23
Ketuban Pecah Dini Merie Octavia /10.2009.020 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna, Jakarta Barat www.ukrida.ac.id / [email protected] I. Pendahuluan Ketuban pecah dini adalah bocornya amnion sebelum mulainya persalinan, terjadi pada kira – kira 7 sampai 12 persen kehamilan. Paling sering, ketuban pecah pada atau mendekati saat persalinan ; persalinan terjadi secara spontan dalam beberapa jam. Bila ketuban pecah dini dihubungkan dengan kehamilan preterm, ada risiko peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal akibat imaturitas janin. Bila kelahiran tidak terjadi dalam 24 jam, juga terjadi risiko peningkatan infeksi intrauterine. Ketuban pecah dini sebelum usia cukup bulan bahasa inggris disebut PPROM (Preterm Prematur Rubture of Membrane). 1,2 1 | Merie Octavia 10.2009.020 Universitas Kristen Krida Wacana

Ketuban Pecah Dini

Embed Size (px)

DESCRIPTION

a

Citation preview

Ketuban Pecah Dini

Merie Octavia /10.2009.020

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna, Jakarta Barat

www.ukrida.ac.id / [email protected]

I. Pendahuluan

Ketuban pecah dini adalah bocornya amnion sebelum mulainya persalinan, terjadi

pada kira – kira 7 sampai 12 persen kehamilan. Paling sering, ketuban pecah pada atau

mendekati saat persalinan ; persalinan terjadi secara spontan dalam beberapa jam. Bila

ketuban pecah dini dihubungkan dengan kehamilan preterm, ada risiko peningkatan

morbiditas dan mortalitas perinatal akibat imaturitas janin. Bila kelahiran tidak terjadi dalam

24 jam, juga terjadi risiko peningkatan infeksi intrauterine. Ketuban pecah dini sebelum usia

cukup bulan bahasa inggris disebut PPROM (Preterm Prematur Rubture of Membrane).1,2

Gambar 1. Ketuban pecah7

1 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a

II. Isi

1. Anamnesis

a. Jumlah cairan yang hilang : pecah ketuban awalnya menyebabkan semburan cairan yang

besar yang diikuti keluarnya cairan yang terus-menerus. Namun pada beberapa kondisi pecah

ketuban, satu-satunya gejala yang diperhatikan wanita adalah keluarnya sedikit cairan yang

terus menerus (jernih, keruh , kuning atau hijau) dan perasaan basah pada celana dalamnya.1,2

b. Ketidakmampuan mengendalikan kebocoran.

c. Waktu terjadi pecah ketuban.

d. Warna cairan : cairan amnion dapat jernih atau keruh, jika bercampur mekonium, cairan

akan berwarna kuning atau hijau.

e. Bau cairan : cairan amnion memiliki bau apek yang khas, yang membedakan dari urine.

f. Hubungan seksual terakhir : semen yang keluar dari vagina dapat disalahartikan sebagai

cairan amnion.

g. Riwayat Haid : Umur kehamilan diperkirakan dari hari haid terakhir.

h. Disertai nyeri kontraksi atau tidak ? ada perdarahan atau tidak ? ada demam atau tidak ?

2. Pemeriksaan

A. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru

pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.1

Pemeriksaan dengan spekulum.

Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri

eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta

2 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a

batuk, mengejan atau megadakan manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan,

akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.

Pemeriksaan dalam

Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai

pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang

kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena

pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim

dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi

patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD yang sudah dalam

persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.2,3

B. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboraturium

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan

yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret

vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.

- Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan

adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina dapat

menghasilkan tes yang positif palsu.

- Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan

kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.1

Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada

kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada

penderita oligohidromnion.

Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada

umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana.

3 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a

3. Diagnosis

Semakin awal pemeriksaan dilakukan semakin mudah mengdiagnosis pecah ketuban. Apabila

pecah ketuban telah berlalu lebih dari 6-12 jam, banyak observasi diagnostic yang menjadi

tidak dapat dipercaya karena kurangnya cairan. Observasi cairan yang keluar dari orifisium

serviks dapat menegakkan diagnosis pecah ketuban. Apabila tidak tampak secara langsung

ada airan yang keluar dari orifisium, riwayat dugaan kuat bahwa telah terjadi pecah ketuban,

pada uji pakis positif, dapat menegakkan pecah ketuban.1,3

Diagnosis Banding : Diagnosis banding harus mencakup kemungkinan inkontinensia urin.

Karena urin biasanya asam, perbandingan pH urin dan pH vagina membantu dalam

membedakan.

Faktor Predisposisi : Mencakup korioamnionitis, inkopetensia serviks, kehamilan ganda,

hidramnion dan kelainan presentasi janin.2

4. Etiologi

Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau

meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan

membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain

itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah

sebagai berikut :

Serviks inkompeten

Gambar 2. Inkompetensi leher Rahim7

4 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a

Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hidramion.

Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.

Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic

disproporsi).

Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk

preteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah. (Amnionitis/ Korioamnionitis).

Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)

Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten

a. Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi

b. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan

morbiditas janin.3

5. Patofisiologi

Ketuban pecah dini berhubungan dengan kelemahan menyeluruh membrane fetal akibat

kontraksi uteri dan peregangan berulang. Membran yang mengalami rupture premature ini

tampak memiliki defek fokal dibanding kelemahan menyeluruh. Daerah dekat tempat

pecahnya membrane ini disebut “ restricted zone of extreme altered morphology” yang

ditandai dengan adanya pembengkakan dan kerusakan jaringan kolagen fibrilar pada lapisan

kompakta, fibroblast maupun spongiosa. Daerah ini akan muncul sebelum ketuban pecah dini

dan merupakan daerah breakpoint awal. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara

singkat ilalah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membrane sehingga

memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien

risiko tinggi.1,2,3

Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblast, jaringan retikuler korion dan

trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh system aktifitas dan

inhibisi interleukin -1 (iL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi

peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga

terjadi depolimerasi kolagen pada selaput korion/ amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah

dan mudah pecah spontan.

Anatomi dan struktur Membran Fetal

5 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a

Amnion manusia terdiri dari lima lapisan yang berbeda. Lapisan ini tidak mengandung

pembuluh darah maupun saraf, sehingga nutrisi disuplai melalui cairan amnion. Lapisan

paling dalam dan terdekat pada fetus ialah epithelium amniotik. Epitel amniotik ini

mensekresikan kolagen tipe III dan IV dan glikoprotein non kolagen ( laminin , nidogen dan

fibronectin ) dari membrane basalis, lapisan amnion disebelahnya.

Lapisan kompakta jaringan konektif yang melekat pada membrane basalis ini membentuk

skeleton fibrosa dari amnion. Kolagen dari lapisan kompakta disekresikan oleh sel mesenkim

dari lapisan fibroblast. Kolagen interstitial ( tipe I dan III ) mendominasi dan membentuk

parallel bundles yang mempertahankan integritas mekanikan amnion. Kolagen tipe V dan VI

membentuk koneksi filamentosa antara kolagen interstitial dan membrane basalis epithelial.

Tidak ada interposisi dari materi yang menyusun fibril kolagen pada jaringan konektif

amniotic sehingga amnion dapat mempertahankan tensile strength selama stadium akhir

kehamilan normal.2,3

Lapisan fibroblast merupakan lapisan amniotic yang paling tebal terdiri dari sel mesenkimal

dan makrofag diantara matriks seluler. Kolagen pada lapisan ini membentuk jaringan longgar

dari glikoprotein non kolagenosa.

Lapisan intermediate ( spongy layer atau zona spongiosa ) terletak diantara amnion dan

korion. Lapisan ini banyak mengandung hydrated proteoglycan dan glikoprotein yang

memberikan sifat “spongy” pada gambaran histology. Lapisan ini juga mengandung

nonfibrillar meshwork yang terdiri sebagian besar dari kolagen tipe III. Lapisan intermediate

ini mengabsorbsi stress fisik yang terjadi.4

Walaupun korion lebih tebal dari amnion, amnion memiliki tensile strength yang lebih besar.

Korion terdiri dari membrane epithelial tipikal dengan polaritas langsung menunu desidua

maternal. Pada proses kehamilan, vili trofoblastik diantara lapisan korionik dari membrane

fetal ( bebas plasenta ) mengalami regresi. Dibawah lapisan sitotrofoblas ( dekat janin )

merupakan membrane basalis dan jaringan knektif korionik yang kaya akan serat kolagen.

Membran fetal memperlihatkan variasi regional. Walaupun tidak ada bukti yang menunjukan

adanya titik lemah dimana membrane akan pecah, observasi harus dilakukan untuk

menghindari terjadinya perubahan struktur dan komposisi membrane yang memicu terjadinya

ketuban pecah dini.1,4

6 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a

Vintziuleos dalam hipotesisnya memandang bahwa cairan amnion mengandung materi

bakteriostatik tertentu sebagai pelindung terhadap proses infeksi potensial dan penurunan

volume cairan amnion dapat menghambat kemampuan pasien dalam menghadapi infeksi.

Penelitian oleh borna et al menunjukan bahwa pasien dengan oligohidramnion ( AFI<5)

memiliki risiko tinggi menderita korioamnionitis dan sepsis pada neonatus.

Sebagian besar bukti mengarah bahwa ketuban pecah dini berhubungan dengan proses

biokimia meliputi rusaknya kolagen antarmatriks ekstraseluler amnion dan korion dan

programmed death of cell pada membrane janin dan lapisan uteri maternal ( desidua ) sebagai

respon terhadap berbagai rangsangan seperti peregangan membrane ( membrane stretching )

dan infeksi saluran reproduksi , yang menghasilkan mediator seperti prostaglandin, sitokin

dan hormone protein yang mengatur aktivitas enzim degradasi matriks.2,4

Gambar 3. Jenis Pecah Ketuban8

6. Epidemiologi

7 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a

Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan hasil yang bervariasi.

Insidensi KPD berkisar antara 8 - 10 % dari semua kehamilan. Hal yang menguntungan dari

angka kejadian KPD yang dilaporkan, bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan yang

cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan

tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kekahiran

prematur.3,4

KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan

mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang

bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan

untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS.

Berbagai faktor risiko berhubungan dengan timbulnya ketuban pecah dini. Ras kulit hitam

cenderung memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit putih. Pasien dengan

status sosioekonomi rendah , perokok, riwayat penyakit menular seksual, riwayat persalinan

preterm sebelumnya, perdarahan pervaginam atau distensi uteri ( misal polihidramnion dan

gemelli ) memiliki risiko tinggi. Tindakan prosedural seperti amniosentesis juga dapat

memicu ketuban pecah dini.2,5

Beberapa faktor risiko yang memicu terjadinya ketuban pecah dini ialah :

Kehamilan multiple : kembar dua ( 50%) , kembar tiga ( 90 %).

Riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2-4x

Tindakan segama : tidak berpengaruh kepada risiko, kecuali jika hygiene buruk ,

predisposisi terhadap infeksi.

Perdarahan pervaginam : trimester pertama ( risiko 2x ) , trimester kedua/ketiga ( 20x)

Bakteriuria : risiko 2x ( prevalensi 7 % )

PH vagina di atas 4,5 : risiko 32% ( vs. 16%)

Servix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% ( vs 7%)

Flora vagina abnormal : risiko 2-3x

Fibronectin > 50 mg/ml : risiko 83% ( vs 19% )

Kadar CRH ( corticotropoin releasing hormone ) maternal tinggi misalnya pada stress

psikologis , dsb. Dapat menjadi stimulasi persalinan preterm.

7. Gejala Klinis

8 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air

ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih

merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan

berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau

berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat”

kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung

janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.5

Setelah ketuban pecah dini pada kondisi “term’, sekitar 70% pasien akan memulai persalinan

dalam 24 jam, dan 95% dalam 72 jam. Setelah ketuban pecah dini preterm, periode latensi

dari ketuban pecah hingga persalinan menurun terbalik dengan usia gestasional, misalnya

pada kehamilan minggu ke 20 hingga ke 26, rata-rata periode latensi sekitar 12 hari. Pada

kehamilan minggu ke 32 hingga ke 34, periode latensi berkisar hanya 4 hari.

Ketuban pecah dini dapat memberikan stress oksidatif terhadap ibu dan bayi. Peningkatan

lipid peroxidation dan aktivitas proteolitik dapat terlihat dalam eritrosit. Bayi premature

memiliki pertahanan antioksidan yang lemah. Reaksi radikal bebas pada bayi premature

menunjukan tingkat lipid preoxidation yang lebih tinggi selama minggu pertama kehidupan.

Beberapa komplikasi pada neonatus diperkirakan terjadi akibat meningkatnya kerentanan

neonatus terhadap trauma radikal oksigen.3,5

8. Penatalaksanaan

Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahann dalam mengelola

KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun

bayinya.6

Penatalaksaan KPD masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan, selama masih beberapa

masalah yang masih belum terjawab. Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri

kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan

akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh

cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara

konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau

keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.

9 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a

Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak

diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk

mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan

janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan

kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk

persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang,

chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama meningginya

morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung

berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten. Dua faktor

yang disepakati yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap

penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada tidaknmya tanda-tanda infeksi pada ibu.3,5,6

Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)

Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai

hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari

KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent =

L.P = “lag” period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.

Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya.

Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit

ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda

persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar.

Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik

tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis

lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu

dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD

ditegakan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi

telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam.5

Beberapa penulis menyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau

ditunggu samapai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya.

Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi

dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.

10 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a

Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin,

ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang

kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat)

atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan

dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5,

dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.5,7

Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)

Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-

tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat

sebagai profilaksis.

Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu

dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan

bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga

tujuan menunda proses persalinan.

Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada pnderita KPD

kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu

atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera

dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan

Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlansung dengan jalan merangsang

timbulnya his ternyata dapat menimbulakan komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang

tidak ringan. Komplikasi-kompliksai yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri,

ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi.4,6,7

Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedan sesar. Seperti

halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya dikerjakan

bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang

lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll.

Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata pengelolaan

konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan

11 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a

pengawasan yang ketat. Sehingga dikatakan pengolahan konservatif adalah menunggu

dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin.

Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari, pemeriksaan tanda-

tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut jantung janin, pemberian

antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya setiap 6 jam.1,6,7

Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat

menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan

penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada

infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24

jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.

Tabel 1. Lajur Penatalaksanaan KPD8

9. Komplikasi

12 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a

Morbiditas ketuban pecah dini menjadi kurang serius bila terjadi pada kehamilan yang

mendekati term dibandingkan kehamilan yang lebih awal. Pada kasus ketuban pecah dini

biasanya 80-90% akan mengalami partus dalam kurun waktu 24 jam. Ada beberapa hal perlu

dipertimbangkan pada ketuban pecah dini :

Ketuban pecah dini merupakan penyebab pentingnya persalinan premature dan

prematuritas janin.8,9

Resiko terjadinya ascending infection akan lebih tinggi jika persalinan

dilakukansetelah 24 jam onset

Insiden prolaps tali pusat ( cord prolapse ) akan meningkat bila dijumpai adanya

malpresentasi

Pengeluaran cairan ketuban untuk waktu yang akan lama akan menyebabkan dry

labour atau persalinan kering.9

Hipoplasia pulmonal janin sangat mengancam janin, khususnya pada kasus

oligohidramnion

10. Pencegahan

Beberapa pencegahan dapat dilakukan namun belum ada yang terbukti cukup efektif.

Mengurangi aktivitas atau istirahat pada akhir triwulan kedua atau awal triwulan ketiga

dianjurkan. serta tidak melakukan kegiatan yang membahayakan kandungan selama

kehamilan. Serta berhenti merokok dan menghindari lingkungan perokok agar tak menjadi

perokok pasif.8,9

11. Prognosis

Jika kehamilan term dan induksi persalinan berjalan lancar, prognosis baik. Jika penanganan

buruk, maka akan mudah terjadi komplikasi KPD.

Maternal : infeksi intrapartal yang dapat menyebabkan infeksi masa nifas, partus lama,

pendarahan post partum, meningkatnya persalinan SC, meningkatnya angka morbiditas dan

mortalitas ibu.

13 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a

Janin : prematur yang dapat menyebabkan RDS, hipotermia, neonatal feeding problem, brain

disorder sampai sepsis.

III. Kesimpulan

Ketuban pecah dini adalah bocornya amnion sebelum mulainya persalinan, terjadi pada kira –

kira 7 sampai 12 persen kehamilan. Semakin awal pemeriksaan dilakukan semakin mudah

mengdiagnosis pecah ketuban. Anjuran mengenai penatalaksanaan optimum dari kehamilan

dengan komplikasi ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan janin, tanda infeksi

intrauterine, dan populasi pasien. Penatalaksanaan untuk wanita dengan pecah ketuban dini

pada kehamilan premature adalah menunggu awitan persalinan spontan sambil

mengobservasi tanda dan gejala korioamnionitis.3,8

Daftar Pustaka

1. Mokhtar Ristam. Ketuban Pecah Dini dalam Sinopsis Obsteri, Obstetri Fisologi

Obstetri Patologi. Edisi 1. Jakarta : EGC 2004 : 285 – 287.

2. Manuaba Ida Bagus Gde. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan

Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC 2007 : 221 – 225.

3. Komite Medik RSUP DR.Sardjito. Ketuban Pecah Dini dalam Standar Pelayanan

medis RSUP DR. Sardjito. Edisi 1. Yogyakarta : Medika Fakultas Kedokteran

Universitas Gajah Mada 2009 : 32 – 33.

4. Syaifuddin Abdul Bari. Ketuban Pecah Dini dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan

Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Buku Pustaka Suwarno Prawihardjo 2006:

218 – 220.

5. Parry Samuel, Strauss Jerome.F. Premature Rupture of the Fetal Membrane. Vol 338.

The New England Jurnal of medicine 2008 :663-670.

6. Phupong Vora. Prelabour Rupture of Membranes in Journal of Pediatric, Obstetric

and Gynaecology 2007 : 25 – 31.

7. Smith Joseph. Premature Rupture of Membranes. Diunduh dari

http://www.chclibrary.org/micromed/00061770.html, September 2010

14 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a

8. Bruce Elizabeth. Premature Rupture of Membrane (PROM). Diunduh dari

http://www.compleatmother.com/prom.htm, July 2005

9. Anthony J. Premature Rupture of the Membranes. Diunduh dari

http://www.netnurse.com/pregnency/edudocs/c_conn0200.cfm, Mei 2012

15 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a