83
1 KINERJA REKSADANA SAHAM DAN REKSADANA OBLIGASI UNTUK MENGETAHUI KELAYAKAN SUATU REKSADANA DI BURSA EFEK INDONESIA Nani Purwasih Retno Endah Supeni Bayu Wijayantini ABSTRACT This study evaluated the performance of mutual funds of stocks and mutual funds to determine the feasibility of a bond mutual funds in Indonesia Stock Exchange. This study aims to quantify and analyze the profitability and level of risk and analyze the performance of stock mutual funds and bond mutual funds. The design of the research conducted using secondary data from Net Asset Value (NAV) of mutual fund shares and bonds, the interest rate of Bank Indonesia Certificates (SBI), LQ-45 index, average bank deposit rate 12-month period, and the Composite Stock Price Index (CSPI). This research method by direct comparison (Average of Return) and use the index to include an element of risk (Sharpe, Jensen, and Treynor performance index). Comparison of the LQ-45 is used for mutual fund shares and average bank deposit rate for the 12 month period bond mutual funds. These results indicate that the return to the top mutual fund shares is the Portfolio Panin Dana Maxima but not followed by the risks of beta and standard deviation, and the highest return for bond mutual funds are Lautandhana Fixed Income is also followed by the risks of beta and standard deviation. Meanwhile, according to the proper performance of mutual fund shares have two mutual fund is considered to be feasible in select mutual funds and bonds for which there are 8 decent bond mutual funds in select. Keyword :Risk, Return, Equity Funds and Fixed Income Funds ABSTRAK Penelitian ini mengevaluasi dari kinerja reksadana saham dan reksadana obligasi untuk mengetahui kelayakan suatu reksadana di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung dan menganalisis tingkat keuntungan dan tingkat risiko serta menganalisis kinerja dari reksadana saham dan reksadana obligasi. Rancangan penelitian yang dilakukan menggunakan data sekunder berupa Nilai Aktiva Bersih (NAB) dari reksadana saham dan reksadana obligasi, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Indeks LQ-45, Rata-rata bunga deposito perbankan periode 12 bulan, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Metode penelitian ini dengan cara perbandingan secara langsung(Average of Return) dan menggunakan Indeks yang memasukkan unsur risiko (indeks kinerja Sharpe, indeks kinerja Treynor dan indeks kinerja Jensen). Pembanding yang digunakan yaitu LQ-45 untuk reksadana saham dan Rata-rata bunga deposito perbankan periode 12 bulan untuk reksadana obligasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa return untuk reksadana saham yang tertinggi adalah Portofolio Panin Dana Maxima namun tidak diikuti oleh risiko yang

KINERJA REKSADANA SAHAM DAN REKSADANA OBLIGASI …digilib.unmuhjember.ac.id/files/disk1/29/umj-1x-nanipurwas-1409-1... · diperlukan untuk melakukan penilaian dalam kinerjanya untuk

  • Upload
    dominh

  • View
    238

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

1

KINERJA REKSADANA SAHAM DAN REKSADANA OBLIGASI UNTUK

MENGETAHUI KELAYAKAN SUATU REKSADANA DI BURSA EFEK

INDONESIA

Nani Purwasih

Retno Endah Supeni

Bayu Wijayantini

ABSTRACT

This study evaluated the performance of mutual funds of stocks and mutual funds

to determine the feasibility of a bond mutual funds in Indonesia Stock Exchange. This

study aims to quantify and analyze the profitability and level of risk and analyze the

performance of stock mutual funds and bond mutual funds.

The design of the research conducted using secondary data from Net Asset

Value (NAV) of mutual fund shares and bonds, the interest rate of Bank Indonesia

Certificates (SBI), LQ-45 index, average bank deposit rate 12-month period, and the

Composite Stock Price Index (CSPI). This research method by direct comparison

(Average of Return) and use the index to include an element of risk (Sharpe, Jensen,

and Treynor performance index). Comparison of the LQ-45 is used for mutual fund

shares and average bank deposit rate for the 12 month period bond mutual funds.

These results indicate that the return to the top mutual fund shares is the

Portfolio Panin Dana Maxima but not followed by the risks of beta and standard

deviation, and the highest return for bond mutual funds are Lautandhana Fixed Income

is also followed by the risks of beta and standard deviation. Meanwhile, according to

the proper performance of mutual fund shares have two mutual fund is considered to be

feasible in select mutual funds and bonds for which there are 8 decent bond mutual

funds in select.

Keyword :Risk, Return, Equity Funds and Fixed Income Funds

ABSTRAK

Penelitian ini mengevaluasi dari kinerja reksadana saham dan reksadana obligasi

untuk mengetahui kelayakan suatu reksadana di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini

bertujuan untuk menghitung dan menganalisis tingkat keuntungan dan tingkat risiko

serta menganalisis kinerja dari reksadana saham dan reksadana obligasi.

Rancangan penelitian yang dilakukan menggunakan data sekunder berupa Nilai

Aktiva Bersih (NAB) dari reksadana saham dan reksadana obligasi, suku bunga

Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Indeks LQ-45, Rata-rata bunga deposito perbankan

periode 12 bulan, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Metode penelitian ini

dengan cara perbandingan secara langsung(Average of Return) dan menggunakan

Indeks yang memasukkan unsur risiko (indeks kinerja Sharpe, indeks kinerja Treynor

dan indeks kinerja Jensen). Pembanding yang digunakan yaitu LQ-45 untuk reksadana

saham dan Rata-rata bunga deposito perbankan periode 12 bulan untuk reksadana

obligasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa return untuk reksadana saham yang

tertinggi adalah Portofolio Panin Dana Maxima namun tidak diikuti oleh risiko yang

2

berupa beta dan deviasi standar, dan untuk reksadana obligasi return tertinggi adalah

Lautandhana Fixed Income yang juga diikuti oleh risiko yang berupa beta dan deviasi

standar. Sedangkan menurut kinerja reksadana saham yang layak terdapat 2 reksadana

yang di nyatakan layak di pilih dan untuk reksadana obligasi terdapat 8 reksadana

obligasi yang layak di pilih.

Kata kunci : Risk, Return, Reksadana Saham , Reksadana Obligasi

PENDAHULUAN

Portofolio investasi reksadana dapat dibedakan menjadi 4 (empat) yaitu

reksadana pasar uang, reksadana pendapatan tetap (obligasi), reksadana saham dan

reksadana campuran. Dari keempat macam reksadana ini 2 (dua) yang dipilih oleh

peneliti yaitu reksadana saham dan reksadana obligasi, hal ini dikarenakan kedua

reksadana tersebut memiliki risiko yang relatif tinggi namun menghasilkan tingkat

pengembalian (return) yang tinggi pula. serta memiliki jumlah NAB yang tinggi dari ke

dua reksadana lainya (reksadana pasar uang dan reksadana campuran), Sehingga sangat

diperlukan untuk melakukan penilaian dalam kinerjanya untuk mengetahui kelayakan

dari reksadana yang dilakukan oleh menejer investasi. Darmadji (2011 : 169).

Analisis portofolio sangatlah penting karena investor selalu mengharapkan

pencapaian tingkat keuntungan atau return yang maksimal pada tingkat risiko tertentu,

Sehingga manajer investasi reksadana selalu berusaha untuk mencari jalan dalam

memaksimalkan return harapan dan mengurangi risiko portofolionya.

Penelitian mengenai penilaian kinerja reksadana telah dilakukan oleh beberapa

peneliti, diantaranya oleh Fathul Mubin (2001) yang melakukan evaluasi kinerja

reksadana saham terhadap pasar, penelitian ini menggunakan sampel 20 reksadana pada

periode Januari 1997- Juni 2001. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa, berdasarkan

average of return terdapat 15 reksadana yang layak dipilih tanpa memasukkan unsure

risiko. Berdasarkan uji Sharpe ada 14 reksadana dengan average of return -0,0799,

dengan uji Terynor ada 7 reksadana dengan average of return -0,0039, dan dengan uji

Jensen ada 8 reksadana dengan average of return -0,0065.

Evaluasi kinerja reksadana menjadi salah satu parameter bagi investor pasif

dalam menempatkan investasinya pada masa mendatang. Dan sebagai investor tentunya

lebih menyukai untuk mampu mengidentifikasikan reksadana yang mampu

menghasilkan return yang tinggi. Dari evaluasi kinerja reksadana saham dan reksadana

obligasi suatu kelayakan sangatlah penting dalam mengukur kinerja reksadana. Kinerja

3

bisa dikatakan layak apabila kinerja tersebut mampu memberikan kinerja yang efektif

dan efisien, dimana kinerja tersebut fungsi utamanya adalah berusaha menentukan

apakah kinerja masa lalu tergolong superior atau inferior. Dikatakan superior atau layak

apabila reksadana tersebut mampu memberikan kinerja diatas kinerja tolok ukur dan

sebaliknya, sehingga para investor bisa mengukur investasi manakah yang akan mereka

pilih untuk masa yang akan datang. Sedangkan untuk para manajer investasi bisa

memperbaiki kinerja dari masing-masing reksadana saham maupun reksadana obligasi.

Husnan (2003 : 445)

Meskipun berinvestasi dalam reksadana pada awalnya memberikan kemudahan

bagi para investor kecil dan menengah, namun adanya sarana tersebut tidak menjamin

berinvestai dalam reksadana aman terhadap risiko. Investor selalu mengharapkan

pencapaian tingkat keuntungan atau return yang maksimal pada tingkat risiko tertentu.

Oleh karena itu untuk dapat menentukan pilihan investasi yang efisien maka diperlukan

pengukuran kinerja pada reksadana saham dan reksadana obligasi.

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana tingkat keuntungan (Return) dan tingkat risiko (Risk) reksadana saham

dan reksadana obligasi di Bursa Efek Indonesia ?

2. Bagaimana kelayakan dari kinerja reksadana saham dan reksadana obligasi di

Bursa Efek Indonesia ?

TUJUAN

1. Untuk mengetahui tingkat keuntungan (Return) dan tingkat risiko (Risk) pada

reksadana saham dan reksadana obligasi.

2. Untuk mengetahui kelayakan dari kinerja reksadana saham dan reksadana

obligasi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini didesain untuk mengetahui kinerja reksadana saham dan reksadana

obligasi untuk mengetahui kelayakan (performance) suatu reksadana di Bursa Efek

Indonesia. Untuk analisis dititik beratkan pada tingkat kelayakan (performance) suatu

reksadana dan mempertahankan return-nya terhadap portofolio tolok ukur (benchmark

4

portofolio), sehingga diharapkan kesimpulan melalui analisis perhitungan untuk

menentukan reksadana yang mempunyai kinerja diatas kinerja portofolio tolok ukur.

Husnan (2003 : 445)

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa Nilai Aktiva Bersih (NAB) per

Unit Penyertaan (UP) dan Indeks LQ-45 yang diperoleh dari internet, rata-rata bunga

deposito perbankan periode 12 bulan dari internet serta tingkat suku bunga sertifikat

bank Indonesia (SBI) dari internet.

Untuk menganalisis Kinerja Reksadana Saham dan Reksadana Obligasi untuk

Mengetahui Kelayakan suatu reksadana di Bursa Efek Indonesia, maka dapat dilakukan

tahapan analisis sebagai berikut :

Menghitung Tingkat Keuntungan dan Tingkat Risiko Reksadana saham dan

reksadana obligasi.

Teknik yang digunakan dalam menghitung tingkat keuntungan dan tingkat risiko

reksadana adalah sebagai berikut :

a. Menghitung tingkat keuntungan reksadana dengan rumus sebagai berikut

(Jogiyanto, 2000 : 108) :

Capital Gain (Loss) =

Yield =

Return = Capital Gain (Loss) + Yield

= + Yield

Dimana :

= Return atau tingkat keuntungan portofolio

= Nilai pasar portofolio pada akhir periode

= Nilai pasar portofolio pada awal periode

= Pembagian kas pada akhir periode (deviden yield)

Keuntungan portofolio ( ) seringkali disebut keuntungan selama periode / historis

(Fabozzi, 1999: 65). Return realisasi dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi

penting karena digunakan sebagau salah satu pengukur kinerja perusahaan dan juga

sebagai dasar pembentukan return harapan portofolio E( dan risiko mendatang.

5

Untuk menghitung tingkat keuntungan dalam persamaan tersebut ada 3 (tiga) asumsi

yang harus diperhatikan yaitu :

1. Keuntungan yang tidak dibagikan (diinvestasikan pada portofolio selama periode

evaluasi).

2. Pembayaran kas atau dividen dihitung pada akhir periode evaluasi umumnya per

kwartal atau per tahun.

3. Tidak adanya dana yang masuk selama periode evaluasi.

b. Menghitung Tingkat Risiko berupa Beta dan Deviasi Standar masing-masing

reksadana saham dan reksadana obligasi.

Risiko sistematis (beta) adalah koefisien regresi antara dua variabel yaitu

kelebihan tingkat keuntungan pasar (excess return of market portofolio) dan kelebihan

keuntungan suatu portofolio (excess return of portofolio) (Husnan, 2003 : 162). Risiko

sistematis dapat diketahui dengan menggunakan analisis CAPM (Capital Asset Priccing

Model) sebagai berikut :

= ∑{( )( )} )( )}

{∑( }

Dimana :

= risiko sistematis pada portofolio

= return untuk portofolio pasar pada periode pengamatan

= return investasi bebas risiko

( ) = excess return of market portofolio

( ) = excess return of portofolio

( ) = rata-rata dari excess return of market portofolio

( ) = rata-rata dari excess return of portofolio

n = jumlah dari observasi

Return portofolio pasar ( ) dihitung dengan rumus :

=

Dimana :

= return untuk portofolio pasar

= Indeks Harga Saham Gabungan pada periode t

6

= Indeks Harga Saham Gabungan pada periode sebelum t

Deviasi standar sebagai pengukuran risiko unsistematis selain juga risiko sistematis dari

suatu sekuritas / portofolio yang dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut

(Jogiyanto, 1998 :124)

n - 1

Dimana :

= Deviasi Standar (risiko total)

= return portofolio

= return rata-rata portofolio

n = jumlah dari observasi

Menganalisis Kelayakan dari Kinerja Reksadana Saham dan Reksadana Obligasi.

Teknik yang digunakan dalam menganalisis kelayakan kinerja portofolio adalah

sebagai berikut : Husnan (2003 : 445)

a. Penilaian Kelayakan Kinerja Reksadana Saham dan Reksadana Obligasi

dengan menggunakan Perbandingan Secara Langsung tanpa memasukan unsur

risiko.

1. Tolok ukur kinerja yang dipilih untuk kelompok reksadana saham adalah LQ-45

karena indeks tersebut dapat mewakili harga pasar saham dibursa efek dan

memiliki tingkat perdagangan (likuiditas yang tinggi).

2. Sedangkan untuk kelompok reksadana obligasi adalah rata-rata suku bunga

deposito perbankan periode 12 bulan tahun 2009-2011 karena perubahaan yang

terjadi dalam obligasi cenderung stabil dan adanya persamaan periode obligasi

yaitu selama 12 bulan. Portofolio tolok ukur (benchmark portofolio) digunakan

untuk mencerminkan kinerja pasar. Perbandingan secara langsung dapat

dilakukan dengan membandingkan average of return reksadana saham dan

reksadana obligasi dengan benchmark portofolio tersebut.

3. Berdasarkan perbandingan tersebut reksadana saham dan reksadana obligasi

yang layak untuk dipilih adalah reksadana saham dan reksadana obligasi yang

mampu mempertahankan kinerja diatas kinerja benchmark portofolio secara

konsisten. Konsistensi diperhatikan dari frekwensi kontinuitas kinerja reksadana

7

saham dan reksadana obligasi lebih tinggi positif daripada portofolio tolok ukur

selama periode penelitian.

b. Penilaian Kelayakan Kinerja Reksadana Menggunakan Alat Ukur Tertentu

(One Parameter Performance Measure) dengan menggunakan unsur risiko.

1. Indeks Kinerja Sharpe (Sharpe’s Performance Index)

Indeks Sharpe merupakan alat ukur dari kelebihan pengembalian relatif terhadap

total perbedaan portofolio (Fabozzi, 2000 : 799). Indeks kinerja Sharpe

menggunakan penyimpangan standar sebagai pengukur risiko. Indeks ini sebagai

indeks kinerja yang tepat apabila investor memiliki portofolio bukan sekuritas

individual dan portofolio ini merupakan satu-satunya yang dimiliki. Indeks Sharpe

ini secara sistematis dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

= Pengembalian portofolio – suku bunga bebas risiko

Deviasi standar portofolio

=

Dimana :

= return rata-rata portofolio selama waktu pengukuran

= return rata-rata investasi bebas risiko selama jangka waktu pengukuran

= deviasi standar portofolio selama waktu penelitian

2. Indeks Kinerja Treynor (Treynor’s Preformance Index)

Umumnya Indeks Treynor menyarankan untuk menggunakan Security Market

Line (SML) sebagai dasar penilaian kinerja. Indeks Treynor merupakan alat ukur

kelebihan pengembalian per unit risiko (risiko sistematis) (Fabozzi, 2000 : 798).

Indeks Treynor secara sistematis dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai

berikut :

= Penembalian portofolio – suku bunga bebas risiko

Beta portofolio

=

Dimana :

= return rata-rata portofolio selama waktu pengukuran

8

= return rata-rata investasi bebas risiko selama jangka waktu pengukuran

= risiko sistematis portofolio

Jika reksadana memiliki garis SML dengan slope (differential return) lebih tinggi,

maka dikatakan reksadana tersebut mengungguli portofolio yang tidak dikelola

(portofolio pasar).

3. Indeks Kinerja Jensen (Jensen’s Performance Index)

Indeks Jensen menguji perbedaan antara return nyata yang diperoleh selama

periode evaluasi dan return harapan dengan menggunakan model harga aset

(Capital Asset Pricing Model – CAPM). Portofolio di difersifikasi penuh sehingga

satu-satunya risiko pada portofolio adalah risiko sistematis. Sebagai alat ukur

kinerja manajer investasi menurut Jensen adalah beta dan alpha (Fabozzi, 2000 :

799). Jika alpha secara statistik sama dengan nol, maka tidak terdapat

pengembalian unik (abnormal return).

Namun apabila alpha bernilai positif (a > 0), berarti manajer investasi

menghasilkan kinerja yang lebih baik daripada indeks pasar dan sebaliknya.

= ) ]

Indeks Jensen secara matematis dapat dinyatakaan dalam persamaan berikut :

= ) ]

Bila dinyatakan dalam bentuk harapan, maka indeks Jensen berupa model sebagai

berikut :

= ] }

Dimana :

= return rata-rata portofolio

= return rata-rata investasi bebas risiko selama waktu pengukuran

= return untuk portofolio pasar pada periode pengamatan

= risiko sistematis portofolio

= pengembalian unik (abnormal return) portofolio

Indeks Jensen memungkinkan investor untuk menetapkan seberapa besar sebuah

reksadana mengungguli atau justru lebih jelek daripada reksadana lain.

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan berbagai analisis kinerja portofolio, maka analisis lebih lanjut

dapat dijelaskan sebagai berikut :

Tingkat Keuntungan dan Tingkat Risiko Reksadana Saham dan Reksadana

Obligasi

Berdasarkan perhitungan return dan risiko reksadana saham dan reksadana

obligasi pada periode 2009-2011, diketahui untuk reksadana saham. Portofolio Panin

Dana Maxima memiliki rata-rata return tertinggi sebesar 78,4608 % dan yang memiliki

risiko berupa beta tertinggi sebesar 1414,679 % adalah Prulink Rupiah Equity Fund.

Sedangkan yang memiliki risiko deviasi standar tertinggi sebesar 88,6982 % adalah

Prulink Rupiak Equity Fund. Hal ini menyimpang dari teori karena hasil perhitungan

tersebut mampu membuktikan tidak semua reksadana yang mampu menghasilkan

return besar tidak selalu memiliki risiko yang besar pula. hal ini juga dapat disebabkan

karena keahlian seoarang Manajer Investasi sebagai pengelola dan faktor keberuntungan

(luck factor). Serta terjadi karena adanya kondisi atau event yang sifatnya explosion

(ledakan) dimana lebih bersifat sementara yang bisa mempengaruhi harga saham pada

periode tersebut. selain itu alasan terjadinya high return low risk bisa disebabkan

dengan strategi swing (buy rendah-sell tinggi). reksadana ini sewaktu-waktu bisa

mengalami perubahan karena adanya kondisi atau mengalami suatu periode yang bisa

menyebabkan perubahan dari periode sebelumnya, misalnya high risk high return.

Untuk reksadana obligasi pada periode 2009-2011, Lautandhana Fixed Income

memiliki return tertinggi sebesar 373,534 % dan memiliki risiko berupa deviasi standar

tertinggi sebesar 974,8267 % serta memiliki risiko berupa beta tertinggi sebesar 2579,91

%. Hal ini sesuai dalam teori yang menyebutkan return dan risiko mempunyai

hubungan yang positif, dimana semakin besar risiko yang ditanggung maka semakin

besar pula return yang harus dikompensasikan.

Dari hasil perhitungan return dan risiko tersebut, terlihat bahwa reksadana yang

memiliki beta tertinggi dan deviasi standar yang tinggi tidak selalu menghasilkan return

yang lebih baik. Begitu pula sebaliknya. Investor tidak dapat menilai kinerja reksadana,

baik reksadana saham maupun reksadana obligasi hanya dari hasil tingkat return dan

risk nya saja, maka dari itu untuk menentukan reksdana mana yang mempunyai kinerja

terbaik akan ditunjukkan oleh indeks kinerja ( Performance Index ).

10

Kinerja Portofolio Reksadana Saham dan Reksadana Obligasi

Berdasarkan hasil evaluasi kinerja reksadana terhadap portofolio tolok ukur per

3 (tiga) tahun, akan ditentukan reksadana mana yang layak dan tidak layak untuk

dipilih. Benchmark portofolio untuk reksadana saham menggunakan Indeks LQ-45,

dipilih karena Indeks tersebut dapat mewakili harga pasar saham di Bursa Efek dan

memiliki tingkat perdagangan yang tinggi (memiliki likuiditas yang tinggi). Sedangkan

untuk reksadana obligasi menggunakan rata-rata bunga deposito perbankan (Bank

Pemerintah dan Bank Swasta Nasional) periode 12 bulan, digunakan sebagai tolok ukur

dari reksadana obligasi karena perubahan yang terjadi dalam obligasi cenderung stabil

dan adanya persamaan periode dalam obligasi yaitu selama 12 bulan. Diketahui ternyata

ada beberapa reksadana yang mampu menghasilkan kinerja superior yang layak dipilih

sebagai pertimbangan untuk investasi di masa mendatang. Hasil kinerja historis bukan

satu-satunya jaminan atau kepastian yang menunjukkan kinerja di masa mendatang.

Sesuai peraturan, BAPEPAM melarang Manajer Investasi untuk memberikan janji suatu

hasil tertentu atas pengelolaan dana yang dilakukan. Akan tetapi, paling tidak

konsistensi jangka panjang atas kinerja masa lalu merupakan petunjuk bagi potensi

reksadana tersebut di masa mendatang dan isi dari portofolio serta kinerja historis akan

menjadi panduan utama bagi calon investor dalam memilih reksadana.

Evaluasi terhadap reksadana yang mampu menghasilkan kinerja superior secara

konsisten akan mengindikasikan bahwa Manajer Investasi pada reksadana tersebut

memang benar-benar mempunyai keahlian dalam mengambil keputusan investasi pada

pasar modal dan pasar uang serta aktif mengamati fluktuasi yang terjadi, baik dala pasar

modal maupun pasar uang. Jadi, Manajer Investasi pada reksadana tidak hanya

mengikuti pergerakan suatu indeks tertentu (Indeks LQ-45) saja namun juga Indeks

Harga Saham Gabungan (IHSG) sebagai return market.

Dari hasil evaluasi, reksadana yang mampu menunjukkan kinerja diatas kinerja

portofolio tolok ukur yaitu dengan total frekuensi kinerja superior lebih tinggi dari

kinerja inferior, maka reksadana tersebut dinyatakan layak untuk dipilih. Hal ini terjadi

pada Manajer Investasi reksadana yang mampu menghasilkan kinerja superior dengan

pembanding kinerja reksadana yaitu Indeks LQ-45 untuk reksadana saham dan rata-rata

bunga deposito perbankan untuk reksadana obligasi dapat konsisten karena benar-benar

mempunyai keahlian memanfaatkan fluktuasi pasar sehingga dapat diharapkan

11

mempunyai dampak positif bagi kinerja portofolio di masa mendatang. Sebaliknya, jika

suatu reksadana menghasilkan dibawah kinerja tolok ukur yaitu total frekuensi kinerja

superior lebih rendah dari kinerja inferior, maka reksadana tersebut tidak layak untuk

dipilih, hal ini terjadi karena Manajer Investasi pada reksadana tersebut kurang mampu

mengelola portofolio.

Pada periode penelitian, dapat diketahui bahwa tidak semua reksadana saham

dan reksadana obligasi yang dijadikan sampel menunjukkan kinerja yang superior

terhadap portofolio tolok ukur, baik menggunakan Indeks Sharpe, Indeks Treynor dan

Indeks Jensen karena masing-masing Manajer Investasi mempunyai strategi atau gaya

investasi yang berbeda dalam mencermati pasar dan keahlian dalam mengambil

keputusan, meskipun tujuannya sama yaitu untuk memperoleh keuntungan dalam

berinvestasi. Perbedaan-perbadaan tersebut dapat berpengaruh pada return dan risk

reksadana yang dikelola, sehingga suatu reksadana berkinerja superior menurut Indeks

Sharpe belum tentu juga berkinerja superior menurut Indeks Treynor atau Indeks

Jensen.

Berdasarkan hasil evaluasi kinerja reksadana dengan perbandingan secara

langsung tanpa memasukkan unsur risiko, rata-rata return antara reksadana saham

dengan Indeks LQ-45 menunjukkan 44 (empat puluh empat) reksadana saham yang

layak dipilih dan 15 (lima belas) reksadana saham yang dinyatakan tidak layak untuk

dipilih. Portofolio Panin Dana Saham Maxima memiliki rata-rata return tertinggi

sebesar 78,4608% pada periode penelitian tahun 2009-2011. Sedangkan untuk

perbandingan rata-rata return antara reksadana obligasi dengan rata-rata bunga deposito

perbankan menunjukkan 79 (tujuh puluh sembilan) reksadana obligasi yang dinyatakan

layak untuk dipilih dan 26 (dua puluh enam) reksadana obligasi yang dinyatakan tidak

layak untuk dipilih. Lautandhana Fixed Income memiliki rata-rata return tertinggi

sebesar 373,534%.

Hasil evaluasi kinerja reksadana dengan menggunakan Indeks Kinerja Sharpe

menyimpulkan apabila nilai indeks kinerja yang dihasilkan semakin besar dan positif

maka semakin menarik reksadana tersebut. dari hasil analisis yang dilakukan, terdapat

25 (dua puluh lima) reksadana saham yang dinyatakan layak untuk dipilih dan 34 (tiga

puluh empat) reksadana saham yang dinyatakan tidak layak dipilih. Batavia Dana

Saham Agro memiliki rata-rata return tertinggi sebesar 290,647% dari keseluruhan

12

reksadana saham. Sedangkan untuk reksadana obligasi terdapat 72 (tujuh puluh dua)

reksadana yang dinyatakan layak untuk dipilih dan 32 (tiga puluh dua) reksadana

obligasi yang dinyatakan tidak layak untuk dipilih. Reksadana Schroder Dana Mantap

Plus adalah reksadana yang memiliki rata-rata return tertinggi sebesar 76, 412 %

menurut indeks kinerja Sharpe.

Hasil analisis yang menggunakan Indeks Kinerja Treynor terdapat 16 (enam

belas) reksadana saham yang dinyatakan layak dipilih dan 43 (empat puluh tiga)

reksadana saham yang dinyatakan tidak layak dipilih. Menurut indeks Treynor

reksadana Allisya Rupiah Equity Fund sebesar 31,06732%, dimana reksadana tersebut

mampu menghasilkan total freukensi kinerja superior lebih tinggi dari frekuensi

inferior. Sedangkan untuk reksadana obligasi terdapat 35 (tiga puluh lima) reksadana

yang layak dipilih dan 79 (tujuh puluh sembilan) reksadana obligasi yang tidak layak

dipilih. Kresna Graha Sekurindo-Prestasi Alokasi Portofolio Investra adalah reksadana

obligasi yang memilki rata-rata return tertinggi sebesar 138,1864% dari periode

penelitian tahun 2009-2011. Hasil evaluasi indeks kinerja Treynor menyimpulkan,

apabila nilai indeks kinerja yang dihasilkan semakin besar dan positif pada rasio excess

return terhadap beta (risiko sistematis) maka semakin menarik reksadana tersebut untuk

dipilih.

Berdasarkan hasil evaluasi kinerja reksadana dengan menggunakan indeks

kinerja Jensen menyimpulkan semakin tinggi nilai indeks kinerja positif maka semakin

baik kinerja reksadana tersebut untuk menghasilkan abnormal return. Menurut indek

kinerja ini terdapat 13 (tiga belas) reksadana saham yang dinyatakan layak untuk dipilih

dan 46 (empat puluh enam) reksadana saham yang tidak layak dipilih. BNP Paribas

Equitas adalah reksadana yang memiliki rata-rata return tertinggi sebesar 89,43566%

dari keseluruhan reksadana pada periode 2009-2011. Sedangkan untuk reksadana

obligasi terdapat 44 (empat puluh empat) reksadana yang dinyatakan layak dipilih dan

60 (enam puluh) reksadana yang tidak layak dipilih. Lautandhana Fixed Income adalah

reksadana obligasi yang memiliki rata-rata return tertinggi sebesar 462,6112%.

Hasil nilai indeks Jensen pada periode 2009-2011 untuk reksadana saham

menunjukkan nilai indeks sebagian besar bernilai negatif. Hal ini juga berlaku pada

hasil indeks kinerja Treynor untuk reksadana obligasi yang sebagian bernilai negatif.

Sedangkan untuk indeks kinerja Sharpe dan Treynor untuk reksadana saham memiliki

13

nilai indeks positif. Nilai rata-rata indeks kinerja negatif baik dari nilai reksadana

maupun portofolio tolok ukur yang menunjukkan secara rata-rata mengalami kerugian

(loss). Meskipun evaluasi kinerja reksadana menunjukkan nilai negatif, tetapi nilai

negatif tersebut berada di atas portofolio tolok ukur maka reksadana tersebut dinyatakan

layak untuk dipilih. Demikian pula sebaliknya, apabila nilai yang dihasilkan positif

namun berada di bawah nilai rata-rata kinerja portofolio tolok ukur maka reksadana

tersebut tidak layak untuk dipilih.

Analisis kinerja manapun yang dipilih oleh Manajer Investasi memberikan hasil

yang relatif sama, namun dari tiap-tiap kinerja menghasilkan jumlah reksadana yang

berbeda. Kinerja dengan perbandingan langsung berupa return menghasilkan reksadana

yang lebih banyak daripada kinerja lainnya, meskipun hanya mempertimbangkan

tingkat pengembaliannya saja. Indeks Kinerja Sharpe dan Indeks Kinerja Jensen

menghasilkan reksadana yang lebih banyak untuk dipilih bila dibandingkan dengan

Indeks Kinerja Treynor. Selain return, indeks Sharpe juga memasukkan risiko yang

berupa risiko total (deviasi standar) sedangkan indeks Treynor memasukkan risiko

berupa sistematis (beta) dan untuk indeks Jensen, selain return juga memasukkan risiko

berupa risiko sistematis (beta), return market (IHSG) dan portofolio bebas risiko (SBI).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata return dan tingkat risiko berupa

beta dan deviasi standar reksadana saham dan reksadana obligasi yang diperoleh

dari rata-rata per tiga tahun.

2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa reksadana saham yang layak dipilih

berdasarkan evaluasi kinerja rata-rata return, evaluasi kinerja indeks Sharpe,

evaluasi kinerja indeks Treynor dan evaluasi kinerja indeks Jensen diperoleh 2

(dua) reksadana saham yaitu : Portofolio Panin Dana Maxima dan Panin Dana

Prima. Sedangkan untuk reksadana obligasi diperoleh 8 (delapan) reksadana yang

layak dipilih yaitu : AIA Financial IDR Equity Fund, Bahana TCW ABF Indonesia

Bond Index Fund, Bahana TCW Optima Pendapatan Abadi, Frist State Indonesian

Bond Fund, Kresna Graha Sekurindo-Prestasi Alokasi Portofolio Investasi,

Manulife Link Pendapatan Tetap Negara, Mega Dana Obligasi Republik Indonesia

14

dan Sun Life Financial Indonesia-Brilliance Xtra Aggressive. Reksadana yang

layak dipilih adalah reksadana yang mampu menghasilkan nilai rata-rata return

lebih tinggi dari benchmark portofolio, selain itu Manajer Investasi bisa dikatakan

mampu mengolah portofolio reksadana sehingga menghasilkan return tinggi

dengan risiko tertentu sehingga reksadana yang layak dipilih tersebut bisa di

jadikan bahan pertimbangan untuk investasi di masa mendatang.

Saran

a. Bagi Peneliti Selanjutnya

- Diharapkan peneliti selanjutnya menggunakan populasi jenis lain serta rentang

waktu peneliti lebih panjang.

- Peneliti selanjutnya diharapkan tidak hanya meneliti pada Reksadana yang

bersifat konvensional saja melainkan mampu menekankan pada Reksadana

syariah atau Reksadana yang secara keseluruhan, baik itu reksadana syariah

ataupun reksadana konvensional sehingga bisa mendapatkan hasil akhir yang

berbeda dan lebih luas.

- Tidak hanya menggunakan nilai satuan IDR, melainkan bisa lebih kepada

valuta lainnya misalnya US dollar.

- Serta mampu memasukkan dengan adanya perubahan Manajer Investasi dalam

fungsi sebagai pengambil keputusan terhadap kompesisi investasi suatu jenis

reksadana.

b. Bagi perusahaan reksadana

Dari sampel yang diteliti oleh peneliti tidak semua sampel yang digunakan

mempunyai kinerja superior lebih tinggi dari portofolio pasar (Benchmark

Portofolio) maka diharapkan bagi perusahaan mampu memperbaiki kinerjanya

sehingga sampel yang ada memiliki kinerja superior lebih tinggi dari benchmark

portofolio akan lebih banyak lagi sehingga mampu menarik minat para calon

investor untuk berinvestasi di masa mendatang.

Selain itu untuk pengelola reksadana di harapkan mampu mempertahankan

kinerjanya dalam suatu periode, sebab berdasarkan penelitian, ada beberapa

reksadana yang kinerjanya belum bisa dipertahankan, dimana reksadana tersebut

masih menghasilkan return tinggi tetapi memiliki risiko yang rendah atau

sebaliknya. Di samping itu pengelola reksadana diharapkan mampu menghadapi

15

perubahan kondisi atau event yang mungkin akan terjadi sehingga mampu menekan

perubahan-perubahan yang bisa mempengaruhi harga saham, sebab dari penelitian

disebutkan reaksi saham atau kondisi-kondisi tersebut mampu menyebabkan

perubahan keadaan suatu perusahaan.

c. Bagi Investor

Investor haruslah memilih reksadana saham maupun reksadana obligasi yang

dinyatakan layak dipilih sesuai dengan perhitungan yang sudah diteliti dan tidak

memilih reksadana yang dinyatakan tidak layak untuk dipilih baik itu dengan tanpa

memasukkan unsur risiko ataupun dengan memasukkan unsur risiko atau dengan

Indeks Kinerja serta investor juga perlu menela’ah lebih lanjut sebelum mengambil

keputusan investasi, apakah kinerja reksadana tersebut sudah sesuai dengan profil

risiko ataupun return serta tujuan dan batasan investasi dari masing-masing

individu investor.

Di samping itu untuk para investor tidak lah selalu berpedoman bahwa reksadana

yang ada bersifat high risk high return, sebab berdasarkan penelitian yang

dilakukan ada beberapa reksadana yang memiliki return tinggi namun mempunyai

risk yang rendah meskipun pada dasarnya penelitian ini mempunyai beberapa

batasan namun dengan perhitungan return, risk serta tingkat kelayakan yang

menggunakan Indeks Kinerja secara teliti dan terperinci menyebutkan ada beberapa

reksadana yang mampu menghasilkan return tinggi denga risk yang rendah, atau

sebaliknya.

16

DAFTAR PUSTAKA

Andrian Saputra. 2005. Evaluasi Kinerja Saham untuk Mengetahui Kelayakan

Reksadana.Fakultas Ekonomi Universitas Jember.

Dev Group on Research & Util. Posted on January 30,2008. Belajar Reksadana &

Mengenali Obligasi.

Fabozzi, F.J 2000. Manajemen investasi II. Salemba Empat. Jakarta.

Fathul Mubin. 2001. Evaluasi Kinerja Reksadana terhadap Pasar. Skripsi tidak

dipublikasikan. Fakultas Ekonomi Universitas Jember.

Husnan, Suad. 2003. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan. Edisi ke

Empat.Yogyakarta.

Jogiyanto. 2000. Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi ke tiga.Yogyakarta.

Universitas Muhammadiyah Jember. Pedoman Penyusunan Skripsi & Buku Konsultasi

Fakultas Ekonomi UNMUH Jember. 2011. be a smart virtuous economist.

Puji Fitriana. January 05, 2009. Pembentukan Portofolio Saham yang Optimal dengan

Menggunakan Beberapa Model Analisis. Jurnal Ekonomi Akuntansi UNS.

Ria Purnama Sari. 2008. Perkembangan Pasar Modal Indonesia, 13-Jan-2008, 21:00:27

WIB. Bandung.

Safir Senduk. Berkenalan dengan Reksadana. Kutipan dari tabloid NOVA No.666/XIII.

Silitonga, Desmon. 2010. Memilih Investasi Reksadana tahun 2010 Analisis PT.

Millenium Danatama Indonesia. Indonesia.

Sumbayak, Bernhard. Founder & Vibizconsulting Chairman. Jumat, 29 Juli 2011 23.00

WIB. Reksa Dana Pilihan Investasi yang Saat ini Makin Diminati. Jakarta.

Gumanti, Tatang Ary. 2011. Manajemen Investasi. Edisi pertama. Mitra Wacana Media.

Jakarta.

Tjiptono Darmadji.2011. Pasar Modal Indonesia. Edisi ketiga. Salemba Empat. Jakarta.

http://Bisniskeuangan. Kompas.com/read/xmi/2011/06/06/16093013 /

www.bapepam.go.id//jakarta//APIndonesia.com//monday//11Agust

17

ANALISIS PENGARUH DAY OF THE WEEK TERHADAP IMBAL HASIL

(RETURN) HARIAN IHSG

Khawas Aus Karni Muhyidin

A.Suharto

Trias Setyowati

ABSTRACT

This study tests the presence of the Day of the Week Effect on market return in

the case of the Jakarta Stock Exchange and covers the periode begin January 2, 2011

until Desember 28, 2011 by using the daily return of Jakarta Composite Index (JCI).

This study want to find is there phenomenon of Day of the Week Effect on market return

of Indonesia. The study uses regression test by using dummy variable. The result of test

find that Wednesday influence significantly on daily stock return. The average return of

Wednesday is biggest from the others day, namely 0,008. In other hand, at the others

day nothing significant. It imply that the days does not influence the daily stock return

of JCI. Further, conclused that presence of Day of the Week Effect was there in

Indonesian market stock, where on Wednesday, its return higher of the others day.

Keywords: Market Anomaly, Day of the week effect, daily return.

ABSTRAK

Penelitian ini menguji keberadaan Day of the Week Effect pada imbal hasil

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Penelitian ini ingin mengetahui apakah ada

fenomena Day of the Week Effect di pasar saham Indonesia. Penelitian ini menggunakan

uji regresi dengan variabel dummy. Hasil test menemukan bahwa hari Rabu berpengaruh

secara signifikan pada imbal hasil harian. Rata-rata imbal hasil pada hari perdagangan

Rabu adalah yang tertinggi dari hari perdagangan lainnya, yaitu sebesar 0008. Di sisi

lain, pada hari-hari lainnya (selain hari perdagangan Rabu) menunjukkan hasil yang

tidak signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa hari-hari perdagangan selain hari

Rabu tidak berpengaruh terhadap imbal hasil harian IHSG. Sehingga, dapat disimpulkan

bahwa telah terjadi fenomena Day of the Week Effect di pasar saham Indonesia, dimana

pada hari Rabu menunjukkan imbal hasil yang lebih besar dari hari-hari perdagangan

lainnya.

Kata kunci : Anomali pasar, Day of the Week Effect, hari perdagangan.

PENDAHULUAN

Pasar modal merupakan satu sarana untuk meningkatkan investasi di suatu

Negara. Hal yang perlu diperhatikan dari pasar modal adalah kinerja pasar modal. Minat

investor mencerminkan apakah suatu bursa telah bekerja secara efisien atau sebaliknya,

demikian pula perkembangan kinerja emiten mengalami peningkatan atau sebaliknya

(David dan Christian, 2009 : 174). Suatu bursa disebut efisien kalau bursa tersebut dapat

18

menyediakan jasa-jasa yang diperlukan oleh para pemodal dengan biaya yang minimal.

Pasar modal yang efisien juga diartikan sebagai pasar yang berada dalam keadaan

seimbang sehingga keputusan perdagangan saham berdasarkan atas informasi yang

tersedia di pasar tidak dapat memberikan keuntungan di atas tingkat keuntungan

seimbang, atau yang disebut external efficiency (Su’ad, 1996).

Hal ini terkait dengan hipotesis Fama (1970) yang dikenal dengan Hipotesis

Pasar Efisien ( Efficient Market Hypothesis), yang menyatakan bahwa harga suatu

saham telah mencerminkan semua informasi yang tersedia di dalam pasar. Menurut

Bodie dalam Dwita (2009), makna dari teori itu adalah tidak memungkinkan bagi

investor untuk melakukan prediksi harga saham dan tingkat pengembalian di masa yang

akan datang dengan menggunakan harga saham masa lalu. Efficiency Market

Hypothesis pada dasarnya berkenaan dengan reaksi pasar (yang tercermin pada

penyesuaian harga) terhadap munculnya informasi baru. Namun, beberapa penelitian

menemukan bahwa harga saham menunjukkan suatu pola tertentu pada tiap-tiap hari

perdagangan. Keberadaan fenomena ini kemudian memungkinkan para investor dapat

memprediksi return saham di masa yang akan datang berdasarkan data historis.

Kondisi ini lebih dikenal dengan Market Anomaly.

Menurut Dwita (2009), terdapat beberapa jenis anomali yang mungkin terjadi di

pasar modal. Salah satunya adalah Calender Anomalies atau Seasonality yang

merupakan penyimpangan yang berhubungan dengan serial waktu tertentu. Fenomena

yang termasuk ke dalam Calender Anomalies diantaranya adalah January Effect, Turn

of the Month. Effect, Monday Effect, Weekend Effect ( Day of the Week Effect). Tidak

semua anomali yang terjadi di pasar modal terkait oleh serial waktu tertentu. Beberapa

terkait dengan adanya pengumuman atau informasi mengenai perusahaan seperti stock

split (stock split effect) atau pun informasi mengenai merger atau akuisisi (merger

arbitrage).

Menurut Muhammad dan Rahman (2010), telah banyak penelitian (seperti

Aggarwal dan Rivoli (1989); Cross (1973); French (1980); Keim dan Stambaugh

(1984); Rogalski (1984)) telah mendokumentasikan bahwa distribusi dari imbal hasil

saham bervariasi menurut hari-hari dalam seminggu (Day of the Week). Sementara itu,

di pasar modal Indonesia juga telah ada penelitian mengenai Day of the Week Effect,

misalnya: Iramani dan Ansyori (2006) menemukan adanya fenomena Day of the Week

19

Effect di pasar modal Indonesia, dalam hasil penelitiannya ditemukan imbal hasil

terendah pada hari Senin dan imbal hasil tertinggi pada hari Selasa. Wrendhi ( 2008)

menemukan bahwa Day of the Week Effect benar-benar terjadi di BEI. Hal ini dapat

dilihat pada rata-rata imbal hasil pada hari Selasa, Rabu, Kamis, dan Jumat yang secara

statistik signifikan Dwita (2009) menunjukkan terjadinya Day of the Week Effect pada

imbal hasil IHSG dengan hari Senin menunjukkan imbal hasil terendah dan Jumat

menunjukkan imbal hasil tertinggi.

Namun, di lain pihak ada sebagian penelitian yang tidak menemukan terjadinya

Day of the Week Effect. Misalnya pada penelitian Suwarni membuktikan bahwa tidak

ditemukan adanya Day of the Week Effect pada imbal hasil IHSG di Bursa Efek Jakata

(Rr. Iramani dan Ansyori, 2006). Gunadi 1994 dalam Ida (2001) menyimpulkan tidak

ada perbedaan imbal hasil saham pada masing-masing hari perdagangan. Dengan kata

lain tidak terjadi fenomena Day of the Week Effect di pasar modal Indonesia. Sun dan

Tong (2002) menemukan adanya fenomena Day of the Week Effect secara signifikan

hanya terjadi pada minggu ke empat saja. Penelitian ini sekaligus menguatkan penelitian

sebelumnya yang dilakukan Wang dan Erickson (1997) menemukan adanya fenomena

day of the week effect (Iraman dan Ansyori, 2006). Selanjutnya, Rogalski (1984) dalam

Ida (2001) menemukan adanya hubungan antara Day of the Week Effect dengan January

Effect. Hasil temuannya menunjukkan bahwa rata-rata imbal hasil hari Senin dalam

bulan Januari adalah positif sementara imbal hasil selain hari Senin selain bulan Januari

adalah negatif.

Temuan-temuan di atas memperlihatkan kepada kita beragamnya kesimpulan

mengenai keberadaan fenomena Day of the Week Effect di pasar modal Indonesia.

Kesimpulan yang didapat dari masing-masih penelitian di atas masih saling kontradiktif,

sehingga akan membuat bingung para pihak yang berkepentingan seperti investor,

akandemisi, dan pihak-pihak lainnya.

RUMUSAN MASALAH

Apakah terjadi seasonality dalam bentuk Day of the Week Effect pada imbal

hasil IHSG selama rentang waktu 2 Januari hingga 28 Desember 2011?

20

TUJUAN PENELITIAN

Menganalisis keberadaan seasonality yang mengacu pada Day of the Week

Effect dalam imbal hasil IHSG.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan data harga saham penutupan (close price) dari

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

hari-hari perdagangan selama satu minggu (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Jumat),

yang merupakan data nominal (kualitatif). Sedangkan variabel terikatnya adalah imbal

hasil harian saham IHSG yang bersifat kuantitatif. Sedangkan berdasarkan cara

memperoleh data, penelitian ini akan menggunakan data sekunder berupa imbal hasil

saham harian IHSG.

Penelitian ini menggunakan keseluruhan data imbal hasil harian saham IHSG

selama interval waktu 2 Januari 2011 hingga 28 Desember 2011. Dengan demikian

teknik penarikan sampel yang dipakai adalah sensus.

Dalam melakukan analisis data, beberapa tahap yang akan dilakukan yaitu :

1. Menghitung imbal hasil harian dari saham gabungan.

2. Uji permodelan

a. Uji autokorelasi

b. Uji normalitas residual

c. Uji Heterokedastisitas dan Stasioneritas

3. Analisis regresi

4. Uji hipotesis

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Uji Autokorelasi

Hasil uji autokorelasi dengan uji Box-Pierce dan Ljung Box tampak bahwa

enam belas lag (16) ternyata semuanya tidak ada yang signifikan. Kriteria ada tidaknya

autokorelasi adalah jika jumlah lag yang signifikan lebih dari dua, maka dikatakan

terjadi autokorelasi. Jika lag yang signifikan dua atau kurang dari dua, maka dikatakan

tidak ada autokorelasi (Gazhali, 2009: 87). Dari hasil pengujian di atas dapat

21

disimpulkan bahwa tidak terjadi permasalahan autokorelasi pada data time series yang

dipakai.

2. Uji Normalitias Residual

Yang pertama akan diuji dengan menggunaka metode grafik, yaitu dengan

melihat histogram dan P-P Plot. Kemudian akan dilanjutkan dengan menggunakan

metode statistik melalui Uji Kolmogorov-Smirnov (KS), dengan hipotesis:

H0 : Data terdistribusi normal.

H1 : Data tidak terdistribusi secara normal

a. Metode Grafik

Gambar 1.Histogram Uji Normalitas Residual Data Time Series Imbal Hasil

Saham Selama Periode 2 Januari – 28 Desember 2011

Gambar 2 Grafik Normal Plot

Dengan melihat tampilan grafik histogram yang agak meceng, dapat

disimpulkan bahwa grafik histogram memberikan pola distribusi yang tidak normal.

22

Sedangkan pada grafik normal plot terlihat titik-titik menyebar jauh disekitar garis

diagonal, serta penyebarannya tidak mengikuti arah garis diagonal. Kedua grafik ini

menunjukkan bahwa residual tidak terdistribusi secara normal.

3. Uji Kolmogorov-Smirnov

Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan menghasilkan nilai Kolmogorov-

Smirnov 1,607 dan asymptonoc signifikan sebesar 0,011. Disini tampak bahwa nilai

Kolmogorov-Smirnov lebih besar dari nilai asymptonic signifikannnya, yang berarti

residual tidak terdistribusi secara normal, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima.

Namun menurut Sugiono (2009), Uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai

residual mengikuti distribusi normal, kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik

menjadi tidak valid untuk jumlah sample kecil (≤ 30). Maka dapat disimpulkan bahwa

jika data ≥ 100 sebenarnya tidak perlu uji normalitas. Penelitian ini menggunakan 245

observasi, maka dengan mengacu pada pernyataan di atas, tidak dibutuhkan uji

normalitas, dan hasil uji normalitas di atas tidak perlu diindahkan.

4. Uji Heteroskedastisitas

Hasil uji Glejser menujukkan variabel independen Dsel (Selasa), Drab (Rabu),

Dkam (Kamis) dan Djum (Jumat) memiliki nilai signifikan yang lebih besar dari 5%,

yang artinya tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai residual atau tidak

terjadi permasalahan heteroskedastisitas.

5. Uji Regresi dengan ANOVA

Pengujian akan menggunakan hari Senin sebagai acuan, yang akan dilakukan

untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh hari perdagangan dalam seminggu (day of

the week effect) terhadap imbal hasil (return) harian pada pada pasar modal Indonesia

selama kurun waktu 2 Januari 2011 hingga 28 Desember 2011. Pengujian dilakukan

dengan metode regresi Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan software

SPSS 16.

23

Tabel 1. Hasil Uji Regresi Day of the Week Effect terhadap Imbal Hasil IHSG

Dari hasil analisis di atas dapat dibuat persamaan regresi sebagai berikut :

Rt = -0,002 + 0,002Dsel + 0,008Drab + 0,001Dkam + 0,002Djum + μt

Dalam hal ini kategori hari Senin digunakan dianggap sebagai kategori excluded

dan kategori ini digunakan sebagai referensi untuk membandingkan kategori hari

lainnya. Nilai konstanta -0,002 merupakan nilai rata-rata imbal hasil (return) hari Senin

(excluded kategori). Jadi imbal hasil rata-rata pada hari Senin sebesar -0,002.

Sedangkan koefisien pada dummy variabel sering disebut dengan differential intercept

coefficients oleh karena koefisien ini menjelaskan seberapa besar nilai intercept yang

mendapatkan nilai1 (included dummy) berbeda dari koefisien intercept excluded dummy

(Imam, 2009 : 184).

6. Uji Hipotesis Day of the Week Effect terhadap Imbal hasil Harian IHSG

H0 = Tidak terdapat Day of the Week Effect pada imbal hasil IHSG selama kurun

waktu 2 Januari 2011 hingga 28 Desember 2011.

H1 = Terdapat Day of the Week Effect pada imbal hasil IHSG selama kurun waktu

2 Januari 2011 hingga 28 Desember 2011

Dari tabel ANOVA di atas dapat dilihat bahwa hari perdagangan yang

berpengaruh secara signifikan terhadap imbal hasil IHSG adalah hari Rabu saja. Hari

Rabu berpengaruh secara signifikan pada tingkat 5%, untuk hari lainnya tidak

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -.002 .002 -.954 .341

Variabel Dummy Hari

Selasa .002 .003 .045 .562 .574

Variabel Dummy Hari

Rabu .008 .003 .209 2.614 .010

Variabel Dummy Hari

Kamis .001 .003 .015 .191 .849

Variabel Dummy Hari

Jumat .002 .003 .051 .635 .526

a. Dependent Variable: return_harian

24

berpengaruh secara signifikan. Hari Rabu mempunyai pengaruh positif terbesar

dibandingkan dengan hari-hari lainnya, yaitu sebesar 0,08.

Dengan begitu, maka H0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkah bahwa,

terjadi fenomena Day of the Week Effect atas imbal hasil IHSG yang dibuktikan dengan

adanya adanya hari yang berpengaruh secara signifikan, yaitu hari Rabu yang

menunjukkan bahwa tidak semua hari perdagangan memiliki imbal hasil yang sama.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hasil penelitian menunjukkan ditemukan adanya keberadaan fenomena Day of the

Week Effect pada pasar modal Indonesia selama periode orbservasi. Hal ini

ditunjukkan pada hasil pengujian dimana Rabu memiliki imbal hasil tertinggi bila

dibandingkan dengan hari-hari lainnya dalam satu minggu. Selain hari Rabu, imbal

hasil positif juga ditunjukkan pada hari Selasa (0,02), Kamis (0,01) dan Jumat (0,02).

Senin merupakan satu-satunya hari perdagangan yang menunjukkan imbal hasil

negatif, yaitu sebesar (-0,02). Hanya hari Rabu saja yang menunjukkan rata-rata

imbal hasil yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa hanya hari Rabu yang

berpengaruh terhadap imbal hasil saham.

2. Tingginya imbal hasil hari Rabu kemungkinan disebabkan karena pada hari

perdagangan rabu para investor sudah melakukan transaksi menggunakan

perencanaan strategis berdasarkan informasi yang dibuat pada hari perdagangan

Senin dan diselasa. Para pelaku pasar tampak cukup optimis pada hari Rabu. Hal ini

dapat dilihat pada data volume perdagangan saham, dimana rata-rata volume

perdagangan pada hari Rabu merupakan yang terbesar.

3. Ditemukannya fenomena Day of the Week Effect pada pasar modal Indonesia selama

periode observasi mengindikasikan adanya penyebaran informasi yang tidak efisien

di dalam pasar dimana investor dapat menggunakan data masa lalu untuk melakukan

prediksi imbal saham di masa yang akan datang.

Saran

Dengan ditemukannya pengaruh hari dalam setiap minggu, para investor dapat

melakukan strategi investasi, seperti membeli saham pada hari yang mempunyai imbal

hasil terendah dan selanjutnya menjualnya kembali pada hari yang memiliki imbal hasil

25

tertinggi pada hari perdagangan yang telah terbukti signifikan secara statistik (hari

Rabu).

Oleh karena itu, bagi investor yang berorientasi jangka pendek dengan

mengharapkan capital gain, adanya fenomenya Day of the Week di pasar modal

Indonesia khususnya pada hari-hari perdagangan dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan dalam melakukan keputusan investasi beli (buy), jual (sell), maupun tahan

(hold). Strategi perdagangan ini dikenal dengan strategi perdagangan aktif dimana akan

memberikan keuntungan jika keputusan yang akan diambil tepat.

26

DAFTAR PUSTAKA

Affie Sofyan Adibuddien. 2008. Analisis Imbal Hasil Harian Dalam Setiap Minggu

Pada Periode Perdagangan dan Non Perdagangan (studi empitis pada Bursa

Efek Indonesia Tahun 2000-2007). Skripsi, FE UI Jakarta.

Aggarwal, R dan P. Rivoli.1989. Anomalies Or Illusions? Evidence from Stock Markets

in Eighteen Countries. Journal of International Money and Finance, 13, 83-106.

Balaban, E.1995. “Day of the Week Effect : New Evidence from an Emerging Market.”

Applied Economics Letters, 2 : 139-143.

Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah.2009. Metode Penelitian Kuantitatif:

Teori dan praktek. Cetakan Ke-6, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Wong, K.T. Hui dan C. Chan.1992.Day Of The Week Effects: Evidence from

Developing Stock Markets. Applied Financial Economics, 2 :49-56.

Cross F.1973. The Behavior Of Stock Prices On Friday And Mondays. Financial

Analysts Journal, 29:67-69.

David Sukardi Kodrat dan Christian Hendanata. 2009. Manajemen Keuangan : based

on Empirical Research. Edisi Pertama, Graha Ilmu, Yokyakarta.

Dwita Amelia Fitriani. 2009. Analisis Day Of The Week Effect Terhadap Imbal Hasil

IHSG Serta Kaitannya Dengan Resiko Pasar Modakl Periode 2003-2007.

Skripsi, FE UI Jakarta.

Fama, E.F.1965. The Behavior Of Stock Market Prices. Journal of Business, 28, 34-105.

Fitria Indah Gayatri.2007. Efek Seasonality Terhadap Imbal Hasil Saham Di Bursa Efek

Jakarta: Studi Empiris pada Indeks Harga Saham Gabungan periode 2003-

2005. Skripsi, Fisip UI, Jakarta.

French.K.R.1980. Stock Returns And The Weekend Effect. Journal of Finance and

Economics, 8:55-70.

Gibbons, M dan Hess, Pattrick.1981.Day Of The Week Effects And Assets Returns.

Journal of Business, 54, 579-596.

Gujarati, Damodar N.2004. Dasar-Dasar Ekonometrika. Erlangga, Jakarta.

Helen.1999. Pengujian Day Of The Week Effect Pada Bursa Efek Jakarta Periode 1

Juli 1997 – 31 Juli 1998. Skripsi, Universitas Kristen Petra Surabaya.

Ida Nurhayati. 2001. Pengaruh Hari Perdagangan Saham Terhadap Return Saham

Harian Di Bursa Efek Jakarta. Tesis, Program Pasca Sarjana Undip Semarang.

27

Ikhsan Binarto.2006. Day Of The Week Effect Terhadap Daily Market Return. Thesis,

MM FE UI, Jakarta.

Imam Ghazali. 2009. Ekonometrika :Teori, Konsep dan Aplikasi dengan SPSS 17.

Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Johannes Soepranto.1997. Metode Riset : Aplikasinya dalam Pemasaran. Rineka Cipta,

Jakarta.

Keim, D. B dan R. Stambaugh.1984. A Further Investigation Of The Week End Effect In

Stock Return. Journal of Finance And Economics, 39: 819-835.

Muhammad, N. Maheran Nik dan Rahman, Nik Muhd N. Abd. 2010. Efficient Market

Hypothesis and Market Anomaly : Evidence from Day-of-the Week Effect of

Malaysian Exchange. International Journal of Economics and Finance, Vol. 2,

No. 2, Canada.

Nachrowi Jalal. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis

Ekonomi dan Keuangan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia, Jakarta.

Ndu, Chiaku Chukwuogor.2005. Post Asian Financial Crisis Day Of The Week Effect.

Departement of Business and Administration, hal 1-2.

Rogalski, Richard J.1984. New Findings Regarding Day Of The Week Returns Over

Trading And Non Trading Periods. Journal of Finance and Economies, 39 :

1603-1614.

Rr. Iramani, Ansyori Mahdi. 2006. Studi Tentang Pengaruh Hari Perdagangan

Terhadap Return Saham pada BEJ. Jurnal Akuntasi Dan Keuangan, Vol 8, No.

2,. Surabaya.

Su’ad Husnan.1996. Dasar- Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi

Ketiga, UUP AMP YKPN, Yokyakarta.

Sugiono.2009. Metode Penelitian Kombinasi.Alfa Beta, Jakarta.

Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin. 2011. Pasar Modal Di Indonesia. Edisi

Ketiga, Salemba Empat, Jakarta.

Wang dan Erickson.1997. A New Look At Monday Effect. The Journal of Finance.

Vol.52, No.5, Hal. 2171-2186.

Wredhi Prabawati.2008. Anomali Musiman : Day of the Week Effect, Monday Effect,

dan Holliday Effect pada Bursa Efek Indonesia, pada Indeks LQ45 periode

2003-2007, Skripsi, Fisip UI, Jakarta.

28

PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN KONSUMEN

Budi Santoso

ABSTRACT This study aimed to determine the effect of the four marketing mix variable

service companies, namely: promotion, place, price, and the physical evidence of the

consumer's decision on Hotel Panorama Jember.

The design of a study conducted receipts of primary data in the form of

questionnaires distributed to respondents who used services Jember inn Hotel

Panorama during the period July to August 2012.The sampling method used was

purposive sampling using the criteria include: (1) Respondents who stayed at Hotel

Panorama Jember between July to August 2012 (2) Respondent is not a single family

ties.The analysis tools include: a qualitative analysis of coding and tabulating, test

validity, test reliability of multiple linear regression, the coefficient of determination,

test F-test, and test the assumptions of classical (test multicollinearity, autocorrelation

test, test heteroskedatisitas).

From the results of test-F can be seen that the promotion variable (X1), place

(X2), price (X3), and the physical evidence (X4) together (simulthan) influence consumer

decisions (Y) in hotel Panorama Jember.All four variables are shown to have a partial

influence on consumer decision where the values held by the dominant influence of the

variable price (X3).

Keywords: marketing mix, services, consumer decisions.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara empat variable marketing

mix perusahaan jasa yaitu : promotion, place, price, dan physical evidence terhadap keputusan

konsumen pada Hotel Panorama Jember.

Rancangan penelitian yang dilakukan meggunakan data primer berupa kuesioner yang

disebarkan kepada responden yang menggunakan jasa penginapan Hotel Panorama Jember

selama periode bulan Juli sampai dengan Agustus 2012. Metode sampling yang digunakan

adalah dengan menggunakan metode purposive sampling yang kriterianya antara lain : (1)

Responden yang menginap di Hotel Panorama Jember antara bulan Juli sampai dengan Agustus

2012 (2) Responden tidak dalam satu ikatan keluarga. Alat analisis yang digunakan meliputi:

analisa kualitatif dengan koding dan tabulating, uji validitas, uji realibilitas regresi linier

berganda, koefisien determinasi, uji F, uji-, dan uji asumsi klasik (uji multikolinearitas, uji

autokorelasi, uji heteroskedatisitas).

Dari hasil Uji-F dapat diketahui bahwa variabel promotion (X1), place (X2), price

(X3), dan physical evidence (X4) secara bersama-sama (simulthan) berpengaruh

terhadap Keputusan Konsumen (Y) pada Hotel Panorama Jember. Ke-empat variable

tersebut terbukti memiliki pengaruh secara partial terhadap keputusan konsumen

dimana nilai pengaruh paling dominan dimiliki oleh variable price (X3).

Kata Kunci : marketing mix, jasa, keputusan konsumen.

29

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu pusat pariwisata dunia,pada akhirnya Indonesia

dituntut untuk memberikan sesuatu yang berkualitas dalam segala hal,khususnya

pelayanan yang memadai dan yang dapat memberikan kepuasan terhadap konsumen

untuk menadapatkan hasil yang optimal serta berdampak baik bagi pelaku pariwisata

secara umum di dunia internasional. Salah satu sektor yang bergerak dibidang jasa

pelayanan dan sangat erat kaitannya dengan dunia pariwisata adalah di bidang

perhotelan.Pelayanan dibidang perhotelan menjadi kunci pokok ramai tidaknya

konsumen yang membutuhkan pelayanan.Dalam hal ini peran bauran pemasaran sangat

berpengaruh,para pelaku bisnis jasa perhotelan dituntut untuk lebih berkreasi dalam hal

bauran pemasaran agar bisnis mereka berkembang dengan baik dan tidak terpuruk

dalam persaingan yang semakin ketat.

Bisnis perhotelan saat ini berkembang dengan pesat,hal ini menjadi daya tarik

tersendiri,karena tidak saja memenuhi kebutuhan pelaku bisnis tetapi juga berkaitan

dengan peranan hotel dalam menunjang sektor pariwisata,akibatnya secara kuantitatif

meningkatkan jumlah hotel-hotel yang ada di Indonesia.Setiap perusahaan jasa

dihadapkan pada tingkat persaingan yang sangat ketat dalam meraih pelanggan. Para

produsen bersaing untuk menawarkan berbagai keunggulan, kenyamanan fasilitas,

kelengkapan prasarana, dan masih banyak hal lain yang mereka tawarkan kepada

konsumen untuk mempertahankan kontinuitas dan citra produsen. Persaingan diatas

tidak hanya merambah perusahaan-perusahaan atau produsen-produsen perhotelan yang

ada di Indonesia, akan tetapi juga mulai merambah perusahaan-perusahaan perhotelan

yang ada di kota kecil, seperti juga yang terjadi di Jember.

Kabupaten Jember adalah salah satu kabupaten yang terletak di Jawa Timur

yang memiliki program Bulan Berkunjung Jember (BBJ) untuk memperkenalkan

potensi alam dan budaya di Kabupaten Jember yang dirasa layak untuk dijadikan

sorotan wisata baik domestic maupun internasional. Jember Fashion Carnival (JFC)

adalah salah satu acara tahunan dalam rangkaian program Bulan Berkunjung Jember

yang mampu menjaring ribuan wisatawan dalam dan luar negeri sekaligus menjadi role

model dahsyatnya multiplier effect pariwisata bagi perekonomian daerah (M.Faried at

www.bisnis.com).JFC dapat dibilang pelopor fashion carnaval di Indonesia, bahkan

berada di urutan ke empat karnaval fantastik dan spektakuler dunia setelah Mardi Grass

30

New Orleans, AS, Rio De Jeneiro & Fastnatch Koln Jerman, National Costume di

Taiwan serta event sejenis di Republik Domika, Korea Selatan dan Thailand.

Sebagai efek dari trend tersebut, Jember dianggap sebagai lahan exclusive bagi

para pengembang di bidang perhotelan. Hingga kini di kota Jember banyak berdiri

hotel-hotel baru dengan beragam fasilitas yang di tawarkan. Dari sekian banyak hotel

yang ada di Jember, Hotel Panorama juga ikut meramaikan pasar pariwisata yang kini

penuh dengan persaingan dan tantangan. Menyadari akan tantangan tersebut Hotel

Panorama berusaha menawarkan kepada konsumen tentang jati diri pelayanan mereka

dengan berbagai cara termasuk dengan menerapkan bauran pemasaran jasa yang

meliputi produk, price, place, promosi, participant, proses, dan physical evidence untuk

menarik para konsumen.

RUMUSAN MASALAH

Dari uraian pada latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini dapat

dijabarkan sebagai berikut :

a. Apakah variabel promotion, place, price, dan physical evidence erpengaruh secara

simultan dan partial terhadap keputusan konsumen pada Hotel Panorama Jember ?

b. Variabel manakah yang berpengaruh secara dominan terhadap keputusan konsumen

dalam memilih jasa Hotel Panorama Jember

c. Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan maka peneliti dibatasi pada:

d. Variabel yang diteliti terbatas pada 4 variabel bauran pemasaran jasa yaitu:

promotion, place, price, dan physical evidence.

e. Konsumen yang memilih services Hotel Panorama Jember dalam jangka waktu satu

bulan menjelang dan setelah event Jember Fashion Carnival (JFC).

TUJUAN PENELITIAN

a. Untuk mengetahui pengaruh variabel promotion, place, price, dan physical

evidence secara simultan dan partial terhadap keputusan konsumen pada Hotel

Panorama Jember

b. Untuk mengetahui variabel mana yang berpengaruh secara dominan terhadap

keputusan konsumen dalam memilih jasa Hotel Panorama Jember.

31

METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Tujuan penelitian deskriptif adalah

memperoleh jawaban dari pertanyaan tentang siapa, apakah, kapan, dimana, dan

bagaimana dari suatu topik penelitian. Jadi, penelitian berupaya mendeskripsikan secara

sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen yang menginap di Hotel

Panorama pada bulan Juli hingga Agustus 2012. Sampel penelitian adalah sebagian atau

wakil populasi yang akan diteliti. Menurut Sugiono (2001:13), jumlah anggota sampel

minimal adalah 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti. Berdasarkan pernyataan

tersebut, dalam penelitian ini diambil sampel sebanyak 50 responden, karena jumlah

variabel yang diteliti adalah sebanyak 4 variabel bebas dan 1 variabel terikat. Analisis

regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel

promotion, place, price, dan physical evidence erpengaruh secara simultan dan partial

terhadap keputusan konsumen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui ada tidaknya

pengaruh promotion (X1), place (X2), price (X3), dan physical evidence (X4) terhadap

keputusan konsumen dalam memilih jasa Hotel Panorama Jember. Berdasarkan hasil

perhitungan dengan SPSS versi 20 diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. Collinearity

Statistics

B Std.

Error

Beta Tolerance VIF

1

(Constant) -1.846 .406 -

4.551 .000

Promotion .325 .080 .288 4.058 .000 .281 3.555

Place .317 .075 .269 4.219 .000 .349 2.865

Price .386 .089 .310 4.340 .000 .277 3.607

Physical

Evidence .238 .062 .216 3.835 .000 .446 2.240

a. Dependent Variable: Keputusan Konsumen

32

Dari hasil analisis regresi linier berganda pada tabel di atas maka diperoleh

model persamaan regresi linier berganda sebagai berikut :

Y = -1,846 + 0,325X1 + 0,317X2 + 0,386X3+ 0,238X4 + e

Model persamaan regresi diatas (kolom B) menunjukkan bahwa konstanta

regresi adalah -1,846. Nilai tersebut artinya jika variabel bebas dalam keadaan tetap

maka Y akan berkurang sebesar -1,846.

Nilai koefisien regresi variabel Promotion (X1) adalah sebesar 0,325 artinya jika

X1 bertambah sebesar satu satuan dan variabel bebas lainnya tetap maka Y akan

bertambah sebesar 0,325. Sedangkan tanda positif pada koefisien regresi tersebut

menunjukkan antara variabel X1dan Y menunjukkan hubungan searah. Jika Promosi

yang ditawarkan semakin menarik akan meningkat pula keputusan konsumen.

Nilai koefisien regresi variabel Place (X2) adalah sebesar 0,317 artinya jika

X2bertambah sebesar satu satuan dan variabel bebas lainnya tetap maka Y akan

bertambah sebesar 0,317. Koefisien regresi X2 positif menunjukkan antara variabel X2

dan Y menunjukkan hubungan searah. Jika tempat semakin strategis akan meningkatlah

keputusan konsumen.

Nilai koefisien regresi variabel Price (X3) adalah sebesar 0,386 artinya jika X3

bertambah sebesar satu satuan dan variabel bebas lainnya tetap maka Y akan bertambah

sebesar 0,386. Koefisien regresi X3 positif menunjukkan antara variabel X3 dan Y

menunjukkan hubungan searah. Jika harga semakin murah akan meningkatlah

keputusan konsumen.

Nilai koefisien regresi variabel Physical Evidence (X4) adalah sebesar 0,238

artinya jika X4 bertambah sebesar satu satuan dan variabel bebas lainnya tetap maka Y

akan bertambah sebesar 0,238. Koefisien regresi X4 positif menunjukkan antara variabel

X4 dan Y menunjukkan hubungan searah. Jika tempat semakin strategis akan

meningkatlah keputusan konsumen.

Koefisien Determinasi

Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi variabel Promotion (X1), Place

(X2), Price (X3), dan Physical Evidence (X4) terhadap keputusan konsumen (Y) secara

simulthan, maka dilakukan analisis koefisien determinasi. Analisis tersebut dalam SPSS

versi 20 adalah sebagai berikut :

33

Tabel 2. Tabel Koefisien Determinasi Berganda

Model Summaryb

Model R R

Square

Adjusted

R Square

Std.

Error of

the

Estimate

Change Statistics Durbin-

Watson R

Square

Change

F

Change

df1 df2 Sig. F

Change

1 .968a .936 .931 .453 .936 165.206 4 45 .000 1.798

a. Predictors: (Constant), Physical Evidence, Place, Promotion, Price

b. Dependent Variable: Keputusan Konsumen

Nilai R square (R2) sebesar 0,931 artinya dari asumsi nilai maksimal sebesar

100%. Variabel bebas berupa promotion, place, price, dan physical evidence memiliki

pengaruh sebesar 93,1% terhadap keputusan konsumen. Nilai ini terbilang tinggi (nilai

skala 1-100%) yang artinya pengaruh yang diberikan ke-empat variabel tersebut

terbilang tinggi terhadap keputusan konsumen. Jika ke-empat variabel tersebut dapat

dimaksimalkan oleh perusahaan, maka keputusan konsumen dalam memilih jasa

penginapan Hotel Panorama Jember akan semakin maksimal pula.

Uji F

Setelah model dari persamaan regresi diperoleh, selanjutnya dilakukan

pengujian hipotesis pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara simulthan.

Untuk melakukan pengujian tersebut digunakan Uji F, Jika diketahui bahwa nilai

Fhitunglebih besar daripada Ftabelmaka H0ditolak dan Haditerima, artinya variabel bebas

berpengaruh secara simulthan terhadap variabel terikat.

Nilai Ftabel dalam penelitian ini adalah F(4;45; 5%) = 2,8115 (Nilai F tabel dapat

dilihat pada tabel distribusi F kolom ke-4, baris ke 45 pada level of signifikant 5%)

sedangkan Nilai Fhitung adalah 165,206. Sehingga dapat dibandingkan bahwa Fhitung >

Ftabel maka Ha diterima dan H0 ditolak yang berarti hipotesis pertama yang menyatakan

bahwa Diduga vaiabel bebas berupa promotion, place, price dan physical evidence

berpengaruh secara simultan.terhadap variabel keputusan konsumen terbukti

kebenarannya.

Dari hasil uji F yang menyatakan bahwa variabel promotion, place, price, dan

physical evidence berpengaruh secara simulthan terhadap keputusan konsumen pada

Hotel Panorama Jember, maka berarti ke-empat variabel tersebut secara bersama-sama

bila ditingkatkan efektifitasnya maka akan membawa dampak positif bagi perusahaan

jasa yang dalam ini adalah Hotel Panorama Jember dimana keputusan konsumen dalam

memilih jasa penginapan Hotel Panorama Jember akan meningkat pula.

34

Uji t

Pengujian ini digunakan untuk menguji pengaruh maisng-masing variabel secara

parsial terhadap variabel terikat, yaitu dengan membandingkan nilai thitung dengan nilai

ttabelpada tingkat signifikasi 5% untuk uji t dua arah, atau dengan membandingkan

probabilitas dengan tingkat signifikasi yang digunakan. Jika probabilitas lebih kecil dari

tingkat signifikasi yang digunakan yaitu 0,05 (df = n- 2, dimana n =50 sehingga

df = 48, pada tabel distribusi t dapat dilihat pada baris ke-48 kolom ke-4), maka variabel

bebas tersebut memiliki pengaruh secara signifikan atau nyata terhadap variabel terikat.

Hasil analisis ini disajikan pada tabel berikut :

Tabel 3. Hasil Perhitungan Uji t

Variabel thitung ttabel Signifikasi

Promotion (X1) 4,058 2,01063 0,000

Place (X2) 4,219 2,01063 0,000

Price (X3) 4,340 2,01063 0,000

Physical Evidence (X4) 3,835 2,01063 0,000

Berdasarkan tabel 3 dapat dijelaskan pengaruh masing-masing variabel secara

individu sebagai berikut :

a) Besarnya pengaruh variabel promotion (X1) terhadap keputusan konsumen dalam

memilih jasa Hotel Panorama Jember (Y).

Pada tabel 4.19 diketahui thitung> ttabelyaitu 4,058 > 2,01063 dengan probabilitas

signifikan sebesar 0,000. Pada pengujian ini digunakan uji dua arah sehingga

thitungberada pada daerah H0ditolak.Hal ini berarti variabel promotion (X1)

berpengaruh secara parsial terhadap keputusan konsumen dalam memilih jasa Hotel

Panorama Jember (Y).

b) Besarnya pengaruh variabel place (X2) terhadap keputusan konsumen dalam

memilih jasa Hotel Panorama Jember (Y).

Pada tabel 4.19 diketahui thitung> ttabelyaitu 4,219 > 2,01063 dengan probabilitas

signifikan sebesar 0,000. Pada pengujian ini digunakan uji dua arah sehingga

thitungberada pada daerah H0 ditolak.Hal ini menunjukkan bahwa variabel place (X2)

berpengaruh secara parsial terhadap keputusan konsumen dalam memilih jasa Hotel

Panorama Jember.

c) Besarnya pengaruh variabel price (X3) terhadap keputusan konsumen dalam

memilih jasa Hotel Panorama Jember (Y).

35

Pada tabel 4.19 diketahui thitung> ttabelyaitu 4,340 > 2,01063 dengan probabilitas

signifikan sebesar 0,000. Pada pengujianini digunakan uji dua arah sehingga

thitungberada pada daerah H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa variabel price (X3)

berpengaruh secara parsial terhadap keputusan konsumen dalam memilih jasa Hotel

Panorama Jember

d) Besarnya pengaruh variable physical evidence (X4) terhadap keputusan konsumen

dalam memilih jasa Hotel Panorama Jember

Pada tabel 4.19 diketahui thitung > ttabel yaitu 3,835> 2,01063 dengan probabilitas

signifikan sebesar 0,000. Pada pengujian ini digunakan uji dua arah sehingga thitung

berada pada daerah H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa variabel physical

evidence (X4) berpengaruh secara parsial terhadap keputusan konsumen dalam

memilih jasa Hotel Panorama Jember

Dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa hipotesis yang ketiga yang

menyatakan bahwa Diduga variabel price (X3) secara partial mempunyai pengaruh

dominan terhadap keputusan konsumen (Y) pada Hotel Panorama Jember terbukti

kebenarannya.

Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik digunakan untuk memperoleh persamaan regresi linier

berganda yang tepat dan memenuhi standar dimana pendugaan bagi parameter koefisien

regresi harus memenuhi syarat BLUE (best linier unbiased estimator)yaitu memenuhi

asumsi uji multikolinearitas, autokorelasi, heteroskedasitas dan normalitas.

a) Uji Multikolinearitas

Berdasarkan perhitungan pada SPSS versi 20, dapat dilihat hasil dari nilai

variance inflation factor (VIF) sebagaimana terdapat pada lampiran. Berdasarkan hasil

pengujian VIF pada lampiran menunjukkan bahwa model regresi linier berganda yang

ada bebas dari multikolinearitas dengan indikator jika nilai berada pada kisaran 0,10

sampai 10. Selain itu multikolinearitas terjadi apabila angka tolerance (TOL) menjauhi

1 (Gujarati,2001). Nilai VIF dapat dilihat pada tabel berikut.

36

Tabel 4. Nilai VIF

No Variabel VIF

1 X1 3,555

2 X2 2,865

3 X3 3,607

4 X4 2,240

Dari tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa nilai VIF dari masing-masing variabel

bebas kurang dari 10 bahkan nilai-nya masih dibawah 5. Berdasarkan pedoman, maka

ke-empat varibel tersebut dapat dinyatakan bebas multikolinearitas.

b) Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah keadaan dimana variabel pengganggu (e) dengan variabel

(Y) terjadi korelasi.Untuk mengetahui adanya autokorelasi pada model regresi

dilakukan pengujian Durbin – Watson(Uji DW) dengan melihat nilai d1dan dupada tabel

Durbin – Watson.

Tabel 5. Uji Durbin-Watson

Model Summaryb

Model R R

Square

Adjusted

R

Square

Std.

Error of

the

Estimate

Change Statistics Durbin-

Watson R

Square

Change

F

Change

df1 df2 Sig. F

Change

1 .968a .936 .931 .453 .936 165.206 4 45 .000 1.798

a. Predictors: (Constant), Physical Evidence, Place, Promotion, Price

b. Dependent Variable: Keputusan Konsumen

Berdasarkan hasil uji DW pada sebesar 1,798 dan dari tabel Durbin-Watson

pada lampiran diketahui bahwa dl = 1,3779 dan dU= 1,7214 (baris 50 kolom k’ = 4).

Sesuai dengan kriteria pengambilan keputusan untuk Durbin-Watson seperti diatas

maka nilai DW dapat dikategorikan ke dalam poin c dimana : jika du < d < (4 – du)

atau 1,7214 < 1,798 < 2,2786), maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam model

regresi tersebut tidak ada autokorelasi.

c) Uji Heteroskedasitas

Dari hasil uji atau perhitungan model persamaan regresi linier berganda dengan

menggunakan program SPSS versi 20, hasilnya dapat dilihat pada grafik Scatterplot

bahwa titik-titik yang ada pada model persamaan regresi linier berganda tidak

membentuk pola yang teratur dan jelas, hal ini dapat diartikan bahwa tidak terjadi

heterokedasitas.

37

Gambar 1. Grafik Scatterplot

d) Uji Normalitas

Dari hasil uji atau perhitungan model persamaan regresi linier berganda dengan

menggunakan program SPSS versi 20, hasilnya dapat dilihat pada grafik Normal P-Plot bahwa

titik-titik yang ada pada model persamaan regresi berganda membentuk pola yang teratur dan

jelas pada garis diagonal, hal ini dapat diartikan bahwa variabel-variabel bebas memiliki

pengaruh terhadap variabel terikat, sehingga layak dipakai untuk memprediksi variabel bebas

dan sebaliknya.

Gambar 2. Grafik Normal P-Plot of Regression Standarized

Pembahasan

Hasil analisis regresi linier berganda secara detail menunjukkan bahwa koefisien

variabel bebas adalah sebagai berikut : variabel promotion (X1) dengan koefisien 0,325;

variabel place (X2) dengan koefisien sebesar 0,317; variabel price (X3) dengan koefisien

0,386 dan variable physical evidence (X4) dengan koefisien 0,238. Sedangkan konstanta

38

berdasarkan hasil analisis regresi adalah -1,846; sehingga diperoleh model

persamaan regresi sebagai berikut :

Y = -1,846 + 0,325X1 + 0,317X2 + 0,386X3+ 0,238X4 + e

Nilai koefisien regresi semua variabel bebas adalah positif yang menandakan

adanya hubungan searah antara variabel bebas dengan variabel bebas dengan variabel

terikat. Artinya peningkatan dari kualitas variabel bebas sebagai strategi pemasaran

akan meningkatkan pula kepuasan pelanggan. Berdasarkan pengujian hipotesis Uji t

yang menguji pengaruh variabel bebas secara parsial, menunjukkan nilai t variabel X3

yaitu price memiliki nilai paling besar, hal ini menunjukkan bahwa variabel harga

adalah variabel dominan pengaruhnya terhadap keputusan konsumen. Ke-empat

variabel bebas tersebut merupakan ke-empat variabel yang berpengaruh terhadap

perkembangan dan kemajuan usaha Hotel Panorama Jember. Dengan meningkatkan ke-

empat variabel tersebut, maka akan meningkat pula jumlah konsumen yang

memutuskan untuk menggunakan jasa penginapan Hotel Panorama Jember

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil analisa data dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Variabel promotion (X1), place (X2), price (X3), dan physical evidence (X4) secara

bersama-sama (simulthan) berpengaruh terhadap Keputusan Konsumen (Y) pada

Hotel Panorama Jember.

2. Variabel promotion (X1), place (X2), price (X3), dan physical evidence (X4) secara

partial berpengaruh terhadap Keputusan Konsumen (Y) pada Hotel Panorama

Jember.

3. Variabel bebas (X) yang secara partial berpengaruh dominan terhadap Keputusan

Konsumen (Y) pada Hotel Panorama Jember adalah price (X3)

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas beberapa saran yang dapat disampaikan adalah

sebagai berikut :

1. Bagi peneliti selanjutnya

Mengingat dalam penelitian ini variabel marketing mix perusahaan jasa yang

digunakan terbatas menjadi 4 variabel yaitu promotion (X1), place (X2), price (X3),

39

dan physical evidence (X4), maka disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk

melengkapi variabel bebas penelitian dengan variabel marketing mix perusahaan

jasa yang lain.

2. Bagi perusahaan jasa

Bagi Hotel Panorama Jember disarankan untuk lebih memperhatikan variabel-

variabel marketing mix agar usaha jasa dapat berjalan secara maksimal dan

menghasilkan income yang maksimal pula.

40

DAFTAR PUSTAKA

Agus Widarjono. 2005. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis.

Yogyakarta: Ekonosia.

Arik Fitriani. 2002. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Penjulan Kecap

pada Perusahaan Kecap ”Jeruk Pecel” di Surabaya. Skripsi. Fakultas

Ekonomi Universitas Muhammadiyah Jember.

Basu Swastha. 2001. Azas-Azas Marketing. Yogyakarta: Liberty.

Basu Swastha dan Irawan. 2002. Manajemen Pemasaran Modern. Edisi Kesepuluh.

Yogyakarta: Liberty.

Basu Swastha dan T.Handoko.2002. Manajemen Pemasaran dan Analisa Perilaku

Konsumen. Yogyakarta: Liberty.

Cravens. et al. 1997. Marketing Principle. California: Goodyear Publ.Co.Inc.

Engel, James F, Roger D Blackwell, Paul W Miniard. 1994. Perilaku Konsumen. Jilid I

Terjemahan Edisi Ke Enam. Jakarta: Bina Aksara.

Freddy Rangkuti. 2001. Practicial Data Analalysis & Interpretation: Marketing &

Behaviour. Jakarta: PT Elex Media Computindo.

Gujarati, Damodar. 1997. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga.

-----------. 2000. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Heru Pudjo Prasetya. 2008. Analisis Pengaruh Marketing Mix terhadap Keputusan

Konsumen untuk Membeli Produk Cap Mobil di Daerah Situbondo. Skripsi.

Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Jember.

Imam Ghozali. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang:

Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

J. Supranto. 2000. Metode Ramalan Kuantitatif Untuk Perencanaan. Jakarta: Rineka

Cipta.

-----------.2001. Statistik dan Teori Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Kotler, Philip. 2000. Marketing Management, Analysis, Planning, and Control. 9th

Edition. Englewood Cliffs, New Jersey: Printice Hall Inc.

-----------. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Sembilan. Jakarta: Prenhallindo.

Kotler, Philip dan Garry Amstrong. 1997. Dasar-Dasar Pemasaran/Principles of

Marketing. Jilid II. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Prenhalindo Indonesia.

M. Singarimbun dan Sofyan Effendi. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Maholtra. 1999. Marketing Research an Applied Orientation. Third Condition, New

Jersey: Prentice Hall Saddle River.

41

Murni Sumarni. 2003. Pengantar Bisnis. Edisi Kelima. Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Nur Indriantoro dan Bambang Supomo.2001. Metodologi Penelitian Bisnis untuk

Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE UGM.

Paul, J. Peter, Jerry C. Olson. 1999. Consumer Behavior, Perilaku Konsumen dan

Strategi Pemasaran. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Singgih Santoso. 2001. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: PT Elex

Media Computindo.

Stanton, William J dan Furel. 1997. Fundamental of Marketing. Boston: Mc Graw-Hill.

Suharsini Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

Rineka Cipta.

Sugiyono. 2001. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

42

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KONSUMEN

DALAM PEMBELIAN ROKOK TALI JAGAT

Imroatin Hasanah

Anwar

Hisyam Zaini

ABSTRACT

The purpose of this study is (1) To determine whether the taste factor, brand,

package, price, place and promotion simultaneously and partially influence the

consumer decision to purchase cigarettes in sub Tiris Tali Jagat Proobolinggo (2) To

determine which of the taste factor, branding, packaging, price, place and promotion

are the dominant influence on consumer decisions in purchasing cigarettes at Tali

Jagat Tiris district Proobolinggo. Results of this research are (1) note that the

calculated F is greater than F table (9.286> 2.88) so that it can be concluded that all

independent variables simultaneously affect the dependent variable (2) dominant

variable is the price the consumer terhadapkeputusan. This can be seen from the

calculation of t t the biggest among other variables, it can be concluded that the

dominant influence on the price variable Y (customer decision).

Key words : taste, brand, package, price, place, promotion, consumer decision

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui apakah faktor rasa, merek,

kemasan, harga, tempat dan promosi berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap

keputusan konsumen dalam pembelian rokok Tali Jagat di kecamatan Tiris

Proobolinggo (2) Untuk mengetahui faktor mana diantara rasa, merek, kemasan, harga,

tempat dan promosi yang berpengaruh dominan terhadap keputusan konsumen dalam

pembelian rokok Tali Jagat di kecamatan Tiris Probolinggo. Hasil penelitian ini adalah

(1) diketahui bahwa F hitung lebih besar dari F tabel (9,286 > 2,88) sehingga dapat

diambil kesimpulan bahwa seluruh variabel bebas secara serentak berpengaruh terhadap

variabel terikat (2) variabel yang berpengaruh dominan terhadapkeputusan konsumen

adalah harga. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil perhitungan t hitung yang terbesar

diantara t hitung variabel lain, maka dapat diambil kesimpulan bahwa harga

berpengaruh dominan terhadap variabel Y (keputusan konsumen).

Kata kunci : rasa, merek, kemasan, harga, tempat, promosi, keputusan konsumen

PENDAHULUAN

Rokok sebagai salah satu barang konvenien yaitu barang yang mudah

didapat dan dibeli oleh konsumen dengan usaha yang minimal pada toko-toko atau

warung terdekat. Biasanya produk ini dibeli dengan jumlah unit yang kecil, tetapi

43

frekuensi pembelian yang sering. Satu hal yang menarik dari produk rokok ini

adalah asumsi umum yang logis bahwa rokok, sebagai suatu produk yang memiliki

konotasi atau makna yang negative dalam kontek kesehatan. Kendati rokok

berbahaya bagi kesehatan namun permintaan akan rokok cenderung meningkat.

Semakin gencarnya kampanye gerakan anti asap rokok hingga pemberlakuan

lokasi bebas asap rokok yang dicanangkan pemerintah baru-baru ini, bahkan

sampai dikeluarkannya fatwa haram merokok oleh MUI tidak menyurutkan

permintaan produk ini. Dari tahun ketahun permintaan rokok semakin meningkat,

sejak tahun 2007 permintaan produk rokok mengalami peningkatan sebesar 14%

pertahun (www.wikipedia.com).

Faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam pembelian produk

terutama produk rokok, pada umumnya dipengaruhi oleh produk, diantaranya rasa,

merek dan kemasan. Rasa merupakan sesuatu yang dikecap oleh indera perasa:

lidah, kulit, dan saraf. (Yulius S, 1984:200). Sedangkan merek merupakan nama,

istilah, tanda, simbol/lambang, desain, warna, gerak atau kombinasi atribut-atribut

produk lainnya yang diharapkan dapat memberikan identitas dan diferensiasi

terhadap produk pesaing (Fandi Tjiptono,1997:102). Selain rasa dan merek

konsumen juga ingin produk yang di komsumsinya merupakan produk yang

kemasannya mudah dibuka dan mudah dibawa. Harga yang terjangkau serta

kemudahan mendapatkan atau memperoleh produk menjadi pertimbangan bagi

konsumen untuk mengkomsumsi produk-produk tertentu. Hal tersebut memberikan

dampak positif bagi konsumen yang diharapkan melakukan pembelian ulang.

Faktor lain yang mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen adalah

promosi. Promosi yaitu berbagai kegiatan perusahaan untuk mengkomunikasikan

dan memperkenalkan produk pada pasar sasaran. promosi meliputi periklanan,

penjualan perorangan, promosi penjualan, dan hubungan masyarakat. Iklan yang

sesuai dengan produk yang ditawarkan dan mempunyai daya tarik akan

mempengaruhi konsumen. Disini perusahan dituntut untuk mengembangkan

produknya dengan memperhatikan keinginan konsumen, dimana faktor-faktor

tersebut memiliki peranan penting dalam pemasaran dan kelangsungan hidup

perusahaan.

44

RUMUSAN MASALAH

1. Apakah faktor rasa, merek, kemasan, harga, tempat dan promosi berpengaruh secara

simultan dan parsial terhadap keputusan konsumen dalam pembelian rokok Tali

Jagat di Kecamatan Tiris Proobolinggo?

2. Faktor manakah yang berpengaruh dominan terhadap keputusan konsumen dalam

pembelian rokok Tali Jagat di Kecamatan Tiris Proobolinggo?

TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui besarnya pengaruh secara simultan dan parsial dari faktor rasa,

merek, kemasan, harga, tempat dan promosi terhadap keputusan konsumen dalam

pembelian rokok Tali Jagat di Kecamatan Tiris Probolinggo.

2. Untuk mengetahui faktor yang berpengaruh dominan terhadap keputusan konsumen

dalam pembelian rokok Tali Jagat di Kecamatan Tiris Probolinggo.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatori yang akan mencari pengaruh

rasa, merek, kemasan, harga, tempat dan promosi terhadap keputusan konsumen dalam

pembelian rokok Tali Jagat di Kecamatan Tiris Probolinggo. Data yang digunakan

dalam penelitian ini data primer yang digali dari responden yang terdiri dari konsumen

yang melakukan pembelian rokok Tali Jagat di kecamatan Tiris.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel dengan pertimbangan atau kriteria

tertentu dari responden. Kriteria sampel dalam penelitian ini antara lain :

1. Konsumen yang membeli rokok Tali Jagat lebih dari 3x

2. Konsumen laki-laki yang berusia diatas 17 tahun.

Populasi penelitian ini tidak di ketahui jumlahnya (unlimited) sehingga

penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan standart sampel ≤ 30 sampel kecil,

sampel ≥ 120 sampel besar yang di ambil.(J.Supranto, 2001:25). Maka dalam penelitian

ini sampel yang diambil sebanyak 60 responden yaitu konsumen yang membeli rokok

Tali Jagat di Kecamatan Tiris Probolinggo.

45

Analisis regresi linier berganda digunakan dalam penelitian ini untuk melihat pengaruh

rasa, merek, kemasan, harga, tempat dan promosi terhadap keputusan konsumen dalam

pembelian rokok Tali Jagat di Kecamatan Tiris Probolinggo.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor – faktor bebas yaitu rasa,

merek, kemasan, harga, tempat dan promosi terhadap faktor terikat keputusan

konsumen dalam membeli rokok Tali Jagat di Kecamatan Tiris digunakan Analisis

Regresi Linier Berganda. Berdasarkan data responden pada faktor (rasa, merek,

kemasan, harga, tempat dan promosi) yang dijawab oleh responden, serta hasil

perhitungan komputer dengan menggunakan SPSS ver. 14, diperoleh persamaan Regresi

Linier Berganda sebagai berikut :

Y = -2,347+ 0,167X1 + 0,129X2 + 0,132X3 + 0,441X4 +0,124X5+0,409X6

Konstanta sebesar -2,347 dapat diartikan bahwa keputusan konsumen apabila

tidak di pengaruhi oleh faktor rasa, merek, kemasan, harga, tempat dan promosi. Lebih

jauh lagi dapat diartikan bahwa jika rasa, merek, kemasan, harga, tempat dan promosi

nilainya nol atau tidak ada maka keputusan konsumen negatif atau pembelian konsumen

mengalami penurunan.

Persamaan regresi rasa (X1) berdasarkan kesesuaian rasa dengan selera dan

keunikan rasa bernilai positif sebesar 0,167 di artikan bahwa jika rasa (X1) mengalami

perubahan maka keputusan konsumen akan meningkat sebesar 0,167 dikali satu-satuan

dengan asumsi faktor-faktor bebas lainnya dianggap konstan. Arti lebih lanjut jika

merek, kemasan, harga, tempat dan promosi tidak mengalami perubahan maka rasa

berpengaruh positif terhadap keputusan konsumen.

Persamaan regresi faktor merek (X2) berdasarkan kemudahan mengingat merek

dan prestise bernilai positif sebesar 0,129 diartikan bahwa jika merek (X2) mengalami

perubahan maka keputusan konsumen akan meningkat sebesar 0,129 dikali satu-satuan

dengan asumsi faktor-faktor bebas lainnya dianggap konstan. Arti lebih lanjut jika rasa,

kemasan, harga, tempat dan promosi tidak mengalami perubahan maka merek

berpengaruh positif terhadap keputusan konsumen..

Persamaan regresi faktor kemasan (X3) dilihat dari daya tarik warna dan gambar

serta perlindungan terhadap isi produk bernilai positif sebesar 0,132 diartikan bahwa

46

jika kemasan (X3) mengalami perubahan maka keputusan konsumen akan berubah

sebesar 0,132 dikali satu-satuan dengan asumsi faktor-faktor bebas lainnya dianggap

konstan. Arti lebih lanjut jika rasa, merek, harga, tempat dan promosi tidak mengalami

perubahan maka kemasan berpengaruh positif terhadap keputusan konsumen..

Persamaan regresi faktor harga (X4) dilihat dari penilaian tentang harga serta

kesesuaian harga dengan daya beli bernilai positif sebesar 0,441 diartikan bahwa jika

harga (X4) mengalami perubahan maka keputusan konsumen akan meningkat sebesar

0,441 dikali satu-satuan dengan asumsi faktor-faktor bebas lainnya dianggap konstan.

Arti lebih lanjut jika rasa, merek, kemasan, tempat dan promosi tidak mengalami

perubahan maka harga berpengaruh kuat positif terhadap keputusan konsumen.

Persamaan regresi faktor tempat (X5) berdasarkan kemudahan memperoleh dan

ketersediaan produk bernilai positif sebesar 0,124 diartikan bahwa jika tempat (X5)

mengalami perubahan maka keputusan konsumen akan meningkat sebesar 0,124 dikali

satu-satuan dengan asumsi faktor-faktor bebas lainnya dianggap konstan. Arti lebih

lanjut jika rasa, merek, kemasan, harga dan promosi tidak mengalami perubahan maka

tempat berpengaruh positif terhadap keputusan konsumen..

Persamaan regresi faktor promosi (X6) berdasarkan kemudahan memperoleh dan

ketersediaan produk bernilai positif sebesar 0,409 diartikan bahwa jika promosi (X6)

mengalami perubahan maka keputusan konsumen akan meningkat sebesar 0,409 dikali

satu–satuan dengan asumsi faktor-faktor bebas lainnya dianggap konstan. Arti lebih

lanjut jika rasa, merek, kemasan, harga dan tempat tidak mengalami perubahan maka

promosi berpengaruh kuat positif ternadap keputusan konsumen..

Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Hasil pengujian F test dapat dilihat pada gambar 1 berikut:

Gambar 1. Kriteria Uji F

2,28 9,286

Ho diterima Ho ditolak

47

Dari gambar 1. di atas diketahui bahwa F hitung sebesar 9,286, dan F tabel sebesar

2,28, F hitung berada pada daerah arsiran yang berarti Ho1 ditolak dan Ha1 diterima,

yaitu F hitung > F tabel, yang menyatakan bahwa faktor rasa, merek, kemasan, harga,

tempat dan promosi sebagai faktor independen berpengaruh secara simultan atau

bersama-sama terhadap keputusan konsumen.

Dari hasil pengujian di atas diketahui hipotesis pertama yang menyatakan bahwa

faktor rasa, merek, kemasan, harga, tempat dan promosi sebagai faktor independen

berpengaruh secara simultan atau bersama-sama terhadap keputusan konsumen terbukti.

Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual (Ujt)

Uji statistik t pada penelitian ini untuk menunjukkan secara partial atau

individual antara faktor rasa, merek, kemasan, harga, tempat dan promosi sebagai faktor

independen terhadap keputusan konsumen (Y).

Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t) pengaruh rasa (X1) terhadap

keputusan konsumen (Y)

Hasil analisis menunjukkan nilai t-hitung dari faktor rasa (X1) sebesar 1,673

dengan nilai signifikan sebesar 0,100 (>0,05) berarti Ho diterima dan Ha ditolak yang

mengindikasikan bahwa faktor rasa (X1) tidak berpengaruh signifikan terhadap

keputusan konsumen (Y). Hasil keputusan uji dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2. Kriteria Uji t faktor rasa (X1)

Dari gambar 2 di atas diketahui bahwa t hitung sebesar 1,673, dan t tabel sebesar

2,00, t hitung berada pada daerah Ho diterima dan Ha ditolak, yaitu t hitung < t tabel,

dengan demikian faktor rasa (X1) tidak berpengaruh signifikan terhadap Keputusan

konsumen.

Ho ditolak

1,673 2,00 -2,00

Ho ditolak

Ho diterima

48

Hasil Uji signifikansi parameter individual (Uji t) pengaruh merek (X2) terhadap

keputusan konsumen (Y)

Coefficient nilai t-hitung dari faktor merek (X2) sebesar 1,026 dengan nilai

signifikan sebesar 0,310(>0,05) berarti Ho diterima dan Ha ditolak yang

mengindikasikan bahwa faktor merek (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap

keputusan konsumen. Hasil keputusan uji dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3. Kriteria Uji t faktor merek (X2)

Dari gambar 3 di atas diketahui bahwa t hitung sebesar 1,026, t tabel sebesar

2,00, t hitung berada pada daerah Ho diterima dan Ha ditolak, yaitu t hitung < t tabel,

dengan demikian faktor merek (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan

konsumen.

Hasil Uji signifikansi parameter individual (Uji t) pengaruh kemasan (X3)

terhadap keputusan konsumen (Y)

Berdasarkan hasil analisis nilai t-hitung dari faktor kemasan (X3) sebesar 1,203

dengan nilai signifikan sebesar 0,234 (>0,05) berarti Ho diterima dan Ha ditolak yang

mengindikasikan bahwa faktor kemasan (X3) tidak berpengaruh signifikan terhadap

keputusan konsumen (Y). Hasil keputusan uji dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4. Kriteria Uji t faktor kemasan (X3)

1,203 2,00 -2,00

Ho ditolak

Ho diterima

Ho ditolak

1,026 2,00

Ho ditolak Ho ditolak

Ho diterima

-2,00

49

Dari gambar 4 di atas diketahui bahwa t hitung sebesar 1,203 dan t tabel sebesar

2,00, t hitung berada pada daerah Ho diterima dan Ha ditolak, yaitu t hitung < t tabel,

dengan demikian faktor kemasan (X3) tidak berpengaruh terhadap keputusan konsumen.

Hasil Uji Signifikansi parameter individual (Uji t) pengaruh harga (X4) terhadap

keputusan konsumen (Y)

Dari hasil analisis nilai t-hitung dari faktor harga (X4) sebesar 4,039 dengan nilai

signifikan sebesar 0,000 (<0,05) berarti Ho ditolak dan Ha diterima yang

mengindikasikan bahwa faktor harga (X4) berpengaruh signifikan terhadap keputusan

konsumen (Y). Hasil keputusan uji dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5. Kriteria Uji t faktor harga (X4)

Dari gambar 5 di atas diketahui bahwa t hitung sebesar 4,039, t tabel sebesar

2,00, t hitung berada pada daerah Ho ditolak dan Ha diterima, yaitu t hitung > t tabel,

dengan demikian faktor harga (X4) berpengaruh signifikan terhadap keputusan

konsumen.

Hasil Uji signifikansi parameter individual (Uji t) pengaruh tempat (X5) terhadap

keputusan konsumen (Y)

Hasil analisis menunjukkan nilai t-hitung dari faktor tempat (X5) sebesar 0,973

dengan nilai signifikan sebesar 0,335 (>0,05) berarti Ho diterima dan Ha ditolak yang

mengindikasikan bahwa faktor tempat (X5) tidak berpengaruh signifikan terhadap

keputusan konsumen (Y). Hasil keputusan uji dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 6. Kriteria Uji t faktor tempat (X5)

2,00 4,039 -2,00

Ho ditolak

Ho diterima

Ho ditolak

0,973 2,00 -2,00

Ho ditolak

Ho diterima

Ho ditolak

50

Dari gambar 6 di atas diketahui bahwa t hitung sebesar 0,973, t tabel sebesar

2,00, t hitung berada pada daerah Ho diterima dan Ha ditolak, yaitu t hitung < t tabel,

dengan demikian faktor tempat (X5) tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan

konsumen.

Hasil Uji signifikansi parameter individual (Uji t) pengaruh promosi (X6) terhadap

keputusan konsumen (Y)

Hasil analisis menunjukkan nilai t-hitung dari faktor promosi (X6) sebesar 3,652

dengan nilai signifikan sebesar 0,001 (<0,05) berarti Ho ditolak dan Ha diterima yang

mengindikasikan bahwa faktor promosi (X6) berpengaruh signifikan terhadap keputusan

konsumen (Y). Hasil keputusan uji dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 7. Kriteria uji t faktor promosi (X6)

Dari gambar 7 di atas diketahui bahwa t hitung sebesar 3,652, t tabel sebesar

2,00, t hitung berada pada daerah Ho ditolak dan Ha diterima, yaitu t hitung > t tabel,

dengan demikian faktor promosi (X6) berpengaruh signifikan terhadap keputusan

konsumen.

Berdasarkan hasil uji t diketahui faktor harga (X4), mempunyai nilai thitung paling

besar dibanding thitung faktor rasa (X1), merek (X2), kemasan (X3), tempat (X5) dan

promosi (X6), ini menunjukkan bahwa faktor harga (X4) berpengaruh dominan terhadap

keputusan konsumen, jadi hipotesis kedua yang menyatakan faktor harga sebagai faktor

yang dominan mempengaruhi keputusan konsumen terbukti.

Hasil Uji Koefisien Determinansi (R2)

Koefisien determinan R2 digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan

model menerangkan variasi faktor dependen. Dari olah data output SPSS v.14.00 pada

Model Summary diperoleh nilai R Square sebesar 0,512 (51,2%). Hal ini menunjukkan

bahwa faktor rasa, merek, kemasan, harga, tempat dan promosi dapat menjelaskan

2,00 3,652

Ho ditolak

Ho diterima

Ho ditolak

-2,00

51

keputusan konsumen sebesar 51,2% dan sisanya 48,8 % dijelaskan oleh faktor lain di

luar model ini.

Hasil Uji asumsi Klasik

Hasil Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan

adanya korelasi antar faktor bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya

tidak terjadi korelasi diantara faktor bebas. Hasil pengujian gejala multikolonearitas

terlihat pada tabel 4.5 berikut :

Tabel 1. Uji Multikolinearitas

Faktor Independen

Collinearity Statistics Keterangan

Tolerance VIF

Rasa 0,953 1,049 Tidak ada Multikolinearitas

Merek 0,762 1,313 Tidak ada Multikolinearitas

Kemasa

n 0,856 1,168 Tidak ada Multikolinearitas

Harga 0,856 1,168 Tidak ada Multikolinearitas

Tempat 0,926 1,080 Tidak ada Multikolinearitas

Promosi 0,927 1,079 Tidak ada Multikolinearitas

Hasil output SPSS untuk VIF dan Tolerance mengindikasikan tidak terdapat

multikolearitas yang serius. Hal ini diindikasikan oleh Nilai VIF tidak ada yang

melebihi 10 dan nilai Tolerance tidak ada yang kurang dari 0,10. Hal ini juga

ditunjukkan oleh koefisien korelasi antar faktor independen tidak ada korelasi yang

cukup serius.

Hasil Uji Autokorelasi

Auto korelasi adalah keadaan dimana faktor pengganggu (e) dengan faktor (Y)

terjadi kolerasi. Untuk mengetahui adanya autokolerasi pada model regresi dilakukan

pengujian Durbin – Watson (Uji DW). Berdasarkan hasil perhitungan uji DW sebesar

2,144. maka diambil kesimpulan bahwa dalam model regresi tersebut tidak terjadi

Autokorelasi (Bilson Simamora, 2005:64).

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.

Berdasarkan grafik scatterplots terlihat bahwa titik-titik tidak membentuk pola tertentu,

dalam hal ini titik-titik menyebar secara acak (random) serta tersebar baik di atas

52

maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi

heteroskedastisitas pada model regresi.

20-2

Regression Standardized Predicted Value

2

0

-2

Re

gre

ss

ion

Stu

de

nti

zed

Re

sid

ua

l

Scatterplot

Dependent Variable: Keputusan Konsumen

Gambar 8. Scatterplot

Hasil Uji Normalitas Data

Pada grafik normal probability plots diketahui bahwa titik-titik menyebar

berhimpit di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Sedangkan pada

grafik histogram tampak bahwa residual terdistribusi secara normal dan berbentuk

simetris, maka berdasarkan analisa grafik normal probability plots dan histogram, dapat

disimpulkan bahwa residual terdistribusi secara normal.

1.00.80.60.40.20.0

Observed Cum Prob

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

Expe

cted

Cum

Pro

b

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Dependent Variable: Keputusan Konsumen

Gambar 9. Normal P Plot

53

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa faktor rasa yang diukur dari

kesesuaian rasa dengan selera serta keunikan rasa, faktor merek yang diukur dari nama

merek dan prestise, faktor kemasan yang diukur dari daya tarik warna dan gambar pada

bungkus serta perlindungan isi produk, faktor tempat yang dilihat dari kemudahan

memperoleh serta ketersediaan produk, diketahui ketiga faktor tersebut tidak

berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen, yang berarti ketiga faktor

tersebut tidak banyak merubah keputusan konsumen untuk membeli rokok Tali Jagat

Kecamatan Tiris.

Dari Analisis data diatas diketahui bahwa faktor harga yang diukur dari tingkat

harga dan kesesuaian dengan daya beli, faktor promosi yang dilihat dari periklanan dan

pemberian hadiah, diketahui berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen,

berarti ketika ada harga serta sesuai dengan daya beli konsumen dan iklan yang menarik

serta pemberian hadiah akan memberikan perubahan signifikan pada keputusan

konsumen rokok Tali Jagat di Kecamatan Tiris.

Penelitian yang dilakukan pada konsumen rokok Tali Jagat di Kecamatan Tiris

membuktikan bahwa rasa, merek, kemasan, harga, tempat dan promosi berpengaruh

signifikan secara simultan terhadap keputusan konsumen, dan harga dominan

mempengaruhi keputusan konsumen.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu yang dilakukan Bahtiar

Rivai (2005) pada konsumen rokok Djarum 76 di Kecamatan Yosowilangun, dimana

faktor merek dominan mempengaruhi keputusan konsumen. Begitupun dengan

penelitian Fajar Priyanto (2005) pada konsumen rokok Gudang Garam di Fakultas

Ekonomi Unmuh Jember yang menyimpulkan faktor iklan dominan mempengaruhi

keputusan konsumen. Perbedaan faktor dominan yang mempengaruhi keputusan

konsumen lebih karena disebabkan produk yang diteliti dalam penelitian ini merupakan

produk untuk kelas menengah kebawah yang sesuai dengan wilayahnya yang rata-rata

penduduk Kecamatan Tiris merupakan kelas menengah ke bawah sehingga faktor harga

menjadi pertimbangan untuk melakukan pembelian produk.

54

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hipotesis pertama yang menyatakan terdapat pengaruh signifikan antara faktor rasa,

merek, kemasan, harga, tempat dan promosi secara simultan terhadap keputusan

konsumen terbukti. Hal tersebut dapat diketahui dengan melihat perbandingan antara

F hitung dengan F tabel pada bab sebelumnya diketahui bahwa F hitung lebih besar

dari F tabel (9,286 > 2.28). Selain itu diketahui bahwa probabilitas F hitung adalah

sebesar 0,000. Nilai tersebut masih dibawah nilai (0,001 < 0,05). Sehingga

disimpulkan bahwa variabel bebas secara bersama – sama berpengaruh signifikan

terhadap variabel terikat. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan uji t

(t-test) diketahui faktor rasa, merek, kemasan dan tempat tidak berpengaruh secara

parsial terhadap keputusan konsumen, sedangkan faktor harga dan promosi

berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen.

2. Berdasarkan hasil uji t dapat dilihat bahwa faktor harga (X4) mempunyai nilai t

hitung paling besar dengan taraf signifikansi paling kecil, hal ini menunjukkan

bahwa faktor harga berpengaruh dominan terhadap keputusan konsumen.

Saran

1. Pihak manajemen hendaknya melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan

penjualan produk dengan melakukan perubahan seperti meningkatkan kualitas rasa,

merubah kemasan menjadi lebih menarik, melakukan promosi lebih gencar hingga

merek banyak dikenal masyarakat dan pendistribusian yang lebih merata dan lebih

lancar sehingga konsumen tidak kesulitan untuk mendapatkan produk. Diharapkan

dengan pelaksanaan kegiatan tersebut dapat mempengaruhi keputusan konsumen

untuk membeli rokok Tali Jagat. Selain itu karena faktor harga dan promosi

merupakan faktor yang signifikan dalam mempengaruhi konsumen untuk membeli

rokok Tali Jagat, maka pihak menajemen dituntut untuk berhati-hati dalam

menetapkan kebijakan harga serta kegiatan promosi yang lebih di tingkatkan lagi,

karena kedua faktor ini signifikan mempengaruhi keputusan konsumen.

2. Untuk peneliti yang akan datang dengan obyek dan topik yang sama hendaknya

menambah variabel bebas karena dalam penelitian ini masih ada 48,8% dipengaruhi

oleh variabel lain.

55

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto ,2003, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Renika Cipta Karya,

Jakarta.

Bahtiar Rivai, 2006, Pengaruh Merk, Harga, dan Rasa Terhadap Keputusan

Konsumen Dalam Mengkomsumsi Rokok Merek Djarum 76 Di Kecamatan

Yosowilangun Lumajang, Skripsi Universitas Muhammadiyah Jember.

Basu Swasta DH dan T.Hani Handoko, 2000, Manajemen Pemasaran “ Analisis

Perilaku Konsumen”, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.

Buchri Alma, 2004, Manajemen Pemasaran Dan Pemasaran Jasa, Alfabeta, Bandung.

Bilson Simamora, 2002, Analisis Multivariat Pemasaran, Gramedia Utama Jakarta.

Fajar Priyanto, 2005, Analisis Beberapa Variabel Yang Mempengaruhi Keputusan

Konsumen Rokok Merek Gudang Garam Di Fakultas Ekonomi Universitas

Muhammadiyah Jember. Skripsi Universitas Muhammadiyah Jember.

Fandi Tjiptono, 1997, Strategi Pemasaran, Andi, Yogyakarta.

Http://id.wikipedia.org/wiki/Talijagat/

Imam Ghazali, 2005, Amplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi

Tiga, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

J.Supranto, 2001, Statistik : Teori dan Aplikasi, Edisi Ke Lima, Jilid Dua, Erlangga,

Jakarta.

M. Iqbal Hasan, 1999, Statistik I : Statistik Deskriptif, Bumi Aksara, Jakarta

Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 1999, Metodologi Penelitian Bisnis, Edisi

Pertama, BPFE, Yogyakarta.

Philip Kotler dan Gary Amstrong, 1997, Dasar-dasar Pemasaran, Jillid I, Prehalindo,

Jakarta.

Riduwan, 2003, Dasar-dasar Statistika, Edisi Kedua, Bandung, Alfabeta.

Rudi Wibowo, 2000, Ekonometrika Analisis Data Parametrik, Fakultas Pertanian,

Universitas Jember.

Sugiono, 2000, Metode Penelitian Bisnis, Cetakan Kedua, Penerbit Alfabeta, Bandung.

Yulius.S, 1984, Kamus Baru Bahasa Indonesia, Usaha Nasional, Surabaya.

56

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP

PRAKTIK MANAJEMEN LABA DI INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA

Nurhayati Andikasari

Arik Susbiyani

Norita Citra Y

ABSTRACT

This study aims to give empirical evidence about influence of Managerial

Ownership, Institutional Ownership, Size of Directors Council and Audit Committee

simultaneously and partially to eraning management at banking company in Indonesian

Stock Exchange (BEI). For the analyze, this research use Multiple linear regression.

The result of examination of hypothesis can be expressed that Managerial

Ownership, Institutional Ownership, Size of Directors Council and Audit Committee

have an simultaneously effect to earning management at banking company in BEI. In

addition, the result also express that partialyl the Managerial Ownership and Size of

Directors Council have an effect to earning management at banking company in BEI.

While Institutional Ownership and Audit Committee partially not have significantly

effect to earning management at banking company in BEI.

Keywords : Earning Management, Managerial Ownership, Institutional Ownership,

Size of Directors Council and Audit Committee

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh

Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Direksi dan Komite

Audit baik secara simultan maupun parsial terhadap manajemen laba pada perusahaan

perbankan di BEI. Untuk analisis data, penulis menggunakan analisis regresi linier

berganda.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat dinyatakan bahwa Kepemilikan

Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Direksi dan Komite Audit

berpengaruh secara simultan terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan di

BEI. Selain itu, hasil pengujian juga menyatakan bahwa secara parsial Kepemilikan

Manajerial dan Ukuran Dewan Direksi berpengaruh terhadap manajemen laba pada

perusahaan perbankan di BEI. Sedangkan Kepemilikan Institusional dan Komite Audit

secara parsial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan

di BEI.

Kata Kunci : Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran

Dewan Direksi, Komite Audit, dan Manajemen Laba

PENDAHULUAN

Manajemen laba merupakan salah satu masalah keagenan (agency problem)

yang terjadi karena adanya pemisahan antara pemilik (pemegang saham) dengan

manajemen perusahaan (pengelola). Pemisahan fungsi antara pemilik (principal) dan

manajemen (agent) dapat memiliki dampak negatif yaitu akanmengarah pada proses

57

memaksimalkan kepentingan manajemen sendiri dengan biaya yang harus ditanggung

oleh pemilik perusahaan. Kondisi ini terjadi karena asymetry information antara

manajemen dan pihak lain yang tidak memiliki sumber dan akses yang memadai untuk

memonitor tindakan manajemen (Richardson; DuCharme et al. dalam Hastuti, 2005).

Penelitian Watts dan Zimmerman (dalam Widyaningdyah, 2001) secara empiris

membuktikan bahwa hubungan principal dan agent sering ditentukan oleh angka

akuntansi. Hal ini memacu agent untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi

tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya.Salah

satu bentuk tindakan agent tersebut adalah yang disebut sebagai manajemen laba

(earnings management).

Terjadinya pemisahan antara fungsi kepemilikan (ownership) dan fungsi

pengendalian (control) perusahaan memunculkan isu corporate governance.Corporate

governance merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan

melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas

manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan.Konsep

corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih

transparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Bila konsep ini diterapkan dengan

baik maka diharapkan pertumbuhan ekonomi akan terus menanjak seiring dengan

transparansi pengelolaan perusahaan yang makin baik dan nantinya menguntungkan

banyak pihak. Sistem corporate governance memberikan perlindungan efektif bagi

pemegang saham dan kreditor sehingga mereka yakin akan memperoleh return atas

investasinya dengan benar. Corporate governance juga membantu menciptakan

lingkungan kondusif demi terciptanya pertumbuhan yang efisien dan sustainable di

sektor korporat (Nasution, 2007).

Bahamrt, dan Rosenstein (1998) dalam Midiastuty dan Machfoedz (2003)

mengemukakan mekanisme corporate governance meliputi mekanismeinternal, seperti

struktur dewan direksi, kepemilikan manajerial, dan kompensasi eksekutif, dan

mekanisme eksternal, seperti pasar untuk kontrol perusahaan, kepemilikan institusional,

dan tingkat pendanaan dengan hutang (debt financing), sedangkan menurut Veronica

dan Bachtiar (2004), beberapa mekanisme corporate governance antara lain dewan

direksi, komite audit, kualitas audit, dan kepemilikan institusional.

58

Menurut agency theory salah satu cara untuk mengatasi adanya agency conflict

adalah dengan melakukan pengawasan sendiri melalui good corporate governance.

Seperti diungkapkan oleh Midiastuty dan Machfoez (2003) bahwa praktik manajemen

laba yang dilakukan oleh manajer dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme

monitoring untuk menyelaraskan (aligment) ketidaksejajaran kepentingan tersebut

yaitu: pertama, dengan memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen

(manajerial ownership), sehingga kepentingan pemilik atau pemegang saham dan

kepentingan manajer dapat disejajarkan. Kedua, dengan kepemilikan saham oleh

investor institusional.Investor institusional merupakan pihak yang dapat memonitor

kinerja agen dengan kepemilikannya yang besar.Sehingga investor institusional tidak

dengan mudah dapat “dibodohi” oleh tindakan manajer.Ketiga, melalui peran

monitoring yang dilakukan oleh dewan direksi (board of directors).

Beberapa penelitian empiris tentang hubungan mekanismecorporate governance

dengan manajemen laba telah dilakukan baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan telah ditemukan hasil yang berbada-beda,

seperti penelitian Gabrielsen et al (1997) dalam Midiastuty dan Machfoez (2003)

menemukan hubungan yang positif tetapi tidak signifikan akan kepemilikan manajerial

dengan manajemen laba dimana penelitian ini menggunakan data pasar modal

Denmark. Berdasarkan teori keagenan, hubungan antara manajer dengan pemegang

saham rawan untuk terjadinya masalah keagenan. Untuk mengurangi masalah keagenan

tersebut salah satunya adalah dengan adanya kepemilikan manajerial dan kebijakan

hutang. Dengan kepemilikan tersebut, manajemen akan merasakan langsung dampak

dari setiap keputusannya termasuk dalam menentukan kebijakan hutang perusahaan

(Atmadja, I. C, 2005).Veronica dan Bachtiar (2004) menemukan bahwa kepemilikan

institusional tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap manajemen laba.

Widyaningdyah (2001) menemukan bahwa ukuran dewan direksi sebagai mekanisme

corporate governance tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap manajemen

laba. Warfield et al (1995) dalam Fidyati (2004) menemukan bahwa kepemilikan

manajerial sebagai mekanisme corporate governance berhubungan negatif dengan

manajemen laba dimana penelitian ini menggunakan data pasar modal

Amerika.Sedangkan Wedari (2004) menemukan bahwa kepemilikan manajerial

berhubungan positif dan signifikan terhadap manajemen laba, dimana penelitian ini

59

menggunakan data pasar modal Indonesia. Rajgofao et al (1999) dalam Fidyati (2004)

menemukan hubungan negatif antara kepemilikan institusional sebagai mekanisme

corporate governance dengan manajemen laba.Menurut teori keagenan (agency theory),

adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dapat menimbulkan

masalah keagenan (agency problem), yaitu ketidaksejajaran kepentingan antara

principal dan agent.Hal ini memicu terjadinya manajemen laba.Sedangkan penelitian di

Indonesia, yaitu Wedari (2004) menemukan bahwa kepemilikan institusional

mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap manajemen laba. Midiastuty

dan Machfoez (2003) menemukan bahwa ukuran dewan direksi mempunyai pengaruh

yang positif dan signifikan terhadap manajemen laba.Dewan direksi bisa berhubungan

dengan komposisi maupun ukurannya. Hubungan antara komposisi dewan direksi

dengan kemungkinan dilakukannya manajemen laba merupakan suatu hal yang penting

diperhatikan dalam disiplin akuntansi. Hal tersebut berarti makin besar ukuran dewan

komisaris maka makin banyak manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan.

Darmawati (2003) menemukan bahwa komite audit sebagai mekanisme corporate

governance tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap manajemen laba.

Tugas yang diemban oleh komite audit ini akan sangat bermanfaat untuk mengantisipasi

adanya praktik manajemen laba. Hal ini akan tercapai hanya apabila komite audit

bekerja dengan baik dan penuh tanggung jawab. Untuk melaksanakan tugas-tugasnya

dengan baik, menurut The Business of Roundtable (2002) anggota komite audit

memiliki sedikitnya satu orang anggotanya yang memiliki keahlian dalam bidang

akuntansi dan manajemen keuangan. Sedangkan Atmadja, I. C (2005) menemukan

bahwa komite audit mempunyai hubungan yang signifikan terhadap manajemen laba.

Berdasarkan ketidakkonsistenan hasil di atas, peneliti termotivasi untuk

melakukan penelitian ulang tentang pengaruh mekanisme corporate governance

terhadap keberadaan praktik manajemen laba.Penelitian ini merupakan replikasi dari

penelitian Atmadja, I. C (2005) yang meneliti tentang pengaruh corporate governance

terhadap praktik manajemen laba pada perusahaan go-public di Bursa Efek

Jakarta.Perbedaan dengan peneliti sebelumnya terletak pada populasi dan tahun

pengamatan penelitian. Jika populasi peneliti sebelumnya adalah pada perusahaan

manufaktur yang telah go-public di Bursa Efek Jakarta sampai dengan tahun 2003,

maka populasi penelitian ini adalah pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa

60

Efek Indonesia selama periode 2007-2008 agar diperoleh gambaran mengenai kondisi

terkini (up to date).

RUMUSAN MASALAH

1. Apakah Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Direksi

dan Komite Audit berpengaruh secara simultan terhadap manajemen laba pada

perusahaan perbankan di BEI?

2. Apakah Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Direksi

dan Komite Audit berpengaruh secara parsial terhadap manajemen laba pada

perusahaan perbankan di BEI?

TUJUAN PENELITIAN

1. untuk memperoleh bukti empiris tentang pengaruh Kepemilikan Manajerial,

Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Direksi dan Komite Audit secara simultan

terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan di BEI

2. untuk memperoleh bukti empiris tentang pengaruh Kepemilikan Manajerial,

Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Direksi dan Komite Audit secara parsial

terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan di BEI

HIPOTESIS

H1 : Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Direksi

dan Komite Audit berpengaruh secara simultan terhadap manajemen laba pada

perusahaan perbankan di BEI.

H2 : Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Direksi

dan Komite Audit berpengaruh secara parsial terhadap manajemen laba pada

perusahaan perbankan di BEI.

METODE PENELITIAN

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diambil

dari laporan keuangan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

selama periode tahun 2007 sampai tahun 2008 yang bisa dilihat dalam Indonesia

Capital Market Directory (ICMD) yang diterbitkan BEI, Pojok BEIUniversitas Jember,

dari situs masing-masing perusahaan sampel, maupun dalam situs www.jsx.co.id. Dan

61

alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda untuk mengukur

tingkat pengaruh dari faktor variabel bebas (kepemilikan manajerial, kepemilikan

institusional, dewan direksi, dan komite audit) terhadap variabel terikat manajemen

laba. Adapun formulasi dari persamaan regresi yang digunakan adalah:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e

Dimana:

Y = Manajemen Laba

a = Konstanta

b1, b2, b3, b4 = Koefisien regresi variabel X1, X2, X3, X4

X1 = Kepemilikan Manajerial

X2 = Kepemilikan Institusional

X3 = Dewan Direksi

X4 = Komite Audit

e = error term

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Regresi Linier Berganda

Pengujian regresi linear berganda berguna untuk mengetahui tingkat pengaruh

variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan direksi, dan komite

audit terhadap variabel manajemen laba. Berdasarkan pengujian diperoleh hasil yang

dapat disajikan dalam Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Ringkasan Hasil Perhitungan Regresi Linier Berganda

Keterangan Koef. Regresi thitung Sig.

Konstanta 865.826.887.151,38 2,614 0,012

Kepemilikan Manajerial -22.271.410.366,10 -2,068 0,045

Kepemilikan Institusional -855.274.292,40 -0,203 0,840

Dewan Direksi -398.591.717.240,32 -2,886 0,006

Komite Audit -56.529.772.262,87 -0,438 0,663

R

R Square

Standar Error

Fhitung

Fsig

N

= 0,573

= 0,328

= 4,15 . 1011

= 5,258

= 0,002

= 48

62

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat angka R square atau koefisen determinasi (R2)

adalah 0,328 (32,8%). Hal ini berarti variasi manajemen laba yang bisa dijelaskan oleh

variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan direksi, dan komite

audit adalah 32,8%. Sedangkan sisanya 67,2% dijelaskan oleh variabel-variabel yang

lain di luar penelitian. Berdasarkan hasil analisis didapat persamaan regresi sebagai

berikut:

Y = 865.826.887.151,38 – 22.271.410.366,10 X1 – 855.274.292,40 X2 –

398.591.717.240,32 X3 – 56.529.772.262,87 X4 + e

Nilai konstanta sebesar 865.826.887.151,38 berarti pada saat kepemilikan

manajerial, kepemilikan institusional, dewan direksi, dan komite audit sama dengan nol,

maka besarnya manajmen laba adalah sebesar Rp. 865.826.887.151,38. Koefisien

regresi untuk kepemilikan manajerial adalah sebesar – 22.271.410.366,10. Hal ini

berarti apabila variabel kepemilikan institusional, dewan direksi, dan komite audit

konstan, maka kenaikan kepemilikan manjerial sebesar 1% akan menurunkan

manajemen laba sebesar Rp. 22.271.410.366,10. Koefisien regresi untuk kepemilikan

institusional adalah sebesar – 855.274.292,40. Hal ini berarti apabila variabel

kepemilikan manajerial, dewan direksi, dan komite audit konstan, maka kenaikan

kepemilikan institusional sebesar 1% akan menurunkan manajemen laba sebesar Rp.

855.274.292,40.

Koefisien regresi dewan direksi untuk adalah sebesar – 398.591.717.240,32. Hal

ini berarti apabila variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan

komite audit konstan, maka perusahaan dengan komposisi dewan direksi antara 1-7

orang (kode dummy 1) memiliki manajemen laba yang lebih rendah dibandingkan

perusahaan dengan komposisi dewan direksi lebih dari 7 orang (kode dummy 0) sebesar

Rp. 398.591.717.240,32. Koefisien regresi komite audit untuk adalah sebesar –

56.529.772.262,87. Hal ini berarti apabila variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan

institusional, dan dewan direksi konstan, maka perusahaan yang memiliki komite audit

(kode dummy 1) memiliki manajemen laba yang lebih rendah dibandingkan perusahaan

yang tidak mimiliki komite audit (kode dummy 0) sebesar Rp. 56.529.772.262,87.

63

Uji Hipotesis

Uji F

Hipotesis yang menyatakan bahwa Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan

Institusional, Ukuran Dewan Direksi dan Komite Audit berpengaruh secara simultan

terhadap manajemen laba diuji dengan uji F. Uji F digunakan untuk melihat signifikansi

pengaruh variabel-variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat. Adapun

kriteria dalam pengambilan keputusan adalah apabila tingkat signifikansi F hitung

berdasarkan hasil perhitungan regresi linier berganda lebih besar dari = 0,05 maka H0

diterima. Sedangkan bila tingkat signifikansi F hitung berdasarkan hasil perhitungan

regresi linier berganda lebih kecil dari = 0,05 maka H0 ditolak.

Tabel 2. Hasil Perhitungan Uji F

Dependent

Variable

Independent

Variable

R Square Fhitung Ftabel Sig.

Y X1, X2, X3, X4 0,328 5,258 2,61 0,002

Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa nilai yaitu Fhitung sebesar

5,258 dan Ftabel sebesar 2,61 dan probabilitas sebesar 0,002. Karena nilai Fhitung lebih

besar dari Ftabel dan probabilitas lebih kecil dari nilai = 0,05 maka dapat diambil

kesimpulan bahwa H0 ditolak, yang berarti bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa

Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Direksi dan Komite

Audit berpengaruh secara simultan terhadap manajemen laba terbukti kebenarannya (H1

diterima).

Uji t

Uji t ini dilakukan untuk melihat pengaruh antara masing-masing variabel bebas

yaitu Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Direksi dan

Komite Audit secara parsial terhadap variabel terikat (manajemen laba) dan apakah

pengaruh tersebut signifikan atau tidak. Pengambilan keputusan dalam uji t ini

dilakukan dengan cara membandingkan nilai probabilitas dengan besarnya nilai alpha

(). H0 ditolak jika nilai probabilitas lebih kecil dari nilai (0,05). Adapun ringkasan

hasil uji t dapat dilihat pada tabel berikut:

64

Tabel 3. Hasil Perhitungan Uji t

Variabel thitung ttabel Sig.

Kepemilikan Manajemen -2,068

-2,021 0,045

Kepemilikan Institusional -0,203

-2,021 0,840

Ukuran Dewan Direksi -2,886

-2,021 0,006

Komite Audit -0,438

-2,021 0,663

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa variabel Kepemilikan Manajerial memiliki -

thitung yang lebih kecil dari -ttabel (-2,068 < -2,021) dan nilai probabilitas lebih kecil

daripada probabilitas yang disyaratkan (0,045 < 0,05). Hal ini berarti secara parsial

terbukti bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap manajemen

laba. Sehingga hipotesis yang menyatakan kepemilikan manajerial berpengaruh

signifikan terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan di BEI terbukti

kebenarannya (Ha diterima). Sedangkan variabel Kepemilikan Institusional memiliki -

thitung yang lebih besar dari -ttabel (-0,203 > -2,021) dan nilai probabilitas lebih besar

daripada probabilitas yang disyaratkan (0,840 > 0,05). Hal ini berarti secara parsial

terbukti bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap

manajemen laba. Sehingga hipotesis yang menyatakan kepemilikan institusional

berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan di BEI

tidak terbukti kebenarannya (Ha ditolak). Variabel Ukuran Dewan Direksi memiliki -

thitung yang lebih kecil dari -ttabel (-2,886 < -2,021) dan nilai probabilitas lebih kecil

daripada probabilitas yang disyaratkan (0,006 < 0,05). Hal ini berarti secara parsial

terbukti bahwa ukuran dewan direksi berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

Sehingga hipotesis yang menyatakan ukuran dewan direksi berpengaruh signifikan

terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan di BEI terbukti kebenarannya (Ha

diterima).

Pembahasan

Berdasarkan teori keagenan, hubungan antara manajer dengan pemegang saham

rawan untuik terjadinya masalah keagenan. Untuk mengurangi masalah keagenan

tersebut salah satunya adalah dengan adanya kepemilikan manajerial dan kebijakan

hutang. Dengan kepemilikan tersebut, manajemen akan merasakan langsung dampak

65

dari setiap keputusannya termasuk dalam menentukan kebijakan hutang perusahaan

(Atmadja, I. C, 2005).

Hasil penelitian ini sesuai dan mendukung temuan dari Jensen dan Mecklin

(1976) dalam Fidyati (2004) yang menemukan bukti bahwa kepemilikan manajerial

berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dari manajer dengan

menyelaraskan kepentingan-kepentingan manajer dengan pemegang saham. Penelitian

ini menemukan bahwa kepentingan manajer dengan pemegang saham eksternal dapat

disatukan dengan jika kepemilikan saham oleh manajer diperbesar sehingga manajer

tidak akan memanipulasi laba untuk kepentingannya. Wedari (2004) juga menemukan

hasil dimana kepemilikan manajerial secara signifikan terhadap manajemen laba. Hasil

ini menunjukkan bahwa di Indonesia kepemilikan manajerial mampu menjadi

mekanisme corporate governance yang dapat mengurangi masalah ketidakselarasan

kepentingan antara manajer dengan pemilik atau pemegang saham.

Di sisi lain, secara teori kepemilikan saham oleh investor institusional atas

saham perusahaan berperan untuk memonitoring manajemen perusahaan dengan lebih

efektif dan mempengaruhi manajer dalam pengambilan keputusan agar manajemen

perusahaan tidak seenaknya bertindak untuk kepentingannya sendiri, dalam hal ini

melakukan praktik manajemen laba. Temuan penelitian ini mendukung teori tersebut,

bahwa kepemilikan institusional akan menurunkan parktik manajemen laba. Penentuan

arah hubungan antara kepemilikan institusional dan discretionary accrual merupakan

suatu hal yang sulit, karena adanya berbagai penjelasan yang saling berlawanan. Di satu

sisi, terdapat anggapan bahwa investor institusional menekan manajemen untuk

mencapai tujuan laba yang dihasilkan oleh manajemen laba. Di sisi lain, investor

institusional memiliki keunggulan dalam perolehan dan pemrosesan informasi

dibandingkan investor individual.

Dewan direksi bisa berhubungan dengan komposisi maupun ukurannya.

Hubungan antara komposisi dewan direksi dengan kemungkinan dilakukannya

manajemen laba merupakan suatu hal yang penting diperhatikan dalam disiplin

akuntansi. Menurut Jensen (1993) sebagaimana yang dikutip oleh Atmadja, I. C (2005),

jumlah dewan direksi yang relatif kecil dapat membantu meningkatkan kinerja mereka

dalam memonitor manajer. Jumlah dewan direksi yang terlalu besar (dalam hal ini

Jensen menyebutkan lebih dari tujuh orang) tidak dapat berfungsi secara optimal dan

66

akan lebih dikontrol oleh manajer, karena dewan direksi disibukkan oleh masalah

koordinasi. Jika manajer dapat mengontrol dewan direksi maka akan lebih mudah bagi

manajer untuk melakukan manajemen laba.

Sementara tugas yang diemban oleh komite audit akan sangat bermanfaat untuk

mengantisipasi adanya praktik manajemen laba. Hal ini akan tercapai hanya apabila

komite audit bekerja dengan baik dan penuh tanggung jawab. Untuk melaksanakan

tugas-tugasnya dengan baik, menurut The Business of Roundtable (2002) anggota

komite audit memiliki sedikitnya satu orang anggotanya yang memiliki keahlian dalam

bidang akuntansi dan manajemen keuangan. Selanjutnya dalam pelaksanaan tugasnya,

komite audit dengan proporsi anggota eksternal yang cukup besar dan dengan

pengetahuan dan pengalaman berkaitan dengan perusahaan dan keuangannya,

diharapkan dapat mengurangi praktik manajemen laba dalam perusahaan.

Arah hubungan dari temuan penelitian ini sesuai dengan teori tersebut. Yaitu

keberadaan komite audit dapat mengurangi praktik manajemen laba dalam perusahaan.

Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien regresi untuk variabel komite audit yang

bertanda negatif. Dalam hal ini, tugas yang diemban oleh komite audit ini akan sangat

bermanfaat untuk mengantisipasi adanya praktik manajemen laba.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Dari hasil uji F diperoleh nilai Fhitung yang lebih besar dari Ftabel (5,258 > 2,61),

sehingga dapat dinyatakan bahwa Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan

Institusional, Ukuran Dewan Direksi dan Komite Audit berpengaruh secara

simultan terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan di BEI.

2. Dari hasil uji t, diperoleh hasil yang dapat dinyatakan bahwa Kepemilikan

Manajerial dan Ukuran Dewan Direksi yang secara parsial berpengaruh terhadap

manajemen laba pada perusahaan perbankan di BEI. Sedangkan Kepemilikan

Institusional dan Komite Audit secara parsial tidak berpengaruh terhadap

manajemen laba pada perusahaan perbankan di BEI.

3. Adapun besarnya koefisien regresi untuk variabel Kepemilikan Manajerial adalah

sebesar –22.271.410.366,10, Kepemilikan Institusional sebesar –855.274.292,40,

67

Ukuran Dewan Direksi sebesar –398.591.717.240,32, dan Komite Audit sebesar –

56.529.772.262,87.

Saran

1. Bagi investor, diharapkan tidak hanya melihat dari perkembangan harga saham

dalam menanamkan modalnya tetapi juga memperhatikan laporan keuangannya

khususnya berkaitan dengan kemungkinan adanya manajemen laba. Hal ini

mengingat perusahaan yang go public manajamen labanya dilakukan pada

prospektus laporan keuangannya dengan tujuan agar investor tertarik

menanamkan modalnya.

2. Penelitian ini hanya menggunakan penelitian yang relatif pendek, model

perhitungan discretionary accruals dan total accruals yang masih sederhana, dan

faktor-faktor yang diteliti bersifat kuantitatif. Sehingga, masih diperlukan

perbaikan dimasa yang akan datang dalam penelitian-penelitian selanjutnya

3. Untuk penelitian yang akan datang dengan tema sejenis diharapkan untuk dapat

menambahkan objek penelitian (sektor industri lain) sehingga hasil temuannya

lebih mewakili perilaku pasar modal yang lebih luas, serta menambah variabel

yang digunakan sehingga diperoleh hasil yang lebih baik dalam menjelaskan

manajemen laba.

68

DAFTAR PUSTAKA

Atmadja, I. C. 2005. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Praktik

Manajemen Laba (Study Kasus pada Perusahaan Go Publik yang List di BEJ).

Skripsi (S1) Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang.

Boediono, Gideon.2005. KualitasLaba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate

Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis

Jalur. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VIII Solo.

Darmawati, Deni. 2003. Corporate Governance danManajemenLaba: suatu study

empiris. JurnalBisnisdanAkuntansi, 5(1), 47-68.

Fanani, Hadri. 2006. Dampak Manajemen Laba terhadap Relevansi Informasi

Akuntansi: Bukti Empiris dari Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.

8, No. 1, Mei 2008.Hal.1-12.

Fidyati, Nisa. 2001. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Earnings

Management pada Perusahaan Seasoned Equity Offering (SEO).Kompetensi,

2(1), 1-23.

Ghozali,Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan

Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Gujarati,Damodar. 1997. EkonometrikaDasar. Erlangga. Jakarta.

Indrayani, Mei. 2001. PersepsiManajemen Perusahaan terhadap Prinsip-prinsip Good

Corporate Governance. Skripsi (S1). Akuntansi,

FakultasEkonomiUniversitasBrawijaya Malang.

Indriantoro, Nur dan BambangSupomo. 2002. Metode Penelitian Bisnis untuk

Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. Cetakan Kedua. Yogyakarta: BPFE

Yogyakarta.

Nasution, Hamonangan. 2007. Mekanisme Corporate Governance,

KualitasLabadanNilai Perusahaan.SimposiumNasionalAkuntansi (SNA) IX

Padang.

Madiastuty, P. P dan M. Machfoedz. 2003. Analisis Hubungan Mekanisme Corporate

Governance dan Indikasi Manajemen Laba. Makalah Simposium Nasional

Akuntansi VI, Universitas Airlangga, Surabaya, 176-199.

Pramuka, Agus B. 2007. Mekanisme Corporate Governance, Manajemen laba, dan

Kinerja keuangan. Makalah Simposuim Nasional Akuntansi X, Universitas

Hasanudin, Makasar, 2-9.

69

Qomariyah, Nurul. 2006. Pengaruh Asimetri Informasi terhadap Praktik Manajemen

Laba pada Perusahaan Perbankan Publik yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta.

Makalah Simposuim Nasional Akuntansi IX, Padang, 4-8.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Edisi Kelima. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. 2001. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta. Bandung.

Supranto,J. 1993. MetodeRamalanKuantitatifUntukPerencanaan. RinekaCipta. Jakarta.

Ulum, Ikhyaul MD. 2004. Akuntansi Sektor Publik. Malang: Katalog Dalam Terbitan

(KTD) Universitas Muhammadiyah Malang.

Ummah, S. 2005. Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kepemilikan

Manajerial: Sebuah Perspektif Agensi Teori. Skripsi: Universitas Brawijaya.

(Skripsi sarjana yang tidak dipublikasikan)

Wahidahwati. 2001. Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional

pada Kebijakan Hutang Perusahaan: sebuah perspektif theory agency. Makalah

Simposium Nasional Akuntansi VII, Bandung, 1084-1107.

Widyaningdyah, Agnes U. 2001. Analisis Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

Earning Management pada Perusahaan GO Public di Indonesia. Jurnal

Akuntansi dan Keuangan, 3 (2), 89-101.

Wedari, Linda K. 2004. Analisis Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris dan Keberadaan

Komite Audit tehadap Aktivitas Manajemen Laba. Makalah symposium

NasionalAkuntansi VII, UniversitasUdayana, Denpasar, 963-974.

http:// www.jsx.co.id.

70

EVALUASI PERLAKUAN AKUNTANSI AKTIVA TETAP DAN

PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN LABA RUGI DAN NERACA

Ari Novianto Sukarno Putra

Norita Citra Y

Ade Puspito

ABSTRACT

The purpose of this study was to find out how the accounting treatment of fixed

assets and depreciation costs in the determination of PT. KAI DAOP Jember IX and to

determine if the accounting treatment of fixed assets and depreciation expense on the

determination of PT. KAI is in accordance with SFAS No. 16. Data analysis was done

by way of acquisition of fixed assets, fixed assets financing, evaluation, calculation,

recording of tangible fixed assets in 2010. The analysis of data on the PT. Indonesia

Railways (Limited) DAOP IX Jember straight-line method and this method is in

accordance with SFAS no. 16.

Key words: Accounting Treatment of Fixed Assets

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlakuan

akuntansi aktiva tetap dan penentuan biaya penyusutannya pada PT. KAI DAOP IX

Jember dan untuk mengetahui apakah perlakuan akuntansi aktiva tetap dan penentuan

biaya penyusutan pada PT. KAI sudah sesuai dengan PSAK No. 16. Analisis data

dilakukan dengan cara perolehan aktiva tetap, pembiayaan aktiva tetap, evaluasi

perhitungan, pencatatan aktiva tetap berwujud tahun 2010. Hasil analisis data pada PT.

Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP IX Jember menggunakan metode garis lurus dan

metode ini sudah sesuai dengan PSAK no. 16.

Kata kunci :Perlakuan Akuntansi Aktiva Tetap

PENDAHULUAN

Perusahaan sebagai salah satu nadi perekonomian nasional memiliki peran

kompleks. Bukan hanya berperan dalam intern perusahaan saja tetapi perusahaan

mengemban peran yang sangat penting bagi kepentingan ekstern perusahaan yaitu

memenuhi atau menyediakan kebutuhan akan barang atau jasa masyarakat. Dalam

menjalankan kedua peran tersebut perusahaan didirikan bertujuan untuk memperoleh

laba yang optimal yaitu dengan pengorbanan sekecil-kecilnya diharapkan dapat

diperoleh hasil tertentu. Dengan kata lain perusahaan mempergunakan semua jenis

sumber dayanya secara efisien dan efektif demi kontinuitas dan kelancaran aktivitas

perusahaan, baik dalam bidang pemasaran keuangan dan produksi.

71

Peran suatu akuntansi tidak hanya mencatat dan mengklasifikasikan data

keuangan perusahaan saja, melainkan menjadi alat informasi yang penting dan

bermanfaat bagi perusahaan dan pihak lain yang berkepentingan atau membutuhkan.

Semua jenis perusahaan, dagang atau industri yang menghasilkan produksi dalam skala

besar maupun kecil menggunakan aktiva tetap untuk menjalankan usahanya. Wujud dari

aktiva tetap pada dasarnya adalah barang-barang fisik yang dimiliki perusahaan untuk

memperlancar proses produksi atau untuk menyediakan jasa bagi perusahaan dalam

kegiatan normal perusahaan yang mempunyai manfaat lebih dari satu tahun. Kedudukan

aktiva tetap bagi perusahaan merupakan aset yang terpenting. Karena langsung

digunakan dalam proses produksi atau untuk menunjang kelancaran proses produksi.

Selain itu jumlah investasi yang ditanam didalamnya cukup besar dan mempunyai masa

manfaat atau nilai ekonomis lebih dari satu tahun. Untuk itu diperlukan suatu perlakuan

yang tepat terhadap aktiva tetap serta pengaruhnya terhadap kelayakan penyajian

laporan keuangan perusahaan juga dalam hal pengambilan keputusan dengan

berdasarkan perlakuan aktiva-aktiva tetapnya. Aktiva tetap sangat berarti terhadap

kelayakan laporan keuangan. Kesalahan dalam menilai aktiva tetap berwujud dapat

mengakibatkan kesalahan yang cukup material terhadap perusahaan, karena nilai

investasi yang ditanamkan pada aktiva tetap relative besar. Mengingat pentingnya

akuntansi aktiva tetap dalam laporan keuangan (PSAK No. 16) oleh karena itu perlu

melakukan perbaikan pada akuntansi aktiva tetapnya.

PT. KAI DAOP IX JEMBER merupakan Badan Usaha Milik Negara yang

bergerak di bidang transportasi. Dalam penelitian ini akan meneliti tentang perhitungan

pengalokasian biaya penyusutan serta pengaruhnya terhadap laporan laba rugi dan

neraca. Masalah pengalokasian biaya merupakan masalah yang penting, karena

mempengaruhi laba yang dihasilkan suatu perusahaan. Bagaimanapun telitinya suatu

perusahaan memperkirakan atau membuat perkiraan proyeksi rugi laba, realisasinya

sering berbeda dari semula yang diperkirakan. Demikian pula mungkin terjadi

perbedaan biaya penyusutan sangat penting untuk mengetahui sebab-sebab perubahan

yang terjadi baik yang menguntungkan maupun yang merugikan sehingga dapat diambil

tindakan seperlunya. Dengan demikian, PT. Kereta Api Daop IX Jember dapat

menggunakan berbagai metode penyusutan untuk mengalokasikan jumlah yang

disusutkan secara sistematis dari suatu aset selama umur manfaatnya. Metode tersebut

72

antara lain, metode garis lurus (straight line method), metode saldo menurun

(diminishing balance method) dan metode jumlah unit produksi (sum of the unit

method). Metode garis lurus menghasilkan pembebanan yang tetap selama umur

manfaat aset jika nilai residunya tidak berubah. Metode saldo menurun menghasilkan

pembebanan yang menurun selama umur manfaat aset. Metode jumlah unit produksi

menghasilkan pembebanan berdasarkan pada penggunaan atau output yang diharapkan

dari suatu aset. Metode penyusutan aset dapat dipilih berdasarkan ekspetasi pola

konsumsi manfaat ekonomis masa depan dari aset dan diterapkan secara konsisten dari

periode ke periode kecuali ada perubahan dalam ekspetasi pola konsumsi manfaat

ekonomis masa depan dari aset tersebut. Pada umumnya, nilai ekonomis suatu aktiva

tetap akan mengalami penurunan yang disebabkan pemakaian dan kerusakan,

keusangan karena faktor ekonomis dan teknis. Dalam hal ini perusahaan harus

memperhatikan masalah pada biaya reparasi, dan pemeliharaan apakah relative konstan

sepanjang umur aktiva atau semakin meningkat.

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana perlakuan akuntansi aktiva tetap dan penentuan biaya penyusutannya

pada PT. KAI DAOP IX Jember?

2. Apakah perlakuan akuntansi aktiva tetap dan penentuan biaya penyusutan pada PT.

KAI sudah sesuai dengan PSAK No. 16?

TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui bagaimana perlakuan akuntansi aktiva tetap dan penentuan biaya

penyusutannya pada PT. KAI DAOP IX Jember.

2. Untuk mengetahui apakah perlakuan akuntansi aktiva tetap dan penentuan biaya

penyusutan pada PT. KAI sudah sesuai dengan PSAK No. 16.

METODE PENELITIAN

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang digali

dengan metode interview,observasi dan dokumentasi. Selanjutnya data yang diperoleh

akan dilakukan evaluasi terhadap perlakuan akuntansi atas aktiva tetap baik dalam hal

pencatatannya serta perhitungannya dengan langkah-langkah sebagai berkut :

73

1. Mengungkapkan perlakuan akuntansi aktiva tetap yang ada pada PT. Kereta Api

Indonesia DAOP IX Jember.

2. Menghitung besarnya biaya penyusutan menggunakan metode garis lurus menurut

PSAK Nomor 16 yang diterapkan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP IX

Jember..

3. Penghentian aktiva tetap di PT. Kereta Api Indonesia DAOP IX Jember.

4. Mengetahui pengaruh biaya penyusutan terhadap laporan laba rugi dan neraca

dengan cara menyusun laporan laba rugi dan neraca berdasarkan metode garis lurus

yang diterapkan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP IX Jember.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan dengan perlakuan akuntansi atas aktiva tetap, maka berdasarkan

penelitian yang telah kami lakukan di PT. Kereta Api Indonesia DAOP IX Jember dapat

disampaikan hal-hal berikut:

1. Pencatatan atau pengakuan atas perolehan aktiva tetap sebesar harga beli ditambah

biaya-biaya yang dikeluarkan. Sampai aktiva tersebut siap pakai dan pembiayaan-

pembiayaan yang dikeluarkan juga dinilai sebagai biaya (pengeluaran dan

pendapatan).

2. Kebijaksanaan perusahaan mengenai penyusutan aktiva tetap menggunakan metode

garis lurus, metode yang digunakan oleh perusahaan tidak pernah berubah sampai

saat ini, dan selama ini PT. KAI DAOP IX Jember tidak pernah mengestimasi nilai

sisa.

Perlakuan Aktiva Tetap yang ada pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP

IX Jember

1. Perlakuan akuntansi atas pengakuan aktiva tetap yang diperoleh PT. Kereta Api

Indonesia DAOP IX Jember dicatat sebesar biaya perolehannya yaitu meliputi

semua pengeluaran-pengeluaran yang diperlukan untuk mendapatkan aktiva

tersebut dan pengeluaran-pengeluaran lain sampai aktiva siap digunakan.

2. Harga perolehan tersebut diukur dengan kas yang dibayarkan pada suatu transaksi

secara tunai. Jika aktiva tetap tidak dibayar secara kas, maka harga perolehan

ditetapkan sebesar nilai wajar dari aset yang diperoleh atau aktiva tetap yang

diserahkan, yang mana lebih layak berdasarkan bukti atau data yang tersedia.

74

Apabila biaya perolehan telah ditetapkan, maka harga perolehan tersebut akan

menjadi dasar untuk akuntansi selama pemakaian aktiva tetap yang bersangkutan.

Akuntansi tidak mengakui pemakaian harga pasar atau harga pengganti suatu aktiva

tetap.

3. Dari uraian diatas menunjukkan bahwa PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP

IX Jember dalam melakukan perlakuan akuntansi atas pengakuan aktiva tetap yang

dilakukan selama ini telah memenuhi Standar Akuntansi Keuangan. Sebagai

contoh:

4. Harga perolehan computer dan printer PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP

IX Jember adalah sebesar Rp. 22.496.000,-

5. Berikut adalah rincian pencatatan pengakuan harga perolehan computer dan printer

PT. Kereta Api Indonesia Indonesia (Persero) DAOP IX Jember :

6. Harga tunai computer dan printer Rp. 22.346.000,-

7. Biaya angkut Rp. 150.000,-

8. Harga perolehan Rp. 22.496.000,-

9. Jurnal yang harus dibuat sebagai berikut :

Peralatan Rp. 22.496.000,-

Kas Rp. 22.496.000,-

10. Demikian juga terhadap aktiva tetap yang lain, yaitu tanah, bangunan, kendaraan

dan inventaris.

Menghitung Besarnya Biaya Penyusutan Menggunakan Metode Garis Lurus

Perhitungan penyusutan aktiva tetap pada PT. Kereta Api Indonesia DAOP IX

Jember menggunakan metode garis lurus (Straigh Line Methode). Biaya penyusutan

dengan metode garis lurus jumlah setiap periodenya tetap, tidak menghiraukan kegiatan

dalam periode tersebut. dengan prosentase Tanah, Bangunan, kendaraan dan barang

inventaris. Untuk rumus yang digunakan oleh perusahaan adalah sebagai berikut :

Penyusutan = HP x Biaya Prosentase (%)

Computer dan printer (2008) = Rp. 22.496.000 x 25%

= Rp. 5.624.000

Disini peneliti juga akan menganalisis tarif penyusutannya, apakah sesuai dan benar

dengan nilai biaya penyusutannya untuk tiap tahunnya. Contoh:

Computer dan printer = HP = Rp. 22.496.000 P (pertahun) = Rp. 5.624.000

75

Tarif (%) = Rp. 5.624.000 = 0,25 = 25%

Rp. 22.496.000

Dari contoh diatas, umur ekonomis dari computer dan printer adalah selama 4

tahun dan periode penyusutannya adalah 2 tahun. Di PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

DAOP IX Jember memakai nilai residu. Namun, ada sebagian dari aktiva tetap yang ada

di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP IX Jember yang tidak memakai nilai

residu. Contohnya: barang inventaris.

Pemberhentian Aktiva Tetap PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP IX

Jember

Pemberhentian aktiva tetap di PT. Kereta Api Indonesia, yaitu pada kendaraan

ternyata tidak dilakukan pencatatan-pencatatan sebagaimana mestinya berkenaan

dengan masalah pemberhentian aktiva tetap ini. Berikut adalah beberapa kejadian

pemberhentian aset beserta pencatatan yang seharusnya dilakukan perusahaan yang

terjadi selama peneliti melakukan penelitian di PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

DAOP IX Jember.

1. 1 unit Computer acer diberhentikan karena rusak. Harga perolehannya adalah

sebesar Rp. 7.746.500,00 dan diperoleh pada tahun 2007. jurnal yang dibuat

adalah sebagai berikut:

Kas Rp. 1.000.000

Akumulasi penyusutan Rp. 5.809.500

Rugi atas pemberhentian Rp. 936.500

Aset tetap-computer acer Rp. 7.746.500

Perhitungan :

Harga perolehan Rp. 7.746.500

Akumulasi penyusutan- computer acer Rp. 5.809.500 _

Nilai buku Rp. 1.936.500

2. 1 unit mobil Kijang Super diberhentikan karena rusak akibat kecelakaan.

Diperoleh tahun 2006 dengan harga perolehan Rp. 45.000.000. jurnal yang dibuat

adalah sebagai berikut:

Kas Rp. 8.000.000

Akumulasi penyusutan Rp. 36.000.000

Rugi atas pemberhentian Rp. 1.000.000

76

Aset tetap-Kijang Super Rp. 45.000.000

Perhitungan :

Harga perolehan Rp. 45.000.000

Akumulasi penyusutan- Kijang Super Rp. 36.000.000

Nilai buku Rp. 9.000.000

Mengetahui Pengaruh Biaya Penyusutan Terhadap Laporan Laba Rugi dan

Neraca

Setelah dilakukan penelitian di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP IX

Jember ternyata perlakuan akuntansi atas pengakuan dan harga perolehan serta penilaian

dan nilai buku aset tetap tidak berpengaruh terhadap laporan laba rugi dan neraca karena

sudah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. Sedangkan peristiwa pemberhentian

aktiva tetap terhadap laporan laba rugi dan neraca perusahaan, untuk lebih jelasnya

dapat diperhatikan tabel-tabel berikut:

77

Tabel 1. Keadaan Neraca Sebelum Terjadi Pemberhentian Aktiva Tetap

AKTIVA TAHUN 2010 PASIVA TAHUN 2010

Aktiva lancar :

1. Kas

2. Piutang

3. Persediaan

Jumlah Aktiva Lancar

Aktiva Tetap

1. Tanah

2. Gedung Dinas

Ak. Penyusutannya

3. Rumah Dinas

Ak. Penyusutannya

4. Kendaraan

Ak. Penyusutannya

5. Barang Inventaris

Ak. Penyusutannya

6. Mesin Dipo Lokomotif

Ak. Penyusutannya

7. Mesin Dipo KA

Ak. Penyusutannya

8. Mekanik Ringan

Ak. Penyusutannya

9. Lokomotif

Ak. Penyusutannya

10. Kereta Raya

Ak. Penyusutannya

Jumlah Aktiva Tetap

Rp. 3.807.911.000

Rp. 448.612.000

Rp. 114.862.000

Rp. 4.371.385.000

Rp. 3.552.963.000

Rp. 1.608.097.000

Rp. (330.731.440)

Rp. 438.682.000

Rp. (89.736.400)

Rp. 773.450.000

Rp. (401.224.000)

Rp. 73.569.000

Rp. (38.671.750)

Rp. 75.905.500

Rp. (26.929.125)

Rp. 863.859.000

Rp. (433.032.500)

Rp. 177.617.500

Rp. (69.302.500)

Rp. 4.670.741.000

Rp. 1.071.601.620

Rp. 4.564.198.000

Rp. 833.290.520

Rp. 13.548.561.445

Kewajiban Jangka Pendek:

1. Hutang pada Rekanan

a. Pihak Ketiga

b. Pihak yg mempunyai

hubungan istimewa

Jumlah kewajiban Jangka

Pendek

2. Hutang Pajak

3. Hutang yang masih

harus dibayar

4. Hutang Lain-lain

Jumlah Kewajiban Jangka

Pendek

Kewajiban Jangka Panjang

1. Dana Iuran Pensiun

2. Pinjaman Bank

3. Hutang Subsidiari

Jumlah Kewajiban Jangka

Panjang

Bantuan Pemerintah yang

belum ditentukan statusnya

Ekuitas

1. Modal Saham

2. Selisih Likuidasi

3. Laba (Rugi) Tahun

berjalan

Jumlah Ekuitas

Rp. 1.504.257.000

Rp. 1.504.257.000

Rp. 105.763.000

Rp. 1.500.787.000

Rp. 371.446.000

Rp. 1.977.996.000

-

-

-

-

-

-

-

Rp. 14.438.993.445

Total Aktiva

Rp. 17.920.246.445 Total Pasiva Rp. 17.920.246.445

78

Tabel 2. Keadaan Neraca Setelah Terjadi Pemberhentian Aktiva Tetap

AKTIVA TAHUN 2010 PASIVA TAHUN 2010

Aktiva lancar :

1. Kas

2. Piutang

3. Persediaan

Jumlah Aktiva Lancar

Aktiva Tetap

1. Tanah

2. Gedung Dinas

Ak. Penyusutannya

3. Rumah Dinas

Ak. Penyusutannya

4. Kendaraan

Ak. Penyusutannya

5. Barang Inventaris

Ak. Penyusutannya

6. Mesin Dipo Lokomotif

Ak. Penyusutannya

7. Mesin Dipo KA

Ak. Penyusutannya

8. Mekanik Ringan

Ak. Penyusutannya

9. Lokomotif

Ak. Penyusutannya

10. Kereta Raya

Ak. Penyusutannya

Jumlah Aktiva Tetap

Rp. 3.807.911.000

Rp. 448.612.000

Rp. 114.862.000

Rp. 4.371.385.000

Rp. 3.552.963.000

Rp. 1.608.097.000

Rp. (330.731.440)

Rp. 438.682.000

Rp. (89.736.400)

Rp. 728.450.000

Rp. (365.224.000)

Rp. 65.822.500

Rp. (32.862.250)

Rp. 75.905.500

Rp. (26.929.125)

Rp. 863.859.000

Rp. (433.032.500)

Rp. 177.617.500

Rp. (69.302.500)

Rp. 4.670.741.000

Rp. 1.017.601.620

Rp. 4.564.198.000

Rp. 833.290.520

Rp. 13.422.764.545

Kewajiban Jangka Pendek:

1. Hutang pada Rekanan

a. Pihak Ketiga

b. Pihak yg mempunyai

hubungan istimewa

Jumlah kewajiban Jangka

Pendek

2. Hutang Pajak

3. Hutang yang masih

harus dibayar

4. Hutang Lain-lain

Jumlah Kewajiban Jangka

Pendek

Kewajiban Jangka Panjang

1. Dana Iuran Pensiun

2. Pinjaman Bank

3. Hutang Subsidiari

Jumlah Kewajiban Jangka

Panjang

Bantuan Pemerintah yang

belum ditentukan

statusnya

Ekuitas

1. Modal Saham

2. Selisih Likuidasi

3. Laba (Rugi) Tahun

berjalan

Jumlah Ekuitas

Rp. 1.504.257.000

Rp. 1.504.257.000

Rp. 105.763.000

Rp. 1.500.787.000

Rp. 371.446.000

Rp. 1.977.996.000

-

-

-

-

-

-

-

Rp. 14.311.896.545

Total Aktiva

Rp. 17.794.149.545 Total Pasiva Rp. 17.794.149.545

Dari kedua tabel diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya pemberhentian

aktiva tetap kendaraan dan barang inventaris, maka hal tersebut juga dapat

mempengaruhi jumlah neraca. Setelah terjadi pemberhentian aktiva tetap kendaraan dan

79

barang inventaris, jumlah kendaraan yang semula Rp. 773.450.000,- menjadi Rp.

728.450.000,-, maka terjadi selisih sebesar Rp. 45.000.000,- dan jumlah akumulasi

penyusutan kendaraan sebelum terjadinya pemberhentian aktiva tetap sebesar Rp.

401.224.000,- dan setelah terjadi pemberhentian aktiva tetap menjadi Rp. 365.224.000,-,

maka terjadi selisih sebear Rp. 36.000.000,-. Sedangkan untuk jumlah barang inventaris

yang semula Rp. 73.569.000,- menjadi Rp. 65.882.500,-, maka terjadi selisih sebesar

Rp. 7.746.500,- dan jumlah akumulasi penyusutan sebelum terjadinya pemberhentian

aktiva tetap sebesar Rp. 38.671.750,- dan setelah terjadi pemberhentian aktiva tetap

menjadi Rp. 32.862.250,-, maka terjadi selisih sebesar Rp. 5.809.500,-. Dari kesimpulan

diatas, tentu saja berpengaruh terhadap jumlah aktiva tetap Rp. 5.954.328.185,- menjadi

Rp. 5.828.531.285,-, maka terjadi selisih sebesar Rp. 126.796.900,-. Hal ini juga

berpengaruh terhadap jumlah aktiva yang semula Rp. 17.920.246.445,- menjadi Rp.

17.794.149.545,-,maka terjadi selisih sebesar Rp. 126.096.500,-.

Sedangkan akibat dari pemberhentian aktiva tetap tersebut tentu saja

berpengaruh pada jumlah laba berjalan, yaitu yang semula Rp. 14.438.993.445,-

menjadi Rp. 14.311.896.545,-. Jadi, dapat dikatakan bahwa peristiwa pemberhentian

aktiva tetap yaitu kendaraan dan barang inventaris pada PT. Kereta Api Indonesia

(Persero) DAOP IX Jember berpengaruh terhadap keadaan neraca periode yang berakhir

31 Desember 2010. Hal yang sama juga terjadi pada laporan laba rugi PT. Kereta Api

Indonesia (Persero) DAOP IX Jember untuk periode yang berakhir pada 31 Desember

2010. Untuk lebih jelasnya bisa diperhatikan tabel-tabel berikut:

80

Tabel 3. Keadaan Laporan Laba Rugi Sebelum Terjadi Pemberhentian Aktiva

Tetap

KETERANGAN

Penjualan Jasa Angkut :

1. Angkutan Penumpang

2. Angkutan Barang

3. Subsidi Pemerintah

Jumlah Jasa Angkut

Beban Pokok Penjualan :

1. Beban Operasi Langsung

2. Beban Operasi tidak Langsung

Jumlah Beban Pokok Penjualan

Laba Kotor Usaha Jasa Angkutan

Pendapatan Operasi Lainnya

Beban Usaha :

1. Beban Penjualan

2. Beban Umum dan Administrasi

Jumlah Beban Usaha

Laba (Rugi) Usaha

Pendapatan Lain-lain

Biaya Lain-lain

Kerugian luar biasa

Beban pajak penghasilan :

1. Pajak Kini

2. Pajak Tangguhan

Jumlah Pajak Penghasilan

Rp. 21.115.421.400

Rp. 396.117.080

-

Rp. 21.511.538.480

Rp. 26.942.171.924

Rp. 32.651.856.891

Rp. 59.594.037.815

Rp. (38.082.449.335)

Rp. 19.721.570

Rp. 214.022.890

Rp. 7.270.694.067

Rp. 7.484.716.957

Rp. (45.547.494.722)

Rp. 323.089.192

-

-

-

-

-

Laba (Rugi) Bersih Rp. 13.787.876.914

81

Tabel 4. Keadaan Laporan Laba Rugi Setelah Terjadi Pemberhentian Aktiva

Tetap

KETERANGAN

Penjualan Jasa Angkut :

1. Angkutan Penumpang

2. Angkutan Barang

3. Subsidi Pemerintah

Jumlah Jasa Angkut

Beban Pokok Penjualan :

1. Beban Operasi Langsung

2. Beban Operasi tidak Langsung

Jumlah Beban Pokok Penjualan

Laba Kotor Usaha Jasa Angkutan

Pendapatan Operasi Lainnya

Beban Usaha :

1. Beban Penjualan

2. Beban Umum dan Administrasi

Jumlah Beban Usaha

Laba (Rugi) Usaha

Pendapatan Lain-lain

Biaya Lain-lain

Kerugian luar biasa

Beban pajak penghasilan :

1. Pajak Kini

2. Pajak Tangguhan

Jumlah Pajak Penghasilan

Rp. 21.115.421.400

Rp. 396.117.080

-

Rp. 21.511.538.480

Rp. 26.942.171.924

Rp. 32.651.856.891

Rp. 59.594.037.815

Rp. (38.082.449.335)

Rp. 19.721.570

Rp. 214.022.890

Rp. 7.270.694.067

Rp. 7.484.716.957

Rp. (45.547.494.722)

Rp. 323.089.192

Rp. (126.096.500)

-

-

-

-

Laba (Rugi) Bersih Rp. 13.661.780.414

Dari kedua tabel diatas dapat diketahui bahwa adanya pemberhentian aktiva tetap

kendaraan dan barang inventaris, maka hal tersebut juga dapat mempengaruhi lapora

laba rugi. Setelah terjadinya pemberhentian aktiva tetap tersebut, terjadi perubahan pada

biaya lain-lain sebesar Rp. 126.096.500,-. Penambahan biaya lain-lain ini disebabkan

adanya pemberhentian 1 unit mobil kijang super dan 1 unit computer accer yang sudah

rusak (kerugian yang timbul Rp. 126.096.500,-). Dengan kata lain jumlah laba bersih

yang semula Rp. 13.787.876.914,- menjadi Rp. Rp. 13.661.780.414,-. Jadi sacara

ringkas dapat dikatakan bahwa peristiwa pemberhentian aktiva tetap kendaraan dan

barang inventaris yang terjadi di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP IX Jember

juga berpengaruh terhadap laporan laba rugi di PT. Kereta Api Indoneisia (Persero)

DAOP IX Jember. Disini perusahaan mengalami penurunan laba, tetapi hasil dari

82

evaluasi ini membantu perusahaan memperoleh laporan keuangan yang sesuai dengan

SAK (Standar Akuntansi Keuangan).

KESIMPULAN & SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil evaluasi dan pembahasan yang diuraikan dalam setiap bab

sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Perlakuan akuntansi atas pengakuan aktiva tetap yang diperoleh PT. Kereta Api

Indonesia DAOP IX Jember dicatat sebesar biaya perolehannya yaitu meliputi

semua pengeluaran-pengeluaran yang diperlukan untuk mendapatkan aktiva

tersebut dan pengeluaran-pengeluaran lain sampai aktiva siap digunakan.

Perhitungan penyusutan aset tetap pada PT. Kereta Api Indonesia DAOP IX

Jember menggunakan metode garis lurus (Straigh Line Methode). Biaya

penyusutan dengan metode garis lurus jumlah setiap periodenya tetap, tidak

menghiraukan kegiatan dalam periode tersebut. dengan prosentase Tanah ,

Bangunan , kendaraan dan barang inventaris.

2. Perlakuan akuntansi aktiva tetap dan penentuan biaya penyusutan pada PT. Kereta

Api Indonesia (Persero) DAOP IX Jember yang dilakukan selama ini telah

memenuhi Standar Akuntansi Keuangan. Penentuan biaya penyusutan pada PT.

Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP IX Jember dengan menggunakan metode

garis lurus.

Saran

Sesuai dengan pembahasan dan kesimpulan yang ditulis oleh peneliti, maka

sebagai saran bagi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP IX Jember adalah:

1. Perusahaan harus memperbaiki sistem akuntansi yang selama ini diterapkan,

karena ada beberapa bagian sistem akuntansi yang selama ini diterapkan ternyata

tidak sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku, seperti tidak

dicatatnya pemberhentian aktiva tetap kendaraan dan barang inventaris.

2. Perusahaan hendaknya mempertimbangkan nilai residu dari aktiva tetap. Karena

ada beberapa aktiva tetap yang tidak menggunakan nilai residu. Hal ini harus

diperhatikan karena meskipun masa ekonomis aktiva tetap telah habis tetapi

aktiva tetap tersebut masih dapat dimanfaatkan lagi dengan cara dijual.

83

DAFTAR PUSTAKA

Al Haryanto Jusup, Drs, 2008. Dasar-Dasar Akuntansi, Jilid Dua Edisi lima, penerbit

Liberty, Yogyakarta.

Al Haryanto Jusup, Drs, 2005. Dasar-Dasar Akuntansi, Jilid Pertama Edisi ke enam,

penerbit STIE YKPN, Yogyakarta

Bambang Supomo dan Nur Indriantoro, Metodologi Penelitian, BPFE UGM

Yogyakarta

Drs. Sofyan Syafri Harahap, 1994, Akuntansi Aktiva Tetap, penerbit PT. Raja grafindo

Persada

Dwi Setyo rini, 1999, Evaluasi Kebijakan Aktiva Tetap dan Sistem Pengalokasian

Biaya Serta Pengaruhnya Terhadap Perhitungan Rugi-Laba Hotel Pinang Sari,

Skripsi, Fakultas Ekonomi, Univertas Muhammadiyah Jember

Hadori Yunus Harnanto, 1981, Akuntansi Keuangan Lanjutan, Edisi Pertama, BPFE

UGM, Yogyakarta

Hendriksen, Eldon. S, dialih bahasakan oleh Nugroho W., 1991, Teori Akuntansi edisi

keempat, jilid dua, Jakarta; Erlangga.

Ikatan Akuntansi Indonesia, 2007, Standart Akuntansi Keuangan, penerbit Salemba

Empat Yogyakarta

Kholmi, Masiyah. 2000. Akuntansi Biaya, penerbit Citra Mentari Group

Rini Sri Rahayu, 2003, Evaluasi Kebijakan Aktiva Tetap dan Sistem Pengalokasian

Biaya Serta Pengaruhnya Terhadap Perhitungan Rugi-Laba PT. (Persero) Cipta

niaga, Skripsi, Fakultas Ekonomi, Univertas Muhammadiyah Jember

Suad Husnan, 2006, Akuntansi Aktiva Tetap, BPFE UGM, Yogyakarta

Zaki Baridwan, 1992, Intermediate Accounting, Edisi tujuh, BPFE UGM, Yogyakarta.