Upload
merieoctavia
View
142
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
a
Citation preview
Ketuban Pecah Dini
Merie Octavia /10.2009.020
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna, Jakarta Barat
www.ukrida.ac.id / [email protected]
I. Pendahuluan
Ketuban pecah dini adalah bocornya amnion sebelum mulainya persalinan, terjadi
pada kira – kira 7 sampai 12 persen kehamilan. Paling sering, ketuban pecah pada atau
mendekati saat persalinan ; persalinan terjadi secara spontan dalam beberapa jam. Bila
ketuban pecah dini dihubungkan dengan kehamilan preterm, ada risiko peningkatan
morbiditas dan mortalitas perinatal akibat imaturitas janin. Bila kelahiran tidak terjadi dalam
24 jam, juga terjadi risiko peningkatan infeksi intrauterine. Ketuban pecah dini sebelum usia
cukup bulan bahasa inggris disebut PPROM (Preterm Prematur Rubture of Membrane).1,2
Gambar 1. Ketuban pecah7
1 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a
II. Isi
1. Anamnesis
a. Jumlah cairan yang hilang : pecah ketuban awalnya menyebabkan semburan cairan yang
besar yang diikuti keluarnya cairan yang terus-menerus. Namun pada beberapa kondisi pecah
ketuban, satu-satunya gejala yang diperhatikan wanita adalah keluarnya sedikit cairan yang
terus menerus (jernih, keruh , kuning atau hijau) dan perasaan basah pada celana dalamnya.1,2
b. Ketidakmampuan mengendalikan kebocoran.
c. Waktu terjadi pecah ketuban.
d. Warna cairan : cairan amnion dapat jernih atau keruh, jika bercampur mekonium, cairan
akan berwarna kuning atau hijau.
e. Bau cairan : cairan amnion memiliki bau apek yang khas, yang membedakan dari urine.
f. Hubungan seksual terakhir : semen yang keluar dari vagina dapat disalahartikan sebagai
cairan amnion.
g. Riwayat Haid : Umur kehamilan diperkirakan dari hari haid terakhir.
h. Disertai nyeri kontraksi atau tidak ? ada perdarahan atau tidak ? ada demam atau tidak ?
2. Pemeriksaan
A. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru
pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.1
Pemeriksaan dengan spekulum.
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri
eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta
2 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a
batuk, mengejan atau megadakan manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan,
akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.
Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai
pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang
kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena
pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim
dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi
patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD yang sudah dalam
persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.2,3
B. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan
yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret
vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.
- Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan
adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina dapat
menghasilkan tes yang positif palsu.
- Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan
kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.1
Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada
kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada
penderita oligohidromnion.
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada
umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana.
3 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a
3. Diagnosis
Semakin awal pemeriksaan dilakukan semakin mudah mengdiagnosis pecah ketuban. Apabila
pecah ketuban telah berlalu lebih dari 6-12 jam, banyak observasi diagnostic yang menjadi
tidak dapat dipercaya karena kurangnya cairan. Observasi cairan yang keluar dari orifisium
serviks dapat menegakkan diagnosis pecah ketuban. Apabila tidak tampak secara langsung
ada airan yang keluar dari orifisium, riwayat dugaan kuat bahwa telah terjadi pecah ketuban,
pada uji pakis positif, dapat menegakkan pecah ketuban.1,3
Diagnosis Banding : Diagnosis banding harus mencakup kemungkinan inkontinensia urin.
Karena urin biasanya asam, perbandingan pH urin dan pH vagina membantu dalam
membedakan.
Faktor Predisposisi : Mencakup korioamnionitis, inkopetensia serviks, kehamilan ganda,
hidramnion dan kelainan presentasi janin.2
4. Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan
membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain
itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah
sebagai berikut :
Serviks inkompeten
Gambar 2. Inkompetensi leher Rahim7
4 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a
Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hidramion.
Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic
disproporsi).
Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk
preteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah. (Amnionitis/ Korioamnionitis).
Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)
Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten
a. Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi
b. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan
morbiditas janin.3
5. Patofisiologi
Ketuban pecah dini berhubungan dengan kelemahan menyeluruh membrane fetal akibat
kontraksi uteri dan peregangan berulang. Membran yang mengalami rupture premature ini
tampak memiliki defek fokal dibanding kelemahan menyeluruh. Daerah dekat tempat
pecahnya membrane ini disebut “ restricted zone of extreme altered morphology” yang
ditandai dengan adanya pembengkakan dan kerusakan jaringan kolagen fibrilar pada lapisan
kompakta, fibroblast maupun spongiosa. Daerah ini akan muncul sebelum ketuban pecah dini
dan merupakan daerah breakpoint awal. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara
singkat ilalah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membrane sehingga
memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien
risiko tinggi.1,2,3
Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblast, jaringan retikuler korion dan
trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh system aktifitas dan
inhibisi interleukin -1 (iL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi
peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga
terjadi depolimerasi kolagen pada selaput korion/ amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah
dan mudah pecah spontan.
Anatomi dan struktur Membran Fetal
5 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a
Amnion manusia terdiri dari lima lapisan yang berbeda. Lapisan ini tidak mengandung
pembuluh darah maupun saraf, sehingga nutrisi disuplai melalui cairan amnion. Lapisan
paling dalam dan terdekat pada fetus ialah epithelium amniotik. Epitel amniotik ini
mensekresikan kolagen tipe III dan IV dan glikoprotein non kolagen ( laminin , nidogen dan
fibronectin ) dari membrane basalis, lapisan amnion disebelahnya.
Lapisan kompakta jaringan konektif yang melekat pada membrane basalis ini membentuk
skeleton fibrosa dari amnion. Kolagen dari lapisan kompakta disekresikan oleh sel mesenkim
dari lapisan fibroblast. Kolagen interstitial ( tipe I dan III ) mendominasi dan membentuk
parallel bundles yang mempertahankan integritas mekanikan amnion. Kolagen tipe V dan VI
membentuk koneksi filamentosa antara kolagen interstitial dan membrane basalis epithelial.
Tidak ada interposisi dari materi yang menyusun fibril kolagen pada jaringan konektif
amniotic sehingga amnion dapat mempertahankan tensile strength selama stadium akhir
kehamilan normal.2,3
Lapisan fibroblast merupakan lapisan amniotic yang paling tebal terdiri dari sel mesenkimal
dan makrofag diantara matriks seluler. Kolagen pada lapisan ini membentuk jaringan longgar
dari glikoprotein non kolagenosa.
Lapisan intermediate ( spongy layer atau zona spongiosa ) terletak diantara amnion dan
korion. Lapisan ini banyak mengandung hydrated proteoglycan dan glikoprotein yang
memberikan sifat “spongy” pada gambaran histology. Lapisan ini juga mengandung
nonfibrillar meshwork yang terdiri sebagian besar dari kolagen tipe III. Lapisan intermediate
ini mengabsorbsi stress fisik yang terjadi.4
Walaupun korion lebih tebal dari amnion, amnion memiliki tensile strength yang lebih besar.
Korion terdiri dari membrane epithelial tipikal dengan polaritas langsung menunu desidua
maternal. Pada proses kehamilan, vili trofoblastik diantara lapisan korionik dari membrane
fetal ( bebas plasenta ) mengalami regresi. Dibawah lapisan sitotrofoblas ( dekat janin )
merupakan membrane basalis dan jaringan knektif korionik yang kaya akan serat kolagen.
Membran fetal memperlihatkan variasi regional. Walaupun tidak ada bukti yang menunjukan
adanya titik lemah dimana membrane akan pecah, observasi harus dilakukan untuk
menghindari terjadinya perubahan struktur dan komposisi membrane yang memicu terjadinya
ketuban pecah dini.1,4
6 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a
Vintziuleos dalam hipotesisnya memandang bahwa cairan amnion mengandung materi
bakteriostatik tertentu sebagai pelindung terhadap proses infeksi potensial dan penurunan
volume cairan amnion dapat menghambat kemampuan pasien dalam menghadapi infeksi.
Penelitian oleh borna et al menunjukan bahwa pasien dengan oligohidramnion ( AFI<5)
memiliki risiko tinggi menderita korioamnionitis dan sepsis pada neonatus.
Sebagian besar bukti mengarah bahwa ketuban pecah dini berhubungan dengan proses
biokimia meliputi rusaknya kolagen antarmatriks ekstraseluler amnion dan korion dan
programmed death of cell pada membrane janin dan lapisan uteri maternal ( desidua ) sebagai
respon terhadap berbagai rangsangan seperti peregangan membrane ( membrane stretching )
dan infeksi saluran reproduksi , yang menghasilkan mediator seperti prostaglandin, sitokin
dan hormone protein yang mengatur aktivitas enzim degradasi matriks.2,4
Gambar 3. Jenis Pecah Ketuban8
6. Epidemiologi
7 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a
Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan hasil yang bervariasi.
Insidensi KPD berkisar antara 8 - 10 % dari semua kehamilan. Hal yang menguntungan dari
angka kejadian KPD yang dilaporkan, bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan yang
cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan
tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kekahiran
prematur.3,4
KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan
mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang
bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan
untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS.
Berbagai faktor risiko berhubungan dengan timbulnya ketuban pecah dini. Ras kulit hitam
cenderung memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit putih. Pasien dengan
status sosioekonomi rendah , perokok, riwayat penyakit menular seksual, riwayat persalinan
preterm sebelumnya, perdarahan pervaginam atau distensi uteri ( misal polihidramnion dan
gemelli ) memiliki risiko tinggi. Tindakan prosedural seperti amniosentesis juga dapat
memicu ketuban pecah dini.2,5
Beberapa faktor risiko yang memicu terjadinya ketuban pecah dini ialah :
Kehamilan multiple : kembar dua ( 50%) , kembar tiga ( 90 %).
Riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2-4x
Tindakan segama : tidak berpengaruh kepada risiko, kecuali jika hygiene buruk ,
predisposisi terhadap infeksi.
Perdarahan pervaginam : trimester pertama ( risiko 2x ) , trimester kedua/ketiga ( 20x)
Bakteriuria : risiko 2x ( prevalensi 7 % )
PH vagina di atas 4,5 : risiko 32% ( vs. 16%)
Servix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% ( vs 7%)
Flora vagina abnormal : risiko 2-3x
Fibronectin > 50 mg/ml : risiko 83% ( vs 19% )
Kadar CRH ( corticotropoin releasing hormone ) maternal tinggi misalnya pada stress
psikologis , dsb. Dapat menjadi stimulasi persalinan preterm.
7. Gejala Klinis
8 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air
ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih
merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan
berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau
berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat”
kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung
janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.5
Setelah ketuban pecah dini pada kondisi “term’, sekitar 70% pasien akan memulai persalinan
dalam 24 jam, dan 95% dalam 72 jam. Setelah ketuban pecah dini preterm, periode latensi
dari ketuban pecah hingga persalinan menurun terbalik dengan usia gestasional, misalnya
pada kehamilan minggu ke 20 hingga ke 26, rata-rata periode latensi sekitar 12 hari. Pada
kehamilan minggu ke 32 hingga ke 34, periode latensi berkisar hanya 4 hari.
Ketuban pecah dini dapat memberikan stress oksidatif terhadap ibu dan bayi. Peningkatan
lipid peroxidation dan aktivitas proteolitik dapat terlihat dalam eritrosit. Bayi premature
memiliki pertahanan antioksidan yang lemah. Reaksi radikal bebas pada bayi premature
menunjukan tingkat lipid preoxidation yang lebih tinggi selama minggu pertama kehidupan.
Beberapa komplikasi pada neonatus diperkirakan terjadi akibat meningkatnya kerentanan
neonatus terhadap trauma radikal oksigen.3,5
8. Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahann dalam mengelola
KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun
bayinya.6
Penatalaksaan KPD masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan, selama masih beberapa
masalah yang masih belum terjawab. Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri
kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan
akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh
cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara
konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau
keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.
9 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak
diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk
mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan
janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan
kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk
persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang,
chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama meningginya
morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung
berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten. Dua faktor
yang disepakati yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap
penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada tidaknmya tanda-tanda infeksi pada ibu.3,5,6
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai
hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari
KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent =
L.P = “lag” period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.
Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya.
Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit
ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda
persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik
tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis
lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu
dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD
ditegakan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi
telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam.5
Beberapa penulis menyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau
ditunggu samapai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya.
Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi
dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.
10 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin,
ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang
kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat)
atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan
dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5,
dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.5,7
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-
tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat
sebagai profilaksis.
Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu
dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan
bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga
tujuan menunda proses persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada pnderita KPD
kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu
atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera
dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlansung dengan jalan merangsang
timbulnya his ternyata dapat menimbulakan komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang
tidak ringan. Komplikasi-kompliksai yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri,
ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi.4,6,7
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedan sesar. Seperti
halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya dikerjakan
bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang
lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll.
Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata pengelolaan
konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan
11 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a
pengawasan yang ketat. Sehingga dikatakan pengolahan konservatif adalah menunggu
dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin.
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari, pemeriksaan tanda-
tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut jantung janin, pemberian
antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya setiap 6 jam.1,6,7
Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat
menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan
penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada
infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24
jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.
Tabel 1. Lajur Penatalaksanaan KPD8
9. Komplikasi
12 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a
Morbiditas ketuban pecah dini menjadi kurang serius bila terjadi pada kehamilan yang
mendekati term dibandingkan kehamilan yang lebih awal. Pada kasus ketuban pecah dini
biasanya 80-90% akan mengalami partus dalam kurun waktu 24 jam. Ada beberapa hal perlu
dipertimbangkan pada ketuban pecah dini :
Ketuban pecah dini merupakan penyebab pentingnya persalinan premature dan
prematuritas janin.8,9
Resiko terjadinya ascending infection akan lebih tinggi jika persalinan
dilakukansetelah 24 jam onset
Insiden prolaps tali pusat ( cord prolapse ) akan meningkat bila dijumpai adanya
malpresentasi
Pengeluaran cairan ketuban untuk waktu yang akan lama akan menyebabkan dry
labour atau persalinan kering.9
Hipoplasia pulmonal janin sangat mengancam janin, khususnya pada kasus
oligohidramnion
10. Pencegahan
Beberapa pencegahan dapat dilakukan namun belum ada yang terbukti cukup efektif.
Mengurangi aktivitas atau istirahat pada akhir triwulan kedua atau awal triwulan ketiga
dianjurkan. serta tidak melakukan kegiatan yang membahayakan kandungan selama
kehamilan. Serta berhenti merokok dan menghindari lingkungan perokok agar tak menjadi
perokok pasif.8,9
11. Prognosis
Jika kehamilan term dan induksi persalinan berjalan lancar, prognosis baik. Jika penanganan
buruk, maka akan mudah terjadi komplikasi KPD.
Maternal : infeksi intrapartal yang dapat menyebabkan infeksi masa nifas, partus lama,
pendarahan post partum, meningkatnya persalinan SC, meningkatnya angka morbiditas dan
mortalitas ibu.
13 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a
Janin : prematur yang dapat menyebabkan RDS, hipotermia, neonatal feeding problem, brain
disorder sampai sepsis.
III. Kesimpulan
Ketuban pecah dini adalah bocornya amnion sebelum mulainya persalinan, terjadi pada kira –
kira 7 sampai 12 persen kehamilan. Semakin awal pemeriksaan dilakukan semakin mudah
mengdiagnosis pecah ketuban. Anjuran mengenai penatalaksanaan optimum dari kehamilan
dengan komplikasi ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan janin, tanda infeksi
intrauterine, dan populasi pasien. Penatalaksanaan untuk wanita dengan pecah ketuban dini
pada kehamilan premature adalah menunggu awitan persalinan spontan sambil
mengobservasi tanda dan gejala korioamnionitis.3,8
Daftar Pustaka
1. Mokhtar Ristam. Ketuban Pecah Dini dalam Sinopsis Obsteri, Obstetri Fisologi
Obstetri Patologi. Edisi 1. Jakarta : EGC 2004 : 285 – 287.
2. Manuaba Ida Bagus Gde. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan
Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC 2007 : 221 – 225.
3. Komite Medik RSUP DR.Sardjito. Ketuban Pecah Dini dalam Standar Pelayanan
medis RSUP DR. Sardjito. Edisi 1. Yogyakarta : Medika Fakultas Kedokteran
Universitas Gajah Mada 2009 : 32 – 33.
4. Syaifuddin Abdul Bari. Ketuban Pecah Dini dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Buku Pustaka Suwarno Prawihardjo 2006:
218 – 220.
5. Parry Samuel, Strauss Jerome.F. Premature Rupture of the Fetal Membrane. Vol 338.
The New England Jurnal of medicine 2008 :663-670.
6. Phupong Vora. Prelabour Rupture of Membranes in Journal of Pediatric, Obstetric
and Gynaecology 2007 : 25 – 31.
7. Smith Joseph. Premature Rupture of Membranes. Diunduh dari
http://www.chclibrary.org/micromed/00061770.html, September 2010
14 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a
8. Bruce Elizabeth. Premature Rupture of Membrane (PROM). Diunduh dari
http://www.compleatmother.com/prom.htm, July 2005
9. Anthony J. Premature Rupture of the Membranes. Diunduh dari
http://www.netnurse.com/pregnency/edudocs/c_conn0200.cfm, Mei 2012
15 | M e r i e O c t a v i a 1 0 . 2 0 0 9 . 0 2 0U n i v e r s i t a s K r i s t e n K r i d a W a c a n a