Upload
dodang
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
KINERJA LEMBAGA LEGISLATIF (Studi: Analisis Kinerja DPRD Kota Medan Periode 2004-2009)
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Sarjana
Diajukan oleh
SRI PUJI NURHAYA
050906056
Dosen Pembimbing : Drs. Zakaria Taher, Ms.P
Dosen Pembaca : Indra Fauzan S.H.I. M.Soc. Sc
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU POLITIK MEDAN
2009
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Kinerja Lembaga Legislatif ( Studi : Analisis Kinerja DPRD Kota Medan Periode
2004 -2009 )” , guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ilmu Politik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada
Kedua Orang Tua Penulis Ayahanda M.Hayat, SH dan Ibunda Nurasyiah, Nst yang
merupakan sumber inspirasi dan senantiasa memberikan kasih sayang, bimbingan,
motivasi, nasehat, bantuan, material serta doa yang tak pernah hentinya kepada
Penulis, dan Kepada Kakak dan Abang Penulis serta Keluarga Besar yang
memberikan dukungan baik moril dan materil serta doa yang tak pernah hentinya
kepada Penulis.
Dalam menyusun Skripsi ini, Penulis banyak memperoleh bantuan, bimbingan
dan pengarahan dari berbagai pihak. Dengan kerendahan hati, Penulis ucapkan
terimakasih kepada :
1. Bapak, Prof.Dr.H.M.Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak, Drs. Heri Kusmanto, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
3. Bapak, Drs. Zakaria Taher, Ms.P selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan banyak saran selama penulisan skripsi ini.
4. Bapak, Indra Fauzan, S.H.I.M.Soc.Sc selaku Dosen Pembaca yang telah
memberikan arahan dan petunjuk dalam penulisan skripsi.
5. Ibu Dra.Evi Novida Ginting selaku Dosen Wali yang memberikan bantuan dan
perhatiannya selama diperkuliahan.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara Jurusan Ilmu Politik yang telah memberikan bekal ilmu yang tidak ternilai
harganya selama masa kuliah.
7. Seluruh Staf Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis semasa kuliah
hingga selesai.
8. Kepada Senior – senior Ilmu Politik, bg Hendra, bg Rudi, bg Fuad yang telah
memberikan masukan dan saran selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
9. Seluruh Staf DPRD Kota Medan, Penulis ucapkan banyak terima kasih atas
bantuan dan kerjasamanya.
10. Khususnya kepada Sahabat – sahabat qu, Nina, Icha, Filza, Nanda, Zaky dan
semua teman – teman ilmu politik angkatan 2005 terima kasih atas doa dan
dukungannya selama ini.
11. Kepada Teman-temanku diluar Perkuliahan, PieY MargoNda qu, LabOo
MarHotop, Yuni, Rissa Kapor, Maya Wali, Linda Jidad, Fanny, Kel Aji Unyung”,
yang telah banyak membantu dan mendukung sepenuh hati selama penulis
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
menyelesaikan skripsi ini. Dan Teramat Special kepada Abg Yudi qu yang selama
ini telah banyak memberi Support, dan kepada semua pihak terkait yang telah
banyak membantu Penulis menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu dan yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis dengan segala kerendahan hati yang tulus berharap skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang bersangkutan.
Medan, November 2009
Penulis
Sri Puji Nurhaya
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
ABSTRAK
Skripisi ini berjudul Kinerja Lembaga Legislatif ( Studi Tentang Kinerja DPRD Kota Medan ). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan Kinerja DPRD serta faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja DPRD Kota Medan Periode 2004-2009. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diolah dari hasil pengamatan dan wawancara dengan anggota DPRD serta pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi DPRD Kota Medan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Sekretariat DPRD dan Tokoh Masyarakat. Unit analisis dalam penelitian ini adalah DPRD Kota Medan sebagai suatu lembaga organisasi. Adapun variabel dalam penelitian ini adalah Kelembagaan (Organisasi), Sumber Daya Manusia, dan Informasi sebagai variabel independen. Sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah Kinerja DPRD Kota Medan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja DPRD Kota Medan Periode 2004-2009 masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari indikator Akuntabilitas, Responsivitas dan Efektifitas. Rendahnya Kinerja DPRD Kota Medan ini dipengaruhi oleh faktor kelembagaan yaitu sarana dan prasarana, Sumber Daya Manusia yaitu pendidikan dan pengalaman, serta faktor informasi yaitu sumber informasi yang digunakan, keterbukaan menerima dan menyampaikan informasi, serta intensitas menyerap aspirasi masyarakat yang dimiliki oleh DPRD Kota Medan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ternyata faktor anggaran dan pembiayaan yang tinggi tidak berpengaruh terhadap kinerja DPRD Kota Medan.
Dalam peran serta pemberdayaan DPRD untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja DPRD Kota Medan dimasa yang akan datang, perlu diadakan pengenalan dan orientasi melalui pelatihan/kursus terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsi DPRD sebagai lembaga perwakilan masyarakat daerah serta melalui pengembangan kualitas terhadap sistem persyaratan anggota legislatif melalui partai politik.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................... iv
BAB I ..................................................................................................
Pendahuluan ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah .................................................................... 6
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 7
1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................... 7
1.5. Kerangka Teori ............................................................................ 7
1.5.1. Parlemen........................................................................... 7
1.5.1.1. Pengertian Parlemen.......................................... 8
1.5.1.2. Fungsi Parlemen ................................................ 9
a. Fungsi Perwakilan .......................................... 9
b. Fungsi Legislasi.............................................. 12
c. Fungsi Pengawasan ....................................... 13
d. Fungsi Anggaran ............................................ 14
1.5.2. Teori Perwakilan Politik ........................................ 16
1.5.2.1. Teori Mandat ...................................................... 16
1.5.3. Kinerja Lembaga DPRD .................................................... 17
1.5.3.1 Pengertian Kinerja .............................................. 17
1.5.3.2. Pengukuran Kinerja ............................................ 18
a. Akuntabilitas ................................................... 22
b. Responsivitas ................................................. 25
c. Efektifitas ........................................................ 26
1.5.4. Faktor- faktor yang mempengaruhi Kinerja........................ 27
a. Faktor– Faktor Internal ................................... 27
b. faktor – Faktor Eksternal ................................ 28
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
1.6. Metodologi Penelitian .................................................................. 35
1.6.1. Jenis Penelitian ................................................................. 35
1.6.2. Lokasi Penelitian ............................................................... 36
1.6.3. Sumber Data ..................................................................... 36
1.6.4. Teknik Mengumpulkan Data ............................................. 37
1.6.5. Teknik Analisis Data ......................................................... 38
1.6.6. Definisi Konsep ................................................................. 38
1.6.7. Definisi Operasional............................................................. 39
1.6.8. Sistematika Penulisan........................................................ 41
BAB II ..................................................................................................
Sejarah Kota Medan ............................................................................ 42
2.1. Medan Tanah Deli ....................................................................... 42
2.2. Kampung Medan dan Tembakau Deli ......................................... 43
2.3. Legenda Kota Medan .................................................................. 47
2.4. Penjajahan Belanda di Tanah Deli .............................................. 48
2.5. Kota Medan Menyambut Kemerdekaan
Republik Indonesia ...................................................................... 51
2.6. Deskripsi DPRD Kota Medan ..................................................... 53
2.6.1. Sejarah Perkembangan DPRD ......................................... 53
2.6.2. Susunan Organisasi dan Tata Kerja
DPRD Kota Medan ........................................................... 57
a. Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ............ 57
b. Wewenang dan Tugas Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah ......................................................................... 58
c. Hak - Hak Anggota DPRD ............................................ 59
BAB III....................................................................................................
Hasil Dan Pembahasan ...................................................................... 66
3.1. Kinerja DPRD Kota Medan .......................................................... 66
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
3.2. Indikator Kinerja DPRD Kota Medan ........................................... 69
a. Akuntabilitas .......................................................................... 69
b. Responsivitas ........................................................................ 72
c. Efektifitas............................................................................... 74
3.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja DPRD...................... 82
a. Kelembagaan (Organisasi).................................................... 82
b. Sumber Daya Manusia .......................................................... 86
c. Informasi ............................................................................... 94
BAB IV ...............................................................................................
Simpulan Dan Saran ............................................................................ 100
4.1. Simpulan ....................................................................................... 100
4.2. Saran ............................................................................................ 102
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 103
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan salah satu lembaga atau badan
perwakilan rakyat di daerah yang mencerminkan struktur dan sistem pemerintahan
demokratis di daerah, sebagaimana terkandung dalam pasal 18 UUD 1945,
penjabarannya lebih lanjut pada UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah. DPRD dalam melaksanakan tugasnya, mempunyai hak (Pasal 19, 20 dan 21),
wewenang (Pasal 18) dan kewajiban (Pasal 22) didalam mengemban tugas sebagai
wakil rakyat. Pemberian hak-hak yang luas kepada DPRD, merupakan suatu petunjuk
bahwa upaya demokratisasi pemerintahan daerah diharapkan makin menunjukkan
bentuk yang lebih nyata. Selanjutnya menurut Marbun (1994, 129) DPRD adalah
merupakan unsur pemerintah daerah yang susunannya mencerminkan perwakilan
seluruh rakyat daerah dan komposisi serta anggotanya adalah mereka yang telah
diambil sumpah/janji serta dilantik dengan keputusan Menteri Dalam Negeri atas
nama Presiden, sesuai dengan hasil Pemilu maupun pengangkatan.
Secara umum, fungsi badan perwakilan berkisar pada fungsi perundang-
undangan, fungsi keuangan dan fungsi pengawasan. Keseluruhan hak DPRD yang
diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 pada dasarnya telah memuat fungsi-fungsi
tersebut. Sebagai lembaga legislatif, DPRD berfungsi membuat peraturan perundang-
undangan. Melalui fungsi ini DPRD mengaktualisasikan diri sebagai wakil rakyat.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Pasal 18 (d) dan 19 (d) UU Nomor 32 Tahun 2004 mengatur kewenangan DPRD
dalam menjalankan fungsi perundang-undangan. Fungsi lain DPRD adalah
menetapkan kebijaksanaan keuangan. Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 telah diatur
hak anggaran sebagai salah satu hak DPRD. Hak anggaran memberi kewenangan
kepada DPRD untuk ikut menetapkan atau merumuskan kebijakan daerah dalam
menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Disamping itu, DPRD
juga mempunyai hak untuk menentukan anggaran belanja sendiri (pasal 19 g). Dalam
konteks pengawasan, penetapan kebijakan dan peraturan perundangan oleh DPRD,
merupakan tahap pertama dari proses pengawasan. Penilaian terhadap pelaksanaan
peraturan-peraturan daerah oleh eksekutif adalah bentuk pengawasan lainnya. DPRD
sebagai lembaga politik melakukan pengawasan secara politis, yang tercermin dalam
hak-hak DPRD yaitu hak mengajukan pertanyaan, hak meminta keterangan dan hak
penyelidikan.
DPRD sebagai organisasi publik, senantiasa mengalami dinamika dan
perubahan yang diakibatkan oleh adanya perubahan lingkungan, sehingga dalam
organisasi perlu menyesuaikan dengan perubahan tersebut agar lebih efektif, efisien,
kompetitif, adaptif dan responsibility dalam pencapaian tujuan. Widodo (2001)
mempertegas hal ini, bahwa “organisasi mengalami perubahan dalam rangka
mencapai tujuan, bukan saja karena lingkungan dimana organisasi berada mengalami
perubahan, tapi juga tujuan organisasi”. Ini merupakan suatu keharusan agar
organisasi dapat menyesuaikan permasalahan, tuntutan dan keinginan masyarakat.
Perubahan tujuan ini akan menjadi pedoman, referensi dan sekaligus mengukur
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
kinerja (performance) organisasi yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya. Lebih lanjut, Icklis (Rondinelly, 1990) menegaskan bahwa
didalam organisasi yang berusaha untuk menjadi lebih kompetitif, responsif dan
adaptif, tujuan utama haruslah pada upaya mendorong semangat kerja sendiri diantara
para kliennya atau di dalam masyarakat dimana ia berhubungan.
Sisi kelemahan dimasa Orde Baru dapat juga dilihat dari besarnya kekuasaan
pemerintah (eksekutif) dibandingkan lembaga perwakilan rakyat (legislatif). Sebagai
negara demokrasi masing-masing lembaga, yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif
seharusnya mempunyai kekuasaan mandiri, tanpa intervensi kekuasaan antar lembaga
tersebut. Selama Orde Baru dapat dikatakan kuatnya dominasi eksekutif terhadap
legislatif dan yudiktif sehingga terdapat kerancuan dalam proses pembangunan
negara. Istilah kekuasaan otoriter berselubungkan demokrasi dapat diungkapkan
melihat fenomena negara Republik Indonesia selama 32 tahun di bawah
pemerintahan Orde Baru.
Dari kondisi ini dapat ditarik beberapa persoalan yang dapat didentifikasi
sebagai bentuk kurang berfungsi lembaga DPRD, dalam mendukung demokrasi di
daerah baik dalam proses pembentukan maupun kinerja yang dihasilkan sebagai
berikut :
1. Penyalahgunaan jabatan sebagai lembaga DPRD dalam pelaksanaan tugas
Pemerintah Daerah sehingga menjadikan tidak optimalnya fungsi kontrol
lembaga DPRD terhadap kinerjanya. Disisi lain juga mengakibatkan
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
kerancuan pemehaman terhadap kedudukan DPRD sebagai lembaga DPRD
yang berfungsi sebagai tempat penyaluran aspirasi masyarakat di daerah.
Pada hasil jajak pendapat (Kompas 9/3/2003 :32) mengatakan :
“Fungsi pengawasan terhadap kinerja Eksekutif yang selama ini mandul, kini rajin dijalankan. Namun sebuah prestasi tidak selalu identik dengan kesempurnaan. Apalagi jika beragam kasus korupsi, penyalahgunaan jabatan dan tindakan tercela tidak luput dalam segenap akitifitas para wakil rakyat. Bahkan kini nyaris terjadi diseluruh pelosok negeri ini”.
2. Dipihak lain masalah lembaga DPRD yang juga dipersoalkan, karena
keanggotannya lebih banyak mementingkan terhadap golongan/partai yang
diwakilinya dari pada kepentingan masyarakat sehingga berdampak terhadap
tidak tersalurnya aspirasi masyarakat dengan baik dan efektif sesuai dengan
tuntutan yang dikehendaki.
Pada hasil jajak pendapat (Kompas 9/3/2003 :32) mengatakan :
“Kesimpulan ini terangkum dari pernyataan 35 persen responden yang beranggapan DPRD di daerah lebih mengutamakan kepentingan partai politiknya dibanding kepentingan masyarakat. Bahkan hal ini diperkuat pula oleh separuh responden yang menyatakan kinerja DPRD di daerah saat ini lebih banyak menyuarakan kepentingan pribadi masing-masing individu”.
Padahal peran yang diharapkan dari Lembaga DPRD amat strategis dalam
upaya pemberdayaan masyarakat dalam proses pembangunan daerah. DPRD
diharapkan mampu menjadi penyambung aspirasi dan kepentingan masyarakat
daerah, guna kemajuan kemakmuran masyarakat sehingga dengan keluarnya Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 membawa perubahan dan paradigma baru terhadap
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh lembaga
legislatif sebagai representasi dari masyarakat/rakyat yang diwakilinya, peningkatan
kinerja merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan output guna pencapaian
tujuan dari keberadaan lembaga ini. Pada umumnya, kinerja organisasi adalah
seberapa jauh output yang dihasilkan memenuhi target (rencana yang telah
ditetapkan), sehingga optimalisasi peran DPRD dalam pelaksanaan otonomi daerah
menjadi sangat krusial. Itu bukan saja karena ia merupakan tempat lahirnya semua
peraturan yang menjadi landasan bagi setiap kebijakan publik yang diterapkan di
daerah, tetapi karena posisinya yang menentukan dalam proses pengawasan
pemerintahan. Karena itu, penguatan posisi lembaga DPRD di era otonomi daerah ini
merupakan kebutuhan yang harus diupayakan jalan keluarnya, agar dapat
melaksanakan tugas, wewenang dan hak-haknya secara efektif sebagai lembaga
legislatif daerah. Optimalisasi peran ini sangat dipengaruhi, baik faktor internal
maupun eksternal lembaga ini.
Peran yang diharapkan dari Lembaga DPRD amat strategis dalam upaya
pemberdayaan masyarakat dalam proses pembangunan daerah. DPRD diharapkan
mampu menjadi penyambung aspirasi dan kepentingan masyarakat daerah, guna
kemajuan kemakmuran masyarakat sehingga dengan keluarnya Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 membawa perubahan dan paradigma baru terhadap
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah, DPRD mempunyai peran yang
sangat besar dalam mewarnai jalannya pemerintahan daerah otonom. Dengan peran
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
yang demikian itu, aspek responsibilitas dalam pelaksanaan tugas menjadi salah satu
faktor penentu dalam memaknai dan memberikan manfaat terhadap jalannya
pemerintahan di daerah guna mewujudkan masyarakaet yang sejahtera dan berdaulat.
Pemahaman ini sekaligus menyajikan pandangan bahwa lembaga legislatif perlu terus
mengembangkan dirinya, yang tentunya tidak bisa terlepas dari dinamika kualitas
infrastruktur politik, hubungan dengan lembaga lainnya dalam bingkai nilai-nilai
pemerintahan nasional.
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh lembaga
legislatif sebagai representasi dari masyarakat/rakyat yang diwakilinya, peningkatan
kinerja merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan output guna pencapaian
tujuan dari keberadaan lembaga ini. Pada umumnya, kinerja organisasi adalah
seberapa jauh output yang dihasilkan memenuhi target (rencana yang telah
ditetapkan), sehingga optimalisasi peran DPRD dalam pelaksanaan otonomi daerah
menjadi sangat krusial. Itu bukan saja karena ia merupakan tempat lahirnya semua
peraturan yang menjadi landasan bagi setiap kebijakan publik yang diterapkan di
daerah, tetapi karena posisinya yang menentukan dalam proses pengawasan
pemerintahan. Karena itu, penguatan posisi lembaga DPRD di era otonomi daerah ini
merupakan kebutuhan yang harus diupayakan jalan keluarnya, agar dapat
melaksanakan tugas, wewenang dan hak-haknya secara efektif sebagai lembaga
legislatif daerah. Optimalisasi peran ini sangat dipengaruhi, baik faktor internal
maupun eksternal lembaga ini.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengetahui dan membahas, bagaimana
kinerja lembaga DPRD di Kota Medan dan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhinya.
1.2. Perumusan Masalah
Dari uraian di dalam latar belakang sebagaimana di atas, maka penulis tertarik
untuk melakukan pengkajian terhadap kinerja lembaga legislatif yang menjadi the
core problem penelitian tentang kinerja DPRD Kota Medan penulis memberikan
rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Mengapa Kinerja DPRD Kota Medan rendah dilihat dari aspek
Akuntabilitas, Responsivitas dan Efektifitas?
2. Bagaimana meningkatkan Kinerja DPRD Kota Medan?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian adalah sarana fundamental untuk memenuhi pemecahan masalah secara
ilmiah, untuk itu penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimanakah kinerja DPRD Kota Medan yang dilihat
dari aspek Akuntabilitas, Responsivitas dan Efektifitas.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi rendahnya
kinerja DPRD, sehingga dapat diidentifikasi dan dianalisis masalah dan
kendala dalam pelaksanaan fungsi DPRD Kota Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat penelitian ini diharapkan adalah :
1. Dapat memberikan hasil atau manfaat dalam usaha meningkatkan serta
mengembangkan kualitas agar menghasilkan kinerja yang lebih baik sebagai
lembaga DPRD, khususnya DPRD Kota Medan.
3. Untuk memberikan sumbangsih pemikiran dalam rangka meningkatkan
kinerja DPRD Kota Medan.
1.5. KERANGKA TEORI
1.5.1. PARLEMEN
Badan politik yang kita kenal sebagai DPR, dalam bahasa Eropa adalah
Parliament, di Amerika dikenal sebagai legislature. Perbedaan istilah ini
mengandung makna yang cukup dalam dan strategis. Dalam bahasa Eropa parlemen
mengandung makna “pembicaraan” masalah-masalah kenegaraan, sedangkan di
Amerika legislator mengandung makna badan pembuat undang-undang (badan
legislatif atau law making body). Dalam kenyataan kedua perbedaan tersebut terlihat
pada fungsi politik masing-masing. Namun karena badan politik ini diciptakan di
Eropa maka kita akan mengkaji sejarah pertumbuhan parlemen dalam konteks sejarah
Eropa.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Pada mulanya parlemen terdiri dari para raja, bangsawan, tuan-tuan tanah
serta petinggi agama.1
Parlemen dalam istilah teknis biasanya disebut legislature yang artinya badan
pembuat undang-undang (legislator). Ditinjau dari fungsinya maka parlemen tidaklah
berbeda dengan institusi perpolitikan. Untuk memperoleh defenisi parlemen sebagai
badan politik yang berbeda dari badan-badan politik lainya harus ditemukan ciri-ciri
khusus yang dapat membedakannya dengan badan lain di luar parlemen. Nelsom W.
Polsby yang mencoba membandingkan parlemen (legislature) dengan badan politik
lain, eksekutif dan birokrasi. Parlemen berbeda secara khusus dari badan lain karena
psarlemen merupakan organisasi yang beranggotakan lebih dari satu (multimember),
Pada abad ke empat belas, pertemuan dengan raja
dikembangkan menjadi media penghubung yang diperlukan raja. Para petinggi
kerajaan diharapkan kehadiranya dalam pertemuan ini untuk dimintai informasi atau
nasehat oleh raja berkenaan dengan persoalan-persoalan politik dan administrasi
kerajaan yang dirasa mempengaruhi masa depan kerajaan, sejak itu pertemuan
konsultasi lambat laun berkembang menjadi yang kita kenal dengan parlemen di
Inggris. Pada abad ke-17 hubungan antara raja dengan parlemen berubah. Pengaruh
para bangsawaan, pengusaha dan gereja dalam kehidupan ekonomi tercermin pada
keanggotaan parlemen. Sumber daya yang mereka kuasai menyebabkan parlemen
didominasi oleh tiga kekuatan politik tersebut.
1.5.1.1.Pengertian Parlemen
1 Bambang Cipto. 1995. Dewan Perwakilan Rakyat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. hal.2
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
menggunakan metode negoisasi dan pemilihan sebelum mengambil keputusan, dan
bertanggung jawab pada rakyat.2
a. Fungsi Perwakilan
1.5.1.2. Fungsi Parlemen
Fungsi pokok parlemen tidak harus diartikan sebagai pembuat undang-undang
(law-making body) semata-mata namun juga perlu juga dilihat sebagai media
komunikasi antara rakyat dengan pemerintah. Dalam pemerintahan sistem Parlemen
ia juga berfungsi sebagai jalur rekrutmen kepemimpinan politik.
Di Indonesia, menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2003 Tentang Susunan
dan kedudukan DPR, DPD, DPRD adalah, sbb :
Fungsi perwakilan (representasi) pada hakekanya merupakan
hubungan antara lembaga legislatif, khususnya anggota DPRD dengan
anggota masyarakat yang mereka wakili, baik secara individu, berdasarkan
kelompok maupun secara keseluruhan. Pandangan yang melihat bahwa
hubungan tersebut merupakan salah satu masalah politik di dalam kehidupan
sistem politik pada umumnya dan di dalam proses kehidupan badan legislatif
pada khususnya, bertolak dari teori demokrasi yang mengajarkan bahwa
anggota masyarakat mengambil bagian atau berpartisipasi di dalam proses
perumusan dan penentuan kebijakan pemerintah. Dengan kata lain,
pemerintah melakukan kegiatan sesuai dengan kehendak rakyat. Oleh karena
sedemikian banyaknya rakyat dalam suatu sistem politik, maka demokrasi
2 Bambang Cipto. Ibid hal.6
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
menentukan bahwa sebagian dari partisipasi anggota masyarakat dilakukan
melalui wakil mereka di dalam badan legislatif. Dalam konteks ini, para wakil
rakyatlah yang bertindak atas nama pihak yang mewakili dan merumuskan
serta memutuskan kebijakan tentang berbagai aspek kehidupan, sehingga kita
mengenal adanya Pemilihan Umum guna melembagakan partisipasi
masyarakat dalam menentukan anggota badan legislatif. Oleh karena itu,
idealnya anggota DPRD harus bertindak dan berperilaku sebagai representasi
masyarakat untuk setiap tindak tanduk dalam seluruh kegiatannya.
Memuaskan kehendak masyarakat atau kemauan publik adalah esensi
dari fungsi anggota serta lembaga legislatif itu sendiri sebagai wakil rakyat.
Akan tetapi perlu diingat bahwa badan legislatif merupakan salah satu unit
dari sistem politik, disamping anggota masyarakat yang terdiri dari berbagai
kelompok kepentingan, oleh karena itu anggota DPRD perlu
mempertimbangkan berbagai kehendak atau opini yang ada, baik yang datang
dari perorangan maupun dari berbagai kesatuan individu seperti kekuatan
sosial politik, kelompok kepentingan, eksekutif dan sebagainya. Dengan
demikian, para wakil rakyat dituntut untuk menyelaraskan berbagai kehendak
atau opini tersebut dalam proses perumusan dan penetapan kebijakan, dengan
mengutamakan kehendak atau opini publik yang diwakili tanpa
mengorbankan sistem politik secara menyeluruh.
Atas dasar pemikiran tersebut, keberhasilan para wakil rakyat (DPRD)
untuk menegakkan keserasian antara kepentingan anggota masyarakat yang
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
diwakilinya dengan kepentingan berbagai kelompok dan lembaga menurut
Sanit (1985, 205) harus memperhatikan empat faktor, yakni :
1) Integritas dan kemampuan atau keterampilan anggota badan legislatif. 2) Pola hubungan anggota badan tersebut dengan anggota masyarakat yang
mereka wakili yang tercermin di dalam sistem perwakilan yang berlaku. 3) Struktur organisasi badan legislatif yang merupakan kerangka formal bagi
kegiatan anggota dalam bertindak sebagai wakil rakyat. 4) Hubungan yang tercermin dalam pengaruh timbal balik antara badan
legislatif dengan eksekutif dan lembaga-lembaga lainnya sebagai unit-unit pemerintahan di tingkat daerah, serta hubungan badan tersebut dengan lembaga-lembaga yang sama di tingkat yang lebih tinggi hierarkinya.
Berdasarkan kondisi tersebut, dapat digambarkan kemungkinan
orientasi anggota DPRD dalam melaksanakan fungsinya sebagai lembaga
legislatif di daerah. Tipe orientasi anggota DPRD menurut Sanit (ibid, 228)
adalah sebagai berikut :
1) Orientasi kepada nilai dan kepentingan anggota itu sendiri (wali/trustee). 2) Orientasi kepada anggota masyarakat yang diwakilinya (delegasi/utusan). 3) Orientasi gabungan tipe wali dan utusan (politico). 4) Orientasi kepada organisasi politik yang menggerakkan dukungan
terhadapnya (partisan). 5) Orientasi kepada pemerintah (eksekutif).
Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa dari sekian banyak
serta tingginya kompleksitas persoalan-persoalan yang dihadapi para wakil
rakyat, maka idealnya fungsi representasi DPRD akan terpenuhi apabila
anggota DPRD memenuhi persyaratan politik, pendidikan, moral, integritas,
pengalaman, sehat jasmani dan rokhani serta kemampuan artikulasi yang
memadai.
b. Fungsi Legislasi
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Dengan mengikuti kelaziman teori-teori ketatanegaraan pada
umumnya, maka fungsi utama lembaga perwakilan rakyat adalah di bidang
legislatif. Keberadaan DPRD tidak dapat dilepaskan dari konsep “Trias
Politica” yang ditawarkan oleh Montesquei (Thaib, 2001 ; 44), dengan
memisahkan kekuasaan ke dalam tiga bidang kekuasaan, yakni eksekutif,
legislatif dan yudikatif. Lebih lanjut, konsep Trias Politica menghendaki
terciptanya suasana “Check and balances” karena masing-masing organ
kekuasaan dapat saling mengawasi, saling menguji, sehingga tidak mungkin
organ-organ kekuasaan itu melampaui batas kekuasaan yang telah ditentukan,
atau dengan kata lain terdapat perimbangan kekuasaan antar lembaga-lembaga
tersebut.
Dalam konteks DPRD sebagai lembaga legislatif, fungsi pembuatan
peraturan daerah merupakan fungsi utama karena melalui fungsi ini, DPRD
dapat menunjukkan warna dan karakter serta kualitasnya baik secara material
maupun fungsional. Disamping itu, kadar peraturan daerah yang dihasilkan
oleh DPRD dapat menjadi ukuran kemampuan DPRD dalam melaksanakan
fungsinya, mengingat pembuatan suatu peraturan daerah yang baik harus
dipenuhi beberapa persyaratan tertentu, sebagaimana dikemukakan oleh
Soejito (1983, 22).
a. Bahwa peraturan daerah harus ditetapkan oleh Kepala daerah dengan persetujuan DPRD yang bersangkutan.
b. Peraturan daerah dibuat menurut bentuk yang ditentukan oleh Menteri Dalam Negeri.
c. Peraturan daerah harus ditandatangani oleh Kepala Daerah serta ditandatangani oleh Ketua DPRD yang bersangkutan.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
d. Peraturan daerah yang memerlukan pengesahan tidak boleh diundangkan sebelum pengesahan itu diperoleh atau sebelum jangka waktu yang ditentukan oleh pengesahannya berakhir.
e. Peraturan daerah baru mempunyai kekuatan hukum dan mengikat setelah diundangkan dalam lembaran daerah yang bersangkutan.
Memperhatikan pendapat diatas, suatu peraturan daerah dapat
dikatakan baik apabila telah memenuhi berbagai syarat tersebut, sehingga
terlaksananya fungsi ini dengan baik akan sangat ditentukan oleh tingkat
pemahaman anggota legislatif terhadap apa yang menjadi aspirasi masyarakat,
kebutuhan daerah, proses pembuatan kebijakan serta pengawasan atas
kebijakan yang dihasilkan.
c. Fungsi Pengawasan
Bertitik tolak dari hakekat DPRD sebagai lembaga legislatif daerah,
maka pengawasan terhadap eksekutif merupakan fungsi lain DPRD.
Pengawasan dilakukan melalui penggunaan hak-hak yang dimiliki oleh
DPRD. Tuntutan akan pelaksanaan fungsi pengawasan menjadi sangat
penting, sebagaimana dikemukakan oleh Effendi (1989, 23).
“Pelaksanaan fungsi pengawasan oleh badan perwakilan rakyat terhadap perumusan pelaksanaan kebijaksanaan-kebijaksanaan Negara amat menarik perhatian peneliti ilmu politik maupun peneliti administrasi negara oleh karena itu merupakan suatu indikator dari pelaksanaan kedaulatan rakyat yang menjadi inti sistem demokrasi Pancasila. …………. terlepas dari ada atau tidaknya penyelewengan atau pemborosan dan inefisiensi, berbagai bentuk pengawasan, termasuk pengawasan legislatif tetap diperlukan karena fungsi ini merupakan salah satu fungsi intern dalam pengelolaan pembangunan. …………. bahwa pengawasan legislatif adalah salah satu pencerminan demokrasi Pancasila dan karena itu perlu dilaksanakan agar rakyat dapat berpartisipasi dalam pengelolaan pembangunan.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Dengan demikian, pengawasan oleh DPRD terhadap penyelenggaraan
pemerintahan sangat penting guna menjaga adanya keserasian
penyelenggaraan tugas pemerintah dan pembangunan yang efisien dan
berhasil guna serta dapat menghindari dan mengatasi segala bentuk
penyelewengan yang dapat merugikan atau membahayakan hak dan
kepentingan negara, daerah dan masyarakat. Fungsi pengawasan oleh DPRD
adalah salah satu bentuk pengawasan yang sangat penting diperlukan
pelaksanaannya dalam pengelolaan pembangunan, sebagai refleksi partisipasi
masyarakat dan hakekat kedaulatan rakyat yang dilaksanakan lewat para
wakilnya dalam lembaga perwakilan, sebagai hakekat demokrasi Pancasila.
d. Fungsi Anggaran
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004, terdapat ketentuan yang mengatur
tentang hubungan antara eksekutif dan legislatif, khususnya dibidang
anggaran (Pasal 18 e). Sebenarnya, hubungan dibidang anggaran antara
eksekutif dan legislatif telah tercermin dalam fungsi legislasi yang dimiliki
oleh DPRD, mengingat APBD dituangkan kedalam Peraturan Daerah,
sehingga tanpa adanya hubungan konstitusional tersebut, tidak mungkin ada
Peraturan daerah yang akan mengatur segala sesuatu di bidang anggaran dan
keuangan daerah.
Dalam konteks fungsi anggaran ini, hal yang paling mendasar adalah
ketentuan konstitusional yang menggariskan bahwa kedudukan yang kuat
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
diberikan kepada DPRD hendaknya disertai pula oleh tanggung jawab yang
besar terhadap rakyat yang diwakilinya, mengingat kenyataan selama ini
menunjukkan bahwa DPRD belum pernah menolak rancangan APBD yang
disampaikan oleh pihak eksekutif pada setiap permulaan tahun anggaran,
kecuali melakukan perubahan-perubahan. Dengan demikian, dalam hal
menetapkan pajak maupun APBD, kedudukan DPRD lebih kuat daripada
pemerintah. Hal ini menunjukkan besarnya kedaulatan rakyat dalam
menentukan jalannya pemerintahan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan
hasil kerja yang telah dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab yang dimilikinya, sehingga
pengukuran kinerja merupakan metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai
oleh seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi dibandingkan dengan dengan
tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran digunakan untuk penilaian atas
keberhasilan, kegagalan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi yang
didasarkan pada tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan
visi dan misi organisasi.
Indikator yang dapat dipergunakan untuk mengukur kinerja DPRD adalah
sejauhmana pelaksanaan fungsi-fungsi yang melekat dalam institusi DPRD tersebut
dilaksanakan dikaitkan dengan aspek responsivitas, produktivitas dan kualitas
layanan. Meskipun DPRD sebagai lembaga legislatif daerah, namun penggunaan
konsep organisasi publik dipandang tepat karena institusi ini merupakan lembaga
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
yang berfungsi menyalurkan aspirasi masyarakat, membuat/menghasilkan kebijakan
atau peraturan yang berdampak pada masyarakat banyak.
1.5.2. TEORI PERWAKILAN POLITIK
1.5.2.1. Teori Mandat
Duduknya seseorang di Lembaga Perwakilan baik itu karena penunjukan
maupun melalui pemilihan umum, mengakibatkan timbulnya hubungan si wakil
dengan yang diwakilinya. Pertama dibahas hubungan tersebut dengan teori yaitu: Si
wakil dianggap duduk di Lembaga Perwakilan karena mandat dari rakyat sehingga
disebut mandataris. Teori mandat dibagi atas 3 (tiga) jenis yakni :
1) Mandat Imperatif : menurut ajaran ini si wakil bertindak di lembaga
perwakilan sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh yang diwakilinya. Si
wakil tidak bisa bertindak diluar instruksi tersebut dan apabila ada hal-hal
yang baru yang tidak terdapat dalam instriksi tersebut maka si wakil harus
mendapat instruksi dari yang diwakilinya baru dapat dilaksanakannya.
2) Mandat Bebas : menurut ajaran ini si wakil adalah orang-orang yang
terpercaya dan terpilih serta memiliki kesadaran hukum masyarakat yang
diwakilinya, sehingga si wakil dapat bertindak atas nama mereka yang
diwakilinya atau atas nama rakyat.
3) Mandat Reprensetatif : si wakil dianggap bergabung dalam satu lembaga
perwakilan. Rakyat memilih dan memberikan mandat pada lembaga
perwakilan, sehingga si wakil sebagai individu tidak ada hubungan dengan
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
pemilihnya apalagi pertanggungjawabannya, lembaga perwakilan inilah
bertanggung jawab pada rakyat.
1.5.3. Kinerja Lembaga DPRD
1.5.3.1. Pengertian Kinerja
Bagi setiap organisasi, penilian terhadap kinerja merupakan suatu hal yang
penting untuk dapat mengetahui sejauh mana tujuan organisasi tersebut berhasil
diwujudkan dalam jangka waktu atau periode tertentu. Secara umum kinerja adalah
padanan kata dari “performance”. Konsep kinerja menurut Rue dan Byars3
Kemudian kinerja atau performance menurut Suyadi Prawirosentono
dapat
didefinisikan sebagai pencapai hasil atau the degree of accomplishment. Dengan kata
lain, kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi. Dengan demikian
bahwa kinerja merupakan suatu tingkatan sejauhmana proses kegiatan organisasi itu
memberikan hasil atau mencapai tujuan.
4
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa kinerja berhubungan
dengan bagaimana melakukan suatu pekerjaan dan menyempurnakan hasil pekerjaan
adalah
“Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika”.4
3 Dalam Yeremias T Keban, 1995, Indikator Kinerja Pemerintah Daerah : Pendekatan Manajement dan
Kebijakan, Seminar Sehari Kinerja Organisasi Sektor Publik, Kebijakan dan Penerapan, 20 Mei 1995, Yogyakarta, MAP-UGM. Hal 1
4 Suyudi Prawirosentono, 1992, Kebijakan Kinerja Karyawan : Kiat Membangun Organisasi Kompetitif Menjelang Perdagangan Bebas Dunia, BPFE, Yogyakarta. Hal 2
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
berdasarkan tanggungjawab namun tetap mentaati segala peraturan-peraturan, moral
maupun etika.
Sejalan dengan pengertian di atas, Bernardin dan Rusell menyebutkan bahwa
:5
Untuk dapat mempelajari kinerja suatu organisasi, harus diketahui ukuran
keberhasilan untuk menilai kinerja tersebut. Sehingga indikator atau ukuran kinerja
“Performance is defined as the record of out comes product on a specified job function or activity during a specified time period (Kinerja merupakan tingkat pencapaian/rekor produksi akhir pada suatu aktivitas organisasi atau fungsi kerja khusus selama periode tertentu)”.5
Dari beberapa pendapat pakar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja
adalah hasil kerja yang dicapai oleh suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawabnya atau sebagai gambaran mengenai tentang besar kecilnya hasil
yang dicapai dari suatu kegiatan baik dilihat secara kualitas maupun kuantitas sesuai
dengan visi, misi suatu organisasi yang bersangkutan.
Dengan demikian perlu kiranya menilai kinerja lembaga DPRD sebagai suatu
lembaga yang mempunyai pengaruh besar dalam penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah, terutama sebagai penentu kebijakan di daerah. Dengan kinerja ini diharapkan
mampu menjelaskan apakah DPRD mampu melaksanakan fungsinya secara optimal
dalam mewujudkan aspirasi dan keinginan masyarakat daerah.
1.5.3.2. Pengukuran Kinerja
5 Jhon Bernardin, and Russel, E. A. Joyce,1998, Human Resource Management : An Experiental
Aproach.Hal 379
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
itu tentunya harus dapat merefleksikan tujuan dan misi dari organisasi yang
bersangkutan, karena itu berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Dalam organisasi publik, masih sulit untuk menentukan kriteria kinerja yang
sesuai. Bila ditinjau dari tujuan dan misi utama kehadiran organisasi publik adalah
untuk memenuhi dan melindungi kepentingan publik, maka kinerja organisasi publik
dapat dikatakan berhasil apabila mampu mewujudkan tujuan dan misinya dalam
memenuhi kepentingan dan kebutuhan publik tersebut. Mengenai kesulitan dalam
pengukuran kinerja organisasi publik ini dikemukakan oleh Agus Dwiyanto: 6
“Kesulitan dalam pengukuran kinerja organisasi publik sebagian muncul karena tujuan dan misi organisasi publik seringkali bukan hanya sangat kabur, tetapi juga bersifat multidimensional. Organisasi publik memiliki stakeholders yang jauh lebih banyak dan kompleks ketimbang organisasi swasta. Staekholders organisasi publik seringkali memiliki kepentingan yang berbenturan antara satu dengan yang lain”.6
Namun berdasarkan atas pemahaman terhadap tujuan dan misi organisasi,
Dwiyanto lebih lanjut mengemukakan ada lima indikator untuk menilai kinerja
organisasi publik, yaitu : produktifitas, kualitas layanan, responsivitas, responsibilitas
dan akuntabilitas. Mirip dengan pendapat tersebut Lenvine mengusulkan tiga konsep
untuk mengukur kinerja organisasi publik, yaitu : responsivenees, responsibility dan
accountability (dalam Dwiyanto).7
6 Agus Dwiyanto, 1995, Penilian Kinerja Organisasi Publik, Makalah dalam Seminar
Sehari : Kinerja Organisasi Sektor Publik, Kebijakan dan Penerapannya, Fisipol UGM, Yogyakarta.Hal 1
7 Ibid, Hal 7
Guna mewujudkan lembaga ini agar berfungsi
sebagaimana keinginan tersebut maka kedudukan, susunan, tugas, wewenang, hak
dan kewajibannya diatur dalam Undang-Undang. Hal mana lembaga perwakilan
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
rakyat di Daerah melaksanakan fungsi legislatif sepenuhnya sebagai penjelmaan
kedaulatan rakyat. Sebagaimana dikemukakan Imawan bahwa tujuan dari perwakilan
politik adalah menerjemahkan will of the people menjadi will of the state dimana
fungsinya dibedakan kedalam 2 (dua) katagori besar, yakni fungsi wakil dan fungsi
lembaga perwakilan.8
Lebih lanjut dikemukakan Imawan bahwa sebagai institusi, para wakil dalam
dewan atau lembaga perwakilan memiliki 4 (empat) fungsi dasar adalah :
9
1. Fungsi legislasi (perundangan) meliputi pembuatan aturan sendiri, menentukan pucuk pimpinan Eksekutif secara mandiri, serta menjadi mediator kepentingan rakyat dan pemerintah.
2. Fungsi budget (penganggaran) meliputi merancang dan menentukan
arah serta tujuan aktivitas pemerintahan.
3. Fungsi pengawasan, meliputi aktivitas memfasilitasi perkembangan kepentingan dalam masyarakat vis-à-vis agenda yang telah ditentukan oleh pemerintah. Lembaga perwakilan menilai apakah aktivitas pemerintahan masih selaras dengan aspirasi masyarakat, serta memastikan bahwa perkembangan aspirasi masih bisa diakomodir dalam rencana kerja pemerintah.
4. Fungsi regulator konflik, meliputi aktivitas menampung dan menyerap
konflik kepentingan yang berkembang dalam masyarakat, sehingga konflik pada tataran masyarakat dapat diubah menjadi konflik internal lembaga perwakilan sebagai bagian dari sebuah sistem politik.9
Dari keempat fungsi dasar lembaga perwakilan tersebut maka dalam
menjalankan tugas-tugasnya ia memiliki hak-hak untuk mengajukan pertanyaan,
mengajukan usul pernyataan pendapat, meminta keterangan (interplasi), mengadakan
8 Riswandha Imawan, 2000, Agenda Politik dan Ekonomi Dalam Format Reformasi Menuju
Terbentuknya Masyarakat Madani, Dalam Membongkar Mitos Masyarakat Madani, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Hal 23
9 Ibid, hal 8
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
penyelidikan (angket) dan mengubah aturan yang berlaku (amandemen). Dalam
mengaktualisasikan fungsi dan haknya anggota Dewan atau lembaga perwakilan
rakyat sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor ini
sekaligus merefleksikan kualitas dan akuntabilitasnya sebagai wakil rakyat.
Menurut Arbi Sanit, DPRD mempunyai fungsi legislasi, pengawasan,
anggaran, pemilihan pejabat, internasional dan perwakilan, DPRD sebagai salah satu
unsur Pemerintah Daerah merupakan fungsi legislatif yang mewakili kepentingan
atau aspirasi masyarakat. Sedangkan hak dan kewajiban DPRD adalah melaksanakan
secara konsekuen GBHN, Ketetapan-Ketetapan MPR, serta mentaati segala Peraturan
Perundangan yang berlaku. Kemudian DPRD bersama Kepala Daerah menyusun
APBD untuk kepentingan daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan
kepada daerah atau melaksanakan Peraturan Perundangan yang pelaksanaannya
ditugaskan kepada daerah.
Sementara menurut Yeremias T. Keban untuk mengukur kinerja DPRD dilihat
dari pendekatan kebijakan, yaitu seberapa jauh kebijakan yang ditetapkan telah
secara efektif memecahkan masalah publik. Artinya apakah kebijakan yang
dihasilkan DPRD dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan memecahkan masalah
publik dengan tepat. Pendapat tersebut menggambarkan ukurun kinerja DPRD dilihat
dari produk kebijakan yang dihasilkan sebab keterlibatan DPRD dalam
penyelenggaraan pemerintahan lebih pada “policy making”.10
10 Yeremias T Keban, 1995, Indikator Kinerja Pemerintah Daerah : Pendekatan
Manajement dan Kebijakan, Seminar Sehari Kinerja. Hal 7
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Soesilo Zauhar mengatakan :
“…… Peningkatan kinerja individu dapat dilihat dari keterampilannya, kecakapan praktisnya, kompetensinya, pengetahuan dan informasinya, keluasan pengalamannya, sikap dan prilakunya, kebijakannya, kreatifitasnya, moralitasnya dan lain-lain. Kinerja kelompok dilihat dari aspek kerjasamanya, keutuhannya, disiplinnya, loyalitasnya dan lain-lain. Sedangkan kinerja institusi dapat dilihat dari hubungannya dengan institusi lain, fleksibelitasnya, pemecahan konflik dan lain-lain”.
Berdasarkan pendapat diatas, kinerja sangat konfleks dan memiliki derajat
yang tinggi dari suatu hasil pada kondisi tetentu, baik dilihat secara individu,
kelompok dan institusi.
Dari berbagai pendapat dan penjelasan dari para ahli di atas, baik mengenai
konsep-konsep atau pengertian tentang kinerja, pengukuran kinerja, pentingnnya
pengukuran kinerja dan bagaimana mengukur kinerja, maka penelitian ini
menggunakan ukuran kinerja organisasi, yang tentu saja dalam penentuan ukuran
tersebut disesuaikan dengan tujuan dan misi organisasi yang berhubungan, pada :
Akuntabilitas, Responsivitas dan Efektifitas sebagai indikator-indikator yang
digunakan dalam penelitian ini.
Untuk memperjelas penggunaan indikator tersebut berikut dikemukakan
beberapa hal yang berhubungan dengan teori dan konsep dari masing-masing
indikator adalah :
a. Akuntabilitas
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Dilihat dari dimensi ini kinerja tidak bisa hanya dilihat dari ukuran internal
organisasi, seperti pencapai target. Kinerja sebaliknya harus dilihat dari ukuran
eksternal seperti nilai dan norma masyarakat.
Menurut Affan Gafar bahwa akuntabilitas adalah setiap pemegang jabatan
yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggung jawabkan kebijaksanaan yang
hendak dan telah ditempuhnya. Tidak hanya itu, ia juga harus dapat
mempertanggungjawabkan ucapan atau kata-katanya. Dan yang tidak kalah
pentingnya adalah prilaku dalam kehidupan yang pernah, sedang bahkan akan
dijalaninya.11
Lebih jauh Agus Dwiyanto mengemukakan bahwa :
12
Dari pendapat dan penjelasan di atas mengisyaratkan bahwa kinerja organisasi
dianggap atau mempuyai akuntabilitas yang baik apabila organisasi tersebut dalam
melaksanakan kegiatannya tidak bertentangan dengan aturan-aturan yang tumbuh dan
Dalam konteks Indonesia, konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijaksanaan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak. Karena itu dilihat dari dimensi ini, kinerja organisasi publik tidak bisa hanya dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaliknya harus dinilai dari ukuran eksternal, seperti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.12
11 Afan Gaffar, 2000, Politik Indonesia : Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Hal
7 12 Agus Dwiyanto, 1995, Penilian Kinerja Organisasi Publik, Makalah dalam Seminar Sehari : Kinerja
Organisasi Sektor Publik, Kebijakan dan Penerapannya, Fisipol UGM, Yogyakarta.Hal 8
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
berkembang dalam masyarakat. Jadi penilaian akuntabilitas ini lebih legitimet apabila
telah memenuhi acuan-acuan yang ada dimasyarakat.
DPRD secara moral dan faktual ikut bertanggungjawab atas kelancaran
jalannya roda pemerintahan di daerah demi pelayanan kepada masyarakat. Dalam
mengatur dan mengurus pemerintahan di daerahnya, harus benar-benar sesuai dengan
kepentingan masyarakat dan berdasarkan aspirasi masyarakat, serta tindakannya
dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Oleh karena itu, DPRD harus
memperhatikan apakah pelaksanaan fungsinya telah sesuai dengan apa yang menjadi
harapan masyarakat, menguntungkan rakyat dan memperdulikan rasa keadilan. Maka
harus ada pertanggungjawaban secara moral kepada masyarakat, dengan kata lain
menunjukkkan bahwa dalam konsep akuntabilitas mengandung adanya
pertanggungjawaban kepada masyarakat. Sehingga dapat dirumuskan bahwa
organisasi memiliki akuntabilitas yang tinggi jika kegiatan dan pelaksanaan
fungsinya dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Dimensi ini hendaknya diperhatikan DPRD sebagai lembaga perwakilan
masyarakat yang berfungsi legislasi, pengawasan, anggaran, pemilihan pejabat,
internasional dan perwakilan dan menampung aspirasi masyarakat. DPRD merupakan
aktor yang dominan dalam tahap perumusan kebijakan dalam arti bahwa mereka
mempunyai kekuasaan dan wewenang untuk memberi legitimasi terhadap perumusan
kebijakan di daerah. Sehingga masyarakat sebagai sasaran kebijakan tidak menjadi
korban kekuasaan pembuat kebijakan, harus ada pertanggungjawaban kepada
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
masyarakat sekaligus kontrol dari masyarakat. Sebab tanpa adanya kontrol dari
masyarakat DPRD bisa saja berbuat semaunya sendiri.
Dari uraian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa akuntabilitas
adalah salah satu ukuran kinerja DPRD untuk melihat seberapa besar kegiatan
pelaksanaan tugas dan fungsi legislasi yang berhubungan dengan upaya
menerjemahkan aspirasi masyarakat menjadi keputusan-keputusan politik yang
nantinya dilaksanakan pihak eksekutif. Dalam hal ini kualitas anggota DPRD diuji,
dimana ia harus mampu merancang dan menentukan arah tujuan aktivitas
pemerintahan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat serta dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik.
b. Responsivitas
Responsivitas sebagai salah satu indikator untuk mengukur kinerja
pelayanan publik, secara sederhana dapat diartikan mau mendengarkan saran.13
Agus Dwiyanto dan Baveola Kusumasari mengemukakan tentang
pentingnya responsivitas dalam hubungannya dengan penilian kinerja yaitu :
Menurut pengertian ini terlihat adanya komunikasi dalam bentuk aspirasi atau
kehendak dari satu pihak kepada pihak lain serta memperhatikan apa yang
disampaikan oleh komunikan.
14
“Dalam kaitannya dengan penilaian kinerja pelayanan publik, responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik karena hal tersebut merupakan bentuk kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda, memperioritaskan pelayanan dan
13 John M Echols, and Shadily, Hassan, 1992, An English-Indonesian Dictionary (
Kamus Inggris Indonesia), PT Gramedia, Jakarta. Hal 481 14 Agus Dwiyanto, 2001, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Pusat Studi Kependudukan dan
Kebijakan, UGM, Yogyakarta.Hal 2
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat”.14
Suatu organisasi yang mempunyai peran pelayanan publik dituntut
harus peka terhadap apa yang menjadi kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Responsivitas (responsivity) menurut S.P Siagian adalah kemampuan aparatur dalam
mengantisipasi dan meghadapi aspirasi baru, perkembangan baru, tuntutan baru dan
pengetahuan baru, birokrasi harus merespon secara cepat agar tidak tertinggal dalam
menjalankan tugas dan fungsinya.15
Dapat diambil suatu kesimpulan bahwa sikap dan produk kelembagaan DPRD
yang dihasilkan harus dapat merefleksikan dinamika dan aspirasi yang berkembang
Berpedoman pada pendapat di atas, bahwa organisasi publik harus mampu
dan mau mendengarkan serta peka terhadap apa yang menjadi tuntutan dan aspirasi
masyarakat. Tingkat responsivitas yang akan diteliti adalah kemampuan DPRD dalam
mengenali kebutuhan masyarakat, merespon persoalan yang muncul, memahami
kemauan masyarakat untuk kemudian dikembangkan dan dituangkan dalam
kebijakan yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Kemampuan untuk merespon kebutuhan masyarakatlah maka suatu organisasi
mampu bertahan dalam lingkungan yang dinamis dan kompleks serta mampu untuk
mencapai keberlanjutan organisasi itu sendiri. Organisasi yang memiliki responsivitas
yang rendah dengan sendirinya menunjukkan kinerja yang jelek dan menunjukkan
kegagalan organisasi.
15 P. Sondang Siagian, 2000, Organisasi, Kepemimpinan dan Prilaku Administrasi, PT. Gunung
Agung, Jakarta.Hal 165
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
dimasyarakat (responsif dan aspiratif). Artinya dapat memenuhi kebutuhan dan
kepentingan masyarakat, memberi pelayanan dan kepuasan kepada masyarakat serta
mampu memecahkan masalah yang dihadapi.
c. Efektifitas
Berbicara mengenai efektifitas, menurut Kumorotomo adalah menyangkut
apakah tujuan dari didirikannya organisasi pelayanan publik tersebut tercapai ? Hal
tersebut erat kaitannya dengan rasional teknis, nilai, misi tujuan organisasi serta
fungsi agen pembangunan.16
16 Wahyudi Kumorotomo, dan Subando, Margono, Agus, 1998, Sistem Informasi Manajement Dalam
Organisasi Publik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.Hal 25
Dari pendapat di atas efektifitas dari kinerja DPRD dapat dilihat dari seberapa
jauh mereka dapat melaksanakan fungsinya dalam hal : legislasi, pengawasan,
anggaran, pemilihan pejabat, internasional dan perwakilan. Legislasi yaitu
merumuskan dan menetapkan Peraturan Daerah bersama-sama Pemerintah Daerah,
Pengawasan yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah,
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) serta Keputusan Kepala
Daerah, dan Menampung aspirasi masyarakat yaitu menangani dan menyalurkan
aspirasi yang diterima dan masyarakat kepada pejabat dan instansi yang
berwewenang.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
1.5.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Faktor-faktor yang menentukan kinerja dari sebuah organisasi adalah faktor-
faktor internal maupun eksternal organisasi yang menyumbang atau memprediksikan
keberhasilan organisasi. Setiap organisasi memiliki ukuran dan faktor penentunya
sendiri dalam mencapai kinerja sebab setiap organisasi memiliki keunikan sendiri-
sendiri.
Sejalan dengan itu Imawan mengemukakan bahwa mengklasifikasikan faktor-
faktor yang dapat menghambat anggota legislatif dalam melaksanakan fungsinya
kedalam 2 (dua) faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal.17
Hal yang paling menonjol dalam topik ini adalah terlambatnya anggota legislatif
dalam memperoleh informasi yang diperlukan dibandingkan pihak Eksekutif.
Kondisi ini dapat dimaklumi, sebab pihak Eksekutiflah yang bergelut dengan
1. Faktor-faktor internal meliputi :
a. Peraturan Tata Tertib
Tujuan diciptakannya sebuah peraturan adalah agar tugas-tugas yang dijalankan
dapat dilaksanakan secara tertib dan efisien. Namun bila peraturan itu terlalu
detail, hal ini dapat menghambat pelaksanaan satu tugas. Peraturan tata tertib yang
terlalu detail yang menjerat para anggota legislatif untuk melaksanakan tugasnya.
b. Data dan Informasi
17 Riswandha Imawan, 1993, Faktor-Faktor Yang Menghambat Usaha Optimasi Peran Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dalam Fungsi Legislatif Dalam Sistem Politik Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.Hal 79
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
masalah kenegaraan sehari-hari. Selain itu untuk memutuskan satu
tindakan/kebijakan yang sifatnya kolektif organisasi jauh lebih sulit dibandingkan
pada pihak Eksekutif, mengingat banyaknya kepentingan yang ada dalam lembaga
legislatif sehingga perlu adanya bargaining para anggota/kelompok.
c. Kualitas Anggota Legislatif
Secara formal, kualitas teknis anggota legislatif mengalami peningkatan, akan
tetapi hal ini tidak berimplikasi secara signifikan terhadap peningkatan kinerja
anggota legislatif. Persoalannya terpulang pada tekad dan mental anggota legislatif
untuk benar-benar mewakili rakyat. Bahkan rahasia umum, bahwa karena mereka
dicalonkan oleh partai sehingga banyak anggota legislatif yang tidak memiliki akar
dalam masyarakat. Kondisi semacam ini menimbulkan banyaknya anggota
legislatif yang berperan seperti seorang birokrat, yang berfikir bahwa mereka
harus dilayani rakyat dan bukan sebaliknya.
2. Sedangkan yang termasuk dalam katagori faktor eksternal, adalah :
a. Mekanisme Sistem Pemilu
Sistem Pemilu yang kita anut, sebenarnya sudah sangat memadai untuk
mendapatkan wakil rakyat yang representatif, namun mekanisme pelaksanaan
sistem perwakilan berimbang dengan stelsel daftar yang kita anut, telah banyak
memunculkan tokoh-tokoh masyarakat karbitan. Pengguna vote getter yang
dikenal selama ini, telah membuka kemungkinan bagi munculnya tokoh yang
sama sekali tidak dikenal oleh masyarakat.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
b. Kedudukan Eksekutif dan Legislatif
Dalam sistem pemerintahan Indonesia, lemabaga legislatif ditempatkan sebagai
partner eksekutif. Partner dalam konteks ini lebih bersifat kooptasi, dimana satu
pihak (eksekutif) kedudukannya jauh lebih kuat dari pihak yang lain (legislatif)
sehingga kondisi ini sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi
masing-masing institusi/lembaga.
Adapun argumen yang penulis ajukan adalah bahwa walaupun DPRD
merupakan lembaga politik, tetapi kinerjanya sebagai suatu organisasi tetap tidak
dapat dilepaskan dari faktor kelembagaan (organisasi), Sumber Daya Manusia dan
informasi. Walaupun diakui faktor politik memberi pengaruh terhadap kinerja DPRD
sebagai lembaga politik, tetapi ke 3 (tiga) faktor tersebut juga memberi pengaruh pula
terhadap kinerja DPRD sebagaimana halnya kinerja organisasi pada umumnya. Selain
itu penelitian ini merupakan studi dibidang administrasi publik, oleh karena itu layak
pula menganalisis kinerja DPRD dari faktor kelembagaan (organisasi), Sumber Daya
Manusia dan informasi dan bukan dari faktor politik.
Maka variabel penjelas dari kinerja lembaga DPRD tersebut adalah :
1. Kelembagaan (Organisasi)
Organisasi dapat diartikan 2 macam yaitu : 1) Dalam arti statis, organisasi
sebagai wadah kerja sama sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai
tujuan tertentu. 2) Dalam arti dinamis, organisasi sebagai sistem atau kegiatan
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu.18 Sebagai kelembagaan posisi dan
bentuk DPRD sebagai institusi lembaga daerah, sebenaranya sudah cukup jelas,
namun apakah hal ini dengan sendirinya akan menjadi hal positif? syarat apa yang
masih diperlukan? Menurut Suhartono, ada dua hal yang perlu diperhatikan, Pertama,
bagaimana lembaga daerah akan menjadi oposisi dari Eksekutif, tentu akan
dipandang sebagai gangguan atas kemampuan yang sudah ada. Dalam posisi yang
demikian, institusi atau kekuatan sosial politik apa yang diharapkan akan mendorong
pelaksanaan lembaga daerah, sehingga kualitas lembaga daerah (DPRD) tidak
dicemari oleh unsur-unsur Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Kedua, sebagai
organisasi yang akan bekerja bagi kepentingan rakyat banyak, tentu saja secara
teknis, lembaga daerah akan membutuhkan sarana dan prasarana operasional. Yang
menjadi masalah siapa atau dari mana kebutuhan tersebut akan dipenuhi.19
Terhadap masalah ini muncul beberapa dugaan : 1) Pengurus lembaga daerah
akan malas sebab tidak ada insentif yang jelas; 2) Pihak daerah (Perangkat Daerah)
akan bisa mengendalikan karena pembiayaan masuk dalam Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah (APBD) yang dikelola oleh Eksekutif; dan 3) Akan terjadi konflik
baru di daerah, sehubungan dengan kemungkinan administrasi operasional DPRD
pada rakyat.
20
Dari berbagai uraian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pelaksanaan fungsi dan tugas serta kinerja dari DPRD terletak dari daya dukung
18 Ibnu Syamsi, 1994, Pokok-Pokok Organisasi dan Manajement, Rineka Cipta, Jakarta.Hal 13 19 Suhartono, dkk, 2000, Parlemen Desa, Dinamika DPR Kelurahan dan DPRK Gotong Royong,
Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta. Hal 202-204 20 Ibid
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
organisasi dan sarana prasarana yang tersedia yang ada untuk menyelaraskan
berbagai kepentingan atau pihak yang terlibat, sehingga memungkinkan kerja
lembaga tersebut lebih efektif dan efisien. Maka untuk mengetahui kinerja DPRD
dapat dilihat dari seberapa jauh kemandirian organisasinya.
2. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam menuju misi, tujuan
dan pencapaian hasil organisasi. Tanpa adanya sumber daya manusia proses yang ada
dalam organisasi tidak dapat dijalankan. Dari berbagai sumber daya yang ada dalam
organisasi, manusia merupakan sumber daya yang paling penting dalam organisasi
untuk mencapai keberhasilan. Sebab sumber daya manusia merupakan satu-satunya
yang punya akal, perasaan keinginan, kemampuan, keterampilan, pengetahuan,
dorongan, daya dan karya.21
Sebelum membahas mengenai kemampuan anggota DPRD, terlebih dahulu
penyusun akan membahas obyek yang menjadi fokus perhatian atau orientasi anggota
DPRD adalah kebijaksanaan yang dibahas atau yang disusun. Dalam kaitan ini, ia
dapat cenderung kepada pihak terwakil (pemilih), organisasi politik yang
mendukungnya, pihak eksekutif (pusat atau daerah), atau dirinya sendiri.
Kecenderungan tindakan ini dapat dibedakan dalam lima kemungkinan orientasi
anggota DPRD yaitu :
22
21Faustino Cardoso Gomes, 1995, Manajemen Sumber Daya Manusia, Andi Offset, Yogyakarta. Hal
12 22 Arbi Sanit, 1985, Perwakilan Politik di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta. Hal 211
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
1) Tipe Perwakilan : tipe ini menunjukkan anggota DPRD mempunyai kebebasan yang banyak dalam memberikan dukungan atau suaranya kepada pilihan-pilihan yang tersedia dalam proses perumusan dan pemutusan suatu kebijaksanaan.
2) Tipe Perwakilan delegasi atau utusan : tipe ini menunjukkan, dimana
mereka tidak bebas mengambil keputusan, dan tetapi mengikuti instruksi dan pihak kliennya. Dalam tipe ini, bila dalam rangka pengambilan keputusan para anggota diharuskan berkonsultasi terlebih dahulu dengan pihak yang diwakili atau harus mengikuti petunjuk mereka.
3) Tipe Perwakilan Partisan : tipe ini menunjukkan bahwa orientasi anggota
ditujukan kepada organisasi politik yang mendudukkan mereka dalam lembaga DPRD.
4) Tipe Perwakilan Policio : tipe ini merupakan gabungan dari tipe wali dan
delegasi. Orientasi anggota disesuaikan dengan isu atau permasalahan yang diperdebatkan. Sekiranya isu atau masalah tersebut menyangkut kepentingan pihak yang diwakili, maka ia (wakil) bertindak sebagai utusan dan jika isu atau masalah itu langsung menyangkut kepentingan dari anggota, maka ia (wakil) bertindak sebagai wali.
5) Tipe Perwakilan Eksekutif : tipe ini menunjukkan bahwa orientasi anggota
ditujukan kepada pihak pemerintah, terutama Pemerintah Daerah. 22
Memperhatikan kelima tipe tersebut di atas, yang menjadi fokus utama
atau fokus perhatian adalah fokus perhatian wakil terhadap terwakil. Secara jelasnya
untuk melihat bagaimana orientasi para anggota DPRD bila mana dihubungkan
dengan konsep orientasi di atas, adalah terutama ditujukan kepada pelaksanaan
pemerintahan daerah. Dalam kaitannya dengan kinerja DPRD yang langsung
berhubungan dengan anggota DPRD Kota Medan.
Jika dikaitkan dengan kualitas kemampuan, maka dapat dikatakan bahwa
anggota DPRD yang berkualitas adalah anggota DPRD yang mempunyai kemampuan
dalam pelaksanaan tugas, sehingga bisa menjadi teladan bagi anggota DPRD lainnya.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Sedangkan menurut Miftah Toha, arti penting manusia dalam organisasi
dikatakan sebagai berikut :23
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, dapat dikatakan manusia merupakan
salah satu faktor penentu keberhasilan maupun kegagalan dalam suatu organisasi.
Untuk mencapai keberhasilan dalam pembuatan kebijakan yang tepat dan bermutu,
melalui tahap dan proses yang tidak mudah kerena kebijakan publik menyangkut
berbagai aspek kehidupan masyarakat yang sangat kompleks. Sebagaimana pendapat
Levelt yang menyatakan membuat Undang-Undang merupakan pekerjaan yang sulit.
Untuk itu, disamping pengetahuan tentang hukum tata negara dan hukum tata usaha
negara, diperlukan juga penguasaan sepenuhnya materi yang diatur, demikian pula
pengalaman rutin.
“Betapapun majunya suatu organisasi dan betapapun modernnya peralatan
yang digunakan, manusia dalam organisasi tetap menduduki peranan yang
menentukan.” 23
24
Kemampuan disini dapat ditempuh melalui pendidikan formal dan
pengalaman. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang aktifitasnya di sekolah
dan bermanfaat untuk mengembangkan daya fikir. Arti penting pendidikan ialah
dapat memberi pengetahuan yang luas dan mendalam, melatih manusia berfikir
Sehingga untuk menunjang keberhasilan DPRD dituntut
kemampuan yang tinggi, keahlian dan pengalaman tertentu.
23 Miftah Thoha, 1989, Pembinaan Organisasi : Proses Diagnosa dan Intervensi, Rajawali, Jakarta. Hal
60 24 Levelt Dalam Djoko Prakoso, 1985, Proses Pembuatan Peraturan Daerah dan Beberapa Usaha
Penyempurnaannya, Ghalia Indonesia, Jakarta.Hal 7
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
rasional dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari, serta memberi
kemampuan dan keterampilan untuk merumuskan fikiran dan pendapatnya.25
Sementara itu, Miftah Toha mengungkapkan bahwa kemampuan seseorang
dalam organisasi ditempuh dengan pengalaman. Pengalaman adalah keseluruhan
pelajaran yang dapat dipetik dari segenap peristiwa atau hal-hal yang dilalui dalam
perjalanan hidup seseorang. Dari pengalaman, seseorang akan mendapat pengetahuan
sehingga menjadikan mereka lebih menguasai bidang kerja yang ditekuninya dan
pengalaman banyak membantu seseorang dalam memecahkan masalah-masalah yang
dihadapinya.
26
3. Informasi
Dengan demikian pengalaman suatu hal yang telah dikerjakan oleh seseorang,
apa yang telah dikerjakan oleh seseorang itu kadang benar dan kadang salah. Dan
bisa juga apa yang telah dilakukan pada masa lalu itu manis atau pahit, sehingga hal
ini akan membekas pada kehidupan seseorang yang tentu saja hal ini akan
mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa potensi sumber daya manusia
akan menentukan kinerja organisasi. Dalam penelitian ini, sumber daya manusia
dilihat dari tingkat pendidikan yang pernah ditempuh dan pengalaman dibidang
organisasi.
25 Josef Riwo Kaho, 1991, Prospek Otonomi Daerah di Negara RI (Identifikasi Beberapa Faktor Yang
Mempengaruhi Penyelenggaraan), CV. Rajawali, Jakarta.Hal 72 26 Miftah Thoha, 1989, Pembinaan Organisasi : Proses Diagnosa dan Intervensi, Rajawali, Jakarta.Hal
60
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Dalam masyarakat modern peranan dan pengaruh informasi dalam kehidupan
seseorang dan organisasi sangat terasa. Tidak ada kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat dan organisasi, yang tidak memerlukan informasi. Demikian pentingnya
informasi khususnya dalam suatu oranisasi, informasi dianalogikan sebagai daerah
dalam organisasi. Ini berarti kalau aliran darah mengalami hambatan maka organisasi
akan jatuh pada posisi tidak sehat.27
Informasi adalah data yang tersusun sedemikian rupa sehingga bermakna dan
bermanfaat karena dapat dikemukakan pada seseorang yang akan menggunakannya
untuk membuat suatu keputusan.
Dalam setiap organisasi, keterangan atau
informasi dianggap bahan pokok bagi setiap pembuatan keputusan.
28
Dari berbagai uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu informasi
merupakan hal yang penting untuk mendukung kelancaran pelaksanaan fungsi dan
tugas DPRD. Dalam penelitian ini, informasi dapat dilihat dari sumber informasi
Dengan demikian bahwa informasi sangat berguna dalam menunjang
pelaksanaan fungsi DPRD, baik informasi dari media cetak seperti koran lokal dan
buletin lokal maupun informasi dari masyarakat dengan melakukan pertemuan-
pertemuan (dialog) dalam menjaring dan menampung informasi masyarakat. Maka
apabila terhambatnya suatu informasi akan mengakibatkan tidak dapat berjalan
dengan baik fungsi dan tugas DPRD sebagai wakil rakyat.
27 Wahyudi Kumorotomo, dan Subando, Margono, Agus, 1998, Sistem Informasi Manajement Dalam
Organisasi Publik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.Hal 11 28 Ibid
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
yang digunakan, keterbukaan menerima dan menyampaikan informasi dan intensitas
dalam menyerap informasi masyarakat.
1.6. METODOLOGI PENELITIAN
1.6.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif diartikan
sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat
dari apa yang diamati.29
1.6.2. Lokasi Penelitian
Penelitian deskriptif digunakan untuk menggambarkan atau
melukiskan apa yang sedang di teliti dan berusaha untuk memberikan gambaran yang
jelas dan mendalam tentang apa yang diteliti dan menjadi pokok permasalahan.
Berdasarkan pendapat di atas, penelitian ini diajukan untuk mempelajari kasus
atau fenomena yang terjadi pada lembaga DPRD sebagai salah satu unsur Pemerintah
Daerah merupakan fungsi legislatif yang mewakili kepentingan atau aspirasi
masyarakat.
Lokasi penelitian ini dilakukan pada lembaga DPRD Kota Medan Provinsi
Sumatera Utara.
1.6.3. Sumber Data
Dalam penelitian ini pihak yang dijadikan sumber data adalah anggota DPRD
Kota Medan Dan Sekretariat DPRD Kota Medan yang dianggap mempunyai
informasi kunci (key-informan) yaitu dengan menggunakan :
1. Data Khusus (Primer) 29 Hadari Nawawi, 1994, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: UGM Press.hal 203.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Data primer adalah data yang secara langsung diperoleh dari sumbernya,
melalui observasi dan wawancara dengan sumber informasi terpilih. Hasil
observasi dicek kebenarannya dengan sumber data lain (data sekunder).
2. Data Umum (Sekunder)
Data sekunder adalah data yang diperoleh tidak secara langsung dari
sumbernya, melalui dokumen-dokumen atau catatan tertulis. Data yang
tertulis yang bersumber pada dokumen, sehingga disebut data dokumenter,
yaitu data atau gambaran tentang lokasi penelitian, yang meliputi: keadaan
geografis, demografi, ekonomi dan sosial budaya serta keadaan Tata
Pemerintahan Daerah dan DPRD baik yang berupa data ststis maupun yang
bersifat dinamais.
1.6.4. Teknik Mengumpulkan Data
1. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam akan ditujukan kepada Ketua DPRD, Ketua
Komisi DPRD, Anggota dan Sekretaris DPRD yang dipilih secara random,
dengan tujuan semua anggota berpeluang untuk menjadi informan.Untuk
memperoleh data yang lebih akurat mengenai akuntabilitas, responsivitas dan
efektifitas pelaksanaan fungsi dan tugas DPRD. Maka peneliti juga akan
mengumpulkan data dari beberapa unsur yang terkait dengan penelitian ini
yakni concern terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah serta
mengetahui kinerja DPRD Kota Medan seperti dari pihak Eksekutif, tokoh
masyarakat dan unsur pimpinan organisasi kemasyarakatan.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
2. Dokumentasi
Dokumentasi adalah data yang relevan dengan masalah yang diteliti
melalui dokumen-dokumen tertulis. Dokumentasi telah lama digunakan dalam
penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai
sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk
meramalkan. Oleh karena itu penggunaan dokumen merupaka hal yang tidak
terabaikan lagi.30
1.6.5. Teknik Analisis Data
Dokumentasi dalam penelitian ini lebih diutamakan untuk
memperoleh data skunder yang dibutuhkan untuk mendukung data primer.
Dokumen-dokumen yang digunakan terdiri dari dokumen-dokumen
yang ada pada instansi terkait, Pemerintah Daerah dan lembaga DPRD itu
sendiri.
Untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang ada agar sesuai
dengan tujuan penelitian, maka metode analisis yang digunakan adalah metode
Analisis Kualitatif.
16.6. Definisi Konsep
Definisi konsep dari masing-masing variabel tersebut adalah :
1. Definisi Konsep Dependent Variabel :
30 Ibid, Hal 16
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Kinerja DPRD adalah hasil kerja yang dicapai oleh lembaga DPRD
sesuai dengan fungsi dan tugasnya dengan mengindahkan Akuntabilitas,
Responsivitas dan Efektifitas yang dapat digunakan dan dirasakan langsung
oleh masyarkat.
2. Definisi Konsep Independen Variabel :
a. Kelembagaan (organisasi) adalah sebagai wadah kerjasama atau suatu
sistem atau kegiatan sekelompok orang untuk menjalankan tugas dan
fungsi masing-masing guna mencapai tujuan organisasi.
b. Sumber Daya Manusia adalah semua potensi dan kemampuan yang
dimiliki oleh masing-masing dalam lembaga DPRD.
c. informasi adalah segala sesuatu baik berupa angka, tulisan, gambar dan
lain-lain apapun bentuknya yang disampaikan oleh seseorang atau oleh
lembaga/badan/organisasi yang dapat memberikan manfaat bagi
pengambilan suatu keputusan.
1.6.7. Definisi Operasional
Definisi operasional sering dijelaskan sebagai suatu spesifikasi kegiatan
peneliti dalam mengukur variabel.
Definisi opersional dari masing-masing variabel penelitian ini adalah:
1. Kinerja DPRD (Dependent Variabel), akan diukur dengan indikator :
a. Akuntabilitas dengan tolak ukur :
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Apakah dari pelaksanaan kegiatan DPRD dan kebijakannya telah sesuai
dengan fungsi dan wewenangnya konsisten dengan kehendak masyarakat
dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
b. Responsivitas dengan tolak ukur :
Seberapa jauh anggota DPRD tanggap dan bisa memahami kondisi yang
berkembang dan apa yang menjadi prioritas untuk ditangani sesuai dengan
aspirasi masyarakat.
c. Efektifitas dengan tolak ukur :
Apakah tujuan, rencana dan program dari lembaga DPRD sebagai
penyambung aspirasi masyarakat dapat melaksanakan fungsinya serta
memberikan pelayanan dari amanat yang diembannya.
2. Kelembagaan (Organisasi), Sumber Daya Manusia dan Informasi (Indevenden
Variabel) dengan masing-masing operasional variabel adalah:
a. Kelembagaan (Organisasi), diukur dengan indikator :
1) Sarana dan prsarana
Pengaruh sarana dan prasarana yang dimiliki anggota DPRD dalam
lembaga legislatif daerah terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
yang diembannya sebagai wakil rakyat.
2) Anggaran dan pembiayaan
Pengaruh anggaran dan pembiayaan yang dimiliki anggota DPRD
dalam lembaga legislatif daerah untuk menunjang kelancaran
pelaksanaan tugas dan fungsi yang diembannya sebagai wakil rakyat.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
b. Sumber Daya Manusia, diukur dengan indikator : 1) Latar belakang pendidikan
Pengaruh latar belakang tingkat pendidikan formal yang telah dimiliki
dan pendidikan non formal yang pernah dilaksanakan anggota Dewan
terhadap kompetensi anggota DPRD dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya.
2) Pengalaman di bidang organisasi, politik dan pemerintahan.
Pengaruh tingkat pendidikan informal yang dimiliki anggota Dewan
terhadap kompetensi anggota DPRD yang berhubungan erat dengan
dunia politik praktis berdasarkan pada masa kerja dan pengalamannya
terhadap pelaksanaan tugas dan fungsinya.
c. Informasi, diukur dengan indikator : 1) Sumber Informasi yang digunakan
Tersedianya sumber informasi media yang diperlukan anggota DPRD
dalam menunjang pelaksanaan fungsi DPRD.
2) Keterbukaan menerima dan menyampaikan informasi
Mengenai Informasi yang dimiliki oleh anggota DPRD memiliki
kualitas dan dapat dipergunakan untuk memecahkan permasalahan
yang dihadapi dalam pelaksanaan fungsinya.
3) Intensitas dalam menyerap informasi.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Informasi yang dimiliki oleh anggota DPRD memiliki validitas
(relevan atau sesuai) dengan permasalahan yang dihadapi dalam
pelaksanaan fungsinya.
1.6.8. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I Pendahuluan
Bab I ini berisikan Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah,
pembatasan masalah, Tujuan Penelitian, manfaat Penelitian, kerangka
teori, definisi konsep, metodologi penelitian.
BAB II Deskripsi Lokasi Penelitian
Berisikan tentang sejarah singkat Kota Medan, susunan organisasi dan
tata kerja DPRD Kota Medan serta susunan dan kedudukan DPRD
Kota Medan.
BAB III Temuan Penelitian dan Pembahasan
Pada bab ini akan membahas mengenai hasil Penelitian
BAB IV Penutup
Berisikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian serta
saran- saran.
BAB II
SEJARAH KOTA MEDAN
2.1. Medan Tanah Deli
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Pada zaman dahulu Kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan
keadaan tanahnya berawa-rawa kurang lebih seluas 4000 Ha. Beberapa sungai
melintasi Kota Medan ini dan semuanya bermuara ke Selat Malaka. Sungai-sungai itu
adalah Sei Deli, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai, Sei Putih, Sei Badra, Sei
Belawan dan Sei Sulang Saling/Sei Kera. Pada mulanya yang membuka
perkampungan Medan adalah Guru Patimpus lokasinya terletak di Tanah Deli, maka
sejak zaman penjajahan orang selalu merangkaikan Medan dengan Deli (Medan–
Deli). Setelah zaman kemerdekaan lama kelamaan istilah Medan Deli secara
berangsur-angsur lenyap sehingga akhirnya kurang popular. Dahulu orang
menamakan Tanah Deli mulai dari Sungai Ular (Deli Serdang) sampai ke Sungai
Wampu di Langkat sedangkan Kesultanan Deli yang berkuasa pada waktu itu wilayah
kekuasaannya tidak mencakup daerah diantara kedua sungai tersebut.31
Secara keseluruhan jenis tanah di wilayah Deli terdiri dari tanah liat, tanah
pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah merah. Hal ini merupakan
penelitian dari Van Hissink tahun 1900 yang dilanjutkan oleh penelitian Vriens tahun
1910 bahwa disamping jenis tanah seperti tadi ada lagi ditemui jenis tanah liat yang
spesifik. Tanah liat inilah pada waktu penjajahan Belanda ditempat yang bernama
Bakaran Batu (sekarang Medan Tenggara atau Menteng) orang membakar batu bata
yang berkwalitas tinggi dan salah satu pabrik batu bata pada zaman itu adalah Deli
Klei. Mengenai curah hujan di Tanah Deli digolongkan dua macam yakni : Maksima
Utama dan Maksima Tambahan. Maksima Utama terjadi pada bulan-bulan Oktober
31Johan Hasselgren,1995, Sejarah Kota Medan, Bina Media, Hal 23.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
s/d bulan Desember sedang Maksima Tambahan antara bulan Januari s/d September.
Secara rinci curah hujan di Medan rata-rata 2000 pertahun dengan intensitas rata-rata
4,4 mm/jam. Menurut Volker pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba
dan disana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman
penduduk yang berasal dari Karo dan semenanjung Malaya. Pada tahun 1863 orang-
orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat menjadi
primadona Tanah Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan
menjadi Kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumatera Utara.32
Pada awal perkembangannya merupakan sebuah kampung kecil bernama
"Medan Putri". Perkembangan Kampung "Medan Putri" tidak terlepas dari posisinya
yang strategis karena terletak di pertemuan sungai Deli dan sungai Babura, tidak jauh
dari jalan Putri Hijau sekarang. Kedua sungai tersebut pada zaman dahulu merupakan
jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, sehingga dengan demikian Kampung
"Medan Putri" yang merupakan cikal bakal Kota Medan, cepat berkembang menjadi
pelabuhan transit yang sangat penting.
2.2. Kampung Medan dan Tembakau Deli
33
Semakin lama semakin banyak orang berdatangan ke kampung ini dan isteri
Guru Patimpus yang mendirikan kampung Medan melahirkan anaknya yang pertama
seorang laki-laki dan dinamai si Kolok. Mata pencarian orang di Kampung Medan
32 ibid 33 ibid
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
yang mereka namai dengan si Sepuluh dua Kuta adalah bertani menanam lada. Tidak
lama kemudianb lahirlah anak kedua Guru Patimpus dan anak inipun laki-laki
dinamai si Kecik. Pada zamannya Guru Patimpus merupakan tergolong orang yang
berfikiran maju. Hal ini terbukti dengan menyuruh anaknya berguru (menuntut ilmu)
membaca Alqur’an kepada Datuk Kota Bangun dan kemudian memperdalam tentang
agama Islam ke Aceh.34
Keterangan yang menguatkan bahwa adanya Kampung Medan ini adalah
keterangan H. Muhammad Said yang mengutip melalui buku Deli In Woord en Beeld
ditulis oleh N.Ten Cate. Keterangan tersebut mengatakan bahwa dahulu kala
Kampung Medan ini merupakan Benteng dan sisanya masih ada terdiri dari dinding
dua lapis berbentuk bundaran yang terdapat dipertemuan antara dua sungai yakni
Sungai Deli dan sungai Babura. Rumah Administrateur terletak diseberang sungai
dari kampung Medan. Kalau kita lihat bahwa letak dari Kampung Medan ini adalah
di Wisma Benteng sekarang dan rumah Administrateur tersebut adalah kantor PTP IX
Tembakau Deli yang sekarang ini.
35
Sekitar tahun 1612 setelah dua dasa warsa berdiri Kampung Medan, Sultan
Iskandar Muda yang berkuasa di Aceh mengirim Panglimanya bernama Gocah
Pahlawan yang bergelar Laksamana Kuda Bintan untuk menjadi pemimpin yang
mewakili kerajaan Aceh di Tanah Deli.Gocah Pahlawan membuka negeri baru di
Sungai Lalang, Percut. Selaku Wali dan Wakil Sultan Aceh serta dengan
34 ibid 35 ibid
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
memanfaatkan kebesaran imperium Aceh, Gocah Pahlawan berhasil memperluas
wilayah kekuasaannya, sehingga meliputi Kecamatan Percut Sei Tuan dan
Kecamatan Medan Deli sekarang. Dia juga mendirikan kampung-kampung Gunung
Klarus, Sampali, Kota Bangun, Pulau Brayan, Kota Jawa, Kota Rengas Percut dan
Sigara-gara. Dengan tampilnya Gocah pahlawan mulailah berkembang Kerajaan Deli
dan tahun 1632 Gocah Pahlawan kawin dengan putri Datuk Sunggal. Setelah terjadi
perkawinan ini raja-raja di Kampung Medan menyerah pada Gocah Pahlawan.36
Pahlawan wafat pada tahun 1653 dan digantikan oleh puteranya Tuangku
Panglima Perunggit, yang kemudian memproklamirkan kemerdekaan Kesultanan
Deli dari Kesultanan Aceh pada tahun 1669, dengan ibukotanya di Labuhan, kira-kira
20 km dari Medan. Jhon Anderson seorang Inggris melakukan kunjungan ke
Kampung Medan tahun 1823 dan mencatat dalam bukunya Mission to the East Coast
of Sumatera bahwa penduduk Kampung Medan pada waktu itu masih berjumlah 200
orang tapi dia hanya melihat penduduk yang berdiam dipertemuan antara dua sungai
tersebut. Anderson menyebutkan dalam bukunya “Mission to the East Coast of
Sumatera“ (terbitan Edinburg 1826) bahwa sepanjang sungai Deli hingga ke dinding
tembok mesjid Kampung Medan di bangun dengan batu-batu granit berbentuk bujur
sangkar. Batu-batu ini diambil dari sebuah Candi Hindu Kuno di Jawa.
37
Pesatnya perkembangan Kampung "Medan Putri", juga tidak terlepas dari
perkebunan tembakau yang sangat terkenal dengan tembakau Delinya, yang
36 ibid 37 ibid
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
merupakan tembakau terbaik untuk pembungkus cerutu. Pada tahun 1863, Sultan Deli
memberikan kepada Nienhuys Van der Falk dan Elliot dari Firma Van Keeuwen en
Mainz & Co, tanah seluas 4.000 bahu (1 bahu = 0,74 ha) secara erfpacht 20 tahun di
Tanjung Sepassi, dekat Labuhan. Contoh tembakau deli. Maret 1864, contoh hasil
panen dikirim ke Rotterdam di Belanda, untuk diuji kualitasnya. Ternyata daun
tembakau tersebut sangat baik dan berkualitas tinggi untuk pembungkus cerutu.
Kemudian di tahun 1866, Jannsen, P.W. Clemen, Cremer dan Nienhuys
mendirikan de Deli Maatscapij di Labuhan. Kemudian melakukan ekspansi
perkebunan baru di daerah Martubung, Sunggal (1869), Sungai Beras dan Klumpang
(1875), sehingga jumlahnya mencapai 22 perusahaan perkebunan pada tahun 1874.
Mengingat kegiatan perdagangan tembakau yang sudah sangat luas dan berkembang,
Nienhuys memindahkan kantor perusahaannya dari Labuhan ke Kampung "Medan
Putri". Dengan demikian "Kampung Medan Putri" menjadi semakin ramai dan
selanjutnya berkembang dengan nama yang lebih dikenal sebagai "Kota Medan".
2.3. Legenda Kota Medan
Menurut legenda di zaman dahulu kala pernah hidup di Kesultanan Deli lama
kira-kira 10 Km dari Kampung Medan yakni di Deli Tua sekarang seorang Putri yang
sangat cantik dan karena kecantikannya diberi nama Putri Hijau. Kecantikan Putri ini
tersohor kemana-mana mulai dari Aceh sampai ke ujung Utara Pulau Jawa.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Sultan Aceh jatuh cinta pada Putri itu dan melamarnya untuk dijadikan
permaisurinya. Lamaran Sultan Aceh itu ditolak oleh saudara kedua laki-laki Putri
Hijau. Sultan aceh sangat marah karena penolakan itu dianggapnya sebagai
penghinaan terhadap dirinya. Maka pecahlah perang antara Kesultanan Aceh dengan
Kesultanan Deli. Menurut legenda yang tersebut diatas, dengan menggunakan
kekuatan gaib seorang dari saudara Putri hijau menjelma menjadi seekor ular naga
dan seorang lagi menjadi sepucuk meriam yang tidak henti-hentinya menembaki
tentara Aceh hingga akhir hayatnya.
KesultananDeli lama mengalami kekalahan dalam peperangan itu dan karena
kecewa Putra Mahkota yang menjelma menjadi meriam itu meledak sebagian, bagian
belakangnya terlontar ke Labuhan Deli dan bagian depannya kedataran tinggi Karo
kira-kira 5 Km dari Kabanjahe.Putri Hijau ditawan dan dimasukkan dalam sebuah
peti kaca yang dimuat kedalam kapal untuk seterusnya dibawa ke Aceh. Ketika kapal
sampai di Ujung Jambo Aye, Putri Hijau mohon diadakan satu upacara untuknya
sebelum peti diturunkan dari kapal. Atas permintaannya, harus diserahkan padanya
sejumlah beras dan beribu-ribu telur dan permohonan tuan Putri dikabulkan. Tetapi
baru saja uapacara dimulai tiba-tiba berhembuslah angin ribut yang maha dahsyat
disusul gelombang-gelombang yang sangat tinggi.
Dari dalam laut muncullah abangnya yang telah menjelma menjadi ular naga
itu dan dengan menggunakan rahangnya yang besar itu diambilnya peti tempat
adiknya dikurung, lalu dibawanya masuk ke dalam laut.Legenda ini samapai sekarang
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
masih terkenal di kalangan masyarakat Deli dan malahan juga dalam masyarakat
Melayu di Malaysia.Di Deli Tua masih terdapat reruntuhan Benteng dan Puri yang
berasal dari zaman Putri Hijau, sedang sisa meriam penjelmaan abang Putri Hijau itu
dapat dilihat di halaman Istana Maimun Medan.
2.4. Penjajahan Belanda di Tanah Deli
Belanda yang menjajah Nusantara kurang lebih setengah abad namun untuk
menguasai Tanah Deli mereka sangat banyak mengalami tantangan yang tidak
sedikit. Mereka mengalami perang di Jawa dengan pangeran Diponegoro sekitar
tahun 1825-1830. Belanda sangat banyak mengalami kerugian sedangkan untuk
menguasai Sumatera, Belanda juga berperang melawan Aceh, Minangkabau, dan
Sisingamangaraja di daerah Tapanuli.38
38 ibid
Jadi untuk menguasai Tanah Deli Belanda hanya kurang lebih 78 tahun mulai
dari tahun 1864 sampai 1942. Setelah perang Jawa berakhir barulah Gubernur
Jenderal Belanda J.Van den Bosch mengerahkan pasukannya ke Sumatera dan dia
memperkirakan untuk menguasai Sumatera secara keseluruhan diperlukan waktu 25
tahun. Penaklukan Belanda atas Sumatera ini terhenti ditengah jalan karena Menteri
Jajahan Belanda waktu itu J.C.Baud menyuruh mundur pasukan Belanda di Sumatera
walaupun mereka telah mengalahkan Minangkabau yang dikenal dengan nama
perang Paderi ( 1821-1837 ).
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Sultan Ismail yang berkuasa di Riau secara tiba-tiba diserang oleh gerombolan
Inggeris dengan pimpinannya bernama Adam Wilson. Berhubung pada waktu itu
kekuatannya terbatas maka Sultan Ismail meminta perlindungan pada Belanda. Sejak
saat itu terbukalah kesempatan bagi Belanda untuk menguasai Kerajaan Siak Sri
Indrapura yang rajanya adalah Sultan Ismail. Pada tanggal 1 Februari 1858 Belanda
mendesak Sultan Ismail untuk menandatangani perjanjian agar daerah taklukan
kerajaan Siak Sri Indrapura termasuk Deli, Langkat dan Serdang di Sumatera Timur
masuk kekuasaan Belanda. Karena daerah Deli telah masuk kekuasaan Belanda
otomatislah Kampung Medan menjadi jajahan Belanda, tapi kehadiran Belanda
belum secara fisik menguasai Tanah Deli.
Pada tahun 1858 juga Elisa Netscher diangkat menjadi Residen Wilayah Riau
dan sejak itu pula dia mengangkat dirinya menjadi pembela Sultan Ismail yang
berkuasa di kerajaan Siak. Tujuan Netscher itu adalah dengan duduknya dia sebagai
pembela Sultan Ismail secara politis tentunya akan mudah bagi Netscher menguasai
daerah taklukan kerajaan Siak yakni Deli yang di dalamnya termasuk Kampung
Medan Putri.Perkembangan Medan Putri menjadi pusat perdagangan telah
mendorongnya menjadi pusat pemerintahan. Tahun 1879, Ibukota Asisten Residen
Deli dipindahkan dari Labuhan ke Medan, 1 Maret 1887,Ibukota Residen Sumatera
Timur dipindahkan pula dari Bengkalis ke Medan, Istana Kesultanan Deli yang
semula berada di Kampung Bahari (Labuhan) juga pindah dengan selesainya
pembangunan Istana Maimoon pada tanggal 18 Mei 1891, dan dengan demikian
Ibukota Deli telah resmi pindah ke Medan.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Pada tahun 1915 Residensi Sumatera Timur ditingkatkan kedudukannya
menjadi Gubernemen. Pada tahun 1918 Kota Medan resmi menjadi Gemeente (Kota
Praja) dengan Walikota Baron Daniel Mac Kay. Berdasarkan "Acte van Schenking"
(Akte Hibah) Nomor 97 Notaris J.M. de-Hondt Junior, tanggal 30 Nopember 1918,
Sultan Deli menyerahkan tanah kota Medan kepada Gemeente Medan, sehingga
resmi menjadi wilayah di bawah kekuasaan langsung Hindia Belanda. Pada masa
awal Kotapraja ini, Medan masih terdiri dari 4 kampung, yaitu Kampung Kesawan,
Kampung Sungai Rengas, Kampung Petisah Hulu dan Kampung Petisah Hilir. Pada
tahun 1918 penduduk Medan tercatat sebanyak 43.826 jiwa yang terdiri dari Eropa
409 orang, Indonesia 35.009 orang, Cina 8.269 orang dan Timur Asing lainnya 139
orang.
Sejak itu Kota Medan berkembang semakin pesat. Berbagai fasilitas
dibangun. Beberapa diantaranya adalah Kantor Stasiun Percobaan AVROS di
Kampung Baru (1919), sekarang RISPA, hubungan Kereta Api Pangkalan Brandan -
Besitang (1919), Konsulat Amerika (1919), Sekolah Guru Indonesia di Jl. H.M.
Yamin sekarang (1923), Mingguan Soematra (1924), Perkumpulan Renang Medan
(1924), Pusat Pasar, R.S. Elizabeth, Klinik Sakit Mata dan Lapangan Olah Raga
Kebun Bunga (1929).
Secara historis perkembangan Kota Medan, sejak awal telah memposisikan
menjadi pusat perdagangan (ekspor-impor) sejak masa lalu. sedang dijadikannya
medan sebagai ibukota deli juga telah menjadikannya Kota Medan berkembang
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
menjadi pusat pemerintah. sampai saat ini disamping merupakan salah satu daerah
kota, juga sekaligus sebagai ibukota Propinsi Sumatera Utara.
2.5. Kota Medan Menyambut Kemerdekaan Republik Indonesia
Dimana-mana diseluruh Indonesia menjelang tahun 1945 bergema persiapan
Proklamasi demikian juga di Kota Medan tidak ketinggalan para tokoh pemudanya
melakukan berbagai macam persiapan. Mereka mendengar bahwa bom atom telah
jatuh melanda Kota Hiroshima, berarti kekuatan Jepang sudah lumpuh. Sedangkan
tentara sekutu berhasrat kembali untuk menduduki Indonesia.Khususnya di kawasan
kota Medan dan sekitarnya, ketika penguasa Jepang menyadari kekalahannya segera
menghentikan segala kegiatannya, terutama yang berhubungan dengan pembinaan
dan pengerahan pemuda. Apa yang selama ini mereka lakukan untuk merekrut massa
pemuda seperti Heiho, Romusha, Gyu Gun dan Talapeta mereka bubarkan atau
kembali kepada masyarakat. Secara resmi kegiatan ini dibubarkan pada tanggal 20
Agustus 1945 karena pada hari itu pula penguasa Jepang di Sumatera Timur yang
disebut Tetsuzo Nakashima mengumumkan kekalahan Jepang. Beliau juga
menyampaikan bahwa tugas pasukan mereka dibekas pendudukan untuk menjaga
status quo sebelum diserah terimakan pada pasukan sekutu.
Sebagian besar anggota pasukan bekas Heiho, Romusha, Talapeta dan latihan
Gyu Gun merasa bingung karena kehidupan mereka terhimpit dimana mereka hanya
diberikan uang saku yang terbatas, sehingga mereka kelihatan berlalu lalang dengan
seragam coklat di tengah kota. Beberapa tokoh pemuda melihat hal demikian
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
mengambil inisiatif untuk menanggulanginya. Terutama bekas perwira Gyu Gun
diantaranya Letnan Achmad Tahir mendirikan suatu kepanitiaan untuk
menanggulangi para bekas Heiho, Romusha yang famili/saudaranya tidak ada di kota
Medan. Panitia ini dinamai dengan “Panitia Penolong Pengangguran Eks Gyu Gun“
yang berkantor di Jl. Istana No.17 (Gedung Pemuda sekarang). Tanggal 17 Agustus
1945 gema kemerdekaan telah sampai ke kota Medan walupun dengan agak
tersendat-sendat karena keadaan komunikasi pada waktu itu sangat sederhana sekali.
Kantor Berita Jepang “Domei" sudah ada perwakilannya di Medan namun mereka
tidak mau menyiarkan berita kemerdekaan tersebut, akibatnya masyarakat tambah
bingung. Sekelompok kecil tentara sekutu tepatnya tanggal 1 September 1945 yang
dipimpin Letnan I Pelaut Brondgeest tiba di kota Medan dan berkantor di Hotel De
Boer (sekarang Hotel Dharma Deli). Tugasnya adalah mempersiapkan
pengambilalihan kekuasaan dari Jepang. Pada ketika itu pula tentara Belanda yang
dipimpin oleh Westerling didampingi perwira penghubung sekutu bernama Mayor
Yacobs dan Letnan Brondgeest berhasil membentuk kepolisian Belanda untuk
kawasan Sumatera Timur yang anggotanya diambil dari eks KNIL dan Polisi Jepang
yang pro Belanda.
Akhirnya dengan perjalanan yang berliku-liku para pemuda mengadakan
berbagai aksi agar bagaimanapun kemerdekaan harus ditegakkan di Indonesia
demikian juga di kota Medan yang menjadi bagiannya. Mereka itu adalah Achmad
Tahir, Amir Bachrum Nasution, Edisaputra, Rustam Efendy, Gazali Ibrahim, Roos
Lila, A.malik Munir, Bahrum Djamil, Marzuki Lubis dan Muhammad Kasim Jusni.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
2.6. Deskripsi DPRD Kota Medan.
2.6.1. Sejarah Perkembangan DPRD
Sebelum memasuki uraian tentang tugas pokok dan fungsi DPRD selaku
lembaga legislatif di daerah beserta dengan hak dan kewenangan yang dimilikinya,
terlebih dahulu akan diuraikan keberadaan DPRD sebagai lembaga penyalur aspirasi
masyarakat di daerah. Semenjak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1945, secara konstitusional penyelenggaraan pemerintahan
daerah telah diatur eksistensinya. Hal ini dapat dilihat dari isi pasal 18 UUD 1945,
dimana ketentuan ini menghendaki dibentuknya Undang-Undang yang mengatur
tentang Pemerintahan di Daerah. Apabila dilihat dari segi hukum maupun praktek,
badan legislatif daerah (DPRD) telah mengalami 7 (tujuh) kali perubahan kedudukan
hukum sesuai dengan pergeseran politik dan perubahan konstitusi, yang selalu
dikaitkan dengan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan di
Daerah. Praktek ini sejalan dengan ide dasar pasal 18 UUD 1945 dan penjelasannya,
yakni pembentukan Pemerintah Daerah berikut badan permusyawaratan yang
mendampinginya.
Adapun pertumbuhan dan perkembangan dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, tentang pembentukan
Komite Nasional Daerah menjadi Badan Perwakilan Rakyat Daerah, yang
bersama-sama dengan dan dipimpin oleh Kepala Daerah menjalankan
pekerjaan mengatur rumah tangga daerahnya, asal tidak bertentangan
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
dengan peraturan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang lebih luas
dari padanya.
b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam Undang-Undang ini, susunan Pemerintah Daerah terdiri dari Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah (DPD). Keadaan
DPRD semakin kuat, DPRD berwenang membuat pedoman untuk DPD
guna mengatur menjalankan kekuasaan, kebijaksanaan dan kewajibannya.
Dengan kata lain, ruang gerak DPD ditentukan oleh DPRD, semantara itu
Kepala Daerah hanya merupakan organ Pemerintah Pusat yang bertugas
mengawasi pekerjaan DPRD dan DPD.
c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
Daerah. Menurut Undang-Undang ini, Pemerintah Daerah terdiri dari DPRD
dan DPD, sedangkan Kepala Daerah bukan merupakan organ tersendiri dari
Pemerintah Daerah, akan tetapi hanya menjadi Ketua dan anggota DPD
karena jabatannya. Hak-hak dan kewajiban DPRD semakin luas, dimana
DPRD mengatur dan mengurus segala urusan rumah tangga daerahnya,
kecuali urusan yang oleh Undang-Undang ini diserahkan kepada pengusaha
lain.
d. Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1959, tentang
Pemerintah Daerah. Dalam Penetapan Presiden ini, Pemerintah Daerah
terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD. Sedangkan DPD diganti dengan
Badan Pemerintah Harian yang bertanggungjawab kepada Kepala Daerah.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Selanjutnya disusul dengan penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor
5 Tahun 1960, yang mengatur tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Gotong Royong (DPRGR) dan Sekretariat Daerah.
e. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan Daerah. Menurut Undang-Undang ini, DPRD merupakan
unsur Pemerintah Daerah, yang tanggung jawabnya adalah membuat dan
menetapkan Peraturan Daerah, mencalonkan Wakil Kepala Daerah serta
mengajukan calon Kepala Daerah.
f. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
di Daerah. Dalam Undang-Undang ini, yang menempatkan DPRD sebagai
unsur Pemerintah Daerah, guna menjamin kerja sama dan keserasian antara
Kepala Daerah dan DPRD untuk mencapai tertib pemerintahan di daerah.
g. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintah Daerah. Dalam
Undang-Undang ini, DPRD dipisahkan dari Pemerintah Daerah dengan
maksud untuk lebih memberdayakan DPRD dan peningkatan
pertanggungjawaban Pemerintah Daerah kepada rakyat.
Berdasarkan perkembangan yang ada terutama menyangkut tata
pemerintahan di daerah, melalui kajian yang berpacu pada landasan sejarah,
diharapkan dapat membantu untuk mengetahui sejauh mana eksistensi lembaga
legislatif daerah mampu berperan sesuai dengan fungsinya. Seluruh peraturan yang
mengatur tentang tata pemerintahan di daerah, yang pernah ada dan berlaku selain
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 pada hakekatnya memberikan kewenangan
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
yang lebih besar kepada DPRD sebagai lembaga legislatif daerah untuk dapat
berperan dalam menyuarakan dan memperjuangkan aspirasi serta kepentingan
masyarakat yang diwakilinya.
Komposisi Anggota DPRD Kota Medan Periode
2004-2009 Berdasarkan Partai Politik
No. Partai Politik Jumlah
1. Partai Demokrasi Indonesia – Perjuangan (PDI-P) 5 0rang
2. Partai Golongan Karya (Golkar) 6 orang
3. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 5 orang
4. Partai Amanant Nasional (PAN) 8 orang
5. Partai Demokrat 6 orang
6. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 9 orang
7. Partai Damai Sejahtera (PDS) 5 orang
J u m l a h 45 orang
Sumber : Sekretariat DPRD Kota Medan
Berdasarkan tabel tersebut dapat di lihat bahwa komposisi keanggotaan
DPRD Kota Medanhasil Pemilihan Umum Tahun 2004 berjumlah 45 orang. Pada
komposisi Partai Keadilan Sejahtera memiliki jumlah anggota yang paling banyak, di
susul kemudian dari Partai Amanat Nasional. Jadi sampai sekarang ini keanggotaan
DPRD Kota Medan murni hasil Pemilihan Umum.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
2.6.2. Susunan Organisasi dan Tata Kerja DPRD Kota Medan.
1. Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dalam hal penguatan Lembaga Legislatif Daerah (DPRD), berdasarkan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Lembaga
Legislatif Daerah (DPRD) telah mengalami perubahan dan peningkatan fungsi serta
peran yang sangat berarti dalam hal :
1) DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan
sebagai penyelenggara pemerintahan daerah.
2) membentuk perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat
persetujuan bersama.
3) Membahas dan menyetujui rancangan perda tentan APBD bersama
dengan kepala daerah.
4) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan perda dan peraturan
perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, Kebijakan
pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah
dan kerjasama internasional didaerah.
5) Mengusulakan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil
kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri dalam Negeri Bagi DPRD
Provinsi dan Kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD
kabupaten/kota.
6) Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil
kepala daerah.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
7) Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah
terhadap rencana perjaanjian internasional didaerah.
8) Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional
didaerah.
9) Meminta laporan keterangan pertanggung jawaban kepala daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
10) Membentuk panitia pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.
11) Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antar daerah dan
dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
Bertolak dari kenyataan bahwa Lembaga Legislatif adalah lembaga politik
yang merupakan representasi masyarakat, maka bagi anggota yang melaksanakan
tugas dalam lembaga tersebut diperlukan kadar pemahaman yang cukup atas prinsip-
prinsip dan tata kerja institusi tersebut. Disamping itu anggota perlu pula mempunyai
tingkat pemahaman tertentu mengenai kultur politik dan nilai serta kepentingan-
kepentingan yang melandasi tingkah laku politik anggota masyarakat secara
menyeluruh.
2. Wewenang dan Tugas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DPRD adalah unsur Pemerintah kota yang susunannya mencerminkan
perwakilan seluruh rakyat daerah, bersama-sama Kepala Daerah menjalankan tugas
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
wewenang Pemerintah Daerah di bidang legislatif. Dalam menjalankan wewenang
dan tugas DPRD secara rinci diatur dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kota Medan Nomor 09 / KEP DPRD / Tahun 2004 tentang Peraturan Tata
Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan sebagaimana tertera dalam
Bab V, Pasal 30 yang menyatakan bahwa DPRD mempunyai tugas dan wewenang :
1) Membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat
persetujuan bersama.
2) Menetapkan APBD bersama dengan kepala daerah.
3) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan perda dan peraturan
perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, Kebijakan
pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah
dan kerjasama internasional didaerah.
4) Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil
kepala daerah kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Sumatera
Utara
5) Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah
terhadap rencana perjaanjian internasional didaerah.
6) Meminta laporan keterangan pertanggung jawaban kepala daerah dalam
pelaksanaan tugas desentralisasi.
7) Tugas-tugas lain yang diberikan undang-undang.
3. Hak - Hak Anggota DPRD
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Untuk melaksanakan tugas dan kewenangannya, DPRD memiliki beberapa
hak, baik hak institusi maupun hak anggota, yaitu :
a. Hak Mengajukan Pertanyaan Bagi Masing-masing Anggota
Dalam pelaksanaan hak ini, setiap anggota DPRD dapat
mengajukan pertanyaan kepada Kepala Daerah atau perangkat Daerah.
Pertanyaan disusun singkat, jelas dan tertulis disampaikan kepada
Pimpinan DPRD. Pimpinan DPRD dapat memusyawarahkan dengan
penanya tentang bentuk dan isi pertanyaan. Selanjutnya Pimpinan DPRD
meneruskan pertanyaan kepada Kepala Daerah atau Perangkat Daerah
lainnya. Jawaban atas pertanyaan dimaksud oleh Kepala Daerah atau
Perangkat Daerah disampaikan secara tertulis.
Apabila jawaban atas pertanyaan tersebut kurang tepat, tidak
memberikan gambaran yang sebenarnya dan atau tidak dapat memecahkan
persolalan masalah. Maka penanya dapat mengajukan melalui Pimpinan
Dewan untuk dibahas dalam panitia musyawarah. Panitia musyawarah
adalah panitia yang terakhir untuk memberikan jalan keluarnya.
b. Hak Meminta Keterangan kepada Kepala Daerah
Dalam pelaksanaan hak ini, sekurang-kurangnya 5 (lma) anggota
DPRD dapat mengajukan usul kepada Pimpinan DPRD untuk meminta
keterangan kepada Kepala Daerah tentang sesuatu kebijaksanaan dan
Keputusan Bupati. Usul tersebut disusun secara singkat, jelas dan
ditandatangani oleh para pengusul. Serta usul tersebut diberikan nomor
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
pokok oleh sekretariat DPRD, kemudian disampaikan kepada Pimpinan
DPRD.
Selanjutnya apabila usul permintaan keterangan kepada Walikota
disetujui dalam rapat Paripurna sebagaimana permintaan keterangan
DPRD, maka permintaan keterangan tersebut dikirimkan kepada Kepala
Daerah. Dalam pemberian keterangan Kepala Daerah tersebut, diadakan
pembicaraan dengan memberikan kesempatan kepada pengusul maupun
anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangannya dalam rapat
paripurna. Atas pandangan para pengusul dan para anggota DPRD, DPRD
dapat menyatakan pendapatnya terhadap jawaban tersebut dalam suatu
keputusan.
c. Hak Mengajukan Pernyataan Pendapat
Sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota DPRD dapat
mengajukan usul pernyataan pendapat. Usul pernyataan pendapat tersebut
disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD dengan disertai daftar
nama dan tanda tangan pengusul. Dan usul pernyataan tersebut juga
diberi nomor pokok oleh Sekretariat DPRD. Kemudian usul pernyataan
pendapat tersebut oleh Pimpinan DPRD disampaikan dalam rapat
paripurna DPRD setelah mendapat pertimbangan dari panitia
musyawarah. Dalam rapat paripurna DPRD para pengusul diberi
kesempatan untuk memberikan penjelasan atas usul yang disampaikan
tersebut.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Pembicaraan mengenai suatu usul pernyataan pendapat dilakukan
dengan memberikan kesempatan kepada : Anggota-anggota DPRD
lainnya untuk memberikan pandangan, Kepala Daerah untuk menyatakan
pendapat, para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para
anggota dan pendapat Kepala Daerah. Kemudian pembicaraan diakhiri
dengan keputusan DPRD yang menerima atau menolak usul pernyataan
pendapat tersebut menjadi pernyataan pendapat DPRD.
d. Hak Prakarsa Mengenai Rancangan Peraturan Daerah
Sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota DPRD dapat
mengajukan sesuatu usul prakarsa (inisiativ). Usul prakarsa tersebut
disampaikan kepada Pimpinan DPRD dalam bentuk Rancangan Peraturan
Daerah disertai penjelasan secara tertulis dan diberi nomor pokok oleh
Sekretariat DPRD. Kemudian usul prakarsa tersebut oleh Pimpinan DPRD
disampaikan dalam rapat paripurna setelah mendapat pertimbangan dari
panitia musyawarah. Dalam rapat paripurna para pengusul diberi
kesempatan memberikan penjelasan atas usul prakarsa tersebut.
Dalam pembicaraan mengenai sesuatu usul prakarsa dilakukan
dengan memberikan kesempatan kepada : Anggota-anggota DPRD
lainnya untuk memberikan pandangannya, Kepala Daerah memberikan
pendapatnya, dan para pengusul memberikan jawaban atas pandangan
para anggota dan pendapat Kepala Daerah.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Kemudian pembicaraan diakhiri dengan keputusan DPRD yang
menerima atau menolak usul prakarsa menjadi prakarsa DPRD. Selama
usul prakarsa belum diputuskan menjadi prakarsa DPRD para pengusul
berhak mengajukan perubahan atau mencabutnya kembali.
e. Hak Mengajukan Perubahan Rancangan Peraturan Daerah
Setiap anggota DPRD dapat mengajukan usul perubahan atas
Rancangan Peraturan Daerah. Pokok-pokok usul perubahan tersebut
disampaikan dalam pemandangan umum para anggota DPRD pada
pembicaraan tahap I (satu). Kemudian usul perubahan tersebut
disampaikan oleh anggota DPRD dalam tahap II (dua) untuk dibahas
untuk diambil keputusan.
f. Hak Penyelidikan
Setiap anggota DPRD berhak melakukan penyelidikan. Untuk
melakukan penyelidikan tersebut, penyidik wajib dilengkapi surat
Tugas/surat jalan yang diterbitkan oleh Pimpinan DPRD. Penyelidik
dalam melakukan penyelidikannya wajib membuat laporan
penyelidikannya dan menyampaikannya kepada Pimpinan DPRD.
Kemudian Pimpinan DPRD dapat membentuk Panitia musyawarah
untuk melakukan penyelidikan yang lebih komprehensip. Setelah itu hasil
penyelidikan yang dilakukan oleh Panitia khusus tersebut disampaikan
kepada Pimpinan DPRD untuk ditindak lanjuti dan selanjutnya diambil
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
keputusan DPRD setelah memperoleh pertimbangan dari Panitia
Musyawarah.
g. Hak Protokoller
Dalam hak protokoller ini Pimpinan dan Anggota Dewan dalam
melaksanakan tugasnya berhak untuk mendapat perlindungan, keamanan
dan pembelaan. Apabila keadaan menghendaki demi kelancaran tugas
Pimpinan dan anggota DPRD berhak untuk meminta dan diberikan
pengawalan oleh aparat hukum demi menjamin keselamatannya.
h. Hak Keuangan
Dalam rangka penyelenggaraan kegiatan DPRD atas beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), DPRD menentukan
Anggaran Belanja DPRD, dengan hak-hak keuangan yang terdiri dari :
Uang refresentasi, Uang paket, Biaya pemeliharaan kesehatan, Tunjangan
kehormatan, Uang duka dan biaya pengangkutan jenazah, Pakaian Dinas
dan Biaya perjalanan dinas.
Disamping pembiayaan tersebut pada APBD, DPRD juga
menentukan pembiayaan untuk : Dana penunjang kegiatan, Tunjangan
kesejahtraan, Tunjangan perumahan Pimpinan dan anggota DPRD,
Fasilitas (bentuk fasilitas ditentukan oleh Pimpinan DPRD) dan besarnya
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
hak keuangan dan fasilitas tersebut diputuskan dengan keputusan DPRD
setelah memperoleh masukan dan pertimbangan dari panitia anggaran.
i. Hak Tenaga Ahli
DPRD dalam melaksanakan hak kewajiban, tugas dan wewenang
berhak memperoleh tenaga akhli. Anggaran yang diperlukan sehubungan
dengan tenaga akhli tersebut dibebankan kepada anggaran Dewan. Dengan
demikian pengaturan lebih lanjut mengenai tenaga akhli akan diatur dalam
keputusan Pimpinan DPRD.
Kesembilan hak- hak DPRD tersebut di atas, pelaksanaannya di atur
dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan Nomor
09 / KEP DPRD/ Tahun 2004, tentang Peraturana Tata Tertib Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan.
j. Mekanisme Kerja DPRD Kota Medan Dalam Penampungan Aspirasi Masyarakat
Badan Eksekutif Badan Legislatif
Daerah Daerah
Sekw
Surat ke DPRD disampaikan
Instan
Bupati
Sekda
Ketua Wakil
Rapat Pimpinan Dewan. Selanjutnya diminta kepada Bupati untuk ditindaklanjuti
Rapat kerja/peninjauan lapangan/mengundang ybs (pengadu)
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Pada DPRD Kota Medan, mekanisme kerja itu dikatakan oleh Sekretaris
Dewan adalah :
“Setelah surat masuk ke Sekwan, kemudian dari Sekwan ke Ketua DPRD. Ketua mendisposisikan ke Wakil-Wakil Ketua, misalnya pada Ketua 1, 2, dan 3 sesuai dengan bidangnya. Selanjutnya Wakil Ketua tersebut rapat kerja peninjauan lapangan atau mengaundang langsung yang bersangkutan (pengadu), hasilnya disampaikan ke Sekwan, dari Sekwan ke Pimpinan Dewan untuk selanjutnya rapat, hasilnya disampaikan kepada Bupati, kemudian Bupati menyurati Dinas atau Instansi terkait.” (Agustus 2009)
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Kinerja DPRD Kota Medan
Kebijakan otonomi daerah yang sedang dijalankan telah memberikan peluang
yang sangat besar bagi penguatan fungsi lembaga legislatif daerah. Hal ini sejalan
dengan semangat untuk melaksanakan demokratisasi dalam aspek pemerintahan.
Kondisi ini sangat kontradiktif dengan pengalaman sebelumnya, dimana DPRD
diletakkan setingkat lebih rendah dari Kepala Daerah. Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 memberikan kewenangan yang sangat besar bagi DPRD, mulai dari
pembuatan Peraturan Daerah yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat
persetujuan bersama, menetapkan APBD, mengusulkan pengangkatan dan
pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kepada Presiden melalui
Gubernur sampai dengan memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antara
daerah dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah. Tentu saja hal
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
ini berimplikasi sangat luas, terlebih karena pengalaman kita didalam berdemokrasi
sangat terbatas, bahkan tidak jarang DPRD seringkali dihujat karena keterlibatannya
dalam tindakan-tindakan yang tidak sepantasnya sesuai dengan etika politik dan
pemerintahan.
Sebagai konsekuensi dari kebijakan otonomi daerah yang didasarkan pada
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, maka penyelenggaraan pemerintahan di
Daerah dijalankan secara demokratis, artinya dalam lingkup daerahpun masyarakat
perlu dilibatkan dalam proses pembuatan dan penentuan kebijakan Pemerintah
Daerah. Oleh karena itu, DPRD sebagai salah satu unsur pemerintahan daerah
otonom, menjadi penting keberadaannya dalam membangun Pemerintah Daerah yang
demokratis. Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan di daerah, sehingga posisi
legislatif daerah menjadi sangat strategis di era sekarang ini, karena ketika daerah
diberi tanggung jawab untuk mengurus rumah tangganya sendiri sebagaimana
hakekat otonomi daerah, maka legislatif lokallah yang memproduksi sekaligus
mengendalikan berbagai kebijakan yang diperlukan dan atau tidak diperlukan. Hal ini
berangkat dari asumsi bahwa keberadaan anggota legislatif daerah sudah memahami
tugas dan fungsinya serta memiliki kemampuan sumber daya seperti yang diharapkan
ini, DPRD memainkan peran sebagai lembaga wakil rakyat, sehingga pelaksanaan
peran tersebut akan menjadi parameter untuk melihat keberadaan lembaga ini dalam
Kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau
kelompok orang dalam organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab
masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal,
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Penilaian kinerja
merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai
ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya. Dengan melakukan
penilaian terhadap kinerja, maka upaya untuk memperbaiki kinerja bisa dilakukan
secara lebih terarah dan sistematis. Dalam konteks ini, DPRD yang nota bene adalah
wakil rakyat memiliki fungsi perwakilan, akan tetapi bentuk keterwakilan yang
dimiliki oleh anggota legislatif lokal ini belum mencerminkan keterwakilan rakyat
kepada mereka, mengingat proses perwakilan mereka di lembaga legislatif masih
tergantung pada partai dan pengangkatan, sehingga tugas pertanggungjawaban
mereka juga menjadi kepada partai ataupun lembaga yang mengangkatnya bukan
kepada masyarakat yang memilihnya/konstituen. Hal inilah yang menyulitkan untuk
menilai kinerja Lembaga legislatif secara keseluruhan, sehingga pada akhirnya
pengukuran kinerja tersebut hanya dilihat dari seberapa banyak atau besar hak, tugas
dan wewenang yang telah dilaksanakan secara kelembagaan, berdasarkan hak, tugas
dan wewenang yang dimiliki lembaga itu.
Secara kritis, masih kurang kuatnya komitmen dan kinerja para anggota
Dewan untuk mengusut kasus-kasus yang sebenarnya lebih besar dan berarti, dapat
dilihat baik dari perspektif institusional maupun individual, seperti dalam
pembahasan masalah kunjungan anggota Dewan ke luar negeri dan kasus dana
purnabhakti yang saat ini lagi menghangat, sehingga logis saja bila rakyat masih
memiliki banyak pertanyaan tentang sejauhmana relevansi antara tugas, wewenang
dan hak yang telah diberikan kepada lembaga legislatif dengan kinerja lembaga
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
legislatif secara menyeluruh. Dengan kata lain dipertanyakan, apakah para anggota
lembaga legislatif lokal telah bekerja secara optimal dengan segala wewenang dan
hak yang diberikan sepenuhnya pada mereka. Juga dipertanyakan, apakah mereka
telah menjalankan fungsi representatif dengan baik, sesuai dengan harapan dan janji-
janji yang diberikan pada masyarakat sewaktu Pemilu lalu. Pelaksanaan hak, tugas
dan wewenang DPRD periode 2004-2009, dapat menjadi pedoman untuk melihat
kinerja DPRD Kota Medan saat ini. Namun hal tersebut tidak dapat dijadikan sebagai
parameter absolut untuk mengukur kinerja DPRD secara keseluruhan. Pengukuran
kinerja secara kelembagaan bisa saja dilihat secara nyata dari pelaksanaan atas hak,
tugas dan wewenang, namun tidaklah semudah itu dilakukan, karena masing-masing
anggota Dewan juga memiliki fungsi dan tugas yang hakiki sebagai wakil rakyat
yang tidak dapat diukur secara kasat mata. Oleh karena itu untuk melakukan analisis
kinerja ini diperlukan beberapa indikator kinerja sebagaimana telah dijelaskan pada
bab terdahulu.
3.2. Indikator Kinerja DPRD Kota Medan.
1. Akuntabilitas
Akuntabilitas disini akan diukur dari seberapa besar kegiatan DPRD dan
kebijakannya telah sesuai dengan fungsi, tugas dan wewenangnya konsisten dengan
kehendak masyarakat dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Berdasarkan hasil pengamatan dan temuan penulis di Kota Medan mengenai kegiatan
dan kebijakan DPRD yang telah dilakukan apakah sudah sesuai dengan fungsi, tugas
dan wewenangnya, apakah konsisisten dengan kehendak masyarakat dan dapat
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat menurut informasi yang penulis dapat,
masih jauh yang diharapkan.
Sebagaimana yang dikatakan oleh salah seorang anggota DPRD dan juga
sebagai Ketua Fraksi PAN, Bapak Ahmad Arif, SE, MM........... mengatakan bahwa
”dalam pandangan saya anggota DPRD Kota Medan masih beranjak dari apa yang diinginkan oleh partainya atau boleh dikatakan bahwa masih memikirkan kepentingan partainya. Tidak ada follow up dari anggota DPRD apabila menyangkut dengan kpentingan masyarakat”.
Dari penjelasan tersebut di atas dan berdasarkan wawancara dan
pengamatan langsung dilapangan memang dapat dikatakan bahwa kebijakan yang
telah dihasilkan DPRD belum mampu menjawab berbagai persoalan yang ada di
masyarakat. DPRD juga dalam menentukan kebijakan yaitu pada hal-hal yang
menyangkut permasalahan seperti : “Kasus-kasus tanah, tuntutan buruh, kasus yang
melibatkan PNS dalam hal ini anggota DPRD masih mempunyai kepentingan untuk
penempatan pegawai Pemerintah Daerah, masalah distribusi BBM dan masalah
kebijakan untuk peningkatan PAD, serta masalah yang berhubungan dengan kalangan
Pers, dalam hal ini kasus-kasus tersebut diselesaikan juga karena dipengaruhi adanya
kepentingan-kepentingan pribadi”.
Sejalan dengan pendapat tersebut, seorang Tokoh Masyarakat dan juga
sebagai dosen STIE Harapan, Bapak Drs. Djauzi Ilmi, SH.MM, mengatakan bahwa :
”Kebijakan yang dibuat oleh DPRD Kota Medan dalam hal peraturan daerah masih banyak yang merupakan usulan dari Pemerintah Kota Medan. Kebijakan dari Pemerintah Kota masih cenderung berpihak kepada pemilik modal, cenderung mencari PAD dan kebijakan dimaksud bersifat membebankan masyarakat dan bukan dari keinginan atau aspirasi masyarakat, anggota DPRD masih pasif menjemput aspirasi dari masyarakat”.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Dan senada dengan pendapat tersebut di atas, menurut Staf Humas Sekretariat
Pemerintah Daerah Kota Medan Bapak Drs.Bakti Sinurat,
Peningkatan fungsi legislasi atau fungsi pengaturan DPRD tidak hanya
melihat dari jumlah peraturan daerah yang dihasilkan yang berasal dari inisiatif
DPRD. Kualitas DPRD dalam menjalankan fungsi ini juga diukur dari muatan
mengatakan bahwa:
“Menurut saya dalam pembuatan kebijakan dalam pelaksanaan fungsi DPRD belum cukup aspiratif karena kebijakan yang dibuat cendrung untuk kepentingan Partai Politik dari anggota DPRD saja dan kepentingan Eksekutif dengan dalih efektifitas dan efisiensi PAD dan ide pembuatan kebijakan cenderung lahir dari ide Eksekutif bukan dari masyarakat”.
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa dalam akuntabilitas
pelaksanaan fungsi DPRD masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari segi kegiatan
DPRD serta kebijakannya belum ada yang nampak yang sesuai dengan fungsi, tugas
dan wewenangnya, apalagi konsisten dengan kehendak masyarakat. Dalam hal ini,
partisipasi masyarakat yang diharapkan oleh pemerintah daerah adalah keterlibatan
dan keikutsertaan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sekaligus
kesediaan untuk mematuhi dan melaksanakan kebijaksanaan tersebut belum berjalan
optimal, baik berupa partisipasi dalam proses pembuatan keputusan, dalam
pelaksanaan, dalam pemanfaatan hasil dan partisipasi dalam evaluasi. Tentu saja hal
ini sangat berimplikasi sangat luas , terlebih karena pengalaman kita di dalam
berdemokrasi sangat terbatas, bahkan tidak jarang DPRD seringkali dihujat karena
keterlibatannya dalam tindakan-tindakan yang tidak sepantasnya sesuai dengan etika
politik dan pemerintahan.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
peraturan daerah yang seharusnya lebih banyak berpihak kepada kepentingan
masyarakat luas.
Dalam penyusunan peraturan daerah, anggota DPRD harus lebih banyak
berperan sebagai sumber ide dan gagasan,sesuai kedudukannya sebagai insan politik.
Anggota DPRD tidak dituntut untuk menguasai secara teknis materi dan bahasa
hukum dalam peraturan daerah, karena hal tersebut dapat diserahkan kepada para ahli
dalam bidangnya masing-masing. Praktek pemerintahan daerah yang ada seringkali
menggambarkan bagaimana para anggota DPRD sibuk menyusun peraturan daerah
sampai pada hal yang sangat rinci dan substantif, tanpa didasari dengan keahlian yang
cukup. Akhirnya yang muncul adalah perdebatan berkepanjangan tentang sesuatu hal
oleh mereka yang sama-sama tidak paham mengenai substansinya, sehingga
menghabiskan waktu tanpa dapat menyelesaikannya dengan baik.
Keputusan dan kebijakan yang dikeluarkan DPRD dari segi politisnya hanya
lebih mementingkan pada golongan/partai yang diwakilinya tanpa masyarakat perlu
dilibatkan dalam proses pembuatan dan penentuan kebijakan Pemerintah Daerah.
Oleh karena itu, DPRD melaksanakan fungsinya sebagai salah satu unsur
Pemerintahan Daerah dalam pembuatan kebijakan tidak demokratis sehingga dapat
bersifat membebankan masyarakat karena bukan dari keinginan atau aspirasi
masyarakat.
Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa akuntabilitas DPRD Kota Medan
terhadap masyarakat belum berjalan dengan baik sebagaimana yang diharapkan.
Begitu pula dengan hasil pengamatan dan wawancara dengan tokoh-tokoh
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
masyarakat dan perangkat Pemerintah Daerah yang ditemui hampir semua
mengatakan hal yang sama.
2. Responsivitas Responsivitas disini akan diukur dari kemampuan DPRD Kota Medan untuk
lebih tanggap dan bisa memahami kondisi yang berkembang dan apa yang menjadi
proritas untuk ditangani sesuai dengan aspirasi masyarakat yang sedang berkembang.
Responsivitas dimasukkan sebagai sebagai salah satu indikator karena secara
langsung kemampuan anggota DPRD dalam menjalankan misi dan tujuan yang
diembannya, khususnya lembaga legislatif daerah yang berfungsi sebagai regulator
konflik yaitu fasilitator yang mampu menjembatani perbedaan kepentingan antara
sesama kelompok masyarakat atau antara kelompok tersebut dengan Pemerintah
Daerah.
Dalam oprasionalisasinya, responsivitas lembaga legislatif dijabarkan melalui
adanya beberapa keluhan masyarakat, sikap anggota Dewan dalam merespon keluhan
masyarakat serta penggunaan keluhan masyarakat sebagai referensi bagi penyusunan
kebijakan dan langkah perbaikan dimasa mendatang. Keluhan yang disampaikan oleh
masyarakat merupakan indikator yang memperlihatkan bahwa fungsi perwakilan
yang diemban oleh lembaga legislatif daerah belum maksimal dengan harapan
masyarakat.
Berdasarkan hasil temuan di Kota Medan mengenai kemampuan anggota
DPRD dalam merespon kondisi yang berkembang dan apa yang menjadi prioritas
pekerjaannya sesuai dengan aspirasi masyarakat cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
adanya pertemuan-pertemuan oleh DPRD secara resmi dalam menampung aspirasi
masyarakat.
Sebagaimana hasil wawancara yang dilanjutkan oleh Bapak Drs.Bakti Sinurat,
ia mengatakan bahwa :
“Kalau menurut hasil pengamatan, DPRD selalu merespon terhadap aspirasi yang disampaikan masyarakat terbukti acapkali Eksekutif dipanggil untuk dengar pendapat tenteng aspirasi tersebut. Dan bahkan jika memungkinkan DPRD langsung mengadakan kunjungan kerja ke lokus tempat timbulnya aspirasi masyarakat tersebut”. (Agustus 2009)
Dan ia juga mengatakan :
“Cukup baik, terutama sering memanggil Eksekutif untuk dengar pendapat tentang kasus yang disalurkan masyarakat kepada DPRD kemudian juga DPRD sering mengadakan kunjungan kerja kemasing-masing Kecamatan dan Kelurahan”. (Agustus 2009)
Berdasarkan observasi di lapangan, sikap anggota DPRD dalam merespon
aspirasi dari masyarakat sudah cukup baik tapi belum maksimal bagi harapan
masyarakat. Hal ini terlihat dari sedikitnya anggota DPRD yang mau menerima dan
mendengarkan tuntutan mereka bahkan kadang-kadang hanya anggota Dewan
tertentu saja yang selalu ditunjuk untuk menerima masyarakat yang datang ke
Gedung DPRD untuk menyalurkan aspirasinya.
Disamping itu keluhan-keluhan yang selama ini disampaikan oleh masyarakat
belum semuanya digunakan sebagai referensi bagi penyusunan kebijakan dan
perbaikan dimasa mendatang seperti tuntutan/keluhan masyarakat tentang masalah
sengketa tanah, fasilitas yang diterima anggota Dewan seperti dana purnabhakti serta
tuntutan agar anggota Dewan tidak menghambur-hamburkan uang dengan jalan-jalan
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
keluar daerah dalam bentuk kunjungan kerja atau studi banding belum ditanggapi
secara serius oleh anggota DPRD. Dalam hal ini juga kemampuan DPRD Kota
Medan untuk lebih tanggap terhadap kebijakan Perda yang dikeluarkan Eksekutif dan
bisa memahami kondisi yang berkembang serta apa yang menjadi proritas untuk
ditangani sesuai dengan aspirasi masyarakat yang sedang berkembang.
Kebijakan yang dikeluarkan Pemerintahan Kota yaitu eksekutif yang telah
disetujui atau disyahkan oleh legislatif dari segi politisnya hanya lebih mementingkan
pada golongan/partai yang diwakilinya tanpa masyarakat perlu dilibatkan dalam
proses pembuatan dan penentuan kebijakan Pemerintah Daerah sehingga dengan
kebijakan ini dapat membebankan masyarakat dalam rangka perolehan PAD.
Dengan demikian DPRD sebagai fungsi regulator konflik yaitu DPRD harus
mampu bertindak arif dan adil tanpa memihak pada kepentingan kelompok tertentu
sehingga solusi yang diambil merupakan jalan tengah sekaligus alternatif terbaik
pula.
3. Efektivitas
Efektivitas disini akan diukur dari apakah tujuan dari Lembaga Legislatif
sebagai penyambung aspirasi masyarakat daerah dapat melaksanakan tugas dan
fungsinya serta memberikan layanan dan amanat fungsi yang
diembannya.Berdasarkan observasi dan wawancara di lapangan menyangkut kinerja
DPRD Kota Medan khususnya dalam efektivitas tujuan DPRD sebagai Lembaga
Legislatif perwakilan masyarakat yang berfungsi dan bertujuan sebagai penyambung
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
aspirasi serta memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan amanat fungsi
yang diembankannya masih rendah.
Rekapitulasi keputusan dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh DPRD
Kota Medan periode 2004 - 2009 dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 1
Rekapitulasi Peraturan Daerah Yang Telah Ditetapkan DPRD Kota
Medan Tahun 2009
No. Nama Keputusan dan Kebijakan
1 Perda Kota Medan Nomor 1 tahun 2009 tentang pengelolaan barang milik daerah.
2 Perda Kota Medan Nomor 4 tahun 2009 tentang pelaksanaan perda kota medan nomor 2 tahun 2009 tentang urusan Pemerintahan Kota Medan
3 Perda Kota Medan No 5 tahun 2009 tentang perda kota medan no 3 tahun 2009 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja perangkat daerah Kota Medan
4 Perda Kota Medan No 7 tahun 2009 tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah.
5 Perda Kota Medan no 8 tahun 2009 tentang rencana pembangunan jangka panjang kota medan tahun 2006-2025
Sumber :Sekretariat DPRD Kota Medan
Dengan dijalankannya fungsi legislasi oleh DPRD, kebijakan-kebijakan
pemerintah akan lebih mencerminkan kehendak rakyat di daerah. Akan tetapi, dalam
prakteknya fungsi pembuatan peraturan ini tidak berjalan sebagaimana mestinya,
sebab hingga saat ini belum ada peraturan daerah yang merupakan hak inisiatif, atau
dengan kata lain hak inisiatif belum pernah dilaksanakan. Kondisi ini dapat dipahami
karena berbagai keterbatasan DPRD dibanding dengan eksekutif. Informasi, data,
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
tenaga terampil dan kemampuan menganalisis berbagai aspek yang diperlukan dalam
menyusun suatu Rancangan Peraturan Daerah yang dimiliki oleh eksekutif masih
lebih lengkap dibanding dengan apa yang dimiliki oleh DPRD.
Dalam operasionalisasinya, penilaian kinerja DPRD terkait dengan
pelaksanaan fungsi legislasi yang dimiliki oleh Dewan yaitu berupa pembuatan
produk-produk hukum baik berupa keputusan maupun Peraturan Daerah. Melalui
pembuatan Peraturan Daerah ini, berarti DPRD telah menunjukkan warna dan
karakter serta kualitasnya, baik secara materiil maupun secara fungsional.
Kemampuan Dewan untuk membuat Peraturan Daerah akan menjadi tolok ukur
dalam menjalankan fungsi dan menjamin keberadaanya. Dalam era otonomi ini,
diperlukan suatu jalinan hubungan kerjasama yang baik antara DPRD selaku lembaga
legislatif dengan Pemerintah Daerah selaku lembaga eksekutif, sehingga keduanya
merupakan satu kesatuan yang utuh dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Dalam perspektif pembuatan Peraturan Daerah, DPRD hendaknya senantiasa
memperhatikan aspirasi dan kepentingan masyarakat. Keseluruhan aspirasi, baik
berupa tuntutan maupun dukungan dapat diperoleh melalui interaksi timbal balik
yang dilakukan oleh para anggota Dewan dengan masyarakat, baik melalui organisasi
yang diwakilinya maupun dengan kelompok-kelompok masyarakat yang ada. Pasca
reformasi dan pelaksanaan Otonomi Daerah dilihat dari perspektif konstitusi, posisi
DPRD sangat kuat. UU Nomor 32 Tahun 2004 memberikan konsekuensi dari
kedudukan lembaga tersebut.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Dari keseluruhan Peraturan Daerah yang berhasil ditetapkan oleh DPRD
tersebut, tidak ada satu Peraturan Daerah pun yeng merupakan Perda inisiatif dari
Dewan. Jadi pelaksanaannya ternyata partisipasi aktif Dewan baru terbatas pada
proses pembahasan dan memberikan persetujuan terhadap usulan rancangan yang
diajukan oleh pihak Eksekutif. Terlihat bahwa penggunaan hak inisiatif oleh DPRD
dalam melaksanakan fungsi legislasinya belum berjalan sebagaimana mestinya,
karena Raperda yang dijadikan Perda semuanya berasal dari Pemko. Jadi dapat
dikatakan bahwa peran DPRD terhadap keberadaan produk legislasi rendah sekali
dibanding dengan peran Pemko Medan. Keadaan demikian menunjukkan bahwa
lembaga legislatif belum memperlihatkan prakarsanya yang maksimal dalam
menampung aspirasi masyarakat dalam rangka perwujudan demokrasi yang
diwakilkan oleh rakyat kepada mereka. Kesan DPRD sebagai badan yang hanya
melegitimasi usulan/rancangan yang berasal dari Pemko, akan hilang apabila DPRD
lebih banyak menggunakan hak inisiatifnya.
Penetapan Perda dilakukan oleh kepala daerah dan DPRD untuk mendapat
persetujuan bersama pasal 42 UU No 32 tahun 2004. Hal mana menunjukkan adanya
suasana parlementer dan berlakunya mekanisme check and balances. Dikaitkan
dengan amandemen UUD 1945, kekuasaan membentuk Perda seharusnya berada di
tangan DPRD. Idealnya badan legislatif daerah menjadi sumber inisiatif, ide dan
konsep berbagai Raperda, karena posisi mereka sebagai wakil rakyat akan lebih
memahami kepentingan dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Berdasarkan wawancara lanjutan dengan informan Tokoh Masyarakat, Bapak
Drs. Djauzi Ilmi, SH.MM , ia juga mengatakan bahwa :
“Menurut yang saya ketahui bahwa DPRD menjalankan fungsinya belum baik, mekanisme penyaluran aspirasi belum sesuai prosedur. Begitu juga yang belum yaitu kemandirian DPRD kaitan dengan kesejahteraan anggota sehingga mempengaruhi kebijakan DPRD. Dalam artian kebijakan yang diambil DPRD cenderung bersifat mendukung kebijakan Eksekutif seteleh terjadi lobby dan pendekatan Eksekutif “shering Profit” dari rencana Perda yang disyahkan kaitan dengan Perda pembebanan kepada masyarakat dalam rangka perolehan PAD pada era otonomi daerah”. (agustus 2009)
Sejalan dengan pendapat tersebut menurut Staff Humas Pemerintah Daerah
Kota Medan mengatakan bahwa :
“Belum sesuai dengan prosedur dan mekanisme, serta masih cenderung aspiratif dan membebankan masyarakat keseluruhan. Kemudian setiap produk Perda yang akan disyahkan dijalankan atau dilaksankan tidak diuji dan disosialisasi kepada masyarakat”. (agustus 2009)
Dari gambaran kedua pendapat tersebut dan hasil observasi di lapangan dapat
dikatakan bahwa tingkat keefektifan fungsi DPRD sebagai penyambung aspirasi
masyarakat di Kota Medan masih rendah. Hal ini dapat dilihat belum adanya
kemandirian anggota DPRD sehingga belum adanya output yang dihasilkan oleh
DPRD, khususnya tentang Perda yang selalu mendukung kebijakan Eksekutif karena
pada umumnya inisiatif DPRD masih minim.
Dalam pelaksanaan fungsi DPRD sebagai fungsi legislasi dan pengawasan
yaitu mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai pada pelaporan, karena
DPRD memiliki kewenangan untuk menentukan arah dan kebijaksanaan umum
APBD serta dalam pelaksanaan Peraturan Daerah mempunyai alasan atau standar
kerja yang menurut ketentuan peraturan tata tertib DPRD, tetapi menurut hasil
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
pengamatan di lapangan dapat dikatakan bahwa masing-masing anggota DPRD
secara spesifik belum memahami tentang penjabaran fungsinya dalam peraturan tata
tertib DPRD.Dalam tata pemerintahan yang baik, pengawasan berperan dalam
memberikan umpan balik (feed back) kepada pemerintah daerah. Pengawasan harus
memberikan informasi tersebut sedini mungkin, sebagai bagian dari sistem peringatan
dini (early warning system) bagi pemerintah daerah.
Fungsi penting lain yang dimiliki DPRD adalah pengawasan atas
kebijaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Dalam bidang
pengawasan, DPRD diberikan kekuasaan untuk memberikan penilaian terhadap
kebijakan dan tingkah laku pihak eksekutif dalam menjalankan pemerintahan. Peran
DPRD dalam melakukan fungsi pengawasan ini sangat penting untuk mencegah
terjadinya penyalahgunaan, penyelewengan dan kebocoran yang dilakukan oleh pihak
eksekutif dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Dalam melaksanakan
fungsi pengawasan ini, DPRD sebenarnya mempunyai kesempatan yang luas untuk
dapat melaksanakannya, sebagaimana di atur dalam Undang-undang Nomor 32
Tahun 2009. Meskipun demikian, dalam prakteknya fungsi pengawasan tersebut
belum berjalan secara efektif. Hal ini dapat dilihat antara lain dari keluaran kebijakan
di daerah yang lebih mencerminkan produk pemerintah daripada realisasi keinginan
rakyat melalui badan perwakilannya, sementara persetujuan rakyat melalui DPRD
lebih untuk memenuhi tata cara politik semata. Dari segi kelembagaan, sering
dirasakan oleh sementara masyarakat seolah-olah legislatif belum begitu berperan
dalam melakukan fungsi kontrol popular yang dimilikinya, yakni pengawasan
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
masyarakat terhadap pemerintah. Pengawasan sosial nampaknya belum dapat
terlaksana sebagaimana diharapkan. Hal tersebut antara lain karena wadah penyalur
aspirasi/keinginan rakyat yang juga merupakan salah satu fungsi kontrol belum
berfungsi dengan baik. Pengawasan sosial melalui lembaga legislatif juga masih
lemah, terbukti dengan masih banyaknya kritik masyarakat yang ditujukan kepada
DPRD, baik yang dilontarkan secara langsung maupun melalui media massa, yang
menyatakan bahwa DPRD belum dapat berbuat banyak dalam menampung serta
menyalurkan aspirasi masyarakat.
Sesungguhnya, penetapan kebijakan dan penetapan peraturan perundangan
oleh DPRD adalah termasuk langkah pertama dari pengawasan. Penilaian terhadap
pelaksanaan Peraturan daerah oleh eksekutif merupakan bentuk pengawasan lainnya.
Fungsi pengawasan diopersionalisasikan secara berbeda dibandingkan dengan
lembaga pengawasan fungsional. DPRD sebagai lembaga politik melakukan
pengawasan yang bersifat politis pula. Bentuk pengawasan ini dalam Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tercermin dalam hak-hak DPRD, yakni hak mengajukan
pertanyaan, hak meminta keterangan dan hak penyelidikan. Rangkaian hak tersebut
sebenarnya telah memberi kewenangan bagi DPRD dalam menjalankan fungsi
pengawasan. Problematika pelaksanaan fungsi pengawasan oleh DPRD dianggap
bersumber dari tata tertib cara pengajuan hak-hak itu yang tidak bersifat langsung dan
prosedurnya yang panjang. Selain menimbulkan keengganan bagi anggota DPRD,
karena prosesnya yang cukup panjang, juga dapat terjadi bahwa penggunaan hak
bertanya atau meminta keterangan dianggap oleh pimpinan DPRD atau berdasarkan
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
pertimbangan panitia musyawarah tidak perlu disampaikan kepada pihak eksekutif.
Disamping itu, hak penyidikin yang dimiliki oleh DPRD sebagai hak pengawasan
yang paling ampuh, belum diatur secara rinci dan bahkan hal ini telah menimbulkan
missinterpretasi. Belum efektifnya pelaksanaan fungsi pengawasan juga bersumber
pada keterbatasan yang ada pada DPRD, karena pelaksanaan fungsi pengawasan
selain memerlukan pengetahuan dan keahlian, juga memerlukan data, informasi dan
keterangan yang memadai. DPRD Kota Medan tidak memiliki sendiri sumber-sumber
data atau informasi, serta kurang memiliki cukup tenaga ahli yang menjamin
pelaksanaan pengawasan itu secara berdaya guna.
Dari uraian di atas untuk Kota Medan bahwa dari segi akuntabilitas
pelaksanaan fungsi DPRD belum berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari tidak
berjalannya fungsi DPRD dari faktor responsivitas dan efektifitas yang telah
dijelaskan di atas, jadi dengan demikian tidak banyak yang bisa
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Dengan kata lain dapat disebutkan
bahwa akuntabilitas DPRD Kota Medan terhadap masyarakat belum berjalan dengan
baik sebagaimana yang diharapkan, baik itu fungsinya sebagai legislasi, pengawasan
dan fungsi regulator konflik.
Tetapi tidak adil bila kita menilai rendahnya kinerja DPRD tanpa melihat
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hal ini menurut pengamatan dan wawancara
langsung di lapangan ditemui faktor-faktor yang mempengaruhi adalah Tidak adanya
sarana dan prasarana pendukung gedung kantor DPRD dan sarana mobiler dan
lainnya, begitupun dari segi anggaran dan pembiayaan untuk honor perbulan yang
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
diperoleh dari Pemerintah Kota. Rendahnya tingkat pendidikan dan latar belakang
pengalaman dibidang organisasi, politik dan pemerintahan. Dari segi informasi juga
menjadi kendala dalam menunjang kinerja DPRD, yaitu sarana dan media informasi
yang digunakan dalam menjaring dan menyerap informasi dari masyarakat.
3.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja DPRD
Ada banyak faktor yang mempengaruhi kinerja DPRD sebagaimana telah
dibahas pada bab terdahulu. Namun dalam penelitian ini hanya ada 3 (Tiga ) faktor
utama yang berpengaruh terhadap kinerja DPRD Kota Medan sebagai berikut :
1. Kelembagaan (Organisasi)
Berdasarkan pengamatan dan wawancara di lapangan diperoleh data bahwa
secara kelembagaan (organisasi), akan diukur dari sarana dan prasarana yang tersedia
belum cukup memadai. Hal ini dapat dilihat dari adanya kantor DPRD yang terdiri
dari ruang sekretariat, ruang ketua dan ruang para angggota serta ruang sidang.
Begitupun prasarana penunjang seperti mobiler, mobilisasi sebagai penunjang
kegiatan anggota dewan masih kurang yang telah disediakan oleh sekretariat daerah,
jadi secara umum dari faktor kelembagaan belum dapat menunjang kinerja DPRD.
Sedangkan dari organisasi juga sudah terdapat pembagian kerja yang jelas
antara ketua, wakil ketua dan anggota. Bahwa untuk memudahkan pelaksanaan tugas
dan koordinasi dengan Pemerintah Daerah. Begitupun dengan hubungan antara
DPRD dengan Pemerintah Daerah yang mitra sejajar selama ini berjalan dengan baik
karena masing-masing sudah diberikan tugas dan kewenangannya.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Sedangkan dari aspek anggaran dan pembiayaan tidak ada persoalan yang
berarti dimana biaya dan kebutuhan Sekretariat DPRD ditanggung oleh Sekretariat
Pemerintah Daerah. Begitupun dari segi tunjangan dan honor anggota DPRD sudah
jelas. Dengan demikian hal ini membawa pengaruh terhadap kinerja DPRD dalam
pelaksanaan fungsi DPRD disamping didukukung oleh sarana dan prasarana yang
memadai serta anggaran dan pembiayaan yang tersedia.
Sebagaimana dari kedua penjelasan tersebut di atas, maka faktor
kelembagaan (organisasi), akan diukur dari :
a. Peraturan Tata Tertib DPRD
Membuat peraturan tata tertib(Tatib) merupakan hak dari DPRD itu sendiri,
dengan peraturan mana DPRD dapat menjalankan tugas dan kewenangannya, serta
mengatur mekanisme kerja intern DPRD. Oleh sebab itu peraturan Tatib akan sangat
berpengaruh pada terlaksananya peran dan fungsi dewan. Peraturan Tatib yang kaku
dan rumit akan menyulitkan dewan dalam meningkatkan perannya. Idealnya Tatib
adalah aturan yang mudah dipahami dan mampu memberikan keluwesan bagi
anggota dewan untuk mengembangkan kreativitas dan berinprovisasi dalam
melahirkan produk-produk legislatif yang berkualitas.
Peraturan Tatib DPRD, merupakan penjabaran dari ketentuan-ketentuan
yang menyangkut dengan DPRD, seperti Undang-undang tentang Parpol, tentang
Pemilu, Undang-undang mengenai Susduk MPR/DPR dan DPRD serta undang-
undang yang mengatur pemerintahan daerah dan peraturan-peraturan lainnya.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Dalam penjelasan undang-undang Susduk MPR/DPR dan DPRD, khusus
mengenai DPRD disebutkan : “Oleh karena itu hak-hak DPRD cukup luas dan
diarahkan untuk menyerap serta menyalurkan aspirasi masyarakat menjadi
kebijakan daerah dan melakukan fungsi pengawasan”. Hak-hak DPRD yang luas
tersebut implementasinya antara lain sangat tergantung pada sejauhmana peraturan
Tatib menjabarkan hak-hak dimaksud untuk dapat dioperasionalisasikan.
Melihat pada isi peraturan Tatib DPRD Kota Medan, secara subtansi
memang tidak mengalami banyak perubahan dari waktu ke waktu, beberapa bagian
yang penting mengalami perubahan adalah kewenangan dan hak DPRD. Dengan
peraturan Tatib sekarang DPRD dapat memaksa seorang pejabat negara, atau pejabat
pemerintahan dan juga warga negara lainnya untuk dimintai keterangan atau
informasi mengenai suatu kasus atau permasalahan. Dalam hal terjadi penolakan
terhadap panggilan DPRD yang bersangkutan dapat dikenakan ancaman melakukan
“contempt of parliament” disebut juga telah melakukan pelecehan terhadap DPRD
dan kasus ini dapat diancam sanksi hukum. Mengusulkan pengangkatan dan
pemberhentian Walikota dan Wakil Walikota Kepala daerah kepada presiden melalui
Gubernur. Meminta pertanggungjawaban Walikota dan Wakil Walikota dan
menentukan anggaran sendiri. Dalam peraturan Tatib lama hal-hal tersebut tidak
diatur. Peraturan Tatib haruslah dibuat sedemikian rupa agar mampu menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat. Peraturan itu sebaiknya tidak terlalu rumit
sehingga mudah dilaksanakan. Agar suatu peraturan tata tertib DPRD mampu
mendukung terlaksananya fungsi dan peran DPRD secara maksimal, maka peraturan
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
itu sebaiknya tidak terlalu rumit, setidaknya ; memberikan batas kewenangan yang
tidak begitu mengikat anggota pada DPP dalam bertindak. Peraturan itu juga
hendaknya memberi ruang yang terbuka bagi anggota dewan untuk berimprovisasi
dan peraturan yang aspiratif akan menjadikan anggota dewan mampu bertindak
aspiratif dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.
b. Sarana Dan Prasarana
Faktor vital yang tidak kalah pentingnya dalam mendukung kegiatan
(kemampuan) anggota Dewan adalah faktor fasilitas sarana dan prasarana. Untuk
dapat memperlancar kegiatan anggota dewan, maka diperlukan adanya sarana dan
prasarana yang baik, dalam arti cukup dalam jumlah efisien, efektif serta praktis
dalam penggunaannya. Dan untuk mencapai hasil yang maksimal maka selain
pengadaan sarana dan prsarana harus menunjang, juga harus disesuaikan dengan
kemampuan personil pemakainya.
Tabel 2
Sarana Dan Prasarana Yang Diperuntukan Bagi Anggota
DPRD Periode 2004-2009
No. Jenis (Uraian)
1 Kendaraan Dinas bagi Pimpinan DPRD (Ketua dan wakil-wakil ketua)
2 Kendaraan dinas bagi Ketua-ketua komisi
3 Kendaraan dinas bagi ketua-ketua fraksi
4 Pakaian dinas
5 Asuransi Kesehatan
6 Tunjangan Perumahan
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Sumber : Sekretariat DPRD Kota Medan
Dari data di atas dapat di liahat bahwa fasilitas sarana dan prasarana yang
diperoleh oleh anggota Dewan belum cukup memadai dalam penunjang pelaksanaan
tugasnya menampung/mengkomodir suara rakyat Kota Medan.
Namun yang sering terjadi adalah fenomena, bahwa suara rakyat tidak
terdengar oleh Dewan bahkan tidak jarang terjadi bahwa anggota Dewan tidak mau
tahu dengan rakyat dan bahkan memperkaya diri sendiri yang menikmati kemudahan-
kemudahan yang tersedia.Melihat fenomena ini maka unsur sarana dan prasarana
yang diterima anggota Dewan tidak cukup sebagai tolak ukur untuk mengukur
kestabilitasan/ kemampuan anggota Dewan mengakomodir suara rakyat.Dengan
demikian, apabila sarana dan prasarana sebagai indikator dalam lembaga (organisasi)
terhadap pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai wakil rakyat, maka dapat
disimpulkan bahwa secara umum anggota dewan yang memiliki tingkat fasilitas
sarana dan prasarana yang cukup akan lebih dapat optimal kinerjanya baik dari aspek
akuntabilitas, responsivitas dan efektifitasnya sehingga DPRD dapat melaksanakan
tugas dan fungsinya sebagai fungsi legislasi, pengawasan dan fungsi regulator konlik.
2. Sumber Daya Manusia
Menyangkut masalah sumber daya manusia anggota DPRD Kota Medan
berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan anggota DPRD maupun Pemerintah
Daerah, secara umum dapat dikatakan masih rendah. Hal ini akan diukur dari latar
belakang pendidikan dan pengalaman dibidang organisasi, politik dan pemerintahan.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Salah satu tujuan pendidikan adalah menjawab tantangan sosial, ekonomi
dan keadilan. Dalam presfektif ini pendidikan diarahkan menyiapkan orang untuk
bisa mengenali dan menjelaskan masalah-masalah yang menghasilkan jawaban-
jawaban yang mendasarkan pada etika. Pada hakikatnya pendidikan adalah pelibatan
politik. Dalam konteks ini peserta didik diarahakan untuk berkembang menjadi warga
negara yang memiliki komitmen pada nilai-nilai demokratis, yakni mampu dan
berpartisipasi dalam proses sosial, politik dan ekonomi. Oleh karena itu perolehan
pengetahuan dan keterampilan bukan untuk kepentingan dirinya sendiri dan bukan
demi ilmu pengetahuan itu sendiri tetapi untuk pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat.
Tabel Profil Anggota DPRD Kota Medan Periode 2004-2009
No
Nama
L/P
Partai
Pendidikan
1 IKRIMAH HAMIDY, ST LK PKS S - 1 2 DHIYAUL HAYATI, S.AG PR PKS S - 1 3 JAMHUR ABDULLAH, ST LK PKS S - 1 4 PARLINDUNGAN LK PKS D - 3 5 SURIANDA LUBIS, S.AG LK PKS S - 1 6 ABDUL RAHIM, S. ST LK PKS S - 1 7 DRS. ABD. MUFLIH SIMANULLANG LK PKS S - 1 8 MUSLIM LK PKS SMA 9 DRS. H. ZAKARIA RASYIDI LK PKS S - 1 10 SABAR SYAM SURYA SITEPU. H LK Partai Golkar SMA 11 BANGKIT SITEPU LK Partai Golkar SMA 12 H. HARDI MULYONO LK Partai Golkar SMEA 13 H. SYAHDANSYAH PUTRA LK Partai Golkar D - 3 14 CONRAD PARLIN NAINGGOLAN, SE LK Partai Golkar S - 1 15 SAKTI BAHAGIA ALIAS NANANG LK Partai Golkar SMA 16 DRS. H. ZULFAN , MBA LK Partai Demokrat S - 1 17 AZWAR ALIAS AZWAR MANDAY LK Partai Demokrat SMEA 18 SYAHRIZAL, SE LK Partai Demokrat S - 1 19 DRG. IDA MAWATI NABABAN PR Partai Demokrat S - 1 20 IR YUSRAN AMANSYAH LUBIS LK Partai Demokrat S - 1
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
21 SUPRAPTO, SH LK Partai Demokrat S - 1 22 JOHNY MARPAUNG, SM.HK LK PDI Perjuangan D - 3 23 USAHA GINTING LK PDI Perjuangan SMA 24 LUHUT HUTAGALUNG LK PDI Perjuangan SMA 25 DRS. MARUDUT NADAPDAP LK PDI Perjuangan S - 1 26 SUDARMI NETTI HERAWATI PR PDI Perjuangan SMA 27 TEGAP SEMBIRING LK PDI Perjuangan SMA 28 ZULKIFLI HUSEN, SE LK PAN S - 1 29 AHMAD ARIF, SE.MM LK PAN S - 2 30 DRS.PUTRAMA ALKHAIRI LK PAN S - 1 31 DRS.H.ADI MUNASIP, MM LK PAN S - 2 32 DRS.HM.SUBANDI,BSC LK PAN S - 1 33 TAHI SINAMBELA LK PDS SMA 34 DRA. ROSMAWATY L. TOBING,APT PR PDS S - 1 35 DRS. CARIAMAN HUTASOIT LK PDS S - 1 36 JANSEN SIBARANI LK PDS SMA 37 LANDEN MARBUN, SH LK PDS S - 1 38 H. M. YUNUS RASYID, SH. MHUM LK PPP S - 2 39 IR. AHMAD PARLINDUNGAN LK PPP S - 1 40 DRS. ZAINUDDIN NASUTION, DRS LK PPP S - 1 41 JUSMAR EFFENDI LK PPP SMEA 42 DRS. YUSERIZAL LUBIS LK PBR S - 1 43 YASNI RAHMA PR PBR SMA 44 SYAHRIZAL PANGEMANAN, SH LK PBR S - 1
45 Drs. Hendra DS LK Partai Patriot Pancasila S - 1
Sumber : Sekretariat DPRD Kota Medan
Dalam biografi data para anggota menunjukkan bahwa sebagian besar anggota
DPRD mengenyam pendidikan, pendidikan SLTA sebanyak 14 orang anggota dan
D3 sebanyak 3 orang, S1 sebanyak 24 orang dan pasca sarjana sebanyak 5 orang.
Dalam penelitian ini ditemukan perbedaan diantara kelompok pendidikan
yang bervariasi. Seperti kebanyakan studi lain tentang sikap politik, memperlihatkan
bahwa apa yang dicapai dibidang pendidikan terlihat mempunyai pengaruh penting
terhadap sikap politik. Orang yang tak terdidik atau orang yang mendapat pendidikan
terbatas adalah aktor politik yang berbeda dengan orang yang telah mencapai jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Ada sejumlah sebab untuk ini, satu diantaranya adalah
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
bahwa perbedaan pendidikan berkaitan erat dengan perbedaan karakteristik sosial
lainnya. Dengan demikian, apabila tingkat pendidikan dijadikan sebagai indikator
mengenai tingkat pemahaman anggota legislatif terhadap pelaksanaan tugas pokok
dan fungsinya sebagai wakil rakyat, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum
anggota Dewan yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi akan lebih memahami
teknik dan mekanisme badan legislatif serta aspirasi masyarakat yang diwakilinya.
Apabila hubungan antara pendidikan dengan kemampuan anggota legislatif tersebut
merupakan kenyataan, maka dapat dimengerti bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan, semakin tinggi pula kemampuan anggota dalam memahami hakekat
masyarakat dan badan legislatif.
Disamping pendidikan formal, semua anggota legislatif daerah juga dibekali
dengan pendidikan non formal yaitu melalui kursus-kursus, pelatihan-pelatihan dan
kegiatan-kegiatan lain yang diselenggarakan oleh partainya masing-masing.
Pendidikan non formal ini dapat menunjang anggota Dewan dalam melaksanakan
tugas pokok dan fungsinya terlebih lagi bagi anggota Dewan yang memiliki
pendidikan formal yang terbatas, sehingga harus dilengkapi dengan pendidikan non
formal yang memadai. Dari hasil wawancara dan pengamatan dilapangan, semua
anggota DPRD Kota Medan telah dibekali dengan pendidikan non formal dari
Partainya masing-masing, dengan kata lain tingkat pndidikan non formal anggota
Dewan secara keseluruhan sudah baik, namun tentunya terdapat perbedaan diantara
masing-masing anggota, baik mengenai jenis dan lamanya pendidikan non formal itu
berlangsung serta sikap dari anggota Dewan dalam mempergunakan pendidikan non
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
formal tersebut melalui praktek dilapangan khususnya dalam melaksanakan
fungsinya sebagai wakil rakyat.
Berikut ini juga adalah pendapat dari Ketua Fraksi Amanat Nasional DPRD
Kota Medan, ( Ahmad Arif, SE.MM ) yaitu bahwa :
“Semua anggota Dewan pernah mengikuti pendidikan non formal baik yang
diadakan oleh partai masing-masing, maupun yang diikuti atas dasar inisiatif
sendiri/diluar partai, baik yang jangka pendek maupun jangka panjang”
Dari pembahasan mengenai faktor pendidikan sebagaimana tersebut diatas,
nampak bahwa dalam konteks DPRD Kota Medan, tingkat pendidikan (baik formal
maupun non formal) pengaruhnya kecil terhadap kinerja Dewan. Karena dari segi
kualitas pendidikan anggota DPRD secara keseluruhan sudah baik. Sejumlah
informan yang diwawancarai juga mengatakan hal senada, seperti Ketua Fraksi
Demokrat DPRD Kota Medan, Bapak Azwar Manday
Pengalaman adalah suatu penghayatan akan makna dari setiap problem yang
ditemukan dalam pekerjaannya, yang mendorongnya untuk menjadi seorang inovator
, mengatakan bahwa : “Tingkat
pendidikan bukan merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja Dewan dan tidak
bisa dijadikan sebagai suatu ukuran untuk menilai kinerja DPRD “
“Dan Perlu diketahui bahwa anggota DPRD lahir bukan didasarkan pada
kualitas pendidikan, akan tetapi ditentukan oleh pilihan rakyat, sehingga komposisi
anggota DPRD tidak bisa dilihat dari komposisi kualitas pendidikan akan tetapi dari
kemampuan menghimpun suara melalui partai, dan pendidikan belum tentu menjamin
kinerja Dewan, apabila tidak dilengkapi dengan pengalaman-pengalaman yang lain”.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
yang bersedia merubah diri, karena belajar terus menerus dari lingkungannya.39
Pengalaman tidak sekedar berhenti dalam alam pikiran, tapi diwujudkan dalam
emosi, sikap, perbuatan, pandangan dan ketrampilan. Setiap pengalaman seharusnya
menyumbang sesuatu untuk menyiapkan seorang pribadi bagi pengalaman berikutnya
yang bersifat lebih dalam dan lebih luas. Dan itulah yang justru merupakan arti dari
pertumbuhan, kontinuitas dan rekonstruksi pengalaman. Pengalaman dapat menuntun
proses berpikir seseorang sehingga orang tersebut dapat bertindak benar dan
bijaksana.
Berkenaan dengan hal tersebut, faktor yang memperngaruhi kinerja seorang
anggota DPRD juga adalah pengalaman. Anggota DPRD dikatakan berpengalaman
yaitu jika ia senantiasa menghasilkan karya/pandangan baru dalam bidangnya,
bersikap adaptif dan inovatif, senantiasa mengikuti dan menyesuaikan diri dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selalu merubah strategi
pendekatannya dalam menangani masalah pembangunan, dan senantiasa
meningkatkan ketrampilan profesioanalnya sebagai anggota DPRD. Pendapat diatas
dibenarkan oleh sebagian besar informan yang berhasil diwawancarai, juga
diantaranya adalah anggota Fraksi Amanat Nasional DPRD Kota Medan, Bapak
Drs.Putrama Alkhairi
“Pada prinsipnya, pengalaman seseorang secara signifikan berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas-tugas yang diemban oleh anggota Dewan, karena pengalaman tersebut akan menjadi dasar pijakannya dalam menghadapi suatu masalah, disamping itu akan memberikan tambahan
, mengatakan :
39 Fanggidae. AM., 1975, Kepemimpinan Pendidikan, FIP Undana Kupang, Kupang. hal,14).
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
dalam berfikir, bersikap dan bertindak, termasuk dalam memanage permasalahan”.
Berkaitan dengan penelitian ini, maka pengalaman disini dibedakan menjadi :
a. Pengalaman di Lembaga Legislatif
Pengalaman anggota DPRD yang pernah duduk dalam lembaga legislatif
sebelumnya berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang
diembannya saat ini sebagai wakil rakyat, paling tidak dia dapat mengetahui
kekurangan-kekurangan yang ada pada periode sebelumnya untuk kemudian
berusaha memperbaikinya dengan langkah-langkah yang lebih tepat. Hal ini
sejalan dengan pendapat anggota Fraksi Golkar diatas, ( H.Hardi Mulyono )
Yakni :
“Pengalaman yang dimiliki oleh anggota DPRD yang pernah duduk di
lembaga Legislatif cukup berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi yang diemban oleh Dewan, karena dia bisa
mengetahui kendala-kendala yang ada dari periode sebelumnya,
sehingga pengalaman yang dimiliki oleh anggota yang pernah duduk
dilembaga legislatif tersebut dapat membantu memecahkan persoalan
yang dihadapi”.
Salah seorang anggota Fraksi Amanat Nasional tersebut diatas (Drs.Putrama
Alkhairi ) juga menambahkan, bahwa :
“Pengalaman sebagai anggota legislatif jelas sangat berpengaruh,
karena anggota DPRD yang pernah duduk di lembaga legislatif tidak
perlu belajar lagi bagaimana harus berperan sebagai anggota Dewan,
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
lain halnya dengan yang belum pernah sama sekali, paling tidak pada
etika, sikap dan pemahaman tentang jalannya pemerintahan”.
b. Pengalaman Dalam Organisasi Kemasyarakatan
Pengalaman anggota DPRD dalam Organisasi Kemasyarakatan sangat
penting dan sangat mendukung kinerja Dewan, sebagaimana dikemukakan
oleh salah seorang tokoh masyarakat yang menjadi informan dalam penelitian
ini, yakni Salah Satu Tokoh masyarakat di Kecamatan Medan Denai, Bapak
Drs. Efendy Sipayung
“Setiap anggota DPRD pasti pernah aktif dalam organisasi
kemasyarakatan baik itu dalam lingkup kecil sampai lingkup nasional,
mengatakan :
“Menurut Saya, Pengalaman anggota DPRD dalam organisasi
kemasyarakatan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja
Dewan, karena apabila anggota Dewan sudah terbiasa atau
berpengalaman dalam organisasi kemasyarakatan, maka dia akan
terbiasa dengan tugas-tugas yang akan dihadapi sebagai anggota
Dewan, karena tugas sebagai anggota Dewan bisa dikatakan
berlangsung selama dua puluh empat jam, sehingga apabila ia tidak
terbiasa, maka akan sulit menyesuaikan diri”
Dari hasil pengamatan di lapangan, sebagian besar anggota DPRD Kota
Medan telah memiliki pengalaman yang cukup banyak dalam organisasi
kemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ketua Fraksi Demokrat (
Azwar Manday ), yakni :
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
meskipun tidak menutup kemungkinan ada juga beberapa anggota
Dewan yang tidak begitu aktif dalam organisasi kemasyarakatan”.
c. Pengalaman Dalam Partai Politik
Pengalaman dalam partai politik ini sangat berpengaruh terhadap
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang diemban anggota Dewan sebagai
wakil rakyat Karena bagaimanapun pengalaman ini akan sangat menentukan
tingkat kematangan dalam berpolitik. Pengalaman dalam partai politik ini
dapat dilihat dari lamanya anggota Dewan aktif dalam organisasi
politik/partainya. Dari hasil Observasi, terlihat bahwa ada beberapa anggota
Dewan yang belum lama berkecimpung dalam dunia politik, hal ini seiring
dengan terbukanya kran demokratisasi dalam masyarakat yang menghasilkan
pemilu multi partai sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada sebagian
anggota legislatif Kota Medan yang kurang berpengalaman dalam organisasi
politik. Sebenarnya sistem pemilu yang kita anut sudah sangat memadai untuk
mendapatkan wakil rakyat yang representatif, namun mekanisme pelaksanaan
sistem perwakilan berimbang dengan stelsel daftar yang kita anut, telah
banyak memunculkan tokoh-tokoh masyarakat karbitan. Penggunaan Vote
Getter yang dikenal selama ini, telah membuka kemungkinan bagi munculnya
tokoh yang sama sekali tidak dikenal oleh masyarakat.
Dari ketiga variabel pengaruh tersebut, dapat disimpulkan bahwa variabel
pengalaman merupakan faktor dominan dalam mempengaruhi kinerja dewan,
karena dengan pengalamannya itu, anggota dewan dapat menggali informasi yang
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
berkualitas, valid dan dapat memanfaatkan informasi yang ada secara lebih tepat,
sehingga dapat melakukan pengambilan kebijakan yang tepat pula. Faktor kedua
adalah pentingnya data/informasi, sedangkan faktor pendidikan menempati posisi
terakhir karena pengaruhnya terhadap kinerja Dewan relatif kecil.
3. Informasi
Informasi adalah data yang tersusun sedemikian rupa sehingga bermakna dan
bermanfaat karena dapat dikemukakan pada seseorang yang akan menggunakannya
untuk membuat suatu keputusan. Informasi yang salah bisa menyesatkan, kita bisa
salah mengambil sikap, salah menganalisa sehingga salah pula dalam mengambil
keputusan. Memang informasi langsung atau tidak langsung mempengaruhi hidup
kita, cara pandang, cara berfikir dan cara bertindak. Hal yang penting dalam topik ini
adalah terlambatnya anggota Legislatif dalam memperoleh informasi yang diperlukan
dibandingkan dengan pihak Eksekutif. Kondisi ini dapat dimaklumi sebab pihak
Eksekutiflah yang bergelut dengan masalah kenegaraan sehari-hari.
Dalam hal ini DPRD dapat memperoses atau menindak lanjuti informasi
yang masuk sebagai kelengkapan melalui komisi kemudian kepada pimpinan untuk
dapat ditindak lanjuti atau diteruskan pada instansi yang lebih tinggi apakah
diselesaikan pada Pemerintah Daerah atau juga melalui proses hukum.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Kemudian informasi yang masuk ke Dewan dikelola sesuai dengan yang
berlaku untuk layak ditindak lanjuti kepada komisi yang bersangkutan sesuai dengan
bidang-bidangnya lalu disampaikan kepada pimpinan untuk diambil suatu kebijakan.
Dengan demikian, apabila keterbukaan menerima dan menyampaikan informasi
dijadikan sebagai indikator dalam proses pemahaman anggota legislatif terhadap
pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya sebagai wakil rakyat, maka dapat
disimpulkan bahwa secara umum anggota dewan dalam keterbukaan menerima dan
menyampaikan informasi sudah cukup baik karena usaha DPRD dalam menghimpun
informasi dengan melakukan : pendekatan dengan Pemerintah Kecamatan untuk
mencoba mengenali aspirasi masyarakat setempat yang sudah disimpulkan oleh
Camat setempat. Dan anggota Dewan melalui fraksinya masing-masing terjun
langsung kedaerah yang diwakilinya untuk mengetahui masih adakah masalah-
masalah yang belum tertampung, selanjutnya masalah tersebut digodok oleh fraksi
masing-masing, kemudian dengan pertimbangan fraksi ditentukan skala prioritas
mana yang harus didahulukan dan mana yang ditangguhkan, setelah itu baru
dimatangkan dalam komisi. Sehingga keterbukaan menerima dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan pendekatan tersebut akan dapat mempengaruhi
kinerja anggota Dewan dalam memahami hakekat masyarakat dan badan legislatif
yaitu dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya sebagai fungsi legislasi,
pengawasan dan fungsi regulator konlik.
Dari segi intensitas dalam menyerap informasi dari masyarakat masih belum
baik karena DPRD dalam menyerap informasi dari masyarakat masih tergantung pada
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
individu Dewan masing-masing dan masih melihat kondisi yang ada untuk
disampaikan pada pimpinanan.
Penampungan informasi sangat tergantung pada social control masyarakat,
dimana jika tingkat keperduliannya tinggi maka tinggal diperlukan tindak lanjut
berbentuk keputusan yang dapat diterima dan berlaku umum. Sebaliknya jika
pemahaman akan hak-hak rakyat masih relatif masih kurang dapat dikembangkan
melalui penciptaan ruang agar informasi itu dapat tersalurkan. Berbagai metode dapat
dikembangkan baik antar individu maupun melalui kelompok dengan proyeksi
intensitas dalam penyerapan informasi itu akan dijadikan sebagai dasar
pertimabangan dalam rumusan kebijakan.
Dengan demikian informasi yang ada selama ini berdasarkan pengamatan di
lapangan dirasakan belum relevan dan belum memiliki validitas yang tinggi karena
informasi yang diperoleh belum tentu sesuai terhadap permasalahan yang dihadapi
dan informasi dari masyarakat maupun LSM tersebut belum tentu benar, untuk itu
diperlukan kerja keras anggota Dewan untuk aktif mencari sumber informasi lain
yang lebih tepat dan akurat sehingga intensitas dalam menyerap informasi yang
belum relevan dan belum memadai tersebut akan dapat mempengaruhi kinerja
anggota Dewan dalam memahami hakekat masyarakat dan badan legislatif yaitu
dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya sebagai fungsi legislasi, pengawasan
dan fungsi regulator konflik.
Dari hasil observasi, ternyata data/informasi yang dimiliki oleh DPRD cukup
banyak tersedia, baik itu melalui informasi yang disampaikan oleh masyarakat yang
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
secara langsung datang ke gedung DPRD maupun dalam bentuk surat atau
pengiriman delegasi. Disamping itu anggota Dewan juga aktif dalam mencari dan
menggali data/informasi tersebut melalui kunjungan ke daerah-daerah. Usaha DPRD
dalam menghimpun data/informasi ini dapat terlihat dari hasil wawancara dengan
Ketua Fraksi Demokrat, ( Azwar Manday ) ia mengatakan :
“Beberapa cara yang dipakai DPRD dalam menggali informasi dari masyarakat antara lain :
Pertama : melakukan pendekatan dengan Pemerintah Kota untuk mencoba mengenali aspirasi masyarakat setempat yang sudah disimpulkan oleh Walikota.
Kedua : Anggota Dewan melalui fraksinya masing-masing terjun langsung ke Daerah yang diwakilinya, untuk mengetahui masih adakah masalah-masalah yang belum tertampung, selanjutnya masalah tersebut digodok oleh fraksi masing-masing, kemudian dengan pertimbangan fraksi ditentukan skala prioritas mana yang harus didahulukan dan mana yang ditangguhkan, setelah itu baru dimatangkan dalam komisi”.
Informasi yang berkualitas adalah informasi yang relevan, tepat waktu, dan
akurat. Informasi ini pada dasarnya bersumber dari data yang sudah diolah, sehingga
mempunyai nilai tambah tersendiri.
Beberapa aspek yang menentukan kualitas/mutu informasi, yaitu :
- Ketelitian (informasi tersaji harus secara cermat, tidak terdapat kesalahan
sekecil apapun);
- Dapat dipercaya dan dibuktikan kebenaranya, lengkap dan tepat serta Up-
to-date.
- Derajat ketidakpastiannya (degree of uncertainty) bisa diprediksi.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Dari hasil pengamatan, kualitas data/informasi yang diterima DPRD masih
rendah/kurang berkualitas dalam arti informasi tersebut masih mentah jadi perlu
diolah kembali dengan membandingkannya dengan berbagai sumber informasi yang
lain, sebagaimana juga diungkapkan oleh Ketua Fraksi PAN ( Ahmad Arif, SE, MM )
Yakni :
“Memang informasi yang didapatkan dari masyarakat sudah cukup banyak,
namun masih diragukan kualitasnya, untuk itu perlu dilakukan cross check kembali
kepada sumber informasi yang lain, sehingga didapatkan data/informasi yang benar-
benar berkualitas”.
a. Validitas data/informasi
Validitas data/informasi yang dimaksud disini adalah apakah
data/informasi yang diperoleh anggota Dewan telah benar-benar sesuai
dengan permasalahan yang dihadapi, karena Informasi yang tepat untuk
pencari informasi yang tepat, akan menentukan keputusan yang tepat pula.
Karena itu, informasi yang bernilai tinggi akan mendukung pengambilan
keputusan yang tepat. Informasi yang ada selama ini berdasarkan pengamatan
di lapangan dirasakan belum relevan dan belum memiliki validitas yang
tinggi terhadap permasalahan yang dihadapi, untuk itu diperlukan kerja keras
dari anggota Dewan untuk aktif mencari sumber informasi lain yang lebih
tepat dan akurat. Kondisi ini diakui oleh salah seorang anggota DPRD Kota
Medan dari Fraksi Golkar, Bapak H. Hardi Mulyono yaitu :
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
“Data/informasi yang dimiliki oleh DPRD kurang memadai dengan permasalahan yang dihadapi, sehingga seringkali anggota DPRD tertentu mendapatkannya bukan dari DPRD tetapi dari jalur informal/pribadi, dan tidak semua anggota DPRD memilikinya, tergantung dari kualitas SDM anggota Dewan dan kemauan untuk menggali informasi yang valid”
Disamping itu, ia juga menambahkan bahwa :
“Informasi yang kita peroleh belum tentu sesuai dengan permasalahan yang kita hadapi, karena informasi dari masyarakat maupun LSM tersebut belum tentu benar”.
b. Pemanfaatan data/informasi
Maksud dari pemanfaatan data/informasi disini adalah apakah
data/informasi yang berhasil dihimpun dari berbagai sumber tersebut telah
dimanfaatkan secara optimal oleh anggota Dewan dalam rangka memecahkan
permasalahan masyarakat atau dalam melaksanakan tugasnya sebagai wakil
rakyat sehari-hari. Informasi merupakan kebutuhan utama manusia pada
milenium ketiga, terutama dalam proses pengambilan keputusan, dan yang
penting informasi harus mempunyai nilai yang mengagumkan, yang dapat
mengacu kepada suatu keputusan. Apabila tidak terlibat adanya pemilihan dan
keputusan, informasi akan menjadi tidak perlu, sedangkan pengertian
keputusan ini dapat berkisar dari yang sederhana sampai kepada hal-hal yang
menyangkut strategi jangka panjang. Kita tidak dapat menimbang atau
menilai informasi apabila kita tidak mengetahui keputusan yang dipengaruhi
olehnya.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada beberapa informan
terlihat bahwa informasi yang ada belum dimanfaatkan secara optimal oleh
Dewan dalam mengambil suatu kebijakan, diantaranya karena informasi yang
ada belum tentu akurat, tidak sesuai dengan kenyataan yang ada sehingga
belum dapat digunakan sebagai dasar untuk pengambilan suatu keputusan.
Disini diperlukan adanya sarana pelayanan informasi yang akan menyediakan
berbagai informasi yang memadai dan mudah diperoleh, karena tanpa
informasi yang memadai dan mudah diperoleh maka para anggota legislatif
akan mengalami kesulitan dalam membahas berbagai masalah dengan mitra
kerjanya.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1. Simpulan
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
1. DPRD Kota Medan hingga saat ini belum menunjukkan suatu kinerja yang
optimal dan berkualitas, dengan kata lain kinerja yang dihasilkan masih
rendah. Hal ini dapat dilihat dari indikator akuntabilitas, responsivitas dan
efektifitas.
2. Akuntabilitas, dari seberapa besar kegiatan DPRD dan kebijakannya telah
sesuai dengan fungsi dan wewenangnya konsisten dengan kehendak
masyarakat dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat masih jauh
yang diharapkan. Dimana selama ini fungsi dan hak-hak DPRD yang ada
selalu digunakan sebagai alat pemenuhan kesejahtraan anggota DPRD semata
serta kepentingan partai politik dari anggota DPRD tersebut. Dilihat dari
pelaksanaan fungsinya sebagai pembuat kebijakan belum mampu menjawab
persoalan yang ada dan tidak sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan
masyarakat. Hal ini disebabkan ide kebijakan berasal dari Eksekutif yang nota
bene mencari PAD dan kebijakan dimaksud membebankan masyarakat.
3. Responsivitas, ditinjau dari tingkat seberapa jauh anggota DPRD tanggap dan
bisa memahami kondisi yang berkembang dan apa yang menjadi prioritas
untuk ditangani sesuai dengan aspirasi masyarakat yang sedang berkembang.
Tingkat responsivitas anggota DPRD dapat dikatakan baik, hal ini seringnya
DPRD merespon pengaduan dan surat yang masuk atau mengadakan rapat
kerja dengan Perangkat Daerah. Namun hal ini belum diimbangi dari
banyaknya tuntutan/aspirasi masyarakat yang disampaikan kepada lembaga
ini, baik dalam bentuk unjuk rasa, mengirim delegasi hingga meminta audensi
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
dengan anggota DPRD. Kondisi ini menunjukkan bahwa DPRD sebagai
fungsi regulator konflik yaitu DPRD harus mampu bertindak arif dan adil
tanpa memihak pada kepentingan kelompok tertentu sehingga solusi yang
diambil merupakan jalan tengah sekaligus alternatif terbaik pula. Namun
tingginya ekspektasi masyarakat ini belum diimbangi dengan sikap responsiv
dan langkah konkrit dari Lembaga Legislatif Daerah untuk menindaklanjuti
tuntutan dan aspirasi masyarakat tersebut.
4. Efektifitas, dilihat dari tujuan organisasi sebagai penayambung aspirasi
masyarakat daerah dapat melaksanakan fungsinya serta memberikan
pelayanan dari amanat fungsi yang diemabannya. Hal ini dapat dilihat bahwa
tingkat keefektifan DPRD masih rendah, yakni belum adnya action atau
kebijakan DPRD dalam pelaksanaan fungsinya, khususnya dalam fungsi
legislasi dan pengawasan yaitu mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
sampai pada pelaporan, karena DPRD memiliki kewenangan untuk
menentukan arah dan kebijaksanaan umum APBD serta dalam pelaksanaan
Peraturan Daerah. Bahkan Peraturan Daerah yang ada hanya merupakan hasil
rancangan (inisiatif) dari pihak Eksekutif. DPRD hanya melakukan
pembahasan dan memberikan persetujuan untuk diberlakukan.
4.2. Saran
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Dalam rangka peningkatan kinerja Lembaga Legislatif Daerah khususnya
kinerja DPRD Kota Medan, ditinjau dari faktor akuntabilitas, responsivitas dan
efektifitasnya perlu diadakan yakni :
a. Pengenalan dan orientasi terhadap pelaksanaan fungsi DPRD melalui
pelatihan/kursus sehingga mereka benar-benar memahami dan mengerti
terhadap fungsinya dan Peraturan Tata Tertib DPRD yang ada selaku
lembaga perwakilan masyarakat daerah. Khususnya pelaksanaan fungsi
peningkatan kemampuan dalam pembuatan kebijakan dan memberikan
respon serta menampung aspirasi masyarakat yang berkembang.
b. Mengingatkan anggota Legislatif atas tugas dan amanat yang diemabannya
serta memberikan dasar legitimasi secara terus menerus, sehingga legislatif
tidak lagi dalam keraguan dan terjebak dalam semangat yang sempit yang
hanya memperhatikan kepentingan pribadi maupun golongannya.
c. Anggota Legislatif dapat menyelenggarakan kerja sama dengan institusi-
institusi diluar DPRD yang memungkinkan anggota Legislatif lokal
mengkaji dengan seksama masalah yang dihadapi dan kapasitas yang
dimiliki. Dari proses ini diharapkan muncul semacam kesadaran untuk
meningkatkan kapasitas dalam kinerjanya dan sekaligus pemahaman
mengenai segi-segi yang hendak ditingkatkan, khususnya peningkatan
kemampuan dalam pelaksanaan fungsinya.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan dan Perundang-Undangan
Undang-Undang No 32 tahun 2004. Tentang Pemerintahan Daerah.
Buku
Bernardin, Jhon, and Russel, E. A. Joyce,1998, Human Resource Management :
An Experiental Aproach.
Dwiyanto, Agus, 1995, Penilian Kinerja Organisasi Publik, Makalah dalam
Seminar Sehari : Kinerja Organisasi Sektor Publik, Kebijakan dan
Penerapannya, Fisipol UGM, Yogyakarta.
------------------- 2001, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Pusat Studi
Kependudukan dan Kebijakan, UGM, Yogyakarta.
Echols, John M, and Shadily, Hassan, 1992, An English-Indonesian Dictionary
(Kamus Inggris Indonesia), PT Gramedia, Jakarta.
Fanggidae. AM., 1975, Kepemimpinan Pendidikan, FIP Undana Kupang, Kupang.
hal,14).
Gaffar, Afan, 2000, Politik Indonesia : Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.
Gomes, Faustino Cardoso 1995, Manajemen Sumber Daya Manusia, Andi Offset,
Yogyakarta.
Huntington, P. Samuel and Nelson, Joan, 1994, Partisipasi Politik di Negara
Berkembang, (Terjemahan), S. Simamora, Rineka Cipta, Jakarta.
Imawan, Riswandha, 2000, Agenda Politik dan Ekonomi Dalam Format
Reformasi Menuju Terbentuknya Masyarakat Madani, Dalam
Membongkar Mitos Masyarakat Madani, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
------------------------- 1993, Faktor-Faktor Yang Menghambat Usaha Optimasi
Peran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dalam Fungsi
Legislatif Dalam Sistem Politik Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Johan Hasselgren,1995, Sejarah Kota Medan, Bina Media, Hal 23.
Kaho, Josef Riwo, 1991, Prospek Otonomi Daerah di Negara RI (Identifikasi
Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Penyelenggaraan), CV.
Rajawali, Jakarta.
Keban, Yeremias T, 1995, Indikator Kinerja Pemerintah Daerah : Pendekatan
Manajement dan Kebijakan, Seminar Sehari Kinerja Organisasi Sektor
Publik, Kebijakan dan Penerapan, 20 Mei 1995, Yogyakarta, MAP-UGM.
Kumorotomo, Wahyudi dan Subando, Margono, Agus, 1998, Sistem Informasi
Manajement Dalam Organisasi Publik, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Levelt Dalam Djoko Prakoso, 1985, Proses Pembuatan Peraturan Daerah dan
Beberapa Usaha Penyempurnaannya, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Moleong, Lexy J 1995, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Karya, Bandung.
Nawawi, Hadari 1992, Metode Penelitian Bidang Sosial, Press, Yogyakarta.
Prawirosentono, Suyudi, 1992, Kebijakan Kinerja Karyawan : Kiat Membangun
Organisasi Kompetitif Menjelang Perdagangan Bebas Dunia, BPFE,
Yogyakarta.
Sanit, Arbi, 1985, Perwakilan Politik di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta.
Siagian, P. Sondang 2000, Organisasi, Kepemimpinan dan Prilaku Administrasi,
PT. Gunung Agung, Jakarta.
Syamsi, Ibnu 1994, Pokok-Pokok Organisasi dan Manajement, Rineka Cipta,
Jakarta
Suhartono, dkk, 2000, Parlemen Desa, Dinamika DPR Kelurahan dan DPRK
Gotong Royong, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta.
Singarimbun, Masri dan Sofyan Efendi, 1983, Metode Penelitian Survei, LP3ES,
Jakarta.
Thoha, Miftah 1989, Pembinaan Organisasi : Proses Diagnosa dan Intervensi,
Rajawali, Jakarta.
Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.
Zauhar, Soesilo, 1996, Reformasi Administrasi : Konsep, Dimensi dan Strategi,
Bumi Aksara, Jakarta.