Upload
duongthuan
View
245
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Keterpaduan IPTEK dan Islam
CAHAYA
Oleh:
1. Yusuf Arif Rohmaan (133611059)
2. Yuliana Dewi Indah M (133611061)
3. Lathifah Nor Hidayah (133611072)
4. Farida Yuliani (133611076)
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016
CAHAYA
Kesadaran seseorang untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu
sesungguhnya ditentukan sejauhmana kondisi intelektualitasnya. Al-qur‟an sebagai petunjuk
bagi orang-orang yang bertakwa terus memancing-mancing manusia untuk melakukan
penelitian mendalam dan melebar tentang segala sesuatu sampai menemukan kehadiran
Tuhan di depan pandangannya. Pada zaman sekarang sudah terjadi kemajuan Ilmu
pengetahuan yang seharusnya sebanding dengan tingkat kesadaran manusia sebagai hamba
Allah dan sebagai Khalifah di Bumi. Fisika sebagai Ilmu alam seharusnya menjadi ilmu yang
cukup untuk berjumpa dengan Tuhan, dengan mempelajari Energi dan materi sampai
antimateri menguak sedikit demi sedikit eksistensi tuhan di alam semesta ini.
Salah satu bahasan fisika yang mendapati perhatian lebih adalah cahaya, yang
dipandang mempunyai dualisme yang mempunyai sifat sebagai materi dan disisi lain
mempunyai sifat gelombang. Menarik sekali pembahasan mengenai cahaya ini, dan begitu
dianjurkannya manusia meneliti tentang cahaya sehingga dalam Al-Qur‟an surat ke-24
dianamakan An-Nur, Cahaya. selain itu banyak juga ayat kitab suci yang membahas tentang
cahaya, bohong jika tidak tertarik untuk memahami lebih tentang cahaya. Apa sebenarnya
cahaya ini? apa keindahannya? hal apa saja yang berkaitan dengan cahaya? apa hikmah
penciptaan cahaya? mengapa perlu cahaya?
Manusia dapat melihat suatu benda karena adanya cahaya. Cahaya memantul ke mata
sehingga benda terlihat. Dalam keadaan tanpa cahaya (gelap), manusia tidak bisa melihat
benda. Sumber cahaya adalah benda-benda yang dapat menghasilkan cahaya. Menurut asal-
usul terjadinya cahaya, sumber cahaya dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Sumber cahaya alami, yaitu sumber cahaya yang terjadi secara alami. Contohnya adalah
matahari, bintang, dan kunang-kunang. Sedangkan bulan dan planet-planet tampak
bercahaya karena pantuklan sinar matahari, bukan karena planet itu sendiri.
2. Sumber cahaya buatan, yaitu sumber cahaya yang dibuat manusia. Misalnya senter,
lampu pijar, nyala lilin, dan petromaks.
Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata.
Sifat-sifat cahaya antara lain:
1. Dapat dipantulkan. Apabila cahaya dipantulkan ke sebuah benda, maka dua peristiwa
mungkin terjadi, yaitu cahaya akan diteruskan mengenai benda yang mengenainya
(tembus) atau cahaya dipantulkan kembali (memantul).
2. Merambat lurus. Cahaya yang keluar dari lampu senter merambat lurus melalui udara.
Garis-garis yang menggambarkan cahaya disebut sinar cahaya. Kum[pulan sinar cahaya
disebut berkas cahaya.
3. Menembus benda bening. Benda yang dapat ditembus cahaya misalnya air dan kaca.
4. Dapat dibiaskan. Cahaya dapat mengalami pembiasan apabila melewati dua medium (zat
perantara yang berbeda.1
Berikut ayat-ayat Al-Qur‟an yang membahas tentang cahaya:
• Sifat cahaya bulan dan matahari: (25:61), (10:5)
• Rangsangan tentang cahaya dalam berbagai medannya: (57:13), (66:8), (9:31),1
• Arti spiritual dan material dari cahaya: (2:17), (2:20)
• Keajaiban tentang penglihatan manusia: (33:19), (36:66), (8:44), (5:83), (9:92), (28:13), (20:39),
(25:74), (12:84),
• Jarak menurut pengertian tahun sinar: (32:5), (22:47)
• Hitungan tahun dengan lamanya waktu di ruang alam semesta: (10:3), (32:4), (50:38)
• Ide tentang waktu di ruang alam semesta: (2:259), (23: 112-114), (18:19), (10:102), (3:140)
• Dimensi mikroskopis pada unsur waktu: (16:77), (54:50), (50:16), (56:85), (27: 38-40)
• Diatas semua kadar waktu dari cahaya: (6:103), (2:96)‟ (3:15), (35:31)
• Penggambaran tentang bayangan-banyangan yang selalu ada: (16:48), (25:45), (13:15),
(13:35)
• Adanya spektrum dari sinar: (30:22), (16:13), (35:27-28), (39:21), (10:24), (22:63)
1 Agus Purwanto, Ayat-Ayat Semesta Sisi-Sisi Lain Al-Qur‟an yang Terlupakan (Bandung : PT. Mizan
Pustaka, 2008), hlm. 48-49.
ALLAH PEMBERI CAHAYA BAGI LANGIT DAN BUMI
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah,
adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus[1039], yang di dalamnya ada pelita besar.
pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti
mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun
yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya)[1040],
yang minyaknya (saja) Hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di
atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia
kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah
Maha mengetahui segala sesuatu.”
[1039] Yang dimaksud lubang yang tidak tembus (misykat) ialah suatu lobang di dinding
rumah yang tidak tembus sampai kesebelahnya, biasanya digunakan untuk tempat lampu,
atau barang-barang lain.
[1040] Maksudnya: pohon zaitun itu tumbuh di puncak bukit ia dapat sinar matahari baik di
waktu matahari terbit maupun di waktu matahari akan terbenam, sehingga pohonnya subur
dan buahnya menghasilkan minyak yang baik.
Kosa kata
Kata )نورالسموات(, Nur pada mulanya berarti cahaya yang memancar yang bisa
menolong mata untuk melihat sesuatu. Namun kata ini juga bisa digunakan sesuatu yang
bersifat immaterial, seperti ungkapan “perkataan itu bercahaya” dan “Si Fulan adalah cahaya
desanya”. Ragib menjelaskan bahwa al-qur‟an menggunakan kata an-Nur untuk dua hal,
yaitu cahaya duniawi dan ukhrawi. Yang bersifat duniawi terbagi lagi menjadi dua yaitu
cahaya Ilahi yang bisa dirasakan oleh hati, dan yang kedua adalah cahaya yang bersifat hissi
(material) atau yang bisa dilihat oleh mata seperti cahaya bulan. Sedangkan nur ukhrawi
adalah seperti cahaya yang memancar daru kaum Mukminin di akhirat nanti. Ahli tafsir
berbeda pandangan dalam menafsirkan ayat ini. Sebagian mengatakan bahwa Allah adalah
pemberi cahaya (munawwir) di langit dan bumi. Yang lainnya mengatakan bahwa Allah
adalah pemberi pentunjuk (hadi) penduduk langit dan bumi. Yang lain mengatakan bahwa
Allah adalah pengatur (mudabbir) langit dan bumi. Al-Qurtubi lebih cenderung untuk
mengartikan bahwa Allah dengan kekuasaanNya mampu memancarkan cahaya di langit dan
di bumi, seluruh urusan menjadi beres dan terkendali, dan seluruh ciptaannya menjadi tegak
dan mantap.
Kata مشكاة(ل)ا berasal dari kata syaka yang arti asalnya adalah memunculkan
kesusahan. Syakwa artinya pengaduan terhadap sesuatu yang tidak disenangi. Dalam
Yusuf/12:86, Nabi yakub disebutkan “innama asykuu bassi” (hanya kepada Allah-lah aku
mengadukan kesusahanku). Misykat dalam ayat ini diartikan dengan tembok atau lobang
yang tidak tembus sampai ke sebelahnya. Kata ini adalah salah satu kata non Arab yang
digunakan al-Qur‟an. Sementara ulama berpendapat bahwa ia berasal dari baha
Habasyah/Ethiopia. Ada pula yang berpendapat bahwa maknanya adalah tiang yang di
puncaknya diletakkan lampu. Pendapat lain mengatakan bahwa ia adalah besi tempat
meletakkan sumbu dalam lampu semprong.namun pendapat pertama itulah yang paling
masyhur, karena lubang yang tidak tidak tembus menjadikan nyala lampu lebih terang
karena cahaya lampu tidak bertebaran kemana-mana, tapi terfokus, lampu juga tidak diterpa
angin yang dapat memadamkannya. Inilah perumpamaan yang digambarkan mengenai Nur
(cahaya) Allah, seperti sebuah lubang yang tidak tembus (misykat) yang di dalamnya ada
sebuah pelita besar yang terdapat dalam sebuah kaca seakan-akan sebuah mutiara yang
dinyalakan dengan minyak dari pohon zaitun yang banyak berkahnya yang hampir
menerangi walaupun tidak disentuh oleh api. Allah akan membimbing hamba-Nya menuju
cahaya tersebut bagi siapa yang Dia kehendaki.2
2 Departemen Agama RI, Al-QUR‟AN DAN TAFSIRNYA (Edisi yang Disempurnakan), (jakarta:
Lentera Abadi, 2010), hlm. 604-607.
Kata (مصباح) mishbah adalah alat berupa wadah atau tempat menyalakan sumbu atau
tabung, sedang kata ( ) zujajah adalah kaca penutup nyala lampu itu (semprong). Ayat
di atas mendahulukan menyebutkan kata misykah karena yang hendak dilukiskan adalah
keadaan mishbah itu dengan cahaya lampu, yang disini sangat kait berkait dengan hal-hal
lain yang disebut sesudahnya.
Kata ( كوكب ) kaukab digunakan al-Qur‟an untuk bintang yang bercahaya. Sementara
ulama‟ membatasinya dalam arti bintang Mars.
Kata )يوقد( terambil dari kata )وقود( yakni bahan bakar. Dengan demikian, kata tersebut
mengandung makna bahwa bahan bakar yang digunakan untuk menyalakan pelita itu adalah
yang bersumber dari pohon yang penuh berkat (pohon zaitun). Penggunaan bentuk kata kerja
masa kini dan datang (mudlori‟) pada kata tersebut mengisyaratkan bahwa bahan bakarnya
tidak pernah habis, selalu ditambah dan ditambah sehingga cahaya pelita itu bersinambung
tidak henti-hentinya.
Kata )نور( Nur jika dikemukakan dalam konteks uraian tentang manusia , baik dalam
kehidupan dunia maupun akhirat mengandung makna hidayah dan petunjuk allah atau
dampak dan hasilnya. Adapun jika kata itu atau aneka bentuknya menyifati benda-benda
langit, ia mengandung makna cahaya, tetapi cahaya yang merupakan pantulan dari benda
langit lainnya yang bercahaya. Ulama-ulama merujuk kepada ayat ini untuk menyatakan
bahwa Nur adalah salah satu sifat/nama allah, tetapi mereka berbeda pendapat tentang
maksudnya. Ibn al-„Arabi mengemukakan enam pendapat ulama tentang maknanya, yaitu :
Pemberi hidayah (penghuni langit dan bumi), Pemberi cahaya, Penghias, Yang
zhahir/tampak jelas,Pemilik cahaya, dan Cahaya tetapi bukan seperti cahaya yang dikenal.3
Tafsir
Ayat ini menerangkan bahwa Allah adalah pemberi cahaya, kepada langit dan bumi
dan semua yang ada pada keduanya. Dengan cahaya itu segala sesuatu berjalan dengan tertib
dan teratur, tak ada yang menyimpang dari jalan yang telah ditentukan baginya, ibarat orang
yang berjalan di tengah malam yang gelap gulita dan di tengahnya ada sebuah lampu yang
terang benderang yang menerangi apa yang ada di sekitarnya. Tentu dia akan aman dalam
3 M. Quraisy Shihab, TAFSIR AL-MISHBAH pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran, (Jakarta: Lentera
hati, 2002), hal. 549-551.
perjalanannya tidak akan tersesat atau terperosok ke jurang yang dalam, walau
bagaimanapun banyak liku-liku yang dilaluinya.
Allah memberikan perumpamaan bagi cahayaNya dengan sesuatu yang dapat
digunakan dan dirasakan oleh manusia pada waktu diturunkannya ayat ini, yaitu dengan
cahaya lampu yang dianggap pada masa itu merupakan cahaya yang paling cemerlang.
Mungkin bagi kita sekarang ini cahaya lampu itu kurang artinya bila dibandingkan dengan
cahaya lampu listrik 1000 watt apalagi cahaya yang dapat menembus lapisan-lapisan yang
ada di depannya. Sebenarnya cahaya ya g menjadi sumber kekuatan bagi alam semesta tidak
dapat diserupakan dengan cahaya apapun yang dapat ditemukan manusia seperti cahaya laser
umpamanya.
Di samping cahaya lampu itu sendiri yang amat cemerlang, cahaya itu juga
dipantulkan oleh tempat letaknya, maka cahaya yang dipantulkan lampu itu menjadi berlipat
ganda. Demikianlah perumpamaan bagi cahaya Allah meskipun amat jauh perbedaan antara
cahaya Allah dan cahaya yang dijadikan perumpamaan.
Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang dikehendakinya untuk emndapat
cahaya itu sendiri dia selalu menempuh jalan yang lurus yang menyampaikannya kepada
cita-citanya yang baik dan selalu bertindak bijaksana dalam menghadapi berbagai macam
persoalan dalam hidupnya. Berbahagialah orang yang mendapatkan pancaran Nur Ilahi itu,
karena dia telah mempunyai pedoman yang tepat yang tidak akan membawanya kepada hal-
hal yang tidak benar dan menyesatkan. Untuk memperoleh Nur Ilahi itu seseorang harus
benar-benar beriman dan taat kepada perintah Allah serta menjauhi segala perbuatan
maksiat.
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah
seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam
kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan
dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di
sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-
hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah
membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat
perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu.
Listrik Thales seorang pemikir dari Miletos Yunani pada abad ke-6 SM mengamati
perilaku dan sifat batu ambar yang dapat menarik bulu dan benang. Penyelidikan lebih lanjut
dilakukan kembali oleh William Gilbert dokter Kerajaan Inggris Ratu Elizabeth 1. Pada tahun
1600, Gilbert mempelajari berbagai bahan yang bersifat seperti batu ambar. Bahan seperti itu
dikatakan bersifat elektrik, dari kata Yunani elektron yang berarti batu ambar. Dalam bahasa
Indonesia, kita katakan bersifat listrik sedangkan bahan yang tak bersifat listrik disebut
nonelektrik. Kemudian pada tahun 1785, Charles Augustiin de Coulomb melakukan
pengukuran kuantitatif gaya tolak maupun gaya tarik listrik. Diperoleh bahwa gaya listrik
berbanding terbalik dengan jarak kuadrat antar-muatan. Selang beberapa eksperimen tentang
listrik yang mempunyai kontribusi yang tak kalah penting, pada tahun 1827, ahli matematika
Jerman George Simon Ohm mempelajari aliran listrik dari sumber yang sama, tetapi dilewatkan
pada aliran yang berlainan. Hasilnya, pada bahan konduktor arus besar, pada konduktor yang
buruk arus kecil sedangkan pada nonkonduktor tidak mengalir arus sama sekali. Ohm
menyatakan bahwa pada setiap bahan tedapat resistansi dan ditetapkan sebagai rasio gaya gerak
listrik, volt terhadap arus. Bahan khusus resistansi disebut resistor dan satuan resistensi diberi
istilah ohm.
Magnet Thales selain mengamati batu ambar juga mencermati batu lapis (lodestone)
yang banyak ditemukan di Magnesia, nama kota di Yunani kuno. Batu-batu lapis ini tidak lain
adalah besi oksida dan dapat saling tarik menarik atau saling tolak. Batu-batu dengan sifat
saling tarik atau saling tolak ini dikenal sebagai magnet, nama kota pertama kali bebatuan ini
ditemukan. Magnet mampu menarik beberapa jenis logam. Magnet menjadi semakin menarik
ketika didapatkan bahwa jarum baja yang tidak bersifat magnetik menjadi termagnetisasi atau
bersifat magnetik setelah digosok batu lapis. Lebih menarik lagi ketika diketahui bahwa jarum
yang telah termagnetisasi jika diletakkan pada bidang pada bidang horizontal dan dapat
bergerak bebas dan mengambil posisi akhir utara-selatan. Pada tahun 1820, fisikawan Denmark
Hans Christian Oersted mengamati bahwa kawat yang dialiri arus listrik membelokkan jarum
kompas yang berada didekat kawat.. .
Pada abad 19 teori fisika mengalami kesuksesan yang luar biasa, tiga teori fisika yang
mendulang kesuksesan besar pada abad tersebut adalah mekanika Newton, termodinamika, dan
elektromagnetika. ketiga teori tersebut kita kenal sebagai teori fisika klasik. Mekanika Newton,
termasuk di dalamnya teori 3gravitasi Newton, telah teruji secara baik dan menyediakan
penjelasan mengenai interaksi antar obyek. Maxwell telah berhasil menggabungkan kelistrikan
dan kemagnetan dalam satu teori. Gelombang elektromagnet yang diprediksi oleh teorinya itu
telah berhasil ditemukan oleh Hertz. Kemudian hukum termodinamika bersama teori kinetik
telah berhasil memberikan penjelasan untuk berbagai fenomena, yang termasuk di dalamnya
adalah kalor dan suhu.
Namun dikemudian hari ketiga teori tersebut mengalami kegagalan dalam menjelaskan
berbagai fenomena yang teramati, atau mengalami inkonsistensi antara satu teori dengan teori
yang lain. Sebagai contoh, di dalam mekanika Newton digunakan transformasi Galileo yang
mengkaitkan hasil pengukuran di suatu kerangka dengan hasil pengukuran di kerangka lain.
Mengacu pada transformasi tersebut, mekanika Newton berhasil memenuhi prinsip kovariansi
yang mengharuskan semua hukum fisika dapat dinyatakan secara sama baiknya di setiap
kerangka acuan inersial. Namun tidak demikian halnya dengan persamaan Maxwell dalam
elektromagnetika. Contoh permasalahan lain adalah gagalnya teori elektromagnetika dan
termodinamika dalam menjelaskan grafik radiasi benda hitam. Selain itu teori elektromagnet
juga gagal dalam menjelaskan efek Compton, efek fotolistrik, dll.
Permasalahan-permasalahan yang gagal dijelaskan oleh fisika klasik mendorong
fisikawan untuk mencari teori baru yang dapat menjelaskan fenomena-fenomena tersebut atau
menghilangkan inkonsistensi antar teori, namun masih mencakup toeri lama(fisika klasik, yang
telah mampu menjelaskan fenomena dialam). Teori baru ini digolongkan kedalam teori ‟fisika
modern‟. Diantara teori-teori yang muncul untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut
adalah teori relativitas khusus. Teori ini memiliki peran yang besar dalam perkembangan teori
fisika saat ini, dalam teori ini meninjau kondisi dengan mempertimbangkan kecepatan cahaya.
Selanjutnya untuk tinjauan dalam kecepatan cahaya digunakan istilah relativistik,
Cahaya matahari (QS. Nuh:16)
“Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari
sebagai pelita?”
Tafsir
Nabi Nuh menerangkan kepada kaumnya bahwa Allah yang disembah itu
menciptakan bulan bercahaya dan matahari bersinar. Dari ayat itu dapat dipahami bahwa :
1. Matahari memancarkan sinar sendiri, sedang bulan mendapat cahaya dari matahari.
Cahaya yang dipancarkan bulan berasal dari sinar matahari yang dipantulkannya ke
bumi. Oleh karena itu, sinar matahari lebih keras dan terang dari cahaya bulan.
2. Sinar dan cahaya itu berguna bagi manusia, tetapi bentuk kegunaannya berbeda-beda. 4
Cahaya bulan (QS. Yunus:5)
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-
Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu melainkan dengan hak[669]. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya)
kepada orang-orang yang mengetahui.”
[669] Maksudnya: Allah menjadikan semua yang disebutkan itu bukanlah dengan percuma,
melainkan dengan penuh hikmah.
Kosa kata
Kata diya‟a dalam Al-Qur‟an disebutkan tiga kali, yakni dalam ayat ini, dalam Surah
Al-Anbiya‟/21: 48, dan Al-Qasas/28: 71. Dalam konteks Surah Al-Anbiya‟/21: 48, kata
diya‟a digunakan untuk menjelaskan mukjizat Nabi Musa a.s. yang tangannya memancarkan
“sinar.” Kata ini, dalam Surah Al-Qasas, digunakan untuk makna simbolik dengan arti siang
yang terang benderang. Sedang kata diya‟a dalam Surah Yunus/10: 5 ini berarti sinar yang
dipancarkan bola matahari yang sangat menyilaukan mata. Sinar berbeda dengan cahaya
(nur). Jika ditatap dengan mata telanjang, sinar terang matahari dapat merusak mata yang
4 Departemen Agama RI, Al-QUR‟AN DAN TAFSIRNYA (Edisi yang Disempurnakan), hlm. 362.
memandangnya. Sedangkan cahaya merupakan terang yang dipantulkan oleh benda lain yang
terkena sinar.
Tafsir
(5) Ayat ini menerangkan bahwa Allah yang menciptakan langit dan bumi dan yang
bersemayam di atas „Arsy-Nya. Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan
bercahaya. Matahari dengan sinarnyamerupakan sumber kehidupan, sumber panas, dan
tenaga yang dapat menggerakan makhluk-makhluk Allah yang diciptakan-Nya. Dengan
cahaya manusia dapat berjalan dalam kegelapan malam dan beraktivitas di malam hari.
Ayat ini membedakan antara cahaya yang dipancarkan matahari dan yang dipantulkan
oleh bulan. Yang dpancarkan oleh matahari disebut “diya” (sinar), sedang yang dipantulkan
oleh bulan disebut “nur” (cahaya).
Dari ayat-ayat ini dipahami bahwa matahari memancarkan sinar yang berasal dari
dirinya sendiri, sebagaimana pelita memancarkan sinar dari dirinya sendiri yakni dari api
yang membakar pelita itu. Lain halnya dengan bulan, yang cahayanya berasal dari pantulan
sinar yag dipancarkan matahari ke permukaannya, kemudian sinar itu dipantulkan kembali
berupa cahaya ke permukaan bumi.
Matahari dan bulan adalah dua benda langit yang banyak disebut dalam Al-Qur‟an.
Kata „bulan‟ terdapat dalam 27 ayat dan matahari disebut didalam 33 ayat. Seringkali kedua
benda ini disebut secara bersamaan dalam satu ayat. Sejumlah 17 ayat menyebut matahari
dan bulan secara beriringan. Biasanya ayat yang menyebut matahari dan bulan beriringan
adalah ayat yang menjelaskan aspek kauniyah dari kedua benda langit ini. Di dalam 3 ayat,
kedua benda langit ini disebut bersamaan dengan bintang, benda langit lainnya.
Ayat 5 Surah Yunus diatas adalah contoh ayat yang menyebutkan matahari dan bulan
secara beriringan. Ayat ini mengisyaratkan tiga aspek penting dari terciptanya matahari dan
bulan.
Pertama, dalam ayat ini Allah menyebut matahari dan bulan dengan sebutan yang
berbeda. Meskipun kedua benda langit ini sama-sama memancarkan cahaya ke bumi, namun
sebutan cahaya dari keduanya selalu disebut secara berbeda. Pada ayat ini, matahari disebut
dengan sebutan diya‟ dan bulan dengan sebutan nur. Hal ini untuk membedakan sifat cahaya
yang dipancarkan oleh kedua benda ini. Dewasa ini, ilmu pengetahuan telah menunjukkan
bahwa cahaya matahari berasal dari reaksi nuklir yang menghasilkan panas yang sangat
tinggi dan cahaya yang terang benderang. Sementara itu cahaya bulan hanya berasal dari
pantulan cahaya matahari yang dipantulkan oleh permukaan bulan ke bumi. Istilah yang
berbeda ini menunjukkan bahwa memang Al-Qur‟an berasal dari sang Pencipta, karena pada
waktu Al-Qur‟an diturunkan pengetahuan manusia belum mencapai pemahaman seperti ini.
Kedua, penegasan dari Allah bahwa matahari dan bulan senantiasa berada pada garis
edar tertentu (wa qaddarahu manazila). Garis edar ini tunduk pada hukum yang telah dibuat
Allah, yaitu hukum gravitasi yang mengatakan bahwa ada gaya tarik menarik antara dua
benda yang memiliki massa. Besarnya gaya tarik menarik berbanding lurus dengan massa
dari kedua benda tersebut dan berbanding terbalik dengan jarak antara keduanya.
Adalah Newton yang memformulasikan hukum gravitasi pada abad ke 18.
Perhitungan mengunakan hukum gravitasi ini telah berhasil menghitung secara akurat garis
edar yang dilalui oleh bulan ketika mengelilingi bumi, maupun bumi ketika mengelilingi
matahari.
Ketiga, ketentuan Allah tentang garis edar yang teratur dari bulan dan matahari
dimaksudkan agar supaya manusia mengetahui perhitungan tahun dan ilmu hisab (lita‟lamu
„adad as-sinina walhisab). Bisa dibayangkan, seandainya bulan dan matahari tidak berada
pada garis edar yang teratur, atau dengan kata lain beredar secara acak, bagaimana kita dapat
menghitung berapa lama waktu satu tahun atau satu bulan? Maha suci Allah yang Maha
Pengasih yang telah menetapkan segalanya bagi kemudahan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. 2010. Al-QUR‟AN DAN TAFSIRNYA (Edisi yang Disempurnakan).
Jakarta: Lentera Abadi
Purwanto, Agus. 2008. Ayat-Ayat Semesta Sisi-Sisi Lain Al-Qur‟an yang Terlupakan. Bandung : PT.
Mizan Pustaka
Shihab, M. Quraisy. 2002. TAFSIR AL-MISHBAH pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran.
Jakarta: Lentera hati