Upload
tommy-rauna-wa-nazla
View
219
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Kisah Hikmah
Citation preview
Kisah dan Pe la jaran Perang Uhud
Perang Uhud
adalah peperangan antara ka-
um Muslimin dan kaum musyrikin
Quraisy Mekah yang terjadi pada
tahun 3 Hijriah di Gunung Uhud. Gunung kecil yang terdiri dari
batu hitam diselimuti oleh tanah kering ini tingginya 1050
meter, terletak di sebelah barat laut Madinah, tepatnya 5 km
arah utara dari Masjid Nabawi dan arah selatan dari Gunung
Tsur. Peristiwa pertempuran ini terasa begitu dahsyat dan
memberikan dampak emosional, 70 Orang Syuhada gugur dan
Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam terluka. Berikut kami ulas
secara singkat Kisah pertempuran Uhud dan hikmah dibalik
musibah yang menimpa kaum muslimin.
Bismillahirrahmanirrahim..
Latar belakang pertempuran
Mendung kesedihan masih saja menyelimuti kota Makkah. Tak
bisa dipungkiri lagi bahwa kaum Musyrikin Quraisy tak mampu
menyembunyikan duka lara mendalam perihal kekalahan telak
mereka pada perang Badar tahun ke-2 Hijriyah, hati mereka
tersayat pilu tak terkira. Berita kalahnya pasukan Quraisy
terasa begitu cepat menyebar keseluruh penjuru kota
Makkah, bak awan bergerak menutupi celah celah langit yang
kosong di musim penghujan. Namun sangat disayangkan,
kekalahan telak kaum paganis Quraisy pada perang itu tak
mampu merubah sikap bengis mereka terhadap kaum
muslimin. Dendam kesumat nan membara tertancap kokoh
dalam hati mereka, tewasnya tokoh-tokoh Quraisy berstrata
sosial tinggi pada peristiwa nahas itu semakin menambah
kental kebencian Quraisy terhadap kaum muslimin.
Persiapan pasukan Quraisy
Tokoh-tokoh Quraisy seperti Ikrimah bin Abu Jahal,
Shafwan bin Umayah, dan Abu Sufyan bin Harb –sebelum
mereka masuk Islam– bangkit sebagai pelopor-pelopor yang
sangat getol mengobarkan api balas dendam terhadap Islam
dan pemeluknya. Para orator ulung bangsa Arab tersebut
menempuh langkah-langkah strategis untuk memuluskan
program balas dendam tersebut, mula-mula mereka melarang
warga Makkah meratapi kematian korban tewas perang Badar
kemudian menunda pembayaran tebusan kepada kaum
muslim untuk membebaskan tawanan Quraisy yang masih
tersisa di Madinah. Mereka sibuk menggalang dana untuk
menyongsong aksi balas dendam, mereka datang kepada para
pemilik kafilah dagang Quraisy yang merupakan pemicu utama
terjadinya perang Badar, seraya menyeru: ”Wahai orang-orang
Quraisy! Sungguh Muhammad telah menganiaya kalian serta
membunuh tokoh-tokoh kalian! Maka bantulah kami dengan
harta kalian untuk membalasnya! Mudah-mudahan kami bisa
menuntut balas terhadap mereka.”
Rencana tersebut mendapat respon hangat dari masyarakat
Quraisy, kontan dalam waktu yang sangat singkat terkumpul
dana perang yang cukup banyak berupa 1000 onta dan 50.000
keping mata uang emas. Sebagaimana yang
Allah Subhaanallaahu wa Ta’aala lansir pada ayat ketigapuluh
enam dari surat Al-Anfal:
Sesungguhnya orang-orang kafir itu mereka menginfakkan
harta mereka untuk menghalangi manusia dari jalan Allah…
Hari demi hari tampak upaya mereka mendapat hasil
signifikan. Betapa tidak, hanya dalam kurun waktu satu tahun
saja mereka mampu menghimpun pasukan tiga kali lipat lebih
besar dibanding jumlah pasukan Quraisy pada perang setahun
lalu (perang Badar) ditambah fasilitas persenjataan yang
memadai terdiri dari 3000 onta, 200 kuda dan 700 baju besi,
jumlah totalpasukan tidak kurang dari 3000 prajurit ditambah
lima belas wanita bertugas mengobarkan semangat tempur
dan menghalau pasukan lari mundur kebelakang.
Bertindak sebagai panglima tertinggi pasukan Quraisy adalah
Abu Sufyan bin Harb, adapun pasukan berkuda dibawah
komando Khalid bin Al Walid dan Ikrimah bin Abu Jahal,
sementara panji- panji perang dipegang para ahli perang dari
Kabilah Bani Abdud Dar, dan barisan wanita dibawah
koordinasi Hindun bintu ’Utbah istri Abu Sufyan. Terasa
lengkap dan cukup memadai persiapan Quraisy dalam periode
putaran perang kali ini, arak-arakan pasukan besar sarat
anarkisme dan angkara murka kini tengah merangsek
menujuMadinah menyandang misi balas dendam.
Sampainya kabar kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
Sallam
1
Beliau menerima surat rahasia dari Al Abbas bin Abdul
Mutthalib paman beliau yang masih bermukim di Makkah. Kala
itu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam berada di Quba,
Ubay bin Ka’ab diminta untuk membaca surat tersebut dan
merahasiakan isinya. Beliau bergegas menuju Madinah
mengadakan persiapan militer menyongsong kedatangan
’tamu tak diharapkan itu’.
Bak angin berhembus, berita pergerakan pasukan kafir Quraisy
menyebar keseluruh penjuru Madinah, tak ayal kondisi kota itu
mendadak tegang , penduduk kota siaga satu, setiap laki-laki
tidak lepas dari senjatanya walau dalam kondisi shalat.
Sampai-sampai mereka bermalam di depan pintu rumah dalam
keadaan merangkul senjata.
Majelis musyawarah militer
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam mengumpulkan para
sahabatnya sembari bersabda: ”Demi Allah sungguh aku telah
melihat pertanda baik, aku melihat seekor sapi yang
disembelih, pedangku tumpul, dan aku masukkan tanganku
didalam baju besi, aku ta’wilkan sapi dengan gugurnya
sekelompok orang dari sahabatku, tumpulnya pedangku
dengan gugurnya salah satu anggota keluargaku sementara
baju besi dengan Madinah”.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam berpendapat agar tetap
bertahan di dalam kota Madinah dan meladeni tantangan
mereka di mulut-mulut lorong kota Madinah. Pendapat ini
disetujui oleh Abdullah bin Ubay bin Salul, Abdullah bin Ubay
memilih pendapat ini bukan atas pertimbangan strategi militer
melainkan agar dirinya bisa dengan mudah kabur dari
pertempuran tanpa mencolok pandangan manusia. Adapun
mayoritas para sahabat, mereka cenderung memilih
menyambut tantangan Quraiys di luar Madinah dengan alasan
banyak diantara mereka tidak sempat ambil bagian dalam
perang Badar, kali ini mereka tidak ingin ketinggalan untuk
’menanam saham’ pada puncak amalan tertinggi dalam Islam –
JIHAD-. Hamzah bin Abdul Mutthalib sangat mendukung
pendapat ini seraya berkata: ”Demi Dzat Yang menurunkan Al
Qur’an kepadamu, sungguh Aku tidak akan makan sampai Aku
mencincang mereka dengan pedangku di luar Madinah.”
Dengan mempertimbangkan berbagai usulan para sahabat
akhirnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam memutuskan
untuk menjawab tantangan Quraisy di medan terbuka luar kota
Madinah. Dan meninggalkan selera Abdullah bin Ubay.
Hari itu Jum’at tanggal 6 Syawwal 3 H beliau memberi wasiat
kepada para sahabat agar bersemangat penuh kesungguhan
dan bahwasannya Allah akan memberi pertolongan atas
kesabaran mereka. Lalu mereka shalat Ashar dan Beliau
beranjak masuk kedalam rumah bersama Abu Bakar dan Umar
bin Al Khathab, saat itu beliau mengenakan baju besi dan
mempersiapkan persenjataan.
Para sahabat menyesal dengan sikap mereka yang terkesan
memaksa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam untuk keluar
dari Madinah, tatkala Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
Sallam keluar mereka berkata: ”Wahai Rasulullah, kami tidak
bermaksud menyelisihi pendapatmu, putuskanlah
sekehendakmu! Jika engkau lebih suka bertahan di Madinah
maka lakukanlah!” Beliau menjawab: ”Tidak pantas bagi
seorang nabi menanggalkan baju perang yang telah
dipakainya sebelum Allah memberi keputusan antara dia
dengan musuhnya.”
Kondisi umum pasukan Islam
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam membagi pasukan
Islam menjadi tiga batalyon: Batalyon Muhajirin dibawah
komando Mush’ab bin Umair, Batalyon Aus dikomando oleh
Usaid bin Hudhair dan Batalyon Khazraj dipimpin oleh Khabbab
bin Al Mundzir . Jumlah total pasukan Islam hanya 1000 orang,
dengan perlengkapan fasilitas serba minim berupa 100 baju
besi dan 50 ekor kuda (dikisahkan dalam sebuah riwayat:
tanpa adanya kuda sama sekali) dalam perang ini. Wallahu
a’lam
Sesampainya pasukan Islam disebuah tempat yang dikenal
dengan Asy Syaikhan, RasulullahShalallahu ‘alaihi wa
Sallam menyeleksi beberapa para sahabat yang masih sangat
dini usia mereka diantaranya Abdullah bin Umar bin Al
Khathab, Usamah bin Zaid, Zaid bin Tsabit, Abu Said Al Khudry
dan beberapa sahabat muda lainnya, tak urung kesedihan pun
2
tampak di wajah mereka dengan terpaksa mereka harus
kembali ke Madinah.
Orang-orang munafikin melakukan penggembosan
Berdalih karena pendapatnya ditolak oleh Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa Sallam, tokoh munafik Abdullah bin Ubay bin Salul
melakukan aksi penggembosan dalam tubuh pasukan Islam.
Musuh Allah ini berhasil memprovokasi hampir sepertiga
jumlah total pasukan, tidak kurang dari 300 orang kabur
meninggalkan front jihad fisabilillah. ’Manusia bermuka dua’ ini
memang sengaja melakukan aksi penggembosan ditengah
perjalanan agar tercipta kerisauan di hati pasukan Islam
sekaligus menyedot sebanyak mungkin kekuatan muslimin.
Strategi militer Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan
tugas pasukan
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam sang ahli strategi militer
mengatur barisan pasukan dan membagi tugas serta misi
mereka. Beliau menempatkan 50 pemanah di bukit Ainan
bertugas sebagai sniper-sniper dibawah komando Abdullah bin
Jubair bin Nu’man Al Anshary, Beliau memberi intruksi militer
seraya bersabda:”Gempurlah mereka dengan panah-panah
kalian!Jangan tinggalkan posisi kalian dalam kondisi
apapun! Lindungi punggung-punggung kami dengan panah-
panah kalian! Jangan bantu kami sekalipun kami
terbunuh! Dan jangan bergabung bersama kami sekalipun
kami mendapat rampasan perang!. Dalam riwayat
Bukhari:jangan tinggalkan posisi kalian sekalipun kalian
melihat burung-burung telah menyambar kami sampai datang
utusanku kepada kalian!
Sesampainya di Uhud kedua pasukan saling mendekat,
panglima kafir Quraisy Abu Sufyan berupaya memecah
persatuan pasukan Islam, dia berkata kepada kaum Anshar:
”Biarkan urusan kami dengan anak-anak paman kami
(Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan kaum Muhajirin)!
Maka kami tidak akan mengusik kalian, kami tidak ada
kepentingan memerangi kalian!”
Akan tetapi, upaya Abu Sufyan tidak menuai hasil karena
kokohnya keimanan kaum Anshar. Justru sebaliknya, mereka
membalasnya dengan ucapan yang amat pedas yang
membuat panas telinga orang yang mendengarnya.
Awal mula pertempuran
Thalhah bin Abi Thalhah Al Abdary pemangku panji perang
kafir Quraisy, seorang yang dikenal sangat mahir dan
pemberani maju menantang mubarazah (duel), secepat kilat
Zubair Ibnul Awwam menerkam dan membantingnya, Thalhah
tak berdaya melepas nafas terakhirnya dengan leher
menganga. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bertakbir
dan bertakbirlah kaum muslimin. Bangkitlah Abu Syaibah
Utsman bin Abi Thalhah mengibarkan kembali panji tersebut,
dengan penuh kesombongan menantang duel, secepat kilat
pula Hamzah bin Abdul Mutthalib menghantam pundaknya
dengan sabetan pedang yang sangat kuat hingga menembus
pusarnya tak ayal tangan dan pundaknya terlepas, Utsman
tersungkur tak berdaya meregang nyawa. Berikutnya Abu
Sa’ad bin Abi Thalhah mengambil panji tersebut namun seiring
dengan itu anak panah Sa’ad bin Abi Waqash menembus
kerongkongannya. Musafi’ bin Abi Thalhah memberanikan diri
mengangkat kembali panji Quraisy namun ia tewas mendadak
tersambar runcingnya anak panah Ashim bin Tsabit bin Abul
Aflah. Berikutnya Kilab bin Thalhah bin Abi Thalhah saudara
kandung Musafi’ mengibarkan kembali panji itu namun ia
segera roboh ketanah mengakhiri hidupnya setelah pedang
Zubair bin Al Awwam menyambar badannya. Al Jallas bin Abi
Thalhah segera menopang kembali menopang panji itu, namun
sabetan pedang Thalhah bin Ubaidillah segera memecat nyawa
dari tubuhnya. Keenam pemberani tersebut berasal dari satu
keluarga kabilah Bani Abdi Dar. Kemudian Arthah bin Syurahbil
maju namun Ali bin Abi Thalib tak membiarkannya hidup lama
menenteng panji dan langsung melibasnya, realita yg sungguh
spektakuler, tidaklah seorang pun dari kaum musyrikin
mengambil panji tersebut melainkan terenggut nyawanya
hingga genap sepuluh orang menemui ajalnya disekitar panji
perang musyrikin. Setelah itu tak ada seorang pun dari mereka
yang bernyali mengambil panji yang tergeletak di bumi Uhud.
Perang pun Berkobar
Genderang perang semakin nyaring saja bunyinya, kucuran
darah, ringkikan kuda, dencing suara pedang beradu semakin
menambah warna kental suasana bumi Uhud saat itu. Perang
3
berkecamuk merata di setiap titik bak kobaran api menjalar
membakar rerumputan kering, jagoan-jagoan Islam benar-
benar menampakkan kehebatan dan kepiawaian mereka
dalam putaran perang kali ini, militansi pasukan Islam
merupakan buah dari kekuatan iman yang merasuk dan
terpatri kuat dalam hati mereka, seakan-akan iman telah
memenuhi setiap pembuluh darah mereka, kecilnya jumlah tak
menciutkan nyali para pejuang demi tegaknya agama
Allah subhanahu wa ta’ala di muka bumi. Mereka begitu yakin
bahwa kematian tidak akan dipercepat dengan perang dan
tidak pula diundur dengan meninggalkannya. Bermodalkan
iman dan semangat membaja mereka bertawakal
kepada Rabbul Alamin menggadaikan nyawa mereka demi
kenikmatan abadi disisi Allah subhanahu wa ta’ala –Al-
Jannah (surga)–.Kala itu Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa
sallam menawarkan sebilah pedang seraya bersabda, ”Siapa
yang hendak mengambil pedang ini sesuai dengan haknya?”
Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu, Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu ‘anhu, Az-Zubair bin Al-
Awwam radhiyallahu ‘anhu dan sejumlah para shahabat
bergegas maju, berizin untuk mengambil pedang itu. Namun,
meski demikian, beliau belum juga menyerahkannya kepada
salah seorang pun hingga Abu Dujanah Simak bin
Kharasyah radhiyallahu ‘anhu maju, sembari berujar, ”Apa hak
pedang itu wahai Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam?”
”Engkau sabetkan pada musuh sampai bengkok,” jawab
beliau shallalallahu ‘alaihi wa sallam. “Aku yang akan
Dujanah radhiyallahu ‘anhu. Barulah setelah itu,
beliaushallalallahu ‘alaihi wa sallam memberikannya
kepadanya.
Az-Zubair bin Al-Awwam radhiyallahu ‘anhu menuturkan:
“Muncul dalam hatiku kekecewaan tatkala
Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam menolak
permintaanku, Aku berkata dalam hatiku, ’Aku adalah anak bibi
beliau Shafiyah bintu Abdul Muththalib. Aku dari bangsa
Quraisy. Aku lebih dahulu meminta pedang itu, namun justru
beliau memberikannya kepada Abu Dujanah dan menolakku.
Demi Allah, aku akan perhatikan sepak terjang Abu Dujanah!’
Maka aku selalu mengikutinya. Mula-mula ia memakai surban
merah. Kaum Anshar berkata, ’Apakah Abu Dujanah keluar
dengan surban kematian?’ Ia pun keluar sembari
mendendangkan syair-syair.”
Abu Dujanah radhiyallahu ‘anhu melibas setiap musuh yang
menghadangnya, tidak ada satu musuh pun yang ia lewati
melainkan menjadi seonggok mayat, ia menggempur,
menyibak barisan musuh sampai menembus pertahanan
Quraisy paling belakang yaitu barisan prajurit wanita Quraisy.
Kalau bukan karena kemuliaan pedang Rasulullah shallalallahu
‘alaihi wa sallam untuk membunuh seorang wanita, tentunya
kepala Hindun bintu Utbah telah lepas dari badannya. Namun
Abu Dujanah radhiyallahu ‘anhu menarik pedang yang sudah
berada tepat diatas kepala Hindun (sebelum masuk Islam), ia
menghindar dan meninggalkan komandan pasukan wanita
Quraisy itu sembari berkata, ”Allah subhanahu wa ta’ala dan
RasulNya lebih mengetahui.”
Gugurnya Paman Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa
sallam Hamzah bin Abdul Muthalib radhiyallahu
‘anhu sebagai Syahid
Hamzah bin Abdul Muththalib radhiyallahu ‘anhu seorang yang
menghabiskan waktu dan tenaganya untuk membela Islam,
orang yang tidak pernah merasa takut melawan kezhaliman,
pemberani dan mahir dalam perang menggempur jantung
pertahanan musuh bak singa jantan menerkam mangsa,
mengamuk, menumbangkan setiap lawan tanpa hambatan,
musuh kocar-kacir bak daun-daun kering diterpa angin. Singa
Allah subhanahu wa ta’ala dan Singa RasulNya ini tak
membiarkan satu lawan pun kecuali terlibas olehnya, namun
tanpa ia sadari tiba-tiba sebuah lembing tajam milik Wahsyi bin
Harb (yang pada waktu itu belum masuk Islam) telah lama
mengintainya, menusuk dan merobek perutnya. Ia gugur
sebagai syahid.
Abu Bakar, Umar bin Al-Khathab, Sa’ad bin Abi Waqash dan
seluruh pasukan Islam radhiyallahu ‘anhum mengerahkan
segala keberanian menggempur dan memporak-porandakan
pertahanan lawan yang semakin rapuh. Pasukan Quraisy
kalang-kabut tak mampu memberi perimbangan terhadap
serangan pasukan Islam. Barisan musuh semakin kacau-balau.
Tak pelak, mereka lari centang-perenang meninggalkan medan
laga, dan lalai dengan ambisi buruk yang selama ini mereka
4
impikan. Prajurit wanita Quraisy lari terbirit-birit ke perbukitan
sembari menyingsingkan pakaian hingga tersingkap betis-betis
mereka.
Begitulah Allah subhanahu wa ta’ala selalu memberi
pertolongan kepada hamba-hambaNya selama mereka
menolong agamaNya.
Kesalahan Fatal Pasukan Pemanah
Kaum muslimin unggul diatas angin menguasai medan laga.
Tak ada perlawanan yang berarti dari Quraisy, mereka lari
terbirit-birit meninggalkan harta benda yang melimpah. Kaum
muslimin merasa telah keluar sebagai pemenang. Rasanya tak
ada pekerjaan lain, kecuali sibuk mengumpulkan harta
rampasan perang yang tercecer. Mulailah kecintaan terhadap
dunia menghinggapi hati sebagian besar pasukan pemanah.
Mereka khawatir akan tidak mendapat bagian rampasan
perang. Mereka meninggalkan bukit strategis itu dan lalai
terhadap wasiat Rasulullahshallalallahu ‘alaihi wa sallam.
Komandan pasukan pemanah, Abdullah bin Jubair Al-
Ansharyradhiyallahu ‘anhu, mengingatkan mereka seraya
berkata, “Lupakah kalian dengan wasiat
Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam?” Namun apa daya,
mereka tak mengindahkan nasehat sang komandan. Empat
puluh orang pasukan turun meninggalkan tugas inti mereka.
Kini pertahanan inti kaum muslimin dalam kondisi rawan.
Jantung pertahanan pasukan Islam melemah tanpa mereka
sadari. Kholid bin Al-Walid, salah satu komandan pasukan
berkuda Quraisy, tak membiarkan kesempatan emas itu lewat
begitu saja. Panglima perang yang tidak pernah kalah dalam
setiap pertempuran baik ketika masih kafir maupun setelah
masuk Islam itu secepat kilat memutar haluan arah pasukan
kuda Quraisy. Ia memacu kudanya dengan segala ambisi
merebut posisi paling strategis, yaitu bukit para pemanah.
Musuh menyergap dan mengepung sisa pasukan pemanah.
Para pemanah tak kuasa menghalau serangan mendadak itu.
Sepuluh orang pemanah gugur satu persatu fi
sabilillah berjumpa dengan Allah subhanahu wa ta’ala –semoga
Allah ‘azza wa jalla meridhai mereka semua–.
Kuda Kholid bin Walid meringkik dengan suara yang dikenali
pasukan Quraisy. Seorang wanita Quraisy, ’Amrah Al-
Haritsiyyah, memungut dan mengibarkan kembali panji perang
yang tergeletak sejak awal pertempuran. Quraisy bersatu dan
bangkit semangat mereka untuk menyerang balik. Mereka
mengepung kaum muslimin dari dua arah. Posisi kaum
muslimin terjepit dan dengan mudah mereka membantai para
mujahidin. Kini musuh mampu menguasai bukit. Kemudian
mereka merangsek menyerang sisa pasukan Islam yang lain.
Posisi mereka seakan berada diantara gigi-gerigi mesin
penggilas. Pertahanan kaum muslimin semakin rapuh. Kondisi
berubah seketika.
Barisan pasukan Islam semakin kacau balau. Susah
membedakan antara kawan dan lawan. Bahkan ada diantara
mereka yang saling menyerang karena gaduh dan gawatnya
kondisi. Ayah Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallahu
‘anhuma pun menjadi korban salah sasaran.
Gunung Uhud
Kabar dusta kematian Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa
sallam
Mush’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu, duta Islam pertama di
Madinah, salah satu pemegang panji komando, tewas di
tangan Ibnu Qim’ah. Setelah berhasil membunuhnya, ia
berteriak, ”Muhammad telah tewas!” karena menyangka
bahwa Mush’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu adalah
Rasulullahshallalallahu ‘alaihi wa sallam. Memang Mush’ab
adalah seorang shahabat yang bentuk fisik dan perawakannya
sangat mirip dengan Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam.
Teriakan itu kontan membuat semangat para
5
shahabat radhiyallahu ‘anhum turun drastis. Di sisi lain,
serangan Quraisy semakin membabi buta terhadap pasukan
Islam hingga terbunuh sejumlah shahabatradhiyallahu ‘anhum.
Jiwa pasukan Islam lemah tak tahu kemana mereka akan
melangkah. Sebagian mereka terduduk tak tahu apa yang
ditunggu, bahkan sebagian mereka berpikir untuk
menghubungi Abdullah bin Ubay bin Salul –salah satu tokoh
munafiqin– guna meminta perlindungan keamanan dari Abu
Sufyan (yang ketika itu belum masuk Islam).
Kala itu Anas bin An-Nadhri radhiyallahu ‘anhu melewati
mereka seraya berkata, ”Apa yang kalian tunggu?” Mereka
berkata, ”Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam telah
terbunuh,” jawab mereka lemas. ”Apa yang kalian pikirkan
terhadap kehidupan sepeninggal beliau?! Bangkit dan matilah
kalian diatas matinya Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa
sallam!” Lalu ia berkata, ”Ya Allah, aku meminta udzur atas
sikap mereka (muslimin), dan aku berlepas diri dari perbuatan
mereka (musyrikin).” Lalu ia maju ke arah musuh. ”Hendak
kemana engkau, wahai Abu Umar?” tanya Sa’ad bin
Mu’adz radhiyallahu ‘anhu. “Sungguh aku mencium bau Al-
Jannah (surga) di bawah Uhud, wahai Sa’ad!” ujarnya. Lalu ia
maju menyerang musuh sampai gugur dengan lebih dari
delapan puluh luka di badannya. Tidak ada yang dapat
mengenali jenazahnya kecuali saudarinya yang mengenali jari-
jemarinya.
Tsabit bin Ad Dihdah radhiyallahu ‘anhu menyeru, “Wahai
orang-orang Anshar, kalaupun Muhammad telah mati, maka
Allah tidak akan pernah mati! Beperanglah atas nama agama
kalian, niscaya Allah menolong kalian!” Majulah sekelompok
orang dari Anshar menyerang pasukan Khalid bin Walid namun
semuanya gugur fi sabilillah.
Setelah terbunuhnya Mush’ab radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallammemberikan panji
perang pada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Ia pun
menyerang musuh bersama sejumlah shahabat radhiyallahu
‘anhum dan telah menghabiskan segala kemampuan.
Jagoan Quraisy menjadikan Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa
sallam sebagai target operasi utama. Beliau shallalallahu
‘alaihi wa sallam hanya didampingi sembilan orang
shahabat radhiyallahu ‘anhum. Adapun pasukan muslimin yang
lain tercerai-berai. Beliau shallalallahu ‘alaihi wa
sallammenyeru para shahabat dengan teriakan, ”Kemarilah!
Aku adalah Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam.” Namun,
kaum musyrikin lebih dahulu mendengarnya, secepat kilat
mencari sumber suara, dan disitulah mereka mendapatkan
manusia mulia yang selama ini mereka berambisi besar untuk
membunuhnya. Gugur tujuh orang, yang kesemuanya dari
kalangan Anshar, dari sembilan orang shahabat yang
melindungi Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun
dua orang yang tersisa adalah dari kalangan Muhajirin, Thalhah
bin Ubaidillah dan Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu
‘anhuma.
Saat itu, musuh dengan leluasa menyerang
Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam. Utbah bin Abi
Waqqash melukai bibir beliau shallalallahu ‘alaihi wa
sallam dengan lemparan batu. Abdullah bin Shihab Az-Zuhry
menciderai pipi beliau shallalallahu ‘alaihi wa sallam. Abdullah
bin Qim’ah menyabetkan pedangnya pada pundak
beliau shallalallahu ‘alaihi wa sallam, yang menyebabkan rasa
sakit lebih dari sebulan, namun sabetan tersebut tidak berhasil
menembus baju besi beliaushallalallahu ‘alaihi wa sallam. Tak
puas dengan itu, Abdullah menyabetkan kembali pedangnya
tepat di pipi beliau shallalallahu ‘alaihi wa sallam.
”Rasakan ini! Aku adalah Ibnu Qim’ah!” teriak Abdullah bin
Qim’ah bengis. Topi besi beliaushallalallahu ‘alaihi wa
sallam rusak. Pecahan rantainya menembus pipi hingga pecah
gigi seri beliau shallalallahu ‘alaihi wa sallam. Tak ayal darah
membasahi wajah suci manusia termulia itu shallalallahu
‘alaihi wa sallam. Thalhah bin Ubaidillah dan Sa’ad bin Abi
Waqqash radhiyallahu ‘anhuma menghabiskan tenaga
melindungi Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam hingga
putus beberapa jari-jemari Thalhah radhiyallahu ‘anhu.
Akhir Pertempuran
Jumlah korban kaum muslimin dalam periode perang kali ini
memang lebih banyak dibanding jumlah korban kaum
musyrikin. Oleh karena itu, mayoritas ahli sejarah menyatakan
6
bahwa kaum muslimin mengalami kekalahan dalam
pertempuran Uhud.
Hikmah yang Terkandung didalamnya
- Memahamkan kepada kaum muslimin betapa buruknya
akibat kemaksiatan dan mengerjakan apa yang telah dilarang
Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu ketika barisan
pemanah meninggalkan pos-pos mereka yang sudah
ditetapkan oleh Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam.
- Sudah menjadi kebiasaan bahwa para Rasul ‘alaihimus
salam juga menerima ujian dan cobaan, yang pada akhirnya
mendapatkan kemenangan. Di antara hikmahnya, apabila
mereka senantiasa mendapatkan kemenangan, tentu orang-
orang yang tidak pantas akan masuk ke dalam barisan kaum
mukminin sehingga tidak bisa dibedakan mana yang jujur dan
benar; dan mana yang dusta. Sebaliknya, kalau mereka terus-
menerus kalah, tentulah tidak tercapai tujuan diutusnya
mereka. Sehingga sesuai dengan hikmah-Nya terjadilah dua
keadaan ini.
- Ditundanya kemenangan pada sebagian pertempuran, adalah
sebagai jalan meruntuhkan kesombongan diri. Maka ketika
kaum mukminin diuji, lalu mereka sabar, tersentaklah orang-
orang munafiqin dalam keadaan ketakutan.
- Allah subhanahu wa ta’ala mempersiapkan bagi hamba-Nya
yang beriman tempat tinggal di negeri kemuliaan-Nya yang
tidak bisa dicapai oleh amalan mereka. Dia tetapkan beberapa
sebab sebagai ujian dan cobaan agar mereka sampai ke negeri
tersebut.
- Bahwasanya syahadah (mati syahid) termasuk kedudukan
tertinggi bagi para wali Allahsubhanahu wa ta’ala.
- Perang Uhud ini seakan-akan persiapan menghadapi
wafatnya Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah subhanahu wa ta’ala meneguhkan mereka, dan mencela
mereka yang berbalik ke belakang, baik karena
Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam terbunuh atau
meninggal dunia.
- Hikmah lain adalah adanya pembersihan terhadap apa yang
ada di dalam hati kaum mukminin. (Lihat Fathul Bari, 7/433)
Berikut Nama 70 Syuhada yang telah Gugur dalam
pertempuran Uhud..
1.Hamzah bin Abdul Muththalib bin Hasyim radhiyallahu ‘anhu |
2. Abdullah bin Jahsyi r radhiyallahu ‘anhu | 3. Mush’ab bin
‘Umair radhiyallahu ‘anhu | 4. Shammas bin
‘Utsman radhiyallahu ‘anhu | 5. ‘Amru bin Mu’adz bin An-
Nu’man radhiyallahu ‘anhu | 6. Al-Harits bin Anas bin
Rafi’ radhiyallahu ‘anhu | 7. ‘Imarah bin Ziad radhiyallahu
‘anhu |8. Salamah bin Tsabit bin Wahsyi radhiyallahu ‘anhu|9.
‘Amru bin Tsabit bin Wahsyi radhiyallahu ‘anhu | 10. Tsabit bin
Wahsyiradhiyallahu ‘anhu |11. Rifa’ah bin Wahsyi radhiyallahu
‘anhu |12. Husail bin Jabirradhiyallahu ‘anhu |13. Saifi bin
Qaizhi radhiyallahu ‘anhu |14. Habbab bin Qaizhiradhiyallahu
‘anhu |15. ‘Abbad bin Sahli radhiyallahu ‘anhu |16. Al-Harits
bin Ans bin Mu’adz radhiyallahu ‘anhu |17. Iyas bin
Aus radhiyallahu ‘anhu | 18. ‘Ubaid bin At-Taihan radhiyallahu
‘anhu |19. Habib bin Yazid bin Taimi radhiyallahu ‘anhu|20.
Yazid bin Hathib bin Umaiyah bin Rafi’ radhiyallahu ‘anhu |21.
Abu Sufian bin Al-Harits bin Qais bin Zaid radhiyallahu ‘anhu |
22. Hanzalah bin Abu ‘Amir radhiyallahu ‘anhu (Syahid yang
dimandikan oleh Malaikat) |23. Unais bin Qatadah radhiyallahu
‘anhu | 24. Abu Habbah bin ‘Umar bin Tsabit radhiyallahu
‘anhu | 25. ‘Abdullah bin Jabair bin An-Nu’man r.a(Ketua
Batalion Pemanah) | 26. Abu Sa’ad Khaitsamah bin
Khaitsamah radhiyallahu ‘anhu | 27. ‘Abdullah bin
Salamah radhiyallahu ‘anhu | 28. Subai’ bin Hathib bin Al-
Harits radhiyallahu ‘anhu| 29. ‘Amru bin Qais radhiyallahu
‘anhu | 30. Qais bin ‘Amru bin Qais radhiyallahu ‘anhu|31.
Tsabit bin ‘Amru bin Zaid radhiyallahu ‘anhu | 32. ‘Amir bin
Mukhallidradhiyallahu ‘anhu |33. Abu Hurairah bin Al-Harits bin
‘Alqamah bin ‘Amruradhiyallahu ‘anhu | 34. ‘Amru bin Muthraf
‘Alqamah bin ‘Amru radhiyallahu ‘anhu | 35. ‘Aus bin Tsabit bin
Al-Mudzir radhiyallahu ‘anhu (Adik-beradik Hussan bin Tsabit) |
36. Anas bin An-Nadhri radhiyallahu ‘anhu |37. Qais bin
Mukhallidradhiyallahu ‘anhu | 38. Kaisan radhiyallahu ‘anhu |
39. Salim bin Al-Haritsradhiyallahu ‘anhu | 40. Nu’man bin
‘Abdu ‘Amru radhiyallahu ‘anhu | 41. Kharijah bin Zaid bin Abu
Zuhair radhiyallahu ‘anhu | 42. Saad bin Ar-Rabi’ bin ‘Amru bin
Abu Zuhair radhiyallahu ‘anhu | 43. Aus bin Al-
Arqam radhiyallahu ‘anhu | 44. Malik bin Sinan radhiyallahu
7
‘anhu |45. Sa’id bin Suwaid radhiyallahu ‘anhu | 46. ‘Utbah bin
Rabi’ radhiyallahu ‘anhu | 47. Tsa’labah bin Sa’ad bin
Malik radhiyallahu ‘anhu| 48. Saqaf bin Farwah bin Al-
Budai radhiyallahu ‘anhu | 49. ‘Abdullah bin ‘Amru bin
Wahab radhiyallahu ‘anhu | 50. Dhamrah radhiyallahu ‘anhu |
51. Naufal bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhu | 52. ‘Abbas bin
‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu | 53. Nu’man bin Malik bin
Tsa’labah radhiyallahu ‘anhu | 54. Al-Mujdar bin
Ziad radhiyallahu ‘anhu | 55. ‘Ubadah bin Al-Hashas
radhiyallahu ‘anhu| 56. Rifa’ah bin ‘Amru radhiyallahu ‘anhu|
57. ‘Abdullah bin ‘Amru radhiyallahu ‘anhu | 58. ‘Amru bin Al-
Jamuh radhiyallahu ‘anhu | 59. Khallad bin ‘Amru bin Al-
Jamuhradhiyallahu ‘anhu | 60. Abu Aiman, Maula ‘Amru bin Al-
Jamuh radhiyallahu ‘anhu | 61. Salim bin ‘Amru bin
Hadidah radhiyallahu ‘anhu | 62. Antarah (Maula Salim) | 63.
Sahal bin Qais bin Abu Ka’ab radhiyallahu ‘anhu | 64. Dzakwan
bin ‘Abdu Qais radhiyallahu ‘anhu| 65.’Ubaid bin Al-
Mu’alla radhiyallahu ‘anhu | 66. Malik bin
Tumailah radhiyallahu ‘anhu | 67. Harits bin ‘Udai bin
Khursyah radhiyallahu ‘anhu| 68. Malik bin Iyas radhiyallahu
‘anhu | 69. Iyas bin Udai radhiyallahu ‘anhu | 70. ‘Amru bin
Iyas radhiyallahu ‘anhu
Wallahu Ta’ala A’lamu bish Shawab.
Sekretariat:
Masjid Jami’ DaarussalaamJl.Manunggal RayaKec.Ciracas 13730
Jakarta Timur
8