55
KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ AL-QIRÂÂT KYAI ARWANI KUDUS (Analisa Metodologi dan Thariqah Jama’) Tesis Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Agama (MA) Dalam Bidang Ilmu Agama Islam Disusun oleh: RIQZA AHMAD NIM. : 213410542 JURUSAN ULUMUL QUR’AN DAN ULUMUL HADITS PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA 2015

KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

  • Upload
    others

  • View
    79

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

AL-QIRÂ’ÂT KYAI ARWANI KUDUS

(Analisa Metodologi dan Thariqah Jama’)

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Magister Agama (MA)

Dalam Bidang Ilmu Agama Islam

Disusun oleh:

RIQZA AHMAD

NIM. : 213410542

JURUSAN ULUMUL QUR’AN DAN ULUMUL HADITS

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ)

JAKARTA

2015

Page 2: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis dengan judul “Kitab Faidh al-Barakât fî Sabʻ al-Qira’ât Kyai

Arwani Kudus (Analisa Metodologi dan Thariqah Jama‟)” yang disusun oleh

Riqza Ahmad Nomor Induk Mahasiswa 213410542 telah diperiksa dan

disetujui untuk diujikan ke sidang munaqasyah.

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ahsin Sakho Muhammad, MA Dr. Ahmad Fathoni, MA

Tanggal Tanggal

Page 3: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Tesis dengan judul “KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ AL-

QIRA’ÂT KYAI ARWANI KUDUS (Analisa Metodologi dan Thariqah

jama’)” yang disusun oleh Riqza Ahmad dengan nomor induk mahasiswa

213410542 telah diujikan dalam sidang Munaqosah Program Pascasarjana

Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta pada tgl 24 Agustus 2015 Tesis ini telah

diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Agama

(MA) pada bidang Ilmu Agama Islam

Direktur Program

Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA

Panitia Ujian

Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA (................................................)

Ketua Sidang

Dr. H. Ahmad Fudhail, MA (................................................)

Sekertaris Sidang

Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad, MA (................................................)

Pembumbing I

Dr. KH. Ahmad Fathoni, MA (................................................)

Pembimbing II

Prof. Dr. KH. HD. Hidayat, MA (................................................)

Penguji I

Dr. Hj. Romlah Widayati, MA (................................................)

Penguji I

Page 4: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

iv

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Riqza Ahmad

NIM : 213410542

Tempat/Tanggal Lahir : Kudus, 22 Oktober 1981

Menyatakan bahwa tesis dengan judul “Kitab Faidh al-Barakât fî Sabʻ al-

Qira’ât Kyai Arwani Kudus (Analisa Metodologi dan Thariqah Jama‟)”

adalah benar-benar asli karya saya kecuali kutipan-kutipan yang sudah

disebutkan. Kesalahan dan kekurangan di dalam karya ini sepenuhnya

menjadi tanggung jawab saya.

Jakarta, 17 Agustus 2015

Riqza Ahmad

Page 5: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

v

Kata Pengantar

Puji syukur terhadap Allah Rabbul „Izzah yang selalu memberikan

nikmat, rahmat dan anugerah yang tak terhingga dan tak mungkin dapat kita

hitung. Shalawat serta Salam kita haturkan pada junjungan kita Nabi Agung

Muhammad yang telah membimbing umatnya ke jalan yang benar. Semoga

kita akan mendapatkan syafaatnya nanti pada hari Kiamat.

Tesis penulis ini tidak akan selesai tanpa hadirnya banyak pihak yang

sudi membantu, baik bantuan fisik maupun non fisik. Sudah seharusnya saya

haturkan ucapan terima kasih dari hati yang terdalam kepada semua pihak

yang telah membantu, terutama kepada:

1. Prof. Dr. Huzaemah Tahido Yanggo, MA selaku Rektor Institut Ilmu

al-Qur‟an (IIQ) Jakarta.

2. Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA dan Dr. H. Ahmad Fudhaili,

MA selaku Direktur dan Asisten Direktur Program Pascasarjana Institut

Ilmu al-Qur‟an (IIQ) Jakarta.

3. Dr. Ahsin Sakho Muhammad, MA selaku pembimbing I dan Dr. H.

Ahmad Fatoni, MA selaku pembimbing II yang telah meluangkan

waktu untuk memberikan bimbingan, masukan dan arahan sehingga

penulis mampu merampungkan tesis ini.

4. Seluruh dosen Institut Ilmu al-Qur‟an (IIQ) Jakarta terutama dosen

jurusan „Ulum Al-Qur‟an dan „Ulum al-Hadits yang telah memberi

banyak ilmu dan wawasan selama masa studi beserta staf karyawan

yang telah membantu kelancaran proses studi.

5. Kedua orang tua, Bapak H. Muhdi Ahmad dan Ibu Hj. Mas‟udah.

6. K.H. Ulil Albab Arwani dan Ibu Hj. Zuhairah.

7. K.H. Ulin Nuha Arwani dan Ibu Hj. Nur Ismah.

8. Zidni Ilma istri penulis yang penuh kesabaran untuk merelakan banyak

waktunya terbagi dengan hadirnya tesis ini.

9. Muhammad Fadhli Rabbi al-Karem anugerah ilahi terindah si buah hati

kami. Jangan terlalu kencang berlari menggapai kedewasaanmu Alka

anakku, pelan-pelan saja, abahmu ini masih ingin berlama-lama

menikmati kelucuanmu.

10. Ibu Weny terkhusus dan semua teman-teman yang berlindung di

bawah atap Rumah Komplek Unilever Rempoa.

11. Teman-teman satu angkatan pada Program Pascasarjana Institut Ilmu

al-Qur‟an (IIQ) Jakarta dan semua pihak yang telah mau berbagi nafas

kehidupan.

Page 6: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

vi

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad

yang satu ke abjad yang lain. Dalam penulisan skripsi maupun tesis di IIQ

(Institut Ilmu Al-Qur‟an), transliterasi Arab-Latin mengacu pada pedoman

berikut ini:

1. Konsonan

hurufarab huruflatin

a

b

t

ts

j

h

kh

d

dz

r

z

s

sy

sh

dh

th

zh

gh

f

q

k

l

m

n

w

h

y

Page 7: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

vii

2. Vokal

Vokal Tunggal

Fathah : a

Kasrah : i

Dhammah : u

Vokal Panjang

â : ا

î : ي

û : و

Vokal Rangkap

ai : يْ....

au : وْ....

3. Kata Sandang

a. Kata sandang yang diikuti al-Qamariyah

Kata sandang yang diikuti oleh al-Qamariyyah ditransliterasikan

sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf l (el) diganti dengan huruf yang

sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu.

Contoh:

: al-Baqarah

: al-Madînah

b. Kata sandang yang diikuti as-Syamsiyah

Kata sandang yang diikuti oleh al-syamsiyah ditransliterasikan

sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan

bunyinya.

Contoh:

: ar-rajul

: asy-syamsu

: as-Sayyidah

:ad-Dârimî

Page 8: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

vii

c. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah (Tasydîd) dalam system aksara Arab digunakan lambang

()ّ, sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd. Aturan ini

berlaku secara umum, baik tasydîd yang berada di tengah kata, di akhir

kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang di ikuti oleh

huruf-huruf syamsiyyah.Contoh:

:Amannâ billâhi

:Inna al-ladzîna

:Amana as-Sufahâ’a

: waar-rukka’i

d. Ta Marbuthah (ة)

Ta Marbuthah (ة) apabila berdiri sendiri, waqaf atau di ikuti oleh

kata sifat (na’at), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf

“h”.Contoh:

:al-’Af’idah

:al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah

Sedangkan ta marbuthah ( ) yang di ikuti atau disambungkan (di-

washal) dengan kata benda (ism), maka dialihaksarakan menjadi huruf

“t”. Contoh:

:‘ÂmilatunNâshibah

:al-Ayat al-Kubrâ

e. Huruf Kapital

Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan

tetapi apabila telah dialihaksara maka berlaku ketentuan Ejaan yang

Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan awal

kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain.

Ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku pula dalam alih aksara ini,

seperti cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan ketentuan

Page 9: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

vii

lainnya. Adapun untuk nama diri yang diawali dengan kata sandang,

maka huruf yang ditulis capital adalah awal nama diri, bukan kata

sandangnya. Contoh: al-„Aridh, al-„Asqalani, al-Farmawi dan

seterusnya. Khusus untuk penulisan kata Al-Qur‟an dan nama-nama

surahnya menggunakan huruf kapital. Contoh: Al-Qur‟an, Al-Baqarah,

Al-Fatihah dan seterusnya.

Page 10: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

vii

ABSTRAK

Hadirnya Ibnu Mujâhid (w. 324 H) dengan merumuskan formulasi

qira‟ah sab‟ah dalam karyanya kitab as-Sabʻ ah fi al-Qirâ’ât adalah

merupakan awal mula lahirnya term qira‟ah sab‟ah yang kita kenal. Pada era

selanjutnya formulasi qira‟ah sab‟ah kreasi Ibnu Mujâhid semakin masyhur

dan diterima banyak pihak dengan munculnya kitab at-Taisîr fi al-Qirâ’ât as-

Sabʻ karya Abû „Amr ad-Dâni (w. 444 H) dan kitab Hirz al-Amânî atau

lebih dikenal dengan matan asy-Syâthibiyyah karya asy-Syâthibî (w. 590 H).

Kitab Faidh al-Barakât fî Sabʻ al-Qirâ’ât karya Kyai Arwani Kudus

merupakan episode lanjutan dari karya tentang qira‟ah sab‟ah yang langka

bandingannya. Kitab ini merupakan karya satu-satunya yang lahir dari salah

seorang ahli qira‟at di Indonesia lengkap 30 juz Al-Qur‟an dengan

menggunakan bahasa Arab, serta mempunyai metodologi tersendiri yang

khas. Kitab ini dalam pencapaiannya sudah mampu melahirkan para ahli

qira‟ah sab‟ah hingga sampai saat ini dan juga masih digunakan sebagai

panduan dalam bertalaqqî qira‟ah sab‟ah di banyak pesantren-pesantren di

Jawa sampai detik ini.

Penelitian Kitab Faidh al-Barakât ini bersifat kualitatif dengan

menggunakan studi kepustakaan (library research). Metode yang dipilih

adalah dengan metode deskriptif-analitis. Metode deskripsi digunakan untuk

mengurai, memahami serta menjelaskan maksud dari kitab Faidh al-Barakât

secara tepat dan apa adanya. Sedangkan metode analisis digunakan untuk

dapat memberikan komentar, kritik dan juga untuk mendapatkan kesimpulan

dari hasil analisa penjelasan kitab ini.

Hasil temuan dari penelitian ini bahwa metodologi kitab Faidh al-

Barakât adalah: Pertama; menuliskan ayat-ayat Al-Qur‟an dengan lengkap

jika termasuk ayat-ayat pendek dan ditulis dengan tidak lengkap jika ayat

tersebut termasuk ayat-ayat yang relatif panjang. Kedua; menjelaskan kaidah-

kaidah-kaidah ushûliyyah qira‟ah sab‟ah di ayat pertama yang ditemui dari

urutan mushhaf. Untuk ayat-ayat selanjutnya jika terdapat kaidah ushûliyyah

yang sama, maka hanya akan disebutkan bahwa bacaan tersebut sudah

maklum karena telah dijelaskan sebelumnya. Keempat; menjelaskan bacaan

farsy al-hurûf jika memang terdapat bacaan yang termasuk kaidah farsy al-

hurûf dalam ayat yang dikemukakan. Kelima; dalam metodologi thariqah

jama‟nya, kitab ini menggunakan metode jama‟ per-ayat dan dengan metode

tanâsub (keserasian), bukan dengan metode jama‟ per-waqaf atau per-huruf,

dengan menuliskan urutan-urutan bacaan qira‟ah sab‟ah dimulai dengan

bacaan imam Qâlûn. Dalam thariqah jama‟nya juga, Kyai Arwani sangat

jarang menyebutkan semua bacaan dari para imam qira‟ah sab‟ah, ia hanya

akan menyebutkan bacaan di antara mereka saja dengan catatan bahwa yang

disebutkan sudah mewakili bacaan qira‟at yang tidak disebutkan.

Page 11: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING…….......................... ii

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI...................... iii

KATA PENGANTAR................................................................ v

PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................... vi

ABSTRAKSI .............................................................................. xii

DAFTAR ISI .............................................................................. xiii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................... 1

B. Rumusan dan Pembatasan Masalah ............................... 15

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................... 16

D. Kajian Pustaka ................................................................ 17

E. Metodologi Penelitian .................................................... 18

F. Teknik Penulisan ............................................................

G. Sistematika Penulisan ....................................................

20

20

BAB II. BIOGRAFI KYAI ARWANI AMIN

A. Biografi Kyai Arwani ................................................... 22

1. Riwayat Hidup ........................................................ 24

2. Aktifitas Keilmuan .................................................. 28

3. Guru-guru dan Murid-muridnya ............................. 33

4. Perjuangan dan Membangun Pesantren ...................... 35

5. Karya- karya Kyai Arwani …………………… 38

6. Sanad Al-Qur‟an, Qira‟ah Sab‟ah danThariqoh … 39

A. Mengenal Kitab Faidh al-Barakât..................................

1. Sejarah Penyusunan Kitab Faidh al-Barakât.............

2. Sistematika dan Isi Kitab Faidh al-Barakât...............

42

42

44

BAB III. ASPEK KESEJARAHAN QIRA’AT

A. Ontologi Ilmu Qira‟at ..................................................... 53

1. Definisi Qira‟at......................................................... 53

2. Macam-macam Qira‟at ...........................................

B. Sejarah dan Perkembangan Qira‟ah ...............................

C. Turunnya Al-Qur‟an dengan Sabʻ ah Ahruf ...................

D. Faedah dan Hikmah Qira‟at Al-Qur‟an .........................

E. Para Imam Qira‟ah Sab‟ah ............................................

F. Macam-macam Bacaan Qira‟ah Sab‟ah ........................

1. Kaidah Ushûliyyah .................................................

2. Farsy al-Hurûf ........................................................

56

58

65

73

79

96

96

97

Page 12: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

vii

G. Sejarah Thariqah Jama‟ ................................................ 98

BAB IV. ANALISA METODOLOGI KITAB FAIDH AL-

BARAKÂT DAN THARIQAH JAMA’

A. Penjelasan Kitab Faidh al-Barakât dan Thariqah

Jama‟.........................................................................

104

B. Analisa Metodologi Kitab Faidh al-Barakât dan

Thariqah Jama‟……………………………………..

160

BAB V. Penutup

A. Kesimpulan .................................................................... 174

B. Saran-saran .................................................................... 176

BIBLIOGRAFI .................………............................................

LAMPIRAN.............................................................................

Page 13: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam diskursus disiplin Ilmu Al-Qur‟an, kajian tentang Ilmu Qira‟at

adalah salah satu titik sentral karena sangat erat kaitannya dengan aspek

linguistic pengucapan Al-Qur‟an, sedangkan bangsa Arab pra Islam dikenal

sebagai bangsa yang memiliki pluralitas dialek1 (lahjah). Urgensitas Al-

Qur‟an diturunkan dengan sabʻ ah ahruf2sebagaimana disebutkan dalam

banyak hadis Nabi saw.3, juga dalam rangka dispensansi (rukhshah)

keringanan terhadap umat Islam.

Semenjak dakwah Islam memasuki wilayah Madinah (Yasrib)4, Nabi

saw. mengajarkan Al-Qur‟an dengan ragam bacaan yang berbeda-beda.

Sebagian sahabat ada yang menerima pengajaran dari Nabi saw. hanya satu

huruf, sebagian lagi menerima dua huruf, bahkan tidak sedikit yang

menerima sampai lebih dari tiga huruf. Sistem pengajaran Nabi saw. ini terus

berlanjut ketika para sahabat telah menyebar ke daerah di luar Jazirah Arab5

1 Dialek adalah bahasa manusia yang menjadi karakter atau ciri yang selalu

dijadikan kebiasaan oleh manusia. Lihat Luis Ma‟luf, al-Munjid fî al-Lughah wa al-Aʻ lâm,

(Beirût: Dâr al-Masyriq, 2002), h. 735. Lihat juga Muhammad Sâlim Muhaisin, al-Qirâ‟ât

wa Atsaruhâ fî „Ulûm al-„Arabiyyah, (Kairo: Maktabah al-Kulliyât al-Azhariyyah, 1984),

cet. I, jilid I, h. 79. 2 Dalam hal ini perlu secara tegas dibedakan, antara sabʻ ah ahruf dan qira‟ah

sab‟ah. Penegasan ini penting karena banyak terjadi kesalahpahaman di sementara orang

yang menyamakan begitu saja dua term ini. al-Ahruf as-sabʻ ah adalah term dalam hadis

yang kedudukannya lebih umum daripada al-qirâ‟ah as-sabʻ ah yang disandarkan pada

tujuh imam qira‟at. al-Qirâ‟ah as-sabʻ ah adalah bagian dari penafsiran tentang sabʻ ah

ahruf sebagaimana tercantum dalam riwayat Ibnu „Abbâs. Lihat Ibrahim an-Niʻ mah, „Ulûm

al-Qur‟ân, Tp: T.Th, 2008, h. 59. 3 Lihat penjelasan tentang hadis ahruf sabʻ ah atau sabʻ ah ahruf dalam bab 3.

4 Nabi hijrah ke Madinah berangkat dari Makkah pada malam hari pada tanggal 27

Shafar tahun ke 14 kenabian, bertepatan 12/13 September 622 M. Kemudian mengunjungi

Masjid Qubah pada hari Senin 8 Rabiul Akhir bertepatan 23 September 622 M, dan

menginjakkan kaki pertama kali di Madinah, Rasulullah singgah di perkampungan Bani

Najjar pada hari Jumat 12 Rabiul Awwal bertepatan 27 September 622 M. Selanjutnya beliau

tinggal di rumah Abû Ayyûb al-Anshârî. Lihat Ahmad Hatta dkk, The Great Story of

Mohammad saw, (Jakarta: Maghfirah, 2011), cet. I, h. 229, 241 dan 253. Menurut al-Hamid

al-Husaini Nabi berangkat dari rumah menuju Madinah pada tanggal 2 Rabiul Awwal tahun

13 setelah kenabian (biʻ tsah) yang bertepatan 20 juli 622 M. Lihat H.M.H. al-Hamid al-

Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad SAW, (Bandung: Pustaka Hidayah,

2009), cet. XIII, h. 447. 5 Jazirah Arab atau Semenanjung Arabia kawasannya terletak di barat-daya benua

Asia. Di bagian utara berbatasan dengan sahara negeri Syam; bagian timurnya berbatasan

dengan Teluk Persia dan laut Oman; bagian selatannya berbatasan dengan Samudra Hindia;

dan bagian baratnya berbatasan dengan Laut Merah. Datarannya yang tertinggi terletak di

Page 14: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

2

untuk berdakwah. Tidak heran jika kemudian sebagian sahabat mengkroscek

bacaannya kepada Nabi saw, seperti yang terjadi pada Sahabat „Umar bin al-

Khaththâb dan Hisyâm bin Hakîm6.

Hadis ini diriwayatkan dari Imam al-Bukhârî dan Muslim7 dari

sahabat ʻ Umar bin al-Khaththâb:

bagian barat membujur ke timur hingga negeri Oman. Di semenanjung Arabia tidak terdapat

sungai yang mengalir terus-menerus. Yang ada hanya beberapa buah lembah yang kadang-

kadang berair dan kadang-kadang kering. Di bagian tengah semenanjung Arabia terdapat

gurun Sahara yang paling luas, dan keadaan alamnya di masing-masing kawasan Sahara itu

tidak sama. Lihat H.M.H. al-Hamid al-Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi, h. 34. Jazirah

Arab lebarnya 1.200 mil, panjangnya 1.500 mil. Jazirah ini terhubung dengan Asia melalui

pusat gurun dan sabit dataran yang subur dan hijau. Di ujung barat sabit yang berbatasan

dengan Miditerania, curah hujan memadai bagi tumbuhnya biji-bijian dan sayur-sayuran. Di

kawasan tanah tingginya, tumbuh pohon zaitun dan buah-buahan. Di ujung selatan sabit, titik

pertemuan Benua Asia dan Afrika, yaitu Selat Suez dan tanah Genting „Aqabah, curah hujan

semakin berkurang, menghampar gurun sampai ke pantai Miditerania. Di ujung timur,

buminya lebih hijau dengan adanya dua sungai, yaitu sungai Tigris dan Eufrat. Kedua sungai

ini hulunya ada di kawasan tanah tinggi di utara, dan airnya mengalir melewati tanah datar

dan terus ke Teluk Arab (Persia), di Timur semenanjung. Di utara dan timur, yang melewati

mahkota sabit hijau ini, terdapat gunung-gunung yang belum pernah dilintasi penghuni

jazirah sebelum Islam. Di sisi lainnya ada beberapa lautan: Laut Mediterania di barat lautnya,

laut Merah di baratnya, Laut Arab dan Samudra India di selatan dan timurnya. Di pantai

barat jazirah menjulang deretan gunung yang dikenal dengan nama Hijaz yang memisahkan

antara dataran tinggi gurun dan pantai. Kedudukannya yang demikian menyebabkan curah

hujan semakin bertambah ke arah selatan, menjadikan sudut barat dayanya sehijau dan

sesubur daerah utaranya. Di sudut ini terhampar Yaman, yang secara harfiyah “tanah yang

diberkati” atau “Felix Arab”, seperti dikenal oleh leluhur karena kesuburan dan kapasitasnya

untuk menopang kehidupan. Lihat Ismaʻ il R. Al-Faruqi dan Lois Lamya al-Faruqi, Atlas

Budaya Islam, penerjemah Ilyas Hasan (Bandung: Mizan, 2001), cet. III, h. 41. 6 Namanya Hisyâm bin Hakim al-Asadî, masuk Islam setelah Fathu Makkah dan

meninggal jauh sebelum ayahnya dalam suatu peperangan pada tahun 40 H. Dia juga tidak

mempunyai keturunan. Lihat Ibnu Hajar, al-Ishâbah fî Tamyîz al-Shahâbah, (Beirût: Dâr al-

Kutub al-„Ilmiyyah, 1415), cet. I, jilid VI, h. 422. Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, (al-Azhar: Dâr

al-Bayân, 2007), jilid IX, h. 29. 7 Bisa kita istilahkan hadis riwayat yang disepakati oleh al-Bukhârî dan Muslim dan

bersumber dari sahabat yang sama dengan istilah Muttafaq „Alaih. Hadis Muttafaq „Alaih

adalah istilah hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhâri dan Muslim. Ibnu Hajar, Bulûgh al-

Marâm, (Dâr ihyâ; al-Kutub al-„Arabiyyah, tt), h. 2. „Alwî bin „Abbâs al-Mâlikî dan Hasan

Sulaimân an-Nûrî, Ibânah al-Ahkâm, jilid I, h. 12. Istilah Ini digunakan kalau keduanya

meriwayatkan dari sahabat yang sama. Lihat Muhammad bin Ismâʻ îl ash-Shanʻ ânî, Subul

as-Salâm, (Bandung: Syirkah Diponegoro, tt), h. 13. Dalam kitab al-Tâj al-Jâmiʻ li al-

Ushûl karangan Manshur „Âlî Nasif, yang dimaksud Muttafaq „Alaih adalah hadis

diriwayatkan oleh al-Bukhârî, Muslim dan Ahmad bin Hanbal. Lihat Ramli Abdul Wahid,

Studi Ilmu Hadits, (Medan: PP2-IK, 2003), cet. I, h. 35. Asy-Syaukânî juga mengatakan

yang sama dalam kitab Nail al-Authâr. Lihat Fatchur Rahman, Ikhtishar Mushthalahul

Hadits, (Bandung: PT Almaʻ arif, 1974), cet. I, h. 33. Hadis Muttafaq 'Alaih menurut

perhitungan as-Sayûthî ini hanya 820 hadis. As-Sayûthî, Tadrîb al-Râwî, (Kairo: Dâr al-

Page 15: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

3

“Diriwayatkan Saʻ îd bin „Ufair berkata: dari al-Laits berkata:

„Uqail dari Ibnu Syihâb berkata: dari „Urwah bin az-Zubair bahwa

al-Miswâr bin Makhramah dan „Abd ar-Rahman bin „Abd al-Qârî

berkata bahwa keduanya mendengar „Umar bin al-Khaththâb

berkata, aku mendengar Hisyâm bin Hakîm membaca surah Al-

Furqân semasa Rasulullah masih hidup, maka aku mendengarkan

bacaannya, tiba-tiba dia membacanya dengan bacaan huruf-huruf

yang banyak yang berbeda dengan apa yang dibacakan Rasul

kepadaku, maka hampir saja aku menyeretnya ketika masih dalam

shalat. Lalu aku menungguinya sampai shalat selesai. Kemudian aku

Hadîts, 2004), h. 78. Muhammad Fuad „Abd al-Bâqî mengumpulkanya menjadi satu kitab

yang diberi nama al-Lu'lu' wa al-Marjân fî Mâ Ittafaqa „Alaihi asy-Syaikhân. 8 Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhârî, Muslim, Abû Dâwud, at-Tirmidzî dan an-

Nasâî. Lihat Yûsuf bin „Abd ar-Rahman al-Mizzî, Tuhfah al-Asyrâf bi Maʻ rifah al-Athrâf,

(Beirût: al-Maktabah al-Islamî, 1983), cet. II, jilid VIII, h. 81. Lihat takhrij hadis ini

selanjutnya dalam bab 3.

Page 16: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

4

mencengkram ridaʻ nya dan berkata, “Siapa yang mengajarimu

membaca surah ini?”, Hisyâm menjawab, Rasulullah yang

mengajariku. Aku berkata kepadanya, Kamu bohong, demi Allah,

Rasul mengajariku membaca surah ini yang tidak sama dengan apa

yang aku dengar kamu membacanya. Lalu aku membawanya

menghadap kepada Rasulullah. Aku berkata, Hai Rasulullah, aku

mendengar orang ini membaca surah Al-Furqân dengan huruf-huruf

tidak seperti bacaan yang engkau ajarkan kepadaku, sedangkan

engkau yang mengajariku surah al-Furqân. Kemudian Rasul

bersabda, lepaskan hai „Umar, baca wahai Hisyâm. Lalu dia

membacanya seperti bacaan yang aku dengar tadi. Rasul bersabda,

demikian inilah surah ini diturunkan. Kemudian Rasul bersabda,

baca hai „Umar, lalu aku membacanya seperti bacaan yang diajarkan

rasul kepadaku. Kemudian Rasulullah bersabda, demikianlah surah

ini diturunkan. Kemudian Rasulullah bersabda, sesungguhnya Al-

Qur‟an ini diturunkan atas sabʻ ah ahruf, maka bacalah apa yang

mudah darinya menurutmu.

Ada lagi hadis dari riwayat al-Bukhâri dan Muslim yang bersumber

dari „Ibnu „Abbâs:

“Diriwayatkan dari Ismâʻ îl berkata dari Sulaimân dari Yûnus dari

Ibnu Syihâb dari „Ubaidillah bin „Abdillah bin „Utbah bin Masʻ ûd

dari Ibnu „Abbâs, berkata Rasulullah bersabda, “Jibril membacakan

Al-Qur‟an kepadaku dengan satu satu huruf. Kemudian aku kembali

9 Muhammad bin Ismâʻ il al-Bukhârî, Shahih al-Bukhârî, Kitab Bad‟ al-Khalqi bab

Dzikr al-Malâikah dan Kitab Fadhâil al-Qur‟ân bâb Unzila al-Qur‟ân „Alâ Sabʻ ah Ahruf.

Muslim bin al-Hajjaj, Shahih Muslim, (Beirût: Dâr Ihyâ‟ at-Turâts al-„Arabî, tt), jilid I, h.

561, Kitâb Shalât al-Musâfirîn Wa Qasrihâ bâb Bayân „an al-Qur‟ân „alâ Sabʻ ah Ahruf wa

Bayâni Maʻ nahâ. Lihat Muhammad Fuʻ âd „Abd al-Bâqî, al-Lu‟lu‟ wa al-Marjân fî Ma

Ittafaqa „Alaih asy-Syaikhân, (Kairo: Dâr al-Hadîts, 1986), jilid I, h. 157. Hadis ini selain

diriwayatkan al-Bukhârî dan Muslim, juga diriwayatkan oleh Ahmad, Lihat „Alî bin Hisyâm

ad-Dîn al-Muttaqî al-Hindî, Kanz al-„Ummâl fî Sunan al-Aqwâl wa al-Afʻ âl, (Beirut:

Mu‟assah ar-Risâlah, 1981), cet. V, jilid II, h. 49.

Page 17: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

5

kepadanya dan meminta tambah terus. Lalu ia menambahkan

kepadaku sampai aku menyelesaikan tujuh huruf”.

Sejarah menuturkan juga bahwa ketika ayat-ayat Al-Qur‟an

diturunkan, Nabi Muhammad saw. beberapa kali meminta malaikat Jibril

untuk menambah bacaan Al-Qur‟an yang diberikan kepadanya. Rasulullah

tampak merasa kurang dengan hanya satu bacaan yang disampaikan Jibril,

untuk itulah malaikat penyampai wahyu ini, melalui petunjuk Allah,

menambahkan qira‟at Al-Qur‟an kepada Nabi saw. Demikianlah pemaknaan

hadis yang diriwayatkan al-Bukhâri dan Muslim dalam kitab10

sahihnya

masing-masing, yang bersumber dari Ibnu „Abbâs di atas. Hadis-hadis ini

menjadi dalil otoritatif yang cukup populer bagi penggiat kajian „Ulûm al-

Qurʼ an yang melegitimasi dan sekaligus memberikan informasi yang valid

tentang eksistensi qira‟at tujuh dalam disiplin Ilmu Al-Qur‟an.

Bahkan Abû Yaʻ lâ menceritakan dalam Musnad al-Kabîr-nya,

bahwa „Utsmân bin „Affân ketika berlangsungya pelaksanaan penulisan

mushhaf, beliau berdiri di atas mimbar di hadapan jamaʻ ah kaum muslimin,

lalu berkata; “sesungguhnya Al-Qur‟an diturunkan atas tujuh huruf,

semuanya cukup dan memadai”. Maka sebagian besar jamaʻ ah berdiri dan

memberikan persaksian, sehingga jumlah mereka tidak terhitung. Kemudian

„Utsmân berkata; “aku pun bersaksi bersama mereka”.11

Dalam beberapa riwayat hadis-hadis tentang sabʻ ah ahruf ini, Nabi

saw. mengemukakan kepada Allah tentang sebab mengapa ia menyampaikan

permintaan penambahan bacaan-bacaan Al-Qur‟an tersebut, yaitu bahwa

umatnya terdiri dari berbagai macam lapisan masyarakat dan berbagai umur.

Ada yang tidak bisa membaca dan menulis, ada yang sudah tua dan adapula

yang masih kecil. Semuanya adalah merupakan pembaca Al-Qur‟an.12

Jika

mereka diharuskan membaca Al-Qur‟an dengan satu variasi bacaan saja,

10

Kitab mereka berdua masyhur dengan sebutan Shahih al-Bukhârî dan Shahih

Muslim. Nama asli dari kitab keduanya yang diberikan pengarangnya menurut penelitian

Syaikh „Abd al-Fattâh Abû Ghuddah adalah, untuk Shahih al-Bukhârî, al-Jâmiʻ al-Musnad

ash-Shahih al-Mukhtashor Min „Umûri Rasulillah saw, Wa Sunanihi wa Ayyâmih.

Sedangkan Shahih Muslim adalah al-Musnad as-Shahih al-Mukhtashor min as-Sunan bi

Naql al-„Adl „an al-„Adl „an Rasulillah. Lihat „Abd al-Fattâh Abû Ghuddah, Tahqîq Ismâ‟ îl

ash-Shahîhain wa Ismi Jâmiʻ at-Tirmidzî, (Aleppo: al-Maktab al-Mathbûʻ ât al-Islamiyyah,

1993), cet. I. 11

Muhammad bin Muhammad Abû Syuhbah, al-Madkhal li Dirâsati al-Qur‟ân al-

Karîm, (Beirut: Dâr al-Jail, 1992), h. 152. Mannâʻ Khalîl al-Qaththân, Nuzûl al-Qur‟ân „ala

Sabʻ ah Ahruf, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1991), cet. I, h. 20. 12

Hadis diriwayatkan at-Tirmîdzî. Lihat Abû „Îsâ Muhammad bin as-Saurah, Sunan

at-Tirmîdzî, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1994), jilid IV, h. 434.

Page 18: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

6

akan mengalami kesulitan. Padahal Al-Qur‟an harus disosialisasikan kepada

masyarakat13

.

Setelah Nabi Muhammad saw. meninggal,14

para sahabat Nabi

melanjutkan tradisi yang telah dirintis oleh Nabi saw., yaitu mengajarkan Al-

Qur‟an. Ada di antara mereka yang menetap di Madinah dan Makkah

mengajarkan Al-Qur‟an pada murid-murid mereka, seperti „Ubay bin Kaʻ ab

(w. 30 H), „Utsmân bin „Affân (w. 35 H), Zaid bin Tsâbit (w. 45 H), Abû

Hurairah (w. 59 H), „Abdullah bin „Ayyâsy (w. 64 H), „Abdullah bin „Abbâs

(w. 68 H), „Abdullah bin as-Sâib al-Makhzûmî (w. 68 H). Namun di antara

mereka juga ada sahabat yang keluar dari Madinah untuk berjuang dan

berdakwah bersama yang lain. Pada masa Khalifah Abû Bakar dan „Umar

dengan berkembangnya Islam ke negeri lain, dibutuhkan banyak tenaga yang

mengajarkan Islam kepada penduduk setempat.15

Hasilnya, pada masa tabiʻ in banyak yang masyhur dalam bidang

qiraʻ at di antaranya, di Madinah ada Ibnu al-Musayyab, „Urwah, Sâlim,

„Umar bin „Abd al-„Azîz, Sulaimân bin Yasâr, „Athâ‟ bin Yasâr, Zaid bin

Aslam, Muslim bin Jundab, Ibnu Syihâb az-Zuhrî dan Muʻ âd bin al-Hârits.16

Kodifikasi (kompilasi: tadwîn) mushhaf yang dilakukan pada era

Khalifah „Utsmân yang diketuai pengerjaannya oleh Zaid bin Tsâbit, tidak

serta merta menghentikan munculnya variasi bacaan Al-Qur‟an. Seiring

berjalannya waktu, variasi17

bacaan semakin beragam dan bahkan tidak

13

Tim Tafsir Departemen Agama RI, Muqaddimah al-Qur‟an dan Tafsirnya,

(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, 2008), h. 317. 14

Rasulullah saw, wafat pada tengah hari sesudah dzuhur 12 Rabiul awwal pada

tahun 11 hijriyyah pada usia 63 tahun. Lihat al-Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi, cet. XIII,

h.793. 15

Lihat lebih lanjut dalam bab 3. 16

Muhammad Bakr Ismâʻ il, Dirâsât Fî „Ulûm al-Qur‟ân al-Karîm,(Dâr al-Manâr,

1999), cet. 2, h. 90. Di kota Makkah mashur ada „Athâ‟, Mujâhid, Thâwus, „Ikrimah, Ibn Abî

Malikah, „Ubaid bin „Umair dan lainnya. Di kota Bashrah ada „Âmir bin „Abd al-Qais, Abû

al-„Aliyyah, Abû Rajâ‟, Nashr bin „Âshim, Yahyâ bin Ya‟mar, Jâbir bin Zaid, al-Hasan al-

Bashrî, Ibnu Sîrîn, Qathâdah dan lain-lainnya. Di kota Kufah ada „Alqamah, al-Aswad,

Masrûq, „Ubaidah, ar-Rabi‟ bin Khaisam, al-Harist bin Qais, „Umar bin Syarahbîl, „Umar bin

Maimûn, Abû „Abd ar-Rahman as-Sulami, Zirr bin Hubaisy, „Ubaid bin Fadhlah, Abû

Zur‟ah bin „Amr, Saʻ îd bin Jubair, an-Nakhaʻ î, as-Syaʻ bî dan lain-lain. Sedangkan di

Kota Syam, ada al-Mughîrah al-Makhzûmî dan Khâlid bin Saʻ îd murid dari Abû Dardâ‟.

Lihat Muhammad Bakr „Ismâʻ îl, Dirâsât Fî „Ulûm al-Qur‟ân, h. 91. 17

Musthafa al-Aʻ zami merasa keberatan dengan istilah variasi digunakan dalam

ragam bacaan al-Qur‟an. Dia mengatakan, “Variasi adalah istilah yang saya sebenarnya

kurang begitu sreg memakainya. Dalam masalah tertentu, istilah ini secara definitif dapat

memberi nuansa akan ketidakpastian. Jika pengarang asli menulis satu kalimat dengan

caranya sendiri, kemudian rusak akibat kesalahan dalam menulis lalu kita perkenalkan

prinsip ketidakpastian, akhirnya penyunting yang tak dapat membedakan mana yang betul

dan mana yang salah, akan meletakkan apa yang ia sangka sesuka hatinya ke dalam teks,

sedangkan lainnya dimasukkan ke dalam catatan pinggir. Demikian halnya dengan masalah

Page 19: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

7

terkontrol. Fenomena munculnya variasi bacaan yang semakin beragam ini

muncul setelah kekhalifahan „Utsmân hingga memasuki awal-awal abad ke 4

Hijriyah. Pada masa inilah, persisnya pada tahun 322 H, Khalifah

„Abbâsiyyah lewat dua menterinya Ibnu „Îsâ dan Ibnu Muqlah memberikan

mandat pada Ibnu Mujâhid (w. 325 H/937 M) untuk melakukan penertiban.18

Kebijakan ini sendiri diambil, karena bacaan-bacaan yang muncul

nampak semakin liar. Ibnu Mujâhid sendiri merupakan seorang pakar qira‟at

dan ilmu-ilmu Al-Qur‟an yang bekerja pada pemerintah „Abbâsiyyah. Pihak

pemerintah merasa prihatin dengan banyaknya versi bacaan Al-Qur‟an yang

beredar. Bahkan dalam kitab Iʻ jâz al-Qirâ‟at al-Qur‟aniyyah, Shabarî al-

Asywah, menyebutkan bahwa bacaan-bacaan yang beredar kala itu mencapai

50 variasi bacaan.19

Pada selanjutnya, Ibnu Mujâhid membandingkan semua bacaan yang

berjumlah puluhan, setelah itu ia menyeleksi dan memilih tujuh varian

bacaan dari para pakar qira‟at ternama dari berbagai penjuru kota, yakni dari

kota Madinah dipilih Nâfiʻ (w. 199 H/ 841 M), Makkah dipilih Ibnu Katsîr

(w. 120 H/ 738 M), dari Bashrah dipilih Abû „Amr (w. 150 H/ 771 M), dari

Syam dipilih Ibnu „Âmir (w. 118 H/ 736 M) dan dari Kufah dipilih tiga

orang, „Âshim (w. 127 H/ 745 M), Hamzah (w. 156 H/ 773 M) dan al-Kisâî

(w. 189 H/ 805 M)20

. Dalam disiplin Ilmu Qira‟at, memang tujuh bacaan

variasi (ragam bacaan). Akan tetapi masalah Al-Qur‟an jelas berlainan karena Nabi

Muhammad satu-satunya Khalifah Allah sebagai penerima wahyu dan transmisinya, secara

pribadi mengajarkan ayat-ayat dalam banyak cara. Disini tidak ada dasar keraguan, tidak

terdapat istilah kabut hitam maupun kebimbangan, dan kata “varian” tampak gagal dalam

memberi arti yang masuk akal. Kata multiple reading (banyak bacaan) jauh dapat memberi

penjelasan akurat.... Contoh yang sangat jelas dalam hal ini adalah surat al-fâtihah, dimana

ayat ke empat dibaca mâlik (pemilik) atau malik (raja) di hari pembalasan. Kedua-dua kata

tadi diajarkan oleh Nabi Muhammad dan oleh karena itu menjadikannya bacaan yang banyak

(multiple), bukan beragam (variant). Lihat M.M. al-Aʻ zami, The History of The Qur‟anic

Text, From Revelation to Compilation, penterjemah: Sohirin Solihin, Anis Malik Thaha Dkk,

(Jakarta: Gema Insani, 2005), cet. I, h. 171. 18

Lihat Philip K. Hitti, History Of The Arabs, (Jakarta: Serambi, 2006), cet. 1, h.

155. 19

Shabarî al-Asywah, Iʻ jaz al-Qirâ‟ât al-Qur‟aniyyah, Dirâsât fî Târikh Qirâ‟ât

wa at-Tijâhât al-Qurrâ‟, (Mesir: Maktabah Wahbah, 1998), h. 61. Hal senada juga dikatakan

Syauqî Dhaif dalam kata pengantar kitab as-Sabʻ ah Ibnu Mujâhid. Syauqî Dhaif,

Muqaddimah as-Sabʻ ah fi al-Qirâ‟ât Ibnu Mujahid, (Mesir: Dâr al-Ma‟ârif, tt), h. 17. Al-

Hudzalî mengumpulkan riwayat qira‟at 50 dalam kitab tersendiri, yaitu kitab al-Kâmil. Lihat

Al-Hudzalî, al-Kâmil fî al-Qirâ‟ât al-„Asyr wa al-Arbaʻ îna az-Zâidah „alaiha, (Muassasah

Samâ li an-Nasyr wa at-Tauzî‟, 2007), cet. I. 20

Sebenarnya pada abad kedua hijriyyah orang mulai tertarik kepada qirâ‟ât atau

bacaan beberapa imam yang mereka kenal. Di antara qirâ‟ât tersebut adalah qirâ‟ât tujuh ini,

hanya nama al-Kisâî yang mengeliminir nama Ya‟qûb, yaitu salah seorang ahli Qira‟at dari

Kufah atas pilihan Ibnu Mujâhid. Lihat Dr. Ahmad Fathoni, “Studi Komparasi Bacaan

Riwayat Qolun dan Riwayat Hafs”. Jurnal Suhuf. Vol. 5 no 1 2012. Academia.edu. Lihat

Page 20: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

8

inilah yang dianggap memiliki kualitas periwayatan yang sahih dan dapat

dipertanggung jawabkan.21

Selain tujuh qira‟at ini, ada lagi qira‟at yang lain,

yakni qira‟at sepuluh (al-qirâ‟âh al-„asyrah), qira‟at empat belas (al-qirâ‟âh

al-„arbaʻ ah al-„asyr), bahkan sampai puluhan qira‟at.22

Hasil seleksi Ibnu

Mujâhid di atas ini, ia bakukan dalam kitab karyanya yang berjudul as-

Sabʻ ah fî al-Qirâ‟ât.23

Istilah qira‟ah sabʻ ah kreasi dari Ibnu Mujâhid menjadi semakin

kokoh dan masyhur dengan munculnya kitab at-Taisîr fî al-Qirâ‟ât as-Sab‟

karya Abû „Amr ad-Dânî (w. 444 H/1052 M). Yang menonjol dari kitab ini

adalah penyederhanaan perawi dari setiap imam dengan mengambil hanya

dua perawi, padahal perawi setiap imam semestinya berjumlah puluhan,

bahkan ratusan.24

Para periwayat imam tujuh yang masyhur ialah : [1] Qâlun (w. 220 H/

835 M) dan Warsy (w. 197 H/ 813 M), yang meriwayatkan dari Nâfiʻ , [2]

Qunbul (w. 291 H/ 904 M) dan al-Bazzî (w. 250 H/ 864 M), meriwayatkan

dari Ibnu Katsîr, [3] ad-Dûrî (w. 246 H/ 860 M) dan as-Sûsî (w. 261 H/ 875

M), meriwayatkan dari Abû „Amr, [4] Hisyâm (w. 245 H/ 859 M) dan Ibnu

Dzakwân (w. 242 H/ 856 M), meriwayatkan dari Ibnu „Âmir, [5] Syu‟bah (w.

193 H/ 809 M) dan Hafsh (w. 180 H/ 796 M), meriwayatkan dari „Âshim, [6]

Khalaf (w. 229 H/ 844 M) dan Khallâd (w. 220 H/ 835 M), meriwayatkan

dari Hamzah, [7] Abû al-Hârits (w. 240 H/ 840 M) dan ad-Dûrî al-Kisâî (w.

246 H/ 860 M), meriwayatkan qira‟at dari al-Kisâî. 25

Pembakuan dan praktek tujuh variasi bacaan ini terus berjalan dalam

sejarah peradaban Islam. Namun seiring roda waktu berjalan, pelestarian

dalam bentuk bacaan pada tujuh qira‟at ini tidak merata di dunia Islam dan

juga M.H. Thabathabai, Mengungkap Rahasia al-Qur‟an diterjemahkan dari al-Qur‟an Fi al-

Islam,(Bandung: Mizan, 1998), cet. XI, h. 139. Lebih lanjut akan dibahas dalam bab 3. 21

Adapun bacaan tersebut dinilai sahih, harus memenuhi standar tiga syarat sebagai

berikut, yaitu; pertama, harus sesuai dengan kaidah bahasa Arab yang benar. Kedua, harus

sesuai dengan salah satu Mushhaf-Mushhaf ʻ Utsmânî. Ketiga, harus mempunyai sanad yang

mutawâtir. Lihat Muhammad Ahmad Muflih dkk, Muqaddimât…, h. 69. 22

Sebagian ulama ada yang mengelompokkan bacaan al-Qur‟an ada enam macam

yaitu; Mutawâtir, Masyhûr, Ahâd, Syâdz, Maudhûʻ dan Mudrâj.As-Sayûthî, al-Itqân, jil. 2,

h. 507. Abduh Zulfidar, al-Qur‟an dan Qira‟at (Jakarta : Pustaka al-Kausar, 1996), h. 429.

Akan dibahas lebih lanjut dalam bab 3. 23

Kitab ini sudah di tahkik oleh Syauqi Dhaif dan dicetak di penerbit Dâr al-

Maʻ arif al-Mishriyyah. 24

Lihat Ahmad Fathoni, “Studi Komparasi Bacaan Riwayat Qâlûn dan Riwayat

Hafs”. Jurnal Suhuf. Vol. 5 no 1 2012. Academia.edu. Lihat „Alî Baidhûn, Muqaddimah

Syarh Thaiyyibah an-Nasyr fi al-Qirâ‟ât al-„Asyr, (Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2003),

cet. I, jilid I, h. 5. 25

Lihat misalnya Ibnu al-Bâdisy Ahmad bin „Âlî, al-Anshârî, Kitâb al-Iqnâ‟ fî

Qirâ‟at as-Sabʻ , (Damaskus: Dâr al-Fikr, 1403), cet. 1, jil. 1, h. 55-145. Akan dibahas

dalam bab 3.

Page 21: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

9

tidak mencakup seluruh imam yang sudah dibakukan dalam bentuk tulisan.

Dari tujuh imam qira‟at yang ada, hanya empat imam saja yang qira‟atnya

eksis dipraktekkan oleh umat Islam. Keempat imam adalah Nâfi‟, Abû „Amr,

Ibnu „Âmir dan „Âshim (dengan dua perawinya masing-masing). Dari empat

imam ini, hanya satu imam yang bacaannya paling banyak dan mendominasi

seluruh bacaan umat Islam di seluruh pelosok dunia, yakni qira‟at „Âshim.

Masih begitu, dari qira‟at imam „Âshim ini pun, hanya riwayat Hafsh saja

yang eksis, sementara riwayat Syuʻ bah tidak.26

Untuk menjaga eksisitensi bacaan qira‟ah sab‟ah ini dan qira‟at-

qira‟at lainnya, banyak dikarang kitab-kitab tentang qira‟ah27

ini dan dibuat

26

Untuk mengetahui sejarah kenapa hegemoni Qira‟at imam Hafsh yang mendunia,

Lihat Papers Jurnal Suhuf. Academia.edu, “Pembakuan Qira‟at „Âshim riwayat Hafsh dalam

Sejarah dan Jejaknya di Indonesia”, oleh: Mustofa dari Lajnah Pentashihan Mushaf al-

Qur‟an Jakarta. 27

Di antara kitab-kitab tentang Qira‟at yang tercetak di antaranya: al-Ibânah „an

Maʻ ânî al-Qirâ‟ât karya Makkî bin Abû Thâlib al-Qaisî (w. 437 H) dicetak Dâr al-Ma‟mûn

li at-Turâts, Ibrâz al-Maʻ ânî min Hirz al-Amânî Syarh kitab Asy-Syâtibiyyah karya

Abdurrahman bin Ismâil, Abû Syâmah (w.665 H) dicetak di Kairo, Ithâfu Fudholâ‟ al-

Basyar fî al-Qirâ‟ât al-Arba‟ „Asyr karya Ahmad bin Muhammad ad-Dimyâthî (w. 117 H),

dicetak maktabah al-Masyhad al-Husaini Kairo, al-Irsyâdah al-Jaliyyah fî al-Qirâ‟ât as-

Sabʻ min Thâriq asy-Syâthibiyyah karya DR. Muhammad Salim Muhaishin, cet. Maktabah

al-Kulliyât al-Azhariyyah Kairo, Irsyâdah al-Murîd fî Syarh al-Qashîd, Syarh „Ala asy-

Syâthibiyyah karya Muhammad „Alî add-Dhibâgh, al-Bûdûr az-Zâhiroh fî al-Qirâ‟ât al-

„Asyr al-Mutawâtirah karya „Abd al-Fattâh al-Qâdhî, Tahbîr at-Taisîr fî al-Qirâ‟ât al-„Asyr

min Tharîq asy-Syâthibiyyah wa Ad-Durrah karya Muhammad al-Jazarî (w. 832 H), dicetak

di Kairo, at-Tadzkirah fî al-Qirâ‟ât ats-Tsalâts wa Taujîhihâ min Tharîq ad-Durrah karya

DR. Muhammad Sâlim Muhaishin, dicetak al-Kulliyât al-Azhariyyah Kairo, Taqrîb an-

Nasyr fî al-Qirâ‟ât al-„Asyr karya Ibnu al-Jazarî, dicetak di Kairo, at-Taisîr fî al-Qirâ‟ât as-

Sabʻ karya Abû „Amr ad-Dânî (w. 444 H), dicetak di Istanbul 1930 M, Al-Hujjah fî al-

Qirâ‟ât as-Sabʻ karya Husain bin Ahmad bin Khalawiih (w. 370 H) dicetak di Damaskus,

al-Hujjah fî „Ilal al-Qirâ‟ât as-Sabʻ karya Hasan bin Ahmad, Abû „Alî al-Fârisî (w. 377 H),

dicetak di Kairo, Hirz al-Amâni wa Wajh at-Tahânî, Nadzm fî al-Qirâ‟ât as-Sabʻ karya asy-

Syâthibî (w. 548 H), dicetak di Kairo, ad-Durrah al-Mudhiyyah, Nadzm fî al-Qirâ‟ât ats-

tsalâts al-Mutammimah li al-„Asyrah karya Ibnu al-Jazarî dicetak di Kairo, Sirâj al-Qâri‟ al-

Mubtadî wa Tidzkâr al-Qâri‟ al-Muntahî karya Abû Qâsim „Alî bin „Utsmân, Ibnu al-Qâsih

(w. 801 H) dicetak di Kairo, Sibawaih wa al-Qirâât karya DR. Ahmad Makkî al-Anshâri

dicetak di Kairo, Syarh as-Samnûdhî „Ala ad-Durroh karya Muhammad bin Hasan as-

Samnûdî (w. 1119 H), dicetak di Kairo, Ghaist an-Nafʻ fî al-Qirâ‟ât as-Sabʻ karya „Alî an-

Nawâwî ash-Shafâqusî dicetak di Kairo, al-Qirâ‟ât al-„Asyr karya Mahmud Khalîl al-

Husharî, dicetak di Kairo, al-Qirâ‟ah asy-Syadzdzah karya „Abd al-Fattah al-Qâdhî dicetak

di Kairo, al-Qirâ‟ât wa al-Lahajât karya „Abd al-Wahhâb Hamûdah dicetak di Kairo, al-

Qirâ‟ât al-Qurâniyyah karya DR. „Abd ash-Shabur Syâhin dicetak di Kairo, al-Qirâ‟ât fî

Nadhar al-Musytasyriqîn wa al-Mulhidîn karya „Abd al-Fattâh al-Qâdhî dicetak di Kairo,

Kitâb as-Sabʻ ah karya Ahmad bin Mûsa bin Mujâhid (w. 324 H) dicetak di Kairo dengan

pengulas DR. Syauqi Dhaif, al-Kasyf „An Wûjûh al-Qirâ‟ât as-Sabʻ wa „Ilalihâ karya

Makkî bin Abû Thâlib al-Qaisî (w. 437 H) dicetak di Damaskus, Kanz al-Maʻ ânî fî Syarh

Hirz al-Amânî karya Muhammad bin Ahmad, Syuʻ lah (w. 656 H), dicetak di Kairo, al-

Page 22: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

10

halaqah talaqqî pengajaran Al-Qur‟an. Walaupun para pengkajinya dapat

dikatakan sangat minim, paling tidak, bacaan qira‟ah sabʻ ah ini masih eksis

sampai sekarang di tangan para ahli dan praktisinya.

Pada dekade tujuh puluhan muncul Institut perguruan Tinggi Ilmu Al-

Qur‟an (PTIQ) dan Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) di Jakarta, yang khusus

mengajarkan „Ulûm Al-Qur‟an termasuk di dalamnya Ilmu Qira‟at. Ilmu

Qira‟at semakin dikenal di Indonesia setelah komisi Fatwa MUI dalam

sidangnya tanggal 2 Maret 1983 memutuskan bahwa: [1]. Qira‟ah sabʻ ah

adalah sebagian ilmu dari „Ulûm Al-Qur‟an yang wajib dikembangkan dan

dipertahankan eksistensinya, [2]. Pembacaan qira‟at tujuh (qira‟ah sabʻ ah)

dilakukan pada tempat-tempat yang wajar oleh pembaca yang berijazah

(yang telah talaqqî dan musyâfahah dari ahli qira‟at).28

Dan sejak tahun 2002,

tepatnya pada Seleksi Tilawahil Qur‟an (STQ)29

di Mataram Nusa Tenggara

Barat, qira‟at Al-Qur‟an termasuk salah satu cabang yang ikut

dimusabaqahkan dan terus berjalan sampai sekarang ini.30

Bahkan jauh sebelum itu, Majma‟ al-Buhûts (lembaga riset) al-Azhar

Kairo dalam muktamarnya tanggal 20-27 April 1971 telah memutuskan

bahwa qira‟at Al-Qur‟an itu bukanlah hasil ijtihad, melainkan tauqîfî

(ketentuan Tuhan) yang berpegang pada riwayat-riwayat yang mutawâtir.

Muktamar mendorong dan menggalakkan para pembaca Al-Qur‟an agar tidak

hanya membaca qira‟at Hafsh saja, demi untuk menjaga qira‟at-qira‟at yang

lain yang telah diyakini kebenarannya agar jangan terlupakan dan musnah.

Muktamar juga menghimbau seluruh negara-negara Islam agar

menggalakkan mempelajari qira‟at ini di lembaga-lembaga pendidikan

khusus yang dikelola para pakar Ilmu Qira‟at yang terpercaya keahliannya.31

Muhtasib fî Tabyîn Wûjûh Syawâdz al-Qirâ‟ât karya Abû Fattâh„Utsmân bin Jinni (w. 392

H), dicetak di Kairo, Mukhtashar Syawâdz al-Qur‟ân karya Ibnu Khalawaih dicetak Kairo,

al-Mustanîr fî Takhrîj al-Qirâ‟ât al-Mutawâtirah min Haitsu al-Lughah wa al-Iʻ râb wa at-

Taisyîr karya DR. Muhammad Sâlim Muhaishin dicetak di Kairo, al-Mukarrar fî mâ

Tawâtturu min al-Qirâ‟ât as-Sabʻ wa Taharrar karya Abû Hafsh „Umar bin Qâsim an-

Naysyar dicetak di Kairo, al-Muhaddzab fî al-Qirâ‟ât al-„Asyr karya DR. Muhammad Sâlim

Muhaishin dicetak di Kairo, an-Nasyr fî al-Qirâ‟ât al-„Asyr karya Ibnu al-Jazarî dicetak di

Kairo, al-Wâfi fî Syarh asy-Syâthibiyyah karya „Abd al-Fattah al-Qâdhî dicetak di Mesir.

Lihat DR. Sya‟bân Muhammad Ismâ‟îl, Mengenal Qirâ‟ât al-Qur‟an diterjemahkan dari al-

Qirâ‟ât Ahkâmuhâ wa Mashdaruhâ, penterjemah DR. H.S. Agil Husin al-Munawwar, M.A,

dkk, (Semarang: Dina Utama, 1993), cet. I, h. 130-139. 28

Ahmad Fathoni, Kaidah Qira‟at Tujuh, (Jakarta: ISIQ, 1992), jil. 1, h. 13. 29

Hal ini berdasarkan bahwa Menteri Agama Indonesia era Presiden Abdurrahman

Wahid (Gus Dur), Prof. DR. Said Agil al-Munawwar yang pada tahun 2001 membuat satu

kebijakan yang baik dan strategis untuk memasyarakatkan Ilmu Qira‟at dengan

mengeluarkan surat keputusan (SK) yang mengikut sertakan cabang Qira‟at dalam MTQ dan

STQ di Indonesia. 30

Makalah Ahsin Sakho Muhammad, “Qira‟ah Sabʻ ah di Indonesia”, Maret 2002. 31

Ahmad Fathoni, Kaidah Qira‟at Tujuh, (Jakarta: ISIQ, 1992), h. 14.

Page 23: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

11

Berkenaan tentang penyusunan kitab tentang qira‟at dan qira‟ah

sab‟ah, para ulama mempunyai metodologi yang bermacam-macam dalam

menyusun kitab karangan mereka masing-masing. Tipologi ini bisa kita

kelompokkan sebagai berikut; tipologi pertama, menjelaskan kaidah-kaidah

ushûliyyah dan farsy al-hurûf para imam qira‟at dengan tanpa berurutan ayat

per-ayat dalam Al-Qur‟an, atau hanya menjelaskan bagian-bagian tertentu

dari qira‟ah sab‟ah. Masuk dalam bagian ini juga kitab-kitab qira‟ah yang

membahas tentang konsekuensi yang timbul dari perbedaan qira‟at. Contoh

kitab-kitab dalam kategori ini di antaranya al-Ibânah „an Maʻ ânî al-Qirâ‟ât

karya Makkî bin Abû Thâlib al-Qaisî (w. 437 H), al-Hujjah fî „Ilal al-Qirâ‟ât

karya „Abd al-Fattâh al-Qâdhî, al-Qirâ‟ât al-Lahajât dan masih banyak

karya-karya yang lain.

Tipologi kedua, menerangkan pada setiap ayat-ayat Al-Qur‟an tentang

perbedaan bacaan, baik kaidah-kaidah ushuliyyah ataupun farsy al-hurûf32

secara berurutan ayat per-ayat seperti urutan dalam Al-Qur‟an dari surat al-

Fâtihah sampai an-Nâs. Contoh kitab-kitab yang disusun dengan metode

seperti ini misalnya adalah Kitab as-Sabʻ ah fî al-Qirâ‟ât karya Ibnu

Mujâhid, al-Hujjah fî al-Qirâ‟ât as-Sabʻ karya Ibnu Khalawaih, Hujjah al-

Qirâ‟âh karya Ibnu Zanjalah, Hirz al-Amânî karya asy-Syâthibî dan lain lain.

Di Indonesia, Kyai Arwani Amin dapat dikatakan satu-satunya33

ulama Indonesia yang menyusun sebuah kitab tentang qira‟ah sabʻ ah dengan

menggunakan bahasa Arab, utuh tiga puluh juz dan proses pengajarannya

juga dipraktekkan di Pesantren Yanbuʻ ul Qur‟an yang beliau dirikan dan

pimpin. Menurut Dr. Ahsin Sakho, tidak diketahui secara persis kapan

qira‟ah sabʻ ah mulai masuk ke Indonesia. Akan tetapi ada sebagian

pendapat bahwa qira‟ah sabʻ ah masuk ke Indonesia baru sekitar awal abad

kedua puluh hijriyyah, yaitu setelah banyaknya pelajar Indonesia yang

mengenyam pendidikan di Timur Tengah. Ulama yang memprakarsai

masuknya Ilmu Qira‟at di Indonesia salah satunya adalah Syaikh Muhammad

Munawwir bin Abdullah Rasyad dari Krapyak Yogyakarta. Syaikh

Munawwir mempelajari Ilmu Qira‟at dari Hijaz. Kemudian sepulangnya dari

sana, beliau mendistribusikan Ilmu Qira‟at ini kepada murid-muridnya. Salah

satu muridnya yaitu Syaikh Arwani Amin dari Kudus, yang kemudian

menyusun buku tentang qira‟ah sabʻ ah yaitu Faidh al-Barakât fî Sabʻ al-

32

Tentang kaidah ushûliyyah dan farsy al-hurûf akan dibahas dalam bab tersendiri

di bab 3. 33

Menurut Ahsin Sakho, kitab Faidh al-Barakât karya Kyai Arwani inilah satu-

satunya kitab tentang qira‟ah sabʻ ah yang utuh 30 juz, otoritatif yang disusun ulama

Indonesia. Wawancara dengan Dr. Ahsin Sakho pada hari Rabu, 8 Januari 2014 di kampus

IIQ Jakarta.

Page 24: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

12

Qirâ‟ât. Buku ini telah masyhur di kalangan pesantren-pesantren Indonesia

yang mempelajari qira‟ah sabʻ ah.34

Dalam penyusunan kitabnya, Kyai Arwani dapat kita masukkan di

area tipologi kedua di atas, yaitu beliau menerangkan pada setiap ayat-ayat

Al-Qur‟an tentang perbedaan bacaan, baik kaidah-kaidah ushûliyyah ataupun

farsy al-hurûf secara berurutan ayat-per-ayat seperti urutan dalam mushhaf.

Hanya saja berbeda dengan yang lain, Kyai Arwani menjelaskan juga

bagaimana urut-urutan cara membaca Al-Qur‟an dengan bacaan qira‟ah

sabʻ ah dalam setiap ayat jika menggunakan cara thariqah jama‟,35

yang

ditempatkan susunannya lebih dahulu sebelum penjelasan perbedaan bacaan-

bacaannya itu sendiri. Ini paling tidak yang sangat mencolok yang

membedakannya dengan kitab-kitab qira‟at yang lain.

Kyai Arwani berusaha mengisi ruang kosong yang ditinggalkan para

ilmuwan para praktisi qira‟at dengan menuliskan karyanya tersebut disertai

dan lebih ditekankan pada bagaimana cara membaca Al-Qur‟an

menggunakan qira‟ah sabʻ ah dengan thariqah jama‟. Karena tujuan dari Al-

Qur‟an adalah untuk dibaca, dan pula membaca Al-Qur‟an dengan metode

qira‟ah sabʻ ah dengan thariqah jama‟ mempunyai metodologi sendiri khas

yang tidak mudah. Itulah alasan besar yang bisa ditangkap dari disusunnya

kitab Faidh al-Barakât oleh Kyai Arwani. Yaitu bagaimana cara membaca

Al-Qur‟an dengan metode qira‟ah sabʻ ah dengan thariqah jama‟.36

Dalam pendahuluan kitab tersebut, Kyai Arwani menuturkan bahwa

kitab itu dikarangnya setelah belajar membaca qira‟ah sabʻ ah dengan

panduan kitab Hirz al-Amânî (asy-Syâthibiyyah) kepada Kyai Munawwir.

Beliau menjelaskan bahwa tulisannya tersebut itu sebagai tali pengikat ilmu

dan sebagai buku panduan para pelajar yang ingin mendalami qira‟ah sabʻ ah

dan mengetahui bagaimana cara membacanya.37

Kitab Faidh al-Barakât karya Kyai Arwani ini sangat layak untuk

menjadi bahan kajian. Pemilihan kajian kitab ini sangat jelas, yaitu karena

kitab ini satu-satunya kitab qira‟ah sabʻ ah yang ditelorkan ulama asli

Indonesia secara utuh tiga puluh juz Al-Qur‟an dan mempunyai metodologi

34

Makalah Ahsin Sakho Muhammad, “Qira‟ah sabʻ ah di Indonesia”, Maret 2002. 35

Akan dibahas dalam bab tersendiri di bab 3. 36

Hal demikian, yaitu kegelisahan bahwa tidak adanya buku panduan untuk

pegangan bagi yang ingin mempelajari qira‟at sabʻ ah juga dirasakan oleh Khâlid bin

Muhammad, seorang pengajar al-Qur‟an di Madinah, lalu mengarang kitab al-Minah al-

Ilahiyyah. Lihat Khâlid bin Muhammad, al-Minah al-Ilahiyyah fi Jamʻ al-Qirâ‟ât as-Sabʻ

min Tharîq asy-Syâthibiyyah, (Madinah: Dâr az-Zamân, 1418), jilid I, h. 4. Hal senada juga

terjadi pada Ahsin Sakho ketika mengajar qira‟at pada anak-anak kampus IIQ. Kemudian

dikaranglah Manbaʻ al-Barakât Fî Sabʻ al-Qirâ‟ât. Lihat Ahsin Sakho, Manba‟ al-

Barakât fî Sabʻ al-Qirâ‟ât, (Jakarta: Institut Ilmu al-Qur‟an, 2012), cet. I, h. 1. 37

Muhammad Arwani, Faidh al-Barakât fi Sabʻ al-Qirâ‟ât, (Kudus: Mubarakah

Tayyibah, 2007), cet. II, jilid I, h. 2.

Page 25: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

13

yang berbeda dengan kebanyakan kitab-kitab qira‟at yang lain. Pula kitab

Kyai Arwani ini sangat masyhur di kalangan pesantren dan juga masih

digunakan sebagai buku acuan bagi yang ingin belajar mendalami dan ber-

talaqqî qira‟ah sabʻ ah. Kitab ini dapat juga menjadi rujukan alternatif bagi

siapapun yang berkeinginan untuk bertalaqqî qira‟ah sab‟ah di tengah

kelangkaan kitab panduan untuk mengkajinya dengan mudah dan praktis.

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, kiranya sangat

menarik untuk menjadikan kitab karya Kyai Arwani Amin sebagai bahan

kajian. Penelitian ini diberi judul : Kitab Faidh al-Barakât fî Sabʻ al-Qirâ‟ât

Kyai Arwani Kudus (Analisa Metodologi dan Thariqah Jama‟).

B. Rumusan dan Pembatasan Masalah

Dari paparan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat

dirumuskan beberapa pokok permasalahan yang akan dikaji lebih dalam yang

selanjutnya nanti akan dicari jawabannya, yaitu:

1. Bagaimana metodologi yang digunakan Kyai Arwani dalam

kitab Faidh al-Barakât?

2. Bagaimana metodologi thariqah jama‟ yang dipakai Kyai

Arwani dalam kitab Faidh al-Barakât?

Karena keterbatasan halaman dan sangat banyaknya materi dalam

karya Kyai Arwani ini, peneliti hanya akan meneliti surat Al-Fâtihah dan Al-

Baqarah hanya sampai ayat ke 35 dalam surat Al-Baqarah. Hanya perlu

diketahui bahwa pembatasan ini tidak dipilih secara asal, tapi dengan penuh

pertimbangan bahwa kajian surat Al-Fâtihah dan Al-Baqarah inilah yang

merupakan miniatur dari keseluruhan kitab Faidh al-Barakât, bahkan

merupakan titik sentral untuk dapat memahami dengan baik kitab tersebut.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk memahami tentang macam-macam

qira‟at, terutamanya qira‟ah sabʻ ah, kesejarahan qira‟at. Stressingnya kajian

ini adalah memahami metodologi kitab dan thariqah jama‟ yang digunakan

dalam kitab Faidh al-Barakât.

Karena penelitian tentang qira‟ah sabʻ ah tidak bisa dilepaskan dari

hadis tentang unzila al-qur‟ân „alâ sabʻ ah ahruf, jadi penelitian ini akan

menyentuh, paling tidak dua aspek keilmuan sekaligus, yaitu kajian hadis-

hadis Nabi saw. yang merupakan bagian dari „Ulûm al-Hadîts dan tentang

Ilmu Qira‟at sebagai bagian dari „Ulûm al-Qur‟ân.

Penelitian juga diharapkan menambah khazanah keilmuan Islam pada

umumnya, dan khususnya kajian tentang Ilmu Qira‟at sebagai bagian dari

„Ulûm al-Qur‟an. Bagi Penulis khususnya dan Mahasiswa Pasca Sarjana

Page 26: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

14

Institut Ilmu Al-Qur‟an Jakarta, hasil penelitian ini diharapkan dapat

membantu memberikan input yang baik. Bagi lembaga Pesantren Tahfidz dan

Qira‟at, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi mereka

untuk lebih dalam mengkaji seputar Al-Qur‟an dan Ilmu Qira‟at.

D. Kajian Kepustakaan

Sejauh yang peneliti pahami, bahwa kitab Faidh al-Barakât ini belum

banyak yang mengkaji secara ilmiyyah tentang metodologi penulisannya.

Yang bisa penulis temukan adalah skripsi UIN Sunan Kalijaga 2003 berjudul

“Kitab Faid al-Barakât Fi Sabʻ al-Qira‟at” oleh Ahmad Zaki Ali. Skripsi

ini lebih memprotet kenapa kitab ini banyak digunakan di Pesantren Tahfidz

al-Qur‟an di Nusantara. Metodologi, sitematika kitab Faidh al-Barakât juga

dikaji, tapi hanya sepintas dan kurang mendalam. Ada lagi kajian tesis di

UNSIQ Wonosobo tahun 2011 berjudul “Metodologi Pembelajaran Qira‟at

Sab‟ah (Studi Komperatif di Pesantren Yanbu‟ul Qur‟an Kudus dan Dar al-

Qur‟an)”. Tesis ini juga menyentuh kitab Faidh al-Barakât yang kita kaji ini,

karena penelitiannya di Pesantren Yanbuʻ ul Qur‟an Kudus yang

menggunakan kitab tersebut. Hanya saja tesis ini tidak sampai meneliti dan

membahas metodologi kitab Faidh al-Barakât dan thariqah jama‟.

Untuk mengkaji kitab ini, penulis akan membandingkan dan

menela‟ah kitab-kitab tentang Ilmu Qira‟at yang telah dikarang oleh para

ulama sebelumnya. Terutama kitab Matan asy-Syâthibiyyah38

karya Imam

asy-Syâthibî dan kitab-kitab syarahnya39

, kitab Ibnu Mujâhid40

, Ibnu al-

38

Nama kitab asalinya adalah Matn Hirz al-Amânî wa Wajh at-Tahânî. Kitab ini

adalah karya bersyair yang memuat 1173 bait dan lebih masyhur dengan sebutan Nadzam

asy-Syâthibiyyah. Lihat lebih lanjut dalam bab 3. 39

Banyak sekali kitab syarah asy-Syâthibiyyah yang dikarang oleh ulama yang ahli

di bidang ilmu qira‟at, di antaranya Burhân ad-Dîn Ibrâhîm bin „Umar al-Ja‟barî, Syamsy ad-

Dîn al-Kuranî, Syamsy ad-Dîn al-Fanari, „Alam ad-Dîn „Alî bin Muhammad as-Sakhâwî al-

Mishrî, Abû Syâmah „Abd ar-Rahman bin Ismâʻ îl an-Nahwî, Abû „Abdillah Muhammad

bin Ahmad atau Syu‟lah al-Maushilî, „Ala‟ ad-Dîn „Alî bin „Utsmân atau lebih dikenal

dengan Ibnu al-Qâshih al-Baghdâdî, Abû „Abdillah Muhammad bin al-Hasan bin

Muhammad al-Fâsî, „Imâd ad-Dîn „Alî bin Ya‟qûb al-Maushilî, Jamâl ad-Dîn bin „Alî al-

Hishnî, Abû al-„Abbâs Ahmad bin Muhammad al-Qasthalânî al-Mishrî, Abû al-„Abbâs

Ahmad bin „Alî al-Maushilî, Taqî ad-Dîn „Abd ar-Rahman bin Ahmad al-Wâsithî, Taqî ad-

Dîn Ya‟qûb bin Badrân al-Juraidî, Syihâb ad-Dîn Ahmad bin Yûsuf as-Sâmin al-Halabî,

Syihâb ad-Dîn Ahmad bin Muhammad bin Jabarah al-Maqdisî, Syamsy ad-Dîn Muhammad

bin Ahmad al-Andalusî, Muhib ad-Dîn Muhammad bin Mahmûd an-Najâr al-Baghdâdî, Abû

Bakar bin Aidagdî atau lebih dikenal dengan Ibnu al-Jundî, Abû Qâsim „Ibâdullah bin „Abd

ar-Rahman al-Bârizî, Yûsuf bin Abû Bakar atau dikenal dengan nama Ibnu al-Khâtib, „Alam

ad-Dîn Qâsim bin Ahmad al-Lurgî, Badr ad-Dîn atau dikenal dengan nama Ibnu Ummi

Page 27: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

15

Jazarî41

, Abû„Amr ad-Dânî42

dan kitab-kitab dari ulama lain yang disusun

berkenaan dengan Ilmu Qira‟at.

Disamping kitab-kitab karya ulama di atas, penulis juga

menggunakan buku karya para ulama Indonesia yang mengkaji tentang

qira‟at, terutama sekali karya-karya tentang Ilmu Qira‟at dari Institut Ilmu

Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta maupun Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur‟an (PTIQ)

Jakarta sebagai basis pakar Ilmu Al-Qur‟an dan Ilmu Qira‟at di Nusantara.

Terutama sekali penulis akan mengkaji, mengamati, memahami

secara seksama dan komprehensif kitab Faidh al-Barakât yang menjadi

bahan kajian ini sendiri. Ini agar supaya penelitian menjadi berbobot,

mendalam dan dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, tidak hanya menjadi

kajian yang asal jadi dan dangkal.

E. Metodologi Penelitian

Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan

kebenaran atau lebih membenarkan kebenaran secara keilmuan. Menurut

Guba dan Lincoln seperti dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat, mengatakan

bahwa penelitian terbagi atas beberapa paradigma dan setiap paradigma

mempunyai teknik-teknik inti, pokok dan jenis kebenaran yang

diperolehnya.43

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan studi pustaka (library

research), yaitu penelitian yang dilakukan melalui bahan-bahan pustaka atau

literatur-literatur kepustakaan sebagai sumber tertulis, dengan teknik

pengumpulan data mengadakan penelaahan terhadap referensi-referensi yang

relevan dan berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti.44

Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah dengan

deskriptif-analitis. Metode deskripsi di sini digunakan untuk mengurai serta

menjelaskan maksud dari kitab Faidh al-Barakât secara tepat dan apa

adanya. Sedangkan metode analisis digunakan untuk memberikan komentar

dan mendapatkan kesimpulan terhadap penjelasan dari kitab tersebut.

Qâsim al-Murâdî, Abû „Abdillah al-Magribî an-Nahwî, Sayyid „Abdullah bin Muhammad al-

Husainî, Jalâl ad-Dîn „Abd ar-Rahman bin Abû Bakar as-Sayûthî, Nûr ad-Dîn „Alî bin

Sulthân al-Qârî, Muntajab ad-Dîn al-Hamdânî, Syihâb ad-Dîn Ahmad bin „Abd al-Wahhâb

as-Sambatî dan „Alî bin Muhammad adh-Dhabbâ‟. Lihat DR. H. Ahmad Fathoni, Kaidah

Qira‟at Tujuh, (Jakarta : ISIQ, 1992), h. 20. 40

As-Sabʻ ah fî al-Qirâ‟ât. 41

Tayyibah al-Nasyr fî al-Qirâ‟ât al-„Asyr dan lain-lain. 42

Terutama kitab At-Taisîr fî al-Qirâ‟ât as-Sabʻ . 43

Jalaluddin Rakhmat, Metodologi penelitian Agama, sebuah pengantar penyunting

Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989), h. 91-96. 44

Suharsini Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineke Cipta, 1990), h. 81-

84.

Page 28: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

16

Agar supaya mendapatkan kesimpulan-kesimpulan dari soalan-soalan

pokok permasalahan yang ditawarkan, maka penelitian ini juga dikaji dengan

menggunakan metode sebagai berikut :

1. Pengumpulan data

Untuk pengumpulan data, penulis menggunakan teknik melihat

langsung ke kitab-kitab yang menjelaskan tentang qira‟at yang dapat diakses,

seperti kitab-kitab yang disebutkan dalam latar belakang di atas. Misalnya

karya Ibnu Mujâhid, Abû „Amr ad-Dânî, Ibnu al-Jazarî dan lain sebagainya

yang penulis jadikan sebagai data skunder. Sedangkan data primernya adalah

kitab Faidh al-Barakât itu sendiri.

Khusus rujukan hadis-hadis yang ada, utamanya tentang hadis

sabʻ ah ahruf yang tidak bisa dilepaskan dari kajian ini, penulis akan

merujuk langsung ke kitab aslinya masing-masing. Misalnya dengan

langsung merujuk ke kitab Shahih al-Bukhâri atau Shahih Muslim dan kitab-

kitab babon rujukan asli hadis (al-mashâdir al-ashliyyah) lainnya. Tapi

dimungkinkan juga bahwa penulis akan merujuk lebih dahulu ke kitab-kitab

indeks hadis, seperti kitab Muʻ jam Mufahras, Muhammad al-Saʻ îd bin

Baisûni Zaghlûl, Mausûʻ ah Athrâf al-Hadîts al-Syarîf dan kitab-kitab indeks

hadis yang lainnya sebagai jembatan dalam menemukan hadis-hadis itu jika

memang diperlukan.

2. Wawancara

Teknik wawancara ini hanya akan penulis lakukan jika memang

diperlukan. Misalnya saja dalam mengisi tentang biografi Kyai Arwani dan

tentang seputar kitab Faidh al-Barakât. Jika diperlukan Juga untuk mengisi

tambahan sejarah Ilmu Qira‟at dan perkembangan Ilmu Qira‟at di Nusantara,

penulis juga akan mewawancarai ahli-ahli qira‟at di Institut Ilmu Al-Qur‟an

(IIQ) Jakarta maupun Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur‟an (PTIQ) yang

merupakan basis para pakar Ilmu Qira‟at.

F. Teknik Penulisan

Teknik penulisan tesis ini dengan menggunakan buku Pedoman

Penulisan Skripsi, Tesis dan Desertasi Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta,

cetakan II tahun 2011. Dalam system transliterasi, penulis juga menggunakan

buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Desertasi IIQ ini juga.

Pada umumnya pada terjemahan Al-Qur‟an, penulis menggunakan

Al-Qur‟an dan terjamahan yang disusun departemen agama RI. Untuk

sumber yang berbahasa Arab, hadis, pendapat ulama, dan penukilan-

penukilan yang lain, penulis mengerjakannya secara mandiri, kecuali kalau

sudah terdapat terjemahan, penulis merujuknya sebagai bahan perbandingan.

G. Sistematika Penulisan

Page 29: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

17

Untuk memudahkan pembahasan dalam penelitian, maka kajian ini

dibagi atas lima bab, masing-masing bab terdiri dari sub-sub bab yang

tersusun seperti berikut:

Bab pertama pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, rumusan

dan pembatasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kajian

kepustakaan, metodologi penelitian, teknik penulisan dan sistematika

penulisan.

Bab kedua biografi Kyai Arwani Amin, meliputi riwayat hidupnya,

aktifitas keilmuan, guru-guru dan murid-muridnya, perjuangan dan

membangun pesantren, karya- karyanya, sanad Al-Qur‟an, sanad qira‟ah

sab‟ah dan thariqoh, dan ditutup dengan pengenalan dari kitab Faidh al-

Barakât dari kepengarangannya, juga sistematika dan isinya.

Bab ketiga ontologi dan aspek kesejarahan qira‟at, meliputi definisi

qira‟ah, sejarah dan perkembangan qira‟ah, turunnya Al-Qur‟an dengan

sabʻ ah Ahruf, faedah dan hikmah dari qira‟at Al-Qur‟an, macam-macam

bacaan dalam qira‟ah sab‟ah, yang meliputi kaidah ushûliyyah dan farsy al-

hurûf, dan diakhiri dengan sejarah thariqah jama‟.

Bab keempat merupakan inti dari kajian ini, yang meliputi

penjelasan serta Analisa metodologi kitab Faidh al-Barakât dan thariqah

jama‟nya.

Bab kelima adalah penutup, yang meliputi kesimpulan-kesimpulan

dari penelitian ini dan saran-saran yang dianggap layak. Paling akhir adalah

lampiran-lampiran.

Page 30: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

174

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan penelaahan terhadap kitab Faidh al-Barakât

secara seksama, dapat diketahui metodologi dan metode jama’ atau thariqah

jama’ yang digunakan dalam kitab karya Kyai Arwani sebagai jawaban dari

soalan yang telah disebutkan dalam perumusan masalah. Walaupun yang

penulis telaah dan teliti hanya beberapa halaman awal saja, apa yang menjadi

tujuan dari penelitian ini sudah dapat kita tangkap dan dapat formulasikan

secara sederhana.

Dalam kitab Kyai Arwani ada beberapa temuan-temuan dari kajian ini

yang dapat kita sebutkan merupakan bagian dari karakteristik metodologi

kitab Faidh al-Barakât dan metode thariqah jama’nya.

Metodologi kitab Faidh al-Barakât dan metode thariqah jama’nya

adalah seperti berikut:

1. Menuliskan ayat-ayat al-Qur’an secara lengkap jika termasuk

ayat-ayat pendek. Sedangkan untuk ayat-ayat panjang, Kyai

Arwani hanya menuliskan sedikit, dengan tidak lengkap dan

selanjutnya ditulis dengan al-âyah.

2. Dalam mendiskripsikan penjelasan setiap ayat Kyai Arwani

dengan membaginya tiga bagian yaitu; pertama dengan

mendahulukan cara membaca jama’ qira’at dalam satu ayat,

bagaimana urut-uratan bacaannya dari para imam qira’ah sab’ah.

Kedua adalah bagian penjelasan tentang kaidah-kaidah ushûliyyah

dan farsy al-hurûf. Dan ketiga adalah penjelasan lafad-lafad yang

sudah mafhum atau maklum diketahui, karena sudah dijelaskan

sebelumnya.

3. Kaidah-kaidah ushûliyyah dalam qira’at disebutkan Kyai Arwani

hanya sekali saja, yakni di ayat yang paling dahulu dari urutan

mushhaf. Di ayat-ayat selanjutnya yang mempunyai kaidah yang

sama dengan yang telah dijelaskan, maka akan disebutkan bahwa

itu sudah maklum. Kecuali jika memang diperlukan penjelasan

lebih lanjut atau tambahan catatan dari kaidah tersebut, maka akan

ditambah penjelasan.

4. Selalu menyebutkan kaidah-kaidah farsy al-hurûf dalam setiap

ayat-ayat yang terdapat kaidah-kaidah farsy al-hurûf.

5. Sedangkan metode dan susunan thariqah jama’nya adalah seperti

berikut:

a. Dalam metode jama’nya Kyai Arwani mendahulukan bacaan

Qâlûn yang merupakan perawi urutan pertama dari Nâfiʻ. Kemudian dilanjutkan dengan bacaan imam-imam atau rawi-

Page 31: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

175

rawi yang lain yang paling sedikit perbedaannya dengan

Qâlûn. Tentunya perbedaan ini dilihat dari lafad paling

belakang dari satu ayat lebih dahulu, begitu seterusnya.

b. Sangat jarang menyebutkan semua bacaan para imam atau

perawi qira’ah sab’ah. Kyai Arwani hanya akan menyebutkan

diantara mereka saja dengan catatan bahwa yang disebutkan

sudah bisa mewakili bacaan yang tidak disebutkan. Dalam hal

ini Qâlûn pasti akan disebut karena merupakan perawi

pertama.

c. Dalam melakukan jama’ qira’at dengan menggunakan metode

jama’ per-ayat dalam al-Qur’an, bukan per-waqaf atau per-

huruf. Juga menggunakan jama’ dengan tanâsub (persesuaian)

dengan mendahulukan bacaan pendek lalu panjang,

mendahulukan fath, lalu taqlîl kemudian imâlah, dan memulai

dari bacaan pendek, tawassuth, lalu bacaan panjang dalam bab

mad dan qashr.

B. Saran-saran

Demikian hasil dari penelitian penulis. Kiranya masih banyak

kekurangan yang masih perlu dikaji kembali. Betapapun begitu Penulis

merasa berbangga dan bersyukur dapat merampungkan tulisan ini. Di akhir

tulisan ini, Penulis memberikan beberapa saran yang mungkin layak menjadi

bahan renungan bersama, terutama bagi praktisi dan penggiat Ilmu Qira’at:

1. Perlu banyak terobosan yang inovatif dalam mempopulerkan dan

mangajarkan Ilmu Qira’at agar lebih menarik bagi banyak pihak,

agar ilmu ini tidak termarginalkan dan bisa sejajar dan eksis

sebanding dengan disiplin ilmu-ilmu yang lain.

2. Perlunya sosialisasi karya-karya tulis dalam disiplin Ilmu Qiraat,

terutama karya dari para ahli di Negeri Indonesia ini, misalnya

seperti karya Kyai Arwani ini.

3. Selanjutnya karya-karya tersebut dapat dikaji agar lebih

meramaikan khasanah keilmuwan dan karya tersebut dapat

dinikmati, dikaji dan dapat bermanfaat bagi banyak orang.

4. Berkenaan dengan kitab Kyai Arwani, bagi yang belum

mengetahui qira’ah sab’ah secara baik dalam kaidah-kaidah

ushûliyyah atau farsy al-hurûf-nya, akan menjadi kesulitan. Untuk

itu selayaknya dapat mengenal lebih dahulu kaidah-kaidah

ushûliyyah dan farsy al-hurûf dalam Ilmu Qira’at.

Page 32: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

BIBLIOGRAFI

Abû Dâwud, Sulaimân bin al-Asy‟ats, Sunan Abî Dâwud, Beirût: Dâr al-Fikr,

2003

Abû Ghuddah, „Abd al-Fattâh, Tahqîq Ismai as-Shahîhain wa Ismi Jâmiʻ

at-Tirmidzî, Aleppo: Maktab al-Mathbûʻ ât al-Islamiyyah, 1993, cet. I

Abû Hayyân al-Andalusî, Muhammad bin Yûsuf, al-Bahr al-Muhîth, Beirût:

Dâr al-Fikr, 1420

Abû Nuʻ aim, Ahmad bin „Abdillah, Târîkh Ashbihân, Beirût: Dâr al-Kutub

al-„Ilmiyyah, 1990, cet. I

Abû Syuhbah, Muhammad bin Muhammad, al-Madkhal li Dirâsati al-

Qur‟ân al-Karîm, Beirût: Dâr al-Jail, 1992

---------------------, al-Madkhal li Dirâsah al-Qur‟ân al-Karîm, Riyâd: Dâr al-

Liwâ‟, 1987

Abû Syâmah, „Abd ar-Rahman bin Ismâ‟îl, al-Mursyid al-Wajîz ilâ „Ulûm

Tataʻ allaq bi al-Kitâb al-„Azîz, Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah,

2003, cet. I

---------------------, Ibrâz al-Maʻ ânî min Hirz al-Amânî, Beirût: Dâr al-Kutub

al-„Ilmiyyah, T.Th

Afandî Zâdah, Musykilât asy-Syathibî, tesis: Muhsin al-Khâlidî, Palestina:

Universitas an-Najâh al-Wathaniyyah, 2010

Ahmad bin Fâris, Mu‟jam Maqâyîs al-Lughah, Beirût: Dâr al-Fikr, 1979

Anîs, Ibrâhîm, Fî al-Lahjât al-„Arabiyyah, Kairo: Abnâ‟ Wahbah Hassân,

2003

Anwar, Rosehan, Laporan Penelitian dan Penulisan Biografi K.H.M. Arwani

Amin di Propinsi Jawa Tengah, Proyek Penelitian Keagamaan

Departemen Agama 1986/1987

al-Alûsî, Mahmûd bin „Abdillah, Rûh al-Maʻ ânî fî Tafsîr al-Qur‟ân wa as-

Sabʻ al-Matsânî, Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1415, cet. I

Page 33: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

al-Asywah, Shabarî, Iʻ jaz al-Qirâ‟ât al-Qur‟âniah: Dirâsât fî Târikh

Qirâ‟ât wa at-Tijâhât al-Qurrâ‟ , Mesir: Maktabah Wahbah, 1998

Asyraf Muhammad Fu‟ad, Safîr al-„Âlamîn fî Îdhâh wa Tahrîr wa Tahbîr

Samîr ath-Thâlibîn, Mesir: Maktabah al-Imâm al-Bukhârî, 2006, cet.

II

Arikunto, Suharsini, Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineke Cipta, 1990

Arwani, Muhammad, Faidh al-Barakât fî Sabʻ al-Qirâ‟ât, Kudus:

Mubarakah Tayyibah, 2007, cet. II

al-A‟zami, M.M., The History of The Qur‟anic Text, From Revelation to

Compilation, penterjemah: Sohirin Solihin, Anis Malik Thaha Dkk,

Jakarta: Gema Insani, 2005, cet. I

„Abd al-Bâqî, Muhammad Fu‟âd, al-Lu‟lu‟ wa al-Marjân fî ma Ittafaqa

„Alaih asy-Syaikhân, Kairo: Dâr al-Hadîts,, 1986, Jilid I

„Abd al-Wahhâb bin Wahbân Ahâsin al-Akhbâr fî Mahâsin as-Sabʻ ah al-

Akhyâr, Beirût: Dâr Ibnu Hazm, 2004, cet. I

„Abd al-„Azîz Sulaimân Ibrâhîm, Mabâhits fî „Ilmi al-Qirâ‟ât, Riyad: Dâr

Kunûz Isbîliyâ, 2011, cet. I

„Âsyûr, Amânî binti Muhammad, al-Ushûl an-Nayyirât fî al-Qirâ‟ât, Madâr

al-Wathan li an-Nasyr, 2011, cet. III

„Athiyyah, Shâlih Muhammad Shâlih, Rasm al-Mushhaf Ihshâ‟ wa Dirâsah,

Tharâbuls: Jam‟iyyah ad-Da‟wah al-Islâmiyyah al-„Âlamiyyah, 1426,

cet. I

Baidhûn, Muhammad „Alî, Muqaddimah Syarh Thaiyyibah an-Nasyr fi al-

Qira‟ât al-„Asyr, Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2003, cet. I, Jilid

I

al-Bannâ, Ahmad bin Muhammad, Ithâf Fudhalâ‟ al-Basyar bi al-Qirâ‟ât al-

Arbaʻ ah al-„Asyr, Beirût: „Alam al-Kutub, 1987, cet. I

al-Bukhârî, Muhammad bin „Ismâʻ îl, Shahîh al-Bukhârî, Dâr Thûq an-Najât,

1422, cet. I

Page 34: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

Bruinessen, Martin Van Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung:

Mizan, 1992, cet. 1

Carrey, Peter, Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan

Lama di Jawa 1785-1855, Jakarta: Gramedia

ad-Dailamî, Syiruyah bin Syahardâr, al-Firdaus bi Ma‟tsûr al-Khitâb, Beirût:

Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1986, cet. I

adh-Dhabbâʻ , „Alî Muhammad, Irsyâd al-Murîd ilâ Maqshûd al-Qashîd fî

al-Qirâ‟ât as-Sabʻ , Thanthâ: Dâr ash-Shahâbah, T.Th

---------------------, Muqaddimah an-Nasyr fî al-Qira‟ât al-„Asyr, Beirût: Dâr

al-Kutub al-„Ilmiyyah, T.Th

---------------------, Taqrîb an-Nafʻ fi al-Qirâ‟ât as-Sabʻ , Mesir: Musthafâ

al-Bâbî al-Halabî, T.Th

---------------------, Samîr ath-Thâlibîn fî Rasm wa Dhabt al-Kitâb al-Mubîn,

Kairo: Maktabah al-Azhariyyah li at-Turâts, 1999, cet. I

---------------------, Mukhtashar Bulûgh al-Umniyyah, Thanthâ: Dâr ash-

Shahâbah, 2004, cet. I

---------------------, al-Idhâatu Bayâni Ushûl al-Qirâ‟ât, Mesir: Maktabah al-

Azhariyyah li at-Turâts, 1999, cet. I

ad-Dausarî, Ibrâhîm bin Sa‟îd, Muʻ jam al-Mushthalahât fî „Ilmaî at-Tajwîd

wa al-Qirâ‟ât, Saudi: Universitas King Saʻ ud, 2004

ad-Dânî, „Utsmân bin Saʻ îd, al-Muqniʻ fî Rasm Mashâhif al-Amshâr,

Kairo: Maktabah al-Kulliyyât al-Azhariyyah, T.Th

---------------------, al-Fath wa al-Imâlah, tahqiq: „Umar bin Gharâmah Tp:

T.Th

---------------------, at-Taisîr fî al-Qirâ‟ât as-Sabʻ , Beirût: Dâr al-Kitâb al-

„Arabî, 1984

---------------------, Jâmi‟ al-Bayân fî al-Qirâ‟ât as-Sabʻ al-Masyhûrah,

Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2005, cet. I

Page 35: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

adz-Dzahabî, Muhammad bin Ahmad, Siyar Aʻ lâm an-Nubalâ‟, Kairo: Dâr

al-Hadîts, 2006

---------------------, Maʻ rifat al-Qurrâ‟ al-Kibar, Beirût: Dâr al-Kutub al-

„Ilmiyyah, 1997

---------------------, Târîkh al-Islâm wa Wafayât al-Masyâhîr wa al-Aʻ lâm,

Dâr al-Gharbî al-Islâmî, 2003, cet. I

Dosen Tafsir Hadis Fakultas Usulhuddin UIN Sunan kalijaga, Studi Kitab

Hadis, Yogyakarta: Teras, 2003, cet I

al-Farmâwî, „Abd al-Hayy, Rasm al-Mushhaf Baina al-Muayyidîn wa al-

Muʻ ârdhîn, Kairo: Maktabah Hassân, 1977, cet. I

Fahd „Abd ar-Rahman, Muqaddimât fî „Ilm al-Qirâ‟ât, T.Th.

Fathoni, Ahmad, Kaidah Qira‟at Tujuh, Jakarta: ISIQ, 1992

---------------------, Ragam Qiraat al-Qur‟an, Jurnal Suhuf, 2009

---------------------,“Studi Komparasi Bacaan Riwayat Qolun dan Riwayat

Hafs”. Jurnal Suhuf. Vol. 5 no 1 2012. Academia.edu.

---------------------, Kaidah Qiraat Tujuh, Jakarta: PTIQ, IIQ dan Darul Ulum

Press, 2005, cet. I

al-Faruqi, Isma‟il R. dan Lois Lamya al-Faruqi, Atlas Budaya Islam,

penerjemah Ilyas Hasan, Bandung: Mizan, 2001, cet. III

al-Hamawî, Yâqût, Muʻ jam al-Udabâ‟, Beirût: Dâr al-Gharb al-Islâmî,

1993, cet. I

al-Hamawî, Ahmad bin „Umar, al-Qawâʻ id wa al-Isyârât fî Ushûl al-

Qirâ‟ât, Damaskus: Dâr al-Qalam, 1986, cet. I

Hatta, Ahmad, dkk, The Great Story of Mohammad saw, Jakarta: Maghfirah,

2011, cet. I

Qâbah, „Abd al-Halîm bin Muhammad al-Hâdî, al-Qirâ‟ât al-Qur‟âniyyah

Târîkhuhâ Tsubûtuhâ Hujjiyatuhâ wa Ahkâmuhâ, Beirût: Dâr al-

Gharbi al-Islâmî, 1999, cet. I

Page 36: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

Hamîtû, „Abd al-Hâdî, Muʻ jam Syuyûkh al-Hâfidz Abî „Amr ad-Dânî Imâm

al-Qurrâ‟ bi al-Maghrib wa al-Andalus, Maroko: Mathbaʻ ah al-

Wafâ, 2000

---------------------, Muʻ jam Muallafât al-Hâfidz Abî „Amr ad-Dânî, Riyad:

Maktab al-Malik Fahd, 2010

---------------------, al-Imâm Abû al-Qâsim asy-Syâthibî Dirâsah „an

Qashîdatihi Hirz al-Amânî fî al-Qirâ‟ât, Riyad: Dâr Adhwâ‟ as-Salaf,

2005, cet. I

al-Husaini, H.M.H. al-Hamid, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad

SAW, Bandung: Pustaka Hidayah, 2009, cet. XIII

Ibnu Farhûn, Ibrâhîm bin „Alî, ad-Dîbâj al-Madzhab fî Maʻ rifat Aʻ yâni

„Ulamâ‟ al-Madzhab, Kairo: Dâr at-Turâts, T.Th

Ibnu Hajar al-„Asqalânî, Ahmad bin „Alî, al-Ishâbah fî Tamyîz al-Shahâbah,

Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1415, cet. I, Jilid VI

---------------------, Bulûgh al-Marâm, Dâr ihyâ; al-Kutub al-„Arabiyyah, T.Th

---------------------, Hadyu as-Sârî, Beirût: Dâr al-Fikr, 2000, cet. I

---------------------, Fath al-Bârî, al-Azhar: Dâr al-Bayân, 2007

Ibnu al-Bâdisy, Ahmad bin „Âlî, al-Anshârî, Kitâb al-Iqnâʻ fî Qirâ‟ât as-

Sabʻ , Damaskus: Dâr al-Fikr, 1403, cet. I

Ibnu Ghalbûn, Thâhir bin „Abd al-Munʻ im, at-Tadzkirah fî al-Qirâ‟ât ats-

Tsamân, Jeddah: Silsilah Ushûl an-Nasyr, 1991, cet. I

Ibnu ash-Shâbûni, Muhammad bin „Alî, Takmilah Ikmâl al-Ikmâl fi al-Ansâb

wa al-Asmâ‟ wa al-Alqâb, Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, T.Th

Ibnu Khallikân, Ahmad bin Muhammad, Wafayât al-A‟yân, Beirût: Dâr

Shâdir, 1971, cet. I

Ibnu Shalâh, „Utsmân bin „Abd ar-Rahman, Thabaqât al-Fuqahâ‟ asy-

Syâfiʻ iyyah, Beirût: Dâr al-Basyâir al-Islâmiyyah, 1992, cet. II

Page 37: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

---------------------, Muqaddimah Ibnu Shalâh, Beirût: Dâr al-Kutub al-

„Ilmiyyah, 2006, cet. II

Ibnu al-Jauzî, „Abd ar-Rahman bin „Alî, al-Maudhûʻ ât, Madinah: Maktabah

as-Salafiyyah, 1966, cet. I

Ibnu al-Jazarî, Muhammad bin Muhammad, Munjid al-Muqriîn wa Mursyîd

ath-Thâlibin, tahqiq: „Alî bin Muhammad al-„Imrân, Tp. T.Th

---------------------, Ghâyah an-Nihâyah fî Thabaqât al-Qurrâ‟, Beirût: Dâr al-

Kutub al-„Ilmiyyah, 2006, cet. I

---------------------, an-Nasyr fî al-Qirâ‟ât al-„Asyr, Beirût: Dâr al-Kutub al-

„Ilmiyyah, T.Th

---------------------, Thayyibah an-Nasyr fî al-Qirâ‟ât al-ʻ Asyr, Jeddah: Dâr

al-Hudâ, 1994

---------------------, Syarh Thayyibah an-Nasyr, Beirût: Dâr al-Kutub al-

„Ilmiyyah, 2000, cet. II

Ibnu Mandzûr, Muhammad bin Mukarram, Lisân al-„Arab, Beirût: Dâr

Shâdir, 1414, cet. III

Ibnu al-Qâshih, „Alî bin„Utsmân, Sirâj al-Qârî al-Mubtadî wa Tidzkâr al-

Muqri‟ al-Muntahî, Mesir: Mushthafâ al-Bâbî al-Halabî, 1954, cet. III

Ibnu as-Sallâr, „Abd al-Wahhâb bin Yûsuf, Thabaqât al-Qurrâ‟ as-Sabʻ ah,

Beirût: al-Maktabah al-„Ashriyyah, 2003, cet. I

Ibnu at-Thahhân as-Sumâtî, Mursyid al-Qârî‟ ilâ Tahqîq Maʻ âlim al-

Maqâri‟, Kairo: Maktabah at-Tâbiʻ în, 2007, cet. I

Ibnu Ballîmah, al-Hasan bin Khalaf, Talkhîsh al-„Ibârât bi Lathîf al-Isyârât fî

al-Qirâ‟ât as-Sabʻ , Beirût: Muassasah „Ulûm al-Qur‟ân, 1988, cet. I

Ibnu Zanjalah, „Abd ar-Rahman bin Muhammad, Hujjah al-Qirâ‟ât, Beirût:

Muassasah ar-Risâlah, 1997, cet. V

Page 38: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

Ibnu Ajurrûm, Muhammad bin Muhammad bin Dâwud ash-Shanhâjî, Farâid

al-Maʻ ânî fî Syarh Hirz al-Amânî, Ummul Qura: Desertasi tahqîq wa

ad-Dirâsah „Abd ar-Rahîm Nabulsi, 1997

Ismâʻ îl, Muhammad Bakr, Dirâsât fî „Ulûm al-Qur‟ân al-Karîm, Dâr al-

Manâr, 1999, cet. II

al-„Irâqî, „Abd ar-Rahîm bin al-Husain, Fath al-Mughîts Syarh Alfiyyah al-

Hadîts, Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2001

„Itr, Hasan Dhiyâ‟ ad-Dîn, al-Ahruf as-Sabʻ ah wa Manzilah al-Qirâ‟ât

minhâ, Beirût: Dâr al-Basyâir al-Islâmiyyah, 1988, cet. I

al-Juhanî, Muhammad bin Yûsuf, al-Badîʻ fî Rasm Mashâhif „Utsmân,

Riyad: Dâr Isybiliyâ, 1998, cet. I

Junaidi, Wawan, Sejarah Qira‟at al-Qur‟an, Jakarta: Pustaka STAINU,

2008, cet. II

Khâlid bin Muhammad, al-Minah al-Ilahiyyah fi Jamʻ al-Qirâ‟ât as-Sabʻ

min Tharîq asy-Syâthibiyyah, Madinah: Dâr az-Zamân, 1418

Karîm, Muhammad Riyâdh, al-Muqtadhab fî Lahajât al-„Arab, Tp. T.Th.

al-Kautsarî, Muhammad Zâhid, Maqâlât al-Kautsarî, Kairo: Maktabah at-

Taufîqiyyah, T.Th

al-Khatîb, „Ajjâj, Ushûl al-Hadîts „Ulumuhu wa Mushthalahuhu, Beirût: Dâr

al-Fikr, 1989

al-Khûlî, Muhammad „Abd al-„Azîz, Târîkh Funûn al-Hadîts, Jakarta:

Dinamika Barakah Utama, T.Th

Lombard, Denys, Seputar Makam Kiyai Telingsing-Ziarah dan Wali Di

Dunia Islam, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007, cet. I

Mâlik bin Anas, Muwaththâ‟ dalam Syarh az-Zurqânî, Kairo: Dâr al-Hadîts,

2011

al-Mâlikî, „Alwî bin „Abbâs dan Hasan Sulaimân al-Nûrî, Ibânah al-Ahkâm,

Tp: T.Th, Jilid I

Page 39: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

Ma‟luf, Luis, al-Munjid fi al-Lughah wa al-Aʻ lam, Beirût: Dâr al-Masyriq,

2002

Mas'ud, Abdurrahman, Dari Haramain ke Nusantara, Jejak Intelektual

Arsitek Pesantren, Jakarta: kencana, 2006

Mastuki HS dan M Ishom El-saha, Intelektualisme Pesantren, Jakarta: Diva

Pustaka, 2004, cet. II

al-Maʻ sharâwî, Ahmad „Îsâ, asy-Syâmil fî Qirâ‟ât al-Aimmah al-ʻ Asyr al-

Kawâmil min Tharîq asy-Syâthibiyyah wa ad-Durrah, Kairo: Dâr al-

Imâm asy-Syâthibî, T.Th

al-Mas‟ûl, „Abd al-„Alî, al-Îdhâh fî „Ilmi al-Qirâ‟ât, Ordon: „Âlam al-Kutub

al-Hadîts, 2008, cet. I

---------------------, Muʻ jam Mushthalahât „Ilm al-Qirâ‟ât al-Qur‟âniyyah,

Kairo: Dâr as-Salâm, 2007, cet. I

al-Mazrûʻ î, Yâsir Ibrâhîm, Audhah ad-Dilâlât fî Asânid al-Qirâ‟ât,

Kementrian Waqaf: Silsilah Muallafât „Ulamâ‟ al-Qur‟an wa al-

Qirâ‟ât, 2009, cet. I

Muhaisin, Muhammad Sâlim, al-Qirâ‟ât wa Atsaruhâ fî „Ulûm al-al-

„Arabiyyah, Kairo: Maktabah al-Kulliyat al-Azhariyyah, 1984, cet. I,

Jilid I

---------------------, al-Muqtabis min al-Lahajât al-„Arabiyyah wa al-

Qur‟âniyyah, Iskandariya: Muassasah Syabâb al-Jâmiʻ ah, 1986

---------------------, Muʻ jam Huffâzh al-Qur‟ân „Abbar at-Târîkh, Beirût: Dâr

al-Jail, 1992, cet. I

---------------------, al-Irsyâdât al-Jaliyyah fî al-Qirâ‟ât as-Sabʻ min Tharîq

asy-Syâthibiyyah, Kairo: Dâr Muhaisin, 2005, cet. I

---------------------, al-Hâdî Syarh Thayyibah an-Nasyr, Beirut: Dâr al-Jail,

1997, cet. I

---------------------, al-Qaul as-Sadîd fî ad-Difâʻ „an Qirâ‟ât al-Qur‟ân al-

Majîd, Kairo: Dâr Muhaisin, 2002, cet. I

Page 40: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

---------------------, al-Muhadzdzab fî al-Qirâ‟ât al-„Asyr wa Taujîhihâ min

Tharîq Thayyibah an-Nasyr, Kairo: Maktabah al-Azhar li at-Turâts,

1997

Muslim bin al-Hajjaj, Shahîh Muslim, Beirut: Dâr Ihyâ‟ at-Turâts al-„Arabi,

T.Th, Jilid I

Muflih dkk, Muhammad Ahmad, Muqaddimât fî „Ilm al-Qirâ‟ât, Oman: Dâr

„Ammâr, 2001

Mustofa, Papers Jurnal Suhuf. Academia. edu, “Pembakuan Qira‟at „Asim

riwayat Hafs dalam Sejarah dan Jejaknya di Indonesia”

Muhammad bin Syuraih, al-Kâfi fi al-Qirâ‟ât as-Sabʻ , Beirût: Dâr al-Kutub

al-„Ilmiyyah, 2000, cet. I

Muhammad al-Mukhtâr, Târîkh al-Qirâ‟ât fî al-Masyriq wa al-Maghrib,

Kerajaan Maroko dan ISESCO, 2001

al-Mizzî, Yûsuf bin „Abd ar-Rahman Tuhfah al-Asyrâf bi Maʻ rifah al-

Athrâf, Beirût: al-Maktabah al-Islamî, 1983 cet. II, Jilid VIII

al-Mishrî, „Umar bin Qâsim, al-Mukarrar fî mâ Tawâtara min al-Qirâ‟ât as-

Sabʻ wa Taharrar, Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2001, cet. I

al-Muttaqî al-Hindî, „Alî bin Hisyâm ad-Dîn, Kanz al-„Ummâl fî Sunan al-

Aqwâl wa al-Afʻ âl, Beirût: Mu‟assah ar-Risâlah, 1981 cet. V

Nabîl bin Muhammad Ibrâhîm, „Ilmu al-Qirâ‟ât Nasy‟atuhu Athwâruhu

Atsâruhu fî al-„Ulûm asy-Syarʻ iyyah, Riyad: Maktabah at-Taubah,

2000, cet. I

an-Nabhân, Muhammad Fârûq, al-Madkhal ilâ „Ulûm al-Qur‟an al-Karîm,

Aleppo: Dâr „Âlam al-Qur‟an, 2005, cet. I

an-Nasâî, Ahmad bin Syuʻ aib, Sunan an-Nasâî, Beirût: Dâr al-Fikr, 2005

an-Nawâwî, Yahyâ bin Syaraf, Muqaddimah Syarh Shahîh Muslim, Kairo:

Dâr al-Hadîts, 2005

an-Niʻ mah, Ibrâhîm, „Ulûm al-Qur‟ân, Tp: 2008

Page 41: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

Qadarî bin Muhammad, al-Adâb wa al-Minah ar-Rabbâniyyah fî Ushûl asy-

Syâthibiyyah wa ad-Durrah al-Mudhiyyah, Kuwait: Idârah ad-Dirâsât

al-Islâmiyyah, 2007, cet. II

al-Qâdhî, „Abd al-Fattâh, al-Wâfî fî Syarh asy-Syâthibiyyah, Jeddah:

Maktabah as-Sawâdî, 1999, cet. V

al-Qâri‟, „Abd al-„Azîz bin „Abd al-Fattâh, Hadîts al-Ahruf as-Sabʻ ah,

Beirût: Muassasah ar-Risâlah, 2002, cet. I.

al-Qaththân, Mannâʻ Khalîl, Nuzûl al-Qur‟ân „ala Sabʻ ah Ahruf, Kairo:

Maktabah Wahbah, 1991, cet. I

---------------------, Mabâhits fî „Ulûm al-Qur‟ân, Kairo: Maktabah Wahbah,

T.Th

al-Qusthalânî, Ahmad bin Muhammad, Lathâif al-Isyârât, Madinah: Markaz

ad-Dirâsât al-Islâmiyyah, 1432

Rahman, Fatchur, Ikhtishar Mushthalahul Hadits, Bandung: PT Alma‟arif,

1974, cet. I

Rakhmat, Jalaluddin, Metodologi penelitian Agama, sebuah pengantar

penyunting Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim, Yogyakarta: Tiara

Wacana, 1989

ar-Râzî, Muhammad bin Abû Bakar, Mukhtâr ash-Shihâh, Beirût: Maktabah

al-„Ashriyyah, 1999, cet. V

ar-Râfiʻ î, Musthafâ Shâdiq, Iʻ jâz al-Qur‟ân wa al-Balâghah an-

Nabawiyyah, Beirût: Dâr al-Kitâb al-Gharbî, 1973, cet. IX

ar-Râjihî, „Abduh, al-Lahjât al-„Arabiyyah, Iskandaria: Dâr al-Maʻ rifah wa

al-Jâmiʻ ah, 1996

Rosidi, KH. Arwani Amin Penjaga Wahyu dari Kudus, Kudus: Penerbit al-

Makmun, 2008, cet. I

Sakho, Ahsin dan Romlah Widayati, Manbaʻ al-Barakât fî Sabʻ al-Qirâ‟ât,

Jakarta: IIQ, 2012, cet. I

Page 42: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

Sakho Muhammad, Ahsin, “Qira‟ah Sab‟ah di Indonesia”, Maret 2002,

Makalah

ash-Shâbûnî, Muhammad‟ „Alî, at-Tibyân fî ‟Ulûm al-Qur‟ân, Damaskus:

Maktabah al-Ghazâlî, 1390

ash-Shanʻ ânî, Muhammad bin Ismâʻ îl Subul as-Salâm, Bandung: Syirkah

Diponegoro, T.Th

ash-Shafadî, Shalâh ad-Dîn Khalîl, al-Wâfi bi al-Wafayât, Beirut: Dâr Ihyâ‟

at-Turâts, 2000

as-Sayûthî, Jalâl ad-Dîn „Abd ar-Rahman bin Abû Bakar, al-Itqân fî „Ulûm

al-Qur‟ân, Madinah: Markaz ad-Dirâsât al-Islâmiyyah, T.Th

---------------------, Tadrîb ar-Râwî Syarh Taqrîb an-Nawâwî, Kairo: Dâr al-

Hadîts, 2004

---------------------, al-La‟âlî al-Mashnûʻ ah fî al-Ahâdîts al-Maudhûʻ ah,

Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1996, cet. I

---------------------, Thabaqât al-Huffâzh, Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah,

1403, cet. I

---------------------, Bughyah al-Wuʻ ât fî Thabaqât al-Lughawiyyîn wa an-

Nuhât, Lebanon: al-Maktabah al-„Ashriyyah, T.Th

as-Sakhâwî, „Alî bin Muhammad, Fath al-Washîd fî Syarh al-Qashîd, Riyad:

Maktabah ar-Rusydi, 2002, cet. I

---------------------, Jamâl al-Qurrâ‟ wa Kamâl al-Aqrâ‟, Beirût: Muassasah

al-Kutub ats-Tsaqâfah, 1999, cet. I

Sayyid Lâsyîn dan Khâlid bin Muhammad, Taqrîb al-Maʻ ânî fî Syarh Hirz

al-Amânî, Madinah: Dâr az-Zamân, 2003, cet. V

Shâbir Hasan Muhammad, an-Nujûm az-Zâhirah fî Tarâjim al-Qurrâ‟ al-

Arbaʻ ah „Asyar wa Ruwâtihim wa Thuruqihim, Riyad: Dâr „âlam al-

Kutub, 1998, cet. I

Page 43: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

Syaʻ bân Muhammad Ismâʻ îl, al-Qirâ‟ât Ahkâmuhâ wa Mashdaruhâ,

Daʻ wah al-Haqq Silsilah Syahriyyah, 1402

Syaraf, Jamâl ad-Dîn Muhammad, Mushhaf Dâr ash-Shahâbah fî al-Qirâ‟ât

as-Sabʻ al-Mutawâtirah min Tharîq asy-Syâthibiyyah, Thanthâ: Dâr

ash-Shahâbah, T.Th

as-Safâqusî, „Alî bin Muhammad, Ghaits an-Nafʻ fî al-Qirâ‟ât as-Sabʻ ,

Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2004, cet. I

as-Sîsî, „Abd al-Bâqî bin „Abd ar-Rahman bin Surâqah, Qawâ‟id Naqd al-

Qirâ‟ât al-Qur‟âniyyah, Riyad: Dâr Kunûz Isybiliyâ, 2009, cet. I

as-Subkî, „Abd al-Wahhâb bin „Alî Tâj ad-Dîn, Thabaqât asy-Syâfiʻ iyyah

al-Kubrâ, Hijr li ath-Thibâʻ ah wa an-Nasyr, 1413, Jilid III

Syauqî Dhaif, Muqaddimah Kitâb as-Sabʻ ah fî al-Qirâ‟ât, Mesir: Dâr al-

Ma‟ârif, T.Th

Sunyoto, Agus, Atlas Wali Songo, Depok: Pustaka Iman, 2012, cet. I

Sâlim, Muhammad Ibrâhîm Muhammad, Farîdah ad-Dahr fî Ta‟shîl Jamʻ

al-Qirâ‟ât al-„Asry, al-Azhâr: Dâr al-Bayân al-ʻ Arabî, T.Th

Salim, Muhsin, Ilmu Qira‟at Tujuh, Jakarta: Majelis Kajian Ilmu-Ilmu al-

Qur‟an, 2007, cet. I

Sya‟rani Ahmadi, Muhammad, Faidh al-Asânî „ala Hirz al-Amânî, Tp, T.Th

at-Tahânawî, Muhammad bin „Alî, Mausûʻ ah Kasysyâf Ishthilâhât al-Funûn

wa al-„Ulûm, Beirût: Maktabah Lebanon, 1996, cet. I

at-Tirmîdzî, Abû „Îsa Muhammad bin as-Saurah, Sunan at-Tirmîdzî, Beirût:

Dâr al-Fikr, 1994, Jilid IV

Thabathabai, M.H, Mengungkap Rahasia Al-Qur‟an diterjemahkan dari Al-

Qur‟ân fî al-Islâm, Bandung: Mizan, 1998, cet. XI

Tim Tafsir Departemen Agama RI, Muqaddimah Al-Qur‟an dan Tafsirnya,

Jakarta : Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2008

Page 44: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

ath-Thawîl, As-Sayyid Rizq, Fî „Ulûm al-Qirâ‟ât, Makkah: al-Faishaliyyah,

1985, cet. I

„Utsmân bin Jinni, al-Khashâish, Mesir: Dâr al-Kutub al-Mishriyyah, 1952

Urwah, Metodologi Pengajaran Qira‟at Sab‟ah, studi Observasi di Pondok

Pesantren Yanbu‟ul Qur‟an dan Dar Al-Qur‟an, Jurnal Suhuf. Vol. 5,

no 2, 2012. Academia.edu.

Wafi Maemoen, Fuad Hadi dkk, Ziarah Makam Auliya, Mesir: PCNU Mesir,

2006, cet. IV

Wahid, Ramli Abdul, Studi Ilmu Hadis, Medan: PP2-IK, 2003, cet. I

az-Zurqânî, Muhammad „Abd al-„Azhîm, Manâhil al-„Irfân fî „Ulûm al-

Qur‟ân, Kairo: Dâr as-Salâm, 2010, cet. III

Az-Zarkasyî, Muhammad bin Bahâdur, al-Burhân fî „Ulûm al-Qur‟ân, Kairo:

Dâr al-Hadîts, 2006

Zâdah, Thâsya Kubrâ, Miftâh as-Saʻ âdah wa Mishbâh as-Siyâdah fî

Maudhûʻ ât al-„Ulûm, Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1985, cet. I

az-Zirkilî, Khair ad-Dîn, al-Aʻ lâm, Beirût: Dâr al-„Ilm li al-Malâyîn, 2002,

cet. XV, Jilid IV

Page 45: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

LAMPIRAN 1

Page 46: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

LAMPIRAN 2

Page 47: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

LAMPIRAN 3

Page 48: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

LAMPIRAN 4

Page 49: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

LAMPIRAN 5

Page 50: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

LAMPIRAN 6

Page 51: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

LAMPIRAN 7

Page 52: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

LAMPIRAN 8

Page 53: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

LAMPIRAN 9

Page 54: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

LAMPIRAN 10

Page 55: KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

LAMPIRAN 11