Adapun yang dimaksud dari orang-orang Siam adalah Kerajaan Sukhotai di Wliayah
Muang Thai sekarang ini. Orang Siam terusir oleh Raja Mongol di Cina yaitu Wangsa Yuan 1260-1368 yang menginginkan untuk menaklukan orang-orang Siam di Indo-Cina. Dan tepat pada tahun 1292 M, daerah Ligor dapat di kuasai oleh Kerajaan Sukhotai dan terus ekspansi ke daerah Selatan. Lihat Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Pekanbaru Riau, 1976, hal. 120.
5
terus ke Maluku. Tepat pada tahun 1414 M, pada masa Sultan Muhammad
Iskandar Syah agama Islam mulai terasa di Kesultanan Melaka dan berlanjut pada
tahun 1445-1458 M, tepatnya pada masa Sultan Muzaffar Syah agama Islam
menjadi agama rsmi di Kesultanan Melaka. Pada saatitupula pengaruh Hindu-
Budha perlahan hilang dengan masuknya agama Islam di Riau dengan ditinjau
dari sudut sejarah dan geografis terdiri dua jalur, yakni melalui jalur perdagangan
dari luar negeri dan dalam negeri (antar daerah).5
Sejak adanya jalur perdaganga ini, para pedagang Islam (pendakwah)
mulailah Islamisasi di wilayah Riau dan sekitarnya dengan mengajarkan ajaran
katauhidandari kepercayaan lama masyarakat setempat yang sudah melekat yakni
Hindu-Budha dengan tanpa merusak tradisi, adat, dan budaya yang sudah ada.
Pada abad ke-IV-V di pedalaman kampung yang bernama Gasib yang berada
sekitar Sungai Jantan (Siak) terdapat sebuah kerajaan yang kental dengan ajaran
Hindu-Budha, yakni Kerajaan Gasib. Adapun daerah kekuasaan Kerajaan Gasib
cukup luas, yakni sepanjang aliran Sungai Jantan hingga perbatasan daerah
Minangkabau, Sumatera Barat.6 Kerajaan Gasib mendapatkan serangan dari
Kesultanan Melaka yang sedang melakukan ekpansi tanah daratan Riau dan
sekitarnya. Kesultanan Melaka menyadari akan potensi kekayaan alam dan
kualitas tanah yang subur akan menguntungkan di sektor perekonomian.
5 Daerah Riau jika dilihat dalam globe terlihat sangat strategis bagi lalu lintas pelayaran
yang menghubungkan jalur pelayaran dari Arab, Cina ke India dan sebaliknya, adapun rincian route yang dimaksud sebagai berikut: Dari Arab, ke Teluk Persia, Cambay, Gujarat, Selat Melaka, Teluk Siam, Cina. Dan apabila terjadi pergantian angin (angin muson) di Laut Cina Selatan, maka pelayaran beralih dari Selat Melaka, ke Pantai Timur Sumatera, Pantai Utara Jawa, Selat Makassar, Philipina baru ke Cina. Dan dari jalur perdagangan dalam negeri (antar daerah) di Nusantara. Lihat Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Pekanbaru, 1976, hal. 120-125.
6 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, cet.I, CV. Sukabina Pekanbaru, LAM Kabupaten Siak, 2011, hal.8.
6
Tepat pada 1444-1477 M, Kerajaan Gasib berhasil ditaklukkan oleh
Kesultanan Melaka dibawah pemerintahan Sultan Mansyur Syah. Setelah
dikalahkan oleh Kesultanan Melaka, Kerajaan Gasib berada di bawah empayar
Kesultanan Melaka. Mulailah proses Islamisasi yang dilakukan oleh Kesultanan
Melaka ketika dipimpin Sultan Mansyur Syah dengan menjadikan anak laki-laki
dari seorang Raja Gasib yang bernama Megat Kudu untuk memimpin Kerajaan
Gasib. Sehingga pada peristiwa ini raja yang bernama Megat Kudu mendapatkan
gelar yang kental dengan Islam, yakni Sultan Ibrahim dan otomatis menjadi
seorang muallaf karena melihat Kera Melaka yang begitu kental dengan nilai-nilai
ke-Islaman.7
Peristiwa ini berdampak dengan kemunculan beberapa kerajaan yang
bercorak Islam. Beberapa kerajaan yang kental dengan Hindu-Budha berbelok
keyakinannya atas pengaruh Kesultanan Melaka yang terlebih dahulu memeluk
Islam, diantaranya Kerajaan Gasib. Pengaruh agama Islam yang dibawa oleh
Kesultanan Melaka semakin besar dan mengalami puncak kegemilangan pada
masa Sultan Mansyur Syah (1459-1477 M). Faktor berikutnya yang menyebabkan
Kesultanan Melaka berhasil memperluas daerah kekuasaanya diantara kerajaan-
kerajaan kecil yang bercorak Hindu-Budha dengan menggunakan kekuasaan
politiknya dan memasukkan negeri-negeri lain ke dalam sektor perdangangan dan
melakukan Islamisasi dijajaran para raja. Strategi ini sangat efektif, karena ketika
raja sudah memeluk agama Islam maka otomatis jajarannya dan rakyatnya akan
mengikuti apa yang dilakukan oleh rajanya. Kemudian Kesultanan Melaka juga
7Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan
RI, Pekanbaru :Sutra Benta Pustaka, 2006, hal. 154-156.
7
memberlakukan sistem perkawinan, dengan menikahkan antar kerajaan sangat
memperkuat keharmonisan di dalam keluarga-keluarga kerajaan. Dari semua
langkah tersebut sudah dilaksakan ketika penaklukkan Kerajaan Gasib sehingga
agama Islam masuk dan berkembang.Setelah Kerajaan Gasib ditaklukkan oleh
Kesultanan Melaka, Sultan Mansyur Syah menobatkan anak Raja Gasib yang
bernama Megat Kudu untuk memimpin Kerajaan Gasib di bawah kedaulatan
Kesultanan Melaka. Sehingga Megat Kudu menjadi menantu dan bergelar Sultan
Ibrahim. Pada tahun 1477-1488 M, ketika Sultan Alauddin Riayat Syah I menjadi
sultan di Kesultanan Melaka, maka di Kerajaan Gasib juga mengalami pergantian
Sultan Ibrahim digantikan anaknya bernama Raja Abdullah. Beranjak pada masa
Sultan Alauddin Riayat Syah I digantikan oleh Sultan Mahmud Syah I pada tahun
1488-1511 M, senada di Kerajaan Gasib digantikan juga Raja Abdullah dengan
Raja Husin. Pada periode inilah Kesultanan Melaka kedatangan tamu dari Eropa
untuk menguasai Melaka dan memonopoli perdagangan. Bangsa Portugis datang
ke Melaka dengan kekuatan penuh dan senjata yang memadai untuk merebut
Melaka dari Kesultanan Melaka hingga berhasil di taklukkan pada tahun 1511 M,
sehingga Sultan Mahmud Syah I sultan terakhir di Kesultanan Melaka menyingkir
ke Johordan memimindahkan pusat kekuasaannya ke Bintan. Pada tahun 1513 M,
Portugis kembali mengadakan penyerangan di Kara dan Bintan.
Sejak itulah Bintan dijadikan sebagai pusat pemerintahan Melayu Melaka
hingga sultan terakhir Melaka yang berkuasa di Johor (Kota Tinggi) hingga
wafatnya yakni Sultan Mahmud Syah II (1685-1699 M). Pada saat itu juga
Kemaharajaan Melayu dikenal Kesultanan Melayu Johor II (Melayu Riau) 1699-
1723 M yang berpusat di Bintan di Hulu Sungai Riau. Kemudian dilanjutkan oleh
8
Sultan Abdul Jalil Riayat Syah (1699-1719 M), pemerintahan selanjutnya oleh
Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (putera dari Sultan Mahmud Syah I yang telah
mangkat Dijulang, pemberian gelar ini karena Sultan terbunuh dalam Julungan8
yang dipakul oleh pelayannya ketika berangkat ke Masjid.9 Pada masa inilah
Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah mendirikan Kesultanan Siak Sri Indrapura di
Buantan pada tahun 1723-1746 M.10 Sultan Abdul Jalil Riayat Syah pada waktu
itu berada di Kuala Pahang, memfitnah Raja Kecik dengan mengatakan bahwa
Raja Kecik bukanlah seorang anak dari Encik Pong dan zuriat Sultan Mahmud
Syah II. Hal ini menyebabkan sebagian rakyat Johor cenderung membencinya,
sehingga membuat keadaan di pemerintahan Kesultanan Johor resah, seolah-olah
di Kesultanan Johor dipimpin oleh dua sultan. Pada akhirnya untuk menghindari
keributan yang terjadi maka Raja Kecik meninggalkan Johor dan pindah ke
Riau.Pada 1718-1719 M, Raja Kecik membangun kekuasaannya dan mendirikan
pusat pemerintahannya di Bintan, Tanjung Pinang. Kejadian diatas merupakan
bagian kecil permasalahan yang telah terjadi dan menimbulkan perpecahan intenal
di Kesultanan Johor, yang berimbas kepada rakyat sehingga menimbulkan
huruhara, karena rakyat Johor terpecah menjadi dua golongan, golongan pertama
ada yang berpihak kepada Raja Kecik dan golongan kedua yang berpihak kepada
Sultan Abdul Jalil Riayat Syah. Pada tahun 1719 M, terjadi peperangan antar
rakyat Johor yang memihak kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah dengan rakyat
yang memihak kepada Raja Kecik yang mayoritas dari orang-orang Minangkabau.
8Julungan adalah sebuah tandu kebesaran (usungan dengan pikulan yang mempunyai
tempat duduk) 9 Prof. Hamka, Dari Perbendaharaan Lama, (Jakarta: Pustaka Panjimas, cet.2, 1982), hal.
245. 10Lihat Lampiran Peta 5-6 Kesultanan Melayu Johor I (Melayu Bintan) tahun 1513-1699
M dan Kesultanan Melayu Johor II (Melayu Riau) tahun 1699-1723 M.
9
Peperangan ini terjadi karena keduanya tidak bisa menahan diri dan emosinya.
Adapun dalam peperangan tersebut pihak dari Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV
mengalami kekalahan dan kemudian beliau pindah ke Pahang dan Raja Kecik
juga pindah dan menetap di Riau, sejak itulah Raja Kecik menjalankan
pemerintahan Kesultanan Johor-Riau. Dengan terjadinya dualisme di dalam
pemerintahan Kesultanan Johor sehingga terpecah daerah kekuasaannya menjadi
tiga pusat kekuasaan dan kemudian wilayah kekuasaan dibagi tiga, daerah
Terengganu dan Pahang berada di bawah pemerintahan Bendahara Abdul
Jalil(Sultan Abdul Jalil Riayat Syah). Sedangkan daerah Johor, Siak, Bengkalis,
dan Batu Bara berada dibawah pemerintahan Raja Kecik. Selain itu juga terdapat
wilayah yang telah dikuasai oleh orang Bugis yang pada saat itu membantu
Bendahara Abdul Jalil dalam perebutan tahta Kesultanan Johor dengan Raja
Kecik yaitu daerah Selanggor, Kelang dan Lingga berada dibawah pemerintahan
Daeng Merewah dan Daeng Manompok.11 Setelah pembagian wilayah tersebut
Raja Kecik mundur dan mencari daerah yang nyaman dan strategis untuk
menghimpun kekuatan dan mengkodusifkan pemerintahannya.
Pada akhirnya Raja Kecik menemukan suatu tempat dan merapat di Siak.
Adapun daerah Siak tepatnya di Buatan yang berada di sepanjang Sungai Siak
(Jantan) dipilih oleh Raja Kecik untuk membuat siasat dan dapat menuntut bela
atas pembunuhan ayahnya oleh Bendahara Abdul Jalil Riayat Syah.Langkah
pertamanya Raja Kecik mendirikan sebuah kerajaan yang pewaris sah Kesultanan
11 Mohd. Yusoff Hashim, 1992, Pensejarahan Melayu : kajian tentang tradisi sejarah
Melayu Nusantara. Kuala Lumpur ; Dewan Bahasa dan Pusaka Malaysia. Baca juga tulisan lain Mohd. Yusoff Hashim, 1994. Daulat dalam tradisi budaya dan politik kesultanan Melayu abad ke-XV dan awal abad ke-XVI ; antara mitos dan realiti. Dalam Journal of the historical society. Kuala Lumpur : Universitas of Malaya. No.3.
10
Johor, kerajaan tersebut nantinya bernama Kesultanan Siak yang berpusat di
Buantan (pedalaman Sungai Siak), meskipun berada di bawah pengaruh
kekuasaan Kesultanan Johor-Riau yang pada saat itu pusat pemerintahannya
terletak Bintan Hulu Sungai Riau. Raja Kecik pun dinobatkan sebagai Raja Siak
pertama pada tahun 1723 M, dengan gelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah.
Segenap peristiwa singkat di atas menyimpulkan bahwa Kesultanan Siak
Sri Indrapura memiliki hubungan dengan Kesultanan Johor, dan Kesultanan Johor
memiliki hubungan dengan Kesultanan Melaka. Ketiga kerajaan ini merupakan
dinasti Kemaharajaan Melayu yang menjadi pusat peradaban Islam dikalangan
masyarakat Melayu Riau maupun Johor.
Dalam benak penulis terdapat pertanyaan, bagaimana proses Islamisasi
dan perkembanganya di Kesultanan Siak Sri Indrapura?, seberapa besar pengaruh
agama Islam disektor budaya, bahasa, sistem pemerintahan dan ekonomi-sosial?,
dan mengenai kedatangan bangsa asing di Kesultanan Siak Sri Indrapura serta
bentuk perlawanan terhadap kolonialisme. Pada permasalahan itu semua penulis
ingin merangkumnya dalam satu judul yaitu:Kesultanan Siak Sri Indrapura :
Islam dan Perlawanan Terhadap Kolonialisme 1760-1946 M."
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Demikian sepenggal kisah mengenai Kerajaan Gasib-Siak serta nanti akan
menjadi kerajaan yang bercorak Islam yang diperkasai oleh seorang anak laki-laki
yang terbuang dan sebagai zuriat dari pada Sultan terakhir di Kesultanan Melaka
yakni Sultan Mahmud Syah I, yang bernama Raja Kecik. Setelah Raja Kecik
berhasil merebut kembali tahta Kesultanan Johor, akan tetapi keadaan di
11
pemerintahan tidak kondusif karena adanya orang-orang Bugis yang berkeliaran
diSelat Melaka, keberadaan orang Bugis nantinya akan menimbulkan beberapa
gejolak dan perpecahan selama roda pemerintahan, sehingga Raja Kecik beranjak
dari Melaka ke Buantan. Pada tahun 1723 M, di Buantan, Raja Kecik mendirikan
kerajaan baru yang merupakan pewaris dari Kesultanan Melaka yakni, Kesultanan
Siakdi bawah kendali Raja Kecik eksistensi Kesultanan Siak menjadi sebuah
kerajaan bahari dan pusat pelabuhan dan hingga disegani di daerah pesisir Timur
Sumatera dan di Semenanjung Melaka. Meskipun nantinya selama masa
pemerintahan Kesultanan Siak berada dalam tekanan imperialisme bangsa Eropa,
namun semua Sultan yang menggenggam kekuasaan tidak pernah gentar untuk
menghadapi bangsa asing itu, karena sang Sultan mendapatkan beberapa kekuatan
dan sokongan dari kerajaan-kerajaan yang berada di bawah taklukan Kesultanan
Siak. Berdasarkan latar belakang tentunya penulis mengkhususkan bahasan hanya
mengenai awal mula pembentukan dan berdirinya Kesultanan Siak yang terjadi di
sekitar Sungai Jantan (Siak), dari awal yang kental agama Hindu-Budha menjadi
kesultanan yang bercorak Islam dan juga mengkaji beberapa pengaruh Islam
terhadap, budaya, sistem pemerintahan dan sosial-ekonomi masyarakat setempat.
Dari paparan tersebut, maka dapat diidentifikasi masalah dalam penulisan
skripsi ini, adapun permasalahan dalam skripsi ini dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Sejarah awal mula pembentukan Kesultanan Siak Sri Indrapura.
b. Proses Kesultanan Siak Sri Indrapura yang sangat kental Hindu-Budha
menjadi Kerajaan yang Bercorak Islam.
c. Kedatangan bangsa Eropa di Selat Melaka.
12
d. Kesultanan Siak Sri Indrapura menghadapi kolonialisme.
e. Campur tangan kolonial di dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri
Indrapura.
f. Aksi-aksi perlawanan terhadap Kolonialisme Belanda dan Jepang di
Kesultanan Siak Sri Indrapura.
Berdasarkan identifikasi masalah diatas agar tidak melangkah lebih jauh
pembahasan skripsi ini dan tidak mengalami pelebaran serta tetap terfokus pada
masalah, maka penulis membatasi masalah dalam tiga pertanyaan sebagai berikut:
1. Sejarah awal pembentukan Kesultanan Siak Sri Indrapura.
2. Masuk dan perkembangannya Agama Islam di Kesultanan Siak Sri
Indrapura.
3. Aksi perlawanan terhadap kolonialisme Belanda dan Jepang.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan utama dari penelitian skripsi ini adalah :
a. Menggambarkan kondisi Kesultanan Siak Sri Indrapura dan
sebelumdan sesudah masuknya Agama Islam.
b. Mengetahui pengaruh agama Islam terhadap budaya, bahasa dan
sistem pemerintahan serta kehidupan sosial-ekonomi masyarakat di
Kesultanan Siak Sri Indrapura.
c. Merincikanaksi perlawanan Kesultanan Siak Sri Indrapura dan
rakyat terhadap kolonialisme.
13
Adapun kegunaannya :
a. Untuk memberikan informasi ilmu pengetahuan sejarah khususnya
kawasan Asia Tenggara mengenai pengaruh agama Islam, kepada
mahasiswa/i atau masyarakat luas terkait sejarah kerajaaan Melayu
yang berada di Siak, Pekanbaru Riau yang terjadi pada tahun 1723
M.
b. Untuk dijadikan sumber kajian atau sember sejarah Islam di Asia
Tenggara, khususnya di tanah Melayu Siak, Riau, Pekanbaru.
c. Dapat bermanfaat sebagai alat bantu untuk memperluas khazanah
kepustakaan sejarah peradaban Islam di kawasan Asia Tenggara.
d. Dapat menambah pengetahuan masyarakat umum, mahasiswa/i dan
masyarakat Melayu yang berada di Provinsi Riau, khususnya di
Siak agar memahami sebuah sejarah yang panjang dan menjadikan
suatu pembelajaran yang telah terjadi pada masa Kemaharajaan
Melayu pada masa pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura,
sehingga menjadi acuan dalam penelitian selanjutnya.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian skripsi ini yang menjadi inspirasi terkait dengan judul
skripsi "Kesultanan Siak Sri Indrapura : Islam dan Perlawanan Terhadap
Kolonialisme Pada Tahun 1760-1946 M" yang membahas tentang awal
mulapembentukan dan perkembangan agama Islam di Kesultanan Siak Sri
Indrapura tentunya buku-buku yang akan digunakan terkait dengan judul.
Mengenai sumber data yang dipergunakan oleh penulis dapat di kategorikan
14
menjadi dua, yang pertama sumber primer dalam buku karya dari seorang
keturunan dari sekretaris pribadi Sultan Assaidis Syarif Kasim Tsani menduduki
kursi pemerintahan di Kesultanan Siak Sri Indrapuradalam karya yang ditulis oleh
Tim Penulis Drs. H. O.K Nizami Djamil dkk, yang berjudul Sejarah Kerajaan
Siak, dalam buku ini merupakan acuan pertama penulis dan sangat terbantu dalam
proses penulisan skripsi ini karena didalamnya membahas sangat jelas sejarah
Kerajaan Siak sebelum dan sesudah Islam masuk, mengenai adat dan budaya serta
dari bidang perekonomian Kerajaan Siak telah dijelaskan didalamnya. Kemudian
dalam buku berikutnya yang disusun oleh Tim Universitas Riau dkk, yang
awalnya merupakan draff seminar Sejarah Riau, seminar ini berlangsung pada
tanggal 20-25 Mei 1975 M, dalam buku ini terdapat beberapa pembahasan
mengenai kesultanan Melayu adapun kesultanan Melayu yang disinggung dalam
buku ini adalah Kesultanan Siak, Indragiri, Pelalawan dan Rokan, kemudian
membahas kondisi Riau. Penulis juga mendapati buku karangan Elisa Netscher,
yang berjudul De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Bruining & Wijt
1870 yang telah diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk dengan judul Belanda Di
Johor Dan Siak 1602-1865, penulis sangat bersyukur, karena telah mendapatkan
buku ini yang begitu sulit untuk mendapatkannya. Di dalam buku ini sangat kental
pembahasan mengenai kondisi Siak dan menggambarkan akan kekuasaan
pemerintahan Belanda dari Johor hingga menjalar ke Siak, dalam buku ini juga
tercantum beberapa perjanjian Siak antara pihak Kesultanan Siak Sri Indrapura
dengan Belanda mengenai batas teritorial Riau dan perjanjian dibidang
perdagangan. Buku yang diterbitkan oleh Arsip Nasional Rapublik Indonesia
dengan judul Surat-surat Perdjandjian Antara Kesultanan Riau Dengan
15
Pemerintahan V.O.C Dan Hindia-Belanda 1784-1909, buku ini terdapat
perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh pemerintahan Hindia-Belanda yang
mengikat Kesultanan-kesultanan Riau dan taklukkannya. Arsip Nasional juga
menerbitkan buku yang berjudul Hikayat Iskandar Zurkarnain dan Syair Raja
Siak, Dari Naskah W 113 & W273, buku ini terdapat dua naskah kuno yang aksara
Arab Melayu (Jawi) dengan berbahasa Melayu.
Kategori sumber yang kedua yaitu sumber sekunder, dalam buku W.G.
Shellaber, yang berjudul Sejarah Melayu mengulas secara rinci mengenai sejarah
di Tanah Melayu dan peranannya, buku ini juga membahas mengenai sejarah awal
berdirinya Malaka dan berkembang sedemikian pesat sehingga menjadi incaran
bangsa Portugis yang kemudian menguasai Malaka pada tahun 1511 M. Dalam
buku karya Muhammad Yusoff Hashim Ph.D yang berjudul Kesultanan Melayu
Malaka membahas beberapa aspek tentang Melaka pada Abad ke XV dan Abad
ke XVI, terdapat juga bahasan mengenai hubungan tradisional Melaka-Siak
dilihat melalui penulisan Hikayat Siak atau Raja-raja Melayu.
E. Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi kembali masa lampau dari
objek yang diteliti melalui metode penelitianyang memberikan gambaran dan
pandangan serta dikuatkan dengan analisis penulis dari sumber-sumber yang
didapat dari beberapa kali melakukan kunjungan perpustakaan. Penelitian ini
jugasekilas membahas pada bidang Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, dan Tradisi
Islam. Dalam proses penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan
data (library research) dengan mengumpulkan data dan informasi bermacam-
16
macam material berupa buku-buku, majalah, jurnal, artikel dan lain sebagainya
yang relevansinya dengan kajian skripsi ini.12 Kemudian dari data tersebut untuk
direkonstruksi kembali dengan meberikan gambaran serta analisa penulis melalui
pendekatan kualitatif.
Adapun pengertian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang
dapat diamati.13 Penulis memulai langkah pertama dengan mengumpulkan data-
data yang telah didapati dari beberapa hasil kunjungan di beberapa perpustakaan,
bahkan menyempatkan diri datang ke Riau.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan beberapa tahapan yang
disesuaikan dari buku pedoman akedemik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan
tahapan dalam penulisan sejarah, seperti :
1. Heuristik, Pengumpulan sumber tentunya menggunakan metode
library research dengan melakukan beberapa kunjungan untuk
menemukan sumber yang berkaitan dengan judul skripi dari berbagai
kunjungsn perpustakaan diantaranya, Perpustakaan Utama UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab dan
Humaniora, Perpustakaan Imam Jama' Lebak Bulus, Jakarta Selatan,
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat,
Arsip Nasional Republik Indonesia, Ampera Raya, Jakarta Selatan,
Perpustakaan Utama Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat,
LAM (Lembaga Adat Melayu Riau), Pekanbaru Riau, dan lain-lain.
12Mardalis, Metodologi Penelitian; Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hal. 25.
13 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 3.
17
2. Interpretasi, dengan memberikan tafsiran terhadap fakta sejarah
yang terdapat dari fakta-fakta sejarah yang tercermin pada peristiwa-
peristiwa masa lampau dengan tahapan-tahapan seperti, diseleksi,
disusun, diberikan tekanan dan ditempatkan dalam urutan yang
kausal agar dapat disimpulkan data yang dimaksud dalam penulisan
skripsi ini.
3. Analisa, merupakan tahapan dengan menganalisis dan mengkritik
sumber-sumber yang telah didapat oleh penulis. Kritik ini terbagi
menjadi dua penyaringan, yang pertama, mengacu pada kredibilitas
sumber, apakah dari beberapa kualitas sumber yang digunakan tidak
dimanipulasi, mengandung bias dan data-data dapat diklasifikasi
layak dan pantas dijadikan sebagai acuan sumber atau kurang layak
sehingga dapat dipertanggung jawabkan kebenerannya.
4. Historiografi, metode ini merupakan tahapan akhir dalam penulisan
skripsi ini. Setelah data-data yang telah diinterpretasikan dengan
mengacu dari beberapa fakta sejarah dan dapat disusun strategi
dalam bentuk sistematika penulisan sejarah sesuai dengan judul
skripsi.
18
F. SistematikaPenulisan
Sistematika Penulisan dalam skripsi ini terdiri darilima bab, adapun
rinciannya di bawah ini :
BAB I PENDAHULUAN
Mengenai signifikasi judul yang dibahas terdiri dari, latar belakang
masalah, pembatasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA DALAM LINTAS
SEJARAH
Dalam bab ini memaparkan mengenai geografis dan demografis
kota Siak Sri Indrapura, selayang pandang sejarah dan awal mula
pembentukan Kesultanan Siak Sri Indrapura ysng masih kental
Hindu-Budha hingga menjadi sebuah kerajaan yang bercorak Islam
(proses Islamisasi) serta keriwayatan pendiri Kesultanan Siak Sri
Indrapura.
BAB III PEMERINTAHAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA
Pada bab ini memaparkan periodisasi beriring dengan peristiwa
penting yangterjadi pada singgahsana pemerintahan Kesultanan
Siak Sri Indrapura dan mengulas perkembangan serta pengaruh
Agama Islam. Kemudian mengungkapkan unsur-unsur ke-Islaman
di dalam sistem pemerintahan, sektor keagamaan, kebudayaan dan
sosial-ekonomi.
19
BAB IV PERLAWANAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA
TERHADAP KOLONIALISME
Bab yang keempat ini mengenai kedatangan pihak kolonialisme di
Kesultanan Siak Sri Indrapura, posisi pemerintahan di Kesultanan
Siak Sri Indrapura yang berada di bawah kekuasaan kolonialisme,
campur tangan kolonial Belanda dan pendudukan Jepang, terdapat
juga mengenai aksi-aksi perlawanan sultan dan rakyat yang berada
dalam tekanan pihak kolonial.
BAB V PENUTUP
Pada bagian terakhir ini terdiri dari kesimpulan dari tiap-tiap bab
yang mampu menjawab dari batasan dan rumusan masalah.
Selanjutnya terdiri berupa saran untuk kebaikan dalam penelitian
ini, terdapat pula daftar pustaka, lembar lampiran dalam penulisan
skripsi ini, dan data riwayat hidup penulis.
20
BAB II
KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA DALAM LINTAS SEJARAH
A. Geografis dan Demografis Siak Sri Indrapura
1. Geografis
Siak sebuah perkampungan yang memiliki sejarah yang amat panjang. Di
perkampungan ini cikal-bakal terwujudnya sebuah peradaban dan kebudayaan
Melayu Islam yang kental dengan nilai-nilai ke-Islaman. Karena dahulu daerah
Siak menjadi pusat peradaban Islam Melayu yang berada di bawah imperium
Kersultana Melaka. Sehingga begitu kentalnya siar dan ajaran agama Islam di
Siak, yang berdampak dalam peradaban, kebudayaan, dan adat. Sampai saat ini
orang yang pandai dalam pengetahuan Islamnya dikenal dengan sebutan Orang
Siak.14 Adapun bukti otentik dari pernyataan diatas terdapat beberapa peninggalan
sejarah berupa sebuah Istana yang masih kokoh sebagai simbol kekuasaan pada
era pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura yang bernama Istana Asserayah
Hasyimiah15, Balai Rung Sari16 dan adanya bagunan masjid kerajaan yang
14Amir Lutfi, Hukum dan Perubahan Struktur Kekuasaan Pelaksanaan Hukum Islam
dalam Kesultanan Melayu Siak 1901-1942, Pekanbaru : Susqa Press, 1991, hal.131 dan lihat juga Hasbullah, Islam dan Transformasi Kebudayaan Melayu di Kerajaan Siak, Pekanbaru :Yayasan Pusaka Riau, 2007, hal. 5.
15Istana ini adalah peninggalan dan bukti nyata bahwasannya telah ada Kesultanan Siak Sri Indrapura dan pemerintahannya yang terletak di tepi Sungai Siak. Istana ini dibangun pada tahun 1846 di bawah kekuasaan Sultan Siak IX ( sembilan ), Sultan Sayid Syarif Ismail Abdul Jalil Syarifuddin, kemudian direkonstruksi kembali oleh Sultan Siak XI ( sebelas ), Sultan Sayid Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin. Bangunannya terdiri dari dua Lantai, lantai pertama terdapat beberapa ruangan, diantaranya ruang makan dan tempat para permaisyuri menyambut tamu Sultan, sekarang diisi oleh benda-benda peninggalan Sultan, diantaranya gramofon atau komet.Komet adalah sebuah lemari kayu yang isinya piringan terbuat dari baja sebanyak 17 buah lempengan yang bisa mengeluarkan suara berupa lagu instrumentalis tiap buahnya.Komet ini dibawa pada masa Sultan Sayid Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin dari Jerman pada tahun 1889. Dan terdapat pula sebuah gong yang berasal dari Tiongkok, foto-foto Sultan, tiga lemari berisi surat-surat resmi Kesultanan dan peti terbuat dari besi berfungsi sebagai penyimpanan kas.
21
bernama Masjid Agung Syahabuddin17 ketiga institusi ini pada saat itu berperan
untuk mengatur tata kehidupan masyarakat Siak dan sekitarnya. Siak merupakan
salah satu kabupaten baru di Provinsi Riau yang telah dibentuk sejak tahun 2000,
kabupaten Siak terbentuk awalnya sebuah kecamatan dan masih satu wilayah
dengan kabupaten Bengkalis namun terjadi pemekaran. Adapun jarak tempuh
Siak ke Pekanbaru Riau sekitar 65 km dari jalur darat.18
Pemerintahan Daerah Kabupaten Siak terbentuk berdasarkan ketetapan
dalam UU No. 53 tahun 1999, yang disahkan pada tanggal 12 Oktober 1999 oleh
Faisal Tanjung pada saat itu selaku Mendagri (Menteri Dalam Negeri), sekaligus
diadakan pelantikan perdana bupati Siak yang dipimpin oleh H. Tengku Rafian
berdasarkan dengan Surat Keputusan Mendagri No.131.24-1129 tanggal 8
Oktober 1999. Pembentukan kabupaten Siak berawal dari keinginan masyarakat
yang pernah berada di bawah kebesaran daerah Siak untuk dijadikan wedana
(setara kabupaten) sebagai pembantu wilayah Tingkat II. Sejak tahun 1964,
gagasan ini sudah timbul dikalangan masyarakat Siak dengan membentuk panitia
yang akan mengadakan musyawarah besar (Mubes) masyarakat eks kewedanan
Siak pada 11 Juni 1999 dan menghasilkan suatu pernyataan sikap dari tokoh-
Pada lantai kedua terdapat kamar tidur tamu, kamar mandi dimana sekarang hanya terdapat foto-foto peniggalan Sultan.
16Balai Rung Sari adalah sebuah bangunan yang digunakan sebagai kantor Sultan, Dewan Kesultanan dan Kerapatan Tinggi. Namun sebelumnya ada bangunan Balai Rung Sari ini, sultan-sultan berpindah-pindah tempat nya.
17Masjid Agung Syahabuddin merupakan peninggalan pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura pada masa Sultan Siak X. Masjid ini dilengkapi dengan kubah yang bernama Kasimiah.Masjid ini terletak ditepi Sungai Siak dan masih digunakkan oleh penduduk Siak sampai saat ini.Dibagian Barat masjid terdapat makam Sultan, diantaranya makam Sultan Siak XII 1915-1945 dan para permasyurinya.
18 Amir Lutfi, Hukum dan Perubahan Struktur Kekuasaan Pelaksanaan Hukum Islam dalam Kesultanan Melayu Siak 1901-1942, Pekanbaru : Susqa Press, 1991, hal.131 dan lihat juga Hasbullah, Islam dan Transformasi Kebudayaan Melayu di Kerajaan Siak, Pekanbaru :Yayasan Pusaka Riau, 2007, hal. 5.
22
tokoh masyarakat yang mewakili dari kecamatan-kecamatan yang berada di
bawah kewedanan Siak dan pembentuk panitia Pembentukan Kebupaten Siak
pada tanggal 24 Mei 1999, panitia pembentukan ini diketuai oleh Wan Galib.
Selain untuk membentuk Siak menjadi sebuah kabupaten, panitia ini membentuk
Komite Perjuangan Pembentukan Kabupaten Siak (KPPKS) yang diketuai oleh M
Azaly Djohan, komite ini bertanggung jawab untuk mengatur beberapa program
demi memajukan Kabupaten Siak. Semua gagasan dan sikap masyarakat Siak ini
mendapatkan respon positif dari Tim DPOP Departemen Dalam Negeri dan dari
Tim Komisi DPR RI untuk meresmikan Siak sebagai Kabupaten Siak berdasarkan
UU No. 53 tahun 1999.19
Kabupaten Siak memiliki luas wilayah 8.233,57 km² dan kota Siak Sri
Indrapura sebagai pusat administrasi, daerah ini berada pada posisi 1º16‘30" LU
dan 100º54‘21" 102º54‘21" 102º10‘59" BT, dengan suhu maksimum 32,7ºC
sedangkan suhu minimum 22,1ºC dan memiliki dua musim, yaitu musim kemarau
pada bulan Maret sampai bulan Agustus dan musim hujan pada bulan September
sampai bulan Februari. Kabupaten Siak memiliki iklim yang sama pada wilayah-
wilayah yang berada di Indonesia yakni beriklim tropis dan ketinggian Kabupaten
Siak ± 8 meter diatas permukaan laut.20
Adapun batas wilayah Kabupaten Siak, pada bagian Utara yang berbatasan
dengan Kabupaten Bengkalis, Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kampar,
Barat berbatasan dengan Kota Pekanbaru dan bagian Timur berbatasan dengan
Kabupaten Bengkalis dan Pelalawan.
19 Prof. Drs. Suwardi, M.S dkk, PETA SEJARAH DAN BUDAYA PROVINSI RIAU, PT. Sutra Benta Perkasa, 2003, hal. 52-53.
20 Prof. Drs. Suwardi, M.S dkk, PETA SEJARAH DAN BUDAYA PROVINSI RIAU, hal. 53.
23
Wilayah Kabupaten Siak tepatnya di Kota Siak Sri Indrapura yang terletak
di bibir sungai yang bernama Sungai Jantan (saat ini Sungai Siak) dan termasuk
daerah pesisir bagian Timur Sumatera. Sungai Siak Sri Indrapura ini ternyata
salah satu sungai terdalam dan terpanjang di negara ini, dengan panjang ± 300
kilometer. Sungai Siak Sri Indrapura berdekatan dengan Sungai Jantan, sungai ini
berfungsi sebagai uratnadi perekonomian sekaligus akses utama pengembangan
kebudayaan dan agama.21 Karena Sungai Siak Sri Indrapura dan Sungai Jantan
berfungsi sebagai jalur keluar-masuk barang-barang komoditi dari para pedagang
lokal maupun pedagang interlokal dan juga sebagai pintu gerbang perniagaan
yang sangat termashur, karena daerah ini sangat kaya akan sumber daya alamnya,
berupa karet, kelapa sawit, kelapa dan ikan terubuk.
2. Demografis
2.1 Kehidupan Mayarakat
Kabupaten Siak ini dari dahulu kala hingga saat ini terdapat suku asli yang
masih terasingkan dari peradaban, suku asli itu dapat diindentifikasi yakni Suku
Sakai. Suku Sakai ini hidup di pedalaman dan orang Sakai hidup dengan berburu
hewan dan bercocok tanam, mereka juga masih kental akan paham animisme dan
dinamisme. Adapun mengenai kehidupan masyarakat pada umumnya di Siak Sri
Indrapura dikenal sebagai perantau hingga antar pulau untuk mencari dan
menuntut ilmu, bekerja serta melakukan aktifitas berdagang. Adapun mata
pencaharian masyarakatnya sangat beraneka ragam, antaralain perikanan ada yang
menjadi nelayan maupun peternak ikan terubuk. Pada sektor pertanian diantaranya
21Asril dalamJurnal Ilmu-Ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial yang berjudul, ("Raja Kecik Pendiri Kerajaan Siak Sri Indrapura"), hal.50-51, diakses pada tanggal 7 November 2014, pukul 14.00 wib.
24
ada yang menjadi petani mulai daripetani padi, pohon karet dan kelapa sawit.
Kemudian masyarakat Siak Sri Indrapura terpaksa merantau untuk memenuhi
kehidupan mereka dengan berdagang, kebanyakan memilih berdagang diluar Siak
tepatnya di Pekan Baharu (pasar baru) pada saat itu merupakan pusat keramaian
kota yang selalu dipadati oleh aktivitas perdagangan, dan dewasa ini menjadi
Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi Riau.
2.2 Kepercayaan Masyarakat
Dewasa ini, pada umumnya keyakinan yang dianut oleh penduduk Siak Sri
Indrapura adalah agama Islam, terlihat dari pengertian kata "Siak" mempunyai arti
tersendiri dalam penyiaran agama Islam di daerah ini, kata Siak bermakna orang
yang mempunyai dan memahami pengetahuan agama Islam yang disebut "Orang
Siak".22 Agama yang menjadi keyakinan masyarakat Melayu Islam di Siak adalah
agama Islam yang bermazhab dari salah satu imam besar yang bernama Imam
Muhammad bin Idris Asy-Syaafi’i yang dikenal Imam Syafi'i, tidak hanya agama
Islam saja yang dianut, dewasa ini juga terdapat agama Hindu-Budha, Kristen dan
Kong Hu Tsu yang dianut dari sebagian kecil dari penduduk pribumi dan sebagian
penduduk keturunan China yang berdomisili di Siak Sri Indrapura.
Pada masa kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapuraterdapat pula paham
"Animisme-Dinamisme"23 khususnya dipelosok kampung sebagai indentitas suku
22 Amir Luthfi, Hukum dan Perubahan Struktur Kekuasaan Pelaksanaan Hukum Islam
dalam Kesultanan Melayu Siak 1901-1942, 1991, hal. 131. Lihat juga Amir Luthfi, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915-1945, Pekanbaru : Lembaga Penelitian Institut Agama Islam Negeri Sultan Syarif Qaim, 1983.
23Animisme adalah suatu kepercayaan yang beranggapan bahwa setiap benda mempunyai roh dan kekuatan.Sedangkan Dinamisme yaitu kepercayaan primitive yang menganggap bahwa alam sebagai suatu benda yang memiliki kekuatan, dan dapat memberikan akibat baik dan buruk kepada manusia( Sutan Rajasa, KAMUS ILMIAH POPULER, hal. 34 dan 116. )
25
asli yang berada di Mandau dan sekitar Siak yakni, Suku Sakai24,Suku Akit, Suku
Hutan, Suku Petalangan, Suku Talang Mamak, dan Suku Duano. Semua suku asli
tersebut masih dilestarikan oleh pemerintahan Siak Sri Indrapura.
2.3 Bahasa
Dalam percakapan untuk berkomunikasi penduduk di Riau khususnya
daerah Siak Sri Indrapura dengan menggunakan bahasa Melayu-Riau. Mengenai
sejarah bahasa Melayu berasal daripada rumpun bahasa Austronesia yang berasal
dari bahasa Austris. Selain dari Austronesia terdapat juga bahasa rumpun Austro-
Asia dan rumpun Tibet-Cina. Bahasa Melayu memiliki tiga periode, yakni periode
Bahasa Melayu Kuno, Bahasa Melayu Klasik dan Bahasa Melayu Modern.
Periode pertama, Bahasa Melayu kuno digunakan pada abad ke-VII-XIII,
tepatnya pada masa imperium Kerajaan Sriwijaya. Pada saat itu Bahasa Melayu
Kuno dijadikan sebagai lingua franca, karena bahasa Melayu tidak membedakan
status sosial dan mudah dipengaruhi dari luar. Bahasa Melayu Kuno oleh bahasa
Sanskrit yang memperkaya pembendaharaan kata dari bahasa melayu. Karena
pada saat itu bahasa Sanskrit merupakan bahasa para bangsawan dan ilmuawan.
Bahasa melayu kuno dapat diidentifikasi dengan beberapa ciri sebagai berikut:
huruf b dibunyikan w (bulan-wulan), huruf e tidak dibunyikan (dengan-dngan atau
dangan), awalan ber dibaca mar (berlepas-marlamas), awalan di dibaca ni
(diperbuat-niparwuat). Periode yang keduaBahasa Melayu Klasik, pada abad ke
XIII, pada periode ini masa kegemilangan bahasa Melayu karena berada di tiga
24Suku Sakai adalah suku yangterbelakang dalam perkembangan kebudayaannya.Suku ini
hidup di daerah pedalaman yang jauh dari tepi Sungai Siak dan mereka sebagian besar hidup sederhana dan belum dipengaruhi oleh kebudayaan luar.Pada masa Kesultanan Siak berkuasa, Sultan sangat memberikan kebebasan beragama sesuai dengan kepercayaan masyarakatnya.Sultan juga menghargai hasil adat kebiasaan Suku Sakai dengan mengakui kepala suku mereka yang disebut Batin.
26
zaman kerajaan yang besar, seperti Kesultanan Melaka, Kesultanan Acheh dan
Kesultanan Johor-Riau.
Pada masa yang berbeda ini, tiga kerajaan tersebut menjadikan bahasa
Melayu sebagai bahasa internasional dan bahasa wajib ketika melakukan aktivitas
berdagang diarea Semenanjung Melaka. Bahasa melayu juga sebagai media yang
efektif dalam proses Islamnisasi di Semenanjung Melayu. Seorang pegawai pada
masa pemerintahan Portugis yang bernama Jan Hugen van Lischotten yang
berkebangsaan Belanda mengatakan bahwa pada saat itu Bahasa Melayu dianggap
sebagai bahasa yang paling dihormati antara bangsa-bangsa negeri Timur.
Terdapat beberapa hipotesis yang terbangun, baik mengenai kedatangan
maupun tarikh kedatangannya yang mungkin saling melengkapi satu sama lain.
Dalam bahasa Arab-Melayu ini menjadi bahasa orang-orang Melayu pada masa
beberapa Kesultanandi tanah Melayu seperti, Kesultanan Pasai, Kesultanan Aceh,
Kesultanan Melaka, Kesultanan Johor-Riau, Kesultanan Siak Sri Indrapura.25
Demikian sekilas penjelasan mengenai bahasa Melayu, dan pada dahulu
masa pemerintahan kerajaan-kerajaan Melayu Islam yang pernah menjadikannya
sebagai bahasa internasional dan sebagai bahasa wajib setiap melakukan aktifitas
perdagangan dan sebagai alat komunikasi utama dalam penyebaran agama Islam
di kepulauan Melayu.
25 Yusuf Yusmar, Studi Melayu, (Jakarta: PT. Wedatama Widya Sastra) cet I, 2009,
hal. 23-26.
27
B. Selayang Pandang Kesultanan Siak Sri Indrapura
1. Sebelum Islam
Dewasa ini Siak Sri Indrapura adalah sebuah kota yang masih memiliki
nilai sejarah dan peradaban Islam sangat kental di tanah Melayu. Terdapat
bagunan istana masjid, dan makam sultan yang mengisyaratkan dahulu pernah
berdiri sebuah kesultanan bercorak Islam, yakni Kesultanan Siak Sri Indrapura.
Awalnya Kesultanan Siak Sri Indrapura bernama Kerajaan Gasib yang kental
dengan ajaran Hindu-Budha, dan berada di bawah empayar kerajaan maritim
yang kuat dan kokoh yakni Kerajaan Sriwijaya. Seperti yang telah dibahas
sebelumnya, ketika runtuhnya Kerajaan Sriwijaya yang pernah menampakkan
kakinya di Riau tepatnya di Muara Takus, Bangkinang, desa ini merupakan pusat
agama Budha tepatnya berada di komplek candi Muara Takus. Adapun jarak dari
Pekanbaru 135 kilometer, adapun letak candi Muara Takus terletak 2,5 kilometer
dari pusat desa dan berdampingan dari Sungai Kampar Kanan. Candi ini juga
menjadi saksi bisu bahwasannya dahulu pernah menjadi sebagai pelabuhan,
pernyataan ini tampak jelas terlihat dari masyarakat Kerajaan Sriwijaya terkenal
sebagai pelaut yang handal. Kapal-kapal besar yang datang dari penjuru untuk
bersandar di dermaga Muara Takus.
Daerah Muara Takus pada saat itu sebagai ibukota Kerajaan Sriwijaya atau
salahsatu pusat pembelajaran agama Budha yang merupakan misi utama dari India
dan dari daratan lainnya. Dari sususan candi ini dikelilingi oleh dinding 74 X 74
meter dan lokasi yang lebih luas dikelilingi dengan dinding dunia dengan ukuran
1,5 X 1,5 kilometer, yang menjangkau ketepian Sungai Kampar Kanan. Candi
Muara Takus ini terdiri dari enam kelompok piring, dalam susunan dari kota kecil
28
dan beberapa kota ditemukan berdekatan dengan Jawa dari enam reruntuhan, dua
dari mereka merupakan lubang yang kosong. Tetapi empat lainnya dikenal dengan
Candi Tua, Candi Bungsu, Candi Mahligai Stupa dan Candi Patangka. Candi
Muara Takus ini terbuat dari bahan dasar berupa batu pasir, batu kali dan
batubara. Menurut sumber lokal, bahan batu bata yang digunakan untuk komplek
candi ini berasal dari Desa Pongkai yang terletak di hilir dari candi.26 Setelah
Kerajaan Sriwijaya hancur maka bermunculankerajaan-kerajaan yang bercorak
Islam seperti, Kerajaan Gasib, Kerajaan Inderagiri, Kerajaan Kampar, Kerajaan
Rokan, Kerajaan Pekantua dan lain-lain. Fenomena ini dapat terjadi karena daerah
Riau merupakan daerah yang terdapat beberapa sungai besar dan anak sungai,
adapun sungai besar tersebut, Sungai Inderagiri, Kampar, Rokan, Gangsal dan
Jantan (Siak) yang memiliki nilai sejarah dimana dari setiap nama-nama sungai
tersebut mengisyaratkan dahulu telahhadir dan pernah berdiri suatu kerajaan dari
setiap sungai tersebut karena nama dari kerajaan pada saat itu diambil dari nama
sebuah sungai.Pada bab ini, penulis berupaya mendeskripsikan kembali apa yang
telah terjadi di sepanjang Sungai Jantan (Siak) pada abad ke-XIV-XV M, yakni
anak Sungai Siak yang bernama Gasib, tempat ini sekarang berada di hulu Kuala
Mandau.27
Mengenai keberadaan Kerajaan Gasib memang sulit diungkap karena
keterbatasan sumber, namun berdasarkan pernyataan dari beberapa tokoh lokal
meyakini Kerajaan Gasib ini memang benar ada dan diketahui material bangunan
26 Adila Suwarno dkk, Siak Sri Indrapura, 2007, Lontar Foundation, Jakarta : Jayakarta
Agung Offest, hal. 16-17. 27Muchtar Lutfi dkk, Sejarah Riau, 1977, Pekanbaru, Percetakan Riau, Pemda Tk. I Riau,
hal. 154-156 dan lihat juga Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, hal. 152-153.
29
kerajaan berbahan dasar kayu yang besar dan kokoh. Istana kerajaan berbentuk
panggung dan ketinggiannya diperkirakan mencapai enam meter dan Kerajaan
Gasib ini memiliki seorang puteri mahkota yang cantik jelita bernama Puteri Kaca
Mayang. Pada masa pemerintahan Raja Begadai memiliki panglima perang yang
berawak gagah (besar), tinggi (panjang) dan pandai berperang yang bernama
Panglima Jimban (Panglima Panjang), gelar yang diberikan kepadanya disusaikan
dengan fisiknya (perawakan). Panglima Panjang ini telah menerima tugas besar
dari Raja Begadai untuk mempersiapkan serangan ke Aceh, serangan ini terpicu
karena Raja Begadai ingin memulangkan Puteri Kaca Mayang yang telah dipaksa
oleh Raja Aceh untuk dijadikan sebagai permaisyuri.
Kemudian Panglima Panjang lekas menuju Aceh dengan pasukannya,
hingga terjadi bentrokan antar keduanya. Pertempuran ini sudah lama terjadi,
berawal dari ekspansi Kesultanan Aceh di daerah kekuasaan Kerajaan Gasib yang
akan melakukan Islamisasi. Berhubung Kerajaan Gasib masih dipenuhi oleh
paham Hindu-Budha pihak Kerajaan Gasib jelas berontak karena akan merusak
semua tatanan masyarakat yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Gasib.28
Dalam perjalanan Puteri Kaca Mayang menghembuskan nafasnya dan dibawanya
kabar kepada Raja Gasib, pada saat itu pula raja sangat terkejut akan wafatnya
Puteri Mahkota kesayangannya itu hingga terjatuh sakit karena berlarut dalam
kesedihan.
28 Mengenai penjelasan yang lebih mendalam lagi tentang Panglima Panjang tidak dapat
diketahui secara jelas hingga akhir hayatnyapun tidak dapat diketahui keberadaannya, dalam peribahasa orang Siak "sahlah si Jimban mati hanyut tikar bantalnya"dan sosok dari seorang puteri tercinta Raja Begadai yang bernama Kaca Mayang itu tidak dapat diceritakan secara tuntas, karena keterbatasan sumber dan data, namun mengenai keberadaan Puteri Kaca Mayang dewasa ini, hanya terpaku pada sebuah makam yang diyakini oleh masyrakat setempat adalah makam dari Puteri Kaca Mayang, keterangan Selanjutnya dapat dilihat dari buku, O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, cet.I, 2011, hal. 9-10.
30
Setelah wafat puteri kesayangannya itu, Raja Gasib hijrah ke Gunung
Ledang yang berada di Melaka. Untuk sementara tahta kerajaan dipinggul oleh
panglima Jimban, meskipun sang panglima Jimban menguasai Kerajaan Gasib,
karena kesetiaanya kepada raja sangat tinggi,maka dirinya tidak ingin menari
dalam kesedihan yang dialami oleh rajanya itu. Kejadian tersebut secara ilmiah
memang belum dapat dibuktikan secara nyata,bermodalkan pada keyakinan
mayarakat setempat berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan disekitar area pusat
pemerintahan Kerajaan Gasib seperti, ditemukan mahkota Puteri Kaca Mayang, di
Tapung Kiri yang didapatkan dari seorang Bendahara dari Batu Gajah yang masih
menyimpan sebuah gagang keris yang diberikan oleh raja Gasib sebagai hadiah.
Bukti-bukti lainnya juga yang dimiliki Bendahara dari Tadun dari raja Gasib
berupa perisai dan dikuatkan oleh adanya makam yang diyakini oleh penduduk
setempat yakni makam Puteri Kaca Mayang. Adapun raja yang dapat diketahui
periode pertama bernama Raja Begadai, pernyataan ini berlandaskan Tarikh Cina
yang dikatakan didalamnya bahwa para raja yang berada di Gasib, Indragiri dan
Siantan pernah memohon perlindungan kepada Cina. Keadaan ini bisa dibenarkan
karena saat itu terjadi perluasan wilayah jajahan yang dilakukan oleh Kesultanan
Melaka yang mulai merambat ke sungai-sungai yang berada di Riau, menginggat
daerah ini memiliki sumber daya alam yang melimpah dan diiringi kepentingan
dakwah (syiar) Islam yang dilakukan oleh pengusa Kesultanan Melaka.29
Pada tahun 1444-1477 M, Kesultanan Melaka yang dikendalikan oleh
Sultan Mansyur Syah berhasil menjadikan Kerajaan Gasib yang kental akan
Hindu-Budha berada di bawah kedaulatan Kesultanan Melaka.
29 Muchtar Lutfi dkk, Sejarah Riau, 1977, hal. 152-155.
31
Berhubung Kesultanan Melaka telah menjadi kerajaan yang telah
terpengaruh oleh agama Islam maka status Kerajaan Gasib yang berada di bawah
taklukkannya maka raja dari Kerajaan Gasib yang bernama Permaisura ditawan
oleh Kesultanan Melaka. Selain daripada itu raja Gasib tidak hanya dijadikan
sebagai tawanan, sisi lain juga anak dari Permaisura yang bernama Megat Kudu
telah menjadi seorang muallaf dan dinobatkan sebagai raja untuk mengendalikan
kekuasaan Kerajaan Siak Gasib.30
2. Proses Bercorak Islam
Adapun dalam pemerintahan Kerajaan Gasib ini mengalami dua fase, fase
yang pertama Kerajaan Gasib yang bercorak Hindu-Budha dan fase yang kedua
Kerajaan Gasib bercorak Islam. Pada akhir abad ke-XIV, Kerajaan Majapahit
menyerang negeri Tumasik, dalam serangan tersebut Permaisyura melarikan diri
ke wilayah bagian utara tepatnya Semenanjung dan disanalah Permaisyura
mendirikan kerajaan baru yang nanti akan menjadi kerajaan besar yakni
Kesultanan Melaka.
Dalam perluasan kekuasaan Kerajaan Majapahit di dearah kekuasaan Raja
Begadai di Gasib, maka Raja Begadai memikirkan cara untuk menghadang para
pasukan perang yang kuat dari Kerajaan Majapahit. Raja Begadai bersiasat
dengan menggunakan taktik tipu muslihat untuk berkoalisi dengan Kerajaan
Majapahit. Kemudian Raja Begadai memerintahkan Panglima Panjang untuk
bergabung dengan pasukan perang Majapahit, taktik Raja Begadai ini dapat
terlaksana dengan mudah. Dengan mendapatkan sokongan dari pasukan perang
30 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, 2011, hal. 9-10.
32
Kerajaan Gasib di bawah komando Panglima Panjang maka Kerajaan Majapahit
perlahan mulai memasuki Selat Melaka dan terus beranjak ke Laut Cina Selatan.31
Pada tahun 1433 M, Kerajaan Gasib di bawah kekuasaan Raja Begadai,
saat itu masih memeluk agama Hindu-Budha. Kerajaan Gasib terancam akan
ekspansi Kesultanan Melaka yang akan menyebarkan ajaran Islam. Daerah Gasib
yang berada di sekitar Sungai Jantan (Siak) memiliki keunggulan tanah yang baik
dan subur, tidak hanya kesuburan tanahnya daerah Gasib juga sangat kaya akan
sumber daya alam yang dihasilkan dari hutan dan perkebunannya berupa damar,
gaharu, getah sonde, rotan, dan biji-biji timah. Kekayaan alam ini sangat berguna
untuk perbendaharaan kerajaan, fenomena ini menjadikan magnet Kesultanan
Melaka untuk menguasai daerah Gasib dan sekitarnya.
Dalam Hikayat Cina, mengisahkan mengenai ekspansi Kesultanan Melaka
ke Gasib, Raja Begadai segera memohon bantuan Cina dan Kerajaan Majapahit,
namun sangat disayangkan bantuan yang ditunggu-tunggu tak kunjung jua, karena
Kerajaan Majapahit sedang mengalami fase kemerosotan akibat munculnya
beberapa kerajaan di Nusantara (yang berada di pulau Jawa dan Selat Melaka)
telah berpindah haluan dari kepercayaan Hindu-Budha ke agama Islam.32
Melalui jalur pernikahan mulailah perubahan gelar raja menjadi sultan di
Kerajaan Gasib, dan pada fase yang pertama pemerintahan Kerajaan Gasib yang
bercorak Hindu-Budha beranjak menjadi fase yang kedua pada pemerintahan
Kerajaan Gasib yang bercorak Islam. Masuknya agama baru yakni Islam di Gasib
sama halnya seperti yang terjadi di daerah Nusantara. Adapun yang dimaksud
31O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, cet.I, 2011, hal. 9-10. 32O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, cet.I, hal. 10-11.
33
hadirnya Islam dengan penuh keramahan dan kedamaian terhadap agama yang
sudah ada sebelumnya dan karena agama Islam tidak pernah merusak adat dan
budaya yang telah berlaku jauh sebelum kedatangannya, seperti yang terjadi di
Gasib, justru agama Islam memadukan adat dan budaya Hindu-Budha dengan
beberapa unsur yang condong dengan nilai ke-Islaman, diantaranya pada upacara
adat seperti, membakar dupa, adat tepung tawar dipadukan dengan unsur ke-
Islaman adanya pengucapan salam dan diakhiri dengan doa. Seluruh peristiwa ini
bisa terlaksana karena apa yang telah dilakukan oleh para pendakwah Islam
mubalig (orang yang menyebarkan ajaran agama Islam) sesuai dengan ajaran Nabi
Muhammad صلى الله عليه وسلم, bahwasannya agama Islam adalah agama yang penuh dengan
kedamaian, karena di dalam suatu riwayat"Sesungguhnya Aku (Nabi Muhammad
SAW) diutus oleh Allah SWT, tidak lainhanya untuk menyempurnakan
(memuliakan) akhlah".Berlandaskan itulah agama Islam perlahan mendapatkan
respon positif dan berkembang begitu cepat di kalangan masyarakat Gasib
meskipun dahulunya kental dengan ajaran Hindu-Budha. Masuknya agama Islam
di Kerajaan Gasib ini karena posisi Gasib berada di bawah kekuasaan Kesultanan
Melaka yang begitu kental dengan nilai-nilai ke-Islaman. Waktu demi waktu terus
berjalan di pemerintahan Kesultanan Melaka, hingga tiba saatnya Sultan Alauddin
Riayat Syah mangkat, kemudian tahta kerajaan selanjutnya diwariskan kepada
putera mahkotanya yang bernama Sultan Mahmud Syah I (1488-1511 M). Pada
masa pemerintahan Sultan Mahmud Syah I mengalami masa kejayaan, tepatnya
selama dua puluh tiga tahun di Kesultanan Melaka dan berhasil menjadi pusat
perniagaan di Selat Melaka.
34
Eksistensi Kesultanan Melaka ini tersiar hingga mancanegara, diantaranya
Cina, India, Arab dan sekitar negara-negara Asia Tenggara dan beberapa negara
Eropa. Kemudian Sultan Mahmud Syah I juga memperkuat kerjasama dengan
Kerajaan Cina disektor intern dan ekstern untuk kepentingan pemerintahannya.
Tindakan Sultan Mahmud Syah I ini semata melanjutkan perjuangan
daripada buyutnya yang menjadi Sultan Melaka yakni Sultan Mansyur Syah.
Kerjasama semakin harmonis antara Kesultanan Melaka dengan Kerajaan Cina
berlanjut dengan diadakan pernikahan antara Sultan Melaka dengan puteri-puteri
dari Kerajaan Cina. Berjalannya waktu maka Sultan Mahmud Syah I menobatkan
sultan baru di Kerajaan Gasib, dimana Sultan Abdullah digantikan oleh Sultan
Husin.33 Tantangan dan masalah terus menghampiri Sultan Mahmud Syah I
selama pemerintahan, sehingga Kesultanan Melaka mengalami fase kemerosotan
karena kedatangan bangsa asing, yakni bangsa Portugis. Mengenai kehadiran
bangsa-bangsa asing di dunia Timur dapat terjadi karena masalah polarisasi antara
negara Barat dengan negara Timur (Eropa dan Asia), sesungguhnya telah terulang
untuk kedua kalinya yang terjadi pada masa kekhalifahan Islam, dimana pada saat
itu agama Islam telah menguasai Pantai Utara Afrika hingga ke Semenanjung
Liberia sekitar tahun 711 M. Atas besarnya pengaruh agama Islam maka Portugis
dan Spanyol dan bagian negara Eropa lainnya berada di bawah kekuasaan agama
Islam. Kejayaan agama Islam pada saat itu dibuktikan dengan adanya pusat-pusat
peradaban Islam di Cordova dan Granada dan Laut Tengah dan terdapat pula
33O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, cet.I, hal. 13.
35
pangkalan-pangkalan basis agama Islam di sekitar perairan (Cordova, Granada
dan Laut Tengah).34
Setelah bangsa Portugis datang ke Melaka untuk menguasai perdagangan
internasional, bangsa lain yang hadir dan berambisi seperti, Belanda, Inggris,
Jepang juga hadir ke Melaka dalam rentan waktu yang berbeda-beda. Mengenai
awal proses perjalanan Kerajaan Gasib menjadi kerajaan yang bercorak Islam kini
dapat di simpulkan pada abad ke VII-VIII, para pedagang Islam telah datang ke
daerah Riau yang bertujuan untuk mencari komoditi dan sekaligus melakukan
Islamisasi namun belum mendapatkan respon yang signifikan karena saat itu di
Riau masih kuat pengaruh agama Hindu-Budha. Berlanjut pada abad IX-XI M, di
Riau mengalami fase kemunduran dan terjadi vacuumnya aktifitas perdagangan,
masuk pada abad ke XII, aktifitas perdagangan mulai ramai berdatangan para
pedagang Islam dari Arab, Persia, Marokko ke Riau, pada abad ini dipastikan
agama Islam masuk dan tersebar pada abad ke XII di Riau. Setelah melewati abad
ke XII, pada abad ke XIII, eksistensi kerajaan yang kental dengan agama Budha
melemah, adapun kerajaan yang dimaksud adalah Kerajaan Sriwijaya, sehingga
setelah melemah hingga runtuhnya kejayaan kerajaan tersebut mulai muncul
beberapa kerajaan yang bercorak Islam di Riau. Khususnya Kerajaan Siak-Gasib
muncul menjadi kerajaan bercorak Islam di bawah kuasa Sultan Ibrahim.35
3. Keriwayatan Pendiri
Dewasa ini daerah Siak Sri Indrapura adalah sebuah kota yang ramai, maju
dan hingga saat ini masih berdiri sebuah bangunan istana yang megah dan kokoh
34 Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, hal. 178.
35 Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, hal. 176.
36
yakni Istana Asserayah Hasyimiyah, Masjid Raya Syahabuddin, Komplek Makam
Pahlawan Nasional Sultan Syarif Kasim II, Balai Rung Sari.36
Pada 292 tahun silam istana ini merupakan bukti bisu dalam kesaksian
yang tegas bahwa di Siak Sri Indrapura telah berdiri sebuah kerajaan bahari yang
tangguh, dan memiliki armada kuat yang disegani di pesisir Timur Sumatera, dan
Selat Malaka memilik perjalanan sangat panjang yang membutuhkan perjuangan
dalam melawan imperialisme bangsa Eropa. Kerjaan ini juga sebagai penerus
kerajaan-kerajaan Melayu, yaitu dari Kesultanan Malaka dan Kesultanan Johor.
Adapun kerajaan yang berada di kota Siak Sri Indrapura yakni Kesultanan Siak
Sri Indrapura yangberdiri pada tahun 1723 M.Adapun letaknya di bibir Sungai
Jantan yang berada di Kampung Gasib sebagai pusat Kerajaan Gasib.37
Dari penjelasan singkat mengenai sejarah awal dari Kesultanan Siak Sri
Indrapura tentu pembahasan akan mengenai kerajaan,pusat pemerintahan dan
istana, maka harus diketahui siapa aktor utamanya, bagaimanakah kepribadian,
dan riwayatnya yang merupakan seorang putera mahkota dari zuriat Kesultanan
Johor-Riau bernama Sultan Mahmud Syah II (1685-1699 M), yang bernama Raja
Kecik. Membahas mengenai asal usul dari sosok Raja Kecik sangatlah sulit
karena berbeda-beda persepsi ataupun pandangan mengenai waktu kelahiran dan
mengenai zuriatnya.
Mengenai pandangan yang berbeda-beda tersebut, dapat difilter oleh
penulis dari beberapa sumber yang sudah dikaji antara laindari buku Sejarah
Kerajaan Siak, yang ditulis oleh O.K Nizami Jamil dkk, berpendapat bahwa Raja
36 Lihat lampiran Gambar
37O.K Nizami Djamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 6-8.
37
Kecik adalah seorang putera dari Sultan Mahmud Syah II dengan gelar Marhum
Mangkat di Julang, dan dilahirkan dari seorang ibu yang bernama Cik Pong puteri
dari Datuk Laksemana Johor. Pada saat Raja Kecik masih dalam kandungan
ibunya, ayahnya sudah terbunuh. Sebagai pengganti dari Sultan Mahmud Syah II
adalah Datuk Bendahara Tun Habib dengan gelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah
sebagai Sultan Johor yang ke XI. Setelah menjadi Sultan Johor dan berkuasa,
maka Sultan Abdul Jalil Riayat Syah melakukan pembersihan bagi seluruh
pengikut setia kepada Sultan Mahmud Syah II, diantaranya istri dari Sultan
Mahmud Syah yaitu Cik Pong. Keadaan di Istana memanas setelah wafatnya
Sultan Mahmud Syah maka Datuk Laksemana Johor membawa anaknya Cik Pong
untuk beranjak keluar dari Istana dan keluar dari Johor dan tidak ada seorangpun
yang mengetahui. Selama hijrahnya Cik Pong dari negeri Johor dalam pelariannya
melahirkanseorang anak laki-laki dan diberi nama Raja Kecik, karena anak ini
merupakan keturanan dari Sultan Mahmud Syah II. Kelanjutan dari perjalanan
Raja Kecik, kemudian Datuk Laksemana Johor menyerahkan Raja Kecik kepada
Temenggung Muar agar dirawat, selama tujuhtahun lamanya Temenggung Muar
merawat Raja Kecik, hingga tercium oleh pemerintahan Johor dan tidak nyaman
karena orang-orang utusan Datuk Bendahara senantiasa mencari keberadaannya.
Kemudian Temenggung Muar, menyerahkan Raja Kecik kepada seorang saudagar
Minangkabau yang terkenal aktifitas niaganya dengan Kerajaan Minangkabau dan
Jambi bernama Nakhoda Malim. Nakhoda Halim meyerahkan Raja Kecik kepada
Yamtuan Sakti Pagaruyung dan dirawat serta diasuh hingga Raja Kecik berusia
tujuh belas tahun. Pada akhirnya Raja Kecik tumbuh dewasa dan sangat ingin
merebut kembali tahta Kesultanan Johor.
38
Selanjutnya Raja Kecik memulai perjalanannpanjangnya dari satu negeri
ke negeri lainnya untuk menuntut ilmu pengetahuan. Puteri Jamilan ibunda
Yamtuan Sakti mengatakan kepada Raja Kecik bahwa lebih baik pergi ke Siak
dan Bengkalis untuk menuntut bela atas kematian ayahmu dan menaklukan Johor.
Untuk melaksanakan cita-citanya, Raja Kecik mulai menghimpun dan mencari
beberapa dukungan dari Suku Minangkabau, Suku Melayu di Palembang, Suku
Melayu Jambi, Suku Bintan, Suku Bugis, Suku Melayu di pesisir Selat Melaka
dan Suku Laut di Pulau-pulau serta menjalin hubungan dengan orang Portugis
agar pihak Portugis tidak berpihak kemana-mana, dan ketika Raja Kecik ingin
menyerang ke Panchor,saat itu sebagai ibukota dari Kesultanan Johor. Pada bulan
maret yang bertepatan pada tahun 1718 M, perahu-perahu angkatan perang Raja
Kecik menyusuri sungai Johor untuk menyerang Panchor. Sesampainya di Johor
pasukan Raja Kecik sudah menunggu dan segera mengejar rombonganYamtuan
Muda Johor.38Peristiwa pengejaran ini berlangsung selama kurang lebih 20 hari
pada akhirnya tepat pada tanggal 21 Maret Tahun 1718 M, akhirnya Sultan Abdul
Jalil Riayat Syah kalah dan menyerah.Raja Kecik dengan ikhlas memaafkan dan
tidak ada sikap kasar sama sekali kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah, bahkan
Raja Kecik memberikan izin kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah untuk tinggal
di Johor. Kemudian dalam waktu itu pula Raja Kecikdinobatkan sebagai Sultan
Johor XII dengan gelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah.
Menurut versi Mohd Yusouff Hashim telah terjadi perpecahan didalam
pemerintahan Kesultanan Johor, akibatnya sangat berdampak kepada rakyatnya
38 Haji Buyung Bin Adil, Sejarah Johor, 1980, Kuala Lumpur : Percetakan Dewan
Bahasa dan Pustaka Kemeterian Pelajaran Malaysia, cet: II, hal. 94. Lihat juga Raja Ali Al Haji, Tuhfat al Nafis Sejarah Melayu dan Bugis, Singgapura : Malaysia Publication LTD.
39
yang selalu menimbulkan huruhara karena rakyat Johor ada berpihak kepada Raja
Kecik adapula yang berpihak kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah, sehingga
timbul dualisme dalam satu pemerintahan. Pada tahun 1719 M, terjadi peperangan
antar rakyat Johor yang memihak kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah dengan
pihak Raja Kecik yang mayoritas dari orang-orang Minangkabau.
Dalam peperangan tersebut pihak Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV
mengalami kekalahan dan beliau pindah ke Pahang kemudian Raja Kecik juga
berpindah ke Riau. Sejak itulah Raja Kecik mulai menjalankan pemerintahan
Kesultanan Johor yang baru saja direbutnya. Kesultanan Johor terpecah menjadi
tiga pusat kekuasaan yaitu, Terengganu dan Pahang sebagai daerah dibawah
pemerintahan Bendahara Abdul Jalil (Sultan Abdul Jalil Riayat Syah). Sedangkan
Johor, Siak, Bengkalis, dan Batu Bara di bawah pemerintahan Raja Kecik. Selain
itu juga terdapat wilayah yang dikuasai orang Bugis yaitu, Selanggor, Kelang dan
Lingga di bawah pemerintahan Daeng Merewah dan Daeng Manompok.39
Setelah diadakan musyawarah dan menghasilkan beberapa kesepakatan,
maka Raja Kecik, Orang Besarnya, Hulubalang dan beserata para pengikut
setianyaberanjak ke daratan Sumatera. Dalam perjalanannya sempat berhenti di
Sungai Jantan (nama Sungai Siak pada waktu itu) karena menurut Raja Kecik
tempat ini sangat cocok dan strategis. Kemudian Raja Kecik menentukan daerah
Buantan dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan akan mendirikan istana serta
benteng-benteng yang kokoh untuk pertahanan dan sebagai simbol telah ada dan
39 Mohd. Yusouf Hashim, Pensejarahan Melayu : kajian tentang tradisi sejarah Melayu
Nusantara. 1992, Kuala Lumpur ; Dewan Bahasa dan Pusaka Malaysia. Baca juga tulisan lain Mohd. Yusouf Hashim, 1994. Daulat dalam tradisi budaya dan politik kesultanan Melayu abad ke-XV dan awal abad ke-XVI ; antara mitos dan realita. Dalam Journal of the historical society. Kuala Lumpur : Universitas of Malaya. No.3.
40
berdiri sebuah kerajaan. Pada saat itu Raja Kecik dinobatkan sebagai sultan
pertama yang bergelar sama halnya gelar Raja Kecik semasa Sultan Johor ke XII
yakni Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah dan kerajaan ini diberi nama Kesultanan
Siak.Pada tahun 1722 M, setelah lengsernya Raja Kecik dari Sultan Johor ke XII,
sejak itulah Kesultanan Siak memulai pemerintahan kerajaan hingga berekspansi
perluasan wilayah. Seluruh peristiwa di atas menyimpulkan bahwa daerah Siak
memiliki hubungan dengan Johor, dan Johor memiliki hubungan dari Melaka.40
Adapun mengenai tulisan orang Melayu yakni Hikayat Siak pastinya telah
ditulis pada pemerintahan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah. Dalam Hikayat
Siak, secara gamblang mengisahkanasal usul Raja Kecik, menyatakan bahwa
Sultan Mahmud Syah II mempunyai seorang gundik41 yang bernama Encik Pong,
Encik Pong adalah seorang anak perempuan dari Laksamana. Terdapat kisah pada
suatu malam menjelang sebelum baginda Sultan Mahmud Syah II terbunuh, Encik
Pong dipanggil Sultan Mahmud Syah II untuk mengurut kaki baginda Sultan.
Pada waktu menjelang subuh, saat itu sang Sultan begitu bergairah dan maninya
hingga ke tikar. Baginda Sultan menyuruh Encik Pong untuk menelan air mani
tersebut agar dapat hamil. Setelah Encik Pong melahirkan, Laksamana segera
menemui Raja Negara Selat, Kepala Orang Laut Singgapura untuk menjelaskan
kisah anak perempuan dan cucunya itu. Raja Negara Selat menyadari resiko yang
menerima perintah dari Laksamana, namun dirinya tetap bersedia menerima cucu
dari Laksamana dan segera menggantarkan kepada Temenggung Muar.42 Setelah
40 Ok. Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, 2011, hal. 16-27.
41Gundik adalah sebutan selir dari kalangan rakyat biasa, sedangkan permaisuri sebutan selir dari kalangan bangsawan.
42 Asril,Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial,("Raja Kecik Pendiri Kerajaan Siak Sri Indrapura"), diakses pada 7 November 2014, pukul 14.00 wib.hal. 54.
41
cucu Laksamana berusia tujuh tahun, Temenggung Muar pergi ke Johor dengan
membawa cucu Laksamana tersebut. Seperti kebanyakan tingkah anak-anak kecil
pada umumnya, anak tersebut bermain sekitar makam Sultan Mahmud Syah II
bersama teman-teman seusianya. Disekitar makam terdapat beberapa tumbuhan
yang mengandung racun, karena ketidaktahuan anak-anak tersebut memakannya,
dan semua anak-anak itu muntah darah karena kandungan racun yang ada pada
tumbuhan itu, kecuali hanya anak dari Encik Pong yang tidak mengalami reaksi
dampak racun tersebut. Kemudian Laksamana juga menceritakan keanehan dan
keistimewaan tentang kelahiran cucunya itu kepada Nakhoda Malin. Nakhoda
Malin memberikan anak itu sebuahnama dengan sebutan Tuan Bujang, setelah
beranjak dewasa, Nakhoda Malin mengajak Tuan Bujang untuk berlayar menuju
Jambi dengan menyusuri Sungai Batanghari dan pada akhirnya tiba di daerah
kekuasaan Kerajaan Pagaruyung yang berada di tanah Minangkabau.43
Pada saat itu Maharaja Yam Tuan Sakti sebagai penguasa di Kesultanan
Pagaruyung mendengarkan penjelasan dari Nakhoda Malin, dan Maharaja Yam
Tuan Sakti sangat antusias mendengarkan cerita yang diceritakan oleh Nakhoda
Malin. Maharaja Yam Tuan Sakti juga tertarik akan paras tampan dari wajah anak
tersebut. Kemudian Tuan Bujang dibawa kepangkuanibunda Yam Tuan Sakti
yang bernama Putri Jamilan untuk bersedia merawatnya dengan penuh kasih
sayang. Setelah enam tahun dirawat oleh Maharaja dan ibunda Yam Tuan Sakti,
Tuan Bujang telah berusia 13 tahun, Tuan Bujang meminta restu kepada Maharaja
dan Ibunda Yam Tuan Sakti merantau ke Batanghari semata untuk menuntut ilmu
pengetahuan.
43Asril, Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial, hal. 55.
42
Sesampainya di Rawas dan di Palembang, kedatangannya disambut oleh
Raja Palembang yang bernama Sultan Lemabang. Kemudian Tuan Bujang
dijadikan pembawa Tapak Sirih Diraja. Tuan Bujang bersama Sultan Lemabang
berserta rombongan datang ke Johor, setelah sampai di Johor rombongan
termasuk Tuan Bujang, Sultan Lemabang menjadi pusat perhatian karena paras
dari wajah Tuan Bujang serupa dengan paras dari Sultan Mahmud Syah II, dari
Johor rombongan beranjak ke Siantan, kemudian menuju ke Bangka. Dari Bangka
Tuan Bujang mohon izin kepada Sultan Lemabang untuk balik ke Rawas, setelah
sampai di Rawas Tuan Bujang menikahi seorang puteri Dipati Batu Kucing dan
buah dari pernikahan itu dikaruniai seorang putra dan diberi nama Raja Alam.
Perjalanan berlanjut dari Rawas ke Jambi dan mengabdi kepada Sultan Maharaja
Dibatu. Setelah berada di Pagaruyung, Tuan Bujang berencana menuntut bela atas
pembunuhan ayahandanya.44 Sebelum keberangkatnya ke Johor, Tuan Bujang
diuji oleh pemerintahan di Kesultanan Pagaruyung untuk memastikan zuriat Tuan
Bujang sebagai anak dari Sultan Mahmud Syah II untuk menggenggam sebatang
kayu yang terbalut dengan tumbuhan jelatang45sambil berdoa kepada Sang Kholik
dengan penuh keyakinan, Tuan Bujang menggenggamnya dengan erat dan tidak
terjadi reaksi apa-apa setelah melepaskan genggamannya dari sebatang kayu yang
dibalut dengan tumbuhan Jelatang dan Tuan Bujang juga tidak terkena tulah46,
kejadian ini membuat semua orang terkecut salah satunya Maharaja Yam Tuan
44Asril, Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial, hal. 56. 45Jelatang adalah sejenis tumbuhan yang tumbuh di tanah Minangkabau, Sumatera Barat,
tumbuhan ini mempunyai kandungan getah yang beracun, bahkan efek dari racun itu dapat menyebabkan kematian bagi yang menyentuhnya apalagi dengan menggenggamnya.
46Tulah merupakan istilah atau sebutan dari kata kutukan, tulah ini akan berefek ketika rakyat biasa yang tidak memiliki zuriat dari raja ketika memakai mahkota diraja, maka akan mengalami kutukan berupa sakit, bahkan hingga menyebabkan kematian akan tulah tersebut.
43
Sakti yang terpana melihat reaksi yang biasa-biasa saja dari Tuan Bujang, atas
semua itu, seluruh pihak di Kesultanan Pagaruyung bener-benar yakin akan zuriat
Tuan Bujang sebagai seorang anak dari raja dan bukan anak dari kalangan rakyat
biasa. Kejadian ini pula Maharaja Yam Tuan Sakti memberi gelar kepada Tuan
Bujang dengan gelar Yam Dipertuan Kecil.
Pemerintahan di Kesultanan Pagaruyung mempersilahkan Yam Dipertuan
Kecil untuk berangkat ke negeri Johor. Dalam perjalanannya Yamtuan Sakti (Raja
Kecik) dibekali berupa pedang yang bernama Saurajabe47, sebuah Cap Kerajaan
Pageruyung48, dan berupa beberapa halubalang untuk menemani Raja Kecik.49
Menurut versi Elisa Netcsher mengenai dari berbagai perspektif tentang
asal usul Raja Kecik, maka dari berbagai pandangan dari Sejarah Melayu, secara
singkat menyatakan, bahwa Raja Kecik sebagai pewaris yang berhak dan sah
secara zuriat untuk menduduki kursi Kesultanan Johor, dan hal ini disebabkan
karena Sultan yang terdahulu telah mengambil alih atau bisa dikatakan merampas
dan bukan dari zuriah Sultan Mahmud Syah. Awal mula sejarah dari versi orang-
orang Bugis ini berkembang, namun faktanya Bendahara memiliki saudara tua
yang bernama Tun Husin. Tun Husin yang menjabat sebagai Bendahara pada saat
pemerintahan adiknya, maka timbul rasa iri hati bahwa adiknya menjabat lebih
tinggi darinya dan berupaya dengan menjodohkan puteri dari adiknya yang
bernama Tengku Bungsu (Tengku Kamariyah) dengan Raja Kecik. Namun terjadi
47Pedang Saurajabe adalah pedang yang berasal dari Kerajaan Kuantan, yang
dihadiahkan kepada Raja Kecik untuk bekal dalam perjalanannya ke Johor dalam rangka menuntut bela kematiaan ayahnya yakni, Sultan Mahmud Syah II yang telah dibunuh oleh Megat Seri Rama.
48Cap Kerajaan Pagaruyung ini merupakan cap atau symbol yang mengisyaratkan bahwasannya Raja Kecik adalah seorang anak yang telah diakui sebagai anak dari Kerajaan Pagruyung, dan sebagai alat ketika Raja Kecik mengalami kesultitan maka dengan cap itu memberikan isyarat kepada semua orang Minangkabau agar memberi bantuan kepadanya.
49Asril, Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial, hal. 56.
44
sebuah kesalahan yang dilakukan Raja Kecik dan melenceng dari skenario yang
telah direncanakan, kejadian ini bermula dari penjodohan itu ternyata Raja Kecik
lebih menyukai saudaranya (Tengku Kamariah) yang lebih muda dan cantik yakni
Tengku Tengah akhirnya terjadi kekecewaan yang mendalam kepada Raja Kecik,
kemudian Tun Husin memperkeruh keadaan dengan mengadu kedua belah pihak.
Pada akhirnya Raja Kecik melakukan serangan ke Johor yang disokong
orang-orang Minangkabau dan berhasil merebut kembali tahta Kesultanan Johor,
atas kekalahan ini maka Bendahara yang menjadi Sultan di Johor beserta anak-
anaknya, yakni Raja Sulaiman, Tengku Tengah dan Tengku Kamariyah ke
Pahang. Kemudian Raja Kecikmengejar mereka hingga ke Muara Sungai Pahang
dan tepat diatas perahunya Bendahara itu dibunuh pada saat dirinya sedang
melakukan shalat oleh orang-orang Minangkabau yang ikut dalam penyerangan
ke Johor dan Raja Kecik kembali dan memilih untuk menetap di Riau. Setelah
sampai di Riau, maka Raja Kecik menjalankan pemerintahan Kesultanan Johor
dengan membangun istana yang megah untuk kepentingan kerajaan. Kemudian
Tun Husin segera menghadap Raja Kecik dan memberikan saran bahwa dirinya
pantas menjadi seorang sultan di Johor.50
Menjelang masa tua Raja Kecik yang semakin melemah dan mengalami
sakit keras, kemudian Raja Kecik telah memikirkan dan mempersiapkan siapa
yang menggantikan posisinya di kerajaan.
50 Elisa Netscher, de Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van
het Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865, Lukisan Sejarah Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, 2002, Pemerintah Daerah Kabupaten Siak dan Yayasan Arkeologi dan Sejarah, Bina Pusaka, hal. 89-92.
45
Raja Kecik telah menikahi dua orang permaisyuri, yang pertama berada di
Palembang dan menghasilkan seorang anak laki-laki yang bernama Raja Alam
dan perempuan keduanya adalah Tengku Kamariyah saudara perempuan dari
Sultan Sulaiman dan melahirkan seorang anak laki-laki pula yang bernama Raja
Buwang (Muhammad). Dari kedua pernikahan ini terlahir dua orang anak-laki-
laki yang berbeda ibu tapi satu ayah, akan timbul kecemburan diantara kedua anak
itu.51Pada saat itu kondisi kesehatan Raja Kecik menurun, keadaan ini ibarat
"sudah jatuh tertimpa tangga" ditambah lagi atas wafatnya Tengku Kamariyah
sehingga Raja Kecik semakin melemah hingga Raja Kecik mengundurkan diri.
Atas perintah Raja Kecik, dewan kerajaan segera dinobatkan Raja Alam sebagai
Yang Tuan Muda, sedangkan Raja Buwang (Muhammad) sebagai penerus tahta
kerajaan. Sepercik penjelasan diatas mengenai zuriat Raja Kecik dari berbagai
tulisan dari tulisan orang Melayu maupun tulisan dari pihak luar juga senada dan
sepakat bahwa Raja Kecik adalah zuriat yang sah dari Sultan Mahmud Syah II
(Sultan Johor ke-10 (1685-1699 M) Marhum Mangkat Dijulang).
51 Tenas Effendi,LintasanSejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura, 1973, Pekanbaru : Badan
Pembina Kesenian Daerah Provinsi Riau, hal. 13.lihat juga Elisa Netscher,de Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865, Lukisan Sejarah Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, 2002, hal. 117 dan 126-127.
46
BAB III
PEMERINTAHAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA
A. Peristiwa Penting Dalam Pemerintahan
Mengingat panjangnya rentang waktu pada masa lampau maka diperlukan
pemenggalan-pemenggalan waktu tesebut menjadi suatu kurun waktu. Langkah
bertujuan mempermudah pembahasan mengenai setiap peristiwa-peristiwa sejarah
yang terkait dalam dimensi waktu. Pembagian waktu itulah yang kemudian
dikenal sebagai periodisasi. Pemenggalan atau pembagian sebuah kurun waktu
tidak didasarkan pada hitungan matematis, misalnya setiap satu abad, lima abad,
dan seterusnya tetapi sering kali mengikuti perkembangan peradaban masyarakat
manusia. Secara tradisional, biasanya masyarakat menghubungkannya dengan
tokoh besar yang berpengaruh pada masa itu. Tokoh besar itu biasanya seorang
pemimpin raja atau kaisar, atau tokoh besar lain.52
Pada intinya periodisasi dilakukan untuk menunjukan perbedaan suatu
kurun waktu sebelum atau sesudahnya, adapun kriteria waktu yang digunakan
waktu antropologis.53
Dari paparan diatas, maka penulis akan membahas peristiwa yang telah
terjadi (periodisasi) pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura dari tahun 1723-
1946 M. Di dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura initerdiri dari
duabelas sultan, adapun selengkapnya mengenai periodisasi di Kesultanan Siak
Sri Indrapura sebagai berikut:
52Prof. M. Dien Madjid, Pengantar Ilmu Sejarah, hal. 25-26.Lihat juga Hariyono,
Mempelajari Sejarah Secara Efektif, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), hal. 63. 53 Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), hal. 63.
47
Pada periode pertama ini sudah jelas pasti mengenai awal mula berdirinya
Kesultanan Siak Sri Indrapura. Pada raja pertama ini yang bernama Raja Kecik
dengan gelar yang pernah diberikan pada saat memerintah di Kesultanan Johor
yakni Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah
Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah adalah seorang anak dari Sultan Mahmud
Syah II (Sultan Johor ke-X), merupakan seorang anak dari Sultan Ibrahim Syah
(Sultan Johor ke IX), Sultan Ibrahim Syah seorang anak dari Raja Bajau yang
menjadi Yam Tuan Muda Pahang dari tahun 1641-1676 M. Namun tidak dapat
diketahui isteri atau ibunda dari Sultan Mahmud Syah II ini, Raja Bajau (Raja
Abdullah) sebagai Sultan Johor ke VII (1615-1623 M), Raja Abdullah yang
bergelar Marhum Tambelan dan beristeri dari anak Paduka Raja Tun Abdul Jamil.
Raja Abdullah seorang anak dari Sultan Muzzafar Syah dan ibund nya bernama
Seri Nara Diraja Pahang.Melihat silsilah dari keturunan Raja Kecik sangat jelas
terlihat dari ayah dan ibu merupakan keturunan dari Sultan Johor I yaitu Sultan
Mahmud Syah I yang bergelar Marhum Kampar. Bukti konkrit mengenai
garisketurunan Raja Kecik, dapat dilihat pada bagan berikut ini :
48
Keterangan : ♂ : Ayah : Anak
♀ : Ibu : Orangtua
♥♥ : menikah
Dari bagan di atas dapat diketahui bahwa Encik Pong sebagai ibu dan
Sultan Mahmud Syah II sebagai ayah dari Raja Kecik dan memiliki kakek yang
sama yakni Paduka Raja Tun Abdul Jamil, akan tetapi isteri dari Paduka Raja Tun
Abdul Jamil dan mengenai ibu dari Cik Pung tidak diketahui keberadaan mereka.
49
Sudah diketahui bahwa seorang anak perempuan dari Paduka Raja Tun Abdul
Jamil menikah dengan Sultan Ibrahim (Sultan Johor ke-IX), sedangkan nenek dari
Cik Pung bernama Wan Sani. Kemudian silsilah ini dilanjutkan oleh anak-anak
laki-laki ataupun perempuan, dari keturunan itulah yang meneruskan sampai
kepada Sultan Mahmud Syah I (Sultan Melaka yang terakhir kemudian menjadi
Sultan Johor yang pertama dan menikah dengan Tun Fatimah) dengan gelar
Marhum Kampar pada tahun 1511-1528 M. Selama Raja Kecik memerintah di
Kesultanan Johor sungguh senantiasa menghadapi permasalahan, salah satunya
berselisih dengan saudaranya yang bernama Raja Sulaiman yang telah koalisi
dengan pasukan perang Bugis. Sehingga menyebabkan Raja Kecik berserta
pengikutnya mundur dengan memindahkan pusat pemerintahannya dari Johor
Bintan, ke Bengkalis hingga akhirnya ke Buantan yang berada di sekitar Sungai
Jantan. Pada tahun 1723 M, tepatnya di Buantan Raja Kecik dinobatkan sebagai
pewaris Kerajaan Melaka-Johor yakni sebagai raja pertama di Kesultanan Siak.
Adapun Raja Kecik mengawali dengan mencoba melakukan serangan
kepada penguasa Kerajaan Johor, kemudian langkah berikutnya Raja Kecik juga
mengadakan konsolidasi untuk memperkuat sektor pemerintahan, perekonomian
dan pertahanan militer di Kesultanan Siak. Ketiga program kerja ini merupakan
program utama pada masa awal pemerintahan Raja Kecik (Sultan Abdul Jalil
Rahmat Syah). Dalam pemerintahan, Raja Kecik menerapkan pemerintahan
seperti yang pernah diterapkan pada saat memerintah di Kesultanan Johor dengan
bentuk Sultan sebagai puncak kekuasaan, pemerintahan yang didampingi oleh
Dewan Kerajaan yang terdiri dari orang-orang besar kerajaan yang berfungsi
sebagai pelaksana pemerintahan dan berkerja sebagai penasihat utama sang
50
Sultan. Pemerintahan disetiap daerah yang berhasil ditaklukkan oleh Kesultanan
Siak ditugaskan kepada Kepala Suku yang bergelar Penghulu, Orang Kaya dan
Batin. Kepala Suku (Penghulu) dibantu oleh Sangko Penghulu (wakil Penghulu),
Malim Penghulu (urusan kepercayaan agama), Lelo Penghulu (urusan adat dan
sebagai hulubalang). Batin dan Orang Kaya suatu jabatan yang harus diduduki
oleh kepala suku asli yang terus diterapkan hingga anak cucunya (dinasti system).
Raja Kecik juga menjadikan daerah kekuasaannya dengan adanya perbatinan,
seperti Perbatinan Gasib, Senapelan, Sejaleh dan Perawang. Terdapat juga
perbatinan dibagian selatan kuala Sungai Jantan, Perbatinan Sakai dan Petalangan.
Terdapat juga perbatinan antar pulau, antara lain Perbatinan Tebing Tinggi,
Senggoro, Merbau dan Rangsang. Pada daerah asli yang dipimpin oleh kepala
suku (penghulu) antara lain Siak Kecil, Siak Besar, Betung, dan Rempah.54
Langkah berikutnya Raja Kecik memfokuskan bidang pertahanan dengan
memerintahkan Datuk Laksamana Raja Dilaut untuk mempersiapkan pasukan-
pasukan laut yang handal, dan diperintahkan langsung oleh Raja Kecik agar
membuat kapal perang yang besar beserta perlengkapan senjatanya. Selama roda
pemerintahan berjalan Raja Kecik telah menerapkan sistem pemerintahan suku
yang menggunakan sistem turun menurun dari ayah kepada anak atau dari abang
ke adik untuk meneruskan pemenrintahan kerajaan.
Berikut beberapa suku-suku yang memiliki peran dan kontribusi sangat
besar adalah:
54 Tim Universitas Riau, Sejarah Riau Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI,
2006, Pekanbaru, PT. Sutra Benta Perkasa, cet. I, hal. 59.
51
Suku Lima Puluh : Ongku Raja Senara.
Ongku Biji Wangsa.
Datuk Maharaja Sri Sandra Muda.
Datuk Biji Wangsa
Datuk Sri Indra Muda (yang sekarang).
Suku Pesisir : Datuk Sila Pahlawan.
Maharaja Lela Muda.
Datuk Sila Pahlawan (yang sekarang).
Suku Tanah Datar : Datuk Sri Kamaraja.
Maharaja Sri Asmara.
Datuk Sri Kamaraja (yang sekarang).
Suku Kampar : Paduka Sri Dewa.
(Penggantinya tidak bergelar).
Paduka Sri Dewa (yang sekarang).55
Raja Kecik juga terfokuskan untuk membangun perekonomian sebagai
income pembendaharaan kerajaan dengan memberlakukan pemungutan pajak
berupa pancung alas (pajak hasil dari hutan), dan tapak lawang (pajak personal),
dan membuka Bandar Saban Auh sebagai akivitas perdagangan antar negeri
Pesisir Timur Sumatera, Aceh, dan Minangkabau. Langkah ini diambil oleh Raja
Kecik karena melihat kondisi Selat Melaka telah berada di bawah kekuasaan
Belanda.
55Elisa Netcher, de Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van
het Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865, Lukisan Sejarah Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, 2002, hal 85-88.
52
Pada 1724-1726 M, Raja Kecik mulai menunjukan kekuatan pemerintahan
yang telah dibangun olehnya, dengan melontarkan beberapa serangan terhadap
orang-orang Bugis yang berada di Kedah, dalam pertempuran tersebut Raja Kecik
berhadapan dengan Daeng Perani dan terjadi interaksi antar keduanya, Raja Kecik
berkata: menyerahlah wahai Daeng Perani, namun Daeng Perani tidak merespon
perkataan Raja Kecik, kemudian tanpa pikir panjang Raja Kecik mengarahkan
meriam lelonya ke arah Daeng Perani.
Pada saat itulah tembakan meriam mengenai dada Daeng Perani seketika
itu dirinya terjatuh dan meninggal dunia. Pada akhirnya Raja Kecik berhasil
membunuh salah satu pembesar Bugis yakni Daeng Perani. Kemudian Raja Kecik
terus melakukan ekspansinya hingga berhasil menguasai daerah Rokan, Tanah
Putih, Bangka, dan Kulo.56
Pada tahun 1746 M, wafat di Kota Buantan dengan diberi gelar Marhum
Buantan atau lebih dikenal dengan sebutan Yang Dipertuan Raja Kecik.Dewan
Kerajaan Datuk Empat Suku berdasarkan wasiat dari Sultan Abdul Jalil Rahmat
Syah segera melantik Raja Buwang Asmara (Sultan Muhammad Abdul Jalil
Muzaffar Syah) yang sokong oleh Raja Minangkabau sebagai Sultan ke-II (1746-
1760).57
Untuk mengawali pemerintahannya, Tengku Buwang Asmara mengangkat
anak dari Tengku Alam yang bernama Tengku Muhammad Ali sebagai Penglima
Besar.Pada tahun 1750 M, Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah memindahkan pusat
56O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 50-52. 57O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 60-61.
53
pemerintahannya ke Mempura. Perpindahan pusat pemerintahan ini ke Mempura
karena Mempura terletak dipedalaman.58
Mengenai perpindahan pusat pemerintahan Kesultanan Siak ini termaktub
di dalam Syair Perang Siak59 pada bait 123-132 yang berbunyi
*Ada kepada suatu hari
Lalu bertitah raja bestari
Mengampungkan orang isi negeri
Serta halubalang wazir menteri
*Datang menghadap sekaliannya rata
Lalu bertitah Duli Mahkota
Apa bicara sekarang kita
Cari mufakat pulak serta
*Mufakat dicari dengan bicara
Sebab terkenang akan saudara
Lalu bertitah Sri Betara
Kita hendak menyusup Mempura
*Tidak tersebut kisah dan peri
Perkenan Baginda membuat negeri
Di bandar yang bahari
*Zaman ini sukar dicahari
Kerajaan baginda di Indrapura
Yang seteru tidak bertara
Wartanya masyhur tidak terkira
Melaka hendak dikira-kira
Substansi yang terkandung dalam Syair Perang Siak di atas telah jelas
bahwa telah terjadi perisitwa konflik bersaudara antara adik dan kakak di
58O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 66. 59Syair Raja Siak, adalah manuskrip koleksi Van de Wall dengan nomor W.273. Lihat
juga buku O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak. hal. 66-69.
54
Kesultanan Siak dan pada pemerintahan Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah juga
merubah sebuah nama Sungai Jantan menjadi Sungai Siak. Kemudian pada
pemerintahan Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah, mulai melakukan perlawanan
kepada pihak kolonial Belanda, perlawanan ini sebagai reaksi perlawanan
Kesultanan Siak Sri Indrapura terhadap kolonialisme.
Dengan dimulainya beberapa perjanjian yang dibentuk oleh pemerintahan
Belanda yang akan diajukan dan mengikat kepada sultan, berbagai tipu dayanya
dan kelicikannya sang Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah berhasil terhanyut dalam
permainan kolonial Belanda. Kemudian setelah berhasil masuk dalam sistem
pemerintahan Kesultanan Siak, pemerintahan Belanda mendirikan sebuah benteng
dengan maksud untuk memudahkan pemerintahan Belanda memantau daerah
kekuasaan Kesultanan Siak dari tindakan kejahatan. Pada tahun 1752 M, Sultan
Abdul Jalil Muzaffar Syah mengabulkan keinginan Belanda untuk mendirikan
benteng yang berada di Pulau Guntung. Setelah berhasil mendirikan benteng,
nampak sikap asli Belanda yang arogan. Salah satunya dengan mengeksploitasi
perdagangan di muara Sungai Siak. Bentuk eksploitasi adalah dengan memungut
pajak para pedagang yang melakukan aktivitas berdagang di sekitar muara Sungai
Siak, pajak yang diberlakukan oleh Belanda berupa pajak pancung alas dan pajak
lawang. Kejadian inilah yang menyalakan api amarah dipihak pemerintahan
Kesultanan Siak, maka terjadilah aksi perlawanan kepada pemerintahan Belanda
yang berada di Pulau Guntung.
Pada tahun 1752 M, terjadi serangan pihak Kesultanan Siak ke benteng
Pulau Guntung sebagai basecamp pemerintahan Belanda, namun pasukan perang
Belanda masih sangat kuat untuk dikalahkan. Peristiwa peperangan ini terjadi
55
selama satu bulan lamanya, hingga akhirnya pada tahun 1760 M, pasukan perang
Kesultanan Siak melakukan tipu muslihat untuk mengajukan perdamaian kepada
penguasa Belanda yang berada di Benteng Pulau Guntung.60
Kurang lebih 14 (empat belas) tahun pemerintahan Sultan Muhammad
Abdul Jalil Muzaffar Syah (1746-1760 M), pada saat menjelang hayatnya Sultan
Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah telah berwasiat kepada anaknya yang
bernama Tengku Ismail sebagai penerus estafet perjuangannya di Kesultanan
Siak, wasiat tersebut berbunyi:
Janganlah tunduk kepada Belanda yang kafir dan penjajah itu dan jangan
melakukan perang terhadap saudara, apalagi keluarga sendiri serta apabila
pamanmu Raja Alamuddin datang ke negeri Siak, serahkanlah tahta Kerajaan
Siak ini kepada pamanmu Raja Alamuddin.61
Tepat pada tahun 1760 M, Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah
mangkat di Kota Mempura dengan gelar Marhum Mempura.62 Sebagai pewaris
tahta kerajaan maka ditunjuk putera mahkotanya yang bernama Tengku Ismail
dan dinobatkan sebagai Sultan Siak ke-III dengan gelar Sultan Ismail Abdul Jalil
Jalaluddin Syah (1760-1766 M). Tengku Ismail lahir pada tahun 1745 dari rahim
ibunya yang merupakan anak perempuan dari Daeng Mattekuh yang beristri dua,
isteri pertamanya bernama Tengku Sani seorang anak perempuan dari Tengku
Busu, dan isteri keduanya yang bernama Tengku Neh seorang anak perempuan
dari Sultan Mansur di Terangganu.63
60O.K Nizami Jamil dkk,Sejarah Kerajaan Siak, hal. 73-75. 61O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 86-87. 62O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 84. 63O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 85.
56
Setelah satu tahun menjabat sebagai sultan, Belanda kembali melancarkan
serangan dengan memperalat paman dari Sultan Ismail yang bernama Tengku
Alam yang merupakan anak kedua dari Raja Kecik. Tengku Alam dipengaruhi
oleh Belanda agar segera merebut kembali tahta kerajaan untuk melengserkan
keponakannya itu. Setelah terbentuk kesepakatan antara Tengku Alam dengan
Belanda yakni ketika Tengku Alam berhasil merebut tahta kerajaan maka pihak
Belanda tidak diperkenankan mencampuri pemerintahannya, dan pihak Belanda
juga hanya sekedar meminta kepada Tengku Alam agar dapat mendirikan kembali
benteng di Pulau Guntung. Setelah keduanya menyepakati semua pernjanjian
tersebut maka Tengku Alam dan para pasukan perang Belanda mendatangi Siak.
Berdasarkan wasiat itulah Sultan Ismail menjalankan amanah dan tunduk kepada
ayahnya yang telah berwasiat kepadanya. Karena mengalami cup de taat,
kemudian Sultan Ismail resmi menyerahkan tahta Kesultanan Siak kepada
pamannya dan meninggalkan Siak menuju beranjak Pelalawan, dan ke Langkat.
Kemudian Sultan Ismail mengembara dari daerah ke daerah lain, hingga
pada suatu saat orang-orang Melayu yang berada di Riau-Lingga yang dipimpin
oleh Datuk Bendahara Tun Hasan mengirimkan surat kepada Sultan Ismail dan
Sultan Mansyur di pemerintahan Kesultanan Terengganu untuk membantu Datuk
Bendahara Tun Hasan yang sedang berhadapan melawan orang-orang Bugis yang
berambisi menghilangkan pengaruh dari orang-orang Melayu yang berdomisili di
Johor-Riau. Setelah menerima surat dari Datuk Bendaharan Tun Hasan maka
Sultan Ismail menuju Terengganu untuk menemui Sultan Mansyur dan sekaligus
membahas mengenai taktik dan strategi untuk melawan orang-orang Bugis yang
berada di Johor-Riau.
57
Pada Musyawarah tersebut menghasilkan beberapa kesimpulan, bahwa
Sultan Ismail beserta pasukan perangnya berangkat lebih awal, karena Sultan
Mansyur sedang menyelesaikan beberapa urusan, akan menyusul Sultan Ismail,
setelah sampai Sultan Ismail di Singgapura, tak kunjung jua Sultan Mansyur. Dari
Singgapura terdengar kabar atas ketidakhadiran Sultan Mansyur, karena Sultan
Mansyur sedang menghadapi serangan dari Kesultanan Kelantan, kemudian
Sultan Ismail kembali ke Terengganu untuk membantu Sultan Mansyur dari
serangan Kesultanan Kelantan. Setelah bergabungnya Sultan Ismail dan Sultan
Mansyur, kemudian pasukan dari Kesultanan Kelantan berhasil mundur.
Pada tahun 1763 M, Sultan Ismail menikahi seorang puteri mahkota
Kesultanan Terengganu, yakni puteri dari Sultan Mansyur yang bernama Tengku
Tipah.64 Satu tahun setelah menikah, tepatnya pada tahun 1764, tanpa ditemani
mertuanya, dari Terengganu Sultan Ismail beserta pasukan perangnya berlayar
menuju Singgapura untuk membantu Datuk Bendahara Tun Hasan. Sesampainya
di Singgapura Sultan Ismail langsung berperang dengan angkatan perang orang-
orang Bugis yang dipimpin oleh Daeng Kamboja. Dalam pertempuran antara
Sultan Ismail dengan Daeng Kamboja maka dipihak Sultan Ismail mengalami
kekalahan dan mundur kembali ke Siak bersama istri tercintanya dan para
pasukannya. Pada masa pemerintahan ini, asal usul adanya kerajinan tangan
berupa tenun di Siak, karena istri dari Sultan Ismail yang bernama Tengku Tipeh
menerapkan kerajinan tenun yang dibantu oleh para dayang dan perempuan
Terengganu yang pandai menenun mulai bersosialisasi kerajinan bertenun yang
64O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 88-89.
58
dibawanya dari Terengganu ke Siak.65 Sultan Ismail mangkat sesaat akan
menyelenggarakan persidangan di Balairung Sari dan bergelar Marhum Mangkat
Dibalai. Mengenai sosok dari Sultan Ismail yang dikasihkan oleh Hikayat Siak
dan berdasarkan cerita rakyat Siak juga menyatakan gelar lain dari Sultan Ismail
yaitu Sultan Bertangan Kudung. Gelar Sultan Ismail ini menyatakan bahwa
kondisi tangannya kudung (terpotong) kerena pada saat berperang tangan Sultan
Ismail terpotong.66
Para ahli peneliti sejarah Terangganu dan Siak memastikan dan meyakini
makam Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah berada di Mempura Siak.
Selanjutnya roda pemerintahan Kesultanan Siak dipimpin oleh Raja Alam
pada tahun 1766 M,dengan gelar Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah. Raja Alam
memiliki adik tiri yang bernama Tengku Buwang Asmara (Sultan Muhammad
Mahmud) yang berbeda ibu dari Raja Alam, adapun ibu dari Tengku Muhammad
bernama Tengku Kamariah. Raja Alam ini sebagai paman daripada Sultan Ismail
Abdul Jalil Jalaluddin Syah.Tengku Alam memiliki seorang putera yang bernama
Tengku Muhammad Ali dan pada saat Sultan Muhammad Mahmud menjabat
sebagai Sultan Siak ke-II, Tengku Muhammad Ali berperan sebagai panglima
perang hingga pada masa Sultan III yakni Sultan Ismail. Dalam catatan Elisa
Netscher dalam bukunya "De Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865",
menerangkan bahwa Raja Alam seorang pengembara yang mempunyai kapal-
kapal dari hasil rampoknya. Seperti tiga puluh senjata berat dan puluhan senjata
tangan. Kapal-kapal yang lewat di Selat Melaka atau disekitar Laut China Selatan,
65 Lihat Lampiran V gambar tenunan yang bermotif khas Siak. 66O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 90-91.
59
adapun kapal-kapal yang berhasil dirampok oleh Raja Alam dan pengikutnya
diantaranya kapal-kapal dari Belanda, dari Eropa dan kapal Inggris yang bernama
Nancy yang dikapteni oleh Thomas Halnes menjadi korban perompakan Raja
Alam. Berhubung kompeni Belanda telah membantu Raja Alam dalam merebut
tahta Kesultanan Siak, dan meminta untuk mendirikan kembali benteng yang
telah hancur pada tahun 1760 M, di Pulau Guntung. Serta menghukum orang-
orang Siak yang telah melakukan pembantaian di Benteng Pulau Guntung dan
lain-lainnya yang terdiri 13 pasal.67
Pada tahun 1767, Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah memindahkan pusat
pemerintahanya ke Bandar Senapelan yang terletak di Hulu Sungai Jantan.68 Di
Senapelan Raja Alam membangun istananya di Kampung Bukit yang berdekatan
dengan Dusun Senapelan (saat ini sekitar Masjid Raja Pekanbaru) sebagai pusat
pemerintahanya, kemudian Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah mendirikan pasar
(pekan) di Senapelan yang bernama Pekan Baharu, nama Pekan Baharu ini
disahkan berdasarkan hasil musyawarah para datuk empat suku (Pesisir, Lima
Puluh, Tanah Datar, dan Kampar) pada tanggal 21 Rajab 1204 H bertepatan pada
tanggal 23 Juni 1784 M. Pada saat itupula sebutan Senapelan perlahan dilupakan
dan masyarakat mulai menyebutnya Pekan Baharu. Dewasa ini nama Pekan
Baharu lebih kita kenal Pekanbaru, dan setiap tanggal 23 Juni sebagai hari jadi
kota Pekanbaru dan sebagai ibukota Provinsi Riau.
67Elisa Natcsher, "De Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865," Genootschap van
Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, Pemerintahan Daerah Kabupaten Siak dan Yayasan Arkeologi dan Sejarah, Bina Pusaka, 2002, hal. 191.
68 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 92-99.
60
Pada pemerintahannya, Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah tidak mau lagi
tunduk kepada Belanda dan Benteng Belanda di Pulau Guntung ditutup oleh
Sultan.69 Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah merubah tradisi pernikahan yang
biasanya terjadi antara anak dari keluarga atau dari kalangan suku sendiri.
Kebetulan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah memiliki anak perwanan yang
bernama Tengku Embung Badariah, menikahi dengan seorang dari keturunan
Arab yang gagah dan rupawan dan memiliki langsung garis silsilah Nabi
Muhammad SAW yang bernama Sayid Syarif Usman bin Syarif Abdul Rahman
Syahabuddin. Mengenai asal usul dari Sayid Syarif Usman ini, terdapat empat
orang penyiar Agama Islam dari Negeri Arab (Yaman Tarim) yang turun ke
wilayah Asia Tenggara, mereka adalah Syed Abdullah Al Qudsi, Syaid Usman
bin Syahabuddin, Sayid Muhammad bin Akhmad Allydrus, Sayid Husen Al
Qadri. Sayid Usman meneruskan perjalannya ke daerah Kesultanan Siak, beliau
memiliki garis keturunan langsung dengan Nabi Muhammad SAW sebagaimana
tersebut di bawah ini :
Sayid Usman bin Abdul Rahman Syahabuddin bin Sayid bin Ali bin
Muhammad bin Hasan bin Umar bin Hasan bin Syeh Ali bin Abu Bakar Asyakran
bin Abdul Rahman As-Sagaf bin Achmad bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin
Ali bin Muhammad bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin
Ahmad bin Isya bin Muhammad Annaqep bin Syaidina Ali dengan isterinya Siti
Fatimah Azzahra binti Muhammad SAW. Melihat panjangnya garis silsilah diatas
terlihat sangat jelas bahwasannya Sayid Syarif Usman dari Syaidina Ali bin Abi
Thalib yang menikahi puteri kesayangan Nabi Muhammad SAW yang bernama
69Muchtar Lutfi, Sejarah Riau, hal. 179.
61
Fatimah Azzahra.70 Pada pernikahan inilah yang nantinya berawal nantinya raja-
raja yang berketurunan bangsa Melayu di Kesultanan Siak berubah menjadi sultan
keturunan dari Bangsa Arab yang ditandai dengan sebutan Assayid dan Assyarif.
Pada tahun 1780 M, Sultan Alamuddin Syah mangkat di Kampung Bukit di
Mesjid Raya Pekanbaru sekarang dan digelar dengan Marhum Bukit.71
Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah nampak kecintaan terhadap Islam yang
dibuktikan dengan mendirikan masjid di Senapelan kampung Bukit yang bernama
Masjid Nur Alam yang saat ini menjadi Masjid Raya Pekanbaru.72
Pada 1780 M, Tengku Muhammad Ali dikukuhkan oleh Datuk Empat Suku
dengan gelar Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah (1780-1782 M).
Kemudian Sultan Muhammad Abdul Jalil Muazzam Syah meminang sepupunya
yang bernama Tengku Mandak binti Sultan Abdul Jalil Muhammad Muzaffar
Syah. Sultan Muhammad Ali memimpin kerajaan tidak begitu lama mengingat
usia lanjut dan telah banyak tenaga fisiknya terkuras sejak tahun 1760 M, ketika
membantu pamannya (Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah) dalam melawan
kompeni Belanda. Sultan Muhammad Ali memberikan jabatan kepada anak dari
Syarif Usman yang bernama Syarif Ali sebagai panglima perang.
Adapun Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah dan Tengku Khatijah memiliki
anak yang berjumlah enam orang diantaranya, Tengku Muhammad Ali, Tengku
Akil, Tengku Embong Badariah, Tengku Hawi, Tengku Sukma dan Tengku Mas
Ayu.73Sultan Muhammad Ali wafat pada tahun 1782 M, ditanah leluhurnya di
70O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 100-102. 71 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal 101-102. 72 Lihat Lampiran Gambar Komplek Makam Raja-raja Siak di Masjid Raya Pekanbaru. 73 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal.103.
62
Siak dengan gelar Marhum Pekan dan dimakamkan di Komplek Pemakaman
Bukit Pekanbaru, saat ini Masjid Raya Pekanbaru.
Berikutnya pemerintahan dilanjutkan oleh Tengku Yahya (seorang putera
dari Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah) dan memiliki adik perempuan
yang bernama Tengku Puteri. Pada tahun 1781 M, Tengku Yahya dinobatkan
menjadi Sultan Siak ke-VI dengan gelar Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar
Syah(1782-1784 M). Dalam menjalankan pemerintahannya tidak banyak yang
dilakukan kerena sejak menjadi sultan selalu terjadi konflik internal antar keluarga
kerajaan, untuk meminimalisir konflik tersebut maka Sultan Yahya memindahkan
pusat pemerintahannya dari Bandar Senapelan ke Mempura dengan tujuan semata
untuk benahi roda pemerintahan yang telah kakek dan ayahnya perjuangkan di
Mempura. Selama memimpin Kesultanan Siak, Sultan Yahya memiliki masalah
dengan Syarif Ali yang selalu menyalahi kepercayaan yang diberikannya. Hal ini
terlihat jelas bahwa Syarif Ali memiliki hasrat besar untuk menguasai tahta
kerajaan dengan adanya Cop de Taat (ambil alih kekuasaan) tanpa ada
peperangan. Pada tahun 1784 M, Sultan Yahya mangkat karena terjatuh sakit
karena mengalami stress akan sikap yang dilakukan adik sepupunya itu, dan
dimakamkan di kampung Che Lijah Dungun dengan gelar Marhum Mangkat di
Dungun.74
Pada dinasti ketujuh ini pemerintahan dilanjutkan oleh Tengku Udo (Syarif
Ali) yang telah mengambil alih kekuasaan Cup de Taat dari tangan Sultan Yahya
dan pusat kerajaan kembali dipindahkan ke seberang Kota Mempura tepatnya
dipinggiran Sungai Siak. Pada periode ketujuhlah terjadi perubahan nama dari
74 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 109-120.
63
Kesultanan Siak menjadi Kesultanan Siak Sri Indrapura. Adapun maksud dari
Sultan Assaidis Syarif Ali dalam merubah nama Kesultanan Siak menjadi
Kesultanan Siak Sri Indrapura berdasarkan asal dari kata Siak Sri Indrapura,
secara harfiah dapat bermakna pusat kota raja yg taat beragama, dalam bahasa
Sanskerta, sri berarti “bercahaya” dan indera atau indra dapat bermakna raja dan
pura dapat dimaknai “kota” atau “kerajaan”. Kemudian Sultan Assaidis Syarif Ali
mendirikan istana di Koto Tinggi dan memperkuat pasukan perangnya untuk
mempersatukan raja-raja Melayu yang berada di Pantai Timur Sumatera.Selama
pemerintahannya, Sultan Syarif Ali berhasil menyatukan duabelas Kesultanan
Melayu sekitar Pesisir Pantai Timur Sumatera. Peristiwa ini dikenal dengan
sebutan jajahan duabelas yaitu : Kota Pinang, Asahan, Kualuh, Bilah Panai, Deli,
Langkat, Badagai Batu Bara, Serdang, Temiang, Sambas, dan Pelalawan.75
Kemudian Sultan Syarif Ali mengadakan bentuk kerjasama dalam bidang
perdagangan tanpa bergabung dengan musuh-musuh Belanda, sehingga langkah
ini membuat Sultan Syarif Ali dalam menyatukan raja-raja Melayu, Kesultanan
Siak terbebas dari gangguan pemerintahan Belanda. Persahabatan perdagangan ini
berupa siasat agar kolonial Belanda tidak semena-mena terhadap sultan-sultan
Melayu.Pada tahun 1810, Sultan Syarif Ali mangkat dan diberi gelar Marhum
Kota Tinggi, atas mangkatnya Sultan Syarif Ali maka barang tentu diadakan
upacara kebesaran adat raja-raja di Koto Tinggi.76
Roda pemerintahan selanjutnya oleh Syarif Ibrahim sebagai Sultan Siak ke-
VIII dengan gelar Sultan Assaidis Syarif Ibrahim Abdul Jalil Khaliluddin (1810-
75O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 114-116. 76O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 120.
64
1815 M). Pada saat Sultan Syarif Ibrahim menjalani pemerintahannya kurang
maksimal dikarenakan kesehatan beliau yang kurang baik, sehingga Sultan Syarif
Ibrahim dibantu oleh seorang panglima besar yang bernama Tengku Muhammad
bin Sayid Ahmad. Sultan Syarif Ibrahim semasa menjabat sebagai Sultan Siak ke-
VIII telah mendirikan Istana di Kuala Mempura Kecil.77 Istana ini berfungsi
sebagai tempat peristirahatan Sultan Syarif Ibrahim dan sebagai pusat aktifitas
pemerintahannya. Kemudian Sultan Syarif Ibrahim mangkat di Sungai Mempura
Kecil, dan dimakamkan di komplek pemakaman yang berada di Koto Tinggi Siak
Sri Indrapura yang berdekatan dengan makam ayahnya Sultan Syarif Ali (Sultan
Siak ke-VII) dan diberi gelar Marhum Mempura Kecil.
Dewan Kerajaan memiliki wewenang untuk mempertimbangkan, menilai
dan menentukan siapa dari calon sultan yang akan memimpin di Kesultanan Siak
Sri Indrapura. Dewan Kerajaan mengadakan musyawarah untuk menentukanmasa
depan kerajaan di bawah pemimpin selanjutnya, tentunya dengan pedoman yang
telah ditetapkan dalam undang-undang kerajaan untuk menentukan penerus tahta
selanjutnya di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Dalam menentukan siapa bakal
calon penerus tahta pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura pasca wafatnya
Sultan Syarif Ali. Berdasarkan pertimbangan dan penilaian dimata Dewan
Kerajaan dengan nilai kecerdasan, tingkah laku, kemampuan, kelembutan sikap
(beradab) dan memiliki sifat problem soulving (cepat tanggap) dalam suatu
masalah, maka Dewan Kerajaan memutuskan dan menetapkan Tengku Sayid
Ismail. Beliau adalah seorang putera dari Sayid Muhammad bin Sayid Ahmad
yang merupakan adik dari Sultan Siak ke-VII (Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul
77O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 123-124.
65
Jalil Syaifuddin). Tengku Sayid Ismail dinobatkan oleh Dewan Kerajaan sebagai
Sultan ke-IX dengan gelar Sultan Assaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Saifuddin
(1815-1864 M).
Pada tahun 1864, Sultan Syarif Ismail menghebus nafas terakhirnya di
Koto Tinggi dengan gelar Marhum Indrapura. Setelah turun tahta Sultan Syarif
Ismail maka Dewan Kerajaan kembali mengambil sikap untuk menggantikan
posisi Sultan Syarif Ismail sebagai penerus dinasti kerajaan, Dewan Kerajaan
memilih Tengku Syarif Kesuma bin Sayid Muhammad merupakan sosok yang
layak, karena selama masa pemerintahan Sultan Syarif Ismail menjadi panglima
perang yang hebat, gagah, dan tegas.
Sultan Syarif Ismail yang dinobatkan dengan gelar Sultan Assaidis Syarif
Kasim I (1864-1889 M). Pada masa pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Kasim I,
kolonial Belanda selalu mencari peluang agar dapat menapakkan pengaruhnya dan
menggendelikan sistem pemerintahan di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Bentuk
usaha Belanda ini terlihat ketika akan mengadakan beberapa perjanjian dari awal
pemerintahan hingga akhir di pemerintahan Kesultanan Sia Sri Indrapura.
Adapun wujud perjanjian yang telah dilakukan oleh pihak kolonial Belanda
diantaranya, Perjanjian yang terjadi pada tanggal 1 Desember 1857 M, 1 Februari
1858 M, 26 Juli 1873 M, 25 Oktober 1891 M, inti dari perjanjian tersebut pihak
pemerintahan Hindia-Belanda mengintimidasi Sultan agar daerah taklukkannya
berada di bawah kedaulatan Belanda.78 Dampak dengan adanya perjanjian yang
telah disepakti antara Belanda dengan Kesultanan Siak Sri Indrapura tersebut
78 Arsip Nasional Rapublik Indonesia, Surat-surat Perjanjian Antara Kesultanan Riau
Dengan Pemerintahan V.O.C Dan Hindia-Belanda1784-1909, 1970, hal. 90-221.
66
menjadikan sultan kehilangan kekuatannya, namun Sultan Assaidis Syarif Kasim I
berinisiatif untuk segera mengadakan pertemuan dengan Dewan Kerajaan Datuk
Empat Suku dan membuat terobosan dari sektor ekonomi kerajaan, infrastruktur
dengan merenovasi Istana Kerajaan yang sebelumnya telah didirikan oleh Sultan
Syarif Ismail.
Sultan Assiadis Syarif Kasim I kembali memfokuskan untuk membuat
sebuahmahkota kerajaan79 simbol kejayaan dan kedaulatan yang berbahan dasar
emas yang dilengkapi dengan intan berlian kurang lebih 600 butir dan permata
zambrud, nilam dan delima.80
Dewasa ini The crown of Siak Sultanate Sri Indrapura aslinya terdapat di
Museum Gajah (Nasional) tepat di muka Monumen Nasional (Monas) dan
replikanya di Istana Asserayah Hasyimiyah.81
Pada masa pemerintahannya juga Sultan Assyaidis Syarif Kasim I Abdul
Jalil Syaifuddin mendirikan tempat yang berfungsi sebagai tempat persidangan
perkara (pengadilan negeri) yang bernama Balai Rung Sari. Sultan Assaidis Syarif
Kasim I juga fokus memperbaiki bidang perekonomian dengan meningkatkan
perdagangan impor dan ekspor, selanjutnya Sultan Assaidis Syarif Kasim I
memajukan dibidang pertanian, dengan mengajak rakyatnya untuk bertaniatau
berkebun, seperti membuat kebun karet, kebun lada, kebun merica dan lain-lain.
Pada akhirnya Sultan Assaidis Syarif Kasim I berhasil menjadikan Kesultanan
Siak Sri Indrapura sebagai kerajaan yang mandiri. Meskipun berada di bawah
79 Lihat Lampiran Gambar Mahkota Kesultanan Siak Sri Indrapura. 80 Wawancara Pribadi dengan Pengelola Museum, pada saat Kunjungan ke Museum
Nasional, Jakarta, pada tanggal 22 April 2014. 81 Adila Suwarmo dkk, Siak Sri Indrapura, 2007, Lontar Foundation, Jakarta : Jayakarta
Agung, hal. 113.
67
pengaruh kolonial Belanda, Sultan Assaidis Syarif Kasim I mampu menjalani
pemerintahan selama dua puluh lima tahun. Tepat pada tahun 1889 baginda Sultan
Assaidis Syarif Kasim I Abdul Jalil Syaifuddin wafat, dengan gelar Marhum
Mahkota, dan dikebumikan di Koto Tinggi Siak Sri Indrapura.82
Generasi selanjutnya dilanjutkan oleh seorang putera dari Sultan Syarif
Kasim Abdul Jalil Syaifuddin dari istri yang keduanya bernama Tengku Dalam
(Tengku Long Jiwa) yang memiliki dua orang anak laki-laki, anak pertamanya
Tengku Sulung (Sayid Alwi) dan yang kedua Tengku Ngah (Sayid Hasyim). Pada
saat ayahnya yakni Sultan Syarif Kasim I menjadi sultan, beliau menjadikan
anaknya yang kedua bernama Tengku Ngah (Sayid Hasyim) dari rahim isterinya
yang kedua sebagai panglima perang yang mampu menguasai Selat Melaka dan
bersikap bijaksana terhadap pedagang yang datang ke Siak baik dari China, India,
Belanda bahkan Inggris. Berdasarkan dengan beberapa prestasi Syarif Hasyim
selama menjadi panglima perang maka Dewan Kerajaan Datuk Empat Suku dan
mendapat dukungan dari pihak Pemerintahan Belanda di Batavia tertarik dan
memilih Tengku Ngah (Sayid Hasyim) sebagai penerus dari ayahnya.
Tepat pada tanggal 21 Oktober 1889 M, Syarif Hasyim dilantik sebagai
Sultan Siak ke-XI dengan gelar Sultan Assaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil
Syaifuddin (1889-1908 M). Pada saat pemerintahan inilah sultan bertekad untuk
mensejahterakan rakyat-rakyatnya dengan memfokuskan di sektor perdagangan
dan perekonomian. Sultan Assadis Syarif Hasyim menyerukan kepada rakyatnya
82 Hasbullah, Islam dan Transformasi Kebudayaan Melayu di Kerajaan Siak, 2007, cet. I
Yayasan Pusaka Riau, hal. 64. Lihat juga O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 133-139.
68
agar senantiasa bersinergi dalam membantuprogram sultan dalam memajukan
perekonomian kerajaan dan perekonomian.83
Selain dariprogram sultan yang telah dipaparkan diatas, Sultan Syarif juga
memperbaiki infrastruktur dipemerintahannya dan pada tahun 1889 M, Sultan
Syarif Hasyim mendirikan istana yang dikhususkan untuk isterinya Tengku
Embung. Istana yang dimaksud bernama Istana Peraduan Sultan Syarif Hasyim.
Kemudian mendirikan balai yang bernama Balai Kerapatan Tinggi sebagai ruang
kerja Sultan Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin dan jajaran pemerintahanya
untuk bermusyawarah dalam menentukan kebijakan-kebijakan, berfungsi juga
untuk penobatan sultan serta tempat pelaksanaan persidangan adat baik kasus-
kasus adat ataupun mahkamah syari'ah yang langsung dipimpin oleh sultan.
Sultan Syairf Hasyim juga memperindah Istana Asserayah Hasyimiyah,
sultan menunjuk seorang arsitek dari Perancis dan para pekerja orang-orang
Tionghua di Singapura dan komponen material dari Jerman dan selesai pada tahun
1899 M. Dalam menjalani pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Hasyim dibantu
oleh beberapa menteri kerajaan dan datuk yang diberi kekuasaan untuk memimpin
daerah masing-masing. Adapun nama-nama yang dimaksud adalah:
Datuk M. Tahir Sri Pakerma Raja, Kepala Suku Tanah Datar.
Datuk M. Saleh Sri Berjuangsah, Kepala Suku Lima Puluh.
Datuk H. Mustafa Amar Pahlawan, Datuk. Maharaja Sri Wangsa,
Kepala Suku Kampar.
Datuk Sentol Sri Dewa Raja, Kepala Suku Pesisir.
83 Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, 1976, Pekanbaru, hal. 348.
69
Datuk Mohd. Syekh gelar Datuk. Raja Lela Pahlawan, Kepala Suku
Hamba Raja Dalam, Jaksa Kerapatan Tinggi.
Pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura terbagi 10 Provinsi yang di
kepalai oleh seorang Hakim Polisi, adapun 10 Provinsi tersebut :
Provinsi Negeri Tebing Tinggi, dikepalai oleh Temenggung Muda.
Provinsi Negeri Siak Sri Indrapura, dikepali oleh Tengku Besar.
Provinsi Negeri Merbau, dikepalai oleh Orang Kaya Setia Raja.
Provinsi Negeri Bukit Batu, dikepalai oleh Datuk Laksamana.
Provinsi Negeri Bangko, dikepalai oleh Datuk Dewa Pahlawan.
Provinsi Negeri Tanah Putih, dikepalai oleh Datuk Setia Maharaja.
Provinsi Negeri Kubu, dikepalai oleh Datuk Jaya Perkasa.
Provinsi Negeri Pekanbaru, di kepalai oleh Datuk Syahbandar.
Provinsi Negeri Tapung Kiri, di kepalai oleh Syarif Bendahara.
Provinsi Negeri Tapung Kanan, di kepalai oleh Datuk Bendahara.
Di bentuk juga dua Komisaris Jajahan yakni :
o Tengku Mansyur Putera Mangkubumi Sayid Ahmad (Sayid Hasan)
gelar Tengku Pangeran Waira Negara (commissaris zhbenedin
strom). Menguasai daerah jajahan sebelah Barat Laut.
o Tengku Cik gelar Tengku Pangeran Waira Kesuma (Tengku Kecil
Besar Sayid Mahdar) atau dikenal dengan commissaris zhboupen
strom yang menguasai daerah jajahan sebelah hulu.84
84 Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, hal. 348. Lihat juga O.K Nizami Jamil
dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 149.
70
Selanjutnya Sultan Syarif Hasyim mendirikan sebuah percetakan untuk
memenuhi kebutuhan kerajaan yang terkait administrasi pemerintahan kerajaan,
pada masa Sultan Assaidis Syarif Hasyim ini tejadi kodifikasi di pemerintahan.
Adapun yang dimaksud dengan menyusun undang-undang pemerintahan
sejak 1898-1916 M, dinamakan kodifikasi Baabul Qawa'id dan lebih dikenal
dengan sebutan Baabul al-Qawaid85 yang bermakna pintu segala pegangan.86
Baabul Qawa'id berupa perubahan dan tambahan tentang peraturan-
peraturan pemerintahan sebelum masa Sultan Assaidis Syairf Hasyim, sebagai
pedoman kerajaan, dan juga berisi struktur pemerintahan semasa Sultan Assaidis
Syarif Hasyim berkuasa. Segala peraturan yang telah disusun itu berdasarkan
kontrak politik dengan Belanda yang telah disepakati dan disahkan pada tanggal 1
Desember 1898 M. Menyadari akan kemajuan dan prestasi Sultan Syarif Hayim
85Baabul al Qowa'id ditulis pada periode ketika Kesultanan Siak Sri Indrapura dipimpin oleh sultan yang berketurunan bangsa Arab. Baabul al Qowa'id ini terdiri 22 bab yang dibagi dari 154 pasal. Adapun bab yang pertama mengenai Batas-batas propinsi yang terdiri 10 pasal. Bab yang kedua mengenai Gelar yang berkuasa di Kerapatan Tinggi (Balai Rung Sari), terdiri 10 Pasal. Bab ketiga mengenai perkara yang akan disidang dihadapan Keraparan Tinggi, terdiri dari 9 pasal. Bab yang keempat mengenai perkara yang akan dihadapan Hakim Polisi, terdiri dari 5 pasal. Bab kelima mengenai perkara yang akan dihadapan Hakim Polisi di daerah jajahan, terdiri 7 pasal. Bab keenam mengenai menentukan musyawarah antara Hakim Polisi, terdiri dari 13 pasal. Bab ketujuh mengenai nama Kepala Suku dan suku yang dipegangnya, terdiri dari 18 pasal. Bab kedelapan mengenai kuasa Kepala Suku dalam menyelesaikan perkara, terdiri dari 4 nomor. Bab kesembilan mengenai kuasa Bendahara. Bab kesepuluh mengenai kuasa Qodhi, terdiri atas 13 pasal. Bab kesebelas mengenai kuasa Imam pada 9 provinsi, terdiri 9 pasal. Bab keduabelas mengenai kuasa Kepala Imam jajahan, terdiri 6 pasal. Bab ketigabelas mengenai Ketinggian Sultan atas Hakim Polisi dan Kepala Suku, terdiri atas 4 pasal. Bab keempatbelas mengenai tugas Hakim Polisi Kerajaan dan Propinsi Jajahan, terdiri atas 3 pasal. Bab kelimabelas mengenai Kewajiban Pangeran-pangeran, terdiri atas 3 pasal. Bab keenambelas mengenai Pekerjaan Jaksa, terdiri atas 5 pasal. Bab ketujuhbelas mengenai Pekerjaan Tambahan Beduanda Perkasa, terdiri atas 5 pasal. Bab kedelapanbelas mengenai Kuasa Penghulu Balai, terdiri dari 8 pasal. Bab kesembilanbelas mengenai Aturan Jual-Beli, terdiri dari 4 pasal. Bab keduapuluh mengenai Nama-nama Suku, tidak ada pasal. Bab keduapuluh satu mengenai Aturan Kepala-kepala mengenai apabila mendapat perintah dari Sultan, terdiri 14 pasal. Bab keduapuluh dua mengenai bahagian-bahagian denda dan sapu meja yang dapat dari tempat keadilan yang dilakukan oleh Kerapatan Tinggi dan Hakim Polisi Negeri Siak dan Hakim Polisi Jajahan, terdiri dari 6 pasal. Pada bagian akhir terdapat penutup dengan beberapa cap, diantaranya Cap Sultan Siak Sri Indrapura, Cap Residen Vasthust Sumatera, Cap Datuk Laksemana, Cap Datuk Kampar, Cap Datuk Pesisir, Cap Datuk Lima Puluh, dan Cap Datuk Tanah Datar. (O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, cet.2, Lembaga Adat Melayu Kab. Siak, CV. Sukabina Pekanbaru, 2011, hal. 148..).
86 Amir Luthfi, 1983, hal. 25-26.
71
selama menjabat sebagai pemimpin kerajaan maka Sultan Syarif Hasyim segera
memikirkan masa depan kerajaan ketikabeliau wafat, maka Sultan Syarif Hasyim
menentukan balon (bakal calon) untuk menggantikan dirinya nanti.87
Masa kejayaan Kesultanan Siak Sri Indrapura terjadi pada pemerintahan
Sultan Assaidis Syarif Hasyim, namun kejayaan ini terlalu singkat, meskipun
singkat telah terasa perubahan yang signifikan. Pada 1908 M, Sultan Assaidis
Syarif Hasyim bersama beberapa orang besar kerajaan untuk melakukan
perjalanan ke Negeri Singapura dengan maksud untuk mencari pengalaman dan
memperdalam hubungan dibidang ekonomi khususnya sektor perdangangan
dengan para pengusaha asing diantaranya dari Belanda, Inggris, dan Cina. Namun
dalam perjalanan itu, tepatnya pada tanggal 2 April 1908 M, Sultan Assaidis
Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin mangkat di Singapura dan dimakamkan di
Kota Tinggi Siak Sri Indrapura dengan gelar Marhum Baginda.88
Roda pemerintahan dilanjutkan oleh Tengku Sulung Sayid Kasim adalah
anak dari Sultan Siak ke-XI yakni Sultan Assaidis Sayid Hasyim Abdul Jalil
Syaifuddin dan ibunda tercinta yang bernama Tengku Yuk Syarifah Aminah binti
Tengku Musa Sayid Said, Tengku Yuk ini merupakan permaisuri dan istri kedua
Sultan Sayid Hasyim sedangakan istri pertamanya bernama Encik Rafi'ah binti
Datuk (perempuan bukan dari ketururan bangsawan) Muhammad Saleh (seorang
Datuk Orang Besar Kerajaan Siak) dan melahirkan seorang anak lelaki yang
bernama Tengku Long Putih Sayid Muhammad, adapun saudara dari Tengku
Sulung ini mengahabiskan waktunya di Singgapura kerena memiliki kesibukan di
87O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 152. 88O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 150-151.
72
sektor perdagangan.89 Latar belakang pendidikan seorang Tengku Sulung Sayid
Kasim banyak mempelajari ilmu agama Islam di Siak, hingga pada tahun 1904 M,
Tengku Sayid Kasim beranjak ke Batavia untuk mendalami pendidikannya yang
dibimbing oleh seorang ulama besar dari keturunan Arab yang bernama Sayid
Husein al-Aidit. Tengku Sulung Sayid Kasim sangat gemar belajar tentang ilmu
hukum dan ketatanegaraan, maka dipilihnya seorang guru yang bernama Snouck
Hurgronje yang berasal dari Belanda. Sikap ini dilakukan oleh pihak Belanda,
agar Tengku Sulung dapat diperalat dan dijadikan kaki tangan pemerintahan
Belanda, akan tetapi maksud tersebut tidak dapat menjadi kenyataan.90
Pada tahun 1908 M, ayah dari Tengku Sulung Sayid Kasim menghembus
nafas terakhir, kemudian roda pemerintahan diserahkan kepada anaknya yakni
Tengku Sayid Kasim yang masih belia. Tengku Sulung Sayid Kasim lebih fokus
untuk menuntut ilmu di Batavia, maka untuk sementara waktu pemerintahan
dipimpin oleh regent (wakil sultan) yang terdiri dari dua regent sebagai menteri
Datuk Sri Bejuang Syah (Datuk Lima Puluh) dan Tengku Besar Sayid Sagaf
sebagai Hakim Polisi adalah kepala pemerintahan tinggat propinsi (sepupu dari
Tengku Sayid Kasim) di Propinsi Siak Sri Indrapura.91 Pada tahun1912 M,
Tengku Sulung Sayid Kasim menikahi Tengku Syarifah Latifah (Tengku Bih) dan
medapatkan gelar Tengku Agung.92 Tengku Agung adalah seorang puteri dari
Tengku Embung Djaya Setia dari Langkat. Singkat kisah, Tengku Sulung Sayid
Kasim beranjak dewasa berusia 23 tahun, yang telah digadang-gadangkan untuk
89O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 154-155. 90 Tenas Effendy dan Nahar Effendy, Lintasan Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura,
1972, Pekanbaru: BPKD Riau, hal. 44-47. 91Mukhtar Lutfi, Sejarah Riau,hal. 348. 92Lihat Lampiran Gambar Pernikahan Sultan Syarif Kasim II dengan Syarifah Latifah
binti Tengku Embong gelar Tengku Agung.
73
menjadi sultan di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Tengku Sulung Sayid Kasim
dinobatkan pada tanggal 3 Maret 1915 M, sebagai Sultan Siak ke-XII dengan
gelar Sultan Sayid Syarif Kasim Tsani Abdul Jalil Syaifuddin dan istrinya diberi
gelar Tengku Agung. Pasca menjadi pemimpin Sultan Syarif Kasim II sangatlah
paham akan statusnya sebagai sultan hanya menjabat sebagai khalifatullah atau
jabatan sultan sebagai bayangan Allah SWT dipermukaan bumi ini.93 Sultan
Assaidis Syarif Kasim Tsani Abdul Jalil Syaifuddin sosok yang sangat kental
nilai-nilai ke-Islamannya.94 Dalam menjalani roda pemerintahan Sultan Assaidis
Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin awalnya masih sama seperti masa
pemerintahan ayahnya tercinta, namun perlahan mengalami perubahan sedikit
pada struktur dan tugas-tugasnya dari yang telah ditentukan di dalam Baabul
Qawa'id.
Berikut struktur pemerintahan yang baru pada era Sultan Assaidis Syarif
Kasim Abdul Jalil Syaifuddin.95
93Amir Lutfi, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915-
1945, hal. 266. 94O.K Nizami Jamil, Dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 156. 95Amir Lutfi, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915-
1945, hal.28.
SULTAN*
DEWAN KERAJAAN*
HAKIM KERAPATAN TINGGI* -Ketua Sultan Anggota : -Datuk Empat Suku -Qhadi Negeri -Controleur Siak Sri Indrapura (perwakilan dari Gubernur Belanda).
HAKIM SYARI'AH*
HAKIM POLISI*
HAKIM KEPALA SUKU* Kepala Suku (Hinduk)
74
Keterangan:
* Sultan adalah pucuk pemerintahan di Kesultanan Siak Sri Indrapura.
* Dewan Kerajaan sebagai asisten Sultan dalam menjalankan tugasnya untuk
membuat undang-undang dan peraturan.
* Hakim Kerapatan Tinggi mempunyai tugas penting dalam menyelesaikan
perkara-perkara kerajaan atau rakyat di daerah kedaultan Kesultanan Siak
Sri Indrapura. Badan pengadilan umum ini memiliki susunan pengurus;
Hakim Kerapatan Tinggi ini langsung diketuai oleh Sultan, dan anggota
terdiri dari para Datuk Kerajaan dan para pembesar kerajaan, seperti Datuk
Empat Suku, Qhadi Negeri, dan Controleur Siak sebagai perwakilan dari
Gubernur Belanda yang selalu dihadirkan setiap persidangan.
* Hakim Polisi adalah kepala pemerintahan di dalam pemerintahan namun di
tingkatan provinsi, secara fungsi Hakim Polisi ini sebagai wakil Sultan.
Hakim Polisi ini berjumlah yang sama pada era Sultan Assaidis Syarif
Hasyim yang terbagai dari 10 provinsi namun pada era Sultan Assaidis
Syarif Kasim memilik perbedaan terletak pada Provinsi Tanah Putih di
tiadakan dan perbedaan itu tidak terlalu signifikan, adapun yang dimaksud
sebagai berikut :
- Provinsi Siak bergelar Tengku Besar.
- Provinsi Tebing Tinggi bergelar Tengku Temenggung Muar
Muda.
- Provinsi Merbau bergelar Orang Kaya Setia Indra.
- Provinsi Bukit Batu bergelar Datuk Laksemana Setiadiraja.
- Provinsi Bangko bergelar Datuk Dewa Pahlawan.
- Provinsi Kubu bergelar Datuk Jaya Perkasa.
- Provinsi Pekanbaru bergelar Datuk Syahbandar.
75
- Provinsi Tapung Kiri bergelar Syarif Bendahara.
- Provinsi Tapung Kanan bergelar Datuk Bendahara.
- Komisaris Negara terdiri II (dua) : Pangeran Wira Negara dan
Pangeran Wira Kesuma.
* Hakim Syari'ah badan ini terbentuk karena di Kesultanan Siak Sri Indrapura
mempunyai 10 provinsi maka harus di posisikan seorang Hakim Syari'ah.
Hakim Syari'ah yang berkedudukan di Negeri Siak Sri Indrapura bergelar
Qadhi yang tugasnya mengenai permasalahan sosial seperti, harta pusaka-
hak waris dan masalah hukum adat dan agama. Hakim Syari'ah di provinsi
lainnya bergelar Imam Jajahan. Meskipun terbagi seperti itu namun
keduanya saling bersinergi dalam menjalankan tugas.
* Hakim Kepala Suku, badan pemerintahan ini menurut hirarki kekuasaan di
Kesultanan Siak Sri Indrapura berada paling bawah posisinya di struktur.
Hakim Kepala Suku (Hinduk) ini berjumalah 211 Suku (Hinduk) dari 10
provinsi. Tugas utamanya adalah melaksanakan tugas-tugas pemerintahan,
mengurusi dan mengatur kehidupan masyarakat dari sisi agama, budaya,
adat istiadat yang taat kepada keputusan kerajaan dan perintah Sultan.
Secara struktural Hakim Kepala Suku ini harus patuh kepada Hakim Polisi
karena sebagai wakil sultan di setiap provinsinya.
Setelah membentuk sistem pemerintahan dengan sangat baik, kemudian
Sultan Assadis Syarif Kasim juga memfokuskan dibidang pendidikan. Untuk
tahap awal Sultan Assaidis Syarif Kasim membentuk beberapa sarana pendidikan
baik yang formal, informal dan nonformal. Dalam pengembangan pendidikan di
pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura. Berikut bidang pendidikan formal
yang telah berdiri di Siak sejak masa pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Hasyim
76
yang bernama Volkschool (sekolah tingkat dasar dengan masa pendidikan tiga
tahun dengan materi pembelajaran diantaranya, membaca, menulis dan
berhitung).96 Sekolah ini merupakan tempat pendidikan formal satu-satunya,
kemudian Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin bertekad untuk
terus mendirikan sarana pendidikan agar rakyat-rakyatnya tidak asing terhadap
dunia pendidikan. Sarana pendidikan formal yang didirikan oleh Sultan Assaidis
Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin yaitu HIS (Hollandsh Inlandsche School).97
Pada tahun 1917 M, Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jali Syaifuddin
juga mendirikan sebuah sekolah yang kental dengan unsur Islam yang bernama
Madrasah Taufiqiyyah al Hasyimiyyah sekolah ini pada dasarnya setingkat
dengan Ibtidaiyah (SD), Tsanawiyyah (SMP) dan Aliyah (SMA). Dalam kegiatan
belajar dan mengajar disekolah ini berjalan pada sora hari yang didalamnya
diajarkan pengetahuan agama Islam dan nilai-nilai ke-Islaman. Bagi sang Sultan
agar anak-anak di sekolah Volkschool dan HIS dapat belajar pagi hari dengan
mendapatkan pengetahuan umum kemudian dilanjutkan sora harinya belajar
tentang pengetahuan agama Islam. Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil
Syaifuddin juga tidak melupakan kaum perempuan, karena Sultan ingin
menjadikan kaum perempuannya menjadi kaum yang berintelektual tinggi.
Adapun sekolah yang dimaksud adalah Latifah School yang berasal dari nama
96 Sartono Kartodirdjo, Sejarah Nasional Indonesia jilid III, Jakarta : Balai Pustaka, cet
ke-V, 1984, hal. 122. 97 Pengertian HIS (Hollandsch Indlandsche School) adalah sebuah tempat pendidikan
formal pada kurikulimnya di sekolah ini kental dengan pengaruh Belanda, karena sekolah ini bahasa pengantarnya dengan berhasa Belanda dan sebagain besar pengajarnya dari orang-orang Belanda. Sekolah ini juga berada di lingkungan militer Belanda, tujuan dari semua ini tentunya bangsa Belanda tidak ingin memberlakukan sistem pendidikan yang menjurus nasional. Tidak semua orang bisa belajar di sekolah ini, hanya anak-anak golongan bangsawan dan para pegawai pemerintahan Belanda yang memiliki gaji f. 100,00 saja yang berhak duduk di sekolah ini. (Tenas Effendi, Lintasan Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura, Pekanbaru : Badan Pembina Kesenian Daerah Provinsi Riau, 1973, hal. 51).
77
permaisyuri tercintanya yang telah wafat bernama Tengku Syarifah Latifah.
Sekolah ini didirikan pada tahun 1926 M, dan setara dengan Volkschool. Pada
tahun 1929 M, juga didirikan sekolah khusus kaum perempuan dengan materi
belajar yang sangat kental dengan nilai-nilai Islam.
Sekolah ini bernama Madrasah an-Nisa, dan guru-gurunya berasal dari
Sumatera Barat, ada juga yang berasal dari Universiatas al Azhar, Kairo.98 Semua
sikap yang dilakukan oleh sultan semata demi menjadikan rakyat-rakyatnya lebih
baik dan kaya akan ilmu pengetahuan meskipun kita miskin harta karena berada di
bawah tekanan penjajah, namun merdeka dalam pengetahuan. Menurut Sultan
Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin pendidikan unsur terpenting menuju
perkembangan dalam kehidupan yang nantinya akan terbentuk jiwa nasionalisme
dan patriot nasionalis yang kental dengan unsur Islam.
Pada tahun 1964 M, kondisi kesehatan Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul
Jalil Syaifuddin menurun dan sempatdilarikan ke rumah sakit Cartex Rumbai di
Pekanbaru. Namun apa daya pada tahun 1967 M, Sultan Assaidis Syarif Kasim
Abdul Jalil Syaifuddin mulai melemah dan kurus karena sakit, dan akhirnya pada
23 April 1968, Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin mangkat di
rumah sakit Caltex Rumbai Pekanbaru.
98 Asmuni Marleilly, Pendidikan Sebagai Faktor Dinamisme Sosial di Daerah Riau Pada
Awal Abad XX, Seminar Sejarah Lokal Pendidikan Sebagai Faktor Dinamisme Sosial, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah, hal. 70-85. Lihat Juga Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, 1976, Pekanbaru, hal. 348-349.
78
B. Pengaruh Agama Islam
Kebudayaan Melayu yang telah diterima dikalangan masyarakat Melayu
dan menjadi tumbuh atau berkembang dengan kekuatan agama Islam yang telah
merobohkan kerajaan-kerajaan yang bernaung di bawah agama Hindu-Budha dan
dapat mengusai perdagangan internasional. Jauh sebelum hadirnya Islam di tanah
Melayu, khususnya di Kesultanan Siak Sri Indrapura, keberadaan Islam yang
mulai memasuki tanah Melayu yang dihadapkan langsung dengan tata nilai orang-
orang Melayu. Tata nilai orang-orang Melayu yang dimaksud adalah mengenai
kepercayaan nenek moyang yang sangat kental yakni, Animisme dan Dinamisme.
Kedua pemahaman ini merupakan tantangan suatu agama dengan adat dan tradisi
orang-orang Melayu yang sudah berkembang. Setelah hadirnya agama Islam di
masyarakat Melayu, khususnya di Siak memulai lembaran baru dengan didasari
rasionalisme dan intelektualisme untuk merekonstruksi pandangan masyarakat
dari pemahaman lama (nenek moyang) menuju pemahaman baru, tentunya yang
bernafaskan Islam. Mengenai perkembangan agama Islam dapat terlihat pada
masa pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin (1784-
1810M), meskipun tidak ada legalitas secara tertulis yang menyatakan bahwa
Islam dijadikan sebagai agama resmi di Siak. Hal ini bisa terjadi kerena
KesultananSiak Sri Indrapuraberada di bawah kekuasaan Kesultanan Johor yang
lebih awal memeluk agama Islam, berbagai pengaruhnya terlihat pada Kesultanan
Siak Sri Indrapura, dan secara otomatis perlahan menerapkan ajaran-ajaran sesuai
dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu agama Islam terus berkembang di Siak.
Terlebih pada 1784, tepatnya pada masa Sultan Siak ke-VII, yakni Sultan
Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Saifuddin dimana beliau adalah keturunan Arab,
79
sejak itulah sultan-sultan di Kesultanan Siak Sri Indrapura diberi gelar Assaidis
Syarif yang merupakan tanda yang kental yang menyatakan dari keturunan
Arabyang hadir di tengah-tengah pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura
yakni Syarif Usman Syahabuddin, beliau adalah seorang Panglima Perang ketika
masa Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah pada 1766-1780 M.Pada periode ini
terjadi suatu keunikan, dari keunikan tersebut adalah, dari duabelas sultan yang
pernah berkuasa di pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura, pada tahun 1723-
1784 M, tepatnya pada masa Sultan Siak ke-I sampai Sultan Siak ke-VII berasal
dari keturunan orang Melayu-Johor dan dari Sultan Siak VII hingga Sultan Siak
XII adalah keturanan yang berasal dari Arab yang memiliki gelar Sayid dan
Syarif.99
Bukti lain yang menunjukkan besarnya pengaruh Islam tercermin dalam
permasalahan yang terjadi di pemerintahan harus di selesaikan berdasarkan syariat
Islam, seperti masalah pernikahan, talak, rujuk, warisan dan hal-hal lainnya. Pada
sistem pemerintahan juga sangat kental akan pengaruh agama Islam, seperti dalam
menjalankan pemerintahan sang sultan dibantu oleh pegawainya yang terdiri dari 99Sayid dan Syarif adalah gelar kebangsaan dari keturunan sultan-sultan Siak di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Adapun sebenarnya gelar Sayid berasal dari Hadramaut dan gelar Syarif berasal dari keturunan Saidina Husen. Gelar ini mulai ada di Siak sejak berkuasanya Sultan Siak VII yang berasal dari keturanan Arab. Gelar kebangsaan ini sangat besar pengaruhnya dalam perkawinan, cara berbicara, berpakaian dan lain-lain. Terutama perkawinan dapat menentukan gelar kebangsaannya. Dalam gelar kebangsaan terdapat lima golongan, yaitu :
Golongan Tengku Sayid (Sultan), Sayid, atau Syarif, dan Syarifah (galar untuk perempuan). Syarifah hanya boleh kawin dengan golongan yang sederajat dengannya, sedangkan Tengku atau Sayid boleh nikah dengan siapa saja.
Golongan Tengku Sayid dengan rakyat biasa, maka anaknya bergelar Tengku, Wan (keturunan Temenggung, Bendahara, hasil dari perkawinan sayid atau syarif dengan rakyat biasa).
Golongan Datuk (gelar yang pemberian sultan, dan tidak diturunkan pada anak-anaknya). Golongan Encik (hasil dari perkawinan dari keturunan orang baik-baik dan terhormat
dengan keturunan DatukEmpat Suku, dan golongan kedua dengan rakyat biasa). Golongan Rakyat Biasa (perkawinan encik dan rakyat (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Op. Cit. Hal. 108).
80
imam dan khatib, sedangkan untuk tingkat kepenghuluan dan kebatinan dibantu
oleh penghulu dan batin dalam bidang keagamaan.
Kemudian agamaIslam berkembang dibidang kesenian dan kebudayaan
yang telah ada sebelum masuknya Islamdi Kesultanan Siak Sri Indrapura, seperti
adanya tarian zapin, ada juga tapung tawar. Karena keduanya itu tidak dapat
dilepaskan dari keseharian masyarakat, maka dari itu Islam bisa diterima dan
disambut baik oleh masyarakat Siak. Dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri
Indrapura terdapat faham modernisasi, faham ini mendapat pengaruh dari Wahabi
yang berasa dari Makkah yang dibawa oleh golongan salaf, selain itu faham ini
dipelopori oleh kaum bangsawan yang ikut sebagai anggota Rusydiah Club (kaum
cerdik dan pandai yang membahas dan mempunyai masalah dalam pemerintahan,
agama, sastra dan ilmu pengetahuan.
Paham modernisasi (pembaharuan) mulai masuk dari aspek pendidikan,
dengan berdirinya beberapa lembaga yang bercorak Islam Modern ataupun
madrasah, sepertiMadrasah Taufiqiyah al-Hasyimiyyah yang berdiri dari tahun
1917-1942 M, dan Madrasah Al-Nisa yang berdiri dari tahun 1929-1942 M.
Begitupula adanya ajaran Muhammadiyah yang ajarannya sejalan dengan gerakan
padri yang dapat dengan mudah masuk dan diterima masyarakat Siak. Aliran
Muhammadiyah atau sering dikenal gerakan kaum muda, aliran ini berkembang
pesat di daerah Bengkalis.
Sultan Syarif Kasim II berupaya untuk menyebarkan agama Islam dengan
mengembangkan, serta mengatur masyarakat agar selalu berpedoman pada hukum
Islam, namun tidak merusak hukum adat yang sudah berlaku. Baginya antara
81
hukum adat dan hukum Islam tidak ada pertentangan, bahkan keduanya memiliki
peran untuk mengatur masyarakat di Siak.100
Pengaruh Islam juga tampak dari lambang Kesultanan Siak Sri Indrapurayang
diberi nama Muhammad Bertangkup.101
Pembahasan mengenai pengaruh Islam di Kesultanan Siak Sri Indrapura,
terlihat jugadari aspek sosial-ekonomi yang terjadi dikalangan masyarakat Siak.
Beriring dengan masuknya agama Islam di Kesultanan Siak Sri Indrapura
sejak masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah hingga pada masasultan
terakhirAssaidis Syarif Sultan Sayid Syarif Kasim Tsani Abdul Jalil Syaifuddin
1915-1946 M. Pengaruh agama Islam terlihat ketika segala kebijakan yang
diberlakukan selama menjalani roda pemerintahan tetap berada dalam koridor
nilai-nilai ke-Islaman.
Menurut pandangan penulis hal ini terlihat pada aspek sosial, sejak ajaran
Islam sebagai landasan, maka dari itu sangatlah mempengaruhi segala apapundi
dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura, diantaranya terdapat pada sisi
garis keturunan yang bersifat parental, sistem kekerabatan dalam keluarga yang
bersifat atau berhubungan dengan orang tua (ayah-ibu) sebagai pusat kekuasaan,
artinya kedudukan serta tanggungjawab ibu dan ayah harus sama terhadap
anaknya. Adapun sistem garis keturunan ini berlaku diwilayah Kepulauan Riau,
Bengkalis, Rokan, Pelalawan, Indragiri, Kuantan dan Siak.
100Barzanji adalah beberapa kumpulan doa yang dibacanya mengguanakan irama, yang
berisi mengenai puji-pujian terhadap Nabi Muhammad SAW dan terdapat riwayat sang Nabi dan para sahabat-sahabatnya. Dan pembacaan Barzanzi ini dilakukan pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, dan 44 hari keliharan anak adam sambil memberi nama dan akekahan, pada khitanan pada anak laki-laki, dan pada pernikahan di rumah mempelai wanita. (departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Adat Istiadat Daerah Riau, 1977, hal. 100-101 dan 104).
101 Lihat Lampiran gambar lambang Kesultanan Siak
82
Mengenai pengaruh agama Islam di Kesultanan Siak Sri Indrapura sangat
kentaldalam beribadah terdapat kewajiban yang bertempat tinggal di sekitar area
masjid, bagi kaum laki-laki maka wajibatasnya untuk melaksanakan shalat Jum'at
dan menyejahterakan masjid, bagi masyarakat Melayu, karena hari jum'at adalah
hari yang sangat istimewa istilah arabnya "Syaiyidul ayyam" (rajanya hari-hari).
Setiap hari jum'at masyarakat Melayu menyadari bahwa hari ini adalah hari yang
sangat singkat untuk bekerja maka haruslah memperbanyak dengan kegiatan
ibadah. Apabila terjadi pelanggaran, maka hukuman siap diberikan bagi siapun
yang melanggar berupa hukuman keras (mars).102
Pengaruh agama Islam juga terlihat pada pengaturan hak waris yang sesuai
dengan ajaran hak waris dalam Islam (faraidh), seperti harta yang diwarisi dari
garis keturunan ibu "harta pusaka" tetap berlaki sebagaimana adanya. Pada harta
kekayaan bersama selama perkawinan dibagi menurut ajaran Islam, seperti kasus
perceraian atau ditinggalkan suami (meninggal dunia) dan semasa perkawinan
keduanya telah mendirikan rumah maka hak rumah tersebut teruntuk istri. Dalam
hal ini telah disepakati oleh sang sultan dan para Mufti atau Qadhi bahwasanya
ketika terdapat pasangan suami istri dan bercerai atau suami yang meninggalkan
istri untuk selamanya (meninggal dunia), dan telah memiliki rumah maka rumah
tersebut menjadi hak istri sepenuhnya, selain itu harta-harta yang lain dibagikan
sesuai dengan ajaran hak waris dalam Islam (faraidh). Adapun poin penting yang
harus diperhatikan bahwa dalam melakukan kebijakan diatas ada ketentuan-
ketentuan sebelum mengambil keputusan menurut ajaran hak waris dalam Islam
102 Hasbullah, Islam dan Transformasi Kebudayaan Melayu di Kerajaan Siak, hal.121-
122, lihat juga O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siz
83
(faraidh) yaitu, dengan membagi dua harta antara harta suami dan istri, jika harta
bersama (gono-gini), namun jika harta tersebut hasil dari kerja sama suami dan
istri atau harta bawaan istri maka tidak dibagi dan sepenuhnya bagian istri.
Kebijakan ini disepakati atas pertimbangan Sultan ingin melindungi kaum
perempuan agar terhindar dari kaum laki-laki yang tidak bertanggung jawab dan
ingin memainkan perempuan. Sungguh bijaksananya sang sultan yang selalu
memperhatikan rakyat-rakyatnya mengenai kebijakan hak waris di Kesultanan
Siak Sri Indrapura. Disamping masalah perkawinan, hal lainnya yang diterangkan
secara rinci didalam al-Qur’an adalah masalah kewarisan yang terdapat dalam
Surat an-Nisa : ayat 11-12 dan 176, tetapi sebelumnya, pada ayat ketujuh lebih
dahulu dikemukakan satu prinsip pokok dalam pembagian warisan dari harta
peninggalan kedua orang tua dan karib kerabat mereka masing-masing, yaitu:
"Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa
dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut
bahagian yang telah ditetapkan."
Pengaruh agama Islam juga dapat terlihat dalam bidang ekonomi yakni
Sultan mewajibkan rakyat dan dirinya untuk tunaikan zakat fitrah atau zakat mal
(harta), seperti orang yang berada di hulu sungai setelah terkumpul zakat fitrahnya
maka langsung disalurkan imam, dan dibagian hilir di serahkan kepada khatib,
adapun zakat mal (harta) dengan ketentuan bagi para petani padi mengeluarkan
zakat mal dari hasil panennya sebesar 10% jika telah mencapai nisab (hitungan)
adapun zakat mal berupa emas maka pembayaran zakat nya harus dengan uang.
84
Pengaruh agama Islam juga berfungsi untuk meluruskan kepercayaan
ataupun adat istiadat lama yang masih bertentangan dengan ajaran Islam harus
diluruskan kembali sesuai pedoman pada al-Qur'an dan Hadist.
Seperti pepatah Melayu yang berbunyi :
Yang bengkok diluruskan
Yang sesat dibetulkan
Yang menyalah diperbaiki
Pada hakikatnya masyarakat Melayu, khususnya selama pemerintahan
Kesultanan Siak Sri Indrapura hingga saat ini, hadirnya agama Islam ditengah-
tengah masyarakat Siak sebagai pelita kehidupan dengan ajaran-ajaran yang
terkandung dalam ajaran Islam dan berfungsi sebagai tolak ukur dari kepercayaan
(adat istiadat) lama yang terdapat dalam kebudayaan Melayu Siak ke adat istiadat
yang sesuai dengan nafas-nafas Islam.103
103 Hasbullah, Islam dan Transformasi Kebudayaan Melayu di Kerajaan Siak, hal.118.
85
BAB IV
PERLAWANAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA TERHADAP
KOLONIALISME
A. Awal Mula Kedatangan Kolonialisme
Membahas kolonialisme tentu berkaitan dengan masalah kedatangan
bangsa asing dari negara-negara barat (Eropa) ke timur, khususnya Indonesia.
Kedatangan bangsa asing atau orang barat ini tidak lepas juga dari masalah
polarisasi antara dua pola kekuatan, tradisi, budayam bahasa antara Barat dan
Timur (Eropa dan Asia). Peristiwa mengenai kedatangan bangsa asing ini juga
bisa dikatakan bentrokan, kenapa bisa dikatakan bentrokan karena telah berulang
kali terjadi bagaikan mata rantai yang terus menyambung.
Diawali ketika masa kekhalifahan Islam, pada saat itu peradaban Islam
dan kekuasaan Islam yang saat itu sangatlah kuat dan besar dari Pantai Utara
Afrika hingga Semenanjung Liberia. Kekuatan dan keuasaan Islam yang kuat dan
besar itu daerah barat (Eropa) seperti Spanyol, Portugis, bagian Selatan Benua
Eropa berada di bawah kejayaan Islam. Selama 700 tahun Kekuasaan Islam
berkuasa di Eropa Selatan. Pada tahun 1453 M, kekuasaan Islam bertambah besar
di bawah kekuasaan Sultan Salim dinasti Turki Osmani yang berhasil
melumpuhkan kota Constatinopel dari bangsa Romawi Timur dan terus meluas
hingga perbatasan kota Wina (Istambul). Akibat dari peristiwa ini berdampak
buruk bagi bangsa Barat karena, kondisi Laut Tengah sebagai akses utama lalu
lintas dan aktivitas perdagangan antara Timur dan Barat telah di kuasai orang-
orang Islam Turki, sehingga menyulitkan bangsa Barat untuk melakukan aktivitas
86
perdagangan. Setelah berhasil menguasai beberapa daerah, orang-orang barat,
kaum nasrani menyingkir ke Eropa Utara.
Para bangsa barat itu berupaya melakukan serangan untuk merobohkan
kejayaan Islam, dengan serangan senjata yang dilontarkan kepada kaum Islam
oleh orang-orang nasrani yang terus berkelanjutan. Hingga perang Salib terjadi,
perlahan kekuatan Islam melemah dan bangsa Portugis dan Spanyol berhasil
merebut daerahnya dari tangan kekhalifahan Islam.104
Menyambung pada pembahasan mengenai kedatangan bangsa asing di
Tanah Melayu, khususnya di daerah Siak, bahwasannya terdapat pengaruh besar
para kolonialis yang berasal dari Eropa, yakni Portugis, Belanda, Inggris dan
Jepang.
Keempat bangsa asing ini telah menapaktilas di daerah kekuasaan
Kesultanan Melaka (Selat Melaka), Kesultanan Johor (Riau dan Kepulauan Riau),
dan Kesultanan Siak Sri Indrapura (Siak). Semua bangsa asing ini mereka
memilik hasrat untuk mengeksploitasi Selat Melaka yang sangat kaya akan
sumber daya alamnya. Sisi lain Selat Melaka juga sebagai pusat perdagangan dan
pusat kekuasaan Islam Nusantara.
1. Kedatangan Bangsa Portugis
Kedatangan bangsa Portugis mulai datang dan masuk di Selat Melaka di
bawah komando Admiral Alfonso d'Albourqueque segera menuju Melaka dan
melakukan serangan pada tahun 1509-1510 M, namun percobaan itu belum
berhasil karena masih kuatnya armada Islam di Selat Melaka. Pada 1511 M,
104 Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, hal. 178-180.
87
bangsa Portugis berhasil menguasai Melaka.105 Melihat situasi ini Sultan Melaka
tidak tinggal diam dengan melawan Portugis yang telah mengacak-acak daerah
kekuasaannya. Dengan memindahkan pusat kerajaan ke Bintan, terus sampai ke
Pantai Timur Sumatera seperti Kampar, Mempura dan lainnya. Bangsa Portugis
terus menyelusuri daerah sekitar Melaka dan mendesak kerajaan-kerajaan yang
berada di bawah kekuasaan Kesultanan Melaka dengan ancaman agar semua hasil
bumi dijual kepadanya.Sultan Mahmud Syah geram melihat kelakuan Portugis,
kemudian Sultan memblokade dan mengusir Portugis. Sekian lamanya bangsa
Portugis menguasai Selat Melaka dan sekitarnya, yakni berkisar130 tahun (1511-
1641 M), namun mereka tidak dapat menguasai daerah-daerah Kemaharajaan
Melayu.
2. Kedatangan Bangsa Belanda
Sebelum membahas mengenai kedatangan bangsa Belanda, terlebih dahulu
harus mengetahui organisasi yang menaungi Belanda dalam melakukan monopoli
perdagangan yakni VOC di Nusantara. Dari semua perserikatan dagang sejak abad
ke-XVII dan ke-XVIII, hanya Perserikatan Dagang Hindia Timur (VOC) yang
berdiri dan telah terbentuk sejak tahun 1602 M. Perserikatan Dagang Hindia
Timur (VOC) atau Organisasi ini berhasil menyingkirkan kekuatan dari Portugis
yang telah menguasai perdagangan di Asia-Eropa, VOC juga memiliki rival yang
kuat dari London telah berdiri sejak tahun 1600 M, yakni East India Company
(EIC). EIC ini berhasil menjadi rival yang berat bagi VOC pada akhir abad ke-
XVII, dan berhasil menguasai dibeberapa bidang. Pada tahun 1800 M,organisasi
dagang (VOC) tetap menjadi organisasi dagang terbesar diantara perusahaan-
105 Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, hal. 182.
88
perusahaan dagang yang beroperasi diAsia.106 Kota Batavia menjadi residensi
Hogere Regering (sebutan gubernur jenderal bersama Raad van Indie), dan
merupakan pusat administratif dan titik temu dari berbagai jalur pelayaran
kompeni.107 Pada 1637 M, Belanda menawarkan perjanjian kepada Kemaharajaan
Melayu, yakni Kesultanan Johor-Riau untuk bergabung dalam satu kekuatan
dalam mengusir Portugis dari Melaka, dari gabungan dua kekuatan itulah Belanda
dan Kemaharajaan Melayu akhirnya pada tahun 1642 M, bangsa Portugis behasil
dilumpuhkan dan diusir dari Melaka.
Setelah keduanya berhasil melumpuhkan Portugis, hubungan keduanya
berlanjut hingga kedalam kontrak (perjanjian) dan setelah dirinya pantas berkuasa
di Melaka maka terwujud sikap arogansi kolonial Belanda dengan mendirikan
benteng-benteng yang dilengkapi dari berbagai jenis senjata.Kolonial Belanda
perlahan mengintimidasi beberapa kesultanan yang berada di sekitar Selat Melaka
terutama di wilayah Riau dengan membuat beberapa perjanjian dengan sultan-
sultan yang nantinya akan berdampak baik bagi Belanda dan berdampak buruk
bagi para sultan. Adapun dalam setiap perjanjian yang dibuat dan harus ditaati itu
terbagi menjadi dua golongan, pertama perjanjian pendek (Korte Verklaring), dan
kedua perjanjian panjang (Lange Contract).108 Perjanjian yang dimaksud terjadi
pada tahun 1689 M, yang nantinya merupakan awal dari pengaruh Belanda untuk
memonopoli perdagangan di Melaka dan sekitarnya. Pengaruh Belanda tertanam
106 Arsip Nasional Republik Indonesia, The Archives of the Dutch East India Company
(VOC) and the Local Institutions in Batavia (Jakarta), 2007, Leiden-Boston, hal. 28. J.R. Bruijn, F.S. Gaastra, dan I Schoffer, eds., Dutch Asiatic Shipping in the 17 en 18 Centuries, dan Rijks Geschiedkundige Publicatien, Grote Serie (3 Jilid; Den Haag 1979 dan 1987) khususnya jilid II dan III, hal. 165-176.
107 Arsip Nasional Republik Indonesia, The Archives of the Dutch East India Company (VOC) and the Local Institutions in Batavia (Jakarta), Brill, Leiden Boston, 2007, hal. 40.
108 Tim Penulisan Universitas Riau,Sejarah Riau, hal 184.
89
sejak perjanjian yang mengikat yang berada di Riau, perjanjian ini dinamakan
"Tractaat van altoos durende, getrouwe Vriend en Bondgenootschap" teraktat ini
terdiri dari 26 pasal, pada bagian pembukaan terdapat pernyataan persahabatan
antara Belanda dengan Sultan Mahmud dan berserta raja-raja yang berada di
bawah kekuasaan Kesultanan Melaka, dan terdapat pula perjanjian mengenai
pihak Belanda yang menginginkan pihak sultan, pegawai, dan rakyatnya untuk
melakukan aktifitas perdagangan hanya kepada pihak kompeni dengan harga yang
lazim. Tentunya semua yang dilakukan itu semata untuk mendapatkan keuntungan
sebanyak-banyaknya, berdasarkan ambisi tersebut berbagai cara yang diterapkan
oleh kolonial Belanda salah satunya dengan menggunakan taktik politik Devide
Et Impera (perpecahan) dengan mengadu domba suatu suku dengan suku lainnya,
bangsawan dengan rakyat dan internal kerajaan. Tepat pada 1784 M, Kolonial
Belanda berhasil menguasai perdagangan di Selat Melaka dan sekitarnya, keadaan
ini berdampak buruk bagi seluruh kesultanan Melayu yang berada di Riau.109
Berdasarkan sumber yang temaktub pada beberapa literatur, diantaranya
dalam buku terbitan Arsip Nasional Rapublik Indonesia, Surat-surat Perdjandjian
antara Kesultanan Riau dengan Pemerintahan V.O.C dan Hindia-Belanda 1784-
1909, sangat terang dikatakan mengenai pengaruh kekuasaan Belanda di daerah
kekuasaan kesultanan-kesultanan Islam Melayu ketika berada di bawah tekanan
kolonial Belanda dan dikatakan mengenai penguasa Belanda tertinggi di Riau
terpusat di Tanjung Pinang.110
109 Tim Universitas Riau, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, hal.
175. 110 Arsip Nasional Rapublik Indonesia, Surat-surat Perdjandjian antara Kesultanan Riau
dengan Pemerintahan V.O.C dan Hindia-Belanda 1784-1909, pada halaman 171, A-12 Wijziging van de lijst der landen en eilanden behoorende tot het rijk van Riouw, Lingga en
90
3. Kedatangan Bangsa Jepang
Pada tahun 1942 M, bertepatan dengan runtuhnya kekuasaan pemerintahan
Hindia-Belanda yang berpusat di Kalijati, karena menyerahnya Gebernur Jenderal
Hindia Belanda yang bernama Tjandra Van Stakenborg Stachower dan Letnan
Jendral Teer Poorten kepada pasukan perang militer Jepang di bawah pimpinan
Jendral Imamura. Daerah-daerah taklukan yang berada di bawah pemerintahan
Belanda telah resmi diambilalih oleh kekuatan pasukan Jepang. Pada saat itu
terjadi perang Asia Timur Raya dan Jepang telah menguasai Tanah Semenanjung
Malaya. Nampak beberapaangkatan militer udara Jepang telahmelintasi di atas
daerah Kesultanan Siak Sri Indrapura. Mengenai kedatangan Jepang di Siak Sri
Indrapura bertepatan pada tahun 1942, saat itu sultan sedang berada di Masjid
Syahabuddin sedang mengikuti resepsi acara peringatan Maulid Nabi Muhammad
SAW, kemudian O.K Mohammad Jamil (status beliau sebagai sekretaris pribadi
sultan), menghampiri sultan dan menyampaikan kabar mengenai kedatangan
pasukan Jepang yang sudah berada di Kampung Benteng tepatnya di Kantoor
Controluer.
Kemudian kolonial Jepang disambut oleh sultan dan rakyat Siak karena
bagi mereka tentara Jepang telah membebaskan mereka dari kebiadaban kolonial
Belanda.Mengapa sikap rakyat Siak ini bisa terjadi, dikarenakan kolonial Jepang
telah menyebarkan berbagai propaganda dengan pencitraan diseluruh pelosok
Onderhoorigheden, gehecht aan het kontrak dd. 1 December 1857 (Bt 9 Februari 1858 no 3) goed gekeurd bij van 13 Oktober 1864 no 14. Bijl. Hand. St. Generaal 1865/66-117. Kemudian berlanjut pada halaman 181, A-13 Contract met den Sultan van Lingga-Riouw dan Onderch.dd°. 30 September 1868 (Bt. 1 October 1869 No. 5) Hand. Staten Genaar 1870/71-65. Surat perjanjian ini berisi tujuh pasal dan berkesimpulan bahwa pihak Belanda setelah menempatkan pusat kuasanya di Tanjung Pinang agar ditambahkan lagi daerah kekuasaan Gebernur Jenderal Hindia-Belanda.
91
tanah Melayu. Kedatangan kolonial militer Jepang di Siak Sri Indrapura diringi
dengan teriakan yang lantang yakni "banzai". Sesungguhnya kedatangan kolonial
Jepang sangat dipenuhi segala tipu muslihat dengan berpura-pura bersikap
simpatik, baik dan ramah kepada sultan, pegawai, dan rakyat Kesultanan Siak Sri
Indrapura sehingga mendapatkan respon positif dari rakyat dan pihak Kesultanan
Siak Sri Indrapura.111
Semua sikap ini merupakan strategi licik yang diterapkan kolonial Jepang
ketika akan menguasai daerah kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapura. Setelah
kolonial Jepang berhasil mengambil emosional sultan dan jajarannya, maka pihak
Jepang meminta untuk mengibarkan bendera Jepang "Hinomaru" disekitar istana
Siak Sri Indrapura, pada akhirnya sultan mengizinkannya.Keadaan yang damai,
tenang dan ramah ini, kemudian berubah dari keramahan menjadi sikap militer
yang fasis menjurus sistem pemerintahan yang otoriter. Setelah pasukan militer
Jepang berhasil memperluas kekuasaannya, maka semua sandiwara tersebut
berakhir. Kemudian kolonial Jepang mulai menampakkan kararkter aslinya yang
ganas, kejam dan tidak berperikemanusiaan terhadap daerah jajahannya, sikap
inilah yang pernah diterapkan pada saat pemerintahan Sultan Syarif Kasim Tsani.
B. Kesultanan Siak Sri Indrapura dalam Kekuasaan Kolonialisme
1. Masa Pemerintahan Belanda
Setelah melakukan beberapa perjanjian yang mengikat para sultan di Riau
dan sekitarnya, khususnya di Kesultanan Siak Sri Indrapura, maka kolonialisme
menjalar ke dalam sistem pemerintahan yang mengakibatkan lumpuhnya sistem
111O.K.Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 170.
92
pemerintahan karena segala apa yang sultan dan para pegawai lakukan untuk
pentingan kerajaan terbatas.
Adapun maksud dari ekspansi yang dilakukan oleh Belanda ke Timur
Sumatera, dikarenakan Belanda sudah mengetahui potensi kekayaan sumber daya
alam, khususnya daerah kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapura.
Setelah berhasil menjejakkan pengaruhnya di Selat Melaka kemudian
berlanjut untuk memegang kendali diseluruh kesultanan yang berada di Riau.
Kolonialisme sudah masuk sejak masa pemerintahan di Kesultanan Johor,
tepatnya pada tahun 1713 M, ketika Sultan Abdul Jalil Riayat Syah mencoba
untuk membuat perjanjian kepada pihak Belanda, sebenarnya perjanjian ini tidak
jauh pembahasannya untuk melanjuti perjanjian yang sudah disepakati pada
tanggal 9 April tahun 1689 M.112
112 Perjanjian ini berawal dari tanggal 6 April 1685 M, yang dibuat oleh ketiga pihak,
yakni pihak Sultan yang diwakili oleh Datuk Sri Maharaja dengan Syahbandar Francois van der Beeke dan Letnan Jan Rosdom selaku perwakilan dari pihak Gebernur Melaka yang bernama Nicholas Schagen. Perjanjian ini oleh ketiga pihak telah disepakati yang terdiri dari 8 pasal yaitu:
Pasal I Perjanjian perdamaian abadi Pasal II Monopoli perdagangan bebas dalam bahan pakaian, uang kontan, timah, dan
emas untuk V.O.C. sepanjang Sungai Siak tanpa mendirikan sebuah rumah atau kantor pajak. Paduka Raja diperbolehkan setiap tahun mengirim sebuah perahu berisi pakaian kesana.Artikel ini hanyaberlaku sampai Sultan jadi akil balig.
Pasal III Orang-orang Johor diizinkan berdagang secara bebas di Sungai Siak dalam barang-barang makanan selain dari garam.Kompeni mempunyai hak untuk menggeledah perahu mereka untuk memeriksa bahan-bahan terlarang.
Pasal IV Raja tidak diperbolehkan mengizinkan kepada suatu bangsa Eropa lainnya untuk berdagang dalam barang-barang pakaian.
Pasal V Pengembalian pelarian-pelarian dan budak-budak yang melarikan diri secara timbal balik
Pasal VI Kapal-kapal kompenitidak dibenarkan mengganggu perahu-perahu orang Johor yang berlayar di Sungai Siak maupun di Bengkalis.
Pasal VII Pembesar-pembesar Negeri harus bersedia untuk turut serta dalam menyelesaian persengketaan yang mungkin timbul antara Inderagiri, Jambi dan Palembang.
Pasal VIII Dengan demikian turut serta mempertahankan kepentingan-kepentingan kompeni dan menjalankan bunyi kontrak ini.
Perjanjian ini bagi Belanda tidak menguntungkan dan selang beberapa tahun kemudian tepatnya pada tahun 1689 M untuk mendesak agar dapat diperbaharui perjanjian tersebut.perjanjian ini kemudian direvisi dengan adanya penambahan redaksi dan pasal dari delapan menjadi sepuluh. Adapun perjanjian jelasnya adalah :
Pasal I Pembaharuan dan pengesahan traktat-traktat yang lama
93
Sungguh terjadi berbagai serangan antar keduanya hingga akhirnya Raja
Sulaiman dan pasukan perang Bugis berhasil merebut kembali tahta Kesultanan
Johor dari Sultan Abdul Jalil Riayat Syah dan mengukuhkan kedaulatannya di
pedalaman Johor. Sedangkan Sultan Abdul Jalil Riayat Syah berhijrah ke Bintan
dan disanalah Sultan Abdul Jalil Riayat Syah membangun kekuatan. Pada tahun
1723 M, telah mendirikan sebuahkerajaan Melayu Islam baru dibibir Sungai
Jantan (Siak) yang nantinya bernama Kesultanan Siak Sri Indrapura. Dalam
melakukan jajahannya, kolonial Belanda menerapkan cara yang efektif, yakni
dengan cara politik adu domba antar keluarga sultan hingga timbul kegoncanggan.
Seperti apa yang telah terjadi pada masa Sultan Siak ke-III, Sultan Ismail
Abdul Jalil Jalaluddin Syah dengan Tengku Alam. Saat ituTengku Alam meminta
bantuan kepada Belanda untuk mengambil alih tahta kerajaan dari tangan Sultan
Siak ke-III, Tengku Alam berhasil merebut tahta kerajaan yang disokong oleh
Belanda dan dirinya menjadi Sultan Siak ke-IV dengan gelar Sultan Abdul Jalil
Pasal II Monopoli dan perdagangan di seluruh daerah kerajaan Pasal III Melarang bagsa Arab bermukim di daerah Johor sebagai pedagang mereka harus
membayar pajak yang tinggi sekali. Pasal IV Sampai Sultan menjadi akil baligh kompeni diberikan hak monopoli dalam
perdagangan bahan pakaian, uang kontan, timah, dan emas sepanjang Sungai Siak dengan izin dapat mendirikan sebuah rumah kayu di sana. Bendahara diizinkan sekali dalam setahun mengirim sebuah kapal kecil berisi bahan pakaian ke sana.
Pasal V Perdagangan bebas antara Johor dan Melaka Pasal VI Penduduj sepanjang Sungai Siak berhak menjual bahan-bahan kayu kepada
kompeni.Syahbandar Johor yang ada di Sabah Auh tidak boleh menghalang-halangi perdagangan kompeni.
Pasal VII Rakyat Johor diperbolehkan berdagangan sepanjang Sungai Siak dalam barang-barang makanan dan barang-barang kecil.Perahu-perahu mereka harus patuh pada pemerikasaan yang dilakukan oleh kompeni untuk memerikasa barang-barang larangan.
Pasal VIII Penyerahan timbal balik dari budak-budak yang melarikan diri dan penghiantan-penghianatan.Penculikan manusia dihukum dengan hukuman mati.Untuk memberikan contoh budak yang melarikan diri yang pertama dihukum mati.
Pasal IX Rakyat-rakyat Johor tidak boleh diganggu oleh kapal-kapal perang kompeni di Sungai Siak dan sekitar Bengkalis.Tetapi orang-orang Johor yang mengganggu dapat dihukum.
Pasal X Johor wajib membantu perdagangan kompeni dan wajib melaksanakan kontrak ini sebaik mungkin.Lihat selengkapnya Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Pekanbaru, 1976, hal. 224.
94
Alamuddin Syah (1766-1780 M). Pada saat menjalani pemerintahannya Sultan
Alamuddin Syah menjadikan Tengku Muhammad Ali sebagai Raja Muda.
Berlanjut pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Ali sebagai pewaris
tahta kerajaan, karena dirinya sebagai anak dari Sultan Abdul Jalil Alamuddin
Syah. Dalam menjalani pemerintahan yang dibantu oleh panglima perang yang
sebagai adik sepupu yang bernama Syarif Ali, karena Syarif Ali anak dari Syarif
Usman. Pada masa ini pengaruh Belanda tidak terlalu kuat dan pihak Belanda
tidak mendapatkan keuntungan apapun. Sehingga Belanda melepas tangan dan
tidak ingin membantu Kesultanan Siak Sri Indrapura karena sudah melanggar
perjanjian pada tahun 1761 M. Masuk pada masa pemerintahan yang keenam
Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah merupakan anak dari Sultan Ismail
Abdul Jalil Jalaluddin Syah dari isterinya Tengku Tipah seorang puteri dari Sultan
Mansyur Syah (Marhum Janggut) dari Kesultanan Terengganu.
Dalam menjalani pemerintahannya, Sultan Yahya selalu didesak oleh
Belanda untuk menindak lanjuti perjanjian tahun 1761 M, agar segera direvisi
kembali karena ada beberapa perubahan pasal, kemudian diadakan lagi perjanjian
pada tahun 1783 M. Dalam perjanjian ini menyatakan kerja sama perdagangan
oleh pihak Belanda. Ketentuan yang telah disepakati oleh kedua pihak antaralain
salah satunya adalah, timah yang berasal dari Rokan akan dijual kepada Belanda.
Begitu cerdiknya cara Belanda untuk mengambil hati agar Sultan Yahya tidak
menyadari bahwasannya pihak Belanda telah diuntungkan dari perjanjian tersebut,
dengan memberikan hadiah berupa alat perang yang terdiri dari Senapan, Meriam
95
dan Mesiu.113 Kemudian pengaruh kolonialisme juga tidak terlihat pada periode
ketujuh, tepatnya masa Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin. Sultan
Assaidis Syarif Ali menjadikan Kota Tinggi sebagai pusat pemerintahannya dan
di dalam catatan Anrooij, Nota Omtrent Het Rijk van Siak, saat itu Kota Tinggi
menjadi benteng kuat untuk pertahanan dan keamanan Kesultanan Siak.114
Sehingga dengan keadaan ini pihak Belanda tidak berdaya hanya sebatas
mengajukan saran untuk membangun kembali kerjasama dagang. Kolonial Inggris
dan Belanda tentunya tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dengan berlomba
membujuk Sultan Ibrahim untuk menjalin kerjasama dagang. Dimulai perjanjian
antara Sultan Ibrahim dengan Kolenel Williaam Forquhar, Kepala Kompeni India
Timur Inggris di Penang pada tanggal 31 Agustus 1818 M.
Kemudian pihak Belanda mendengar kabar mengenai perjanjian antara
Sultan Ibrahim dengan Inggris, maka Pemerintahan Belanda yang berada di
Melaka mengutus Kapten D. Buys untuk belayar ke Siak dan membuat perjanjian
juga di Bukit Batu pada tanggal 16 Desember 1822 M. Mengenai isi daripada
surat perjanjian termaktub bahwa Siak tidak diperbolehkan berkerjasama di
bidang perdagangan dengan negara asing. Selanjutnya Belanda melancarkan
ambisinya hingga pemerintahan kesembilan yakni Sultan Assaidis Syarif Ismail
Abdul Jalil Syaifuddin (1815-1864 M), selama menjalani pemerintahan Sultan
Syarif Ismail mengalami perselisihan antara keluarga kerajaan ketika menentukan
tahta kerajaan antara Tengku Putera dengan Sultan Syarif Ismail.
113 O.K Nizami Jamil, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 109-110. 114 H. A.Anrooij Hijmans, Nota Omtrent Het Rijk van Siak, diterbitkan oleh TBG. XXX,
pada tahun 1885, Perpustakaan Nasional Jakarta dengan nomor kode XXI-1305. Lihat juga O.K Nizami Jamil, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 120.
96
Untuk meminimalisir dan menyudahi perselisihan tersebut, kemudian
Sultan Syarif Ismail meminta bantuan kepada Inggris dengan bantuan Tuan
Wilson (seorang petualang bangsa Inggris yang berada di Bengkalis) dan Tuan
Wilson bersedia membantu namun dengan mengajukan beberapa syarat, apabila
berhasil mengalahkan Tengku Putera, maka Inggris diperbolehkan masuk ke Siak.
Sultan Ibrahim menyetujui syarat yang ditawarkan kepadanya, kemudian Tuan
Wilson bergegas membawa pasukannya dan pasukan Bugis yang berada di
Singgapura.
Pada akhirnya pasukan Tuan Wilson berhasil mengalahkan dan mengusir
Tengku Putera, namun Sultan Syarif Ismail tidak memenuhi kesepakatan untuk
memasuki daerah Siak dan hanya diperbolehkan menduduki Pulau Bengkalis.
Kejadian ini membuat murka Tuan Wilson, menyadari akan kemurkaan Tuan
Wilson, maka pada tahun 1857 M, Sultan Syarif Ismail meminta bantuan kepada
Belanda melalui Residen Belanda di Riau untuk mengusir Inggris dan Tuan
Wilson dari Bengkalis. Setelah menerima permohonan dari Sultan Syarif Ismail,
kemudian pihak Belanda tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk melancarkan
tujuannya untuk memonopoli perdagangan di Kesultanan Siak Sri Indrapura.
Singkat kisah dengan berhasilnya Belanda mengusir Tuan Wilson dan
bangsa Inggris, pada tanggal 11 Desember 1858 M, terciptalah perjanjian antara
Sultan Syarif Ismail dengan Belanda yang dikenal Traktaat Siak. Mengenai
campur tangan Belanda terjadi hingga masa akhir pemerintahan Kesultanan Siak
Sri Indrapura, tepatnya pada masa Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil
Syaifuddin. Pengaruh kolonial Belanda sangat terasa pada sistem pemerintahan
97
dengan menguasai pajak dan mengatur kebijakan-kebijakan bahkan mengatur
pengangangkatan sultan harus berdasarkan persetujuan Belanda.
Mengenai pembagian wilayah ini dapat dilakukan oleh Belanda dan sang
sultan tidak dapat berbuat banyak karena mendapatkan tekanan, maka terjadi
perjanjian dalam bentuk pembagian wilayah pada tanggal 15 Juni 1915 no. 1/1915
yang disahkan oleh Gubernur Pantai Timur Sumatera pada tanggal 29 Oktober
1915 M.115 Berdasarkan surat keputusan dari Gubernur Pantai Timur Sumatera
Belanda itu, pihak Belanda yang berada di Siak langsung memperkecil wilayah
kekuasaan kerajaan seperti berikut ini :
a. Distrik Siak
Onder Distrik Siak di Siak Sri Indrapura, Onder Distrik Mempura
di Buantan, Onder Distrik Mandau di Muara Kelantan, Onder
Distrik Sungai Oakning di Pakning.
b. Distrik Selat Panjang
Onder Distrik Tebing Tinggi di Selat Panjang, Onder Distrik
Merbau di Belitung.
c. Distrik Bukit Batu
Onder Distrik Bukit Batu di Bukit Batu, Onder Distrik Dumai di
Batu Panjang.
d. Distrik Bagan Siapi-api
Onder Distrik Bangko di Bagan Siapi-api, Onder Distrik Tanah
Putih di Tanah Putih, Onder Distrik Kubu di Kubu.
115O.K.Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siakhal. 162.
98
e. Distrik Pekanbaru
Onder Distrik Pekanbaru di Pekanbaru, Onder Distrik Tapung Kiri
di Petapahan, Onder Distrik Tapung Kanan di Sekijang.116
Pada masa pemerintahan terakhir yakni Sultan Assaidis Syarif Kasim
Abdul Jalil Syaifuddin (1915-1946 M), Pengaruh Belanda di Kesultanan Siak Sri
Indrapura salah satunya dalam bidang pemerintahan yang sangat dominan dalam
mengendalikan sistem dengan membuat Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) yang disahkan oleh Gebernur Hindia Belanda Pesisir Timur Sumatera.
Pada tanggal 17 April tahun 1925 M.117 Tujuan dibentuknya KUHP untuk
menyelesaikan perkara-perkara sesuai hukum dan undang-undang yang ditetapkan
oleh Belanda.
Pada tahun 1939 M, Gubernur Hindia Belanda Pesisir Timur Sumatera
mengundang para sultan untuk datang ke Medan agar para sultan bersedia
menandatangani kontrak antar raja-raja dengan para penguasa pemerintahan
Belanda, kontrak tersebut disebut, Politik Kontrak Zelf Bestuursregelen 1938.118
Perjanjian kontrak ini bersifat permanen, walaupun raja atau sultan yang terlibat
kontrak sudah wafat.119 Adapun gambaran selama berjalannya kontrak tersebut
antara lain, Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin dengan sikap
penolakannya untuk menandatangani kontrak politik tersebut dengan beberapa
116 Tenas Effendy, Lintasan Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura, 1973, Pekanbaru :
Badan Pembina Kesenian Daerah Provinsi Riau, hal. 49-50 117Amir Lutfi, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura, hal.
64. 118 Istilah Zelf Bestuursregelen 1938 adalah suatu pemerintahan swapraja dalam bidang
ekonomi, politik, dan pemerintahan yang diperintah oleh sultan, akan tetapi secara wewenang dikendalikan oleh Residen Belanda. Lihat juga, O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 170.
119Usep Ranawidjaja,Swapraja Sekarang dan di Hari Kemudian, 1955, Djakarta, PT. Djambatan, hal. 6.
99
pertimbangan, salah satunya karena sultan menganggap pemerintahan Kesultanan
Siak Sri Indrapura sudah mengikat diri dan berada di bawah kekuasaan Hindia
Belanda.120 Satu tahun kemudian tepatnya pada tahun 1940 M, pada akhirnya
sultan datang juga ke Medan untuk menandatangani kontrak politik tersebut,
karena sultan mendapatkan intimidasi dari kolonial Belanda. Pada tahun 1941,
pasukan kolonial Belanda yang berada di Siak terlihat panik, karena mereka
sedang menghadapi segala kemungkinanan yang akan terjadi akibat dari pengaruh
Perang Dunia ke-II. Dengan berbagai siasat, residen dan asisten residen datang ke
Siak untuk menemui Sultan Siak ke-XII untuk memberi saran agar Kesultanan
Siak Sri Indrapura segera membuat staatwach (daerah pertahanan perang)
sebagaimana di daerah Sumatera Timur telah dahulu mendirikan staatwach.
Namun saran tersebut ditolak mentah oleh Sultan Assidis Syarif Kasim
Abdul Jalil Syaifuddin, penolakan ini beralasan karena Kesultanan Siak Sri
Indrapura tidak memerlukan pertahanan militer yang sudah berada di bawah
kekuasaan militer Belanda yang sangat kuat.121
Akhirnya kolonial Belanda menyiapkan pasukan militernya yang berada
sekitar pusat pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura, karena melihat tentara
militer Jepang sudah menuju ke Asia pasca Perang Dunia II dan kekuasaan
pemerintahan Belanda berakhir pada tahun 1942 M.
2. Masa Pendudukan Militer Jepang
Setelah membuat propaganda statusnya sebagai penyelamat dan pelindung
sesama bangsa Asia dari jajahan bangsa Eropa yang melakukan kolonialisme di
120Tenas Effendy dan Nahar Effendy, Lintasan Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura, hal.
51. 121 O.K Nizami Jamil, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 168-170.
100
pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura. Maka kekuasaan Jepang mulai
menjalar ke dalam bidang sosial-ekonomi, karena kolonial Jepang memiliki ciri
khas dengan style militer dan pemerintahan totaliter untuk menguasai seluruh
aspek kehidupan. Apapun kasus yang terjadi di Siak tindakan kolonial Jepang
dengan menutup dan membatasi segala informasi dari luar Siak agar tidak
mengetahui kabar yang terjadi diluar Siak. Pada masa pemerintahan kolonial
militer Jepang juga membatasi berbagai media, seperti media informasi dengan
menyita pesawat-pesawat radio bahkan dirusak. Kolonial Jepang juga mewajibkan
rakyat Siak untuk mendengarkan siaran yang hanya disiarkan oleh pemerintahan
Jepang. Pasukan Jepang juga merampas kendaraan bermotor dari tangan rakyat
kemudian kendaraan hasil dari rampasan tersebut digunakan untuk kepentingan
tentara Jepang. Dari sisi lain juga terlihat pengaruh kolonial militer Jepang di
Kesultanan Siak Sri Indrapura mulai menjalar ke dalam bidang agama, karena
pemerintahan militer Jepang menyadari betul bahwa rakyat Melayu Siak sebagai
muslim sejati. Tindakkan pemerintahan Jepang berikutnya dengan mengundang
seluruh tokoh agama Islam yang berada di Pekanbaru Riau Syu Cokan ingin
mengadakan musyawarah kepada para ulama mengenai keikut sertaan dalam
perang Asia Timur Raya dengan melalui media dakwah yang dikendalikan oleh
Dai Nippon. Kemudian pemerintahan Jepang mengharuskan para ulama untuk
berikrar dan menyetujui hasil musyawarah tersebut dengan menandatangani
lembaran yang telah disiapkan, sebagai ucapan terimakasih pemerintahan Jepang
kepada para ulama yang telah menghadiri dan menyetujui hasil dari musyawarah
tersebut dengan memberikan hadiah berupa rokok dan potongan bahan kain.
101
Kekuasaan pemerintahan militer Jepang juga memasuki bidang pendidikan
dengan mengadakan dan mewajibkan pelajaran tambahan berupa pelajaran bahasa
Jepang dan disiplin Jepang di sekolah-sekolah agama yang berada di daerah Riau,
khususnya daerah kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapura. Dalam kekuasaan
pemerintah militer Jepang tidak hanya terfokus pada aspek sosial, aspek agama
dan aspek pendidikan saja, namun pada aspek kesehatan dan aspek pangan yang
tidak mendapat perhatian khusus oleh pemerintah militer Jepang, seperti kasusnya
mengenai kesediaan obat-obatan yang telah menipis dan bisa dikatakan langka,
akhirnya kondisi ini dirasakan oleh rakyat dan beralih ke obat-obat tradisional
yang kurang higienis sehingga metabolisme rakyat bertambah lemas.
Pada saat pemerintahan Jepang juga memberlakukan gerakan dikalangan
rakyat, gerakan ini disebut romusha. Adapun pengertian dari romusha adalah
pekerja yang tidak ada paksaan (relawan) didalam bidang pembangunan untuk
persiapan perang. Namun pada kenyataannya para pekerja (relawan) ini dijadikan
sebagai pekerja paksa (rodi) oleh pemerintah Jepang.
Para pekerja paksa ini terdapat dari penduduk setempat yang disebut
konrohosyi (pekerja rodi pada saat pemerintahan Belanda). Adapun proyek
mereka membuat akses transportasi yaitu rel kereta dari Pekanbaru hingga ke
Sijunjung di wilayah Sumatera Barat.122
Selama masa pemerintahan kolonial Jepang menguasai Kesultanan Siak
Sri Indrapura terjadi kemerosotan khususnya di bidang pendidikan, dengan
diberlakukannya Nippon Go (bahasa Jepang) sebagai mata pelajaran pokok dan
122 Soenjata Kartadarmadja, dan Sutrisno Kutoyo, Sejarah Masa Revolusi Fisik Daerah
Riau, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1979, hal. 24-25.
102
pendidikan militer dengan baris-berbaris yang beraba-aba menggunakan bahasa
Jepang, serta terjadi mangkirnya para guru dan murid dari kewajibanya di
sekolah-sekolah, karena mereka harus mencari makan dengan berladang, karena
bagi masyarakat Siak menganggap berladang hal yang lebih penting dibanding
dengan belajar atau mengajar.
Pemerintahan Jepang mendirikan beberapa sekolah akedemi militer untuk
keperluan perang, sekolah yang dimaksud diantaranya sekolah Gyu Gun di
Pekanbaru, Bagan Siapi-api untuk mendidiik para pemuda Riau dan sekitarnya
sebagai serdadu tentara Jepang yang setia dan siap mengabdikan dirinya kepada
pemerintah kolonial Jepang. Dai Nippon merupakan istilah mengenai arti dari
kekuatan serta kekuasaan kolinial Jepang, atas pengaruh dari kehadiran koloni
Jepang ini maka terjadi beberapa perubahan susunan pemerintahan di Kesultanan
Siak Sri Indrapura. Selama masa pendudukan Jepang telah merubah istilah
pemerintahan di Kesultanan Siak Sri Indrapura seperti pada masa pemerintahan
Belanda dari istilah Afdeeling menjadi Bun (setingkat kepala distrik),
pimpinannya disebut Bun Sus Co, Onderafdeeling (kabupaten) dirubah menjadi
Gun, pimpinannya disebut Gun Co, Onderdistrik menjadi Ku (setingkat
Kecamatan), pimpinannya disebut Ku Co dan daerah penghulu dan batin menjadi
Sun (setingkat kelurahan), pimpinannya disebut Sun Co.123 Karakter kolonial
Jepang setiap menjalan pemerintahannya setiap daerah jajahannya selalu kental
dengan paham yang selalu diterapkan paham militerisme yang identik dengan
123 Dada Meuraxa, Sejarah Kebudayaan Sumatera, Medan : Firma Hasmar, 1974, hal.
605.
103
kekerasan dan seluruh kebijakan dan kekuasaan telah dikendalikan oleh kolonial
Jepang dengan menguasai sistem pemerintahan, kehakiman dan kepolisian.
Pemerintahan Jepang mengganggap Sultan Syarif Kasim II hanya sebagai
orang terkemuka, kejadian ini membuat para datuk dan kepala pemerintahan Gun
sudah tidak lagi mengikuti perintah sultan.124
Sebelum berakhirnya pemerintahan militer Jepang di Siak, maka Jepang
menjadikan Bangkinang yang sebelumnya masuk dalam kawasan Sumatera Barat
dipindahkan ke Riau Syu. Bangkinang Gun terdiri dari dua Ku yakni, Bangkinang
Ku dan XIII Koto Kampar Ku. Dengan penambahan Gun ini maka ditambah pula
bunsuco, dan jalur koordinasi Gun bertambah menjadi empat Bun diantaranya :
Pekanbaru Bun, membawahi Pekanbaru Gun, Siak Gun, dan Pelalawan
Gun.
Bengkalis Bun, membawahi Bengkalis Gun, Selat Panjang Gun, dan
Bagansiapi-api Gun.
Indragiri Bun, membawahi Rengat Gun, Taluk Gun, dan Tembilahan
Gun.
Bangkinang Bun, membawahi Bangkinang Gun, dan Pasir Pengaraian
Gun.
Kemudian pemerintahan Jepang jugam membentuk Riau Syu Sangi Kai
secara fungsisama halnya seperti DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Riau Syu
Sangi Kai ini beranggotakan sebanyak 27 orang di ambil dua orang dari tiap-tiap
Gun di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Dalam menentukan dewan ini tidak melalui
pemilihan akan tetapi dipilih langsung oleh pemerintahan koloni militer Jepang.
124 Muchtar Lutfi, Sejarah Riau, hal. 404-409.
104
Tujuan Jepang mengadakan sistem Riau Syu Sangi Kai ini bukan sebagai
badan legislatif yang menyampaikan permasalah disetiap Gun namun sebagai alat
untuk pendekatan Jepang kepada rakyat ketika akan melaksanakan kegiatan
dipemerintahanya, seperti ketika mengalami hasil panen ladang berupa padi, maka
ditugaskan para anggota Riau Syu Sangai Kai untuk mengambil hasil panen
rakyat.
C. Aksi Perlawanan Pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura
Terhadap Kolonialisme
1. Penyerangan Benteng Belanda di Pulau Guntung
Mengenai perlawanan pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura
terhadap Belanda yang terjadi di benteng Belanda tepatnya di Pulau Guntung,
termaktub dalam karya Elisa Netcsher yang berjudul De Nederlanders In Djohor
En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataaviaasch Genootschap van
Kunsten en Wetenschappen, yang telah diterjemahkan Wan Ghalib dkk, Belanda
di Johor dan Siak 1602-1865.
Pada akhirnya Raja Alam mengambil alih di Siak, dan diberi gelar Sultan
Alamuddin Syah (Atlim'udin Raja Syah). Mengetahui kejadian ini, pihak kolonial
yang berada di Siak sangat terancam, maka segera melakukan tindakan dengan
mengutus pegawainya ke Siak untuk melakukan mediasi, pegawai yang dimaksud
bernama Jan Frederick Bierman. Tuan Jan Frederick berlayar menuju Siak dengan
menahkodai kapal kecil dan membawa beberapa muatan sebesar f 60.000, dengan
maksud untuk membeli emas. Namun rencana ini tidak berhasil karena Sultan
Alamuddin Syah mengadang para penjual emas sehinga kolonial gagal ke Siak
105
dan kembali ke Melaka. Langkah selanjut yang dilakukan oleh Sultan Alamuddin
Syah dengan mengancam kompeni dengan dinaikan pajak sebesar 3% (persen).
Sikap Raja Alam ini dinilai oleh kompeni sangat arogan, maka pada tahun 1753
M, guberneur Pieter van Heemskerk mengutus juru bayar gaji yang bernama Arij
Verbrugge untuk berangat ke Riau, tindakan ini semata ingin mengetahui doktrin
apa yang dilakukan oleh Sultan Sulaiman terhadao Raja Alam (Sultan Alamuddin
Syah) dan ingin mencari solusi akan masalah yang terjadi di Siak. Pada bulan
Agustus juru bayar gaji (Mr. Arij Verbrugge) kembali dengan membawa supucuk
surat, adapun rincian isi dari surat tersebut mengatakan bahwa Raja Muhammad
telah datang kepadanya dan menyerahkan sepenuhnya kepada kompeni, namun
bersamaan pada saat itu utusan dari pihak Raja Alam datang yang menyatakan
pihaknya telah menyerahkan kedaulatan Kesultanan Siak kepada Sultan Sulaiman.
Kejadian ini tidak mengahasil solusi hingga akhirnya harus diselasikan dengan
genjatan senjata dan peperangan itupun terjadi pada bulan Oktober tahun 1753 M.
Peperangan ini dipenuhi kapa-kapal perang yang besar dan kokoh yang terdiri dari
pasukan Riau dengan membawa 75 kapal dan ditambah 15 kapal dari pasukan
Sultan Muhammad, pasukan Raja Alam pun menyambut serang itu dengan
menurunkan kapal-kapalnya yang berjumlah 75 buah dan peristiwa peperangan
ini terjadi disekitar Selat Melaka pada bagian selatan. Pada tanggal 18 Oktober,
pihak kompeni di Melaka mengutus seorang pedagang atau syahbandar yang
bernama Mr. Andries van Bockom bersama rombongan untuk segera menemui
Sultan Sulaiman di Pulau Buru, Kepulauan Karimun.125 Keduanya membuat
125Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van
het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh, Wan Ghalib
106
kontrak yang terdiri dai beberapa pasal diantaranya, tawaran yang pertama adalah
pihak kompeni akan menetapkan seorang bendahara di Siak, apabila tahta
Kesultanan Siak berada di tangan Sultan Sulaiman. Tawaran kedua, ketika Sultan
Sulaiman dapat meraih tahta, pihak kompeni mengajukan tawaran agar dapat
mendirikan loji atau benteng di Pulau Guntung yang terletak disekitar muara
Sunga Jantan atau di tempat yang dikehendaki Sultan Sulaiman. Tawaran ketiga,
pihak kompeni meminta agar diberi kebebasan untuk menyusuri Sungai Jantan.
Tawaran yang keempat, pihak kompeni juga terbebas dari cukai dan mendapatkan
sebagian hasil dari cukai. Tawaran yang kelima pihak kompeni meminta agar
orang-orangnya dapat berkedudukan di Buantan sebagai bendahara.
Pada tanggal 3 November 1754 M, tambahan pasal itupun disepakati oleh
seorang syahbandar yang bernama Mr. Andries van Bockom. Sultan Sulaiman
menyarankan agar diberitahukan kepada Sultan Mahmud yang berada di Bukit
Batu. Kemudian Mr. Andries van Bockom dan Sultan Sulaiman menuju Bukit
Bati untuk menemui Sultan Mahmud dan melaporkan hasil kontrak itu. Setelah
menerima kontak itu dan Sultan Mahmud juga menyepakatinya maka Mr. Andries
van Bockom membawa hasil kontrak itu ke Melaka. Sesampainya di Melaka,
Gubernur dan Dewan Melaka menolak keras tambahan pasal yang diajukan oleh
Sultan Sulaiman. Penolakan ini segera diinfokan kepada Sultan Sulaiman melalui
surat yang dibawa oleh Mr. Everhard Cramer untuk meyakini Sultan Sulaiman
dengan alasan bahwa kompeni juga sedang mengalami kekurangan kapal-kapal,
maka dengan amunisi seadanya pihak kompeni memerintahakan Mr. Everhard
dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal. 132-137.
107
Cramer untuk pergi ke Siak. Pada tanggal 15 Desember 1754 M, Mr. Everhard
Cramer menuju ke Siak dengan membawa kapal yang lengkap dengan awak kapal
dan senjata, kapal tersebut didapati dari penduduk yang berada di Melaka yang
bernama Brigantijn dan Tiga Chalup dan kompeni juga memberikan bantuan
kapalnya yang bernama Candauwa. Namun pada tanggal 5 Maret 1755 M, Mr,
Everhard Cramer kembali ke Melaka dengan membawa surat di Sultan Sulaiman,
karena melihat kekuatan kapal-kapal yang diberikan pihak kompeni tidak dapat
menandingi kapal-kapal yang dimiliki Raja Alam. Kemudian pihak Belanda
segera mengutus kapalnya yang dilengkapi dengan persenjataan perang, kapal ini
bernama Jerussalem, pada awal bulan Maret 1755 M, kapal ini berangkat ke
Sungai Siak.126
Pemerintah Tinggi di Batavia menambah lagi amunisi dengan mengirim
beberapa kapal yang bernama De Herstelling yang dilengkapi dengan 60 pasukan
perang, fregat "Admiraal Tromp", De Kaaskooper, Weltevreden dan Vriedschap,
seluruh kapal-kapal tersebut dilayarkan ke Melaka agar dapat menduduki Pulau
Guntung dan untuk membantu Sultan dalam mengahadapi Raja Alam dan
pasukannya yang berkeliaran di Melaka. Pada 1755 M, pasukan dari kompeni
Belanda berhasil memukul mundur pasukan perang Raja Alam ke Batu Bara,
namun dalam peperangan itu pasukan perang kompeni tidak dapat menangkap
Raja Alam.127 Setelah berhasil merebut Siak yang berada di bawah kuasa Raja
126 Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen
van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh, Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal. 138-140.
127 Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan olehWan Ghalib
108
Alam, Sultan Muhammad yang telah dijadikan penguasa di Siak, maka Sultan
Sulaiman menuju Melaka untuk menemui Gubernuer dan Dewan Kompeni.
Pertemuan ini nanti akan membahas kelanjutan dari kontrak yang sebelumnya
sudah disepakati bersama. Pada tanggal 6 Januari 1756 M, Sultan Sulaiman
beserta pembesarnya menyarankan kepada kompeni lekas membuat kontrak baru.
Kemudian pada tanggal 19 Januari, perundingan dengan membuat kontrak baru
itu selesai dilaksakan.128
dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal. 142.
128Elisa Netcsher,de Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865, Lukisan Sejarah Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, 2002, hal 142-143-144-145-146. Kontrak tersebut terdiri dari 10 Pasal yang berbunyi secara singkat sebagai berikut : Pembukaannya mengandung isi, menghapuskan persetujuan yang dibuat pada tahun 1754 M. Pasal satu, Kompeni akan menolong sahabatnya, sedapat mungkin apabila keadaan mengizinkan, akan membantu mengembalikan daerah-daerah yang sudah terlepas dari tangannya. Pasal dua, Apabila Siak, dengan bantuan Kompeni akan tunduk dan taat kepada Sultan, akan meletakkan seorang regen disitu, yang akan mengurus kepentingan kompeni. Pasal tiga, Terserah kepada kompeni untuk tetap mempertahankan kedudukannya di Pulau Guntung atau memindahkannya ketempat lain. Pasal empat, Kompeni berhak menjelajahi Sungai Siak dan pelanggaran atas kontrak ini akan dihukum. Pasal lima, Pelayaran di Sungai Siak tanpa pas dari kompeni atau Sultan, dilarang. Pasal enam, Monopoli untuk kompeni dan Sultan dalam perdagangan kain-kain di Sungai Siak. Pasal tujuh, Bebas cukai bagi kompeni di Sungai Siak. Hak-hak biasa berada pada Sultan tanpa dibagi. Pasal delapan, Apabila kompeni berhasil mengembalikan tempat-tempat dan daerah kepada Joor, maka kompeni akan dibebaskan dari cukai untuk berdagang di seluruh negara. Pasal sembilan, Monopoli untuk kompeni dalam dagang timah di Selangor, Kelang dan Linggi. Pasal sepuluh. Tidak dibenarkan memasuki Kerajaan Johor bagi bangsa Eropah asing, tanpa izin dari kompeni. Penutup. Kontrak ini akan dipegang teguh oleh Sultan dan Kompeni tanpa boleh menyimpang, selama matahari dan bulan masih memberikan sinarnya. Dengan cara yang demikianlah kita akan dapat membebaskan diri kita dari musuh-musuh kita dan kompeni dapat dengan aman melakukan perdagangannya. Tetapi begitu ompeni mengabaikan kontrak ini, ia jagan sampai menyalahkan Johor. Mengenai biaya-biaya yang sudah dan yang akan datang, baik untuk kepentingan dinas kompeni maupun dinas Sultan, mereka yang membuatnya maupun yang akan membuatnya menjadi tanggungan masing-masing.
109
Untuk mempertahankan kedaulatan kompeni di Siak, maka Pemerintah
Tinggi membuat tujuh keputusan yang berdasarkan memori berisikan resolusi
tanggal 13 april 1758 M, ketujuh keputusan itu sebagai berikut :
1. Memerintahkan kepada pemerintahan Melaka, apabila Deang Kamboja,
Sultan Selangor, dan Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah (Siak)
menentang Sultan Sulaiman lagi, "hendaklah bertindak bijaksana dan
untuk menjaga perdamaian, janganlah berbuat lebih jauh selain dari
memberi peringatan keras, sehingga keterikatan meraka kepada kompeni
tetap dapat dipertahankan".
2. Tidak dibenarkan bagi kapal-kapal yang datang dari Benggala memasuki
Melaka dan semua kapal yang datang dari Barat hendaklah diperiksa
dengan teliti, dan kapal-kapal yang demikian tidak dizinkan berlayar ke
tempat-tempat sebelah Tenggara Melaka, termasuk Sungai Siak secara
khusus".
3. Pelayaran dari Palembang dan Bangka ke Johor dan Selat Melaka atau
sebaliknya dilarang, untuk menjaga penyeludupan timah.
4. Pelayaran dari Batavia dan dari Makassar ditentukan hanya sampai
Melaka saja, jadi dikenakan hukuman sita bagi kapal dan muatan yang
melakukan pelanggaran denganaktifitas perdagangan di tempat-tempat
terlarang yakni di sebelah Barat Daya Melaka, biarpun mereka orang
Johor atau orang Riau.
5. Kepada penduduk Melaka yang dikenal pelayaran di Pantai Barat
Sumatera, di pantai seberang dan sepanjangaliran Sungai Siak dan Sungai
Indragiri, dibenarkan dengan surat izin dari kompeni, dengan syarat bahwa
110
emas yang diperdagangkan harus dijual kepada kompeni dengan harga f
350,- atau setinggi-tinggi f 370,- satu mark mumi, dengan ancaman sita.
6. Pos di Pulau Guntung dihapuskan dan Sungai Siak diawasi dengan kapal-
kapal patroli, untuk menjaga adanya pedagang-pedagan liar.
7. Memerintahkan kepada pemerintahan Melaka supaya mengawasi gerak
gerik para lanun Raja Alam dan pengikut-pengikutnya dan melakukan
pengekangan terhadapnya, apabila ia menghina kompeni atau petugasnya
atau jika ia mengganggu Sungai Siak.129
Dari ketujuh poin ini yang sengaja dibuat oleh Pemerintah Tinggi guna
menjaga ketenteraman di area Melaka dan Sungai Siak. Namun dibalik itu semua,
ternyata memicu kemarahan bagi penduduk Siak dan sekitarnya karena merasa
dirugikan dengan adanya ketujuh keputusan itu kerugian yang dimaksud adalah
secara tidak langsung mematikan mata pencaharian mereka dengan prosedur yang
rumit, sehingga menimbulkan niat untuk melakukan perompakan. Kekesalan juga
dirasakan oleh Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah mengenai ketujuh
keputusan itu ternyata hanya menguntungkan pihak kompeni. Pada akhirnya
semua respon negatif dari penduduk Siak dan Sultan Muhaammad ini bermula
dari kesalahan Komandan Hansen yang kurang baik menjadikan suasana yang
kondusif dan kurangnya koordinasi dengan pemerintah di Melaka. Sehingga pihak
kompeni tidak dapat melakukan pencegahan akan perompakan yang terjadi di
sekitar Pulau Guntung.
129 Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen
van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh, Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal. 167-168.
111
Maka pada 1759 M, pihak kompeni mengundang Raja Alam untuk datang
ke Melaka dalam rangka memperbaiki hubungan dengan Sultan Sulaiman di
Johor. Misi kompeni ini tentunya dengan mengadu domba keduanya antar Sultan
Muhammad dan Raja Alam, sehingga terjadi konflik keduanya.
Menurut kacamata Belanda, Raja Alam memiliki pengaruh besar karena
telah menguasai daerah Asahan yang berada di bawah kekuasaan Kesultanan Siak.
Setelah menerima surat dari Pemerintah Tinggi yang terjadi pada tanggal
21 Desember 1759 M, isi dari surat ini menyatakan sikap yang menyudutkan
Sultan Muhammad akan semua sikapnya yang dilakukan olehnya. Dari semua
sikapnya itu menimbulkan kekesalan Sultan Muhammad yang merasa dipojokkan
oleh kompeni, kemudian dirinya melampiaskan dengan menyerang benteng atau
loji kompeni di Pulau Guntung dan melakukan pembunuhan massal.130
Pemerintah Melaka melihat kejadian ini merasa tidak aman lagi di Pulau
Guntung dengan aksi yang dilakukan oleh Sultan Muhammad, kemudian langkah
selanjutnya pada Oktober 1759 M, pihak kompeni menambah armada prajuritnya,
yang dilengkapi 19 meriam, dan membenahi infrastruktur dengan mendirikan
tembok benteng empat hingga lima kaki, dan juga melakukan penebangan pohon-
pohon dan meratakan semak-semak diarea benteng di Pulau Guntung.131
Pada tanggal 6 November 1759 M, armada Sultan Muhammad berpikir
mengenai strategi untuk melakukan serangan yang terselubung, Kemudian Sultan
Muhammad Mahmud mengutus seorang imam berketurunan Arab untuk menemui
130 Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen
van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh, Wan Ghalib dkk,Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal. 177.
112
Komandan Vandrig Hansen menyampaikan kabar bahwa Sultan Muhammad
Mahmud ingin bersahabat dengan Belanda.132 Dilanjutkan dengan berkunjung ke
Pulau Guntung dengan membawa beberapa hadiah, seperti dua tong arak, lima
karung beras, empat karung kacang dan dua bal kain yang berasal dari Jawa.
Dengan meminta izin dari komandan Vandrig Hansen untuk menerima niat baik
dari Sultan Muhammad yang ingin bersahabat baik dengan kompeni.
Setelah mendapatkan izin maka keesokan harinya tepatnya pada pagi hari,
Sultan Muhammad sampai di Benteng Pulau Guntung dengan rombongan yang
berjumlah 80 orang disambut baik oleh komandan Vandrig Hansen dengan
tembakan meriam sebanyak tujuh kali tembakan, dan mulailah Sultan Muhammad
masuk dan rombongan tidak diperkenankan masuk kedalam benteng.Sultan
Muhammad menghadap komandan Vandrig Hansen dengan membawa hadiah
yang telah dijanjikan olehnya dengan balutan kain putih, kemudian diterimalah
hadiah itu dan komandan memberikan penghormatan dengan lima tembakan
meriam. Setelah menyerahkan hadiah, Sultan Muhammad meminta izin agar
rombongannya yang berada didepan pintu gerbang benteng agar masuk ke dalam,
dan komandanpun memberikan izin masuk kepada para rombongan sultan ke
dalam benteng.
Sesungguhnya rombongan tersebut adalah para halubalang (panglima)
yang telah bersiap untuk menyerang dan melumpuhkan Komandan Hansen
beserta para pegawainya, sambil menyembah kaki sultan para halubalang itu
melakukan eksekusi yang itu berupa isyarat dengan rekayasa seolah-olah Sultan
Muhammad bertanya kepada panglima, dengan pertanyaan "berita apa yang
132 O.K Nizami Jamil,Sejarah Kerajaan Siak, hal. 73-74.
113
dibawa", kemudian panglima itu tidak menjawabnya, dan pada akhirnya panglima
itu langsung melompat kehadapan komandan Hansen dengan mencabut kerisnya
yang akan menikam komanda hingga tewas seketika itu juga.
Adapun harta rampasan yang didapati pleh Sultan Muhammad dan para
halubalang dari hasil peperangan di Pulau Guntung terdiri dari kapal-kapal perang
Belanda berjumlah kurang lebih 50 buah kapal, dan 30 buah kapalnya dikirim ke
Melaka untuk melakukan penjarahan kapal-kapal Cina dan Siam di Selat Melaka.
Langkah selanjutnya Sultan Muhammad dengan merangkul Daeng
Kamboja untuk memberantas kekuasaan kompeni, sikap ini diambil oleh Sultan
Muhammad karena dirinya mengetahui akan kebencian Daeng Kamboja dengan
Belanda melebihi kebencian kepada Raja Alam. Dari aksi perlawanan tersebut
diketahui jumlah korban yang berjatuhan pada perlawanan yang terjadi di Pulau
Guntung, yang ditewaskan berjumlah 52 orang, dari kapal kompeni 6 orang, dari
kapal swasta 7 orang, dan total kesuluruhan 65 orang dari jumlah awal 72 orang.
Dari semua jumlah itu terdapat tiga orang yang dapat meloloskan diri ke Melaka,
dan ketiga orang itu menyampaikan kejadian di Pulau Guntung kepada
penguasnya yang berada disana.133
133 Memang patut pemerintah Melaka merasa terganggu oleh keseimbangan Vandrig
Hansen, dalam sepucuk surat yang memberi tahukan peristiwa tersebut kepada Vandrig Bartholomeus Meijer, komandan di Pera, meminta supaya ia berhati-hati dan dimana Gubernur mengatakan : penyergapan yang telah terjadi, menurut perasaan mereka yang mengetahui situasi Pulau Guntung, dimana jumlah tenaga cukup memadai dan perlengkapan juga mencukupi, tak mungkin dapat terjadi, jika komandan Hansen tidak melakukan kesalahan, yang telah berulang-ulang kepadanya diperingatkan supaya waspada dan dengan teliti membaca situasi, dan tidak secara aib memandang ringan keadaan kebaikkannya ia terlalu kepada orang Melayu, sehingga hanya dialah yang bertanggung jawab atas terjadinya pembataian dan segala keruwetan yang terjadi.; bagi sisa orangnya yang masih hidup, memang baik baginya terbunuh pada waktu itu, sehingga ia tidak perlu lagi menghadapi pengadilan yang mengabaikannya. (Surat tanggal 7 Desember 1759, di arsip Melaka) dan lihat juga, Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk,Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal.180
114
Pada tahun 1760 M, di Siak Sultan Muhammad mengancam kompeni
dengan para lanun sehingga tercipta suasana yang mencekam di Selat Melaka.
Mengetahui tindakan-tindakan para lanun di Siak, maka kompeni Belanda segera
memikirkan cara untuk melumpuhkan Sultan Muhammad.
Pihak Belanda menemukan solusi untuk meredam Sultan Muhammad,
yaitu dengan bantuan Raja Alam, kompeni Belanda bersiasat untuk memanfaatkan
Raja Alam agar dirinya berhasrat untuk merebut kekuasaan dari tangan Sultan
Muhammad dan menawarkan kerjasama apabila dirinya ingin menyerang Siak.
Tawaran ini membuat Raja Alam terhanyut dalam buaian Belanda, kemudian
pihak kompeni mengundang Raja Alam untuk datang ke Melaka.
Pada 25 September 1760 M, Raja Alam memenuhi undangan tersebut,
kemudian Raja Alam langsung bergegas menuju Melaka dengan diiringi sepuluh
kapal yang berukuran cukup besar dan delapan kapal berukuran kecil dan dengan
awak kapal berjumlah 255 orang dan menantunya yang bernama Said Usman
beserta Raja Asahan ikut serta dalam perjalanan ke Melaka.134 Setelah sampai di
Melaka, Raja Alam tidak sabar lagi untuk melakukan kerja sama dengan kompeni
untuk mengambil alih kekuasaan Kesultanan Siak dari tangan Sultan Muhammad.
Kemudian kompeni menghimbau Raja Alam untuk menambah pasukan
perangnya, Raja Alam bergegas mencari bala bantuan kepada Daeng Kamboja
yang berada di Selangor, namun Daeng Kamboja tidak menyanggupi permintaan
Raja Alam dengan alasan Daeng Komboja tidak dalam keadaan baik di Selangor.
Setelah mendapatkan jawaban dari Daeng Kamboja maka Raja Alam beranjak
134 Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk,Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal, 188-189.
115
dari Selangor ke Rambau, dan Raja Alam mendapatkan bantuan beberapa ratus
orang. Melihat semua peristiwa ini Sultan Muhammad tidak tinggal diam dan
menentang keras sikap Belanda yang telah memperalat Raja Alam.
Pada tanggal 12 November 1760 M, Sultan Muhammad mengirim sepucuk
surat kepada Gubernur Melaka yang menyatakan dengan keras menentang sikap
kompeni itu.135 Setelah berusaha mempertahankan kedaulatan Kesultanan Siak,
meskipun dalam kondisi kesehatannya melemah Sultan Muhammad tidak gentar
melawan kompeni. Dengan berjalannya waktu kondisi kesehatannya semakin
melemah, Sultan Muhammad mempersiapkan puteranya yang bernama Tengku
Ismail untuk meneruskan perjuangannya dalam mempertahankan kedaulatan
Kesultanan Siak Sri Indrapura. Selama sembilanbelas tahun roda pemerintahan
yang dipimpin oleh Sultan Muhammad telah mempertahankan kedaulatan
kerajaan dengan baik, dan selama menjalani pemerintahannya Sultan Muhammad
dipenuhi tekanan dari kompeni dan Raja Alam namun tidak membuat dirinya
mundur selangkahpun.
2. Reaksi Rakyat Pada Pemerintahan Jepang
Kekuasaan koloni militer Jepang yang telah merambah pada aspek
pertanian dengan mengeksploitasi hasil tani, dan perkebunan masyarakat Siak
berupa padi. Salah satu sikap kolonial Jepang terhadap rakyat Siak dengan
mewajibkan rakyat Siak untuk bertani dan berladang hingga ke pelosok daerah.
Adapun daerah utama yang memiliki lahan ladang padi yang luas seperti daerah
Tembilahan Gun dan Pasir Pengarairan Gun. Singkat kisah pada saat musim
135 Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk,Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal, 189.
116
panen, pemerintahan Jepang menyerukankepada anak-anak dan penduduk dari
setiap Gun untuk mengurusi hasil panen padi. Setelah hasil panen terkumpul,
kolonial Jepang merampas dan membawanya ke gudang penyimpanan pangan.
Saat itulah awal mula kekesalan masyarakat dan sultan terhadap sikap kolonial
Jepang sehingga menimbulkan reaksi perlawanan rakyat terhadap sikap kolonial
Jepang.Bentuk perlawanan tersebutberupa dengan menimbun hasil panen padi dan
digantikannya karung kosong untuk dibawa ke gudang penyimpanan Jepang.
Setelah Jepang menguasai sebagian daerah kekuasaan Kesultanan Siak Sri
Indrapura, kemudian tentara Jepang membuat paksaan dan tindakan sewenang-
wenangan mengambil padi rakyat yang katanya untuk perjuangan peperangan
Asia Timur Raya, maka terjadilah pemberontakan Suku Sakai yang berada di
Balai Pungut yang dipimpin oleh Sekodai dan beberapa anak buahnya. Setiap
tentara Jepang mengadakan patrol ke Mandau atau di daerah Balai Pungut karena
daerah ini pusat pengeboran minyak Belanda (BPM) dihadang oleh Sikodai
dengan kawan-kawannya dan membunuh tentara Jepang dan merampas
senjatanya.136
Atas sikap pemerintahan Jepang yang semena-mena terhadap rakyat Siak
maka terjadi aksi perlawanan senjata di Tembilahan Gun dengan pemerintahan
Jepang tepatnya di Parit Baru karena tidak ingin meyerahkan hasil panennya
kepada Jepang.
Meskipun sudah diberi peringatankeras oleh pemerintahan Jepang namun
tidak menyurutkan semangat perlawanan untuk melawan kolonial Jepang. Jepang
menanggapi aksi rakyat yang berdomisli di Tembilahan Gun dengan mengirim
136O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 176.
117
sejumlah junsa (polisi) ke Parit Batu untuk memberantas para pemberontak di
Tembilahan Gun. Namun para rakyat memberontak dan terjadilah perlawanan
senjata antara rakyat terhadap kolonial Jepamg dan banyak memakan korban di
pihak junsa yang diutus pemerintahan Jepang. Melihat kejadiaan ini, seketika itu
pula pemerintah Jepang memerintahkan kepada Ku-Co untuk mengamankan
rakyat yang menjadi pemberontak di Tembilahan Gun. Pada peristiwa ini terjadi
perlawanan yang amat keras sehingga kembali memakan korban yakni Ku-Co dan
beberapa Junsa (polisi). Pemerintahan Jepang semakin geram melihat peristiwa
ini dan kembali memberi instruksi kepada para junsa dibawah komando dari
militer kolonial Jepang. Seluruh rakyat menyambut tindakan kolonial Jepang
untuk kedaulatan di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Perlawanan ini kembali
mengalami kekalahan dipihak Jepang yang bermodal senjata dan perlengkapam
perang yang seadaanya. Ketika mengalami kekalahan pemerintah Jepang tidak
ingin didengar oleh kampung-kampung lainnya, maka segera diutus pasukan yang
berjumlah satu kompi tentara yang dipimpin oleh Bunso Co dan Kaisatsu Co
(Ketua Polisi), langsung mengelilingi kampung Bukit Baru. Kebiadaban tentara
Jepang tercermin ketika membakar seluruh rumah penduduk yang berada disana.
Perlawanan ini mengalami respon dari pihak rakyat yang telah membakar
api perjuangan untuk memberantas kolonialisme dengan membawa senjata berupa
parang panjang sambil diiringi seruan takbir Allahu Akbar!!. Dalam peperangan
ini banyak memakan korban dipihak rakyat karena meliha kondisi rakyat yang
menggunakan senjata seadanya, sedangkan tentara militer Jepang menggunakan
senjata senapan.
118
119
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejak awal pembentukan Kesultanan Siak Sri Indrapura pada saat berada
di bawah empayar Kerajaan Sriwijaya awalnya bernama Kerajaan Gasib yang
lebih dikenal Kerajaan Siak-Gasib. Kerajaan Siak-Gasib ini mengalami dua fase,
yakni fase pemerintahan di bawah pengaruh Hindu-Budha dan fase di bawah
pengaruh agama Islam. Sejak abad ke XIV, telah terjadi ekspansi yang dilakukan
oleh Kerajaan Majapait di daerah Tumasik maka Kerajaan Siak-Gasib di bawah
kekuasaan Raja Begadai bergabung dengan Majapahit. Pada tahun 1433 M,
Kerajaan Siak-Gasib tepatnya pada masa Raja Begadai yang masih menganut
agama Hindu-Budha merasa terusik atas ekspansi Kesultanan Melaka yang
melakukan Islamisasi di sekitar Selat Melaka yang dilakukan oleh Sultan Mansur
Syah sebagai Sultan Melaka
Peristiwa ini merupakan awal mula Islam hadir dan terus berkembang
secara perlahan tradisi masyarakat yang kental dengan ajarah Hindu-Budha
terkikis dengan nilai-nilai ke-Islaman pada setiap aktifitas masyarakat Gasib,
seperti berdo'a yang memakai dupa, adat tapung tawar dan lain-lain.
Awal periode Kesultanan Siak Sri Indrapura (1723 M), pada masa Raja
Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah, hingga pada puncak pemerintahan yakni Sultan
Assaidis Syarif Kasim Tsani Abdul Jalil Syaifuddin (1946 M).
Menurut kacamata penulis selama penelitian ini dapat terlihat secara jelas
bahwa sejak awal periode Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (Raja Kecik) sudah
120
menetapkan agama Islam sebagai agama resmi kerajaan, adapun mazhab yang
diamalakan yakni mazhab Imam Syafi'i. Dari awal berdiri hingga masa akhir
pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura selalu mengedepankan unsur-unsur
Islam di dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura. Seperti pada
peraturan-peraturan pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura dalam setiap
menjalankan pemerintahan harus bermusyawarah dengan para pembesar kerajaan
seperti, orang besar kerajaan, qhadi, penghulu.
Perkembangan agama Islam di Kesultanan Siak Sri Indrapura pada periode
ke-IV, yakni Sultan Abdul Jalil Alamuddin Sysh (1766 M), karena Sultan
Alamuddin Syah merubah tradisi bahwa anak raja atau sultan harus menikah
sesuai harkat dan martabat (selevel keluarga kerajaaan), peristiwa ini terjadi ketika
puteri Sultan Alamuddin Syah yang bernama Tengku Embung Badariah dinakahi
dengan seorang keturuanan bangsa Arab yang memilik silsilah langsung dengan
Nabi Muhammad SAW, yang bernama Syarif Ustman bin Abdul Rahman bin
Sayid bin Ali bin Muhammad bin Hasan bin Umar bin Hasan bin Syeh Ali bin
Abu Bakar Asyakran bin Abdul Rahman Assagaf bin Ahmad bin Ali bin Alwi bin
Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Alwi bin
Muhammad bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isya bin Muhammad Annaqef bin
Syaidina Ali dengan Istrinya Siti Fatimah binti Nabi Muhammad SAW.
Kedatangan seorang dari bangsa Arab yang bernama Syarif Usman yang
menikahi puteri sultan, sehingga ditandai dengan adanya tambahan gelar Assaidis
Syarif merupakan indikasi bahwa Islam mulai kental di Kesultanan Siak Sri
Indrapura. Gelar Assaidis bermula keturunan sultan dari tanah Melayu berganti
keturunan bangsa Arab, dan pada masa sultan ke-VII yakni Sultan Assaidis Syarif
121
Ali Abdul Jalil Syafuddin (1784 M) pemerintahan mencapai puncak kejayaan
dalam hal perluasan daerah kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapura sampai ke
Sambas Kalimantan.
Meskipun keadaan pemerintahan di Kesultanan Siak Sri Indrapura mulai
dicampuri dan pengaruh kolonialisme, namun dari setiap sultan yang memegang
kekuasaan menyikapi dengan cara dan style yang berbeda-beda mengahadapi
kolonialisme yang selalu menentang adanya kolonialisme. Pengaruh kolonialisme
sangat mengganggu kestabilan pemerintahan kerajaan, sehingga memicu aksi-aksi
perlawanan dari setiap sultan yang memerintahan di Kesultanan Siak Sri Inrapura.
Salah satunya perlawanan yang terjadi di Pulau Guntung yang merupakan markas
besar sekaligus sebagai benteng pemerintahan Belanda.
Pemicu aksi perlawanan dikarenakan kolonial Belanda telah melakukan
sabotase dengan mengambil pajak cukai secara sepihak. Perlawanan yang digagas
oleh Sultan ke-II, yakni Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah (1746-
1760 M) yang terjadi pada tahun 1760 M, dan dengan strategi tipu muslihatnya
itu Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah begitu efektif, sehingga
mendapatkan kemenangan perdana selama pemerintahan Kesultanan Siak Sri
Indrapura mengahadapi kolonial Belanda.
Peristiwa inilah yang menjadi bukti bahwa Kesultanan Siak Sri Indrapura
menentang keras kolonialisme. Mesikupun pihak Belanda sangat mendominasi
pengaruhnya di pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura dengan membuat
peraturan (KUHP), numun Sultan Assaidis Syarif Kasim juga bersisih keras agar
setiap permasalah harus diselasikan dengan tiga tahap, tahap pertama, hukum
Islam, hukum adat dan KUHP yang harus ditaat oleh kedua pihak antara
122
pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura dan Pemerintahan Belanda. Masuk
masa pendudukan Jepang, sang sultan juga berjuang demi kemajuan kerajaan dan
sangat mementingkan rakyatnya, rasa cinta Sultan Assaidis Syarif Kasim terhadap
rakyatnya ini terlihat ketika sang sultan menentang keras romusha yang akan
dikembangkan oleh Jepang di Siak dan sekitarnya. Pada masa pendudukan Jepang
tidak banyak perubahan dalam pemerintahan, namun hanya sebatas perubahan
istilah didalam sistem pemerintahan.
Kemudian mulai merambat menancapkan pengaruhnya karena merasa
telah diterima baik oleh pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura dengan
membentuk Riau Syu Sangi Kai yang fungsinya seperti Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) secara otoriter. Perlahan pemerintah Kesultanan Siak Sri Indrapura mulai
menyadari akan ambisi Jepang yang ingin menjadikan Siak Sri Indrapura sebagai
sapi perah yang menguntungkan pihak kolonial Jepang. Dari seluruh perlawanan
yang dilakukan oleh Kesultanan Siak Sri Indrapura beserta rakyat, berasal dengan
adanya pengaruh agama Islam yang dapat membangkitkan aksi perlawanan
terhadap kolonialisme yang identik kafir sebagai musuh besar Islam dan dengan
rasa kesadaran akan cinta kepada tanah air maka jajaran pemerintahan dan rakyat
menolak keras dengan hadirnya kolonialisme.
B. Saran
Tahapan penghujung dari skripsinya, panulis berharap agar anak-anak
bangsa semakin bangga dan bertambah rasa nasionalisme, seperti apa yang terjadi
di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Dengan melihat kesimpulan di atas, kita akan
menyadari indentitas kita sebagai seorang muslim harus mengedepankan nilai-
123
nilai ke-Islaman, dan sebagai akedemisi berkewajiban untuk mengkritisi dan
meluruskan sejarah peradaban Islam yang berkembang di Nusantara agar tidak
diputar balikan fakta sebenarnya karena kekurangan sumber daya manusia
khususnya bidang sejarah. Penulis selalu mengharapkan saran untuk perbaikan
penulisan skripsi ini agar menjadi kajian sejarah yang layak untuk dijadiakan
acuan oleh mahasiswa/I UIN Syarif Hidyatullah Jakarta, khususnya Jurusan
Sejarah dan Kebudayaan Fakultas Adab dan Humaniora. Penulis juga memohon
maaf atas kekurangan dan kesalahan, karena segala kelebihan hanya milik Allah
SWT.
"Dengan niat penuh keyakinan dan usaha beriring do'a
maka yakin akan sampai segala cita-cita"
124
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Primer:
Anrooij, Hijmans, H. A, Nota Omtrent Het Rijk van Siak, diterbitkan oleh
TBG. XXX, Perpustakaan Nasional Jakarta dengan nomor kode XXI-1305, 1885.
Arsip Nasional Republik Indonesia, The Archives of the Dutch East
IndiaCompany (VOC) and the Local Institutions in Batavia (Jakarta), Brill,
Leiden Boston, 2007.
_____________, Surat-surat Perjanjian antara Kesultanan Riau dengan
Pemerintahan V.O.C dan Hindia-Belanda 1784-1909,Djakarta, 1970.
Jamil, Nizami, dkk, Sejarah Kerajaan Siak, CV. Sukabina Pekanbaru, Cet
ke-2, LAM Kabubaten Siak, Juni 2011.
____________, Upacara Perkawinan Adat Daerah Riau (Siak Sri
Indrapura-Pasir Pangaraian-Kepulauan Riau), Cet. ke-I, Pekanbaru :Bumi
Pustaka, 1982.
_____________, Upacara Adat Tepung Tawar Beserta Filosofinya di
Kerajaan Siak,Pekanbaru :CV. Sukabina Pekanbaru, Cet ke-2, LAM Riau, 2010.
M.S, Suwardi, dkk, Peta Sejarah dan Budaya Provinsi Riau, PT. Sutra
Benta Perkasa.
Netscher, Elisa, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865,
Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen, diterjemahkan Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak
1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, Pemerintah
Daerah Kabupaten Siak dan Yayasan Arkeologi dan Sejarah, Bina Pusaka, 2002.
125
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Hikayat Iskandar Zulkurnain
dan Syair Raja Siak Dari Naskah W113 & W273, Data Kataalog Dalam Terbitan
(KDT), 2002.
Sumber Sekunder:
Abdullah, Taufik dkk, Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara,
LP3ES, Jakarta, Januari 1989.
Adil, Haji Buyung Bin, Sejarah Johor, Kuala Lumpur : Percetakan Dewan
Bahasa dan Pustaka Kemeterian Pelajaran Malaysia, cet: II, 1980.
Akhimuddin, Yusri, Naskah-Naskah Gempa: Perspektif Orang Melayu
Minangkabau Tentang Gempa Bumi, Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Sosial
Kemasyarakatan, 2013.
Al Anshori, Junaedi. M, Sejarah Nasional Masa Prasejarah Sampai Masa
Proklamasi Kemerdekaan, PT Mitra Aksara Panaitan, Jakarta, 2010.
Al Haji, Raja Ali, Tuhfat al Nafis Sejarah Melayu dan Bugis, Singgapura :
Malaysia Publication LTD.
Ali, Husin.S, Rakyat Melayu Nasib dan Masa Depannya, Terjemahan, PT
Inti Sarana Aksara, Jakarta, 1985.
Alisjahbana, Takdir,Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia dilihat
dari jurusan nilai-nilai, Yayasan IDAYU, Jakarta, 1975.
Amran, Rusli, Sumatera Barat Plakat Panjang, Sinar Harapan, Jakarta,
1985.
Arenawati, Silsilah Melayu dan Bugis, Kuala Lumpur : Penerbit Pusaka
Antara, cet. II,1973.
126
Arief, Armai, Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau,cet ke-1,
Suara ADI, Jakarta, Agustus 2009.
Bernard H.M. Vlekke, Nusantara Sejarah Indonesia, Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka, 1967.
D.H. Burger, Terj. Prajudi Atmosudirdjo, Sedjarah Ekonomis Sosiologis
Indonesia, Vol. I, Djakarta: P.N. Pradnya Paramita, 1960.
Effendi, Tenas, Lintasan Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura,Pekanbaru :
Badan Pembina Kesenian Daerah Provinsi Riau, 1973.
Hall, D.G.E, Sejarah Asia Tenggara, Usaha Nasional Surabaya, 1988.
Hamidy, UU, Agama dan Kehidupan Dalam Cerita Rakyat, Pekanbaru :
Bumi Pustaka, 1982.
Harrison, Brian, Asia Tenggara Satu Sejarah Ringkas. Terj, Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1966.
Hasbullah, Islam dan Transformasi Kebudayaan Melayu di Kerajaan Siak,
Pekanbaru :Yayasan Pusaka Riau, 2007.
Kartadarmadja, Soenjata Drs, dan Sutrisno Kutoyo, Sejarah Masa
Revolusi Fisik Daerah Riau, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan, 1979.
Kartodirdjo, Sartono, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah,
PT. Gramedia Pustaka Utama, Anggota IKAPI, Jakarta, 1992.
____________, PengantarSejarah Indonesia Baru 1500-1900 Dari
Emporium sampai Imperium, Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 1993.
127
______________, Sejarah Nasional Indonesia jilid III, Jakarta : Balai
Pustaka, cet. ke-V, 1984.
Loir-Chambert, Henri, Sultan, Pahlawan dan Hakim Lima Teks Indonesia
Lama, Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), Jakarta, Desember 2011.
Muchtar Lutfi dkk, Sejarah Riau, Pekanbaru, Percetakan Riau, Pemda Tk.
I Riau, 1977.
Luthfi, Amir, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri
Indrapura 1915-1945,Pekanbaru : Lembaga Penelitian Institute Agama Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim, 1983.
___________, Hukum dan Perubahan Struktur Kekuasaan Pelaksanaan
Hukum Islam dalam Kesultanan Melayu Siak 1901-1942, Pekanbaru : Susqa
Press, 1991.
Madjid, Dien, M. Pengantar Ilmu Sejarah, UIN Jakarta Press, Ciputat,
2013.
Marleilly, Asmuni, Pendidikan Sebagai Faktor Dinamisme Sosial di
Daerah Riau Pada Awal Abad XX, Seminar Sejarah Lokal Pendidikan Sebagai
Faktor Dinamisme Sosial, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi
Sejarah.
Meuraxa, Dada, Sejarah Kebudayaan Sumatera,Medan : Firma Hasmar,
1974.
Muzani, Saiful (edt), Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia
Tenggara, PT Pustaka LP3ES, Jakarta, Oktober 1993.
N.J. Ryan, Sejarah Semenanjung Tanah Melayu, (Kuala Lumpur: Oxford
University Press, 1966.
128
Nasution, Harun dkk.,Ensiklopedia Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan,
2002.
___________, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, jilid ke-I, Jakarta :
Universitas Indonesia Press, 2008.
___________, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, jilid ke-2, UI Press,
Jakarta, 2008.
Onghokham, Runtuhnya Hindia Belanda, PT Gramedia, Anggota IKAPI,
Cet ke- I, Jakarta, 1987.
Ph.D, Hashim, Yusoff, Muhammad, Kesultanan Melayu Melaka Kajian
Beberapa Aspek Tentang Melaka Pada Abad ke-15 dan Abad ke-16 Dalam
Sejarah Malaysia, Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia,
Kuala Lumpur, 1989.
___________, Pensejarahan Melayu : kajian tentang tradisi sejarah
Melayu Nusantara, Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pusaka Malaysia, 1992.
___________,Daulat dalam tradisi budaya dan politik kesultanan Melayu
abad ke-XV dan awal abad ke-XVI ; antara mitos dan realiti, Dalam Journal of the
historical society. Kuala Lumpur : Universitas of Malaya. No.3. 1994.
Ph.D, Sarumpeat, Toha, K., Riris, Liaw Yock Fang,Sejarah Kesusastraan
Melayu Klasik, edisi petama, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, Agustus
2011.
Ranawidjaya, Usep, Swapraja Sekarang dan Dihari Kemudian,Djakarta :
PT. Djambatan, 1955.
Reid, Anthony, Sumatera Tempo Doeloe: dari Marco Polo sampai Tan
Malaka, Komunitas Bambu, Jakarta, November 2010.
129
Ricklefs, M.C, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, ter, PT. Serambi
Ilmu Semesta, cet I, II, III, 2005, 2007.
Suroyo, Djuliat,Eksplotasi Kolonial Abad XIX Kerja Wajib di Keresidenan
Kedu 1800-1890, Yogyakarta : Yayasan Untuk Indonesia, November 2000.
Suwarno, Adila dkk, Siak Sri Indrapura, Lontar Foundation, Jakarta :
Jayakarta Agung Offest, 2007.
Tim Penulisan Universitas Riau dkk, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme
hingga Kemerdekaan RI, Pekanbaru : Sutra Benta Perkasa, 2006.
Ichwan, Budi. dkk, Sejarah Riau Masa Kolonialisme Hingga
Kemerdekaan RI, PT: Sutera Benta Perkasa cet ke-1, Pekanbaru, Mei 2006.
Yusmar, Yusuf, Studi Melayu, PT. Wedatama Widya Sastra, cet I, Januari
2009.
Sumber Makalah:
Asril, Raja Kecil Pendiri Kerajaan Siak Sri Indrapura, dalam Jurnal Ilmu
ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial.
Marleily, Asmuni, Pendidikan Sebagai Faktor Dinamisasi Sosial di
Daerah Riau Pada Awal Abad XX,Seminar Sejarah Lokal Pendidikan Sebagai
Faktor Dinamisasi Sosial, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi
Sejarah, 1983.
Rina Shintawaty, Peranan Sultan Sayid Syarif Qasim II Abdul Jalil
Syaifuddin Tahun 1915-1945 Di Kesultanan Siak Sri Indrapura, Skripsi Fakultas
Sastra Universitas Indonesia, 1985.
130
Seminar Intenasional Sejarah Lisan Rumpun Melayu 2014, "Rumpun
Melayu Dalam Perspektif Sejarah Dan Budaya", Gedung Guru Riau, Pekanbaru,
Tanggal 27-30 Maret 2014.
Tri Shubhi A, Berjabat Tangan Dengan Masa Lalu Sebuah Ikhtiar
Memahami Kedirian Bangsa dalam Panji Mahasiswa, Dzukhijjah 1435 AH/
Oktober, 2014.
Sumber Internet:
http://www.griyawisata.com/internasional/internasional/artikel/riau-
tunjukan sebagai-pusat-kebudayaan-melayu diakses pada tanggal 4 April 2014
jam 22:40
http://www.pekanbaruriau.com/2009/04/visi-riau-2020.htmldiakses pada
tanggal 4 April 2014 jam 20:22
http://www.riaupos.co/800-spesial-riwayat-hidup-dan-perjuangan-sultan-
syarif-kasim--.htmldiakses pada tanggal 4 April 2014 jam 20:22
D. LAMPIRAN
LAMPIRANTABEL 1
Nama-nama Sultan yang pernah menjabat di Kesultanan Siak Sri Indrapura
NO NAMA GELAR GELAR WAFAT PERIODE PEMERINTAHAN
1 Raja Kecil Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah
Marhum Buantan 1723 – 1746
2
Tengku Buang Asmara Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah
Marhum Mempura
1746 - 1765
3 Tengku Ismail Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah
Marhum Mangkat Di Balai
1765 - 1766
4 Tengku Alam Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah
Marhum Bukit 1766 – 1780
5 Tengku Muhammad Ali Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah
Marhum Pekan 1780 - 1782
6 Tengku Yahya Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah
Marhum Mangkat Di Dungun
1782 – 1784
7 Tengku Sayid Ali Sultan Sayid Syarif Ali Abdul Jalil Baalawi Syaiffuddin
Marhum Kota Tinggi
1784 - 1810
8 Tengku Sayid Ibrahim Sultan Sayid Syarif Ibrahim Abdul Jalil Khaliluddin
Marhum Mempura Kecil
1815 - 1864
9 Tengku Sayid Ismail Sultan Sayid Syarif Ismail Abdul Jalil Jalaluddin
Marhum Indrapura
1815 - 1864
10 Sultan Syarif Qasim I Sultan Sayid Syarif Qasim I Abdul Jalil Syaifuddin
Marhum Mahkota 1864 - 1889
11 Sultan Syarif Hasyim Sultan Sayid Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin
Marhum Baginda 1889 - 1908
12 Sultan Syarif Qasim II Sultan Sayid Syarif Qasim II Abdul Jalil Syaifuddin
1915 - 1945
ket: Sultan Siak Sri Indrapura yang Berasal dari Keturunan Melayu Johor
Sultan Siak yang berasal dari Keturanan Arab (Syarif Usman Syahabuddin)
Periodisasi Kesultanan Siak Sri Indrapura
Sumber : Drs. Soenjata Kartadarmadja, Riwayat Hidup dan Perjuangan Sultan Sarief Kasim II, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977, hal. 4-10.
LAMPIRAN TABEL 2
Silsilah Sultan di Kesultanan Siak Sri Indrapura pada tahun 1723-1946
X X
Ket:
X (Menikah)
* (Keturunan Hasil dari Pernikahan)
Sumber:
Drs. Amir Luthfi, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915-1945, Pekanbaru; Lembaga Penelitian IAIN Sultan Syarif Qasim, 1983, hal. 80. Drs. Soenjata Kartadarmadja. Riwayat Hidup dan Perjuangan Sultan Sarief Kasim. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977, hal. 4-10.
Tengku Ismail Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah
1760-1766
Sultan Mahmud Syah II Sultan Johor X 1685 - 1699
Tengku Alam Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah 1766-1780
Raja Kecil Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah 1723-1746
Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah 1746-1760
Tengku Tengah (meninggal sebelum
dewasa)
Tengku Embung Badriyah
Sayid Syarif Osman (Orang Arab)
Tengku Yahya Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah
*Tengku Sayid Ali Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil 1784-1810
Tengku Muhammad Ali Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazam Syah
1780-1782
Tengku Sayid Ibrahim Sultan Assaidis Syarif Ibrahim Abdul
Jalil Khaliuddin 1810-1815
Tengku Putera
*Tengku Sayid Abdurrahman Tengku Sayid Ahmad Tengku Long Putih Tengku Hitam
Tengku Sayid Ismail Sultan Assaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Syaifuddin 1815-1864
Tengku SulongSayid Syarif Qasim II Sultan Assaidis Syarif Qassim II Abdul Jalil Syaifuddin
1915-1946
Tengku Syarif Hasyim Sultan Assaidis Syarif Hasyim Abdul
Jalil Syaifuddin 1889-1908
Sultan Syarif Qasim I Sultan Assaidis Syarif
Qasim I Abdul Jalil Syaifuddin 1864-1889
LAMPIRAN TABEL 3
STRUKTUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN BELANDA
PADA TAHUN 1938-1942
Sumber: Muchtar Luthfi, Sejarah Riau, Pekanbaru: Percetakan Riau, 1977, hal. 382-386.
Riau Kepulauan
Asisten Residen (Kepala Afdeling)
Resindetie Riouw en Onderhoorgheden (Keresidenan Riau) dengan ibu kota Tanjung
Pinang
Gouvernement Sumatra's Oostkust (Provinsi Pesisir Timur Sumatera) Gubernur Pesisir Timur Sumatera
yang berpusat di Medan
Bengkalis
Onderdistrik Kepala Daerah Setempat
Indragiri
Hinduk Kepala Suku
Kebatinan (Batin) Kepenghuluan(Penghulu)
Hinduk Kepala Suku
Countroluer (Kontrolir) Kepala Onderafdeeling
menjabat di Distrik: Rengat, Taluk Kuantan, Tembilahan
Countroleur (Kontrolir) Kepala Onderrafdeeling menjabat di Dsitrik: Siak, Bagan Siapi-api,
Selat Panjang, Pekanbaru,Rokan
Countroleur (Kontrolir) Kepala Onderafdeeling
Menjabat di Distrik: Tanjung Pinang, Karimun, Lingga, Pulau
Tujuh
Onderdistrik Kepala Daerah Setempat
Onderdistrik Kepala Daerah Setempat
LAMPIRAN TABEL 4
SUSUNAN PEMERINTAHAN MASA JEPANG PADA TAHUN 1942-1945
Ket: * pembagian Daerah BUN
Bengkalis BUN :
Bengkalis Gun, Selat Panjang Gun, Bagan Siapi-api Gun.
Pekanbaru BUN :
Pekanbaru Gun, Siak Gun, Pelelawan Gun, Pasir Pangaraian Gun.
Indragiri BUN :
Rengat Gun, Yaluk Kuantan Gun, Tembilahan Gun.
Bangkinang BUN :
Bangkinang Gun, Pasir Pangairaian Gun.
Sumber: Muchtar Luthfi, Sejarah Riau, Pekan Baru: Percetakan Riau, 1977, hal. 407-409.
RIAU SYU COKAN (Gubernur Militer) di Pekanbaru
KU (Onderdistrik)
KU CO
GUN (Onderafdeeling)
GUNCO
BUN (Keresidenan) BUNSUS CO
*Bengkalis BUN
*Pekanbaru BUN
*Indragiri BUN
*Bangkinang GUN
LAMPIRAN TABEL 5
STRUKTUR PEMERINTAHAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA
PADA TAHUN 1898-1915
Sumber:
Drs. Amir Luthfi, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915-1945, Pekanbaru: Lembaga Penelitian Institut Agama Islam Negeri Islam Sultan Syarif Qasim, 1983, hal. 28.
SULTAN SIAK
Kerapatan Tinggi
Sultan Sebagai Ketua
Dewan Kesultanan
Datuk Empat Suku Kadi
Komisaris Negara Jajahan
Hinduik Kepala Suku
Pengadilan Syariah Pengadilan Hakim Polisi
Hakim Polisi
LAMPIRAN TABEL 6
STRUKTUR PEMERINTAHAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA
PADA TAHUN 1915-1945
Sumber: Drs. Amir Luthfi. Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915-1945. Pekanbaru: Lembaga Penelitian Institut Agama Islam Sultan Syarif Qasim, 1983, hal. 32.
KERAPATAN TINGGI
Sultan sebagai ketua
ONDERDISTRIK
Kepala
MAJELIS KESULTANAN Sultan Sebagai Ketua
IMAM ONDERDISTRIK KERAPATAN ONDERDISTRIK
MAHKAMAH KADI SULTAN SIAK KADI SIAK
SULTAN SIAK
DISTRIK Datuk Empat Suku
HINDUK-HINDUK
Kepala
KEBATINAN
Batin
KEPENGHULUAN
Penghulu
KEPALA DISTRIK Imam Distrik
KERAPATAN TINGGI
Kepala Distrik
HINDUK-HINDUK
Kepala
LAMPIRAN TABEL 7
ALUR HUBUNGAN KERAJAAN SIAK SRI INDRAPURA DENGAN KERAJAAN MELAKA
Sumber: OK. Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, CV. Sukabina Pekanbaru, 2011,
hal.27
Kesultanan Melayu Melaka yang berdiri pada tahun (1400-1511 M) yang berakhir pada masa Sultan Mahmud Syah I
(Sultan ke X dengan gelar Marhum Kampar yang wafat pada tahun 1528 M)
Kesultanan Melayu Johor-Riau-Lingga-Pahang (1723-1832 M)
Yang dipimpin oleh Sultan Sulaiaman Badrul Alamsyah gelar dari Tengku Sululaiman (Raja
Sulaiman) sebagai Sultan ke XIII dari tahun 1723-1761 M, dan Kesultanan ini berakhir pada
masa Sultan ke XVII yaitu pada masa Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah pada tahun
1812-1819 M.
Kesultanan Melayu Siak
(1723-1946 M)
Berawal dari Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah gelar Raja Kecik dari tahun 1723-1746 M setelah menjabat dari Sultan Johor ke XII.
Kesultanan Johor-Riau Lingga
(1819-1913 M)
Berawal pada pemerintahan Sultan Tengku Abdul Rahman Muazzam Syah pada tahun 1812-1832 M
terletak di Lingga dibawah pengaruh Belanda. Akhir Kesultanan Johor Riau Lingga ini di masa Sultan
Abdul Rahman Muazzam Syah pada tahun 1885-1911 M.
Kesultanan Johor Riau Singgapura
(1819-1913 M)
Berawal pada kepemerintahan Tengku Husin dari tahun 1819-1935 M, letak Kesultanan Johor
Riau Singgpura ini terletak di Singgapura dibawah pengaruh Inggris. Berakhir oleh Sultan
Temenggung Abu Bakar Seri Maharaja Johor (1862), Sultan Abu Bakar (1885-1895 M)
mangkat 1895 di London-Inggris.
Kesultana Melayu Johor yang berdiri pada tahun (1511-1819 M) yang berakhir pada
masa Sultan Abdul Rahman Muazam Syah (Sultan Johor ke XVII 1912-1832 M).
DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR
Lampiran I : Peta Kekuasaan dan Pengaruh Kerajaan Sriwijaya
Sumber :
www.indocropcircles.wordpress.com atau mascotnusantara.indonetwork.co.is
(diakses pada tanggal 22 April 2014, 19.00 WIB)
Lampiran III : Gambar Posisi Kerajaan Kuno di Riau Abad VII-XIV M
Sumber : M.S, Suwardi, dkk, Peta Sejarah dan Budaya Provinsi Riau, PT. Sutra Benta Perkasa.
Lampiran IV : Gambar Istanan Asserayah Hasyimiyah, Masjid Raya Syahabuddin, Komplek Makam Pahlawan Nasional Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin, Balai Rung
Sari
Lampiran Gambar : Pernikahan Sultan Syarif Kasim Tsani dengan Permaisyuri
Sumber : http://ria.choosen.net/2010/04/07/wisata-riau-rindu-sempadan-istana-siak/ (diakses pada tanggal 22 April 2014, 22:15 WIB)
Lampiran Gambar : Masjid Raja Syahabuddin
www.kesultanan siak sri indrapura.melayu_onlinefiles.com ((diakses pada tanggal 22 April 2014, 22:15 WIB)
Lampiran Gambar : Makam Pahlawan Nasional Sultan Syarif Kasim beserta Keluarga Siak Sri Indrapura
Sumber : http://ria.choosen.net/2010/04/07/wisata-riau-rindu-sempadan-istana-siak/ (diakses pada tanggal 22 April 2014, 22:15 WIB)
Lampiran : Gambar Mahkota Kesultanan Siak Sri Indrapura
Sumber : OK. Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, CV. Sukabina Pekanbaru, 2011.
Lampiran Gambar Tenun Siak
Sumber : OK. Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, CV. Sukabina Pekanbaru, 2011.
Lampiaran Gambar : Lambang Kesultanan Siak Sri Indrapura
Sumber : OK. Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, CV. Sukabina Pekanbaru, 2011.
Lampiran Gambar : Kesultanan Siak Sri Indrapura pada Tahun 1858-1945 M
Sumber : M.S, Suwardi, dkk, Peta Sejarah dan Budaya Provinsi Riau, PT. Sutra Benta Perkasa
Lampiran Gambar : Istana Peraduan dan Area Pusat Kesultanan Siak Sri Indrapura
Sumber : www. flickriver/photo/tag/siak.com (diakses pada tanggal 22 April 2014, 21:11 WIB)
Lampiran Gambar : Istana Asseraah Hasyimiah
Sumber : http: www.riaudailyphoto.com (diakses pada tanggal 22 April 2014, 20:00 WIB)