9
Kisah dan Pelajaran Perang Uhud Perang Uhud adalah peperangan antara ka- um Muslimin dan kaum musyrikin Quraisy Mekah yang terjadi pada tahun 3 Hijriah di Gunung Uhud. Gunung kecil yang terdiri dari batu hitam diselimuti oleh tanah kering ini tingginya 1050 meter, terletak di sebelah barat laut Madinah, tepatnya 5 km arah utara dari Masjid Nabawi dan arah selatan dari Gunung Tsur. Peristiwa pertempuran ini terasa begitu dahsyat dan memberikan dampak emosional, 70 Orang Syuhada gugur dan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam terluka. Berikut kami ulas secara singkat Kisah pertempuran Uhud dan hikmah dibalik musibah yang menimpa kaum muslimin. Bismillahirrahmanirrahim.. Latar belakang pertempuran Mendung kesedihan masih saja menyelimuti kota Makkah . Tak bisa dipungkiri lagi bahwa kaum Musyrikin Quraisy tak mampu menyembunyikan duka lara mendalam perihal kekalahan telak mereka pada perang Badar tahun ke-2 Hijriyah, hati mereka tersayat pilu tak terkira. Berita kalahnya pasukan Quraisy terasa begitu cepat menyebar keseluruh penjuru kota Makkah, bak awan bergerak menutupi celah celah langit yang kosong di musim penghujan. Namun sangat disayangkan, kekalahan telak kaum paganis Quraisy pada perang itu tak mampu merubah sikap bengis mereka terhadap kaum muslimin. Dendam kesumat nan membara tertancap kokoh dalam hati mereka, tewasnya tokoh-tokoh Quraisy berstrata sosial tinggi pada peristiwa nahas itu semakin menambah kental kebencian Quraisy terhadap kaum muslimin. Persiapan pasukan Quraisy Tokoh-tokoh Quraisy seperti Ikrimah bin Abu Jahal, Shafwan bin Umayah, dan Abu Sufyan bin Harb –sebelum mereka masuk Islam– bangkit sebagai pelopor-pelopor yang sangat getol mengobarkan api balas dendam terhadap Islam dan pemeluknya. Para orator ulung bangsa Arab tersebut menempuh langkah- langkah strategis untuk memuluskan program balas dendam tersebut, mula-mula mereka melarang warga Makkah meratapi kematian korban tewas perang Badar kemudian menunda pembayaran tebusan kepada kaum muslim untuk membebaskan tawanan Quraisy yang masih tersisa di Madinah. Mereka sibuk menggalang dana untuk menyongsong aksi balas dendam, mereka datang kepada para pemilik kafilah dagang Quraisy yang merupakan pemicu utama terjadinya perang Badar, seraya menyeru: ”Wahai orang-orang Quraisy! Sungguh Muhammad telah menganiaya kalian serta membunuh tokoh-tokoh kalian! Maka bantulah kami dengan harta kalian untuk membalasnya! Mudah-mudahan kami bisa menuntut balas terhadap mereka.” Rencana tersebut mendapat respon hangat dari masyarakat Quraisy, kontan dalam waktu yang sangat singkat terkumpul dana perang yang cukup banyak berupa 1000 onta dan 50.000 keping mata uang emas. Sebagaimana yang Allah Subhaanallaahu wa Ta’aala lansir pada ayat ketigapuluh enam dari surat Al-Anfal: Sesungguhnya orang-orang kafir itu mereka menginfakkan harta mereka untuk menghalangi manusia dari jalan Allah… Hari demi hari tampak upaya mereka mendapat hasil signifikan. Betapa tidak, hanya dalam kurun waktu satu tahun saja mereka mampu menghimpun pasukan tiga kali lipat lebih besar dibanding jumlah pasukan Quraisy pada perang setahun lalu (perang Badar) ditambah fasilitas persenjataan yang memadai terdiri dari 3000 onta, 200 kuda dan 700 baju besi, jumlah total pasukan tidak kurang dari 3000 prajurit ditambah lima belas wanita bertugas mengobarkan semangat tempur dan menghalau pasukan lari mundur kebelakang. Bertindak sebagai panglima tertinggi pasukan Quraisy adalah Abu Sufyan bin Harb, adapun pasukan berkuda dibawah komando Khalid bin Al Walid dan Ikrimah bin Abu Jahal, sementara panji- panji perang dipegang para ahli perang dari Kabilah Bani Abdud Dar, dan 1

Kisah Dan Pelajaran Perang

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kisah Hikmah

Citation preview

Page 1: Kisah Dan Pelajaran Perang

Kisah dan Pe la jaran Perang   Uhud

Perang Uhud

adalah peperangan antara ka-

um Muslimin dan kaum musyrikin

Quraisy  Mekah yang terjadi pada

tahun 3 Hijriah di Gunung Uhud. Gunung kecil yang terdiri dari

batu hitam diselimuti oleh tanah kering ini tingginya 1050

meter, terletak di sebelah barat laut Madinah, tepatnya 5 km

arah utara dari Masjid Nabawi dan arah selatan dari Gunung

Tsur. Peristiwa pertempuran ini terasa begitu dahsyat dan

memberikan dampak emosional, 70 Orang Syuhada gugur dan

Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam terluka. Berikut kami ulas

secara singkat  Kisah pertempuran Uhud dan hikmah dibalik

musibah yang menimpa kaum muslimin.

Bismillahirrahmanirrahim..

Latar belakang pertempuran

Mendung kesedihan masih saja menyelimuti kota Makkah. Tak

bisa dipungkiri lagi bahwa kaum Musyrikin Quraisy tak mampu

menyembunyikan duka lara mendalam perihal kekalahan telak

mereka pada perang Badar tahun ke-2 Hijriyah, hati mereka

tersayat pilu tak terkira. Berita kalahnya pasukan Quraisy

terasa begitu cepat menyebar keseluruh penjuru kota

Makkah, bak awan bergerak menutupi celah celah langit yang

kosong di musim penghujan. Namun sangat disayangkan,

kekalahan telak kaum paganis Quraisy pada perang itu tak

mampu merubah sikap bengis mereka terhadap kaum

muslimin. Dendam kesumat nan membara tertancap kokoh

dalam hati mereka, tewasnya tokoh-tokoh Quraisy berstrata

sosial tinggi pada peristiwa nahas itu semakin menambah

kental kebencian Quraisy terhadap kaum muslimin.

Persiapan pasukan Quraisy

Tokoh-tokoh Quraisy seperti  Ikrimah bin Abu Jahal,

Shafwan bin Umayah, dan Abu Sufyan bin Harb –sebelum

mereka masuk Islam– bangkit sebagai pelopor-pelopor yang

sangat getol mengobarkan api balas dendam terhadap Islam

dan pemeluknya. Para orator ulung bangsa Arab tersebut

menempuh langkah-langkah strategis  untuk memuluskan

program balas dendam tersebut, mula-mula mereka melarang

warga Makkah meratapi kematian korban tewas perang Badar

kemudian menunda pembayaran tebusan kepada kaum

muslim untuk membebaskan tawanan Quraisy yang masih

tersisa di Madinah. Mereka sibuk menggalang dana untuk

menyongsong aksi balas dendam, mereka datang kepada para

pemilik kafilah dagang Quraisy yang merupakan pemicu utama

terjadinya perang Badar, seraya menyeru: ”Wahai orang-orang

Quraisy! Sungguh Muhammad telah menganiaya kalian serta

membunuh tokoh-tokoh kalian! Maka bantulah kami dengan

harta kalian untuk membalasnya! Mudah-mudahan kami bisa

menuntut balas terhadap mereka.”

Rencana tersebut mendapat respon hangat dari masyarakat

Quraisy, kontan dalam waktu yang sangat singkat terkumpul

dana perang yang cukup banyak berupa 1000 onta dan 50.000

keping mata uang emas. Sebagaimana yang

Allah Subhaanallaahu wa Ta’aala lansir pada ayat ketigapuluh

enam dari surat Al-Anfal:

Sesungguhnya orang-orang kafir itu mereka menginfakkan

harta mereka untuk menghalangi manusia dari jalan Allah…

Hari demi hari tampak upaya mereka mendapat hasil

signifikan. Betapa tidak, hanya dalam kurun waktu satu tahun

saja mereka mampu menghimpun pasukan tiga kali lipat lebih

besar dibanding jumlah pasukan Quraisy pada perang setahun

lalu (perang Badar) ditambah fasilitas persenjataan yang

memadai terdiri dari 3000 onta, 200 kuda dan 700 baju besi,

jumlah totalpasukan tidak kurang dari 3000 prajurit ditambah

lima belas wanita bertugas mengobarkan semangat tempur

dan menghalau pasukan lari mundur kebelakang.

Bertindak sebagai panglima tertinggi pasukan Quraisy adalah

Abu Sufyan bin Harb, adapun pasukan berkuda dibawah

komando Khalid bin Al Walid dan Ikrimah bin Abu Jahal,

sementara panji- panji perang dipegang para ahli perang dari

Kabilah Bani Abdud Dar, dan barisan wanita dibawah

koordinasi Hindun bintu ’Utbah istri Abu Sufyan. Terasa

lengkap dan cukup memadai persiapan Quraisy dalam periode

putaran perang kali ini, arak-arakan pasukan besar sarat

anarkisme dan angkara murka kini tengah merangsek

menujuMadinah menyandang misi balas dendam.

Sampainya kabar kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa

Sallam

1

Page 2: Kisah Dan Pelajaran Perang

Beliau menerima surat rahasia dari Al Abbas bin Abdul

Mutthalib paman beliau yang masih bermukim di Makkah. Kala

itu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam berada di Quba,

Ubay bin Ka’ab diminta untuk membaca surat tersebut dan

merahasiakan isinya. Beliau bergegas menuju Madinah

mengadakan persiapan militer menyongsong kedatangan

’tamu tak diharapkan itu’.

Bak angin berhembus, berita pergerakan pasukan kafir Quraisy

menyebar keseluruh penjuru Madinah, tak ayal kondisi kota itu

mendadak  tegang , penduduk kota siaga satu, setiap laki-laki

tidak lepas dari senjatanya walau dalam kondisi shalat.

Sampai-sampai mereka bermalam di depan pintu rumah dalam

keadaan merangkul senjata.

Majelis musyawarah militer

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam mengumpulkan para

sahabatnya sembari  bersabda: ”Demi Allah sungguh aku telah

melihat pertanda baik, aku melihat seekor sapi yang

disembelih, pedangku tumpul, dan aku masukkan tanganku

didalam baju besi, aku ta’wilkan sapi dengan gugurnya

sekelompok orang dari sahabatku, tumpulnya pedangku

dengan gugurnya salah satu anggota keluargaku sementara

baju besi dengan Madinah”.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam berpendapat agar tetap

bertahan di dalam kota Madinah dan meladeni tantangan

mereka di mulut-mulut lorong kota Madinah. Pendapat ini

disetujui oleh Abdullah bin Ubay bin Salul, Abdullah bin Ubay

memilih pendapat ini bukan atas pertimbangan strategi militer

melainkan agar dirinya bisa dengan mudah kabur dari

pertempuran tanpa mencolok pandangan manusia.  Adapun

mayoritas para sahabat, mereka cenderung memilih

menyambut tantangan Quraiys di luar Madinah dengan alasan

banyak diantara mereka tidak sempat ambil bagian dalam

perang Badar, kali ini mereka tidak ingin ketinggalan untuk

’menanam saham’ pada puncak amalan tertinggi dalam Islam –

JIHAD-.  Hamzah bin Abdul Mutthalib sangat mendukung

pendapat ini seraya berkata: ”Demi Dzat Yang menurunkan Al

Qur’an kepadamu, sungguh Aku tidak akan makan sampai Aku

mencincang mereka dengan pedangku di luar Madinah.”

Dengan mempertimbangkan berbagai usulan para sahabat

akhirnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam memutuskan

untuk menjawab tantangan Quraisy di medan terbuka luar kota

Madinah. Dan meninggalkan selera Abdullah bin Ubay.

Hari itu Jum’at tanggal 6 Syawwal 3 H beliau memberi wasiat

kepada para sahabat agar bersemangat penuh kesungguhan

dan bahwasannya Allah akan memberi pertolongan atas

kesabaran mereka. Lalu mereka shalat Ashar dan Beliau

beranjak masuk kedalam rumah bersama Abu Bakar dan Umar

bin Al Khathab, saat itu beliau mengenakan baju besi dan

mempersiapkan persenjataan.

Para sahabat menyesal dengan sikap mereka yang terkesan

memaksa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam untuk keluar

dari Madinah, tatkala Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa

Sallam keluar mereka berkata: ”Wahai Rasulullah, kami tidak

bermaksud menyelisihi pendapatmu, putuskanlah

sekehendakmu! Jika engkau lebih suka bertahan di Madinah

maka lakukanlah!” Beliau menjawab: ”Tidak pantas bagi

seorang nabi menanggalkan baju perang yang telah

dipakainya sebelum Allah memberi keputusan antara dia

dengan musuhnya.”

Kondisi umum pasukan Islam

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam membagi pasukan

Islam menjadi tiga batalyon: Batalyon Muhajirin dibawah

komando Mush’ab bin Umair, Batalyon Aus dikomando oleh

Usaid bin Hudhair dan Batalyon Khazraj dipimpin oleh Khabbab

bin Al Mundzir . Jumlah total pasukan Islam hanya 1000 orang,

dengan perlengkapan fasilitas serba minim berupa 100 baju

besi dan 50 ekor kuda (dikisahkan dalam sebuah riwayat:

tanpa adanya kuda sama sekali) dalam perang ini. Wallahu

a’lam

Sesampainya pasukan Islam disebuah tempat yang dikenal

dengan Asy Syaikhan, RasulullahShalallahu ‘alaihi wa

Sallam menyeleksi beberapa para sahabat yang masih sangat

dini usia mereka diantaranya Abdullah bin Umar bin Al

Khathab, Usamah bin Zaid, Zaid bin Tsabit, Abu Said Al Khudry

dan beberapa sahabat muda lainnya, tak urung kesedihan pun

2

Page 3: Kisah Dan Pelajaran Perang

tampak di wajah mereka dengan terpaksa mereka harus

kembali ke Madinah.

Orang-orang munafikin melakukan penggembosan

Berdalih karena pendapatnya ditolak oleh Rasulullah Shalallahu

‘alaihi wa Sallam, tokoh munafik Abdullah bin Ubay bin Salul

melakukan aksi penggembosan dalam tubuh pasukan Islam.

Musuh Allah ini berhasil memprovokasi hampir sepertiga

jumlah total pasukan, tidak kurang dari 300 orang kabur

meninggalkan front jihad fisabilillah. ’Manusia bermuka dua’ ini

memang sengaja melakukan aksi penggembosan ditengah

perjalanan agar tercipta kerisauan di hati pasukan Islam

sekaligus menyedot sebanyak mungkin kekuatan muslimin.

Strategi militer Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan

tugas pasukan

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam sang ahli strategi militer

mengatur barisan pasukan dan membagi tugas serta misi

mereka. Beliau menempatkan 50 pemanah di bukit Ainan

bertugas sebagai sniper-sniper dibawah komando Abdullah bin

Jubair bin Nu’man Al Anshary, Beliau memberi intruksi militer

seraya bersabda:”Gempurlah mereka dengan panah-panah

kalian!Jangan tinggalkan posisi kalian dalam kondisi

apapun! Lindungi punggung-punggung kami dengan panah-

panah kalian! Jangan bantu kami sekalipun kami

terbunuh! Dan jangan bergabung bersama kami sekalipun

kami mendapat rampasan perang!. Dalam riwayat

Bukhari:jangan tinggalkan posisi kalian sekalipun kalian

melihat burung-burung telah menyambar kami sampai datang

utusanku kepada kalian!

Sesampainya di Uhud kedua pasukan saling mendekat,

panglima kafir Quraisy Abu Sufyan berupaya memecah

persatuan pasukan Islam, dia berkata kepada kaum Anshar:

”Biarkan urusan kami dengan anak-anak paman kami

(Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan kaum Muhajirin)!

Maka kami tidak akan mengusik kalian, kami tidak ada

kepentingan memerangi kalian!”

Akan tetapi, upaya Abu Sufyan tidak menuai hasil karena

kokohnya keimanan kaum Anshar. Justru sebaliknya, mereka

membalasnya dengan ucapan yang amat pedas yang

membuat panas telinga orang yang mendengarnya.

Awal mula pertempuran

Thalhah bin Abi Thalhah Al Abdary pemangku panji perang

kafir Quraisy, seorang yang dikenal sangat mahir dan

pemberani maju menantang mubarazah (duel), secepat kilat

Zubair Ibnul Awwam menerkam dan membantingnya, Thalhah

tak berdaya melepas nafas terakhirnya dengan leher

menganga. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bertakbir

dan bertakbirlah kaum muslimin. Bangkitlah Abu Syaibah

Utsman bin Abi Thalhah mengibarkan kembali panji tersebut,

dengan penuh kesombongan menantang duel, secepat kilat

pula Hamzah bin Abdul Mutthalib menghantam pundaknya

dengan sabetan pedang yang sangat kuat hingga menembus

pusarnya tak ayal tangan dan pundaknya terlepas, Utsman

tersungkur tak berdaya meregang nyawa. Berikutnya Abu

Sa’ad bin Abi Thalhah mengambil panji tersebut namun seiring

dengan itu anak panah Sa’ad bin Abi Waqash menembus

kerongkongannya. Musafi’ bin Abi Thalhah memberanikan diri

mengangkat kembali panji Quraisy namun ia tewas mendadak

tersambar runcingnya anak panah Ashim bin Tsabit bin Abul

Aflah. Berikutnya Kilab bin Thalhah bin Abi Thalhah saudara

kandung Musafi’ mengibarkan kembali panji itu namun ia

segera roboh ketanah mengakhiri hidupnya setelah pedang

Zubair bin Al Awwam menyambar badannya. Al Jallas bin Abi

Thalhah segera menopang kembali menopang panji itu, namun

sabetan pedang Thalhah bin Ubaidillah segera memecat nyawa

dari tubuhnya. Keenam pemberani tersebut berasal dari satu

keluarga kabilah Bani Abdi Dar. Kemudian Arthah bin Syurahbil

maju namun Ali bin Abi Thalib tak membiarkannya hidup lama

menenteng panji dan langsung melibasnya, realita yg sungguh

spektakuler, tidaklah seorang pun dari kaum musyrikin

mengambil panji tersebut melainkan terenggut nyawanya

hingga genap sepuluh orang menemui ajalnya disekitar panji

perang musyrikin. Setelah itu tak ada seorang pun dari mereka

yang bernyali mengambil panji yang tergeletak di bumi Uhud.

Perang pun Berkobar

Genderang perang semakin nyaring saja bunyinya, kucuran

darah, ringkikan kuda, dencing suara pedang  beradu semakin

menambah warna kental suasana bumi Uhud saat itu. Perang

3

Page 4: Kisah Dan Pelajaran Perang

berkecamuk merata di setiap titik bak kobaran api menjalar

membakar rerumputan kering, jagoan-jagoan Islam benar-

benar menampakkan kehebatan dan kepiawaian mereka

dalam putaran perang kali ini, militansi pasukan Islam

merupakan buah dari kekuatan iman yang merasuk dan

terpatri kuat dalam hati mereka, seakan-akan iman telah

memenuhi setiap pembuluh darah mereka, kecilnya jumlah tak

menciutkan nyali para pejuang demi tegaknya agama

Allah subhanahu wa ta’ala di muka bumi. Mereka begitu yakin

bahwa kematian tidak akan dipercepat dengan perang dan

tidak pula diundur dengan meninggalkannya. Bermodalkan

iman dan semangat membaja mereka bertawakal

kepada Rabbul Alamin menggadaikan nyawa mereka demi

kenikmatan abadi disisi Allah subhanahu wa ta’ala –Al-

Jannah (surga)–.Kala itu Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa

sallam menawarkan sebilah pedang seraya bersabda, ”Siapa

yang hendak mengambil pedang ini sesuai dengan haknya?”

Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu, Ali bin Abi

Thalib radhiyallahu ‘anhu, Az-Zubair bin Al-

Awwam radhiyallahu ‘anhu dan sejumlah para shahabat

bergegas maju, berizin untuk mengambil pedang itu. Namun,

meski demikian, beliau  belum juga menyerahkannya kepada

salah seorang pun hingga Abu Dujanah Simak bin

Kharasyah radhiyallahu ‘anhu maju, sembari berujar, ”Apa hak

pedang itu wahai Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam?”

”Engkau sabetkan pada musuh sampai bengkok,” jawab

beliau shallalallahu ‘alaihi wa sallam. “Aku yang akan

Dujanah radhiyallahu ‘anhu. Barulah setelah itu,

beliaushallalallahu ‘alaihi wa sallam memberikannya

kepadanya.

Az-Zubair bin Al-Awwam radhiyallahu ‘anhu menuturkan:

“Muncul dalam hatiku kekecewaan tatkala

Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam menolak

permintaanku, Aku berkata dalam hatiku, ’Aku adalah anak bibi

beliau Shafiyah bintu Abdul Muththalib. Aku dari bangsa

Quraisy. Aku lebih dahulu meminta pedang itu, namun justru

beliau memberikannya kepada Abu Dujanah dan menolakku.

Demi Allah, aku akan perhatikan sepak terjang Abu Dujanah!’

Maka aku selalu mengikutinya. Mula-mula ia memakai surban

merah. Kaum Anshar berkata, ’Apakah Abu Dujanah keluar

dengan surban kematian?’ Ia pun keluar sembari

mendendangkan syair-syair.”

Abu Dujanah radhiyallahu ‘anhu melibas setiap musuh yang

menghadangnya, tidak ada satu musuh pun yang ia lewati

melainkan menjadi seonggok mayat, ia menggempur,

menyibak barisan musuh sampai menembus pertahanan

Quraisy paling belakang yaitu barisan prajurit wanita Quraisy.

Kalau bukan karena kemuliaan pedang Rasulullah shallalallahu

‘alaihi wa sallam untuk membunuh seorang wanita, tentunya

kepala Hindun bintu Utbah telah lepas dari badannya. Namun

Abu Dujanah radhiyallahu ‘anhu menarik pedang yang sudah

berada tepat diatas kepala Hindun (sebelum masuk Islam), ia

menghindar dan meninggalkan komandan pasukan wanita

Quraisy itu sembari berkata, ”Allah subhanahu wa ta’ala dan

RasulNya lebih mengetahui.”

Gugurnya Paman Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa

sallam Hamzah bin Abdul Muthalib radhiyallahu

‘anhu sebagai Syahid

Hamzah bin Abdul Muththalib radhiyallahu ‘anhu seorang yang

menghabiskan waktu dan tenaganya untuk membela Islam,

orang yang tidak pernah merasa takut melawan kezhaliman,

pemberani dan mahir dalam perang menggempur jantung

pertahanan musuh bak singa jantan menerkam mangsa,

mengamuk, menumbangkan setiap lawan tanpa hambatan,

musuh kocar-kacir bak daun-daun kering diterpa angin. Singa

Allah subhanahu wa ta’ala dan Singa RasulNya ini tak

membiarkan satu lawan pun kecuali terlibas olehnya, namun

tanpa ia sadari tiba-tiba sebuah lembing tajam milik Wahsyi bin

Harb (yang pada waktu itu belum masuk Islam) telah lama

mengintainya, menusuk dan merobek perutnya. Ia gugur

sebagai syahid.

Abu Bakar, Umar bin Al-Khathab, Sa’ad bin Abi Waqash dan

seluruh pasukan Islam radhiyallahu ‘anhum mengerahkan

segala keberanian menggempur dan memporak-porandakan

pertahanan lawan yang semakin rapuh. Pasukan Quraisy

kalang-kabut tak mampu memberi perimbangan terhadap

serangan pasukan Islam. Barisan musuh semakin kacau-balau.

Tak pelak, mereka lari centang-perenang meninggalkan medan

laga, dan lalai dengan ambisi buruk yang selama ini mereka

4

Page 5: Kisah Dan Pelajaran Perang

impikan. Prajurit wanita Quraisy lari terbirit-birit ke perbukitan

sembari menyingsingkan pakaian hingga tersingkap betis-betis

mereka.

Begitulah Allah subhanahu wa ta’ala selalu memberi

pertolongan kepada hamba-hambaNya selama mereka

menolong agamaNya.

Kesalahan Fatal Pasukan Pemanah

Kaum muslimin unggul diatas angin menguasai medan laga.

Tak ada perlawanan yang berarti dari Quraisy, mereka lari

terbirit-birit meninggalkan harta benda yang melimpah. Kaum

muslimin merasa telah keluar sebagai pemenang. Rasanya tak

ada pekerjaan lain, kecuali sibuk mengumpulkan harta

rampasan perang yang tercecer. Mulailah kecintaan terhadap

dunia menghinggapi hati sebagian besar pasukan pemanah.

Mereka khawatir akan tidak mendapat bagian rampasan

perang. Mereka meninggalkan bukit strategis itu dan lalai

terhadap wasiat Rasulullahshallalallahu ‘alaihi wa sallam.

Komandan pasukan pemanah, Abdullah bin Jubair Al-

Ansharyradhiyallahu ‘anhu, mengingatkan mereka seraya

berkata, “Lupakah kalian dengan wasiat

Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam?” Namun apa daya,

mereka tak mengindahkan nasehat sang komandan. Empat

puluh orang pasukan turun meninggalkan tugas inti mereka.

Kini pertahanan inti kaum muslimin dalam kondisi rawan.

Jantung pertahanan pasukan Islam melemah tanpa mereka

sadari. Kholid bin Al-Walid, salah satu komandan pasukan

berkuda Quraisy, tak membiarkan kesempatan emas itu lewat

begitu saja. Panglima perang yang tidak pernah kalah dalam

setiap pertempuran baik ketika masih kafir maupun setelah

masuk Islam itu secepat kilat memutar haluan arah pasukan

kuda Quraisy. Ia memacu kudanya dengan segala ambisi

merebut posisi paling strategis, yaitu bukit para pemanah.

Musuh menyergap dan mengepung sisa pasukan pemanah.

Para pemanah tak kuasa menghalau serangan mendadak itu.

Sepuluh orang pemanah gugur satu persatu fi

sabilillah berjumpa dengan Allah subhanahu wa ta’ala –semoga

Allah ‘azza wa jalla meridhai mereka semua–.

Kuda Kholid bin Walid meringkik dengan suara yang dikenali

pasukan Quraisy. Seorang wanita Quraisy, ’Amrah Al-

Haritsiyyah, memungut dan mengibarkan kembali panji perang

yang tergeletak sejak awal pertempuran. Quraisy bersatu dan

bangkit semangat mereka untuk menyerang balik. Mereka

mengepung kaum muslimin dari dua arah. Posisi kaum

muslimin terjepit dan dengan mudah mereka membantai para

mujahidin. Kini musuh mampu menguasai bukit. Kemudian

mereka merangsek menyerang sisa pasukan Islam yang lain.

Posisi mereka seakan berada diantara gigi-gerigi mesin

penggilas. Pertahanan kaum muslimin semakin rapuh. Kondisi

berubah seketika.

Barisan pasukan Islam semakin kacau balau. Susah

membedakan antara kawan dan lawan. Bahkan ada diantara

mereka yang saling menyerang karena gaduh dan gawatnya

kondisi. Ayah Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallahu

‘anhuma pun menjadi korban salah sasaran.

Gunung Uhud

Kabar dusta kematian Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa

sallam

Mush’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu, duta Islam pertama di

Madinah, salah satu pemegang panji komando, tewas di

tangan Ibnu Qim’ah. Setelah berhasil membunuhnya, ia

berteriak, ”Muhammad telah tewas!” karena menyangka

bahwa Mush’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu adalah

Rasulullahshallalallahu ‘alaihi wa sallam. Memang Mush’ab

adalah seorang shahabat yang bentuk fisik dan perawakannya

sangat mirip dengan Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam.

Teriakan itu kontan membuat semangat para

5

Page 6: Kisah Dan Pelajaran Perang

shahabat radhiyallahu ‘anhum turun drastis. Di sisi lain,

serangan Quraisy semakin membabi buta terhadap pasukan

Islam hingga terbunuh sejumlah shahabatradhiyallahu ‘anhum.

Jiwa pasukan Islam lemah tak tahu kemana mereka akan

melangkah. Sebagian mereka terduduk tak tahu apa yang

ditunggu, bahkan sebagian mereka berpikir untuk

menghubungi Abdullah bin Ubay bin Salul –salah satu tokoh

munafiqin– guna meminta perlindungan keamanan dari Abu

Sufyan (yang ketika itu belum masuk Islam).

Kala itu Anas bin An-Nadhri  radhiyallahu ‘anhu melewati

mereka seraya berkata, ”Apa yang kalian tunggu?” Mereka

berkata, ”Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam telah

terbunuh,” jawab mereka lemas. ”Apa yang kalian pikirkan

terhadap kehidupan sepeninggal beliau?! Bangkit dan matilah

kalian diatas matinya Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa

sallam!” Lalu ia berkata, ”Ya Allah, aku meminta udzur atas

sikap mereka (muslimin), dan aku berlepas diri dari perbuatan

mereka (musyrikin).” Lalu ia maju ke arah musuh. ”Hendak

kemana engkau, wahai Abu Umar?” tanya Sa’ad bin

Mu’adz radhiyallahu ‘anhu. “Sungguh aku mencium bau Al-

Jannah (surga) di bawah Uhud, wahai Sa’ad!” ujarnya. Lalu ia

maju menyerang musuh sampai gugur dengan lebih dari

delapan puluh luka di badannya. Tidak ada yang dapat

mengenali jenazahnya kecuali saudarinya yang mengenali jari-

jemarinya.

Tsabit bin Ad Dihdah radhiyallahu ‘anhu menyeru, “Wahai

orang-orang Anshar, kalaupun Muhammad telah mati, maka

Allah tidak akan pernah mati! Beperanglah atas nama agama

kalian, niscaya Allah menolong kalian!” Majulah sekelompok

orang dari Anshar menyerang pasukan Khalid bin Walid namun

semuanya gugur fi sabilillah.

Setelah terbunuhnya Mush’ab radhiyallahu ‘anhu,

Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallammemberikan panji

perang pada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Ia pun

menyerang musuh bersama sejumlah shahabat radhiyallahu

‘anhum dan telah menghabiskan segala kemampuan.

Jagoan Quraisy menjadikan Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa

sallam sebagai target operasi utama. Beliau shallalallahu

‘alaihi wa sallam hanya didampingi sembilan orang

shahabat radhiyallahu ‘anhum. Adapun pasukan muslimin yang

lain tercerai-berai. Beliau shallalallahu ‘alaihi wa

sallammenyeru para shahabat dengan teriakan, ”Kemarilah!

Aku adalah Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam.” Namun,

kaum musyrikin lebih dahulu mendengarnya, secepat kilat

mencari sumber suara, dan disitulah mereka mendapatkan

manusia mulia yang selama ini mereka berambisi besar untuk

membunuhnya. Gugur tujuh orang, yang kesemuanya dari

kalangan Anshar, dari sembilan orang shahabat yang

melindungi Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun

dua orang yang tersisa adalah dari kalangan Muhajirin, Thalhah

bin Ubaidillah dan Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu

‘anhuma.

Saat itu, musuh dengan leluasa menyerang

Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam. Utbah bin Abi

Waqqash melukai bibir beliau shallalallahu ‘alaihi wa

sallam dengan lemparan batu. Abdullah bin Shihab Az-Zuhry

menciderai pipi beliau shallalallahu ‘alaihi wa sallam. Abdullah

bin Qim’ah menyabetkan pedangnya pada pundak

beliau shallalallahu ‘alaihi wa sallam, yang menyebabkan rasa

sakit lebih dari sebulan, namun sabetan tersebut tidak berhasil

menembus baju besi beliaushallalallahu ‘alaihi wa sallam. Tak

puas dengan itu, Abdullah menyabetkan kembali pedangnya

tepat di pipi beliau shallalallahu ‘alaihi wa sallam.

”Rasakan ini! Aku adalah Ibnu Qim’ah!” teriak Abdullah bin

Qim’ah bengis. Topi besi beliaushallalallahu ‘alaihi wa

sallam rusak. Pecahan rantainya menembus pipi  hingga pecah

gigi seri beliau shallalallahu ‘alaihi wa sallam. Tak ayal darah

membasahi wajah suci manusia termulia itu shallalallahu

‘alaihi wa sallam. Thalhah bin Ubaidillah dan Sa’ad bin Abi

Waqqash radhiyallahu ‘anhuma menghabiskan tenaga

melindungi Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam hingga

putus beberapa jari-jemari Thalhah radhiyallahu ‘anhu.

Akhir Pertempuran

Jumlah korban kaum muslimin dalam periode perang kali ini

memang lebih banyak dibanding jumlah korban kaum

musyrikin. Oleh karena itu, mayoritas ahli sejarah menyatakan

6

Page 7: Kisah Dan Pelajaran Perang

bahwa kaum muslimin mengalami kekalahan dalam

pertempuran Uhud.

Hikmah yang Terkandung didalamnya

- Memahamkan kepada kaum muslimin betapa buruknya

akibat kemaksiatan dan mengerjakan apa yang telah dilarang

Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu ketika barisan

pemanah meninggalkan pos-pos mereka yang sudah

ditetapkan oleh Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam.

- Sudah menjadi kebiasaan bahwa para Rasul ‘alaihimus

salam juga menerima ujian dan cobaan, yang pada akhirnya

mendapatkan kemenangan. Di antara hikmahnya, apabila

mereka senantiasa mendapatkan kemenangan, tentu orang-

orang yang tidak pantas akan masuk ke dalam barisan kaum

mukminin sehingga tidak bisa dibedakan mana yang jujur dan

benar; dan mana yang dusta. Sebaliknya, kalau mereka terus-

menerus kalah, tentulah tidak tercapai tujuan diutusnya

mereka. Sehingga sesuai dengan hikmah-Nya terjadilah dua

keadaan ini.

- Ditundanya kemenangan pada sebagian pertempuran, adalah

sebagai jalan meruntuhkan kesombongan diri. Maka ketika

kaum mukminin diuji, lalu mereka sabar, tersentaklah orang-

orang munafiqin dalam keadaan ketakutan.

- Allah subhanahu wa ta’ala mempersiapkan bagi hamba-Nya

yang beriman tempat tinggal di negeri kemuliaan-Nya yang

tidak bisa dicapai oleh amalan mereka. Dia tetapkan beberapa

sebab sebagai ujian dan cobaan agar mereka sampai ke negeri

tersebut.

- Bahwasanya syahadah (mati syahid) termasuk kedudukan

tertinggi bagi para wali Allahsubhanahu wa ta’ala.

- Perang Uhud ini seakan-akan persiapan menghadapi

wafatnya Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah subhanahu wa ta’ala meneguhkan mereka, dan mencela

mereka yang berbalik ke belakang, baik karena

Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam terbunuh atau

meninggal dunia.

- Hikmah lain adalah adanya pembersihan terhadap apa yang

ada di dalam hati kaum mukminin. (Lihat Fathul Bari, 7/433)

Berikut Nama 70 Syuhada yang telah Gugur dalam

pertempuran Uhud..

1.Hamzah bin Abdul Muththalib bin Hasyim radhiyallahu ‘anhu |

2. Abdullah bin Jahsyi r radhiyallahu ‘anhu | 3. Mush’ab bin

‘Umair radhiyallahu ‘anhu  | 4. Shammas bin

‘Utsman radhiyallahu ‘anhu | 5. ‘Amru bin Mu’adz bin An-

Nu’man radhiyallahu ‘anhu  | 6. Al-Harits bin Anas bin

Rafi’ radhiyallahu ‘anhu | 7. ‘Imarah bin Ziad radhiyallahu

‘anhu |8. Salamah bin Tsabit bin Wahsyi  radhiyallahu ‘anhu|9.

‘Amru bin Tsabit bin Wahsyi radhiyallahu ‘anhu | 10. Tsabit bin

Wahsyiradhiyallahu ‘anhu |11. Rifa’ah bin Wahsyi radhiyallahu

‘anhu |12. Husail bin Jabirradhiyallahu ‘anhu  |13. Saifi bin

Qaizhi radhiyallahu ‘anhu |14. Habbab bin Qaizhiradhiyallahu

‘anhu  |15. ‘Abbad bin Sahli radhiyallahu ‘anhu |16. Al-Harits

bin Ans bin Mu’adz  radhiyallahu ‘anhu |17. Iyas bin

Aus radhiyallahu ‘anhu | 18. ‘Ubaid bin At-Taihan radhiyallahu

‘anhu |19. Habib bin Yazid bin Taimi radhiyallahu ‘anhu|20.

Yazid bin Hathib bin Umaiyah bin Rafi’ radhiyallahu ‘anhu |21.

Abu Sufian bin Al-Harits bin Qais bin Zaid radhiyallahu ‘anhu |

22. Hanzalah bin Abu ‘Amir radhiyallahu ‘anhu  (Syahid yang

dimandikan oleh Malaikat) |23. Unais bin Qatadah radhiyallahu

‘anhu | 24. Abu Habbah bin ‘Umar bin Tsabit radhiyallahu

‘anhu | 25. ‘Abdullah bin Jabair bin An-Nu’man r.a(Ketua

Batalion Pemanah) | 26. Abu Sa’ad Khaitsamah bin

Khaitsamah radhiyallahu ‘anhu | 27. ‘Abdullah bin

Salamah radhiyallahu ‘anhu | 28. Subai’ bin Hathib bin Al-

Harits radhiyallahu ‘anhu| 29. ‘Amru bin Qais radhiyallahu

‘anhu | 30. Qais bin ‘Amru bin Qais radhiyallahu ‘anhu|31.

Tsabit bin ‘Amru bin Zaid radhiyallahu ‘anhu | 32. ‘Amir bin

Mukhallidradhiyallahu ‘anhu |33. Abu Hurairah bin Al-Harits bin

‘Alqamah bin ‘Amruradhiyallahu ‘anhu | 34. ‘Amru bin Muthraf

‘Alqamah bin ‘Amru radhiyallahu ‘anhu | 35. ‘Aus bin Tsabit bin

Al-Mudzir radhiyallahu ‘anhu (Adik-beradik Hussan bin Tsabit) |

36. Anas bin An-Nadhri radhiyallahu ‘anhu |37. Qais bin

Mukhallidradhiyallahu ‘anhu | 38. Kaisan radhiyallahu ‘anhu  |

39. Salim bin Al-Haritsradhiyallahu ‘anhu | 40. Nu’man bin

‘Abdu ‘Amru radhiyallahu ‘anhu | 41. Kharijah bin Zaid bin Abu

Zuhair radhiyallahu ‘anhu | 42. Saad bin Ar-Rabi’ bin ‘Amru bin

Abu Zuhair radhiyallahu ‘anhu | 43. Aus bin Al-

Arqam radhiyallahu ‘anhu | 44. Malik bin Sinan radhiyallahu

7

Page 8: Kisah Dan Pelajaran Perang

‘anhu |45. Sa’id bin Suwaid radhiyallahu ‘anhu | 46. ‘Utbah bin

Rabi’ radhiyallahu ‘anhu | 47. Tsa’labah bin Sa’ad bin

Malik radhiyallahu ‘anhu| 48. Saqaf bin Farwah bin Al-

Budai radhiyallahu ‘anhu | 49. ‘Abdullah bin ‘Amru bin

Wahab radhiyallahu ‘anhu | 50. Dhamrah radhiyallahu ‘anhu |

51. Naufal bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhu  | 52. ‘Abbas bin

‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu | 53. Nu’man bin Malik bin

Tsa’labah radhiyallahu ‘anhu |  54. Al-Mujdar bin

Ziad radhiyallahu ‘anhu | 55. ‘Ubadah bin Al-Hashas

radhiyallahu ‘anhu| 56. Rifa’ah bin ‘Amru radhiyallahu ‘anhu|

57. ‘Abdullah bin ‘Amru radhiyallahu ‘anhu | 58. ‘Amru bin Al-

Jamuh radhiyallahu ‘anhu | 59. Khallad bin ‘Amru bin Al-

Jamuhradhiyallahu ‘anhu | 60. Abu Aiman, Maula ‘Amru bin Al-

Jamuh radhiyallahu ‘anhu | 61. Salim bin ‘Amru bin

Hadidah radhiyallahu ‘anhu | 62. Antarah (Maula Salim) | 63.

Sahal bin Qais bin Abu Ka’ab radhiyallahu ‘anhu | 64. Dzakwan

bin ‘Abdu Qais radhiyallahu ‘anhu| 65.’Ubaid bin Al-

Mu’alla radhiyallahu ‘anhu | 66. Malik bin

Tumailah radhiyallahu ‘anhu | 67. Harits bin ‘Udai bin

Khursyah radhiyallahu ‘anhu| 68. Malik bin Iyas radhiyallahu

‘anhu  | 69. Iyas bin Udai radhiyallahu ‘anhu | 70. ‘Amru bin

Iyas radhiyallahu ‘anhu

Wallahu Ta’ala A’lamu bish Shawab.

Sekretariat:

Masjid Jami’ DaarussalaamJl.Manunggal RayaKec.Ciracas 13730

Jakarta Timur

8