Upload
dangcong
View
248
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MEMBAHAS KITAB HADIS
(KitabṢaẖiẖ al-Bukhari dan Sunan al-Turmudzi)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S. Ag.)
Oleh
Algifri Muqsit Jabar
NIM: 1110034000037
PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H./2017 M.
ii
iii
iv
v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Penulisan transliterasi huruf Arab-Latin dalam skripsi ini,menggunakan
ejaan berdasarkan pada SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 158 Tahun 1987 dan No. 1543 b/u/1987.
A. Padanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
tidak dilambangkan ا
b Be ب
t Te ت
ṡ es dengan titik di atas ث
j Je ج
ḥ ha dengan titik di bawah ح
kh ka dan ha خ
d De د
ż zet dengan titik di atas ذ
r Er ر
z Zet ز
s Es س
sy es dan ye ش
ṣ es dengan titik di bawah ص
ḍ de dengan titik di bawah ض
ṭ te dengan titik di bawah ط
ẓ zet dengan titik di bawah ظ
vi
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع
g ge غ
f Ef ف
q Ki ق
k Ka ك
l El ل
m Em م
n En ن
w We و
h Ha هـ
Apostrof ’ ء
y Ye ي
B. Tanda Vokal
Tanda Vokal Arab (Tunggal) Tanda Vokal Latin Keterangan
ـA fatḥah
ـI kasrah
ـU ḍammah
Tanda Vokal Arab (Rangkap) Tanda Vokal Latin Keterangan
يـ Ai a dan i
وـ Au a dan u
vii
Tanda Vokal Arab (Panjang) Tanda Vokal Latin Keterangan
ā a dengan garis di atas ــا
ī i dengan garis di atas ــي
ū u dengan garis di atas ــو
C. Penulisan Ta’Marbūṭah
1. Huruf ta’marbūṭah dialihaksarakan menjadi /h/, jika terdapat pada kata yang
berdiri sendiri.
Kata Arab Alih Aksara
ṭarīqah طريـ قة
2. Huruf ta’marbūṭah dialihaksarakan menjadi /h/, jika diikuti oleh kata sifat
(na‘at).
Kata Arab Alih Aksara
المية al-jāmi‘ah al-islāmiyyah اجلامعة اإلس
3. Huruf ta’marbūṭah dialihaksarakan menjadi /t/, jika diikuti kata benda (ism).
Kata Arab Alih Aksara
دة الوجو دو ح waḥdat al-wujūd
viii
ABSTRAK
Algifri Muqsit Jabar
Membahas Kitab Hadis
(KitabṢaẖiẖ Bukhari dan Sunan Turmudzi)
Keberadaan hadis sebagai salah satu sumber ajaran islam memiliki
perkembangan dan penyebaran yang kompleks. Sejak dari masa prakodifikasi,
zaman Nabi, sahabat, dan tabiin hingga setelah pembukuan. Sebelum sampai masa
pembukuan, penulisan hadis seringkali menjadi bahan kontroversi di kalangan
sebagian kaum muslim maupun non-muslim. Ada sebagian yang menolak untuk
menerima otentisitas Hadis Nabi lantaran mereka berargumen bahwa Hadis Nabi
ditulis dan dibukukan dua abad sesudah wafatnya Rasulullah Muhammad, suatu
rentang waktu yang agak lama berlalu sehingga dapat menyebabkan timbulnya
perubahan dan pergeseran lafaz serta makna hadis yang bersangkutan.
Dalam sejarah perkembangannya, hadis pernah mengalami masa transisi,
yakni dari tradisi oral ke tradisi tulisan, dan penulisannya membutuhkan waktu
yang lebih panjang ketimbang pengkompilasian Alquran. Lama setelah Nabi saw.
wafat, ungkapan-ungkapan dan segala hal yang berkaitan dengan diri beliau
menjadi objek penelitian intensif para ulama hadis untuk dikoleksi dalam bentuk
tulisan. Para ulama hadis hampir sepakat mengatakan bahwa kodifikasi hadis
secara resmi dilakukan oleh khalifah Umar bin Abdul ‘Aziz yang memerintah
pada tahun 99-101 H.
Fokus skripsi ini adalah membahas macam-macam kitab hadis yang
pernah muncul dan beredar di dunia pengkajian hadis.Namun, pada skripsi ini
Cuma dibatasi dengan pembahasan kitab sahih Bukhari dan sunan
Turmidzi.Pembahasannya diupayakan untuk selalu disandarkan ke latar sejarah
(historical setting) perkembangan hadis.Analisis kualitas menyangkut kajian
seluruh aspek koleksi (kitab) hadis yang meliputi nilai hadis (syarat-syarat yang
ditetapkan), sistematika penulisan, ketelitiannya, dll. Masing-masing kitab yang
menempati tingkat tertentu akan dibahas juga kekurangan-kelebihannya, pujian,
dan kritikan terhadapnya.
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji dan rasa syukur senantiasa penulis haturkan pada Żāt Ilāhi
Rabbī yang Mahakuasa yang telah memberikan keselamatan, rahmat, dan
kesejahteraan bagi para hamba-Nya, serta menurunkan lembaran-lembaran yang
tersucikan, lembaran yang sangat interpretatif dengan lafal dan makna sebagai
sumber pengetahuan yang senantiasa perlu kita jamah. Ṣalawat dan salamsemoga
tetap tercurahkan kepada Nabī Muḥammad SAW., sahabat-sahabatnya dan kepada
semua pengikutnya sampai akhir zaman. Ammā ba‘du:
Dalam penysusunan skripsi ini, penulis mengalami berbagai ujian yang
menyita waktu dan materi, serta desakan berbagai h. Namun, karena sadar akan
tanggungjawab seorang akademisi, penulis merasa bahagia. Sehingga, dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini.Tentunya, tugas akhir ini dapat terselesaikan
berkat kontribusi dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, penulis
perlu menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr.Dede RosyadaMA, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menempuh studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan atas bantuan
finansial melalui skema DIPA dan BLU UIN Jakarta, dalam bentuk
beasiswa pendidikan.
2. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk bergelut di dalam bidang keilmuan Ushuluddin
dan Filsafat. Khususnya, Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA. selaku ketua
x
jurusan Tafsir Hadis, Dra. Banun Binaningrum, M. Pd. selaku
sekretaris jurusan Tafsir Hadis, Prof. Dr. Said Agil Husin al-
Munawar, MA. selaku pembimbing akademik, serta seluruh dosen
Fakultas Ushuluddin.
3. Dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan komentar dan
catatan dalam penulisan skripsi ini, dengan ketulusan hatinya
memberikan bimbingan dan arahan, bahkan materi. Sehingga, penulis
dapat mengatasi kesulitan dalam penyelesaian skripsi ini. Segenap
pimpinan dan karyawan Perpustakaan Pusat, dan Perpustakaan
Fakultas Ushuludin UIN Jakarta, melayani penulis dalam
mempergunakan buku-buku yang dibutuhkan selama penulisan skripsi
ini.
4. Sahabat-sahabat penulis teman satu kelas TH B 2010 yang selalu
senantiasa menjaga kekompakannya dalam silaturahmi (semoga cita-
cita kalian tergapai).
Semoga Allāh SWT. selalu memberkahi dan membalas semua kebaikan
pihak-pihak yang turut serta membantu penyelesaian skripsi ini. Sebagai penutup,
semoga studi ini bermanfaat.Penulis memohon ampun kepada Allāh yang Maha
Pengampun.Ṣadaqa Allāhu al-‘Aẓīm, percaya pada janji Tuhan itu niscaya (semua
perkataan-Nya benar).Āmīn Yā Allāh Yā Rabb al-‘Ālamīn.
Jakarta, 26Juli 2017
Penulis
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL .............................................................................................
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................
LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................................
LEMBAR PEDOMAN TRANSLITERASI ...........................................................
ABSTRAK ..............................................................................................................
KATA PENGANTAR ..............................................................................................
DAFTAR ISI .............................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ ..... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................................. .....
C. Tujuan Penelitian........ ................................................................................... .....
D. Tinjauan Pustaka...................................................................................................
E. Metodologi Penelitian...........................................................................................
F. Sistematika Penulisan ...........................................................................................
BABII.MENGENAL MACAM-MACAM KITAB HADIS DAN
KARAKTERISTIKNYA
A. Definisi kitab hadis………………………...........................................................
B. Fungsi kitab hadis……………………………….................................................
C. Macam-macam kitab hadis...................................................................................
D. Karakteristik berbagai kitab hadis……………………………………………….
i
ii
iii
iv
v
viii
ix
xii
1
8
9
9
11
12
15
16
17
24
xii
BAB III. MEMBAHAS KITAB HADIS (KITAB ṢAḤIḤ BUKHARI DAN
SUNAN AL- TURMUDZI.
A. Imam Bukhari dan kitab Jam’u al-Ṣaḥiḥ
1. Biografi Imam Bukhari...................................................................................
2. Mengenal kitab Jam’u al-ṣaḥiḥ……............................................................
3. Metode Imam Bukhari....................................................................................
4. Sistematika penulisan kitab al-Jami’ al-Musnad al-
ṣaḥiḥ……………………………………………………………………........
B. Imam Turmudzi dan kitab Jam’u al-Ṣaḥiḥ
1. Biografi Imam Turmudzi……………………………………………….....
2. Mengenal kitab Jam’u al-Ṣaḥiḥ……………………………………………
3. Metode kitab al-Jami’ al-ṣaḥiḥ ……………………………………………
4. Sistematika penulisan kitab Jam’u al-Ṣaḥiḥ………………………………
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan ..........................................................................................................
B. Saran-Saran ..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
33
36
38
42
44
50
57
60
63
64
65
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ṣaḥiḥ al-Bukhari dan ṣaḥiḥ Muslim yang penulis tahu bahwa kitab ẖadits
yang paling ṣaḥiḥ bahkan kebenarannya paling benar setelah al-Qur’ān al-Karīm,
karena itu banyak para ulama ẖadits dan fuqoha menerapkan suatu hukum dan
tuntunan sunnah yang di ambil dari kitab ṣaḥiḥ al-Bukhari dan ṣaḥiḥ Muslim (Al-
Jam’u al-Ṣaḥiḥ), karena ulama sepakat bahwa kedua itu mengangkat mayoritas
ṣaḥiḥ sebenarnya apa yang membuat al-Bukhari dan Muslim menjadi tingkatan
nomor satu dan dua dalam ẖadits yang enam (kutub as-sittah) sedangkan at-
Turumdzi, Abu Dawud, an-Nasa’i, Ibnu Majjah, dan sama demikian bahwa beliau
menulis kitab dan sebagian ulama pun mengakui bahwa ẖadist yang di riwayatkan
at-Turumdzi, Abu Daud, An-Nasa’i, dan Ibnu Majjah (al-jam’u al-Ṣaḥiḥ). lalu
kenapa beliau-beliau berubah yang tadinya sama seperti hal nya al-Bukhari dan
muslim dalam al-jam’u al-Ṣaḥiḥ tidak berubah tetap sampai sekarang pun Ṣaḥiḥ
Bukhari, dan Muslim, lalu kenapa Imam yang empat selain Bukhari dan Muslim
berubah tingkatannya menajdi sunan?
Pasti ada sebab kenapa Bukhari dan Muslim tetap ṣaẖiẖ apa yang
membuat kualitas ẖadits yang di riwayatkan Bukhari dan Muslim tetap ṣaẖiẖ
padahal di kitab mereka tertera ẖadits yang tidak ṣaẖiẖ, dan kenapa Abu Dawud,
al-Turmudzi , An-Nasa’i dan Ibnu Majjah menjadi sunan?, pasti semua ini ada
2
faktor. Dari sini penulis ingin membahas apa yang membedakan ṣaḥiḥ dan sunan,
perbandingan ṣaḥiḥ dan sunan, susunan ṣaḥiḥ dan sunan, yang membahas antara
ṣaḥiḥ dan sunan.
Al-Bukhari dan at-Turmdzi sama- sama kitab al-jam`u al-Ṣaḥiḥ, berangkat
dari kata al-jam`u al-Ṣaḥiḥ mempunyai defnisi, al-jam`u menurut istilah al-jam`u
gabungan dua hadits atau lebih yang di tulis menjadi satu buku1. Sedangkan ṣaḥiḥ
adalah metode pembukuannya mengikuti ṣaḥiḥ al-Bukhari dan Muslim2.
Akan tetapi penulis ingin membandingkan antara kitab ṣaḥiḥ al-Bukahri
dan sunan al-Turmudzi bagaimana cara kedua periwayat hadits ini menjadi
berbeda ada yang ṣaḥiḥ dan sunan, dari mana julukan atau lakob ṣaḥiḥ dan sunan,
lalu apa yang mendasari al-Bukhari tidak langsung membahas masalah fikih
seperti hal nya al-Turmudzi , lalu kenapa al-Bukhari memulai kitabnya dengan
tema permulaan wahyu dan dikhiri dengan tauhid,3 sedangkan al-Turmudzi
langsung memulainya dengan membahas tentang fikih, yang di mulai dengan
thaharah dan di akhiri dengan kitab manaqib dalam kitab sunan al-Turmudzi .4
Dalam menyusun kitab dari 6 periwayat ẖadits (Kutub as-Sittah), dan di
sini penulis tertarik untuk membandingkan dan menjelaskan penyusunan kitab
antara ṣaḥiḥ al-Bukhari dan sunan al-Turmudzi , kenapa penulis mengambil antara
ṣaḥiḥ al-Bukhari dan sunan al-Turmudzi ? Karena yang penulis tahu dan tertarik,
1 Abdul Majiid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: AMZAH, 2011), h. 58.
2http://najmadanzahra.blogspot.co.id
3Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughir bin Bardazabah,
Ṣaḥiḥ Bukhari (Beirut: Dar al-Fikr). 4 Muhammad bin Surah bin Dahak Abu Musa, Sunan TurmudziWa Huwa al-Jam’u al-
Ṣahih (Beirut: Dar al-Fikr).
3
tingkatan Bukhari sebagai ẖadits yang paling banyak ṣaḥiḥnya dan sunan al-
Turmudzi ẖadits yang langsung membahas tentang fikih.Maka dari itu ada
beberapa ulama yang menyebut sunan al-Turmudzi ini adalah ahli fikih,
sedangkan Bukhari juga ahli fikih akan tetapi ulama sepakat bahwa Bukhari lebih
menonjol di ahli hadis.5
Bukhari adalah kitab yang mula-mula yang membukukan hadits-hadits
ṣaḥiḥ. Kebanyakan ulama hadits telah sepakat menetapkan bahwa ṣaḥiḥ bukhari
itu adalah seṣaḥiḥ-ṣaḥiḥ kitab sesudah Al-Quran. Kitab mukhtasar ini telah oleh
Al’Allamah Hasan khan dan oleh Abdullah Asy Syarqawy.6 Al-Bukhari yang
nama aslinya Abu Abdillah Muhammad bin Isma‟il bin Ibrahim bin al-Mughirah
bin Bardizbah al-Ja’fi al-Bukhari7 ini membukukan ẖadits karena hafalannya yang
kuat, beliau ini telah menghafal hadits 100.000 hadits ṣaẖiẖ dan 200,000 hadits
yang tidak ṣaẖiẖ dan beliau pun menguasai beberapa ilmu terutama ilmu hadits.8
Dan penyusunan beliau menulis hadits dalam kitab ṣaḥiḥ Al-Bukhari di mulai dari
bab permulaan wahyu dan di akhiri dengan bab tauhid,
Kata peyusunannya, Al-Turmudzi : “aku tidak memasukan ke dalam kitab
kitab ini melainkan ẖadits ini sekurang-kurangnya telah di amalkan oleh sebagian
fuqaha.9 Sebagai salah satu buku Hadits yang termasuk dalam enam buku Hadits
utama (Kutubus Sittah), Sunan Turmudzi memiliki metodologi penulisan yang
5Maulana Hasanudin, Kitab Hadis Ṣaẖiẖ Yang Enam (Jakarta : Litera Antarnusa,1991),
h.99 dan 52. 6Hasby Ashiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadits, (Jakarta: PT. Bulan Bintang,
1991). h.105. 7Marzuki, Kritik Terhadap Kitab Ṣaẖiẖ Al-Bukhary dan Ṣaẖiẖ Muslim.h 28.
8Marzuki, Kritik Terhadap Kitab Ṣaẖiẖ Al-Bukhary Dan Ṣaẖiẖ Muslim.h 1.
9 Hasb Ashiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadits (Jakarta: PT. Bulan Bintang,
1991). h.110.
4
berbeda dari buku-buku Hadis utama lainnya. Hal ini dapat dilihat dari adanya
kualitas valuing dari hadis yang ditulis dalam buku yang jarang dilakukan oleh
penulis lain dari buku Hadis. Selain itu, keberadaan klasifikasi hadis menjadi tiga
klasifikasi, yaitu ṣaḥiḥ, hasan dan da'if yang belum diketahui10
, nama asli sunan
At- Turmudzi adalah Abu Isa Muhammad bin Saurah bin Musa bin ad-Dhahhak
al-Zulami al-Bughi at-Tirmizi 11
. Dan beliau menulis haditsnya dalam kitab ṣaḥiḥ
sunan Al-Turmudzi yang di mulai dari bab thaharah dan di akhiri dengan bab
manaqib.12
Beliau juga menulis ẖadits karena kekuatan hafalan beliau sangatlah
kuat, di akui oleh para ulama salah satunya adalah ulama yang bernama al-Hafiz
Ibnu Hajar dalam tahzib at-tahzibnya13
.
Dinamakan Ṣaḥiḥ Bukhari ini karena beliau dalam menulis ada
meriwayatkan hadits salah satu metodenya adalah Al-Bukhari menunjukan
persambungan sanad antara guru dengan murid atau antara periwayat satu dengan
periwayat yang lainnya saling bertemu 14
ada alasan lain karena ṣaḥiḥ Bukhari
ḥadits yang di tulisnya di akui oleh 1080 guru hadits di antaranya Ahmad bin
Hambal, Yahya bin Ma‟in, Muhammad bin Yusuf al-Faryabi, Makki bin Ibrahim
al-Bulkhi, Muhammad bin Yusuf al-Baikandi, dan Ibnu Rahawaih. Adapun
murid-muridnya diperkirakan tidak kurang dari 90.000 orang. Di antara mereka
yang paling terkenal adalah Muslim bin al-Hajjaj, al-Turmudzi, al-Nasa‟i, Ibnu
Khuzaimah, Ibn Abi Daud, Muhammad bin Yusuf al-Firabri, Ibrahim bin Ma’qal
10 Hasan sua’di, Mengenal Kitab Sunan At-Turmudzi( Hadsit Hasan).
11
http://www.academia.edu/3791474/Sunan_Abi_Daud_Tirmizi
12
Sheikh Muhammad Nashiruddin Al-Bani, Ṣaẖiẖ Sunan At-Turmudzy, ( Kampong
Sunah,2009)
13
Maulana Hasanudin, Kitab Hadis Ṣaẖiẖ Yang Enam( Jakarta : Litera Antarnusa,1991).
h.94.
14
Marzuki, Kritik Terhadap Kitab Ṣaẖiẖ Al-Bukhary dan Ṣaẖiẖ Muslim.h 31.
5
al-Nasafi, Hammad bin Syakir al-Nasawi, dan Manshur bin Muhammad al-
Bazdawi. Empat murid terakhir ini termasuk perawi ṣaḥiḥ yang termasyhur dari
al-Bukhari.15
Dalam menghimpun hadits ṣaḥiḥ dalam kitabnya banyak yang beliau
pertanggung jawabkan salah satu bentuk tanggung jawab Al-Bukhari adalah
beliau memilih dan membandingkan hadits yang satu dengan hadits yang lainnya
dan menyaringnya mana ẖadits yang paling ṣaḥiḥ, penegasan beliau adalah “aku
susun kitab Al-Jam’i ini yang di pilih dari 600.000 hadits selama 16 tahun,16
selain memakai kaidah ilmiah Al-Bukhari juga menghimpun kitab ẖaditsnya tidak
lupa juga dengan aspek rohani dalam penulisnnya, karena sejarah beliau itu di
jelaskan oleh muridnya yang bernama al-Filbari mendengarkan Muhammad bin
Isma’il al-Bukhori berkata : “aku susun kitab al-jam’I as-ṣaẖiẖ ini di Masjidil
haram, dan tidak aku masukan kedalamnya sebuah hadits pun kecuali aku
memohonkan istikharah kepada Allah dengan melakukan 2 rokaat dan sesudah
aku yakini betul hadits tersebut benar-benar ṣaḥiḥ.17
Selama 16 tahun beliau
melakukan penyidikan, penelitian, penyaringan, dan pemilihan terhadap hadits-
hadits yang menurut syarat-syaratnya di pastikan ṣaḥiḥ, sehingga kitab yang di
tulis Al-Bukhari menjadi ṣaḥiḥ.
Adapun alesan susunan atau sistematika ṣaḥiḥ Bukhari Bukhari menulis kitabnya
yang di mulai dari bab permulaan wahyu dan di akhiri dengan bab manaqin
anshar, mengapa di awali dengan permulaan wahyu? Karena dasar utama bagi
syariat islam. Kemudian di susul dengan kitab iman, kitab ilmi, selanjutnya
15
Marzuki, Kritik Terhadap Kitab Ṣaẖiẖ Al-Bukhary dan Ṣaẖiẖ Muslim, h. 30
16
Maulana Hasanudin, Kitab Hadis Ṣaẖiẖ Yang Enam( Jakarta : Litera Antarnusa,1991).
h 47.
17
Maulana Hasanudin, Kitab Hadis Ṣaẖiẖ Yang Enam( Jakarta : Litera Antarnusa,1991).
h 47.
6
tentang ṯaharah, ṣalat, zakat mua’malah selanjutnya tentang murafa’at, syahadat,
sulh, siyyah, waqof itu semua yang membahas tentang fikih, dan manqin anshar di
akhir karena ẖadits itu diluar fikih atau ẖadits yang tidak membahas fiqih.18
Ketika Al-Bukhari itu menulis ẖadits dan hadits-haditsnya itu mayoritas ṣaḥiḥ,
banyak ulama yang tertarik untuk membahas ṣaḥiḥ Al-Bukhari, ada beberapa
kitab yang membahas ṣaẖiẖ Bukhari yang di jelaskan dalam buku kitab ṣaḥiḥ yang
enam karangan Maulana Hasanudin halaman 59 di antaranya adalah :
Al-Kawakibud-Darari Fī Syarhi Ṣaḥiḥil Bukhari yang di tulis oleh Al-
‘Allamah Syamsudin Muhammad bin Yusuf bin Ali al-Karmani.
Fatḥ al-Bari bi Syarḥi al-Ṣaḥiḥi al-Bukhari yang di tulis oleh al-Imam al-
Hafiz al-Asqalani,al-Misri.
Umdatul Qāri yang di tulis oleh al-Allamah syaikh Badruddin Mahmud
bin Ahmad al-Ai’ini bin al-Hanafi
Irsyadus syar’I ila Ṣaẖiẖil Bukhari yang di tulis oleh al-Allamah Syaikh
Syihabuddin Ahmad bin Muhamad al-Khatib yang lebih di kenal dengan
sebutan al-Qastallani.
Imam al-Turmudzī nama asli beliau adalah Abu Musa Muhammad Ibn Isa Ibn
Aḍ-Ḍahak Al-Sulāmi Al-Bugī Al-Turmudzī Al-Imam Al-‘Alim Al-Bāri.19
Sebagaimana ulama hadits imam al-Turmudzī sejak kecil bergelut dengan hadits,
semangatnya dalam belajar hadits, menurut ulama al-Khatib al-Bagdadi Qutaibah
18
Maulana Hasanudin, Kitab Hadis Ṣaẖiẖ Yang Enam( Jakarta : Litera Antarnusa,1991).
h 52. 19
Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf. Penerjemah: Masturi Ilham Lc. Dan
Asmu’i Taman, Lc. (Jakarta: al-Kautsar 2006) Cet I h. 550
7
Ibn Sa`id al-Madāni lamanya imam al-Turmudzī belajar hadits diperkirakan lebih
dari 35 tahun20
.
Beliau belajar hadits dari beberapa gurunya diantaranya adalah :
a. Al-Bukhāri
b. Imam Muslim
c. Imam Abū Dāud
d. Qutaibah bin Sa`id
e. Mahmud bin Galian
f. Ibn Badār
g. Ismāil bin Musa al-Farizī
h. Ahmad bin Muni
i. Abū Muṣ`ab al-Zuhri
j. Bisyr bin Mu ‘azd al-Aqādi
k. Abu ‘Amar Al-Husain bin Huraiṣ21
Itulah beberapa guru dari Imam Turmudzī, ada beberapa buku yang beliau tulis
salah satu bukunya adalah al-Jami` al-Ṣaḥiḥ Imam al-Turmudzī yang
menghimpun 3956 buah hadits.22
Di dalam kitab ṣaḥiḥ Imam al-Turmudzī beliau
mengklarifikasikan kualitas hadits menjadi ṣaḥiḥ, hasan, dan ḍaif.buku inilah yang
menjadi sumber hadits hasan.23
Maka dari itu penulis tertarik membandingkan kedua kitab al-jam`u al-Ṣaḥiḥ al-
Bukhari dan sunan Turmudzi, dalam penyusunan, penulisan, peletakan maupun
20
Ibnu Ahmad ‘Alimi, Tokoh Dan Ulama Hadits (Sidoarjo: Mumtaz, 2008) , h. 216. 21
Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf. Penerjemah: Masturi Ilham Lc. Dan
Asmu’i Taman, Lc. (Jakarta: al-Kautsar 2006), Cet, I h. 536. 22
M. Natsir Arsyad, Seputar al-Quran Hadis dan Ilmu (Bandung : al-Bayan, 1995), h.82. 23
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis. (Jakarta: Amzah, 2008) h.263
8
contoh hadits hadits yang al-Bukhari dan imam al-Turmudzi . Yang penulis akan
bahas dalam skripsi yang berjudul:Membahas kitab Hadis (Ṣahih Bukhari dan
Sunan Turmudzi).
B. Identifikasi, Pembatasan, dan perumusan masalah
Identifikasi masalah
a. Identifikasi masalah
Karakteristik pada setiap kitab hadis, metodologi, corak, dan
kualitas kitab hadis dari pandangan para ulama.
b. Pembatasan masalah
Penulis akan membatasi masalah ini pada kitab al-jam`u al-Ṣaḥiḥ
al-Bukhari dan al-jam`u al-Ṣaḥiḥ sunan al-Turmudz.
c. Rumusan masalah
Berdasarkan pembahasan tersebut maka rumusan masalah dalam
skripsi ini adalah bagaimana analisis terhadap kitab hadis sahihAl-Bukhari
dan pada kitab hadis sunan al-Turmudzi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang penulis lakukan ini, diharapkan dapat mencapai
beberapa sasaran sebagai tujuan penelitian yaitu:
1. Mencari alasan dalam penyusunan kitab Ṣaḥiḥ Bukhari dan Sunan
Turmudzi.
2. Mencaritahu alasan dalam penamaan julukan pada kitab Ṣaḥiḥ Bukhari
dan Sunan Turmudzi.
9
3. Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana dari UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
D. Tinjauan Pustaka
Mengenai kajian-kajian yang telah dilakukan sebelumnya, penulis
mengadakan penelusuran terhadap karya-karya yang telah membahas tentang
hadits-hadits al-Bukhari dan sunan al-Turmudzi sebagai berikut:
Skripsi karya Lukman Hakim yang berjudul Telaah Hadis-hadis Yang
Tidak Dihukumkan Oleh Al-Imam al-Turmudzī Dalam Kitab Sunan al-
Turmudzi skripsi ini adalah salah satu yang membahas tentang imam Turmudzī
yang tidak dihukumkan.
Skripsi Ahmad Fadlus Tsani yang berjudul Telaah Perbandingan
Hadis Muttafqun ‘Alaih Dengan Mutslahāt Sunan Al-Turmudzi; Nomor Urut
Hadis: 638-1271 skripsi ini membahas tentang menklrifikasi hadis-hadis atau
memberikan penilaian tehadap hadis-hadis muttafaqun ‘alaih.
Skripsi Azizatul Iffah yang berjudul Periwayatan Syi’ah Dalam Ṣaẖiẖ
Al-Bukhāri skripsi ini membahas tentang Syi’ah dalam kitab Ṣaḥiḥ Bukhāri.
Skripsi ini membahas tentang alternative terhdap beberapa penellitian
terdahulu, dan penelitian ini membuktikan bahwa keberadaan periwayat-
periwayat bid’ah (dalam hal ini sekte syiah) sebagai mana ungkapan Jalaludin
al-Suyuti dalam kitab tadrib al-Rawi fī Syarth tahrib al-Nawawi benar-benar
teradapat dalam kitab hadis sekaliber ṣaẖiẖ al-bukhāri.
Skripsi Putranda Boharami yang berjudul Penerapan Model Pencarian
Boolean Pada Aplikasi Hadist ṣaḥiḥ Bukhāri Berbasis Java Me. Skripsi ini
10
membahas tentang cara pengaplikasian terjemahan hadis menggunakan
aplikasi Boolean dan bermanfaat untuk memudahkan masyarakat secara cepat
mencari hadis yang berisi topik tertentu yang dikehendaki.
Skripsi Fitriani yang berjudul Etika Binatang Menurut Rasulullah
Dalan Kitab Ṣaḥiḥ Bukhari Dan Muslim.skripsi ini membahas tentang hadis
etika binatang yang terdapat dalam kitab bukhari dan muslim, jauh berbeda
dengan pembhasan yang penulis bahas yakni Pergeseran Pola Penulisan Kitab
Antara Ṣaẖiẖ Bukhari dan Sunan Turmudzi.
Skripsi Mukhlis Rahmanto yang berjudul Biografi Intelektual Al-
Bukhari, skripsi ini membahas tentang keperibadian dan kecerdasn al-Bukhari
sebagai periwayat hadits.
E. Metodologi Penelitian
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis menggunakan metode
penelitian kepustakaan (library research) yaitu mengumpulkan informasi dari
buku-buku rujukan serta mengkaji bahan-bahan tersebut, terutama
mengandalkan kitab Ṣaḥiḥ Bukhari dan Sunan Turmudzi sebagai sumber
primernya, yakni kitab Ṣaḥiḥ Bukāri dan Sunan Turmudzi.
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini
adalah library research atau penelitian kepustakaan, penulis akan meneliti
data-data yang bersumber dari literatur yang berkaitan dengan masalah
yang akan diteliti yaitu buku yang meembahas tentang kitab ṣaḥiḥ bukhāri
dan sunan muslim.
11
2. Sumber data
Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari beberapa
sumber yang berupa buku-buku seputar ẖadits, sejarah perkembangan
ẖadits dan juga penulis akan merujuk pada kitab-kitab ẖadits yang lain,
terutama buku yang membahas tentang imam bukāri dan imam Turmudzi.
Sumber tersebut dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Sumber data primer dengan menggunakan sumber-sumber dari
kitab ẖadits, literatur tentang ẖadits, ilmu ẖadits dan literature
ẖadits lainnya.
b) Sumber data sekunder, yaitu jurnal serta artikel yang berkaitan
dengan penelitian dan dapat dipertanggung jawabkan kebenaran
datanya.
3. Keabsahan Data
Data yang terkumpul akan divalidasi dengan menggunakan
beberapa langkah berikut ini:
a) Data mentah akan akan ditranskip dan di tulis ulang.
b) Mengklasifikasi data berdasarkan asumsi rumusan masalah.
c) Membaca kesluruhan masalah.
4. Metode Pembahasan
Adapun metode yang digunakan dalam skripsi kali ini bersifat
deskriptif analisis, yaitu suatu pendekatan melalui pengumpulan data dan
pendapat para ahli ilmuan yang disajikan bersesuaian dengan datanya,
12
kemudian ditelaah dan dianalisa sehingga menghasilkan sebuah
kesimpulan.
5. Metode penulisan
Dalam menulis penelitian ini, penulis mengacu kepada pedoman
penulisan skripsi.24
F. Sistematika penulisan
Rancangan sistematika panulisan dari kajian ini akan diuraikan dalam
5 bab, sebagaimana tertera dibawah ini.
Bab I, pendahuluan berisi tentang alasan mengapa penelitian ini
penting untuk dilakukan dari penelitian terdahulu mengenai kajian tentang
kitab hadist, permasalahan yang menjadi konsen untuk dijawab
dikesimpulan; tujuan dan manfa’at penelitian, metode penelitian dan
rancangan sistematika penulisan skripsi.
Bab II, berisi tetang sejaarah, defnisi dankatgori kitab al-Jam`u al-
Ṣaḥiḥ
Bab III. Membahas Kitab Hadis (Sahih Bukhari dan Sunan
Turmudzi).
Bab IV penutup. Bab ini berisi kesimpulan, saran-saran, daftar
pustaka dan lampiran-lampiran. Bab ini ingin memberikan jawaban atas
permasalahan yang diajukan pada bab I.
24
Hamid Nasuhi, dkk. “Pedoman Penulisan Skripsi” dalam Pedoman Akademik
2010/2011, (Jakarta: Biro Akademik dan Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010),
h. 350-404.
14
BAB II
MENGENAL MACAM-MACAM KITAB HADIS
DAN KARAKTERISTIKNYA
Hadis sebagai sumber pedoman hidup setelah al-Qur’an menjadi pustaka yang
harus dijaga keberadaannya.Selain sebagai sumber hukum, hadis juga merupakan
sumber ilmu pengetahuan yang universal. Maka tidaklah mengherankan jika umat
Islam sangat memberikan perhatian husus terhadap hadis terutama dalam usaha
pemeliharaan agar terjaga keasliannya dan tidak musnah.
Namun dalam catatan sejarah, praktek dusta atau pemalsuan hadis terjadi
karena tindakan beberapa oknum tertentu dengan berbagai tujuan.1Peristiwa itu
terjadi sejak zaman Rasulullah2 dan pada masa fitnah al-kubra.
3Para pendusta
tersebut mengeluarkan statemen atau pernyataan yang diatasnamakan Rasulullah
untuk mendukung kelompoknya. Hingga muncullah usaha pemurnian hadis.4
Karena kehawatiran terjadinya kerancuan dan hilangnya hadis murni, maka
terjadi masa transisi hadits dari tradisi oral ke tradisi teks. Setelah Rasulullah
wafat, hadits dan segala hal yang berkaitan dengan beliau menjadi objek
penelitian intensif dari para sahabat, tabi’in, sampai ulama hadis untuk dikoleksi
1Arifuddin Ahmad, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi (Jakarta: Insang
Cemerlang),h. 63 2Hal ini diketahui dari munculnya hadis Rasulullah SAW yang mengecam para pendusta
atas nama Rasulullah. Sebagaian redaksi hadis tersebut adalah: ن النار أ مقعده م دا فليتبو من كذب علي متعم 3Fitnah al-kubra merupakan peristiwa yang terjadi sejak adanya pertentangan antara
Ali R.A. dan Muawiyah. 4Masa itu disebut oleh Dr. Mustafa al-Siba’i sebagai masa pemisah antara kemurnian dan
kebebasan hadis dari kebohongan di satu fihak dan adanya praktik kedustaan seperti penambahan,
pengurangan, penggantian serta penciptaan hadis palsu untuk kepentingan politik dan perpecahan
Islam di pihak lain. Lihat. Daud Rasyid, Sunnah di Bawah Ancaman, (Bandung : Syamil, 2006),
h.100.
15
dalam bentuk tulisan.Para ulama hadis hampir sepakat mengatakan bahwa
kodifikasi hadis secara resmi dilakukan pada masa khalifah Umar bin ‘Abdul
‘Aziz.5
Sebagaimana halnya dengan ilmu hadits, penulisan kitab-kitab hadis juga selalu
berkembang.Sebagian para ahli hadis melakukan pengkajian terhadap hadis Rasulullah
untuk kepentingan disiplin ilmu lain seperti tafsir, fikih, kalam, hukum dan lain
sebagainya. Sedangkan sebagian lagi melakukan penelitian hadis untuk disiplin keilmuan
hadis sendiri. Oleh karena itu, keberadaan hadis-hadis Nabi tersebar secara luas, baik di
dalam bidang hadis sendiri, maupun di dalam bidang disiplin ilmu lain.
Perbedaan kebutuhan dan background dari para ahli hadis tersebut, menjadi motif
serta mendorong munculnya penyusunan kitab-kitab hadis yang lebih sistematis dan
kritis. Para ahli hadis mulai menyusun kitab-kitab hadis sesuai dengan klasifikasi bidang
pembahasan tertentu dengan berbagai cara dan corak yang berbeda-beda, terutama dalam
sistematikanya.
A. Definisi Kitab Hadis
Kitab hadis terdiri dari dua kata yakni kitab dan hadis. Secara etimologi, kitab
artinya buku atau bacaan.6 Dalam bahasa arab kata kitab merupakan bentuk
masdar dari kata kataba (menulis)yang artinya sesuatu yang ditulis atau
tulisan.7Secara terminologi kitab artinya kumpulan dari beberapa tulisan yang
memuat beberapa bab, sub bab serta beberapa masalah atau
5Masa ini terjadi pada abad 2 H, namun hadis yang terhimpun belum dipisahkan antara
hadis marfu', mauquf maupun maqthu'. Lihat.Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadis, (Bandung:
Cita Pustaka Media, 2011), h. 68. 6Pius A Partanto, M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : Penerbit
Arloka, 1994), h. 339. Lihat pula. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h.573. 7
بة وكتاباكتب يكتب كتا , dengan bentuk jamaknya kutbun atau kutubun. Lihat. Al Munjid,
(Beirut: Dar al Masyriq, 2002), h.671.
16
pembahasan.8Sedangkan pengertian hadis secara umum adalah sabda, perbuatan,
sikap, pengakuan dan sifat Nabi Muhammad saw.sebagai Rasul.
Jadi definisi dari kitab hadis adalah kumpulan dari beberapa hadis yang
terkumpul jadi satu kitab atau buku. Hadits sebagai kitab berisi berita tentang
sabda, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad sebagai Rasul. Berita tersebut
didapat dari para sahabat pada saat bergaul dengan Nabi yang selanjutnya
disampaikan kepada sahabat lainnya atau murid-muridnya dan diteruskan kepada
murid-murid berikutnya lagi hingga sampai kepada pembuku hadis.
Akan tetapi istilah kitab dalam beberapa kitab hadis memiliki makna lain.
Selain bermakna kitab sebagai kumpulan tulisan atau buku, istilah kitab juga
digunakan untuk memberi nama sebuah bab. Misalnya dalam daftar isi beberapa
kitab hadis dijumpai judul kitab as Ṣalah, kitab al-Zakah, dan sebagainya. Kata
kitab dari kalimat kitab al-Ṣalah disitu menunjukkan bahwa itu merupakan judul
sebuah bab yang husus membahas hadis-hadis tentang shalat. Namun pembahasan
kitab dalam makalah ini fokus pada masalah kitab hadis sebagai kumpulan hadis
yang dibukukan atau tersusun jadi satu.
B. Fungsi Adanya Kitab Hadis
Sebagaimana telah sebutkan oleh Imam Syafī’ī bahwa fungsi hadits adalah
penguat serta penjelas dari teks atau hukum yang masih global dan belum dibahas
dalam al-Qur’an.9 Sebagai pelengkap dari al-Qur’an, keberadaan kitab-kitab hadis
8 Kamus Al Munjid, h. 671.
9Fungsi hadis sebagai bayan tafshil (penjelas untuk menerangkan ayat mujmal atau hal
yang ringkas petunjuknya), bayan takhshish (penjelas untuk menentukan dari ayat yang bersifat
umum), bayan ta’yin (penjelasan untuk menentukan mana yang dimaksud dari dua atau lebih
dalam suatu perkara), bayan tasyri’ (penjelasan yang bersifat menetapkan suatu hukum yang tidak
ada dalam al-Qur’an) dan bayan naskh (penjelasan tentang penggantian ayat atau masalah yang
17
menjadi referensi penting bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan sesuai
dengan syari’at Islam.
Dengan adanya kitab-kitab hadis, umat Islam lebih mudah untuk menemukan
teks atau rujukan sumber yang dibutuhkan. Efisien waktu, praktis dan efektif.
Karena hadis-hadis sudah diklasifikasi sesuai dengan bidang dan metode yang
sistematis. Apalagi dengan kemajuan teknologi informasi, kini kitab-kitab hadis
tidak hanya dalam bentuk buku tebal, tetapi ada ribuan kitab yang tersimpan
dalam bentuk soft copy baik berupa CD, DVD, maupun Software Maktabah
Syamilah atau lainnya.
C. Macam-Macam Kitab Hadis
Hadis yang disusun oleh ulama-ulama hadis sangat beragam, dari masa awal
perkembangan kodifikasi hadis hingga beberapa abad setelahnya. Kitab-kitab
tersebut memiliki bermacam-macam ciri tertentu dari sistematika penulisan,
kualitas hadisnya maupun kandungan pembahasan hadis itu sendiri. Oleh karena
itu penulis mencoba memetakan macam-macam kitab hadis dengan beberapa
aspek yang mendasarinya, dari masa kemunculan dan tehnik penulisan sampai
tingkat standar kualitasnya.
1. Macam-macam kitab hadis berdasarkan masa dan metode penyusunannya
Kitab Hadis pada Abad ke 2 Hijriyah
a. Kitab Al Muṣannaf
Beberapa kitab Muṣannaf yang terkenal pada abad ini antara lain:
tampak berlawanan), bayan isyarah (qiyas atau analogi). Lihat. M. Syuhudi Isma’il, Pengantar
Ilmu Hadis, (Bandung : Penerbit Angkasa, 2009), h. 58-59.
18
1. Al-Muwaṭṭo’ karya imam Malik bin Anas.10
2. Mukhtaliful Ḥadiṡ karya Al-Syafī ‘ī.
3. Al-Jāmi' karya Abdurrazzaq Al-Ṣhan ‘ani
4. Al-Muṣannaf lī Al- Syu'bah karya Syu'bah bin Hajjaj.11
5. Al- Muṣannaf lī Al- Sufyan karya Sufyan bin Uyainah.12
6. Al-Muṣannaf lī Al Laiṡ karya Al Laiṡ bin Sa'ad.13
7. Al- Muṣannaf lī ‘Al-Auza'i karya Al ‘Auza'i.14
8. Al-Muṣannaf li Al-Ḥumaidi.
b. Kitab Al-Musnad
Beberapa kitab Musnad yang terkenal pada abad ini antara lain:
1. Al-Musnad karya imam Abī Ḥanifah
2. Al-Musnad karya Zaid bin Alī
3. Al-Musnad karya imam Al-Syafī ‘ī
Kitab Hadis pada Abad ke 3 Hijriyah
a. Kitab Shahih
Kitab shahih yang terkenal pada abad ini adalah:
1. Al-Jami’ al-ṣahih Bukhari karya imam Bukhari.15
2. Al-Jami' al-ṣahih Muslim karya imam Muslim16
10
Nama aslinya Imam al-Jalil Abī Abdillah Malīk bin Anas bin Malīk al Aṣbahi, lahir di
Madinah pada tahun 93 H/ 712 M dan wafat pada tahun 179 H/ 795 M .Ia termasuk imam Hijaz
yang ahli di bidang fikih dan hadis. Dalam mengarang karyanya al Muwaṭṭo’ tersebut, ia
menghabiskan waktu selama 40 tahun. Lihat. Al Munjid, h.515. Lihat pula. Muhammad bin
‘Alawy al-Māliki, al-Qawā’id fi ‘Ilm Muṣṭalah al-Hadiṡ, Sihr, 1417, h.74. 11
Hidup pada tahun 82 - 160 H / 701 - 776 M. 12
Hidup pada tahun 107 - 198 H / 725 - 814 M. 13
Hidup pada tahun 94 – 175 H / 713 - 792 M. 14
Hidup pada tahun 88 - 157 / 707 - 773 M. 15
Nama aslinya Muhammad Ismail bin Ibrahim bin al Mughirah, ia hidup pada tahun 194-
256 H / 810-870 M.
19
b. Kitab As Sunan
Kitab-kitab sunan yang terkenal pada abad ini diantaranya :
1. Al- Sunan Abu Dawud karya imam Abu Dawud
2. Al-Sunan At Turmudzi karya imam At Turmudzi .
3. Al-Sunan Nasa’i karya imam An Nasa’i.
4. Al-Sunan Ibnu Majah karya Ibnu Majah
5. Al-Sunan Darimi karya imam Ad Darimi.
c. KitabAl Musnad
Pada masa ini juga muncul beberapa kitab al-musnad, diantaranya:
1. Al-Musnad karya imam Ahmad bin Hambal
2. Al-Musnad karya Sa’id bin Mansur
3. Al-Musnad karya Abī Bakr bin Abi Syaibah
4. Al-Musnad karya Uṡman bin Abī Syaiṭah
Kitab Hadis pada Abad ke 4 Hijriyah
a. Kitab Al Mu’jam
Beberapa kitab mu’jam yang terkenal abad ini diantaranya:
1. Al-Mu'jam al-Kabir karya Al-Ṫabrani17
2. Al-Mu'jam al-Ausaṭ karya Al-Ṫabrani
3. Al-Mu'jam al-Ṡaghir karya Al-Ṫabrani
b. Kitab Al Mustadrak
Kitab Al-Mustadrak pada masa ini adalah :
16
Nama aslinya Abū al-Husain Muslim bin al Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi, ia hidup
pada tahun 204-261 H / 820-875 M. 17
Namanya Abū Al-Qāsim Sulaiman bin Ahmad Al-Ṫabrani, ia hidup pada tahun 260-340
H / 873-952 M.
20
1. Al-Mustadrak alā al-Ṣhahih ‘Aini karya Al Hakim.18
2. Al-‘Ilzamat karya imam ad Daruquthni.19
Selain dua jenis kitab tersebut, pada masa ini juga terdapat beberapa
kitab diantaranya:
1. Al-Ṣhahih oleh Ibnu Khuzaimah.
2. Al-Ṣhahih oleh Abū Hatim bin Hibban.
3. Al-Taqāsim wa al Anwa' oleh Abū Awwanah.
4. Al-Muntaqa oleh Ibnu Sakan.
5. Al-Sunan oleh Al-Daruquṭni.
6. Al-Muṣannaf oleh Al-Ṫahawi.
7. Al-Musnad oleh Ibnu Naṣr Al-Rāzi.
Kitab Hadis pada Abad ke 5 Hijriyah
Diantara kitab yang terkenal pada abad ini adalah:
1. Al-Sunan al-Kubra oleh Al-Baihaqī.
2. Al-Jami’ Baina al-Ṡahih ‘Aini karya imam Ismā ‘il bin Ahmad.
3. Al-Jami’ Baina al-Ṡahih ‘Aini karya Muhammad bin Abī Naṣr al-Ḥumaidi.
4. Bahru al Asānid karya al-Hāfiḍ al-Hasan bin Ahmad al- Samarqandi.
5. ‘Umdatul Ahkam karya al Hāfiḍ Abdul Gani Abī Abd al-Wahid.
6. Al-Ahkam al-Ṡughra karya Abī Muhammad Abdul Khaq.20
Kitab Hadis pada Abad ke 6 Hijriyah
Diantara kitab yang terkenal pada abad ini adalah:
18
Al Hakim al-Naisaburi hidup pada tahun 321-405 H. 19
Hidup pada tahun 306-385 H. Lihat. Nawir Yuslem, Sembilan Kitab Induk Hadis,
Biografi Penulisnya dan Sistematika Penulisannya, (Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2006), h. 105. 20
Lihat. Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Ulumul
Hadis jilid 1, (Jakarta: t.p., 2002), h. 167-168.
21
1. Al-Jami’ Baina al-Ṣahih ‘Ani karya Muhammad bin Ishaq al Asylaby.
2. .Al-Jami’ Baina al-Ṣahih ‘Aini karya Abd al-Khaq bin ‘Abdurrahman.
3. Maṣabi’ al-Sunnah karya imam Ḥusain bin Mas’ud al-Bagawy.
Kitab Hadis pada Abad ke 7 Hijriyah
a. Kutub Al-Zawa’id
Diantara kitab jenis ini yang terkenal adalah karya Syihabuddin :
1. Majma’ al-Zawāid Sunan Ibnu Majjah alā al-Kutub al-Khamsah
2. Ittihaf al-Mahrah bi Zawāid al-Masānid al-‘Asyrah
3. Zawāid al- Sunan al-Kubra lī al-Baihaqi
b. Kutub Al-Aṭraf
1. Al-Aṭraf al Musnad al Mu’tali bi Al-Aṭraf al Musnad al-Hambali
2. Aṭraf al Ahādiṡ al-Mukhtarah lī Ḍiya’ al-Muqdisy karya Ibnu Hajar
al-‘Asqalanī.
c. Kitab Takhrij
1. Al-Maqaṣid al-Hasanah fī Bayān Kaṣir min al-Ahādiṣ al-
Musytaharah alā al-Alsinah karya Syamsuddin Muhammad bin Abdu
al-Rahman al-Sakhawy.
2. Taṣilussabil ila Kasyfi al Iltibās karya ‘Izzuddin Muhammad bin
Ahmad Al-Kholili.
3. Kasyf al- Khafa’ wa Kanzil al-Albās karya Isma’il bin Muhammad.
d. Beberapa kitab yang dikelompokan dalam bidang husus
22
1. Kitab Hadis bidang Hukum, diantaranya : kitab Taqrib al-Asānid wa
Tartīb al-Asānid karya Zainuddin Abi al-Faḍl Abdu al-Rahīm bin
Husain al- ‘Iraqy.
2. Kitab Hadis dalam bidang Akhlak. Diantaranya al-Targib wa al-
Tarhib oleh Al Munẓiri, dan Riyaḍu al- Ṣalihin oleh Imam Nawawi.
Kitab Hadis pada Abad ke 8 Hijriyah
Diantara kitab yang terkenal pada abad ini adalah:
1. Jami’ul Masānid wa al-Sunan karya Ibnu Kaṣir
2. Al-Ilmam fī Ahādiṣ al-Ahkām karya Imam bin Daqīq al- ‘Id
Kitab Hadis pada Abad ke 9 Hijriyah
Diantara kitab yang terkenal pada abad ini adalah:
1. Ittihāful Khiyār bi Zawāid al-Masānid al-Asyrah karya Muhammad bin
Abī Imam Bulūgul Marām oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani.
Kitab Hadis pada Abad ke 10 Hijriyah
Diantara kitab yang terkenal pada abad ini adalah:
1. Jam’ul Jawamī’ karya Imam Suyuthi
2. Al-Jami’ al-Ṣagir min Ahādiṣ al-basyīr al-Naẓir karya Imam Suyuṭi
3. Lubāb al-Hadiṣ karya Imam Suyuṭi.
2. Macam-macam kitab hadis berdasarkan Standar Kualitasnya
1) Kitab Standar yang lima (Kutub al- Khamsah)
23
Ulama sepakat ada lima buah kitab hadis yang dinyatakan sebagai kitab
standar atau kitab yang lima (Kutub al- Khamsah) adalah: Kitab Shahih Bukhari,
kitab Shahih Muslim, kitab Sunan Abi Daud, kitab Sunan Turmudzi, dan kitab
Sunan an Nasa’i.21
2) Kitab Standar yang enam (Kutub al-Sittah)
Al Kutub al-Sittah merupakan enam kitab standar yang terdiri dari Kutub al-
Khamsah ditambah satu kitab yang dimasukkan dalam standar enam ini. Namun
para ulama berbeda pendapat dalam menentukan kitab keenam yang dinyatakan
sebagai kitab standar atau kitab yang enam (Kutub al-Ṣittah), diantaranya:
Menurut Ibnu Thahir al Maqdisy : Sunan Ibnu Majah.
Menurut Ibnu Atsir dan lainnya : Al-Muwattha’ karya Imam Malik.
Menurut Ibnu Hajar Al Asqalany : Sunan Al-Darimy.
Menurut Ahmad Muhammad Syakir : Al-Muntaqa karya Ibnu Jarud.22
Akan tetapi dalam mayoritas referensi menyebutkan bahwa Kutub al-Ṣittah
yang merupakan kitab hadis Mu’tamidah atau Mu’tabarah23
adalah Ṣahih
Bukhāri, Ṣahih Muslim, Sunan Abi Daud, Sunan Turmudzī, Sunan al-Nasa’i dan
Sunan Ibnu Majah.24
21
M. Syuhudi Isma’il, Pengantar Ilmu Hadis, (Bandung: angkasa, 2009) , h.116. 22
M. Syuhudi Isma’il, Pengantar Ilmu Hadis, (Bandung: angkasa, 2009) , h.116.
23
Kitab hadis mu’tabarah adalah beberapa kitab yang memuat beberapa kumpulan hadis-
hadis yang diterima (maqbul) sehingga dapat digunakan hujjah atau dalil bagi orang Islam.Lihat.
Ulumul Hadis jilid 1, ., h. 31. 24
Keenam kitab tersebut termasuk kitab hadis Mu’tamidah atau Mu’tabarah yang
masyhur.Lihat pula. Mahmud Thahan, Intisari Ilmu Hadis, diterjemahkan oleh Muhtadi Ridwan,
dari Taisir Musthalah al-Hadis, (Malang: UIN Malang Press, 2007),h. 188.
24
D. Karakteristik Berbagai Kitab Hadis
(1) Kitab hadis yang disusun berdasarkan tema atau bab
Dalam kitab-kitab ulama terdahulu jenis ini disebut dengan al Aṣnaf. Karakter
dari penyusunan kitab ini adalah tematik. Hadis-hadis yang memiliki tema sama
dikumpulkan dalam satu judul umum yang mencakupnya, seperti Kitab al- Ṣalah,
Kitab al-Zakah, Kitab al-Buyu’, dan sebagainya. Kemudian hadis-hadisnya dibagi
menjadi beberapa bab. Masing-masing bab mencakup satu atau beberapa hadis
yang berisi masalah juz’iyyah. Setiap bab diberi judul yang menunjukkan
temanya, seperti al-bab Miftah al-Ṣalah al-Ṫahur. Para muhaddisin menyebut
judul bab itu dengan tarjamah.25
Adapun dalam menyusun kitab-kitab tersebut
menggunakan beberapa metode atau cara, antara lain :
(a) Al Jawami’
Kata al Jawami’ merupakan bentuk jamak dari kata al Jami’.26
Menurut
istilah para ahli hadis, kitab al Jawami’ adalah kitab hadis yang disusun
berdasarkan bab dan mencakup hadis-hadis berbagai sendi ajaran Islam dan sub-
subnya. Secara garis besar bab-babnya mencakup tentang aqidah, ibadah
muamalah, perjalanan hidup Nabi SAW, perbudakan, fitnah, dan berita hari
kiamat.27
Diantara contoh kitab al Jami’ adalah al Jami’ as Ṣahih karya imam
Bukhari, al Jami’ al-Ṣahih karya imam Muslim, al Jami’ al-Ṣahih karya Imam
25
Nuruddin ‘Itr, Ulum al-Hadis, (Bandung: Remaja Rosdakarta, 1995), h.181. 26
Ramli Abdul Wahid dan Husnel Anwar Matondang, Kamus Lengkap Ilmu Hadis,
(Medan: Perdana Publising, 2011), h. 92. 27
Mahmud Thahan, ., h. 188.
25
Turmudzi atau yang dikenal dengan Sunan al-Turmudzī . Karena lebih
menonjolkan hadits-hadits hukum.28
(b) Al-Sunan
Kitab Sunan adalah kitab-kitab yang menghimpun hadis-hadis hukum yang
marfu’ dan disusun berdasarkan bab-bab fikih. Kitab jenis ini hanya memuat
hadis-hadis tertentu bukan semua aspek ajaran Islam. Kitab sunan memuat hadis
sahih, hasan dan ḍa’if. Kitab-kitab sunan yang masyhur adalah sunan Abī Dawud,
Sunan at Turmudzī, Sunan al-Nasā’i, dan Sunan Ibnu Majah.29
(c) Al-Muṣannafat
Kata al Muṣannafat mengandung makna yang sama dengan muwaṭṭ’at yaitu
kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab fikih akan tetapi mencakup hadis
mauquf, maqthu’ yang disatukan dengan hadis marfu’. Karena kitab-kitab jenis
ini umumnya disusun pada awal pembukuan hadis.30
Kitab muṣannaf yang
terkenal adalah muṣannaf Abdu al-Razzaq bin Hammām al-Sahani dan muṣannaf
Abu Bakar bin Abu Syaibah.
(d) Al-Mustadrakat
Kata al Mustadrakāt merupakan bentuk jamak dari mustadrak. Al
Mustadrakat merupakan kitab hadis yang memuat hadis-hadis yang tidak dimuat
dalam kitab-kitab tertentu yang sebenarnya hadis-hadis tersebut memenuhi syarat
28
. Nuruddin ‘Itr, Ulum al-Hadis, (Bandung: Remaja Rosdakarta, 1995), h.181. 29
. Nuruddin ‘Itr, Ulum al-Hadis, (Bandung: Remaja Rosdakarta, 1995), h.181. 30
Ramli Abdul Wahid dan Husnel Anwar Matondang, ,h.159.
26
yang dipegangi oleh penulis kitab tersebut.31
Kitab al Mustadrakat yang terkenal
adalah kitab al Mustadrak ‘alā al-Ṣahih ‘Aini karya al Hakim an Naisaburi (321-
405 H) dan kitab al-Ilzamāt karya imam al-Daruquṭni (306-385 H).32
(e) Al-Mustakhrajat
Kata al Mustakhrajāt adalah bentuk jamak dari kata al-Mustakhraj. Al
Mustakhrajāt merupakan kitab hadis yang memuat hadis-hadis yang diambil dari
kitab hadits lain, lalu diriwayatkan oleh penulisnya dengan sanad sendiri, bukan
dengan sanad yang serupa dengan sanad kitab semula. Kitab al-Mustakhraj yang
masyhur dan paling banyak ialah kitab mustkharaj dari Ṣahih Bukhari dan Ṣahih
Muslim.33
(2) Kitab hadis yang disusun berdasarkan urutan nama-nama sahabat
Kitab-kitab jenis ini menghimpun hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap
sahabat ditempat yang khusus dan mencantumkan nama sahabat yang
meriwayatkannya. Teknik penyusunan seperti ini sangat membantu dalam
mengetahui jumlah dan jenis hadis yang diriwayatkan oleh para sahabat dari Nabi
saw. dan mempermudah untuk diteliti, lebih-lebih keberadaan kitab seperti ini
merupakan kitab yang sangat berfaidah bagi pencarian sumber hadis yang telah
diketahui nama sahabat yang meriwayatkannya, serta faidah-faidah lain yang
berkaitan dengan kemudahan pengkajian hadis. Kitab yang memiliki karakteristik
seperti itu diantaranya :
31
Wahid dan Husnel, h. 164. 32
Nawir Yuslem, Kitab Induk Hadis ( Jakarta: Hijir Pustaka Utama, 2006), h. 105. 33
Hasbi Ash Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 1991)
h.139.
27
(a) Al-Musnad
Kitab musnad adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan urutan nama
sahabat. Urutan sahabat itu ada kalanya disusun berdasarkan urutan huruf
hija’iyah, urutan waktu masuk islamnya, dan terkadang berdasarkan keluhuran
nasabnya. Jumlah kitab musnad ini sangat banyak, yang paling masyhur dan
paling tinggi martabatnya adalah al-Musnad karya Imam Ahmad bin Hambal,
kemudian al-Musnad karya Abi Ya’la Al-Mushili.
(b) Al-Aṭraf
Kata Aṭraf adalah bentuk jama’ dari ṭarf yang berarti bagian dari sesuatu.34
ṭarf hadiṣ adalah bagian hadits yang dapat menunjukkan hadis itu sendiri, atau
pernyataan yang dapat menunjukkan hadits, seperti hadits innama al a’malu bi al
niyyāt.35
Sedangkan yang dimaksud dengan kitab al-Aṭraf adalah kitab-kitab yang
disusun untuk menyebutkan bagian hadis yang menunjukkan keseluruhannya,
biasanya di dalamnya dituliskan pangkal-pangkal hadits saja,36
lalu disebutkan
sanad-sanadnya pada kitab-kitab sumbernya. Sebagian penyusun menyebutkan
sanadnya dengan lengkap, dan sebagian lainnya hanya menyebutkan sebagiannya.
Kitab-kitab ini tidak memuat matan hadis secara lengkap.
(c) Al –Ma ‘ajim
Kata al-ma ‘ajim adalah bentuk jamak dari kata al mu’jam. Kitab Mu’jam
menurut istilah para muhaddisin adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan
susunan guru-guru penulisnya yang kebanyakan disusun berdasarkan urutan
34
Kamus Al Munjid, h. 464. 35
Nuruddin ‘Itr Ulum al-Hadis, ( Bandung: Remaja Rosdakarta,1995), h. 201. 36
Ramli Abdul Wahid dan HusnelAnwar Matondang,h. 29
28
alfabetis atau hija’iyyah. Beberapa kitab mu’jam yang terkenal adalah tiga buah
kitab mu’jam karya Abu Al-Qasim Sulaiman bin Ahmad al-Thabrani (W.360 H).
Ketiga kitab mu’jam tersebuat adalah al Mu’jam as Ṣaghir, al-Mu’jam al-‘Ausaṭ,
dan al Mu’jam al-Kabīr.37
Dua mu’jam pertama disusun berdasarkan urutan nama
guru-gurunya, sedangkan mu’jam yang terakhir disusun berdasarkan urutan nama
para sahabat menurut urutan huruf.
(3) Kitab hadis yang disusun berdasarkan urutan awal hadis
Kitab-kitab hadis yang menyebutkan beberapa kata awal setiap hadis yang
disusun berdasarkan urutan huruf hija’iyyah. Jadi dimulai dengan hadis yang
diawali dengan huruf alif, lalu hadis yang diawali dengan huruf ba’, dan
seterusnya. Kitab seperti ini memberikan banyak kemudahan bagi orang yang
menelaahnya. Akan tetapi, terlebih dahulu harus diketahui dengan pasti huruf
awal setiap hadis yang dicari sumbernya itu. Bila tidak, maka akan sulit
pencariannya.38
Kitab-kitab hadis yang disusun dengan cara seperti ini antara
antara lain:
Kitab Majami’ yaitu kitab-kitab yang merupakan himpunan hadis dari
berbagai kitab hadis.
Kitab-kitab tentang hadis-hadis yang sering diucapkan oleh orang umum.
Kitab ini mencakup banyak hadis yang sering diucapkan oleh umat pada
umumnya, dan kebanyakan hadisnya tidak terdapat dalam kitab lain yang
sejenis.
37
Mahmud Thahan, Taisir Musthalah al-Hadis, (Beirut: Dar al-Fikr. ), h. 188. 38
Nuruddin ‘Itr, Ulum al-Hadis, (Bandung: Remaja Rosdakarta,1995), h. 203.
29
(4) Kitab himpunan beberapa hadis
Kitab-kitab yang disusun untuk menghimpun hadis dari sejumlah kitab
sumber hadis.39
Biasanya kitab jenis ini memiliki dua karakter, ada kalanya
memuat hadis dengan klasifikasi tema tertentu dan terkadang menggunakan
penyusunan yang runtut berdasarkan urutan huruf hija’iyyah. Diantara kitab jenis
ini yang terpenting adalah:
a. Kitab himpunan hadis berdasarkan urutan bab
a). Jami’ al-Uṣul min ahādiṣ ar Rasul karya Ibnu Aṣir al Mubārak yang ditulis
tanpa disertai sanad. Setiap hadis diberi penjelasan ringkas tentang lafal-lafal yang
asing. Namun tidak disertai dengan penjelasan tentang derajat hadis-hadis sunan,
bahkan ia tidak menyebutkan komentar imam Turmudzi terhadap hadis-hadis
yang diriwayatkannya, sehingga hal ini membuat para pembacanya membutuhkan
upaya lebih lanjut untuk mengetahiunya.
b). Kanz al ‘Ummal fī Sunan al-aqwāl wa al ‘Af’al karya Ali bin Hisyam al
Muttaqi al Hindi (W.975 H). Kitab ini terdiri dari sembilan puluh tiga buah jilid
menurut hasil perhitungan, sehingga ia tampil sebagai kitab hadis yang komplit.
b. Kitab himpunan hadis yang disusun berdasarkan urutan huruf
Di antara kitab jenis ini yang terpenting adalah: a) Al-Jami’ al-Kabīr atau
Jam’ul Jawami’ karya as-Suyuṭi. Kitab ini merupakan cikal bakal kitab Kanzul
Ummal. b) Al-Jami’ al-Ṣagir lī Ahādiṣ al Basyīr al-Nazīr karya Al-Suyuṭi pula.
Kitab ini merupakan cuplikan dari kitab al Jami’ al-Kabīr.
39
Nuruddin Ltr, Ulum al-Hadis, (Bandung: Remaja Rosdakarta, 1995), h. 205
30
c. Al-Zawa’id
Kutub Al-Zawāid ini merupakan kitab-kitab hadis yang disusun untuk
menghimpun hadis-hadis yang tidak terdapat pada kitab hadis yang lain, yakni
selain hadis-hadis yang terdapat dalam kitab-kitab yang diperbandingkan
itu.Sangat banyak ulama yang telah menyusun kitab al-Zawāid ini, diantara yang
terkenal kitab al Maṭalib al-‘Aliyah bi Zawaṭid al Masānid Al-ṣamaniyah karya
Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. Kitab ini menghimpun hadis-hadis yang
melebihi kutub al-Sittah.40
d. Al-Takhrij
Kitab-kitab yang disusun untuk mentakhrij hadis-hadis kitab tertentu. Di
antara kitab takhrij yang penting adalah: 1) Nashbu al-Rayah lī Ahadiṣ al-
Ḥidāyah karya Jamaluddin Abu Muhammad ‘Abdillah bin Yusuf al-Zaila’i al
Ḥanafi. Kitab ini merupakan takhrij hadis-hadis kitab Hidayah, sebuah kitab fikih
mazhab Hanafi, yang disusun oleh Ali bin Abu Bakar al Maghinani. 2) Al-Mugni
‘an Ḥaml al-Asfar fī al-Asfar fī Takhrij Ma fī al Ihya’ min al-Akhbar karya Imam
Abdurrahim bin Ḥusain al-‘Iraqy. Kitab ini merupakan kitab takhrij hadis-hadis
dalam kitab Ihya’ ‘Ulum al Din karya Imam al Ghazali.41
e. Al -Ajza’
Al-ajza’ merupakan jamak dari al juz’, yang artinya kitab yang disusun untuk
menghimpun hadits-hadits yang diriwayatkan dari seorang perawi, baik dari
40
Nuruddin ltr, Ulum al-Hadis, (Bandung: Remaja Rosdakarta, 1995), h. 206-207. 41
Nuruddin ltr, Ulum- al-Hadis, (Bandung: Remaja Rosdakarta, 1995),h. 208. Lihat
Pula.Mahmud Thahan, ,h. 188.
31
kalangan sahabat maupun generasi setelahnya.42
seperti Juz’ Hadis Abi Bakār dan
Juz’ Hadīs Malīk.
f. Al-Masyikat
Al-Masyikāt adalah kitab-kitab yang disusun untuk menghimpun nama guru-
guru penyusunnya, hadis atau kitab yang mereka terima beserta sanadnya, berikut
para penyusunnya. Diantara kitab semacam ini yang paling masyhur adalah
agenda pengajian hadis yang ditulis oleh al Ra’aini yang diberi judul al-Nubẓat al
mustafād min al-riwayat wa al-isnād.
g. Al-‘Ilal
Al-‘Ilal adalah kitab-kitab hadis yang disusun untuk menghimpun hadis-hadis
yang memiliki cacat, disertai penjelasan tentang cacatnya itu. Penyusunan kitab
sejenis ini merupakan puncak prestasi kerja penyusunnya, karena pekerjaan ini
membutuhkan ketekunan, kerja keras dan waktu yang panjang untuk meneliti
sanad, memusatkan pengkajian dan mengulanginya untuk mendapat kesimpulan.43
(5) Kitab yang disusun berdasarkan keṣahih an hadisnya
Kitab yang disusun dengan menggunakan kejelian dan metode kritis atas
keṣahih an sebuah hadis, baik dari segi matan44
, sanad45
serta rawinya. Sehingga
42
Ramli Abdul Wahid, h. 87. 43
Ramli Abdul Wahid, h. 87. Lihat pula. Mahmud Thahan, h. 188. 44
Adalah pembicaraan (kalam) atau materi berita yang disampaikan oleh sanad yang
terakhir.Lihat. Mahmud Thahan, Taisir Mushthalah al Hadist, (t.k: Dar al Fikr, tt.), h. 15.
Singkatnya matan merupakan redaksi hadis, baik pembicaraan itu merupakan sabda Rasulullah,
sahabat, maupun tabi’in tentang perbuatan Rasulullah, ataupun perbuatan sahabat yang tidak
disanggah oleh beliau.Lihat. Abdur Rahman Assegaf, Studi Islam Kontekstual, (Yogyakarta :
Gama Media, 2005), h. 107. 45
Secara bahasa artinya sandaran.Secara istilah adalah silsilah penyampai atau rawi yang
menghubungkan sampai matan.Lihat. Mahmud Thahan, h. 15. Maksudnya jalan yang dapat
menghubungkan matan hadis kepada Rasulullah. Dalam sanad ada tiga istilah : 1. Isnad yaitu
usaha seorang ahli hadis dalam menerangkan suatu hadis yang diikutinya dengan penjelasan
kepada siapa hadis itu disandarkan, usaha itu disebut meng-isnad-kan. 2.Musnid yaitu orang
32
mereka membuat kaidah dan syarat untuk menentukan suatu hadis ṣahih atau
tidak. Hadis jenis ini yang masyhur adalah dua karya besar imam Bukhari dan
Muslim yang kemudian disebut dengan kitab ṣahih . Untuk lebih jelas penulis
akan mencoba memaparkan sedikit gambaran karakter kedua kitab ṣahih tersebut.
(a) Kitab Ṣahih Bukhari
Beberapa karakter dalam penulisan kitab ini adalah:
- Mengulangi hadis jika diperlukan dan memasukkan ayat-ayat al-Qur’an.
- Memasukkan fatwa sahabat dan tabi’in sebagai penjelas terhadap hadis yang
dikemukakan.
- Menghilangkan sanad pada hadis yang sudah disebut pada bab lain.
- Menggunakan metode kritik hadis (jarh wa ta’dil).
- Disusun secara runtut berdasarkan bahasan runtutan fikih.
(b) Kitab Ṣahih Muslim
Beberapa karakter dalam penulisan kitab ini adalah:
- Pengarang sangat teliti dalam meneliti dan mempelajari keadaan perawi
dengan menyaring hadis-hadis yang diriwayatkan.
- Membandingkan riwayat tersebut antara satu dengan yang lain.
Hati-hati dalam menggunakan lafadz dan terkadang memberi isyarat
bila ada perbedaan antara lafadz-lafadz tersebut.
meng-isnad-kan. 3.Musnad adalah hadis yang telah di-isnad-kan oleh musnid tadi. Lihat. Abdur
Rahman Assegaf, ,h. 107.
33
BAB III
MEMBAHAS KITAB HADIS
(KitabṢaẖiẖ Bukhari dan Sunan Turmudzi).
A. Imam Bukhari dan kitab Jam’u al-Ṣaḥiḥ
1. Biografi Imam Bukhari
Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin
Ibrahim bin al-Mughirah al-Ju’fi. Beliau dilahirkan hari Jum’at, 13 Syawal 194 H
di Bukhara. Ayahnya, Isma’il, adalah seorang ulama hadits pula yang berguru
pada sejumlah ulama termasyhur, seperti Malik bin Anas, Hammad bin Zaid dan
Ibn Mubarak. Ia meninggal ketika Bukhari masih kecil. Riwayat hidupnya ditulis
oleh Ibn Ḥibban dalam kitab al-Ṡiqah dan oleh putranya, Imam Bukhari dalam
kitab al-Tarīkh al-Kabīr.1
Bukhari tergolong hidup dalam keluarga terpandang. Di samping beliau
anak dari seorang ulama yang disegani, secara ekonomis beliau juga tergolong
anak orang kaya.Namun saat Bukhari remaja orang tuanya meninggal dunia.
Imam Bukhari mulai belajar hadits pada saat beliau masih sangat
remaja, bahkan belum mencapai usia sepuluh tahun. Sebelum mencapai usia 16
tahun, Bukhari telah berhasil menghafalkan beberapa buah buku ulama, seperti
Ibn Mubārak, Waqi’ dan lain-lain. Beliau tidak hanya menghafal matan hadits
atau buku ulama terdahulu, tetapi juga mengenal betul biografi para perawi yang
mengambil bagian dan penukilan sejumlah hadits, baik data tanggal dan tempat
lahir, tanggal dan tempat meninggal dan sebagainya. Beliau menetap di Hijaz
1Muhammad Muhammad Abu Syuhbah, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub al-Shihhah al-
Sittah, (Kairo: Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyah, 1981), h. 37.
34
selama enam tahun untuk mempelajari hadits dan mengembara ke Baghdad
sebanyak delapan kali.Suatu saat ulama Baghdad menguji kekuatan daya hafalan
Imam Bukhari, yang konon pada waktu itu kemasyhuran hafalan beliau
mengguncangkan banyak ulama. Mereka menunjuk sepuluh ulama untuk menguji
hafalan Bukhari. Setiap ulama tersebut mengganti sanad hadits satu dan
menempatkannya pada hadits lain secara acak pada matan yang berbeda. Satu
demi satu penanya menyampaikan pertanyannya.Dan setelah semua penanya
selesai membacakan dan menyampaikan pertanyaan, Imam Bukhari secara
sistematis menerangkan kepada mereka sanad mana yang tepat untuk matan hadits
yang mereka bacakan dan tanyakan.
Pada masa akhir hidupnya, Imam Bukhari banyak mengalami kekerasan
dan dipaksa oleh pemerintah untuk meninggalkan negara-nya.Dan pada tahun 256
H, tepatnya tanggal 30 Ramadhan (malam ‘Idul Fitri), Imam Bukhari dipanggil
keharibaan Allah SWT. Beliau wafat di daerah Khirtand, yaitu suatu daerah tidak
jauh dari Samarkand.
Imam Bukhari belajar dan mengambil hadits dari sejumlah ulama dari
berbagai daerah, seperti guru beliau di Makkah adalah Abū al-Walid Ahmad bin
Muhammad al-Azraqi, Abdullah bin Yazid al-Muqri, Ismāil bin Salim al-Ṣaig dan
Abū Bakar al-Humaidi Abdullah bin al-Zubaīr al-Qurasyi. Di Madinah, beliau
berguru pada Ibrahim bin al-Mundzīr al-Hazāmi, Muṭraf bin Abdullah bin
Hamzah, Abu Tsabit Muhammad bin Abdillah, Abdul Aziz bin Abdillah dan
Yahya bin Qaz’ah. Di Baghdad, di antaranya, Muhammad bin Isa al-Ṫiba’i,
Muhammad bin Sabiq, Suraih dan Ahmad bin Hambal dan lain-lain. Dan masih
35
banyak lagi guru-guru Imam Bukhari di berbagai kota, seperti Bashrah, Kufah,
Mesir, Bukhara, dan kota-kota lainnya. Karena itu, Imam al-Hakim menyebutkan
bahwa Imam Bukhari setiap kali singgah di sebuah kota menyempatkan belajar
kepada guru-guru yang ada di kota tersebut.2
Imam Bukhari menulis banyak kitab dalam berbagai disiplin ilmu, namun
yang terbanyak adalah kitab-kitab yang terkait dengan kajian hadits. Karya beliau
yang paling masyhur adalah Ṣahih Bukhari. Judul lengkap kitab ini adalah al-
Jami’ al-Musnad al-Ṣahih al-Mukhtaṣar min Umur Rasulillah wa Sunnatihi wa
Ayyamihi.
Beberapa kitab karya Imam Bukhari lainnya adalah sebagai
berikut: Qaḍaya al-Ṣahabah, Raf’al Yadain, al-Tafsīr al-Kabir, al-Musnad al-
Kabīr, Tarīkh Ṣaghir, Tarīkh Ausaṭ, Tarīkh Kabīr, al-Adāb al-Mufrad, Birr al-
Walidain, al-Ḍu’afa’, al-Jami’ al-Kabīr, al-Asyribah, Asma’ al-Ṣahabah, al-
Wuhdan, al-Mabsuṭ, al-‘Ilal, al-Kuna, al-Fawā’id.3
2. Mengenal kitab al-Jam’u al-Ṣaḥiḥ
Nama lengkap kitab Bukhari adalah al-Jami’ al-Ṣahih al-Musnad al-
Mukhtaṣar min Umur Rasulillah SAW wa Sunnatihi wa Ayyamihi.
Kata al-Jami’ dalam ilmu hadits mengandung pengertian bahwa kitab
tersebut menghimpun hadits dari berbagai bidang, seperti aqidah, hukum, tafsir,
tarikh dan sebagainya. Dalam kitab al-Jami’ al-Ṣahih , Bukhari memasukkan
2Al-Husaini Abdul Majid Hasyim, al-Imam al-Bukhari Muhadditsan wa Faqihan, (Kairo:
al-Dar al-Quumiyyah, t.t), h. 32-36. 3Mahrus Ridwan Abd Aziz, Dirasat fi Manāhij al-Muhadditsin, (Kairo: al-Fajr al-Jadīd,
1992), h. 127.
36
semua hadits ṣahih yang berkaitan dengan al-Ahkām, al-Fadhā’il, al-
Akhbar masa lalu dan masa yang akan dating dan sebagainya.4
Sedangkan kata al-Ṣahih mengandung maksud bahwa Bukhari tidak
memasukkan hadits-hadits ḍa’if kecuali hadits ṣahih . Bahkan ia menegaskan
dengan pernyataan “Ma Adkhaltu fī al-Jami’ Illa Ma Ṣahha”.
Adapun yang dimaksud dengan al-Musnad dalam penamaan kitab
tersebut adalah bahwa Bukhari tidak memasukkan ke dalam kitabnya selain dari
hadits yang sanadnya bersambung (muttaṣil) melalui sahabat sampai ke
Rasulullah SAW, baik perkataan, perbuatan maupun taqrir. Sedangkan selain itu
ia jadikan sebagai pendukung (mutabi’) dan pembanding, bukan prinsip (aṣl) dan
tujuan utama.5 Dengan demikian, menurut penilaian Bukhari, hadits-hadits yang
terdapat pada al-Jami’ al-Ṣahih adalah muttaṣil kepada Nabi SAW, dan
karenanya dapat dipertanggungjawabkan otensitasnya.
Kitab ini mulai ditulis ketika Bukhari berada di Masjid al-Haram
Makkah, dan berakhir ketika ia berada di Masjid Nabawi Madinah. Proses
penulisan kitab ini memakan waktu 16 tahun. Dan untuk setiap hadits yang beliau
seleksi dan masukkan ke dalam kitab ṣahih nya, Imam Bukhari selalu mandi dan
berwudlu kemudian melakukan shalat nafilah dan beristikharah. Hal tersebut
dilakukan sebagai tindakan kehati-hatian dan untuk memperoleh pertolongan
Allah, karena obsesi Bukhari terhadap kitabnya sebagai hujjah antara dirinya
4Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits ‘Ulumuhu wa Mushthalahuhu, (Beirut:
Dar al-Fikr, 1989, 1989), h. 313. 5Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits…., Ibid.
37
dengan Allah SWT. Sebagaimana dikutip ‘Ajjaj al-Khathib, Bukhari
mengatakan: “Ja’altuhu Hujjatan Baini wa Bainallah”.6
Kitab al-Jami’ al-ṣahih merupakan kitab pertama yang hanya
menghimpun hadits-hadits ṣahih saja. Di dalam kitab ini, menurut sebuah
pendapat, terdapat 9082 buah hadits, disertai pengulangan, yang terseleksi dari
sekitar 600000 hadits.7 Adapun jika tidak diulang, menurut Ibn Hajar al-
‘Asqalani, sebagaimana dikutip oleh Abu Syu’bah, jumlah keseluruhannya
sebanyak 2602 hadits.Muhammad Ṣadiq Najmi menyebutkan bahwa dalam
kitab al-Jami’ terdapat 7275 hadits disertai pengulangan, dan jika tanpa
pengulangan jumlah keseluruhan haditsnya adalah 4000 hadits.
Menurut Muhibbudin al-Khathib, sebagaimana dikutip Muham-mad
‘Ajjaj al-Khathib, perhitungan paling akurat terhadap hadits ṣahih Bukhari adalah
sebagaimana yang dilakukan oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi. Menurutnya,
jumlah hadits dalam Ṣahih Bukhari disertai pengulangan sebanyak 7563,
selain ta’liq, muttabi’, mauquf dan munqaṭi’. Sedangkan jika tanpa pengulangan
jumlah keseluruhan haditsnya sebanyak 2607.8
6Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadis ‘Ulumuhu Wa Musthalahuhu, (Beirut:
Dar al-fikr, 1989), h. 312. 7Ibn shalah, Muqaddimah Ibn Shalah, (Mesir: 1326 H), h.4.
8Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, al-Khathib, Ushul al-Hadis ’Ulumuhu Wa Musthalahuhu,
(Beirut: Dar al-Fikr, 1989), h. 314.
38
3. Metode Imam Bukhari
Ibn Hajar, dalam kitabnya al-Nukāt ‘ala Kitāb Ibn al-Ṣalah, memberikan
uraian singkat tentang metode Bukhari. Ia menyebutkan bahwa metode yang
dikembangkan Imam Bukhari dapat dilihat dari dua sisi:9
Pertama, dilihat dari penamaan kitabnya al-Jami’ al-Ṣahih , dan
Kedua, langkah-langkah Bukhari dalam melakukan kajian dan penelitian
(al-Istiqra) terhadap hadits.
Oleh karena itu, untuk memperoleh gambaran utuh tentang metode
Bukhari maka kajian terhadap kitab al-Jami’ al-Ṣahih dan langkah-langkah
tashhih dan taḍ’if-nya merupakan suatu keniscayaan
Di kalangan Muhadditsin marātib hadits berbeda-beda dilihat dari aspek
kuat dan lemahnya sanad hadits.Mahmud Ṫahhan, misalnya, membagi hadits dari
segi kuat dan lemahnya sanad hadits kepada dua bagian; hadits maqbul dan
hadits mardud. Dari keduanya dibagi kepada martabat-martabat hadits lain. Di
samping itu, pembagian tersebut juga akan mempunyai implikasi terhadap
kekuatan hujjah hadits.
Imam Bukhari adalah seorang muhaddits yang dikenal ketat dalam
memasukkan haditsnya. Hal tersebut karena Imam Bukhari menetapkan
hadits ṣahih dengan tingkat kriteria sanad yang tinggi. Beliau tidak begitu mudah
menerima sebuah hadits tanpa melakukan kroscek dan penelitian yang mendalam
terhadap sanad hadits itu.Dalam melakukan penelitian terhadap hadits tersebut
9Ibn Hajar, al-Nukat ‘ala Kitab Ibn al-Shalah,(Beirut: Dar al-Kutub al-ilmiyah, 1993),
Lihat juga Muhammad Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits, h. 313.
39
selanjutnya Bukhari menentukan kriteria dan kategorisasi hadits, baik sanad
maupun matannya.
Dalam konteks ini, Bukhari menggariskan beberapa syarat yang tegas
untuk hadits ṣahih :
1. Perawi harus ‘adil, ḍabith, ṣiqah, tidak mudallis (berdusta)
2. Sanadnya bersambung (Muttaṣil), tidak mursal, munqaṭi’, atau mu’ḍ.
3. Matan hadits tidak janggal dan tidak cacat.
Berkenaan dengan syarat ittiṣal yang ditetapkan Bukhari, al-Husaini,
mengutip keterangan Ibn Hajar, menjelaskan bahwa maksud dari ittiṣal adalah
bahwa seorang perawi tidak saja harus sezaman (mu’aṣarah) dengan marwi
‘anhu (orang yang diriwayatkan haditsnya oleh perawi), tetapi harus juga bertemu
(liqa’) meskipun hanya sekali.10
Oleh karena itu, maka ulama mengatakan bahwa
Bukhari memiliki dua syarat; syarat mu’aṣarah dan syarat liqa’.
Di samping beberapa syarat di atas, Bukhari juga menetapkan kriteria
tingkat perawi (ṭabaqat al-Ruwāt) dalam haditsnya. Hammam Abdurrahim
menjelaskan ṭabaqat al-Ruwat menurut Bukhari sebagai berikut:11
1. Tingkatan pertama adalah para perawi yang terkenal‘adil, ḍabith, dan lama
bersama gurunya.
2. Tingkatan kedua adalah para perawi yang terkenal ‘adil, ḍabith, tetapi
sebentar bersama gurunya.
10
Al-Husaini Abdul Majid Hasyim, al-Imam al-Bukhari, Muhadditsan wa
Faqihan, (Kairo: Dar al-Qaumiyyah, ttp), h. 28-29. 11
Hammam Abdurrahim, al-Fikr al-Manhaji ‘Inda al-Muhadditsin, (Qathar: Kitab al-
Ummat, 1408), h. 119.
40
3. Tingkatan ketiga adalah para perawi yang lama bersama gurunya, tetapi
kurang keḍabithannya.
4. Tingkatan Keempat adalah para perawi yang sebentar bersama gurunya
dan kurang keḍabithannya.
5. Tingkatan kelima adalah para perawi yang terdapat cacat atau cela pada
dirinya.
Dari kelima tingkatan perawi (ṭabaqat al-Ruwāt) di atas, Bukhari
mengambil tingkatan pertama dari para perawi hadits untuk diambil hadits
darinya.Dengan demikian baik syarat (syuruṭ al-Ṣihhah) hadits maupun tingkatan
perawinya Bukhari tampaknya selalu mengambil kriteria yang tertinggi.
Pada dasarnya Bukhari tidak mengajukan syarat-syarat tertentu yang
dipakai untuk menetapkan keṣahih an hadits secara jelas. Karena persyaratan
tersebut di atas diketahui melalui penilaian terhadap kitabnya. Menurut
kesimpulan para ulama, Bukhari dalam kitab ṣahih nya selalu berpegang pada
tingkat keṣahih an yang paling tinggi, kecuali bagi beberapa hadits yang
diriwayatkan dari sahabat dan tabi’in.12
Para perawi itu berbeda-beda dalam menerima hadits dari para guru-
gurunya.Ada yang kuat hafalannya dan ada yang lemah, ada yang lama belajarnya
dan ada pula yang hanya sebentar.Mereka juga berbeda-beda sifat ‘adil dan
kejujurannya. Dalam hal ini, Bukhari hanya berpegang pada perawi yang paling
tinggi derajatnya. Sebagai contoh murid al-Zuhri dapat digolongkan menjadi lima
tingkatan. Masing-masing tingkat mempunyai keistimewaan lebih tinggi dari
12
Muhammad Muhammad Abu Syuhbah, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub al-Shihhah al-
Sittah, (Kairo: Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyah, 1981), h. 48.
41
tingkatan sesudahnya.Tingkat pertama adalah yang memiliki sifat ‘adil, kuat
hafalan, teliti, jujur dan lama mengikuti al-Zuhri, seperti Imam Malik dan Sufyan
bin ‘Uyainah.Perawi inilah yang dipakai oleh Bukhari dalam kitab ṣahih
nya.Sedangkan tingkat selainnya Bukhari tidak mengambilnya kecuali sedikit
hadits dari tingkat kedua.
Berdasarkan syarat keṣahih an hadits di atas, maka Bukhari hanya
menerima riwayat hadits yang jelas keṣiqahan perawinya hingga sahabat yang
masyhur, serta muttaṣil sanadnya, bukan munqaṭi’. Karenanya jika seorang
sahabat terdapat dua perawi atau lebih maka ia dinilai hasan, tapi jika hanya
terdapat satu perawi namun ṣahih sanadnya, maka Bukhari tetap mengambilnya.
Namun demikian, ketika status perawi itu tidak jelas (syubhat), maka Bukhari
juga tetap meninggalkannya, berbeda dengan imam Muslim yang mengambil-
nya.13
Seperti Hammad bin Salamah, Suhail bin Abi Shalih, Daud bin Abi Hind,
Abi al-Zubair dan al-‘ala bin Abdurrahman, mereka dinilai oleh Bukhari sebagai
perawi yang syubhat, status periwayatannya masih diperselisihkan oleh beberapa
kalangan, maka Bukhari tetap meninggalkan hadits mereka, meskipun mereka adil
dan tsiqah.14
Bukhari mencontohkan bahwa Suhail bin Abi Shalih adalah perawi
yang tsiqah, tetapi diragukan periwayatannya (sima’) dari orang tuanya. Oleh
13
Imam Muslim tetap mengambil hadits yang ditinggalkan oleh Bukhari sete;ah ia
menghilangkan subhat yang ada pada perawi hadits tersebut. Seperti, menurut Imam Muslim,
Suhail bin Abi Shalih meriwayatkan hadits tidak hanya dari ayahnya, ia juga meriwayatkan dari
Abdullah bin Dinar dari ayahnya, saat lain dari al-A’masy dari ayahnya, dan pada saat lain pula ia
meriwayatkan dari saudaranya dari ayahnya. dengan demikian kesyubhatan riwayat dari ayahnya
dapat dihilangkan dengan adanya jalur periwayatan selain dari ayahnya. demikian pula dengan
Hammad bin Salamah, Imam Muslim mengambil haditsnya karena alas an bahwa semua riwayat
haditsnya hampir diriwayatkan oleh kalangan yang masyhur, seperti Tsabit al-Bannani dan Ayub
al-Sijistani. 14
Muhammad bin Thahir al-Muqaddasi, Syuruth al-A’immah al-Sittah, (Beirut: Dar al-
Fikr, 1984), h. 17-18.
42
karena itu, Bukhari hanya mengambil haditsnya, dari jalur selain ayahnya.
demikian pula hammad bin Salamah, ketika banyak kalangan mengatkan bahwa
dalam hadits Hammad terdapat sisipan yang bukan hadits dari para pendusta,
maka Bukhari tidak meriwayatkan haditsnya, meskipun Bukhari sendiri
mengetahui bahwa Hammad adalah seorang perawi yang ṣiqah.15
Dengan demikian, Bukhari hanya menilai shahih sebuah hadits jika
sanad hadits tersebut benar-benar ṣahih dan tidak ada kemungkinan cacat,
walaupun diriwayatkan oleh banyak periwayat. Karena, menurutnya, yang
menjadi pertimbangan adalah keṣahih an sanad bukan jumlah sanadnya.16
4. Sistematika Penulisan Kitab Al-Jami’ Al-Musnad Al-Shahih Karya
Imam Al-Bukhari
Dengan usaha kerasnya dalam mengumpulkan dan meneliti hadits guna
memastikan kesahihannya, akhirnya tersusunlah sebuah kitab hadits sebagaimana
yang dikenal saat ini.Usaha kerasnya ini tergambar dalam sebuah pernyataannya
“Aku menyusun kitab al-Jami’ al-Musnad al-Sahih ini adalah hasil seleksi dari
600.000 buah hadits selama 16 tahun.”17
Dalam rangka menyusun kitabnya ini, dan guna memastikan kesahihan
sebuah hadits, di samping berusaha secara fisik ternyata ia juga tidak
meninggalkan non fisik. Dari informasi yang disampaikan salah seorang muridnya
15
Menurut al-Dzahabi, sebenarnya Bukhari juga meriwayatkan hadits-hadits mereka,
tetapi itu sebatas keperluan sebagai penguat (istisyhad), di samping Bukhari juga ingin
menunjukkan bahwa pada dasarnya mereka adalahtsiqah.Langkah meninggalkan yang dilakukan
oleh Bukhari terhadap hadits mereka lebih pada latar belakang keraguan tentang periwayatan
hadits mereka. Lihat catatan kak Muhammad bin thahir al-Muqaddisi, Syuruth al-A’immah al-
Sittah, , (Beirut: Dar al-Fikr, 1984), h. 61. 16
Abu Bakar Muhammad bin Musa al-Hazimi, Syuruth al-A’immah al-Khamsah, (Beirut:
Dar al-Fikr, 1984), h. 61 17
Abu Syuhbah, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub al-Sihhah al-Sittah, ttp: Majma’ al-Buhuts
al-Islamiyyah, 1969.
43
yang bernama al-Firbari bahwa ia pernah mendengar Muhammad bin Isma’il al-
Bukhari berkata: “Aku menyusun al-Jami’ al-Musnad al-ṣahih ini di Masjid al-
Haram, aku tidak memasukkan sebuah hadits pun ke dalam kitab itu sebelum aku
shalat istikharah dua rakaat setelah itu aku baru betul-betul merasa yakin bahwa
hadits tersebut adalah hadits ṣahih .”18
Dalam hal penulisan sebuah kitab hadits dikenal ada empat macam
sistematika, pertama adalah sistematika kitab ṣahih dan sunan, yaitu sebuah kitab
yang disusun dengan cara membagi menjadi beberapa kitab dan tiap-tiap kitab
dibagi menjadi babarapa bab. Kedua, Sistem Musnad, yaitu sebuah kitab hadits
yang disusun menurut nama periwayat pertama yang menerima dari Rasul SAW,
seperti sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakar diletakkan di bawah
nama Abu Bakar.19
Ketiga, sebuah kitab hadits yang disusun berdasarkan lima
bagian-bagian tertentu yaitu bagian hadits yang berisi perintah, berisi larangan,
berisi khabar, berisi ibadah dan bagian yang berisi tentang af’al secara umum.
Keempat, kitab yang disusun menurut sistematika kamus.20
Kitab hadits karya Bukhari disusun dengan memakai sistematika model
pertama, yaitu dengan membagi menjadi beberapa judul tertentu dengan istilah
Kitab berjumlah 97 Kitab. Istilah Kitab dibagi menjadi beberapa sub judul dengan
18
Yang dimaksud dengan disusun di Masjid al-Haram adalah Bukhari mulai menyusun
draft kitab tersebut di Masjid al-Haram kemudian menulis pendahuluan di Raudlah, setelah itu ia
mengumpulkan dan menyeleksi hadits serta menempatkannya di bawah bab-bab atau topik-topik
tertentu,Syuruth al- A’imah al-sittah, ( Beirut: Dar Al-fikr, 1984), h 58-59. 19
Untuk mencari sebuah hadits dalam kitab ini sangat sulit, tetapi dapat dipermudah
dengan adanya buku Miftah Kunuz al-Sunnah yang memuat 12 buah kitab hadits dan al-Mu’jam
al-Mufahras memuat 9 buah kitab hadits. 20
Hasbi ash-shiddiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta: Bulan Bintang, 1980.
44
istilah Bab berjumlah 4550 bab,21
dimulai dengan bab Bad’u al-Wahy kemudian
disusul kitab al-Iman, kitab al-‘Ilm, Kitab Wudlu’ dan seterusnya dengan jumlah
hadits secara keseluruhan 7275 buah hadits termasuk yang terulang atau sebanyak
4000 buah hadits tanpa pengulangan.22
B. Imam Turmudzi dan kitab Jam’u al-Ṣaḥiḥ
1) Biografi imam al-Turmudzi
Imam al-Turmudzi memiliki nama lengkap Abu ‘Isa Muhammad ibn ‘Isa
ibn Tsaurah ibn Musa ibn al-Ḍahak al-Sulami al-Bugi al-Turmudzī. Namun beliau
lebih popular dengan nama Abu ‘Isa. Bahkan dalam kitab al–Jami’ al–Shahih -
nya, ia selalu memakai nama Abu ‘Isa. Sebagian ulama sangat membenci sebutan
Abu ‘Isa, mereka menyandarkan argumennya dari hadis Abu Syaibah yang
menerangkan bahwa seorang pria tidak diperkenankan memakai nama Abu ‘Isa,
karena Isa tidak mempunyai ayah. Sabda Nabi Muhammad: “Sesungguhnya ‘Isa
tidak mempunyai ayah”. Al-Qari menjelaskan lebih detail, bahwa yang dilarang
adalah apabila nama Abu ‘Isa sebagai nama depan atau nama asli,
bukan kunyah atau julukan. Dalam hal ini, penyebutan Abu ‘Isa adalah untuk
membedakan al-Turmudzi dengan ulama yang lain. Sebab, ada beberapa ulama
besar yang popular dengan nama al-Turmudzi, yaitu :
1. Abu Isa al-Turmudzī, pengarang kitab al–Jami’ al–Ṣahih .
21
Menurut Hasbi ash-Shiddiqi bab-babnya berjumlah 3521. Pokok-pokok Ilmu Dirayah
Hadits, Jilid I. (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), 208-211. 22
Menurut perhitungan Ibn Shalah, dikutip oleh ‘Abd al-Muhsin bin Hammad al-
‘Abbad, ‘Isyruna Haditsan min Shahih al-Bukhari, (Madinah: al-Salafiyah, 1980), 15.
45
2. Abu al-Hasan Ahmad bin al-Hasan, yang popular dengan sebutan al-
Turmudzi al-Kabīr.
Al-Hakim al-Turmudzi Abu Abdullah Muhammad ‘Ali bin al-Hasan bin
Basyar. Ia seorang uhud, hafiẓ, mu’azin, pengarang kitab dan popular dengan
sebutan al-Hakim al-Turmudzi.23
(w. 285 H) seorang penulis besar dan sufi.24
Adapun nisbah yang melekat dalam nama al-Turmudzi, yakni al-Sulami,
dibangsakan dengan Bani Sulaim, dari Kabilah Ailan. Sementara al-Bugi adalah
nama tempat di mana al-Turmudzi wafat dan dimakamkan. Sedangkan kata al-
Turmudzi sendiri dibangsakan kepada kota Tirmidz, sebuah kota di tepi selatan
sungai Jihun (Amudaria) yang sekarang, Uzbekistan (Ahmad Sutarmadi, 1998:
50), tempat al-Turmudzi dilahirkan. Tokoh besar al-Turmudzi lahir pada tahun
209 H dan wafat pada malam Senin tangga 13 Rajab tahun 279 H di desa Bug
dekat kota Tirmidz dalam keadaan buta. Itulah sebabnya Ahmad Muhammad
Syakir menambah dengan sebutan al-Darir, karena al-Turmudzi mengalami
kebutaan di masa tuanya.25
Al-Turmudzi banyak mencurahkan hidupnya untuk menghimpun dan
meneliti hadis. Beliau melakukan perlawatan ke pelbagai penjuru negeri, antara
lain: Hijaz, Khurasan, dan lain-lain.
Di antara ulama yang menjadi gurunya adalah; Qutaibah bin Sa’id al-
Madanī (lama belajar al-Turmudzi diperkirakan lebih dari 35 tahun), Ishaq bin
23
Suryadi, Kitab Sunan al–Turmudzidalam “Studi Kitab Hadis” (Yogyakarta: Teras,
2003), h. 104-105. 24
Ahmad Sutarmadi, al–Imam al–Turmudzi: Peranannya dalamPengembangan Hadits
dan Fiqih (Jakarta: Logos, 1998), h. 50. 25
Suryadi, Kitab Sunan al-Turmudzi dalam Studi Kitab Hadis, ( Yogyakarta: Teras,
2003), h. 104-105
46
Rahawaih (di Khurasan), Muhammad bin ‘Amru as-Sawwaq al-Balki (di
Naysabur), Muhammad Ibn Gilan (di Merw, w. 39 H)26
, Ismā’il bin Musa al-
Fazari, Abū Mus’ab al-Zuhri, Bisyri bin Mu’az al-‘Aqādi, al-Hasan bin Ahmad
bin Abī Syu’aib, ‘Alī bin Hujr, Hannad, Yusuf bin Isa, Muhammad bin Yahya
Khallad bin Aslam, Ahmad bin Muni’, Muhammad bin Ismā’il, dan masih banyak
lagi yang lainnya. Adapun di antara muridnya yang masyhur adalah Abu Bakar
Ahmad bin Ismā’il Ibn Amir al-Samarkandi, Abu Hamid Ahmad Ibn Abdullah
Ibn Dawud a-Marwazi al-Tajir, Ahmad Ibn Yusuf al-Nasafi, Ahmad Ibn ‘Ali al-
Maqari, al-Husain bin Yunus, Hammad bin Syakir dan lain-lain.27
Di kalangan kritikus hadis, integritas pribadi dan kapasitas intelektual al-
Turmudzi tidak diragukan lagi. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan mereka
sebagai berikut:
Dalam kitab al–Ṣiqat, Ibn Hibban menerangkan bahwa al-Turmudzi
adalah seorang penghimpun dan penyampai hadis, sekaligus pengarang kitab.
Al-Khalili berkata “al-Turmudzi adalah seorang tsiqah muttafaq ‘alaih
(diakui oleh Bukhari dan Muslim)”.,
Al-Idris berpendapat bahwa al-Turmudzi seorang ulama hadis yang
meneruskan jejak ulama sebelumnya dalam bidang ‘Ulum al–Hadis.
Al-Hakim Abu Ahmad berkata, aku mendengar ‘Imran bin ‘Alan berkata,
“Sepeninggal Bukhari tidak ada ulama yang menyamai ilmunya, ke-wara’-annya,
dan ke-zuhud-annya di Khurasan, kecuali Abu ‘Isa al-Turmudzi.
26
Ahmad Sutarmadi, al-Imam al-Turmudzi: peranannya dalam pengembangan Hadis dan
Fiqih ( Jakarta: Logos, 1998) h. 59-60. 27
Ahmad Sutarmadi, al-Imam al-Turmudzi: Peranannya dalam Pengembangan Hadis dan
fiqih ( Jakarta: Logos, 1998), h. 63.
47
Ibn Fadil menjelaskan, Bahwa al-Turmudzi adalah pengarang
kitab Jami’ dan Tafsirnya, dia juga ulama yang paling berpengetahuan.28
Meskipun umumnya ulama kritikus hadis mengakui kredibilitas al-
Turmudzi sebagai ulama hadis, namun Muhammad Ibn Hazm mengatakan bahwa
al-Turmudzi adalah majhul dalam bidang periwayatan hadis. Pernyataan tersebut
mengundang reaksi keras dari para ulama, di antaranya:
1. Al-Hafiz al-Zahabi berpendapat, Ibn Hazm mengkritik al-Turmudzi
disebabkan ia tidak mengetahui dan belum sempat membaca karya al-
Turmudzi. Memang saat itu kitab al–Jami’al–Shahih al–Turmudzi belum
sempat masuk ke wilayah Andalusia (Spanyol), negeri Ibn Hazm.
2. Ibn Hajar dengan pernyataan yang cukup pedas, mengkritik pendapat Ibn
Hazm dengan mengatakan:
“Suatu kebodohan bagi Ibn Hazm yang memberikan penilaian majhul
terhadap al-Turmudzi, padahal al-Turmudzi diakui ke-hafiz-annya, serta karyanya
telah mendapat respon positif di kalangan ulama hadis.Sesungguhnya al-
Turmudzi termasuk ulama yang tsiqat hafiz”.
1. Ibn Katsir berkata :
“Suatu sikap bodoh Ibn Hazm yang memandang rendah Abu ‘Isa al-
Turmudzi.Penilaian tersebut tidak akan pernah merubah posisi al-Turmudzi,
namun sebaliknya akan merendahkan kredibilitas Ibn Hazm sendiri”.29
28
Suryadi, Kitab Sunan al-Turmudzi dalam Studi Kitab Hadis, ( Yogyakarta: Teras, 2003)
h. 107. 29
Suryadi, Kitab Sunan al-Turmudzi dalam Studi Kitab Hadis, ( Yogyakarta: Teras,
2003), h. 108.
48
Bantahan yang muncul dari para ulama terhadap penilaian Ibn Hazm di
atas menunjukkan bahwa para ulama masih tetap mengakui kredibilitas pribadi al-
Turmudzi selaku pakar hadis.
Kesungguhan al-Turmudzi dalam menggali hadis dan ilmu pengetahuan,
tercermin dari karya-karyanya, yaitu:
1. Kitab al–Jami’ al–Shahih , yang kenal juga dengan al–Jami’al–Turmudzi,
atau lebih popular lagi dengan Sunanal–Turmudzi.
2. Kitab al–‘Ilal al–Shaghir, kitab ini terdapat pada akhir kitab al–Jami’ al–
Turmudzi.
3. Kitab al–‘Ilal al–Mufrad atau al–‘Ilal Kabir yang mendapat bahan dari al-
Bukhari.
4. Kitab al–Tarikh.
5. Kitab al–Syama’il al–Muhammadiyyah.
6. Kitab al–Zuhud yang merupakan kitab tersendiri, yang tidak sempat
diamankan, sehingga tidak dapat ditemukan
7. Kitab al–Asma’ wa al–Kunya.
8. Kitab al–Asma’ al–Shahabah.
9. Kitab al–Atsar al–Mauqufah.30
Di antara karya al-Turmudzi yang paling monumental adalah kitab al–
Jami’ al–Shahih atau Sunan al–Turmudzi, sementara kitab-kitab yang lain,
seperti al–Zuhud, dan al–Asma’ wa al–Kunya kurang begitu dikenal di kalangan
masyarakat umum.
30
Ahmad Sutarmadi, Kitab Sunan al-Turmudzi dalam “ Studi kitab hadis “, ( Yogyakarta
Teras 2003) h. 77-78.
49
Begitu populernya kitab al–Jami’ al–Shahih , maka muncul beberapa
kitab syarah yang mensyarahi kitab tersebut. Di antaranya:
1. Aridat al–Ahwadi ditulis oleh Abu Bakar ibn al-‘Arabi al-Maliki.
2. Al–Munqih al–Syazi fi Syarh al–Turmudzioleh Muhammad ibn
Muhammad ibn Muhammad yang terkenal dengan Ibn Sayyid al-Nas al-
Syafi’i.
3. Syarah Ibn Sayyid al–Nasdisempurnakan oleh al-Hafz Zainuddin al-‘Iraqi.
4. Syarah al-Turmudzi oleh al-Hafiz Abu al-Fajar Zainuddin ‘Abd al-
Rahman Ibn Syihabuddin Ahmad Ibn Hasan Ibn Rajab al-Baghdadi al-
Hanbali.
5. Al–Lubab oleh al-Hafiz Ibn Hajar al-‘Asqalani.
6. Al-‘Urf al–Syazi’ ala Jami’ al–Timidzi oleh al-Hafiz ‘Umar ibn Ruslan al-
Bulqini.
7. Qat al–Mughtadi’ ‘ala Jami’ al–Turmudzi oleh al-Hafiz al-Suyuti.
8. Ta’liq al–Turmudzi dan Syarah al–Ahwazi oleh Muhammad Tihir.
9. Syarah Abu Thayyib al–Sindi.
10. Syarah Sirajuddin Ahmad al–Sarkandi.
11. Syarah Abu al–Hasan ibn ‘Abd al–Hadis al–Sindi.
12. Bahr al–Mazi Mukhtashar Shahih al–Turmudzi oleh Muhammad Idris
‘Abd al-Ra’uf al-Marbawi al-Azhari.
13. Tuhfat al–Ahwazi oleh Abu ‘Ali Muhammad Abd al-Rahman Ibn ‘Abd al-
Rahim al-Mubarakfuri.
50
14. Syarah Sunan al–Turmudzi dengan al–Jami’ al–Shahih oleh Ahmad
Muhammad Syakir.
15. Al-‘Urf al–Syazi ‘ala Jami’ al–Turmudzi oleh Muhammad Anwar Syah al-
Kasymiri.31
2) MengenalKitab al–Jami’ al–Shahih
Kitab al–Jami’ al–Shahih ini memuat berbagai permasalahan pokok
agama, di antaranya yaitu;al–aqa’id (tentang tauhid), al–ahkam (tentang
hukum), al–riqaq (tentang budi luhur), adab (tentang etika), al–tafsir (tentang
tafsir al-Qur’an), al–tarikh wa al–siyar (tentang sejarah dan sejarah jihad Nabi
SAW.), al–syama’il (tabi’t), al–fitan (tentang terjadinya fitnah dan malapetaka),
dan al–manaqib wa al–masalib (tentang biografi sahabat dan tabi’in).32
Oleh
sebab itu kitab hadis ini disebut dengan al–Jami’.
Secarakeseluruhan, kitab al–Jami’ al–Shahih atauSunan al–Turmudzi ini
terdiri dari 5 juz, 2375 bab dan 3956 hadis.
Menurut al-Turmudzi, isi hadis-hadis dalam al–Jami’ al–Shahih , telah
diamalkan ulama’ Hijaz, Iraq, Khurasan dan daerah lain (dalam kitab Tarikh-nya,
Ibnu Katsir meriwayatkan dari al-Turmudzi, dia berkata: “Aku telah menyusun
kitab Musnad yang shahih ini dan telah aku tunjukkan kepada para ulama Hijaz,
Iraq, Khurasan dan mereka menyenanginya. Barangsiapa di rumahnya terdapat
kitab ini, maka seakan-akan di rumahnya adaseorang Nabi yang bersabda) ,
31
Suryadi, Kitab Sunan al-Turmudzi dalam “ Studi Kitab Hadis “ ( Yogyakarta Teras
2003), h. 109-110. 32
Ahmad Sutarmadi, al- Imam al- Turmudzi, Perannya Dalam Perkembangan Hadis dan
Fiqih ( Jakarta: Logos, 1998 ) h. 57.
51
kecuali dua hadis (yang telah dibahas dimuka). Hadis ini diperselisihkan ulama
baik segi sanad maupun dari segi matan, sehingga sebagian ulama ada yang
menerima dan ada yang menolak dengan alasan-alasan yang berdasarkan naql
maupun akal.
Al-Turmudzi adalah pakar hadis yang msyhur pada abad ke-3 Hijriyyah.
Abad ke-3 H adalah puncak kemajuan ulama dalam mengembangkan pelbagai
disiplin ilmu pengetahuan, di antaranya : hadis, fiqih, filsafat, ilmu kalam dan
tasawuf.
Dalam kawasan hadis, periode ini merupakan periode “penyempurnaan
dan pemilahan”, yaitu penanganan terhadap persoalan-persoalan yang belum
sempat terselesaikan pada periode sebelumnya, seperti persoalan al–jarh wa al–
ta’dil, persambungan sanad dan kritik matan. Di samping itu, pemisahan hadis
Nabi dan fatwa sahabat juga dilakukan ulama pada periode ini.
Upaya penyempurnaan dengan pemilahan ini pada akhirnya memunculkan
kitab-kitab hadis dengan corak baru, yaitu kitab shahih yang hanya memuat
hadis-hadis shahih yaitu kitab al–Jami’al–Shahih oleh Bukhari (w. 256 H),
kitab al–Jami’ al–Shahih oleh Muslim (w. 261 H), dan kitab-kitab Sunan yang
memuat seluruh hadis kecuali hadis yang sangat dha’if dan munkar, seperti
kitab sunan yang disusun oleh Abu Dawud (w. 273 H), al-Turmudzi (w. 279 H),
al-Nasa’I (w. 303 H). Keberadaan kitab-kitab tersebut dimaksudkan untuk
menangkal pemalsuan hadis dari golongan para pendusta dan mazhab teolog yang
fanatik dalam membela golongannya.
52
Ulama pada abad itu juga berupaya menata hukum Islam berdasarkan
sumber al–Qur’an dan al–Hadis, sehingga semua kitab hadis yang lahir pada abad
ini berorientasi pada fiqih.Hal ini dapat dicermati dari metode penyusunan kitab-
kitab tersebut terdiri atas bab-bab fiqih.Bahkan dengan tegas al-Turmudzi
mengatakan “Tidaklah hadis-hadis yang terdapat dalam kitab ini kecuali yang
dipilih (diamalkan) fuqaha’”.
Pernyataan al-Turmudzi tersebut menunjukkan, bahwa sebagai pakar hadis
ia ingin menjaga keutuhan hadis sebagai dasar syari’at Islam. Ia lebih memilih
menggunakan hadisdha’if laisa bihi matruk (hadis dha’if yang kelemahannya
tidak menghalangi pengamalannya) dari pada hukum qiyas dan ijma’. Itulah
sebabnya al-Turmudzi menciptakan istilah hadis hasan, yang kedudukannya di
bawah hadis shahih dan di atas hadis dha’if, namun dapat dipakai sebagai
hujjah .33
Karena kitab al-Turmudzi banyak memuat hadis hasan, maka membuat
kitab tersebut populer dengan kitab hadis hasan itu. Namun para ulama berbeda
pendapat mengenai hadis hasan itu, termasuk guru-guru maupun murid-murid al-
Turmudzi, karena al-Turmudzi tidak memberi definisi yang pasti, terlebih al-
Turmudzi menggabungkan dengan istilah yang beraneka ragam,
seperti: hadis hasan shahih , hasan gharib, dan hasan shahih gharib.
Namun, satu hal yang tetap perlu dicatat, adalah kerja besar al-Turmudzi
dalam mengukir sejarah tentang pembagian hadis menjadi hadis shahih , hasan,
dan dha’if, yang sebelumnya adalah hadis shahih dan dha’if. Imam al-Nawawi
33
Suryadi, Kitab Sunan al-Turmudzi Dalam “ Studi Kitab Hadis “ ( Yogyakarta Teras,
2003) h. 110-111.
53
dalam kitab Taqrib yang disyaratkan oleh al-Suyuti mengatakan: “Kitab al–
Turmudzi adalah asal untuk mengetahui hadis hasan, ialah yang
memasyhurkannya, meskipun sebagian ulama dan generasi sebelumnya telah
membicarakannya secara terpisah”.
Senada dengan Imam al-Nawawi, Imam Taqiyuddin Ibn Taimiyyah juga
menjelaskan: “Abu Isa al-Turmudzi dikenal sebagai orang pertama yang membagi
hadis menjadi shahih , hasan dan dha’if, yang tidak diketahui oleh seorang pun
tentang pembagian itu sebelumnya. Abu Isa telah menjelaskan yang dimaksud
dengan hadis hasan itu ialah hadis yang banyak jalannya, perawinya tidak
dicurigai berdusta, dan tidak syaz“.
Dilihat dari segi kuantitatif dan kualitatif nilai hadis dari kitab al–
Jami’ al–Shahih yang berjumlah 3956 buah hadis itu sebagai berikut:34
Hadis shahih 158 buah
Hasan shahih 1.454 buah
Shahih gharib 8 buah
Hasan shahih gharib 254 buah
Hasan 705Buah
Hasan gharib 571 buah
Gharib 412 buah
Dha’if 73 buah
Tidak dinilai dengan jelas 344 buah
34
Ahmad Sutarmadi, al-Imam al-Turmudzi : Peranannya Dalam Pengembangan Hadis dan
Fiqih ( Jakarta: Logos, 1998), h. 164.
54
al-Dahlawy membagi derajat kitab-kitab hadis kepada empat tingkatan:
Pertama, al–Muwaththa’, Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
Kedua,Sunan yang empat (Sunan Abu Dawud, Sunan al–Nasa’I, Sunan al–
Turmudzi, Sunan Ibnu Majah), sementara Musnad Ahmad sangat berdekatan
kepada tingkat yang kedua ini.
Ketiga, seluruh Musnad selainMusnad Ahmad, yang kandungannya
bercampur baur, ada yang shahih , ada yang hasan, ada yang dha’if, bahkan ada
yang munkar, seperti Musnad Abu Ya’la, Sunanal–Baihaqi, kitab-kitab al–
Thahawi dan kitab al–Thabrani.
Keempat, kitab-kitab yang dimaksudkan oleh penyusunnya
mengumpulkan segala rupa hadis, untuk kepentingan mereka yang membantu
pendirian dan paham masing-masing, seperti kitab-kitabIbnu Asakir, al–Dailami,
Ibnu Najjar Abu Nu’aim, dan yang setaraf.35
Terlepas dari kebesaran dan kontribusi yang telah diberikan oleh al-
Turmudzi melalui kitabnya, tetap muncul pelbagai pandangan kontroversial antara
yang memuji dan mengkritik karya tersebut. Di antaranya adalah al-Hafiz al-
‘Alim al-Idrisi, yang menyatakan bahwa al-Turmudzi adalah seorang dari para
Imam yang memberikan tuntunan kepada mereka dalam ilmu hadis,
35
Teungku Muhamad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu
Hadits (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), h. 101. Lihat juga Fachrur Razi Amir, Peringkat
Kitab-kitab Hadis: Analisis Kualitatif dalam “Ulumul Hadis” (Yogyakarta: Teras, 2010), h. 214-
215.
55
mengarang al–Jami’, Tarikh, ‘Ilal, sebagai seorang penulis yang ‘alim yang
meyakinkan, ia seorang contoh dalam hafalan.36
Lain halnya dengan al-Hafiz Ibn Asihr (w. 524 H), yang menyatakan
bahwa kitab al-Turmudzi adalah kitab shahih , juga sebaik-baiknya kitab, banyak
kegunaannya, baik sistematika penyajiannya dan sedikit sekali hadis-hadis yang
terulang. Di dalamnya juga dijelaskan pula hadis-hadis yang menjadi amalan
suatu mazhab disertai argumentasinya. Di samping itu al-Timidzi juga
menjelaskan kualitas hadis, yaitu shahih , saqim dan gharib. Dalam kitab tersebut
juga dikemukakan kelemahan dan keutamaan (al–Jarh wa al–Ta’dil) para perawi
hadis. Ilmu tersebut sangat berguna untuk mengetahui keadaan perawi hadis yang
menetukan apakah dia diterima atau ditolak.
Sementara Abu Isma’il al-Harawi (w. 581 H) berpendapat,
bahwa kitab al–Turmudzi lebih banyak memberikan faedah dari pada kitab Shahih
Bukhari dan Shahih Muslim, sebab hadis yang termuat dalam kitab al–Jami’ al–
Shahih al–Turmudzi diterangkan kualitasnya, demikian juga dijelaskan sebab-
sebab kelemahannya, sehingga orang dapat lebih mudah mengambil faedah kitab
itu, baik dari kalangan fuqaha’, muhadditsin, dan lainnya.
Seorang orientalis Jerman, Brockelman menyatakan ada sekitar
40 hadis yang tidak diketahui secara pasti apakah hadis–hadis itu
termasuk hadis Abi Isa al-Turmudzi.Sekumpulan hadis itu dipertanyakan apakah
kitab yang berjudul al–Zuhud atau al–Asma’wa al–Kunya.Ada dugaan keras
bahwa kumpulan hadis itu adalah al–Fiqh atau al–Tarikh, tetapi masih diragukan.
36
Ahmad Sutarmadi, al-Imam al-Turmudzi : Peranannya Dalam Pengembangan Hadis dan
Fiqih ( Jakarta: Logos, 1998), h. 78.
56
Ignaz Goldziher dengan mengutip pendapat al-Zahabi telah memuji
kitab al-Jami’ al-Shahih dengan memberikan penjelasan bahwa kitab ini terdapat
perubahan penetapan isnad hadis, meskipun tidak menyebabkan penjelasan secara
rinci, tetapi hanya garis besarnya. Di samping itu, di dalam kitab al–Jami’ al–
Shahih ini ada kemudahan dengan memperpendek sanad.
Kendatibanyak yang memuji kitab al–Jami’ al–Turmudzi, namun bukan
berarti kemudian luput dari kritikan. Al–Hafiz Ibn al–Jauzi (w. 751 H)
mengemukakan, bahwa dalam kitab al–Jami’ al–Shahih li al–Turmudzi terdapat
30 hadis maudu’ (palsu), meskipun pada akhirnya pendapat tersebut dibantah oleh
Jalaluddin al-Suyuti (w.911 H) dengan mengemukakan, bahwa hadis-hadis yang
dinilai palsu tersebut sebenarnya bukan palsu, sebagaimana yang terjadi dalam
kitab Shahih Muslim yang telah dinilainya palsu, namun ternyata bukan palsu. Di
kalangan ulama hadis, al-Jauzi memang dikenal terlalu tasahul (mudah) dalam
menilai hadis sebagai hadis palsu.Mengacu kepada pendapat al-Suyuti, dan
didukung oleh pengakuan mayoritas ulama hadis seperti telah dikemukakan, maka
penilaian Ibn al-Jauzi tersebut tidak merendahkan al-Turmudzi dan kitab al–
Jami’al–Shahihnya.37
3) Metode Kitab al–Jami’ al–Shahih 38
Judul lengkap kitab al–Jami’ al–Shahih adalahal-Jami’al–Mukhtashar
min al–Sunan ‘an Rasulillah Shallallahu ‘alahi wa Sallam wa Ma’rifat al-Shahih
37
Suryadi, Kitab Sunan al-Turmudzi Dalam “ Studi Kitab Hadis “ ( Yogyakarta Teras,
2003 h. 121-123. 38
Suryadi, Kitab Sunan al-Turmudzi Dalam “ Studi Kitab Hadis “ ( Yogyakarta Teras,
2003 h. 111-114.
57
wa al-Ma’lul wa Ma’ ‘alaihi al-‘Amal.39
Meski demikian kitab ini lebih popular
dengan nama al–Jami’al–Turmudzi atau Sunan al–Turmudzi. Untuk kedua
penamaan ini tampaknya tidak dipermasalahkan oleh ulama. Adapun yang
menjadi pokok perselisihan adalah ketika kata-kata shahih melekat dengan nama
kitab. Al-Hakim (w. 405 H) dan al-Khatib al-Baghdadi (w. 483 H) tidak keberatan
menyebut dengan Shahih al–Turmudzi atau al–Jami’ al–Shahih.
Berbeda dengan Ibn Katsir (w. 774 H) yang menyatakan pemberian nama
itu tidak tepat dan terlalu gegabah, sebab di dalam kitab al–Jami’ al–
Turmudzi tidak hanya memuat hadis shahih saja, akan tetapi memuat pula hadis-
hadis hasan, dha’if dan munkar, meskipun al-Turmudzi selalu menerangkan
kelemahannya, ke-mu’alal-annya dengan ke-munkar-annya.
Dalam meriwayatkan hadis, al-Turmudzi menggunakan metode yang
berbeda dengan ulama-ulama lain. Berikut metode-metode yang ditempuh oleh al-
Turmudzi:
1. Men-takhrij hadis yang menjadi amalan para fuqaha’.
Dalam kitabnya, al-Turmudzi tidak meriwayatkan hadis, kecuali hadis
yang diamalkan oleh fuqaha’, kecuali dua hadis, yaitu:
أن النبى صلى هللا عليه وسلم جمع بين الظهر والعصر بالمدينة والمغرب والعشاء من غير
خوف وال سفر وال مطر40
“Sesungguhnya Rasulullah menjama’ Shalat Zuhur dengan Ashar dan
Maghrib dengan Isya’, tanpa adanya sebab takut, dalam perjalanan, dan
tidak pula karena hujan”.
39
Saifuddin, Arus Tradisi Tadwin Hadis dan Historiografi Islam: Kajian Lintas
Aliran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 160. 40
Al-Turmudzi, al-Jami’ As-shahih, juz V, 392.
58
إذا شرب الخمر فاجلدوه فإن ماد فى الرابعة فاقتلوه41
“Apabila seseorang minum khamar, maka deralah ia, dan jika ia
kembali minum khamar pada yang keempat kalinya maka bunuhlah ia”.
Hadis pertama, menerangkan tentang men-jama’ shalat.Para ulama tidak
sepakat untuk meninggalkan hadis ini, dan boleh hukumnya melakukan
shalat jama’ di rumah selama tidak dijadikan kebiasaan.Demikian pendapat Ibn
Sirin serta sebagian ahli fiqih dan ahli hadis.
Hadis kedua, menerangkan bahwa peminum khamar akan dibunuh jika
mengulangi perbuatannya yang keempat kalinya. Hadis ini menurut al-Turmudzi
dihapus oleh ijma’ ulama. Dengan demikian dapat dipahami maksud al-Turmudzi
mencantumkan hadis tersebut, adalah untuk menerangkan ke-mansukh-an hadis,
yaitu telah di-mansukh dengan hadis riwayat al-Zuhri dari Qabisah bin Zawaib
dari Nabi, yang menerangkan bahwa peminum khamar tersebut dibawa kepada
Rasul. Kemudia Rasul SAW. Memukulnya dan bukan membunuhnya.
1.Memberi penjelasan tentang kualitas dan keadaan hadis.
Salah satu kelebihan al-Turmudzi adalah ia mengetahui benar keadaan
hadis yang ia tulis. Hal itu berdasarkan hasil diskusinya dengan para ulama
tentang keadaan hadis yang ia tulis. Dalam kitab al–Jami’, al-
Turmudzimengungkapkan :
“Dan apa yang telahdisebutkan dalam kitab ini mengenai ‘ilal hadis, rawi
ataupun sejarah adalah hasil dari apa yang aku takhrij dari kitab-kitab tarikh, dan
41
Al-Turmudzi, al-Jami’ as-Shahih, juz V, 392.
59
kebanyakan yang demikian itu adah hasil diskusi saya dengan Muhammad bin
Isma’il (al-Bukhari)”.
Pada kesempatan lain al-Turmudzi juga mengatakan :
“Dan kami mempunyai argumen yang kuat berdasarkan pendapat ahli
fiqih terhadap materi yang kami terangkan dalam kitab ini”.
Dengan demikian dapat dipahami, bahwa usaha menjelaskan keadaan
suatu hadis dimaksudkan olah al-Turmudzi untuk mengetahui kelemahan hadis
bersangkutan. Menurut al-Hafiz Abu Fadhil bin Tahir al-Maqdisi (w. 507 H) ada
empat syarat yang ditetapkan oleh al-Turmudzi sebagai standarisasi periwayatan
hadis, yaitu:
1. Hadis-hadis yang sudah disepakati keshahih annya oleh Bukhari dan
Muslim.
2. Hadis-hadis yang shahih menurut standar keshahih an Abu Awud dan al-
Nasa’I, yaitu hadis-hadis yang para ulama tidak sepakat untuk
meninggalkannya, dengan ketentuan hadis itu bersambung sanadnya dan
tidak mursal.
3. Hadis-hadis yang tidak dipastikan keshahih annya dengan menjelaskan
sebab-sebab kelemahannya.
4. Hadis-hadis yang dijadikanhujjah oleh fuqaha’, baik hadis tersebut shahih
atau tidak. Tentu saja ketidak-shahih annya tidak sampai pada tingkat
dha’if matruk.
60
4) Sistematika Kitab Al-Jam’u al-Ṣaḥiḥ
Kitab al–Jami’ al–Shahih ini disusun berdasarkan urutan bab fiqih, dari
bab thaharah seterusnya sampai dengan bab akhlaq, do’a, tafsir, fadha’il dan
lain-lain. Dengan kata lain al-Turmudzi dalam menulis hadis dengan
mengklasifikasi sistematikanya dengan model juz, kitab, bab dan sub bab. Kitab
ini ditahqiq dan dita’liq oleh tiga ulama kenamaan pada generasi sekarang
(modern), yakni Ahmad Muhammad Syakir (sebagai Qadhi Syar’i), Muhammad
Fu’ad Abdul Baqi’ (sebagai penulis dan pengarang terkenal), dan Ibrahim ‘Adwah
‘Aud (sebagai dosen pada Universitas al-Azhar Kairo Mesir).
Secara rinci sistematika kitab al–Jami’ al–Shahih akan dijelaskan sebagai
berikut:
Juz I terdiri dari 2 kitab, tentang Thaharah dan Shalat yang meliputi 184
bab 237 hadis.
Juz II terdiri dari kitab Witir, Jumu’ah, Idayn dan Safar, meliputi 260 bab
dan 355 hadis.
Juz III terdiri dari kitab Zakat, Shiyam, Haji, Janazah, Nikah, Rada’,
Thalaq dan Li’an, Buyu’ dan al–Ahkam, meliputi 516 bab dan 781 hadis.
Juz IV terdiri darikitab Diyat, Hudud, Sa’id, Dzaba’ih, Ahkam dan Sa’id,
Dahi, Siyar, Fadhilah Jihad, Libas, Ath’imah, Asyribah, Birr wa Shilah,
al–Thibb, Fara’id, Washaya, Wali dan Hibbah, Fitan, al–Ra’yu,
Syahadah, Zuhud, Qiyamah, Raqa’iq dan Wara’, Jannah dan Jahannam,
meliputi 734 bab dan 997 hadis.
61
Juz V terdiri dari 10 pembahasan, tentang Iman, ‘Ilm, Isti’dzan, Adab, al–
Nisa’, Fadha’il al–Qur’an, Qira’ah, Tafsiral–Qur’an, Da’awat, Manaqib,
yang meliputi 474 bab dan 773 hadis, di tambah tentang pembahasan
‘Ilal.42
42
Ahmad Sutarmadi, al-Imam al-Turmudzi : Peranannya Dalam Pengembangan Hadis dan
Fiqih ( Jakarta: Logos, 1998) h. 160.
63
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada bab terakhir inipenulis mendapatkan beberapa kesimpulan dalam
penulisan skripsi ini.Kitab hadits karya Imam Bukhari disusun dengan pembagian
beberapa judul. Judul-judul tersebut dikenal dengan istilah “Kitāb”. Jumlah judul
(kitab) yang terdapat di dalamnya adalah 97 kitab. Setiap kitab dibagi menjadi
beberapa subjudul yang dikenal dengan istilah “bab”. Jumlah total babnya adalah
4550 bab, yang dimulai dengan kitab bad’u al-waḥy, dan disusul dengan kitāb al-
Imān, kitāb al-‘Ilm, kitāb al-Wadu’, dan sterunya.
Telah menjadi kesepakatan ulama dan umat Islam bahwa kitab Sahih al-
Bukhari adalah kitab yang paling otentik dan menduduki tempat terhormat setelah
Alquran. Diantara para ulama yang mengemukakan demikian adalah Ibnu Ṣalāḥ,
beliau mengemukakan, kitab yang paling otentik sesudah Al-Quran adalah Sahih
Bukhari dan Sahih Muslim.
Jami’ al Sohihain atau Sunan Turmudzi merupakan karya besar dari Abu
‘Isa Muhammad bin Isa at Turmudzi , salah seorang imam Hadits. Secara hierarki
kitab pokok hadits, maka kitab ini berada di urutan ke-empat, bahkan pendapat
lain memposisikan di urutan ketiga. Banyak pujian ulama terhadap kitab
ini.Mereka menilai kitab ini sangat memberikan faedah bagi pembacannya, sebab
imam Turmudzi tidak hanya mencantumkan hadits saja, melainkan juga memberi
sumbangsih dalam mengklasifikasikan hadits, menjelaskan lafadz-lafadz yang
asing dll.
64
Kitab jami’ shohih Turmudzi disebut juga sebagai kitab sunan Turmudzi
karena dalam isi kitabnya didominasi oleh masalah-masalah hukum dan urutan
kitabnya juga sesuai dengan bab fiqh.
Al Jami’ al Sohihain tidak hanya berisikan hadits-hadits yang sohih
maupun hasan saja, namun imam Turmudzi juga menghimpun hadits-hadits yang
dhoif, muallal, dll dan beliau menjelaskan status hukum atau kualitas setiap
haditsnya. Adapun metode yang digunakan dalam penyusunan kitab ini adalah:
1. Hadits yang diriwayatkan adalah hadits yang diamalkan atau menjadi
pegangan ahli fiqh.
2. Hadits yang diriwayatkan tidak sebatas hadits ahkam, namun
mencakup juga hadits-hadits tentang fadlo’il, manaqi, adabdan
menyinggung juga hadits yang terkait dengan tafsir.
3. Penyusunan hadits berdasarkan bab-bab fiqh.
4. Imam Turmudzi memberikan komentar akan status hukum atau
kualitas setiap hadits.
5. Perowi yang dipakai berasal dari beragam tingkatan.
6. Membuat istilah baru bagi klasifikasi hadits ditinjau dari segi kualitas.
7. Mencantumkan kitab al I’lal as Soghir pada pembahasan akhir kitab
Jami’nya.
B. Saran-saran
Penulis menyadari betul bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini masih
banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Baik itu dari segi penulisan maupun
dari analisisnya. Maka daripada itu penulis menyarankan bagi para pembaca
untuk bisa menambahkan kekurangan dalam karya tulis ini.
65
DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar Muhammad bin Musa al-Hazimi, Syuruth al-A’immah al-
Khamsah, Beirut: Dar al-Fikr, 1984.
Abu Syuhbah, Muhammad Fi Rihab al Sunnah al-Kitab al-Sahih al-Sittah,
Kairo: al-Buhus al-Islamiyah, T. Th.
Adib Salih, Muhammad Lamhat fi Usul al-Hadis, Beirut: al-Maktab al-Islami,
1399 H.
Amir, Fachrur Razi, Peringkat Kitab-kitab Hadis: Analisis Kualitatif dalam
“Ulumul Hadis”. Yogyakarta: Teras, 2010.
Azami, Studiesin Hadith Methodology and leterature, terj. Meth Kieraha, Jakarta:
Lentera, 2003.
Al-Bani Sheikh Muhammad Nashiruddin, Ṣaẖiẖ Sunan At-Turmudzy, Kampoeng
Sunah,2009.
Al-Bukhary Abu Abdullah Muhammad bin ismail, ensiklopedia ẖadits, Jakarta:
Al-mahira, 2013.
Dzulmani, Mengenal Kitab-Kitab Hadits, Yogyakarta: Insan Madani, 2008.
Hakim Lukman, Telaah Hadits Yang Tidak Di Hukumkan Oleh Al-Imam At-
Tirmidzī DiDalam Kitab Sunan Al-Timidzī, Skripsi Tafsir-Hadits Fakultas
Ushuluddin Dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah, 2009.
Hammam Abdurrahim, al-Fikr al-Manhaji ‘Inda al-Muhadditsin,Qathar: Kitab al-
Ummah, 1408 H.
Hasanudin Maulana,Kitab Hadis Ṣaẖiẖ Yang Enam, Jakarta: Litera
Antarnusa,1991.
Hasbi Ash-Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta: Bulan Bintang,
1980.
Al-Husaini Abdul Majid Hasyim, al-Imam al-Bukhari Muhadditsan wa
Faqihan,Kairo: Dar al-Qaumiyyah, t.t.
Ibn Hajar, al-Nukat ‘ala Kitab Ibn Shalah, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah,
1993.
66
Ibn Shalah, Muqaddimah Ibn Shalah, Mesir: 1326 H
Ibnu Ahmad ‘Alimi, Tokoh Dan Ulama Hadits, Sidoarjo: Mumtaz, 2008.
Iffah Azizatul, Periwayat Syiah Dalam Ṣaẖiẖ Al-Bukhārī, Skripsi Tafsir-Hadits
Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah, 2013 H.
Khon, Abdul Majid, Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah, 2010.
M. Natsir Arsyad, Seputar al-Quran Hadis dan Ilmu. Bandung: al-Bayan, 1995.
Mahmud Thahhan, Taisir Mushthalah al-Hadits, Beirut: Dar al-Fikr, t.t.
Mahrus Ridwan Abdul Aziz, Dirasat fi Manahij al-Muhadditsin, Kairo: al-Fajr al-
Jadid, 1992.
Majid Khon, Abdul Ulumul Hadits, Jakarta: Amzah, 2010.
Al-Maliki, Muhammad Alawi, Ilmu Ushul Hadis, terj. Adnan Qohar. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009.
Marzuki, Kritik Terhadap Kitab Ṣaẖiẖ Al-Bukhary dan Ṣaẖiẖ Muslim.
Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits ‘Ulumuhu wa Mushthalahuhu,
Beirut: Dar al-Fikr, 1989.
Muhammad Abu Syuhbah, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub al-Shihhah al-
Sittah, Kairo: Majma’ al-Buhuts al-Ilmiyyah, 1981.
Muhammad bin Thahir al-Muqaddasi, Syuruth al-A’immah al-Sittah, Beirut, Dar
al-Fikr, 1984.
Nasuhi, Hamid. Dkk. Pedoman Penulisan Skripsi dalam Pedoman Akademik
2010/2011. Jakarta: Biro Akademik dan Kemahasiswaan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2010.
Saifuddin, Arus Tradisi Tadwin Hadis dan Historiografi Islam: Kajian Lintas
Aliran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
Al-Shiddieqy Hasby, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta: Bulan
Bintang, 1991.
Al-Shiddieqy, Teungku Muhamad Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits.
Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009.
67
Soetari, Edang Ilmu Hadits Kajian Riwayat & Dirayah (Bandung: CV. Mimbar
Pustaka, 2008)
Solahuddin, M & Suyadi, Agus Ulumul Hadits, Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Suryadi, Kitab Sunan al–Turmudzi dalam “Studi Kitab Hadis”. Yogyakarta:
Teras, 2003.
Sutarmadi, Ahmad, al–Imam al–Turmudzi: Peranannya dalamPengembangan
Hadits dan Fiqih. Jakarta: Logos, 1998.
Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, Penerjemah: Masturi Ilham Lc.
Dan Asmu’i Taman, Lc. Cet I, Jakarta: al-Kautsar 2006.
Tsani Ahmad Fadhlus,Telaah Perbandingan Hadis Muttafaqun`Alaih Dengan
Mutsalāt Sunan Al-Tirmidzī, Skripsi Tafsir-Hadits Fakultas Ushuluddin
Dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008 M.
Al-Turmudzi, al-Jami’ al-Shahih , juz V.
Yuslem, Nawir Kitab Induk Hadis (Jakarta: Hijir Pustaka Utama, 2006)